Sistem pengelolaan sampah di Kota Tangerang belum berjalan dengan optimal karena belum adanya grand design yang jelas dan terintegrasi. Dokumen ini membahas analisis kondisi pengelolaan sampah saat ini dan memberikan rekomendasi untuk meningkatkan sistem pengelolaan sampah secara menyeluruh yang memperhatikan aspek teknis, kelembagaan, pembiayaan, peraturan, dan peran masyarakat."
1. PERENCANAAN
SISTEM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN
I. LATAR BELAKANG
Sampah merupakan salah satu permasalahan yang di hadapi Kota Tangerang, yang sampai
dengan saat ini belum dapat tertangani secara baik. Berbagai upaya penanganan yang disertai
pengalokasian anggaran yang cukup besar telah dilakukan, namun hasil yang diharapkan masih
kurang optimal. Kondisi ini tercermin dari tingkat pelayanan sampah yang hanya mencapai 70%
dari minimal yang dipersyaratkan sebesar 80%.
Faktor utama yang mempengaruhi kurang optimalnya kinerja penanganan sampah adalah belum
tersedianya grand design penanganan sampah dengan target dan fokus sasaran yang jelas,
sehingga rencana kegiatan yang dilaksanakan terkesan reaktif, parsial dan tidak terinterasi.
Hakekatnya upaya penanganan sampah harus memperhatikan aspek kelembagaan, sarana
prasarana, pembiayaan, maupun peran serta masyarakat. Oleh karenannya upaya penanganan
tidak dapat dilakukan secara parsial, namun harus secara sistematik dan komprehensif dengan
memperhitungkan aspek-aspek tersebut
II. MAKSUD DAN TUJUAN
Mengidentifikasi permasalahan dan peningkatan sistem pengelolaan persampahan di Kota
Tangerang.
Adapun tujuannya memberikan alternatif rekomendasi peningkatan sistem
pengelolaan persampahan, dalam aspek:
a. teknik operasional,
b. kelembagaan,
c. pembiayaan,
d. peraturan, dan
e. peran serta masyarakat.
III. METODA ANALISA
Melakukan penilaian pada beberapa aspek yang terkait dengan pengelolaan sampah berdasarkan
prinsip-prinsip, standar, dan kriteria perencanaan. Aspek yang dinilai adalah:
a. Aspek Timbulan, Volume Dan Komposisi Sampah Serta Teknis Operasional.
Penilaian aspek ini bertujuan untuk mengetahui cakupan dan tingkat pelayanan
kebersihan
b.
Aspek Pembiayaan.
Penilaian aspek pembiayaan bertujuan untuk mengetahui tata cara pembiayaan, jenis
dan besaran biaya untuk pengelolaan (biaya investasi, operasional dan pemeliharaan
kebersihan)
c.
Aspek Kelembagaan
Penilaian aspek kelembagaan bertujuan untuk mengetahui organisasi yang terlibat
dalam pengelolaan sampah dan kapasitas sumber daya manusia, tingkat hubungan
kerjasama antara instans pengelolaan sampah dengan perguruan tinggi, swasta, LSM,
dan masyarakat; pembagian peran pada fungsi regulator dan operator pengelolaan
2. sampah serta mengkaji kemungkinan pelibatan swasta, lembaga non pemerintah, dan
masyarakat secara formal dalam pengelolaan sampah.
d.
Aspek Peran Serta Masyarakat
Penilaian aspek ini bertujuan untuk mengetahui keterlibatan dan kontribusi masyarakat
maupun program-program pengelolaan sampah yang dijalankan oleh lembaga non
pemerintah dan masyarakat; tingkat hambatan dan faktor keberlanjutan untuk
program-program pengelolaan sampah yang mengikutsertakan masyarakat.
IV. HASIL KAJIAN
I.
KONDISI EKSISTING PENGELOLAAN SAMPAH KOTA TANGERANG
a) Pengelolaan Sampah
Pengelolaan sampah di Kota Tangerang dikembangkan menjadi dua bagian, yaitu:
Sampah yang dihasilkan dari sumbernya sampai dengan ke Tempat Pembuangan
Sementara (TPS) menjadi tanggung jawab masyarakat.
sampah dari TPS hingga ke TPA menjadi tanggung jawab Pemerintah Kota Tangerang
Skema Pengelolaan Sampah
Masyarakat
Tahap I
Pewadahan /
Pengumpulan
Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Tahap II
Pengangkutan
dari TPS
Tahap III
Pengolahan
Akhir
Sumber
TPS
b)
TPA
Timbunan dan karakterisitik sampah
Sumber Sampah sebagian besar berasal dari sampah permukiman (domestik), yang
mencapai 2.977 m3/hari.
Besaran timbulan sampah diperkirakan sebesar 2,18 liter/orang/hari, dengan laju
pertumbuhan timbulan sampah 0,5% per tahun..
Tingkat pelayanan pengangkutan sampah pada tahun 2009 mencapai 75%, dengan
jumlah sampah yang terangkut 2.592 m3/hari ( sumber dinas kebersihan)
Komposisi sampah didominasi oleh sampah organik yang mencapai 84,7%,
sedangkan sampah anorganik yang berpotensi untuk di daur ulang sebesar 11,7%.
