SlideShare a Scribd company logo
1 of 24
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
Kolelitiasis atau batu empedu pada hakekatnya merupakan endapan
satu atau lebih komponen empedu (kolesterol, bilirubin, garam empedu,
kalsium dan protein). (Price, 1994).
Kolelitiasis ( kalkuli atau batu empedu ) biasanya di bentuk dalam
kadung empedu dari bahan-bahan padat empedu dalam hal bentuk, ukuran,
dan komposisinya ada dua jenis utama batu empedu : batu pigmen yang terdiri
atas pigmen empedu tak jenuh yang jumlahnya berlebihan, dan batu kolestrol,
yang merupakan bentuk paling umum. Faktor-faktor resiko pada batu empedu
termasuk sirois, hemolisis, dan infeksi percabangan saluran empedu faktor-
faktor resiko untuk batu kolestrol termasuk kontrasepsi oral, estrogen, dan
klofibrat. Wanita mengalami batu kolestrol dan penyakit kandung empedu
empat kali lebih sering di banding pria : biasanya di atas 40 tahun, multi para,
dan obesitas.
Kolelitiasis adalah material atau kristal tidak berbentuk yang terbentuk
dalam kandung empedu. Komposisi dari kolelitiasis adalah campuran dari
kolesterol, pigmen empedu, kalsium dan matriks inorganik.(Wayan, 2007)
Kolelitiasis adalah adanya batu yang terdapat di dalam kandung
empedu atau saluran empedu (duktus koledokus) atau keduanya.
B. Klasifikasi Batu
Menurut ganbaran makroskopik dan komposisi kimianya, terdapat tiga
golongan besa batu empedu.
1. Batu empedu kolesterol yang berbentuk oval, multifocal atau mulberry
dan mengandung > 70% kolesterol. Terbentuknya batu kolesterol diawali
adanya presipitasi kolesterol yang membentuk kristal kolesterol. Beberapa
1
kondisi yang menyebabkan terjadinya presipitasi kolesterol adalah absorpsi
air, absorpsi garam empedu dan fosfolipid, sekresi kolesterol yang
berlebihan pada empedu, adanya inflamasi pada epitel kandung empedu
dan kegagalan untuk mengosongkan isi kandung empedu, adanya
ketidakseimbangan antara sekresi kolesterol, fosfolipid dan asam empedu,
peningkatan produksi musin di kandung empedu dan penurunan
kontraktilitas dari kandung empedu. Batu kolesterol terbentuk ketika
konsentrasi kolesterol dalam saluran empedu melebihi kemampuan empedu
untuk mengikatnya dalam suatu pelarut, kemudian terbentuk kristal yang
selanjutnya membentuk batu. Pembentukan batu kolesterol melibatkan tiga
proses yang panjang yaitu pembentukan empedu yang sangat jenuh
(supersaturasi), pembentukan kristal kolesterol dan agregasi serta proses
pertumbuhan batu. Proses supersaturasi terjadi akibat peningkatan sekresi
kolesterol, penurunan sekresi garam empedu atau keduanya.(David, 1994)
2. Batu Kalsium Bilirubina (Pigmen coklat), batu pigmen coklat terbentuk
akibat adanya faktor stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat
disebabkan adanya disfungsi sfingter Oddi, striktur, operasi bilier, dan
parasit. Bila terjadi infeksi saluran empedu, khususnya E.coli, kadar enzim
β-glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi
bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium meningkat bilirubin menjadi
kalsium bilirubinat yang tidak larut.
Dalam studi kami sendiri didapatkan adanya hubungan antara infeksi
bakteri dan terbentuknya batu pigmen coklat. Baik enzim β- glukoronidase
endogen maupun yang berasal dari bakteri ternyata mempunyai peran
penting dalam pembentukan batu pigmen. Umumnya batu pigmen coklat
ini terbentuk di saluran empedu dalam empedu terinfeksi.
3. Batu Pigmen Hitam, batu ini merupakan tipe batu yang banyak ditemukan
pada pasien dengan hemolisis kronik dan sirosis hati. Batu pigmen ini
terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin. Patogenesi terbentuknya
batu pigmen hitam ini belum jelas. Umumnya terbentuk dalam kandung
empedu yang steril.
Batu pigmen hitam terjadi akibat melimpahnya bilirubin tak
terkonjugasi dalam cairan empedu. Peningkatan ini disebabkan oleh karena
peningkatan sekresi bilirubin akibat hemolisis, proses konjugasi bilirubin
yang tidak sempurna (penyakit sirosis hati) dan proses dekonjugasi.
Bilirubin tak terkonjugasi ini kemudian membentuk kompleks dengan ion
2
kalsium bebas membentuk kalsium bilirubinat yang mempunyai sifat
sangat tidak larut. Proses asidifikasi yang tidak sempurna menyebabkan
peningkatan pH, dan keadaan ini merangsang pembentukan garam kalsium.
Kalsium bilirubinat yang terbentuk terikat dengan musin tertahan di
kandung empedu. Hal ini sebagai awal proses terbentuknya batu. (lesmana,
1999)
C. Etiologi
Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti, adapun
faktor predisposisi terpenting, yaitu: gangguan metabolisme yang
menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, statis empedu, dan
infeksi kandung empedu.
Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor
terpenting dalam pembentukan batu empedu karena hati penderita batu
empedu kolesterol mengekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol.
Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu (dengan
cara yang belum diketahui sepenuhnya) untuk membentuk batu empedu.
Statis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan
supersaturasi progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur-
unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu atau spasme spingter
oddi, atau keduanya dapat menyebabkan statis. Faktor hormonal (hormon
kolesistokinin dan sekretin) dapat dikaitkan dengan keterlambatan
pengosongan kandung empedu.
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam
pembentukan batu. Mukus meningkatkan viskositas empedu dan unsur sel
atau bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi/pengendapan. Infeksi
lebih timbul akibat dari terbentuknya batu, dibanding panyebab terbentuknya
batu.(Price, 1994)
D. Manifestasi Klinis
3
1. Kolik Billier
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung
empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan
menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen.
Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen
kuadran kanan atas yapng menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa
nyeri ini biasanya disertai mual dan muntah dan bertambah hebat
dalam makan makanan dalam porsi besar. Pada sebagian pasien rasa
nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten. Serangan kolik bilier
semacam ini disebabkan kontraksi kandung empedu yang tidak dapat
mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu.
Dalam keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu akan
menyentuh dinding abdomen pada daerah kartilago kosta 9 dan 10
kanan. Sentuhan ini menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada
kuadran kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam dan
menghambat pengembangan rongga dada.
2. Ikterus
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum akan
menimbulkan gejala yang khas, yaitu: gatah empedu yang tidak lagi
dibawa kedalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan
empedu ini membuat kulit dan menbran mukosa berwarna kuning.
3. Defisiensi vitamin
Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin
A,D,E,K yang larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan
gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier berlangsung
lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang
normal.
4. Kolesistitis Akut
Sebagian besar (90-95%) kasus kolesistitis akut disertai
kolelitiasis dan keadaan ini timbul akibat obstruksi duktus sistikus
yang menyebabkan peradangan organ tersebut. Respon peradangan
dapat dicetuskan tiga faktor yaitu : a) inflamasi mekanik yang
dicetuskan oleh kenaikan tekanan intra lumen dan distensi
menyebabkan iskemia mukosa dan dinding kandung empedu, b)
inflamasi kimiawi akibat pelepasan lesitin, c) inflamasi bakteri yang
memegang peran pada sebagian besar pasien dengan kolesititis akut.
4
5. Koledokolitiasis dan Kolangitis
Batu kandung empedu dapat bermigrasi masuk ke diktus
koledokus melalui duktus sistikus (koledokolitiasis sekunder) ata batu
empedu dapat juga terbentuk pdi dalam ssluran empedu
(koledokolitiasis primer). Gambaran klinis koledokolitiasis didominasi
penyulitnya seperti ikterus obstruksif, kolangitis dan pankreatitis.
Tujuh puluh empat pasien dengan koledokolitiasis simtomatik
memperlihatkan bahwa nyeri dan ikterus merupakan gejala utama.
(lesmana, 1999)
E. KOMPLIKASI
1) Kolesistisis
Kolesistisis adalah Peradangan kandung empedu, saluran kandung
empedu tersumbat oleh batu empedu, menyebabkan infeksi dan
peradangan kandung empedu.
2) Kolangitis
Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi karena infeksi
yang menyebar melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah saluran-
saluran menjadi terhalang oleh sebuah batu empedu.
3) Hidrops
Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan hidrops kandung
empedu. Dalam keadaan ini, tidak ada peradangan akut dan sindrom yang
berkaitan dengannya. Hidrops biasanya disebabkan oleh obstruksi duktus
sistikus sehingga tidak dapat diisi lagi empedu pada kandung empedu yang
normal. Kolesistektomi bersifat kuratif.
4) Empiema
Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini dapat
