SlideShare a Scribd company logo
1 of 29
Download to read offline
www.futurumcorfinan.com
Page 1
Bentuk Kerja Sama Operasi (KSO)/Joint
Operation (JO): Suatu Catatan Pemikiran atas
Pengenaan sebagai Subjek PPN
Pendahuluan
Istilah Kerja Sama Operasi (disingkat KSO) atau Joint Operation (disingkat JO) seringkali
kita temukan dalam kegiatan usaha di Indonesia. Kata JO/KSO cenderung menjadi kata
yang umum atau generik. Dimana ada dua pihak atau badan usaha yang melakukan
kerjasama operasional guna menyelesaikan suatu proyek, akan cenderung dipersepsikan
sebagai bentuk KSO/JO.
Kata KSO/JO diawali dengan kata-kata “Kerja Sama”, suatu yang merupakan keniscayaan
pada saat ini dengan makin mengglobalnya dunia ini. Slogan seperti “borderless world”,
“global village”, “only the sky is the limit”, dan “the world is flat”, “think globally, act locally”,
“go internationally or die” tampaknya mewakili kondisi dan semangat pelaku dunia bisnis
Sukarnen
DILARANG MENG-COPY, MENYALIN,
ATAU MENDISTRIBUSIKAN
SEBAGIAN ATAU SELURUH TULISAN
INI TANPA PERSETUJUAN TERTULIS
DARI PENULIS
Untuk pertanyaan atau komentar bisa
diposting melalui website
www.futurumcorfinan.com
www.futurumcorfinan.com
Page 2
saat ini. Bahkan Bapak Akio Morita, chairman dari Sony pernah mengatakan “No company
is an island. In an interdependent world, every company has to think in terms of working
with others if it wants to compete in the global market place”1
.
Dalam konteks bisnis internasional, KSO/JO atau joint venture adalah salah satu metode
pengembangan bisnis internasional, disamping pemberian lisensi, franchising, akuisisi
perusahaan yang sudah berjalan maupun mendirikan entitas anak yang baru2
. KSO/JO
atau joint venture umumnya dipahami sebagai suatu ventura yang bersama-sama dimiliki
dan dioperasikan oleh 2 (dua) atau lebih perusahaan. Banyak perusahaan yang melakukan
penetrasi pasar di negara lain dengan membentuk KSO/JO atau joint venture dengan
perusahaan lokal yang sudah berpengalaman melakukan kegiatan usaha di pasar
domestik tersebut, tentunya dengan menggabungkan keunggulan komparatif dari kedua
belah pihak, baik untuk menjalankan suatu proyek atau yang bersifat jangka panjang atau
permanen. Dalam KSO/JO atau joint venture, tentunya masing- masing investor akan
membawa sumberdaya tertentu kedalam KSO/JO atau joint venture guna mencapai tujuan
bisnis tertentu. Misalnya, seorang investor akan membawa sumber keuangan guna
membiayai kegiatan operasional dan investor lainnya memberikan kontribusi berupa aset
tetap, teknologi tertentu atau know-how terkait kendali mutu produk
Pembentukan KSO/JO adalah salah satu bagian dari berbagai cara untuk pertumbuhan
atau peningkatan nilai (terutama nilai pemegang saham – shareholders’ value), dimana
termasuk didalamnya pertumbuhan internal, penggabungan usaha, investasi saham
minoritas atau non-pengendali, pembentukan aliansi (strategis) dan perjanjian kontraktual
lainnya.
Pembentukan KSO/JO bisa juga dilihat sebagai suatu ikhtiar untuk mencari pertumbuhan
(the search for business growth), dan untuk itu perusahaan meningkatkan toleransinya
terhadap resiko. Hal ini bisa tampak dari bekerja sama dengan perusahaan lain terkait
mencari dan mengembangkan proyek-proyek baru, meningkatkan penggunaan
infrastruktur yang mahal kalau dikelola sendiri, dan bahkan hingga bekerja sama untuk
1
Komunikasi pribadi sebagai catatan kaki No. 3 Bab 1 “The World of Alliances” dalam suatu
interview pribadi dengan Michael Y. Yoshino tertanggal 10 Agustus 1989. Yoshino, Michael Y., dan
U. Srinivasa Rangan. Strategic Alliances: An Entrepreneurial Approach to Globalization. Boston
(Massachusetts): Harvard Business School Press. 1995. Halaman 3.
2
Madura, Jeff. International Corporate Finance. Edisi kedelapan. Ohio: Thomson South-Western.
2006. Halaman 10-12.
www.futurumcorfinan.com
Page 3
memitigasi resiko politik atau teknis dan memastikan dipenuhinya ketentuan peraturan di
mana usaha tersebut berada. Untuk itu, bentuk-bentuk KSO/JO akan selalu ditemukan dan
umum dalam praktik bisnis.
Contoh-contoh kerja sama ini bisa mencakup berbagai hal, misalnya:
 Kerja sama jaringan distribusi produk
 Konsorsium untuk produksi suatu produk (bisanya pesawat terbang komersial dan
kapal laut)
 Manajemen, pengembangan dan investasi properti
 Perusahaan farmasi berbagi riset
 Berbagi penggunaan aset (misalnya yang ditemukan di usaha eksplorasi dan
eksploitasi minyak bumi dan gas, untuk pipa saluran)
Alasannya di belakang pembentukan kerja sama guna menjalankan usaha bisa bermacam-
macam, misalnya:
 mempercepat pengembangan teknologi baru
 merubah teknologi yang ada saat ini menjadi produk yang siap dipasarkan
 memasuki pasar atau industri baru
 melakukan perluasan usaha ke daerah-daerah geografis baru
 melindungi supply chain dan kapasitas produksi
 mengkomersialkan hak kekayaan intelektual yang dimiliki pihak lain
 mendistribusikan resiko
 menyediakan alternatif terkait pembiayaan usaha, di luar pinjaman bank atau
pembiayaan modal saham
 memberikan akses kepada keahlian dan ketrampilan yang ada
 memenuhi ketentuan peraturan dari pemerintah suatu negara
 mengfasilitasi distribusi produk
 langkah awal sebelum akuisisi bisnis
Walaupun banyak alasan di belakang pembentukan KSO/JO, menurut hemat penulis, ada
3 alasan utama yang perlu menjadi catatan tersendiri.
Pertama, semakin terbatasnya kemungkinan satu pihak untuk memiliki semua sumber
daya yang diperlukan di tengah-tengah makin tingginya tingkat kompetisi di dunia usaha
www.futurumcorfinan.com
Page 4
dan semakin pendeknya siklus hidup produk. Sumber daya di sini bisa mencakup baik
sumber daya fisik (seperti bahan baku, tanah 3
) maupun sumber daya non-fisik
(pengetahuan, know-how, teknologi, ketrampilan sumber daya manusia, jaringan distribusi).
Termasuk di sini, proyek kerja sama tersebut akan memperoleh manfaat dari skala
ekonomis jika dua atau lebih pihak terlibat di dalamnya, ataupun memang perlu kerja sama
dari beberapa pihak mengingat ukuran dari proyek tersebut jauh di atas kemampuan salah
satu pihak untuk bisa menggarapnya.
Kedua, mitigasi dan berbagi risiko. Tentunya dengan melibatkan sumber daya (baik dana,
pengalaman, pengetahuan, know-how, organisasi, manajemen, jaringan distribusi,
pemasaran dan penjualan, dan lain-lain) dari berbagai partisipan dalam suatu KSO/JO atau
joint venture, dari sudut pandang seorang investor, risiko berbisnis, terutama memasuki
bidang usaha yang baru atau area geografis yang baru, dapat dimitigasi, atau dapat
dilakukan dengan jumlah investasi yang lebih kecil dibandingkan apabila didanai sendiri.
Hal ini jelas tampak dalam kegiatan usaha yang umumnya memiliki tingkat risiko yang
relatif tinggi, misalnya dalam eksplorasi minyak dan gas bumi, pertambangan dan
pengembangan produk-produk kimia.
Ketiga, ketentuan regulasi (termasuk di dalamnya, ketentuan perpajakan). Misalnya, dalam
peraturan di Indonesia mengenai jasa konstruksi (Misalnya Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No. 05/PRT/M/2011 tertanggal 28 Maret 2011 tentang Pedoman Persyaratan
Pemberian Izin Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing) mewajibkan perusahaan
asing menggandeng perusahaan kontraktor nasional/lokal dalam pengerjaan suatu proyek
di Indonesia. Dalam rangka pemenuhan ketentuan regulasi ini, bentuk KSO/JO banyak
ditemukan terkait jasa konstruksi.
Jadi tujuan pembentukan KSO/JO dapat mengarah mencetak laba (motif laba) atau
berbagi biaya dan resiko, dan yang menarik adalah bentuk KSO/JO yang disepakati bisa
berbentuk berbadan hukum (incorporated form) atau tidak berbadan hukum
3
Di dunia usaha real estat atau properti, bentuk KSO/JO menjadi relevan, mengingat bahwa
kepemilikan tanah dibatasi. Pelaku usaha bisnis real estat belum tentu dapat dengan cepat membeli
tanah mengingat harga tanah yang cukup cepat berkembang, terutama di area-area penyangga
kota. Mereka agak mengusahakan kerjasama dengan pemilik lahan tanah yang sudah ada,
mengembangkan lahan tersebut secara bersama-sama, atau menjual bersama-sama, tanah dan
bangunan agar memberikan nilai tambah yang lebih tinggi baik bagi pembeli maupun pelaku usaha.
www.futurumcorfinan.com
Page 5
(unincorporated form). Di samping itu, bentuk KSO/JO seringkali juga dipersepsikan
sebagai Joint Venture (JV).
Pembatasan Pembahasan
Terlepas, nama yang digunakan, apakah KSO/JO atau JV, sebagai pembatasan untuk
pembahasan di sini, penulis fokus pada bentuk KSO/JO atau JV yang tidak berbadan
hukum terpisah, artinya KSO/JO atau JV tidak diformalkan dalam suatu perusahaan,
perseroan, perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, firma,
dan kongsi. Jadi dalam bentuk paling sederhananya, bentuk KSO/JO, atau JV ini tidak
berujung pada dibentuknya entitas terpisah (separate entity) sama sekali. Dalam hal ini,
apa yang dinamakan “aliansi strategis” dimana para pihak (bisa orang pribadi atau
perusahaan/perseroan/persekutuan) setuju untuk bekerja sama guna mempromosikan
produk atau jasa pihak tertentu, dapat masuk dalam kategori ini.
Bentuk KSO/JO : Subjek PPN
Bagaimana ketentuan perpajakan yang ada terkait bentuk KSO/JO ini?
Kita awali dengan Pasal 1 Angka 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun
2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN)
dimana “Badan” disebutkan sebagai sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi:
 perseroan terbatas,
 perseroan komanditer,
 perseroan lainnya,
 badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam
bentuk apapun,
 firma,
 kongsi,
 koperasi,
 dana pensiun,
 persekutuan,
www.futurumcorfinan.com
Page 6
 perkumpulan,
 yayasan,
 organisasi masa,
 organisasi sosial politik, atau
 organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi
kolektif dan bentuk usaha tetap.
Kata-kata “bentuk kerja sama operasi” (catatan: penulis mengartikan bahwa ini bisa
disingkat KSO, atau Joint Operation4
), ada disebutkan dalam Pasal 3 Ayat (1) dalam
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan UU
PPN (PP No. 1/2012), dimana dikatakan bahwa bentuk kerja sama operasi merupakan
bagian dari bentuk badan lainnya sebagaimana dimaksud dalam pengertian Badan
dalam Pasal 1 angka 13 UU PPN. Selanjutnya, dalam Ayat (2), diatur bahwa bentuk kerja
sama operasi sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) wajib melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dalam hal melakukan penyerahan
Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) atas nama bentuk kerja sama
operasi.
PP No. 1/2012 dalam Penjelasan Pasal 3 Ayat (2) di atas memberikan contoh sebagai
berikut.
Contoh bentuk kerja sama operasi (joint operation) yang wajib dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak:
PT ABC dan PT DEF membuat perjanjian kerja dengan pelanggan (pemilik
proyek). Untuk melaksanakan proyek tersebut, PT ABC dan PT DEF
membentuk joint operation.
4
Kata-kata “Joint Operation” yang disamakan dengan bentuk Kerja Sama Operasi justru ditemukan
dalam Penjelasan Pasal 3 Ayat (2), dan bukan pada Batang Tubuh Peraturan Pemerintah No.
1/2012. Menurut hemat penulis, sebaiknya dicantumkan dalam Batang Tubuh kalau memang yang
dimaksudkan, adalah badan yang sama. Di sini penulis menginterpretasikan bahwa kata-kata KSO
atau JO akan sama yang dimaksudkan PP No. 1/2012. Perbedaannya, yang satu Bahasa Indonesia,
dan satunya Bahasa Inggris.
www.futurumcorfinan.com
Page 7
Dalam perjanjian kerja dengan pelanggan (pemilik proyek) diatur bahwa
semua transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
kepada pelanggan (pemilik proyek) dilakukan atas nama joint operation.
Berdasarkan hal di atas:
a. Joint operation wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
b. Atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada
pelanggan (pemilik proyek), joint operation wajib menerbitkan Faktur
Pajak.
c. Apabila dalam rangka joint operation tersebut, PT ABC atau PT DEF
atas nama joint operation melakukan penyerahan langsung kepada
pelanggan (pemilik proyek), maka penyerahan tersebut dianggap
sebagai penyerahan dari PT ABC atau PT DEF kepada joint operation,
sehingga PT ABC atau PT DEF harus membuat Faktur Pajak kepada
joint operation dan joint operation membuat Faktur Pajak kepada
pelanggan (pemilik proyek).
Contoh bentuk kerja sama operasi (joint operation) yang tidak wajib untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak:
PT X dan PT Y membuat perjanjian kerja sama dengan pelanggan (pemilik
proyek). Untuk melaksanakan proyek tersebut, PT X dan PT Y membentuk
joint operation.
Namun demikian, dalam pelaksanaannya semua transaksi dan dokumen
terkait dengan perjanjian kerja sama dengan pelanggan (pemilik proyek)
tersebut secara nyata hanya dilakukan atas nama PT X.
Karena joint operation secara nyata tidak melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada pihak lain, maka dalam hal ini
joint operation tidak wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Dari bacaan di atas, terdapat beberapa hal yang perlu dicatat.
www.futurumcorfinan.com
Page 8
Pertama, walaupun kata-kata “bentuk kerja sama operasi atau joint operation” disebutkan
berkali-kali, tidak terdapat definisi mengenai apa yang dimaksud dengan bentuk “KSO/JO”
ini, kecuali disebutkan bahwa KSO/JO merupakan bagian dari bentuk badan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam pengertian Badan dalam Pasal 1 angka 13 UU PPN. Jadi
KSO/JO dilihat sebagai suatu “badan” dan bukan “orang pribadi”. Kemungkinan
diinterpretasikan sebagai “badan” karena dilihat sebagai “kesatuan” dari para anggota
[pembentuk] KSO/JO.
Menurut hemat penulis, baiknya suatu bentuk badan lainnya yang demikian spesifik,
apalagi dijadikan Subjek PPN, seyogianya ada definisi yang diberikan oleh undang-undang
perpajakan, atau minimal undang-undang perpajakan bisa mengacu ke undang-undang
atau ketentuan hukum yang sudah ada. Sebagai contoh, bentuk Kontrak Investasi Kolektif
(KIK) yang bisa kita temukan definisinya dalam ketentuan peraturan pasar modal di
Indonesia.
Mengapa definisi ini menjadi penting untuk dihadirkan?
Permasalahan yang ada terkait bentuk KSO/JO sampai sekarang belum terlalu jelas5
,
padahal PP No. 1/2012 sudah menentukan bahwa bentuk KSO/JO adalah Subjek PPN dan
apabila melakukan penyerahan BKP/JKP atas nama KSO/JO, wajib dikukuhkan sebagai
PKP. Masalah yang lain, begitu bervariasinya berbagai bentuk dan struktur yang berbeda
terkait dengan bentuk KSO/JO dalam praktik bisnis tidak jarang ditemukan. Bahkan bisa
jadi, digunakan kata-kata “KSO/JO” dalam suatu perjanjian tidak serta merta dapat
diartikan sebagai suatu “bentuk KSO/JO” menurut pemahaman pihak pajak atau dari pihak
akuntan. Dan sebaliknya, suatu perjanjian yang tidak ada embel-embel “KSO/JO”
sesungguhnya merupakan bentuk KSO/JO menurut pemahaman pihak pajak atau pihak
akuntan.
Penulis tidak menemukan “dasar” pertimbangan yang digunakan oleh pihak pemerintah
dalam PP No. 1/2012 terkait bahwa bentuk KSO/JO adalah Subjek PPN. Penulis mencoba
mempertimbangkan mengapa bentuk KSO/JO dihadirkan sebagai Subjek PPN.
5
Dari googling di internet, penulis menemukan ada pembagian secara umum atas JO, yaitu JO
Admin dan JO Non-Admin. Menurut hemat penulis, istilah JO Admin dan JO Non-Admin tidak
terlalu membantu dalam mengklarifikasi apa yang dimaksudkan dengan bentuk JO itu sendiri.
www.futurumcorfinan.com
Page 9
Dalam Penjelasan Pasal 3 Ayat (2) PP No. 1/2012 disebutkan bahwa:
Dalam perjanjian kerja dengan pelanggan (pemilik proyek) diatur bahwa semua
transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada pelanggan
(pemilik proyek) dilakukan atas nama joint operation.
Jadi terdapat 3 (tiga) syarat bahwa bentuk KSO/JO ditentukan sebagai Subjek PPN, yaitu:
(1) Adanya perjanjian kerja antara anggota KSO/JO dengan pelanggan (pemilik
proyek), dan
(2) Adanya perjanjian kerja tersebut yang mengatur bahwa adanya penyerahan
BKP/JKP, serta
(3) Adanya penyerahan BKP/JKP tersebut dilakukan atas nama KSO/JO.
Jadi di sini, dari Pasal 3 Ayat (2) PP No. 1/2012, kita menyimpulkan bahwa karena bentuk
KSO/JO punya kegiatan usaha dan juga melakukan penyerahan BKP/JKP kepada pihak
ketika, maka bentuk KSO/JO ini adalah Subjek PPN dan wajib dikukuhkan menjadi PKP. Di
samping itu, hadirnya kontrak atau perjanjian kerja yang tertulis ini menjadi titik sangat
kritikal dan penyerahan BKP/JKP atas nama KSO/JO menjadikan secara eksplisit di
hadapan pelanggan atau pemilik proyek, mereka berurusan dengan KSO/JO, dan bukan
dengan anggota KSO/JO.
Dari pembacaan contoh yang diberikan dalam PP No. 1/2012, menurut hemat penulis, ada
hal yang kurang jelas, mengingat terdapat kemungkinan perjanjian atau kontrak kerja
dengan pemilik proyek atau pelanggan bisa distrukturkan dalam bentuk salah satunya:
(a) perjanjian atau kontrak kerja dilakukan antara anggota KSO/JO dengan pemilik
proyek atau pelanggan, namun dalam perjanjian kerja tersebut ada disebutkan
bahwa pelaksanaan kerja proyek (termasuk penyerahan BKP/JKP) dilakukan
melalui bentuk KSO/JO.
(b) Perjanjian atau kontrak kerja langsung dilakukan antara KSO/JO (sebagai
kesatuan) dengan pemilik proyek atau pelanggan, namun dalam perjanjian kerja
tersebut ada disebutkan nama anggota KSO/JO yang terlibat (mengingat bahwa
nama bentuk KSO/JO tidak selalu harus menggunakan gabungan nama-nama
anggota KSO/JO).
www.futurumcorfinan.com
Page 10
Apakah (a) atau (b) di atas yang sebetulnya dimaksudkan oleh Penjelasan Angka 3 Ayat
(2) PP No. 1/2012? Kalau dibaca kata per kata, yaitu “PT ABC dan PT DEF membuat
perjanjian kerja dengan pelanggan (pemilik proyek). Untuk melaksanakan proyek
tersebut, PT ABC dan PT DEF membentuk joint operation”, tampaknya struktur yang
dimaksud adalah (a) di atas. Pembentukan KSO/JO jelas diketahui dan disetujui oleh
pihak pemilik proyek atau pelanggan.
Namun apabila yang dimaksud adalah struktur (a) di atas, malah hal ini membingungkan
mengingat bahwa PP No. 1/2012 dalam Batang Tubuhnya yaitu Pasal 3 Ayat (1) justru
menyebutkan bahwa bentuk KSO/JO adalah merupakan bagian dari bentuk badan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam pengertian Badan dalam Pasal 1 angka 13 UU PPN. Badan
sendiri adalah perkumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan. Sedangkan
menilik contoh yang diberikan dalam Penjelasan Pasal 3 Ayat (2) dimana perjanjian kerja
dilakukan oleh masing-masing anggota KSO/JO dengan pemilik proyek atau
pelanggan, dan guna pelaksanaan proyek tersebut, anggota KSO/JO (dalam hal ini
PT ABC dan PT DEF) membentuk KSO/JO, maka hadirnya bentuk KSO/JO hanya semata-
mata untuk pelaksanaan proyek (apakah untuk koordinasi proyek, dan lain-lain). Dengan
demikian, malah ini bertentangan dengan pemahaman “badan sebagai kesatuan” itu
sendiri. Hadirnya KSO/JO adalah semata-mata guna pelaksanaan proyek, dan tidak
otomatis dibentuk suatu “badan sebagai kesatuan sendiri”.
