SlideShare a Scribd company logo
1 of 170
Download to read offline
Di Mana Uang Kami?
Advokasi Anggaran di Indonesia
Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran
diterbitkan atas kerja sama
Di Mana Uang Kami?
Advokasi Anggaran di Indonesia
Penulis
Ari Nurman
A Siswanto Darsono
Delima Silalahi
Fahriza
Fitria Muslih
MS. Wa’i
Mimin Rukmini
Nandang Suherman
Nurul Sa’adah Andriani
Saeful Muluk
Setyo Dwi Herwanto
Wasingatu Zakiyah
Yemmestri Enita
Yuna Farhan
Editor
Wahyu W. Basjir (Bahasa Indonesia) dan Debbie Budlender (Bahasa Inggris)
Penerjemah
Ida Nurwidya, Rahmi Yunita, Theresia Wuryantari
Penyelaras akhir
Valentina Sri Wijiyati dan Wasingatu Zakiyah
Penata Letak
F. Ulya Himawan
Perancang Sampul
Agus Eko Purwanto
Cetakan Pertama, Mei 2011
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia/Ari Nurman, dkk./Yogyakarta: IDEA, Mei 2011
xiv + 156 halaman
16 x 24 cm
ISBN: 978-602-99372-0-6
1. Uang Kami 2. Advokasi Anggaran 3. Kumpulan Kisah
I JUDUL
IDEA – INISIATIF – LAKPESDAM NU
PATTIRO – Seknas FITRA
International Budget Partnership
Perkumpulan IDEA
Jl. Kaliurang KM 5 Gg Tejomoyo III / 3
Yogyakarta 55281
idea@ideajogja.or.id
www.ideajogja.or.id
Kata Pengantar
Perjalanan advokasi anggaran di Indonesia berawal dari maraknya
gerakan anti korupsi, tepatnya sejak dimulainya era otonomi daerah
pada tahun 2000. Korupsi yang awalnya sentralistik pun ikut bergeser
ke provinsi dan kabupaten/kota. Lembaga eksekutif dan parlemen
daerah menjadi sarang korupsi. Perlawanan terhadap korupsi inilah
yang menjadi agenda awal para pegiat advokasi anggaran, seiring dengan
pemberlakuan desentralisasi fiskal. Selanjutnya advokasi anggaran
bergeser untuk menakar alokasi anggaran dalam pemenuhan hak dasar
sekaligus mendorong proses penganggaran yang partisipatif, transparan,
dan akuntabel.
Buku yang sedang Anda baca ini berusaha mendokumentasikan
pengalaman para pegiat advokasi anggaran ketika berurusan dengan
berbagai kasus korupsi dan pengelolaan anggaran daerah yang buruk.
Cakupan pengalaman yang direkam dalam naskah ini cukup luas. Laporan
Seknas Fitra, Tiada Kata Cukup? misalnya, menunjukkan advokasi
anggaran tidak lepas dari aspek peraturan dan perundang-undangan.
Pada bagian yang lain, PATTIRO Malang membagi pengalaman mereka
mendorong pembentukan dan implementasi anggaran daerah yang
berorientasi pemenuhan hak dasar warga negara, khususnya pendidikan.
Pengalaman advokasi mereka dapat disimak pada artikel Meraih Hak
atas Pendidikan Melalui BOSDA.
iv | Di Mana Uang Kami?
Pemenuhan hak atas kesehatan juga menjadi sasaran gerakan advokasi
anggaran. Kemendesakanisuinimenyedotbanyaksumberdayaorganisasi-
organisasi masyarakat sipil, salah satunya adalah Perkumpulan Inisiatif,
Bandung. Upaya mereka menyusun landasan kebijakan anggaran yang
menjamin akses kepada layanan kesehatan yang murah tertuang dalam
Sehat Itu Murah dan Mudah. Peraturan Daerah tentang jaminan
kesehatan itu diharapkan menjadi starting point agar layanan kesehatan
bagi warga miskin murah dan mudah dijangkau.
Dari sekian banyak permasalahan kesehatan di Indonesia, kesehatan
reproduksi perempuan dan anak menjadi bagian yang cukup menonjol.
Angka kematian ibu melahirkan yang tinggi, berbagai kasus anak kurang
gizi (bayi lahir dengan berat badan rendah) melatarbelakangi gerakan
advokasi anggaran kesehatan yang dilakukan oleh kelompok perempuan.
Keterlibatan perempuan dalam pos pelayanan terpadu atau lebih dikenal
dengan Posyandu menjadi inspirasi bagi PATTIRO Surakarta untuk
menjawab tantangan advokasi di sektor itu. Laporan mereka ada dalam
artikel Mengawinkan Peran Warga dan Kontribusi APBD Di Posyandu.
Mendorong peran kelompok marginal dalam melakukan advokasi
anggaran dalam pemenuhan hak dasarnya juga dilakukan oleh kelompok
difabel (different ability). Upaya SAPDA dalam Mendorong Kebangkitan
Difabel untuk Memperjuangkan Hak mulai terwujud dari proses
advokasinya yang dilakukan di Yogyakarta.
Hal serupa dilakukan oleh kelompok petani yang diorganisasi oleh
KSPPM di Kabupaten Tapanuli Utara. Di Indonesia yang adalah negara
agraris dengan penduduk yang rata-rata bertani, sudah selayaknya
petani lebih sejahtera dan mendapat alokasi anggaran yang memadai
untuk meningkatkan hasil pertanian. Tulisan yang bertajuk Memahami
Anggaran Memanen Kesejahteraan menceritakan upaya petani dalam
advokasi anggaran pertanian.
Kata Pengantar
Advokasi Anggran di Indonesia | v
Pemenuhan hak ekonomi sosial budaya sebagai hak dasar warga negara
melalui anggaran tersebut dilengkapi oleh advokasi proses penganggaran
untuk pemenuhan hak sipil dan politik. Dalam siklus penganggaran
yang diawali dengan perencanaan, posisi tawar masyarakat sipil serta
kelompok marjinal akan sangat mempengaruhi arah kebijakan anggaran.
Dengan kata kunci partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas, perbaikan
proses penganggaran dilakukan oleh elemen masyarakat sipil.
Upaya mendorong Pelembagaan Partisipasi dan Transparansi
Anggaran Daerah dilakukan oleh P3ML di Kabupaten Sumedang.
Melalui Perda Prosedur Perencanaan dan Penganggaran Daerah, gagasan
tentang pagu indikatif kewilayahan dan Forum Delegasi Musrenbang
ditetapkan dalam Perda. Perda ini menjadi rujukan bagi advokasi di
banyak daerah di Indonesia.
Selain pelembagaan proses penganggaran dalam sebuah peraturan
perundangan, penguatan proses penganggaran dilakukan pula dengan
mengkonsolidasikan seluruh elemen masyarakat sipil di daerah. Jejaring
masyarakatsipilmenjadikekuatanuntukmempengaruhianggarandaerah.
Pengalaman yang relevan mengenai hal itu ditulis oleh FITRA Riau dalam
artikel Realokasi Anggaran Menuju Efektivitas dan Efisiensi.
Mendorong kelompok penekan (pressure group) dalam memperjuangkan
alokasi anggaran yang berpihak pada rakyat, sangat efektif dan
menggerakkan. Salah satunya adalah pengalaman Lakpesdam NU yang
dicatat dalam Ketika Rakyat bersama Ulama Mengadvokasi Anggaran.
Melalui Batsul Masail sebagai metode pengambilan keputusan para
ulama, permasalahan anggaran dibahas dan diselesaikan. Pengalaman di
Kabupaten Cilacap ini bisa menjadi model yang efektif bagi daerah lain
untuk memperkuat advokasi.
Kata Pengantar
vi | Di Mana Uang Kami?
Selain mendorong kelompok keagamaan untuk terlibat dalam proses
penganggaran, beberapa lembaga yang peduli pada anggaran responsif
gender mendorong perempuan untuk berpartisipasi dalam proses
penganggaran. Mereka tidak hanya mengejar kuota minimum perempuan
30 % dalam partisipasi politik tetapi membuat prosedur sendiri untuk
menggabungkan perempuan dalam satu suara melalui Musrenbang
perempuan. Pengalaman IDEA dalam Tiada Maknanya Partisipasi
Tanpa Alokasi diharapkan menjadi model partisipasi dengan alokasi
yang jelas.
Beragam catatan proses advokasi anggaran inilah yang dipaparkan
dalam buku yang berjudul Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran
di Indonesia. Buku yang dicetak dalam dua bahasa ini diharapkan
bisa memberikan gambaran catatan pelaku advokasi anggaran secara
langsung. Kami berharap cerita-cerita keberhasilan, kegagalan, dan
perubahan-perubahan yang ada dalam naskah ini dapat menjadi inspirasi
bagi pembaca dalam memahami advokasi anggaran di Indonesia.
Proses merangkum kisah ini merupakan salah satu tindak lanjut
pertemuan lima lembaga advokasi anggaran (IDEA –Inisiatif – Lakpesdam
NU – PATTIRO – Seknas FITRA). Kelima lembaga ini berproses atas
dukungan Partnership Initative of the International Budget Partnership
untuk memberikan gambaran perubahan paling signifikan dalam advokasi
anggaran yang dilakukan di Indonesia.
Harus diakui bahwa pegiat advokasi anggaran yang bersemangat
dalam proses melakukan advokasi seringkali compang-camping dalam
melakukan penulisan pengalamannya. Namun upaya keras para penulis
untuk menghadirkan dan merangkum kembali catatan dan ingatannya
patut mendapat apresiasi.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada tim inti kolaborasi 5
lembaga, para penulis, penyunting, dan penerjemah yang telah berproses
menghadirkan buku ini. Ucapan terima kasih secara istimewa kami
Kata Pengantar
Advokasi Anggran di Indonesia | vii
sampaikan kepada Debbie Budlender –merupakan bagian dukungan
Partnership Initiative --yang sangat telaten memberikan saran dan
memandu dengan pertanyaan-pertanyaan tajam selama penyusunan
buku ini. Selain itu, tim International Budget Partnership yang telah
mendukung proses penulisan ini berhak atas ucapan terima kasih yang
dalam dari kami.
Kami berharap buku ini dapat menjadi sumbangsih yang bernilai bagi
advokasi anggaran di Indonesia dan menjadi inspirasi bagi negara lain.
Yogyakarta, 20 Mei 2011
IDEA - Inisiatif - Lakpesdam NU
PATTIRO – Seknas FITRA
Kata Pengantar
viii | Di Mana Uang Kami?
Daftar Isi
Halaman Judul ~ i
Kata Pengantar ~ iii
Daftar Isi ~ vii
Daftar Tabel ~ x
Daftar Boks ~ xi
Daftar Bagan ~ xii
Tiada Kata Cukup?: Catatan Advokasi Perubahan PP tentang
Tambahan Penghasilan Anggota DPRD ~ 1
Meraih Hak atas Pendidikan Melalui BOSDA: Pengalaman
Advokasi Anggaran Pendidikan Di Kota Malang, Provinsi Jawa
Timur ~ 19
Sehat Itu Murah dan Mudah: Pengalaman Advokasi Penyediaan
Jaminan Akses Kesehatan Bagi Rakyat Miskin Di Kabupaten
Bandung ~ 37
Mengawinkan Peran Warga dan Kontribusi APBD Di
Posyandu: Pengalaman Kelompok Perempuan Mengadvokasi
Anggaran Di Kota Surakarta ~ 51
Kebangkitan Difabel untuk Memperjuangkan Hak: Upaya
Mengorganisasi Kelompok Difabel untuk Memperoleh Jaminan
Kesehatan Di ProvinsiDIY ~ 65
Advokasi Anggran di Indonesia | ix
Memahami Anggaran Memanen Kesejahteraan: Pengalaman
Mengorganisasi Petani Melakukan Advokasi Anggaran Di
Kabupaten Tapanuli Utara ~ 77
Pelembagaan Partisipasi dan Transparansi Anggaran Daerah:
Pengalaman Advokasi Peraturan Daerah tentang Perencanaan dan
Penganggaran Daerah di Kabupaten Sumedang ~ 93
Realokasi Anggaran Menuju Efektivitas dan Efisiensi:
Upaya Masyarakat Sipil Menolak RAPBD Provinsi Riau
Tahun 2007 ~ 113
Ketika Rakyat bersama Ulama Mengadvokasi Anggaran:
Pengalaman Penolakan atas Program Simpemdes di Kabupaten
Cilacap, Provinsi Jawa Tengah ~ 125
Tiada Maknanya Partisipasi Tanpa Alokasi: Musrenbang
Perempuan, Bukan Partisipasi Tanpa Alokasi ~ 139
Para Penulis ~ 150
Daftar Isi
x | Di Mana Uang Kami?
Daftar Tabel
Tabel 1.1. Perkiraan Take Home Pay DPRD Provinsi Menurut PP No. 37
Tahun 2005 dan PP No. 37 Tahun 2006 (dalam Rupiah) ~ 5
Tabel 1.2. Penghasilan Tambahan Anggota DPRD menurut PP No. 37
Tahun 2006 (dalam Rupiah) ~ 6
Tabel 1.3. Persentase Penyerapan Gaji Tambahan (GT) DPRD terhadap
Alokasi Belanja Langsung Pelayanan Dasar APBD Tahun 2006 di 6
Kabupaten/kota ~ 8
Tabel 1.4. PP No. 37 Tahun 2006 vs PP No. 21 Tahun 2007 ~ 14
Tabel 2.1. Penghitungan BOSDA Kota Malang (dalam Rupiah) ~ 22
Tabel 4.1. Perkiraan Kebutuhan Anggaran Pengelolaan Posyandu untuk 1
Tahun (dalam rupiah) ~ 54
Tabel 4.2. Alokasi Anggaran PMT Balita di Posyandu dalam APBD/APBD
Perubahan Kota Surakarta 2004-2008 ~ 61
Tabel 7.1. Rekap Usulan Kegiatan Hasil Musrenbang Kecamatan
Ujungjaya Tahun 2006 ~ 96
Tabel 7.2. Usulan Warga Yang Diakomodasi Pada APBD Kabupaten
Sumedang Tahun 2009 ~ 108
Tabel 10.1. Perubahan alokasi APBD Kabupaten Bantul terkait usulan
melalui Musrenbang Perempuan ~ 147
Advokasi Anggran di Indonesia | xi
Daftar Boks
Boks 3.1. Desain advokasi kesehatan gratis di Kabupaten Bandung ~ 40
Boks 3.2. Analisis potensi penghematan anggaran Dinas Kesehatan
Kabupaten Bandung (dalam Rupiah) ~ 43
Boks 3.3. Kalkulasi pembiayaan jaminan layanan kesehatan menurut
model ~ 45
xii | Di Mana Uang Kami?
Bagan 10.1. Langkah pengorganisasian komunitas perempuan ~ 144
Bagan 10.2. Kanalisasi hasil Musrenbang Perempuan ke Musrenbang
Kabupaten ~ 146
Daftar Bagan
Advokasi Anggran di Indonesia | xiii
oleh:
Yuna Farhan
RINGKASAN
Kasus-kasus korupsi tunjangan pensiun yang menjerat anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) periode 1999-2004 yang tidak ada
habisnya tampaknya akan terulang lagi. Pada periode 2004-2009, Rp
1,4 triliun anggaran daerah justru akan mengucur ke kantong anggota
DPRD, yang seharusnya memperjuangkan alokasi anggaran untuk rakyat.
Lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 37 Tahun 2006 yang memberikan
tambahan penghasilan bagi anggota DPRD, yang berlaku surut mulai
Januari 2006, telah membangkitkan amarah publik. Koalisi Nasional, yang
terdiri dari berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Indonesia,
melakukan penolakan terhadap PP ini. Akhirnya, Presiden merevisi PP
ini dan mengharuskan DPRD mengembalikan tunjangan yang terlanjur
mereka terima.
Tiada Kata Cukup?
Catatan Advokasi Perubahan PP
tentang Tambahan Penghasilan Anggota DPRD
2 | Di Mana Uang Kami?
Tiada Kata Cukup?
PROFIL LEMBAGA
Bergulirnya reformasi diikuti menguatnya tuntutan terhadap tata kelola
pemerintahan yang baik dan anggaran negara yang lebih mensejahterakan
rakyat. Di awal masa reformasi, anggaran masih dianggap sebagai rahasia
negara dan merupakan ranah birokrasi. Negara menganggap rakyat
tidak perlu tahu penganggaran sehingga hak-hak rakyat atas kedaulatan
terhadap anggaran negara masih diabaikan. Latar ini melahirkan Forum
Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) sebagai perintis gerakan
advokasi anggaran pada Bulan September 1999.
Dengan visi mewujudkan kedaulatan rakyat atas anggaran, FITRA
mengemban misi mendorong transparasi dan melakukan pengawasan
penganggaran negara serta memastikan anggaran negara disusun
berdasarkan dan berorientasi pada kebutuhan rakyat. Keanggotaan
FITRA yang semula ada di 7 (tujuh) daerah, saat ini telah meluas menjadi
13 daerah. FITRA juga telah mengembangkan jaringan gerakan advokasi
anggaran di 45 daerah. Berkembangnya jaringan gerakan advokasi
anggarantelahmenjadikanFITRAsebagairujukandalamisu-isuanggaran.
Berbagai advokasi FITRA mendapatkan apresiasi liputan media massa
secara luas.
Setelah Pertemuan Nasional pada tahun yang sama, FITRA makin jelas
melihat bahwa anggaran belum menjadi gerakan sosial yang menjadi
instrumen advokasi dalam berbagai isu. Untuk menjawab tantangan
itu, FITRA ditugasi untuk menjadikan anggaran sebagai gerakan sosial
dengan melahirkan pusat sumber daya anggaran. Pusat sumber daya ini
diharapkan bisa menjadi pusat analisis, data informasi, advokasi, dan
penguatan kapasitas terkait anggaran.
Advokasi Anggaran di Indonesia | 3
Catatan Advokasi Perubahan PP tentangTambahan Penghasilan Anggota DPRD
ANALISIS SITUASI
Sejak pemberlakuan otonomi daerah, pengaturan hak keuangan DPRD
yang pertama kali dikeluarkan adalah PP No. 110 Tahun 2000 tentang
Kedudukan Keuangan DPRD. Pada akhir masa jabatan, banyak anggota
DPRD terjerat kasus korupsi karena melanggar PP ini. Kasus ini terutama
berkaitan dengan pemberian uang pensiun yang tidak dibenarkan oleh
PP ini. PP ini pun mendapat perlawanan dari sejumlah anggota DPRD,
yang berujung pada uji materi terhadap PP tersebut karena dianggap
bertentangan dengan UU yang lebih tinggi. Mahkamah Agung (MA)
mengabulkan tuntutan uji materi dan menyatakan PP ini tidak belaku.
Setelah PP No. 110 Tahun 2000 tidak lagi berlaku, Pemerintah hampir
setiap tahun menerbitkan regulasi yang mengatur penghasilan DPRD.
Berturut-turut, mulai tahun 2004, Pemerintah menetapkan PP No. 24
Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan
dan Anggota DPRD yang kemudian diubah pertama kali dengan PP No.
37 Tahun 2005 dan kedua kali melalui PP No. 37 Tahun 2006. Terakhir,
perubahan ketiga dikeluarkan melalui PP No. 24 Tahun 2007 setelah PP
sebelumnya mendapat perlawanan advokasi masyarakat sipil yang akan
menjadi inti cerita tulisan ini.
Apa sebenarnya yang menyebabkan kerap bergantinya PP keuangan
DPRD? Pada PP No. 110 Tahun 2000, uang akhir masa jabatan atau purna
bakti dan tunjangan perumahan tidak diperbolehkan, sementara PP No.
24 Tahun 2004 mengatur adanya pemberian uang purnabakti. Tunjangan
perumahan pada PP No. 24 Tahun 2004 akhirnya menjadi temuan Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) karena adanya keharusan untuk memberikan
bukti fisik rumah yang disewa oleh DPRD. Akhirnya Pemerintah
menyikapi hal ini dengan melakukan perubahan pertama melalui PP No.
37 Tahun 2005. PP ini menyatakan tunjangan perumahan dapat diberikan
sebagai penghasilan tanpa harus ada bukti rumah yang disewa. Hal ini
memperjelas bahwa perubahan PP ini masih bersifat tambal-sulam
berdasarkan kasus dan tuntutan DPRD.
4 | Di Mana Uang Kami?
Tiada Kata Cukup?
Pada tahun 2006, publik dicengangkan oleh perubahan ketiga Peraturan
Keuangan DPRD. Pasalnya, tanpa diduga-duga PP No. 37 Tahun 2006
menambah jenis penghasilan anggota DPRD di seluruh Indonesia. Jenis
penghasilan tersebut adalah tunjangan komunikasi intensif (TKI) yang
besarnya tiga kali uang representasi dan Biaya Penunjang Operasional
Pimpinan (BPOP) yang besarnya enam kali uang representasi.
Permasalahan lain dari PP ini adalah berlaku surutnya PP ini mulai Januari
2006. Padahal, PP ini baru ditetapkan pada tanggal 14 November 2006
atau satu bulan sebelum tahun anggaran 2006 berakhir. Berdasarkan
analisis FITRA, PP ini akan membebani keuangan daerah dan melanggar
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Masalah ini menjadi
pemicu lahirnya gerakan penolakan terhadap PP yang terdiri dari berbagai
LSM di seluruh Indonesia yang tergabung dalam Koalisi Nasional Tolak PP
No. 37 Tahun 2006.
METODOLOGI
Mempersiapkan Amunisi Melalui Analisis Komprehensif
Sekretariat Nasional (Seknas) FITRA meyakini keberhasilan advokasi
ditentukan oleh analisis masalah dan validitas data. Oleh karena itu,
Seknas FITRA melakukan analisis awal sebagai bahan advokasi yang
akan digunakan secara komprehensif. Berikut adalah ringkasan analisis
dari tiga sudut pandang; implikasi kebijakan, kepatuhan, dan konflik
perundang-undangan.
Analisis Implikasi Pemberlakuan PP terhadap Keuangan Daerah
Seknas FITRA melakukan analisis simulasi pemberlakuan PP ini terhadap
beban keuangan yang harus dikeluarkan oleh Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) seluruh daerah. Dengan rata-rata 35 (tiga puluh
lima) orang anggota DPRD per daerah, total 434 (empat ratus tiga puluh
empat) kabupaten/kota di seluruh Indonesia membutuhkan anggaran TKI
dan biaya operasional Rp 1,4 triliun per tahun di luar biaya Sekretariat
Advokasi Anggaran di Indonesia | 5
Catatan Advokasi Perubahan PP tentangTambahan Penghasilan Anggota DPRD
DPRD. Di awal 2007, anggota DPRD akan mendapatkan rapel TKI tahun
2006 sebesar Rp 75,6 juta/orang untuk anggota DPRD kabupaten/
kota dan Rp 108 juta/orang untuk anggota DPRD provinsi. Sementara
itu, Ketua dan Wakil Ketua DPRD mendapatkan tambahan tunjangan
operasional Rp 226 juta/orang untuk ketua DPRD kabupaten/kota dan
Rp 156,24 juta/orang untuk Wakil Ketua. Demikian halnya dengan DPRD
provinsi, masing-masing memperoleh rapelan sebesar Rp 324 juta/orang
untuk Ketua dan Rp 223,2 juta/orang untuk Wakil Ketua.
Tabel 1.1. Perkiraan Take Home Pay DPRD Provinsi Menurut PP No.
37 Tahun 2005 dan PP No. 37 Tahun 2006 (dalam Rupiah)
Jenis
Penghasilan
Menurut PP No. 37 Tahun 2005 Menurut PP No. 37 Tahun 2006
Ketua
Wakil
ketua
Anggota Ketua
Wakil
Ketua
Anggota
Uang
Representasi
3.000.000 2.400.000 2.250.000 3.000.000 2.400.000 2.250.000
Uang Paket 300.000 240.000 225.000 300.000 240.000 225.000
Tunjangan
Beras
95.200 95.200 95.200 95.200 95.200 95.200
Tunjangan
Isteri/Suami
300.000 240.000 225.000 300.000 240.000 225.000
Tunjangan
Anak
120.000 96.000 45.000 120.000 96.000 45.000
Tunjangan
Anggota
Komisi
- - 130.500 - - 130.500
Tunjangan
Anggota
Panitia
Musyawarah
326.250 217.500 130.500 326.250 217.500 130.500
Honorarium
Panitia
Anggaran
(Panggar)
326.250 217.500 130.500 326.250 217.500 130.500
Honorarium
Badan
Kehormatan
(BK)
- - 130.500 - - 130.500
Tunjangan
Jabatan
4.350.000 3.480.000 3.262.500 4.350.000 3.480.000 3.262.500
Tunjangan
Komunikasi
- - - 9.000.000 9.000.000 9.000.000
Dana
Operasional
- - - 18.000.000 9.600.000 -
6 | Di Mana Uang Kami?
Tiada Kata Cukup?
Jumlah 8.817.700 6.986.200 6.624.700 35.817.700 25.586.200 15.624.700
Jumlah Kenaikan 27.000.000 18.600.000 9.000.000
Persentase Kenaikan 306 266 136
Sumber : Seknas FITRA,2007
* Asumsi : Setiap anggota DPRD Provinsi sebagai anggota Komisi, Panitia
Musyawarah, Panggar, dan BK.
Tabel 1.2. Penghasilan Tambahan Anggota DPRD menurut PP No. 37
Tahun 2006 (dalam Rupiah)
Penghasilan Tambahan Ketua Wakil Ketua Anggota
A. Untuk DPRD di 434 kabupaten / kota
Tunjangan Komunikasi 6.300.000 6.300.000 6.300.000
Dana Operasional 12.600.000 6.720.000 0
Total per bulan 18.900.000 13.020.000 6.300.000
Total Rapelan 2006
(Jan-Des)
226.800.000 156.240.000 75.600.000
Total Rapelan
per kabupaten/ kota
2.958.480.000
Total Rapelan 2006
untuk Ketua,Wakil Ketua,
dan Anggota pada 434
kabupaten/ kota
98.431.200.000 135.616.320.000 1.049.932.800.000
Total Keseluruhan
Rapelan 2006 untuk 434
kabupaten/ kota
1.283.980.320.000
B. Untuk DPRD di 33 Provinsi
Tunjangan Komunikasi 9.000.000 9.000.000 9.000.000
Dana Operasional 18.000.000 9.600.000 0
Total per bulan 27.000.000 18.600.000 9.000.000
Rapelan 2006 (Jan-Des) 324.000.000 223.200.000 108.000.000
Total Rapelan Untuk 33
Provinsi
Total penyerapan rapelan
2006 untuk Ketua,Wakil
Ketua, dan Anggota
10.692.000.000 22.096.800.000 146.124.000.000
Total Keseluruhan
Rapelan 2006 untuk 33
Provinsi
178.912.800.000
TOTAL A + B
1.462.893.120.000 (satu triliun empat ratus enam puluh
dua miliar delapan ratus sembilan puluh tiga juta seratus
dua puluh ribu Rupiah)
Sumber : Seknas FITRA,2007
Advokasi Anggaran di Indonesia | 7
Catatan Advokasi Perubahan PP tentangTambahan Penghasilan Anggota DPRD
Analisis Implikasi PP terhadap Alokasi Belanja Pelayanan Publik
Seknas FITRA juga menganalisis pemberlakuan PP pada daerah-daerah
yang memiliki Pendapatan Asli Daerah (PAD) kecil dan kemampuan
fiskal terbatas, serta implikasinya dengan alokasi belanja pelayanan
publik seperti pendidikan dan kesehatan. Penambahan penghasilan
DPRD berupa tunjangan komunikasi intensif sebanyak 3 kali uang
representasi dan dana operasional sebesar 6 kali uang representasi yang
dibayarkan mulai Januari 2006, akan semakin membebani APBD. Daerah-
daerah dengan PAD kecil akan dipaksa mengalokasikan anggaran untuk
penghasilan DPRD dan menepikan pemenuhan pelayanan bagi warganya.
Di Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara, misalnya, PAD sebesar Rp 6
miliar habis dialokasikan untuk belanja DPRD-nya sebesar Rp 6 miliar, di
luar belanja Sekretariat DPRD. PAD daerah-daerah miskin seperti Provinsi
Nusa Tenggara Timur (NTT) kemungkinan besar tidak akan cukup untuk
memikul belanja itu. Akibatnya, belanja pemenuhan hak-hak dasar seperti
pendidikan dan kesehatan akan diabaikan atau mendapatkan prioritas
yang lebih rendah. Di lima kabupaten lain yang dianalisis, belanja itu
menghabiskan 30% PAD.
8 | Di Mana Uang Kami?
Tiada Kata Cukup?
Tabel 1.3. Persentase Penyerapan Gaji Tambahan (GT) DPRD
terhadap Alokasi Belanja Langsung Pelayanan Dasar APBD Tahun
2006 di 6 Kabupaten/kota
No Daerah
PAD
(dalam
Rupiah)
GT
DPRD
(PP
No. 37
Tahun
2006)
dalam
Rupiah
% GT
DPRD
terha-
dap
PAD
% GT DPRD Terhadap Belanja Langsung
Pelayanan Dasar
Belanja
Langsung
Pendidikan
(BLP)
dalam
Rupiah
% GT
DPRD
terha-
dap
BLP
Belanja
Langsung
Kese-
hatan
(BLK)
dalam
Rupiah
% GT
DPRD
terha-
dap
BLK
1
Kab.
Malang
51.650.690.000 2.958.480.000
6 19.080.196.000
16 16.712.533.000
18
2
Kab.
Gresik
85.069.890.031 2.958.480.000
4 21.211.643.100
14 25.333.460.140
12
3
Kab.
Lamongan
32.744.377.250 2.958.480.000
9 20.911.312.500
14 15.072.217.500
20
4 Kab. Bima 19.467.971.714 2.958.480.000
15 19.544.763.190
15 16.156.882.825
18
5
Kab.
Sumbawa
21.056.994.000 2.958.480.000
14 23.798.351.069
12 18.405.529.114
16
6
Kab.
Polmas 9.824.194.400
2.958.480.000
30 17.138.371.500
17 26.830.702.210
11
Sumber : Seknas FITRA
Analisis Pertentangan Peraturan Perundang-undangan.
IsiPPinibertentangandenganperaturanperundang-undangan diberbagai
daerah tentang pengelolaan anggaran. Tunjangan komunikasi intensif
dan dana operasional per Januari 2006 tidak dapat dibenarkan untuk
dibayarkan melalui APBD Perubahan 2006 karena tidak sesuai dengan
amanat Pasal 183 Ayat (3) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah dan Pasal 80 Ayat (1) UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Pusat-Daerah. Pasal-pasal itu menyatakan perubahan APBD
ditetapkan paling lambat 3 bulan sebelum tahun anggaran berakhir atau
paling lambat 31 September. Padahal PP ini baru ditetapkan pada tanggal
14 November 2006. Selain itu, APBD 2007 juga tidak bisa mengalokasikan
tunjangan ini untuk dibayarkan mulai Januari 2006 karena bertentangan
Advokasi Anggaran di Indonesia | 9
Catatan Advokasi Perubahan PP tentangTambahan Penghasilan Anggota DPRD
dengan Pasal 4 UU No. 17 Tahun 2003; Pasal 179 UU No. 32 Tahun 2004;
Pasal 68 UU No. 33 Tahun 2004; Pasal 11 UU No. 1 Tahun 2004. Tahun
anggaran dalam APBD adalah 1 tahun anggaran mulai 1 Januari sampai
dengan 31 Desember. Ini berarti APBD 2007 tidak bisa mengalokasikan