membahayakan jiwa dan membutuhkan kolesistektomi darurat segera.
F. Patofisiologi
Batu empedu terjadi karena adamya zat tertentu dalam empedu yang
hadir dalam konsentrasi yang mendekati batas kelarutan mereka. Bila empedu
terkonsentrasi di dalam kandung empadu, larutan akan berubah menjadi jenuh
dengan bahan-bahan tersebut, kemudian endapan dari larutan akan
5
membentuk kristal mikroskopis. Kristal terperangkap dalam mukosa bilier,
akan mengahasilkan suatu endapan. Oklusi dari saluran oleh endapan dan batu
menghasilkan komplikasi penyakit batu empedu.
Pada kondisi normal kolesterol tidak mengendap di empedu karena
mengandung garam empedu terkonjugasi dan lesitin dalam jumlah cukup agar
kolesterol berada di dalam larutan misel. Jika rasio konsentrasi kolesterol
berbanding garam empedu dan lesitin meningkat, maka larutan misel menjadi
sangat jenuh. Kondisi yang sangat jenuh ini mungkin karena hati
memproduksi kolesterol dalam bentuk konsentrasi tinggi. Zat ini kemudian
mengendap pada lingkungan cairan dalam bentuk kristal kolesterol.
Bilirubin, pigmen kuning yang berasal dari pemecahan heme, secara
aktif disekresi ke dalam empedu oleh dati. Sebagian besar bilirubin di dalam
empedu berada dalam bentuk konjugat glukoronida yang larut dalam air dan
stabil, tetapi sebagian kecil terdiri dari bilirubin tak terkonjugasi. Bilirubin tak
terkonjugasi, seperti lemak, fosfat, karbonat, dan anion lainnya cenderung
untuk membentuk presipitat tak larut dengan kalsium. Kalsium memasuki
empedu secara pasif bersama dengan elektrolit lain. Dalam situasi pergantian
heme tinggi, seperti hemolisis kronis atau sirosis, bilirubin tak terkonjugasi
mungkinberada dalam empedu pada konsentrasi yang lebih tinggi dari
biasanya. Kalsium bilirubinat mungkin kemudian mengkristal dari larutan
dan akhirnya membentuk batu pigmen hitam.
Empedu yang biasanya steril, tetapi dalam beberapa kondisi yang tidak
biasa (misalnya ada striktur bilier), mungkin terkolonisasi dengan bakteri.
Bakteri menghidrolisis bilirubin terkonjugasi dari hasil peningkatan bilirubin
tak terkonjugasi dapat menyebabkan presipitasi terbentuknya kristal kalsium
bilirubinat, bakteri hidrolisis lesitin menyebabkan pelepasan asam lemak yang
komplek dengan kalsium dan endapan dari larutan lain. Konkresi yang
dihasilkan memiliki konsistensi disebut batu pigmen coklat.
Batu empedu kolesterol dapat terkoloni dengan bakteri dan dapat
menimbulkan peradangan mukosa kandung empedu. Enzim dari bakteri dan
leukosit menghidrolisis bilirubin konjugasi dan asam lemak. Akibatnya, dari
waktu ke waktu, batu kolesterol bisa mengumpulkan proporsi kalsium
bilirubinat dan garam kalsium, lalu menghasilkan campuran batu empedu.
Kondisi batu kandung empedu memberikan berbagai manifestasi
keluhan pada pasien dan menimbulkan berbagai masalah keperawatan. Jika
terdapat batu empedu yang menyumbat duktus sistikus dan biliaris komunis
6
untuk sementara waktu, tekanan di duktus biliaris akan meningkat dan
peningkatan peristaltik di tempat penyumbatan mengakibatkan nyeri visera di
daerah epigastrum, mungkin dengan penjalaran ke punggung. Respon nyeri,
gangguan gastrointestinal dan anoreksia akan meningkatkan penurunan intake
nutrisi.
Respon komplikasi akut dengan peradangan akan memberikan
manifestasi peningkatan suhu tubuh. Respon kolik bilier secara kronis akan
meningkatkan kebutuhan metabolisme sehingga pasien cenderung mengalami
kelelahan. Respon adanya batu akan dilakukan intervensi medis pembedahan,
intervensi litotripsi atau intervensi endoskopi.
7
G. WOC
8
Bilirubin tak terkonjugasi
Kalsium bilirubinat
Batu pigmen hitam
Infeksi bakteri
(kolesistitis)
Penurunan
pembentukan misel
Kalsium palmiat
dan stearat
Gangguan metabolime
Perubahan
komposisi empedu,
stasis bilier.
Sekresi empedu
jenih kolesterol
Serosis hepatis
Konsentrasi kolesterol
melebihi kemampuan
empedu mengikatnya
Garam empeduPembentukan
kristal kolesterol
Batu kolesterolBATU EMPEDU/
KOLELITIASIS
Oklusi dan obstruksi dari batu
Obstruksi duktus sistikus
dan duktus biliaris
Obstruksi getah
empedu ke
duodenum
Diserap oleh
darah
Ikterus
9
Ggg gastrointestinal
Mual, muntah, anoreksia
Intake nutrisi dan cairan tdak
adekuat
MK : Resiko
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan
Kolik bilier
Nyeri
epigastrum
Respon sistemik
inflamsi
MK : ggg
kenyamanan
nyeri akut
Suhu tubuh
MK :
hipertemia
MK : Resiko
Ketidakseimba
ngan volume
cairan
H. Pemeriksaan Radiologi
1. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang
tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran
empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat
dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem
yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat
pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh
udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada
batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi
biasa.
(gambar Usg batu empedu)
2. CT-Scan
Metode ini juga merupakan pemeriksaan yang akurat untuk
menentukan adanya batu empedu, pelebarab saluran empedu dan
koledokolitiasis.
10
3. ERCP ( Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography)
Yaitu sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus
dan duktus pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam
duktus tersebut. Fungsi ERCP ini memudahkan visualisasi langsung
stuktur bilier dan memudahkan akses ke dalam duktus koledukus bagian
distal untuk mengambil batu empedu, selain itu ERCP berfungsi untuk
membedakan ikterus yang disebabkan oleh penyakit hati (ikterus
hepatoseluler dengan ikterus yang disebabkan oleh obstuksi bilier dan juga
dapat digunakan untuk menyelidiki gejala gastrointestinal pada pasien-
pasien yang kandung empedunya sudah diangkat.
I. Penatalaksanaan Terapi
1. Terapi Litosis Sistemik
Terapi asam empedu oral yang dianjurkan adalah kombinasi antara
chenodeoxy cholic acid (CDCA) dan Ursodeoxycholic acid (UDCA).
Mekanisme kerja UDCA adalah mengurangi penyerapan kolesterol
intestinal sedangkan CDCA mengurangi sintesis hepatik. Kombinasi
CDCA dan UDCA 8-10 mg/kg/hari menurunkan kadar kolesterol
empedu secara bermakna tanpa gejala samping. Syarat untuk terapi
litolisis oral meliputi kepatuhan untuk berobat selama dua tahun, tipe
batu kolesterol, kandung empedu harus berfungsi pada kolesistografi
oral, dan batu tidak terlalu besar.
11
2. Litolisis Lokal
Methil ter-butyl ether (MTBE) adalah eter alkil yang berbentuk
liquid pada suhu badan dan mempunyai kapasitas tinggi untuk
melarutkan batu kolesterol.
3. Extracorporeal Shock-wave-lithotripsy (ESWL)
Batu empedu dapat dipecahkan dengan gelombang kejutan yang
dihasilkan di luar badan oleh alat elektrohidrolik, elektromagnetik atau
elektrik-Pieza. Biasanya USG digunakan untuk mengarahkan
gelombang ke arah batu yang terletak di kandung empedu. Gelombang
akan melewati jaringan lunak dengan sedikit absorbsi sedangkan batu
akan menyerap enersi dan terpecahkan. Biasanya tehnik ini disertai
pemberian asam empedu oral CDCA atau UDCA.
J. Penatalaksanaan Bedah
1. Open Kolesistektomi
Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien dengan
batu empedu simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk
kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis
akut. Komplikasi yang berat jarang terjadi, meliputi trauma CBD,
perdarahan, dan infeksi. Data baru-baru ini menunjukkan mortalitas
pada pasien yang menjalani kolesistektomi terbuka pada tahun 1989,
angka kematian secara keseluruhan 0,17 %, pada pasien kurang dari 65
tahun angka kematian 0,03 % sedangkan pada penderita diatas 65 tahun
angka kematian mencapai 0,5 %.
2. Kolesistektomi Laparoskopik
Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal,
pemulihan lebih cepat, hasil kosmetik lebih baik, menyingkatkan
perawatan di rumah sakit dan biaya yang lebih murah. Indikasi tersering
adalah nyeri bilier yang berulang. Kontra indikasi absolut serupa
dengan tindakan terbuka yaitu tidak dapat mentoleransi tindakan
anestesi umum dan koagulopati yang tidak dapat dikoreksi. Komplikasi
yang terjadi berupa perdarahan, pankreatitis, bocor stump duktus
sistikus dan trauma duktus biliaris. Resiko trauma duktus biliaris sering
12
dibicarakan, namun umumnya berkisar antara 0,5–1%. Dengan
menggunakan teknik laparoskopi kualitas pemulihan lebih baik, tidak
terdapat nyeri, kembali menjalankan aktifitas normal dalam 10 hari,
cepat bekerja kembali, dan semua otot abdomen utuh sehingga dapat
digunakan untuk aktifitas olahraga.
13
14
BAB III
Asuhan Keperawan Dengan Pasien Kolelitiasis
A. Pengkajian
Usia : Setelah usia 15 tahun prevalensi kolelitiasi
meningkat.
Jenis kelamin : perempuan lebih cenderung terkena kolelitiasis
daripada laki-laki. Prevalensinya mencapai 4:1.
Keluahan Utama : pasien dengan kolelitiasis biasanya mengeluh
nyeri kolik bilier.
Riwayat Penyakit sekang : kondisi nyeri (P : biasanya nyeri bertambah
ketika ada penekanan pada abdomen, Q : seperti
nyeri tusuk, R : Abdomen kuadran kanan atas, S :
tergantung respon pasien (0-10, T : biasanya