Di samping itu, menurut hemat penulis, kata kunci bahwa bentuk KSO/JO diatur sebagai
Subjek PPN ditemukan dalam kalimat berikutnya dalam contoh Penjelasan Pasal 3 Ayat
(2) PP No. 1/2012, yaitu:
Dalam perjanjian kerja dengan pelanggan (pemilik proyek) diatur bahwa semua transaksi
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada pelanggan
(pemilik proyek) dilakukan atas nama joint operation.
Jadi dalam perjanjian kerja yang dibuat antara anggota KSO/JO dengan pemilik proyek
atau pelanggan, terdapat pengaturan tertulis bahwa penyerahan BKP/JKP dilakukan
atas nama KSO/JO.
www.futurumcorfinan.com
Page 11
Tanpa kehadiran ketiga syarat secara sekaligus bersamaan tersebut, bentuk KSO/JO
tidak otomatis menjadi Subjek PPN. Misalkan terdapat salah satu syarat yang tidak
terpenuhi, maka, bentuk KSO/JO ini tidak dapat secara otomatis diartikan bahwa
merupakan subjek PPN. Misalnya, ada perjanjian kerja dengan pemilik proyek atau
pelanggan, namun dalam perjanjian atau kontrak kerja tersebut disebutkan bahwa
penyerahan BKP/JKP dilakukan atas nama masing-masing anggota KSO/JO (dan
bukan atas nama KSO/JO)6
. Karena penyerahan BKP/JKP tidak dilakukan oleh bentuk
KSO/JO, maka bentuk KSO/JO tidak merupakan Subjek PPN.
Bahkan pemahaman di atas dipertegas sendiri oleh PP No. 1/2012 dalam contoh
Penjelasan Pasal 3 Ayat (2), dimana bentuk KSO/JO tidak [selalu] wajib untuk dikukuhkan
sebagai PKP.
Penulis kutip lagi secara utuh, supaya pembaca bisa membacanya secara lengkap.
Contoh bentuk kerja sama operasi (joint operation) yang tidak wajib untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak:
PT X dan PT Y7
membuat perjanjian kerja sama dengan pelanggan (pemilik
proyek). Untuk melaksanakan proyek tersebut, PT X dan PT Y membentuk
joint operation.
Namun demikian, dalam pelaksanaannya semua transaksi dan dokumen
terkait dengan perjanjian kerja sama dengan pelanggan (pemilik proyek)
tersebut secara nyata hanya dilakukan atas nama PT X.
Menilik isi Penjelasan Pasal 3 Ayat (2) PP No. 1/2012 di atas dapat timbul beberapa
interpretasi.
Pertama, dalam hal perjanjian atau kontrak kerja dengan pemilik proyek atau pelanggan
tidak memuat pengaturan apakah penyerahan BKP/JKP mesti dilakukan oleh KSO/JO ini,
maka perlu dilihat ke fakta-fakta yang ada yaitu apakah semua transaksi dan dokumen
6
Sebagai catatan, asas kebebasan berkontrak dalam hukum kontrak memungkinkan bahwa
aturan terkait penyerahan BKP/JKP yang disepakati oleh para anggota KSO/JO dan akan dijalankan
nantinya tidak mesti dilakukan oleh KSO/JO.
7
Catatan penulis: kembali di sini perjanjian kerja dilakukan antara anggota KSO/JO dengan pemilik
proyek atau pelanggan, dan bukan antara bentuk KSO/JO dengan pemilik proyek atau pelanggan.
www.futurumcorfinan.com
Page 12
terkait dengan kerja sama dengan pemilik proyek atau pelanggan secara nyata (baca :
secara riil, sesuai faktanya, apa yang sesungguhnya terjadi) hanya dilakukan atas nama
PT X. PT X di sini adalah anggota KSO/JO. Bisa juga penyerahan tersebut atas nama
PT Y.
Di sini bisa timbul interpretasi bercabang lagi, sebagai berikut:
 Apakah semua transaksi dan dokumen untuk penyerahan BKP/JKP mesti atas
nama salah satu anggota KSO/JO?
 Bagaimana kalau sebagian transaksi dan dokumen untuk penyerahan BKP/JKP
dilakukan atas nama PT X, dan sebagian lagi atas nama PT Y?
 Bagaimana kalau sebagian transaksi dan dokumen untuk penyerahan BKP/JKP
dilakukan atas nama PT X, sebagian atas nama PT Y, dan sebagian lagi atas nama
KSO/JO?
Kata-kata “Semua” dan hanya disebutkan bahwa penyerahan dilakukan oleh “PT X” dalam
contoh Penjelasan Pasal 3 ayat (2) PP No. 1/2012 mengakibatkan munculnya interpretasi
berbeda.
Namun, hadirnya paragraf berikutnya dalam contoh yaitu “Karena joint operation secara
nyata tidak melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada
pihak lain, maka dalam hal ini joint operation tidak wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak.”, bisa diartikan bahwa PP No. 1/2012 lebih menekankan bahwa yang penting
bentuk KSO/JO tersebut secara nyata tidak melakukan penyerahan BKP/JKP, maka
KSO/JO tidak wajib dikukuhkan sebagai PKP. Apakah ini berarti pihak pajak lebih
menekankan substance over form? Mengapa demikian, karena adanya kalimat “namun
demikian, dalam pelaksanaannya semua transaksi dan dokumen terkait kerja sama
dengan pelanggan (pemilik proyek) tersebut secara nyata hanya dilakukan atas nama PT
X.” PT X di sini adalah anggota KSO/JO.
Di lain pihak, dalam kenyataan, tidak menutup kemungkinan, bahwa dalam perjanjian kerja
antara anggota KSO/JO atau antara KSO/JO dengan pemilik proyek atau pelanggan, diatur
bahwa:
 Untuk penyerahan BKP/JKP tertentu, dilakukan oleh KSO/JO;
www.futurumcorfinan.com
Page 13
 Untuk penyerahan BKP/JKP tertentu lainnya, dilakukan oleh anggota KSO/JO
tertentu (katakan PT X); dan
 Untuk penyerahan BKP/JKP tertentu lainnya, dilakukan oleh anggota KSO/JO
lainnya (katakan PT Y).
 Dan bahkan dimungkinkan dibentuk KSO/JO di dalam KSO/JO. Misalkan katakan
ada KSO/JO A, dan KSO/JO ABC, dimana dibentuk oleh KSO/JO A dengan PT B
dan PT C. KSO/JO A dan KSO/JO ABC, dituangkan dalam satu perjanjian kerja
sama dengan pihak pemilik proyek atau pelanggan, dimana output dan sumberdaya
dari KSO/JO A diperjanjikan dan diatur mesti diserahkan kepada KSO/JO ABC
guna pelaksanaan dan penyelesaian proyek dengan pemilik proyek atau pelanggan.
Penulis menangkap bahwa secara implisit Penjelasan Pasal 3 Ayat (2), memaksudkan
bahwa hanya ada satu alternatif saja yang diterima oleh PP No. 1/2012, yaitu bahwa
penyerahan BKP/JKP hanya dapat dilakukan oleh bentuk KSO/JO atau tidak sama
sekali. Jadi tidak dapat dalam satu perjanjian kerja, ada satu BKP/JKP yang diserahkan
oleh KSO/JO dan BKP/JKP lainnya diserahkan oleh anggota KSO/JO. Hal ini tampak
dalam kata-kata “dianggap” yang diberikan dalam paragraf berikut ini:
Apabila dalam rangka joint operation tersebut, PT ABC atau PT DEF atas
nama joint operation melakukan penyerahan langsung kepada pelanggan
(pemilik proyek), maka penyerahan tersebut dianggap sebagai penyerahan
dari PT ABC atau PT DEF kepada joint operation, sehingga PT ABC atau
PT DEF harus membuat Faktur Pajak kepada joint operation dan joint
operation membuat Faktur Pajak kepada pelanggan (pemilik proyek).
Menurut hemat penulis, ketentuan perpajakan sebaiknya tidak dapat meniadakan asas
kebebasan berkontrak (dalam hukum kontrak), fakta-fakta dan dokumen serta transaksi
yang sesungguhnya terjadi. Para anggota [pembentuk] KSO/JO tetap dapat mengatur
bahwa penyerahan untuk BKP/JKP tertentu dilakukan oleh anggota KSO/JO kepada
pihak pemilik proyek atau pelanggan dalam kontrak atau perjanjian kerja yang disepakati
dengan anggota KSO/JO lainnya dan dengan pemilik proyek atau pelanggan. Penyerahan
BKP/JKP yang memang dilakukan oleh anggota KSO/JO dan diatur demikian dalam
kontrak atau perjanjian dengan pihak pemilik proyek atau pelanggan, apakah bisa
ditiadakan oleh pihak pajak? Kata-kata “dianggap” menurut hemat penulis, menimbulkan
www.futurumcorfinan.com
Page 14
ketidakpastian, karena pihak pajak “secara sepihak” tanpa mempertimbangkan fakta dan
dokumen serta transaksi yang ada, dengan hanya berdasarkan ketentuan PP No. 1/2012
menyatakan bahwa penyerahan BKP/JKP yang dilakukan oleh anggota KSO/JO kepada
pemilik proyek atau pelanggan, tidak terjadi demikian, dan sebaliknya, “dianggap”
penyerahan BKP/JKP tersebut dari anggota KSO/JO kepada bentuk KSO/JO dan baru dari
KSO/JO kepada pihak pemilik proyek atau pelanggan. Apakah demikian hal yang terjadi
dalam kenyataannya?
Pemikiran penulis ini juga dilandasi bahwa bagaimanapun bentuk KSO/JO adalah suatu
bentuk kontrak, dan sama seperti kontrak pada umumnya, terdapat 5 (lima) asas yang
dikenal dalam ilmu hukum perdata, yaitu8
:
 Asas kebebasan berkontrak
 Asas konsensualisme
 Asas kepastian hukum (pacta sunt servanda)
 Asas itikad baik (good faith, geode trouw)
 Asas kepribadian (personalitas)
Disebutkan bahwa asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338
ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Asas ini merupakan suatu asas
yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
(1) membuat atau tidak membuat perjanjian;
(2) mengadakan perjanjian dengan siapa pun;
(3) menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, serta
(4) menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.
Asas kebebasan berkontrak yang dianut dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, para
pihak yang sepakat melakukan perjanjian dianggap mempunyai kedudukan yang seimbang
serta berada dalam situasi dan kondisi yang bebas menentukan kehendaknya untuk
melakukan perjanjian. Pasal tersebut seolah-olah membuat suatu pernyataan bahwa para
pihak diperbolehkan membuat perjanjian apa saja dan itu akan mengikat para pihak
8
H.S., Salim. Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak. Jakarta: Sinar Grafika. 2003.
Halaman 9.
www.futurumcorfinan.com
Page 15
yang sepakat sebagaimana mengikatnya undang-undang9
.
Hal kedua, terkait penyerahan BKP/JKP yang ditentukan dilakukan atas nama KSO/JO.
Bagaimana kita bisa sampai kepada kesimpulan demikian bahwa KSO/JO melakukan
penyerahan BKP/JKP?
Dalam dokumen dengan pihak pemilik proyek atau pelanggan, bisa saja digunakan “nama”
KSO yang memang mencantumkan nama [semua atau gabungan] anggota KSO/JO,
apakah ini lalu dapat diartikan bahwa penyerahan BKP/JKP dilakukan oleh KSO/JO?
Isu ini akan membawa kita kembali kepada pertanyaan, apakah bentuk KSO/JO yang
dimaksud PP No. 1/2012 dan apakah bentuk demikian dapat melakukan penyerahan
BKP/JKP.
Penulis mencoba melihat permasalahan ini pertama, dari sudut akuntansi dan pengenaan
pajak penghasilan terlebih dahulu, dan kedua dari sudut legal atau hukum berdasarkan
bacaan yang penulis temukan.
Pertama, dari sudut akuntansi dan pengenaan pajak penghasilan terlebih dahulu.
Kalau memang bentuk KSO/JO adalah pihak yang melakukan penyerahan BKP/JKP
berarti atas penyerahan tersebut perlu dibukukan dalam pembukuan KSO/JO yang secara
umum akan diartikan sebagai pendapatan yang diakui.
Bicara pendapatan, mau tidak mau, kita akan sampai pada apakah ada penghasilan kena
pajak? Penulis mendapatkan ketidakkonsistenan dalam hal ini.
Kecuali Kontrak Investasi Kolektif (KIK), Penjelasan Pasal 2 Ayat (1) Huruf b Undang-
undang No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-undang No. 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) tidak secara spesifik menyebutkan
bentuk apa saja yang termasuk dalam pengertian Bentuk Badan Lainnya sebagai Subyek
Pajak, namun dalam surat-surat penegasan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal
9
Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja. Seri Hukum Perikatan: Perikatan yang Lahir dari Perjanjian.
Jakarta, PT RajaGrafindo Persada. 2003. Halaman 34.
www.futurumcorfinan.com
Page 16
Pajak (Dirjen Pajak) yang bersifat private ruling, dinyatakan bahwa JO bukan merupakan
Subyek PPh Badan sehingga tidak diwajibkan menyampaikan SPT PPh Badan. Hal ini
berarti Pajak Penghasilan atas bentuk KSO/JO akan dikenakan pada level anggota
KSO/JO.
Bentuk KSO/JO yang bukan merupakan Subjek PPh Badan menurut surat Dirjen Pajak,
apakah memang karena pihak pajak menyadari walaupun bentuk KSO/JO yang
mempunyai kegiatan usaha (berbadan usaha, dan melakukan penyerahan BKP/JKP
sehingga merupakan Subjek PPN), namun karena tidak memiliki badan hukum terpisah,
maka PPh Badan tidak dapat dikenakan pada level bentuk KSO/JO? Artinya perlu ada
kegiatan usaha (dan karenanya mempunyai pendapatan dan penghasilan) ditambah
kegiatan usaha tersebut dilakukan dalam bentuk badan hukum terpisah, baru dapat
merupakan Subjek PPh Badan.
Mengingat bahwa bentuk KSO/JO merupakan bentuk kerja sama yang tidak memiliki
badan hukum terpisah dari para anggotanya, maka bentuk KSO/JO tidak termasuk
dalam pengertian Subjek PPh sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) UU PPh, dimana
Subjek Pajak Penghasilan adalah terdiri dari (i) Orang Pribadi, (ii) Warisan yang belum
terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak; (iii) Badan; dan (iv) Bentuk
Usaha Tetap.
Dengan demikian, Pajak Penghasilan akan dikenakan pada level anggota KSO/JO. Hal ini
tampak juga pada Huruf E angka 1e dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-
30/PJ/2013 tanggal 3 Juli 2013 tentang Pelaksanaan Pajak Penghasilan yang Bersifat
Final atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang Diterima
atau Diperoleh Wajib Pajak yang Usaha Pokoknya Melakukan Pengalihan Hak atas Tanah
dan/atau Bangunan dan Penentuan Jumlah Bruto Nilai Pengalihan Hak atas Tanah
dan/atau Bangunan oleh Wajib Pajak yang Melakukan Pengalihan Hak atas Tanah
dan/atau Bangunan, dimana disebutkan bahwa:
Dalam hal terdapat dua atau lebih Wajib Pajak yang usaha pokoknya
melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan bekerja sama
membentuk Kerja Sama Operasi (KSO)/Joint Operation (JO) melakukan
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan maka PPh Final atas
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dibayar oleh masing-
www.futurumcorfinan.com
Page 17
masing anggota KSO sesuai dengan bagian penghasilan yang diterima
masing-masing anggota.
Jadi di sini, jelas melalui SE-30/PJ/2013 tanggal 3 Juli 2013 ini, pihak pajak mengatur
bahwa bentuk KSO/JO tidak dapat dikenakan PPh Badan. Ini bisa kita simpulkan bahwa
pihak pajakpun tidak melihat bentuk KSO/JO sebagai suatu persekutuan perdata,
persekutuan firma, atau persekutuan komanditer. Kalau ia diperlakukan sebagai
persekutuan perdata, persekutuan firma, atau persekutuan komanditer, PPh akan
dikenakan di level persekutuan perdata, persekutuan firma, atau persekutuan komanditer,
dan bukan di level anggota persekutuan perdata, persekutuan firma, atau persekutuan
komanditer.
Secara implisit, apakah hal ini berarti, pihak pajak mengakui bahwa bentuk KSO/JO
merupakan bentuk yang tidak memiliki badan hukum terpisah dari para anggota KSO/JO?
Tetapi pertanyaan berikutnya, mengapa bentuk KSO/JO, yang tidak memiliki badan
hukum terpisah dari para anggota KSO/JO, bisa “dianggap” melakukan penyerahan
BKP/JKP kepada pihak ketiga?
Kita mau tidak mau melihat bagaimana bentuk KSO/JO ini dari sudut legal atau hukum.
Bentuk KSO/JO ini jelas merupakan kerja sama komersial berdasarkan kontraktual
(contractual non-equity partnership) dan bukan berdasarkan modal (equity partnership),
dimana para pihak dalam kerja sama ini (dapat terdiri dari orang pribadi maupun
perusahaan) dan kerja sama tersebut terjadi dalam bentuk hubungan kontraktual dan
bukan melalui pembentukan badan hukum/perusahaan terbatas yang dibentuk
khusus.
Untuk sudut pandang legal, penulis menggunakan riset tesis Christian F. Sinatra10
, dimana
disebutkan bahwa:
10
Sinatra, Christian F. Joint Operation Sebagai Subyek Dalam Kepailitan (Studi Kasus: Perkara No.
42/Pailit/2010/PN.JKT.PST jo. No. 740 K/PDT.SUS/2010). Fakultas Hukum Program Pascasarjana
Universitas Indonesia. Jakarta. Juni 2012. Halaman 7 dan 62.
Catatan penulis: penulis tidak menggunakan banyak tesis karena untuk tujuan penulisan artikel ini,
penulis hanya berhasil menemukan satu tesis terkait dengan pembahasan bentuk KSO/JO.
www.futurumcorfinan.com
Page 18
Sampai dengan saat ini, pengaturan mengenai bentuk badan usaha Joint
Operation belum diatur secara jelas dalam peraturan perundang-undangan di
Indonesia. Oleh karena itu banyak pendapat mempersepsikan bentuk badan
usaha Joint Operation disamakan dengan bentuk-bentuk badan usaha yang
sudah ada yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Kitab
Undang-undang Hukum Dagang.
…….. jelas terdapat kekosongan hukum mengenai pengaturan Joint
Operation. Tidak ada ketentuan hukum yang mengatur tentang status hukum
Joint Operation dan aturan hubungan hukumnya dengan pihak ketiga.
Bapak Christian F. Sinatra mengutarakan adanya 3 (tiga) pendapat yang berbeda terkait
bentuk hukum KSO/JO ini:
Pertama, menurut Putusan Mahkamah Agung No. 01 K/N/1999 tanggal 23 Februari
1999.11
Menimbang, bahwa dengan memperhatikan cara-cara pembentukan hukum pembentukan
Hutama Bina Maint Joint Operation yakni merupakan usaha bersama yang tidak berbadan
hukum antara PT. Hutama Karya dan PT. Bina Maint dengan tujuan mencari keuntungan
bersama dan masing-masing dengan perbandingan 60% dan 40%. Mahkamah Agung
berpendapat bahwa usaha bersama tersebut dapat dikategorikan sebagai sebuah
perseroan (yang tidak berbentuk badan hukum) sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
pasal 1618 BW, dan apabila diperhatikan cara penggunaan nama bersama yaitu Hutama
Bina Maint Joint Operation, maka perseroan yang merupakan usaha bersama dari para
Termohon kasasi dapat dikategorikan sebagai perseroan Firma sebagaimana dimaksud
dalam pasal 16 KUH Dagang.
Kedua, menurut Bapak M. Yahya Harahap12
:
11
Himpunan Putusan-putusan Mahkamah Agung Dalam Perkara Kepailitan Jilid 2 (Januari s/d April
1999). Jakarta: PT Tata Nusa. 1999. Halaman 9-10.
12
Mantan Hakim Agung pada Mahkamah Agung RI di depan persidangan perkara kepailitan No.
42/Pailit/2010/PN.Jkt.Pst tanggal 14 Juli 2010, antara Penta Ocean Co. Ltd sebagai Pemohon
melawan PT. Bali Turtle Island Development sebagai Termohon diajukan ahli dari Termohon untuk
menjelaskan mengenai badan usaha Joint Operation.
www.futurumcorfinan.com
Page 19
Ditinjau dari segi hukum perdata, JO hampir sama bentuknya dengan Persekutuan Perdata
(bugerlijke maatschap, civil partnership) yang diatur pada buku ketiga, bab ketujuh (Ps.
1618-1652 KUH Perdata).
Pada dasarnya JO bentuk dan strukturnya hampir sama dengan Persekutuan Perdata
(bugerlijke maatschap, civil partnership), dengan demikian JO dapat bertindak sebagai
person yang terpisah dari para peserta yang terikat dalam JOA (Joint Operation
Agreement). Oleh karena itu JO dapat bertindak mengadakan perikatan/perjanjian dengan
pihak ketiga untuk dan atas nama JO.