pembayaran tunjangan komunikasi dan dana operasional tahun 2006.
Menyusul terbitnya PP ini, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) melalui
Surat Edaran (SE) No. 188.31/1121/BAKD tanggal 20 November 2006
tentang Penyampaian Salinan PP No. 37 Tahun 2006 secara terbuka
menganjurkan terjadinya pelanggaran UU. SE tersebut menyatakan
bahwa daerah yang telah melakukan perubahan APBD namun belum
mengalokasikan tunjangan komunikasi insentif dan dana operasional
dapat membayarkan dana itu kepada anggota DPRD, sepanjang dananya
tersedia dalam kas daerah. Padahal, Pasal 192 Ayat (3) dan (4) UU No. 32
Tahun 2004 menyatakan;
Pengeluaran tidak dapat dibebankan pada anggaran
belanja daerah jika untuk pengeluaran tersebut tidak
tersedia atau tidak cukup tersedia dalam APBD.
dan
Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah, pimpinan DPRD, dan
pejabat daerah lainnya, dilarang melakukan pengeluaran
atas beban anggaran belanja daerah untuk tujuan lain dari
yang telah ditetapkan dalam APBD.
Dan Pasal 3 Ayat (2) dan (3) UU No. 1 Tahun 2004 menyatakan:
Peraturan Daerah tentang APBD merupakan dasar bagi
Pemerintah Daerah untuk melakukan penerimaan dan
pengeluaran daerah
dan
Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat
pengeluaran atas beban APBN/APBD jika anggaran untuk
membiayai pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak
cukup tersedia.
10 | Di Mana Uang Kami?
Tiada Kata Cukup?
Menggalang Koalisi
Berdasarkan hasil analisis, FITRA mengundang LSM lain yang peduli isu
anggaran dan anti korupsi untuk membahas persoalan PP No. 37 Tahun
2006. Dalam pertemuan ini, Koalisi Nasional Tolak PP No. 37 Tahun
2006 sepakat untuk segera melakukan konferensi pers bersama dan
menggalang Koalisi LSM yang lebih luas. Koalisi menyepakati Seknas
FITRA sebagai sekretariat untuk mengorganisasikan advokasi. Seknas
FITRA menyebarluaskan hasil analisis dan tawaran untuk bergabung
dalam koalisi melalui mailing list.
Selain dari anggota FITRA di berbagai daerah, dukungan datang dari
sejumlah LSM yang bidang kerjanya tidak secara langsung berhubungan
dengan isu ini. Beberapa di antara LSM itu bergerak di wilayah isu
lingkungan hidup dan hak-hak perempuan. Secara keseluruhan, tidak
kurang dari 45 lembaga melakukan aksi bersama.
Aksi Bersama
Tekanan yang dilakukan bersama Koalisi Nasional untuk menolak
pemberlakuan PP No. 37 Tahun 2006 ini dilakukan di tingkat nasional dan
daerah. Aksi-aksi yang dilakukan mendapat respons positif dari media.
Konferensi Pers
Untuk menggalang opini dan dukungan publik, konferensi pers dilakukan
bukan hanya pada awal advokasi. Langkah ini juga diulang ketika Koalisi
Nasional merespons sikap pengambil kebijakan terutama Presiden
dan Departemen Dalam Negeri serta Asosiasi DPRD. Setiap kali aksi
demonstrasi maupun aksi simpatik dilakukan, konferensi pers juga
diselenggarakan. Media massa cetak dan elektronik memberikan respons
yang luas terhadap konferensi pers yang dilakukan Koalisi Nasional.
Anggota Koalisi Nasional, termasuk Seknas FITRA, kerap dimintai
komentar oleh media massa dan diundang untuk tampil dalam unjuk
wicara di televisi membahas persoalan ini.
Advokasi Anggaran di Indonesia | 11
Catatan Advokasi Perubahan PP tentangTambahan Penghasilan Anggota DPRD
Penulisan Artikel
Penulisan artikel dilakukan untuk menyebarkan opini secara utuh
mengenai sikap Koalisi Nasional. Di media nasional, artikel anggota
Koalisi Nasional yang dimuat di antaranya di Harian Kompas dengan judul
Menggali Kuburan Parlemen Daerah dan di Harian Seputar Indonesia
dengan judul Menanti Ke(Tidak)tegasan SBY.
Penggalangan Dukungan Tokoh Lintas Agama
Untuk menguatkan upaya advokasi, Koalisi Nasional menggalang
dukungan dari tokoh keagamaan. Tokoh-tokoh yang dihubungi antara lain
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) K.H Ahmad Bagja,
sebagai representasi organisasi massa Islam dan Romo Benny Susetyo
dari kalangan Katolik. Pertemuan Koalisi Nasional dengan tokoh agama
ini juga disertai jumpa pers dan mendapatkan liputan media.
Aksi Simpatik Penggalangan Tanda Tangan
Guna mendapat dukungan secara luas dari publik atas advokasi ini, Koalisi
Nasional melakukan penggalangan tanda tangan dari masyarakat secara
luas. Penggalangan tanda tangan dilakukan di tempat-tempat publik pada
hari-hari libur, terutama hari Minggu, di Kawasan Senayan. Tanda tangan
bukti dukungan terhadap upaya Koalisi Nasional ini dibubuhkan pada
kain spanduk sepanjang 50 meter yang kemudian digunakan pada saat
demonstrasi.
Aksi Demonstrasi
Aksi demonstrasi tidak hanya dilakukan di Jakarta sebagai Ibu Kota
namun juga di berbagai daerah dengan tuntutan yang sama, yakni
menolak pemberlakuan PP No. 37 Tahun 2006. Di Jakarta, aksi dilakukan
ke Istana Negara, Departemen Dalam Negeri, dan Mahkamah Agung. Aksi
diikuti oleh elemen Koalisi Nasional dan beberapa simpatisan dari elemen
mahasiswa.
12 | Di Mana Uang Kami?
Tiada Kata Cukup?
Somasi Kepada Presiden
Sebagai pihak yang menandatangani PP No. 37 Tahun 2006, Presiden
menjadi target advokasi. Pada tanggal 12 Januari 2007 Koalisi
Nasional melayangkan Somasi kepada Presiden Republik Indonesia
untuk membatalkan atau mencabut PP No. 37 Tahun 2006. Sebelum
menandatanganiPP,Presidenseharusnyamelihatimplikasipemberlakuan
PP ini. Aksi-aksi dan somasi yang dilakukan Koalisi Nasional mendapatkan
respons dari Presiden. Presiden segera menggelar rapat Kabinet terbatas
yang melibatkan Menteri Hukum dan HAM, Menteri Dalam Negeri, dan
Menteri Keuangan serta membentuk Tim untuk melakukan kajian
terhadap PP ini.
Uji Materi
Uji materi menjadi langkah terakhir yang ditempuh oleh Koalisi Nasional.
Dari awal, Koalisi Nasional menempuh jalur advokasi non-litigasi dan
menghindari litigasi. Advokasi litigasi memakan proses yang panjang
dan tertutup pada tahap uji materi ke Mahkamah Agung. Pendaftaran uji
materi ke Mahkamah Agung (MA) terhadap PP pengganti PP No. 37 Tahun
2006 yakni PP No. 21 Tahun 2007 sebagai perubahan keempat dilakukan
pada 18 Juni 2007. Pendaftaran berkas itu dicatat dengan nomor register
perkara 11 P/HUM/2007 tanggal 4 Juli 2007. Advokasi litigasi ini
sebenarnya merupakan langkah untuk memperkuat tekanan advokasi
non-litigasi agar DPRD mau mengembalikan Tunjangan Komunikasi yang
terlanjur dikucurkan oleh daerah. Untuk mendaftarkan perkara, masing-
masing anggota Koalisi Nasional memberikan kontribusi dana.
CAPAIAN
Lahirnya gerakan yang dipelopori Koalisi Nasional Tolak PP No. 37 Tahun
2006 turut membangun kesadaran publik terhadap penggunaan anggaran
yang bertanggung jawab. Untuk internal koalisi, Koalisi Nasional berhasil
menyatukan berbagai gerakan dan bahkan memberikan kontribusi dana
Advokasi Anggaran di Indonesia | 13
Catatan Advokasi Perubahan PP tentangTambahan Penghasilan Anggota DPRD
dan sumber daya untuk melakukan advokasi bersama tanpa dibiayai oleh
lembaga penyandang dana.
PP No. 37 Tahun 2006 pada akhirnya direvisi menjadi PP No. 21 Tahun
2007 yang merupakan perubahan keempat mengenai Kedudukan
Keuangan dan Protokoler DPRD. Somasi dan aksi-aksi yang dilakukan
Koalisi Nasional direspons Presiden dengan menggelar Rapat Kabinet
terbatas yang melibatkan Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan
HAM, serta Menteri Keuangan. Semula rapat ini hanya menghasilkan
himbauan kepada DPRD untuk tidak mengambil tambahan penghasilan.
Namun, akhirnya Presiden membentuk tim untuk melakukan kajian
terhadap PP ini.
Pada tanggal 16 Maret tahun 2007, Presiden menandatangani perubahan
keempat PP Kedudukan Keuangan dan Protokoler DPRD. PP perubahan ini
menganulir pemberian tunjangan komunikasi dan dana operasional yang
berlaku surut serta menetapkan pengkategorian pemberian tunjangan
berdasarkan kemampuan keuangan daerah. Lebih dari itu, anggota DPRD
juga diwajibkan mengembalikan tunjangan komunikasi intensif dan dana
operasional yang sudah diterima. Pengembalian itu dilakukan melalui
pemotongan gaji bulanan atau dengan cara mengangsur sampai dengan
satu bulan sebelum berakhirnya masa jabatan DPRD.
Gerakan ini akhirnya mampu menyelamatkan uang negara sekitar Rp
1,4 triliun dari kemungkinan pemborosan yang disebabkan oleh PP
No. 37 Tahun 2006. Selain itu, terjadi pergantian pejabat di lingkungan
Departemen Dalam Negeri, yakni Dirjen Bina Adminsitrasi Keuangan
Daerah dan Direktur Keuangan Daerah yang bertanggung jawab atas
pengaturan pengelolaan keuangan daerah dan lahirnya PP No. 37 Tahun
2006.
14 | Di Mana Uang Kami?
Tiada Kata Cukup?
Tabel 1.4. PP No. 37 Tahun 2006 vs PP No. 21 Tahun 2007
PP No. 37 Tahun 2006 PP No. 21 Tahun 2007
Besaran Tunjangan
Komunikasi 3 kali Uang
Representasi
Tunjangan Komunikasi disesuaikan
Kemampuan Keuangan Daerah
(KKD):
KKD Tinggi : 3 kali Representasi
KKD Sedang : 2 kali Representasi
KKD Rendah : 1 kali Representasi
Besaran Penunjang
Operasional Pimpinan 6 kali
Uang Representasi
Disesuaikan kemampuan keuangan
daerah; Tinggi, Sedang dan Rendah
Berlaku surut mulai Januari
2006
Tidak berlaku surut, dan anggota
DPRD harus mengembalikan
tunjangan yang terlanjur diterima
paling lambat sebelum berakhir
masa jabatan.
TANTANGAN
Selain mendapat dukungan, gerakan Koalisi Nasional Tolak PP No. 37
Tahun 2006 juga mendapat tantangan dari beberapa pihak. Departemen
Dalam Negeri dan Asosiasi DPRD adalah pihak yang paling resisten.
Asosiasi DPRD bahkan mendatangkan para anggota DPRD dari seluruh
Indonesia untuk melakukan aksi ke DPR untuk melakukan dengar
pendapat dengan Ketua DPR. Aksi ini tidak direspons secara memadai
oleh DPR. Pimpinan DPR dan partai-partai politik tampaknya tidak berani
menentang gelombang protes masyarakat.
Advokasi Anggaran di Indonesia | 15
Catatan Advokasi Perubahan PP tentangTambahan Penghasilan Anggota DPRD
Di tataran internal, Koalisi Nasional juga menghadapi sikap anggota yang
selalu ingin tampil di publik melalui media. Namun koalisi membangun
kesepakatan internal untuk tidak menunjuk koordinator dan juru bicara
koalisi. Setiap anggota Koalisi Nasional dipersilakan untuk berbicara di
media sepanjang sesuai dengan garis advokasi yang dilakukan oleh Koalisi
Nasional.
Advokasi yang dilakukan oleh Koalisi Nasional bisa dikatakan belum
sepenuhnya berhasil. Faktanya, PP No. 37 Tahun 2006 tidak dicabut dan
hanya diubah pasal-pasalnya. Pemerintah mengambil jalan tengah dengan
melakukan perubahan keempat terhadap PP yang mengatur keuangan
DPRD ini. Tunjangan komunikasi intensif dan dana operasional pimpinan
pada akhirnya tetap diberikan sebagai tambahan penghasilan DPRD.
Hanya saja besaran komunikasi intensif dan dana operasional pimpinan
disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah dan tidak lagi berlaku
surut.PPhasilperubahaninijugatidaktegasmengharuskananggotaDPRD
mengembalikan tunjangan yang telah diterimanya sesegera mungkin
dengan batas waktu sampai dengan berakhirnya masa jabatan mereka.
Padahal, jika alokasi tunjangan yang diberikan segera dikembalikan, dana
tersebut dapat dipergunakan untuk belanja yang lebih bermanfaat bagi
publik.
Oleh karena itu, Koalisi Nasional mengakhiri aksinya dengan tetap
mendaftarkan uji materi terhadap PP No. 21 Tahun 2007 ke Mahkamah
Agung yang berakhir dengan penolakan MA pada Bulan Februari 2010.
Berdasarkan analisis Seknas FITRA terhadap laporan hasil pemeriksaan
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2008, masih terdapat 158
daerah dengan total Rp 213 miliar yang belum mengembalikan tunjangan
yang terlanjur diberikan ini.
16 | Di Mana Uang Kami?
Tiada Kata Cukup?
PELAJARAN
Munculnya kasus PP No. 37 Tahun 2006 merupakan ekses dari penerapan
otonomi daerah khususnya pengaturan keuangan DPRD yang belum
memiliki desain komprehensif. Perubahan terus-menerus terhadap
Peraturan Pemerintah yang mengatur Keuangan DPRD menunjukan
tidak adanya desain peraturan yang komprehensif. Pemerintah juga
harus belajar bahwa menyamaratakan peraturan dan perlakuan atas 434
Kabupaten/Kota yang memiliki keragaman dan kesenjangan adalah tidak
mungkin.
Dari dalam Koalisi Nasional dipetik pelajaran bahwa dalam membangun
koalisi yang solid penting untuk mencegah dominasi peran dalam koalisi.
Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan pembagian peran dan tidak
mengklaim hasil yang diraih sebagai hasil satu anggota koalisi. Tanpa
koordinator, Koalisi Nasional dapat berjalan dan menggalang dukungan
besar dari anggotanya.
Advokasi juga memerlukan pengaturan stamina dan ritme pembentukan
opini serta penentuan saat yang tepat untuk melakukan aksi. Lahirnya
gerakan Koalisi Nasional Tolak PP No. 37 Tahun 2006 tidak terlepas dari
isu yang sangat jelas dan menyangkut kepentingan orang banyak. Isu lain
seputar anggaran seperti kebijakan alokasi pendidikan dan kesehatan
saat ini belum mampu meraih dukungan yang luas.
Advokasi Anggaran di Indonesia | 17
Catatan Advokasi Perubahan PP tentangTambahan Penghasilan Anggota DPRD
RINGKASAN
Setidaknya hingga tahun 2009, kebutuhan biaya operasional sekolah di
KotaMalanghanyamengandalkanalokasidaripemerintahpusat.Anggaran
Kota Malang, dengan alasan keterbatasan, belum mengalokasikan
anggaran untuk Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA). Melihat
kondisi tersebut, Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) Malang
dan Aliansi BOSDA berhasil mendorong adanya BOSDA di Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Malang Tahun 2010 sebesar
Rp 9.944.700.000,00 untuk SD dan SMP. Selain BOSDA, PATTIRO Malang
dan Aliansi BOSDA juga berhasil mendorong peningkatan belanja publik
padaDinasPendidikandiAPBDKotaMalangTahun2010hinggamendekati
angka 10% total APBD (sesuai Perda Kota Malang No. 13 Tahun 2009).
Anggaran belanja publik Dinas Pendidikan yang direncanakan hanya
sebesar Rp 51 miliar berubah menjadi Rp 79 miliar. Selain itu, mulai tahun
anggaran 2010 Dinas Pendidikan Kota Malang mengalokasian anggaran
untuk pembinaan komite sekolah dan pengembangan Dewan Pendidikan
Kota Malang (DPKM). Dua elemen penting dalam penyelenggaraan
pendidikan itu masing-masing mendapatkan Rp 100 juta.
oleh:
Fitria Muslih dan Asiswanto Darsono
Meraih Hak atas Pendidikan
Melalui BOSDA
Pengalaman Advokasi Anggaran Pendidikan
di Kota Malang, Provinsi Jawa Timur
20 | Di Mana Uang Kami?
Meraih Hak atas Pendidikan Melalui BOSDA
PROFIL LEMBAGA
Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) Malang didirikan
pada tahun 2000 dengan dukungan PATTIRO Jakarta melalui program
penelitian dan advokasi pemberdayaan partisipasi masyarakat. PATTIRO
Malang hadir sebagai lembaga independen yang mendorong terwujudnya
tata pemerintahan yang baik melalui penciptaan masyarakat kritis dan
penguatan partisipasi warga.
PATTIRO Malang memiliki visi mewujudkan masyarakat yang menyadari
hak dan kewajiban bernegara menuju tatanan yang berkeadilan. Dengan
visi itu, PATTIRO Malang mengemban misi: 1) Melakukan pendidikan
kritis, penguatan dan pendampingan kepada masyarakat warga; 2)
Menyediakan berbagai perangkat lunak dan informasi untuk penguatan
masyarakat warga; 3) Melakukan penelitian-penelitian yang berkaitan
dengan kebijakan publik dan pelayanan dasar bagi masyarakat di Kota
Malang; 4) Melakukan kajian dan pengembangan model-model tata
pemerintahan Kota Malang yang partisipatif dan akuntabel; 5) Mendorong
munculnya kebijakan nasional yang memberikan iklim bagi pelibatan
aktif masyarakat dalam tata pemerintahan Kota Malang.
Dengan dukungan PATTIRO Jakarta dan lembaga lainnya, PATTIRO
Malang berhasil melaksanakan berbagai program, yaitu: 1) Penguatan
partisipasi masyarakat warga dalam proses-proses pembuatan
kebijakan publik daerah; 2) Peningkatan partisipasi perempuan Kota
Malang dalam kebijakan publik berperspektif gender; 3) Penelitian
tentang inisiasi mekanisme komplain yang berperspektif gender; 4)
Penelitian tentang model legislasi daerah yang partisipatif; 5) Menakar
keberpihakan kandidat Bupati Blitar yang memihak kepada rakyat; 6)
Program penguatan inisiatif penyusunan RAPBS (Rencana Anggaran
Pendapatan dan Belanja Sekolah) dalam peningkatan kualitas pelayanan
dasar pendidikan bagi warga miskin; 7) Lokakarya penyusunan draft
Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Pelayanan Publik Kota Malang;
Advokasi Anggaran di Indonesia | 21
Pengalaman Advokasi Anggaran Pendidikan di Kota Malang, Provinsi JawaTimur
8) Pengembangan mekanisme komplain terhadap pelayanan publik
berbasis partisipasi publik di daerah; 9) Program advokasi APBD sektor
ekonomi lokal di Kabupaten Malang; 10) Program Dewan Anggaran Kota/
Daerah di Kota Blitar; serta 11) Program asistensi pembentukan Lembaga
Penyelenggaran Pelayanan Terpadu Satu Pintu.
ANALISIS SITUASI
Seperti daerah-daerah lain, Pemerintah Kota Malang memberi prioritas
yang tinggi pada pembangunan fisik dan hiburan, seperti mal, gedung
olah raga, dan stadion sepak bola. Peningkatan kualitas pendidikan tidak
mendapatkan perlakuan anggaran sebagaimana pembangunan fisik dan
hiburan itu. Belanja publik dalam APBD Kota Malang Tahun 2010 belum
sesuai Peraturan Daerah No. 13 Tahun 2009 yang menyatakan besaran
belanja publik pendidikan sekurang-kurangnya 10% total APBD.
Isu ini meluas setelah Tim PATTIRO Malang melakukan pengkajian
kebutuhan ke sekolah-sekolah (terutama SMP) yang dimulai pada
Februari 2009. Semua sekolah yang dikunjungi mengatakan bahwa
BOS dari Pemerintah Pusat sangat kurang untuk bisa memenuhi biaya
operasional sekolah standar, sementara di sisi lain, Pemerintah gencar
mengkampanyekan pendidikan gratis. Kurangnya dana operasional
dapat menghambat terwujudnya pengelolaan sekolah yang akuntabel,
transparan, partisipatif, dan pro rakyat miskin.
Oleh karena itu, berdasarkan hasil pengkajian kebutuhan dan beberapa
kali diskusi terfokus dengan para pemangku kepentingan (Kepala
Sekolah, Komite Sekolah, orang tua siswa, Dinas Pendidikan, LSM, dan
akademisi), muncul tuntutan adanya alokasi anggaran dari APBD Kota
Malang untuk membantu biaya operasional pendidikan. Biaya operasional
tersebut kemudian disebut dengan BOSDA, dengan tujuan untuk menutup
kekurangan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari Pemerintah Pusat.
22 | Di Mana Uang Kami?
Meraih Hak atas Pendidikan Melalui BOSDA
Jumlah dana BOS dari pemerintah pusat ditetapkan berdasarkan jumlah
siswa di masing-masing kabupaten/kota yang berdasarkan data dari
masing-masingsekolahtingkatSDdanSMP.JumlahdanaBOSpersiswaSD/
MI sekitar Rp 33.300,00 per bulan, dan BOS per siswa SMP Rp 47.900,00
per bulan. Perhitungan Tim Aliansi BOSDA yang dibantu beberapa pakar
dari DBE USAID menghasilkan angka kebutuhan ideal dengan metode
perhitungan Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) sebagaimana
dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 2.1. Penghitungan BOSDA Kota Malang
(dalam Rupiah)
Jenjang
sekolah
Jumlah
Siswa
(orang)
BOSP
BOS
Pusat
Kekurangan
biaya
operasional
sekolah
Kebutuhan
BOSDA/
bulan
Kebutuhan
BOSDA/
tahun
SD/MI 85.638 52.548,96 33.333,33 19.215,63 1.645.588.121,94 19.747.057.463,28
SMP/
MTs
39.547 136.197,97 47.916,67 88.281,30 3.491.260.571,10 41.895.126.853,20
TOTAL DANA 5.136.848.693,04 61.642.184.316,48
Sumber : Hasil kajian Aliansi BOSDA
Tabel tersebut menunjukkan bahwa besaran kebutuhan BOSP per siswa
SD/MI mencapai Rp 52.500,00 per bulan dan kebutuhan BOSP per siswa
SMP/MTs mencapai Rp 136.200,00 per bulan. Dengan demikian, jika
mengacu pada anggaran BOS yang disediakan Pemerintah Pusat yang
hanya Rp 33.300,00 per siswa SD/MI per bulan dan Rp 47.900,00 per
siswa SMP/MTs per bulan, maka anggaran BOSP mengalami defisit Rp
19.200,00 untuk siswa SD/MI dan Rp 88.300,00 untuk siswa SMP/MTs.
Jika dikalikan dengan total jumlah siswa SD/MI di Kota Malang yang
mencapai 85.638 orang dan total jumlah siswa SMP/MTs yang mencapai
39.547 orang, maka defisit BOSP yang akan dibebankan pada APBD
mencapai Rp 61.642.184.316,00 per tahun.
Advokasi BOSDA
Ketika Tim PATTIRO Malang melakukan kajian kebutuhan ke sekolah-
sekolah (SMP) yang dimulai sejak Bulan Februari 2009, semula tim
Advokasi Anggaran di Indonesia | 23
Pengalaman Advokasi Anggaran Pendidikan di Kota Malang, Provinsi JawaTimur
hanya berbagi gagasan dan menggali informasi tentang praktik-praktik
akuntabilitas di sekolah. Akan tetapi, hal ini berkembang pada ekslorasi
masalah pendanaan sekolah di mana hampir semua sekolah yang
dikunjungi mengatakan bahwa BOS dari Pemerintah Pusat sangat kurang
untuk bisa memenuhi biaya operasional sekolah standar, sedangkan di sisi
lain, pemerintah gencar mengkampanyekan pendidikan gratis. Kurangnya
dana operasional (standar) berpotensi menghambat terwujudnya
pengelolaan sekolah yang akuntabel, transparan, partisipatif, dan pro-
poor.
Tuntutan perlunya BOSDA menguat dalam setiap kegiatan diskusi
(FGD) yang diselenggarakan PATTIRO. Diskusi mencakup beberapa
tahap meliputi FGD I yang melibatkan para Komite Sekolah, FGD II yang
melibatkan para Kepala Sekolah, dan FGD III yang melibatkan perwakilan
orang tua siswa. Proses ini dilanjutkan dengan FGD IV, sekitar Bulan Mei
2009, yang melibatkan multipihak (Kepala Sekolah, Komite Sekolah,
orang tua siswa, Dinas Pendidikan, LSM, dan akademisi) dan menambah
kebulatan tekad untuk bersama-sama mendorong BOSDA.
Pasca FGD multipihak, Tim PATTIRO Malang mulai menjalin komunikasi
media, sehingga isu BOSDA menggelinding bak bola salju. Selain itu, tim
melakukan pendekatan-pendekatan pada semua elemen pendidikan,
antara lain Dinas Pendidikan Kota Malang, Dewan Pendidikan Kota
Malang (DPKM), Forum Komunikasi Komite Sekolah (FKKS), Musyawarah
Kerja Kepala Sekolah (MKKS), tokoh pendidikan, dan LSM.
Kemudian Tim PATTIRO Malang melanjutkan roadshow ke elemen
pendidikan lain, DPKM, para komite sekolah maupun FKKS, para kepala
sekolah maupun MKKS serta beberapa tokoh pendidikan dan LSM. Salah
satu tokoh pendidikan yang didekati Tim PATTIRO Malang adalah Bapak
Kamilun Muhtadin, mantan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Malang,
yang masih cukup mendapatkan respek dari segenap elemen pendidikan
di Malang Raya (Kota Batu, Kota Malang, Kabupaten Malang). Dengan
para pemangku kepentingan ini, PATTIRO Malang sudah menemukan
24 | Di Mana Uang Kami?
Meraih Hak atas Pendidikan Melalui BOSDA
kesamaan persepsi bahwa BOSDA merupakan kebutuhan mendasar
yang harus dipenuhi oleh pemerintah daerah. Namun demikian, melihat
kondisi yang ada, beberapa pihak merasa pesimis pemerintah daerah
dapat mewujudkan harapan tersebut.
Pesimisme ini akhirnya mendorong Tim PATTIRO Malang mengambil jalan
alternatif untuk bergerak di luar eksekutif. Hal inilah yang menimbulkan
semangat baru untuk terus mendorong terwujudnya BOSDA Kota Malang.
Setelah melalui kajian sederhana, dihasilkan kesimpulan bahwa peluang
untuk mendorong BOSDA masih terbuka lebar yaitu melalui legislatif
yang separuh lebih anggotanya merupakan anggota baru, dengan harapan
idealisme mereka dapat diaplikasikan pada semangat untuk mendorong
dan memperjuangkan program-program yang pro rakyat.
Dalam rentang Bulan Mei sampai dengan Oktober 2009, PATTIRO Malang
secara terus-menerus menjaga liputan isu BOSDA di media. Di waktu yang
relatif bersamaan, PATTIRO Malang melakukan pendekatan ke anggota
DPRD potensial yang terpilih pada periode 2009-2014 secara personal,
baik di rumah maupun di kantor, terutama kepada mereka yang diprediksi
menduduki jabatan pimpinan DPRD (antara lain Ahmadi dari Fraksi
PKS, Arif Darmawan dari Fraksi Demokrat, H. Abdurrahman dari PKB,
dan Priyatmoko dari PDIP). Setelah anggota DPRD dilantik tapi struktur
kelengkapan DPRD belum terbentuk, PATTIRO Malang melakukan
pendekatan ke semua fraksi DPRD Kota Malang.
Di samping itu, PATTIRO Malang berupaya memfasilitasi pembentukan
jaringan organisasi pengusung BOSDA dari berbagai kalangan yang ada
di Kota Malang, seperti Dewan Pendidikan Kota Malang (DPKM), Forum
Komunikasi Komite Sekolah (FKKS), Musyawarah Kerja Kepala Sekolah
(MKKS), LSM, Lembaga Pendidikan Ma’arif NU, Majelis Dikdasmen
Muhammadiyah, akademisi, dan tokoh masyarakat. Jaringan ini kemudian
mendeklarasikan diri dengan nama Aliansi BOSDA.
Advokasi Anggaran di Indonesia | 25
Pengalaman Advokasi Anggaran Pendidikan di Kota Malang, Provinsi JawaTimur
Upaya lain yang dilakukan, PATTIRO Malang menjalin komunikasi
dengan media yang diharapkan mempunyai pengaruh sangat signifikan
untuk menjadikan isu BOSDA sebagai bahan “diskusi terbuka”. Elemen
Aliansi BOSDA secara bergantian berkomentar (saling menanggapi) di
media tentang pentingnya BOSDA. Selain dalam bentuk berita, beberapa
artikel tentang BOSDA ditulis untuk memperkuat opini publik. Hingga
pertengahan perjalanan, pihak eksekutif belum menunjukkan itikad
dan komitmen atas pentingnya BOSDA. Hal ini membuat Tim PATTIRO
Malang dan Aliansi BOSDA harus bekerja lebih keras dan mengambil
langkah strategis untuk menguatkan advokasi BOSDA. Lobi-lobi dengan
pengambil kebijakan di eksekutif dan dengar pendapat dengan anggota
legislatif diupayakan lebih kencang. Respon positif mulai muncul dari
anggota legislatif; di beberapa forum formal dan informal mereka mulai
