SlideShare a Scribd company logo
1 of 20
Download to read offline
ABRIANTO AKUAN


    DIAGRAM BATAS MAMPU BENTUK PADA LEMBARAN
                     LOGAM

       Diagram batas mampu bentuk adalah suatu diagram yang menggambarkan batas-
batas kemampuan lembaran logam untuk diubah bentuk. Diagram ini merupakan
himpunan data keadaan regangan yang berhasil dan gagal, himpunan data tersebut sangat
berguna dalam operasi press forming yaitu sebagai metoda bantu untuk mengkoreksi
bentuk dan konstruksi perkakas/ cetakan (dies).
       Diagram batas mampu bentuk yang dihasilkan secara eksperimen adalah
dikembangkan oleh Goodwin dan Keeler. Diagram Goodwin dan Keeler tersebut, dibuat
atas dasar kumpulan data-data percobaan pada dies di press shop yang merupakan data
nyata yang sangat bermanfaat untuk mengetahui batas mampu bentuk dari satu jenis
lembaran logam(1). Sebagai langkah awal, dilakukan penggambaran pola-pola geometris
yang berupa lingkaran-lingkaran kecil (± 2,5 mm)(2) pada permukaan lembaran. Pola
lingkaran tersebut dibuat dengan cara etching atau printing. Metoda etching akan
menghasilkan pola yang tidak mudah terhapus bila dibandingkan dengan cara printing.
Selanjutnya pelat yang permukaannya telah diberi pola-pola geometris, dicoba di press
forming saat trial terhadap dies yang baru saja dibuat. Besar kemungkinan benda kerja
tersebut belum memenuhi syarat, mungkin ada bagian yang sobek atau ada bagian yang
bentuknya belum mencapai yang dikehendaki. Analisa untuk melakukan perbaikan pada
konstruksi dies justru didasarkan pada pengamatan dan pengukuran deformasi berbagai
lokasi pada benda kerja, baik pada lokasi yang utuh maupun daerah dekat sobekan. Data
tersebut diplot pada diagram Goodwin dan Keeler.
       Arti fisik dari daerah-daerah diagram Goodwin dan Keeler dijelaskan melalui
gambar. 1, yang terlihat perubahan pola lingkaran menjadi ellips. Perubahan bentuk pada
sumbu minornya menyatakan modus deformasi yang terjadi, yaitu:
        Deep drawing
        Stretching
        Gabungan antara stretching dan deep drawing

                                                                                     1
ABRIANTO AKUAN




    Gambar. 1 Modus deformasi pada diagram batas pembentukan Goodwin dan Keeler(2).


1      Batas Mampu Bentuk Lembaran Logam
       Pada umumnya operasi press forming terhadap lembaran logam adalah kompleks
dan dapat dipandang sebagai gabungan dari empat proses dasar yaitu :
       Proses pemotongan (
                emotongan (shearing)
       Proses pembengkokan (
                            (bending)
       Proses tarik regang (
                            (stretching)
       Proses tarik dalam (
                           (deep drawing)
Proses press forming atau proses sheet metal forming ini dapat ditinjau sebagai gabungan
ketiga proses terakhir diatas. Hal ini menunjukkan bahwa pada satu bentuk benda kerja
                                       menunjukkan
yang rumit, dapat terjadi gabungan ketiga modus deformasi.
       Pada proses bending, suatu pelat atau lembaran, yang menjadi ukuran
                   bending,
keberhasilannya adalah radius bengkokan minimum yang belum menimbulkan retakan
pada daerah deformasi. Ukuran ini sangat tergantung pada ketebalan dan keuletan
lembaran tersebut.
       Pada proses stretching, hakekatnya adalah memberikan deformasi plastis berupa
                   stretching,
tarikan, baik satu arah (uniaksial maupun dua arah (biaksial). Secara teoritis, batas
                         uniaksial)                         ).
                                                                                      2
ABRIANTO AKUAN


deformasi yang dapat diterima benda kerja adalah sampai mulai terjadinya penipisan
setempat atau sama dengan regangan yang terjadi ketika spesimen uji tarik mulai
mengalami necking. Peristiwa penipisan setempat tersebut mulai terjadi bila beban
maksimum tercapai, hal ini adalah akibat terjadinya keseimbangan antara kenaikan
kekuatan material akibat pengerasan regangan (strain hardening) dengan laju pengurangan
luas penampang:
       F=σ.A                                    ......................................................... (1)
       dF = σ . dA + A . dσ
pada beban maksimum, berarti dF = 0 sehingga:
       σ dA = -A dσ
       dσ / σ = -dA / A = dl / 1
       dσ / σ = dε
       dσ / dε = σ
dari persamaan tegangan alir, σ = K εn harga n adalah:
       n = d log σ / d log ε = d ln σ / d ln ε = ε dσ / σ dε
sehingga
       n=ε                                      ......................................................... (2)
maka harga n yang tinggi akan memberikan deformasi seragam yang besar pula. Bila pada
specimen tarik ada suatu tempat yang akan mengecil penampangnya, maka tegangan alir
dislokasi itu segera meningkat sehingga penipisan setempat terjadi. Pada pelat atau
lembaran dengan kondisi tegangan dua arah (biaksial), khususnya bila σ2 / σ1 = 0,5 maka
peristiwa necking seperti tersebut diatas tidak akan terjadi. Penipisan yang terjadi tidak
akan begitu mencolok, bahkan tidak mudah teramati dengan mata. Peristiwa ini disebut
difusi necking. Pada pelat atau lembaran yang dikenai tegangan tarik, pengecilan
penampang akan terjadi dalam dua modus, yang pertama kali terjadi adalah difusi necking.
Daerah yang mengalami difusi necking ini cukup lebar. Penipisan berikutnya akan terjadi
pada daerah yang sempit dan disebut local necking. Lokal necking ini terjadi pada saat
regangan mencapai ε = 2 n, hal tersebut secara fisik dijelaskan pada gambar. 2.




                                                                                                                3
ABRIANTO AKUAN




                      Gambar. 2 Skematik difusi necking dan lokal necking(1).


       Pada proses deep drawing, geometri prosesnya secara skematis terlihat pada
gambar. 3, proses deep drawing yang murni terjadi bila ujung punch berbentuk datar.
Sehingga bagian lembaran dibawah ujung punch tidak mengalami deformasi, sedangkan
bagian dinding mengalami penarikan. Dilain pihak bila ujung punch membentuk bagian dari
bola, maka proses keseluruhannya adalah gabungan antara deep drawing dan stretching
(gambar. 4).




               Gambar. 3 Skematis proses deep drawing murni (ujung punch datar)(3).



                                                                                      4
ABRIANTO AKUAN




Gambar. 4 Gabungan proses deep drawing dan stretching (ujung punch berbentuk bagian bola).


Tinjauan tahapan deformasi gambar. 5 berikut ini, didasarkan pada proses deep drawing
murni:




                  Gambar. 5 Tahapan deformasi pada proses deep drawing(1).


         Bagian flens (flange) akan mengalami pengecilan diameter, hal ini dimungkinkan
oleh tegangan tarik dalam arah radial (gambar. 6). Selain itu muncul pula dengan sendirinya
tegangan tekan dalam arah tangensial. Tegangan tangensial tekan inilah yang dapat

                                                                                         5
ABRIANTO AKUAN


menimbulkan buckling pada flens. Bila ini terjadi maka terbentuklah keriput pada flens. Dan
proses deep drawing akan gagal. Oleh karena itu maka keriput harus dihindari dengan jalan
memberikan tegangan tekan pada permukaan flens. Gaya tekan ini diberikan oleh
pemegang bakalan (blank holder). Pada saat proses deep drawing berlangsung, dinding
tabung akan mengalami penarikan.
        Deep Drawability atau kemampuan tarik dalam dari suatu lembaran logam
dinyatakan dengan perbandingan diameter bakalan, do maksimum yang masih bias
diproses menjadi tabung berdiameter, di. Batas proses deep drawing tersebut dikenal
dengan nama LDR (limiting drawing ratio).
        LDR = [ do / di ]maks                 ......................................................... (3)
Besarnya LDR dibatasi oleh gaya penarikan yang dapat ditahan oleh dinding tabung.


        F = A ߪ௢ ε
              ത
Berdasarkan harga gaya penarikan ideal:


Pada kondisi regangan bidang (εz = 0) tegangan alir pada flens adalah:
        σof = (σx – σy)
dan gaya penarikan pada flens:
        F = 2 π r t σof ln [ do / di ]
Dengan demikian tegangan yang terjadi pada dinding tabung adalah
        σx = F / 2 π r t σof ln [ do / di ]
batas deep drawing tercapai bila tegangan yang bekerja pada dinding mencapai harga
tegangan alirnya:
        σx = σow = σof ln [ do / di ]
maka, [ do / di ]maks = exp [σow / σof]
bila pada material pelat atau lembaran tersebut dianggap tidak terjadi strain hardening,
maka tegangan alir pada flens dan dinding tabung adalah sama :
        σow = σof
sehingga,
        σow / σof = 1
oleh karena itu:


                                                                                                              6
ABRIANTO AKUAN


       [ do / di ]maks = LDR = e = 2,7        ......................................................... (4)
Jika pengaruh bending dan unbending serta pengaruh gesekan antara benda kerja dengan
perkakas diperhitungkan, maka persamaan (2-4) diatas dikoreksi menjadi:
       LDR = eη                               ......................................................... (5)
Dimana η menyatakan faktor efisiensi deformasi, bila radius dies kecil ataupun koefisien
gesekan cukup besar maka η akan mengecil. Harga η diambil dari kondisi proses deep
drawing yang normal adalah 0,7. Dengan angka tersebut maka LDR akan bernilai 2.
       Tegangan-tegangan yang bekerja pada flens tersebut, yaitu tegangan tarik radial
dan tegangan tekan tangensial, dan dengan adanya tekanan dari blank holder yang
mencegah terjadinya keriput, dapat pula dianggap sebagai yang menghalangi penebalan
flens. Dengan demikian deformasi pada flens dapat dianggap sebagai regangan bidang,
yaitu memanjang pada arah radial dan memendek pada arah tangensial. Selanjutnya, pada
dinding tabung bekerja tegangan tarik pada arah vertikal yang dengan sendirinya disertai
pula oleh tegangan tarik pada arah keliling tabung (arah tangensial). Dengan kondisi ini
deformasi yang terjadi pada dinding tabung adalah memanjang pada arah vertikal yang
disertai penipisan. Dengan demikian material yang mempunyai ketahanan terhadap
penipisan yang tinggi, akan memiliki Deep Drawability yang tinggi pula. Ketahanan
terhadap penipisan ini dinyatakan oleh nilai r, yaitu rasio regangan plastis:
       r = εw / εt                            ......................................................... (6)
dimana , εw adalah regangan dalam arah lebar dan εt adalah regangan dalam arah tebal.
Pada material yang isotrop:
       εw = - ½ ε1
       εt = - ½ ε1
sehingga material isotrop mempunyai harga r = 1. Bila diinginkan material pelat atau
lembaran yang lebih tahan terhadap penipisan, maka regangan dalam arah lebar harus
lebih kecil daripada dalam arah lebar, sehingga
       r = εw / εt > 1                        ......................................................... (7)
Anisotropi semacam ini disebut anisotropy normal.




