Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015
EVALUATING_POVERTY
1. ADB
Asian Development Bank
ADB TA 4762 INO
PROYEK PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG
BERPIHAK PADA KAUM MISKIN
Kertas Kerja
Hasil Review dan Evaluasi
atas
Program-program yang Berpihak pada Rakyat
Miskin di Indonesia:
Rangkuman
Dokumen dasar untuk Lokakarya
“Menggunakan Hasil Evaluasi: Cara Meningkatkan Program-program
yang Berpihak pada Rakyat Miskin”
JAKARTA
PEBRUARI 2008
HICKLING
2. I – TUJUAN
Sebagai bagian dari salah satu kegiatan Proyek Perencanan dan Penganggaran yang Berpihak
pada Kaum Miskin (P3B) berbantuan ADB di lingkungan BAPPENAS, tujuan naskah ini
adalah untuk merangkum hasil sebelas laporan evaluasi dan review atas program pengentasan
kemiskinan. Makalah ini adalah salah satu dari sejumlah dokumen dasar yang telah
dipersiapkan untuk Lokakarya “Penggunaan Hasil Evaluasi: Cara Meningkatkan Program-
program yang Berpihak pada Rakyat Miskin”. Lokakarya untuk pejabat pemerintah yang
menangani berbagai program pengentasan kemiskinan ini diselenggarakan di Jakarta pada
bulan Februari 2008.
II – PENGANTAR
Kemiskinan adalah masalah multidimensi yang kompleks. Kemiskinan terutama terkait
dengan ketidakmampuan dan tidak adanya kesempatan bagi rakyat miskin untuk mengakses,
ikut serta dan mengambil manfaat dari proses-proses ekonomi, sosial dan politik bangsa serta
masyarakatnya. Kemiskinan memiliki arti yang lebih luas dari sekedar perbedaan tingkat
pendapatan atau konsumsi antar individu berdasarkan standar kesejahteraan terukur seperti
asupan kalori minimum atau garis kemiskinan yang sudah ditentukan sebelumnya.
Kemiskinan juga terkait dengan ketidakmampuan mencapai faktor-faktor di luar pendapatan
(non-income factors) seperti akses ke layanan publik dan infrastruktur dasar (kesehatan,
pendidikan, sanitasi dan air bersih). Terakhir, kemiskinan harus dilihat dari perspektif apakah
dan bagaimana rakyat miskin dapat, atau diizinkan, turut serta dalam proses penyusunan dan
pengambilan keputusan tentang rencana dan anggaran pembangunan komunitasnya serta
dalam pelaksanaan program-program yang berpihak pada rakyat miskin.
Indonesia sudah melaksanakan banyak kebijakan dan program untuk mengentaskan
kemiskinan dan meningkatkan capaian Tujuan Pembangunan Milenium-nya. Tantangan
pertamanya untuk mencapai sasaran itu adalah memilih kebijakan dan program yang tepat
diantara banyak pilihan yang ada. Memilih kebijakan dan program baru, diantara faktor-
faktor lain tergantung pada pemahaman yang baik tentang kekuatan dan kelemahan program-
program pengentasan kemiskinan sebelumnya atau yang sedang berjalan. Pada gilirannya, hal
ini memerlukan sistem pengawasan (monitoring) yang kuat dan evaluasi berkualitas tinggi.
Pada saat yang sama, sistem pengawasan dan evaluasi yang dapat diandalkan hanya berguna
jika keluaran (output), hasil/manfaat (outcome) dan dampak (impact) yang diharapkan itu
jelas, dapat tercapai dan terukur, dan indikator-indikator pengentasan kemiskinan ditentukan
dari awal. Menentukan hal-hal tersebut adalah pekerjaan yang menantang. Hal ini
memerlukan antara lain peningkatan pemahaman dan keterampilan pada para analis
kebijakan dan program di lingkungan pemerintah tentang pengawasan dan evaluasi yang
efektif, ditambah kemampuan dan keinginan untuk memanfaatkan evaluasi guna memperkuat
program-program yang ada.
Untuk membantu para pejabat pemerintah meningkatkan pengetahuan tentang monitoring
dan evaluasi program-program pengentasan kemiskinan, Proyek Perencanaan dan
Penganggaran yang Berpihak pada Kaum Miskin atas permintaan BAPPENAS telah
mengadakan lokakarya selama tiga hari pada bulan Mei 2007. Lokakarya tersebut, yang
diselenggarakan di Bogor, dihadiri oleh 24 pejabat dari BAPPENAS, Departemen Dalam
Negeri, Kementerian Koordinasi Kesejahteraan Sosial dan Departemen Sosial serta empat
1
EVALUATIONS OF PRO-POOR PROGRAMS IN INDONESIA – A SUMMARY OVERVIEW
3. perwakilan dari tiga provinsi mitra Proyek tersebut (NTT, Jawa Tengah dan Sumatera
Selatan). P3B juga telah mensponsori sejumlah pejabat pemerintah untuk menghadiri
pelatihan monitoring dan evaluasi IPDET selama dua minggu di Kanada maupun di Jakarta.
Sesi-sesi pelatihan tsb difokuskan pada hal-hal sbb:
- pentingnya pembuatan kebijakan atau program yang matang, dengan sasaran dan
tujuan jangka menengah yang realistis dan dapat diukur (measurable);
- kebutuhan dan metode untuk memilih target, indikator dan database yang kokoh
untuk program tsb
- persiapan dan pelaksanaan sistem monitoring;
- perumusan dan pelaksanaan kerangka kerja dan rencana untuk evaluasi; dan
- cara melibatkan dan memanfaatkan klien, masyarakat sipil dan pihak independen
lainnya dalam pengawasan dan evaluasi.
Sebagai hasil dari pelatihan monitoring dan evaluasi awal ini, disepakati dengan BAPPENAS
bahwa langkah selanjutnya adalah: (a) tinjauan kembali atas hasil-hasil utama dari berbagai
laporan review dan evaluasi program pengentasan kemiskinan yang telah dilaksanakan
pemerintah dalam beberapa tahun terakhir; dan kemudian (b) menentukan sampai sejauh
mana penyempurnaannya bisa dan harus dilakukan dalam waktu dekat untuk membuatnya
lebih efektif dalam mengurangi tingkat kemiskinan. Sesuai dengan itu, diputuskan untuk
menyelenggarakan lokakarya di Jakarta pada bulan Pebruari tahun 2008 tentang “Penggunaan
Hasil Evaluasi: Cara Meningkatkan Program-program yang Berpihak pada Rakyat Miskin.”
Tujuan Lokakarya ini untuk jangka pendek adalah
a. Menyajikan informasi dan membahas kesimpulan-kesimpulan utama dari berbagai
laporan review dan evaluasi program pengentasan kemiskinan yang telah
dilaksanakankan pada beberapa tahun terakhir;
b. Mengidentifikasi cara dan upaya yang dapat memperkuat program-program
pengentasan kemiskinan yang sudah ada maupun yang sedang direncanakan;
Kemudian, untuk jangka panjang
c. Meningkatkan kapasitas pemerintah pusat dalam memanfaatkan hasil-hasil
monitoring dan evaluasi dalam perencanaan dan penganggaran yang berpihak pada rakyat
miskin secara lebih efektif; dan dengan demikian
d. Meningkatkan manfaat program pengentasan kemiskinan bagi rakyat miskin.