menyuarakan pentingnya BOSDA.
Seiring berjalannya waktu, melalui proses panjang dan berliku,
akhirnya upaya advokasi berhasil mendorong adanya anggaran Bantuan
Operasional Sekolah Daerah (BOSDA) pada APBD Kota Malang Tahun
2010 sebesar Rp 9.944.700.000,00. Anggaran ini dialokasikan bagi
seluruh SD dan SMP yang ada di Kota Malang. Selain BOSDA, PATTIRO
Malang dan Aliansi BOSDA juga berhasil mendorong adanya peningkatan
belanja publik pada Dinas Pendidikan Kota Malang hingga mendekati
angka 10% total APBD. Dengan adanya perubahan kebijakan tersebut,
total anggaran belanja publik Dinas Pendidikan Kota Malang yang pada
awalnya direncanakan hanya sebesar Rp 51 miliar berubah menjadi
Rp 79 miliar. Selain itu, mulai tahun anggaran 2010 Dinas Pendidikan
Kota Malang mengalokasian anggaran untuk pembinaan komite sekolah
dan pengembangan Dewan Pendidikan Kota Malang (DPKM). Dua
elemen penting dalam penyelenggaraan pendidikan itu masing-masing
mendapatkan Rp 100 juta.
26 | Di Mana Uang Kami?
Meraih Hak atas Pendidikan Melalui BOSDA
Hasil tersebut tentu saja belum sesuai dengan harapan yang diinginkan
oleh PATTIRO Malang dan Aliansi BOSDA. Namun demikian PATTIRO
Malang dan Aliansi BOSDA menganggap apresiasi eksekutif dan legislatif
terhadap isu BOSDA tersebut merupakan langkah awal yang baik bagi
terciptanya pendidikan yang berkualitas dan terjangkau masyarakat,
serta demi terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik.
METODOLOGI
Satu hal yang penting dari proses advokasi yang efektif adalah adanya
target yang teridentifikasi secara tepat dan strategi yang digunakan untuk
menjawab setiap permasalahan.Prioritas kampanye advokasi ditetapkan
dengan mengidentifikasi target/sasaran dalam urutan yang tepat. Setiap
aksi yang berkelanjutan harus dibangun berdasarkan pencapaian yang
sudah diraih atau hal yang telah dikuasai.
Dalam melakukan advokasi anggaran BOSDA ini, PATTIRO Malang
melakukan beberapa tahapan dan strategi advokasi, yaitu:
a. Identifikasi Isu
Identifikasi isu merupakan langkah awal dalam proses advokasi,
hal ini dilakukan sebagai upaya untuk menggali isu-isu yang
berkembangdanmencariisuyangpalingstrategissertamenyentuh
kebutuhan utama masyarakat. Identifikasi isu dilakukan dengan
pengumpulan data, melakukan kajian terhadap data-data yang
terkumpul, melakukan wawancara terhadap pihak-pihak terkait,
FGD, dan diseminasi. Setelah melewati proses panjang, akhirnya
para pihak menyepakati bahwa isu yang paling aktual dalam
bidang pendidikan yaitu terkait dengan pembiayaan operasional
sekolah, terutama terkait dengan bantuan operasional sekolah
yang dialokasikan oleh pemerintah daerah (BOSDA).
Advokasi Anggaran di Indonesia | 27
Pengalaman Advokasi Anggaran Pendidikan di Kota Malang, Provinsi JawaTimur
Namun demikian, proses identifikasi isu tidak selamanya tanpa
hambatan. Hambatan yang terutama adalah sulitnya akses data di
Dinas Pendidikan Kota Malang maupun ketidaksiapan pengambil
kebijakan dalam memberikan informasi.
b. Pengorganisasian masyarakat
Pengorganisasian masyarakat merupakan bagian awal yang
penting dalam setiap proses advokasi. Hal ini terutama karena isu
yangdiangkatmerupakanpermasalahanyangdirasakanbersama.
Oleh karenanya kebersamaan merupakan salah satu item yang
harus terus diperkuat. Pengorganisasian ini bertujuan untuk
menguatkan ikatan jaringan, juga dalam rangka memperjelas
pembagian kerja advokasi secara lebih terarah dan efektif.
Untuk memperkuat ikatan dan komitmen, pengorganisasian
masyarakat dilakukan secara paralel dengan kegiatan identifikasi
isu. Hasilnya, tentu saja dirasakan sangat efektif; kesadaran
kritis antar elemen terbangun bersamaan dengan kristalisasi
isu bersama. Namun demikian, dalam setiap proses selalu
saja ada sisi lemah. Salah satu kelemahan proses ini adalah
perbedaan pengalaman antar elemen gerakan yang berpengaruh
pada persepsi yang dibangun. Walau sering menjadi kendala,
perbedaanpersepsidapat diatasidenganjalinan komunikasiyang
intensif dan mengembalikan setiap perbedaan pada substansi
utama, yaitu isu bersama.
c. Pengembangan kapasitas jaringan
Dalam rangka memperkuat kapasitas jaringan, PATTIRO Malang
memfasilitasi proses peningkatan kemampuan membaca dan
menganalisis anggaran pendidikan bagi anggota jaringan.
Kegiatan membaca dan menganalisis anggaran dilakukan dengan
paparan, penjelasan, diskusi, dan simulasi yang dipandu oleh
beberapa anggota Tim PATTIRO Malang yang menguasai tentang
anggaran pemerintah daerah. Hal ini dilakukan dalam rangka
28 | Di Mana Uang Kami?
Meraih Hak atas Pendidikan Melalui BOSDA
memperkuat kapasitas anggota Aliansi BOSDA dalam memahami
proses penyusunan anggaran, alur anggaran, keragaan dan teknis
anggaran, serta kebijakan anggaran dalam pembangunan. Agar
pembahasananggaraninilebihfokus,PATTIROMalangberinisiatif
untuk melakukan penghitungan BOSP Kota Malang untuk tingkat
SD/MI dan SMP/MTs secara serial dengan melibatkan perwakilan
Kepala Sekolah dan Komite Sekolah. Penghitungan BOSP tersebut
dilaksanakan secara berpindah-pindah tempat baik di Kantor
PATTIRO Malang, sekretariat bersama DPKM-FKKS-MKKS, di
sekolah maupun di tempat lainnya sesuai kesepakatan.
Dengan latar belakang anggota jaringan yang beragam dan tidak
terbiasa mengkaji anggaran daerah, maka tak jarang dibutuhkan
waktu yang panjang dalam setiap sesi pengkajiannya. Namun
demikian, secara umum proses pengembangan kapasitas jaringan
terutama terkait pendalaman materi anggaran relatif berjalan
baik.
d. Menganalisis anggaran BOSP
Analisis anggaran dilakukan secara khusus dimaksudkan untuk
memperkuat argumentasi dan memperluas pilihan-pilihan
solusi dalam proses advokasi. Yang menjadi objek analisis
anggaran adalah penghitungan mengenai kebutuhan operasional
sekolah atau Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP).
Agar penghitungan BOSP Kota Malang untuk tingkat SD/MI
dan SMP/MTs memiliki validitas yang baik, maka perwakilan
Kepala Sekolah dan Komite Sekolah dilibatkan secara aktif dalam
kegiatan ini.
e. Lobi dan dengar pendapat
Melakukan lobi-lobi dan dengar pendapat dengan pengambil
kebijakan merupakan bagian strategi penting advokasi, karena
pada kesempatan inilah tim advokasi dapat mendiskusikan secara
langsung gagasan-gagasan tentang pentingnya BOSDA. Lobi
Advokasi Anggaran di Indonesia | 29
Pengalaman Advokasi Anggaran Pendidikan di Kota Malang, Provinsi JawaTimur
dilakukan dengan pendekatan personal dan kelembagaan baik
dalam bentuk formal maupun informal. Selain dilakukan langsung
secara personal dan kelembagaan, lobi juga memanfaatkan
momen strategis, seperti forum-forum diskusi dan lokakarya.
f. Diskusi Publik/Lokakarya
Untuk mendapatkan dukungan yang luas dan dalam rangka
membentuk dan memperkuat opini publik, PATTIRO Malang dan
Aliansi BOSDA menggelar lokakarya. Lokakarya ini merupakan
tindak lanjut proses kajian penghitungan BOSP SD/MI-SMP/MTs
Kota Malang. Para pihak yang hadir pada lokakarya yaitu, 1 orang
pimpinan dan 12 anggota DPRD Kota Malang dari semua fraksi
(dari total 45 anggota), Dewan Pendidikan Kota Malang (DPKM),
Dinas Pendidikan Kota Malang, kepala sekolah, komite sekolah,
LSM, Lembaga Pendidikan Ma’arif NU, Majelis Dikdasmen
Muhammadiyah, dan tokoh pendidikan.
Sesi pengantar lokakarya diisi oleh Mulyono, Manajer BOS/
Kabid Dikdas Dinas Pendidikan Kota Malang, dan Nur Hidayat
yang menjabat sebagai anggota Dewan Pendidikan Provinsi Jawa
Timur. Dengan posisi jabatan dan kemampuan narasumber dalam
menjelaskan materi BOS, hal ini secara langsung berkontribusi
dalam membangun kerangka pikir dan komitmen anggota DPRD
serta audiens lain yang berpartisipasi dalam acara tersebut.
g. Kampanye Media Massa
Banyak pihak mengatakan, barangsiapa ingin merubah dunia,
maka kuasailah komunikasi. Teori ini disadari betul oleh Tim
PATTIRO Malang dan Aliansi BOSDA , bahwa untuk mendorong
suksesnya advokasi kebijakan, maka wajib hukumnya melibatkan
media massa. Media massa dilibatkan baik sebagai mitra
dalam membahas substansi dan strategi advokasi maupun
sebagai “amunisi” dalam mensosialisasikan dan sekaligus
mengkampanyekan pentingnya BOSDA dalam pendidikan di Kota
Malang.
30 | Di Mana Uang Kami?
Meraih Hak atas Pendidikan Melalui BOSDA
Pasca FGD multipihak, Tim PATTIRO Malang dan Aliansi
BOSDA mulai menjalin komunikasi media. Karena upaya ini, isu
BOSDA menggelinding bak bola salju, baik dalam bentuk berita
maupun opini. Tim PATTIRO Malang dan Aliansi BOSDA sadar
betul, untuk mendukung kerja-kerja ini, komunikasi dan kerja
sama yang efektif dengan media massa mempunyai pengaruh
sangat signifikan untuk menjadikan isu BOSDA sebagai bahan
“diskusi terbuka”. Elemen gerakan tersebut secara bergantian
berkomentar (saling menanggapi) di media tentang pentingnya
BOSDA. Hal ini tentu saja menunjukkan kepada para pihak, bahwa
BOSDA merupakan isu strategis yang sekaligus merupakan
kebutuhan yang mendesak untuk direalisasikan di Kota Malang.
Kesulitan yang dihadapi dalam kampanye media massa adalah
kontrol terkait pemberitaan tidak bisa dilakukan. Padahal tak
selamanya pemberitaan dan opini cocok dengan strategi yang
sedang dijalankan. Namun demikian, kondisi tersebut tidak
sampai merusak proses advokasi secara signifikan.
h. Pemantauan dan evaluasi
Pemantauan dan evaluasi dilakukan sepanjang proses advokasi,
mulai dari kondisi internal PATTIRO Malang, tim advokasi
(Aliansi BOSDA), media massa, hingga peta kondisi yang ada di
pihak eksekutif dan legislatif. Selain pemantauan dan evaluasi
terhadap kondisi aktor, juga menyangkut substansi advokasi,
baik ketika proses advokasi maupun kebijakan apa yang terjadi
pasca advokasi. Hasil pemantauan dan evaluasi mengenai aktor
dan substansi ketika advokasi berlangsung menjadi bahan
yang sangat berguna dalam menunjang keberhasilan advokasi.
Sedangkan pemantauan dan evaluasi pasca advokasi menjadi
bahan untuk penyusunan kebijakan berikutnya, terutama terkait
dengan alokasi dan implementasi APBD tahun berikutnya.
Advokasi Anggaran di Indonesia | 31
Pengalaman Advokasi Anggaran Pendidikan di Kota Malang, Provinsi JawaTimur
KENDALA ADVOKASI
Secaraumum,kendalayangdihadapidalamadvokasianggaranBOSDAKota
Malang adalah:
a. Kendala SDM
Anggota Tim PATTIRO Malang maupun dalam Tim Aliansi
BOSDA memiliki kapasitas pemahaman yang tidak merata
baik dalam substansi maupun dalam teknis advokasi. Kondisi
ini membutuhkan pendalaman memadai untuk menyamakan
pemahaman terkait isu yang diusung dan teknik-teknik
memperjuangkan isu tersebut. Isu pendidikan merupakan
wacana umum yang selalu hangat dalam setiap perbincangan dan
sangat dekat dengan masyarakat. Namun ketika menyangkut hal
yang spesifik menyangkut biaya operasional sekolah, pemahaman
orang berbeda-beda. Begitu pula mengenai cara menyuarakan
dan memperjuangkan perubahan sebuah isu, setiap anggota tim
memiliki persepsi yang berbeda-beda.
b. Kendala Metodologi
Dalam proses advokasi, salah satu prasyarat yang harus dipenuhi
ialah metodologi. Metodologi yang akan digunakan biasanya
tergantung pelaksana, isu yang diangkat, kondisi sosial politik
yang berkembang, serta pihak-pihak yang dihadapi. Dalam
advokasiBOSDA,sejakawalTimPATTIROMalangtelahmembahas
dan mendiskusikan dengan Aliansi BOSDA tentang rencana,
tahapan, serta metodologi yang akan digunakan. Sementara
dalam isu-isu lainnya mulai ada titik temu, ketika menyangkut
metodologi, pendapat tim mulai terpecah. Pada titik inilah terjadi
perdebatan dan perbedaan persepsi antar anggota tim mengenai
metode yang harus digunakan dalam setiap proses yang diukur
dari isu, sumber daya, kemudahan implementasi, dan peluang
keberhasilannya.
32 | Di Mana Uang Kami?
Meraih Hak atas Pendidikan Melalui BOSDA
c. Kendala Kelembagaan
Disepakatinya pembentukan Aliansi BOSDA merupakan solusi
demi lancarnya proses advokasi. Namun demikian, proses ini
bukan tanpa hambatan. Bergabungnya berbagai organisasi
dan individu dalam sebuah wadah aliansi membawa beberapa
persoalan lain, di antaranya: 1) benturan waktu antara aktivitas
organisasi dengan kerja-kerja aliansi; 2) kurangnya komitmen
sebagian anggota aliansi dalam melaksanakan tugas-tugas yang
disepakati; dan 3) proses advokasi yang memakan waktu panjang
menimbulkan kelelahan bagi sebagian anggota aliansi.
SOLUSI ATAS KENDALA
Untukmenjawabkendala-kendaladiatas,adabeberapahalyangdilakukan
oleh Tim PATTIRO Malang dan Aliansi BOSDA, yaitu:
a. Diskusi dan kajian
Dalam menghadapi kendala lemahnya sebagian SDM anggota
aliansi dan kendala metodologi, PATTIRO Malang dan Aliansi
BOSDA berupaya menyelenggarakan serangkaian diskusi dan
kajian baik yang menyangkut teknis advokasi maupun substansi
anggaran pendidikan. Proses diskusi dan kajian dilakukan
dengan pendekatan partisipatif baik dari sisi waktu, tempat,
materi, maupun penanggungjawabnya. Karenanya, diskusi dan
kajian berjalan dengan baik dan menghasilkan pemahaman dan
kesepahaman yang diinginkan.
b. Koordinasi dan konsolidasi
Untuk menjaga kekompakan dan mengeliminasi hambatan-
hambatan terkait kelembagaan, PATTIRO Malang dan Aliansi
BOSDA bersepakat untuk melakukan koordinasi secara rutin.
Koordinasi dilakukan baik dalam bentuk pertemuan dan rapat
yang diagendakan, maupun koordinasi secara informal.
Advokasi Anggaran di Indonesia | 33
Pengalaman Advokasi Anggaran Pendidikan di Kota Malang, Provinsi JawaTimur
CAPAIAN
Kegiatan advokasi peningkatan anggaran BOSDA oleh PATTIRO Malang
berhasil mendorong perubahan berikut:
Adanya Kebijakan Anggaran. PATTIRO Malang dan Aliansi BOSDA
berhasil mendorong munculnya anggaran untuk BOSDA pada APBD
Kota Malang Tahun 2010. Total alokasi BOSDA Kota Malang tahun
anggaran 2010 sejumlah Rp 9.944.700.000,00, dengan pembagian
untuk SD/MI sebesar Rp 5.140.980,00 dan untuk SMP/MTs sebesar Rp
4.803.720.000,00 yang langsung diberikan melalui transfer ke rekening
sekolah. Sebenarnya angka tersebut masih sangat kecil jika dibandingkan
dengan angka usulan PATTIRO Malang dan Aliansi BOSDA yang besarnya
mencapai Rp 21 miliar. Namun demikian, jika dibandingkan dengan APBD
sebelumnya yang (sama sekali) tidak mengalokasikan dana BOSDA, juga
sebagai langkah awal kebijakan BOSDA Pemerintah Kota Malang, angka
tersebut tetap layak diapresiasi.
Terbangun aliansi lintas organisasi dan komunitas. Aliansi BOSDA
merupakan gabungan individu dan organisasi masyarakat yang peduli
terhadap pendidikan. Aliansi ini menjadi forum cair dan fleksibel
untuk memperjuangkan BOSDA dalam APBD Kota Malang.Tak sebatas
mengusung, aliansi ini juga akan mengawal BOSDA pada tataran
implementasi di lapangan. Selain mendorong lahirnya kebijakan BOSDA,
Aliansi BOSDA juga telah berhasil meningkatkan kapasitas anggotanya,
terutama terkait dengan isu pendidikan khususnya BOSDA.
Partisipasipemangkukepentinganpendidikan.Komunitaspendidikan
mulai ikut terlibat dalam proses perencanaan, ikut ambil bagian
mengawasi proses pencairan dana BOSDA yang diberikan (ditransfer) ke
rekening masing-masing sekolah. Tidak hanya sampai di situ, pemangku
kepentingan pendidikan berkomitmen untuk mengawal anggaran BOSDA
sampai pada tahap impelemntasi di sekolah-sekolah.
34 | Di Mana Uang Kami?
Meraih Hak atas Pendidikan Melalui BOSDA
Kepedulian anggota legislatif. Alokasi dana BOSDA dalam APBD Kota
Malang Tahun 2010 tak terlepas dari nurani anggota DPRD Kota Malang
yang mau mendengar aspirasi masyarakat dalam pembiayaan pendidikan.
Perubahan kebijakan eksekutif. Proses advokasi yang intensif, terus-
menerus, dan melibatkan banyak pihak berhasil meyakinkan Pemerintah
Kota Malang bahwa alokasi dana BOSDA sangat diperlukan oleh
masyarakat.
PELAJARAN
Berikut beberapa pelajaran yang bisa dipetik selama melakukan advokasi
anggaran BOSDA dalam APBD Kota Malang:
Koalisi.Untukmencapaiadvokasiyangsuksesdiperlukanpengorganisasian
yang baik. Sebenarnya, ada berbagai ragam pengorganisasian dalam
advokasi. Pilihan ragam advokasi tergantung tingkat kerumitan kasus
yang akan diadvokasi. Anggota jaringan yang dapat bergabung dalam tim
advokasi harus memiliki pandangan dan orientasi yang sama terhadap
agenda advokasi.
Pengembangan kapasitas. Dalam advokasi, peningkatan kapasitas
anggota jaringan merupakan sebuah kebutuhan yang harus dilakukan.
Untuk menjawab kebutuhan ini, maka PATTIRO Malang berinisiatif
untuk melakukan pelatihan teknis, terutama terkait penghitungan
BOSDA maupun analisis anggaran APBD secara umum. Sementara itu,
peningkatan kapasitas teknis advokasi dilakukan secara “learning by
doing” ketika proses-proses advokasi berlangsung.
Pelibatan penerima manfaat.
Pelibatan penerima manfaat langsung sebuah kebijakan anggaran yang
diadvokasi sangat penting. Masyarakat penerima manfaat langsunglah
yang selama ini merasakan kondisi baik dan buruknya ketika kebijakan
Advokasi Anggaran di Indonesia | 35
Pengalaman Advokasi Anggaran Pendidikan di Kota Malang, Provinsi JawaTimur
anggaran pendidikan tidak berpihak kepada mereka. Usulan solusi agar
kebijakan anggaran bisa berpihak kepada rakyat harus dirumuskan
oleh pihak-pihak yang selama ini terkena dampak langsung. Proses
ini bisa dibantu/didampingi oleh pihak lain yang berkompeten. Selain
mengembalikan posisi masyarakat sebagai subyek kebijakan, pelibatan
penerima manfaat langsung juga berpengaruh terhadap percepatan
keberhasilan advokasi. Hal ini disebabkan oleh terbangunnya komunikasi
antarpemangkukepentingansecaraefektif,yaituantarapenerimamanfaat,
tim advokasi/pendamping, dan pihak-pihak pengambil kebijakan. Adanya
komunikasi yang efektif antar pihak memudahkan upaya membangun
kesepahaman tentang muatan advokasi BOSDA.
RINGKASAN
Pemenuhan hak dasar kesehatan tidak mudah untuk dilakukan. Proses
advokasi jaminan pelayanan di Kabupaten Bandung dimulai dengan kerja-
kerja intelektual, seperti riset, analisis anggaran, dan penyusunan naskah
akademik. Kemudian tahap berikutnya adalah penggalangan dukungan
yang masif. Di sini diperlukan kerja-kerja politik. Meramu ini semua
dalam sebuah desain besar advokasi tidaklah mudah. Ia memerlukan
ketekukan dan kesungguhan. Tahapan advokasi di Kabupaten Bandung
dimulai ketika naskah akademik dan agenda besar perwujudan jaminan
pelayanan kesehatan diserahkan pada pemerintah daerah. Tantangan
langsung muncul dari pihak pemda dan penyedia layanan. Dan di sinilah
diperlukan dukungan pengetahuan dan kemampuan memainkan tarik-
menarik kekuatan.
Setelah berkutat dengan berbagai kegiatan riset, lobi dan menggalang
dukungan,akhirnyatujuanpertamaadvokasitercapai.Retribusipelayanan
Sehat Itu Murah dan Mudah
Pengalaman Advokasi Penyediaan Jaminan
Akses Kesehatan Bagi Rakyat Miskin
di Kabupaten Bandung
oleh:
Ari Nurman
38 | Di Mana Uang Kami?
Sehat Itu Murah dan Mudah
kesehatan di Puskesmas dihilangkan sehingga rakyat miskin tidak
lagi menghadapi hambatan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
Hampir setahun kemudian tujuan tahap kedua advokasi terwujud: adanya
peraturan daerah tentang jaminan pelayanan kesehatan di Kabupaten
Bandung.
PROFIL LEMBAGA
Perkumpulan Inisiatif secara formal didirikan pada tanggal 19 Juni 2005.
Secara aktual, kegiatannya telah dimulai sejak Juli 2000. Perkumpulan
Inisiatif didirikan untuk mempromosikan perbaikan tata pemerintahan
lokal dengan lebih memfokuskan pada peningkatan derajat kehidupan
kelompok marjinal, sekaligus mewadahi lebih banyak individu-individu
yang peduli dan yang memiliki kesamaan visi. Obsesi Perkumpulan
Inisiatif adalah menjadi lembaga yang dapat meningkatkan derajat
kehidupan kelompok marjinal khususnya melalui partisipasi dalam tata
pemerintahanlokal.Danuntukmewujudkanobsesitersebut,Perkumpulan
Inisiatif selalu berusaha untuk (1) Mendorong reformasi kebijakan publik
yang dapat meningkatkan derajat kehidupan kelompok marjinal, (2)
Mendorong penguatan kelompok marjinal agar dapat memperjuangkan
upaya peningkatan derajat kehidupannya, dan (3) Mensinergikan proses-
proses reformasi kebijakan dengan penguatan kelompok marjinal.
ANALISIS SITUASI
Dari analisis dan survey yang dilakukan Inisiatif pada tahun 2007,
diperoleh gambaran mengenai kondisi sisi permintaan layanan kesehatan
dan juga kondisi sediaannya. Dari sisi permintaan, beberapa informasi
penting mengenai karakter konsumen kita peroleh dari kedua studi
tersebut. Kemudian dari sisi sediaan, kita juga memperoleh informasi
Advokasi Anggaran di Indonesia | 39
Pengalaman Advokasi Penyediaan Jaminan Akses Kesehatan Bagi Rakyat Miskin di Kabupaten Bandung
antara lain infrastruktur, tenaga medis dan non medis dalam hal jumlah,
sebaran, kondisi infrastruktur, dan kecukupan. Hal yang penting dalam
memperkuat argumen kita dalam melakukan advokasi adalah proyeksi
kondisi sediaan dan permintaan di masa depan bila tidak dilakukan
intervensi.
Sedangkan hasil survey Inisiatif dan Universitas Komputer Indonesia
tahun 2007 menunjukkan sebagian besar masyarakat Kabupaten
Bandung rentan untuk jatuh miskin, mudah terkena penyakit, dengan
akses kepada layanan kesehatan pemerintah sering terhambat oleh biaya
dan keterbatasan ekonomi.
Kronologi Advokasi
Titik awal proses advokasi ini dimulai akhir 2006, dengan presentasi
Inisiatif tentang kebijakan daerah pro rakyat miskin di depan Bappeda
Kabupaten Bandung. Diskusi diisi dengan membahas tantangan terbesar
pengurangan kemiskinan di Kabupaten Bandung. Di akhir acara diskusi,
Perkumpulan Inisiatif “menantang” Pemerintah Kabupaten Bandung
untuk “menggratiskan” layanan kesehatan agar masyarakat yang rentan
bisa mendapatkan perlindungan untuk tidak jatuh miskin karena sakit.
Dengan kata lain, Pemerintah Kabupaten Bandung menyediakan jaminan
pelayanan kesehatan secara universal. Dan tantangan ini dijawab dengan
“tantangan balik” dari Bapeda dengan meminta konsepnya melalui
pengajuan naskah akademik.
Jawaban atas tantangan balik bapeda tersebut muncul dengan
disampaikannya konsep yang dituangkan dalam sebuah naskah
akademik. Naskah akademik ini disampaikan pada Bupati Bandung,
Bappeda Kabupaten Bandung, Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung, dan
DPRD Kabupaten Bandung pada Bulan Juli Tahun 2007. Dan sejak saat itu
roda advokasi pun berjalan.
40 | Di Mana Uang Kami?
Sehat Itu Murah dan Mudah
Boks 3.1. Desain advokasi kesehatan gratis di Kabupaten Bandung
Desain Advokasi Kesehatan Gratis di Kabupaten Bandung
•	 Persiapan rencana kerja advokasi kesehatan gratis
•	 Penyusunan kerangka acuan konsep kesehatan gratis
•	 Pengumpulan argumen kesehatan gratis
Proses ini dilakukan oleh Perkumpulan Inisiatif bekerja sama dengan universitas.
Kegiatan yang dilakukan adalah studi dokumen, analisis kebijakan dan anggaran
kesehatan, dan survey pengguna layanan yang dilakukan di Puskesmas di 30 kecamatan
dan 2 rumah sakit daerah yang ada di Kabupaten Bandung. Survey bertujuan untuk
mengukur tingkat kepuasan pengguna layanan Puskesmas dan Rumah Sakit Daerah.
•	 Perumusan konsep kesehatan gratis
Tahapan yang dilakukan dalam perumusan konsep kesehatan gratis ini adalah
penghitungan prevalensi tiap penyakit/layanan, penghitungan nilai moneternya
(monetize), penghitungan risiko dan sorting besarannya, analisis anggaran dan
skema alternatif (kebutuhan dan kapasitas), penentuan pemangku kepentingan yang
membiayai kesehatan, dan pemilihan skema dan anggaran alternatif). Tahapan ini
adalah tahapan awal sebelum memasuki advokasi. Tahapan ini dikhususkan pada
kajian untuk menyusun Naskah Akademik Kesehatan Gratis.
•	 Konsolidasi dukungan masyarakat terhadap kesehatan gratis
Konsolidasi dukungan ini dilakukan dengan bekerja sama dengan elemen kelompok
masyarakat. Salah satu bentuk konkret dukungan adalah pengumpulan tanda tangan
dan salinan KTP penduduk Kabupaten Bandung. Sementara kegiatan lainnya yaitu
seminar tentang advokasi jaminan pelayanan kesehatan gratis, publikasi media massa
(sewa kolom di media massa untuk membangun opini publik), penyebaran buku saku,
pembuatan spanduk, untuk mensosialisasikan advokasi jaminan pelayanan kesehatan
gratis kepada seluruh penduduk Kabupaten Bandung.
•	 Advokasi kesehatan gratis ke Pemerintah Kabupaten Bandung
Tahapan ini terdiri atas 2 kegiatan, yaitu:
o	Penyiapan materi dan rencana kerja advokasi: di sini Inisiatif membuat rencana
audiensi dengan Pemda Kabupaten Bandung dan DPRD Kabupaten Bandung,
pemetaan pemangku kepentingan yang mendukung gagasan kesehatan gratis, dan
dinamika advokasi itu sendiri.
o	Penyerahan naskah akademik kepada Pemda Kabupaten Bandung dan DPRD
Kabupaten Bandung: Penyusunan naskah akademik dilaksanakan selama Bulan
Juli 2007. Setelah naskah akademik selesai disusun, substansi dan penyempurnaan
naskah akademik tersebut dilakukan. Naskah akademik kemudian diserahkan
kepada Pemda Kabupaten Bandung dan DPRD Kabupaten Bandung.
•	 Pengawalan legislasi kesehatan gratis
o	Audiensi dengan DPRD Kabupaten Bandung dan Dinas Kesehatan Kabupaten
Bandung: Penyerahan naskah akademik dilanjutkan dengan audiensi dengan DPRD
Kabupaten Bandung dan Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung. Audiensi bertujuan
