SlideShare a Scribd company logo
1 of 70
Download to read offline
Universitas Bakrie
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberadaan pipa baja sangat dibutuhkan khususnya untuk saluran-
saluran air, saluran gas, saluran minyak, tiang konstruksi dan sarana-sarana
lain yang dewasa ini banyak didirikan dan dibangun. PT Bakrie Pipe
Industries merupakan sebuah perusahaan manufaktur terkemuka di
Indonesia yang bergerak dibidang industri pipa baja.
Proses pengelasan merupakan salah satu proses utama yang harus
diperhatikan dalam pembuatan pipa baja di PT Bakrie Pipe Industries.
Pengelasan merupakan proses penyatuan material dimana dua atau lebih
bagian-bagian disatukan pada permukaan yang dihubungkan dengan
aplikasi panas dan tekanan yang sesuai. Proses pengelasan menjalankan
fungsinya dengan beberapa cara, diantaranya dengan menggunakan panas
saja tanpa tekanan, dengan menggunakan kombinasi panas dan tekanan, dan
dengan menggunakan tekanan saja tanpa adanya hantaran panas dari luar
[1]. Proses pengelasan yang digunakan oleh PT Bakrie Pipe Industries
adalah mesin High Frequency Welding dengan teknik Electrical Resistance
Welding (pengelasan tanpa menggunakan filler) yang menggunakan
kombinasi panas dan tekanan.
Mesin High Frequency Welding (HFW) di PT Bakrie Pipe Industries
merupakan mesin yang sangat berpengaruh dalam proses pembuatan pipa di
lini produksi. Mesin tersebut menentukan kekuatan las pipa ada atau tidak
adanya cacat pada las pipa. Berdasarkan penelitian terdahulu [2] bahwa
pembuatan pipa dengan metode pengelasan HFW sesuai dengan dimensi
dan penggunaan pipa yang akan diproduksi oleh PT Bakrie Pipe Industries.
Berdasarkan pengolahan data breakdown (kerusakan) tahun 2014 pada
plant KT 24 di PT Bakrie Pipe Industries yang telah dilakukan, terlihat
bahwa mesin HFW memiliki waktu breakdown (downtime) paling besar
Universitas Bakrie
2
dibandingkan dengan mesin lain. Waktu breakdown (waktu ketika mesin
tidak dapat menjalankan fungsinya) tersebut menunjukkan angka 4840
menit atau 80,66 jam dalam kurun waktu satu tahun. Mesin HFW sangat
berpengaruh pada produksi pembuatan pipa karena kualitas ketahanan pipa
dilihat dari kekuatan las pipa. Penulis melihat di plant KT 24 mesin tersebut
sering terjadi breakdown saat melakukan observasi lapangan. Breakdown
yang terjadi pada mesin HFW tentu sangat mempengaruhi keandalan
(reliability) mesin tersebut. Oleh karena itu, penulis memilih mesin HFW
pada plant KT 24 di PT Bakrie Pipe Industries untuk diteliti keandalannya.
Tujuan utama pemeliharaan adalah untuk mendukung optimalisasi
keandalan suatu mesin atau peralatan untuk mencapai kebutuhan pada suatu
perusahaan. Kegiatan pencegahan dan pemeliharaan secara terjadwal yang
disebut preventive maintenance (pemeliharaan pencegahan) perlu dilakukan
untuk mengurangi breakdown pada mesin tersebut. Perencanaan tentang apa
yang harus dilakukan saat pengadaan pemeliharaan pencegahan juga harus
dilakukan, sehingga dibutuhkan penelitian dan pengalaman tersendiri
terhadap hal-hal tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk
Tugas Akhir yang berjudul “Analisis Keandalan Mesin High Frequency
Welding di Plant KT 24 PT Bakrie Pipe Industries”, dengan cara
mengamati keandalan mesin yang bertujuan untuk menentukan perencanaan
pemeliharaan mesin HFW dan mengetahui aktivitas-aktivitas yang harus
dilakukan saat melakukan pencegahan. Dalam kaitan hal tersebut, maka
analisis keandalan serta penerapan metode Failure Tree Analysis (FTA) dan
Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) digunakan sebagai tools untuk
menyelesaikan masalah yang ada pada mesin HFW.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah pada
penilitian ini adalah :
 Seberapa andal mesin High Frequency Welding dalam pembuatan pipa
di proses pengelasan (dilihat dari waktu breakdown mesin)?
Universitas Bakrie
3
 Apa saja penyebab terjadinya breakdown pada mesin High Frequency
Welding?
 Apa saja aktivitas yang harus dilakukan untuk memaksimalkan
keandalan atau reliabilitas mesin High Frequency Welding dan
menurunkan waktu breakdown mesin?
1.3 Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini, cakupan pembahasan dibatasi sebagai berikut :
 Area penelitian dilakukan di plant KT 24 PT Bakrie Pipe Industries.
 Jenis mesin yang menjadi objek penelitian berdasarkan observasi
sebelumnya pada kerja praktik lapangan adalah mesin High Frequency
Welding.
 Data yang digunakan dalam perhitungan adalah periode bulan Januari
2014 sampai dengan bulan Desember 2014.
 Penulisan hanya membahas perhitungan dan analisis keandalan
(reliability) dari mesin High Frequency Welding serta perencanaan
kegiatan berdasarkan perhitungan dan analisis keandalan tersebut.
 Faktor-faktor seperti biaya, kondisi operasional alat, serta kecakapan
dan kesiapan operator dan teknisi tidak diikutsertakan dalam
perhitungan nilai keandalan dan perencanaan kegiatan.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan peniliti di PT Bakrie Pipe
Industries adalah sebagai berikut:
 Menghitung dan menganalisis nilai keandalan dari mesin High
Frequency Welding yang diperoleh dari perhitungan parameter-
parameter keandalan.
 Mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya breakdown pada mesin
High Fequency Welding.
Universitas Bakrie
4
 Menyusun rencana aktivitas perawatan terhadap mesin High Frequency
Welding berdasarkan analisis keandalan.
1.4.2 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
semua pihak yang terkait. Adapun manfaat yang diharapkan yaitu:
 Dapat digunakan sebagai informasi ilmiah bagi perusahaan terkait
dengan produktivitas dan/atau reliabilitas salah satu mesin pengelasan
(HFW) yang digunakan pada lini produksi.
 Membantu perusahaan untuk merencanakan aktivitas perawatan sesuai
dengan hasil penelitian.
 Hasil penelitian dapat dijadikan masukan untuk perbaikan sistem
perawatan dan pencegahan breakdown pada mesin.
 Sebagai bahan referensi yang dapat digunakan dalam penelitian-
penelitian selanjutnya berkaitan dengan pengetahuan topik yang diteliti.
 Memberikan wawasan penelitian bagi penulis berupa implementasi
teori selama pendidikan di Universitas Bakrie.
1.5 Sistematika Penulisan
Bab 1 Pendahuluan
Bab Pendahuluan ini berisikan tentang latar belakang permasalahan yang
diambil untuk dibahas di dalam Tugas Akhir, rumusan masalah, ruang
lingkup pembahasan, tujuan dilakukannya Penelitian Tugas Akhir, manfaat
dilakukannya Penelitian Tugas Akhir, serta sistematika dalam penulisan
Tugas Akhir.
Bab 2 Landasan Teori
Bab Landasan Teori berisikan teori-teori yang berkaitan tentang masalah
yang diangkat sebagai topik. Teori-teori tersebut merupakan acuan untuk
memecahkan masalah tersebut.
Universitas Bakrie
5
Bab 3 Metodologi Penulisan
Bab Metodologi Penulisan berisikan bagaimana data diolah dan dianalisis,
serta metode apa saja yang digunakan untuk menyelesaikan masalah.
Bab 4 Pengolahan Data dan Analisis Masalah
Bab Pengolahan Data dan Analisis Masalah berisikan data-data yang telah
diolah berdasarkan teori-teori yang telah dipelajari dalam program studi
Teknik Industri. Sedangkan Analisis Masalah berisikan hasil analisis
masalah yang dilakukan berdasarkan pengumpulan dan pengolahan data
yang dilakukan. Analisis yang dilakukan berpedoman pada tujuan dari
penelitian.
Bab 5 Kesimpulan dan Saran
Bab Kesimpulan dan Saran berisikan kesimpulan-kesimpulan yang diambil
berdasarkan hasil seluruh penelitian dan analisis serta saran-saran yang
berguna untuk perbaikan dan kemajuan perusahaan.
Universitas Bakrie
6
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Manajemen Pemeliharaan
Mesin dan peralatan merupakan suatu sistem yang mempunyai batas
usia pemakaian. Agar usia pemakaian tersebut dapat maksimal, diperlukan
perawatan dan pemeliharaan untuk mesin dan peralatan tersebut. Namun,
untuk mengetahui definisi dari pemeliharaan berdasarkan filosofi maka
pemeliharaan ini berarti kegiatan menjaga dan memelihara peralatan yang
dilakukan secara berulang-ulang dengan tujuan agar peralatan tersebut
memiliki kondisi yang sama dengan keadaan awalnya. Pemeliharaan juga
dilakukan untuk menjaga peralatan tetap berada dalam kondisi yang dapat
diterima oleh penggunanya.
Manajemen pemeliharaan tentu sangat berperan dalam
mempertahankan fungsi suatu sistem. Berdasarkan kesimpulan Baluch,
Nazim, dan kawan-kawan [3], manajemen pemeliharaan memiliki fungsi
untuk memberi dukungan kepada proses produksi dengan menyediakan
peralatan yang handal dan membantu perusahaan untuk menjadi kompetitif
serta berkontribusi terhadap profitabilitas.
2.1.1 Tujuan Pemeliharaan
Tujuan utama pemeliharaan adalah memberikan keandalan (reliability)
yang optimal pada suatu sistem untuk memenuhi kebutuhan bisnis
perusahaan, dimana keandalan didefinisikan sebagai kondisi ketika
kemungkinan terjadinya kegagalan pada suatu sistem adalah kecil [4].
Tujuan pemeliharaan berhubungan dengan pencapaian target produksi
berdasarkan kualitas yang dibutuhkan. Selain itu, tujuan dari pemeliharaan
untuk memastikan peralatan-peralatan yang digunakan dalam kondisi baik
begitu juga dengan kondisi pabriknya dan diasumsikan lingkungan kerja
Universitas Bakrie
7
yang aman serta penggunaan energi dan konsumsi material yang optimal
[5].
2.2 Fungsi Pemeliharaan dalam Keandalan
Pemeliharaan adalah tindakan mempertahankan. Dasar pemeliharaan
adalah menjaga, melestarikan, dan melindungi. Hal tersebut dilakukan untuk
menjaga keadaan yang ada atau menjaga dari kegagalan atau penurunan.
Terdapat dua pendekatan pemeliharaan, yaitu pendekatan proaktif dan
pendekatan reaktif. Sistem reaktif membutuhkan identifikasi dan tergantung
pada langkah-langkah respon yang cepat untuk pengukuran yang efektif.
Tujuan dari pendekatan ini adalah untuk meminimalisasi response time
(dengan bantuan komputer) dan untuk mengurangi downtime pada peralatan
atau mesin. Sedangkan untuk pendekatan proaktif menekankan pada
penilaian peralatan dan tata cara prediktif. Kebanyakan dari korektif,
pencegahan, dan modifikasi pekerjaan yang dihasilkan secara internal dalam
fungsi pemeliharaan hasilnya merupakan inspeksi dan prosedur prediktif.
Tujuan metode ini adalah kinerja peralatan yang terus menerus untuk
spesifikasi yang telah ditetapkan, pemeliharaan kapasitas, dan perbaikan
yang terus-menerus. Pemeliharaan proaktif dibagi menjadi dua, yaitu
preventive maintenance (pemeliharaan pencehgahan) dan predictive
maintenance[4]. Pemeliharaan pencegahan merupakan tindakan
pemeliharaan yang terjadwal dan terencana. Hal ini dilakukan untuk
mengantisipasi masalah-masalah yang dapat mengakibatkan kerusakan pada
komponen/alat dan menjaganya selalu tetap normal selama dalam operasi.
Sedangkan predictive adalah bentuk baru dari perencanaan pemeliharaan
dimana penggantian komponen atau suku cadang dilakukan lebih awal dari
waktu terjadinya kerusakan.
Tujuan utama dari perawatan adalah untuk menyediakan optimalisasi
keandalan yang memenuhi kebutuhan bisnis perusahaan. Banyak organisasi
melihat pemeliharaan memberi nilai tambah bagi perusahaan. Namun,
ketika dikembangkan dan dikelola dengan baik, hal tersebut dapat
Universitas Bakrie
8
mempertahankan aset perusahaan untuk memenuhi kebutuhan keandalan
pada biaya optimal.
2.3 Pengertian Keandalan
Keandalan didefinisikan sebagai probabilitas atau kemungkinan suatu
sistem akan melakukan fungsinya dalam kurun waktu dan kondisi tertentu.
Sistem yang dimaksud merupakan sistem dalam pengertian umum, sehingga
definisi keandalan juga berlaku untuk semua jenis produk, subsistem,
peralatan, komponen dan suku cadang. Dalam arti luas, keandalan dikaitkan
dengan ketergantungan, kesuksesan operasi, dan tidak adanya kerusakan
atau kegagalan [6].
Suatu produk atau sistem dikatakan gagal ketika produk atau sistem
tidak melakukan fungsinya. Ketika ada pemberhentian total fungsi dalam
suatu proses, hancurnya struktur, dan terputusnya sistem komunikasi,
menandakan bahwa sistem tersebut benar-benar gagal. Salah satu parameter
yang menentukan suatu sistem andal atau gagal adalah waktu. Menurut
Lewis [6] cara menentukan waktu dalam definisi keandalan bervariasi,
tergantung pada sifat dari sistem. Contoh, mesin HFW akan berfungsi jika
semua komponen pendukungnya juga berfungsi. Disamping itu, Dovich
menyatakan untuk dapat membahas keandalan sistem secara menyeluruh,
pemahaman yang mendasar tentang beberapa terminologi sangat diperlukan
[7]. Terminologi yang akan digunakan berkaitan dengan keandalan tersebut
adalah :
 Komponen merupakan unit dasar dari suatu sistem yang saling
berinteraksi untuk menjalankan fungsi dari sistem tersebut. Sebuah
komponen pada tingkat analisis keandalan tertentu bisa menjadi suatu
sistem pada tingkat analisis keandalan lainnya.
 Kegagalan (failure) adalah ketidakberhasilan suatu komponen (contoh:
komponen mesin) untuk menjalankan fungsinya secara benar seperti
yang diinginkan.
Universitas Bakrie
9
Keandalan suatu sistem atau komponen dapat digambarkan melalui
parameter-parameter keandalan. Parameter utama dalam keandalan adalah
Mean Time Between Failure (MTBF) and Mean Time To Repair (MTTR).
2.3.1 Mean Time Between Failure (MTBF)
Krishnamoorthi menyatakan MTBF adalah waktu rata-rata rentang
waktu antara satu kerusakan dengan kerusakan berikutnya. MTBF biasanya
digunakan untuk sistem yang dapat diperbaiki [7]. Jika laju kegagalan, ,
konstan sepanjang waktu yang ditentukan.
MTBF = Total waktu operasi (2.1)
Jumlah kegagalan
Dimana:
(2.2)
2.3.2 Mean Time to Repair (MTTR)
Krishnamoorthi menyatakan MTTR adalah rata-rata waktu perbaikan.
Waktu perbaikan adalah rentang waktu yang diperlukan untuk perbaikan
yaitu sejak terjadinya kerusakan sampai komponen tersebut dapat berfungsi
seperti semula setelah mengalami perbaikan [7]. Waktu perbaikan juga
meliputi waktu pendeteksian terjadinya kerusakan, selang waktu antara
deteksi kerusakan dan mulainya perbaikan, waktu perbaikan itu sendiri dan
waktu yang dibutuhkan untuk menguji komponen yang telah diperbaiki.
Pada masing-masing laju kerusakan yang konstan, MTTR didefinisikian
sebagai rata-rata waktu perbaikan yang dinyatakan sebagai berikut:
MTTR = Total waktu perbaikan (2.3)
Jumlah kegagalan
Universitas Bakrie
10
2.4 Konsep Probabilitas
Dasar untuk semua pertimbangan keandalan adalah pemahaman tentang
propabilitas, keandalan didefinisakan sebagai probabilitas atau
kemungkinan bahwa sistem tidak akan gagal dalam spesifikasi keadaan
tertentu. Probabilitas didefinisikan dan dibahas secara logika dimana
probabiitas dapat dikombinasikan dan dimanipulasi.
Suatu komponen yang sama tidak dapat dipastikan akan mengalami
kerusakan pada waktu yang sama. Waktu merupakan jenis variabel acak
yang kontinu (continuous random variable) karena mengambil nilai tak
terhingga dari nilai yang mungkin atau selalu berubah-ubah. Waktu
kerusakan komponen akan mengikuti suatu pola distribusi yang dikenal
dengan distribusi probabilitas. Dalam perhitungan keandalan suatu sistem
atau peralatan digunakan empat jenis probabilitas untuk variabel acak yang
kontinu (continuous random variable) yaitu [7]:
1. Distribusi Weibull
2. Distribusi Eksponential
3. Distribusi Normal
4. Distribusi Lognormal
Langkah awal dalam perhitungan nilai keandalan adalah dengan
mengetahui distribusi mana yang digunakan dalam menghitung parameter-
parameter keandalan. Distribusi tersebut dapat ditentukan melalui uji
distribusi pada piranti lunak Minitab atau SPSS. Minitab dan SPSS memiliki
kesamaan fungsi dan metode untuk mengolah data-data yang berhubungan
dengan statistik. Namun, Minitab merupakan piranti lunak yang paling
banyak digunakan karena hasil yang diperoleh akurat dan cara
penggunaannya juga mudah. Berikut ini merupakan formula dasar yang
digunakan untuk menghitung fungsi distribusi.
Universitas Bakrie
11
Fungsi kepadatan probabilitas (probability density function):
f(t) = λ(t) exp [ ∫ ( ) ] (2.4)
Dimana: λ(t) = laju kegagalan (failure rate)
Fungsi distribusi kumulatif (cumulative distribution function):
F(t) = ∫ ( ) (2.5)
Fungsi keandalan (reliability function):
R(t) = exp [ -∫ ( ) ] (2.6)
Rata-rata waktu kegagalan:
µ = ∫ ( ) (2.7)
Variasi waktu kegagalan:
σ2 =
∫ ( ) ( ) (2.8)
2.4.1 Distribusi Weibull
Menurut Krishnamoorthi [7] distribusi weibull merupakan distribusi
yang paling luas penggunaannya dalam perhitungan keandalan karena
meliputi ketiga fase kegagalan atau kerusakan yaitu periode kerusakan awal,
normal, dan menua.
Distribusi weibull memiliki 2 parameter β dan θ. Ketika 0<β<1,
distribusi memiliki penurunan failure rate. Ketika nilai β=1 distribusi
menjadi eksponensial dengan constant failure rate. Ketika β>1 maka
Universitas Bakrie
12
distribusi memiliki kenaikan failure rate bila dan β ≡ 3,5 bentuknya
mewakili distribusi normal. Fungsi-fungsi dalam distribusi weibull adalah:
f(t) =
( )
exp ( ) ,t ≥ 0, β > 0 (2.9)
dimana: β = parameter bentuk
θ = karakteristik hidup atau estimasi mean
Fungsi distribusi kumulatif:
F(t) = 1 – exp ( ) (2.10)
Fungsi keandalan
R(t) = 1 – F(t) = exp ( ) (2.11)
Rata-rata distribusi:
µ = η (1+ ) (2.12)
2.4.2 Distribusi Eksponensial
Menurut Krishnamoorthi [7] distribusi eksponensial adalah distribusi
yang digunakan untuk perhitungan keandalan pada saat laju kegagalan
konstan atau selama fase normal (useful life). Parameter-parameter
keandalan distribusi eksponensial adalah:
Fungsi kepadatan peluang kegagalan:
f(t) = dimana : λ > 0, t ≥ 0 (2.13)
Universitas Bakrie
13
Fungsi distribusi kumulatif:
F(t) = 1 - (2.14)
Fungsi keandalan:
R(t) = (2.15)
Rata-rata waktu kegagalan:
µ = (2.16)
Varian distribusi:
σ2 =
(2.17)
2.4.3 Distribusi Normal
Menurut Krishnamoorthi [7] distribusi normal digunakan dalam
perhitungan keandalan pada fase kegagalan atau kerusakan menua (wear
out). Parameter-parameter yang digunakan dalam distribusi ini yaitu:
Fungsi kepadatan probabilitas:
f(t) =
√
exp [-
( )
] (2.18)
Fungsi distribusi kumulatif:
F(t) = ∫ ,
√
*
( )
+ - (2.19)
Universitas Bakrie
14
Fungsi keandalan:
R(t) = 1 – Φ [ (2.20)
2.4.4 Distribusi Lognormal
Menurut Krishnamoorthi [7] distribusi lognormal merupakan salah satu
dari kebanyakan distribusi yang digunakan. Distribusi lognormal memiliki
dua parameter yaitu µ dan σ. Parameter tersebut mendeskripsikan distribusi
dalam fungsi keandalan. Distribusi dapat memiliki berbagai macam bentuk,
sehingga sering dijumpai bahwa data yang sesuai dengan distribusi weibull
juga sesuai dengan distribusi lognormal. Fungsi keandalan untuk distribusi
lognormal menggunakan persamaan dibawah ini.
( ) (
( )
) (2.21)
(2.22)
√
∑ (∑ )
( )
(2.23)
(
( )
) (2.24)
Keempat distribusi yang telah disebutkan di atas, digunakan untuk
menghitung nilai keandalan. Dari keempat distribusi tersebut, akan dipilih
satu distribusi yang memiliki nilai Anderson darling terkecil berdasarkan
hasil yang didapat melalui piranti lunak Minitab. Nilai Anderson Darling
tersebut menunjukkan variasi sampel terhadap populasi. Semakin kecil nilai
Anderson Darling, semakin kecil variasi sampel.
Universitas Bakrie
15
2.5 Fault Tree Analysis
Fault Tree Analysis (FTA) merupakan pendekatan top-down analisis
kegagalan, dimulai dengan potensi kejadian utama atau peristiwa yang tidak
diinginkan disebut dengan top level event, lalu menentukan semua hal yang
dapat membuat peristiwa atau kejadian tersebut terjadi. Analisis tersebut
dilakukan dengan menentukan bagaimana top level event (potensi kejadian
utama) bisa terjadi, apa penyebabnya, dan siapa penyebabnya. Penyebab
dari potensi kejadian utama adalah “connected” melalui logic gates yaitu
AND-gates dan OR-gates. FTA merupakan teknik yang paling banyak
digunakan untuk analisis penyebab dalam risiko dan keandalan [8].
Potensi kejadian utama merupakan suatu analisis berbentuk pohon
kesalahan secara sederhana dapat diuraikan sebagai suatu teknik analitis.
Pohon kesalahan merupakan suatu model grafis yang menyangkut berbagai
kombinasi contoh kesalahan-kesalahan yang akan mengakibatkan kejadian
dari peristiwa yang tidak diinginkan yang sudah didefinisikan sebelumnya,
atau dapat diartikan sebagai gambaran hubungan timbal balik yang logis
dari peristiwa-peristiwa dasar yang mendorong. Pembuatan model pohon
kesalahan (fault tree) dilakukan dengan cara wawancara dengan manajemen
dan melakukan pengamatan langsung terhadap proses produksi di lapangan.
Selanjutnya sumber-sumber kecelakaan kerja tersebut digambarkan dalam
bentuk model pohon kesalahan [9].
Elemen yang digunakan dalam membuat FTA yaitu gates dan events.
Gates menggambarkan outcome, sedangkan events menggambarkan input
untuk gates. FTA memiliki beberapa fungsi, yaitu [10]:
 Untuk menginvestigasi potensi kegagalan.
 Untuk menginvestigasi modus dan penyebabnya.
 Dan untuk mengukur kontribusi ketidakandalan sistem pada tujuan
desain produk.
Universitas Bakrie
16
2.5.1 Sejarah FTA
FTA pertama kali digunakan oleh Bell Telephone Laboratories dalam
“safety analysis of the Minuteman missile launch control system” pada
tahun 1962. Teknik analisis tersebut kemudian dilakukan perbaikan oleh
“Boeing Company”. Berdasarkan penelitian terdahulu [8] FTA banyak
digunakan dan diperpanjang selama pelaksanaan keamanan reactor.
2.5.2 Langkah FTA
Analisis pohon kesalahan (Fault Tree Analysis) merupakan salah satu
metode yang dapat digunakan untuk menganalisis akar penyebab kecelakaan
kerja [8].
Langkah-langkah melakukan FTA:
 Mendefinisikan sistem, top level event (potensi kejadian utama), dan
batas kondisi.
 Membuat pohon kesalahan.
 Mengidentifikasi minimal cut sets.
 Analisis kualitatif pohon kesalahan.
 Analisis kuantitatif pohon kesalahan.
 Membuat laporan hasil analisis.
2.5.3 Batas Kondisi dalam Melakukan FTA
Dalam melakukan FTA, hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai
berikut [8]:
 Batas fisik suatu sistem (bagian-bagian mana saja dari sistem yang akan
dianalisis, dan bagian mana yang tidak dianalisis?)
 Kondisi awal (apa status operasional dari sistem ketika potensi kejadian
utama muncul?)
 Batas kondisi dari pengaruh eksternal (apa saja tipe pengaruh eksternal
yang harus dimasukkan dalam analisis? Contoh : gempa bumi,
pencahayaan, cuaca, dan lain-lain)
 Tingkat resolusi (seberapa detail analisis harus dilakukan?)
Universitas Bakrie
17
2.5.4 Pembuatan FTA
Hal pertama yang harus dilakukan dalam melakukan FTA adalah
mendefinisikan potensi kejadian utama seperti yang telah disebutkan
sebelumnya. Definisi dari potensi kejadian utama tersebut harus jelas dan
tidak boleh ambigu. Definisi tersebut harus menjawab what, where, when.
Kemudian harus ditentukan peristiwa dan kondisi apa saja yang
menyebabkan potensi kejadian utama. Setelah itu sub-event dihubungkan
dengan AND-gate atau OR-gate. Kemudian lanjutkan untuk mendapatkan
event dasar yang menyebabkan potensi kejadian utama.
Simbol-simbol yang digunakan dalam melakukan FTA digambarkan
pada Tabel 2.1 [8]:
Tabel 2. 1 Simbol dalam FTA
Logic Gates OR-gate OR-gate menunjukkan bahwa peristiwa
keluaran terjadi jika salah satu peristiwa
keluaran terjadi.
AND-gate AND-gate menunjukkan bahwa peristiwa
keluaran terjadi jika salah satu peristiwa input
terjadi.
Input
Events
(states)
Peristiwa dasar merupakan kegagalan peralatan
dasar yang tidak memerlukan pengembangan
lebih lanjut dari penyebab kegagalan.
Peristiwa berkembang merupakan suatu
peristiwa yang tidak diperiksa lebih lanjut
karena informasi tidak tersedia atau karena
konsekuensinya tidak signifikan.
Description
of state
Komentar persegi panjang adalah untuk
informasi tambahan.
Transfer
symbols
Simbol transfer-out menunjukkan bahwa
pohon kesalahan dikembangkan lebih lanjut
pada simbol transfer-in yang sesuai.
Universitas Bakrie
18
2.5.5 Penilaian Kualitatif FTA
Cut set dalam sebuah pohon kesalahan merupakan satu set atau
seperangkat peristiwa dasar yang secara simultan/bersamaan memastikan
munculnya potensi kejadian utama. Sebuah cut set dikatakan minimal jika
set tidak dapat dikurangi tanpa menghilangkan statusnya sebagai cut set.
Oleh karena itu, potensi kejadian utama akan terjadi jika semua peristiwa
dasar dalam minimal cut set terjadi pada waktu yang sama [8].
Penilaian kualitatif dilakukan dengan cara menginvestigasi minimal cut
sets. Diawali dengan mengurutkan cut sets. Kemudian dengan memberikan
peringkat berdasarkan pada tipe peristiwa dasar yang terlibat, contoh [8]:
 Kesalahan manusia (paling kritis).
 Kegagalan pada peralatan aktif.
 Kegagalan pada peralatan pasif.
Terakhir adalah dengan mencari “large” cut sets dengan dependent item.
Contoh penilaian kualitatif FTA dapat dilihat pada Tabel 2.2 [8].
Tabel 2. 2 Contoh Penilaian Kualitatif FTA
Rank Basic event 1 Basic event 2
1
2
3
4
5
6
Human error
Human error
Human error
Failure of active unit
Failure of active unit
Failure of active unit
Human error
Failure of active unit
Failure of passive unit
Failure of active unit
Failure of passive unit
Failure of passive unit
2.5.6 Kelebihan dan Kekurangan FTA
Penerapan FTA dalam aktualisasi di lapangan memiliki kelebihan dan
kekurangan, yaitu [8]:
1. Kelebihan
 Disiapkan dalam tahap awal desain dan detail dikembangkan lebih
lanjut secara bersamaan dengan pengembangan desain.
 Mengidentifikasi dan merekam jalur kesalahan logis secara
sistematis dari efek yang spesifik ke penyebab utama.
Universitas Bakrie
19
 Mudah dikonversi ke pengukuran probabilitas.
2. Kekurangan
 Dapat menyebabkan pohon kesalahan menjadi sangat besar jika
analisis diperdalam.
 Tergantung pada kemampuan menganalisis.
 Sulit diterapkan pada sistem dengan kesuksesan parsial.
 Biaya yang dibutuhkan untuk penerapan bisa mahal.
2.6 Failure Mode and Effect Analysis
2.6.1 Metode FMEA
Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) adalah sistem keandalan
dan keamanan teknik yang diciptakan pada tahun 1960 sebagai bagian dari
program US Minutman rocket untuk menemukan dan mengurangi masalah
desain yang tak terduga. FMEA merupakan sebuah teknik yang lebih
sederhana, modus kesalahan dari setiap komponen dalam sistem dicatat
dalam tabel, dan efek dari kesalahan tersebut didokumentasikan. Metode ini
merupakan metode yang sistematis, efektif, dan rinci, meskipun kadang-
kadang disebut sebagai metode yang memakan waktu berulang-ulang.
Berdasarkan kesimpulan sebelumnya [11], metode ini sangat efektif
dikarenakan setiap modus kegagalan pada setiap komponen diperiksa.
Penjelasan mengenai tabel FMEA adalah kolom satu mendeskripsikan
nama dari komponen yang diteliti, sementara kolom dua digunakan untuk
membuat daftar nomor dari identifikasi komponen (nomor komponen atau
nomor kode). Kolom satu dan kolom dua harus mengidentifikasi ulasan
komponen secara bersama-sama. Kolom tiga mendeskripsikan fungsi
komponen, sementara kolom empat mendeskripsikan prediksi modus
kegagalan. Kolom lima digunakan untuk mencatat penyebab yang diketahui
dari modus kegagalan jika berlaku. Akibat dari kegagalan pada sistem
dicatat dalam kolom enam. Fungsi kolom yang tersisa bervariasi, tergantung
pada banyak iterasi dari versi FMEA yang digunakan [11]. Contoh borang
pengisian FMEA tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1 [11].
Universitas Bakrie
20
Gambar 2.1 Contoh Borang Pengisian Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
Universitas Bakrie
21
Menurut Stephens, Lipol, dan kawan-kawan [12, 13] Terdapat 4 jenis
FMEA, yaitu:
1. Sistem FMEA
Jenis FMEA ini biasanya digunakan pada tahap pertama kali merancang
suatu sistem. Selain itu, sistem FMEA digunakan untuk menganalisis
sistem dan subsistem yang ada pada tahap konsep dan perancangan.
Sistem FMEA memfokuskan diri pada modus kesalahan atau kegagalan
yang potensial dan fungsi-fungsi suatu sistem yang disebabkan oleh
ketidakefisiensian sistem tersebut.
2. Perancangan FMEA
Setelah rancangan sistem telah ditentukan, perancangan FMEA akan
mengarahkan modus kesalahan kegagalan ke dalam tingkatan
komponen dan digunakan untuk menganalisis produk sebelum
digunakan proses manufaktur. Perancangan FMEA mempunyai titik
utama pada modus kegagalan yang disebabkan oleh ketidakefisian
dalam perancangan.
3. Proses FMEA
FMEA jenis ini akan menguji modus kegagalan dari setiap tahap proses
manufaktur maupun perakitan sebuah produk. Jenis ini tidak harus
selalu menguji secara detail modus kesalahan atau kegagalan dan
peralatan yang dipergunakan untuk proses manufaktur atau perakitan,
tetapi harus memperhatikan modus kegagalan yang berpengaruh secara
langsung terhadap kualitas, kekuatan, dan produk akhir yang dihasilkan.
4. Pelayanan FMEA
Jenis FMEA ini digunakan dalam berbagai cara. Pertama, untuk industri
jasa intensif seperti pertambangan, dimana biaya yang tinggi untuk
peralatan dan lingkungan kerja (operasi) yang keras membutuhkan
pendekatan disiplin yang keras dan tinggi untuk pelayanan. Kedua,
untuk melakukan pengujian modus kesalahan atau kegagalan dan
peralatan yang digunakan untuk proses manufaktur dan operasi
perakitan. Hal ini menyediakan suatu program pemeliharaan
Universitas Bakrie
22
pencegahan (preventive maintenance) yang seksama, terutama dimana
biaya langsung untuk perbaikan breakdown dapat diperkecil, tetapi
biaya tidak langsung yang diakibatkan berkurangnya produksi sedikit
lebih tinggi.
2.6.2 Menemukan Masalah dengan FMEA
Metode FMEA telah tumbuh populer selama bertahun-tahun dan telah
menjadi sebuah bagian yang penting dari banyak proses desain, terutama
dalam industri otomotif. Menurut Goble [11], hal ini dikarenakan FMEA
sudah terbukti dari waktu ke waktu menjadikan hal efektif dan berguna
meskipun ada sesuatu yang negatif dari metode ini. Selama melakukan
metode FMEA, terlihat jelas bahwa efek kegagalan merupakan masalah
serius yang sebelumnya belum ditemui. Ketika masalah-masalah yang
ditemukan tersebut cukup signifikan, tindakan korektif dicatat. Kemudian
desain tersebut ditingkatkan untuk mendeteksi, mencegah, atau mengontrol
masalah.
2.6.3 Evolusi Metode FMEA
Metode FMEA diperluas pada tahun 1970 untuk menyertakan peringkat
semi kuantitatif (nomor dari 1-10) untuk keparahan (severity), kejadian
(occurrence), dan deteksi (detection). Kemudian empat kolom ditambahkan
ke tabel. Tiga kolom berisi penilaian dan kolom ke empat berisi Risk
Priority Number (RPN) yang diperoleh melalui pengalian tiga angka.