Dari dua pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Joint Operation adalah suatu
badan usaha tersendiri yang dibentuk oleh dua atau lebih badan usaha (catatan penulis,
kata yang digunakan adalah badan usaha tersendiri, dan bukan badan hukum
tersendiri).
Ketiga, menurut Majelis Hakim yang memeriksa perkara No.
42/Pailit/2010/PN.Niaga.Jkt.Pst jo. Putusan kasasi No. 740 K/Pdt.Sus.2010, berpendapat
bahwa Joint Operation adalah (terdiri dari) dua badan hukum yang berbeda yang memiliki
kewajiban dan hak-hak yang sama terhadap Pemohon dan bukan melahirkan suatu
badan hukum yang baru (bukan badan hukum ketiga), melainkan kedua badan hukum
di atas hanya bergabung untuk bekerja sama dalam melakukan pekerjaan yang namanya
disingkat menjadi Penta-SPU Joint Operation (JO). Di sini, majelis hakim lebih
menitikberatkan penjelasan Joint Operation pada aspek ada tidaknya badan hukum dari
Joint Operation, sedangkan pendapat dari kedua mantan Hakim Agung di atas, lebih
menitikberatkan pada aspek adanya suatu badan usaha tersendiri.
Jadi dari bacaan di atas, apakah ini dapat disimpulkan bahwa bentuk KSO/JO sampai
sekarang belum jelas di mata hukum?
Dari kedua sudut pandang di atas, apakah bisa kita simpulkan bahwa kita belum dapat
menyatakan secara tegas bahwa bentuk KSO/JO dapat melakukan penyerahan BKP/JKP,
mengingat bentuk KSO/JO tidak secara badan hukum terpisah dari para anggota KSO/JO.
www.futurumcorfinan.com
Page 20
Selanjutnya, penulis ingin menilik lebih jauh terkait bagaimana akuntan melihat bentuk
KSO/JO ini dan bagaimana perlakukan akuntansi atas transaksi antara anggota KSO/JO
dengan KSO/JO itu sendiri.
Di sini, penulis berpijak pada International Financial Reporting Standards (IFRS) yang saat
ini sudah dan sedang diadopsi ke dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK).
Sebagai latar belakang, pada bulan Mei 2011, International Accounting Standards Board
menerbitkan IFRS 11 berjudul Joint Arrangements, dimana IFRS kemudian diadopsi di
Indonesia dengan judul PSAK No. 66 berjudul “Pengaturan Bersama”. IFRS 11
menggantikan IAS 31 Interests in Joint Ventures yang sudah ada sejak tahun 1990 dengan
beberapa perubahan terakhir pada tahun 2003. IAS 31 ini diadopsi ke PSAK No. 12 (revisi
2009) berjudul “Bagian Partisipasi dalam Ventura Bersama”. PSAK 66 menggantikan
PSAK 12 (revisi 2009).
Alasan penggantian IAS 31/PSAK 12 (revisi 2009) dengan IFRS 11/PSAK 66 adalah
karena IAS 31/PSAK 12 (revisi 2009) memiliki kelemahan dimana struktur dari joint venture
menjadi satu-satunya penentu bagi perlakuan akuntansinya. Kalau joint venture
melibatkan pendirian suatu perseroan terbatas, persekutuan, atau entitas lainnya (catatan:
terpisah secara hukum dari para venturer) yang mana setiap venturer mempunyai bagian
partisipasi, maka joint venture tersebut disebut sebagai Pengendalian Bersama Entitas
(PBE, jointly controlled entity). Sedangkan, kalau tidak melibatkan pendirian suatu
perseroan terbatas, persekutuan, atau entitas lainnya, atau suatu struktur keuangan yang
terpidah dari pihak venturer, maka ia masuk dalam kategori Pengendalian Bersama
Operasi (PBO, jointly controlled operation) dan Pengendalian Bersama Aset (PBA, jointly
controlled assets), sebagaimana ditunjukkan di bawah ini13
.
13
Presentasi IFRS 11 Joint Arrangements. Project Summary and Feedback Statement. May 2011.
Halaman 5.
www.futurumcorfinan.com
Page 21
Joint arrangement sendiri menurut ketentuan IFRS 11/PSAK 66 memiliki karakteristik
bahwa:
(a) para pihak terikat oleh suatu pengaturan kontraktual (contractual arrangement);
dan
(b) pengaturan kontraktual memberikan pengendalian bersama (joint control) kepada
dua atau lebih pihak dalam pengaturan tersebut. Pengendalian bersama
didefinisikan sebagai persetujuan kontraktual untuk berbagi pengendalian atas
suatu pengaturan, yang ada hanya ketika keputusan mengenai aktivitas relevan
mensyaratkan persetujuan dengan suara bulat dari seluruh pihak yang berbagi
pengendalian.
Jadi joint arrangement dalam IFRS 11/PSAK 66 mensyaratkan kehadiran pengaturan
kontraktual dan joint control14
. Adanya 2 syarat ini kemungkinan mengakibatkan banyak
14
Di sini penulis tidak akan membahas panjang lebar terkait kehadiran joint control dalam joint
arrangement, karena menurut penulis, ini adalah hal yang sewajarnya ada kalau memang yang
dimaksud adalah KSO/JO sesungguhnya (atau istilah penulis “true KSO/JO”).
Dalam praktik bisnis, pertukaran kepentingan para pihak senantiasa dituangkan dalam bentuk
perjanjian tertulis mengingat setiap langkah bisnis adalah langkah hukum. Upaya mencari makna
proporsionalitas merupakan proses yang tidak mudah, bahkan seringkali tumpah tindih dalam
pemahamannya dengan asas keseimbangan. Pada hakekatnya asas keseimbangan dan asas
www.futurumcorfinan.com
Page 22
bentuk KSO/JO yang kita kenal dalam praktik, belum tentu masuk kategori KSO/JO atau
Joint Venture menurut ketentuan IFRS 11/PSAK 66.
Sesuatu yang baru dalam IFRS 11/PSAK 66, dibandingkan IAS 31/PSAK 12 (revisi 2009),
adalah bahwa dalam IFRS 11/PSAK 66 memungkinkan bahwa joint arrangement yang
proporsionalitas tidak dapat dipisahkan keberadaannya dalam perjanjian Kerjasama Operasional
(KSO).
Perjanjian KSO yang bersubstansi asas proporsionalitas adalah perjanjian yang memberikan
pengakuan terhadap hak, peluang dan kesempatan yang sama kepada para pihak yang
menentukan pertukaran yang adil bagi semua pihak. Kesamaan bukan dalam arti kesamaan hasil
melainkan pada posisi para pihak yang mengandaikan kesetaraan kedudukan dan hak (equitability)
atau prinsip kesamaan dan kesetaraan hak.
Perlu digarisbawahi bahwa keadilan tidak selalu berarti para pihak harus selalu memperoleh
sesuatu dalam jumlah yang sama. Dalam perjanjian KSO dimungkinkan adanya hasil akhir yang
berbeda.
Dengan asumsi dasar bahwa karakter perjanjian KSO sebagai suatu perjanjian komersial yang
menempatkan posisi para pihak yang mengikatkan diri pada kesetaraan hak dan kewajiban yang
proporsional. Dengan demikian, tujuan dari para pihak yang berorientasi pada keuntungan bisnis
dapat terwujud.
(Catatan: lihat Tesis Bapak Dody Safnul dari Universitas Sumatera Utama berjudul “Kedudukan
Para Pihak Dalam Kerjasama Operasional Antara PT. Adhi Karya (PERSERO) Tbk Dengan PT.
Duta Graha Indah Tbk Terhadap Pekerjaan Taxiway Pembangunan Bandar Udara Internasional -
Kuala Namu” tertanggal 25 Juli 2011. Bab II. Kedudukan PT. Adhi Karya (Persero) Tbk dengan PT.
Duta Graha Indah Tbk sebagai Para Pihak dalam Perjanjian Kerjasama Operasional (KSO)
Pekerjaan Taxiway Pembangunan Bandara Internasional Kuala Namu. Diunduh pada tanggal 16
Oktober 2014 dari situs
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27973/3/Chapter%20II.pdf.)
Hadirnya pengendalian bersama (joint control) dalam perjanjian KSO/JO (baca : KSO/JO
sesungguhnya) mestinya secara alami hadir dalam bentuk KSO/JO, karena kalau tidak, berarti salah
satu pihak sebagai pengendali, atau kemungkinan semua pihak tidak memiliki pengendalian mutlak,
atau hanya memiliki pengaruh signifikan atau bahkan sekedar merupakan investasi saja.
Hadirnya joint control tampak juga dalam definisi joint venture dari Black’s Law Dictionary, sebagai
berikut:
Joint venture: a business undertaking by two or more persons engaged in a single defined project.
The necessary elements are: (1) an express or implied agreement; (2) a common purpose that the
group intends to carry out; (3) shared profits and losses; and (4) each member’s equal voice in
controlling the project. Also terms joint adventure; joint enterprise. Cf Partnership; Strategic
Alliance; Venture [Cases: Joint Adventure].
“There is some difficulty in determing when the legal relationship of joint venture exists, with
authorities disagreeing as to the essential elements….The joint venture is not as much o an entity as
is a partnership.” Henry G. Henn & John R. Alexander, Laws of Corporations. 49, at 106 (3d ed.
1983).
Garner, Bryan A. (Editor in Chief). Black’s Law Dictionary. Edisi kesembilan. St. Paul (USA): West
Publishing Co., a Thomson Reuters business. 2009. Halaman 915.
www.futurumcorfinan.com
Page 23
pembentukannya melibatkan kendaraan terpisah (separate vehicle) untuk dikategorikan
sebagai joint operation atau joint venture. Sedangkan joint arrangement yang tidak
dibentuk melalui kendaraan terpisah (separate vehicle) pasti merupakan operasi
bersama (joint operation), sebagaimana tergambar di bawah ini15
.
Kendaraan terpisah (separate vehicle) didefinisikan sebagai bentuk struktur keuangan
yang dapat diidentifikasikan secara terpisah, mencakup entitas hukum terpisah atau
entitas yang diakui oleh undang-undang, terlepas dari apakah entitas tersebut memiliki
subjek hukum. Apakah ini dapat diartikan bahwa “separate vehicle” dimaksudkan lebih luas
dari semata-mata “separate legal entity”? Tampaknya dapat disimpulkan demikian.
Sebagaimana diutarakan di atas, joint arrangement yang aset dan liabilitas yang terkait
dengan pengaturan dimiliki dalam kendaraan terpisah, dapat berupa ventura bersama (joint
venture) atau operasi bersama (joint operation). Ketika para pihak membentuk suatu joint
arrangement dalam kendaraan terpisah, para pihak harus menaksir apakah bentuk hukum
15
Presentasi IFRS 11 Joint Arrangements. Project Summary and Feedback Statement. May 2011.
Halaman 7.
www.futurumcorfinan.com
Page 24
atas kendaraan terpisah, persyaratan pengaturan kontraktual dan jika relevan, fakta dan
keadaan lain apakah memberikan kepada para pihak venturer:
 Hak atas aset, dan kewajiban atas liabilitas, yang terkait dengan pengaturan
(kalau iya, dalam hal ini berarti joint arrangement tersebut adalah operasi bersama
(joint operation)); atau
 Hak atas aset neto pengaturan (kalau iya, dalam hal ini berarti joint arrangement
tersebut adalah ventura bersama (joint venture)).
Dengan demikian, kita melihat bahwa:
 Operasi bersama (joint operation) adalah pengaturan bersama yang mengatur
bahwa para pihak yang memiliki pengendalian bersama atas pengaturan memiliki
hak atas aset dan kewajiban terhadap liabilitas terkait dengan pengaturan
tersebut. Dalam kasus tersebut, pengaturan kontraktual membentuk hak para pihak
atas aset dan kewajibannya terhadap liabilitas yang terkait dengan pengaturan, dan
hak para pihak atas pendapatannya terkait dan kewajiban terhadap beban terkait.
 Ventura bersama (joint venture) adalah pengaturan bersama yang mengatur bahwa
para pihak yang memiliki pengendalian bersama atas pengaturan memiliki hak atas
aset neto pengaturan tersebut.
Sesuai dengan pembatasan masalah, penulis akan fokus kepada bentuk KSO/JO saja, dan
tidak pada Joint Venture. Perlu diperhatikan di sini bahwa IFRS 11/PSAK 66 membedakan
antara KSO/JO dengan Joint Venture. Jadi mereka adalah 2 hal yang sangat berbeda.
Bentuk KSO/JO bisa mencakup bentuk PBO dan PBA, atau bahkan PBE dalam IAS 31
atau PSAK 12 (revisi 2009).
Selanjutnya, kita lihat bagaimana perlakuan akuntansi kalau ada transaksi yang terjadi
antara pihak anggota KSO/JO dengan KSO/JO-nya sendiri.
IFRS 11/PSAK 66 menyebutkan ada 2 pengaturan akuntansi untuk transaksi antara
anggota KSO/JO dengan KSO/JO-nya, yaitu:
www.futurumcorfinan.com
Page 25
 Terkait penjualan atau kontribusi aset dari anggota KSO/JO kepada KSO/JO (atau
dikenal sebagai transaksi “downstream”)16
.
Diatur bahwa ketika joint operator (yaitu anggota KSO/JO, misalkan PT A)
melakukan transaksi dengan KSO/JO (misalkan KSO/JO ini dibentuk oleh 2 joint
operator, yaitu PT A dan PT B), maka joint operator tersebut melakukan transaksi
dengan pihak lain (yaitu anggota KSO/JO lainnya, misalkan PT B) dalam KSO/JO
tersebut, dan, dengan demikian, joint operator PT A tersebut mengakui keuntungan
dan kerugian yang dihasilkan dari transaksi tersebut hanya sebatas kepentingan
para pihak (dalam hal ini PT B) dalam KSO/JO.
 Terkait pembelian aset oleh anggota KSO/JO dari KSO/JO (atau umum dikenal
sebagai transaksi “upstream”).
Diatur bahwa ketika joint operator KSO/JO (misalkan PT A sebagai anggota
KSO/JO) melakukan transaksi dengan KSO/JO, PT A tersebut tidak dapat
mengakui bagian keuntungan dan kerugiannya sampai PT A menjual kembali aset
tersebut kepada pihak ketiga.
Dari ketentuan akuntansi di atas, dapat kita lihat bahwa:
 Dalam hal terjadi transaksi penjualan dari anggota KSO/JO ke KSO/JO maka ini
diperlakukan seperti transaksi antara satu anggota KSO/JO dengan anggota
KSO/JO lainnya, dan bukan seperti transaksi antara anggota KSO/JO dengan
KSO/JO itu sendiri.
 Dalam hal terjadi penjualan dari KSO/JO ke anggota KSO/JO maka ini diperlakukan
seperti transfer antara satu departemen atau bagian ke departmen atau bagian
16
Kalau diperhatikan ketentuan akuntansi untuk transaksi “downstream” dalam IFRS 11 atau PSAK
66 mengalami perubahan dibandingkan dengan IAS 31 atau PSAK 12 (revisi 2009), dimana dalam
PSAK yang lama mewajibkan adanya pengalihan manfaat dan risiko (risks and rewards), namun
karena ini sudah tidak sesuai dengan model berbasis pengendalian (a control-based model) yang
prinsip mana digunakan dalam IFRS 10 “Consolidated Financial Statements”/PSAK 65 dan IFRS
11/PSAK 66.
Jika venturer mengkontribusikan atau menjual aset kepada ventura bersama, maka pengakuan
bagian keuntungan atau kerugian dari transaksi mencerminkan substansi dari transaksi tersebut.
Ketika aset dipertahankan oleh ventura bersama, dan dengan syarat venturer telah mengalihkan
manfaat dan risiko signifikan dari kepemilikan aset, maka venturer hanya mengakui bagian
keuntungan atau kerugian yang dapat diatribuskan ke bagian partisipasi venturer lainnya. [paragraf
44 PSAK 12 (revisi 2009)]
www.futurumcorfinan.com
Page 26
lainnya dalam satu perusahaan yang sama, sehingga tidak boleh dilakukan
pengakuan laba atau rugi dari penjualan tersebut hingga anggota KSO/JO
menjualnya kembali ke pihak ketiga. Dengan demikian, pengakuan laba atau rugi
tersebut perlu ditunda hingga keseluruhan laba atau rugi dari transaksi internal itu
sebelumnya menjadi terealisasi (realized), yaitu aset dijual keluar dari anggota
KSO/JO tersebut.
Kedua, bagaimana dengan pembukuan KSO/JO sendiri?
Dalam IFRS 11/PSAK 66, penulis tidak menemukan ketentuan terkait pembukuan KSO/JO.
Namun demikian, kita bisa melihat hal ini secara implisit dari ketentuan paragraf 21 PSAK
66 dimana menyebutkan bahwa operator bersama (joint operator) mencatat aset, liabilitas,
pendapatan dan beban terkait dengan kepentingannya dalam joint operation sesuai
dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang dapat diterapkan untuk aset, liabilitas,
pendapatan dan beban tertentu. Dengan demikian, dari sudut pandang joint operator, aset,
liabilitas, pendapatan dan beban dalam pembukuan KSO/JO akan merupakan juga aset,
liabilitas, pendapatan dan beban joint operator sesuai dengan hak dan kewajiban yang
diatur dalam pengaturan kontraktual, dan tidak perlu ada penyesuaian (adjustment) apa-
apa.
Di samping itu, karena joint operator dapat saja menggunakan asetnya sendiri dalam
KSO/JO, dan ia tetap mempertahankan kepemilikan atau kendali penuh atas aset tersebut
dan secara pribadi bertanggungjawab atas kewajiban yang ada, maka tidak akan ada
pengaruh akuntansi atas joint operator mengingat bahwa ia mempertahankan aset dan
liabilitas tersebut dalam neraca joint operator.
Namun demikian, dalam PSAK 12 (revisi 2009) atau IAS 31, ada diatur khusus pembukuan
Pengendalian Bersama Operasi dan Pengendalian Bersama Aset yang dalam PSAK 66
atau IFRS 11 akan masuk dalam kategori KSO/JO, sebagaimana ditunjukkan di bawah
ini17
.
17
EY Issue 1/May 2011. IASB Issues Three New Standards: Consolidated Financial Statements,
Joint Arrangements, and Disclosures of Interests in Other Entities. Halaman 3.
www.futurumcorfinan.com
Page 27
Terkait catatan akuntansi dan laporan keuangan Pengendalian Bersama Operasi, PSAK 12
(revisi 2009) paragraf 14 menjelaskan bahwa:
 Catatan akuntansi terpisah dapat tidak disyaratkan;
 Laporan keuangan PBO dapat tidak disusun; dan
 Pihak venturer dapat menyusun pertanggung-jawaban manajemen (management
reporting) untuk aktivitas PBO sehingga pihak venturer dapat menilai kinerja joint
venture tersebut untuk 1 (satu) periode atau beberapa periode.
Terkait catatan akuntansi dan laporan keuangan Pengendalian Bersama Aset (PBA),
PSAK 12 (revisi 2009) paragraf 20 menjelaskan bahwa perlakuan atas PBA mencerminkan
substansi dan realitas ekonomi dan, biasanya, bentuk hukum dari joint venture. Di samping
itu,
 Catatan akuntansi terpisah untuk PBA dapat dibatasi untuk beban bersama venturer,
dan pada akhirnya ditanggung oleh venturer sesuai dengan bagian yang disetujui.
 Laporan keuangan dapat tidak disusun untuk joint venture, meskipun venturer
dapat menyusun laporan pertanggungjawaban manajemen sehingga pihak venturer
dapat menilai kinerja joint venture tersebut untuk 1 (satu) periode atau beberapa
periode.
Di sini, mengingat laporan pertanggung-jawaban manajemen bersifat laporan internal,
maka bentuk, format, isi, dan periode pertanggung-jawaban dapat disesuaikan dengan
kesepakatan para venturer, termasuk apakah PBO atau PBA tersebut diperlakukan
www.futurumcorfinan.com
Page 28
sebagai suatu pusat pendapatan (revenue centre), pusat biaya (cost centre) atau pusat
laba (profit centre).
Dari hal yang diutarakan di atas, tampak bahwa bentuk KSO/JO tidak ada kewajiban untuk
membuat pembukuan, dan kalaupun dibuat, ini semata-mata untuk laporan
pertanggungjawaban manajemen untuk keperluan ke pihak anggota KSO/JO.
Kesimpulan
Dari keseluruhan pembahasan di atas, termasuk dari melihat peraturan perpajakan yang
terkait, beberapa pertimbangan majelis hakim dan ahli saksi serta standar akuntansi yang
berlaku saat ini (IFRS dan PSAK), penulis belum mendapatkan suatu landasan yang kuat
untuk memahami mengapa pihak pemerintah melalui PP No. 1/2012 bisa menyatakan
bahwa bentuk KSO/JO adalah Subjek PPN.
Menurut hemat penulis, hendaknya pengaturan perpajakan bisa selalu mempertimbangkan
aspek-aspek di luar ranah perpajakan, termasuk pengakuan badan hukum serta akuntansi.