Secara umum program-program pengentasan kemiskinan bisa dibagi menjadi dua kelompok
besar. Kelompok pertama terdiri dari program-program yang ditujukan hanya pada orang
miskin. Jika program-program ini dilaksanakan secara efektif, maka keluarga-keluarga
miskinlah yang dapat benar-benar menikmati hampir seluruh manfaatnya. Kelompok
program ini sangat tergantung pada pentargetan awal yang akurat untuk memastikan bahwa
penerima manfaat teridentifikasi dengan benar. Contoh programnya adalah bantuan beras
untuk rakyat miskin (RASKIN), Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan jaminan kesehatan
(JPK-GAKIN, sekarang Askeskin).
2
EVALUATIONS OF PRO-POOR PROGRAMS IN INDONESIA – A SUMMARY OVERVIEW
4. Kelompok kedua terdiri dari program-program yang ditujukan tidak hanya untuk rakyat
miskin tapi juga untuk masyarakat dari semua golongan (tingkat) pendapatan, tapi secara
proporsional akan memberi manfaat lebih bagi rakyat miskin daripada anggota kelompok
pendapatan yang lain. Contoh program ini adalah pendanaan pelayanan kesehatan
masyarakat, penyediaan obat generik dan pengurangan atau penghapusan biaya sekolah.
III – LAPORAN REVIEW DAN EVALUASI PROGRAM
Review dan evaluasi atas program-program yang berpihak pada rakyat miskin telah
dilakukan oleh beberapa lembaga atau badan selama beberapa tahun terakhir, seperti
BAPPENAS, Bank Dunia, SMERU, Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan
Ekonomi dan Sosial (LP3ES) dan Lembaga Penelitian Ekonomi Masyarakat – Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM-FEUI). Tim P3B telah merangkai dan merangkum
hasil 11 laporan review dan evaluasi terbaru tentang program-program pengentasan
kemiskinan yang disusun untuk atau oleh lembaga-lembaga tsb. Juga telah disiapkan
rangkuman sepanjang 2-3 halaman dari masing-masing laporan tsb (Lihat Lampiran 1-11).
Perlu ditekankan di sini bahwa tidak semua laporan tsb. merupakan evaluasi substantif dalam
arti teknis. Ada di antaranya, seperti laporan mengenai program KPEL dan P2D, yang lebih
bersifat review (tinjauan). Ada juga yang bersifat “quick start”, yaitu evaluasi program yang
belum lama dimulai pelaksanaannya (contoh: laporan evaluasi BOS dan BTL). Ada beberapa
laporan yang bersifat meta-evaluation, bukan evaluasi dampak yang lengkap, tetapi
didasarkan pada tinjauan laporan-laporan yang ada, analisa data sekunder serta didukung
dengan wawancara dan penelitian lapangan (contoh: laporan evaluasi RASKIN).
Kesebelas laporan yang dirangkum di sini tidak mencakup keseluruhan evaluasi dan review
yang telah dilakukan selama beberapa tahun terakhir ini. Misalnya, Bank Dunia, BAPPENAS
dan lembaga lain telah melakukan sejumlah evaluasi dan review atas program BOS dan BLT
setelah laporan evaluasi SMERU yang digunakan dalam makalah ini.
Perlu juga dicatat bahwa “lessons learned” dari hasil evaluasi program seperti BOS dan BLT
telah atau sedang dimanfaatkan dalam meningkatkan program tsb atau dalam merancang
program lanjutan (contoh: PKH).
Lepas dari keterbatasan dan catatan di atas, hal-hal utama yang timbul dari laporan review
dan evaluasi yang dirangkum pada makalah ini tetap bermanfaat sebagai masukan bagi
diskusi pada Lokakarya ini. Tambahan pula, temuan-temuan tsb. ternyata konsisten dengan
temuan-temuan hasil tinjauan lainnya sebagaimana diuraikan pada Bagian VII di bawah ini.
Program-program pengentasan kemiskinan yang rangkuman dari hasil review dan
evaluasinya telah disiapkan adalah sebagai berikut:
3
EVALUATIONS OF PRO-POOR PROGRAMS IN INDONESIA – A SUMMARY OVERVIEW
5. Tabel 1
REVIEW DAN EVALUASI PROGRAM-PROGRAM PENGENTASAN
KEMISKINAN
No Program Evaluator Status Program
Program Kompensasi Pengurangan Subsidi
1. LP3ES, 2005 Telah berakhir
BBM (PKPS) - Infrastruktur Jalan Pedesaan
Selesai dan
2. Bantuan Langsung Tunai (BLT) SMERU, 2006
diganti PKH
3. Beras untuk Rakyat Miskin (RASKIN) SMERU, 2007 Berlangsung
4. Bantuan Operasional Sekolah (BOS) SMERU, 2005 Berlangsung
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan untuk Digabungkan
5. SMERU, 2005
Keluarga Miskin (JPK-GAKIN) dengan Askeskin
Proyek Pengembangan Wilayah Berbasis
6. SMERU, 2004 Selesai
Pertanian Sulawesi (SAADP)
Program Penyediaan Air dan Sanitasi untuk
7. LP3ES, 2007 Selesai
Masyarakat Pendapatan Rendah (WSLIC2)
Selesai;
Program Pengembangan Prasarana Pedesaan Bennatin Surya
8. dimasukkan dalam
(P2D) Cipta, 2007
PNPM
Proyek Kemitraan bagi Pengembangan Bennatin Surya
9. Selesai
Ekonomi Lokal (KPEL) Cipta, 2007
Pemberdayaan Masyarakat untuk
10. LP3ES, 2007 Selesai
Pembangunan Desa (CERD/PMPD)
Pembinaan Peningkatan Pendapatan Petani-
11. MICRA, 2007 Selesai
Nelayan Kecil (P4K)
IV – TINJAUAN RANGKUMAN HASIL LAPORAN REVIEW DAN EVALUASI
Sebagaimana pada laporan review dan evaluasi program pada umumnya, para penulis
kesebelas laporan di atas ini seringkali – dan hal ini patut disayangkan – kurang menonjolkan
aspek positif program-program tersebut. Biasanya hanya ada beberapa komentar tentang hasil
dan proses yang berjalan dengan baik sedangkan kelemahan diuraikan dan dijelaskan secara
sangat rinci. Dengan demikian, karena laporan ini hanya merangkum apa yang benar-benar
disimpulkan oleh para penulis laporan-laporan tersebut, maka fokus rangkuman lebih pada
kelemahan daripada kekuatan program, juga pada hal-hal yang bisa dipelajari darinya
(lessons learned), dan secara khusus bagaimana program-program ini dan program-program
serupa bisa ditingkatkan. Rangkuman kekuatan dan kelemahan tersebut adalah sebagai
berikut:
4
EVALUATIONS OF PRO-POOR PROGRAMS IN INDONESIA – A SUMMARY OVERVIEW
6. Tabel 2
TEMUAN-TEMUAN UTAMA DARI LAPORAN REVIEW DAN EVALUASI
No Nama Program Hal-hal yang Ditemukan dalam Evaluasi
1 Program Kompensasi • Dalam tahap pertama program ini, manfaat terdiri dari
Pengurangan Subsidi tambahan infrastruktur penting untuk beberapa ribu
BBM (PKPS) - desa dan juga alokasi dana (Rp 250 juta per desa) untuk
Infrastruktur Jalan melakukan pembangunan sesuai kebutuhan mereka.
Pedesaan • Kerangka waktu untuk perencanaan, pelaksanaan dan
fasilitasi terlalu pendek dan pengawasan sering lemah.
• Kesalahan dalam mentargetkan bantuan karena
beberapa penerima manfaatnya adalah desa yang
infrastrukturnya tidak tertinggal; peringkatnya di atas
rata-rata daerah desa tertinggal.