Perluasan metode ini disebut Failure Modes, Effects and Criticality Analysis
(FMECA). Teknik FMEA diteruskan untuk dikembangkan selama bertahun-
tahun. Beberapa variasi metode FMEA akhir-akhir ini menggunakan metode
untuk proses dan juga desain. Sama seperti daftar komponen, setiap tahap
dalam proses di-list. Setiap tahap termasuk cara yang diantisipasi yang mana
cara tersebut bisa salah, setara dengan daftar modus kesalahan yang
diketahui dari setiap komponen. Jika daftar telah selasai, maka metode
tersebut juga disebut FMEA desain. Setelah dua perbedaan dasar FMEA
Universitas Bakrie
23
dibuat, FMEA desain disebut DFMEA, dan FMEA proses disebut PFMEA
di beberapa literature. Sama seperti FMEA desain, FMEA proses sudah
dibuktikan efektif dalam menemukan masalah-masalah yang tidak terduga
[11].
2.6.4 Langkah FMEA
FMEA digunakan sebagai metode kualitatif yang membantu untuk
mengidentifikasi titik kelemahan dari produk dan proses [14]. FMEA
mendukung sebuah struktur untuk mengidentifikasi dan memprioritaskan
modus kegagalan untuk perbaikan kualitas. FMEA juga merupakan cara
untuk meningkatkan keandalan sistem sebelum sesuatu terjadi, tetapi juga
bisa digunakan setelah suatu kejadian terjadi.
Sebelum memulai FMEA, sangat penting untuk menyelesaikan
beberapa pre-work untuk mengkonfirmasi kekuatan dan sejarah masa lalu
yang masuk ke dalam analisis. Dokumentasi dan prosedur untuk melakukan
FMEA dapat dilakukan dengan prosedur berikut [15].
A. Keparahan
Keparahan merupakan penilaian dari keseriusan atau tingkatan dari efek
yang dihasilkan oleh potensi modus kegagalan. Dalam hal ini kita harus
menentukan semua modus kegagalan berdasarkan fungsi dan efek
mereka. Contoh tabel untuk keparahan dapat dilihat pada Tabel 2.3
[15].
B. Kejadian
Kejadian merupakan kemungkinan suatu penyebab yang spesifik akan
muncul. Pada tahap ini, kita harus melihat penyebab dari kegagalan dan
seberapa banyak hal tersebut muncul. Kita juga dapat melihat produk
atau proses sejenis yang telah didokumentasikan untuk dapat
melakukan FMEA. Penyebab kegagalan dilihat sebagai kelemahan dari
desain. Sebagai contoh dapat dilihat pada Tabel 2.4 [15].
Universitas Bakrie
24
Tabel 2. 3 Contoh Keparahan
Rank Classification Example
10 Dangerously High Injury or death
9 Extremely High Regulatory non-compliance
8 Very High In-effective service or treatment
7 High High performance
dissatisfaction
6 Moderate Potentioal in-effectiveness
5 Low Consumer complaints
4 Very Low Lowered effectiveness
3 Minor A nuisance to the customer
2 Very Minor Not apparent; minor effect
1 None Not apparent; no effect
Tabel 2. 4 Contoh Kejadian
Rank Classification Example
10
9
Very High Inevitable failure
8
7
High Repeated failures
6
5
Moderate Occasional failures
4
3
Low Few failures
2
1
Remote Failure unlikely
C. Deteksi
Deteksi merupakan sebuah penilaian terhadap kemungkinan atau
probabilitas bahwa kontrol proses saat ini akan mendeteksi potensi
kelemahan atau modus kegagalan berikutnya sebelum modus kegagalan
komponen mempengaruhi operasi manufaktur atau lokasi perakitan.
Asumsikan kegagalan telah terjadi kemudian beri penilaian untuk
kemampuan kontrol proses saat ini untuk mencegah pengiriman
Universitas Bakrie
25
komponen yang memiliki cacat. Dengan kata lain dapat dikatakan
bahwa pendeteksian peringkat dilakukan berdasarkan pada pencegahan
modus kegagalan sebelum komponen atau produk sampai ke tangan
konsumen. Contoh dari pemberian peringkat pada urutan deteksi dapat
dilihat pada Tabel 2.5 [15].
Tabel 2.5 Contoh Deteksi
Detection Rank Criteria
Extremely Unlikely 10
No design technique available/
Controls will not detect
Very Low Likelihood 9
Unproven, unreliable design/ poor
chance for detection
Very Low Likelihood 8
Design controls have a poor chace of
detection
Low Likelihood 7
Design controls are likely to miss the
problem
Moderately Low Likelihood 6 Design controls may miss the problem
Medium likelihood 5
Design controls have an even chance
of working
Moderately High Likelihood 4
Design controls are moderately
effective
High Likelihood 3
Likely to be corrected/ high
probability of detection
Very High Likelihood 2
Can be corrected prior to design
release/ very high probability of
detection
Extremely Likely 1
Can be corrected prior to prototype/
controls will almost certainly detect
D. Risk Priority Numbers (RPN)
RPN merupakan indikator untuk menentukan tindakan yang tepat pada
modus kegagalan. RPN dihitung dengan mengalikan nilai keparahan,
kejadian, dan deteksi yang hasilnya merupakan skala dari 1 sampai
1000. Setelah menentukan angka keparahan, kejadian, dan deteksi, RPN
dapat dengan mudah dihitung dengan mengalikan ketiga angka tersebut,
yaitu :
Universitas Bakrie
26
(2.25)
Semakin kecil hasil RPN akan semakin bagus. RPN dapat dihitung
untuk proses keseluruhan dan/atau hanya untuk proses desain. Sekali
RPN dihitung, hal tersebut mempermudah untuk menentukan daerah
yang akan menjadi fokus. Kemudian setelah hasil RPN didapat,
penelitian lebih lanjut dapat difokuskan terhadap daerah yang menjadi
fokus utama untuk mendapatkan solusi dari modus kegagalan.
E. Prosedur FMEA
Secara umum dikenal dua macam FMEA, yaitu proses FMEA dan
perancangan FMEA. Penerapan FMEA dilakukan melalui suatu tim
yang dibentuk khusus untuk itu. Untuk proses manufaktur, biasanya
FMEA dilakukan untuk keseluruhan proses. Oleh karena itu, perlu
diadakan pembatasan tugas bagi masing-masing tim agar tidak terjadi
kegiatan yang saling tumpang tindih. Terdapat sepuluh langkah dalam
penerapan FMEA, yaitu [16]:
Langkah ke-1 : Peninjauan proses
Tim FMEA harus meninjau ulang peta proses bisnis atau bagan alir
yang ada untuk di analisis. Hal Ini perlu dilakukan untuk mendapatkan
kesalahan paham terhadap proses tersebut. Dengan menggunakan peta
atau bagan alir, seluruh anggota tim haruslah melakukan peninjauan
lapangan (process walk-through) untuk meningkatkan pemahaman
terhadap proses yang dianalisis. Bila peta proses atau bagan alir belum
ada maka tim harus menyusun peta proses atau bagan alir tersebut
sebelum memulai proses FMEA itu sendiri.
Universitas Bakrie
27
Langkah ke-2 : Brainstorming berbagai bentuk kemungkinan
kesalahan atau kegagalan proses
Setelah melakukan peninjauan lapangan terhadap proses yang akan
dianalisis maka setiap anggota tim akan melakukan brainstorming
terhadap kemungkinan kesalahan atau kegagalan yang dapat terjadi
dalam proses tersebut. Proses brainstorming ini dapat berlangsung lebih
dari satu kali untuk memperoleh satu daftar yang komperehensif
terhadap segala kemungkinan kesalahan yang dapat terjadi.
Hasil brainstorming ini kemudian dikelompokkan menjadi beberapa
penyebab kesalahan seperti manusia, mesin/peralatan, material, metode
kerja, dan lingkungan kerja. Cara lain untuk mengelompokkan adalah
menurut jenis kesalahan itu sendiri, misalnya kesalahan pada
proses pengelasan, kesalahan elektrik, kesalahan mekanis, dan lain-lain.
Pengelompokkan ini akan mempermudah proses analisis nantinya dan
untuk mengetahui dampak satu kesalahan yang mungkin menimbulkan
kesalahan yang lain.
Langkah ke-3 : Membuat daftar dampak tiap-tiap kesalahan
Setelah diketahui semua daftar kesalahan yang mungkin terjadi,
maka dimulai penyusunan dampak dari masing-masing kesalahan
tersebut. Untuk setiap kesalahan, dampak yang terjadi bisa hanya satu,
atau lebih dari satu. Jika lebih dari satu, maka semuanya harus
ditampilkan. Proses ini harus dilaksanakan dengan cermat dan teliti
karena apa yang terlewat dari proses ini tidak akan mendapatkan
perhatian untuk ditangani. Kriteria dampak, kemungkinan, dan deteksi
ini harus ditetapkan terlebih dahulu. Kriteria mula-mula secara
kualitatif dan kemudian dibuat secara kuantitatif. Apabila dapat
langsung dibuat secara kuantitatif akan lebih baik. Skala kriteria untuk
ketiga jenis penilaian ini juga harus sama, misalnya terbagi dalam skala
5 atau skala 10. Nilai 1 terendah dam nilai 5 atau 10 tertinggi. Penilaian
Universitas Bakrie
28
peringkat dari ketiga variabel yang dinilai dilakukan secara konsensus
dan disepakati oleh seluruh anggota tim.
Langkah ke-4 : Menilai tingkat dampak (severity) kesalahan
Penilaian terhadap tingkat dampak adalah perkiraan besarnya
dampak negatif yang diakibatkan apabila kesalahan terjadi. Bila pernah
terjadi maka penilaian akan lebih mudah, tetapi bila belum pernah maka
penilaian dilakukan berdasarkan perkiraan.
Langkah ke-5 : Menilai tingkat kemungkinan terjadinya (occurance)
kesalahan
Sama dengan langkah keempat, bila tersedia cukup data maka
dapat dihitung probabilitas atau frekuensi kemungkinan terjadinya
kesalahan tersebut. Bila tidak tersedia maka harus digunakan estimasi
yang didasarkan pada pendapat ahli (expert judgement) atau metode
lainnya.
Langkah ke-6 : Menilai tingkat kemungkinan deteksi dari tiap
kesalahan atau dampaknya
Penilaian yang diberikan menunjukkan seberapa jauh kita dapat
mendeteksi kemungkinan terjadinya kesalahan atau timbulnya dampak
dari suatu kesalahan. Hal ini dapat diukur dengan seberapa jauh
pengendalian atau indikator terhadap hal tersebut tersedia. Jika tidak
ada, maka nilainya rendah, tetapi jika indikator bagus maka nilainya
tinggi.
Langkah ke-7 : Hitung tingkat prioritas risiko (RPN) dari masing-
masing kesalahan dan dampaknya
Total nilai RPN ini dihitung untuk tiap-tiap kesalahan yang
mungkin terjadi. Jika proses tersebut terdiri dari kelompok-kelompok
tertentu, maka jumlah keseluruhan RPN pada kelompok tersebut dapat
Universitas Bakrie
29
menunjukkan seberapa serius kelompok proses tersebut jika suatu
kesalahan terjadi. Jadi, terdapat tingkat prioritas tertinggi untuk jenis
kesalahan dan jenis kelompok proses.
Langkah ke-8 : Urutkan prioritas kesalahan yang memerlukan
penanganan lanjut
Setelah dilakukan perhitungan RPN untuk masing-masing potensi
kesalahan, maka dapat disusun prioritas berdasarkan nilai RPN tersebut.
Apabila digunakan skala 10 untuk masing-masing variable maka nilai
tertinggi RPN adalah 1000. Bila digunakan skala 5, maka nilai tertinggi
adalah 125. Terhadap nilai RPN tersebut dapat dibuat klasifikasi tinggi,
sedang dan rendah atau ditentukan secara umum bahwa untuk nilai
RPN di atas 250 (cut-off points) harus dilakukan penanganan untuk
memperkecil kemungkinan terjadinya kesalahan dan dampaknya serta
pengendalian deteksinya. Penentuan klasifikasi atau nilai batas
penanganan ditentukan oleh kepala tim atau oleh manajemen sesuai
dengan jenis proses yang dianalisis.
Langkah ke-9 : Lakukan tindak mitigasi terhadap kesalahan tersebut
Idealnya semua kesalahan yang menimbulkan dampak tinggi harus
dihilangkan sepenuhnya. Penanganan dilakukan secara serentak untuk
ketiga aspek, yaitu meningkatkan kemampuan untuk mendeteksi
kesalahan, mengurangi dampak kesalahan bila terjadi. Salah satu contoh
untuk mendeteksi adanya kesalahan adalah adanya indikator panas pada
mesin mobil jika terjadi panas berlebih. Kesalahan ini dapat disebabkan
oleh berbagai hal: misalnya kipas radiator tidak bekerja, kebocoran pipa
air pendingin, pompa air radiator tidak bekerja, dan lain-lain.
Sedangkan cara untuk mencegah dampak kesalahan jika sudah terjadi
adalah dengan memasang kontak pemutus aliran listrik ke mesin,
sehingga mesin akan mati jika terjadi panas berlebih. Dengan demikian,
mesin tidak akan rusak karena panas berlebih berlanjut. Untuk
Universitas Bakrie
30
mengurangi terjadinya kesalahan, caranya adalah dengan menyusun
suatu prosedur pemeriksaan berkala terhadap semua peralatan tersebut,
yaitu: kipas radiator, pompa air radiator, pengisian air radiator dengan
cairan yang khusus untuk itu dan lain-lain.
Langkah ke-10 : Hitung ulang RPN yang tersisa untuk mengetahui
hasil dari tindak lindung yang dilakukan.
Segera setelah tindak lindung risiko dilaksanakan, harus dilakukan
pengukuran ulang atau perkiraan nilai deteksi, nilai dampak, dan nilai
kemungkinan timbulnya kesalahan. Setelah itu, dilakukan perhitungan
nilai tingkat prioritas risiko kesalahan tadi. Hasil tindak lindung tadi
harus menghasilkan penurunan nilai RPN yang cukup signifikan ke
tingkat yang cukup aman. Jika belum tercapai, maka tetap perlu
dilakukan tindak lindung lebih lanjut. Contohnya dengan menggunakan
ilustrasi pada langkah ke-9 terkait dengan panas berlebih. Berapa kira-
kira penurunan RPN jika dibandingkan dengan kondisi awal, yaitu
tanpa indikator panas dan tanpa pemutus otomatis untuk panas berlebih
setelah dilakukan tindakan perlindungan melalui pemasangan indikator
panas mesin serta pemutus otomatis untuk panas berlebih.
2.6. 5 Hubungan FMEA dan FTA
FMEA dan FTA merupakan dua alat analisis yang sering digunakan dan
memiliki hubungan dalam penerapannya. Hubungan keduanya digambarkan
pada Gambar 2.2 [15].
Universitas Bakrie
31
Gambar 2. 2 Hubungan FTA dan FMEA
Hubungan antara FTA dan FMEA berada pada hasil analisis dari FTA
yaitu faktor-faktor yang didapat dari FTA digunakan sebagai informasi
dasar untuk modus kegagalan pada FMEA. Informasi tersebut digunakan
untuk mengidentifikasi penyebab-penyebab kegagalan. Setelah itu,
pembuatan FMEA dilanjutkan ke tahap berikutnya.
2.7 Diagram Pareto
Setelah mengetahui RPN untuk setiap modus kegagalan, kemudian
diagram pareto digunakan untuk mengetahui modus kegagalan utama mesin.
Diagram pareto dimaksudkan untuk menemukan/mengetahui
problem/penyebab utama yang merupakan kunci dalam penyelesaian
permasalahan dan perbandingannya terhadap keseluruhan. Survei
menunjukkan bahwa lebih mudah melakukan perbaikan/penanggulangan.
Dengan menggunakan diagram pareto ini, kita dapat mengkonsentrasikan
arah penyelesaian masalah. Oleh karena itu, diagram pareto merupakan
langkah pertama untuk pelaksanaan perbaikan/penyelesaian masalah.
Aturan pareto digunakan untuk menentukan prioritas bagi pemecahan
suatu masalah. Aturan pareto berbunyi “Delapan puluh persen dari kesulitan
yang dialami disebabkan oleh dua puluh persen masalah” atau “Barang yang
memiliki nilai 80% dari nilai keseluruhan, hanya berjumlah 20% dari
jumlah keseluruhan”. Dengan kata lain, aturan tersebut menyatakan bahwa
tidak semua penyebab dari suatu fenomena tertentu terjadi dengan frekuensi
Fault Tree Analysis Failure Mode & Effect
Analysis
Universitas Bakrie
32
yang sama atau dengan dampak yang sama. Aturan Pareto juga sering
disebut sebagai aturan 80/20 [17].
Diagram Pareto merupakan suatu gambar yang mengurutkan klasifikasi
data dari kiri ke kanan menurut urutan peringkat tertinggi hingga terendah.
Hal ini dapat membantu menemukan permasalahan yang terpenting untuk
segera diselesaikan (peringkat tertinggi) sampai dengan yang tidak harus
segera diselesaikan (peringkat terendah).
Langah-langkah pembuatan diagram pareto :
 Mengumpulkan data yang akan dianalisis, misalnya dengan
menggunakan check sheet.
 Memasukkan total untuk masing –masing item yang dianalisis.
 Mengurutkan item mulai dari yang terbesar hingga terkecil.
 Menghitung total untuk seluruh item, dan membuat kumulatif total dan
persentase kumulatifnya.
 Menggambar diagram batang dengan sumbu x menunjukkan item yang
diamati dan sumbu y di sebelah kiri menunjukkan data apa yang
dibandingkan (frekuensi, biaya dan lain sebagainya), serta sumbu y di
sebelah kanan menunjukkan persentase (skala 0-100%). Penyusunan
diagram batang diurutkan menurut data terbesar hingga terkecil.
 Membuat kurva persentase kumulatif .
 Membuat penggolongan dengan pedoman awal - golongan A : 10 - 55%
- golongan B : 56 - 90% - golongan C : 91 – 100%.
Universitas Bakrie
33
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah mesin High Frequency Welding pada
produksi pembuatan pipa di salah satu plant milik PT Bakrie Pipe
Industries. Plant tersebut dapat memproduksi pipa dengan ukuran diameter
8 5/8 inci – 24 inci dengan ketebalan 4.8 mm – 15.9 mm untuk semua
spesifikasi pipa. Produk unggulan yang sering diproduksi di plant ini adalah
pipa dengan spesifikasi API (pipa untuk keperluan minyak dan gas) yang
berdiameter 16 – 24 inci.
3.2 Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan pola kualitatif dan kuantitatif. Pola
kuantitatif dilakukan dengan mengolah data-data yang ada melalui uji
distribusi, perhitungan parameter keandalan dan perhitungan nilai
keandalan. Sedangkan pola kualitatif dilakukan berdasarkan penelitian
lapangan, studi literatur dan wawancara. Pola kualitatif ini menggunakan
metode FMEA dan FTA. Kedua pola tersebut akan memberikan nilai
keandalan sesuai dengan fungsi mesin High Frequency welding.
Pengumpulan data dilakukan melalui studi lapangan dan wawancara seperti
yang tertuang pada diagram alir berikut.
3.3 Diagram Alir
Proses penelitian dilakukan secara terstruktur seperti yang ditunjukkan pada
diagram alir dalam Gambar 3.1 dengan uraian sebagai berikut:
Universitas Bakrie
34
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
1. Distribusi Weibull
2. Distribusi Eksponential
3. Distribusi Normal
4. Distribusi Lognormal
Universitas Bakrie
35
 Studi Pendahuluan
Penelitian diawali dengan melakukan studi pendahuluan. Studi ini
dilakukan untuk mengetahui masalah apa yang akan dibahas serta
perbaikan apa yang harus diberikan setelah melihat proses produksi
pipa. Setelah menemui masalah, tujuan penelitian ditentukan untuk
mengetahui arah penelitian serta mendapatkan solusi yang tepat. Studi
pendahuluan terdiri dari studi literatur, studi lapangan, dan wawancara.
a. Studi Literatur
Suatu penelitian harus didasari dengan landasan teori yang kuat
terkait masalah yang diteliti, sehingga apa yang dilakukan dapat
dipertanggungjawabkan. Studi literatur digunakan sebagai landasan
teori penelitian yang diperoleh dari buku referensi, jurnal, website,
penelitian terdahulu, dan lain-lain.
b. Studi Lapangan
Studi lapangan dilakuan untuk mengetahui keadaan yang
sebenarnya terjadi di lapangan. Studi ini dilakukan dengan cara
mengamati kegiatan di lapangan khususnya kegiatan produksi. Dari
studi lapangan yang dilakukan dapat diketahui permasalahan apa
yang terjadi di lapangan.
c. Wawancara
Wawancara dilakukan terhadap karyawan PT Bakrie Pipe
industries yang terkait dengan pokok permasalahan yang
ditemukan pada mesin HFW plant KT 24. Wawancara ini
dilakukan untuk menggali informasi mengenai keandalan yang
ditemukan di lapangan melalui supervisor, manajer, dan operator.
 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan ketika melakukan studi lapangan.
Jenis data yang dikumpulkan, yaitu data primer dan data sekunder.
a. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara mengamati
langsung ke plant produksi dan melakukan wawancara terhadap
karyawan yang terlibat langsung secara operasional. Data yang
Universitas Bakrie
36
diperoleh antara lain: data alur proses produksi, cara kerja mesin,
dan sebagainya.
b. Data sekunder yang didapatkan adalah data arsip perusahaan
seperti data dokumentasi dari perusahaan dan data dari hasil
penelitian sebelumnya yang dilakukan di perusahaan tersebut. Data
yang dibutuhkan untuk penelitian ini, yaitu data mengenai lamanya
mesin beroperasi, data mengenai waktu downtime produksi, data
mengenai frekuensi breakdown yang terjadi pada mesin, data
mengenai kegiatan pemeliharaan yang telah dilakukan perusahaan,
data waktu untuk perbaikan yang dilakukan, data ideal cycle time
dan actual cycle time, dan data mengenai jumlah produksi.
 Uji Distribusi
Setelah data yang dibutuhkan terkumpul, uji distribusi dilakukan
terhadap waktu perbaikan, waktu antar perbaikan, dan frekuensi
kerusakan mesin dengan menggunakan piranti lunak Minitab. Hasil dari
uji distribusi tersebut berupa grafik yang menggambarkan keterkaitan
sampel dengan populasi data. Jika data untuk uji distribusi sudah layak,
maka pengolahan data dilakukan ke tahap berikutnya.
 Perhitungan Parameter MTTR dan MTBF
Perhitungan parameter MTTR dan MTBF dilakukan menggunakan
piranti lunak Minitab. Untuk parameter MTBF menggunakan input
waktu mesin HFW berfungsi tanpa adanya breakdown. Sedangkan
untuk parameter MTTR menggunakan input waktu breakdown mesin
HFW. Grafik hasil uji distribusi akan menghasilkan nilai Anderson
Darling (menyatakan apakah uji statistik data sampel yang diberikan
diambil dari distribusi probabilitas tertentu) untuk setiap distribusi
(Weibull, Lognormal, Exponential, dan Normal). Distribusi dengan nilai
Anderson Darling terkecil menjadi acuan untuk nilai MTTR dan
MTBF.
Universitas Bakrie
37
 Perhitungan Nilai Keandalan
Nilai keandalan dihitung berdasarkan rumus pada distribusi yang
sesuai. Penentuan distribusi mana yang dilakukan dengan melihat nilai
Anderson Darling yang paling kecil pada setiap distribusi data waktu
operasi berdasarkan parameter MTTR dan MTBF.
 Analisis FTA dan FMEA
Analisis FTA dilakukan berdasarkan pengolahan data secara
kualitatif. Data yang digunakan untuk membuat pohon kegagalan
diperoleh berdasarkan studi pendahuluan, terutama wawancara para ahli
di lapangan.
Analisis FTA bertujuan untuk mendapatkan peristiwa dasar yang
menjadi akar dari masalah utama. Berdasarkan alur hubungan FTA dan
FMEA seperti yang terlihat pada Gambar 3.2, hasil akhir yang didapat
dari FTA akan menjadi informasi dalam tahapan FMEA pada kolom
penyebab kegagalan mesin HFW. Selanjutnya dari informasi yang
didapat dari FTA akan dicari nilai severity (keparahan), occurrence
(kejadian), dan detection (deteksi) untuk menghitung RPN (Risk
Priority Number). Dari nilai RPN tersebut akan diperoleh komponen
dengan modus kegagalan kritis yang akan menjadi prioritas masalah
pada mesin High Frequency Welding. Setelah itu, solusi kegiatan
diusulkan terhadap modus kegagalan utama sebagai prioritas masalah.
 Kesimpulan dan Saran
Setelah melakukan analisis pemecahan masalah, tahap akhir yang
perlu dilakukan adalah menyimpulkan secara garis besar hasil dari
penelitian yang tentunya menjawab tujuan dari penelitian itu sendiri.
Dari kesimpulan tersebut, beberapa saran dan masukan sangat
diperlukan baik untuk perusahaan maupun untuk penelitian selanjutnya.
Universitas Bakrie
38
Gambar 3. 2 Diagram Alir Hubungan FTA dan FMEA
Mesin High Frequency Welding
Universitas Bakrie
39
BAB 4
PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS
4.1 Proses Produksi Plant KT 24
Proses produksi pipa di plant KT 24 PT Bakrie Pipe Industries
menggunakan proses produksi continuous dimana jika salah satu mesin
berhenti beroperasi, mesin lain juga berhenti dan proses produksi tidak
dapat berjalan. Proses produksi seperti ini disebut sebagai sistem seri.
Proses produksi pada plant KT 24 dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4. 1 Proses Produksi Plant KT 24
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, proses pengelasan (welding)
sering mengalami permasalahan. Hal ini merupakan hambatan (constraint)
bagi pelaksanaan produksi secara keseluruhan. Dibandingkan dengan proses
lainnya ditinjau berdasarkan waktu breakdown, proses pengelasan
merupakan proses yang paling lama mengalami breakdown. Analisis lebih
lanjut mengenai breakdown pada mesin HFW akan dibahas pada bagian
Fault Tree Analysis (FTA).
4.1.1 Proses Welding (Pengelasan)
Pengelasan merupakan salah satu proses yang penting dalam
manufaktur pipa. Proses pengelasan yang menggunakan Electrical
Resistance Welding (ERW) berfungsi untuk menyatukan kedua “ujung”
Universitas Bakrie
40
pipa yang telah melalui proses pembentukan untuk menempelkan sisi yang
satu dengan yang lainnya, sehingga membentuk inner bead dan outer bead.
Mesin las ini bekerja pada pipa yang bergerak dengan kecepatan konstan.
Proses High Frequency Welding (HFW) bertujuan untuk membuat pipa dari
gulungan coil baja tanpa pembakaran metal pengisi serta berbagai
masalah/cacat yang yang terjadi pada proses ini.
Cara kerja mesin HFW dimulai dengan power supply pada mesin
tersebut difungsikan ke rectifier untuk mengubah arus AC menjadi DC.
Kemudian inverter juga difungsikan untuk mengubah arus DC menjadi AC
yang lebih besar. Kemudian ke tahap loading coil untuk proses pengeluaran
frekuensi yang lebih tinggi. Proses pengelasan pipa di plant KT 24 dimulai
setelah proses pembentukan pipa. Pipa yang sudah mulai terbentuk,
kemudian mulai masuk ketahap pengelasan dua bibir pipa agar coil yang
sudah mulai berbentuk pipa dapat membentuk pipa dengan sempurna. Dua
bibir pipa tersebut dilas menggunakan panas yang dihantarkan melalu unit
head welding menggunakan contact shoe ke contact tip. Panas yang
dihantarkan tersebut difokuskan ke arah dua bibir pipa dimulai dari jarak
apec dengan bantuan carbon ferrite yang terdapat di dalam pipa tersebut.
Kemudian bibir pipa tersebut ditekan menggunakan squeeze agar kedua
bibir pipa menyatu dan terbentuklah pipa. Gambaran bentuk mesin dapat
dilihat pada Gambar 4.2.
Pada proses pengelasan ini, bentuk pipa masih belum bulat sempurna
dan bahan setelah pengelasan (inner bead dan outer bead) masih nampak.
Hasil pengelasan pun belum mulus, dan pipa masih harus diproses ke tahap
berikutnya untuk mendapatkan hasil pipa yang sempurna. Kemudian,
analisis lebih lanjut mengenai komponen mesin las yang menjadi masalah
pada mesin ini akan dibahas pada bagian Failure Mode and Effect Analysis
(FMEA).
Universitas Bakrie
41
Gambar 4. 2 Mesin High Frequency Welding
4.2 Data Operasi Mesin High Frequency Welding
Data operasi pada mesin High Frequency Welding yang digunakan
adalah periode waktu Januari 2014 sampai dengan Desember 2014. Data
operasi yang digunakan adalah data waktu operasi, waktu perbaikan, dan
jumlah atau frekuensi kerusakan. Data-data tersebut dapat dilihat pada Tabel
4.1. Data operasi yang disajikan merupakan data yang diolah berdasarkan
data mentah yang diperoleh dari perusahaan. Data-data tersebut akan
digunakan sebagai input untuk menghitung parameter MTTR dan MTBF
menggunakan piranti lunak Minitab.
Jarak
apec Unit
welding
head
Pipa
setelah
dilas
Pipa
sebelum
dilas
Universitas Bakrie
42
Tabel 4. 1 Data Waktu perbaikan Mesin HFW Tahun 2014
Bulan
Waktu
Operasi
(Jam)
Waktu
Perbaikan(Jam)
Frekuensi
Januari 141.83 2.50 8
Februari 58.33 0.50 2
Maret 86.17 24.33 16
April 99.33 5.33 8
Mei 116.67 1.83 4
Juni 69.50 2.33 6
Juli 60.50 3.83 4
Agustus 86.67 1.00 2
September 58.83 2.00 5
Oktober 166.83 24.33 32
November 78.83 1.83 6
Desember 164.33 10.83 19
Total 1193.98 80.67 112
4.3 Pengolahan Data
4.3.1 Uji Distribusi
Uji distribusi dalam pengolahan data ini dilakukan untuk parameter
reliabilitas, yaitu MTBF dan MTTR.
A. Mean Time Between Failure (MTBF)
Berdasarkan perhitungan Mean Time Between Failure (MTBF)
diperoleh kesesuaian ketepatan data (Goodness of Fit Test Data) seperti
yang tercantum pada Tabel 4.2, yaitu distribusi weibull dengan nilai
Anderson Darling 6.59, distribusi lognormal dengan nilai Anderson
Darling 5.86, distribusi exponential dengan nilai Anderson Darling
12.96, dan distribusi normal dengan nilai Anderson Darling 9.4.
Berdasarkan nilai tersebut, dapat ditentukan bahwa distribusi yang
paling cocok untuk nilai MTBF adalah distribusi lognormal dengan
nilai Anderson Darling 5.86 dimana nilai tersebut merupakan nilai
Anderson Darling terkecil diatara nilai pada distribusi yang lain.
Universitas Bakrie
43
Tabel 4. 2 Kesesuaian Ketepatan Data MTBF Mesin HFW
Distribution Anderson-Darling
Weibull 6.59
Lognormal 5.86
Exponential 12.96
Normal 9.4
Setelah melakukan distribution ID plot, nilai MTBF keluar secara
otomatis pada piranti lunak Minitab. Nilai MTBF yang diperoleh untuk
mesin High Frequency Welding adalah 10.39 jam untuk distribusi
lognormal seperti pada Tabel 4.3.
Tabel 4. 3 Nilai MTBF untuk Setiap Jenis Distribusi
Distribution Mean
Weibull 10.73
Lognormal 10.39
Exponential 10.61
Normal 10.61
Sedangkan untuk hasil grafik atau plot data yang dilakukan untuk
nilai MTBF terlihat pada Gambar 4.3. Hasil grafik atau plot data
tersebut menggambarkan variasi data masing-masing distribusi (Weibul,
Lognormal, Exponential, dan Normal). Terlihat pada grafik tersebut
bahwa variasi data sampel adalah linier. Semakin variasi data sampel
mendekati linier, maka variasi data tersebut semakin kecil, sehingga
diartikan bahwa sampel dan populasi hampir sama. Semakin plot pada
gambar mendekati linier, maka nilai Anderson Darling akan semakin
kecil. Grafik tersebut membuktikan nilai Aderson Darling pada
distribusi lognormal memiliki nilai paling kecil dikarenakan pada grafik
tersebut distribusi lognormal miliki variasi data sampel yang paling
mendekati linier.
Universitas Bakrie
44
Gambar 4. 3 Hasil Distribution ID Plot MTBF
Universitas Bakrie
45
B. Mean Time to Repair (MTTR)
Berdasarkan perhitungan Mean Time to Repair (MTTR) diperoleh
kesesuaian ketepatan data (Goodness of Fit Test Data) seperti yang
tercantum pada Tabel 4.4, yaitu distribusi weibull dengan nilai
Anderson Darling 5.15, distribusi lognormal dengan nilai Anderson
Darling 3.28, distribusi exponential dengan nilai Anderson Darling 5.4,
dan distribusi normal dengan nilai Anderson Darling 13.48.
Berdasarkan nilai tersebut, dapat ditentukan bahwa distribusi yang
paling cocok untuk nilai MTTR adalah distribusi lognormal dengan
nilai Anderson Darling 3.28 dimana nilai tersebut merupakan nilai
Anderson Darling terkecil diatara nilai pada distribusi yang lain.
Tabel 4. 4 Kesesuaian Ketepatan Data MTTR Mesin HFW
Distribution Anderson-Darling
Weibull 5.15
Lognormal 3.28
Exponential 5.4
Normal 13.48
Setelah melakukan Distribution ID Plot, nilai MTTR keluar secara
otomatis pada piranti lunak Minitab. Nilai MTTR yang diperoleh untuk
mesin High Frequency Welding adalah 1.01 jam untuk distribusi
lognormal seperti pada Tabel 4.5.
Tabel 4. 5 Nilai MTTR untuk Setiap Jenis Distribusi
Distribution Mean
Weibull 1.07
Lognormal 1.01
Exponential 1.07
Normal 1.07
Sedangkan untuk hasil grafik atau plot data yang diperoleh untuk
nilai MTTR dapat dilihat pada Gambar 4.4. Sama seperti yang telah
Universitas Bakrie
46
Gambar 4. 4 Hasil Distribution ID Plot MTTR
Universitas Bakrie
47
dijelaskan untuk hasil distribution ID plot MTBF, hasil grafik atau plot data
MTTR menggambarkan variasi data masing-masing distribusi (Weibul,
Lognormal, Exponential, dan Normal). Semakin plot data mendekati linier,
maka variasi data tersebut semakin kecil, sehingga diartikan bahwa sampel
dan populasi hampir sama. Semakin plot pada gambar mendekati linier,
maka nilai Anderson Darling akan semakin kecil. Grafik tersebut
