Epistemologi Bayani adalah metode pemikiran khas Arab yang menekankan otoritas teks (nash), secara langsung atau tidak langsung dan dijustifikasi oleh akal kebahasan yang digali lewat inferensi (istidlal).
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
EPISTEMOLOGI ISLAM BAYANI, BURHANI DAN IRFANI - Makalah Filsafat Ilmu
1. 1| Filsafat Ilmu
EPISTEMOLOGI ISLAM
BAYANI, BURHANI DAN IRFANI
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu
Dosen Pembimbing:
M. Nursyahid, M.Si
Disusun oleh:
Iis Piska
Jihad Achmad Gojali
Siti Nur Aisyah
Siti Rahmah II
F A K U L T A S T A R B I Y A H
P E N D I D I K A N A G A M A I S L A M
S T A I A L - K A R I M I Y A H
SAWANGAN DEPOK
2014
2. 2| Filsafat Ilmu
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu
tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat Limpahan dan Rahmat-Nya kami
mampu menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun agar dapat memperluas ilmu tentang Filsafat Ilmu:
Epistemologi Islam; Bayani, Burhani dan Irfani yang kami sajikan berdasarkan
pengamatan dari berbagai sumber informasi dan juga referensi. Semoga makalah
ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan
pemikiran kepada pembaca khususnya para Mahasiswa STAI Al-Karimiyah.
Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna. Untuk itu, kepada para mahasiswa/i, dosen pembimbing dan pembaca
pada umumnya kami meminta kritik dan sarannya demi perbaikan pembuatan
makalah kami di masa yang akan datang.
Penulis
3. 3| Filsafat Ilmu
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...........................................................................................1
Daftar isi.....................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................3
B. Rumusan Masalah...........................................................................3
C. Tujuan Penulis.................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
A. EPISTEMOLOGI BAYANI
(Penalaran Berdasarkan Teks) .......................................................4
B. EPISTEMOLOGI BURHANI
(Pengetahuan Berdasarkan Prinsip Logika) ….…………….……5
C. EPISTEMOLOGI IRFANI
(Penalaran Berdasarkan Intuisi) …….…………………………...6
BAB III PENUTUP...................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA................................................................................9
4. 4| Filsafat Ilmu
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Epistemologi Bayani adalah metode pemikiran khas Arab yang
menekankan otoritas teks (nash), secara langsung atau tidak langsung dan
dijustifikasi oleh akal kebahasan yang digali lewat inferensi (istidlal).
Epistemologi Burhani, sebuah penyadaran diri pada kekuatan rasio
atau akal, yang dilakukan lewat dalil-dalil logika. Prinsip-prinsip logis
inilah yang menjadi acuan sehingga dalil-dalil agama sekalipun hanya
dapat diterima sepanjang sesuai dengan prinsip ini1
Epistemologi Irfani adalah salah satu model penalaran yang
dikenal dalam tradisi keilmuan Islam, disamping bayani dan burhani.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hubungan antara Epistemologi Bayani, Burhani dan Irfani?
2. Apa saja kaitannya antara ketiga Epistemologi tersebut?
C. Tujuan Penulis
1. Mampu mengetahui pengertian Epistemologi Bayani
2. Mampu mengetahui pengertian Epistemologi Burhani
3. Mampu mengetahui pengertian Epistemologi Irfani
4. Agar mengetahui hubungan antara ketiga Epistemologi tersebut
1
A-Jabir, Isykaliyat Al-Fikr Al-Arabi Al-Mu’ashir (Beirut: Markaz Dirasah Al-Arabiyah, 1989),
hlm. 59
5. 5| Filsafat Ilmu
BAB II
PEMBAHASAN
A. EPISTEMOLOGI BAYANI
(Penalaran Berdasarkan Teks)
Epistemologi Bayani adalah metode pemikiran khas Arab yang
menekankan otoritas teks (nash), secara langsung atau tidak langsung dan
dijustifikasi oleh akal kebahasan yang digali lewat inferensi (istidlal).
Dalam bayani, rasio dianggap tidak mampu memberikan pengetahuan
kecuali disandarkan pada teks.2
Dalam perspektif keagamaan, sasaran bidik
metode bayani adalah aspek eksoterik (syariat).
