SlideShare a Scribd company logo
1 of 11
CATATAN KRITIS TENTANG INISIATIF
PEMERINTAH MELAKUKAN INVENTARISASI
PENGUASAAN, PEMILIKAN, PEMANFAATAN
DAN PENGGUNAAN LAHAN TERUTAMA (IP4T)
DI DALAM KAWASAN HUTAN
Dr. Abdul Wahib Situmorang
15-16 September 2015, FGD IP4T
Pusat Kebijakan Stretegis LHK
• Realita di tingkat tapak menunjukan tidak semua kawasan hutan yang
ditunjuk oleh pemerintah bebas klaim, terutama klaim yang berasal dari
masyarakat lokal dan masyarakat adat
• Satu dekade terakhir, tumpah tindih terjadi lebih dari dua lapis dengan
masuknya pendatang ke kawasan hutan, baik di dalam kawasan yang telah
diberikan izin atau di dalam kawasan hutan negara.
• Tingginya harga komoditi kelapa sawit dan tambang, ini mendorong
“pemodal” dan kelompok masyarakat masuk ke dalam kawasan hutan,
berusaha dan mengambil sumberdaya yang ada.
• Tidak dipungkiri banyak pemukiman masuk di dalam kawasan hutan dan ini
divalidasi oleh hasil inventarisasi desa di sekitar dan di dalam kawasan
hutan oleh BPS dan Kemenhut.
• Keempat fenomena di atas banyak terjadi di dalam kawasan hutan
LATAR BELAKANG
SOLUSI-KEBIJAKAN
• Pemerintah mengeluarkan Peraturan Bersama Menteri
Dalam Negeri RI, Menteri Kehutanan RI, Menteri
Pekerjaan Umum RI dan Kepala BPN RI Nomor 79 Tahun
2014, PB.3/Menhut-II/2014, 17-PRT/M/2014,
8/SKB/X/2014 tentang Tata Cara Penyelesaian
Penguasaan Tanah di dalam Kawasan Hutan
• Diharapkan bisa menangani masalah klaim tenurial di
dalam kawasan hutan yang akan dilakukan oleh
Pemerintah
CATATAN KRITIS #
1 • Komposisi keangotaan. Keanggotaan IP4T-satu unit kerja yang melakukan
tugas inventarisai penguasaan, pemilikan, pengunaan dan pemanfaatan tanah
di kawasan hutan-didominasi oleh lembaga pemerintah. Keanggotaan ini akan
lebih kuat dan saling melengkapi apabila memasukan kelompok masyarakat
sipil, akademisi dan tokoh masyarakat.
• Dasarnya adalah keanggotaan tidak hanya mempertimbangkan jabatan-
melekat kewenangan dijabatan tersebut- tetapi juga pengetahuan atas
masalah tenurial di dalam kawasan hutan, solusi berbasis lokal ditautkan
dengan aturan nasional dan kemampuan komunikasi dengan berbagai
kelompok atau pemohon nantinya
• Definisi. Baik di peraturan bersama dan juga di Juklak peraturan bersama, apa
yang dimaksud dengan penguasaan, pengunaan, pemanfaatan dan pemilikan
sangat abstrak. Pemilikan-hubungan hukum terdaftar atau tidak terdaftar,
penguasaan hubungan hukum, pengunaan-wujud tutuoan permukaan bumi
alami atau kegiatan manusia dan pemanfaatan-mendapatkan nilai tambah
tanpa mengubah fisik penggunaan tanahnya
• Karena ketiadaan definisi tersebut, peraturan bersama dan juklak juga gagal
menjelaskan kriteria dari masing-masing kategori objek yang akan di
inventarisasi. Padahal, ini diperlukan agar semua orang mengerti dan paham
dan tidak menimbulkan pertanyaan apalagi interpretasi yang beragam
CATATAN KRITIS #
2
• Data Fisik. Tidak ada juga penjelasan lebih jauh “apa yang dimaksud dengan
data fisik dan data yuridis serta bentuknya” di dalam peraturan bersama dan
Juklaknya sendiri. Dengan kata lain, data fisik apa dan dasar yuridis apa saja
yang akan dikumpulkan dan mengapa itu yang dipilih.
• Fungsi lindung dan konservasi. Peraturan bersama dan Juklak juga tidak
memberikan penjelasan dan jalan keluar bagaimana jalan keluarnya apabila
tanah tersebut berada di satu bentang alam yang berfungsi menjaga hidrologi,
longsor, banjir atau habitat spesies yang dilindungi dan hampir punah
• Hutan adat. Peraturan bersama dan Juklak tidak menjelaskan berdasarkan
Undang-undang kehutanan pengakuan hutan adat melalui Perda dan apabila
berada di dalam kawasan hutan konservasi perlu mendapatkan persetujuan
DPR. Bagaimana peraturan bersama menjawab isu ini? Apakah ini
dilemparkan kembali ke KLHK untuk menjawab permasalahan ini? Jika iya,
prosesnya tidak ada yang berbeda sesungguhnya
• Ruang Kelola dan “rimbo sekampung” masyarakat. Peraturan bersama dan
Juklak tidak menjelaskan bagaimana rekomendasi menyelesaikan satu
kawasan milik masyarakat lokal atau adat di dalam kawasan hutan, diberi izin
ke pelaku usaha dan kemudian “dirambah” oleh para pendatang. Kasus ini
