Dokumen tersebut membahas tentang regulasi pengelolaan zakat di Indonesia, termasuk ketentuan syariat, peraturan pemerintah, tujuan dan sasaran distribusi zakat, serta golongan mustahik yang berhak menerima manfaat dari zakat sesuai ajaran agama Islam.
1. KAJIAN REGULASI ATAS PENDAYAGUNAAN ZAKAT,
ATURAN PEMERINTAH, AUDIT SYARIAH DAN
KETENTUAN UMUM
Oleh :
Drs. H. JAJA JAELANI, MM
DIREKTUR PEMBERDAYAAN ZAKAT
2. A. LATAR BELAKANG
1. Amanah Undang-undang Dasar 1945 bahwa memajukan kesejahteraan
umum merupakan salah satu kewajiban pemerintah;
2. Zakat sebagai sumber dana potensial umat Islam perlu dikelola secara
profesional untuk membantu program pemerintah dalam rangka
melaksanakan kewajiban memajukan kesejahtraan umum;
3. Pengelolaan zakat secara profesional harus didukung dengan Sumber
Daya yang memadai, sehingga zakat sebagai sumber ekonomi umat
yang sangat potensial itu dipastikan dapat memberikan kesejahtraan
bagi masyarakat, melalui pelayanan prima yaitu: mudah, cepat, tepat,
dan akurat;
4. Pemerintah memiliki kewajiban sesuai dengan tugas dan fungsinya
yaitu: sebagai regulator, fasilitator, edukator dan sosialisator.
3. 1. Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat
Atas Undang Undang RI Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan.
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2010 tentang Zakat atau
Sumbangan Keagamaan Yang Sifatnya Wajib Yang Dapat Dikurangkan
Dari Penghasilan Bruto.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
5. Peraturan Menteri Agama Nomor 52 Tahun 2014 tentang Syarat dan
Tata Cara Penghitungan Zakat Mal dan Zakat Fitrah serta
Pendayagunaan Zakat untuk Usaha Produktif.
6. Peraturan Menteri Agama Nomor 69 Tahun 2015 tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri Agama Nomor 52 Tahun 2014 tentang Syarat
dan Tata Cara Penghitungan Zakat Mal dan Zakat Fitrah serta
Pendayagunaan Zakat untuk Usaha Produktif
4. Golongan yang berhak menerima zakat (mustahiq) ada 8 golongan
sebagaimana telah ditegaskan dalam Al Qur’an Al Karim pada ayat berikut:
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk [1] orang-orang fakir, [2]
orang-orang miskin, [3] amil zakat, [4] para mu’allaf yang dibujuk
hatinya, [5] untuk (memerdekakan) budak, [6] orang-orang yang terlilit
utang, [7] untuk jalan Allah dan [8] untuk mereka yang sedang dalam
perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS. At Taubah: 60).
Ayat ini dengan jelas menggunakan kata “innama” yang memberi makna
hashr (pembatasan). Ini menunjukkan bahwa zakat hanya diberikan untuk
delapan golongan tersebut, tidak untuk yang lainnya.
5. DD.. PENENTUAN STANDAR PENDISTRIBUSIAN ZAKATPENENTUAN STANDAR PENDISTRIBUSIAN ZAKAT
1. Menurut Ketentuan Syari’ah (QS. At Taubah: 60)
a. Golongan 1 dan 2 (Fakir dan Miskin)
1) Menurut Imam Mazhab Hanafi
Golongan mustahik zakat dalam arti fakir dan miskin, yaitu:
a) Mereka yang tidak punya apa-apa;
b) Mereka yang mempunyai rumah, barang atau perabot yang tidak
berlebihan;
c) Mereka yang memiliki mata uang kurang dari nisab.
