1. Lembaga-lembaga pemerintahan sebelum amandemen UUD 1945 terdiri dari Presiden, Menteri-Menteri Negara, Kepala Lembaga Pemerintahan Non Departemen, dan Direktorat Jenderal Departemen.
2. Presiden berperan sebagai kepala negara, mandataris MPR, dan penyelenggara tertinggi pemerintahan. Menteri-Menteri memimpin departemen dan bekerja sama dengan Presiden dalam pemerintahan. Kepala Lemb
1. Lembaga Pemerintahan dan Perundang-undangan
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan diembannya tugas negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan umum
tersebut maka pembentukan berbagai peraturan di Negara Republik Indonesia
menjadi sangat penting, oleh karena campur tangan negara dalam mengurusi
kesejahteraan rakyat dalam bidang hukum, sosial, politik, ekonomi, budaya,
lingkungan hidup serta pertahanan dan keamanan yang diselenggarakan dengan
pembentukan peraturan-peraturan negara tak mungkin lagi dihindarkan. Lembaga-
lembaga Pemerintahanpun tak luput kita soroti sebagai Lembaga yang berperan
dalam pembentukan suatu peraturan perundang-undangan baik itu sesudah ataupun
sebelum amandemen UUD 1945.
B. Rumusan Masalah
1. Apa tujuan dan fungsi Lembaga-lembaga Pemerintahan sebelum dan sesudah
amandemen UUD 1945?
2. Apa hubungan antara Lembaga-Lembaga Pemerintahan dengan Undang-Undang
sebelum dan sesudah amandemen UUD 1945?
C. Tujuan Penulisan
1. Memenuhi Tugas Makalah Mata Kuliah Ilmu Perundang-undangan.
2. Menambah wawasan serta memahami lebih dalam tentang Lembaga
Pemerintahan dan Perundang-undangan sebelum dan sesudah perubahan UUD
1945.
2. Lembaga Pemerintahan dan Perundang-undangan
2
BAB II
PEMBAHASAN
LEMBAGA PEMERINTAH
DAN PERUNDANG-UNDANGAN
(SEBELUM PERUBAHAN UUD 1945)
A. PRESIDEN
Sebelum perubahan UUD 1945, kedudukan Presiden Republik Indonesia adalah :
Kepala Negara
Mandataris MPR, dan
Penyelenggara Tertinggi Pemerintah Negara Republik Indonesia, yang didalamya
tercangkup pula Penyelenggara Tertinggi Perundang-Undangan Negara.
Sistem Pemerintah Negara Republik Indonesia seperti yang terkandung dalam
Undang-Undang Dasar 1945, mencerminkan kehidupan ketatanegaraan yang khas
Indonesia. Di dalam Undang-Undang Dasar 1945 ditegaskan bahwa kedaulatan
berada ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat. Sebagai Mandataris dari MPR Presiden Republik Indonesia bertugas
menjalankan haluan negara menurut garis-garis besar haluan negara yang ditetapkan
oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Presiden Republik Indonesia diangkat oleh Majelis, ia tunduk dan bertanggung
jawab kepada Majelis, dan ia berkewajiban menjalankan putusan-putusan Majelis.
Presiden Republik Indonesia adalah Penyelenggara Pemerintah Negara yang tertinggi
dibawah Majelis, dan dalam menjalankan Pemerintahan Negara, kekuasaan dan
tanggung jawab adalah ditangan presiden (concentration of power and responsibility
upon the president).
3. Lembaga Pemerintahan dan Perundang-undangan
3
Dapat disimpulkan bahwa kekuasaan-kekuasaan terpusat pada Presiden, oleh
karena kedaulatan kedaulatan ditangan rakyat Indonesia, dan yang menjalankan
kedaulatan itu ialah Lembaga Tertinggi Negara yaitu Majelis Permusyawaratan
Rakyat. Majelis Permusyawaratan Rakyat merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat
Indonesia ini mula-mula dengan kualitas sebagai Konstituante menetapkan Undang-
Undang Dasar Negara, kemudian setelah itu menetapkan pula garis-garis besar haluan
negara, dan memilih serta menganggakat Kepala Negara (Presiden) dan Wakilnya.1
Dengan demikian, sesuai Undang-Undang Dasar 1945 Presiden Republik
Indonesia bertugas:
1. Menjalankan Undang-Undang Dasar 1945
2. Menjalankan garis-garis besar haluan negara; dan
3. Menjalankan Pemerintahan Negara pada umumnya
B. MENTERI-MENTERI NEGARA
Dikutip dari buku Ilmu Perundang-undangan karya Maria Farida, ia menuliskan
bahwasannya Menteri sebagai pemimpin Departemen, Menteri mengetahui seluk
beluk, hal-hal yang mengenai lingkungan kerjanya dan bidang tugasnya, oleh karena
itu Menteri mempunyai pengaruh besar terhadap Presiden dalam menentukan politik
negara yang berhubungan dengan Departemennya. Memang, Menteri-menteri itu
adalah pemimpin-pemimpin Negara. Untuk menetapkan politik pemerintahan dan
koordinasi di dalam pemerintahan Negara, para Menteri bekerja sama satu sama lain
seerat-eratnya di bawah pimpinan Presiden.
Dalam pandangan Maria Farida di atas, dapat dipahami bahwa pada hakikatnya
menteri adalah pemimpin negara. Mereka bekerja sama dengan Presiden dalam
pemerintahan negara, bahkan para menteri juga memiliki pengaruh besar terhadap
politik negara.
1 Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-undangan: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, (Yogyakarta:
Kanisius, 2007), hal. 136
4. Lembaga Pemerintahan dan Perundang-undangan
4
Dalam sistem pemerintahan Indonesia yang dianut UUD NRI tahun 1945, para
menteri adalah pemimpin pemerintahan di bawah Presiden. Para menteri secara riil
memimpin pemerintahan dalam bidang-biang tertentu sesuai tugas pokok dan fungsi
kementerian yang dipimpinnya. Para menteri adalah pemimpin negara yang
menjalankan tugas sehari-hari di tingkat riil dan operasional di bawah pimpinan
Presiden. Para menteri tidak dapat melemparkan tanggung jawab dan pelaksanaan
tugasnya kepada Presiden selama hal itu memang mennjadi tugas dan tanggung jawab
kementerian di mana ia memimpin, baik tanggung jawab secara hukum, politik,
maupun moral. Berikut ialah Pasal 17 UUD 1945 (sebelum amandemen) tentang
Menteri:
Pasal 17 ayat (1): Presiden dibantu oleh Menteri-menteri Negara
Ayat (2): Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden
Ayat (3): Menteri-menteri itu memimpin Departemen Pemerintahan
Dalam prakteknya, kekuasaan pemerintah (pouvoir executif) lebih banyak
dijalankan oleh Menteri-menteri tersebut. Oleh karenanya, Menteri tidak hanya
pegawai pemerintah biasa. Berdasarkan Pasal 17 UUD 1945, dapat diketahui bahwa
Indonesia menganut sistem Presidensiil. Sehingga dengan diterapkanya sistem ini,
para menteri tersebut tidak bertanggung jawab kepada DPR seperti pada sistem
Parlementer. Namun Menteri-menteri tersebut bertanggung jawab kepada Presiden,
mereka diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
Mengenai hubungan Menteri-menteri dengan Departemen Pemerintahan, banyak
pemahaman yang berbeda-beda tentang Pasal 17 ayat (3) di atas. Pemahaman yang
berbeda ini timbul karena dalam penyelenggaraan pemerintahan terdapat pula
Menteri-menteri Negara yang tidak memimpin suatu Departemen.
Pengertian “Departemen” pada saat pembentukan UUD 1945 adalah “bagian”,
sehingga istilah Departemen Pemerintahan maksudnya adalah “Bagian
Pemerintahan”, dengan perkataan lain setiap Menteri Negara yang ada (sebelum
5. Lembaga Pemerintahan dan Perundang-undangan
5
amandemen UUD 1945) memimpin bagian pemerintahan sesuai tugasnya. Contoh
dari pemahaman tersebut misalnya, Menteri Negara Ristek yang memimpin bagian
pemerintahan di bidang Riset dan Teknologi (pada masa itu, pengertian ini sama
dengan Departemen Pemerintahan).2
Selama ini Menteri-menteri yang membantu Presiden adalah Menteri-menteri
Negara, yang dalam penyebutannya dibedakan sebagai Menteri Koordinator
(Menko), Menteri Negara (Meneg), dan Menteri Departemen yang biasa disebut
dengan istilah Menteri saja.3
Tugas Menteri-menteri Negara dalam membantu Presiden sesuai dengan kedudukan,
dan tugasnya adalah sebagai berikut:4
1. Menteri Koordinator (Menko)
Berdasarkan Keputusan Presiden No. 12 Thn. 1978 tentang Kedudukan, Tugas pokok,
Fungsi dan Tata kerja Menteri Koordinator serta Susunan Organisasi Staf Menteri
Koordinator Republik Indonesia, yang dimaksud dengan Menteri Koordinator
(Menko) dalam Pemerintahan Negara Republik Indonesia ialah:
Menteri Negara pembantu Presiden dengan tugas pokok mengkoordinasikan
penyiapan dan penyusunan kebijaksanaan serta pelaksanaannya di bidang tertentu
dalam kegiatan pemerintahan negara.