banyak terjadi di Jambi, Sumatera Selatan dan Riau
PRA-SYARAT #1
• Pelaksanaan IP4T tidak hanya melakukan inventarisasi
fisik dan yuridis. Lalu diverifikasi dengan
membandingkan antara peta kawasan hutan dengan
peta penggunaan tanah saat ini. Hasilnya diberikan
kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
untuk diproses pelepasan kawasan hutan melalui tata
batas dan pengkuhan kawasan hutan atau revisi RTRW.
• Kalau ini dilakukan, IP4T tidak banyak berarti karena BPS
dan Kementerian Kehutanan telah mengidentifikasi
pemukiman di dalam kawasan hutan dan telah di-
overlay ke dalam peta kawasan hutan. Belum lagi peta
kawasan adat dan sejumlah peta konflik yang dibuat
oleh berbagai pihak
PRA-SYARAT #2
• Terhadap pendatang di dalam kawasan hutan. pengakuan tidak cukup
diberikan oleh Pemerintah dalam bentuk tanda bukti hak. Pengakuan pertama
harus diberikan masyarakat lokal kepada pendatang . Setelah itu, pengakuan
dari Negara bisa diberikan. Ini telah menapis kemungkinan kejahatan
terorganisir menguasai lahan atas nama masyarakat. Bila ini terjadi Gakum
harus dikedepankan
• Kedudukan hutan desa, hutan kemasyarakatan, kemitraan dan wilayah adat
atau hutan adat. Pemerintah perlu memperjelas posisi masing-masing
mekanisme yang ada di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
seperti hutan kemasyarakatan, hutan desa, kemitraan dan wilayah adat atau
hutan—kapan masing-masing akan dipergunakan sementara di dalam
peraturan “produk akhirnya” hanya satu SURAT HAK ATAS TANAH. Sementara
realitanya tidak demikian terutama di luar Pulau Jawa.
• Implikasi terhadap SDM, waktu dan biaya. Karena kompleksnya masalah
tenurial dan jalan keluarnya tidak tunggal maka Tim IP4T tidak mungkin dan
tidak akan memadai apabila hanya diisi oleh pimpinan SKPD, lembaga vertikal
pemerintah pusat di daerah dan muspida. SDM juga perlu beragam-ahli dan
kelompok masyarakat sipil dan perlu dibantu tim teknis yang multi disiplin dan
bekerja penuh waktu
PRA-SYARAT #3
• Terkait dengan waktu, kalau melihat Juklak setiap proses paling lama
membutuhkan waktu enam bulan. Dengan asumsi di atas, proses bisa
memakan waktu lebih dari enam bulan sampai dengan “bentuk
pengakuan” tidak hanyak hak atas tanah diberikan ke “pemohon”. Apakah
sudah dihitung berapa lama proses di Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanannya?
• Terkait dengan biaya, kalau kita melihat Juklak item biaya belum
memasukan inventarisasi solusi lokal, SDM beragam, proses dialog dan
penyiapan kelembagaan di tingkat masyarakat dan proses politik di
daerah seperti perubahan RTRW atau pengakuan hutan adat apabila
masih mengacu kepada undang-undang yang ada. Tanpa memasukan
item-item biaya tadi, maka IP4T sama dengan prsoes pemberian sertifikat
yang nature-nya disini sangat berbeda
PELAKSANAAN DAN MONITORING
• Pelaksanaan IP4T. Dalam pelaksanaannya, baik pada
peraturan dan Juklak tidak diatur bagaimana proses IP4T ini
menjamin proses transparansi, akuntabel, tidak bias dan
berpihak kepada anggota partai tertentu, kepala desa,
camat atau bupati dan integritas para anggota tim terjamin
• Mekanisme pengaduan, monitoring dan evaluasi. Dalam
peraturan dan Juklak juga tidak diatur mekanisme
pengaduan dan monitoring dan evaluasi terhadap persiapan
dan pelaksanaan IP4T ini sendiri
REKOMENDASI
• Pertimbangan-pertimbangan diatas perlu diperhatikan dan berdasarkan
pengalaman, apabila pertimbangan diatas tidak dijawab dan disikapi
secara memadai, IP4T bukan bagian solusi tetapi akan menjadi masalah
baru, menambah jurang kepemilikan, pemutihan kesalahan dan
menimbukan kecemburuan sosial baru.
• Perlu dilaksanakan dengan mempergunakan pendekatan “step wise
atau langkah dan tahapan secara bijakasana”. Perlu dibuat beberapa
fase seperti “fase kesiapan”-apa saja yang harus disiapkan agar
pelaksanaan IP4T berjalan lancar dan sesuai dengan tujuan termasuk
melakukan sejumlah perubahan UU dan peraturan dibawahnya. Fase
ujicoba-membuat beberapa tempat ujicoba dengan memperhatikan
sejumlah tipologi dan terakhir fase implementasi penuh—dijalankan
ketika pembelajaran pada fase uji coba diperbaiki
TERIMAKASIH