2) Menurut Imam Mazhab yang tiga (Maliki, Hmabli dan Syafi’i)
Yang berhak atas zakat atas nama fakir dan miskin, ialah salah satu dari
tiga golongan, yaitu:
a) Mereka yang tak punya harta dan usaha sama sekali;
b) Mereka yang punya harta atau usaha tetapi tidak mencukupi untuk diri
dan keluarganya, yaitu penghasilaynnya tidak memenuhi separuh atau
kurang dari kebutuhan;
c) Mereka yang punya harta atau usaha yang hanya dapat mencukupi
separuh atau lebih kebutuhan untuk diri dan tanggungannya, tetapi
tidak untuk seluruh kebutuhan.
6. b. Golongan 3 (Amil Zakat)
1) Di antara hadits-hadits Nabi ialah hadits Abu Hurairah yang terdapat
di dalam hadits sahih Bukhari-Muslim yang mengatakan bahwa
Rasulullah SAW telah mengutus Umar Ibnul Lutbiah sebagai petugas
pemungut zakat.
2) Di dalam pengurusan zakat terdapat dua urusan pokok, yaitu:
a) Pertama : Urusan penghasil (pengumpul) zakat yaitu
penghasil zakat yang melaksanakan pekerjaan pengumpulan zakat.
b) Kedua : Urusan pembagi zakat yaitu petugas yang
melaksanakan siapa saja yang berhak menerima zakat dan
menghitung kebutuhan zakatnya.
7. c. Golongan 4 (Muallaf)
Yang dimaksud dengan Muallaf (di dalam Hukum Zakat oleh DR. Yusuf
Qardawi), adalah mereka yang diharapkan kecenderungan hatinya
atau keyanikanannya dapat bertambah terhadap Islam, atau
terhalangnya niat jahat mereka atas kaum muslimin atau harapan
kemanfaatan mereka dalam membela dan menolong kaum muslimin
dari musuh.
d. Golongan 5 (Dalam Memerdekakan Budak Belian)
Yang dimaksud dengan dalam memerdekakan budak belian (di dalam
Hukum Zakat oleh DR. Yusuf Qardawi), adalah bahwa zakat itu
dipergunakan untuk membebaskan budak belian dan menghilangkan
segala bentuk perbudakan.
Cara membebaskan budak belian, dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu:
1) Menolong hamba mukabat, yaitu budak yang telah ada perjanjian
dan kesepakatan dengan tuannya, bahwa bila ia sanggup
menghasilkan harta dengan nilai tertentu, maka bebaslah ia.
2) Seseorang dengan harta zakatnya membeli seorang budak atau amah
kemudian membebaskannya.
8. e. Golongan 6 (Orang Yang Berhutang)
Yang dimaksud dengan orang yang berhutang (di dalam Hukum Zakat
oleh DR. Yusuf Qardawi), adalah Gharimum bentuk jamak dari
gharim (dengan ghin panjang) artinya orang yang mempunyai utang,
sedangkan ghariim (dengan ra panjang) adalah orang yang
berhutang.
Orang yang mempunyai hutang terbagi menjadi dua golongan, yaitu:
1) Orang yang berhutang untuk kemaslahatan diri sendiri, seperti
untuk nafkah, membeli pakaian, melaksanakan perkawinan,
mengobati orang sakit, mendirikan rumah dsb.
2) Orang yang mengalami bencana termasuk golongan ini, mereka yang
mendapatkan berbagai macam bencana hidup dan mengalami
musibah di dalam hartanya, sehingga mempunyai kebutuhan
mendesak untuk meminjam bagi dirinya dan keluarganya.
9. f. Golongan 7 (Di Jalan Alllah/Sabilillah)
Yang dimaksud dengan di jalan Allah/sabilillah (di dalam Hukum Zakat
oleh DR. Yusuf Qardawi), Sabil adalah jalan sedangkan Sabilillah
adalah yang mencakup segala amal perbuatan ikhlas, yang
dipergunakan untuk bertakarrub kepada Allah SWT, dengan
melaksanakan segala perbuatan wajib, sunat dan bermacam
kebajikan lainnya.