nyeri terjadi pada malam hari dengan waktu 30-
60 menit), biasanya disertai riwayat keluhan
demam sampai menggigil dan disertai gangguan
gastrointestinal seperti sakit perut, rasa terbakar
pada epigastrik, mual, muntah, anoreksia.
Riwayat Penyakit Dahulu : biasaya ada faktor predisposisi penyebab
kolelitiasis. Perawat mengkaji adanya kondisi
obesitas, penyakit DM, , hipertensi, dan
hiperlipidemia berhubungan dengan peningkatan
sekresi kolesterol hepatika dan merupakan faktor
resiko utama pengembangan batu empedu.
Riwayat penyakit Keluarga : dari data yang ada kolelitiasis
memperlihatkan variasi genetik. Perawat perlu
mengkaji kondisi sakit dari generasi terdahulu,
karena beberapa pasien cenderung memiliki
kondisi penyakit herediter.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Baik
15
Kesadaran : compos mentis
2. Vital sign
Tekanan darah : biasanya pasien kolelitiasis sebelumnya menderita
hipertensi. (>140/90 mmHg)
Nadi : biasanya Nadi pasien kolelitiasis tinggi > 100 x / menit.
Respiration rate : RR tinggi (> 24 x per menit)
Suhu : karena adanya respon inflamasi suhu badan pasien tinggi (> 37,50
C)
3. Kepala
Mata : Konjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (+), pupil isokor, reflek
cahaya (+/+)
Hidung : Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), polip (-), perdarahan (-),
lendir (-), sumbatan (-)
Mulut : mukosa kering, sianosis (+).
4. Leher
Tampak simetris, limfonodi tidak teraba, pembesaran kelenjar tiroid (-)
5. Thorax
Inspeksi : Retraksi (-), deformitas (-)
Palpasi : gerak nafas simetris
Perkusi : sonor
Auskultasi : bising (-)
6. Abdomen
Inspeksi : datar, eritem (-), sikatrik (-)
Auskultasi : peristaltik (+)
Perkusi : timpani kembung.
Palpasi : nyeri tekan (+) regio kuadran kanan atas.
7. Ekstremitas
Superior : gerak aktif (+/+), gerak pasif (+/+). Udem (-/-), akral dingin,
turgor menurun.
16
C. Analisis data
No. Data Etoilogi Masalah
1. Ds : pasien
mengeluh nyeri di
perut bagian kanan
atas.
Do :
RR biasanya tinggi
> 24 x / menit, N
juga tinggi > 100 x/
menit
P : nyeri
bertambah ketika
terjadi tekanan di
abdomen.
Q : nyeri tusuk
R : abdomen kanan
atas, menjalar ke
punggung.
S : 7
T : malam hari, 30-
60 menit.
Obstruksi duktus
sistikus dan duktus
biliaris
Distensi dktus biliaris
dan peningkatan
kontraksi periltastik
Kolik bilier
Nyeri epigastrum
Nyeri Akut
2. Ds : Pasien
mengeluh mual,
muntah dan tidak
nafsu makan.
Do :
Klinis : pasien
terlihat lemas dan
pucat, mengalami
penurunan BB,
lemak subkutan
Obstruksi duktus
sistikus dan duktus
biliaris
Distensi dktus biliaris
dan peningkatan
kontraksi periltastik
Gangguan
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh.
17
tipis.
Lab :
Protein : biasanya
rendah (N : 6,1-8,2
gr), Albumin
rendah (N : 3,8-5,0
gr), gula darah PP
(100-120 mg/dl)
gastrointestinal
Mual, muntah,
anoreksia
Intake nutrisi dan
cairan tdak adekuat
3. Ds :
Do : suhu badan
pasien 380
C,kulit
hangat, takikardia,
kulit kemerahan.
Obstruksi duktus
sistikus dan duktus
biliaris
Distensi dktus biliaris
dan peningkatan
kontraksi periltastik
respon sistemik
inflamasi
Suhu tubuh meningkat
Hipertermi
4. Ds : pasien
mengatakan haus.
Do : Turgor kulit,
membran mukosa
kering, suhu badan
pasien rendah
dibawah 36,60
C,dan nadi pulfus
parfus(Cepat
lemah).
Obstruksi duktus
sistikus dan duktus
biliaris
Distensi dktus biliaris
dan peningkatan
kontraksi periltastik
Gangguan
gastrointestinal
Mual, muntah,
Resiko
Ketidakseimbangan
volume cairan
18
anoreksia
Intake nutrisi dan
cairan tdak adekuat
D. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d respon inflamasi
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d anoreksia ,
muntah dan gangguan pencernaan.
3. Hipertermi b.d kerusakan kontrol suhu sekunder akibat inflamasi.
4. Resiko Ketidakseimbangan volume cairan b.d muntah / mual.
19
E. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Nyeri akut b.d
respon inflamasi
Dalam waktu 3 jam
setelah diberikan
tindakan
keperawatan pasien
mengatakan
nyerinya berkurang.
a. Secara subyektif
pernyataan nyeri
berkurang atau
teradaptasi
b. Skala nyeri 2
c. TTV dalam
batas normal dan
pasien terlihat
tenang.
1. Observasi karakteristik
nyeri mulai dari penyebab,
lokasi, skala dan waktu.
(PQRST)
2. Berikan posisi fowler.
3. Berikan kompres hangat
pada area nyeri.
4. Ajarkan tehnik relaksasi
distraksi seperti membaca
koran.buku,
aktivitas sesuai hobi,
menonton tv, mendengarkan
radio, dll
5. Lakukan kolaborasi
pemberian analgesik.
1. Membantu membedakan
penyebab nyeri dan memberikan
informasi
tentang kemajuan/ perbaikan
penyakit, terjadinya komplikasi
dan keefiktifan
intervensi
2. Posisi fowler menurunkan
tekanan intraabdomen.
3. Efek dilatasi dinding empedu
memberikan respon spasme otot
menurun sehingga nyeri
berkurang.
4. Pengalihan perhatian akan
mengurangi nyeri yang dirasakan.
5. Analgesik akan memblok
lintasan nyeri sehingga nyeri
berkurang.
2. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan b.d
anoreksia , muntah
dan gangguan
pencernaan.
Dalam waktu 3 x 24
jam setelah
dilakukan tindakan
keperawatan pasien
dapat
mempertahankan
Menunjukkan
peningkatan nafsu
makan dan
menunjukkan
peningkatan BB,
1. Observasi status nutrien
pasien, turgor kulit, BB,
riwayat mual/muntah dan
intregitas mukosa.
2. Pertahankan kebersihan
mulut.
1.Memvalidasi dan menetapkan
derajat masalah untuk menetapkan
pilihan intervensi yang tepat.
2. Akumulasi partikel makanan di
mulut dapat menambah bau dan
rasa tak sedap yang akan
20
kebutuhan nutrisi
yang adekuat.
pasien tidak merasa
mual muntah,
pasien tidak terlihat
lemas dan pucat,
mengalami
peningkatan BB.
Lab :
Protein : (N : 6,1-
8,2 gr), Albumin
(N : 3,8-5,0 gr),
gula darah PP
(100-120 mg/dl)
dalam batas
normal.
3. Berikan makanan selagi
hangat.
4. Kolaborasi dengan ahli gizi
dengan memberikan diet
makanan rendah kolesterol.
menurunkan nafsu makan.
3. Makanan hangat akan
meningkatkan nafsu makan pasien
dan dapat meningkatkan intake
nutrisi yang adekuat.
4. Diet rendah kolesterol akan
mengurangi terbentuknya batu
empedu.
3. Hipertermi b.d
kerusakan kontrol
suhu sekunder
akibat inflamasi.
Dalam waktu 2 x 24
jam setelah
dilakukan tidakan
keperawatan pasien
menunjukkan
penurunan suhu
badan.
Suhu badan dalam
batas normal
(36,60
-37,50
C),turgor kulit
baik, kulit tidak
terlihat kemerahan,
1. Observasi suhu badan
pasien.
2. Berikan kompres mandi
hangat, hindari penggunaan
alkohol.
3.Tingkatkan intake nutrisi
pasien.
4.Kolaborasi pemberian
antipiretik.
1. Memantau terjadinya
peningkatan suhu yang tidak
diinginkan.
2. Dapat membantu mengurangi
demam, penggunaan es/alkohol
mungkin menyebabkan
kedinginan. Selain itu alkohol
dapat mengeringkan kulit.
3. Adanya peningkatan
metabolisme menyebabkan
21
kehilangan banyak energi. Untuk
itu diperlukan peningkatan intake
cairan dan nutrisi.
4. Antipiretik digunakan untuk
mengurangi demam dengan aksi
sentralnya pada hipotalamus.
4. Resiko
Ketidakseimbangan
volume cairan b.d
muntah / mual.
setelah dilakukan
tindakan
keperawatan selama
3 x 24 jam
keseimbangan dan
elektrolit
dipertahankan secara
maksimal
Tanda vital dalam
batas normal (N:
120-60 x/mnt, S;
36,5-37,50
c, RR :
16-24 x/mnt ),
turgor kulit baik,
membran mukosa
bibir basah.
1. Pantau tanda dan gejala
kekurangan cairan dan
elektrolit.
2. Pantau intake dan output.
3. Timbang berat badan setiap
hari.
4. Anjurkan keluarga untuk
memberi minum banyak pada
kien, 2-3 lt/hr
1. Penurunan sisrkulasi volume
cairan menyebabkan kekeringan
mukosa dan pemekatan urin.
Deteksi dini memungkinkan terapi
pergantian cairan segera untuk
memperbaiki defisit.
2. Dehidrasi dapat meningkatkan
laju filtrasi glomerulus membuat
keluaran tak aadekuat untuk
membersihkan sisa metabolisme.
3. Mendeteksi kehilangan cairan ,
penurunan 1 kg BB sama dengan
kehilangan cairan 1 liter.
4. Mengganti cairan dan elektrolit
yang hilang secara oral.
22
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada kasus kolelitiasis yang di alami oleh klien dapat di simpulkan bahwa
penyebab kolelitiasis klien adalah usia klien yang berumur 40 tahun, riwayat
penggunaan kontrasepsi oral, dan kebiasaan makan klien yang biasanya
mengonsumsi makanan yang berlemak dan bersantan.
B. Saran
1. Meningkatkan pengetahuan dengan mencari informasi terkait faktor resiko
dan etiologi kolelitiasis.
2. Merubah perilaku dan gaya hidup kearah lebih sehat untuk meningkat
derajat kesehatan.
23
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 10. Jakarta:
EGC.
Ester, Monica. 2001. Keperawtan medikal Bedah Pendekatan Sistem
Gastrointestinal. Jakarta: EGC.
I Wayan Gustawan. 2011. Kolelitiasis Pada Anak. (Internet).
indonesia.digitaljournals.org/indek.php/idnmed/article/pdf. Diakses pada 8 Mei
2012.
L.A, Lesmana. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi ketiga. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI.
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2010. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.
Price, Sylvia Anderson. 1994. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC.
Sabiston, David C. 1994. Buku Ajar Bedah. Bagian 2. Jakarta: EGC.
24

More Related Content

What's hot

Asuhan keperawatan diare
Asuhan keperawatan diareAsuhan keperawatan diare
Asuhan keperawatan diareYudha09
 
Power point Hiperemesis Gravidarum
Power point Hiperemesis GravidarumPower point Hiperemesis Gravidarum
Power point Hiperemesis Gravidarumsyaripinsiti
 
2. lp kebutuhan cairan dan elektrolit
2. lp kebutuhan cairan dan elektrolit2. lp kebutuhan cairan dan elektrolit
2. lp kebutuhan cairan dan elektrolitmasantian
 
Askep Kolitis Ulseratif
Askep Kolitis UlseratifAskep Kolitis Ulseratif
Askep Kolitis UlseratifSri Nala
 
4. askep diare akut dehidrasi sedang
4. askep diare akut dehidrasi sedang4. askep diare akut dehidrasi sedang
4. askep diare akut dehidrasi sedangEllyeUtami
 
Askep pada ibu dengan kasus preeklamsi
Askep pada ibu dengan kasus preeklamsiAskep pada ibu dengan kasus preeklamsi
Askep pada ibu dengan kasus preeklamsiKampus-Sakinah
 
Laporan kolelitiasis
Laporan kolelitiasisLaporan kolelitiasis
Laporan kolelitiasisHerlan Boga
 
Asuhan Keperawatan GOUT (Asam Urat)
Asuhan Keperawatan GOUT (Asam Urat)Asuhan Keperawatan GOUT (Asam Urat)
Asuhan Keperawatan GOUT (Asam Urat)Sinta Sari
 
Implementasi,evaluasi,pembahasan.pdf
Implementasi,evaluasi,pembahasan.pdfImplementasi,evaluasi,pembahasan.pdf
Implementasi,evaluasi,pembahasan.pdfﱞﱞ ﱞﱞ ﱞﱞ
 
Laporan pendahuluan gea
Laporan pendahuluan geaLaporan pendahuluan gea
Laporan pendahuluan geaCha Cha
 
Asuhan keperawatan pada ny. d dengan post partum normal di wilayah kerja pusk...
Asuhan keperawatan pada ny. d dengan post partum normal di wilayah kerja pusk...Asuhan keperawatan pada ny. d dengan post partum normal di wilayah kerja pusk...
Asuhan keperawatan pada ny. d dengan post partum normal di wilayah kerja pusk...Septian Muna Barakati
 

What's hot (20)

Gerd kelompok 3
Gerd kelompok 3Gerd kelompok 3
Gerd kelompok 3
 
Laporan pendahuluan nyeri
Laporan pendahuluan nyeri Laporan pendahuluan nyeri
Laporan pendahuluan nyeri
 
Disminore
DisminoreDisminore
Disminore
 
Asuhan keperawatan diare
Asuhan keperawatan diareAsuhan keperawatan diare
Asuhan keperawatan diare
 
Lp dispepsia
Lp dispepsiaLp dispepsia
Lp dispepsia
 
Power point Hiperemesis Gravidarum
Power point Hiperemesis GravidarumPower point Hiperemesis Gravidarum
Power point Hiperemesis Gravidarum
 
Makalah kanker kolon print
Makalah kanker kolon printMakalah kanker kolon print
Makalah kanker kolon print
 
2. lp kebutuhan cairan dan elektrolit
2. lp kebutuhan cairan dan elektrolit2. lp kebutuhan cairan dan elektrolit
2. lp kebutuhan cairan dan elektrolit
 
Konstipasi
KonstipasiKonstipasi
Konstipasi
 
Askep Kolitis Ulseratif
Askep Kolitis UlseratifAskep Kolitis Ulseratif
Askep Kolitis Ulseratif
 
4. askep diare akut dehidrasi sedang
4. askep diare akut dehidrasi sedang4. askep diare akut dehidrasi sedang
4. askep diare akut dehidrasi sedang
 
Askep pada ibu dengan kasus preeklamsi
Askep pada ibu dengan kasus preeklamsiAskep pada ibu dengan kasus preeklamsi
Askep pada ibu dengan kasus preeklamsi
 
Isk
IskIsk
Isk
 
Laporan kolelitiasis
Laporan kolelitiasisLaporan kolelitiasis
Laporan kolelitiasis
 
Asuhan Keperawatan GOUT (Asam Urat)
Asuhan Keperawatan GOUT (Asam Urat)Asuhan Keperawatan GOUT (Asam Urat)
Asuhan Keperawatan GOUT (Asam Urat)
 
Implementasi,evaluasi,pembahasan.pdf
Implementasi,evaluasi,pembahasan.pdfImplementasi,evaluasi,pembahasan.pdf
Implementasi,evaluasi,pembahasan.pdf
 
5. proses skoring kep. keluarga
5. proses skoring kep. keluarga5. proses skoring kep. keluarga
5. proses skoring kep. keluarga
 
Laporan pendahuluan gea
Laporan pendahuluan geaLaporan pendahuluan gea
Laporan pendahuluan gea
 
Menjahit Luka Dengan Bermacam Teknik
Menjahit Luka Dengan Bermacam Teknik Menjahit Luka Dengan Bermacam Teknik
Menjahit Luka Dengan Bermacam Teknik
 
Asuhan keperawatan pada ny. d dengan post partum normal di wilayah kerja pusk...
Asuhan keperawatan pada ny. d dengan post partum normal di wilayah kerja pusk...Asuhan keperawatan pada ny. d dengan post partum normal di wilayah kerja pusk...
Asuhan keperawatan pada ny. d dengan post partum normal di wilayah kerja pusk...
 