More Related Content

What's hot

Gub bengkulu-rezim-perizinanl
Gub bengkulu-rezim-perizinanlGub bengkulu-rezim-perizinanl
Gub bengkulu-rezim-perizinanlAksi SETAPAK
 
Profil KOTAKU Kabupaten Kediri
Profil KOTAKU Kabupaten KediriProfil KOTAKU Kabupaten Kediri
Profil KOTAKU Kabupaten Kedirikomunikasiosp
 
Penetapan kinerja DINHUT 2014
Penetapan kinerja DINHUT 2014Penetapan kinerja DINHUT 2014
Penetapan kinerja DINHUT 2014Jhon Blora
 
Buku Panduan Perizinan HKm
Buku Panduan Perizinan HKmBuku Panduan Perizinan HKm
Buku Panduan Perizinan HKmAmien Saliwu
 
Problematik sektor kehutanan perkebunan di provinsi riau edit
Problematik sektor kehutanan perkebunan di provinsi riau editProblematik sektor kehutanan perkebunan di provinsi riau edit
Problematik sektor kehutanan perkebunan di provinsi riau editYayasan CAPPA
 
Permenhut no 38 th 2014 ttg p engenaan tarif rp.0
Permenhut no 38 th 2014 ttg p engenaan tarif rp.0Permenhut no 38 th 2014 ttg p engenaan tarif rp.0
Permenhut no 38 th 2014 ttg p engenaan tarif rp.0Jhon Blora
 
Permenhut no 44 th 2014 ttg pedoman pembangunan unit percontohan penyuluhan k...
Permenhut no 44 th 2014 ttg pedoman pembangunan unit percontohan penyuluhan k...Permenhut no 44 th 2014 ttg pedoman pembangunan unit percontohan penyuluhan k...
Permenhut no 44 th 2014 ttg pedoman pembangunan unit percontohan penyuluhan k...Jhon Blora
 
PENATAAN RUANG SEBAGAI ARAH KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM YANG BERKE...
PENATAAN RUANG SEBAGAI ARAH KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM YANG BERKE...PENATAAN RUANG SEBAGAI ARAH KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM YANG BERKE...
PENATAAN RUANG SEBAGAI ARAH KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM YANG BERKE...CIFOR-ICRAF
 
Arahan Implementasi Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Provinsi Banten ...
Arahan Implementasi Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Provinsi Banten ...Arahan Implementasi Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Provinsi Banten ...
Arahan Implementasi Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Provinsi Banten ...Andes Asmuni
 
Penanganan lingkungan kumuh
Penanganan lingkungan kumuhPenanganan lingkungan kumuh
Penanganan lingkungan kumuhAbdul Malik
 
Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Persampahan dengan Menerapkan PPK BLU
Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Persampahan dengan Menerapkan PPK BLUPedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Persampahan dengan Menerapkan PPK BLU
Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Persampahan dengan Menerapkan PPK BLUinfosanitasi
 
Profil KOTAKU Kota Kediri
Profil KOTAKU Kota KediriProfil KOTAKU Kota Kediri
Profil KOTAKU Kota Kedirikomunikasiosp
 
Permenhut no 52 th 2014
Permenhut no 52 th 2014Permenhut no 52 th 2014
Permenhut no 52 th 2014Jhon Blora
 
New Site Development (NSD) Program NUSP Phase 2
New Site Development (NSD) Program NUSP Phase 2New Site Development (NSD) Program NUSP Phase 2
New Site Development (NSD) Program NUSP Phase 2Bagus ardian
 

What's hot (20)

Legal Memorandum; Memo Perhutanan Sosial Pada Areal Perhutani
Legal Memorandum; Memo Perhutanan Sosial Pada Areal PerhutaniLegal Memorandum; Memo Perhutanan Sosial Pada Areal Perhutani
Legal Memorandum; Memo Perhutanan Sosial Pada Areal Perhutani
 
Sos dak 2012 kehutanan
Sos dak 2012   kehutananSos dak 2012   kehutanan
Sos dak 2012 kehutanan
 
Gub bengkulu-rezim-perizinanl
Gub bengkulu-rezim-perizinanlGub bengkulu-rezim-perizinanl
Gub bengkulu-rezim-perizinanl
 
Profil KOTAKU Kabupaten Kediri
Profil KOTAKU Kabupaten KediriProfil KOTAKU Kabupaten Kediri
Profil KOTAKU Kabupaten Kediri
 
Penetapan kinerja DINHUT 2014
Penetapan kinerja DINHUT 2014Penetapan kinerja DINHUT 2014
Penetapan kinerja DINHUT 2014
 
Sengkarut Tambang Mendulang Malang
Sengkarut Tambang Mendulang MalangSengkarut Tambang Mendulang Malang
Sengkarut Tambang Mendulang Malang
 
Buku Panduan Perizinan HKm
Buku Panduan Perizinan HKmBuku Panduan Perizinan HKm
Buku Panduan Perizinan HKm
 
Policy Brief Kebakaran Hutan dan Lahan
Policy Brief Kebakaran Hutan dan LahanPolicy Brief Kebakaran Hutan dan Lahan
Policy Brief Kebakaran Hutan dan Lahan
 
