2. Apakah Kamma itu ?
“ Kehendak itulah Kamma ? “
Anguttara Nikãya
Kamma berasal dari istilah Pãli, secara harafiah berarti perbuatan atau
tindakan. Segala macam tindakan yang disengaja baik batin, ucapan maupun
jasmani dipandang sebagai kamma. Dengan pengertian umum kamma berarti
semua kehendak baik dan buruk ( kusala akusala cetanã ). Tindakan yang
dengan tak sadar , tak disengaja atau tak disadari, walaupun secara teknis
merupakan perbuatan,tindak membentuk Kamma, karena kehendak, faktor
yang terpenting dalam menentukan Kamma, tidak ada.
( Anguttara Nikaya III, halaman 415 )
3. Sang Buddha berkata, “ Aku nyatakan O para Bhikkhu, bahwa kehendak (
cetanã ) itulah Kamma, dengan kehendak seseorang bertindak melalui
badan jasmani, ucapan dan pikiran. “
Kamma tidak harus berarti perbuatan masa lalu. Ia mencakup baik
perbuatan masa lalu maupun saat ini. Jadi, pada satu sisi, kita merupakan
hasil dari apa yang telah kita lakukan, kita akan menerima hasil dari apa
yang kita lakukan saat ini. Tidak seluruhnya merupakan hasil dari apa
yang telah kita lakukan, kita tidak sepenuhnya merupakan hasil dari apa
yang kita lakukan saat ini. Saat ini tidak diragukan lagi adalah buah dari
masa lalu dan asal usul dari masa yang akan datang, tetapi saat ini tidak
selalu merupakan petunjuk baik dari masa lalu maupun masa yang akan
datang – begitu rumit proses Kamma.
Secara ringkas Kamma merupakan hukum sebab dan akibat dalam
dunia etika, atau beberapa orang barat cenderung mengatakan, “
pengaruh perbuatan.”
4. Dua Aspek Hukum Kamma
Agama Buddha memandang hukum Kamma sebagai
hukum sebab akibat dan sebagai hukum moral, yang
sesungguhnya merupakan dua aspek dari satu hukum
yang sama.
Dalam aspeknya sebagai hukum moral, karma atau
perbuatan diikuti dengan nilai – nilai etis baik dan
buruk.
Asas pokok dari hukum kamma adalah bahwa setiap
orang akan memetik apa yang telah diperbuatnya baik
atau buruk. Seseorang yang telah melakukan kamma
buruk harus menerima akibat – akibatnya yang
menyakitkan, baik ia menginginkannya atau pun tidak.
Tidak ada kemungkinan untuk menghindari atau
melepaskan diri dari akibat kamma buruk yang tidak
diharapkan yang telah dilakukannya.
5. Perbuatannya yang dikehendaki dan telah dilaksanakan
melalui badan jasmani, ucapan dan pikiran pada
kehidupan – kehidupannya yang lampau telah
membawanya dalam kehidupan sekarang. Kondisi –
kondisi dan lingkungan di mana dia dilahirkan, ditentukan
oleh karma dari kelahiran – kelahirannya yang lampau.
Dalam kehidupannya yang sekarang, seseorang memetik
akibat – akibat dari karmanya yang lampau dan pada saat
yang sama dia memupuk karma yang baru. Sebaliknya,
karmanya yang baru membentuk kondisi – kondisi bagi
kelahirannya pada masa mendatang.
6. Proses Hukum Kamma
Agama Buddha memandang hukum karma sebagai hukum
impersonal ( bukan pribadi ) yang bekerja di bawah
kondisinya sendiri sebagai prinsip sebab dan akibat. Sebab
yang baik pasti menghasilkan akibat yang baik dan sebab
buruk menghasilkan akibat yang buruk. Hukum ini selalu
bergerak adil dalam cara berprosesnya sendiri. Dan
sebagai hukum impersonal, tak ada seorang pun yang
dapat memaksanya bekerja serampangan sesuai dengan
keinginannya.
Begitu pula halnya dengan berbuahnya karma setiap
macam karma mempunyai jangka waktu kemasakannya
sendiri sesuai dengan sifatnya. Sebagian karma masak
dan menghasilkan buah lebih cepat dari yang lain.