2. Menteri Negara (Meneg)
Berdasarkan Keputusan Presiden No. 44 Thn. 1993 tentang Kedudukan, Tugas
Pokok, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Menteri Negara, maka yang
2 Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-undangan: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, (Yogyakarta:
Kanisius, 2007), hal. 157
3 Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-undangan: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, (Yogyakarta:
Kanisius, 2007), hal. 156
4 Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-undangan: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, (Yogyakarta:
Kanisius, 2007), hal. 140
6. Lembaga Pemerintahan dan Perundang-undangan
6
dimaksud dengan Menteri Negara adalah pembantu Presiden yang menangani bidang
tugas tertentu yang melampaui bidang tugas suatu Departemen.
3. Menteri Departemen (Menteri)
Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Menteri Departemen (Menteri
yang memegang Departemen serta susunan Organisasinya ditetapkan dengan
keputusan Presiden No. 15 Thn. 1984.
Semua Departemen tersebut dipimpin oleh seorang menteri yang bertanggung
jawab kepada Presiden. Dari Menteri-menteri Negara yang pernah disebutkan, maka
Menteri Negara yang termasuk dalam Lembaga-lembaga Pemerintah dalam
Perundang-undangan adalah hanya Menteri Departemen (Menteri yang memegang
Departemen). Menteri Koordinator dan Menteri Negara bukan merupakan lembaga-
lembaga pemerintah dalam perundang-undangan, sebab dalam pembentukan
perundang-undangan yang berwenang adalah Menteri Departemen. Menteri
Koordinator dan Menteri Negara hanya dapat membuat peraturan yang bersifat intern,
dalam lingkungannya sendiri jadi tidak berwenang membentuk peraturan yang
mengikat umum.
C. KEPALA LEMBAGA PEMERINTAHAN NON DEPARTEMEN
Di dalam penyebutannya lembaga pemerintahan departemen ini mempunyai
bermacam-macam penamaan. Ada yang disebut “Badan” (Badan Administrasi
Kepegawaian Negara). Ada yang disebut “Lembaga” (Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia). Ada yang disebut “Biro” (Biro Pusat Statistik). Ada yang disebut
“Dewan” (Dewan Pertahanan Keamanan Nasional). Bahkan ada yang tidak disebut
kelembagaan tetapi langsung pada aktivitasnya, seperti Arsip Nasional.5
5 Philip M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Proyek Kerjasama Hukum Indonesia-
Belanda, (Surabaya: 1990), hal 171. Dikutip dari Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-undangan:
Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), hal. 141
7. Lembaga Pemerintahan dan Perundang-undangan
7
D. DIREKTORAT JENDERAL DEPARTEMEN
Direktorat Jenderal Departemen ini mulai dikenal dengan dikeluarkannya
Keputusan Presiden No. 44 th. 1974, tentang pokok-pokok Organisasi Departemen
Republik Indonesia. Dengan adanya Keputusan Presiden tersebut, Direktur Jenderal
Departemen dapat mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang bersifat teknis.
Kewenangan ini timbul untuk melaksanakan lebih lanjut kebijakan dari Menterinya
yang merupakan delegasian.
“Keputusan Presiden No.44 th. 1974 tentang pokok-pokok
Organisasi Departemen Republik Indonesia, menegaskan dalam Pasal
14 Huruf A, antara lain bahwa Direktorat Jenderal menyelenggarakan
fungsi perumusan kebijakan teknis, ini berarti bahwa Direktorat
Jenderal dapat mengeluarkan Peraturan-peraturan atas namanya sendiri
yang isinya memberikan rincian yang bersifat teknis, dan
kebijaksanaan pelaksanaan bidang pemerintahan yang digariskan oleh
menteri”.
Sebelum ditetapkan Keputusan Presiden No. 44 th. 1974, Direktorat Jenderal dari
suatu Departemen mengeluarkan peraturan-peraturan atau atas nama Menteri atau
tanpa suatu dasar hukum. Terdapat dasar bagi Peraturan Direktorat Jenderal,
meskipun terbatas dalam ruang lingkup kebijaksanaan Menterinya dan sifatnya hanya
teknis.6
Dengan demikian maka pada saat ini setiap Direktorat Jenderal Departemen dapat
mengeluarkan peraturan yang bersifat teknis sesuai bidang tugas yang dilimpahkan
padanya.
6 Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-undangan: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, (Yogyakarta:
Kanisius, 2007), hal. 141
8. Lembaga Pemerintahan dan Perundang-undangan
8
E. BADAN NEGARA
Lembaga Pemerintahan dalam perundang-undangan yang terkait di tingkat pusat
adalah Badan Negara. Badan Negara ini merupakan lembaga-lembaga Pemerintahan
yang dibentuk dengan suatu Undang-Undang dan berfungsi menyelenggarakan
urusan-urusan yang berhubungan dengan kesejahteraan masyarakat, misalnya
Pertamina, BI, Perusahaan Jawatan Kereta Api. Badan-badan Negara ini diberi
kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan yang merupakan
pelaksanaan dalam menjalankan tugas dan fungsinya berdasarkan suatu atribusi,
dimana kewenangan ini ditentukan dalam Undang-Undang pembentukannya.
Keberadaan Badan-badan Negara pada akhir-akhir ini semakin berkurang karena
berubahnya bentuk dan fungsi dari Badan-badan Negara itu, misalnya Perusahaan
Jawatan Kereta Api berubah menjadi Perusahaan Umum Kereta Api, sehingga
keberadaan peraturan-peraturan dari Badan-badan Negara ini semakin lama semakin
berkurang.7
F. PEMERINTAH DAERAH SEBELUM PERUBAHAN UUD 1945
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 (sebelum Amandemen) ditentukan bahwa
daerah negara Republik Indonesia yang merupakan negara kesatuan dibagi-bagi
menjadi daerah-daerah yang lebih kecil dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan.
Hal ini ditentukan di dalam Pasal 18 UUD 1945 yang berbunyi sebagai berikut:
“Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan
pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan
mengingat dasar permusyawaratan dalam sisem pemerintahan negara dan hak-hak
asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa”.
7 Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-undangan: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, (Yogyakarta:
Kanisius, 2007), hal. 142
9. Lembaga Pemerintahan dan Perundang-undangan
9
Pembagian daerah ini dilakukan oleh karena Indonesia mempunyai wilayah yang
luas dan terdiri atas pulau-pulau yang terpisah-pisah oleh lautan, sehingga dengan
pembagian wilayah tersebut penyelenggaraan pemerintahan negara dapat
terselenggara dengan baik dan cepat. Pembagian daerah ini tidak menjadikan adanya
negara di dalam negara Republik Indonesia, hal ini dijelaskan dalam Penjelasan Pasal
18 UUD 1945, yang menentukan sebagai berikut:
“Oleh karena Negara Kesatuan Indonesia itu suatu ‘eenheidstaat’, maka
Indonesia tidak akan mempunyai daerah dalam lingkungannya yang bersifat ‘staat’
juga.
Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah provinsi dan daerah provinsi akan
dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil. Daerah-daerah itu bersifat otonom (streek
dan locale rechtsgemeen-schappen) atau bersifat administrasi belaka, semuanya
menurut aturan yang ditetapkan dalam undang-undang”
Sesuai dengan isi dan jiwa Pasal 18 UUD 1945 beserta penjelasannya, Pemerintah
diwajibkan untuk melaksanakan desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang
ketatanegaraan. Undang-Undang yang terakhir dibentuk untuk melaksanakan
ketentuan Pasal 18 UUD 1945 adalah Undang-Undang No.5 Th. 1974 tentang pokok-
pokok Pemerintah di Daerah, dikenal adanya Daerah Otonom yang dibentuk
berdasarkan asas desentralisasi, dan Wilayah Administratif yang dibentuk
berdasarkan asas dekonsentrasi seperti tertuang dalam Pasal 3 ayat (1), dan Pasal 72
Undang-Undang No.5 Th. 1974 tersebut. Kedua pasal tersebut menentukan sebagai
berikut:
Pasal 3
Dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi dibentuk dan disusun Daerah
Tingkat I dan Daerah Tingkat II.
Pasal 72
10. Lembaga Pemerintahan dan Perundang-undangan
10
1. Dalam rangka pelaksanaan asas dekonsentrasi, wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia dibagi dalam wilayah-wilayah Propinsi dan Ibukota Negara.