untuk mensosialisasikan konsep dan menggalang dukungan dari Pemda dan DPRD,
menuntut hak inisiatif DPRD untuk mengusung konsep pelayanan kesehatan gratis
ini dalam bentuk Peraturan Daerah, dan menuntut pemerintah daerah untuk
mengimplementasikan kebijakan tersebut.
o	Pengawalan legislasi di DPRD Kabupaten Bandung dan pengawalan proses
penganggaran (anggaran alternatif): Kedua proses ini berlangsung ketika konsep
Jaminan Pelayanan Kesehatan Gratis ini masuk dalam Program Legislasi Daerah
(Prolegda). Pengawalan ini dimaksudkan agar tidak ada perubahan substansi dalam
usulan kebijakan penggratisan kesehatan ini. Proses ini bertujuan agar Jaminan
Pelayanan Kesehatan Gratis ini diakomodasi dalam Peraturan Daerah.
Advokasi Anggaran di Indonesia | 41
Pengalaman Advokasi Penyediaan Jaminan Akses Kesehatan Bagi Rakyat Miskin di Kabupaten Bandung
•	 Kampanye kesehatan gratis
Kampanye ini ditujukan untuk mensosialisasikan Perda tentang Jaminan Pelayanan
Kesehatan Gratis kepada masyarakat sebagai penerima manfaat dan pemangku
kepentingan lain.
o	Penyiapan materi publikasi (radio komunitas, poster, dan koran)
o	Publikasi dan promosi kesehatan gratis. Kegiatan ini ditempuh dengan penayangan
iklan layanan masyarakat melalui radio-radio komunitas dan sewa kolom di koran.
Penyusunan naskah akademik. Naskah akademik disusun melalui
tahapan-tahapan sebagai berikut;
•	 Analisis masalah. Pada bagian ini dicari tahu cakupan, jenis,
ketersediaan, dan kemungkinan jenis layanan yang bisa
disediakan secara gratis. Berbekal hasil survey, dikenali
karakteristik penduduk Kabupaten Bandung yang rentan dan
mudah terkena penyakit. Temuan ini didukung data Dinas
Kesehatan Kabupaten Bandung yang menyatakan bahwa hanya
8% penduduk yang melaksanakan perilaku hidup bersih dan
sehat (PHBS). Data itu menyebutkan juga bahwa selama tahun
2006 ada sekitar 120 jenis penyakit, berat maupun ringan, serta
layanan kesehatan yang ditangani di tempat pelayanan kesehatan
publik (Puskesmas dan Rumah Sakit Umum Daerah).
Selanjutnya Tim Advokasi mendalami kasus-kasus kesakitan
yang terjadi di Kabupaten Bandung. Kajian dilakukan antara
lain terhadap angka kejadian atau jumlah penderita per tahun,
pelayanan kesehatan yang diperlukan penderita agar sembuh,
dan waktu yang diperlukan untuk sembuh.
Tahapan analisis berikutnya berupa penghitungan nilai moneter
biaya yang timbul akibat penyakit-penyakit tadi. Dari perhitungan
itu dapat dilihat; (1) dampak penyakit terhadap kondisi ekonomi
penderita dan keluarganya; (2) dampak penyakit terhadap beban
pemerintah dalam pembiayaan jaminan kesehatan.
42 | Di Mana Uang Kami?
Sehat Itu Murah dan Mudah
Setelah kalkulasi itu dilakukan akan terlihat bahwa yang paling
rentan menerima dampak penyakit adalah kelompok masyarakat
miskin, pekerja risiko tinggi berpendapatan rendah, orang lanjut
usia, pengangguran, dan anak-anak. Dengan mengkaji data
demografis, kita bisa mengetahui jumlah orang yang berada
dalam posisi rentan terkena risiko penyakit.
Dari hasil kajian tersebut, dapat disimpulkan bahwa risiko
kejadian penyakit sangat signifikan. Baik dari sisi jumlah
penderita, juga dari sisi nilai uang kerugian langsung. Kerugian
lainnya akibat kehilangan produktivitas, belum dihitung, dan
jumlahnya pasti cukup besar juga. Akhirnya, nilai total kerugian
bisa dipastikan jauh lebih besar lagi.
Langkah selanjutnya adalah melihat tingkat kerentanan ekonomi
penduduk terhadap serangan penyakit tersebut. Dari analisis
terhadap data yang tersedia, terlihat penduduk Kabupaten
Bandung yang miskin dan rentan terdiri dari keluarga pra
sejahtera sebanyak 102 ribu keluarga (360 ribu jiwa) dan
keluarga sejahtera I sebanyak 192 ribu keluarga (687 ribu jiwa).
Jumlah ini mencapai 40,45% total jumlah keluarga di Kabupaten
Bandung.
•	 Identifikasi kapasitas. Kapasitas keuangan Pemda Kabupaten
Bandung dihitung berdasar kemampuan anggaran daerah.
Dari analisis anggaran, dapat diperkirakan besaran kontribusi
pemangku kepentingan lainnya. Selain itu, kajian ini dilakukan
untuk menentukan sumber pembiayaan yang bisa digunakan.
Kalkulasi ini dilandasi asumsi jika alokasi anggaran memadai,
mestinya kualitas layanan kesehatan untuk masyarakat akan
baik. Karenanya, jika pelayanan kesehatan kualitasnya masih
rendah, berarti ada dua kemungkinan: (1) anggaran dibelanjakan
secara tidak efisien atau (2) anggaran yang ada memang terlalu
kecil. Untuk itu, seharusnya bisa dilakukan efisiensi anggaran.
Advokasi Anggaran di Indonesia | 43
Pengalaman Advokasi Penyediaan Jaminan Akses Kesehatan Bagi Rakyat Miskin di Kabupaten Bandung
Boks 3.2. Analisis potensi penghematan anggaran Dinas Kesehatan
Kabupaten Bandung (dalam Rupiah)
Analisis Potensi Penghematan Anggaran Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung
Dengan melihat potensi penghematan yang ada maka dapat diperkirakan jumlah
anggaran yang tersedia untuk merealisasikan advokasi pelayanan kesehatan gratis. Dari
hasil penghitungan, dapat disimpulkan potensi penghematan anggaran Dinas Kesehatan
Kabupaten Bandung pada Tahun 2007 berdasarkan modus mencapai Rp 37,6 miliar.
NO ITEM MODUS JUMLAH NO ITEM MODUS JUMLAH
1
Accress
melebihi
standar
820.508.262 11 Pemborosan 953.980.000
2
Belanja dan
kuantitas
terlalu tinggi
9.900.000 12
Pemborosan item
buku
1.040.000
3 Harga terlalu
tinggi
1.781.500 13 Rincian anggaran
dan sasaran
kegiatan tidak
jelas
10.000.000
4 Item tidak jelas 6.305.160.500 14 Tidak perlu 51.400.000
5
Item tidak
sesuai program
13.053.793.500 15 Uraian tidak jelas 14.100.000
6
Jumlah
pembelian
terlalu banyak
1.050.000 16
Volume dan
harga terlalu
tinggi
12.313.300
7
Kegiatan
pengulangan
14.636.948.185 17
Volume dan
harga tidak jelas
931.970.000
8
Kegiatan tidak
jelas
168.000.000 18
Volume terlalu
tinggi
43.741.100
9
Kegiatan tidak
sesuai program
354.009.990 19
Waktu
pelaksanaan
tidak jelas
246.015.000
10
Ketinggalan
zaman
226.200
Total Potensi
Penghematan
37.615.937.537
•	 Menyusun strategi dan rencana tindak. Tahapan ini dimulai
dengan kajian penyediaan layanan kesehatan dan penentuan
financiers penting sebagai perpektif awal untuk melakukan
advokasi. Pada tahap ini dikaji berbagai model pembiayaan
layanan kesehatan dengan melihat unsur-unsur sebagai berikut:
(1) komitmen pemerintah daerah; (2) Kepercayaan sesama
pemangku kepentingan dalam penyediaan layanan kesehatan;
44 | Di Mana Uang Kami?
Sehat Itu Murah dan Mudah
(3) Ketersediaan biaya; (4) Kesiapan institusi penyedia layanan
kesehatan; (5) Ketersediaan infrastruktur dan sumberdaya
manusia; dan (6) Tingkat kerentanan masyarakat.
Analisis atas enam aspek menunjukkan urgensi dan kemampuan
untuk memilih pendekatan universal. Untuk itu Inisiatif
melakukan: (1) mengembangkan beberapa alternatif skema
pembiayaan (beserta konsekuensi biayanya) untuk penyediaan
jaminan layanan kesehatan secara universal; (2) Melakukan
advokasi untuk realokasi inefisiensi yang terjadi untuk
pembiayaan alternatif skema terpilih; (3) Melakukan negosiasi
dan mencari dukungan dari DPRD. Selain itu mencari dukungan
tertulis berupa pengumpulan tanda tangan masyarakat; (4)
Membuat beberapa tulisan di media massa yang ‘menyentil’
pelayanan kesehatan masyarakat dan mendorong pemberitaan
media massa atas kasus-kasus pendukung; (5) Mengawal proses
perencanaan dan penganggaran di tahun berikutnya, dengan
fokus pada anggaran sektor kesehatan, terutama terkait dengan
penyediaan sarana, prasarana, sumber daya manusia, dan obat-
obatan; (6) Mengembangkan wacana untuk mengurangi peran
dinaskesehatandanmenyerahkanpengelolaanPuskesmassecara
mandiri. Pilihan ini diambil karena intervensi Dinas Kesehatan
seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lapangan.
Setelah upaya-upaya itu dilakukan, Inisiatif mengembangkan
berbagai model alternatif untuk pembiayaan jaminan layanan
kesehatan. Berikut ini adalah kalkulasi pembiayaan menurut
berbagai model itu.
Advokasi Anggaran di Indonesia | 45
Pengalaman Advokasi Penyediaan Jaminan Akses Kesehatan Bagi Rakyat Miskin di Kabupaten Bandung
Boks 3.3. Kalkulasi pembiayaan jaminan layanan kesehatan
menurut model
Alternatif Anggaran Keterangan
MODEL 1A Rp 4,43 triliun
Untuk 44 penyakit, seluruh kasus di
Puskesmas Bandung Induk dan Puskesmas
Bandung Barat selama setahun (2006).
MODEL 1B Rp 1,8 triliun
Untuk 44 penyakit, seluruh kasus di
Puskesma Bandung Induk dan Puskesmas
Bandung Barat selama setahun, dengan
angka penduduk miskin 40,65% (2006).
MODEL 2A Rp 431 miliar
Dengan jumlah penduduk 2.879.231
jiwa dan premi asuransi yg ditanggung
Rp12.500,00/bulan seperti di Kabupaten
Jembrana. Dengan jumlah peserta lebih
banyak, angka premi ini bisa jauh lebih kecil
lagi.
MODEL 2B Rp 176 miliar
Dengan penduduk miskin 40% dan premi
asuransi yg ditanggung Rp 12.500,00/bulan
seperti di Kabupaten Jembrana. Dengan
jumlah peserta lebih banyak, angka premi
ini bisa jauh lebih kecil lagi.
MODEL 3A
Rp 22 miliar
(2007)
Angka ini diambil dari besaran potensi
retribusi pelayanan kesehatan yang
dihilangkan.
MODEL 3B
Kurang dari
Rp 9 miliar
(2007)
Besar potensi retribusi pelayanan kesehatan
yang dihilangkan dari pasien yang tidak
dirujuk.
Dari keenam alternatif tersebut, alternatif yang dianggap paling
rasional untuk konteks Kabupaten Bandung (juga merupakan
alternatif yang paling direkomendasikan oleh para pelaku
advokasi)adalahalternatifkelima(model3A)dankeenam(model
3B). Pilihan skema yang akan diperjuangkan dan dikembangkan,
diserahkan sepenuhnya pada hasil negosiasi pelaku advokasi
dengan DPRD Kabupaten Bandung dan Pemda Kabupaten
Bandung.
46 | Di Mana Uang Kami?
Sehat Itu Murah dan Mudah
•	 Pelembagaan dan pendampingan proses. Puncak advokasi dalam
mereformasi pelayanan adalah pelembagaan dan pendampingan
proses. Sangat disadari, advokasi sendiri merupakan sebuah
proses persuasif, di mana pada saat pembuat kebijakan
berusaha mencari solusi dan inovasi, pelaku advokasi berusaha
mempengaruhi pembuat kebijakan untuk membuat alternatif
dan keputusan terbaik.
CAPAIAN
Ada beberapa catatan penting yang bisa dianggap sebagai ‘kemenangan
kecil.’ Terlepas dari model jaminan pelayanan kesehatan yang akan
dirumuskan oleh tim di pemangku kebijakan, proses kajian itu sendiri
menandai masuknya sebuah agenda baru dalam rencana kerja pemerintah
yang sebelumnya tidak ada. Pada akhirnya, kegiatan kajian tersebut masuk
dalam Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Dinas Kesehatan Kabupaten
Bandung Tahun Anggaran 2008.
Masuknya kegiatan tersebut dalam Rencana Kerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Bandung menandai proses advokasi kebijakan telah memasuki
ruang formal perumusan kebijakan. Sebuah usulan kebijakan yang
telah diwacanakan di ruang publik pada akhirnya harus dirumuskan di
ruang formal dengan menjadi agenda pemerintah untuk bisa dijalankan.
Terbitnya Keputusan Bupati tentang Pembentukan Tim Pengkaji Jaminan
Pelayanan Kesehatan Masyarakat (JPKM) Kabupaten Bandung menandai
dimulainya perumusan kebijakan secara formal.
Kemenangan kecil lainnya adalah diperolehnya dukungan dari berbagai
pemangku kepentingan, seperti DPRD, media massa lokal (radio dan
harian cetak) dan nasional (Kompas), dan berbagai LSM lokal. Dukungan-
dukungan tersebut semakin memompa semangat Inisiatif dan Forum
Diskusi Anggaran untuk semakin giat melakukan riset kecil, lobi, dan
Advokasi Anggaran di Indonesia | 47
Pengalaman Advokasi Penyediaan Jaminan Akses Kesehatan Bagi Rakyat Miskin di Kabupaten Bandung
berbagai kegiatan penggalangan dukungan lainnya. Di sisi lain, tekanan
politik yang diterima oleh Bupati Bandung saat itu, Obar Sobarna, SIP.,
juga semakin kuat. Dan ini berdampak positif pada semakin seriusnya
kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung untuk menyusun raperda dan
desain JPKM.
Kemenanganberikutnya,yangtidakkecil,adalahdianggarkannyasejumlah
dana pada APBD Kabupaten Bandung Tahun 2009, untuk membebaskan
retribusi pelayanan kesehatan dari seluruh Puskesmas di Kabupaten
bandung. Ini berarti, mulai tahun 2009, penduduk Kabupaten Bandung
dapat mengakses pelayanan kesehatan di Puskesmas secara gratis. Bagi
Inisiatif, ini sebuah kemenangan besar pertama; mulai tahun 2009 tidak
ada lagi hambatan untuk mengakses pelayanan kesehatan dasar bagi
masyarakat miskin.
Kemenangan berikutnya, yang juga sangat berarti, adalah disahkannya
PeraturanDaerahKabupatenBandungNo.10Tahun2009tentangJaminan
Kesehatan Di Kabupaten Bandung. Perda ini disahkan pada tanggal 9 Juli
2009. Ini kemenangan yang besar, tapi belum yang terbesar. Setidaknya,
dengan munculnya perda ini, sistem jaminan pelayanan kesehatan di
Kabupaten Bandung sudah mendapat fondasi yang cukup kuat. Pekerjaan
rumah selanjutnya adalah menerapkan perda tersebut. Bagaimanapun, ini
hanyalah awalan bagi pekerjaan selanjutnya.
TANTANGAN
Tantangan pertama kali muncul dari pihak Pemda Kabupaten Bandung,
terutamaDinasKesehatanKabupatenBandung,dandaripenyedialayanan.
Pihak Pemda berkeberatan atas dihilangkannya retribusi kesehatan.
Ini berarti mereka kehilangan sebagian sumber pendanaan, tanpa ada
jaminan bahwa kehilangan tersebut akan mendapatkan kompensasi
berupa kenaikan alokasi anggaran dari ABPD. Namun kehawatiran ini
48 | Di Mana Uang Kami?
Sehat Itu Murah dan Mudah
tidak terbukti, karena DPRD Kabupaten Bandung menyetujui tambahan
alokasi anggaran untuk Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten
Bandung sebagai pengganti retribusi yang dihilangkan.
Yang paling sulit dihadapi adalah tantangan untuk mengubah cara berpikir
Pemda Kabupaten Bandung dan penyedia layanan yang berpendapat
pelayanan kesehatan tidak boleh digratiskan. Beberapa alasan yang
tidak berdasar di antaranya: (1) biaya untuk mendapatkan pendidikan
kedokteran sangat mahal, (2) APBD tidak akan cukup, (3) tidak adil bila
orang kaya menikmati layanan kesehatan gratis, dan (4) orang miskin
akan menyalahgunakan penggratisan dengan semakin sembarangan
hidupnya, tidak menjaga kesehatan mereka, karena ada jaminan bahwa
kalau sakit akan dapat pelayanan kesehatan gratis.
Tantangan lain yang biasa ditemukan dalam bekerja sama dalam tim yang
beranggotakan pegawai negeri sipil: semua hal terkait legitimasi, ranking/
eselon jabatan, honor, dan tidak adanya hasil kerja yang nyata. Dan, terkait
dengan eselon, jangan berharap akan ada kesepakatan atau komitmen
apapun dari PNS, ketika yang kita hadapi adalah staf. Di lingkungan
pegawai negeri sipil, pejabat eselon tiga atau empat tidak mempunyai
kewenangan untuk memutuskan.
Tantangan besar lainnya adalah masalah kapasitas internal pelaku
advokasi. Pengetahuan yang sifatnya konseptual dan teknis tentang
subjek yang diadvokasikan memegang peranan penting. Kapasitas ini
terutama terkait penyusunan argumen. Selain itu, pengetahuan akan
sangat berguna untuk menghadapi lawan advokasi yang mempunyai
pengetahuan yang tinggi. Hal ini sangat berpengaruh bagi keberlanjutan
agenda advokasi dan pencapaiannya. Orang pintar tidak selalu ada, dan
kalaupun ada tidak selalu berpihak pada agenda advokasi.
Advokasi Anggaran di Indonesia | 49
Pengalaman Advokasi Penyediaan Jaminan Akses Kesehatan Bagi Rakyat Miskin di Kabupaten Bandung
PELAJARAN
Pelajaran paling penting yang diperoleh: advokasi harus didukung oleh
kapasitas pengetahuan yang memadai, dukungan politik yang masif
dari berbagai pemangku kepentingan, dan kemampuan memanfaatkan
berbagai momen. Tanpa itu semua, advokasi akan sangat berat dan sangat
mungkin gagal. Bahkan untuk yang sudah memiliki semua kelebihan
tersebut, seperti kemewahan yang dimiliki Inisiatif, proses advokasi
membutuhkan waktu bertahun-tahun. Di sini daya tahan dan konsistensi
perjuangan terus dituntut.
Terakhir, disadari bahwa advokasi merupakan sebuah dinamika tarik-
menarik kekuatan; pemenang tidak akan mendapatkan segala-galanya.
Sampai tulisan ini disusun, baru capaian membebaskan rakyat dari
retribusi layanan kesehatan di Puskesmas yang berhasil diwujudkan.
Babak pertama telah usai, namun babak berikutnya baru dimulai. Masih
dibutuhkan upaya yang besar sebelum Perda JPKM diterapkan.
RINGKASAN
Meskipun memainkan peran strategis, sampai tahun 2003 pembiayaan
Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) di Kota Surakarta mengandalkan iuran
warga dan kontribusi dari persediaan kas Rukun Tetangga (RT). Pada
tahun 2004, Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) Surakarta
dan Forum Perempuan Peduli Anggaran Kota Surakarta (FPPAKS) berhasil
mendorong adanya realokasi anggaran kegiatan organisasi Pemberdayaan
dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) di APBD Perubahan Kota Surakarta
pada tahun berjalan. Anggaran yang direncanakan untuk kunjungan PKK
ke Bali dialihkan ke kegiatan pemberian makanan tambahan (PMT) Balita
di Posyandu senilai Rp 100 juta. Sejak itu, Posyandu mendapat bantuan
pembiayaan dari APBD Kota Surakarta sebesar Rp 400 ribu per Posyandu.
PATTIRO Surakarta sampai saat ini terus mendampingi pemberdayaan
Posyandu, termasuk memfasilitasi pembentukan Forum Komunikasi
Kader Posyandu (FKKP) pada 2008. Dana APBD Tahun 2010 untuk setiap
Posyandu di Kota Surakarta saat ini adalah Rp 1.800.000,00 dan jumlah
keseluruhan Posyandu Balita adalah 578.
Mengawinkan Peran Warga dan
Kontribusi APBD Di Posyandu
Pengalaman Kelompok Perempuan Mengadvokasi
Anggaran Di Kota Surakarta
oleh:
Mimin Rukmini dan Setyo Dwi Herwanto
52 | Di Mana Uang Kami?
Mengawinkan Peran Warga dan Kontribusi APBD di Posyandu
PROFIL LEMBAGA
Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) Surakarta dirintis tahun
2000 sebagai ungkapan kepedulian mahasiswa/santri Pondok Pesantren
Al-Muayyad, Windan. Di dalamnya bergabung aktivis mahasiswa,
jurnalis, peneliti sosial, dan pemerhati sosial untuk yang tergerak
menyelenggarakan pendidikan kewargaan bagi masyarakat. Waktu itu,
para aktivis Surakarta difasilitasi PATTIRO Jakarta yang berdiri setahun
sebelumnya, untuk melakukan penelitian dan advokasi pemberdayaan
partisipasi warga masyarakat. Jadi tidak mengherankan, jika kemudian
para aktivis Surakarta pun mendirikan LSM lokal bernama PATTIRO
Surakarta untuk menjalankan misi pendidikan kewargaan.
PATTIRO Surakarta memiliki visi mewujudkan masyarakat menyadari
hak dan kewajiban bernegara menuju tatanan yang berkeadilan. Dengan
visi itu, PATTIRO Surakarta mengemban misi: 1) Melakukan penelitian
terhadap kebijakan publik dan dampaknya terhadap kehidupan sosial; 2)
Melakukan pendidikan kewargaan untuk membangun kesadaran atas hak
dan kewajiban dalam penyelenggaraan kebijakan publik; 3) Memfasilitasi
terciptanya kebijakan publik yang berpihak pada masyarakat rentan;
4) Mendorong upaya inovasi kebijakan dalam mewujudkan tata kelola
pemerintahan yang baik; 5) Melakukan pengawasan kinerja yang kritis
dan konstruktif terhadap penyelenggaraan pemerintahan (negara dan
swasta); 6) Mendorong penyebarluasan informasi publik yang dilakukan
oleh pemerintah; 7) Melakukan upaya-upaya mengembangkan jaringan
komunikasi antar kelompok masyarakat dan pemangku kepentingan;
8) Mendorong integrasi perspektif gender dalam kebijakan publik
dan, (9) Menguatkan sistem pengelolaan lembaga secara mandiri dan
berkelanjutan.
Bekerja sama dengan PATTIRO Jakarta, PATTIRO Surakarta mengusulkan
Peraturan Daerah Becak/Lalu Lintas pada periode 2001-2003.
Program lainnya yang telah dikerjakan dalam kerja sama itu adalah:
1) Partisipasi Perempuan dalam Kebijakan Publik (2002-sekarang),
Advokasi Anggaran di Indonesia | 53
Pengalaman Kelompok Perempuan Mengadvokasi Anggaran
2) Penguatan Partisipasi Masyarakat untuk Pengawasan Anggaran
Publik (2003-sekarang), 3) Advokasi Anggaran Responsif Gender
(2003-sekarang), 4) Penguatan Kelompok Masyarakat Rentan untuk
Pemantauan Kinerja Eksekutif dan Legislatif (2005), 5) Riset Kebijakan,
Pelatihan Advokasi Kebijakan Publik Daerah, dan Penerbitan Media
untuk Mempengaruhi Kebijakan Yang Berpihak Kepada Masyarakat
(2007-sekarang).
ANALISIS SITUASI
Posyandu di Kota Surakarta telah menjadi bagian strategis upaya
kesehatan berbasis sumber daya masyarakat. Salah satu peran Posyandu
yang penting adalah memantau langsung kondisi kesehatan dan berat
badan anak berusia di bawah lima tahun (Balita) secara rutin per bulan.
Hasil pemantauan ini dicatat Kader Posyandu di buku Kartu Menuju Sehat
(KMS) yang dipegang masing-masing orang tua Balita. Setelah proses
penimbangan berat badan, Posyandu kemudian melaksanakan kegiatan
pemberian makanan tambahan (PMT) Balita sebagai upaya perbaikan gizi
Balita. Jenis makanan tambahan yang diberikan kepada Balita, antara lain
susu, bubur kacang hijau, dan biskuit.
Posyandu di Kota Surakarta dibentuk di tingkat Rukun Warga (RW).
Pengelola Posyandu direkrut dari perempuan warga di lingkungan RW.
Mereka disebut kader. Para kader ini bekerja secara sukarela mengelola
Posyandu.Masing-masingPosyandumelayani 23Balita. DiKotaSurakarta
terdapat 578 Posyandu Balita saat ini. Sebelum tahun 2004, Posyandu
mendapatkan sumber dana dari iuran masyarakat dan bantuan kas
Rukun Tetangga (RT) untuk menjalankan kegiatannya. Dengan anggaran
yang cenderung seadanya, para kader Posyandu melaksanakan berbagai
kegiatan yang menjadi program mereka. Pada 2004, PATTIRO Surakarta
mendampingi Posyandu untuk belajar membaca anggaran. Dokumen
yang dipelajari adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) Kota Surakarta Tahun 2004. Dari proses membaca anggaran ini,
54 | Di Mana Uang Kami?
Mengawinkan Peran Warga dan Kontribusi APBD di Posyandu
ditemukan alokasi anggaran yang mereka nilai kurang bermanfaat, yakni
anggaran untuk kegiatan organisasi Pemberdayaan dan Kesejahteraan
Keluarga (PKK) Kota Surakarta pada usulan APBD Perubahan Tahun
2004. Anggaran ini bernilai Rp 100 juta untuk mendanai kunjungan kerja
PKK Kota Surakarta ke Bali.
PATTIRO Surakarta kemudian berkolaborasi dengan anggota Forum
Perempuan Peduli Anggaran Kota Surakarta (FPPAKS) yang terdiri dari
organisasi-organisasi perempuan di Kota Surakarta, mengadvokasi
realokasi anggaran untuk kunjungan PKK ke Bali. Kegiatan baru yang
diusulkan sebagai penggantinya adalah kegiatan pemberian makanan
tambahan Balita di Posyandu. Upaya ini berhasil meyakinkan pemerintah
dan DPRD Kota Surakarta untuk merealokasi dana kunjungan PKK
ke Bali menjadi dana PMT Balita. Dengan demikian, Posyandu mulai
mendapatkan dukungan dana dari anggaran pemerintah melalui APBD
Perubahan Tahun 2004. Setiap Posyandu mendapatkan alokasi sebesar
Rp 400 ribu per tahun.
Dari diskusi terfokus bersama aktifis Posyandu dan PKK, PATTIRO
Surakarta dan FPPAKS menemukan masalah kurangnya anggaran untuk
kegiatan PMT Balita di Posyandu. Berdasar kalkulasi yang dilakukan
bersama, anggaran untuk Balita dinilai cukup pada angka Rp 3.000,00
per bulan atau Rp 36.000,00 per tahun. Jika setiap Posyandu melayani
sekurang-kurangnya 20 anak, maka kebutuhan dana PMT di Posyandu
setiap tahun sekurang-kurangnya adalah Rp 720.000,00.
Berikut kegiatan dan perkiraan anggaran Posyandu Balita per tahun yang
berhasil dirumuskan dalam diskusi terfokus:
Tabel 4.1. Perkiraan Kebutuhan Anggaran Pengelolaan Posyandu untuk 1
Tahun (dalam rupiah)
No. Kegiatan Posyandu Selama 1 Tahun
Perkiraan
Anggaran
1 PMT 720.000
2 Pemberantasan Sarang Nyamuk 240.000
Advokasi Anggaran di Indonesia | 55
Pengalaman Kelompok Perempuan Mengadvokasi Anggaran
3
Transportasi Koordinasi Kader
Posyandu
480.000
4 Alat Tulis dan Kantor 100.000
5 APE 300.000
6 Pembelian Sarana-prasarana 500.000
Jumlah 2.340.000
Sumber: PATTIRO Surakarta
Berbekal hasil penghitungan kebutuhan dana untuk PMT Balita dari tahun
2004, PATTIRO Surakarta bersama para pemangku kepentingan lainnya di
Kota Surakarta berhasil melakukan advokasi peningkatan anggaran untuk
PMT Balita di Posyandu setiap tahunnya. Keberhasilan advokasi ditandai
dengan adanya peningkatan anggaran pada PMT Balita setiap tahun (lihat
tabel 4.2.) melalui upaya-upaya yang telah dijalankan, seperti pelatihan
membaca anggaran, diskusi pemetaan masalah dan solusi, audiensi
serta pemantauan. Bahkan PATTIRO Surakarta pada 2008 memfasilitasi
pembentukan Forum Komunikasi Kader Posyandu (FKKP) sebagai wadah
berjaringan para kader Posyandu di Kota Surakarta. Forum ini bertujuan
menyatukan kekuatan dan semangat para kader Posyandu untuk
senantiasa menjalankan misi Posyandu dalam ikut serta memperbaiki
gizi Balita di Kota Surakarta. Misi ini termasuk terus mengelola secara
bertanggung jawab anggaran PMT Balita dan terus mengadvokasi
kepentingan Posyandu dalam memperoleh anggaran dari APBD.
METODOLOGI
Dalam melakukan advokasi anggaran melalui pemberdayaan Posyandu
ini, PATTIRO Surakarta melakukan beberapa tahapan advokasi, seperti:
Pengorganisasian komunitas. Dengan cara ini, PATTIRO Surakarta
memfasilitasi pembentukan jaringan organisasi perempuan dari berbagai
kalangan yang ada di Kota Surakarta, seperti ormas perempuan, organisasi
perempuan yang dikoordinasi oleh pemerintah (PKK, GOW, Dharma
Wanita), LSM yang fokus pada isu perempuan dan akademisi. Selain itu,
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia

More Related Content

What's hot

Strategi pengembangan bumdes
Strategi pengembangan bumdesStrategi pengembangan bumdes
Strategi pengembangan bumdes
Tri Cahyono
 
Sustainable livelihood approach Pada Nelayan di Jawa Timur
Sustainable livelihood approach Pada Nelayan di Jawa TimurSustainable livelihood approach Pada Nelayan di Jawa Timur
Sustainable livelihood approach Pada Nelayan di Jawa Timur
Tri Cahyono
 
Brief Note-21-2016-ekonomi kerakyatan
Brief Note-21-2016-ekonomi kerakyatanBrief Note-21-2016-ekonomi kerakyatan
Brief Note-21-2016-ekonomi kerakyatan
primahendra
 
Emas agus prastyo wibowo universitas negeri semarang pkmgt.pdf
Emas agus prastyo wibowo  universitas negeri semarang pkmgt.pdfEmas agus prastyo wibowo  universitas negeri semarang pkmgt.pdf
Emas agus prastyo wibowo universitas negeri semarang pkmgt.pdf
Emas Agus Prastyo Wibowo
 

What's hot (20)

Company profile ausa 2014
Company profile ausa 2014Company profile ausa 2014
Company profile ausa 2014
 
BUKU KOLABORASI RAYA DI BUMI AREMA
BUKU KOLABORASI RAYA DI BUMI AREMABUKU KOLABORASI RAYA DI BUMI AREMA
BUKU KOLABORASI RAYA DI BUMI AREMA
 
Strategi pengembangan bumdes
Strategi pengembangan bumdesStrategi pengembangan bumdes
Strategi pengembangan bumdes
 
Bidan sebagai social entrepreneur
Bidan  sebagai  social entrepreneurBidan  sebagai  social entrepreneur
Bidan sebagai social entrepreneur
 
Pemberdayaan p4 s denpasar b (yuti)
Pemberdayaan p4 s   denpasar b (yuti)Pemberdayaan p4 s   denpasar b (yuti)
Pemberdayaan p4 s denpasar b (yuti)
 
Pemberdayaan Masyarakat Desa
Pemberdayaan Masyarakat DesaPemberdayaan Masyarakat Desa
Pemberdayaan Masyarakat Desa
 
Akp penyuluh swasta 7 (yuti)
Akp   penyuluh swasta 7 (yuti)Akp   penyuluh swasta 7 (yuti)
Akp penyuluh swasta 7 (yuti)
 
1, BE & GG, Andreas Fabian Pramuditya, Hapzi Ali, Ethical Issues of Human...
1, BE & GG, Andreas Fabian Pramuditya, Hapzi Ali, Ethical Issues of Human...1, BE & GG, Andreas Fabian Pramuditya, Hapzi Ali, Ethical Issues of Human...
1, BE & GG, Andreas Fabian Pramuditya, Hapzi Ali, Ethical Issues of Human...
 
