SlideShare a Scribd company logo
1 of 15
Download to read offline
PEMBELAJARAN BUDIDAYA PADI EKOLOGIS
    BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT : Catatan Bagi Upaya
              Membangun dan Menggerakan Pertanian dan Pedesaan

                                           Oleh

                                  Iwan Setiajie Anugrah
               Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian-Bogor

                                         Abstrak

Pembangunan pertanian dan pedesaan pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari
pembangunan nasional secara keseluruhan. Dalam konteks perekonomian nasional kontribusi
sektor pertanian memegang peranan yang cukup penting, disamping merupakan sumbe mata
pencaharian bagi sebagian besar penduduk di pedesaan. Untuk itu pembangunan pertanian
dan pedesaan akan senantiasa menjadi prioritas pembangunan nasional, sekalipun
diindikasikan bahwa sumberdaya di sektor pertanian semakin menurun. Disisi lain, ada
komunitas BPE yang senantiasa terus melakukan pembelajaran dalam upaya membangun dan
menggerakan pertanian dan pedesaan secara partisipatif dengan sumberdaya yang ada di
sekitar petani. Prinsip-prinsip sederhana yang mengutamakan kelestarian lingkungan, menjadi
dasar utama bagi kegiatan usahatani yang dilakukan di pedesaan. BPE pada dasarnya
merupakan kegiatan usahatani padi yang dilakukan oleh komunitas petani yang peduli
lingkungan serta didorong oleh adanya perubahan aspek sosial ekonomi, terutama terkait
dengan peningkatan harga-harga input produksi usahatani padi, stagnasi proses penyuluhan
lapangan, serta nilai tukar petani yang tidak memberikan insentif yang diharapkan petani,
sehingga BPE menjadi alternatif pilihan rasional bagi komunitas BPE untuk melakukan
usahatani tersebut. BPE juga merupakan kumulatif metode usahatani yang memadukan
konsep SLPHT, sistem pengairan yang teratur serta System of Rice Intensification (SRI) yang
kemudian berkembang ke arah budidaya padi organik yang sepenuhnya mengandung unsur-
unsur muatan bagi kesehatan lingkungan. Keberlanjutan komunitas BPE dilokasi kajian juga
tidak terlepas dari peran serta Yayasan FIELD Indonesia, dalam upaya mendorong
pemberdayaan petani melalui bimbingan dan metode pembelajaran yang diterapkan,
khususnya melalui kegiatan sekolah lapang PHT di tingkat petani yang meliputi : pengamatan
agro-ekosistem, diskusi kelompok, presentasi, dinamika kelompok, topik khusus serta
evaluasi mingguan. Sekolah lapang merupakan entry point untuk pengembangan SDM,
dengan muatan materi yang diperlukan dan dirancang oleh para petani sendiri. Begitu pula
pada penerapan Budi Daya Padi Ekologis melalui SRI, pengembangan kemampuan SDM
didorong melalui penerapan teknologi yang berdasarkan pada sistem ekofarming, seperti
penggunaan pupuk organik pada saat pengolahan lahan dan Mikro Organisme Lokal (MOL)
yang terbuat dari bahan-bahan yang ada disekitar petani, dengan memperhatikan keterkaitan
antara kesehatan ekologi tanah dan air serta lingkungan untuk mencapai tujuan hasil produksi
yang baik, senantiasa diterapkan dalam kegiatan komunitas BPE tersebut. Sehingga tercipta
sinergisitas antara petani sebagai pelaku usaha, lahan sebagai media tanam serta padi atau
tanaman lain sebagai objek, melalui komunikasi filosofis dan spiritual keagamaan sebagai
perlakuan batiniah terhadap sesama mahluk Tuhan. Komunikasi tersebut dilakukan para
petani BPE, sejak persemaian hingga penanganan pasca panen, sehingga selalu terjadi
interaksi dalam berbagai perlakuan selama pemeliharaan (berusahatani) padi sebagai
usahatani yang umumnya sudah dilakukan secara turun temurun.

Kata kunci : ekofarming, budidaya padi, pembelajaran, partisipatif




                                             1
PENDAHULUAN

        Pembangunan pertanian dan pedesaan, pada dasarnya tidak dapat dipisahkan
dari Pembangunan Nasional secara keseluruhan. Pertanian dan pedesaan dalam
konteks perekonomian nasional, merupakan bagian dari sumber matapencaharian dan
tempat bermukim bagi sebagian besar penduduk Indonesia saat ini. Tidak kurang dari
setengah penduduk Indonesia masih berkedudukan di desa dan menggantungkan
hidupnya dari sektor pertanian, sebagai sektor yang selama ini juga memberikan
kostribusi cukup besar bagi perkembangan perekonomian nasional secara
keseluruhan. Untuk itu, pembangunan pertanian dan pedesaan akan senatiasa menjadi
prioritas pembangunan nasional, sekalipun secara perlahan potensi sumberdaya
disektor pertanian dalam perkembangannya semakin menurun serta tidak lagi banyak
menarik masyarakat (kaum muda) di pedesaan untuk bekerja di sektor pertanian.
Pertanian dianggap bukan merupakan sumber pendapatan yang layak bagi pemenuhan
tuntutan kebutuhan hidup, serta percepatan bagi dinamika peradaban yang juga
senantiasa mengalami perubahan dengan cepat. Modernisasi dianggap identik dengan
kegiatan yang dilakukan di luar pedesaan dan di luar sektor pertanian, sehingga terjadi
marjinalisasi sektor pertanian dalam pandangan masyarakat (kaum muda) pedesaan
yang menuntut perubahan yang cepat dari kondisi sosial ekonomi keluarga maupun
lingkungannya.
        Kondisi sebaliknya dari sintesa tadi, terjadi pada komunitas petani yang
mengusahakan Budidaya Padi Ekologis (BPE) di dua wilayah pertanian padi di
Kabupaten Garut dan Ciamis. Semangat akan pemenuhan kebutuhan ilmu bercocok
tanam padi, dengan cara budidaya yang menekankan pada konsep kelestarian
lingkungan, serta pemenuhan kebutuhan input dari kemampuan sendiri, telah nyata
ditunjukkan oleh beberapa petani yang ada pada komunitas BPE, dalam upaya
mendapatkan informasi dan pengalaman dari proses pelaksanaan budidaya padi
ekologis tersebut, baik secara teoritis maupun berdasarkan kegiatan praktek langsung
dilapangan.
        Prinsip-prinsip sederhana dalam menghargai lingkungan yang dilatarbelakangi
landasan spiritual keagamaan yang mendalam, telah menjadi dasar bagaimana pola
budidaya ekofarming diterapkan. Sementara introduksi teknologi sederhana yang
disampaikan oleh lembaga pendamping dalam kaitannya dengan pola BPE, menjadi
bagian penting lainnya dalam kaitan dengan kondisi agroekosistem dan kelestarian
lingkungan di sekitar kegiatan BPE serta lingkungan yang lebih luas.
        Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengalaman, bagaimana upaya
nyata para petani pada komunitas BPE menggerakan dan membangun pertanian dan
pedesaan dengan memberdayakan diri dan lingkungannya, melalui upaya pemenuhan
kebutuhan ilmu pengetahuan tentang tata cara melakukan budidaya padi ekologis.
Sekaligus menjadi gambaran bagaimana proses pembelajaran yang sesungguhnya
bagi sebuah upaya pembangunan pertanian dan pedesaan secara partisiptif.

         DESKRIPSI SINGKAT BUDIDAYA PADI EKOLOGIS (BPE)

       Budi Daya Padi Ekologis (BPE), pada dasarnya merupakan kegiatan usahatani
padi yang dilaksanakan oleh komunitas petani, dengan memperhatikan
kesinambungan antar lingkungan yang mendukung pada kegiatan tersebut serta bagi
lingkungan disekitarnya, sebagai dampak dari penerapan budidaya padi ekologis.
Kegiatan BPE juga pada dasarnya terwujud dari keprihatinan rusaknya
lingkungan/ekologi dan sumberdaya yang ada saat ini. Kontaminasi lahan akibat

                                          2
akumulasi penggunaan berbagai macam obat dan pupuk anorganik, semakin
berkurangnya ketersediaan air akibat rusaknya sumber-sumber mata air serta
terjadinya berbagai keruksakan lingkungan akibat perilaku manusia dalam
pengelolaannya.
        BPE juga berkembang, karena didorong oleh berbagai aspek sosial ekonomi
yang berkembang sejalan dengan proses dan tuntutan pembangunan secara
keseluruhan. Meningkatnya harga pada hampir semua input produksi yang diperlukan
bagi kegiatan usahatani padi, terjadinya stagnasi proses penyuluhan pertanian di
tingkat lapangan/petani, serta masih rendahnya nilai tukar petani yang diterima dari
output usahatani yang dihasilkan, telah menjadi alternatif dan pilihan rasional bagi
komunitas petani BPE untuk melakukan kegiatan usahatani tersebut.
        Budi daya padi yang dilakukan, cukup mendapat respon dari para petani dan
kemudian bergabung menjadi komunitas BPE. Khususnya yang dilakukan di dua
lokasi (Garut dan Ciamis), pada dasarnya lahir dan diprakarsai oleh lembaga swadaya
masyarakat serta dinas irigasi setempat. Konsep dan falsafah sederhana yang
ditawarkan Dinas Irigasi/pengairan setempat, adalah bahwa "Padi bukanlah tanaman
air, tetapi tanaman yang memerlukan air", dengan demikian perlu dilakukan
management kebutuhan tanaman padi terhadap air. Dari proses panjang manajemen
tersebut, lahirlah budidaya padi yang secara intensif memperhatikan kebutuhan
tanaman terhadap air, sesuai dengan masa pertumbuhan serta bagaimana petani harus
memperlakukannya. Konsep lahan "mancak-mancak" (setengah basah) kemudian jadi
dasar bagi pelaksanaan budi daya padi tersebut.
        Perkembangan selanjutnya, BPE juga didasari oleh metode Sekolah Lapang
Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) yang lebih banyak terkait dengan kesehatan
lingkungan, khususnnya dalam penggunaan berbagai produk pupuk dan pestisida.
Konsep SLPHT menjadi dasar penting bagaimana para petani menggunakan teknik
untuk menangani hama penyakit yang biasa menyerang padi serta kesehatan lahan,
namun demikian yang lebih ditekankan adalah proses pembelajaran petani di
lapangan dan lebih banyak dilakukan dengan metoda praktek lapang.
        Unsur ke tiga yang sangat terkait, adalah dengan penerapan metode SRI
(System Rice Intensification) yang menekankan bagaimana kegiatan budidaya padi
yang dilakukan dengan efisien, serta menggunakan bahan dan input produksi yang
ada di sekitar petani sendiri. Dalam SRI, penggunaan bibit diupayakan sangat hemat
dalam satuan luas lahan tertentu, kemudian menggunakan pupuk organik dan kompos
serta MOL (Mikro Organisme Lokal) untuk kesuburan tanah serta pencegahan hama
penyakit, dengan bahan-bahan lokal yang ada disekitar petani.
        Ketiga unsur tadi menjadi dasar bagaimana sistem BPE berkembang menjadi
sebuah pilihan usahatani padi yang dilakukan oleh para petani yang kemudian
menjadi komunitas BPE di beberapa daerah di Indonesia. Dengan demikian,
fenomena kegiatan usahatani ekologis telah menjadi bagian dari proses penerapan
teknologi hemat air, PHT, teknologi ramah lingkungan, pola usahatani terpadu,
kemudian teknologi pasca panen dan pengolahan yang kesemuanya bermuara pada
membangun kemandirian petani dan masyarakat pedesaan.




                                         3
PROSES PEMBELAJARAN DENGAN MUATAN PARTISIPATIF


A. Suatu Konsep dan Pengalaman dari Yayasan FIELD Indonesia

I. Dasar Teori Pendidikan Kritis (Habermas) dalam Pemberdayaan Petani
   Model FIELD

        Pada tahun 1989 sampai 1999, Pemerintah Republik Indonesia telah
mengembangkan Program Nasional PHT, dengan berintikan kegiatan Sekolah
Lapangan PHT di tingkat petani. Ini sejalan dengan perubahan paradigma
pembangunan pertanian yang menghargai petani sebagai subjek yang mengelola dan
mengambil keputusan di lahan usaha taninya. Sehingga pemerintah lebih berperan
untuk mendukung petani, tidak melalui instruksi tetapi memfasilitasi melalui proses
pelatihan yang partisipatif dalam rangka mendorong pengembangan kreativitas dan
kemandirian petani (Wienarto, et al., 2006).
        Sekolah Lapangan diilhami oleh pandangan Jurgen Habermas tentang teori
pendidikan kritis. la menggariskan apa yang disebutnya sebagai dua bidang minat
kognitif yang utama (the primary cognitive interest), yakni hal-hal yang praktis (the
practical) dan hal-hal yang menyangkut kepentingan pembebasan (the emansipatory).
Habermas meletakkan kedua bidang minat utama ini pada tiga wilayah keberadan
manusia sebagai mahluk sosial yang berbeda satu sama lain, yakni wilayah
"pekerjaan" (work), wilayah "hubungan antar sesama" (interaction) dan wilayah
"kekuasaan" (power). Teori sosial Habermas menjelaskan perbedaan pengetahuan
yang diisyaratkan oleh masing-masing wilayah tersebut diciptakan dan diabsahkan.
Jack Mezirow memperinci lagi wilayah-wilayah tersebut menjadi sejumlah "wilayah
belajar" (domains of learning), yang secara alami menuntut adanya pendekatan dan
metodologi yang berbeda satu sama lain (Wienarto, et al., 2006).
        Secara sistematis, pelaksanaan konsep tersebut, seperti dijelaskan oleh
Winearto, et al. 2006), sebagai berikut :
¦ Wilayah pekerjaan: Wilayah ini menyangkut masalah pengendalian terhadap
    lingkungan secara teknis, termasuk lingkungan sosial. Habermas menyebut
    tindakan yang terkandung dalam wilayah ini sebagai "tindakan instrumental"
    (instrumental action), dimana tujuan merupakan sarana mempraduga dan
    mengendalikan kenyataan atau realitas secara efektif. Realitas mesti direduksi
    sedemikian rupa menjadi suatu objek atau suatu kejadian.
       Implementasi wilayah ini dalam kegiatan Sekolah Lapangan yang pesertanya
adalah Petani: Mereka adalah orang yang punya pekerjaan tetap dalam mengelola
lahan usaha taninya. Dengan demikian, mereka sarat dengan pengalaman bertani,
sehingga tidak perlu diajari cara bertani, tetapi yang perlu adalah bagaimana mereka
mempunyai pengalaman baru dalam hal mengelola potensi lokal, yaitu unsur-unsur
agroekosistem. Hubungan petani dengan dunianya sangat dekat, yaitu lahan dengan
semua unsur penunjangnya. Di SLPHT, petani berinteraksi dalam kelompok belajar
mulai dari pengolahan tanah sampai panen, dengan tujuan mereka lebih memahami
dunianya, agar tidak dikendalikan oleh orang lain.
       Selama satu musim, mereka belajar langsung dari sebidang lahan dengan
mencoba membandingkan kondisi yang nyata, yaitu petak PHT (petak berpikir) dan
petak konvensional. Dalam praktek penilaian tersebut setiap pertemuannya mereka
menggunakan "CARA BELAJAR LEWAT PENGALAMAN", yaitu: Mengalami -
Mengungkapkan - Menganalisis - menyimpulkan - menerapkan - Mengalami.
                                         4
Proses ini merupakan tindakan aksi dan refleksi terhadap kegiatan yang dilakukan,
untuk menumbuhkan sikap kritis petani terhadap kondisi lingkungannya, agar mampu
mengambil keputusan yang tepat dalam pengelolaan lahannya.