2. Wilayah Provinsi dibagi dalam wilayah-wilayah Kabupaten dan Kotamadya.
3. Wilayah Kabupaten dan Kotamadya dibagi dalam wilayah Kecamatan
Menurut Undang-Undang No. 5 Th. 1974 tentang pokok-pokok Pemerintahan di
Daerah, yang dimaksud dengan Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Konstruksi yang demikian ini dianggap dapat
menjamin adanya kerjasama yang serasi antara Kepala Daerah dengan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah untuk mencapai tertib pemerintahan di Daerah.
Dalam penjelasan dari Undang-Undang No.5 Th. 1974 dinyatakan bahwa dengan
konstruksi tersebut, maka dalam menyelenggarakan pemerintah Daerah ada
pembagian tugas yang jelas, dan dalam kedudukan yang sama tinggi antara Kepala
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yaitu Kepala Daerah memimpin bidang
eksekutif dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bergerak dalam bidang legislatif.
Menurut Undang-Undang NO. 5 Th. 1974 pembentukan Peraturan Daerah
dilakukan bersama-sama oleh Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Peraturan Daerah yang telah dibuat bersama-sama dan telah mendapatkan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tersebut ditetapkan dan ditandatangani oleh
Kepala Daerah serta Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, hal ini sesuai Pasal 38
dan Pasal 44 ayat (2) dari Undang-Undang No. 5 Th. 1974, yang berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 38
Kepala Daerah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
menetapkan Peraturan Daerah.
Pasal 44
11. Lembaga Pemerintahan dan Perundang-undangan
11
(2) Peraturan Daerah ditandatangani oleh Kepala Daerah dan ditandatangani
serta oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Dalam penjelasan Undang-Undang No.5 Th. 1974 tersebut ditegaskan pula
bahwa, walaupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah unsur Pemerintah
Daerah, tetapi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak boleh mencampuri bidang
eksekutif tanpa mengurangi hak-haknya sesuai dengan Undang-Undang ini. Didang
eksekutif adalah wewenang dan tanggungjawab Kepala Daerah sepenuhnya.
Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, yang dimaksud dengan Pemerintah
Daerah adalah sebagai berikut:
1. Pemerintah Daerah Tingkat I adalah Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I
bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I.
2. Pemerintah Daerah Tingkat II adalah Bupati/Walikotamadya/Kepala
Daerah Tingkat II bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Tingkat II.
G. KEPALA DAERAH
Dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi, Daerah Tingkat I dan Daerah
Tingkat II dipimpin oleh seorang Kepala Daerah, sedangkan dalam rangka
pelaksanaan asas dekonsentrasi setiap wilayah dipimpin oleh seorang Kepala Wilayah
yang disebut Gubernur untuk Provinsi dan Ibukota Negara (Daerah Tingkat I), dan
Bupati untuk Kabupaten dan Walikotamadya untuk kotamadya (Daerah Tingkat II),
serta Walikota untuk Kota Administrastratif dan Camat untuk Kecamatan.
Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No.5 Th.1974 yang menganut
adanya asas desentralisasi dan dekonsentrasi, luas/batas Wilayah Daerah otonom itu
sama dengan luas/batas wilayah administratif sehingga dikenal adanya dua fungsi
dari kepala daerah yaitu: fungsi sebagai kepala daerah otonom yang memimpin
penyelenggaraan dan bertanggung jawab sepenuhnya tentang jalanya Pemerintahan
Daerah, dan fungsi sebagai Kepala Wilayah yang memimpin penyelenggaraan urusan
12. Lembaga Pemerintahan dan Perundang-undangan
12
Pemerintahan umum yang menjadi tugas Pemerintahan pusat di daerah. Dalam
hubunganya dengan peraturan perundang-undangan Gubernur Kepala Daerah Tingkat
I (KDH I) dan Bupati atau Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II (Bupati atau
Kotamadya KDH II) merupakan Lembaga-lembaga Pemerintahan yang dapat
mengeluarkan perundang-undangan yang bersifat pemerintahan atau delegasian.8
LEMBAGA PEMERINTAH
DAN PERUNDANG UNDANGAN
(SESUDAH PERUBAHAN UUD 1945)
Setelah pemerintahan orde baru mengakhiri masa pemerintahannya pada tanggal
20 Mei 1998 melalui suatu gerakan reformasi, disusul dengan percepatan pemilu di
tahun 1999, UUD 1945 yang selama pemerintahan orde baru disakralkan dan tidak
dapat diubah oleh MPR sekalipun, maka pada tanggal 9 Oktober 1999 untuk pertama
kalinya UUD 1945 dilakukan perubahan oleh MPR.
A. PRESIDEN
Presiden Republik Indonesia sesudah Perubahan UUD 1945 adalah:
Kepala Negara
Penyelenggara Tertinggi Pemerintahan Negara Republik Indonesia
Sistem Pemerintahan Republik Indonesia menurut perubahan UUD 1945,
mengalami beberapa pergeseran. Di dalam perubahan UUD 19451 ditegaskan dalam
Pasal 1 ayat (2) bahwa “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
8 Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-undangan: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, (Yogyakarta:
Kanisius, 2007), hal. 146-147
13. Lembaga Pemerintahan dan Perundang-undangan
13
menurut Undang-Undang Dasar.” Ketentuan dalam Pasal 1 ayat (2) tersebut apabila
dikaitkan dengan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 yang menetapkan bahwa “ Presiden
Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang
Dasar”, dapat menimbulkan berbagai penafsiran.
Sampai saat ini banyak pihak mengartikan bahwa ketentuan Pasal 1 ayat (2) UUD
1945 Perubahan tersebut merupakan pembagian kewenangan terhadap lembaga-
lembaga Negara untuk melaksanakan kedaulatan rakyat. Pendapat tersebut dituliskan
oleh MPR sebagai berikut:
1. Perubahan ketentuan Pasal 1 ayat (2) ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan
dan meneguhkan paham kedaulatan rakyat yang dianut Negara Indonesia yakni
pelaksanaan kedaulatan rakyat tidak lagi dijalankan sepenuhnya oleh sebuah
lembaga Negara yaitu MPR, tetapi melalui cara-cara dan oleh berbagai lembaga
yang ditentukan oleh Undang-Undang Dasar 1945 (sesudah perubahan)
2. Rumusan baru ini justru merupakan penjabaran langsung paham kedaulatan
rakyat yang secara tegas dinyatakan pada Pembukuan Undang-Undang Dasar
1945, alenia IV. Sedangkan rumusan sebelumnya (sebelum perubahan), dimana
kedaulatan rakyat dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR, justru telah mereduksi
paham kedaulatan rakyat itu menjadi paham kedaulatan Negara, suatu paham
yang hanya lazim dianut di Negara-Negara yang masih menerapkan paham
totalitarian atau otoritarian.
3. Atas dasar pemikiran bahwa pelaksanaan kedaulatan rakyat ditentukan oleh
Undang-Undang Dasar 1945, maka UUD 1945 yang menentukan bagian-bagian
mana dari kedaulatan rakyat yang diserahkan pelaksanaanya kepada badan atau
lembaga yang keberadaan, wewenang, tugas dan fungsinya ditentukan oleh
Undang-Undang Dasar 1945 itu bagian mana yang langsung dilaksanakan oleh
rakyat, artinya tidak diserahkan kepada lembaga atau badan manapun melainkan
langsung dilaksanakan oleh rakyat itu sendiri melalui pemilu.
4. Perubahan ketentuan ini mengalihkan Negara Indonesia dari sistem MPR
kepada sistem kedaulatan rakyat yang diatur melalui Undang-Undang Dasar
14. Lembaga Pemerintahan dan Perundang-undangan
14
1945. Undang-Undang Dasar-lah yang menjadi dasar dan rujukan utama dalam
menjalankan kedaulatan rakyat.
5. Perubahan ini menetapkan bahwa kedaulatan tetap ditangan rakyat, sedangkan
lembaga-lembaga negara melaksanakan bagian-bagian dari kedaulatan itu
menurut wewenang, tugas, dan fungsi yang diberikan oleh Undang-Undang
Dasar 1945. Dengan perubahan ini maka tidak dikenal lagi dengan istilah
lembaga tertinggi Negara ataupun lembaga tinggi Negara. Kedudukan masing-
masing lembaga Negara tergantung pada wewenang,tugas dan fungsi yang
diberikan oleh Undang-Undang.
Sedang menurut ketentuan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Presiden
Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang
Dasar.”
Sebagai pemegang kekuasaan Pemerintahan, maka Presiden dalam menjalankan
Pemerintahan Negara memegang kekuasaan dan tanggung jawab sebagai
penyelenggara tertinggi Pemerintahan Negara, sehingga Presiden juga penyelenggara
tertinggi Perundang-Undangan Negara bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
Selain itu, banyak pendapat yang menyatakan bahwa dengan perubahan UUD
1945 maka keberadaan Lembaga Tertinggi dan Lembaga Tinggi Negara sudah tidak
ada lagi, namun demikian jika dilihat dari rumusan alinea yang kelima yang
menyatakan bahwa “kedudukan masing-masing lembaga Negara tergantung pada
wewenang, tugas dan fungsi yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar 1945.”
