1. Asma’ul Husna
A. PENGERTIAN ASMA’UL HUSNA
Telah kita ketahui bahwa Allah SWT memiliki sifat wajib, mustahil, dan jaiz. Dengan
memahami sifat-sifat tersebut kita lebih mudah mengenal , memahami, dan meyakini adanya
Allah swt. Disamping sifat-sifat tersebut, Allah swt juga memiliki sebutan Al-Asma’ul-Husna.
Apa yang dimaksud dengan Al-Asma’ul-Husna? Al-Asma’ul-Husna menurut bahasa berarti
nama nama yang baik. Sedangkan menurut istilah adalah nama nama baik baik yang di miliki
allah swt sebagai bukti keagungan dan kemuliannya. Mengapa demikian? Karena mustahil Allah
swt memiliki nama yang buruk .Kebaikan Allah swt tersebut tergambar pada seluruh Al-
Asma’ul-Husna.
Rasulullah saw menjelaskan bahwa Al-Asma’ul-Husna jumlahnya 99, sebagaimana
diterangkan dalam hadis:
“Sesungguhnya Allah mempunyai Sembilan puluh Sembilan nama, yaitu seratus kurang satu,
barang siapa menghitungnya, niscaya ia masuk surga.” (HR Bukhari dan Muslim)
Al-Asma’ul-Husna hanya milik Allah swt. Manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya dapat
memahami, mempelajari, dan meniru kandungan makna dari nama-nama yang baik tersebut
dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya diucapkan ketika berdzikir atau berdoa. Ketika berdo’a,
nama-nama dalam Al-Asma’ul-Husna kita baca dan kita pilih sesuai dengan permintaan kita.
Misalnya kita mohon diberi sifat kasih sayang, maka bacalah Ar-Rahman, artinya Maha
Pengasih. Bila kita mohon petunjuk , maka yang kit abaca adalah Al-Hadi, yang berarti Maha
Pemberi Petunjuk, dan demikian selanjutnya dengan nama-nama yang lain.
Anjuran untuk menggunakan Al-Asma’ul-Husna dalam berzikir atau berdoa, diterangkan
Allah swt dalam Al-Qur’an sebagai berikut :
Wa lillahil-asma’ul-husna fad’uhu biha, wa zarul-lazina yulhiduna fi asma’ih (i), sayujzauna ma
kanu ya’malun(a).
Artinya :
“Hanya milik Allah Al-Asma’ul-Husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebit Al-
Asma’ul Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam
2. (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah
mereka kerjakan.” (QS Al A’raf/7 : 180)
B. MENGENAL 5 NAMA ALLAH SWT
Allah swt memiliki nama yang baik, 5 diantara 99 Al-Asma’ul Husna akan dibahas
sebagaimana uraian berikut . Kelima nama itu antara lain :Al-Aziz, Al-Wahhab, Al-Fattah, Al-
Qayyum, Al-Hadi,
1. Al-Aziz (Yang Mahaperkasa)
Allah disebut Al-Aziz artinya Allah Mahaperkasa. Keperkasaan Allah swt tidak dapat
diukur atau disamakan dengan keperkasaan manusia atau yang lain. Keperkasaan Allah swt
tidak terbatas.Sedang keperkasaan manusia sangat terbatas atau bersifat sangat sementara.
Betapapun perkasanya manusia, pasti masih ada yang mengunggulinya.
Sebagai contoh Mike Tyson, yang mendapat julukan “si Lener Beton” sebagai
juara Dunia tinju di kelas berat, dan Muhammad Ali, yang mendapat julukan “ The Big
Mouth” yang tercatat sebagai petinju tak terkalahkan di zamannya, keperkasaan mereka
berdua sirna ketika dikalahkan oleh petinju-petinju lainnya. Ini membuktikan bahwa
keperkasaan atau kekuatan manusia, sifatnya sangat terbatas. Lain halnya dengan Allah ,
Dia Mahaperkasa, Dia yang memiliki sebutan Al-Aziz, yaitu Allah yang Mahaperkasa.
Dalam hal ini Allah swt berfirman :
“Sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang mereka seru selain Allah.Dan Dia
Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (QS Al-‘Ankabut/29:42)
Ayat 42 Surah Al-“Ankabut, 29 tersebut mengajarkan kepada kita untuk lebih
menyadari bahwa manusia , dengan segala keterbatasan,nya, tidak patut menyombongkan
diri, meskipun andai kata ia memiliki kelebihan dibanding yang lain. Mengapa demikian?