Untuk di jaman sekarang ini, menolong para da’I yang menyeru pada
ajaran Islam yang benar, dari orang-orang yang bermaksud jahat
kepadanya dan orang-orang yang mempunyai kekuatan dari luar
Islam, menolong mereka dikenakan berbagai macam kewajiban,
dikenakan berbagai siksaan, dibunuh, disiksa, diusir, diboikot, maka
menolong mereka itu agar tetap tegak dan istiqomah dalam
menghadapi kekufuran dan kezaliman, juga termasuk jihad fi
sabillilah.
10. g. Golongan 8 (Di Ibnu Sabil)
Ibnu Sabil menurut Jumhur Ulama adalah kiasan untuk musafir, yaitu
orang yang melintas dari suatu daerah ke daerah lain.
Berapa besar Ibnu Sabil diberi bagian zakat:
1) Berhak diberi biaya dan pakaian hingga mencukupi atau berhasil
sampai pada tempat hartanya, apabila ia memiliki harta di tengah
perjalanannya.
2) Persiapkan untuknya kendaraan, apabila perjalanannya jauh,
mereka menetapkan ukuran perjalanan jauh dengan jarak yang bisa
dilakukan shalat qasar, yaitu kurang lebih 80 km.
3) Diberi semua biaya perjalanan dan tidak boleh lebih dari itu.
4) Dia diberi dari harta zakat, apakah ia sanggup beruaha atau tidak.
5) Dia diberi sesuatu yang mencukupi untuk pergi dan pulang, apabila
ia bermaksud pulang, sedangkan di tempat yang dituju ia tidak
memiliki harta.
11. 2. Menurut Ketentuan Undang-Undang (Regulasi)
Di dalam ketentuan peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan
zakat tidak menyebutkan secara rinci siapa-siapa saja yang berhak
menerima dalam pendistribusian dan pendayagunaan zakat.
Hanya disebutkan dalam ketentuan umum Undang-undang Nomor 23 Tahun
2011 Pasal 1 pengertian muzaki dan mustahik, yaitu:
a. Muzaki adalah seorang muslim atau badan usaha yang berkewajiban
menunaikan zakat.
b. Mustahik adalah orang yang berhak menerima zakat.
Disamping itu, di dalam peraturan perundang-undangan tentang
pengelolaan zakat lebih menekankan pada amil zakat dalam pengelolaan
zakat.
Di dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 Pasal 5 dan Pasal 6,
untuk melaksanakan pengelolaan zakat, pemerintah membentuk Badan
Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan merupakan lembaga yang berwenang
melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional.
12. Di Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 Pasal 16, dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya BAZNAS, BAZNAS Provinsi dan
BAZNAS Kabupaten/Kota dapat membentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ)
pada instansi pemerintah, badan usaha milik negara, badan usaha milik
daerah, perusahaan swasta dan perwakilan Republik Indonesia di luar
negeri dan dapat membentuk UPZ pada tingkat kecamatan, kelurahan,
atau nama lainnya, dan tempat lainnya.
Di dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 Pasal 17 dan Pasal 18,
untuk membantu BAZNAS dalam melaksanaan pengumpulan,
pendistribusian dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat
membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ) dan dalam pembentukannya LAZ
wajib mendapat izin menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri.
13. Pendistribusian zakat menurut peraturan perundang-undangan tentang
Pengelolaan Zakat
Zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai dengan syariat Islam
dan dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan
prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan (Undang-undang Nomor
23 Tahun 2011 Pasal 25 dan Pasal 26).
14. 3. Menurut Kajian Akademis
a. Pendapat para akademisi (UIN Syarif Hiadayatukllah Jakarta) tentang
ruang lingkup penyaluran/pendistribusian zakat ada tiga yaitu:
1) Zakat tidak boleh dipindahkan atau dengan kata lain zakat yang
dikumpulkan dari suatu tempat seharusnya dibagi kepada yang berhak
pada tempat yang sama juga, kecuali jika keadaan darurat
menghendaki, maka boleh dipindah sebagiannya.
2) Zakat itu boleh dipindahkan. Pendapat yang dianut Imam Malik R.a.
dalam soal ini dalil yang dipakai adalah hadits yang diriwayatkan oleh
addaaruquthni yang menceritakan Mua’adz mengatakan kepada
penduduk Yaman: beri aku baju atau pakaian sebagai pengganti jagung
dan syiir dalam berzakat.