Problematik sektor kehutanan perkebunan di provinsi riau edit
Problematik sektor kehutanan perkebunan di provinsi riau editProblematik sektor kehutanan perkebunan di provinsi riau edit
Problematik sektor kehutanan perkebunan di provinsi riau edit
 
Permenhut no 38 th 2014 ttg p engenaan tarif rp.0
Permenhut no 38 th 2014 ttg p engenaan tarif rp.0Permenhut no 38 th 2014 ttg p engenaan tarif rp.0
Permenhut no 38 th 2014 ttg p engenaan tarif rp.0
 
Permenhut no 44 th 2014 ttg pedoman pembangunan unit percontohan penyuluhan k...
Permenhut no 44 th 2014 ttg pedoman pembangunan unit percontohan penyuluhan k...Permenhut no 44 th 2014 ttg pedoman pembangunan unit percontohan penyuluhan k...
Permenhut no 44 th 2014 ttg pedoman pembangunan unit percontohan penyuluhan k...
 
Mati di Tanah Kaya
Mati di Tanah KayaMati di Tanah Kaya
Mati di Tanah Kaya
 
PENATAAN RUANG SEBAGAI ARAH KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM YANG BERKE...
PENATAAN RUANG SEBAGAI ARAH KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM YANG BERKE...PENATAAN RUANG SEBAGAI ARAH KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM YANG BERKE...
PENATAAN RUANG SEBAGAI ARAH KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM YANG BERKE...
 
Arahan Implementasi Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Provinsi Banten ...
Arahan Implementasi Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Provinsi Banten ...Arahan Implementasi Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Provinsi Banten ...
Arahan Implementasi Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Provinsi Banten ...
 
Penanganan lingkungan kumuh
Penanganan lingkungan kumuhPenanganan lingkungan kumuh
Penanganan lingkungan kumuh
 
Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Persampahan dengan Menerapkan PPK BLU
Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Persampahan dengan Menerapkan PPK BLUPedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Persampahan dengan Menerapkan PPK BLU
Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Persampahan dengan Menerapkan PPK BLU
 
Profil KOTAKU Kota Kediri
Profil KOTAKU Kota KediriProfil KOTAKU Kota Kediri
Profil KOTAKU Kota Kediri
 
Permenhut no 52 th 2014
Permenhut no 52 th 2014Permenhut no 52 th 2014
Permenhut no 52 th 2014
 
NSD Kota Kendari
NSD Kota KendariNSD Kota Kendari
NSD Kota Kendari
 
New Site Development (NSD) Program NUSP Phase 2
New Site Development (NSD) Program NUSP Phase 2New Site Development (NSD) Program NUSP Phase 2
New Site Development (NSD) Program NUSP Phase 2
 

Similar to Abdul wahib situmorang - presentasi IP4T

Bulletin setapak-edisi-2
Bulletin setapak-edisi-2Bulletin setapak-edisi-2
Bulletin setapak-edisi-2Aksi SETAPAK
 
MEMASUKI MUSIM SEMI PENGELOLAAN HUTAN DAN LAHAN GAMBUT INDONESIA: KESEMPATAN...
MEMASUKI MUSIM SEMI PENGELOLAAN HUTAN DAN LAHAN GAMBUT INDONESIA:  KESEMPATAN...MEMASUKI MUSIM SEMI PENGELOLAAN HUTAN DAN LAHAN GAMBUT INDONESIA:  KESEMPATAN...
MEMASUKI MUSIM SEMI PENGELOLAAN HUTAN DAN LAHAN GAMBUT INDONESIA: KESEMPATAN...septianm
 
Pelatakan Prinsip FPIC (Padiatapa) dalam Kerangka Konservasi (NKT dan SKT) di...
Pelatakan Prinsip FPIC (Padiatapa) dalam Kerangka Konservasi (NKT dan SKT) di...Pelatakan Prinsip FPIC (Padiatapa) dalam Kerangka Konservasi (NKT dan SKT) di...
Pelatakan Prinsip FPIC (Padiatapa) dalam Kerangka Konservasi (NKT dan SKT) di...Ninil Jannah
 
Booklet setapak-indonesia
Booklet setapak-indonesiaBooklet setapak-indonesia
Booklet setapak-indonesiaAksi SETAPAK
 
SETAPAK - Program Tata Kelola Lingkungan
SETAPAK - Program Tata Kelola LingkunganSETAPAK - Program Tata Kelola Lingkungan
SETAPAK - Program Tata Kelola LingkunganAksi SETAPAK
 
Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan...
Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan...Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan...
Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan...Gedhe Foundation
 
Fakta korupsi sda di indonesia
Fakta korupsi sda di indonesiaFakta korupsi sda di indonesia
Fakta korupsi sda di indonesiaIwan Nurdin
 
PPT MPH.pptx
PPT MPH.pptxPPT MPH.pptx
PPT MPH.pptxyulan20
 
Governance and redd+
Governance and redd+ Governance and redd+
Governance and redd+ Agus Dwiyanto
 
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria Biotani & Bahari Indonesia
 
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria Biotani & Bahari Indonesia
 
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria Biotani & Bahari Indonesia
 