Tentang livelihood
Tentang livelihood Tentang livelihood
Tentang livelihood
 
Sustainable livelihood approach Pada Nelayan di Jawa Timur
Sustainable livelihood approach Pada Nelayan di Jawa TimurSustainable livelihood approach Pada Nelayan di Jawa Timur
Sustainable livelihood approach Pada Nelayan di Jawa Timur
 
Brief Note-21-2016-ekonomi kerakyatan
Brief Note-21-2016-ekonomi kerakyatanBrief Note-21-2016-ekonomi kerakyatan
Brief Note-21-2016-ekonomi kerakyatan
 
BUKU PUTIH KOTA KREATIF
BUKU PUTIH KOTA KREATIFBUKU PUTIH KOTA KREATIF
BUKU PUTIH KOTA KREATIF
 
Literasi keuangan
Literasi keuanganLiterasi keuangan
Literasi keuangan
 
Vina panca margaretha s 1406119773 tugas 2_ kajian literatur
Vina panca margaretha s   1406119773  tugas 2_ kajian literaturVina panca margaretha s   1406119773  tugas 2_ kajian literatur
Vina panca margaretha s 1406119773 tugas 2_ kajian literatur
 
Ppt pemberdayaan masyarakat 2014 ss w (2)
Ppt pemberdayaan masyarakat 2014 ss w (2)Ppt pemberdayaan masyarakat 2014 ss w (2)
Ppt pemberdayaan masyarakat 2014 ss w (2)
 
Proposal sati 27 02 2019
Proposal sati 27 02 2019Proposal sati 27 02 2019
Proposal sati 27 02 2019
 
Pemberdayaan masyarakat dan pengembangan bum desa
Pemberdayaan masyarakat dan pengembangan bum desaPemberdayaan masyarakat dan pengembangan bum desa
Pemberdayaan masyarakat dan pengembangan bum desa
 
Keuangan Inklusif
Keuangan InklusifKeuangan Inklusif
Keuangan Inklusif
 
Emas agus prastyo wibowo universitas negeri semarang pkmgt.pdf
Emas agus prastyo wibowo  universitas negeri semarang pkmgt.pdfEmas agus prastyo wibowo  universitas negeri semarang pkmgt.pdf
Emas agus prastyo wibowo universitas negeri semarang pkmgt.pdf
 
Manajemen Koperasi 10
Manajemen Koperasi 10Manajemen Koperasi 10
Manajemen Koperasi 10
 

Similar to Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia

Similar to Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia (20)

Sehat Itu Hak/ Roem Topatimasang (ed.)/ INSISTPress, 2005
Sehat Itu Hak/ Roem Topatimasang (ed.)/ INSISTPress, 2005Sehat Itu Hak/ Roem Topatimasang (ed.)/ INSISTPress, 2005
Sehat Itu Hak/ Roem Topatimasang (ed.)/ INSISTPress, 2005
 
Proposal himapa 2015 ok
Proposal himapa 2015 okProposal himapa 2015 ok
Proposal himapa 2015 ok
 
Penyuluhan swadaya sangat potensial
Penyuluhan swadaya sangat potensialPenyuluhan swadaya sangat potensial
Penyuluhan swadaya sangat potensial
 
Fae29 2d
Fae29 2dFae29 2d
Fae29 2d
 
Kabar relawan edisi_3
Kabar relawan edisi_3Kabar relawan edisi_3
Kabar relawan edisi_3
 
Makalah keuangan OJK SMA NEGERI 1 BAWANG BANJARNEGARA
Makalah keuangan OJK SMA NEGERI 1 BAWANG BANJARNEGARAMakalah keuangan OJK SMA NEGERI 1 BAWANG BANJARNEGARA
Makalah keuangan OJK SMA NEGERI 1 BAWANG BANJARNEGARA
 
Bunga rampai-kompilasi-lengkap
Bunga rampai-kompilasi-lengkapBunga rampai-kompilasi-lengkap
Bunga rampai-kompilasi-lengkap
 
Buku panduan pendahuluan
Buku panduan pendahuluanBuku panduan pendahuluan
Buku panduan pendahuluan
 
bab 1 Buku Literasi Keuangan (1).pdf
bab 1 Buku Literasi Keuangan (1).pdfbab 1 Buku Literasi Keuangan (1).pdf
bab 1 Buku Literasi Keuangan (1).pdf
 
Whole of Government untuk Pemberdayaan Ekonomi Perempuan
Whole of Government untuk Pemberdayaan Ekonomi PerempuanWhole of Government untuk Pemberdayaan Ekonomi Perempuan
Whole of Government untuk Pemberdayaan Ekonomi Perempuan
 
Jejak Langkah Menciptakan Pengacara Rakyat
Jejak Langkah Menciptakan Pengacara RakyatJejak Langkah Menciptakan Pengacara Rakyat
Jejak Langkah Menciptakan Pengacara Rakyat
 
Sedekah rombongan
Sedekah rombonganSedekah rombongan
Sedekah rombongan
 
Sehati (Sedekah Amalan Rutin) proposal 2016
Sehati (Sedekah Amalan Rutin) proposal 2016Sehati (Sedekah Amalan Rutin) proposal 2016
Sehati (Sedekah Amalan Rutin) proposal 2016
 
YFI PROFILE 2015
YFI PROFILE 2015YFI PROFILE 2015
YFI PROFILE 2015
 
Laporan Tahunan 2015
Laporan Tahunan 2015 Laporan Tahunan 2015
Laporan Tahunan 2015
 
Buku Panduan Pembangunan Desa
Buku Panduan Pembangunan DesaBuku Panduan Pembangunan Desa
Buku Panduan Pembangunan Desa
 
Dialog Interaktif Kedaulatan Negara, Kedaulatan Pangan, Kedaulatan Ekonomi da...
Dialog Interaktif Kedaulatan Negara, Kedaulatan Pangan, Kedaulatan Ekonomi da...Dialog Interaktif Kedaulatan Negara, Kedaulatan Pangan, Kedaulatan Ekonomi da...
Dialog Interaktif Kedaulatan Negara, Kedaulatan Pangan, Kedaulatan Ekonomi da...
 
Newsletter TurunTangan Edisi Agustus 2015
Newsletter TurunTangan Edisi Agustus 2015Newsletter TurunTangan Edisi Agustus 2015
Newsletter TurunTangan Edisi Agustus 2015
 
Pemberdayaan komunitas untuk meningkatkan kemandirian rehabilitant di masyarakat
Pemberdayaan komunitas untuk meningkatkan kemandirian rehabilitant di masyarakatPemberdayaan komunitas untuk meningkatkan kemandirian rehabilitant di masyarakat
Pemberdayaan komunitas untuk meningkatkan kemandirian rehabilitant di masyarakat
 
