materi geografi kelas x semester genap kurikulum merdeka
693 2037-1-pb 2
1. Hlm. 48–55
SISTEM DISTRIBUSI PENDAPATAN DALAM
PERSPEKTIF ISLAM
Hanafi
Dosen STAI Attanwir Bojonegoro
Abstrak : Dalam sirkulasi kehidupan ekonomi terdapat kegiatan-kegiatan Yang
sangat pokok yaitu kegiatan produksi, kegiatan distribusi dan kegiatan
konsumsi.
Ketiga kegiatan ini harus dapat berjalan dengan seimbang, bila kegiatan
tersebut tidak imbang maka akan ada ketidak seimbangan dalam kehidupan
perekonomian masyarakat.
Tiga kegiatan utama ekonomi tersebut akan terpengaruh bilamana dalam
sistem distribusi pendapatan masyarakat kurang tepat.
Dalam makalah ini akan dibahas system distribusi pendapatan dalam ekonomi
islam. Pada dasarnya Islam memilki dua sistem distribusi utama, yakni:
1. Distribusi secara komersial dan mengikuti mekanisme pasar dan
2. Distribusi yang bertumpu pada aspek keadilan sosial masyarakat.
Keindahan lain sistem distribusi Islam adalah warisan. Dengan warisan, Islam
hendak memastikan bahwa aset dan kekuatan ekonomi tidak boleh terpusat
pada seseorang saja betapapun kayanya dia. Sistem distribusinya pun sudah
diatur secara sistematis dan kompleks dalam disiplin ilmu faraidh, yang tiada
taranya dalam agama atau sistem ekonomi lain. Untuk memastikan
keseimbangan famili non-famili Islam juga melengkapinya dengan wasiat yang
boleh diberikan kepada non famili dengan catatan tidak lebih dari 1/3. Ini pun
untuk memproteksi kepentingan ahli waris juga.
Untuk khalayak ramai, Islam juga memperkenalkan instrument distribusi lain
yaitu waqaf, yang bentuk dan caranya bisa sangat banyak sekali, dari mulai
gedung, uang tunai, buku, tanah, bahan bangunan, kendaraan, saham serta aset-
aset produktif lainnya. Berbeda dengan yang lainnya, waqaf tidak dibatasi oleh
kaya miskin atau pertalian darah serta kekerabatan.
Kata Kunci : “ distribusi pendapatan yang adil”
A. Pendahuluan
Dalam sirkulasi kehidupan ekonomi terdapat kegiatan-kegiatan pokok yaitu
kegiatan produksi, kegiatan distribusi dan kegiatan konsumsi. Ketiga kegiatan ini harus
dapat berjalan dengan seimbang, beli kegiatan tersebut tidak imbang maka akan ada
ketidak seimbangan dalam kehidupan perekonomian masyarakat. Semisal bila produksi
Attanwir Jurnal Kajian Keislaman dan Pendidikan
Volume 01, Nomor 01, April 2012
2. Sistem Distribusi Pendapatan dalam Perspektif Islam
Attanwir, Vol. 1, No. 1,April 2012
ISSN: 2252-5238
49
berlebihan maka akan terjadi penyia-nyiaan barang produksi, bila pendistribusian tidak
merata maka akan terjadi ketimpangan atau kesenjangan barang produksi diantara
masyarakat dan demikian seandainya kebutuhan konsumsi yang dibutukan masyarakat
lebih besar dari pada hasil produksi maka akan terjadi kekekurangan barang produksi.
Tiga kegiatan utama ekonomi tersebut akan terpengaruh bilamana dalam sistem
distribusi pendapatan masyarakat kurang tepat. Dalam makalah ini akan dibahas system
distribusi pendapatan dalam ekonomi islam.
