Dipresentasikan dalam acara Webinar Nasional “Kajian Kubah Gambut dan Penerapan Metode Paludikultur dalam Rehabilitasi dan Restorasi Lahan Gambut”, 22 Desember 2020.
Kajian strategi penerapan teknik budidaya gambut berkelanjutan oleh masyarakat
1. KAJIAN STRATEGI
PENERAPAN TEKNIK
BUDIDAYA GAMBUT
BERKELANJUTAN OLEH
MASYARAKAT
Sulistya Ekawati, Silviani, Surati, Ramawati, Handoyo, Budiyanto Dwi Prasetyo, Mega
Lugina, Dian Charity dan Bugi Kabul Sumirat 1)
Gusti Hardiansyah , Yeni Mariani, Fathul Yusro, Shenny Oktoria, Dwi Yoga Pranoto,
Juniadi, Emi Roslinda, Novira Kusrini, Farah Diba, Denni Nurdwiansyah, Erianto, Aripin,
Hendarto 2)
KERJASAMA
1) Pusat Litbang Sosial, Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim, KLHK
dan
2) Fakultas Kehutanan, Universitas Tanjungpura
2. PERMASALAHAN
• Luasan gambut yang ada di Indonesia mempunyai potensi yang besar sebagai sumber pangan.
• Tanaman adaptif gambut tumbuh subur, tapi nilai ekonominya rendah → perlu ditingkatkan
• Tanaman komersial, mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi → memerlukan pengeringan dalam
budidayanya
• Pembukaan lahan tanpa bakar (PLTB) sulit diimplementasikan → ladang masyarakat terlantar &
ditumbuhi semak-semak → memicu kebakaran di musim kemarau
• Penyuluhan sudah dilakukan & BLI membuat demplot paludikultur. Ada champion local teknik budidaya
gambut maju → Mengapa Teknik tersebut belum diadopsi masyarakat ?
• Ada beberapa variable yang mempengaruhi adopsi teknologi baru (Rogers, 2003 dan Cees, 2004), yaitu:
• Sifat intrinskik inovasi ((relative advantage,compatibility, complexity, trialability dan observalilty),
• Saluran komunikasi
• Karakteristik sosial ekonomi masyarakat
• Faktor lain yang mempengaruhi maksimalisasi manfaat, insentif lingkungan eksternal dan persepsi
teknologi asosiasinya dengan resiko (Scholz (2004).
3. METODOLOGY
Lokasi kajian di kabupaten Kabupaten Pulang Pisau. Secara purposive akan diambil sampel 3
desa yang mewakili 3 tipe kedalaman gambut.
Desa Gohong (mewakili gambut dangkal)
Desa Garung (mewakili gambut sedang)
Desa Tumbang Nusa (mewakili gambut dalam).
Pendekatan kajian : semi partisipatif
Pengumpulan data indepth interview, wawancara, FGD, observasi lapangan
Survei ekonomi, adopsi dan ekologi diambil secara purposive 30 responden utk masing-masing
desa
Analisis data :
Deskriptif kualitatif
Analisis usaha tani
Analisis MICMAC
4. TEMUAN KUNCI
KONDISI SOSIAL MASYARAKAT
• Usaha tani masyarakat bersifat subsisten dengan pendapatan belum optimal, padahal penguasaan
lahan cukup luas ( rata-rata 2 - 5 Ha/KK)
• Larangan pembakaran membuat food security masyarakat terganggu
• Ladang diterlantarkan → mudah terbakar
• Merubah system budaya masyarakat (mulai berkurangnya gotong royong dlm keg pertanian,
hilangnya pengetahuan cara membaca alam)
• Hilangnya upacara-upacara adat prosesi pembukaan lahan, tanam, hingga panen.
• Punahnya spesies padi gambut lokal setempat,
• Mulai banyak penebangan kayu gelam untuk dijual
• Sebagian masyarakat mengantungkan sebagian pendapatannya dari tanaman karet sbg tradisi
nenek moyang
• Bibit dari cabutan anakan setempat
• Tanpa ada pemeliharaan (pemupukan dsbnya)
• Produksivitas yang rendah (1 ons/pohon/sadap)
• Harga karet yang cenderung turun
• Memberikan penghasilan kontinyu bagi masyarakat
(5-10 Kg/kk/hari)
5. GAP KNOWLEDGE ANTARA NEGARA DAN MASYARAKAT
Aspek Negara Masyarakat
Tata batas kawasan Ada batas kawasan lindung dan
kawasan budidaya yg dituangkan
berbentuk garis dalam peta
Tidak ada batas yg jelas (tidak
ada penanda fisik) yg dapat
dipakai acuan masyarakat
membedakan Kawasan lindung
dan Kawasan budidaya
Penyiapan lahan di ladang
paska larangan pembakaran
Pembakaran lahan dilarang sama
sekali untuk dilakukan
Masyarakat menginginkan
pembakaran terbatas yang
diawasi
Penyiapan Lahan Tanpa
Bakar (PLTB)
PLTB bisa dilakukan masyarakat untuk
mengurangi kebakaran
PLTB sulit untuk dilakukan karena
butuh modal dan tenaga yang
banyak
Pemilihan jenis tanaman Pemilihan jenis tanaman adaptif
gambut/lokal setempat
Pemilihan jenis komersial yg
memerlukan pengeringan lahan
sebagai syarat tumbuhnya
6.