3. Komposisi Makro
A. Organik
Komposisi Mikro
%
Sisa Makanan
82,8
Kayu
1,1
Batok Kelapa
0,7
Tulang
0,0
Sub Total A 84,7
B. Anorganik Potensi Daur Ulang
1. Kresek
2. Plastik HDPE
3. Plastik PP, PE
a) Plastik
b) Kertas
c) Kaleng
d) Kaca
1. Botol
2. Kaca
e) Kain
C. Anorganik Tidak Potensi Daur Ulang
D. B3
E. Lain-Lain
TOTAL
c)
Pewadahan dan Pengumpulan
Jumlah pewadahan sampah tercatat sebanyak 923 unit pada tahun 2009 dan
mengalami penurunan menjadi 825 unit pada tahun 2010 dikarenakan adanya
pewadahan yang hilang ataupun rusak. Jenis dan jumlah pewadahan sampah terdiri
dari tps pasangan bata: 62 unit, tps kerucut: 335 unit, tps bin: 226 unit, tps
container: 94 unit dan tps beton: 206 unit.
d)
Sub Total B
1. Plastik Kemasan
Sub Total C
1. Bohlam
2. Baterai
Sub Total D
1. Diaper dan sejenisnya
2. Karet
3. Sandal
4. Styrofoam
Sub Total E
3,4
0,9
2,5
2,7
0,1
0,4
0,2
1,3
11,7
1,6
1,6
0,0
0,0
0,0
1,3
0,1
0,3
0,3
2,0
100,
Proses pengumpulan sampah di jalan, dilakukan melalui penyapuan jalan oleh 400
petugas, dengan wilayah kerja sepanjang jalan protokol.
Pemindahan dan Pengangkutan
Pola pengoperasian pengangkutan sampah dilakukan melalui dua cara, yaitu
Pola langsung/door to door (Pola ‘jalur’, ‘masing-masing kecamatan’ dan
‘sweeping’) yaitu mengambil langsung dari sumber sampah sepanjang jalur
yang dilewatinya. Sistem ini dilakukan dengan mengerahkan 104 armada dump
truck yang terdiri dari 86 unit untuk pola ‘jalur’, 13 unit untuk pola ‘masingmasing kecamatan’, dan 1 unit untuk pola ‘sweeping’
Pola tidak Langsung (Pola ‘pasar’ dan ‘TPS Container’) dimana sampah telah
terlebih dahulu dikumpulkan dari sumbernya dan kemudian dipindahkan ke
dalam truk untuk dibawa ke TPA. Sistem ini dilakukan dengan mengerahkan 6
dump truck untuk pola ‘pasar’ dan 11 arm roll truck untuk pola ‘TPS Container’.
4.
Pengoperasian kendaraan pengangkut sampah dilakukan sebanyak 2 ritase/hari
dengan total supir sebanyak 138 orang (83 orang berstatus PNS dan 55 orang
Tenaga Harian Lepas) dan 400 orang kenek.
Jumlah total kendaraan pengangkut sampah pada tahun 2010 tercatat sebanyak 130
unit, dimana 13 unit dalam kondisi rusak (tak dapat dioperasikan), sehingga hanya
tersisa 117 unit. Dan dari 117 unit tersebut yang memiliki umur di bawah 10 tahun
(tahun 2001 ke atas) berjumlah 41 unit, atau sekitar 35%.
Kendaraan pengangkut sampah
Tahun
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1999
2001
2002
2003
2005
2006
Jumlah
e)
Dump Truck (unit)
Beroperasi
Rusak
Jumlah
13
5
18
7
1
8
24
2
26
4
0
4
15
0
15
5
0
5
4
0
4
9
0
9
0
0
0
14
0
14
2
0
2
9
0
9
106
8
114
Arm Roll Truck (unit)
Beroperasi
Rusak Jumlah
1
0
1
0
1
1
0
0
0
0
2
2
0
1
1
3
1
4
0
0
0
0
0
0
4
0
4
2
0
2
1
0
1
0
0
0
11
5
16
Jumlah
(unit)
19
9
26
6
16
9
4
9
4
16
3
9
130
TPA dan Pengolahan Sampah
Terdapat dua TPA, yaitu TPA Rawakucing seluas 34,8 ha yang terletak di Kecamatan
Neglasari (saat ini digunakan) dan TPA Jatiwaringin seluas 10 Ha yang terletak di
Kabupaten Tangerang, (belum digunakan)
TPA Rawakucing menerima sampah sebesar 2.440 m3/hari dengan pengolahan
sampah masih menggunakan sistem controlled landfill
Pengolaan sampah menjadi kompos dilakukan di TPA Rawakucing melalui Unit
Pengolahan Sampah Organik TPA Rawakucing (UPSO TPA Rawakucing), dengan
kapasitas pengolahan sampah 25-50 m³/hari dan menghasilkan 500 – 1.000 kg
kompos murni per hari.
No
1
2
Uraian
Luas (ha)
Status
Lahan
3
Lokasi
4
Metoda
Operasional
TPA Rawa Kucing
34,8
Milik Pemkot Tangerang
dan Swasta
Kel Kedaung Wetan, Kec
Neglasari Kota Tangerang
Open Dumping
TPA Jatiwaringin
10
Milik Pemkot
Tangerang
Kec Mauk, Kab
Tangerang
Semi-Sanitary Landfill
(Controlled Landfill)
5. f) Pembiayaan
Anggaran APBD yang dialokasikan untuk pengelolaan persampahan tahun 2009
sebesar Rp 29.736.239.900,-. dimana Rp 26.537.086.300,- digunakan untuk biaya
operasional dan pemeliharaan persampahan.
kontribusi persampahan pada PAD (retribusi sampah) pada tahun 2009 ditargetkan
Rp.600.000.000,- dan terealisasi sebesar Rp.660.296.000,-.
g)
Peran Serta Masyarakat
Upaya peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan persampahan
dilakukan melalui penyebaran komposter dan proyek percontohan pengomposan,
pada 17 kawasan permukiman, 30 sekolah, 19 puskesmas, dan 19 perkantoran.