♦ Hubungan Antar Sesama Manusia: Wilayah ini ditandai terutama oleh adanya
  tindakan komunikatif (communicative action) yang:
  "dikendalikan oleh norma-norma kebersamaan yang diartikan sebagai keinginan
  akan adanya umpan balik tentang tingkah laku yang harus difahami dan
  dimengerti oleh sekurang-kurangnya dua subjek yang melakukan tindakan
  tersebut... karena keabsahan norma sosial hanya diperoleh jika antar subjek
  tersebut saling memahami maksud-maksud yang terkandung dibalik tindakan-
  tindakan mereka dan dijamin oleh pengakuan akan kewajiban masing-masing"

        Tindakan komunikatif ini pun masih melayani kepentingan-kepentingan
praktis, meskipun wilayah ini sudah lebih terkait dengan soal "pengertian" dan
"makna", bukan hanya soal teknis-teknis. Lebih dari empirisme, Habermas menyebut
ilmu-ilmu historical-hermeuneutic sebagai golongan ilmu-ilmu yang masuk dalam
wilayah ini. "Hermeuneutic" membutuhkan proses penerjemahan (interpretasi) dan
tindakan komunikasi. Sehingga ilmu pengetahuan diciptakan melalui proses interaksi
dan bukan sekedar diwahyukan. Ilmu pengetahuan hermeuneutis menyangkut pola-
pola hubungan antar subjek serta pengertian atau makna yang tercipta melalui proses
interaksi tersebut, bukan saja realitas yang hanya menjelaskan hubungan sebab-akibat.
        Implementasi dari wilayah ini, adalah pelaksanaan SLPHT bukanlah semata
kegiatan teknis bercocok tanam dan mengendalikan hama, tetapi bagaimana
membangun dinamika kelompok yang lebih baik. Hal ini dapat dikaji dari kegiatan
harian Sekolah Lapangan, yaitu: pengamatan agro-ekosistem, diskusi kelompok,
presentasi (untuk pengambilan keputusan), Dinamika Kelompok, Topik khusus, dan
Evaluasi mingguan. Keberadaan dinamika kelompok dalam kegiatan Sekolah
Lapangan ada tujuan penting yang pengaruhnya sama dengan masalah teknis, yaitu
menggarap realitas hubungan antar sesama. Karena itu di Sekolah Lapangan,
dinamika kelompok dikembangkan agar peserta mulai membangun hubungan dan
kerjasama agar mereka saling memahami sifat, cita-cita, dan perilaku sesama warga
belajar. Dengan demikian mereka akan saling memahami. Selanjutnya secara
bersama-sama, mereka belajar tentang prinsip-prinsip komunikasi, kerjasama,
membangun sikap kritis, meningkatkan keterampilan, pemecahan masalah dan
perencanaan. Kegiatan ini semua sangat penting karena yang belajar adalah manusia
dewasa, yang satu sama lain sarat dengan pengalaman yang berbeda.
        Jika kita menelusuri program nasional PHT maka ada beberapa kegiatan
penunjang, antara lain: Pertemuan Perencanaan Petani, Pertemuan Teknis Petani,
Seminar Petani, dan Lokakarya Petani. Semua kegiatan ini sarat dengan bagaimana
para petani berinteraksi dan membangun hubungan sebagai sesama manusia.

♦ Kekuasaan (dan Pembebasan): Jika tindakan komunikatif dan pengetahuan
  yang dihasilkannya menyangkut norma-norma dan pola-pola hubungan antar
  subjek, maka pengetahuan yang bersifat membebaskan (emancipatory) lebih
  menyangkut tingkat kesadaran seseorang. Wilayah ini berkepentingan terhadap
  persoalan kekuatan-kekuatan dalam diri seseorang dan lingkungan sekitar di luar
  dirinya, yang membatasi pilihan-pilihan dan daya kendalinya terhadap
  kehidupannya sendiri. Wilayah ini memberi peluang pada kita untuk membedakan
  antara faktor-faktor yang memang berada di luar kendali kita, dengan faktor-

                                         5
faktor yang sebenarnya hanya menurut anggapan kita saja berada di luar kendali
   kita. Ini tidak hanya dalam menghadapi persoalan yang berada di depan mata
   tetapi juga terhadap akar-akar struktural dari persoalan tersebut. Berusaha
   memahami akar-akar struktural ini akan membawa kita kepada proses peninjauan
   kembali dan penilaian ulang atas peranan manusia sepanjang sejarahnya, melalui
   proses mawas diri sampai kepada pengertian tentang proses-proses dimana suatu
   struktur sosial diciptakan kembali, dengan berbagai kemungkinan dampaknya
   yang membatasi ruang gerak kita.

       Implementasi wilayah ini dalam program PHT, adalah bagaimana membangun
kesadaran bagi petani bahwa petani adalah subjek pembangunan pertanian dan pelaku
aktif yang mempunyai kesadaran bahwa mereka memiliki program ini. Untuk
merealisasikan gagasan tersebut, maka setelah SLPHT sebagian dari alumni
mengikuti TOT (Training of Trainer) Petani Pemandu, sebagai media petani untuk
mengekspresikan dirinya. Calon peserta TOT dipilih oleh kelompok secara
demokratis, sehingga peserta mengikuti TOT bukan sebagai pribadi tetapi membawa
misi kelompok dan bertanggung jawab pada kelompok. Selanjutnya setelah mengikuti
TOT, mereka memandu kelompok Sekolah Lapangan baru. Kelompok alumni
Sekolah Lapangan juga melakukan proses perencanaan partisipatif untuk menentukan
langkah program mereka sendiri ke depan, mulai dari mempelajari ekosistem desa,
melakukan riset aksi tentang permasalahan di tingkat kampung/desa, mengorganisir
Field Day, memfasilitasi pertemuan jaringan dan lainnya.

Pengembangan Kreativitas dan Kemandirian Petani

       Sekolah Lapangan merupakan entry point untuk pengembangan Sumber Daya
manusia yang lebih mendalam, dengan desain strategi sebagai berikut: (1)
Mengembangkan petani mampu memahami proses dan mengelola Pelatihan, (2)
Mengembangkan petani mampu mengelola pengorganisasian dan Jaringan Kerja, dan
(3) Mengembangkan Sains petani agar mampu memecahkan masalah-masalah yang
dihadapi oleh mereka.
       Sampai saat ini, di beberapa tempat mereka masih aktif mengembangkan
program pertanian ekologis, sehingga proses belajar terus berlanjut.


II. Contoh-contoh Pembelajaran FIELD yang Terkait dengan Peningkatan
    Kreativitas dan Kemandirian Petani

       Seperti sudah diungkapkan di awal, bahwa kegiatan dan strategi FIELD yang
dilakukan merupakan kelanjutan dari keterlibatan kerja staf inti FIELD sebelumnya di
Program Nasional PHT Indonesia dan FAO Programme for Community IPM in Asia.
Kegiatan dan strategi yang dilakukan FIELD saat ini, adalah mengembangkan
kegiatan-kegiatan di tingkat petani (kelompok tani alumni SLPHT) melalui isu-isu
yang lebih luas (Winearto, et al.2006).
       Desain strategi pemberdayaan masyarakat petani yang terdiri dari tiga unsur,
yaitu: mengembangkan petani mampu memahami proses dan mengelola pelatihan,
mengembangkan petani mampu mengelola pengorganisasian dan jaringan kerja, dan
mengembangkan sains petani agar mampu memecahkan masalah-masalah yang
dihadapi, pada awalnya dikembangkan dalam "kerangka pendidikan" yang dilakukan
pada "tingkat kelompok". Kemudian pengembangan strategi yang ditempuh FIELD

                                         6
bersama petani saat ini, adalah mengembangkannya dalam "kerangka advokasi" yang
mengarah ke "tingkat jaringan" yang di dalamnya tetap mencakup tiga unsur
pemberdayaan tersebut.
        Pengembangan strategi, dilakukan dalam rangka memperkuat kemampuan
petani untuk memecahkan permasalahan yang lebih luas terkait dengan
perikehidupannya. Karena persoalan petani bukanlah sebatas permasalahan hama dan
penyakit saja, penguatan petani yang dilakukan FIELD adalah melalui isu-isu yang
lebih luas, antara lain berhubungan dengan: penganekaragaman hayat, kebijakan lokal
yang aspiratif, pertanian organik atau pertanian ekologis, sistem pangan lokal, hak-
hak petani, pestisida dan kesehatan petani, dan isu-isu lain yang terkait dengan
globalisasi dan perdagangan bebas.
        Program-program FIELD dirancang sedemikian rupa dengan memasukkan
kegiatan-kegiatan, yaitu: (1) Pelatihan-pelatihan untuk mempersiapkan petani
pemandu kegiatan atau Community Organizer yang akan memfasilitasi kelompok di
desanya; (2) Riset aksi oleh petani (studi petani) untuk mencari pemecahan berbagai
permasalahan terkait dengan perikehidupan petani; (3) Pelatihan-pelatihan Penguatan
atau Penyegaran untuk mendukung perkembangan program dan kebutuhan kelompok;
(4) Kegiatan jaringan untuk memperkuat petani dalam mengelola informasi, potensi,
dan jaringan kerja; (5) Penyebaran gagasan dalam berbagai bentuk kegiatan seperti:
dialog, kampanye, media rakyat dan seminar petani yang diorganisir oleh petani; dan
(6) Legal drafting untuk memperkuat petani berperan dalam hal menumbuhkan
kebijakan yang terkait dengan perikehidupannya.

                  DESAIN PROGRAM-PROGRAM FIELD INDONESIA


  PELATIHAN                                                      PENYEBARAN
    (TOT)                                                         GAGASAN:
                       Aspek Teknis Terkait
                       Program                                   DIALOG-DIALOG
  Pelatihan untuk
  Petani Pemandu
  atau Community                                                 SEMINAR PETANI
     Organizer                                                     KAMPANYE

                                                                 MEDIA RAKYAT
                            SEKOLAH LAPANGAN
                       Para Petani Pemandu atau Community
                     Organizer memfasilitasi kegiatan kelompok     LEGAL
Aspek Sosial                     masyarakat petani                DRAFTING
Terkait Program            (Studi Petani, Riset Aksi, dll.)
                                                                    (Membuat
                                                                  Rancangan dan
                                                                   Mengusulkan
                            PELATIHAN-PELATIHAN                  Kebijakan/Perda)
                               PENGUATAN atau
                                PENYEGARAN

                              (Manajemen Kelompok,
                             Kampanye, Media Rakyat)



                            KEGIATAN JARINGAN                                   RINDAK
                                                                                LANJUT
                      (Forum/Kerja Jaringan Antar Kelompok
                              Tingkat Kabupaten)


                                                   7
1. Pelatihan Calon Petani Pemandu (Community Organizer)

        Pelatihan untuk calon petani pemandu ini, bertujuan untuk mempersiapkan
pemandu yang berasal dari desa setempat, dimana program-program FIELD akan
dilaksanakan. Pemilihan calon pemandu diutamakan petani alumni SLPHT yang
memiliki kriteria tertentu dan dianggap mampu untuk menjadi pemandu atau
organiser masyarakat (community organizer) bagi kelompok masyarakatnya untuk
program-program tertentu. Alasan memilih petani setempat sebagai pemandu
kegiatan, adalah:
- Petani pemandu bersama petani setempat lebih paham permasalahan, kebutuhan,
    dan kekuatan yang ada di desanya.
- Proses pelaksanaan kegiatan lebih "hidup" karena antara pemandu dan peserta
    bisa lebih akrab tanpa jarak.
- Petani peserta kegiatan dapat setiap saat berhubungan dengan pemandunya
    karena keduanya hidup berdampingan.
- Petani pemandu sendiri, adalah seorang yang berpengalaman dalam bidang
    kehidupannya pertanian, misalnya yang dapat membantu membangkitkan
    kepercayaan diri peserta.
- Petani pemandu bersama peserta lebih mudah menentukan langkah-langkah
    selanjutnya (kegiatan tindak lanjut) setelah program berakhir.

       Alasan lain pemilihan calon petani pemandu atau community organizer dari
alumni SLPHT, karena mereka sudah terbiasa dengan metode-metode yang lazim
digunakan dalam Sekolah Lapangan. Mereka mempunyai pengalaman bagaimana
rasanya dipandu dengan metode Sekolah Lapangan. Sehingga bagi mereka, tinggal
menambahkan penguatan pada aspek-aspek tertentu, seperti: kepemanduan, teknis
yang terkait dengan program yang akan dilaksanakan, metode riset aksi, metode-
metode analisa dan isu-isu lain terkait dengan program yang akan dilaksanakan.
       Pelatihan untuk calon pemandu atau community organizer, biasanya dilakukan
selama 7 hari dengan berbagai metode yang juga lazim digunakan dalam Sekolah
Lapangan, seperti pengamatan lapangan (observasi), diskusi dan kerja kelompok,
presentasi, praktek lapangan dan dinamika kelompok. Dengan cara tersebut
diharapkan semangat dan teknik kepemanduan, metode-metode, dan pengalaman
yang diperoleh selama pelatihan akan terbawa ketika para pemandu ini memandu
kelompoknya.
       Tujuan jangka panjang yang ingin dicapai dengan mendorong pemandu atau
community organizer dari kalangan petani atau warga desa setempat, adalah
terwujudnya "pelembagaan" program-program FIELD bersama petani di desa-desa
dimana program-program tersebut dikembangkan. Pelembagaan yang dimaksudkan
adalah bukan sekedar secara fisik melainkan menjadi perilaku masyarakat petani
dalam kehidupan sehari-hari.

2. Riset Aksi Petani (Studi Petani, Sains Petani)

        Riset aksi merupakan pengembangan dari metode studi petani yang pada saat
program nasional PHT dan Community IPM, studi petani banyak dikembangkan
petani alumni SLPHT untuk memecahkan permasalahan di lahannya.
        Dalam kegiatan studi petani, petani belajar memahami bagaimana masing-
masing komponen ekosistem bekerja. Mereka belajar memahami siapa saja 'pemain'
yang bermain di dalam ekosistem, apa peran dan fungsinya, bagaimana bekerjanya

                                         8
serta memahami hubungan sebab-akibat yang terjadi dalam interaksi antar 'pemain'.
Dengan memahami hal tersebut, diharapkan petani dapat menentukan tindakan yang
perlu dilakukan untuk mengelolanya. Proses pencarian jawaban ini disebut dengan
SAINS. Jadi, sains petani merupakan proses pencarian jawaban perikehidupannya
secara lebih baik.
        Saat ini, petani melakukan kegiatan riset aksi (studi petani) untuk
memecahkan permasalahan yang lebih luas, terkait dengan perikehidupannya.
Kegiatan riset aksi diawali dengan pengumpulan atau penggalian isu yang dilakukan
oleh anggota kelompok. Proses penggalian isu di masyarakat dilakukan anggota
kelompok dengan berbagai cara, baik dilakukan secara individu maupun kelompok
melalui obrolan santai bersama warga masyarakat atau lewat forum warga yang ada di
desa. Hasil penggalian isu ini, kemudian dibahas dan dianalisis oleh anggota
kelompok di forum pertemuan mingguan untuk mengidentifikasi isu.
        Langkah berikutnya sesudah isu teridentifikasi, adalah menentukan isu
dominan dengan terlebih dahulu menentukan kriterianya. Kriteria yang disepakati
oleh anggota kelompok untuk menentukan isu dominan, umumnya adalah: Isu itu
cukup strategis, artinya apabila isu tersebut dapat dipecahkan, maka isu-isu yang lain
dengan sendirinya juga dapat diselesaikan; Isu tersebut bila tidak ditanggulangi
memberikan dampak yang luas; Isu tersebut berkaitan dengan hajat hidup orang
banyak; dan Isu tersebut menyebar secara luas di dalam masyarakat.
        Tahap selanjutnya, adalah pendalaman isu dengan melakukan riset aksi dan
untuk itu biasanya dibuat beberapa tim disesuaikan dengan jumlah isu yang terpilih.
Tugas setiap tim adalah melakukan kajian untuk lebih memahami permasalahannya,
misalnya dengan mengumpulkan data, cek lokasi, melakukan lobi dengan dinas atau
lembaga yang terkait dengan isu. Tahap ini dilakukan selama kurun waktu tertentu,
misalnya satu musim, enam bulan, atau disesuaikan dengan kebutuhan. Selama kurun
waktu tersebut, kelompok melakukan pertemuan rutin sebagai forum tim untuk
mempresentasikan perkembangan hasil riset aksinya secara bergantian yang kemudian
akan ditanggapi oleh anggota atau tim yang lain.
        Para anggota kelompok riset aksi memahami bahwa kegiatan riset yang
mereka lakukan bertujuan mengetahui berbagai masalah yang terdapat di desa.
Kemudian setelah mereka mengetahui permasalahannya, mereka berusaha mencari
solusinya dengan melakukan berbagai dialog, baik dengan eksekutif maupun legislatif
untuk mencari pemecahannya. Pemahaman akan berbagai isu yang teridentifikasi dan
alternatif solusinya tersebut di kalangan para anggota dapat membangun pengetahuan
bersama.
        Melalui riset aksi ini para anggota juga meiihat bahwa riset aksi bertujuan
untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia. Menurut para anggota kelompok
riset aksi, bahwa kegiatan riset aksi telah memberikan mereka banyak pengetahuan
dan pengalaman. Kegiatan riset aksi juga mendorong terjadinya berbagai perubahan
baik di tingkat desa, kecamatan, atau kabupaten.