B. Konsep Moral Islam dalam Distribusi Pendapatan.
Menurut paham kapitalisme, setiap individu harus memiliki kebebasan
sepenuhnya agar ia dapat memproduksi kekayaan dalam jumlah yang sebanyak-
banyaknya dengan memanfaatkan kemampuan yang ia miliki sejak lahir. Paham
kapitalisme juga mengakui tak terbatasnya hak individu dalam pemilikan pribadi serta
menghalalkan pendistribusian yang tidak adil. Pandangan ekstrem lainnya yaitu paham
komunisme menyetujui penghapusan kebebasan individu dan pemilikan pribadi secara
menyeluruh, dan pada saat yang sama menginginkan pemerataan ekonomi di antara
penduduk. Dengan kata lain, paham kapitalisme menekankan pada produksi kekayaan,
sedangkan paham komunisme pada distribusi kekayaan, dengan tidak memperhatikan
dampaknya terhadap masyarakat.
Dalam konteks ini, Islam mengambil jalan tengah antara pola kapitalis dan sosialis
yaitu tidak memberikan kebebasan mutlak maupun hak yang tidak terbatas dalam
pemilikan kekayaan pribadi bagi individu dalam lapangan produksi, dan tidak pula
mengikat individu pada sebuah sistem pemerataan ekonomi yang di bawah sistem ini ia
tidak dapat memperoleh dan memiliki kekayaan secara bebas. Islam menganggap
bahwa manusia adalah makhluk ciptaan yang paling sempurna, paling mulia dan bahkan
manusia diberikan kepercayaan sebagai khalifah yang bertugasuntuk mengelola dunia
guna mencapai kemakmuran.
Merujuk pada pesan Al-Quran dalam bidang ekonomi, dapat dipahami bahwa
Islam mendorong penganutnya untuk menikmati karunia yang telah diberikan oleh
Allah SWT. Maka karunia tersebut harus didayagunakan untuk meningkatkan
pertumbuhan, baik materi maupun nonmateri dengan bekerja/berjuang untuk
mendapatkan materi/harta dengan berbagai cara, asalkan mengikuti aturan-aturan
yang ada. Maka dengan keyakinan akan peran dan kepemilikan absolut dari Allah, maka
konsep produksi dalam ekonomi Islam tidak semata-mata bermotif maksimalisasi
keuntungan dunia, tetapi lebih penting untuk maksimalisasi keuntungan akhirat. Urusan
dunia merupakan sarana untuk memperoleh kesejahteraan akhirat.
Islam mengarahkan mekanisme berbasis spiritual dalam pemeliharaan keadilan
sosial pada setiap aktifitas ekonomi. Latar belakangnya karena ketidakseimbangan
distribusi kekayaan adalah hal yang mendasari hampir semua konflik individu maupun
sosial. Upaya pencapaian manusia akan kebahagiaan akan sulit dicapai tanpa adanya
keyakinan pada prinsip moral dan sekaligus kedisiplinan dalam mengimplementasikan
konsep moral tersebut.
Qardhawi menjelaskan bahwa distribusi dalam ekonomi Islam didasarkan pada
dua nilai manusiawi yang sangat mendasar dan penting yaitu: Nilai kebebasan dan Nilai
keadilan
3. Hanafi
Attanwir, Vol. 1, No. 1,April 2012
ISSN: 2252-5238
50
1) Nilai Kebebasan
Islam menjadikan nilai kebebasan sebagai faktor utama dalam distribusi
kekayaan adalah persoalan tersebut erat kaitannya dengan keimanan kepada Allah
dan mentauhidkan-Nya, dan karena keyakinanya kepada manusia.Tauhid
mengandung makna bahwa semua yang ada di dunia dan alam semesta adalah
berpusat pada Allah. Maka hanya kepada Allah saja setiap hamba melakukan
pengabdian, Dia-lah yang menentukan rezki dan kehidupan manusia tanpa
seorangpun bisa mengaturnya. Siapa saja yang mengatakan bahwa diabisa
memberikan rezki pada orang lain maka berarti orang tersebut telah sombong dan
melanggar otoritas Tuhan.