• Pemantauan (monitoring) dan evaluasi kurang
memadai, karena ada indikasi penyimpangan dana.
2 Bantuan Langsung Tunai • Secara keseluruhan, manfaat positif lebih banyak dari
(BLT) kelemahan karena program tersebut menyediakan
bantuan tunai sebesar Rp 6 trilyun yang sangat
dibutuhkan kepada 15 juta keluarga miskin sebagai
kompensasi atas kenaikan harga BBM dan inflasi.
• Karena waktu yang sangat terbatas, maka terdapat
kesalahan besar dalam database dan pentargetan, dan
sering juga terjadi kegagalan pada lembaga yang
menangani keluhan dan pengawasan program, juga
dalam hal verifikasi atas penentuan penerima manfaat
• Juga karena waktu yang terbatas, koordinasi,
komunikasi dan sosialisasi diantara lembaga-lembaga
pelaksana tidak efektif
• Perlu dicatat bahwa hasil evaluasi “quick start” ini
sedang digunakan dalam perancangan program PHK
yang baru
3 Beras untuk Masyarakat • Bulog sudah bekerja cukup baik dalam
Miskin (RASKIN) mendistribusikan beras ke daerah-daerah. Masalah
lebih sering terjadi di tingkat daerah antara titik
distribusi lokal ke rumah tangga sasaran.
• Tidak ada kesepakatan tentang tanggung jawab atas
kinerja program dan kurang transparansi dalam
distribusi beras dan dana operasional; penyimpangan
beras dan dana dalam jumlah yang besar.
• Secara keseluruhan, efektifitas program RASKIN
relatif lemah, khususnya dalam hal: [1] sosialisasi; [2]
pentargetan; [3] jumlah beras yang didistribusikan ke
rumah tangga penerima; [4] alokasi dana; [5]
monitoring dan evaluasi; dan [6] sistem pengaduan.
4 Bantuan Operasional • Bantuan ke semua sekolah dasar dan sekolah lanjutan
Sekolah (BOS) pertama sebagai bagian dari paket kompensasi bagi
rakyat dan masyarakat miskin karena perubahan
5
EVALUATIONS OF PRO-POOR PROGRAMS IN INDONESIA – A SUMMARY OVERVIEW
7. No Nama Program Hal-hal yang Ditemukan dalam Evaluasi
subsidi BBM. Manfaat meliputi peningkatan mutu dan
pendapatan guru, perbaikan fasilitas sekolah, dan biaya
sekolah yang lebih rendah.
• Secara keseluruhan, perumusan program tidak
memadai (tujuan, hasil yang diharapkan, dll). Sebagai
contoh, buku pedomannya (juklak) tidak secara
eksplisit menyatakan bahwa BOS terutama ditujukan
bagi anak-anak dari keluarga miskin, juga untuk
menekan angka putus sekolah.
• Kurangnya dana dan kurangnya diseminasi juklak
membuat monitoring dan evaluasi sulit dilakukan dan
karenanya sulit untuk menentukan siapa yang
menerima manfaat dari program khusus bagi siswa
miskin.
• Jumlah sekolah dan daerah yang terlibat, dan juga
pedoman yang agak kaku, membuat pihak manajemen
program sulit mengembangkan dan menyesuaikan BOS
dengan kondisi lokal.
• Beberapa kelemahan ditemukan selama pelaksanaan,
seperti tidak adanya verifikasi pendaftaran siswa di
sekolah, dan sosialisasi program yang tidak efektif.
• Sekali lagi, perlu dicatat bahwa Departemen
Pendidikan Nasional telah menanggapi hasil evaluasi
ini dengan melakukan sejumlah perbaikan pada
program BOS selama dua tahun terakhir ini.
5 Jaminan Pemeliharaan • Pembayaran ke lembaga-lembaga kesehatan lokal
Kesehatan untuk untuk memberikan pelayanan bagi keluarga miskin
Keluarga Miskin (JPK- secara gratis telah berperan pada peningkatan layanan
GAKIN) kesehatan pada banyak keluarga miskin di daerah-
daerah peserta program.
• Namun kurangnya fleksibilitas dari daerah ke daerah,
prosedur administratif yang berbelit serta kurangnya
sosialisasi sering menjadi faktor yang menyebabkan
tetap adanya pelayanan kesehatan yang kurang
memadai bagi banyak keluarga miskin.
• Ada bukti bahwa banyak dana digunakan untuk
memberikan subsidi layanan kesehatan bagi keluarga
tak miskin dan bukan bagi keluarga miskin, ditambah
indikasi adanya kebocoran dana.
• Mekanisme pengaduan serta sistim monitoring dan
evaluasi tidak memadai.
• Partisipasi stakeholder yang rendah dalam mendesain,
melaksanakan dan mengawasi menyebabkan
pengelolaan program kurang transparan.
• Koordinasi yang kurang memadai diantara lembaga-
lembaga pemerintah
• Adapun beberapa di antara kelemahan ini telah diatasi
6
EVALUATIONS OF PRO-POOR PROGRAMS IN INDONESIA – A SUMMARY OVERVIEW
8. No Nama Program Hal-hal yang Ditemukan dalam Evaluasi
pada program ASKESKIN
6 Proyek Pengembangan • Program ini memberikan kredit mikro kepada banyak
Wilayah Berbasis usaha di pedesaan. Selain membantu usaha mikro kecil,
Pertanian Sulawesi program ini juga meningkatkan minat untuk menabung,
(SAADP) perolehan teknologi baru, dan lain-lain.
• Secara keseluruhan, manfaat dan dampak
socioekonomi program tersebut tidak besar.
• Juga, fasilitasi, pengelolaan program dan monitoring
dan evaluasi kurang memadai.
7 Program Penyediaan Air • Program tidak hanya telah memberikan akses dan
dan Sanitasi untuk pemakaian yang lebih baik dari air bersih dan sanitasi
Masyarakat Pendapatan di desa-desa miskin tapi juga telah menghasilkan
Rendah (WSLIC2) penurunan frekwensi jenis-jenis penyakit yang tertular
lewat air dan peningkatan gaya dan sikap hidup sehat.
• Secara keseluruhan, pentargetan dan pelatihan baik
• Keberlanjutan program terancam karena tingginya
ketergantungan pada fasilitator dan dana dari pihak luar
(yang mungkin tidak akan berlanjut)
• Dalam beberapa kasus enargetan tidak memadai:
beberapa desa terpencil dan miskin belum menerima
bantuan.
• Monitoring dan evaluasi sering “bermasalah” karena
kurangnya informasi dasar.
8 Program Pengembangan • Program ini telah membantu 1840 desa dengan
Prasarana Pedesaan pembangunan masyarakat dan pembuatan infrastruktur
(P2D) baru atau perbaikan infrastruktur yang sudah ada
• Pelaksanaan berbagai tahap kegiatan terlalu singkat.
• Relatif hanya sedikit orang yang menikmati kenaikan
pendapatan melalui pelibatan dalam pengerjaan
infrastruktur.
• Sosialisasi dalam masyarakat masih kurang.
• Pelaporan, monitoring dan evaluasi masih kurang
memadai.
9 Proyek Kemitraan bagi • Program dilaksanakan di sejumlah daerah untuk
Pengembangan Ekonomi membantu dengan perencanaan dan pelaksanaan
Lokal (KPEL) pembangunan ekonomi lokal.