7. Ajaran Karma Menurut Kitab Suci TIPITAKA
Dalam kukkurovada Sutta dari Majjhima Nikaya, sang Buddha telah
menguraikan ajaran karma kepada dua orang pertapa yang datang
bertanya kepada beliau. Uraian yang sama dapat juga ditemukan dalam
Catukkanipata dari Anguttara Nikaya. Menurut dua sumber tersebut
diatas, Sang Buddha secara tegas telah menggolongkan karma atau
perbuatan menjadi empat macam dalam hubungan dengan sifat dan
akibat – akibatnya.
“ Empat macam karma, O para bhikkhu, telah Ku pahami dengan
kebijaksanaan sendiri dan selanjutnya ku ajarkan kepada dunia. Aapkah
Keempat itu? Mereka adalah : karma gelap yang mempunyai akibat
gelap,karma terang yang mempunyai akibat gelap dan terang, dan karma
bukan gelap maupun terang mempunyai akibat bukan gelap maupun
terang dan membawa pada pengakhiran karma.”
( Anguttara Nikaya, Catukkanipata 232 – 238 )
8. Penggolongan karma ke dalam empat katagori seperti yang
disebutkan di atas, dibuat berdasarkan atas sifat dan akibat –
akibatnya : baik, buruk,baik dan buruk, atau bukan baik maupun buruk.
Tetapi, bila dilihat sudut saluran yang dipergunakan, karma dapat
digolongkan menjadi 3 macam, yaitu perbuatan badan jasmani ( Kaya
– Kamma ), ucapan ( Vaci – Kamma ), dan pikiran ( Mano – Kamma ).
Setiap 3 perbuatan ini mencakup semua empat kategori tersebut,
diatas yaitu karma yang dilakukan melalui salah satu dari 3 saluran itu
adalah baik, buruk, baik, dan buruk, atau bukan baik maupun buruk.
Mengenai karma gelap dari kategori pertama, Sang Buddha
menujukkan pada setiap bentuk perbuatan jahat yang dilakukan
melalui badan jasmani, ucapan , dan pikiran yang bertujuan
menimbulkan kesukaran, kesengsaraan atau kerugian pada makluk
lain. Perbuatan – perbuatan buruk, seperti membunuh atau menyiksa
binatang – binatang, mencuri harta orang lain, berzinah dan lain –
lain, adalah dianggap sebagai “ karma gelap atau buruk “
9. Karma menurut waktu
Karma dihubungkan dengan unsur waktu dalam menghasilkan akibatnya,
yang terdiri atas empat macam :
1. Ditthadhammavedaniya – kamma adalah karma yang memberikan
akibatnya pada masa kehidupan sekarang. Karma ini tergolong amat kuat
dan karenanya menghasilkan akibatnya dalam kehidupan sekarang.
Pelakunya akan mengalami akibatnya dalam kehidupan sekarang ini juga.
Tetapi apabila pelakunya mati sebelum karma ini menghasilkan akibatnya,
maka karma ini menjadi mubazir ( Dhammavibhaga, jilid II, hal 129 )
2. Uppajjavedaniya – kamma adalah karma yang akibatnya akan dialami
dalam kehidupan setelah hidup sekarang ini. Karma ini menggantikan
karma “ sekarang “ sejak saat kematian seseorang dan terus menghasilkan
akibatnya dalam kehidupan yang baru selama tak ada intervensi dari
karma lain yang lebih kuat. Menurut Visuddhimagga, bila dalam kehidupan
berikutnya setelah kehidupan sekarang karma ini tak memperoleh
kesempatan untuk menghasilkan akibatnya,naka karena itu akan menjadi
mubazir ( Visuddimagga, hal 697 )
10. 3. Aparaparavedaniya – Kamma adalah kamma yang akibatnya akan
dialami dalam kehidupan – kehidupan berikutnya. Karma macam ini
agak menyerupai karma macam kedua dan paling cepat hanya akan
menghasilkan akibat dalam masa kehidupan setelah kehidupan
selanjutnya lagi atau dalam beberapa kehidupan setelah itu. Namun
karma macam ini dikatakan tak akan pernah berakhir dan terus
mengejar pelakunya tanpa mengenal lelah; tak akan pernah berhenti
melakukan pengejarannya samapi sang korban menjadi lelah.
