SlideShare a Scribd company logo
1 of 81
KEMENTERIAN RISET,TEKNOLOGI DAN
PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
FAKULTAS HUKUM
Gedung K, Kampus Sekaran Gunungpati Semarang
50229
Telepon +62248507891; +62470709205; Fax. +62248507891
Laman: http://fh.unnes.ac.id; email: fh@unnes.ac.id
NAMA : DELA ASFARINA
CAHYANINGRUM
NIM : 8111412264
JURUSAN : ILMU HUKUM
FAKULTAS : HUKUM
A. JUDUL SKRIPSI
PERCEPATAN KOTA LAYAK ANAK DI KABUPATEN TEGAL
PERSPEKTIF PERATURAN MENTERI NEGARA
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK
NO 12 TAHUN 2011.
B. LATAR BELAKANG
Anak merupakan generasi penerus dan potensi bangsa, untuk itu perlu
dilindungi dan dipenuhi hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang
dalam suatu lingkungan yang layak. Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA)
adalah sistem pembangunan kabupaten/kota yang mengintegrasikan komitmen
dan sumberdaya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang terencana secara
menyeluruh dan berkelanjutan dalam kebijakan, program dan kegiatan
perlindungan anak.
Anak merupakan potensi yang sangat penting, generasi penerus masa
depan bangsa, penentu kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang
akan menjadi pilar utama pembangunan nasional, sehingga perlu ditingkatkan
kualitasnya dan mendapatkan perlindungan secara sungguh-sungguh dari
semua elemen masyarakat (Deputi Bidang Perlindungan Anak, 2014: 1).
Kasus pembunuhan Angeline oleh Ibu tirinya merupakan salah satu kasus
kekerasan pada anak yang mengakibatkan kematian di Indonesia.Hal ini sangat
disayangkan bagi orang tua dan Pemerintah Daerah setempat.Di Kabupaten
Tegal angka kekerasan terhadap anak semakin tahun semakin naik menurut
salah satu Pegawai BPPKB (Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga
Berencana) Kabupaten Tegal Bapak Krisyanto di Bidang Anak yang
menurutnya menjadi salah satu kendala percepatan Kota Layak Anak di
Kabupaten Tegal.
Salah satu penyebab dari berbagai masalah sosial tersebut antara lain
adalah belum adanya kebijakan pemerintah mengenai kabupaten/ kota layak
anak (KLA) yang mengintegrasikan sumberdaya pembangunan untuk
memenuhi hak anak. Lahirnya kebijakan KLA diharapkan dapat menciptakan
keluarga yang saying anak, rukun tetangga, dan rukun warga atau lingkungan
yang peduli anak, kelurahan dan desa layak anak dan kecamatan atau
kabupaten/kota yang layak anak bagi anak sebagi prasayarat untuk memastikan
bahwa anak-anak tumbuh dan berkembang dengan baik, terlindungi haknya
dan terpenuhi kebutuhan fisik dan psikologinya (Deputi Bidang Perlindungan
Anak, 2014: 3).
Kota Layak Anak merupakan istilah yang diperkenalkan pertama kali
oleh Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan tahun 2005 melalui
Kebijakan Kota Layak Anak.Karena alasan untuk mengakomodasi
pemerintahan kabupaten, belakangan istilah Kota Layak Anak menjadi
Kabupaten/Kota Layak Anak dan kemudian disingkat menjadi KLA. Kebijakan
tersebut didalamnya digambarkan bahwa KLA merupakan upaya pemerintahan
kabupaten/kota untuk mempercepat implementasi Konvensi Hak Anak (KHA)
dari kerangka hokum ke dalam definisi, strategi, dan intervensi pembangunan
seperti kebijakan, institusi, dan program yang layak anak.
Indonesia telah meratifikasi KHA melalui Keputusan Presiden Nomor 36
Tahun 1990, berkewajiban membuat langkah-langkah konkrit untuk
mempromosikan, melindungi, memenuhi dan menghormati hak-hak anak.
Indonesia menyatakan komitmen untuk menjamin setiap anak diberikan masa
depan yang lebih baik. Sejak itu tercapailah kemajuan besar, sebagaimana
tercantum dalam laporan Pemerintah Indonesia mengenai Pelaksanaan KHA ke
Komite Hak Anak, Jenewa, lebih banyak anak bersekolah dibandingkan di
masa sebelumnya, lebih banyak anak mulai terlibat aktif dalam keputusan
menyangkut kehidupan mereka, dan sudah tersusun pula peraturan perundang-
undangan penting yang melindungi anak. Untuk mempercepat terpenuhinya
hak-hak anak diperlukan pengembangan KLA sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Sejak urusan wajib di bidang kesehatan, pendidikan, termasuk
‘perlindungan anak’ dan lainnya diserahkan oleh pemerintah pusat ke
pemerintah kabupaten dan kota, sangat berdampak pada pemenuhan hak anak.
Berbagai penelitian yang dilakukan oleh para arsitek, perencana kota,
perancang, psikolog, sosiolog, dan kriminolog yang berkaitan dengan anak dan
kota, baik sebagai warga kota maupun pengguna ruang kota. Penelitian tersebut
dilakukan dengan beberapa alasan, antara lain kepentingan pemenuhan skripsi
sebagai mahasiswa, dan kepentingan organisasi atau lembaga dalam rangka
proyek dan atau pembangunan kota. Bila ditelusuri, penelitian tentang anak dan
kota telah berlangsung sejak tahun 1970-an sampai sekarang.
Pemerintah dan para pemangku kepentingan di bidang anak dapat
menemukan kebutuhan atau aspirasi mereka untuk mempercepat implementasi
Konvensi Hak Anak dan komitmen negara lainnya di bidang anak. KLA adalah
kota yang menjamin hak setiap anak sebagai warga kota, berarti anak:
a. Keputusannya mempengaruhi kotanya
b. Dapat mengekspresikan pendapatnya mengenai kota yang mereka
inginkan;
c. Dapat berperan serta dalam kehidupan keluarga, komuniti, dan sosial;
d. Dapat mengakses pelayanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan;
e. Dapat mengakses air minum segar dan tinggal di lingkungan dengan
sanitasi yang baik;
f. Terlindungi dari eksploitasi, kekerasan dan penelantaran;
g. Merasa aman berjalan di jalan;
h. Dapat bertemu dan bermain dengan temannya;
i. Hidup di lingkungan yang bebas polusi;
j. Berperan serta dalam kegiatan budaya dan sosial; dan
k. Secara seimbang dapat mengakses setiap pelayanan, tanpa
memperhatikan suku bangsa, agama, kekayaan, gender, dan
kecacatan.
Inisiatif KLA ini telah diadaptasi oleh Kementerian Negara
PemberdayaanPerempuan Republik Indonesia. Tahun 2006 konsep KLA
diujicobakan di 5 kabupaten/kota, yaitu Kota Jambi di Provinsi Jambi, Kota
Surakarta (Solo) di Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Sidoarjo di Provinsi Jawa
Timur, Kabupaten Kutai Kartanegara di Provinsi Kalimantan Timur, dan
terakhir Kabupaten Gorontalo di Provinsi Gorontalo (Laporan Pengembangan
Model Kota Layak Anak Kabupaten Gorontalo: www.kla.or.id/).
Desentralisasi pada dasarnya adalah penataan mekanisme pengelolaan
kebijakan dengan kewenangan yang lebih besar diberikan kepada daerah agar
penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan lebih efektif dan
efisien.Disahkannya PP No.105 tahun 2000 dan Kepmendagri No.29 tahun
2000 yang mengatur anggaran berbasis kinerja menjadi momentum penting
dalam pengelolaan keuangan pemerintah daerah sebagai upaya percepatan
pembangunan ekonomi daerah. Begitu pula dengan UU No.17 tahun 2003
tentang keuangan Negara yang semakin mendukung implementasi anggaran
pemerintah daerah yang berbasis kinerja, dan berimplikasi pada pengukuran
prestasi daerah dalam pengelolaan keuangannya berdasarkan seberapa cepat
pencapaian sasaran-sasaran pembangunan. Didukung dengan Peraturan Menteri
Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia
Nomer 14 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pengembangan Kabupaten/Kota
Layak Anak Tingkat Provinsi yang merupakan bagian dari tata cara kerja
system desentralisasi yang sangat berperan penting dalam pembangunan
Provinsi agar lebih efektif dan efisien.
Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak Nomor 12 tahun 2011 tentang Indikator Kabupaten/Kota Layak Anak
telah dengan rinci mengamanatkan bahwa kabupaten/kota layak anak adalah
kabupaten/kota yang mempunyai sistem pembangunan berbasis hak anak
melalui pengintegrasian komitmen dan sumberdaya pemerintah, masyarakat
dan dunia usaha yang tersencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam
kebijakan, program dan kegiatan untuk menjamin terpenuhinya hak anak.
Kabupaten Tegal adalah salah satu Kabupaten yang saat ini sedang
menginisiasi KLA, hal ini terbukti dengan komitmen Bupati dan Wakil Bupati
yang baru untuk mewujudkan Kabupaten Tegal sebagai Kabupaten Layak
Anak. Komitmen ini diwujudkan dalam dokumen Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Tegal Tahun 2014-2019.
Dimana dalam RPJMD Kabupaten Tegal, komitmen tersebut telah dituangkan
dalam program prioritas yang ke 11 mengenai Program Keserasian Kebijakan
Perlindungan Anak dan Perempuan. Pada tahun 2015 Kabupaten Tegal
merencanakan KLA Pratama, tahun 2016 merencanakan KLA Nindya, dan
pada tahun 2017 harapannya Kabupaten Tegal sebagai Kabupaten Layak Anak
dapat terwujud (RPJMD Kabupaten Tegal, 2014: 127).
Data evaluasi Kabupaten Tegal terkait dengan kabupaten/kota layak anak
dalam hasil analisis gambaran umum kondisi daerah terhadap capaian kinerja
penyelenggaraan urusan pemerintahan pada tahun 2009-2013 (RPJMD
Kabupaten Tegal, 2014 : 144-161) adalah :
1. Dalam angka partisipasi sekolah SD/MI untuk tahun 2009 (87,10), tahun
2010 (83,63), tahun 2011 (79,31), tahun 2012 (91,27), untuk tahun 2013
(109,80) telah mencapai target dari angka 105,00.
2. Dalam angka partisipasi sekolah SMP/MTS untuk tahun 2009 (48,20),
tahun 2010 (47,10), tahun 2011 (52,40), tahun 2012 (87,35), tahun 2013
(94,28)telah mencapai target dari angka 95,00.
3. Dalam angka partisipasi sekolah SMA/MA/SMK untuk tahun 2009 (40,7),
tahun 2010 (43,30), tahun 2011 (42,20), tahun 2012 (45,20), tahun 2013
(54,70) telah mencapai target dari angka 55,00.
4. Presentase balita gizi baik untuk tahun 2009 (99,97), tahun 2010 (99,97),
tahun 2011 (99,96), tahun 2012 (98,56), tahun 2013 (99,08) telah mencapai
target.
5. Presentase balita gizi buruk untuk tahun 2009 (0,03), tahun 2010 (09,037),
tahun 2011 (0,043), tahun 2012 (1,44), tahun 2013 (0,92) belum mencapai
target dari 0,00.
6. Angka kematian bayi per 1000 kelahiran hidup untuk tahun 2009 (6,59),
tahun 2010 (7,56), tahun 2011 (7,24), tahun 2012 (8,17), tahun 2013 (8,94)
belum mencapai target.
7. Sudah memiliki KK (kartu keluarga) untuk tahun 2009 (30.697), tahun
2010 (32.735), tahun 2011 (58.308), tahun 2012 (87.467), tahun 2013
(87.467) belum mencapai target.
8. Sudah memiliki Akta Kelahiran untuk tahun 2009 (217.804), tahun 2010
(268.651), tahun 2011 (303.551), tahun 2012 (316.869), tahun 2013
(331.449) belum mencapai target.
9. Perpustakan milik Pemerintah Daerah untuk tahun 2009 sampai denga
tahun 2013 (1) telah mencapai target.
10. Perpustakan non Pemerintah Daerah (sekolah) untuk tahun 2009 (422),
tahun 2010 (430), tahun 2011 (448), tahun 2012 (454), tahun 2013 (867)
telah melebihi target.
11. dll
Pemerintah Kabupaten Tegal untuk mewujudkan tercapainya program
prioritas Kabupaten menjadi Kabupaten Layak Anak, perlu dukungan semua
sektor pembangunan terutama dalam sektor khususnya sektor-sektor yang
berkaitan dengan kesejahteraan sosial. Untuk melihat seberapa jauh progress
pelaksanaan program prioritas Kabupaten Layak Anak di Kabupaten Tegal,
maka diperlukan sebuah kajian dengan menggunakan kriteria dan indikator
yang terukur,sehingga dapat diketahui apakah Kabupaten Tegal sudah dapat
dikatakan sebagai Kabupaten Layak Anak atau belum. Kajian ini akan
menggunakan indikator yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Indikator
Kabuapten/Kota Layak Anak.
Dari uraian tersebut maka peneliti tertarik untuk mengambil judul:
“PERCEPATAN KOTA LAYAK ANAK DI KABUPATEN TEGAL
PERSPEKTIF PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN
PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK NO 12 TAHUN 2011”.
C. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan fakta sebagaimana diuraikan diatas dalam “Latar
Belakang’ diatas, diketahui berbagai masalah yang menjadi faktor
pendorong peneliti untuk meneliti tentang “Percepatan Kota Layak Anak di
Kabupaten Tegal Perspektif Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak No 12 Tahun 2011” , dapat
diidentifikasi sebagai berikut :
1. Masih ditemukannya pelajar SMA/SMK yang melakukan tawuran
di wilayah Kabupaten Tegal .
2. Angka kekerasan terhadap anak tiap tahun semakin menaik.
3. Bahwa Kebijakan tentang pengimplementasian Kabupaten/Kota
Layak Anak di Provinsi Jawa Tengah belum dikodifikasikan dan
hanya tertuang dalam sambutan Gubernur sebagaimana
diamanatkan dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia No 12
Tahun 2011 Tentang Indikator Kabupaten/Kota Layak Anak.
4. Bahwa Kabupaten Tegal merupakan bagian dari Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah yang wajib merealisasikan materi yang
termuat dalam Sambutan Gubernur pada Rapat Koordinasi
Kebijakan Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan
Orang (PPTPPO), Serta Pencegahan dan Penanganan Kejahatan
Seksual Anak Semarang, tanggal 19 Agustus 2015; yang telah
diamanatkan dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia No 12
Tahun 2011 Tentang Indikator Kabupaten/Kota Layak Anak.
5. Bahwa Pemerintah Kabupaten Tegal dalam upaya mewujudkan
Kabupaten Layak Anak ini masih menghadapi banyak kendala
dilihat dari kondisi dan belum maksimal dalam implementasinya.
D. PEMBATASAN MASALAH
Agar masalah yang akan penulis bahas tidak meluas sehingga dapat
mengakibatkan ketidakjelasan pembahasan masalah maka penulis akan
membatasi masalah yang akan diteliti yaitu :
1. Bahwa pada dasarnya anak-anak merupakan calon pelaku perubahan
dimasa mendatang yang memiliki hak untuk memperoleh pendidikan,
kesehatan, dll secara layak dari negara tanpa adanya praktek
diskriminasi. Dalam penelitian ini peneliti akan memfokuskan
pengimplementasian hak anak di Kabupaten Tegal berdasarkan
Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak Republik Indonesia No 12 Tahun 2011 Tentang Indikator
Kabupaten/Kota Layak Anak dan strategi dari kendala yang dihadapi
Pemerintah Kabupaten Tegal dalam percepatan Kabupaten Layak
Anak.
2. Penelitian ini dilakukan di Pemerintahan Kabupaten Tegal, yaitu di
SKPD dan Lembaga terkait yang tercantum dalam Peraturan Menteri
Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik
Indonesia No 12 Tahun 2011 Tentang Indikator Kabupaten/Kota Layak
Anak untuk pemenuhan data layak anak.
E. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana percepatan Kota Layak Anak di Kabupaten Tegal perspektif
Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak No 12 Tahun 2011?
2. Bagaimanakah strategi percepatan dari Pemerintah Daerah mengenai
Kota Layak Anak di Kabupaten Tegal?
3. Bagaimana kendala pelaksanaan percepatan kota layak anak di Kabupaten
Tegal perspektif Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak No 12 Tahun 2011?
F. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas, tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan percepatan kota layak anak di Kabupaten Tegal
perspektif Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak No 12 Tahun 2011.
2. Menemukan strategi percepatan kabupaten/kota layak anak di Kabupaten
Tegalperspektif Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak No 12 Tahun 2011.
3. Menemukan kendala pelaksanaan percepatan kabupaten/kota layak anak
di Kabupaten Tegalperspektif Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak No 12 Tahun 2011.
G. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat yaitu :
1. Manfaat teoritis :
a. Sebagai media pembelajaran metode penelitian hokum
sehingga dapat menunjang kemampuan individu mahasiswa
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
b. Menambah pengetahuan bagi masyarakat umumnya dan bagi
peneliti khususnya terhadap Peraturan Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik
Indonesia No 12 Tahun 2011 Tentang Indikator
Kabupaten/Kota Layak Anak di Kabupaten Tegal guna
mewujudkan Kabupaten Layak Anak.
c. Dapat dijadikan acuan atau referensi untuk penelitian
berikutnya.
2. Manfaat praktis :
a. Dapat ditemukan berbagai persoalan atau kendala yang
dihadapi dalam hal Pengimplementasian Peraturan Menteri
Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Republik Indonesia No 12 Tahun 2011 Tentang Indikator
Kabupaten/Kota Layak Anak di Kabupaten Tegal guna
mewujudkan Kabupaten Layak Anak.
b. Dapat diketahui bagaimana sebenarnya Peraturan Menteri
Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Republik Indonesia No 12 Tahun 2011 Tentang Indikator
Kabupaten/Kota Layak Anak di Kabupaten Tegal guna
mewujudkan Kabupaten Layak Anak sehingga dapat
ditemukan bagaimana strategi percepatan kota layak anak dari
pemerintah dilihat dari kendala yang dihadapi.
H. TINJAUAN PUSTAKA
1. Kepustakaan Penelitian
Telah terdapat beberapa penelitian terkait dengan Kota Layak Anak
yaitu sebagai berikut:
NO JUDUL PENELI
TI
PERSAMAAN PERBEDAAN KEBAHAR
UAN
1. Membangun
Kota Layak
Anak: Studi
Kebijakan
Publik Di Era
Otonomi
Daerah
Rudi
Subiyakto
Mengenai
pelaksanaan
percepatan kota
layak anak.
Penelitian yang
dilakukan oleh
Rudi Subiyakto
mengenai kota
layak anak lebih
fokus kepada
tatanan kebijakan
publik, sedangkan
penelitian yang
peniliti lakukan
sekarang adalah
lebih fokus kepada
implementasi
kebijakan untuk
percepatan kota
layak anak di
daerah otonom
Kabupaten Tegal
Jurnal
SOSIO-
RELIGIA,
Vol. 10,
No.1,
Februari
2012
2. Analisis
Efisiensi Teknis
Bidang
Pendidikan
Dalam
Implementasi
Model Kota
Layak Anak
(Studi Kasus 14
Kabupaten/Kota
di Provinsi
Jawa Tengah
Tahun 2008)
Rica
Amanda
Dalam
penelitiannya sama-
sama membahas
tentang
pelaksanaan/implem
entasi Kota Layak
Anak.
Untuk
perbedaannya
peneliti membahas
percepatan Kota
Layak Anak di
Kabupaten Tegal,
sedangkan Rica
Amanda lebih focus
kepada efisiensi
teknis bidang
pendidikan.
Skripsi
Universitas
Diponegoro
Tahun 2008
3. Implementasi
Peraturan
Walikota
Probolinggo
Nomor 36
Tahun 2013
Tentang
Kebijakan Kota
Layak Anak
Dewi
Kartika
Ratih
Dalam
penelitiannya sama-
sama membahas
tentang
implementasi Kota
Layak Anak.
Perbedaannya
adalah di objek
penelitian, Dewi
Kartika di
Probolinggo,
peneliti mengambil
objek penelitian di
Kabupaten Tegal.
Universitas
Brawijaya
10
September
2014
4. Surakarta Kota
Layak Anak
Dinilai Hanya
Formalitas
Eddy
Suryanto
HP,
SH.MH.
Dalam
penelitiannya sama-
sama membahas
tentang
Implementasi
Peraturan Menteri
Negara
Pemberdayaan
Perempuan dan
Perlindungan Anak
Nomor 12 Tahun
2011 tentang
Indikator
Kabupaten/Kota
Layak Anak
Perbedaannya
dalam penelitian
eddy membahas
tentang terpenuhi
tidaknya 31
indikator sehingga
Surakarta dinilai
sebagai kota layak
anak,. Sedangkan
peneliti lebih focus
kepada percepatan
kota layak anak di
Kabupaten Tegal.
Jurnal
Serambi
Hukum
pada Vol 8
Universitas
Slamet
Riyadi
Surakarta
Penelitian-penelitian terdahulu yang telah disebutkan diatas akan
menjadi acuan oleh peneliti sekarang untuk mengkaji tentang “Percepatan
Kota Layak Anak di Kabupaten Tegal Perspektif Peraturan Menteri
Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No 12
Tahun 2011”.
2. Kepustakaan Konseptual
Sebuah Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA), idealnya harus memenuhi
semua indikator yang ditetapkan oleh Konvensi Hak Anak (KHA). Untuk
memudahkan klasifikasi pemenuhan hak anak tersebut, dilakukan
pengelompokan indikator ke dalam 6 (enam) bagian, yang meliputi bagian
penguatan kelembagaan dan 5 (lima) klaster hak anak. (Peraturan Menteri
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 12 Tahun 2011
tentang Indikator Kabupaten/Kota Layak Anak bagian penjelasan).
Klaster hak anak terdiri dari 5 (lima) klaster, yaitu:
1. Hak Sipil dan Kebebasan
a. Hak atas identitas Memastikan bahwa seluruh anak tercatat dan memiliki
Kutipan Akta Kelahiran sesegera mungkin sebagai pemenuhan tanggung
jawab negara atas nama dan kewarganegaraan anak (termasuk tanggal
kelahiran dan silsilahnya); dan menjamin penyelenggaraan pembuatan
akta kelahiran secara gratis dan dilakukan pendekatan layanan hingga
tingkat kelurahan/desa.
b. Hak perlindungan identitas memastikan sistem untuk pencegahan
berbagai tindak kejahatan terhadap anak seperti perdagangan orang,
adopsi ilegal, manipulasi usia, manipulasi nama, atau penggelapan asal-
usul serta pemulihan identitas anak sesuai dengan keadaan sebenarnya
sebelum terjadinya kejahatan terhadap anak tersebut; dan memberikan
jaminan hak prioritas anak untuk dibesarkan oleh orang tuanya sendiri.
c. Hak berekspresi dan mengeluarkan pendapat jaminan atas hak anak untuk
berpendapat; dan penyediaan ruang- ruang bagi anak untuk dapat
mengeluarkan pendapat atau berekspresi secara merdeka sesuai
keinginannya.
d. Hak berpikir, berhati nurani dan beragama Jaminan bahwa anak diberikan
ruang untuk menjalankan keyakinannya secara damai; dan mengakui hak
orang tua dalam memberikan pembinaan.
e. Hak berorganisasi dan berkumpul secara damai Jaminan bahwa anak bisa
berkumpul secara damai dan membentuk organisasi yang sesuai bagi
mereka.
f. Hak atas perlindungan kehidupan pribadi Jaminan bahwa seorang anak
tidak diganggu kehidupan pribadinya, atau diekspos ke publik tanpa ijin
dari anak tersebut atau yang akan mengganggu tumbuh kembangnya.
g. Hak akses informasi yang layak Jaminan bahwa penyedia informasi
mematuhi ketentuan tentang kriteria kelayakan informasi bagi anak;
penyediaan fasilitas dan sarana dalam jumlah memadai yang
memungkinkan anak mengakses layanan informasi secara gratis; dan
ketersediaan lembaga perijinan dan pengawasan.
h. Hak bebas dari penyiksaan dan penghukuman lain yang kejam, tidak
manusiawi atau merendahkan martabat manusia Jaminan bahwa setiap
anak diperlakukan secara manusiawi tanpa adanya kekerasan sedikitpun,
termasuk ketika anak berhadapan dengan hukum.
2. Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif
a. Bimbingan dan tanggungjawab orang tua memastikan anak diasuh dan
dirawat oleh orang tuanya. Oleh karena itu harus dilakukan penguatan
kapasitas orang tua untuk memenuhi tanggungjawabnya dalam
pengasuhan dan tumbuh kembang anak, meliputi penyediaan fasilitas,
informasi dan pelatihan yang memberikan bimbingan dan konsultasi bagi
orang tua dalam pemenuhan hak anak, contoh: Bina Keluarga Balita
(BKB).
b. Anak yang terpisah dari orang tua memastikan anak untuk tidak
dipisahkan dari orang tuanya kecuali pemisahan tersebut untuk
kepentingan terbaik bagi anak.
c. Reunifikasi memastikan anak untuk dipertemukan kembali dengan orang
tuanya setelah terpisahkan, misalnya terpisahkan karena bencana alam,
konflik bersenjata, orang tua berada di luar negeri, atau karena diculik dan
diperdagangkan.
d. Pemindahan anak secara ilegal memastikan anak tidak dipindahkan secara
ilegal dari daerahnya ke luar daerah atau ke luar negeri, contoh: larangan
TKI anak.
e. Dukungan kesejahteraan bagi anak memastikan anak tetap dalam kondisi
sejahtera meskipun orang tuanya tidak mampu, contoh: apabila ada orang
tua yang tidak mampu memberikan perawatan kepada anaknya secara
baik maka menjadi kewajiban komunitas, desa/kelurahan dan
pemerintahan daerah untuk memenuhi kesejahteraan anak.
f. Anak yang terpaksa dipisahkan dari lingkungan keluarga memastikan
anak yang diasingkan dari lingkungan keluarga mendapat pengasuhan
alternatif atas tanggungan negara, contoh: anak yang kedua orang tuanya
meninggal dunia, atau menderita penyakit yang tidak memungkinkan
memberikan pengasuhan kepada anak.
g. Pengangkatan/adopsi anak memastikan pengangkatan/adopsi anak
dijalankan sesuai dengan peraturan, dipantau dan dievaluasi tumbuh
kembangnya agar kepentingan terbaik anak tetap terpenuhi.
h. Tinjauan penempatan secara berkala memastikan anak-anak yang berada
di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA)/panti terpenuhi hak
tumbuh kembangnya dan mendapatkan perlindungan.
i. Kekerasan dan penelantaran memastikan anak tidak mendapatkan
perlakuan kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia.
3. Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan
a. Anak penyandang disabilitas memastikan anak cacat mendapatkan akses
layanan publik yang menjamin kesehatan dan kesejahteraannya.
b. Kesehatan dan layanan kesehatan memastikan setiap anak mendapatkan
pelayanan kesehatan yang komprehensif dan terintegrasi.
c. Jaminan sosial layanan dan fasilitasi kesehatan memastikan setiap anak
mendapatkan akses jaminan sosial dan fasilitasi kesehatan, contoh:
jamkesmas dan jamkesda.
d. Standar hidup memastikan anak mencapai standar tertinggi kehidupan
dalam hal fisik, mental, spiritual, moral dan sosial. Hal ini dapat dicapai
dengan menurunkan kematian anak, mempertinggi usia harapan hidup,
standar gizi, kesehatan, pendidikan, dan lingkungan.
4. Pendidikan, Pemanfaatan Waktu Luang dan Kegiatan Budaya
a. Pendidikan memastikan setiap anak mendapatkan akses pendidikan dan
pelatihan yang berkualitas tanpa diskriminasi. Contoh: mendorong
sekolah inklusi; memperluas pendidikan kejuruan, non-formal dan
informal; mendorong terciptanya sekolah ramah anak dengan
mengaplikasikan konsep disiplin tanpa kekerasan, dan menjamin
keamanan dan keselamatan perjalanan anak ke dan dari sekolah.
b. Tujuan pendidikan memastikan bahwa lembaga pendidikan
bertujuan untuk mengembangkan minat, bakat dan kemampuan anak
serta mempersiapkan anak untuk bertanggung jawab kepada kehidupan
yang toleran, saling menghormati dan bekerjasama untuk kemajuan dunia
dalam semangat perdamaian.
c. Kegiatan liburan, kegiatan budaya, dan olah raga memastikan bahwa anak
memiliki waktu untuk beristirahat dan dapat memanfaatkan waktu
senggangnya untuk melakukan berbagai kegiatan seni, budaya, olahraga
dan aktivitas lainnya. Contoh: penyediaan fasilitas bermain, rekreasi dan
mengembangkan kreatifitas anak.
5. Perlindungan Khusus
a. Anak dalam situasi darurat Anak yang mengalami situasi darurat
dikarenakan kehilangan orang tua/pengasuh/tempat tinggal dan fasilitas
pemenuhan kebutuhan dasar (sekolah, air bersih, bahan makanan,
sandang, kesehatan dan sebagainya) perlu mendapatkan prioritas dalam
pemenuhan dan perlindungan hak-hak dasarnya.
1. Pengungsi anak: memastikan bahwa setiap anak yang harus
berpindah dari tempat asalnya ke tempat yang lain, harus
mendapatkan jaminan pemenuhan hak tumbuh kembang dan
perlindungan secara optimal.
2. Situasi konflik bersenjata: memastikan bahwa setiap anak yang
berada di daerah konflik tidak direkrut atau dilibatkan dalam
peranan apapun; contoh: menjadi tameng hidup, kurir, mata-mata,
pembawa bekal, pekerja dapur, pelayan barak, penyandang senjata
atau tentara anak.
b. Anak yang berhadapan dengan hukum memastikan bahwa anak-anak
yang berhadapan dengan hukum mendapatkan perlindungan dan akses
atas tumbuh kembangnya secara wajar; dan memastikan diterapkannya
keadilan restoratif dan prioritas diversi bagi anak, sebagai bagian dari
kerangka pemikiran bahwa pada dasarnya anak sebagai pelaku-pun
adalah korban dari sistem sosial yang lebih besar.
c.Anak dalam situasi eksploitasi yang dimaksud dengan situasi eksploitasi
adalah segala kondisi yang menyebabkan anak tersebut berada dalam
keadaan terancam, tertekan, terdiskriminasi dan terhambat aksesnya
untuk bisa tumbuh kembang secara optimal. Praktik yang umum
diketahui misalnya dijadikan pekerja seksual, joki narkotika, pekerja
anak, pekerja rumah tangga, anak dalam lapangan pekerjaan terburuk
bagi anak, perdagangan dan penculikan anak, atau pengambilan organ
tubuh. Untuk itu, perlu dipastikan adanya program pencegahan dan
pengawasan agar anak-anak tidak berada dalam situasi eksploitatif, dan
memastikan bahwa pelakunya harus ditindak. Selain itu, anak- anak
korban eksploitasi harus ditangani secara optimal mulai dari pelayanan
kesehatan, rehabilitasi sosial, hingga pemulangan dan reintegrasi.
d. Anak yang masuk dalam kelompok minoritas dan adat memastikan
bahwa anak-anak dari kelompok minoritas dan adat dijamin haknya
untuk menikmati budaya, bahasa dan kepercayaannya.
Selanjutnya, prinsip yang harus selalu menyertai pelaksanaan setiap
klaster hak anak tersebut adalah:
1. Non-diskriminasi, yaitu tidak membedakan suku, ras, agama, jenis
kelamin, bahasa, paham politik, asal kebangsaan, status ekonomi,
kondisi fisik maupun psikis anak, atau faktor lainnya;
2. Kepentingan terbaik bagi anak, yaitu menjadikan hal yang paling baik
bagi anak sebagai pertimbangan utama dalam setiap kebijakan,
program, dan kegiatan;
3. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan anak, yaitu
menjamin hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan
anak semaksimal mungkin; dan
4. Penghargaan terhadap pandangan anak, yaitu mengakui dan
memastikan bahwa setiap anak yang memiliki kemampuan untuk
menyampaikan pendapatnya, diberikan kesempatan untuk
mengekspresikan pandangannya secara bebas terhadap segala sesuatu
hal yang mempengaruhi dirinya.
f. Pengertian Kota Layak Anak (KLA)
1. Definisi Kota Layak Anak (KLA)
Kota Layak Anak merupakan istilah yang diperkenalkan pertama kali
oleh Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan tahun 2005 melalui
Kebijakan Kota Layak Anak.Karena alasan untuk mengakomodasi
pemerintahan kabupaten, belakangan istilah Kota Layak Anak menjadi
Kabupaten/Kota Layak Anak dan kemudian disingkat menjadi KLA. Dalam
kebijakan tersebut digambarkan bahwa KLA merupakan upaya
pemerintahan kabupaten/kota untuk mempercepat implementasi Konvensi
Hak Anak (KHA) dari kerangka hukum ke dalam definisi, strategi, dan
intervensi pembangunan seperti kebijakan, institusi, dan program yang
layak anak(www.kla.or.id/).
Kota Layak Anakdan atau Kota Ramah Anak kadang-kadang kedua
istilah ini dipakai dalam arti yang sama oleh beberapa ahli dan pejabat
dalam menjelaskan pentingnya percepatan implementasi Konvensi Hak
Anak ke dalam pembangunan sebagai langkah awal untuk memberikan
yang terbaik bagi kepentingan anak.
2. Pemekaran Daerah
Pemekaran kabupaten dan kota merupakan buah dari otonomi daerah.
Gejala ini sudah terasa sejak berlakunya Undang-Undang Otonomi Daerah
tahun 2001. Tercatat sampai Agustus 2008 terdapat 471 kabupaten dan kota
+ 12 dalam proses pemekaran. Tujuan akhir dari pemekaran ini adalah
diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat
melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta
masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan
prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan
suatu daerah dalam Sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Makna
dari tujuan akhir ini tersirat bahwa ‘perlindungan anak’ menjadi salah satu
urusan wajib yang diserahkan oleh pemerintah ke pemerintah kabupaten
dan kota akan semakin terwujud. Namun yang menjadi pertanyaan apakah
‘anak’ menjadi pusat pembangunan di kabupaten dan kota? Karena selama
ini pemerintahan kabupaten dan kota lebih memusatkan pada bidang
ekonomi, politik dan infrastruktur, tanpa mempertimbangkan unsur
kepentingan terbaik anak dalam pengambilan keputusan. Hal ini ditandai
oleh belum berkembangnya wadah-wadah partisipasi anak yang dibangun
di kabupaten dan kota guna mendengarkan dan menyuarakan pendapat dan
harapan anak sebagai bentuk partisipasi anak dalam proses pembangunan.
3. Kota dan Anak
Berbagai penelitian yang dilakukan oleh para arsitek, perencana kota,
perancang, psikolog, sosiolog, dan kriminolog yang berkaitan dengan anak
dan kota, baik sebagai warga kota maupun pengguna ruang kota. Penelitian
tersebut dilakukan dengan beberapa alasan, antara lain kepentingan