Jumlah jumlah total komposter yang telah disebar sampai dengan tahun 2009
adalah 1.200 komposter, dengan tingkat penggunaan aktif sebesar 57%.
Anggaran Biaya Operasional Persampahan Tahun 2009 dan 2010
No.
Uraian
1
Honor Tenaga Kebersihan (Penyapu, Sopir
& Kenek Truk Sampah, operator alat berat,
tenaga pengomposan, mekanik, tenaga
pemeliharaan TPA & uang lembur )
BBM: Operasional pengangkutan sampah
BBM: Operasional TPA
Pelumas
Service
Suku Cadang
Sewa Alat Berat
Pengadaan Tanah Merah
Jumlah
2
3
4
5
6
7
8
II.
Jumlah (Rp.)
2009
2010
10.375.890.000 13.864.360.000
7.240.285.000
6.812.527.500
2.622.985.000
2.219.085.000
272.711.300
361.760.000
42.500.000
45.000.000
5.605.995.000
5.936.438.000
80.800.000
154.498.000
295.920.000
745.200.000
26.537.086.300 30.138.868.500
ANALISA SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH
Analisa ini dimaksudkan untuk mengkaji permasalahan dan tingkat/level pelayanan sampah
serta upaya yang harus dilakukan untuk mewujudkan sistem pengelolaan sampah yang baik .
a)
Analisa Timbunan dan Karakteristik sampah
Jumlah timbulan sampah akan meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk
dan diproyeksikan mencapai 4.814,3 m3/hari pada tahun 2015
Uraian
Jumlah penduduk (jiwa)
Timbulan sampah per kapita
(liter/orang/hari)
Timbulan sampah (m3/hari)
2011
1.853.264
2012
1.910.530
Tahun
2013
1.969.566
2014
2.030.425
2015
2.093.165
2,25
2,26
2,27
2,29
2,30
4.169,8
4.317,8
4.470,9
4.649,7
4.814,3
Peningkatan jumlah timbulan sampah selain menjadi permasalahan/ tantangan,
juga menunjukan besarnya potensi ekonomi yang sampai saat ini belum
dimanfaatkan secara optimal. Hal ini ditunjukan dari analisa Karakteristik Sampah
6. yang menunjukan proporsi sampah organik sebesar 84,7%, sampah daur ulang
11,7%, dan sisanya yang perlu ditimbun sekitar 3,6%.
Proyeksi Komposisi Timbulan Sampah Kota Tangerang Tahun 2011-2015
No
Jenis
1
Organik
Anorganik potensi
daur ulang
Anorganik tidak
potensi daur ulang
B3
Lain-lain
Jumlah
2
3
4
5
Kompo
sisi
84,7%
11,7%
1,6%
2009
2881.4
398.02
54.43
Timbulan (m3/hari)
2010
2011 2012 2013
2014
2015
3410.7 3.531,9 3.657,2 3.786,9 3.938,3 4.077,7
471.1
487,9 505,2
523,1
544,0 563,3
64.4
66,7
69,1
71,5
74,4
77,0
0,0%
1,3
1,3
1,4
1,4
1,5
2,0%
68.04
80.5
82,1
85,0
88,0
91,6
94,8
100,% 3.401,9 4.026,8 4169,8 4317,8 4470,9 4649,7 4814,3
Proporsi sampah sebagaimana tersebut diatas, menunjukan bahwa tahun 2009
terdapat sekitar 2.881 m3/hari sampah yang berpotensi untuk dikomposkan dan
398 m3/hari sampah yang berpotensi untuk di-daur ulang. Nilai potensi ekonomi
untuk 3 unsur termudah pada penjualan sampah, yaitu plastik Rp 3.500,-/kg, kertas
Rp 700,-/kg,, dan kompos. Rp 500,-/kg, menghasilkan timbulan sampah untuk tahun
2009 sebesar 3.401 m3/hari memiliki potensi ekonomi Rp 252.233.975,-/hari atau
Rp 92.065.400.747,-/tahun
penjualan kertas bekas: Rp 11.891.597,-/hari
(3.401 m3/hari x 185 kg/m3 x komposisi sampah kertas 2,7% x Rp 700,-/kg)
penjualan plastik bekas: Rp 149.746.030,-/hari
(3.401 m3/hari x 185 kg/m3 x komposisi sampah plastik 6,8% x Rp 3.500,-/kg)
penjualan kompos: Rp 90.596.348,-/hari
(3.401m3/hari x 185kg/m3 x sampah organik 84,7% x sortir 85% x (1 - reduksi 60%) x
Rp500,-/kg)
Berkenaan semakin meningkatnya volume sampah, maka untuk mengurangi beban
penimbunan pada TPA (memperpanjang umur pemakaian TPA) sekaligus
mereduksi biaya operasional dalam pengelolaan sampah, maka konsep 3R harus
dikembangkan. Melalui konsep 3R, beban penimbunan pada TPA akan berkurang,
yaitu hanya menyisakan residu pengomposan sampah organik (15% dari sampah
organik), sampah anorganik tidak potensi daur ulang (1,6%), serta sampah B3 dan
lain-lain (2,0%), sehingga total sampah berjumlah = (84,7% x 15%) + 1,6% + 2,0% =
16,3%, atau volume yang ditimbun di TPA hanya sebesar 16,3% x 3.401,9 m3/hari =
554,5 m3/hari.
