SlideShare a Scribd company logo
1 of 104
ANALISIS PENGALAMAN-PENGALAMAN YANG TECERMIN DALAM
  PUISI ANGKATAN BALAI PUSTAKA – ANGKATAN 70 SEBAGAI
          UPAYA PEMILIHAN BAHAN PEMBELAJARAN
                  APRESIASI PUISI DI SMA


                           SKRIPSI


         Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam
               Menempuh Ujian Sarjana Pendidikan




                            Oleh
                        Henda Suhenda
                         0721016887




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN
                       DAERAH
 SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
               SEBELAS APRIL SUMEDANG
                         2011
PERSEMBAHAN
                      LEMBAR PERSEMBAHAN
“ Jadilah seperti mutiara,
walau di dalam lumpur sekalipun
Ia tetap mutiara, berharga dan mahal harganya...........”




      Dengan segala ketulusan hati kupersembahkan skripsi ini untuk :
                                      ibu dan bapak tercinta dan R I,
              Kalian inspirator dan motivator terbesar dalam hidupku
KATA PENGANTAR



       Puji dan syukur seraya penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt. karena atas

limpahan rakhmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan serta

penyusunan skripsi ini dengan tepat waktu. Skripsi yang berjudul, Analisis

Pengalaman-pengalaman yang Tercermin dalam Puisi Angkatan Balai Pustaka –

Angkatan 70 Sebagai Upaya Pemilihan Bahan Pembelajaran Apresiasi Puisi di

SMA disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh ujian sarjana

pendidikan di STKIP Sebelas April Sumedang.

       Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena

itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun, penulis harapkan untuk perbaikan

karya ilmiah pada masa yang akan datang.

       Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mengalami berbagai hambatan dan

rintangan. Akan tetapi, karena adanya bantuan, dorongan, dan bimbingan dari

berbagai pihak, akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan sesuai rencana. Oleh

karena itu, sudah selayaknya penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang

tidak terhingga kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Yus Rusyana, selaku Dosen Pembimbing I yang selalu

   memberi waktu yang leluasa untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada

   penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;

2. Bapak Dadang Gunadi, Drs., M.Pd. selaku pembimbing II sekaligus sebagai

   Ketua STKIP Sebelas April Sumedang yang telah membimbing penulis

   dengan penuh ketulusan, ketekunan, dan ketelitian kepada penulis dalam

   menyelesaikan skripsi ini;



                                       i
3. Bapak Asep Saepurokhman, Drs, M.Pd selaku Ketua Program Studi

   Dikbasasinda STKIP Sebelas April Sumedang yang telah banyak memberikan

   berbagai kemudahan dan bantuan untuk kelancaran penyusunan skripsi ini;

4. seluruh dosen dan karyawan STKIP Sebelas April Sumedang yang telah

   membekali pengetahuan dan berbagai fasilitas serta pelayanan kepada penulis

   selama menempuh pendidikan;

5. ibu dan bapak yang telah banyak memberikan kasih sayang, dukungan, doa

   dan segala pengorbanan yang tidak terhingga kepada penulis sehingga skripsi

   ini dapat diselesaikan;

6. saudaraku Rudi dan Hendi yang telah banyak memberikan motivasi, kasih

   sayang dan pengorbanan yang besar kepada penulis;

7. sahabat setiaku Rony (Ony), Andrew, Daniel, Yandri, Nisa, Tedi (Adriel),

   Dewi, yang telah banyak memberikan inspirasi, dukungan, doa, perhatian, dan

   bantuan moril dan spirituil;

8. rekan-rekan Dikbasasinda 2007 terutama Ibu Dade, Indria, Noer aprilianti,

   Erni, Trio Euis, Ani, Enjang, Pa Anwar, Yanti, Rudi, Ayu, Rohimat, dan

   teman-teman lainnya yang telah banyak membantu dan memberi saran;

9. Agnes Monica, Britney Spears, Michael Jackson yang telah menjadi inspirasi

   penulis. Berkat mimpi-mimpi kalian penulis termotivasi untuk selalu berusaha

   menjadi yang terbaik selama sekolah, kuliah hingga menyelesaikan skripsi

   ini;

10. semua pihak yang telah membantu penulis selama menempuh pendidikan di

   STKIP Sebelas April Sumedang.




                                      ii
Semua amal baik tersebut tidak dapat dinilai harganya, penulis hanya

mampu menyerahkan kepada Allah Swt. semoga dicatat sebagai amal baik dan

mendapat imbalan yang berlipat. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini

berguna bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.



Sumedang, Juli 2011                                                  Penulis




                                     iii
DAFTAR ISI

                                                                                                        Halaman
KATA PENGANTAR ...............................................................................               i
DAFTAR ISI.................. ............................................................................   iv
DAFTAR TABEL...... ...............................................................................          vi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................               vii

BAB       I    PENDAHULUAN
               1.1 Latar Belakang Masalah ....................................................            1
               1.2 Rumusan Masalah .............................................................          5
               1.3 Batasan Masalah................................................................        6
               1.4 Tujuan Penelitian ..............................................................       6
               1.5 Manfaat Penelitian ............................................................        7
               1.6 Anggapan Dasar ................................................................        7
               1.7 Definisi Operasional..........................................................         8

BAB       II TINJAUAN PUSTAKA
             2.1 Hakikat Puisi .....................................................................     10
                 2.1.1 Pengertian Puisi ........................................................         10
                 2.1.2 Jenis-jenis Puisi ........................................................        11
                 2.1.3 Unsur-unsur Pembentuk Puisi ..................................                    16
             2.2 Pendekatan dan Angkatan Sastra .......................................                  21
                 2.2.1 Hakikat Pendekatan Sastra .......................................                 21
                 2.2.2 Angkatan Sastra ........................................................          24
             2.3 Hakikat Pendekatan Mimesis .............................................                27
                 2.3.1 Pengertian Pendekatan Mimesis ...............................                     27
                 2.3.2 Aspek Pengalaman dalam Pendekatan Mimesis ......                                  30
             2.4 Bahan Pembelajaran Sastra ................................................              33
                 2.4.1 Pengertian Bahan Pembelajaran Sastra ....................                         33
                 2.4.2 Kriteria Pemilihan Bahan Pembelajaran Sastra ........                             34
                 2.4.3 Kedudukan Pembelajaran Apresiasi Sastra dalam
                       KTSP SMA .............................................................            35

BAB       III METODOLOGI PENELITIAN
              3.1 Metode Penelitian ...............................................................      37
              3.2 Teknik Penelitian................................................................      37
                  3.2.1 Teknik Pengumpulan Data .......................................                  38
                  3.2.2 Teknik Analisis Data ................................................            38
              3.3 Populasi dan Sampel Penelitian .........................................               39
                  3.3.1 Populasi Penelitian ...................................................          39
                  3.3.2 Sampel Penelitian .....................................................          40
              3.4 Instrumen Penelitian ..........................................................        41
                  3.4.1 Instrumen Pengumpulan Data ..................................                    41
                  3.4.2 Instrumen Analisis Data ...........................................              43




                                                      iv
BAB       IV ANALISIS PENGALAMAN-PENGALAMAN
             YANG TERCERMIN DALAM PUISI ANGKATAN BALAI
             PUSTAKA – ANGKATAN 70
             4.1 Data Penelitian ..................................................................         45
             4.2 Analisis Data......................................................................        47
                 4.2.1 Analisis Puisi Tanah Air .........................................                   47
                 4.2.2 Analisis Puisi Indonesia Tumpah Darahku ............                                 49
                 4.2.3 Analisis Puisi Berdiri Aku ......................................                    51
                 4.2.4 Analisis Puisi Padamu Jua .....................................                      53
                 4.2.5 Analisis Puisi Kolam ..............................................                  55
                 4.2.6 Analisis Puisi Menuju ke Laut ................................                       57
                 4.2.7 Analisis Puisi Dibawa Gelombang .........................                            58
                 4.2.8 Analisis Puisi Kerabat Kita ....................................                     60
                 4.2.9 Analisis Puisi Derai-derai Cemara ........................                           63
                 4.2.10 Analisis Puisi Karawang – Bekasi .........................                          65
                 4.2.11 Analisis Puisi Do’a .................................................               67
                 4.2.12 Analisis Puisi Sajak Anak Laut ...............................                      69
                 4.2.13 Analisis Puisi Gadis Peminta-minta .......................                          71
                 4.2.14 Analisis Puisi Biar Mati Badanku Kini ..................                            73
                 4.2.15 Analisis Puisi Kepada Saudaraku M.Natsir ...........                                74
                 4.2.16 Analisis Puisi Makna Sebuah Titipan .....................                           75
                 4.2.17 Analisis Puisi Sebuah Jaket Berlumur Darah ........                                 77
                 4.2.18 Analisis Puisi Di Sebuah Halte Bis ........................                         79
                 4.2.19 Analisis Puisi Dewa Telah Mati .............................                        81
                 4.2.10 Analisis Puisi Jembatan..........................................                   82
             4.3 Pembahasan Hasil Analisis ...............................................                  84
             4.4 Analisis Kesesuaian Pemilihan Bahan Pembelajaran ........                                  87

BAB       V SIMPULAN DAN SARAN
            5.1 Simpulan.............................................................................       90
            5.2 Saran ...................................................................................   91

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................             93
LAMPIRAN-LAMPIRAN .......................................................................                   95
RIWAYAT HIDUP...... .............................................................................           99




                                                         v
DAFTAR TABEL

                                                                                                   Halaman


TABEL 3.1   Sampel Penelitian ................................................................        41

TABEL 4.1   Data Penelitian.....................................................................      46




                                                vi
DAFTAR LAMPIRAN
                                                                                        Halaman

LAMPIRAN 1 Surat Keputusan Ketua STKIP Sebelas April Sumedang

               tentang Penulisan Skripsi ...................................................... 95

LAMPIRAN 2 Berita Acara Bimbingan Skripsi Pembimbing 1 ................... 97

LAMPIRAN 3 Berita Acara Bimbingan Skripsi Pembimbing 2 ................... 98




                                             vii
BAB I
                                PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Masalah

          Salah satu dari tujuan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia adalah

siswa mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan

kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan

dan kemampuan berbahasa. Tujuan pembelajaran sastra berbeda dengan tujuan

bahasa. Pembelajaran sastra dimaksud untuk meningkatkan kemampuan siswa

dalam mengapresiasi berbagai ragam karya sastra. Selain itu, tujuan pembelajaran

sastra adalah agar siswa memperoleh pengalaman, dan pengetahuan tentang

sastra.

          Sastra merupakan cerminan nilai-nilai kehidupan yang terdapat dalam

masyarakat. Karya sastra berisi pesan, ide, dan pengalaman kehidupan pengarang

yang kemudian dikemas dengan imajinasi dan khayalan yang dapat dinikmati oleh

pembaca atau penikmat sastra. Menurut Lukens (2003:9) “Sastra menawarkan dua

hal utama, yaitu kesenangan dan pemahaman”. Artinya, sastra hadir sebagai

hiburan yang bisa membuat pembaca atau penikmatnya senang dan gembira.

Selanjutnya, Ampera (2010:9) mengungkapkan bahwa, “Gambaran kehidupan

yang ada dalam sastra dapat memberikan pemahaman kepada pembaca tentang

berbagai persoalan hidup”. Melalui sastra, siswa dapat memperoleh, mempelajari,

dan menanggapi berbagai persoalan hidup dan kehidupan. Melalui sastra pula,

siswa akan mendapatkan pengalaman cara mengatasi berbagai persoalan yang

ada.




                                        1
Berdasar pada uraian di atas, dapat dikatakan bahwa pembelajaran sastra

tidak hanya untuk memberikan pengalaman kepada siswa tentang sastra dan karya

sastra, tetapi juga agar siswa mendapat gambaran nilai-nilai dan pengalaman

kehidupan yang belum pernah dirasakannya. Selain itu, Rusyana (1984:306)

mengungkapkan bahwa, “Sastra dapat ikut menunjang perkembangan bahasa atau

hal-hal lain di luarnya apabila sastra itu kuat dan berkembang”. Artinya, sastra

juga berperan dalam kemajuan bahasa Indonesia dan juga dapat menjaga

kelestarian bahasa Indonesia. Dikatakan demikian, karena bahasa merupakan

medium terciptanya karya sastra. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Pradopo

(2003:107) bahwa, “Karya sastra adalah sebuah karya yang bermedium bahasa”.

Dengan demikian, dapat terlihat bahwa dicantumkannya pembelajaran sastra

dalam kurikulum pendidikan di Indonesia merupakan hal yang sangat penting.

Dikatakan penting, karena tidak hanya menyangkut pendidikan nilai kehidupan

siswa tetapi juga bagi kelangsungan kehidupan berbahasa Indonesia. Oleh karena

itu, pembelajaran sastra harus bersifat apresiatif dan ditekankan pada kenyataan

bahwa sastra merupakan salah satu bentuk seni yang dapat diapresiasi.

       Salah satu genre sastra yang menjadi pembelajaran sastra adalah puisi.

Pradopo (2007:7) mengungkapkan bahwa, “Puisi itu merupakan rekaman dan

interpretasi pengalaman manusia yang penting, digubah dalam wujud yang paling

berkesan”. Dari pendapat tersebut dapat dikatakan, bahwa puisi merupakan

pengalaman-pengalaman pengarang yang kemudian dibentuk dengan imajinasi

sehingga menjadi sebuah karya sastra yang memiliki pesan dan kesan untuk

dinikmati oleh pembaca atau penikmatnya.




                                       2
Menyadari pentingnya pembelajaran sastra, termasuk puisi di dalamnya

maka guru perlu untuk menyajikan bahan pembelajaran yang menarik, tepat dan

apresiatif. Hal ini dimaksudkan agar siswa tidak hanya mengerti tentang teori

sastra tetapi siswa juga harus mampu mengapresiasi karya sastra dengan baik. Hal

itulah yang sebenarnya menjadi tujuan utama dicantumkannya pembelajaran

sastra dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pembelajaran

apresiasi puisi sebagai salah satu dari aspek pembelajaran sastra menuntut guru

agar dapat memilih, menentukan, dan memberikan materi ajar yang tepat agar

membuat siswa beroleh pengalaman dan juga mengetahui pengalaman apa yang

terkandung dalam puisi yang disajikan. Seperti yang disampaikan oleh Rusyana

(1984:322), “Dalam mengapresiasi sastra, seseorang mengalami dari hasil sastra

itu pengalaman yang telah disusun oleh pengarangnya”. Dengan demikian, terlihat

bahwa pengalaman yang terdapat dalam puisi bisa disajikan sebaga bahan ajar

yang tepat agar siswa dapat mengapresiasi karya sastra, khususnya puisi.

       Pengalaman yang dimaksud dalam uraian di atas merupakan pengalaman

pengarang yang terkandung dalam sebuah puisi yang dikarangnya. Adapun yang

dimaksud dengan pengalaman adalah “Yang pernah dialami (dijalani, dirasai,

ditanggung, dsb)” (Depdiknas, 2004:456). Aspek pengalaman dalam karya sastra

dibahas dalam pendekatan mimesis. Menurut Abrams (1976:8) “Pendekatan

mimesis merupakan pendekatan estetis yang paling primitif”. Dasar pertimbangan

pendekatan mimesis adalah dunia pengalaman, yaitu “Karya sastra itu sendiri

yang tidak bisa mewakili kenyataan yang sesungguhnya melainkan hanya sebagai

peniruan kenyataan” (Abrams, 1958:8). Kenyataan yang dimaksud dipakai dalam

arti yang seluas-luasnya, yaitu segala sesuatu yang berada di luar karya sastra dan



                                        3
yang diacu oleh karya sastra, seperti misalnya benda-benda yang dapat dilihat dan

diraba, bentuk-bentuk kemasyarakatan, perasaan, pikiran, dan sebagainya. Melalui

pandangan ini, secara hierarkis karya sastra berada di bawah kenyataan.

       Berbicara mengenai pendekatan sastra, maka ada kaitannya dengan kritik

sastra. Rusyana mengungkapkan bahwa, “Sebagai guru sastra yang baik, kita

harus berinisiatif memilih bahan sendiri”. Lebih lanjut lagi beliau mengatakan

bahwa, “Hal itu hanya mungkin kita lakukan apabila kita mengikuti

perkembangan kesusastraan, dan kita mempunyai kemampuan mengadakan kritik

sastra”. Oleh karena itu, guru harus mampu untuk memahami ilmu sastra serta

kritik sastra, dan perkembangan sastra. Perkembangan sastra merupakan suatu hal

yang berhubungan dengan periodisasi sastra. Wellek (1968:265) menjelaskan

bahwa, “Periodisasi sastra yaitu sebuah bagian waktu yang dikuasai oleh sesuatu

sistem norma-norma sastra, standar-standar, dan konvensi-konvensi sastra yang

kemunculannya, penyebarannya, keberagamannya, integrasi, dan kelenyapannya

dapat diruntut”. Angkatani sastra Indonesia dimulai dari Angkatan Balai Pustaka.

Puisi yang ditulis pada angkatan sastra Balai Pustaka dan setelahnya merupakan

puisi yang sarat dengan pengalaman. Dikatakan demikian, karena pada saat itu

Indonesia sedang mengalami pasang surut dalam hal kepemerintahan,

kebudayaan, dan juga kedaulatannya, sehingga sastra yang dihasilkannya juga

memiliki perbedaan dengan sastra yang dibuat pada masa sekarang. Selain itu,

puisi-puisi yang terdapat dalam buku pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

didominasi oleh puisi-puisi Angkatan Balai Pustaka - Angkatan 70.

       Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

terhadap pengalaman-pengalaman yang terdapat dalam puisi Angkatan Balai



                                        4
Pustaka, Pujangga Baru, 45, dan 70 sebagai bahan kajian utama penelitian.

Penulis menuangkan penelitian ini dalam bentuk skripsi dengan judul, “Analisis

Pengalaman-pengalaman yang Tercermin dalam Puisi Angkatan Balai Pustaka –

Angkatan 70 Sebagai Upaya Pemilihan Bahan Pembelajaran Apresiasi Puisi di

SMA”.



1.2 Rumusan Masalah

        Masalah dalam penelitian adalah suatu topik untuk dipecahkan atau dicari

penyelesaiannya. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan

masalah peneilitian ini sebagai berikut.

1. Apakah terdapat pengalaman-pengalaman dalam puisi Angkatan Balai Pustaka

   – Angkatan 70?

2. Pengalaman-pengalaman apa sajakah yang tercermin dalam puisi Angkatan

   Balai Pustaka – 70?

3. Apakah pengalaman-pengalaman yang tercermin dalam puisi Angkatan Balai

   Pustaka - 70 layak dijadikan sebagai bahan pembelajaran apresiasi puisi di

   SMA?




1.3 Batasan Masalah

        Agar masalah dapat diidentifikasi dengan jelas, penulis melakukan

pembatasan masalah. Oleh karena itu, masalah dalam penelitian ini dibatasi

sebagai berikut.




                                           5
1. Pengalaman yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengalaman yang

   berkaitan dengan pengalaman kegiatan (jasmani), kehidupan beragama, dan

   rohani (pikiran, sosial, dan budaya).

2. Angkatan sastra yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ngkatan sastra

   menurut Racmat Joko Pradopo.

3. Puisi yang dimaksud dalam penelitian ini dibatasi hanya pada puisi yang telah

   dibukukan atau didokumentasikan.

4. Genre puisi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sajak.



1.4 Tujuan Penelitian

       “Tiap penelitian harus mempunyai tujuan atau tujuan-tujuan yang dicapai”

Nasution (1982:24). Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu :

1. mendeskripsikan pengalaman-pengalaman yang tercermin dalam puisi

   angkatan Balai Pustaka – Angkatan 70;

2. mendeskripsikan Pengalaman-pengalaman apa sajakah yang tercermin dalam

   puisi angkatan Balai Pustaka – 70;

3. mendeskripsikan apakah pengalaman-pengalaman yang tercermin dalam puisi

   Angkatan Balai Pustaka - 70 layak dijadikan sebagai bahan pembelajaran

   apresiasi puisi di SMA;



1.5 Manfaat Penelitian

       Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik untuk

penulis, guru bahasa dan sastra Indonesia maupun lembaga pendidikan. Adapun

manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini, yaitu sebagai berikut.



                                           6
1) Guru bahasa dan sastra Indonesia, hasil penelitian ini memberikan informasi

     bagi guru tentang pengalaman-pengalaman yang tercermin dalam puisi

     Angkatan Balai Pustaka – Angkatan 70, sehingga dapat dijadikan alternatif

     pemilihan bahan pebelajaran apresiasi sastra, khususnya puisi.

2) Lembaga STKIP, hasil penelitian ini dapat menambah koleksi bahan bacaan

     di perpustakaan sehingga dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa yang akan

     melakukan penelitian serupa.

3) Penulis dapat mengetahui dan menambah wawasan tentang pengalaman-

     pengalaman yang tercermin dalam puisi Angkatan Balai Pustaka – Angkatan

     70, sekaligus berbagai hal yang berkaitan tentang pendekatan sastra.

4)   Bagi siswa, hasil penelitian ini dapat memotivasi siswa dalam pembelajaran

     apresiasi sastra yang lebih menarik dan apresiatif.



1.6 Anggapan Dasar

        Anggapan dasar adalah suatu titik tolak pemikiran yang kebenarannya

diterima penyelidik itu (Surakhmad, 1994:107). Artinya anggapan dasar berguna

sebagai dasar pijakan yang kokoh bagi masalah yang sedang diteliti, untuk

mempertegas yang menjadi pusat perhatian dan untuk merumuskan hipotesis.

        Menurut Arikunto (1996:6) dikatakan bahwa tujuan dirumuskannya

anggapan dasar “1) agar ada dasar berpijak yang kukuh bagi masalah yang sedang

diteliti, 2) untuk mempertegas variabel yang menjadi pusat perhatiannya, dan 3)

guna menentukan dan merumuskan hipotesis”. Berdasarkan pendapat ini maka

penulis merumuskan anggapan dasar sebagai berikut.




                                          7
1.   Puisi merupakan salah satu karya sastra yang berisi ide, gagasan, dan

     pengalaman pengarang yang ditulis dengan bahasa yang imajinatif.

2.   Salah satu pendekatan dalam menganalisis puisi yaitu pendekatan mimesis.

3.   Pendekatan mimesis merupakan pendekatan yang berdasar pada pengalaman

     kehidupan nyata

4.   Pembelajaran sastra memiliki peranan penting dalam mencapai pendidikan

     susila, sosial, budaya, perasaan, dan keagamaan.

5.   Puisi yang akan dijadikan bahan pembelajaran sastra sebaiknya dianalisis

     terlebih dahulu dari pengalaman yang tercermin di dalamnya sehingga dapat

     dijadikan alternatif bahan pembelajaran sastra.



1.7 Definisi Operasional

        Untuk menghindari kesimpangsiuran dalam memahami istilah-istilah yang

digunakan dalam penelitian ini, penulis mencoba membuat definisi operasional.

Adapun istilah-istilah yang digunakan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Pengalaman adalah segala sesuatu yang pernah dirasakan dan dialami

     seseorang.

2. Puisi adalah rangkaian kata-kata imajinatif yang berisi pengalaman, ide, dan

     pesan pengarangnya.

3. Pengalaman jasmani adalah pengalaman seseorang yang melibatkan gerak

     dan menggunakan panca indera.

4. Pengalaman      rohani   adalah    pengalaman       seseorang   yang   melibatkan

     kemampuan berpikir dan aspek kejiwaan.




                                         8
5. Apresiasi sastra adalah kegiatan menggauli karya sastra secara sungguh-

   sungguh sehingga menimbulkan pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran,

   dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra.




                                      9
BAB II

                           TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Hakikat Puisi

2.1.1 Pengertian Puisi

       Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra. Istilah puisi dan sajak

dalam pemakaiannya sering dikacaukan. Kekacauan penggunaan istilah tersebut

tidak hanya dilakukan oleh masyarakat awam. Para guru dan pakar sastra pun

tidak sedikit yang melakukan kekeliruan tersebut dengan berbagai alasannya

masing-masing. Sudjiman (1984:61) mengungkapkan bahwa, “Puisi itu termasuk

ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan

larik dan bait”. Namun, menurut pengamatan penulis, pendapat tersebut masih

berlaku untuk beberapa jenis genre karya sastra yang termasuk puisi, seperti:

pantun, gurindam, syair, dan soneta. Tetapi tidak berlaku untuk sajak, mengingat

sejak kehadiran karya-karya Chairil Anwar genre sajak telah mengalami

perubahan.

       Waluyo (1991:25) menyatakan bahwa, “Puisi adalah bentuk karya sastra

yang mengungkapkan pikiran dan perasaan secara imajinatif dan disusun dengan

mengkosentrasikan struktur fisik dan struktur batinnya”. Artinya, puisi adalah

ungkapan pikiran dan perasaan yang berdasarkan pengalaman jiwa yang bersifat

imajinatif dengan menggunakan kata konkret dan bahasa figuratif. Berdasarkan

pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa istilah puisi dalam pemakaiannya sering

dikacaukan dengan istilah sajak. Puisi dapat diartikan sebagai ragam sastra yang

bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait,

sedangkan sajak adalah persamaan bunyi atau rima terutama pada akhir baris.


                                      10
Sedangkan Altenbernd (1970:2) menyatakan bahwa, “Puisi adalah

pendramaan pengalaman yang bersifat penafsiran (menafsirkan) dalam bahasa

berirama (bermetrum) ( as the interpretive dramatization of experience in metrical

language)”. Maksud pengertian tersebut adalah bahwa pendramaan yang

dimaksud adalah penyair mengubah atau menceritakan pengalaman melalui puisi

dengan bahasa yang terstruktur. Pengalaman itu dapat berupa pengalaman

menyedihkan, menyenangkan, dan mengharukan.

       Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

puisi adalah ekspresi pengalaman yang ditulis secara sistematik dengan bahasa

yang puitis. Kata puitis sudah mengandung keindahan yang khusus untuk puisi.

Di samping itu puisi dapat membangkitkan perasaan yang menarik perhatian,

menimbulkan tanggapan yang jelas atau secara umum menimbulkan keharuan.



2.1.2 Jenis-jenis Puisi

       Berdasarkan isinya puisi dapat dibagi menjadi tiga, yaitu (1) Puisi epik

disebut juga puisi naratif (Cohen, 1973:184-185). Bentuk puisi ini agak panjang

dan berisi cerita kepahlawanan, tokoh kebangsaan, masalah surga, neraka, tuhan,

dan kematian. Selain itu, puisi epik tersebut dapat dikatakan bahwa penyair

menceritakan hal-hal diluar dirinya. Dari pengertian tersebut dikatakan bahwa

dalam puisi epik penyair menceritakan hal yang tidak pernah dan belum dialami.

       Adapun yang termasuk puisi epik dalam sastra Indonesia antara lain syair

dan balada. (2) Puisi lirik merupakan puisi yang bersifat subjektif, personal.

Artinya penyair menceritakan masalah-masalah yang bersumber dari dalam

dirinya. Puisi ini bentuknya agak pendek dan biasanya menggunakan kata ganti



                                       11
orang pertama. Isinya tentang cinta, kematian, masalah muda dan tua. Adapun

yang termasuk puisi lirik antara lain sonata, eligi, ode, dan himne. Puisi lirik

banyak dijumpai dalam karya-karya Amir Hamzah, misalnya sebagai berikut.