Sebenarnya tidak ada lembaga Negara yang dapat menandingi kedudukan MPR,
apabila ditinjau dari wewenang, tugas, dan fungsinya yang diberikan oleh Undang-
Undang Dasar 1945.
Sebagai pemegang kekuasaan untuk menetapkan dan mengubah Undang-Undang
Dasar, maka Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah salah satunya lembaga yang
lebih utama dari lembaga-lembaga lainya. Dengan demikian sebutan Lembaga
Tertinggi atau Lembaga Tinggi Negara, bukan sesuatu yang harus dipermasalahkan,
15. Lembaga Pemerintahan dan Perundang-undangan
15
tetapi haruslah dipahami berdasarkan “wewenang, tugas dan fungsi yang diberikan
oleh Undang-Undang Dasar 1945”, oleh karena UUD 1945 Sebelum dan sesudah
diubah juga tidak pernah menyatakan adanya lembaga Tertinggi dan Lembaga Tinggi
Negara.
Untuk menjalankan tugas-tugas tersebut, diperlukan adanya peraturan perundang-
undangan, sehingga sebagai Presiden Republik Indonesia, ia adalah Kepala Negara
dan sekaligus Kepala Kepemerintahan Tertinggi Negara Republik Indonesia, yang
didalamnya tercangkup pula Penyelenggara Tertinggi perundang-undangan Negara.
Dalam tugasnya sebagai Penyelenggara Tertinggi Pemerintahan Negara, Presiden
dibantu oleh seorang Wakil Presiden, Pejabat-pejabat setingkat Mentri (Jaksa Agung
Republik Indonesia), Menteri-menteri Negara, dan juga Kepala Lembaga
Pemerintahan Non Departemen.
Sehubungan dengan perubahan UUD 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat
menghapus Dewan Pertimbangan Agung, maka sejak 28 Desember 2006 telah
disahkan dan diundangkan Undang-Undang No.19 Th. 2006 tentang Dewan
Pertimbangan Presiden.
Dewan Pertimbangan Presiden adalah Lembaga Pemerinah yang bertugas
memberikan nasehat dan pertimbangan kepada Presiden dalam menjalankan
kekuasaan pemerintahan Negara, baik diminta atau tidak diminta. Dalam rangka
menjalankan fungsinya Dewan Pertimbangan Presiden, atas permintaan Presiden
dapat mengikuti kunjungan kerja dan kunjungan kenegaraan.9
B. MENTERI-MENTERI NEGARA
Sesudah amandemen UUD 1945, penyebutan menteri-menteri yang membantu
Presiden seperti yang telah dijelaskan di atas mengalami beberapa perubahan. Tidak
9 Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-undangan: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, (Yogyakarta:
Kanisius, 2007), hal. 148
16. Lembaga Pemerintahan dan Perundang-undangan
16
hanya dalam hal penyebutannya saja, namun kedudukan, tugas, fungsi, susunan
organisasi, dan tata kerjanya mengalami beberapa perubahan pula yang nanti akan
penulis uraikan di pembahasan berikutnya.
Amandemen UUD 1945 menyatakan bahwa Presiden dalam penyelenggaraan
pemerintahan negara dibantu oleh Menteri-menteri Negara, hal ini dirumuskan pada
Pasal 17 sebagai berikut:
(1) Presiden dibantu oleh Menteri-menteri Negara
(2) Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden
(3) Setiap Menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan negara
(4) Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran Kementrian Negara diatur dalam
Undang-undang
Dapat dipahami bahwa Pasal 17 Ayat (3) sebelum amandemen UUD 1945
dihapus karena menimbulkan perbedaan penafsiran atau pemahaman dan dianggap
sudah tidak sesuai dengan praktiknya atau dengan keadaan yang sebenarnya.
Berdasarkan ketentuan Pasal 17 UUD 1945 setelah amandemen (Perubahan),
maka Menteri-menteri Negara yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden
tersebut tentunya bertanggung jawab kepada Presiden bukan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR). Dalam Pasal 17 setelah adanya perubahan tersebut letak
ketentuan mengenai kementerian negara ini masuk dalam Bab tersendiri dalam UUD
NRI Tahun 1945 (BAB V tentang Kementerian Negara) namun ditinjau dari
materinya, kementerian negara ini masih merupakan bagian dari kekuasaan
pemerintahan negara atau Presiden.
Meskipun kedudukan Menteri sebagai pembantu Presiden tentu saja berbeda
dengan kedudukan Wakil Presiden yang juga sama-sama sebagai pembatu Presiden.
Kedudukan Wakil Presiden lebih tinggi derajat dan bobot serta lingkup tugasnya
dibandingkan kedudukan menteri sebagai pembantu Presiden.
17. Lembaga Pemerintahan dan Perundang-undangan
17
Perbedaan mendasar materi pada Pasal 17 di atas setelah perubahan dan sebelum
perubahan terletak pada ayat (4). Pengesahan ayat (4) dilakukan pada Perubahan
Ketiga (2001), berbeda dengan dengan pengesahan ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
yang dilakukan pada Perubahan Pertama (1999). Pengesahan ayat (4) yang jauh
waktunya dibanding ayat (1), (2), (3) disebabkan rumusan ayat ini disusun dan
disahkan setelah terjadinya peristiwa pembubaran dua departemen (Departemen
Sosial dan Departemen Penerangan) oleh Presiden Abdurahman Wahid.10
Pasal 17 ayat (2) menegaskan bahwa pemilihan seseorang menjadi menteri dan
diberhentikan adalah merupakan hak prerogatif Presiden. Dengan demikian siapa
yang hendak diangkat sebagai menteri dan kapan akan diberhentikan dari jabatan
menteri sepenuhnya menjadi kekuasaan Presiden. Dalam memilih Presdien bebas
mengambil dari berbagai rekrutmen, tergantung kebutuhan zaman dan program kerja
yang disusunnya. Kondisi bangsa saat itu, dan bahkan sesuai kehendak dan seleranya
sendiri. Presiden dapat merekrtu menteri dari kalangan profesional, akademisi, atau
pakar, partai politik, tokoh masyarakat, birokrasi, militer, dan polisi, serta sumber-
sumber rekrutmen lainnya.
Walaupun demikian, namun dalam pelaksanaannya hal ini bergantung pada
kondisi riil perpolitikan nasional. Apabila sistem kepartaian yang dianut adalah
sistem multi partai dalam pengertian jumlah partai sangat banyak, maka besar
kemungkinan pilihan Presiden juga dipengaruhi partai politik yang menjadi
pendukung Presiden dalam pemilu maupun di DPR yang lazimnya akan membentuk
koalisi.11
Menteri-menteri Negara dalam membantu Presiden untuk melaksanakan bidang
urusan pemerintahan saat ini diatur dalam aturan Presiden No. 9 Thn. 2005 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementrian Negara
Republik Indonesia, yang ditetapkan dan mulai berlaku pada tanggal 31 Januari 2005.
10 Patrialis Akbar, Lembaga-lembaga Negara Menurut UUD NRI Tahun 1945, (Jakarta: Sinar Grafika,
2013), hal. 159-160
11 Ibid., hal. 162
18. Lembaga Pemerintahan dan Perundang-undangan
18
Dalam aturan Presiden itu, kita mendapati bahwa penyebutan “Menteri” pada UUD
1945 sebelum amandemen diubah menjadi “Kementrian” sesudah amandemen.
Berdasarkan Peraturan Presiden di atas, saat ini Kemenetrian Negara Republik
Indonesia terdiri atas:
1. Kementrian Koordinator
2. Kementrian yang berbentuk Departemen yang selanjutnya disebut
Departemen
3. Kementrian Negara
1. Kementrian Koordinator
Kementrian Koordinator adalah unsur pelaksana pemerintah, yang dipimpin oleh
Menteri Koordinator (Menko), yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Presiden.
Kementrian Koordinator mempunyai tugas membantu Presiden dalam
mengkoordinasikan perencanaan dan penyusunan kebijakan, serta mensinkronkan
pelaksanaan kebijakan di bidangnya.
Dalam melaksakan tugasnya, kementrian koordinator melaksanakan fungsi:
a. Koordinasi perencanaan dan penyusunan kebijakan di bidangnya
b. Sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidangnya
c. Pengendalian penyelengaraan kebijakan, sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan huruf b
d. Pengelolaan barang milik atau kekayaan negara yang menjadi tanggung
jawabnya
e. Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya
f. Pelaksanaan tugas tertentu yang diberikan oleh Presiden
g. Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan pertimbangan di bidang tugas
dan fungsinya kepada Presiden
19. Lembaga Pemerintahan dan Perundang-undangan
19
Saat ini terdapat tiga Kementrian Koordinator, yaitu:
1). Kementrian Koordinator bidang politik, hukum, dan keamanan yang mempunyai
tugas membantu Presiden dalam mengkoordinasikan perencanaan dan penyusunan
kebijakan serta mensinkronkan pelaksanaan kebijakan di bidang politik, hukum, dan
keamanan.