3. Pelatihan Penguatan atau Penyegaran

       Pelatihan penguatan atau penyegaran, merupakan strategi untuk memperkuat
kemampuan anggota-anggota kelompok dalam bidang lain, terkait dengan kegiatan
yang sedang dilakukan. Materi pelatihan dirancang selaras dengan visi program yang
akan dicapai. Beberapa contoh pelatihan ini, misalnya:
- Pelatihan penyebaran atau kampanye. Pelatihan ini memberikan semangat,
  teknik dan ketrampilan kepada anggota kelompok untuk melakukan penyebaran

                                          9
gagasan dan hasil-hasil kegiatan kepada masyarakat sekitar. Di pelatihan ini,
  anggota belajar tentang prinsip-prinsip komunikasi, dialog, negosiasi dan lain-lain,
  sesuai kebutuhan.
- Pelatihan media rakyat. Pelatihan ini untuk memberikan kemampuan dan
  ketrampilan anggota kelompok dalam pembuatan media-media yang dapat
  digunakan sebagai media pendukung penyebaran gagasan dan hasil-hasil kegiatan.
  Dalam pelatihan ini, anggota juga belajar mengekspresikan gagasan melalui
  berbagai bentuk, seperti tulisan (artikel, puisi, pantun, dsb.), tulisan dan gambar
  (brosur, poster) dan teater.
- Pelatihan manajemen kelompok. Pelatihan ini memberikan ketrampilan kepada
  anggota untuk mengelola kelompok yang sudah dibangunnya, terkait dengan
  adanya aset kelompok, seperti: data, informasi, hasil-hasil kegiatan, keuangan, dan
  sebagainya.

4. Kegiatan Jaringan

        Saat program nasional PHT berlangsung, ada beberapa kegiatan jaringan
sebagai sarana belajar petani melakukan kegiatan berjaringan, yaitu: Pertemuan
Teknis Petani sebagai forum petani untuk tukar-menukar informasi, seperti: hasil
studi-studi, temuan-temuan baru (inovasi), dan teknis baru dalam hal budidaya
tanaman; Pertemuan Perencanaan Petani sebagai forum bersama antar petani untuk
menyusun perencanaan kegiatan bersama; dan Studi Kasus dan Media Petani sebagai
sarana bagi petani-petani untuk saling belajar tentang berbagai keberhasilan yang ada
dari mereka. Selain itu masih ada forum Lokakarya Petani dan Seminar Petani.
        Satu hal yang penting dicatat, adalah bahwa forum tingkat kecamatan tersebut
memunculkan sebuah gagasan orisinal dari petani-petani yang hadir berupa organisasi
petani alumni SLPHT di tingkat kecamatan, serta hampir muncul di hampir semua
kecamatan yang melakukan kegiatan forum ini. Organisasi tersebut, pada saat itu
populer dengan nama "Paguyuban Petani PHT". Organisasi-organisasi 'kecil' inilah
embrio dari lahirnya Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia (IPPHTI).
Sebuah organisasi petani yang dibentuk petani sendiri.
        Belajar dari hal tersebut, dalam program-program FIELD tetap dirancang
kegiatan jaringan ini, baik itu berupa forum jaringan antar kelompok dalam program
FIELD maupun forum jaringan antar jaringan petani lain. Forum jaringan antar
kelompok merupakan kegiatan jaringan kelompok di berbagai tingkatan kecamatan
dan kabupaten, sebagai sarana tukar-menukar pengalaman. Petani-petani ahli dari
program-program FIELD juga dilibatkan secara aktif dalam forum jaringan antar
jaringan petani. Selain untuk menambah wawasan dan pengalaman, dengan terlibat
aktif dalam forum ini mereka dapat saling menimba pengalaman dan belajar bersama
tentang perkembangan isu-isu baru terkait permasalahan yang sedang dihadapi.

5. Penyebaran Gagasan

DIALOG

       Dialog merupakan kegiatan untuk menjembatani inisiatif petani dengan pihak-
pihak yang terkait. Kegiatan dialog ini dilangsungkan secara berkesinambungan di
berbagai tingkatan, mulai dari tingkat antar masyarakat, tingkat desa dengan
pemerintah desa, tingkat kecamatan dengan jajaran pemerintah kecamatan, tingkat
kabupaten dengan jajaran pemerintah daerah dan legislatif daerah.

                                         10
Selain menjembatani inisiatif petani, dialog juga bertujuan memberikan
pengalaman berkomunikasi dan "bergaul" dengan pihak-pihak yang sebelumnya
mereka anggap sulit disentuh. Karena sebagai petani di desa, tentunya ada hambatan
dan jarak untuk bertemu. Dengan berdialog, petani belajar bagaimana menyampaikan
aspirasinya secara lebih ilmiah, elegan dan berbudaya, karena mereka duduk bersama
dengan pihak yang diajak berdialog dan menyampaikan aspirasinya berdasarkan
hasil-hasil riset yang mereka lakukan. Berdasarkan pengakuan petani peserta dialog,
mereka merasa bangga dan puas karena aspirasinya didengarkan dan memperoleh
tanggapan, terlepas disetujui atau tidak. Aspirasi petani yang disampaikan pada
awalnya masih terbatas isu-isu yang berkembang di wilayahnya.

SEMINAR PETANI
         Seminar petani dilakukan dalam rangka untuk mensosialisasikan metode dan
kurikulum dari kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan. Seminar ini juga bertujuan
untuk meraih dukungan dari berbagai pihak.
         Seminar ini diorganisir sendiri oleh petani, dari persiapan, pelaksanaan, hingga
pengelolaan hasil-hasil yang muncul selama seminar. Dalam seminar ini diundang
berbagai pihak, seperti: jajaran pemerintahan, legislatif daerah, para pakar di bidang
tertentu, petani lain, lembaga swadaya masyarakat, media massa, dan pihak-pihak
terkait lain.
         Sebagai pembicara utama dalam seminar ini, adalah petani-petani pelaku
kegiatan dengan membawakan makalah tertentu yang ditulisnya sendiri. Makalah
mereka seputar proses melakukan sebuah kegiatan, materi-materi yang dipelajarinya,
pengalaman melakukan kegiatan, hasil-hasil kegiatan dan dampak dari kegiatan yang
mereka lakukan. Satu hal menarik, bahwa penyampaian makalah oleh petani tidak
selalu dalam bentuk tulisan, melainkan juga dengan cara bermain peran.

KAMPANYE/MEDIA RAKYAT
        Salah satu cara mempercepat tersebarnya informasi PHT di tingkat petani pada
saat program nasional PHT, adalah dengan melatih calon-calon petani pemandu.
Namun demikian, walaupun dalam skala kecil proses penyebaran juga dilakukan oleh
para petani peserta SLPHT, setidaknya kepada tetangga lahannya. Hal tersebut
menunjukkan bahwa petani peserta SLPHT pun mampu melakukan kegiatan
penyebaran gagasan yang dimilikinya.
        Berangkat dari pelajaran tersebut, FIELD juga merancang dalam setiap
programnya, berupa kegiatan sosialisasi (kampanye) untuk menyebarkan gagasan dan
hasil-hasil kegiatan oleh petani sendiri. Kegiatan penyebaran dirancang melalui
pelatihan media rakyat atau pelatihan penyebaran bagi semua anggota kelompok.
Tujuannya agar semua anggota kelompok mampu mengambil peran dalam proses
penyebaran. Bukan hanya dilakukan oleh pemandu kelompok saja.
        Penyebaran gagasan atau kampanye oleh petani ke petani, dilakukan melalui
forum-forum khusus yang dihadiri oleh warga masyarakat desa maupun melalui
media-media tertentu yang dibuat petani sendiri seperti majalah dinding, poster-poster
dan koran petani. Informasi hasil-hasil kegiatan melalui media-media ini, disebarkan
kepada masyarakat, jajaran pemerintah desa hingga kabupaten dan legislatif daerah,
dengan cara dibagikan secara cuma-cuma atau dipasang di tempat-tempat strategis.

6. Legal Drafting
       Kegiatan legal drafting, dilakukan dalam rangka mendorong petani mengenal
dan mengupayakan peraturan atau kebijakan yang aspiratif, atau berpihak kepada

                                           11
petani. Peraturan atau kebijakan yang dimaksudkan, adalah mulai dari peraturan
tingkat desa hingga peraturan daerah, bahkan nasional.
         Dalam pelaksanaan kegiatan legal drafting ini, petani dilibatkan dalam
serangkaian proses kegiatan, mulai dari melihat kembali isu-isu yang muncul dari
hasil riset aksi mereka, lokakarya bersama wakil-wakil dari pihak legislatif daerah dan
pemerintah daerah yang membidangi hukum, hingga membuat rancangan (draft)
peraturan yang akan diajukan sebagai peraturan desa atau peraturan daerah. Sebagai
fasilitator dari serangkaian kegiatan tersebut, adalah konsultan atau praktisi yang ahli
dalam bidang hukum.

B. Pengalaman Pembelajaran Penerapan Model System Rice Intensification (SRI)

         System Rice Intensification (SRI) adalah suatu cara budidaya tanaman padi
yang intensif dan efisien, dengan proses manajemen sistem perakaran yang berbasis
pada pengelolaan air tanah dan tanaman, dengan tetap menjaga produktivitas dan
mengedepankan nilai ekologis. Pengertian ekologis, yaitu terjadinya keselarasan dan
keseimbangan serta keharmonisan lingkungan, baik lingkungan biotik maupun abiotik
(Rochaedi, 2004; Disperta Tasikmalaya, 2007).
         Dalam SRI, nilai ekologis merupakan hal yang sangat penting karena terdapat
anggapan bahwa SRI tidak harus atau bahkan tidak menggunakan masukan input
pertanian anorganik, tetapi mengarah pada upaya budidaya organik dengan penerapan
komponen-komponen teknologi indogenous yang ada dalam model pertanian SRI,
seperti : (1) pengolahan tanah yang sehat serta pengelolaan bahan organik; (2)
pengelolaan potensi tanaman secara optimal; serta (3) pengelolaan air yang baik dan
teratur. Ketiga unsur ini merupakan hal yang esensial dilakukan oleh komunitas petani
BPE.
         Metode SRI berdasarkan konsep dan pendekatan : Barkelaar (2001); Kuswara
(2003); Rochaedi (2005); Wardana et al. (2005), adalah meliputi :
a. Bibit Muda. SRI menganjurkan untuk menanam bibit muda dan menanamnya
    dengan sangat hati-hati agar tidak cacat untuk mendapatkan jumlah anakan dan
    pertumbuhan akar maksimum.
b. Jarak Tanam Lebar. SRI menganjurkan untuk menanam bibit muda tunggal
    dengan jarak tanam lebih lebar agar tanaman tidak berkompetisi dan mempunyai
    cukup ruang untuk berkembang sehingga anakan maksimum dapat dicapai karena
    cukup sinar, dan udara.
c. Bahan Organik (Kompos). SRI menganjurkan pemakaian bahan organik
    (kompos) untuk memperbaiki struktur tanah agar akar dapat tumbuh baik dan hara
    tersuplai kepada tanaman secara perlahan.
d. Irigasi Berselang. SRI menganjurkan teknik irigasi berselang agar tercipta
    kondisi perakaran yang teroksidasi untuk meningkatkan kesuburan tanah dan
    mendapatkan akar yang panjang dan lebat.
e. Penyiangan. SRI menganjurkan teknik penyiangan dengan menggunakan gasrok
    atau lalandak untuk memperbaiki areasi tanah dan menekan pertumbuhan gulma.

       Sementara komponen utama SRI yang selama ini diterapkan oleh komunitas
BPE, meliputi: (1) Pengolahan tanah dan pemupukan, pada pengolah kedua dilakukan
pemupukan dengan pupuk organik yang berasal dari hijauan jerami, batang pisang,
serbuk gergaji dan hijauan lainnya, kotoran hewan serta bahan-bahan yang
dikomposkan terlebih dahulu, dengan proses pemberian mikro organik lokal (MOL)
yang terbuat dari bahan-bahan buah-buahan, nira, tulang-tulang ikan, rebung, pucuk

                                          12
waluh dan lainnya yang disiram dengan fermentasi air beras, air kelapa dan air gula.
Kebutuhan pupuk organik tersebut, pada awalnya 7-10 ton/ha dan terus berkurang
pada musim tanam selanjutnya. (2) Benih, dilakukan dengan tes melalui air garam
sehingga mendapatkan benih terseleksi yang bernas. Kebutuhan benih sekitar 0,7 kg
per 100 bata atau sekitar 5 kg per ha. (3) Persemaian dilakukan pada media tampan
(besek) atau kotak, dengan campuran media tanah serta pupuk organik. Kebutuhan
media tanam per 100 bata 60-70 buah ukuran 15 x 15 cm. (4) Tanam : sebelum tanam,
dibuat parit dipinggir dan ditengah untuk pengaturan air. Bibit ditanam berumur muda
7-10 hari, setelah semai, benih ditanam tunggal dan dangkal dengan jarak tanam 27 x
27 cm dan 30 x 30 cm. (5) Pengelolaan air: pengelolaan air pada padi 1-8 hst kondisi
lembab (macak-macak), digenang pada umur 9-10 hst dan dikeringkan kembali pada
kondisi lembab sampai 18 hst, setelah itu 19-20 hst digenang/dikeringkan, dengan
interpal yang sama sampai berbunga. (6) Menyiang : SRI menganjurkan teknis
penyiangan dengan ”gasrok”.
        Komunitas BPE yang tergabung dalam kelompok SRI pada umumnya adalah
alumni SLHPT tanaman pangan ataupun yang telah mendapatkan pelatihan SLPHT,
sehingga metode BPE pada kegiatan SRI merupakan muatan teknologi yang
diterapkan kelompok yang secara mendasar menekankan pada kesehatan lingkungan,
melalui motto ”Lahan Sehat, Tanaman Sehat, Petani, Lingkungan dan Masyarakat
Sehat”.


                         PELAJARAN YANG DIPETIK

        Keterpaduan pembelajaran yang diterapkan pada konsep pembelajaran SLPHT
sebagai dasar pembentukan wawasan dan pola pikir para petani peserta, merupakan
modal awal yang sangat berharga, bagaimana menumbuhkan partisipasi aktif para
petani terhadap permasalahan, perwujudan keinginan serta cara mencapai tujuan.
Dengan bekal pelatihan tersebut, maka dinamika petani terkait dengan rencana
usahatani menjadi lebih pasti serta berorientasi terhadap capaian yang direncanakan
petani sendiri sebelumnya. Hal ini terlihat dari hubungan personal antar petani dalam
aktivitas yang dikerjakan sehari-hari pada kegiatan usaha pertanian serta berkembang
pada kegiatan sosial kemasyarakatan lainnya.
        Perkembangan kegiatan para petani komunitas BPE yang terkait dengan SRI,
merupakan wujud nyata dari praktek sekolah lapang metode SLPHT pada
pelaksanaan usahatani padi (organik). Antusias para petani peserta pembelajaran
metode SRI tumbuh dan berkembang dari keinginan petani sendiri, dalam upaya
memperoleh ilmu pengetahuan tentang SRI yang selanjutnya akan diterapkan di lahan
masing-masing. Metode pembelajaran dinamika kelompok dan muatan teknologi SRI,
menjadi dorongan bagaimana para petani melakukan pembelajaran tentang hal itu.
Para petani yang datang dari berbagai daerah, belajar dengan motivasi kuat untuk
memperoleh apa yang diperlukan, terkait dengan penerapan metode SRI. Sehingga
secara perlahan, metode SRI berkembang melalui dinamika dan aktualisasi dari para
petani sendiri, ketika kembali ke daerahnya masing-masing. Hubungan dan
pemantauan dari lembaga FIELD sebagai fasilitator terus dilakukan melalui proses
pendampingan ke daerah-daerah dominan para petani yang masih memerlukan
pendampingan, sehingga mendorong pada dinamika kelompok BPE untuk melakukan
usahatani padi menjadi lebih baik.