4. Ahosi – kamma adalah karma yang tidak memberikan akibat
karena jangka waktunya untuk memberikan akibat telah habis atau
karena karma tersebut telah menghasilkan akibatnya secara penuh
sehingga kekuatannya habis sendiri.
11. Karma Menurut Kekuatan
1. Garu – kamma adalah karma yang paling berat diantara semua karma
lainnya; karena sifatnya amat kuat, karma macam ini akan masak terlebih
dahulu Selama karma ini masih menghasilkan akibatnya, tak ada karma
lainnya yang berkesempatan untuk menghasilkan akibatnya (menjadi
masak),
pada seginya yang buruk ( akusala ), garu – kamma menyatakan pada
lima macam kejahatan yang mematikan yaitu :
Membunuh Ibu
Membunuh ayah
Membunuh orang yang telah mencapai kesucian sempurna
Melukai tubuh seorang Buddha
Menyebabkan perpecahan dalam tubuh persaudaraan para bhikkhu
( sangha )
Kelima macam perbuatan ini dianggap sebagai karma yang paling buruk
diantara semua karma lainnya.
12. 2. Bahula – Kamma adalah karma yang sering dan berulang – ulang
dilakukan oleh seseorang melalui saluran badan jasmani, ucapan,
dan pikiran sehingga tertimbun dalam wataknya.
Karma kebiasaan ini akan memberikan akibatnya terlebih dahulu
apabila seseorang tidak melakukan garu – kamma.
3. Asanna – Kamma adalah karma yang diperbuat oleh seseorang
pada saat ia menghadapi kematian, atau dapat pula berupa
perbuatan – perbuatan yang dahulu pernah dilakukan dalam masa
hidupnya yang ia ingat kembali dengan amat jelas pada saat ia
berada di ambang pintu kematiannya. Namun sesungguhnya karma
macam ini amatlah ditentukan oleh sifat dari kebiasaan seseorang.
Bila seseorang telah terbiasa berbuat jahat untuk jangka waktu yang
lama, maka ia hanya sedikit sekali kemugkinannya untuk mempunyai
karma penutup yang baik. Sebaliknya seseorang yang telah terbiasa
berbuat baik sepanjang masa hidupnya, maka ia juga sedikit sekali
kemungkinannya untuk memiliki karma penutup yang jelek.
13. 4. Kattatta – kamma adalah suatu perbuatan yang hampir tidak
terdorong oleh kehendak. Karma ini sebenarnya bersifat mekanis
daripada bersifat kehendak . Karenanya karma macam ini di golongkan
sebagai karma yang paling lemah diantara semua karma.
14. Karma Menurut Fungsi
1. Janaka – Kamma ( karma penghasil ) adalah karma berfungsi
menghasilkan. Tugas karma ini adalah menyebabkan kelahiran sesuai
dengan macam dan sifatnya. Karma macam ini dapat dibandingkan dengan
seorang ayah – ibu dalam fungsinya membawa seseorang pada kelahiran
baru.
2. Upatthambhaka-Kamma (karma penguat) adalah karma yang berfungsi
membantu memperkuat apa yang telah dihasilkan oleh Janaka-Karma
sesuai dengan macam dan sifatnya. Apabila Janaka-Karmanya baik,
Kamma penguat ini membantu sehingga keadaannya menjadi lebih baik;
demikian pula sebaliknya.
3. Uppapilika-Kamma (Karma Pelemah) adalah karma yang berfungsi
menandingi pengaruh apa yang telah dihasilkan olej Janaka-Karma,
memperlemah kekuatan atau mempersingkat waktunya dalam
menghasilkan akibatnya.
4. Upaghataka-Kamma (Karma Penghancur) adalah karma yang mempunyai
kategori sama dengan Karma Pelemah di atas, karena fungsinya
menentang atau menghancurkan kekeuatan dari Janaka-Kamma. Karma ini
mempunyai kekuatan yang lebih besar dari karma-pelemah.