Perlu dipertimbangkan mengingat bahwa bentuk KSO/JO karena tidak berbentuk badan
hukum terpisah dari para anggota KSO/JO, maka pengenaan PPN hanya dikenakan pada
anggota KSO/JO, sama seperti pengenaan PPh pada level anggota KSO/JO yang sudah
diatur oleh ketentuan pajak yang ada.
~~~~~~ ####### ~~~~~~
www.futurumcorfinan.com
Page 29
Disclaimer
This material was produced by and the opinions expressed are those of FUTURUM as of the date of
writing and are subject to change. The information and analysis contained in this publication have
been compiled or arrived at from sources believed to be reliable but FUTURUM does not make any
representation as to their accuracy or completeness and does not accept liability for any loss arising
from the use hereof. This material has been prepared for general informational purposes only and is
not intended to be relied upon as accounting, tax, or other professional advice. Please refer to your
advisors for specific advice.
This document may not be reproduced either in whole, or in part, without the written permission of
the authors and FUTURUM. For any questions or comments, please post it at
www.futurumcorfinan.com
© FUTURUM. All Rights Reserved

More Related Content

What's hot

Pemilikan tidak langsung & saling memiliki saham
Pemilikan tidak langsung & saling memiliki sahamPemilikan tidak langsung & saling memiliki saham
Pemilikan tidak langsung & saling memiliki sahamDiah Arini Retno Sari
 
Kekuasaan korporat
Kekuasaan korporatKekuasaan korporat
Kekuasaan korporatHerry Ansyah
 
Dian ayu lestari akuntansi keuangan lanjutan 2-metode ekuitas
Dian ayu lestari akuntansi keuangan lanjutan 2-metode ekuitasDian ayu lestari akuntansi keuangan lanjutan 2-metode ekuitas
Dian ayu lestari akuntansi keuangan lanjutan 2-metode ekuitasNeng Ayu Lestari
 
makalah Pajak penghasilan pasal 21
makalah Pajak penghasilan pasal 21makalah Pajak penghasilan pasal 21
makalah Pajak penghasilan pasal 21Fitri Bersahabat
 
Portofolio investasi-bab-4-return-yang-diharapkan-resiko-portofolio
Portofolio investasi-bab-4-return-yang-diharapkan-resiko-portofolioPortofolio investasi-bab-4-return-yang-diharapkan-resiko-portofolio
Portofolio investasi-bab-4-return-yang-diharapkan-resiko-portofolioJudianto Nugroho
 
Psak 26-biaya-pinjaman-ias-23-140212
Psak 26-biaya-pinjaman-ias-23-140212Psak 26-biaya-pinjaman-ias-23-140212
Psak 26-biaya-pinjaman-ias-23-140212Sri Apriyanti Husain
 
Jurnal Hadri Kusuma Tentang Ukuran Perusahaan
Jurnal Hadri Kusuma Tentang Ukuran PerusahaanJurnal Hadri Kusuma Tentang Ukuran Perusahaan
Jurnal Hadri Kusuma Tentang Ukuran PerusahaanTrisnadi Wijaya
 
PENGANGGARAN MODAL.pptx
PENGANGGARAN MODAL.pptxPENGANGGARAN MODAL.pptx
PENGANGGARAN MODAL.pptxDiam10
 
Absorption and Variable Cost
Absorption and Variable CostAbsorption and Variable Cost
Absorption and Variable CostPT Lion Air
 
Akuntansi keuangan-lanjutan-1
Akuntansi keuangan-lanjutan-1Akuntansi keuangan-lanjutan-1
Akuntansi keuangan-lanjutan-1car nadi
 
Akuntansi investasi saham jk pendek & jk panjang
Akuntansi investasi saham jk pendek & jk panjangAkuntansi investasi saham jk pendek & jk panjang
Akuntansi investasi saham jk pendek & jk panjangSidik Abdullah
 
Manajemen keuangan bab 05
Manajemen keuangan bab 05Manajemen keuangan bab 05
Manajemen keuangan bab 05Lia Ivvana
 
Perbedaan maaschap, fa dan cv
Perbedaan maaschap, fa dan cvPerbedaan maaschap, fa dan cv
Perbedaan maaschap, fa dan cvsastri hasnur
 
PPN Saat & Tempat Terutang
PPN   Saat & Tempat TerutangPPN   Saat & Tempat Terutang
PPN Saat & Tempat Terutangkaromah95
 

What's hot (20)

MAKALAH SARBANES-OXLEY ACT OF 2002
MAKALAH SARBANES-OXLEY ACT OF 2002MAKALAH SARBANES-OXLEY ACT OF 2002
MAKALAH SARBANES-OXLEY ACT OF 2002
 
Pemilikan tidak langsung & saling memiliki saham
Pemilikan tidak langsung & saling memiliki sahamPemilikan tidak langsung & saling memiliki saham
Pemilikan tidak langsung & saling memiliki saham
 
penggabungan usaha
penggabungan usahapenggabungan usaha
penggabungan usaha
 
Kekuasaan korporat
Kekuasaan korporatKekuasaan korporat
Kekuasaan korporat
 
Pertemuan 7
Pertemuan 7Pertemuan 7
Pertemuan 7
 
Dian ayu lestari akuntansi keuangan lanjutan 2-metode ekuitas
Dian ayu lestari akuntansi keuangan lanjutan 2-metode ekuitasDian ayu lestari akuntansi keuangan lanjutan 2-metode ekuitas
Dian ayu lestari akuntansi keuangan lanjutan 2-metode ekuitas
 
makalah Pajak penghasilan pasal 21
makalah Pajak penghasilan pasal 21makalah Pajak penghasilan pasal 21
makalah Pajak penghasilan pasal 21
 
Eva dan roi
Eva dan roiEva dan roi
Eva dan roi
 
Portofolio investasi-bab-4-return-yang-diharapkan-resiko-portofolio
Portofolio investasi-bab-4-return-yang-diharapkan-resiko-portofolioPortofolio investasi-bab-4-return-yang-diharapkan-resiko-portofolio
Portofolio investasi-bab-4-return-yang-diharapkan-resiko-portofolio
 
Psak 26-biaya-pinjaman-ias-23-140212
Psak 26-biaya-pinjaman-ias-23-140212Psak 26-biaya-pinjaman-ias-23-140212
Psak 26-biaya-pinjaman-ias-23-140212
 
Jurnal Hadri Kusuma Tentang Ukuran Perusahaan
Jurnal Hadri Kusuma Tentang Ukuran PerusahaanJurnal Hadri Kusuma Tentang Ukuran Perusahaan
Jurnal Hadri Kusuma Tentang Ukuran Perusahaan
 
PENGANGGARAN MODAL.pptx
PENGANGGARAN MODAL.pptxPENGANGGARAN MODAL.pptx
PENGANGGARAN MODAL.pptx
 
Absorption and Variable Cost
Absorption and Variable CostAbsorption and Variable Cost
Absorption and Variable Cost
 
Akuntansi keuangan-lanjutan-1
Akuntansi keuangan-lanjutan-1Akuntansi keuangan-lanjutan-1
Akuntansi keuangan-lanjutan-1
 
Akuntansi investasi saham jk pendek & jk panjang
Akuntansi investasi saham jk pendek & jk panjangAkuntansi investasi saham jk pendek & jk panjang
Akuntansi investasi saham jk pendek & jk panjang
 
Merger dan akuisisi
Merger dan akuisisiMerger dan akuisisi
Merger dan akuisisi
 
Manajemen keuangan bab 05
Manajemen keuangan bab 05Manajemen keuangan bab 05
Manajemen keuangan bab 05
 
Perbedaan maaschap, fa dan cv
Perbedaan maaschap, fa dan cvPerbedaan maaschap, fa dan cv
Perbedaan maaschap, fa dan cv
 
PPh 22, 23 dan 4 ayat (2)
PPh 22, 23 dan 4 ayat (2)PPh 22, 23 dan 4 ayat (2)
PPh 22, 23 dan 4 ayat (2)
 
PPN Saat & Tempat Terutang
PPN   Saat & Tempat TerutangPPN   Saat & Tempat Terutang
PPN Saat & Tempat Terutang
 

Viewers also liked

Defenisi kso
Defenisi ksoDefenisi kso
Defenisi ksosuryamuda
 
Silabus training jo jv psak 66 dan perpajakan (18 11-2015)
Silabus training jo jv psak 66 dan perpajakan (18 11-2015)Silabus training jo jv psak 66 dan perpajakan (18 11-2015)
Silabus training jo jv psak 66 dan perpajakan (18 11-2015)mputrawal
 
Financial modeling corporate finance perspective (18 11-2015)
Financial modeling  corporate finance perspective (18 11-2015)Financial modeling  corporate finance perspective (18 11-2015)
Financial modeling corporate finance perspective (18 11-2015)mputrawal
 
Teaser buku - analisa transfer pricing - aset tak berwujud (intangibles)-
Teaser buku - analisa transfer pricing - aset tak berwujud (intangibles)-Teaser buku - analisa transfer pricing - aset tak berwujud (intangibles)-
Teaser buku - analisa transfer pricing - aset tak berwujud (intangibles)-Futurum2
 
Teaser buku ventura bersama (joint venture) – panduan akuntansi psak 12 (re...
Teaser buku   ventura bersama (joint venture) – panduan akuntansi psak 12 (re...Teaser buku   ventura bersama (joint venture) – panduan akuntansi psak 12 (re...
Teaser buku ventura bersama (joint venture) – panduan akuntansi psak 12 (re...mputrawal
 
{REKAP} Metodologi Desain Kelompok 9
{REKAP} Metodologi Desain Kelompok 9{REKAP} Metodologi Desain Kelompok 9
{REKAP} Metodologi Desain Kelompok 9windaasari
 
Dan brown bentengdigital.pdf
Dan brown bentengdigital.pdfDan brown bentengdigital.pdf
Dan brown bentengdigital.pdftengkiu
 
Psak 12 bagian-partisipasi-dalam-ventura-bersama
Psak 12 bagian-partisipasi-dalam-ventura-bersamaPsak 12 bagian-partisipasi-dalam-ventura-bersama
Psak 12 bagian-partisipasi-dalam-ventura-bersamaSri Apriyanti Husain
 
Jenis jenis badan usaha
Jenis jenis badan usahaJenis jenis badan usaha
Jenis jenis badan usahaTeddy Teddy
 
Skema kerjasama jo-jv - gambaran umum dalam real estate
Skema kerjasama jo-jv - gambaran umum dalam real estateSkema kerjasama jo-jv - gambaran umum dalam real estate
Skema kerjasama jo-jv - gambaran umum dalam real estateFuturum2
 
Akuntansi Aset lainnya - PEMDA
Akuntansi Aset lainnya - PEMDAAkuntansi Aset lainnya - PEMDA
Akuntansi Aset lainnya - PEMDAMahyuni Bjm
 
Proyek remodel refresh di sektor ritel kapitalisasi vs dibiayakan psak ias 1...
Proyek remodel refresh di sektor ritel  kapitalisasi vs dibiayakan psak ias 1...Proyek remodel refresh di sektor ritel  kapitalisasi vs dibiayakan psak ias 1...
Proyek remodel refresh di sektor ritel kapitalisasi vs dibiayakan psak ias 1...Futurum2
 
Transfer fungsi bisnis dalam satu grup - kena pajakkah
Transfer fungsi bisnis dalam satu grup - kena pajakkahTransfer fungsi bisnis dalam satu grup - kena pajakkah
Transfer fungsi bisnis dalam satu grup - kena pajakkahFuturum2
 
Isu penentuan tarif royalti dalam transfer pricing (mentahan untuk dimuat di ...
Isu penentuan tarif royalti dalam transfer pricing (mentahan untuk dimuat di ...Isu penentuan tarif royalti dalam transfer pricing (mentahan untuk dimuat di ...
Isu penentuan tarif royalti dalam transfer pricing (mentahan untuk dimuat di ...Futurum2
 
Catatan kecil atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 tentang ...
Catatan kecil atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 tentang ...Catatan kecil atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 tentang ...
Catatan kecil atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 tentang ...Futurum2
 
Tiga ilustrasi struktur perencanaan pajak pada perusahaan multinasional
Tiga ilustrasi struktur perencanaan pajak pada perusahaan multinasionalTiga ilustrasi struktur perencanaan pajak pada perusahaan multinasional
Tiga ilustrasi struktur perencanaan pajak pada perusahaan multinasionalFuturum2
 
Transfer pricing suatu pemahaman awal (short version)
Transfer pricing suatu pemahaman awal (short version)Transfer pricing suatu pemahaman awal (short version)
Transfer pricing suatu pemahaman awal (short version)Futurum2
 
Metode dcf dalam penilaian aktiva tak berwujud untuk tujuan transfer pricing ...
Metode dcf dalam penilaian aktiva tak berwujud untuk tujuan transfer pricing ...Metode dcf dalam penilaian aktiva tak berwujud untuk tujuan transfer pricing ...
Metode dcf dalam penilaian aktiva tak berwujud untuk tujuan transfer pricing ...Futurum2
 
Silabus financial analysis rev 1 (18 11-2015)
Silabus financial analysis rev 1 (18 11-2015)Silabus financial analysis rev 1 (18 11-2015)
Silabus financial analysis rev 1 (18 11-2015)mputrawal
 

Viewers also liked (19)

Defenisi kso
Defenisi ksoDefenisi kso
Defenisi kso
 
Silabus training jo jv psak 66 dan perpajakan (18 11-2015)
Silabus training jo jv psak 66 dan perpajakan (18 11-2015)Silabus training jo jv psak 66 dan perpajakan (18 11-2015)
Silabus training jo jv psak 66 dan perpajakan (18 11-2015)
 
Financial modeling corporate finance perspective (18 11-2015)
Financial modeling  corporate finance perspective (18 11-2015)Financial modeling  corporate finance perspective (18 11-2015)
Financial modeling corporate finance perspective (18 11-2015)
 
Teaser buku - analisa transfer pricing - aset tak berwujud (intangibles)-
Teaser buku - analisa transfer pricing - aset tak berwujud (intangibles)-Teaser buku - analisa transfer pricing - aset tak berwujud (intangibles)-
Teaser buku - analisa transfer pricing - aset tak berwujud (intangibles)-
 
Teaser buku ventura bersama (joint venture) – panduan akuntansi psak 12 (re...
Teaser buku   ventura bersama (joint venture) – panduan akuntansi psak 12 (re...Teaser buku   ventura bersama (joint venture) – panduan akuntansi psak 12 (re...
Teaser buku ventura bersama (joint venture) – panduan akuntansi psak 12 (re...
 
{REKAP} Metodologi Desain Kelompok 9
{REKAP} Metodologi Desain Kelompok 9{REKAP} Metodologi Desain Kelompok 9
{REKAP} Metodologi Desain Kelompok 9
 
Dan brown bentengdigital.pdf
Dan brown bentengdigital.pdfDan brown bentengdigital.pdf
Dan brown bentengdigital.pdf
 
Psak 12 bagian-partisipasi-dalam-ventura-bersama
Psak 12 bagian-partisipasi-dalam-ventura-bersamaPsak 12 bagian-partisipasi-dalam-ventura-bersama
Psak 12 bagian-partisipasi-dalam-ventura-bersama
 
Jenis jenis badan usaha
Jenis jenis badan usahaJenis jenis badan usaha
Jenis jenis badan usaha
 
Skema kerjasama jo-jv - gambaran umum dalam real estate
Skema kerjasama jo-jv - gambaran umum dalam real estateSkema kerjasama jo-jv - gambaran umum dalam real estate
Skema kerjasama jo-jv - gambaran umum dalam real estate
 
Akuntansi Aset lainnya - PEMDA
Akuntansi Aset lainnya - PEMDAAkuntansi Aset lainnya - PEMDA
Akuntansi Aset lainnya - PEMDA
 
Proyek remodel refresh di sektor ritel kapitalisasi vs dibiayakan psak ias 1...
Proyek remodel refresh di sektor ritel  kapitalisasi vs dibiayakan psak ias 1...Proyek remodel refresh di sektor ritel  kapitalisasi vs dibiayakan psak ias 1...
Proyek remodel refresh di sektor ritel kapitalisasi vs dibiayakan psak ias 1...
 
Transfer fungsi bisnis dalam satu grup - kena pajakkah
Transfer fungsi bisnis dalam satu grup - kena pajakkahTransfer fungsi bisnis dalam satu grup - kena pajakkah
Transfer fungsi bisnis dalam satu grup - kena pajakkah
 
Isu penentuan tarif royalti dalam transfer pricing (mentahan untuk dimuat di ...
Isu penentuan tarif royalti dalam transfer pricing (mentahan untuk dimuat di ...Isu penentuan tarif royalti dalam transfer pricing (mentahan untuk dimuat di ...
Isu penentuan tarif royalti dalam transfer pricing (mentahan untuk dimuat di ...
 
Catatan kecil atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 tentang ...
Catatan kecil atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 tentang ...Catatan kecil atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 tentang ...
Catatan kecil atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 tentang ...
 
Tiga ilustrasi struktur perencanaan pajak pada perusahaan multinasional
Tiga ilustrasi struktur perencanaan pajak pada perusahaan multinasionalTiga ilustrasi struktur perencanaan pajak pada perusahaan multinasional
Tiga ilustrasi struktur perencanaan pajak pada perusahaan multinasional
 
Transfer pricing suatu pemahaman awal (short version)
Transfer pricing suatu pemahaman awal (short version)Transfer pricing suatu pemahaman awal (short version)
Transfer pricing suatu pemahaman awal (short version)
 
Metode dcf dalam penilaian aktiva tak berwujud untuk tujuan transfer pricing ...
Metode dcf dalam penilaian aktiva tak berwujud untuk tujuan transfer pricing ...Metode dcf dalam penilaian aktiva tak berwujud untuk tujuan transfer pricing ...
Metode dcf dalam penilaian aktiva tak berwujud untuk tujuan transfer pricing ...
 
Silabus financial analysis rev 1 (18 11-2015)
Silabus financial analysis rev 1 (18 11-2015)Silabus financial analysis rev 1 (18 11-2015)
Silabus financial analysis rev 1 (18 11-2015)
 

Similar to Kso jo aspek perpajakan suatu catatan pemikiran

Pengertian & Konsep Dasar BUSINESS DEVELOPMENT PLAN
Pengertian & Konsep Dasar BUSINESS DEVELOPMENT PLANPengertian & Konsep Dasar BUSINESS DEVELOPMENT PLAN
Pengertian & Konsep Dasar BUSINESS DEVELOPMENT PLANKanaidi ken
 
BE & GG , Parluhutan, Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA “ BE & GG Minggu 12 Governan...
BE & GG , Parluhutan, Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA   “ BE & GG Minggu 12 Governan...BE & GG , Parluhutan, Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA   “ BE & GG Minggu 12 Governan...
BE & GG , Parluhutan, Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA “ BE & GG Minggu 12 Governan...parluhutan silitonga
 
TUGAS MANAJEMEN KEUANGAN
TUGAS MANAJEMEN KEUANGANTUGAS MANAJEMEN KEUANGAN
TUGAS MANAJEMEN KEUANGANkecepirit
 
3. hbl,chives radin ,prof.hapzi ali,bentuk badan hukum perseroan terbatas,uni...
3. hbl,chives radin ,prof.hapzi ali,bentuk badan hukum perseroan terbatas,uni...3. hbl,chives radin ,prof.hapzi ali,bentuk badan hukum perseroan terbatas,uni...
3. hbl,chives radin ,prof.hapzi ali,bentuk badan hukum perseroan terbatas,uni...Chives Radin
 
HBL (2), Chives radin, Hapzi Ali, bentuk badan hukum perseroan terbatas, Univ...
HBL (2), Chives radin, Hapzi Ali, bentuk badan hukum perseroan terbatas, Univ...HBL (2), Chives radin, Hapzi Ali, bentuk badan hukum perseroan terbatas, Univ...
HBL (2), Chives radin, Hapzi Ali, bentuk badan hukum perseroan terbatas, Univ...chivesradin1
 
11 Hbl, teuku alvin putra rezalino, hapzi ali, penanaman modal dalam negeri d...
11 Hbl, teuku alvin putra rezalino, hapzi ali, penanaman modal dalam negeri d...11 Hbl, teuku alvin putra rezalino, hapzi ali, penanaman modal dalam negeri d...
11 Hbl, teuku alvin putra rezalino, hapzi ali, penanaman modal dalam negeri d...Teuku Alvin Putra Rezalino
 
Makalah keuangan internasional
Makalah keuangan internasionalMakalah keuangan internasional
Makalah keuangan internasionalTri Ajeng
 
IDENTIFIKASI LOBBY & NEGOSIASI DALAM INVESTOR RELATIONS PT. GOTO GOJEK TOKOPE...
IDENTIFIKASI LOBBY & NEGOSIASI DALAM INVESTOR RELATIONS PT. GOTO GOJEK TOKOPE...IDENTIFIKASI LOBBY & NEGOSIASI DALAM INVESTOR RELATIONS PT. GOTO GOJEK TOKOPE...
