SlideShare a Scribd company logo
1 of 10
Download to read offline
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN ANAK DENGAN THIPOID
A. PENGERTIAN
Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang
ditandai dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang
bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal
ileum. (Soegeng Soegijanto, 2002)
Tifus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam,
sakit kepala, kelesuan, anoreksia, bradikardi relatif, kadang-kadang
pembesaran dari limpa/hati/kedua-duanya. (Samsuridjal D dan heru S, 2003)
B. PENYEBAB
Salmonella typhi yang menyebabkan infeksi invasif yang ditandai oleh
demam, toksemia, nyeri perut, konstipasi/diare. Komplikasi yang dapat terjadi
antara lain: perforasi usus, perdarahan, toksemia dan kematian. (Ranuh,
Hariyono, dan dkk. 2001)
Etiologi demam tifoid dan demam paratipoid adalah S.typhi,
S.paratyphi A, S.paratyphi b dan S.paratyphi C. (Arjatmo Tjokronegoro, 1997)
C. PATOFISIOLOGIS
Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi
urin/feses dari penderita tifus akut dan para pembawa kuman/karier.
Empat F (Finger, Files, Fomites dan fluids) dapat menyebarkan kuman
ke makanan, susu, buah dan sayuran yang sering dimakan tanpa dicuci/dimasak
sehingga dapat terjadi penularan penyakit terutama terdapat dinegara-negara
yang sedang berkembang dengan kesulitan pengadaan pembuangan kotoran
(sanitasi) yang andal. (Samsuridjal D dan heru S, 2003)
Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi
antara 3-60 hari) bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama
masa inkubasi penderita tetap dalam keadaan asimtomatis. (Soegeng
soegijanto, 2002)
1
PATHWAYS
Salmonella typhosa
Saluran pencernaan
Diserap oleh usus halus
Bakteri memasuki aliran darah sistemik
Kelenjar limfoid Hati Limpa Endotoksin
usus halus
Tukak Hepatomegali Splenomegali Demam
Pendarahan dan Nyeri perabaan
perforasi Mual/tidak nafsu makan
Perubahan nutrisi
Resiko kurang volume cairan
(Suriadi & Rita Y, 2001)
2
D. GEJALA KLINIS
Gejala klinis pada anak umumnya lebih ringan dan lebih bervariasi
dibandingkan dengan orang dewasa. Walaupun gejala demam tifoid pada anak
lebih bervariasi, tetapi secara garis besar terdiri dari demam satu minggu/lebih,
terdapat gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. Dalam minggu
pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada umumnya
seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi, serta
suhu badan yang meningkat.
Pada minggu kedua maka gejala/tanda klinis menjadi makin jelas,
berupa demam remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut
kembung, bisa disertai gangguan kesadaran dari ringan sampai berat. Lidah
tifoid dan tampak kering, dilapisi selaput kecoklatan yang tebal, di bagian
ujung tepi tampak lebih kemerahan. (Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2001)
Sejalan dengan perkembangan penyakit, suhu tubuh meningkat dengan
gambaran ‘anak tangga’. Menjelang akhir minggu pertama, pasien menjadi
bertambah toksik. (Vanda Joss & Stephen Rose, 1997)
Gambaran klinik tifus abdominalis
Keluhan:
- Nyeri kepala (frontal) 100%
- Kurang enak di perut ≥50%
- Nyeri tulang, persendian, dan otot ≥50%
- Berak-berak ≤50%
- Muntah ≤50%
Gejala:
- Demam 100%
- Nyeri tekan perut 75%
- Bronkitis 75%
- Toksik >60%
- Letargik >60%
- Lidah tifus (“kotor”) 40%
3
(Sjamsuhidayat,1998)
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit
normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi
sekunder.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah
sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan
khusus
3. Pemeriksaan Uji Widal
Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri
Salmonella typhi. Uji Widal dimaksudkan untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum penderita Demam Tifoid. Akibat adanya infeksi oleh
Salmonella typhi maka penderita membuat antibodi (aglutinin) yaitu:
• Aglutinin O: karena rangsangan antigen O yang berasal dari tubuh
bakteri
• Aglutinin H: karena rangsangan antigen H yang berasal dari flagela
bakteri
• Aglutinin Vi: karena rangsangan antigen Vi yang berasal dari simpai
bakter.
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglitinin O dan H yang digunakan
untuk diagnosis Demam Tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar
kemungkinan menderita Demam Tifoid. (Widiastuti Samekto, 2001)
F. TERAPI
1. Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat
diberikan secara oral atau intravena, sampai 7 hari bebas panas
2. Tiamfenikol. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari.
3. Kortimoksazol. Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg
sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim)
4
4. Ampisilin dan amoksilin. Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2
minggu
5. Sefalosporin Generasi Ketiga. dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc,
diberikan selama ½ jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari
6. Golongan Fluorokuinolon
• Norfloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
• Siprofloksasin : dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
• Ofloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
• Pefloksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
• Fleroksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
7. Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu seperti:
Tifoid toksik, peritonitis atau perforasi, syok septik, karena telah terbukti
sering ditemukan dua macam organisme dalam kultur darah selain kuman
Salmonella typhi. (Widiastuti S, 2001)
G. KOMPLIKASI
Perdarahan usus, peritonitis, meningitis, kolesistitis, ensefalopati,
bronkopneumonia, hepatitis. (Arif mansjoer & Suprohaitan 2000)
Perforasi usus terjadi pada 0,5-3% dan perdarahan berat pada 1-10%
penderita demam tifoid. Kebanyakan komplikasi terjadi selama stadium ke-2
penyakit dan umumnya didahului oleh penurunan suhu tubuh dan tekanan
darah serta kenaikan denyut jantung.Pneumonia sering ditemukan selama
stadium ke-2 penyakit, tetapi seringkali sebagai akibat superinfeksi oleh
organisme lain selain Salmonella. Pielonefritis, endokarditis, meningitis,
osteomielitis dan arthritis septik jarang terjadi pada hospes normal. Arthritis
septik dan osteomielitis lebih sering terjadi pada penderita hemoglobinopati.
(Behrman Richard, 1992)
5
H. ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DEMAM TIPOID
A. PENGKAJIAN
1. Riwayat keperawatan
2. Kaji adanya gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh terutama pada
malam hari, nyeri kepala, lidah kotor, tidak nafsu makan, epistaksis,
penurunan kesadaran
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
tidak ada nafsu makan, mual, dan kembung
3. Risiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya
intake cairan, dan peningkatan suhu tubuh
C. PERENCANAAN
1. Mempertahankan suhu dalam batas normal
• Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang hipertermia
• Observasi suhu, nadi, tekanan darah, pernafasan
• Berri minum yang cukup
• Berikan kompres air biasa
• Lakukan tepid sponge (seka)
• Pakaian (baju) yang tipis dan menyerap keringat
• Pemberian obat antipireksia
• Pemberian cairan parenteral (IV) yang adekuat
2. Meningkatkan kebutuhan nutrisi dan cairan
• Menilai status nutrisi anak
6
• Ijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak,
rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan
anak meningkat.
• Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk
meningkatkan kualitas intake nutrisi
• Menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan
dengan teknik porsi kecil tetapi sering
• Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama, dan
dengan skala yang sama
• Mempertahankan kebersihan mulut anak
• Menjelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk
penyembuhan penyakit
• Kolaborasi untuk pemberian makanan melalui parenteral jika
pemberian makanan melalui oral tidak memenuhi kebutuhan gizi
anak
3. Mencegah kurangnya volume cairan
• Mengobservasi tanda-tanda vital (suhu tubuh) paling sedikit setiap
4 jam
• Monitor tanda-tanda meningkatnya kekurangan cairan: turgor tidak
elastis, ubun-ubun cekung, produksi urin menurun, memberan
mukosa kering, bibir pecah-pecah
• Mengobservasi dan mencatat berat badan pada waktu yang sama
dan dengan skala yang sama
• Memonitor pemberian cairan melalui intravena setiap jam
• Mengurangi kehilangan cairan yang tidak terlihat (Insensible Water
Loss/IWL) dengan memberikan kompres dingin atau dengan tepid
sponge
• Memberikan antibiotik sesuai program
(Suriadi & Rita Y, 2001)
7
8
I. DISCHARGE PLANNING
1. Penderita harus dapat diyakinkan cuci tangan dengan sabun setelah
defekasi
2. Mereka yang diketahui sebagai karier dihindari untuk mengelola makanan
3. Lalat perlu dicegah menghinggapi makanan dan minuman.
4. Penderita memerlukan istirahat
5. Diit lunak yang tidak merangsang dan rendah serat
(Samsuridjal D dan Heru S, 2003)
6. Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktivitas sesuai dengan
tingkat perkembangan dan kondisi fisik anak
7. Jelaskan terapi yang diberikan: dosis, dan efek samping
8. Menjelaskan gejala-gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus
dilakukan untuk mengatasi gejala tersebut
9. Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan.
(Suriadi & Rita Y, 2001)
9
DAFTAR PUSTAKA
1. Arif Mansjoer, Suprohaitan, Wahyu Ika W, Wiwiek S. Kapita Selekta
Kedokteran. Penerbit Media Aesculapius. FKUI Jakarta. 2000.
2. Arjatmo Tjokronegoro & Hendra Utama. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid I. Edisi ke Tiga. FKUI. Jakarta. 1997.
3. Behrman Richard. Ilmu Kesehatan Anak. Alih bahasa: Moelia Radja
Siregar & Manulang. Editor: Peter Anugrah. EGC. Jakarta. 1992.
4. Joss, Vanda dan Rose, Stephan. Penyajian Kasus pada Pediatri. Alih
bahasa Agnes Kartini. Hipokrates. Jakarta. 1997.
5. Ranuh, Hariyono dan Soeyitno, dkk. Buku Imunisasi Di Indonesia, edisi
pertama. Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2001.
6. Samsuridjal Djauzi dan Heru Sundaru. Imunisasi Dewasa. FKUI. Jakarta.
2003.
7. Sjamsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. EGC. Jakarta. 1998.
8. Soegeng Soegijanto. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan
Penatalaksanaan. Salemba Medika. Jakarta. 2002.
9. Suriadi & Rita Yuliani. Buku Pegangan Praktek Klinik Asuhan
Keperawatan pada Anak. Edisi I. CV Sagung Seto. Jakarta. 2001.
10. Widiastuti Samekto. Belajar Bertolak dari Masalah Demam Typhoid.
Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. 2001.
11. http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/jawamadura/2005/02/03brk
10

More Related Content

What's hot (20)

DHF pada Anak
DHF pada AnakDHF pada Anak
DHF pada Anak
 
Asuhan keperawatan kejang demam pada an
Asuhan keperawatan kejang demam pada anAsuhan keperawatan kejang demam pada an
Asuhan keperawatan kejang demam pada an
 
Syok hipovolemik
Syok hipovolemikSyok hipovolemik
Syok hipovolemik
 
Askep Demam Thypoid
Askep Demam ThypoidAskep Demam Thypoid
Askep Demam Thypoid
 
Laporan pendahuluan nyeri
Laporan pendahuluan nyeri Laporan pendahuluan nyeri
Laporan pendahuluan nyeri
 
Askep campak
Askep campak Askep campak
Askep campak
 
Isk
IskIsk
Isk
 
Pembahasan Soal UKOM KMB
Pembahasan Soal UKOM KMBPembahasan Soal UKOM KMB
Pembahasan Soal UKOM KMB
 
Ii. askep hipertensi
Ii. askep hipertensiIi. askep hipertensi
Ii. askep hipertensi
 
Askep diabetes mellitus
Askep diabetes mellitusAskep diabetes mellitus
Askep diabetes mellitus
 
Laporan pendahuluan hipertensi
Laporan pendahuluan hipertensiLaporan pendahuluan hipertensi
Laporan pendahuluan hipertensi
 
Askep hipertensi
Askep hipertensiAskep hipertensi
Askep hipertensi
 
2. lp kebutuhan cairan dan elektrolit
2. lp kebutuhan cairan dan elektrolit2. lp kebutuhan cairan dan elektrolit
2. lp kebutuhan cairan dan elektrolit
 
Askep gout (asam urat)
Askep gout (asam urat)Askep gout (asam urat)
Askep gout (asam urat)
 
Askep diare anak
Askep diare anakAskep diare anak
Askep diare anak
 
Asuhan keperawatan an.m dengan asma
Asuhan keperawatan an.m dengan asmaAsuhan keperawatan an.m dengan asma
Asuhan keperawatan an.m dengan asma
 
Askep febris AKPER PEMDA MUNA
Askep febris AKPER PEMDA MUNA Askep febris AKPER PEMDA MUNA
Askep febris AKPER PEMDA MUNA
 
Askep stroke
Askep strokeAskep stroke
Askep stroke
 
ASKEP HIPERTENSI
ASKEP HIPERTENSIASKEP HIPERTENSI
ASKEP HIPERTENSI
 
DHF
DHFDHF
DHF
 

Similar to 1. askep thipoid

Similar to 1. askep thipoid (20)

Askep thipoid
Askep  thipoidAskep  thipoid
Askep thipoid
 
Asuhan keperawatan pada klien dengan demam thypoid
Asuhan keperawatan pada klien dengan demam thypoidAsuhan keperawatan pada klien dengan demam thypoid
Asuhan keperawatan pada klien dengan demam thypoid
 
128114958 lp-febris
128114958 lp-febris128114958 lp-febris
128114958 lp-febris
 
Askep demam typoid
Askep demam typoidAskep demam typoid
Askep demam typoid
 
Asuhan keperawatan pada pasien dengan demam typoid.pptx
Asuhan keperawatan pada pasien dengan demam typoid.pptxAsuhan keperawatan pada pasien dengan demam typoid.pptx
Asuhan keperawatan pada pasien dengan demam typoid.pptx
 
Asuhan keperawatan pada pasien dengan demam typoid.pptx
Asuhan keperawatan pada pasien dengan demam typoid.pptxAsuhan keperawatan pada pasien dengan demam typoid.pptx
Asuhan keperawatan pada pasien dengan demam typoid.pptx
 
Demam tifoid
Demam tifoidDemam tifoid
Demam tifoid
 
Belibis a17 demam_tifoid
Belibis a17 demam_tifoidBelibis a17 demam_tifoid
Belibis a17 demam_tifoid
 
Demam tifoid
Demam tifoidDemam tifoid
Demam tifoid
 
F4_DEMAM TYFOID_Literatur 5.pptx
F4_DEMAM TYFOID_Literatur 5.pptxF4_DEMAM TYFOID_Literatur 5.pptx
F4_DEMAM TYFOID_Literatur 5.pptx
 
Askep morbili AKPER PEMKAB MUNA
Askep morbili AKPER PEMKAB MUNA Askep morbili AKPER PEMKAB MUNA
Askep morbili AKPER PEMKAB MUNA
 
Konsep asuhan keperawatan Thypoid abdominalis
Konsep asuhan keperawatan Thypoid abdominalisKonsep asuhan keperawatan Thypoid abdominalis
Konsep asuhan keperawatan Thypoid abdominalis
 
pertusis.pptx
pertusis.pptxpertusis.pptx
pertusis.pptx
 
194982607 demam-tifoid
194982607 demam-tifoid194982607 demam-tifoid
194982607 demam-tifoid
 
Jtptunimus gdl-shanandber-5156-2-babii
Jtptunimus gdl-shanandber-5156-2-babiiJtptunimus gdl-shanandber-5156-2-babii
Jtptunimus gdl-shanandber-5156-2-babii
 
Typhoid
TyphoidTyphoid
Typhoid
 
askep typus abdominalis
askep typus abdominalisaskep typus abdominalis
askep typus abdominalis
 
Tetanus=
Tetanus=Tetanus=
Tetanus=
 
Tuberkulosis Pkm Sempu.pptx
Tuberkulosis Pkm Sempu.pptxTuberkulosis Pkm Sempu.pptx
Tuberkulosis Pkm Sempu.pptx
 
Askep diare
Askep diareAskep diare
Askep diare
 

More from EllyeUtami

Basic trauma life support julhana p17
Basic  trauma life support julhana p17Basic  trauma life support julhana p17
Basic trauma life support julhana p17EllyeUtami
 
Spgdttadar aan p16
Spgdttadar aan p16Spgdttadar aan p16
Spgdttadar aan p16EllyeUtami
 
Trauma selama kehamilan
Trauma selama kehamilanTrauma selama kehamilan
Trauma selama kehamilanEllyeUtami
 
Start triage-training-presentation
Start triage-training-presentationStart triage-training-presentation
Start triage-training-presentationEllyeUtami
 
Kegawatan endokrin
Kegawatan endokrinKegawatan endokrin
Kegawatan endokrinEllyeUtami
 
Perdarahan vaginal abnormal 12,13,14
Perdarahan vaginal abnormal  12,13,14Perdarahan vaginal abnormal  12,13,14
Perdarahan vaginal abnormal 12,13,14EllyeUtami
 
4. askep diare akut dehidrasi sedang
4. askep diare akut dehidrasi sedang4. askep diare akut dehidrasi sedang
4. askep diare akut dehidrasi sedangEllyeUtami
 
2. askep anak dengan meningitis
2. askep anak dengan meningitis2. askep anak dengan meningitis
2. askep anak dengan meningitisEllyeUtami
 
Pengkajian fisik pada sistem pernapasan dan melakukan inhalasi ppt
Pengkajian fisik pada sistem pernapasan dan melakukan inhalasi pptPengkajian fisik pada sistem pernapasan dan melakukan inhalasi ppt
Pengkajian fisik pada sistem pernapasan dan melakukan inhalasi pptEllyeUtami
 
Perhitungan kardiotorak
Perhitungan kardiotorakPerhitungan kardiotorak
Perhitungan kardiotorakEllyeUtami
 
Epidemiologi (5)
Epidemiologi (5)Epidemiologi (5)
Epidemiologi (5)EllyeUtami
 
Epidemiologi (4)
Epidemiologi (4)Epidemiologi (4)
Epidemiologi (4)EllyeUtami
 
Epidemiologi (3)
Epidemiologi (3)Epidemiologi (3)
Epidemiologi (3)EllyeUtami
 
Epidemiologi (2)
Epidemiologi (2)Epidemiologi (2)
Epidemiologi (2)EllyeUtami
 

More from EllyeUtami (20)

Webinar
WebinarWebinar
Webinar
 
Basic trauma life support julhana p17
Basic  trauma life support julhana p17Basic  trauma life support julhana p17
Basic trauma life support julhana p17
 
Spgdttadar aan p16
Spgdttadar aan p16Spgdttadar aan p16
Spgdttadar aan p16
 
Trauma selama kehamilan
Trauma selama kehamilanTrauma selama kehamilan
Trauma selama kehamilan
 
Start triage-training-presentation
Start triage-training-presentationStart triage-training-presentation
Start triage-training-presentation
 
Kegawatan endokrin
Kegawatan endokrinKegawatan endokrin
Kegawatan endokrin
 
Perdarahan vaginal abnormal 12,13,14
Perdarahan vaginal abnormal  12,13,14Perdarahan vaginal abnormal  12,13,14
Perdarahan vaginal abnormal 12,13,14
 
4. askep diare akut dehidrasi sedang
4. askep diare akut dehidrasi sedang4. askep diare akut dehidrasi sedang
4. askep diare akut dehidrasi sedang
 
3. askep dhf
3. askep dhf3. askep dhf
3. askep dhf
 
2. askep anak dengan meningitis
2. askep anak dengan meningitis2. askep anak dengan meningitis
2. askep anak dengan meningitis
 
Pengkajian fisik pada sistem pernapasan dan melakukan inhalasi ppt
Pengkajian fisik pada sistem pernapasan dan melakukan inhalasi pptPengkajian fisik pada sistem pernapasan dan melakukan inhalasi ppt
Pengkajian fisik pada sistem pernapasan dan melakukan inhalasi ppt
 
Wsd
WsdWsd
Wsd
 
Perhitungan kardiotorak
Perhitungan kardiotorakPerhitungan kardiotorak
Perhitungan kardiotorak
 
Hipertensi
HipertensiHipertensi
Hipertensi
 
Endokarditis
EndokarditisEndokarditis
Endokarditis
 
Copd
CopdCopd
Copd
 
Epidemiologi (5)
Epidemiologi (5)Epidemiologi (5)
Epidemiologi (5)
 
Epidemiologi (4)
Epidemiologi (4)Epidemiologi (4)
Epidemiologi (4)
 
Epidemiologi (3)
Epidemiologi (3)Epidemiologi (3)
Epidemiologi (3)
 
Epidemiologi (2)
Epidemiologi (2)Epidemiologi (2)
Epidemiologi (2)
 

Recently uploaded

Pengantar Luka Akut untuk Mahasiwa Pendidikan Dokter (Pembaruan 2024)
Pengantar Luka Akut untuk Mahasiwa Pendidikan Dokter (Pembaruan 2024)Pengantar Luka Akut untuk Mahasiwa Pendidikan Dokter (Pembaruan 2024)
Pengantar Luka Akut untuk Mahasiwa Pendidikan Dokter (Pembaruan 2024)Robertus Arian Datusanantyo
 
PROFIL KESEHATAN Puskesmas Tahun 2022 - Copy.ppt
PROFIL KESEHATAN Puskesmas Tahun 2022 - Copy.pptPROFIL KESEHATAN Puskesmas Tahun 2022 - Copy.ppt
PROFIL KESEHATAN Puskesmas Tahun 2022 - Copy.pptdodiharyanto42
 
Materi tatalaksana standar operasional prosedur stunting.pdf
Materi tatalaksana standar operasional prosedur stunting.pdfMateri tatalaksana standar operasional prosedur stunting.pdf
Materi tatalaksana standar operasional prosedur stunting.pdfUlimarthaManurung
 
Asuhan Keperawatan Kesehatan Penerbangan (2).pptx
Asuhan Keperawatan Kesehatan Penerbangan (2).pptxAsuhan Keperawatan Kesehatan Penerbangan (2).pptx
Asuhan Keperawatan Kesehatan Penerbangan (2).pptxdhykz1
 
PPT SOSIALISASI PENGAJUAN SKP KEMENKES IFA.pptx
PPT SOSIALISASI PENGAJUAN SKP KEMENKES IFA.pptxPPT SOSIALISASI PENGAJUAN SKP KEMENKES IFA.pptx
PPT SOSIALISASI PENGAJUAN SKP KEMENKES IFA.pptxMadeSuardana20
 
MANAJEMEN PELAYANAN RAWAT INAP dan detailnya
MANAJEMEN PELAYANAN  RAWAT INAP dan detailnyaMANAJEMEN PELAYANAN  RAWAT INAP dan detailnya
MANAJEMEN PELAYANAN RAWAT INAP dan detailnyaLidia941960
 
Indikasi obat dan kontra indikasi di dalam pemberian
Indikasi obat dan kontra indikasi di dalam pemberianIndikasi obat dan kontra indikasi di dalam pemberian
Indikasi obat dan kontra indikasi di dalam pemberianhaslinahaslina3
 
MSDS Sodium Hypochlorite (Bayclin).PDF
MSDS  Sodium  Hypochlorite (Bayclin).PDFMSDS  Sodium  Hypochlorite (Bayclin).PDF
MSDS Sodium Hypochlorite (Bayclin).PDFSUDIRO11
 

Recently uploaded (8)

Pengantar Luka Akut untuk Mahasiwa Pendidikan Dokter (Pembaruan 2024)
Pengantar Luka Akut untuk Mahasiwa Pendidikan Dokter (Pembaruan 2024)Pengantar Luka Akut untuk Mahasiwa Pendidikan Dokter (Pembaruan 2024)
Pengantar Luka Akut untuk Mahasiwa Pendidikan Dokter (Pembaruan 2024)
 
PROFIL KESEHATAN Puskesmas Tahun 2022 - Copy.ppt
PROFIL KESEHATAN Puskesmas Tahun 2022 - Copy.pptPROFIL KESEHATAN Puskesmas Tahun 2022 - Copy.ppt
PROFIL KESEHATAN Puskesmas Tahun 2022 - Copy.ppt
 
Materi tatalaksana standar operasional prosedur stunting.pdf
Materi tatalaksana standar operasional prosedur stunting.pdfMateri tatalaksana standar operasional prosedur stunting.pdf
Materi tatalaksana standar operasional prosedur stunting.pdf
 
Asuhan Keperawatan Kesehatan Penerbangan (2).pptx
Asuhan Keperawatan Kesehatan Penerbangan (2).pptxAsuhan Keperawatan Kesehatan Penerbangan (2).pptx
Asuhan Keperawatan Kesehatan Penerbangan (2).pptx
 
PPT SOSIALISASI PENGAJUAN SKP KEMENKES IFA.pptx
PPT SOSIALISASI PENGAJUAN SKP KEMENKES IFA.pptxPPT SOSIALISASI PENGAJUAN SKP KEMENKES IFA.pptx
PPT SOSIALISASI PENGAJUAN SKP KEMENKES IFA.pptx
 
MANAJEMEN PELAYANAN RAWAT INAP dan detailnya
MANAJEMEN PELAYANAN  RAWAT INAP dan detailnyaMANAJEMEN PELAYANAN  RAWAT INAP dan detailnya
MANAJEMEN PELAYANAN RAWAT INAP dan detailnya
 
Indikasi obat dan kontra indikasi di dalam pemberian
Indikasi obat dan kontra indikasi di dalam pemberianIndikasi obat dan kontra indikasi di dalam pemberian
Indikasi obat dan kontra indikasi di dalam pemberian
 
MSDS Sodium Hypochlorite (Bayclin).PDF
MSDS  Sodium  Hypochlorite (Bayclin).PDFMSDS  Sodium  Hypochlorite (Bayclin).PDF
MSDS Sodium Hypochlorite (Bayclin).PDF
 