3) Saham (hak) fakir miskin dibagi di tempat pengumpulan, sedang saham-
saham yang lain boleh dipindah sesuai dengan kebijakan pemerintah
sesuai dengan syariah.
15. b. Pengertian Pendistribusian Zakat
Pendistrinusian zakat adalah suatu aktifitas atau kegiatan untuk
mengatur sesuai dengan fungsi manajemen dalam upaya menyalurkan
dana zakat yang diterima dari pihak muzaki kepada mustahik sehingga
tercapai tujuan organisasi secera efektif.
c. Metode Pendistribusian Zakat
1) Pola pendistribusian produktif yaitu pola pendistribusian/
penyaluran dana zakat kepada mustahik dana bergulir oleh amil
untuk kepentingan aktifitas suatu usaha bisnis.
2) Pendistribusian secara lokal yaitu bahwa para mustahik di masing-
masing wiliyah lebih diprioritaskan daripada mustahik di wilayah
lain, sebagaimana yang kita kenal dengan konsep otonomi daerah.
3) Pendistribusian yang adil terhadap semua golongan yaitu adil
terhadap semua golongan yang telah dinjanjikan sebagai mustahikin
oleh Allah dan Rosul-nya dan adil diantara semua individu dalam
suatu golongan mustahikin.
16. d. Tujuan dan Sasaran Distribusi Zakat
1) Tujuan Distribusi Zakat
Pokok yang paling utama dalam menentukan distribusi zakat adalah
keadilan dan kasih sayang.
Tujuan distribusi zakat terbagi dalam dua macam, yaitu:
a) Agar tidak terpusat kepada sebagian kecil masyarakat, akan tetapi
terus menerus beredar dalam masyarakat.
b) Berbagai faktor produksi bersumber dari kekayaan nasional harus
dibagi secara adil kepada masyarakat.
17. 2) Sasaran Distribusi Zakat
a) Berdasarkan Al-Qur’an Surat At-Taubah Ayat 60, yang berhak
menerima zakat adalah:
- Golongan Fakir
Golongan orang yang memiliki harta namun kebutuhan hidup
mereka lebih banyak dibandingkan harta mereka miliki, atau
orang-orang yang sehat dan jujur tetapi tidak mempunyai
pekerjaan sehingga tidak mempunyai penghasilan.
- Golongan Miskin
Golongan orang yang memiliki harta untuk memenuhi kebutuhan
hidup namun tidak memenuhi standar atau orang yang lemah dan
tidak berdaya, baik yang mampu bekerja maupun tidak, tetapi
memperoleh penghasilan yang memadai untuk menjamin
kebutuhan sendiri dan keluarga.
18. - Golongan Ami Zakat
Golongan amil adalah para pekerja yang telah diserahi tugas
penguasa atau penggantinya untuk mengambil harta zakat
dari wajib zakat, mengumpulkan, menjaga dan
menyalurkannya.
- Golongan Muallaf
Golongan muallaf adalah orang yang menghadapi problem
keluarga atau pekerjaan atau tempat tinggal akibat
kepindahannya ke agama Islam.
- Golongan Riqob (Hamba Sahaya)
Bagian ini diberikan untuk memerdekakan budak, atau
dalam rangka membantu memerdekakannya. Pada jaman
sekarang sudah tidak ada, akan tetapi bisa dalam bentuk
lain, seperti masyarakat Islam yang tertindas baik oleh
penjajah atau dominasi golongan lain.
19. - Golongan Gharim
Golongan gharim adalah orang berhutang bukan keperluan
maksiat, seperti hutang untuk menafkahi dirinya sendiri,
anak-anak dan istrinya serta hamba sahaya miliknya.
- Golongan Fisabilillah
Fisabilillah adalah saran untuk menuju keridhoan Allah
dalam semua kepentingan keagamaan, untuk menegakan
agama dan negara bukan untuk kepentingan pribadi.