Sesungguhnya kebebasan yang disyari’atkan oleh Islam dalam bidang
ekonomi bukanlan kebebasan mutlak yang terlepas dari setiap ikatan.Tapi ia adalah
kebebasan yang terkendali, terikat dengan nilai-nilai “keadilan” yang diwajibkan
oleh Allah. Hal itu karena tabiat manusia ada semacam kontradiksi yang telah
diciptakan Allah padanya untuk suatu hikmah yang menjadii tuntutan pemakmuran
bumi dan keberlangsungan hidup. Di antara tabi’at manusia yang lain adalah bahwa
manusia senang mengumpulkan harta sehingga karena saking cintanya kadang-
kadang keluar dari batas kewajaran.1
2) Nilai Keadilan
Keadilan dalam Islam bukanlah prisnip yang sekunder. Ia adalah cikal bakal
dan fondasi yang kokoh yang memasuki semua ajaran dan hukum Islam berupa
akidah, syari’ah dan akhlak (moral). Keadilan tidak selalu berarti persamaan.
Keadilan adalah keseimbangan antara berbagai potensi individu baik moral ataupun
materil. Ia adalah tawazun antara individu dan komunitas., antara suatu komunitas
dengan komunitas lain. Jadi yang benar adalah keadilan yang benar dan ideal adalah
yang tidak ada kezaliman terhadap seorang pun di dalamnya. Setiap orang harus
diberi kesempatan dan sarana yang sama untuk mengembangkan kemampuan yang
memungkinkannya untuk mendapatkakan hak dan melaksanakann kewajibannya
termasuk dalam distribusi pendapatan dan kekayaan.
Dalam pemahaman sistim distribusi Islami pindapat dikemukakan 3 poin,
yaitu:
1. Terjaminnya pemenuhan kebutuhan dasar semua orang
2. Kesederajatan atas pendapatan setiap personal, tetapi tidak dalam pengertian
kesamarataan
3. Mengeliminasi ketidaksamarataan yang bersifat ekstrim atas pendapatan dan
kekayaan individu
C. DistribusiPendapatan
Pada dasarnya Islam memilki dua sistem distribusi utama, yakni:
1. Distribusi secara komersial dan mengikuti mekanisme pasar dan
2. Distribusi yang bertumpu pada aspek keadilan sosial masyarakat.
1 QS:102
4. Sistem Distribusi Pendapatan dalam Perspektif Islam
Attanwir, Vol. 1, No. 1,April 2012
ISSN: 2252-5238
51
Sistem distribusi pertama berlangsung melalui proses ekonomi. Di antaranya
meliputi gaji bagi para pekerja, biaya sewa tanah serta alat produksi lainnya, profit atau
keuntungan untuk pihak yang menjalankan usaha atau yang melakukan perdagangan
melalui mekanisme mudharabah maupun musyarokah. Perbedaannya dengan sistem
kapitalis adalah tidak adanya unsur interest (bunga) sebagai imbalan uang dan diganti
dengan bagi hasil.
Adapun sistem yang kedua, yang lebih bernuansa sosial kemasyarakatan, Islam
menciptakannya untuk memastikan keseimbangan pendapatan di masyarakat.
Mengingat tidak semua orang mampu terlibat dalam proses ekonomi karena yatim piatu
atau jompo dan cacat tubuh, Islam memastikan distribusi ekonomi bagi mereka dalam
bentuk zakat infaq dan shadaqah.
Keindahan lain sistem distribusi Islam adalah warisan. Dengan warisan, Islam
hendak memastikan bahwa aset dan kekuatan ekonomi tidak boleh terpusat pada
seseorang saja betapapun kayanya dia. Jika si bapak meninggal maka anak, istri, ibu,
bapak, kakek, dan kerabat lainnya akan kebagian peninggalannya. Sistem distribusinya
pun sudah diatur secara sistematis dan kompleks dalam disiplin ilmu faraidh, yang tiada
taranya dalam agama atau sistem ekonomi lain. Untuk memastikan keseimbangan famili
non-famili Islam juga melengkapinya dengan wasiat yang boleh diberikan kepada non
famili dengan catatan tidak lebih dari 1/3. Ini pun untuk memproteksi kepentingan ahli
waris juga.
Untuk khalayak ramai, Islam juga memperkenalkan instrument distribusi lain
yaitu waqaf, yang bentuk dan caranya bisa sangat banyak sekali, dari mulai gedung, uang
tunai, buku, tanah, bahan bangunan, kendaraan, saham serta aset-aset produktif lainnya.
