Dokumen tersebut membahas tentang krisis moneter Asia 1997-1998, penyebabnya, peran IMF dalam menangani krisis tersebut beserta kritik terhadap kebijakan IMF, serta upaya penyelesaian krisis oleh negara-negara Asia termasuk inisiatif Jepang.
Modul Ajar Informatika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Krisis moneter asia 1997
1. KRISIS MONETER ASIA 1997-1998
MATA KULIAH
SEMINAR BISNIS INTERNASIONAL
MINAT BISNIS INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2. PENYEBAB KRISIS DI ASIA 1997
Krisis keuangan Asia tahun 1997-1998 dipandang sebagai salah satu
peristiwa ekonomi yang paling signifikan dalam sejarah dunia. Krisis
dimulai pada awal Juli 1997, ketika baht Thailand jatuh. Pemerintah
Thailand yang saat itu dibebani dengan utang luar negeri yang amat
besar, memutuskan untuk mengambangkan mata uang Baht setelah
serangan yang dilakukan oleh para spekulan mata uang terhadap
cadangan devisa negaranya.
Pergeseran moneter ini bertujuan untuk merangsang pendapatan
ekspor namun strategi ini terbukti sia-sia dan akhirnya berdampak
pada Korea Selatan, Indonesia, Filipina, dan Malaysia hingga
berdampak pada depresiasi mata uang dan resesi ekonomi yang
mengancam pertumbuhan ekonomi negara di Asia.
3. PENYEBAB KRISIS DI ASIA 1997
Sistem keuangan domestik yang lemah sementara liberalisasi
keuangan domestik menyebabkan lonjakan arus modal ke bank-
bank dalam negeri serta perusahaan yang melakukan
peminjaman dana jangka pendek dalam valuta asing besar-
besaran ke luar negeri. Hingga akhirnya menghasilkan utang
luar negeri yang melebihi nilai cadangan devisa.
Secara perlahan Thailand kekurangan daya saing yang tercermin
dari menurunya ekspor dan meningkatnya defisit transaksi
berjalan. Thailand mengurangi cadangan devisa sebagai sebuah
upaya untuk mempertahankan mata uangnya namun nilanya
terhadap dollar Amerika terus merosot menyebabkan utang
luar negeri meroket dan memicu krisis
4. PENYEBAB KRISIS DI ASIA 1997
Krisis ekonomi tesrebut menyentak banyak pihak, mengingat
pencapaian fantastis negara seperti Thailand, Malaysia dan
Korea Selatan. Pada saat terjadinya krisis, modal asing yang
masuk ke kawasan Asia merupakan separuh dari keseluruhan
modal asing di dunia. Modal asing masuk dengan cepat tanpa
disertai dengan kehati-hatian. Ditengah derasnya modal yang
masuk, Thailand pada waktu sebelum krisis menetapkan nilai
tukar yang sejalan dengan dollar AS, sehingga risiko nilai tukar
pada saat itu seringkali diabaikan.
5. Menurut Stanley Fischer, ada tiga penyebab krisis terjadi di
Asia :
• Kegagalan meredam inflasi di Thailand dan negara lain di Asia akibat
meningkatnya defisit sektor eksternal dan melambungnya harga
properti dan saham;
• Penggunaan sistem nilai tukar tetap (pegged exchange rate) yang
terlalu lama sehingga mendorong melonjaknya utang luar negeri,
meningkatkan exposure terhadap risiko nilai tukar baik sektor
keuangan maupun korporasi;
• Buruknya kualitas kredit perbankan.
• adanya jaminan terselubung dari pemerintah Thailand kepada
lembaga kuangan yang memberikan kredit penuh risiko yang pada
akhirnya menimbulkan moral hazard dimana lembaga keuangan
cenderung menyalurkan dana pinjaman daripada memperkuat
permodalanya
6. PERAN IMF MENANGANI KRISIS
• IMF didirikan sebagai lembaga multilateral yang diharapkan
mendorong terciptanya kerjasama keuangan internasional,
mendorong ekspansi dan pertumbuhan perdagangan internasional
yang berimbang, mendorong kestabilan nilai tukar, membantu
terciptanya sistim pembayaran internasional, mengusahakan
tersedianya likuiditas sementara bagi negara-ngara anggota yang
mengalami masalah neraca pembayaran dan menghilangkan
kesenjangan neraca pembayaran negara-negara anggotanya.
