SlideShare a Scribd company logo
1 of 61
makalah Human Trafficking, Pengertian Human Trafficking,
Penanggulangan Human Trafficking
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Isu perdagangan manusia atau trafficking khususnya perempuan dan anak beberapa
bulan terakhir cukup mendapat soroton di berbagai media massa. Media massa tidak hanya
sekedar menyoroti kasus-kasus tersebut saja, akan tetapi juga lika- liku tindakan
penyelamatan yang dilakukan aparat penegak hukum terhadap korban serta bagaimana upaya
pemerintah dalam mengatasi permasalahan tersebut. Kasus- kasus perdagangan manusia yang
cukup mendapat sorotan media beberapa waktu yang lalu misalnya kasus penjualan tujuh
orang perempuan Cianjur yang diperdagangkan sebagai pekerja seks komersial (PSK) ke
Pekanbaru, Riau yang berhasil diselamatkan oleh Polres Cianjur beberapa waktu yang lalu.
Upaya lainnya adalah upaya penyelamatan terhadap dua orang perempuan korban
perdagangan perempuan yang dibebaskan oleh reporter SCTV dari Tekongnya di Malaysia.
Dari kasus-kasus tersebut telah menguatkan bahwa trafficking merupakan pelanggaran hak
asasi manusia dan salah satu masalah yang perlu penanganan mendesak bagi seluruh
komponen bangsa Indonesia. Karena hal ini mempengaruhi citra bangsa Indonesia itu sendiri
dimata dunia internasional. Apalagi, data Departemen Luar Negeri Amerika Serikat telah
menunjukkan bahwa Indonesia berada pada urutan ketiga sebagai pemasok perdagangan
perempuan dan anak.
Dari uraian tersebut di atas, tulisan ini akan mengulas secara singkat mengenai apa itu
perdagangan manusia khususnya perempuan dan anak, bagaimana bentuk, tujuan dan pola
perdagangan serta upaya penanggulangannya.
B. Tujuan
Tujuan dari isi makalah ini adalah :
a. Mengetahui istilah dari Human Trafficking
b. Mengerti cara mencegah dan menanggulangi Human Trafficking
c. Dapat memberikan tindakan nyata sebagai bentuk rasa simpati terhadap korban Human
Trafficking

PEMBAHASAN
A. Pengertian Human Trafficking
Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) mendefinisikan trafficking sebagai:
Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan seseorang,
dengan ancaman, atau penggunaan kekerasan, atau bentuk-bentuk pemaksaan lain,
penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, atau
memberi atau menerima bayaran atau manfaat untuk memperoleh ijin dari orang yang
mempunyai wewenang atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. (Protokol PBB tahun 2000
untuk Mencegah, Menanggulangi dan Menghukum Trafficking terhadap Manusia, khususnya
perempuan dan anak-anak; Suplemen Konvensi PBB mengenai Kejahatan Lintas Batas
Negara).
Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa istilah trafficking merupakan:
a. Pengertian trafficking dapat mencakup kegiatan pengiriman tenaga kerja, yaitu kegiatan
memindahkan atau mengeluarkan seseorang dari lingkungan tempat tinggalnya/keluarganya.
Tetapi pengiriman tenaga kerja yang dimaksud tidak harus atau tidak selalu berarti
pengiriman ke luar negeri.
b. Meskipun trafficking dilakukan atas izin tenaga kerja yang bersangkutan, izin tersebut
sama sekali tidak menjadi relevan (tidak dapat digunakan sebagai alasan untuk membenarkan
trafficking tersebut) apabila terjadi penyalahgunaan atau korban berada dalam posisi tidak
berdaya. Misalnya karena terjerat hutang, terdesak oleh kebutuhan ekonomi, dibuat percaya
bahwa dirinya tidak mempunyai pilihan pekerjaan lain, ditipu, atau diperdaya.
c. Tujuan trafficking adalah eksploitasi, terutama tenaga kerja (dengan menguras habis tenaga
yang dipekerjakan) dan eksploitasi seksual (dengan memanfaatkan kemudaan, kemolekan
tubuh, serta daya tarik seks yang dimiliki tenaga kerja yang yang bersangkutan dalam
transaksi seks).
Sedangkan Global Alliance Against Traffic in Woman (GAATW) mendefinisikan
perdagangan (trafficking):
Semua usaha atau tindakan yang berkaitan dengan perekrutan, pembelian, penjualan,
transfer, pengiriman, atau penerimaan seseorang dengan menggunakan penipuan atau
tekanan, termasuk pengunaan ancaman kekerasan atau penyalahgunaan kekuasaan atau lilitan
hutang dengan tujuan untuk menempatkan atau menahan orang tersebut, baik dibayar atau
tidak, untuk kerja yang tidak diinginkan (domestik seksual atau reproduktif) dalam kerja
paksa atau dalam kondisi perbudakan, dalam suatu lingkungan lain dari tempat dimana orang
itu tinggal pada waktu penipuan, tekanan atau lilitan hutang pertama kali.
Dari definisi ini, dapat disimpulkan bahwa istilah perdagangan (trafficking)
mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
 Rekrutmen dan transportasi manusia
 Diperuntukkan bekerja atau jasa/melayani
 Untuk kepentingan pihak yang memperdagangkan
B. Faktor Penyebab Human Trafficking
Tidak ada satu pun yang merupakan sebab khusus terjadinya trafficking manusia di
Indonesia. Trafficking disebabkan oleh keseluruhan hal yang terdiri dari bermacam-macam
kondisi serta persoalan yang berbeda-beda. Termasuk ke dalamnya adalah:
Kemiskinan
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) adanya kecenderungan jumlah penduduk
miskin terus meningkat dari 11,3% pada tahun 1996 menjadi 23,4% pada tahun 1999,
walaupun berangsur-angsur telah turun kembali menjadi 17,6% pada tahun 2002, kemiskinan
telah mendorong anak-anak untuk tidak bersekolah sehingga kesempatan untuk mendapatkan
keterampilan kejuruan serta kesempatan kerja menyusut. Seks komersial kemudian menjadi
sumber nafkah yang mudah untuk mengatasi masalah pembiayaan hidup. Kemiskinan pula
yang mendorong kepergian ibu sebagai tenaga kerja wanita yang dapat menyebabkan anak
terlantar tanpa perlindungan sehingga beresiko menjadi korban perdagangan manusia.
Keinginan cepat kaya
Keinginan untuk hidup lebih layak, tetapi dengan kemampuan yang minim dan
kurang mengetahui informasi pasar kerja, menyebabkan mereka terjebak dalam lilitan hutang
para penyalur tenaga kerja dan mendorong mereka masuk dalam dunia prostitusi.
Pengaruh sosial budaya
Disini misalnya, budaya pernikahan di usia muda yang sangat rentan terhadap
perceraian, yang mendorong anak memasuki eksploitasi seksual komersial. Berdasarkan UU
Perkawinan No.1/1974, perempuan Indonesia diizinkan untuk menikah pada usia 16 tahun
atau lebih muda jika mendapat izin dari pengadilan. Meskipun begitu, dewasa ini pernikahan
dini masih berlanjut dengan persentase 46,5% perempuan menikah sebelum mencapai usia 18
tahun dan 21,5% sebelum mencapai usia 16 tahun. Tradisi budaya pernikahan dini
menciptakan masalah sosio-ekonomi untuk pihak lelaki maupun perempuan dalam
perkawinan tersebut. Tetapi implikasinya terutama terlihat jelas bagi gadis/perempuan.
Masalah-masalah yang mungkin muncul bagi perempuan dan gadis yang melakukan
pernikahan dini antara lain: Dampak buruk pada kesehatan (kehamilan prematur, penyebaran
HIV/AIDS), pendidikan terhenti, kesempatan ekonomi terbatas, perkembangan pribadi
terhambat dan tingkat perceraian yang tinggi.
Masing-masing isu diatas adalah masalah sosial yang berkenaan dengan kesejahteraan
anak perempuan khususnya penting dalam hal kerentanan terhadap perdagangan. Hal ini
dikarenakan:
1. Perkembangan pribadi yang terhambat, membuat banyak gadis tidak mempunyai bekal
keterampilan kerja yang cukup berkembang, sehingga mereka akan kesulitan untuk
berunding mengenai kodisi dan kontrak kerja, atau untuk mencari bantuan jika mengalami
kekerasan dan eksploitasi.
2. Keterbatasan pendidikan, mereka sering rentan terhadap pekerjaan yang eksploitatif dan
perdagangan karena mereka umumnya tidak terlalu paham hak-haknya.
3. Peluang ekonomi yang terbatas, mengingat terbatasnya pilihan ekonomi dan kekuatan tawarmenawar mereka, perempuan muda rentan terhadap pekerjaan yang eksploitatif dan
perdagangan.
Kurangnya pencatatan kelahiran
Anak dan orang dewasa yang tidak terdaftar serta tidak memiliki akta kelahiran amat
rentan terhadap eksploitasi. Orang yang tidak dapat memperlihatkan akta kelahirannya sering
kali kehilangan perlindungan yang diberi hukum karena dimata negara secara teknis mereka
tidak ada. Rendahnya registrasi kelahiran, khususnya di kalangan masyarakat desa,
memfasilitasi perdagangan manusia. Agen dan pelaku perdagangan memanfaatkan ketiadaan
akta kelahiran asli untuk memalsukan umur perempuan muda agar mereka dapat bekerja di
luar negeri. Contoh, seperti yang dikemukakan dalam bagian Kalimantan Barat dari laporan
ini (bagian VF), agen yang sah maupun gelap memakai kantor imigrasi di Entikong,
Kalimantan Barat, untuk memproses paspor palsu bagi gadis-gadis di bawah umur.
Korupsi dan lemahnya penegakan hukum
Korupsi di Indonesia telah menjadi suatu yang lazim dalam kehidupan sehari-hari,
karena baik kalangan atas maupun bawah telah melakukan praktik korupsi ini. Karena itulah,
korupsi memainkan peran integral dalam memfasilitasi perdagangan perempuan dan anak di
Indonesia, disamping dalam menghalangi penyelidikan dan penuntutan kasus perdagangan.
Mulai dari biaya illegal dan pemalsuan dokumen. Dampak korupsi ini terhadap buruh migran
perempuan dan anak harus dipelajari dari umur mereka yang masih muda dan lugu, yang
tidak tahu bagaimana cara menjaga diri di kota-kota besar karena mereka tidak terbiasa dan
sering malu untuk mencari bantuan. Tidak peduli berapa usia dan selugu apa pun mereka,
mereka yang berimigrasi dengan dokumen palsu takut status illegal mereka akan membuat
mereka jatuh ke dalam kesulitan lebih jauh dengan pihak berwenang atau dapat dideportasi.
Pelaku perdagangan memanfaatkan ketakutan ini, untuk terus mengeksploitasi para
perempuan dan proyek. Masalah lain yaitu lemahnya hukum di Indonesia.
Untuk penyelidikan dan penuntutan kasus-kasus perdagangan, sistem hukum
Indonesia sampai sekarang masih lemah, lamban dan mahal. Sangat sedikit transparansi,
sehingga hanya sedikit korban yang mempercayakan kepentingan mereka kepada sistem
tersebut. Perilaku kriminal memiliki sumber daya dan koneksi untuk memanfaatkan sistem
tersebut. Akibatnya, banyak korban perdagangan yang tidak mau menyelesaikan masalah
melalui proses hukum. Hal ini mengakibatkan praktik pedagangan/trafficking semakin
meningkat dan masih berlangsung.
Media massa
Media massa masih belum memberikan perhatian yang penuh terhadap berita dan
informasi yang lengkap tentang trafficking dan belum memberikan kontribusi yang optimal
dalam upaya pencegahan maupun penghapusannya. Bahkan tidak sedikit justru
memberitakan yang kurang mendidik dan bersifat pornografis yang mendorong menguatnya
kegiatan trafficking dan kejahatan susila lainnya.
Pendidikan minim dan tingkat buta huruf
Survei sosial-ekonomi nasional tahun 2000 melaporkan bahwa 34% penduduk
Indonesia berumur 10 tahun ke atas belum/tidak tamat SD/tidak pernah bersekolah, 34,2%
tamat SD dan hanya 155 yang tamat SMP. Menurut laporan BPS pada tahun 2000 terdapat
14% anak usia 7-12 dan 24% anak usia 13-15 tahun tidak melanjutkan ke SLTP karena
alasan pembiayaan. Orang dengan pendidikan yang terbatas atau buta aksara kemungkinan
besar akan menderita keterbatasan ekonomi. Dan mereka juga tidak akan mempunyai
pengetahuan kepercayaan diri untuk mengajukan pertanyaan tentang ketentuan-ketentuan
dalam kontrak dan kondisi kerja mereka. Selain itu, mereka akan sulit mencari pertolongan
ketika mereka kesulitan saat berimigrasi atau mencari pekerjaan. Mereka akan kesulitan
bagaimana mengakses sumber daya yang tersedia, tidak dapat membaca atau mengerti brosur
iklan layanan masyarakat lain mengenai rumah singgah atau nomor telepon yang bisa
dihubungi untuk mendapatkan bantuan. Seorang yang rendah melek huruf sering kali secara
lisan dijanjikan akan mendapat jenis pekerjaan atau jumlah gaji tertentu oleh seorang agen,
namun kontrak yang mereka tanda tangani (yang mungkin tidak dapat mereka baca)
mencantumkan ketentuan kerja serta kompensasi yang jauh berbeda, mengarah ke eksploitasi.
C. Bentuk-Bentuk Trafficking
Ada beberapa bentuk trafficking manusia yang terjadi pada perempuan dan anakanak:
Kerja Paksa Seks & Eksploitasi seks, baik di luar negeri maupun di wilayah Indonesia
Pembantu Rumah Tangga (PRT), baik di luar ataupun di wilayah Indonesia
Bentuk Lain dari Kerja Migran, baik di luar ataupun di wilayah Indonesia
Penari, Penghibur & Pertukaran Budaya terutama di luar negeri
Pengantin Pesanan, terutama di luar negeri
Beberapa Bentuk Buruh/Pekerja Anak, terutama di Indonesia
Trafficking/penjualan Bayi, baik di luar negeri ataupun di Indonesia
Sasaran yang rentan menjadi korban perdagangan perempuan antara lain:
Anak-anak jalanan
Orang yang sedang mencari pekerjaan dan tidak mempunyai pengetahuan informasi yang
benar mengenai pekerjaan yang akan dipilih
Perempuan dan anak di daerah konflik dan yang menjadi pengungsi
Perempuan dan anak miskin di kota atau pedesaan
Perempuan dan anak yang berada di wilayah perbatasan anatar negara
Perempuan dan anak yang keluarganya terjerat hutang
Perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga, korban pemerkosaan
D. Undang-Undang tentang Trafficking
Berikut ini beberapa peraturan perundang-undangan :
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 285, 287-298; Pasal 506
UU RI No. 7 tahun 1984 (ratifikasi konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
terhadap Perempuan/CEDAW; pasal 2,6,9,11,12,14,15,16)
UU RI No. 20 tahun 1999 (ratifikasi konvensi ILO No. 138 tentang Usia Minimum yang
Diperbolehkan Bekerja)
UU RI No. 1/2000 (ratifikasi konvensi ILO No. 182 tentang Bentuk-Bentuk Pekerjaan
Terburuk untuk Anak)
UU RI no. 29/1999 (ratifikasi konvensi untuk Mengeliminasi Diskriminasi Rasial)
Keppres No 36/1990 ( ratifikasi konvensi Hak Anak)
E. Pencegahan dan Penanggulangan Human Trafficking
Perdagangan orang, khususnya perempuan sebagai suatu bentuk tindak kejahatan
yang kompleks, tentunya memerlukan upaya penanganan yang komprehensif dan terpadu.
Tidak hanya dibutuhkan pengetahuan dan keahlian profesional, namun juga pengumpulan
dan pertukaran informasi, kerjasama yang memadai baik sesama aparat penegak hukum
seperti kepolisian, kejaksaan, hakim maupun dengan pihak-pihak lain yang terkait yaitu
lembaga pemerintah (kementerian terkait) dan lembaga non pemerintah (LSM) baik lokal
maupun internasional. Semua pihak bisa saling bertukar informasi dan keahlian profesi sesuai
dengan kewenangan masing-masing dan kode etik instansi. Tidak hanya perihal pencegahan,
namun juga penanganan kasus dan perlindungan korban semakin memberikan pembenaran
bagi upaya pencegahan dan penanggulangan perdagangan perempuan secara terpadu. Hal ini
bertujuan untuk memastikan agar korban mendapatkan hak atas perlindungan dalam hukum.
Dalam konteks penyidikan dan penuntutan, aparat penegak hukum dapat
memaksimalkan jaringan kerjasama dengan sesama aparat penegak hukum lainnya di dalam
suatu wilayah negara, untuk bertukar informasi dan melakukan investigasi bersama.
Kerjasama dengan aparat penegak hukum di negara tujuan bisa dilakukan melalui pertukaran
informasi, atau bahkan melalui mutual legal assistance, bagi pencegahan dan penanggulangan
perdagangan perempuan lintas negara.
Upaya Masyarakat dalam pencegahan trafficking yakni dengan meminta dukungan
ILO, dan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) yang melakukan Program
Prevention of Child Trafficking for Labor and Sexual Exploitation. Tujuan dari program ini
adalah :
1. Memperbaiki kualitas pendidikan dari tingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah Menegah Atas
untuk memperluas angka partisipasi anak laki-laki dan anak perempuan,
2. Mendukung keberlanjutan pendidikan dasar untuk anak perempuan setelah lulus sekolah
dasar,
3. Menyediakan pelatihan keterampilan dasar untuk memfasilitasi kenaikan penghasilan,
4. Menyediakan pelatihan kewirausahaan dan akses ke kredit keuangan untuk memfasilitasi
usaha sendiri,
5. Merubah sikap dan pola pikir keluarga dan masyarakat terhadap trafficking anak.
F. Hambatan Pemberantasan Trafficking
Upaya penanggulangan perdagangan manusia khususnya perdagangan perempuan dan
anak mengalami berbagai hambatan. Dari berbagai upaya yang telah dilakukan SP selama ini,
terdapat 3 (tiga) hal yang merupakan hambatan kunci dalam melakukan upaya tersebut, yaitu
antara lain:
Budaya masyarakat (culture)
Anggapan bahwa jangan terlibat dengan masalah orang lain terutama yang
berhubungan dengan polisi karena akan merugikan diri sendiri, anggapan tidak usah
melaporkan masalah yang dialami, dan lain sebagainya. Stereotipe yang ada di masyarkat
tersebut masih mempengaruhi cara berpikir masyarakat dalam melihat persoalan kekerasan
perempuan khususnya kekerasan yang dialami korban perdagangan perempuan dan anak.
Kebijakan pemerintah khususnya peraturan perundang-undangan (legal substance)
Belum adanya regulasi yang khusus (UU anti trafficking) mengenai perdagangan
perempuan dan anak selain dari Keppres No. 88 Tahun 2002 mengenai RAN penghapusan
perdagangan perempuan dan anak. Ditambah lagi dengan masih kurangnya pemahaman
tentang perdagangan itu sendiri dan kurangnya sosialisasi RAN anti trafficking tersebut.
Aparat penegak hukum (legal structure)
Keterbatasan peraturan yang ada (KUHP) dalam menindak pelaku perdagangan
perempuan dan anak berdampak pada penegakan hukum bagi korban. Penyelesaian beberapa
kasus mengalami kesulitan karena seluruh proses perdagangan dari perekrutan hingga korban
bekerja dilihat sebagai proses kriminalisasi biasa.

PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam penanganan perdagangan perempuan dan anak ini, diharapkan keterlibatan
berbagai pihak di dalamnya mulai dari pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah,
kalangan akademisi, kelompok masyarakat, individu untuk dapat membantu korban
perdagangan perempuan dan anak maupun untuk memberikan dukungan dan tekanan
terhadap pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan yang berpihak melindungi korban dan
menjerat pelaku perdagangan.
B. Saran
Yang dapat Anda lakukan jika Anda, Saudara atau teman Anda menjadi korban
perdagangan (trafficking) Berikan dukungan secara penuh, dan:
1. Kumpulkan bukti-bukti dengan mencatat tanggal, tempat kejadian serta ciri-ciri pelaku,
2. Pilih orang yang dapat dipercaya, keluarga untuk menceritakan permasalahan yang terjadi.
Minta tolong untuk melaporkan kepada pihak yang berwajib,
3. Laporkan segera kepada aparat kepolisian terdekat,
4. Minta bantuan/pendampingan kepada Lembaga Bantuan Hukum (LBH),
5.

Konsultasikan kepada lembaga-lembaga yang menangani masalah perempuan yaitu
organisasi

perempuan,

organisasi

masyarakat

yang memahami

pola

perdagangan

(trafficking).

http://amifiputri.blogspot.com/2012/05/makalah-human-trafficking-pengertian.html

Makalah : Perdagangan Manusia di Indonesia

Ini merupakan makalah yang gw buat, lebih tepatnya sih kelompok gw, saat
akan presentasi di mata kuliah kewarganegaraan. Semoga bisa digunakan
sebagai sumber referensi tapi jangan dicopas ya ;)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Pada abad ke-21 ini, kita masuk ke dalam era globalisasi, di mana tidak ada batasan
lagi antar negara di seluruh dunia. Saat ini, negara-negara di dunia telah terikat hubungan
sehingga tercipta suatu ketergantungan, baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial dan
budaya, dan masih banyak lagi aspek dalam kehidupan. Globalisasi menjadi hal yang
membawa dampak dan pengaruh bagi negara, baik dampak positif maupun dampak negatif.
Dari semua dampak negatif yang ditimbulkan oleh era globalisasi, terdapat satu
dampak yang menjadi masalah serius di negara Indonesia. Salah satu dampak tersebut adalah
terjadinya kasus perdagangan manusia. Kasus ini sudah tidak asing lagi. Banyak sekali berita
yang beredar di media massa mengenai kasus perdagangan manusia. Tidak hanya negara
berkembang saja yang memiliki kasus perdagangan manusia. Bahkan, pada negara-negara
maju pun kasus seperti ini sangat sering ditemui. Masalah ini merupakan masalah yang
sangat sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Isu mengenai perdagangan manusia
yang diangkat akan terus dibicarakan sepanjang waktu. Hal tersebut dikarenakan masalah
mengenai perdagangan manusia sudah sangat mengakar dan membudaya dalam kehidupan
sehari-hari.
Saat ini, perdagangan manusia menjadi salah satu tema yang patut dibicarakan. Sikap
dari berbagai macam kalangan yang beragam dalam menghadapi masalah perdagangan
manusia. Serta adanya pro dan kontra yang datang dari semua kalangan dalam masyarakat
Indonesia membuat permasalahan ini harus diluruskan. Perdagangan manusia membawa
dampak buruk bagi semua kalangan masyarakat. Maka, hal ini memberikan tantangan kepada
penulis dan pembaca sebagai masyarakat Indonesia, masyarakat yang madani, dan juga
sebagai seseorang yang mempunyai wawasan untuk menyikapi hal tersebut secara bijak dan
juga rasional.
1.2.

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut
:

1. Apakah pengertian dari perdagangan manusia?
2. Apa saja bentuk-bentuk perdagangan manusia?
3. Apa penyebab terjadinya perdagangan manusia di Indonesia?
4. Apakah akibat terjadinya perdangan manusia di Indonesia?
5.

Bagaimanakah tanggapan pemerintah Indonesia terhadap kasus perdagangan manusia di
Indonesia?

6. Bagaimana solusi untuk mengatasi perdagangan manusia di Indonesia?
1.3.

Tujuan Penulisan
Tujuan penulis membuat makalah ini adalah untuk mengajak semua kalangan untuk
memahami situasi kasus perdagangan manusia yang terjadi di Indonesia. Tidak hanya itu,
penulis juga mengajak semua kalangan untuk memahami apa saja penyebab yang mendorong
terjadinya kasus perdagangan manusia serta akibat yang ditimbulkan dari tindakan tersebut.
Selain itu, tujuan penulis adalah untuk membangun kepedulian semua kalangan masyarakat
terhadap kasus perdagangan manusia di Indonesia. Wujud kepedulian terhadap kasus ini
dapat dibangun dengan cara ikut berpartisipasi dalam pencarian solusi untuk masalah
perdagangan manusia yang terjadi di wilayah Indonesia.

1.4.

Alasan Memilih Judul
Dari beberapa tema yang ada pada materi kuliah PPKn ini, penulis mendapatkan tema
mengenai kriminalitas. Dari tema tersebut, penulis memilih topik mengenai perdagangan
manusia. penulis sengaja memilih topik ini karena menurut penulis, pada saat ini
perdagangan manusia merupakan masalah yang sangat sering dijumpai dalam kehidupan
sehari-hari. Tema ini mengangkat kondisi masyarakat, corak hidup masyarakat, serta realita
apa saja yang selama ini terjadi. Penulis berpendapat bahwa isu mengenai perdagangan
manusia akan terus dibicarakan sepanjang waktu. Hal itu karena masalah ini sudah menjadi
masalah yang sukar untuk diselesaikan, apalagi untuk diselesaikan sampai ke pangkal
masalahnya. Dari tema perdagangan manusia, penulis memilih judul Perdagangan Manusia di
Indonesia. Selain karena penulis hidup di Indonesia, penulis juga merasa bahwa kasus
perdagangan manusia banyak sekali terjadi di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.

Pengertian Perdagangan Manusia
Berdasarkan Protokol Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Mencegah, Memberantas
dan Menghukum Perdagangan Manusia, khususnya Perempuan dan Anak (2000), suplemen
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Melawan Organisasi Kejahatan Lintas Batas,
memasukkan definisi perdagangan manusia sebagai berikut. Pertama, "Perdagangan
Manusia" adalah perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan
seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk lain dari
pemaksaan, penculikan, penipuan, kebohongan, atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi
rentan atau memberi atau menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan agar dapat
memperoleh persetujuan dari seseorang yang berkuasa atas orang lain, untuk tujuan
eksploitasi. Eksploitasi termasuk, paling tidak, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau
praktek-praktek serupa perbudakan, perhambaan atau pengambilan organ tubuh.
Kedua, persetujuan korban perdagangan manusia terhadap eksploitasi yang dimaksud
yang dikemukakan dalam bagian pertama tidak akan relevan jika salah satu dari cara-cara
yang dimuat dalam bagian digunakan. Ketiga; perekrutan, pengiriman, pemindahan,
penampungan atau penerimaan seorang anak untuk tujuan eksploitasi dipandang sebagai
"perdagangan manusia" bahkan jika kegiatan ini tidak melibatkan satu pun cara yang
dikemukakan dalam bagian pertama pasal ini. Terakhir, definisi "anak" adalah setiap orang
yang berumur di bawah 18 tahun.
Dalam Perda Anti Trafiking BAB I disebut pengertian tentang trafiking. Trafiking
adalah rangkaian kegiatan dengan maksud eksploitasi terhadap perempuan dan atau anak
yang meliputi kegiatan perdagangan manusia (trafiking) khususnya perempuan dan anak
adalah segala tindakan pelaku trafiking, yang mengandung salah satu atau lebih tindakan
perekrutan,

pengangkutan

antar

daerah

dan

antar

negara,

pemindahtanganan,

pemberangkatan, penerimaan dan penampungan sementara atau di tempat tujuan, perempuan
dan anak dengan cara ancaman, penggunaan kekerasan verbal dan fisik, penculikan,
penipuan, tipu muslihat, memanfaatkan kerentanan (misalnya ketika seseorang tidak
memiliki pilihan lain, terisolasi, ketergantungan obat, jebakan hutang, dll), memberikan atau
menerima pembayaran atau keuntungan, di mana perempuan dan anak digunakan untuk
tujuan pelacuran dan eksploitasi seksual (termasuk phaedopili), buruh migran legal maupun
illegal, adopsi anak, pekerjaan jermal, pengantin pesanan, pembantu rumah tangga,
mengemis, industri pornografi, pengedaran obat terlarang dan penjualan organ tubuh, serta
bentuk-bentuk eksploitasi lainnya.
2.2.

