Dokumen tersebut membahas tentang pajak penghasilan pasal 25 yang merupakan angsuran pajak penghasilan yang harus dibayar sendiri setiap bulan oleh wajib pajak. Dokumen ini juga menjelaskan cara penghitungan besaran angsuran pajak penghasilan pasal 25 berdasarkan data SPT tahun sebelumnya dengan memperhitungkan kredit pajak dalam dan luar negeri. Selisih antara pajak terutang dan kredit pajak akan men
1. DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 5
Purwani Cahyaningsih (12030113060054)
Visca Faradita A (12030113060174)
Reny Kismiati (12030113060049)
2. Pajak Penghasilan Pasal 25, selanjutnya disingkat PPh Pasal 25
merupakan angsuran PPh yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
untuk setiap bulan dalam tahun pajak berjalan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 UU No. 7 tahun 1983 sebagiamana diubah
terakhir dengan UU No 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
Pembayaran angsuran setiap bulan itu sendiri dimaksudkan untuk
meringankan beban Wajib Pajak dalam membayar pajak yang
terutang.
Pada umumnya, cara menghitung PPh Pasal 25 didasarkan kepada
data SPT Tahunan tahun sebelumnya. Artinya, kita mengasumsikan
bahwa penghasilan tahun ini sama dengan penghasilan tahun
sebelumnya. Tentu saja nanti akan ada perbedaan dengan kondisi
sebenarnya ketika tahun pajak sekarang sudah berakhir. Selisih
tersebutlah yang kita bayar sebagai kekurangan pajak akhir tahun.
Kekurangan bayar akhir tahun ini biasa dinamakan PPh Pasal 29.
3. Besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang
harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap
bulan (PPh Pasal 25 ayat 1) adalah sebesar PPh yang
terutang menurut SPT Tahunan PPh Tahun Pajak yang
lalu dikurangi dengan:
a) PPh yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 dan pasal 23 serta
b) PPh yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam
PPh Pasal 22
c) PPh yang dibayar/terutang di luar negeri yang
boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam
PPh Pasal 24, dibagi dua belas atau banyaknya
bulan dalam bagian tahun pajak.
4. Pajak Penghasilan yang terutang untuk PT Merdeka berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun 2009 sebesar
Rp 125.000.000,00. Pajak yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak ketiga serta yang terutang atau
dibayar di luar negeri dalam tahun 2009 adalah sebagai berikut:
1. Pemotongan PPh Pasal 22 oleh pihak lain sebesar Rp 30.000.000,00
2. Pemotongan PPh Pasal 23 oleh penyelenggara kegiatan sebesar Rp 15.000.000,00
3. Pajak penghasilan yang dibayar di luar negeri sebesar Rp 42.500.000,00 tetapi
berdasarkan ketentuan yang dapat dikreditkan (PPh Pasal 24) sebesar Rp 40.000.000,00
Angsuran PPh Pasal 25 ayat 1 untuk tahun 2010 adalah:
PPh terutang berdasar SPT tahunan PPh tahun 2009 Rp 125.000.000,00
Kredit pajak:
PPh Pasal 22 Rp 30.000.000,00
PPh Pasal 23 Rp 15.000.000,00
PPh Pasal 24 Rp 40.000.000,00
Total kredit pajak Rp 85.000.000,00 –
Dasar penghitungan angsuran Rp 40.000.000,00
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak setiap bulan (PPh Pasal 25) dalam
tahun 2010 adalah:
Rp 40.000.000,00 : 12 = Rp 5.000.000,00
5. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dalam hal Wajib Pajak berhak
atas kompensasi kerugian adalah sebesar Pajak Penghasilan yang
dihitung berdasarkan penghasilan neto menurut Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu
atau dasar penghitungan lainnya setelah dikurangi kompensasi
kerugian dikurangi dengan Pajak Penghasilan yang dipotong dan
atau dipungut serta Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang
di luar negeri yang boleh dikreditkan sesuai ketentuan Pasal 21,
Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 UU PPh, dibagi 12 ( dua belas )
atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
6. Menteri Keuangan menetapkan penghitungan besarnya angsuran
pajak bagi:
a. Wajib Pajak baru
b. Bank, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, Wajib
Pajak masuk bursa, dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan harus membuat
laporan keuangan berkala
c. Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu dengan tarif paling
tinggi 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen) dari peredaran
bruto.