• Untuk mencapai tujuan dari statute tersebut, IMF memfokuskan diri
dalam tiga kegiatan yaitu:
(1) Surveilliance: suatu proses dimana IMF menilai tahap kerja dan
kerangka kebijakan tiap anggotanya.
(2) Financial Assistance (bantuan keuangan) dan
(3)Technical Assistance (bantunan teknik).
7. PERAN IMF MENANGANI KRISIS DI ASIA TAUN 1998
• Membantu negara-negara yang terkena dampak krisis paling parah
(Thailand, Korea Selatan, dan Indonesia) melalui program stabilisasi
dan reformasi ekonomi;
• Memberikan bantuan pinjaman dana kepada ketiga negara tersebut
dan membantu menggalang bantuan dari sumber lain untuk
mendukung program reformasi tersebut;
• Menetapkan kebijakan moneter dan fiskal ketat untuk menahan
depresiasi mata uang lebih lanjut;
• Memperbaiki kelemahan sistem keuangan dan melakukan reformasi
keuangan secara menyeluruh;
• Reformasi struktural terhadap sektor yang menghambat
pertumbuhan ekonomi (monopoli, hambatan perdagangan, praktik
perusahaan yang tidak transparan);
• Membantu mempertahankan dan membuka kembali sumber
pembiayaan dari luar negeri; dan
• Mempertahankan kebijakan fiskal yang dianggap sudah baik,
termasuk di dalamnya meningkatkan anggaran bagi rekonstruksi
sektor keuangan.
8. PERAN IMF MENANGANI KRISIS DI ASIA TAHUN 1998
Sebelum membantu negara-negara yang terkena krisis, sesuai
dengan isi dari Konsensus Washington, IMF menyarankan
negara-negara tersebut mengimplementasikan 10 elemen
yang jika dipersingkat dari 10 elemen di atas adalah,
liberalisasi, deregulasi, dan privatisasi. Dan ketiga syarat
tersebut harus dilakukkan bagi negara yang ingin dibantu oleh
IMF. Nama programnya adalah Structural Adjustment Program
(SAP
9. KRITIK TERHADAP KEBIJAKAN IMF DALAM MENANGANI
KRISIS ASIA 1997
1. Aliran modal jangka pendek yang bergerak secara pro-cyclical
(modal bergerak ke pasar yang lebih stabil serta menguntungkan
dan keluar dari pasar yang sedang mengalami resesi) sehingga
modal dengan bebas keluar masuk.
2. berkenaan dengan kebijakan IMF one-size-fits-all-recipe. IMF
menggunakan resep yang sama untuk menangani krisis di Asia
dengan krisis di Amerika Latin sebelumnya.
3. kesalahan dalam memo internal berupa paket bailout sebesar USD
$43 milyar untuk memulihkan kepercayaan pasar terhadap rupiah
Indonesia. Sebagai imbalannya IMF menuntut beberapa langkah-
langkah reformasi keuangan yang mendasar salah satunya adalah
penutupan 16 bank swasta dan merestrukturisasi 10 bank lainya
yang malah memicu penarikan dana besar-besaran pada bank-bank
lain
10. KRITIK TERHADAP KEBIJAKAN IMF DALAM MENANGANI
KRISIS ASIA 1997
Inilah yang dianggap salah oleh para analisa lainya kurang
tepat untuk menyelesaikan krisis di negera-negara Asia
dengan menaikkan suku bunga dan pengetatan kredit dalam
negeri untuk memperlambat pertumbuhan ekonomi,
kebijakan fiskal ketat termasuk pemotongan subsidi pangan
dan energi di Indonesia, yang kemudian dibatalkan setelah
kerusuhan pecah. Sementara Korea Selatan, diminta untuk
menghapuskan hampir semua pembatasan yang tersisa pada
arus modal, termasuk yang berkaitan dengan pasar jasa
keuangan domestik dan kontrol devisa
11. KRITIK TERHADAP KEBIJAKAN IMF DALAM MENANGANI KRISIS
ASIA 1997
IMF mengemukakan beberapa faktor mengapa program yang
diperkenalkanya tidak bisa menyelesaikan krisis dengan cepat
antara lain:
– Pembalikan kebijakan oleh negara penerima bantuan IMF.