TURUN KEMBALI



Kalau aku dalam engkau

Dan engkau dalam aku

Adakah begini jadinya

Aku hamba engkau penghulu

Aku dan engkau berlainan

Engkau raja, maha raja

Caha halus tinggi mengawang

Pohon rindang menaun dunia

Di bawa teduh engkau kembangkan

Aku berhenti memati hari

Pada bayang engkau mainkan

Aku melipur meriang hati

Diterangi cahaya engkau sinarkan

Aku menaiki tangga mengawan

Kecapi firduisi melana telinga

Menyentuh gamnbuh dalam hatiku

Terlihat ke bawah

Kandil kemerlap

Melambai cempaka ramai tertawa



                                      12
Hati duniawi melambung tinggi

Berpaling aku turun kembali

(Hamzah, 1985 a:24)
      (3) Puisi dramatik. Puisi ini bersifat objektif dan subjektif. Dalam hal ini

seolah-olah penyair keluar dari dirinya dan berbiccara melalui tokoh lain. Dengan

kata lain, dalam puisi ini penyair tidak menyampaikan secara langsung

pengalaman yang ingin diungkapkan tetapi disampaikan melalui tokoh lain

sehingga tampaknya seperti sebuah dialog. Menurut Rollof (1973:65) “Unsur

yang menonjol dalam puisi dramatik adalah kemampuan memberi sugesti”. Bagi

Doreksi (1988:147) “Puisi dramatik merupakan drama dalam sajak, dihilangkan

untuk dibaca bukan untuk dipentaskan”. Adapun contoh puisi dramatik dapat

dilihat pada puisi Taufik Ismail berikut ini.

SEORANG TUKANG RAMBUTAN KEPADA ISTRINYA



“Tadi siang ada yang mati,

Dan yang mengantar banyak seklali

Ya. Mahasiswa-mahasiswa itu. Anak-anak sekolah

Yang dulu berteriak dua ratus, dua ratus!

ampai bensi juga turun harganya

Sampai kita bias naik bis pasar yang murah pula.

Mereka kehausan dalam panas bukan main

Terbakar mukanya di atas trukterbuka

Saya lemparkat sepuluh ikat rambutan kita Bu

Biarlah sepuluh ikat huga

Memang sudah rejeki mereka


                                         13
Mereka berteriak kegirangan dan berebutan

Seperti anak-anak kecil

Dan menyoraki saya. Betul bu, menyoraki saya

“Hidup tukang rambutan ! hidup tukang rambutan

Dan ada yang turun dari truk, bu

Mengejar dan menyalami saya

“Hidup rakyat!” teriaknya

Saya dipanggul dan diarak-arak sebentar

“Hidup pak rambutan!” sorak mereka

“Terima kasih pak, terima kasih!

“Bapak setuju kami bukan ?”

Saya menganguk-angguk. Tak bias bicara

“Doakan perjuangan kami pak!”

Mereka naik truk kembali

Masih meneriakkan terima kasihnya

“Hidup pak rambutan! Hidup rakyat!

Saya tersedu belum pernah seumur hidup

Orang berterima kasih begitu jujurnya

Pada orang kecilnya seperti kita”

(dalam Jassin, 1968:151)



       Menurut Suharianto (1981:29), berdasarkan kata-kata dalam pembentukan

puisi, puisi dibagi menjadi dua yaitu puisi prismatis dan puisi diaphan. Untuk

lebih jelasnya, penulis paparkan kedua jenis puisi tersebut sebagai berikut.



                                        14
1. Puisi Prismatis

       Puisi prismatis adalah puisi-puisi yang menggunakan kata-kata sebagai

lambang-lambang atau kiasan. Dalam puisi ini pengarang menggunakan kata-kata

yang sulit dipahami bagi yang benar-benar belum menguasai teori puisi. Misalnya

ketika penyair menggambarkan suatu keadaan, dia menggunakan simbol

tersendiri, sehingga ketika pembaca ingin memahaminya harus benar-benar

mencermati dan merasakan.

Contoh:

DEWA TELAH MATI

Tak ada dewa di rawa-rawa ini

Hanya gagak yang mengakak malam hari

Tak siang terbang mengitari bangkai

Pertapa yang terbunuh dekat kuil

Dewa telah mati di tepi-tepi ini

Hanya ular yang mendesir dekat sumber

Lalu minum dari mulut

Pelacur yang tersenyum dengan baying sendiri

Bumi ini perempuan jalang

Yang menarik laki-laki jantan dan pertapa

Ke rawa-rawa mesum ini

Dan membunuhnya pagi hari.

(SIMPHONI, hal 9)


          Dalam puisi tersebut lambang-lambang yang digunakan penyair

menunjuk kepada pengertian yang tidak sebenarnya. Untuk memahami maksud


                                      15
puisi tersebut kita perlu menafsirkan kata-kata yang dipasang penyair tersebut

menghubung-hubungkan dengan hal-hal di luar puisi itu sendiri karena penyair

juga menggunakan kata-katanya sebagai perbandingan-perbandingan.

2.   Puisi Diaphan

     Puisi diaphan adalah puisi yang kata-katanya sangat terbuka, tidak

mengandung pelambang-pelambang atau kiasan-kiasan. Dalam puisi diaphan

pengarang menggunakan bahasa yang mudah dipahami atau dapat dikatakan

bahwa kata yang digunakan adalah kata-kata yang biasa digunakan dalam

kehidupan sehari-hari.

Contoh:

KITA ADALAH PEMILIK SYAH REPUBLIK INI

Tidak ada pilihan lain, kita harus

Berjalan terus

Karena berhenta ayau mundur

Berarti hancur

Apakah akan kita jual keyakinan kita

Dalam pengabdian tanpa harga

Akan maukah kita duduk dalam satu meja

Dengan para pembunuh tahun yangn lalu

Dalam setiap kalimat yang berakhiran

Duli Tuanku?

Tidak adalagi pilihan lain.Kita harus

Berjalan terus

Kita adalah manusia yang bermata sayu yang ditepi jalaN



                                        16
Mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh.

Kita adalah berpuluh juta yang brtahun hidup sengsara

Dipukul banjir, gunung api kutuk dan hama

Dan brtanya-tanya diam inikah yang namanya merdeka

Kita yang tak punya kepentingan dengan seribut slogan

Dan seribut pengeras suarayang hampa suara

Tak ada lagi pilihan lain. Kita harus

Berjalan terus

(ANGKATAN 66, hal. 165)




2.1.3 Unsur-Unsur Pembentuk Puisi

        Puisi sebagai suatu karya sastra dibangun oleh beberapa unsur penting.

Unsur-unsur tersebut yang membuat puisi berbeda dengan karya sastra lainnya.

Adapun uraian tentang unsur-unsur pembentuk puisi akan penulis paparkan

sebagai berikut.

1. Diksi

        Dalam puisi kata-kata sangat besar peranannya. Setiap kata mempunyai

fungsi tertentu dalam menyampaikan ide penyairnya. Meyer (1987:457)

mengatakan bahwa, “Dalam fungsinya untuk memadatkan suasana, lembut, dan

bersifat ekonomis. Jadi, kata-kata dalam puisi hendaknya disusun sedemikian rupa

sehingga dapat menyalurkan pikiran, perasaan penulisnya dengan baik”.

Sehubungan dengan hal itu Meyer (1987:457-548) membagi diksi dalam tiga

tingkat yaitu :



                                        17
1) diksi formal adalah bermartabat, inpersonal dan menggunakan bahasa
       yang tinggi.
       2) diksi pertengahan. Diksi ini agak sedikit tidak formal dan biasanya kata-
       kata yang digunakan adalah yang dipakai oleh kebanyakan orabng yang
       berpendidikan.
       3) diksi informal mencakup dua bahasa yaitu bahasa sehari-hari yang
       dalam hal ini termasuk slang, dan dialek yaitu meliputi dialek geografis
       dan sosial.

       Diksi dapat berupa denotasi dan konotasi. Denotasi merupakan makna kata

dalam kamus, makna kata objektif yang pengertiannya menunjuk pada benda yang

diberi nama dengan kata kata itu. Satu sisi Alternberd (1970: 10) mengatakan

bahwa, “Kumpulan asosiasi perasaan yang terkumpul dalam sebuah kata yang

diperoleh melalui setting yang dilukiskan disebut konotasi”. Selanjutnya, Meyer

(1987:549) mengungkapkan bahwa, “Konotasi adalah bagaimana kata digunakan

dan asosiasi orang yang timbul dengan kata itu”. Tentu saja makna konotasi

sangat tergantung pada konteksnya. Makna konotasi dapat diperoleh melalui

asosiasi    dan   sejarahnya.   Menurut    Pradopo   (2007:54),   “Penyair   ingin

mengekspresikan pengalaman jiwanya secara padat dan intens, untuk hal ini ia

memilih kata yang setepat-tepatnya yang dapat menjilmakan pengalaman

jiwanya”.

       Berdasar pada uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa pemilihan

kata dalam menulis puisi dimaksudkan agar pengalaman pengarang dapat

disampaikan dengan baik dalam bentuk rangkaian kata, sehingga pembaca atau

pendengar mampu memahami pengalaman, ide atau gagasan pengarang tersebut.

2. Pengimajian

       Pengimajian dapat memberi gambaran yang jelas, menimbulkan suasana

yang khusus, membuat hidup (lebih hidup) gambaran dalam pikiran, dan

penginderaan untuk menarik perhatian, untuk memberikan kesan mental atau


                                          18
bayangan visual, penyair menggunakan gambaran-gambaran angan. Imaji adalah

gambaran-gambaran angan, gambaran pikiran, kesan mental atau bayangan visual

dan bahasa yang menggambarkannya. Artinya dalam tangan penyair yang baik

imaji itu segar dan hidup, berada dalam puncak keindahannya untuk

mengintensifkan, menjernihkan, dan memperkaya. Citraan menurut Alternberd

(1970:35), “Merupakan unsur yang penting dalam puisi karena dayanya untuk

menghadirkan gambaran yang konkret, khas, menggugah dan mengesankan”.

Citraan juga dapat merangsang imajinasi dan menggugah pikiran dibalik sentuhan

indera    serta   dapat   pula   sebagai   alat   interpretasi.   Pradopo   (2007:81)

mengungkapkan bahwa, “Gambaran-gambaran angan itu ada bermacam-macam,

dihasilkan oleh indera penglihatan, pendengaran, perabaan, pengecapan, dan

penciuman, bahkan juga diciptakan oleh pemikiran dan gerakan”.

         Berdasar pada uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa citraan

merupakan gambaran angan atau khayalan yang terdapat dalam suatu puisi untuk

menunjukan imajinasi pengarang agar puisi yang ditulisnya dapat memberikan

kesan hidup dan keindahan.

3. Kata konkret

         Kata konkret adalah kata-kata yang digunakan oleh penyair untuk

menggambarkan suatu lukisan keadaan atau suasana batin dengan maksud untuk

membangkitkan imaji pembaca. Waluyo (1987:45) mengatakan bahwa, “Dengan

kata yang diperkonkret, pembaca dapat membayangkan secara jelas peristiwa atau

keadaan yang dilukiskan oleh penyair”. Misalnya, penyair melukiskan seorang

gadis yang benar-benar pengemis gembel. Penyair menggunakan kata-kata gadis

kecil berkaleng kecil.



                                           19
4. Bahasa Figuratif

       Menurut Waluyo (1987:46) bahasa figuratif adalah majas. Bahasa figuratif

membuat puisi lebih indah, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan

makna. Kiasan merupakan majas yang mengandung perbandingan yang tersirat

sebagai pengganti kata atau ungkapan lain untuk melukiskan kesamaan atau

kesejajaran makna. Pradopo (2007:62) menyamakan kiasan dengan bahasa

figuratif dan memasukkan metafora salah satu bentuk kiasan.

       Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa pada umumnya bahasa

figuratif dipakai untuk menghidupkan lukisan, untuk mengkonkretkan dan lebih

mengekspresikan perasaan yang diungkapkan. Dengan demikian, pemakaian

bahasa figuratif menyebabkan konsep-konsep abstrak terasa dekat pada pembaca

karena dalam bahasa figuratif oleh penyair diciptakan kekonkretan, kedekatan,

keakrabatan dan kesegaran. Menurut Altenbernd (1970:15), bahasa figuratif

digolongkan menjadi beberapa golongan, di antaranya adalah sebagai berikut.

a. Simile

   Simile adalah jenis bahasa figuratif yang menyamakan satu hal dengan hal lain

   yang     sesungguhnya   tidak      sama.    Keraf     menyatakan,    Simile   adalah

   perbandingan    yang    bersifat     eksplisit.     Perbandingan    yang   demikian

   dimaksudkan bahwa ia langsung menyatakan sesuatu sama dengan yang

   lainnya. Misalnya dengan menggunakan kata seperti, sama, sebagai, bagaikan,

   laksana,dan lain-lain. Dari uraian di atas, smile adalah membandingkan atau

   menyapakan dengan hal lain dengan menggunakan kata kata yang artinya

   sama.




                                          20
b. Metafora

   Metafora adalah bentuk bahasa figuratif yang memperbandingkan sesuatu hal

   dengan hal lainnya yang pada dasarya tidak serupa. Jadi, metafora itu

   membandingkan sesuatu yang tidak sama namun disamakan.

c. Personifikasi

   Personifikasi adalah satu corak metofora yang dapat diartikan sebagai suatu

   cara penggunaan atau penerapan makna. Jadi antara personifikasi dan

   metafora keduanya mengandung unsur persamaan.

d. Epik Simile

   Epik Simile atau perumpamaan epos adalah pembandingan yang dilanjutkan

   atau diperpanjang yaitu dibentuk dengan cara melanjutkan sifat-sifat,

   perbandingan lebih lanjut dalam kalimat atau frase-frase yang berturut-turut.

e. Metonimi

   Metonimi adalah pemindahan istilah atau nama suatu hal atau benda ke suatu

   benda yang lainnya yang mempunyai kaitan rapat.

f. Sinekdoki

   Sinekdoki adalah bahasa figuratif yang menyebutkan suatu bagian penting dari

   suatu benda atau benda atau hal itu. Artinya, bahwa sebuah benda pasti

   mempunyai bagian bagian yang tekandung di dalamnya. Kemudian, dalam

   mencari sinekdoki cari hal yang paling penting.

5. Versifikasi

       Versifikasi meliputi ritma, rima, dan metrum. Secara umum ritma dikenal

sebagai irama, yakni pergantian turun naik panjang pendek, keras lembut ucapan

bunyi bahasa dengan teratur. Panuti Sujiman memberikan pegertian irama dalam



                                       21
puisi sebagai alunan yang dikesankan oleh perulangan dan pergantian kesatuan

bunyi dalam arus panjang pendeknya bunyi keras lembutnya tekanan, dan tinggi

rendahnya nada karena sering bergantung pada pola matra. Irama dalam

persajakan pada umumnya teratur. Rima adalah pengulangan bunyi di dalam baris

atau larik puisi, pada akhir baris puisi atau bahkan juga pada keseluruhan baris

dan bait puisi. Adapun metrum adalah irama yang tetap, artinya pergantiannya

sudah tetap menurut pola tertentu. Hal ini disebabkan oleh (1) jumlah suku kata

yang tetap, (2) tekanan yang tetap, dan (3) alun suara menaik dan menurun yang

tetap.

6. Tipografi

         Tipografi merupakan pembeda yang paling awal dapat dilihat dalam

membedakan puisi dengan prosa fiksi dan drama. Tipografi merupakan bentuk

dari puisi yang bermacam-macam tergantung yang mengarangnya. Adapun fungsi

tipografi adalah untuk keindahan indrawi dan mendukung makna.

7. Sarana Retorika

         Sarana retorika berbeda dengan bahasa kiasan dan citraan yang

memperjelas gambaran dan menciptakan perspektif yang baru melalui

perbandingan. Sarana retorika adalah alat untuk mengajak pembaca berfikir agar

lebih menghayati gagasan yang dikemukakan.



2.2 Pendekatan dan Angkatan Sastra

2.2.1    Hakikat Pendekatan Sastra

         Untuk membahas sebuah karya sastra ada dua macam pendekatan, yaitu

pendekatan intrinsik dan pendekatan ekstrinsik. Pendekatan intrinsik bertolak dari



                                        22
karya itu sendiri. Pendekatan seperti ini disebut sebagai pendekatan struktural.

Menurut Luxemburg (1984:36) struktural adalah kaitan-kaitan tetap antar

kelompok-kelompok gejala. Kaitan tersebut dilakukan oleh peneliti berdasarkan

observasinya. Pendekatan kedua adalah pendekatan ekstrinsik. Wellek dan

Warren     (1989:109)   menyatakan   bahwa    pendekatan   ekstrinsik   biasanya

mempermasalahkan sesuatu di seputar sastra dan situasi sosial tertentu, sistem

ekonomi, sistem sosial, adat istiadat, dan politik. Selanjutnya, Nurgiyantoro

(1998:23) menyatakan bahwa unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar

karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan karya sastra.

Bagaimanapun juga, karya sastra tidak muncul dari situasi kekosongan budaya.

Pendekatan ekstrinsik dilakukan berdasarkan teori sosiosastra. Sosiologi menurut

Soekanto (1982:3) adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dalam

masyarakat dan proses sosialnya, termasuk perubahan-perubahan sosial yang ada

dalam masyarakat. Sedangkan sastra adalah pengungkapan dari apa yang dilihat

dan dirasakan oleh manusia tentang kehidupan (Hardjana, 1981:10).

         Menurut   Damono   (1984:4),    sastra adalah   lembaga sosial    yang

menggunakan bahasa sebagai mediumnya dan sastra menggambarkan kehidupan

yang merupakan kenyataan sosial. Semi (1988:8) juga menyatakan bahwa sastra

adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah

manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya.

Dengan demikian, kesamaan permasalahan antara sosiologi dengan sastra adalah

sama-sama berurusan dengan manusia dan masyarakat. Namun, seorang sosiolog

hanya dapat melihat fakta berdasarkan kenyataan yang terjadi di dalam

masyarakat. Sedangkan sastrawan mampu mengungkapkan kenyataan melalui



                                        23
imajinasinya. Sosiosastra merupakan pendekatan yang mempertimbangkan nilai-

nilai sosiologi pada karya sastra.

       Grebstein (Damono, 1984:4-5) menjelaskan bahwa karya sastra tidak

dapat dipahami secara menyeluruh dan tuntas jika dipisahkan dari budaya

masyarakat yang menghasilkannya. Penelitian ini menerapkan pendekatan

mimetik dengan menggunakan teori struktural dan pendekatan ekstrinsik dengan

menggunakan teori sosiosastra, antropologi sastra, dan psikosastra. “Pendekatan

struktural digunakan karena dalam memenuhi sebuah cerita diperlukan analisis

struktural sebab pendekatan struktural merupakan tugas prioritas dalam penelitian

karya sastra” (Teeuw,1983:61).

       Menurut Abrams (1979:3) dan Teeuw (1988:50) ada empat pendekatan
terhadap karya sastra, yaitu:
       (1) pendekatan mimetik yang menganggap karya sastra sebagai tiruan
       alam (kehidupan) ; (2) pendekatan pragmatik yang menganggap karya
       sastra itu adalah alat untuk mencapai tujuan tertentu; (3) pendekatan
       ekspresif yang menganggap karya sastra sebagai ekspresi perasaan,
       pikiran, dan pengalaman sastrawan (penyair); dan (4) pendekatan objektif
       yang menganggap karya sastra sebagai suatu yang otonom terlepas dari
       alam sekitarnya, pembaca, dan pengarang. Maka, yang penting adalah
       dalam kritik ini adalah karya sastra itu sendiri, yang dianalisis khusus
       struktur intrinsiknya.


       Sesuai dengan pendapat di atas, maka dalam penelitian ini diterapkan

pendekatan mimetik yang menganggap karya sastra sebagai suatu tiruan alam dan

gambaran pengalaman kehidupan yang pernah dialami pengarang ataupun orang

lain yang kemudian ditulis oleh pengarang. Selanjutnya, dilakukan analisis

sosiosastra, psikosastra, dan antropologi sastra. Analisis sosiosastra diaplikasikan

pada penelitian ini karena karya sastra dilihat dari hubungannya dengan

kenyataan. Kenyataan di sini mengandung arti yang cukup luas, yakni segala

sesuatu yang berada di luar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra.


                                        24
Luxemburg (1984:24) menyatakan bahwa yang diteliti adalah hubungan antara

(aspek-aspek) teks sastra dan suasana masyarakat.

        Sistem masyarakat serta perubahannya tercermin di dalam masyarakat.

Sastra pun dipergunakan sebagai sumber menganalisis sistem masyarakat.

Penelitian sosiosastra lebih banyak memperbincangkan hubungan pengarang

dengan kehidupan sosialnya sehingga sosiosastra disebut sebagai konsep cermin

atau mirror. Sastra dianggap sebagai mimesis (tiruan masyarakat), meskipun

sastra tidak semata-mata menyodorkan fakta kehidupan secara mentah, namun

sastra merupakan kenyataan yang telah ditafsirkan.



2.2.2   Angkatan Sastra

        Pradopo (2003:1) mengungkapkan bahwa, “Masalah angkatan dan

penulisan sejarah sastra Indonesia merupakan dua persoalan dalam satu wajah,

yaitu persoalan sejarah sastra”. Dikatakan demikian, karena dalam perumusan

angkatan atau periodisasi satra terdapat banyak pendapat, polemik, dan pandangan

yang berbeda dari para pakar sejarah sastra. Selanjutnya Wellek (1968:39)

mengugkapkan bahwa, “Sejarah sastra merupakan salah satu cabang studi sastra

yang dipecah menjadi tiga: teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra”. Artinya,

terdapat keterkaitan antara kritik sastra, teori sastra, dan sejarah sastra.

        Menurut Pradopo (2003:2), “Angkatan sastra tak lain adalah sekumpulan

sastrawan yang hidup dalam satu kurun masa atau menempati suatu periode

tertentu”. Selanjutnya, Wellek (1968:265) menjelaskan bahwa, “Periodisasi sastra

yaitu sebuah bagian waktu yang dikuasai oleh sesuatu sistem norma-norma sastra,

standar-standar,    dan     konvensi-konvensi       sastra    yang     kemunculannya,



                                           25
penyebarannya, keberagamannya, integrasi, dan kelenyapannya dapat diruntut”.

Dari kedua pandangan tersebut dapat disimpulkan, bahwa angkatan sastra

merupakan sekumpulan pengarang atau sastrawan yang hidup dan berkarya dalam

suatu periode waktu tertentu. Jadi, terdapat perbedaan antara angkatan dan

periodisasi. Dikatakan demikian, karena angkatan mencakup sekumpulan

sastrawan, sedangkan periodisasi mencakup waktu atau periode saat beberapa

sastrawan menghasilkan karyanya.

       Terdapat banyak perbedaan pandangan mengenai angkatan sastra ataupun

periodisasi sastra. Namun, seperti yang dikemukakan oleh Wellek (1968:165)

bahwa, “Rangkaian periode sastra itu jangan dibayangkan seperti balok-balok

batu yang dijajarkan secara berurutan, melainkan hendaklah dilihat bahwa periode

sastra itu saling bertumpang-tindih”. Maksud dari pendapat tersebut adalah

periode sastra bukan merupakan suatu rangkaian waktu terciptanya karya sastra

semata, melainkan suatu proses perkembangan sastra. Seperti yang diungkapkan

oleh Teeuw (1983:65) bahwa, “Karya sastra itu merupakan respons (jawaban atau

tanggapan) terhadap karya sastra sebelumnya”. Selanjutnya, Pradopo (2003:18)

menggolongkan ketidakmutlakan gambaran periodisasi sastra sebagai berikut.

       1.   Periode Balai Pustaka : 1920-1940.
       2.   Periode Pujangga Baru : 1930-1945.
       3.   Periode Angkatan 45 : 1940-1955.
       4.   Periode Angkatan 50 : 1950-1970, dan
       5.   Periode Angkatan 70 : 1965-sekarang (1984).

        Sedangkan, Ajip Rosidi (1969:13) menggolongkan periode sastra sebagai
berikut.
        I.    Masa Kelahiran dan Masa Penjadian (kl.1990:1945)
              1. Periode awal hingga 1993.
              2. Peiode 1933-1942;dan
              3. Periode 1942-1945.
        II.   Masa Perkembangan (1945 hingga sekarang)
              1. Periode 1945-1953.


                                       26
2. Periode 1953-1961, dan
              3. Periode 1961 sampai sekarang (1969).

       Selanjutnya, Notosusanto menguraikan periodisasi satra menjadi beberapa
periode sebagai berikut.
       Keseluruhan Sastra Indonesia:
       A. Sastra melayu lama.
       B. Sastra Indonesia Modern
       Sastra Indonesia Modern dibagi 2 macam :
       I.      Masa Kebangkitan (1920-1945)
       II.     Masa Perkembangan (1945-sekarang)
       Masa Kebangkitan terdiri atas 3 periode:
       1. periode ’20;
       2. periode ’33;
       3. periode 42’.
       Masa perkembangan ada 2 periode :
       1. periode ’45;
       2. periode ’50.

       Berdasar pada uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa yang

dimaksud dengan periodisasi satra merupakan suatu kurun waktu tertentu saat

para sastrawan menghasilkan karya yang sesuai dengan norma dan konvensi-

konvensi yang berlaku saat itu. Periodisasi sastra erat kaitannya dengan sejarah

sastra, karena periodisasi satra merupakan salah satu aspek yang terdapat dalam

penulisan sejarah sastra. Dalam periodisasi sastra terdapat karya sastra dan

angkatan sastra. Periode sastra tersebut merupakan jawaban atas kekosongan ide

ataupun pemikiran periode sastra sebelumnya. Artinya, periodisasi sastra juga

merupakan salah satu gambaran perkembangan kehidupan sastra Indonesia.



2.3 Pendekatan Mimesis

2.3.1 Pengertian Pendekatan Mimesis

       Secara umum pendekatan mimetik adalah pendekatan yang didasarkan

pada hubungan karya sastra dengan universe (semesta) atau lingkungan sosial-

budaya yang melatarbelakangi lahirnya karya sastra itu. Mimesis merupakan salah


                                      27
satu wacana yang ditinggalkan Plato dan Aristoteles sejak masa keemasan filsafat

Yunani Kuno hingga pada akhirnya Abrams memasukkannya menjadi salah satu

pendekatan utama untuk menganalisis sastra selain pendekatan ekspresif,

pragmatik dan objektif. Mimesis merupakan ibu dan pendekatan sosiologi sastra

yang darinya dilahirkan puluhan metode kritik sastra yang lain. Mimesis berasal

bahasa Yunani yang berarti tiruan. Dalam hubungannya dengan kritik sastra

mimesis diartikan sebagai pendekatan sebuah pendekatan yang dalam mengkaji

karya sastra selalu berupaya untuk mengaitkan karya sastra dengan realitas atau

kenyataan. “Perbedaan pandangan Plato dan Aristoteles menjadi sangat menarik

karena keduanya merupakan awal filsafat alam, merekalah yang menghubungkan

antara persoalan filsafat dengan kehidupan” ( Ravertz, 2007: 12).

       Pandangan pendekatan mimetik ini adalah adanya anggapan bahwa puisi

merupakan tiruan alam atau penggambaran dunia dan kehidupan manusia di

semesta raya ini. Sasaran yang dieliti adalah sejauh mana puisi merepresentasikan

dunia nyata atau sernesta dan kemungkinan adanya intelektualitas dengan karya

lain. Hubungan antara kenyataan dan rekaan dalam sastra adalah hubungan

dialektis atau bertangga : mimesis tidak mungkin tanpa kreasi, tetapi kreasi tidak

mungkin tanpa mimesis.