Angka tersebut (554,5 m3/hari) hanya 21,4% dibandingkan dengan kondisi
eksisting sampah yang diangkut ke TPA tahun 2009 yang mencapai 2.592 m3/hari.
b)
Analisa Pewadahan dan Penyapuan
Kondisi pewadahan secara ukuran, bentuk dan penempatan telah memenuhi
persyaratan sesuai dengan SNI.19-2454-2002. Akan tetapi untuk pemisahan
sampah organik dan sampah anorganik, umumnya belum tersedia sehingga perlu
untuk disediakan dengan penempatan pewadahan di jalan dan tempat keramaian
mempertimbangkan SPM dimana bin sampah 50 lt ditempatkan setiap 200 m
sidewalk jalan protokol,
7.
c)
Kualitas dan kuantitas panjang jalan yang disapu masih bisa ditingkatkan lagi
karena jumlah panjang jalan yang ditangani dibawah 50% dari kemampuan
penyapuan/orang. Hal ini didasarkan perhitungan jumlah penyapu sebanyak 400
orang dan panjang jalan protokol di Kota Tangerang sepanjang 179.514 meter,
sehingga 1 orang penyapu jalan rata-rata bertugas menyapu 449 meter jalan, yang
berarti masih dibawah rasio kebutuhan personil penyapuan/ panjang jalan (Dept.
Kimpraswil, 2003) yaitu 1.000 meter/orang.
Analisa Pengangkutan Sampah
Dari 2 pola pengangkutan sampah yang saat ini dilaksanakan (pola tidak langsung
dan pola door to door), maka pola tidak langsung harus dilanjutkan dan
dikembangkan, sedangkan untuk pola door to door sebaiknya mulai dirubah ke pola
pengangkutan tidak langsung.
Hal ini karenakan pola door to door :
membutuhkan armada truk yang banyak, dimana semakin tinggi tingkat
pelayanan yang diinginkan maka semakin banyak pula jalur yang harus
dilayani, yang berarti semakin banyak truk yang dibutuhkan untuk
melayaninya;
membutuhkan jumlah tenaga kerja yang banyak untuk mengoperasikan truk
maupun mengangkut sampah;
membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menyelesaikan 1 ritase, (saat ini
jumlah ritase dari masing-masing truk sampah, maksimal 2 ritase/hari)
membutuhkan dana yang besar untuk bahan bakar maupun spare parts
kendaraan.
Perbandingan Sistem Pengangkutan yang Diterapkan di Kota Tangerang
No
Sistem
1
Tidak
Langsung
2
Langsung
(door to
door)
Pola di Kota
Tangerang
Pasar
TPS
Container
Jalur
Masingmasing
kecamatan
Sweeping
Kelebihan
Kekurangan
Efisien dalam operasional
pengangkutan (jumlah armada,
tenaga kerja, waktu dan biaya
lebih sedikit)
Sesuai untuk persampahan kota
besar yang memiliki sumber dan
timbulan sampah tinggi
Tidak tergantung pada proses
pengelolaan sampah yang lain
(pengumpulan)
Efektif dalam penanganan
sampah langsung dari sumbernya
Sesuai untuk persampahan kota
kecil
Bergantung pada proses
pengelolaan sebelumnya
(pengumpulan)
Kurang efektif jika
diterapkan pada kota
kecil
Kurang efisien dalam
operasional
pengangkutan (jumlah
armada, tenaga kerja,
waktu dan biaya yang
lebih banyak)
Kurang sesuai untuk
persampahan kota besar
Frekuensi ritase pengangkutan sampah untuk pola tidak langsung yang
menggunakan TPS Container dengan armada arm roll, harus ditingkatkan dari 2
ritase/hari (kondisi eksisting) menjadi 4 ritase/hari. Hal ini didasarkan pada hasil
perhitungan, dengan asumsi :
jarak rata-rata dari TPA Rawakucing (Kecamatan Neglasari) ke setiap kecamatan
adalah 9 km, kecepatan rata-rata kendaraan truk di dalam kota 25 km/jam, waktu
8. yang dibutuhkan untuk menaikkan container 10 menit dan menurunkan container
adalah 5 menit, serta waktu istirahat adalah 30 menit, maka waktu yang dibutuhkan
oleh armada arm roll truck untuk menempuh 1 ritase adalah 88,2 menit/ritase
Jika dianggap waktu kerja efektif sopir arm roll truck hanya 7 jam/hari, maka
jumlah rata-rata ritase yang dapat ditempuh tiap truk adalah sebesar 4 ritase/hari
Untuk mendukung pengembangan pengangkutan sampah melalui pola tidak
langsung, maka dibutuhkan pembangunan transfer depo, yaitu tempat pemindahan
sampah dari gerobak sampah (pengumpulan individual) ke sarana pengangkutan
(truk sampah) untuk dibawa ke TPA.( Saat ini transfer depo, belum ada di Kota
Tangerang)
Pembangunan transfer depo perlu diikuti dengan pengembangan konsep 3R,
sehingga transfer depo tidak hanya berfungsi sebagai tempat peralihan dari proses
pengumpulan menjadi pengangkutan, tetapi ada proses pemilahan dan pengolahan
sampah di lokasi ini (SNI 19-2454-2002). Oleh karena itu transfer depo ditambah
dengan fasilitas pengolah sampah sehingga berbentuk TPST (Tempat Pengolahan
Sampah Terpadu), yaitu tempat untuk terjadinya proses pengumpulan, pemilahan,
dan pengolahan sampah, serta pemindahan sisa sampah yang tak terolah ke sarana
pengangkutan untuk dibawa ke TPA.. Pengadaan TPST pada tahap awal dapat
diprioritaskan pada lokasi TPS di dekat pasar sebagai penghasil sampah organik
terbesar, agar TPST mendapat supply yang cukup untuk pengolahan sampah
menjadi kompos.
Berdasarkan Standar Pelayanan Minimum sebuah transfer depo ukuran 100-250 m2
dibangun untuk melayani 30.000 penduduk, sehingga dengan mempertimbangkan
proyeksi pertambahan penduduk, jumlah transfer depo yang dibutuhkan pada tahun
2015 adalah = 2.093.165 (jumlah penduduk) / 30.000 = 70 buah, yang
penempatannya ditentukan berdasarkan sebaran penduduk.
Proyeksi Kebutuhan Transfer Depo / TPST di Kota Tangerang Tahun 2011-2015
Tahun
2011
2012
2013
2014
2015
Jumlah penduduk (jiwa)
1.853.264 1.910.530 1.969.566 2.030.425 2.093.165
Kebutuhan Transfer Depo / TPST
62
64
66
68
70
Uraian
sarana pengangkutan sampah yang saat ini terdiri atas 106 dump truck dan 11 arm
roll truck, disarankan secara bertahap dilakukan pergantian dari dump truck
menjadi arm roll truck. Hal ini didasarkan pertimbangan truk jenis arm roll lebih
baik dibandingkan dengan dump truck, dari aspek efisiensi jumlah tenaga kerja dan
waktu kerja, yang akan berdampakpada peningkatan jumlah ritase truk per hari
9. akan bertambah dan berkurangnya kebutuhan jumlah armada, meskipun biaya
investasi awal sedikit lebih banyak untuk pembelian arm roll truck
Perbandingan Jenis Truk Sampah
No
1
2
d)
Jenis Truk Sampah
Kelebihan
Dump Truck
Harga lebih murah
Perawatan relatif lebih
mudah
Arm Roll Truck
Membutuhkan tenaga
kerja yang lebih sedikit
Waktu pemindahan
sampah sangat cepat
Kekurangan
Membutuhkan tenaga kerja yang
lebih banyak
Membutuhkan waktu pemindahan
sampah yang lebih lama
Harga lebih mahal
Perawatan lebih sulit, terutama
pada sistem hidrolisnya
Analisa Pengolahan akhir sampah (TPA)
Kondisi TPA Rawakucing ditinjau dari kondisi geologi, hidrogeologi, topografi, dan
guna lahan sudah memenuhi kriteria sesuai dengan SNI, namun untuk kriteria jarak
ke lokasi strategis, kurang sesuai karena hanya berjarak kurang dari 3.000 meter
ke lapangan terbang (Bandara Soekarno Hatta). Kondisi Sarana dan prasarana TPA
yang perlu ditingkatkan adalah akses jalan masuk TPA yang kurang baik, kurangnya
pagar pembatas, tidak adanya garasi alat berat, kurangnya pohon peneduh, serta
belum adanya sumur pemantau. Selain itu, terdapat kekurangan pada sarana
pencegahan dan pengendalian pencemaran seperti drainase, saluran lindi,
pengolahan lindi, penanganan gas serta pengelolaan sampah pada zona aktif
Aspek utama lainnya yang perlu menjadi perhatian adalah luas lahan yang terbatas,
sehingga menyebabkan terbatasnya pengembangan ke depan. Apabila diasumsikan
jumlah sampah tiap tahun yang masuk di TPA adalah tetap, maka luas lahan TPA
Rawakucing yang saat ini 34,8 ha hanya mampu bertahan 3 tahun kedepan
Asumsi Perhitungan:
Volume sampah tahun 2010 sebesar 2.440 m3/hari,
Densitas sampah 310 kg/m3,
Densitas sampah terpadatkan di TPA 600 kg/m3,
Sudah menggunakan sistem controlled landfill,
Setiap ketebalan timbunan 1 meter ditutup tanah 20 cm,
Ketinggian penimbunan 6 meter,
Lahan untuk fasilitas penunjang (kolam pengolahan lindi, buffer zone, garasi
alat berat, kantor, jalan, dll) sebesar 20% dari luas keseluruhan.
luas lahan TPA yang dibutuhkan, yaitu:
Sehingga luas lahan TPA yang dibutuhkan untuk menampung sampah tahun 2010
sebesar 11,04 ha.
10.
Untuk mengatasi kekurangan lahan TPA dikembangkan 4 skenario , yaitu:
1) Penambahan luas lahan TPA Rawakucing
2) Mengubah sistem pengelolaan TPA Rawakucing menjadi sistem Reusable
Sanitary Landfill
3) Menggunakan TPA Jatiwaringin
4) Menggunakan TPA regional (TPA regional berbasis kerjasama antar daerah)
Tinjauan terhadap 4 skenario tersebut menunjukan skenario ke-4 adalah alternatif
terbaik, dikarenakan
skenaario ini sesuai dengan kebijakan RTR
Jabodetabekpunjur, RTRW Provinsi Banten 2010-2030, maupun RTRW Kota
Tangerang 2008-2028),
e)
Analisa Pembiayaan sampah
Pembiayaan operasional persampahan seluruhnya dialokasikan dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dengan ratio biaya pengelolaan sampah
tahun 2009 adalah Rp 28.050,-/m3
Ratio Biaya Pengelolaan Sampah Kota Tangerang
Uraian
Biaya Operasional Pengelolaan (Rp)
Jumlah Sampah Terangkut (m3/hari)
Jumlah Sampah Terangkut (m3/tahun)
Ratio Biaya Pengelolaan Sampah (Rp/m3)
Tahun 2009
26.537.086.300
2.592
946.080
28.050
Tahun 2010
30.138.868.500
2.440
890.600
33.841
Ratio biaya pengelolaan sampah Kota Tangerang untuk menghasilkan tingkat
pelayanan yang lebih baik jika dibandingkan dengan beberapa kota besar lainnya
adalah termasuk tinggi (bahkan pada kota lainnya sebagian anggaran operasional
berasal dari swasta / mitra kerjasama). Hal ini menunjukan perlunya perbaikan
manajemen pengelolaan sampah agar didapat efisiensi dan efektifitas pengelolaan.
Perbandingan Ratio Biaya Pengelolaan Sampah di Beberapa Kota
Kota Tangerang
DKI Jakarta Bandung
(2005)
(2005)
(2009)
(2005)
Penduduk (jiwa)
1.525.534 1.407.084
8.860.381
2.228.268
Kepadatan (jiwa/ha)
93
86
167
133
Tingkat Pelayanan (%)
76,2
62
83
53,9
Ratio Biaya
28.050
16.829*
28.000
11.986
Pengelolaan (Rp/m3)
Mitra kerjasama
PT. Unilever Unpad,
Pulitbangkim
(Dep. PU)
Uraian
Yogyakarta
(2005)
3.337.095
105
85
10.418
Australian
Consortium
For In
Country
Indonesian
Study
11. f)
Analisa Retribusi
Penetapan besaran dan penarikan retribusi sampah perlu dilakukan perbaikan dan
ditingkatkan. Hal ini didasarkan pada :
realisasi penerimaan retribusi sampah tahun 2009 sebesar Rp.660.296.000,dan besarnya anggaran operasional sebesar Rp.30.138.868.500,- sehingga
kontribusi
penerimaan retribusi hanya sebesar 2,2% dari anggaran
operasional. Angka ini jauh lebih kecil dari rata-rata nasional yaitu 22%
(sumber: RPJMN 2010-2014).
Naskah Akademis Mengenai Retribusi Sampah (Dinas Kebersihan dan
Pertamanan, 2009) menyatakan bahwa potensi capaian retribusi sampah Kota
Tangerang tahun 2009 bisa menghasilkan Rp 973 juta per bulan atau sekitar
Rp 11,7 milyar per tahun, sehingga realisasi capaian retribusi sampah tahun
2009 hanya 5,6% dari potensi yang ada (= Rp 660 juta / Rp 11,7milyar).
V.
KONSEP PENGELOLAAN PERSAMPAHAN (SKENARIO PENGEMBANGAN)
Merujuk pada hasil analisa sebagaimana tersebut diatas, disimpulkan bahwa pengelolaan sampah
di Kota Tangerang, belum optimal sehingga perlu dilakukan perbaikan. Untuk itu disusun 2
skenario pengembangan sampah, yaitu
Skenario do nothing,
skenario do something
a) Skenario do nothing;
Merupakan skenario pengelolaan persampahan tanpa adanya intervensi penerapan konsep
3R. Berdasarkan skenario ini maka diperoleh adalah sebagai berikut:
1) Proyeksi Timbulan Sampah yang Harus Ditangani Tahun 2011-2015
Uraian
2011
2012
Timbulan sampah (m3/hari)
4.169,8
4.317,8
Prioritas penanganan (%)
Timbulan tertangani (m3/hari)
Timbulan tertangani (ton/hari)
73,0
3.044,0
563,1
Tahun
2013
74,0
3.195,2
591,1
2014
2015
4.470,9
4.649,7
4.814,3
75,0
3.353,2
620,3
80,0
3.719,7
688,2
80,0
3.851,4
712,5
Tahun
2013
2014
1.970
2.031
66
68
35
53
350,0
530,0
3.003,2 3.189,7
1.792,2 1.903,6
75
80
2015
2.094
70
70
700,0
3.151,4
1.880,7
79
2) kebutuhan sarana pengumpulan sampah
Uraian
Gerobak sampah (unit)
Kebutuhan TPST (unit)
Jumlah TPST (unit)
Reduksi sampah di TPST (m3/hari)
Sampah ter-reduksi di TPST (m3/hari)
Sampah termampatkan (m3/hari)
Kebutuhan Truk (unit)
2011
1.854
62
0
0,0
3.044,0
1.816,6
76
2012
1.911
64
18
180,0
3.015,2
1.799,4
75
12. Keterangan:
Asumsi yang digunakan untuk perhitungan kebutuhan sarana pengumpul sampah
Gerobak sampah 1 m3 digunakan untuk melayani 1.000 penduduk (SPM)
TPST, sebagai pengganti transfer dep; TPST ukuran 100-250 m2 melayani 30.000
penduduk (SPM). Sesuai dengan pengalaman di beberapa kota yang telah
menerapkan TPST, seperti di Kota Bandung, TPST dengan luas 250 m2 mampu
mengolah kompos sebanyak 5-10 m3/hari.
Sarana pengangkutan (truk sampah); telah mengubah pola pengangkutan menjadi
sistem tidak langsung, sehingga telah terjadi pemadatan sampah melalui proses
pengumpulan. Tingkat pemadatannya dihitung berdasarkan densitas sampah awal
(berkisar antara 185 kg/m3) dibagi dengan densitas sampah proses pengangkutan
(berkisar antara 310 kg/m3) sehingga tingkat pemadatannya adalah sebesar 0,6,
menggunakan truk dengan kapasitas 6 m3, dengan jumlah ritase adalah 4
ritase/hari (sesuai dengan hasil perhitungan pada Bab Error! Reference source
not found.).
3) kebutuhan Lahan TPA
Uraian
Sampah ke TPA (m3/hari)
Kebutuhan luas TPA (ha)
Luas TPA kumulatif (ha)
2011
1.816,6
8,2
8,2
2012
1.799,4
8,1
16,4
Tahun
2013
1.792,2
8,1
24,5
2014
1.903,6
8,6
33,1
2015
1.880,7
8,5
41,6
Keterangan:
Asumsi yang digunakan untuk perhitungan kebutuhan lahan TPA
Densitas sampah 310 kg/m3,
Densitas sampah terpadatkan di TPA 600 kg/m3,
menggunakan sistem controlled landfill,
ketebalan timbunan 1 meter ditutup tanah 20 cm,
Ketinggian penimbunan 6 meter,
Lahan untuk fasilitas penunjang (kolam pengolahan lindi, buffer zone,
garasi alat berat, kantor, jalan, dll) sebesar 20% dari luas keseluruhan,
b) Skenario do Something
Merupakan skenario pengelolaan persampahan dengan intervensi penerapan konsep 3R
(reduce, reuse, recycle) sejak dari sumber. Hal ini dimaksudkan agar produksi sampah dari
masyarakat akan berkurangnya, sehingga beban pengelolaan sampah mulai dari
pewadahan, pengumpulan, pengangkutan, pembuangan akhir dan juga termasuk
pembiayaan tentu juga akan berkurang.
1) Proyeksi Timbulan Sampah
Uraian
Timbulan sampah (m3/hari)
Target reduksi di sumber (%)
Reduksi di sumber (m3/hari)
Timbulan ter-reduksi (m3/hari)
Prioritas penanganan (%)
Timbulan tertangani (m3/hari)
2011
4.169,8
5,0
208,5
3.961,4
73,0
2.891,8
2012
4.317,8
10,0
431,8
3.886,0
74,0
2.875,7
Tahun
2013
2014
4.470,9 4.649,7
15,0
20,0
670,6
929,9
3.800,3 3.719,7
75,0
80,0
2.850,2 2.975,8
2015
4.814,3
20,0
962,9
3.851,4
80,0
3.081,1
13. Timbulan tertangani (ton/hari)
535,0
532,0
527,3
550,5
570,0
2) Proyeksi Jumlah Sarana Pengumpulan, Pemindahan dan Pengangkutan
Tahun
Uraian
2011
2012
2013
2014
2015
Gerobak sampah (unit)
1.854
1.911
1.970
2.031
2.094
Kebutuhan TPST (unit)
62
64
66
68
70
Jumlah TPST (unit)
0
18
35
53
70
Reduksi sampah di TPST (m3/hari)
0,0
180,0
350,0
530,0
700,0
Sampah ter-reduksi di TPST (m3/hari) 2.891,8 2.695,7 2.500,2 2.445,8 2.381,1
Sampah termampatkan (m3/hari)
1.725,7 1.608,7 1.492,1 1.459,6 1.421,0
Kebutuhan Truk (unit)
72
68
63
61
60
Perhitungan kebutuhan truk
Tahun (unit)
Uraian
2011
2012
2013
2014
2015
1. Jumlah eksisting truk
117
72
68
64
61
2. Jumlah truk tua (Tabel 6-12)
76
9
4
16
0
3. Jumlah truk layak pakai (1-2)
41
63
64
48
61
4. Kebutuhan truk (Tabel 7-5)
72
68
63
61
60
5. Kebutuhan peremajaan (4-3)
31
5
0
13
0
6. Kebutuhan peremajaan kumulatif
31
36
36
49
49
7. Jumlah setelah peremajaan (5+3)
72
68
64
61
61
3) Proyeksi Kebutuhan Lahan TPA
Uraian
Sampah masuk ke TPA (m3/hari)
Kebutuhan luas TPA (ha)
Luas TPA kumulatif (ha)
2011
2012
1.725,7 1.608,7
7,8
7,3
7,8
15,1
Tahun
2013
2014
2015
1.492,1 1.459,6 1.421,0
6,8
6,6
6,4
21,8
28,5
34,9
c) Kesimpulam Skenario do nothing vs do Something
Berdasarkan 2 (dua) skenario pengembangan teknik operasional pengelolaan persampahan
Kota Tangerang tahun 2011-2015 di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut:
1) skenario 2, yaitu pengembangan teknik operasional pengelolaan persampahan
dengan penerapan konsep 3R dalam mereduksi sampah sejak dari sumbernya,
merupakan alternatif terbaik
2) Penerapan konsep 3R untuk mereduksi sampah di sumber sebesar 20% pada tahun
2015 akan mengakibatkan berkurangnya:
jumlah sampah yang harus ditangani ( berkurang 843,3 m3/hari)
jumlah kebutuhan armada pengangkutan, (selisih 19 unit),
jumlah kebutuhan luas TPA, (selisih 2 ha per tahun).