                                         13
Keterkaitan dengan Dinas PU Pengairan (untuk kasus di Garut), menunjukkan
bahwa secara langsung adanya kegiatan yang dilakukan oleh komunitas BPE, sangat
membantu upaya dinas tersebut di lokasi BPE, terutama dalam kaitannya dengan
ketersediaan air, perbaikan lingkungan sumber mata air serta keberlanjutan sistem
irigasi yang bermanfaat bagi masyarakat, dengan kualitas air dan lingkungan yang
sehat. Sinergisitas yang dilakukan oleh Dinas PU setempat, paling tidak dapat
menghilangkan kesenjangan antara prinsip teoritis dan kebijakan pembangunan
daerah serta para pelaku utama kegiatan pertanian.
        Pengalaman yang dapat ditarik dari keterpaduan sistem dasar SLPHT,
penerapan metode SRI serta pengaturan kebijakan pengairan dalam satu pemahaman
dan tujuan yang menekankan pada kesehatan lingkungan dengan muatan filosofis,
keagamaan serta sistem sosial kemasyarakatan yang dijalankan, telah menjadi budaya
bagi komunitas tersebut, sekaligus telah mendorong pada penumbuhan serta penguat
kearifan lokal yang juga bermanfaat bagi masyarakat luas.

                                    PENUTUP

        Membangun dan menggerakkan pertanian dan pedesaan berdasarkan kondisi
sosial komunitas BPE, sangat ideal dilakukan pada komunitas yang mempunyai
kesepahaman dan tujuan yang sama. Membentuk dan mendorong pada persamaan
persepsi dan tujuan bukan hal yang mudah, tetapi akan dituntut bagaimana melakukan
manajemen yang realistis dan dapat mengakomodasikan semua kepentingan di
dalamnya. Kasus pada komunitas BPE ini mejadi salah satu gambaran, bagaimana
dinamika sosial tersebut dapat diwujudkan dengan memanfaatkan kondisi sosial yang
ada diantara petani, serta pelaku lainnya yang terkait, sehingga tercipta hubungan
yang sinergi dan pada akhirya mencapai satu tujuan yang diinginkan bersama.
        Membuka diri terhadap potensi yang dimiliki petani, kemudian membimbing
dan mengarahkan pada sistem dan metode yang mudah diterima oleh petani, dengan
berdasarkan permasalahan dan keperluan petani sendiri, serta dilakukan secara serius
dan berkelanjutan, menjadi bukti bagi upaya pembangunan pertanian dan pedesaan,
sekalipun masih dalam lingkup kecil. Namun demikian, belajar dari pengalaman tadi
(pada skala kecil) bukan tidak mungkin dapat diimplementasikan pada kondisi yang
lebih luas. Kemauan serius dan kejujuran dari semua pemangku kebijakan dalam
perencanaan pembangunan pertanian dan pedesaan, nampaknya menjadi kunci utama
yang dapat menentukan terlaksananya pembangunan sampai ke sasaran. Selain
membuka diri dan menghargai potensi serta kearifan lokal untuk dijadikan sebagai
dasar bagi program pembangunan itu sendiri, dapat dilakukan secara sinergis,
sekaligus mempertemukan antara memperlakukan sistem perencanaan bottom up dan
top down dalam satu kepentingan yang lebih utama.
        Kearifan lokal harus dipandang sebagai modal dasar yang paling berharga
dimiliki petani untuk kemudian dibina dan diarahkan bagi tujuan pembangunan
pertanian serta pedesaan melalui pengelolaan sumberdaya yang ada.




                                        14
DAFTAR PUSTAKA


Abbas S., R. Wiratmadja, E. Pasandaran. 2006. Sekolah Lapangan sebagai Instrumen
       Penyuluhan Pertanian: Dari SLPHT ke Penyuluhan yang Dikelola oleh Petani.
       Materi Seminar ”Membalik Arus, Menuai Revitalisasi Pedesaan”, di Bogor,
       24 Mei 2006. Yayasan Padi Indonesia.
Berkelaar, Dawn. 2001. Sistem Intensifikasi Padi (The System of Rice Intensification-
       SRI): Sedikit dapat Memberi Banyak. Bulletin ECNO (terjemahan).
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Tasikmalaya. 2006. Pertanian Organik
       ”Mengapa Harus SRI?” System Rice Intensification (SRI). Kerjasama Dinas
       Pertanian dengan KTNA Kabupaten Tasikmalaya.
Kartasasmita, Ginandjar. 1996. Power dan Empowerment : Sebuah Telaah Mengenai
       Konsep Pemberdayaan Masyarakat. Materi (Menteri Negara Perencanaan
       Pembangunan Nasional/Ketua BAPPENAS) pada Peringatan Hari Jadi ke 28
       Pusat Kesenian Jakarta, 19 November 1996. Bappenas. Jakarta.
Kasryno, Faisal. 2006. Pemberdayaan Petani dan Kearifan Lokal pada Sistem
       Budidaya Pertanian Ekologis Berbasis Padi. Materi Seminar ”Membalik Arus,
       Menuai Revitalisasi Pedesaan”, di Bogor, 24 Mei 2006. Yayasan Padi
       Indonesia.
Kuswara. 2003. Dasar Gagasan dan Praktek Tanam Padi Metode System Rices
       Intensification (SRI) Pertanian Ekologis. Yayasan Field Indonesia. Ciamis.
Rochaedi. 2005. Usaha Ramah Lingkungan: Air Hemat, Tanah Sehat, Produksi
       Meningkat melalui Metode SRI.
Sadjad, S. 2006. Peran Benih dalam Ecofarming Berbasis Padi. Materi Seminar
       ”Membalik Arus, Menuai Revitalisasi Pedesaan”, di Bogor, 24 Mei 2006.
       Yayasan Padi Indonesia.
Sinar Tani, edisi 21-27 Juni 2006 No.3155 Tahun XXXVI. SRI atau PTT Terserah
       Petani; Hasil kajian SRI di dalam dan luar negeri.
Tjondronegoro, SMP., Syarifudin Baharsjah. 2006. Membangun Kelembagaan
       Berwawasan Kerarifan Lokal. Materi Seminar ”Membalik Arus, Menuai
       Revitalisasi Pedesaan”, di Bogor, 24 Mei 2006. Yayasan Padi Indonesia.
Wardana, P. I. Juliardi, Sumedi, Iwan S. 2005. Kajian Perkembangan System of Rice
       Intensification (SRI) di Indonesia. Kerjasama Yayasan Padi Indonesia
       (YAPADI) dan Badan Litbang Pertanian.
Woenarto, E. Kuswara, Russ Dilts dan Triyanto. 2006. Mengembangkan Kreativitas
       dan Kemandirian Petani : Pengalaman Yayasan Field Indonesia. Materi
       Seminar ”Membalik Arus, Menuai Revitalisasi Pedesaan”, di Bogor, 24 Mei
       2006. Yayasan Padi Indonesia.
Yayasan Padi Indonesia dan Yayasan Field Indonesia. 2007. System of Rice
       Intensification (SRI): Membangun Kreatifitas dan Kemandirian Petani melalui
       Kearifan Lokal. Sinar Tani. Edisi 19-25 September 2007 No.3219 Tahun
       XXXVIII.




                                         15

More Related Content

What's hot

bahan materi p2l.pptx
bahan materi p2l.pptxbahan materi p2l.pptx
bahan materi p2l.pptxPKMBKL
 
Teknik budidaya tanaman padi
Teknik budidaya tanaman padiTeknik budidaya tanaman padi
Teknik budidaya tanaman padiMonaswasti May
 
Teknologi budidaya padi gogo varietas jati luhur
Teknologi budidaya padi gogo varietas jati luhurTeknologi budidaya padi gogo varietas jati luhur
Teknologi budidaya padi gogo varietas jati luhurpandirambo900
 
Alat mesin pertanian
Alat mesin pertanianAlat mesin pertanian
Alat mesin pertanianlombkTBK
 
Nilai kesetaraan lahan
Nilai kesetaraan lahan Nilai kesetaraan lahan
Nilai kesetaraan lahan Puan Habibah
 
Penyuluhan Pertanian
Penyuluhan Pertanian Penyuluhan Pertanian
Penyuluhan Pertanian Sri Wahyuni
 
5. sumberdaya-dalam-pertanian
5. sumberdaya-dalam-pertanian5. sumberdaya-dalam-pertanian
5. sumberdaya-dalam-pertanianMuhammad Sabrin
 
Teknis pembuatan pupuk organik padat
Teknis pembuatan  pupuk organik padatTeknis pembuatan  pupuk organik padat
Teknis pembuatan pupuk organik padatpandirambo900
 
8 9. hama & penyakit pada tanaman
8 9. hama & penyakit pada tanaman8 9. hama & penyakit pada tanaman
8 9. hama & penyakit pada tanamanAlfie Kesturi
 
Acara 1 AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS AGROEKOSISTEM
Acara 1 AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS AGROEKOSISTEMAcara 1 AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS AGROEKOSISTEM
Acara 1 AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS AGROEKOSISTEMAlfian Nopara Saifudin
 
Laporan kegitan penyuluhan pertanian 14
Laporan kegitan penyuluhan pertanian 14Laporan kegitan penyuluhan pertanian 14
Laporan kegitan penyuluhan pertanian 14Begawan Lereng Muria
 
Budidaya Tanaman Padi
Budidaya Tanaman PadiBudidaya Tanaman Padi
Budidaya Tanaman Paditani57
 
Praktikum Pembuatan Pupuk Bokashi
Praktikum Pembuatan Pupuk BokashiPraktikum Pembuatan Pupuk Bokashi
Praktikum Pembuatan Pupuk BokashiHariyatunnisa Ahmad
 
PERENCANAAN PROGRAM PENYULUHAN
PERENCANAAN PROGRAM PENYULUHAN PERENCANAAN PROGRAM PENYULUHAN
PERENCANAAN PROGRAM PENYULUHAN Muhammad Eko
 
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...Moh Masnur
 
Pertanian Modern
Pertanian Modern Pertanian Modern
Pertanian Modern tani57
 

What's hot (20)

bahan materi p2l.pptx
bahan materi p2l.pptxbahan materi p2l.pptx
bahan materi p2l.pptx
 
Teknik budidaya tanaman padi
Teknik budidaya tanaman padiTeknik budidaya tanaman padi
Teknik budidaya tanaman padi
 
Teknologi budidaya padi gogo varietas jati luhur
Teknologi budidaya padi gogo varietas jati luhurTeknologi budidaya padi gogo varietas jati luhur
Teknologi budidaya padi gogo varietas jati luhur
 
Alat mesin pertanian
Alat mesin pertanianAlat mesin pertanian
Alat mesin pertanian
 
Nilai kesetaraan lahan
Nilai kesetaraan lahan Nilai kesetaraan lahan
Nilai kesetaraan lahan
 
Penyuluhan Pertanian
Penyuluhan Pertanian Penyuluhan Pertanian
Penyuluhan Pertanian
 
5. sumberdaya-dalam-pertanian
5. sumberdaya-dalam-pertanian5. sumberdaya-dalam-pertanian
5. sumberdaya-dalam-pertanian
 
Pertanian berkelanjutan
Pertanian berkelanjutanPertanian berkelanjutan
Pertanian berkelanjutan
 
Sistem integrasi sapi kelapa sawit (siska)
Sistem integrasi sapi kelapa sawit (siska)Sistem integrasi sapi kelapa sawit (siska)
Sistem integrasi sapi kelapa sawit (siska)
 
Brosur pengabdian p2 l
Brosur pengabdian p2 lBrosur pengabdian p2 l
Brosur pengabdian p2 l
 
Teknis pembuatan pupuk organik padat
Teknis pembuatan  pupuk organik padatTeknis pembuatan  pupuk organik padat
Teknis pembuatan pupuk organik padat
 
8 9. hama & penyakit pada tanaman
8 9. hama & penyakit pada tanaman8 9. hama & penyakit pada tanaman
8 9. hama & penyakit pada tanaman
 
Budidaya kacang tanah
Budidaya kacang tanahBudidaya kacang tanah
Budidaya kacang tanah
 
Acara 1 AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS AGROEKOSISTEM
Acara 1 AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS AGROEKOSISTEMAcara 1 AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS AGROEKOSISTEM
Acara 1 AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS AGROEKOSISTEM
 
Laporan kegitan penyuluhan pertanian 14
Laporan kegitan penyuluhan pertanian 14Laporan kegitan penyuluhan pertanian 14
Laporan kegitan penyuluhan pertanian 14
 
Budidaya Tanaman Padi
Budidaya Tanaman PadiBudidaya Tanaman Padi
Budidaya Tanaman Padi
 
Praktikum Pembuatan Pupuk Bokashi
Praktikum Pembuatan Pupuk BokashiPraktikum Pembuatan Pupuk Bokashi
Praktikum Pembuatan Pupuk Bokashi
 
PERENCANAAN PROGRAM PENYULUHAN
PERENCANAAN PROGRAM PENYULUHAN PERENCANAAN PROGRAM PENYULUHAN
PERENCANAAN PROGRAM PENYULUHAN
 
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
 
Pertanian Modern
Pertanian Modern Pertanian Modern
Pertanian Modern
 

Viewers also liked

Biologi hama dan penyakit tumbuhan
Biologi hama dan penyakit tumbuhanBiologi hama dan penyakit tumbuhan
Biologi hama dan penyakit tumbuhanFerlinda Feliana
 
Tahapan tahapan pengolahan tanah sawah
Tahapan tahapan pengolahan tanah sawahTahapan tahapan pengolahan tanah sawah
Tahapan tahapan pengolahan tanah sawahagista55
 
Sistem Pertanian Terpadu (Integrasi Tanaman - Ternak)
Sistem Pertanian Terpadu (Integrasi Tanaman - Ternak)Sistem Pertanian Terpadu (Integrasi Tanaman - Ternak)
Sistem Pertanian Terpadu (Integrasi Tanaman - Ternak)Emma Femi
 
Usaha perunggasan yang terintegrasi hulu hilir
Usaha perunggasan yang terintegrasi hulu hilirUsaha perunggasan yang terintegrasi hulu hilir
Usaha perunggasan yang terintegrasi hulu hilirRyan Aprianto
 
Contoh bahan penyuluhan pertanian indonesia
Contoh bahan penyuluhan pertanian indonesiaContoh bahan penyuluhan pertanian indonesia
Contoh bahan penyuluhan pertanian indonesiaNenengPadriah
 
Pertanian Organik
Pertanian OrganikPertanian Organik
Pertanian OrganikDeni Wahyu
 
Sistem pertanian terpadu
Sistem pertanian terpaduSistem pertanian terpadu
Sistem pertanian terpaduIeke Ayu
 

Viewers also liked (11)

Budidaya tanaman-padi
Budidaya tanaman-padiBudidaya tanaman-padi
Budidaya tanaman-padi
 
Power point
Power pointPower point
Power point
 
PERTANIAN TERPADU
PERTANIAN TERPADUPERTANIAN TERPADU
PERTANIAN TERPADU
 
Biologi hama dan penyakit tumbuhan
Biologi hama dan penyakit tumbuhanBiologi hama dan penyakit tumbuhan
Biologi hama dan penyakit tumbuhan
 
hama dan penyakit
hama dan penyakithama dan penyakit
hama dan penyakit
 
Tahapan tahapan pengolahan tanah sawah
Tahapan tahapan pengolahan tanah sawahTahapan tahapan pengolahan tanah sawah
Tahapan tahapan pengolahan tanah sawah
 
Sistem Pertanian Terpadu (Integrasi Tanaman - Ternak)
Sistem Pertanian Terpadu (Integrasi Tanaman - Ternak)Sistem Pertanian Terpadu (Integrasi Tanaman - Ternak)
Sistem Pertanian Terpadu (Integrasi Tanaman - Ternak)
 
Usaha perunggasan yang terintegrasi hulu hilir
Usaha perunggasan yang terintegrasi hulu hilirUsaha perunggasan yang terintegrasi hulu hilir
Usaha perunggasan yang terintegrasi hulu hilir
 
Contoh bahan penyuluhan pertanian indonesia
Contoh bahan penyuluhan pertanian indonesiaContoh bahan penyuluhan pertanian indonesia
Contoh bahan penyuluhan pertanian indonesia
 