membuktikan nilai Anderson Darling pada distribusi lognormal memiliki
nilai paling kecil dikarenakan pada grafik tersebut distribusi lognormal
miliki variasi data sampel yang paling mendekati linier.
4.3.2 Perhitungan Nilai Keandalan High Frequency Welding
Dari uji distribusi di atas, diketahui bahwa distribusi dari MTBF dan
MTTR High Frequency Welding adalah lognormal distribution, sehingga
nilai keandalan dihitung mengikuti persamaan lognormal dengan parameter
µ (mean) dan σ (standard deviation). Perhitungan nilai keandalan
menggunakan persamaan 2.21. Perhitungan tersebut dimulai dengan
mencari nilai µ dan σ.
Tabel 4. 6 Data Perhitungan TTF untuk σ
Bulan TTF TTF^2 TTF^2*F
Januari 17.729 314.309 2514.469
Februari 29.165 850.597 1701.194
Maret 5.386 29.005 464.079
April 12.416 154.163 1233.306
Mei 29.168 850.743 3402.972
Juni 11.583 134.174 805.042
Juli 15.125 228.766 915.063
Agustus 43.335 1877.922 3755.844
September 11.766 138.439 692.194
Oktober 5.213 27.180 869.758
November 13.138 172.616 1035.695
Desember 8.649 74.804 1421.282
Total 202.673 4852.717 18810.897
Universitas Bakrie
48
Nilai µ merupakan nilai MTBF yang didapat dari Tabel 4.3, sehingga
nilai µ sebesar 10.39 jam. Sedangkan nilai σ dapat dihitung menggunakan
persamaan 2.23 dengan menggunakan data Time to Failure (TTF) yang
tertera pada Tabel 4.6. Kolom TTF merupakan nilai TTF untuk periode
setiap bulan, kolom TTF^2 merupakan hasil kuadrat nilai TTF setiap bulan,
kemudian untuk kolom TTF^2*F merupakan hasil perkalian dari kuadrat
TTF dengan frekuensi. Pada perhitungan nilai σ, n merupakan frekuensi
mesin HFW dalam periode waktu satu tahun seperti yang tertera pada Tabel
4.1.
√
∑ (∑ )
( )
( )
√
( ) ( )
( )
√
Sehingga dari nilai dapat dihitung nilai Z yang akan digunakan dalam
perhitungan reliabilitas, yaitu :
( ) (
( )
), ( )
(
( )
) ( )
Z = (
( )
)
Dengan demikian nilai reliabilitas mesin HFW untuk t dalam kurun waktu
satu tahun adalah:
( ) ( )
Universitas Bakrie
49
Berdasarkan perhitungan di atas, maka nilai reliabilitas untuk kurun waktu
satu tahun adalah 0.54 dengan rentan probabilitas adalah 0 – 1.
Tabel 4. 7 Keandalan Mesin HFW
t (bulan) t (jam) Z R(t)
1/31 24 -0.55924 0.71200
1 744 -0.29284 0.61518
2 1416 -0.24292 0.59597
3 2160 -0.21016 0.58323
4 2880 -0.18784 0.57450
5 3624 -0.17001 0.56750
6 4344 -0.15596 0.56197
7 5088 -0.14369 0.55713
8 5832 -0.13311 0.55294
9 6552 -0.12407 0.54937
10 7296 -0.11573 0.54607
11 8016 -0.10843 0.54317
12 8760 -0.10154 0.54044
Mengacu pada Tabel 4.7, perhitungan nilai keandalan pada penelitian
ini dihitung dengan kelipatan bulan dalam waktu satu tahun. Untuk
menghitung nilai reliabilitas tersebut dibutuhkan nilai Z untuk setiap
reliabilitas dalam periode (t) yang akan dihitung karena nilai Z bergantung
pada t (periode waktu) reliabilitas yang akan dihitung.
4.3.3 Fault Tree Analysis (FTA) High Frequency Welding
Berdasarkan nilai keandalan mesin HFW yang telah diperoleh dari hasil
pengolahan data, menunjukkan bahwa tingkat keandalan dari mesin masih
sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh besarnya waktu breakdown yang
terjadi pada mesin HFW seperti yang terlihat pada Gambar 4.5 yang
menunjukkan bahwa mesin HFW memiliki waktu breakdown paling lama,
yaitu 80.67 jam pada tahun 2014. Sedangkan mesin Finishing memiliki
waktu breakdown 52.5 jam, mesin Electrical Cut-Off memiliki waktu
Universitas Bakrie
50
breakdown 50.3 jam, mesin Mechanical Cut-Off memiliki waktu breakdown
47.3 jam, Annealing memiliki waktu breakdown 39.5 jam, dan Jointing
memiliki waktu breakdown 38.83 jam. Sehingga berdasarkan data waktu
breakdown pada Gambar 4.5, masalah pada mesin HFW merupakan top
level event (potensi kejadian utama) pada FTA.
Gambar 4. 5 Diagram Pareto Waktu Breakdown KT-24
Setelah menemukan potensi kejadian utama, maka langkah selanjutnya
adalah pembuatan pohon kesalahan untuk masalah pada mesin HFW. Pohon
kelasahan secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 4.6. Berdasarkan
pohon kesalahan tersebut, dapat diketahui bahwa penyebab terjadinya
breakdown pada mesin HFW yang terbagi ke dalam dua bentuk yaitu
mekanis/mesin dan elektrik, yaitu:
 Heat exchanger kotor (mekanis)
 Silinder contact press bocor (mekanis)
 Sistem pendingin tidak optimal (mekanis)
 Selang stasiun pemanas terlepas (mekanis)
 Material coil tidak rata (mekanis)
 Daya pada unit head welding terlalu tinggi (elektrik)
 Life time pada recorder (elektrik)
80.667
52.500 50.333
47.333
39.500 38.833
0.000
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
80.000
90.000
HF Problem Finishing
Equipment
problem
Electrical
Cutt off
Problem
Mechanical
Cutt Off
Problem
Annealer
problem
Jointing
Problem
Universitas Bakrie
51
Gambar 4. 6 Fault Tree Analysis Mesin High Frequency Welding
Universitas Bakrie
52
4.3.4 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
Dengan menggunakan metode fault tree analysis (FTA), maka FMEA
merupakan metode yang digunakan untuk melihat masalah mana yang
paling dominan dan harus menjadi fokus dalam perbaikan dan
pemeliharaan. Berdasarkan pohon kegagalan, didapat informasi yang akan
digunakan dalam pembuatan tabel FMEA.
Sebelum melakukan penilaian severity (keparahan), occurrence
(kejadian), dan detection (deteksi) untuk mengetahui nilai RPN setiap
masalah, terlebih dahulu dilakukan identifikasi untuk potensi modus
kegagalan mesin High Frequency Welding. Melalui identifikasi yang
dilakukan, didapatkan potensi modus kegagalan seperti pada Tabel 4.8
yaitu:
Tabel 4. 8 Tabel Potensi Modus Kegagalan
No. Potensi Modus Kegagalan
1 HFW alarm
2 Alarm PMGI mesin
3 Alarm fuse inverter
4 HF trip
5 HFW alarm PMGI modul
6 Recorder problem
 HFW alarm merupakan masalah yang ditandai oleh alarm, dimana
alarm tersebut akan memberikan indikator berupa lampu LED ketika
tekanan air pada system thermist block panel tidak ada.
 Alarm PMGI mesin adalah pada saat pengujian operasi mesin, alarm
tersebut tidak memberikan indikator apapun yang menandakan mesin
tersebut bermasalah. Namun, masalah terjadi pada saat operasi aktual
berlangsung.
 Alarm fuse inverter merupakan masalah yang terjadi pada fuse inverter
(pemutus sekering), sehingga alarm memberikan indikator.
 HFW trip disini memiliki arti bahwa mesin HFW berhenti beroperasi
akibat terjadinya sentuhan antara contact tip dengan pipa.
Universitas Bakrie
53
 High Frequency Welding alarm PMGI modul merupakan masalah
pada card HMGD.
 Recorder Problem merupakan masalah yang terjadi pada recorder
pembuat grafik hasil pengelasan
Informasi yang digunakan untuk mengidentifikasi modus kegagalan
adalah dengan menggunakan data detail activity breakdown selama satu
tahun dan juga berdasarkan informasi dari FTA. Selain itu, penulis juga
melakukan penelitian empiris serta wawancara terhadap ahli divisi
pemeliharaan dan produksi untuk mengetahui detail kejadian tersebut.
a. Severity (keparahan)
Setelah mengetahui modus kegagalan pada mesin High Frequency
Welding, langkah berikutnya adalah mengidentifikasi potensi efek
kegagalan. Berdasarkan potensi efek kegagalan ini, kemudian akan
dilakuakan penilaian keparahan untuk masing-masing potensi efek
kegagalan berdasarkan perkiraan dampak negatif yang dihasilkan dari
modus kegagalan dan diukur berdasarkan data waktu kerusakan yang
dialami oleh setiap potensi efek kegagalan. Penilaian keparahan untuk
potensi efek kegagalan dapat dilihat pada Tabel 4.9 di bawah ini.
Tabel 4. 9 Nilai Severity Potensi Efek Kegagalan
No Potensi Efek Kegagalan
Waktu
kegagalan (jam)
Severity
1
Tekanan air pada system thermist block
panel tidak ada
14 10
2
Cylinder contact press sudah kurang
fleksibel
11.33 8
3
Penggantian kapasitor dan resistor untuk
kontaktor 4K2 & 4K3
6.83 5
4 Tip pada contact shoe lepas 7.67 5
5 Pipa high low 0.17 1
6 Card HMGD rusak 10.83 8
7 Recorder mati total 3.83 3
Universitas Bakrie
54
Skala yang digunakan dalam penilaian keparahan adalah skala 1-
10, skala 1 merupakan nilai keparahan paling kecil, sedangkan skala 10
merupakan skala keparahan paling besar. Berdasarkan Tabel 4.9, dapat
diketahui bahwa potensi efek kegagalan tekanan air pada system
thermist block panel tidak ada memiliki nilai keparahan paling tinggi
yaitu 10 dengan waktu kegagalan 14 jam. Potensi efek kegagalan
cylinder contact press sudah kurang fleksibel memiliki nilai keparahan
8 dengan waktu kegagalan 11.3 jam. Potensi efek kegagalan
penggantian kapasitor dan resistor untuk kontaktor 4K2 & 4K3
memiliki nilai keparahan 5 dengan waktu kegagalan 6.83 jam. Potensi
efek kegagalan tip pada contact shoe lepas memiliki nilai keparahan 5
dengan waktu kegagalan 7.67 jam. Potensi efek kegagalan pipa high
low memiliki nilai keparahan 1 dengan waktu kegagalan 0.167 jam.
Potensi efek kegagalan card HMGD rusak memiliki nilai keparahan 8
dengan waktu kegagalan 10.83 jam. Potensi efek kegagalan Recorder
mati total memiliki nilai keparahan 3 dengan waktu kegagalan 3.83 jam.
b. Occurrence (kejadian)
Penilaian kejadian dilihat melalui seberapa sering atau berapa kali
(frekuensi) penyebab kegagalan tersebut muncul. Penilaian kejadian
untuk penyebab kegagalan dapat dilihat pada Tabel 4.10.
Tabel 4. 10 Nilai Occurrence Penyebab Kegagalan
No. Penyebab Kegagalan Frekuensi Occurrence
1 Heat exchanger kotor 2 2
2 Cylinder contact press bocor 3 3
3 Sistem pendingin tidak optimal 2 2
4 Selang heating station terlepas 4 4
5 Material coil / material chamber 4 4
6
Power pada unit welding head
terlalu tinggi
3 3
7 Life time 3 3
Universitas Bakrie
55
Skala yang digunakan dalam penilaian kejadian adalah 1-10. Skala
1 memiliki arti penyebab kegagalan tersebut sangat jarang terjadi,
sedangkan untuk skala 10 memiliki arti penyebab kegagalan tersebut
sangat sering terjadi. Berdasarkan Tabel 4.10 dapat diketahui bahwa
heat exchanger kotor memiliki frekuensi kegagalan 2 dengan nilai
kejadian 2. Cylinder contact press bocor memiliki frekuensi kegagalan
3 dengan nilai kejadian 3. Sistem pendingin tidak optimal memiliki
frekuensi kegagalan 2 dengan nilai kejadian 2. Selang heating station
terlepas memiliki frekuensi kegagalan 4 dengan nilai kejadian 4.
Material coil/material chamber memiliki frekuensi kegagalan 4 dengan
nilai kejadian 4. Power pada unit welding head terlalu tinggi memiliki
frekuensi kegagalan 3 dengan nilai kejadian 3. Life time pada recorder
memiliki frekuensi kegagalan 3 dengan nilai kejadian 3.
c. Detection (deteksi)
Penilaian deteksi dalam FMEA bertujuan untuk mengetahui
kemungkinan kontrol proses yang dilakukan akan mendeteksi modus
kegagalan berikutnya, sehingga penilaian dilakukan pada kemampuan
mengontrol proses untuk mencegah terjadinya mesin berhenti berfungsi
atau mesin breakdown. Dengan kata lain, pendeteksi peringkat
dilakukan berdasarkan pada pencegahan modus kegagalan. Hasil
penilaian deteksi untuk mesin High Frequency Welding terlihat pada
Tabel 4.11.
Skala yang digunakan untuk menilai deteksi adalah skala 2-10,
skala 10 menunjukkan ”sangat tidak efektif”, skala 8 menunjukkan
“tidak efektif”, skala 6 menunjukkan “efektif”, skala 4 menunjukkan
“sangat efektif”, dan skala 2 menunjukkan “sangat efektif sekali”.
Berdasarkan Tabel 4.11 dapat diketahui bahwa proses kontrol yang
memiliki penilaian sangat tidak efektif hanya terdapat pada potensi
modus kegagalan recorder problem. Proses kontrol yang memiliki
penilaian efektif adalah potensi modus kegagalan HFW trip dan HFW
Universitas Bakrie
56
alarm PMGI modul. Untuk proses kontrol yang memiliki penilaian
sangat efektif adalah potensi modus kegagalan HFW alarm, alarm
PMGI mesin, dan alarm fuse inverter. Sedangkan untuk proses kontrol
yang memiliki penilaian sangat efektif sekali tidak ada.
Tabel 4. 11 Nilai Detection Proses Kontrol
No.
Potensi
Modus
Kegagalan
Proses Kontrol Saat Ini
Tingkat
Keefektifan
Detecti
on
1 HFW alarm
Mengontrol pressure gauge
(standar tekanan)untuk
menentukan standar tekanan
air
Sangat efektif 4
2
Alarm PMGI
mesin
Mengontrol pressure gauge
pada saat mesin berjalan
Sangat efektif 4
3
Alarm fuse
inverter
Mengontrol pressure gauge
pada saat mesin berjalan
Sangat efektif 4
4 HFW trip
Pengecekan penjepit selang
setiap proses jointing
Efektif 6
5
HFW alarm
PMGI modul
Mengukur nilai IGBT
inverter HFW (untuk
mengetahui card rusak atau
tidak)
Efektif 6
6
Recorder
problem
Tidak ada kontrol/pendeteksi
Sangat tidak
efektif
10
d. Risk Priority Number (RPN)
Seteleh nilai severity (keparahan), occurrence (kejadian), dan
detection (deteksi) diketahui untuk masing-masing potensi modus
kegagalan, RPN dari setiap modus kegagalan dapat dihitung dengan
persamaan 2.25 :
Berdasarkan nilai minimal dan maksimal keparahan, kejadian, dan
deteksi, diketahui bahwa nilai minimum RPN adalah 1 dan nilai
maksimal RPN adalah 1000. Nilai tersebut menjadi batas nilai RPN pada
Universitas Bakrie
57
penelitian ini. Dengan demikian nilai RPN dari setiap modus kegagalan
adalah:
1. HFW alarm: memiliki nilai keparahan 10, nilai kejadian 2, dan nilai
deteksi 4. Sehingga nilai RPN HFW alarm adalah 80.
2. Alarm PMGI mesin: memiliki nilai keparahan 8, nilai kejadian 3, dan
nilai deteksi 4. Sehingga nilai RPN alarm PMGI mesin adalah 96.
3. Alarm fuse inverter: memiliki nilai keparahan 5, nilai kejadian 2, dan
nilai deteksi 4. Sehingga nilai RPN alarm fuse inverter adalah 40.
4. HFW trip: memiliki nilai keparahan 5, nilai kejadian 4, dan nilai
deteksi 6 untuk potensi efek kegagalan tip pada contact shoe lepas.
Sehingga nilai RPN HFW trip untuk potensi efek kegagalan tip pada
contact shoe lepas adalah 120. Sedangkan untuk potensi efek
kegagalan pipa high low memiliki nilai keparahan 1, nilai kejadian 4,
dan nilai deteksi 6. Sehingga nilai RPN alarm RPN HFW trip untuk
potensi efek kegagalan pipa high low adalah 24. Nilai total RPN HFW
trip adalah 120 + 24 = 144.
5. HFW alarm PMGI modul: memiliki nilai keparahan 8, nilai kejadian
3, dan nilai deteksi 6. Sehingga nilai RPN HFW alarm PMGI adalah
144.
6. Recorder problem: memiliki nilai keparahan 3, nilai kejadian 3, dan
nilai deteksi 10. Sehingga nilai RPN recorder problem adalah 90.
Setelah menghitung nilai RPN tersebut, maka nilai FMEA secara
utuh selesai dibuat. Hasil akhir FMEA untuk faktor mekanis dirangkum
pada Tabel 4.12, sedangkan untuk faktor elektrik dirangkun pada Tabel
4.13.
Universitas Bakrie
58
Tabel 4. 12 FMEA Mesin High Frequency Welding (Mekanis)
Deskripsi
Proses
No.
Potensi
Modus
Kegagalan
Potensi Efek
Kegagalan
Penyebab
Kegagalan
Proses Kontrol
Pedeteksi
Kesalahan
S O D RPN
High
Frequency
Welding
1
Mekanis/
Mesin
HFW alarm
Tekanan air pada
system thermist block
panel tidak ada
Heat exchanger
kotor
Mengontrol
pressure gauge
(standar
tekanan)untuk
menentukan
standar tekanan air
10 2 4 80
2
Alarm PMGI
mesin
Cylinder contact
press sudah kurang
fleksibel
Cylinder contact
press bocor
Mengontrol
pressure gauge
pada saat mesin
berjalan
8 3 4 96
3
Alarm fuse
inverter
Penggantian
kapasitor dan resistor
untuk kontaktor 4K2
& 4K3
Sistem pendingin
tidak optimal
Mengontrol
pressure gauge
pada saat mesin
berjalan
5 2 4 40
4 HFW trip
Tip pada contact
shoe lepas
Selang heating
station terlepas
Pengecekan
penjepit selang
setiap proses
jointing
5 4 6 120
Pipa high low
Material coil /
material chamber
1 4 6 24
Total RPN HFW trip 144
Universitas Bakrie
59
Tabel 4. 13 FMEA Mesin High Frequency Welding (Elektrik)
Deskripsi
Proses
No.
Potensi Modus
Kegagalan
Potensi Efek
Kegagalan
Penyebab
Kegagalan
Proses Kontrol
Pedeteksi
Kesalahan
S O D RPN
High
Frequency
Welding
5
Elektrik
HFW alarm
PMGI modul
Card HMGD
rusak
Power pada unit
welding head
terlalu tinggi
Mengukur nilai
IGBT inverter
HFW (untuk
mengetahui card
rusak atau tidak)
8 3 6 144
6
Recorder
problem
Recorder mati
total
Life time
Tidak ada
kontrol/pendeteksi
3 3 10 90
Universitas Bakrie
60
4.4 Analisis Masalah
4.4.1 Analisis Nilai Keandalan dan Ketersediaan
1. Nilai Keandalan
Nilai Keandalan suatu mesin ditentukan oleh parameter MTBF dan
MTTR. Nilai parameter keandalan untuk mesin HFW didapat melalui
uji distribusi data yang telah diolah, sehingga didapat nilai MTBF
sebesar 10.39 jam dengan hasil distribusi menggunakan distribusi
lognormal. Sedangkan nilai untuk parameter MTTR adalah 1.01 jam
dengan hasil distribusi lognormal seperti pada Tabel 4.14. Berdasarkan
uji distribusi tersebut, dapat diketahui bahwa perhitungan nilai
keandalan menggunakan persamaan keandalan pada distribusi
lognormal dengan batas nilai 0 - 1. Setelah mengetahui persamaan
mana yang digunakan, nilai keandalan mesin HFW dapat dihitung
dengan nilai keandalan untuk satu tahun adalah 0.54.
Tabel 4. 14 Kesesuaian Distribusi Data Terbaik Mesin HFW
Mesin
TBF TTR
Best Fit
Distribution
MTBF
(Jam)
Best Fit
Distribution
MTTR
(Jam)
High
Frequency
Welding
Lognormal 10.39 Lognormal 1.01
Pada Gambar 4.7 dapat dilihat bahwa kecenderungan nilai
keandalan menurun dari bulan ke bulan dalam kurun waktu satu tahun
yaitu mulai dari 0.615 pada periode satu bulan dan menurun sampai
0.54 pada periode dua belas bulan (satu tahun). Hal tersebut
menandakan terjadinya penurunan fungsi pada mesin HFW yang
disebabkan breakdown pada mesin las. Menurunnya nilai fungsi mesin
HFW dapat berdampak pada proses produksi satu lini produksi karena
jenis produksi yang digunakan adalah continuous production atau
Universitas Bakrie
61
sistem seri. Jika salah satu mesin berhenti, maka mesin lainnya ikut
berhenti dan tidak dapat melaksanakan fungsinya. Berdasarkan dampak
yang ditimbulkan tersebut, maka diperlukan adanya tindakan lebih
lanjut terhadap menurunnya fungsi keandalan mesin tersebut setiap
bulannya. Salah satu tindakan yang dapat dilakukan adalah pecegahan
sebelum mesin tersebut breakdown, yaitu dengan penjadwalan
pemeliharaan pencegahan minimal satu bulan sekali.
Gambar 4. 7 Grafik Kecenderungan Keandalan Mesin HFW
4.4.2 Fault Tree Analysis (FTA)
Berdasarkan pengolahan data telah diketahui bahwa potensi kejadian
utama yang menjadi pembahasan pada penelitian ini adalah terjadinya
breakdown pada mesin High Frequency Welding. Berdasarkan pohon
kegagalan pada FTA, dapat diketahui faktor-faktor penyebab terjadinya
breakdown pada mesin HFW. Faktor-faktor tersebut dibagi ke dalam dua
jenis, yaitu mekanis/mesin dan elektrik. Berikut uraian untuk faktor-faktor
penyebab terjadinya breakdown pada mesin HFW.
0.50
0.52
0.54
0.56
0.58
0.60
0.62
0.64
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Probabilitas
Reliabilitas
Bulan
R(t)
R(t)
Universitas Bakrie
62
1) HFW Alarm (Mekanis)
HFW alarm merupakan indikator berupa lampu LED yang menjadi
tanda apabila terjadi masalah. Ketika alarm tersebut memberikan
indikator, mesin HFW akan berhenti berfungsi secara otomatis
(breakdown). Mesin breakdown pada faktor ini disebabkan oleh
tekanan air pada system thermist block panel tidak ada. Jika tekanan
tersebut tidak ada, mesin tidak akan berfungsi. Tekanan air tersebut
tidak ada disebabkan oleh heat exchanger yang kotor. Pada heat
exchanger terdapat lubang-lubang kecil tempat tekanan air. Lubang
kecil itu lah yang menyumbat tekanan air karena heat exchanger kotor,
sehingga faktor dasar pada faktor penyebab masalah ini adalah heat
exchanger kotor.
2) Alarm Power Mos Gate Driver Interface (PMGI ) Mesin (Mekanis)
Maksud dari alarm PMGI disini adalah pada saat pengujian operasi
mesin, alarm tersebut tidak memberikan indikator apapun yang
menandakan mesin tersebut bermasalah. Namun, pada saat mesin
dioperasikan, alarm tersebut memberikan indikator bahwa terjadi
masalah atau breakdown pada mesin tersebut. Hal tersebut disebabkan
oleh cylinder contact press sudah kurang fleksibel yang disebabkan
karena cylinder contact press bocor. Bocornya cylinder contact press
tersebut menyebabkan tekanan angin berkurang. Dengan demikian,
faktor dasar penyebab masalah pada faktor ini adalah cylinder contact
press bocor.
3) Alarm Fuse Inverter (Mekanis)
Alarm fuse inverter adalah pembuat pemutus arus jika terjadi panas
berlebih pada proses pengelasan. Penyebab terjadinya breakdown pada
faktor ini adalah adanya penggantian kapasitor dan resistor untuk
kontaktor 4K2 dan 4K3. Hal itu disebabkan sistem pendinginan tidak
optimal karena seharusnya sistem pendinginan yang berfungsi adalah
Universitas Bakrie
63
dua unit, tetapi operator hanya mengaktifkan satu unit sistem
pendinginan. Oleh karena itu, berakibat breakdown pada alarm fuse
inverter.
4) HFW Trip (Mekanis)
HFW trip disini memiliki arti bahwa mesin HFW berhenti beroperasi
akibat terjadinya sentuhan antara contact tip dengan pipa seperti pada
Gambar 4.8. HFW trip disebabkan oleh dua faktor, yaitu tip contact
shoe lepas atau pipa high low. Tip contact shoe merupakan keadaan
dimana unit welding head tidak terpasang sebagaimana seharusnya. Tip
contact shoe lepas diakibatkan oleh selang heating station (selang
pendingin) terlepas. Sedangkan untuk pipa high low merupakan
keadaan dimana hasil las pipa tidak rata, ada yang tinggi dan ada yang
rendah. Keadaan ini dapat menyebabkan HFW trip karena hasil las pipa
yang tidak rata tersebut akan bersentuhan dengan contact tip.
Sedangkan contact tip tersebut tidak boleh bersentuhan dengan pipa
pada saat proses pengelasan berlangsung. Oleh karena itu, faktor dasar
dari masalah ini adalah selang heating station terlepas dan material
chamber.
Gambar 4. 8 Proses Pengelasan
Universitas Bakrie
64
5) High Frequency Welding Alarm PMGI Modul (Elektrik)
High Frequency Welding Alarm PMGI merupakan masalah yang
ditandai oleh alarm PMGI, dimana alarm tersebut akan memberikan
indikator berupa lampu LED. Ketika alarm tersebut memberikan
indikator, mesin HFW akan berhenti berfungsi secara otomatis.
Masalah ini disebabkan oleh card HMGD rusak karena power pada unit
welding head terlalu tinggi. Penyebab dasar faktor ini adalah power
pada unit welding head terlalu tinggi.
6) Recorder Problem (Elektrik)
Recorder Problem merupakan masalah yang terjadi pada recorder
pembuat grafik hasil pengelasan. Jika recorder tersebut bermasalah,
maka grafik hasil pengelasan tidak akan terbuat. Masalah yang terjadi
pada recorder disebabkan recorder mati total karena life time dari
recorder itu sendiri. Oleh karena itu, masalah dasar pada faktor ini
adalah life time.
4.4.3 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan dengan
menggunakan metode FMEA dilakukan penilaian Risk Priority Number
(RPN) dengan batas minimal 1 dan batas maksimal 1000. Modus kegagalan
utama yang didapatkan melalui analisis diagram pareto berdasarkan nilai
RPN pada Gambar 4.9 adalah HFW trip dengan nilai RPN 144, HFW alarm
PMGI dengan nilai RPN 144, alarm PMGI tidak tetap dengan nilai RPN 96,
dan recorder problem dengan nilai RPN 90 seperti pada Tabel 4.15.
Mengacu pada keempat modus kegagalan tersebut, maka diketahui nilai
RPN tertinggi.
Nilai RPN tersebut dipengaruhi berdasarkan seberapa besar pengaruh
breakdown terhadap tingkat keandalan mesin yang dilihat dari waktu
kegagalan mesin (severity). Selain itu, tingkat keseringan mesin mengalami
breakdown yang disebabkan oleh modus kegagalan tertentu juga
Universitas Bakrie
65
mempengaruhi nilai RPN suatu modus kegagalan (occurrence). Terakhir
adalah bagaimana kontrol atau deteksi yang sudah dilakukan oleh
perusahaan terhadap modus kegagalan (detection). Apakah kontrol dan
deteksi yang dilakukan oleh perusahaan terhadap modus kegagalan sudah
efektif.
Tabel 4. 15 Urutan Nilai RPN
No.
Potensi Modus
Kegagalan
RPN
Cum.
RPN
Persentase
Cum.
Persentase
1 HFW trip 144 144 24% 24%
2
HFW alarm PMGI
modul
144 288 24% 48%
3 Alarm PMGI mesin 96 384 16% 65%
4 Recorder problem 90 474 15% 80%
5 HFW alarm 80 554 13% 93%
6 Alarm fuse inverter 40 594 7% 100%
594 100%
Modus kegagalan utama yang didapat melalui nilai RPN kemudian
akan menjadi modus kegagalan yang diprioritaskan. Artinya modus
kegagalan tersebut harus lebih mendapat perhatian untuk pemeliharaan dan
tindakan yang dilakukan jika modus kegagalan utama tersebut terjadi. Hal
tersebut dikarenakan modus kegagalan utama akan mengakibatkan
munculnya waktu tidak beroperasi (non operational time) pada mesin.
Waktu tidak beroperasi tersebut kemudian akan menyebabkan nilai
keandalan mesin menurun.
Berdasarkan Tabel 4.15, dan Gambar 4.9, didapat bahwa potensi modus
kegagalan HFW trip, HFW alarm PMGI modul, alarm PMGI mesin, dan
recorder problem mempunyai RPN paling tinggi. Dampak yang
ditimbulkan dari keempat potensi modus kegagalan ini sangat
Universitas Bakrie
66
mempengaruhi keandalan mesin karena 80% breakdown pada mesin
disebabkan oleh keempat potensi modus kegagalan tersebut. Hal ini
menandakan bahwa perbaikan harus lebih difokuskan pada keempat modus
kegagalan tersebut. Perbaikan akan dilakukan berdasarkan penyebab-
penyebab kegagalan yang telah dianalisis berdasarkan Fault Tree Analysis
(FTA) dan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA), sehingga diketahui
permasalahan yang terjadi untuk dilakukannya perbaikan.
Gambar 4. 9 Diagram Pareto Nilai RPN
4.4.4 Usulan Aktivitas untuk Memperbaiki Nilai Keandalan
Berdasarkan nilai RPN yang didapat melalui metode FMEA, diketahui
modus kegagalan utama. Setelah itu, usulan aktivitas diberikan terhadap
modus kegagalan yang memiliki nilai RPN kritis. Usulan aktivitas ini
diusulkan untuk modus kegagalan HFW trip, HFW alarm PMGI modul,
alarm PMGI mesin, dan recorder problem. Usulan aktivitas diberikan
karena modus kegagalan ini sangat berpengaruh terhadap keandalan mesin
HFW. Usulan aktivitas untuk keempat modus kegagalan tersebut dilakukan
berdasarkan penyebab-penyebab kegagalan yang telah dianalisis melalui
24%
48%
65%
80%
93%
100%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
1
101
201
301
401
501
HFW trip HFW
alarm
PMGI
modul
Alarm
PMGI
mesin
Recorder
problem
HFW
alarm
Alarm fuse
inverter
RPN
Cum.
Persentase
Universitas Bakrie
67
FTA dan FMEA, sehingga diketahui permasalahan yang terjadi untuk
dilakukan perbaikan. Usulan perbaikan untuk mesin HFW berdasarkan
modus kegagalan utama dapat dilihat pada Tabel 4.16.
Berdasarkan usulan aktivitas perbaikan pada Tabel 4.16, dibuat diagram
alir Standard Operating Procedure (SOP) untuk setiap modus kegagalan
dan penyebabnya seperti yang tercantum pada Lampiran 7.
Universitas Bakrie
68
Tabel 4. 16 Usulan Aktivitas Perbaikan Mesin HFW
No.
Potensi Modus
Kegagalan
Penyebab
Kegagalan
Usulan Aktivitas Perbaikan
1 HFW trip
Selang heating
station terlepas
Melakukan pengecekan clamp selang setiap pipa berada pada proses
jointing. Jika selang heating station terlepas, maka sebisa mungkin
pasang kembali selang heating station dengan cepat sebelum pipa
sampai pada proses pengelasan seperti terlihat pada diagram SOP
Lampiran 7.
Material
coil/material
chamber
Melakukan pegecekan coil sebelum proses shearing sehingga pada
saat proses shearing, coil yang memiliki permukaan tidak rata dapat
dipotong. Setelah itu, pastikan permukaan coil yang tidak rata sudah
terpotong agar tidak menyebabkan HFW trip pada proses pengelasan
seperti terlihat pada diagram SOP Lampiran 7.
2
HFW alarm PMGI
Modul
Power pada unit
welding head terlalu
tinggi
Melakukan pengecekan terhadap power pada unit head welding
sebelum mulai proses pengelasan dan memastikan bahwa power
pada saat proses pengelasaan sudah sesuai dengan prosedur yang
ada. Kemudian melakukan pengecekan terhadap card HMGD. Jika
card HMGD rusak, maka harus diganti dengan yang baru seperti
terlihat pada diagram SOP Lampiran 7.
3 Alarm PMGI Mesin
Cylinder contact
press bocor
Melakukan perbaikan atau reparasi untuk cylinder contact press jika
terjadi kebocoran. Namun, jika cylinder contact press sudah tidak
bisa diperbaiki, maka harus diganti dengan yang baru seperti terlihat
pada diagram SOP Lampiran 7.
4 Recorder problem Life time
Jika masalah kerusakan adalah life time, maka recorder harus diganti
dengan yang baru. Untuk memperpanjang masa waktu pakai
recorder, perlu diperhatikan ketentuan-ketentuan perawatan
komponen seperti terlihat pada diagram SOP Lampiran 7.
Universitas Bakrie
69
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengolahan data dan analisis yang telah dilakukan dapat
ditarik kesimpulan:
 Keandalan mesin HFW dianggap sama dengan nilai keandalan untuk
satu lini produksi karena merupakan proses produksi yang continuous.
Mesin tersebut dalam kurun waktu satu tahun memiliki nilai reliabilitas
(keandalan) sebesar 0.54 yang merupakan probabilitas dengan batas
minimal adalah 0 dan batas maksimal adalah 1 dimana semakin
mendekati 1, maka semakin andal. Angka tersebut menunjukkan bahwa
keandalan dari mesin HFW masih rendah dan sering mengalami
kerusakan atau breakdown, sehingga dibutuhkan beberapa tindakan
perbaikan atau pencegahan utnuk meningkatkan keandalan mesin
tersebut.
 Faktor-faktor penyebab terjadinya breakdown pada mesin HFW didapat
dengan menggunakan metode FTA. Faktor-faktor tersebut merupakan
peristiwa dasar dari peristiwa utama (mesin HFW breakdown), yaitu
heat exchanger kotor, cylinder contact press bocor, sistem pendingin
tidak optimal, selang heating station terlepas, material coil / material
chamber, power pada unit welding head terlalu tinggi, dan life time.
 Mesin HFW memiliki kegagalan utama (kritis) berdasarkan analisis
yang dilakukan dengan metode FMEA yaitu HFW trip yang disebabkan
oleh selang heating station terlepas, HFW trip yang disebabkan oleh
Material coil/material chamber, HFW alarm PMGI modul, alarm
PMGI mesin, dan recorder problem.
Universitas Bakrie
70
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang dilakukan melalui analisis keandalan
mesin pada plant KT 24 PT Bakrie Pipe Industries, beberapa saran yang
dapat diberikan adalah sebagai berikut:
 Pada modus kegagalan utama (kritis) yaitu HFW trip, HFW alarm
PMGI modul, alarm PMGI mesin, dan recorder problem perlu
diberikan perhatian lebih dengan cara melakukan kegiatan perbaikan
dan pemeliharaan pencegahan yang dijadwalkan secara rutin dengan
mengacu pada diagram alir SOP hasil penelitian ini pada Lampiran 7.
 Sebelum melakukan kegiatan produksi, sebaiknya semua komponen
mesin HFW dilakukan pengecekan agar setting pada komponen dan
mesin HFW sesuai dengan prosedur yang ada. Selain itu, ketelitian
perlu diperhatikan dalam setting komponen dan mesin agar tidak terjadi
masalah saat mesin berfungsi.