Fisabilillah bisa memlliki arti luas sesuai waktu dan
kebiasaan. Meliputi banyak perbuatan seperti meliputi
berbagai bidang perjuangan dan amal ibadah, baik agama,
pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, kesenian,
termasuk mendirikan rumah sakit, pengiriman da’i. Untuk
kepentingan agama diistilahkan “jihad”.
- Golongan Ibnu Sabil
Ibnu sabil adalah musafir, orang yang bepergian jauh,
yang kehabisan bekal. Pada saat itu ia sangat
membutuhkan belanja bagi keperluan hidupnya.
20. b) Menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat, pengelolaan zakat bertujuan:
- Meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelayanan dalam
pengelolaan zakat.
- Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 Pasal 3.
21. 4. Menurut Best Practice (Lapangan/Pada Saat Ini)
a. Pendistribusian dan pendayagunaan zakat pada lembaga pengelola zakat
pada saat sekarang ini, yaitu:
1) Hasil pengumpulan zakat, infak, dan sedekah (ZIS) didistribusikan dan
didayagunakan berdasarkan skala prioritas mustahik, dan dapat
dimanfaatkan untuk usaha produktif sesuai dengan ketentuan.
2) Pendistribusian zakat bagi mustahik sesuai dengan skala priotitas untuk
kepentingan sosial dan kemaslahatan mustahik.
3) Pendayagunaan zakat, infak dan sedakah (ZIS) disesuaikan dengan
program-program yang ditetapkan oleh lembaga pengelola zakat.
22. b. Prosedur pendayagunaan zakat:
1) Amil zakat wajib melakukan studi kelayakan terhadap terhadap
mustahik atau calon penerima bantuan sesuai dengan ketentuan.
2) Amil zakat menetapkan jenis usaha yang produktif dan maslahat.
3) Amil zakat melakukan bimbingan dan penyuluhan serta
pendampingan.
4) Tahap selanjutnya adalah melakukan pemantauan, pengendalian dan
pengawasan, kemudian mengadakan monitoring evaluasi dan
membuat laporan.
23. E.E. KAJIAN REGULASI PENDAYAGUNAAN ZAKATKAJIAN REGULASI PENDAYAGUNAAN ZAKAT
1. Menurut Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Zakat (Regulasi)
a. Pendistribusian Zakat
Zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai syraiah Islam dan
dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip
pemerataan, keadilan, dan kewajiban. (Undang-undang Nomor 23 Tahun
2011 Pasal 25 dan 26).
b. Pendayagunaan Zakat
1) Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka
penanggulangan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat.
2) Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif dilakukan apabila
kebutuhan dasar mustahik telah tepenuhi.
(Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 Pasal 27).
24. Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif dilakukan dengan
syarat:
a)Apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi.
b)Memenuhi ketentuan syariah.
c)Menghasilkan nilai tambah ekonomi untuk mustahik.
d)Mustahik berdomisili di wilayah kerja lembaga pengelola zakat.
(PMA Nomor 52 Tahun 2014 Pasal 33)
Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif dapat dilakukan paling
sedikit memenuhi ketentuan:
a)Penerima manfaat merupakan perorangan atau kelompok yang
memenuhi kriteria mustahik.
b)Mendapat pendampingan dari amil zakat yang berada di wilayah
domisili mustahik.
(PMA Nomor 52 Tahun 2014 Pasal 34)
25. 2. Menurut Ketentuan Audit Syariah
Zakat yang dikumpulkan oleh lembagha pengelola zakat harus segera
disalurkan kepada para mustahik sesuai ayat Al-Qur’an surat At-Taubah
ayat 60. pendistribusian dan pendayagunaan zakat menjadi milik
mustahik dan tidak ada kewajiban pengembalian kepada lembaga
pengelola zakat oleh mustahik.