2). Kementrian Koordinator bidang perekonomian yang mempunyai tugas membantu
Presiden dalam mengkoordinasikan perencanaan dan penyususan kebijakan, serta
mensinkronkan kebijakan di bidang perekonomian.
3). Kementrian Koordinator bidang kesejahteraan rakyat, yang mempunyai tugas
membantu Presiden dalam mengkoordinasikan perencanaan dan penyusunan
kebijakan, serta mensinkronkan pelaksanaan kebijakan di bidang kesejahteraan rakyat
dan penanggulangan kemiskinan.
2. Departemen
Departemen adalah unsur pelaksana pemerintah, yang dipimpin oleh Menteri
yang berada dan bertanggung jawab kepada Presiden. Departemen mempunyai tugas
membantu Presiden dalam menyelengarakan sebagian tugas pemerintahan di
bidangnya masing-masing.
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, bahwa setelah penyusunan ayat (1),
(2), dan (3) terjadi pembubaran dua Departemen yakni Departemen Sosial dan
Departemen Penerangan.
Dalam melaksanakan tugasnya, setiap Departemen menyelenggarakan fungsi:
a. Perumusan kebijakan nasional, kebijakan pelaksaan, dan kebijakan teknis di
bidangnya
b. Pelaksanaan urusan pemerintahan sesuai dengan bidang tugasnya
c. Pengelolaan barang milik atau kekayaan negara yang menjadi tanggung
jawabnya
20. Lembaga Pemerintahan dan Perundang-undangan
20
d. Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya
e. Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan pertimbangan di bidang tugas
dan fungsinya kepada Presiden.
Saat ini berdasarkan Peraturan Presiden No. 9 Thn. 2005 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik
Indonesia terdapat 20 (dua puluh) Departemen, yang perumusan tugas dan fungsinya
masing-masing diatur dalam pasal-pasal sebagai berikut:
1) Departemen dalam Negeri – Pasal 29 dan Pasal 30
2) Departemen Luar Negeri – Pasal 31 dan Pasal 32
3) Departemen Pertahanan – Pasal 33 dan Pasal 34
4) Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia – Pasal 35 dan Pasal 36
5) Departemen Keuangan – Pasal 37 dan Pasal 38
6) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral – Pasal 39 dan Pasal 40
7) Departemen Perindustrian – Pasal 41 dan Pasal 42
8) Departemen Perdagangan – Pasal 43 dan Pasal 44
9) Departemen Pertanian – Pasal 45 dan Pasal 46
10) Departemen Kehutanan – Pasal 47 dan Pasal 48
11) Departemen Perhubungan – Pasal 49 dan Pasal 50
12) Departemen Kelautan dan Perikanan – Pasal 51 dan Pasal 52
13) Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi – Pasal 53 dan Pasal 54
14) Departemen Pekerjaan Umum – Pasal 55 dan Pasal 56
15) Departemen Kesehatan – Pasal 57 dan Pasal 58
21. Lembaga Pemerintahan dan Perundang-undangan
21
16) Departemen Pendidikan Nasional – Pasal 59 dan Pasal 50
17) Departemen Sosial – Pasal 61 dan Pasal 62
18) Departemen Agama – Pasal 63 dan Pasal 64
19) Departemen Kebudayaan dan Pariwisata – Pasal 65 dan Pasal 66
20) Departemen Komunikasi dan Informatika – Pasal 67 dan Pasal 68
3. Kementrian Negara
Kementrian Negara adalah unsur pelaksana pemerintah, yang dipimpin oleh
Menteri Negara yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Kementrian Negara mempunyai tugas membantu Presiden dalam merumuskan
kebijakan dan koordinasi di bidang tertentu dalam kegiatan pemetintahan negara.
Dalam melaksanakan tugasnya, Kementrian Negara menyelenggarakan fungsi:
a. Perumusan kebijakan nasional di bidangnya
b. Koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidangnya
c. Pengelolaan barang milik atau kekayaan negara yang menjadi tanggung
jawabnya
d. Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya
e. Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan pertimbangan di bidang tugas
dan fungsinya kepada Presiden
Saat ini berdasarkan Peraturan Presiden No. 9 Thn. 2005 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kelola Kerja Kementerian Negara
Republik Indonesia terdapat 10 (sepuluh) Kementerian Negara yang peruusan tugas
dan fungsinya masing-masing diatur dalam pasal-pasal sebagai berikut:
1) Kementerian Negara Riset dan Teknologi – Pasal 92 dan Pasal 93
2) Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah – Pasal 94 dan
Pasal 95
22. Lembaga Pemerintahan dan Perundang-undangan
22
3) Kementerian Negara Lingkungan Hidup – Pasal 96 dan Pasal 97
4) Kementerian Negara Pemerdayaan Perempuan – Pasal 98 dan Pasal 99
5) Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara – Pasal 100 dan Pasal 101
6) Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal – Pasal 102 dan Pasal 103
7) Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan – Pasal 104 dan Pasal 105
8) Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara – Pasal 106 dan Pasal 107
9) Kementerian Negara Perumahan Rakyat – Pasal 108 dan Pasal 109
10) Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga – Pasal 110 dan Pasal 111
Semua Kementerian tersebut dipimpin oleh seorang Menteri Negara yang
bertanggung jawab kepada Presiden. Namun, Menteri Negara yang memegang
Kementerian di atas tidak termasuk dalam lembaga-lembaga Pemerintahan dalam
Perundang-undangan, begitupun dengan Menteri Koordinator yang memegang
Kementerian Koordinator. Hanya Menteri-menteri Departemen (Menteri yang
memegang Departemen) yang merupakan lembaga pemerintahan dalam perundang-
undangan, dalam artian bahwa hanya menteri-menteri Departemen saja yang
berwenang untuk membentuk perundang-undangan yang bersifat mengikat.
Sedangkan untuk Menteri yang lainnya, mereka hanya berwenang membuat peraturan
di lingkungannya sendiri.
C. LEMBAGA PEMERINTAHAN NON DEPARTEMEN
Lembaga Pemerintahan Non Departemen didirikan dengan tujuan untuk
melaksanakan tugas khusus yang didelegasikan kepadanya oleh presiden12. Oleh
karena itu, LPND terletak dalam lingkup kekuasaan eksekutif, yang dipimpin oleh
Presiden. Selain itu, pembentukan dan pembubarannya tergantung pada keinginan
Presiden; Presiden dapat membentuk yang baru atau membubarkan yang lain semata-
mata tergantung pada keinginannya saja.
12 Lihat Pasal 1 ayat (1) Keputusan Presiden No.103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Kewenangan, Struktur Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen.
23. Lembaga Pemerintahan dan Perundang-undangan
23
Pada umumnya, pembentukan sebuah LPND dahulunya dilakukan dengan sebuah
keputusan presiden tersendiri. Meskipun, sejak pemerintahan Megawati
Soekarnoputri, pembentukan seluruh LPND dilakukan dengan sebuah Keputusan
Presiden saja, seperti Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001 (selanjutnya Keppres
No.103 Tahun 2001). Selanjutnya, setelah pengundangan UU No.10 Tahun 2004
pada 24 Juni 2004, seluruh Keputusan Presiden yang bersifat mengatur harus
dikategorikan dan harus berbentuk Peraturan Presiden13. Oleh karena itulah,
pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono menggunakan Peraturan Presiden dalam
melakukan perubahan terhadap Keppres No.103 Tahun 2001. Dengan menggunakan
Keputusan Presiden atau peraturan presiden dalam pembentukan atau pembubaran
sebuah LPND, Presiden harus mendasarkan pembentukan peraturan presiden atau
keputusan presiden itu pada perintah pembentukan, baik secara tegas maupun tidak,
dari UUD 1945, undang-undang, atau peraturan pemerintah14. Alasan hukum
mengapa peraturan presiden membutuhkan perintah pembentukannya karena
peraturan presiden terletak di bawah UUD 1945, undang-undang, dan peraturan
pemerintah dalam hirarki peraturan perundang-undangan15. Oleh karena itu
pembentukan peraturan presiden tidak boleh bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi derajatnya16.