More Related Content

What's hot

Manajemen perawatan fasilitas total productive maintenance
Manajemen perawatan fasilitas total productive maintenanceManajemen perawatan fasilitas total productive maintenance
Manajemen perawatan fasilitas total productive maintenanceDede Faishal
 
Peranan managemen dan filosofi perawatan dalam merawat mesin
Peranan managemen dan filosofi perawatan dalam merawat mesinPeranan managemen dan filosofi perawatan dalam merawat mesin
Peranan managemen dan filosofi perawatan dalam merawat mesinakbarali_
 
Teknik management pemeliharaan
Teknik management pemeliharaan Teknik management pemeliharaan
Teknik management pemeliharaan Khairul Fadli
 
Manajemen Operasi - Pemeliharaan
Manajemen Operasi - PemeliharaanManajemen Operasi - Pemeliharaan
Manajemen Operasi - PemeliharaanResty Wahyu Pertiwi
 
Pengantar Perawatan dan Perbaikan Mesin (preventif, korektif dan running main...
Pengantar Perawatan dan Perbaikan Mesin (preventif, korektif dan running main...Pengantar Perawatan dan Perbaikan Mesin (preventif, korektif dan running main...
Pengantar Perawatan dan Perbaikan Mesin (preventif, korektif dan running main...Hamid Abdillah
 
materi kuliah Pengorganisasian manajemen perawatan
materi kuliah Pengorganisasian manajemen perawatanmateri kuliah Pengorganisasian manajemen perawatan
materi kuliah Pengorganisasian manajemen perawatanHamid Abdillah
 
Bab II Konsep Dasar Perawatan
Bab II Konsep Dasar PerawatanBab II Konsep Dasar Perawatan
Bab II Konsep Dasar PerawatanAulia Nurhady
 
Sistem manajemen maintenance
Sistem manajemen maintenanceSistem manajemen maintenance
Sistem manajemen maintenanceZainal Abidin
 
Teknik Manajemen dan Perawatan Mesin
Teknik Manajemen dan Perawatan MesinTeknik Manajemen dan Perawatan Mesin
Teknik Manajemen dan Perawatan MesinPolin Panggabean
 
Sasaran dan tanggung jawab maintenance (2007)
Sasaran dan tanggung jawab maintenance (2007)Sasaran dan tanggung jawab maintenance (2007)
Sasaran dan tanggung jawab maintenance (2007)namakugilang
 
Bab pengenalan pengurusan_penyelenggaraan
Bab pengenalan pengurusan_penyelenggaraanBab pengenalan pengurusan_penyelenggaraan
Bab pengenalan pengurusan_penyelenggaraanNor Ayuzi Deraman
 

What's hot (19)

10. perawatan mesin dan peralatan
10. perawatan mesin dan peralatan10. perawatan mesin dan peralatan
10. perawatan mesin dan peralatan
 
Manajemen perawatan fasilitas total productive maintenance
Manajemen perawatan fasilitas total productive maintenanceManajemen perawatan fasilitas total productive maintenance
Manajemen perawatan fasilitas total productive maintenance
 
organisasi maintenance
organisasi maintenanceorganisasi maintenance
organisasi maintenance
 
Maintenance 3
Maintenance 3Maintenance 3
Maintenance 3
 
Peranan managemen dan filosofi perawatan dalam merawat mesin
Peranan managemen dan filosofi perawatan dalam merawat mesinPeranan managemen dan filosofi perawatan dalam merawat mesin
Peranan managemen dan filosofi perawatan dalam merawat mesin
 
MAINTENANCE
MAINTENANCEMAINTENANCE
MAINTENANCE
 
Teknik management pemeliharaan
Teknik management pemeliharaan Teknik management pemeliharaan
Teknik management pemeliharaan
 
Fever patch plester penurun demam panas dari rohto
Fever patch plester penurun demam panas dari rohtoFever patch plester penurun demam panas dari rohto
Fever patch plester penurun demam panas dari rohto
 
Maintenance 5
Maintenance 5Maintenance 5
Maintenance 5
 
Filosofi perawatan
Filosofi perawatanFilosofi perawatan
Filosofi perawatan
 
Manajemen Operasi - Pemeliharaan
Manajemen Operasi - PemeliharaanManajemen Operasi - Pemeliharaan
Manajemen Operasi - Pemeliharaan
 
Pengantar Perawatan dan Perbaikan Mesin (preventif, korektif dan running main...
Pengantar Perawatan dan Perbaikan Mesin (preventif, korektif dan running main...Pengantar Perawatan dan Perbaikan Mesin (preventif, korektif dan running main...
Pengantar Perawatan dan Perbaikan Mesin (preventif, korektif dan running main...
 