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria Biotani & Bahari Indonesia
 
Fwi sengketa-informasi-publik
Fwi sengketa-informasi-publikFwi sengketa-informasi-publik
Fwi sengketa-informasi-publikAksi SETAPAK
 

Similar to Abdul wahib situmorang - presentasi IP4T (20)

Bulletin setapak-edisi-2
Bulletin setapak-edisi-2Bulletin setapak-edisi-2
Bulletin setapak-edisi-2
 
MEMASUKI MUSIM SEMI PENGELOLAAN HUTAN DAN LAHAN GAMBUT INDONESIA: KESEMPATAN...
MEMASUKI MUSIM SEMI PENGELOLAAN HUTAN DAN LAHAN GAMBUT INDONESIA:  KESEMPATAN...MEMASUKI MUSIM SEMI PENGELOLAAN HUTAN DAN LAHAN GAMBUT INDONESIA:  KESEMPATAN...
MEMASUKI MUSIM SEMI PENGELOLAAN HUTAN DAN LAHAN GAMBUT INDONESIA: KESEMPATAN...
 
Pelatakan Prinsip FPIC (Padiatapa) dalam Kerangka Konservasi (NKT dan SKT) di...
Pelatakan Prinsip FPIC (Padiatapa) dalam Kerangka Konservasi (NKT dan SKT) di...Pelatakan Prinsip FPIC (Padiatapa) dalam Kerangka Konservasi (NKT dan SKT) di...
Pelatakan Prinsip FPIC (Padiatapa) dalam Kerangka Konservasi (NKT dan SKT) di...
 
Booklet setapak-indonesia
Booklet setapak-indonesiaBooklet setapak-indonesia
Booklet setapak-indonesia
 
SETAPAK - Program Tata Kelola Lingkungan
SETAPAK - Program Tata Kelola LingkunganSETAPAK - Program Tata Kelola Lingkungan
SETAPAK - Program Tata Kelola Lingkungan
 
Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan...
Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan...Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan...
Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan...
 
Dampak konversi htn
Dampak konversi htnDampak konversi htn
Dampak konversi htn
 
Fakta korupsi sda di indonesia
Fakta korupsi sda di indonesiaFakta korupsi sda di indonesia
Fakta korupsi sda di indonesia
 
PPT MPH.pptx
PPT MPH.pptxPPT MPH.pptx
PPT MPH.pptx
 
Kabar jkpp 20
Kabar jkpp 20Kabar jkpp 20
Kabar jkpp 20
 
Governance and redd+
Governance and redd+ Governance and redd+
Governance and redd+
 
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria
 
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria
 
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria
 
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria
 
Borneo mengugat
Borneo mengugatBorneo mengugat
Borneo mengugat
 
Torang Pe Kobong So Dapa Rampas (Land Grabbing) - Hutbun gorontalo
Torang Pe Kobong So Dapa Rampas (Land Grabbing) - Hutbun gorontaloTorang Pe Kobong So Dapa Rampas (Land Grabbing) - Hutbun gorontalo
Torang Pe Kobong So Dapa Rampas (Land Grabbing) - Hutbun gorontalo
 
Tor panel 2 pengakuan dan perlindungan masyarakat adat
Tor panel 2 pengakuan dan perlindungan masyarakat adatTor panel 2 pengakuan dan perlindungan masyarakat adat
Tor panel 2 pengakuan dan perlindungan masyarakat adat
 
Korupsi di sektor kehutanan
Korupsi di sektor kehutananKorupsi di sektor kehutanan
Korupsi di sektor kehutanan
 
Fwi sengketa-informasi-publik
Fwi sengketa-informasi-publikFwi sengketa-informasi-publik
Fwi sengketa-informasi-publik
 

More from 01112015

KEBIJAKAN ANGGARAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN 2017
KEBIJAKAN ANGGARAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN 2017KEBIJAKAN ANGGARAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN 2017
KEBIJAKAN ANGGARAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN 201701112015
 
PERCEPATAN TINDAK LANJUT INVENTARISASI P3D BIDANG KEHUTANAN
PERCEPATAN TINDAK LANJUT INVENTARISASI P3D BIDANG KEHUTANANPERCEPATAN TINDAK LANJUT INVENTARISASI P3D BIDANG KEHUTANAN
PERCEPATAN TINDAK LANJUT INVENTARISASI P3D BIDANG KEHUTANAN01112015
 
Kebijakan Distribusi Kepegawaian sesuai UU No. 23 Tahun 2014
Kebijakan Distribusi Kepegawaian sesuai UU No. 23 Tahun 2014Kebijakan Distribusi Kepegawaian sesuai UU No. 23 Tahun 2014
Kebijakan Distribusi Kepegawaian sesuai UU No. 23 Tahun 201401112015
 
Paparan Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam ...
Paparan Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam ...Paparan Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam ...
Paparan Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam ...01112015
 
NEW DECENTRALIZATION OF COASTAL MANAGEMENT: ISSUES AND PROSPECTS
NEW DECENTRALIZATION OF COASTAL MANAGEMENT:ISSUES AND PROSPECTSNEW DECENTRALIZATION OF COASTAL MANAGEMENT:ISSUES AND PROSPECTS
NEW DECENTRALIZATION OF COASTAL MANAGEMENT: ISSUES AND PROSPECTS01112015
 