Pertanian Organik
Pertanian OrganikPertanian Organik
Pertanian Organik
 
Sistem pertanian terpadu
Sistem pertanian terpaduSistem pertanian terpadu
Sistem pertanian terpadu
 

Similar to Budidaya Padi Organik

MENDORONG KEBIJAKAN YANG BERPIHAK PADA PETANI.pptx
MENDORONG KEBIJAKAN YANG BERPIHAK PADA PETANI.pptxMENDORONG KEBIJAKAN YANG BERPIHAK PADA PETANI.pptx
MENDORONG KEBIJAKAN YANG BERPIHAK PADA PETANI.pptxTPPP3MDMunaBarat
 
Sukma, peranan sektor pertanian
Sukma, peranan sektor pertanianSukma, peranan sektor pertanian
Sukma, peranan sektor pertanianSukma Wijaya
 
Pemberdayaan petani melalui peningkatan pengetahuan dan ketrampilan pembuatan...
Pemberdayaan petani melalui peningkatan pengetahuan dan ketrampilan pembuatan...Pemberdayaan petani melalui peningkatan pengetahuan dan ketrampilan pembuatan...
Pemberdayaan petani melalui peningkatan pengetahuan dan ketrampilan pembuatan...NurdinUng
 
Kelompok Peng Ekonomi Kelompok 2.pptx
Kelompok Peng Ekonomi Kelompok 2.pptxKelompok Peng Ekonomi Kelompok 2.pptx
Kelompok Peng Ekonomi Kelompok 2.pptxghaibgp
 
Kelompok Peng Ekonomi Kelompok 2.pptx
Kelompok Peng Ekonomi Kelompok 2.pptxKelompok Peng Ekonomi Kelompok 2.pptx
Kelompok Peng Ekonomi Kelompok 2.pptxghaibgp
 
Perspektif pengembangan pertanian bioindustri 7 april 2015
Perspektif  pengembangan pertanian bioindustri 7 april 2015Perspektif  pengembangan pertanian bioindustri 7 april 2015
Perspektif pengembangan pertanian bioindustri 7 april 2015IAARD/Bogor, Indonesia
 
Pertanian Organik Mendukung Pertanian Berkelanjutan
Pertanian Organik Mendukung Pertanian BerkelanjutanPertanian Organik Mendukung Pertanian Berkelanjutan
Pertanian Organik Mendukung Pertanian Berkelanjutanroni09071995
 
Pertanian berkelanjutan
Pertanian berkelanjutanPertanian berkelanjutan
Pertanian berkelanjutanEkal Kurniawan
 
Peranan sektor pertanian
Peranan sektor pertanianPeranan sektor pertanian
Peranan sektor pertanianifat fatiroh
 
Perspektif Agribisnis
Perspektif AgribisnisPerspektif Agribisnis
Perspektif Agribisniskodok666
 
modul_indikator_kegagalan.pdf
modul_indikator_kegagalan.pdfmodul_indikator_kegagalan.pdf
modul_indikator_kegagalan.pdfSunaryoTuah2
 

Similar to Budidaya Padi Organik (20)

22 35-1-sm
22 35-1-sm22 35-1-sm
22 35-1-sm
 
Pertanian bioindustri berbasis padi
Pertanian bioindustri berbasis padiPertanian bioindustri berbasis padi
Pertanian bioindustri berbasis padi
 
MENDORONG KEBIJAKAN YANG BERPIHAK PADA PETANI.pptx
MENDORONG KEBIJAKAN YANG BERPIHAK PADA PETANI.pptxMENDORONG KEBIJAKAN YANG BERPIHAK PADA PETANI.pptx
MENDORONG KEBIJAKAN YANG BERPIHAK PADA PETANI.pptx
 
Proposal pembangunan kawasan agropolitan panggungharjo
Proposal pembangunan kawasan agropolitan panggungharjoProposal pembangunan kawasan agropolitan panggungharjo
Proposal pembangunan kawasan agropolitan panggungharjo
 
BAB I (1).pdf
BAB I (1).pdfBAB I (1).pdf
BAB I (1).pdf
 
Sukma, peranan sektor pertanian
Sukma, peranan sektor pertanianSukma, peranan sektor pertanian
Sukma, peranan sektor pertanian
 
Pemberdayaan petani melalui peningkatan pengetahuan dan ketrampilan pembuatan...
Pemberdayaan petani melalui peningkatan pengetahuan dan ketrampilan pembuatan...Pemberdayaan petani melalui peningkatan pengetahuan dan ketrampilan pembuatan...
Pemberdayaan petani melalui peningkatan pengetahuan dan ketrampilan pembuatan...
 
Kelompok Peng Ekonomi Kelompok 2.pptx
Kelompok Peng Ekonomi Kelompok 2.pptxKelompok Peng Ekonomi Kelompok 2.pptx
Kelompok Peng Ekonomi Kelompok 2.pptx
 
Kelompok Peng Ekonomi Kelompok 2.pptx
Kelompok Peng Ekonomi Kelompok 2.pptxKelompok Peng Ekonomi Kelompok 2.pptx
Kelompok Peng Ekonomi Kelompok 2.pptx
 
Perspektif pengembangan pertanian bioindustri 7 april 2015
Perspektif  pengembangan pertanian bioindustri 7 april 2015Perspektif  pengembangan pertanian bioindustri 7 april 2015
Perspektif pengembangan pertanian bioindustri 7 april 2015
 
BITRANET edisi 48.pdf
BITRANET edisi 48.pdfBITRANET edisi 48.pdf
BITRANET edisi 48.pdf
 
BITRANET edisi 48
BITRANET edisi 48BITRANET edisi 48
BITRANET edisi 48
 
Pertanian Organik Mendukung Pertanian Berkelanjutan
Pertanian Organik Mendukung Pertanian BerkelanjutanPertanian Organik Mendukung Pertanian Berkelanjutan
Pertanian Organik Mendukung Pertanian Berkelanjutan
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Bab 1
Bab 1Bab 1
Bab 1
 
Pertanian berkelanjutan
Pertanian berkelanjutanPertanian berkelanjutan
Pertanian berkelanjutan
 
Peranan sektor pertanian
Peranan sektor pertanianPeranan sektor pertanian
Peranan sektor pertanian
 
KOMUNIKASI PERTANIAN
KOMUNIKASI PERTANIANKOMUNIKASI PERTANIAN
KOMUNIKASI PERTANIAN
 
Perspektif Agribisnis
Perspektif AgribisnisPerspektif Agribisnis
Perspektif Agribisnis
 
modul_indikator_kegagalan.pdf
modul_indikator_kegagalan.pdfmodul_indikator_kegagalan.pdf
modul_indikator_kegagalan.pdf
 

More from Pekerja Sosial Masyarakat

More from Pekerja Sosial Masyarakat (20)

PENGENALAN OpenSID.pptx
PENGENALAN OpenSID.pptxPENGENALAN OpenSID.pptx
PENGENALAN OpenSID.pptx
 
Infaq Dan Shadaqah
Infaq Dan ShadaqahInfaq Dan Shadaqah
Infaq Dan Shadaqah
 
draf Proposal Ponpes.pdf
draf Proposal Ponpes.pdfdraf Proposal Ponpes.pdf
draf Proposal Ponpes.pdf
 
prestasi desa.pptx
prestasi desa.pptxprestasi desa.pptx
prestasi desa.pptx
 
Visi misi desa biaung
Visi misi desa biaungVisi misi desa biaung
Visi misi desa biaung
 
Buku panduan bpd
Buku panduan bpdBuku panduan bpd
Buku panduan bpd
 
Modul zakat 2021_kabupaten_sukabumi
Modul zakat 2021_kabupaten_sukabumiModul zakat 2021_kabupaten_sukabumi
Modul zakat 2021_kabupaten_sukabumi
 
Buku pedoman _rt_rw_pencegahan_covid
Buku pedoman _rt_rw_pencegahan_covidBuku pedoman _rt_rw_pencegahan_covid
Buku pedoman _rt_rw_pencegahan_covid
 
Paparan strategi percepatan odf
Paparan strategi percepatan odfPaparan strategi percepatan odf
Paparan strategi percepatan odf
 
Peraturan informasi no_1_2018
Peraturan informasi no_1_2018Peraturan informasi no_1_2018
Peraturan informasi no_1_2018
 
Power point bpd
Power point  bpdPower point  bpd
Power point bpd
 
Lampiran 11 Perda Cianjur No 17 2012
Lampiran 11  Perda Cianjur No 17 2012Lampiran 11  Perda Cianjur No 17 2012
Lampiran 11 Perda Cianjur No 17 2012
 
Lampiran 10 Perda Cianjur No 17 2012
Lampiran 10  Perda Cianjur No 17 2012Lampiran 10  Perda Cianjur No 17 2012
Lampiran 10 Perda Cianjur No 17 2012
 
Lampiran 06 Perda Cianjur No 17 2012
Lampiran 06   Perda Cianjur No 17 2012Lampiran 06   Perda Cianjur No 17 2012
Lampiran 06 Perda Cianjur No 17 2012
 
Lampiran 03 Perda Kab. Cianjur no 17 2012
Lampiran 03  Perda Kab. Cianjur no 17 2012Lampiran 03  Perda Kab. Cianjur no 17 2012
Lampiran 03 Perda Kab. Cianjur no 17 2012
 
Lampiran 02 Perda Cianjur No 17 2012
Lampiran 02   Perda Cianjur No 17 2012Lampiran 02   Perda Cianjur No 17 2012
Lampiran 02 Perda Cianjur No 17 2012
 
Penjelasan Perda Cianjur No 17 Tahun 2012
Penjelasan Perda Cianjur No 17 Tahun 2012Penjelasan Perda Cianjur No 17 Tahun 2012
Penjelasan Perda Cianjur No 17 Tahun 2012
 
Perda Cianjur no 17 tahun 2012
Perda Cianjur no 17 tahun 2012Perda Cianjur no 17 tahun 2012
Perda Cianjur no 17 tahun 2012
 
Kecamatan takokak dalam angka 2018
Kecamatan takokak dalam angka 2018Kecamatan takokak dalam angka 2018
Kecamatan takokak dalam angka 2018
 
Kecamatan sukanagara dalam angka 2018
Kecamatan sukanagara dalam angka 2018Kecamatan sukanagara dalam angka 2018
Kecamatan sukanagara dalam angka 2018
 

Recently uploaded

PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah DasarPPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasarrenihartanti
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxssuser50800a
 
aksi nyata sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
aksi nyata sosialisasi  Profil Pelajar Pancasila.pdfaksi nyata sosialisasi  Profil Pelajar Pancasila.pdf
aksi nyata sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfsdn3jatiblora
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatanssuser963292
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...Kanaidi ken
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptPpsSambirejo
 
(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx
(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx
(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptxSirlyPutri1
 
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.pptppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.pptAgusRahmat39
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxSlasiWidasmara1
 
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajaraksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajarHafidRanggasi
 
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdfModul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdfanitanurhidayah51
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...asepsaefudin2009
 
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...MetalinaSimanjuntak1
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxdpp11tya
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxIrfanAudah1
 
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSLatsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSdheaprs
 

Recently uploaded (20)

PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah DasarPPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
 
aksi nyata sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
aksi nyata sosialisasi  Profil Pelajar Pancasila.pdfaksi nyata sosialisasi  Profil Pelajar Pancasila.pdf
aksi nyata sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
 
(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx
(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx
(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx
 
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.pptppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
 
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajaraksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
 
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdfModul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
 
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSLatsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
 