MAINTENANCE PEMELIHARAAN
MAINTENANCE PEMELIHARAANMAINTENANCE PEMELIHARAAN
MAINTENANCE PEMELIHARAAN
 
materi kuliah Pengorganisasian manajemen perawatan
materi kuliah Pengorganisasian manajemen perawatanmateri kuliah Pengorganisasian manajemen perawatan
materi kuliah Pengorganisasian manajemen perawatan
 
Bab II Konsep Dasar Perawatan
Bab II Konsep Dasar PerawatanBab II Konsep Dasar Perawatan
Bab II Konsep Dasar Perawatan
 
Sistem manajemen maintenance
Sistem manajemen maintenanceSistem manajemen maintenance
Sistem manajemen maintenance
 
Teknik Manajemen dan Perawatan Mesin
Teknik Manajemen dan Perawatan MesinTeknik Manajemen dan Perawatan Mesin
Teknik Manajemen dan Perawatan Mesin
 
Sasaran dan tanggung jawab maintenance (2007)
Sasaran dan tanggung jawab maintenance (2007)Sasaran dan tanggung jawab maintenance (2007)
Sasaran dan tanggung jawab maintenance (2007)
 
Bab pengenalan pengurusan_penyelenggaraan
Bab pengenalan pengurusan_penyelenggaraanBab pengenalan pengurusan_penyelenggaraan
Bab pengenalan pengurusan_penyelenggaraan
 

Similar to Analisis Keandalan HFW

laporan prektek kerja nyata di PT WIJAYA KARYA BOYOLALI
laporan prektek kerja nyata di PT WIJAYA KARYA BOYOLALIlaporan prektek kerja nyata di PT WIJAYA KARYA BOYOLALI
laporan prektek kerja nyata di PT WIJAYA KARYA BOYOLALISyaifa Altari
 
Bab 1 Organisasi Perawatan .pptx
Bab 1 Organisasi Perawatan .pptxBab 1 Organisasi Perawatan .pptx
Bab 1 Organisasi Perawatan .pptxnaufallabib5
 
00. handout perawatan dan perbaikan smk negeri 2 wonogiri
00. handout perawatan dan perbaikan smk negeri 2 wonogiri00. handout perawatan dan perbaikan smk negeri 2 wonogiri
00. handout perawatan dan perbaikan smk negeri 2 wonogiriEdi Sutanto
 
05. Konsep Perencanaan Fasilitas, Konsep Perancangan Tata Letak Fasilitas, da...
05. Konsep Perencanaan Fasilitas, Konsep Perancangan Tata Letak Fasilitas, da...05. Konsep Perencanaan Fasilitas, Konsep Perancangan Tata Letak Fasilitas, da...
05. Konsep Perencanaan Fasilitas, Konsep Perancangan Tata Letak Fasilitas, da...Mercu Buana University
 
APLIKASI METODE GROUP TECHNOLOGY DALAM PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS USULA...
APLIKASI METODE GROUP TECHNOLOGY DALAM PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS USULA...APLIKASI METODE GROUP TECHNOLOGY DALAM PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS USULA...
APLIKASI METODE GROUP TECHNOLOGY DALAM PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS USULA...Deja Lewis
 
Pemeliharaan motor listrik 6kv trans
Pemeliharaan motor listrik 6kv transPemeliharaan motor listrik 6kv trans
Pemeliharaan motor listrik 6kv transMuhammadFirdaus477
 
1. Konsep dasar design pabrik660.pptx
1. Konsep dasar design pabrik660.pptx1. Konsep dasar design pabrik660.pptx
1. Konsep dasar design pabrik660.pptxNumanSafwatulloh
 
pemeliharaan dan keandalan in Bahasa Makalah
 pemeliharaan dan keandalan in Bahasa Makalah pemeliharaan dan keandalan in Bahasa Makalah
pemeliharaan dan keandalan in Bahasa MakalahYesica Adicondro
 
2c handout-perawatan-dan-perbaikan-mesin
2c handout-perawatan-dan-perbaikan-mesin2c handout-perawatan-dan-perbaikan-mesin
2c handout-perawatan-dan-perbaikan-mesinFarras Japstyle
 
New microsoft office word document (2)
New microsoft office word document (2)New microsoft office word document (2)
New microsoft office word document (2)Syad Bakrie
 
Slide pertemuan 14
Slide pertemuan 14Slide pertemuan 14
Slide pertemuan 14Novia Putri
 
Tugas metodologi penelitian ahmad zuraini
Tugas metodologi penelitian ahmad zurainiTugas metodologi penelitian ahmad zuraini
Tugas metodologi penelitian ahmad zurainiAhmad Zuraini
 
Kelompok 10 mpb analisis implementasi manajemen mutu dan dampaknya pada kual...
Kelompok 10 mpb  analisis implementasi manajemen mutu dan dampaknya pada kual...Kelompok 10 mpb  analisis implementasi manajemen mutu dan dampaknya pada kual...
Kelompok 10 mpb analisis implementasi manajemen mutu dan dampaknya pada kual...DindaSeptiahArini
 
Makalah tahapan pendirian industri
Makalah tahapan pendirian industriMakalah tahapan pendirian industri
Makalah tahapan pendirian industriAlens Guna Ganda
 
Analisis Implementasi Manajemen Mutu dan Dampaknya pada Kualitas Produk atau ...
Analisis Implementasi Manajemen Mutu dan Dampaknya pada Kualitas Produk atau ...Analisis Implementasi Manajemen Mutu dan Dampaknya pada Kualitas Produk atau ...
Analisis Implementasi Manajemen Mutu dan Dampaknya pada Kualitas Produk atau ...giatamaistian1
 

Similar to Analisis Keandalan HFW (20)

laporan prektek kerja nyata di PT WIJAYA KARYA BOYOLALI
laporan prektek kerja nyata di PT WIJAYA KARYA BOYOLALIlaporan prektek kerja nyata di PT WIJAYA KARYA BOYOLALI
laporan prektek kerja nyata di PT WIJAYA KARYA BOYOLALI
 
Bab 1 Organisasi Perawatan .pptx
Bab 1 Organisasi Perawatan .pptxBab 1 Organisasi Perawatan .pptx
Bab 1 Organisasi Perawatan .pptx
 
00. handout perawatan dan perbaikan smk negeri 2 wonogiri
00. handout perawatan dan perbaikan smk negeri 2 wonogiri00. handout perawatan dan perbaikan smk negeri 2 wonogiri
00. handout perawatan dan perbaikan smk negeri 2 wonogiri
 
05. Konsep Perencanaan Fasilitas, Konsep Perancangan Tata Letak Fasilitas, da...
05. Konsep Perencanaan Fasilitas, Konsep Perancangan Tata Letak Fasilitas, da...05. Konsep Perencanaan Fasilitas, Konsep Perancangan Tata Letak Fasilitas, da...
05. Konsep Perencanaan Fasilitas, Konsep Perancangan Tata Letak Fasilitas, da...
 
APLIKASI METODE GROUP TECHNOLOGY DALAM PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS USULA...
APLIKASI METODE GROUP TECHNOLOGY DALAM PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS USULA...APLIKASI METODE GROUP TECHNOLOGY DALAM PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS USULA...
APLIKASI METODE GROUP TECHNOLOGY DALAM PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS USULA...
 
Kuliah wm ke 1
Kuliah wm ke 1Kuliah wm ke 1
Kuliah wm ke 1
 
Pemeliharaan motor listrik 6kv trans
Pemeliharaan motor listrik 6kv transPemeliharaan motor listrik 6kv trans
Pemeliharaan motor listrik 6kv trans
 
1. Konsep dasar design pabrik660.pptx
1. Konsep dasar design pabrik660.pptx1. Konsep dasar design pabrik660.pptx
1. Konsep dasar design pabrik660.pptx
 
pemeliharaan dan keandalan in Bahasa Makalah
 pemeliharaan dan keandalan in Bahasa Makalah pemeliharaan dan keandalan in Bahasa Makalah
pemeliharaan dan keandalan in Bahasa Makalah
 
2c handout-perawatan-dan-perbaikan-mesin
2c handout-perawatan-dan-perbaikan-mesin2c handout-perawatan-dan-perbaikan-mesin
2c handout-perawatan-dan-perbaikan-mesin
 
New microsoft office word document (2)
New microsoft office word document (2)New microsoft office word document (2)
New microsoft office word document (2)
 
Bab 1
Bab 1Bab 1
Bab 1
 
Slide pertemuan 14
Slide pertemuan 14Slide pertemuan 14
Slide pertemuan 14
 
03. Konsep Perancangan Produk
03. Konsep Perancangan Produk03. Konsep Perancangan Produk
03. Konsep Perancangan Produk
 
Bab 1
Bab 1Bab 1
Bab 1
 
Tugas metodologi penelitian ahmad zuraini
Tugas metodologi penelitian ahmad zurainiTugas metodologi penelitian ahmad zuraini
Tugas metodologi penelitian ahmad zuraini
 
design for operational feasibility
design for operational feasibilitydesign for operational feasibility
design for operational feasibility
 
Kelompok 10 mpb analisis implementasi manajemen mutu dan dampaknya pada kual...
Kelompok 10 mpb  analisis implementasi manajemen mutu dan dampaknya pada kual...Kelompok 10 mpb  analisis implementasi manajemen mutu dan dampaknya pada kual...
Kelompok 10 mpb analisis implementasi manajemen mutu dan dampaknya pada kual...
 
Makalah tahapan pendirian industri
Makalah tahapan pendirian industriMakalah tahapan pendirian industri
Makalah tahapan pendirian industri
 
Analisis Implementasi Manajemen Mutu dan Dampaknya pada Kualitas Produk atau ...
Analisis Implementasi Manajemen Mutu dan Dampaknya pada Kualitas Produk atau ...Analisis Implementasi Manajemen Mutu dan Dampaknya pada Kualitas Produk atau ...
Analisis Implementasi Manajemen Mutu dan Dampaknya pada Kualitas Produk atau ...
 

More from Amalia Ridhawati

More from Amalia Ridhawati (6)

SKRIPSI INSHAALLAH FIX
SKRIPSI INSHAALLAH FIXSKRIPSI INSHAALLAH FIX
SKRIPSI INSHAALLAH FIX
 
ABSTRAK
ABSTRAKABSTRAK
ABSTRAK
 
recommendation letter Ipsos
recommendation letter Ipsosrecommendation letter Ipsos
recommendation letter Ipsos
 
transcript amel
transcript ameltranscript amel
transcript amel
 
CV Amel1
CV Amel1CV Amel1
CV Amel1
 
laporan kerja praktik
laporan kerja praktiklaporan kerja praktik
laporan kerja praktik
 