pemenuhan tugas akhir sebagai mahasiswa, dan kepentingan organsiasi atau
lembaga dalam rangka proyek dan atau pembangunan kota. Bila ditelusuri,
penelitian tentang anak dan kota telah berlangsung sejak tahun 1970-an
sampai sekarang.
Penelitian yang sangat berpengaruh pada implementasi Konvensi Hak
Anak dan kemudian diadopsi oleh UNICEF dan UNHABITAT melalui
“Child Friendly City Inniciative” adalah penelitian yang dilakukan oleh
Kevin Lynch, arsitek dari Massachusetts Institute of Technology. Penelitian
dengan judul ”Persepsi anak terhadap ruang” dilaksanakan di 4 kota –
Melbourne, Warsawa, Salta, dan Mexico City, dengan menggunakan
metode pengamatan, wawancara dan menggambar. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa lingkungan kota yang terbaik untuk anak adalah yang
mempunyai: komuniti yang kuat secara fisik dan sosial, komuniti yang
mempunyai aturan yang jelas dan tegas; adanya pemberian kesempatan
pada anak; dan fasilitas pendidikan yang memberi kesempatan anak untuk
mempelajari dan menyelidiki lingkungan dan dunia mereka
(www.kla.or.id/).
Dilihat dari sejumlah penelitian tersebut, yang sangat menarik bahwa
anak, seperti halnya orang dewasa, dapat diajak kerjasama dan mengatasi
persoalan-persoalan yang berhubungan dengan lingkungan kota (Adams &
Ingham, 1998:51). Pemerintah dapat berkonsultasi dengan mereka, karena
mereka mempunyai persepsi, pandangan dan pengalaman mengenai
lingkungan kota tempat mereka tinggal. Dari mereka, pemerintah dan para
pemangku kepentingan di bidang anak dapat menemukan kebutuhan atau
aspirasi mereka untuk mempercepat implementasi Konvensi Hak Anak dan
Komitmen Negara lainnya di bidang anak.
Pengertian anak dalam Pasal 1 ayat satu Peraturan Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia
Nomor 14 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengembangan Kabupaten/Kota
Layak Anak Tingkat Provinsi adalah seseorang yang belum berusia 18
(delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kadungan.
Anak dapat membantu pemerintah dalam mendapatkan data mengenai
lingkungan tempat tinggal, lingkungan masyarakat, lingkungan sekolah,
tempat bermain, pelayanan transportasi dan pelayanan kesehatan. Anak
akan memperoleh pengalaman yang tak ternilai dari pelibatan mereka.
Melalui kegiatan pelibatan ini anak menjadi berfikir mengenai persoalan
lingkungannya, dan dapat mengidentifikasi persoalan yang ada untuk
didiskusikan dan dipecahkan bersama. Mereka juga dapat memberikan
kontribusi dalam proses perencanaan dan pengembangan kota yang mereka
harapkan.
7. Teori Kebijakan
Kebijakan Kota Layak Anak adalah istilah yang diperkenalkan pertama
kali oleh Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan tahun 2005 yang
sekarang sering disebut dengan KLA. Dalam Kebijakan tersebut
digambarkan bahwa KLA merupakan upaya pemerintahan kabupaten/kota
untuk mempercepat implementasi Konvensi Hak Anak (KHA) dari
kerangka hukum ke dalam definisi, strategi, dan intervensi pembangunan
seperti kebijakan, institusi, dan program yang layak anak. Menurut
Sheridan Bartlett, ahli perkotaan dari City University Of New York dan The
International Institute For Environment And Development, London
(Bartlett, 2002) dalam pemenuhan kebutuhan anak diperlukan adanya
intervensi pencegahan terjadinya bahaya terhadap anak di tempat tinggal
mereka, yaitu dengan melakukan modifikasi dan perbaikan di lingkungan
tempat tinggal.
Kota Layak Anak (KLA) ini pertama kali di deklarasikan pada tahun
2011 yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan
Nomor 11 tahun 2011 tentang Kebijakan Pengembangan Kabupaten/Kota
Layak Anak kemudian peraturan tersebut menjadi dasar hukum Kabupaten
Tegal dalam melaksanakan kota layak anak.
Kebijakan Kota Layak Anak merupakan tanggung jawab bersama
bukan hasil kerja satu instansi saja sehingga perlu sinergitas antara satuan
kerja pemerintah daerah (SKPD) dengan SKPD lainnya di antaranya yaitu
Bappeda, Dinas Kesehatan, Dinas Catatan Sipil, Badan Pemberdayaan
Perempuan dan Anak, Dinas Pendidikan, Kepolisian serta elemen-lemen
lain. Terdapat 31 indikator yang harus dipenuhi oleh Pemerintah Kota
Probolinggo untuk memperoleh predikat Kota Layak Anak. 31 indikator
tersebut diklasifikasikan dalam lima kluster di antaranya yaitu kluster hak
sipil dan kebebasan, kluster lingkungan keluarga dan perawatan alternatif,
kluster kesehatan dasar dan kesejahteraan, kluster pendidikan, pemanfaatan
waktu luang dan kegiatan budaya dan kluster upaya-upaya perlindungan
khusus.
8. Indikator Kota Layak Anak
Indikator KLA (Kota Layak Anak) dibagi dalam dua kategori yaitu
indikator umum dan indikator khusus. Indikator umum adalah dampak
jangka menengah dan jangka panjang dari pengembangan kebijakan KLA
dimana Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan (KPP) dan Badan
Pemberdayaan Perempuan di provinsi dan kabupaten/kota tidak terlibat
secara langsung dalam upaya mencapai indikator tersebut. Dalam hal ini
peran KPP lebih pada pembuatan kebijakan agar tercipta suatu keadaan
yang kondusif dalam rangka mempercepat pencapaian indikator
tersebut(Deputi Bidang Perlindungan Anak. 2009: 43).
Indikator khusus adalah dampak jangka pendek dan jangka menengah
pengembangan kebijakan KLA dimana Kementrian Negara Pemberdayaan
Perempuan (KPP) dan Badan Pemberdayaan Perempuan di provinsi dan
kabupaten/kota terlibat secara langsung dalam upaya mencapai indikator
tersebut.
Berikut adalah 31 indikator yang ada dalam Peraturan Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia No
12 Tahun 2011,(Penjelasan Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak No 12 Tahun 2011)yaitu:
NO INDIKATOR LAYAK
ANAK
NO INDIKATOR LAYAK
ANAK
1. Adanya peraturan per UU
dan kebijakan untuk
pemenuhan hak anak
17. Jumlah pojok ASI
2. Persentase anggaran untuk 18. Persentase imunisasi dasar
pemenuhan hak anak lengkap
3. Jumlah peraturan per UU,
kebijakan program dan
kegiatan yang mendapatkan
masukan dari Forum Anak
dan Kelompok anak lainnya
19. Jumlah lembaga yang
memberikan pelayanan
reproduksi dan mental
4. Tersedianya SDM terlatih
KHA dan mampu
menerapkan hak anak ke
dalam kebijakan, program
dan kegiatan
20. Jumlah anak dari keluarga
miskin yang memperoleh
akses peningkatan
5. Tersedia data anak terpilah
menurut jenis kelamin,
umur, dan kecamatan
21. Persentase rumah tangga
dengan akses air bersih
6. Keterlibatan lembaga
masyarakat dalam
pemenuhan hak anak
22. Tersedia kawasan tanpa
rokok
7. Keterlibatan dunia usaha
dalam pemenuhan hak anak
23. Angka antisipasi pendidikan
anak usia dini
8. Persentase anak yang 24. Persentase wajib belajar
terregistrasi dan mendapat
kutipan akta kelahiran
pendidikan 12 tahun
9. Tersedian fasilitas
informasi layak anak
25. Persentase sekolah ramah
anak
10. Jumlah kelompok anak
termasuk forum anak
26. Jumlah Sekolah yang
memiliki program, sarana
dan prasarana perjalanan
anak ked an dari sekolah
11. Persentase usia perkawinan
pertama di bawah 18 tahun
27. Tersedianya fasilitas untuk
kegiatan kreatif dan rekreatif
yang ramah anak, diluar
sekolah yang dapat di akses
semua anak
12. Tersedia lembaga
konsultasi bagi orang
tua/keluarga tentang
pengasuhan dan perawatan
anak
28. Persentase anak yang
memerlukan perlindungan
khusus yang memperoleh
pelayanan
13. Sebagai alternatif terakhir
dalam pengasuhan anak
29. Persentase kasus anak
berhadapan dengan hukum
tersedia lembaga
kesejahteraaan sosial anak
(LKSA) yang memenuhi
persyaratan
(ABH) yang diselesaikan
dengan pendekatan restoratif
(restorative justice)
14. Angka kematian bayi
(AKB)
30 Adanya mekanisme
penanggulangan bencana
15. Pravalensi kekurangan gizi
pada balita
31. Persentase anak yang
dibebaskan dari bentuk-
bentuk pekerjaan terburu
16. Persentase ASI eksklusif
9. Teori Perlindungan Anak dan Perempuan
1. Instrumen Hukum Internasional
Perdagangan perempuan (dan anak) sudah menjadi isu global,
khususnya di Eropa dan Amerika sejak awal abad XX dan oleh
masyarakat internasional disetujui International Agreement for the
Suppresion of the White Slave Traffic (Persetujuan Internasional untuk
Penghapusan Perbudakan Kulit Putih) pada tanggal 18 Mei 1904 dan
diamandemen dengan protokol oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 3
Desember 1948 dan kemudian pada tanggal 4 Mei 1910 disetujui
International Convention for the Suppresion of the White Traffic Slave
(Konvensi Internasional untuk Penghapusan Perbudakan Kulit Putih).
Persetujuan berikutnya adalah International Convention for the
Suppresion of Traffic in Women and Children (Konvensi Internasional
Untuk Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak) pada tanggal
30 September yang disetujui dengan protokol oleh Majelis Umum PBB
tanggal 20 Oktober 1947, Konvensi Keempat tentang Pelarangan
Perdagangan Perempuan, khususnya Perempuan Dewasa adalah
International Convention for the Suppression of Traffic in Women of
Full Age (Konvensi Internasional untuk Penghapusan Perdagangan
Perempuan Perempuan Dewasa) tertanggal 11 Oktober 1933 yang juga
diamandemen dengan protokol pada tahun 1974 (Rika Saraswati. 2015 :
86).
Empat konvensi tersebut setelah mengalami perubahan mendasar
kemudian dituangkan kedalam Resolusi Nomor 317 (IV) tertanggal 2
Desember 1949 menjadi Convention for the Suppression of the Traffic
in Person and the Exploitation of the Prostitution of Others. Konvensi
ini merupakan perjanjian internasional tentang penghapusan
perdagangan manusia dan eksploitasi pelacuran. Konvensi ini
berpandangan bahwa pelacur adalah korban sehingga aktor yang
menjerumuskan harus dihukum, bahkan jika hal itu atas persetujuan
korban (pasal 1 ayat (1) dan (2)). (Suyanto. 2002: 106) Indonesia belum
meratifikasi konvensi ini.
Kemudian pada tahun 1979, Majelis Umum PBB menyetujui
Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap
Perempuan (Convention on the Eliminiation of All Forms of
Discrimination Against Women atau CEDAW). Konvensi ini
menyerukan persamaan hak dan perlindungan terhadap perempuan dan
anak-anak. Konvensi ini juga mewajibkan negara penanda tangan
konvensi agar membuat peraturan yang tepat, termasuk pembuatan
undang-undang untuk memberantas segala bentuk perdagangan
perempuan dan eksploitasi pelacuran (pasal 6). Indonesia sudah
meratifikasi Undang-undang Nomor 7 tahun 1984.
Pada tahun 1989 Konvensi Hak Anak atau KHA (Convention on
the Right of the Child) disetujui oleh Majelis Umum PBB. Konvensi ini
mempertegas hak-hak dan perlindungan terhadap anak karena
merupakan generasi penerus, tetapi rentan terhadap berbagai ancaman,
perlakuan salah, dan eksploitasi dalam berbagai aspek kehidupan. KHA
mengatur bahwa setiap anak berhak atas perlindungan dari eksploitasi
dan penganiayaan seksual termasuk pelacuran dan keterlibatan dalam
pornografi. Selain itu, negara wajib mencegah penjualan/
penyelundupan dan penculikan anak dan wajib menjamin agar anak
yang menjadi korban konflik bersenjata, penganiayaan , penelantrana,
perlakuan salah, atau eksploitasi memperoleh perawatan yang layak
demi penyembuhan dan pengembalian kondisi sosial mereka (Pasal 34,
35, dan 39). Indonesia sudah meratifikasi melalui Keputusan Presiden
Nomor 36 Tahun 1990.
Kemudian, Konvensi 182 ILO tentang penghapusan Bentuk-
bentuk Pekerjaan Terburuk bagi Pekerja Anak yang sudah Diratifikasi
oleh Indonesia melalui UU No 1 Tahun 2000 menegaskan untuk
melarang semua bentuk perbudakan atau praktik yang sama, seperti
menjual atau memperdagangkan anak, menjerat dengan utang,
memperbudak, mengusai, atau memperkerjapaksakan, termasuk
didalamnya menguasai atau merekrut anak-anak untuk dipekerjakan
dalam konflik bersenjata. Indonesia sudah meratifikasi konvensi ini
melalui UU No 1 tahun 2000.
Produk Hukum yang dikeluarkan terakhir adalah Convention
Against Transnational Organized Crime yang dilengkapi Protokol
untuk Mencegah, Menghapus, dan Menghukum Perdagangan Manusia
(Protocol to Prevent, Suppress, and Punish Trafficking in Person ,
Especially Women and Children) sebagai Suplemen Konvensi tersebut.
2. Teori Otonomi Daerah mengenai Perempuan dan Anak
Lahirnya kebijakan KLA, diharapkan dapat menciptakan keluarga
yang sayang anak, rukun tetangga, dan rukun warga, atau lingkungan
yang peduli anak, kelurahan dan desa layak anak dan kecamatan/
kabupaten kota yang layak bagi anak sebagai prasyarat untuk
memastikan bahwa anak tumbuh dan berkembang dengan baik,
terlindungi hak nya dan terpenuhi kebutuhan pisik dan psikologisnya.
Pemerintah Daerah demi mewujudkan KLA tersebut, maka perlu
melakukan berbagai upaya pengintegrasian sumber daya, isu-isu
perlindungan dan peningkatan kualitas anak kedalam dokumen
perencanaan dan implementasi pembangunan pemerintah, pemerintah
provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Oleh karena itu maka perlu
adanya panduan kebijakan KLA.
Bangsa Indonesia memerlukan adanya suatu model pembangunan
yang mempertimbangkan pemenuhan hak dan kebutuhan anak sejak
proses perencanaan, implementasi hingga pengawasan dan
penilaiannya.
Oleh karena itu pemerintah memandang perlu adanya Kebijakan
Kabupaten/Kota Layak Anak sebagai langkah awal dalam rangka
menciptakan pembangunan yang peduli terhadap hak, kebutuhan dan
kepentingan anak. Karena prinsip Kebijakan KLA adalah mendorong
kabupaten/kota agar menghormati hak anak yang diwujudkan dengan
cara:
1. Menyediakan akses pelayanan kesehatan, pendidikan, air bersih,
sanitasi yang sehat dan bebas dari pencemaran lingkungan.
2. Menyediakan kebijakan dan anggaran khusus untuk anak.
3. Meneyediakan lingkungan yang aman dan nyaman, sehingga
memungkinkan anak dapat berkembang , anak dapat berkreasi,
belajar, berinteraksi sosial, berkembang psikososial, dan ekspresi
budayanya.
4. Keseimbangan di bidang sosial, ekonomi, dan terlindungi dari
pengaruh kerusakan lingkungan dan bencana alam.
5. Memberikan perhatian khusus kepada anak seperti yang tinggal
dan bekerja dijalan, eksploitasi seksual, hidup dengan kecacatan
atau tanpa dukungan orang tua.
6. Menyediakan wadah bagi anak-anak untuk berperan serta dalam
pengambilan keputusan yang berperan langsung pada kehidupan
mereka.
Kabupaten/Kota adalah pembagian wilayah adminstrasi di
Indonesia setelah Provinsi yang dipimpin oleh seorang bupati/walikota.
Dalam konteks KLA Kabupaten/Kota adalah pembagian wilayah
administrasi dan geografi termasuk kecamatan, kelurahan/desa,
kawasan tertentu, rumah tangga dan Keluarga (Deputi Bidang
Perlindungan Anak .2009: 7). Layak adalah kondisi fisik dan non fisik
suatu Kabupaten/Kota dimana aspek-aspek kehidupannya memenuhi
unsur-unsur yang diatur dalam konvensi Hak Anak dan/atau UU
perlindungan Anak sebagaimana diuraikan dalam Indikator KLA.
Kebijakan Kota/Kabupaten Layak Anak adalah sistem suatu
wilayah administrasi yang menintegrasikan komitemen dari sumber
daya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha dalam rangka memenuhi
hak anak yang terencana secara menyeluruh (holistik) dan berkelanjutan
(sustainable) melalui Pengarusutamaan Hak Anak (PUHA).
I. PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT IMPLEMENTASI
INDIKATOR KOTA LAYAK ANAK
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
yaitu pada Pasal 28 yang mengatur HAM.
Pasal 28B ayat 2 :Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.
2. Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 meratifikasi KHA :
yang berisi kewajiban membuat langkah-langkah konkrit untuk
mempromosikan, melindungi, memenuhi dan menghormati hak-
hak anak. Indonesia menyatakan komitmen untuk menjamin setiap
anak diberikan masa depan yang lebih baik.
3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia.
Pasal 52 ayat 2 : hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk
kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum
bahkan sejak dalam kandungan.
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak
a. Pasal 1 ayat 2 : Segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
b. Pasal 3 : Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin
terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi
terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak
mulia dan sejahtera.
c. Pasal 24 : Negara dan Pemerintah menjamin anak untuk
mempergunakan haknya dan menyampaikan pendapat sesuai
dengan usia dan tingkat kecerdasan anak.
d. Pasal 25 :Kewajiban dan tanggung jawab masyarakat
terhadap perlindungan anak dilaksanakan melalui kegiatan
peran masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak.
e. Pasal 26 :Orang tua berkewajiban dan bertanggungjawab
untuk a) mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi
anak; b) menumbuhkembangkan anak sesuai dengan
kemampuan anak, bakan dan minatnya; dan c) mencegah
terjadinya perkawinan pada usia anak-anak. Apabila orang tua
tidak ada, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung
jawabnya, atau tidak diketahui keberadaannya, maka
kewajiban dan tanggung jawab orang tua atas anak dapat
beralih kepada keluarga yang dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
f. Pasal 72 ayat 2 : Peran masyarakat dilakukan oleh orang
perseorangan, lembaga perlindungan anak, lembaga sosial
kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga
pendidikan, lembaga keagamaan, badan usaha, dan media
massa.
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga
a. Pasal 2 ayat (1) : Lingkup rumah tangga dalam Undang-
undang ini meliputi : (a). suami, isteri, dan anak; (b). orang-
orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang
sebagaimana dimaksud dengan huruf a karena hubungan darah,
perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang
menetap dalam rumah tangga; dan/atau (c). orang yang bekerja
membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga
tersebut.
b. Pasal 4 : Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga ertujuan
antara lain : (a). mencegah segala bentuk kekerasan dalam
rumah tanga; (b). melindungi korban kekerasan dalam rumah
tangga; (c). menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga.
c. Pasal 5 : Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam
rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya,
dengan cara : a. kekerasan fisik; b. kekerasan psikis; c.
kekerasan seksual; atau d. penelantaran rumah tangga.
d. Pasal 11 : Pemerintah bertanggung jawab dalam upaya
pencegahan kekerasan dalam rumah tangga.
6. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan
Pasal 27 (1) Setiap kelahiran wajib dilaporkan oleh Penduduk
kepada Instansi Pelaksana ditempat terjadinya peristiwa kelahiran
paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah kelahiran. (2)
Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) , Pejabat
Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Kelahiran dan
menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran.
7. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 205-2025
Tujuan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)
Tahun 2005-2025 untuk memberikan arah sekaligus menjadi acuan
bagi seluruh komponen bangsa (pemerintah, masyarakat, dan dunia
usaha) didalam mewujudkan cita-cita dan tujuan melalui visi, misi,
dan arah pembangunan yang disepakati bersama sehingga seluruh
upaya yang dilakukan oleh pelaku pembangunan bersifat sinergis,
koordinatif, dan saling melengkapi satu dengan yang lainnya
didalam satu pola sikap dan pola tindak.
Dalam lampiran Undang-undang tersebut disebutkan bahwa
pemerintah menetapkan arah pembangunan pemberdayaan
perempuan dan anak yang diarahkan pada peningkatan kualitas
hidup dan peran perempuan, kesejahteraan, dan perlindungan anak
di berbagai bidang pembangunan; penurunan jumlah tindak
kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi terhadap perempuan dan
anak ; serta penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan
gender dan anak di tingkat nasional dan daerah, termasuk
ketersediaan data dan statistik gender.
8. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang
Pasal 17 : Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2,
pasal 3, dan pasal 4 dilakukan terhadap anak, maka ancaman
pidananya ditambah 1/3 (sepertiga).
9. Undang-undang No 35 Tahun 2014 pembaharuan dari Undang-
undang No 23 Tahun 2001.
Dalam Undang-undang ini menegaskan bahwa pertanggungjawaban
orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan Negara merupakan
rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus demi
terlindunginya hak-hak anak.
10. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Republik Indonesia No 12 Tahun 2011 Tentang
Indikator Kabupaten/Kota Layak.
J. METODE PENELITIAN
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam
skripsi ini adalah menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan
kualitatif disini memusatkan perhatiannya pada prinsip-prinsip umum
yang mendasari perwujudan satuan-satuan budaya-budaya yang ada
dalam kehidupan manusia, atau pola-pola yang dianalisisgejala-gejala
sosial budaya dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat yang
bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai pola-pola yang
berlaku (Burhan Ashshofa, S.H. 2013: 21).
Menurut Burhan (2013: 57) pendekatan kualitatif digunakan
karena dengan beberapa pertimbangan yaitu :
1. Bahwa apa yang ingin diperoleh dan dikaji oleh sebuah penelitian
kualitatif adalah pemikiran, makna, cara pandang manusia
mengenai gejala-gejala yang menjadi fokus-fokus penelitian.
Makna pemikiran dan sebagainya adalah satuan gagasan bukan
gejala.
2. Gagasan hanya dapat ditangkap dengan cara memahami gagasan
yang bersangkutan. Keberadaan suatu gagasan dapat dibuktikan
dengan cara memperlihatkan pola-pola tindakan yang merupakan
perwujudan dari gagasan yang bersangkutan.
3. Makna yang ingin diperoleh dan dikaji dalam penelitian kualitatif
dilihat sebagai sebuah sistem, demikian pola-pola tindakan yang
merupakan perwujudan dari sistem makna tersebut. Artinya suatu
gejala yang ingin dipahami di dalam penelitian kualitatif selalu
dilihat sebagai hal yang mempunyai komponen-komponen yang
lebih kecil. Komponen yang satu dengan yang lainnya saling
berkait satu dengan yang lainnya secara fungsional (saling
mempengaruhi).
Penelitian ini terkait dengan Peraturan Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No 12 Tahun 2011
tentang Indikator Kabupaten/Kota Layak Anak, berkaitan dengan
percepatan kabupaten layak anak di Kabupaten Tegal.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian untuk penelitian ini adalah Yuridis sosiologis.
Menurut Emile Durkheim , penelitian hukum sosiologi berarti melihat
fakta social yaitu cara-cara bertindak, berfikir dan merasa yang ada
diluar individu. Selain menempatkan hukum sebagai fakta social
Durkheim juga menelaah hukum dengan solidarity social, dalam studi
ini berarti hukum dijadikan alat untuk menetapkan bentuk solidaritas
suatu masyarakat.
Sebenarnya berlakunya hukum dapat ditilik dari berbagai
perspektif, seperti perspektif filosofis, yuridis (normative) dan
sosiologis. Perspektif yuridis berlakunya hukum sesuai dengan kaidah-
kaidah yang lebih tinggi.Sedangkan berlakunya hukum dari perspektif
sosiologis intinya adalah efektivitas hukum. Yuridis Sosiologis
merupakan jenis penelitian agar peneliti dapat melihat dari efektivitas
Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak No 12 Tahun 2011 tentang Indikator Kabupaten/Kota Layak Anak
terkait dengan percepatan kabupaten layak anak di Kabupaten Tegal.
3. Fokus Penelitian
Fokus Penelitian yang dipakai adalah deskriptis analitis yaitu
penelitian untuk memberikan gambaran secara rinci, sistematis dan
menyeluruh mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan
“Percepatan kabupaten/kota layak anak di Kabupaten Tegal perspektif
Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak No 12 Tahun 2011” yang dikaitkan dengan teori-teori hukum dan
praktek pelaksanaannya yang menyangkut permasalahannya.
4. Lokasi Penelitian
Data evaluasi Kabupaten Tegal terkait dengan kabupaten/kota
layak anak dalam hasil analisis gambaran umum kondisi daerah
terhadap capaian kinerja penyelenggaraan urusan pemerintahan pada
tahun 2009-2013 (RPJMD Kabupaten Tegal, 2014 : 144-161) adalah :
1. Dalam angka partisipasi sekolah SD/MI untuk tahun 2009
(87,10), tahun 2010 (83,63), tahun 2011 (79,31), tahun 2012
(91,27), untuk tahun 2013 (109,80) telah mencapai target dari
angka 105,00.
2. Dalam angka partisipasi sekolah SMP/MTS untuk tahun 2009
(48,20), tahun 2010 (47,10), tahun 2011 (52,40), tahun 2012
(87,35), tahun 2013 (94,28) telah mencapai target dari angka
95,00.
3. Dalam angka partisipasi sekolah SMA/MA/SMK untuk tahun
2009 (40,7), tahun 2010 (43,30), tahun 2011 (42,20), tahun 2012
(45,20), tahun 2013 (54,70) telah mencapai target dari angka
55,00.
4. Presentase balita gizi baik untuk tahun 2009 (99,97), tahun 2010
(99,97), tahun 2011 (99,96), tahun 2012 (98,56), tahun 2013
(99,08) telah mencapai target.
5. Presentase balita gizi buruk untuk tahun 2009 (0,03), tahun 2010
(09,037), tahun 2011 (0,043), tahun 2012 (1,44), tahun 2013
(0,92) belum mencapai target dari 0,00.
6. Angka kematian bayi per 1000 kelahiran hidup untuk tahun
2009 (6,59), tahun 2010 (7,56), tahun 2011 (7,24), tahun 2012
(8,17), tahun 2013 (8,94) belum mencapai target.
7. Sudah memiliki KK (kartu keluarga) untuk tahun 2009
(30.697), tahun 2010 (32.735), tahun 2011 (58.308), tahun 2012
(87.467), tahun 2013 (87.467) belum mencapai target.
8. Sudah memiliki Akta Kelahiran untuk tahun 2009 (217.804),
tahun 2010 (268.651), tahun 2011 (303.551), tahun 2012
(316.869), tahun 2013 (331.449) belum mencapai target.
9. Perpustakan milik Pemerintah Daerah untuk tahun 2009 sampai
denga tahun 2013 (1) telah mencapai target.
10. Perpustakan non Pemerintah Daerah (sekolah) untuk tahun 2009
(422), tahun 2010 (430), tahun 2011 (448), tahun 2012 (454),
tahun 2013 (867) telah melebihi target.
11. dll
Dilihat dari data diatas dan berdasarkan judul penelitian yaitu
“Percepatan Kota Layak Anak di Kabupaten Tegal Perspektif Peraturan
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No
12 Tahun 2011” maka jelas bahwa penelitian akan dilaksanakan di
Kabupaten Tegal dalam hal ini adalah SKPD terkait dan berbagai
lembaga yang berhubungan dengan penelitian tersebut.
5. Sumber Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
a. Data Primer (Data Lapangan):
Sumber data primer yang dimaksud adalah dengan mengadakan
penelitian lapangan langsung pada obyeknya. “ Data Primer
merupakan kata-kata dan tindakan orang yang diamati, atau
diwawancarai. Sumber data primer diperoleh peneliti melalui
pengamatan atau observasi langsung, yang didukung dengan
wawancara terhadap responden.Pencatatan sumber data utama
pengamatan atau observasi dan wawancara merupakan hasil usaha
gabungan dari kegiatan melihat, mendengar, dan bertanya yang
dilakukan secara sadar, terarah, dan senantiasa bertujuan memperoleh
informasi ang diperlukan.
Hubungan antara peneliti dan responden dibuat seakrab mungkin
supaya subyek penelitian bersikap terbuka dalam setiap menjawab
pertanyaan.Responden lebih leluasa dalam memberi informasi atau
data, untuk mengemukakan pengetahuan dan pengalaman yang
berkaitan dengan informasi sebagai jawaban terhadap permasalahan
penelitian.
b. Data Sekunder, yaitu data yang diperolehdari hasilkajianpustaka,
berupa Undang-Undang, buku-buku, skripsi, jurnal, artikelsertabahan
literatur lainnya. Berikut adalah rincian dari kajian pustaka :
a. Perundang-undangan :
- Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, yaitu pada pasal yang mengatur HAM.
- Undang-Undang No 23 Tahun 2002 yang kemudian
diperbaharui melalui Undang-Undang No 35 Tahun 2014.
- Undang-Undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia.
- Keputusan Presiden No 36 Tahun 1990 tentang ratifikasi
Konvensi Hak Anak (KHA).
- Undang-Undang No 21 Tahun 2007 tentang Pemberatasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang.
- Keputusan Presiden No 40 Tahun 2004 tentang Pertahanan
Keamanan 2004-2009 tentang Memasukan Agenda
Ratifikasi Protokol Opsional Konvensi Hak Anak tentang
Perdagangan anak, pornografi anak, dan Prostitusi Anak
(2005) dan Protokol Opsional Konvensi Hak Anak tentang
Keterlibatan Anak dalam Konflik Bersenjata (2006).
- Keputusan Presiden No 59 Tahun 2002 tentang Rencana
Aksi Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk
Anak.
- Keputusan Presiden No 87 Tahun 2002 tentang Rencana
Aksi Nasional (RAN) Penghapusan Eksploitasi Seksual
Komersial Anak (ESKA).
- Keputusan Presiden No 88 Tahun 2002 tentang Rencana
Penghapusan Perdagangan Perdagangan Perempuan dan
Anak (RAN P3A). Peraturan hukum ini dapat digolongkan
sebagai aturan yang bersifat mendasar.
- Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Nomor 11 Tahun 2011 tentang
Kebijakan Pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak
- Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak No 12 Tahun 2011 tentang Indikator
Kota Layak Anak.
b. Buku-buku:
- Ashshofa, Burhan. 2007. MetodePenelitianHukum.
Jakarta: RinekaCipta
- Baharuddin Lopa. 2008 Al-Quran dan Hak-Hak Asasi
Manusia. Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa,
- Soemitro, Ronny Hanitijo. 1990. Metodologi Penelitian
Hukum dan Jurimetri. Jakarta: Penerbit PT. Ghalia Indonesia
- Adi, Rianto.2010. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum.
Jakarta : Granit
- Soekanto, soerjono. Pengan Penelitian Hukum. UI-Press :
Jakarta.1982
- Sunggono, Bambang. 1994. Hukum dan Kebijakan Publik.
Jakarta: Sinar Grafika
- Adams, Eillen & Sue Ingham. 1998. Changing Places :
Changing Places: Children’s Participation in Environmental
Planning. London: The Children’s Society.
- Saraswati, Rika . 2015. Hukum Perlindungan Anak di
Indonesia. Bandug : PT Citra Aditya Bhakti.
- Deputi Bidang Perlindungan Anak. 2009. Kebijakan
Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA). Jakarta : Kementrian
Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia.
- Nurcholis, Hanif. 2005. Teori dan Praktik Pemerintahan dan
Daerah Otonom. Jakarta : PT. Grasindo.
c. Artikel/ makalah/ tesis/ skripsi :
- Irwanto, Prof., PhD., 2008. Mengarusutamakan Hak-Hak
Anak Dalam Pembangunan Nasional: Perspektif Ekologi
Perilaku Manusia. Jakarta, Universitas Atmajaya.
- Patilima, Hamid. 2004. Persepsi Anak Mengenai
Lingkungan Kota – Studi Kasus Di Kelurahan Kwitang.
Tesis. Jakarta: Kajian Pengembangan Perkotaan,
Pascasarjana Universitas Indonesia.
- Amanda, Rica. 2008. Analisis Efisiensi Teknis Bidang
Pendidikan Dalam Implementasi Model Kota Layak Anak
(Studi Kasus 14 Kota/Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2008). Skripsi. Semarang : Universitas Diponegoro.
d. Jurnal :
- Laporan Pengembangan Model Kota Layak Anak Kabupaten
Gorontalo melalui www.kla.or.id/
- Ratri, Dewi Kartika. 2014, Implementasi Peraturan Walikota
Nomor 36 Tahun 2013 Tentang Kebijakan Kota Layak
Anak. Jurnal Ilmu Pemerintahan Universitas Brawijaya 10
September 2014.
- Suryanto, SH., MH , Eddy. 2015, Surakarta Kota Layak
Anak Dinilai Hanya Formalitas. Fakultas Hukum
Universitas Slamet Riyadi Surakarta.Vol 8 Universitas
Slamet Riyadi Surakarta.
- Subiyakto,Rudi. 2012, Membangun Kota Layak Anak Studi
kebijakan Publik di Era Otonomi Daerah. Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji
Tanjungpinang. Jurnal SOSIO-RELIGIA, Vol. 10, No.1,
Februari 2012.
- Smuts, Aaron. 2013, Five Test For What Makes A Life
Worth Living. J Value In quiry (2013) 47: 439-459 DOI
40.1007/s10790-013-9393-x.
6. Tekhnik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah:
a. Wawancara
Wawancara adalah cara yang digunakan untuk memperoleh
keterangan secara lisan guna mencapai tujuan tertentu, dan tujuan ini
dapat bermacam-macam, antara lain untuk diagnosa dan treatment
seperti yang biasa dilakukan oleh psikoanalisis dan dokter, atau
untuk keperluan mendapat berita seperti yang dilakukan oleh
wartawan dan untuk melakukan dan lain-lain. (Burhan Ashshofa, S.H
2007 : 95)
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara kepada
Pemerintah Kabupaten Tegal yaitu di Bappeda dengan Bapak Febri
Yulianto di Bidang Pengendalian dan Evaluasi, BPPKB (Badan
Perlindungan Perempuan dan Keluarga Berencana) Bapak
Kristiyanto selaku Kassubid kesejahteraan anak di Bidang
Perlindungan Anak, Forum Anak Slawi Ayu dengan Ibu Khusnul
Khotimah selaku pembina, dan SKPD terkait. Diambil juga sampel
dari Kecamatan di Kabupaten Tegal, dan lembaga sosial lain yang
berhubungan dengan penelitian tersebut.
Pertanyaan-pertanyaan yang akan ditanyakan saat wawancara adalah
sebagai berikut sesuai angka indikator :
1. Adanya peraturan perundang-undangan dan kebijakan untuk
pemenuhan hak anak.
Sumber Data : Sekretaris Daerah, Biro Hukum, dan SKPD Terkait.
Pertanyaan :
a. Apakah tersedia Peraturan Daerah (Perda) tentang
Pemenuhan hak anak berdasarkan KHA? Jika ada, Sebutkan
Perda apa saja?
b. Selain Perda, apakah tersedia peraturan perundang-undangan
lainnya dan/atau kebijakan tentang pemenuhan hak anak?
Sebutkan!
c. Apakah telah di bentuk Gugus Tugas KLA/ sejenisnya?
Dengan landasan hukum atau kebijakan daerah apa Gugus
Tugas KLA itu dibentuk?
d. Apakah ada Rencana Aksi Daerah (RAD) mengenai KLA?
Untuk periode Tahun Berapakah RAD dijalankan ?
2. Persentase anggaran untuk pemenuhan hak anak, termasuk anggaran
untuk penguatan kelembagaan.
Sumber data: Bappeda dan SKPD terkait.
Pertanyaan :
a. Apakah tersedia anggaran untuk pemenuhan hak anak, termasuk
anggaran untuk penguatan kelembagaan di setiap Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) dan lembaga terkait? Jika ada,
sebutkan jumlah alokasi anggaran pada tahun berjalan dan
setahun sebelumnya. Kelompokkan berdasarkan lima klaster
dalam KHA!
3. Jumlah peraturan perundang- undangan, kebijakan, program dan
kegiatan yang mendapatkan masukan dari Forum Anak dan kelompok
anak lainnya.
Sumber data : Bappeda, BPPKB, Forum Anak.
Pertanyaan :
a. Sebutkan jumlah peraturan perundangan-undangan,
kebijakan, program dan kegiatan yang mendapatkan masukan
dari Forum Anak dan kelompok anak lainnya!
b. Apa saja masukan dari anak tersebut?
c. Sebutkan masukan anak apa yang diterima untuk
ditindaklanjuti?
d. Berapa jumlah anak dan kelompok anak apa saja yang terlibat
didalamnya?
4. Tersedia sumber daya manusia (SDM) terlatih KHA dan mampu
menerapkan hak anak ke dalam kebijakan, program dan kegiatan.
Sumber Data: Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak, SKPD terkait, dan organisasi kemasyarakatan di bidang hak
anak.
Pertanyaan :
a. Berapa jumlah SDM meliputi antara lain tenaga pendidik dan
kependidikan, tenaga kesehatan, pekerja sosial, dan aparat
penegak hukum, yang telah mengikuti pelatihan KHA?
b. Berapa kali pelatihan KHA tersebut dilakukan, pada tahun
berjalan dan setahun sebelumnya?
5. Tersedia data anak terpilah menurut jenis kelamin, umur, dan
kecamatan.
Sumber Data : BPS, SKPD, dan PKK melalui Dasawisma.
Pertanyaan :
a. Apakah tesedia sistem/mekanisme pengumpulan data anak?
b. Apakah tersedia data anak dari 5 klaster KHA, yang terpilah
menurut jenis kelamin, umur dan wilayah kecamatan? Jika
ada, lampirkan!
c. Apakah data anak tersebut dihimpun dalam bentuk Profil
Anak? Jika ada, apakah diperbaharui setiap tahun?
d. Apakah data tersebut digunakan dalam proses perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi
pemenuhan hak anak?
6. Keterlibatan lembaga masyarakat dalam pemenuhan hak anak.
Sumber Data : BPPKB, dan Lembaga Layanan yang bersangkutan.
Pertanyaan :
a. Apakah ada lembaga masyarakat yang memberikan layanan
tumbuh kembang dan perlindungan anak? Jika ada, berapa
jumlahnya pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya?
(dirinci menurut kecamatan dan desa/kelurahan)
b. Berapa jumlah anak yang memanfaatkan layanan tersebut,
pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya?
7. Keterlibatan dunia usaha dalam pemenuhan hak anak.
Sumber Data : Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Perdagangan,
Dinas Perindustrian, Dinas Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah,
Dinas Sosial, dan Dinas Tenaga Kerja.
Pertanyaan :
a. Apakah ada dukungan dari dunia usaha (perorangan atau
badan usaha – swasta, BUMN atau BUMD) untuk
pemenuhan hak anak? Jika ada, apakah bentuk dari dukungan
tersebut, pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya?
b. Apakah dukungan tersebut berkelanjutan?
8. Persentase anak yang teregistrasi dan mendapatkan Kutipan Akta
Kelahiran.
Sumber Data : Sekretariat Daerah, Biro Hukum Pemda, Biro Tata
Pemerintahan, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Badan
Pemberdayaan Masyarakat, Badan Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak, dan Badan Pusat Statistik Daerah.
Pertanyaan :
a. Apakah pemberian Kutipan Akta Kelahiran anak (0-18 tahun)
sudah dibebaskan dari bea (gratis)? Jika ya, sejak kapan
kebijakan tersebut diterapkan?
b. Berapa jumlah anak usia 0-18 tahun (terpilah menurut jenis
kelamin dan kecamatan)? Berapa dari jumlah anak tersebut
yang tercatat dan memiliki Kutipan Akta Kelahiran (terpilah
menurut jenis kelamin dan kecamatan)?
c. Upaya-upaya apa yang dilakukan untuk meningkatkan
cakupan registrasi dan kepemilikan Kutipan Akta Kelahiran?
d. Apakah ada mekanisme yang efektif yang tersedia bagi
masyarakat untuk pencatatan kelahiran?
9. Tersedia fasilitas informasi layak anak.
Sumber Data: Komisi Penyiaran Indonesia Daerah, dan Dinas
Komunikasi dan Informasi.
Pertanyaan :
a. Berapa jumlah pojok baca, taman cerdas, perpustakaan, dll,
yang menyediakan informasi sesuai kebutuhan dan usia anak,
pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya?
b. Berapa jumlah anak yang terlayani fasilitas informasi
tersebut, pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya?
10. Jumlah kelompok anak, termasuk Forum Anak, yang ada di
kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan.
Sumber Data : BPPKB, dan SKPD terkait.
Pertanyaan :
a. Berapa jumlah kelompok anak yang ada di desa/kelurahan,
kecamatan dan kabupaten/kota?
b. Sebutkan jenis kegiatan yang dilakukan masing-masing
kelompok anak tersebut!
c. Kapan berdirinya masing-masing kelompok anak tersebut?
d. Apa bentuk dukungan dari Pemerintah Daerah terhadap
kelompok anak tersebut?
e. Adakah Forum Anak di kabupaten/kota? Jika ada, kapan
dibentuk?
f. Gambarkan proses pembentukan Forum Anak tersebut, dan
atas inisiatif siapa?
g. Apakah Forum Anak tersebut mempunyai visi, misi, struktur
organisasi dan rencana kerja?
h. Apakah Forum Anak tersebut terlibat secara resmi dalam
proses perencanaan, pemantauan dan evaluasi atas kebijakan,
program, dan kegiatan pemenuhan hak anak?
i. Upaya-upaya apa yang dilakukan untuk meningkatkan
kapasitas anak dan para pemangku kepentingan untuk dapat
memastikan keterlibatan anak dalam proses tersebut?
j. Apakah ada mekanisme pertemuan berkala Forum Anak
dengan kelompok anak lainnya?
11. Persentase usia perkawinan pertama di bawah 18 tahun.
Sumber Data : Kantor Kementerian Agama, Pengadilan Agama,
Pengadilan Negeri, dan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil.
Pertanyaan :
a. Berapa persentase anak laki-laki dan perempuan yang
menikah dibawah usia 18 tahun, pada tahun berjalan dan
setahun sebelumnya?
b. Upaya-upaya apa yang dilakukan untuk meningkatkan usia
perkawinan pertama?
12. Tersedia lembaga konsultasi bagi orang tua/keluarga tentang
pengasuhan dan perawatan anak.
Sumber Data : BPPKB dan PKK
Pertanyaan :
a. Apakah ada lembaga yang menyediakan layanan konsultasi
bagi orang tua/ keluarga dalam pengasuhan dan perawatan
anak, pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya?
b. Berapa jumlah orang tua/keluarga yang memanfaatkan
lembaga konsultasi tersebut, pada tahun berjalan dan setahun
sebelumnya?
13. Tersedia lembaga kesejahteraan sosial anak (LKSA).
Sumber Data : Dinas Sosial
Pertanyaan :
a. Apakah ada LKSA yang menyediakan layanan anak di luar
asuhan keluarga, misalnya panti sosial asuhan anak, rumah
singgah, dll, pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya?
b. Berapa jumlah anak yang mendapat layanan di LKSA, pada
tahun berjalan dan setahun sebelumnya?
c. Apakah tersedia kebijakan perlindungan anak dalam LKSA?
d. Berapa jumlah anak yang diadopsi melalui LKSA, pada tahun
berjalan dan setahun sebelumnya?
14. Angka Kematian Bayi (AKB).
Sumber Data : Dinas Kesehatan
Pertanyaan :
a. Berapa Angka Kematian Bayi (AKB), pada tahun berjalan
dan setahun sebelumnya?
b. Upaya-upaya apa yang dilakukan untuk mempercepat
penurunan angka kematian bayi? Sebutkan!
15. Prevalensi kekurangan gizi pada balita.
Sumber Data : Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian, dan Dinas Perikanan.
Pertanyaan :
a. Berapa prevalensi gizi kurang pada balita, pada tahun berjalan
dan setahun sebelumnya?
b. Berapa prevalensi gizi buruk pada balita, pada tahun berjalan
dan setahun sebelumnya?
c. Berapa prevalensi anak pendek (stunting) pada tahun berjalan
dan setahun sebelumnya?
d. Bagaimana mekanisme penanganannya?
16. Persentase ASI ekslusif.
Sumber Data : Dinas Kesehatan, dan Badan Pemberdayaan Perempuan
dan Keluarga Berencana.
Pertanyaan :
a. Berapa persentase ASI eksklusif, pada tahun berjalan dan
setahun sebelumnya?
b. Upaya-upaya apa yang dilakukan untuk mendorong
peningkatan ASI eksklusif, pada tahun berjalan dan setahun
sebelumnya?
c. Apakah ada konselor ASI tingkat desa/kelurahan/kecamatan
yang memberikan pendampingan bagi ibu menyusui? Bila
ada, berapa persentase desa/kelurahan/kecamatan yang
memiliki konselor ASI?
17. Jumlah Pojok ASI.
Sumber Data : Dinas Kesehatan, dan Badan Pemberdayaan Perempuan.
Pertanyaan :
a. Berapa jumlah Pojok ASI dan fasilitas menyusui, pada tahun
berjalan dan setahun sebelumnya?
b. Di mana saja lokasi Pojok ASI dan fasilitas menyusui
tersebut? Sebutkan!
18. Persentase imunisasi dasar lengkap.
Sumber Data : Dinas Kesehatan.
Pertanyaan:
a. Berapa persentase imunisasi dasar lengkap, pada tahun
berjalan dan setahun sebelumnya?
b. Upaya-upaya apa yang dilakukan untuk meningkatkan
cakupan?
19. Jumlah lembaga yang memberikan pelayanan kesehatan reproduksi dan
mental.
Sumber Data : BKKBN, Dinas Sosial, dan Dinas Kesehatan.
Pertanyaan :
a. Berapa jumlah lembaga yang memberikan layanan kesehatan
reproduksi?
b. Berapa jumlah lembaga yang memberikan layanan kesehatan
mental?
c. Berapa jumlah anak yang mendapatkan akses layanan
kesehatan pada lembaga kesehatan reproduksi dan mental
tersebut, pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya?
20. Jumlah anak dari keluarga miskin yang memperoleh akses peningkatan
kesejahteraan.
Sumber Data : Badan Pemberdayaan Masyarakat, Dinas Sosial, Dinas
Tenaga Kerja, dan Dinas Kesehatan.
Pertanyaan :
a. Berapa jumlah anak dari keluarga miskin?
b. Apakah ada program pengentasan kemiskinan yang
dilakukan, pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya?
c. Berapa jumlah anak dari keluarga miskin yang memperoleh
akses terhadap program tersebut?
21. Persentase rumah tangga dengan akses air bersih.
Sumber Data : DPU (Dinas Pekerjaan Umum).
Pertanyaan :
a. Berapa persentase rumah tangga yang mendapatkan akses air
bersih, pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya?
b. Upaya-upaya apa yang dilakukan untuk meningkatkan akses?
22. Tersedia kawasan tanpa rokok.
Sumber Data : Badan Lingkungan Hidup, Dinas Tenaga Kerja, Dinas
Pendidikan, Dinas Kesehatan, dan Badan Pemberdayaan Perempuan
dan Keluarga Berencana. Pertanyaan :
a. Apakah pemerintah daerah sudah menetapkan kawasan tanpa
rokok? Jelaskan.
b. Berapa jumlah kawasan tanpa rokok, pada tahun berjalan dan
setahun sebelumnya?
23. Angka partisipasi pendidikan anak usia dini.
Sumber Data : Dinas Pendidikan.
Pertanyaan :
a. Berapa angka partisipasi pendidikan anak usia dini (PAUD),
pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya?
b. Berapa jumlah lembaga penyelenggara PAUD?
Bagaimana penyebarannya antar kecamatan?
24. Persentase wajib belajar pendidikan 12 tahun.
Sumber Data : Dinas Pendidikan.
Pertanyaan :
a. Berapa angka partisipasi wajib belajar pendidikan 12 tahun,
pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya, menurut jenis
kelamin dan jenjang pendidikan (SD, SLTP, dan
SLTA)/sederajat?
b. Berapa jumlah sekolah inklusi, pada tahun berjalan dan
setahun sebelumnya?
c. Apakah ada kebijakan yang mengatur tentang anak luar
sekolah (anak putus sekolah, anak yang berisiko putus
sekolah, dan anak yang tidak pernah sekolah)?
25. Persentase sekolah ramah anak.
Sumber Data: Dinas Pendidikan, Badan Lingkungan Hidup, Dinas
Kesehatan, dan Badan Pemberdayaan Perempuan.
Pertanyaan :
a. Berapa persentase sekolah ramah anak, pada tahun berjalan
dan setahun sebelumnya?
b. Upaya-upaya apa yang dilakukan untuk meningkatkan
sekolah ramah anak?
26. Jumlah sekolah yang memiliki program, sarana dan prasarana
perjalanan anak ke dan dari sekolah.
Sumber Data: Dinas Pendidikan, Dinas Perhubungan, Kepolisian, dan
Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana.
Pertanyaan :
a. Berapa jumlah sekolah yang memiliki program rute aman dan
selamat ke sekolah pada tahun berjalan dan setahun
sebelumnya?
b. Berapa jumlah sekolah yang memiliki zona aman dan
selamat, pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya?
c. Apakah ada mekanisme pemantauan terhadap keberadaan
program, sarana dan prasarana perjalanan anak ke dan dari
sekolah?
d. Upaya-upaya apa yang dilakukan untuk mendorong semua
sekolah memilliki program, sarana, dan prasarana perjalanan
anak ke dan dari sekolah?
27. Tersedia fasilitas untuk kegiatan kreatif dan rekreatif yang ramah anak,
di luar sekolah, yang dapat diakses semua anak.
Sumber Data: Dinas Kebudayaan, Dinas Pariwisata, Dinas Pertamanan,
Dinas Olah Raga, Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga
Berencana, dan Kelompok Anak.
Pertanyaan :
a. Berapa jumlah fasilitas kreatif dan rekreatif yang disediakan
bagi anak, pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya? Di
mana lokasi fasilitas tersebut berdasarkan desa/ kelurahan/
kecamatan?
b. Apakah fasilitas tersebut dapat diakses oleh semua anak,
termasuk anak berkebutuhan khusus dan anak termarjinalkan?
c. Berapa fasilitas yang dikelola pemerintah kabupaten/kota dan
berapa yang dikelola pihak swasta?
d. Berapa fasilitas yang membayar dan berapa yang gratis?
e. Apabila membayar, berapa biaya yang dikenakan untuk setiap
anak yang menggunakannya?
f. Berapa jumlah event/kegiatan/pertunjukan kreatifitas anak
yang dilaksanakan, pada tahun berjalan dan setahun
sebelumnya?
28. Persentase anak yang memerlukan perlindungan khusus yang
memperoleh pelayanan.
Sumber Data : Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak, dan lembaga layanan bersangkutan.
Pertanyaan :
a. Berapa jumlah anak yang memerlukan perlindungan khusus
(AMPK) pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya?
Uraikan berdasarkan jenis perlindungan khusus, usia dan
jenis kelamin!
b. Berapa dari jumlah AMPK tersebut yang merupakan anak
korban kekerasan (sesuai definisi SPM Bidang Layanan
Terpadu bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan)?
c. Berapa jumlah AMPK yang memperoleh pelayanan?
d. Berapa jumlah anak korban kekerasan yang memperoleh
pelayanan?
e. Berapa jumlah anak korban perdagangan orang yang
memperoleh pelayanan?
f. Apakah tersedia lembaga yang mengintegrasikan layanan bagi
AMPK? Sebutkan nama lembaga tersebut!
g. Sebutkan layanan yang diberikan untuk masing-masing
kelompok AMPK tersebut, dan tingkat keberhasilannya, pada
tahun berjalan dan setahun sebelumnya!
h. Sebutkan bentuk-bentuk program/kegiatan pencegahan dan
penanganan bagi tiap kelompok AMPK, pada tahun berjalan
dan setahun sebelumnya!
29. Persentase kasus anak berhadapan dengan hukum (ABH) yang
diselesaikan dengan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice).
Sumber Data : Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, Kantor Kementerian
Hukum dan HAM, Dinas Sosial, dan Badan Pemberdayaan Perempuan
dan Keluarga Berencana.
Pertanyaan :
a. Berapa jumlah kasus ABH, pada tahun berjalan dan setahun
sebelumnya?
b. Berapa jumlah kasus yang diselesaikan dengan pendekatan
keadilan restoratif, pada tahun berjalan dan setahun
sebelumnya?
c. Apakah tersedia mekanisme untuk menerapkan diversi?
30. Adanya mekanisme penanggulangan bencana yang memperhatikan
kepentingan anak.
Sumber Data : Badan Penanggulangan Bencana Daerah, dan Badan
Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana.
Pertanyaan :
a. Apakah tersedia mekanisme penanggulangan bencana
yang memperhatikan kepentingan anak? Sebutkan dan
jelaskan mekanismenya!
b. Bagaimana implementasinya? Sejak kapan
diimplementasikan?
31. Persentase anak yang dibebaskan dari bentuk- bentuk pekerjaan
terburuk anak.
Sumber Data : Dinas Ketenagakerjaan, Dinas Sosial, dan Kepolisian.
Pertanyaan :
a. Apakah ada program penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan
terburuk anak? Sebutkan!
b. Berapa jumlah anak yang ditarik dari tempat-tempat
pekerjaan terburuk anak, pada tahun berjalan dan setahun
sebelumnya? Jelaskan.
c. Apakah ada sistem pengawasan untuk penghapusan bentuk-
bentuk pekerjaan terburuk anak?
d. Apakah ada program pencegahan agar anak-anak tidak
dilibatkan dalam bentuk-bentuk pekerjaan terburuk?
b. Observasi atau pengamatan
Observasi atau pengamatan menurut Bambang Waluyo adalah
pengamatan yang berpokok pada jalur tujuan penelitian yang
dilakukan, serta dilakukan sistematis melalui perencanaan yang
matang. Terdapat dua macam teknik observasi yaitu: observasi
langsung adalah teknik pengumpulan data dimana peneliti
mengadakan pengamatan secara langsung atau tanpa alat terhadap
gejala-gejala subyek yang diselidiki baik pengamatan itu dilakukan
didalam situasi sebenarnya maupun dilakukan didalam situasi buatan,
yang khusus diadakan. Dan observasi tidak langsung adalah teknik
pengumpulan data dimana peneliti mengadakan pengamatan terhadap
gejala-gejala subyek yang diselidiki dengan perantaraan sebuah alat,
baik alat yang sudah ada maupun yang sengaja dibuat untuk
keperluan yang khusus itu (Burhan Ashshofa, S.H 2007 : 26).
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengamatan secara
observasi langsung, dimana peneliti menggunakan alat bantu
observasi yaitu peneliti langsung mendatangi subyek-subyek yang
diselidiki di tiap-tiap SKPD terkait contohnya Dinas Kependudukan
dan Pencatatan Sipil dalam menangani indikator angka kematian
anak dan pencatatan Akta Kelahiran.
B. Studi Pustaka
Studi Pustaka yaitu teknik pengumpulan data yang dapat
digunakan peneliti untuk mendapatkan gambaran atau informasi
tentang permasalahan yang diteliti (Sunggono 2006 : 112). Dalam
penelitian ini penulis menggunakan metode pengumpulan data
melalui studi kepustakaan, yaitu dengan melakukan penelitian
terhadap peraturan yang terkait dengan pelaksanaan percepatan kota
layak anak yang dikemukakan oleh para ahli, surat kabar, artikel,
kamus, dan juga berita yang diperoleh melalui media internet sesuai
dengan yang ada dalam sumber data sekunder.
C. Validitas Data
Untuk keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan data.
Teknik keabsahan data atau sering disebut juga dengan validitas data
didasarkan pada empat kriteria yaitu kepercayaan, keterlatihan,
ketergantungan, dan kepastian. (Moleong, 2009 : 324).
Teknik yang digunakan untuk menetapkan keabsahan data
dalam penelitian dilapangan salah satunya adalah teknik triagulasi.
Teknik triagulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembandingterhadap data itu. Triangulasi yang
sering digunakan antara lain adalah sebagai berikut :
a. Triangulasi dengan sumber yang membandingkan dan mengecek
baik kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui alat dan
waktu yang berbeda dalam metode kualitatif.
b. Memanfaatkan pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan
kembali derajat kepercayaan data dari pemanfaatn pengamat akan
membantu mengurangi bias dalam pengumpulan data.
Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
triangulasi dengan sumber, dimana dalam triangulasi ini sumber-sumber
yang ada digunakan untuk membandingkan dan mengecek kembali
hasil dari berbagai macam metode yang digunakan dalam penelitian ini.
Berarti diperlukan format wawancara/protokol wawancara (dalam
metode wawancara), catatatn pengamatan (dalam metode observasi)
serta data-data lain yang akurat dan dapat menunjang peneliti.
7. Analisis Data
Dalam menganalisis data yang diperoleh, peneliti akan
menggunakan teknik analisis secara kualitatif, prosedur penelitian tidak
distandardisasi dan bersifat fleksibel. Jadi, yang ada adalah petunjuk
yang dapat dipakai, tetapi bukan aturan. Ada beberapa metode
pengumpulan data yang dikenal dalam penelitian kualitatif. Walaupun
demikiam bisa dikatakan bahwa metode yang paling pokok adalah
pengamatan atau observasi dan wawancara mendalam. Observasi
(pengamatan) yang dimaksud disini adalah deskripsi secara sistematis
tentang kejadian dan tingkah laku dalam setting sosial yang dipilih
untuk diteliti. Pengamatan dapat bervariasi mulai dari yang sangat
terstruktur dengan catatan rinci mengenai tingkah laku. Sedangkan
wawancara mendalam adalah tehnik pengumpulan data yang didasarkan
pada percakapan secara intensif dengan suatu tujuan.
Pada saat pengumpual data, seorang peneliti yang melakukan
penelitian kualitatif juga berfungsi sebagai instrumen penelitian.
Sehubungan dengan hal itu banyak hal yang perlu diperhatikan sebelum
dan pada saat pengumpulan data, seperti mencari key informan yang
akan dijadikan sumber informasi tentang orang-orang dan setting yang
diteliti. Hasil pengamatan dan wawancara mendalam direkam dan
dicatat secara sistematis.
Setelah data yang dibutuhkan telah diperoleh dari penelitian
kemudian akan dilakukan pengolahan data dengan menghubungkan
masalah-masalah yang telah dilakukan pengolahan data dengan
menghubungkan masalah-masalah yang telah dilakukan penelitian
sehingga diperoleh keterangan-keterangan yang berguna untuk
selanjutnya dianilisis agar dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan
data yang diperoleh baik dari studi kepustakaan maupun dari lapangan,
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data
kualitatif. Dimana penulis menggambarkan keadaan berdasarkan
fenomena yang diperoleh dari penilitian lapangan menurut kualitas dan
kebenarannya, kemudian dihubungkan dengan teori-teori, asas-asas dan
kaidah-kaidah hukum yang diperoleh dari studi kepustakaan sehingga
diperoleh jawaban atas permasalahan yang dirumuskan dan simpulan
dari penelitian.
Untuk menganalisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan
cara tringulasi. Tringulasi adalah teknik analisis data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan
pengecekan sebagai pembanding data (Moleong,2002: 178). Triangulasi
dengan sumber dapat dicapai dengan jalan :
a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil
wawancara.
b. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan (Moleong, 2006: 331).
c. Data yang terkumpul dalam penelitian ini, dianalisis dengan
metode analisa kulitatif . menurut Bogdan dan Taylor yang dikutip
dalam Moleong (2002: 3) penelitian kualitatif adalah prosedur
penelitian yang yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis/lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Analisis
data secara kulitatif dilakukan dengan cara menguji data dengan
konsep atau teori serta jawaban yang diperoleh dari responden
untuk memperoleh data dan informasi dari percepatan
kabupaten/kota layak anak yang di peruntukkan di Kabupaten
Tegal.
K. SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk memberikan kemudahan dalam memahami tugas akhir serta
memberikan gambaran yang menyeluruh secara garis besar, sistematika
tugas akhir dibagi menjadi tiga bagian. Adapun sistematikanya adalah :
1. BagianAwal
Bagian awal skripsi mencakup halaman sampul depan, halaman
judul, abstrak, halaman pengesahan, motto dan persembahan, kata
pengantar, daftar isi, daftar gambar, daftar tabel, dan daftar lampiran.
2. Bagian Isi
Bagian isi skripsi mengandung 5 (lima) bab yaitu, pendahuluan,
tinjauan pustaka, metode penelitian, hasil penelitian, dan pembahasan
serta penutup.
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis menguraikan latar belakang, perumusan
dan pembatasan masalah, tujuan, manfaat, penegasan istilah
dan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Landasan Teori, berisi tentang teori yang memperkuat
penelitian seperti teori tentang Percepatan Kota Layak Anak
di Kabupaten Tegal Perspektif Peraturan Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik
Indonesia No 12 Tahun 2011 Tentang Indikator
Kabupaten/Kota Layak Anak, dan hal-hal yang berkenaan
dengan itu.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Berisi tentang lokasi penelitian, alat dan bahan yang
digunakan, variabel penelitian, metode pengumpulan data,
metode analisis data dan pengolahan data.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis membahas tentang implementasi 31
indikator Kota Layak Anak di Kabupaten Tegal yang dalam
hal ini mengacu pada Peraturan Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik
Indonesia No 12 Tahun 2011 tentang Indikator
Kota/Kabupaten Layak Anak.
BAB V PENUTUP
Pada bagian ini merupakan bab terakhir yang berisi
kesimpulan dari pembahasan yang diuraikan diatas tentang
Percepatan Kota Layak Anak di Kabupaten Tegal Perspektif
Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak No 12 Tahun 2011.
3. BagianAkhirSkripsi
Bagian akhir dari skripsi ini sudah berisi tentang daftar pustaka
dan lampiran. Isi daftar pustaka merupakan keterangan sumber
literatur yang digunakan dalam penyusunan skripsi. Lampiran dipakai
untuk mendapatkan data dan keterangan yang melengkapi uraian
skripsi.
L. KERANGKA BERFIKIR
Kerangka berfikir dari Percepatan Kota Layak Anak di Kabupaten Tegal
Perspektif Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak No 12 Tahun 2011, adalah :
Indikator Masalah Sosial
Perlindungan Anak
Mewujudkan Kabupaten Tegal
menjadi Kabupaten/Kota Layak
Anak
Percepatan Kota Layak Anak di
Kabupaten Tegal Perspektif
Peraturan MenteriNegara
Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak No 12 Tahun
2011
1. Hak Sipil dan
Kebebasan
2. Lingkungan
Keluarga dan
Pengasuhan
Alternatif
3. KesehatanDasar
dan
Kesejahteraan
4. Pendidikan,
Pemanfaatan
WaktuLuang
dan Kegiatan
Budaya
5. Perlindungan
Khusus
6. Teori Kebijakan
Kota Layak
Anak
7. Teori
Perlindungan
Anak dan
Perempuan.
1. UUD 1945
2. Keputusan Presiden
No 36 Tahun1990
tentangHAM
3. UU No 23 Tahun
2002 tentang
Perlindungan Anak
4. PeraturanMenteri
Negara
Pemberdayaan
Perempuan&
Perlindungan Anak
Republik Indonesia
No 12 Tahun2011
TentangIndikator
Kabupaten/Kota
Layak Anak
1. Bagaimana percepatanKota Layak
Anak di Kabupaten Tegal
perspektif Peraturan Menteri
Negara Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak No 12
Tahun 2011?
2. Bagaimanakahstrategi percepatan
dari Pemerintah Daerah mengenai
Kota Layak Anak di Kabupaten
Tegal?
3. Bagaimana kendala pelaksanaan
percepatan kota layak anak di
Kabupaten Tegal perspektif
Peraturan Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak No 12 Tahun
2011?
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ashshofa, Burhan. 2007. MetodePenelitianHukum. Jakarta: RinekaCipta
Baharuddin Lopa. 2008Al-Quran dan Hak-Hak Asasi Manusia. Yogyakarta:
Dana Bhakti Prima Yasa,
Soemitro, Ronny Hanitijo. 1990. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri.
Jakarta: Penerbit PT. Ghalia Indonesia
Adi, Rianto.2010. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum. Jakarta : Granit
Soekanto, soerjono.Pengan Penelitian Hukum. UI-Press : Jakarta.1982
Sunggono, Bambang. 1994. Hukum dan Kebijakan Publik. Jakarta: Sinar
Grafika
Adams, Eillen & Sue Ingham. 1998. Changing Places : Changing Places:
Children’s Participation in Environmental Planning. London: The
Children’s Society.
Saraswati, Rika . 2015. Hukum Perlindungan Anak di Indonesia. Bandug : PT
Citra Aditya Bhakti.
Deputi Bidang Perlindungan Anak. 2009. Kebijakan Kabupaten/Kota Layak
Anak (KLA). Jakarta : Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan
Republik Indonesia.
Nurcholis, Hanif. 2005. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Daerah
Otonom.Jakarta : PT. Grasindo.
Makalah
Irwanto, Prof., PhD., (2008). Mengarusutamakan Hak-Hak Anak Dalam
Pembangunan Nasional: Perspektif Ekologi Perilaku Manusia. Jakarta,
Universitas Atmajaya
Patilima, Hamid. (2004). Persepsi Anak Mengenai Lingkungan Kota – Studi
Kasus Di Kelurahan Kwitang, Jakarta Pusat. (Tesis). Jakarta: Kajian
Pengembangan Perkotaan, Pascasarjana Universitas Indonesia
Jurnal
Laporan Pengembangan Model Kota Layak Anak Kabupaten Gorontalo
melalui www.kla.or.id/
Ratri, Dewi Kartika. 2014, Implementasi Peraturan Walikota Nomor 36 Tahun
2013 Tentang Kebijakan Kota Layak Anak. Jurnal Ilmu Pemerintahan
Universitas Brawijaya 10 September 2014.
Suryanto, SH., MH , Eddy. 2015, Surakarta Kota Layak Anak Dinilai Hanya
Formalitas. Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta.Vol 8
Universitas Slamet Riyadi Surakarta.
Subiyakto,Rudi. 2012, Membangun Kota Layak Anak Studi kebijakan Publik di
Era Otonomi Daerah. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang.Jurnal SOSIO-RELIGIA, Vol. 10,
No.1, Februari 2012.
Smuts, Aaron. 2013, Five Test For What Makes A Life Worth Living. J Value In
quiry (2013) 47: 439-459 DOI 40.1007/s10790-013-9393-x.
Peraturan Perundang-undangan
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
b. Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1999
c. Keputusan Presiden No 59 Tahun 2002
d. Keputusan Presiden No 87 Tahun 2002
e. Keputusan Presiden No 88 Tahun 2002
f. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
g. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
h. Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Nomor 11 Tahun 2011 tentang Kebijakan Pengembangan Kabupaten/Kota
Layak Anak
i. Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Indikator Kabupaten/Kota
Layak Anak
PERCEPATAN KOTA LAYAK ANAK DI KABUPATEN
TEGAL PERSPEKTIF PERATURAN MENTERI NEGARA
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN
ANAK NO 12 TAHUN 2011
PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh:
DELA ASFARINA CAHYANINGRUM
8111412264
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016

More Related Content

What's hot

Soal dan Jawaban Hukum lingkungan
Soal dan Jawaban Hukum lingkungan Soal dan Jawaban Hukum lingkungan
Soal dan Jawaban Hukum lingkungan rupaka
 
Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...
Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...
Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...Idik Saeful Bahri
 
Natal kristiono mata kuliah hukum adat hukum waris adat
Natal kristiono mata kuliah hukum adat  hukum waris  adatNatal kristiono mata kuliah hukum adat  hukum waris  adat
Natal kristiono mata kuliah hukum adat hukum waris adatnatal kristiono
 
Kumpulan soal hukum
Kumpulan soal hukumKumpulan soal hukum
Kumpulan soal hukumsyophi
 
Replik dalam perkara perdata
Replik dalam perkara perdataReplik dalam perkara perdata
Replik dalam perkara perdataTopan Erlando
 
Contoh analisis perjanjian internasional
Contoh analisis perjanjian internasionalContoh analisis perjanjian internasional
Contoh analisis perjanjian internasionalJohanez Diaz
 
Surat kuasa khusus
Surat   kuasa khususSurat   kuasa khusus
Surat kuasa khususNasria Ika
 
Hukum perikatan powerpoint1
Hukum perikatan powerpoint1Hukum perikatan powerpoint1
Hukum perikatan powerpoint1Rizki Gumilar
 
Hukum perdata internasional - Kualifikasi dalam hukum perdata internasional (...
Hukum perdata internasional - Kualifikasi dalam hukum perdata internasional (...Hukum perdata internasional - Kualifikasi dalam hukum perdata internasional (...
Hukum perdata internasional - Kualifikasi dalam hukum perdata internasional (...Idik Saeful Bahri
 
Manajemen strategis pada pemerintah daerah
Manajemen strategis pada pemerintah daerahManajemen strategis pada pemerintah daerah
Manajemen strategis pada pemerintah daerahArief H
 
Surat keterangan tanah dan bangunan
Surat keterangan tanah dan bangunanSurat keterangan tanah dan bangunan
Surat keterangan tanah dan bangunanPemerintah Pauh
 

What's hot (20)

Soal dan Jawaban Hukum lingkungan
Soal dan Jawaban Hukum lingkungan Soal dan Jawaban Hukum lingkungan
Soal dan Jawaban Hukum lingkungan
 
Ilmu negara ppt
Ilmu negara ppt Ilmu negara ppt
Ilmu negara ppt
 
Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...
Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...
Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...
 
Laporan magang
Laporan magangLaporan magang
Laporan magang
 
Natal kristiono mata kuliah hukum adat hukum waris adat
Natal kristiono mata kuliah hukum adat  hukum waris  adatNatal kristiono mata kuliah hukum adat  hukum waris  adat
Natal kristiono mata kuliah hukum adat hukum waris adat
 
Hukum humaniter
Hukum humaniterHukum humaniter
Hukum humaniter
 
Kumpulan soal hukum
Kumpulan soal hukumKumpulan soal hukum
Kumpulan soal hukum
 
Replik dalam perkara perdata
Replik dalam perkara perdataReplik dalam perkara perdata
Replik dalam perkara perdata
 
Contoh analisis perjanjian internasional
Contoh analisis perjanjian internasionalContoh analisis perjanjian internasional
Contoh analisis perjanjian internasional
 
Teori biologi kriminal
Teori biologi kriminalTeori biologi kriminal
Teori biologi kriminal
 
Perbandingan UU Pemda
Perbandingan UU PemdaPerbandingan UU Pemda
Perbandingan UU Pemda
 
Contoh Surat Tuntutan
Contoh Surat TuntutanContoh Surat Tuntutan
Contoh Surat Tuntutan
 
Hukum administrasi negara
Hukum administrasi negaraHukum administrasi negara
Hukum administrasi negara
 
Surat kuasa khusus
Surat   kuasa khususSurat   kuasa khusus
Surat kuasa khusus
 
Hukum perikatan powerpoint1
Hukum perikatan powerpoint1Hukum perikatan powerpoint1
Hukum perikatan powerpoint1
 
Hukum pidana
Hukum pidanaHukum pidana
Hukum pidana
 
Hukum perdata internasional - Kualifikasi dalam hukum perdata internasional (...
Hukum perdata internasional - Kualifikasi dalam hukum perdata internasional (...Hukum perdata internasional - Kualifikasi dalam hukum perdata internasional (...
Hukum perdata internasional - Kualifikasi dalam hukum perdata internasional (...
 
Manajemen strategis pada pemerintah daerah
Manajemen strategis pada pemerintah daerahManajemen strategis pada pemerintah daerah
Manajemen strategis pada pemerintah daerah
 
Surat keterangan tanah dan bangunan
Surat keterangan tanah dan bangunanSurat keterangan tanah dan bangunan
Surat keterangan tanah dan bangunan
 
Hukum agraria
Hukum agraria   Hukum agraria
Hukum agraria
 

Similar to Proposal SKRIPSI Hukum Tata Negara

Manuskrip skripsi percepatan Kota Layak Anak
Manuskrip skripsi percepatan Kota Layak AnakManuskrip skripsi percepatan Kota Layak Anak
Manuskrip skripsi percepatan Kota Layak AnakDELA ASFARINA
 
Visi misi Dwi Heri Sutarip Tulis Widodo OK
Visi misi Dwi Heri Sutarip Tulis Widodo OKVisi misi Dwi Heri Sutarip Tulis Widodo OK
Visi misi Dwi Heri Sutarip Tulis Widodo OKInfo Pekalongan
 
Media20220317601KLA PROVINSI JATENG -09032021-by Lenny_compressed.pdf
Media20220317601KLA PROVINSI JATENG -09032021-by Lenny_compressed.pdfMedia20220317601KLA PROVINSI JATENG -09032021-by Lenny_compressed.pdf
Media20220317601KLA PROVINSI JATENG -09032021-by Lenny_compressed.pdfWhanPasandre1
 
Permen PPPA No. 08 Thn 2014 Tentang Kebijakan Sekolah Ramah Anak-3.pdf
Permen PPPA No. 08 Thn 2014 Tentang  Kebijakan Sekolah Ramah Anak-3.pdfPermen PPPA No. 08 Thn 2014 Tentang  Kebijakan Sekolah Ramah Anak-3.pdf
Permen PPPA No. 08 Thn 2014 Tentang Kebijakan Sekolah Ramah Anak-3.pdfRusdiKapakke
 
Draf panduan desa ramah anak provinsi jawa tengah final (1)
Draf panduan desa ramah anak provinsi jawa tengah final (1)Draf panduan desa ramah anak provinsi jawa tengah final (1)
Draf panduan desa ramah anak provinsi jawa tengah final (1)verdalena
 
Draf panduan desa ramah anak provinsi jawa tengah final (1)
Draf panduan desa ramah anak provinsi jawa tengah final (1)Draf panduan desa ramah anak provinsi jawa tengah final (1)
Draf panduan desa ramah anak provinsi jawa tengah final (1)verdalena
 
Juknis-SEKOLAH_RAMAH_ANAK__SAFIN_PRESENTASI.pdf
Juknis-SEKOLAH_RAMAH_ANAK__SAFIN_PRESENTASI.pdfJuknis-SEKOLAH_RAMAH_ANAK__SAFIN_PRESENTASI.pdf
Juknis-SEKOLAH_RAMAH_ANAK__SAFIN_PRESENTASI.pdfMEffendi5
 
A01. juknis-penyelenggaraan-tk
A01. juknis-penyelenggaraan-tkA01. juknis-penyelenggaraan-tk
A01. juknis-penyelenggaraan-tkWelly Indriany
 
2020 KADIS PPPA - Pelaksanaan Kota Layak Anak.pptx
2020 KADIS PPPA - Pelaksanaan Kota Layak Anak.pptx2020 KADIS PPPA - Pelaksanaan Kota Layak Anak.pptx
2020 KADIS PPPA - Pelaksanaan Kota Layak Anak.pptxAsir10
 
Sambutan bupati wonosobo acara pengukuhan forkos
Sambutan bupati wonosobo acara pengukuhan forkosSambutan bupati wonosobo acara pengukuhan forkos
Sambutan bupati wonosobo acara pengukuhan forkosShintaDevi11
 
Pedoman_SRA_Update.pdf
Pedoman_SRA_Update.pdfPedoman_SRA_Update.pdf
Pedoman_SRA_Update.pdfArifPriyanto9
 
Pedoman_SRA_Update.pdf
Pedoman_SRA_Update.pdfPedoman_SRA_Update.pdf
Pedoman_SRA_Update.pdfssuser638382
 
14.10.2020 PAPARAN SRA + Covid - standardisasi.pptx
14.10.2020 PAPARAN SRA + Covid - standardisasi.pptx14.10.2020 PAPARAN SRA + Covid - standardisasi.pptx
14.10.2020 PAPARAN SRA + Covid - standardisasi.pptxSDNSENGON04
 

Similar to Proposal SKRIPSI Hukum Tata Negara (20)

Manuskrip skripsi percepatan Kota Layak Anak
Manuskrip skripsi percepatan Kota Layak AnakManuskrip skripsi percepatan Kota Layak Anak
Manuskrip skripsi percepatan Kota Layak Anak
 
Visi misi Dwi Heri Sutarip Tulis Widodo OK
Visi misi Dwi Heri Sutarip Tulis Widodo OKVisi misi Dwi Heri Sutarip Tulis Widodo OK
Visi misi Dwi Heri Sutarip Tulis Widodo OK
 
Media20220317601KLA PROVINSI JATENG -09032021-by Lenny_compressed.pdf
Media20220317601KLA PROVINSI JATENG -09032021-by Lenny_compressed.pdfMedia20220317601KLA PROVINSI JATENG -09032021-by Lenny_compressed.pdf
Media20220317601KLA PROVINSI JATENG -09032021-by Lenny_compressed.pdf
 
MEDIUM (Media Inovasi Perubahan Masyarakat) Edisi IV
MEDIUM (Media Inovasi Perubahan Masyarakat) Edisi IV MEDIUM (Media Inovasi Perubahan Masyarakat) Edisi IV
MEDIUM (Media Inovasi Perubahan Masyarakat) Edisi IV
 
Permen PPPA No. 08 Thn 2014 Tentang Kebijakan Sekolah Ramah Anak-3.pdf
Permen PPPA No. 08 Thn 2014 Tentang  Kebijakan Sekolah Ramah Anak-3.pdfPermen PPPA No. 08 Thn 2014 Tentang  Kebijakan Sekolah Ramah Anak-3.pdf
Permen PPPA No. 08 Thn 2014 Tentang Kebijakan Sekolah Ramah Anak-3.pdf
 
Draf panduan desa ramah anak provinsi jawa tengah final (1)
Draf panduan desa ramah anak provinsi jawa tengah final (1)Draf panduan desa ramah anak provinsi jawa tengah final (1)
Draf panduan desa ramah anak provinsi jawa tengah final (1)
 
Draf panduan desa ramah anak provinsi jawa tengah final (1)
Draf panduan desa ramah anak provinsi jawa tengah final (1)Draf panduan desa ramah anak provinsi jawa tengah final (1)
Draf panduan desa ramah anak provinsi jawa tengah final (1)
 
Juknis-SEKOLAH_RAMAH_ANAK__SAFIN_PRESENTASI.pdf
Juknis-SEKOLAH_RAMAH_ANAK__SAFIN_PRESENTASI.pdfJuknis-SEKOLAH_RAMAH_ANAK__SAFIN_PRESENTASI.pdf
Juknis-SEKOLAH_RAMAH_ANAK__SAFIN_PRESENTASI.pdf
 
Panduan SRA.pdf
Panduan SRA.pdfPanduan SRA.pdf
Panduan SRA.pdf
 
kla diy bppm diy.pptx
kla diy bppm diy.pptxkla diy bppm diy.pptx
kla diy bppm diy.pptx
 
A01. juknis-penyelenggaraan-tk
A01. juknis-penyelenggaraan-tkA01. juknis-penyelenggaraan-tk
A01. juknis-penyelenggaraan-tk
 
2020 KADIS PPPA - Pelaksanaan Kota Layak Anak.pptx
2020 KADIS PPPA - Pelaksanaan Kota Layak Anak.pptx2020 KADIS PPPA - Pelaksanaan Kota Layak Anak.pptx
2020 KADIS PPPA - Pelaksanaan Kota Layak Anak.pptx
 
KEL. TIKALA KUMARAKA_SK KLA.pdf
KEL. TIKALA KUMARAKA_SK KLA.pdfKEL. TIKALA KUMARAKA_SK KLA.pdf
KEL. TIKALA KUMARAKA_SK KLA.pdf
 
RPJMD prioritas pendidikan.pptx
RPJMD prioritas pendidikan.pptxRPJMD prioritas pendidikan.pptx
RPJMD prioritas pendidikan.pptx
 
KEL. MAHAKERET TIMUR_SK KLA.pdf
KEL. MAHAKERET TIMUR_SK KLA.pdfKEL. MAHAKERET TIMUR_SK KLA.pdf
KEL. MAHAKERET TIMUR_SK KLA.pdf
 
Sambutan bupati wonosobo acara pengukuhan forkos
Sambutan bupati wonosobo acara pengukuhan forkosSambutan bupati wonosobo acara pengukuhan forkos
Sambutan bupati wonosobo acara pengukuhan forkos
 
Kpf individu
Kpf individuKpf individu
Kpf individu
 
Pedoman_SRA_Update.pdf
Pedoman_SRA_Update.pdfPedoman_SRA_Update.pdf
Pedoman_SRA_Update.pdf
 
Pedoman_SRA_Update.pdf
Pedoman_SRA_Update.pdfPedoman_SRA_Update.pdf
Pedoman_SRA_Update.pdf
 
14.10.2020 PAPARAN SRA + Covid - standardisasi.pptx
14.10.2020 PAPARAN SRA + Covid - standardisasi.pptx14.10.2020 PAPARAN SRA + Covid - standardisasi.pptx
14.10.2020 PAPARAN SRA + Covid - standardisasi.pptx
 

More from DELA ASFARINA

penerapan asas praduga tak bersalah dalam proses penyidikan
penerapan asas praduga tak bersalah dalam proses penyidikanpenerapan asas praduga tak bersalah dalam proses penyidikan
penerapan asas praduga tak bersalah dalam proses penyidikanDELA ASFARINA
 
kasus konsultasi hukum
kasus konsultasi hukumkasus konsultasi hukum
kasus konsultasi hukumDELA ASFARINA
 
Analisis Putusan praperadilan kasus budi gunawan oleh hakim sarpin rizaldi
Analisis Putusan praperadilan kasus budi gunawan oleh hakim sarpin rizaldi Analisis Putusan praperadilan kasus budi gunawan oleh hakim sarpin rizaldi
Analisis Putusan praperadilan kasus budi gunawan oleh hakim sarpin rizaldi DELA ASFARINA
 
Makalah kelangkaan bbm (hukum politik)
Makalah kelangkaan bbm (hukum politik)Makalah kelangkaan bbm (hukum politik)
Makalah kelangkaan bbm (hukum politik)DELA ASFARINA
 
Lap kkl fak hukum unnes
Lap kkl fak hukum unnesLap kkl fak hukum unnes
Lap kkl fak hukum unnesDELA ASFARINA
 

More from DELA ASFARINA (6)

penerapan asas praduga tak bersalah dalam proses penyidikan
penerapan asas praduga tak bersalah dalam proses penyidikanpenerapan asas praduga tak bersalah dalam proses penyidikan
penerapan asas praduga tak bersalah dalam proses penyidikan
 
kasus konsultasi hukum
kasus konsultasi hukumkasus konsultasi hukum
kasus konsultasi hukum
 
Analisis Putusan praperadilan kasus budi gunawan oleh hakim sarpin rizaldi
Analisis Putusan praperadilan kasus budi gunawan oleh hakim sarpin rizaldi Analisis Putusan praperadilan kasus budi gunawan oleh hakim sarpin rizaldi
Analisis Putusan praperadilan kasus budi gunawan oleh hakim sarpin rizaldi
 
PROPOSAL SKRIPSI
PROPOSAL SKRIPSIPROPOSAL SKRIPSI
PROPOSAL SKRIPSI
 
Makalah kelangkaan bbm (hukum politik)
Makalah kelangkaan bbm (hukum politik)Makalah kelangkaan bbm (hukum politik)
Makalah kelangkaan bbm (hukum politik)
 
Lap kkl fak hukum unnes
Lap kkl fak hukum unnesLap kkl fak hukum unnes
Lap kkl fak hukum unnes
 

Recently uploaded

Program Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - PerencanaanProgram Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - PerencanaanAdePutraTunggali
 
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptxSusanSanti20
 
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"baimmuhammad71
 
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptxMemperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptxsalmnor
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...Kanaidi ken
 
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...pipinafindraputri1
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTXAKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTXIksanSaputra6
 
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusiaKonseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusiaharnosuharno5
 
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHANTUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHANwawan479953
 
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxDedeRosza
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptnabilafarahdiba95
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxsyahrulutama16
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxwawan479953
 
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfAksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfEniNuraeni29
 
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptxPPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptxDEAAYUANGGREANI
 
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptx
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptxTEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptx
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptxMOHDAZLANBINALIMoe
 
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxMateri Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxSaujiOji
 

Recently uploaded (20)

Program Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - PerencanaanProgram Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
 
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
 
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
 
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptxMemperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
 
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTXAKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
 
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusiaKonseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
 
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHANTUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
 
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
 
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfAksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
 
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptxPPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
 
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptx
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptxTEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptx
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptx
 
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxMateri Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
 

Proposal SKRIPSI Hukum Tata Negara

  • 1. KEMENTERIAN RISET,TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG FAKULTAS HUKUM Gedung K, Kampus Sekaran Gunungpati Semarang 50229 Telepon +62248507891; +62470709205; Fax. +62248507891 Laman: http://fh.unnes.ac.id; email: fh@unnes.ac.id NAMA : DELA ASFARINA CAHYANINGRUM NIM : 8111412264 JURUSAN : ILMU HUKUM FAKULTAS : HUKUM A. JUDUL SKRIPSI PERCEPATAN KOTA LAYAK ANAK DI KABUPATEN TEGAL PERSPEKTIF PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK NO 12 TAHUN 2011. B. LATAR BELAKANG Anak merupakan generasi penerus dan potensi bangsa, untuk itu perlu dilindungi dan dipenuhi hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang dalam suatu lingkungan yang layak. Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA)
  • 2. adalah sistem pembangunan kabupaten/kota yang mengintegrasikan komitmen dan sumberdaya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam kebijakan, program dan kegiatan perlindungan anak. Anak merupakan potensi yang sangat penting, generasi penerus masa depan bangsa, penentu kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang akan menjadi pilar utama pembangunan nasional, sehingga perlu ditingkatkan kualitasnya dan mendapatkan perlindungan secara sungguh-sungguh dari semua elemen masyarakat (Deputi Bidang Perlindungan Anak, 2014: 1). Kasus pembunuhan Angeline oleh Ibu tirinya merupakan salah satu kasus kekerasan pada anak yang mengakibatkan kematian di Indonesia.Hal ini sangat disayangkan bagi orang tua dan Pemerintah Daerah setempat.Di Kabupaten Tegal angka kekerasan terhadap anak semakin tahun semakin naik menurut salah satu Pegawai BPPKB (Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana) Kabupaten Tegal Bapak Krisyanto di Bidang Anak yang menurutnya menjadi salah satu kendala percepatan Kota Layak Anak di Kabupaten Tegal. Salah satu penyebab dari berbagai masalah sosial tersebut antara lain adalah belum adanya kebijakan pemerintah mengenai kabupaten/ kota layak anak (KLA) yang mengintegrasikan sumberdaya pembangunan untuk memenuhi hak anak. Lahirnya kebijakan KLA diharapkan dapat menciptakan keluarga yang saying anak, rukun tetangga, dan rukun warga atau lingkungan
  • 3. yang peduli anak, kelurahan dan desa layak anak dan kecamatan atau kabupaten/kota yang layak anak bagi anak sebagi prasayarat untuk memastikan bahwa anak-anak tumbuh dan berkembang dengan baik, terlindungi haknya dan terpenuhi kebutuhan fisik dan psikologinya (Deputi Bidang Perlindungan Anak, 2014: 3). Kota Layak Anak merupakan istilah yang diperkenalkan pertama kali oleh Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan tahun 2005 melalui Kebijakan Kota Layak Anak.Karena alasan untuk mengakomodasi pemerintahan kabupaten, belakangan istilah Kota Layak Anak menjadi Kabupaten/Kota Layak Anak dan kemudian disingkat menjadi KLA. Kebijakan tersebut didalamnya digambarkan bahwa KLA merupakan upaya pemerintahan kabupaten/kota untuk mempercepat implementasi Konvensi Hak Anak (KHA) dari kerangka hokum ke dalam definisi, strategi, dan intervensi pembangunan seperti kebijakan, institusi, dan program yang layak anak. Indonesia telah meratifikasi KHA melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990, berkewajiban membuat langkah-langkah konkrit untuk mempromosikan, melindungi, memenuhi dan menghormati hak-hak anak. Indonesia menyatakan komitmen untuk menjamin setiap anak diberikan masa depan yang lebih baik. Sejak itu tercapailah kemajuan besar, sebagaimana tercantum dalam laporan Pemerintah Indonesia mengenai Pelaksanaan KHA ke Komite Hak Anak, Jenewa, lebih banyak anak bersekolah dibandingkan di masa sebelumnya, lebih banyak anak mulai terlibat aktif dalam keputusan
  • 4. menyangkut kehidupan mereka, dan sudah tersusun pula peraturan perundang- undangan penting yang melindungi anak. Untuk mempercepat terpenuhinya hak-hak anak diperlukan pengembangan KLA sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sejak urusan wajib di bidang kesehatan, pendidikan, termasuk ‘perlindungan anak’ dan lainnya diserahkan oleh pemerintah pusat ke pemerintah kabupaten dan kota, sangat berdampak pada pemenuhan hak anak. Berbagai penelitian yang dilakukan oleh para arsitek, perencana kota, perancang, psikolog, sosiolog, dan kriminolog yang berkaitan dengan anak dan kota, baik sebagai warga kota maupun pengguna ruang kota. Penelitian tersebut dilakukan dengan beberapa alasan, antara lain kepentingan pemenuhan skripsi sebagai mahasiswa, dan kepentingan organisasi atau lembaga dalam rangka proyek dan atau pembangunan kota. Bila ditelusuri, penelitian tentang anak dan kota telah berlangsung sejak tahun 1970-an sampai sekarang. Pemerintah dan para pemangku kepentingan di bidang anak dapat menemukan kebutuhan atau aspirasi mereka untuk mempercepat implementasi Konvensi Hak Anak dan komitmen negara lainnya di bidang anak. KLA adalah kota yang menjamin hak setiap anak sebagai warga kota, berarti anak: a. Keputusannya mempengaruhi kotanya b. Dapat mengekspresikan pendapatnya mengenai kota yang mereka inginkan; c. Dapat berperan serta dalam kehidupan keluarga, komuniti, dan sosial;
  • 5. d. Dapat mengakses pelayanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan; e. Dapat mengakses air minum segar dan tinggal di lingkungan dengan sanitasi yang baik; f. Terlindungi dari eksploitasi, kekerasan dan penelantaran; g. Merasa aman berjalan di jalan; h. Dapat bertemu dan bermain dengan temannya; i. Hidup di lingkungan yang bebas polusi; j. Berperan serta dalam kegiatan budaya dan sosial; dan k. Secara seimbang dapat mengakses setiap pelayanan, tanpa memperhatikan suku bangsa, agama, kekayaan, gender, dan kecacatan. Inisiatif KLA ini telah diadaptasi oleh Kementerian Negara PemberdayaanPerempuan Republik Indonesia. Tahun 2006 konsep KLA diujicobakan di 5 kabupaten/kota, yaitu Kota Jambi di Provinsi Jambi, Kota Surakarta (Solo) di Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Sidoarjo di Provinsi Jawa Timur, Kabupaten Kutai Kartanegara di Provinsi Kalimantan Timur, dan terakhir Kabupaten Gorontalo di Provinsi Gorontalo (Laporan Pengembangan Model Kota Layak Anak Kabupaten Gorontalo: www.kla.or.id/). Desentralisasi pada dasarnya adalah penataan mekanisme pengelolaan kebijakan dengan kewenangan yang lebih besar diberikan kepada daerah agar penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan lebih efektif dan efisien.Disahkannya PP No.105 tahun 2000 dan Kepmendagri No.29 tahun
  • 6. 2000 yang mengatur anggaran berbasis kinerja menjadi momentum penting dalam pengelolaan keuangan pemerintah daerah sebagai upaya percepatan pembangunan ekonomi daerah. Begitu pula dengan UU No.17 tahun 2003 tentang keuangan Negara yang semakin mendukung implementasi anggaran pemerintah daerah yang berbasis kinerja, dan berimplikasi pada pengukuran prestasi daerah dalam pengelolaan keuangannya berdasarkan seberapa cepat pencapaian sasaran-sasaran pembangunan. Didukung dengan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomer 14 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak Tingkat Provinsi yang merupakan bagian dari tata cara kerja system desentralisasi yang sangat berperan penting dalam pembangunan Provinsi agar lebih efektif dan efisien. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 12 tahun 2011 tentang Indikator Kabupaten/Kota Layak Anak telah dengan rinci mengamanatkan bahwa kabupaten/kota layak anak adalah kabupaten/kota yang mempunyai sistem pembangunan berbasis hak anak melalui pengintegrasian komitmen dan sumberdaya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang tersencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam kebijakan, program dan kegiatan untuk menjamin terpenuhinya hak anak. Kabupaten Tegal adalah salah satu Kabupaten yang saat ini sedang menginisiasi KLA, hal ini terbukti dengan komitmen Bupati dan Wakil Bupati yang baru untuk mewujudkan Kabupaten Tegal sebagai Kabupaten Layak
  • 7. Anak. Komitmen ini diwujudkan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Tegal Tahun 2014-2019. Dimana dalam RPJMD Kabupaten Tegal, komitmen tersebut telah dituangkan dalam program prioritas yang ke 11 mengenai Program Keserasian Kebijakan Perlindungan Anak dan Perempuan. Pada tahun 2015 Kabupaten Tegal merencanakan KLA Pratama, tahun 2016 merencanakan KLA Nindya, dan pada tahun 2017 harapannya Kabupaten Tegal sebagai Kabupaten Layak Anak dapat terwujud (RPJMD Kabupaten Tegal, 2014: 127). Data evaluasi Kabupaten Tegal terkait dengan kabupaten/kota layak anak dalam hasil analisis gambaran umum kondisi daerah terhadap capaian kinerja penyelenggaraan urusan pemerintahan pada tahun 2009-2013 (RPJMD Kabupaten Tegal, 2014 : 144-161) adalah : 1. Dalam angka partisipasi sekolah SD/MI untuk tahun 2009 (87,10), tahun 2010 (83,63), tahun 2011 (79,31), tahun 2012 (91,27), untuk tahun 2013 (109,80) telah mencapai target dari angka 105,00. 2. Dalam angka partisipasi sekolah SMP/MTS untuk tahun 2009 (48,20), tahun 2010 (47,10), tahun 2011 (52,40), tahun 2012 (87,35), tahun 2013 (94,28)telah mencapai target dari angka 95,00. 3. Dalam angka partisipasi sekolah SMA/MA/SMK untuk tahun 2009 (40,7), tahun 2010 (43,30), tahun 2011 (42,20), tahun 2012 (45,20), tahun 2013 (54,70) telah mencapai target dari angka 55,00. 4. Presentase balita gizi baik untuk tahun 2009 (99,97), tahun 2010 (99,97),
  • 8. tahun 2011 (99,96), tahun 2012 (98,56), tahun 2013 (99,08) telah mencapai target. 5. Presentase balita gizi buruk untuk tahun 2009 (0,03), tahun 2010 (09,037), tahun 2011 (0,043), tahun 2012 (1,44), tahun 2013 (0,92) belum mencapai target dari 0,00. 6. Angka kematian bayi per 1000 kelahiran hidup untuk tahun 2009 (6,59), tahun 2010 (7,56), tahun 2011 (7,24), tahun 2012 (8,17), tahun 2013 (8,94) belum mencapai target. 7. Sudah memiliki KK (kartu keluarga) untuk tahun 2009 (30.697), tahun 2010 (32.735), tahun 2011 (58.308), tahun 2012 (87.467), tahun 2013 (87.467) belum mencapai target. 8. Sudah memiliki Akta Kelahiran untuk tahun 2009 (217.804), tahun 2010 (268.651), tahun 2011 (303.551), tahun 2012 (316.869), tahun 2013 (331.449) belum mencapai target. 9. Perpustakan milik Pemerintah Daerah untuk tahun 2009 sampai denga tahun 2013 (1) telah mencapai target. 10. Perpustakan non Pemerintah Daerah (sekolah) untuk tahun 2009 (422), tahun 2010 (430), tahun 2011 (448), tahun 2012 (454), tahun 2013 (867) telah melebihi target. 11. dll Pemerintah Kabupaten Tegal untuk mewujudkan tercapainya program prioritas Kabupaten menjadi Kabupaten Layak Anak, perlu dukungan semua
  • 9. sektor pembangunan terutama dalam sektor khususnya sektor-sektor yang berkaitan dengan kesejahteraan sosial. Untuk melihat seberapa jauh progress pelaksanaan program prioritas Kabupaten Layak Anak di Kabupaten Tegal, maka diperlukan sebuah kajian dengan menggunakan kriteria dan indikator yang terukur,sehingga dapat diketahui apakah Kabupaten Tegal sudah dapat dikatakan sebagai Kabupaten Layak Anak atau belum. Kajian ini akan menggunakan indikator yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Indikator Kabuapten/Kota Layak Anak. Dari uraian tersebut maka peneliti tertarik untuk mengambil judul: “PERCEPATAN KOTA LAYAK ANAK DI KABUPATEN TEGAL PERSPEKTIF PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK NO 12 TAHUN 2011”. C. IDENTIFIKASI MASALAH Berdasarkan fakta sebagaimana diuraikan diatas dalam “Latar Belakang’ diatas, diketahui berbagai masalah yang menjadi faktor pendorong peneliti untuk meneliti tentang “Percepatan Kota Layak Anak di Kabupaten Tegal Perspektif Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No 12 Tahun 2011” , dapat diidentifikasi sebagai berikut :
  • 10. 1. Masih ditemukannya pelajar SMA/SMK yang melakukan tawuran di wilayah Kabupaten Tegal . 2. Angka kekerasan terhadap anak tiap tahun semakin menaik. 3. Bahwa Kebijakan tentang pengimplementasian Kabupaten/Kota Layak Anak di Provinsi Jawa Tengah belum dikodifikasikan dan hanya tertuang dalam sambutan Gubernur sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia No 12 Tahun 2011 Tentang Indikator Kabupaten/Kota Layak Anak. 4. Bahwa Kabupaten Tegal merupakan bagian dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang wajib merealisasikan materi yang termuat dalam Sambutan Gubernur pada Rapat Koordinasi Kebijakan Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PPTPPO), Serta Pencegahan dan Penanganan Kejahatan Seksual Anak Semarang, tanggal 19 Agustus 2015; yang telah diamanatkan dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia No 12 Tahun 2011 Tentang Indikator Kabupaten/Kota Layak Anak. 5. Bahwa Pemerintah Kabupaten Tegal dalam upaya mewujudkan Kabupaten Layak Anak ini masih menghadapi banyak kendala dilihat dari kondisi dan belum maksimal dalam implementasinya.
  • 11. D. PEMBATASAN MASALAH Agar masalah yang akan penulis bahas tidak meluas sehingga dapat mengakibatkan ketidakjelasan pembahasan masalah maka penulis akan membatasi masalah yang akan diteliti yaitu : 1. Bahwa pada dasarnya anak-anak merupakan calon pelaku perubahan dimasa mendatang yang memiliki hak untuk memperoleh pendidikan, kesehatan, dll secara layak dari negara tanpa adanya praktek diskriminasi. Dalam penelitian ini peneliti akan memfokuskan pengimplementasian hak anak di Kabupaten Tegal berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia No 12 Tahun 2011 Tentang Indikator Kabupaten/Kota Layak Anak dan strategi dari kendala yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Tegal dalam percepatan Kabupaten Layak Anak. 2. Penelitian ini dilakukan di Pemerintahan Kabupaten Tegal, yaitu di SKPD dan Lembaga terkait yang tercantum dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia No 12 Tahun 2011 Tentang Indikator Kabupaten/Kota Layak Anak untuk pemenuhan data layak anak.
  • 12. E. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana percepatan Kota Layak Anak di Kabupaten Tegal perspektif Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No 12 Tahun 2011? 2. Bagaimanakah strategi percepatan dari Pemerintah Daerah mengenai Kota Layak Anak di Kabupaten Tegal? 3. Bagaimana kendala pelaksanaan percepatan kota layak anak di Kabupaten Tegal perspektif Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No 12 Tahun 2011? F. TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan percepatan kota layak anak di Kabupaten Tegal perspektif Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No 12 Tahun 2011. 2. Menemukan strategi percepatan kabupaten/kota layak anak di Kabupaten Tegalperspektif Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No 12 Tahun 2011. 3. Menemukan kendala pelaksanaan percepatan kabupaten/kota layak anak di Kabupaten Tegalperspektif Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No 12 Tahun 2011.
  • 13. G. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat yaitu : 1. Manfaat teoritis : a. Sebagai media pembelajaran metode penelitian hokum sehingga dapat menunjang kemampuan individu mahasiswa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. b. Menambah pengetahuan bagi masyarakat umumnya dan bagi peneliti khususnya terhadap Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia No 12 Tahun 2011 Tentang Indikator Kabupaten/Kota Layak Anak di Kabupaten Tegal guna mewujudkan Kabupaten Layak Anak. c. Dapat dijadikan acuan atau referensi untuk penelitian berikutnya. 2. Manfaat praktis : a. Dapat ditemukan berbagai persoalan atau kendala yang dihadapi dalam hal Pengimplementasian Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia No 12 Tahun 2011 Tentang Indikator Kabupaten/Kota Layak Anak di Kabupaten Tegal guna mewujudkan Kabupaten Layak Anak. b. Dapat diketahui bagaimana sebenarnya Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
  • 14. Republik Indonesia No 12 Tahun 2011 Tentang Indikator Kabupaten/Kota Layak Anak di Kabupaten Tegal guna mewujudkan Kabupaten Layak Anak sehingga dapat ditemukan bagaimana strategi percepatan kota layak anak dari pemerintah dilihat dari kendala yang dihadapi. H. TINJAUAN PUSTAKA 1. Kepustakaan Penelitian Telah terdapat beberapa penelitian terkait dengan Kota Layak Anak yaitu sebagai berikut: NO JUDUL PENELI TI PERSAMAAN PERBEDAAN KEBAHAR UAN 1. Membangun Kota Layak Anak: Studi Kebijakan Publik Di Era Otonomi Daerah Rudi Subiyakto Mengenai pelaksanaan percepatan kota layak anak. Penelitian yang dilakukan oleh Rudi Subiyakto mengenai kota layak anak lebih fokus kepada tatanan kebijakan publik, sedangkan penelitian yang peniliti lakukan sekarang adalah lebih fokus kepada implementasi kebijakan untuk percepatan kota layak anak di daerah otonom Kabupaten Tegal Jurnal SOSIO- RELIGIA, Vol. 10, No.1, Februari 2012
  • 15. 2. Analisis Efisiensi Teknis Bidang Pendidikan Dalam Implementasi Model Kota Layak Anak (Studi Kasus 14 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008) Rica Amanda Dalam penelitiannya sama- sama membahas tentang pelaksanaan/implem entasi Kota Layak Anak. Untuk perbedaannya peneliti membahas percepatan Kota Layak Anak di Kabupaten Tegal, sedangkan Rica Amanda lebih focus kepada efisiensi teknis bidang pendidikan. Skripsi Universitas Diponegoro Tahun 2008 3. Implementasi Peraturan Walikota Probolinggo Nomor 36 Tahun 2013 Tentang Kebijakan Kota Layak Anak Dewi Kartika Ratih Dalam penelitiannya sama- sama membahas tentang implementasi Kota Layak Anak. Perbedaannya adalah di objek penelitian, Dewi Kartika di Probolinggo, peneliti mengambil objek penelitian di Kabupaten Tegal. Universitas Brawijaya 10 September 2014 4. Surakarta Kota Layak Anak Dinilai Hanya Formalitas Eddy Suryanto HP, SH.MH. Dalam penelitiannya sama- sama membahas tentang Implementasi Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 12 Tahun 2011 tentang Indikator Kabupaten/Kota Layak Anak Perbedaannya dalam penelitian eddy membahas tentang terpenuhi tidaknya 31 indikator sehingga Surakarta dinilai sebagai kota layak anak,. Sedangkan peneliti lebih focus kepada percepatan kota layak anak di Kabupaten Tegal. Jurnal Serambi Hukum pada Vol 8 Universitas Slamet Riyadi Surakarta
  • 16. Penelitian-penelitian terdahulu yang telah disebutkan diatas akan menjadi acuan oleh peneliti sekarang untuk mengkaji tentang “Percepatan Kota Layak Anak di Kabupaten Tegal Perspektif Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No 12 Tahun 2011”. 2. Kepustakaan Konseptual Sebuah Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA), idealnya harus memenuhi semua indikator yang ditetapkan oleh Konvensi Hak Anak (KHA). Untuk memudahkan klasifikasi pemenuhan hak anak tersebut, dilakukan pengelompokan indikator ke dalam 6 (enam) bagian, yang meliputi bagian penguatan kelembagaan dan 5 (lima) klaster hak anak. (Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 12 Tahun 2011 tentang Indikator Kabupaten/Kota Layak Anak bagian penjelasan). Klaster hak anak terdiri dari 5 (lima) klaster, yaitu: 1. Hak Sipil dan Kebebasan a. Hak atas identitas Memastikan bahwa seluruh anak tercatat dan memiliki Kutipan Akta Kelahiran sesegera mungkin sebagai pemenuhan tanggung jawab negara atas nama dan kewarganegaraan anak (termasuk tanggal kelahiran dan silsilahnya); dan menjamin penyelenggaraan pembuatan akta kelahiran secara gratis dan dilakukan pendekatan layanan hingga tingkat kelurahan/desa.
  • 17. b. Hak perlindungan identitas memastikan sistem untuk pencegahan berbagai tindak kejahatan terhadap anak seperti perdagangan orang, adopsi ilegal, manipulasi usia, manipulasi nama, atau penggelapan asal- usul serta pemulihan identitas anak sesuai dengan keadaan sebenarnya sebelum terjadinya kejahatan terhadap anak tersebut; dan memberikan jaminan hak prioritas anak untuk dibesarkan oleh orang tuanya sendiri. c. Hak berekspresi dan mengeluarkan pendapat jaminan atas hak anak untuk berpendapat; dan penyediaan ruang- ruang bagi anak untuk dapat mengeluarkan pendapat atau berekspresi secara merdeka sesuai keinginannya. d. Hak berpikir, berhati nurani dan beragama Jaminan bahwa anak diberikan ruang untuk menjalankan keyakinannya secara damai; dan mengakui hak orang tua dalam memberikan pembinaan. e. Hak berorganisasi dan berkumpul secara damai Jaminan bahwa anak bisa berkumpul secara damai dan membentuk organisasi yang sesuai bagi mereka. f. Hak atas perlindungan kehidupan pribadi Jaminan bahwa seorang anak tidak diganggu kehidupan pribadinya, atau diekspos ke publik tanpa ijin dari anak tersebut atau yang akan mengganggu tumbuh kembangnya. g. Hak akses informasi yang layak Jaminan bahwa penyedia informasi mematuhi ketentuan tentang kriteria kelayakan informasi bagi anak; penyediaan fasilitas dan sarana dalam jumlah memadai yang memungkinkan anak mengakses layanan informasi secara gratis; dan
  • 18. ketersediaan lembaga perijinan dan pengawasan. h. Hak bebas dari penyiksaan dan penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia Jaminan bahwa setiap anak diperlakukan secara manusiawi tanpa adanya kekerasan sedikitpun, termasuk ketika anak berhadapan dengan hukum. 2. Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif a. Bimbingan dan tanggungjawab orang tua memastikan anak diasuh dan dirawat oleh orang tuanya. Oleh karena itu harus dilakukan penguatan kapasitas orang tua untuk memenuhi tanggungjawabnya dalam pengasuhan dan tumbuh kembang anak, meliputi penyediaan fasilitas, informasi dan pelatihan yang memberikan bimbingan dan konsultasi bagi orang tua dalam pemenuhan hak anak, contoh: Bina Keluarga Balita (BKB). b. Anak yang terpisah dari orang tua memastikan anak untuk tidak dipisahkan dari orang tuanya kecuali pemisahan tersebut untuk kepentingan terbaik bagi anak. c. Reunifikasi memastikan anak untuk dipertemukan kembali dengan orang tuanya setelah terpisahkan, misalnya terpisahkan karena bencana alam, konflik bersenjata, orang tua berada di luar negeri, atau karena diculik dan diperdagangkan. d. Pemindahan anak secara ilegal memastikan anak tidak dipindahkan secara ilegal dari daerahnya ke luar daerah atau ke luar negeri, contoh: larangan
  • 19. TKI anak. e. Dukungan kesejahteraan bagi anak memastikan anak tetap dalam kondisi sejahtera meskipun orang tuanya tidak mampu, contoh: apabila ada orang tua yang tidak mampu memberikan perawatan kepada anaknya secara baik maka menjadi kewajiban komunitas, desa/kelurahan dan pemerintahan daerah untuk memenuhi kesejahteraan anak. f. Anak yang terpaksa dipisahkan dari lingkungan keluarga memastikan anak yang diasingkan dari lingkungan keluarga mendapat pengasuhan alternatif atas tanggungan negara, contoh: anak yang kedua orang tuanya meninggal dunia, atau menderita penyakit yang tidak memungkinkan memberikan pengasuhan kepada anak. g. Pengangkatan/adopsi anak memastikan pengangkatan/adopsi anak dijalankan sesuai dengan peraturan, dipantau dan dievaluasi tumbuh kembangnya agar kepentingan terbaik anak tetap terpenuhi. h. Tinjauan penempatan secara berkala memastikan anak-anak yang berada di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA)/panti terpenuhi hak tumbuh kembangnya dan mendapatkan perlindungan. i. Kekerasan dan penelantaran memastikan anak tidak mendapatkan perlakuan kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia. 3. Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan a. Anak penyandang disabilitas memastikan anak cacat mendapatkan akses layanan publik yang menjamin kesehatan dan kesejahteraannya.
  • 20. b. Kesehatan dan layanan kesehatan memastikan setiap anak mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif dan terintegrasi. c. Jaminan sosial layanan dan fasilitasi kesehatan memastikan setiap anak mendapatkan akses jaminan sosial dan fasilitasi kesehatan, contoh: jamkesmas dan jamkesda. d. Standar hidup memastikan anak mencapai standar tertinggi kehidupan dalam hal fisik, mental, spiritual, moral dan sosial. Hal ini dapat dicapai dengan menurunkan kematian anak, mempertinggi usia harapan hidup, standar gizi, kesehatan, pendidikan, dan lingkungan. 4. Pendidikan, Pemanfaatan Waktu Luang dan Kegiatan Budaya a. Pendidikan memastikan setiap anak mendapatkan akses pendidikan dan pelatihan yang berkualitas tanpa diskriminasi. Contoh: mendorong sekolah inklusi; memperluas pendidikan kejuruan, non-formal dan informal; mendorong terciptanya sekolah ramah anak dengan mengaplikasikan konsep disiplin tanpa kekerasan, dan menjamin keamanan dan keselamatan perjalanan anak ke dan dari sekolah. b. Tujuan pendidikan memastikan bahwa lembaga pendidikan bertujuan untuk mengembangkan minat, bakat dan kemampuan anak serta mempersiapkan anak untuk bertanggung jawab kepada kehidupan yang toleran, saling menghormati dan bekerjasama untuk kemajuan dunia dalam semangat perdamaian. c. Kegiatan liburan, kegiatan budaya, dan olah raga memastikan bahwa anak
  • 21. memiliki waktu untuk beristirahat dan dapat memanfaatkan waktu senggangnya untuk melakukan berbagai kegiatan seni, budaya, olahraga dan aktivitas lainnya. Contoh: penyediaan fasilitas bermain, rekreasi dan mengembangkan kreatifitas anak. 5. Perlindungan Khusus a. Anak dalam situasi darurat Anak yang mengalami situasi darurat dikarenakan kehilangan orang tua/pengasuh/tempat tinggal dan fasilitas pemenuhan kebutuhan dasar (sekolah, air bersih, bahan makanan, sandang, kesehatan dan sebagainya) perlu mendapatkan prioritas dalam pemenuhan dan perlindungan hak-hak dasarnya. 1. Pengungsi anak: memastikan bahwa setiap anak yang harus berpindah dari tempat asalnya ke tempat yang lain, harus mendapatkan jaminan pemenuhan hak tumbuh kembang dan perlindungan secara optimal. 2. Situasi konflik bersenjata: memastikan bahwa setiap anak yang berada di daerah konflik tidak direkrut atau dilibatkan dalam peranan apapun; contoh: menjadi tameng hidup, kurir, mata-mata, pembawa bekal, pekerja dapur, pelayan barak, penyandang senjata atau tentara anak. b. Anak yang berhadapan dengan hukum memastikan bahwa anak-anak yang berhadapan dengan hukum mendapatkan perlindungan dan akses atas tumbuh kembangnya secara wajar; dan memastikan diterapkannya
  • 22. keadilan restoratif dan prioritas diversi bagi anak, sebagai bagian dari kerangka pemikiran bahwa pada dasarnya anak sebagai pelaku-pun adalah korban dari sistem sosial yang lebih besar. c.Anak dalam situasi eksploitasi yang dimaksud dengan situasi eksploitasi adalah segala kondisi yang menyebabkan anak tersebut berada dalam keadaan terancam, tertekan, terdiskriminasi dan terhambat aksesnya untuk bisa tumbuh kembang secara optimal. Praktik yang umum diketahui misalnya dijadikan pekerja seksual, joki narkotika, pekerja anak, pekerja rumah tangga, anak dalam lapangan pekerjaan terburuk bagi anak, perdagangan dan penculikan anak, atau pengambilan organ tubuh. Untuk itu, perlu dipastikan adanya program pencegahan dan pengawasan agar anak-anak tidak berada dalam situasi eksploitatif, dan memastikan bahwa pelakunya harus ditindak. Selain itu, anak- anak korban eksploitasi harus ditangani secara optimal mulai dari pelayanan kesehatan, rehabilitasi sosial, hingga pemulangan dan reintegrasi. d. Anak yang masuk dalam kelompok minoritas dan adat memastikan bahwa anak-anak dari kelompok minoritas dan adat dijamin haknya untuk menikmati budaya, bahasa dan kepercayaannya. Selanjutnya, prinsip yang harus selalu menyertai pelaksanaan setiap klaster hak anak tersebut adalah: 1. Non-diskriminasi, yaitu tidak membedakan suku, ras, agama, jenis kelamin, bahasa, paham politik, asal kebangsaan, status ekonomi, kondisi fisik maupun psikis anak, atau faktor lainnya;
  • 23. 2. Kepentingan terbaik bagi anak, yaitu menjadikan hal yang paling baik bagi anak sebagai pertimbangan utama dalam setiap kebijakan, program, dan kegiatan; 3. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan anak, yaitu menjamin hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan anak semaksimal mungkin; dan 4. Penghargaan terhadap pandangan anak, yaitu mengakui dan memastikan bahwa setiap anak yang memiliki kemampuan untuk menyampaikan pendapatnya, diberikan kesempatan untuk mengekspresikan pandangannya secara bebas terhadap segala sesuatu hal yang mempengaruhi dirinya. f. Pengertian Kota Layak Anak (KLA) 1. Definisi Kota Layak Anak (KLA) Kota Layak Anak merupakan istilah yang diperkenalkan pertama kali oleh Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan tahun 2005 melalui Kebijakan Kota Layak Anak.Karena alasan untuk mengakomodasi pemerintahan kabupaten, belakangan istilah Kota Layak Anak menjadi Kabupaten/Kota Layak Anak dan kemudian disingkat menjadi KLA. Dalam kebijakan tersebut digambarkan bahwa KLA merupakan upaya pemerintahan kabupaten/kota untuk mempercepat implementasi Konvensi Hak Anak (KHA) dari kerangka hukum ke dalam definisi, strategi, dan
  • 24. intervensi pembangunan seperti kebijakan, institusi, dan program yang layak anak(www.kla.or.id/). Kota Layak Anakdan atau Kota Ramah Anak kadang-kadang kedua istilah ini dipakai dalam arti yang sama oleh beberapa ahli dan pejabat dalam menjelaskan pentingnya percepatan implementasi Konvensi Hak Anak ke dalam pembangunan sebagai langkah awal untuk memberikan yang terbaik bagi kepentingan anak. 2. Pemekaran Daerah Pemekaran kabupaten dan kota merupakan buah dari otonomi daerah. Gejala ini sudah terasa sejak berlakunya Undang-Undang Otonomi Daerah tahun 2001. Tercatat sampai Agustus 2008 terdapat 471 kabupaten dan kota + 12 dalam proses pemekaran. Tujuan akhir dari pemekaran ini adalah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam Sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Makna dari tujuan akhir ini tersirat bahwa ‘perlindungan anak’ menjadi salah satu urusan wajib yang diserahkan oleh pemerintah ke pemerintah kabupaten dan kota akan semakin terwujud. Namun yang menjadi pertanyaan apakah ‘anak’ menjadi pusat pembangunan di kabupaten dan kota? Karena selama
  • 25. ini pemerintahan kabupaten dan kota lebih memusatkan pada bidang ekonomi, politik dan infrastruktur, tanpa mempertimbangkan unsur kepentingan terbaik anak dalam pengambilan keputusan. Hal ini ditandai oleh belum berkembangnya wadah-wadah partisipasi anak yang dibangun di kabupaten dan kota guna mendengarkan dan menyuarakan pendapat dan harapan anak sebagai bentuk partisipasi anak dalam proses pembangunan. 3. Kota dan Anak Berbagai penelitian yang dilakukan oleh para arsitek, perencana kota, perancang, psikolog, sosiolog, dan kriminolog yang berkaitan dengan anak dan kota, baik sebagai warga kota maupun pengguna ruang kota. Penelitian tersebut dilakukan dengan beberapa alasan, antara lain kepentingan pemenuhan tugas akhir sebagai mahasiswa, dan kepentingan organsiasi atau lembaga dalam rangka proyek dan atau pembangunan kota. Bila ditelusuri, penelitian tentang anak dan kota telah berlangsung sejak tahun 1970-an sampai sekarang. Penelitian yang sangat berpengaruh pada implementasi Konvensi Hak Anak dan kemudian diadopsi oleh UNICEF dan UNHABITAT melalui “Child Friendly City Inniciative” adalah penelitian yang dilakukan oleh Kevin Lynch, arsitek dari Massachusetts Institute of Technology. Penelitian dengan judul ”Persepsi anak terhadap ruang” dilaksanakan di 4 kota –
  • 26. Melbourne, Warsawa, Salta, dan Mexico City, dengan menggunakan metode pengamatan, wawancara dan menggambar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lingkungan kota yang terbaik untuk anak adalah yang mempunyai: komuniti yang kuat secara fisik dan sosial, komuniti yang mempunyai aturan yang jelas dan tegas; adanya pemberian kesempatan pada anak; dan fasilitas pendidikan yang memberi kesempatan anak untuk mempelajari dan menyelidiki lingkungan dan dunia mereka (www.kla.or.id/). Dilihat dari sejumlah penelitian tersebut, yang sangat menarik bahwa anak, seperti halnya orang dewasa, dapat diajak kerjasama dan mengatasi persoalan-persoalan yang berhubungan dengan lingkungan kota (Adams & Ingham, 1998:51). Pemerintah dapat berkonsultasi dengan mereka, karena mereka mempunyai persepsi, pandangan dan pengalaman mengenai lingkungan kota tempat mereka tinggal. Dari mereka, pemerintah dan para pemangku kepentingan di bidang anak dapat menemukan kebutuhan atau aspirasi mereka untuk mempercepat implementasi Konvensi Hak Anak dan Komitmen Negara lainnya di bidang anak. Pengertian anak dalam Pasal 1 ayat satu Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak Tingkat Provinsi adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kadungan.
  • 27. Anak dapat membantu pemerintah dalam mendapatkan data mengenai lingkungan tempat tinggal, lingkungan masyarakat, lingkungan sekolah, tempat bermain, pelayanan transportasi dan pelayanan kesehatan. Anak akan memperoleh pengalaman yang tak ternilai dari pelibatan mereka. Melalui kegiatan pelibatan ini anak menjadi berfikir mengenai persoalan lingkungannya, dan dapat mengidentifikasi persoalan yang ada untuk didiskusikan dan dipecahkan bersama. Mereka juga dapat memberikan kontribusi dalam proses perencanaan dan pengembangan kota yang mereka harapkan. 7. Teori Kebijakan Kebijakan Kota Layak Anak adalah istilah yang diperkenalkan pertama kali oleh Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan tahun 2005 yang sekarang sering disebut dengan KLA. Dalam Kebijakan tersebut digambarkan bahwa KLA merupakan upaya pemerintahan kabupaten/kota untuk mempercepat implementasi Konvensi Hak Anak (KHA) dari kerangka hukum ke dalam definisi, strategi, dan intervensi pembangunan seperti kebijakan, institusi, dan program yang layak anak. Menurut Sheridan Bartlett, ahli perkotaan dari City University Of New York dan The International Institute For Environment And Development, London (Bartlett, 2002) dalam pemenuhan kebutuhan anak diperlukan adanya intervensi pencegahan terjadinya bahaya terhadap anak di tempat tinggal
  • 28. mereka, yaitu dengan melakukan modifikasi dan perbaikan di lingkungan tempat tinggal. Kota Layak Anak (KLA) ini pertama kali di deklarasikan pada tahun 2011 yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan Nomor 11 tahun 2011 tentang Kebijakan Pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak kemudian peraturan tersebut menjadi dasar hukum Kabupaten Tegal dalam melaksanakan kota layak anak. Kebijakan Kota Layak Anak merupakan tanggung jawab bersama bukan hasil kerja satu instansi saja sehingga perlu sinergitas antara satuan kerja pemerintah daerah (SKPD) dengan SKPD lainnya di antaranya yaitu Bappeda, Dinas Kesehatan, Dinas Catatan Sipil, Badan Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Dinas Pendidikan, Kepolisian serta elemen-lemen lain. Terdapat 31 indikator yang harus dipenuhi oleh Pemerintah Kota Probolinggo untuk memperoleh predikat Kota Layak Anak. 31 indikator tersebut diklasifikasikan dalam lima kluster di antaranya yaitu kluster hak sipil dan kebebasan, kluster lingkungan keluarga dan perawatan alternatif, kluster kesehatan dasar dan kesejahteraan, kluster pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya dan kluster upaya-upaya perlindungan khusus. 8. Indikator Kota Layak Anak Indikator KLA (Kota Layak Anak) dibagi dalam dua kategori yaitu indikator umum dan indikator khusus. Indikator umum adalah dampak jangka menengah dan jangka panjang dari pengembangan kebijakan KLA
  • 29. dimana Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan (KPP) dan Badan Pemberdayaan Perempuan di provinsi dan kabupaten/kota tidak terlibat secara langsung dalam upaya mencapai indikator tersebut. Dalam hal ini peran KPP lebih pada pembuatan kebijakan agar tercipta suatu keadaan yang kondusif dalam rangka mempercepat pencapaian indikator tersebut(Deputi Bidang Perlindungan Anak. 2009: 43). Indikator khusus adalah dampak jangka pendek dan jangka menengah pengembangan kebijakan KLA dimana Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan (KPP) dan Badan Pemberdayaan Perempuan di provinsi dan kabupaten/kota terlibat secara langsung dalam upaya mencapai indikator tersebut. Berikut adalah 31 indikator yang ada dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia No 12 Tahun 2011,(Penjelasan Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No 12 Tahun 2011)yaitu: NO INDIKATOR LAYAK ANAK NO INDIKATOR LAYAK ANAK 1. Adanya peraturan per UU dan kebijakan untuk pemenuhan hak anak 17. Jumlah pojok ASI 2. Persentase anggaran untuk 18. Persentase imunisasi dasar
  • 30. pemenuhan hak anak lengkap 3. Jumlah peraturan per UU, kebijakan program dan kegiatan yang mendapatkan masukan dari Forum Anak dan Kelompok anak lainnya 19. Jumlah lembaga yang memberikan pelayanan reproduksi dan mental 4. Tersedianya SDM terlatih KHA dan mampu menerapkan hak anak ke dalam kebijakan, program dan kegiatan 20. Jumlah anak dari keluarga miskin yang memperoleh akses peningkatan 5. Tersedia data anak terpilah menurut jenis kelamin, umur, dan kecamatan 21. Persentase rumah tangga dengan akses air bersih 6. Keterlibatan lembaga masyarakat dalam pemenuhan hak anak 22. Tersedia kawasan tanpa rokok 7. Keterlibatan dunia usaha dalam pemenuhan hak anak 23. Angka antisipasi pendidikan anak usia dini 8. Persentase anak yang 24. Persentase wajib belajar
  • 31. terregistrasi dan mendapat kutipan akta kelahiran pendidikan 12 tahun 9. Tersedian fasilitas informasi layak anak 25. Persentase sekolah ramah anak 10. Jumlah kelompok anak termasuk forum anak 26. Jumlah Sekolah yang memiliki program, sarana dan prasarana perjalanan anak ked an dari sekolah 11. Persentase usia perkawinan pertama di bawah 18 tahun 27. Tersedianya fasilitas untuk kegiatan kreatif dan rekreatif yang ramah anak, diluar sekolah yang dapat di akses semua anak 12. Tersedia lembaga konsultasi bagi orang tua/keluarga tentang pengasuhan dan perawatan anak 28. Persentase anak yang memerlukan perlindungan khusus yang memperoleh pelayanan 13. Sebagai alternatif terakhir dalam pengasuhan anak 29. Persentase kasus anak berhadapan dengan hukum
  • 32. tersedia lembaga kesejahteraaan sosial anak (LKSA) yang memenuhi persyaratan (ABH) yang diselesaikan dengan pendekatan restoratif (restorative justice) 14. Angka kematian bayi (AKB) 30 Adanya mekanisme penanggulangan bencana 15. Pravalensi kekurangan gizi pada balita 31. Persentase anak yang dibebaskan dari bentuk- bentuk pekerjaan terburu 16. Persentase ASI eksklusif 9. Teori Perlindungan Anak dan Perempuan 1. Instrumen Hukum Internasional Perdagangan perempuan (dan anak) sudah menjadi isu global, khususnya di Eropa dan Amerika sejak awal abad XX dan oleh masyarakat internasional disetujui International Agreement for the Suppresion of the White Slave Traffic (Persetujuan Internasional untuk Penghapusan Perbudakan Kulit Putih) pada tanggal 18 Mei 1904 dan diamandemen dengan protokol oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 3 Desember 1948 dan kemudian pada tanggal 4 Mei 1910 disetujui
  • 33. International Convention for the Suppresion of the White Traffic Slave (Konvensi Internasional untuk Penghapusan Perbudakan Kulit Putih). Persetujuan berikutnya adalah International Convention for the Suppresion of Traffic in Women and Children (Konvensi Internasional Untuk Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak) pada tanggal 30 September yang disetujui dengan protokol oleh Majelis Umum PBB tanggal 20 Oktober 1947, Konvensi Keempat tentang Pelarangan Perdagangan Perempuan, khususnya Perempuan Dewasa adalah International Convention for the Suppression of Traffic in Women of Full Age (Konvensi Internasional untuk Penghapusan Perdagangan Perempuan Perempuan Dewasa) tertanggal 11 Oktober 1933 yang juga diamandemen dengan protokol pada tahun 1974 (Rika Saraswati. 2015 : 86). Empat konvensi tersebut setelah mengalami perubahan mendasar kemudian dituangkan kedalam Resolusi Nomor 317 (IV) tertanggal 2 Desember 1949 menjadi Convention for the Suppression of the Traffic in Person and the Exploitation of the Prostitution of Others. Konvensi ini merupakan perjanjian internasional tentang penghapusan perdagangan manusia dan eksploitasi pelacuran. Konvensi ini berpandangan bahwa pelacur adalah korban sehingga aktor yang menjerumuskan harus dihukum, bahkan jika hal itu atas persetujuan korban (pasal 1 ayat (1) dan (2)). (Suyanto. 2002: 106) Indonesia belum meratifikasi konvensi ini.
  • 34. Kemudian pada tahun 1979, Majelis Umum PBB menyetujui Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Eliminiation of All Forms of Discrimination Against Women atau CEDAW). Konvensi ini menyerukan persamaan hak dan perlindungan terhadap perempuan dan anak-anak. Konvensi ini juga mewajibkan negara penanda tangan konvensi agar membuat peraturan yang tepat, termasuk pembuatan undang-undang untuk memberantas segala bentuk perdagangan perempuan dan eksploitasi pelacuran (pasal 6). Indonesia sudah meratifikasi Undang-undang Nomor 7 tahun 1984. Pada tahun 1989 Konvensi Hak Anak atau KHA (Convention on the Right of the Child) disetujui oleh Majelis Umum PBB. Konvensi ini mempertegas hak-hak dan perlindungan terhadap anak karena merupakan generasi penerus, tetapi rentan terhadap berbagai ancaman, perlakuan salah, dan eksploitasi dalam berbagai aspek kehidupan. KHA mengatur bahwa setiap anak berhak atas perlindungan dari eksploitasi dan penganiayaan seksual termasuk pelacuran dan keterlibatan dalam pornografi. Selain itu, negara wajib mencegah penjualan/ penyelundupan dan penculikan anak dan wajib menjamin agar anak yang menjadi korban konflik bersenjata, penganiayaan , penelantrana, perlakuan salah, atau eksploitasi memperoleh perawatan yang layak demi penyembuhan dan pengembalian kondisi sosial mereka (Pasal 34,
  • 35. 35, dan 39). Indonesia sudah meratifikasi melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990. Kemudian, Konvensi 182 ILO tentang penghapusan Bentuk- bentuk Pekerjaan Terburuk bagi Pekerja Anak yang sudah Diratifikasi oleh Indonesia melalui UU No 1 Tahun 2000 menegaskan untuk melarang semua bentuk perbudakan atau praktik yang sama, seperti menjual atau memperdagangkan anak, menjerat dengan utang, memperbudak, mengusai, atau memperkerjapaksakan, termasuk didalamnya menguasai atau merekrut anak-anak untuk dipekerjakan dalam konflik bersenjata. Indonesia sudah meratifikasi konvensi ini melalui UU No 1 tahun 2000. Produk Hukum yang dikeluarkan terakhir adalah Convention Against Transnational Organized Crime yang dilengkapi Protokol untuk Mencegah, Menghapus, dan Menghukum Perdagangan Manusia (Protocol to Prevent, Suppress, and Punish Trafficking in Person , Especially Women and Children) sebagai Suplemen Konvensi tersebut. 2. Teori Otonomi Daerah mengenai Perempuan dan Anak Lahirnya kebijakan KLA, diharapkan dapat menciptakan keluarga yang sayang anak, rukun tetangga, dan rukun warga, atau lingkungan yang peduli anak, kelurahan dan desa layak anak dan kecamatan/ kabupaten kota yang layak bagi anak sebagai prasyarat untuk memastikan bahwa anak tumbuh dan berkembang dengan baik, terlindungi hak nya dan terpenuhi kebutuhan pisik dan psikologisnya.
  • 36. Pemerintah Daerah demi mewujudkan KLA tersebut, maka perlu melakukan berbagai upaya pengintegrasian sumber daya, isu-isu perlindungan dan peningkatan kualitas anak kedalam dokumen perencanaan dan implementasi pembangunan pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Oleh karena itu maka perlu adanya panduan kebijakan KLA. Bangsa Indonesia memerlukan adanya suatu model pembangunan yang mempertimbangkan pemenuhan hak dan kebutuhan anak sejak proses perencanaan, implementasi hingga pengawasan dan penilaiannya. Oleh karena itu pemerintah memandang perlu adanya Kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak sebagai langkah awal dalam rangka menciptakan pembangunan yang peduli terhadap hak, kebutuhan dan kepentingan anak. Karena prinsip Kebijakan KLA adalah mendorong kabupaten/kota agar menghormati hak anak yang diwujudkan dengan cara: 1. Menyediakan akses pelayanan kesehatan, pendidikan, air bersih, sanitasi yang sehat dan bebas dari pencemaran lingkungan. 2. Menyediakan kebijakan dan anggaran khusus untuk anak. 3. Meneyediakan lingkungan yang aman dan nyaman, sehingga memungkinkan anak dapat berkembang , anak dapat berkreasi, belajar, berinteraksi sosial, berkembang psikososial, dan ekspresi budayanya.
  • 37. 4. Keseimbangan di bidang sosial, ekonomi, dan terlindungi dari pengaruh kerusakan lingkungan dan bencana alam. 5. Memberikan perhatian khusus kepada anak seperti yang tinggal dan bekerja dijalan, eksploitasi seksual, hidup dengan kecacatan atau tanpa dukungan orang tua. 6. Menyediakan wadah bagi anak-anak untuk berperan serta dalam pengambilan keputusan yang berperan langsung pada kehidupan mereka. Kabupaten/Kota adalah pembagian wilayah adminstrasi di Indonesia setelah Provinsi yang dipimpin oleh seorang bupati/walikota. Dalam konteks KLA Kabupaten/Kota adalah pembagian wilayah administrasi dan geografi termasuk kecamatan, kelurahan/desa, kawasan tertentu, rumah tangga dan Keluarga (Deputi Bidang Perlindungan Anak .2009: 7). Layak adalah kondisi fisik dan non fisik suatu Kabupaten/Kota dimana aspek-aspek kehidupannya memenuhi unsur-unsur yang diatur dalam konvensi Hak Anak dan/atau UU perlindungan Anak sebagaimana diuraikan dalam Indikator KLA. Kebijakan Kota/Kabupaten Layak Anak adalah sistem suatu wilayah administrasi yang menintegrasikan komitemen dari sumber daya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha dalam rangka memenuhi hak anak yang terencana secara menyeluruh (holistik) dan berkelanjutan (sustainable) melalui Pengarusutamaan Hak Anak (PUHA).
  • 38. I. PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT IMPLEMENTASI INDIKATOR KOTA LAYAK ANAK 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu pada Pasal 28 yang mengatur HAM. Pasal 28B ayat 2 :Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 2. Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 meratifikasi KHA : yang berisi kewajiban membuat langkah-langkah konkrit untuk mempromosikan, melindungi, memenuhi dan menghormati hak- hak anak. Indonesia menyatakan komitmen untuk menjamin setiap anak diberikan masa depan yang lebih baik. 3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pasal 52 ayat 2 : hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan. 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak a. Pasal 1 ayat 2 : Segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan
  • 39. harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. b. Pasal 3 : Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera. c. Pasal 24 : Negara dan Pemerintah menjamin anak untuk mempergunakan haknya dan menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak. d. Pasal 25 :Kewajiban dan tanggung jawab masyarakat terhadap perlindungan anak dilaksanakan melalui kegiatan peran masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak. e. Pasal 26 :Orang tua berkewajiban dan bertanggungjawab untuk a) mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak; b) menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan anak, bakan dan minatnya; dan c) mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak. Apabila orang tua tidak ada, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, atau tidak diketahui keberadaannya, maka kewajiban dan tanggung jawab orang tua atas anak dapat
  • 40. beralih kepada keluarga yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. f. Pasal 72 ayat 2 : Peran masyarakat dilakukan oleh orang perseorangan, lembaga perlindungan anak, lembaga sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, badan usaha, dan media massa. 5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga a. Pasal 2 ayat (1) : Lingkup rumah tangga dalam Undang- undang ini meliputi : (a). suami, isteri, dan anak; (b). orang- orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud dengan huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau (c). orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut. b. Pasal 4 : Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga ertujuan antara lain : (a). mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tanga; (b). melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga; (c). menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga. c. Pasal 5 : Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya,
  • 41. dengan cara : a. kekerasan fisik; b. kekerasan psikis; c. kekerasan seksual; atau d. penelantaran rumah tangga. d. Pasal 11 : Pemerintah bertanggung jawab dalam upaya pencegahan kekerasan dalam rumah tangga. 6. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan Pasal 27 (1) Setiap kelahiran wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana ditempat terjadinya peristiwa kelahiran paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah kelahiran. (2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) , Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran. 7. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 205-2025 Tujuan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025 untuk memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen bangsa (pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha) didalam mewujudkan cita-cita dan tujuan melalui visi, misi, dan arah pembangunan yang disepakati bersama sehingga seluruh upaya yang dilakukan oleh pelaku pembangunan bersifat sinergis, koordinatif, dan saling melengkapi satu dengan yang lainnya didalam satu pola sikap dan pola tindak.
  • 42. Dalam lampiran Undang-undang tersebut disebutkan bahwa pemerintah menetapkan arah pembangunan pemberdayaan perempuan dan anak yang diarahkan pada peningkatan kualitas hidup dan peran perempuan, kesejahteraan, dan perlindungan anak di berbagai bidang pembangunan; penurunan jumlah tindak kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi terhadap perempuan dan anak ; serta penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak di tingkat nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender. 8. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Pasal 17 : Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, pasal 3, dan pasal 4 dilakukan terhadap anak, maka ancaman pidananya ditambah 1/3 (sepertiga). 9. Undang-undang No 35 Tahun 2014 pembaharuan dari Undang- undang No 23 Tahun 2001. Dalam Undang-undang ini menegaskan bahwa pertanggungjawaban orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan Negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus demi terlindunginya hak-hak anak.
  • 43. 10. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia No 12 Tahun 2011 Tentang Indikator Kabupaten/Kota Layak. J. METODE PENELITIAN 1. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam skripsi ini adalah menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif disini memusatkan perhatiannya pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan budaya-budaya yang ada dalam kehidupan manusia, atau pola-pola yang dianalisisgejala-gejala sosial budaya dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai pola-pola yang berlaku (Burhan Ashshofa, S.H. 2013: 21). Menurut Burhan (2013: 57) pendekatan kualitatif digunakan karena dengan beberapa pertimbangan yaitu : 1. Bahwa apa yang ingin diperoleh dan dikaji oleh sebuah penelitian kualitatif adalah pemikiran, makna, cara pandang manusia mengenai gejala-gejala yang menjadi fokus-fokus penelitian. Makna pemikiran dan sebagainya adalah satuan gagasan bukan gejala.
  • 44. 2. Gagasan hanya dapat ditangkap dengan cara memahami gagasan yang bersangkutan. Keberadaan suatu gagasan dapat dibuktikan dengan cara memperlihatkan pola-pola tindakan yang merupakan perwujudan dari gagasan yang bersangkutan. 3. Makna yang ingin diperoleh dan dikaji dalam penelitian kualitatif dilihat sebagai sebuah sistem, demikian pola-pola tindakan yang merupakan perwujudan dari sistem makna tersebut. Artinya suatu gejala yang ingin dipahami di dalam penelitian kualitatif selalu dilihat sebagai hal yang mempunyai komponen-komponen yang lebih kecil. Komponen yang satu dengan yang lainnya saling berkait satu dengan yang lainnya secara fungsional (saling mempengaruhi). Penelitian ini terkait dengan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No 12 Tahun 2011 tentang Indikator Kabupaten/Kota Layak Anak, berkaitan dengan percepatan kabupaten layak anak di Kabupaten Tegal. 2. Jenis Penelitian Jenis penelitian untuk penelitian ini adalah Yuridis sosiologis. Menurut Emile Durkheim , penelitian hukum sosiologi berarti melihat fakta social yaitu cara-cara bertindak, berfikir dan merasa yang ada diluar individu. Selain menempatkan hukum sebagai fakta social Durkheim juga menelaah hukum dengan solidarity social, dalam studi
  • 45. ini berarti hukum dijadikan alat untuk menetapkan bentuk solidaritas suatu masyarakat. Sebenarnya berlakunya hukum dapat ditilik dari berbagai perspektif, seperti perspektif filosofis, yuridis (normative) dan sosiologis. Perspektif yuridis berlakunya hukum sesuai dengan kaidah- kaidah yang lebih tinggi.Sedangkan berlakunya hukum dari perspektif sosiologis intinya adalah efektivitas hukum. Yuridis Sosiologis merupakan jenis penelitian agar peneliti dapat melihat dari efektivitas Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No 12 Tahun 2011 tentang Indikator Kabupaten/Kota Layak Anak terkait dengan percepatan kabupaten layak anak di Kabupaten Tegal. 3. Fokus Penelitian Fokus Penelitian yang dipakai adalah deskriptis analitis yaitu penelitian untuk memberikan gambaran secara rinci, sistematis dan menyeluruh mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan “Percepatan kabupaten/kota layak anak di Kabupaten Tegal perspektif Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No 12 Tahun 2011” yang dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaannya yang menyangkut permasalahannya. 4. Lokasi Penelitian Data evaluasi Kabupaten Tegal terkait dengan kabupaten/kota layak anak dalam hasil analisis gambaran umum kondisi daerah
  • 46. terhadap capaian kinerja penyelenggaraan urusan pemerintahan pada tahun 2009-2013 (RPJMD Kabupaten Tegal, 2014 : 144-161) adalah : 1. Dalam angka partisipasi sekolah SD/MI untuk tahun 2009 (87,10), tahun 2010 (83,63), tahun 2011 (79,31), tahun 2012 (91,27), untuk tahun 2013 (109,80) telah mencapai target dari angka 105,00. 2. Dalam angka partisipasi sekolah SMP/MTS untuk tahun 2009 (48,20), tahun 2010 (47,10), tahun 2011 (52,40), tahun 2012 (87,35), tahun 2013 (94,28) telah mencapai target dari angka 95,00. 3. Dalam angka partisipasi sekolah SMA/MA/SMK untuk tahun 2009 (40,7), tahun 2010 (43,30), tahun 2011 (42,20), tahun 2012 (45,20), tahun 2013 (54,70) telah mencapai target dari angka 55,00. 4. Presentase balita gizi baik untuk tahun 2009 (99,97), tahun 2010 (99,97), tahun 2011 (99,96), tahun 2012 (98,56), tahun 2013 (99,08) telah mencapai target. 5. Presentase balita gizi buruk untuk tahun 2009 (0,03), tahun 2010 (09,037), tahun 2011 (0,043), tahun 2012 (1,44), tahun 2013 (0,92) belum mencapai target dari 0,00. 6. Angka kematian bayi per 1000 kelahiran hidup untuk tahun 2009 (6,59), tahun 2010 (7,56), tahun 2011 (7,24), tahun 2012 (8,17), tahun 2013 (8,94) belum mencapai target.
  • 47. 7. Sudah memiliki KK (kartu keluarga) untuk tahun 2009 (30.697), tahun 2010 (32.735), tahun 2011 (58.308), tahun 2012 (87.467), tahun 2013 (87.467) belum mencapai target. 8. Sudah memiliki Akta Kelahiran untuk tahun 2009 (217.804), tahun 2010 (268.651), tahun 2011 (303.551), tahun 2012 (316.869), tahun 2013 (331.449) belum mencapai target. 9. Perpustakan milik Pemerintah Daerah untuk tahun 2009 sampai denga tahun 2013 (1) telah mencapai target. 10. Perpustakan non Pemerintah Daerah (sekolah) untuk tahun 2009 (422), tahun 2010 (430), tahun 2011 (448), tahun 2012 (454), tahun 2013 (867) telah melebihi target. 11. dll Dilihat dari data diatas dan berdasarkan judul penelitian yaitu “Percepatan Kota Layak Anak di Kabupaten Tegal Perspektif Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No 12 Tahun 2011” maka jelas bahwa penelitian akan dilaksanakan di Kabupaten Tegal dalam hal ini adalah SKPD terkait dan berbagai lembaga yang berhubungan dengan penelitian tersebut. 5. Sumber Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Data Primer (Data Lapangan):
  • 48. Sumber data primer yang dimaksud adalah dengan mengadakan penelitian lapangan langsung pada obyeknya. “ Data Primer merupakan kata-kata dan tindakan orang yang diamati, atau diwawancarai. Sumber data primer diperoleh peneliti melalui pengamatan atau observasi langsung, yang didukung dengan wawancara terhadap responden.Pencatatan sumber data utama pengamatan atau observasi dan wawancara merupakan hasil usaha gabungan dari kegiatan melihat, mendengar, dan bertanya yang dilakukan secara sadar, terarah, dan senantiasa bertujuan memperoleh informasi ang diperlukan. Hubungan antara peneliti dan responden dibuat seakrab mungkin supaya subyek penelitian bersikap terbuka dalam setiap menjawab pertanyaan.Responden lebih leluasa dalam memberi informasi atau data, untuk mengemukakan pengetahuan dan pengalaman yang berkaitan dengan informasi sebagai jawaban terhadap permasalahan penelitian. b. Data Sekunder, yaitu data yang diperolehdari hasilkajianpustaka, berupa Undang-Undang, buku-buku, skripsi, jurnal, artikelsertabahan literatur lainnya. Berikut adalah rincian dari kajian pustaka : a. Perundang-undangan : - Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu pada pasal yang mengatur HAM.
  • 49. - Undang-Undang No 23 Tahun 2002 yang kemudian diperbaharui melalui Undang-Undang No 35 Tahun 2014. - Undang-Undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. - Keputusan Presiden No 36 Tahun 1990 tentang ratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA). - Undang-Undang No 21 Tahun 2007 tentang Pemberatasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. - Keputusan Presiden No 40 Tahun 2004 tentang Pertahanan Keamanan 2004-2009 tentang Memasukan Agenda Ratifikasi Protokol Opsional Konvensi Hak Anak tentang Perdagangan anak, pornografi anak, dan Prostitusi Anak (2005) dan Protokol Opsional Konvensi Hak Anak tentang Keterlibatan Anak dalam Konflik Bersenjata (2006). - Keputusan Presiden No 59 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak. - Keputusan Presiden No 87 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA). - Keputusan Presiden No 88 Tahun 2002 tentang Rencana Penghapusan Perdagangan Perdagangan Perempuan dan
  • 50. Anak (RAN P3A). Peraturan hukum ini dapat digolongkan sebagai aturan yang bersifat mendasar. - Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 11 Tahun 2011 tentang Kebijakan Pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak - Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No 12 Tahun 2011 tentang Indikator Kota Layak Anak. b. Buku-buku: - Ashshofa, Burhan. 2007. MetodePenelitianHukum. Jakarta: RinekaCipta - Baharuddin Lopa. 2008 Al-Quran dan Hak-Hak Asasi Manusia. Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, - Soemitro, Ronny Hanitijo. 1990. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta: Penerbit PT. Ghalia Indonesia - Adi, Rianto.2010. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum. Jakarta : Granit - Soekanto, soerjono. Pengan Penelitian Hukum. UI-Press : Jakarta.1982 - Sunggono, Bambang. 1994. Hukum dan Kebijakan Publik. Jakarta: Sinar Grafika
  • 51. - Adams, Eillen & Sue Ingham. 1998. Changing Places : Changing Places: Children’s Participation in Environmental Planning. London: The Children’s Society. - Saraswati, Rika . 2015. Hukum Perlindungan Anak di Indonesia. Bandug : PT Citra Aditya Bhakti. - Deputi Bidang Perlindungan Anak. 2009. Kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA). Jakarta : Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia. - Nurcholis, Hanif. 2005. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Daerah Otonom. Jakarta : PT. Grasindo. c. Artikel/ makalah/ tesis/ skripsi : - Irwanto, Prof., PhD., 2008. Mengarusutamakan Hak-Hak Anak Dalam Pembangunan Nasional: Perspektif Ekologi Perilaku Manusia. Jakarta, Universitas Atmajaya. - Patilima, Hamid. 2004. Persepsi Anak Mengenai Lingkungan Kota – Studi Kasus Di Kelurahan Kwitang. Tesis. Jakarta: Kajian Pengembangan Perkotaan, Pascasarjana Universitas Indonesia. - Amanda, Rica. 2008. Analisis Efisiensi Teknis Bidang Pendidikan Dalam Implementasi Model Kota Layak Anak (Studi Kasus 14 Kota/Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008). Skripsi. Semarang : Universitas Diponegoro.
  • 52. d. Jurnal : - Laporan Pengembangan Model Kota Layak Anak Kabupaten Gorontalo melalui www.kla.or.id/ - Ratri, Dewi Kartika. 2014, Implementasi Peraturan Walikota Nomor 36 Tahun 2013 Tentang Kebijakan Kota Layak Anak. Jurnal Ilmu Pemerintahan Universitas Brawijaya 10 September 2014. - Suryanto, SH., MH , Eddy. 2015, Surakarta Kota Layak Anak Dinilai Hanya Formalitas. Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta.Vol 8 Universitas Slamet Riyadi Surakarta. - Subiyakto,Rudi. 2012, Membangun Kota Layak Anak Studi kebijakan Publik di Era Otonomi Daerah. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang. Jurnal SOSIO-RELIGIA, Vol. 10, No.1, Februari 2012. - Smuts, Aaron. 2013, Five Test For What Makes A Life Worth Living. J Value In quiry (2013) 47: 439-459 DOI 40.1007/s10790-013-9393-x. 6. Tekhnik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
  • 53. a. Wawancara Wawancara adalah cara yang digunakan untuk memperoleh keterangan secara lisan guna mencapai tujuan tertentu, dan tujuan ini dapat bermacam-macam, antara lain untuk diagnosa dan treatment seperti yang biasa dilakukan oleh psikoanalisis dan dokter, atau untuk keperluan mendapat berita seperti yang dilakukan oleh wartawan dan untuk melakukan dan lain-lain. (Burhan Ashshofa, S.H 2007 : 95) Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara kepada Pemerintah Kabupaten Tegal yaitu di Bappeda dengan Bapak Febri Yulianto di Bidang Pengendalian dan Evaluasi, BPPKB (Badan Perlindungan Perempuan dan Keluarga Berencana) Bapak Kristiyanto selaku Kassubid kesejahteraan anak di Bidang Perlindungan Anak, Forum Anak Slawi Ayu dengan Ibu Khusnul Khotimah selaku pembina, dan SKPD terkait. Diambil juga sampel dari Kecamatan di Kabupaten Tegal, dan lembaga sosial lain yang berhubungan dengan penelitian tersebut. Pertanyaan-pertanyaan yang akan ditanyakan saat wawancara adalah sebagai berikut sesuai angka indikator : 1. Adanya peraturan perundang-undangan dan kebijakan untuk pemenuhan hak anak. Sumber Data : Sekretaris Daerah, Biro Hukum, dan SKPD Terkait. Pertanyaan :
  • 54. a. Apakah tersedia Peraturan Daerah (Perda) tentang Pemenuhan hak anak berdasarkan KHA? Jika ada, Sebutkan Perda apa saja? b. Selain Perda, apakah tersedia peraturan perundang-undangan lainnya dan/atau kebijakan tentang pemenuhan hak anak? Sebutkan! c. Apakah telah di bentuk Gugus Tugas KLA/ sejenisnya? Dengan landasan hukum atau kebijakan daerah apa Gugus Tugas KLA itu dibentuk? d. Apakah ada Rencana Aksi Daerah (RAD) mengenai KLA? Untuk periode Tahun Berapakah RAD dijalankan ? 2. Persentase anggaran untuk pemenuhan hak anak, termasuk anggaran untuk penguatan kelembagaan. Sumber data: Bappeda dan SKPD terkait. Pertanyaan : a. Apakah tersedia anggaran untuk pemenuhan hak anak, termasuk anggaran untuk penguatan kelembagaan di setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan lembaga terkait? Jika ada, sebutkan jumlah alokasi anggaran pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya. Kelompokkan berdasarkan lima klaster dalam KHA!
  • 55. 3. Jumlah peraturan perundang- undangan, kebijakan, program dan kegiatan yang mendapatkan masukan dari Forum Anak dan kelompok anak lainnya. Sumber data : Bappeda, BPPKB, Forum Anak. Pertanyaan : a. Sebutkan jumlah peraturan perundangan-undangan, kebijakan, program dan kegiatan yang mendapatkan masukan dari Forum Anak dan kelompok anak lainnya! b. Apa saja masukan dari anak tersebut? c. Sebutkan masukan anak apa yang diterima untuk ditindaklanjuti? d. Berapa jumlah anak dan kelompok anak apa saja yang terlibat didalamnya? 4. Tersedia sumber daya manusia (SDM) terlatih KHA dan mampu menerapkan hak anak ke dalam kebijakan, program dan kegiatan. Sumber Data: Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, SKPD terkait, dan organisasi kemasyarakatan di bidang hak anak. Pertanyaan : a. Berapa jumlah SDM meliputi antara lain tenaga pendidik dan kependidikan, tenaga kesehatan, pekerja sosial, dan aparat penegak hukum, yang telah mengikuti pelatihan KHA? b. Berapa kali pelatihan KHA tersebut dilakukan, pada tahun
  • 56. berjalan dan setahun sebelumnya? 5. Tersedia data anak terpilah menurut jenis kelamin, umur, dan kecamatan. Sumber Data : BPS, SKPD, dan PKK melalui Dasawisma. Pertanyaan : a. Apakah tesedia sistem/mekanisme pengumpulan data anak? b. Apakah tersedia data anak dari 5 klaster KHA, yang terpilah menurut jenis kelamin, umur dan wilayah kecamatan? Jika ada, lampirkan! c. Apakah data anak tersebut dihimpun dalam bentuk Profil Anak? Jika ada, apakah diperbaharui setiap tahun? d. Apakah data tersebut digunakan dalam proses perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi pemenuhan hak anak? 6. Keterlibatan lembaga masyarakat dalam pemenuhan hak anak. Sumber Data : BPPKB, dan Lembaga Layanan yang bersangkutan. Pertanyaan : a. Apakah ada lembaga masyarakat yang memberikan layanan tumbuh kembang dan perlindungan anak? Jika ada, berapa jumlahnya pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya? (dirinci menurut kecamatan dan desa/kelurahan) b. Berapa jumlah anak yang memanfaatkan layanan tersebut, pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya?
  • 57. 7. Keterlibatan dunia usaha dalam pemenuhan hak anak. Sumber Data : Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Perdagangan, Dinas Perindustrian, Dinas Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Dinas Sosial, dan Dinas Tenaga Kerja. Pertanyaan : a. Apakah ada dukungan dari dunia usaha (perorangan atau badan usaha – swasta, BUMN atau BUMD) untuk pemenuhan hak anak? Jika ada, apakah bentuk dari dukungan tersebut, pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya? b. Apakah dukungan tersebut berkelanjutan? 8. Persentase anak yang teregistrasi dan mendapatkan Kutipan Akta Kelahiran. Sumber Data : Sekretariat Daerah, Biro Hukum Pemda, Biro Tata Pemerintahan, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Badan Pemberdayaan Masyarakat, Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan Badan Pusat Statistik Daerah. Pertanyaan : a. Apakah pemberian Kutipan Akta Kelahiran anak (0-18 tahun) sudah dibebaskan dari bea (gratis)? Jika ya, sejak kapan kebijakan tersebut diterapkan? b. Berapa jumlah anak usia 0-18 tahun (terpilah menurut jenis kelamin dan kecamatan)? Berapa dari jumlah anak tersebut yang tercatat dan memiliki Kutipan Akta Kelahiran (terpilah
  • 58. menurut jenis kelamin dan kecamatan)? c. Upaya-upaya apa yang dilakukan untuk meningkatkan cakupan registrasi dan kepemilikan Kutipan Akta Kelahiran? d. Apakah ada mekanisme yang efektif yang tersedia bagi masyarakat untuk pencatatan kelahiran? 9. Tersedia fasilitas informasi layak anak. Sumber Data: Komisi Penyiaran Indonesia Daerah, dan Dinas Komunikasi dan Informasi. Pertanyaan : a. Berapa jumlah pojok baca, taman cerdas, perpustakaan, dll, yang menyediakan informasi sesuai kebutuhan dan usia anak, pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya? b. Berapa jumlah anak yang terlayani fasilitas informasi tersebut, pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya? 10. Jumlah kelompok anak, termasuk Forum Anak, yang ada di kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan. Sumber Data : BPPKB, dan SKPD terkait. Pertanyaan : a. Berapa jumlah kelompok anak yang ada di desa/kelurahan, kecamatan dan kabupaten/kota? b. Sebutkan jenis kegiatan yang dilakukan masing-masing kelompok anak tersebut! c. Kapan berdirinya masing-masing kelompok anak tersebut?
  • 59. d. Apa bentuk dukungan dari Pemerintah Daerah terhadap kelompok anak tersebut? e. Adakah Forum Anak di kabupaten/kota? Jika ada, kapan dibentuk? f. Gambarkan proses pembentukan Forum Anak tersebut, dan atas inisiatif siapa? g. Apakah Forum Anak tersebut mempunyai visi, misi, struktur organisasi dan rencana kerja? h. Apakah Forum Anak tersebut terlibat secara resmi dalam proses perencanaan, pemantauan dan evaluasi atas kebijakan, program, dan kegiatan pemenuhan hak anak? i. Upaya-upaya apa yang dilakukan untuk meningkatkan kapasitas anak dan para pemangku kepentingan untuk dapat memastikan keterlibatan anak dalam proses tersebut? j. Apakah ada mekanisme pertemuan berkala Forum Anak dengan kelompok anak lainnya? 11. Persentase usia perkawinan pertama di bawah 18 tahun. Sumber Data : Kantor Kementerian Agama, Pengadilan Agama, Pengadilan Negeri, dan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Pertanyaan : a. Berapa persentase anak laki-laki dan perempuan yang menikah dibawah usia 18 tahun, pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya?
  • 60. b. Upaya-upaya apa yang dilakukan untuk meningkatkan usia perkawinan pertama? 12. Tersedia lembaga konsultasi bagi orang tua/keluarga tentang pengasuhan dan perawatan anak. Sumber Data : BPPKB dan PKK Pertanyaan : a. Apakah ada lembaga yang menyediakan layanan konsultasi bagi orang tua/ keluarga dalam pengasuhan dan perawatan anak, pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya? b. Berapa jumlah orang tua/keluarga yang memanfaatkan lembaga konsultasi tersebut, pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya? 13. Tersedia lembaga kesejahteraan sosial anak (LKSA). Sumber Data : Dinas Sosial Pertanyaan : a. Apakah ada LKSA yang menyediakan layanan anak di luar asuhan keluarga, misalnya panti sosial asuhan anak, rumah singgah, dll, pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya? b. Berapa jumlah anak yang mendapat layanan di LKSA, pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya? c. Apakah tersedia kebijakan perlindungan anak dalam LKSA? d. Berapa jumlah anak yang diadopsi melalui LKSA, pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya?
  • 61. 14. Angka Kematian Bayi (AKB). Sumber Data : Dinas Kesehatan Pertanyaan : a. Berapa Angka Kematian Bayi (AKB), pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya? b. Upaya-upaya apa yang dilakukan untuk mempercepat penurunan angka kematian bayi? Sebutkan! 15. Prevalensi kekurangan gizi pada balita. Sumber Data : Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian, dan Dinas Perikanan. Pertanyaan : a. Berapa prevalensi gizi kurang pada balita, pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya? b. Berapa prevalensi gizi buruk pada balita, pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya? c. Berapa prevalensi anak pendek (stunting) pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya? d. Bagaimana mekanisme penanganannya? 16. Persentase ASI ekslusif. Sumber Data : Dinas Kesehatan, dan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana. Pertanyaan : a. Berapa persentase ASI eksklusif, pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya?
  • 62. b. Upaya-upaya apa yang dilakukan untuk mendorong peningkatan ASI eksklusif, pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya? c. Apakah ada konselor ASI tingkat desa/kelurahan/kecamatan yang memberikan pendampingan bagi ibu menyusui? Bila ada, berapa persentase desa/kelurahan/kecamatan yang memiliki konselor ASI? 17. Jumlah Pojok ASI. Sumber Data : Dinas Kesehatan, dan Badan Pemberdayaan Perempuan. Pertanyaan : a. Berapa jumlah Pojok ASI dan fasilitas menyusui, pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya? b. Di mana saja lokasi Pojok ASI dan fasilitas menyusui tersebut? Sebutkan! 18. Persentase imunisasi dasar lengkap. Sumber Data : Dinas Kesehatan. Pertanyaan: a. Berapa persentase imunisasi dasar lengkap, pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya? b. Upaya-upaya apa yang dilakukan untuk meningkatkan cakupan? 19. Jumlah lembaga yang memberikan pelayanan kesehatan reproduksi dan mental.
  • 63. Sumber Data : BKKBN, Dinas Sosial, dan Dinas Kesehatan. Pertanyaan : a. Berapa jumlah lembaga yang memberikan layanan kesehatan reproduksi? b. Berapa jumlah lembaga yang memberikan layanan kesehatan mental? c. Berapa jumlah anak yang mendapatkan akses layanan kesehatan pada lembaga kesehatan reproduksi dan mental tersebut, pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya? 20. Jumlah anak dari keluarga miskin yang memperoleh akses peningkatan kesejahteraan. Sumber Data : Badan Pemberdayaan Masyarakat, Dinas Sosial, Dinas Tenaga Kerja, dan Dinas Kesehatan. Pertanyaan : a. Berapa jumlah anak dari keluarga miskin? b. Apakah ada program pengentasan kemiskinan yang dilakukan, pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya? c. Berapa jumlah anak dari keluarga miskin yang memperoleh akses terhadap program tersebut? 21. Persentase rumah tangga dengan akses air bersih. Sumber Data : DPU (Dinas Pekerjaan Umum). Pertanyaan : a. Berapa persentase rumah tangga yang mendapatkan akses air
  • 64. bersih, pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya? b. Upaya-upaya apa yang dilakukan untuk meningkatkan akses? 22. Tersedia kawasan tanpa rokok. Sumber Data : Badan Lingkungan Hidup, Dinas Tenaga Kerja, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, dan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana. Pertanyaan : a. Apakah pemerintah daerah sudah menetapkan kawasan tanpa rokok? Jelaskan. b. Berapa jumlah kawasan tanpa rokok, pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya? 23. Angka partisipasi pendidikan anak usia dini. Sumber Data : Dinas Pendidikan. Pertanyaan : a. Berapa angka partisipasi pendidikan anak usia dini (PAUD), pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya? b. Berapa jumlah lembaga penyelenggara PAUD? Bagaimana penyebarannya antar kecamatan? 24. Persentase wajib belajar pendidikan 12 tahun. Sumber Data : Dinas Pendidikan. Pertanyaan : a. Berapa angka partisipasi wajib belajar pendidikan 12 tahun, pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya, menurut jenis kelamin dan jenjang pendidikan (SD, SLTP, dan
  • 65. SLTA)/sederajat? b. Berapa jumlah sekolah inklusi, pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya? c. Apakah ada kebijakan yang mengatur tentang anak luar sekolah (anak putus sekolah, anak yang berisiko putus sekolah, dan anak yang tidak pernah sekolah)? 25. Persentase sekolah ramah anak. Sumber Data: Dinas Pendidikan, Badan Lingkungan Hidup, Dinas Kesehatan, dan Badan Pemberdayaan Perempuan. Pertanyaan : a. Berapa persentase sekolah ramah anak, pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya? b. Upaya-upaya apa yang dilakukan untuk meningkatkan sekolah ramah anak? 26. Jumlah sekolah yang memiliki program, sarana dan prasarana perjalanan anak ke dan dari sekolah. Sumber Data: Dinas Pendidikan, Dinas Perhubungan, Kepolisian, dan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana. Pertanyaan : a. Berapa jumlah sekolah yang memiliki program rute aman dan selamat ke sekolah pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya? b. Berapa jumlah sekolah yang memiliki zona aman dan
  • 66. selamat, pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya? c. Apakah ada mekanisme pemantauan terhadap keberadaan program, sarana dan prasarana perjalanan anak ke dan dari sekolah? d. Upaya-upaya apa yang dilakukan untuk mendorong semua sekolah memilliki program, sarana, dan prasarana perjalanan anak ke dan dari sekolah? 27. Tersedia fasilitas untuk kegiatan kreatif dan rekreatif yang ramah anak, di luar sekolah, yang dapat diakses semua anak. Sumber Data: Dinas Kebudayaan, Dinas Pariwisata, Dinas Pertamanan, Dinas Olah Raga, Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana, dan Kelompok Anak. Pertanyaan : a. Berapa jumlah fasilitas kreatif dan rekreatif yang disediakan bagi anak, pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya? Di mana lokasi fasilitas tersebut berdasarkan desa/ kelurahan/ kecamatan? b. Apakah fasilitas tersebut dapat diakses oleh semua anak, termasuk anak berkebutuhan khusus dan anak termarjinalkan? c. Berapa fasilitas yang dikelola pemerintah kabupaten/kota dan berapa yang dikelola pihak swasta? d. Berapa fasilitas yang membayar dan berapa yang gratis? e. Apabila membayar, berapa biaya yang dikenakan untuk setiap
  • 67. anak yang menggunakannya? f. Berapa jumlah event/kegiatan/pertunjukan kreatifitas anak yang dilaksanakan, pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya? 28. Persentase anak yang memerlukan perlindungan khusus yang memperoleh pelayanan. Sumber Data : Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan lembaga layanan bersangkutan. Pertanyaan : a. Berapa jumlah anak yang memerlukan perlindungan khusus (AMPK) pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya? Uraikan berdasarkan jenis perlindungan khusus, usia dan jenis kelamin! b. Berapa dari jumlah AMPK tersebut yang merupakan anak korban kekerasan (sesuai definisi SPM Bidang Layanan Terpadu bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan)? c. Berapa jumlah AMPK yang memperoleh pelayanan? d. Berapa jumlah anak korban kekerasan yang memperoleh pelayanan? e. Berapa jumlah anak korban perdagangan orang yang memperoleh pelayanan? f. Apakah tersedia lembaga yang mengintegrasikan layanan bagi AMPK? Sebutkan nama lembaga tersebut!
  • 68. g. Sebutkan layanan yang diberikan untuk masing-masing kelompok AMPK tersebut, dan tingkat keberhasilannya, pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya! h. Sebutkan bentuk-bentuk program/kegiatan pencegahan dan penanganan bagi tiap kelompok AMPK, pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya! 29. Persentase kasus anak berhadapan dengan hukum (ABH) yang diselesaikan dengan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice). Sumber Data : Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, Kantor Kementerian Hukum dan HAM, Dinas Sosial, dan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana. Pertanyaan : a. Berapa jumlah kasus ABH, pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya? b. Berapa jumlah kasus yang diselesaikan dengan pendekatan keadilan restoratif, pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya? c. Apakah tersedia mekanisme untuk menerapkan diversi? 30. Adanya mekanisme penanggulangan bencana yang memperhatikan kepentingan anak. Sumber Data : Badan Penanggulangan Bencana Daerah, dan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana. Pertanyaan :
  • 69. a. Apakah tersedia mekanisme penanggulangan bencana yang memperhatikan kepentingan anak? Sebutkan dan jelaskan mekanismenya! b. Bagaimana implementasinya? Sejak kapan diimplementasikan? 31. Persentase anak yang dibebaskan dari bentuk- bentuk pekerjaan terburuk anak. Sumber Data : Dinas Ketenagakerjaan, Dinas Sosial, dan Kepolisian. Pertanyaan : a. Apakah ada program penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk anak? Sebutkan! b. Berapa jumlah anak yang ditarik dari tempat-tempat pekerjaan terburuk anak, pada tahun berjalan dan setahun sebelumnya? Jelaskan. c. Apakah ada sistem pengawasan untuk penghapusan bentuk- bentuk pekerjaan terburuk anak? d. Apakah ada program pencegahan agar anak-anak tidak dilibatkan dalam bentuk-bentuk pekerjaan terburuk? b. Observasi atau pengamatan Observasi atau pengamatan menurut Bambang Waluyo adalah pengamatan yang berpokok pada jalur tujuan penelitian yang dilakukan, serta dilakukan sistematis melalui perencanaan yang
  • 70. matang. Terdapat dua macam teknik observasi yaitu: observasi langsung adalah teknik pengumpulan data dimana peneliti mengadakan pengamatan secara langsung atau tanpa alat terhadap gejala-gejala subyek yang diselidiki baik pengamatan itu dilakukan didalam situasi sebenarnya maupun dilakukan didalam situasi buatan, yang khusus diadakan. Dan observasi tidak langsung adalah teknik pengumpulan data dimana peneliti mengadakan pengamatan terhadap gejala-gejala subyek yang diselidiki dengan perantaraan sebuah alat, baik alat yang sudah ada maupun yang sengaja dibuat untuk keperluan yang khusus itu (Burhan Ashshofa, S.H 2007 : 26). Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengamatan secara observasi langsung, dimana peneliti menggunakan alat bantu observasi yaitu peneliti langsung mendatangi subyek-subyek yang diselidiki di tiap-tiap SKPD terkait contohnya Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dalam menangani indikator angka kematian anak dan pencatatan Akta Kelahiran. B. Studi Pustaka Studi Pustaka yaitu teknik pengumpulan data yang dapat digunakan peneliti untuk mendapatkan gambaran atau informasi tentang permasalahan yang diteliti (Sunggono 2006 : 112). Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pengumpulan data melalui studi kepustakaan, yaitu dengan melakukan penelitian terhadap peraturan yang terkait dengan pelaksanaan percepatan kota
  • 71. layak anak yang dikemukakan oleh para ahli, surat kabar, artikel, kamus, dan juga berita yang diperoleh melalui media internet sesuai dengan yang ada dalam sumber data sekunder. C. Validitas Data Untuk keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan data. Teknik keabsahan data atau sering disebut juga dengan validitas data didasarkan pada empat kriteria yaitu kepercayaan, keterlatihan, ketergantungan, dan kepastian. (Moleong, 2009 : 324). Teknik yang digunakan untuk menetapkan keabsahan data dalam penelitian dilapangan salah satunya adalah teknik triagulasi. Teknik triagulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembandingterhadap data itu. Triangulasi yang sering digunakan antara lain adalah sebagai berikut : a. Triangulasi dengan sumber yang membandingkan dan mengecek baik kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui alat dan waktu yang berbeda dalam metode kualitatif. b. Memanfaatkan pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data dari pemanfaatn pengamat akan membantu mengurangi bias dalam pengumpulan data. Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi dengan sumber, dimana dalam triangulasi ini sumber-sumber yang ada digunakan untuk membandingkan dan mengecek kembali
  • 72. hasil dari berbagai macam metode yang digunakan dalam penelitian ini. Berarti diperlukan format wawancara/protokol wawancara (dalam metode wawancara), catatatn pengamatan (dalam metode observasi) serta data-data lain yang akurat dan dapat menunjang peneliti. 7. Analisis Data Dalam menganalisis data yang diperoleh, peneliti akan menggunakan teknik analisis secara kualitatif, prosedur penelitian tidak distandardisasi dan bersifat fleksibel. Jadi, yang ada adalah petunjuk yang dapat dipakai, tetapi bukan aturan. Ada beberapa metode pengumpulan data yang dikenal dalam penelitian kualitatif. Walaupun demikiam bisa dikatakan bahwa metode yang paling pokok adalah pengamatan atau observasi dan wawancara mendalam. Observasi (pengamatan) yang dimaksud disini adalah deskripsi secara sistematis tentang kejadian dan tingkah laku dalam setting sosial yang dipilih untuk diteliti. Pengamatan dapat bervariasi mulai dari yang sangat terstruktur dengan catatan rinci mengenai tingkah laku. Sedangkan wawancara mendalam adalah tehnik pengumpulan data yang didasarkan pada percakapan secara intensif dengan suatu tujuan. Pada saat pengumpual data, seorang peneliti yang melakukan penelitian kualitatif juga berfungsi sebagai instrumen penelitian. Sehubungan dengan hal itu banyak hal yang perlu diperhatikan sebelum dan pada saat pengumpulan data, seperti mencari key informan yang
  • 73. akan dijadikan sumber informasi tentang orang-orang dan setting yang diteliti. Hasil pengamatan dan wawancara mendalam direkam dan dicatat secara sistematis. Setelah data yang dibutuhkan telah diperoleh dari penelitian kemudian akan dilakukan pengolahan data dengan menghubungkan masalah-masalah yang telah dilakukan pengolahan data dengan menghubungkan masalah-masalah yang telah dilakukan penelitian sehingga diperoleh keterangan-keterangan yang berguna untuk selanjutnya dianilisis agar dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan data yang diperoleh baik dari studi kepustakaan maupun dari lapangan, analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif. Dimana penulis menggambarkan keadaan berdasarkan fenomena yang diperoleh dari penilitian lapangan menurut kualitas dan kebenarannya, kemudian dihubungkan dengan teori-teori, asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang diperoleh dari studi kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan yang dirumuskan dan simpulan dari penelitian. Untuk menganalisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara tringulasi. Tringulasi adalah teknik analisis data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan sebagai pembanding data (Moleong,2002: 178). Triangulasi dengan sumber dapat dicapai dengan jalan :
  • 74. a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara. b. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan (Moleong, 2006: 331). c. Data yang terkumpul dalam penelitian ini, dianalisis dengan metode analisa kulitatif . menurut Bogdan dan Taylor yang dikutip dalam Moleong (2002: 3) penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis/lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Analisis data secara kulitatif dilakukan dengan cara menguji data dengan konsep atau teori serta jawaban yang diperoleh dari responden untuk memperoleh data dan informasi dari percepatan kabupaten/kota layak anak yang di peruntukkan di Kabupaten Tegal. K. SISTEMATIKA PENULISAN Untuk memberikan kemudahan dalam memahami tugas akhir serta memberikan gambaran yang menyeluruh secara garis besar, sistematika tugas akhir dibagi menjadi tiga bagian. Adapun sistematikanya adalah : 1. BagianAwal Bagian awal skripsi mencakup halaman sampul depan, halaman judul, abstrak, halaman pengesahan, motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar, daftar tabel, dan daftar lampiran.
  • 75. 2. Bagian Isi Bagian isi skripsi mengandung 5 (lima) bab yaitu, pendahuluan, tinjauan pustaka, metode penelitian, hasil penelitian, dan pembahasan serta penutup. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini penulis menguraikan latar belakang, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan, manfaat, penegasan istilah dan sistematika penulisan. BAB II LANDASAN TEORI Landasan Teori, berisi tentang teori yang memperkuat penelitian seperti teori tentang Percepatan Kota Layak Anak di Kabupaten Tegal Perspektif Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia No 12 Tahun 2011 Tentang Indikator Kabupaten/Kota Layak Anak, dan hal-hal yang berkenaan dengan itu. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Berisi tentang lokasi penelitian, alat dan bahan yang digunakan, variabel penelitian, metode pengumpulan data, metode analisis data dan pengolahan data. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini penulis membahas tentang implementasi 31 indikator Kota Layak Anak di Kabupaten Tegal yang dalam
  • 76. hal ini mengacu pada Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia No 12 Tahun 2011 tentang Indikator Kota/Kabupaten Layak Anak. BAB V PENUTUP Pada bagian ini merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan dari pembahasan yang diuraikan diatas tentang Percepatan Kota Layak Anak di Kabupaten Tegal Perspektif Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No 12 Tahun 2011. 3. BagianAkhirSkripsi Bagian akhir dari skripsi ini sudah berisi tentang daftar pustaka dan lampiran. Isi daftar pustaka merupakan keterangan sumber literatur yang digunakan dalam penyusunan skripsi. Lampiran dipakai untuk mendapatkan data dan keterangan yang melengkapi uraian skripsi.
  • 77. L. KERANGKA BERFIKIR Kerangka berfikir dari Percepatan Kota Layak Anak di Kabupaten Tegal Perspektif Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No 12 Tahun 2011, adalah : Indikator Masalah Sosial Perlindungan Anak Mewujudkan Kabupaten Tegal menjadi Kabupaten/Kota Layak Anak Percepatan Kota Layak Anak di Kabupaten Tegal Perspektif Peraturan MenteriNegara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No 12 Tahun 2011 1. Hak Sipil dan Kebebasan 2. Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif 3. KesehatanDasar dan Kesejahteraan 4. Pendidikan, Pemanfaatan WaktuLuang dan Kegiatan Budaya 5. Perlindungan Khusus 6. Teori Kebijakan Kota Layak Anak 7. Teori Perlindungan Anak dan Perempuan. 1. UUD 1945 2. Keputusan Presiden No 36 Tahun1990 tentangHAM 3. UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak 4. PeraturanMenteri Negara Pemberdayaan Perempuan& Perlindungan Anak Republik Indonesia No 12 Tahun2011 TentangIndikator Kabupaten/Kota Layak Anak 1. Bagaimana percepatanKota Layak Anak di Kabupaten Tegal perspektif Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No 12 Tahun 2011? 2. Bagaimanakahstrategi percepatan dari Pemerintah Daerah mengenai Kota Layak Anak di Kabupaten Tegal? 3. Bagaimana kendala pelaksanaan percepatan kota layak anak di Kabupaten Tegal perspektif Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No 12 Tahun 2011?
  • 78. DAFTAR PUSTAKA Buku Ashshofa, Burhan. 2007. MetodePenelitianHukum. Jakarta: RinekaCipta Baharuddin Lopa. 2008Al-Quran dan Hak-Hak Asasi Manusia. Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, Soemitro, Ronny Hanitijo. 1990. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta: Penerbit PT. Ghalia Indonesia Adi, Rianto.2010. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum. Jakarta : Granit Soekanto, soerjono.Pengan Penelitian Hukum. UI-Press : Jakarta.1982 Sunggono, Bambang. 1994. Hukum dan Kebijakan Publik. Jakarta: Sinar Grafika Adams, Eillen & Sue Ingham. 1998. Changing Places : Changing Places: Children’s Participation in Environmental Planning. London: The Children’s Society. Saraswati, Rika . 2015. Hukum Perlindungan Anak di Indonesia. Bandug : PT Citra Aditya Bhakti. Deputi Bidang Perlindungan Anak. 2009. Kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA). Jakarta : Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia. Nurcholis, Hanif. 2005. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Daerah Otonom.Jakarta : PT. Grasindo.
  • 79. Makalah Irwanto, Prof., PhD., (2008). Mengarusutamakan Hak-Hak Anak Dalam Pembangunan Nasional: Perspektif Ekologi Perilaku Manusia. Jakarta, Universitas Atmajaya Patilima, Hamid. (2004). Persepsi Anak Mengenai Lingkungan Kota – Studi Kasus Di Kelurahan Kwitang, Jakarta Pusat. (Tesis). Jakarta: Kajian Pengembangan Perkotaan, Pascasarjana Universitas Indonesia Jurnal Laporan Pengembangan Model Kota Layak Anak Kabupaten Gorontalo melalui www.kla.or.id/ Ratri, Dewi Kartika. 2014, Implementasi Peraturan Walikota Nomor 36 Tahun 2013 Tentang Kebijakan Kota Layak Anak. Jurnal Ilmu Pemerintahan Universitas Brawijaya 10 September 2014. Suryanto, SH., MH , Eddy. 2015, Surakarta Kota Layak Anak Dinilai Hanya Formalitas. Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta.Vol 8 Universitas Slamet Riyadi Surakarta. Subiyakto,Rudi. 2012, Membangun Kota Layak Anak Studi kebijakan Publik di Era Otonomi Daerah. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang.Jurnal SOSIO-RELIGIA, Vol. 10, No.1, Februari 2012.
  • 80. Smuts, Aaron. 2013, Five Test For What Makes A Life Worth Living. J Value In quiry (2013) 47: 439-459 DOI 40.1007/s10790-013-9393-x. Peraturan Perundang-undangan a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 b. Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1999 c. Keputusan Presiden No 59 Tahun 2002 d. Keputusan Presiden No 87 Tahun 2002 e. Keputusan Presiden No 88 Tahun 2002 f. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia g. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak h. Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 11 Tahun 2011 tentang Kebijakan Pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak i. Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 12 Tahun 2011 tentang Indikator Kabupaten/Kota Layak Anak
  • 81. PERCEPATAN KOTA LAYAK ANAK DI KABUPATEN TEGAL PERSPEKTIF PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK NO 12 TAHUN 2011 PROPOSAL SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Oleh: DELA ASFARINA CAHYANINGRUM 8111412264 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2016