Ketentuan Pendistribusian dan Pendayagunaan Zakat
Zakat yang dihimpun oleh lembaga zakat harus disalurkan kepada para
mustahik dalam tahun pembukuan yang berjalan. Delapan asnaf
penerima zakat terdiri atas:
a. Orang Fakir adalah orang yang tidak mempunyai usaha sama sekali dan
tidak sanggup bekerja untuk mencari nafkah guna memenuhi separuh
kebutuhan hidupnya dan keluarganya.
b. Orang Miskin adalah orang yang punya mata pencaharian, tetapi tidak
dapat memenuhi kebutuhannya dan keluarganya meliputi makan sehari-
hari, pakaian dan tempat tinggal.
26. c. Amil adalah orang yang telah memenuhi syarat baik secara syariat
maupun secara manajemen untuk menjadi amil dan diangkat atau
mendapat izin dari pemerintah untuk mengelola zakat.
d. Muallaf adalah mereka yang diharapkan kecenderungan hatinya atau
keyakinannya dapat bertambah terhadap Islam, atau terhalangnya
niat jahat mereka atas kaum muslimin, atau harapan akan adanya
kemanfaatan mereka dalam membela dan menolong kaum muslimin
dari musuh.
e. Riqab adalah budak belian (hamba sahaya). Dana untuk
memerdekakan budak artinya, dana yang dipergunakan untuk
membebaskan budak belian dan atau untuk menghilangkan segala
macam perbudakan.
f. Gharimin adalah pribadi yang terlilit hutang dan tidak mampu untuk
membayarnya.
g. Fisabilillah adalah orang yang berjuang di jalan Allah untuk
kepentingan jihad.
h. Ibnu sabil adalah orang yang telantar dalam perjalanan.
27. Secara umum syarat dan ketentuan yang terkait dengan pendistribusian
dan pendayagunaan zakat adalah:
a. Dana zakat disalurkan murni tanpa kewajiban mengembalikan.
b. Perlu ada pemantauan pemanfaatan dana zakat, dalam jangka
waktu minimal 3 (tiga) bulan.
c. Penyaluran dengan skala prioritas.
d. Penyaluran dalam tahun berjalan.
e. Sumber dana zakat harus diketahui dan tercantum dalam tanda
terima.
f. Penyaluran dalam bentuk yang bermanfaat dan dapat langsung ke
mustahik.
g. Untuk kebutuhan yang bersifat dharuri (kebutuhan mendesak) dan
wajib dipenuhi.
28.
29.
30. 3. Menurut Ketentuan Umum
a. Zakat untuk Usaha Produktif
Adalah zakat yang akan diberikan untuk menambah modal usaha,
mekanisme pemanfaatannya bukan dengan cara memberi pinjaman yang
harus dikembalikan tetapi hibah (tidak perlu dikembalikan).
b. Zakat untuk Pedagang
Pedagang lemah yang usahanya masih belum mampu memenuhi kebutuhan
hidup diri dan keluarganya secara layak, termasuk ke dalam kategori
fakir miskin yang berhak menerima zakat.
Sebab disebut fakir miskin adalah mereka yang termasuk salah satu
kategori berikut:
1) Mereka yang sama sekali tidak memliki harta dan usaha apa pun.
2) Mereka yang memiliki harta ataupun usaha yang mendatangkan
penghasilan, tetapi penghasilannya sangat kecil dan sangat tidak
memadai untuk kebutuhan sehari-hari.
31. c. Zakat untuk Kepentingan Umum
Jika hasil pengumpulan zakatnya besar dan asnaf fakir miskin telah
terpenuhi maka mustahik lainnya berhak menerima yaitu asnaf
sabilillah.
Menurut sebagian ulama ahli tafsir diantaranya al Maraghi dan al Qaimy
penggunaan zakat tidak hanya untuk kepentingan peperangan saja,
tetapi cakupannya lebih luas, seperti untuk mendirikan rumah sakit,
lembaga pendidikan, mendirikan masjid atau musholla, yang
bermanfaat kepada umat secara menyeluruh.