A. Perkembangan Bayani
Istilah bayani dari kata bahasa Arab bayan, berarti penjelasan
(eksplanasi).3
Sementara itu, secara terminologi, bayan mempunyai dua arti, yaitu :
1. Sebagai aturan-aturan penafsiran wacana (qawanin tafsir al-khithabi)
2. Syarat-syarat memproduksi wacana (syuruth intaj al-khithab).
Berbeda dengan makna etimologi yang telah ada sejak awal peradaban
Islam, makna-makna terminologis ini baru lahir belakangan, yaitu pada masa
kodofikasi (tadwin).
Dari segi metodologi, Al-Syafii membagi bayan ini dalam lima bagian dan
tingkatan:
1. Bayan yang tidak butuh penjelasan lanjut
2. Bayan yang beberapa bagiannya masih global sehingga butuh penjelasan
sunnah
3. Bayan yang keseluruhannya masih global sehingga butuh penjelasan sunnah
4. Bayan sunnah sebagai uraian atas sesuatu yang tidak terdapat dalam Al-Quran
2
Al-Jabiri, Bunyah al-‘Aql al-Arabi ( Beurit: al-Markaz al-Tsaqafi al Al-Arabi, 1991), hlm. 38.
Al- Jabiri, lengkapnya M. Abid al-Jabiri, adalah seorang pemikir Muslim konteporer asal Maroko,
dosen pada fakultas Adab, Universitas Muhammad V, di Rabat,Maroko.
3
Al-Jabiri (1936-2010 M).
6. 6| Filsafat Ilmu
5. Bayan ijtihad, yang dilakukan dengan qiyas atas sesuatu yang tidak terdapat
dalam Al-Quran maupun sunnah.
Dari lima derajat bayan tersebut, Al-Syafii kemudian menyatakan bahwa
yang pokok (shul) ada tiga, yaitu Al-Quran, sunnah, dan qiyas, kemudian
ditambah ijma. 4
B. Sumber Pengetahuan
Dalam ushul al fiqih, yang dimaksud nash sebagai sumber pengetahuan
bayani adalah Al-Quran dan hadits.5
Oleh karena itu, epistemologi bayani
menaruh perhatian besar dan teliti pada proses transmisi teks dari generasi ke
generasi.6
Ini penting bagi bayani, karena sebagi sumber pengetahuan benar tidaknya
transmisi teks menentukan benar salahnya ketentuan hukum yang diambil. Jika
transmisi bisa dipertanggungjawabkan, berarti teks tersebut benar dan bisa
dijadikan dasar hukum.
Karena itu kenapa pada masa tadwin (kodifikasi), khusunya kodifikasi
hadits, para ilmuan begitu ketat dalam menyeleksi sebuah teks yang bisa
diterima.
B. EPISTEMOLOGI BURHANI
(Pengetahuan Berdasarkan Prinsip Logika)
Berbeda dengan Epistemologi Bayani yang mendasarkan diri pada teks
dan Irfani yang mendasarkan diri pada intuisi atau pengalaman spiritual,
burhani menyadarkan diri pada kekuatan rasio atau akal, yang dilakukan lewat
dalil-dalil logika.
A. Perjalanan Burhani
Al-Burhani (demonstratif), secara sederhana, bisa diartikan sebagai suatu
aktivitas berpikir untuk menetapkan kebenaran proposisi (qadhiyah) melalui
4
Ibid., hlm. 23.
5
Abd Wahab Khallaf, Ilm ushul al-fiqih (Kuwait: Dari al-Qalam, 1978), hlm. 34-35
6
Al-Jabiri, Bunyah.... hlm. 116
7. 7| Filsafat Ilmu
pendekatan deduktif (Al-Istintaj) dengan mengaitkan proposisi yang satu
dengan proposisi yang lain yang telah terbukti kebenarannya secara aksiomatik
(badhihi).
B. Bahasa dan Logika
Sumber pengetahuan burhani adalah rasio, bukan teks atau intuisi. Rasio
inilah yang dengan dalil-dalil logika memberikan penilaian dan keputusan
terhadap informasi-informasi yang masuk lewat indera yang dikenal dengan
istilah Tasawur dan Tashdiq.
Tasawur adalah proses pembentukan konsep berdasarkan data-data dan
indera, sedangkan Tashdiq adalah proses pembuktian terhadap kebenaran konsep
tersebut.7
C. EPISTEMOLOGI IRFANI
(Penalaran Berdasarkan Intuisi)
A. Pengertian Epistemologi Irfani
Epistemologi irfani adalah salah satu model penalaran yang dikenal dalam
tradisi keilmuan Islam, di samping bayani dan burhani. Epistemologi ini
dikembangkan dan digunakan dalam masyarakat sufi, berbeda dengan
epistemologi burhani yang dikembangkan dan digunakan dalam keilmuan-
keilmuan Islam pada umumnya.
Istilah irfan sendiri berasal dari kata dasar bahasa Arab ‘arafa, semakna
dengan makrifat, yang berarti pengetahuan, tetap berbeda dengan ilmu (ilm). 8
irfan atau makrifat berkaitan dengan pengetahuan yang diperolah secara
langsung dari Tuhan (kasyf) lewat olah ruhani (riyadhah) yang dilakukan atas
dasar huf (cinta) atau iradah (kemauan yang kuat), sedangkan ilmu menunjuk
pada pengetahuan yang diperoleh lewat transformasi (naql) atau rasionalitas
(aql).
7
Ibn Rusyd, Kaitan Filsafat dengan Syariat, hlm. 56
8
Al-Jabiri , Bunyah al-Aql al-Arabi ( Beirut: al-Markaz al-Tsaqafi al-Arabi, 1993), hlm. 251
8. 8| Filsafat Ilmu
B. Irfan, Etika, dan Filsafat
Menurut Muthahhari (1920-1979M), irfan terdiri atas 2 aspek: praktis dan
teoretis.
Aspek praktis adalah bagian yang mendiskusikan hubungan antara
manusia dengan alam dan hubungan antara manusia dan Tuhan.
Aspek teoretis irfan mendiskusikan hakikat semesta, manusia dan Tuhan
sehingga irfan teoretis mempunyai kesamaan dengan filsafat yang juga
mendiskusikan tentang hakikat semesta. Meski demikian, irfan tetap tidak
sama dengan filsafat.
Pertama, filsafat mendasarkan argumentasinya pada postulat-postulat atau
aksioma-aksioma, sedang irfan mendasarkan argumen-argumennya pada
visi dan intuisi.
Kedua, dalam pandangan filsafat, eksistensi alam sama riilnya dengan
eksistensi Tuhan, sedang dalam pandangan irfan, eksistensi Tuhan
meliputi segala sesuatu dan adalah manifestasi berbagai asma dan sifat-
sifat-Nya.
Ketiga, tujuan tertinggi dalam filsafat adalah memahami alam sedang
capaian akhir irfan adalah kembali kepada Tuhan, sedemikian rupa
sehingga tidak ada jarak antara arif dengan Tuhan.
Keempat, sarana yang digunakan dalam filsafat adalah rasio dan intelek,
sedang sarana yang dipakai dalam irfan adalah qalb (hati) dan kejernihan
jiwa yang diperoleh lewat riyadlah secara terus-menerus. 9
9
Ibid, hlm. 24.
9. 9| Filsafat Ilmu
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Untuk mendapatkan pengetahuan, Epistemologi Bayani menempuh dua
jalan. Pertama, berpegang pada redaksi (lafal) teks dengan menggunakan kaidah
bahasa Arab, seperti Nahwu dan Sharaf sebagai alat analisis. Kedua,
menggunakan metode qiyas (analogi) dan inilah prinsip utama Epistemologi
Bayani.
Epistemologi Burhani, dengan menggunakan prinsip-prinsip logika dan
mengandalkan kekuatan nalar, telah berjasa mengembangkan pemikiran Filsafat
Islam.
Dalam Epistemologi Irfani, seseorang harus menempuh perjalanan
spiritual lewat tahapan-tahapan tertentu (maqam) dan mengalami kondisi-kondisi
batin tertentu sebagai sarana pencapaian pengetahuan irfan siap untuk
menerimanya, diantaranya adalah: Pertama, Taubat. Kedua, Wara’. Ketiga,
Zuhud. Keempat, Faqir. Kelima, Sabar. Keenam, Tawakkal dan Ketujuh, Ridha.
ANALISIS
Berdasarkan kenyataan bahwa bayani berkaitan dengan teks dan
hubungannya dengan “realitas”, persoalan pokok (tool of analysis) yang ada di
dalamnya adalah sekitar masalah lafal-makna dan ushul- furu.
10. 10| Filsafat Ilmu
DAFTAR PUSTAKA
Nasrah, “Pengetahuan Manusia dan Epistemologi Islam”,
Universitas Sumatera Utara
Nasution, Khoiruddin, “Pengantar Studi islam”.
Yogyakarta: Tazzaff dan ACAdeMIA, 2009.
Zainuddin, M. “Filsafat Ilmu Perspektif Pemikiran Islam”.
Yogyakarta : Bayu Media, 2003.