Analisis Keandalan HFW

  • 1. Universitas Bakrie 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan pipa baja sangat dibutuhkan khususnya untuk saluran- saluran air, saluran gas, saluran minyak, tiang konstruksi dan sarana-sarana lain yang dewasa ini banyak didirikan dan dibangun. PT Bakrie Pipe Industries merupakan sebuah perusahaan manufaktur terkemuka di Indonesia yang bergerak dibidang industri pipa baja. Proses pengelasan merupakan salah satu proses utama yang harus diperhatikan dalam pembuatan pipa baja di PT Bakrie Pipe Industries. Pengelasan merupakan proses penyatuan material dimana dua atau lebih bagian-bagian disatukan pada permukaan yang dihubungkan dengan aplikasi panas dan tekanan yang sesuai. Proses pengelasan menjalankan fungsinya dengan beberapa cara, diantaranya dengan menggunakan panas saja tanpa tekanan, dengan menggunakan kombinasi panas dan tekanan, dan dengan menggunakan tekanan saja tanpa adanya hantaran panas dari luar [1]. Proses pengelasan yang digunakan oleh PT Bakrie Pipe Industries adalah mesin High Frequency Welding dengan teknik Electrical Resistance Welding (pengelasan tanpa menggunakan filler) yang menggunakan kombinasi panas dan tekanan. Mesin High Frequency Welding (HFW) di PT Bakrie Pipe Industries merupakan mesin yang sangat berpengaruh dalam proses pembuatan pipa di lini produksi. Mesin tersebut menentukan kekuatan las pipa ada atau tidak adanya cacat pada las pipa. Berdasarkan penelitian terdahulu [2] bahwa pembuatan pipa dengan metode pengelasan HFW sesuai dengan dimensi dan penggunaan pipa yang akan diproduksi oleh PT Bakrie Pipe Industries. Berdasarkan pengolahan data breakdown (kerusakan) tahun 2014 pada plant KT 24 di PT Bakrie Pipe Industries yang telah dilakukan, terlihat bahwa mesin HFW memiliki waktu breakdown (downtime) paling besar
  • 2. Universitas Bakrie 2 dibandingkan dengan mesin lain. Waktu breakdown (waktu ketika mesin tidak dapat menjalankan fungsinya) tersebut menunjukkan angka 4840 menit atau 80,66 jam dalam kurun waktu satu tahun. Mesin HFW sangat berpengaruh pada produksi pembuatan pipa karena kualitas ketahanan pipa dilihat dari kekuatan las pipa. Penulis melihat di plant KT 24 mesin tersebut sering terjadi breakdown saat melakukan observasi lapangan. Breakdown yang terjadi pada mesin HFW tentu sangat mempengaruhi keandalan (reliability) mesin tersebut. Oleh karena itu, penulis memilih mesin HFW pada plant KT 24 di PT Bakrie Pipe Industries untuk diteliti keandalannya. Tujuan utama pemeliharaan adalah untuk mendukung optimalisasi keandalan suatu mesin atau peralatan untuk mencapai kebutuhan pada suatu perusahaan. Kegiatan pencegahan dan pemeliharaan secara terjadwal yang disebut preventive maintenance (pemeliharaan pencegahan) perlu dilakukan untuk mengurangi breakdown pada mesin tersebut. Perencanaan tentang apa yang harus dilakukan saat pengadaan pemeliharaan pencegahan juga harus dilakukan, sehingga dibutuhkan penelitian dan pengalaman tersendiri terhadap hal-hal tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk Tugas Akhir yang berjudul “Analisis Keandalan Mesin High Frequency Welding di Plant KT 24 PT Bakrie Pipe Industries”, dengan cara mengamati keandalan mesin yang bertujuan untuk menentukan perencanaan pemeliharaan mesin HFW dan mengetahui aktivitas-aktivitas yang harus dilakukan saat melakukan pencegahan. Dalam kaitan hal tersebut, maka analisis keandalan serta penerapan metode Failure Tree Analysis (FTA) dan Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) digunakan sebagai tools untuk menyelesaikan masalah yang ada pada mesin HFW. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah pada penilitian ini adalah :  Seberapa andal mesin High Frequency Welding dalam pembuatan pipa di proses pengelasan (dilihat dari waktu breakdown mesin)?
  • 3. Universitas Bakrie 3  Apa saja penyebab terjadinya breakdown pada mesin High Frequency Welding?  Apa saja aktivitas yang harus dilakukan untuk memaksimalkan keandalan atau reliabilitas mesin High Frequency Welding dan menurunkan waktu breakdown mesin? 1.3 Ruang Lingkup Penelitian Dalam penelitian ini, cakupan pembahasan dibatasi sebagai berikut :  Area penelitian dilakukan di plant KT 24 PT Bakrie Pipe Industries.  Jenis mesin yang menjadi objek penelitian berdasarkan observasi sebelumnya pada kerja praktik lapangan adalah mesin High Frequency Welding.  Data yang digunakan dalam perhitungan adalah periode bulan Januari 2014 sampai dengan bulan Desember 2014.  Penulisan hanya membahas perhitungan dan analisis keandalan (reliability) dari mesin High Frequency Welding serta perencanaan kegiatan berdasarkan perhitungan dan analisis keandalan tersebut.  Faktor-faktor seperti biaya, kondisi operasional alat, serta kecakapan dan kesiapan operator dan teknisi tidak diikutsertakan dalam perhitungan nilai keandalan dan perencanaan kegiatan. 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan peniliti di PT Bakrie Pipe Industries adalah sebagai berikut:  Menghitung dan menganalisis nilai keandalan dari mesin High Frequency Welding yang diperoleh dari perhitungan parameter- parameter keandalan.  Mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya breakdown pada mesin High Fequency Welding.
  • 4. Universitas Bakrie 4  Menyusun rencana aktivitas perawatan terhadap mesin High Frequency Welding berdasarkan analisis keandalan. 1.4.2 Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang terkait. Adapun manfaat yang diharapkan yaitu:  Dapat digunakan sebagai informasi ilmiah bagi perusahaan terkait dengan produktivitas dan/atau reliabilitas salah satu mesin pengelasan (HFW) yang digunakan pada lini produksi.  Membantu perusahaan untuk merencanakan aktivitas perawatan sesuai dengan hasil penelitian.  Hasil penelitian dapat dijadikan masukan untuk perbaikan sistem perawatan dan pencegahan breakdown pada mesin.  Sebagai bahan referensi yang dapat digunakan dalam penelitian- penelitian selanjutnya berkaitan dengan pengetahuan topik yang diteliti.  Memberikan wawasan penelitian bagi penulis berupa implementasi teori selama pendidikan di Universitas Bakrie. 1.5 Sistematika Penulisan Bab 1 Pendahuluan Bab Pendahuluan ini berisikan tentang latar belakang permasalahan yang diambil untuk dibahas di dalam Tugas Akhir, rumusan masalah, ruang lingkup pembahasan, tujuan dilakukannya Penelitian Tugas Akhir, manfaat dilakukannya Penelitian Tugas Akhir, serta sistematika dalam penulisan Tugas Akhir. Bab 2 Landasan Teori Bab Landasan Teori berisikan teori-teori yang berkaitan tentang masalah yang diangkat sebagai topik. Teori-teori tersebut merupakan acuan untuk memecahkan masalah tersebut.
  • 5. Universitas Bakrie 5 Bab 3 Metodologi Penulisan Bab Metodologi Penulisan berisikan bagaimana data diolah dan dianalisis, serta metode apa saja yang digunakan untuk menyelesaikan masalah. Bab 4 Pengolahan Data dan Analisis Masalah Bab Pengolahan Data dan Analisis Masalah berisikan data-data yang telah diolah berdasarkan teori-teori yang telah dipelajari dalam program studi Teknik Industri. Sedangkan Analisis Masalah berisikan hasil analisis masalah yang dilakukan berdasarkan pengumpulan dan pengolahan data yang dilakukan. Analisis yang dilakukan berpedoman pada tujuan dari penelitian. Bab 5 Kesimpulan dan Saran Bab Kesimpulan dan Saran berisikan kesimpulan-kesimpulan yang diambil berdasarkan hasil seluruh penelitian dan analisis serta saran-saran yang berguna untuk perbaikan dan kemajuan perusahaan.
  • 6. Universitas Bakrie 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Pemeliharaan Mesin dan peralatan merupakan suatu sistem yang mempunyai batas usia pemakaian. Agar usia pemakaian tersebut dapat maksimal, diperlukan perawatan dan pemeliharaan untuk mesin dan peralatan tersebut. Namun, untuk mengetahui definisi dari pemeliharaan berdasarkan filosofi maka pemeliharaan ini berarti kegiatan menjaga dan memelihara peralatan yang dilakukan secara berulang-ulang dengan tujuan agar peralatan tersebut memiliki kondisi yang sama dengan keadaan awalnya. Pemeliharaan juga dilakukan untuk menjaga peralatan tetap berada dalam kondisi yang dapat diterima oleh penggunanya. Manajemen pemeliharaan tentu sangat berperan dalam mempertahankan fungsi suatu sistem. Berdasarkan kesimpulan Baluch, Nazim, dan kawan-kawan [3], manajemen pemeliharaan memiliki fungsi untuk memberi dukungan kepada proses produksi dengan menyediakan peralatan yang handal dan membantu perusahaan untuk menjadi kompetitif serta berkontribusi terhadap profitabilitas. 2.1.1 Tujuan Pemeliharaan Tujuan utama pemeliharaan adalah memberikan keandalan (reliability) yang optimal pada suatu sistem untuk memenuhi kebutuhan bisnis perusahaan, dimana keandalan didefinisikan sebagai kondisi ketika kemungkinan terjadinya kegagalan pada suatu sistem adalah kecil [4]. Tujuan pemeliharaan berhubungan dengan pencapaian target produksi berdasarkan kualitas yang dibutuhkan. Selain itu, tujuan dari pemeliharaan untuk memastikan peralatan-peralatan yang digunakan dalam kondisi baik begitu juga dengan kondisi pabriknya dan diasumsikan lingkungan kerja
  • 7. Universitas Bakrie 7 yang aman serta penggunaan energi dan konsumsi material yang optimal [5]. 2.2 Fungsi Pemeliharaan dalam Keandalan Pemeliharaan adalah tindakan mempertahankan. Dasar pemeliharaan adalah menjaga, melestarikan, dan melindungi. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga keadaan yang ada atau menjaga dari kegagalan atau penurunan. Terdapat dua pendekatan pemeliharaan, yaitu pendekatan proaktif dan pendekatan reaktif. Sistem reaktif membutuhkan identifikasi dan tergantung pada langkah-langkah respon yang cepat untuk pengukuran yang efektif. Tujuan dari pendekatan ini adalah untuk meminimalisasi response time (dengan bantuan komputer) dan untuk mengurangi downtime pada peralatan atau mesin. Sedangkan untuk pendekatan proaktif menekankan pada penilaian peralatan dan tata cara prediktif. Kebanyakan dari korektif, pencegahan, dan modifikasi pekerjaan yang dihasilkan secara internal dalam fungsi pemeliharaan hasilnya merupakan inspeksi dan prosedur prediktif. Tujuan metode ini adalah kinerja peralatan yang terus menerus untuk spesifikasi yang telah ditetapkan, pemeliharaan kapasitas, dan perbaikan yang terus-menerus. Pemeliharaan proaktif dibagi menjadi dua, yaitu preventive maintenance (pemeliharaan pencehgahan) dan predictive maintenance[4]. Pemeliharaan pencegahan merupakan tindakan pemeliharaan yang terjadwal dan terencana. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi masalah-masalah yang dapat mengakibatkan kerusakan pada komponen/alat dan menjaganya selalu tetap normal selama dalam operasi. Sedangkan predictive adalah bentuk baru dari perencanaan pemeliharaan dimana penggantian komponen atau suku cadang dilakukan lebih awal dari waktu terjadinya kerusakan. Tujuan utama dari perawatan adalah untuk menyediakan optimalisasi keandalan yang memenuhi kebutuhan bisnis perusahaan. Banyak organisasi melihat pemeliharaan memberi nilai tambah bagi perusahaan. Namun, ketika dikembangkan dan dikelola dengan baik, hal tersebut dapat
  • 8. Universitas Bakrie 8 mempertahankan aset perusahaan untuk memenuhi kebutuhan keandalan pada biaya optimal. 2.3 Pengertian Keandalan Keandalan didefinisikan sebagai probabilitas atau kemungkinan suatu sistem akan melakukan fungsinya dalam kurun waktu dan kondisi tertentu. Sistem yang dimaksud merupakan sistem dalam pengertian umum, sehingga definisi keandalan juga berlaku untuk semua jenis produk, subsistem, peralatan, komponen dan suku cadang. Dalam arti luas, keandalan dikaitkan dengan ketergantungan, kesuksesan operasi, dan tidak adanya kerusakan atau kegagalan [6]. Suatu produk atau sistem dikatakan gagal ketika produk atau sistem tidak melakukan fungsinya. Ketika ada pemberhentian total fungsi dalam suatu proses, hancurnya struktur, dan terputusnya sistem komunikasi, menandakan bahwa sistem tersebut benar-benar gagal. Salah satu parameter yang menentukan suatu sistem andal atau gagal adalah waktu. Menurut Lewis [6] cara menentukan waktu dalam definisi keandalan bervariasi, tergantung pada sifat dari sistem. Contoh, mesin HFW akan berfungsi jika semua komponen pendukungnya juga berfungsi. Disamping itu, Dovich menyatakan untuk dapat membahas keandalan sistem secara menyeluruh, pemahaman yang mendasar tentang beberapa terminologi sangat diperlukan [7]. Terminologi yang akan digunakan berkaitan dengan keandalan tersebut adalah :  Komponen merupakan unit dasar dari suatu sistem yang saling berinteraksi untuk menjalankan fungsi dari sistem tersebut. Sebuah komponen pada tingkat analisis keandalan tertentu bisa menjadi suatu sistem pada tingkat analisis keandalan lainnya.  Kegagalan (failure) adalah ketidakberhasilan suatu komponen (contoh: komponen mesin) untuk menjalankan fungsinya secara benar seperti yang diinginkan.
  • 9. Universitas Bakrie 9 Keandalan suatu sistem atau komponen dapat digambarkan melalui parameter-parameter keandalan. Parameter utama dalam keandalan adalah Mean Time Between Failure (MTBF) and Mean Time To Repair (MTTR). 2.3.1 Mean Time Between Failure (MTBF) Krishnamoorthi menyatakan MTBF adalah waktu rata-rata rentang waktu antara satu kerusakan dengan kerusakan berikutnya. MTBF biasanya digunakan untuk sistem yang dapat diperbaiki [7]. Jika laju kegagalan, , konstan sepanjang waktu yang ditentukan. MTBF = Total waktu operasi (2.1) Jumlah kegagalan Dimana: (2.2) 2.3.2 Mean Time to Repair (MTTR) Krishnamoorthi menyatakan MTTR adalah rata-rata waktu perbaikan. Waktu perbaikan adalah rentang waktu yang diperlukan untuk perbaikan yaitu sejak terjadinya kerusakan sampai komponen tersebut dapat berfungsi seperti semula setelah mengalami perbaikan [7]. Waktu perbaikan juga meliputi waktu pendeteksian terjadinya kerusakan, selang waktu antara deteksi kerusakan dan mulainya perbaikan, waktu perbaikan itu sendiri dan waktu yang dibutuhkan untuk menguji komponen yang telah diperbaiki. Pada masing-masing laju kerusakan yang konstan, MTTR didefinisikian sebagai rata-rata waktu perbaikan yang dinyatakan sebagai berikut: MTTR = Total waktu perbaikan (2.3) Jumlah kegagalan
  • 10. Universitas Bakrie 10 2.4 Konsep Probabilitas Dasar untuk semua pertimbangan keandalan adalah pemahaman tentang propabilitas, keandalan didefinisakan sebagai probabilitas atau kemungkinan bahwa sistem tidak akan gagal dalam spesifikasi keadaan tertentu. Probabilitas didefinisikan dan dibahas secara logika dimana probabiitas dapat dikombinasikan dan dimanipulasi. Suatu komponen yang sama tidak dapat dipastikan akan mengalami kerusakan pada waktu yang sama. Waktu merupakan jenis variabel acak yang kontinu (continuous random variable) karena mengambil nilai tak terhingga dari nilai yang mungkin atau selalu berubah-ubah. Waktu kerusakan komponen akan mengikuti suatu pola distribusi yang dikenal dengan distribusi probabilitas. Dalam perhitungan keandalan suatu sistem atau peralatan digunakan empat jenis probabilitas untuk variabel acak yang kontinu (continuous random variable) yaitu [7]: 1. Distribusi Weibull 2. Distribusi Eksponential 3. Distribusi Normal 4. Distribusi Lognormal Langkah awal dalam perhitungan nilai keandalan adalah dengan mengetahui distribusi mana yang digunakan dalam menghitung parameter- parameter keandalan. Distribusi tersebut dapat ditentukan melalui uji distribusi pada piranti lunak Minitab atau SPSS. Minitab dan SPSS memiliki kesamaan fungsi dan metode untuk mengolah data-data yang berhubungan dengan statistik. Namun, Minitab merupakan piranti lunak yang paling banyak digunakan karena hasil yang diperoleh akurat dan cara penggunaannya juga mudah. Berikut ini merupakan formula dasar yang digunakan untuk menghitung fungsi distribusi.
  • 11. Universitas Bakrie 11 Fungsi kepadatan probabilitas (probability density function): f(t) = λ(t) exp [ ∫ ( ) ] (2.4) Dimana: λ(t) = laju kegagalan (failure rate) Fungsi distribusi kumulatif (cumulative distribution function): F(t) = ∫ ( ) (2.5) Fungsi keandalan (reliability function): R(t) = exp [ -∫ ( ) ] (2.6) Rata-rata waktu kegagalan: µ = ∫ ( ) (2.7) Variasi waktu kegagalan: σ2 = ∫ ( ) ( ) (2.8) 2.4.1 Distribusi Weibull Menurut Krishnamoorthi [7] distribusi weibull merupakan distribusi yang paling luas penggunaannya dalam perhitungan keandalan karena meliputi ketiga fase kegagalan atau kerusakan yaitu periode kerusakan awal, normal, dan menua. Distribusi weibull memiliki 2 parameter β dan θ. Ketika 0<β<1, distribusi memiliki penurunan failure rate. Ketika nilai β=1 distribusi menjadi eksponensial dengan constant failure rate. Ketika β>1 maka
  • 12. Universitas Bakrie 12 distribusi memiliki kenaikan failure rate bila dan β ≡ 3,5 bentuknya mewakili distribusi normal. Fungsi-fungsi dalam distribusi weibull adalah: f(t) = ( ) exp ( ) ,t ≥ 0, β > 0 (2.9) dimana: β = parameter bentuk θ = karakteristik hidup atau estimasi mean Fungsi distribusi kumulatif: F(t) = 1 – exp ( ) (2.10) Fungsi keandalan R(t) = 1 – F(t) = exp ( ) (2.11) Rata-rata distribusi: µ = η (1+ ) (2.12) 2.4.2 Distribusi Eksponensial Menurut Krishnamoorthi [7] distribusi eksponensial adalah distribusi yang digunakan untuk perhitungan keandalan pada saat laju kegagalan konstan atau selama fase normal (useful life). Parameter-parameter keandalan distribusi eksponensial adalah: Fungsi kepadatan peluang kegagalan: f(t) = dimana : λ > 0, t ≥ 0 (2.13)
  • 13. Universitas Bakrie 13 Fungsi distribusi kumulatif: F(t) = 1 - (2.14) Fungsi keandalan: R(t) = (2.15) Rata-rata waktu kegagalan: µ = (2.16) Varian distribusi: σ2 = (2.17) 2.4.3 Distribusi Normal Menurut Krishnamoorthi [7] distribusi normal digunakan dalam perhitungan keandalan pada fase kegagalan atau kerusakan menua (wear out). Parameter-parameter yang digunakan dalam distribusi ini yaitu: Fungsi kepadatan probabilitas: f(t) = √ exp [- ( ) ] (2.18) Fungsi distribusi kumulatif: F(t) = ∫ , √ * ( ) + - (2.19)
  • 14. Universitas Bakrie 14 Fungsi keandalan: R(t) = 1 – Φ [ (2.20) 2.4.4 Distribusi Lognormal Menurut Krishnamoorthi [7] distribusi lognormal merupakan salah satu dari kebanyakan distribusi yang digunakan. Distribusi lognormal memiliki dua parameter yaitu µ dan σ. Parameter tersebut mendeskripsikan distribusi dalam fungsi keandalan. Distribusi dapat memiliki berbagai macam bentuk, sehingga sering dijumpai bahwa data yang sesuai dengan distribusi weibull juga sesuai dengan distribusi lognormal. Fungsi keandalan untuk distribusi lognormal menggunakan persamaan dibawah ini. ( ) ( ( ) ) (2.21) (2.22) √ ∑ (∑ ) ( ) (2.23) ( ( ) ) (2.24) Keempat distribusi yang telah disebutkan di atas, digunakan untuk menghitung nilai keandalan. Dari keempat distribusi tersebut, akan dipilih satu distribusi yang memiliki nilai Anderson darling terkecil berdasarkan hasil yang didapat melalui piranti lunak Minitab. Nilai Anderson Darling tersebut menunjukkan variasi sampel terhadap populasi. Semakin kecil nilai Anderson Darling, semakin kecil variasi sampel.
  • 15. Universitas Bakrie 15 2.5 Fault Tree Analysis Fault Tree Analysis (FTA) merupakan pendekatan top-down analisis kegagalan, dimulai dengan potensi kejadian utama atau peristiwa yang tidak diinginkan disebut dengan top level event, lalu menentukan semua hal yang dapat membuat peristiwa atau kejadian tersebut terjadi. Analisis tersebut dilakukan dengan menentukan bagaimana top level event (potensi kejadian utama) bisa terjadi, apa penyebabnya, dan siapa penyebabnya. Penyebab dari potensi kejadian utama adalah “connected” melalui logic gates yaitu AND-gates dan OR-gates. FTA merupakan teknik yang paling banyak digunakan untuk analisis penyebab dalam risiko dan keandalan [8]. Potensi kejadian utama merupakan suatu analisis berbentuk pohon kesalahan secara sederhana dapat diuraikan sebagai suatu teknik analitis. Pohon kesalahan merupakan suatu model grafis yang menyangkut berbagai kombinasi contoh kesalahan-kesalahan yang akan mengakibatkan kejadian dari peristiwa yang tidak diinginkan yang sudah didefinisikan sebelumnya, atau dapat diartikan sebagai gambaran hubungan timbal balik yang logis dari peristiwa-peristiwa dasar yang mendorong. Pembuatan model pohon kesalahan (fault tree) dilakukan dengan cara wawancara dengan manajemen dan melakukan pengamatan langsung terhadap proses produksi di lapangan. Selanjutnya sumber-sumber kecelakaan kerja tersebut digambarkan dalam bentuk model pohon kesalahan [9]. Elemen yang digunakan dalam membuat FTA yaitu gates dan events. Gates menggambarkan outcome, sedangkan events menggambarkan input untuk gates. FTA memiliki beberapa fungsi, yaitu [10]:  Untuk menginvestigasi potensi kegagalan.  Untuk menginvestigasi modus dan penyebabnya.  Dan untuk mengukur kontribusi ketidakandalan sistem pada tujuan desain produk.
  • 16. Universitas Bakrie 16 2.5.1 Sejarah FTA FTA pertama kali digunakan oleh Bell Telephone Laboratories dalam “safety analysis of the Minuteman missile launch control system” pada tahun 1962. Teknik analisis tersebut kemudian dilakukan perbaikan oleh “Boeing Company”. Berdasarkan penelitian terdahulu [8] FTA banyak digunakan dan diperpanjang selama pelaksanaan keamanan reactor. 2.5.2 Langkah FTA Analisis pohon kesalahan (Fault Tree Analysis) merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menganalisis akar penyebab kecelakaan kerja [8]. Langkah-langkah melakukan FTA:  Mendefinisikan sistem, top level event (potensi kejadian utama), dan batas kondisi.  Membuat pohon kesalahan.  Mengidentifikasi minimal cut sets.  Analisis kualitatif pohon kesalahan.  Analisis kuantitatif pohon kesalahan.  Membuat laporan hasil analisis. 2.5.3 Batas Kondisi dalam Melakukan FTA Dalam melakukan FTA, hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut [8]:  Batas fisik suatu sistem (bagian-bagian mana saja dari sistem yang akan dianalisis, dan bagian mana yang tidak dianalisis?)  Kondisi awal (apa status operasional dari sistem ketika potensi kejadian utama muncul?)  Batas kondisi dari pengaruh eksternal (apa saja tipe pengaruh eksternal yang harus dimasukkan dalam analisis? Contoh : gempa bumi, pencahayaan, cuaca, dan lain-lain)  Tingkat resolusi (seberapa detail analisis harus dilakukan?)
  • 17. Universitas Bakrie 17 2.5.4 Pembuatan FTA Hal pertama yang harus dilakukan dalam melakukan FTA adalah mendefinisikan potensi kejadian utama seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Definisi dari potensi kejadian utama tersebut harus jelas dan tidak boleh ambigu. Definisi tersebut harus menjawab what, where, when. Kemudian harus ditentukan peristiwa dan kondisi apa saja yang menyebabkan potensi kejadian utama. Setelah itu sub-event dihubungkan dengan AND-gate atau OR-gate. Kemudian lanjutkan untuk mendapatkan event dasar yang menyebabkan potensi kejadian utama. Simbol-simbol yang digunakan dalam melakukan FTA digambarkan pada Tabel 2.1 [8]: Tabel 2. 1 Simbol dalam FTA Logic Gates OR-gate OR-gate menunjukkan bahwa peristiwa keluaran terjadi jika salah satu peristiwa keluaran terjadi. AND-gate AND-gate menunjukkan bahwa peristiwa keluaran terjadi jika salah satu peristiwa input terjadi. Input Events (states) Peristiwa dasar merupakan kegagalan peralatan dasar yang tidak memerlukan pengembangan lebih lanjut dari penyebab kegagalan. Peristiwa berkembang merupakan suatu peristiwa yang tidak diperiksa lebih lanjut karena informasi tidak tersedia atau karena konsekuensinya tidak signifikan. Description of state Komentar persegi panjang adalah untuk informasi tambahan. Transfer symbols Simbol transfer-out menunjukkan bahwa pohon kesalahan dikembangkan lebih lanjut pada simbol transfer-in yang sesuai.
  • 18. Universitas Bakrie 18 2.5.5 Penilaian Kualitatif FTA Cut set dalam sebuah pohon kesalahan merupakan satu set atau seperangkat peristiwa dasar yang secara simultan/bersamaan memastikan munculnya potensi kejadian utama. Sebuah cut set dikatakan minimal jika set tidak dapat dikurangi tanpa menghilangkan statusnya sebagai cut set. Oleh karena itu, potensi kejadian utama akan terjadi jika semua peristiwa dasar dalam minimal cut set terjadi pada waktu yang sama [8]. Penilaian kualitatif dilakukan dengan cara menginvestigasi minimal cut sets. Diawali dengan mengurutkan cut sets. Kemudian dengan memberikan peringkat berdasarkan pada tipe peristiwa dasar yang terlibat, contoh [8]:  Kesalahan manusia (paling kritis).  Kegagalan pada peralatan aktif.  Kegagalan pada peralatan pasif. Terakhir adalah dengan mencari “large” cut sets dengan dependent item. Contoh penilaian kualitatif FTA dapat dilihat pada Tabel 2.2 [8]. Tabel 2. 2 Contoh Penilaian Kualitatif FTA Rank Basic event 1 Basic event 2 1 2 3 4 5 6 Human error Human error Human error Failure of active unit Failure of active unit Failure of active unit Human error Failure of active unit Failure of passive unit Failure of active unit Failure of passive unit Failure of passive unit 2.5.6 Kelebihan dan Kekurangan FTA Penerapan FTA dalam aktualisasi di lapangan memiliki kelebihan dan kekurangan, yaitu [8]: 1. Kelebihan  Disiapkan dalam tahap awal desain dan detail dikembangkan lebih lanjut secara bersamaan dengan pengembangan desain.  Mengidentifikasi dan merekam jalur kesalahan logis secara sistematis dari efek yang spesifik ke penyebab utama.
  • 19. Universitas Bakrie 19  Mudah dikonversi ke pengukuran probabilitas. 2. Kekurangan  Dapat menyebabkan pohon kesalahan menjadi sangat besar jika analisis diperdalam.  Tergantung pada kemampuan menganalisis.  Sulit diterapkan pada sistem dengan kesuksesan parsial.  Biaya yang dibutuhkan untuk penerapan bisa mahal. 2.6 Failure Mode and Effect Analysis 2.6.1 Metode FMEA Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) adalah sistem keandalan dan keamanan teknik yang diciptakan pada tahun 1960 sebagai bagian dari program US Minutman rocket untuk menemukan dan mengurangi masalah desain yang tak terduga. FMEA merupakan sebuah teknik yang lebih sederhana, modus kesalahan dari setiap komponen dalam sistem dicatat dalam tabel, dan efek dari kesalahan tersebut didokumentasikan. Metode ini merupakan metode yang sistematis, efektif, dan rinci, meskipun kadang- kadang disebut sebagai metode yang memakan waktu berulang-ulang. Berdasarkan kesimpulan sebelumnya [11], metode ini sangat efektif dikarenakan setiap modus kegagalan pada setiap komponen diperiksa. Penjelasan mengenai tabel FMEA adalah kolom satu mendeskripsikan nama dari komponen yang diteliti, sementara kolom dua digunakan untuk membuat daftar nomor dari identifikasi komponen (nomor komponen atau nomor kode). Kolom satu dan kolom dua harus mengidentifikasi ulasan komponen secara bersama-sama. Kolom tiga mendeskripsikan fungsi komponen, sementara kolom empat mendeskripsikan prediksi modus kegagalan. Kolom lima digunakan untuk mencatat penyebab yang diketahui dari modus kegagalan jika berlaku. Akibat dari kegagalan pada sistem dicatat dalam kolom enam. Fungsi kolom yang tersisa bervariasi, tergantung pada banyak iterasi dari versi FMEA yang digunakan [11]. Contoh borang pengisian FMEA tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1 [11].
  • 20. Universitas Bakrie 20 Gambar 2.1 Contoh Borang Pengisian Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
  • 21. Universitas Bakrie 21 Menurut Stephens, Lipol, dan kawan-kawan [12, 13] Terdapat 4 jenis FMEA, yaitu: 1. Sistem FMEA Jenis FMEA ini biasanya digunakan pada tahap pertama kali merancang suatu sistem. Selain itu, sistem FMEA digunakan untuk menganalisis sistem dan subsistem yang ada pada tahap konsep dan perancangan. Sistem FMEA memfokuskan diri pada modus kesalahan atau kegagalan yang potensial dan fungsi-fungsi suatu sistem yang disebabkan oleh ketidakefisiensian sistem tersebut. 2. Perancangan FMEA Setelah rancangan sistem telah ditentukan, perancangan FMEA akan mengarahkan modus kesalahan kegagalan ke dalam tingkatan komponen dan digunakan untuk menganalisis produk sebelum digunakan proses manufaktur. Perancangan FMEA mempunyai titik utama pada modus kegagalan yang disebabkan oleh ketidakefisian dalam perancangan. 3. Proses FMEA FMEA jenis ini akan menguji modus kegagalan dari setiap tahap proses manufaktur maupun perakitan sebuah produk. Jenis ini tidak harus selalu menguji secara detail modus kesalahan atau kegagalan dan peralatan yang dipergunakan untuk proses manufaktur atau perakitan, tetapi harus memperhatikan modus kegagalan yang berpengaruh secara langsung terhadap kualitas, kekuatan, dan produk akhir yang dihasilkan. 4. Pelayanan FMEA Jenis FMEA ini digunakan dalam berbagai cara. Pertama, untuk industri jasa intensif seperti pertambangan, dimana biaya yang tinggi untuk peralatan dan lingkungan kerja (operasi) yang keras membutuhkan pendekatan disiplin yang keras dan tinggi untuk pelayanan. Kedua, untuk melakukan pengujian modus kesalahan atau kegagalan dan peralatan yang digunakan untuk proses manufaktur dan operasi perakitan. Hal ini menyediakan suatu program pemeliharaan
  • 22. Universitas Bakrie 22 pencegahan (preventive maintenance) yang seksama, terutama dimana biaya langsung untuk perbaikan breakdown dapat diperkecil, tetapi biaya tidak langsung yang diakibatkan berkurangnya produksi sedikit lebih tinggi. 2.6.2 Menemukan Masalah dengan FMEA Metode FMEA telah tumbuh populer selama bertahun-tahun dan telah menjadi sebuah bagian yang penting dari banyak proses desain, terutama dalam industri otomotif. Menurut Goble [11], hal ini dikarenakan FMEA sudah terbukti dari waktu ke waktu menjadikan hal efektif dan berguna meskipun ada sesuatu yang negatif dari metode ini. Selama melakukan metode FMEA, terlihat jelas bahwa efek kegagalan merupakan masalah serius yang sebelumnya belum ditemui. Ketika masalah-masalah yang ditemukan tersebut cukup signifikan, tindakan korektif dicatat. Kemudian desain tersebut ditingkatkan untuk mendeteksi, mencegah, atau mengontrol masalah. 2.6.3 Evolusi Metode FMEA Metode FMEA diperluas pada tahun 1970 untuk menyertakan peringkat semi kuantitatif (nomor dari 1-10) untuk keparahan (severity), kejadian (occurrence), dan deteksi (detection). Kemudian empat kolom ditambahkan ke tabel. Tiga kolom berisi penilaian dan kolom ke empat berisi Risk Priority Number (RPN) yang diperoleh melalui pengalian tiga angka. Perluasan metode ini disebut Failure Modes, Effects and Criticality Analysis (FMECA). Teknik FMEA diteruskan untuk dikembangkan selama bertahun- tahun. Beberapa variasi metode FMEA akhir-akhir ini menggunakan metode untuk proses dan juga desain. Sama seperti daftar komponen, setiap tahap dalam proses di-list. Setiap tahap termasuk cara yang diantisipasi yang mana cara tersebut bisa salah, setara dengan daftar modus kesalahan yang diketahui dari setiap komponen. Jika daftar telah selasai, maka metode tersebut juga disebut FMEA desain. Setelah dua perbedaan dasar FMEA
  • 23. Universitas Bakrie 23 dibuat, FMEA desain disebut DFMEA, dan FMEA proses disebut PFMEA di beberapa literature. Sama seperti FMEA desain, FMEA proses sudah dibuktikan efektif dalam menemukan masalah-masalah yang tidak terduga [11]. 2.6.4 Langkah FMEA FMEA digunakan sebagai metode kualitatif yang membantu untuk mengidentifikasi titik kelemahan dari produk dan proses [14]. FMEA mendukung sebuah struktur untuk mengidentifikasi dan memprioritaskan modus kegagalan untuk perbaikan kualitas. FMEA juga merupakan cara untuk meningkatkan keandalan sistem sebelum sesuatu terjadi, tetapi juga bisa digunakan setelah suatu kejadian terjadi. Sebelum memulai FMEA, sangat penting untuk menyelesaikan beberapa pre-work untuk mengkonfirmasi kekuatan dan sejarah masa lalu yang masuk ke dalam analisis. Dokumentasi dan prosedur untuk melakukan FMEA dapat dilakukan dengan prosedur berikut [15]. A. Keparahan Keparahan merupakan penilaian dari keseriusan atau tingkatan dari efek yang dihasilkan oleh potensi modus kegagalan. Dalam hal ini kita harus menentukan semua modus kegagalan berdasarkan fungsi dan efek mereka. Contoh tabel untuk keparahan dapat dilihat pada Tabel 2.3 [15]. B. Kejadian Kejadian merupakan kemungkinan suatu penyebab yang spesifik akan muncul. Pada tahap ini, kita harus melihat penyebab dari kegagalan dan seberapa banyak hal tersebut muncul. Kita juga dapat melihat produk atau proses sejenis yang telah didokumentasikan untuk dapat melakukan FMEA. Penyebab kegagalan dilihat sebagai kelemahan dari desain. Sebagai contoh dapat dilihat pada Tabel 2.4 [15].
  • 24. Universitas Bakrie 24 Tabel 2. 3 Contoh Keparahan Rank Classification Example 10 Dangerously High Injury or death 9 Extremely High Regulatory non-compliance 8 Very High In-effective service or treatment 7 High High performance dissatisfaction 6 Moderate Potentioal in-effectiveness 5 Low Consumer complaints 4 Very Low Lowered effectiveness 3 Minor A nuisance to the customer 2 Very Minor Not apparent; minor effect 1 None Not apparent; no effect Tabel 2. 4 Contoh Kejadian Rank Classification Example 10 9 Very High Inevitable failure 8 7 High Repeated failures 6 5 Moderate Occasional failures 4 3 Low Few failures 2 1 Remote Failure unlikely C. Deteksi Deteksi merupakan sebuah penilaian terhadap kemungkinan atau probabilitas bahwa kontrol proses saat ini akan mendeteksi potensi kelemahan atau modus kegagalan berikutnya sebelum modus kegagalan komponen mempengaruhi operasi manufaktur atau lokasi perakitan. Asumsikan kegagalan telah terjadi kemudian beri penilaian untuk kemampuan kontrol proses saat ini untuk mencegah pengiriman
  • 25. Universitas Bakrie 25 komponen yang memiliki cacat. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa pendeteksian peringkat dilakukan berdasarkan pada pencegahan modus kegagalan sebelum komponen atau produk sampai ke tangan konsumen. Contoh dari pemberian peringkat pada urutan deteksi dapat dilihat pada Tabel 2.5 [15]. Tabel 2.5 Contoh Deteksi Detection Rank Criteria Extremely Unlikely 10 No design technique available/ Controls will not detect Very Low Likelihood 9 Unproven, unreliable design/ poor chance for detection Very Low Likelihood 8 Design controls have a poor chace of detection Low Likelihood 7 Design controls are likely to miss the problem Moderately Low Likelihood 6 Design controls may miss the problem Medium likelihood 5 Design controls have an even chance of working Moderately High Likelihood 4 Design controls are moderately effective High Likelihood 3 Likely to be corrected/ high probability of detection Very High Likelihood 2 Can be corrected prior to design release/ very high probability of detection Extremely Likely 1 Can be corrected prior to prototype/ controls will almost certainly detect D. Risk Priority Numbers (RPN) RPN merupakan indikator untuk menentukan tindakan yang tepat pada modus kegagalan. RPN dihitung dengan mengalikan nilai keparahan, kejadian, dan deteksi yang hasilnya merupakan skala dari 1 sampai 1000. Setelah menentukan angka keparahan, kejadian, dan deteksi, RPN dapat dengan mudah dihitung dengan mengalikan ketiga angka tersebut, yaitu :
  • 26. Universitas Bakrie 26 (2.25) Semakin kecil hasil RPN akan semakin bagus. RPN dapat dihitung untuk proses keseluruhan dan/atau hanya untuk proses desain. Sekali RPN dihitung, hal tersebut mempermudah untuk menentukan daerah yang akan menjadi fokus. Kemudian setelah hasil RPN didapat, penelitian lebih lanjut dapat difokuskan terhadap daerah yang menjadi fokus utama untuk mendapatkan solusi dari modus kegagalan. E. Prosedur FMEA Secara umum dikenal dua macam FMEA, yaitu proses FMEA dan perancangan FMEA. Penerapan FMEA dilakukan melalui suatu tim yang dibentuk khusus untuk itu. Untuk proses manufaktur, biasanya FMEA dilakukan untuk keseluruhan proses. Oleh karena itu, perlu diadakan pembatasan tugas bagi masing-masing tim agar tidak terjadi kegiatan yang saling tumpang tindih. Terdapat sepuluh langkah dalam penerapan FMEA, yaitu [16]: Langkah ke-1 : Peninjauan proses Tim FMEA harus meninjau ulang peta proses bisnis atau bagan alir yang ada untuk di analisis. Hal Ini perlu dilakukan untuk mendapatkan kesalahan paham terhadap proses tersebut. Dengan menggunakan peta atau bagan alir, seluruh anggota tim haruslah melakukan peninjauan lapangan (process walk-through) untuk meningkatkan pemahaman terhadap proses yang dianalisis. Bila peta proses atau bagan alir belum ada maka tim harus menyusun peta proses atau bagan alir tersebut sebelum memulai proses FMEA itu sendiri.
  • 27. Universitas Bakrie 27 Langkah ke-2 : Brainstorming berbagai bentuk kemungkinan kesalahan atau kegagalan proses Setelah melakukan peninjauan lapangan terhadap proses yang akan dianalisis maka setiap anggota tim akan melakukan brainstorming terhadap kemungkinan kesalahan atau kegagalan yang dapat terjadi dalam proses tersebut. Proses brainstorming ini dapat berlangsung lebih dari satu kali untuk memperoleh satu daftar yang komperehensif terhadap segala kemungkinan kesalahan yang dapat terjadi. Hasil brainstorming ini kemudian dikelompokkan menjadi beberapa penyebab kesalahan seperti manusia, mesin/peralatan, material, metode kerja, dan lingkungan kerja. Cara lain untuk mengelompokkan adalah menurut jenis kesalahan itu sendiri, misalnya kesalahan pada proses pengelasan, kesalahan elektrik, kesalahan mekanis, dan lain-lain. Pengelompokkan ini akan mempermudah proses analisis nantinya dan untuk mengetahui dampak satu kesalahan yang mungkin menimbulkan kesalahan yang lain. Langkah ke-3 : Membuat daftar dampak tiap-tiap kesalahan Setelah diketahui semua daftar kesalahan yang mungkin terjadi, maka dimulai penyusunan dampak dari masing-masing kesalahan tersebut. Untuk setiap kesalahan, dampak yang terjadi bisa hanya satu, atau lebih dari satu. Jika lebih dari satu, maka semuanya harus ditampilkan. Proses ini harus dilaksanakan dengan cermat dan teliti karena apa yang terlewat dari proses ini tidak akan mendapatkan perhatian untuk ditangani. Kriteria dampak, kemungkinan, dan deteksi ini harus ditetapkan terlebih dahulu. Kriteria mula-mula secara kualitatif dan kemudian dibuat secara kuantitatif. Apabila dapat langsung dibuat secara kuantitatif akan lebih baik. Skala kriteria untuk ketiga jenis penilaian ini juga harus sama, misalnya terbagi dalam skala 5 atau skala 10. Nilai 1 terendah dam nilai 5 atau 10 tertinggi. Penilaian
  • 28. Universitas Bakrie 28 peringkat dari ketiga variabel yang dinilai dilakukan secara konsensus dan disepakati oleh seluruh anggota tim. Langkah ke-4 : Menilai tingkat dampak (severity) kesalahan Penilaian terhadap tingkat dampak adalah perkiraan besarnya dampak negatif yang diakibatkan apabila kesalahan terjadi. Bila pernah terjadi maka penilaian akan lebih mudah, tetapi bila belum pernah maka penilaian dilakukan berdasarkan perkiraan. Langkah ke-5 : Menilai tingkat kemungkinan terjadinya (occurance) kesalahan Sama dengan langkah keempat, bila tersedia cukup data maka dapat dihitung probabilitas atau frekuensi kemungkinan terjadinya kesalahan tersebut. Bila tidak tersedia maka harus digunakan estimasi yang didasarkan pada pendapat ahli (expert judgement) atau metode lainnya. Langkah ke-6 : Menilai tingkat kemungkinan deteksi dari tiap kesalahan atau dampaknya Penilaian yang diberikan menunjukkan seberapa jauh kita dapat mendeteksi kemungkinan terjadinya kesalahan atau timbulnya dampak dari suatu kesalahan. Hal ini dapat diukur dengan seberapa jauh pengendalian atau indikator terhadap hal tersebut tersedia. Jika tidak ada, maka nilainya rendah, tetapi jika indikator bagus maka nilainya tinggi. Langkah ke-7 : Hitung tingkat prioritas risiko (RPN) dari masing- masing kesalahan dan dampaknya Total nilai RPN ini dihitung untuk tiap-tiap kesalahan yang mungkin terjadi. Jika proses tersebut terdiri dari kelompok-kelompok tertentu, maka jumlah keseluruhan RPN pada kelompok tersebut dapat
  • 29. Universitas Bakrie 29 menunjukkan seberapa serius kelompok proses tersebut jika suatu kesalahan terjadi. Jadi, terdapat tingkat prioritas tertinggi untuk jenis kesalahan dan jenis kelompok proses. Langkah ke-8 : Urutkan prioritas kesalahan yang memerlukan penanganan lanjut Setelah dilakukan perhitungan RPN untuk masing-masing potensi kesalahan, maka dapat disusun prioritas berdasarkan nilai RPN tersebut. Apabila digunakan skala 10 untuk masing-masing variable maka nilai tertinggi RPN adalah 1000. Bila digunakan skala 5, maka nilai tertinggi adalah 125. Terhadap nilai RPN tersebut dapat dibuat klasifikasi tinggi, sedang dan rendah atau ditentukan secara umum bahwa untuk nilai RPN di atas 250 (cut-off points) harus dilakukan penanganan untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kesalahan dan dampaknya serta pengendalian deteksinya. Penentuan klasifikasi atau nilai batas penanganan ditentukan oleh kepala tim atau oleh manajemen sesuai dengan jenis proses yang dianalisis. Langkah ke-9 : Lakukan tindak mitigasi terhadap kesalahan tersebut Idealnya semua kesalahan yang menimbulkan dampak tinggi harus dihilangkan sepenuhnya. Penanganan dilakukan secara serentak untuk ketiga aspek, yaitu meningkatkan kemampuan untuk mendeteksi kesalahan, mengurangi dampak kesalahan bila terjadi. Salah satu contoh untuk mendeteksi adanya kesalahan adalah adanya indikator panas pada mesin mobil jika terjadi panas berlebih. Kesalahan ini dapat disebabkan oleh berbagai hal: misalnya kipas radiator tidak bekerja, kebocoran pipa air pendingin, pompa air radiator tidak bekerja, dan lain-lain. Sedangkan cara untuk mencegah dampak kesalahan jika sudah terjadi adalah dengan memasang kontak pemutus aliran listrik ke mesin, sehingga mesin akan mati jika terjadi panas berlebih. Dengan demikian, mesin tidak akan rusak karena panas berlebih berlanjut. Untuk
  • 30. Universitas Bakrie 30 mengurangi terjadinya kesalahan, caranya adalah dengan menyusun suatu prosedur pemeriksaan berkala terhadap semua peralatan tersebut, yaitu: kipas radiator, pompa air radiator, pengisian air radiator dengan cairan yang khusus untuk itu dan lain-lain. Langkah ke-10 : Hitung ulang RPN yang tersisa untuk mengetahui hasil dari tindak lindung yang dilakukan. Segera setelah tindak lindung risiko dilaksanakan, harus dilakukan pengukuran ulang atau perkiraan nilai deteksi, nilai dampak, dan nilai kemungkinan timbulnya kesalahan. Setelah itu, dilakukan perhitungan nilai tingkat prioritas risiko kesalahan tadi. Hasil tindak lindung tadi harus menghasilkan penurunan nilai RPN yang cukup signifikan ke tingkat yang cukup aman. Jika belum tercapai, maka tetap perlu dilakukan tindak lindung lebih lanjut. Contohnya dengan menggunakan ilustrasi pada langkah ke-9 terkait dengan panas berlebih. Berapa kira- kira penurunan RPN jika dibandingkan dengan kondisi awal, yaitu tanpa indikator panas dan tanpa pemutus otomatis untuk panas berlebih setelah dilakukan tindakan perlindungan melalui pemasangan indikator panas mesin serta pemutus otomatis untuk panas berlebih. 2.6. 5 Hubungan FMEA dan FTA FMEA dan FTA merupakan dua alat analisis yang sering digunakan dan memiliki hubungan dalam penerapannya. Hubungan keduanya digambarkan pada Gambar 2.2 [15].
  • 31. Universitas Bakrie 31 Gambar 2. 2 Hubungan FTA dan FMEA Hubungan antara FTA dan FMEA berada pada hasil analisis dari FTA yaitu faktor-faktor yang didapat dari FTA digunakan sebagai informasi dasar untuk modus kegagalan pada FMEA. Informasi tersebut digunakan untuk mengidentifikasi penyebab-penyebab kegagalan. Setelah itu, pembuatan FMEA dilanjutkan ke tahap berikutnya. 2.7 Diagram Pareto Setelah mengetahui RPN untuk setiap modus kegagalan, kemudian diagram pareto digunakan untuk mengetahui modus kegagalan utama mesin. Diagram pareto dimaksudkan untuk menemukan/mengetahui problem/penyebab utama yang merupakan kunci dalam penyelesaian permasalahan dan perbandingannya terhadap keseluruhan. Survei menunjukkan bahwa lebih mudah melakukan perbaikan/penanggulangan. Dengan menggunakan diagram pareto ini, kita dapat mengkonsentrasikan arah penyelesaian masalah. Oleh karena itu, diagram pareto merupakan langkah pertama untuk pelaksanaan perbaikan/penyelesaian masalah. Aturan pareto digunakan untuk menentukan prioritas bagi pemecahan suatu masalah. Aturan pareto berbunyi “Delapan puluh persen dari kesulitan yang dialami disebabkan oleh dua puluh persen masalah” atau “Barang yang memiliki nilai 80% dari nilai keseluruhan, hanya berjumlah 20% dari jumlah keseluruhan”. Dengan kata lain, aturan tersebut menyatakan bahwa tidak semua penyebab dari suatu fenomena tertentu terjadi dengan frekuensi Fault Tree Analysis Failure Mode & Effect Analysis
  • 32. Universitas Bakrie 32 yang sama atau dengan dampak yang sama. Aturan Pareto juga sering disebut sebagai aturan 80/20 [17]. Diagram Pareto merupakan suatu gambar yang mengurutkan klasifikasi data dari kiri ke kanan menurut urutan peringkat tertinggi hingga terendah. Hal ini dapat membantu menemukan permasalahan yang terpenting untuk segera diselesaikan (peringkat tertinggi) sampai dengan yang tidak harus segera diselesaikan (peringkat terendah). Langah-langkah pembuatan diagram pareto :  Mengumpulkan data yang akan dianalisis, misalnya dengan menggunakan check sheet.  Memasukkan total untuk masing –masing item yang dianalisis.  Mengurutkan item mulai dari yang terbesar hingga terkecil.  Menghitung total untuk seluruh item, dan membuat kumulatif total dan persentase kumulatifnya.  Menggambar diagram batang dengan sumbu x menunjukkan item yang diamati dan sumbu y di sebelah kiri menunjukkan data apa yang dibandingkan (frekuensi, biaya dan lain sebagainya), serta sumbu y di sebelah kanan menunjukkan persentase (skala 0-100%). Penyusunan diagram batang diurutkan menurut data terbesar hingga terkecil.  Membuat kurva persentase kumulatif .  Membuat penggolongan dengan pedoman awal - golongan A : 10 - 55% - golongan B : 56 - 90% - golongan C : 91 – 100%.
  • 33. Universitas Bakrie 33 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah mesin High Frequency Welding pada produksi pembuatan pipa di salah satu plant milik PT Bakrie Pipe Industries. Plant tersebut dapat memproduksi pipa dengan ukuran diameter 8 5/8 inci – 24 inci dengan ketebalan 4.8 mm – 15.9 mm untuk semua spesifikasi pipa. Produk unggulan yang sering diproduksi di plant ini adalah pipa dengan spesifikasi API (pipa untuk keperluan minyak dan gas) yang berdiameter 16 – 24 inci. 3.2 Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan pola kualitatif dan kuantitatif. Pola kuantitatif dilakukan dengan mengolah data-data yang ada melalui uji distribusi, perhitungan parameter keandalan dan perhitungan nilai keandalan. Sedangkan pola kualitatif dilakukan berdasarkan penelitian lapangan, studi literatur dan wawancara. Pola kualitatif ini menggunakan metode FMEA dan FTA. Kedua pola tersebut akan memberikan nilai keandalan sesuai dengan fungsi mesin High Frequency welding. Pengumpulan data dilakukan melalui studi lapangan dan wawancara seperti yang tertuang pada diagram alir berikut. 3.3 Diagram Alir Proses penelitian dilakukan secara terstruktur seperti yang ditunjukkan pada diagram alir dalam Gambar 3.1 dengan uraian sebagai berikut:
  • 34. Universitas Bakrie 34 Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian 1. Distribusi Weibull 2. Distribusi Eksponential 3. Distribusi Normal 4. Distribusi Lognormal
  • 35. Universitas Bakrie 35  Studi Pendahuluan Penelitian diawali dengan melakukan studi pendahuluan. Studi ini dilakukan untuk mengetahui masalah apa yang akan dibahas serta perbaikan apa yang harus diberikan setelah melihat proses produksi pipa. Setelah menemui masalah, tujuan penelitian ditentukan untuk mengetahui arah penelitian serta mendapatkan solusi yang tepat. Studi pendahuluan terdiri dari studi literatur, studi lapangan, dan wawancara. a. Studi Literatur Suatu penelitian harus didasari dengan landasan teori yang kuat terkait masalah yang diteliti, sehingga apa yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan. Studi literatur digunakan sebagai landasan teori penelitian yang diperoleh dari buku referensi, jurnal, website, penelitian terdahulu, dan lain-lain. b. Studi Lapangan Studi lapangan dilakuan untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya terjadi di lapangan. Studi ini dilakukan dengan cara mengamati kegiatan di lapangan khususnya kegiatan produksi. Dari studi lapangan yang dilakukan dapat diketahui permasalahan apa yang terjadi di lapangan. c. Wawancara Wawancara dilakukan terhadap karyawan PT Bakrie Pipe industries yang terkait dengan pokok permasalahan yang ditemukan pada mesin HFW plant KT 24. Wawancara ini dilakukan untuk menggali informasi mengenai keandalan yang ditemukan di lapangan melalui supervisor, manajer, dan operator.  Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan ketika melakukan studi lapangan. Jenis data yang dikumpulkan, yaitu data primer dan data sekunder. a. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara mengamati langsung ke plant produksi dan melakukan wawancara terhadap karyawan yang terlibat langsung secara operasional. Data yang
  • 36. Universitas Bakrie 36 diperoleh antara lain: data alur proses produksi, cara kerja mesin, dan sebagainya. b. Data sekunder yang didapatkan adalah data arsip perusahaan seperti data dokumentasi dari perusahaan dan data dari hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan di perusahaan tersebut. Data yang dibutuhkan untuk penelitian ini, yaitu data mengenai lamanya mesin beroperasi, data mengenai waktu downtime produksi, data mengenai frekuensi breakdown yang terjadi pada mesin, data mengenai kegiatan pemeliharaan yang telah dilakukan perusahaan, data waktu untuk perbaikan yang dilakukan, data ideal cycle time dan actual cycle time, dan data mengenai jumlah produksi.  Uji Distribusi Setelah data yang dibutuhkan terkumpul, uji distribusi dilakukan terhadap waktu perbaikan, waktu antar perbaikan, dan frekuensi kerusakan mesin dengan menggunakan piranti lunak Minitab. Hasil dari uji distribusi tersebut berupa grafik yang menggambarkan keterkaitan sampel dengan populasi data. Jika data untuk uji distribusi sudah layak, maka pengolahan data dilakukan ke tahap berikutnya.  Perhitungan Parameter MTTR dan MTBF Perhitungan parameter MTTR dan MTBF dilakukan menggunakan piranti lunak Minitab. Untuk parameter MTBF menggunakan input waktu mesin HFW berfungsi tanpa adanya breakdown. Sedangkan untuk parameter MTTR menggunakan input waktu breakdown mesin HFW. Grafik hasil uji distribusi akan menghasilkan nilai Anderson Darling (menyatakan apakah uji statistik data sampel yang diberikan diambil dari distribusi probabilitas tertentu) untuk setiap distribusi (Weibull, Lognormal, Exponential, dan Normal). Distribusi dengan nilai Anderson Darling terkecil menjadi acuan untuk nilai MTTR dan MTBF.
  • 37. Universitas Bakrie 37  Perhitungan Nilai Keandalan Nilai keandalan dihitung berdasarkan rumus pada distribusi yang sesuai. Penentuan distribusi mana yang dilakukan dengan melihat nilai Anderson Darling yang paling kecil pada setiap distribusi data waktu operasi berdasarkan parameter MTTR dan MTBF.  Analisis FTA dan FMEA Analisis FTA dilakukan berdasarkan pengolahan data secara kualitatif. Data yang digunakan untuk membuat pohon kegagalan diperoleh berdasarkan studi pendahuluan, terutama wawancara para ahli di lapangan. Analisis FTA bertujuan untuk mendapatkan peristiwa dasar yang menjadi akar dari masalah utama. Berdasarkan alur hubungan FTA dan FMEA seperti yang terlihat pada Gambar 3.2, hasil akhir yang didapat dari FTA akan menjadi informasi dalam tahapan FMEA pada kolom penyebab kegagalan mesin HFW. Selanjutnya dari informasi yang didapat dari FTA akan dicari nilai severity (keparahan), occurrence (kejadian), dan detection (deteksi) untuk menghitung RPN (Risk Priority Number). Dari nilai RPN tersebut akan diperoleh komponen dengan modus kegagalan kritis yang akan menjadi prioritas masalah pada mesin High Frequency Welding. Setelah itu, solusi kegiatan diusulkan terhadap modus kegagalan utama sebagai prioritas masalah.  Kesimpulan dan Saran Setelah melakukan analisis pemecahan masalah, tahap akhir yang perlu dilakukan adalah menyimpulkan secara garis besar hasil dari penelitian yang tentunya menjawab tujuan dari penelitian itu sendiri. Dari kesimpulan tersebut, beberapa saran dan masukan sangat diperlukan baik untuk perusahaan maupun untuk penelitian selanjutnya.
  • 38. Universitas Bakrie 38 Gambar 3. 2 Diagram Alir Hubungan FTA dan FMEA Mesin High Frequency Welding
  • 39. Universitas Bakrie 39 BAB 4 PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS 4.1 Proses Produksi Plant KT 24 Proses produksi pipa di plant KT 24 PT Bakrie Pipe Industries menggunakan proses produksi continuous dimana jika salah satu mesin berhenti beroperasi, mesin lain juga berhenti dan proses produksi tidak dapat berjalan. Proses produksi seperti ini disebut sebagai sistem seri. Proses produksi pada plant KT 24 dapat dilihat pada Gambar 4.1. Gambar 4. 1 Proses Produksi Plant KT 24 Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, proses pengelasan (welding) sering mengalami permasalahan. Hal ini merupakan hambatan (constraint) bagi pelaksanaan produksi secara keseluruhan. Dibandingkan dengan proses lainnya ditinjau berdasarkan waktu breakdown, proses pengelasan merupakan proses yang paling lama mengalami breakdown. Analisis lebih lanjut mengenai breakdown pada mesin HFW akan dibahas pada bagian Fault Tree Analysis (FTA). 4.1.1 Proses Welding (Pengelasan) Pengelasan merupakan salah satu proses yang penting dalam manufaktur pipa. Proses pengelasan yang menggunakan Electrical Resistance Welding (ERW) berfungsi untuk menyatukan kedua “ujung”
  • 40. Universitas Bakrie 40 pipa yang telah melalui proses pembentukan untuk menempelkan sisi yang satu dengan yang lainnya, sehingga membentuk inner bead dan outer bead. Mesin las ini bekerja pada pipa yang bergerak dengan kecepatan konstan. Proses High Frequency Welding (HFW) bertujuan untuk membuat pipa dari gulungan coil baja tanpa pembakaran metal pengisi serta berbagai masalah/cacat yang yang terjadi pada proses ini. Cara kerja mesin HFW dimulai dengan power supply pada mesin tersebut difungsikan ke rectifier untuk mengubah arus AC menjadi DC. Kemudian inverter juga difungsikan untuk mengubah arus DC menjadi AC yang lebih besar. Kemudian ke tahap loading coil untuk proses pengeluaran frekuensi yang lebih tinggi. Proses pengelasan pipa di plant KT 24 dimulai setelah proses pembentukan pipa. Pipa yang sudah mulai terbentuk, kemudian mulai masuk ketahap pengelasan dua bibir pipa agar coil yang sudah mulai berbentuk pipa dapat membentuk pipa dengan sempurna. Dua bibir pipa tersebut dilas menggunakan panas yang dihantarkan melalu unit head welding menggunakan contact shoe ke contact tip. Panas yang dihantarkan tersebut difokuskan ke arah dua bibir pipa dimulai dari jarak apec dengan bantuan carbon ferrite yang terdapat di dalam pipa tersebut. Kemudian bibir pipa tersebut ditekan menggunakan squeeze agar kedua bibir pipa menyatu dan terbentuklah pipa. Gambaran bentuk mesin dapat dilihat pada Gambar 4.2. Pada proses pengelasan ini, bentuk pipa masih belum bulat sempurna dan bahan setelah pengelasan (inner bead dan outer bead) masih nampak. Hasil pengelasan pun belum mulus, dan pipa masih harus diproses ke tahap berikutnya untuk mendapatkan hasil pipa yang sempurna. Kemudian, analisis lebih lanjut mengenai komponen mesin las yang menjadi masalah pada mesin ini akan dibahas pada bagian Failure Mode and Effect Analysis (FMEA).
  • 41. Universitas Bakrie 41 Gambar 4. 2 Mesin High Frequency Welding 4.2 Data Operasi Mesin High Frequency Welding Data operasi pada mesin High Frequency Welding yang digunakan adalah periode waktu Januari 2014 sampai dengan Desember 2014. Data operasi yang digunakan adalah data waktu operasi, waktu perbaikan, dan jumlah atau frekuensi kerusakan. Data-data tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1. Data operasi yang disajikan merupakan data yang diolah berdasarkan data mentah yang diperoleh dari perusahaan. Data-data tersebut akan digunakan sebagai input untuk menghitung parameter MTTR dan MTBF menggunakan piranti lunak Minitab. Jarak apec Unit welding head Pipa setelah dilas Pipa sebelum dilas
  • 42. Universitas Bakrie 42 Tabel 4. 1 Data Waktu perbaikan Mesin HFW Tahun 2014 Bulan Waktu Operasi (Jam) Waktu Perbaikan(Jam) Frekuensi Januari 141.83 2.50 8 Februari 58.33 0.50 2 Maret 86.17 24.33 16 April 99.33 5.33 8 Mei 116.67 1.83 4 Juni 69.50 2.33 6 Juli 60.50 3.83 4 Agustus 86.67 1.00 2 September 58.83 2.00 5 Oktober 166.83 24.33 32 November 78.83 1.83 6 Desember 164.33 10.83 19 Total 1193.98 80.67 112 4.3 Pengolahan Data 4.3.1 Uji Distribusi Uji distribusi dalam pengolahan data ini dilakukan untuk parameter reliabilitas, yaitu MTBF dan MTTR. A. Mean Time Between Failure (MTBF) Berdasarkan perhitungan Mean Time Between Failure (MTBF) diperoleh kesesuaian ketepatan data (Goodness of Fit Test Data) seperti yang tercantum pada Tabel 4.2, yaitu distribusi weibull dengan nilai Anderson Darling 6.59, distribusi lognormal dengan nilai Anderson Darling 5.86, distribusi exponential dengan nilai Anderson Darling 12.96, dan distribusi normal dengan nilai Anderson Darling 9.4. Berdasarkan nilai tersebut, dapat ditentukan bahwa distribusi yang paling cocok untuk nilai MTBF adalah distribusi lognormal dengan nilai Anderson Darling 5.86 dimana nilai tersebut merupakan nilai Anderson Darling terkecil diatara nilai pada distribusi yang lain.
  • 43. Universitas Bakrie 43 Tabel 4. 2 Kesesuaian Ketepatan Data MTBF Mesin HFW Distribution Anderson-Darling Weibull 6.59 Lognormal 5.86 Exponential 12.96 Normal 9.4 Setelah melakukan distribution ID plot, nilai MTBF keluar secara otomatis pada piranti lunak Minitab. Nilai MTBF yang diperoleh untuk mesin High Frequency Welding adalah 10.39 jam untuk distribusi lognormal seperti pada Tabel 4.3. Tabel 4. 3 Nilai MTBF untuk Setiap Jenis Distribusi Distribution Mean Weibull 10.73 Lognormal 10.39 Exponential 10.61 Normal 10.61 Sedangkan untuk hasil grafik atau plot data yang dilakukan untuk nilai MTBF terlihat pada Gambar 4.3. Hasil grafik atau plot data tersebut menggambarkan variasi data masing-masing distribusi (Weibul, Lognormal, Exponential, dan Normal). Terlihat pada grafik tersebut bahwa variasi data sampel adalah linier. Semakin variasi data sampel mendekati linier, maka variasi data tersebut semakin kecil, sehingga diartikan bahwa sampel dan populasi hampir sama. Semakin plot pada gambar mendekati linier, maka nilai Anderson Darling akan semakin kecil. Grafik tersebut membuktikan nilai Aderson Darling pada distribusi lognormal memiliki nilai paling kecil dikarenakan pada grafik tersebut distribusi lognormal miliki variasi data sampel yang paling mendekati linier.
  • 44. Universitas Bakrie 44 Gambar 4. 3 Hasil Distribution ID Plot MTBF
  • 45. Universitas Bakrie 45 B. Mean Time to Repair (MTTR) Berdasarkan perhitungan Mean Time to Repair (MTTR) diperoleh kesesuaian ketepatan data (Goodness of Fit Test Data) seperti yang tercantum pada Tabel 4.4, yaitu distribusi weibull dengan nilai Anderson Darling 5.15, distribusi lognormal dengan nilai Anderson Darling 3.28, distribusi exponential dengan nilai Anderson Darling 5.4, dan distribusi normal dengan nilai Anderson Darling 13.48. Berdasarkan nilai tersebut, dapat ditentukan bahwa distribusi yang paling cocok untuk nilai MTTR adalah distribusi lognormal dengan nilai Anderson Darling 3.28 dimana nilai tersebut merupakan nilai Anderson Darling terkecil diatara nilai pada distribusi yang lain. Tabel 4. 4 Kesesuaian Ketepatan Data MTTR Mesin HFW Distribution Anderson-Darling Weibull 5.15 Lognormal 3.28 Exponential 5.4 Normal 13.48 Setelah melakukan Distribution ID Plot, nilai MTTR keluar secara otomatis pada piranti lunak Minitab. Nilai MTTR yang diperoleh untuk mesin High Frequency Welding adalah 1.01 jam untuk distribusi lognormal seperti pada Tabel 4.5. Tabel 4. 5 Nilai MTTR untuk Setiap Jenis Distribusi Distribution Mean Weibull 1.07 Lognormal 1.01 Exponential 1.07 Normal 1.07 Sedangkan untuk hasil grafik atau plot data yang diperoleh untuk nilai MTTR dapat dilihat pada Gambar 4.4. Sama seperti yang telah
  • 46. Universitas Bakrie 46 Gambar 4. 4 Hasil Distribution ID Plot MTTR