7. SIFAT INTRINSIK INOVASI
• Teknik Teknik paludikultur mudah dilakukan → tapi
kurang menguntungkan
• Membuatan sekat kanal mudah dilakukan,
menguntungkan, bahan lokal tersedia, tapi
membutuhkan curahan tenaga kerja yang cukup
banyak
• Teknik paludikultur kurang sesuai dengan tanaman
komersial krn perlu pengeringan (membuat parit)
sebagai syarat tumbuhnya → → tidak compatible
dengan budidaya gambut berkelanjutan
8. Indikator
Jenis Lokal
Jenis Bibit Stek
Modal awal
2.040.000
2.040.000
Rata - rata Keuntungan Bersih per
Tahun 6.830.000
22.274.000
Rata - rata Keuntungan Bersih per
Bulan 569.167
1.856.167
NPV
positif
positif
IRR
48%
77%
PP
8 tahun
7 tahun
ANALISIS USAHA TANI KARET LOKAL >< KARET UNGGUL
9. Tanaman galam tumbuh alami dan sangat cocok di lahan gambut,
masyarakat tidak menanamnya, hanya mengekstraksi dari alam dengan
menjual kayunya
1 Ha terdapat ± 2000 tanaman galam
Diameter Kayu Harga Panen Kayu Penggunaan
4 cm Rp 3.000 - 5.000/batang Dijual ke tengkulak
5 – 6 cm Rp 5.000 – 6.000/batang Dijual ke tengkulak
7 – 9 cm Rp 8.000 – 9.000/batang Dijual ke tengkulak
10 – 12 cm Rp 13.000/batang Dibuat palet
> 13 cm Rp 13.000 – 14.000/batang Dibuat palet
Tabel . Harga Panen Kayu Galam
➢ Daun galam bisa disuling, tetapi kadar cineolnya rendah → inovasi yang
ditawarkan adalah : penanaman kayu putih (Melaleuca cajuputi ssp cajuputi)
untuk diekstraksi minyaknya, sebagai pengganti galam (Melaleuca cajuputi
spp cumingiana)
TANAMAN GALAM PROSPEKTIF UNTUK DIKEMBANGKAN
10. UJI COBA PENANAMAN TANAMAN KAYU PUTIH DI
LAHAN GAMBUT (KHDTK KEPAU)
Umur 8 bulan Umur 4 bulan
Kredit foto : Kusumedi, 2020
Rencana panen perdana umur 1,8
bulan → akan diketahui berapa
kadar cineolnya
11. PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI
Keputusan pilihan (optional) masing-masing
individu petani → keputusan untuk memilih jenis
tanaman dan sistem budidayanya
Keputusan otoritas → pelarangan pembakaran
dalam penyiapan lahan diterima dan dipatuhi
masyarakat
Keputusan kolektif → perlu dibangun untuk
implementasi PLTB → komunitas bekerjasama
dengan sistem kegotong-royongan.
13. STRATEGI BUDIDAYA GAMBUT BERKELANJUTAN
No Desa Faktor Kunci yang Mempengaruhi
1. Tumbang Nusa 1. Kemudahan akses pemasaran
2. Kontribusi terhadap pendapatan ekonomi tahunan
3. Kesesuaian dengan habitat pertumbuhan (adaptif)
2. Garung 1. Kesesuaian dengan habitat pertumbuhan (adaptif)
2. Pemenuhan kebutuhan insidental yang besar/sewaktu-waktu
dibutuhkan
3. Kemudahan akses pemasaran
4. Kontribusi terhadap pendapatan ekonomi tahunan
3. Gohong 1. Jenis tanaman yang paling diminati/banyak ditanam
2. Kesesuaian dengan habitat pertumbuhan (adaptif)
3. Pemenuhan kebutuhan insidental yang besar/sewaktu-waktu
dibutuhkan
HASIL ANALISIS MICMAC VARIABEL KUNCI YG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN
MASY DALAM MEMILIH JENIS TANAMAN
14. PEMILIHAN JENIS TANAMAN SECARA PARTISIPATIF OLEH MASYARAKAT
DESA TANAMAN
KAYU
TANAMAN
BUAH
TANAMAN
SEMUSIM
TERNAK IKAN
Gohong
(gambut dangkal)
Karet/sengon/
rotan
Petai/durian Sayuran Ayam Papuyu/
nila/betok
Garung
(gambut sedang)
Karet/sengon/
gelam
Rambutan/petai Cabai/ semangka Ayam Papuyu/
nila/betok
Tumbang Nusa
(gambut dalam)
Karet/
belangeran/
jelutung
Rambutan/
mangga
Nenas/sayuran Ayam/babi Papuyu/
nila/betok
15. STRENGTH (KEKUATAN)
• Pengalaman berusaha tani di lahan gambut yang cukup lama
(kearifan lokal)
• Luasnya penguasaan lahan oleh petani (rata-rata 2 – 5 Ha/KK)
• Tumbuhnya beberapa jenis tanaman adaptif di lahan gambut
(galam, belangeran, patung, )
• Kayu gelam mudah tumbuh dan tersedia pasarnya
• Budidaya tanaman karet di lahan gambut: memberi penghidupan
harian, dan secara sosial sesuai dengan budaya masyarakat Dayak
• Sebagian masyarakat mempunyai beje (kolam ikan)
WEAKNESS (KELEMAHAN)
• Laham gambut miskin hara, produktivitas lahan rendah
• Banyak lahan tidur, paska ada aturan pelarangan pembakaran
• Petani belum mempunyai teknik sederhana dan murah utk PLTB
• Bibit unggul dalam budidaya karet masih kurang
• Kelembagaan usaha tani di tingkat desa belum efektif
• Terbatasnya modal kerja berusaha tani
• Kurangnya penyuluhan
OPPORTUNITIES (PELUANG)
• Lahan gambut menjadi sandaran penghidupan masyarakat
• Gambut sbg ekosistem unik sehingga menjadi konsen internasional
• Konservasi gambut berpotensi memperoleh imbal jasa lingkungan
dari donor
• Keterbatasan lahan mineral, 30% lahan gambut untuk mendukung
ketahanan pangan dan energi
• Tingginya kandungan bahan organik dan karbon,
• Slash and burn dilarang
• Banyak inovasi baru terkait tata air gambut yg memungkinkan
gambut bisa dikelola secara produktif tapi berkelanjutan
• BRG membantu dalam pembuatan sekat kanal dan sumur bor
• Berdirinya pabrik pengolah karet di lokasi
THREATS (ANCAMAN)
• Lahan gambut mudah terbakar
• Gambut bersifat rapuh (fragile)
• Pembukaan lahan dgn drainase → penyusutan (subsidence)
• Rendahnya berat isi dan daya dukung (bearing capacity)
• Gambut mudah mengalami kering tak balik (irreversible drying)
• Tingkat keasaman tanah gambut tinggi
• Terbatasnya jumlah mikroorganisme di tanah gambut
• Pengembangan pertanian >< issu lingkungan
• Belum adanya insentif untuk penerapan PLTB
• Kurangnya pendampingan dan penyuluhan kepada masyarakat
• Belum tersedianya pasar beberapa produk pertanian
ANALISIS SWOT BUDIDAYA GAMBUT BERKELANJUTAN OELH MASYARAKAT
16. REKOMENDASI KEBIJAKAN
a. Inovasi teknologi yang dapat diterapkan adalah : 1) pemilihan bibit karet unggul dan 2)
penanaman kayu putih (Melaleuca cajuputi ssp cajuputi) untuk diekstraksi minyaknya,
sebagai pengganti galam (Melaleuca cajuputi spp cumingiana)
b. Insentif diperlukan untuk mendorong masyarakat menerapkan PLTB dalam bentuk bantuan
peralatan mekanisasi pertanian ramah gambut dan herbisida alami. Penerapan PLTB perlu
dibudayakan secara kolektif melalui komunitas.
c. Sinergitas kelembagaan yang sudah ada di level desa (Gapoktan, Masyarakat Peduli Api,
Masyarakat Peduli Tabat, Bumdes, lembaga adat). Peran penyuluh sebagai pendamping dan
fasilitator perlu menjadi perhatian.
d. Faktor pemasaran menjadi kunci pemilihan jenis tanaman. Pemerintah perlu menyiapkan
pasar komoditi adaptif gambut (karet, purun, gelam, belangeran, petai, durian, nenas, cabai,
terong) untuk mendorong masyarakat menanam jenis-jenis tersebut.
e. .
17. REKOMENDASI KEBIJAKAN
e. Pemerintah daerah (Dinas Kehutanan, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Pemberdayaan
Masyarakat), Kementerian pusat (KLHK, Kemen PUPR, Kemendes, Kemenkeu), Perguruan
Tinggi dan mitra (BRG & NGO lainnya) perlu berkolaborasi untuk mensinergikan kegiatan
pengelolaan gambut berkelanjutan.
f. Diperlukan pembuatan demplot agrosilvofishery secara partisipatif dengan introduksi teknik
PLTB yang sederhana dan murah, serta inovasi teknik tata air gambut yang berkelanjutan