Karena kelebihan sebesar apa pun, pada dasarnya merupakan pemberian Allah swt.
Kekuatan, keperkasaan, kepandaian, kekayaan, kekuasaan, semua adalah pemberian Allah
swt.Semuanya menjadi tidak berdaya ketika Allah swt mencabutnya (La haula wala
quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘azim).
Dengan memahami bahwa yang memiliki keperkasaan sejati hanyalah Allah swt,
Dialah Yang Mahaperkasa, berlaku sombong bukanlah sikap yang terpuji. Sebaiknya dalam
3. kehidupan sehari-hari kita harus mengembangkan sikap saling menghargai dan menghormati
serta berusaha memberi manfaat kepada yang lain. Yang kuat membantu yang lemah. Yang
lemah berusaha untuk tidak menjadi beban yang lain.
2. Al-Wahhab (Yang Maha Pemberi)
Al-Wahhab berarti Maha Pemberi.Maksudnya hanya Allas swt yang paling banyak
memberi. Dia memberikan berulang-ulang , bahkan secara terus menerus tanpa mengharap
imbalan dari yang diberi . Sifat semacam ini hanya dimiliki oleh Allah swt.
Pemberian yang dilakukan manusia kepada yang lain tidak dapat dinamakan
“Wahhab”, karena pemberian tersebut sekecil apa pun pasti disertai tujuan atau pengharapan
, misalnya berupa pujian , meraih persahabatan, menghindari celaan, mendapatkan
penghormatan , atau bahkan mendapat pahala dari Allah. Pemberian yang didasari
pengharapan tersebut tidak dapat dinamakan “Wahhab” , oleh karena itu nama “Al-Wahhab”
hanya dimiliki oleh Allah swt.
Manusia diperbolehkan memberikan sesuatu dengan pengharapan, selama
pengharapan tersebut bertujuan untuk ibadah dan berbuat baik. Contoh: melakukan shalat,
bersedekah, menjalin silaturahmi, dan persahabatan dengan berharap mendapat pahala dan
menghindari neraka, Allah swt hanya memberikan kebebasan kepada manusia untuk
berusaha dan berencana. Namun, hasil dari semua itu tetap bergantung kepada kepastian
atau pemberian Allah swt. Sifat Maha Pemberi yang dimiliki Allah swt dimaksudkan agar
manusia senantiasa optimis , semangat, penuh pengharapan, serta melakukan usaha dan doa.
Kata “Al-Wahhab” dalam Al-Qur’an ditulis sebanyak tiga kali, yakni pada Surah Sad/38:9
dan 35 serta Surah Ali ‘Imran/3:8.
Salah satu diantara ketiga ayat tersebut adalah :
“(Mereka berdoa)’Ya tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada
kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami
rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi
(karunia).” (QS Ali ‘Imran/3:8)
Ketiga ayat tersebut menjelaskan bahwa pemberian Allah swt sifatnya berkesinambungan
dan terus menerus serta berupa rahmat.Pemberian Allah swt kepada makhluk-Nya
4. jumlahnya tidak terbatas. Allah swt tidak pernah pilih kasih, Allah swt sangat
memperhatikan makhluk ciptaan-Nya.
3. Al-Fattah ( Yang Maha Pemberi Keputusan)
Yang dimaksud “Al-Fattah” adalah Allah Maha Pemberi Keputusan kepada hamba-Nya.
Keputusan yang menyangkut nasib akhir manusia kelak di akherat. Keputusan yang
diberikan sesuai dengan perbuatan yang dilakukan ketika masih hidup di dunia.
Keputusan yang diberikan Allah swt kepada manusia pasti seimbang dengan imbalan
yang akan diberikan. Jika salah, neraka balasannya.Jika benar surge imbalannya.Mengapa
demikian? Karena Allah swt Maha Adil. Keputusan yang diambil dipengadilan akhirat nanti
pasti adil, tidak ada satu pun perbuatan yang lepas dari pengadilan Allah swt di akhirat
nanti. Sekecil apapun perbuatan tersebut Allah swt akan memberikan balasannya.
Firman Allah swt :
Artinya :
“Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun , niscaya dia akan melihat
(balasan)nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan sebesar zarah pun, niscaya
dia akan melihat (balasan)nya pula “. (QS Az-Zalzalah/99:7-8)
Ayat tersebut menjelaskan bahwa orang yang melakukan perbuatan baik atau buruk
sekecil apapun Allah swt akan memberikan balasannya. Artinya keputusan Allah swt pasti
benar, dan manusia tidak dapat menghindari hal tersebut, Karena Allah Maha Pemberi
Keputusan .