  • 47. Universitas Bakrie 47 dijelaskan untuk hasil distribution ID plot MTBF, hasil grafik atau plot data MTTR menggambarkan variasi data masing-masing distribusi (Weibul, Lognormal, Exponential, dan Normal). Semakin plot data mendekati linier, maka variasi data tersebut semakin kecil, sehingga diartikan bahwa sampel dan populasi hampir sama. Semakin plot pada gambar mendekati linier, maka nilai Anderson Darling akan semakin kecil. Grafik tersebut membuktikan nilai Anderson Darling pada distribusi lognormal memiliki nilai paling kecil dikarenakan pada grafik tersebut distribusi lognormal miliki variasi data sampel yang paling mendekati linier. 4.3.2 Perhitungan Nilai Keandalan High Frequency Welding Dari uji distribusi di atas, diketahui bahwa distribusi dari MTBF dan MTTR High Frequency Welding adalah lognormal distribution, sehingga nilai keandalan dihitung mengikuti persamaan lognormal dengan parameter µ (mean) dan σ (standard deviation). Perhitungan nilai keandalan menggunakan persamaan 2.21. Perhitungan tersebut dimulai dengan mencari nilai µ dan σ. Tabel 4. 6 Data Perhitungan TTF untuk σ Bulan TTF TTF^2 TTF^2*F Januari 17.729 314.309 2514.469 Februari 29.165 850.597 1701.194 Maret 5.386 29.005 464.079 April 12.416 154.163 1233.306 Mei 29.168 850.743 3402.972 Juni 11.583 134.174 805.042 Juli 15.125 228.766 915.063 Agustus 43.335 1877.922 3755.844 September 11.766 138.439 692.194 Oktober 5.213 27.180 869.758 November 13.138 172.616 1035.695 Desember 8.649 74.804 1421.282 Total 202.673 4852.717 18810.897
  • 48. Universitas Bakrie 48 Nilai µ merupakan nilai MTBF yang didapat dari Tabel 4.3, sehingga nilai µ sebesar 10.39 jam. Sedangkan nilai σ dapat dihitung menggunakan persamaan 2.23 dengan menggunakan data Time to Failure (TTF) yang tertera pada Tabel 4.6. Kolom TTF merupakan nilai TTF untuk periode setiap bulan, kolom TTF^2 merupakan hasil kuadrat nilai TTF setiap bulan, kemudian untuk kolom TTF^2*F merupakan hasil perkalian dari kuadrat TTF dengan frekuensi. Pada perhitungan nilai σ, n merupakan frekuensi mesin HFW dalam periode waktu satu tahun seperti yang tertera pada Tabel 4.1. √ ∑ (∑ ) ( ) ( ) √ ( ) ( ) ( ) √ Sehingga dari nilai dapat dihitung nilai Z yang akan digunakan dalam perhitungan reliabilitas, yaitu : ( ) ( ( ) ), ( ) ( ( ) ) ( ) Z = ( ( ) ) Dengan demikian nilai reliabilitas mesin HFW untuk t dalam kurun waktu satu tahun adalah: ( ) ( )
  • 49. Universitas Bakrie 49 Berdasarkan perhitungan di atas, maka nilai reliabilitas untuk kurun waktu satu tahun adalah 0.54 dengan rentan probabilitas adalah 0 – 1. Tabel 4. 7 Keandalan Mesin HFW t (bulan) t (jam) Z R(t) 1/31 24 -0.55924 0.71200 1 744 -0.29284 0.61518 2 1416 -0.24292 0.59597 3 2160 -0.21016 0.58323 4 2880 -0.18784 0.57450 5 3624 -0.17001 0.56750 6 4344 -0.15596 0.56197 7 5088 -0.14369 0.55713 8 5832 -0.13311 0.55294 9 6552 -0.12407 0.54937 10 7296 -0.11573 0.54607 11 8016 -0.10843 0.54317 12 8760 -0.10154 0.54044 Mengacu pada Tabel 4.7, perhitungan nilai keandalan pada penelitian ini dihitung dengan kelipatan bulan dalam waktu satu tahun. Untuk menghitung nilai reliabilitas tersebut dibutuhkan nilai Z untuk setiap reliabilitas dalam periode (t) yang akan dihitung karena nilai Z bergantung pada t (periode waktu) reliabilitas yang akan dihitung. 4.3.3 Fault Tree Analysis (FTA) High Frequency Welding Berdasarkan nilai keandalan mesin HFW yang telah diperoleh dari hasil pengolahan data, menunjukkan bahwa tingkat keandalan dari mesin masih sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh besarnya waktu breakdown yang terjadi pada mesin HFW seperti yang terlihat pada Gambar 4.5 yang menunjukkan bahwa mesin HFW memiliki waktu breakdown paling lama, yaitu 80.67 jam pada tahun 2014. Sedangkan mesin Finishing memiliki waktu breakdown 52.5 jam, mesin Electrical Cut-Off memiliki waktu
  • 50. Universitas Bakrie 50 breakdown 50.3 jam, mesin Mechanical Cut-Off memiliki waktu breakdown 47.3 jam, Annealing memiliki waktu breakdown 39.5 jam, dan Jointing memiliki waktu breakdown 38.83 jam. Sehingga berdasarkan data waktu breakdown pada Gambar 4.5, masalah pada mesin HFW merupakan top level event (potensi kejadian utama) pada FTA. Gambar 4. 5 Diagram Pareto Waktu Breakdown KT-24 Setelah menemukan potensi kejadian utama, maka langkah selanjutnya adalah pembuatan pohon kesalahan untuk masalah pada mesin HFW. Pohon kelasahan secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 4.6. Berdasarkan pohon kesalahan tersebut, dapat diketahui bahwa penyebab terjadinya breakdown pada mesin HFW yang terbagi ke dalam dua bentuk yaitu mekanis/mesin dan elektrik, yaitu:  Heat exchanger kotor (mekanis)  Silinder contact press bocor (mekanis)  Sistem pendingin tidak optimal (mekanis)  Selang stasiun pemanas terlepas (mekanis)  Material coil tidak rata (mekanis)  Daya pada unit head welding terlalu tinggi (elektrik)  Life time pada recorder (elektrik) 80.667 52.500 50.333 47.333 39.500 38.833 0.000 10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 70.000 80.000 90.000 HF Problem Finishing Equipment problem Electrical Cutt off Problem Mechanical Cutt Off Problem Annealer problem Jointing Problem
  • 51. Universitas Bakrie 51 Gambar 4. 6 Fault Tree Analysis Mesin High Frequency Welding
  • 52. Universitas Bakrie 52 4.3.4 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) Dengan menggunakan metode fault tree analysis (FTA), maka FMEA merupakan metode yang digunakan untuk melihat masalah mana yang paling dominan dan harus menjadi fokus dalam perbaikan dan pemeliharaan. Berdasarkan pohon kegagalan, didapat informasi yang akan digunakan dalam pembuatan tabel FMEA. Sebelum melakukan penilaian severity (keparahan), occurrence (kejadian), dan detection (deteksi) untuk mengetahui nilai RPN setiap masalah, terlebih dahulu dilakukan identifikasi untuk potensi modus kegagalan mesin High Frequency Welding. Melalui identifikasi yang dilakukan, didapatkan potensi modus kegagalan seperti pada Tabel 4.8 yaitu: Tabel 4. 8 Tabel Potensi Modus Kegagalan No. Potensi Modus Kegagalan 1 HFW alarm 2 Alarm PMGI mesin 3 Alarm fuse inverter 4 HF trip 5 HFW alarm PMGI modul 6 Recorder problem  HFW alarm merupakan masalah yang ditandai oleh alarm, dimana alarm tersebut akan memberikan indikator berupa lampu LED ketika tekanan air pada system thermist block panel tidak ada.  Alarm PMGI mesin adalah pada saat pengujian operasi mesin, alarm tersebut tidak memberikan indikator apapun yang menandakan mesin tersebut bermasalah. Namun, masalah terjadi pada saat operasi aktual berlangsung.  Alarm fuse inverter merupakan masalah yang terjadi pada fuse inverter (pemutus sekering), sehingga alarm memberikan indikator.  HFW trip disini memiliki arti bahwa mesin HFW berhenti beroperasi akibat terjadinya sentuhan antara contact tip dengan pipa.
  • 53. Universitas Bakrie 53  High Frequency Welding alarm PMGI modul merupakan masalah pada card HMGD.  Recorder Problem merupakan masalah yang terjadi pada recorder pembuat grafik hasil pengelasan Informasi yang digunakan untuk mengidentifikasi modus kegagalan adalah dengan menggunakan data detail activity breakdown selama satu tahun dan juga berdasarkan informasi dari FTA. Selain itu, penulis juga melakukan penelitian empiris serta wawancara terhadap ahli divisi pemeliharaan dan produksi untuk mengetahui detail kejadian tersebut. a. Severity (keparahan) Setelah mengetahui modus kegagalan pada mesin High Frequency Welding, langkah berikutnya adalah mengidentifikasi potensi efek kegagalan. Berdasarkan potensi efek kegagalan ini, kemudian akan dilakuakan penilaian keparahan untuk masing-masing potensi efek kegagalan berdasarkan perkiraan dampak negatif yang dihasilkan dari modus kegagalan dan diukur berdasarkan data waktu kerusakan yang dialami oleh setiap potensi efek kegagalan. Penilaian keparahan untuk potensi efek kegagalan dapat dilihat pada Tabel 4.9 di bawah ini. Tabel 4. 9 Nilai Severity Potensi Efek Kegagalan No Potensi Efek Kegagalan Waktu kegagalan (jam) Severity 1 Tekanan air pada system thermist block panel tidak ada 14 10 2 Cylinder contact press sudah kurang fleksibel 11.33 8 3 Penggantian kapasitor dan resistor untuk kontaktor 4K2 & 4K3 6.83 5 4 Tip pada contact shoe lepas 7.67 5 5 Pipa high low 0.17 1 6 Card HMGD rusak 10.83 8 7 Recorder mati total 3.83 3
  • 54. Universitas Bakrie 54 Skala yang digunakan dalam penilaian keparahan adalah skala 1- 10, skala 1 merupakan nilai keparahan paling kecil, sedangkan skala 10 merupakan skala keparahan paling besar. Berdasarkan Tabel 4.9, dapat diketahui bahwa potensi efek kegagalan tekanan air pada system thermist block panel tidak ada memiliki nilai keparahan paling tinggi yaitu 10 dengan waktu kegagalan 14 jam. Potensi efek kegagalan cylinder contact press sudah kurang fleksibel memiliki nilai keparahan 8 dengan waktu kegagalan 11.3 jam. Potensi efek kegagalan penggantian kapasitor dan resistor untuk kontaktor 4K2 & 4K3 memiliki nilai keparahan 5 dengan waktu kegagalan 6.83 jam. Potensi efek kegagalan tip pada contact shoe lepas memiliki nilai keparahan 5 dengan waktu kegagalan 7.67 jam. Potensi efek kegagalan pipa high low memiliki nilai keparahan 1 dengan waktu kegagalan 0.167 jam. Potensi efek kegagalan card HMGD rusak memiliki nilai keparahan 8 dengan waktu kegagalan 10.83 jam. Potensi efek kegagalan Recorder mati total memiliki nilai keparahan 3 dengan waktu kegagalan 3.83 jam. b. Occurrence (kejadian) Penilaian kejadian dilihat melalui seberapa sering atau berapa kali (frekuensi) penyebab kegagalan tersebut muncul. Penilaian kejadian untuk penyebab kegagalan dapat dilihat pada Tabel 4.10. Tabel 4. 10 Nilai Occurrence Penyebab Kegagalan No. Penyebab Kegagalan Frekuensi Occurrence 1 Heat exchanger kotor 2 2 2 Cylinder contact press bocor 3 3 3 Sistem pendingin tidak optimal 2 2 4 Selang heating station terlepas 4 4 5 Material coil / material chamber 4 4 6 Power pada unit welding head terlalu tinggi 3 3 7 Life time 3 3
  • 55. Universitas Bakrie 55 Skala yang digunakan dalam penilaian kejadian adalah 1-10. Skala 1 memiliki arti penyebab kegagalan tersebut sangat jarang terjadi, sedangkan untuk skala 10 memiliki arti penyebab kegagalan tersebut sangat sering terjadi. Berdasarkan Tabel 4.10 dapat diketahui bahwa heat exchanger kotor memiliki frekuensi kegagalan 2 dengan nilai kejadian 2. Cylinder contact press bocor memiliki frekuensi kegagalan 3 dengan nilai kejadian 3. Sistem pendingin tidak optimal memiliki frekuensi kegagalan 2 dengan nilai kejadian 2. Selang heating station terlepas memiliki frekuensi kegagalan 4 dengan nilai kejadian 4. Material coil/material chamber memiliki frekuensi kegagalan 4 dengan nilai kejadian 4. Power pada unit welding head terlalu tinggi memiliki frekuensi kegagalan 3 dengan nilai kejadian 3. Life time pada recorder memiliki frekuensi kegagalan 3 dengan nilai kejadian 3. c. Detection (deteksi) Penilaian deteksi dalam FMEA bertujuan untuk mengetahui kemungkinan kontrol proses yang dilakukan akan mendeteksi modus kegagalan berikutnya, sehingga penilaian dilakukan pada kemampuan mengontrol proses untuk mencegah terjadinya mesin berhenti berfungsi atau mesin breakdown. Dengan kata lain, pendeteksi peringkat dilakukan berdasarkan pada pencegahan modus kegagalan. Hasil penilaian deteksi untuk mesin High Frequency Welding terlihat pada Tabel 4.11. Skala yang digunakan untuk menilai deteksi adalah skala 2-10, skala 10 menunjukkan ”sangat tidak efektif”, skala 8 menunjukkan “tidak efektif”, skala 6 menunjukkan “efektif”, skala 4 menunjukkan “sangat efektif”, dan skala 2 menunjukkan “sangat efektif sekali”. Berdasarkan Tabel 4.11 dapat diketahui bahwa proses kontrol yang memiliki penilaian sangat tidak efektif hanya terdapat pada potensi modus kegagalan recorder problem. Proses kontrol yang memiliki penilaian efektif adalah potensi modus kegagalan HFW trip dan HFW
  • 56. Universitas Bakrie 56 alarm PMGI modul. Untuk proses kontrol yang memiliki penilaian sangat efektif adalah potensi modus kegagalan HFW alarm, alarm PMGI mesin, dan alarm fuse inverter. Sedangkan untuk proses kontrol yang memiliki penilaian sangat efektif sekali tidak ada. Tabel 4. 11 Nilai Detection Proses Kontrol No. Potensi Modus Kegagalan Proses Kontrol Saat Ini Tingkat Keefektifan Detecti on 1 HFW alarm Mengontrol pressure gauge (standar tekanan)untuk menentukan standar tekanan air Sangat efektif 4 2 Alarm PMGI mesin Mengontrol pressure gauge pada saat mesin berjalan Sangat efektif 4 3 Alarm fuse inverter Mengontrol pressure gauge pada saat mesin berjalan Sangat efektif 4 4 HFW trip Pengecekan penjepit selang setiap proses jointing Efektif 6 5 HFW alarm PMGI modul Mengukur nilai IGBT inverter HFW (untuk mengetahui card rusak atau tidak) Efektif 6 6 Recorder problem Tidak ada kontrol/pendeteksi Sangat tidak efektif 10 d. Risk Priority Number (RPN) Seteleh nilai severity (keparahan), occurrence (kejadian), dan detection (deteksi) diketahui untuk masing-masing potensi modus kegagalan, RPN dari setiap modus kegagalan dapat dihitung dengan persamaan 2.25 : Berdasarkan nilai minimal dan maksimal keparahan, kejadian, dan deteksi, diketahui bahwa nilai minimum RPN adalah 1 dan nilai maksimal RPN adalah 1000. Nilai tersebut menjadi batas nilai RPN pada
  • 57. Universitas Bakrie 57 penelitian ini. Dengan demikian nilai RPN dari setiap modus kegagalan adalah: 1. HFW alarm: memiliki nilai keparahan 10, nilai kejadian 2, dan nilai deteksi 4. Sehingga nilai RPN HFW alarm adalah 80. 2. Alarm PMGI mesin: memiliki nilai keparahan 8, nilai kejadian 3, dan nilai deteksi 4. Sehingga nilai RPN alarm PMGI mesin adalah 96. 3. Alarm fuse inverter: memiliki nilai keparahan 5, nilai kejadian 2, dan nilai deteksi 4. Sehingga nilai RPN alarm fuse inverter adalah 40. 4. HFW trip: memiliki nilai keparahan 5, nilai kejadian 4, dan nilai deteksi 6 untuk potensi efek kegagalan tip pada contact shoe lepas. Sehingga nilai RPN HFW trip untuk potensi efek kegagalan tip pada contact shoe lepas adalah 120. Sedangkan untuk potensi efek kegagalan pipa high low memiliki nilai keparahan 1, nilai kejadian 4, dan nilai deteksi 6. Sehingga nilai RPN alarm RPN HFW trip untuk potensi efek kegagalan pipa high low adalah 24. Nilai total RPN HFW trip adalah 120 + 24 = 144. 5. HFW alarm PMGI modul: memiliki nilai keparahan 8, nilai kejadian 3, dan nilai deteksi 6. Sehingga nilai RPN HFW alarm PMGI adalah 144. 6. Recorder problem: memiliki nilai keparahan 3, nilai kejadian 3, dan nilai deteksi 10. Sehingga nilai RPN recorder problem adalah 90. Setelah menghitung nilai RPN tersebut, maka nilai FMEA secara utuh selesai dibuat. Hasil akhir FMEA untuk faktor mekanis dirangkum pada Tabel 4.12, sedangkan untuk faktor elektrik dirangkun pada Tabel 4.13.
  • 58. Universitas Bakrie 58 Tabel 4. 12 FMEA Mesin High Frequency Welding (Mekanis) Deskripsi Proses No. Potensi Modus Kegagalan Potensi Efek Kegagalan Penyebab Kegagalan Proses Kontrol Pedeteksi Kesalahan S O D RPN High Frequency Welding 1 Mekanis/ Mesin HFW alarm Tekanan air pada system thermist block panel tidak ada Heat exchanger kotor Mengontrol pressure gauge (standar tekanan)untuk menentukan standar tekanan air 10 2 4 80 2 Alarm PMGI mesin Cylinder contact press sudah kurang fleksibel Cylinder contact press bocor Mengontrol pressure gauge pada saat mesin berjalan 8 3 4 96 3 Alarm fuse inverter Penggantian kapasitor dan resistor untuk kontaktor 4K2 & 4K3 Sistem pendingin tidak optimal Mengontrol pressure gauge pada saat mesin berjalan 5 2 4 40 4 HFW trip Tip pada contact shoe lepas Selang heating station terlepas Pengecekan penjepit selang setiap proses jointing 5 4 6 120 Pipa high low Material coil / material chamber 1 4 6 24 Total RPN HFW trip 144
  • 59. Universitas Bakrie 59 Tabel 4. 13 FMEA Mesin High Frequency Welding (Elektrik) Deskripsi Proses No. Potensi Modus Kegagalan Potensi Efek Kegagalan Penyebab Kegagalan Proses Kontrol Pedeteksi Kesalahan S O D RPN High Frequency Welding 5 Elektrik HFW alarm PMGI modul Card HMGD rusak Power pada unit welding head terlalu tinggi Mengukur nilai IGBT inverter HFW (untuk mengetahui card rusak atau tidak) 8 3 6 144 6 Recorder problem Recorder mati total Life time Tidak ada kontrol/pendeteksi 3 3 10 90
  • 60. Universitas Bakrie 60 4.4 Analisis Masalah 4.4.1 Analisis Nilai Keandalan dan Ketersediaan 1. Nilai Keandalan Nilai Keandalan suatu mesin ditentukan oleh parameter MTBF dan MTTR. Nilai parameter keandalan untuk mesin HFW didapat melalui uji distribusi data yang telah diolah, sehingga didapat nilai MTBF sebesar 10.39 jam dengan hasil distribusi menggunakan distribusi lognormal. Sedangkan nilai untuk parameter MTTR adalah 1.01 jam dengan hasil distribusi lognormal seperti pada Tabel 4.14. Berdasarkan uji distribusi tersebut, dapat diketahui bahwa perhitungan nilai keandalan menggunakan persamaan keandalan pada distribusi lognormal dengan batas nilai 0 - 1. Setelah mengetahui persamaan mana yang digunakan, nilai keandalan mesin HFW dapat dihitung dengan nilai keandalan untuk satu tahun adalah 0.54. Tabel 4. 14 Kesesuaian Distribusi Data Terbaik Mesin HFW Mesin TBF TTR Best Fit Distribution MTBF (Jam) Best Fit Distribution MTTR (Jam) High Frequency Welding Lognormal 10.39 Lognormal 1.01 Pada Gambar 4.7 dapat dilihat bahwa kecenderungan nilai keandalan menurun dari bulan ke bulan dalam kurun waktu satu tahun yaitu mulai dari 0.615 pada periode satu bulan dan menurun sampai 0.54 pada periode dua belas bulan (satu tahun). Hal tersebut menandakan terjadinya penurunan fungsi pada mesin HFW yang disebabkan breakdown pada mesin las. Menurunnya nilai fungsi mesin HFW dapat berdampak pada proses produksi satu lini produksi karena jenis produksi yang digunakan adalah continuous production atau
  • 61. Universitas Bakrie 61 sistem seri. Jika salah satu mesin berhenti, maka mesin lainnya ikut berhenti dan tidak dapat melaksanakan fungsinya. Berdasarkan dampak yang ditimbulkan tersebut, maka diperlukan adanya tindakan lebih lanjut terhadap menurunnya fungsi keandalan mesin tersebut setiap bulannya. Salah satu tindakan yang dapat dilakukan adalah pecegahan sebelum mesin tersebut breakdown, yaitu dengan penjadwalan pemeliharaan pencegahan minimal satu bulan sekali. Gambar 4. 7 Grafik Kecenderungan Keandalan Mesin HFW 4.4.2 Fault Tree Analysis (FTA) Berdasarkan pengolahan data telah diketahui bahwa potensi kejadian utama yang menjadi pembahasan pada penelitian ini adalah terjadinya breakdown pada mesin High Frequency Welding. Berdasarkan pohon kegagalan pada FTA, dapat diketahui faktor-faktor penyebab terjadinya breakdown pada mesin HFW. Faktor-faktor tersebut dibagi ke dalam dua jenis, yaitu mekanis/mesin dan elektrik. Berikut uraian untuk faktor-faktor penyebab terjadinya breakdown pada mesin HFW. 0.50 0.52 0.54 0.56 0.58 0.60 0.62 0.64 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Probabilitas Reliabilitas Bulan R(t) R(t)
  • 62. Universitas Bakrie 62 1) HFW Alarm (Mekanis) HFW alarm merupakan indikator berupa lampu LED yang menjadi tanda apabila terjadi masalah. Ketika alarm tersebut memberikan indikator, mesin HFW akan berhenti berfungsi secara otomatis (breakdown). Mesin breakdown pada faktor ini disebabkan oleh tekanan air pada system thermist block panel tidak ada. Jika tekanan tersebut tidak ada, mesin tidak akan berfungsi. Tekanan air tersebut tidak ada disebabkan oleh heat exchanger yang kotor. Pada heat exchanger terdapat lubang-lubang kecil tempat tekanan air. Lubang kecil itu lah yang menyumbat tekanan air karena heat exchanger kotor, sehingga faktor dasar pada faktor penyebab masalah ini adalah heat exchanger kotor. 2) Alarm Power Mos Gate Driver Interface (PMGI ) Mesin (Mekanis) Maksud dari alarm PMGI disini adalah pada saat pengujian operasi mesin, alarm tersebut tidak memberikan indikator apapun yang menandakan mesin tersebut bermasalah. Namun, pada saat mesin dioperasikan, alarm tersebut memberikan indikator bahwa terjadi masalah atau breakdown pada mesin tersebut. Hal tersebut disebabkan oleh cylinder contact press sudah kurang fleksibel yang disebabkan karena cylinder contact press bocor. Bocornya cylinder contact press tersebut menyebabkan tekanan angin berkurang. Dengan demikian, faktor dasar penyebab masalah pada faktor ini adalah cylinder contact press bocor. 3) Alarm Fuse Inverter (Mekanis) Alarm fuse inverter adalah pembuat pemutus arus jika terjadi panas berlebih pada proses pengelasan. Penyebab terjadinya breakdown pada faktor ini adalah adanya penggantian kapasitor dan resistor untuk kontaktor 4K2 dan 4K3. Hal itu disebabkan sistem pendinginan tidak optimal karena seharusnya sistem pendinginan yang berfungsi adalah
  • 63. Universitas Bakrie 63 dua unit, tetapi operator hanya mengaktifkan satu unit sistem pendinginan. Oleh karena itu, berakibat breakdown pada alarm fuse inverter. 4) HFW Trip (Mekanis) HFW trip disini memiliki arti bahwa mesin HFW berhenti beroperasi akibat terjadinya sentuhan antara contact tip dengan pipa seperti pada Gambar 4.8. HFW trip disebabkan oleh dua faktor, yaitu tip contact shoe lepas atau pipa high low. Tip contact shoe merupakan keadaan dimana unit welding head tidak terpasang sebagaimana seharusnya. Tip contact shoe lepas diakibatkan oleh selang heating station (selang pendingin) terlepas. Sedangkan untuk pipa high low merupakan keadaan dimana hasil las pipa tidak rata, ada yang tinggi dan ada yang rendah. Keadaan ini dapat menyebabkan HFW trip karena hasil las pipa yang tidak rata tersebut akan bersentuhan dengan contact tip. Sedangkan contact tip tersebut tidak boleh bersentuhan dengan pipa pada saat proses pengelasan berlangsung. Oleh karena itu, faktor dasar dari masalah ini adalah selang heating station terlepas dan material chamber. Gambar 4. 8 Proses Pengelasan
  • 64. Universitas Bakrie 64 5) High Frequency Welding Alarm PMGI Modul (Elektrik) High Frequency Welding Alarm PMGI merupakan masalah yang ditandai oleh alarm PMGI, dimana alarm tersebut akan memberikan indikator berupa lampu LED. Ketika alarm tersebut memberikan indikator, mesin HFW akan berhenti berfungsi secara otomatis. Masalah ini disebabkan oleh card HMGD rusak karena power pada unit welding head terlalu tinggi. Penyebab dasar faktor ini adalah power pada unit welding head terlalu tinggi. 6) Recorder Problem (Elektrik) Recorder Problem merupakan masalah yang terjadi pada recorder pembuat grafik hasil pengelasan. Jika recorder tersebut bermasalah, maka grafik hasil pengelasan tidak akan terbuat. Masalah yang terjadi pada recorder disebabkan recorder mati total karena life time dari recorder itu sendiri. Oleh karena itu, masalah dasar pada faktor ini adalah life time. 4.4.3 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan dengan menggunakan metode FMEA dilakukan penilaian Risk Priority Number (RPN) dengan batas minimal 1 dan batas maksimal 1000. Modus kegagalan utama yang didapatkan melalui analisis diagram pareto berdasarkan nilai RPN pada Gambar 4.9 adalah HFW trip dengan nilai RPN 144, HFW alarm PMGI dengan nilai RPN 144, alarm PMGI tidak tetap dengan nilai RPN 96, dan recorder problem dengan nilai RPN 90 seperti pada Tabel 4.15. Mengacu pada keempat modus kegagalan tersebut, maka diketahui nilai RPN tertinggi. Nilai RPN tersebut dipengaruhi berdasarkan seberapa besar pengaruh breakdown terhadap tingkat keandalan mesin yang dilihat dari waktu kegagalan mesin (severity). Selain itu, tingkat keseringan mesin mengalami breakdown yang disebabkan oleh modus kegagalan tertentu juga
  • 65. Universitas Bakrie 65 mempengaruhi nilai RPN suatu modus kegagalan (occurrence). Terakhir adalah bagaimana kontrol atau deteksi yang sudah dilakukan oleh perusahaan terhadap modus kegagalan (detection). Apakah kontrol dan deteksi yang dilakukan oleh perusahaan terhadap modus kegagalan sudah efektif. Tabel 4. 15 Urutan Nilai RPN No. Potensi Modus Kegagalan RPN Cum. RPN Persentase Cum. Persentase 1 HFW trip 144 144 24% 24% 2 HFW alarm PMGI modul 144 288 24% 48% 3 Alarm PMGI mesin 96 384 16% 65% 4 Recorder problem 90 474 15% 80% 5 HFW alarm 80 554 13% 93% 6 Alarm fuse inverter 40 594 7% 100% 594 100% Modus kegagalan utama yang didapat melalui nilai RPN kemudian akan menjadi modus kegagalan yang diprioritaskan. Artinya modus kegagalan tersebut harus lebih mendapat perhatian untuk pemeliharaan dan tindakan yang dilakukan jika modus kegagalan utama tersebut terjadi. Hal tersebut dikarenakan modus kegagalan utama akan mengakibatkan munculnya waktu tidak beroperasi (non operational time) pada mesin. Waktu tidak beroperasi tersebut kemudian akan menyebabkan nilai keandalan mesin menurun. Berdasarkan Tabel 4.15, dan Gambar 4.9, didapat bahwa potensi modus kegagalan HFW trip, HFW alarm PMGI modul, alarm PMGI mesin, dan recorder problem mempunyai RPN paling tinggi. Dampak yang ditimbulkan dari keempat potensi modus kegagalan ini sangat
  • 66. Universitas Bakrie 66 mempengaruhi keandalan mesin karena 80% breakdown pada mesin disebabkan oleh keempat potensi modus kegagalan tersebut. Hal ini menandakan bahwa perbaikan harus lebih difokuskan pada keempat modus kegagalan tersebut. Perbaikan akan dilakukan berdasarkan penyebab- penyebab kegagalan yang telah dianalisis berdasarkan Fault Tree Analysis (FTA) dan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA), sehingga diketahui permasalahan yang terjadi untuk dilakukannya perbaikan. Gambar 4. 9 Diagram Pareto Nilai RPN 4.4.4 Usulan Aktivitas untuk Memperbaiki Nilai Keandalan Berdasarkan nilai RPN yang didapat melalui metode FMEA, diketahui modus kegagalan utama. Setelah itu, usulan aktivitas diberikan terhadap modus kegagalan yang memiliki nilai RPN kritis. Usulan aktivitas ini diusulkan untuk modus kegagalan HFW trip, HFW alarm PMGI modul, alarm PMGI mesin, dan recorder problem. Usulan aktivitas diberikan karena modus kegagalan ini sangat berpengaruh terhadap keandalan mesin HFW. Usulan aktivitas untuk keempat modus kegagalan tersebut dilakukan berdasarkan penyebab-penyebab kegagalan yang telah dianalisis melalui 24% 48% 65% 80% 93% 100% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% 1 101 201 301 401 501 HFW trip HFW alarm PMGI modul Alarm PMGI mesin Recorder problem HFW alarm Alarm fuse inverter RPN Cum. Persentase
  • 67. Universitas Bakrie 67 FTA dan FMEA, sehingga diketahui permasalahan yang terjadi untuk dilakukan perbaikan. Usulan perbaikan untuk mesin HFW berdasarkan modus kegagalan utama dapat dilihat pada Tabel 4.16. Berdasarkan usulan aktivitas perbaikan pada Tabel 4.16, dibuat diagram alir Standard Operating Procedure (SOP) untuk setiap modus kegagalan dan penyebabnya seperti yang tercantum pada Lampiran 7.
  • 68. Universitas Bakrie 68 Tabel 4. 16 Usulan Aktivitas Perbaikan Mesin HFW No. Potensi Modus Kegagalan Penyebab Kegagalan Usulan Aktivitas Perbaikan 1 HFW trip Selang heating station terlepas Melakukan pengecekan clamp selang setiap pipa berada pada proses jointing. Jika selang heating station terlepas, maka sebisa mungkin pasang kembali selang heating station dengan cepat sebelum pipa sampai pada proses pengelasan seperti terlihat pada diagram SOP Lampiran 7. Material coil/material chamber Melakukan pegecekan coil sebelum proses shearing sehingga pada saat proses shearing, coil yang memiliki permukaan tidak rata dapat dipotong. Setelah itu, pastikan permukaan coil yang tidak rata sudah terpotong agar tidak menyebabkan HFW trip pada proses pengelasan seperti terlihat pada diagram SOP Lampiran 7. 2 HFW alarm PMGI Modul Power pada unit welding head terlalu tinggi Melakukan pengecekan terhadap power pada unit head welding sebelum mulai proses pengelasan dan memastikan bahwa power pada saat proses pengelasaan sudah sesuai dengan prosedur yang ada. Kemudian melakukan pengecekan terhadap card HMGD. Jika card HMGD rusak, maka harus diganti dengan yang baru seperti terlihat pada diagram SOP Lampiran 7. 3 Alarm PMGI Mesin Cylinder contact press bocor Melakukan perbaikan atau reparasi untuk cylinder contact press jika terjadi kebocoran. Namun, jika cylinder contact press sudah tidak bisa diperbaiki, maka harus diganti dengan yang baru seperti terlihat pada diagram SOP Lampiran 7. 4 Recorder problem Life time Jika masalah kerusakan adalah life time, maka recorder harus diganti dengan yang baru. Untuk memperpanjang masa waktu pakai recorder, perlu diperhatikan ketentuan-ketentuan perawatan komponen seperti terlihat pada diagram SOP Lampiran 7.
  • 69. Universitas Bakrie 69 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pengolahan data dan analisis yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan:  Keandalan mesin HFW dianggap sama dengan nilai keandalan untuk satu lini produksi karena merupakan proses produksi yang continuous. Mesin tersebut dalam kurun waktu satu tahun memiliki nilai reliabilitas (keandalan) sebesar 0.54 yang merupakan probabilitas dengan batas minimal adalah 0 dan batas maksimal adalah 1 dimana semakin mendekati 1, maka semakin andal. Angka tersebut menunjukkan bahwa keandalan dari mesin HFW masih rendah dan sering mengalami kerusakan atau breakdown, sehingga dibutuhkan beberapa tindakan perbaikan atau pencegahan utnuk meningkatkan keandalan mesin tersebut.  Faktor-faktor penyebab terjadinya breakdown pada mesin HFW didapat dengan menggunakan metode FTA. Faktor-faktor tersebut merupakan peristiwa dasar dari peristiwa utama (mesin HFW breakdown), yaitu heat exchanger kotor, cylinder contact press bocor, sistem pendingin tidak optimal, selang heating station terlepas, material coil / material chamber, power pada unit welding head terlalu tinggi, dan life time.  Mesin HFW memiliki kegagalan utama (kritis) berdasarkan analisis yang dilakukan dengan metode FMEA yaitu HFW trip yang disebabkan oleh selang heating station terlepas, HFW trip yang disebabkan oleh Material coil/material chamber, HFW alarm PMGI modul, alarm PMGI mesin, dan recorder problem.
  • 70. Universitas Bakrie 70 5.2 Saran Berdasarkan penelitian yang dilakukan melalui analisis keandalan mesin pada plant KT 24 PT Bakrie Pipe Industries, beberapa saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:  Pada modus kegagalan utama (kritis) yaitu HFW trip, HFW alarm PMGI modul, alarm PMGI mesin, dan recorder problem perlu diberikan perhatian lebih dengan cara melakukan kegiatan perbaikan dan pemeliharaan pencegahan yang dijadwalkan secara rutin dengan mengacu pada diagram alir SOP hasil penelitian ini pada Lampiran 7.  Sebelum melakukan kegiatan produksi, sebaiknya semua komponen mesin HFW dilakukan pengecekan agar setting pada komponen dan mesin HFW sesuai dengan prosedur yang ada. Selain itu, ketelitian perlu diperhatikan dalam setting komponen dan mesin agar tidak terjadi masalah saat mesin berfungsi.