JUARA 2 SKRIPSI TERBAIK JURUSAN BAHASA INDONESIA STKIP SEBELAS APRIL SUMEDANG DAN 20 BESAR SKRIPSI TERBAIK KEMENDIKNASBUD 2011 UNTUK TOPIK BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
Meningkatkan hasil belajar siswa kelas iv sdn 11 parigi
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pustaka - angkatan 70
1. ANALISIS PENGALAMAN-PENGALAMAN YANG TECERMIN DALAM
PUISI ANGKATAN BALAI PUSTAKA – ANGKATAN 70 SEBAGAI
UPAYA PEMILIHAN BAHAN PEMBELAJARAN
APRESIASI PUISI DI SMA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam
Menempuh Ujian Sarjana Pendidikan
Oleh
Henda Suhenda
0721016887
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN
DAERAH
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
SEBELAS APRIL SUMEDANG
2011
2. PERSEMBAHAN
LEMBAR PERSEMBAHAN
“ Jadilah seperti mutiara,
walau di dalam lumpur sekalipun
Ia tetap mutiara, berharga dan mahal harganya...........”
Dengan segala ketulusan hati kupersembahkan skripsi ini untuk :
ibu dan bapak tercinta dan R I,
Kalian inspirator dan motivator terbesar dalam hidupku
3. KATA PENGANTAR
Puji dan syukur seraya penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt. karena atas
limpahan rakhmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan serta
penyusunan skripsi ini dengan tepat waktu. Skripsi yang berjudul, Analisis
Pengalaman-pengalaman yang Tercermin dalam Puisi Angkatan Balai Pustaka –
Angkatan 70 Sebagai Upaya Pemilihan Bahan Pembelajaran Apresiasi Puisi di
SMA disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh ujian sarjana
pendidikan di STKIP Sebelas April Sumedang.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun, penulis harapkan untuk perbaikan
karya ilmiah pada masa yang akan datang.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mengalami berbagai hambatan dan
rintangan. Akan tetapi, karena adanya bantuan, dorongan, dan bimbingan dari
berbagai pihak, akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan sesuai rencana. Oleh
karena itu, sudah selayaknya penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
tidak terhingga kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Yus Rusyana, selaku Dosen Pembimbing I yang selalu
memberi waktu yang leluasa untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;
2. Bapak Dadang Gunadi, Drs., M.Pd. selaku pembimbing II sekaligus sebagai
Ketua STKIP Sebelas April Sumedang yang telah membimbing penulis
dengan penuh ketulusan, ketekunan, dan ketelitian kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini;
i
4. 3. Bapak Asep Saepurokhman, Drs, M.Pd selaku Ketua Program Studi
Dikbasasinda STKIP Sebelas April Sumedang yang telah banyak memberikan
berbagai kemudahan dan bantuan untuk kelancaran penyusunan skripsi ini;
4. seluruh dosen dan karyawan STKIP Sebelas April Sumedang yang telah
membekali pengetahuan dan berbagai fasilitas serta pelayanan kepada penulis
selama menempuh pendidikan;
5. ibu dan bapak yang telah banyak memberikan kasih sayang, dukungan, doa
dan segala pengorbanan yang tidak terhingga kepada penulis sehingga skripsi
ini dapat diselesaikan;
6. saudaraku Rudi dan Hendi yang telah banyak memberikan motivasi, kasih
sayang dan pengorbanan yang besar kepada penulis;
7. sahabat setiaku Rony (Ony), Andrew, Daniel, Yandri, Nisa, Tedi (Adriel),
Dewi, yang telah banyak memberikan inspirasi, dukungan, doa, perhatian, dan
bantuan moril dan spirituil;
8. rekan-rekan Dikbasasinda 2007 terutama Ibu Dade, Indria, Noer aprilianti,
Erni, Trio Euis, Ani, Enjang, Pa Anwar, Yanti, Rudi, Ayu, Rohimat, dan
teman-teman lainnya yang telah banyak membantu dan memberi saran;
9. Agnes Monica, Britney Spears, Michael Jackson yang telah menjadi inspirasi
penulis. Berkat mimpi-mimpi kalian penulis termotivasi untuk selalu berusaha
menjadi yang terbaik selama sekolah, kuliah hingga menyelesaikan skripsi
ini;
10. semua pihak yang telah membantu penulis selama menempuh pendidikan di
STKIP Sebelas April Sumedang.
ii
5. Semua amal baik tersebut tidak dapat dinilai harganya, penulis hanya
mampu menyerahkan kepada Allah Swt. semoga dicatat sebagai amal baik dan
mendapat imbalan yang berlipat. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini
berguna bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Sumedang, Juli 2011 Penulis
iii
6. DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................... i
DAFTAR ISI.................. ............................................................................ iv
DAFTAR TABEL...... ............................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah .................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................. 5
1.3 Batasan Masalah................................................................ 6
1.4 Tujuan Penelitian .............................................................. 6
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................ 7
1.6 Anggapan Dasar ................................................................ 7
1.7 Definisi Operasional.......................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hakikat Puisi ..................................................................... 10
2.1.1 Pengertian Puisi ........................................................ 10
2.1.2 Jenis-jenis Puisi ........................................................ 11
2.1.3 Unsur-unsur Pembentuk Puisi .................................. 16
2.2 Pendekatan dan Angkatan Sastra ....................................... 21
2.2.1 Hakikat Pendekatan Sastra ....................................... 21
2.2.2 Angkatan Sastra ........................................................ 24
2.3 Hakikat Pendekatan Mimesis ............................................. 27
2.3.1 Pengertian Pendekatan Mimesis ............................... 27
2.3.2 Aspek Pengalaman dalam Pendekatan Mimesis ...... 30
2.4 Bahan Pembelajaran Sastra ................................................ 33
2.4.1 Pengertian Bahan Pembelajaran Sastra .................... 33
2.4.2 Kriteria Pemilihan Bahan Pembelajaran Sastra ........ 34
2.4.3 Kedudukan Pembelajaran Apresiasi Sastra dalam
KTSP SMA ............................................................. 35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian ............................................................... 37
3.2 Teknik Penelitian................................................................ 37
3.2.1 Teknik Pengumpulan Data ....................................... 38
3.2.2 Teknik Analisis Data ................................................ 38
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ......................................... 39
3.3.1 Populasi Penelitian ................................................... 39
3.3.2 Sampel Penelitian ..................................................... 40
3.4 Instrumen Penelitian .......................................................... 41
3.4.1 Instrumen Pengumpulan Data .................................. 41
3.4.2 Instrumen Analisis Data ........................................... 43
iv
7. BAB IV ANALISIS PENGALAMAN-PENGALAMAN
YANG TERCERMIN DALAM PUISI ANGKATAN BALAI
PUSTAKA – ANGKATAN 70
4.1 Data Penelitian .................................................................. 45
4.2 Analisis Data...................................................................... 47
4.2.1 Analisis Puisi Tanah Air ......................................... 47
4.2.2 Analisis Puisi Indonesia Tumpah Darahku ............ 49
4.2.3 Analisis Puisi Berdiri Aku ...................................... 51
4.2.4 Analisis Puisi Padamu Jua ..................................... 53
4.2.5 Analisis Puisi Kolam .............................................. 55
4.2.6 Analisis Puisi Menuju ke Laut ................................ 57
4.2.7 Analisis Puisi Dibawa Gelombang ......................... 58
4.2.8 Analisis Puisi Kerabat Kita .................................... 60
4.2.9 Analisis Puisi Derai-derai Cemara ........................ 63
4.2.10 Analisis Puisi Karawang – Bekasi ......................... 65
4.2.11 Analisis Puisi Do’a ................................................. 67
4.2.12 Analisis Puisi Sajak Anak Laut ............................... 69
4.2.13 Analisis Puisi Gadis Peminta-minta ....................... 71
4.2.14 Analisis Puisi Biar Mati Badanku Kini .................. 73
4.2.15 Analisis Puisi Kepada Saudaraku M.Natsir ........... 74
4.2.16 Analisis Puisi Makna Sebuah Titipan ..................... 75
4.2.17 Analisis Puisi Sebuah Jaket Berlumur Darah ........ 77
4.2.18 Analisis Puisi Di Sebuah Halte Bis ........................ 79
4.2.19 Analisis Puisi Dewa Telah Mati ............................. 81
4.2.10 Analisis Puisi Jembatan.......................................... 82
4.3 Pembahasan Hasil Analisis ............................................... 84
4.4 Analisis Kesesuaian Pemilihan Bahan Pembelajaran ........ 87
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan............................................................................. 90
5.2 Saran ................................................................................... 91
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 93
LAMPIRAN-LAMPIRAN ....................................................................... 95
RIWAYAT HIDUP...... ............................................................................. 99
v
8. DAFTAR TABEL
Halaman
TABEL 3.1 Sampel Penelitian ................................................................ 41
TABEL 4.1 Data Penelitian..................................................................... 46
vi
9. DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
LAMPIRAN 1 Surat Keputusan Ketua STKIP Sebelas April Sumedang
tentang Penulisan Skripsi ...................................................... 95
LAMPIRAN 2 Berita Acara Bimbingan Skripsi Pembimbing 1 ................... 97
LAMPIRAN 3 Berita Acara Bimbingan Skripsi Pembimbing 2 ................... 98
vii
10. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Salah satu dari tujuan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia adalah
siswa mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan
kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan
dan kemampuan berbahasa. Tujuan pembelajaran sastra berbeda dengan tujuan
bahasa. Pembelajaran sastra dimaksud untuk meningkatkan kemampuan siswa
dalam mengapresiasi berbagai ragam karya sastra. Selain itu, tujuan pembelajaran
sastra adalah agar siswa memperoleh pengalaman, dan pengetahuan tentang
sastra.
Sastra merupakan cerminan nilai-nilai kehidupan yang terdapat dalam
masyarakat. Karya sastra berisi pesan, ide, dan pengalaman kehidupan pengarang
yang kemudian dikemas dengan imajinasi dan khayalan yang dapat dinikmati oleh
pembaca atau penikmat sastra. Menurut Lukens (2003:9) “Sastra menawarkan dua
hal utama, yaitu kesenangan dan pemahaman”. Artinya, sastra hadir sebagai
hiburan yang bisa membuat pembaca atau penikmatnya senang dan gembira.
Selanjutnya, Ampera (2010:9) mengungkapkan bahwa, “Gambaran kehidupan
yang ada dalam sastra dapat memberikan pemahaman kepada pembaca tentang
berbagai persoalan hidup”. Melalui sastra, siswa dapat memperoleh, mempelajari,
dan menanggapi berbagai persoalan hidup dan kehidupan. Melalui sastra pula,
siswa akan mendapatkan pengalaman cara mengatasi berbagai persoalan yang
ada.
1
11. Berdasar pada uraian di atas, dapat dikatakan bahwa pembelajaran sastra
tidak hanya untuk memberikan pengalaman kepada siswa tentang sastra dan karya
sastra, tetapi juga agar siswa mendapat gambaran nilai-nilai dan pengalaman
kehidupan yang belum pernah dirasakannya. Selain itu, Rusyana (1984:306)
mengungkapkan bahwa, “Sastra dapat ikut menunjang perkembangan bahasa atau
hal-hal lain di luarnya apabila sastra itu kuat dan berkembang”. Artinya, sastra
juga berperan dalam kemajuan bahasa Indonesia dan juga dapat menjaga
kelestarian bahasa Indonesia. Dikatakan demikian, karena bahasa merupakan
medium terciptanya karya sastra. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Pradopo
(2003:107) bahwa, “Karya sastra adalah sebuah karya yang bermedium bahasa”.
Dengan demikian, dapat terlihat bahwa dicantumkannya pembelajaran sastra
dalam kurikulum pendidikan di Indonesia merupakan hal yang sangat penting.
Dikatakan penting, karena tidak hanya menyangkut pendidikan nilai kehidupan
siswa tetapi juga bagi kelangsungan kehidupan berbahasa Indonesia. Oleh karena
itu, pembelajaran sastra harus bersifat apresiatif dan ditekankan pada kenyataan
bahwa sastra merupakan salah satu bentuk seni yang dapat diapresiasi.
Salah satu genre sastra yang menjadi pembelajaran sastra adalah puisi.
Pradopo (2007:7) mengungkapkan bahwa, “Puisi itu merupakan rekaman dan
interpretasi pengalaman manusia yang penting, digubah dalam wujud yang paling
berkesan”. Dari pendapat tersebut dapat dikatakan, bahwa puisi merupakan
pengalaman-pengalaman pengarang yang kemudian dibentuk dengan imajinasi
sehingga menjadi sebuah karya sastra yang memiliki pesan dan kesan untuk
dinikmati oleh pembaca atau penikmatnya.