Perbandingan Kebutuhan Pelayanan Persampahan Skenario 1 dan Skenario 2
Tahun 2015
Uraian
Timbulan sampah
Timbulan ter-reduksi
Prioritas penanganan
Timbulan yang harus ditangani
Satuan
m3/hari
m3/hari
%
m3/hari
Skenario 1
4.814,3
80,0
3.851,4
Skenario 2
4.814,3
3.851,4
80,0
3.081,1
14. Kebutuhan Gerobak sampah
unit
2.094
2.094
Jumlah TPST
unit
70
70
Reduksi sampah di TPST
m3/hari
700,0
700,0
Sampah ter-reduksi di TPST
m3/hari
3.151,4
2.381,1
Kebutuhan Truk
unit
79
60
Kebutuhan luas TPA
ha
8,5
6,4
Luas TPA kumulatif
ha
41,6
34,9
3) Untuk melaksanakan konsep 3R maka berlaku ketentuan-ketentuan berdasarkan Petunjuk
Teknis No. CT/S/Re-TC/001/98 tentang Tata Cara Pengolahan Sampah 3M, yaitu:
Harus tersedia badan usaha atau kelompok masyarakat atau swasta atau sektor
informal lainnya yang berada dalam koordinasi pengelola sampah,
Harus telah tersedia peraturan / landasan hukum yang mengatur keterlibatan
pemerintah, kelompok masyarakat, sektor informal, dan swasta dalam
terselenggaranya kegiatan tersebut,
Harus ada keterlibatan aktif masyarakat dalam pengelolaannya,
Pemilahan sampah dilaksanakan mulai dari sumber sampah,
Sebelum dilaksanakan perlu dilakukan sosialisasi mengenai penanganan 3R dengan
berbagai metoda (penyuluhan, uji coba, lokakarya, brosur, TV),
Pelaksanaan sosialisasi dapat dilakukan oleh LSM, dan atau kelompok PKK, instansi
pemerintah, dan perguruan tinggi,
Sasaran sosialisasi lebih ditujukan kepada masyarakat penghasil sampah dan
pengguna sampah, termasuk sektor informal,
Badan pengelola sampah dan atau pengembang dan atau swasta harus menyediakan
fasilitas penunjang kegiatan penanganan sampah 3M,
Dalam penanganan sampah B3 rumah tangga harus ada peran aktif masyarakat dan
keterlibatan produsen penghasil sampah B3 rumah tangga.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah dalam mengupayakan
penerapan konsep 3R pada masyarakat antara lain sebagai berikut:
Melakukan sosialisasi kepada masyarakat, untuk memberikan pengetahuan dan
membangkitkan kesadaran menerapkan konsep 3R,
Membuat peraturan teknis pelaksanaan konsep 3R,
Menerapkan insentif dan disinsentif kepada pihak swasta yang menerapkan konsep
3R,
Menerapkan syarat tambahan penerapan konsep 3R kepada pengembang perumahan
baru,
Membentuk komunitas-komunitas di masyarakat sebagai pelaksana konsep 3R.
VI.
PROGRAM DAN KEGIATAN PENGELOLAAN PERSAMPAHAN
Merujuk pada hasil analisa permasalahan dan skenario pengembangan maka upaya
penanganan sampah, dilakukan dengan mengembangkan 5 sasaran dengan program/kegiatan
antara lain sebagai berikut:
SASARAN1; TERWUJUDNYA PENGURANGAN TIMBULAN SAMPAH 20% DENGAN KONSEP
3R DALAM PENGELOLAAN
a) Indikator sasaran 1.1;
Terlaksananya sosialisasi dan penyuluhan sistem pengelolaan persampahan
berbasiskan konsep 3R di 104 kelurahan
Indikator sasaran; Tersedianya dan tersosialisasikannya peraturan walikota kebijakan
insentif dan disinsentif penerapan konsep 3R
b) Indikator sasaran 1.2
15. Berjalannya upaya pengolahan di 1 TPA dan 70 TPST
SASARAN 2; MENINGKATNYA PERAN AKTIF MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN,
c) Indikator sasaran 2.1;
Tersedianya materi kebersihan yang masuk dalam pendidikan di sekolah
d) Indikator sasaran 2.2;
Terbentuk dan berjalannya forum lingkungan pengelola sampah di 104 kelurahan
e) Indikator sasaran 2.3;
Terwujudnya kemitraan pengelolaan persampahan dengan dunia usaha dan forum
pemulung di 13 kecamatan
f) Indikator sasaran 2.4;
Terlaksananya lomba kebersihan setiap tahun
SASARAN 3; TERCAPAINYA TINGKAT PELAYANAN PERSAMPAHAN 80%
g) Indikator sasaran 3.1;
Terbangunnya 70 TPST dalam rangka mengubah sistem pengangkutan menjadi tidak
langsung
h) Indikator sasaran 3.2
Terpenuhinya peremajaan sarana pengangkutan 49 unit
Terpenuhinya kebutuhan penambahan sarana pengumpulan 428 unit
Terpenuhinya kebutuhan penambahan sarana pewadahan 86 unit
i) Indikator sasaran 3.3
Tersedianya rencana rehabilitasi TPA Rawakucing
Terpenuhinya sarana dan prasarana penunjang TPA Rawakucing
j) Indikator sasaran 3.4;
Terlaksananya koordinasi penyiapan TPA regional
k) Indikator sasaran 3.5
Tersedianya dan tersosialisasikannya standar dan prosedur operasional pengelolaan
persampahan
Terpeliharanya sarana dan prasarana persampahan
l) Indikator sasaran 3.6;
Terlaksananya penanganan sampah medis dan industri
SASARAN 4; MENINGKATNYA EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN
m) Indikator sasaran 4.1;
Tersedianya hasil studi kelembagaan pemisahan fungsi operator pengelolaan sampah
SASARAN 5; TERCAPAINYA PENARIKAN RETRIBUSI SAMPAH 100%
n) Indikator sasaran 5.1
Disahkannya Perda Retribusi Sampah yang baru
Tersedianya kebijakan insentif dan disinsentif dalam penarikan retribusi sampah