Viewers also liked

Viewers also liked (7)

Febris
FebrisFebris
Febris
 
Mekanisme muntah proyektil
Mekanisme muntah proyektilMekanisme muntah proyektil
Mekanisme muntah proyektil
 
Askep nutrisi
Askep nutrisiAskep nutrisi
Askep nutrisi
 
Dokumen.tips lp dispepsiapdf
Dokumen.tips lp dispepsiapdfDokumen.tips lp dispepsiapdf
Dokumen.tips lp dispepsiapdf
 
Askep diare anak
Askep diare anakAskep diare anak
Askep diare anak
 
Askep kebutuhan nutrisi
Askep kebutuhan nutrisiAskep kebutuhan nutrisi
Askep kebutuhan nutrisi
 
P 3b kolesistitis
P 3b kolesistitisP 3b kolesistitis
P 3b kolesistitis
 

Similar to BATU EMPEDU

Similar to BATU EMPEDU (20)

Askep batu empedu
Askep batu empeduAskep batu empedu
Askep batu empedu
 
Renal kalkuli AKPER PEMKAB MUNA
Renal kalkuli AKPER PEMKAB MUNA Renal kalkuli AKPER PEMKAB MUNA
Renal kalkuli AKPER PEMKAB MUNA
 
Renal kalkuli
Renal kalkuliRenal kalkuli
Renal kalkuli
 
LP CHOLELIALITIASIS.doc
LP CHOLELIALITIASIS.docLP CHOLELIALITIASIS.doc
LP CHOLELIALITIASIS.doc
 
Makalah batu ginjal
Makalah batu ginjalMakalah batu ginjal
Makalah batu ginjal
 
Makalah batu ginjal
Makalah batu ginjalMakalah batu ginjal
Makalah batu ginjal
 
Makalah batu ginjal
Makalah batu ginjalMakalah batu ginjal
Makalah batu ginjal
 
Asuhan keperawatan pada_klien_batu_ginja
Asuhan keperawatan pada_klien_batu_ginjaAsuhan keperawatan pada_klien_batu_ginja
Asuhan keperawatan pada_klien_batu_ginja
 
Laporan pendahuluan nefrolitiasis
Laporan pendahuluan nefrolitiasisLaporan pendahuluan nefrolitiasis
Laporan pendahuluan nefrolitiasis
 
146028713 ta-kolik-renal
146028713 ta-kolik-renal146028713 ta-kolik-renal
146028713 ta-kolik-renal
 
Ureterolithiasis asli
Ureterolithiasis asliUreterolithiasis asli
Ureterolithiasis asli
 
Askep batu ginjal
Askep batu ginjalAskep batu ginjal
Askep batu ginjal
 
Satpel batu saluran kemih
Satpel batu saluran kemihSatpel batu saluran kemih
Satpel batu saluran kemih
 
Sistem ekresi
Sistem ekresiSistem ekresi
Sistem ekresi
 
Lapsus kolelitiasis
Lapsus kolelitiasisLapsus kolelitiasis
Lapsus kolelitiasis
 
Diare
DiareDiare
Diare
 
kolelitiasis.pptx
kolelitiasis.pptxkolelitiasis.pptx
kolelitiasis.pptx
 
Renal calculi
Renal calculiRenal calculi
Renal calculi
 
Gangguan dan Kelainan pada Sistem Pencernaan Manusia
Gangguan dan Kelainan pada Sistem Pencernaan ManusiaGangguan dan Kelainan pada Sistem Pencernaan Manusia
Gangguan dan Kelainan pada Sistem Pencernaan Manusia
 
Askep batu saluran kemih
Askep batu saluran kemihAskep batu saluran kemih
Askep batu saluran kemih
 

Recently uploaded

Referat kanker kolorektal farmakologi kesehatan
Referat kanker kolorektal farmakologi kesehatanReferat kanker kolorektal farmakologi kesehatan
Referat kanker kolorektal farmakologi kesehatanFATIM77
 
Jenis ubat batuk kahak dan batuk kering di Farmasi.pdf
Jenis ubat batuk kahak dan batuk kering di Farmasi.pdfJenis ubat batuk kahak dan batuk kering di Farmasi.pdf
Jenis ubat batuk kahak dan batuk kering di Farmasi.pdfnuralieza
 
PPT-UEU-Keperawatan-Medikal-Bedah-I-Pertemuan-7.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Medikal-Bedah-I-Pertemuan-7.pptPPT-UEU-Keperawatan-Medikal-Bedah-I-Pertemuan-7.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Medikal-Bedah-I-Pertemuan-7.pptTriUmiana1
 
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.ppt
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.pptALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.ppt
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.pptRaniNarti
 
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIF
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIFPENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIF
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIFRisaFatmasari
 
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologi
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologiBIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologi
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologiAviyudaPrabowo1
 
RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptx
RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptxRENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptx
RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptxrobert531746
 
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptx
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptxB-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptx
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptxUswaTulFajri
 
ALUR Vaksinasi calon jemaah Haji tahun 2024 .pptx
ALUR Vaksinasi calon jemaah Haji tahun 2024 .pptxALUR Vaksinasi calon jemaah Haji tahun 2024 .pptx
ALUR Vaksinasi calon jemaah Haji tahun 2024 .pptxMelianaFatmawati
 
VARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptx
VARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptx
VARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxghinaalmiranurdiani
 
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppt
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare pptMateri Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppt
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppticha582186
 
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretikobat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretikSyarifahNurulMaulida1
 
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.ppt
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.pptGizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.ppt
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.pptAyuMustika17
 
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxKDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxawaldarmawan3
 

Recently uploaded (14)

Referat kanker kolorektal farmakologi kesehatan
Referat kanker kolorektal farmakologi kesehatanReferat kanker kolorektal farmakologi kesehatan
Referat kanker kolorektal farmakologi kesehatan
 
Jenis ubat batuk kahak dan batuk kering di Farmasi.pdf
Jenis ubat batuk kahak dan batuk kering di Farmasi.pdfJenis ubat batuk kahak dan batuk kering di Farmasi.pdf
Jenis ubat batuk kahak dan batuk kering di Farmasi.pdf
 
PPT-UEU-Keperawatan-Medikal-Bedah-I-Pertemuan-7.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Medikal-Bedah-I-Pertemuan-7.pptPPT-UEU-Keperawatan-Medikal-Bedah-I-Pertemuan-7.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Medikal-Bedah-I-Pertemuan-7.ppt
 
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.ppt
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.pptALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.ppt
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.ppt
 
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIF
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIFPENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIF
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIF
 
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologi
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologiBIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologi
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologi
 
RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptx
RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptxRENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptx
RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptx
 
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptx
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptxB-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptx
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptx
 
ALUR Vaksinasi calon jemaah Haji tahun 2024 .pptx
ALUR Vaksinasi calon jemaah Haji tahun 2024 .pptxALUR Vaksinasi calon jemaah Haji tahun 2024 .pptx
ALUR Vaksinasi calon jemaah Haji tahun 2024 .pptx
 
VARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptx
VARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptx
VARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptx
 
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppt
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare pptMateri Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppt
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppt
 
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretikobat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
 
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.ppt
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.pptGizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.ppt
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.ppt
 
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxKDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
 

BATU EMPEDU

  • 1. BAB II LAPORAN PENDAHULUAN A. Definisi Kolelitiasis atau batu empedu pada hakekatnya merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu (kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium dan protein). (Price, 1994). Kolelitiasis ( kalkuli atau batu empedu ) biasanya di bentuk dalam kadung empedu dari bahan-bahan padat empedu dalam hal bentuk, ukuran, dan komposisinya ada dua jenis utama batu empedu : batu pigmen yang terdiri atas pigmen empedu tak jenuh yang jumlahnya berlebihan, dan batu kolestrol, yang merupakan bentuk paling umum. Faktor-faktor resiko pada batu empedu termasuk sirois, hemolisis, dan infeksi percabangan saluran empedu faktor- faktor resiko untuk batu kolestrol termasuk kontrasepsi oral, estrogen, dan klofibrat. Wanita mengalami batu kolestrol dan penyakit kandung empedu empat kali lebih sering di banding pria : biasanya di atas 40 tahun, multi para, dan obesitas. Kolelitiasis adalah material atau kristal tidak berbentuk yang terbentuk dalam kandung empedu. Komposisi dari kolelitiasis adalah campuran dari kolesterol, pigmen empedu, kalsium dan matriks inorganik.(Wayan, 2007) Kolelitiasis adalah adanya batu yang terdapat di dalam kandung empedu atau saluran empedu (duktus koledokus) atau keduanya. B. Klasifikasi Batu Menurut ganbaran makroskopik dan komposisi kimianya, terdapat tiga golongan besa batu empedu. 1. Batu empedu kolesterol yang berbentuk oval, multifocal atau mulberry dan mengandung > 70% kolesterol. Terbentuknya batu kolesterol diawali adanya presipitasi kolesterol yang membentuk kristal kolesterol. Beberapa 1
  • 2. kondisi yang menyebabkan terjadinya presipitasi kolesterol adalah absorpsi air, absorpsi garam empedu dan fosfolipid, sekresi kolesterol yang berlebihan pada empedu, adanya inflamasi pada epitel kandung empedu dan kegagalan untuk mengosongkan isi kandung empedu, adanya ketidakseimbangan antara sekresi kolesterol, fosfolipid dan asam empedu, peningkatan produksi musin di kandung empedu dan penurunan kontraktilitas dari kandung empedu. Batu kolesterol terbentuk ketika konsentrasi kolesterol dalam saluran empedu melebihi kemampuan empedu untuk mengikatnya dalam suatu pelarut, kemudian terbentuk kristal yang selanjutnya membentuk batu. Pembentukan batu kolesterol melibatkan tiga proses yang panjang yaitu pembentukan empedu yang sangat jenuh (supersaturasi), pembentukan kristal kolesterol dan agregasi serta proses pertumbuhan batu. Proses supersaturasi terjadi akibat peningkatan sekresi kolesterol, penurunan sekresi garam empedu atau keduanya.(David, 1994) 2. Batu Kalsium Bilirubina (Pigmen coklat), batu pigmen coklat terbentuk akibat adanya faktor stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat disebabkan adanya disfungsi sfingter Oddi, striktur, operasi bilier, dan parasit. Bila terjadi infeksi saluran empedu, khususnya E.coli, kadar enzim β-glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium meningkat bilirubin menjadi kalsium bilirubinat yang tidak larut. Dalam studi kami sendiri didapatkan adanya hubungan antara infeksi bakteri dan terbentuknya batu pigmen coklat. Baik enzim β- glukoronidase endogen maupun yang berasal dari bakteri ternyata mempunyai peran penting dalam pembentukan batu pigmen. Umumnya batu pigmen coklat ini terbentuk di saluran empedu dalam empedu terinfeksi. 3. Batu Pigmen Hitam, batu ini merupakan tipe batu yang banyak ditemukan pada pasien dengan hemolisis kronik dan sirosis hati. Batu pigmen ini terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin. Patogenesi terbentuknya batu pigmen hitam ini belum jelas. Umumnya terbentuk dalam kandung empedu yang steril. Batu pigmen hitam terjadi akibat melimpahnya bilirubin tak terkonjugasi dalam cairan empedu. Peningkatan ini disebabkan oleh karena peningkatan sekresi bilirubin akibat hemolisis, proses konjugasi bilirubin yang tidak sempurna (penyakit sirosis hati) dan proses dekonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi ini kemudian membentuk kompleks dengan ion 2
  • 3. kalsium bebas membentuk kalsium bilirubinat yang mempunyai sifat sangat tidak larut. Proses asidifikasi yang tidak sempurna menyebabkan peningkatan pH, dan keadaan ini merangsang pembentukan garam kalsium. Kalsium bilirubinat yang terbentuk terikat dengan musin tertahan di kandung empedu. Hal ini sebagai awal proses terbentuknya batu. (lesmana, 1999) C. Etiologi Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti, adapun faktor predisposisi terpenting, yaitu: gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, statis empedu, dan infeksi kandung empedu. Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting dalam pembentukan batu empedu karena hati penderita batu empedu kolesterol mengekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu (dengan cara yang belum diketahui sepenuhnya) untuk membentuk batu empedu. Statis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur- unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu atau spasme spingter oddi, atau keduanya dapat menyebabkan statis. Faktor hormonal (hormon kolesistokinin dan sekretin) dapat dikaitkan dengan keterlambatan pengosongan kandung empedu. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu. Mukus meningkatkan viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi/pengendapan. Infeksi lebih timbul akibat dari terbentuknya batu, dibanding panyebab terbentuknya batu.(Price, 1994) D. Manifestasi Klinis 3
  • 4. 1. Kolik Billier Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas yapng menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai mual dan muntah dan bertambah hebat dalam makan makanan dalam porsi besar. Pada sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten. Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah kartilago kosta 9 dan 10 kanan. Sentuhan ini menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam dan menghambat pengembangan rongga dada. 2. Ikterus Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum akan menimbulkan gejala yang khas, yaitu: gatah empedu yang tidak lagi dibawa kedalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan menbran mukosa berwarna kuning. 3. Defisiensi vitamin Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin A,D,E,K yang larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier berlangsung lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal. 4. Kolesistitis Akut Sebagian besar (90-95%) kasus kolesistitis akut disertai kolelitiasis dan keadaan ini timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan peradangan organ tersebut. Respon peradangan dapat dicetuskan tiga faktor yaitu : a) inflamasi mekanik yang dicetuskan oleh kenaikan tekanan intra lumen dan distensi menyebabkan iskemia mukosa dan dinding kandung empedu, b) inflamasi kimiawi akibat pelepasan lesitin, c) inflamasi bakteri yang memegang peran pada sebagian besar pasien dengan kolesititis akut. 4
  • 5. 5. Koledokolitiasis dan Kolangitis Batu kandung empedu dapat bermigrasi masuk ke diktus koledokus melalui duktus sistikus (koledokolitiasis sekunder) ata batu empedu dapat juga terbentuk pdi dalam ssluran empedu (koledokolitiasis primer). Gambaran klinis koledokolitiasis didominasi penyulitnya seperti ikterus obstruksif, kolangitis dan pankreatitis. Tujuh puluh empat pasien dengan koledokolitiasis simtomatik memperlihatkan bahwa nyeri dan ikterus merupakan gejala utama. (lesmana, 1999) E. KOMPLIKASI 1) Kolesistisis Kolesistisis adalah Peradangan kandung empedu, saluran kandung empedu tersumbat oleh batu empedu, menyebabkan infeksi dan peradangan kandung empedu. 2) Kolangitis Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi karena infeksi yang menyebar melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah saluran- saluran menjadi terhalang oleh sebuah batu empedu. 3) Hidrops Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan hidrops kandung empedu. Dalam keadaan ini, tidak ada peradangan akut dan sindrom yang berkaitan dengannya. Hidrops biasanya disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus sehingga tidak dapat diisi lagi empedu pada kandung empedu yang normal. Kolesistektomi bersifat kuratif. 4) Empiema Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini dapat membahayakan jiwa dan membutuhkan kolesistektomi darurat segera. F. Patofisiologi Batu empedu terjadi karena adamya zat tertentu dalam empedu yang hadir dalam konsentrasi yang mendekati batas kelarutan mereka. Bila empedu terkonsentrasi di dalam kandung empadu, larutan akan berubah menjadi jenuh dengan bahan-bahan tersebut, kemudian endapan dari larutan akan 5
  • 6. membentuk kristal mikroskopis. Kristal terperangkap dalam mukosa bilier, akan mengahasilkan suatu endapan. Oklusi dari saluran oleh endapan dan batu menghasilkan komplikasi penyakit batu empedu. Pada kondisi normal kolesterol tidak mengendap di empedu karena mengandung garam empedu terkonjugasi dan lesitin dalam jumlah cukup agar kolesterol berada di dalam larutan misel. Jika rasio konsentrasi kolesterol berbanding garam empedu dan lesitin meningkat, maka larutan misel menjadi sangat jenuh. Kondisi yang sangat jenuh ini mungkin karena hati memproduksi kolesterol dalam bentuk konsentrasi tinggi. Zat ini kemudian mengendap pada lingkungan cairan dalam bentuk kristal kolesterol. Bilirubin, pigmen kuning yang berasal dari pemecahan heme, secara aktif disekresi ke dalam empedu oleh dati. Sebagian besar bilirubin di dalam empedu berada dalam bentuk konjugat glukoronida yang larut dalam air dan stabil, tetapi sebagian kecil terdiri dari bilirubin tak terkonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi, seperti lemak, fosfat, karbonat, dan anion lainnya cenderung untuk membentuk presipitat tak larut dengan kalsium. Kalsium memasuki empedu secara pasif bersama dengan elektrolit lain. Dalam situasi pergantian heme tinggi, seperti hemolisis kronis atau sirosis, bilirubin tak terkonjugasi mungkinberada dalam empedu pada konsentrasi yang lebih tinggi dari biasanya. Kalsium bilirubinat mungkin kemudian mengkristal dari larutan dan akhirnya membentuk batu pigmen hitam. Empedu yang biasanya steril, tetapi dalam beberapa kondisi yang tidak biasa (misalnya ada striktur bilier), mungkin terkolonisasi dengan bakteri. Bakteri menghidrolisis bilirubin terkonjugasi dari hasil peningkatan bilirubin tak terkonjugasi dapat menyebabkan presipitasi terbentuknya kristal kalsium bilirubinat, bakteri hidrolisis lesitin menyebabkan pelepasan asam lemak yang komplek dengan kalsium dan endapan dari larutan lain. Konkresi yang dihasilkan memiliki konsistensi disebut batu pigmen coklat. Batu empedu kolesterol dapat terkoloni dengan bakteri dan dapat menimbulkan peradangan mukosa kandung empedu. Enzim dari bakteri dan leukosit menghidrolisis bilirubin konjugasi dan asam lemak. Akibatnya, dari waktu ke waktu, batu kolesterol bisa mengumpulkan proporsi kalsium bilirubinat dan garam kalsium, lalu menghasilkan campuran batu empedu. Kondisi batu kandung empedu memberikan berbagai manifestasi keluhan pada pasien dan menimbulkan berbagai masalah keperawatan. Jika terdapat batu empedu yang menyumbat duktus sistikus dan biliaris komunis 6
  • 7. untuk sementara waktu, tekanan di duktus biliaris akan meningkat dan peningkatan peristaltik di tempat penyumbatan mengakibatkan nyeri visera di daerah epigastrum, mungkin dengan penjalaran ke punggung. Respon nyeri, gangguan gastrointestinal dan anoreksia akan meningkatkan penurunan intake nutrisi. Respon komplikasi akut dengan peradangan akan memberikan manifestasi peningkatan suhu tubuh. Respon kolik bilier secara kronis akan meningkatkan kebutuhan metabolisme sehingga pasien cenderung mengalami kelelahan. Respon adanya batu akan dilakukan intervensi medis pembedahan, intervensi litotripsi atau intervensi endoskopi. 7
  • 8. G. WOC 8 Bilirubin tak terkonjugasi Kalsium bilirubinat Batu pigmen hitam Infeksi bakteri (kolesistitis) Penurunan pembentukan misel Kalsium palmiat dan stearat Gangguan metabolime Perubahan komposisi empedu, stasis bilier. Sekresi empedu jenih kolesterol Serosis hepatis Konsentrasi kolesterol melebihi kemampuan empedu mengikatnya Garam empeduPembentukan kristal kolesterol Batu kolesterolBATU EMPEDU/ KOLELITIASIS Oklusi dan obstruksi dari batu Obstruksi duktus sistikus dan duktus biliaris Obstruksi getah empedu ke duodenum Diserap oleh darah Ikterus
  • 9. 9 Ggg gastrointestinal Mual, muntah, anoreksia Intake nutrisi dan cairan tdak adekuat MK : Resiko Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan Kolik bilier Nyeri epigastrum Respon sistemik inflamsi MK : ggg kenyamanan nyeri akut Suhu tubuh MK : hipertemia MK : Resiko Ketidakseimba ngan volume cairan
  • 10. H. Pemeriksaan Radiologi 1. Ultrasonografi (USG) Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa. (gambar Usg batu empedu) 2. CT-Scan Metode ini juga merupakan pemeriksaan yang akurat untuk menentukan adanya batu empedu, pelebarab saluran empedu dan koledokolitiasis. 10
  • 11. 3. ERCP ( Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography) Yaitu sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan duktus pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut. Fungsi ERCP ini memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier dan memudahkan akses ke dalam duktus koledukus bagian distal untuk mengambil batu empedu, selain itu ERCP berfungsi untuk membedakan ikterus yang disebabkan oleh penyakit hati (ikterus hepatoseluler dengan ikterus yang disebabkan oleh obstuksi bilier dan juga dapat digunakan untuk menyelidiki gejala gastrointestinal pada pasien- pasien yang kandung empedunya sudah diangkat. I. Penatalaksanaan Terapi 1. Terapi Litosis Sistemik Terapi asam empedu oral yang dianjurkan adalah kombinasi antara chenodeoxy cholic acid (CDCA) dan Ursodeoxycholic acid (UDCA). Mekanisme kerja UDCA adalah mengurangi penyerapan kolesterol intestinal sedangkan CDCA mengurangi sintesis hepatik. Kombinasi CDCA dan UDCA 8-10 mg/kg/hari menurunkan kadar kolesterol empedu secara bermakna tanpa gejala samping. Syarat untuk terapi litolisis oral meliputi kepatuhan untuk berobat selama dua tahun, tipe batu kolesterol, kandung empedu harus berfungsi pada kolesistografi oral, dan batu tidak terlalu besar. 11
  • 12. 2. Litolisis Lokal Methil ter-butyl ether (MTBE) adalah eter alkil yang berbentuk liquid pada suhu badan dan mempunyai kapasitas tinggi untuk melarutkan batu kolesterol. 3. Extracorporeal Shock-wave-lithotripsy (ESWL) Batu empedu dapat dipecahkan dengan gelombang kejutan yang dihasilkan di luar badan oleh alat elektrohidrolik, elektromagnetik atau elektrik-Pieza. Biasanya USG digunakan untuk mengarahkan gelombang ke arah batu yang terletak di kandung empedu. Gelombang akan melewati jaringan lunak dengan sedikit absorbsi sedangkan batu akan menyerap enersi dan terpecahkan. Biasanya tehnik ini disertai pemberian asam empedu oral CDCA atau UDCA. J. Penatalaksanaan Bedah 1. Open Kolesistektomi Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien dengan batu empedu simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. Komplikasi yang berat jarang terjadi, meliputi trauma CBD, perdarahan, dan infeksi. Data baru-baru ini menunjukkan mortalitas pada pasien yang menjalani kolesistektomi terbuka pada tahun 1989, angka kematian secara keseluruhan 0,17 %, pada pasien kurang dari 65 tahun angka kematian 0,03 % sedangkan pada penderita diatas 65 tahun angka kematian mencapai 0,5 %. 2. Kolesistektomi Laparoskopik Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal, pemulihan lebih cepat, hasil kosmetik lebih baik, menyingkatkan perawatan di rumah sakit dan biaya yang lebih murah. Indikasi tersering adalah nyeri bilier yang berulang. Kontra indikasi absolut serupa dengan tindakan terbuka yaitu tidak dapat mentoleransi tindakan anestesi umum dan koagulopati yang tidak dapat dikoreksi. Komplikasi yang terjadi berupa perdarahan, pankreatitis, bocor stump duktus sistikus dan trauma duktus biliaris. Resiko trauma duktus biliaris sering 12
  • 13. dibicarakan, namun umumnya berkisar antara 0,5–1%. Dengan menggunakan teknik laparoskopi kualitas pemulihan lebih baik, tidak terdapat nyeri, kembali menjalankan aktifitas normal dalam 10 hari, cepat bekerja kembali, dan semua otot abdomen utuh sehingga dapat digunakan untuk aktifitas olahraga. 13
  • 14. 14
  • 15. BAB III Asuhan Keperawan Dengan Pasien Kolelitiasis A. Pengkajian Usia : Setelah usia 15 tahun prevalensi kolelitiasi meningkat. Jenis kelamin : perempuan lebih cenderung terkena kolelitiasis daripada laki-laki. Prevalensinya mencapai 4:1. Keluahan Utama : pasien dengan kolelitiasis biasanya mengeluh nyeri kolik bilier. Riwayat Penyakit sekang : kondisi nyeri (P : biasanya nyeri bertambah ketika ada penekanan pada abdomen, Q : seperti nyeri tusuk, R : Abdomen kuadran kanan atas, S : tergantung respon pasien (0-10, T : biasanya nyeri terjadi pada malam hari dengan waktu 30- 60 menit), biasanya disertai riwayat keluhan demam sampai menggigil dan disertai gangguan gastrointestinal seperti sakit perut, rasa terbakar pada epigastrik, mual, muntah, anoreksia. Riwayat Penyakit Dahulu : biasaya ada faktor predisposisi penyebab kolelitiasis. Perawat mengkaji adanya kondisi obesitas, penyakit DM, , hipertensi, dan hiperlipidemia berhubungan dengan peningkatan sekresi kolesterol hepatika dan merupakan faktor resiko utama pengembangan batu empedu. Riwayat penyakit Keluarga : dari data yang ada kolelitiasis memperlihatkan variasi genetik. Perawat perlu mengkaji kondisi sakit dari generasi terdahulu, karena beberapa pasien cenderung memiliki kondisi penyakit herediter. B. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum : Baik 15