Bab i AKBID YKN CABANG RAHA
Bab i AKBID YKN CABANG RAHA Bab i AKBID YKN CABANG RAHA
Bab i AKBID YKN CABANG RAHA
 

Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi anggaran versi indonesia

  • 1. Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran diterbitkan atas kerja sama
  • 2. Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Penulis Ari Nurman A Siswanto Darsono Delima Silalahi Fahriza Fitria Muslih MS. Wa’i Mimin Rukmini Nandang Suherman Nurul Sa’adah Andriani Saeful Muluk Setyo Dwi Herwanto Wasingatu Zakiyah Yemmestri Enita Yuna Farhan Editor Wahyu W. Basjir (Bahasa Indonesia) dan Debbie Budlender (Bahasa Inggris) Penerjemah Ida Nurwidya, Rahmi Yunita, Theresia Wuryantari Penyelaras akhir Valentina Sri Wijiyati dan Wasingatu Zakiyah Penata Letak F. Ulya Himawan Perancang Sampul Agus Eko Purwanto Cetakan Pertama, Mei 2011 Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia/Ari Nurman, dkk./Yogyakarta: IDEA, Mei 2011 xiv + 156 halaman 16 x 24 cm ISBN: 978-602-99372-0-6 1. Uang Kami 2. Advokasi Anggaran 3. Kumpulan Kisah I JUDUL IDEA – INISIATIF – LAKPESDAM NU PATTIRO – Seknas FITRA International Budget Partnership Perkumpulan IDEA Jl. Kaliurang KM 5 Gg Tejomoyo III / 3 Yogyakarta 55281 idea@ideajogja.or.id www.ideajogja.or.id
  • 3. Kata Pengantar Perjalanan advokasi anggaran di Indonesia berawal dari maraknya gerakan anti korupsi, tepatnya sejak dimulainya era otonomi daerah pada tahun 2000. Korupsi yang awalnya sentralistik pun ikut bergeser ke provinsi dan kabupaten/kota. Lembaga eksekutif dan parlemen daerah menjadi sarang korupsi. Perlawanan terhadap korupsi inilah yang menjadi agenda awal para pegiat advokasi anggaran, seiring dengan pemberlakuan desentralisasi fiskal. Selanjutnya advokasi anggaran bergeser untuk menakar alokasi anggaran dalam pemenuhan hak dasar sekaligus mendorong proses penganggaran yang partisipatif, transparan, dan akuntabel. Buku yang sedang Anda baca ini berusaha mendokumentasikan pengalaman para pegiat advokasi anggaran ketika berurusan dengan berbagai kasus korupsi dan pengelolaan anggaran daerah yang buruk. Cakupan pengalaman yang direkam dalam naskah ini cukup luas. Laporan Seknas Fitra, Tiada Kata Cukup? misalnya, menunjukkan advokasi anggaran tidak lepas dari aspek peraturan dan perundang-undangan. Pada bagian yang lain, PATTIRO Malang membagi pengalaman mereka mendorong pembentukan dan implementasi anggaran daerah yang berorientasi pemenuhan hak dasar warga negara, khususnya pendidikan. Pengalaman advokasi mereka dapat disimak pada artikel Meraih Hak atas Pendidikan Melalui BOSDA.
  • 4. iv | Di Mana Uang Kami? Pemenuhan hak atas kesehatan juga menjadi sasaran gerakan advokasi anggaran. Kemendesakanisuinimenyedotbanyaksumberdayaorganisasi- organisasi masyarakat sipil, salah satunya adalah Perkumpulan Inisiatif, Bandung. Upaya mereka menyusun landasan kebijakan anggaran yang menjamin akses kepada layanan kesehatan yang murah tertuang dalam Sehat Itu Murah dan Mudah. Peraturan Daerah tentang jaminan kesehatan itu diharapkan menjadi starting point agar layanan kesehatan bagi warga miskin murah dan mudah dijangkau. Dari sekian banyak permasalahan kesehatan di Indonesia, kesehatan reproduksi perempuan dan anak menjadi bagian yang cukup menonjol. Angka kematian ibu melahirkan yang tinggi, berbagai kasus anak kurang gizi (bayi lahir dengan berat badan rendah) melatarbelakangi gerakan advokasi anggaran kesehatan yang dilakukan oleh kelompok perempuan. Keterlibatan perempuan dalam pos pelayanan terpadu atau lebih dikenal dengan Posyandu menjadi inspirasi bagi PATTIRO Surakarta untuk menjawab tantangan advokasi di sektor itu. Laporan mereka ada dalam artikel Mengawinkan Peran Warga dan Kontribusi APBD Di Posyandu. Mendorong peran kelompok marginal dalam melakukan advokasi anggaran dalam pemenuhan hak dasarnya juga dilakukan oleh kelompok difabel (different ability). Upaya SAPDA dalam Mendorong Kebangkitan Difabel untuk Memperjuangkan Hak mulai terwujud dari proses advokasinya yang dilakukan di Yogyakarta. Hal serupa dilakukan oleh kelompok petani yang diorganisasi oleh KSPPM di Kabupaten Tapanuli Utara. Di Indonesia yang adalah negara agraris dengan penduduk yang rata-rata bertani, sudah selayaknya petani lebih sejahtera dan mendapat alokasi anggaran yang memadai untuk meningkatkan hasil pertanian. Tulisan yang bertajuk Memahami Anggaran Memanen Kesejahteraan menceritakan upaya petani dalam advokasi anggaran pertanian. Kata Pengantar
  • 5. Advokasi Anggran di Indonesia | v Pemenuhan hak ekonomi sosial budaya sebagai hak dasar warga negara melalui anggaran tersebut dilengkapi oleh advokasi proses penganggaran untuk pemenuhan hak sipil dan politik. Dalam siklus penganggaran yang diawali dengan perencanaan, posisi tawar masyarakat sipil serta kelompok marjinal akan sangat mempengaruhi arah kebijakan anggaran. Dengan kata kunci partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas, perbaikan proses penganggaran dilakukan oleh elemen masyarakat sipil. Upaya mendorong Pelembagaan Partisipasi dan Transparansi Anggaran Daerah dilakukan oleh P3ML di Kabupaten Sumedang. Melalui Perda Prosedur Perencanaan dan Penganggaran Daerah, gagasan tentang pagu indikatif kewilayahan dan Forum Delegasi Musrenbang ditetapkan dalam Perda. Perda ini menjadi rujukan bagi advokasi di banyak daerah di Indonesia. Selain pelembagaan proses penganggaran dalam sebuah peraturan perundangan, penguatan proses penganggaran dilakukan pula dengan mengkonsolidasikan seluruh elemen masyarakat sipil di daerah. Jejaring masyarakatsipilmenjadikekuatanuntukmempengaruhianggarandaerah. Pengalaman yang relevan mengenai hal itu ditulis oleh FITRA Riau dalam artikel Realokasi Anggaran Menuju Efektivitas dan Efisiensi. Mendorong kelompok penekan (pressure group) dalam memperjuangkan alokasi anggaran yang berpihak pada rakyat, sangat efektif dan menggerakkan. Salah satunya adalah pengalaman Lakpesdam NU yang dicatat dalam Ketika Rakyat bersama Ulama Mengadvokasi Anggaran. Melalui Batsul Masail sebagai metode pengambilan keputusan para ulama, permasalahan anggaran dibahas dan diselesaikan. Pengalaman di Kabupaten Cilacap ini bisa menjadi model yang efektif bagi daerah lain untuk memperkuat advokasi. Kata Pengantar
  • 6. vi | Di Mana Uang Kami? Selain mendorong kelompok keagamaan untuk terlibat dalam proses penganggaran, beberapa lembaga yang peduli pada anggaran responsif gender mendorong perempuan untuk berpartisipasi dalam proses penganggaran. Mereka tidak hanya mengejar kuota minimum perempuan 30 % dalam partisipasi politik tetapi membuat prosedur sendiri untuk menggabungkan perempuan dalam satu suara melalui Musrenbang perempuan. Pengalaman IDEA dalam Tiada Maknanya Partisipasi Tanpa Alokasi diharapkan menjadi model partisipasi dengan alokasi yang jelas. Beragam catatan proses advokasi anggaran inilah yang dipaparkan dalam buku yang berjudul Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia. Buku yang dicetak dalam dua bahasa ini diharapkan bisa memberikan gambaran catatan pelaku advokasi anggaran secara langsung. Kami berharap cerita-cerita keberhasilan, kegagalan, dan perubahan-perubahan yang ada dalam naskah ini dapat menjadi inspirasi bagi pembaca dalam memahami advokasi anggaran di Indonesia. Proses merangkum kisah ini merupakan salah satu tindak lanjut pertemuan lima lembaga advokasi anggaran (IDEA –Inisiatif – Lakpesdam NU – PATTIRO – Seknas FITRA). Kelima lembaga ini berproses atas dukungan Partnership Initative of the International Budget Partnership untuk memberikan gambaran perubahan paling signifikan dalam advokasi anggaran yang dilakukan di Indonesia. Harus diakui bahwa pegiat advokasi anggaran yang bersemangat dalam proses melakukan advokasi seringkali compang-camping dalam melakukan penulisan pengalamannya. Namun upaya keras para penulis untuk menghadirkan dan merangkum kembali catatan dan ingatannya patut mendapat apresiasi. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada tim inti kolaborasi 5 lembaga, para penulis, penyunting, dan penerjemah yang telah berproses menghadirkan buku ini. Ucapan terima kasih secara istimewa kami Kata Pengantar
  • 7. Advokasi Anggran di Indonesia | vii sampaikan kepada Debbie Budlender –merupakan bagian dukungan Partnership Initiative --yang sangat telaten memberikan saran dan memandu dengan pertanyaan-pertanyaan tajam selama penyusunan buku ini. Selain itu, tim International Budget Partnership yang telah mendukung proses penulisan ini berhak atas ucapan terima kasih yang dalam dari kami. Kami berharap buku ini dapat menjadi sumbangsih yang bernilai bagi advokasi anggaran di Indonesia dan menjadi inspirasi bagi negara lain. Yogyakarta, 20 Mei 2011 IDEA - Inisiatif - Lakpesdam NU PATTIRO – Seknas FITRA Kata Pengantar
  • 8. viii | Di Mana Uang Kami? Daftar Isi Halaman Judul ~ i Kata Pengantar ~ iii Daftar Isi ~ vii Daftar Tabel ~ x Daftar Boks ~ xi Daftar Bagan ~ xii Tiada Kata Cukup?: Catatan Advokasi Perubahan PP tentang Tambahan Penghasilan Anggota DPRD ~ 1 Meraih Hak atas Pendidikan Melalui BOSDA: Pengalaman Advokasi Anggaran Pendidikan Di Kota Malang, Provinsi Jawa Timur ~ 19 Sehat Itu Murah dan Mudah: Pengalaman Advokasi Penyediaan Jaminan Akses Kesehatan Bagi Rakyat Miskin Di Kabupaten Bandung ~ 37 Mengawinkan Peran Warga dan Kontribusi APBD Di Posyandu: Pengalaman Kelompok Perempuan Mengadvokasi Anggaran Di Kota Surakarta ~ 51 Kebangkitan Difabel untuk Memperjuangkan Hak: Upaya Mengorganisasi Kelompok Difabel untuk Memperoleh Jaminan Kesehatan Di ProvinsiDIY ~ 65
  • 9. Advokasi Anggran di Indonesia | ix Memahami Anggaran Memanen Kesejahteraan: Pengalaman Mengorganisasi Petani Melakukan Advokasi Anggaran Di Kabupaten Tapanuli Utara ~ 77 Pelembagaan Partisipasi dan Transparansi Anggaran Daerah: Pengalaman Advokasi Peraturan Daerah tentang Perencanaan dan Penganggaran Daerah di Kabupaten Sumedang ~ 93 Realokasi Anggaran Menuju Efektivitas dan Efisiensi: Upaya Masyarakat Sipil Menolak RAPBD Provinsi Riau Tahun 2007 ~ 113 Ketika Rakyat bersama Ulama Mengadvokasi Anggaran: Pengalaman Penolakan atas Program Simpemdes di Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah ~ 125 Tiada Maknanya Partisipasi Tanpa Alokasi: Musrenbang Perempuan, Bukan Partisipasi Tanpa Alokasi ~ 139 Para Penulis ~ 150 Daftar Isi
  • 10. x | Di Mana Uang Kami? Daftar Tabel Tabel 1.1. Perkiraan Take Home Pay DPRD Provinsi Menurut PP No. 37 Tahun 2005 dan PP No. 37 Tahun 2006 (dalam Rupiah) ~ 5 Tabel 1.2. Penghasilan Tambahan Anggota DPRD menurut PP No. 37 Tahun 2006 (dalam Rupiah) ~ 6 Tabel 1.3. Persentase Penyerapan Gaji Tambahan (GT) DPRD terhadap Alokasi Belanja Langsung Pelayanan Dasar APBD Tahun 2006 di 6 Kabupaten/kota ~ 8 Tabel 1.4. PP No. 37 Tahun 2006 vs PP No. 21 Tahun 2007 ~ 14 Tabel 2.1. Penghitungan BOSDA Kota Malang (dalam Rupiah) ~ 22 Tabel 4.1. Perkiraan Kebutuhan Anggaran Pengelolaan Posyandu untuk 1 Tahun (dalam rupiah) ~ 54 Tabel 4.2. Alokasi Anggaran PMT Balita di Posyandu dalam APBD/APBD Perubahan Kota Surakarta 2004-2008 ~ 61 Tabel 7.1. Rekap Usulan Kegiatan Hasil Musrenbang Kecamatan Ujungjaya Tahun 2006 ~ 96 Tabel 7.2. Usulan Warga Yang Diakomodasi Pada APBD Kabupaten Sumedang Tahun 2009 ~ 108 Tabel 10.1. Perubahan alokasi APBD Kabupaten Bantul terkait usulan melalui Musrenbang Perempuan ~ 147
  • 11. Advokasi Anggran di Indonesia | xi Daftar Boks Boks 3.1. Desain advokasi kesehatan gratis di Kabupaten Bandung ~ 40 Boks 3.2. Analisis potensi penghematan anggaran Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung (dalam Rupiah) ~ 43 Boks 3.3. Kalkulasi pembiayaan jaminan layanan kesehatan menurut model ~ 45
  • 12. xii | Di Mana Uang Kami? Bagan 10.1. Langkah pengorganisasian komunitas perempuan ~ 144 Bagan 10.2. Kanalisasi hasil Musrenbang Perempuan ke Musrenbang Kabupaten ~ 146 Daftar Bagan
  • 13. Advokasi Anggran di Indonesia | xiii
  • 14.
  • 15. oleh: Yuna Farhan RINGKASAN Kasus-kasus korupsi tunjangan pensiun yang menjerat anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) periode 1999-2004 yang tidak ada habisnya tampaknya akan terulang lagi. Pada periode 2004-2009, Rp 1,4 triliun anggaran daerah justru akan mengucur ke kantong anggota DPRD, yang seharusnya memperjuangkan alokasi anggaran untuk rakyat. Lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 37 Tahun 2006 yang memberikan tambahan penghasilan bagi anggota DPRD, yang berlaku surut mulai Januari 2006, telah membangkitkan amarah publik. Koalisi Nasional, yang terdiri dari berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Indonesia, melakukan penolakan terhadap PP ini. Akhirnya, Presiden merevisi PP ini dan mengharuskan DPRD mengembalikan tunjangan yang terlanjur mereka terima. Tiada Kata Cukup? Catatan Advokasi Perubahan PP tentang Tambahan Penghasilan Anggota DPRD
  • 16. 2 | Di Mana Uang Kami? Tiada Kata Cukup? PROFIL LEMBAGA Bergulirnya reformasi diikuti menguatnya tuntutan terhadap tata kelola pemerintahan yang baik dan anggaran negara yang lebih mensejahterakan rakyat. Di awal masa reformasi, anggaran masih dianggap sebagai rahasia negara dan merupakan ranah birokrasi. Negara menganggap rakyat tidak perlu tahu penganggaran sehingga hak-hak rakyat atas kedaulatan terhadap anggaran negara masih diabaikan. Latar ini melahirkan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) sebagai perintis gerakan advokasi anggaran pada Bulan September 1999. Dengan visi mewujudkan kedaulatan rakyat atas anggaran, FITRA mengemban misi mendorong transparasi dan melakukan pengawasan penganggaran negara serta memastikan anggaran negara disusun berdasarkan dan berorientasi pada kebutuhan rakyat. Keanggotaan FITRA yang semula ada di 7 (tujuh) daerah, saat ini telah meluas menjadi 13 daerah. FITRA juga telah mengembangkan jaringan gerakan advokasi anggaran di 45 daerah. Berkembangnya jaringan gerakan advokasi anggarantelahmenjadikanFITRAsebagairujukandalamisu-isuanggaran. Berbagai advokasi FITRA mendapatkan apresiasi liputan media massa secara luas. Setelah Pertemuan Nasional pada tahun yang sama, FITRA makin jelas melihat bahwa anggaran belum menjadi gerakan sosial yang menjadi instrumen advokasi dalam berbagai isu. Untuk menjawab tantangan itu, FITRA ditugasi untuk menjadikan anggaran sebagai gerakan sosial dengan melahirkan pusat sumber daya anggaran. Pusat sumber daya ini diharapkan bisa menjadi pusat analisis, data informasi, advokasi, dan penguatan kapasitas terkait anggaran.
  • 17. Advokasi Anggaran di Indonesia | 3 Catatan Advokasi Perubahan PP tentangTambahan Penghasilan Anggota DPRD ANALISIS SITUASI Sejak pemberlakuan otonomi daerah, pengaturan hak keuangan DPRD yang pertama kali dikeluarkan adalah PP No. 110 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan DPRD. Pada akhir masa jabatan, banyak anggota DPRD terjerat kasus korupsi karena melanggar PP ini. Kasus ini terutama berkaitan dengan pemberian uang pensiun yang tidak dibenarkan oleh PP ini. PP ini pun mendapat perlawanan dari sejumlah anggota DPRD, yang berujung pada uji materi terhadap PP tersebut karena dianggap bertentangan dengan UU yang lebih tinggi. Mahkamah Agung (MA) mengabulkan tuntutan uji materi dan menyatakan PP ini tidak belaku. Setelah PP No. 110 Tahun 2000 tidak lagi berlaku, Pemerintah hampir setiap tahun menerbitkan regulasi yang mengatur penghasilan DPRD. Berturut-turut, mulai tahun 2004, Pemerintah menetapkan PP No. 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD yang kemudian diubah pertama kali dengan PP No. 37 Tahun 2005 dan kedua kali melalui PP No. 37 Tahun 2006. Terakhir, perubahan ketiga dikeluarkan melalui PP No. 24 Tahun 2007 setelah PP sebelumnya mendapat perlawanan advokasi masyarakat sipil yang akan menjadi inti cerita tulisan ini. Apa sebenarnya yang menyebabkan kerap bergantinya PP keuangan DPRD? Pada PP No. 110 Tahun 2000, uang akhir masa jabatan atau purna bakti dan tunjangan perumahan tidak diperbolehkan, sementara PP No. 24 Tahun 2004 mengatur adanya pemberian uang purnabakti. Tunjangan perumahan pada PP No. 24 Tahun 2004 akhirnya menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) karena adanya keharusan untuk memberikan bukti fisik rumah yang disewa oleh DPRD. Akhirnya Pemerintah menyikapi hal ini dengan melakukan perubahan pertama melalui PP No. 37 Tahun 2005. PP ini menyatakan tunjangan perumahan dapat diberikan sebagai penghasilan tanpa harus ada bukti rumah yang disewa. Hal ini memperjelas bahwa perubahan PP ini masih bersifat tambal-sulam berdasarkan kasus dan tuntutan DPRD.
  • 18. 4 | Di Mana Uang Kami? Tiada Kata Cukup? Pada tahun 2006, publik dicengangkan oleh perubahan ketiga Peraturan Keuangan DPRD. Pasalnya, tanpa diduga-duga PP No. 37 Tahun 2006 menambah jenis penghasilan anggota DPRD di seluruh Indonesia. Jenis penghasilan tersebut adalah tunjangan komunikasi intensif (TKI) yang besarnya tiga kali uang representasi dan Biaya Penunjang Operasional Pimpinan (BPOP) yang besarnya enam kali uang representasi. Permasalahan lain dari PP ini adalah berlaku surutnya PP ini mulai Januari 2006. Padahal, PP ini baru ditetapkan pada tanggal 14 November 2006 atau satu bulan sebelum tahun anggaran 2006 berakhir. Berdasarkan analisis FITRA, PP ini akan membebani keuangan daerah dan melanggar peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Masalah ini menjadi pemicu lahirnya gerakan penolakan terhadap PP yang terdiri dari berbagai LSM di seluruh Indonesia yang tergabung dalam Koalisi Nasional Tolak PP No. 37 Tahun 2006. METODOLOGI Mempersiapkan Amunisi Melalui Analisis Komprehensif Sekretariat Nasional (Seknas) FITRA meyakini keberhasilan advokasi ditentukan oleh analisis masalah dan validitas data. Oleh karena itu, Seknas FITRA melakukan analisis awal sebagai bahan advokasi yang akan digunakan secara komprehensif. Berikut adalah ringkasan analisis dari tiga sudut pandang; implikasi kebijakan, kepatuhan, dan konflik perundang-undangan. Analisis Implikasi Pemberlakuan PP terhadap Keuangan Daerah Seknas FITRA melakukan analisis simulasi pemberlakuan PP ini terhadap beban keuangan yang harus dikeluarkan oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) seluruh daerah. Dengan rata-rata 35 (tiga puluh lima) orang anggota DPRD per daerah, total 434 (empat ratus tiga puluh empat) kabupaten/kota di seluruh Indonesia membutuhkan anggaran TKI dan biaya operasional Rp 1,4 triliun per tahun di luar biaya Sekretariat
  • 19. Advokasi Anggaran di Indonesia | 5 Catatan Advokasi Perubahan PP tentangTambahan Penghasilan Anggota DPRD DPRD. Di awal 2007, anggota DPRD akan mendapatkan rapel TKI tahun 2006 sebesar Rp 75,6 juta/orang untuk anggota DPRD kabupaten/ kota dan Rp 108 juta/orang untuk anggota DPRD provinsi. Sementara itu, Ketua dan Wakil Ketua DPRD mendapatkan tambahan tunjangan operasional Rp 226 juta/orang untuk ketua DPRD kabupaten/kota dan Rp 156,24 juta/orang untuk Wakil Ketua. Demikian halnya dengan DPRD provinsi, masing-masing memperoleh rapelan sebesar Rp 324 juta/orang untuk Ketua dan Rp 223,2 juta/orang untuk Wakil Ketua. Tabel 1.1. Perkiraan Take Home Pay DPRD Provinsi Menurut PP No. 37 Tahun 2005 dan PP No. 37 Tahun 2006 (dalam Rupiah) Jenis Penghasilan Menurut PP No. 37 Tahun 2005 Menurut PP No. 37 Tahun 2006 Ketua Wakil ketua Anggota Ketua Wakil Ketua Anggota Uang Representasi 3.000.000 2.400.000 2.250.000 3.000.000 2.400.000 2.250.000 Uang Paket 300.000 240.000 225.000 300.000 240.000 225.000 Tunjangan Beras 95.200 95.200 95.200 95.200 95.200 95.200 Tunjangan Isteri/Suami 300.000 240.000 225.000 300.000 240.000 225.000 Tunjangan Anak 120.000 96.000 45.000 120.000 96.000 45.000 Tunjangan Anggota Komisi - - 130.500 - - 130.500 Tunjangan Anggota Panitia Musyawarah 326.250 217.500 130.500 326.250 217.500 130.500 Honorarium Panitia Anggaran (Panggar) 326.250 217.500 130.500 326.250 217.500 130.500 Honorarium Badan Kehormatan (BK) - - 130.500 - - 130.500 Tunjangan Jabatan 4.350.000 3.480.000 3.262.500 4.350.000 3.480.000 3.262.500 Tunjangan Komunikasi - - - 9.000.000 9.000.000 9.000.000 Dana Operasional - - - 18.000.000 9.600.000 -
  • 20. 6 | Di Mana Uang Kami? Tiada Kata Cukup? Jumlah 8.817.700 6.986.200 6.624.700 35.817.700 25.586.200 15.624.700 Jumlah Kenaikan 27.000.000 18.600.000 9.000.000 Persentase Kenaikan 306 266 136 Sumber : Seknas FITRA,2007 * Asumsi : Setiap anggota DPRD Provinsi sebagai anggota Komisi, Panitia Musyawarah, Panggar, dan BK. Tabel 1.2. Penghasilan Tambahan Anggota DPRD menurut PP No. 37 Tahun 2006 (dalam Rupiah) Penghasilan Tambahan Ketua Wakil Ketua Anggota A. Untuk DPRD di 434 kabupaten / kota Tunjangan Komunikasi 6.300.000 6.300.000 6.300.000 Dana Operasional 12.600.000 6.720.000 0 Total per bulan 18.900.000 13.020.000 6.300.000 Total Rapelan 2006 (Jan-Des) 226.800.000 156.240.000 75.600.000 Total Rapelan per kabupaten/ kota 2.958.480.000 Total Rapelan 2006 untuk Ketua,Wakil Ketua, dan Anggota pada 434 kabupaten/ kota 98.431.200.000 135.616.320.000 1.049.932.800.000 Total Keseluruhan Rapelan 2006 untuk 434 kabupaten/ kota 1.283.980.320.000 B. Untuk DPRD di 33 Provinsi Tunjangan Komunikasi 9.000.000 9.000.000 9.000.000 Dana Operasional 18.000.000 9.600.000 0 Total per bulan 27.000.000 18.600.000 9.000.000 Rapelan 2006 (Jan-Des) 324.000.000 223.200.000 108.000.000 Total Rapelan Untuk 33 Provinsi Total penyerapan rapelan 2006 untuk Ketua,Wakil Ketua, dan Anggota 10.692.000.000 22.096.800.000 146.124.000.000 Total Keseluruhan Rapelan 2006 untuk 33 Provinsi 178.912.800.000 TOTAL A + B 1.462.893.120.000 (satu triliun empat ratus enam puluh dua miliar delapan ratus sembilan puluh tiga juta seratus dua puluh ribu Rupiah) Sumber : Seknas FITRA,2007
  • 21. Advokasi Anggaran di Indonesia | 7 Catatan Advokasi Perubahan PP tentangTambahan Penghasilan Anggota DPRD Analisis Implikasi PP terhadap Alokasi Belanja Pelayanan Publik Seknas FITRA juga menganalisis pemberlakuan PP pada daerah-daerah yang memiliki Pendapatan Asli Daerah (PAD) kecil dan kemampuan fiskal terbatas, serta implikasinya dengan alokasi belanja pelayanan publik seperti pendidikan dan kesehatan. Penambahan penghasilan DPRD berupa tunjangan komunikasi intensif sebanyak 3 kali uang representasi dan dana operasional sebesar 6 kali uang representasi yang dibayarkan mulai Januari 2006, akan semakin membebani APBD. Daerah- daerah dengan PAD kecil akan dipaksa mengalokasikan anggaran untuk penghasilan DPRD dan menepikan pemenuhan pelayanan bagi warganya. Di Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara, misalnya, PAD sebesar Rp 6 miliar habis dialokasikan untuk belanja DPRD-nya sebesar Rp 6 miliar, di luar belanja Sekretariat DPRD. PAD daerah-daerah miskin seperti Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) kemungkinan besar tidak akan cukup untuk memikul belanja itu. Akibatnya, belanja pemenuhan hak-hak dasar seperti pendidikan dan kesehatan akan diabaikan atau mendapatkan prioritas yang lebih rendah. Di lima kabupaten lain yang dianalisis, belanja itu menghabiskan 30% PAD.
  • 22. 8 | Di Mana Uang Kami? Tiada Kata Cukup? Tabel 1.3. Persentase Penyerapan Gaji Tambahan (GT) DPRD terhadap Alokasi Belanja Langsung Pelayanan Dasar APBD Tahun 2006 di 6 Kabupaten/kota No Daerah PAD (dalam Rupiah) GT DPRD (PP No. 37 Tahun 2006) dalam Rupiah % GT DPRD terha- dap PAD % GT DPRD Terhadap Belanja Langsung Pelayanan Dasar Belanja Langsung Pendidikan (BLP) dalam Rupiah % GT DPRD terha- dap BLP Belanja Langsung Kese- hatan (BLK) dalam Rupiah % GT DPRD terha- dap BLK 1 Kab. Malang 51.650.690.000 2.958.480.000 6 19.080.196.000 16 16.712.533.000 18 2 Kab. Gresik 85.069.890.031 2.958.480.000 4 21.211.643.100 14 25.333.460.140 12 3 Kab. Lamongan 32.744.377.250 2.958.480.000 9 20.911.312.500 14 15.072.217.500 20 4 Kab. Bima 19.467.971.714 2.958.480.000 15 19.544.763.190 15 16.156.882.825 18 5 Kab. Sumbawa 21.056.994.000 2.958.480.000 14 23.798.351.069 12 18.405.529.114 16 6 Kab. Polmas 9.824.194.400 2.958.480.000 30 17.138.371.500 17 26.830.702.210 11 Sumber : Seknas FITRA Analisis Pertentangan Peraturan Perundang-undangan. IsiPPinibertentangandenganperaturanperundang-undangan diberbagai daerah tentang pengelolaan anggaran. Tunjangan komunikasi intensif dan dana operasional per Januari 2006 tidak dapat dibenarkan untuk dibayarkan melalui APBD Perubahan 2006 karena tidak sesuai dengan amanat Pasal 183 Ayat (3) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Pasal 80 Ayat (1) UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah. Pasal-pasal itu menyatakan perubahan APBD ditetapkan paling lambat 3 bulan sebelum tahun anggaran berakhir atau paling lambat 31 September. Padahal PP ini baru ditetapkan pada tanggal 14 November 2006. Selain itu, APBD 2007 juga tidak bisa mengalokasikan tunjangan ini untuk dibayarkan mulai Januari 2006 karena bertentangan
  • 23. Advokasi Anggaran di Indonesia | 9 Catatan Advokasi Perubahan PP tentangTambahan Penghasilan Anggota DPRD dengan Pasal 4 UU No. 17 Tahun 2003; Pasal 179 UU No. 32 Tahun 2004; Pasal 68 UU No. 33 Tahun 2004; Pasal 11 UU No. 1 Tahun 2004. Tahun anggaran dalam APBD adalah 1 tahun anggaran mulai 1 Januari sampai dengan 31 Desember. Ini berarti APBD 2007 tidak bisa mengalokasikan pembayaran tunjangan komunikasi dan dana operasional tahun 2006. Menyusul terbitnya PP ini, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) melalui Surat Edaran (SE) No. 188.31/1121/BAKD tanggal 20 November 2006 tentang Penyampaian Salinan PP No. 37 Tahun 2006 secara terbuka menganjurkan terjadinya pelanggaran UU. SE tersebut menyatakan bahwa daerah yang telah melakukan perubahan APBD namun belum mengalokasikan tunjangan komunikasi insentif dan dana operasional dapat membayarkan dana itu kepada anggota DPRD, sepanjang dananya tersedia dalam kas daerah. Padahal, Pasal 192 Ayat (3) dan (4) UU No. 32 Tahun 2004 menyatakan; Pengeluaran tidak dapat dibebankan pada anggaran belanja daerah jika untuk pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam APBD. dan Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah, pimpinan DPRD, dan pejabat daerah lainnya, dilarang melakukan pengeluaran atas beban anggaran belanja daerah untuk tujuan lain dari yang telah ditetapkan dalam APBD. Dan Pasal 3 Ayat (2) dan (3) UU No. 1 Tahun 2004 menyatakan: Peraturan Daerah tentang APBD merupakan dasar bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan penerimaan dan pengeluaran daerah dan Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBN/APBD jika anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia.
  • 24. 10 | Di Mana Uang Kami? Tiada Kata Cukup? Menggalang Koalisi Berdasarkan hasil analisis, FITRA mengundang LSM lain yang peduli isu anggaran dan anti korupsi untuk membahas persoalan PP No. 37 Tahun 2006. Dalam pertemuan ini, Koalisi Nasional Tolak PP No. 37 Tahun 2006 sepakat untuk segera melakukan konferensi pers bersama dan menggalang Koalisi LSM yang lebih luas. Koalisi menyepakati Seknas FITRA sebagai sekretariat untuk mengorganisasikan advokasi. Seknas FITRA menyebarluaskan hasil analisis dan tawaran untuk bergabung dalam koalisi melalui mailing list. Selain dari anggota FITRA di berbagai daerah, dukungan datang dari sejumlah LSM yang bidang kerjanya tidak secara langsung berhubungan dengan isu ini. Beberapa di antara LSM itu bergerak di wilayah isu lingkungan hidup dan hak-hak perempuan. Secara keseluruhan, tidak kurang dari 45 lembaga melakukan aksi bersama. Aksi Bersama Tekanan yang dilakukan bersama Koalisi Nasional untuk menolak pemberlakuan PP No. 37 Tahun 2006 ini dilakukan di tingkat nasional dan daerah. Aksi-aksi yang dilakukan mendapat respons positif dari media. Konferensi Pers Untuk menggalang opini dan dukungan publik, konferensi pers dilakukan bukan hanya pada awal advokasi. Langkah ini juga diulang ketika Koalisi Nasional merespons sikap pengambil kebijakan terutama Presiden dan Departemen Dalam Negeri serta Asosiasi DPRD. Setiap kali aksi demonstrasi maupun aksi simpatik dilakukan, konferensi pers juga diselenggarakan. Media massa cetak dan elektronik memberikan respons yang luas terhadap konferensi pers yang dilakukan Koalisi Nasional. Anggota Koalisi Nasional, termasuk Seknas FITRA, kerap dimintai komentar oleh media massa dan diundang untuk tampil dalam unjuk wicara di televisi membahas persoalan ini.
  • 25. Advokasi Anggaran di Indonesia | 11 Catatan Advokasi Perubahan PP tentangTambahan Penghasilan Anggota DPRD Penulisan Artikel Penulisan artikel dilakukan untuk menyebarkan opini secara utuh mengenai sikap Koalisi Nasional. Di media nasional, artikel anggota Koalisi Nasional yang dimuat di antaranya di Harian Kompas dengan judul Menggali Kuburan Parlemen Daerah dan di Harian Seputar Indonesia dengan judul Menanti Ke(Tidak)tegasan SBY. Penggalangan Dukungan Tokoh Lintas Agama Untuk menguatkan upaya advokasi, Koalisi Nasional menggalang dukungan dari tokoh keagamaan. Tokoh-tokoh yang dihubungi antara lain Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) K.H Ahmad Bagja, sebagai representasi organisasi massa Islam dan Romo Benny Susetyo dari kalangan Katolik. Pertemuan Koalisi Nasional dengan tokoh agama ini juga disertai jumpa pers dan mendapatkan liputan media. Aksi Simpatik Penggalangan Tanda Tangan Guna mendapat dukungan secara luas dari publik atas advokasi ini, Koalisi Nasional melakukan penggalangan tanda tangan dari masyarakat secara luas. Penggalangan tanda tangan dilakukan di tempat-tempat publik pada hari-hari libur, terutama hari Minggu, di Kawasan Senayan. Tanda tangan bukti dukungan terhadap upaya Koalisi Nasional ini dibubuhkan pada kain spanduk sepanjang 50 meter yang kemudian digunakan pada saat demonstrasi. Aksi Demonstrasi Aksi demonstrasi tidak hanya dilakukan di Jakarta sebagai Ibu Kota namun juga di berbagai daerah dengan tuntutan yang sama, yakni menolak pemberlakuan PP No. 37 Tahun 2006. Di Jakarta, aksi dilakukan ke Istana Negara, Departemen Dalam Negeri, dan Mahkamah Agung. Aksi diikuti oleh elemen Koalisi Nasional dan beberapa simpatisan dari elemen mahasiswa.
  • 26. 12 | Di Mana Uang Kami? Tiada Kata Cukup? Somasi Kepada Presiden Sebagai pihak yang menandatangani PP No. 37 Tahun 2006, Presiden menjadi target advokasi. Pada tanggal 12 Januari 2007 Koalisi Nasional melayangkan Somasi kepada Presiden Republik Indonesia untuk membatalkan atau mencabut PP No. 37 Tahun 2006. Sebelum menandatanganiPP,Presidenseharusnyamelihatimplikasipemberlakuan PP ini. Aksi-aksi dan somasi yang dilakukan Koalisi Nasional mendapatkan respons dari Presiden. Presiden segera menggelar rapat Kabinet terbatas yang melibatkan Menteri Hukum dan HAM, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Keuangan serta membentuk Tim untuk melakukan kajian terhadap PP ini. Uji Materi Uji materi menjadi langkah terakhir yang ditempuh oleh Koalisi Nasional. Dari awal, Koalisi Nasional menempuh jalur advokasi non-litigasi dan menghindari litigasi. Advokasi litigasi memakan proses yang panjang dan tertutup pada tahap uji materi ke Mahkamah Agung. Pendaftaran uji materi ke Mahkamah Agung (MA) terhadap PP pengganti PP No. 37 Tahun 2006 yakni PP No. 21 Tahun 2007 sebagai perubahan keempat dilakukan pada 18 Juni 2007. Pendaftaran berkas itu dicatat dengan nomor register perkara 11 P/HUM/2007 tanggal 4 Juli 2007. Advokasi litigasi ini sebenarnya merupakan langkah untuk memperkuat tekanan advokasi non-litigasi agar DPRD mau mengembalikan Tunjangan Komunikasi yang terlanjur dikucurkan oleh daerah. Untuk mendaftarkan perkara, masing- masing anggota Koalisi Nasional memberikan kontribusi dana. CAPAIAN Lahirnya gerakan yang dipelopori Koalisi Nasional Tolak PP No. 37 Tahun 2006 turut membangun kesadaran publik terhadap penggunaan anggaran yang bertanggung jawab. Untuk internal koalisi, Koalisi Nasional berhasil menyatukan berbagai gerakan dan bahkan memberikan kontribusi dana