2
12. Menyadari pentingnya pembelajaran sastra, termasuk puisi di dalamnya
maka guru perlu untuk menyajikan bahan pembelajaran yang menarik, tepat dan
apresiatif. Hal ini dimaksudkan agar siswa tidak hanya mengerti tentang teori
sastra tetapi siswa juga harus mampu mengapresiasi karya sastra dengan baik. Hal
itulah yang sebenarnya menjadi tujuan utama dicantumkannya pembelajaran
sastra dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pembelajaran
apresiasi puisi sebagai salah satu dari aspek pembelajaran sastra menuntut guru
agar dapat memilih, menentukan, dan memberikan materi ajar yang tepat agar
membuat siswa beroleh pengalaman dan juga mengetahui pengalaman apa yang
terkandung dalam puisi yang disajikan. Seperti yang disampaikan oleh Rusyana
(1984:322), “Dalam mengapresiasi sastra, seseorang mengalami dari hasil sastra
itu pengalaman yang telah disusun oleh pengarangnya”. Dengan demikian, terlihat
bahwa pengalaman yang terdapat dalam puisi bisa disajikan sebaga bahan ajar
yang tepat agar siswa dapat mengapresiasi karya sastra, khususnya puisi.
Pengalaman yang dimaksud dalam uraian di atas merupakan pengalaman
pengarang yang terkandung dalam sebuah puisi yang dikarangnya. Adapun yang
dimaksud dengan pengalaman adalah “Yang pernah dialami (dijalani, dirasai,
ditanggung, dsb)” (Depdiknas, 2004:456). Aspek pengalaman dalam karya sastra
dibahas dalam pendekatan mimesis. Menurut Abrams (1976:8) “Pendekatan
mimesis merupakan pendekatan estetis yang paling primitif”. Dasar pertimbangan
pendekatan mimesis adalah dunia pengalaman, yaitu “Karya sastra itu sendiri
yang tidak bisa mewakili kenyataan yang sesungguhnya melainkan hanya sebagai
peniruan kenyataan” (Abrams, 1958:8). Kenyataan yang dimaksud dipakai dalam
arti yang seluas-luasnya, yaitu segala sesuatu yang berada di luar karya sastra dan
3
13. yang diacu oleh karya sastra, seperti misalnya benda-benda yang dapat dilihat dan
diraba, bentuk-bentuk kemasyarakatan, perasaan, pikiran, dan sebagainya. Melalui
pandangan ini, secara hierarkis karya sastra berada di bawah kenyataan.
Berbicara mengenai pendekatan sastra, maka ada kaitannya dengan kritik
sastra. Rusyana mengungkapkan bahwa, “Sebagai guru sastra yang baik, kita
harus berinisiatif memilih bahan sendiri”. Lebih lanjut lagi beliau mengatakan
bahwa, “Hal itu hanya mungkin kita lakukan apabila kita mengikuti
perkembangan kesusastraan, dan kita mempunyai kemampuan mengadakan kritik
sastra”. Oleh karena itu, guru harus mampu untuk memahami ilmu sastra serta
kritik sastra, dan perkembangan sastra. Perkembangan sastra merupakan suatu hal
yang berhubungan dengan periodisasi sastra. Wellek (1968:265) menjelaskan
bahwa, “Periodisasi sastra yaitu sebuah bagian waktu yang dikuasai oleh sesuatu
sistem norma-norma sastra, standar-standar, dan konvensi-konvensi sastra yang
kemunculannya, penyebarannya, keberagamannya, integrasi, dan kelenyapannya
dapat diruntut”. Angkatani sastra Indonesia dimulai dari Angkatan Balai Pustaka.
Puisi yang ditulis pada angkatan sastra Balai Pustaka dan setelahnya merupakan
puisi yang sarat dengan pengalaman. Dikatakan demikian, karena pada saat itu
Indonesia sedang mengalami pasang surut dalam hal kepemerintahan,
kebudayaan, dan juga kedaulatannya, sehingga sastra yang dihasilkannya juga
memiliki perbedaan dengan sastra yang dibuat pada masa sekarang. Selain itu,
puisi-puisi yang terdapat dalam buku pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
didominasi oleh puisi-puisi Angkatan Balai Pustaka - Angkatan 70.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
terhadap pengalaman-pengalaman yang terdapat dalam puisi Angkatan Balai
4
14. Pustaka, Pujangga Baru, 45, dan 70 sebagai bahan kajian utama penelitian.
Penulis menuangkan penelitian ini dalam bentuk skripsi dengan judul, “Analisis
Pengalaman-pengalaman yang Tercermin dalam Puisi Angkatan Balai Pustaka –
Angkatan 70 Sebagai Upaya Pemilihan Bahan Pembelajaran Apresiasi Puisi di
SMA”.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah dalam penelitian adalah suatu topik untuk dipecahkan atau dicari
penyelesaiannya. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan
masalah peneilitian ini sebagai berikut.
1. Apakah terdapat pengalaman-pengalaman dalam puisi Angkatan Balai Pustaka
– Angkatan 70?
2. Pengalaman-pengalaman apa sajakah yang tercermin dalam puisi Angkatan
Balai Pustaka – 70?
3. Apakah pengalaman-pengalaman yang tercermin dalam puisi Angkatan Balai
Pustaka - 70 layak dijadikan sebagai bahan pembelajaran apresiasi puisi di
SMA?
1.3 Batasan Masalah
Agar masalah dapat diidentifikasi dengan jelas, penulis melakukan
pembatasan masalah. Oleh karena itu, masalah dalam penelitian ini dibatasi
sebagai berikut.
5
15. 1. Pengalaman yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengalaman yang
berkaitan dengan pengalaman kegiatan (jasmani), kehidupan beragama, dan
rohani (pikiran, sosial, dan budaya).
2. Angkatan sastra yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ngkatan sastra
menurut Racmat Joko Pradopo.
3. Puisi yang dimaksud dalam penelitian ini dibatasi hanya pada puisi yang telah
dibukukan atau didokumentasikan.
4. Genre puisi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sajak.
1.4 Tujuan Penelitian
“Tiap penelitian harus mempunyai tujuan atau tujuan-tujuan yang dicapai”
Nasution (1982:24). Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu :
1. mendeskripsikan pengalaman-pengalaman yang tercermin dalam puisi
angkatan Balai Pustaka – Angkatan 70;
2. mendeskripsikan Pengalaman-pengalaman apa sajakah yang tercermin dalam
puisi angkatan Balai Pustaka – 70;
3. mendeskripsikan apakah pengalaman-pengalaman yang tercermin dalam puisi
Angkatan Balai Pustaka - 70 layak dijadikan sebagai bahan pembelajaran
apresiasi puisi di SMA;
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik untuk
penulis, guru bahasa dan sastra Indonesia maupun lembaga pendidikan. Adapun
manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini, yaitu sebagai berikut.
6
16. 1) Guru bahasa dan sastra Indonesia, hasil penelitian ini memberikan informasi
bagi guru tentang pengalaman-pengalaman yang tercermin dalam puisi
Angkatan Balai Pustaka – Angkatan 70, sehingga dapat dijadikan alternatif
pemilihan bahan pebelajaran apresiasi sastra, khususnya puisi.
2) Lembaga STKIP, hasil penelitian ini dapat menambah koleksi bahan bacaan
di perpustakaan sehingga dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa yang akan
melakukan penelitian serupa.
3) Penulis dapat mengetahui dan menambah wawasan tentang pengalaman-
pengalaman yang tercermin dalam puisi Angkatan Balai Pustaka – Angkatan
70, sekaligus berbagai hal yang berkaitan tentang pendekatan sastra.
4) Bagi siswa, hasil penelitian ini dapat memotivasi siswa dalam pembelajaran
apresiasi sastra yang lebih menarik dan apresiatif.
1.6 Anggapan Dasar
Anggapan dasar adalah suatu titik tolak pemikiran yang kebenarannya
diterima penyelidik itu (Surakhmad, 1994:107). Artinya anggapan dasar berguna
sebagai dasar pijakan yang kokoh bagi masalah yang sedang diteliti, untuk
mempertegas yang menjadi pusat perhatian dan untuk merumuskan hipotesis.
Menurut Arikunto (1996:6) dikatakan bahwa tujuan dirumuskannya
anggapan dasar “1) agar ada dasar berpijak yang kukuh bagi masalah yang sedang
diteliti, 2) untuk mempertegas variabel yang menjadi pusat perhatiannya, dan 3)
guna menentukan dan merumuskan hipotesis”. Berdasarkan pendapat ini maka
penulis merumuskan anggapan dasar sebagai berikut.
7
17. 1. Puisi merupakan salah satu karya sastra yang berisi ide, gagasan, dan
pengalaman pengarang yang ditulis dengan bahasa yang imajinatif.
2. Salah satu pendekatan dalam menganalisis puisi yaitu pendekatan mimesis.
3. Pendekatan mimesis merupakan pendekatan yang berdasar pada pengalaman
kehidupan nyata
4. Pembelajaran sastra memiliki peranan penting dalam mencapai pendidikan
susila, sosial, budaya, perasaan, dan keagamaan.
5. Puisi yang akan dijadikan bahan pembelajaran sastra sebaiknya dianalisis
terlebih dahulu dari pengalaman yang tercermin di dalamnya sehingga dapat
dijadikan alternatif bahan pembelajaran sastra.
1.7 Definisi Operasional
Untuk menghindari kesimpangsiuran dalam memahami istilah-istilah yang
digunakan dalam penelitian ini, penulis mencoba membuat definisi operasional.
Adapun istilah-istilah yang digunakan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Pengalaman adalah segala sesuatu yang pernah dirasakan dan dialami
seseorang.
2. Puisi adalah rangkaian kata-kata imajinatif yang berisi pengalaman, ide, dan
pesan pengarangnya.
3. Pengalaman jasmani adalah pengalaman seseorang yang melibatkan gerak
dan menggunakan panca indera.
4. Pengalaman rohani adalah pengalaman seseorang yang melibatkan
kemampuan berpikir dan aspek kejiwaan.
8
18. 5. Apresiasi sastra adalah kegiatan menggauli karya sastra secara sungguh-
sungguh sehingga menimbulkan pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran,
dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra.
9
19. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hakikat Puisi
2.1.1 Pengertian Puisi
Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra. Istilah puisi dan sajak
dalam pemakaiannya sering dikacaukan. Kekacauan penggunaan istilah tersebut
tidak hanya dilakukan oleh masyarakat awam. Para guru dan pakar sastra pun
tidak sedikit yang melakukan kekeliruan tersebut dengan berbagai alasannya
masing-masing. Sudjiman (1984:61) mengungkapkan bahwa, “Puisi itu termasuk
ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan
larik dan bait”. Namun, menurut pengamatan penulis, pendapat tersebut masih
berlaku untuk beberapa jenis genre karya sastra yang termasuk puisi, seperti:
pantun, gurindam, syair, dan soneta. Tetapi tidak berlaku untuk sajak, mengingat
sejak kehadiran karya-karya Chairil Anwar genre sajak telah mengalami
perubahan.
Waluyo (1991:25) menyatakan bahwa, “Puisi adalah bentuk karya sastra
yang mengungkapkan pikiran dan perasaan secara imajinatif dan disusun dengan
mengkosentrasikan struktur fisik dan struktur batinnya”. Artinya, puisi adalah
ungkapan pikiran dan perasaan yang berdasarkan pengalaman jiwa yang bersifat
imajinatif dengan menggunakan kata konkret dan bahasa figuratif. Berdasarkan
pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa istilah puisi dalam pemakaiannya sering
dikacaukan dengan istilah sajak. Puisi dapat diartikan sebagai ragam sastra yang
bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait,
sedangkan sajak adalah persamaan bunyi atau rima terutama pada akhir baris.
10
20. Sedangkan Altenbernd (1970:2) menyatakan bahwa, “Puisi adalah
pendramaan pengalaman yang bersifat penafsiran (menafsirkan) dalam bahasa
berirama (bermetrum) ( as the interpretive dramatization of experience in metrical
language)”. Maksud pengertian tersebut adalah bahwa pendramaan yang
dimaksud adalah penyair mengubah atau menceritakan pengalaman melalui puisi
dengan bahasa yang terstruktur. Pengalaman itu dapat berupa pengalaman
menyedihkan, menyenangkan, dan mengharukan.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
puisi adalah ekspresi pengalaman yang ditulis secara sistematik dengan bahasa
yang puitis. Kata puitis sudah mengandung keindahan yang khusus untuk puisi.