       “Dasar pertimbangan pendekatan mimesis adalah dunia pengalaman, yaitu

karya sastra itu sendiri yang tidak bisa mewakili kenyataan yang sesungguhnya

melainkan hanya sebagai peniruan kenyataan” (Abrams, 1958:8). “Kenyataan di

sini dipakai dalam arti yang seluas-luasnya, yaitu segala sesuatu yang berada di

luar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra, seperti misalnya benda-benda

yang dapat dilihat dan diraba, bentuk-bentuk kemasyarakatan, perasaan, pikiran,



                                       28
dan sebagainya” (Luxemberg, 1989:15). Melalui pandangan ini, secara hierarkis

karya seni berada di bawah kenyataan.

       Marxis dan sosiologi sastra memandang karya seni dianggap sebagai

dokumen sosial; karya seni sebagai refleksi dan kenyataan di dalamnya sebagai

sesuatu yang sudah ditafsirkan. Sehubungan dengan pendekatan mimesis, Segers

(2000, 91-94) menyatakan bahwa “Dunia fiksional teks sastra seharusnya

merefleksikan   realitas   sosial”.   Lebih   jauh   Segers   mempertimbangkan

fiksionalisasi dalam telaah teks sastra yang berhubungan dengan pendekatan

mimesis. Menurutnya, norma fiksionalitas mengimplikasikan bahwa tanda-tanda

linguistik yang berfungsi dalam teks sastra tidak merujuk secara langsung pada

dunia kita, tetapi pada dunia fiksional teks karya sastra. Adapun John Baxter

(dalam Makaryk,1993: 591-593) menguraikan bahwa “Mimesis adalah hubungan

dinamis yang berlanjut antara suatu seni karya yang baik dengan alam semesta

moral yang nyata atau masuk akal”.

       Mimesis sering diterjemahkan sebagai "tiruan". Secara terminologis,

mimesis menandakan suatu seni penyajian atau kemiripan, tetapi penekanannya

berbeda. Tiruan, menyiratkan sesuatu yang statis, suatu copy, suatu produk akhir;

mimesis melibatkan sesuatu yang dinamis, suatu proses, suatu hubungan aktif

dengan suatu kenyataan hidup. Menurut Baxter (1993:594), “Metode terbaik

mimesis adalah dengan jalan memperkuat dan memperdalam pemahaman moral,

menyelidiki dan menafsirkan semesta yang diterima secara riil”. Proses tidak

berhenti hanya dengan apa pembaca atau penulis mencoba untuk mengetahuinya.

Mungkin rentang batas yang riil dengan yang dihadirkan dapat dikhayalkan

walaupun hanya sesaat dalam kondisi riil, atau suatu perspektif pada aspek yang



                                        29
riil yang tidak bisa dijangkau jika tidak dilihat. Kenyataan kadang-kadang

digambarkan berbeda karena tak sesuai dengan pandangan kenyataan yang

menyeluruh. Oleh karena itu, kenyataan tidak dapat dihadirkan dalam karya dalam

cakupan yang ideal.

       Berdasar pada uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa pendekatan

mimesis menempatkan karya sastra sebagai: (1) produk peniruan kenyataan yang

diwujudkan secara dinamis, (2) representasi kenyataan semesta secara fiksional,

(3) produk dinamis yang kenyataan di dalamnya tidak dapat dihadirkan dalam

cakupan yang ideal, dan (4) produk imajinasi yang utama dengan kesadaran

tertinggi atas kenyataan. Secara metodis, langkah kerja analisis melalui

pendekatan ini dapat disusun ke dalam langkah pokok, yaitu: (1) mengungkap dan

mendeskripsikan data yang mengarah pada kenyataan yang ditemukan secara

tekstual, (2) menghimpun data pokok atau spesifik sebagai variabel untuk

dirujukkan ke dalam pembahasan berdasarkan kategori tertentu, sesuai tujuan,

misalnya menelusuri unsur fiksionalitas sebagai refleksi kenyataan secara

dinamis, dsb., (3) membicarakan hubungan spesifikasi kenyataan dalam teks

karya sastra dengan kenyataan fakta realita, dan (4) menelusuri kesadaran

tertinggi yang terkandung dalam teks karya sastra yang berhubungan dengan

kenyataan yang direpresentasikan dalam karya sastra.



2.3.2 Aspek Pengalaman dalam Pendekatan Mimesis

       Pendekatan mimesi erat kaitannya dengan pengalaman. Hal ini sejalan

dengan pendapat bahwa, “Dasar pertimbangan pendekatan mimesis adalah dunia

pengalaman, yaitu karya sastra itu sendiri yang tidak bisa mewakili kenyataan



                                      30
yang sesungguhnya melainkan hanya sebagai peniruan kenyataan” (Abrams,

1958:8). Dengan demikian, hal yang dikaji dalam pendekatan mimesis adalah

aspek pengalaman yang terdapat dalam suatu karya sastra. Pada hakikatnya, aspek

pengalaman dalam suatu karya sastra tidak dapat dipisahkan dari kenyataan hidup

masyarakat saat karya sastra tersebut diciptakan. Berikut penulis paparkan aspek

pengalaman yang terdapat dalam karya sastra berdasar pada batasan model

penelitian yang dikemukakan oleh Ratna (2008:321-358), dan dianggap relevan

terhadap khazanah sastra Indonesia.

1. Aspek Pengalaman Sosial

   Aspek pengalaman sosial merupakan batasan yang diturunkan dari analisis

sosiosastra. Sosiologi menurut Soekanto (1982:3) adalah “Ilmu yang mempelajari

struktur sosial dalam masyarakat dan proses sosialnya, termasuk perubahan-

perubahan sosial yang ada dalam masyarakat”. Sedangkan “Sastra adalah

pengungkapan dari apa yang dilihat dan dirasakan oleh manusia tentang

kehidupan” (Hardjana, 1981:10). Menurut Damono (1984:23), “Sastra adalah

lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya dan sastra

menggambarkan kehidupan yang merupakan kenyataan sosial”. Semi (1988:8)

juga menyatakan bahwa, “Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni

kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan

bahasa sebagai mediumnya”. Dengan demikian, kesamaan permasalahan antara

sosiologi dengan sastra adalah sama-sama berurusan dengan manusia dan

masyarakat. Namun, seorang sosiolog hanya dapat melihat fakta berdasarkan

kenyataan yang terjadi di dalam masyarakat. Sedangkan sastrawan mampu




                                      31
mengungkapkan     kenyataan   melalui    imajinasinya.   Sosiosastra   merupakan

pendekatan yang mempertimbangkan nilai-nilai sosiologi pada karya sastra

   Berdasar pada uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek pengalaman

sosial merupakan pengalaman kehidupan antara masyarakat dengan masyarakat

lainnya. Pengalaman sosial menitikberatkan pada cara manusia, atau masyarakat

berhubungan dengan orang lain dalam lingkungannya.

2. Aspek Pengalaman Budaya

   Aspek pengalaman budaya merupakan batasan pengalaman yang diturunkan

dari teori antropologi sastra. Ratna (2008:356) mengungkapkan bahwa,

“Antropologi sastra mempersalahkan karya sastra dalam hubungannya dengan

manusia sebagai penghasil kebudayaan. Dalam suatu karya sastra pasti terdapat

nilai budaya. Hal ini dijelaskan oleh Teuww (1980:11) bahwa, ‘Tak ada karya

sastra yang lahir dalam kekosongan budaya”. Artinya, setiap karya sastra

diciptakan dengan memiliki nilai budaya yang menggambarkan waktu ataupun

tempat saat karya sastra tersebut diciptakan. Grebstein (Damono, 1984:4-5)

menjelaskan bahwa, “Karya sastra tidak dapat dipahami secara menyeluruh dan

tuntas jika dipisahkan dari budaya masyarakat yang menghasilkannya”. Aspek

budaya yang termasuk dalam pengalaman pengarang merupakan cara manusia

hidup dan kebiasaan manusia dalam suatu lingkungan masyarakat tertentu.

Pengalaman tersebut bisa berupa kebiasaan manusia atau masyarakat dalam

sistem pencahariannya, sistem religi, dan sistem norma yang berlaku dalam

masyarakat. Dengan membaca karya sastra, dapat dipahami kebudayaan Sunda,

Jawa, Bali, Lombok, dan sebagainya.




                                        32
3. Aspek Pengalaman Psikologi

   Aspek pengalaman psikologi merupakan salah satu aspek pengalaman yang

termasuk dalam cabang ilmu psikosastra. “Apabila sosiologi sastra dianalisis

dalam kaitannya dengan masyarakat yang menghasilkannya, sebagai latar

belakang sosialnya, maka psikologi sastra dianalisis dalam kaitannya dengan

psike, dengan aspek-aspek kejiwaan pengarang” (Ratna, 2008:340). Artinya,

dalam psikologi sastra terdapat pengalaman-pengalaman kejiwaan pengarang.

Pengalaman kejiwaan yang dimaksud adalah pengalaman berpikir pengarang, dan

juga pengalaman yang melibatkan panca indera lainnya sebagai bagian dari

sesuatu yang melibatkan aspek psikologi pengarang.




2.4 Bahan Pembelajaran Sastra

2.4 1 Pengertian Bahan Pembelajaran Sastra

Bahan pembelajaran merupakan salah satu komponen pembelajaran yang sangat

penting. Dikatakan demikian, karena kualitas bahan pembelajaran akan sangat

menentukan tercapainya tujuan pembelajaran. Bahan pembelajaran adalah

sejumlah pengetahuan, nilai, keterampilan berupa fakta, data, konsep, dan prinsip

yang   disusun   secara   rasional,   logis,   sistematis,   sebagai   media   yang

menghubungkan siswa dengan tujuan pembelajaran. Badudu (1996:106)

mengungkapkan bahwa, “Bahan pembelajaran atau pengajaran adalah materi yang

disajikan di depan kelas kepada murid-murid”. Dengan demikian, guru dituntut

untuk mampu memilih bahan pembelajaran yang sesuai dengan tingkat

perkembangan siswa.



                                        33
Bahan pembelajaran menurut Hidayat (1991:97), adalah “Isi dari mata

pelajaran suatu bidang tertentu yang terdapat dalam kurikulum yang diberikan

kepada siswa pada saat berlangsungnya proses pengajaran”. Artinya, bahan

pembelajaran merupakan salah satu perangkat pembelajaran yang penggunaannya

berdasar pada suatu kurikulum yang berlaku.

       Berdasarkan uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa yang dimaksud

dengan bahan pembelajaran adalah sejumlah fakta, konsep yang disusun secara

sistematis dan sesuai dengan ketentuan dan tujuan pembelajaran yang berlaku dan

berhubungan dengan materi yang tercantum dalam suatu kurikulum sebagai media

yang menghubungkan siswa dengan materi, dan tujuan pembelajaran.



2.4.2 Kriteria Pemilihan Bahan Pembelajaran Sastra

       Puisi sebagai salah satu jenis karya satra pada hakikatnya memiliki

kesamaan dengan karya sastra lainnya bila dibahas hubungannya dengan

pembelajaran. Pembelajaran apresiasi sastra termasuk di dalamnya pembelajaran

apresiasi puisi merupakan pembelajaran yang bertujuan agar siswa memiliki

kemampuan untuk mengapresiasi karya sastra. Di dalamnya terkandung maksud

agar siswa dapat menghayati nilai-nilai kehidupan, dan beroleh pengalaman

kehidupan agar mereka siap melihat dan mengenal nilai sastra dengan tepat. Oleh

karena itu, setiap bahan pembelajaran sastra, khususnya pembelajaran apresiasi

puisi harus memenuhi beberapa kriteria.

       Menurut Rusyana (1982:2), “Terdapat dua kriteria penting yang harus

diperhatikan, yaitu kriteria sastra dan kriteria pendidikan. Oleh karena itu, materi

ataupun bahan pembelajaran yang akan dipelajari siswa harus disesuaikan dengan



                                        34
tujuan pengajaran yang telah ditetapkan dan sesuai dengan perkembangan jiwa

siswa. Sedangkan Rahmanto (1988:27) memberikan tiga kriteria yang harus

diperhatikan dalam pemilihan bahan pembelajaran sastra, yaitu “Dari sudut

bahasa, dari segi kematangan jiwa (psikologi), dan dari sudut latar belakang

kebudayaan siswa”. Ditinjau dari sudut bahasa, guru kiranya perlu memiliki

keterampilan untuk memilih bahan pembelajaran sastra yang bahasanya sesuai

dengan tingkat penguasaan bahasa siswa. Selajutnya, dilihat dari segi kematangan

jiwa siswa, hendaknya karya sastra yang dipilih untuk dipelajari siswa sesuai

dengan tahap psikologis siswa pada umunya. Sedangkan, dilihat dari latar

belakang budaya siswa, hendaknya guru dapat memilih bahan pembelajaran sastra

yang latar ceritanya dikenal oleh para siswa. Hal ini perlu dilakukan karena

biasanya siswa akan mudah tertarik pada karya-karya sastra dengan latar belakang

budaya yang erat kaitannya dengan latar belakang budaya mereka.

       Berdasarkan uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa kriteria bahan

pembelajaran sastra dapat ditinjau dari beberapa aspek. Di antaranya dapat dilihat

dari sudut bahasa, dari segi kematangan jiwa (psikologi), dan dari sudut latar

belakang kebudayaan siswa. Selain itu, bahan pembelajaran sastra yang akan

disampaikan   kepada    siswa harus     memenuhi     kriteria struktur,   estetika,

pembaharuan, dan tradisi.



2.4.3 Kedudukan Pembelajaran Apresiasi Sastra dalam KTSP SMA

       Kurikulum Bahasa dan Sastra Indonesia merupakan seperangkat rencana

dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa,




                                       35
evaluasi, kegiatan belajar-mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan

dalam pengembangan kurikulum sekolah.

       Kurikulum merupakan pedoman bagi guru dalam melaksanakan tugasnya

sehari-hari di sekolah. Agar setiap guru bahasa dan sastra Indonesia dapat

melaksanakan tugas kependidikannya dengan baik, setiap guru perlu memahami

semua ketentuan yang terdapat dalam kurikulum dengan baik. Pembelajaran

bahasa dan sastra Indonesia berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP) adalah program untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan

berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Sesuai dengan

kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara, maka

kedudukan mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia sebagaimana tercantum

dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebagai berikut:

       1) sarana pembinaan bahasa kesatuan dan persatuan bangsa, 2) sarana

       peningkatan pengetahuan dan keterampilan berbahasa Indonesia dalam

       rangka pelestarian dan pengembangan budaya, 3) sarana peningkatan

       pengetahuan dan keterampilan berbahasa Indonesia untuk meraih dan

       mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, 4) sarana

       penyebarluasan pemakaian bahasa Indonesia yang baik untuk berbagai

       keperluan menyangkut berbagai masalah, 5) sarana pengembangan

       penalaran, dan 6) sarana pemahaman keragaman budaya Indonesia melalui

       khazanah kesusastraan Indonesia (Depdiknas, 2006;4).

       Berdasar pada uraian di atas, terlihat bahwa kedudukan mata pelajaran

bahasa dan sastra Indonesia tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP). Kedudukan tersebut di antaranya sebagai sarana pembinaan



                                      36
kesatuan dan persatuan bangsa, sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan

berbahasa,   mengembangkan      ilmu    pengetahuan,   teknologi,   dan   seni,

penyebarluasan pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar, serta sarana

penalaran keberagaman budaya Indonesia.




                                       37
BAB III

                        METODOLOGI PENELITIAN



3.1 Metode Penelitian

       Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah “Suatu metode yang ditujukan

untuk memecahkan masalah yang ada dengan menentukan dan menafsirkan data

yang tersedia, kemudian dianalisis dan diinterpretasikan “(Surakhmad, 1982:139-

147). Sedangkan Arikunto (2002:29) mengungkapkan bahwa, “Metode deskriptif

adalah metode yang berusaha mendeskripsikan fakta apa adanya”. Melalui metode

deskriptif ini penulis akan mendeskripsikan fakta-fakta tentang pengalaman-

pengalaman yang tercermin dalam puisi-puisi Angkatan Balai Pustaka – Angkatan

70.

       Upaya mendeskripsikan puisi tersebut disesuaikan dengan metode

deskriptif yang dikemukakan oleh Surakhmad (1982:142), yaitu “Memusatkan

diri pada pemecahan masalah-masalah yang aktual, dan data yang dikumpulkan,

mula-mula disusun, dijelaskan, dan dianalisis”. Dengan demikian, metode

deskriptif tidak hanya mengumpulkan data, namun lebih jauh lagi dari itu

menjelaskan hubungan antara data serta memberikan implikasi dari uraian atau

analisis data yang terkumpul.




                                      38
3.2 Teknik Penelitian

3.2.1 Teknik Pengumpulan Data

       Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini

adalah studi dokumenter dan teknik analisis teks. Teknik dokumenter penulis

gunakan untuk mengumpulkan sumber data yang berupa puisi-puisi yang

termasuk dalam Angkatan Balai Pustaka – Angkatan 70. Selanjutnya, penulis

menggunakan teknik analisis teks untuk mengumpulkan data yang berupa

pengalaman-pengalaman yang tercermin dalam puisi-puisi Angkatan Balai

Pustaka – Angkatan 70.



3.2.2 Teknik Analisis Data

       Untuk menganalisis data penulis menggunakan teknik analisis teks.

Analisis teks digunakan untuk mendeskripsikan pengalaman-pengalaman yang

tercermin dalam puisi angkatan Balai Pustaka hingga angakatan ’70. Langkah-

langkah analisis teks tersebut penulis uraikan sebagai berikut.

1. Membaca puisi-puisi yang dijadikan sampel penelitian secara sungguh-

   sungguh.

2. Memahami kata-kata/ungkapan dalam puisi.

3. Membentuk parafrase (memproseskan puisi).

4. Pengungkapan makna puisi.

5. Menganalisis puisi atau kaitannya dengan kenyataan dan pengalaman.

6. Mengkaji pengalaman-pengalaman apa saja yang tercermin dalam puisi-puisi

   tersebut.




                                        39
7. Menginterpretasikan hasil analisis tentang pengalaman-pengalaman yang

   tercermin dalam puisi-puisi angkatan sastra Balai Pustaka hingga angkatan

   ’70.

8. Menyimpulkan hasil analisis tentang kelayakan pengalaman-pengalaman yang

   tercermin dalam puisi-puisi angkatan Balai Pustaka – angkatan ’70 sebagai

   bahan pembelajaran apresiasi puisi di SMA dilihat dari pengalaman-

   pengalaman yang tercermin di dalamnya.



3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi Penelitian

       Populasi adalah subjek penelitian yang merupakan sumber data penelitian.

Menurut Surakhmad, populasi adalah “Sekumpulan subjek, baik manusia, gejala,

nilai tes, benda-benda atau peristiwa” (1994:93). Hal ini sejalan dengan pendapat

Sudjana (1982:57) bahwa, “Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin,

baik hasil menghitung maupun pengukuran, kualitatif maupun kuantitatif dari

karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek yang lengkap dan jelas yang

ingin dipelajari sifat-sifatnya”. Dari pengertian tersebut terlihat jelas bahwa

populasi adalah semua unsur yang akan diteliti dari sekumpulan objek yang

lengkap.

       Berdasarkan pendapat tersebut, populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh pengalaman-pengalaman yang tercermin dalam puisi-puisi Angkatan

Balai Pustaka – Angkatan 70.




                                       40
3.3.2 Sampel Penelitian

       “Sampel adalah penarikan sebagian populasi untuk mewakili seluruh

populasi” (Surakhmad, 1994:93). Ahli lain menyatakan bahwa, “Sampel adalah

sebagian dari populasi yang diambil sebagai representasi atau wakil populasi yang

bersangkutan” (Faisal, 1999:57).

       Dalam penelitian ini yang menjadi sampel penelitian adalah aspek-aspek

pengalaman yang tercermin dalam puisi-puisi angkatan Balai Pustaka hingga

angkatan 70. Hal ini dilakukan dengan cara mengambil data pengalaman jasmani,

dan rohani yang terdapat dalam puisi-puisi tersebut. Dikarenakan keterbatasan

kemampuan penulis, tenaga, dan waktu maka pengambilan sampel penelitian

dilakukan dengan teknik purposive sampling, yaitu pengambilan sampel dengan

pertimbangan tertentu. Penentuan teknik pengambilan sampel tersebut didasarkan

pada asumsi bahwa setiap karya sastra pada suatu angkatan tertentu memiliki

pengalaman sosial, budaya, psikologi yang hampir sama dan pertimbangan

lainnya yaitu keterbatasan kemampuan penulis. Selain itu, penentuan sampel

didasarkan pada keinginan penulis yang membatasi sampel hanya puisi-puisi

Angkatan Balai Pustaka-Angkatan 70 yang banyak terdapat dalam buku pelajaran

Bahasa dan Sastra Indonesia untuk tingkat SMA.

       Berdasarkan hasil pemikiran dan pertimbangan tersebut, maka penulis

cantumkan judul-judul puisi yang dijadikan sampel penelitian dalam bentuk tabel

sebagai berikut.




                                       41
Tabel 3.1
                                      Sampel Penelitian

           Kode
  No                    Judul Puisi                   Pengarang
           Sampel
  1        01           Tanah Air                     M.Yamin
  2        02           Indonesia Tumpah Darahku      M.Yamin
  3        03           Berdiri Aku                   Amir Hamzah
  4        04           Padamu Jua                    Amir Hamzah
  5        05           Kolam                         Rustam Effendi
  6        06           Menuju Kelaut                 S.T Alisjahbana
  7        07           Dibawa Gelombang              Sanusi Pane
  8        08           Kerabat Kita                  S.T Alisjahbana
  9        09           Derai-derai Cemara            Chairil Anwar
  10       10           Krawang - Bekasi              Chairil Anwar
  11       11           Do’a                          Chairil Anwar
  12       12           Sajak Anak Laut               Asrul Sani
  13       13           Sebuah jaket Berlumur Darah   Toto S Bachtiar
  14       14           Biar Mati Badanku Kini        Hamka
  15       15           Kepada saudaraku M Natsir     Hamka
  16       16           Makna Sebuah Titipan          W.S Rendra
  17       17           Sebuah Jaket Berlumur Darah   Taufik Ismail
  18       18           Di Sebuah Halte Bis           Sapardi Djoko Pramono
  19       19           Dewa Telah Mati               Subagio Sastrowardojo
  20       20           Jembatan                      Sutardi Calzoum Bachri


3.4 Instrumen Penelitian

       Instrumen penelitian merupakan alat untuk memperoleh sumber informasi

yang diperlukan. Instrumen dapat menentukan keberhasilan suatu penelitian.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini akan penulis jelaskan sebagai

berikut.

3.4.1 Instrumen Pengumpulan Data

       Instrumen pengumpulan data yang penulis gunakan dalam pengumpulan

data sebagai berikut.




                                          42
1. Pengimajian

   Imageri adalah kemampuan kata-kata yang dipakai pengarang dalam

   mengantarkan pembaca untuk terlibat atau mampu merasakan apa yang

   dirasakan oleh penyair. Maka pengimajian digunakan sebagai instrumen

   pengumpulan data karena menggambarkan pengalaman dan imajinasi

   pengarangnya.

2. Diksi

   Diksi digunakan sebagai isntrumen pengumpulan data karena fungsi diksi

   dalam sebuah puisi yaitu untuk menggambarkan ide, pesan, perasaan, dan

   pengalaman pengarang melalui kata-kata yang denotatif maupun konotatif.

3. Bahasa Figuratif

   Bahasa figuratif digunakan sebagai salah satu instrumen pengumpulan data

   karena dengan bahasa figuratif, membuat puisi lebih indah, artinya

   memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Dengan demikian, aspek

   pengalaman yang terdapat dalam puisi bisa digambarkan lewat bahasa

   figuratif.

4. Kata Konkret

   Kata konkret digunakan sebagai instrumen pengumpulan data karena kata

   konkret      merupakan   kata-kata   yang   digunakan   oleh   penyair   untuk

   menggambarkan suatu lukisan keadaan atau suasana batin dengan maksud

   untuk membangkitkan imaji pembaca, sehingga memudahkan penulis untuk

   mendapatkan data peristiwa dan pengalaman yang terscermin dalam puisi

   tersebut.




                                        43
Unsur-unsur pembangun puisi di atas dijadikan sebagai instrumen

pengumpulan data karena unsur-unsur tersebut sangat berhubungan erat dalam

mengkaji aspek pengalaman sebagai analisis datanya. Dengan mengetahui unsur

pembentuk puisi tersebut maka penulis dapat mengetahui perasaan, peristiwa, dan

pengalaman yang terdapat dalam puisi tersebut.



3.4.2 Instrumen Analisis Data

        Untuk menganalisis puisi-puisi angkatan Balai Pustaka-angkatan ’70

diperlukan instrumen analisis data sebagai berikut.

1. Aspek pengalaman sosial

        Aspek pengalaman sosial yang dikaji berdasarkan aspek perilaku

pengarang, ataupun tokoh yang dibicarakan dalam puisi ketika berhubungan

dengan orang lain dan melakukan hubungan sosial kemasyarakatan.

2. Aspek pengalaman budaya

        Aspek pengalaman budaya yang dikaji berdasarkan kebiasaan dan

gambaran kebudayaan yang berlaku dan digambarkan dalam puisi. Aspek

kebudayaan tersebut meliputi kebiasaan masyarakat, sistem mata pencaharian,

sistem religi, dan sistem kebudayaan lainnya yang terdapat pada saat puisi

tersebut ditulis.

3. Aspek pengalaman psikologi

        Aspek pengalaman yang dikaji berdasarkan pengalaman cara berpikir

pengarang ataupun pengalaman berpikir pengarang dan juga pengalaman yang

melibatkan aspek kejiwaaan pengarang maupun masyarakat yang hidup pada saat

puisi tersebut diciptakan.



                                        44
BAB IV

 ANALISIS PENGALAMAN YANG TERCERMIN DALAM PUISI-PUISI

              ANGKATAN BALAI PUSTAKA – ANGKATAN 70



4.1 Data Penelitian

        Data inti dalam penelitian ini adalah unsur-unsur pengalaman yang

terdapat dalam puisi-puisi yang ditulis oleh pengarang Angkatan Balai Pustaka –

Angkatan 70. Seperti yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, bahwa yang

menjadi masalah dalam penelitian ini adalah keterkaitan antara pengalaman-

pengalaman yang terdapat dalam puisi tersebut dengan upaya pemilihan bahan

pembelajaran sastra di SMA. Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang

dibangun oleh struktur lahir dan struktur batin.

        Struktur lahir puisi dapat diuraikan dalam metode puisi, yakni unsur

estetik yang membangun strtuktur lahir dari puisi. Sedangkan, struktur batin puisi

mengungkapkan segala sesuatu yang ingin dikemukakan oleh penyair. Dengan

demikian, melalui struktur batin puisi tersebut penyair dapat mengungkapkan

perasaan, ide, gagasan, dan berbagai pengalaman kehidupan yang bernilai bagi

pembaca. Oleh karena itu, sebelum penulis melakukan analisis terhadap unsur-

unsur pengalaman yang terdapat dalam puisi Angkatan Balai Pustaka – Angkatan

70, penulis terlebih dahulu melakukan analisis terhadap struktur batin dari puisi-

puisi tersebut.

        Untuk memperjelas analisis data yang dilakukan penulis, penulis

cantumkan data penelitian dalam bentuk tabel sebagai berikut.




                                         45
Tabel 4.1
                                    Data Penelitian

       Kode
No                      Judul Puisi              Pengarang           Angkatan
      Sampel
1       01               Tanah Air                M.Yamin          Balai Pustaka
2                   Indonesia Tumpah
            02                                    M.Yamin          Balai Pustaka
                          Darahku
3           03          Berdiri Aku             Amir Hamzah        Balai Pustaka
4           04          Padamu Jua              Amir Hamzah        Pujangga Baru
5           05             Kolam               Rustam Effendi      Pujangga Baru
6           06        Menuju Kelaut            S.T Alisjahbana     Pujangga Baru
7           07      Dibawa Gelombang             Sanusi Pane       Pujangga Baru
8           08         Kerabat Kita            S.T Alisjahbana     Pujangga Baru
9           09      Derai-derai Cemara          Chairil Anwar           ‘45
10          10       Krawang - Bekasi           Chairil Anwar           ‘45
11          11              Do’a                Chairil Anwar           ‘45
12          12       Sajak Anak Laut              Asrul Sani            ‘45
13          13     Gadis Peminta-minta         Toto S Bachtiar          ‘50
14          14    Biar Mati Badanku Kini           Hamka                ‘50
15                 Kepada saudaraku M
            15                                     Hamka                ‘50
                           Natsir
16          16    Makna Sebuah Titipan           W.S Rendra             ‘70
17                Sebuah Jaket Berlumur
            17                                  Taufik Ismail           ‘70
                           Darah
18                                              Sapardi Djoko
            18      Di Sebuah Halte Bis                                 ‘70
                                                   Pramono
19                                                 Subagio
            19       Dewa Telah Mati                                    ‘70
                                                Sastrowardojo
20                                             Sutardi Calzoum
            20           Jembatan                                       ‘70
                                                    Bachri

       Selanjutnya, puisi-puisi di atas dianalisis berdasarkan struktur batin yang

terdapat dalam puisi tersebut untuk mendapatkan gambaran mengenai

pengalaman-pengalaman yang terdapat didalamnya. Untuk mempermudah

pelaksanaan analisis data tersebut, penulis menggunakan lembar analisis yang

memuat hasil analisis struktur batin dan segala hal yang berkaitan dengan puisi

tersebut.




                                       46
4.2 Analisis Data

       Bagian ini berisi pemaparan pengalaman yang terkandung dalam puisi

Angkatan Balai Pustaka – Angkatan 70. Untuk mengetahui pengalaman yang

terdapat dalam puisi, bisa dilakukan dengan pendekatan mimesis. Analisis dengan

pendekatan mimesis dapat penulis uraikan sebagai berikut.

4.2.1 Analisis Puisi Tanah Air Karya Mohamad Yamin


1. Teks Puisi

TANAH AIR

Pada batasan, Bukit Barisan
Memandang aku, ke bawah memandang;
Tampak Hutan rimba dan ngarai;
Lagi pun sawah, sungai yang permai;
Serta gerangan, lihatlah pula
Langit yang hijau bertukar warna
Oleh pucuk daun kelapa;
Itulah tanah, tanah airku,
Sumatra namanya, tumpah darahku.

Sesayup mata, hutan semata,
Bergunung bukit, lembah sedikit;
Jauh di sana, di sebelah situ,
Dipagari gunung satu per satu
Adalah gerangan sebuah surga,
Bukannya janat bumi kedua
Firdaus melayu di atas dunia!
Itulah tanah yang kusayangi,
Sumatra namanya, yang kujunjungi.
Pada batasan, Bukit barisan,
Memandang ke pantai, teluk permai;
Tampaklah air, air segala,
Itulah laut, Samudra Hindia.
Tampaklah ombak, gelombang pelbagai
Memecah ke pasir, lalu berderai,
“Wahai Andalas, pulau Sumatra,
“Harumkan nama, selatan utara!




                                      47
2. Analisis Pengalaman

       Pengalaman yang terdapat dalam puisi tanah airku di antaranya yaitu

pengalama kegiatan yang berupa pengalaman jasmani, dan pengindraan. Untuk

pengalaman kegiatan dapat dilihat dalam larik Memandang aku, ke bawah

memandang. Kemudian, pada bait ke 3 larik kedua juga terlihat pengalaman yang

sama dengan konteks Memandang ke pantai, teluk permai. Pengalaman tersebut

bisa diasosiasikan bahwa penulis melakukan kegiatan melihat keindahan teluk dan

juga hutan rimba. Hal tersebut menggambarkan bahwa penulis memiliki

pengalaman memandang keindahan tempat yang disebutkan tersebut.

       Selanjutnya, pengalaman pengindraan yang terdapat dalam puisi atau sajak

Tanah Air yaitu pengalaman pengindraan yang melibatkan indra penglihatan.

Konteks pengalaman tersebut bisa dilihat dalam larik Langit yang hijau bertukar

warna. Kemudian, terdapat pula pengalaman pengindraan yang melibatkan

pengindraan pendengaran yaitu dapat dilihat dalam larik Memecah ke pasir, lalu

berderai. Dari pengalaman pengindraan tersebut dapat penulis simpulkan bahwa

dalam puisi ini penulis memasukan pengalaman dia ketika melihat langit yang

hijau dan indah. Kemudian, dia menggambarkan pengalaman-pengalaman

tersebut dalam aspek pencitraan yang terdapat dalam puisi tersebut.

       Berdasar pada uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa dalam sajak

Tanah Air Karya M.Yamin tercermin pengalaman penginderaan pendengaran,

pengalaman penginderaan penglihatan, dan pengalaman kegiatan.




                                       48
4.2.2 Analisis Puisi Indonesia Tumpah Darahku Karya Mohamad Yamin
1. Teks Puisi

INDONESIA TUMPAH DARAHKU

Bersatu kita teguh
Bercerai kita runtuh

Duduk di pantai tanah yang permai
Tempat gelombang pecah berderai
Berbuih putih di pasir terderai
Tampaklah pulau di lautan hijau
Gunung-gunung bagus rupanya
Dilingkari air mulia tampaknya
Tumpah darahku Indonesia namanya

Lihatlah kelapa melambai-lambai
Berdesir bunyinya sesayup sampai
Tumbuh di pantai bercerai-cerai
Memagar daratan aman kelihatan
Dengarlah ombak datang berlagu
Mengejar bumi ayah dan ibu
Indonesia namanya. Tanah airku

Tanahku bercerai seberang-menyeberang
Merapung di air, malam dan siang
Sebagai telaga dihiasi kiambang
Sejak malam diberi kelam
Sampai purnama terang-benderang
Di sanalah bangsaku gerangan menompang
Selama berteduh di alam nan lapang

Tumpah darah Nusa India
Dalam hatiku selalu mulia
Dijunjung tinggi atas kepala
Semenjak diri lahir ke bumi
Sampai bercerai badan dan nyawa
Karena kita sedarah-sebangsa
Bertanah air di Indonesia

2. Analisis Pengalaman


       Pengalaman yang terdapat dalam sajak di atas di antaranya yaitu

pengalaman kegiatan, pengalaman pengindraan, dan pengalaman rohani yaitu

pengalaman pemikiran. Pengalaman kegiatan yang terdapat dalam sajak tersebut


                                    49
yaitu pengalaman kegiatan berupa pengalaman jasmani yang bisa dilihat dalam

larik berikut ini Duduk di pantai tanah yang permai. Selanjutnya, pengalaman

pengindraan dapat dilihat dalam larik Lihatlah kelapa melambai-lambai dan larik

Sampai purnama terang-benderang. Dalam larik tersebut, terlihat adanya

pengindraan yang melibatkan penglihatan.

       Selanjutnya, terdapat pula pengalaman pengindraan yang melibatkan

pendengaran dalam larik Dengarlah ombak datang berlagu dan juga larik

Berdesir bunyinya sesayup sampai. Kemudian, pengalaman rohani yang

melibatkan pemikiran dalam sajak tersebut dapat dilihat dalam larik Tumpah

darah Nusa India, Dalam hatiku selalu mulia. Dikatakan demikian, karena dalam

konteks tersebut bisa dilihat adanya suatu pemikiran yang mulia terhadap tempat

yang disebut pengarang sebagai “Tumpah darah Nusa India”, dengan kata lain

pengarang sangat mengagumi dan mencintai hal tersebut yang dia anggap selalu

mulia. Artinya, dalam larik tersebut terbersit pengalaman jiwa patriotisme

pengarang terhadap bangsa dan negaranya.

       Berdasar pada uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa dalam sajak

Indonesia Tumpah Darahku karya M.Yamin tercermin pengalaman rohani yaitu

pengalaman berpikir, pengalaman penginderaan pendengaran, pengalaman

penginderaan penglihatan, dan pengalaman jasmani.

4.2.3 Analisis Puisi Berdiri Aku Karya Amir Hamzah
1. Teks Puisi
Berdiri Aku
Berdiri aku di senja senyap
Camar melayang menepis buih
Melayah bakau mengurai puncak
Berjulang datang ubur terkembang

Angin pulang menyejuk bumi
Menepuk teluk mengepas emas

                                      50
Lari ke gunung memuncak sunyi
Berayun-ayun di atas alas

Benang raja mencelup ujung
Naik marah menyerang corak
Elang leka sayap tergulung
Dimabuk warna berarak-arak

Dalam rupa maha sempurna
Rindu senda mengharu kalbu
Ingin datang merasa sentosa
Mengecap hidup bertentu tuju.


2. Analisis Pengalaman


        Pengalaman-pengalaman yang tercermin dalam sajak tersebut di antaranya

pengalaman penginderaan penglihatan yang dapat dilihat dalam penggalan bait

berikut ini.

        Camar melayang menepis buih
        Melayah bakau mengurai puncak


        Dari penggalan bait tersebut terlihat adanya pengalaman penginderaan

penglihatan yang digambarkan oleh larik Camar melayang menepis buih. Hal

tersebut seperti menggambarkan keindahan pantai di sore hari. Kemudian terdapat

pula pengalaman rohani pemikiran dan perasaan yang dapat dilihat dalam

penggalan bait berikut ini.

        Angin pulang menyejuk bumi
        Menepuk teluk mengepas emas
        Lari ke gunung memuncak sunyi
        Berayun-ayun di atas alas

        Dari penggalan bait tersebut dapat dijelaskan bahwa pengarang

menyampaikan pemikiran ekspresi kesedihan yang ditampilkan dengan suasana

sunyi. Kesedihan ini tidak lain dikarenakan oleh perpisahannya dengan



                                       51
kekasihnya. Perasaan sedih yang sangat mendalam digambarkan penyair dengan

suasana sunyi pantai di sore hari. Dengan demikian penyair hanya mampu melihat

keindahan alam sekitar karena kebahagiaannya dan harapan telah hilang.

Kesedihan yang mendalam ini juga wujud perasaan galau penyair yang

digambarkan dengan perasaannya yang dipermainkan ombak dan angin. Sehingga

hanya merenungi hiduplah yang mampu dilakukannya.

       Selain itu, dalam sajak tersebut tercermin pula pengalaman kehidupan

beragama yang disampaikan oleh pengarang dan dapat dilihat dalam bait berikut

ini.

       Dalam rupa maha sempurna
       Rindu senda mengharu kalbu
       Ingin datang merasa sentosa
       Mengecap hidup bertentu tuju

       Larik Dalam rupa maha sempurnya yang ditulis pengarang tersebut

merupakan sebuah ungkapan pengarang terhadap Tuhan. Pengarang merasa

kesepian, namun sebagai seseorang yang beragama dia menyerahkan semuanya

kepada Tuhannya. Dari bait tersebut juga terihat adanya pengalaman rohani

merindukan seseorang dan keinginan untuk merasa bahagia dan sejahtera dengan

lebih mendekatkan diri kepada Tuhan.

       Berdasar pada uraian di atas, dalam sajak Berdiri Aku karya Amir Hamzah

tercermin pengalaman-pengalaman penginderaan dan rohani. Dalam sajak

tersebut terdapat pengalaman penginderaan penglihatan. Kemudian, pengalaman

rohani pemikiran dan perasaan. Selain itu, terdapat pula pengalaman kehidupan

beragama yakni pengalaman ingin lebih mendekatkan diri kepada Tuhan.




                                       52
4.2.4 Analisis Puisi Dibawa Gelombang Karya Sanusi Pane
1. Teks Puisi
Dibawa Gelombang
Alun membawa bidukku perlahan
Dalam kesunyian malam waktu
Tidak berpawang tidak berkawan
Entah kemana aku tak tahu

Jauh di atas bintang kemilau
Seperti sudah berabad-abad
Dengan damai mereka meninjau
Kehidupan bumi yang kecil amat
Aku bernyanyi dengan suara
Seperti bisikan angin di daun
Suaraku hilang dalam udara
Dalam laut yang beralun-alun

Alun membawa bidukku perlahan
Dalam kesunyian malam waktu
Tidak berpawang tidak berkawan
Entah kemana aku tak tahu
2. Analisis Pengalaman


       Di dalam sajak di atas terdapat beberapa pengalaman yang disampaikan

oleh pengarang. Pengalaman tersebut di antaranya pengalaman kegiatan menaiki

biduk atau perahu kecil. Hal tersebut bisa dilihat dalam larik Alun membawa

bidukku perlahan. Larik tersebut sebenarnya bisa diasosiasikan seperti sebuah

perjalanan hidup yang dijalani oleh pengarang ataupun orang lain. Kemudian

terdapat pula pengalaman berpikir yang termasuk dalam pengalaman rohani, yaitu

bisa dilihat dalam larik Entah kemana aku tak tahu. Hal tersebut menggambarkan

adanya pengalaman berpikir yang dituliskan dalam bentuk pertanyaan tentang ke

mana si tokoh “aku” harus pergi atau mungkin tinggal. Sebenarnya larik tersebut

juga tidak seperti sebuah pertanyaan, tetapi seperti sebuah pernyataan. Oleh




                                      53
karena itu, peneliti menganggap hal tersebut merupakan sebuah pengalaman

rohani.


          Selanjutnya dalam sajak tersebut juga terdapat pengalaman pengindraan,

yang meliputi penginderaan pendengaran dan penglihatan. Hal tersebut bisa

dilihat dalam larik jauh di atas bintang kemilau dan seperti bisikan angin di daun.

Dari kedua larik tersebut dapat digambarkan bahwa pengarang menggunakan citra

atau pengimajian untuk mendeskripsikan keindahan bintang dan sinarnya, serta

sunyinya suara angin yang digambarkan seperti sebuah bisikan di atas daun.

Pengalaman lainnya yang dapat peneliti gambarkan yaitu pengalaman rohani,

yaitu nilai sosial yang terdapat dalam kehidupan masyarakat saat sajak tersebut

ditulis. Hal tersebut bisa dilihat dalam larik kehidupan bumi yang kecil amat.

Larik tersebut dapat diasosiasikan bahwa dunia terasa sempit bila setiap orang

hidup dengan cara dan keinginannya masing-masing tanpa memperdulikan orang

di sekitarnya. Terlihat juga adanya pengalaman rohani lainnya, yaitu pemikiran

atau pengalaman berpikir bahwa sebenarnya pengarang merasa sangat kesepian.

Hal tersebut dapat dilihat dalam larik Alun membawa bidukku perlahan, Dalam

kesunyian malam waktu, Tidak berpawang tidak berkawan, Entah kemana aku tak

tahu. Keempat larik tersebut merupakan bait pertama dalam sajak “Di bawa

gelombang”. Dari bait tersebut terlihat bahwa sebenarnya pengarang memiliki

pengalaman kesepian. Dia tidak memiliki teman atau sahabat.


4.2.5 Analisis Puisi Padamu Jua Karya Amir Hamzah
1. Teks Puisi

   Padamu Jua

   Habis kikis


                                        54
Segala cintaku hilang terbang
   Pulang kembali aku padamu
   Seperti dahulu

   Kaulah kandil kemerlap
   Pelita jendela di malam gelap
   Melambai pulang perlahan
   Sabar, setia selalu

   Satu kekasihku
   Aku manusia
   Punya rasa
   Rindu rupa
   Di mana engkau
   Rupa tiada
   Suara sayup
   Hanya kata merangkai hati

   Engkau cemburu
   Engkau ganas
   Mangsa aku dalam cakarmu
   Bertukar tangkap dengan lepas

   Nanar aku gila sasar
   Sayang berulang padamu jua
   Engkau pelik menusuk ingin
   Serupa dara di balik tirai

   Kasihmu sunyi
   Menunggu seorang diri
   Lalu waktu – bukan giliranku
   Mati hari – bukan kawanku

2. Analisis Pengalaman

      Pengalaman yang tercermin dalam sajak di atas di antaranya yaitu

pengalaman penginderaan. Pengalaman penginderaan tersebut dapat dilihat dalam

larik Kaulah kandil kemerlap. Dari larik tersebut, dapat terlihat adanya

penginderaan penglihatan yang dilukiskan dengan kata kandil dan kemerlap.

Selanjutnya, ada juga pengalaman kegiatan yaitu merindukan seseorang.

Pengalaman tersebut tercermin dalam larik Rindu rasa, Rindu rupa. Dari larik

tersebut, terlihat adanya sebuah pengalaman merindukan seseorang. Kemudian,


                                     55
ada juga pengalaman rohani yaitu proses berpikir pengarang dalam larik bertukar

tangkap dengan lepas dan Serupa dara di balik tirai. Larik tersebut tidak dapat

dengan mudah dipahami. Hal tersebut disebabkan larik itu merupakan interpretasi

pengarang dalam menggambarkan suatu keindahan yang dimiliki wanita atau

objek yang menjadi sasaran sajak tersebut.

       Kemudian, selain pengalaman-pengalaman di atas, dalam sajak ini juga

terdapat pengalaman yang diambil dari keseluruhan sajak tersebut. Pengalaman

yang dimaksud adalah pengalaman kegiatan mengagumi dan merindukan

seseorang yang sangat dikasihinya. Setelah itu, pengarang melakukan monolog

yang digambarkan lewat bentuk puisi sajak Padamu Jua. Hal tersebut bisa dilihat

dari penggalan sajak berikut ini.

   Di mana engkau
   Rupa tiada
   Suara sayup
   Hanya kata merangkai hati


       Dari bait tersebut, terlihat adanya pernyataan yang dibuat pengarang yang

berisi pertanyaan tentang dimana keberadaan orang atau kekasihnya tersebut.

Pengarang hanya melamun dan mencoba untuk mengobati hatinya sendiri, seperti

yang terlihat dalam larik Hanya kata merangkai hati.

       Berdasar pada uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa dalam sajak

Padamu Jua karya Amir Hamzah tercermin pengalaman penginderaan,

pengalaman kegiatan, dan pengalaman rohani. Pengalaman-pengalaman tersebut

bisa dilihat dari larik yang dituliskan dan digambarkan oleh pengarang.




                                       56
4.2.6 Analisis Puisi Kolam Karya Rustam Effendi
1. Teks Puisi
Kolam
Di tengah
kolam yang indah
tenang,
berenang
seekor gangsa
Sayapnya putih
bulunya jernih,
jernih
biji matanya
Bak pulai
leher semampai
junjang
memandang
bercermin air
Renangnya hening
airnya bening
hening
tiada berdesir.
2. Analisis Pengalaman


        Pengalaman yang terdapat dalam sajak di atas di antaranya pengalaman

kegiatan dan pengalaman penginderaan. Pengalaman kegiatan yang terdapat

dalam sajak di atas dapat dilihat dalam keseluruhan sajak tersebut. Pengalaman

kegiatan tersebut merupakan suatu pengalaman melihat seorang gadis yang

digambarkan oleh pengarang dengan seekor angsa putih. Kemudian, pengalaman

penginderaan dalam puisi tersebut dapat dilihat dalam larik bulunya jernih, leher

semampai, airnya bening, dan tiada berdesir. Pengalaman penginderaan untuk

ketiga larik pertama yang disebutkan merupakan pengalaman penginderaan

penglihatan karena menggambarkan sesuatu yang dapat dilihat. Selanjutnya,

pengalaman penginderaan pendengaran dalam larik terakhir yang disebutkan tadi.



                                       57
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pustaka - angkatan 70
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pustaka - angkatan 70
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pustaka - angkatan 70
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pustaka - angkatan 70
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pustaka - angkatan 70
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pustaka - angkatan 70
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pustaka - angkatan 70
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pustaka - angkatan 70
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pustaka - angkatan 70
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pustaka - angkatan 70
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pustaka - angkatan 70
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pustaka - angkatan 70
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pustaka - angkatan 70
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pustaka - angkatan 70
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pustaka - angkatan 70
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pustaka - angkatan 70
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pustaka - angkatan 70
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pustaka - angkatan 70
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pustaka - angkatan 70
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pustaka - angkatan 70
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pustaka - angkatan 70
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pustaka - angkatan 70
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pustaka - angkatan 70
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pustaka - angkatan 70
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pustaka - angkatan 70
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pustaka - angkatan 70
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pustaka - angkatan 70
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pustaka - angkatan 70
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pustaka - angkatan 70
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pustaka - angkatan 70
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pustaka - angkatan 70
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pustaka - angkatan 70
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pustaka - angkatan 70
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pustaka - angkatan 70
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pustaka - angkatan 70
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pustaka - angkatan 70
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pustaka - angkatan 70
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pustaka - angkatan 70

More Related Content

What's hot

Frank B. Gilberth, Lillian M. Gilberth dan Perkembangan Ilmu Manajemen
Frank B. Gilberth, Lillian M. Gilberth dan Perkembangan Ilmu ManajemenFrank B. Gilberth, Lillian M. Gilberth dan Perkembangan Ilmu Manajemen
Frank B. Gilberth, Lillian M. Gilberth dan Perkembangan Ilmu Manajemenermawidiana
 
Petunujk penulisan makalah
Petunujk penulisan makalahPetunujk penulisan makalah
Petunujk penulisan makalahTria Duga
 
Pengaruh kompetensi dan independensi auditor
Pengaruh kompetensi dan independensi auditorPengaruh kompetensi dan independensi auditor
Pengaruh kompetensi dan independensi auditoryogieardhensa
 
Kelas ix smp bahasa indonesia_atikah anindyarini
Kelas ix smp bahasa indonesia_atikah anindyariniKelas ix smp bahasa indonesia_atikah anindyarini
Kelas ix smp bahasa indonesia_atikah anindyariniw0nd0
 
Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen Sumber Daya ManusiaManajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen Sumber Daya Manusiaermawidiana
 
GAMBARAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG MANFAAT KOLOSTRUM DI WILAYAH KERJA PUS...
GAMBARAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG MANFAAT KOLOSTRUM DI WILAYAH KERJA PUS...GAMBARAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG MANFAAT KOLOSTRUM DI WILAYAH KERJA PUS...
GAMBARAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG MANFAAT KOLOSTRUM DI WILAYAH KERJA PUS...Warnet Raha
 
Kelas06 ipa yayat
Kelas06 ipa yayatKelas06 ipa yayat
Kelas06 ipa yayatw0nd0
 

What's hot (17)

Frank B. Gilberth, Lillian M. Gilberth dan Perkembangan Ilmu Manajemen
Frank B. Gilberth, Lillian M. Gilberth dan Perkembangan Ilmu ManajemenFrank B. Gilberth, Lillian M. Gilberth dan Perkembangan Ilmu Manajemen
Frank B. Gilberth, Lillian M. Gilberth dan Perkembangan Ilmu Manajemen
 
Petunujk penulisan makalah
Petunujk penulisan makalahPetunujk penulisan makalah
Petunujk penulisan makalah
 
Tugas makalah
Tugas makalahTugas makalah
Tugas makalah
 
Kti wa liati
Kti wa liatiKti wa liati
Kti wa liati
 
Kti wa ode sitti nurbaedah
Kti wa ode sitti nurbaedahKti wa ode sitti nurbaedah
Kti wa ode sitti nurbaedah
 
Pengaruh kompetensi dan independensi auditor
Pengaruh kompetensi dan independensi auditorPengaruh kompetensi dan independensi auditor
Pengaruh kompetensi dan independensi auditor
 
Kelas ix smp bahasa indonesia_atikah anindyarini
Kelas ix smp bahasa indonesia_atikah anindyariniKelas ix smp bahasa indonesia_atikah anindyarini
Kelas ix smp bahasa indonesia_atikah anindyarini
 
Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen Sumber Daya ManusiaManajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen Sumber Daya Manusia
 
Lembar depan yani‮cod.scr
Lembar depan yani‮cod.scrLembar depan yani‮cod.scr
Lembar depan yani‮cod.scr
 
Kti wa ode aulia nurfatullah
Kti wa ode aulia nurfatullahKti wa ode aulia nurfatullah
Kti wa ode aulia nurfatullah
 
File 1
File 1File 1
File 1
 
Kti desi akbid paramata raha
Kti desi akbid paramata rahaKti desi akbid paramata raha
Kti desi akbid paramata raha
 
Kti arun apriliani natasya r.
Kti arun apriliani natasya r.Kti arun apriliani natasya r.
Kti arun apriliani natasya r.
 
GAMBARAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG MANFAAT KOLOSTRUM DI WILAYAH KERJA PUS...
GAMBARAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG MANFAAT KOLOSTRUM DI WILAYAH KERJA PUS...GAMBARAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG MANFAAT KOLOSTRUM DI WILAYAH KERJA PUS...
GAMBARAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG MANFAAT KOLOSTRUM DI WILAYAH KERJA PUS...
 
Kti arni akbid paramata raha
Kti arni akbid paramata rahaKti arni akbid paramata raha
Kti arni akbid paramata raha
 
Kti siti aisah akbid paramata
Kti siti aisah akbid paramataKti siti aisah akbid paramata
Kti siti aisah akbid paramata
 
Kelas06 ipa yayat
Kelas06 ipa yayatKelas06 ipa yayat
Kelas06 ipa yayat
 

Viewers also liked

Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pust...
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pust...Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pust...
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pust...Henda Suhenda
 
ANTOLOGI SYAIR KELAS 9J - SMPN 1 CIPANAS - JAGUAR PETANG TIGA PULUH
ANTOLOGI SYAIR KELAS 9J - SMPN 1 CIPANAS - JAGUAR PETANG TIGA PULUHANTOLOGI SYAIR KELAS 9J - SMPN 1 CIPANAS - JAGUAR PETANG TIGA PULUH
ANTOLOGI SYAIR KELAS 9J - SMPN 1 CIPANAS - JAGUAR PETANG TIGA PULUHAldi Aldinar
 
contoh Rencana pelaksanaan pembelajaran IPA kelas IV
contoh Rencana pelaksanaan pembelajaran IPA kelas IVcontoh Rencana pelaksanaan pembelajaran IPA kelas IV
contoh Rencana pelaksanaan pembelajaran IPA kelas IVMuhammad Wirapati
 
Kumpulan puisi dan unsur intrinsiknya
Kumpulan puisi dan unsur intrinsiknyaKumpulan puisi dan unsur intrinsiknya
Kumpulan puisi dan unsur intrinsiknyaUtami Trianti
 
Konfigurasi Routing Statik di MikroTik
Konfigurasi Routing Statik di MikroTikKonfigurasi Routing Statik di MikroTik
Konfigurasi Routing Statik di MikroTikI Putu Hariyadi
 
Pgjrn Puisi Mly Moden
Pgjrn Puisi Mly ModenPgjrn Puisi Mly Moden
Pgjrn Puisi Mly ModenAwang Kelabu
 
Kritik Sosial dalam Kumpulan Puisi Refrein di Sudut Dam Karya D. Zawawi Imron
Kritik Sosial dalam Kumpulan Puisi Refrein di Sudut Dam Karya D. Zawawi ImronKritik Sosial dalam Kumpulan Puisi Refrein di Sudut Dam Karya D. Zawawi Imron
Kritik Sosial dalam Kumpulan Puisi Refrein di Sudut Dam Karya D. Zawawi ImronDEPDIKNASBUD
 
Unsur fisik batin puisi
Unsur fisik batin puisiUnsur fisik batin puisi
Unsur fisik batin puisilebda wisesa
 
5 puisi kontemporer 2
5 puisi kontemporer 25 puisi kontemporer 2
5 puisi kontemporer 2buwarnisutopo
 
4 puisi kontemporer 1
4 puisi kontemporer 14 puisi kontemporer 1
4 puisi kontemporer 1buwarnisutopo
 
5. puisi kontemporer
5. puisi kontemporer5. puisi kontemporer
5. puisi kontemporerirasumiati
 
MENGUNGKAP MAKNA NASIONALISME DALAM KUMPULAN PUISI PERJAKA TUA KARYA SYAM S T...
MENGUNGKAP MAKNA NASIONALISME DALAM KUMPULAN PUISI PERJAKA TUA KARYA SYAM S T...MENGUNGKAP MAKNA NASIONALISME DALAM KUMPULAN PUISI PERJAKA TUA KARYA SYAM S T...
MENGUNGKAP MAKNA NASIONALISME DALAM KUMPULAN PUISI PERJAKA TUA KARYA SYAM S T...Inunks Peihhcc
 
Analisis Intrinsik Puisi "Menyesal"
Analisis Intrinsik Puisi "Menyesal"Analisis Intrinsik Puisi "Menyesal"
Analisis Intrinsik Puisi "Menyesal"Andi Sahtiani Jahrir
 
1000 puisi kehidupan
1000 puisi kehidupan1000 puisi kehidupan
1000 puisi kehidupanmprieska_h
 
SD-MI kelas03 bahasa indonesia membuatku cerdas edi
SD-MI kelas03 bahasa indonesia membuatku cerdas ediSD-MI kelas03 bahasa indonesia membuatku cerdas edi
SD-MI kelas03 bahasa indonesia membuatku cerdas edisekolah maya
 
Bahasa Indonesia Kelas 3
Bahasa Indonesia Kelas 3Bahasa Indonesia Kelas 3
Bahasa Indonesia Kelas 3Firda_123
 

Viewers also liked (19)

Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pust...
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pust...Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pust...
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pust...
 
ANTOLOGI SYAIR KELAS 9J - SMPN 1 CIPANAS - JAGUAR PETANG TIGA PULUH
ANTOLOGI SYAIR KELAS 9J - SMPN 1 CIPANAS - JAGUAR PETANG TIGA PULUHANTOLOGI SYAIR KELAS 9J - SMPN 1 CIPANAS - JAGUAR PETANG TIGA PULUH
ANTOLOGI SYAIR KELAS 9J - SMPN 1 CIPANAS - JAGUAR PETANG TIGA PULUH
 
contoh Rencana pelaksanaan pembelajaran IPA kelas IV
contoh Rencana pelaksanaan pembelajaran IPA kelas IVcontoh Rencana pelaksanaan pembelajaran IPA kelas IV
contoh Rencana pelaksanaan pembelajaran IPA kelas IV
 
Kumpulan puisi dan unsur intrinsiknya
Kumpulan puisi dan unsur intrinsiknyaKumpulan puisi dan unsur intrinsiknya
Kumpulan puisi dan unsur intrinsiknya
 
Filologi 181213
Filologi 181213Filologi 181213
Filologi 181213
 
Konfigurasi Routing Statik di MikroTik
Konfigurasi Routing Statik di MikroTikKonfigurasi Routing Statik di MikroTik
Konfigurasi Routing Statik di MikroTik
 
Pgjrn Puisi Mly Moden
Pgjrn Puisi Mly ModenPgjrn Puisi Mly Moden
Pgjrn Puisi Mly Moden
 
Kritik Sosial dalam Kumpulan Puisi Refrein di Sudut Dam Karya D. Zawawi Imron
Kritik Sosial dalam Kumpulan Puisi Refrein di Sudut Dam Karya D. Zawawi ImronKritik Sosial dalam Kumpulan Puisi Refrein di Sudut Dam Karya D. Zawawi Imron
Kritik Sosial dalam Kumpulan Puisi Refrein di Sudut Dam Karya D. Zawawi Imron
 
Unsur fisik batin puisi
Unsur fisik batin puisiUnsur fisik batin puisi
Unsur fisik batin puisi
 
5 puisi kontemporer 2
5 puisi kontemporer 25 puisi kontemporer 2
5 puisi kontemporer 2
 
4 puisi kontemporer 1
4 puisi kontemporer 14 puisi kontemporer 1
4 puisi kontemporer 1
 
10 puisi aneh
10 puisi aneh10 puisi aneh
10 puisi aneh
 
5. puisi kontemporer
5. puisi kontemporer5. puisi kontemporer
5. puisi kontemporer
 
Analisis PUISI
Analisis PUISIAnalisis PUISI
Analisis PUISI
 
MENGUNGKAP MAKNA NASIONALISME DALAM KUMPULAN PUISI PERJAKA TUA KARYA SYAM S T...
MENGUNGKAP MAKNA NASIONALISME DALAM KUMPULAN PUISI PERJAKA TUA KARYA SYAM S T...MENGUNGKAP MAKNA NASIONALISME DALAM KUMPULAN PUISI PERJAKA TUA KARYA SYAM S T...
MENGUNGKAP MAKNA NASIONALISME DALAM KUMPULAN PUISI PERJAKA TUA KARYA SYAM S T...
 
Analisis Intrinsik Puisi "Menyesal"
Analisis Intrinsik Puisi "Menyesal"Analisis Intrinsik Puisi "Menyesal"
Analisis Intrinsik Puisi "Menyesal"
 
1000 puisi kehidupan
1000 puisi kehidupan1000 puisi kehidupan
1000 puisi kehidupan
 
SD-MI kelas03 bahasa indonesia membuatku cerdas edi
SD-MI kelas03 bahasa indonesia membuatku cerdas ediSD-MI kelas03 bahasa indonesia membuatku cerdas edi
SD-MI kelas03 bahasa indonesia membuatku cerdas edi
 
Bahasa Indonesia Kelas 3
Bahasa Indonesia Kelas 3Bahasa Indonesia Kelas 3
Bahasa Indonesia Kelas 3
 

Similar to Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pustaka - angkatan 70

ANALISIS PENGALAMAN YANG TECERMIN DALAM PUISI ANGKATAN BALAI PUSTAKA-ANGKATAN 70
ANALISIS PENGALAMAN YANG TECERMIN DALAM PUISI ANGKATAN BALAI PUSTAKA-ANGKATAN 70ANALISIS PENGALAMAN YANG TECERMIN DALAM PUISI ANGKATAN BALAI PUSTAKA-ANGKATAN 70
ANALISIS PENGALAMAN YANG TECERMIN DALAM PUISI ANGKATAN BALAI PUSTAKA-ANGKATAN 70DEPDIKNASBUD
 
Manajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada ny
Manajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada nyManajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada ny
Manajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada nyOperator Warnet Vast Raha
 
Manajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada ny
Manajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada nyManajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada ny
Manajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada nyOperator Warnet Vast Raha
 
Kelas ix smp bahasa indonesia_nas haryati
Kelas ix smp bahasa indonesia_nas haryatiKelas ix smp bahasa indonesia_nas haryati
Kelas ix smp bahasa indonesia_nas haryatiw0nd0
 
SD-MI kelas05 bahasa indonesia sri
SD-MI kelas05 bahasa indonesia sriSD-MI kelas05 bahasa indonesia sri
SD-MI kelas05 bahasa indonesia srisekolah maya
 
Kelas4 sd sains_ipa_sularmi
Kelas4 sd sains_ipa_sularmiKelas4 sd sains_ipa_sularmi
Kelas4 sd sains_ipa_sularmiBurhanudin Adm
 
SD-MI kelas04 ips sadiman shendy
SD-MI kelas04 ips sadiman shendySD-MI kelas04 ips sadiman shendy
SD-MI kelas04 ips sadiman shendysekolah maya
 
SD-MI kelas03 bahasa indonesia mei
SD-MI kelas03 bahasa indonesia meiSD-MI kelas03 bahasa indonesia mei
SD-MI kelas03 bahasa indonesia meisekolah maya
 
Sd4ipa ipa poppy
Sd4ipa ipa poppySd4ipa ipa poppy
Sd4ipa ipa poppyrizal92
 
Kelas iv sd ipa_poppy k devi2
Kelas iv sd ipa_poppy k devi2Kelas iv sd ipa_poppy k devi2
Kelas iv sd ipa_poppy k devi2w0nd0
 
http://belajar.muganet.com/bse/03_SMA-MA/kelas11_terampil-berbahasa-indonesia...
http://belajar.muganet.com/bse/03_SMA-MA/kelas11_terampil-berbahasa-indonesia...http://belajar.muganet.com/bse/03_SMA-MA/kelas11_terampil-berbahasa-indonesia...
http://belajar.muganet.com/bse/03_SMA-MA/kelas11_terampil-berbahasa-indonesia...sekolah maya
 
Kelas 10 sosiologi_1_suhardi_sri_sunarti
Kelas 10 sosiologi_1_suhardi_sri_sunartiKelas 10 sosiologi_1_suhardi_sri_sunarti
Kelas 10 sosiologi_1_suhardi_sri_sunartiRizal Ferdiand
 
ANALISIS PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PERSEDIAAN BARANG DAGANG
ANALISIS PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PERSEDIAAN BARANG DAGANGANALISIS PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PERSEDIAAN BARANG DAGANG
ANALISIS PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PERSEDIAAN BARANG DAGANGUofa_Unsada
 
Metodologi Penelitian pada Bidang Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi
Metodologi Penelitian pada Bidang Ilmu Komputer dan Teknologi InformasiMetodologi Penelitian pada Bidang Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi
Metodologi Penelitian pada Bidang Ilmu Komputer dan Teknologi InformasiAlbaar Rubhasy
 
SD-MI kelas04 ips sadiman shendy
SD-MI kelas04 ips sadiman shendySD-MI kelas04 ips sadiman shendy
SD-MI kelas04 ips sadiman shendysekolah maya
 
SD-MI kelas03 senang belajar ipa siti
SD-MI kelas03 senang belajar ipa sitiSD-MI kelas03 senang belajar ipa siti
SD-MI kelas03 senang belajar ipa sitisekolah maya
 
060 full book
060 full book060 full book
060 full bookCut Nta
 
Meningkatkan hasil belajar siswa kelas iv sdn 11 parigi
Meningkatkan hasil belajar siswa kelas iv sdn 11 parigiMeningkatkan hasil belajar siswa kelas iv sdn 11 parigi
Meningkatkan hasil belajar siswa kelas iv sdn 11 parigiOperator Warnet Vast Raha
 

Similar to Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pustaka - angkatan 70 (20)

ANALISIS PENGALAMAN YANG TECERMIN DALAM PUISI ANGKATAN BALAI PUSTAKA-ANGKATAN 70
ANALISIS PENGALAMAN YANG TECERMIN DALAM PUISI ANGKATAN BALAI PUSTAKA-ANGKATAN 70ANALISIS PENGALAMAN YANG TECERMIN DALAM PUISI ANGKATAN BALAI PUSTAKA-ANGKATAN 70
ANALISIS PENGALAMAN YANG TECERMIN DALAM PUISI ANGKATAN BALAI PUSTAKA-ANGKATAN 70
 
Manajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada ny
Manajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada nyManajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada ny
Manajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada ny
 
Manajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada ny
Manajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada nyManajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada ny
Manajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada ny
 
Xi gunawan bhs
Xi gunawan bhsXi gunawan bhs
Xi gunawan bhs
 
Kelas ix smp bahasa indonesia_nas haryati
Kelas ix smp bahasa indonesia_nas haryatiKelas ix smp bahasa indonesia_nas haryati
Kelas ix smp bahasa indonesia_nas haryati
 
SD-MI kelas05 bahasa indonesia sri
SD-MI kelas05 bahasa indonesia sriSD-MI kelas05 bahasa indonesia sri
SD-MI kelas05 bahasa indonesia sri
 
Kelas4 sd sains_ipa_sularmi
Kelas4 sd sains_ipa_sularmiKelas4 sd sains_ipa_sularmi
Kelas4 sd sains_ipa_sularmi
 
SD-MI kelas04 ips sadiman shendy
SD-MI kelas04 ips sadiman shendySD-MI kelas04 ips sadiman shendy
SD-MI kelas04 ips sadiman shendy
 
SD-MI kelas03 bahasa indonesia mei
SD-MI kelas03 bahasa indonesia meiSD-MI kelas03 bahasa indonesia mei
SD-MI kelas03 bahasa indonesia mei
 
Sd4ipa ipa poppy
Sd4ipa ipa poppySd4ipa ipa poppy
Sd4ipa ipa poppy
 
Kelas iv sd ipa_poppy k devi2
Kelas iv sd ipa_poppy k devi2Kelas iv sd ipa_poppy k devi2
Kelas iv sd ipa_poppy k devi2
 
http://belajar.muganet.com/bse/03_SMA-MA/kelas11_terampil-berbahasa-indonesia...
http://belajar.muganet.com/bse/03_SMA-MA/kelas11_terampil-berbahasa-indonesia...http://belajar.muganet.com/bse/03_SMA-MA/kelas11_terampil-berbahasa-indonesia...
http://belajar.muganet.com/bse/03_SMA-MA/kelas11_terampil-berbahasa-indonesia...
 
Kelas 10 sosiologi_1_suhardi_sri_sunarti
Kelas 10 sosiologi_1_suhardi_sri_sunartiKelas 10 sosiologi_1_suhardi_sri_sunarti
Kelas 10 sosiologi_1_suhardi_sri_sunarti
 
ANALISIS PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PERSEDIAAN BARANG DAGANG
ANALISIS PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PERSEDIAAN BARANG DAGANGANALISIS PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PERSEDIAAN BARANG DAGANG
ANALISIS PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PERSEDIAAN BARANG DAGANG
 
Metodologi Penelitian pada Bidang Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi
Metodologi Penelitian pada Bidang Ilmu Komputer dan Teknologi InformasiMetodologi Penelitian pada Bidang Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi
Metodologi Penelitian pada Bidang Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi
 
SD-MI kelas04 ips sadiman shendy
SD-MI kelas04 ips sadiman shendySD-MI kelas04 ips sadiman shendy
SD-MI kelas04 ips sadiman shendy
 
SD-MI kelas03 senang belajar ipa siti
SD-MI kelas03 senang belajar ipa sitiSD-MI kelas03 senang belajar ipa siti
SD-MI kelas03 senang belajar ipa siti
 
Modul bahasa indonesia kelas 11
Modul bahasa indonesia kelas 11Modul bahasa indonesia kelas 11
Modul bahasa indonesia kelas 11
 
060 full book
060 full book060 full book
060 full book
 
Meningkatkan hasil belajar siswa kelas iv sdn 11 parigi
Meningkatkan hasil belajar siswa kelas iv sdn 11 parigiMeningkatkan hasil belajar siswa kelas iv sdn 11 parigi
Meningkatkan hasil belajar siswa kelas iv sdn 11 parigi
 

Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pustaka - angkatan 70

  • 1. ANALISIS PENGALAMAN-PENGALAMAN YANG TECERMIN DALAM PUISI ANGKATAN BALAI PUSTAKA – ANGKATAN 70 SEBAGAI UPAYA PEMILIHAN BAHAN PEMBELAJARAN APRESIASI PUISI DI SMA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Menempuh Ujian Sarjana Pendidikan Oleh Henda Suhenda 0721016887 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) SEBELAS APRIL SUMEDANG 2011
  • 2. PERSEMBAHAN LEMBAR PERSEMBAHAN “ Jadilah seperti mutiara, walau di dalam lumpur sekalipun Ia tetap mutiara, berharga dan mahal harganya...........” Dengan segala ketulusan hati kupersembahkan skripsi ini untuk : ibu dan bapak tercinta dan R I, Kalian inspirator dan motivator terbesar dalam hidupku
  • 3. KATA PENGANTAR Puji dan syukur seraya penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt. karena atas limpahan rakhmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan serta penyusunan skripsi ini dengan tepat waktu. Skripsi yang berjudul, Analisis Pengalaman-pengalaman yang Tercermin dalam Puisi Angkatan Balai Pustaka – Angkatan 70 Sebagai Upaya Pemilihan Bahan Pembelajaran Apresiasi Puisi di SMA disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh ujian sarjana pendidikan di STKIP Sebelas April Sumedang. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun, penulis harapkan untuk perbaikan karya ilmiah pada masa yang akan datang. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mengalami berbagai hambatan dan rintangan. Akan tetapi, karena adanya bantuan, dorongan, dan bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan sesuai rencana. Oleh karena itu, sudah selayaknya penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada : 1. Bapak Prof. Dr. H. Yus Rusyana, selaku Dosen Pembimbing I yang selalu memberi waktu yang leluasa untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini; 2. Bapak Dadang Gunadi, Drs., M.Pd. selaku pembimbing II sekaligus sebagai Ketua STKIP Sebelas April Sumedang yang telah membimbing penulis dengan penuh ketulusan, ketekunan, dan ketelitian kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini; i
  • 4. 3. Bapak Asep Saepurokhman, Drs, M.Pd selaku Ketua Program Studi Dikbasasinda STKIP Sebelas April Sumedang yang telah banyak memberikan berbagai kemudahan dan bantuan untuk kelancaran penyusunan skripsi ini; 4. seluruh dosen dan karyawan STKIP Sebelas April Sumedang yang telah membekali pengetahuan dan berbagai fasilitas serta pelayanan kepada penulis selama menempuh pendidikan; 5. ibu dan bapak yang telah banyak memberikan kasih sayang, dukungan, doa dan segala pengorbanan yang tidak terhingga kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan; 6. saudaraku Rudi dan Hendi yang telah banyak memberikan motivasi, kasih sayang dan pengorbanan yang besar kepada penulis; 7. sahabat setiaku Rony (Ony), Andrew, Daniel, Yandri, Nisa, Tedi (Adriel), Dewi, yang telah banyak memberikan inspirasi, dukungan, doa, perhatian, dan bantuan moril dan spirituil; 8. rekan-rekan Dikbasasinda 2007 terutama Ibu Dade, Indria, Noer aprilianti, Erni, Trio Euis, Ani, Enjang, Pa Anwar, Yanti, Rudi, Ayu, Rohimat, dan teman-teman lainnya yang telah banyak membantu dan memberi saran; 9. Agnes Monica, Britney Spears, Michael Jackson yang telah menjadi inspirasi penulis. Berkat mimpi-mimpi kalian penulis termotivasi untuk selalu berusaha menjadi yang terbaik selama sekolah, kuliah hingga menyelesaikan skripsi ini; 10. semua pihak yang telah membantu penulis selama menempuh pendidikan di STKIP Sebelas April Sumedang. ii
  • 5. Semua amal baik tersebut tidak dapat dinilai harganya, penulis hanya mampu menyerahkan kepada Allah Swt. semoga dicatat sebagai amal baik dan mendapat imbalan yang berlipat. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini berguna bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Sumedang, Juli 2011 Penulis iii
  • 6. DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ............................................................................... i DAFTAR ISI.................. ............................................................................ iv DAFTAR TABEL...... ............................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. vii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah .................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................. 5 1.3 Batasan Masalah................................................................ 6 1.4 Tujuan Penelitian .............................................................. 6 1.5 Manfaat Penelitian ............................................................ 7 1.6 Anggapan Dasar ................................................................ 7 1.7 Definisi Operasional.......................................................... 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Puisi ..................................................................... 10 2.1.1 Pengertian Puisi ........................................................ 10 2.1.2 Jenis-jenis Puisi ........................................................ 11 2.1.3 Unsur-unsur Pembentuk Puisi .................................. 16 2.2 Pendekatan dan Angkatan Sastra ....................................... 21 2.2.1 Hakikat Pendekatan Sastra ....................................... 21 2.2.2 Angkatan Sastra ........................................................ 24 2.3 Hakikat Pendekatan Mimesis ............................................. 27 2.3.1 Pengertian Pendekatan Mimesis ............................... 27 2.3.2 Aspek Pengalaman dalam Pendekatan Mimesis ...... 30 2.4 Bahan Pembelajaran Sastra ................................................ 33 2.4.1 Pengertian Bahan Pembelajaran Sastra .................... 33 2.4.2 Kriteria Pemilihan Bahan Pembelajaran Sastra ........ 34 2.4.3 Kedudukan Pembelajaran Apresiasi Sastra dalam KTSP SMA ............................................................. 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ............................................................... 37 3.2 Teknik Penelitian................................................................ 37 3.2.1 Teknik Pengumpulan Data ....................................... 38 3.2.2 Teknik Analisis Data ................................................ 38 3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ......................................... 39 3.3.1 Populasi Penelitian ................................................... 39 3.3.2 Sampel Penelitian ..................................................... 40 3.4 Instrumen Penelitian .......................................................... 41 3.4.1 Instrumen Pengumpulan Data .................................. 41 3.4.2 Instrumen Analisis Data ........................................... 43 iv
  • 7. BAB IV ANALISIS PENGALAMAN-PENGALAMAN YANG TERCERMIN DALAM PUISI ANGKATAN BALAI PUSTAKA – ANGKATAN 70 4.1 Data Penelitian .................................................................. 45 4.2 Analisis Data...................................................................... 47 4.2.1 Analisis Puisi Tanah Air ......................................... 47 4.2.2 Analisis Puisi Indonesia Tumpah Darahku ............ 49 4.2.3 Analisis Puisi Berdiri Aku ...................................... 51 4.2.4 Analisis Puisi Padamu Jua ..................................... 53 4.2.5 Analisis Puisi Kolam .............................................. 55 4.2.6 Analisis Puisi Menuju ke Laut ................................ 57 4.2.7 Analisis Puisi Dibawa Gelombang ......................... 58 4.2.8 Analisis Puisi Kerabat Kita .................................... 60 4.2.9 Analisis Puisi Derai-derai Cemara ........................ 63 4.2.10 Analisis Puisi Karawang – Bekasi ......................... 65 4.2.11 Analisis Puisi Do’a ................................................. 67 4.2.12 Analisis Puisi Sajak Anak Laut ............................... 69 4.2.13 Analisis Puisi Gadis Peminta-minta ....................... 71 4.2.14 Analisis Puisi Biar Mati Badanku Kini .................. 73 4.2.15 Analisis Puisi Kepada Saudaraku M.Natsir ........... 74 4.2.16 Analisis Puisi Makna Sebuah Titipan ..................... 75 4.2.17 Analisis Puisi Sebuah Jaket Berlumur Darah ........ 77 4.2.18 Analisis Puisi Di Sebuah Halte Bis ........................ 79 4.2.19 Analisis Puisi Dewa Telah Mati ............................. 81 4.2.10 Analisis Puisi Jembatan.......................................... 82 4.3 Pembahasan Hasil Analisis ............................................... 84 4.4 Analisis Kesesuaian Pemilihan Bahan Pembelajaran ........ 87 BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan............................................................................. 90 5.2 Saran ................................................................................... 91 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 93 LAMPIRAN-LAMPIRAN ....................................................................... 95 RIWAYAT HIDUP...... ............................................................................. 99 v
  • 8. DAFTAR TABEL Halaman TABEL 3.1 Sampel Penelitian ................................................................ 41 TABEL 4.1 Data Penelitian..................................................................... 46 vi
  • 9. DAFTAR LAMPIRAN Halaman LAMPIRAN 1 Surat Keputusan Ketua STKIP Sebelas April Sumedang tentang Penulisan Skripsi ...................................................... 95 LAMPIRAN 2 Berita Acara Bimbingan Skripsi Pembimbing 1 ................... 97 LAMPIRAN 3 Berita Acara Bimbingan Skripsi Pembimbing 2 ................... 98 vii
  • 10. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu dari tujuan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia adalah siswa mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. Tujuan pembelajaran sastra berbeda dengan tujuan bahasa. Pembelajaran sastra dimaksud untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengapresiasi berbagai ragam karya sastra. Selain itu, tujuan pembelajaran sastra adalah agar siswa memperoleh pengalaman, dan pengetahuan tentang sastra. Sastra merupakan cerminan nilai-nilai kehidupan yang terdapat dalam masyarakat. Karya sastra berisi pesan, ide, dan pengalaman kehidupan pengarang yang kemudian dikemas dengan imajinasi dan khayalan yang dapat dinikmati oleh pembaca atau penikmat sastra. Menurut Lukens (2003:9) “Sastra menawarkan dua hal utama, yaitu kesenangan dan pemahaman”. Artinya, sastra hadir sebagai hiburan yang bisa membuat pembaca atau penikmatnya senang dan gembira. Selanjutnya, Ampera (2010:9) mengungkapkan bahwa, “Gambaran kehidupan yang ada dalam sastra dapat memberikan pemahaman kepada pembaca tentang berbagai persoalan hidup”. Melalui sastra, siswa dapat memperoleh, mempelajari, dan menanggapi berbagai persoalan hidup dan kehidupan. Melalui sastra pula, siswa akan mendapatkan pengalaman cara mengatasi berbagai persoalan yang ada. 1
  • 11. Berdasar pada uraian di atas, dapat dikatakan bahwa pembelajaran sastra tidak hanya untuk memberikan pengalaman kepada siswa tentang sastra dan karya sastra, tetapi juga agar siswa mendapat gambaran nilai-nilai dan pengalaman kehidupan yang belum pernah dirasakannya. Selain itu, Rusyana (1984:306) mengungkapkan bahwa, “Sastra dapat ikut menunjang perkembangan bahasa atau hal-hal lain di luarnya apabila sastra itu kuat dan berkembang”. Artinya, sastra juga berperan dalam kemajuan bahasa Indonesia dan juga dapat menjaga kelestarian bahasa Indonesia. Dikatakan demikian, karena bahasa merupakan medium terciptanya karya sastra. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Pradopo (2003:107) bahwa, “Karya sastra adalah sebuah karya yang bermedium bahasa”. Dengan demikian, dapat terlihat bahwa dicantumkannya pembelajaran sastra dalam kurikulum pendidikan di Indonesia merupakan hal yang sangat penting. Dikatakan penting, karena tidak hanya menyangkut pendidikan nilai kehidupan siswa tetapi juga bagi kelangsungan kehidupan berbahasa Indonesia. Oleh karena itu, pembelajaran sastra harus bersifat apresiatif dan ditekankan pada kenyataan bahwa sastra merupakan salah satu bentuk seni yang dapat diapresiasi. Salah satu genre sastra yang menjadi pembelajaran sastra adalah puisi. Pradopo (2007:7) mengungkapkan bahwa, “Puisi itu merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting, digubah dalam wujud yang paling berkesan”. Dari pendapat tersebut dapat dikatakan, bahwa puisi merupakan pengalaman-pengalaman pengarang yang kemudian dibentuk dengan imajinasi sehingga menjadi sebuah karya sastra yang memiliki pesan dan kesan untuk dinikmati oleh pembaca atau penikmatnya. 2
  • 12. Menyadari pentingnya pembelajaran sastra, termasuk puisi di dalamnya maka guru perlu untuk menyajikan bahan pembelajaran yang menarik, tepat dan apresiatif. Hal ini dimaksudkan agar siswa tidak hanya mengerti tentang teori sastra tetapi siswa juga harus mampu mengapresiasi karya sastra dengan baik. Hal itulah yang sebenarnya menjadi tujuan utama dicantumkannya pembelajaran sastra dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pembelajaran apresiasi puisi sebagai salah satu dari aspek pembelajaran sastra menuntut guru agar dapat memilih, menentukan, dan memberikan materi ajar yang tepat agar membuat siswa beroleh pengalaman dan juga mengetahui pengalaman apa yang terkandung dalam puisi yang disajikan. Seperti yang disampaikan oleh Rusyana (1984:322), “Dalam mengapresiasi sastra, seseorang mengalami dari hasil sastra itu pengalaman yang telah disusun oleh pengarangnya”. Dengan demikian, terlihat bahwa pengalaman yang terdapat dalam puisi bisa disajikan sebaga bahan ajar yang tepat agar siswa dapat mengapresiasi karya sastra, khususnya puisi. Pengalaman yang dimaksud dalam uraian di atas merupakan pengalaman pengarang yang terkandung dalam sebuah puisi yang dikarangnya. Adapun yang dimaksud dengan pengalaman adalah “Yang pernah dialami (dijalani, dirasai, ditanggung, dsb)” (Depdiknas, 2004:456). Aspek pengalaman dalam karya sastra dibahas dalam pendekatan mimesis. Menurut Abrams (1976:8) “Pendekatan mimesis merupakan pendekatan estetis yang paling primitif”. Dasar pertimbangan pendekatan mimesis adalah dunia pengalaman, yaitu “Karya sastra itu sendiri yang tidak bisa mewakili kenyataan yang sesungguhnya melainkan hanya sebagai peniruan kenyataan” (Abrams, 1958:8). Kenyataan yang dimaksud dipakai dalam arti yang seluas-luasnya, yaitu segala sesuatu yang berada di luar karya sastra dan 3
  • 13. yang diacu oleh karya sastra, seperti misalnya benda-benda yang dapat dilihat dan diraba, bentuk-bentuk kemasyarakatan, perasaan, pikiran, dan sebagainya. Melalui pandangan ini, secara hierarkis karya sastra berada di bawah kenyataan. Berbicara mengenai pendekatan sastra, maka ada kaitannya dengan kritik sastra. Rusyana mengungkapkan bahwa, “Sebagai guru sastra yang baik, kita harus berinisiatif memilih bahan sendiri”. Lebih lanjut lagi beliau mengatakan bahwa, “Hal itu hanya mungkin kita lakukan apabila kita mengikuti perkembangan kesusastraan, dan kita mempunyai kemampuan mengadakan kritik sastra”. Oleh karena itu, guru harus mampu untuk memahami ilmu sastra serta kritik sastra, dan perkembangan sastra. Perkembangan sastra merupakan suatu hal yang berhubungan dengan periodisasi sastra. Wellek (1968:265) menjelaskan bahwa, “Periodisasi sastra yaitu sebuah bagian waktu yang dikuasai oleh sesuatu sistem norma-norma sastra, standar-standar, dan konvensi-konvensi sastra yang kemunculannya, penyebarannya, keberagamannya, integrasi, dan kelenyapannya dapat diruntut”. Angkatani sastra Indonesia dimulai dari Angkatan Balai Pustaka. Puisi yang ditulis pada angkatan sastra Balai Pustaka dan setelahnya merupakan puisi yang sarat dengan pengalaman. Dikatakan demikian, karena pada saat itu Indonesia sedang mengalami pasang surut dalam hal kepemerintahan, kebudayaan, dan juga kedaulatannya, sehingga sastra yang dihasilkannya juga memiliki perbedaan dengan sastra yang dibuat pada masa sekarang. Selain itu, puisi-puisi yang terdapat dalam buku pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia didominasi oleh puisi-puisi Angkatan Balai Pustaka - Angkatan 70. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap pengalaman-pengalaman yang terdapat dalam puisi Angkatan Balai 4
  • 14. Pustaka, Pujangga Baru, 45, dan 70 sebagai bahan kajian utama penelitian. Penulis menuangkan penelitian ini dalam bentuk skripsi dengan judul, “Analisis Pengalaman-pengalaman yang Tercermin dalam Puisi Angkatan Balai Pustaka – Angkatan 70 Sebagai Upaya Pemilihan Bahan Pembelajaran Apresiasi Puisi di SMA”. 1.2 Rumusan Masalah Masalah dalam penelitian adalah suatu topik untuk dipecahkan atau dicari penyelesaiannya. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah peneilitian ini sebagai berikut. 1. Apakah terdapat pengalaman-pengalaman dalam puisi Angkatan Balai Pustaka – Angkatan 70? 2. Pengalaman-pengalaman apa sajakah yang tercermin dalam puisi Angkatan Balai Pustaka – 70? 3. Apakah pengalaman-pengalaman yang tercermin dalam puisi Angkatan Balai Pustaka - 70 layak dijadikan sebagai bahan pembelajaran apresiasi puisi di SMA? 1.3 Batasan Masalah Agar masalah dapat diidentifikasi dengan jelas, penulis melakukan pembatasan masalah. Oleh karena itu, masalah dalam penelitian ini dibatasi sebagai berikut. 5
  • 15. 1. Pengalaman yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengalaman yang berkaitan dengan pengalaman kegiatan (jasmani), kehidupan beragama, dan rohani (pikiran, sosial, dan budaya). 2. Angkatan sastra yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ngkatan sastra menurut Racmat Joko Pradopo. 3. Puisi yang dimaksud dalam penelitian ini dibatasi hanya pada puisi yang telah dibukukan atau didokumentasikan. 4. Genre puisi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sajak. 1.4 Tujuan Penelitian “Tiap penelitian harus mempunyai tujuan atau tujuan-tujuan yang dicapai” Nasution (1982:24). Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu : 1. mendeskripsikan pengalaman-pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan Balai Pustaka – Angkatan 70; 2. mendeskripsikan Pengalaman-pengalaman apa sajakah yang tercermin dalam puisi angkatan Balai Pustaka – 70; 3. mendeskripsikan apakah pengalaman-pengalaman yang tercermin dalam puisi Angkatan Balai Pustaka - 70 layak dijadikan sebagai bahan pembelajaran apresiasi puisi di SMA; 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik untuk penulis, guru bahasa dan sastra Indonesia maupun lembaga pendidikan. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini, yaitu sebagai berikut. 6
  • 16. 1) Guru bahasa dan sastra Indonesia, hasil penelitian ini memberikan informasi bagi guru tentang pengalaman-pengalaman yang tercermin dalam puisi Angkatan Balai Pustaka – Angkatan 70, sehingga dapat dijadikan alternatif pemilihan bahan pebelajaran apresiasi sastra, khususnya puisi. 2) Lembaga STKIP, hasil penelitian ini dapat menambah koleksi bahan bacaan di perpustakaan sehingga dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa yang akan melakukan penelitian serupa. 3) Penulis dapat mengetahui dan menambah wawasan tentang pengalaman- pengalaman yang tercermin dalam puisi Angkatan Balai Pustaka – Angkatan 70, sekaligus berbagai hal yang berkaitan tentang pendekatan sastra. 4) Bagi siswa, hasil penelitian ini dapat memotivasi siswa dalam pembelajaran apresiasi sastra yang lebih menarik dan apresiatif. 1.6 Anggapan Dasar Anggapan dasar adalah suatu titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima penyelidik itu (Surakhmad, 1994:107). Artinya anggapan dasar berguna sebagai dasar pijakan yang kokoh bagi masalah yang sedang diteliti, untuk mempertegas yang menjadi pusat perhatian dan untuk merumuskan hipotesis. Menurut Arikunto (1996:6) dikatakan bahwa tujuan dirumuskannya anggapan dasar “1) agar ada dasar berpijak yang kukuh bagi masalah yang sedang diteliti, 2) untuk mempertegas variabel yang menjadi pusat perhatiannya, dan 3) guna menentukan dan merumuskan hipotesis”. Berdasarkan pendapat ini maka penulis merumuskan anggapan dasar sebagai berikut. 7
  • 17. 1. Puisi merupakan salah satu karya sastra yang berisi ide, gagasan, dan pengalaman pengarang yang ditulis dengan bahasa yang imajinatif. 2. Salah satu pendekatan dalam menganalisis puisi yaitu pendekatan mimesis. 3. Pendekatan mimesis merupakan pendekatan yang berdasar pada pengalaman kehidupan nyata 4. Pembelajaran sastra memiliki peranan penting dalam mencapai pendidikan susila, sosial, budaya, perasaan, dan keagamaan. 5. Puisi yang akan dijadikan bahan pembelajaran sastra sebaiknya dianalisis terlebih dahulu dari pengalaman yang tercermin di dalamnya sehingga dapat dijadikan alternatif bahan pembelajaran sastra. 1.7 Definisi Operasional Untuk menghindari kesimpangsiuran dalam memahami istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, penulis mencoba membuat definisi operasional. Adapun istilah-istilah yang digunakan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Pengalaman adalah segala sesuatu yang pernah dirasakan dan dialami seseorang. 2. Puisi adalah rangkaian kata-kata imajinatif yang berisi pengalaman, ide, dan pesan pengarangnya. 3. Pengalaman jasmani adalah pengalaman seseorang yang melibatkan gerak dan menggunakan panca indera. 4. Pengalaman rohani adalah pengalaman seseorang yang melibatkan kemampuan berpikir dan aspek kejiwaan. 8
  • 18. 5. Apresiasi sastra adalah kegiatan menggauli karya sastra secara sungguh- sungguh sehingga menimbulkan pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra. 9
  • 19. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Puisi 2.1.1 Pengertian Puisi Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra. Istilah puisi dan sajak dalam pemakaiannya sering dikacaukan. Kekacauan penggunaan istilah tersebut tidak hanya dilakukan oleh masyarakat awam. Para guru dan pakar sastra pun tidak sedikit yang melakukan kekeliruan tersebut dengan berbagai alasannya masing-masing. Sudjiman (1984:61) mengungkapkan bahwa, “Puisi itu termasuk ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait”. Namun, menurut pengamatan penulis, pendapat tersebut masih berlaku untuk beberapa jenis genre karya sastra yang termasuk puisi, seperti: pantun, gurindam, syair, dan soneta. Tetapi tidak berlaku untuk sajak, mengingat sejak kehadiran karya-karya Chairil Anwar genre sajak telah mengalami perubahan. Waluyo (1991:25) menyatakan bahwa, “Puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan secara imajinatif dan disusun dengan mengkosentrasikan struktur fisik dan struktur batinnya”. Artinya, puisi adalah ungkapan pikiran dan perasaan yang berdasarkan pengalaman jiwa yang bersifat imajinatif dengan menggunakan kata konkret dan bahasa figuratif. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa istilah puisi dalam pemakaiannya sering dikacaukan dengan istilah sajak. Puisi dapat diartikan sebagai ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait, sedangkan sajak adalah persamaan bunyi atau rima terutama pada akhir baris. 10
  • 20. Sedangkan Altenbernd (1970:2) menyatakan bahwa, “Puisi adalah pendramaan pengalaman yang bersifat penafsiran (menafsirkan) dalam bahasa berirama (bermetrum) ( as the interpretive dramatization of experience in metrical language)”. Maksud pengertian tersebut adalah bahwa pendramaan yang dimaksud adalah penyair mengubah atau menceritakan pengalaman melalui puisi dengan bahasa yang terstruktur. Pengalaman itu dapat berupa pengalaman menyedihkan, menyenangkan, dan mengharukan. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa puisi adalah ekspresi pengalaman yang ditulis secara sistematik dengan bahasa yang puitis. Kata puitis sudah mengandung keindahan yang khusus untuk puisi. Di samping itu puisi dapat membangkitkan perasaan yang menarik perhatian, menimbulkan tanggapan yang jelas atau secara umum menimbulkan keharuan. 2.1.2 Jenis-jenis Puisi Berdasarkan isinya puisi dapat dibagi menjadi tiga, yaitu (1) Puisi epik disebut juga puisi naratif (Cohen, 1973:184-185). Bentuk puisi ini agak panjang dan berisi cerita kepahlawanan, tokoh kebangsaan, masalah surga, neraka, tuhan, dan kematian. Selain itu, puisi epik tersebut dapat dikatakan bahwa penyair menceritakan hal-hal diluar dirinya. Dari pengertian tersebut dikatakan bahwa dalam puisi epik penyair menceritakan hal yang tidak pernah dan belum dialami. Adapun yang termasuk puisi epik dalam sastra Indonesia antara lain syair dan balada. (2) Puisi lirik merupakan puisi yang bersifat subjektif, personal. Artinya penyair menceritakan masalah-masalah yang bersumber dari dalam dirinya. Puisi ini bentuknya agak pendek dan biasanya menggunakan kata ganti 11
  • 21. orang pertama. Isinya tentang cinta, kematian, masalah muda dan tua. Adapun yang termasuk puisi lirik antara lain sonata, eligi, ode, dan himne. Puisi lirik banyak dijumpai dalam karya-karya Amir Hamzah, misalnya sebagai berikut. TURUN KEMBALI Kalau aku dalam engkau Dan engkau dalam aku Adakah begini jadinya Aku hamba engkau penghulu Aku dan engkau berlainan Engkau raja, maha raja Caha halus tinggi mengawang Pohon rindang menaun dunia Di bawa teduh engkau kembangkan Aku berhenti memati hari Pada bayang engkau mainkan Aku melipur meriang hati Diterangi cahaya engkau sinarkan Aku menaiki tangga mengawan Kecapi firduisi melana telinga Menyentuh gamnbuh dalam hatiku Terlihat ke bawah Kandil kemerlap Melambai cempaka ramai tertawa 12
  • 22. Hati duniawi melambung tinggi Berpaling aku turun kembali (Hamzah, 1985 a:24) (3) Puisi dramatik. Puisi ini bersifat objektif dan subjektif. Dalam hal ini seolah-olah penyair keluar dari dirinya dan berbiccara melalui tokoh lain. Dengan kata lain, dalam puisi ini penyair tidak menyampaikan secara langsung pengalaman yang ingin diungkapkan tetapi disampaikan melalui tokoh lain sehingga tampaknya seperti sebuah dialog. Menurut Rollof (1973:65) “Unsur yang menonjol dalam puisi dramatik adalah kemampuan memberi sugesti”. Bagi Doreksi (1988:147) “Puisi dramatik merupakan drama dalam sajak, dihilangkan untuk dibaca bukan untuk dipentaskan”. Adapun contoh puisi dramatik dapat dilihat pada puisi Taufik Ismail berikut ini. SEORANG TUKANG RAMBUTAN KEPADA ISTRINYA “Tadi siang ada yang mati, Dan yang mengantar banyak seklali Ya. Mahasiswa-mahasiswa itu. Anak-anak sekolah Yang dulu berteriak dua ratus, dua ratus! ampai bensi juga turun harganya Sampai kita bias naik bis pasar yang murah pula. Mereka kehausan dalam panas bukan main Terbakar mukanya di atas trukterbuka Saya lemparkat sepuluh ikat rambutan kita Bu Biarlah sepuluh ikat huga Memang sudah rejeki mereka 13
  • 23. Mereka berteriak kegirangan dan berebutan Seperti anak-anak kecil Dan menyoraki saya. Betul bu, menyoraki saya “Hidup tukang rambutan ! hidup tukang rambutan Dan ada yang turun dari truk, bu Mengejar dan menyalami saya “Hidup rakyat!” teriaknya Saya dipanggul dan diarak-arak sebentar “Hidup pak rambutan!” sorak mereka “Terima kasih pak, terima kasih! “Bapak setuju kami bukan ?” Saya menganguk-angguk. Tak bias bicara “Doakan perjuangan kami pak!” Mereka naik truk kembali Masih meneriakkan terima kasihnya “Hidup pak rambutan! Hidup rakyat! Saya tersedu belum pernah seumur hidup Orang berterima kasih begitu jujurnya Pada orang kecilnya seperti kita” (dalam Jassin, 1968:151) Menurut Suharianto (1981:29), berdasarkan kata-kata dalam pembentukan puisi, puisi dibagi menjadi dua yaitu puisi prismatis dan puisi diaphan. Untuk lebih jelasnya, penulis paparkan kedua jenis puisi tersebut sebagai berikut. 14
  • 24. 1. Puisi Prismatis Puisi prismatis adalah puisi-puisi yang menggunakan kata-kata sebagai lambang-lambang atau kiasan. Dalam puisi ini pengarang menggunakan kata-kata yang sulit dipahami bagi yang benar-benar belum menguasai teori puisi. Misalnya ketika penyair menggambarkan suatu keadaan, dia menggunakan simbol tersendiri, sehingga ketika pembaca ingin memahaminya harus benar-benar mencermati dan merasakan. Contoh: DEWA TELAH MATI Tak ada dewa di rawa-rawa ini Hanya gagak yang mengakak malam hari Tak siang terbang mengitari bangkai Pertapa yang terbunuh dekat kuil Dewa telah mati di tepi-tepi ini Hanya ular yang mendesir dekat sumber Lalu minum dari mulut Pelacur yang tersenyum dengan baying sendiri Bumi ini perempuan jalang Yang menarik laki-laki jantan dan pertapa Ke rawa-rawa mesum ini Dan membunuhnya pagi hari. (SIMPHONI, hal 9) Dalam puisi tersebut lambang-lambang yang digunakan penyair menunjuk kepada pengertian yang tidak sebenarnya. Untuk memahami maksud 15
  • 25. puisi tersebut kita perlu menafsirkan kata-kata yang dipasang penyair tersebut menghubung-hubungkan dengan hal-hal di luar puisi itu sendiri karena penyair juga menggunakan kata-katanya sebagai perbandingan-perbandingan. 2. Puisi Diaphan Puisi diaphan adalah puisi yang kata-katanya sangat terbuka, tidak mengandung pelambang-pelambang atau kiasan-kiasan. Dalam puisi diaphan pengarang menggunakan bahasa yang mudah dipahami atau dapat dikatakan bahwa kata yang digunakan adalah kata-kata yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Contoh: KITA ADALAH PEMILIK SYAH REPUBLIK INI Tidak ada pilihan lain, kita harus Berjalan terus Karena berhenta ayau mundur Berarti hancur Apakah akan kita jual keyakinan kita Dalam pengabdian tanpa harga Akan maukah kita duduk dalam satu meja Dengan para pembunuh tahun yangn lalu Dalam setiap kalimat yang berakhiran Duli Tuanku? Tidak adalagi pilihan lain.Kita harus Berjalan terus Kita adalah manusia yang bermata sayu yang ditepi jalaN 16
  • 26. Mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh. Kita adalah berpuluh juta yang brtahun hidup sengsara Dipukul banjir, gunung api kutuk dan hama Dan brtanya-tanya diam inikah yang namanya merdeka Kita yang tak punya kepentingan dengan seribut slogan Dan seribut pengeras suarayang hampa suara Tak ada lagi pilihan lain. Kita harus Berjalan terus (ANGKATAN 66, hal. 165) 2.1.3 Unsur-Unsur Pembentuk Puisi Puisi sebagai suatu karya sastra dibangun oleh beberapa unsur penting. Unsur-unsur tersebut yang membuat puisi berbeda dengan karya sastra lainnya. Adapun uraian tentang unsur-unsur pembentuk puisi akan penulis paparkan sebagai berikut. 1. Diksi Dalam puisi kata-kata sangat besar peranannya. Setiap kata mempunyai fungsi tertentu dalam menyampaikan ide penyairnya. Meyer (1987:457) mengatakan bahwa, “Dalam fungsinya untuk memadatkan suasana, lembut, dan bersifat ekonomis. Jadi, kata-kata dalam puisi hendaknya disusun sedemikian rupa sehingga dapat menyalurkan pikiran, perasaan penulisnya dengan baik”. Sehubungan dengan hal itu Meyer (1987:457-548) membagi diksi dalam tiga tingkat yaitu : 17
  • 27. 1) diksi formal adalah bermartabat, inpersonal dan menggunakan bahasa yang tinggi. 2) diksi pertengahan. Diksi ini agak sedikit tidak formal dan biasanya kata- kata yang digunakan adalah yang dipakai oleh kebanyakan orabng yang berpendidikan. 3) diksi informal mencakup dua bahasa yaitu bahasa sehari-hari yang dalam hal ini termasuk slang, dan dialek yaitu meliputi dialek geografis dan sosial. Diksi dapat berupa denotasi dan konotasi. Denotasi merupakan makna kata dalam kamus, makna kata objektif yang pengertiannya menunjuk pada benda yang diberi nama dengan kata kata itu. Satu sisi Alternberd (1970: 10) mengatakan bahwa, “Kumpulan asosiasi perasaan yang terkumpul dalam sebuah kata yang diperoleh melalui setting yang dilukiskan disebut konotasi”. Selanjutnya, Meyer (1987:549) mengungkapkan bahwa, “Konotasi adalah bagaimana kata digunakan dan asosiasi orang yang timbul dengan kata itu”. Tentu saja makna konotasi sangat tergantung pada konteksnya. Makna konotasi dapat diperoleh melalui asosiasi dan sejarahnya. Menurut Pradopo (2007:54), “Penyair ingin mengekspresikan pengalaman jiwanya secara padat dan intens, untuk hal ini ia memilih kata yang setepat-tepatnya yang dapat menjilmakan pengalaman jiwanya”. Berdasar pada uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa pemilihan kata dalam menulis puisi dimaksudkan agar pengalaman pengarang dapat disampaikan dengan baik dalam bentuk rangkaian kata, sehingga pembaca atau pendengar mampu memahami pengalaman, ide atau gagasan pengarang tersebut. 2. Pengimajian Pengimajian dapat memberi gambaran yang jelas, menimbulkan suasana yang khusus, membuat hidup (lebih hidup) gambaran dalam pikiran, dan penginderaan untuk menarik perhatian, untuk memberikan kesan mental atau 18
  • 28. bayangan visual, penyair menggunakan gambaran-gambaran angan. Imaji adalah gambaran-gambaran angan, gambaran pikiran, kesan mental atau bayangan visual dan bahasa yang menggambarkannya. Artinya dalam tangan penyair yang baik imaji itu segar dan hidup, berada dalam puncak keindahannya untuk mengintensifkan, menjernihkan, dan memperkaya. Citraan menurut Alternberd (1970:35), “Merupakan unsur yang penting dalam puisi karena dayanya untuk menghadirkan gambaran yang konkret, khas, menggugah dan mengesankan”. Citraan juga dapat merangsang imajinasi dan menggugah pikiran dibalik sentuhan indera serta dapat pula sebagai alat interpretasi. Pradopo (2007:81) mengungkapkan bahwa, “Gambaran-gambaran angan itu ada bermacam-macam, dihasilkan oleh indera penglihatan, pendengaran, perabaan, pengecapan, dan penciuman, bahkan juga diciptakan oleh pemikiran dan gerakan”. Berdasar pada uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa citraan merupakan gambaran angan atau khayalan yang terdapat dalam suatu puisi untuk menunjukan imajinasi pengarang agar puisi yang ditulisnya dapat memberikan kesan hidup dan keindahan. 3. Kata konkret Kata konkret adalah kata-kata yang digunakan oleh penyair untuk menggambarkan suatu lukisan keadaan atau suasana batin dengan maksud untuk membangkitkan imaji pembaca. Waluyo (1987:45) mengatakan bahwa, “Dengan kata yang diperkonkret, pembaca dapat membayangkan secara jelas peristiwa atau keadaan yang dilukiskan oleh penyair”. Misalnya, penyair melukiskan seorang gadis yang benar-benar pengemis gembel. Penyair menggunakan kata-kata gadis kecil berkaleng kecil. 19
  • 29. 4. Bahasa Figuratif Menurut Waluyo (1987:46) bahasa figuratif adalah majas. Bahasa figuratif membuat puisi lebih indah, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Kiasan merupakan majas yang mengandung perbandingan yang tersirat sebagai pengganti kata atau ungkapan lain untuk melukiskan kesamaan atau kesejajaran makna. Pradopo (2007:62) menyamakan kiasan dengan bahasa figuratif dan memasukkan metafora salah satu bentuk kiasan. Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa pada umumnya bahasa figuratif dipakai untuk menghidupkan lukisan, untuk mengkonkretkan dan lebih mengekspresikan perasaan yang diungkapkan. Dengan demikian, pemakaian bahasa figuratif menyebabkan konsep-konsep abstrak terasa dekat pada pembaca karena dalam bahasa figuratif oleh penyair diciptakan kekonkretan, kedekatan, keakrabatan dan kesegaran. Menurut Altenbernd (1970:15), bahasa figuratif digolongkan menjadi beberapa golongan, di antaranya adalah sebagai berikut. a. Simile Simile adalah jenis bahasa figuratif yang menyamakan satu hal dengan hal lain yang sesungguhnya tidak sama. Keraf menyatakan, Simile adalah perbandingan yang bersifat eksplisit. Perbandingan yang demikian dimaksudkan bahwa ia langsung menyatakan sesuatu sama dengan yang lainnya. Misalnya dengan menggunakan kata seperti, sama, sebagai, bagaikan, laksana,dan lain-lain. Dari uraian di atas, smile adalah membandingkan atau menyapakan dengan hal lain dengan menggunakan kata kata yang artinya sama. 20
  • 30. b. Metafora Metafora adalah bentuk bahasa figuratif yang memperbandingkan sesuatu hal dengan hal lainnya yang pada dasarya tidak serupa. Jadi, metafora itu membandingkan sesuatu yang tidak sama namun disamakan. c. Personifikasi Personifikasi adalah satu corak metofora yang dapat diartikan sebagai suatu cara penggunaan atau penerapan makna. Jadi antara personifikasi dan metafora keduanya mengandung unsur persamaan. d. Epik Simile Epik Simile atau perumpamaan epos adalah pembandingan yang dilanjutkan atau diperpanjang yaitu dibentuk dengan cara melanjutkan sifat-sifat, perbandingan lebih lanjut dalam kalimat atau frase-frase yang berturut-turut. e. Metonimi Metonimi adalah pemindahan istilah atau nama suatu hal atau benda ke suatu benda yang lainnya yang mempunyai kaitan rapat. f. Sinekdoki Sinekdoki adalah bahasa figuratif yang menyebutkan suatu bagian penting dari suatu benda atau benda atau hal itu. Artinya, bahwa sebuah benda pasti mempunyai bagian bagian yang tekandung di dalamnya. Kemudian, dalam mencari sinekdoki cari hal yang paling penting. 5. Versifikasi Versifikasi meliputi ritma, rima, dan metrum. Secara umum ritma dikenal sebagai irama, yakni pergantian turun naik panjang pendek, keras lembut ucapan bunyi bahasa dengan teratur. Panuti Sujiman memberikan pegertian irama dalam 21
  • 31. puisi sebagai alunan yang dikesankan oleh perulangan dan pergantian kesatuan bunyi dalam arus panjang pendeknya bunyi keras lembutnya tekanan, dan tinggi rendahnya nada karena sering bergantung pada pola matra. Irama dalam persajakan pada umumnya teratur. Rima adalah pengulangan bunyi di dalam baris atau larik puisi, pada akhir baris puisi atau bahkan juga pada keseluruhan baris dan bait puisi. Adapun metrum adalah irama yang tetap, artinya pergantiannya sudah tetap menurut pola tertentu. Hal ini disebabkan oleh (1) jumlah suku kata yang tetap, (2) tekanan yang tetap, dan (3) alun suara menaik dan menurun yang tetap. 6. Tipografi Tipografi merupakan pembeda yang paling awal dapat dilihat dalam membedakan puisi dengan prosa fiksi dan drama. Tipografi merupakan bentuk dari puisi yang bermacam-macam tergantung yang mengarangnya. Adapun fungsi tipografi adalah untuk keindahan indrawi dan mendukung makna. 7. Sarana Retorika Sarana retorika berbeda dengan bahasa kiasan dan citraan yang memperjelas gambaran dan menciptakan perspektif yang baru melalui perbandingan. Sarana retorika adalah alat untuk mengajak pembaca berfikir agar lebih menghayati gagasan yang dikemukakan. 2.2 Pendekatan dan Angkatan Sastra 2.2.1 Hakikat Pendekatan Sastra Untuk membahas sebuah karya sastra ada dua macam pendekatan, yaitu pendekatan intrinsik dan pendekatan ekstrinsik. Pendekatan intrinsik bertolak dari 22
  • 32. karya itu sendiri. Pendekatan seperti ini disebut sebagai pendekatan struktural. Menurut Luxemburg (1984:36) struktural adalah kaitan-kaitan tetap antar kelompok-kelompok gejala. Kaitan tersebut dilakukan oleh peneliti berdasarkan observasinya. Pendekatan kedua adalah pendekatan ekstrinsik. Wellek dan Warren (1989:109) menyatakan bahwa pendekatan ekstrinsik biasanya mempermasalahkan sesuatu di seputar sastra dan situasi sosial tertentu, sistem ekonomi, sistem sosial, adat istiadat, dan politik. Selanjutnya, Nurgiyantoro (1998:23) menyatakan bahwa unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan karya sastra. Bagaimanapun juga, karya sastra tidak muncul dari situasi kekosongan budaya. Pendekatan ekstrinsik dilakukan berdasarkan teori sosiosastra. Sosiologi menurut Soekanto (1982:3) adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dalam masyarakat dan proses sosialnya, termasuk perubahan-perubahan sosial yang ada dalam masyarakat. Sedangkan sastra adalah pengungkapan dari apa yang dilihat dan dirasakan oleh manusia tentang kehidupan (Hardjana, 1981:10). Menurut Damono (1984:4), sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya dan sastra menggambarkan kehidupan yang merupakan kenyataan sosial. Semi (1988:8) juga menyatakan bahwa sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Dengan demikian, kesamaan permasalahan antara sosiologi dengan sastra adalah sama-sama berurusan dengan manusia dan masyarakat. Namun, seorang sosiolog hanya dapat melihat fakta berdasarkan kenyataan yang terjadi di dalam masyarakat. Sedangkan sastrawan mampu mengungkapkan kenyataan melalui 23
  • 33. imajinasinya. Sosiosastra merupakan pendekatan yang mempertimbangkan nilai- nilai sosiologi pada karya sastra. Grebstein (Damono, 1984:4-5) menjelaskan bahwa karya sastra tidak dapat dipahami secara menyeluruh dan tuntas jika dipisahkan dari budaya masyarakat yang menghasilkannya. Penelitian ini menerapkan pendekatan mimetik dengan menggunakan teori struktural dan pendekatan ekstrinsik dengan menggunakan teori sosiosastra, antropologi sastra, dan psikosastra. “Pendekatan struktural digunakan karena dalam memenuhi sebuah cerita diperlukan analisis struktural sebab pendekatan struktural merupakan tugas prioritas dalam penelitian karya sastra” (Teeuw,1983:61). Menurut Abrams (1979:3) dan Teeuw (1988:50) ada empat pendekatan terhadap karya sastra, yaitu: (1) pendekatan mimetik yang menganggap karya sastra sebagai tiruan alam (kehidupan) ; (2) pendekatan pragmatik yang menganggap karya sastra itu adalah alat untuk mencapai tujuan tertentu; (3) pendekatan ekspresif yang menganggap karya sastra sebagai ekspresi perasaan, pikiran, dan pengalaman sastrawan (penyair); dan (4) pendekatan objektif yang menganggap karya sastra sebagai suatu yang otonom terlepas dari alam sekitarnya, pembaca, dan pengarang. Maka, yang penting adalah dalam kritik ini adalah karya sastra itu sendiri, yang dianalisis khusus struktur intrinsiknya. Sesuai dengan pendapat di atas, maka dalam penelitian ini diterapkan pendekatan mimetik yang menganggap karya sastra sebagai suatu tiruan alam dan gambaran pengalaman kehidupan yang pernah dialami pengarang ataupun orang lain yang kemudian ditulis oleh pengarang. Selanjutnya, dilakukan analisis sosiosastra, psikosastra, dan antropologi sastra. Analisis sosiosastra diaplikasikan pada penelitian ini karena karya sastra dilihat dari hubungannya dengan kenyataan. Kenyataan di sini mengandung arti yang cukup luas, yakni segala sesuatu yang berada di luar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra. 24
  • 34. Luxemburg (1984:24) menyatakan bahwa yang diteliti adalah hubungan antara (aspek-aspek) teks sastra dan suasana masyarakat. Sistem masyarakat serta perubahannya tercermin di dalam masyarakat. Sastra pun dipergunakan sebagai sumber menganalisis sistem masyarakat. Penelitian sosiosastra lebih banyak memperbincangkan hubungan pengarang dengan kehidupan sosialnya sehingga sosiosastra disebut sebagai konsep cermin atau mirror. Sastra dianggap sebagai mimesis (tiruan masyarakat), meskipun sastra tidak semata-mata menyodorkan fakta kehidupan secara mentah, namun sastra merupakan kenyataan yang telah ditafsirkan. 2.2.2 Angkatan Sastra Pradopo (2003:1) mengungkapkan bahwa, “Masalah angkatan dan penulisan sejarah sastra Indonesia merupakan dua persoalan dalam satu wajah, yaitu persoalan sejarah sastra”. Dikatakan demikian, karena dalam perumusan angkatan atau periodisasi satra terdapat banyak pendapat, polemik, dan pandangan yang berbeda dari para pakar sejarah sastra. Selanjutnya Wellek (1968:39) mengugkapkan bahwa, “Sejarah sastra merupakan salah satu cabang studi sastra yang dipecah menjadi tiga: teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra”. Artinya, terdapat keterkaitan antara kritik sastra, teori sastra, dan sejarah sastra. Menurut Pradopo (2003:2), “Angkatan sastra tak lain adalah sekumpulan sastrawan yang hidup dalam satu kurun masa atau menempati suatu periode tertentu”. Selanjutnya, Wellek (1968:265) menjelaskan bahwa, “Periodisasi sastra yaitu sebuah bagian waktu yang dikuasai oleh sesuatu sistem norma-norma sastra, standar-standar, dan konvensi-konvensi sastra yang kemunculannya, 25
  • 35. penyebarannya, keberagamannya, integrasi, dan kelenyapannya dapat diruntut”. Dari kedua pandangan tersebut dapat disimpulkan, bahwa angkatan sastra merupakan sekumpulan pengarang atau sastrawan yang hidup dan berkarya dalam suatu periode waktu tertentu. Jadi, terdapat perbedaan antara angkatan dan periodisasi. Dikatakan demikian, karena angkatan mencakup sekumpulan sastrawan, sedangkan periodisasi mencakup waktu atau periode saat beberapa sastrawan menghasilkan karyanya. Terdapat banyak perbedaan pandangan mengenai angkatan sastra ataupun periodisasi sastra. Namun, seperti yang dikemukakan oleh Wellek (1968:165) bahwa, “Rangkaian periode sastra itu jangan dibayangkan seperti balok-balok batu yang dijajarkan secara berurutan, melainkan hendaklah dilihat bahwa periode sastra itu saling bertumpang-tindih”. Maksud dari pendapat tersebut adalah periode sastra bukan merupakan suatu rangkaian waktu terciptanya karya sastra semata, melainkan suatu proses perkembangan sastra. Seperti yang diungkapkan oleh Teeuw (1983:65) bahwa, “Karya sastra itu merupakan respons (jawaban atau tanggapan) terhadap karya sastra sebelumnya”. Selanjutnya, Pradopo (2003:18) menggolongkan ketidakmutlakan gambaran periodisasi sastra sebagai berikut. 1. Periode Balai Pustaka : 1920-1940. 2. Periode Pujangga Baru : 1930-1945. 3. Periode Angkatan 45 : 1940-1955. 4. Periode Angkatan 50 : 1950-1970, dan 5. Periode Angkatan 70 : 1965-sekarang (1984). Sedangkan, Ajip Rosidi (1969:13) menggolongkan periode sastra sebagai berikut. I. Masa Kelahiran dan Masa Penjadian (kl.1990:1945) 1. Periode awal hingga 1993. 2. Peiode 1933-1942;dan 3. Periode 1942-1945. II. Masa Perkembangan (1945 hingga sekarang) 1. Periode 1945-1953. 26
  • 36. 2. Periode 1953-1961, dan 3. Periode 1961 sampai sekarang (1969). Selanjutnya, Notosusanto menguraikan periodisasi satra menjadi beberapa periode sebagai berikut. Keseluruhan Sastra Indonesia: A. Sastra melayu lama. B. Sastra Indonesia Modern Sastra Indonesia Modern dibagi 2 macam : I. Masa Kebangkitan (1920-1945) II. Masa Perkembangan (1945-sekarang) Masa Kebangkitan terdiri atas 3 periode: 1. periode ’20; 2. periode ’33; 3. periode 42’. Masa perkembangan ada 2 periode : 1. periode ’45; 2. periode ’50. Berdasar pada uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa yang dimaksud dengan periodisasi satra merupakan suatu kurun waktu tertentu saat para sastrawan menghasilkan karya yang sesuai dengan norma dan konvensi- konvensi yang berlaku saat itu. Periodisasi sastra erat kaitannya dengan sejarah sastra, karena periodisasi satra merupakan salah satu aspek yang terdapat dalam penulisan sejarah sastra. Dalam periodisasi sastra terdapat karya sastra dan angkatan sastra. Periode sastra tersebut merupakan jawaban atas kekosongan ide ataupun pemikiran periode sastra sebelumnya. Artinya, periodisasi sastra juga merupakan salah satu gambaran perkembangan kehidupan sastra Indonesia. 2.3 Pendekatan Mimesis 2.3.1 Pengertian Pendekatan Mimesis Secara umum pendekatan mimetik adalah pendekatan yang didasarkan pada hubungan karya sastra dengan universe (semesta) atau lingkungan sosial- budaya yang melatarbelakangi lahirnya karya sastra itu. Mimesis merupakan salah 27
  • 37. satu wacana yang ditinggalkan Plato dan Aristoteles sejak masa keemasan filsafat Yunani Kuno hingga pada akhirnya Abrams memasukkannya menjadi salah satu pendekatan utama untuk menganalisis sastra selain pendekatan ekspresif, pragmatik dan objektif. Mimesis merupakan ibu dan pendekatan sosiologi sastra yang darinya dilahirkan puluhan metode kritik sastra yang lain. Mimesis berasal bahasa Yunani yang berarti tiruan. Dalam hubungannya dengan kritik sastra mimesis diartikan sebagai pendekatan sebuah pendekatan yang dalam mengkaji karya sastra selalu berupaya untuk mengaitkan karya sastra dengan realitas atau kenyataan. “Perbedaan pandangan Plato dan Aristoteles menjadi sangat menarik karena keduanya merupakan awal filsafat alam, merekalah yang menghubungkan antara persoalan filsafat dengan kehidupan” ( Ravertz, 2007: 12). Pandangan pendekatan mimetik ini adalah adanya anggapan bahwa puisi merupakan tiruan alam atau penggambaran dunia dan kehidupan manusia di semesta raya ini. Sasaran yang dieliti adalah sejauh mana puisi merepresentasikan dunia nyata atau sernesta dan kemungkinan adanya intelektualitas dengan karya lain. Hubungan antara kenyataan dan rekaan dalam sastra adalah hubungan dialektis atau bertangga : mimesis tidak mungkin tanpa kreasi, tetapi kreasi tidak mungkin tanpa mimesis. “Dasar pertimbangan pendekatan mimesis adalah dunia pengalaman, yaitu karya sastra itu sendiri yang tidak bisa mewakili kenyataan yang sesungguhnya melainkan hanya sebagai peniruan kenyataan” (Abrams, 1958:8). “Kenyataan di sini dipakai dalam arti yang seluas-luasnya, yaitu segala sesuatu yang berada di luar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra, seperti misalnya benda-benda yang dapat dilihat dan diraba, bentuk-bentuk kemasyarakatan, perasaan, pikiran, 28
  • 38. dan sebagainya” (Luxemberg, 1989:15). Melalui pandangan ini, secara hierarkis karya seni berada di bawah kenyataan. Marxis dan sosiologi sastra memandang karya seni dianggap sebagai dokumen sosial; karya seni sebagai refleksi dan kenyataan di dalamnya sebagai sesuatu yang sudah ditafsirkan. Sehubungan dengan pendekatan mimesis, Segers (2000, 91-94) menyatakan bahwa “Dunia fiksional teks sastra seharusnya merefleksikan realitas sosial”. Lebih jauh Segers mempertimbangkan fiksionalisasi dalam telaah teks sastra yang berhubungan dengan pendekatan mimesis. Menurutnya, norma fiksionalitas mengimplikasikan bahwa tanda-tanda linguistik yang berfungsi dalam teks sastra tidak merujuk secara langsung pada dunia kita, tetapi pada dunia fiksional teks karya sastra. Adapun John Baxter (dalam Makaryk,1993: 591-593) menguraikan bahwa “Mimesis adalah hubungan dinamis yang berlanjut antara suatu seni karya yang baik dengan alam semesta moral yang nyata atau masuk akal”. Mimesis sering diterjemahkan sebagai "tiruan". Secara terminologis, mimesis menandakan suatu seni penyajian atau kemiripan, tetapi penekanannya berbeda. Tiruan, menyiratkan sesuatu yang statis, suatu copy, suatu produk akhir; mimesis melibatkan sesuatu yang dinamis, suatu proses, suatu hubungan aktif dengan suatu kenyataan hidup. Menurut Baxter (1993:594), “Metode terbaik mimesis adalah dengan jalan memperkuat dan memperdalam pemahaman moral, menyelidiki dan menafsirkan semesta yang diterima secara riil”. Proses tidak berhenti hanya dengan apa pembaca atau penulis mencoba untuk mengetahuinya. Mungkin rentang batas yang riil dengan yang dihadirkan dapat dikhayalkan walaupun hanya sesaat dalam kondisi riil, atau suatu perspektif pada aspek yang 29
  • 39. riil yang tidak bisa dijangkau jika tidak dilihat. Kenyataan kadang-kadang digambarkan berbeda karena tak sesuai dengan pandangan kenyataan yang menyeluruh. Oleh karena itu, kenyataan tidak dapat dihadirkan dalam karya dalam cakupan yang ideal. Berdasar pada uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa pendekatan mimesis menempatkan karya sastra sebagai: (1) produk peniruan kenyataan yang diwujudkan secara dinamis, (2) representasi kenyataan semesta secara fiksional, (3) produk dinamis yang kenyataan di dalamnya tidak dapat dihadirkan dalam cakupan yang ideal, dan (4) produk imajinasi yang utama dengan kesadaran tertinggi atas kenyataan. Secara metodis, langkah kerja analisis melalui pendekatan ini dapat disusun ke dalam langkah pokok, yaitu: (1) mengungkap dan mendeskripsikan data yang mengarah pada kenyataan yang ditemukan secara tekstual, (2) menghimpun data pokok atau spesifik sebagai variabel untuk dirujukkan ke dalam pembahasan berdasarkan kategori tertentu, sesuai tujuan, misalnya menelusuri unsur fiksionalitas sebagai refleksi kenyataan secara dinamis, dsb., (3) membicarakan hubungan spesifikasi kenyataan dalam teks karya sastra dengan kenyataan fakta realita, dan (4) menelusuri kesadaran tertinggi yang terkandung dalam teks karya sastra yang berhubungan dengan kenyataan yang direpresentasikan dalam karya sastra. 2.3.2 Aspek Pengalaman dalam Pendekatan Mimesis Pendekatan mimesi erat kaitannya dengan pengalaman. Hal ini sejalan dengan pendapat bahwa, “Dasar pertimbangan pendekatan mimesis adalah dunia pengalaman, yaitu karya sastra itu sendiri yang tidak bisa mewakili kenyataan 30
  • 40. yang sesungguhnya melainkan hanya sebagai peniruan kenyataan” (Abrams, 1958:8). Dengan demikian, hal yang dikaji dalam pendekatan mimesis adalah aspek pengalaman yang terdapat dalam suatu karya sastra. Pada hakikatnya, aspek pengalaman dalam suatu karya sastra tidak dapat dipisahkan dari kenyataan hidup masyarakat saat karya sastra tersebut diciptakan. Berikut penulis paparkan aspek pengalaman yang terdapat dalam karya sastra berdasar pada batasan model penelitian yang dikemukakan oleh Ratna (2008:321-358), dan dianggap relevan terhadap khazanah sastra Indonesia. 1. Aspek Pengalaman Sosial Aspek pengalaman sosial merupakan batasan yang diturunkan dari analisis sosiosastra. Sosiologi menurut Soekanto (1982:3) adalah “Ilmu yang mempelajari struktur sosial dalam masyarakat dan proses sosialnya, termasuk perubahan- perubahan sosial yang ada dalam masyarakat”. Sedangkan “Sastra adalah pengungkapan dari apa yang dilihat dan dirasakan oleh manusia tentang kehidupan” (Hardjana, 1981:10). Menurut Damono (1984:23), “Sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya dan sastra menggambarkan kehidupan yang merupakan kenyataan sosial”. Semi (1988:8) juga menyatakan bahwa, “Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya”. Dengan demikian, kesamaan permasalahan antara sosiologi dengan sastra adalah sama-sama berurusan dengan manusia dan masyarakat. Namun, seorang sosiolog hanya dapat melihat fakta berdasarkan kenyataan yang terjadi di dalam masyarakat. Sedangkan sastrawan mampu 31
  • 41. mengungkapkan kenyataan melalui imajinasinya. Sosiosastra merupakan pendekatan yang mempertimbangkan nilai-nilai sosiologi pada karya sastra Berdasar pada uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek pengalaman sosial merupakan pengalaman kehidupan antara masyarakat dengan masyarakat lainnya. Pengalaman sosial menitikberatkan pada cara manusia, atau masyarakat berhubungan dengan orang lain dalam lingkungannya. 2. Aspek Pengalaman Budaya Aspek pengalaman budaya merupakan batasan pengalaman yang diturunkan dari teori antropologi sastra. Ratna (2008:356) mengungkapkan bahwa, “Antropologi sastra mempersalahkan karya sastra dalam hubungannya dengan manusia sebagai penghasil kebudayaan. Dalam suatu karya sastra pasti terdapat nilai budaya. Hal ini dijelaskan oleh Teuww (1980:11) bahwa, ‘Tak ada karya sastra yang lahir dalam kekosongan budaya”. Artinya, setiap karya sastra diciptakan dengan memiliki nilai budaya yang menggambarkan waktu ataupun tempat saat karya sastra tersebut diciptakan. Grebstein (Damono, 1984:4-5) menjelaskan bahwa, “Karya sastra tidak dapat dipahami secara menyeluruh dan tuntas jika dipisahkan dari budaya masyarakat yang menghasilkannya”. Aspek budaya yang termasuk dalam pengalaman pengarang merupakan cara manusia hidup dan kebiasaan manusia dalam suatu lingkungan masyarakat tertentu. Pengalaman tersebut bisa berupa kebiasaan manusia atau masyarakat dalam sistem pencahariannya, sistem religi, dan sistem norma yang berlaku dalam masyarakat. Dengan membaca karya sastra, dapat dipahami kebudayaan Sunda, Jawa, Bali, Lombok, dan sebagainya. 32
  • 42. 3. Aspek Pengalaman Psikologi Aspek pengalaman psikologi merupakan salah satu aspek pengalaman yang termasuk dalam cabang ilmu psikosastra. “Apabila sosiologi sastra dianalisis dalam kaitannya dengan masyarakat yang menghasilkannya, sebagai latar belakang sosialnya, maka psikologi sastra dianalisis dalam kaitannya dengan psike, dengan aspek-aspek kejiwaan pengarang” (Ratna, 2008:340). Artinya, dalam psikologi sastra terdapat pengalaman-pengalaman kejiwaan pengarang. Pengalaman kejiwaan yang dimaksud adalah pengalaman berpikir pengarang, dan juga pengalaman yang melibatkan panca indera lainnya sebagai bagian dari sesuatu yang melibatkan aspek psikologi pengarang. 2.4 Bahan Pembelajaran Sastra 2.4 1 Pengertian Bahan Pembelajaran Sastra Bahan pembelajaran merupakan salah satu komponen pembelajaran yang sangat penting. Dikatakan demikian, karena kualitas bahan pembelajaran akan sangat menentukan tercapainya tujuan pembelajaran. Bahan pembelajaran adalah sejumlah pengetahuan, nilai, keterampilan berupa fakta, data, konsep, dan prinsip yang disusun secara rasional, logis, sistematis, sebagai media yang menghubungkan siswa dengan tujuan pembelajaran. Badudu (1996:106) mengungkapkan bahwa, “Bahan pembelajaran atau pengajaran adalah materi yang disajikan di depan kelas kepada murid-murid”. Dengan demikian, guru dituntut untuk mampu memilih bahan pembelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. 33
  • 43. Bahan pembelajaran menurut Hidayat (1991:97), adalah “Isi dari mata pelajaran suatu bidang tertentu yang terdapat dalam kurikulum yang diberikan kepada siswa pada saat berlangsungnya proses pengajaran”. Artinya, bahan pembelajaran merupakan salah satu perangkat pembelajaran yang penggunaannya berdasar pada suatu kurikulum yang berlaku. Berdasarkan uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa yang dimaksud dengan bahan pembelajaran adalah sejumlah fakta, konsep yang disusun secara sistematis dan sesuai dengan ketentuan dan tujuan pembelajaran yang berlaku dan berhubungan dengan materi yang tercantum dalam suatu kurikulum sebagai media yang menghubungkan siswa dengan materi, dan tujuan pembelajaran. 2.4.2 Kriteria Pemilihan Bahan Pembelajaran Sastra Puisi sebagai salah satu jenis karya satra pada hakikatnya memiliki kesamaan dengan karya sastra lainnya bila dibahas hubungannya dengan pembelajaran. Pembelajaran apresiasi sastra termasuk di dalamnya pembelajaran apresiasi puisi merupakan pembelajaran yang bertujuan agar siswa memiliki kemampuan untuk mengapresiasi karya sastra. Di dalamnya terkandung maksud agar siswa dapat menghayati nilai-nilai kehidupan, dan beroleh pengalaman kehidupan agar mereka siap melihat dan mengenal nilai sastra dengan tepat. Oleh karena itu, setiap bahan pembelajaran sastra, khususnya pembelajaran apresiasi puisi harus memenuhi beberapa kriteria. Menurut Rusyana (1982:2), “Terdapat dua kriteria penting yang harus diperhatikan, yaitu kriteria sastra dan kriteria pendidikan. Oleh karena itu, materi ataupun bahan pembelajaran yang akan dipelajari siswa harus disesuaikan dengan 34
  • 44. tujuan pengajaran yang telah ditetapkan dan sesuai dengan perkembangan jiwa siswa. Sedangkan Rahmanto (1988:27) memberikan tiga kriteria yang harus diperhatikan dalam pemilihan bahan pembelajaran sastra, yaitu “Dari sudut bahasa, dari segi kematangan jiwa (psikologi), dan dari sudut latar belakang kebudayaan siswa”. Ditinjau dari sudut bahasa, guru kiranya perlu memiliki keterampilan untuk memilih bahan pembelajaran sastra yang bahasanya sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa siswa. Selajutnya, dilihat dari segi kematangan jiwa siswa, hendaknya karya sastra yang dipilih untuk dipelajari siswa sesuai dengan tahap psikologis siswa pada umunya. Sedangkan, dilihat dari latar belakang budaya siswa, hendaknya guru dapat memilih bahan pembelajaran sastra yang latar ceritanya dikenal oleh para siswa. Hal ini perlu dilakukan karena biasanya siswa akan mudah tertarik pada karya-karya sastra dengan latar belakang budaya yang erat kaitannya dengan latar belakang budaya mereka. Berdasarkan uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa kriteria bahan pembelajaran sastra dapat ditinjau dari beberapa aspek. Di antaranya dapat dilihat dari sudut bahasa, dari segi kematangan jiwa (psikologi), dan dari sudut latar belakang kebudayaan siswa. Selain itu, bahan pembelajaran sastra yang akan disampaikan kepada siswa harus memenuhi kriteria struktur, estetika, pembaharuan, dan tradisi. 2.4.3 Kedudukan Pembelajaran Apresiasi Sastra dalam KTSP SMA Kurikulum Bahasa dan Sastra Indonesia merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, 35
  • 45. evaluasi, kegiatan belajar-mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah. Kurikulum merupakan pedoman bagi guru dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari di sekolah. Agar setiap guru bahasa dan sastra Indonesia dapat melaksanakan tugas kependidikannya dengan baik, setiap guru perlu memahami semua ketentuan yang terdapat dalam kurikulum dengan baik. Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah program untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Sesuai dengan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara, maka kedudukan mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia sebagaimana tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebagai berikut: 1) sarana pembinaan bahasa kesatuan dan persatuan bangsa, 2) sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan berbahasa Indonesia dalam rangka pelestarian dan pengembangan budaya, 3) sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan berbahasa Indonesia untuk meraih dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, 4) sarana penyebarluasan pemakaian bahasa Indonesia yang baik untuk berbagai keperluan menyangkut berbagai masalah, 5) sarana pengembangan penalaran, dan 6) sarana pemahaman keragaman budaya Indonesia melalui khazanah kesusastraan Indonesia (Depdiknas, 2006;4). Berdasar pada uraian di atas, terlihat bahwa kedudukan mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kedudukan tersebut di antaranya sebagai sarana pembinaan 36
  • 46. kesatuan dan persatuan bangsa, sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan berbahasa, mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, penyebarluasan pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar, serta sarana penalaran keberagaman budaya Indonesia. 37
  • 47. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah “Suatu metode yang ditujukan untuk memecahkan masalah yang ada dengan menentukan dan menafsirkan data yang tersedia, kemudian dianalisis dan diinterpretasikan “(Surakhmad, 1982:139- 147). Sedangkan Arikunto (2002:29) mengungkapkan bahwa, “Metode deskriptif adalah metode yang berusaha mendeskripsikan fakta apa adanya”. Melalui metode deskriptif ini penulis akan mendeskripsikan fakta-fakta tentang pengalaman- pengalaman yang tercermin dalam puisi-puisi Angkatan Balai Pustaka – Angkatan 70. Upaya mendeskripsikan puisi tersebut disesuaikan dengan metode deskriptif yang dikemukakan oleh Surakhmad (1982:142), yaitu “Memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang aktual, dan data yang dikumpulkan, mula-mula disusun, dijelaskan, dan dianalisis”. Dengan demikian, metode deskriptif tidak hanya mengumpulkan data, namun lebih jauh lagi dari itu menjelaskan hubungan antara data serta memberikan implikasi dari uraian atau analisis data yang terkumpul. 38
  • 48. 3.2 Teknik Penelitian 3.2.1 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumenter dan teknik analisis teks. Teknik dokumenter penulis gunakan untuk mengumpulkan sumber data yang berupa puisi-puisi yang termasuk dalam Angkatan Balai Pustaka – Angkatan 70. Selanjutnya, penulis menggunakan teknik analisis teks untuk mengumpulkan data yang berupa pengalaman-pengalaman yang tercermin dalam puisi-puisi Angkatan Balai Pustaka – Angkatan 70. 3.2.2 Teknik Analisis Data Untuk menganalisis data penulis menggunakan teknik analisis teks. Analisis teks digunakan untuk mendeskripsikan pengalaman-pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan Balai Pustaka hingga angakatan ’70. Langkah- langkah analisis teks tersebut penulis uraikan sebagai berikut. 1. Membaca puisi-puisi yang dijadikan sampel penelitian secara sungguh- sungguh. 2. Memahami kata-kata/ungkapan dalam puisi. 3. Membentuk parafrase (memproseskan puisi). 4. Pengungkapan makna puisi. 5. Menganalisis puisi atau kaitannya dengan kenyataan dan pengalaman. 6. Mengkaji pengalaman-pengalaman apa saja yang tercermin dalam puisi-puisi tersebut. 39
  • 49. 7. Menginterpretasikan hasil analisis tentang pengalaman-pengalaman yang tercermin dalam puisi-puisi angkatan sastra Balai Pustaka hingga angkatan ’70. 8. Menyimpulkan hasil analisis tentang kelayakan pengalaman-pengalaman yang tercermin dalam puisi-puisi angkatan Balai Pustaka – angkatan ’70 sebagai bahan pembelajaran apresiasi puisi di SMA dilihat dari pengalaman- pengalaman yang tercermin di dalamnya. 3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Penelitian Populasi adalah subjek penelitian yang merupakan sumber data penelitian. Menurut Surakhmad, populasi adalah “Sekumpulan subjek, baik manusia, gejala, nilai tes, benda-benda atau peristiwa” (1994:93). Hal ini sejalan dengan pendapat Sudjana (1982:57) bahwa, “Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin, baik hasil menghitung maupun pengukuran, kualitatif maupun kuantitatif dari karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya”. Dari pengertian tersebut terlihat jelas bahwa populasi adalah semua unsur yang akan diteliti dari sekumpulan objek yang lengkap. Berdasarkan pendapat tersebut, populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pengalaman-pengalaman yang tercermin dalam puisi-puisi Angkatan Balai Pustaka – Angkatan 70. 40
  • 50. 3.3.2 Sampel Penelitian “Sampel adalah penarikan sebagian populasi untuk mewakili seluruh populasi” (Surakhmad, 1994:93). Ahli lain menyatakan bahwa, “Sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil sebagai representasi atau wakil populasi yang bersangkutan” (Faisal, 1999:57). Dalam penelitian ini yang menjadi sampel penelitian adalah aspek-aspek pengalaman yang tercermin dalam puisi-puisi angkatan Balai Pustaka hingga angkatan 70. Hal ini dilakukan dengan cara mengambil data pengalaman jasmani, dan rohani yang terdapat dalam puisi-puisi tersebut. Dikarenakan keterbatasan kemampuan penulis, tenaga, dan waktu maka pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan teknik purposive sampling, yaitu pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu. Penentuan teknik pengambilan sampel tersebut didasarkan pada asumsi bahwa setiap karya sastra pada suatu angkatan tertentu memiliki pengalaman sosial, budaya, psikologi yang hampir sama dan pertimbangan lainnya yaitu keterbatasan kemampuan penulis. Selain itu, penentuan sampel didasarkan pada keinginan penulis yang membatasi sampel hanya puisi-puisi Angkatan Balai Pustaka-Angkatan 70 yang banyak terdapat dalam buku pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia untuk tingkat SMA. Berdasarkan hasil pemikiran dan pertimbangan tersebut, maka penulis cantumkan judul-judul puisi yang dijadikan sampel penelitian dalam bentuk tabel sebagai berikut. 41
  • 51. Tabel 3.1 Sampel Penelitian Kode No Judul Puisi Pengarang Sampel 1 01 Tanah Air M.Yamin 2 02 Indonesia Tumpah Darahku M.Yamin 3 03 Berdiri Aku Amir Hamzah 4 04 Padamu Jua Amir Hamzah 5 05 Kolam Rustam Effendi 6 06 Menuju Kelaut S.T Alisjahbana 7 07 Dibawa Gelombang Sanusi Pane 8 08 Kerabat Kita S.T Alisjahbana 9 09 Derai-derai Cemara Chairil Anwar 10 10 Krawang - Bekasi Chairil Anwar 11 11 Do’a Chairil Anwar 12 12 Sajak Anak Laut Asrul Sani 13 13 Sebuah jaket Berlumur Darah Toto S Bachtiar 14 14 Biar Mati Badanku Kini Hamka 15 15 Kepada saudaraku M Natsir Hamka 16 16 Makna Sebuah Titipan W.S Rendra 17 17 Sebuah Jaket Berlumur Darah Taufik Ismail 18 18 Di Sebuah Halte Bis Sapardi Djoko Pramono 19 19 Dewa Telah Mati Subagio Sastrowardojo 20 20 Jembatan Sutardi Calzoum Bachri 3.4 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian merupakan alat untuk memperoleh sumber informasi yang diperlukan. Instrumen dapat menentukan keberhasilan suatu penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini akan penulis jelaskan sebagai berikut. 3.4.1 Instrumen Pengumpulan Data Instrumen pengumpulan data yang penulis gunakan dalam pengumpulan data sebagai berikut. 42
  • 52. 1. Pengimajian Imageri adalah kemampuan kata-kata yang dipakai pengarang dalam mengantarkan pembaca untuk terlibat atau mampu merasakan apa yang dirasakan oleh penyair. Maka pengimajian digunakan sebagai instrumen pengumpulan data karena menggambarkan pengalaman dan imajinasi pengarangnya. 2. Diksi Diksi digunakan sebagai isntrumen pengumpulan data karena fungsi diksi dalam sebuah puisi yaitu untuk menggambarkan ide, pesan, perasaan, dan pengalaman pengarang melalui kata-kata yang denotatif maupun konotatif. 3. Bahasa Figuratif Bahasa figuratif digunakan sebagai salah satu instrumen pengumpulan data karena dengan bahasa figuratif, membuat puisi lebih indah, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Dengan demikian, aspek pengalaman yang terdapat dalam puisi bisa digambarkan lewat bahasa figuratif. 4. Kata Konkret Kata konkret digunakan sebagai instrumen pengumpulan data karena kata konkret merupakan kata-kata yang digunakan oleh penyair untuk menggambarkan suatu lukisan keadaan atau suasana batin dengan maksud untuk membangkitkan imaji pembaca, sehingga memudahkan penulis untuk mendapatkan data peristiwa dan pengalaman yang terscermin dalam puisi tersebut. 43
  • 53. Unsur-unsur pembangun puisi di atas dijadikan sebagai instrumen pengumpulan data karena unsur-unsur tersebut sangat berhubungan erat dalam mengkaji aspek pengalaman sebagai analisis datanya. Dengan mengetahui unsur pembentuk puisi tersebut maka penulis dapat mengetahui perasaan, peristiwa, dan pengalaman yang terdapat dalam puisi tersebut. 3.4.2 Instrumen Analisis Data Untuk menganalisis puisi-puisi angkatan Balai Pustaka-angkatan ’70 diperlukan instrumen analisis data sebagai berikut. 1. Aspek pengalaman sosial Aspek pengalaman sosial yang dikaji berdasarkan aspek perilaku pengarang, ataupun tokoh yang dibicarakan dalam puisi ketika berhubungan dengan orang lain dan melakukan hubungan sosial kemasyarakatan. 2. Aspek pengalaman budaya Aspek pengalaman budaya yang dikaji berdasarkan kebiasaan dan gambaran kebudayaan yang berlaku dan digambarkan dalam puisi. Aspek kebudayaan tersebut meliputi kebiasaan masyarakat, sistem mata pencaharian, sistem religi, dan sistem kebudayaan lainnya yang terdapat pada saat puisi tersebut ditulis. 3. Aspek pengalaman psikologi Aspek pengalaman yang dikaji berdasarkan pengalaman cara berpikir pengarang ataupun pengalaman berpikir pengarang dan juga pengalaman yang melibatkan aspek kejiwaaan pengarang maupun masyarakat yang hidup pada saat puisi tersebut diciptakan. 44
  • 54. BAB IV ANALISIS PENGALAMAN YANG TERCERMIN DALAM PUISI-PUISI ANGKATAN BALAI PUSTAKA – ANGKATAN 70 4.1 Data Penelitian Data inti dalam penelitian ini adalah unsur-unsur pengalaman yang terdapat dalam puisi-puisi yang ditulis oleh pengarang Angkatan Balai Pustaka – Angkatan 70. Seperti yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, bahwa yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah keterkaitan antara pengalaman- pengalaman yang terdapat dalam puisi tersebut dengan upaya pemilihan bahan pembelajaran sastra di SMA. Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang dibangun oleh struktur lahir dan struktur batin. Struktur lahir puisi dapat diuraikan dalam metode puisi, yakni unsur estetik yang membangun strtuktur lahir dari puisi. Sedangkan, struktur batin puisi mengungkapkan segala sesuatu yang ingin dikemukakan oleh penyair. Dengan demikian, melalui struktur batin puisi tersebut penyair dapat mengungkapkan perasaan, ide, gagasan, dan berbagai pengalaman kehidupan yang bernilai bagi pembaca. Oleh karena itu, sebelum penulis melakukan analisis terhadap unsur- unsur pengalaman yang terdapat dalam puisi Angkatan Balai Pustaka – Angkatan 70, penulis terlebih dahulu melakukan analisis terhadap struktur batin dari puisi- puisi tersebut. Untuk memperjelas analisis data yang dilakukan penulis, penulis cantumkan data penelitian dalam bentuk tabel sebagai berikut. 45
  • 55. Tabel 4.1 Data Penelitian Kode No Judul Puisi Pengarang Angkatan Sampel 1 01 Tanah Air M.Yamin Balai Pustaka 2 Indonesia Tumpah 02 M.Yamin Balai Pustaka Darahku 3 03 Berdiri Aku Amir Hamzah Balai Pustaka 4 04 Padamu Jua Amir Hamzah Pujangga Baru 5 05 Kolam Rustam Effendi Pujangga Baru 6 06 Menuju Kelaut S.T Alisjahbana Pujangga Baru 7 07 Dibawa Gelombang Sanusi Pane Pujangga Baru 8 08 Kerabat Kita S.T Alisjahbana Pujangga Baru 9 09 Derai-derai Cemara Chairil Anwar ‘45 10 10 Krawang - Bekasi Chairil Anwar ‘45 11 11 Do’a Chairil Anwar ‘45 12 12 Sajak Anak Laut Asrul Sani ‘45 13 13 Gadis Peminta-minta Toto S Bachtiar ‘50 14 14 Biar Mati Badanku Kini Hamka ‘50 15 Kepada saudaraku M 15 Hamka ‘50 Natsir 16 16 Makna Sebuah Titipan W.S Rendra ‘70 17 Sebuah Jaket Berlumur 17 Taufik Ismail ‘70 Darah 18 Sapardi Djoko 18 Di Sebuah Halte Bis ‘70 Pramono 19 Subagio 19 Dewa Telah Mati ‘70 Sastrowardojo 20 Sutardi Calzoum 20 Jembatan ‘70 Bachri Selanjutnya, puisi-puisi di atas dianalisis berdasarkan struktur batin yang terdapat dalam puisi tersebut untuk mendapatkan gambaran mengenai pengalaman-pengalaman yang terdapat didalamnya. Untuk mempermudah pelaksanaan analisis data tersebut, penulis menggunakan lembar analisis yang memuat hasil analisis struktur batin dan segala hal yang berkaitan dengan puisi tersebut. 46
  • 56. 4.2 Analisis Data Bagian ini berisi pemaparan pengalaman yang terkandung dalam puisi Angkatan Balai Pustaka – Angkatan 70. Untuk mengetahui pengalaman yang terdapat dalam puisi, bisa dilakukan dengan pendekatan mimesis. Analisis dengan pendekatan mimesis dapat penulis uraikan sebagai berikut. 4.2.1 Analisis Puisi Tanah Air Karya Mohamad Yamin 1. Teks Puisi TANAH AIR Pada batasan, Bukit Barisan Memandang aku, ke bawah memandang; Tampak Hutan rimba dan ngarai; Lagi pun sawah, sungai yang permai; Serta gerangan, lihatlah pula Langit yang hijau bertukar warna Oleh pucuk daun kelapa; Itulah tanah, tanah airku, Sumatra namanya, tumpah darahku. Sesayup mata, hutan semata, Bergunung bukit, lembah sedikit; Jauh di sana, di sebelah situ, Dipagari gunung satu per satu Adalah gerangan sebuah surga, Bukannya janat bumi kedua Firdaus melayu di atas dunia! Itulah tanah yang kusayangi, Sumatra namanya, yang kujunjungi. Pada batasan, Bukit barisan, Memandang ke pantai, teluk permai; Tampaklah air, air segala, Itulah laut, Samudra Hindia. Tampaklah ombak, gelombang pelbagai Memecah ke pasir, lalu berderai, “Wahai Andalas, pulau Sumatra, “Harumkan nama, selatan utara! 47
  • 57. 2. Analisis Pengalaman Pengalaman yang terdapat dalam puisi tanah airku di antaranya yaitu pengalama kegiatan yang berupa pengalaman jasmani, dan pengindraan. Untuk pengalaman kegiatan dapat dilihat dalam larik Memandang aku, ke bawah memandang. Kemudian, pada bait ke 3 larik kedua juga terlihat pengalaman yang sama dengan konteks Memandang ke pantai, teluk permai. Pengalaman tersebut bisa diasosiasikan bahwa penulis melakukan kegiatan melihat keindahan teluk dan juga hutan rimba. Hal tersebut menggambarkan bahwa penulis memiliki pengalaman memandang keindahan tempat yang disebutkan tersebut. Selanjutnya, pengalaman pengindraan yang terdapat dalam puisi atau sajak Tanah Air yaitu pengalaman pengindraan yang melibatkan indra penglihatan. Konteks pengalaman tersebut bisa dilihat dalam larik Langit yang hijau bertukar warna. Kemudian, terdapat pula pengalaman pengindraan yang melibatkan pengindraan pendengaran yaitu dapat dilihat dalam larik Memecah ke pasir, lalu berderai. Dari pengalaman pengindraan tersebut dapat penulis simpulkan bahwa dalam puisi ini penulis memasukan pengalaman dia ketika melihat langit yang hijau dan indah. Kemudian, dia menggambarkan pengalaman-pengalaman tersebut dalam aspek pencitraan yang terdapat dalam puisi tersebut. Berdasar pada uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa dalam sajak Tanah Air Karya M.Yamin tercermin pengalaman penginderaan pendengaran, pengalaman penginderaan penglihatan, dan pengalaman kegiatan. 48
  • 58. 4.2.2 Analisis Puisi Indonesia Tumpah Darahku Karya Mohamad Yamin 1. Teks Puisi INDONESIA TUMPAH DARAHKU Bersatu kita teguh Bercerai kita runtuh Duduk di pantai tanah yang permai Tempat gelombang pecah berderai Berbuih putih di pasir terderai Tampaklah pulau di lautan hijau Gunung-gunung bagus rupanya Dilingkari air mulia tampaknya Tumpah darahku Indonesia namanya Lihatlah kelapa melambai-lambai Berdesir bunyinya sesayup sampai Tumbuh di pantai bercerai-cerai Memagar daratan aman kelihatan Dengarlah ombak datang berlagu Mengejar bumi ayah dan ibu Indonesia namanya. Tanah airku Tanahku bercerai seberang-menyeberang Merapung di air, malam dan siang Sebagai telaga dihiasi kiambang Sejak malam diberi kelam Sampai purnama terang-benderang Di sanalah bangsaku gerangan menompang Selama berteduh di alam nan lapang Tumpah darah Nusa India Dalam hatiku selalu mulia Dijunjung tinggi atas kepala Semenjak diri lahir ke bumi Sampai bercerai badan dan nyawa Karena kita sedarah-sebangsa Bertanah air di Indonesia 2. Analisis Pengalaman Pengalaman yang terdapat dalam sajak di atas di antaranya yaitu pengalaman kegiatan, pengalaman pengindraan, dan pengalaman rohani yaitu pengalaman pemikiran. Pengalaman kegiatan yang terdapat dalam sajak tersebut 49
  • 59. yaitu pengalaman kegiatan berupa pengalaman jasmani yang bisa dilihat dalam larik berikut ini Duduk di pantai tanah yang permai. Selanjutnya, pengalaman pengindraan dapat dilihat dalam larik Lihatlah kelapa melambai-lambai dan larik Sampai purnama terang-benderang. Dalam larik tersebut, terlihat adanya pengindraan yang melibatkan penglihatan. Selanjutnya, terdapat pula pengalaman pengindraan yang melibatkan pendengaran dalam larik Dengarlah ombak datang berlagu dan juga larik Berdesir bunyinya sesayup sampai. Kemudian, pengalaman rohani yang melibatkan pemikiran dalam sajak tersebut dapat dilihat dalam larik Tumpah darah Nusa India, Dalam hatiku selalu mulia. Dikatakan demikian, karena dalam konteks tersebut bisa dilihat adanya suatu pemikiran yang mulia terhadap tempat yang disebut pengarang sebagai “Tumpah darah Nusa India”, dengan kata lain pengarang sangat mengagumi dan mencintai hal tersebut yang dia anggap selalu mulia. Artinya, dalam larik tersebut terbersit pengalaman jiwa patriotisme pengarang terhadap bangsa dan negaranya. Berdasar pada uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa dalam sajak Indonesia Tumpah Darahku karya M.Yamin tercermin pengalaman rohani yaitu pengalaman berpikir, pengalaman penginderaan pendengaran, pengalaman penginderaan penglihatan, dan pengalaman jasmani. 4.2.3 Analisis Puisi Berdiri Aku Karya Amir Hamzah 1. Teks Puisi Berdiri Aku Berdiri aku di senja senyap Camar melayang menepis buih Melayah bakau mengurai puncak Berjulang datang ubur terkembang Angin pulang menyejuk bumi Menepuk teluk mengepas emas 50
  • 60. Lari ke gunung memuncak sunyi Berayun-ayun di atas alas Benang raja mencelup ujung Naik marah menyerang corak Elang leka sayap tergulung Dimabuk warna berarak-arak Dalam rupa maha sempurna Rindu senda mengharu kalbu Ingin datang merasa sentosa Mengecap hidup bertentu tuju. 2. Analisis Pengalaman Pengalaman-pengalaman yang tercermin dalam sajak tersebut di antaranya pengalaman penginderaan penglihatan yang dapat dilihat dalam penggalan bait berikut ini. Camar melayang menepis buih Melayah bakau mengurai puncak Dari penggalan bait tersebut terlihat adanya pengalaman penginderaan penglihatan yang digambarkan oleh larik Camar melayang menepis buih. Hal tersebut seperti menggambarkan keindahan pantai di sore hari. Kemudian terdapat pula pengalaman rohani pemikiran dan perasaan yang dapat dilihat dalam penggalan bait berikut ini. Angin pulang menyejuk bumi Menepuk teluk mengepas emas Lari ke gunung memuncak sunyi Berayun-ayun di atas alas Dari penggalan bait tersebut dapat dijelaskan bahwa pengarang menyampaikan pemikiran ekspresi kesedihan yang ditampilkan dengan suasana sunyi. Kesedihan ini tidak lain dikarenakan oleh perpisahannya dengan 51
  • 61. kekasihnya. Perasaan sedih yang sangat mendalam digambarkan penyair dengan suasana sunyi pantai di sore hari. Dengan demikian penyair hanya mampu melihat keindahan alam sekitar karena kebahagiaannya dan harapan telah hilang. Kesedihan yang mendalam ini juga wujud perasaan galau penyair yang digambarkan dengan perasaannya yang dipermainkan ombak dan angin. Sehingga hanya merenungi hiduplah yang mampu dilakukannya. Selain itu, dalam sajak tersebut tercermin pula pengalaman kehidupan beragama yang disampaikan oleh pengarang dan dapat dilihat dalam bait berikut ini. Dalam rupa maha sempurna Rindu senda mengharu kalbu Ingin datang merasa sentosa Mengecap hidup bertentu tuju Larik Dalam rupa maha sempurnya yang ditulis pengarang tersebut merupakan sebuah ungkapan pengarang terhadap Tuhan. Pengarang merasa kesepian, namun sebagai seseorang yang beragama dia menyerahkan semuanya kepada Tuhannya. Dari bait tersebut juga terihat adanya pengalaman rohani merindukan seseorang dan keinginan untuk merasa bahagia dan sejahtera dengan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Berdasar pada uraian di atas, dalam sajak Berdiri Aku karya Amir Hamzah tercermin pengalaman-pengalaman penginderaan dan rohani. Dalam sajak tersebut terdapat pengalaman penginderaan penglihatan. Kemudian, pengalaman rohani pemikiran dan perasaan. Selain itu, terdapat pula pengalaman kehidupan beragama yakni pengalaman ingin lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. 52
  • 62. 4.2.4 Analisis Puisi Dibawa Gelombang Karya Sanusi Pane 1. Teks Puisi Dibawa Gelombang Alun membawa bidukku perlahan Dalam kesunyian malam waktu Tidak berpawang tidak berkawan Entah kemana aku tak tahu Jauh di atas bintang kemilau Seperti sudah berabad-abad Dengan damai mereka meninjau Kehidupan bumi yang kecil amat Aku bernyanyi dengan suara Seperti bisikan angin di daun Suaraku hilang dalam udara Dalam laut yang beralun-alun Alun membawa bidukku perlahan Dalam kesunyian malam waktu Tidak berpawang tidak berkawan Entah kemana aku tak tahu 2. Analisis Pengalaman Di dalam sajak di atas terdapat beberapa pengalaman yang disampaikan oleh pengarang. Pengalaman tersebut di antaranya pengalaman kegiatan menaiki biduk atau perahu kecil. Hal tersebut bisa dilihat dalam larik Alun membawa bidukku perlahan. Larik tersebut sebenarnya bisa diasosiasikan seperti sebuah perjalanan hidup yang dijalani oleh pengarang ataupun orang lain. Kemudian terdapat pula pengalaman berpikir yang termasuk dalam pengalaman rohani, yaitu bisa dilihat dalam larik Entah kemana aku tak tahu. Hal tersebut menggambarkan adanya pengalaman berpikir yang dituliskan dalam bentuk pertanyaan tentang ke mana si tokoh “aku” harus pergi atau mungkin tinggal. Sebenarnya larik tersebut juga tidak seperti sebuah pertanyaan, tetapi seperti sebuah pernyataan. Oleh 53
  • 63. karena itu, peneliti menganggap hal tersebut merupakan sebuah pengalaman rohani. Selanjutnya dalam sajak tersebut juga terdapat pengalaman pengindraan, yang meliputi penginderaan pendengaran dan penglihatan. Hal tersebut bisa dilihat dalam larik jauh di atas bintang kemilau dan seperti bisikan angin di daun. Dari kedua larik tersebut dapat digambarkan bahwa pengarang menggunakan citra atau pengimajian untuk mendeskripsikan keindahan bintang dan sinarnya, serta sunyinya suara angin yang digambarkan seperti sebuah bisikan di atas daun. Pengalaman lainnya yang dapat peneliti gambarkan yaitu pengalaman rohani, yaitu nilai sosial yang terdapat dalam kehidupan masyarakat saat sajak tersebut ditulis. Hal tersebut bisa dilihat dalam larik kehidupan bumi yang kecil amat. Larik tersebut dapat diasosiasikan bahwa dunia terasa sempit bila setiap orang hidup dengan cara dan keinginannya masing-masing tanpa memperdulikan orang di sekitarnya. Terlihat juga adanya pengalaman rohani lainnya, yaitu pemikiran atau pengalaman berpikir bahwa sebenarnya pengarang merasa sangat kesepian. Hal tersebut dapat dilihat dalam larik Alun membawa bidukku perlahan, Dalam kesunyian malam waktu, Tidak berpawang tidak berkawan, Entah kemana aku tak tahu. Keempat larik tersebut merupakan bait pertama dalam sajak “Di bawa gelombang”. Dari bait tersebut terlihat bahwa sebenarnya pengarang memiliki pengalaman kesepian. Dia tidak memiliki teman atau sahabat. 4.2.5 Analisis Puisi Padamu Jua Karya Amir Hamzah 1. Teks Puisi Padamu Jua Habis kikis 54
  • 64. Segala cintaku hilang terbang Pulang kembali aku padamu Seperti dahulu Kaulah kandil kemerlap Pelita jendela di malam gelap Melambai pulang perlahan Sabar, setia selalu Satu kekasihku Aku manusia Punya rasa Rindu rupa Di mana engkau Rupa tiada Suara sayup Hanya kata merangkai hati Engkau cemburu Engkau ganas Mangsa aku dalam cakarmu Bertukar tangkap dengan lepas Nanar aku gila sasar Sayang berulang padamu jua Engkau pelik menusuk ingin Serupa dara di balik tirai Kasihmu sunyi Menunggu seorang diri Lalu waktu – bukan giliranku Mati hari – bukan kawanku 2. Analisis Pengalaman Pengalaman yang tercermin dalam sajak di atas di antaranya yaitu pengalaman penginderaan. Pengalaman penginderaan tersebut dapat dilihat dalam larik Kaulah kandil kemerlap. Dari larik tersebut, dapat terlihat adanya penginderaan penglihatan yang dilukiskan dengan kata kandil dan kemerlap. Selanjutnya, ada juga pengalaman kegiatan yaitu merindukan seseorang. Pengalaman tersebut tercermin dalam larik Rindu rasa, Rindu rupa. Dari larik tersebut, terlihat adanya sebuah pengalaman merindukan seseorang. Kemudian, 55
  • 65. ada juga pengalaman rohani yaitu proses berpikir pengarang dalam larik bertukar tangkap dengan lepas dan Serupa dara di balik tirai. Larik tersebut tidak dapat dengan mudah dipahami. Hal tersebut disebabkan larik itu merupakan interpretasi pengarang dalam menggambarkan suatu keindahan yang dimiliki wanita atau objek yang menjadi sasaran sajak tersebut. Kemudian, selain pengalaman-pengalaman di atas, dalam sajak ini juga terdapat pengalaman yang diambil dari keseluruhan sajak tersebut. Pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman kegiatan mengagumi dan merindukan seseorang yang sangat dikasihinya. Setelah itu, pengarang melakukan monolog yang digambarkan lewat bentuk puisi sajak Padamu Jua. Hal tersebut bisa dilihat dari penggalan sajak berikut ini. Di mana engkau Rupa tiada Suara sayup Hanya kata merangkai hati Dari bait tersebut, terlihat adanya pernyataan yang dibuat pengarang yang berisi pertanyaan tentang dimana keberadaan orang atau kekasihnya tersebut. Pengarang hanya melamun dan mencoba untuk mengobati hatinya sendiri, seperti yang terlihat dalam larik Hanya kata merangkai hati. Berdasar pada uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa dalam sajak Padamu Jua karya Amir Hamzah tercermin pengalaman penginderaan, pengalaman kegiatan, dan pengalaman rohani. Pengalaman-pengalaman tersebut bisa dilihat dari larik yang dituliskan dan digambarkan oleh pengarang. 56
  • 66. 4.2.6 Analisis Puisi Kolam Karya Rustam Effendi 1. Teks Puisi Kolam Di tengah kolam yang indah tenang, berenang seekor gangsa Sayapnya putih bulunya jernih, jernih biji matanya Bak pulai leher semampai junjang memandang bercermin air Renangnya hening airnya bening hening tiada berdesir. 2. Analisis Pengalaman Pengalaman yang terdapat dalam sajak di atas di antaranya pengalaman kegiatan dan pengalaman penginderaan. Pengalaman kegiatan yang terdapat dalam sajak di atas dapat dilihat dalam keseluruhan sajak tersebut. Pengalaman kegiatan tersebut merupakan suatu pengalaman melihat seorang gadis yang digambarkan oleh pengarang dengan seekor angsa putih. Kemudian, pengalaman penginderaan dalam puisi tersebut dapat dilihat dalam larik bulunya jernih, leher semampai, airnya bening, dan tiada berdesir. Pengalaman penginderaan untuk ketiga larik pertama yang disebutkan merupakan pengalaman penginderaan penglihatan karena menggambarkan sesuatu yang dapat dilihat. Selanjutnya, pengalaman penginderaan pendengaran dalam larik terakhir yang disebutkan tadi. 57