Berbeda dengan yang lainnya, waqaf tidak dibatasi oleh kaya miskin atau pertalian
darah serta kekerabatan. Waqaf adalah fasilitas umum siapapun boleh menikmatinya.
Subhanallah Maha Agung Allah dengan sistemnya.
D. PolaDistribusiKekayaandalamEkonomi Islam
1. Mudharabah
Mudharabah merupakan salah satu bentuk kerjasama antara pemilik modal
dengan seseorang yang pakar dalam berdagang (yang oleh ulama Hijaz menyebutnya
dengan qiradh. Dalam prakteknya mudharabah adalah dimana pemilik modal
menyerahkan modalnya kepada pekerja (padagang) untuk diperdagangkan,
sedangkan keuntungan dagang itu menjadi milik bersama dan dibagi menurut
kesepakatan bersama. Dari aspek pendistribusian harta kekayaan dapat dilihat
dalam skema dimana terjadi bentuk kerja sama antara seorang yang mempunyai
surplus unit dengan mitra kerjayang hanya punya skillsekaligus sebagai pihak yang
deficits unit. Dengan terjadinnya kerja sama antara shahibul mal dengan mitranya
dengan sendirinya menjalankan pola distribusi yang adil dan berdasarkan hubungan
kemitraan.
2. Musyarakah
Syirkah atau perseroan adalah suatu bentuk transaksi antara dua orang atau
lebih, yang kedua-duanya sepakat untuk melakiukan kerjasama yang bersifat
finansial dengan tujuan mencari keuntungan.
5. Hanafi
Attanwir, Vol. 1, No. 1,April 2012
ISSN: 2252-5238
52
Musyarakah merupakan juga salah satu bentuk kerja sama antara dua orang
atau lebih dalam sebuah usaha atau modal dalam bentuk coorporate dengan bagi
hasil keuntungan berdasarkan kesepakatan. Musyarakah berbeda dari mudharabah,
dalam mudharabah pemilik modal tidak diberikan peran dalam menjalankan
manajemen perusahaan, sedangkan dalam musyrakah juga ada bagi hasil, tapi semua
pihak berhak turut serta dalam pengambilan keputusan manajerial.
3. Distribusi Pendapatan melalui Pola Mekanisme Pasar
a) PenentuanHarga
Allah SWT telah memberikan hak tiap orang untuk membeli dengan harga
yang disenangi. Ibnu Majah meriwayatkan dari AbiSa’id: Nabi saw bersabda:
“Sesungguhnya jual beli itu (sahkarena) sama-sama suka”
Dalam konsep ekonomi Islam, penentuan harga dilakukan oleh kekuatan-
kekuatan pasar, yaitu kekuatan permintaan dan penawaran. Dalam konsep Islam
pula, pertemuan permintaan dengan penawaran adalah terjadi secara seimbang
dengan rela sama rela (antaradhin) atau tidak ada pemaksaan terhadap harga
tersebut pada saat transaksi. Islam mengatur agar persaingan di pasar dilakukan
secara adil.
b) Larangan Penimbunan dan Spekulasi
Penimbunan adalah orang yang mengumpulkan barang-barang dengan
menunggu waktu naiknya harga barang-barang tersebut, sehingga dapat di jual
dengan harga yang tinggi. Syarat terjadinya penimbunan adalah sampainya pada
suatu batas yang menyulitkan warga setempat untuk membeli barang yang
tertimbun, semata karena fakta penimbunan tersebut tidak terjadi selain dalam
keadaan semacam ini. Orang-orang yang menyembunyikan (menimbun)
hartanya yang dikumpulkan sesungguhnya mereka telah menghambat arus
industri, serta menghalangi kemajuan dan pembangunan negara. Seharusnya
harta mereka digunakan untuk menghasilkan kekayaan lebih banyak keuntungan
masyarakat dan kapitalis-kapitalis itu sendiri.