IDENTIFIKASI LOBBY & NEGOSIASI DALAM INVESTOR RELATIONS PT. GOTO GOJEK TOKOPE...FebysiaFebysia
 
UAS LOBBY & NEGOSIASI DALAM INVESTASI GOJEK BIMA TIRTA.docx
UAS LOBBY & NEGOSIASI DALAM INVESTASI GOJEK BIMA TIRTA.docxUAS LOBBY & NEGOSIASI DALAM INVESTASI GOJEK BIMA TIRTA.docx
UAS LOBBY & NEGOSIASI DALAM INVESTASI GOJEK BIMA TIRTA.docxBimatirta1
 
Materi Pertemuan ke dua tentang Perusahaan.pptx
Materi Pertemuan ke dua tentang  Perusahaan.pptxMateri Pertemuan ke dua tentang  Perusahaan.pptx
Materi Pertemuan ke dua tentang Perusahaan.pptxrofikpriyanto2
 
makalah Investasi dan pasar modal
makalah Investasi dan pasar modalmakalah Investasi dan pasar modal
makalah Investasi dan pasar modalzaenuri123
 
PENGANTAR BISNIS 12
PENGANTAR BISNIS 12PENGANTAR BISNIS 12
PENGANTAR BISNIS 12harjunode
 
BMP EKMA4311 Studi Kelayakan Bisnis
BMP EKMA4311 Studi Kelayakan BisnisBMP EKMA4311 Studi Kelayakan Bisnis
BMP EKMA4311 Studi Kelayakan BisnisMang Engkus
 
UAS Negosiasi Luring & Daring - Arum Nugrahaini Susanto 44321120034.pdf
UAS Negosiasi Luring & Daring - Arum Nugrahaini Susanto 44321120034.pdfUAS Negosiasi Luring & Daring - Arum Nugrahaini Susanto 44321120034.pdf
UAS Negosiasi Luring & Daring - Arum Nugrahaini Susanto 44321120034.pdfArumNugrahaini1
 

Similar to Kso jo aspek perpajakan suatu catatan pemikiran (20)

Jenis
JenisJenis
Jenis
 
BISNIS INTERNASIONAL
BISNIS INTERNASIONALBISNIS INTERNASIONAL
BISNIS INTERNASIONAL
 
Pengertian & Konsep Dasar BUSINESS DEVELOPMENT PLAN
Pengertian & Konsep Dasar BUSINESS DEVELOPMENT PLANPengertian & Konsep Dasar BUSINESS DEVELOPMENT PLAN
Pengertian & Konsep Dasar BUSINESS DEVELOPMENT PLAN
 
B200040345
B200040345B200040345
B200040345
 
BE & GG , Parluhutan, Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA “ BE & GG Minggu 12 Governan...
BE & GG , Parluhutan, Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA   “ BE & GG Minggu 12 Governan...BE & GG , Parluhutan, Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA   “ BE & GG Minggu 12 Governan...
BE & GG , Parluhutan, Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA “ BE & GG Minggu 12 Governan...
 
kebijakan IPO
kebijakan IPOkebijakan IPO
kebijakan IPO
 
TUGAS MANAJEMEN KEUANGAN
TUGAS MANAJEMEN KEUANGANTUGAS MANAJEMEN KEUANGAN
TUGAS MANAJEMEN KEUANGAN
 
3. hbl,chives radin ,prof.hapzi ali,bentuk badan hukum perseroan terbatas,uni...
3. hbl,chives radin ,prof.hapzi ali,bentuk badan hukum perseroan terbatas,uni...3. hbl,chives radin ,prof.hapzi ali,bentuk badan hukum perseroan terbatas,uni...
3. hbl,chives radin ,prof.hapzi ali,bentuk badan hukum perseroan terbatas,uni...
 
HBL (2), Chives radin, Hapzi Ali, bentuk badan hukum perseroan terbatas, Univ...
HBL (2), Chives radin, Hapzi Ali, bentuk badan hukum perseroan terbatas, Univ...HBL (2), Chives radin, Hapzi Ali, bentuk badan hukum perseroan terbatas, Univ...
HBL (2), Chives radin, Hapzi Ali, bentuk badan hukum perseroan terbatas, Univ...
 
11 Hbl, teuku alvin putra rezalino, hapzi ali, penanaman modal dalam negeri d...
11 Hbl, teuku alvin putra rezalino, hapzi ali, penanaman modal dalam negeri d...11 Hbl, teuku alvin putra rezalino, hapzi ali, penanaman modal dalam negeri d...
11 Hbl, teuku alvin putra rezalino, hapzi ali, penanaman modal dalam negeri d...
 
Makalah keuangan internasional
Makalah keuangan internasionalMakalah keuangan internasional
Makalah keuangan internasional
 
IDENTIFIKASI LOBBY & NEGOSIASI DALAM INVESTOR RELATIONS PT. GOTO GOJEK TOKOPE...
IDENTIFIKASI LOBBY & NEGOSIASI DALAM INVESTOR RELATIONS PT. GOTO GOJEK TOKOPE...IDENTIFIKASI LOBBY & NEGOSIASI DALAM INVESTOR RELATIONS PT. GOTO GOJEK TOKOPE...
IDENTIFIKASI LOBBY & NEGOSIASI DALAM INVESTOR RELATIONS PT. GOTO GOJEK TOKOPE...
 
UAS LOBBY & NEGOSIASI DALAM INVESTASI GOJEK BIMA TIRTA.docx
UAS LOBBY & NEGOSIASI DALAM INVESTASI GOJEK BIMA TIRTA.docxUAS LOBBY & NEGOSIASI DALAM INVESTASI GOJEK BIMA TIRTA.docx
UAS LOBBY & NEGOSIASI DALAM INVESTASI GOJEK BIMA TIRTA.docx
 
Aliansi strategi
Aliansi strategiAliansi strategi
Aliansi strategi
 
Materi Pertemuan ke dua tentang Perusahaan.pptx
Materi Pertemuan ke dua tentang  Perusahaan.pptxMateri Pertemuan ke dua tentang  Perusahaan.pptx
Materi Pertemuan ke dua tentang Perusahaan.pptx
 
Artikel arief
Artikel ariefArtikel arief
Artikel arief
 
makalah Investasi dan pasar modal
makalah Investasi dan pasar modalmakalah Investasi dan pasar modal
makalah Investasi dan pasar modal
 
PENGANTAR BISNIS 12
PENGANTAR BISNIS 12PENGANTAR BISNIS 12
PENGANTAR BISNIS 12
 
BMP EKMA4311 Studi Kelayakan Bisnis
BMP EKMA4311 Studi Kelayakan BisnisBMP EKMA4311 Studi Kelayakan Bisnis
BMP EKMA4311 Studi Kelayakan Bisnis
 
UAS Negosiasi Luring & Daring - Arum Nugrahaini Susanto 44321120034.pdf
UAS Negosiasi Luring & Daring - Arum Nugrahaini Susanto 44321120034.pdfUAS Negosiasi Luring & Daring - Arum Nugrahaini Susanto 44321120034.pdf
UAS Negosiasi Luring & Daring - Arum Nugrahaini Susanto 44321120034.pdf
 

More from Futurum2

Usse average internal rate of return (airr), don't use internal rate of retur...
Usse average internal rate of return (airr), don't use internal rate of retur...Usse average internal rate of return (airr), don't use internal rate of retur...
Usse average internal rate of return (airr), don't use internal rate of retur...Futurum2
 
Are P/E Ratios a Poor Measure of Value? Valuation LinkedIn Discussion
Are P/E Ratios a Poor Measure of Value? Valuation LinkedIn DiscussionAre P/E Ratios a Poor Measure of Value? Valuation LinkedIn Discussion
Are P/E Ratios a Poor Measure of Value? Valuation LinkedIn DiscussionFuturum2
 
NPV or IRR? (3) CFO Network LinkedIn Discussion
NPV or IRR? (3) CFO Network LinkedIn DiscussionNPV or IRR? (3) CFO Network LinkedIn Discussion
NPV or IRR? (3) CFO Network LinkedIn DiscussionFuturum2
 
Use average internal rate of return (airr), don't use internal rate of return...
Use average internal rate of return (airr), don't use internal rate of return...Use average internal rate of return (airr), don't use internal rate of return...
Use average internal rate of return (airr), don't use internal rate of return...Futurum2
 
A quick comment on pablo fernandez' article capm an absurd model draft
A quick comment on pablo fernandez' article capm an absurd model draftA quick comment on pablo fernandez' article capm an absurd model draft
A quick comment on pablo fernandez' article capm an absurd model draftFuturum2
 
Menggunakan informasi arus kas dan nilai kini dalam pengukuran akuntansi
Menggunakan informasi arus kas dan nilai kini dalam pengukuran akuntansiMenggunakan informasi arus kas dan nilai kini dalam pengukuran akuntansi
Menggunakan informasi arus kas dan nilai kini dalam pengukuran akuntansiFuturum2
 
Summing up about growing and non growing perpetuities wacc levered and tax sa...
Summing up about growing and non growing perpetuities wacc levered and tax sa...Summing up about growing and non growing perpetuities wacc levered and tax sa...
Summing up about growing and non growing perpetuities wacc levered and tax sa...Futurum2
 
Ignacio Velez-Pareja : From the Slide Rule to the Black Berry
Ignacio Velez-Pareja : From the Slide Rule to the Black BerryIgnacio Velez-Pareja : From the Slide Rule to the Black Berry
Ignacio Velez-Pareja : From the Slide Rule to the Black BerryFuturum2
 
REIT “rasa indonesia” kontrak investasi kolektif dana investasi real estat
REIT “rasa indonesia”  kontrak investasi kolektif dana investasi real estatREIT “rasa indonesia”  kontrak investasi kolektif dana investasi real estat
REIT “rasa indonesia” kontrak investasi kolektif dana investasi real estatFuturum2
 
Surplus revaluasi atau penilaian kembali aset tetap
Surplus revaluasi atau penilaian kembali aset tetapSurplus revaluasi atau penilaian kembali aset tetap
Surplus revaluasi atau penilaian kembali aset tetapFuturum2
 
Perpetuity and growing pepetuity formula derivation
Perpetuity and growing pepetuity formula derivationPerpetuity and growing pepetuity formula derivation
Perpetuity and growing pepetuity formula derivationFuturum2
 
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...Futurum2
 
15 minute lesson formula derivation - reconciling price-to- earnings (pe rati...
15 minute lesson formula derivation - reconciling price-to- earnings (pe rati...15 minute lesson formula derivation - reconciling price-to- earnings (pe rati...
15 minute lesson formula derivation - reconciling price-to- earnings (pe rati...Futurum2
 
15-minute lesson- watch out the formula that you use for roa (return on assets)
15-minute lesson- watch out the formula that you use for roa (return on assets)15-minute lesson- watch out the formula that you use for roa (return on assets)
15-minute lesson- watch out the formula that you use for roa (return on assets)Futurum2
 
Akuisisi aset atau akuisisi bisnis asc topic 805
Akuisisi aset atau akuisisi bisnis asc topic 805Akuisisi aset atau akuisisi bisnis asc topic 805
Akuisisi aset atau akuisisi bisnis asc topic 805Futurum2
 
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...Futurum2
 
Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutang
Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutangHutang dagang dengan fasilitas anjak piutang
Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutangFuturum2
 
Apakah perhitungan biaya kapital rata rata tertimbang (wacc) dalam capital bu...
Apakah perhitungan biaya kapital rata rata tertimbang (wacc) dalam capital bu...Apakah perhitungan biaya kapital rata rata tertimbang (wacc) dalam capital bu...
Apakah perhitungan biaya kapital rata rata tertimbang (wacc) dalam capital bu...Futurum2
 
15-minute lesson overview to understand npv
15-minute lesson overview to understand npv15-minute lesson overview to understand npv
15-minute lesson overview to understand npvFuturum2
 
Psak 22 (revisi 2010) - bab 3 goodwill
Psak 22 (revisi 2010) - bab 3 goodwillPsak 22 (revisi 2010) - bab 3 goodwill
Psak 22 (revisi 2010) - bab 3 goodwillFuturum2
 

More from Futurum2 (20)

Usse average internal rate of return (airr), don't use internal rate of retur...
Usse average internal rate of return (airr), don't use internal rate of retur...Usse average internal rate of return (airr), don't use internal rate of retur...
Usse average internal rate of return (airr), don't use internal rate of retur...
 
Are P/E Ratios a Poor Measure of Value? Valuation LinkedIn Discussion
Are P/E Ratios a Poor Measure of Value? Valuation LinkedIn DiscussionAre P/E Ratios a Poor Measure of Value? Valuation LinkedIn Discussion
Are P/E Ratios a Poor Measure of Value? Valuation LinkedIn Discussion
 
NPV or IRR? (3) CFO Network LinkedIn Discussion
NPV or IRR? (3) CFO Network LinkedIn DiscussionNPV or IRR? (3) CFO Network LinkedIn Discussion
NPV or IRR? (3) CFO Network LinkedIn Discussion
 
Use average internal rate of return (airr), don't use internal rate of return...
Use average internal rate of return (airr), don't use internal rate of return...Use average internal rate of return (airr), don't use internal rate of return...
Use average internal rate of return (airr), don't use internal rate of return...
 
A quick comment on pablo fernandez' article capm an absurd model draft
A quick comment on pablo fernandez' article capm an absurd model draftA quick comment on pablo fernandez' article capm an absurd model draft
A quick comment on pablo fernandez' article capm an absurd model draft
 
Menggunakan informasi arus kas dan nilai kini dalam pengukuran akuntansi
Menggunakan informasi arus kas dan nilai kini dalam pengukuran akuntansiMenggunakan informasi arus kas dan nilai kini dalam pengukuran akuntansi
Menggunakan informasi arus kas dan nilai kini dalam pengukuran akuntansi
 
Summing up about growing and non growing perpetuities wacc levered and tax sa...
Summing up about growing and non growing perpetuities wacc levered and tax sa...Summing up about growing and non growing perpetuities wacc levered and tax sa...
Summing up about growing and non growing perpetuities wacc levered and tax sa...
 
Ignacio Velez-Pareja : From the Slide Rule to the Black Berry
Ignacio Velez-Pareja : From the Slide Rule to the Black BerryIgnacio Velez-Pareja : From the Slide Rule to the Black Berry
Ignacio Velez-Pareja : From the Slide Rule to the Black Berry
 
REIT “rasa indonesia” kontrak investasi kolektif dana investasi real estat
REIT “rasa indonesia”  kontrak investasi kolektif dana investasi real estatREIT “rasa indonesia”  kontrak investasi kolektif dana investasi real estat
REIT “rasa indonesia” kontrak investasi kolektif dana investasi real estat
 
Surplus revaluasi atau penilaian kembali aset tetap
Surplus revaluasi atau penilaian kembali aset tetapSurplus revaluasi atau penilaian kembali aset tetap
Surplus revaluasi atau penilaian kembali aset tetap
 
Perpetuity and growing pepetuity formula derivation
Perpetuity and growing pepetuity formula derivationPerpetuity and growing pepetuity formula derivation
Perpetuity and growing pepetuity formula derivation
 
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
 
15 minute lesson formula derivation - reconciling price-to- earnings (pe rati...
15 minute lesson formula derivation - reconciling price-to- earnings (pe rati...15 minute lesson formula derivation - reconciling price-to- earnings (pe rati...
15 minute lesson formula derivation - reconciling price-to- earnings (pe rati...
 
15-minute lesson- watch out the formula that you use for roa (return on assets)
15-minute lesson- watch out the formula that you use for roa (return on assets)15-minute lesson- watch out the formula that you use for roa (return on assets)
15-minute lesson- watch out the formula that you use for roa (return on assets)
 
Akuisisi aset atau akuisisi bisnis asc topic 805
Akuisisi aset atau akuisisi bisnis asc topic 805Akuisisi aset atau akuisisi bisnis asc topic 805
Akuisisi aset atau akuisisi bisnis asc topic 805
 
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
 
Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutang
Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutangHutang dagang dengan fasilitas anjak piutang
Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutang
 
Apakah perhitungan biaya kapital rata rata tertimbang (wacc) dalam capital bu...
Apakah perhitungan biaya kapital rata rata tertimbang (wacc) dalam capital bu...Apakah perhitungan biaya kapital rata rata tertimbang (wacc) dalam capital bu...
Apakah perhitungan biaya kapital rata rata tertimbang (wacc) dalam capital bu...