Di samping itu puisi dapat membangkitkan perasaan yang menarik perhatian,
menimbulkan tanggapan yang jelas atau secara umum menimbulkan keharuan.
2.1.2 Jenis-jenis Puisi
Berdasarkan isinya puisi dapat dibagi menjadi tiga, yaitu (1) Puisi epik
disebut juga puisi naratif (Cohen, 1973:184-185). Bentuk puisi ini agak panjang
dan berisi cerita kepahlawanan, tokoh kebangsaan, masalah surga, neraka, tuhan,
dan kematian. Selain itu, puisi epik tersebut dapat dikatakan bahwa penyair
menceritakan hal-hal diluar dirinya. Dari pengertian tersebut dikatakan bahwa
dalam puisi epik penyair menceritakan hal yang tidak pernah dan belum dialami.
Adapun yang termasuk puisi epik dalam sastra Indonesia antara lain syair
dan balada. (2) Puisi lirik merupakan puisi yang bersifat subjektif, personal.
Artinya penyair menceritakan masalah-masalah yang bersumber dari dalam
dirinya. Puisi ini bentuknya agak pendek dan biasanya menggunakan kata ganti
11
21. orang pertama. Isinya tentang cinta, kematian, masalah muda dan tua. Adapun
yang termasuk puisi lirik antara lain sonata, eligi, ode, dan himne. Puisi lirik
banyak dijumpai dalam karya-karya Amir Hamzah, misalnya sebagai berikut.
TURUN KEMBALI
Kalau aku dalam engkau
Dan engkau dalam aku
Adakah begini jadinya
Aku hamba engkau penghulu
Aku dan engkau berlainan
Engkau raja, maha raja
Caha halus tinggi mengawang
Pohon rindang menaun dunia
Di bawa teduh engkau kembangkan
Aku berhenti memati hari
Pada bayang engkau mainkan
Aku melipur meriang hati
Diterangi cahaya engkau sinarkan
Aku menaiki tangga mengawan
Kecapi firduisi melana telinga
Menyentuh gamnbuh dalam hatiku
Terlihat ke bawah
Kandil kemerlap
Melambai cempaka ramai tertawa
12
22. Hati duniawi melambung tinggi
Berpaling aku turun kembali
(Hamzah, 1985 a:24)
(3) Puisi dramatik. Puisi ini bersifat objektif dan subjektif. Dalam hal ini
seolah-olah penyair keluar dari dirinya dan berbiccara melalui tokoh lain. Dengan
kata lain, dalam puisi ini penyair tidak menyampaikan secara langsung
pengalaman yang ingin diungkapkan tetapi disampaikan melalui tokoh lain
sehingga tampaknya seperti sebuah dialog. Menurut Rollof (1973:65) “Unsur
yang menonjol dalam puisi dramatik adalah kemampuan memberi sugesti”. Bagi
Doreksi (1988:147) “Puisi dramatik merupakan drama dalam sajak, dihilangkan
untuk dibaca bukan untuk dipentaskan”. Adapun contoh puisi dramatik dapat
dilihat pada puisi Taufik Ismail berikut ini.
SEORANG TUKANG RAMBUTAN KEPADA ISTRINYA
“Tadi siang ada yang mati,
Dan yang mengantar banyak seklali
Ya. Mahasiswa-mahasiswa itu. Anak-anak sekolah
Yang dulu berteriak dua ratus, dua ratus!
ampai bensi juga turun harganya
Sampai kita bias naik bis pasar yang murah pula.
Mereka kehausan dalam panas bukan main
Terbakar mukanya di atas trukterbuka
Saya lemparkat sepuluh ikat rambutan kita Bu
Biarlah sepuluh ikat huga
Memang sudah rejeki mereka
13
23. Mereka berteriak kegirangan dan berebutan
Seperti anak-anak kecil
Dan menyoraki saya. Betul bu, menyoraki saya
“Hidup tukang rambutan ! hidup tukang rambutan
Dan ada yang turun dari truk, bu
Mengejar dan menyalami saya
“Hidup rakyat!” teriaknya
Saya dipanggul dan diarak-arak sebentar
“Hidup pak rambutan!” sorak mereka
“Terima kasih pak, terima kasih!
“Bapak setuju kami bukan ?”
Saya menganguk-angguk. Tak bias bicara
“Doakan perjuangan kami pak!”
Mereka naik truk kembali
Masih meneriakkan terima kasihnya
“Hidup pak rambutan! Hidup rakyat!
Saya tersedu belum pernah seumur hidup
Orang berterima kasih begitu jujurnya
Pada orang kecilnya seperti kita”
(dalam Jassin, 1968:151)
Menurut Suharianto (1981:29), berdasarkan kata-kata dalam pembentukan
puisi, puisi dibagi menjadi dua yaitu puisi prismatis dan puisi diaphan. Untuk
lebih jelasnya, penulis paparkan kedua jenis puisi tersebut sebagai berikut.
14
24. 1. Puisi Prismatis
Puisi prismatis adalah puisi-puisi yang menggunakan kata-kata sebagai
lambang-lambang atau kiasan. Dalam puisi ini pengarang menggunakan kata-kata
yang sulit dipahami bagi yang benar-benar belum menguasai teori puisi. Misalnya
ketika penyair menggambarkan suatu keadaan, dia menggunakan simbol
tersendiri, sehingga ketika pembaca ingin memahaminya harus benar-benar
mencermati dan merasakan.
Contoh:
DEWA TELAH MATI
Tak ada dewa di rawa-rawa ini
Hanya gagak yang mengakak malam hari
Tak siang terbang mengitari bangkai
Pertapa yang terbunuh dekat kuil
Dewa telah mati di tepi-tepi ini
Hanya ular yang mendesir dekat sumber
Lalu minum dari mulut
Pelacur yang tersenyum dengan baying sendiri
Bumi ini perempuan jalang
Yang menarik laki-laki jantan dan pertapa
Ke rawa-rawa mesum ini
Dan membunuhnya pagi hari.
(SIMPHONI, hal 9)
Dalam puisi tersebut lambang-lambang yang digunakan penyair
menunjuk kepada pengertian yang tidak sebenarnya. Untuk memahami maksud
15
25. puisi tersebut kita perlu menafsirkan kata-kata yang dipasang penyair tersebut
menghubung-hubungkan dengan hal-hal di luar puisi itu sendiri karena penyair
juga menggunakan kata-katanya sebagai perbandingan-perbandingan.
2. Puisi Diaphan
Puisi diaphan adalah puisi yang kata-katanya sangat terbuka, tidak
mengandung pelambang-pelambang atau kiasan-kiasan. Dalam puisi diaphan
pengarang menggunakan bahasa yang mudah dipahami atau dapat dikatakan
bahwa kata yang digunakan adalah kata-kata yang biasa digunakan dalam
kehidupan sehari-hari.
Contoh:
KITA ADALAH PEMILIK SYAH REPUBLIK INI
Tidak ada pilihan lain, kita harus
Berjalan terus
Karena berhenta ayau mundur
Berarti hancur
Apakah akan kita jual keyakinan kita
Dalam pengabdian tanpa harga
Akan maukah kita duduk dalam satu meja
Dengan para pembunuh tahun yangn lalu
Dalam setiap kalimat yang berakhiran
Duli Tuanku?
Tidak adalagi pilihan lain.Kita harus
Berjalan terus
Kita adalah manusia yang bermata sayu yang ditepi jalaN
16
26. Mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh.
Kita adalah berpuluh juta yang brtahun hidup sengsara
Dipukul banjir, gunung api kutuk dan hama
Dan brtanya-tanya diam inikah yang namanya merdeka
Kita yang tak punya kepentingan dengan seribut slogan
Dan seribut pengeras suarayang hampa suara
Tak ada lagi pilihan lain. Kita harus
Berjalan terus
(ANGKATAN 66, hal. 165)
2.1.3 Unsur-Unsur Pembentuk Puisi
Puisi sebagai suatu karya sastra dibangun oleh beberapa unsur penting.
Unsur-unsur tersebut yang membuat puisi berbeda dengan karya sastra lainnya.
Adapun uraian tentang unsur-unsur pembentuk puisi akan penulis paparkan
sebagai berikut.
1. Diksi
Dalam puisi kata-kata sangat besar peranannya. Setiap kata mempunyai
fungsi tertentu dalam menyampaikan ide penyairnya. Meyer (1987:457)
mengatakan bahwa, “Dalam fungsinya untuk memadatkan suasana, lembut, dan
bersifat ekonomis. Jadi, kata-kata dalam puisi hendaknya disusun sedemikian rupa
sehingga dapat menyalurkan pikiran, perasaan penulisnya dengan baik”.
Sehubungan dengan hal itu Meyer (1987:457-548) membagi diksi dalam tiga
tingkat yaitu :
17
27. 1) diksi formal adalah bermartabat, inpersonal dan menggunakan bahasa
yang tinggi.
2) diksi pertengahan. Diksi ini agak sedikit tidak formal dan biasanya kata-
kata yang digunakan adalah yang dipakai oleh kebanyakan orabng yang
berpendidikan.
3) diksi informal mencakup dua bahasa yaitu bahasa sehari-hari yang
dalam hal ini termasuk slang, dan dialek yaitu meliputi dialek geografis
dan sosial.
Diksi dapat berupa denotasi dan konotasi. Denotasi merupakan makna kata
dalam kamus, makna kata objektif yang pengertiannya menunjuk pada benda yang
diberi nama dengan kata kata itu. Satu sisi Alternberd (1970: 10) mengatakan
bahwa, “Kumpulan asosiasi perasaan yang terkumpul dalam sebuah kata yang
diperoleh melalui setting yang dilukiskan disebut konotasi”. Selanjutnya, Meyer
(1987:549) mengungkapkan bahwa, “Konotasi adalah bagaimana kata digunakan
dan asosiasi orang yang timbul dengan kata itu”. Tentu saja makna konotasi
sangat tergantung pada konteksnya. Makna konotasi dapat diperoleh melalui
asosiasi dan sejarahnya. Menurut Pradopo (2007:54), “Penyair ingin
mengekspresikan pengalaman jiwanya secara padat dan intens, untuk hal ini ia
memilih kata yang setepat-tepatnya yang dapat menjilmakan pengalaman
jiwanya”.
Berdasar pada uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa pemilihan
kata dalam menulis puisi dimaksudkan agar pengalaman pengarang dapat
disampaikan dengan baik dalam bentuk rangkaian kata, sehingga pembaca atau
pendengar mampu memahami pengalaman, ide atau gagasan pengarang tersebut.
2. Pengimajian
Pengimajian dapat memberi gambaran yang jelas, menimbulkan suasana
yang khusus, membuat hidup (lebih hidup) gambaran dalam pikiran, dan
penginderaan untuk menarik perhatian, untuk memberikan kesan mental atau
18
28. bayangan visual, penyair menggunakan gambaran-gambaran angan. Imaji adalah
gambaran-gambaran angan, gambaran pikiran, kesan mental atau bayangan visual
dan bahasa yang menggambarkannya. Artinya dalam tangan penyair yang baik
imaji itu segar dan hidup, berada dalam puncak keindahannya untuk
mengintensifkan, menjernihkan, dan memperkaya. Citraan menurut Alternberd
(1970:35), “Merupakan unsur yang penting dalam puisi karena dayanya untuk
menghadirkan gambaran yang konkret, khas, menggugah dan mengesankan”.
Citraan juga dapat merangsang imajinasi dan menggugah pikiran dibalik sentuhan
indera serta dapat pula sebagai alat interpretasi. Pradopo (2007:81)
mengungkapkan bahwa, “Gambaran-gambaran angan itu ada bermacam-macam,
dihasilkan oleh indera penglihatan, pendengaran, perabaan, pengecapan, dan
penciuman, bahkan juga diciptakan oleh pemikiran dan gerakan”.
Berdasar pada uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa citraan
merupakan gambaran angan atau khayalan yang terdapat dalam suatu puisi untuk
menunjukan imajinasi pengarang agar puisi yang ditulisnya dapat memberikan
kesan hidup dan keindahan.
3. Kata konkret
Kata konkret adalah kata-kata yang digunakan oleh penyair untuk
menggambarkan suatu lukisan keadaan atau suasana batin dengan maksud untuk
membangkitkan imaji pembaca. Waluyo (1987:45) mengatakan bahwa, “Dengan
kata yang diperkonkret, pembaca dapat membayangkan secara jelas peristiwa atau
keadaan yang dilukiskan oleh penyair”. Misalnya, penyair melukiskan seorang
gadis yang benar-benar pengemis gembel. Penyair menggunakan kata-kata gadis
kecil berkaleng kecil.
19
29. 4. Bahasa Figuratif
Menurut Waluyo (1987:46) bahasa figuratif adalah majas. Bahasa figuratif
membuat puisi lebih indah, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan
makna. Kiasan merupakan majas yang mengandung perbandingan yang tersirat
sebagai pengganti kata atau ungkapan lain untuk melukiskan kesamaan atau
kesejajaran makna. Pradopo (2007:62) menyamakan kiasan dengan bahasa
figuratif dan memasukkan metafora salah satu bentuk kiasan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa pada umumnya bahasa
figuratif dipakai untuk menghidupkan lukisan, untuk mengkonkretkan dan lebih
mengekspresikan perasaan yang diungkapkan. Dengan demikian, pemakaian
bahasa figuratif menyebabkan konsep-konsep abstrak terasa dekat pada pembaca
karena dalam bahasa figuratif oleh penyair diciptakan kekonkretan, kedekatan,
keakrabatan dan kesegaran. Menurut Altenbernd (1970:15), bahasa figuratif
digolongkan menjadi beberapa golongan, di antaranya adalah sebagai berikut.
a. Simile
Simile adalah jenis bahasa figuratif yang menyamakan satu hal dengan hal lain
yang sesungguhnya tidak sama. Keraf menyatakan, Simile adalah
perbandingan yang bersifat eksplisit. Perbandingan yang demikian
dimaksudkan bahwa ia langsung menyatakan sesuatu sama dengan yang
lainnya. Misalnya dengan menggunakan kata seperti, sama, sebagai, bagaikan,
laksana,dan lain-lain. Dari uraian di atas, smile adalah membandingkan atau
menyapakan dengan hal lain dengan menggunakan kata kata yang artinya
sama.
20
30. b. Metafora
Metafora adalah bentuk bahasa figuratif yang memperbandingkan sesuatu hal
dengan hal lainnya yang pada dasarya tidak serupa. Jadi, metafora itu
membandingkan sesuatu yang tidak sama namun disamakan.
c. Personifikasi
Personifikasi adalah satu corak metofora yang dapat diartikan sebagai suatu
cara penggunaan atau penerapan makna. Jadi antara personifikasi dan
metafora keduanya mengandung unsur persamaan.
d. Epik Simile
Epik Simile atau perumpamaan epos adalah pembandingan yang dilanjutkan
atau diperpanjang yaitu dibentuk dengan cara melanjutkan sifat-sifat,
perbandingan lebih lanjut dalam kalimat atau frase-frase yang berturut-turut.
e. Metonimi
Metonimi adalah pemindahan istilah atau nama suatu hal atau benda ke suatu
benda yang lainnya yang mempunyai kaitan rapat.
f. Sinekdoki
Sinekdoki adalah bahasa figuratif yang menyebutkan suatu bagian penting dari
suatu benda atau benda atau hal itu. Artinya, bahwa sebuah benda pasti
mempunyai bagian bagian yang tekandung di dalamnya. Kemudian, dalam
mencari sinekdoki cari hal yang paling penting.
5. Versifikasi
Versifikasi meliputi ritma, rima, dan metrum. Secara umum ritma dikenal
sebagai irama, yakni pergantian turun naik panjang pendek, keras lembut ucapan
bunyi bahasa dengan teratur. Panuti Sujiman memberikan pegertian irama dalam
21
31. puisi sebagai alunan yang dikesankan oleh perulangan dan pergantian kesatuan
bunyi dalam arus panjang pendeknya bunyi keras lembutnya tekanan, dan tinggi
rendahnya nada karena sering bergantung pada pola matra. Irama dalam
persajakan pada umumnya teratur. Rima adalah pengulangan bunyi di dalam baris
atau larik puisi, pada akhir baris puisi atau bahkan juga pada keseluruhan baris
dan bait puisi. Adapun metrum adalah irama yang tetap, artinya pergantiannya
sudah tetap menurut pola tertentu. Hal ini disebabkan oleh (1) jumlah suku kata
yang tetap, (2) tekanan yang tetap, dan (3) alun suara menaik dan menurun yang
tetap.
6. Tipografi
Tipografi merupakan pembeda yang paling awal dapat dilihat dalam
membedakan puisi dengan prosa fiksi dan drama. Tipografi merupakan bentuk
dari puisi yang bermacam-macam tergantung yang mengarangnya. Adapun fungsi
tipografi adalah untuk keindahan indrawi dan mendukung makna.
7. Sarana Retorika
Sarana retorika berbeda dengan bahasa kiasan dan citraan yang
memperjelas gambaran dan menciptakan perspektif yang baru melalui
perbandingan. Sarana retorika adalah alat untuk mengajak pembaca berfikir agar
lebih menghayati gagasan yang dikemukakan.
2.2 Pendekatan dan Angkatan Sastra
2.2.1 Hakikat Pendekatan Sastra
Untuk membahas sebuah karya sastra ada dua macam pendekatan, yaitu
pendekatan intrinsik dan pendekatan ekstrinsik. Pendekatan intrinsik bertolak dari
22
32. karya itu sendiri. Pendekatan seperti ini disebut sebagai pendekatan struktural.
Menurut Luxemburg (1984:36) struktural adalah kaitan-kaitan tetap antar
kelompok-kelompok gejala. Kaitan tersebut dilakukan oleh peneliti berdasarkan
observasinya. Pendekatan kedua adalah pendekatan ekstrinsik. Wellek dan
Warren (1989:109) menyatakan bahwa pendekatan ekstrinsik biasanya
mempermasalahkan sesuatu di seputar sastra dan situasi sosial tertentu, sistem
ekonomi, sistem sosial, adat istiadat, dan politik. Selanjutnya, Nurgiyantoro
(1998:23) menyatakan bahwa unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar
karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan karya sastra.
Bagaimanapun juga, karya sastra tidak muncul dari situasi kekosongan budaya.
Pendekatan ekstrinsik dilakukan berdasarkan teori sosiosastra. Sosiologi menurut
Soekanto (1982:3) adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dalam
masyarakat dan proses sosialnya, termasuk perubahan-perubahan sosial yang ada
dalam masyarakat. Sedangkan sastra adalah pengungkapan dari apa yang dilihat
dan dirasakan oleh manusia tentang kehidupan (Hardjana, 1981:10).
Menurut Damono (1984:4), sastra adalah lembaga sosial yang
menggunakan bahasa sebagai mediumnya dan sastra menggambarkan kehidupan
yang merupakan kenyataan sosial. Semi (1988:8) juga menyatakan bahwa sastra
adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah
manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya.
Dengan demikian, kesamaan permasalahan antara sosiologi dengan sastra adalah
sama-sama berurusan dengan manusia dan masyarakat. Namun, seorang sosiolog
hanya dapat melihat fakta berdasarkan kenyataan yang terjadi di dalam
masyarakat. Sedangkan sastrawan mampu mengungkapkan kenyataan melalui
23
33. imajinasinya. Sosiosastra merupakan pendekatan yang mempertimbangkan nilai-
nilai sosiologi pada karya sastra.
Grebstein (Damono, 1984:4-5) menjelaskan bahwa karya sastra tidak
dapat dipahami secara menyeluruh dan tuntas jika dipisahkan dari budaya
masyarakat yang menghasilkannya. Penelitian ini menerapkan pendekatan
mimetik dengan menggunakan teori struktural dan pendekatan ekstrinsik dengan
menggunakan teori sosiosastra, antropologi sastra, dan psikosastra. “Pendekatan
struktural digunakan karena dalam memenuhi sebuah cerita diperlukan analisis
struktural sebab pendekatan struktural merupakan tugas prioritas dalam penelitian
karya sastra” (Teeuw,1983:61).
Menurut Abrams (1979:3) dan Teeuw (1988:50) ada empat pendekatan
terhadap karya sastra, yaitu:
(1) pendekatan mimetik yang menganggap karya sastra sebagai tiruan
alam (kehidupan) ; (2) pendekatan pragmatik yang menganggap karya
sastra itu adalah alat untuk mencapai tujuan tertentu; (3) pendekatan
ekspresif yang menganggap karya sastra sebagai ekspresi perasaan,
pikiran, dan pengalaman sastrawan (penyair); dan (4) pendekatan objektif
yang menganggap karya sastra sebagai suatu yang otonom terlepas dari
alam sekitarnya, pembaca, dan pengarang. Maka, yang penting adalah
dalam kritik ini adalah karya sastra itu sendiri, yang dianalisis khusus
struktur intrinsiknya.
Sesuai dengan pendapat di atas, maka dalam penelitian ini diterapkan
pendekatan mimetik yang menganggap karya sastra sebagai suatu tiruan alam dan
gambaran pengalaman kehidupan yang pernah dialami pengarang ataupun orang
lain yang kemudian ditulis oleh pengarang. Selanjutnya, dilakukan analisis
sosiosastra, psikosastra, dan antropologi sastra. Analisis sosiosastra diaplikasikan
pada penelitian ini karena karya sastra dilihat dari hubungannya dengan
kenyataan. Kenyataan di sini mengandung arti yang cukup luas, yakni segala
sesuatu yang berada di luar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra.
24
34. Luxemburg (1984:24) menyatakan bahwa yang diteliti adalah hubungan antara
(aspek-aspek) teks sastra dan suasana masyarakat.
Sistem masyarakat serta perubahannya tercermin di dalam masyarakat.
Sastra pun dipergunakan sebagai sumber menganalisis sistem masyarakat.
Penelitian sosiosastra lebih banyak memperbincangkan hubungan pengarang
dengan kehidupan sosialnya sehingga sosiosastra disebut sebagai konsep cermin
atau mirror. Sastra dianggap sebagai mimesis (tiruan masyarakat), meskipun
sastra tidak semata-mata menyodorkan fakta kehidupan secara mentah, namun
sastra merupakan kenyataan yang telah ditafsirkan.
2.2.2 Angkatan Sastra
Pradopo (2003:1) mengungkapkan bahwa, “Masalah angkatan dan
penulisan sejarah sastra Indonesia merupakan dua persoalan dalam satu wajah,
yaitu persoalan sejarah sastra”. Dikatakan demikian, karena dalam perumusan
angkatan atau periodisasi satra terdapat banyak pendapat, polemik, dan pandangan
yang berbeda dari para pakar sejarah sastra. Selanjutnya Wellek (1968:39)
mengugkapkan bahwa, “Sejarah sastra merupakan salah satu cabang studi sastra
yang dipecah menjadi tiga: teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra”. Artinya,
terdapat keterkaitan antara kritik sastra, teori sastra, dan sejarah sastra.
Menurut Pradopo (2003:2), “Angkatan sastra tak lain adalah sekumpulan
sastrawan yang hidup dalam satu kurun masa atau menempati suatu periode
tertentu”. Selanjutnya, Wellek (1968:265) menjelaskan bahwa, “Periodisasi sastra
yaitu sebuah bagian waktu yang dikuasai oleh sesuatu sistem norma-norma sastra,
standar-standar, dan konvensi-konvensi sastra yang kemunculannya,
25
35. penyebarannya, keberagamannya, integrasi, dan kelenyapannya dapat diruntut”.
Dari kedua pandangan tersebut dapat disimpulkan, bahwa angkatan sastra
merupakan sekumpulan pengarang atau sastrawan yang hidup dan berkarya dalam
suatu periode waktu tertentu. Jadi, terdapat perbedaan antara angkatan dan
periodisasi. Dikatakan demikian, karena angkatan mencakup sekumpulan
sastrawan, sedangkan periodisasi mencakup waktu atau periode saat beberapa
sastrawan menghasilkan karyanya.
Terdapat banyak perbedaan pandangan mengenai angkatan sastra ataupun
periodisasi sastra. Namun, seperti yang dikemukakan oleh Wellek (1968:165)
bahwa, “Rangkaian periode sastra itu jangan dibayangkan seperti balok-balok
batu yang dijajarkan secara berurutan, melainkan hendaklah dilihat bahwa periode
sastra itu saling bertumpang-tindih”. Maksud dari pendapat tersebut adalah
periode sastra bukan merupakan suatu rangkaian waktu terciptanya karya sastra
semata, melainkan suatu proses perkembangan sastra. Seperti yang diungkapkan
oleh Teeuw (1983:65) bahwa, “Karya sastra itu merupakan respons (jawaban atau
tanggapan) terhadap karya sastra sebelumnya”. Selanjutnya, Pradopo (2003:18)
menggolongkan ketidakmutlakan gambaran periodisasi sastra sebagai berikut.
1. Periode Balai Pustaka : 1920-1940.
2. Periode Pujangga Baru : 1930-1945.
3. Periode Angkatan 45 : 1940-1955.
4. Periode Angkatan 50 : 1950-1970, dan
5. Periode Angkatan 70 : 1965-sekarang (1984).
Sedangkan, Ajip Rosidi (1969:13) menggolongkan periode sastra sebagai
berikut.
I. Masa Kelahiran dan Masa Penjadian (kl.1990:1945)
1. Periode awal hingga 1993.
2. Peiode 1933-1942;dan
3. Periode 1942-1945.
II. Masa Perkembangan (1945 hingga sekarang)
1. Periode 1945-1953.
26
36. 2. Periode 1953-1961, dan
3. Periode 1961 sampai sekarang (1969).
Selanjutnya, Notosusanto menguraikan periodisasi satra menjadi beberapa
periode sebagai berikut.
Keseluruhan Sastra Indonesia:
A. Sastra melayu lama.
B. Sastra Indonesia Modern
Sastra Indonesia Modern dibagi 2 macam :
I. Masa Kebangkitan (1920-1945)
II. Masa Perkembangan (1945-sekarang)
Masa Kebangkitan terdiri atas 3 periode:
1. periode ’20;
2. periode ’33;
3. periode 42’.
Masa perkembangan ada 2 periode :
1. periode ’45;
2. periode ’50.
Berdasar pada uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa yang
dimaksud dengan periodisasi satra merupakan suatu kurun waktu tertentu saat
para sastrawan menghasilkan karya yang sesuai dengan norma dan konvensi-
konvensi yang berlaku saat itu. Periodisasi sastra erat kaitannya dengan sejarah
sastra, karena periodisasi satra merupakan salah satu aspek yang terdapat dalam
penulisan sejarah sastra. Dalam periodisasi sastra terdapat karya sastra dan
angkatan sastra. Periode sastra tersebut merupakan jawaban atas kekosongan ide
ataupun pemikiran periode sastra sebelumnya. Artinya, periodisasi sastra juga
merupakan salah satu gambaran perkembangan kehidupan sastra Indonesia.
2.3 Pendekatan Mimesis
2.3.1 Pengertian Pendekatan Mimesis
Secara umum pendekatan mimetik adalah pendekatan yang didasarkan
pada hubungan karya sastra dengan universe (semesta) atau lingkungan sosial-
budaya yang melatarbelakangi lahirnya karya sastra itu. Mimesis merupakan salah
27
37. satu wacana yang ditinggalkan Plato dan Aristoteles sejak masa keemasan filsafat
Yunani Kuno hingga pada akhirnya Abrams memasukkannya menjadi salah satu
pendekatan utama untuk menganalisis sastra selain pendekatan ekspresif,
pragmatik dan objektif. Mimesis merupakan ibu dan pendekatan sosiologi sastra
yang darinya dilahirkan puluhan metode kritik sastra yang lain. Mimesis berasal
bahasa Yunani yang berarti tiruan. Dalam hubungannya dengan kritik sastra
mimesis diartikan sebagai pendekatan sebuah pendekatan yang dalam mengkaji
karya sastra selalu berupaya untuk mengaitkan karya sastra dengan realitas atau
kenyataan. “Perbedaan pandangan Plato dan Aristoteles menjadi sangat menarik
karena keduanya merupakan awal filsafat alam, merekalah yang menghubungkan
antara persoalan filsafat dengan kehidupan” ( Ravertz, 2007: 12).
Pandangan pendekatan mimetik ini adalah adanya anggapan bahwa puisi
merupakan tiruan alam atau penggambaran dunia dan kehidupan manusia di
semesta raya ini. Sasaran yang dieliti adalah sejauh mana puisi merepresentasikan
dunia nyata atau sernesta dan kemungkinan adanya intelektualitas dengan karya
lain. Hubungan antara kenyataan dan rekaan dalam sastra adalah hubungan
dialektis atau bertangga : mimesis tidak mungkin tanpa kreasi, tetapi kreasi tidak
mungkin tanpa mimesis.
“Dasar pertimbangan pendekatan mimesis adalah dunia pengalaman, yaitu
karya sastra itu sendiri yang tidak bisa mewakili kenyataan yang sesungguhnya
melainkan hanya sebagai peniruan kenyataan” (Abrams, 1958:8). “Kenyataan di
sini dipakai dalam arti yang seluas-luasnya, yaitu segala sesuatu yang berada di
luar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra, seperti misalnya benda-benda
yang dapat dilihat dan diraba, bentuk-bentuk kemasyarakatan, perasaan, pikiran,
28
38. dan sebagainya” (Luxemberg, 1989:15). Melalui pandangan ini, secara hierarkis
karya seni berada di bawah kenyataan.
Marxis dan sosiologi sastra memandang karya seni dianggap sebagai
dokumen sosial; karya seni sebagai refleksi dan kenyataan di dalamnya sebagai
sesuatu yang sudah ditafsirkan. Sehubungan dengan pendekatan mimesis, Segers
(2000, 91-94) menyatakan bahwa “Dunia fiksional teks sastra seharusnya
merefleksikan realitas sosial”. Lebih jauh Segers mempertimbangkan
fiksionalisasi dalam telaah teks sastra yang berhubungan dengan pendekatan
mimesis. Menurutnya, norma fiksionalitas mengimplikasikan bahwa tanda-tanda
linguistik yang berfungsi dalam teks sastra tidak merujuk secara langsung pada
dunia kita, tetapi pada dunia fiksional teks karya sastra. Adapun John Baxter
(dalam Makaryk,1993: 591-593) menguraikan bahwa “Mimesis adalah hubungan
dinamis yang berlanjut antara suatu seni karya yang baik dengan alam semesta
moral yang nyata atau masuk akal”.
Mimesis sering diterjemahkan sebagai "tiruan". Secara terminologis,
mimesis menandakan suatu seni penyajian atau kemiripan, tetapi penekanannya
berbeda. Tiruan, menyiratkan sesuatu yang statis, suatu copy, suatu produk akhir;
mimesis melibatkan sesuatu yang dinamis, suatu proses, suatu hubungan aktif
dengan suatu kenyataan hidup. Menurut Baxter (1993:594), “Metode terbaik
mimesis adalah dengan jalan memperkuat dan memperdalam pemahaman moral,
menyelidiki dan menafsirkan semesta yang diterima secara riil”. Proses tidak
berhenti hanya dengan apa pembaca atau penulis mencoba untuk mengetahuinya.
Mungkin rentang batas yang riil dengan yang dihadirkan dapat dikhayalkan
walaupun hanya sesaat dalam kondisi riil, atau suatu perspektif pada aspek yang
29
39. riil yang tidak bisa dijangkau jika tidak dilihat. Kenyataan kadang-kadang
digambarkan berbeda karena tak sesuai dengan pandangan kenyataan yang
menyeluruh. Oleh karena itu, kenyataan tidak dapat dihadirkan dalam karya dalam
cakupan yang ideal.
Berdasar pada uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa pendekatan
mimesis menempatkan karya sastra sebagai: (1) produk peniruan kenyataan yang
diwujudkan secara dinamis, (2) representasi kenyataan semesta secara fiksional,
(3) produk dinamis yang kenyataan di dalamnya tidak dapat dihadirkan dalam
cakupan yang ideal, dan (4) produk imajinasi yang utama dengan kesadaran
tertinggi atas kenyataan. Secara metodis, langkah kerja analisis melalui
pendekatan ini dapat disusun ke dalam langkah pokok, yaitu: (1) mengungkap dan
mendeskripsikan data yang mengarah pada kenyataan yang ditemukan secara
tekstual, (2) menghimpun data pokok atau spesifik sebagai variabel untuk
dirujukkan ke dalam pembahasan berdasarkan kategori tertentu, sesuai tujuan,
misalnya menelusuri unsur fiksionalitas sebagai refleksi kenyataan secara
dinamis, dsb., (3) membicarakan hubungan spesifikasi kenyataan dalam teks
karya sastra dengan kenyataan fakta realita, dan (4) menelusuri kesadaran
tertinggi yang terkandung dalam teks karya sastra yang berhubungan dengan
kenyataan yang direpresentasikan dalam karya sastra.
2.3.2 Aspek Pengalaman dalam Pendekatan Mimesis
Pendekatan mimesi erat kaitannya dengan pengalaman. Hal ini sejalan
dengan pendapat bahwa, “Dasar pertimbangan pendekatan mimesis adalah dunia
pengalaman, yaitu karya sastra itu sendiri yang tidak bisa mewakili kenyataan
30
40. yang sesungguhnya melainkan hanya sebagai peniruan kenyataan” (Abrams,
1958:8). Dengan demikian, hal yang dikaji dalam pendekatan mimesis adalah
aspek pengalaman yang terdapat dalam suatu karya sastra. Pada hakikatnya, aspek
pengalaman dalam suatu karya sastra tidak dapat dipisahkan dari kenyataan hidup
masyarakat saat karya sastra tersebut diciptakan. Berikut penulis paparkan aspek
pengalaman yang terdapat dalam karya sastra berdasar pada batasan model
penelitian yang dikemukakan oleh Ratna (2008:321-358), dan dianggap relevan
terhadap khazanah sastra Indonesia.
1. Aspek Pengalaman Sosial
Aspek pengalaman sosial merupakan batasan yang diturunkan dari analisis
sosiosastra. Sosiologi menurut Soekanto (1982:3) adalah “Ilmu yang mempelajari
struktur sosial dalam masyarakat dan proses sosialnya, termasuk perubahan-
perubahan sosial yang ada dalam masyarakat”. Sedangkan “Sastra adalah
pengungkapan dari apa yang dilihat dan dirasakan oleh manusia tentang
kehidupan” (Hardjana, 1981:10). Menurut Damono (1984:23), “Sastra adalah
lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya dan sastra
menggambarkan kehidupan yang merupakan kenyataan sosial”. Semi (1988:8)
juga menyatakan bahwa, “Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni
kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan
bahasa sebagai mediumnya”. Dengan demikian, kesamaan permasalahan antara
sosiologi dengan sastra adalah sama-sama berurusan dengan manusia dan
masyarakat. Namun, seorang sosiolog hanya dapat melihat fakta berdasarkan
kenyataan yang terjadi di dalam masyarakat. Sedangkan sastrawan mampu
31
41. mengungkapkan kenyataan melalui imajinasinya. Sosiosastra merupakan
pendekatan yang mempertimbangkan nilai-nilai sosiologi pada karya sastra
Berdasar pada uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek pengalaman
sosial merupakan pengalaman kehidupan antara masyarakat dengan masyarakat
lainnya. Pengalaman sosial menitikberatkan pada cara manusia, atau masyarakat
berhubungan dengan orang lain dalam lingkungannya.
2. Aspek Pengalaman Budaya
Aspek pengalaman budaya merupakan batasan pengalaman yang diturunkan
dari teori antropologi sastra. Ratna (2008:356) mengungkapkan bahwa,
“Antropologi sastra mempersalahkan karya sastra dalam hubungannya dengan
manusia sebagai penghasil kebudayaan. Dalam suatu karya sastra pasti terdapat
nilai budaya. Hal ini dijelaskan oleh Teuww (1980:11) bahwa, ‘Tak ada karya
sastra yang lahir dalam kekosongan budaya”. Artinya, setiap karya sastra
diciptakan dengan memiliki nilai budaya yang menggambarkan waktu ataupun
tempat saat karya sastra tersebut diciptakan. Grebstein (Damono, 1984:4-5)
menjelaskan bahwa, “Karya sastra tidak dapat dipahami secara menyeluruh dan
tuntas jika dipisahkan dari budaya masyarakat yang menghasilkannya”. Aspek
budaya yang termasuk dalam pengalaman pengarang merupakan cara manusia
hidup dan kebiasaan manusia dalam suatu lingkungan masyarakat tertentu.
Pengalaman tersebut bisa berupa kebiasaan manusia atau masyarakat dalam
sistem pencahariannya, sistem religi, dan sistem norma yang berlaku dalam
masyarakat. Dengan membaca karya sastra, dapat dipahami kebudayaan Sunda,
Jawa, Bali, Lombok, dan sebagainya.
32
42. 3. Aspek Pengalaman Psikologi
Aspek pengalaman psikologi merupakan salah satu aspek pengalaman yang
termasuk dalam cabang ilmu psikosastra. “Apabila sosiologi sastra dianalisis
dalam kaitannya dengan masyarakat yang menghasilkannya, sebagai latar
belakang sosialnya, maka psikologi sastra dianalisis dalam kaitannya dengan
psike, dengan aspek-aspek kejiwaan pengarang” (Ratna, 2008:340). Artinya,
dalam psikologi sastra terdapat pengalaman-pengalaman kejiwaan pengarang.
Pengalaman kejiwaan yang dimaksud adalah pengalaman berpikir pengarang, dan
juga pengalaman yang melibatkan panca indera lainnya sebagai bagian dari
sesuatu yang melibatkan aspek psikologi pengarang.
2.4 Bahan Pembelajaran Sastra
2.4 1 Pengertian Bahan Pembelajaran Sastra
Bahan pembelajaran merupakan salah satu komponen pembelajaran yang sangat
penting. Dikatakan demikian, karena kualitas bahan pembelajaran akan sangat
menentukan tercapainya tujuan pembelajaran. Bahan pembelajaran adalah
sejumlah pengetahuan, nilai, keterampilan berupa fakta, data, konsep, dan prinsip
yang disusun secara rasional, logis, sistematis, sebagai media yang
menghubungkan siswa dengan tujuan pembelajaran. Badudu (1996:106)
mengungkapkan bahwa, “Bahan pembelajaran atau pengajaran adalah materi yang
disajikan di depan kelas kepada murid-murid”. Dengan demikian, guru dituntut
untuk mampu memilih bahan pembelajaran yang sesuai dengan tingkat
perkembangan siswa.
33
43. Bahan pembelajaran menurut Hidayat (1991:97), adalah “Isi dari mata
pelajaran suatu bidang tertentu yang terdapat dalam kurikulum yang diberikan
kepada siswa pada saat berlangsungnya proses pengajaran”. Artinya, bahan
pembelajaran merupakan salah satu perangkat pembelajaran yang penggunaannya
berdasar pada suatu kurikulum yang berlaku.
Berdasarkan uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa yang dimaksud
dengan bahan pembelajaran adalah sejumlah fakta, konsep yang disusun secara
sistematis dan sesuai dengan ketentuan dan tujuan pembelajaran yang berlaku dan
berhubungan dengan materi yang tercantum dalam suatu kurikulum sebagai media
yang menghubungkan siswa dengan materi, dan tujuan pembelajaran.
2.4.2 Kriteria Pemilihan Bahan Pembelajaran Sastra
Puisi sebagai salah satu jenis karya satra pada hakikatnya memiliki
kesamaan dengan karya sastra lainnya bila dibahas hubungannya dengan
pembelajaran. Pembelajaran apresiasi sastra termasuk di dalamnya pembelajaran
apresiasi puisi merupakan pembelajaran yang bertujuan agar siswa memiliki
kemampuan untuk mengapresiasi karya sastra. Di dalamnya terkandung maksud
agar siswa dapat menghayati nilai-nilai kehidupan, dan beroleh pengalaman
kehidupan agar mereka siap melihat dan mengenal nilai sastra dengan tepat. Oleh
karena itu, setiap bahan pembelajaran sastra, khususnya pembelajaran apresiasi
puisi harus memenuhi beberapa kriteria.
Menurut Rusyana (1982:2), “Terdapat dua kriteria penting yang harus
diperhatikan, yaitu kriteria sastra dan kriteria pendidikan. Oleh karena itu, materi
ataupun bahan pembelajaran yang akan dipelajari siswa harus disesuaikan dengan
34
44. tujuan pengajaran yang telah ditetapkan dan sesuai dengan perkembangan jiwa
siswa. Sedangkan Rahmanto (1988:27) memberikan tiga kriteria yang harus
diperhatikan dalam pemilihan bahan pembelajaran sastra, yaitu “Dari sudut
bahasa, dari segi kematangan jiwa (psikologi), dan dari sudut latar belakang
kebudayaan siswa”. Ditinjau dari sudut bahasa, guru kiranya perlu memiliki
keterampilan untuk memilih bahan pembelajaran sastra yang bahasanya sesuai
dengan tingkat penguasaan bahasa siswa. Selajutnya, dilihat dari segi kematangan
jiwa siswa, hendaknya karya sastra yang dipilih untuk dipelajari siswa sesuai
dengan tahap psikologis siswa pada umunya. Sedangkan, dilihat dari latar
belakang budaya siswa, hendaknya guru dapat memilih bahan pembelajaran sastra
yang latar ceritanya dikenal oleh para siswa. Hal ini perlu dilakukan karena
biasanya siswa akan mudah tertarik pada karya-karya sastra dengan latar belakang
budaya yang erat kaitannya dengan latar belakang budaya mereka.
Berdasarkan uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa kriteria bahan
pembelajaran sastra dapat ditinjau dari beberapa aspek. Di antaranya dapat dilihat
dari sudut bahasa, dari segi kematangan jiwa (psikologi), dan dari sudut latar
belakang kebudayaan siswa. Selain itu, bahan pembelajaran sastra yang akan
disampaikan kepada siswa harus memenuhi kriteria struktur, estetika,
pembaharuan, dan tradisi.
2.4.3 Kedudukan Pembelajaran Apresiasi Sastra dalam KTSP SMA
Kurikulum Bahasa dan Sastra Indonesia merupakan seperangkat rencana
dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa,
35
45. evaluasi, kegiatan belajar-mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan
dalam pengembangan kurikulum sekolah.
Kurikulum merupakan pedoman bagi guru dalam melaksanakan tugasnya
sehari-hari di sekolah. Agar setiap guru bahasa dan sastra Indonesia dapat
melaksanakan tugas kependidikannya dengan baik, setiap guru perlu memahami
semua ketentuan yang terdapat dalam kurikulum dengan baik. Pembelajaran
bahasa dan sastra Indonesia berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) adalah program untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan
berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Sesuai dengan
kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara, maka
kedudukan mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia sebagaimana tercantum
dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebagai berikut:
1) sarana pembinaan bahasa kesatuan dan persatuan bangsa, 2) sarana
peningkatan pengetahuan dan keterampilan berbahasa Indonesia dalam
rangka pelestarian dan pengembangan budaya, 3) sarana peningkatan
pengetahuan dan keterampilan berbahasa Indonesia untuk meraih dan
mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, 4) sarana
penyebarluasan pemakaian bahasa Indonesia yang baik untuk berbagai
keperluan menyangkut berbagai masalah, 5) sarana pengembangan
penalaran, dan 6) sarana pemahaman keragaman budaya Indonesia melalui
khazanah kesusastraan Indonesia (Depdiknas, 2006;4).
Berdasar pada uraian di atas, terlihat bahwa kedudukan mata pelajaran
bahasa dan sastra Indonesia tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Kedudukan tersebut di antaranya sebagai sarana pembinaan
36
46. kesatuan dan persatuan bangsa, sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan
berbahasa, mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni,
penyebarluasan pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar, serta sarana
penalaran keberagaman budaya Indonesia.
37
47. BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah “Suatu metode yang ditujukan
untuk memecahkan masalah yang ada dengan menentukan dan menafsirkan data
yang tersedia, kemudian dianalisis dan diinterpretasikan “(Surakhmad, 1982:139-
147). Sedangkan Arikunto (2002:29) mengungkapkan bahwa, “Metode deskriptif
adalah metode yang berusaha mendeskripsikan fakta apa adanya”. Melalui metode
deskriptif ini penulis akan mendeskripsikan fakta-fakta tentang pengalaman-
pengalaman yang tercermin dalam puisi-puisi Angkatan Balai Pustaka – Angkatan
70.
Upaya mendeskripsikan puisi tersebut disesuaikan dengan metode
deskriptif yang dikemukakan oleh Surakhmad (1982:142), yaitu “Memusatkan
diri pada pemecahan masalah-masalah yang aktual, dan data yang dikumpulkan,
mula-mula disusun, dijelaskan, dan dianalisis”. Dengan demikian, metode
deskriptif tidak hanya mengumpulkan data, namun lebih jauh lagi dari itu
menjelaskan hubungan antara data serta memberikan implikasi dari uraian atau
analisis data yang terkumpul.
38
48. 3.2 Teknik Penelitian
3.2.1 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini
adalah studi dokumenter dan teknik analisis teks. Teknik dokumenter penulis
gunakan untuk mengumpulkan sumber data yang berupa puisi-puisi yang
termasuk dalam Angkatan Balai Pustaka – Angkatan 70. Selanjutnya, penulis
menggunakan teknik analisis teks untuk mengumpulkan data yang berupa
pengalaman-pengalaman yang tercermin dalam puisi-puisi Angkatan Balai
Pustaka – Angkatan 70.
3.2.2 Teknik Analisis Data
Untuk menganalisis data penulis menggunakan teknik analisis teks.
Analisis teks digunakan untuk mendeskripsikan pengalaman-pengalaman yang
tercermin dalam puisi angkatan Balai Pustaka hingga angakatan ’70. Langkah-
langkah analisis teks tersebut penulis uraikan sebagai berikut.
1. Membaca puisi-puisi yang dijadikan sampel penelitian secara sungguh-
sungguh.
2. Memahami kata-kata/ungkapan dalam puisi.
3. Membentuk parafrase (memproseskan puisi).
4. Pengungkapan makna puisi.
5. Menganalisis puisi atau kaitannya dengan kenyataan dan pengalaman.
6. Mengkaji pengalaman-pengalaman apa saja yang tercermin dalam puisi-puisi
tersebut.
39
49. 7. Menginterpretasikan hasil analisis tentang pengalaman-pengalaman yang
tercermin dalam puisi-puisi angkatan sastra Balai Pustaka hingga angkatan
’70.
8. Menyimpulkan hasil analisis tentang kelayakan pengalaman-pengalaman yang
tercermin dalam puisi-puisi angkatan Balai Pustaka – angkatan ’70 sebagai
bahan pembelajaran apresiasi puisi di SMA dilihat dari pengalaman-
pengalaman yang tercermin di dalamnya.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi adalah subjek penelitian yang merupakan sumber data penelitian.
Menurut Surakhmad, populasi adalah “Sekumpulan subjek, baik manusia, gejala,
nilai tes, benda-benda atau peristiwa” (1994:93). Hal ini sejalan dengan pendapat
Sudjana (1982:57) bahwa, “Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin,
baik hasil menghitung maupun pengukuran, kualitatif maupun kuantitatif dari
karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek yang lengkap dan jelas yang
ingin dipelajari sifat-sifatnya”. Dari pengertian tersebut terlihat jelas bahwa
populasi adalah semua unsur yang akan diteliti dari sekumpulan objek yang
lengkap.
Berdasarkan pendapat tersebut, populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh pengalaman-pengalaman yang tercermin dalam puisi-puisi Angkatan
Balai Pustaka – Angkatan 70.
40
50. 3.3.2 Sampel Penelitian
“Sampel adalah penarikan sebagian populasi untuk mewakili seluruh
populasi” (Surakhmad, 1994:93). Ahli lain menyatakan bahwa, “Sampel adalah
sebagian dari populasi yang diambil sebagai representasi atau wakil populasi yang
bersangkutan” (Faisal, 1999:57).
Dalam penelitian ini yang menjadi sampel penelitian adalah aspek-aspek
pengalaman yang tercermin dalam puisi-puisi angkatan Balai Pustaka hingga
angkatan 70. Hal ini dilakukan dengan cara mengambil data pengalaman jasmani,
dan rohani yang terdapat dalam puisi-puisi tersebut. Dikarenakan keterbatasan
kemampuan penulis, tenaga, dan waktu maka pengambilan sampel penelitian
dilakukan dengan teknik purposive sampling, yaitu pengambilan sampel dengan
pertimbangan tertentu. Penentuan teknik pengambilan sampel tersebut didasarkan
pada asumsi bahwa setiap karya sastra pada suatu angkatan tertentu memiliki
pengalaman sosial, budaya, psikologi yang hampir sama dan pertimbangan
lainnya yaitu keterbatasan kemampuan penulis. Selain itu, penentuan sampel
didasarkan pada keinginan penulis yang membatasi sampel hanya puisi-puisi
Angkatan Balai Pustaka-Angkatan 70 yang banyak terdapat dalam buku pelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia untuk tingkat SMA.
Berdasarkan hasil pemikiran dan pertimbangan tersebut, maka penulis
cantumkan judul-judul puisi yang dijadikan sampel penelitian dalam bentuk tabel
sebagai berikut.
41
51. Tabel 3.1
Sampel Penelitian
Kode
No Judul Puisi Pengarang
Sampel
1 01 Tanah Air M.Yamin
2 02 Indonesia Tumpah Darahku M.Yamin
3 03 Berdiri Aku Amir Hamzah
4 04 Padamu Jua Amir Hamzah
5 05 Kolam Rustam Effendi
6 06 Menuju Kelaut S.T Alisjahbana
7 07 Dibawa Gelombang Sanusi Pane
8 08 Kerabat Kita S.T Alisjahbana
9 09 Derai-derai Cemara Chairil Anwar
10 10 Krawang - Bekasi Chairil Anwar
11 11 Do’a Chairil Anwar
12 12 Sajak Anak Laut Asrul Sani
13 13 Sebuah jaket Berlumur Darah Toto S Bachtiar
14 14 Biar Mati Badanku Kini Hamka
15 15 Kepada saudaraku M Natsir Hamka
16 16 Makna Sebuah Titipan W.S Rendra
17 17 Sebuah Jaket Berlumur Darah Taufik Ismail
18 18 Di Sebuah Halte Bis Sapardi Djoko Pramono
19 19 Dewa Telah Mati Subagio Sastrowardojo
20 20 Jembatan Sutardi Calzoum Bachri
3.4 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat untuk memperoleh sumber informasi
yang diperlukan. Instrumen dapat menentukan keberhasilan suatu penelitian.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini akan penulis jelaskan sebagai
berikut.
3.4.1 Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data yang penulis gunakan dalam pengumpulan
data sebagai berikut.
42
52. 1. Pengimajian
Imageri adalah kemampuan kata-kata yang dipakai pengarang dalam
mengantarkan pembaca untuk terlibat atau mampu merasakan apa yang
dirasakan oleh penyair. Maka pengimajian digunakan sebagai instrumen
pengumpulan data karena menggambarkan pengalaman dan imajinasi
pengarangnya.
2. Diksi
Diksi digunakan sebagai isntrumen pengumpulan data karena fungsi diksi
dalam sebuah puisi yaitu untuk menggambarkan ide, pesan, perasaan, dan
pengalaman pengarang melalui kata-kata yang denotatif maupun konotatif.
3. Bahasa Figuratif
Bahasa figuratif digunakan sebagai salah satu instrumen pengumpulan data
karena dengan bahasa figuratif, membuat puisi lebih indah, artinya
memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Dengan demikian, aspek
pengalaman yang terdapat dalam puisi bisa digambarkan lewat bahasa
figuratif.
4. Kata Konkret
Kata konkret digunakan sebagai instrumen pengumpulan data karena kata
konkret merupakan kata-kata yang digunakan oleh penyair untuk
menggambarkan suatu lukisan keadaan atau suasana batin dengan maksud
untuk membangkitkan imaji pembaca, sehingga memudahkan penulis untuk
mendapatkan data peristiwa dan pengalaman yang terscermin dalam puisi
tersebut.
43
53. Unsur-unsur pembangun puisi di atas dijadikan sebagai instrumen
pengumpulan data karena unsur-unsur tersebut sangat berhubungan erat dalam
mengkaji aspek pengalaman sebagai analisis datanya. Dengan mengetahui unsur
pembentuk puisi tersebut maka penulis dapat mengetahui perasaan, peristiwa, dan
pengalaman yang terdapat dalam puisi tersebut.
3.4.2 Instrumen Analisis Data
Untuk menganalisis puisi-puisi angkatan Balai Pustaka-angkatan ’70
diperlukan instrumen analisis data sebagai berikut.
1. Aspek pengalaman sosial
Aspek pengalaman sosial yang dikaji berdasarkan aspek perilaku
pengarang, ataupun tokoh yang dibicarakan dalam puisi ketika berhubungan
dengan orang lain dan melakukan hubungan sosial kemasyarakatan.
2. Aspek pengalaman budaya
Aspek pengalaman budaya yang dikaji berdasarkan kebiasaan dan
gambaran kebudayaan yang berlaku dan digambarkan dalam puisi. Aspek
kebudayaan tersebut meliputi kebiasaan masyarakat, sistem mata pencaharian,
sistem religi, dan sistem kebudayaan lainnya yang terdapat pada saat puisi
tersebut ditulis.
3. Aspek pengalaman psikologi
Aspek pengalaman yang dikaji berdasarkan pengalaman cara berpikir
pengarang ataupun pengalaman berpikir pengarang dan juga pengalaman yang
melibatkan aspek kejiwaaan pengarang maupun masyarakat yang hidup pada saat
puisi tersebut diciptakan.
44
54. BAB IV
ANALISIS PENGALAMAN YANG TERCERMIN DALAM PUISI-PUISI
ANGKATAN BALAI PUSTAKA – ANGKATAN 70
4.1 Data Penelitian
Data inti dalam penelitian ini adalah unsur-unsur pengalaman yang
terdapat dalam puisi-puisi yang ditulis oleh pengarang Angkatan Balai Pustaka –
Angkatan 70. Seperti yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, bahwa yang
menjadi masalah dalam penelitian ini adalah keterkaitan antara pengalaman-
pengalaman yang terdapat dalam puisi tersebut dengan upaya pemilihan bahan
pembelajaran sastra di SMA. Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang
dibangun oleh struktur lahir dan struktur batin.
Struktur lahir puisi dapat diuraikan dalam metode puisi, yakni unsur
estetik yang membangun strtuktur lahir dari puisi. Sedangkan, struktur batin puisi
mengungkapkan segala sesuatu yang ingin dikemukakan oleh penyair. Dengan
demikian, melalui struktur batin puisi tersebut penyair dapat mengungkapkan
perasaan, ide, gagasan, dan berbagai pengalaman kehidupan yang bernilai bagi
pembaca. Oleh karena itu, sebelum penulis melakukan analisis terhadap unsur-
unsur pengalaman yang terdapat dalam puisi Angkatan Balai Pustaka – Angkatan
70, penulis terlebih dahulu melakukan analisis terhadap struktur batin dari puisi-
puisi tersebut.
Untuk memperjelas analisis data yang dilakukan penulis, penulis
cantumkan data penelitian dalam bentuk tabel sebagai berikut.
45
55. Tabel 4.1
Data Penelitian
Kode
No Judul Puisi Pengarang Angkatan
Sampel
1 01 Tanah Air M.Yamin Balai Pustaka
2 Indonesia Tumpah
02 M.Yamin Balai Pustaka
Darahku
3 03 Berdiri Aku Amir Hamzah Balai Pustaka
4 04 Padamu Jua Amir Hamzah Pujangga Baru
5 05 Kolam Rustam Effendi Pujangga Baru
6 06 Menuju Kelaut S.T Alisjahbana Pujangga Baru
7 07 Dibawa Gelombang Sanusi Pane Pujangga Baru
8 08 Kerabat Kita S.T Alisjahbana Pujangga Baru
9 09 Derai-derai Cemara Chairil Anwar ‘45
10 10 Krawang - Bekasi Chairil Anwar ‘45
11 11 Do’a Chairil Anwar ‘45
12 12 Sajak Anak Laut Asrul Sani ‘45
13 13 Gadis Peminta-minta Toto S Bachtiar ‘50
14 14 Biar Mati Badanku Kini Hamka ‘50
15 Kepada saudaraku M
15 Hamka ‘50
Natsir
16 16 Makna Sebuah Titipan W.S Rendra ‘70
17 Sebuah Jaket Berlumur
17 Taufik Ismail ‘70
Darah
18 Sapardi Djoko
18 Di Sebuah Halte Bis ‘70
Pramono
19 Subagio
19 Dewa Telah Mati ‘70
Sastrowardojo
20 Sutardi Calzoum
20 Jembatan ‘70
Bachri
Selanjutnya, puisi-puisi di atas dianalisis berdasarkan struktur batin yang
terdapat dalam puisi tersebut untuk mendapatkan gambaran mengenai
pengalaman-pengalaman yang terdapat didalamnya. Untuk mempermudah
pelaksanaan analisis data tersebut, penulis menggunakan lembar analisis yang
memuat hasil analisis struktur batin dan segala hal yang berkaitan dengan puisi
tersebut.
46
56. 4.2 Analisis Data
Bagian ini berisi pemaparan pengalaman yang terkandung dalam puisi
Angkatan Balai Pustaka – Angkatan 70. Untuk mengetahui pengalaman yang
terdapat dalam puisi, bisa dilakukan dengan pendekatan mimesis. Analisis dengan
pendekatan mimesis dapat penulis uraikan sebagai berikut.
4.2.1 Analisis Puisi Tanah Air Karya Mohamad Yamin
1. Teks Puisi
TANAH AIR
Pada batasan, Bukit Barisan
Memandang aku, ke bawah memandang;
Tampak Hutan rimba dan ngarai;
Lagi pun sawah, sungai yang permai;
Serta gerangan, lihatlah pula
Langit yang hijau bertukar warna
Oleh pucuk daun kelapa;
Itulah tanah, tanah airku,
Sumatra namanya, tumpah darahku.
Sesayup mata, hutan semata,
Bergunung bukit, lembah sedikit;
Jauh di sana, di sebelah situ,
Dipagari gunung satu per satu
Adalah gerangan sebuah surga,
Bukannya janat bumi kedua
Firdaus melayu di atas dunia!
Itulah tanah yang kusayangi,
Sumatra namanya, yang kujunjungi.
Pada batasan, Bukit barisan,
Memandang ke pantai, teluk permai;
Tampaklah air, air segala,
Itulah laut, Samudra Hindia.
Tampaklah ombak, gelombang pelbagai
Memecah ke pasir, lalu berderai,
“Wahai Andalas, pulau Sumatra,
“Harumkan nama, selatan utara!
47
57. 2. Analisis Pengalaman
Pengalaman yang terdapat dalam puisi tanah airku di antaranya yaitu
pengalama kegiatan yang berupa pengalaman jasmani, dan pengindraan. Untuk
pengalaman kegiatan dapat dilihat dalam larik Memandang aku, ke bawah
memandang. Kemudian, pada bait ke 3 larik kedua juga terlihat pengalaman yang
sama dengan konteks Memandang ke pantai, teluk permai. Pengalaman tersebut
bisa diasosiasikan bahwa penulis melakukan kegiatan melihat keindahan teluk dan
juga hutan rimba. Hal tersebut menggambarkan bahwa penulis memiliki
pengalaman memandang keindahan tempat yang disebutkan tersebut.
Selanjutnya, pengalaman pengindraan yang terdapat dalam puisi atau sajak
Tanah Air yaitu pengalaman pengindraan yang melibatkan indra penglihatan.
Konteks pengalaman tersebut bisa dilihat dalam larik Langit yang hijau bertukar
warna. Kemudian, terdapat pula pengalaman pengindraan yang melibatkan
pengindraan pendengaran yaitu dapat dilihat dalam larik Memecah ke pasir, lalu
berderai. Dari pengalaman pengindraan tersebut dapat penulis simpulkan bahwa
dalam puisi ini penulis memasukan pengalaman dia ketika melihat langit yang
hijau dan indah. Kemudian, dia menggambarkan pengalaman-pengalaman
tersebut dalam aspek pencitraan yang terdapat dalam puisi tersebut.
Berdasar pada uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa dalam sajak
Tanah Air Karya M.Yamin tercermin pengalaman penginderaan pendengaran,
pengalaman penginderaan penglihatan, dan pengalaman kegiatan.
48
58. 4.2.2 Analisis Puisi Indonesia Tumpah Darahku Karya Mohamad Yamin
1. Teks Puisi
INDONESIA TUMPAH DARAHKU
Bersatu kita teguh
Bercerai kita runtuh
Duduk di pantai tanah yang permai
Tempat gelombang pecah berderai
Berbuih putih di pasir terderai
Tampaklah pulau di lautan hijau
Gunung-gunung bagus rupanya
Dilingkari air mulia tampaknya
Tumpah darahku Indonesia namanya
Lihatlah kelapa melambai-lambai
Berdesir bunyinya sesayup sampai
Tumbuh di pantai bercerai-cerai
Memagar daratan aman kelihatan
Dengarlah ombak datang berlagu
Mengejar bumi ayah dan ibu
Indonesia namanya. Tanah airku
Tanahku bercerai seberang-menyeberang
Merapung di air, malam dan siang
Sebagai telaga dihiasi kiambang
Sejak malam diberi kelam
Sampai purnama terang-benderang
Di sanalah bangsaku gerangan menompang
Selama berteduh di alam nan lapang
Tumpah darah Nusa India
Dalam hatiku selalu mulia
Dijunjung tinggi atas kepala
Semenjak diri lahir ke bumi
Sampai bercerai badan dan nyawa
Karena kita sedarah-sebangsa
Bertanah air di Indonesia
2. Analisis Pengalaman
Pengalaman yang terdapat dalam sajak di atas di antaranya yaitu
pengalaman kegiatan, pengalaman pengindraan, dan pengalaman rohani yaitu
pengalaman pemikiran. Pengalaman kegiatan yang terdapat dalam sajak tersebut
49
59. yaitu pengalaman kegiatan berupa pengalaman jasmani yang bisa dilihat dalam
larik berikut ini Duduk di pantai tanah yang permai. Selanjutnya, pengalaman
pengindraan dapat dilihat dalam larik Lihatlah kelapa melambai-lambai dan larik
Sampai purnama terang-benderang. Dalam larik tersebut, terlihat adanya
pengindraan yang melibatkan penglihatan.
Selanjutnya, terdapat pula pengalaman pengindraan yang melibatkan
pendengaran dalam larik Dengarlah ombak datang berlagu dan juga larik
Berdesir bunyinya sesayup sampai. Kemudian, pengalaman rohani yang
melibatkan pemikiran dalam sajak tersebut dapat dilihat dalam larik Tumpah
darah Nusa India, Dalam hatiku selalu mulia. Dikatakan demikian, karena dalam
konteks tersebut bisa dilihat adanya suatu pemikiran yang mulia terhadap tempat
yang disebut pengarang sebagai “Tumpah darah Nusa India”, dengan kata lain
pengarang sangat mengagumi dan mencintai hal tersebut yang dia anggap selalu
mulia. Artinya, dalam larik tersebut terbersit pengalaman jiwa patriotisme
pengarang terhadap bangsa dan negaranya.
Berdasar pada uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa dalam sajak
Indonesia Tumpah Darahku karya M.Yamin tercermin pengalaman rohani yaitu
pengalaman berpikir, pengalaman penginderaan pendengaran, pengalaman
penginderaan penglihatan, dan pengalaman jasmani.
4.2.3 Analisis Puisi Berdiri Aku Karya Amir Hamzah
1. Teks Puisi
Berdiri Aku
Berdiri aku di senja senyap
Camar melayang menepis buih
Melayah bakau mengurai puncak
Berjulang datang ubur terkembang
Angin pulang menyejuk bumi
Menepuk teluk mengepas emas
50
60. Lari ke gunung memuncak sunyi
Berayun-ayun di atas alas
Benang raja mencelup ujung
Naik marah menyerang corak
Elang leka sayap tergulung
Dimabuk warna berarak-arak
Dalam rupa maha sempurna
Rindu senda mengharu kalbu
Ingin datang merasa sentosa
Mengecap hidup bertentu tuju.
2. Analisis Pengalaman
Pengalaman-pengalaman yang tercermin dalam sajak tersebut di antaranya
pengalaman penginderaan penglihatan yang dapat dilihat dalam penggalan bait
berikut ini.
Camar melayang menepis buih
Melayah bakau mengurai puncak
Dari penggalan bait tersebut terlihat adanya pengalaman penginderaan
penglihatan yang digambarkan oleh larik Camar melayang menepis buih. Hal
tersebut seperti menggambarkan keindahan pantai di sore hari. Kemudian terdapat
pula pengalaman rohani pemikiran dan perasaan yang dapat dilihat dalam
penggalan bait berikut ini.
Angin pulang menyejuk bumi
Menepuk teluk mengepas emas
Lari ke gunung memuncak sunyi
Berayun-ayun di atas alas
Dari penggalan bait tersebut dapat dijelaskan bahwa pengarang
menyampaikan pemikiran ekspresi kesedihan yang ditampilkan dengan suasana
sunyi. Kesedihan ini tidak lain dikarenakan oleh perpisahannya dengan
51
61. kekasihnya. Perasaan sedih yang sangat mendalam digambarkan penyair dengan
suasana sunyi pantai di sore hari. Dengan demikian penyair hanya mampu melihat
keindahan alam sekitar karena kebahagiaannya dan harapan telah hilang.
Kesedihan yang mendalam ini juga wujud perasaan galau penyair yang
digambarkan dengan perasaannya yang dipermainkan ombak dan angin. Sehingga
hanya merenungi hiduplah yang mampu dilakukannya.
Selain itu, dalam sajak tersebut tercermin pula pengalaman kehidupan
beragama yang disampaikan oleh pengarang dan dapat dilihat dalam bait berikut
ini.
Dalam rupa maha sempurna
Rindu senda mengharu kalbu
Ingin datang merasa sentosa
Mengecap hidup bertentu tuju
Larik Dalam rupa maha sempurnya yang ditulis pengarang tersebut
merupakan sebuah ungkapan pengarang terhadap Tuhan. Pengarang merasa
kesepian, namun sebagai seseorang yang beragama dia menyerahkan semuanya
kepada Tuhannya. Dari bait tersebut juga terihat adanya pengalaman rohani
merindukan seseorang dan keinginan untuk merasa bahagia dan sejahtera dengan
lebih mendekatkan diri kepada Tuhan.
Berdasar pada uraian di atas, dalam sajak Berdiri Aku karya Amir Hamzah
tercermin pengalaman-pengalaman penginderaan dan rohani. Dalam sajak
tersebut terdapat pengalaman penginderaan penglihatan. Kemudian, pengalaman
rohani pemikiran dan perasaan. Selain itu, terdapat pula pengalaman kehidupan
beragama yakni pengalaman ingin lebih mendekatkan diri kepada Tuhan.
52
62. 4.2.4 Analisis Puisi Dibawa Gelombang Karya Sanusi Pane
1. Teks Puisi
Dibawa Gelombang
Alun membawa bidukku perlahan
Dalam kesunyian malam waktu
Tidak berpawang tidak berkawan
Entah kemana aku tak tahu
Jauh di atas bintang kemilau
Seperti sudah berabad-abad
Dengan damai mereka meninjau
Kehidupan bumi yang kecil amat
Aku bernyanyi dengan suara
Seperti bisikan angin di daun
Suaraku hilang dalam udara
Dalam laut yang beralun-alun
Alun membawa bidukku perlahan
Dalam kesunyian malam waktu
Tidak berpawang tidak berkawan
Entah kemana aku tak tahu
2. Analisis Pengalaman
Di dalam sajak di atas terdapat beberapa pengalaman yang disampaikan
oleh pengarang. Pengalaman tersebut di antaranya pengalaman kegiatan menaiki
biduk atau perahu kecil. Hal tersebut bisa dilihat dalam larik Alun membawa
bidukku perlahan. Larik tersebut sebenarnya bisa diasosiasikan seperti sebuah
perjalanan hidup yang dijalani oleh pengarang ataupun orang lain. Kemudian
terdapat pula pengalaman berpikir yang termasuk dalam pengalaman rohani, yaitu
bisa dilihat dalam larik Entah kemana aku tak tahu. Hal tersebut menggambarkan
adanya pengalaman berpikir yang dituliskan dalam bentuk pertanyaan tentang ke
mana si tokoh “aku” harus pergi atau mungkin tinggal. Sebenarnya larik tersebut
juga tidak seperti sebuah pertanyaan, tetapi seperti sebuah pernyataan. Oleh
53
63. karena itu, peneliti menganggap hal tersebut merupakan sebuah pengalaman
rohani.
Selanjutnya dalam sajak tersebut juga terdapat pengalaman pengindraan,
yang meliputi penginderaan pendengaran dan penglihatan. Hal tersebut bisa
dilihat dalam larik jauh di atas bintang kemilau dan seperti bisikan angin di daun.
Dari kedua larik tersebut dapat digambarkan bahwa pengarang menggunakan citra
atau pengimajian untuk mendeskripsikan keindahan bintang dan sinarnya, serta
sunyinya suara angin yang digambarkan seperti sebuah bisikan di atas daun.
Pengalaman lainnya yang dapat peneliti gambarkan yaitu pengalaman rohani,
yaitu nilai sosial yang terdapat dalam kehidupan masyarakat saat sajak tersebut
ditulis. Hal tersebut bisa dilihat dalam larik kehidupan bumi yang kecil amat.
Larik tersebut dapat diasosiasikan bahwa dunia terasa sempit bila setiap orang
hidup dengan cara dan keinginannya masing-masing tanpa memperdulikan orang
di sekitarnya. Terlihat juga adanya pengalaman rohani lainnya, yaitu pemikiran
atau pengalaman berpikir bahwa sebenarnya pengarang merasa sangat kesepian.
Hal tersebut dapat dilihat dalam larik Alun membawa bidukku perlahan, Dalam
kesunyian malam waktu, Tidak berpawang tidak berkawan, Entah kemana aku tak
tahu. Keempat larik tersebut merupakan bait pertama dalam sajak “Di bawa
gelombang”. Dari bait tersebut terlihat bahwa sebenarnya pengarang memiliki
pengalaman kesepian. Dia tidak memiliki teman atau sahabat.
4.2.5 Analisis Puisi Padamu Jua Karya Amir Hamzah
1. Teks Puisi
Padamu Jua
Habis kikis
54
64. Segala cintaku hilang terbang
Pulang kembali aku padamu
Seperti dahulu
Kaulah kandil kemerlap
Pelita jendela di malam gelap
Melambai pulang perlahan
Sabar, setia selalu
Satu kekasihku
Aku manusia
Punya rasa
Rindu rupa
Di mana engkau
Rupa tiada
Suara sayup
Hanya kata merangkai hati
Engkau cemburu
Engkau ganas
Mangsa aku dalam cakarmu
Bertukar tangkap dengan lepas
Nanar aku gila sasar
Sayang berulang padamu jua
Engkau pelik menusuk ingin
Serupa dara di balik tirai
Kasihmu sunyi
Menunggu seorang diri
Lalu waktu – bukan giliranku
Mati hari – bukan kawanku
2. Analisis Pengalaman
Pengalaman yang tercermin dalam sajak di atas di antaranya yaitu
pengalaman penginderaan. Pengalaman penginderaan tersebut dapat dilihat dalam
larik Kaulah kandil kemerlap. Dari larik tersebut, dapat terlihat adanya
penginderaan penglihatan yang dilukiskan dengan kata kandil dan kemerlap.
Selanjutnya, ada juga pengalaman kegiatan yaitu merindukan seseorang.
Pengalaman tersebut tercermin dalam larik Rindu rasa, Rindu rupa. Dari larik
tersebut, terlihat adanya sebuah pengalaman merindukan seseorang. Kemudian,
55
65. ada juga pengalaman rohani yaitu proses berpikir pengarang dalam larik bertukar
tangkap dengan lepas dan Serupa dara di balik tirai. Larik tersebut tidak dapat
dengan mudah dipahami. Hal tersebut disebabkan larik itu merupakan interpretasi
pengarang dalam menggambarkan suatu keindahan yang dimiliki wanita atau
objek yang menjadi sasaran sajak tersebut.
Kemudian, selain pengalaman-pengalaman di atas, dalam sajak ini juga
terdapat pengalaman yang diambil dari keseluruhan sajak tersebut. Pengalaman
yang dimaksud adalah pengalaman kegiatan mengagumi dan merindukan
seseorang yang sangat dikasihinya. Setelah itu, pengarang melakukan monolog
yang digambarkan lewat bentuk puisi sajak Padamu Jua. Hal tersebut bisa dilihat
dari penggalan sajak berikut ini.
Di mana engkau
Rupa tiada
Suara sayup
Hanya kata merangkai hati
Dari bait tersebut, terlihat adanya pernyataan yang dibuat pengarang yang
berisi pertanyaan tentang dimana keberadaan orang atau kekasihnya tersebut.
Pengarang hanya melamun dan mencoba untuk mengobati hatinya sendiri, seperti
yang terlihat dalam larik Hanya kata merangkai hati.
Berdasar pada uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa dalam sajak
Padamu Jua karya Amir Hamzah tercermin pengalaman penginderaan,
pengalaman kegiatan, dan pengalaman rohani. Pengalaman-pengalaman tersebut
bisa dilihat dari larik yang dituliskan dan digambarkan oleh pengarang.
56
66. 4.2.6 Analisis Puisi Kolam Karya Rustam Effendi
1. Teks Puisi
Kolam
Di tengah
kolam yang indah
tenang,
berenang
seekor gangsa
Sayapnya putih
bulunya jernih,
jernih
biji matanya
Bak pulai
leher semampai
junjang
memandang
bercermin air
Renangnya hening
airnya bening
hening
tiada berdesir.
2. Analisis Pengalaman
Pengalaman yang terdapat dalam sajak di atas di antaranya pengalaman
kegiatan dan pengalaman penginderaan. Pengalaman kegiatan yang terdapat
dalam sajak di atas dapat dilihat dalam keseluruhan sajak tersebut. Pengalaman
kegiatan tersebut merupakan suatu pengalaman melihat seorang gadis yang
digambarkan oleh pengarang dengan seekor angsa putih. Kemudian, pengalaman
penginderaan dalam puisi tersebut dapat dilihat dalam larik bulunya jernih, leher
semampai, airnya bening, dan tiada berdesir. Pengalaman penginderaan untuk
ketiga larik pertama yang disebutkan merupakan pengalaman penginderaan
penglihatan karena menggambarkan sesuatu yang dapat dilihat. Selanjutnya,
pengalaman penginderaan pendengaran dalam larik terakhir yang disebutkan tadi.
57