• Manfaat mencakup bantuan untuk peningkatan
kapasitas perencanaan pembangunan bagi perusahaan-
perusahaan lokal.
• Kelemahan dari keberlanjutan program yang sedang
berjalan disebabkan oleh kurangnya pendanaan,
keahlian teknis dan lain-lain.
• Masalah kelembagaan untuk memastikan bahwa
kegiatan-kegiatan KPEL dikaitkan dengan kegiatan
pembangunan lokal yang lain dan penganggarannya.
• Seringkali sosialisasi program dan perencanaan tingkat
7
EVALUATIONS OF PRO-POOR PROGRAMS IN INDONESIA – A SUMMARY OVERVIEW
9. No Nama Program Hal-hal yang Ditemukan dalam Evaluasi
lokal kurang memadai
• Monitoring dan evaluasi kurang memadai
10 Pemberdayaan • Program membantu 570 desa dengan pelibatan
Masyarakat untuk masyarakat dalam perencanaan, pengelolaan dan
Pembangunan Desa pendanaan pembangunan ekonomi dan infrastruktur
(CERD/PMPD) • Dampak positif bagi kaum perempuan sebagai salah
satu kelompok sasaran maupun sebagai aktor
pembangunan masyarakan
• Kelemahan kelembagaan: terlalu banyak fokus pada
infrastruktur, tidak cukup pada pelibatan masyarakat.
• Kelemahan dalam keberlanjutan program
• Sosialisasi program yang kurang memadai
11 Pembinaan Peningkatan • Melalui kelompok-kelompok mandiri masyarakat,
Pendapatan Petani- program tersebut telah membantu keluarga miskin
Nelayan Kecil (P4K – pedesaan dalam menghimpun sumberdaya keuangan,
Tahap III) dukungan teknis dan kredit mikro
• Secara keseluruhan merupakan proyek yang baik
(jangkauan, proses partisipasi, jangka waktu yang
cukup panjang, pentargetan maupun kapasitas
petani/nelayan untuk mengidentifikasi masalah dan
solusi
• Seperti halnya dalam program-program serupa lainnya,
kesinambungan keuangan menjadi masalah ketika
bantuan proyek berhenti.
• Dokumentasi, pelaporan dan evaluasi tidak memadai.
• Kelemahan pada dukungan pengelolaan dan teknis.
Kesimpulan dari 11 laporan review dan evaluasi tersebut adalah bahwa hampir semua
program yang terkait dengan kemiskinan tersebut sebenarnya bisa dibuat jauh lebih efektif
dan efisien. Dengan jumlah pendanaan yang sama, jauh lebih banyak orang miskin yang bisa
merasakan manfaatnya (contoh: RASKIN dan BOS). Pelajaran yang bisa diambil dari
laporan-laporan ini juga bisa dimanfaatkan dalam program-program baru atau program-
program yang serupa. Misalnya, hasil review dan evaluasi berbagai program pembangunan
masyarakat sebelumnya dan dari program pemberian bantuan langsung tunai kepada keluarga
miskin sudah atau sedang diterapkan pada program-program penggantinya (PNPM dan
PKH).
Ada tiga pertanyaan utama yang patut dipertimbangkan dalam Lokakarya tersebut:
a) Apa saja masalah utama pada program pengentasan kemiskinan yang lalu maupun
yang sedang berjalan saat ini?
b) Bagaimana dan oleh siapa serta kapankah program yang ada sekarang ini seperti
RASKIN dan jaminan kesehatan bagi keluarga miskin bisa disempurnakan?
c) Bagaimanakah pelajaran-pelajaran yang diperoleh dari laporan review dan evaluasi
ini bisa diterapkan secara sistematis pada program pengentasan kemiskinan yang
8
EVALUATIONS OF PRO-POOR PROGRAMS IN INDONESIA – A SUMMARY OVERVIEW
10. baru atau yang dimodifikasi sehingga bisa menghindari kelemahan serupa pada
masa mendatang?
V – PROSES PERUMUSAN DAN PELAKSANAAN PROGRAM IDEAL
Sebelum merangkum kelemahan lintas program atau kelemahan tematik yang telah
diidentifikasi pada 11 review dan evaluasi tersebut, mungkin ada manfaatnya merangkum
secara singkat tahapan-tahapan utama dalam proses perumusan dan pelaksanaan program
pengentasan kemiskinan. Rangkuman ini akan memberikan latar belakang dan konteks untuk
bagian kesimpulan makalah ini tentang kelemahan-kelemahan utama yang ada dan apa yang
bisa dilakukan untuk mengatasinya.
Pada Lokakarya Monitoring dan Evaluasi Program Pengentasan Kemiskinan pada bulan Mei
2007 di Bogor, Dr. Suahasil Nazara menguraikan langkah-langkah utama yang diperlukan
untuk menjalankan perumusan program pengentasan kemiskinan yang efektif1
Secara umum bisa disimpulkan bahwa kunci keberhasilan program pengentasan kemiskinan
adalah perumusan yang tepat. Idealnya, proses perumusan dan pelaksanaan program harus
dilakukan melalui beberapa tahap.
Gambar 1
PROSES PERUMUSAN PROGRAM PENGENTASAN KEMISKINAN
(1) (2)
Diagnosis dan Tujuan, Indikator dan
Analisis Kemiskinan Sasaran Program
(5) Monitoring dan (3) Perencanaan
Evaluasi Program
(4) Pelaksanaan
Program
1. Diagnosis dan Analisis Kemiskinan Tingkat Mikro
1
Lihat Suahasil Nazara, “Alternatif Kebijakan dan Program Realistis” dalam “Buku Induk
Monitoring dan Evaluasi Program-program Pengentasan Kemiskinan”, ADB TA P3B,
Januari 2008
9
EVALUATIONS OF PRO-POOR PROGRAMS IN INDONESIA – A SUMMARY OVERVIEW
11. Pada tahap ini, pengukuran tingkat dan dimensi kemiskinan harus dilakukan bersama dengan
identifikasi akar penyebab kemiskinan. Dengan analisis yang tepat, keluarga miskin dan
tempat tinggalnya akan teridentifikasi secara langsung dan akurat. Biasanya, ini didahului
dengan survei khusus untuk mencegah timbulnya kesulitan-kesulitan yang mungkin terjadi
selama proses identifikasi dan pentargetan akhir. Analisis kemiskinan berbasis wilayah
(pemetaan kemiskinan) sebaiknya dilakukan dengan mengidentifikasi populasi atau wilayah
yang memiliki rata-rata pendapatan paling rendah atau memiliki masalah utama terkait
kemiskinan (penyakit, kurangnya akses ke air bersih, dan lain-lain) yang sedang
ditanggulangi. Walau bersifat mendasar, jenis pentargetan ini memiliki kelemahan karena
rentan terhadap data yang buruk dan keputusan-keputusan administratif yang sulit.
Akibatnya, keluarga yang tidak miskin seringkali dimasukkan dalam kelompok penerima,
karena banyak atau kadang-kadang semua orang di daerah target dianggap atau digolongkan
sebagai miskin atau hampir miskin.
2. Menetapkan Tujuan, Indikator dan Sasaran
Dalam proses perumusan program, tujuan, sasaran dan indikator program ditetapkan dan
disepakati pada tahap awal perencanaan program. Penetapan tujuan didasarkan pada populasi
(kelompok penduduk) sasaran dan/atau wilayah yang dipilih dalam tahap analisis. Indikator
harus meliputi input (masukan), output (keluaran), outcome (hasil/manfaat) dan impact
(dampak). Sasaran (target) ditetapkan berupa nilai indikator yang harus dicapai dalam satuan
waktu tertentu.
Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam menetapkan tujuan dan sasaran
terkait. Pertama, tujuan yang akan dicapai harus memenuhi standar internasional. Tujuan dan
sasaran program pengentasan kemiskinan juga harus selaras dengan Tujuan Pembangunan
Milenium (Millennium Development Goals (MDGs)). Kedua, distribusi pendapatan harus
diperhitungkan dalam menentukan tujuan dan sasaran. Ketiga, tujuan dan sasaran harus
ditentukan melalui konsultasi dengan para stakeholder utama. Keempat, tujuan harus
ditetapkan dengan menentukan ukuran pencapaian yang memperhitungkan waktu dan dana
yang tersedia. Kelima, tujuan dan sasaran harus dihubungkan secara khusus dengan tahap
pelaksanaan program sebagai dasar untuk membuat proses pelaporan dan monitoring yang
baik.
Ada beberapa karakteristik yang diperlukan dalam menentukan indikator yang tepat.
Karakteristik harus:
• Terdiri dari ukuran perkembangan yang langsung, jelas dan relevan;
• Memperhitungkan perbedaan antardaerah dan kerangka waktu;
• Tidak mudah dimanipulasi; dan
• Dapat diukur secara efisien dan efektif pada interval waktu yang diinginkan.
3. Perencanaan Program
Ketika unsur-unsur utama program pengentasan kemiskinan, tujuan, target dan indikatornya
secara prinsip sudah disepakati, maka ada kebutuhan untuk melakukan perancangan secara
lebih rinci berbagai komponen utama seperti kerangka waktu, lembaga pelaksana, peran dan
kapasitas berbagai institusi/lembaga yang terlibat, sumberdaya yang tersedia, mitra,
10
EVALUATIONS OF PRO-POOR PROGRAMS IN INDONESIA – A SUMMARY OVERVIEW
12. pelaporan dan proses konsultasi dan persetujuan akhir, ditambah rencana monitoring dan
evaluasi pelaksanaan. Beberapa tugas ini bisa dibuat dalam bentuk dari peraturan dan standar
operasional dan teknis atau panduan. Tahap perencanaan program secara rinci sangat penting
paling tidak karena peraturan dan panduannya adalah aturan (atau kerangka kerja) bagi
pelaksanaan program dan harus digunakan untuk pelaporan dan monitoring program serta
untuk akuntabilitas dan transparansi. Tahap ini juga harus melibatkan bukan saja berbagai
mitra program tapi juga perwakilan dari daerah dan/atau kelompok sasaran.
4. Pelaksanaan Program
Pelaksanaan program harus mulai dengan memastikan kerja sama dan koordinasi
sebagaimana mestinya diantara lembaga-lembaga pelaksana utama (di tingkat pusat dan
daerah) ditambah kesepakatan yang jelas tentang peran pelaksanaan dan tanggung jawab
pelaporan. Peningkatan kapasitas pada lembaga-lembaga pelaksana (bila perlu) harus
ditangani pada tahap ini. Berbagai kesepakatan ini kemudian harus ditindaklanjuti dengan
sosialisasi program: masyarakat lokal dan kelompok sasaran harus diberitahu tentang rincian
program dan cara mengakses informasi, manfaat, pihak pelaksana (manager), alamat kantor
setempat dan aspek-aspek penting pelaksanaan program lainnya. Kemudian langkah-langkah
yang transparan, terbuka dan bertanggung jawab bisa dilaksanakan, dilengkapi dengan sistim
pelaporan rutin pada publik.
5. Monitoring dan Evaluasi Program
Ada beberapa perbedaan mendasar antara monitoring (pemantauan) dan evaluasi. Monitoring
dilakukan untuk memberikan informasi tentang apakah kebijakan atau program sudah
dilaksanakan sesuai dengan rencana. Monitoring adalah alat manajemen yang efektif karena
memungkinkan identifikasi masalah dan membantu menetapkan solusi ketika pelaksanaan
program berbeda dengan rencana. Ada kalanya pelaksana program mencoba menghindari
kegiatan monitoring karena mungkin secara cepat akan mendeteksi penyimpangan dalam
program tersebut (yakni kebocoran dana, penyimpangan dari rancangan kegiatan, atau
pelaksanaan yang tidak efisien).
Sementara itu, fungsi evaluasi adalah untuk mengidentifikasi dampak dengan membedakan
antara pengaruh tindakan-tindakan program/proyek dari faktor-faktor lain. Dalam
pelaksanaannya, evaluasi memerlukan data yang lebih rumit daripada monitoring. Untuk
melakukan evaluasi yang tepat, diperlukan data awal (baseline) sebagai rujukan. Perancangan
sistim evaluasi harus dimulai sejak tahap awal program, termasuk menentukan tujuan,
metodologi, jadwal dan pendanaan. Metode evaluasi terbaik menggabungkan metode
kuantitatif dan kualitatif.2
2
Lihat “Evaluasi dan Identifikasi Pelajaran yang telah Diperoleh: Pendekatan Kualitatif –
Kajian Cepat”, Widjajanti I. Suharyo and Rizki Fillaili (SMERU) dan “Evaluasi Dampak
Pendaftaran Tanah Secara Sistematik Melalui Proyek Administrasi Pertanahan (PAP) di
Indonesia dengan Menggunakan Pendekatan Kuantitatif”, Wenefrida D. Widyanti (SMERU)
dalam Kumpulan Bahan Latihan Pemantauan dan Evaluasi Program-program Pengentasan
Kemiskinan”, BAPPENAS / ADB TA P3B, Desember 2007.
11
EVALUATIONS OF PRO-POOR PROGRAMS IN INDONESIA – A SUMMARY OVERVIEW
13. Satu hal yang harus ditekankan dalam monitoring dan evaluasi adalah mendorong partisipasi
dari semua pihak. Monitoring dan evaluasi adalah tanggung jawab bersama. Dua kegiatan ini
memerlukan sinergi diantara semua pihak yang terlibat seperti departemen-departemen
terkait, penyelenggara, penerima manfaat, universitas, masyarakat, lembaga swadaya
masyarakat (LSM) dan tentunya donor sebagai salah satu sumber dana.
VI –HASIL RANGKUMAN REVIEW DAN EVALUASI BERDASARKAN TAHAPAN
Sesuai tahapan-tahapan proses perumusan dan pelaksanaan program yang digambarkan di
atas, bagian ini merangkum seluruh kekuatan dan kelemahan dari 11 program tersebut
dengan menggunakan tiga tingkat pemeringkatan umum sbb:
a) baik jika secara keseluruhan tahapan tersebut dianggap memenuhi sebagian besar
unsur ideal dari tahapan tersebut dan dilaksanakan dengan agak baik;
b) sedang jika tahap tsb memenuhi sekitar separuh syarat-syarat utama, atau memenuhi
semua syarat utama tetapi tidak menjalankannya secara efektif; dan
c) kurang jika tahapan tersebut dianggap memiliki kelemahan yang besar, meskipun ada
aspek-aspek yang baik.
Penilaian ini tidak dapat dibuat secara kuantatif tapi didasarkan atas hasil laporan review dan
evaluasi maupun atas hasil diskusi dengan beberapa di antara para pelaksana evaluasi.