 
15-minute lesson overview to understand npv
15-minute lesson overview to understand npv15-minute lesson overview to understand npv
15-minute lesson overview to understand npv
 
Psak 22 (revisi 2010) - bab 3 goodwill
Psak 22 (revisi 2010) - bab 3 goodwillPsak 22 (revisi 2010) - bab 3 goodwill
Psak 22 (revisi 2010) - bab 3 goodwill
 

Recently uploaded

Arah Kebijakan IKPA tahun 2023 fokus tentang capaian output
Arah Kebijakan IKPA tahun 2023  fokus tentang capaian outputArah Kebijakan IKPA tahun 2023  fokus tentang capaian output
Arah Kebijakan IKPA tahun 2023 fokus tentang capaian outputjafarismail7
 
MENCIPTAKAN HUBUNGAN DAN NILAI PELANGGAN
MENCIPTAKAN HUBUNGAN DAN NILAI PELANGGANMENCIPTAKAN HUBUNGAN DAN NILAI PELANGGAN
MENCIPTAKAN HUBUNGAN DAN NILAI PELANGGANGallynDityaManggala
 
warrant adalah salah satu instrument pasar modal
warrant adalah salah satu instrument pasar modalwarrant adalah salah satu instrument pasar modal
warrant adalah salah satu instrument pasar modalmohtamrin
 
Menganalisis Pasar Konsumen dan Pasar Bisnis
Menganalisis Pasar Konsumen dan Pasar BisnisMenganalisis Pasar Konsumen dan Pasar Bisnis
Menganalisis Pasar Konsumen dan Pasar BisnisGallynDityaManggala
 
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintah
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintahKeseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintah
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintahUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BERAU
 
PPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptx
PPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptxPPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptx
PPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptximamfadilah24062003
 
V5_Petunjuk teknis Pengisian Usulan Alat Kesehatan melalui aplikasi.pptx
V5_Petunjuk teknis Pengisian Usulan Alat Kesehatan melalui aplikasi.pptxV5_Petunjuk teknis Pengisian Usulan Alat Kesehatan melalui aplikasi.pptx
V5_Petunjuk teknis Pengisian Usulan Alat Kesehatan melalui aplikasi.pptxBayuUtaminingtyas
 
KONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
KONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIAKONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
KONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIAAchmadHasanHafidzi
 
konsep akuntansi biaya, perilaku biaya.ppt
konsep akuntansi biaya, perilaku biaya.pptkonsep akuntansi biaya, perilaku biaya.ppt
konsep akuntansi biaya, perilaku biaya.pptAchmadHasanHafidzi
 
11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.ppt
11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.ppt11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.ppt
11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.pptsantikalakita
 
BAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptx
BAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptxBAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptx
BAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptxTheresiaSimamora1
 
MATERI PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN.pptx
MATERI PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN.pptxMATERI PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN.pptx
MATERI PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN.pptxDenzbaguseNugroho
 
power point tentang koperasi simpan pinjam di indonesia
power point tentang koperasi simpan pinjam di indonesiapower point tentang koperasi simpan pinjam di indonesia
power point tentang koperasi simpan pinjam di indonesiaMukhamadMuslim
 
Konsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.ppt
Konsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.pptKonsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.ppt
Konsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.pptAchmadHasanHafidzi
 
SIKLUS Akuntansi Perusahaan Dagang (1).ppt
SIKLUS Akuntansi Perusahaan Dagang (1).pptSIKLUS Akuntansi Perusahaan Dagang (1).ppt
SIKLUS Akuntansi Perusahaan Dagang (1).pptDenzbaguseNugroho
 
KREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYA
KREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYAKREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYA
KREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYARirilMardiana
 

Recently uploaded (17)

Arah Kebijakan IKPA tahun 2023 fokus tentang capaian output
Arah Kebijakan IKPA tahun 2023  fokus tentang capaian outputArah Kebijakan IKPA tahun 2023  fokus tentang capaian output
Arah Kebijakan IKPA tahun 2023 fokus tentang capaian output
 
MENCIPTAKAN HUBUNGAN DAN NILAI PELANGGAN
MENCIPTAKAN HUBUNGAN DAN NILAI PELANGGANMENCIPTAKAN HUBUNGAN DAN NILAI PELANGGAN
MENCIPTAKAN HUBUNGAN DAN NILAI PELANGGAN
 
ANALISIS SENSITIVITAS METODE GRAFIK.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS METODE GRAFIK.pptxANALISIS SENSITIVITAS METODE GRAFIK.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS METODE GRAFIK.pptx
 
warrant adalah salah satu instrument pasar modal
warrant adalah salah satu instrument pasar modalwarrant adalah salah satu instrument pasar modal
warrant adalah salah satu instrument pasar modal
 
Menganalisis Pasar Konsumen dan Pasar Bisnis
Menganalisis Pasar Konsumen dan Pasar BisnisMenganalisis Pasar Konsumen dan Pasar Bisnis
Menganalisis Pasar Konsumen dan Pasar Bisnis
 
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintah
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintahKeseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintah
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintah
 
PPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptx
PPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptxPPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptx
PPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptx
 
V5_Petunjuk teknis Pengisian Usulan Alat Kesehatan melalui aplikasi.pptx
V5_Petunjuk teknis Pengisian Usulan Alat Kesehatan melalui aplikasi.pptxV5_Petunjuk teknis Pengisian Usulan Alat Kesehatan melalui aplikasi.pptx
V5_Petunjuk teknis Pengisian Usulan Alat Kesehatan melalui aplikasi.pptx
 
KONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
KONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIAKONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
KONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
 
konsep akuntansi biaya, perilaku biaya.ppt
konsep akuntansi biaya, perilaku biaya.pptkonsep akuntansi biaya, perilaku biaya.ppt
konsep akuntansi biaya, perilaku biaya.ppt
 
11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.ppt
11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.ppt11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.ppt
11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.ppt
 
BAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptx
BAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptxBAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptx
BAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptx
 
MATERI PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN.pptx
MATERI PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN.pptxMATERI PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN.pptx
MATERI PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN.pptx
 
power point tentang koperasi simpan pinjam di indonesia
power point tentang koperasi simpan pinjam di indonesiapower point tentang koperasi simpan pinjam di indonesia
power point tentang koperasi simpan pinjam di indonesia
 
Konsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.ppt
Konsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.pptKonsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.ppt
Konsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.ppt
 
SIKLUS Akuntansi Perusahaan Dagang (1).ppt
SIKLUS Akuntansi Perusahaan Dagang (1).pptSIKLUS Akuntansi Perusahaan Dagang (1).ppt
SIKLUS Akuntansi Perusahaan Dagang (1).ppt
 
KREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYA
KREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYAKREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYA
KREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYA
 

Kso jo aspek perpajakan suatu catatan pemikiran

  • 1. www.futurumcorfinan.com Page 1 Bentuk Kerja Sama Operasi (KSO)/Joint Operation (JO): Suatu Catatan Pemikiran atas Pengenaan sebagai Subjek PPN Pendahuluan Istilah Kerja Sama Operasi (disingkat KSO) atau Joint Operation (disingkat JO) seringkali kita temukan dalam kegiatan usaha di Indonesia. Kata JO/KSO cenderung menjadi kata yang umum atau generik. Dimana ada dua pihak atau badan usaha yang melakukan kerjasama operasional guna menyelesaikan suatu proyek, akan cenderung dipersepsikan sebagai bentuk KSO/JO. Kata KSO/JO diawali dengan kata-kata “Kerja Sama”, suatu yang merupakan keniscayaan pada saat ini dengan makin mengglobalnya dunia ini. Slogan seperti “borderless world”, “global village”, “only the sky is the limit”, dan “the world is flat”, “think globally, act locally”, “go internationally or die” tampaknya mewakili kondisi dan semangat pelaku dunia bisnis Sukarnen DILARANG MENG-COPY, MENYALIN, ATAU MENDISTRIBUSIKAN SEBAGIAN ATAU SELURUH TULISAN INI TANPA PERSETUJUAN TERTULIS DARI PENULIS Untuk pertanyaan atau komentar bisa diposting melalui website www.futurumcorfinan.com
  • 2. www.futurumcorfinan.com Page 2 saat ini. Bahkan Bapak Akio Morita, chairman dari Sony pernah mengatakan “No company is an island. In an interdependent world, every company has to think in terms of working with others if it wants to compete in the global market place”1 . Dalam konteks bisnis internasional, KSO/JO atau joint venture adalah salah satu metode pengembangan bisnis internasional, disamping pemberian lisensi, franchising, akuisisi perusahaan yang sudah berjalan maupun mendirikan entitas anak yang baru2 . KSO/JO atau joint venture umumnya dipahami sebagai suatu ventura yang bersama-sama dimiliki dan dioperasikan oleh 2 (dua) atau lebih perusahaan. Banyak perusahaan yang melakukan penetrasi pasar di negara lain dengan membentuk KSO/JO atau joint venture dengan perusahaan lokal yang sudah berpengalaman melakukan kegiatan usaha di pasar domestik tersebut, tentunya dengan menggabungkan keunggulan komparatif dari kedua belah pihak, baik untuk menjalankan suatu proyek atau yang bersifat jangka panjang atau permanen. Dalam KSO/JO atau joint venture, tentunya masing- masing investor akan membawa sumberdaya tertentu kedalam KSO/JO atau joint venture guna mencapai tujuan bisnis tertentu. Misalnya, seorang investor akan membawa sumber keuangan guna membiayai kegiatan operasional dan investor lainnya memberikan kontribusi berupa aset tetap, teknologi tertentu atau know-how terkait kendali mutu produk Pembentukan KSO/JO adalah salah satu bagian dari berbagai cara untuk pertumbuhan atau peningkatan nilai (terutama nilai pemegang saham – shareholders’ value), dimana termasuk didalamnya pertumbuhan internal, penggabungan usaha, investasi saham minoritas atau non-pengendali, pembentukan aliansi (strategis) dan perjanjian kontraktual lainnya. Pembentukan KSO/JO bisa juga dilihat sebagai suatu ikhtiar untuk mencari pertumbuhan (the search for business growth), dan untuk itu perusahaan meningkatkan toleransinya terhadap resiko. Hal ini bisa tampak dari bekerja sama dengan perusahaan lain terkait mencari dan mengembangkan proyek-proyek baru, meningkatkan penggunaan infrastruktur yang mahal kalau dikelola sendiri, dan bahkan hingga bekerja sama untuk 1 Komunikasi pribadi sebagai catatan kaki No. 3 Bab 1 “The World of Alliances” dalam suatu interview pribadi dengan Michael Y. Yoshino tertanggal 10 Agustus 1989. Yoshino, Michael Y., dan U. Srinivasa Rangan. Strategic Alliances: An Entrepreneurial Approach to Globalization. Boston (Massachusetts): Harvard Business School Press. 1995. Halaman 3. 2 Madura, Jeff. International Corporate Finance. Edisi kedelapan. Ohio: Thomson South-Western. 2006. Halaman 10-12.
  • 3. www.futurumcorfinan.com Page 3 memitigasi resiko politik atau teknis dan memastikan dipenuhinya ketentuan peraturan di mana usaha tersebut berada. Untuk itu, bentuk-bentuk KSO/JO akan selalu ditemukan dan umum dalam praktik bisnis. Contoh-contoh kerja sama ini bisa mencakup berbagai hal, misalnya:  Kerja sama jaringan distribusi produk  Konsorsium untuk produksi suatu produk (bisanya pesawat terbang komersial dan kapal laut)  Manajemen, pengembangan dan investasi properti  Perusahaan farmasi berbagi riset  Berbagi penggunaan aset (misalnya yang ditemukan di usaha eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi dan gas, untuk pipa saluran) Alasannya di belakang pembentukan kerja sama guna menjalankan usaha bisa bermacam- macam, misalnya:  mempercepat pengembangan teknologi baru  merubah teknologi yang ada saat ini menjadi produk yang siap dipasarkan  memasuki pasar atau industri baru  melakukan perluasan usaha ke daerah-daerah geografis baru  melindungi supply chain dan kapasitas produksi  mengkomersialkan hak kekayaan intelektual yang dimiliki pihak lain  mendistribusikan resiko  menyediakan alternatif terkait pembiayaan usaha, di luar pinjaman bank atau pembiayaan modal saham  memberikan akses kepada keahlian dan ketrampilan yang ada  memenuhi ketentuan peraturan dari pemerintah suatu negara  mengfasilitasi distribusi produk  langkah awal sebelum akuisisi bisnis Walaupun banyak alasan di belakang pembentukan KSO/JO, menurut hemat penulis, ada 3 alasan utama yang perlu menjadi catatan tersendiri. Pertama, semakin terbatasnya kemungkinan satu pihak untuk memiliki semua sumber daya yang diperlukan di tengah-tengah makin tingginya tingkat kompetisi di dunia usaha
  • 4. www.futurumcorfinan.com Page 4 dan semakin pendeknya siklus hidup produk. Sumber daya di sini bisa mencakup baik sumber daya fisik (seperti bahan baku, tanah 3 ) maupun sumber daya non-fisik (pengetahuan, know-how, teknologi, ketrampilan sumber daya manusia, jaringan distribusi). Termasuk di sini, proyek kerja sama tersebut akan memperoleh manfaat dari skala ekonomis jika dua atau lebih pihak terlibat di dalamnya, ataupun memang perlu kerja sama dari beberapa pihak mengingat ukuran dari proyek tersebut jauh di atas kemampuan salah satu pihak untuk bisa menggarapnya. Kedua, mitigasi dan berbagi risiko. Tentunya dengan melibatkan sumber daya (baik dana, pengalaman, pengetahuan, know-how, organisasi, manajemen, jaringan distribusi, pemasaran dan penjualan, dan lain-lain) dari berbagai partisipan dalam suatu KSO/JO atau joint venture, dari sudut pandang seorang investor, risiko berbisnis, terutama memasuki bidang usaha yang baru atau area geografis yang baru, dapat dimitigasi, atau dapat dilakukan dengan jumlah investasi yang lebih kecil dibandingkan apabila didanai sendiri. Hal ini jelas tampak dalam kegiatan usaha yang umumnya memiliki tingkat risiko yang relatif tinggi, misalnya dalam eksplorasi minyak dan gas bumi, pertambangan dan pengembangan produk-produk kimia. Ketiga, ketentuan regulasi (termasuk di dalamnya, ketentuan perpajakan). Misalnya, dalam peraturan di Indonesia mengenai jasa konstruksi (Misalnya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2011 tertanggal 28 Maret 2011 tentang Pedoman Persyaratan Pemberian Izin Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing) mewajibkan perusahaan asing menggandeng perusahaan kontraktor nasional/lokal dalam pengerjaan suatu proyek di Indonesia. Dalam rangka pemenuhan ketentuan regulasi ini, bentuk KSO/JO banyak ditemukan terkait jasa konstruksi. Jadi tujuan pembentukan KSO/JO dapat mengarah mencetak laba (motif laba) atau berbagi biaya dan resiko, dan yang menarik adalah bentuk KSO/JO yang disepakati bisa berbentuk berbadan hukum (incorporated form) atau tidak berbadan hukum 3 Di dunia usaha real estat atau properti, bentuk KSO/JO menjadi relevan, mengingat bahwa kepemilikan tanah dibatasi. Pelaku usaha bisnis real estat belum tentu dapat dengan cepat membeli tanah mengingat harga tanah yang cukup cepat berkembang, terutama di area-area penyangga kota. Mereka agak mengusahakan kerjasama dengan pemilik lahan tanah yang sudah ada, mengembangkan lahan tersebut secara bersama-sama, atau menjual bersama-sama, tanah dan bangunan agar memberikan nilai tambah yang lebih tinggi baik bagi pembeli maupun pelaku usaha.
  • 5. www.futurumcorfinan.com Page 5 (unincorporated form). Di samping itu, bentuk KSO/JO seringkali juga dipersepsikan sebagai Joint Venture (JV). Pembatasan Pembahasan Terlepas, nama yang digunakan, apakah KSO/JO atau JV, sebagai pembatasan untuk pembahasan di sini, penulis fokus pada bentuk KSO/JO atau JV yang tidak berbadan hukum terpisah, artinya KSO/JO atau JV tidak diformalkan dalam suatu perusahaan, perseroan, perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, firma, dan kongsi. Jadi dalam bentuk paling sederhananya, bentuk KSO/JO, atau JV ini tidak berujung pada dibentuknya entitas terpisah (separate entity) sama sekali. Dalam hal ini, apa yang dinamakan “aliansi strategis” dimana para pihak (bisa orang pribadi atau perusahaan/perseroan/persekutuan) setuju untuk bekerja sama guna mempromosikan produk atau jasa pihak tertentu, dapat masuk dalam kategori ini. Bentuk KSO/JO : Subjek PPN Bagaimana ketentuan perpajakan yang ada terkait bentuk KSO/JO ini? Kita awali dengan Pasal 1 Angka 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN) dimana “Badan” disebutkan sebagai sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi:  perseroan terbatas,  perseroan komanditer,  perseroan lainnya,  badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun,  firma,  kongsi,  koperasi,  dana pensiun,  persekutuan,
  • 6. www.futurumcorfinan.com Page 6  perkumpulan,  yayasan,  organisasi masa,  organisasi sosial politik, atau  organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. Kata-kata “bentuk kerja sama operasi” (catatan: penulis mengartikan bahwa ini bisa disingkat KSO, atau Joint Operation4 ), ada disebutkan dalam Pasal 3 Ayat (1) dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan UU PPN (PP No. 1/2012), dimana dikatakan bahwa bentuk kerja sama operasi merupakan bagian dari bentuk badan lainnya sebagaimana dimaksud dalam pengertian Badan dalam Pasal 1 angka 13 UU PPN. Selanjutnya, dalam Ayat (2), diatur bahwa bentuk kerja sama operasi sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dalam hal melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) atas nama bentuk kerja sama operasi. PP No. 1/2012 dalam Penjelasan Pasal 3 Ayat (2) di atas memberikan contoh sebagai berikut. Contoh bentuk kerja sama operasi (joint operation) yang wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak: PT ABC dan PT DEF membuat perjanjian kerja dengan pelanggan (pemilik proyek). Untuk melaksanakan proyek tersebut, PT ABC dan PT DEF membentuk joint operation. 4 Kata-kata “Joint Operation” yang disamakan dengan bentuk Kerja Sama Operasi justru ditemukan dalam Penjelasan Pasal 3 Ayat (2), dan bukan pada Batang Tubuh Peraturan Pemerintah No. 1/2012. Menurut hemat penulis, sebaiknya dicantumkan dalam Batang Tubuh kalau memang yang dimaksudkan, adalah badan yang sama. Di sini penulis menginterpretasikan bahwa kata-kata KSO atau JO akan sama yang dimaksudkan PP No. 1/2012. Perbedaannya, yang satu Bahasa Indonesia, dan satunya Bahasa Inggris.
  • 7. www.futurumcorfinan.com Page 7 Dalam perjanjian kerja dengan pelanggan (pemilik proyek) diatur bahwa semua transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada pelanggan (pemilik proyek) dilakukan atas nama joint operation. Berdasarkan hal di atas: a. Joint operation wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; b. Atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada pelanggan (pemilik proyek), joint operation wajib menerbitkan Faktur Pajak. c. Apabila dalam rangka joint operation tersebut, PT ABC atau PT DEF atas nama joint operation melakukan penyerahan langsung kepada pelanggan (pemilik proyek), maka penyerahan tersebut dianggap sebagai penyerahan dari PT ABC atau PT DEF kepada joint operation, sehingga PT ABC atau PT DEF harus membuat Faktur Pajak kepada joint operation dan joint operation membuat Faktur Pajak kepada pelanggan (pemilik proyek). Contoh bentuk kerja sama operasi (joint operation) yang tidak wajib untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak: PT X dan PT Y membuat perjanjian kerja sama dengan pelanggan (pemilik proyek). Untuk melaksanakan proyek tersebut, PT X dan PT Y membentuk joint operation. Namun demikian, dalam pelaksanaannya semua transaksi dan dokumen terkait dengan perjanjian kerja sama dengan pelanggan (pemilik proyek) tersebut secara nyata hanya dilakukan atas nama PT X. Karena joint operation secara nyata tidak melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada pihak lain, maka dalam hal ini joint operation tidak wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Dari bacaan di atas, terdapat beberapa hal yang perlu dicatat.
  • 8. www.futurumcorfinan.com Page 8 Pertama, walaupun kata-kata “bentuk kerja sama operasi atau joint operation” disebutkan berkali-kali, tidak terdapat definisi mengenai apa yang dimaksud dengan bentuk “KSO/JO” ini, kecuali disebutkan bahwa KSO/JO merupakan bagian dari bentuk badan lainnya sebagaimana dimaksud dalam pengertian Badan dalam Pasal 1 angka 13 UU PPN. Jadi KSO/JO dilihat sebagai suatu “badan” dan bukan “orang pribadi”. Kemungkinan diinterpretasikan sebagai “badan” karena dilihat sebagai “kesatuan” dari para anggota [pembentuk] KSO/JO. Menurut hemat penulis, baiknya suatu bentuk badan lainnya yang demikian spesifik, apalagi dijadikan Subjek PPN, seyogianya ada definisi yang diberikan oleh undang-undang perpajakan, atau minimal undang-undang perpajakan bisa mengacu ke undang-undang atau ketentuan hukum yang sudah ada. Sebagai contoh, bentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK) yang bisa kita temukan definisinya dalam ketentuan peraturan pasar modal di Indonesia. Mengapa definisi ini menjadi penting untuk dihadirkan? Permasalahan yang ada terkait bentuk KSO/JO sampai sekarang belum terlalu jelas5 , padahal PP No. 1/2012 sudah menentukan bahwa bentuk KSO/JO adalah Subjek PPN dan apabila melakukan penyerahan BKP/JKP atas nama KSO/JO, wajib dikukuhkan sebagai PKP. Masalah yang lain, begitu bervariasinya berbagai bentuk dan struktur yang berbeda terkait dengan bentuk KSO/JO dalam praktik bisnis tidak jarang ditemukan. Bahkan bisa jadi, digunakan kata-kata “KSO/JO” dalam suatu perjanjian tidak serta merta dapat diartikan sebagai suatu “bentuk KSO/JO” menurut pemahaman pihak pajak atau dari pihak akuntan. Dan sebaliknya, suatu perjanjian yang tidak ada embel-embel “KSO/JO” sesungguhnya merupakan bentuk KSO/JO menurut pemahaman pihak pajak atau pihak akuntan. Penulis tidak menemukan “dasar” pertimbangan yang digunakan oleh pihak pemerintah dalam PP No. 1/2012 terkait bahwa bentuk KSO/JO adalah Subjek PPN. Penulis mencoba mempertimbangkan mengapa bentuk KSO/JO dihadirkan sebagai Subjek PPN. 5 Dari googling di internet, penulis menemukan ada pembagian secara umum atas JO, yaitu JO Admin dan JO Non-Admin. Menurut hemat penulis, istilah JO Admin dan JO Non-Admin tidak terlalu membantu dalam mengklarifikasi apa yang dimaksudkan dengan bentuk JO itu sendiri.
  • 9. www.futurumcorfinan.com Page 9 Dalam Penjelasan Pasal 3 Ayat (2) PP No. 1/2012 disebutkan bahwa: Dalam perjanjian kerja dengan pelanggan (pemilik proyek) diatur bahwa semua transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada pelanggan (pemilik proyek) dilakukan atas nama joint operation. Jadi terdapat 3 (tiga) syarat bahwa bentuk KSO/JO ditentukan sebagai Subjek PPN, yaitu: (1) Adanya perjanjian kerja antara anggota KSO/JO dengan pelanggan (pemilik proyek), dan (2) Adanya perjanjian kerja tersebut yang mengatur bahwa adanya penyerahan BKP/JKP, serta (3) Adanya penyerahan BKP/JKP tersebut dilakukan atas nama KSO/JO. Jadi di sini, dari Pasal 3 Ayat (2) PP No. 1/2012, kita menyimpulkan bahwa karena bentuk KSO/JO punya kegiatan usaha dan juga melakukan penyerahan BKP/JKP kepada pihak ketika, maka bentuk KSO/JO ini adalah Subjek PPN dan wajib dikukuhkan menjadi PKP. Di samping itu, hadirnya kontrak atau perjanjian kerja yang tertulis ini menjadi titik sangat kritikal dan penyerahan BKP/JKP atas nama KSO/JO menjadikan secara eksplisit di hadapan pelanggan atau pemilik proyek, mereka berurusan dengan KSO/JO, dan bukan dengan anggota KSO/JO. Dari pembacaan contoh yang diberikan dalam PP No. 1/2012, menurut hemat penulis, ada hal yang kurang jelas, mengingat terdapat kemungkinan perjanjian atau kontrak kerja dengan pemilik proyek atau pelanggan bisa distrukturkan dalam bentuk salah satunya: (a) perjanjian atau kontrak kerja dilakukan antara anggota KSO/JO dengan pemilik proyek atau pelanggan, namun dalam perjanjian kerja tersebut ada disebutkan bahwa pelaksanaan kerja proyek (termasuk penyerahan BKP/JKP) dilakukan melalui bentuk KSO/JO. (b) Perjanjian atau kontrak kerja langsung dilakukan antara KSO/JO (sebagai kesatuan) dengan pemilik proyek atau pelanggan, namun dalam perjanjian kerja tersebut ada disebutkan nama anggota KSO/JO yang terlibat (mengingat bahwa nama bentuk KSO/JO tidak selalu harus menggunakan gabungan nama-nama anggota KSO/JO).