Budidaya Padi Organik

  • 1. PEMBELAJARAN BUDIDAYA PADI EKOLOGIS BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT : Catatan Bagi Upaya Membangun dan Menggerakan Pertanian dan Pedesaan Oleh Iwan Setiajie Anugrah Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian-Bogor Abstrak Pembangunan pertanian dan pedesaan pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional secara keseluruhan. Dalam konteks perekonomian nasional kontribusi sektor pertanian memegang peranan yang cukup penting, disamping merupakan sumbe mata pencaharian bagi sebagian besar penduduk di pedesaan. Untuk itu pembangunan pertanian dan pedesaan akan senantiasa menjadi prioritas pembangunan nasional, sekalipun diindikasikan bahwa sumberdaya di sektor pertanian semakin menurun. Disisi lain, ada komunitas BPE yang senantiasa terus melakukan pembelajaran dalam upaya membangun dan menggerakan pertanian dan pedesaan secara partisipatif dengan sumberdaya yang ada di sekitar petani. Prinsip-prinsip sederhana yang mengutamakan kelestarian lingkungan, menjadi dasar utama bagi kegiatan usahatani yang dilakukan di pedesaan. BPE pada dasarnya merupakan kegiatan usahatani padi yang dilakukan oleh komunitas petani yang peduli lingkungan serta didorong oleh adanya perubahan aspek sosial ekonomi, terutama terkait dengan peningkatan harga-harga input produksi usahatani padi, stagnasi proses penyuluhan lapangan, serta nilai tukar petani yang tidak memberikan insentif yang diharapkan petani, sehingga BPE menjadi alternatif pilihan rasional bagi komunitas BPE untuk melakukan usahatani tersebut. BPE juga merupakan kumulatif metode usahatani yang memadukan konsep SLPHT, sistem pengairan yang teratur serta System of Rice Intensification (SRI) yang kemudian berkembang ke arah budidaya padi organik yang sepenuhnya mengandung unsur- unsur muatan bagi kesehatan lingkungan. Keberlanjutan komunitas BPE dilokasi kajian juga tidak terlepas dari peran serta Yayasan FIELD Indonesia, dalam upaya mendorong pemberdayaan petani melalui bimbingan dan metode pembelajaran yang diterapkan, khususnya melalui kegiatan sekolah lapang PHT di tingkat petani yang meliputi : pengamatan agro-ekosistem, diskusi kelompok, presentasi, dinamika kelompok, topik khusus serta evaluasi mingguan. Sekolah lapang merupakan entry point untuk pengembangan SDM, dengan muatan materi yang diperlukan dan dirancang oleh para petani sendiri. Begitu pula pada penerapan Budi Daya Padi Ekologis melalui SRI, pengembangan kemampuan SDM didorong melalui penerapan teknologi yang berdasarkan pada sistem ekofarming, seperti penggunaan pupuk organik pada saat pengolahan lahan dan Mikro Organisme Lokal (MOL) yang terbuat dari bahan-bahan yang ada disekitar petani, dengan memperhatikan keterkaitan antara kesehatan ekologi tanah dan air serta lingkungan untuk mencapai tujuan hasil produksi yang baik, senantiasa diterapkan dalam kegiatan komunitas BPE tersebut. Sehingga tercipta sinergisitas antara petani sebagai pelaku usaha, lahan sebagai media tanam serta padi atau tanaman lain sebagai objek, melalui komunikasi filosofis dan spiritual keagamaan sebagai perlakuan batiniah terhadap sesama mahluk Tuhan. Komunikasi tersebut dilakukan para petani BPE, sejak persemaian hingga penanganan pasca panen, sehingga selalu terjadi interaksi dalam berbagai perlakuan selama pemeliharaan (berusahatani) padi sebagai usahatani yang umumnya sudah dilakukan secara turun temurun. Kata kunci : ekofarming, budidaya padi, pembelajaran, partisipatif 1
  • 2. PENDAHULUAN Pembangunan pertanian dan pedesaan, pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari Pembangunan Nasional secara keseluruhan. Pertanian dan pedesaan dalam konteks perekonomian nasional, merupakan bagian dari sumber matapencaharian dan tempat bermukim bagi sebagian besar penduduk Indonesia saat ini. Tidak kurang dari setengah penduduk Indonesia masih berkedudukan di desa dan menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian, sebagai sektor yang selama ini juga memberikan kostribusi cukup besar bagi perkembangan perekonomian nasional secara keseluruhan. Untuk itu, pembangunan pertanian dan pedesaan akan senatiasa menjadi prioritas pembangunan nasional, sekalipun secara perlahan potensi sumberdaya disektor pertanian dalam perkembangannya semakin menurun serta tidak lagi banyak menarik masyarakat (kaum muda) di pedesaan untuk bekerja di sektor pertanian. Pertanian dianggap bukan merupakan sumber pendapatan yang layak bagi pemenuhan tuntutan kebutuhan hidup, serta percepatan bagi dinamika peradaban yang juga senantiasa mengalami perubahan dengan cepat. Modernisasi dianggap identik dengan kegiatan yang dilakukan di luar pedesaan dan di luar sektor pertanian, sehingga terjadi marjinalisasi sektor pertanian dalam pandangan masyarakat (kaum muda) pedesaan yang menuntut perubahan yang cepat dari kondisi sosial ekonomi keluarga maupun lingkungannya. Kondisi sebaliknya dari sintesa tadi, terjadi pada komunitas petani yang mengusahakan Budidaya Padi Ekologis (BPE) di dua wilayah pertanian padi di Kabupaten Garut dan Ciamis. Semangat akan pemenuhan kebutuhan ilmu bercocok tanam padi, dengan cara budidaya yang menekankan pada konsep kelestarian lingkungan, serta pemenuhan kebutuhan input dari kemampuan sendiri, telah nyata ditunjukkan oleh beberapa petani yang ada pada komunitas BPE, dalam upaya mendapatkan informasi dan pengalaman dari proses pelaksanaan budidaya padi ekologis tersebut, baik secara teoritis maupun berdasarkan kegiatan praktek langsung dilapangan. Prinsip-prinsip sederhana dalam menghargai lingkungan yang dilatarbelakangi landasan spiritual keagamaan yang mendalam, telah menjadi dasar bagaimana pola budidaya ekofarming diterapkan. Sementara introduksi teknologi sederhana yang disampaikan oleh lembaga pendamping dalam kaitannya dengan pola BPE, menjadi bagian penting lainnya dalam kaitan dengan kondisi agroekosistem dan kelestarian lingkungan di sekitar kegiatan BPE serta lingkungan yang lebih luas. Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengalaman, bagaimana upaya nyata para petani pada komunitas BPE menggerakan dan membangun pertanian dan pedesaan dengan memberdayakan diri dan lingkungannya, melalui upaya pemenuhan kebutuhan ilmu pengetahuan tentang tata cara melakukan budidaya padi ekologis. Sekaligus menjadi gambaran bagaimana proses pembelajaran yang sesungguhnya bagi sebuah upaya pembangunan pertanian dan pedesaan secara partisiptif. DESKRIPSI SINGKAT BUDIDAYA PADI EKOLOGIS (BPE) Budi Daya Padi Ekologis (BPE), pada dasarnya merupakan kegiatan usahatani padi yang dilaksanakan oleh komunitas petani, dengan memperhatikan kesinambungan antar lingkungan yang mendukung pada kegiatan tersebut serta bagi lingkungan disekitarnya, sebagai dampak dari penerapan budidaya padi ekologis. Kegiatan BPE juga pada dasarnya terwujud dari keprihatinan rusaknya lingkungan/ekologi dan sumberdaya yang ada saat ini. Kontaminasi lahan akibat 2
  • 3. akumulasi penggunaan berbagai macam obat dan pupuk anorganik, semakin berkurangnya ketersediaan air akibat rusaknya sumber-sumber mata air serta terjadinya berbagai keruksakan lingkungan akibat perilaku manusia dalam pengelolaannya. BPE juga berkembang, karena didorong oleh berbagai aspek sosial ekonomi yang berkembang sejalan dengan proses dan tuntutan pembangunan secara keseluruhan. Meningkatnya harga pada hampir semua input produksi yang diperlukan bagi kegiatan usahatani padi, terjadinya stagnasi proses penyuluhan pertanian di tingkat lapangan/petani, serta masih rendahnya nilai tukar petani yang diterima dari output usahatani yang dihasilkan, telah menjadi alternatif dan pilihan rasional bagi komunitas petani BPE untuk melakukan kegiatan usahatani tersebut. Budi daya padi yang dilakukan, cukup mendapat respon dari para petani dan kemudian bergabung menjadi komunitas BPE. Khususnya yang dilakukan di dua lokasi (Garut dan Ciamis), pada dasarnya lahir dan diprakarsai oleh lembaga swadaya masyarakat serta dinas irigasi setempat. Konsep dan falsafah sederhana yang ditawarkan Dinas Irigasi/pengairan setempat, adalah bahwa "Padi bukanlah tanaman air, tetapi tanaman yang memerlukan air", dengan demikian perlu dilakukan management kebutuhan tanaman padi terhadap air. Dari proses panjang manajemen tersebut, lahirlah budidaya padi yang secara intensif memperhatikan kebutuhan tanaman terhadap air, sesuai dengan masa pertumbuhan serta bagaimana petani harus memperlakukannya. Konsep lahan "mancak-mancak" (setengah basah) kemudian jadi dasar bagi pelaksanaan budi daya padi tersebut. Perkembangan selanjutnya, BPE juga didasari oleh metode Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) yang lebih banyak terkait dengan kesehatan lingkungan, khususnnya dalam penggunaan berbagai produk pupuk dan pestisida. Konsep SLPHT menjadi dasar penting bagaimana para petani menggunakan teknik untuk menangani hama penyakit yang biasa menyerang padi serta kesehatan lahan, namun demikian yang lebih ditekankan adalah proses pembelajaran petani di lapangan dan lebih banyak dilakukan dengan metoda praktek lapang. Unsur ke tiga yang sangat terkait, adalah dengan penerapan metode SRI (System Rice Intensification) yang menekankan bagaimana kegiatan budidaya padi yang dilakukan dengan efisien, serta menggunakan bahan dan input produksi yang ada di sekitar petani sendiri. Dalam SRI, penggunaan bibit diupayakan sangat hemat dalam satuan luas lahan tertentu, kemudian menggunakan pupuk organik dan kompos serta MOL (Mikro Organisme Lokal) untuk kesuburan tanah serta pencegahan hama penyakit, dengan bahan-bahan lokal yang ada disekitar petani. Ketiga unsur tadi menjadi dasar bagaimana sistem BPE berkembang menjadi sebuah pilihan usahatani padi yang dilakukan oleh para petani yang kemudian menjadi komunitas BPE di beberapa daerah di Indonesia. Dengan demikian, fenomena kegiatan usahatani ekologis telah menjadi bagian dari proses penerapan teknologi hemat air, PHT, teknologi ramah lingkungan, pola usahatani terpadu, kemudian teknologi pasca panen dan pengolahan yang kesemuanya bermuara pada membangun kemandirian petani dan masyarakat pedesaan. 3
  • 4. PROSES PEMBELAJARAN DENGAN MUATAN PARTISIPATIF A. Suatu Konsep dan Pengalaman dari Yayasan FIELD Indonesia I. Dasar Teori Pendidikan Kritis (Habermas) dalam Pemberdayaan Petani Model FIELD Pada tahun 1989 sampai 1999, Pemerintah Republik Indonesia telah mengembangkan Program Nasional PHT, dengan berintikan kegiatan Sekolah Lapangan PHT di tingkat petani. Ini sejalan dengan perubahan paradigma pembangunan pertanian yang menghargai petani sebagai subjek yang mengelola dan mengambil keputusan di lahan usaha taninya. Sehingga pemerintah lebih berperan untuk mendukung petani, tidak melalui instruksi tetapi memfasilitasi melalui proses pelatihan yang partisipatif dalam rangka mendorong pengembangan kreativitas dan kemandirian petani (Wienarto, et al., 2006). Sekolah Lapangan diilhami oleh pandangan Jurgen Habermas tentang teori pendidikan kritis. la menggariskan apa yang disebutnya sebagai dua bidang minat kognitif yang utama (the primary cognitive interest), yakni hal-hal yang praktis (the practical) dan hal-hal yang menyangkut kepentingan pembebasan (the emansipatory). Habermas meletakkan kedua bidang minat utama ini pada tiga wilayah keberadan manusia sebagai mahluk sosial yang berbeda satu sama lain, yakni wilayah "pekerjaan" (work), wilayah "hubungan antar sesama" (interaction) dan wilayah "kekuasaan" (power). Teori sosial Habermas menjelaskan perbedaan pengetahuan yang diisyaratkan oleh masing-masing wilayah tersebut diciptakan dan diabsahkan. Jack Mezirow memperinci lagi wilayah-wilayah tersebut menjadi sejumlah "wilayah belajar" (domains of learning), yang secara alami menuntut adanya pendekatan dan metodologi yang berbeda satu sama lain (Wienarto, et al., 2006). Secara sistematis, pelaksanaan konsep tersebut, seperti dijelaskan oleh Winearto, et al. 2006), sebagai berikut : ¦ Wilayah pekerjaan: Wilayah ini menyangkut masalah pengendalian terhadap lingkungan secara teknis, termasuk lingkungan sosial. Habermas menyebut tindakan yang terkandung dalam wilayah ini sebagai "tindakan instrumental" (instrumental action), dimana tujuan merupakan sarana mempraduga dan mengendalikan kenyataan atau realitas secara efektif. Realitas mesti direduksi sedemikian rupa menjadi suatu objek atau suatu kejadian. Implementasi wilayah ini dalam kegiatan Sekolah Lapangan yang pesertanya adalah Petani: Mereka adalah orang yang punya pekerjaan tetap dalam mengelola lahan usaha taninya. Dengan demikian, mereka sarat dengan pengalaman bertani, sehingga tidak perlu diajari cara bertani, tetapi yang perlu adalah bagaimana mereka mempunyai pengalaman baru dalam hal mengelola potensi lokal, yaitu unsur-unsur agroekosistem. Hubungan petani dengan dunianya sangat dekat, yaitu lahan dengan semua unsur penunjangnya. Di SLPHT, petani berinteraksi dalam kelompok belajar mulai dari pengolahan tanah sampai panen, dengan tujuan mereka lebih memahami dunianya, agar tidak dikendalikan oleh orang lain. Selama satu musim, mereka belajar langsung dari sebidang lahan dengan mencoba membandingkan kondisi yang nyata, yaitu petak PHT (petak berpikir) dan petak konvensional. Dalam praktek penilaian tersebut setiap pertemuannya mereka menggunakan "CARA BELAJAR LEWAT PENGALAMAN", yaitu: Mengalami - Mengungkapkan - Menganalisis - menyimpulkan - menerapkan - Mengalami. 4
  • 5. Proses ini merupakan tindakan aksi dan refleksi terhadap kegiatan yang dilakukan, untuk menumbuhkan sikap kritis petani terhadap kondisi lingkungannya, agar mampu mengambil keputusan yang tepat dalam pengelolaan lahannya. ♦ Hubungan Antar Sesama Manusia: Wilayah ini ditandai terutama oleh adanya tindakan komunikatif (communicative action) yang: "dikendalikan oleh norma-norma kebersamaan yang diartikan sebagai keinginan akan adanya umpan balik tentang tingkah laku yang harus difahami dan dimengerti oleh sekurang-kurangnya dua subjek yang melakukan tindakan tersebut... karena keabsahan norma sosial hanya diperoleh jika antar subjek tersebut saling memahami maksud-maksud yang terkandung dibalik tindakan- tindakan mereka dan dijamin oleh pengakuan akan kewajiban masing-masing" Tindakan komunikatif ini pun masih melayani kepentingan-kepentingan praktis, meskipun wilayah ini sudah lebih terkait dengan soal "pengertian" dan "makna", bukan hanya soal teknis-teknis. Lebih dari empirisme, Habermas menyebut ilmu-ilmu historical-hermeuneutic sebagai golongan ilmu-ilmu yang masuk dalam wilayah ini. "Hermeuneutic" membutuhkan proses penerjemahan (interpretasi) dan tindakan komunikasi. Sehingga ilmu pengetahuan diciptakan melalui proses interaksi dan bukan sekedar diwahyukan. Ilmu pengetahuan hermeuneutis menyangkut pola- pola hubungan antar subjek serta pengertian atau makna yang tercipta melalui proses interaksi tersebut, bukan saja realitas yang hanya menjelaskan hubungan sebab-akibat. Implementasi dari wilayah ini, adalah pelaksanaan SLPHT bukanlah semata kegiatan teknis bercocok tanam dan mengendalikan hama, tetapi bagaimana membangun dinamika kelompok yang lebih baik. Hal ini dapat dikaji dari kegiatan harian Sekolah Lapangan, yaitu: pengamatan agro-ekosistem, diskusi kelompok, presentasi (untuk pengambilan keputusan), Dinamika Kelompok, Topik khusus, dan Evaluasi mingguan. Keberadaan dinamika kelompok dalam kegiatan Sekolah Lapangan ada tujuan penting yang pengaruhnya sama dengan masalah teknis, yaitu menggarap realitas hubungan antar sesama. Karena itu di Sekolah Lapangan, dinamika kelompok dikembangkan agar peserta mulai membangun hubungan dan kerjasama agar mereka saling memahami sifat, cita-cita, dan perilaku sesama warga belajar. Dengan demikian mereka akan saling memahami. Selanjutnya secara bersama-sama, mereka belajar tentang prinsip-prinsip komunikasi, kerjasama, membangun sikap kritis, meningkatkan keterampilan, pemecahan masalah dan perencanaan. Kegiatan ini semua sangat penting karena yang belajar adalah manusia dewasa, yang satu sama lain sarat dengan pengalaman yang berbeda. Jika kita menelusuri program nasional PHT maka ada beberapa kegiatan penunjang, antara lain: Pertemuan Perencanaan Petani, Pertemuan Teknis Petani, Seminar Petani, dan Lokakarya Petani. Semua kegiatan ini sarat dengan bagaimana para petani berinteraksi dan membangun hubungan sebagai sesama manusia. ♦ Kekuasaan (dan Pembebasan): Jika tindakan komunikatif dan pengetahuan yang dihasilkannya menyangkut norma-norma dan pola-pola hubungan antar subjek, maka pengetahuan yang bersifat membebaskan (emancipatory) lebih menyangkut tingkat kesadaran seseorang. Wilayah ini berkepentingan terhadap persoalan kekuatan-kekuatan dalam diri seseorang dan lingkungan sekitar di luar dirinya, yang membatasi pilihan-pilihan dan daya kendalinya terhadap kehidupannya sendiri. Wilayah ini memberi peluang pada kita untuk membedakan antara faktor-faktor yang memang berada di luar kendali kita, dengan faktor- 5