                                                                                                              7
ABRIANTO AKUAN


Harga LDR untuk material pelat atau lembaran yang bersifat anisotropy adalah:
       LDR = [ do / di ]maks = exp [ ow / σof] = exp √ [(1+r) / 2]
                                   [σ                                ..................... (8)
                                                                           ............... (
Sehingga makin tinggi harga r akan meningkatkan LDR (gambar. 7). Jika pengaruh gesekan
dan geometri proses diperhitungkan, maka persamaan tersebut dikoreksi sehingga
         tri
menjadi:
       LDR = [ do / di ]maks = exp 1 / (1+μ) √ [(1+r) / 2]           ..................... (9)
                                                                                           (
Dimana μ adalah faktor proses, biasanya sekitar 0,2 – 0,3 yang tergantung pada geometri
proses atau perkakas dan kondisi gesekannya.




     Gambar. 6 Keadaan tegangan dan perubahan bentuk pada flens dan dinding tabung.




           Gambar. 7 Korelasi antara harga r dengan LDR untuk berbagai jenis logam.




                                                                                                 8
ABRIANTO AKUAN


2      Anisotrop Dalam Sifat Mekanik dan Sifat Mampu Bentuk
       Butir logam (grain) adalah kumpulan dari banyak sel satuan yang memiliki orientasi.
Logam polikristalin, memiliki banyak butir yang orientasinya berbeda-beda. Sel satuan
logam (FCC, BCC, HCP, BCT) menunjukkan sifat anisotrop antara lain pada sifat mekanik dan
perilaku deformasi plastis. Hal ini terlihat pada sistem slip yang dinyatakan dengan bidang
atom yang kerapatan atomnya paling padat serta arah slip pada arah yang terpadat pula.
Dengan demikian “kekuatan” sel satuan akan tergantung pada orientasi pembebanan
relatif terhadap sel satuan tersebut.
       Logam yang orientasi butir-butirnya acak akan bersifat isotrop, artinya sifatnya
sama pada semua arah. Proses pengerjaan logam seringkali menghasilkan logam yang
anisotrop baik disengaja maupun tidak disengaja, misalnya pada proses pembuatan pelat
atau lembaran logam baja yang diharapkan memiliki sifat mampu bentuk yang tinggi.
       Sifat anisotrop pada logam terjadi karena dua hal yaitu karena penyeratan mekanis
(mechanical fibering) dan tekstur kristalografi (crystallographic texture). Penyeratan
mekanis lebih disebabkan oleh terarahnya inklusi, aliran material akibat proses deformasi
serta terarahnya struktur mikro. Tekstur kristalografi merupakan petunjuk bahwa butir-
butir logam memiliki kesamaan arah orientasi, meskipun orientasi seluruh butir tidak sama,
sifat mekanik logam tersebut sudah menunjukkan adanya anisotropi. Makin tajam
teksturnya, makin jelas pula sifat anisotropinya. Adanya crystallographic texture
berpengaruh terhadap nilai r (plastic starin ratio) dan pengaruh nilai r terhadap kekuatan
luluh ditunjukkan dalam yield locus seperti pada gambar. 8.




                                                              Gambar. 8 Pengaruh nilai
                                                               r terhadap yield locus.




                                                                                         9
ABRIANTO AKUAN


       Pada pelat yang ditarik akan mengalami pertambahan panjang dan disertai dengan
penipisan (gambar. 9). Secara kualitatif deep drawability akan lebih baik jika material yang
digunakan mempunyai ketahanan terhadap penipisan yang lebih tinggi.
                             ti


                        to




                                                            Lo     Li




                                            Wi


                                            Wo



                   Gambar. 9 Skema perubahan bentuk pelat yang ditarik.




3      Pengujian Mampu Bentuk Lembaran Logam
3.1    Pengujian Secara Non Simulasi
       Strain hardening coefficient, n dan plastic strain ratio, r adalah sifat-sifat yang
muncul bila logam dikenai deformasi plastis. Cara yang praktis untuk mengamati sifat
logam yang dideformasi plastis adalah dengan pengujian tarik. Pengujian non simulasi ini
hanya bersifat teoritis karena hanya membandingkan keadaan tegangan dan regangan
material tanpa pendekatan peralatan dan kondisi proses sebenarnya. Dalam pengujian
tarik, specimen diberi regangan dan sebagai reaksinya adalah gaya yang diukur dengan
load cell atau alat pengukur gaya lainnya. Dalam gambar. 10 ditunjukkan deformasi yang
terjadi pada spesimen dalam grafik tegangan dan regangan teknis.



                                                                                         10
ABRIANTO AKUAN




                   Gambar. 10 Tahapan deformasi pada specimen uji tarik.


       Diagram tegangan-regangan teknik (
                        regangan        (engineering stress-strain diagram) ditunjukkan
                                                            strain diagram
pula pada gambar. 11 dibawah ini yang menjelaskan data data kekuatan dan keuletannya.
                                                  data-data




                  Gambar. 11 Diagram tegangan teknik vs regangan teknik.


       Dari gambar. 10 dan 11 dapat ditunjukkan daerah deformasi seragam (uniform
                                                                         (
strain) dan deformasi tidak seragam. Harga koefisien strain hardening dapat diukur melalui
pengujian tarik dengan daerah pengukuran yang teliti terletak antara σys, σuts. Rentang
kurva antara daerah σys dan σuts dapat didekati dengan persamaan garis:

                                                                                       11
ABRIANTO AKUAN


                                                Y = aXn
       Dengan harga n berkisar antara 0 sampai dengan 1. Sehingga bentuk persamaannya
dapat dituliskan sebagai:
       Σ = K εn                                   ....................................................... (10)
persamaan ini disebut persamaan tegangan alir yang memperlihatkan kenaikan kekuatan
akibat deformasi plastis. Bila persamaan tersebut dinyatakan dalam skala log σ vs log ε
maka kemiringannya akan menunjukkan harga n.
       log σ = log K + n log ε
       n = d log σ / d log ε
prosedur untuk mengukur dan menghitung harga n untuk lembaran baja dapat dilakukan
dengan menggunakan standar ASTM E.646-78. Harga K dan n dari beberapa logam
ditunjukkan pada tabel. 1 berikut ini.


                             Tabel. 1 Harga K dan n dari beberapa logam.
           Logam                               Kondisi                                 n              K, psi
        Baja 0,05% C                   Dilunakkan (annealed)                         0,26            77,000
       Baja SAE 4340                         Dilunakkan                              0,15            93,000
        Baja 0,06% C             Celup dingin dan distemper 1000°F                    0,1           228,000
        Baja 0,06% C             Celup dingin dan distemper 1300°F                   0,19           179,000
         Tembaga                             Dilunakkan                              0,54            46,400
      Kuningan 70/30                         Dilunakkan                              0,49           130,000


       Data elongation, e dan reduction in area, q menandakan bahwa deformasi spesimen
yang diuji tarik tidak hanya terjadi pada arah memanjang, melainkan juga pada arah lebar
dan tebal. Hal ini berarti dari pengujian tarik, dengan sedikit modifikasi dapat dilakukan
pengukuran harga r. Plastic strain ratio, r diukur dan dihitung pada daerah antara σys dan
σuts. Harga r yang dinyatakan dalam persamaan (6), jika dilakukan pengukuran regangan
dalam arah tebal sevara langsung akan memberikan kesalahan yang besar, dan akan lebih
teliti jika regangan dalam arah tebal dihitung dari perubahan bentuk pada arah panjang dan
lebar dengan prinsip volume konstan, dengan demikian dapat dituliskan:
       εt = ln (lo wo / li wi)
sehingga:

                                                                                                                 12
ABRIANTO AKUAN


       r = εw / εt = ln (wi / wo) / ln (lo wo / li wi)....................................................... (11)
untuk menghitung harga anisotropu rata-rata, r maka pengukurannya dilakukan pada
spesimen dengan arah 0o, 45o, dan 90o terhadap arah pengerolan (gambar. 12):
       rm = (r0 + 2r45 + r90) / 4
dan harga anisotropi planar dinyatakan dengan:
       Δ r = (r0 - 2r45 + r90) / 2
Prosedur untuk mengukur dan menghitung harga r lembaran baja dapat dilakukan dengan
menggunakan standar ASTM E.517-74.




                     Gambar. 12 Orientasi spesimen untuk menentukan harga r.




3.2    Pengujian Secara Simulasi
       Pengujian mampu bentuk lembaran logam, selain dilakukan melalui pengujian
secara non simulasi, dapat pula melalui pengujian secara simulasi yang dilakukan dengan
pendekatan terhadap kondisi proses dimana hasilnya akan lebih memberikan gambaran
mengenai mampu bentuk material.
       Berbagai macam pengujian secara simulasi, dimaksudkan untuk mendapatkan
koreksi atau gambaran antara kenyataan proses press forming dengan pengujian simulasi
tersebut. Oleh karena itu banyak dikembangkan metoda uji yang diharapkan dapat
mengungkapkan secara cepat sifat mampu bentuk dalam proses-proses press forming
tersebut.