LAHIRNYA UU 23/2014 DITINJAU DARI PERSPEKTIF OTDA DAN PENGELOLAAN SDA
LAHIRNYA UU 23/2014 DITINJAU DARI PERSPEKTIF OTDA DAN PENGELOLAAN SDA LAHIRNYA UU 23/2014 DITINJAU DARI PERSPEKTIF OTDA DAN PENGELOLAAN SDA
LAHIRNYA UU 23/2014 DITINJAU DARI PERSPEKTIF OTDA DAN PENGELOLAAN SDA 01112015
 
PERSPEKTIF POLITIK HUKUM DAMPAK UU 23/2014 TERHADAP PENGELOLAAN SUMBER DAYA...
PERSPEKTIF  POLITIK HUKUM DAMPAK UU 23/2014  TERHADAP PENGELOLAAN SUMBER DAYA...PERSPEKTIF  POLITIK HUKUM DAMPAK UU 23/2014  TERHADAP PENGELOLAAN SUMBER DAYA...
PERSPEKTIF POLITIK HUKUM DAMPAK UU 23/2014 TERHADAP PENGELOLAAN SUMBER DAYA...01112015
 
Tantangan Keadilan Ekologi dan Pembangunan Lokal dalam UU no. 23 tahun 2014
Tantangan Keadilan Ekologi dan Pembangunan Lokal dalam UU no. 23 tahun 2014Tantangan Keadilan Ekologi dan Pembangunan Lokal dalam UU no. 23 tahun 2014
Tantangan Keadilan Ekologi dan Pembangunan Lokal dalam UU no. 23 tahun 201401112015
 
Investasi SDA di Indonesia
Investasi SDA di IndonesiaInvestasi SDA di Indonesia
Investasi SDA di Indonesia01112015
 
Arah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter
Arah Politik Kebijakan Pembangunan SmelterArah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter
Arah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter01112015
 

More from 01112015 (10)

KEBIJAKAN ANGGARAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN 2017
KEBIJAKAN ANGGARAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN 2017KEBIJAKAN ANGGARAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN 2017
KEBIJAKAN ANGGARAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN 2017
 
PERCEPATAN TINDAK LANJUT INVENTARISASI P3D BIDANG KEHUTANAN
PERCEPATAN TINDAK LANJUT INVENTARISASI P3D BIDANG KEHUTANANPERCEPATAN TINDAK LANJUT INVENTARISASI P3D BIDANG KEHUTANAN
PERCEPATAN TINDAK LANJUT INVENTARISASI P3D BIDANG KEHUTANAN
 
Kebijakan Distribusi Kepegawaian sesuai UU No. 23 Tahun 2014
Kebijakan Distribusi Kepegawaian sesuai UU No. 23 Tahun 2014Kebijakan Distribusi Kepegawaian sesuai UU No. 23 Tahun 2014
Kebijakan Distribusi Kepegawaian sesuai UU No. 23 Tahun 2014
 
Paparan Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam ...
Paparan Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam ...Paparan Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam ...
Paparan Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam ...
 
NEW DECENTRALIZATION OF COASTAL MANAGEMENT: ISSUES AND PROSPECTS
NEW DECENTRALIZATION OF COASTAL MANAGEMENT:ISSUES AND PROSPECTSNEW DECENTRALIZATION OF COASTAL MANAGEMENT:ISSUES AND PROSPECTS
NEW DECENTRALIZATION OF COASTAL MANAGEMENT: ISSUES AND PROSPECTS
 
LAHIRNYA UU 23/2014 DITINJAU DARI PERSPEKTIF OTDA DAN PENGELOLAAN SDA
LAHIRNYA UU 23/2014 DITINJAU DARI PERSPEKTIF OTDA DAN PENGELOLAAN SDA LAHIRNYA UU 23/2014 DITINJAU DARI PERSPEKTIF OTDA DAN PENGELOLAAN SDA
LAHIRNYA UU 23/2014 DITINJAU DARI PERSPEKTIF OTDA DAN PENGELOLAAN SDA
 
PERSPEKTIF POLITIK HUKUM DAMPAK UU 23/2014 TERHADAP PENGELOLAAN SUMBER DAYA...
PERSPEKTIF  POLITIK HUKUM DAMPAK UU 23/2014  TERHADAP PENGELOLAAN SUMBER DAYA...PERSPEKTIF  POLITIK HUKUM DAMPAK UU 23/2014  TERHADAP PENGELOLAAN SUMBER DAYA...
PERSPEKTIF POLITIK HUKUM DAMPAK UU 23/2014 TERHADAP PENGELOLAAN SUMBER DAYA...
 
Tantangan Keadilan Ekologi dan Pembangunan Lokal dalam UU no. 23 tahun 2014
Tantangan Keadilan Ekologi dan Pembangunan Lokal dalam UU no. 23 tahun 2014Tantangan Keadilan Ekologi dan Pembangunan Lokal dalam UU no. 23 tahun 2014
Tantangan Keadilan Ekologi dan Pembangunan Lokal dalam UU no. 23 tahun 2014
 
Investasi SDA di Indonesia
Investasi SDA di IndonesiaInvestasi SDA di Indonesia
Investasi SDA di Indonesia
 
Arah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter
Arah Politik Kebijakan Pembangunan SmelterArah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter
Arah Politik Kebijakan Pembangunan Smelter
 

Abdul wahib situmorang - presentasi IP4T

  • 1. CATATAN KRITIS TENTANG INISIATIF PEMERINTAH MELAKUKAN INVENTARISASI PENGUASAAN, PEMILIKAN, PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN LAHAN TERUTAMA (IP4T) DI DALAM KAWASAN HUTAN Dr. Abdul Wahib Situmorang 15-16 September 2015, FGD IP4T Pusat Kebijakan Stretegis LHK
  • 2. • Realita di tingkat tapak menunjukan tidak semua kawasan hutan yang ditunjuk oleh pemerintah bebas klaim, terutama klaim yang berasal dari masyarakat lokal dan masyarakat adat • Satu dekade terakhir, tumpah tindih terjadi lebih dari dua lapis dengan masuknya pendatang ke kawasan hutan, baik di dalam kawasan yang telah diberikan izin atau di dalam kawasan hutan negara. • Tingginya harga komoditi kelapa sawit dan tambang, ini mendorong “pemodal” dan kelompok masyarakat masuk ke dalam kawasan hutan, berusaha dan mengambil sumberdaya yang ada. • Tidak dipungkiri banyak pemukiman masuk di dalam kawasan hutan dan ini divalidasi oleh hasil inventarisasi desa di sekitar dan di dalam kawasan hutan oleh BPS dan Kemenhut. • Keempat fenomena di atas banyak terjadi di dalam kawasan hutan LATAR BELAKANG
  • 3. SOLUSI-KEBIJAKAN • Pemerintah mengeluarkan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri RI, Menteri Kehutanan RI, Menteri Pekerjaan Umum RI dan Kepala BPN RI Nomor 79 Tahun 2014, PB.3/Menhut-II/2014, 17-PRT/M/2014, 8/SKB/X/2014 tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah di dalam Kawasan Hutan • Diharapkan bisa menangani masalah klaim tenurial di dalam kawasan hutan yang akan dilakukan oleh Pemerintah
  • 4. CATATAN KRITIS # 1 • Komposisi keangotaan. Keanggotaan IP4T-satu unit kerja yang melakukan tugas inventarisai penguasaan, pemilikan, pengunaan dan pemanfaatan tanah di kawasan hutan-didominasi oleh lembaga pemerintah. Keanggotaan ini akan lebih kuat dan saling melengkapi apabila memasukan kelompok masyarakat sipil, akademisi dan tokoh masyarakat. • Dasarnya adalah keanggotaan tidak hanya mempertimbangkan jabatan- melekat kewenangan dijabatan tersebut- tetapi juga pengetahuan atas masalah tenurial di dalam kawasan hutan, solusi berbasis lokal ditautkan dengan aturan nasional dan kemampuan komunikasi dengan berbagai kelompok atau pemohon nantinya • Definisi. Baik di peraturan bersama dan juga di Juklak peraturan bersama, apa yang dimaksud dengan penguasaan, pengunaan, pemanfaatan dan pemilikan sangat abstrak. Pemilikan-hubungan hukum terdaftar atau tidak terdaftar, penguasaan hubungan hukum, pengunaan-wujud tutuoan permukaan bumi alami atau kegiatan manusia dan pemanfaatan-mendapatkan nilai tambah tanpa mengubah fisik penggunaan tanahnya • Karena ketiadaan definisi tersebut, peraturan bersama dan juklak juga gagal menjelaskan kriteria dari masing-masing kategori objek yang akan di inventarisasi. Padahal, ini diperlukan agar semua orang mengerti dan paham dan tidak menimbulkan pertanyaan apalagi interpretasi yang beragam
  • 5. CATATAN KRITIS # 2 • Data Fisik. Tidak ada juga penjelasan lebih jauh “apa yang dimaksud dengan data fisik dan data yuridis serta bentuknya” di dalam peraturan bersama dan Juklaknya sendiri. Dengan kata lain, data fisik apa dan dasar yuridis apa saja yang akan dikumpulkan dan mengapa itu yang dipilih. • Fungsi lindung dan konservasi. Peraturan bersama dan Juklak juga tidak memberikan penjelasan dan jalan keluar bagaimana jalan keluarnya apabila tanah tersebut berada di satu bentang alam yang berfungsi menjaga hidrologi, longsor, banjir atau habitat spesies yang dilindungi dan hampir punah • Hutan adat. Peraturan bersama dan Juklak tidak menjelaskan berdasarkan Undang-undang kehutanan pengakuan hutan adat melalui Perda dan apabila berada di dalam kawasan hutan konservasi perlu mendapatkan persetujuan DPR. Bagaimana peraturan bersama menjawab isu ini? Apakah ini dilemparkan kembali ke KLHK untuk menjawab permasalahan ini? Jika iya, prosesnya tidak ada yang berbeda sesungguhnya • Ruang Kelola dan “rimbo sekampung” masyarakat. Peraturan bersama dan Juklak tidak menjelaskan bagaimana rekomendasi menyelesaikan satu kawasan milik masyarakat lokal atau adat di dalam kawasan hutan, diberi izin ke pelaku usaha dan kemudian “dirambah” oleh para pendatang. Kasus ini banyak terjadi di Jambi, Sumatera Selatan dan Riau
  • 6. PRA-SYARAT #1 • Pelaksanaan IP4T tidak hanya melakukan inventarisasi fisik dan yuridis. Lalu diverifikasi dengan membandingkan antara peta kawasan hutan dengan peta penggunaan tanah saat ini. Hasilnya diberikan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk diproses pelepasan kawasan hutan melalui tata batas dan pengkuhan kawasan hutan atau revisi RTRW. • Kalau ini dilakukan, IP4T tidak banyak berarti karena BPS dan Kementerian Kehutanan telah mengidentifikasi pemukiman di dalam kawasan hutan dan telah di- overlay ke dalam peta kawasan hutan. Belum lagi peta kawasan adat dan sejumlah peta konflik yang dibuat oleh berbagai pihak
  • 7. PRA-SYARAT #2 • Terhadap pendatang di dalam kawasan hutan. pengakuan tidak cukup diberikan oleh Pemerintah dalam bentuk tanda bukti hak. Pengakuan pertama harus diberikan masyarakat lokal kepada pendatang . Setelah itu, pengakuan dari Negara bisa diberikan. Ini telah menapis kemungkinan kejahatan terorganisir menguasai lahan atas nama masyarakat. Bila ini terjadi Gakum harus dikedepankan • Kedudukan hutan desa, hutan kemasyarakatan, kemitraan dan wilayah adat atau hutan adat. Pemerintah perlu memperjelas posisi masing-masing mekanisme yang ada di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan seperti hutan kemasyarakatan, hutan desa, kemitraan dan wilayah adat atau hutan—kapan masing-masing akan dipergunakan sementara di dalam peraturan “produk akhirnya” hanya satu SURAT HAK ATAS TANAH. Sementara realitanya tidak demikian terutama di luar Pulau Jawa. • Implikasi terhadap SDM, waktu dan biaya. Karena kompleksnya masalah tenurial dan jalan keluarnya tidak tunggal maka Tim IP4T tidak mungkin dan tidak akan memadai apabila hanya diisi oleh pimpinan SKPD, lembaga vertikal pemerintah pusat di daerah dan muspida. SDM juga perlu beragam-ahli dan kelompok masyarakat sipil dan perlu dibantu tim teknis yang multi disiplin dan bekerja penuh waktu
  • 8. PRA-SYARAT #3 • Terkait dengan waktu, kalau melihat Juklak setiap proses paling lama membutuhkan waktu enam bulan. Dengan asumsi di atas, proses bisa memakan waktu lebih dari enam bulan sampai dengan “bentuk pengakuan” tidak hanyak hak atas tanah diberikan ke “pemohon”. Apakah sudah dihitung berapa lama proses di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanannya? • Terkait dengan biaya, kalau kita melihat Juklak item biaya belum memasukan inventarisasi solusi lokal, SDM beragam, proses dialog dan penyiapan kelembagaan di tingkat masyarakat dan proses politik di daerah seperti perubahan RTRW atau pengakuan hutan adat apabila masih mengacu kepada undang-undang yang ada. Tanpa memasukan item-item biaya tadi, maka IP4T sama dengan prsoes pemberian sertifikat yang nature-nya disini sangat berbeda
  • 9. PELAKSANAAN DAN MONITORING • Pelaksanaan IP4T. Dalam pelaksanaannya, baik pada peraturan dan Juklak tidak diatur bagaimana proses IP4T ini menjamin proses transparansi, akuntabel, tidak bias dan berpihak kepada anggota partai tertentu, kepala desa, camat atau bupati dan integritas para anggota tim terjamin • Mekanisme pengaduan, monitoring dan evaluasi. Dalam peraturan dan Juklak juga tidak diatur mekanisme pengaduan dan monitoring dan evaluasi terhadap persiapan dan pelaksanaan IP4T ini sendiri
  • 10. REKOMENDASI • Pertimbangan-pertimbangan diatas perlu diperhatikan dan berdasarkan pengalaman, apabila pertimbangan diatas tidak dijawab dan disikapi secara memadai, IP4T bukan bagian solusi tetapi akan menjadi masalah baru, menambah jurang kepemilikan, pemutihan kesalahan dan menimbukan kecemburuan sosial baru. • Perlu dilaksanakan dengan mempergunakan pendekatan “step wise atau langkah dan tahapan secara bijakasana”. Perlu dibuat beberapa fase seperti “fase kesiapan”-apa saja yang harus disiapkan agar pelaksanaan IP4T berjalan lancar dan sesuai dengan tujuan termasuk melakukan sejumlah perubahan UU dan peraturan dibawahnya. Fase ujicoba-membuat beberapa tempat ujicoba dengan memperhatikan sejumlah tipologi dan terakhir fase implementasi penuh—dijalankan ketika pembelajaran pada fase uji coba diperbaiki