  • 6. faktor yang sebenarnya hanya menurut anggapan kita saja berada di luar kendali kita. Ini tidak hanya dalam menghadapi persoalan yang berada di depan mata tetapi juga terhadap akar-akar struktural dari persoalan tersebut. Berusaha memahami akar-akar struktural ini akan membawa kita kepada proses peninjauan kembali dan penilaian ulang atas peranan manusia sepanjang sejarahnya, melalui proses mawas diri sampai kepada pengertian tentang proses-proses dimana suatu struktur sosial diciptakan kembali, dengan berbagai kemungkinan dampaknya yang membatasi ruang gerak kita. Implementasi wilayah ini dalam program PHT, adalah bagaimana membangun kesadaran bagi petani bahwa petani adalah subjek pembangunan pertanian dan pelaku aktif yang mempunyai kesadaran bahwa mereka memiliki program ini. Untuk merealisasikan gagasan tersebut, maka setelah SLPHT sebagian dari alumni mengikuti TOT (Training of Trainer) Petani Pemandu, sebagai media petani untuk mengekspresikan dirinya. Calon peserta TOT dipilih oleh kelompok secara demokratis, sehingga peserta mengikuti TOT bukan sebagai pribadi tetapi membawa misi kelompok dan bertanggung jawab pada kelompok. Selanjutnya setelah mengikuti TOT, mereka memandu kelompok Sekolah Lapangan baru. Kelompok alumni Sekolah Lapangan juga melakukan proses perencanaan partisipatif untuk menentukan langkah program mereka sendiri ke depan, mulai dari mempelajari ekosistem desa, melakukan riset aksi tentang permasalahan di tingkat kampung/desa, mengorganisir Field Day, memfasilitasi pertemuan jaringan dan lainnya. Pengembangan Kreativitas dan Kemandirian Petani Sekolah Lapangan merupakan entry point untuk pengembangan Sumber Daya manusia yang lebih mendalam, dengan desain strategi sebagai berikut: (1) Mengembangkan petani mampu memahami proses dan mengelola Pelatihan, (2) Mengembangkan petani mampu mengelola pengorganisasian dan Jaringan Kerja, dan (3) Mengembangkan Sains petani agar mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh mereka. Sampai saat ini, di beberapa tempat mereka masih aktif mengembangkan program pertanian ekologis, sehingga proses belajar terus berlanjut. II. Contoh-contoh Pembelajaran FIELD yang Terkait dengan Peningkatan Kreativitas dan Kemandirian Petani Seperti sudah diungkapkan di awal, bahwa kegiatan dan strategi FIELD yang dilakukan merupakan kelanjutan dari keterlibatan kerja staf inti FIELD sebelumnya di Program Nasional PHT Indonesia dan FAO Programme for Community IPM in Asia. Kegiatan dan strategi yang dilakukan FIELD saat ini, adalah mengembangkan kegiatan-kegiatan di tingkat petani (kelompok tani alumni SLPHT) melalui isu-isu yang lebih luas (Winearto, et al.2006). Desain strategi pemberdayaan masyarakat petani yang terdiri dari tiga unsur, yaitu: mengembangkan petani mampu memahami proses dan mengelola pelatihan, mengembangkan petani mampu mengelola pengorganisasian dan jaringan kerja, dan mengembangkan sains petani agar mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapi, pada awalnya dikembangkan dalam "kerangka pendidikan" yang dilakukan pada "tingkat kelompok". Kemudian pengembangan strategi yang ditempuh FIELD 6
  • 7. bersama petani saat ini, adalah mengembangkannya dalam "kerangka advokasi" yang mengarah ke "tingkat jaringan" yang di dalamnya tetap mencakup tiga unsur pemberdayaan tersebut. Pengembangan strategi, dilakukan dalam rangka memperkuat kemampuan petani untuk memecahkan permasalahan yang lebih luas terkait dengan perikehidupannya. Karena persoalan petani bukanlah sebatas permasalahan hama dan penyakit saja, penguatan petani yang dilakukan FIELD adalah melalui isu-isu yang lebih luas, antara lain berhubungan dengan: penganekaragaman hayat, kebijakan lokal yang aspiratif, pertanian organik atau pertanian ekologis, sistem pangan lokal, hak- hak petani, pestisida dan kesehatan petani, dan isu-isu lain yang terkait dengan globalisasi dan perdagangan bebas. Program-program FIELD dirancang sedemikian rupa dengan memasukkan kegiatan-kegiatan, yaitu: (1) Pelatihan-pelatihan untuk mempersiapkan petani pemandu kegiatan atau Community Organizer yang akan memfasilitasi kelompok di desanya; (2) Riset aksi oleh petani (studi petani) untuk mencari pemecahan berbagai permasalahan terkait dengan perikehidupan petani; (3) Pelatihan-pelatihan Penguatan atau Penyegaran untuk mendukung perkembangan program dan kebutuhan kelompok; (4) Kegiatan jaringan untuk memperkuat petani dalam mengelola informasi, potensi, dan jaringan kerja; (5) Penyebaran gagasan dalam berbagai bentuk kegiatan seperti: dialog, kampanye, media rakyat dan seminar petani yang diorganisir oleh petani; dan (6) Legal drafting untuk memperkuat petani berperan dalam hal menumbuhkan kebijakan yang terkait dengan perikehidupannya. DESAIN PROGRAM-PROGRAM FIELD INDONESIA PELATIHAN PENYEBARAN (TOT) GAGASAN: Aspek Teknis Terkait Program DIALOG-DIALOG Pelatihan untuk Petani Pemandu atau Community SEMINAR PETANI Organizer KAMPANYE MEDIA RAKYAT SEKOLAH LAPANGAN Para Petani Pemandu atau Community Organizer memfasilitasi kegiatan kelompok LEGAL Aspek Sosial masyarakat petani DRAFTING Terkait Program (Studi Petani, Riset Aksi, dll.) (Membuat Rancangan dan Mengusulkan PELATIHAN-PELATIHAN Kebijakan/Perda) PENGUATAN atau PENYEGARAN (Manajemen Kelompok, Kampanye, Media Rakyat) KEGIATAN JARINGAN RINDAK LANJUT (Forum/Kerja Jaringan Antar Kelompok Tingkat Kabupaten) 7
  • 8. 1. Pelatihan Calon Petani Pemandu (Community Organizer) Pelatihan untuk calon petani pemandu ini, bertujuan untuk mempersiapkan pemandu yang berasal dari desa setempat, dimana program-program FIELD akan dilaksanakan. Pemilihan calon pemandu diutamakan petani alumni SLPHT yang memiliki kriteria tertentu dan dianggap mampu untuk menjadi pemandu atau organiser masyarakat (community organizer) bagi kelompok masyarakatnya untuk program-program tertentu. Alasan memilih petani setempat sebagai pemandu kegiatan, adalah: - Petani pemandu bersama petani setempat lebih paham permasalahan, kebutuhan, dan kekuatan yang ada di desanya. - Proses pelaksanaan kegiatan lebih "hidup" karena antara pemandu dan peserta bisa lebih akrab tanpa jarak. - Petani peserta kegiatan dapat setiap saat berhubungan dengan pemandunya karena keduanya hidup berdampingan. - Petani pemandu sendiri, adalah seorang yang berpengalaman dalam bidang kehidupannya pertanian, misalnya yang dapat membantu membangkitkan kepercayaan diri peserta. - Petani pemandu bersama peserta lebih mudah menentukan langkah-langkah selanjutnya (kegiatan tindak lanjut) setelah program berakhir. Alasan lain pemilihan calon petani pemandu atau community organizer dari alumni SLPHT, karena mereka sudah terbiasa dengan metode-metode yang lazim digunakan dalam Sekolah Lapangan. Mereka mempunyai pengalaman bagaimana rasanya dipandu dengan metode Sekolah Lapangan. Sehingga bagi mereka, tinggal menambahkan penguatan pada aspek-aspek tertentu, seperti: kepemanduan, teknis yang terkait dengan program yang akan dilaksanakan, metode riset aksi, metode- metode analisa dan isu-isu lain terkait dengan program yang akan dilaksanakan. Pelatihan untuk calon pemandu atau community organizer, biasanya dilakukan selama 7 hari dengan berbagai metode yang juga lazim digunakan dalam Sekolah Lapangan, seperti pengamatan lapangan (observasi), diskusi dan kerja kelompok, presentasi, praktek lapangan dan dinamika kelompok. Dengan cara tersebut diharapkan semangat dan teknik kepemanduan, metode-metode, dan pengalaman yang diperoleh selama pelatihan akan terbawa ketika para pemandu ini memandu kelompoknya. Tujuan jangka panjang yang ingin dicapai dengan mendorong pemandu atau community organizer dari kalangan petani atau warga desa setempat, adalah terwujudnya "pelembagaan" program-program FIELD bersama petani di desa-desa dimana program-program tersebut dikembangkan. Pelembagaan yang dimaksudkan adalah bukan sekedar secara fisik melainkan menjadi perilaku masyarakat petani dalam kehidupan sehari-hari. 2. Riset Aksi Petani (Studi Petani, Sains Petani) Riset aksi merupakan pengembangan dari metode studi petani yang pada saat program nasional PHT dan Community IPM, studi petani banyak dikembangkan petani alumni SLPHT untuk memecahkan permasalahan di lahannya. Dalam kegiatan studi petani, petani belajar memahami bagaimana masing- masing komponen ekosistem bekerja. Mereka belajar memahami siapa saja 'pemain' yang bermain di dalam ekosistem, apa peran dan fungsinya, bagaimana bekerjanya 8
  • 9. serta memahami hubungan sebab-akibat yang terjadi dalam interaksi antar 'pemain'. Dengan memahami hal tersebut, diharapkan petani dapat menentukan tindakan yang perlu dilakukan untuk mengelolanya. Proses pencarian jawaban ini disebut dengan SAINS. Jadi, sains petani merupakan proses pencarian jawaban perikehidupannya secara lebih baik. Saat ini, petani melakukan kegiatan riset aksi (studi petani) untuk memecahkan permasalahan yang lebih luas, terkait dengan perikehidupannya. Kegiatan riset aksi diawali dengan pengumpulan atau penggalian isu yang dilakukan oleh anggota kelompok. Proses penggalian isu di masyarakat dilakukan anggota kelompok dengan berbagai cara, baik dilakukan secara individu maupun kelompok melalui obrolan santai bersama warga masyarakat atau lewat forum warga yang ada di desa. Hasil penggalian isu ini, kemudian dibahas dan dianalisis oleh anggota kelompok di forum pertemuan mingguan untuk mengidentifikasi isu. Langkah berikutnya sesudah isu teridentifikasi, adalah menentukan isu dominan dengan terlebih dahulu menentukan kriterianya. Kriteria yang disepakati oleh anggota kelompok untuk menentukan isu dominan, umumnya adalah: Isu itu cukup strategis, artinya apabila isu tersebut dapat dipecahkan, maka isu-isu yang lain dengan sendirinya juga dapat diselesaikan; Isu tersebut bila tidak ditanggulangi memberikan dampak yang luas; Isu tersebut berkaitan dengan hajat hidup orang banyak; dan Isu tersebut menyebar secara luas di dalam masyarakat. Tahap selanjutnya, adalah pendalaman isu dengan melakukan riset aksi dan untuk itu biasanya dibuat beberapa tim disesuaikan dengan jumlah isu yang terpilih. Tugas setiap tim adalah melakukan kajian untuk lebih memahami permasalahannya, misalnya dengan mengumpulkan data, cek lokasi, melakukan lobi dengan dinas atau lembaga yang terkait dengan isu. Tahap ini dilakukan selama kurun waktu tertentu, misalnya satu musim, enam bulan, atau disesuaikan dengan kebutuhan. Selama kurun waktu tersebut, kelompok melakukan pertemuan rutin sebagai forum tim untuk mempresentasikan perkembangan hasil riset aksinya secara bergantian yang kemudian akan ditanggapi oleh anggota atau tim yang lain. Para anggota kelompok riset aksi memahami bahwa kegiatan riset yang mereka lakukan bertujuan mengetahui berbagai masalah yang terdapat di desa. Kemudian setelah mereka mengetahui permasalahannya, mereka berusaha mencari solusinya dengan melakukan berbagai dialog, baik dengan eksekutif maupun legislatif untuk mencari pemecahannya. Pemahaman akan berbagai isu yang teridentifikasi dan alternatif solusinya tersebut di kalangan para anggota dapat membangun pengetahuan bersama. Melalui riset aksi ini para anggota juga meiihat bahwa riset aksi bertujuan untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia. Menurut para anggota kelompok riset aksi, bahwa kegiatan riset aksi telah memberikan mereka banyak pengetahuan dan pengalaman. Kegiatan riset aksi juga mendorong terjadinya berbagai perubahan baik di tingkat desa, kecamatan, atau kabupaten. 3. Pelatihan Penguatan atau Penyegaran Pelatihan penguatan atau penyegaran, merupakan strategi untuk memperkuat kemampuan anggota-anggota kelompok dalam bidang lain, terkait dengan kegiatan yang sedang dilakukan. Materi pelatihan dirancang selaras dengan visi program yang akan dicapai. Beberapa contoh pelatihan ini, misalnya: - Pelatihan penyebaran atau kampanye. Pelatihan ini memberikan semangat, teknik dan ketrampilan kepada anggota kelompok untuk melakukan penyebaran 9
  • 10. gagasan dan hasil-hasil kegiatan kepada masyarakat sekitar. Di pelatihan ini, anggota belajar tentang prinsip-prinsip komunikasi, dialog, negosiasi dan lain-lain, sesuai kebutuhan. - Pelatihan media rakyat. Pelatihan ini untuk memberikan kemampuan dan ketrampilan anggota kelompok dalam pembuatan media-media yang dapat digunakan sebagai media pendukung penyebaran gagasan dan hasil-hasil kegiatan. Dalam pelatihan ini, anggota juga belajar mengekspresikan gagasan melalui berbagai bentuk, seperti tulisan (artikel, puisi, pantun, dsb.), tulisan dan gambar (brosur, poster) dan teater. - Pelatihan manajemen kelompok. Pelatihan ini memberikan ketrampilan kepada anggota untuk mengelola kelompok yang sudah dibangunnya, terkait dengan adanya aset kelompok, seperti: data, informasi, hasil-hasil kegiatan, keuangan, dan sebagainya. 4. Kegiatan Jaringan Saat program nasional PHT berlangsung, ada beberapa kegiatan jaringan sebagai sarana belajar petani melakukan kegiatan berjaringan, yaitu: Pertemuan Teknis Petani sebagai forum petani untuk tukar-menukar informasi, seperti: hasil studi-studi, temuan-temuan baru (inovasi), dan teknis baru dalam hal budidaya tanaman; Pertemuan Perencanaan Petani sebagai forum bersama antar petani untuk menyusun perencanaan kegiatan bersama; dan Studi Kasus dan Media Petani sebagai sarana bagi petani-petani untuk saling belajar tentang berbagai keberhasilan yang ada dari mereka. Selain itu masih ada forum Lokakarya Petani dan Seminar Petani. Satu hal yang penting dicatat, adalah bahwa forum tingkat kecamatan tersebut memunculkan sebuah gagasan orisinal dari petani-petani yang hadir berupa organisasi petani alumni SLPHT di tingkat kecamatan, serta hampir muncul di hampir semua kecamatan yang melakukan kegiatan forum ini. Organisasi tersebut, pada saat itu populer dengan nama "Paguyuban Petani PHT". Organisasi-organisasi 'kecil' inilah embrio dari lahirnya Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia (IPPHTI). Sebuah organisasi petani yang dibentuk petani sendiri. Belajar dari hal tersebut, dalam program-program FIELD tetap dirancang kegiatan jaringan ini, baik itu berupa forum jaringan antar kelompok dalam program FIELD maupun forum jaringan antar jaringan petani lain. Forum jaringan antar kelompok merupakan kegiatan jaringan kelompok di berbagai tingkatan kecamatan dan kabupaten, sebagai sarana tukar-menukar pengalaman. Petani-petani ahli dari program-program FIELD juga dilibatkan secara aktif dalam forum jaringan antar jaringan petani. Selain untuk menambah wawasan dan pengalaman, dengan terlibat aktif dalam forum ini mereka dapat saling menimba pengalaman dan belajar bersama tentang perkembangan isu-isu baru terkait permasalahan yang sedang dihadapi. 5. Penyebaran Gagasan DIALOG Dialog merupakan kegiatan untuk menjembatani inisiatif petani dengan pihak- pihak yang terkait. Kegiatan dialog ini dilangsungkan secara berkesinambungan di berbagai tingkatan, mulai dari tingkat antar masyarakat, tingkat desa dengan pemerintah desa, tingkat kecamatan dengan jajaran pemerintah kecamatan, tingkat kabupaten dengan jajaran pemerintah daerah dan legislatif daerah. 10