  • 16. Kesadaran : compos mentis 2. Vital sign Tekanan darah : biasanya pasien kolelitiasis sebelumnya menderita hipertensi. (>140/90 mmHg) Nadi : biasanya Nadi pasien kolelitiasis tinggi > 100 x / menit. Respiration rate : RR tinggi (> 24 x per menit) Suhu : karena adanya respon inflamasi suhu badan pasien tinggi (> 37,50 C) 3. Kepala Mata : Konjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (+), pupil isokor, reflek cahaya (+/+) Hidung : Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), polip (-), perdarahan (-), lendir (-), sumbatan (-) Mulut : mukosa kering, sianosis (+). 4. Leher Tampak simetris, limfonodi tidak teraba, pembesaran kelenjar tiroid (-) 5. Thorax Inspeksi : Retraksi (-), deformitas (-) Palpasi : gerak nafas simetris Perkusi : sonor Auskultasi : bising (-) 6. Abdomen Inspeksi : datar, eritem (-), sikatrik (-) Auskultasi : peristaltik (+) Perkusi : timpani kembung. Palpasi : nyeri tekan (+) regio kuadran kanan atas. 7. Ekstremitas Superior : gerak aktif (+/+), gerak pasif (+/+). Udem (-/-), akral dingin, turgor menurun. 16
  • 17. C. Analisis data No. Data Etoilogi Masalah 1. Ds : pasien mengeluh nyeri di perut bagian kanan atas. Do : RR biasanya tinggi > 24 x / menit, N juga tinggi > 100 x/ menit P : nyeri bertambah ketika terjadi tekanan di abdomen. Q : nyeri tusuk R : abdomen kanan atas, menjalar ke punggung. S : 7 T : malam hari, 30- 60 menit. Obstruksi duktus sistikus dan duktus biliaris Distensi dktus biliaris dan peningkatan kontraksi periltastik Kolik bilier Nyeri epigastrum Nyeri Akut 2. Ds : Pasien mengeluh mual, muntah dan tidak nafsu makan. Do : Klinis : pasien terlihat lemas dan pucat, mengalami penurunan BB, lemak subkutan Obstruksi duktus sistikus dan duktus biliaris Distensi dktus biliaris dan peningkatan kontraksi periltastik Gangguan Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. 17
  • 18. tipis. Lab : Protein : biasanya rendah (N : 6,1-8,2 gr), Albumin rendah (N : 3,8-5,0 gr), gula darah PP (100-120 mg/dl) gastrointestinal Mual, muntah, anoreksia Intake nutrisi dan cairan tdak adekuat 3. Ds : Do : suhu badan pasien 380 C,kulit hangat, takikardia, kulit kemerahan. Obstruksi duktus sistikus dan duktus biliaris Distensi dktus biliaris dan peningkatan kontraksi periltastik respon sistemik inflamasi Suhu tubuh meningkat Hipertermi 4. Ds : pasien mengatakan haus. Do : Turgor kulit, membran mukosa kering, suhu badan pasien rendah dibawah 36,60 C,dan nadi pulfus parfus(Cepat lemah). Obstruksi duktus sistikus dan duktus biliaris Distensi dktus biliaris dan peningkatan kontraksi periltastik Gangguan gastrointestinal Mual, muntah, Resiko Ketidakseimbangan volume cairan 18
  • 19. anoreksia Intake nutrisi dan cairan tdak adekuat D. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri akut b.d respon inflamasi 2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d anoreksia , muntah dan gangguan pencernaan. 3. Hipertermi b.d kerusakan kontrol suhu sekunder akibat inflamasi. 4. Resiko Ketidakseimbangan volume cairan b.d muntah / mual. 19
  • 20. E. Intervensi Keperawatan No. Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional 1. Nyeri akut b.d respon inflamasi Dalam waktu 3 jam setelah diberikan tindakan keperawatan pasien mengatakan nyerinya berkurang. a. Secara subyektif pernyataan nyeri berkurang atau teradaptasi b. Skala nyeri 2 c. TTV dalam batas normal dan pasien terlihat tenang. 1. Observasi karakteristik nyeri mulai dari penyebab, lokasi, skala dan waktu. (PQRST) 2. Berikan posisi fowler. 3. Berikan kompres hangat pada area nyeri. 4. Ajarkan tehnik relaksasi distraksi seperti membaca koran.buku, aktivitas sesuai hobi, menonton tv, mendengarkan radio, dll 5. Lakukan kolaborasi pemberian analgesik. 1. Membantu membedakan penyebab nyeri dan memberikan informasi tentang kemajuan/ perbaikan penyakit, terjadinya komplikasi dan keefiktifan intervensi 2. Posisi fowler menurunkan tekanan intraabdomen. 3. Efek dilatasi dinding empedu memberikan respon spasme otot menurun sehingga nyeri berkurang. 4. Pengalihan perhatian akan mengurangi nyeri yang dirasakan. 5. Analgesik akan memblok lintasan nyeri sehingga nyeri berkurang. 2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d anoreksia , muntah dan gangguan pencernaan. Dalam waktu 3 x 24 jam setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan Menunjukkan peningkatan nafsu makan dan menunjukkan peningkatan BB, 1. Observasi status nutrien pasien, turgor kulit, BB, riwayat mual/muntah dan intregitas mukosa. 2. Pertahankan kebersihan mulut. 1.Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah untuk menetapkan pilihan intervensi yang tepat. 2. Akumulasi partikel makanan di mulut dapat menambah bau dan rasa tak sedap yang akan 20
  • 21. kebutuhan nutrisi yang adekuat. pasien tidak merasa mual muntah, pasien tidak terlihat lemas dan pucat, mengalami peningkatan BB. Lab : Protein : (N : 6,1- 8,2 gr), Albumin (N : 3,8-5,0 gr), gula darah PP (100-120 mg/dl) dalam batas normal. 3. Berikan makanan selagi hangat. 4. Kolaborasi dengan ahli gizi dengan memberikan diet makanan rendah kolesterol. menurunkan nafsu makan. 3. Makanan hangat akan meningkatkan nafsu makan pasien dan dapat meningkatkan intake nutrisi yang adekuat. 4. Diet rendah kolesterol akan mengurangi terbentuknya batu empedu. 3. Hipertermi b.d kerusakan kontrol suhu sekunder akibat inflamasi. Dalam waktu 2 x 24 jam setelah dilakukan tidakan keperawatan pasien menunjukkan penurunan suhu badan. Suhu badan dalam batas normal (36,60 -37,50 C),turgor kulit baik, kulit tidak terlihat kemerahan, 1. Observasi suhu badan pasien. 2. Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan alkohol. 3.Tingkatkan intake nutrisi pasien. 4.Kolaborasi pemberian antipiretik. 1. Memantau terjadinya peningkatan suhu yang tidak diinginkan. 2. Dapat membantu mengurangi demam, penggunaan es/alkohol mungkin menyebabkan kedinginan. Selain itu alkohol dapat mengeringkan kulit. 3. Adanya peningkatan metabolisme menyebabkan 21
  • 22. kehilangan banyak energi. Untuk itu diperlukan peningkatan intake cairan dan nutrisi. 4. Antipiretik digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus. 4. Resiko Ketidakseimbangan volume cairan b.d muntah / mual. setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan dan elektrolit dipertahankan secara maksimal Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36,5-37,50 c, RR : 16-24 x/mnt ), turgor kulit baik, membran mukosa bibir basah. 1. Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit. 2. Pantau intake dan output. 3. Timbang berat badan setiap hari. 4. Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr 1. Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekatan urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki defisit. 2. Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak aadekuat untuk membersihkan sisa metabolisme. 3. Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 liter. 4. Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral. 22
  • 23. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Pada kasus kolelitiasis yang di alami oleh klien dapat di simpulkan bahwa penyebab kolelitiasis klien adalah usia klien yang berumur 40 tahun, riwayat penggunaan kontrasepsi oral, dan kebiasaan makan klien yang biasanya mengonsumsi makanan yang berlemak dan bersantan. B. Saran 1. Meningkatkan pengetahuan dengan mencari informasi terkait faktor resiko dan etiologi kolelitiasis. 2. Merubah perilaku dan gaya hidup kearah lebih sehat untuk meningkat derajat kesehatan. 23
  • 24. DAFTAR PUSTAKA Carpenito, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 10. Jakarta: EGC. Ester, Monica. 2001. Keperawtan medikal Bedah Pendekatan Sistem Gastrointestinal. Jakarta: EGC. I Wayan Gustawan. 2011. Kolelitiasis Pada Anak. (Internet). indonesia.digitaljournals.org/indek.php/idnmed/article/pdf. Diakses pada 8 Mei 2012. L.A, Lesmana. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2010. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika. Price, Sylvia Anderson. 1994. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC. Sabiston, David C. 1994. Buku Ajar Bedah. Bagian 2. Jakarta: EGC. 24