Pada tanggal 13 September 2001, Presiden Megawati Soekarnoputri membatalkan
Keppres No.166 Tahun 2000 dan menggantikannya dengan Keppres No.103 Tahun
2001. Peraturan terakhir ini masih berlaku sampai sekarang meskipun telah
mengalami beberapa kali perubahan. Perubahan terakhir atas Keppres No.103 Tahun
2001 dilakukan oleh Peraturan Presiden No.11 Tahun 2005 tentang Perubahan
Kelima Keppres No.103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Kewenangan, Struktur Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Departemen (selanjutnya Perpres No.11 Tahun 2005). Keempat perubahan
sebelumnya dilakukan melalui Keputusan Presiden No. 3 Tahun 2002, Keputusan
13 Lihat Pasal 56 UU No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
14 Ibid, Pasal 11 dan Penjelasannya.
15 Ibid, Pasal 7 ayat (1).
16 Ibid, Pasal 7 ayat (5) dan Penjelasannya.
24. Lembaga Pemerintahan dan Perundang-undangan
24
Presiden No.46 Tahun 2002, Keputusan Presiden No.30 Tahun 2003, dan Keputusan
Presiden No.9 Tahun 2004. Sebelumnya, sebagaimana ditentukan dalam Keppres
No.103 Tahun 2001, terdapat dua puluh lima (25) LPND, namun, dalam proses
perubahan Keppres No.103 Tahun 2001, terdapat empat (4) LPND yang dibubarkan17
dan dibentuk sebuah LPND baru18. Saat ini terdapat 22 LPND, yaitu:
1. Lembaga Administrasi Negara (LAN);
2. Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI);
3. Badan Kepegawaian Negara (BKN);
4. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PERPUSNAS);
5. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS);
6. Badan Pusat Statistik (BPS);
7. Badan Standarisasi Nasional (BSN);
8. Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nasional (BAPETEN);
9. Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN);
10. Badan Intelijen Negara (BIN);
11. Lembaga Sandi Negara (LEMSANEG);
12. Badan Koordinasi Kelurga Berencana Nasional (BKKBN);
13. Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional (LAPAN);
14. Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL);
15. Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP);
16. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI);
17. Badan Pengajian dan Penerapan Teknologi (BPPT);
18. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM);
19. Badan Pertanahan Nasional (BPN);
17 Lihat Keputusan Presiden No.3 Tahun 2002, Keputusan Presiden No.30 Tahun 2003, Keputusan
Presiden No.9 Tahun 2004, dan Perpres No.11 Tahun 2005.
18 Lihat Keputusan Presiden No.46 Tahun 2002.
25. Lembaga Pemerintahan dan Perundang-undangan
25
20. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM);
21. Lembaga Ketahanan Nasional (LEMHANAS);
22. Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG).
23. Lembaga Informasi Nasional (LIN)
24. Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata (BP BUDPAR)
Secara teoritis, LPND dapat dikategorikan sebagai sebuah agensi eksekutif19
karena dikepalai oleh pimpinan tunggal20 yang dapat diberhentikan hanya
berdasarkan keinginan presiden semata, tanpa membutuhkan persetujuan dari
lembaga negara lainnya21.
Dengan menempatkan LPND di bawah presiden, Kepala atau Ketua LPND juga
akan bertanggung jawab langsung kepada presiden dan Kepala/Ketua LPND dapat
memberikan laporan, nasehat, dan pertimbangannya mengenai tugas khususnya
kepada presiden melalui menteri yang mempunyai kewenangan dalam
mengkoordinasikannya22. Terdapat beberapa menteri yang diberi tugas untuk
berkoordinasi dengan suatu LPND dalam pelaksanaan tugas dan kewenangannya.
Sebagai contoh, Menteri yang ditunjuk untuk mengkoordinasikan BPOM adalah
Menteri Kesehatan23. Hal ini merupakan konsekuensi hukum dari peraturan yang
membentuk LPND dan letak LPND dalam struktur ketatanegaraan Republik
Indonesia. Singkatnya, LPND ini memiliki kewenangan yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
19 GARY LAWSON, FEDERAL ADMINISTRATIVE LAW, West Group, 2nd edition, 2001, Hal.7.
dikutip dari Peneletian Badan Pengawasan Obat dan Makanan.
20 Ibid.
21 Lihat Pasal 109 Keppres No.103 Tahun 2001.
22 Lihat Pasal 105 Keppres No.103 Tahun 2001.
23 Lihat Pasal I Angka 3 Perpres No.11 Tahun 2005.
26. Lembaga Pemerintahan dan Perundang-undangan
26
D. DIREKTORAT JENDERAL DEPARTEMEN
Direktorat Jenderal Departemen ini mulai dikenal dengan dikeluarkannya
Keputusan Presiden No. 44 th. 1974, tentang pokok-pokok Organisasi Departemen
Republik Indonesia. Dengan adanya Keputusan Presiden tersebut, Direktur Jenderal
Departemen dapat mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang bersifat teknis.
Kewenangan ini timbul untuk melaksanakan lebih lanjut kebijaksanaan dari
Menterinya yang merupakan delegasian.
Saat ini kewenangan Direktorat Jenderal diatur pula dalam Peraturan Presiden
NO. 9 Th. 2005 tentang kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan, Organisasi, dan Tata
Kerja Kementerian Negara Republik Indonesi, dasarnya Pasal 74 sampai dengan
pasal 77.
Direktorat Jenderal adalah unsur pelaksana sebagian tugas dan fungsi Depertemen
yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri, dan dipimpin oleh
Direktur Jenderal.
Direktorat Jenderal mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan
standarisasi teknis dibidangnya, Dalam melaksanakan tugasnya Direktorat Jenderal
menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan perumusan kebijakan Depertemen dibidangnya.
b. Pelaksanaan kebijakan dibidangnya
c. Penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur dibidangnya.
d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi.
e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal.
Dengan demikian pada saat ini setiap Direktorat Jenderal Departemen dapat
mengeluarkan peraturan-peraturan yang bersifat teknis sesuai bidang tugas yang
dilimpahkan padanya.
27. Lembaga Pemerintahan dan Perundang-undangan
27
E. BADAN “HUKUM” NEGARA
Peristilahan Badan Hukum Negara ini mulai dikembangkan sejak berlakunya era
Reformasi, perubahan UUD 1945. Badan Hukum Negara adalah Lembaga Negara
atau Lembaga Pemerintahan yang dibentuk dengan suatu Undang-Undang, dan
berfungsi menyelenggarakan urusan-urusan yang berhubungan dengan bidang tugas
dan kewenanganya seperti Bank Indonesia.
Dalam Pasal 4 Undang-Undang No.23 Th.1999 tentang Bank Indonesia, yang
telah diubah dengan Undang-Undang No.3 Th.2004 tentang perubahan atas Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia,
dirumuskan tentang status Bank Indonesia sebagai berikut :
1. Bank Indonesia adalah Bank sentral Republik Indonesia
2. Bank Indonesia adalah Lembaga Negara yang independen dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas campur tangan Pemerintah atau
pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-
Undang.
3. Bank Indonesia adalah Badan Hukum berdasarkan Undang-Undang ini.
Selain itu dalam ketentuan umum Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Bank
Indonesia dirumuskan bahwa :
“Peraturan Bank Indonesia adalah ketentuan hukum yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia dan mengikat setiap orang atau badan dan dimuat dalam
Lembaga Negara.”
Berdasarkan rumusan dalam Undang-undang Bank Indonesia atau pasal-pasal
tersebut, dan dihubungkan dengan ketentuan dalam Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang
No. 10 Th. 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, maka
28. Lembaga Pemerintahan dan Perundang-undangan
28
peraturan Bank Indonesia merupakan salah satu jenis peraturan perundang-undangan
ditingkat pusat.24
F. PEMERINTAH DAERAH SESUDAH PERUBAHAN UUD 1945
Melalui sidang umum MPR tahun 1999 ada 9 Pasal mengenai pemerintahan
daerah yang digugat, yakni pasal 5 ayat satu, Pasal 7, Pasal 9, Pasal 13 ayat 2, Pasal
14, Pasal 15, Pasal 17 ayat 2 dan 3, Pasal 20, dan Pasal 21.
Kemudian, pada tanggal 18 Agustus 2000, MPR melalui sidang tahunan
menyetujui untuk melakukan perubahan kedua terhadap UUD 1945 dengan
mengubah atau menambah pasal 18, pasal 18 A, Pasal 18 B, Pasal 19, Pasal 20 ayat
5, pasal 20 A, pasal 22 A, Pasal 22 B, Bab IXA Pasal 25 E Bab X, Pasal 26 ayat2 dan
ayat 3, Pasal 27 ayat 3 Bab X A, Pasal 28 A, Pasal 28 B, Pasal 28 C, Pasal 28 D,
Pasal 28 E, Pasal 28 F, Pasal 28 G, Pasal 28 H, Pasal 28 I, Pasal 28 J Bab XII, Pasal
30 BAB XV, Pasal 36 A, Pasal 36 B, dan Pasal 36 C.
Ketentuan di dalam pasal 18 diubah, dan berikut Pasalnya:
Dalam Perubahan Kedua UUD 1945 Pasal 18 dirumuskan secara keseluruhan
sebagai berikut:
1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan
daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan
undang-undang.
2) Pemerintahan Daerah Provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan.
24 Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-undangan: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, (Yogyakarta:
Kanisius, 2007), hal. 178
29. Lembaga Pemerintahan dan Perundang-undangan
29
3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan
umum.
4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah
daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
5) Pemerintah Daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan
pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah
Pusat.
6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan Peraturan Daerah dan peraturan-
peraturan lainnya untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam
undang-undang.