  • 11. Selain menjembatani inisiatif petani, dialog juga bertujuan memberikan pengalaman berkomunikasi dan "bergaul" dengan pihak-pihak yang sebelumnya mereka anggap sulit disentuh. Karena sebagai petani di desa, tentunya ada hambatan dan jarak untuk bertemu. Dengan berdialog, petani belajar bagaimana menyampaikan aspirasinya secara lebih ilmiah, elegan dan berbudaya, karena mereka duduk bersama dengan pihak yang diajak berdialog dan menyampaikan aspirasinya berdasarkan hasil-hasil riset yang mereka lakukan. Berdasarkan pengakuan petani peserta dialog, mereka merasa bangga dan puas karena aspirasinya didengarkan dan memperoleh tanggapan, terlepas disetujui atau tidak. Aspirasi petani yang disampaikan pada awalnya masih terbatas isu-isu yang berkembang di wilayahnya. SEMINAR PETANI Seminar petani dilakukan dalam rangka untuk mensosialisasikan metode dan kurikulum dari kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan. Seminar ini juga bertujuan untuk meraih dukungan dari berbagai pihak. Seminar ini diorganisir sendiri oleh petani, dari persiapan, pelaksanaan, hingga pengelolaan hasil-hasil yang muncul selama seminar. Dalam seminar ini diundang berbagai pihak, seperti: jajaran pemerintahan, legislatif daerah, para pakar di bidang tertentu, petani lain, lembaga swadaya masyarakat, media massa, dan pihak-pihak terkait lain. Sebagai pembicara utama dalam seminar ini, adalah petani-petani pelaku kegiatan dengan membawakan makalah tertentu yang ditulisnya sendiri. Makalah mereka seputar proses melakukan sebuah kegiatan, materi-materi yang dipelajarinya, pengalaman melakukan kegiatan, hasil-hasil kegiatan dan dampak dari kegiatan yang mereka lakukan. Satu hal menarik, bahwa penyampaian makalah oleh petani tidak selalu dalam bentuk tulisan, melainkan juga dengan cara bermain peran. KAMPANYE/MEDIA RAKYAT Salah satu cara mempercepat tersebarnya informasi PHT di tingkat petani pada saat program nasional PHT, adalah dengan melatih calon-calon petani pemandu. Namun demikian, walaupun dalam skala kecil proses penyebaran juga dilakukan oleh para petani peserta SLPHT, setidaknya kepada tetangga lahannya. Hal tersebut menunjukkan bahwa petani peserta SLPHT pun mampu melakukan kegiatan penyebaran gagasan yang dimilikinya. Berangkat dari pelajaran tersebut, FIELD juga merancang dalam setiap programnya, berupa kegiatan sosialisasi (kampanye) untuk menyebarkan gagasan dan hasil-hasil kegiatan oleh petani sendiri. Kegiatan penyebaran dirancang melalui pelatihan media rakyat atau pelatihan penyebaran bagi semua anggota kelompok. Tujuannya agar semua anggota kelompok mampu mengambil peran dalam proses penyebaran. Bukan hanya dilakukan oleh pemandu kelompok saja. Penyebaran gagasan atau kampanye oleh petani ke petani, dilakukan melalui forum-forum khusus yang dihadiri oleh warga masyarakat desa maupun melalui media-media tertentu yang dibuat petani sendiri seperti majalah dinding, poster-poster dan koran petani. Informasi hasil-hasil kegiatan melalui media-media ini, disebarkan kepada masyarakat, jajaran pemerintah desa hingga kabupaten dan legislatif daerah, dengan cara dibagikan secara cuma-cuma atau dipasang di tempat-tempat strategis. 6. Legal Drafting Kegiatan legal drafting, dilakukan dalam rangka mendorong petani mengenal dan mengupayakan peraturan atau kebijakan yang aspiratif, atau berpihak kepada 11
  • 12. petani. Peraturan atau kebijakan yang dimaksudkan, adalah mulai dari peraturan tingkat desa hingga peraturan daerah, bahkan nasional. Dalam pelaksanaan kegiatan legal drafting ini, petani dilibatkan dalam serangkaian proses kegiatan, mulai dari melihat kembali isu-isu yang muncul dari hasil riset aksi mereka, lokakarya bersama wakil-wakil dari pihak legislatif daerah dan pemerintah daerah yang membidangi hukum, hingga membuat rancangan (draft) peraturan yang akan diajukan sebagai peraturan desa atau peraturan daerah. Sebagai fasilitator dari serangkaian kegiatan tersebut, adalah konsultan atau praktisi yang ahli dalam bidang hukum. B. Pengalaman Pembelajaran Penerapan Model System Rice Intensification (SRI) System Rice Intensification (SRI) adalah suatu cara budidaya tanaman padi yang intensif dan efisien, dengan proses manajemen sistem perakaran yang berbasis pada pengelolaan air tanah dan tanaman, dengan tetap menjaga produktivitas dan mengedepankan nilai ekologis. Pengertian ekologis, yaitu terjadinya keselarasan dan keseimbangan serta keharmonisan lingkungan, baik lingkungan biotik maupun abiotik (Rochaedi, 2004; Disperta Tasikmalaya, 2007). Dalam SRI, nilai ekologis merupakan hal yang sangat penting karena terdapat anggapan bahwa SRI tidak harus atau bahkan tidak menggunakan masukan input pertanian anorganik, tetapi mengarah pada upaya budidaya organik dengan penerapan komponen-komponen teknologi indogenous yang ada dalam model pertanian SRI, seperti : (1) pengolahan tanah yang sehat serta pengelolaan bahan organik; (2) pengelolaan potensi tanaman secara optimal; serta (3) pengelolaan air yang baik dan teratur. Ketiga unsur ini merupakan hal yang esensial dilakukan oleh komunitas petani BPE. Metode SRI berdasarkan konsep dan pendekatan : Barkelaar (2001); Kuswara (2003); Rochaedi (2005); Wardana et al. (2005), adalah meliputi : a. Bibit Muda. SRI menganjurkan untuk menanam bibit muda dan menanamnya dengan sangat hati-hati agar tidak cacat untuk mendapatkan jumlah anakan dan pertumbuhan akar maksimum. b. Jarak Tanam Lebar. SRI menganjurkan untuk menanam bibit muda tunggal dengan jarak tanam lebih lebar agar tanaman tidak berkompetisi dan mempunyai cukup ruang untuk berkembang sehingga anakan maksimum dapat dicapai karena cukup sinar, dan udara. c. Bahan Organik (Kompos). SRI menganjurkan pemakaian bahan organik (kompos) untuk memperbaiki struktur tanah agar akar dapat tumbuh baik dan hara tersuplai kepada tanaman secara perlahan. d. Irigasi Berselang. SRI menganjurkan teknik irigasi berselang agar tercipta kondisi perakaran yang teroksidasi untuk meningkatkan kesuburan tanah dan mendapatkan akar yang panjang dan lebat. e. Penyiangan. SRI menganjurkan teknik penyiangan dengan menggunakan gasrok atau lalandak untuk memperbaiki areasi tanah dan menekan pertumbuhan gulma. Sementara komponen utama SRI yang selama ini diterapkan oleh komunitas BPE, meliputi: (1) Pengolahan tanah dan pemupukan, pada pengolah kedua dilakukan pemupukan dengan pupuk organik yang berasal dari hijauan jerami, batang pisang, serbuk gergaji dan hijauan lainnya, kotoran hewan serta bahan-bahan yang dikomposkan terlebih dahulu, dengan proses pemberian mikro organik lokal (MOL) yang terbuat dari bahan-bahan buah-buahan, nira, tulang-tulang ikan, rebung, pucuk 12
  • 13. waluh dan lainnya yang disiram dengan fermentasi air beras, air kelapa dan air gula. Kebutuhan pupuk organik tersebut, pada awalnya 7-10 ton/ha dan terus berkurang pada musim tanam selanjutnya. (2) Benih, dilakukan dengan tes melalui air garam sehingga mendapatkan benih terseleksi yang bernas. Kebutuhan benih sekitar 0,7 kg per 100 bata atau sekitar 5 kg per ha. (3) Persemaian dilakukan pada media tampan (besek) atau kotak, dengan campuran media tanah serta pupuk organik. Kebutuhan media tanam per 100 bata 60-70 buah ukuran 15 x 15 cm. (4) Tanam : sebelum tanam, dibuat parit dipinggir dan ditengah untuk pengaturan air. Bibit ditanam berumur muda 7-10 hari, setelah semai, benih ditanam tunggal dan dangkal dengan jarak tanam 27 x 27 cm dan 30 x 30 cm. (5) Pengelolaan air: pengelolaan air pada padi 1-8 hst kondisi lembab (macak-macak), digenang pada umur 9-10 hst dan dikeringkan kembali pada kondisi lembab sampai 18 hst, setelah itu 19-20 hst digenang/dikeringkan, dengan interpal yang sama sampai berbunga. (6) Menyiang : SRI menganjurkan teknis penyiangan dengan ”gasrok”. Komunitas BPE yang tergabung dalam kelompok SRI pada umumnya adalah alumni SLHPT tanaman pangan ataupun yang telah mendapatkan pelatihan SLPHT, sehingga metode BPE pada kegiatan SRI merupakan muatan teknologi yang diterapkan kelompok yang secara mendasar menekankan pada kesehatan lingkungan, melalui motto ”Lahan Sehat, Tanaman Sehat, Petani, Lingkungan dan Masyarakat Sehat”. PELAJARAN YANG DIPETIK Keterpaduan pembelajaran yang diterapkan pada konsep pembelajaran SLPHT sebagai dasar pembentukan wawasan dan pola pikir para petani peserta, merupakan modal awal yang sangat berharga, bagaimana menumbuhkan partisipasi aktif para petani terhadap permasalahan, perwujudan keinginan serta cara mencapai tujuan. Dengan bekal pelatihan tersebut, maka dinamika petani terkait dengan rencana usahatani menjadi lebih pasti serta berorientasi terhadap capaian yang direncanakan petani sendiri sebelumnya. Hal ini terlihat dari hubungan personal antar petani dalam aktivitas yang dikerjakan sehari-hari pada kegiatan usaha pertanian serta berkembang pada kegiatan sosial kemasyarakatan lainnya. Perkembangan kegiatan para petani komunitas BPE yang terkait dengan SRI, merupakan wujud nyata dari praktek sekolah lapang metode SLPHT pada pelaksanaan usahatani padi (organik). Antusias para petani peserta pembelajaran metode SRI tumbuh dan berkembang dari keinginan petani sendiri, dalam upaya memperoleh ilmu pengetahuan tentang SRI yang selanjutnya akan diterapkan di lahan masing-masing. Metode pembelajaran dinamika kelompok dan muatan teknologi SRI, menjadi dorongan bagaimana para petani melakukan pembelajaran tentang hal itu. Para petani yang datang dari berbagai daerah, belajar dengan motivasi kuat untuk memperoleh apa yang diperlukan, terkait dengan penerapan metode SRI. Sehingga secara perlahan, metode SRI berkembang melalui dinamika dan aktualisasi dari para petani sendiri, ketika kembali ke daerahnya masing-masing. Hubungan dan pemantauan dari lembaga FIELD sebagai fasilitator terus dilakukan melalui proses pendampingan ke daerah-daerah dominan para petani yang masih memerlukan pendampingan, sehingga mendorong pada dinamika kelompok BPE untuk melakukan usahatani padi menjadi lebih baik. 13
  • 14. Keterkaitan dengan Dinas PU Pengairan (untuk kasus di Garut), menunjukkan bahwa secara langsung adanya kegiatan yang dilakukan oleh komunitas BPE, sangat membantu upaya dinas tersebut di lokasi BPE, terutama dalam kaitannya dengan ketersediaan air, perbaikan lingkungan sumber mata air serta keberlanjutan sistem irigasi yang bermanfaat bagi masyarakat, dengan kualitas air dan lingkungan yang sehat. Sinergisitas yang dilakukan oleh Dinas PU setempat, paling tidak dapat menghilangkan kesenjangan antara prinsip teoritis dan kebijakan pembangunan daerah serta para pelaku utama kegiatan pertanian. Pengalaman yang dapat ditarik dari keterpaduan sistem dasar SLPHT, penerapan metode SRI serta pengaturan kebijakan pengairan dalam satu pemahaman dan tujuan yang menekankan pada kesehatan lingkungan dengan muatan filosofis, keagamaan serta sistem sosial kemasyarakatan yang dijalankan, telah menjadi budaya bagi komunitas tersebut, sekaligus telah mendorong pada penumbuhan serta penguat kearifan lokal yang juga bermanfaat bagi masyarakat luas. PENUTUP Membangun dan menggerakkan pertanian dan pedesaan berdasarkan kondisi sosial komunitas BPE, sangat ideal dilakukan pada komunitas yang mempunyai kesepahaman dan tujuan yang sama. Membentuk dan mendorong pada persamaan persepsi dan tujuan bukan hal yang mudah, tetapi akan dituntut bagaimana melakukan manajemen yang realistis dan dapat mengakomodasikan semua kepentingan di dalamnya. Kasus pada komunitas BPE ini mejadi salah satu gambaran, bagaimana dinamika sosial tersebut dapat diwujudkan dengan memanfaatkan kondisi sosial yang ada diantara petani, serta pelaku lainnya yang terkait, sehingga tercipta hubungan yang sinergi dan pada akhirya mencapai satu tujuan yang diinginkan bersama. Membuka diri terhadap potensi yang dimiliki petani, kemudian membimbing dan mengarahkan pada sistem dan metode yang mudah diterima oleh petani, dengan berdasarkan permasalahan dan keperluan petani sendiri, serta dilakukan secara serius dan berkelanjutan, menjadi bukti bagi upaya pembangunan pertanian dan pedesaan, sekalipun masih dalam lingkup kecil. Namun demikian, belajar dari pengalaman tadi (pada skala kecil) bukan tidak mungkin dapat diimplementasikan pada kondisi yang lebih luas. Kemauan serius dan kejujuran dari semua pemangku kebijakan dalam perencanaan pembangunan pertanian dan pedesaan, nampaknya menjadi kunci utama yang dapat menentukan terlaksananya pembangunan sampai ke sasaran. Selain membuka diri dan menghargai potensi serta kearifan lokal untuk dijadikan sebagai dasar bagi program pembangunan itu sendiri, dapat dilakukan secara sinergis, sekaligus mempertemukan antara memperlakukan sistem perencanaan bottom up dan top down dalam satu kepentingan yang lebih utama. Kearifan lokal harus dipandang sebagai modal dasar yang paling berharga dimiliki petani untuk kemudian dibina dan diarahkan bagi tujuan pembangunan pertanian serta pedesaan melalui pengelolaan sumberdaya yang ada. 14
  • 15. DAFTAR PUSTAKA Abbas S., R. Wiratmadja, E. Pasandaran. 2006. Sekolah Lapangan sebagai Instrumen Penyuluhan Pertanian: Dari SLPHT ke Penyuluhan yang Dikelola oleh Petani. Materi Seminar ”Membalik Arus, Menuai Revitalisasi Pedesaan”, di Bogor, 24 Mei 2006. Yayasan Padi Indonesia. Berkelaar, Dawn. 2001. Sistem Intensifikasi Padi (The System of Rice Intensification- SRI): Sedikit dapat Memberi Banyak. Bulletin ECNO (terjemahan). Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Tasikmalaya. 2006. Pertanian Organik ”Mengapa Harus SRI?” System Rice Intensification (SRI). Kerjasama Dinas Pertanian dengan KTNA Kabupaten Tasikmalaya. Kartasasmita, Ginandjar. 1996. Power dan Empowerment : Sebuah Telaah Mengenai Konsep Pemberdayaan Masyarakat. Materi (Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua BAPPENAS) pada Peringatan Hari Jadi ke 28 Pusat Kesenian Jakarta, 19 November 1996. Bappenas. Jakarta. Kasryno, Faisal. 2006. Pemberdayaan Petani dan Kearifan Lokal pada Sistem Budidaya Pertanian Ekologis Berbasis Padi. Materi Seminar ”Membalik Arus, Menuai Revitalisasi Pedesaan”, di Bogor, 24 Mei 2006. Yayasan Padi Indonesia. Kuswara. 2003. Dasar Gagasan dan Praktek Tanam Padi Metode System Rices Intensification (SRI) Pertanian Ekologis. Yayasan Field Indonesia. Ciamis. Rochaedi. 2005. Usaha Ramah Lingkungan: Air Hemat, Tanah Sehat, Produksi Meningkat melalui Metode SRI. Sadjad, S. 2006. Peran Benih dalam Ecofarming Berbasis Padi. Materi Seminar ”Membalik Arus, Menuai Revitalisasi Pedesaan”, di Bogor, 24 Mei 2006. Yayasan Padi Indonesia. Sinar Tani, edisi 21-27 Juni 2006 No.3155 Tahun XXXVI. SRI atau PTT Terserah Petani; Hasil kajian SRI di dalam dan luar negeri. Tjondronegoro, SMP., Syarifudin Baharsjah. 2006. Membangun Kelembagaan Berwawasan Kerarifan Lokal. Materi Seminar ”Membalik Arus, Menuai Revitalisasi Pedesaan”, di Bogor, 24 Mei 2006. Yayasan Padi Indonesia. Wardana, P. I. Juliardi, Sumedi, Iwan S. 2005. Kajian Perkembangan System of Rice Intensification (SRI) di Indonesia. Kerjasama Yayasan Padi Indonesia (YAPADI) dan Badan Litbang Pertanian. Woenarto, E. Kuswara, Russ Dilts dan Triyanto. 2006. Mengembangkan Kreativitas dan Kemandirian Petani : Pengalaman Yayasan Field Indonesia. Materi Seminar ”Membalik Arus, Menuai Revitalisasi Pedesaan”, di Bogor, 24 Mei 2006. Yayasan Padi Indonesia. Yayasan Padi Indonesia dan Yayasan Field Indonesia. 2007. System of Rice Intensification (SRI): Membangun Kreatifitas dan Kemandirian Petani melalui Kearifan Lokal. Sinar Tani. Edisi 19-25 September 2007 No.3219 Tahun XXXVIII. 15