Seperti melonggarkan kembali kebijakan moneter ketat secara
terburu-buru serta ketidakpastian politik;
– Ketidakseimabangan yang besar antara cadangan devisa dengan
hutang jangka pendek yang akan jatuh tempo.
12. FAKTOR GAGALNYA PROGRAM IMF DI INDONESIA PADA KRISIS
KEUANGAN 1998
• Pembalikan kebijakan oleh negara penerima bantuan IMF.
Seperti melonggarkan kembali kebijakan moneter ketat secara
terburu-buru serta ketidakpastian politik;
• Ketidakseimabangan yang besar antara cadangan devisa
dengan hutang jangka pendek yang akan jatuh tempo.
13. UPAYA PENYELESAIAN KRISIS ASIA 1998
IMF memasukkan strategi restrukturisasi bank yang
komprehensif, termasuk memperkenalkan program peminjaman
(blanked guaranree) terhadap kewajiban bank dan membentuk
suatu lembaga yang berfungsi mengambil alih bank yang
mengalami likuiditas. Namun kenyataanya pada pertengahan
Januari 1998 rupiah mencapai Rp.5000 per dollar AS. Baru pada
bulan Agustus 1998, pasca Presiden Soeharto mundur dan
digantikan oleh Wakil Presiden BJ Habibie. Pemerintah bersama
IMF menegosiasikan program EFF yang berlaku selama 26 bulan
yang berhasil membantu merestrukturisasi utang luar negeri dan
menyelamatkan Indonesia dari hyperinflation.
14. INISIATIF JEPANG
Jepang sebagai salah satu negara termaju dan paling
berkembang di Asia sedikit bnayak juga terkena imbas dari krisis
ekonomi dimana Jepang juga mengalami perlambatan ekonomi.
Pada November 1997, Yamaichi Securities dan Hokkaido Taku-
shoku Bank ditutup karena hampir 40% dari total kredit mereka
mengalir ke negara terimbas krisis. Hal menandakan terjadinya
krisis perbankan domestik yang cukup serius.
15. INISIATIF JEPANG
Meskipun kondisi perekonomian melemah, Jepang
mengupayakan untuk memulihkan kondisi perekonomian
negara-negara Asia yang terkena dampak krisis finansial 1998.
Interdependensi yang tinggi antara Jepang dan negara-negara
ASEAN menjadikan hubungan keduanya saling terkait.
Landasan inilah yang mendorong Jepang untuk bergegas
menyelamatkan perekonomian regional agar tidak semakin
terpuruk. Pemerintah Jepang melalui Kementrian Keuangan
(MOF) merancang suatu kebijakan ekonomi luar negeri untuk
mengatasi krisis finansial Asia 1998.
16. INISIATIF JEPANG
Kebijakan tersebut diantaranya mengajukan proposal Asian
Monetary Fund pada September 1997 dan memberikan
bantuan finansial secara langsung ke negara yang terkena
dampak krisis dengan tujuan untuk menaga stabilitas finansial
regional dan mencegah datangnya krisis dimasa mendatang.
Jepang akan menjadi penyedia dana utama untuk membantu
negara-negara ASEAN yang terkena dampak krisis Asia 1998
dengan syarat-syarat yang jauh lebih ringan dibandingkan IMF
17. INISIATIF JEPANG
Proposal AMF akhirnya bergulir dalam format baru berupa
kerjasama bilateral swap Chiang Mai Initiative (CMI) yang dihasilkan
dari kesepakatan forum dialog antar negara ASEAN+3.
CMI yang awalnya hanya merupakan suatu mekanisme penyedia
dana darurat jangka pendek yang dananya masih bergantung
dengan kebijakan IMF (90% dana dapat ditarik jika menyetujui
program IMF), secara bertahap telah menunjukan kemajuannya
melalui pengurangan jumlah porsi kesepakatan dengan IMF
(menjadi 80%).
Bahkan pada tahun 2009 telah ada wacana untuk meniadakan
persyaratan IMF dalam CMI, mengingat pengalaman Korea Selatan
yang memilih untuk tidak menarik dananya di CMI karena tidak
ingin berhadapan kembali dengan program-program IMF