7. Kredit pajak terdiri dari:
a. Kredit pajak dalam negeri
Kredit pajak dalam negeri untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (OP)
terdiri atas PPh yang dipotong atau dipungut pihak lain yaitu PPh
Pasal 21, 22 dan 23. Kredit pajak dalam negeri untuk Wajib Pajak
Badan terdiri atas PPh Pasal 22 dan 23.
b. Kredit pajak luar negeri Kredit pajak luar negeri baik untuk Wajib
Pajak Orang Pribadi maupun Badan adalah PPh Pasal 24.
c. PPh yang dibayar sendiri
8. PPh yang harus dilunasi pada akhir Tahun Pajak dihitung dengan cara: PPh yang terutang
atas seluruh penghasilan (yang merupakan objek pajak) selama Tahun Pajak yang
bersangkutan dikurangi dengan Kredit Pajak yaitu PPh yang dilunasi dalam Tahun Pajak
berjalan baik yang dibayar sendiri maupun yang dipotong atau dipungut oleh pihak lain.
Hasil perhitungan PPh pada akhir tahun tersebut, dapat mengakibatkan kurang bayar atau
lebih bayar, sebagai berikut:
a. Apabila pajak yang terutang untuk suatu Tahun Pajak ternyata lebih kecil dari jumlah
kredit pajak (pajak yang dilunasi dalam tahun berjalan), maka setelah dilakukan
pemeriksaan, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan setelah diperhitungkan dengan
utang pajak
b. Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar dari kredit
pajak, maka kekurangan pajak yang terutang harus dilunasi sebelum SPT Tahunan PPh
disampaikan. Apabila tahun buku sama dengan tahun kalender, kekurangan pajak
tersebut wajib dilunasi paling lambat tanggal 31 Maret bagi Wajib Pajak orang pribadi
atau 30 April bagi Wajib Pajak badan setelah Tahun Pajak berakhir, sedangkan apabila
tahun buku tidak sama dengan tahun kalender, misalnya mulai tanggal 1 Juli sampai
dengan 30 Juni, maka kekurangan pajak wajib dilunasi paling lambat tanggal 30
September bagi Wajib Pajak orang pribadi atau 31 Oktober bagi Wajib Pajak badan
9. Unsur-unsur beban (penghasilan) pajak mencakup:
a) beban (penghasilan) pajak kini;
b) penyesuaian yang diakui pada periode berjalan atas pajak
kini yang berasal dari periode sebelumnya;
c) jumlah beban (penghasilan) pajak tangguhan baik yang
berasal dari timbulnya perbedaan temporer maupun dari
realisasinya.
d) jumlah beban (penghasilan) pajak tangguhan yang berasal
dari perubahan tarif pajak atau penerapan
peraturan perpajakan yang baru.
e) jumlah manfaat dari rugi pajak atau perbedaan temporer
periode sebelumnya yang belum diakui, yang digunakan
sebagai pengurang beban pajak.
10. 1.Aset dan kewajiban pajak tangguhan harus disajikan terpisah dari aset
dan kewajiban lainnya dalam neraca
2.Aset dan kewajiban pajak tangguhan harus dibedakan dari aset pajak
kini (prepaid taxes) dan kewajiban pajak kini (tax payable)
3.Aset atau kewajiban pajak tangguhan tidak boleh disajikan sebagai
aset atau kewajiban lancar
4.Aset pajak kini harus dikompensasikan (offset) dengan kewajiban
pajak kini dan jumlah netonya disajikan dalam neraca
5.Beban (penghasilan) pajak yang berhubungan dengan laba atau rugi
dari aktivitas normal harus disajikan tersendiri pada laporan laba/rugi
6.Aset pajak tangguhan disajikan terpisah dengan akun tagihan restitusi
PPh dan kewajiban tangguhan juga disajikan terpisah dengan utang
PPh Pasal 29
11. Wajib Pajak akan melaporkan pajak-pajak yang dibayar dan/atau
dipotong/dipungut dengan mengisi dan menyampaikan SPT ke KPP tempat
Wajib Pajak terdaftar. SPT memiliki beberapa fungsi:
a. sebagai sarana bagi Wajib Pajak dalam melaporkan dan
mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya
terutang,
b. sebagai pelaporan pembayaran atau pelunasan pajak, baik yang dilakukan
Wajib Pajak sendiri maupun melalui mekanisme pemotongan dan
pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga,
c. sebagai pelaporan harta dan kewajiban serta pembayaran dari pemotong
atau pemungut tentang pemotongan atau pemugutan pajak yang telah
dilakukan.SPT dapat dibedakan menjadi 2 yaitu SPT Masa dan SPT
Tahunan. SPT Masa adalah SPT yang digunakan untuk melakukan
pelaporan atas pembayaran pajak bulanan. SPT Tahunan adalah
SPT yang digunakan untuk pelaporan tahunan.