32. F.F. KONEKTIVITAS DAN SINERGI PENGELOLA ZAKATKONEKTIVITAS DAN SINERGI PENGELOLA ZAKAT
PEMERINTAH DENGAN ORGANISASI PENGELOLA ZAKATPEMERINTAH DENGAN ORGANISASI PENGELOLA ZAKAT
SWASTA (ANTARA BAZNAS DAN LAZ)SWASTA (ANTARA BAZNAS DAN LAZ)
Untuk melaksanakan pengelolaan zakat, pemerintah membentuk Badan
Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan merupakan lembaga yang berwenang
melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional serta dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya BAZNAS dapat bekerjasama dengan
pihak terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (Undang-
undang Nomor 23 Tahun 2011 Pasal 5, Pasal 6 dan Pasal 7).
Untuk membantu BAZNAS dalam melaksanaan pengumpulan,
pendistribusian dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk
Lembaga Amil Zakat (LAZ) dan dalam pembentukannya LAZ wajib mendapat
izin menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri serta wajib
menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah dan
dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS dan pemerintah daerah
secara berkala. (Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 Pasal 17 dan Pasal
18 serta Pasal 29 ayat (3)).
33. Sinergi pengelolaan zakat antara BAZNAS dan LAZ, dapat dilakukan
dalam bentuk:
a. Di bidang kelembagaan, antara lain:
1) Registrasi pembentukan dan pendirian cabang di daerah,
2) Rekomendasi pembentukan LAZ,
3) Sosialisasi dan edukasi zakat,
4) Penguatan kelembagaan lembaga pengelola zakat (amil zakat),
5) Optimalisasi pendayagunaan zakat,
6) Penguatan regulasi pengelolaan zakat.
b. Di bidang manajemen pengelolaan khususnya dalam penggunaan
informasi tekonologi (IT) Sistem Informasi Manajemen BAZNAS (SIMBA).
34. c. Di bidang pendistribusian dan pendayagunaan zakat, antara lain:
1) Pendistribusian zakat terhadap 8 asnaf,
2) Zakat untuk usaha produktif,
3) Zakat untuk kepentingan umum, seperti: pembangunan rumah sakit,
jalan umum, pembangunan masjid/musholla dsb.
4) Pendidikan.
d. Penyusunan Laporan Secara Nasional.
LAZ wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak,
sedekah dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS dan
pemerintah daerah secara berkala.
(Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 Pasal 29 ayat (3)).
35. G.G. DAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’anul Karim;
Al-Faridy, H. Hasan Rifa’I, Drs, 2002, Panduan Zakat Praktis, Dewan
Syari’ah Dompet Dhu’afa Republika, Yakarta;
Departemen Agama Republik Indonesia, 2009, Pedoman Zakat 9 Seri,
Bagian Proyek Peningkatan Zakat dan Wakaf, Direktorat Jenderal
Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji, Departemen Agama RI,
Jakarta;
Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor Tahun 2011 tentang Amil
Zakat;
Hafidhuddin, Didin, 1998, Panduan Praktis tentang Zakat, Infak,
Sedekah, Gema Insani Press, Jakarta;
Kementerian Agama, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam,
Direktorat Pemberdayaan Zakat, 2015, Kompilasi Peraturan dan
Standar Pengawasan Umum Lembaga Zakat, Jakarta;
36. Peraturan Pemerintah RI Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan
Undang-undang RI Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat,
Kementerian Agama RI, 2015, Jakarta;
Peraturan Menteri Agama RI Nomor 52 Tahun 2014 tentang Syarat dan
Tata Cara Perhitungan Zakat Mal dan Zakat Fitrah serta
Pendayagunaan Zakat untuk Usaha Produktif;
Peraturan Menteri Agama Nomor 69 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Agama RI Nomor 52 Tahun 2014 tentang Syarat
dan Tata Cara Perhitungan Zakat Mal dan Zakat Fitrah serta
Pendayagunaan Zakat untuk Usaha Produktif;
Qardawi, Yusuf, 2011, Hukum Zakat, Litera Antar Nusa, Cetakan ke Dua
Belas, Jakarta;
Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat,
Kementerian Agama RI, 2015, Jakarta.