ִ☺ ִ☺
֠ ִ ! "# $%'ִ()* + , -./0
1 !234 56%+5! $%' ! 7 5 8
1. Kelakaanlah Bagi Setiap Pengumpat Lagi Pencela,
2. Yang Mengumpulkan Harta Dan Menghitung-Hitungnya,
3. Dia Mengira Bahwa Hartanya Itu Dapat Mengekalkannya,2
Dari ayattersebut, Nampak jelas bahwa suatu peringatan diberikan kepada
orang-orang yang mengurangi takaran dan timbangan. Mereka tidak dapat
mempertahankan keuntungan di dunia ini dalam jangka waktu yang lama dengan
perbuatan-perbuatan seperti itu. Semua bentuk perdagangan komersil yang
memungkinkan adanya penghilangan hak pihak-pihak yang terlibat
(hoarding/penyembunyian barang meupun pasar gelap), itu semua dilarang.
2Makkiyah, Qs. 104:1-3
6. Sistem Distribusi Pendapatan dalam Perspektif Islam
Attanwir, Vol. 1, No. 1,April 2012
ISSN: 2252-5238
53
4. Distribusi Pendapatan melalui Sistem Zakat
Zakat adalah merupakan langkah kedua yang sah yang digunakan negara
untuk membagi-bagi harta di antara masyarakat. Langkah ini merupakan suatu
pungutan wajib yang dikumpulkan dari orang-orang muslim yang kaya dan
diserahkan kepada orang miskin. Tujuan utama zakat adalah membantu memenuhi
kebutuhan-kebutuhan orang yang miskin dan melarat sehingga tidak ada
seorangpun yang menderita dalam suatu negara.
Harta zakat dianggap sebagai sebagai salah satu jenis harta yang diletakkan di
dalam baitul mal, yang berbedadari jenis hartalain (pajak umum), baik dari segi
pemerolehannya (tidak akan dikumpulkan kecuali dari orang-orang muslim), dari
segi batas waktu/kadar dikumpulkan (Syarat Batas Minimum Harta wajib Zakat
(nishab)), maupun dari segi pembelanjaannya (Orang-orang yang Berhak Menerima
Zakat). Zakat hanya merupakan salah satu bentuk ibadat dan dianggap sebagai salah
satu rukun Islam. Pengumpulan zakat tidak bisa dilaksanakan karena adanya
kebutuhan negara serta maslahat jamaah (community), seperti harta-harta lain yang
dikumpulkan dari ummat. Namun, zakat merupakan jenis harta khusus yang wajib
diberikan kepada baitul mal, baik ada kebutuhan atau tidak.
Adapun obyek-obyek zakat dan pembelanjaannya, semuanya telah ditentukan
dengan batasan yang jelas, sehingga zakat tersebut tidak akan diserahkan kepada
selain delapan ashnaf, sebagaimana firman Allah dalam surat At-Taubah: 60
Menurut M.A Mannan dalam bukunya Islamic Economic: Theory and Practice,
zakat mempunyai enam prinsip, yaitu:
a. Prinsip keyakinan keagamaan (faith, yaitu keyakinan keagamaan menyatakan
bahwa orang yang membayar zakat yakin bahwa pembayaran tersebut
merupakan salah satu manifestasi keyakinan agamanya, sehingga kalau orang
yang bersangkutan belum menunaikannya, maka dia merasakan belum
sempurna ibadahnya
b. Prinsip pemerataan (equity) dan keadilan (justice), yaitu pemerataan dan
keadilan cukup jelas menggambarkan tujuan zakat yaitu membagi lebih adil
kekayaan yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada umat-Nya.
c. 3.Prinsip produktivitas (productivity) dan kematangan, artinya produktivitas dan
kematangan menekankan bahwa zakat memang harus dibayar karena milik
tertentu telah menghasilkan produk tertentu. Dan hasil produksi tersebut hanya
dapat diambil setelah melewati batas waktu satu tahun yang merupakan ukuran
normal memperoleh hasil tertentu.
d. Prinsip nalar (reason), nalar dan kelima kebebasan menjelaskan bahwa zakat
hanya dibayar oleh orang yang bebas dan sehat jasmani serta rohaninya, yang
merasa bertanggung jawab untuk membayar zakat untuk kepentingan bersama
e. Prinsip kebebasan (freedom)
f. 6.Prinsip etik (ethic) dan kewajaran etik dan kewajaran menyatakan bahwa zakat
tidak akan diminta secara semena-mena tanpa memperhatikan akibat yang
ditimbulkannya.