Karena terjadi perubahan terhadap Pasal 18 UUD 1945, maka penjelasan UUD
1945 yang selama ini “ikut-ikutan” menjadi acuan dalam mengatur pemerintahan
daerah tidak berlaku lagi. Dengan demikian, satu-satunya sumber konstitusional
pemerintah daerah adalah Pasal 18, Pasal 18 A, dan Pasal 18 B. Selain meniadakan
kerancuan, penghapusan penjelasan Pasal 18 sekaligus juga sebagai penataan tatanan
UUD baik dari sejarah pembuatan, penjelasan (dibuat kemudian) maupun
meniadakan “keganjilan” bahkan “anomali”25 selain tidak lazim UUD memiliki
penjelasan, juga selama ini penjelasan dianggap sebagai sumber hukum di samping
(bukan sederajat dengan) ketentuan batang tubuh UUD.26
Perubahan Pasal 18 (baru) ini dimaksudkan untuk lebih memperjelas pembagian
daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi daerah provinsi dan
dalam daerah provinsi terdapat daerah kabupaten dan kota. Ketentuan Pasal 18 ayat 1
ini mempunyai keterkaitan erat dengan ketentuan Pasal 25 A mengenai wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Istilah “dibagi atas” (bukan “terdiri atas”)
25 Bagir Manan, menyongsong Fajar Otonomi Daerah, (Yoyakarta: Pusat Studi Hukum Fakultas
Hukum UII, 2001), hal. 7.
26 Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-undangan: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, (Yogyakarta:
Kanisius, 2007), Hal. 143
30. Lembaga Pemerintahan dan Perundang-undangan
30
dalam ketentuan Pasal 18 Ayat (1) bukanlah istilah yang digunakan secara kebetulan.
Istilah itu langsung menjelaskan bahwa negara kita adalah negara kesatuan di mana
kedaulatan negara berada di tangan pusat. Hal ini konsisten dengan kesepakatan
untuk tetap mempertahankan bentuk negara kesatuan. Berbeda dengan istilah “terdiri
atas” yang lebih menunjukan substansi federalisme karena istilah itu menunjukan
letak kedaulatan berada di tangan negara-negara bagian.27
Baik secara konseptual maupun hukum, Pasal-pasal baru pemerintahan daerah
dalam UUD memuat berbagai paradigma baru dan arah politik pemerintahan daerah
yang baru pula. Hal-hal tersebut tampak dari prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan
berikut:28
1. Prinsip daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan (Pasal 18 Ayat (2)). Ketentuan ini
menegaskan bahwa pemerintahan daerah adalah suatu pemerintahan otonom
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam pemerintahan daerah
hanya ada pemerintahan otonomi (termasuk tugas pembantuan). Prinsip baru
dalam Pasal 18 (baru) lebih sesuai dengan gagasan daerah membentuk
pemerintahan daerah sebagai satuan pemerintahan mandiri di daerah yang
demokratis. Tidak ada lagi unsur pemerintahan sentralisasi dalam
pemerintahan daerah. Gubernur, bupati, dan walikota semata-mata sebagai
penyelenggara otonomi di daerah.
2. Prinsip menjalankan otonomi seluas-luasnya (Pasal 18 Ayat (5)). Meskipun
secara historis UUD 45 menghendaki otonomi seluas-luasnya tetapi karena
tidak dicantumkan, yang terjadi adalah penyempitan otonomi daerah menuju
pemerintahan sentralisasi. Unutk menegaskan kesepakatan yang telah ada
pada saat penyusunan UUD 45 dan menghindari pengibirian otonomi menuju
sentralisasi, maka sangat tepat, Pasal 18 (baru) menegaskan pelaksanaan
27 MPR RI, Panduan dalam Memasyarakatkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
(Jakarta: Sekretariat Jenderal MRP RI, 2003), hal. 102-103.
28 Ibid
31. Lembaga Pemerintahan dan Perundang-undangan
31
otonomi seluas-luasnya. Daerah berhak mengatur dan mengurus segala urusan
atau fungsi pemerintahan yang oleh Undang-undang tidak ditentukan sebagai
yang diselenggarakan pusat.
3. Prinsip kekhusussan dan keragaman daerah (Pasal 18 A Ayat (1)) prinsip ini
mengandung makna bahwa bentuk dan isi otonomi daerah tidak harus
seragam (uniformitas) bentuk dan isi otonomi daerah ditentukan oleh berbagai
keadaan khusus dan keragaman setiap daerah.
4. Prinsip mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta
hak-hak tradisionalnya (Pasal 18 B Ayat (2)). Yang dimaksud masyarakat
hukum adat adalah masyarakat hukum (recht gameenschap) yang berdasarkan
hukum adat atau adat istiadat seperti desa, marga, negara, gampong,
meusanah, huta, negoric, dan lain-lain. Masyarakat hukum adalah kesatuan
masyarakat bersifat teritorial atau genealogis yang memiliki kekayaan sendiri,
memiliki warga yang dapat dibedakan dengan warga masyarakat hukum lain
dan dapat bertindak ke dalam atau keluar sebagai satu kesatuan hukum
(subjek hukum) yang mandiri dan memerintah diri mereka sendiri. Kesatuan-
kesatuan masyarakat hukum tidak hanya diakui tetapi dihormati artinya
mempunyai hak hidup yang sederajat dan sama pentingnya dengan kesatuan
pemerintahan lain seperti kabupaten dan kota.
Pengakuan dan penghormatan itu diberikan sepanjang masyarakat hukum dan
hak-hak tradisional masih nyata ada dan berfungsi (hidup), dan sesuai dengan
prinsip-prinsip negara kesatuan. Pembatasan ini perlu, untuk mencegah
tuntutan seolah-olah suatu masyarakat hukum masih ada sedangkan kenyataan
telah sama sekali berubah atau hapus antara lain karena terserap pada satuan
pemerintahan lainnya. Juga harus tunduk pada prinsip negara kesatuan.
5. Prinsip mengakui dan menghormati pemerintahan daerah yang bersifat khusus
dan istimewa (Pasal 18 G Ayat (1)). Ketentuan ini mendukung keberadaan
berbagai satuan pemerintahan bersifat khusus atau istimewa (baik di tingkat
provinsi, kabupaten, dan kota atau desa).
32. Lembaga Pemerintahan dan Perundang-undangan
32
6. Prinsip badan perwakilan dipilih langsung dalam suatu pemilihan umum
(Pasal 18 Ayat (3)). Hal ini telah terealisasi dalam pemilihan umum anggota
DPRD tahun 2004. Gubernur, bupati, dan walikota masing-masing sebagai
kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara
demokratis.29
7. Prinsip hubungan pusat dan daerah harus dilaksanakan secara selaras dan adil
(Pasal 18 A Ayat (2)). Prinsip ini diterjemahkan dalam UU No. 32 Thn. 2004
tentang pemerintahan daerah dengan menyatakan bahwa hubungan itu
meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan
sumber daya alam, dan sumber daya lainnya, yang dilaksanakan secara adil
dan selaras (Pasal 2 Ayat (5) dan (6)).
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 18 UUD 1945 Perubahan, kemudian
ditetapkanlah Undang-Undang No. 32 Th. 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang
merupakan pengganti Undang-Undang No. 22 Th. 1999 tentang Pemerintah Daerah.
Kewenangan Pemerintah daerah dalam perundang-undangan ialah membentuk
Peraturan Daerah yang kemudian dirumuskan secara lebih konkret dalam Pasal 136
Undang-Undang No. 32 Th. 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Yang berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 136
1) Perda ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan DPRD.
2) Perda dibentuk dalam rangka pengelengaraan otonomi daerah
provinsi/kabupaten/kota dan tugas pembantuan.
3) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penjabaran lebih lanjut
dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memerhatikan ciri
khas masing-masing daerah.
29 Menurut UU No. 18 Thn. 2001 Pasal 12 Ayat (1): “Gubernur dan wakil gubernur NAD dipilih
secara langsung setiap lima tahun melalui pemilihan yang demokratis, bebas, rahasia,serta
dilaksanakan secara jujur dan adil. Demikian pula dalam UUD no. 32 Thn 2004 Pasal 56 Ayat (1)
mengatur pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang
dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
33. Lembaga Pemerintahan dan Perundang-undangan
33
4) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang dengan bertentangan dengan
kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
5) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku setelah diundangkan dalam
lembaran daerah.
Berdasarakan rumusan dalam Pasal 18 ayat (6) UUD 1945 Perubahan dan Pasal
136 Undang-Undang No. 32 Th. 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka
kewenangan Pemerintah Daerah dalam Pembentukan Peraturan Daerah tersebut
diberikan secara atribusi, baik melalui pasal 18 ayat (6) UUD 1945 Perubahan, dan
Pasal 136 Undang-Undang No. 32 Th. 2004 tentang Pemerintaha Daerah.