  • 10. www.futurumcorfinan.com Page 10 Apakah (a) atau (b) di atas yang sebetulnya dimaksudkan oleh Penjelasan Angka 3 Ayat (2) PP No. 1/2012? Kalau dibaca kata per kata, yaitu “PT ABC dan PT DEF membuat perjanjian kerja dengan pelanggan (pemilik proyek). Untuk melaksanakan proyek tersebut, PT ABC dan PT DEF membentuk joint operation”, tampaknya struktur yang dimaksud adalah (a) di atas. Pembentukan KSO/JO jelas diketahui dan disetujui oleh pihak pemilik proyek atau pelanggan. Namun apabila yang dimaksud adalah struktur (a) di atas, malah hal ini membingungkan mengingat bahwa PP No. 1/2012 dalam Batang Tubuhnya yaitu Pasal 3 Ayat (1) justru menyebutkan bahwa bentuk KSO/JO adalah merupakan bagian dari bentuk badan lainnya sebagaimana dimaksud dalam pengertian Badan dalam Pasal 1 angka 13 UU PPN. Badan sendiri adalah perkumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan. Sedangkan menilik contoh yang diberikan dalam Penjelasan Pasal 3 Ayat (2) dimana perjanjian kerja dilakukan oleh masing-masing anggota KSO/JO dengan pemilik proyek atau pelanggan, dan guna pelaksanaan proyek tersebut, anggota KSO/JO (dalam hal ini PT ABC dan PT DEF) membentuk KSO/JO, maka hadirnya bentuk KSO/JO hanya semata- mata untuk pelaksanaan proyek (apakah untuk koordinasi proyek, dan lain-lain). Dengan demikian, malah ini bertentangan dengan pemahaman “badan sebagai kesatuan” itu sendiri. Hadirnya KSO/JO adalah semata-mata guna pelaksanaan proyek, dan tidak otomatis dibentuk suatu “badan sebagai kesatuan sendiri”. Di samping itu, menurut hemat penulis, kata kunci bahwa bentuk KSO/JO diatur sebagai Subjek PPN ditemukan dalam kalimat berikutnya dalam contoh Penjelasan Pasal 3 Ayat (2) PP No. 1/2012, yaitu: Dalam perjanjian kerja dengan pelanggan (pemilik proyek) diatur bahwa semua transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada pelanggan (pemilik proyek) dilakukan atas nama joint operation. Jadi dalam perjanjian kerja yang dibuat antara anggota KSO/JO dengan pemilik proyek atau pelanggan, terdapat pengaturan tertulis bahwa penyerahan BKP/JKP dilakukan atas nama KSO/JO.
  • 11. www.futurumcorfinan.com Page 11 Tanpa kehadiran ketiga syarat secara sekaligus bersamaan tersebut, bentuk KSO/JO tidak otomatis menjadi Subjek PPN. Misalkan terdapat salah satu syarat yang tidak terpenuhi, maka, bentuk KSO/JO ini tidak dapat secara otomatis diartikan bahwa merupakan subjek PPN. Misalnya, ada perjanjian kerja dengan pemilik proyek atau pelanggan, namun dalam perjanjian atau kontrak kerja tersebut disebutkan bahwa penyerahan BKP/JKP dilakukan atas nama masing-masing anggota KSO/JO (dan bukan atas nama KSO/JO)6 . Karena penyerahan BKP/JKP tidak dilakukan oleh bentuk KSO/JO, maka bentuk KSO/JO tidak merupakan Subjek PPN. Bahkan pemahaman di atas dipertegas sendiri oleh PP No. 1/2012 dalam contoh Penjelasan Pasal 3 Ayat (2), dimana bentuk KSO/JO tidak [selalu] wajib untuk dikukuhkan sebagai PKP. Penulis kutip lagi secara utuh, supaya pembaca bisa membacanya secara lengkap. Contoh bentuk kerja sama operasi (joint operation) yang tidak wajib untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak: PT X dan PT Y7 membuat perjanjian kerja sama dengan pelanggan (pemilik proyek). Untuk melaksanakan proyek tersebut, PT X dan PT Y membentuk joint operation. Namun demikian, dalam pelaksanaannya semua transaksi dan dokumen terkait dengan perjanjian kerja sama dengan pelanggan (pemilik proyek) tersebut secara nyata hanya dilakukan atas nama PT X. Menilik isi Penjelasan Pasal 3 Ayat (2) PP No. 1/2012 di atas dapat timbul beberapa interpretasi. Pertama, dalam hal perjanjian atau kontrak kerja dengan pemilik proyek atau pelanggan tidak memuat pengaturan apakah penyerahan BKP/JKP mesti dilakukan oleh KSO/JO ini, maka perlu dilihat ke fakta-fakta yang ada yaitu apakah semua transaksi dan dokumen 6 Sebagai catatan, asas kebebasan berkontrak dalam hukum kontrak memungkinkan bahwa aturan terkait penyerahan BKP/JKP yang disepakati oleh para anggota KSO/JO dan akan dijalankan nantinya tidak mesti dilakukan oleh KSO/JO. 7 Catatan penulis: kembali di sini perjanjian kerja dilakukan antara anggota KSO/JO dengan pemilik proyek atau pelanggan, dan bukan antara bentuk KSO/JO dengan pemilik proyek atau pelanggan.
  • 12. www.futurumcorfinan.com Page 12 terkait dengan kerja sama dengan pemilik proyek atau pelanggan secara nyata (baca : secara riil, sesuai faktanya, apa yang sesungguhnya terjadi) hanya dilakukan atas nama PT X. PT X di sini adalah anggota KSO/JO. Bisa juga penyerahan tersebut atas nama PT Y. Di sini bisa timbul interpretasi bercabang lagi, sebagai berikut:  Apakah semua transaksi dan dokumen untuk penyerahan BKP/JKP mesti atas nama salah satu anggota KSO/JO?  Bagaimana kalau sebagian transaksi dan dokumen untuk penyerahan BKP/JKP dilakukan atas nama PT X, dan sebagian lagi atas nama PT Y?  Bagaimana kalau sebagian transaksi dan dokumen untuk penyerahan BKP/JKP dilakukan atas nama PT X, sebagian atas nama PT Y, dan sebagian lagi atas nama KSO/JO? Kata-kata “Semua” dan hanya disebutkan bahwa penyerahan dilakukan oleh “PT X” dalam contoh Penjelasan Pasal 3 ayat (2) PP No. 1/2012 mengakibatkan munculnya interpretasi berbeda. Namun, hadirnya paragraf berikutnya dalam contoh yaitu “Karena joint operation secara nyata tidak melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada pihak lain, maka dalam hal ini joint operation tidak wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.”, bisa diartikan bahwa PP No. 1/2012 lebih menekankan bahwa yang penting bentuk KSO/JO tersebut secara nyata tidak melakukan penyerahan BKP/JKP, maka KSO/JO tidak wajib dikukuhkan sebagai PKP. Apakah ini berarti pihak pajak lebih menekankan substance over form? Mengapa demikian, karena adanya kalimat “namun demikian, dalam pelaksanaannya semua transaksi dan dokumen terkait kerja sama dengan pelanggan (pemilik proyek) tersebut secara nyata hanya dilakukan atas nama PT X.” PT X di sini adalah anggota KSO/JO. Di lain pihak, dalam kenyataan, tidak menutup kemungkinan, bahwa dalam perjanjian kerja antara anggota KSO/JO atau antara KSO/JO dengan pemilik proyek atau pelanggan, diatur bahwa:  Untuk penyerahan BKP/JKP tertentu, dilakukan oleh KSO/JO;
  • 13. www.futurumcorfinan.com Page 13  Untuk penyerahan BKP/JKP tertentu lainnya, dilakukan oleh anggota KSO/JO tertentu (katakan PT X); dan  Untuk penyerahan BKP/JKP tertentu lainnya, dilakukan oleh anggota KSO/JO lainnya (katakan PT Y).  Dan bahkan dimungkinkan dibentuk KSO/JO di dalam KSO/JO. Misalkan katakan ada KSO/JO A, dan KSO/JO ABC, dimana dibentuk oleh KSO/JO A dengan PT B dan PT C. KSO/JO A dan KSO/JO ABC, dituangkan dalam satu perjanjian kerja sama dengan pihak pemilik proyek atau pelanggan, dimana output dan sumberdaya dari KSO/JO A diperjanjikan dan diatur mesti diserahkan kepada KSO/JO ABC guna pelaksanaan dan penyelesaian proyek dengan pemilik proyek atau pelanggan. Penulis menangkap bahwa secara implisit Penjelasan Pasal 3 Ayat (2), memaksudkan bahwa hanya ada satu alternatif saja yang diterima oleh PP No. 1/2012, yaitu bahwa penyerahan BKP/JKP hanya dapat dilakukan oleh bentuk KSO/JO atau tidak sama sekali. Jadi tidak dapat dalam satu perjanjian kerja, ada satu BKP/JKP yang diserahkan oleh KSO/JO dan BKP/JKP lainnya diserahkan oleh anggota KSO/JO. Hal ini tampak dalam kata-kata “dianggap” yang diberikan dalam paragraf berikut ini: Apabila dalam rangka joint operation tersebut, PT ABC atau PT DEF atas nama joint operation melakukan penyerahan langsung kepada pelanggan (pemilik proyek), maka penyerahan tersebut dianggap sebagai penyerahan dari PT ABC atau PT DEF kepada joint operation, sehingga PT ABC atau PT DEF harus membuat Faktur Pajak kepada joint operation dan joint operation membuat Faktur Pajak kepada pelanggan (pemilik proyek). Menurut hemat penulis, ketentuan perpajakan sebaiknya tidak dapat meniadakan asas kebebasan berkontrak (dalam hukum kontrak), fakta-fakta dan dokumen serta transaksi yang sesungguhnya terjadi. Para anggota [pembentuk] KSO/JO tetap dapat mengatur bahwa penyerahan untuk BKP/JKP tertentu dilakukan oleh anggota KSO/JO kepada pihak pemilik proyek atau pelanggan dalam kontrak atau perjanjian kerja yang disepakati dengan anggota KSO/JO lainnya dan dengan pemilik proyek atau pelanggan. Penyerahan BKP/JKP yang memang dilakukan oleh anggota KSO/JO dan diatur demikian dalam kontrak atau perjanjian dengan pihak pemilik proyek atau pelanggan, apakah bisa ditiadakan oleh pihak pajak? Kata-kata “dianggap” menurut hemat penulis, menimbulkan
  • 14. www.futurumcorfinan.com Page 14 ketidakpastian, karena pihak pajak “secara sepihak” tanpa mempertimbangkan fakta dan dokumen serta transaksi yang ada, dengan hanya berdasarkan ketentuan PP No. 1/2012 menyatakan bahwa penyerahan BKP/JKP yang dilakukan oleh anggota KSO/JO kepada pemilik proyek atau pelanggan, tidak terjadi demikian, dan sebaliknya, “dianggap” penyerahan BKP/JKP tersebut dari anggota KSO/JO kepada bentuk KSO/JO dan baru dari KSO/JO kepada pihak pemilik proyek atau pelanggan. Apakah demikian hal yang terjadi dalam kenyataannya? Pemikiran penulis ini juga dilandasi bahwa bagaimanapun bentuk KSO/JO adalah suatu bentuk kontrak, dan sama seperti kontrak pada umumnya, terdapat 5 (lima) asas yang dikenal dalam ilmu hukum perdata, yaitu8 :  Asas kebebasan berkontrak  Asas konsensualisme  Asas kepastian hukum (pacta sunt servanda)  Asas itikad baik (good faith, geode trouw)  Asas kepribadian (personalitas) Disebutkan bahwa asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk: (1) membuat atau tidak membuat perjanjian; (2) mengadakan perjanjian dengan siapa pun; (3) menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, serta (4) menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan. Asas kebebasan berkontrak yang dianut dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, para pihak yang sepakat melakukan perjanjian dianggap mempunyai kedudukan yang seimbang serta berada dalam situasi dan kondisi yang bebas menentukan kehendaknya untuk melakukan perjanjian. Pasal tersebut seolah-olah membuat suatu pernyataan bahwa para pihak diperbolehkan membuat perjanjian apa saja dan itu akan mengikat para pihak 8 H.S., Salim. Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak. Jakarta: Sinar Grafika. 2003. Halaman 9.
  • 15. www.futurumcorfinan.com Page 15 yang sepakat sebagaimana mengikatnya undang-undang9 . Hal kedua, terkait penyerahan BKP/JKP yang ditentukan dilakukan atas nama KSO/JO. Bagaimana kita bisa sampai kepada kesimpulan demikian bahwa KSO/JO melakukan penyerahan BKP/JKP? Dalam dokumen dengan pihak pemilik proyek atau pelanggan, bisa saja digunakan “nama” KSO yang memang mencantumkan nama [semua atau gabungan] anggota KSO/JO, apakah ini lalu dapat diartikan bahwa penyerahan BKP/JKP dilakukan oleh KSO/JO? Isu ini akan membawa kita kembali kepada pertanyaan, apakah bentuk KSO/JO yang dimaksud PP No. 1/2012 dan apakah bentuk demikian dapat melakukan penyerahan BKP/JKP. Penulis mencoba melihat permasalahan ini pertama, dari sudut akuntansi dan pengenaan pajak penghasilan terlebih dahulu, dan kedua dari sudut legal atau hukum berdasarkan bacaan yang penulis temukan. Pertama, dari sudut akuntansi dan pengenaan pajak penghasilan terlebih dahulu. Kalau memang bentuk KSO/JO adalah pihak yang melakukan penyerahan BKP/JKP berarti atas penyerahan tersebut perlu dibukukan dalam pembukuan KSO/JO yang secara umum akan diartikan sebagai pendapatan yang diakui. Bicara pendapatan, mau tidak mau, kita akan sampai pada apakah ada penghasilan kena pajak? Penulis mendapatkan ketidakkonsistenan dalam hal ini. Kecuali Kontrak Investasi Kolektif (KIK), Penjelasan Pasal 2 Ayat (1) Huruf b Undang- undang No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) tidak secara spesifik menyebutkan bentuk apa saja yang termasuk dalam pengertian Bentuk Badan Lainnya sebagai Subyek Pajak, namun dalam surat-surat penegasan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal 9 Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja. Seri Hukum Perikatan: Perikatan yang Lahir dari Perjanjian. Jakarta, PT RajaGrafindo Persada. 2003. Halaman 34.
  • 16. www.futurumcorfinan.com Page 16 Pajak (Dirjen Pajak) yang bersifat private ruling, dinyatakan bahwa JO bukan merupakan Subyek PPh Badan sehingga tidak diwajibkan menyampaikan SPT PPh Badan. Hal ini berarti Pajak Penghasilan atas bentuk KSO/JO akan dikenakan pada level anggota KSO/JO. Bentuk KSO/JO yang bukan merupakan Subjek PPh Badan menurut surat Dirjen Pajak, apakah memang karena pihak pajak menyadari walaupun bentuk KSO/JO yang mempunyai kegiatan usaha (berbadan usaha, dan melakukan penyerahan BKP/JKP sehingga merupakan Subjek PPN), namun karena tidak memiliki badan hukum terpisah, maka PPh Badan tidak dapat dikenakan pada level bentuk KSO/JO? Artinya perlu ada kegiatan usaha (dan karenanya mempunyai pendapatan dan penghasilan) ditambah kegiatan usaha tersebut dilakukan dalam bentuk badan hukum terpisah, baru dapat merupakan Subjek PPh Badan. Mengingat bahwa bentuk KSO/JO merupakan bentuk kerja sama yang tidak memiliki badan hukum terpisah dari para anggotanya, maka bentuk KSO/JO tidak termasuk dalam pengertian Subjek PPh sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) UU PPh, dimana Subjek Pajak Penghasilan adalah terdiri dari (i) Orang Pribadi, (ii) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak; (iii) Badan; dan (iv) Bentuk Usaha Tetap. Dengan demikian, Pajak Penghasilan akan dikenakan pada level anggota KSO/JO. Hal ini tampak juga pada Huruf E angka 1e dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE- 30/PJ/2013 tanggal 3 Juli 2013 tentang Pelaksanaan Pajak Penghasilan yang Bersifat Final atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Usaha Pokoknya Melakukan Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan dan Penentuan Jumlah Bruto Nilai Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan oleh Wajib Pajak yang Melakukan Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, dimana disebutkan bahwa: Dalam hal terdapat dua atau lebih Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan bekerja sama membentuk Kerja Sama Operasi (KSO)/Joint Operation (JO) melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan maka PPh Final atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dibayar oleh masing-
  • 17. www.futurumcorfinan.com Page 17 masing anggota KSO sesuai dengan bagian penghasilan yang diterima masing-masing anggota. Jadi di sini, jelas melalui SE-30/PJ/2013 tanggal 3 Juli 2013 ini, pihak pajak mengatur bahwa bentuk KSO/JO tidak dapat dikenakan PPh Badan. Ini bisa kita simpulkan bahwa pihak pajakpun tidak melihat bentuk KSO/JO sebagai suatu persekutuan perdata, persekutuan firma, atau persekutuan komanditer. Kalau ia diperlakukan sebagai persekutuan perdata, persekutuan firma, atau persekutuan komanditer, PPh akan dikenakan di level persekutuan perdata, persekutuan firma, atau persekutuan komanditer, dan bukan di level anggota persekutuan perdata, persekutuan firma, atau persekutuan komanditer. Secara implisit, apakah hal ini berarti, pihak pajak mengakui bahwa bentuk KSO/JO merupakan bentuk yang tidak memiliki badan hukum terpisah dari para anggota KSO/JO? Tetapi pertanyaan berikutnya, mengapa bentuk KSO/JO, yang tidak memiliki badan hukum terpisah dari para anggota KSO/JO, bisa “dianggap” melakukan penyerahan BKP/JKP kepada pihak ketiga? Kita mau tidak mau melihat bagaimana bentuk KSO/JO ini dari sudut legal atau hukum. Bentuk KSO/JO ini jelas merupakan kerja sama komersial berdasarkan kontraktual (contractual non-equity partnership) dan bukan berdasarkan modal (equity partnership), dimana para pihak dalam kerja sama ini (dapat terdiri dari orang pribadi maupun perusahaan) dan kerja sama tersebut terjadi dalam bentuk hubungan kontraktual dan bukan melalui pembentukan badan hukum/perusahaan terbatas yang dibentuk khusus. Untuk sudut pandang legal, penulis menggunakan riset tesis Christian F. Sinatra10 , dimana disebutkan bahwa: 10 Sinatra, Christian F. Joint Operation Sebagai Subyek Dalam Kepailitan (Studi Kasus: Perkara No. 42/Pailit/2010/PN.JKT.PST jo. No. 740 K/PDT.SUS/2010). Fakultas Hukum Program Pascasarjana Universitas Indonesia. Jakarta. Juni 2012. Halaman 7 dan 62. Catatan penulis: penulis tidak menggunakan banyak tesis karena untuk tujuan penulisan artikel ini, penulis hanya berhasil menemukan satu tesis terkait dengan pembahasan bentuk KSO/JO.
  • 18. www.futurumcorfinan.com Page 18 Sampai dengan saat ini, pengaturan mengenai bentuk badan usaha Joint Operation belum diatur secara jelas dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Oleh karena itu banyak pendapat mempersepsikan bentuk badan usaha Joint Operation disamakan dengan bentuk-bentuk badan usaha yang sudah ada yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-undang Hukum Dagang. …….. jelas terdapat kekosongan hukum mengenai pengaturan Joint Operation. Tidak ada ketentuan hukum yang mengatur tentang status hukum Joint Operation dan aturan hubungan hukumnya dengan pihak ketiga. Bapak Christian F. Sinatra mengutarakan adanya 3 (tiga) pendapat yang berbeda terkait bentuk hukum KSO/JO ini: Pertama, menurut Putusan Mahkamah Agung No. 01 K/N/1999 tanggal 23 Februari 1999.11 Menimbang, bahwa dengan memperhatikan cara-cara pembentukan hukum pembentukan Hutama Bina Maint Joint Operation yakni merupakan usaha bersama yang tidak berbadan hukum antara PT. Hutama Karya dan PT. Bina Maint dengan tujuan mencari keuntungan bersama dan masing-masing dengan perbandingan 60% dan 40%. Mahkamah Agung berpendapat bahwa usaha bersama tersebut dapat dikategorikan sebagai sebuah perseroan (yang tidak berbentuk badan hukum) sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 1618 BW, dan apabila diperhatikan cara penggunaan nama bersama yaitu Hutama Bina Maint Joint Operation, maka perseroan yang merupakan usaha bersama dari para Termohon kasasi dapat dikategorikan sebagai perseroan Firma sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 KUH Dagang. Kedua, menurut Bapak M. Yahya Harahap12 : 11 Himpunan Putusan-putusan Mahkamah Agung Dalam Perkara Kepailitan Jilid 2 (Januari s/d April 1999). Jakarta: PT Tata Nusa. 1999. Halaman 9-10. 12 Mantan Hakim Agung pada Mahkamah Agung RI di depan persidangan perkara kepailitan No. 42/Pailit/2010/PN.Jkt.Pst tanggal 14 Juli 2010, antara Penta Ocean Co. Ltd sebagai Pemohon melawan PT. Bali Turtle Island Development sebagai Termohon diajukan ahli dari Termohon untuk menjelaskan mengenai badan usaha Joint Operation.
  • 19. www.futurumcorfinan.com Page 19 Ditinjau dari segi hukum perdata, JO hampir sama bentuknya dengan Persekutuan Perdata (bugerlijke maatschap, civil partnership) yang diatur pada buku ketiga, bab ketujuh (Ps. 1618-1652 KUH Perdata). Pada dasarnya JO bentuk dan strukturnya hampir sama dengan Persekutuan Perdata (bugerlijke maatschap, civil partnership), dengan demikian JO dapat bertindak sebagai person yang terpisah dari para peserta yang terikat dalam JOA (Joint Operation Agreement). Oleh karena itu JO dapat bertindak mengadakan perikatan/perjanjian dengan pihak ketiga untuk dan atas nama JO. Dari dua pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Joint Operation adalah suatu badan usaha tersendiri yang dibentuk oleh dua atau lebih badan usaha (catatan penulis, kata yang digunakan adalah badan usaha tersendiri, dan bukan badan hukum tersendiri). Ketiga, menurut Majelis Hakim yang memeriksa perkara No. 42/Pailit/2010/PN.Niaga.Jkt.Pst jo. Putusan kasasi No. 740 K/Pdt.Sus.2010, berpendapat bahwa Joint Operation adalah (terdiri dari) dua badan hukum yang berbeda yang memiliki kewajiban dan hak-hak yang sama terhadap Pemohon dan bukan melahirkan suatu badan hukum yang baru (bukan badan hukum ketiga), melainkan kedua badan hukum di atas hanya bergabung untuk bekerja sama dalam melakukan pekerjaan yang namanya disingkat menjadi Penta-SPU Joint Operation (JO). Di sini, majelis hakim lebih menitikberatkan penjelasan Joint Operation pada aspek ada tidaknya badan hukum dari Joint Operation, sedangkan pendapat dari kedua mantan Hakim Agung di atas, lebih menitikberatkan pada aspek adanya suatu badan usaha tersendiri. Jadi dari bacaan di atas, apakah ini dapat disimpulkan bahwa bentuk KSO/JO sampai sekarang belum jelas di mata hukum? Dari kedua sudut pandang di atas, apakah bisa kita simpulkan bahwa kita belum dapat menyatakan secara tegas bahwa bentuk KSO/JO dapat melakukan penyerahan BKP/JKP, mengingat bentuk KSO/JO tidak secara badan hukum terpisah dari para anggota KSO/JO.
  • 20. www.futurumcorfinan.com Page 20 Selanjutnya, penulis ingin menilik lebih jauh terkait bagaimana akuntan melihat bentuk KSO/JO ini dan bagaimana perlakukan akuntansi atas transaksi antara anggota KSO/JO dengan KSO/JO itu sendiri. Di sini, penulis berpijak pada International Financial Reporting Standards (IFRS) yang saat ini sudah dan sedang diadopsi ke dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Sebagai latar belakang, pada bulan Mei 2011, International Accounting Standards Board menerbitkan IFRS 11 berjudul Joint Arrangements, dimana IFRS kemudian diadopsi di Indonesia dengan judul PSAK No. 66 berjudul “Pengaturan Bersama”. IFRS 11 menggantikan IAS 31 Interests in Joint Ventures yang sudah ada sejak tahun 1990 dengan beberapa perubahan terakhir pada tahun 2003. IAS 31 ini diadopsi ke PSAK No. 12 (revisi 2009) berjudul “Bagian Partisipasi dalam Ventura Bersama”. PSAK 66 menggantikan PSAK 12 (revisi 2009). Alasan penggantian IAS 31/PSAK 12 (revisi 2009) dengan IFRS 11/PSAK 66 adalah karena IAS 31/PSAK 12 (revisi 2009) memiliki kelemahan dimana struktur dari joint venture menjadi satu-satunya penentu bagi perlakuan akuntansinya. Kalau joint venture melibatkan pendirian suatu perseroan terbatas, persekutuan, atau entitas lainnya (catatan: terpisah secara hukum dari para venturer) yang mana setiap venturer mempunyai bagian partisipasi, maka joint venture tersebut disebut sebagai Pengendalian Bersama Entitas (PBE, jointly controlled entity). Sedangkan, kalau tidak melibatkan pendirian suatu perseroan terbatas, persekutuan, atau entitas lainnya, atau suatu struktur keuangan yang terpidah dari pihak venturer, maka ia masuk dalam kategori Pengendalian Bersama Operasi (PBO, jointly controlled operation) dan Pengendalian Bersama Aset (PBA, jointly controlled assets), sebagaimana ditunjukkan di bawah ini13 . 13 Presentasi IFRS 11 Joint Arrangements. Project Summary and Feedback Statement. May 2011. Halaman 5.
  • 21. www.futurumcorfinan.com Page 21 Joint arrangement sendiri menurut ketentuan IFRS 11/PSAK 66 memiliki karakteristik bahwa: (a) para pihak terikat oleh suatu pengaturan kontraktual (contractual arrangement); dan (b) pengaturan kontraktual memberikan pengendalian bersama (joint control) kepada dua atau lebih pihak dalam pengaturan tersebut. Pengendalian bersama didefinisikan sebagai persetujuan kontraktual untuk berbagi pengendalian atas suatu pengaturan, yang ada hanya ketika keputusan mengenai aktivitas relevan mensyaratkan persetujuan dengan suara bulat dari seluruh pihak yang berbagi pengendalian. Jadi joint arrangement dalam IFRS 11/PSAK 66 mensyaratkan kehadiran pengaturan kontraktual dan joint control14 . Adanya 2 syarat ini kemungkinan mengakibatkan banyak 14 Di sini penulis tidak akan membahas panjang lebar terkait kehadiran joint control dalam joint arrangement, karena menurut penulis, ini adalah hal yang sewajarnya ada kalau memang yang dimaksud adalah KSO/JO sesungguhnya (atau istilah penulis “true KSO/JO”). Dalam praktik bisnis, pertukaran kepentingan para pihak senantiasa dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis mengingat setiap langkah bisnis adalah langkah hukum. Upaya mencari makna proporsionalitas merupakan proses yang tidak mudah, bahkan seringkali tumpah tindih dalam pemahamannya dengan asas keseimbangan. Pada hakekatnya asas keseimbangan dan asas
  • 22. www.futurumcorfinan.com Page 22 bentuk KSO/JO yang kita kenal dalam praktik, belum tentu masuk kategori KSO/JO atau Joint Venture menurut ketentuan IFRS 11/PSAK 66. Sesuatu yang baru dalam IFRS 11/PSAK 66, dibandingkan IAS 31/PSAK 12 (revisi 2009), adalah bahwa dalam IFRS 11/PSAK 66 memungkinkan bahwa joint arrangement yang proporsionalitas tidak dapat dipisahkan keberadaannya dalam perjanjian Kerjasama Operasional (KSO). Perjanjian KSO yang bersubstansi asas proporsionalitas adalah perjanjian yang memberikan pengakuan terhadap hak, peluang dan kesempatan yang sama kepada para pihak yang menentukan pertukaran yang adil bagi semua pihak. Kesamaan bukan dalam arti kesamaan hasil melainkan pada posisi para pihak yang mengandaikan kesetaraan kedudukan dan hak (equitability) atau prinsip kesamaan dan kesetaraan hak. Perlu digarisbawahi bahwa keadilan tidak selalu berarti para pihak harus selalu memperoleh sesuatu dalam jumlah yang sama. Dalam perjanjian KSO dimungkinkan adanya hasil akhir yang berbeda. Dengan asumsi dasar bahwa karakter perjanjian KSO sebagai suatu perjanjian komersial yang menempatkan posisi para pihak yang mengikatkan diri pada kesetaraan hak dan kewajiban yang proporsional. Dengan demikian, tujuan dari para pihak yang berorientasi pada keuntungan bisnis dapat terwujud. (Catatan: lihat Tesis Bapak Dody Safnul dari Universitas Sumatera Utama berjudul “Kedudukan Para Pihak Dalam Kerjasama Operasional Antara PT. Adhi Karya (PERSERO) Tbk Dengan PT. Duta Graha Indah Tbk Terhadap Pekerjaan Taxiway Pembangunan Bandar Udara Internasional - Kuala Namu” tertanggal 25 Juli 2011. Bab II. Kedudukan PT. Adhi Karya (Persero) Tbk dengan PT. Duta Graha Indah Tbk sebagai Para Pihak dalam Perjanjian Kerjasama Operasional (KSO) Pekerjaan Taxiway Pembangunan Bandara Internasional Kuala Namu. Diunduh pada tanggal 16 Oktober 2014 dari situs http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27973/3/Chapter%20II.pdf.) Hadirnya pengendalian bersama (joint control) dalam perjanjian KSO/JO (baca : KSO/JO sesungguhnya) mestinya secara alami hadir dalam bentuk KSO/JO, karena kalau tidak, berarti salah satu pihak sebagai pengendali, atau kemungkinan semua pihak tidak memiliki pengendalian mutlak, atau hanya memiliki pengaruh signifikan atau bahkan sekedar merupakan investasi saja. Hadirnya joint control tampak juga dalam definisi joint venture dari Black’s Law Dictionary, sebagai berikut: Joint venture: a business undertaking by two or more persons engaged in a single defined project. The necessary elements are: (1) an express or implied agreement; (2) a common purpose that the group intends to carry out; (3) shared profits and losses; and (4) each member’s equal voice in controlling the project. Also terms joint adventure; joint enterprise. Cf Partnership; Strategic Alliance; Venture [Cases: Joint Adventure]. “There is some difficulty in determing when the legal relationship of joint venture exists, with authorities disagreeing as to the essential elements….The joint venture is not as much o an entity as is a partnership.” Henry G. Henn & John R. Alexander, Laws of Corporations. 49, at 106 (3d ed. 1983). Garner, Bryan A. (Editor in Chief). Black’s Law Dictionary. Edisi kesembilan. St. Paul (USA): West Publishing Co., a Thomson Reuters business. 2009. Halaman 915.
  • 23. www.futurumcorfinan.com Page 23 pembentukannya melibatkan kendaraan terpisah (separate vehicle) untuk dikategorikan sebagai joint operation atau joint venture. Sedangkan joint arrangement yang tidak dibentuk melalui kendaraan terpisah (separate vehicle) pasti merupakan operasi bersama (joint operation), sebagaimana tergambar di bawah ini15 . Kendaraan terpisah (separate vehicle) didefinisikan sebagai bentuk struktur keuangan yang dapat diidentifikasikan secara terpisah, mencakup entitas hukum terpisah atau entitas yang diakui oleh undang-undang, terlepas dari apakah entitas tersebut memiliki subjek hukum. Apakah ini dapat diartikan bahwa “separate vehicle” dimaksudkan lebih luas dari semata-mata “separate legal entity”? Tampaknya dapat disimpulkan demikian. Sebagaimana diutarakan di atas, joint arrangement yang aset dan liabilitas yang terkait dengan pengaturan dimiliki dalam kendaraan terpisah, dapat berupa ventura bersama (joint venture) atau operasi bersama (joint operation). Ketika para pihak membentuk suatu joint arrangement dalam kendaraan terpisah, para pihak harus menaksir apakah bentuk hukum 15 Presentasi IFRS 11 Joint Arrangements. Project Summary and Feedback Statement. May 2011. Halaman 7.
  • 24. www.futurumcorfinan.com Page 24 atas kendaraan terpisah, persyaratan pengaturan kontraktual dan jika relevan, fakta dan keadaan lain apakah memberikan kepada para pihak venturer:  Hak atas aset, dan kewajiban atas liabilitas, yang terkait dengan pengaturan (kalau iya, dalam hal ini berarti joint arrangement tersebut adalah operasi bersama (joint operation)); atau  Hak atas aset neto pengaturan (kalau iya, dalam hal ini berarti joint arrangement tersebut adalah ventura bersama (joint venture)). Dengan demikian, kita melihat bahwa:  Operasi bersama (joint operation) adalah pengaturan bersama yang mengatur bahwa para pihak yang memiliki pengendalian bersama atas pengaturan memiliki hak atas aset dan kewajiban terhadap liabilitas terkait dengan pengaturan tersebut. Dalam kasus tersebut, pengaturan kontraktual membentuk hak para pihak atas aset dan kewajibannya terhadap liabilitas yang terkait dengan pengaturan, dan hak para pihak atas pendapatannya terkait dan kewajiban terhadap beban terkait.  Ventura bersama (joint venture) adalah pengaturan bersama yang mengatur bahwa para pihak yang memiliki pengendalian bersama atas pengaturan memiliki hak atas aset neto pengaturan tersebut. Sesuai dengan pembatasan masalah, penulis akan fokus kepada bentuk KSO/JO saja, dan tidak pada Joint Venture. Perlu diperhatikan di sini bahwa IFRS 11/PSAK 66 membedakan antara KSO/JO dengan Joint Venture. Jadi mereka adalah 2 hal yang sangat berbeda. Bentuk KSO/JO bisa mencakup bentuk PBO dan PBA, atau bahkan PBE dalam IAS 31 atau PSAK 12 (revisi 2009). Selanjutnya, kita lihat bagaimana perlakuan akuntansi kalau ada transaksi yang terjadi antara pihak anggota KSO/JO dengan KSO/JO-nya sendiri. IFRS 11/PSAK 66 menyebutkan ada 2 pengaturan akuntansi untuk transaksi antara anggota KSO/JO dengan KSO/JO-nya, yaitu:
  • 25. www.futurumcorfinan.com Page 25  Terkait penjualan atau kontribusi aset dari anggota KSO/JO kepada KSO/JO (atau dikenal sebagai transaksi “downstream”)16 . Diatur bahwa ketika joint operator (yaitu anggota KSO/JO, misalkan PT A) melakukan transaksi dengan KSO/JO (misalkan KSO/JO ini dibentuk oleh 2 joint operator, yaitu PT A dan PT B), maka joint operator tersebut melakukan transaksi dengan pihak lain (yaitu anggota KSO/JO lainnya, misalkan PT B) dalam KSO/JO tersebut, dan, dengan demikian, joint operator PT A tersebut mengakui keuntungan dan kerugian yang dihasilkan dari transaksi tersebut hanya sebatas kepentingan para pihak (dalam hal ini PT B) dalam KSO/JO.  Terkait pembelian aset oleh anggota KSO/JO dari KSO/JO (atau umum dikenal sebagai transaksi “upstream”). Diatur bahwa ketika joint operator KSO/JO (misalkan PT A sebagai anggota KSO/JO) melakukan transaksi dengan KSO/JO, PT A tersebut tidak dapat mengakui bagian keuntungan dan kerugiannya sampai PT A menjual kembali aset tersebut kepada pihak ketiga. Dari ketentuan akuntansi di atas, dapat kita lihat bahwa:  Dalam hal terjadi transaksi penjualan dari anggota KSO/JO ke KSO/JO maka ini diperlakukan seperti transaksi antara satu anggota KSO/JO dengan anggota KSO/JO lainnya, dan bukan seperti transaksi antara anggota KSO/JO dengan KSO/JO itu sendiri.  Dalam hal terjadi penjualan dari KSO/JO ke anggota KSO/JO maka ini diperlakukan seperti transfer antara satu departemen atau bagian ke departmen atau bagian 16 Kalau diperhatikan ketentuan akuntansi untuk transaksi “downstream” dalam IFRS 11 atau PSAK 66 mengalami perubahan dibandingkan dengan IAS 31 atau PSAK 12 (revisi 2009), dimana dalam PSAK yang lama mewajibkan adanya pengalihan manfaat dan risiko (risks and rewards), namun karena ini sudah tidak sesuai dengan model berbasis pengendalian (a control-based model) yang prinsip mana digunakan dalam IFRS 10 “Consolidated Financial Statements”/PSAK 65 dan IFRS 11/PSAK 66. Jika venturer mengkontribusikan atau menjual aset kepada ventura bersama, maka pengakuan bagian keuntungan atau kerugian dari transaksi mencerminkan substansi dari transaksi tersebut. Ketika aset dipertahankan oleh ventura bersama, dan dengan syarat venturer telah mengalihkan manfaat dan risiko signifikan dari kepemilikan aset, maka venturer hanya mengakui bagian keuntungan atau kerugian yang dapat diatribuskan ke bagian partisipasi venturer lainnya. [paragraf 44 PSAK 12 (revisi 2009)]
  • 26. www.futurumcorfinan.com Page 26 lainnya dalam satu perusahaan yang sama, sehingga tidak boleh dilakukan pengakuan laba atau rugi dari penjualan tersebut hingga anggota KSO/JO menjualnya kembali ke pihak ketiga. Dengan demikian, pengakuan laba atau rugi tersebut perlu ditunda hingga keseluruhan laba atau rugi dari transaksi internal itu sebelumnya menjadi terealisasi (realized), yaitu aset dijual keluar dari anggota KSO/JO tersebut. Kedua, bagaimana dengan pembukuan KSO/JO sendiri? Dalam IFRS 11/PSAK 66, penulis tidak menemukan ketentuan terkait pembukuan KSO/JO. Namun demikian, kita bisa melihat hal ini secara implisit dari ketentuan paragraf 21 PSAK 66 dimana menyebutkan bahwa operator bersama (joint operator) mencatat aset, liabilitas, pendapatan dan beban terkait dengan kepentingannya dalam joint operation sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang dapat diterapkan untuk aset, liabilitas, pendapatan dan beban tertentu. Dengan demikian, dari sudut pandang joint operator, aset, liabilitas, pendapatan dan beban dalam pembukuan KSO/JO akan merupakan juga aset, liabilitas, pendapatan dan beban joint operator sesuai dengan hak dan kewajiban yang diatur dalam pengaturan kontraktual, dan tidak perlu ada penyesuaian (adjustment) apa- apa. Di samping itu, karena joint operator dapat saja menggunakan asetnya sendiri dalam KSO/JO, dan ia tetap mempertahankan kepemilikan atau kendali penuh atas aset tersebut dan secara pribadi bertanggungjawab atas kewajiban yang ada, maka tidak akan ada pengaruh akuntansi atas joint operator mengingat bahwa ia mempertahankan aset dan liabilitas tersebut dalam neraca joint operator. Namun demikian, dalam PSAK 12 (revisi 2009) atau IAS 31, ada diatur khusus pembukuan Pengendalian Bersama Operasi dan Pengendalian Bersama Aset yang dalam PSAK 66 atau IFRS 11 akan masuk dalam kategori KSO/JO, sebagaimana ditunjukkan di bawah ini17 . 17 EY Issue 1/May 2011. IASB Issues Three New Standards: Consolidated Financial Statements, Joint Arrangements, and Disclosures of Interests in Other Entities. Halaman 3.
  • 27. www.futurumcorfinan.com Page 27 Terkait catatan akuntansi dan laporan keuangan Pengendalian Bersama Operasi, PSAK 12 (revisi 2009) paragraf 14 menjelaskan bahwa:  Catatan akuntansi terpisah dapat tidak disyaratkan;  Laporan keuangan PBO dapat tidak disusun; dan  Pihak venturer dapat menyusun pertanggung-jawaban manajemen (management reporting) untuk aktivitas PBO sehingga pihak venturer dapat menilai kinerja joint venture tersebut untuk 1 (satu) periode atau beberapa periode. Terkait catatan akuntansi dan laporan keuangan Pengendalian Bersama Aset (PBA), PSAK 12 (revisi 2009) paragraf 20 menjelaskan bahwa perlakuan atas PBA mencerminkan substansi dan realitas ekonomi dan, biasanya, bentuk hukum dari joint venture. Di samping itu,  Catatan akuntansi terpisah untuk PBA dapat dibatasi untuk beban bersama venturer, dan pada akhirnya ditanggung oleh venturer sesuai dengan bagian yang disetujui.  Laporan keuangan dapat tidak disusun untuk joint venture, meskipun venturer dapat menyusun laporan pertanggungjawaban manajemen sehingga pihak venturer dapat menilai kinerja joint venture tersebut untuk 1 (satu) periode atau beberapa periode. Di sini, mengingat laporan pertanggung-jawaban manajemen bersifat laporan internal, maka bentuk, format, isi, dan periode pertanggung-jawaban dapat disesuaikan dengan kesepakatan para venturer, termasuk apakah PBO atau PBA tersebut diperlakukan
  • 28. www.futurumcorfinan.com Page 28 sebagai suatu pusat pendapatan (revenue centre), pusat biaya (cost centre) atau pusat laba (profit centre). Dari hal yang diutarakan di atas, tampak bahwa bentuk KSO/JO tidak ada kewajiban untuk membuat pembukuan, dan kalaupun dibuat, ini semata-mata untuk laporan pertanggungjawaban manajemen untuk keperluan ke pihak anggota KSO/JO. Kesimpulan Dari keseluruhan pembahasan di atas, termasuk dari melihat peraturan perpajakan yang terkait, beberapa pertimbangan majelis hakim dan ahli saksi serta standar akuntansi yang berlaku saat ini (IFRS dan PSAK), penulis belum mendapatkan suatu landasan yang kuat untuk memahami mengapa pihak pemerintah melalui PP No. 1/2012 bisa menyatakan bahwa bentuk KSO/JO adalah Subjek PPN. Menurut hemat penulis, hendaknya pengaturan perpajakan bisa selalu mempertimbangkan aspek-aspek di luar ranah perpajakan, termasuk pengakuan badan hukum serta akuntansi. Perlu dipertimbangkan mengingat bahwa bentuk KSO/JO karena tidak berbentuk badan hukum terpisah dari para anggota KSO/JO, maka pengenaan PPN hanya dikenakan pada anggota KSO/JO, sama seperti pengenaan PPh pada level anggota KSO/JO yang sudah diatur oleh ketentuan pajak yang ada. ~~~~~~ ####### ~~~~~~
  • 29. www.futurumcorfinan.com Page 29 Disclaimer This material was produced by and the opinions expressed are those of FUTURUM as of the date of writing and are subject to change. The information and analysis contained in this publication have been compiled or arrived at from sources believed to be reliable but FUTURUM does not make any representation as to their accuracy or completeness and does not accept liability for any loss arising from the use hereof. This material has been prepared for general informational purposes only and is not intended to be relied upon as accounting, tax, or other professional advice. Please refer to your advisors for specific advice. This document may not be reproduced either in whole, or in part, without the written permission of the authors and FUTURUM. For any questions or comments, please post it at www.futurumcorfinan.com © FUTURUM. All Rights Reserved