Bentuk-Bentuk Perdagangan Manusia di Indonesia
Ada beberapa bentuk perdagangan manusia yang ditemukan di Indonesia. Bentuk
pertama adalah buruh migran. Buruh migran adalah orang yang bermigrasi dari wilayah
kelahirannya ke tempat lain dan kemudian bekerja di tempat yang baru tersebut dalam jangka
waktu relatif menetap. Pekerja migran mencakup sedikitnya dua tipe: pekerja migran internal
dan pekerja migran internasional. Pekerja migran internal (dalam negeri) adalah orang yang
bermigrasi dari tempat asalnya untuk bekerja di tempat lain yang masih termasuk dalam
wilayah Indonesia. Karena perpindahan penduduk umumnya dari desa ke kota (rural-to-urban
migration), maka pekerja migran internal seringkali diidentikan dengan “orang desa yang
bekerja di kota.” Pekerja migran internasional (luar negeri) adalah mereka yang
meninggalkan tanah airnya untuk mengisi pekerjaan di negara lain. Di Indonesia, pengertian
ini menunjuk pada orang Indonesia yang bekerja di luar negeri atau yang dikenal dengan
istilah Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Karena persoalan TKI ini seringkali menyentuh para
buruh wanita yang menjadi pekerja kasar di luar negeri, TKI biasanya diidentikan dengan
Tenaga Kerja Wanita (TKW atau Nakerwan).
Bentuk kedua adalah perdagangan anak. Perdagangan anak dapat diartikan sebagai
segala bentuk tindakan dan percobaan tindakan yang melibatkan perekrutan, transportasi baik
di dalam maupun antar negara, pembelian, penjualan, pengiriman, dan penerimaan anak
dengan menggunakan tipu daya, kekerasan, atau dengan pelibatan hutang untuk tujuan
pemaksaan pekerjaan domestik, pelayanan seksual, perbudakan, buruh ijon, atau segala
kondisi perbudakan lain, baik anak tersebut mendapatkan bayaran atau tidak, di dalam sebuah
komunitas yang berbeda dengan komunitas di mana anak tersebut tinggal ketika penipuan,
kekerasan, atau pelibatan hutang tersebut pertama kali terjadi. Namun tidak jarang
perdagangan anak ini ditujukan pada pasangan suami istri yang ingin mempunyai anak.
Bentuk ketiga adalah tindakan prostitusi. Secara harfiah, prostitusi berarti pertukaran
hubungan seksual dengan uang atau hadiah sebagai suatu transaksi perdagangan. Secara
hukum, prostitusi didefinisikan sebagai penjualan jasa seksual yang meliputi tindakan seksual
tidak sebesar kopulasi dan hubungan seksual. Pembayaran dapat dilakukan dalam bentuk
uang atau modus lain kecuali untuk suatu tindakan seksual timbal balik. Banyak yang merasa
bahwa jenis definisi dengan penegakan semua dukungan bahasa termasuk selektif hukum
sesuai dengan keinginan dan angan-angan dari badan penegak terkemuka untuk mengontrol
mutlak perempuan. Prostitusi dibagi ke dalam dua jenis, yaitu prostitusi di mana anak
perempuan merupakan komoditi perdagangan dan prostitusi di mana wanita dewasa sebagai
komoditi perdagangan. Prostitusi anak dapat diartikan sebagai tindakan mendapatkan atau
menawarkan jasa seksual dari seorang anak oleh seseorang atau kepada orang lainnya dengan
imbalan uang atau imbalan lainnya.
Bentuk lainnya adalah perbudakan berkedok pernikahan dan pengantin pesanan.
Biasanya, praktik perbudakan berkedok pernikahan dan pengantin pesanan dilakukan oleh
pria warga negara asing dengan wanita warga negara Indonesia. Hal yang membendakan
antara perbudakan berkedok pernikajan dengan pengantin pesanan adalah tidak semua kasus
pengantin pesanan berakhir dengan nasih yang mengerikan.
Pada kasus trafiking, ada beberapa arti dan pengertian istilah penting yang dipakai
sesuai definisi trafiking. Istilah-istilah tersebut adalah :
1. eksploitasi, yaitu memanfaatkan seseorang secara tidak etis demi kebaikan atau keuntungan
seseorang.
2. eksploitasi pekerja, yaitu mendapat keuntungan dari hasil kerja orang lain tanpa memberikan
imbalan yang layak.
3. perekrutan, yaitu tindakan mendaftarkan seseorang untuk suatu pekerjaan atau aktivitas.
4.

agen,

yaitu

orang

yang

bertindak

atas

nama

pihak

lain,

seseorang

yang

memfasilitasi proses migrasi (pemindahan) baik migrasi sah maupun tidak sah.
5. broker / makelar, yaitu seseorang yang membeli atau menjual atas nama orang lain.
6.

kerja paksa dan praktek serupa perbudakan, yaitu memerintahkan seseorang untuk bekerja
atau memberikan jasa dengan menggunakan kekerasan atau ancaman, penyalahgunaan
kekuasaan atau posisi yang dominan, penjeratan utang, kebohongan atau bentuk-bentuk
pemaksaan lainnya. Kerja paksa dapat dilakukan demi keuntungan pemerintah, individu
pribadi, perusahaan atau asosiasi.

7.

penghambaan, yaitu keadaan di mana seseorang berada di bawah penguasaan seorang
pemilik atau majikan; atau hilangnya kebebasan pribadi, untuk bertindak sebagaimana yang
dikehendakinya.

8. perbudakan, yaitu keadaan di mana seseorang terbelenggu dalam penghambaan sebagai milik
seorang penguasa budak atau suatu rumah tangga; atau praktik untuk memiliki budak; atau
metode produksi di mana budak merupakan tenaga kerja pokok.
9.

perbudakan seksual, yaitu ketika seseorang memiliki orang lain dan mengeksploitasinya
untuk aktivitas seksual.
10. pekerja seks komersial, yaitu seseorang yang melakukan tindakan seksual untuk memperoleh
uang.
11.

pekerja

hiburan,

yaitu

seseorang

yang

dipekerjakan

di

bidang

jasa

layanan / service dengan kondisi kerja eksploitatif, pornaaksi / striptease dan kondisi rentan.

2.3.

Penyebab Perdagangan Manusia di Indonesia
Beberapa faktor tertentu dapat mendorong seseorang untuk melakukan situasi
psikologis inilah yang dapat menjadi salah satu penyebabnya. Penyebab-penyebab inilah
yang yang mendorong pihak-pihak tertentu sehingga terjadilah perdagangan manusia. Istilah
yang kemudian diserap ke dalam Bahasa Indonesia dengan kata trafiking ini, sampai saat ini
belum mendapat perhatian yang intensif dari pihak-pihak terkait, misalnya aparat penegak
hukum dan pemerintah Republik Indonesia. Jadi, sangat tidak mengherankan jika para korban
trafiking terus berjatuhan. Bahkan pada faktanya, rentetan korban kemungkinan besar
bertambah apabila tidak ditangani dengan serius.
Trafiking dapat terjadi karena berbagai macam faktor, kondisi, pemicu, serta persoalan
yang berbeda-beda. Faktor pertama yang mempengaruhi hal ini adalah kurangnya kesadaran
masyarakat itu sendiri terhadap bahaya trafiking. Kesadaran ini tidak hanya didapatkan dari
mereka yang telah menjadi korban perdagangan manusia, kesadaran mengenai trafiking
seharusnya juga didapatkan dari mereka yang menjalankan atau terlibat langsung dalam
kegiatan perdagangan manusia. Kurangnya perhatian mengenai trafiking dapat disebabkan
karena kurangnya kewaspadaan dan kurangnya informasi. Selain itu, pengetahuan yang
terbatas mengenai motif-motif dari perdagangan manusia juga menjadi salah satu penyebab
kurangnya perhatian mengenai trafiking.
Faktor kedua adalah faktor ekonomi. Permasalahan ini sering sekali menjadi pemicu
utama terjadinya kasus perdagangan manusia. Tanggung jawab yang besar untuk menopang
hidup keluarga, keperluan yang tidak sedikit sehingga membutuhkan uang yang tidak sedikit
pula, terlilit hutang yang sangat besar, dan motif-motif lainnya yang dapat memicu terjadinya
tindakan perdagangan manusia. Tidak hanya itu, hasrat ingin cepat kaya juga mendorong
seseorang untuk melakukan tindakan tersebut.
Faktor ketiga adalah kebudayaan masyarakat setempat. Memang tidak secara
gamblang terlihat bukti mengenai tindakan perdagangan manusia. Namun pada kebudayaan
masyarakat tertentu, terdapat suatu kebiasaan yang menjurus pada tindakan perdagangan
manusia. Sebagai contoh, dalam hierarki kehidupan pada hampir semua kebudayaan,
memang sudah kodrat perempuan untuk tidak mengejar karir. Mereka “ditakdirkan” untuk
mengurus rumah tangga, mengurus anak, serta bersolek. Kalau memang diperlukan
perempuan bertugas untuk mencari nafkah tambahan bagi keluarganya. Sedangkan laki-laki
dalam hierarki kehidupan pada mayoritas kebudayaan, berfungsi sebagai pencari nafkah, dan
juga pemimpin setidaknya bagi keluarganya sendiri. Namun pada kenyataannya, tidak semua
keluarga tercukupi kebutuhannya hanya dari pendapatan utama, yaitu pendapatan laki-laki.
Tidak semua dapat sejahtera hanya dengan satu sumber penghasilan. Biasanya, hal inilah
yang mendorong kaum perempuan untuk tetap melangsungkan kehidupan keluarga mereka
sehingga mereka melakukan migrasi dengan menjadi tenaga kerja.
Contoh lainnya, seorang anak mempunyai peran dalam sebuah keluarga. Kepatuhan
terhadap orangtua, rasa tanggung jawab terhadap masa depan orangtua mereka, atau situasi
ekonomi keluarga yang jauh dari cukup terkadang memaksa anak-anak ini untuk bekerja.
Terkadang hanya bekerja di sekitar lingkungan. Namun tidak sedikit juga yang melakukan
migrasi untuk mendapatkan uang.
Contoh terakhir adalah kasus pernikahan dini. Pernikahan dini mempunyai dampak
yang serius bagi pelakunya, terlebih bagi kaum perempuan. Mereka tidak hanya diintai oleh
bahaya kesehatan, namun juga kesempatan menempuh pendidikan yang juga semakin
menjadi terbatas bagi mereka. Hal itu berdampak pula pada kesempatan kerja yang terbatas
sehingga situasi ekonomi mereka semakin terjepit. Pernikahan dini juga menghambat
perkembangan psikologis pelakunya, sehingga hal ini menimbulkan gangguan perkembangan
pribadi, rusaknya hubungan dengan pasangan. Bahkan tidak menutup kemungkinan dapat
terjadi pula perceraian dini. Pada perempuan, apabila mereka sudah menikah sudah dianggap
sebagai wanita dewasa. Apabila sewaktu-waktu mereka bercerai, mereka tetap dianggap
sudah dewasa. Mereka inilah yang rentan menjadi korban tindakan perdagangan manusia
yang dapat disebabkan karena kerapuhan ekonomi, emosi yang masih labil, dan lain-lain.
Faktor selanjutnya adalah pengetahuan masyarakat yang terbatas. Orang dengan
tingkat pendidikan yang rendah memiliki lebih sedikit keahlian daripada orang dengan
tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini menimbulkan kesempatan kerja yang semakin
sedikit sehingga akan sangat sulit untuk meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Dengan
iming-iming bisa cepat kaya, orang-orang dengan situasi seperti ini dapat mudah untuk
direkrut dan dapat menjadi korban perdagangan manusia.
Faktor keenam adalah kurangnya pencatatan / dokumentasi. Dokumentasi ini meliputi
akta kelahiran atau surat keterangan kelahiran. Karena hal ini sangat minim dilakukan, maka
akan sangat mudah untuk melakukan pemalsuan identitas. Sampai saat ini, masih banyak
orangtua yang tidak mencatatkan kelahiran anaknya di kantor catatan sipil. Para orangtua
melakukan hal tersebut karena mereka menganggap bahwa untuk mencatatkan kelahiran
anak-anak mereak dibutuhkan sejumlah uang yang besar. Akibat yang ditimbulkan dari hal
ini adalah anak-anak tersebut tidak akan tercatat oleh negara. Apabila sewaktu-waktu mereka
menjadi korban perdagangan manusia, mereka akan sangat sulit untuk mendapatkan bantuan
dari pihak terkait.
Faktor terakhir adalah lemahnya aparat penegak hukum dan pihak-pihak terkait dalam
melakukan penjagaan terhadap indikasi terjadinya kasus perdagangan manusia. Sampai saat
ini, para pelaku kasus perdagangan manusia masih dapat bebas berkeliaran tanpa adanya
pengawasan yang ketat dari aparat penegak hukum. Hal inilah yang membuat kasus
perdagangan manusia seolah-olah dihalalkan dan tidak ada titik terang mengenai
penyelesaiannya.
2.4.

Akibat Perdagangan Manusia
Para korban perdagangan manusia mengalami banyak hal yang sangat mengerikan.
Perdagangan manusia menimbulkan dampak negatif yang sangat berpengaruh terhadap
kehidupan para korban. Tidak jarang, dampak negatif hal ini meninggalkan pengaruh yang
permanen bagi para korban. Dari segi fisik, korban perdagangan manusia sering sekali
terjangkit penyakit. Selain karena stress, mereka dapat terjangkit penyakit karena situasi
hidup serta pekerjaan yang mempunyai dampak besar terhadap kesehatan. Tidak hanya
penyakit, pada korban anak-anak seringkali mengalami pertumbuhan yang terhambat.
Sebagai contoh, para korban yang dipaksa dalam perbudakan seksual seringkali dibius
dengan obat-obatan dan mengalami kekerasan yang luar biasa. Para korban yang
diperjualbelikan untuk eksploitasi seksual menderita cedera fisik akibat kegiatan seksual atas
dasar paksaan, serta hubungan seks yang belum waktunya bagi korban anak-anak. Akibat dari
perbudakan seks ini adalah mereka menderita penyakit-penyakit yang ditularkan melalui
hubungan seksual, termasuk diantaranya adalah HIV / AIDS. Beberapa korban juga
menderita cedera permanen pada organ reproduksi mereka.
Dari segi psikis, mayoritas para korban mengalami stress dan depresi akibat apa yang
mereka alami. Seringkali para korban perdagangan manusia mengasingkan diri dari
kehidupan sosial. Bahkan, apabila sudah sangat parah, mereka juga cenderung untuk
mengasingkan diri dari keluarga. Para korban seringkali kehilangan kesempatan untuk
mengalami perkembangan sosial, moral, dan spiritual. Sebagai bahan perbandingan, para
korban eksploitasi seksual mengalami luka psikis yang hebat akibat perlakuan orang lain
terhadap mereka, dan juga akibat luka fisik serta penyakit yang dialaminya. Hampir sebagian
besar korban “diperdagangkan” di lokasi yang berbeda bahasa dan budaya dengan mereka.
Hal itu mengakibatkan cedera psikologis yang semakin bertambah karena isolasi dan
dominasi. Ironisnya, kemampuan manusia untuk menahan penderitaan yang sangat buruk
serta terampasnya hak-hak mereka dimanfaatkan oleh “penjual” mereka untuk menjebak para
korban agar terus bekerja. Mereka juga memberi harapan kosong kepada para korban untuk
bisa bebas dari jeratan perbudakan.

2.5.

Tindakan Pemerintah Indonesia dalam Menangani Kasus Perdagangan Manusia
Pemerintah Indonesia turut meratifikasi protokol PBB tersebut dan Rencana Aksi
Nasional (RAN) Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak yang disahkan pada
tanggal 30 Desember 2002 melalui Keputusan Presiden No.88 Tahun 2002. RAN tersebut
merupakan landasan dan pedoman bagi pemerintah dan masyarakat dalam melaksanakan
penghapusan

perdagangan

perempuan

dan

anak

(Kementerian

Pemberdayaan

Perempuan/KPP, RAN, 2002, hlm. 4). Pengesahan RAN ditindaklanjuti dengan pembentukan
gugus tugas anti trafiking di Tingkat Nasional. Untuk menjamin terlaksananya RAN di
tingkat propinsi dan kabupaten / kota maka penetapan peraturan dan pembentukan gugus
tugas. Penetapam peraturan dan pembentukan gugus tugas ini dibuat berdasarkan keputusan
kepala daerah masing-masing, termasuk anggaran pembiayaannya (KPP/RAN, hlm8-9).
Dalam RAN (hlm 14-15) diberikan 29 rujukan landasan hukum yang relevan sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku yang dapat dipakai dalam upaya menghapus
trafiking, antara lain: Undang-Undang (UU) No.1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-undang
Hukum Pidana (KUHP); UU no.7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita; UU no.3 tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak; UU no.19 tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO (International
Labor Organisation) no.105 mengenai Penghapusan Kerja Paksa; UU no. 1 tahun 2000
tentang Pengesahan Konvesi ILO No.182 mengenai Pelanggaran dan Tindakan Segera
Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak; UU no.23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak dan rujukan-rujukan relevan lainnya.
Sampai saat ini, perhatian pemerintah Republik Indonesia terhadap kasus
perdagangan manusia semakin besar. Usaha pemerintah untuk menyelesaikan masalahmasalah perdagangan manusia sudah semakin terlihat nyata. Hal ini terbukti dari
meningkatnya jumlah kasus yang ditangani oleh aparat hukum. Selain itu, saat ini sudah
banyak pelaku tindakan perdagangan manusia yang masuk penjara dan diproses secara
hukum. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Antiperdagangan Manusia di Indonesia pada
tahun 2007, jumlah kasus usaha perdagangan manusia yang ditangani oleh aparat hukum
meningkat dari 109 kasus pada tahun 2007 menjadi 129 pada tahun 2008.
Menurut data yang diperoleh, hukuman yang dijatuhkan untuk pelaku tindakan
perdagangan manusia meningkat dari 46 kasus pada tahun 2007 menjadi 55 kasus pada tahun
2008. Namun, eksploitasi yang diduga dilakukan oleh perusahaan besar masih menjadi
masalah serius, walaupun aparat kepolisisan dan Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
telah berkali-kali melakukan operasi untuk memecahkan kasus ini.
Penegakan hukum terhadap aparat yang ikut melakukan tindakan mendukung
perdagangan manusia juga masih cukup memprihatinkan. Petugas yang terlibat langsung
dalam usaha perdagangan manusia ataupun yang hanya memberikan perlindungan terhadap
bisnis tersebut masih banyak yang belum ditindak. Sementara itu, pemerintah Indonesia
selalu berusaha untuk meningkatkan pelayanan sekaligus perlindungan terhadap warga
negaranya yang bekerja di luar negeri. Salah satu contoh komitmen pemerintah Republik
Indonesia dalam melindungi warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri dapat dilihat
dari tindakamn penghentian sementara pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Malaysia.

2.6.

Solusi Masalah Perdagangan Manusia di Indonesia
Rendahnya tingkat ekonomi, pendidikan, dan situasi psikologis adalah penyebab
utama terjadinya perdagangan manusia. Ada beberapa solusi yang dapat dilakukan agar kasus
perdagangan manusia dapat berkurang. Solusi pertama adalah meningkatkan kesadaran
masyarakat melalui penyuluhan pemuka agama dan pemerintah. Apabila kesadaran
masyarakat akan bahaya dari perdagangan manusia sudah muncul, maka diharapkan tingkat
perdagangan manusia akan sdikit berkurang.
Solusi kedua adalah memperluas tenaga kerja, fokus pada program Usaha Kecil
Menengah (UKM), serta pemberdayaan perempuan. Apabila lapangan kerja di Indonesia
sudah cukup memenuhi kebutuhan masyarakat, maka keinginan untuk bermigrasi dan bekerja
di luar negeri akan berkurang dan resiko perdagangan manusia pun akan semakin berkurang
juga.
Solusi selanjutnya adalah meningkatkan pengawasan di setiap perbatas NKRI serta
meningkatkan kinerja para aparat penegak hukum. Kejahatan seperti perdagangan manusia
dapat saja terjadi. Kemungkinan untuk terjadi akan semakin besar apabila tidak ada
pengawasan yang ketat oleh aparat yang terkait. Apabila pengawasan sudah ketat dan hukum
sudah ditegakkan, maka kasus perdagangan manusia dapat berkurang.
Solusi lainnya adalah memberikan pengetahuan dan penyuluhan seefektif mungkin
kepada masyarakat. Untuk dapat mencegah masalah ini, perlu diadakan penyuluhan dan
sosialisasi masalah yang rutin mengenai perdagangan manusia kepada masyarakat. Dengan
sosialisasi secara terus-menerus, masyarakat akan mengetahui bahaya masalah ini dan
bagaimana solusinya. Pendidikan tentu saja tidak hanya diberikan kepada masyarakat
golongan menengah ke atas. Justru pendidikan tersebut harus diberikan kepada kaum kelas
bawah, karena mereka rentan sekali menjadi korban praktik perdagangan manusia.
perdagangan manusia seringkali terjadi pada masyarakat dengan taraf pendidikan yang cukup
rendah. Pendidikan harus diberikan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh semua
lapisan masyarakat.
Setelah masyarakat mengetahui masalah ini, saatnya mereka memberitahu keepada
orang lain yang belum tahu. Apabila informasi seperti ini tidak disebarluaskan, maka rantai
masalah ini tidak akan pernah terputus. Sudah menjadi kewajiban masyarakan untuk
menyampaikan apa yang terjadi pada orang lain, terlebih lagi orang-orang yang dianggap
berpotensi mengalami tindakan perdagangan manusia. Sebab, orang yang tidak mengetahui
adanya permasalahan ini tidak akan menyadari bahwa hal ini mungkin telah terjadi pada
orang lain di sekitar mereka.
Solusi terakhir adalah berperan aktif untuk mencegah. Setelah mengetahui dan
berusahaa berbagi dengan masyarakat yang lain, kita juga dapat berperan aktif untuk
menanggulangi permasalahan ini. Berperan aktif dapat dilakukan dengan cara melaporkan
kasus perdagangan manusia yang diketahui kepada pihak yang berwajib. Masyarakat juga
bisa mengarahkan keluarganya untuk lebih berhati-hati terhadap orang lain, baik yang tidak
dikenal maupun yang sudah dikenal. Mungkin hal yang dilakukan hanyalah sesuatu yang
kecil dan sederhana, namun apabila semua orang bergerak untuk turut melakukannya, bukan
tidak mungkin masalah ini akan teratasi.
BAB III
PENUTUP
3.1.

Kesimpulan
Dari semua pembahasan yang telah penulis utarakan, ada beberapa kesimpulan yang bisa
didapat, yaitu :

1. Perdagangan ,manusia merupakan segala sesuatu bentuk transaksi yang melibatkan manusia
sebagai komoditi perdagangan.
2.

Perdagangan manusia mempunyai banyak bentuk dan jenis yang dapat diklasifikasikan
berdasarkan umur dan gender.

3.

Ada banyak faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan perdagangan
manusia.

4.

Faktor utama tindakan perdagangan manusia (baik korban maupun pelaku) adalah faktor
ekonomi.

5.

Akibat dari perdagangan manusia dapat berupa gangguan fisik, gangguan psikis, serta
gangguan sosial.

6.

Sejauh ini, tindakan pemerintah terhadap kasus perdagangan manusia masih jauh dari
maksimal. Namun kemajuan akan usaha pemerintah sudah terlihat.

7.

Ada banyak solusi yang yang dilakukan agar kasus perdagangan manusia dapat diatasi.
Namun solusi yang paling tepat adalah komunikasi yang baik.

3.2.

Saran

3.2.1. Bagi Masyarakat
Agar tidak terseret ke dalam perdagangan manusia, sebaiknya masyarakat
meningkatkan kewaspadaan terhadap semua orang. Kewaspadaan itu harus ditujukan baik
kepada orang yang belum dikenal maupun kepada orang yang telah dikenal. Selain itu,
masyarakat juga harus selalu berpegang teguh pada ajaran agama dan moral yang dianut. Hal
itu perlu dilakukan sebagai antisipasi dari segala bentuk tipu daya para pelaku perdagangan
manusia.
3.2.2. Bagi Penulis
Sebagai bentuk partisipasi aktif terhadap pemberantasan kasus perdagangan manusia,
sebaiknya penulis juga ikut menerapkan sikap yang diopinikan dalam makalah ini. Walaupun
tidak dapat berupaya banyak untuk memberantas kasus perdagangan manusia di Indonesia,
sebaiknya penulis mencari sebanyak-banyaknya informasi mengenai perkembangan kasus
ini. Sebisa mungkin penulis sebaiknya ikut berperan untuk mencari solusi mengenai masalah
ini. Setidaknya untuk mengurangi tingkat kasus perdagangan manusia ini.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2010.Mutia

Hatta

:

Cegah

Perdagangan

Manusia

di

Perbatasan

dengan

Pendidikan.[terhubung berkala]http://www.gugustugastraffickin (24 Februari 2011)
Anonim.2010.Perdagangan

Manusisa

Marak

di

Perbatasan

Malaysia.[terhubung

berkala]http://wwwidio.int/bandaacehawareness.HTM(24 Februari 2011)
Anonim.2010.Definisi Pelacuran.[terhubung berkala] http://www.rise-of-womanhood.org/definitionof-prostitution.html(24 Februari 2011)
Karundeng,

Narwasti

Vike.2005.Sosialisasi

TRAFIKING.[terhubung

berkala]

Penyadaran

Isu

Trafiking

http://osdir.com/ml/culture.region.

:

APA

ITU

indonesia.ppi-

india/2005-03/msg01095.html(24 Februari 2011)
Shalahuddin,

Odi.2011.Kesekian

Kali

tentang

Prostitusi

Anak

#3[terhubung

berkala]

http://odishalahuddin.wordpress.com/2011/03/22/kesekian-kali-tentang-prostitusi-anak-3/(2
Maret 2011)
Suharto,

Edi.2003.PERMASALAHAN
SOSIAL[terhubung
Maret 2011)

berkala]

PEKERJA

MIGRAN

:

PERSPEKTIF

PEKERJAAN

http://www.policy.hu/suharto/modul_a/makindo_35.htm

(2
Perdagangan Manusia (Human Trafficking)
22 Mar

Kata Pengantar
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME, karena berkat dan karunianya kami
dapat menyusun makalah yang menjadi tugas kuliah kami yang berjudul Perdagangan
Manusia (Human Trafficking), dan juga terimakasih kepada dosen kami, Ina Heliany yang
telah memberikan kesempatan bagi kami untuk menyusun makalah ini. Adapun dalam
makalah ini berisi tentang pembahasan Perdagangan Manusia,Konvensi Perlindungan HakHak Anak,Perdangangan Anak (Child Trafficking),Pembrantasan Tindak Pidana Human
Trafficking & Perbudakan Kontemporer (Contemporary Forms Of Slavery) .
Semoga makalah yang kami susun ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan umumnya
bagi para pelajar yang sedang mempelajari hukum –hukum dinegeri ini.
Kami mengucapkan terimakasih atas perhatian dan kerjasama yang diberikan dalam
pembuatan makalah ini, tanpa kerjasama hal yang sulit tidak akan menjadi mudah, tanpa
kerjasama makalah ini tidak akan ada. Dan akhir kata kami mohon maaf jika ada kesalahan
dalam penulisan dan hal yang tidak kami ketahui.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………..
1
DAFTAR ISI……………………………………………………………. 2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………. 3
1.2 Identifikasi Masalah………………………………………..
3
1.3 Metode Pembahasan………………………………………..
4
1.4 Pembatasan Masalah ……………………………………… 4
1.5 Metode Pembahasan ………………………………………
4
BAB II TEORI ATAU KONSEP
2.1 Pengertian HAM…………………………………………….
5
2.2 Pendapat Jan Matersen……………………………………. 5
BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN
3.1 Perdagangan Manusia ( Human Trafficking )…….
6
3.2 Konvensi Perlindungan Hak-Hak Anak ……………
7
3.3 Perdagangan Anak ( Child Trafficking )……………
9
3.4 Pembrantasan Tindak Pidana Perdagangan Manusia
( Human Trafficking ) ……………………………………..
12
3.5 Perbudakan Kontemporer
(Contemporary Forms Of Slaves)………………………
14
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ………………………………………………….
18
4.2 Saran …………………………………………………………..
20
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………
22
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam
penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait
dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang
harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas
terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam
era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan
hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain.
B. Identifikasi Masalah
Makalah ini penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Perdagangan Manusia (Human Trafficking)
2. Konvensi Perlindungan Hak-Hak Anak
3. Perdagangan Anak (Child Trafficking)
4. Pemberantasan Tindak Pidana Human Trafficking
5. Perbudakan Kontemporer (Contemporary Forms Of Slavery).

C. Pembatasan Makalah
Agar masalah pembahasan tidak terlalu luas dan lebih terfokus pada masalah dan tujuan
dalam hal ini pembuatan makalah ini, maka dengan ini penyusun membatasi masalah hanya
pada ruang lingkup HAM. Mencakup Human Trafficking.
D. Metode Pembahasan
1. Metode deskritif, sebagaimana ditunjukan oleh namanya, pembahasan ini bertujuan untuk
memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau kelompok orang tertentu atau
gambaran tentang suatu gejala atau hubungan antara dua gejala atau lebih (Atherton dan
Klemmack: 1982).
2. Penelitian kepustakaan, yaitu Penelitian yang dilakukan melalui kepustakaan,
mengumpulkan data-data dan keterangan melalui buku-buku dan bahan lainnya yang ada
hubungannya dengan masalah-masalah yang diteliti.

BAB II
TEORI ATAU KONSEP
1. HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan kodratnya (Kaelan:
2002).
2. Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching Human Rights,
United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa menegaskan bahwa HAM adalah hakhak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai
manusia.
3. HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai
hak yang kodrati. (Mansyur Effendi, 1994).
4. Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa
“Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang,
demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”

BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
1. Perdagangan manusia (Human Trafficking)
Perdagangan manusia (human trafficking) merupakan masalah yang cukup kompleks, baik di
tingkat nasional maupun internasional. Berbagai upaya telah dilakukan guna mencegah
terjadinya praktek perdagangan manusia. Secara normatif, aturan hukum telah diciptakan
guna mencegah dan mengatasi perdagangan manusia.
Akan tetapi perdagangan manusia masih tetap berlangsung khususnya yang berkaitan dengan
anak-anak. Permasalahan yang berkaitan dengan anak tidak lepas dari perhatian masyarakat
internasional. Isu-isu seperti tenaga kerja anak, perdagangan anak, dan pornografi anak,
merupakan masalah yang dikategorikan sebagai eksploitasi.
2. Konvensi Perlindungan Hak-Hak Anak
Convention on the Rights of the Child (CRC) adalah merupakan salah satu konvensi yang
mengatur hal-hal yang berkaitan dengan perlindungan hak-hak anak.
a. Perlindungan hak-hak anak
Child is every human being below the age of eighteen years unless under the law applicable
to the child, majority is attained earlier.
Berdasarkan ketentuan ini selanjutnya ditentukan bahwa adanya keharusan bagi negara untuk
memperhatikan segala bentuk kekerasan terhadap anak.
b. Perhatian terhadap hak-hak anak
States parties shall take all appropriate national, bilateral and multilateral measures to prevent
the abduction of the sale of or traffic in children for any aspects of the child‟s welfare.
Anak memerlukan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan
fisik, mental, dan sosial secara utuh, serasi, selaras, dan seimbang.
Pemberitaan tentang perdagangan manusia khususnya anak, di Indonesia kian marak baik
dalam lingkup domestik maupun yang telah bersifat lintas batas negara. Hal ini dapat dilihat
dari berbagai kejahatan yang dilakukan oleh orang perorangan maupun oleh korporasi dalam
batas wilayah suatu negara maupun yang dilakukan melintasi batas wilayah negara lain yang
semakin meningkat. Kejahatan tersebut juga termasuk antara lain berupa penyeludupan
tenaga kerja, penyeludupan imigran, perdagangan budak, wanita dan anak.
Salah satu persoalan serius dan sangat meresahkan adalah dampak yang ditimbulkan dan
berhubungan langsung terhadap nasib anak, yaitu berkaitan dengan perdagangan anak (child
trafficking).
3. Perdagangan Anak (Child Trafficking).
Perdagangan anak yang terjadi di Indonesia telah mengancam eksistensi dan martabat
kemanusiaan yang membahayakan masa depan anak.
Sisi global, perdagangan anak merupakan suatu kejahatan terorganisasi yang melampaui
batas-batas negara, sehingga dikenal sebagai kejahatan transnasional. Indonesia tercatat dan
dinyatakan sebagai salah satu negara sumber dan transit perdagangan anak internasional,
khususnya untuk tujuan seks komersial dan buruh anak di dunia.
Komitmen penghapusan perdagangan anak ini dikenal sebagai Kesepakatan Palermo Italia
tahun 2001.
Kesepakatan penghapusan perdagangan anak sebagai isu global, sejalan dengan lingkup
kesepakatan menghapus terorisme, penyeludupan senjata (arm smugling), peredaran gelap
narkotika dan psikotropika, pencucian uang (money laundry), penyeludupan orang (people
smugling) dan perdagangan orang termasuk anak (child trafficking). Indonesia telah
meratifikasi dan mengundangkan protokol Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk penghapusan
kejahatan transnasional tersebut. Saat ini sedang dalam proses ratifikasi protokol Perserikatan
Bangsa-Bangsa untuk menghapus dan mencegah perdagangan orang termasuk anak.
Penguatan komitmen pemerintah Republik Indonesia dalam penghapusan perdagangan orang
tercermin dari Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2002, tentang
Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (RAN-P3A) dan
adanya Undang-Undang Penghapusan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU PTPPO).
Program Legislasi Nasional 2005-2009 menegaskan RUU Tindak Pidana Perdagangan Orang
berada diurutan 22 dari 55 prioritas RUU yang akan dibahas pada tahun 2005. Penindakan
hukum kepada pelaku (trafficker) digiatkan melalui peningkatan kapasitas penegak hukum
serta peningkatan kerjasama dengan pemangku kepentingan yang lain dan pihak penegak
hukum negara sahabat sehingga Kepolisian Republik Indonesia berhasil memproses 23 kasus
dari 43 kasus yang terungkap.
Pada tahun 2004-2005 (Maret), sebanyak 53 terdakwa telah mendapat vonis Pengadilan
dengan putusan: bebas, dan hukuman penjara 6 bulan sampai yang terberat 13 tahun penjara
atau rata-rata hukuman 3 tahun 3 bulan. Sosialisasi dan advokasi dari berbagai pihak kepada
aparat penegak hukum telah membuahkan dijatuhkannya vonis hukuman yang cukup berat
kepada trafficker.
Peningkatan perlindungan kepada korban perdagangan orang dilaksanakan dengan
meningkatkan aksesibilitas layanan melalui pembentukan Pusat Pelayanan Terpadu di Rumah
Sakit Umum milik Pemerintah Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota serta Rumah Sakit
Kepolisian Pusat dan Rumah Sakit Bhayangkara di daerah. Ruang Pelayanan Khusus
Kepolisian yang dikelola oleh Polisi Wanita semakin ditambah yang kini jumlahnya
mencapai 226 unit di 26 Kepolisian Daerah (Propinsi) dan masih akan terus diperluas ke
Kepolisian Daerah yang lain dan
Kepolisian Resort (Kabupaten/Kota) seluruh Indonesia.
Di samping itu juga semakin banyak Lembaga Swadaya Masyarakat dan organisasi
masyarakat yang mendirikan Women‟s Crisis Centre, Drop In Center, atau Shelter yang kini
jumlahnya 23 unit yang tersebar di 15 propinsi. Di samping itu, untuk pengungsi didirikan
sedikitnya 20 unit Children Center bekerjasama dengan UNICEF dan Departemen Sosial.
Beberapa pihak berpendapat bahwa para TKI tersebut banyak di antaranya yang terjebak
dalam praktek-praktek perdagangan orang. Mereka dikirim ke Malaysia menggunakan paspor
dan visa kunjungan atau wisata untuk bekerja di sana.

4. Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Manusia (Human Trafficking)
Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah mengesahkan UndangUndang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Adanya peningkatan jumlah korban perdagangan anak di Indonesia, telah menempatkan
Indonesia ke dalam kelompok negara yang dikategorikan tidak berbuat maksimal.
Menyadari hal ini, Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 88 Tahun 2002 telah
menetapkan suatu kebijakan yang bersifat akseleratif tentang penghapusan perdagangan anak.
Berdasarkan Keputusan Presiden tersebut, maka penghapusan perdagangan anak dilakukan
secara terorganisir, komprehensif, dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan dengan
prinsip utama, anak adalah korban.
Untuk menterjemahkan formulasi tersebut dalam bentuk implementasi, maka dikembangkan
jejaring kelembagaan peduli anak. Demikian pula secara yuridis dimunculkan norma
hukuman berat terhadap pelaku perdagangan anak. Adapun materi Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2002 antara lain, berisi:
1) Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak yang selanjutnya
disebut dengan RAN-P3A sebagai aspek konseptual atau formulasi.
2) Pembentukan Gugus Tugas Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak yang
selanjutnya disebut dengan GT-P3A pada lingkup nasional, propinsi, dan kabupaten/kota,
sebagai aspek operasional atau implementasi.
RAN-P3A bertujuan untuk menghapus segala bentuk perdagangan anak melalui pencapaian 4
(empat) tujuan khusus yaitu:
a) Penetapan norma hukum dan tindakan hukum terhadap pelaku perdagangan anak.
b) Terlaksananya rehabilitasi dan reintegrasi sosial korban perdagangan anak.
c) Terlaksananya pencegahan perdagangan anak di keluarga dan masyarakat.
d) Terciptanya kerjasama dan koordinasi penghapusan perdagangan anak lingkup
internasional, regional, nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui Office of The High Commisioner of Human
Rights telah mengeluarkan Fact Sheet No. 14 dengan judul Contemporary
Forms of Slavery.

5. Perbudakan Kontemporer (Contemporary Forms Of Slavery)
Perilaku yang termasuk dalam kategori bentuk-bentuk perbudakan kontemporer
(contemporary forms of slavery), adalah:
a) Perdagangan anak.
b) Prostitusi anak.
c) Pornografi anak.
d) Eksploitasi pekerja anak.
e) Mutilasi seksual terhadap anak perempuan.
f) Pelibatan anak dalam konflik bersenjata.
g) Penghambaan.
h) Perdagangan manusia.
i) Perdagangan organ tubuh manusia.
j) Eksploitasi untuk pelacuran, dan
k) Sejumlah kegiatan di bawah rezim apartheid dan penjajahan.
Berdasarkan informasi yang diterbitkan oleh United States Departement Of Justice, diperoleh
data yang berkenaan dengan perdagangan manusia, antara lain:
a) 700 ribu (tujuh ratus ribu) sampai dengan 4.000.000 (empat juta) orang setiap tahun
diperjualbelikan (dijual, dikirim, dipaksa, dan bekerja di luar kemauan) di seluruh dunia.
b) Sebagian besar manusia yang diperdagangkan berasal dari negara-negara berkembang
yang rendah tingkat ekonominya, untuk dibawa ke negara-negara maju.
c) Sebagian besar dari korban tersebut adalah perempuan dan anak-anak.
d) Para korban pada umumnya dijanjikan kehidupan yang lebih baik, pekerjaan dengan
imbalan yang menarik, oleh sang pedagang.
e) Umumnya mereka dipaksa bekerja sebagai pelacur, pekerja paksa, pembantu rumah
tangga, bahkan pengemis.
f) Untuk mengendalikan mereka biasanya dipakai upaya kekerasan atau ancaman kekerasan.
g) Lebih dari dua juta perempuan bekerja di industri seks di luar keinginan mereka, dan
diperkirakan sekitar 40% (empat puluh persen) adalah anak di bawah umur.
Akan tetapi dalam banyak hal, kerap kali terdapat perbedaan dalam menentukan batasan,
pengertian, dan sumber dapat mengakibatkan perbedaan hasil yang menimbulkan tafsiran
serta implikasi yang berbeda. Dalam situasi yang demikian, maka isu undocument migrant
workers (pekerja pembantu rumah tangga anak) apabila ditafsirkan dengan tanpa batasan
dapat mengakibatkan perbedaan persepsi tentang perdagangan anak.
Untuk memberikan batasan yang pasti, maka dapat mengacu kepada Protocol to Prevent,
Suppres and Punish Trafficking in Person Especially Women and Children. Protokol ini telah
ditandatangani oleh pemerintah Indonesia. Di luar dari batasan dari protokol itu, pengertian
perdagangan anak masih beragam. Hingga saat ini belum ada kesatuan yang bisa
menggambarkan kejahatan perdagangan anak. Hal ini disebabkan semakin meluasnya
dimensi kriminal dari perdagangan manusia sehingga batasan tradisional perdagangan
manusia menjadi usang.
Helge Konrad mengemukan bahwa human trafficking merupakan suatu masalah yang
disebabkan adanya beberapa dorongan. Ia menyatakan:
The cause of trafficking are complex. While there are numerous contributing factors, which
have to be analysed and taken into account in political decision making-the unequal
economic development of different countries, mass unemployment in many countries of
origin, but also inequality, discrimination and gender-based violence in our societies, the
prevailing market mechanisms; the patriarchal structures in the source and destination
countries; the demand side including the promotion of sex tourism in many countries of the
world, the mindsets of men, etc.- the primary root cause is poverty, most particularly among
women.
Indonesia dikategorikan sebagai negara yang tidak memenuhi standar dalam upaya
memerangi kejahatan terorganisir sebagai upaya penghapusan perdagangan manusia secara
serius, bahkan data akurat mengenai kejahatan ini sulit diperoleh. Hal ini terkait dengan
beberapa hal yaitu berupa defenisi perdagangan manusia dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana terbatas pada perdagangan perempuan dan anak; dan berbagai perbuatan yang
dapat dimasukkan ke dalam perdagangan manusia ditangani oleh berbagai instansi yang
berbeda sehingga menyulitkan dalam pertanggungjawaban.
Sebagai Contohnya: Masalah pengiriman buruh migran secara ilegal pada umumnya
ditangani oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang melibatkan Penyedia Jasa
Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) ke luar negeri, sedangkan perdagangan anak ditangani oleh
Dinas Sosial.
Faktor lainnya berupa lingkup wilayah Indonesia yang amat luas dan terbuka yang
memungkinkan perdagangan manusia terjadi di beberapa tempat namun sulit dipantau.
BAB IV
KESIMPULAN
1. HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan
kodratnya
(Kaelan: 2002).
2. Perdagangan manusia (human trafficking) merupakan masalah yang cukup kompleks, baik
di tingkat nasional maupun internasional.
3. Convention on the Rights of the Child (CRC) adalah merupakan salah satu konvensi yang
mengatur hal-hal yang berkaitan dengan perlindungan hak-hak anak.
4. Indonesia melalui Keputusan Presiden RI. Nomor 88 Tahun 2002 telah menetapkan suatu
kebijakan yang bersifat akseleratif tentang penghapusan perdagangan anak.
5. Perilaku yang termasuk dalam kategori bentuk-bentuk perbudakan kontemporer
(contemporary forms of slavery), meliputi:
a) Perdagangan anak.
b) Prostitusi anak.
c) Pornografi anak.
d) Eksploitasi pekerja anak.
e) Mutilasi seksual terhadap anak perempuan.
f) Pelibatan anak dalam konflik bersenjata.
g) Penghambaan.
h) Perdagangan manusia.
i) Perdagangan organ tubuh manusia.
j) Eksploitasi untuk pelacuran, dan
k) Sejumlah kegiatan di bawah rezim apartheid dan penjajahan.
Faktor lainnya berupa lingkup wilayah Indonesia yang amat luas dan terbuka yang
memungkinkan perdagangan manusia terjadi di beberapa tempat namun sulit dipantau.

SARAN
Perdagangan manusia (human trafficking) merupakan permasalahan yang harus segera
diselesaikan oleh negara Indonesia sebagai negara asal dari korban serta oleh Malaysia
yang merupakan negara tujuan dari kasus human trafficking . Kedua negara tersebut harus
segera melakukan kerjasama yang erat dan konsisten dalam memerangi kegiatan human
trafficking yang terjadi di perbatasan negara tersebut. Selain itu, kedua belah harus
senantiasa meningkatkan pengawasan di perbatasan wilayah baik oleh pihak keamanan
maupun oleh pihak Imigrasi yang merupakan sebagai penjaga kedaulatan suatu negara.Selain
dengan meningkatkan kerjasama antar negara, setiap negara khususnya negara Indonesia
harus secepat mungkin untuk membentuk suatu aturan hukum yang jelas dan tegas dalam
memerangi praktek human trafficking yang sudah lama berkembang di negara ini. Yang
aturan tersebut harus senantiasa di publikasi dan di terapkan dalam pelaksanaan
pengawasanterhadap praktek tersebut. Serta harus menindak dengan tegas semua pelaku
praktek humantrafficking , jangan adalagi praktek-praktek suap yang dapat memudahkan
pelaku untuk melakukan kegiatan tersebut. Selain dari penyelesaian oleh Pemerintah,
penyelesaian oleh setiap individu dalam masyarakat juga perlu untuk di tingkatkan dan di
awasi karena banyak kasus human trafficking terjadi karena faktor ketidak tahuan masyarakat
tentang human trafficking dan bahayanya bagidirinya sendiri ataupun orang lain. Untuk hal
ini, pemerintah harus senantiasa melakukansosialisasi kepada masyarakat perbatasan ataupun
masayarakat Indonesia secara global agar lebih mengetahui tentang human trafficking dan
agar dapat melindungi diri dari humantrafficking
Daftar Pustaka
1. Metode deskritif, Atherton dan Klemmac, (1982).
2. Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (RAN-P3A) dan
adanya Undang-Undang Penghapusan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU PTPPO),
KEPRES RI Nomor 88 Tahun 2002
3. Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Adanya peningkatan jumlah korban
perdagangan anak di Indonesia, Pemerintah dan DPR RI, UUD NO. 21 Tahun 2007.
4. Contemporary Forms of Slavery Fact Sheet No. 14, PBB melalui Office of The High
Commisioner of Human Rights
HUMAN TRAFFICKING
Posted on Februari 8, 2012 by helmayulita

MAKALAH
Kapita Selekta Geografi
Perdagangan Manusia (Human Trafficking)
Oleh:
HELMA YULITA
2008/05384
JURUSAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2011
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini
dengan judul “perdaganagan manusia (Human Trafficking)” tepat pada waktunya. Salawat
beriringan salam tak lupa penulis ucapkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad
SAW.
Pada kesempatan ini izinkan penulis mengucapkan terimakasih yang setinggi-tingginya
kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya. Hal ini disebabkan oleh
keterbatasan ilmu, wawasan dan pengetahuan yang penulis miliki. Namun dengan keyakinan
dan berkat bantuan serta dorongan dari berbagai pihak, Akhirnya makalah ini dapat penulis
selesaikan.
Akhir kata semoga hasil makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca dan
bagi penulis sendiri.
Padang, oktober 2011
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR…………………………………………………………………………………
…………. i
DAFTAR ISI
…………………………………………………………………………………………………
………. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang………………………………………………………………………………………
……… 1
B. Rumusan
Masalah…………………………………………………………………………………………
.2
C.
Tujuan…………………………………………………………………………………………
………………. 2
D. Manfaat
…………………………………………………………………………………………………
……. 2
BAB II PEMABAHASAN
A. Apa itu perdgangan manusia (human
trafficking)………………………………………………………………………………………
…………… 3
B. Faktor – faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya perdagangan manusia (human
trafficking)………………………………………………………………………………………
…………… 4
C. Bagaimana tanggapan pemerintah terhadap kasus perdagangan manusia (human
trafficking)………………………………………………………………………………………
…………… 5
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan……………………………………………………………………………………
…………….. 7
B.
Saran……………………………………………………………………………………………
……………… 8
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perdagangan manusia atau istilah Human Trafficking merupakan sebuah kejahatan yang
sangat sulit diberantas dan disebut-sebut oleh masyarakat internasional sebagai bentuk
perbudakan masa kini dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Kejahatan ini terus
menerus berkembang secara nasional maupun internasional. Dengan perkembangan dan
kemajuan teknologi, informasi, komunikasi dan transportasi. maka semakin berkembang pula
modus kejahatannya yang dalam beroperasinya sering dilakukan secara tertutup dan bergerak
di luar hukum.
Pelaku perdagangan orang (trafficker) pun dengan cepat berkembang menjadi sindikasi lintas
batas negara dengan cara kerja yang mematikan. Rendahnya tingkat ekonomi, pendidikan dan
situasi psikologis inilah menjadi salah satu penyebab yang tidak disadari sebagai peluang
munculnya human trafficking atau perdagangan manusia. Istilah yang kemudian diserap
dalam bahasa Indonesia dengan kata trafiking ini, sampai saat ini belum mendapat perhatian
yang maksimal dari pihak-pihak terkait. Tidaklah mengherankan jika korban trafiking terus
berjatuhan, bahkan, rentetan korban demi korban masih mungkin akan terus bertambah.
Perdagangan orang dapat mengambil korban dari siapapun, orang-orang dewasa dan anak –
anak, laki-laki maupun perempuan yang pada umumnya berada dalam situsi dan kondisi
yangm rentan. Modus yang digunakan dalam kejahatan ini sangat beragam dan juga memiliki
aspek kerja yang rumit. Dengan perkembangan dan kemajuan teknologi, informasi,
komunikasi dan transportasi maka semakin berkembang pula modus kejahatannya yang
dalam beroperasinya sering secara tertutup dan bergerak di luar hukum. Pelaku perdagangan
orang (trafficker) pun dengan cepat berkembang menjadi sindikasi lintas batas negara dengan
cara kerja yang mematikan.
B. permasalahan
Berdasarkan latar belakang diatas maka yang jadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah
:
1. Apa factor penyebab tewrjadinya perdagangan manusia (human trafficking) ?
2. Apa dampak dari perdagangan manusia (human trafficking) ?
3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap perdagangan manusia (human trafficking) ?
C. Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah
1. Melihat factor penyebab perdagangan manusia (human trafficking)
2. Mengetahui dampak perdagangan manusia (human trafficking)
3. Melihat perlindungan hokum dalam perdagangan manusia (human trafficking)
D. Manfaat
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan diatas maka manfaat dari penulisan makalah ini
adalah melihat dan memahami tentang perdagangan manusia dan mengetahui faktor – faktor
penyebab perdagangan manusia (human trafficking) serta melihat peran pemerintah dalam
menangani kasus ini.
BAB II
TEORI PENDUKUNG
A. Pengertian perdagangan manusia
Istilah dalam perdagangan manusia ini dapat diartikan sebagai “rekrutmen, transportasi,
pemindahan, penyembunyian atau penerimaan seseorang dengan ancaman atau penggunaan
kekerasan, penculikan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan
ataupun menerima atau memberi bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan
dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, untuk kepentingan eksploitasi
yang secara minimal termasuk eksploitasi lewat prostitusi atau bentuk-bentuk eksploitasi
seksual lainnya, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek lain yang
serupa dengan perbudakan, penghambaan atau pengambilan organ-organ tubuh.” (Sumber:
Pasal 3, Protokol untuk Mencegah, Menekan dan Menghukum Perdagangan Manusia,
terutama Perempuan dan Anak, sebagai Tambahan terhadap Konvensi PBB menentang
Kejahatan Terorganisir Transnasional, 2000).
Eksploitasi dalam perdaganagan manusia (human trafficking) dapat meliputi, paling tidak,
adalah: Pertama, eksploitasi untuk melacurkan orang lain atau bentuk-bentuk lain dari
eksploitasi seksual. Kedua, kerja atau pelayanan paksa. Ketiga, perbudakan atau praktekpraktek yang serupa dengan perbudakan. Keempat, penghambaan. Kelima, pengambilan
organ-organ tubuh.
Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) mendefenisikan human trafficking atau perdagangan
manusia sebagai: Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan
seseorang, dengan ancaman, atau penggunaan kekerasan, atau bentuk-bentuk pemaksaan lain,
penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, memberi
atau menerima bayaran atau manfaat untuk memperoleh ijin dari orang yang mempunyai
wewenang atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. (Protokol PBB tahun 2000 untuk
Mencegah, Menanggulangi dan Menghukum Trafiking terhadap Manusia, khususnya
perempuan dan anak-anak; Suplemen Konvensi PBB mengenai Kejahatan Lintas Batas
Negara). Tabel dibawah ini, yang disarikan dari Definisi PBB diatas, adalah alat yang
berguna untuk menganalisis masing-masing kasus untuk menentukan apakah kasus tersebut
termasuk trafiking atau tidak.
Suatu kejadian dapat dikatakan sebagai trafiking, kejadian tersebut harus memenuhi paling
tidak satu unsur dari ketiga kriteria yang terdiri dari proses, jalan/cara dan tujuan. Jika satu
unsur dari masing-masing ketiga kategori di atas muncul, maka hasilnya adalah trafiking.
Pertama setiap orang yang melakukan perekrutan, pengiriman, penyerahterimaan orang.
Kedua dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, penipuan, penculikan,
penyekapan, penyalahgunaan kekuasaan, pemanfaatan posisi kerentanan, atau penjeratan
utang. Ketiga untuk tujuan mengeksploitasi, atau perbuatan yang dapat tereksploitasi orang
tersebut.
B. Modus operandi perdagangan manusia
Perdagangan manusia dapat mengambil korban dari siapapun, orang-orang dewasa dan anak
– anak, laki-laki maupun perempuan yang pada umumnya berada dalam situsi dan kondisi
yang rentan. Namun Perdagangan manusia, biasanya dalam banyak kasus lebih merujuk
kepada perdagangan perempuan dan anak-anak. Modus yang digunakan dalam kejahatan ini
sangat beragam dan juga memiliki aspek kerja yang rumit.
Berdasarkan rumusan pasal 546 rancangan KUHP di atas yang dikategorikan kedalam modus
perdagangan manusia adalah :
Bagian Pertama : setiap orang yang melakukan perekrutan, pengiriman, penyerahterimaan
orang.
Bagian Kedua : dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, penipuan,
penculikan, penyekapan, penyalahgunaan kekuasaan, pemanfaatan posisi kerentanan, atau
penjeratan utang.
Bagian Ketiga : untuk tujuan mengeksploitasi, atau perbuatan yang dapat tereksploitasi
orang tersebut.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Faktor – Faktor penyebab terjadinya perdagangan manusia (human trafficking)
Himpitan kehidupan ini kemudian menimbulkan masyarakat untuk mencari jalan keluar
dengan melakukan segala daya upaya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Dalam
pemenuhan itu, kadang kala mereka tidak memikirkan dampak dari apa yang mereka
kerjakan. Yang penting bagi mereka, hidup harus terus berjalan.
Rendahnya tingkat ekonomi, pendidikan dan situasi psikologis inilah menjadi salah satu
penyebab yang tidak disadari sebagai peluang munculnya human trafficking atau
perdagangan manusia. Istilah yang kemudian diserap dalam bahasa Indonesia dengan kata
trafiking ini, sampai saat ini belum mendapat perhatian yang maksimal dari pihak-pihak
terkait. Tidaklah mengherankan jika korban trafiking terus berjatuhan, bahkan, rentetan
korban demi korban masih mungkin akan terus bertambah.
Tidak ada satupun yang merupakan sebab khusus terjadinya trafiking manusia di Indonesia.
Trafiking terjadi karena bermacam-macam kondisi serta persoalan yang berbeda-beda. Tetapi
dapat disimpulkan beberapa faktor, antar lain:
1. Kurangnya kesadaran ketika mencari pekerjaan dengan tidak mengetahui bahaya trafiking
dan cara-cara yang dipakai untuk menipu atau menjebak korban.
2. Kemiskinan telah memaksa banyak orang untuk mencari pekerjaan ke mana saja, tanpa
melihat risiko dari pekerjaan tersebut. kemiskinan mempunyai sederet definisi ekonomi dan
juga keanekaragaman arti sosial dan politik. Sebab – sebab kemiskinan antara lain upah yang
rendah, diskriminasi dalam pensiunan dan keuntungan, pekerjaan yang tak terbayar bagi
wanita, perceraian, ditinggal pergi, perpisahan dan menjanda dan menjadi ibu tampa
pasangan ekonomi.
3. Kultur/budaya yang menempatkan posisi perempuan yang lemah dan juga posisi anak yang
harus menuruti kehendak orang tua dan juga perkawinan dini, diyakini menjadi salah satu
pemicu trafiking. Biasanya korban terpaksa harus pergi mencari pekerjaan sampai ke luar
negeri atau ke luar daerah, karena tuntutan keluarga atau orangtua
4. Lemahnya pencatatan /dokumentasi kelahiran anak atau penduduk sehingga sangat mudah
untuk memalsukan data identitas.
5. Lemahnya oknum-oknum aparat penegak hukum dan pihak-pihak terkait dalam melakukan
pengawalan terhadap indikasi kasus-kasus trafiking.
Lantas apa yang harus dilakukan seseorang jika dia merasa sudah terjebak dalam kasus
trafiking. Dijelaskan Kepala Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Ditreskrim Polda
NAD, Inspektur satu (Iptu) Elviana, jangan pernah takut untuk melaporkan kejadian trafiking.
Baik korban maupun masyarakat yang mengetahuinya, harus segera melaporkan. Laporan
dapat disampaikan kepada aparat kepolisian di tingkat Polsek atau Polres. Oleh karena itu,
menurutnya saat ini aparat kepolisian di seluruh tingkatan telah dilatih untuk menangani
kasus-kasus yang menimpa perempuan dan anak, meskipun di kantor-kantor tersebut tidak
memiliki polisi wanita (Polwan), tetapi penanganan khusus untuk perempuan dan anak tetap
dapat dilakukan oleh polisi laki-laki.
B. Dampak Perdagangan Manusia (human trafficking)
Banyak dampak yang ditimbulkan oleh perdagangan manusia (human trafficking) antara lain
:
• Bentuk perdanagan manusia antara lain setiap orang yang melakukan perekrutan,
pengiriman, penyerahterimaan orang. Dengan perekrutan ini akan banya terjadinya penipuan.
• Perdaganagan manusia banyak menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, penipuan,
penculikan, penyekapan, penyalahgunaan kekuasaan, pemanfaatan posisi kerentanan, atau
penjeratan utang.
• Perdagangan manusia dilakukan untuk tujuan untuk tujuan mengeksploitasi, atau perbuatan
yang dapat tereksploitasi orang tersebut sehingga sangat merugikan bagi korban perdagangan
manusia.
C. Perlindungan hukum terhadap perdagangan manusia
Pasal 546 Rancangan KUHP merumuskan Tindak Pidana Perdagangan Orang sebagai berikut
:
“Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengiriman, penyerahterimaan orang dengan
menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, penipuan, penculikan, penyekapan,
penyalahgunaan kekuasaan, pemanfaatan posisi kerentanan, atau penjeratan utang, untuk
tujuan mengeksploitasi atau perbuatan yang dapat tereksploitasi orang tersebut, dipidana
karena melakukan tindak pidana perdagangan orang, dengan pidana penjara paling singkat 3
(tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Kategori
IV dan paling banyak Kategori VI.
Berdasarkan rumusan pasal 546 rancangan KUHP di atas yang dikategorikan kedalam
perdagangan manusia adalah :
1. Bagian Pertama : setiap orang yang melakukan perekrutan, pengiriman, penyerahterimaan
orang.
2. Bagian Kedua : dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, penipuan,
penculikan, penyekapan, penyalahgunaan kekuasaan, pemanfaatan posisi kerentanan, atau
penjeratan utang.
3. Bagian Ketiga : untuk tujuan mengeksploitasi, atau perbuatan yang dapat tereksploitasi
orang tersebut.
Dengan perumuskan seperti di atas, maka sebuah perbuatan tindak pidana perdagangan
manusia dapat terpenuhi bila salah satu dari tiga bagian tersebut dilakukan. Misalnya, seorang
melakukan perekrutan dengan menggunakan pemanfaatan posisi kerentanan untuk tujuan
mengeksploitasi maka orang tersebut telah memenuhi pasal ini.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perdagangan orang dapat mengambil korban dari siapapun, orang-orang dewasa dan anak –
anak, laki-laki maupun perempuan yang pada umumnya berada dalam situsi dan kondisi yang
rentan.
1. Faktor – faktor yang menyebabkan terjadinya perdagangan manusia (human trafficking)
antara lain : a.) Kurangnya kesadaran ketika mencari pekerjaan dengan tidak mengetahui
bahaya trafiking dan cara-cara yang dipakai untuk menipu atau menjebak korban, b.)
Kemiskinan telah memaksa banyak orang untuk mencari pekerjaan ke mana saja, tanpa
melihat risiko dari pekerjaan tersebut, c.) Kultur/budaya yang menempatkan posisi
perempuan yang lemah dan juga posisi anak yang harus menuruti kehendak orang tua dan
juga perkawinan dini, diyakini menjadi salah satu pemicu trafiking. Biasanya korban terpaksa
harus pergi mencari pekerjaan sampai ke luar negeri atau ke luar daerah, karena tuntutan
keluarga atau orangtua, d.) Lemahnya pencatatan /dokumentasi kelahiran anak atau penduduk
sehingga sangat mudah untuk memalsukan data identitas. Dan e.) Lemahnya oknum-oknum
aparat penegak hukum dan pihak-pihak terkait dalam melakukan pengawalan terhadap
indikasi kasus-kasus trafiking.
2. Dampak perdagangan manusia antara lain : Bentuk perdanagan manusia antara lain setiap
orang yang melakukan perekrutan, pengiriman, penyerahterimaan orang. Dengan perekrutan
ini akan banya terjadinya penipuan. Perdaganagan manusia banyak menggunakan kekerasan
atau ancaman kekerasan, penipuan, penculikan, penyekapan, penyalahgunaan kekuasaan,
pemanfaatan posisi kerentanan, atau penjeratan utang. Perdagangan manusia dilakukan untuk
tujuan untuk tujuan mengeksploitasi, atau perbuatan yang dapat tereksploitasi orang tersebut
sehingga sangat merugikan bagi korban perdagangan manusia.
3. Tanggapan pemerintah mengenai maslah perdagangan manusia (human trafficking) ini
sudah diatur dalam rancangan KUHP, dalam KUHP sudah diatur hukuman yang diberikan
terhadap perdagangan manusia, namun karena lemahnya sistem dalam mengatur sebuah
negara terutama indonesia. Maka perdagangan manusia (human trafficking masih banyak
terjadi.
B. Saran
Makalah ini disarankan dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya Dan bagi pembaca
khususnya agar perdagangan manusia (human trafficing) bisa diminimalisir bahkan tidak
tidak terjadi lagi.
1. Berbagai macam faktor – faktor yang menyebabkan terjadi atau timbulnya perdagangan
manusia (human trafficking) disarankan pada pembaca dengan adanya makalah ini agar dapat
menghindari faktor – faktor tersebut menyebabkan perdagangan manusia.
2. Banyak dampak yang ditimbulkan dari perdagangan manusia misalnya, dari perekrutan,
penipuan, dengan tindakan kekerasan yang akan merugikan korban serta akan mengancam
nyawa seseorang. Disarankan dengan adanya makalah ini aka nada pengetahuan tentang
perdagangan manusia, sehingga manusia tidak banyak yang tertipu lagi yang akan
memberikan kesempatan terjadinya perdagangan manusia.
3. Meskipun sudah ada penganturan tentang perdagangan manusia (human trafficing) dalam
KUHP, diharapkan pemerintah dan masyarakan mejalankan sistem dengan baik agar bisa
meminimalisir perdagangan manusia (human trafficking)
DAFTAR PUSTAKA
Ollenburge, Jane. 1996. Sosiologi Wanita. Jakarta: Rineka Cipta
Sumardi, Mulyanto. 1982. Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok. Jakarta: Rajawali
http://www.lfip.org/report/trafficking%20data%20in%20Indonesia%20_table_.pdf
http://id.wikipedia.org/wiki/Perdagangan_manusia
http://kuhpreform.files.wordpress.com/2008/09/perdagangan-manusia-dalam-ruu-kuhp-5.pdf

Nan ing Dwi Yulianti
twitter : @nan_rn soundcloud : nandwiy http://instagram.com/nandwiy

،‫3102 ف براي ر، 62 ال ث الث اء‬

Makalah Trafficking
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perdagangan manusia atau trafficking khususnya pada para perempuan dan anak-anak yang akhirakir ini cukup mendapat soroton di berbagai media massa. Media massa tidak hanya sekedar
menyoroti kasus-kasus tersebut saja, akan tetapi juga lika- liku tindakan penyelamatan yang
dilakukan aparat penegak hukum terhadap korban serta bagaimana upaya pemerintah dalam
mengatasi permasalahan tersebut. Kasus- kasus perdagangan manusia yang cukup mendapat
sorotan media beberapa waktu yang lalu misalnya kasus penjualan tujuh orang perempuan Cianjur
yang diperdagangkan sebagai pekerja seks komersial (PSK) ke Pekanbaru, Riau yang berhasil
diselamatkan oleh Polres Cianjur beberapa waktu yang lalu. Upaya lainnya adalah upaya
penyelamatan terhadap dua orang perempuan korban perdagangan perempuan yang dibebaskan
oleh reporter SCTV dari Tekongnya di Malaysia. Dari kasus-kasus tersebut telah menguatkan bahwa
trafficking merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan salah satu masalah yang perlu
penanganan mendesak bagi seluruh komponen bangsa Indonesia. Karena hal ini mempengaruhi citra
bangsa Indonesia itu sendiri dimata dunia internasional. Apalagi, data Departemen Luar Negeri
Amerika Serikat telah menunjukkan bahwa Indonesia berada pada urutan ketiga sebagai pemasok
perdagangan perempuan dan anak.
B. Rumusan masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Trafficking ?
b. Apa yang kamu ketahui tentang Trafficking ?
c. Hal-hal apa saja yang menyebabkan terjadinya Trafficking ?
d. Bagaimana cara menanggulangi terjadinnya Trafficking ?
B. Tujuan
a. Mengetahui istilah dari Human Trafficking
b. Pengetahuan saya tentang Trafficking
c. Hal-hal yang menyebabkan terjadinnya Trafficking
d. Bentuk-bentuk Trafficking
E. Undang-Undang tentang Trafficking
F. Pencegahan dan Penanggulangan Human Trafficking

PEMBAHASAN
A. Pengertian Human Trafficking
Istilah dalam perdagangan manusia ini dapat diartikan sebagai “rekrutmen, transportasi,
pemindahan, penyembunyian atau penerimaan seseorang dengan ancaman atau penggunaan
kekerasan, penculikan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan
ataupun menerima atau memberi bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari
orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, untuk kepentingan eksploitasi yang secara
minimal termasuk eksploitasi lewat prostitusi atau bentuk-bentuk eksploitasi seksual lainnya, kerja
atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek lain yang serupa dengan perbudakan,
penghambaan atau pengambilan organ-organ tubuh.” (Sumber: Pasal 3, Protokol untuk Mencegah,
Menekan dan Menghukum Perdagangan Manusia, terutama Perempuan dan Anak, sebagai
Tambahan terhadap Konvensi PBB menentang Kejahatan Terorganisir Transnasional, 2000).
Eksploitasi dalam perdaganagan manusia (human trafficking) dapat meliputi, paling tidak, adalah:
Pertama, eksploitasi untuk melacurkan orang lain atau bentuk-bentuk lain dari eksploitasi seksual.
Kedua, kerja atau pelayanan paksa. Ketiga, perbudakan atau praktek-praktek yang serupa dengan
perbudakan. Keempat, penghambaan. Kelima, pengambilan organ-organ tubuh.
Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) mendefinisikan trafficking sebagai:
Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan seseorang, dengan
ancaman, atau penggunaan kekerasan, atau bentuk-bentuk pemaksaan lain, penculikan, penipuan,
kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, atau memberi atau menerima bayaran
atau manfaat untuk memperoleh ijin dari orang yang mempunyai wewenang atas orang lain, untuk
tujuan eksploitasi. (Protokol PBB tahun 2000 untuk Mencegah, Menanggulangi dan Menghukum
Trafficking terhadap Manusia, khususnya perempuan dan anak-anak; Suplemen Konvensi PBB
mengenai Kejahatan Lintas Batas Negara).
Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa istilah trafficking merupakan:
a. Pengertian trafficking dapat mencakup kegiatan pengiriman tenaga kerja, yaitu kegiatan
memindahkan atau mengeluarkan seseorang dari lingkungan tempat tinggalnya/keluarganya. Tetapi
pengiriman tenaga kerja yang dimaksud tidak harus atau tidak selalu berarti pengiriman ke luar
negeri.
b. Meskipun trafficking dilakukan atas izin tenaga kerja yang bersangkutan, izin tersebut sama sekali
tidak menjadi relevan (tidak dapat digunakan sebagai alasan untuk membenarkan trafficking
tersebut) apabila terjadi penyalahgunaan atau korban berada dalam posisi tidak berdaya. Misalnya
karena terjerat hutang, terdesak oleh kebutuhan ekonomi, dibuat percaya bahwa dirinya tidak
mempunyai pilihan pekerjaan lain, ditipu, atau diperdaya.
c. Tujuan trafficking adalah eksploitasi, terutama tenaga kerja (dengan menguras habis tenaga yang
dipekerjakan) dan eksploitasi seksual (dengan memanfaatkan kemudaan, kemolekan tubuh, serta
daya tarik seks yang dimiliki tenaga kerja yang yang bersangkutan dalam transaksi seks).
Sedangkan Global Alliance Against Traffic in Woman (GAATW) mendefinisikan perdagangan
(trafficking):
Semua usaha atau tindakan yang berkaitan dengan perekrutan, pembelian, penjualan, transfer,
pengiriman, atau penerimaan seseorang dengan menggunakan penipuan atau tekanan, termasuk
pengunaan ancaman kekerasan atau penyalahgunaan kekuasaan atau lilitan hutang dengan tujuan
untuk menempatkan atau menahan orang tersebut, baik dibayar atau tidak, untuk kerja yang tidak
diinginkan (domestik seksual atau reproduktif) dalam kerja paksa atau dalam kondisi perbudakan,
dalam suatu lingkungan lain dari tempat dimana orang itu tinggal pada waktu penipuan, tekanan
atau lilitan hutang pertama kali.
Dari definisi ini, dapat disimpulkan bahwa istilah perdagangan (trafficking) mengandung unsur-unsur
sebagai berikut:
Ø Rekrutmen dan transportasi manusia
Ø Diperuntukkan bekerja atau jasa/melayani
Ø Untuk kepentingan pihak yang memperdagangkan
Pada masa lalu, istilah “trafficking”, sejauh menyangkut manusia, biasa dikaitkan secara ekslusif
dengan prostitusi. Ada empat perjanjian internasional menyangkut trafficking yang dikembangkan
pada awal abad duapuluh, yakni:
1904 — International Agreement for the Suppression of the White Slave Traffic (Persetujuan
Internasional bagi Penghapusan Perdagangan Pelacur),
1910 — International Convention for the Suppression of White Slave Traffic (Konvensi Internasional
bagi Penghapusan Perdagangan Pelacur),
1921 — International Convention for the Suppression of Traffic in Women and Children (Konvensi
Internasional bagi Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak), dan
1933 — International Convention for the Suppression of Traffic in Women of Full Age (Konvensi
Internasional bagi Penghapusan Perdagangan Perempuan Dewasa).
Keempat konvensi menyangkut perdagangan manusia tersebut semuanya merujuk pada
perpindahan (movement) manusia — umumnya perempuan dan anak perempuan — secara lintas
batas negara dan untuk tujuan prostitusi.
Ada beberapa hal yang melatar-belakangi persepsi seperti itu, antara lain;
Pertama, kepedulian umum yang berkembang pada masa itu terfokus pada kemerosotan akhlak
yang diakibatkan oleh perpindahan perempuan dalam rangka prostitusi. Dengan demikian,
“consent” tidak menjadi isyu karena pemerintah pada umumnya tidak mempertimbangkan apakah
perempuan yang bersangkutan setuju untuk menjadi pekerja seks atau tidak.
Dengan mengabaikan unsur “consent“, persetujuan-persetujuan internasional pada waktu itu
mengabaikan elemen hak (khususnya hak kaum perempuan) untuk memilih pelayanan jasa seks
sebagai suatu profesi.
Kedua, sifat lintas batas negara menjadi penekanan utama karena masalah prostitusi pada umumnya
sudah dicakup oleh hukum (pidana atau moral) domestik. Dalam kaitan ini, pantas untuk dicatat
bahwa istilah “slavery” (yang secara literer berarti “perbudakan”) telah digunakan dalam konvensikonvensi awal menyangkut “trafficking“. Ini karena sifat perbudakan pada masa itu yang bercorak
lintas batas negara, serta kekejiannya yang dikecam secara internasional, sehingga akan
memudahkan upaya memasukkan masalah “trafficking” kedalam cakupan hukum internasional.
Perkembangan definisi “trafficking”
Dewasa ini, kata “trafficking” didefinisikan secara bervariasi oleh badan-badan internasional dan
nasional, baik badan antar-pemerintah maupun non-pemerintah.
Dalam Human Rights Workshop yang diselenggarakan oleh GAATW pada bulan Juni 1996, para
peserta mencoba mengidentifikasi beberapa aspek dalam “trafficking”. Ada tiga elemen yang
didiskusikan, sebagai berikut:
• Pertama menyangkut “consent”. Pertanyaan pokoknya ialah apakah keberadaan atau ketiadaan
consent—misalnya akibat penipuan, paksaan, ancaman, ketidaan informasi, ketiadaan kapasitas
legal untuk bisa memberikan persetujuan—perlu diperhitungkan bagi terjadinya trafficking?
• Kedua menyangkut tujuan migrasi. Pertanyaannya ialah apakah hanya migrasi untuk prostitusi
yang bisa diklasifikan sebagai trafficking, atau apakah termasuk juga jenis kerja eksploitatif lainnya.
• Ketiga menyangkut perlu tidaknya garis perbatasan dilewati. Apakah definisi trafficking hanya
diberlakukan khusus bagi kasus penyeberangan perbatasan?
Secara umum, disepakati bahwa “consent” perlu menjadi elemen kunci yang harus diperhitungkan
bagi terjadinya trafficking; bahwa trafficking tidak selalu untuk prostitusi; dan bahwa perbatasan
internasional tidak perlu dilewati.
Jika elemen “consent” diperhitungkan, maka sebagai konsekuensinya, berbagai situasi “trafficking”
yang disetujui oleh “korban” harus dikecualikan. Implikasinya, tidak semua pekerja migran bisa
dikualifikasikan sebagai korban trafficking, terutama mereka yang tidak menjadi korban penipuan,
paksaan, ancaman, atau kekurangan informasi atas situasi pekerjaan yang hendak mereka jalani.
Begitu pula, pekerja seks yang memang secara sadar memilih prostitusi sebagai profesi tidak bisa
dikualifikasikan kedalam kategori trafficking.
Menyangkut tidak perlunya garis perbatasan dilewati, beberapa argumen menyatakan bahwa
trafficking pada dasarnya sudah terjadi jika transportasi dimaksudkan oleh trafficker untuk tujuan
mengeksploitir tenaga kerja (atau jasa) dari mereka yang diperdagangkan. Disinilah letak perbedaan
antara “trafficking” dengan “smuggling” (penyelundupan). Dalam kasus “smuggling”, harus
terkandung unsur ilegalitas transportasi dan harus melewati tapal batas negara, sementara mereka
yang menyelundupkan manusia pada kenyataannya tidak mengambil keuntungan dari eksploitasi
tenaga kerja setelah mereka berhasil diselundupkan.
B. Pengetahuan saya tentang Trafficing
menurut saya trafficing berarti perdagangan. namun telah disalah gunakan oleh pihak-pihak tertentu
sebagai sarana penjualan manusia. Seperti penjualan para PSK contohnya seperti di DOLLY,
Kembangkuning dan lain lain. Dengan berkembangnya teknologi, penjualan manusia atau trafficing
lebih canggih lagi, seperti melalui jejaring sosial Facebook, Twitter, Yahoo, serta terkadang masih
ada yang melalui sponsor di serat kabar.
Perdagangan manusia dapat mengambil korban dari siapapun, orang-orang dewasa dan anak – anak,
laki-laki maupun perempuan yang pada umumnya berada dalam situsi dan kondisi yang rentan.
Namun Perdagangan manusia, biasanya dalam banyak kasus lebih merujuk kepada perdagangan
perempuan dan anak-anak. Modus yang digunakan dalam kejahatan ini sangat beragam dan juga
memiliki aspek kerja yang rumit.
Berdasarkan rumusan pasal 546 rancangan KUHP di atas yang dikategorikan kedalam modus
Makalah human trafficking nezha
Makalah human trafficking nezha
Makalah human trafficking nezha
Makalah human trafficking nezha
Makalah human trafficking nezha
Makalah human trafficking nezha
Makalah human trafficking nezha
Makalah human trafficking nezha
Makalah human trafficking nezha
Makalah human trafficking nezha
Makalah human trafficking nezha
Makalah human trafficking nezha
Makalah human trafficking nezha
Makalah human trafficking nezha
Makalah human trafficking nezha
Makalah human trafficking nezha

More Related Content

What's hot

Mengenal Trafficking dan Problematika Trafficking
Mengenal Trafficking dan Problematika TraffickingMengenal Trafficking dan Problematika Trafficking
Mengenal Trafficking dan Problematika Traffickingwulandari1996
 
Analisa kasus kriminologi
Analisa kasus kriminologiAnalisa kasus kriminologi
Analisa kasus kriminologihudaaja
 
Presentasi pancasila ( hak asasi manusia )
Presentasi pancasila ( hak asasi manusia )Presentasi pancasila ( hak asasi manusia )
Presentasi pancasila ( hak asasi manusia )Agus Santoso
 
Presentasi geng motor meresahkan masyarakat
Presentasi geng motor meresahkan masyarakatPresentasi geng motor meresahkan masyarakat
Presentasi geng motor meresahkan masyarakatkrisna ristanti
 
Tinjauan pustaka tentang pekerja anak
Tinjauan pustaka tentang pekerja anakTinjauan pustaka tentang pekerja anak
Tinjauan pustaka tentang pekerja anakandisgrasi
 
Hasil Riset Disrupting Harm Indonesia.pdf
Hasil Riset Disrupting Harm Indonesia.pdfHasil Riset Disrupting Harm Indonesia.pdf
Hasil Riset Disrupting Harm Indonesia.pdfECPAT Indonesia
 
Aspek hukum dalam kontrak bisnis (The Law Aspect in Bussiness Contract)
Aspek hukum dalam kontrak bisnis (The Law Aspect in Bussiness Contract)Aspek hukum dalam kontrak bisnis (The Law Aspect in Bussiness Contract)
Aspek hukum dalam kontrak bisnis (The Law Aspect in Bussiness Contract)Aprinsya Panjaitan
 
Perbedaan kejahatan cyber dengan kejahatan konvesional secure
Perbedaan kejahatan cyber dengan kejahatan konvesional securePerbedaan kejahatan cyber dengan kejahatan konvesional secure
Perbedaan kejahatan cyber dengan kejahatan konvesional securementarialva
 
Makalah Pekerja Anak
Makalah Pekerja AnakMakalah Pekerja Anak
Makalah Pekerja AnakSyaifOer
 
Makalah Hukum dan HAM (Sejarah Perkembangan HAM)
Makalah Hukum dan HAM (Sejarah Perkembangan HAM)Makalah Hukum dan HAM (Sejarah Perkembangan HAM)
Makalah Hukum dan HAM (Sejarah Perkembangan HAM)Fenti Anita Sari
 
Presentasi etika profesi hukum
Presentasi etika profesi hukumPresentasi etika profesi hukum
Presentasi etika profesi hukumAnto Neo Madani
 
Ulasan Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
Ulasan Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)Ulasan Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
Ulasan Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)wulandari1996
 
PENYEBAB TERJADINYA KASUS PELANGGARAN HAM
PENYEBAB TERJADINYA KASUS PELANGGARAN HAMPENYEBAB TERJADINYA KASUS PELANGGARAN HAM
PENYEBAB TERJADINYA KASUS PELANGGARAN HAMGalih Pratama
 
Jurnal penelitian masyarakat adat
Jurnal penelitian masyarakat adatJurnal penelitian masyarakat adat
Jurnal penelitian masyarakat adatfakultashukumuiba
 
Makalah hak asasi manusia
Makalah hak asasi manusiaMakalah hak asasi manusia
Makalah hak asasi manusiaSantos Tos
 

What's hot (20)

Mengenal Trafficking dan Problematika Trafficking
Mengenal Trafficking dan Problematika TraffickingMengenal Trafficking dan Problematika Trafficking
Mengenal Trafficking dan Problematika Trafficking
 
Analisa kasus kriminologi
Analisa kasus kriminologiAnalisa kasus kriminologi
Analisa kasus kriminologi
 
Presentasi pancasila ( hak asasi manusia )
Presentasi pancasila ( hak asasi manusia )Presentasi pancasila ( hak asasi manusia )
Presentasi pancasila ( hak asasi manusia )
 
Presentasi geng motor meresahkan masyarakat
Presentasi geng motor meresahkan masyarakatPresentasi geng motor meresahkan masyarakat
Presentasi geng motor meresahkan masyarakat
 
Tinjauan pustaka tentang pekerja anak
Tinjauan pustaka tentang pekerja anakTinjauan pustaka tentang pekerja anak
Tinjauan pustaka tentang pekerja anak
 
Hasil Riset Disrupting Harm Indonesia.pdf
Hasil Riset Disrupting Harm Indonesia.pdfHasil Riset Disrupting Harm Indonesia.pdf
Hasil Riset Disrupting Harm Indonesia.pdf
 
Teori keadilan
Teori keadilanTeori keadilan
Teori keadilan
 
Aspek hukum dalam kontrak bisnis (The Law Aspect in Bussiness Contract)
Aspek hukum dalam kontrak bisnis (The Law Aspect in Bussiness Contract)Aspek hukum dalam kontrak bisnis (The Law Aspect in Bussiness Contract)
Aspek hukum dalam kontrak bisnis (The Law Aspect in Bussiness Contract)
 
Makalah ham
Makalah hamMakalah ham
Makalah ham
 
Perbedaan kejahatan cyber dengan kejahatan konvesional secure
Perbedaan kejahatan cyber dengan kejahatan konvesional securePerbedaan kejahatan cyber dengan kejahatan konvesional secure
Perbedaan kejahatan cyber dengan kejahatan konvesional secure
 
Soal lomba gabungan
Soal lomba gabunganSoal lomba gabungan
Soal lomba gabungan
 
Makalah Pekerja Anak
Makalah Pekerja AnakMakalah Pekerja Anak
Makalah Pekerja Anak
 
Makalah Hukum dan HAM (Sejarah Perkembangan HAM)
Makalah Hukum dan HAM (Sejarah Perkembangan HAM)Makalah Hukum dan HAM (Sejarah Perkembangan HAM)
Makalah Hukum dan HAM (Sejarah Perkembangan HAM)
 
Presentasi etika profesi hukum
Presentasi etika profesi hukumPresentasi etika profesi hukum
Presentasi etika profesi hukum
 
Deduksi tradisional
Deduksi tradisionalDeduksi tradisional
Deduksi tradisional
 
Ulasan Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
Ulasan Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)Ulasan Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
Ulasan Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
 
PENYEBAB TERJADINYA KASUS PELANGGARAN HAM
PENYEBAB TERJADINYA KASUS PELANGGARAN HAMPENYEBAB TERJADINYA KASUS PELANGGARAN HAM
PENYEBAB TERJADINYA KASUS PELANGGARAN HAM
 
Jurnal penelitian masyarakat adat
Jurnal penelitian masyarakat adatJurnal penelitian masyarakat adat
Jurnal penelitian masyarakat adat
 
Makalah pelanggaran ham
Makalah pelanggaran hamMakalah pelanggaran ham
Makalah pelanggaran ham
 
Makalah hak asasi manusia
Makalah hak asasi manusiaMakalah hak asasi manusia
Makalah hak asasi manusia
 

Viewers also liked

Etika dan Tata Cara Berlalu Lintas
Etika dan Tata Cara Berlalu LintasEtika dan Tata Cara Berlalu Lintas
Etika dan Tata Cara Berlalu Lintaswulandari1996
 
Ulasan Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Ulasan Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)Ulasan Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Ulasan Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)wulandari1996
 
Perlindungan perempuan 2
Perlindungan perempuan 2Perlindungan perempuan 2
Perlindungan perempuan 2Afrizal Bob
 
Materi NARKOBA dari BNK Kota Semarang
Materi NARKOBA dari BNK Kota SemarangMateri NARKOBA dari BNK Kota Semarang
Materi NARKOBA dari BNK Kota SemarangRadenmas Pardisupardi
 
KEKERASAN TERHADAP ANAK.ppt
KEKERASAN TERHADAP ANAK.pptKEKERASAN TERHADAP ANAK.ppt
KEKERASAN TERHADAP ANAK.pptmasriani mahmud
 
presentasi penyalahgunaan narkoba
 presentasi penyalahgunaan narkoba presentasi penyalahgunaan narkoba
presentasi penyalahgunaan narkobaRinaldi Asertua
 
Human Trafficking PowerPoint Presentation
Human Trafficking PowerPoint PresentationHuman Trafficking PowerPoint Presentation
Human Trafficking PowerPoint Presentationlbrowning9
 
Penyuluhan tentang bahaya penyalahgunaan narkotika
Penyuluhan tentang bahaya penyalahgunaan narkotikaPenyuluhan tentang bahaya penyalahgunaan narkotika
Penyuluhan tentang bahaya penyalahgunaan narkotikaArif Kurniawan
 
presentasi keren bahaya narkoba
presentasi keren bahaya narkobapresentasi keren bahaya narkoba
presentasi keren bahaya narkobatelnong
 
Presentasi Kenakalan Remaja
Presentasi Kenakalan RemajaPresentasi Kenakalan Remaja
Presentasi Kenakalan RemajaTakere Mae
 

Viewers also liked (14)

Etika lalulintas
Etika lalulintasEtika lalulintas
Etika lalulintas
 
Kdrt
KdrtKdrt
Kdrt
 
Etika dan Tata Cara Berlalu Lintas
Etika dan Tata Cara Berlalu LintasEtika dan Tata Cara Berlalu Lintas
Etika dan Tata Cara Berlalu Lintas
 
Ulasan Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Ulasan Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)Ulasan Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Ulasan Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
 
Persentasi narkoba
Persentasi narkobaPersentasi narkoba
Persentasi narkoba
 
Perlindungan perempuan 2
Perlindungan perempuan 2Perlindungan perempuan 2
Perlindungan perempuan 2
 
Materi NARKOBA dari BNK Kota Semarang
Materi NARKOBA dari BNK Kota SemarangMateri NARKOBA dari BNK Kota Semarang
Materi NARKOBA dari BNK Kota Semarang
 
KEKERASAN TERHADAP ANAK.ppt
KEKERASAN TERHADAP ANAK.pptKEKERASAN TERHADAP ANAK.ppt
KEKERASAN TERHADAP ANAK.ppt
 
NARKOBA
NARKOBANARKOBA
NARKOBA
 
presentasi penyalahgunaan narkoba
 presentasi penyalahgunaan narkoba presentasi penyalahgunaan narkoba
presentasi penyalahgunaan narkoba
 
Human Trafficking PowerPoint Presentation
Human Trafficking PowerPoint PresentationHuman Trafficking PowerPoint Presentation
Human Trafficking PowerPoint Presentation
 
Penyuluhan tentang bahaya penyalahgunaan narkotika
Penyuluhan tentang bahaya penyalahgunaan narkotikaPenyuluhan tentang bahaya penyalahgunaan narkotika
Penyuluhan tentang bahaya penyalahgunaan narkotika
 
presentasi keren bahaya narkoba
presentasi keren bahaya narkobapresentasi keren bahaya narkoba
presentasi keren bahaya narkoba
 
Presentasi Kenakalan Remaja
Presentasi Kenakalan RemajaPresentasi Kenakalan Remaja
Presentasi Kenakalan Remaja
 

Similar to Makalah human trafficking nezha

MAKALAH PERLINDUNGAN ANAK.docx
MAKALAH PERLINDUNGAN ANAK.docxMAKALAH PERLINDUNGAN ANAK.docx
MAKALAH PERLINDUNGAN ANAK.docxNaomiSitoppul
 
Human traficking.doc
Human traficking.docHuman traficking.doc
Human traficking.docMeehawk
 
Makalah perlindungan anak (traficing child)
Makalah perlindungan anak (traficing child)Makalah perlindungan anak (traficing child)
Makalah perlindungan anak (traficing child)Andy Susanto
 
Makalah HAM
Makalah HAMMakalah HAM
Makalah HAMhaery13
 
Konflik sosial dari penutupan lokalisasi dolly
Konflik sosial dari penutupan lokalisasi dollyKonflik sosial dari penutupan lokalisasi dolly
Konflik sosial dari penutupan lokalisasi dollydodysopril
 
Trafficking in-person-perdagangan-orang
Trafficking in-person-perdagangan-orangTrafficking in-person-perdagangan-orang
Trafficking in-person-perdagangan-orangMAULANAAMAS
 
Tanya & Jawab tentang Eksploitasi Seksual Komersial Anak
Tanya & Jawab tentang Eksploitasi Seksual Komersial AnakTanya & Jawab tentang Eksploitasi Seksual Komersial Anak
Tanya & Jawab tentang Eksploitasi Seksual Komersial AnakECPAT Indonesia
 
Eksploitasi Seksual Komersia Anak di Indonesia
Eksploitasi Seksual Komersia Anak di IndonesiaEksploitasi Seksual Komersia Anak di Indonesia
Eksploitasi Seksual Komersia Anak di IndonesiaECPAT Indonesia
 
Esei Kesantunan Masyarakat Malaysia (GSB1012)
Esei Kesantunan Masyarakat Malaysia (GSB1012)Esei Kesantunan Masyarakat Malaysia (GSB1012)
Esei Kesantunan Masyarakat Malaysia (GSB1012)Ahmad Fahmi
 
Human trafficking
Human traffickingHuman trafficking
Human traffickingEko Raharjo
 
Musni Umar: Poligami dan Korupsi
Musni Umar: Poligami dan Korupsi Musni Umar: Poligami dan Korupsi
Musni Umar: Poligami dan Korupsi musniumar
 
BAB II-pkk-pemberdayaan ekonomi
BAB II-pkk-pemberdayaan ekonomiBAB II-pkk-pemberdayaan ekonomi
BAB II-pkk-pemberdayaan ekonomiImraan Muslim
 
PENCEGAHAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
PENCEGAHAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANGPENCEGAHAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
PENCEGAHAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANGGamePlan7
 
15 Bentuk kekerasan seksual
15 Bentuk kekerasan seksual15 Bentuk kekerasan seksual
15 Bentuk kekerasan seksualCIkumparan
 
Bahaya Laten Korupsi
Bahaya Laten KorupsiBahaya Laten Korupsi
Bahaya Laten KorupsiAzinuddin Haq
 
Makalah kewarga negaraan
Makalah kewarga negaraanMakalah kewarga negaraan
Makalah kewarga negaraanjellysihite
 

Similar to Makalah human trafficking nezha (20)

MAKALAH PERLINDUNGAN ANAK.docx
MAKALAH PERLINDUNGAN ANAK.docxMAKALAH PERLINDUNGAN ANAK.docx
MAKALAH PERLINDUNGAN ANAK.docx
 
Human traficking.doc
Human traficking.docHuman traficking.doc
Human traficking.doc
 
Makalah perlindungan anak (traficing child)
Makalah perlindungan anak (traficing child)Makalah perlindungan anak (traficing child)
Makalah perlindungan anak (traficing child)
 
Sabtu
SabtuSabtu
Sabtu
 
Makalah HAM
Makalah HAMMakalah HAM
Makalah HAM
 
Childtrafficking
ChildtraffickingChildtrafficking
Childtrafficking
 
Konflik sosial dari penutupan lokalisasi dolly
Konflik sosial dari penutupan lokalisasi dollyKonflik sosial dari penutupan lokalisasi dolly
Konflik sosial dari penutupan lokalisasi dolly
 
Trafficking in-person-perdagangan-orang
Trafficking in-person-perdagangan-orangTrafficking in-person-perdagangan-orang
Trafficking in-person-perdagangan-orang
 
Tanya & Jawab tentang Eksploitasi Seksual Komersial Anak
Tanya & Jawab tentang Eksploitasi Seksual Komersial AnakTanya & Jawab tentang Eksploitasi Seksual Komersial Anak
Tanya & Jawab tentang Eksploitasi Seksual Komersial Anak
 
Ham pkn
Ham pknHam pkn
Ham pkn
 
Presentation1
Presentation1Presentation1
Presentation1
 
Eksploitasi Seksual Komersia Anak di Indonesia
Eksploitasi Seksual Komersia Anak di IndonesiaEksploitasi Seksual Komersia Anak di Indonesia
Eksploitasi Seksual Komersia Anak di Indonesia
 
Esei Kesantunan Masyarakat Malaysia (GSB1012)
Esei Kesantunan Masyarakat Malaysia (GSB1012)Esei Kesantunan Masyarakat Malaysia (GSB1012)
Esei Kesantunan Masyarakat Malaysia (GSB1012)
 
Human trafficking
Human traffickingHuman trafficking
Human trafficking
 
Musni Umar: Poligami dan Korupsi
Musni Umar: Poligami dan Korupsi Musni Umar: Poligami dan Korupsi
Musni Umar: Poligami dan Korupsi
 
BAB II-pkk-pemberdayaan ekonomi
BAB II-pkk-pemberdayaan ekonomiBAB II-pkk-pemberdayaan ekonomi
BAB II-pkk-pemberdayaan ekonomi
 
PENCEGAHAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
PENCEGAHAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANGPENCEGAHAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
PENCEGAHAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
 
15 Bentuk kekerasan seksual
15 Bentuk kekerasan seksual15 Bentuk kekerasan seksual
15 Bentuk kekerasan seksual
 
Bahaya Laten Korupsi
Bahaya Laten KorupsiBahaya Laten Korupsi
Bahaya Laten Korupsi
 
Makalah kewarga negaraan
Makalah kewarga negaraanMakalah kewarga negaraan
Makalah kewarga negaraan
 