G. KEPALA DAERAH
Dalam Pasal 24 ayat (1) Undang-undang No.32 Thn. 2004 tentang pemerintahan
daerah ditetapkan antara lain bahwa, setiap daerah dipimpin oleh kepala
pemerintahan daerah yang disebut kepala daerah. Selain itu, dalam Pasal 25 Huruf G
ditetapkan bahwa kepala daerah berfungsi untuk melaksanakan tugas dan wewenang
(lain) yang sesuai dengan pertaturan perundang-undangan. Rumusan tersebut sejalan
dengan ketentuan dalam Pasal 146 Undang-undang No. 32 Thn. 2004 tentang
pemerintahan daerah, yang menetapkan bahwa kepala daerah mempunyai
kewenangan untuk membentuk peraturan kepala daerah ataupun keputusan kepala
daerah seperti rumusan berikut:
Pasal 146
(1) Untuk melaksanakan Perda dan atas kuasa peraturan perundang-undangan,
kepala daerah menetapkan peraturan kepala daerah dan/atau keputusan kepala
daerah
34. Lembaga Pemerintahan dan Perundang-undangan
34
(2) Peraturan kepala daerah dan/atau keputusan kepala daerah sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (1), dilarang bertentangan dengan kepentingan umum Perda
dan pertauran perundang-undangan yang lebih tinggi.
Sebagai penyesuaian terhadap berlakunya Undang-undang No.10 Thn. 2004
tentang pembentukan peraturan perundang-undangan saat ini pembentukan ketentuan
yang bersifat mengatur (regeling) dilakukan dengan Peraturan Kepala Daerah,
sedangkan pembentukan ketentuan yang bersifat menetapkan (beschikking) dilakukan
dengan Keputusan Kepala Daerah.
35. Lembaga Pemerintahan dan Perundang-undangan
35
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Setiap Lembaga Pemerintahan punya proporsinya masing-masing dalam
pembentukan Undang-Undang Dasar 1945, artinya dalam Lembaga-lembaga tersebut
(Presiden, Mentri-mentri Negara, Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen,
Direktorat Jendral Departemen, Badan Negara, Pemerintah Daerah, Kepada Daerah)
mempunyai tugas dan wewenangnya masing-masing baik sebelum perubahan UUD
1945 maupun setelah perubahan UUD 1945.
Kekuasaan Presiden dalam pembentukan Undang-undang sebelum perubahan
UUD1945, Presiden bahkan merupakan lembaga yang memegang kekuasaan untuk
membentuk undang-undang. Sedangkan sesudah perubahan UUD1945, Presiden
masih pula dilibatkan seperti hak untuk mengajukan rancangan undang-undang,
pembahasan yang dilakukan secara bersama dengan DPR terhadap RUU dan
pengesahan RUU menjadi undang-undang yang juga dilakukan oleh pesiden.
Sebelum perubahan (amandemen) UUD 1945 presiden merupakan lembaga yang
memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang. Sedangkan sesudah amandemen
UUD1945 Presiden masih dilibatkan dalam pembentukan Undang-undang seperti hak
untuk mengajukan rancangan undang-undang, pembahasan yang dilakukan bersama
DPR terhadap rancangan Undang-undang dan pengesahan rancangan Undang-undang
menjadi Undang-undang yang juga dilakukan oleh presiden.
Berdasarkan Pasal 17 UUD 1945 (sebelum amandemen) tentang Menteri, Ayat
(1): Presiden dibantu oleh Menteri-menteri Negara; Ayat (2): Menteri-menteri itu
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden; Ayat (3): Menteri-menteri itu memimpin
Departemen Pemerintahan. Maka dari Pasal di atas dapat kita pahami bahwa dalam
melaksanakan tugasnya Presiden dibantu oleh para menteri yang berarti menteri pun
36. Lembaga Pemerintahan dan Perundang-undangan
36
memiliki pengaruh terhadap pembentukan perundang-undangan dalam mengajukan
rancangan undang-undang.
Menteri Negara yang termasuk dalam Lembaga-lembaga Pemerintah dalam
Perundang-undangan hanya Menteri Departemen (Menteri yang memegang
Departemen) sedangkan Menteri Koordinator dan Menteri Negara bukan merupakan
lembaga-lembaga pemerintah dalam perundang-undangan, sebab dalam pembentukan
perundang-undangan yang berwenang adalah Menteri Departemen. Menteri
Koordinator dan Menteri Negara hanya dapat membuat peraturan yang bersifat intern,
dalam lingkungannya sendiri jadi tidak berwenang membentuk peraturan yang
mengikat umum.
Amandemen UUD 1945 menyatakan bahwa Presiden dalam penyelenggaraan
pemerintahan negara dibantu oleh Menteri-menteri Negara, hal ini dirumuskan pada
Pasal 17 ialah (1) Presiden dibantu oleh Menteri-menteri Negara; (2) Menteri-menteri
itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden; (3) Setiap Menteri membidangi urusan
tertentu dalam pemerintahan negara; (4) Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran
Kementerian Negara diatur dalam Undang-undang.
Setelah Amandemen tersebut, yang merupakan lembaga pemerintahan dalam
perundang-undangan hanya Menteri-menteri Departemen (Menteri yang memegang
Departemen), dalam artian bahwa hanya menteri-menteri Departemen saja yang
berwenang untuk membentuk perundang-undangan yang bersifat mengikat.
Sedangkan untuk Menteri yang lainnya, mereka hanya berwenang membuat peraturan
di lingkungannya sendiri.
Direktorat Jenderal Departemen (sebelum amandemen) dapat mengeluarkan
peraturan perundang-undangan yang bersifat teknis sesuai dengan Keputusan Presiden No.
44 th. 1974, tentang pokok-pokok Organisasi Departemen Republik Indonesia, ini
berarti bahwa Direktorat Jenderal dapat mengeluarka Peraturan-peraturan atas
namanya sendiri yang isinya memberikan rincian yang bersifat teknis, dan
kebijaksanaan pelaksanaan bidang pemerintahan yang digariskan oleh menteri”.
37. Lembaga Pemerintahan dan Perundang-undangan
37
Lembaga Pemerintahan Non Departemen didirikan dengan tujuan untuk
melaksanakan tugas khusus yang didelegasikan kepadanya oleh presiden. Oleh
karena itu, LPND terletak dalam lingkup kekuasaan eksekutif, yang dipimpin oleh
presiden. Selain itu, pembentukan dan pembubarannya tergantung pada keinginan
presiden; presiden dapat membentuk yang baru atau membubarkan yang lain semata-
mata tergantung pada keinginannya saja. Semua Lembaga Pemerintahan Non
Departemen memiliki kewenangan yang sesuai dengan peraturan perundang-undang
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Badan Negara sebelum amandemen UUD1945 merupakan lembaga-lembaga
Pemerintahan yang dibentuk dengan suatu Undang-Undang dan berfungsi
menyelenggarakan urusan-urusan yang berhubungan dengan kesejahteraan
masyarakat, sedangkan sesudah amandemen UUD 1945 ada beberapa pembaharuan
Pasal tentang Badan Negara.
Pemerintahan Daerah sebelum Perubahan UUD 1945 menurut Undang-Undang
No. 5 Th. 1974 pembentukan Peraturan Daerah dilakukan bersama-sama oleh Kepala
Daerah dan DewanPerwakilan Rakyat Daerah, sedangkan setelah Perubahan UUD
1945 perubahan Pasal diberlakukan guna menyesuaikan dengan dinamika yang ada
sekarang.
Kepala Daerah sebelum amandemen UUD 1945, berwenang membentuk suatu
kepemerintahan yang sifatnya pemerintahan dan delegasian, sesudah amandemen
UUD 1945 Kepala Daerah masih berwenang membentuk suatu peraturan perundang-
undangan yang sifatnya pemerintahan sesuai daerah yang dipimpinya sesuai Pasal
146 UUD 1945.
38. Lembaga Pemerintahan dan Perundang-undangan
38
DAFTAR PUSTAKA
Bagir Manan, menyongsong Fajar Otonomi Daerah, (Yoyakarta: Pusat Studi Hukum
Fakultas Hukum UII, 2001).
Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-undangan: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan,
(Yogyakarta: Kanisius, 2007).
Patrialis Akbar, Lembaga-lembaga Negara Menurut UUD NRI Tahun 1945, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2013).
Pasal 1 ayat (1) Keputusan Presiden No.103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas,
Fungsi, Kewenangan, Struktur Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Departemen.
MPR RI, Panduan dalam Memasyarakatkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945, (Jakarta: Sekretariat Jenderal MRP RI, 2003).
Keputusan Presiden No.3 Tahun 2002, Keputusan Presiden No.30 Tahun 2003,
Keputusan Presiden No.9 Tahun 2004, dan Perpres No.11 Tahun 2005.
Pasal 1 ayat (1) Keputusan Presiden No.103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas,
Fungsi, Kewenangan, Struktur Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Departemen.
Pasal 56 UU No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan.