1. Bisnis MLM mulai marak di Indonesia sejak tahun 1980-an dan semakin berkembang setelah krisis ekonomi.
2. MLM bekerja dengan sistem jaringan multi-level di mana distributor akan mendapat komisi atau bonus berdasarkan penjualan dan jaringannya.
3. Fatwa menyatakan dampak positif MLM adalah menguntungkan pengusaha dan distributor namun juga berpotensi mengarahkan pada obsesi material dan gaya hidup hedonis.
2. Sejak masuk ke Indonesia pada sekitar tahun 80-
an, jaringan jaringan bisnis penjualan lansung (direct
selling) MLM, terus marak dan subur menjamur dan
bertambah merebak lagi setelah adanya krisis moneter dan
ekonomi. Pemain yang terjun di dunia MLM yang
memanfaatkan momentum dan situasi krisis untuk
menawarkan solusi bisnis pemain asing maupun lokal.
Yang sering disebut masyarakat misalnya
CNI, Amway, Avon, Tupperware, Sunchorella, DXN, dan
Propolis Gold serta yang berlabel syariah atau Islam
(meskipun saat ini pemerintah menyiapkan system
mekanisme, dan kriteria uuntuk penerbitan sertifikasi bisnis
syariah termasuk MLM, yaitu seperti Ahad Net, Kamyabi-
Net, Persada Network, dan lain-lain).
3. Multi Level Marketing adalah suatu metode bisnis alternatif
yang berhubungan dengan pemasaran dan distribusi yang
dilakukan melalui banyak level (tingkatan), yang biasa
dikenal dengan istilah Upline (tingkat atas) dan Downline
(tingkat bawah), orang akan disebut Upline jika mempunyai
Downline. Inti dari bisnis MLM ini digerakkan dengan
jaringan ini, baik yang bersifat vertikal atas bawah maupun
horizontal kiri kanan ataupun gabungan antara keduanya.
4. Perusahaan yang menjalankan bisnisnya dengan sistem
MLM tidak hanya menjalankan penjualan produk barang,
tetapi juga produk jasa, yaitu jasa marketing yang berlevel-
level (bertingkat-tingkat) dengan imbalan berupa marketing
fee, bonus, dan sebagainya, dimana semua itu bergantung
pada prestasi, penjualan, dan status keanggotaan
distributor. Jasa perantara penjualan ini (makelar) dalam
terminology fiqh disebut “ samsarah/simsar” ialah perantara
perdagangan (orang yang menjualkan barang
mencari mencarikan pembeli) atau perantara antara
penjual dan pembeli untuk memudahkan jual beli).
5. Pekerjaan samsarah/simsar berupa
makelar, distributor, agen, dan sebagainya dalam fiqh Islam
adalah termasuk akad Ijarah, yaitu suatu transaksi yang
memanfaatkan jasa orang dengan memberinya suatu
imbalan. Namun untuk sahnya pekerjaan ini harus
memenuhi beberapa syarat, antara lain :
1. Perjanjian di antara kedua belah pihak harus jelas.
2. Objek akad bias diketahui manfaatnya secara nyata
dan dapat diserahkan, dan
3. Objek akad bukan hal-hal yang maksiat atau haram.
6. Semua bisnis yang menggunakan sistem MLM dalam
literature syariah Islam pada dasarnya termasuk kategori
muamalah yang dibahas dalam bab al-Buyu’ (jual beli)
yang hukum asalnya secara prinsip boleh berdasarkan
aidah fiqh (al-ashlu fil asya’ al-ibahah hukum asal segala
sesuatu termasuk muamalah adalah boleh selama bisnis
tersebut bebas dari unsur-unsur haram seperti riba’
(system bunga), gharar (tipuan), dharar (bahaya), dan
jahalah (ketidakjelasan). Dzulm (merugikan hak orang lain)
disamping barang atau jasa yang dibisniskan adalah halal.
Dan tidak diperbolehkan memakai sistem MLM atau hanya
berkedok MLM yang masih meragukan ataupun yang
sudah jelas ketahuan tidak sehatnya bisnis tersebut baik
dari segi kehalalan produknya, sistem marketing
fee, legalitas formal, maupun pertanggungjawabannya.
7. Salah satu ruang lingkup permasalahan dari bisnis MLM
yaitu pendukung MLM senantiasa menekankan bahwa
anda dapat menjadi kaya karena dimotivasi untuk dapat
melakukan MLM di waktu luang sesuai kontrol anda sendiri
karena sebagai sebuah bisnis, MLM menawarkan
fleksibilitas dan kebebasan mengatur waktu. Beberapa jam
seminggu dapat menghasilkan tambahan pendapatan yang
besar dan dapat berkembang menjadi sangat besar
sehingga kita tidak perlu lagi bekerja yang lain.
8. The Islamic Food and Nutrition of Amerika (IFANCA) telah mengeluarkan
edaran tentang produk MLM halal dan dibenarkan oleh agama yang
disetujui secara langsung oleh M. Munir Chaudry, Ph. D, selaku Presiden
IFANCA. Dalam edarannya, IFANCA mengingatkan umat Islam untuk
meneliti dahulu kehalalan suatu bisnis MLM sebelum bergabung ataupun
menggunakannnya yaitu dengan mengkaji aspek sebagai berikut :
a. Marketing Plan-nya, apakah ada unsur skema piramida atau tidak.
Kalau ada unsur piramida yaitu distributor yang lebih duluan masuk
selalu diuntungkan dengan mengurangi hak distributor belakangan
sehingga merugikan downline di bawahnya, maka hukumnya haram.
b. Apakah perusahaan MLM, memiliki track record positif dan baik
ataukah tiba-tba muncul dan misterius, apalagi yang banyak
kontroversinya.
c. Apakah produknya mengandung zat-zat haram ataukah tidak dan
apakah produknya memiliki jaminan untuk dikembalikan atau tidak.
d. Apabila perusahaan menekankan aspek targeting penghimpunan
dana dan menganggap bahwa produk tidak penting ataupun hanya
sebagai kedok atau kamuflase, apalagi uang pendaftarannya cukup
besar nilainya, maka patut dicurigai sebagai arisan berantai (money
game) yang menyerupai judi.
e. Apakah perusahaan MLM menjanjikan kaya mendadak tanpa bekerja
ataukah tidak demikian.
9. • Dampak Positif MLM yaitu, antara lain : 1) menguntungkan
pengusaha dengan adanya penghematan biaya (minimizing
cost) dalam iklan, promosi, dan lainnya). 2) menguntungkan
para distributor sebagai simsar
(makelar/broker/mitrakerja/agen/distributor) yang ingin bekerja
secara mandiri dan bebas.
• Dampak negatif MLM menurut Dewan Syariah Partai Keadilan
melalui fatwa No.02/K/DS-P/VI/11419, di antaranya : obsesi
yang berlebihan untuk mencapai target penjualan tertentu
karena terpacu oleh sistem ini, suasana tidak kondusif yang
kadang mengarah pada pola hidup hedonis ketika
mengadakan acara rapat dan pertemuan bisnis, banyak yang
keluar dari tugas dan pekerjaan tetapnya karena terobsesi
akan mendapat harta yang banyak dalam waktu singkat.
System ini akan memperlakukan seseorang (mitranya)
berdasarkan target-target penjualan kuantitatif material yang
mereka capai yang pada akhirnya dapat mengindikasikan
seseorang yang berjiwa materialis dan melupakan tujuan
asasinya untuk dekat kepada Allah di dunia dan akhirat.