2. PENDAHULUAN
Agama samawi adalah agama yang diajarkan oleh Tuhan kepada Nabi atau Rasul untuk
disampaikan kepada seluruh umatnya. Maksudnya adalah bahwa ajaran samawi berlaku hanya
pada umat manusia dizamannya kemudian diperbaiki dengan ajaran agama selanjutnya dan
selanjutnya hingga berakhir kepada ajaran agama terakhir kepada Nabi dan Rasul terakhir yaitu
Rasulullah Muhammad SAW.
Dalam agama Samawi, termasuk Islam, Yahudi, dan Kristen, pandangan terhadap riba atau
bunga adalah hal yang penting. Pandangan ini didasarkan pada ajaran-ajaran agama yang
dianggap suci oleh umat masing-masing agama tersebut.
Secara umum, pandangan riba dalam agama-agama Samawi berakar pada keadilan, kebaikan
sosial, dan kepedulian terhadap sesama manusia. Tujuannya adalah untuk mendorong praktik
ekonomi yang adil, menghindari eksploitasi, dan mempromosikan kehidupan yang bermartabat
bagi semua orang.
3. PANDANGAN RIBA DALAM AGAMA SAMAWI
Meskipun ajaran samawi ada yang bersifat temporal namun ada juga ajarannya yang berlaku selamanya.
Seperti pelarangan praktik Riba yang ada dalam kitab suci Taurot, Injil dan Al Quran. Ketiga kitab suci itu
diberikan Tuhan kepada Nabi dan Umat yang berbeda zamannya.
Kitab Taurot diberikan Allah swt kepada Nabi Musa hingga duturunkannya kitab baru bernama Injil kepada
Nabi Isa. Begitu pula kitab Injil hanya berlaku sampai diturunkannya kitab Al Quran kepada Nabi Muhammad
saw.
Kesamaan dari ketiga kitab suci tersebut dalam melarang manusia melaksanakan praktik Riba menandakan
bahwa ajaran samawi selain ada yang berbeda (temporal) juga ada yang sama (universal). Sebagai contoh
adalah ajaran yang ada di dalam Kitab Suci Al Quran yang menyatakan bahwa ajaran yang ada di dalam kitab
suci Taurot dan Injil tidak boleh dibenarkan ataupun di salahkan kecuali ada dalilnya di dalam Al Quran.
Di dalam Kitab Suci Taurot dan Injil mengajarkan tentang ayat-ayat yang melarang praktik Riba dan di dalam
Al Quran juga ada dalilnya sehingga boleh kita katakan bahwa Riba dilarang oleh Tuhan melalui kitab-kitab
suci yang telah diturunkan dan diajarkan kepada manusia.
4. PANDANGAN RIBA DALAM AGAMA YAHUDI
Agama Yahudi melarang implementasi sistem bunga. Bahkan mengecam keras sistem tersebut
dalam transaksi apa pun, seperti yang termuat dalam kitab-kitab Yahudi sebagai berikut:
1, Kitab Eksodus (Keluaran) pasal 22 ayat 25: "Jika engkau meminjamkan uang kepada salah
seorang ummatku, orang yang miskin di antaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai
penagih hutang terhadap dia, janganlah engkau bebankan bunga terhadapnya".
2. Kitab Deuteronomy (Ulangan) pasal 23 ayat 19 " Janganlah engkau membungakan kepada
saudaramu, baik uang . maupun bahan makanan, atau apa pun yang dapat dibungakan".
3. Kitab Levicitus (Imamat) pasal 35 ayat 7 "Janganlah engkau mengambil bunga uang atau riba
darinya, melainkan engkau hams takut akan Allahmu, supaya saudaramu bisa hidup di antaramu.
Janganlah engkau memberi uangmu kepadanya dengan meminta b;unga, juga makananmu
janganlah kau berikan dengan meminta riba".
5. PANDANGAN RIBA DALAM AGAMA YAHUDI
4. Dan pada pasal 36 disebutkan: " Supaya ia dapat hidup di antaramu janganlah engkau
mengambil bunga uang atau riba dari padanya, melainkan engkau harus takut akan Allahmu,
supaya saudaramu dapat hidup diantaramu".
• Akan tetapi orang Yahudi berpendapat bahwa riba itu hanyalah terlarang kalau dilakukan
dikalangan sesama Yahudi, dan tidak dilarang dilakukan terhadap kaum yang bukan Yahudi.
Mereka mengharamkan riba sesama mereka tetapi menghalalkannya kalau pada pihak yang lain.
Dan inilah yang menyebabkan bangsa Yahudi terkenal memakan riba dari pihak selain kaumnya.
Berkaitan dengan kezaliman kaum Yahudi, Allah SWT berfirman dalam al-Qur'an surat al-Nisa'
ayat 160-161 secara tegas menyatakan bahwa perbuatan riba atau memakan harta orang lain
dengan jalan batil, dan Allah akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih
6. PANDANGAN RIBA DALAM AGAMA NASRANI
Berbeda dengan orang Yahudi, umat Nasrani memandang riba haram dilakukan bagi semua orang tidak
terkecuali siapa orang tersebut dan dari agama apapun, baik dari kalangan Nasrani sendiri ataupun non-
Nasrani.
Menurut mereka (tokoh-tokoh Nasrani) dalam perjanjian lama kitab Deuntoronomy pasal 23, pasal 19
disebutkan: "Janganlah engkau membungakan uang terhadap saudaramu baik uang maupun bahan makanan
atau apapun yang dapat dibungakan" (Gedung Pusat Pengembangan Islam. hlm. 11).
Kemudian dalam perjanjian baru di dalam Injil Lukas ayat 34 disebutkan: "Jika kamu menghutangi kepada
orang yang engkau harapkan imbalannya, maka di mana sebenarnya kehormatan kamu. Tetapi berbuatlah
kebaikan dan berikanlah pinjaman dengan tidak mengharapkan kembalinya, karena pahala kamu sangat
banyak" (Muhammad. hlm. 39).
7. PANDANGAN RIBA DALAM AGAMA NASRANI
Pengambilan bunga uang dilarang gereja sampai pada abad ke-13M. pada akhir abad ke-13
timbul beberapa faktor yang menghancurkan pengaruh gereja yang dianggap masih sangat
konservatif dan bertambah meluasnya pengaruh mazhab baru, maka piminjaman dengan
dipungut bunga mulai diterima masyarakat. Para pedagang berusaha menghilangkan pengaruh
gereja untuk menjustifikasi beberapa keuntungan yang dilarang oleh gereja.
Ada beberapa tokoh gereja yang beranggapan bahwa keuntungan yang diberikan sebagai
imbalan administrasi dan kelangsungan organisasi dibenarkan karena bukan keuntungan dari
hutang. Tetapi, sikap pengharaman riba secara mutlak dalam agama Nasrani dengan gigih
ditegaskan oleh Martin Luther, tokoh gerakan Protestan. Ia mengatakan keuntungan semacam itu
baik sedikit atau banyak, jika harganya lebih mahal dari harga tunai tetap riba (Gedung Pusat
Pengembangan Islam. hlm. 12)
8. PANDANGAN RIBA DALAM AGAMA ISLAM
Sejak zaman Nabi Muhammad SAW, riba telah dikenal pada saat turunnya ayat-ayat yang
menyatakan larangan terhadap transaksi yang mengandung riba sesuai dengan masa dan
periode turunnya ayat tersebut sampai ada ayat yang melarang dengan tegas tentang riba.
Bahkan istilah dan persepsi tentang riba begitu mengental dan melekat di dunia Islam.
Kegiatan transaksi yang mengandung riba merupakan kegiatan transaksi yang secara tegas
diharamkan bahkan pengharamannya telah menjadi aksioma dalam ajaran Islam. Riba
merupakan transaksi yang mengandung unsur eksploitasi terhadap para peminjam (debitur)
bahkan merusak akhlak dan moralitas manusia.
Sedikit atau banyaknya riba, memang masih menjadi perdebatan, hal ini dikerenakan bahwa riba
Jahiliyah yang dengan jelas dilarangnya riba adalah yang berlipat ganda (ad'afan mudha'afah).
Landasan dari riba dalam al-Qur'an surat al-Imran ayat 130:
اَهُّيَأََٰٓي
ََِينذَّٱل
َ
واُنَماَء
ََ
ل
َ
واُلُكْأَت
َ
ا َٰٓوَب ِ
ٱلر
اًفَعْضَأ
َ
ًةَفَعَضُّم
َۖ
َ
واُقَّتٱ َو
َ
َ َّ
ٱّلل
َ
َل
َ
ْمُكَّلَع
ََونُحِلْفُت
Arti : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba berlipat ganda dan
bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntungan"
9. PANDANGAN RIBA DALAM AGAMA ISLAM
Tetapi bila ditinjau dari keseluruhan ayat-ayat riba, seperti al- Baqarah ayat 275 (mengharamkan riba),
ayat 276 masih dalam surat al-Baqarah menyatakan bahwa Allah menghapus keberkahan riba dan
demikian pula dalam surat al-Baqarah ayat 278-279, yang menegaskan tentang pelarangan riba,
meskipun sedikit pengambilan bunga (tambahan) tersebut tetap dilarang, hal ini menunjukkan bahwa
tujuan ideal al-Qur'an adalah menghapus riba sampai membersihkan unsur- unsurnya.
Dalam surat al-Baqarah ayat 278-279 menjelaskan secara tegas terhadap pelarangan pelaku riba:
• اَهُّيَأََٰٓي
ََِينذَّٱل
َ
واُنَماَء
َ
واُقَّتٱ
َ
َ َّ
ٱّلل
َ
واُرَذ َو
اَم
َ
َىِقَب
ََنِم
َ
ا َٰٓوَب ِ
ٱلر
نِإ
مُتنُك
َ
ُّم
ََينِنِمْمْؤ
• نِإَف
َ
ْمَّل
َ
واُلَعْفَت
َ
واُنَذْأَف
َ
ب ْرَحِب
ََنِم
َ
ِ َّ
ٱّلل
ۦِهِلوُس َر َو
َۖ
نِإ َو
َ
ْمُتْبُت
َ
ُكَلَف
َ
ْم
َُوسُءُر
َ
ْمُكِل َوْمَأ
ََ
ل
ََونُمِلْظَت
ََ
ل َو
ََونُمَلْظُت
Arti : “Hai orang-orang beriman, bertakwalah pada Allah dan tinggalkan sisa riba jika kamu orang-orang
yang beriman. Maka jika kamu tidak melaksanakan (apa yang diperintahkan ini) maka ketahuilah,
bahwa akan terjadi perang dahsyat dari Allah dan RosulNya dan jika kamu bertaubat maka bagi kamu
pokok harta kamu, kamu tidak dianiaya dan tidak (pula) dianiaya”.
10. KESIMPULAN
1. Semua agama samawi, baik Yahudi, Kristen, maupun Islam, riba menegaskan bahwa riba
sangatlah berbahaya bagi kehidupan sosial sebab mengarah pada permusuhan dan
kehancuran.
2. Praktek riba juga menciptakan kehidupan yang tidak berkeadilan, kesenjangan, serta tidak
jarang menimbulkan ketimpangan dan kecemburuan sosial.
3. Dalam perkembangannya, riba tidaklah hanya terjadi sebatas pada perkara hutang-piutang
sebagaimana yang kerap dijumpai di tengah masyarakat, namun riba juga sangat mungkin
terjadi dalam hal jual-beli, terutama jika terkena pada benda-benda atau komoditi ribawi
seperti yang tersebut dalam hadis Nabi Saw