5. Distribusi Pendapatan melalui Sistem Pewarisan dan wasiat
7. Hanafi
Attanwir, Vol. 1, No. 1,April 2012
ISSN: 2252-5238
54
Hukum waris dan wasiat merupakan suatu aturan yang sangat penting dalam
mengurangi ketidakadilan pembagian warisan dalam masyarakat. Tokoh-tokoh
ekonomi, seperti Keynes, Taussig dan Irvings Fisher menyetujui bahwa pembagian
warisan yang tidak merata merupakan penyebab utama dari ketidakadilan dalam
masyarakat Menurut Taussig, warisan mempunyai dampak-dampak yang sangat
besar dalam masyarakat. Hal tersebut senantiasa memperbesar jurang pemisah
antara si kaya dan si miskin
Hukum waris bagi muslim merupakan alat penimbang yang sangat kuat dan
efektif dalam rangka mencegah pengumpulan kekayaan di kalangan tertentu dan
pengembangannya dalam kelompok-kelompok yang besar dalam masyarakat. Oleh
karena itu, hukum waris mempunyai pengaruh yang cukup baik dalam
pengembangan sirkulasi harta di kalangan masyarakat Hukum waris merupakan
suatu aturan yang sangat penting dalam mengurangi ketidakadilan pembagian
warisan dalam masyarakat. Tokoh-tokoh ekonomi, seperti Keynes, Taussig dan
Irvings Fisher menyetujui bahwa pembagian warisan yang tidak merata merupakan
penyebab utama dari ketidakadilan dalam masyarakat Menurut Taussig, warisan
mempunyai dampak-dampak yang sangat besar dalam masyarakat. Hal tersebut
senantiasa memperbesar jurang pemisah antara si kaya dan si miskin
E. Penutup
Dalam sistem ekonomi Islam terdapat beberapa instrumen yang sangat beragam
dalam upaya optimalisasi proses distribusi-redistribusi pendapatan dalam konteks
negara, di antaranya, melalui pola kemitraan usaha, pola hubungan perburuhan, pola
mekanisme pasar, sistem zakat, dan sistem pewarisan.
Standar atau indicator kebutuhan dan batasan yang mendasari sistem distribusi
pendapatan Islam adalah maqasid al-syari’ah (kebutuhan dan batasan dalam
mengakomodir kebutuhan paling dasar bagi setiap muslim, yaitu; aspek agama, akal,
diri/personal, keturunan, danharta). Maqashid al-syari’ah sebagai ultimated goal dari
syari’ah itu sendiri harus dijadikan sebagai paradigm dan kerangka acuan dalam setiap
tindakan dan aktivitas perokonomian, khususnya dalam distribusi pendapatan.
Dalam sistem ekonomi Islam pendistribusian selalu berorientasi dan
mempromosikan nilai-nilai keadilan social dan moral dimana hak individu dan hak
public diakui secara proporsional, tanpa ada penegasian masing-masing.
DaftarPustaka
Al-Qur’anulkarim
Muhammad Abdul Manan, teori dan praktek ekonomi islam. Yogyakarta, PT Dana
baktiwakaf, 1995
Muhammad, Paradigma, Metodologi dan Aplikasi Ekonomi Syari’ah, Yogyakarta, Graha
Ilmu, 2008
Tim penulis MSI UII, Menjawab Keraguan Berekonomi Syari’ah, Yogyakarta, Safiris
Insania Pres, 2008
8. Sistem Distribusi Pendapatan dalam Perspektif Islam
Attanwir, Vol. 1, No. 1,April 2012
ISSN: 2252-5238
55
YusufQardhawi, Peran nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, (Penerjemahan:
Didin Hafiduddin et.al.) Jakarta: Robbani Press, 2001
YusufQardhawi, Fawaid al-bunukhiyaar-Riba al-Muharram,Mesir: Dar al-wafa
http://nofriantoagha.blogspot.com/2010/02/keadilan-distribusi-dalam-ekonomi-
islam.html
http://sescipb.co.cc/index.php?option=com_content&view=article&id=53:distribusi-
pendapatan&catid=39:makro&Itemid=54