2. DEFENISI
Menurut FI IV :
Obat tetes hidung (OTH) adalah obat tetes yang
digunakan untuk hidung dengan cara meneteskan
obat kedalam rongga hidung, dapat mengandung
zat pensuspensi, pendapar dan pengawet.
3. DEFENISI
Menurut British Pharmakope 2001
Tetes hidung dan larutan spray hidung adalah
larutan, suspensi atau emulsi yang digunakan
untuk disemprotkan atau diteteskan ke dalam
rongga hidung
4. SEJARAH
• Dahulu sediaan untuk hidung ini dinamakan
COLLUNARIA, yang mengandung bermacam-
macam jenis minyak sebagai pembawa.
Kemudian berkembang pengetahuan bahwa
meneteskan minyak ke dalam rongga hidung
mungkin berbahaya, maka kemudian digunakan
cairan berair sebagai pembawa.
• Pada tahun-tahun terakhir berkembang bahwa
cairan pembawa harus isotonis dan ditambahkan
pengawet dan tidak mempengaruhi pergerakan
cilia pada hidung.
5. KOMPOSISI
Umumnya OTH mengandung zat aktif :
• Antibiotika (ex : Kloramfenikol, neomisin Sultat,
Polimiksin B Sultat)
• Sulfonamida
• Vasokonstriktor
• Antiseptik / germiside (ex : Hldrogen peroksida)
• Anestetika lokal (ex : Lidokain HCl)
6. Pada dasarnya sediaan obat tetes hidung sama
dengan sediaan cair lainnya karena
bentuknya larutan atau suspensi; sehingga
untuk teori sediaan, evaluasi, dll mengacu
pada larutan atau suspensi.
7. BAHAN PEMBAWA
• Umumnya digunakan air
• Pembawa lain : propilenglikol
• Minyak lemak atau minyak mineral tidak boleh
digunakan sebagai cairan pembawa obat tetes hidung
• Dalam pembawa minyak yang dulu digunakan untuk aksi
depo sekarang tidak lagi digunakan karena dapat
menimbulkan pnemonia Upoid jika masuk mencapai
paru-paru.
• Sediaan OTH tidak boleh mengganggu aksi pembersih
cillia epithelia pada mukosa hidung.
8. Agar aktivitas cillla epithelial tidak terganggu maka
• Viskositas larutan harus seimbang dengan
viskositas mukus hidung. pH sekresi hidung
dewasa sekitar 5,5-6,5 sedangkan anak-anak
sekitar pH 5-6.7
• pH sediaan sedikit asam mendekati netral.
• Larutan Isotonis atau Larutan sedikit hipertonis.
10. PENSUSPENSI
• Dapat digunakan sorbitan (span), polisorbat
(tween) atau surfaktan lain yang cocok,
kadar tidak boleh melebihi dari 0,01 %b/v.
11. PENGENTAL
• Untuk menghasilkan viskositas larutan yang
seimbang dengan viskositas mucus hidung
(agar aksi cillia tidak terganggu). Sering
digunakan :
- Metil selulosa (Tylosa) = o,1 -0.5 % ;
- CMC-Na = 0.5-2 %
• Larutan yang sangat encer/sangat kental
menyebabkan iritasi mukosa hidung.
12. PENGAWET
• Umumnya digunakan :
- Benzolkonium Klorida = O.01 – 0,1 %b/v
- Klorbutanol = 0.5-0.7 % b/v
• Pengawet antimikroba digunakan sama
dengan yang digunakan dalam pengawetan
larutan obat mata.
13. TONISITAS
• Kalau dapat larutan dibuat isotonis
(0.9 % NaCI) atau sedikit hipertonis dengan
memakai NaCl atau dekstrosa
14. STERILISASI
• Sediaan hidung steril disiapkan menggunakan
metoda dan material yang dirancang untuk
memastikan sterilitas dan untuk menghindari
paparan dari kontaminan dan pertumbuhan dari
jasad renik, rekomendasi pada aspek ini disiapkan
dalam bentuk teks pada metoda produksi sediaan
yang steril (BP 2001).
• Sediaan tetes hidung harus steril
15. CARA STERILISASI
• Filtrasi dengan menggunakan filter membran
dengan ukuran pori 0,45µm atau 0,2 µm.
• Panas kering
• Autoclaving
• Sterilisasi gas dengan etilen oksida
17. WADAH DAN PENYIMPANAN
• Penyimpanan dilakukan didalam suatu kontainer yang
yang tertutup baik, jika sediaan steril, simpanlah di
dalam wadah steril, yang kedap udara.
• Label sediaan tetes hidung harus mengandung hal-hal
berikut (BP 2001) :
· nama dan jumlah bahan aktif
· instruksi penggunaan sediaan tetes hidung
· tanggal kadaluarsa
· kondisi penyimpanan sedian tetes hidung