                                                                                                                     13
ABRIANTO AKUAN


         Kemampuan pelat atau lenbaran untuk menerima deformasi dalam proses bending
(bendability) dapat diuji dengan bend test, yang ditunjukkan pada gambar. 13, yang
            )                                                     gambar
menjadi ukuran adalah radius bengkokan minimal yang mampu diterima oleh pelat tanpa
retak.




                       Gambar 13 Skema pengujian bending (fold test).
                       Gambar.


         Proses stretching disimulasikan dengan pengujian yang dikembangkan oleh Olsen
dan Erichsen seperti yang ditunjukkan pada gambar 14. Pelat atau lembaran dijepit pada
                   i                       gambar.
bagian tepinya sehingga bagian tersebut tidak bergerak. Yang menjadi ukuran strechability
adalah tingginya atau dalamnya proses stretching tersebut tanpa adanya cacat sobek.
Pengujian stretching menurut Erichsen ini disebut Erichsen cupping test, dan telah
                                                                   test
distandarkan ASTM E.643-78 atau JIS Z.2247
                        78          Z.2247-77




                             Gambar. 14 Erichsen cupping test.



                                                                                      14
ABRIANTO AKUAN


       Uji simulasi untuk proses deep drawing telah dikembangkan oleh Sachs dalam
pengujian wedge drawing test dan yang lebih sering dipakai adalah Swift cup drawing test
yang skemanya terlihat pada gambar 15. Metoda lainnya yang juga populer adalah Fukui
                            gambar.
cup drawing test (gambar. 16).




                            Gambar. 15 Swift cup drawing test.




                            Gambar. 16 Fukui cup drawing test.


       Pada simulasi Swift test menggunakan punch yang ujungnya datar yang berarti
                           test,
proses deep drawing murni, dan pada Fukui test dipakai punch yang ujungnya merupakan
bagian dari permukaan bola, yang berarti gabungan antara deep drawing dan stretching.
Yang menjadi ukuran deep drawability dalam Swift test adalah LDR. Hal ini berarti bahwa
Swift test menggunakan blank dengan berbagai diameter. Dalam Fukui test dipakai satu
ukuran diameter blank, do. Ukuran yang dipakai utnuk menyatakan deep drawability adalah
diameter benda uji maksimal sebelum terjadinya retakan.

                                                                                     15
ABRIANTO AKUAN


       Dengan uji simulasi tersebut diatas dapat dengan cepat dihasilkan data sifat mampu
bentuk, tetapi seringkali tidak memiliki korelasi yang baik dengan kenyataan press forming
di industri. Hal ini disebabkan oleh perbedaan dalam kondisi gesekannya atau perbedaan
dalam perbandingan tebal pelat atau lembaran dengan ukuran benda kerja. Tabel. 2
ditunjukkan perbandingan dari masing-masing pengujian tersebut diatas.
       Tabel. 2 Konfigurasi dan karakteristik dari tipe pengujian simulasi mampu bentuk
                                       lembaran logam.




4      Kriteria Luluh
       Kriteria luluh adalah suatu kriteria yang menjadi batasan kaoan suatu material akan
mengalami luluh atau deformasi plastis. Kriteria ini pada dasarnya merupakan hubungan
empiris dan harus konsisten dengan sejumlah observasi eksperimen.


4.1    Kriteria Luluh Tresca
       Kriteria ini disebut juga kriteria luluh tegangan geser maksimum, yaitu bahwa
material akan berdeformasi plastis jika tegangan geser maksimum yang bekerja melampaui
kekuatan geser materialnya. Atas dasar analisa tegangan dari Mohr, benda yang dikenal
tegangan normal: σ1, σ2, σ3, maka τmaks yang terjadi dinyatakan sebagai berikut:
       τmaks = (σ1 – σ3) / 2                         ........................................... (12)



                                                                                                        16
ABRIANTO AKUAN


4.2    Kriteria Luluh Von Misses
       Kriteria ini disebut juga kriteria luluh energi distorsi maksimun, yaitu bahwa material
akan berdeformasi plastis jika energi distorsi maksimum akibat pembebanan mencapai
harga kritisnya. Von Misses menganggap bahwa suatu material mempunyai batas tertentu
didalam menyerap energi distorsi.
       Dalam sistem tarik murni, kriteria luluh Von Misses dapat ditulis sebagai berikut:
       2σo2 = (σx – σy)2 + (σy – σz)2 + (σz – σx)2 + 6(τxy2 + τyz2 + τzx2)
Atau dalam bentuk tegangan utama:
       2σo2 = (σ1 – σ2)2 + (σ2 – σ3)2 + (σ3 – σ1)2         ........................................... (13)


4.3    Kriteria Luluh Hill
       Kriteria luluh ini dinyatakan dengan persamaan:
       2 f(σij) = F(σx – σy)2 + G(σy – σz)2 + H(σz – σx)2 + 2L τyz2 + 2M τzx2 + 2N τxy2 = 1
                                                           ........................................... (14)
Dimana: F, G, H, L, M dan N adalah konstanta yang mengkarakteristik sifat anisotropy atau
disebut juga konstanta Hill. Dari persamaan tersebut diatas, jika F=G=H=1 dan L=M=N=3F,
maka persamaan tersebut diatas menjadi persamaan krieria luluh Von Misses.
       Jika dari pegujian tarik, luluh pada arah-X: σx = x (x adalah tegangan luluh dalam
arah-X), σy = σz = τij = 0, maka persamaan (14) diatas menjadi:
(G + H) x2 = 1 atau      x2 = 1 / G+H begitu pula pada arah Y dan Z
                         y2 = 1 / H+F
                         x2 = 1 / F+G                      ........................................... (15)
secara simultan penyelasaiannya adalah:
       2F = 1 / y2 + 1 / z2 – 1 / x2
       2G = 1 / x2 + 1 / z2 – 1 / y2
       2F = 1 / x2 + 1 / y2 – 1 / z2                       ........................................... (16)
Dari aturan aliran secara umum:
       dεij = ∂f / ∂σij . dλ                               ........................................... (17)
       dεij = dλ ∂f(σij) / ∂σij .                          ........................................... (18)


                                                                                                              17
ABRIANTO AKUAN


dimana: ∂f(σij) adalah fungsi luluh.
Differensiasi persamaan (14) menghasilkan aturan aliran (flow rule) sebagai berikut:
        dεx = dλ [ H (σx – σy) + G (σx – σz) ]
        dεy = dλ [ F (σy – σz) + H (σy – σx) ]
        dεz = dλ [ F (σz – σy) + G (σz – σx) ]


        dεyz = dεzy = dλ L τyz
        dεzx = dεxz = dλ M τyz
        dεxy = dεyx = dλ N τyz                       ........................................... (19)
(persamaan ini berlaku hubungan volume konstan):
        dεx + dεy + dεz = 0
Dalam menurunkan aturan aliran untuk regangan geser: dεyz, dεzx, dεxy, kriteria luluh dalam
persamaan (14) harus ditulis ulang sehingga tegangan geser:
        L (τyz2 + τzy2) + M (τzx2 + τxz2) + N (τxy2 + τyx2)
Differensial parsial menghasilkan:
        dεyz = 2 dλ L τyz dan dεzy = 0, dan seterusnya.
Dengan menganggap pengujian tarik arah-X: σx = x, σy = σz = 0 dan mensubstitusikan dalam
persamaan (19), memberikan hasil regangan:
        dεx = dλ (H+G) x
        dεy = dλ (H) x
        dεz = dλ (G) x
        Maka perbandingan regangan plastis dari pengujian tarik arah-X, didefinisikan: r =
r0 = dεy / dεz
maka:
        r=H/G                                                   ........................................... (20)
dengan cara yang sama, dengan mendefinisikan p = r90 sebagai perbandingan regangan
plastis dari pengujian tarik arah-Y adalah: p = dεx / dεz dan tegangan luluh arah-Y adalah : σy
= y serta σx = σz = 0, persamaan (19) menghasilkan:
        p=H/F                                                   ........................................... (21)


                                                                                                                   18
ABRIANTO AKUAN


dari persamaan (20) dan (21) tersebut, maka dapat memprediksikan tegangan luluh arah-Z
dengan menyesuaikan persamaan (15):
        Z2 = 1 / F + G dan x2 = 1 / G + H sehingga:
        Z2 / x2 = G + H / F + G = (1/r) + 1 / (1/r) + (1/p) atau
        Z = x [ p(1+r) / (p+r) ]½
        Z = y [ r(1+p) / (p+r) ]½                           ........................................... (22)
Dari persamaan tersebut pula dapat diketahui:
α = σy / σx = [ ½ (1+r) ] ½         (dalam kondisi isotrop planar)
        Untuk kondisi pembebanan dalam sumbu-sumbu 1, 2, 3 sebagai sumbu tegangan
utama, maka kriteria luluh anisotropi Hill dapat ditulis sebagai persamaan dengan : τyz = τzx
= τxy = 0 dalam persamaan (14) dan substitusi 1 = (G+H) x2 dari persamaan (15) serta
membagi dengan G sehingga:
(F/G) (σ2 – σ3)2 + (G/G) (σ3 – σ1)2 + (H/G) (σ1 – σ2)2 = [(G/G) + (H/G) ] x2
Kemudian substitusi: r = H/G dan p/r = F/G serta mengalihkan dengan p, maka:
r (σ2 – σ3)2 + p (σ3 – σ1)2 + rp (σ1 – σ2)2 = p (1/r) x2    ........................................... (23)
Demikian pula, aturan aliran persamaan (2-19) dapat disederhanakan:
dε1 : dε2 : dε3 = r (σ1 – σ2) + (σ1 – σ3) : (r/p) (σ2 – σ3) + (σ2 – σ1) : (r/p) (σ3 – σ2) + (σ3 – σ1)
                                                            ........................................... (24)
Pada kondisi pembebanan dimana sumbu 3 adalah sumbu utama (τyz = τzx = 0), sumbu 1
dan 2 sebagai sumbu tegangan utama lainnya sehingga τxy = 0 atau kondisi isotrop planar:
F=G, L=M, r=p sehingga persamaan (23) dan (24) menghasilkan:
(σ2 – σ3)2 +(σ3 – σ1)2 + r (σ1 – σ2)2 = (1/r) x2            ........................................... (25)
dan ;
dε1 : dε2 : dε3 = (1+r) σ1 – rσ2 – σ3 : (1+r) σ2 – σ1 – σ3) : 2σ3 – σ1 – σ2 …......... (26)
Persamaan kriteria luluh dapat disederhanakan lagi untuk kondisi pembebanan tegangan
bidang (σ3 = 0), yaitu:
        σ12 + σ22 – 2r / (1+r) σ1 σ2 = x2                   ........................................... (27)
atau:
        σ12 + x2 = / (1+α2 - 2αr / 1+r)-1                   ........................................... (28)


                                                                                                               19
ABRIANTO AKUAN


dimana, α adalah rasio tegangan, α = σ2 / σ1.
Persamaan (27) diatas dapat diplot sebagai bentuk ellips dengan sumbu mayor dan sumbu
minor yang tergantung pada nilai r (jika bahan isotrop, r = 1 maka ellips yang dihasilkan
merupakan ellips Von Misses (gambar. 8).
       Kriteria luluh Hill memperhitungkan derajat anisotrop tertentu, sedangkan dua jenis
kriteria lainnya yaitu Tresca dan Von Misses memperkirakan bahwa bahan bersifat isotrop,
sehingga kriteria luluh Hill akan memberikan hasil perhitungan yang lebih memuaskan.




                                                                                       20

More Related Content

Viewers also liked

Pelapisan Logam Pada Plastik
Pelapisan Logam Pada PlastikPelapisan Logam Pada Plastik
Pelapisan Logam Pada PlastikAbrianto Akuan
 
Galvanisasi untuk Proteksi Korosi (AGI)
Galvanisasi untuk Proteksi Korosi (AGI)Galvanisasi untuk Proteksi Korosi (AGI)
Galvanisasi untuk Proteksi Korosi (AGI)Abrianto Akuan
 
Melting Loss pada Peleburan Aluminium (AA)
Melting Loss pada Peleburan Aluminium (AA)Melting Loss pada Peleburan Aluminium (AA)
Melting Loss pada Peleburan Aluminium (AA)Abrianto Akuan
 
Fmea shrinkage casting defect aa
Fmea shrinkage casting defect aaFmea shrinkage casting defect aa
Fmea shrinkage casting defect aaAbrianto Akuan
 
Paint Calculation Practice & Report (AA)
Paint Calculation Practice & Report (AA)Paint Calculation Practice & Report (AA)
Paint Calculation Practice & Report (AA)Abrianto Akuan
 
Analisis kerusakan pegas ulir pada kereta api (AA)
Analisis kerusakan pegas ulir pada kereta api (AA)Analisis kerusakan pegas ulir pada kereta api (AA)
Analisis kerusakan pegas ulir pada kereta api (AA)Abrianto Akuan
 
Jurnal jominy test (pengujian mampu keras baja) melalui program MATLAB (AA)
Jurnal jominy test (pengujian mampu keras baja) melalui program MATLAB (AA)Jurnal jominy test (pengujian mampu keras baja) melalui program MATLAB (AA)
Jurnal jominy test (pengujian mampu keras baja) melalui program MATLAB (AA)Abrianto Akuan
 
Peralatan Elektroplating
Peralatan ElektroplatingPeralatan Elektroplating
Peralatan ElektroplatingAbrianto Akuan
 
Pengantar proses manufaktur (AA)
Pengantar proses manufaktur (AA)Pengantar proses manufaktur (AA)
Pengantar proses manufaktur (AA)Abrianto Akuan
 
Standar Analisis Kegagalan
Standar Analisis KegagalanStandar Analisis Kegagalan
Standar Analisis KegagalanAbrianto Akuan
 
Galvanizing for Corrosion Protection (AGA)
Galvanizing for Corrosion Protection (AGA)Galvanizing for Corrosion Protection (AGA)
Galvanizing for Corrosion Protection (AGA)Abrianto Akuan
 
Modul praktikum peleburan & pengecoran logam (AA)
Modul praktikum peleburan & pengecoran logam (AA)Modul praktikum peleburan & pengecoran logam (AA)
Modul praktikum peleburan & pengecoran logam (AA)Abrianto Akuan
 
Pengendalian korosi dengan coating
Pengendalian korosi dengan coating Pengendalian korosi dengan coating
Pengendalian korosi dengan coating Yoga Firmansyah
 
Kelelahan Logam (Fatigue)
Kelelahan Logam (Fatigue)Kelelahan Logam (Fatigue)
Kelelahan Logam (Fatigue)Abrianto Akuan
 

Viewers also liked (20)

Pelapisan Logam Pada Plastik
Pelapisan Logam Pada PlastikPelapisan Logam Pada Plastik
Pelapisan Logam Pada Plastik
 
Galvanisasi untuk Proteksi Korosi (AGI)
Galvanisasi untuk Proteksi Korosi (AGI)Galvanisasi untuk Proteksi Korosi (AGI)
Galvanisasi untuk Proteksi Korosi (AGI)
 
4 Pelapisan Ni
4  Pelapisan  Ni4  Pelapisan  Ni
4 Pelapisan Ni
 
Melting Loss pada Peleburan Aluminium (AA)
Melting Loss pada Peleburan Aluminium (AA)Melting Loss pada Peleburan Aluminium (AA)
Melting Loss pada Peleburan Aluminium (AA)
 
Fmea shrinkage casting defect aa
Fmea shrinkage casting defect aaFmea shrinkage casting defect aa
Fmea shrinkage casting defect aa
 
Index minerals (AA)
Index minerals (AA)Index minerals (AA)
Index minerals (AA)
 
6 Pelapisan Seng
6  Pelapisan  Seng6  Pelapisan  Seng
6 Pelapisan Seng
 
Refresh k3 (paradigm)
Refresh k3 (paradigm)Refresh k3 (paradigm)
Refresh k3 (paradigm)
 
Paint Calculation Practice & Report (AA)
Paint Calculation Practice & Report (AA)Paint Calculation Practice & Report (AA)
Paint Calculation Practice & Report (AA)
 
Analisis kerusakan pegas ulir pada kereta api (AA)
Analisis kerusakan pegas ulir pada kereta api (AA)Analisis kerusakan pegas ulir pada kereta api (AA)
Analisis kerusakan pegas ulir pada kereta api (AA)
 
Jurnal jominy test (pengujian mampu keras baja) melalui program MATLAB (AA)
Jurnal jominy test (pengujian mampu keras baja) melalui program MATLAB (AA)Jurnal jominy test (pengujian mampu keras baja) melalui program MATLAB (AA)
Jurnal jominy test (pengujian mampu keras baja) melalui program MATLAB (AA)
 
Peralatan Elektroplating
Peralatan ElektroplatingPeralatan Elektroplating
Peralatan Elektroplating
 
Pengantar proses manufaktur (AA)
Pengantar proses manufaktur (AA)Pengantar proses manufaktur (AA)
Pengantar proses manufaktur (AA)
 
Standar Analisis Kegagalan
Standar Analisis KegagalanStandar Analisis Kegagalan
Standar Analisis Kegagalan
 
Galvanizing for Corrosion Protection (AGA)
Galvanizing for Corrosion Protection (AGA)Galvanizing for Corrosion Protection (AGA)
Galvanizing for Corrosion Protection (AGA)
 
Dasar2 Elektroplating
Dasar2 ElektroplatingDasar2 Elektroplating
Dasar2 Elektroplating
 
Difraksi Sinar-X
Difraksi Sinar-XDifraksi Sinar-X
Difraksi Sinar-X
 
Modul praktikum peleburan & pengecoran logam (AA)
Modul praktikum peleburan & pengecoran logam (AA)Modul praktikum peleburan & pengecoran logam (AA)
Modul praktikum peleburan & pengecoran logam (AA)
 
Pengendalian korosi dengan coating
Pengendalian korosi dengan coating Pengendalian korosi dengan coating
Pengendalian korosi dengan coating
 
Kelelahan Logam (Fatigue)
Kelelahan Logam (Fatigue)Kelelahan Logam (Fatigue)
Kelelahan Logam (Fatigue)
 

Similar to Diagram batas mampu bentuk pada lembaran logam (AA)

4d handout-teori-pembentukan-bahan
4d handout-teori-pembentukan-bahan4d handout-teori-pembentukan-bahan
4d handout-teori-pembentukan-bahanrasa016
 
Analisa gaya pembentukan
Analisa gaya pembentukanAnalisa gaya pembentukan
Analisa gaya pembentukanArief Fadhillah
 
Laporan praktikum lenturan 1
Laporan praktikum lenturan 1Laporan praktikum lenturan 1
Laporan praktikum lenturan 1Ahmad Ramdani
 
PERATURAN PERENCANAAN KONSTRUKSI BAJA DI INDONESIA
PERATURAN PERENCANAAN KONSTRUKSI BAJA DI INDONESIAPERATURAN PERENCANAAN KONSTRUKSI BAJA DI INDONESIA
PERATURAN PERENCANAAN KONSTRUKSI BAJA DI INDONESIAMOSES HADUN
 
Testing
TestingTesting
TestingK .
 
Praktikum material teknik_untag
Praktikum material teknik_untagPraktikum material teknik_untag
Praktikum material teknik_untagwennma
 
mengenal proses blanking (pemotongan plat pada praktikum pembentukan bahan)
mengenal proses blanking (pemotongan plat pada praktikum pembentukan bahan)mengenal proses blanking (pemotongan plat pada praktikum pembentukan bahan)
mengenal proses blanking (pemotongan plat pada praktikum pembentukan bahan)universitas negri yogyakarta
 
tarik tekan dan geser bahan.pdf
tarik tekan dan geser bahan.pdftarik tekan dan geser bahan.pdf
tarik tekan dan geser bahan.pdfYusufNugroho11
 
Bab 2 tarik
Bab 2 tarikBab 2 tarik
Bab 2 tarikAfif Sy
 
Kel4%sentasi (bending)
Kel4%sentasi (bending)Kel4%sentasi (bending)
Kel4%sentasi (bending)Lina Maulimah
 
02. tegangan_regangan tanah 2.ppt
02. tegangan_regangan tanah 2.ppt02. tegangan_regangan tanah 2.ppt
02. tegangan_regangan tanah 2.pptGearTEP
 
Unit1 Kaji Daya Bahan
Unit1 Kaji Daya BahanUnit1 Kaji Daya Bahan
Unit1 Kaji Daya BahanMalaysia
 
Laporan aliran fluida melalui benda padat ivan
Laporan aliran fluida melalui benda padat ivanLaporan aliran fluida melalui benda padat ivan
Laporan aliran fluida melalui benda padat ivanivan sidabutar
 

Similar to Diagram batas mampu bentuk pada lembaran logam (AA) (20)

4d handout-teori-pembentukan-bahan
4d handout-teori-pembentukan-bahan4d handout-teori-pembentukan-bahan
4d handout-teori-pembentukan-bahan
 
Analisa gaya pembentukan
Analisa gaya pembentukanAnalisa gaya pembentukan
Analisa gaya pembentukan
 
Laporan praktikum lenturan 1
Laporan praktikum lenturan 1Laporan praktikum lenturan 1
Laporan praktikum lenturan 1
 
PERATURAN PERENCANAAN KONSTRUKSI BAJA DI INDONESIA
PERATURAN PERENCANAAN KONSTRUKSI BAJA DI INDONESIAPERATURAN PERENCANAAN KONSTRUKSI BAJA DI INDONESIA
PERATURAN PERENCANAAN KONSTRUKSI BAJA DI INDONESIA
 
Lenturan 2
Lenturan 2Lenturan 2
Lenturan 2
 
Testing
TestingTesting
Testing
 
pelat sni 2013
pelat sni 2013pelat sni 2013
pelat sni 2013
 
Praktikum material teknik_untag
Praktikum material teknik_untagPraktikum material teknik_untag
Praktikum material teknik_untag
 
mengenal proses blanking (pemotongan plat pada praktikum pembentukan bahan)
mengenal proses blanking (pemotongan plat pada praktikum pembentukan bahan)mengenal proses blanking (pemotongan plat pada praktikum pembentukan bahan)
mengenal proses blanking (pemotongan plat pada praktikum pembentukan bahan)
 
tarik tekan dan geser bahan.pdf
tarik tekan dan geser bahan.pdftarik tekan dan geser bahan.pdf
tarik tekan dan geser bahan.pdf
 
modul
modulmodul
modul
 
Bab 2 tarik
Bab 2 tarikBab 2 tarik
Bab 2 tarik
 
3 triaxial testing
3 triaxial testing3 triaxial testing
3 triaxial testing
 
Kel4%sentasi (bending)
Kel4%sentasi (bending)Kel4%sentasi (bending)
Kel4%sentasi (bending)
 
sway column.pdf
sway column.pdfsway column.pdf
sway column.pdf
 
02. tegangan_regangan tanah 2.ppt
02. tegangan_regangan tanah 2.ppt02. tegangan_regangan tanah 2.ppt
02. tegangan_regangan tanah 2.ppt
 
1 pondasi
1 pondasi1 pondasi
1 pondasi
 
1 pondasi
1 pondasi1 pondasi
1 pondasi
 
Unit1 Kaji Daya Bahan
Unit1 Kaji Daya BahanUnit1 Kaji Daya Bahan
Unit1 Kaji Daya Bahan
 
Laporan aliran fluida melalui benda padat ivan
Laporan aliran fluida melalui benda padat ivanLaporan aliran fluida melalui benda padat ivan
Laporan aliran fluida melalui benda padat ivan
 

More from Abrianto Akuan

WPS-PQR (welding-pengelasan)
WPS-PQR (welding-pengelasan)WPS-PQR (welding-pengelasan)
WPS-PQR (welding-pengelasan)Abrianto Akuan
 
Konversi Kekerasan Logam (AA)
Konversi Kekerasan Logam (AA)Konversi Kekerasan Logam (AA)
Konversi Kekerasan Logam (AA)Abrianto Akuan
 
Jurnal analisis keausan sproket rantai rol (AA)
Jurnal analisis keausan sproket rantai rol (AA)Jurnal analisis keausan sproket rantai rol (AA)
Jurnal analisis keausan sproket rantai rol (AA)Abrianto Akuan
 
Minerals Classification (AA)
Minerals Classification (AA)Minerals Classification (AA)
Minerals Classification (AA)Abrianto Akuan
 
Perhitungan korosi (USA)
Perhitungan korosi (USA)Perhitungan korosi (USA)
Perhitungan korosi (USA)Abrianto Akuan
 
Perhitungan korosi standard NACE (AA)
Perhitungan korosi standard NACE (AA)Perhitungan korosi standard NACE (AA)
Perhitungan korosi standard NACE (AA)Abrianto Akuan
 
Perhitungan proteksi korosi (AA)
Perhitungan proteksi korosi (AA)Perhitungan proteksi korosi (AA)
Perhitungan proteksi korosi (AA)Abrianto Akuan
 
Jurnal proses cyaniding (AA)
Jurnal proses cyaniding (AA)Jurnal proses cyaniding (AA)
Jurnal proses cyaniding (AA)Abrianto Akuan
 
Jurnal baja mangan austenitik (AA)
Jurnal baja mangan austenitik (AA)Jurnal baja mangan austenitik (AA)
Jurnal baja mangan austenitik (AA)Abrianto Akuan
 
Blackening penghitaman baja
Blackening penghitaman bajaBlackening penghitaman baja
Blackening penghitaman bajaAbrianto Akuan
 
Modul Praktikum Teknik Pengelasan Logam (AA)
Modul Praktikum Teknik Pengelasan Logam (AA)Modul Praktikum Teknik Pengelasan Logam (AA)
Modul Praktikum Teknik Pengelasan Logam (AA)Abrianto Akuan
 
Modul Praktikum Pembentukan Logam (AA)
Modul Praktikum Pembentukan Logam (AA) Modul Praktikum Pembentukan Logam (AA)
Modul Praktikum Pembentukan Logam (AA) Abrianto Akuan
 
Cara menterjemahkan engineering english text book (AA)
Cara menterjemahkan engineering english text book (AA)Cara menterjemahkan engineering english text book (AA)
Cara menterjemahkan engineering english text book (AA)Abrianto Akuan
 
Parameter2 baja berdasarkan komposisi (AA)
Parameter2 baja berdasarkan komposisi (AA)Parameter2 baja berdasarkan komposisi (AA)
Parameter2 baja berdasarkan komposisi (AA)Abrianto Akuan
 
Perhitungan muatan pada proses peleburan atau pengecoran logam (AA)
Perhitungan muatan pada proses peleburan atau pengecoran logam (AA)Perhitungan muatan pada proses peleburan atau pengecoran logam (AA)
Perhitungan muatan pada proses peleburan atau pengecoran logam (AA)Abrianto Akuan
 

More from Abrianto Akuan (17)

WPS-PQR (welding-pengelasan)
WPS-PQR (welding-pengelasan)WPS-PQR (welding-pengelasan)
WPS-PQR (welding-pengelasan)
 
Konversi Kekerasan Logam (AA)
Konversi Kekerasan Logam (AA)Konversi Kekerasan Logam (AA)
Konversi Kekerasan Logam (AA)
 
Jurnal analisis keausan sproket rantai rol (AA)
Jurnal analisis keausan sproket rantai rol (AA)Jurnal analisis keausan sproket rantai rol (AA)
Jurnal analisis keausan sproket rantai rol (AA)
 
Minerals Classification (AA)
Minerals Classification (AA)Minerals Classification (AA)
Minerals Classification (AA)
 
Images Minerals (AA)
Images Minerals (AA)Images Minerals (AA)
Images Minerals (AA)
 
Perhitungan korosi (USA)
Perhitungan korosi (USA)Perhitungan korosi (USA)
Perhitungan korosi (USA)
 
Perhitungan korosi standard NACE (AA)
Perhitungan korosi standard NACE (AA)Perhitungan korosi standard NACE (AA)
Perhitungan korosi standard NACE (AA)
 
Perhitungan proteksi korosi (AA)
Perhitungan proteksi korosi (AA)Perhitungan proteksi korosi (AA)
Perhitungan proteksi korosi (AA)
 
Jurnal proses cyaniding (AA)
Jurnal proses cyaniding (AA)Jurnal proses cyaniding (AA)
Jurnal proses cyaniding (AA)
 
Jurnal baja mangan austenitik (AA)
Jurnal baja mangan austenitik (AA)Jurnal baja mangan austenitik (AA)
Jurnal baja mangan austenitik (AA)
 
Blackening penghitaman baja
Blackening penghitaman bajaBlackening penghitaman baja
Blackening penghitaman baja
 
Minerals (AA)
Minerals (AA)Minerals (AA)
Minerals (AA)
 
Modul Praktikum Teknik Pengelasan Logam (AA)
Modul Praktikum Teknik Pengelasan Logam (AA)Modul Praktikum Teknik Pengelasan Logam (AA)
Modul Praktikum Teknik Pengelasan Logam (AA)
 
Modul Praktikum Pembentukan Logam (AA)
Modul Praktikum Pembentukan Logam (AA) Modul Praktikum Pembentukan Logam (AA)
Modul Praktikum Pembentukan Logam (AA)
 
Cara menterjemahkan engineering english text book (AA)
Cara menterjemahkan engineering english text book (AA)Cara menterjemahkan engineering english text book (AA)
Cara menterjemahkan engineering english text book (AA)
 
Parameter2 baja berdasarkan komposisi (AA)
Parameter2 baja berdasarkan komposisi (AA)Parameter2 baja berdasarkan komposisi (AA)
Parameter2 baja berdasarkan komposisi (AA)
 
Perhitungan muatan pada proses peleburan atau pengecoran logam (AA)
Perhitungan muatan pada proses peleburan atau pengecoran logam (AA)Perhitungan muatan pada proses peleburan atau pengecoran logam (AA)
Perhitungan muatan pada proses peleburan atau pengecoran logam (AA)
 

Recently uploaded

AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..ikayogakinasih12
 
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptxPPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptxSaefAhmad
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxdpp11tya
 
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk HidupUT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidupfamela161
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
HiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaHiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaafarmasipejatentimur
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarankeicapmaniez
 
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfNurulHikmah50658
 
Dasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolik
Dasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolikDasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolik
Dasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolikThomasAntonWibowo
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMMAKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMMIGustiBagusGending
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...Kanaidi ken
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxadimulianta1
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfDimanWr1
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..ikayogakinasih12
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxssuser50800a
 
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxLK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxPurmiasih
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7IwanSumantri7
 

Recently uploaded (20)

AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
 
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptxPPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
 
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk HidupUT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
HiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaHiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
 
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
 
Dasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolik
Dasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolikDasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolik
Dasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolik
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMMAKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
 
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxLK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
 

Diagram batas mampu bentuk pada lembaran logam (AA)

  • 1. ABRIANTO AKUAN DIAGRAM BATAS MAMPU BENTUK PADA LEMBARAN LOGAM Diagram batas mampu bentuk adalah suatu diagram yang menggambarkan batas- batas kemampuan lembaran logam untuk diubah bentuk. Diagram ini merupakan himpunan data keadaan regangan yang berhasil dan gagal, himpunan data tersebut sangat berguna dalam operasi press forming yaitu sebagai metoda bantu untuk mengkoreksi bentuk dan konstruksi perkakas/ cetakan (dies). Diagram batas mampu bentuk yang dihasilkan secara eksperimen adalah dikembangkan oleh Goodwin dan Keeler. Diagram Goodwin dan Keeler tersebut, dibuat atas dasar kumpulan data-data percobaan pada dies di press shop yang merupakan data nyata yang sangat bermanfaat untuk mengetahui batas mampu bentuk dari satu jenis lembaran logam(1). Sebagai langkah awal, dilakukan penggambaran pola-pola geometris yang berupa lingkaran-lingkaran kecil (± 2,5 mm)(2) pada permukaan lembaran. Pola lingkaran tersebut dibuat dengan cara etching atau printing. Metoda etching akan menghasilkan pola yang tidak mudah terhapus bila dibandingkan dengan cara printing. Selanjutnya pelat yang permukaannya telah diberi pola-pola geometris, dicoba di press forming saat trial terhadap dies yang baru saja dibuat. Besar kemungkinan benda kerja tersebut belum memenuhi syarat, mungkin ada bagian yang sobek atau ada bagian yang bentuknya belum mencapai yang dikehendaki. Analisa untuk melakukan perbaikan pada konstruksi dies justru didasarkan pada pengamatan dan pengukuran deformasi berbagai lokasi pada benda kerja, baik pada lokasi yang utuh maupun daerah dekat sobekan. Data tersebut diplot pada diagram Goodwin dan Keeler. Arti fisik dari daerah-daerah diagram Goodwin dan Keeler dijelaskan melalui gambar. 1, yang terlihat perubahan pola lingkaran menjadi ellips. Perubahan bentuk pada sumbu minornya menyatakan modus deformasi yang terjadi, yaitu:  Deep drawing  Stretching  Gabungan antara stretching dan deep drawing 1
  • 2. ABRIANTO AKUAN Gambar. 1 Modus deformasi pada diagram batas pembentukan Goodwin dan Keeler(2). 1 Batas Mampu Bentuk Lembaran Logam Pada umumnya operasi press forming terhadap lembaran logam adalah kompleks dan dapat dipandang sebagai gabungan dari empat proses dasar yaitu :  Proses pemotongan ( emotongan (shearing)  Proses pembengkokan ( (bending)  Proses tarik regang ( (stretching)  Proses tarik dalam ( (deep drawing) Proses press forming atau proses sheet metal forming ini dapat ditinjau sebagai gabungan ketiga proses terakhir diatas. Hal ini menunjukkan bahwa pada satu bentuk benda kerja menunjukkan yang rumit, dapat terjadi gabungan ketiga modus deformasi. Pada proses bending, suatu pelat atau lembaran, yang menjadi ukuran bending, keberhasilannya adalah radius bengkokan minimum yang belum menimbulkan retakan pada daerah deformasi. Ukuran ini sangat tergantung pada ketebalan dan keuletan lembaran tersebut. Pada proses stretching, hakekatnya adalah memberikan deformasi plastis berupa stretching, tarikan, baik satu arah (uniaksial maupun dua arah (biaksial). Secara teoritis, batas uniaksial) ). 2
  • 3. ABRIANTO AKUAN deformasi yang dapat diterima benda kerja adalah sampai mulai terjadinya penipisan setempat atau sama dengan regangan yang terjadi ketika spesimen uji tarik mulai mengalami necking. Peristiwa penipisan setempat tersebut mulai terjadi bila beban maksimum tercapai, hal ini adalah akibat terjadinya keseimbangan antara kenaikan kekuatan material akibat pengerasan regangan (strain hardening) dengan laju pengurangan luas penampang: F=σ.A ......................................................... (1) dF = σ . dA + A . dσ pada beban maksimum, berarti dF = 0 sehingga: σ dA = -A dσ dσ / σ = -dA / A = dl / 1 dσ / σ = dε dσ / dε = σ dari persamaan tegangan alir, σ = K εn harga n adalah: n = d log σ / d log ε = d ln σ / d ln ε = ε dσ / σ dε sehingga n=ε ......................................................... (2) maka harga n yang tinggi akan memberikan deformasi seragam yang besar pula. Bila pada specimen tarik ada suatu tempat yang akan mengecil penampangnya, maka tegangan alir dislokasi itu segera meningkat sehingga penipisan setempat terjadi. Pada pelat atau lembaran dengan kondisi tegangan dua arah (biaksial), khususnya bila σ2 / σ1 = 0,5 maka peristiwa necking seperti tersebut diatas tidak akan terjadi. Penipisan yang terjadi tidak akan begitu mencolok, bahkan tidak mudah teramati dengan mata. Peristiwa ini disebut difusi necking. Pada pelat atau lembaran yang dikenai tegangan tarik, pengecilan penampang akan terjadi dalam dua modus, yang pertama kali terjadi adalah difusi necking. Daerah yang mengalami difusi necking ini cukup lebar. Penipisan berikutnya akan terjadi pada daerah yang sempit dan disebut local necking. Lokal necking ini terjadi pada saat regangan mencapai ε = 2 n, hal tersebut secara fisik dijelaskan pada gambar. 2. 3
  • 4. ABRIANTO AKUAN Gambar. 2 Skematik difusi necking dan lokal necking(1). Pada proses deep drawing, geometri prosesnya secara skematis terlihat pada gambar. 3, proses deep drawing yang murni terjadi bila ujung punch berbentuk datar. Sehingga bagian lembaran dibawah ujung punch tidak mengalami deformasi, sedangkan bagian dinding mengalami penarikan. Dilain pihak bila ujung punch membentuk bagian dari bola, maka proses keseluruhannya adalah gabungan antara deep drawing dan stretching (gambar. 4). Gambar. 3 Skematis proses deep drawing murni (ujung punch datar)(3). 4
  • 5. ABRIANTO AKUAN Gambar. 4 Gabungan proses deep drawing dan stretching (ujung punch berbentuk bagian bola). Tinjauan tahapan deformasi gambar. 5 berikut ini, didasarkan pada proses deep drawing murni: Gambar. 5 Tahapan deformasi pada proses deep drawing(1). Bagian flens (flange) akan mengalami pengecilan diameter, hal ini dimungkinkan oleh tegangan tarik dalam arah radial (gambar. 6). Selain itu muncul pula dengan sendirinya tegangan tekan dalam arah tangensial. Tegangan tangensial tekan inilah yang dapat 5
  • 6. ABRIANTO AKUAN menimbulkan buckling pada flens. Bila ini terjadi maka terbentuklah keriput pada flens. Dan proses deep drawing akan gagal. Oleh karena itu maka keriput harus dihindari dengan jalan memberikan tegangan tekan pada permukaan flens. Gaya tekan ini diberikan oleh pemegang bakalan (blank holder). Pada saat proses deep drawing berlangsung, dinding tabung akan mengalami penarikan. Deep Drawability atau kemampuan tarik dalam dari suatu lembaran logam dinyatakan dengan perbandingan diameter bakalan, do maksimum yang masih bias diproses menjadi tabung berdiameter, di. Batas proses deep drawing tersebut dikenal dengan nama LDR (limiting drawing ratio). LDR = [ do / di ]maks ......................................................... (3) Besarnya LDR dibatasi oleh gaya penarikan yang dapat ditahan oleh dinding tabung. F = A ߪ௢ ε ത Berdasarkan harga gaya penarikan ideal: Pada kondisi regangan bidang (εz = 0) tegangan alir pada flens adalah: σof = (σx – σy) dan gaya penarikan pada flens: F = 2 π r t σof ln [ do / di ] Dengan demikian tegangan yang terjadi pada dinding tabung adalah σx = F / 2 π r t σof ln [ do / di ] batas deep drawing tercapai bila tegangan yang bekerja pada dinding mencapai harga tegangan alirnya: σx = σow = σof ln [ do / di ] maka, [ do / di ]maks = exp [σow / σof] bila pada material pelat atau lembaran tersebut dianggap tidak terjadi strain hardening, maka tegangan alir pada flens dan dinding tabung adalah sama : σow = σof sehingga, σow / σof = 1 oleh karena itu: 6
  • 7. ABRIANTO AKUAN [ do / di ]maks = LDR = e = 2,7 ......................................................... (4) Jika pengaruh bending dan unbending serta pengaruh gesekan antara benda kerja dengan perkakas diperhitungkan, maka persamaan (2-4) diatas dikoreksi menjadi: LDR = eη ......................................................... (5) Dimana η menyatakan faktor efisiensi deformasi, bila radius dies kecil ataupun koefisien gesekan cukup besar maka η akan mengecil. Harga η diambil dari kondisi proses deep drawing yang normal adalah 0,7. Dengan angka tersebut maka LDR akan bernilai 2. Tegangan-tegangan yang bekerja pada flens tersebut, yaitu tegangan tarik radial dan tegangan tekan tangensial, dan dengan adanya tekanan dari blank holder yang mencegah terjadinya keriput, dapat pula dianggap sebagai yang menghalangi penebalan flens. Dengan demikian deformasi pada flens dapat dianggap sebagai regangan bidang, yaitu memanjang pada arah radial dan memendek pada arah tangensial. Selanjutnya, pada dinding tabung bekerja tegangan tarik pada arah vertikal yang dengan sendirinya disertai pula oleh tegangan tarik pada arah keliling tabung (arah tangensial). Dengan kondisi ini deformasi yang terjadi pada dinding tabung adalah memanjang pada arah vertikal yang disertai penipisan. Dengan demikian material yang mempunyai ketahanan terhadap penipisan yang tinggi, akan memiliki Deep Drawability yang tinggi pula. Ketahanan terhadap penipisan ini dinyatakan oleh nilai r, yaitu rasio regangan plastis: r = εw / εt ......................................................... (6) dimana , εw adalah regangan dalam arah lebar dan εt adalah regangan dalam arah tebal. Pada material yang isotrop: εw = - ½ ε1 εt = - ½ ε1 sehingga material isotrop mempunyai harga r = 1. Bila diinginkan material pelat atau lembaran yang lebih tahan terhadap penipisan, maka regangan dalam arah lebar harus lebih kecil daripada dalam arah lebar, sehingga r = εw / εt > 1 ......................................................... (7) Anisotropi semacam ini disebut anisotropy normal. 7
  • 8. ABRIANTO AKUAN Harga LDR untuk material pelat atau lembaran yang bersifat anisotropy adalah: LDR = [ do / di ]maks = exp [ ow / σof] = exp √ [(1+r) / 2] [σ ..................... (8) ............... ( Sehingga makin tinggi harga r akan meningkatkan LDR (gambar. 7). Jika pengaruh gesekan dan geometri proses diperhitungkan, maka persamaan tersebut dikoreksi sehingga tri menjadi: LDR = [ do / di ]maks = exp 1 / (1+μ) √ [(1+r) / 2] ..................... (9) ( Dimana μ adalah faktor proses, biasanya sekitar 0,2 – 0,3 yang tergantung pada geometri proses atau perkakas dan kondisi gesekannya. Gambar. 6 Keadaan tegangan dan perubahan bentuk pada flens dan dinding tabung. Gambar. 7 Korelasi antara harga r dengan LDR untuk berbagai jenis logam. 8
  • 9. ABRIANTO AKUAN 2 Anisotrop Dalam Sifat Mekanik dan Sifat Mampu Bentuk Butir logam (grain) adalah kumpulan dari banyak sel satuan yang memiliki orientasi. Logam polikristalin, memiliki banyak butir yang orientasinya berbeda-beda. Sel satuan logam (FCC, BCC, HCP, BCT) menunjukkan sifat anisotrop antara lain pada sifat mekanik dan perilaku deformasi plastis. Hal ini terlihat pada sistem slip yang dinyatakan dengan bidang atom yang kerapatan atomnya paling padat serta arah slip pada arah yang terpadat pula. Dengan demikian “kekuatan” sel satuan akan tergantung pada orientasi pembebanan relatif terhadap sel satuan tersebut. Logam yang orientasi butir-butirnya acak akan bersifat isotrop, artinya sifatnya sama pada semua arah. Proses pengerjaan logam seringkali menghasilkan logam yang anisotrop baik disengaja maupun tidak disengaja, misalnya pada proses pembuatan pelat atau lembaran logam baja yang diharapkan memiliki sifat mampu bentuk yang tinggi. Sifat anisotrop pada logam terjadi karena dua hal yaitu karena penyeratan mekanis (mechanical fibering) dan tekstur kristalografi (crystallographic texture). Penyeratan mekanis lebih disebabkan oleh terarahnya inklusi, aliran material akibat proses deformasi serta terarahnya struktur mikro. Tekstur kristalografi merupakan petunjuk bahwa butir- butir logam memiliki kesamaan arah orientasi, meskipun orientasi seluruh butir tidak sama, sifat mekanik logam tersebut sudah menunjukkan adanya anisotropi. Makin tajam teksturnya, makin jelas pula sifat anisotropinya. Adanya crystallographic texture berpengaruh terhadap nilai r (plastic starin ratio) dan pengaruh nilai r terhadap kekuatan luluh ditunjukkan dalam yield locus seperti pada gambar. 8. Gambar. 8 Pengaruh nilai r terhadap yield locus. 9
  • 10. ABRIANTO AKUAN Pada pelat yang ditarik akan mengalami pertambahan panjang dan disertai dengan penipisan (gambar. 9). Secara kualitatif deep drawability akan lebih baik jika material yang digunakan mempunyai ketahanan terhadap penipisan yang lebih tinggi. ti to Lo Li Wi Wo Gambar. 9 Skema perubahan bentuk pelat yang ditarik. 3 Pengujian Mampu Bentuk Lembaran Logam 3.1 Pengujian Secara Non Simulasi Strain hardening coefficient, n dan plastic strain ratio, r adalah sifat-sifat yang muncul bila logam dikenai deformasi plastis. Cara yang praktis untuk mengamati sifat logam yang dideformasi plastis adalah dengan pengujian tarik. Pengujian non simulasi ini hanya bersifat teoritis karena hanya membandingkan keadaan tegangan dan regangan material tanpa pendekatan peralatan dan kondisi proses sebenarnya. Dalam pengujian tarik, specimen diberi regangan dan sebagai reaksinya adalah gaya yang diukur dengan load cell atau alat pengukur gaya lainnya. Dalam gambar. 10 ditunjukkan deformasi yang terjadi pada spesimen dalam grafik tegangan dan regangan teknis. 10
  • 11. ABRIANTO AKUAN Gambar. 10 Tahapan deformasi pada specimen uji tarik. Diagram tegangan-regangan teknik ( regangan (engineering stress-strain diagram) ditunjukkan strain diagram pula pada gambar. 11 dibawah ini yang menjelaskan data data kekuatan dan keuletannya. data-data Gambar. 11 Diagram tegangan teknik vs regangan teknik. Dari gambar. 10 dan 11 dapat ditunjukkan daerah deformasi seragam (uniform ( strain) dan deformasi tidak seragam. Harga koefisien strain hardening dapat diukur melalui pengujian tarik dengan daerah pengukuran yang teliti terletak antara σys, σuts. Rentang kurva antara daerah σys dan σuts dapat didekati dengan persamaan garis: 11
  • 12. ABRIANTO AKUAN Y = aXn Dengan harga n berkisar antara 0 sampai dengan 1. Sehingga bentuk persamaannya dapat dituliskan sebagai: Σ = K εn ....................................................... (10) persamaan ini disebut persamaan tegangan alir yang memperlihatkan kenaikan kekuatan akibat deformasi plastis. Bila persamaan tersebut dinyatakan dalam skala log σ vs log ε maka kemiringannya akan menunjukkan harga n. log σ = log K + n log ε n = d log σ / d log ε prosedur untuk mengukur dan menghitung harga n untuk lembaran baja dapat dilakukan dengan menggunakan standar ASTM E.646-78. Harga K dan n dari beberapa logam ditunjukkan pada tabel. 1 berikut ini. Tabel. 1 Harga K dan n dari beberapa logam. Logam Kondisi n K, psi Baja 0,05% C Dilunakkan (annealed) 0,26 77,000 Baja SAE 4340 Dilunakkan 0,15 93,000 Baja 0,06% C Celup dingin dan distemper 1000°F 0,1 228,000 Baja 0,06% C Celup dingin dan distemper 1300°F 0,19 179,000 Tembaga Dilunakkan 0,54 46,400 Kuningan 70/30 Dilunakkan 0,49 130,000 Data elongation, e dan reduction in area, q menandakan bahwa deformasi spesimen yang diuji tarik tidak hanya terjadi pada arah memanjang, melainkan juga pada arah lebar dan tebal. Hal ini berarti dari pengujian tarik, dengan sedikit modifikasi dapat dilakukan pengukuran harga r. Plastic strain ratio, r diukur dan dihitung pada daerah antara σys dan σuts. Harga r yang dinyatakan dalam persamaan (6), jika dilakukan pengukuran regangan dalam arah tebal sevara langsung akan memberikan kesalahan yang besar, dan akan lebih teliti jika regangan dalam arah tebal dihitung dari perubahan bentuk pada arah panjang dan lebar dengan prinsip volume konstan, dengan demikian dapat dituliskan: εt = ln (lo wo / li wi) sehingga: 12
  • 13. ABRIANTO AKUAN r = εw / εt = ln (wi / wo) / ln (lo wo / li wi)....................................................... (11) untuk menghitung harga anisotropu rata-rata, r maka pengukurannya dilakukan pada spesimen dengan arah 0o, 45o, dan 90o terhadap arah pengerolan (gambar. 12): rm = (r0 + 2r45 + r90) / 4 dan harga anisotropi planar dinyatakan dengan: Δ r = (r0 - 2r45 + r90) / 2 Prosedur untuk mengukur dan menghitung harga r lembaran baja dapat dilakukan dengan menggunakan standar ASTM E.517-74. Gambar. 12 Orientasi spesimen untuk menentukan harga r. 3.2 Pengujian Secara Simulasi Pengujian mampu bentuk lembaran logam, selain dilakukan melalui pengujian secara non simulasi, dapat pula melalui pengujian secara simulasi yang dilakukan dengan pendekatan terhadap kondisi proses dimana hasilnya akan lebih memberikan gambaran mengenai mampu bentuk material. Berbagai macam pengujian secara simulasi, dimaksudkan untuk mendapatkan koreksi atau gambaran antara kenyataan proses press forming dengan pengujian simulasi tersebut. Oleh karena itu banyak dikembangkan metoda uji yang diharapkan dapat mengungkapkan secara cepat sifat mampu bentuk dalam proses-proses press forming tersebut. 13