1. askep thipoid

  • 1. ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN ANAK DENGAN THIPOID A. PENGERTIAN Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng Soegijanto, 2002) Tifus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit kepala, kelesuan, anoreksia, bradikardi relatif, kadang-kadang pembesaran dari limpa/hati/kedua-duanya. (Samsuridjal D dan heru S, 2003) B. PENYEBAB Salmonella typhi yang menyebabkan infeksi invasif yang ditandai oleh demam, toksemia, nyeri perut, konstipasi/diare. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain: perforasi usus, perdarahan, toksemia dan kematian. (Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2001) Etiologi demam tifoid dan demam paratipoid adalah S.typhi, S.paratyphi A, S.paratyphi b dan S.paratyphi C. (Arjatmo Tjokronegoro, 1997) C. PATOFISIOLOGIS Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi urin/feses dari penderita tifus akut dan para pembawa kuman/karier. Empat F (Finger, Files, Fomites dan fluids) dapat menyebarkan kuman ke makanan, susu, buah dan sayuran yang sering dimakan tanpa dicuci/dimasak sehingga dapat terjadi penularan penyakit terutama terdapat dinegara-negara yang sedang berkembang dengan kesulitan pengadaan pembuangan kotoran (sanitasi) yang andal. (Samsuridjal D dan heru S, 2003) Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi antara 3-60 hari) bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama masa inkubasi penderita tetap dalam keadaan asimtomatis. (Soegeng soegijanto, 2002) 1
  • 2. PATHWAYS Salmonella typhosa Saluran pencernaan Diserap oleh usus halus Bakteri memasuki aliran darah sistemik Kelenjar limfoid Hati Limpa Endotoksin usus halus Tukak Hepatomegali Splenomegali Demam Pendarahan dan Nyeri perabaan perforasi Mual/tidak nafsu makan Perubahan nutrisi Resiko kurang volume cairan (Suriadi & Rita Y, 2001) 2
  • 3. D. GEJALA KLINIS Gejala klinis pada anak umumnya lebih ringan dan lebih bervariasi dibandingkan dengan orang dewasa. Walaupun gejala demam tifoid pada anak lebih bervariasi, tetapi secara garis besar terdiri dari demam satu minggu/lebih, terdapat gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada umumnya seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi, serta suhu badan yang meningkat. Pada minggu kedua maka gejala/tanda klinis menjadi makin jelas, berupa demam remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung, bisa disertai gangguan kesadaran dari ringan sampai berat. Lidah tifoid dan tampak kering, dilapisi selaput kecoklatan yang tebal, di bagian ujung tepi tampak lebih kemerahan. (Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2001) Sejalan dengan perkembangan penyakit, suhu tubuh meningkat dengan gambaran ‘anak tangga’. Menjelang akhir minggu pertama, pasien menjadi bertambah toksik. (Vanda Joss & Stephen Rose, 1997) Gambaran klinik tifus abdominalis Keluhan: - Nyeri kepala (frontal) 100% - Kurang enak di perut ≥50% - Nyeri tulang, persendian, dan otot ≥50% - Berak-berak ≤50% - Muntah ≤50% Gejala: - Demam 100% - Nyeri tekan perut 75% - Bronkitis 75% - Toksik >60% - Letargik >60% - Lidah tifus (“kotor”) 40% 3
  • 4. (Sjamsuhidayat,1998) E. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. 2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus 3. Pemeriksaan Uji Widal Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri Salmonella typhi. Uji Widal dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita Demam Tifoid. Akibat adanya infeksi oleh Salmonella typhi maka penderita membuat antibodi (aglutinin) yaitu: • Aglutinin O: karena rangsangan antigen O yang berasal dari tubuh bakteri • Aglutinin H: karena rangsangan antigen H yang berasal dari flagela bakteri • Aglutinin Vi: karena rangsangan antigen Vi yang berasal dari simpai bakter. Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglitinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis Demam Tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan menderita Demam Tifoid. (Widiastuti Samekto, 2001) F. TERAPI 1. Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat diberikan secara oral atau intravena, sampai 7 hari bebas panas 2. Tiamfenikol. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari. 3. Kortimoksazol. Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim) 4
  • 5. 4. Ampisilin dan amoksilin. Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2 minggu 5. Sefalosporin Generasi Ketiga. dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc, diberikan selama ½ jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari 6. Golongan Fluorokuinolon • Norfloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari • Siprofloksasin : dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari • Ofloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari • Pefloksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari • Fleroksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari 7. Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu seperti: Tifoid toksik, peritonitis atau perforasi, syok septik, karena telah terbukti sering ditemukan dua macam organisme dalam kultur darah selain kuman Salmonella typhi. (Widiastuti S, 2001) G. KOMPLIKASI Perdarahan usus, peritonitis, meningitis, kolesistitis, ensefalopati, bronkopneumonia, hepatitis. (Arif mansjoer & Suprohaitan 2000) Perforasi usus terjadi pada 0,5-3% dan perdarahan berat pada 1-10% penderita demam tifoid. Kebanyakan komplikasi terjadi selama stadium ke-2 penyakit dan umumnya didahului oleh penurunan suhu tubuh dan tekanan darah serta kenaikan denyut jantung.Pneumonia sering ditemukan selama stadium ke-2 penyakit, tetapi seringkali sebagai akibat superinfeksi oleh organisme lain selain Salmonella. Pielonefritis, endokarditis, meningitis, osteomielitis dan arthritis septik jarang terjadi pada hospes normal. Arthritis septik dan osteomielitis lebih sering terjadi pada penderita hemoglobinopati. (Behrman Richard, 1992) 5
  • 6. H. ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DEMAM TIPOID A. PENGKAJIAN 1. Riwayat keperawatan 2. Kaji adanya gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh terutama pada malam hari, nyeri kepala, lidah kotor, tidak nafsu makan, epistaksis, penurunan kesadaran B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak ada nafsu makan, mual, dan kembung 3. Risiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan, dan peningkatan suhu tubuh C. PERENCANAAN 1. Mempertahankan suhu dalam batas normal • Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang hipertermia • Observasi suhu, nadi, tekanan darah, pernafasan • Berri minum yang cukup • Berikan kompres air biasa • Lakukan tepid sponge (seka) • Pakaian (baju) yang tipis dan menyerap keringat • Pemberian obat antipireksia • Pemberian cairan parenteral (IV) yang adekuat 2. Meningkatkan kebutuhan nutrisi dan cairan • Menilai status nutrisi anak 6
  • 7. • Ijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak, rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat. • Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi • Menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik porsi kecil tetapi sering • Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama, dan dengan skala yang sama • Mempertahankan kebersihan mulut anak • Menjelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan penyakit • Kolaborasi untuk pemberian makanan melalui parenteral jika pemberian makanan melalui oral tidak memenuhi kebutuhan gizi anak 3. Mencegah kurangnya volume cairan • Mengobservasi tanda-tanda vital (suhu tubuh) paling sedikit setiap 4 jam • Monitor tanda-tanda meningkatnya kekurangan cairan: turgor tidak elastis, ubun-ubun cekung, produksi urin menurun, memberan mukosa kering, bibir pecah-pecah • Mengobservasi dan mencatat berat badan pada waktu yang sama dan dengan skala yang sama • Memonitor pemberian cairan melalui intravena setiap jam • Mengurangi kehilangan cairan yang tidak terlihat (Insensible Water Loss/IWL) dengan memberikan kompres dingin atau dengan tepid sponge • Memberikan antibiotik sesuai program (Suriadi & Rita Y, 2001) 7
  • 8. 8
  • 9. I. DISCHARGE PLANNING 1. Penderita harus dapat diyakinkan cuci tangan dengan sabun setelah defekasi 2. Mereka yang diketahui sebagai karier dihindari untuk mengelola makanan 3. Lalat perlu dicegah menghinggapi makanan dan minuman. 4. Penderita memerlukan istirahat 5. Diit lunak yang tidak merangsang dan rendah serat (Samsuridjal D dan Heru S, 2003) 6. Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktivitas sesuai dengan tingkat perkembangan dan kondisi fisik anak 7. Jelaskan terapi yang diberikan: dosis, dan efek samping 8. Menjelaskan gejala-gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus dilakukan untuk mengatasi gejala tersebut 9. Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan. (Suriadi & Rita Y, 2001) 9
  • 10. DAFTAR PUSTAKA 1. Arif Mansjoer, Suprohaitan, Wahyu Ika W, Wiwiek S. Kapita Selekta Kedokteran. Penerbit Media Aesculapius. FKUI Jakarta. 2000. 2. Arjatmo Tjokronegoro & Hendra Utama. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke Tiga. FKUI. Jakarta. 1997. 3. Behrman Richard. Ilmu Kesehatan Anak. Alih bahasa: Moelia Radja Siregar & Manulang. Editor: Peter Anugrah. EGC. Jakarta. 1992. 4. Joss, Vanda dan Rose, Stephan. Penyajian Kasus pada Pediatri. Alih bahasa Agnes Kartini. Hipokrates. Jakarta. 1997. 5. Ranuh, Hariyono dan Soeyitno, dkk. Buku Imunisasi Di Indonesia, edisi pertama. Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2001. 6. Samsuridjal Djauzi dan Heru Sundaru. Imunisasi Dewasa. FKUI. Jakarta. 2003. 7. Sjamsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. EGC. Jakarta. 1998. 8. Soegeng Soegijanto. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan. Salemba Medika. Jakarta. 2002. 9. Suriadi & Rita Yuliani. Buku Pegangan Praktek Klinik Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi I. CV Sagung Seto. Jakarta. 2001. 10. Widiastuti Samekto. Belajar Bertolak dari Masalah Demam Typhoid. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. 2001. 11. http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/jawamadura/2005/02/03brk 10