Makalah human trafficking nezha

  • 1. makalah Human Trafficking, Pengertian Human Trafficking, Penanggulangan Human Trafficking PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu perdagangan manusia atau trafficking khususnya perempuan dan anak beberapa bulan terakhir cukup mendapat soroton di berbagai media massa. Media massa tidak hanya sekedar menyoroti kasus-kasus tersebut saja, akan tetapi juga lika- liku tindakan penyelamatan yang dilakukan aparat penegak hukum terhadap korban serta bagaimana upaya pemerintah dalam mengatasi permasalahan tersebut. Kasus- kasus perdagangan manusia yang cukup mendapat sorotan media beberapa waktu yang lalu misalnya kasus penjualan tujuh orang perempuan Cianjur yang diperdagangkan sebagai pekerja seks komersial (PSK) ke Pekanbaru, Riau yang berhasil diselamatkan oleh Polres Cianjur beberapa waktu yang lalu. Upaya lainnya adalah upaya penyelamatan terhadap dua orang perempuan korban perdagangan perempuan yang dibebaskan oleh reporter SCTV dari Tekongnya di Malaysia. Dari kasus-kasus tersebut telah menguatkan bahwa trafficking merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan salah satu masalah yang perlu penanganan mendesak bagi seluruh komponen bangsa Indonesia. Karena hal ini mempengaruhi citra bangsa Indonesia itu sendiri dimata dunia internasional. Apalagi, data Departemen Luar Negeri Amerika Serikat telah menunjukkan bahwa Indonesia berada pada urutan ketiga sebagai pemasok perdagangan perempuan dan anak. Dari uraian tersebut di atas, tulisan ini akan mengulas secara singkat mengenai apa itu perdagangan manusia khususnya perempuan dan anak, bagaimana bentuk, tujuan dan pola perdagangan serta upaya penanggulangannya. B. Tujuan Tujuan dari isi makalah ini adalah : a. Mengetahui istilah dari Human Trafficking b. Mengerti cara mencegah dan menanggulangi Human Trafficking c. Dapat memberikan tindakan nyata sebagai bentuk rasa simpati terhadap korban Human Trafficking PEMBAHASAN A. Pengertian Human Trafficking
  • 2. Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) mendefinisikan trafficking sebagai: Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan seseorang, dengan ancaman, atau penggunaan kekerasan, atau bentuk-bentuk pemaksaan lain, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, atau memberi atau menerima bayaran atau manfaat untuk memperoleh ijin dari orang yang mempunyai wewenang atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. (Protokol PBB tahun 2000 untuk Mencegah, Menanggulangi dan Menghukum Trafficking terhadap Manusia, khususnya perempuan dan anak-anak; Suplemen Konvensi PBB mengenai Kejahatan Lintas Batas Negara). Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa istilah trafficking merupakan: a. Pengertian trafficking dapat mencakup kegiatan pengiriman tenaga kerja, yaitu kegiatan memindahkan atau mengeluarkan seseorang dari lingkungan tempat tinggalnya/keluarganya. Tetapi pengiriman tenaga kerja yang dimaksud tidak harus atau tidak selalu berarti pengiriman ke luar negeri. b. Meskipun trafficking dilakukan atas izin tenaga kerja yang bersangkutan, izin tersebut sama sekali tidak menjadi relevan (tidak dapat digunakan sebagai alasan untuk membenarkan trafficking tersebut) apabila terjadi penyalahgunaan atau korban berada dalam posisi tidak berdaya. Misalnya karena terjerat hutang, terdesak oleh kebutuhan ekonomi, dibuat percaya bahwa dirinya tidak mempunyai pilihan pekerjaan lain, ditipu, atau diperdaya. c. Tujuan trafficking adalah eksploitasi, terutama tenaga kerja (dengan menguras habis tenaga yang dipekerjakan) dan eksploitasi seksual (dengan memanfaatkan kemudaan, kemolekan tubuh, serta daya tarik seks yang dimiliki tenaga kerja yang yang bersangkutan dalam transaksi seks). Sedangkan Global Alliance Against Traffic in Woman (GAATW) mendefinisikan perdagangan (trafficking): Semua usaha atau tindakan yang berkaitan dengan perekrutan, pembelian, penjualan, transfer, pengiriman, atau penerimaan seseorang dengan menggunakan penipuan atau tekanan, termasuk pengunaan ancaman kekerasan atau penyalahgunaan kekuasaan atau lilitan hutang dengan tujuan untuk menempatkan atau menahan orang tersebut, baik dibayar atau tidak, untuk kerja yang tidak diinginkan (domestik seksual atau reproduktif) dalam kerja paksa atau dalam kondisi perbudakan, dalam suatu lingkungan lain dari tempat dimana orang itu tinggal pada waktu penipuan, tekanan atau lilitan hutang pertama kali.
  • 3. Dari definisi ini, dapat disimpulkan bahwa istilah perdagangan (trafficking) mengandung unsur-unsur sebagai berikut:  Rekrutmen dan transportasi manusia  Diperuntukkan bekerja atau jasa/melayani  Untuk kepentingan pihak yang memperdagangkan B. Faktor Penyebab Human Trafficking Tidak ada satu pun yang merupakan sebab khusus terjadinya trafficking manusia di Indonesia. Trafficking disebabkan oleh keseluruhan hal yang terdiri dari bermacam-macam kondisi serta persoalan yang berbeda-beda. Termasuk ke dalamnya adalah: Kemiskinan Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) adanya kecenderungan jumlah penduduk miskin terus meningkat dari 11,3% pada tahun 1996 menjadi 23,4% pada tahun 1999, walaupun berangsur-angsur telah turun kembali menjadi 17,6% pada tahun 2002, kemiskinan telah mendorong anak-anak untuk tidak bersekolah sehingga kesempatan untuk mendapatkan keterampilan kejuruan serta kesempatan kerja menyusut. Seks komersial kemudian menjadi sumber nafkah yang mudah untuk mengatasi masalah pembiayaan hidup. Kemiskinan pula yang mendorong kepergian ibu sebagai tenaga kerja wanita yang dapat menyebabkan anak terlantar tanpa perlindungan sehingga beresiko menjadi korban perdagangan manusia. Keinginan cepat kaya Keinginan untuk hidup lebih layak, tetapi dengan kemampuan yang minim dan kurang mengetahui informasi pasar kerja, menyebabkan mereka terjebak dalam lilitan hutang para penyalur tenaga kerja dan mendorong mereka masuk dalam dunia prostitusi. Pengaruh sosial budaya Disini misalnya, budaya pernikahan di usia muda yang sangat rentan terhadap perceraian, yang mendorong anak memasuki eksploitasi seksual komersial. Berdasarkan UU Perkawinan No.1/1974, perempuan Indonesia diizinkan untuk menikah pada usia 16 tahun atau lebih muda jika mendapat izin dari pengadilan. Meskipun begitu, dewasa ini pernikahan dini masih berlanjut dengan persentase 46,5% perempuan menikah sebelum mencapai usia 18 tahun dan 21,5% sebelum mencapai usia 16 tahun. Tradisi budaya pernikahan dini menciptakan masalah sosio-ekonomi untuk pihak lelaki maupun perempuan dalam perkawinan tersebut. Tetapi implikasinya terutama terlihat jelas bagi gadis/perempuan. Masalah-masalah yang mungkin muncul bagi perempuan dan gadis yang melakukan
  • 4. pernikahan dini antara lain: Dampak buruk pada kesehatan (kehamilan prematur, penyebaran HIV/AIDS), pendidikan terhenti, kesempatan ekonomi terbatas, perkembangan pribadi terhambat dan tingkat perceraian yang tinggi. Masing-masing isu diatas adalah masalah sosial yang berkenaan dengan kesejahteraan anak perempuan khususnya penting dalam hal kerentanan terhadap perdagangan. Hal ini dikarenakan: 1. Perkembangan pribadi yang terhambat, membuat banyak gadis tidak mempunyai bekal keterampilan kerja yang cukup berkembang, sehingga mereka akan kesulitan untuk berunding mengenai kodisi dan kontrak kerja, atau untuk mencari bantuan jika mengalami kekerasan dan eksploitasi. 2. Keterbatasan pendidikan, mereka sering rentan terhadap pekerjaan yang eksploitatif dan perdagangan karena mereka umumnya tidak terlalu paham hak-haknya. 3. Peluang ekonomi yang terbatas, mengingat terbatasnya pilihan ekonomi dan kekuatan tawarmenawar mereka, perempuan muda rentan terhadap pekerjaan yang eksploitatif dan perdagangan. Kurangnya pencatatan kelahiran Anak dan orang dewasa yang tidak terdaftar serta tidak memiliki akta kelahiran amat rentan terhadap eksploitasi. Orang yang tidak dapat memperlihatkan akta kelahirannya sering kali kehilangan perlindungan yang diberi hukum karena dimata negara secara teknis mereka tidak ada. Rendahnya registrasi kelahiran, khususnya di kalangan masyarakat desa, memfasilitasi perdagangan manusia. Agen dan pelaku perdagangan memanfaatkan ketiadaan akta kelahiran asli untuk memalsukan umur perempuan muda agar mereka dapat bekerja di luar negeri. Contoh, seperti yang dikemukakan dalam bagian Kalimantan Barat dari laporan ini (bagian VF), agen yang sah maupun gelap memakai kantor imigrasi di Entikong, Kalimantan Barat, untuk memproses paspor palsu bagi gadis-gadis di bawah umur. Korupsi dan lemahnya penegakan hukum Korupsi di Indonesia telah menjadi suatu yang lazim dalam kehidupan sehari-hari, karena baik kalangan atas maupun bawah telah melakukan praktik korupsi ini. Karena itulah, korupsi memainkan peran integral dalam memfasilitasi perdagangan perempuan dan anak di Indonesia, disamping dalam menghalangi penyelidikan dan penuntutan kasus perdagangan. Mulai dari biaya illegal dan pemalsuan dokumen. Dampak korupsi ini terhadap buruh migran perempuan dan anak harus dipelajari dari umur mereka yang masih muda dan lugu, yang
  • 5. tidak tahu bagaimana cara menjaga diri di kota-kota besar karena mereka tidak terbiasa dan sering malu untuk mencari bantuan. Tidak peduli berapa usia dan selugu apa pun mereka, mereka yang berimigrasi dengan dokumen palsu takut status illegal mereka akan membuat mereka jatuh ke dalam kesulitan lebih jauh dengan pihak berwenang atau dapat dideportasi. Pelaku perdagangan memanfaatkan ketakutan ini, untuk terus mengeksploitasi para perempuan dan proyek. Masalah lain yaitu lemahnya hukum di Indonesia. Untuk penyelidikan dan penuntutan kasus-kasus perdagangan, sistem hukum Indonesia sampai sekarang masih lemah, lamban dan mahal. Sangat sedikit transparansi, sehingga hanya sedikit korban yang mempercayakan kepentingan mereka kepada sistem tersebut. Perilaku kriminal memiliki sumber daya dan koneksi untuk memanfaatkan sistem tersebut. Akibatnya, banyak korban perdagangan yang tidak mau menyelesaikan masalah melalui proses hukum. Hal ini mengakibatkan praktik pedagangan/trafficking semakin meningkat dan masih berlangsung. Media massa Media massa masih belum memberikan perhatian yang penuh terhadap berita dan informasi yang lengkap tentang trafficking dan belum memberikan kontribusi yang optimal dalam upaya pencegahan maupun penghapusannya. Bahkan tidak sedikit justru memberitakan yang kurang mendidik dan bersifat pornografis yang mendorong menguatnya kegiatan trafficking dan kejahatan susila lainnya. Pendidikan minim dan tingkat buta huruf Survei sosial-ekonomi nasional tahun 2000 melaporkan bahwa 34% penduduk Indonesia berumur 10 tahun ke atas belum/tidak tamat SD/tidak pernah bersekolah, 34,2% tamat SD dan hanya 155 yang tamat SMP. Menurut laporan BPS pada tahun 2000 terdapat 14% anak usia 7-12 dan 24% anak usia 13-15 tahun tidak melanjutkan ke SLTP karena alasan pembiayaan. Orang dengan pendidikan yang terbatas atau buta aksara kemungkinan besar akan menderita keterbatasan ekonomi. Dan mereka juga tidak akan mempunyai pengetahuan kepercayaan diri untuk mengajukan pertanyaan tentang ketentuan-ketentuan dalam kontrak dan kondisi kerja mereka. Selain itu, mereka akan sulit mencari pertolongan ketika mereka kesulitan saat berimigrasi atau mencari pekerjaan. Mereka akan kesulitan bagaimana mengakses sumber daya yang tersedia, tidak dapat membaca atau mengerti brosur iklan layanan masyarakat lain mengenai rumah singgah atau nomor telepon yang bisa dihubungi untuk mendapatkan bantuan. Seorang yang rendah melek huruf sering kali secara
  • 6. lisan dijanjikan akan mendapat jenis pekerjaan atau jumlah gaji tertentu oleh seorang agen, namun kontrak yang mereka tanda tangani (yang mungkin tidak dapat mereka baca) mencantumkan ketentuan kerja serta kompensasi yang jauh berbeda, mengarah ke eksploitasi. C. Bentuk-Bentuk Trafficking Ada beberapa bentuk trafficking manusia yang terjadi pada perempuan dan anakanak: Kerja Paksa Seks & Eksploitasi seks, baik di luar negeri maupun di wilayah Indonesia Pembantu Rumah Tangga (PRT), baik di luar ataupun di wilayah Indonesia Bentuk Lain dari Kerja Migran, baik di luar ataupun di wilayah Indonesia Penari, Penghibur & Pertukaran Budaya terutama di luar negeri Pengantin Pesanan, terutama di luar negeri Beberapa Bentuk Buruh/Pekerja Anak, terutama di Indonesia Trafficking/penjualan Bayi, baik di luar negeri ataupun di Indonesia Sasaran yang rentan menjadi korban perdagangan perempuan antara lain: Anak-anak jalanan Orang yang sedang mencari pekerjaan dan tidak mempunyai pengetahuan informasi yang benar mengenai pekerjaan yang akan dipilih Perempuan dan anak di daerah konflik dan yang menjadi pengungsi Perempuan dan anak miskin di kota atau pedesaan Perempuan dan anak yang berada di wilayah perbatasan anatar negara Perempuan dan anak yang keluarganya terjerat hutang Perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga, korban pemerkosaan D. Undang-Undang tentang Trafficking Berikut ini beberapa peraturan perundang-undangan : Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 285, 287-298; Pasal 506 UU RI No. 7 tahun 1984 (ratifikasi konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan/CEDAW; pasal 2,6,9,11,12,14,15,16)
  • 7. UU RI No. 20 tahun 1999 (ratifikasi konvensi ILO No. 138 tentang Usia Minimum yang Diperbolehkan Bekerja) UU RI No. 1/2000 (ratifikasi konvensi ILO No. 182 tentang Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak) UU RI no. 29/1999 (ratifikasi konvensi untuk Mengeliminasi Diskriminasi Rasial) Keppres No 36/1990 ( ratifikasi konvensi Hak Anak) E. Pencegahan dan Penanggulangan Human Trafficking Perdagangan orang, khususnya perempuan sebagai suatu bentuk tindak kejahatan yang kompleks, tentunya memerlukan upaya penanganan yang komprehensif dan terpadu. Tidak hanya dibutuhkan pengetahuan dan keahlian profesional, namun juga pengumpulan dan pertukaran informasi, kerjasama yang memadai baik sesama aparat penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, hakim maupun dengan pihak-pihak lain yang terkait yaitu lembaga pemerintah (kementerian terkait) dan lembaga non pemerintah (LSM) baik lokal maupun internasional. Semua pihak bisa saling bertukar informasi dan keahlian profesi sesuai dengan kewenangan masing-masing dan kode etik instansi. Tidak hanya perihal pencegahan, namun juga penanganan kasus dan perlindungan korban semakin memberikan pembenaran bagi upaya pencegahan dan penanggulangan perdagangan perempuan secara terpadu. Hal ini bertujuan untuk memastikan agar korban mendapatkan hak atas perlindungan dalam hukum. Dalam konteks penyidikan dan penuntutan, aparat penegak hukum dapat memaksimalkan jaringan kerjasama dengan sesama aparat penegak hukum lainnya di dalam suatu wilayah negara, untuk bertukar informasi dan melakukan investigasi bersama. Kerjasama dengan aparat penegak hukum di negara tujuan bisa dilakukan melalui pertukaran informasi, atau bahkan melalui mutual legal assistance, bagi pencegahan dan penanggulangan perdagangan perempuan lintas negara. Upaya Masyarakat dalam pencegahan trafficking yakni dengan meminta dukungan ILO, dan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) yang melakukan Program Prevention of Child Trafficking for Labor and Sexual Exploitation. Tujuan dari program ini adalah : 1. Memperbaiki kualitas pendidikan dari tingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah Menegah Atas untuk memperluas angka partisipasi anak laki-laki dan anak perempuan, 2. Mendukung keberlanjutan pendidikan dasar untuk anak perempuan setelah lulus sekolah dasar,
  • 8. 3. Menyediakan pelatihan keterampilan dasar untuk memfasilitasi kenaikan penghasilan, 4. Menyediakan pelatihan kewirausahaan dan akses ke kredit keuangan untuk memfasilitasi usaha sendiri, 5. Merubah sikap dan pola pikir keluarga dan masyarakat terhadap trafficking anak. F. Hambatan Pemberantasan Trafficking Upaya penanggulangan perdagangan manusia khususnya perdagangan perempuan dan anak mengalami berbagai hambatan. Dari berbagai upaya yang telah dilakukan SP selama ini, terdapat 3 (tiga) hal yang merupakan hambatan kunci dalam melakukan upaya tersebut, yaitu antara lain: Budaya masyarakat (culture) Anggapan bahwa jangan terlibat dengan masalah orang lain terutama yang berhubungan dengan polisi karena akan merugikan diri sendiri, anggapan tidak usah melaporkan masalah yang dialami, dan lain sebagainya. Stereotipe yang ada di masyarkat tersebut masih mempengaruhi cara berpikir masyarakat dalam melihat persoalan kekerasan perempuan khususnya kekerasan yang dialami korban perdagangan perempuan dan anak. Kebijakan pemerintah khususnya peraturan perundang-undangan (legal substance) Belum adanya regulasi yang khusus (UU anti trafficking) mengenai perdagangan perempuan dan anak selain dari Keppres No. 88 Tahun 2002 mengenai RAN penghapusan perdagangan perempuan dan anak. Ditambah lagi dengan masih kurangnya pemahaman tentang perdagangan itu sendiri dan kurangnya sosialisasi RAN anti trafficking tersebut. Aparat penegak hukum (legal structure) Keterbatasan peraturan yang ada (KUHP) dalam menindak pelaku perdagangan perempuan dan anak berdampak pada penegakan hukum bagi korban. Penyelesaian beberapa kasus mengalami kesulitan karena seluruh proses perdagangan dari perekrutan hingga korban bekerja dilihat sebagai proses kriminalisasi biasa. PENUTUP A. Kesimpulan Dalam penanganan perdagangan perempuan dan anak ini, diharapkan keterlibatan berbagai pihak di dalamnya mulai dari pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah,
  • 9. kalangan akademisi, kelompok masyarakat, individu untuk dapat membantu korban perdagangan perempuan dan anak maupun untuk memberikan dukungan dan tekanan terhadap pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan yang berpihak melindungi korban dan menjerat pelaku perdagangan. B. Saran Yang dapat Anda lakukan jika Anda, Saudara atau teman Anda menjadi korban perdagangan (trafficking) Berikan dukungan secara penuh, dan: 1. Kumpulkan bukti-bukti dengan mencatat tanggal, tempat kejadian serta ciri-ciri pelaku, 2. Pilih orang yang dapat dipercaya, keluarga untuk menceritakan permasalahan yang terjadi. Minta tolong untuk melaporkan kepada pihak yang berwajib, 3. Laporkan segera kepada aparat kepolisian terdekat, 4. Minta bantuan/pendampingan kepada Lembaga Bantuan Hukum (LBH), 5. Konsultasikan kepada lembaga-lembaga yang menangani masalah perempuan yaitu organisasi perempuan, organisasi masyarakat yang memahami pola perdagangan (trafficking). http://amifiputri.blogspot.com/2012/05/makalah-human-trafficking-pengertian.html Makalah : Perdagangan Manusia di Indonesia Ini merupakan makalah yang gw buat, lebih tepatnya sih kelompok gw, saat akan presentasi di mata kuliah kewarganegaraan. Semoga bisa digunakan sebagai sumber referensi tapi jangan dicopas ya ;) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
  • 10. Pada abad ke-21 ini, kita masuk ke dalam era globalisasi, di mana tidak ada batasan lagi antar negara di seluruh dunia. Saat ini, negara-negara di dunia telah terikat hubungan sehingga tercipta suatu ketergantungan, baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya, dan masih banyak lagi aspek dalam kehidupan. Globalisasi menjadi hal yang membawa dampak dan pengaruh bagi negara, baik dampak positif maupun dampak negatif. Dari semua dampak negatif yang ditimbulkan oleh era globalisasi, terdapat satu dampak yang menjadi masalah serius di negara Indonesia. Salah satu dampak tersebut adalah terjadinya kasus perdagangan manusia. Kasus ini sudah tidak asing lagi. Banyak sekali berita yang beredar di media massa mengenai kasus perdagangan manusia. Tidak hanya negara berkembang saja yang memiliki kasus perdagangan manusia. Bahkan, pada negara-negara maju pun kasus seperti ini sangat sering ditemui. Masalah ini merupakan masalah yang sangat sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Isu mengenai perdagangan manusia yang diangkat akan terus dibicarakan sepanjang waktu. Hal tersebut dikarenakan masalah mengenai perdagangan manusia sudah sangat mengakar dan membudaya dalam kehidupan sehari-hari. Saat ini, perdagangan manusia menjadi salah satu tema yang patut dibicarakan. Sikap dari berbagai macam kalangan yang beragam dalam menghadapi masalah perdagangan manusia. Serta adanya pro dan kontra yang datang dari semua kalangan dalam masyarakat Indonesia membuat permasalahan ini harus diluruskan. Perdagangan manusia membawa dampak buruk bagi semua kalangan masyarakat. Maka, hal ini memberikan tantangan kepada penulis dan pembaca sebagai masyarakat Indonesia, masyarakat yang madani, dan juga sebagai seseorang yang mempunyai wawasan untuk menyikapi hal tersebut secara bijak dan juga rasional. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apakah pengertian dari perdagangan manusia? 2. Apa saja bentuk-bentuk perdagangan manusia? 3. Apa penyebab terjadinya perdagangan manusia di Indonesia? 4. Apakah akibat terjadinya perdangan manusia di Indonesia? 5. Bagaimanakah tanggapan pemerintah Indonesia terhadap kasus perdagangan manusia di Indonesia? 6. Bagaimana solusi untuk mengatasi perdagangan manusia di Indonesia?
  • 11. 1.3. Tujuan Penulisan Tujuan penulis membuat makalah ini adalah untuk mengajak semua kalangan untuk memahami situasi kasus perdagangan manusia yang terjadi di Indonesia. Tidak hanya itu, penulis juga mengajak semua kalangan untuk memahami apa saja penyebab yang mendorong terjadinya kasus perdagangan manusia serta akibat yang ditimbulkan dari tindakan tersebut. Selain itu, tujuan penulis adalah untuk membangun kepedulian semua kalangan masyarakat terhadap kasus perdagangan manusia di Indonesia. Wujud kepedulian terhadap kasus ini dapat dibangun dengan cara ikut berpartisipasi dalam pencarian solusi untuk masalah perdagangan manusia yang terjadi di wilayah Indonesia. 1.4. Alasan Memilih Judul Dari beberapa tema yang ada pada materi kuliah PPKn ini, penulis mendapatkan tema mengenai kriminalitas. Dari tema tersebut, penulis memilih topik mengenai perdagangan manusia. penulis sengaja memilih topik ini karena menurut penulis, pada saat ini perdagangan manusia merupakan masalah yang sangat sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Tema ini mengangkat kondisi masyarakat, corak hidup masyarakat, serta realita apa saja yang selama ini terjadi. Penulis berpendapat bahwa isu mengenai perdagangan manusia akan terus dibicarakan sepanjang waktu. Hal itu karena masalah ini sudah menjadi masalah yang sukar untuk diselesaikan, apalagi untuk diselesaikan sampai ke pangkal masalahnya. Dari tema perdagangan manusia, penulis memilih judul Perdagangan Manusia di Indonesia. Selain karena penulis hidup di Indonesia, penulis juga merasa bahwa kasus perdagangan manusia banyak sekali terjadi di Indonesia.
  • 12. BAB II PEMBAHASAN 2.1. Pengertian Perdagangan Manusia Berdasarkan Protokol Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Mencegah, Memberantas dan Menghukum Perdagangan Manusia, khususnya Perempuan dan Anak (2000), suplemen Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Melawan Organisasi Kejahatan Lintas Batas, memasukkan definisi perdagangan manusia sebagai berikut. Pertama, "Perdagangan Manusia" adalah perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk lain dari pemaksaan, penculikan, penipuan, kebohongan, atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau memberi atau menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan agar dapat memperoleh persetujuan dari seseorang yang berkuasa atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi termasuk, paling tidak, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek serupa perbudakan, perhambaan atau pengambilan organ tubuh. Kedua, persetujuan korban perdagangan manusia terhadap eksploitasi yang dimaksud yang dikemukakan dalam bagian pertama tidak akan relevan jika salah satu dari cara-cara yang dimuat dalam bagian digunakan. Ketiga; perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan seorang anak untuk tujuan eksploitasi dipandang sebagai "perdagangan manusia" bahkan jika kegiatan ini tidak melibatkan satu pun cara yang dikemukakan dalam bagian pertama pasal ini. Terakhir, definisi "anak" adalah setiap orang yang berumur di bawah 18 tahun. Dalam Perda Anti Trafiking BAB I disebut pengertian tentang trafiking. Trafiking adalah rangkaian kegiatan dengan maksud eksploitasi terhadap perempuan dan atau anak yang meliputi kegiatan perdagangan manusia (trafiking) khususnya perempuan dan anak adalah segala tindakan pelaku trafiking, yang mengandung salah satu atau lebih tindakan perekrutan, pengangkutan antar daerah dan antar negara, pemindahtanganan, pemberangkatan, penerimaan dan penampungan sementara atau di tempat tujuan, perempuan dan anak dengan cara ancaman, penggunaan kekerasan verbal dan fisik, penculikan, penipuan, tipu muslihat, memanfaatkan kerentanan (misalnya ketika seseorang tidak memiliki pilihan lain, terisolasi, ketergantungan obat, jebakan hutang, dll), memberikan atau menerima pembayaran atau keuntungan, di mana perempuan dan anak digunakan untuk tujuan pelacuran dan eksploitasi seksual (termasuk phaedopili), buruh migran legal maupun
  • 13. illegal, adopsi anak, pekerjaan jermal, pengantin pesanan, pembantu rumah tangga, mengemis, industri pornografi, pengedaran obat terlarang dan penjualan organ tubuh, serta bentuk-bentuk eksploitasi lainnya. 2.2. Bentuk-Bentuk Perdagangan Manusia di Indonesia Ada beberapa bentuk perdagangan manusia yang ditemukan di Indonesia. Bentuk pertama adalah buruh migran. Buruh migran adalah orang yang bermigrasi dari wilayah kelahirannya ke tempat lain dan kemudian bekerja di tempat yang baru tersebut dalam jangka waktu relatif menetap. Pekerja migran mencakup sedikitnya dua tipe: pekerja migran internal dan pekerja migran internasional. Pekerja migran internal (dalam negeri) adalah orang yang bermigrasi dari tempat asalnya untuk bekerja di tempat lain yang masih termasuk dalam wilayah Indonesia. Karena perpindahan penduduk umumnya dari desa ke kota (rural-to-urban migration), maka pekerja migran internal seringkali diidentikan dengan “orang desa yang bekerja di kota.” Pekerja migran internasional (luar negeri) adalah mereka yang meninggalkan tanah airnya untuk mengisi pekerjaan di negara lain. Di Indonesia, pengertian ini menunjuk pada orang Indonesia yang bekerja di luar negeri atau yang dikenal dengan istilah Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Karena persoalan TKI ini seringkali menyentuh para buruh wanita yang menjadi pekerja kasar di luar negeri, TKI biasanya diidentikan dengan Tenaga Kerja Wanita (TKW atau Nakerwan). Bentuk kedua adalah perdagangan anak. Perdagangan anak dapat diartikan sebagai segala bentuk tindakan dan percobaan tindakan yang melibatkan perekrutan, transportasi baik di dalam maupun antar negara, pembelian, penjualan, pengiriman, dan penerimaan anak dengan menggunakan tipu daya, kekerasan, atau dengan pelibatan hutang untuk tujuan pemaksaan pekerjaan domestik, pelayanan seksual, perbudakan, buruh ijon, atau segala kondisi perbudakan lain, baik anak tersebut mendapatkan bayaran atau tidak, di dalam sebuah komunitas yang berbeda dengan komunitas di mana anak tersebut tinggal ketika penipuan, kekerasan, atau pelibatan hutang tersebut pertama kali terjadi. Namun tidak jarang perdagangan anak ini ditujukan pada pasangan suami istri yang ingin mempunyai anak. Bentuk ketiga adalah tindakan prostitusi. Secara harfiah, prostitusi berarti pertukaran hubungan seksual dengan uang atau hadiah sebagai suatu transaksi perdagangan. Secara hukum, prostitusi didefinisikan sebagai penjualan jasa seksual yang meliputi tindakan seksual tidak sebesar kopulasi dan hubungan seksual. Pembayaran dapat dilakukan dalam bentuk uang atau modus lain kecuali untuk suatu tindakan seksual timbal balik. Banyak yang merasa bahwa jenis definisi dengan penegakan semua dukungan bahasa termasuk selektif hukum
  • 14. sesuai dengan keinginan dan angan-angan dari badan penegak terkemuka untuk mengontrol mutlak perempuan. Prostitusi dibagi ke dalam dua jenis, yaitu prostitusi di mana anak perempuan merupakan komoditi perdagangan dan prostitusi di mana wanita dewasa sebagai komoditi perdagangan. Prostitusi anak dapat diartikan sebagai tindakan mendapatkan atau menawarkan jasa seksual dari seorang anak oleh seseorang atau kepada orang lainnya dengan imbalan uang atau imbalan lainnya. Bentuk lainnya adalah perbudakan berkedok pernikahan dan pengantin pesanan. Biasanya, praktik perbudakan berkedok pernikahan dan pengantin pesanan dilakukan oleh pria warga negara asing dengan wanita warga negara Indonesia. Hal yang membendakan antara perbudakan berkedok pernikajan dengan pengantin pesanan adalah tidak semua kasus pengantin pesanan berakhir dengan nasih yang mengerikan. Pada kasus trafiking, ada beberapa arti dan pengertian istilah penting yang dipakai sesuai definisi trafiking. Istilah-istilah tersebut adalah : 1. eksploitasi, yaitu memanfaatkan seseorang secara tidak etis demi kebaikan atau keuntungan seseorang. 2. eksploitasi pekerja, yaitu mendapat keuntungan dari hasil kerja orang lain tanpa memberikan imbalan yang layak. 3. perekrutan, yaitu tindakan mendaftarkan seseorang untuk suatu pekerjaan atau aktivitas. 4. agen, yaitu orang yang bertindak atas nama pihak lain, seseorang yang memfasilitasi proses migrasi (pemindahan) baik migrasi sah maupun tidak sah. 5. broker / makelar, yaitu seseorang yang membeli atau menjual atas nama orang lain. 6. kerja paksa dan praktek serupa perbudakan, yaitu memerintahkan seseorang untuk bekerja atau memberikan jasa dengan menggunakan kekerasan atau ancaman, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi yang dominan, penjeratan utang, kebohongan atau bentuk-bentuk pemaksaan lainnya. Kerja paksa dapat dilakukan demi keuntungan pemerintah, individu pribadi, perusahaan atau asosiasi. 7. penghambaan, yaitu keadaan di mana seseorang berada di bawah penguasaan seorang pemilik atau majikan; atau hilangnya kebebasan pribadi, untuk bertindak sebagaimana yang dikehendakinya. 8. perbudakan, yaitu keadaan di mana seseorang terbelenggu dalam penghambaan sebagai milik seorang penguasa budak atau suatu rumah tangga; atau praktik untuk memiliki budak; atau metode produksi di mana budak merupakan tenaga kerja pokok. 9. perbudakan seksual, yaitu ketika seseorang memiliki orang lain dan mengeksploitasinya untuk aktivitas seksual.
  • 15. 10. pekerja seks komersial, yaitu seseorang yang melakukan tindakan seksual untuk memperoleh uang. 11. pekerja hiburan, yaitu seseorang yang dipekerjakan di bidang jasa layanan / service dengan kondisi kerja eksploitatif, pornaaksi / striptease dan kondisi rentan. 2.3. Penyebab Perdagangan Manusia di Indonesia Beberapa faktor tertentu dapat mendorong seseorang untuk melakukan situasi psikologis inilah yang dapat menjadi salah satu penyebabnya. Penyebab-penyebab inilah yang yang mendorong pihak-pihak tertentu sehingga terjadilah perdagangan manusia. Istilah yang kemudian diserap ke dalam Bahasa Indonesia dengan kata trafiking ini, sampai saat ini belum mendapat perhatian yang intensif dari pihak-pihak terkait, misalnya aparat penegak hukum dan pemerintah Republik Indonesia. Jadi, sangat tidak mengherankan jika para korban trafiking terus berjatuhan. Bahkan pada faktanya, rentetan korban kemungkinan besar bertambah apabila tidak ditangani dengan serius. Trafiking dapat terjadi karena berbagai macam faktor, kondisi, pemicu, serta persoalan yang berbeda-beda. Faktor pertama yang mempengaruhi hal ini adalah kurangnya kesadaran masyarakat itu sendiri terhadap bahaya trafiking. Kesadaran ini tidak hanya didapatkan dari mereka yang telah menjadi korban perdagangan manusia, kesadaran mengenai trafiking seharusnya juga didapatkan dari mereka yang menjalankan atau terlibat langsung dalam kegiatan perdagangan manusia. Kurangnya perhatian mengenai trafiking dapat disebabkan karena kurangnya kewaspadaan dan kurangnya informasi. Selain itu, pengetahuan yang terbatas mengenai motif-motif dari perdagangan manusia juga menjadi salah satu penyebab kurangnya perhatian mengenai trafiking. Faktor kedua adalah faktor ekonomi. Permasalahan ini sering sekali menjadi pemicu utama terjadinya kasus perdagangan manusia. Tanggung jawab yang besar untuk menopang hidup keluarga, keperluan yang tidak sedikit sehingga membutuhkan uang yang tidak sedikit pula, terlilit hutang yang sangat besar, dan motif-motif lainnya yang dapat memicu terjadinya tindakan perdagangan manusia. Tidak hanya itu, hasrat ingin cepat kaya juga mendorong seseorang untuk melakukan tindakan tersebut. Faktor ketiga adalah kebudayaan masyarakat setempat. Memang tidak secara gamblang terlihat bukti mengenai tindakan perdagangan manusia. Namun pada kebudayaan masyarakat tertentu, terdapat suatu kebiasaan yang menjurus pada tindakan perdagangan manusia. Sebagai contoh, dalam hierarki kehidupan pada hampir semua kebudayaan,
  • 16. memang sudah kodrat perempuan untuk tidak mengejar karir. Mereka “ditakdirkan” untuk mengurus rumah tangga, mengurus anak, serta bersolek. Kalau memang diperlukan perempuan bertugas untuk mencari nafkah tambahan bagi keluarganya. Sedangkan laki-laki dalam hierarki kehidupan pada mayoritas kebudayaan, berfungsi sebagai pencari nafkah, dan juga pemimpin setidaknya bagi keluarganya sendiri. Namun pada kenyataannya, tidak semua keluarga tercukupi kebutuhannya hanya dari pendapatan utama, yaitu pendapatan laki-laki. Tidak semua dapat sejahtera hanya dengan satu sumber penghasilan. Biasanya, hal inilah yang mendorong kaum perempuan untuk tetap melangsungkan kehidupan keluarga mereka sehingga mereka melakukan migrasi dengan menjadi tenaga kerja. Contoh lainnya, seorang anak mempunyai peran dalam sebuah keluarga. Kepatuhan terhadap orangtua, rasa tanggung jawab terhadap masa depan orangtua mereka, atau situasi ekonomi keluarga yang jauh dari cukup terkadang memaksa anak-anak ini untuk bekerja. Terkadang hanya bekerja di sekitar lingkungan. Namun tidak sedikit juga yang melakukan migrasi untuk mendapatkan uang. Contoh terakhir adalah kasus pernikahan dini. Pernikahan dini mempunyai dampak yang serius bagi pelakunya, terlebih bagi kaum perempuan. Mereka tidak hanya diintai oleh bahaya kesehatan, namun juga kesempatan menempuh pendidikan yang juga semakin menjadi terbatas bagi mereka. Hal itu berdampak pula pada kesempatan kerja yang terbatas sehingga situasi ekonomi mereka semakin terjepit. Pernikahan dini juga menghambat perkembangan psikologis pelakunya, sehingga hal ini menimbulkan gangguan perkembangan pribadi, rusaknya hubungan dengan pasangan. Bahkan tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pula perceraian dini. Pada perempuan, apabila mereka sudah menikah sudah dianggap sebagai wanita dewasa. Apabila sewaktu-waktu mereka bercerai, mereka tetap dianggap sudah dewasa. Mereka inilah yang rentan menjadi korban tindakan perdagangan manusia yang dapat disebabkan karena kerapuhan ekonomi, emosi yang masih labil, dan lain-lain. Faktor selanjutnya adalah pengetahuan masyarakat yang terbatas. Orang dengan tingkat pendidikan yang rendah memiliki lebih sedikit keahlian daripada orang dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini menimbulkan kesempatan kerja yang semakin sedikit sehingga akan sangat sulit untuk meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Dengan iming-iming bisa cepat kaya, orang-orang dengan situasi seperti ini dapat mudah untuk direkrut dan dapat menjadi korban perdagangan manusia. Faktor keenam adalah kurangnya pencatatan / dokumentasi. Dokumentasi ini meliputi akta kelahiran atau surat keterangan kelahiran. Karena hal ini sangat minim dilakukan, maka akan sangat mudah untuk melakukan pemalsuan identitas. Sampai saat ini, masih banyak
  • 17. orangtua yang tidak mencatatkan kelahiran anaknya di kantor catatan sipil. Para orangtua melakukan hal tersebut karena mereka menganggap bahwa untuk mencatatkan kelahiran anak-anak mereak dibutuhkan sejumlah uang yang besar. Akibat yang ditimbulkan dari hal ini adalah anak-anak tersebut tidak akan tercatat oleh negara. Apabila sewaktu-waktu mereka menjadi korban perdagangan manusia, mereka akan sangat sulit untuk mendapatkan bantuan dari pihak terkait. Faktor terakhir adalah lemahnya aparat penegak hukum dan pihak-pihak terkait dalam melakukan penjagaan terhadap indikasi terjadinya kasus perdagangan manusia. Sampai saat ini, para pelaku kasus perdagangan manusia masih dapat bebas berkeliaran tanpa adanya pengawasan yang ketat dari aparat penegak hukum. Hal inilah yang membuat kasus perdagangan manusia seolah-olah dihalalkan dan tidak ada titik terang mengenai penyelesaiannya. 2.4. Akibat Perdagangan Manusia Para korban perdagangan manusia mengalami banyak hal yang sangat mengerikan. Perdagangan manusia menimbulkan dampak negatif yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan para korban. Tidak jarang, dampak negatif hal ini meninggalkan pengaruh yang permanen bagi para korban. Dari segi fisik, korban perdagangan manusia sering sekali terjangkit penyakit. Selain karena stress, mereka dapat terjangkit penyakit karena situasi hidup serta pekerjaan yang mempunyai dampak besar terhadap kesehatan. Tidak hanya penyakit, pada korban anak-anak seringkali mengalami pertumbuhan yang terhambat. Sebagai contoh, para korban yang dipaksa dalam perbudakan seksual seringkali dibius dengan obat-obatan dan mengalami kekerasan yang luar biasa. Para korban yang diperjualbelikan untuk eksploitasi seksual menderita cedera fisik akibat kegiatan seksual atas dasar paksaan, serta hubungan seks yang belum waktunya bagi korban anak-anak. Akibat dari perbudakan seks ini adalah mereka menderita penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual, termasuk diantaranya adalah HIV / AIDS. Beberapa korban juga menderita cedera permanen pada organ reproduksi mereka. Dari segi psikis, mayoritas para korban mengalami stress dan depresi akibat apa yang mereka alami. Seringkali para korban perdagangan manusia mengasingkan diri dari kehidupan sosial. Bahkan, apabila sudah sangat parah, mereka juga cenderung untuk mengasingkan diri dari keluarga. Para korban seringkali kehilangan kesempatan untuk mengalami perkembangan sosial, moral, dan spiritual. Sebagai bahan perbandingan, para korban eksploitasi seksual mengalami luka psikis yang hebat akibat perlakuan orang lain
  • 18. terhadap mereka, dan juga akibat luka fisik serta penyakit yang dialaminya. Hampir sebagian besar korban “diperdagangkan” di lokasi yang berbeda bahasa dan budaya dengan mereka. Hal itu mengakibatkan cedera psikologis yang semakin bertambah karena isolasi dan dominasi. Ironisnya, kemampuan manusia untuk menahan penderitaan yang sangat buruk serta terampasnya hak-hak mereka dimanfaatkan oleh “penjual” mereka untuk menjebak para korban agar terus bekerja. Mereka juga memberi harapan kosong kepada para korban untuk bisa bebas dari jeratan perbudakan. 2.5. Tindakan Pemerintah Indonesia dalam Menangani Kasus Perdagangan Manusia Pemerintah Indonesia turut meratifikasi protokol PBB tersebut dan Rencana Aksi Nasional (RAN) Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak yang disahkan pada tanggal 30 Desember 2002 melalui Keputusan Presiden No.88 Tahun 2002. RAN tersebut merupakan landasan dan pedoman bagi pemerintah dan masyarakat dalam melaksanakan penghapusan perdagangan perempuan dan anak (Kementerian Pemberdayaan Perempuan/KPP, RAN, 2002, hlm. 4). Pengesahan RAN ditindaklanjuti dengan pembentukan gugus tugas anti trafiking di Tingkat Nasional. Untuk menjamin terlaksananya RAN di tingkat propinsi dan kabupaten / kota maka penetapan peraturan dan pembentukan gugus tugas. Penetapam peraturan dan pembentukan gugus tugas ini dibuat berdasarkan keputusan kepala daerah masing-masing, termasuk anggaran pembiayaannya (KPP/RAN, hlm8-9). Dalam RAN (hlm 14-15) diberikan 29 rujukan landasan hukum yang relevan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku yang dapat dipakai dalam upaya menghapus trafiking, antara lain: Undang-Undang (UU) No.1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP); UU no.7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita; UU no.3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak; UU no.19 tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO (International Labor Organisation) no.105 mengenai Penghapusan Kerja Paksa; UU no. 1 tahun 2000 tentang Pengesahan Konvesi ILO No.182 mengenai Pelanggaran dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak; UU no.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan rujukan-rujukan relevan lainnya. Sampai saat ini, perhatian pemerintah Republik Indonesia terhadap kasus perdagangan manusia semakin besar. Usaha pemerintah untuk menyelesaikan masalahmasalah perdagangan manusia sudah semakin terlihat nyata. Hal ini terbukti dari meningkatnya jumlah kasus yang ditangani oleh aparat hukum. Selain itu, saat ini sudah
  • 19. banyak pelaku tindakan perdagangan manusia yang masuk penjara dan diproses secara hukum. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Antiperdagangan Manusia di Indonesia pada tahun 2007, jumlah kasus usaha perdagangan manusia yang ditangani oleh aparat hukum meningkat dari 109 kasus pada tahun 2007 menjadi 129 pada tahun 2008. Menurut data yang diperoleh, hukuman yang dijatuhkan untuk pelaku tindakan perdagangan manusia meningkat dari 46 kasus pada tahun 2007 menjadi 55 kasus pada tahun 2008. Namun, eksploitasi yang diduga dilakukan oleh perusahaan besar masih menjadi masalah serius, walaupun aparat kepolisisan dan Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi telah berkali-kali melakukan operasi untuk memecahkan kasus ini. Penegakan hukum terhadap aparat yang ikut melakukan tindakan mendukung perdagangan manusia juga masih cukup memprihatinkan. Petugas yang terlibat langsung dalam usaha perdagangan manusia ataupun yang hanya memberikan perlindungan terhadap bisnis tersebut masih banyak yang belum ditindak. Sementara itu, pemerintah Indonesia selalu berusaha untuk meningkatkan pelayanan sekaligus perlindungan terhadap warga negaranya yang bekerja di luar negeri. Salah satu contoh komitmen pemerintah Republik Indonesia dalam melindungi warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri dapat dilihat dari tindakamn penghentian sementara pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Malaysia. 2.6. Solusi Masalah Perdagangan Manusia di Indonesia Rendahnya tingkat ekonomi, pendidikan, dan situasi psikologis adalah penyebab utama terjadinya perdagangan manusia. Ada beberapa solusi yang dapat dilakukan agar kasus perdagangan manusia dapat berkurang. Solusi pertama adalah meningkatkan kesadaran masyarakat melalui penyuluhan pemuka agama dan pemerintah. Apabila kesadaran masyarakat akan bahaya dari perdagangan manusia sudah muncul, maka diharapkan tingkat perdagangan manusia akan sdikit berkurang. Solusi kedua adalah memperluas tenaga kerja, fokus pada program Usaha Kecil Menengah (UKM), serta pemberdayaan perempuan. Apabila lapangan kerja di Indonesia sudah cukup memenuhi kebutuhan masyarakat, maka keinginan untuk bermigrasi dan bekerja di luar negeri akan berkurang dan resiko perdagangan manusia pun akan semakin berkurang juga. Solusi selanjutnya adalah meningkatkan pengawasan di setiap perbatas NKRI serta meningkatkan kinerja para aparat penegak hukum. Kejahatan seperti perdagangan manusia dapat saja terjadi. Kemungkinan untuk terjadi akan semakin besar apabila tidak ada
  • 20. pengawasan yang ketat oleh aparat yang terkait. Apabila pengawasan sudah ketat dan hukum sudah ditegakkan, maka kasus perdagangan manusia dapat berkurang. Solusi lainnya adalah memberikan pengetahuan dan penyuluhan seefektif mungkin kepada masyarakat. Untuk dapat mencegah masalah ini, perlu diadakan penyuluhan dan sosialisasi masalah yang rutin mengenai perdagangan manusia kepada masyarakat. Dengan sosialisasi secara terus-menerus, masyarakat akan mengetahui bahaya masalah ini dan bagaimana solusinya. Pendidikan tentu saja tidak hanya diberikan kepada masyarakat golongan menengah ke atas. Justru pendidikan tersebut harus diberikan kepada kaum kelas bawah, karena mereka rentan sekali menjadi korban praktik perdagangan manusia. perdagangan manusia seringkali terjadi pada masyarakat dengan taraf pendidikan yang cukup rendah. Pendidikan harus diberikan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh semua lapisan masyarakat. Setelah masyarakat mengetahui masalah ini, saatnya mereka memberitahu keepada orang lain yang belum tahu. Apabila informasi seperti ini tidak disebarluaskan, maka rantai masalah ini tidak akan pernah terputus. Sudah menjadi kewajiban masyarakan untuk menyampaikan apa yang terjadi pada orang lain, terlebih lagi orang-orang yang dianggap berpotensi mengalami tindakan perdagangan manusia. Sebab, orang yang tidak mengetahui adanya permasalahan ini tidak akan menyadari bahwa hal ini mungkin telah terjadi pada orang lain di sekitar mereka. Solusi terakhir adalah berperan aktif untuk mencegah. Setelah mengetahui dan berusahaa berbagi dengan masyarakat yang lain, kita juga dapat berperan aktif untuk menanggulangi permasalahan ini. Berperan aktif dapat dilakukan dengan cara melaporkan kasus perdagangan manusia yang diketahui kepada pihak yang berwajib. Masyarakat juga bisa mengarahkan keluarganya untuk lebih berhati-hati terhadap orang lain, baik yang tidak dikenal maupun yang sudah dikenal. Mungkin hal yang dilakukan hanyalah sesuatu yang kecil dan sederhana, namun apabila semua orang bergerak untuk turut melakukannya, bukan tidak mungkin masalah ini akan teratasi.
  • 21. BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan Dari semua pembahasan yang telah penulis utarakan, ada beberapa kesimpulan yang bisa didapat, yaitu : 1. Perdagangan ,manusia merupakan segala sesuatu bentuk transaksi yang melibatkan manusia sebagai komoditi perdagangan. 2. Perdagangan manusia mempunyai banyak bentuk dan jenis yang dapat diklasifikasikan berdasarkan umur dan gender. 3. Ada banyak faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan perdagangan manusia. 4. Faktor utama tindakan perdagangan manusia (baik korban maupun pelaku) adalah faktor ekonomi. 5. Akibat dari perdagangan manusia dapat berupa gangguan fisik, gangguan psikis, serta gangguan sosial. 6. Sejauh ini, tindakan pemerintah terhadap kasus perdagangan manusia masih jauh dari maksimal. Namun kemajuan akan usaha pemerintah sudah terlihat. 7. Ada banyak solusi yang yang dilakukan agar kasus perdagangan manusia dapat diatasi. Namun solusi yang paling tepat adalah komunikasi yang baik. 3.2. Saran 3.2.1. Bagi Masyarakat Agar tidak terseret ke dalam perdagangan manusia, sebaiknya masyarakat meningkatkan kewaspadaan terhadap semua orang. Kewaspadaan itu harus ditujukan baik kepada orang yang belum dikenal maupun kepada orang yang telah dikenal. Selain itu, masyarakat juga harus selalu berpegang teguh pada ajaran agama dan moral yang dianut. Hal itu perlu dilakukan sebagai antisipasi dari segala bentuk tipu daya para pelaku perdagangan manusia. 3.2.2. Bagi Penulis Sebagai bentuk partisipasi aktif terhadap pemberantasan kasus perdagangan manusia, sebaiknya penulis juga ikut menerapkan sikap yang diopinikan dalam makalah ini. Walaupun tidak dapat berupaya banyak untuk memberantas kasus perdagangan manusia di Indonesia, sebaiknya penulis mencari sebanyak-banyaknya informasi mengenai perkembangan kasus
  • 22. ini. Sebisa mungkin penulis sebaiknya ikut berperan untuk mencari solusi mengenai masalah ini. Setidaknya untuk mengurangi tingkat kasus perdagangan manusia ini.
  • 23. DAFTAR PUSTAKA Anonim.2010.Mutia Hatta : Cegah Perdagangan Manusia di Perbatasan dengan Pendidikan.[terhubung berkala]http://www.gugustugastraffickin (24 Februari 2011) Anonim.2010.Perdagangan Manusisa Marak di Perbatasan Malaysia.[terhubung berkala]http://wwwidio.int/bandaacehawareness.HTM(24 Februari 2011) Anonim.2010.Definisi Pelacuran.[terhubung berkala] http://www.rise-of-womanhood.org/definitionof-prostitution.html(24 Februari 2011) Karundeng, Narwasti Vike.2005.Sosialisasi TRAFIKING.[terhubung berkala] Penyadaran Isu Trafiking http://osdir.com/ml/culture.region. : APA ITU indonesia.ppi- india/2005-03/msg01095.html(24 Februari 2011) Shalahuddin, Odi.2011.Kesekian Kali tentang Prostitusi Anak #3[terhubung berkala] http://odishalahuddin.wordpress.com/2011/03/22/kesekian-kali-tentang-prostitusi-anak-3/(2 Maret 2011) Suharto, Edi.2003.PERMASALAHAN SOSIAL[terhubung Maret 2011) berkala] PEKERJA MIGRAN : PERSPEKTIF PEKERJAAN http://www.policy.hu/suharto/modul_a/makindo_35.htm (2
  • 24. Perdagangan Manusia (Human Trafficking) 22 Mar Kata Pengantar Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME, karena berkat dan karunianya kami dapat menyusun makalah yang menjadi tugas kuliah kami yang berjudul Perdagangan Manusia (Human Trafficking), dan juga terimakasih kepada dosen kami, Ina Heliany yang telah memberikan kesempatan bagi kami untuk menyusun makalah ini. Adapun dalam makalah ini berisi tentang pembahasan Perdagangan Manusia,Konvensi Perlindungan HakHak Anak,Perdangangan Anak (Child Trafficking),Pembrantasan Tindak Pidana Human Trafficking & Perbudakan Kontemporer (Contemporary Forms Of Slavery) . Semoga makalah yang kami susun ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan umumnya bagi para pelajar yang sedang mempelajari hukum –hukum dinegeri ini. Kami mengucapkan terimakasih atas perhatian dan kerjasama yang diberikan dalam pembuatan makalah ini, tanpa kerjasama hal yang sulit tidak akan menjadi mudah, tanpa kerjasama makalah ini tidak akan ada. Dan akhir kata kami mohon maaf jika ada kesalahan dalam penulisan dan hal yang tidak kami ketahui. DAFTAR ISI KATA PENGANTAR……………………………………………….. 1 DAFTAR ISI……………………………………………………………. 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang………………………………………………. 3 1.2 Identifikasi Masalah……………………………………….. 3 1.3 Metode Pembahasan……………………………………….. 4 1.4 Pembatasan Masalah ……………………………………… 4 1.5 Metode Pembahasan ……………………………………… 4 BAB II TEORI ATAU KONSEP 2.1 Pengertian HAM……………………………………………. 5 2.2 Pendapat Jan Matersen……………………………………. 5 BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN 3.1 Perdagangan Manusia ( Human Trafficking )……. 6 3.2 Konvensi Perlindungan Hak-Hak Anak …………… 7 3.3 Perdagangan Anak ( Child Trafficking )…………… 9 3.4 Pembrantasan Tindak Pidana Perdagangan Manusia ( Human Trafficking ) …………………………………….. 12 3.5 Perbudakan Kontemporer (Contemporary Forms Of Slaves)……………………… 14 BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan …………………………………………………. 18 4.2 Saran ………………………………………………………….. 20 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………… 22
  • 25. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. B. Identifikasi Masalah Makalah ini penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut: 1. Perdagangan Manusia (Human Trafficking) 2. Konvensi Perlindungan Hak-Hak Anak 3. Perdagangan Anak (Child Trafficking) 4. Pemberantasan Tindak Pidana Human Trafficking 5. Perbudakan Kontemporer (Contemporary Forms Of Slavery). C. Pembatasan Makalah Agar masalah pembahasan tidak terlalu luas dan lebih terfokus pada masalah dan tujuan dalam hal ini pembuatan makalah ini, maka dengan ini penyusun membatasi masalah hanya pada ruang lingkup HAM. Mencakup Human Trafficking. D. Metode Pembahasan 1. Metode deskritif, sebagaimana ditunjukan oleh namanya, pembahasan ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau kelompok orang tertentu atau gambaran tentang suatu gejala atau hubungan antara dua gejala atau lebih (Atherton dan Klemmack: 1982). 2. Penelitian kepustakaan, yaitu Penelitian yang dilakukan melalui kepustakaan, mengumpulkan data-data dan keterangan melalui buku-buku dan bahan lainnya yang ada hubungannya dengan masalah-masalah yang diteliti. BAB II
  • 26. TEORI ATAU KONSEP 1. HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan kodratnya (Kaelan: 2002). 2. Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching Human Rights, United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa menegaskan bahwa HAM adalah hakhak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia. 3. HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. (Mansyur Effendi, 1994). 4. Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia” BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN 1. Perdagangan manusia (Human Trafficking) Perdagangan manusia (human trafficking) merupakan masalah yang cukup kompleks, baik di tingkat nasional maupun internasional. Berbagai upaya telah dilakukan guna mencegah terjadinya praktek perdagangan manusia. Secara normatif, aturan hukum telah diciptakan guna mencegah dan mengatasi perdagangan manusia. Akan tetapi perdagangan manusia masih tetap berlangsung khususnya yang berkaitan dengan anak-anak. Permasalahan yang berkaitan dengan anak tidak lepas dari perhatian masyarakat internasional. Isu-isu seperti tenaga kerja anak, perdagangan anak, dan pornografi anak, merupakan masalah yang dikategorikan sebagai eksploitasi.
  • 27. 2. Konvensi Perlindungan Hak-Hak Anak Convention on the Rights of the Child (CRC) adalah merupakan salah satu konvensi yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan perlindungan hak-hak anak. a. Perlindungan hak-hak anak Child is every human being below the age of eighteen years unless under the law applicable to the child, majority is attained earlier. Berdasarkan ketentuan ini selanjutnya ditentukan bahwa adanya keharusan bagi negara untuk memperhatikan segala bentuk kekerasan terhadap anak. b. Perhatian terhadap hak-hak anak States parties shall take all appropriate national, bilateral and multilateral measures to prevent the abduction of the sale of or traffic in children for any aspects of the child‟s welfare. Anak memerlukan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial secara utuh, serasi, selaras, dan seimbang. Pemberitaan tentang perdagangan manusia khususnya anak, di Indonesia kian marak baik dalam lingkup domestik maupun yang telah bersifat lintas batas negara. Hal ini dapat dilihat dari berbagai kejahatan yang dilakukan oleh orang perorangan maupun oleh korporasi dalam batas wilayah suatu negara maupun yang dilakukan melintasi batas wilayah negara lain yang semakin meningkat. Kejahatan tersebut juga termasuk antara lain berupa penyeludupan tenaga kerja, penyeludupan imigran, perdagangan budak, wanita dan anak. Salah satu persoalan serius dan sangat meresahkan adalah dampak yang ditimbulkan dan berhubungan langsung terhadap nasib anak, yaitu berkaitan dengan perdagangan anak (child trafficking).
  • 28. 3. Perdagangan Anak (Child Trafficking). Perdagangan anak yang terjadi di Indonesia telah mengancam eksistensi dan martabat kemanusiaan yang membahayakan masa depan anak. Sisi global, perdagangan anak merupakan suatu kejahatan terorganisasi yang melampaui batas-batas negara, sehingga dikenal sebagai kejahatan transnasional. Indonesia tercatat dan dinyatakan sebagai salah satu negara sumber dan transit perdagangan anak internasional, khususnya untuk tujuan seks komersial dan buruh anak di dunia. Komitmen penghapusan perdagangan anak ini dikenal sebagai Kesepakatan Palermo Italia tahun 2001. Kesepakatan penghapusan perdagangan anak sebagai isu global, sejalan dengan lingkup kesepakatan menghapus terorisme, penyeludupan senjata (arm smugling), peredaran gelap narkotika dan psikotropika, pencucian uang (money laundry), penyeludupan orang (people smugling) dan perdagangan orang termasuk anak (child trafficking). Indonesia telah meratifikasi dan mengundangkan protokol Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk penghapusan kejahatan transnasional tersebut. Saat ini sedang dalam proses ratifikasi protokol Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menghapus dan mencegah perdagangan orang termasuk anak. Penguatan komitmen pemerintah Republik Indonesia dalam penghapusan perdagangan orang tercermin dari Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2002, tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (RAN-P3A) dan adanya Undang-Undang Penghapusan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU PTPPO). Program Legislasi Nasional 2005-2009 menegaskan RUU Tindak Pidana Perdagangan Orang berada diurutan 22 dari 55 prioritas RUU yang akan dibahas pada tahun 2005. Penindakan hukum kepada pelaku (trafficker) digiatkan melalui peningkatan kapasitas penegak hukum serta peningkatan kerjasama dengan pemangku kepentingan yang lain dan pihak penegak hukum negara sahabat sehingga Kepolisian Republik Indonesia berhasil memproses 23 kasus dari 43 kasus yang terungkap. Pada tahun 2004-2005 (Maret), sebanyak 53 terdakwa telah mendapat vonis Pengadilan dengan putusan: bebas, dan hukuman penjara 6 bulan sampai yang terberat 13 tahun penjara atau rata-rata hukuman 3 tahun 3 bulan. Sosialisasi dan advokasi dari berbagai pihak kepada aparat penegak hukum telah membuahkan dijatuhkannya vonis hukuman yang cukup berat kepada trafficker. Peningkatan perlindungan kepada korban perdagangan orang dilaksanakan dengan meningkatkan aksesibilitas layanan melalui pembentukan Pusat Pelayanan Terpadu di Rumah Sakit Umum milik Pemerintah Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota serta Rumah Sakit Kepolisian Pusat dan Rumah Sakit Bhayangkara di daerah. Ruang Pelayanan Khusus Kepolisian yang dikelola oleh Polisi Wanita semakin ditambah yang kini jumlahnya mencapai 226 unit di 26 Kepolisian Daerah (Propinsi) dan masih akan terus diperluas ke Kepolisian Daerah yang lain dan Kepolisian Resort (Kabupaten/Kota) seluruh Indonesia.
  • 29. Di samping itu juga semakin banyak Lembaga Swadaya Masyarakat dan organisasi masyarakat yang mendirikan Women‟s Crisis Centre, Drop In Center, atau Shelter yang kini jumlahnya 23 unit yang tersebar di 15 propinsi. Di samping itu, untuk pengungsi didirikan sedikitnya 20 unit Children Center bekerjasama dengan UNICEF dan Departemen Sosial. Beberapa pihak berpendapat bahwa para TKI tersebut banyak di antaranya yang terjebak dalam praktek-praktek perdagangan orang. Mereka dikirim ke Malaysia menggunakan paspor dan visa kunjungan atau wisata untuk bekerja di sana. 4. Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Manusia (Human Trafficking) Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah mengesahkan UndangUndang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Adanya peningkatan jumlah korban perdagangan anak di Indonesia, telah menempatkan Indonesia ke dalam kelompok negara yang dikategorikan tidak berbuat maksimal. Menyadari hal ini, Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 88 Tahun 2002 telah menetapkan suatu kebijakan yang bersifat akseleratif tentang penghapusan perdagangan anak. Berdasarkan Keputusan Presiden tersebut, maka penghapusan perdagangan anak dilakukan secara terorganisir, komprehensif, dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan dengan prinsip utama, anak adalah korban. Untuk menterjemahkan formulasi tersebut dalam bentuk implementasi, maka dikembangkan jejaring kelembagaan peduli anak. Demikian pula secara yuridis dimunculkan norma hukuman berat terhadap pelaku perdagangan anak. Adapun materi Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2002 antara lain, berisi:
  • 30. 1) Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak yang selanjutnya disebut dengan RAN-P3A sebagai aspek konseptual atau formulasi. 2) Pembentukan Gugus Tugas Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak yang selanjutnya disebut dengan GT-P3A pada lingkup nasional, propinsi, dan kabupaten/kota, sebagai aspek operasional atau implementasi. RAN-P3A bertujuan untuk menghapus segala bentuk perdagangan anak melalui pencapaian 4 (empat) tujuan khusus yaitu: a) Penetapan norma hukum dan tindakan hukum terhadap pelaku perdagangan anak. b) Terlaksananya rehabilitasi dan reintegrasi sosial korban perdagangan anak. c) Terlaksananya pencegahan perdagangan anak di keluarga dan masyarakat. d) Terciptanya kerjasama dan koordinasi penghapusan perdagangan anak lingkup internasional, regional, nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui Office of The High Commisioner of Human Rights telah mengeluarkan Fact Sheet No. 14 dengan judul Contemporary Forms of Slavery. 5. Perbudakan Kontemporer (Contemporary Forms Of Slavery) Perilaku yang termasuk dalam kategori bentuk-bentuk perbudakan kontemporer (contemporary forms of slavery), adalah: a) Perdagangan anak. b) Prostitusi anak. c) Pornografi anak. d) Eksploitasi pekerja anak. e) Mutilasi seksual terhadap anak perempuan. f) Pelibatan anak dalam konflik bersenjata. g) Penghambaan. h) Perdagangan manusia. i) Perdagangan organ tubuh manusia. j) Eksploitasi untuk pelacuran, dan
  • 31. k) Sejumlah kegiatan di bawah rezim apartheid dan penjajahan. Berdasarkan informasi yang diterbitkan oleh United States Departement Of Justice, diperoleh data yang berkenaan dengan perdagangan manusia, antara lain: a) 700 ribu (tujuh ratus ribu) sampai dengan 4.000.000 (empat juta) orang setiap tahun diperjualbelikan (dijual, dikirim, dipaksa, dan bekerja di luar kemauan) di seluruh dunia. b) Sebagian besar manusia yang diperdagangkan berasal dari negara-negara berkembang yang rendah tingkat ekonominya, untuk dibawa ke negara-negara maju. c) Sebagian besar dari korban tersebut adalah perempuan dan anak-anak. d) Para korban pada umumnya dijanjikan kehidupan yang lebih baik, pekerjaan dengan imbalan yang menarik, oleh sang pedagang. e) Umumnya mereka dipaksa bekerja sebagai pelacur, pekerja paksa, pembantu rumah tangga, bahkan pengemis. f) Untuk mengendalikan mereka biasanya dipakai upaya kekerasan atau ancaman kekerasan. g) Lebih dari dua juta perempuan bekerja di industri seks di luar keinginan mereka, dan diperkirakan sekitar 40% (empat puluh persen) adalah anak di bawah umur. Akan tetapi dalam banyak hal, kerap kali terdapat perbedaan dalam menentukan batasan, pengertian, dan sumber dapat mengakibatkan perbedaan hasil yang menimbulkan tafsiran serta implikasi yang berbeda. Dalam situasi yang demikian, maka isu undocument migrant workers (pekerja pembantu rumah tangga anak) apabila ditafsirkan dengan tanpa batasan dapat mengakibatkan perbedaan persepsi tentang perdagangan anak. Untuk memberikan batasan yang pasti, maka dapat mengacu kepada Protocol to Prevent, Suppres and Punish Trafficking in Person Especially Women and Children. Protokol ini telah ditandatangani oleh pemerintah Indonesia. Di luar dari batasan dari protokol itu, pengertian perdagangan anak masih beragam. Hingga saat ini belum ada kesatuan yang bisa menggambarkan kejahatan perdagangan anak. Hal ini disebabkan semakin meluasnya dimensi kriminal dari perdagangan manusia sehingga batasan tradisional perdagangan manusia menjadi usang. Helge Konrad mengemukan bahwa human trafficking merupakan suatu masalah yang disebabkan adanya beberapa dorongan. Ia menyatakan: The cause of trafficking are complex. While there are numerous contributing factors, which have to be analysed and taken into account in political decision making-the unequal economic development of different countries, mass unemployment in many countries of origin, but also inequality, discrimination and gender-based violence in our societies, the prevailing market mechanisms; the patriarchal structures in the source and destination countries; the demand side including the promotion of sex tourism in many countries of the world, the mindsets of men, etc.- the primary root cause is poverty, most particularly among women. Indonesia dikategorikan sebagai negara yang tidak memenuhi standar dalam upaya memerangi kejahatan terorganisir sebagai upaya penghapusan perdagangan manusia secara serius, bahkan data akurat mengenai kejahatan ini sulit diperoleh. Hal ini terkait dengan beberapa hal yaitu berupa defenisi perdagangan manusia dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana terbatas pada perdagangan perempuan dan anak; dan berbagai perbuatan yang dapat dimasukkan ke dalam perdagangan manusia ditangani oleh berbagai instansi yang berbeda sehingga menyulitkan dalam pertanggungjawaban. Sebagai Contohnya: Masalah pengiriman buruh migran secara ilegal pada umumnya ditangani oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang melibatkan Penyedia Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) ke luar negeri, sedangkan perdagangan anak ditangani oleh Dinas Sosial. Faktor lainnya berupa lingkup wilayah Indonesia yang amat luas dan terbuka yang memungkinkan perdagangan manusia terjadi di beberapa tempat namun sulit dipantau.
  • 32. BAB IV KESIMPULAN 1. HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan kodratnya (Kaelan: 2002). 2. Perdagangan manusia (human trafficking) merupakan masalah yang cukup kompleks, baik di tingkat nasional maupun internasional. 3. Convention on the Rights of the Child (CRC) adalah merupakan salah satu konvensi yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan perlindungan hak-hak anak. 4. Indonesia melalui Keputusan Presiden RI. Nomor 88 Tahun 2002 telah menetapkan suatu kebijakan yang bersifat akseleratif tentang penghapusan perdagangan anak.
  • 33. 5. Perilaku yang termasuk dalam kategori bentuk-bentuk perbudakan kontemporer (contemporary forms of slavery), meliputi: a) Perdagangan anak. b) Prostitusi anak. c) Pornografi anak. d) Eksploitasi pekerja anak. e) Mutilasi seksual terhadap anak perempuan. f) Pelibatan anak dalam konflik bersenjata. g) Penghambaan. h) Perdagangan manusia. i) Perdagangan organ tubuh manusia. j) Eksploitasi untuk pelacuran, dan k) Sejumlah kegiatan di bawah rezim apartheid dan penjajahan. Faktor lainnya berupa lingkup wilayah Indonesia yang amat luas dan terbuka yang memungkinkan perdagangan manusia terjadi di beberapa tempat namun sulit dipantau. SARAN
  • 34. Perdagangan manusia (human trafficking) merupakan permasalahan yang harus segera diselesaikan oleh negara Indonesia sebagai negara asal dari korban serta oleh Malaysia yang merupakan negara tujuan dari kasus human trafficking . Kedua negara tersebut harus segera melakukan kerjasama yang erat dan konsisten dalam memerangi kegiatan human trafficking yang terjadi di perbatasan negara tersebut. Selain itu, kedua belah harus senantiasa meningkatkan pengawasan di perbatasan wilayah baik oleh pihak keamanan maupun oleh pihak Imigrasi yang merupakan sebagai penjaga kedaulatan suatu negara.Selain dengan meningkatkan kerjasama antar negara, setiap negara khususnya negara Indonesia harus secepat mungkin untuk membentuk suatu aturan hukum yang jelas dan tegas dalam memerangi praktek human trafficking yang sudah lama berkembang di negara ini. Yang aturan tersebut harus senantiasa di publikasi dan di terapkan dalam pelaksanaan pengawasanterhadap praktek tersebut. Serta harus menindak dengan tegas semua pelaku praktek humantrafficking , jangan adalagi praktek-praktek suap yang dapat memudahkan pelaku untuk melakukan kegiatan tersebut. Selain dari penyelesaian oleh Pemerintah, penyelesaian oleh setiap individu dalam masyarakat juga perlu untuk di tingkatkan dan di awasi karena banyak kasus human trafficking terjadi karena faktor ketidak tahuan masyarakat tentang human trafficking dan bahayanya bagidirinya sendiri ataupun orang lain. Untuk hal ini, pemerintah harus senantiasa melakukansosialisasi kepada masyarakat perbatasan ataupun masayarakat Indonesia secara global agar lebih mengetahui tentang human trafficking dan agar dapat melindungi diri dari humantrafficking
  • 35. Daftar Pustaka 1. Metode deskritif, Atherton dan Klemmac, (1982). 2. Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (RAN-P3A) dan adanya Undang-Undang Penghapusan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU PTPPO), KEPRES RI Nomor 88 Tahun 2002 3. Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Adanya peningkatan jumlah korban perdagangan anak di Indonesia, Pemerintah dan DPR RI, UUD NO. 21 Tahun 2007. 4. Contemporary Forms of Slavery Fact Sheet No. 14, PBB melalui Office of The High Commisioner of Human Rights
  • 36. HUMAN TRAFFICKING Posted on Februari 8, 2012 by helmayulita MAKALAH Kapita Selekta Geografi Perdagangan Manusia (Human Trafficking) Oleh: HELMA YULITA 2008/05384 JURUSAN GEOGRAFI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2011 KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini dengan judul “perdaganagan manusia (Human Trafficking)” tepat pada waktunya. Salawat beriringan salam tak lupa penulis ucapkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW. Pada kesempatan ini izinkan penulis mengucapkan terimakasih yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan ilmu, wawasan dan pengetahuan yang penulis miliki. Namun dengan keyakinan dan berkat bantuan serta dorongan dari berbagai pihak, Akhirnya makalah ini dapat penulis selesaikan. Akhir kata semoga hasil makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca dan bagi penulis sendiri. Padang, oktober 2011 Penulis DAFTAR ISI KATA PENGANTAR………………………………………………………………………………… …………. i DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………………………… ………. ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang……………………………………………………………………………………… ……… 1 B. Rumusan
  • 37. Masalah………………………………………………………………………………………… .2 C. Tujuan………………………………………………………………………………………… ………………. 2 D. Manfaat ………………………………………………………………………………………………… ……. 2 BAB II PEMABAHASAN A. Apa itu perdgangan manusia (human trafficking)……………………………………………………………………………………… …………… 3 B. Faktor – faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya perdagangan manusia (human trafficking)……………………………………………………………………………………… …………… 4 C. Bagaimana tanggapan pemerintah terhadap kasus perdagangan manusia (human trafficking)……………………………………………………………………………………… …………… 5 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan…………………………………………………………………………………… …………….. 7 B. Saran…………………………………………………………………………………………… ……………… 8 DAFTAR PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan manusia atau istilah Human Trafficking merupakan sebuah kejahatan yang sangat sulit diberantas dan disebut-sebut oleh masyarakat internasional sebagai bentuk perbudakan masa kini dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Kejahatan ini terus menerus berkembang secara nasional maupun internasional. Dengan perkembangan dan kemajuan teknologi, informasi, komunikasi dan transportasi. maka semakin berkembang pula modus kejahatannya yang dalam beroperasinya sering dilakukan secara tertutup dan bergerak di luar hukum. Pelaku perdagangan orang (trafficker) pun dengan cepat berkembang menjadi sindikasi lintas batas negara dengan cara kerja yang mematikan. Rendahnya tingkat ekonomi, pendidikan dan situasi psikologis inilah menjadi salah satu penyebab yang tidak disadari sebagai peluang munculnya human trafficking atau perdagangan manusia. Istilah yang kemudian diserap dalam bahasa Indonesia dengan kata trafiking ini, sampai saat ini belum mendapat perhatian yang maksimal dari pihak-pihak terkait. Tidaklah mengherankan jika korban trafiking terus berjatuhan, bahkan, rentetan korban demi korban masih mungkin akan terus bertambah. Perdagangan orang dapat mengambil korban dari siapapun, orang-orang dewasa dan anak – anak, laki-laki maupun perempuan yang pada umumnya berada dalam situsi dan kondisi yangm rentan. Modus yang digunakan dalam kejahatan ini sangat beragam dan juga memiliki aspek kerja yang rumit. Dengan perkembangan dan kemajuan teknologi, informasi, komunikasi dan transportasi maka semakin berkembang pula modus kejahatannya yang dalam beroperasinya sering secara tertutup dan bergerak di luar hukum. Pelaku perdagangan
  • 38. orang (trafficker) pun dengan cepat berkembang menjadi sindikasi lintas batas negara dengan cara kerja yang mematikan. B. permasalahan Berdasarkan latar belakang diatas maka yang jadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah : 1. Apa factor penyebab tewrjadinya perdagangan manusia (human trafficking) ? 2. Apa dampak dari perdagangan manusia (human trafficking) ? 3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap perdagangan manusia (human trafficking) ? C. Tujuan Adapun yang menjadi tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah 1. Melihat factor penyebab perdagangan manusia (human trafficking) 2. Mengetahui dampak perdagangan manusia (human trafficking) 3. Melihat perlindungan hokum dalam perdagangan manusia (human trafficking) D. Manfaat Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan diatas maka manfaat dari penulisan makalah ini adalah melihat dan memahami tentang perdagangan manusia dan mengetahui faktor – faktor penyebab perdagangan manusia (human trafficking) serta melihat peran pemerintah dalam menangani kasus ini. BAB II TEORI PENDUKUNG A. Pengertian perdagangan manusia Istilah dalam perdagangan manusia ini dapat diartikan sebagai “rekrutmen, transportasi, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan seseorang dengan ancaman atau penggunaan kekerasan, penculikan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan ataupun menerima atau memberi bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, untuk kepentingan eksploitasi yang secara minimal termasuk eksploitasi lewat prostitusi atau bentuk-bentuk eksploitasi seksual lainnya, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek lain yang serupa dengan perbudakan, penghambaan atau pengambilan organ-organ tubuh.” (Sumber: Pasal 3, Protokol untuk Mencegah, Menekan dan Menghukum Perdagangan Manusia, terutama Perempuan dan Anak, sebagai Tambahan terhadap Konvensi PBB menentang Kejahatan Terorganisir Transnasional, 2000). Eksploitasi dalam perdaganagan manusia (human trafficking) dapat meliputi, paling tidak, adalah: Pertama, eksploitasi untuk melacurkan orang lain atau bentuk-bentuk lain dari eksploitasi seksual. Kedua, kerja atau pelayanan paksa. Ketiga, perbudakan atau praktekpraktek yang serupa dengan perbudakan. Keempat, penghambaan. Kelima, pengambilan organ-organ tubuh. Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) mendefenisikan human trafficking atau perdagangan manusia sebagai: Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan seseorang, dengan ancaman, atau penggunaan kekerasan, atau bentuk-bentuk pemaksaan lain, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, memberi atau menerima bayaran atau manfaat untuk memperoleh ijin dari orang yang mempunyai wewenang atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. (Protokol PBB tahun 2000 untuk Mencegah, Menanggulangi dan Menghukum Trafiking terhadap Manusia, khususnya perempuan dan anak-anak; Suplemen Konvensi PBB mengenai Kejahatan Lintas Batas Negara). Tabel dibawah ini, yang disarikan dari Definisi PBB diatas, adalah alat yang
  • 39. berguna untuk menganalisis masing-masing kasus untuk menentukan apakah kasus tersebut termasuk trafiking atau tidak. Suatu kejadian dapat dikatakan sebagai trafiking, kejadian tersebut harus memenuhi paling tidak satu unsur dari ketiga kriteria yang terdiri dari proses, jalan/cara dan tujuan. Jika satu unsur dari masing-masing ketiga kategori di atas muncul, maka hasilnya adalah trafiking. Pertama setiap orang yang melakukan perekrutan, pengiriman, penyerahterimaan orang. Kedua dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, penipuan, penculikan, penyekapan, penyalahgunaan kekuasaan, pemanfaatan posisi kerentanan, atau penjeratan utang. Ketiga untuk tujuan mengeksploitasi, atau perbuatan yang dapat tereksploitasi orang tersebut. B. Modus operandi perdagangan manusia Perdagangan manusia dapat mengambil korban dari siapapun, orang-orang dewasa dan anak – anak, laki-laki maupun perempuan yang pada umumnya berada dalam situsi dan kondisi yang rentan. Namun Perdagangan manusia, biasanya dalam banyak kasus lebih merujuk kepada perdagangan perempuan dan anak-anak. Modus yang digunakan dalam kejahatan ini sangat beragam dan juga memiliki aspek kerja yang rumit. Berdasarkan rumusan pasal 546 rancangan KUHP di atas yang dikategorikan kedalam modus perdagangan manusia adalah : Bagian Pertama : setiap orang yang melakukan perekrutan, pengiriman, penyerahterimaan orang. Bagian Kedua : dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, penipuan, penculikan, penyekapan, penyalahgunaan kekuasaan, pemanfaatan posisi kerentanan, atau penjeratan utang. Bagian Ketiga : untuk tujuan mengeksploitasi, atau perbuatan yang dapat tereksploitasi orang tersebut. BAB III PEMBAHASAN A. Faktor – Faktor penyebab terjadinya perdagangan manusia (human trafficking) Himpitan kehidupan ini kemudian menimbulkan masyarakat untuk mencari jalan keluar dengan melakukan segala daya upaya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Dalam pemenuhan itu, kadang kala mereka tidak memikirkan dampak dari apa yang mereka kerjakan. Yang penting bagi mereka, hidup harus terus berjalan. Rendahnya tingkat ekonomi, pendidikan dan situasi psikologis inilah menjadi salah satu penyebab yang tidak disadari sebagai peluang munculnya human trafficking atau perdagangan manusia. Istilah yang kemudian diserap dalam bahasa Indonesia dengan kata trafiking ini, sampai saat ini belum mendapat perhatian yang maksimal dari pihak-pihak terkait. Tidaklah mengherankan jika korban trafiking terus berjatuhan, bahkan, rentetan korban demi korban masih mungkin akan terus bertambah. Tidak ada satupun yang merupakan sebab khusus terjadinya trafiking manusia di Indonesia. Trafiking terjadi karena bermacam-macam kondisi serta persoalan yang berbeda-beda. Tetapi dapat disimpulkan beberapa faktor, antar lain: 1. Kurangnya kesadaran ketika mencari pekerjaan dengan tidak mengetahui bahaya trafiking dan cara-cara yang dipakai untuk menipu atau menjebak korban. 2. Kemiskinan telah memaksa banyak orang untuk mencari pekerjaan ke mana saja, tanpa melihat risiko dari pekerjaan tersebut. kemiskinan mempunyai sederet definisi ekonomi dan juga keanekaragaman arti sosial dan politik. Sebab – sebab kemiskinan antara lain upah yang
  • 40. rendah, diskriminasi dalam pensiunan dan keuntungan, pekerjaan yang tak terbayar bagi wanita, perceraian, ditinggal pergi, perpisahan dan menjanda dan menjadi ibu tampa pasangan ekonomi. 3. Kultur/budaya yang menempatkan posisi perempuan yang lemah dan juga posisi anak yang harus menuruti kehendak orang tua dan juga perkawinan dini, diyakini menjadi salah satu pemicu trafiking. Biasanya korban terpaksa harus pergi mencari pekerjaan sampai ke luar negeri atau ke luar daerah, karena tuntutan keluarga atau orangtua 4. Lemahnya pencatatan /dokumentasi kelahiran anak atau penduduk sehingga sangat mudah untuk memalsukan data identitas. 5. Lemahnya oknum-oknum aparat penegak hukum dan pihak-pihak terkait dalam melakukan pengawalan terhadap indikasi kasus-kasus trafiking. Lantas apa yang harus dilakukan seseorang jika dia merasa sudah terjebak dalam kasus trafiking. Dijelaskan Kepala Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Ditreskrim Polda NAD, Inspektur satu (Iptu) Elviana, jangan pernah takut untuk melaporkan kejadian trafiking. Baik korban maupun masyarakat yang mengetahuinya, harus segera melaporkan. Laporan dapat disampaikan kepada aparat kepolisian di tingkat Polsek atau Polres. Oleh karena itu, menurutnya saat ini aparat kepolisian di seluruh tingkatan telah dilatih untuk menangani kasus-kasus yang menimpa perempuan dan anak, meskipun di kantor-kantor tersebut tidak memiliki polisi wanita (Polwan), tetapi penanganan khusus untuk perempuan dan anak tetap dapat dilakukan oleh polisi laki-laki. B. Dampak Perdagangan Manusia (human trafficking) Banyak dampak yang ditimbulkan oleh perdagangan manusia (human trafficking) antara lain : • Bentuk perdanagan manusia antara lain setiap orang yang melakukan perekrutan, pengiriman, penyerahterimaan orang. Dengan perekrutan ini akan banya terjadinya penipuan. • Perdaganagan manusia banyak menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, penipuan, penculikan, penyekapan, penyalahgunaan kekuasaan, pemanfaatan posisi kerentanan, atau penjeratan utang. • Perdagangan manusia dilakukan untuk tujuan untuk tujuan mengeksploitasi, atau perbuatan yang dapat tereksploitasi orang tersebut sehingga sangat merugikan bagi korban perdagangan manusia. C. Perlindungan hukum terhadap perdagangan manusia Pasal 546 Rancangan KUHP merumuskan Tindak Pidana Perdagangan Orang sebagai berikut : “Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengiriman, penyerahterimaan orang dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, penipuan, penculikan, penyekapan, penyalahgunaan kekuasaan, pemanfaatan posisi kerentanan, atau penjeratan utang, untuk tujuan mengeksploitasi atau perbuatan yang dapat tereksploitasi orang tersebut, dipidana karena melakukan tindak pidana perdagangan orang, dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Kategori IV dan paling banyak Kategori VI. Berdasarkan rumusan pasal 546 rancangan KUHP di atas yang dikategorikan kedalam perdagangan manusia adalah : 1. Bagian Pertama : setiap orang yang melakukan perekrutan, pengiriman, penyerahterimaan orang. 2. Bagian Kedua : dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, penipuan,
  • 41. penculikan, penyekapan, penyalahgunaan kekuasaan, pemanfaatan posisi kerentanan, atau penjeratan utang. 3. Bagian Ketiga : untuk tujuan mengeksploitasi, atau perbuatan yang dapat tereksploitasi orang tersebut. Dengan perumuskan seperti di atas, maka sebuah perbuatan tindak pidana perdagangan manusia dapat terpenuhi bila salah satu dari tiga bagian tersebut dilakukan. Misalnya, seorang melakukan perekrutan dengan menggunakan pemanfaatan posisi kerentanan untuk tujuan mengeksploitasi maka orang tersebut telah memenuhi pasal ini. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Perdagangan orang dapat mengambil korban dari siapapun, orang-orang dewasa dan anak – anak, laki-laki maupun perempuan yang pada umumnya berada dalam situsi dan kondisi yang rentan. 1. Faktor – faktor yang menyebabkan terjadinya perdagangan manusia (human trafficking) antara lain : a.) Kurangnya kesadaran ketika mencari pekerjaan dengan tidak mengetahui bahaya trafiking dan cara-cara yang dipakai untuk menipu atau menjebak korban, b.) Kemiskinan telah memaksa banyak orang untuk mencari pekerjaan ke mana saja, tanpa melihat risiko dari pekerjaan tersebut, c.) Kultur/budaya yang menempatkan posisi perempuan yang lemah dan juga posisi anak yang harus menuruti kehendak orang tua dan juga perkawinan dini, diyakini menjadi salah satu pemicu trafiking. Biasanya korban terpaksa harus pergi mencari pekerjaan sampai ke luar negeri atau ke luar daerah, karena tuntutan keluarga atau orangtua, d.) Lemahnya pencatatan /dokumentasi kelahiran anak atau penduduk sehingga sangat mudah untuk memalsukan data identitas. Dan e.) Lemahnya oknum-oknum aparat penegak hukum dan pihak-pihak terkait dalam melakukan pengawalan terhadap indikasi kasus-kasus trafiking. 2. Dampak perdagangan manusia antara lain : Bentuk perdanagan manusia antara lain setiap orang yang melakukan perekrutan, pengiriman, penyerahterimaan orang. Dengan perekrutan ini akan banya terjadinya penipuan. Perdaganagan manusia banyak menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, penipuan, penculikan, penyekapan, penyalahgunaan kekuasaan, pemanfaatan posisi kerentanan, atau penjeratan utang. Perdagangan manusia dilakukan untuk tujuan untuk tujuan mengeksploitasi, atau perbuatan yang dapat tereksploitasi orang tersebut sehingga sangat merugikan bagi korban perdagangan manusia. 3. Tanggapan pemerintah mengenai maslah perdagangan manusia (human trafficking) ini sudah diatur dalam rancangan KUHP, dalam KUHP sudah diatur hukuman yang diberikan terhadap perdagangan manusia, namun karena lemahnya sistem dalam mengatur sebuah negara terutama indonesia. Maka perdagangan manusia (human trafficking masih banyak terjadi. B. Saran Makalah ini disarankan dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya Dan bagi pembaca khususnya agar perdagangan manusia (human trafficing) bisa diminimalisir bahkan tidak tidak terjadi lagi. 1. Berbagai macam faktor – faktor yang menyebabkan terjadi atau timbulnya perdagangan manusia (human trafficking) disarankan pada pembaca dengan adanya makalah ini agar dapat menghindari faktor – faktor tersebut menyebabkan perdagangan manusia. 2. Banyak dampak yang ditimbulkan dari perdagangan manusia misalnya, dari perekrutan, penipuan, dengan tindakan kekerasan yang akan merugikan korban serta akan mengancam nyawa seseorang. Disarankan dengan adanya makalah ini aka nada pengetahuan tentang
  • 42. perdagangan manusia, sehingga manusia tidak banyak yang tertipu lagi yang akan memberikan kesempatan terjadinya perdagangan manusia. 3. Meskipun sudah ada penganturan tentang perdagangan manusia (human trafficing) dalam KUHP, diharapkan pemerintah dan masyarakan mejalankan sistem dengan baik agar bisa meminimalisir perdagangan manusia (human trafficking) DAFTAR PUSTAKA Ollenburge, Jane. 1996. Sosiologi Wanita. Jakarta: Rineka Cipta Sumardi, Mulyanto. 1982. Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok. Jakarta: Rajawali http://www.lfip.org/report/trafficking%20data%20in%20Indonesia%20_table_.pdf http://id.wikipedia.org/wiki/Perdagangan_manusia http://kuhpreform.files.wordpress.com/2008/09/perdagangan-manusia-dalam-ruu-kuhp-5.pdf Nan ing Dwi Yulianti twitter : @nan_rn soundcloud : nandwiy http://instagram.com/nandwiy ،‫3102 ف براي ر، 62 ال ث الث اء‬ Makalah Trafficking PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan manusia atau trafficking khususnya pada para perempuan dan anak-anak yang akhirakir ini cukup mendapat soroton di berbagai media massa. Media massa tidak hanya sekedar menyoroti kasus-kasus tersebut saja, akan tetapi juga lika- liku tindakan penyelamatan yang dilakukan aparat penegak hukum terhadap korban serta bagaimana upaya pemerintah dalam mengatasi permasalahan tersebut. Kasus- kasus perdagangan manusia yang cukup mendapat sorotan media beberapa waktu yang lalu misalnya kasus penjualan tujuh orang perempuan Cianjur yang diperdagangkan sebagai pekerja seks komersial (PSK) ke Pekanbaru, Riau yang berhasil diselamatkan oleh Polres Cianjur beberapa waktu yang lalu. Upaya lainnya adalah upaya penyelamatan terhadap dua orang perempuan korban perdagangan perempuan yang dibebaskan oleh reporter SCTV dari Tekongnya di Malaysia. Dari kasus-kasus tersebut telah menguatkan bahwa trafficking merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan salah satu masalah yang perlu penanganan mendesak bagi seluruh komponen bangsa Indonesia. Karena hal ini mempengaruhi citra bangsa Indonesia itu sendiri dimata dunia internasional. Apalagi, data Departemen Luar Negeri Amerika Serikat telah menunjukkan bahwa Indonesia berada pada urutan ketiga sebagai pemasok perdagangan perempuan dan anak. B. Rumusan masalah a. Apa yang dimaksud dengan Trafficking ? b. Apa yang kamu ketahui tentang Trafficking ?
  • 43. c. Hal-hal apa saja yang menyebabkan terjadinya Trafficking ? d. Bagaimana cara menanggulangi terjadinnya Trafficking ? B. Tujuan a. Mengetahui istilah dari Human Trafficking b. Pengetahuan saya tentang Trafficking c. Hal-hal yang menyebabkan terjadinnya Trafficking d. Bentuk-bentuk Trafficking E. Undang-Undang tentang Trafficking F. Pencegahan dan Penanggulangan Human Trafficking PEMBAHASAN A. Pengertian Human Trafficking Istilah dalam perdagangan manusia ini dapat diartikan sebagai “rekrutmen, transportasi, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan seseorang dengan ancaman atau penggunaan kekerasan, penculikan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan ataupun menerima atau memberi bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, untuk kepentingan eksploitasi yang secara minimal termasuk eksploitasi lewat prostitusi atau bentuk-bentuk eksploitasi seksual lainnya, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek lain yang serupa dengan perbudakan, penghambaan atau pengambilan organ-organ tubuh.” (Sumber: Pasal 3, Protokol untuk Mencegah, Menekan dan Menghukum Perdagangan Manusia, terutama Perempuan dan Anak, sebagai Tambahan terhadap Konvensi PBB menentang Kejahatan Terorganisir Transnasional, 2000). Eksploitasi dalam perdaganagan manusia (human trafficking) dapat meliputi, paling tidak, adalah: Pertama, eksploitasi untuk melacurkan orang lain atau bentuk-bentuk lain dari eksploitasi seksual. Kedua, kerja atau pelayanan paksa. Ketiga, perbudakan atau praktek-praktek yang serupa dengan perbudakan. Keempat, penghambaan. Kelima, pengambilan organ-organ tubuh. Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) mendefinisikan trafficking sebagai: Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan seseorang, dengan ancaman, atau penggunaan kekerasan, atau bentuk-bentuk pemaksaan lain, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, atau memberi atau menerima bayaran atau manfaat untuk memperoleh ijin dari orang yang mempunyai wewenang atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. (Protokol PBB tahun 2000 untuk Mencegah, Menanggulangi dan Menghukum Trafficking terhadap Manusia, khususnya perempuan dan anak-anak; Suplemen Konvensi PBB mengenai Kejahatan Lintas Batas Negara). Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa istilah trafficking merupakan: a. Pengertian trafficking dapat mencakup kegiatan pengiriman tenaga kerja, yaitu kegiatan memindahkan atau mengeluarkan seseorang dari lingkungan tempat tinggalnya/keluarganya. Tetapi pengiriman tenaga kerja yang dimaksud tidak harus atau tidak selalu berarti pengiriman ke luar negeri. b. Meskipun trafficking dilakukan atas izin tenaga kerja yang bersangkutan, izin tersebut sama sekali tidak menjadi relevan (tidak dapat digunakan sebagai alasan untuk membenarkan trafficking tersebut) apabila terjadi penyalahgunaan atau korban berada dalam posisi tidak berdaya. Misalnya karena terjerat hutang, terdesak oleh kebutuhan ekonomi, dibuat percaya bahwa dirinya tidak
  • 44. mempunyai pilihan pekerjaan lain, ditipu, atau diperdaya. c. Tujuan trafficking adalah eksploitasi, terutama tenaga kerja (dengan menguras habis tenaga yang dipekerjakan) dan eksploitasi seksual (dengan memanfaatkan kemudaan, kemolekan tubuh, serta daya tarik seks yang dimiliki tenaga kerja yang yang bersangkutan dalam transaksi seks). Sedangkan Global Alliance Against Traffic in Woman (GAATW) mendefinisikan perdagangan (trafficking): Semua usaha atau tindakan yang berkaitan dengan perekrutan, pembelian, penjualan, transfer, pengiriman, atau penerimaan seseorang dengan menggunakan penipuan atau tekanan, termasuk pengunaan ancaman kekerasan atau penyalahgunaan kekuasaan atau lilitan hutang dengan tujuan untuk menempatkan atau menahan orang tersebut, baik dibayar atau tidak, untuk kerja yang tidak diinginkan (domestik seksual atau reproduktif) dalam kerja paksa atau dalam kondisi perbudakan, dalam suatu lingkungan lain dari tempat dimana orang itu tinggal pada waktu penipuan, tekanan atau lilitan hutang pertama kali. Dari definisi ini, dapat disimpulkan bahwa istilah perdagangan (trafficking) mengandung unsur-unsur sebagai berikut: Ø Rekrutmen dan transportasi manusia Ø Diperuntukkan bekerja atau jasa/melayani Ø Untuk kepentingan pihak yang memperdagangkan Pada masa lalu, istilah “trafficking”, sejauh menyangkut manusia, biasa dikaitkan secara ekslusif dengan prostitusi. Ada empat perjanjian internasional menyangkut trafficking yang dikembangkan pada awal abad duapuluh, yakni: 1904 — International Agreement for the Suppression of the White Slave Traffic (Persetujuan Internasional bagi Penghapusan Perdagangan Pelacur), 1910 — International Convention for the Suppression of White Slave Traffic (Konvensi Internasional bagi Penghapusan Perdagangan Pelacur), 1921 — International Convention for the Suppression of Traffic in Women and Children (Konvensi Internasional bagi Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak), dan 1933 — International Convention for the Suppression of Traffic in Women of Full Age (Konvensi Internasional bagi Penghapusan Perdagangan Perempuan Dewasa). Keempat konvensi menyangkut perdagangan manusia tersebut semuanya merujuk pada perpindahan (movement) manusia — umumnya perempuan dan anak perempuan — secara lintas batas negara dan untuk tujuan prostitusi. Ada beberapa hal yang melatar-belakangi persepsi seperti itu, antara lain; Pertama, kepedulian umum yang berkembang pada masa itu terfokus pada kemerosotan akhlak yang diakibatkan oleh perpindahan perempuan dalam rangka prostitusi. Dengan demikian, “consent” tidak menjadi isyu karena pemerintah pada umumnya tidak mempertimbangkan apakah perempuan yang bersangkutan setuju untuk menjadi pekerja seks atau tidak. Dengan mengabaikan unsur “consent“, persetujuan-persetujuan internasional pada waktu itu mengabaikan elemen hak (khususnya hak kaum perempuan) untuk memilih pelayanan jasa seks sebagai suatu profesi. Kedua, sifat lintas batas negara menjadi penekanan utama karena masalah prostitusi pada umumnya sudah dicakup oleh hukum (pidana atau moral) domestik. Dalam kaitan ini, pantas untuk dicatat bahwa istilah “slavery” (yang secara literer berarti “perbudakan”) telah digunakan dalam konvensikonvensi awal menyangkut “trafficking“. Ini karena sifat perbudakan pada masa itu yang bercorak lintas batas negara, serta kekejiannya yang dikecam secara internasional, sehingga akan
  • 45. memudahkan upaya memasukkan masalah “trafficking” kedalam cakupan hukum internasional. Perkembangan definisi “trafficking” Dewasa ini, kata “trafficking” didefinisikan secara bervariasi oleh badan-badan internasional dan nasional, baik badan antar-pemerintah maupun non-pemerintah. Dalam Human Rights Workshop yang diselenggarakan oleh GAATW pada bulan Juni 1996, para peserta mencoba mengidentifikasi beberapa aspek dalam “trafficking”. Ada tiga elemen yang didiskusikan, sebagai berikut: • Pertama menyangkut “consent”. Pertanyaan pokoknya ialah apakah keberadaan atau ketiadaan consent—misalnya akibat penipuan, paksaan, ancaman, ketidaan informasi, ketiadaan kapasitas legal untuk bisa memberikan persetujuan—perlu diperhitungkan bagi terjadinya trafficking? • Kedua menyangkut tujuan migrasi. Pertanyaannya ialah apakah hanya migrasi untuk prostitusi yang bisa diklasifikan sebagai trafficking, atau apakah termasuk juga jenis kerja eksploitatif lainnya. • Ketiga menyangkut perlu tidaknya garis perbatasan dilewati. Apakah definisi trafficking hanya diberlakukan khusus bagi kasus penyeberangan perbatasan? Secara umum, disepakati bahwa “consent” perlu menjadi elemen kunci yang harus diperhitungkan bagi terjadinya trafficking; bahwa trafficking tidak selalu untuk prostitusi; dan bahwa perbatasan internasional tidak perlu dilewati. Jika elemen “consent” diperhitungkan, maka sebagai konsekuensinya, berbagai situasi “trafficking” yang disetujui oleh “korban” harus dikecualikan. Implikasinya, tidak semua pekerja migran bisa dikualifikasikan sebagai korban trafficking, terutama mereka yang tidak menjadi korban penipuan, paksaan, ancaman, atau kekurangan informasi atas situasi pekerjaan yang hendak mereka jalani. Begitu pula, pekerja seks yang memang secara sadar memilih prostitusi sebagai profesi tidak bisa dikualifikasikan kedalam kategori trafficking. Menyangkut tidak perlunya garis perbatasan dilewati, beberapa argumen menyatakan bahwa trafficking pada dasarnya sudah terjadi jika transportasi dimaksudkan oleh trafficker untuk tujuan mengeksploitir tenaga kerja (atau jasa) dari mereka yang diperdagangkan. Disinilah letak perbedaan antara “trafficking” dengan “smuggling” (penyelundupan). Dalam kasus “smuggling”, harus terkandung unsur ilegalitas transportasi dan harus melewati tapal batas negara, sementara mereka yang menyelundupkan manusia pada kenyataannya tidak mengambil keuntungan dari eksploitasi tenaga kerja setelah mereka berhasil diselundupkan. B. Pengetahuan saya tentang Trafficing menurut saya trafficing berarti perdagangan. namun telah disalah gunakan oleh pihak-pihak tertentu sebagai sarana penjualan manusia. Seperti penjualan para PSK contohnya seperti di DOLLY, Kembangkuning dan lain lain. Dengan berkembangnya teknologi, penjualan manusia atau trafficing lebih canggih lagi, seperti melalui jejaring sosial Facebook, Twitter, Yahoo, serta terkadang masih ada yang melalui sponsor di serat kabar. Perdagangan manusia dapat mengambil korban dari siapapun, orang-orang dewasa dan anak – anak, laki-laki maupun perempuan yang pada umumnya berada dalam situsi dan kondisi yang rentan. Namun Perdagangan manusia, biasanya dalam banyak kasus lebih merujuk kepada perdagangan perempuan dan anak-anak. Modus yang digunakan dalam kejahatan ini sangat beragam dan juga memiliki aspek kerja yang rumit. Berdasarkan rumusan pasal 546 rancangan KUHP di atas yang dikategorikan kedalam modus