  • 14. ABRIANTO AKUAN Kemampuan pelat atau lenbaran untuk menerima deformasi dalam proses bending (bendability) dapat diuji dengan bend test, yang ditunjukkan pada gambar. 13, yang ) gambar menjadi ukuran adalah radius bengkokan minimal yang mampu diterima oleh pelat tanpa retak. Gambar 13 Skema pengujian bending (fold test). Gambar. Proses stretching disimulasikan dengan pengujian yang dikembangkan oleh Olsen dan Erichsen seperti yang ditunjukkan pada gambar 14. Pelat atau lembaran dijepit pada i gambar. bagian tepinya sehingga bagian tersebut tidak bergerak. Yang menjadi ukuran strechability adalah tingginya atau dalamnya proses stretching tersebut tanpa adanya cacat sobek. Pengujian stretching menurut Erichsen ini disebut Erichsen cupping test, dan telah test distandarkan ASTM E.643-78 atau JIS Z.2247 78 Z.2247-77 Gambar. 14 Erichsen cupping test. 14
  • 15. ABRIANTO AKUAN Uji simulasi untuk proses deep drawing telah dikembangkan oleh Sachs dalam pengujian wedge drawing test dan yang lebih sering dipakai adalah Swift cup drawing test yang skemanya terlihat pada gambar 15. Metoda lainnya yang juga populer adalah Fukui gambar. cup drawing test (gambar. 16). Gambar. 15 Swift cup drawing test. Gambar. 16 Fukui cup drawing test. Pada simulasi Swift test menggunakan punch yang ujungnya datar yang berarti test, proses deep drawing murni, dan pada Fukui test dipakai punch yang ujungnya merupakan bagian dari permukaan bola, yang berarti gabungan antara deep drawing dan stretching. Yang menjadi ukuran deep drawability dalam Swift test adalah LDR. Hal ini berarti bahwa Swift test menggunakan blank dengan berbagai diameter. Dalam Fukui test dipakai satu ukuran diameter blank, do. Ukuran yang dipakai utnuk menyatakan deep drawability adalah diameter benda uji maksimal sebelum terjadinya retakan. 15
  • 16. ABRIANTO AKUAN Dengan uji simulasi tersebut diatas dapat dengan cepat dihasilkan data sifat mampu bentuk, tetapi seringkali tidak memiliki korelasi yang baik dengan kenyataan press forming di industri. Hal ini disebabkan oleh perbedaan dalam kondisi gesekannya atau perbedaan dalam perbandingan tebal pelat atau lembaran dengan ukuran benda kerja. Tabel. 2 ditunjukkan perbandingan dari masing-masing pengujian tersebut diatas. Tabel. 2 Konfigurasi dan karakteristik dari tipe pengujian simulasi mampu bentuk lembaran logam. 4 Kriteria Luluh Kriteria luluh adalah suatu kriteria yang menjadi batasan kaoan suatu material akan mengalami luluh atau deformasi plastis. Kriteria ini pada dasarnya merupakan hubungan empiris dan harus konsisten dengan sejumlah observasi eksperimen. 4.1 Kriteria Luluh Tresca Kriteria ini disebut juga kriteria luluh tegangan geser maksimum, yaitu bahwa material akan berdeformasi plastis jika tegangan geser maksimum yang bekerja melampaui kekuatan geser materialnya. Atas dasar analisa tegangan dari Mohr, benda yang dikenal tegangan normal: σ1, σ2, σ3, maka τmaks yang terjadi dinyatakan sebagai berikut: τmaks = (σ1 – σ3) / 2 ........................................... (12) 16
  • 17. ABRIANTO AKUAN 4.2 Kriteria Luluh Von Misses Kriteria ini disebut juga kriteria luluh energi distorsi maksimun, yaitu bahwa material akan berdeformasi plastis jika energi distorsi maksimum akibat pembebanan mencapai harga kritisnya. Von Misses menganggap bahwa suatu material mempunyai batas tertentu didalam menyerap energi distorsi. Dalam sistem tarik murni, kriteria luluh Von Misses dapat ditulis sebagai berikut: 2σo2 = (σx – σy)2 + (σy – σz)2 + (σz – σx)2 + 6(τxy2 + τyz2 + τzx2) Atau dalam bentuk tegangan utama: 2σo2 = (σ1 – σ2)2 + (σ2 – σ3)2 + (σ3 – σ1)2 ........................................... (13) 4.3 Kriteria Luluh Hill Kriteria luluh ini dinyatakan dengan persamaan: 2 f(σij) = F(σx – σy)2 + G(σy – σz)2 + H(σz – σx)2 + 2L τyz2 + 2M τzx2 + 2N τxy2 = 1 ........................................... (14) Dimana: F, G, H, L, M dan N adalah konstanta yang mengkarakteristik sifat anisotropy atau disebut juga konstanta Hill. Dari persamaan tersebut diatas, jika F=G=H=1 dan L=M=N=3F, maka persamaan tersebut diatas menjadi persamaan krieria luluh Von Misses. Jika dari pegujian tarik, luluh pada arah-X: σx = x (x adalah tegangan luluh dalam arah-X), σy = σz = τij = 0, maka persamaan (14) diatas menjadi: (G + H) x2 = 1 atau x2 = 1 / G+H begitu pula pada arah Y dan Z y2 = 1 / H+F x2 = 1 / F+G ........................................... (15) secara simultan penyelasaiannya adalah: 2F = 1 / y2 + 1 / z2 – 1 / x2 2G = 1 / x2 + 1 / z2 – 1 / y2 2F = 1 / x2 + 1 / y2 – 1 / z2 ........................................... (16) Dari aturan aliran secara umum: dεij = ∂f / ∂σij . dλ ........................................... (17) dεij = dλ ∂f(σij) / ∂σij . ........................................... (18) 17
  • 18. ABRIANTO AKUAN dimana: ∂f(σij) adalah fungsi luluh. Differensiasi persamaan (14) menghasilkan aturan aliran (flow rule) sebagai berikut: dεx = dλ [ H (σx – σy) + G (σx – σz) ] dεy = dλ [ F (σy – σz) + H (σy – σx) ] dεz = dλ [ F (σz – σy) + G (σz – σx) ] dεyz = dεzy = dλ L τyz dεzx = dεxz = dλ M τyz dεxy = dεyx = dλ N τyz ........................................... (19) (persamaan ini berlaku hubungan volume konstan): dεx + dεy + dεz = 0 Dalam menurunkan aturan aliran untuk regangan geser: dεyz, dεzx, dεxy, kriteria luluh dalam persamaan (14) harus ditulis ulang sehingga tegangan geser: L (τyz2 + τzy2) + M (τzx2 + τxz2) + N (τxy2 + τyx2) Differensial parsial menghasilkan: dεyz = 2 dλ L τyz dan dεzy = 0, dan seterusnya. Dengan menganggap pengujian tarik arah-X: σx = x, σy = σz = 0 dan mensubstitusikan dalam persamaan (19), memberikan hasil regangan: dεx = dλ (H+G) x dεy = dλ (H) x dεz = dλ (G) x Maka perbandingan regangan plastis dari pengujian tarik arah-X, didefinisikan: r = r0 = dεy / dεz maka: r=H/G ........................................... (20) dengan cara yang sama, dengan mendefinisikan p = r90 sebagai perbandingan regangan plastis dari pengujian tarik arah-Y adalah: p = dεx / dεz dan tegangan luluh arah-Y adalah : σy = y serta σx = σz = 0, persamaan (19) menghasilkan: p=H/F ........................................... (21) 18
  • 19. ABRIANTO AKUAN dari persamaan (20) dan (21) tersebut, maka dapat memprediksikan tegangan luluh arah-Z dengan menyesuaikan persamaan (15): Z2 = 1 / F + G dan x2 = 1 / G + H sehingga: Z2 / x2 = G + H / F + G = (1/r) + 1 / (1/r) + (1/p) atau Z = x [ p(1+r) / (p+r) ]½ Z = y [ r(1+p) / (p+r) ]½ ........................................... (22) Dari persamaan tersebut pula dapat diketahui: α = σy / σx = [ ½ (1+r) ] ½ (dalam kondisi isotrop planar) Untuk kondisi pembebanan dalam sumbu-sumbu 1, 2, 3 sebagai sumbu tegangan utama, maka kriteria luluh anisotropi Hill dapat ditulis sebagai persamaan dengan : τyz = τzx = τxy = 0 dalam persamaan (14) dan substitusi 1 = (G+H) x2 dari persamaan (15) serta membagi dengan G sehingga: (F/G) (σ2 – σ3)2 + (G/G) (σ3 – σ1)2 + (H/G) (σ1 – σ2)2 = [(G/G) + (H/G) ] x2 Kemudian substitusi: r = H/G dan p/r = F/G serta mengalihkan dengan p, maka: r (σ2 – σ3)2 + p (σ3 – σ1)2 + rp (σ1 – σ2)2 = p (1/r) x2 ........................................... (23) Demikian pula, aturan aliran persamaan (2-19) dapat disederhanakan: dε1 : dε2 : dε3 = r (σ1 – σ2) + (σ1 – σ3) : (r/p) (σ2 – σ3) + (σ2 – σ1) : (r/p) (σ3 – σ2) + (σ3 – σ1) ........................................... (24) Pada kondisi pembebanan dimana sumbu 3 adalah sumbu utama (τyz = τzx = 0), sumbu 1 dan 2 sebagai sumbu tegangan utama lainnya sehingga τxy = 0 atau kondisi isotrop planar: F=G, L=M, r=p sehingga persamaan (23) dan (24) menghasilkan: (σ2 – σ3)2 +(σ3 – σ1)2 + r (σ1 – σ2)2 = (1/r) x2 ........................................... (25) dan ; dε1 : dε2 : dε3 = (1+r) σ1 – rσ2 – σ3 : (1+r) σ2 – σ1 – σ3) : 2σ3 – σ1 – σ2 …......... (26) Persamaan kriteria luluh dapat disederhanakan lagi untuk kondisi pembebanan tegangan bidang (σ3 = 0), yaitu: σ12 + σ22 – 2r / (1+r) σ1 σ2 = x2 ........................................... (27) atau: σ12 + x2 = / (1+α2 - 2αr / 1+r)-1 ........................................... (28) 19
  • 20. ABRIANTO AKUAN dimana, α adalah rasio tegangan, α = σ2 / σ1. Persamaan (27) diatas dapat diplot sebagai bentuk ellips dengan sumbu mayor dan sumbu minor yang tergantung pada nilai r (jika bahan isotrop, r = 1 maka ellips yang dihasilkan merupakan ellips Von Misses (gambar. 8). Kriteria luluh Hill memperhitungkan derajat anisotrop tertentu, sedangkan dua jenis kriteria lainnya yaitu Tresca dan Von Misses memperkirakan bahwa bahan bersifat isotrop, sehingga kriteria luluh Hill akan memberikan hasil perhitungan yang lebih memuaskan. 20