4. Al-Qayyum ( Kekal dan Terus-menerus Mengurus Makhluk-Nya)
Kata Al-Qayyum dalam Al-Qur’an disebut sebanyak tiga kali, yaitu :
1. Pada Surah Al-Baqarah(2:255, pada ayat tersebut dijelaskan bahwa kata Al-Qayyum yang
dimaksud adalah Allah swt, yang kekal dan terus-menerus mengurus makhluk-Nya (tanpa
bantuan yang lain).
2. Pada Surah Ali’Imran:2 (…… yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-
Nya)
5. 3. Surah Taha,20:111, berkaitan dengan pemberian keadilan yang akan dilakukan Allah swt
sendiri kelak dikemudian hari, Allah swt tidak memerlukan bantuan yang lain , Allah swt
adalah Tuhan Yang Maha Berdiri sendiri.
Dari tiga ayat diatas dapat dipahami bahwa kata Al-Qayyum memberikan
penjelasan bahwa Allah swt tidak membutuhkan bantuan dari siapapun. Tiga ayat itu juga
memberi gambaran betapa kuasanya Allah swt dalam hal menciptakan alam seisinya,
memenuhi kebutuhan seluruh makhluk-Nya, memberikan petunjuk kepada manusia dengan
menurunkan kitab-kitab suci-Nya dan menegakan keadilan kelak dikemudian hari.Allah swt
Maha Berdiri Sendiri, segala yang dikehendaki-Nya dan segala yang diciptakan-Nya tidakj
membutuhkan bantuan siapa pun.
Berbeda dengan manusia, sekadar makan nasi satu piring saja sudah membutuhkan
bantuna tidak kurang dari 5 sampai 10 orang. Penjelasannya adalah : harus ada petani yang
menanam padi, para pedagang beras yang ada dipasar lalu harus ada yang memasak dan
seterusnya . Oleh karena itu, setiap manusia pasti membutuhkan bantuan orang lain.
5. Al-Hadi (Yang Maha Pemberi Petunjuk)
Al-Hadi artinya adalah Maha Pemberi Petunjuk. Maksudnya adalah Allah
swt memberikan petunjuk atau hidayah kepada hamba-hamba –Nya yang dikehendaki.
Petunjuk tersebut berupa kebenaran agama, sehingga mampu membimbing kearah kbenaran
dan keimanan kepada Allah swt. Firman Allah swt :
Artinya :
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi,
tetapi Allah swt memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah swt lebih
mengetahui orang-orang yang mau menerima petujuk. (QS Al-Qasas/28:56)
Ayat diatas menegaskan bahwa hanya Allah swt saja yang dapat memberi petunjuk . Hanya
Dia lebih mengetahui orang yang patut dan mau menerima petunjuk itu . Betapa berharga nya
petunjuk atu hidayah Allah swt itu sehingga hanya Allah swt sendirilah yang bisa memberi
hidayah tersebut kepada hamba-hamba-Nya.
Para nabi dan rasul hanya diberi tugas untuk menyampaikn ajaran agama dan mengajak
umat beriman kepada Allah swt . Tetapi mereka tidak dapat memberi hidayah kepada
umatnya.
6. Sebagai contoh, bagaimana Nabi Nuh as mengajak anaknya untuk beriman Dan bagaimana
Nabi Ibrahim mengajak ayahnya untuk tidak menyembah berhala? Begitu pula Nabi
Muhammad saw tidak henti-hentinya menmgajak pamannya untuk beriman kepada Allah swt.
Apa hasilnya? Putra Nabi Nuh as, ayah Nabi Ibrahim, serta paman Nabi Muhammad saw
(Abu Thalib), mereka sampai meninggal tetap tidak mau beriman kepada Allah swt. Ini
membuktikan bahwa yang dapat memberikan hidayah hanyalah Allah swt.
Bagi yang dikehendaki Allah swt, menerima hidayah berupa kebenaran iman dan
islam tidaklah sulit. Sebagai Muslim kita wajib bersyukur telah mendapat hidayah-Nya.
Caranya adalah tetap menjaga dan memelihara keimanan dan keislaman tersebut, antara lain
dengan tetap melaksanakan perintah Allah swt dan menjauhi larangan-Nya sesuai
pengetahuan dan kemampuan kita.