Tabel 3
RANGKUMAN HASIL REVIEW DAN EVALUASI BERDASARKAN TAHAPAN
Diagnosis Tujuan,
Monitoring
dan Indikator, Perencanaan Pelaksanaan
No Evaluasi dan
Analisis dan Target Program Program
Evaluasi
Kemiskinan Program
Program Kompensasi
1 Pengurangan Subsidi Sedang Baik Kurang Sedang Sedang
BBM (PKPS)
2 BLT Baik Kurang Kurang Sedang Sedang
3 RASKIN Baik Kurang Sedang Kurang Kurang
4 BOS Kurang Kurang Baik Sedang Kurang
5 JPK-GAKIN Baik Sedang Baik Kurang Kurang
6 SAADP Baik Baik Baik Kurang Baik
7 WSLIC2 Baik Baik Baik Baik Sedang
8 P2D Sedang Kurang Baik Kurang Baik
9 KPEL Sedang Baik Baik Kurang Kurang
10 CERD/PMPD Baik Baik Sedang Kurang Kurang
11 P4K Baik Baik Baik Sedang Sedang
Kesebelas program ini memiliki manfaat positif, dengan beberapa di antaranya yang memiliki
manfaat lebih besar dari yang lain. Misalnya, WSLIC2 tidak hanya meningkatkan akses dan
pemanfaatan air bersih tapi juga mengurangi penyakit yang tertular melalui air. Program-
12
EVALUATIONS OF PRO-POOR PROGRAMS IN INDONESIA – A SUMMARY OVERVIEW
14. program pembangunan infrastruktur dan pembangunan masyarakat menghasilkan
infrastruktur baru atau perbaikan infrastruktur yang ada serta menciptakan lapangan kerja
lokal. Jaminan kesehatan dan program beras bersubsidi, meskipun ada banyak masalah,
namun tetap membantu keluarga miskin secara rutin.
Meskipun demikian, berdasarkan laporan review dan evaluasi yang dipelajari dan seperti
yang ditunjukkan dalam Tabel 3, program-program pengentasan kemiskinan memiliki
kelemahan, dan beberapa program memiliki lebih banyak kelemahan dari yang lain. Pada saat
review atau evaluasi dilakukan, program BLT, RASKIN, BOS dan P2D gagal mencapai hasil
yang memuaskan dalam Tahap 1 dan/atau Tahap 2 dimana diagnosis dan analisis kemiskinan
dilakukan dan pentargetan dan tujuan program bersama dengan hasil yang diharapkan
diputuskan. Kesalahan analisis atau pentargetan sebagaimana terjadi dalam program-program
ini menyebabkan banyak keluarga miskin gagal menikmati manfaat program-program
tersebut. Ada banyak alasan mengapa terjadi pentargetan yang buruk, seperti sistem data dan
informasi yang tidak tepat, kurangnya waktu untuk analisis mikro dan persiapan program,
serta terlalu banyak program yang menggunakan pendekatan pentargetan berdasarkan
wilayah. Sebagian besar aspek sosialisasi dan pelaksanaan adalah kurang memadai karena
berbagai sebab. Delapan dari sebelas program tidak memenuhi sebagian besar unsur utama
proses perumusan dan pelaksanaan program yang ideal.
Hampir semua program yang telah direview atau dievaluasi memiliki kelemahan dalam tahap
pelaksanaan. Beberapa program memiliki tahap diagnostik yang baik dengan penetapan
tujuan, indikator, sasaran dan rancangan yang secara umum baik tapi kemudian mengalami
berbagai masalah pelaksanaan dan monitoring/evaluasi (SAADP, KPEL, CERD dan P4K).
Masalah ini sebagian besar dikarenakan sistem sosialisasi yang buruk, tahap pelaksanaan
yang terburu-buru, sistem pelaksanaan yang tidak efektif dan sering tidak efisien dan/atau
kurangnya koordinasi. Kebocoran dana juga merupakan masalah lintas program sebagaimana
juga kerja sama dan koordinasi yang kurang diantara pelaksana utama. Hampir semua
program memiliki sistem pelaporan, monitoring dan evaluasi yang buruk atau kurang
memadai.
Secara keseluruhan, manfaat program bagi rakyat miskin seringkali kurang daripada yang
diramalkan, diumumkan atau diharapkan. Jika direncanakan dan dilaksanakan secara lebih
efektif, tingkat upaya dan dana yang sama bisa menghasilkan manfaat yang lebih tinggi bagi
rakyat miskin (misalnya, BOS dan RASKIN).
VII – PENILAIAN LAIN TENTANG PROGRAM PENGENTASAN KEMISKINAN
Rangkuman temuan-temuan tentang jarangnya analisis, pentargetan, perencanaan, sosialisasi,
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi yang baik juga mirip dengan kajian-kajian lain yang
telah menilai atau mengevaluasi upaya pengentasan kemiskinan dalam beberapa waktu
terakhir ini.
Penelitian yang relatif baru oleh Bank Dunia tentang sembilan kasus pelayanan bagi orang
miskin di Indonesia menyimpulkan bahwa kasus-kasus inovatif yang dikaji telah berdampak
positif pada sekitar 500.000 orang. Unsur besar dalam keberhasilan ini karena adanya
13
EVALUATIONS OF PRO-POOR PROGRAMS IN INDONESIA – A SUMMARY OVERVIEW
15. desentralisasi dan kepemimpinan lokal yang baik3 (lihat Lampiran 12, ringkasan laporan tsb).
Namun demikian, layanan-layanan itu juga memiliki kelemahan besar yang dapat
diperhatikan dan diperbaiki dalam tahap perumusan dan pelaksanaan dengan:
a. Pentargetan warga miskin yang lebih baik dalam seluruh proyek pemberian
layanan;
b. Berinvestasi lebih banyak pada metode penyebaran informasi yang baik;
c. Mengikutsertakan dan mendukung pemerintah daerah dan LSM dalam
reformasi pemberian layanan;
d. Memastikan keberlangsungan finansial yang lebih lama untuk proyek-proyek
pemberian layanan;
e. Memastikan agar semua proyek memiliki sistim monitoring yang efektif;
f. Membangun fleksibilitas dalam proyek untuk menguatkan dampak positif dan
mengatasi/mencegah dampak negatif; dan
g. Membantu pererapan peraturan daerah yang mendukung reformasi.
Selain itu, pada sebuah penelitian yang dilakukan untuk proyek Governance Reform Support
II bantuan CIDA, penulis menilai sampai sejauh mana anggaran departemen kesehatan dan
pendidikan berpihak pada rakyat miskin.4 Kajian tersebut menyimpulkan bahwa pada
anggaran tahun 2005 dan 2006:
• Sekitar 33 % anggaran Departemen Pendidikan (tidak termasuk BOS dan DAK)
diperuntukkan bagi ketiga program utama yang terkait dengan kemiskinan
(pendidikan dasar, pendidikan anak usia dini dan pendidikan non-formal).
• Dengan dana BOS dan DAK, bagian anggaran tahun 2006 yang dianggap membantu
orang miskin telah naik sampai sekitar 57% dari total anggaran Departemen
Pendidikan. Meskipun demikian, dana DAK dan BOS tidak banyak berpihak pada
rakyat miskin.
• Relatif terbatas pentargetan kemiskinan pada program-program pendidikan ini,
temasuk BOS dan DAK.
• Meskipun anggaran kesehatan jauh lebih kecil daripada anggaran untuk pendidikan,
pentargetan yang berpihak pada rakyat miskin relatif signifikan. Tergantung pada
kriteria pro-poor yang digunakan, antara 28% sampai 56% anggaran kesehatan tahun
2006 bisa dianggap sebagai pengeluaran yang berpihak pada rakyat miskin, dengan
estimasi terbaik sekitar 45%.
• Meski demikian, ada ketidakseimbangan antara sisi permintaan (demand) dan
penyediaan (supply) dalam layanan kesehatan lokal. Permintaan akan layanan
kesehatan yang baik dan tepat waktu biasanya melampaui tingkat penyediaannya,
meskipun sudah ada jaminan kesehatan bersubsidi bagi orang miskin.
• Banyak dari bantuan kesehatan langsung bagi daerah adalah dalam bentuk barang
yang diadakan secara terpusat daripada bantuan tunai. Ini mempengaruhi fleksibilitas
dan dampak pengeluaran di tingkat lokal dan mungkin tidak menjawab kebutuhan
pada daerah-daerah tertentu.
3
“Making Services Work for the Poor: Nine Case Studies from Indonesia” (Membuat Pelayanan Bermanfaat
bagi Masyarakat Miskin: Sembilan Studi Kasus di Indonesia), Bank Dunia (Indopov), Jakarta 2006
4
“Assessment of the Poverty Reduction Relevance for the Budgets of the Departments of Education and
Health” (Penilaian Relevansi Pengentasan Kemiskinan bagi Anggaran Departemen Pendidikan dan Kesehatan),
Dr.Peter Gardiner (HIS) untuk Proyek Governance Reform Support Project II, P.T. Hickling, Jakarta 2007
14
EVALUATIONS OF PRO-POOR PROGRAMS IN INDONESIA – A SUMMARY OVERVIEW
16. Singkatnya, penilaian ini menunjukkan bahwa meskipun keseluruhan manfaat bagi orang
miskin dari kedua departemen itu relatif tinggi dan meningkat, namun manfaat bagi orang
miskin masih bisa ditingkatkan secara signifikan jika (a) ada pentargetan yang lebih baik, (b)
fokus yang lebih berpihak pada rakyat miskin pada tahap perencanaan program, dan (c)
perbaikan hubungan pelaksanaan antara program pemerintah pusat dan instansi daerah untuk
memenuhi kebutuhan dan memperhatikan kondisi khusus di masing-masing daerah.
Bank Dunia baru-baru ini telah merangkum hasil dari 11 evaluasi yang didanainya tentang
berbagai program kemiskinan.5 Beberapa program yang evaluasinya dirangkum adalah sama
atau mirip dengan yang dirangkum dalam makalah ini, yaitu WSLIC2, P2D, CERD, P4K dan
RASKIN. Selain itu, rangkuman Bank Dunia mencakup evaluasi dari beberapa progam
pengembangan kredit mikro dan pembangunan masyarakat seperti Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat Pantai (PEMP) dan Program Pemberdayaan Masyarakat/Kelompok Usaha
Bersama (KUBE). Dalam merangkum hasil-hasil evaluasi, laporan Bank Dunia mencatat hal-
hal berikut (antara lain):
1. Pencapaian hasil: dari sekian program yang telah evaluasi, hanya dua yang dinilai
telah mampu mencapai semua tujuan yang telah ditetapkan (WSLIC-2, PEMP)
2. Evaluasi program / pengendalian mutu: tidak ada di antara program yang memiliki
(sistem) evaluasi atau mekanisme pengendalian mutu yang baik
3. Sosialisasi: hanya tiga program yang kegiatan sosialisasinya berlangsung agak baik,
yaitu WSLIC-2, P4K dan KUBE.
4. Pentargetan kemiskinan: dari semua program yang telah dievaluasi, hanya tiga
program yang relatif baik pentargetan kemiskinannya (WSLIC-2, P4K and KUBE).
5. Penggunaan dana secara efektif: semua program yang telah dievaluasi mempunyai
masalah dengan keefektifan penggunaan dana.
6. Keberlanjutan: semua program memiliki masalah keberlanjutan karena rendahnya
kapasitas kelompok pelaksana dan kelompok pemeliharaan (program prasarana dan
air/sanitasi pedesaan) atau tidak jelasnya strategi perampungan/keberlanjutan program
(program kredit mikro)
VIII – PELAJARAN YANG DAPAT DIAMBIL
Hasil review dan evaluasi program pengentasan kemiskinan seperti program BOS, RASKIN,
BLT dan pembangunan masyarakat serta infrastruktur desa dapat dirangkum sebagai berikut:
a) Manfaat bagi orang miskin biasanya jauh lebih rendah daripada yang
direncanakan atau diharapkan, dan tingkat pencapaian hasil secara keseluruhan
maupun tingkat keberlanjutan program merupakan masalah penting; dan
b) Potensi manfaat bagi orang miskin banyak yang tidak terwujud karena rancangan
program, pentargetan, pelaksanaan dan manajemen yang buruk; banyak warga
yang tidak miskin menerima bantuan yang tidak diperuntukkan bagi mereka.
5
“Summary of Findings for Independent Evaluations of Government Community Development Operations”
(Rangkuman Temuan untuk Evaluasi Independen Pelaksanaan Pembangunan Masyarakat Pemerintah), Bank
Dunia, Desember 2007”
15
EVALUATIONS OF PRO-POOR PROGRAMS IN INDONESIA – A SUMMARY OVERVIEW
17. Ada beberapa hal yang sebaiknya dipertimbangkan oleh pemerintah dalam merumuskan dan
memperbaiki program pengentasan kemiskinan:
1) Persiapan seluruh program pengentasan kemiskinan seharusnya mengikuti tahap-
tahap perumusan dan pelaksanaan program yang standar, mulai dari diagnosis dan
analisis kemiskinan yang baik, penentuan tujuan, sasaran dan indikator, dan kemudian
perencanaan dan pelaksanaan program yang efektif.
2) Tahap perancangan program juga seharusnya memanfaatkan hasil monitoring dan
evaluasi program-program yang telah selesai maupun yang masih berlangsung,
terutama program yang tujuan dan sasarannya sama atau tidak jauh beda.
3) Penentuan sasaran yang akurat serta penetapan sistem monitoring dan evaluasi yang
kokoh di awal program adalah hal penting.
4) Program pengentasan kemiskinan sejauh mungkin harus difokuskan pada
keberlanjutan program selama jangka menengah sehingga upaya dan manfaat terus
berlanjut setelah program berakhir atau dikurangi skalanya.
5) Ada kebutuhan akan pembangunan kapasitas yang lebih besar untuk memastikan
bahwa pemerintah daerah maupun pemerintah pusat dan pihak-pihak lain dapat
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam merumuskan dan melaksanakan
prakarsa pengentasan kemiskinan serta melaksanakan monitoring dan evaluasi secara
efektif.
6) Ada kebutuhan untuk melakukan sosialisasi publik dan menggalang partisipasi
masyarakat luas untuk membuat masyarakat lebih mengetahui program dan manfaat
potensialnya serta membantu pelaksanaan program dan menyediakan umpanbalik. Ini
juga akan meningkatkan permintaan dan keinginan di tingkat daerah untuk
melanjutkan upaya dan memberikan manfaat berkelanjutan pada kelompok-kelompok
sasaran ketika program sudah selesai.
7) Hal penting lainnya, perlu ditingkatkan penekanan pada pembangunan manusia dan
pengembangan kapasitas (peran kepemimpinan lokal, penguatan kelembagaan,
pengembangan keterampilan) supaya pemerintah daerah dan mitranya dapat
memainkan peran yang lebih efektif serta meningkatkan manfaat dari program-
programnya.
8) Banyak program pengentasan kemiskinan yang disebut dalam laporan ini
menunjukkan kelemahan pada tahap pertama (diagnosis dan penetapan sasaran), yang
bisa menyebabkan kesulitan dalam tahap pelaksanaan program maupun dalam
monitoring dan evaluasi.
9) Masalah pelaksanaan meliputi inefisiensi, kebocoran6 dan kegagalan untuk
menjangkau sebagian kelompok sasaran, sebagian besar karena kurangnya kejelasan
dan kerja sama antara lembaga, transparansi dan akuntabilitas serta sosialisasi, juga
karena definisi atau kriteria seleksi kelompok sasaran yang kurang jelas.
Meskipun ada berbagai kelemahan program, namun pada umumnya solusinya bukan
menghentikan sebagian besar program kemiskinan yang ada atau menciptakan program-
program baru tapi menentukan dan melaksanakan perbaikan besar pada program yang ada
sekarang atau program lanjutannya, yaitu meningkatkan secara signifikan manfaat bagi orang
6
“Kebocoran” di sini mencakup kebocoran dana tetapi juga mencakup mistargetting, yaitu adanya manfaat
langsung (direct benefits) yang diperoleh pihak yang tidak berhak, begitu pula adanya pihak yang berhak tetapi
tidak menerima manfaat yg semestinya.
16
EVALUATIONS OF PRO-POOR PROGRAMS IN INDONESIA – A SUMMARY OVERVIEW
18. miskin melalui perhatian pada hal-hal berikut dalam program-program yang disempurnakan
(antara langkah-langkah lain yang dapat diambil):
1) Pemilihan tujuan dan sasaran program yang tepat;
2) Indikator dan database yang baik;
3) Sistem dan manajemen pelaksanaan yang efektif, transparan dan bertanggunggugat
(akuntabel);
4) Koordinasi dan kerja sama antar tingkatan pemerintahan dan dengan stakeholder luar;
5) Sosialisasi dan penyelesaian keluhan yang lebih baik;
6) Monitoring dan evaluasi yang teratur dan transparan; dan
7) Kaitan yang lebih erat antara hasil evluasi dan penyempurnaan program selanjutnya.
Di samping itu, dibutuhkan investasi sumberdaya dalam pengembangan baik kapasitas
kelembagaan maupun kapasitas sumberdaya manusia pada semua tingkat pemerintah.
IX – MENYEMPURNAKAN PROGRAM PENGENTASAN KEMISKINAN
Bukan menjadi tujuan tinjauan ini untuk menunjukkan secara pasti bagaimana dan siapa yang
bisa melakukan perubahan dalam banyak program pengentasan kemiskinan yang ada: hal itu
sebenarnya menjadi salah satu hasil lokakarya ini sesuai dengan tujuan 2 dan 3 (lihat halaman
2) untuk
- Mengidentifikasi cara dan upaya yang dapat memperkuat program-program
pengentasan kemiskinan yang sudah ada dan yang sedang direncanakan, dan
- Meningkatkan kapasitas pemerintah pusat dalam memanfaatkan hasil-hasil
monitoring dan evaluasi dalam perencanaan dan penganggaran yang berpihak rakyat
miskin secara lebih efektif.
Dengan demikian, peserta lokakarya mungkin dapat mempertimbangkan pertanyaan-
pertanyaan berikut:
1) Program pengentasan kemiskinan mana yang sedang diperbaiki atau dirumuskan
kembali, seperti PKH dan PNPM, dan sampai tingkatan mana pelajaran yang
diperoleh dari evaluasi sebelumnya dari program-program serupa
dimanfaatkankan dalam rancangan baru untuk menghindari masalah serupa di
masa mendatang?
2) Program pengentasan kemiskinan mana yang kemungkinan akan tetap
berlangsung selama jangka menengah tapi memerlukan perbaikan yang besar
dalam menetapkan tujuan, sasaran dan ketentuan/syarat yang tepat sehingga
penerima manfaat teridentifikasi secara jelas dan program terancang dengan baik
untuk memberikan manfaat kepada kelompok sasaran (misalnya, program
infrastruktur desa dan BOS)?
3) Program mana yang kelemahannya terletak terutama pada tahap pelaksanaan
karena tidak adanya panduan yang baik, persyaratan pendanaan, transparansi,
sosialisasi dan aspek-aspek pelaksanaan lain (misalnya, bantuan kredit mikro,
Askeskin, RASKIN)?
17
EVALUATIONS OF PRO-POOR PROGRAMS IN INDONESIA – A SUMMARY OVERVIEW
19. 4) Berdasarkan jawaban-jawaban atas pertanyaan di atas, siapakah yang seharusnya
memimpin upaya untuk memastikan bahwa program pengentasan kemiskinan
yang ada diperbaiki? Melalui pengarahan dari Kabinet? Dari dan oleh instansi
pusat seperti Bappenas dan MenKeu? Melalui arahan atau ketentuan dalam RKP
atau PJM? Oleh departemen dan badan teknis yang berwewenang? Mengadakan
rapat kerja khusus atau rapat formal diantara para manajer program senior
berdasarkan program per program untuk membahas dan menyepakati perubahan?
Menetapkan syarat bahwa pendanaan program di tahun-tahun yang akan datang
tergantung pada penyempurnaan program?
5) Kapankah program harus disempurnakan? Karena kompleksitas dan sensitifitas
politik beberapa perubahan tersebut, apa harus menunggu setelah pemilihan
umum berikutnya? Karena jumlah dana yang dibutuhkan serta jumlah penduduk
miskin tambahan yang bisa mengambil manfaat, sesegera mungkin melalui siklus
anggaran berikutnya? Atau pada saat program yang disempurnakan diajukan
untuk mendapatkan persetujuan?
6) Bagaimana pemerintah bisa memastikan bahwa pelaksanaan monitoring dan
evaluasi ditingkatkan untuk seluruh program pengentasan kemiskinan? Melalui
peraturan yang lebih banyak? Pembangunan kapasitas yang lebih besar? Melalui
siklus anggaran tahunan serta pemberian persetujuan anggaran dengan persyaratan
yang harus dipenuhi?
7) Bagaimana pemerintah bisa memastikan bahwa hasil monitoring dan evaluasi
program kemiskinan diperhitungkan secara serius oleh manajer program secara
rutin serta diambil tindakannya untuk menghasilkan perbaikan pada program tsb?
Menyediakan insentif dan disinsentif? Regulasi? Kasus demi kasus?
8) Apakah pemerintah sebaiknya menerapkan berbagai best practices dari negara
lain dimana manajer program diwajibkan untuk membuat tanggapan resmi (secara
terbuka) terhadap hasil temuan evaluasi, mengajukan rencana menyangkut
pelaksanaan penyempurnaan yang diperlukan, serta melaporkan kemajuannya
setiap tahun?
9) Bagaimana peran CSO / organisasi masyarakat dapat diperkuat untuk memastikan
partisipasinya dalam perencanaan, pelaksanan, monitoring dan evaluasi program
pengentasan kemiskinan?
Berdasarkan hasil rangkuman review dan evaluasi ini, pertanyaan-pertanyaan ini dan
pertanyaan lain sebaiknya dipertimbangkan dan dijawab. Singkatnya, pemanfaatan yang lebih
efektif bisa dilakukan dengan sumberdaya yang ada dan manfaat bagi orang miskin bisa
ditingkatkan secara signifikan apabila program disempurnakan – hasilnya akan berupa
dampak yang lebih besar dengan tingkat pendanaan yang sama.
18
EVALUATIONS OF PRO-POOR PROGRAMS IN INDONESIA – A SUMMARY OVERVIEW