  • 27. Advokasi Anggaran di Indonesia | 13 Catatan Advokasi Perubahan PP tentangTambahan Penghasilan Anggota DPRD dan sumber daya untuk melakukan advokasi bersama tanpa dibiayai oleh lembaga penyandang dana. PP No. 37 Tahun 2006 pada akhirnya direvisi menjadi PP No. 21 Tahun 2007 yang merupakan perubahan keempat mengenai Kedudukan Keuangan dan Protokoler DPRD. Somasi dan aksi-aksi yang dilakukan Koalisi Nasional direspons Presiden dengan menggelar Rapat Kabinet terbatas yang melibatkan Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, serta Menteri Keuangan. Semula rapat ini hanya menghasilkan himbauan kepada DPRD untuk tidak mengambil tambahan penghasilan. Namun, akhirnya Presiden membentuk tim untuk melakukan kajian terhadap PP ini. Pada tanggal 16 Maret tahun 2007, Presiden menandatangani perubahan keempat PP Kedudukan Keuangan dan Protokoler DPRD. PP perubahan ini menganulir pemberian tunjangan komunikasi dan dana operasional yang berlaku surut serta menetapkan pengkategorian pemberian tunjangan berdasarkan kemampuan keuangan daerah. Lebih dari itu, anggota DPRD juga diwajibkan mengembalikan tunjangan komunikasi intensif dan dana operasional yang sudah diterima. Pengembalian itu dilakukan melalui pemotongan gaji bulanan atau dengan cara mengangsur sampai dengan satu bulan sebelum berakhirnya masa jabatan DPRD. Gerakan ini akhirnya mampu menyelamatkan uang negara sekitar Rp 1,4 triliun dari kemungkinan pemborosan yang disebabkan oleh PP No. 37 Tahun 2006. Selain itu, terjadi pergantian pejabat di lingkungan Departemen Dalam Negeri, yakni Dirjen Bina Adminsitrasi Keuangan Daerah dan Direktur Keuangan Daerah yang bertanggung jawab atas pengaturan pengelolaan keuangan daerah dan lahirnya PP No. 37 Tahun 2006.
  • 28. 14 | Di Mana Uang Kami? Tiada Kata Cukup? Tabel 1.4. PP No. 37 Tahun 2006 vs PP No. 21 Tahun 2007 PP No. 37 Tahun 2006 PP No. 21 Tahun 2007 Besaran Tunjangan Komunikasi 3 kali Uang Representasi Tunjangan Komunikasi disesuaikan Kemampuan Keuangan Daerah (KKD): KKD Tinggi : 3 kali Representasi KKD Sedang : 2 kali Representasi KKD Rendah : 1 kali Representasi Besaran Penunjang Operasional Pimpinan 6 kali Uang Representasi Disesuaikan kemampuan keuangan daerah; Tinggi, Sedang dan Rendah Berlaku surut mulai Januari 2006 Tidak berlaku surut, dan anggota DPRD harus mengembalikan tunjangan yang terlanjur diterima paling lambat sebelum berakhir masa jabatan. TANTANGAN Selain mendapat dukungan, gerakan Koalisi Nasional Tolak PP No. 37 Tahun 2006 juga mendapat tantangan dari beberapa pihak. Departemen Dalam Negeri dan Asosiasi DPRD adalah pihak yang paling resisten. Asosiasi DPRD bahkan mendatangkan para anggota DPRD dari seluruh Indonesia untuk melakukan aksi ke DPR untuk melakukan dengar pendapat dengan Ketua DPR. Aksi ini tidak direspons secara memadai oleh DPR. Pimpinan DPR dan partai-partai politik tampaknya tidak berani menentang gelombang protes masyarakat.
  • 29. Advokasi Anggaran di Indonesia | 15 Catatan Advokasi Perubahan PP tentangTambahan Penghasilan Anggota DPRD Di tataran internal, Koalisi Nasional juga menghadapi sikap anggota yang selalu ingin tampil di publik melalui media. Namun koalisi membangun kesepakatan internal untuk tidak menunjuk koordinator dan juru bicara koalisi. Setiap anggota Koalisi Nasional dipersilakan untuk berbicara di media sepanjang sesuai dengan garis advokasi yang dilakukan oleh Koalisi Nasional. Advokasi yang dilakukan oleh Koalisi Nasional bisa dikatakan belum sepenuhnya berhasil. Faktanya, PP No. 37 Tahun 2006 tidak dicabut dan hanya diubah pasal-pasalnya. Pemerintah mengambil jalan tengah dengan melakukan perubahan keempat terhadap PP yang mengatur keuangan DPRD ini. Tunjangan komunikasi intensif dan dana operasional pimpinan pada akhirnya tetap diberikan sebagai tambahan penghasilan DPRD. Hanya saja besaran komunikasi intensif dan dana operasional pimpinan disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah dan tidak lagi berlaku surut.PPhasilperubahaninijugatidaktegasmengharuskananggotaDPRD mengembalikan tunjangan yang telah diterimanya sesegera mungkin dengan batas waktu sampai dengan berakhirnya masa jabatan mereka. Padahal, jika alokasi tunjangan yang diberikan segera dikembalikan, dana tersebut dapat dipergunakan untuk belanja yang lebih bermanfaat bagi publik. Oleh karena itu, Koalisi Nasional mengakhiri aksinya dengan tetap mendaftarkan uji materi terhadap PP No. 21 Tahun 2007 ke Mahkamah Agung yang berakhir dengan penolakan MA pada Bulan Februari 2010. Berdasarkan analisis Seknas FITRA terhadap laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2008, masih terdapat 158 daerah dengan total Rp 213 miliar yang belum mengembalikan tunjangan yang terlanjur diberikan ini.
  • 30. 16 | Di Mana Uang Kami? Tiada Kata Cukup? PELAJARAN Munculnya kasus PP No. 37 Tahun 2006 merupakan ekses dari penerapan otonomi daerah khususnya pengaturan keuangan DPRD yang belum memiliki desain komprehensif. Perubahan terus-menerus terhadap Peraturan Pemerintah yang mengatur Keuangan DPRD menunjukan tidak adanya desain peraturan yang komprehensif. Pemerintah juga harus belajar bahwa menyamaratakan peraturan dan perlakuan atas 434 Kabupaten/Kota yang memiliki keragaman dan kesenjangan adalah tidak mungkin. Dari dalam Koalisi Nasional dipetik pelajaran bahwa dalam membangun koalisi yang solid penting untuk mencegah dominasi peran dalam koalisi. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan pembagian peran dan tidak mengklaim hasil yang diraih sebagai hasil satu anggota koalisi. Tanpa koordinator, Koalisi Nasional dapat berjalan dan menggalang dukungan besar dari anggotanya. Advokasi juga memerlukan pengaturan stamina dan ritme pembentukan opini serta penentuan saat yang tepat untuk melakukan aksi. Lahirnya gerakan Koalisi Nasional Tolak PP No. 37 Tahun 2006 tidak terlepas dari isu yang sangat jelas dan menyangkut kepentingan orang banyak. Isu lain seputar anggaran seperti kebijakan alokasi pendidikan dan kesehatan saat ini belum mampu meraih dukungan yang luas.
  • 31. Advokasi Anggaran di Indonesia | 17 Catatan Advokasi Perubahan PP tentangTambahan Penghasilan Anggota DPRD
  • 32.
  • 33. RINGKASAN Setidaknya hingga tahun 2009, kebutuhan biaya operasional sekolah di KotaMalanghanyamengandalkanalokasidaripemerintahpusat.Anggaran Kota Malang, dengan alasan keterbatasan, belum mengalokasikan anggaran untuk Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA). Melihat kondisi tersebut, Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) Malang dan Aliansi BOSDA berhasil mendorong adanya BOSDA di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Malang Tahun 2010 sebesar Rp 9.944.700.000,00 untuk SD dan SMP. Selain BOSDA, PATTIRO Malang dan Aliansi BOSDA juga berhasil mendorong peningkatan belanja publik padaDinasPendidikandiAPBDKotaMalangTahun2010hinggamendekati angka 10% total APBD (sesuai Perda Kota Malang No. 13 Tahun 2009). Anggaran belanja publik Dinas Pendidikan yang direncanakan hanya sebesar Rp 51 miliar berubah menjadi Rp 79 miliar. Selain itu, mulai tahun anggaran 2010 Dinas Pendidikan Kota Malang mengalokasian anggaran untuk pembinaan komite sekolah dan pengembangan Dewan Pendidikan Kota Malang (DPKM). Dua elemen penting dalam penyelenggaraan pendidikan itu masing-masing mendapatkan Rp 100 juta. oleh: Fitria Muslih dan Asiswanto Darsono Meraih Hak atas Pendidikan Melalui BOSDA Pengalaman Advokasi Anggaran Pendidikan di Kota Malang, Provinsi Jawa Timur
  • 34. 20 | Di Mana Uang Kami? Meraih Hak atas Pendidikan Melalui BOSDA PROFIL LEMBAGA Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) Malang didirikan pada tahun 2000 dengan dukungan PATTIRO Jakarta melalui program penelitian dan advokasi pemberdayaan partisipasi masyarakat. PATTIRO Malang hadir sebagai lembaga independen yang mendorong terwujudnya tata pemerintahan yang baik melalui penciptaan masyarakat kritis dan penguatan partisipasi warga. PATTIRO Malang memiliki visi mewujudkan masyarakat yang menyadari hak dan kewajiban bernegara menuju tatanan yang berkeadilan. Dengan visi itu, PATTIRO Malang mengemban misi: 1) Melakukan pendidikan kritis, penguatan dan pendampingan kepada masyarakat warga; 2) Menyediakan berbagai perangkat lunak dan informasi untuk penguatan masyarakat warga; 3) Melakukan penelitian-penelitian yang berkaitan dengan kebijakan publik dan pelayanan dasar bagi masyarakat di Kota Malang; 4) Melakukan kajian dan pengembangan model-model tata pemerintahan Kota Malang yang partisipatif dan akuntabel; 5) Mendorong munculnya kebijakan nasional yang memberikan iklim bagi pelibatan aktif masyarakat dalam tata pemerintahan Kota Malang. Dengan dukungan PATTIRO Jakarta dan lembaga lainnya, PATTIRO Malang berhasil melaksanakan berbagai program, yaitu: 1) Penguatan partisipasi masyarakat warga dalam proses-proses pembuatan kebijakan publik daerah; 2) Peningkatan partisipasi perempuan Kota Malang dalam kebijakan publik berperspektif gender; 3) Penelitian tentang inisiasi mekanisme komplain yang berperspektif gender; 4) Penelitian tentang model legislasi daerah yang partisipatif; 5) Menakar keberpihakan kandidat Bupati Blitar yang memihak kepada rakyat; 6) Program penguatan inisiatif penyusunan RAPBS (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah) dalam peningkatan kualitas pelayanan dasar pendidikan bagi warga miskin; 7) Lokakarya penyusunan draft Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Pelayanan Publik Kota Malang;
  • 35. Advokasi Anggaran di Indonesia | 21 Pengalaman Advokasi Anggaran Pendidikan di Kota Malang, Provinsi JawaTimur 8) Pengembangan mekanisme komplain terhadap pelayanan publik berbasis partisipasi publik di daerah; 9) Program advokasi APBD sektor ekonomi lokal di Kabupaten Malang; 10) Program Dewan Anggaran Kota/ Daerah di Kota Blitar; serta 11) Program asistensi pembentukan Lembaga Penyelenggaran Pelayanan Terpadu Satu Pintu. ANALISIS SITUASI Seperti daerah-daerah lain, Pemerintah Kota Malang memberi prioritas yang tinggi pada pembangunan fisik dan hiburan, seperti mal, gedung olah raga, dan stadion sepak bola. Peningkatan kualitas pendidikan tidak mendapatkan perlakuan anggaran sebagaimana pembangunan fisik dan hiburan itu. Belanja publik dalam APBD Kota Malang Tahun 2010 belum sesuai Peraturan Daerah No. 13 Tahun 2009 yang menyatakan besaran belanja publik pendidikan sekurang-kurangnya 10% total APBD. Isu ini meluas setelah Tim PATTIRO Malang melakukan pengkajian kebutuhan ke sekolah-sekolah (terutama SMP) yang dimulai pada Februari 2009. Semua sekolah yang dikunjungi mengatakan bahwa BOS dari Pemerintah Pusat sangat kurang untuk bisa memenuhi biaya operasional sekolah standar, sementara di sisi lain, Pemerintah gencar mengkampanyekan pendidikan gratis. Kurangnya dana operasional dapat menghambat terwujudnya pengelolaan sekolah yang akuntabel, transparan, partisipatif, dan pro rakyat miskin. Oleh karena itu, berdasarkan hasil pengkajian kebutuhan dan beberapa kali diskusi terfokus dengan para pemangku kepentingan (Kepala Sekolah, Komite Sekolah, orang tua siswa, Dinas Pendidikan, LSM, dan akademisi), muncul tuntutan adanya alokasi anggaran dari APBD Kota Malang untuk membantu biaya operasional pendidikan. Biaya operasional tersebut kemudian disebut dengan BOSDA, dengan tujuan untuk menutup kekurangan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari Pemerintah Pusat.
  • 36. 22 | Di Mana Uang Kami? Meraih Hak atas Pendidikan Melalui BOSDA Jumlah dana BOS dari pemerintah pusat ditetapkan berdasarkan jumlah siswa di masing-masing kabupaten/kota yang berdasarkan data dari masing-masingsekolahtingkatSDdanSMP.JumlahdanaBOSpersiswaSD/ MI sekitar Rp 33.300,00 per bulan, dan BOS per siswa SMP Rp 47.900,00 per bulan. Perhitungan Tim Aliansi BOSDA yang dibantu beberapa pakar dari DBE USAID menghasilkan angka kebutuhan ideal dengan metode perhitungan Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) sebagaimana dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 2.1. Penghitungan BOSDA Kota Malang (dalam Rupiah) Jenjang sekolah Jumlah Siswa (orang) BOSP BOS Pusat Kekurangan biaya operasional sekolah Kebutuhan BOSDA/ bulan Kebutuhan BOSDA/ tahun SD/MI 85.638 52.548,96 33.333,33 19.215,63 1.645.588.121,94 19.747.057.463,28 SMP/ MTs 39.547 136.197,97 47.916,67 88.281,30 3.491.260.571,10 41.895.126.853,20 TOTAL DANA 5.136.848.693,04 61.642.184.316,48 Sumber : Hasil kajian Aliansi BOSDA Tabel tersebut menunjukkan bahwa besaran kebutuhan BOSP per siswa SD/MI mencapai Rp 52.500,00 per bulan dan kebutuhan BOSP per siswa SMP/MTs mencapai Rp 136.200,00 per bulan. Dengan demikian, jika mengacu pada anggaran BOS yang disediakan Pemerintah Pusat yang hanya Rp 33.300,00 per siswa SD/MI per bulan dan Rp 47.900,00 per siswa SMP/MTs per bulan, maka anggaran BOSP mengalami defisit Rp 19.200,00 untuk siswa SD/MI dan Rp 88.300,00 untuk siswa SMP/MTs. Jika dikalikan dengan total jumlah siswa SD/MI di Kota Malang yang mencapai 85.638 orang dan total jumlah siswa SMP/MTs yang mencapai 39.547 orang, maka defisit BOSP yang akan dibebankan pada APBD mencapai Rp 61.642.184.316,00 per tahun. Advokasi BOSDA Ketika Tim PATTIRO Malang melakukan kajian kebutuhan ke sekolah- sekolah (SMP) yang dimulai sejak Bulan Februari 2009, semula tim
  • 37. Advokasi Anggaran di Indonesia | 23 Pengalaman Advokasi Anggaran Pendidikan di Kota Malang, Provinsi JawaTimur hanya berbagi gagasan dan menggali informasi tentang praktik-praktik akuntabilitas di sekolah. Akan tetapi, hal ini berkembang pada ekslorasi masalah pendanaan sekolah di mana hampir semua sekolah yang dikunjungi mengatakan bahwa BOS dari Pemerintah Pusat sangat kurang untuk bisa memenuhi biaya operasional sekolah standar, sedangkan di sisi lain, pemerintah gencar mengkampanyekan pendidikan gratis. Kurangnya dana operasional (standar) berpotensi menghambat terwujudnya pengelolaan sekolah yang akuntabel, transparan, partisipatif, dan pro- poor. Tuntutan perlunya BOSDA menguat dalam setiap kegiatan diskusi (FGD) yang diselenggarakan PATTIRO. Diskusi mencakup beberapa tahap meliputi FGD I yang melibatkan para Komite Sekolah, FGD II yang melibatkan para Kepala Sekolah, dan FGD III yang melibatkan perwakilan orang tua siswa. Proses ini dilanjutkan dengan FGD IV, sekitar Bulan Mei 2009, yang melibatkan multipihak (Kepala Sekolah, Komite Sekolah, orang tua siswa, Dinas Pendidikan, LSM, dan akademisi) dan menambah kebulatan tekad untuk bersama-sama mendorong BOSDA. Pasca FGD multipihak, Tim PATTIRO Malang mulai menjalin komunikasi media, sehingga isu BOSDA menggelinding bak bola salju. Selain itu, tim melakukan pendekatan-pendekatan pada semua elemen pendidikan, antara lain Dinas Pendidikan Kota Malang, Dewan Pendidikan Kota Malang (DPKM), Forum Komunikasi Komite Sekolah (FKKS), Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS), tokoh pendidikan, dan LSM. Kemudian Tim PATTIRO Malang melanjutkan roadshow ke elemen pendidikan lain, DPKM, para komite sekolah maupun FKKS, para kepala sekolah maupun MKKS serta beberapa tokoh pendidikan dan LSM. Salah satu tokoh pendidikan yang didekati Tim PATTIRO Malang adalah Bapak Kamilun Muhtadin, mantan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Malang, yang masih cukup mendapatkan respek dari segenap elemen pendidikan di Malang Raya (Kota Batu, Kota Malang, Kabupaten Malang). Dengan para pemangku kepentingan ini, PATTIRO Malang sudah menemukan
  • 38. 24 | Di Mana Uang Kami? Meraih Hak atas Pendidikan Melalui BOSDA kesamaan persepsi bahwa BOSDA merupakan kebutuhan mendasar yang harus dipenuhi oleh pemerintah daerah. Namun demikian, melihat kondisi yang ada, beberapa pihak merasa pesimis pemerintah daerah dapat mewujudkan harapan tersebut. Pesimisme ini akhirnya mendorong Tim PATTIRO Malang mengambil jalan alternatif untuk bergerak di luar eksekutif. Hal inilah yang menimbulkan semangat baru untuk terus mendorong terwujudnya BOSDA Kota Malang. Setelah melalui kajian sederhana, dihasilkan kesimpulan bahwa peluang untuk mendorong BOSDA masih terbuka lebar yaitu melalui legislatif yang separuh lebih anggotanya merupakan anggota baru, dengan harapan idealisme mereka dapat diaplikasikan pada semangat untuk mendorong dan memperjuangkan program-program yang pro rakyat. Dalam rentang Bulan Mei sampai dengan Oktober 2009, PATTIRO Malang secara terus-menerus menjaga liputan isu BOSDA di media. Di waktu yang relatif bersamaan, PATTIRO Malang melakukan pendekatan ke anggota DPRD potensial yang terpilih pada periode 2009-2014 secara personal, baik di rumah maupun di kantor, terutama kepada mereka yang diprediksi menduduki jabatan pimpinan DPRD (antara lain Ahmadi dari Fraksi PKS, Arif Darmawan dari Fraksi Demokrat, H. Abdurrahman dari PKB, dan Priyatmoko dari PDIP). Setelah anggota DPRD dilantik tapi struktur kelengkapan DPRD belum terbentuk, PATTIRO Malang melakukan pendekatan ke semua fraksi DPRD Kota Malang. Di samping itu, PATTIRO Malang berupaya memfasilitasi pembentukan jaringan organisasi pengusung BOSDA dari berbagai kalangan yang ada di Kota Malang, seperti Dewan Pendidikan Kota Malang (DPKM), Forum Komunikasi Komite Sekolah (FKKS), Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS), LSM, Lembaga Pendidikan Ma’arif NU, Majelis Dikdasmen Muhammadiyah, akademisi, dan tokoh masyarakat. Jaringan ini kemudian mendeklarasikan diri dengan nama Aliansi BOSDA.
  • 39. Advokasi Anggaran di Indonesia | 25 Pengalaman Advokasi Anggaran Pendidikan di Kota Malang, Provinsi JawaTimur Upaya lain yang dilakukan, PATTIRO Malang menjalin komunikasi dengan media yang diharapkan mempunyai pengaruh sangat signifikan untuk menjadikan isu BOSDA sebagai bahan “diskusi terbuka”. Elemen Aliansi BOSDA secara bergantian berkomentar (saling menanggapi) di media tentang pentingnya BOSDA. Selain dalam bentuk berita, beberapa artikel tentang BOSDA ditulis untuk memperkuat opini publik. Hingga pertengahan perjalanan, pihak eksekutif belum menunjukkan itikad dan komitmen atas pentingnya BOSDA. Hal ini membuat Tim PATTIRO Malang dan Aliansi BOSDA harus bekerja lebih keras dan mengambil langkah strategis untuk menguatkan advokasi BOSDA. Lobi-lobi dengan pengambil kebijakan di eksekutif dan dengar pendapat dengan anggota legislatif diupayakan lebih kencang. Respon positif mulai muncul dari anggota legislatif; di beberapa forum formal dan informal mereka mulai menyuarakan pentingnya BOSDA. Seiring berjalannya waktu, melalui proses panjang dan berliku, akhirnya upaya advokasi berhasil mendorong adanya anggaran Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA) pada APBD Kota Malang Tahun 2010 sebesar Rp 9.944.700.000,00. Anggaran ini dialokasikan bagi seluruh SD dan SMP yang ada di Kota Malang. Selain BOSDA, PATTIRO Malang dan Aliansi BOSDA juga berhasil mendorong adanya peningkatan belanja publik pada Dinas Pendidikan Kota Malang hingga mendekati angka 10% total APBD. Dengan adanya perubahan kebijakan tersebut, total anggaran belanja publik Dinas Pendidikan Kota Malang yang pada awalnya direncanakan hanya sebesar Rp 51 miliar berubah menjadi Rp 79 miliar. Selain itu, mulai tahun anggaran 2010 Dinas Pendidikan Kota Malang mengalokasian anggaran untuk pembinaan komite sekolah dan pengembangan Dewan Pendidikan Kota Malang (DPKM). Dua elemen penting dalam penyelenggaraan pendidikan itu masing-masing mendapatkan Rp 100 juta.
  • 40. 26 | Di Mana Uang Kami? Meraih Hak atas Pendidikan Melalui BOSDA Hasil tersebut tentu saja belum sesuai dengan harapan yang diinginkan oleh PATTIRO Malang dan Aliansi BOSDA. Namun demikian PATTIRO Malang dan Aliansi BOSDA menganggap apresiasi eksekutif dan legislatif terhadap isu BOSDA tersebut merupakan langkah awal yang baik bagi terciptanya pendidikan yang berkualitas dan terjangkau masyarakat, serta demi terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik. METODOLOGI Satu hal yang penting dari proses advokasi yang efektif adalah adanya target yang teridentifikasi secara tepat dan strategi yang digunakan untuk menjawab setiap permasalahan.Prioritas kampanye advokasi ditetapkan dengan mengidentifikasi target/sasaran dalam urutan yang tepat. Setiap aksi yang berkelanjutan harus dibangun berdasarkan pencapaian yang sudah diraih atau hal yang telah dikuasai. Dalam melakukan advokasi anggaran BOSDA ini, PATTIRO Malang melakukan beberapa tahapan dan strategi advokasi, yaitu: a. Identifikasi Isu Identifikasi isu merupakan langkah awal dalam proses advokasi, hal ini dilakukan sebagai upaya untuk menggali isu-isu yang berkembangdanmencariisuyangpalingstrategissertamenyentuh kebutuhan utama masyarakat. Identifikasi isu dilakukan dengan pengumpulan data, melakukan kajian terhadap data-data yang terkumpul, melakukan wawancara terhadap pihak-pihak terkait, FGD, dan diseminasi. Setelah melewati proses panjang, akhirnya para pihak menyepakati bahwa isu yang paling aktual dalam bidang pendidikan yaitu terkait dengan pembiayaan operasional sekolah, terutama terkait dengan bantuan operasional sekolah yang dialokasikan oleh pemerintah daerah (BOSDA).
  • 41. Advokasi Anggaran di Indonesia | 27 Pengalaman Advokasi Anggaran Pendidikan di Kota Malang, Provinsi JawaTimur Namun demikian, proses identifikasi isu tidak selamanya tanpa hambatan. Hambatan yang terutama adalah sulitnya akses data di Dinas Pendidikan Kota Malang maupun ketidaksiapan pengambil kebijakan dalam memberikan informasi. b. Pengorganisasian masyarakat Pengorganisasian masyarakat merupakan bagian awal yang penting dalam setiap proses advokasi. Hal ini terutama karena isu yangdiangkatmerupakanpermasalahanyangdirasakanbersama. Oleh karenanya kebersamaan merupakan salah satu item yang harus terus diperkuat. Pengorganisasian ini bertujuan untuk menguatkan ikatan jaringan, juga dalam rangka memperjelas pembagian kerja advokasi secara lebih terarah dan efektif. Untuk memperkuat ikatan dan komitmen, pengorganisasian masyarakat dilakukan secara paralel dengan kegiatan identifikasi isu. Hasilnya, tentu saja dirasakan sangat efektif; kesadaran kritis antar elemen terbangun bersamaan dengan kristalisasi isu bersama. Namun demikian, dalam setiap proses selalu saja ada sisi lemah. Salah satu kelemahan proses ini adalah perbedaan pengalaman antar elemen gerakan yang berpengaruh pada persepsi yang dibangun. Walau sering menjadi kendala, perbedaanpersepsidapat diatasidenganjalinan komunikasiyang intensif dan mengembalikan setiap perbedaan pada substansi utama, yaitu isu bersama. c. Pengembangan kapasitas jaringan Dalam rangka memperkuat kapasitas jaringan, PATTIRO Malang memfasilitasi proses peningkatan kemampuan membaca dan menganalisis anggaran pendidikan bagi anggota jaringan. Kegiatan membaca dan menganalisis anggaran dilakukan dengan paparan, penjelasan, diskusi, dan simulasi yang dipandu oleh beberapa anggota Tim PATTIRO Malang yang menguasai tentang anggaran pemerintah daerah. Hal ini dilakukan dalam rangka
  • 42. 28 | Di Mana Uang Kami? Meraih Hak atas Pendidikan Melalui BOSDA memperkuat kapasitas anggota Aliansi BOSDA dalam memahami proses penyusunan anggaran, alur anggaran, keragaan dan teknis anggaran, serta kebijakan anggaran dalam pembangunan. Agar pembahasananggaraninilebihfokus,PATTIROMalangberinisiatif untuk melakukan penghitungan BOSP Kota Malang untuk tingkat SD/MI dan SMP/MTs secara serial dengan melibatkan perwakilan Kepala Sekolah dan Komite Sekolah. Penghitungan BOSP tersebut dilaksanakan secara berpindah-pindah tempat baik di Kantor PATTIRO Malang, sekretariat bersama DPKM-FKKS-MKKS, di sekolah maupun di tempat lainnya sesuai kesepakatan. Dengan latar belakang anggota jaringan yang beragam dan tidak terbiasa mengkaji anggaran daerah, maka tak jarang dibutuhkan waktu yang panjang dalam setiap sesi pengkajiannya. Namun demikian, secara umum proses pengembangan kapasitas jaringan terutama terkait pendalaman materi anggaran relatif berjalan baik. d. Menganalisis anggaran BOSP Analisis anggaran dilakukan secara khusus dimaksudkan untuk memperkuat argumentasi dan memperluas pilihan-pilihan solusi dalam proses advokasi. Yang menjadi objek analisis anggaran adalah penghitungan mengenai kebutuhan operasional sekolah atau Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP). Agar penghitungan BOSP Kota Malang untuk tingkat SD/MI dan SMP/MTs memiliki validitas yang baik, maka perwakilan Kepala Sekolah dan Komite Sekolah dilibatkan secara aktif dalam kegiatan ini. e. Lobi dan dengar pendapat Melakukan lobi-lobi dan dengar pendapat dengan pengambil kebijakan merupakan bagian strategi penting advokasi, karena pada kesempatan inilah tim advokasi dapat mendiskusikan secara langsung gagasan-gagasan tentang pentingnya BOSDA. Lobi
  • 43. Advokasi Anggaran di Indonesia | 29 Pengalaman Advokasi Anggaran Pendidikan di Kota Malang, Provinsi JawaTimur dilakukan dengan pendekatan personal dan kelembagaan baik dalam bentuk formal maupun informal. Selain dilakukan langsung secara personal dan kelembagaan, lobi juga memanfaatkan momen strategis, seperti forum-forum diskusi dan lokakarya. f. Diskusi Publik/Lokakarya Untuk mendapatkan dukungan yang luas dan dalam rangka membentuk dan memperkuat opini publik, PATTIRO Malang dan Aliansi BOSDA menggelar lokakarya. Lokakarya ini merupakan tindak lanjut proses kajian penghitungan BOSP SD/MI-SMP/MTs Kota Malang. Para pihak yang hadir pada lokakarya yaitu, 1 orang pimpinan dan 12 anggota DPRD Kota Malang dari semua fraksi (dari total 45 anggota), Dewan Pendidikan Kota Malang (DPKM), Dinas Pendidikan Kota Malang, kepala sekolah, komite sekolah, LSM, Lembaga Pendidikan Ma’arif NU, Majelis Dikdasmen Muhammadiyah, dan tokoh pendidikan. Sesi pengantar lokakarya diisi oleh Mulyono, Manajer BOS/ Kabid Dikdas Dinas Pendidikan Kota Malang, dan Nur Hidayat yang menjabat sebagai anggota Dewan Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Dengan posisi jabatan dan kemampuan narasumber dalam menjelaskan materi BOS, hal ini secara langsung berkontribusi dalam membangun kerangka pikir dan komitmen anggota DPRD serta audiens lain yang berpartisipasi dalam acara tersebut. g. Kampanye Media Massa Banyak pihak mengatakan, barangsiapa ingin merubah dunia, maka kuasailah komunikasi. Teori ini disadari betul oleh Tim PATTIRO Malang dan Aliansi BOSDA , bahwa untuk mendorong suksesnya advokasi kebijakan, maka wajib hukumnya melibatkan media massa. Media massa dilibatkan baik sebagai mitra dalam membahas substansi dan strategi advokasi maupun sebagai “amunisi” dalam mensosialisasikan dan sekaligus mengkampanyekan pentingnya BOSDA dalam pendidikan di Kota Malang.
  • 44. 30 | Di Mana Uang Kami? Meraih Hak atas Pendidikan Melalui BOSDA Pasca FGD multipihak, Tim PATTIRO Malang dan Aliansi BOSDA mulai menjalin komunikasi media. Karena upaya ini, isu BOSDA menggelinding bak bola salju, baik dalam bentuk berita maupun opini. Tim PATTIRO Malang dan Aliansi BOSDA sadar betul, untuk mendukung kerja-kerja ini, komunikasi dan kerja sama yang efektif dengan media massa mempunyai pengaruh sangat signifikan untuk menjadikan isu BOSDA sebagai bahan “diskusi terbuka”. Elemen gerakan tersebut secara bergantian berkomentar (saling menanggapi) di media tentang pentingnya BOSDA. Hal ini tentu saja menunjukkan kepada para pihak, bahwa BOSDA merupakan isu strategis yang sekaligus merupakan kebutuhan yang mendesak untuk direalisasikan di Kota Malang. Kesulitan yang dihadapi dalam kampanye media massa adalah kontrol terkait pemberitaan tidak bisa dilakukan. Padahal tak selamanya pemberitaan dan opini cocok dengan strategi yang sedang dijalankan. Namun demikian, kondisi tersebut tidak sampai merusak proses advokasi secara signifikan. h. Pemantauan dan evaluasi Pemantauan dan evaluasi dilakukan sepanjang proses advokasi, mulai dari kondisi internal PATTIRO Malang, tim advokasi (Aliansi BOSDA), media massa, hingga peta kondisi yang ada di pihak eksekutif dan legislatif. Selain pemantauan dan evaluasi terhadap kondisi aktor, juga menyangkut substansi advokasi, baik ketika proses advokasi maupun kebijakan apa yang terjadi pasca advokasi. Hasil pemantauan dan evaluasi mengenai aktor dan substansi ketika advokasi berlangsung menjadi bahan yang sangat berguna dalam menunjang keberhasilan advokasi. Sedangkan pemantauan dan evaluasi pasca advokasi menjadi bahan untuk penyusunan kebijakan berikutnya, terutama terkait dengan alokasi dan implementasi APBD tahun berikutnya.
  • 45. Advokasi Anggaran di Indonesia | 31 Pengalaman Advokasi Anggaran Pendidikan di Kota Malang, Provinsi JawaTimur KENDALA ADVOKASI Secaraumum,kendalayangdihadapidalamadvokasianggaranBOSDAKota Malang adalah: a. Kendala SDM Anggota Tim PATTIRO Malang maupun dalam Tim Aliansi BOSDA memiliki kapasitas pemahaman yang tidak merata baik dalam substansi maupun dalam teknis advokasi. Kondisi ini membutuhkan pendalaman memadai untuk menyamakan pemahaman terkait isu yang diusung dan teknik-teknik memperjuangkan isu tersebut. Isu pendidikan merupakan wacana umum yang selalu hangat dalam setiap perbincangan dan sangat dekat dengan masyarakat. Namun ketika menyangkut hal yang spesifik menyangkut biaya operasional sekolah, pemahaman orang berbeda-beda. Begitu pula mengenai cara menyuarakan dan memperjuangkan perubahan sebuah isu, setiap anggota tim memiliki persepsi yang berbeda-beda. b. Kendala Metodologi Dalam proses advokasi, salah satu prasyarat yang harus dipenuhi ialah metodologi. Metodologi yang akan digunakan biasanya tergantung pelaksana, isu yang diangkat, kondisi sosial politik yang berkembang, serta pihak-pihak yang dihadapi. Dalam advokasiBOSDA,sejakawalTimPATTIROMalangtelahmembahas dan mendiskusikan dengan Aliansi BOSDA tentang rencana, tahapan, serta metodologi yang akan digunakan. Sementara dalam isu-isu lainnya mulai ada titik temu, ketika menyangkut metodologi, pendapat tim mulai terpecah. Pada titik inilah terjadi perdebatan dan perbedaan persepsi antar anggota tim mengenai metode yang harus digunakan dalam setiap proses yang diukur dari isu, sumber daya, kemudahan implementasi, dan peluang keberhasilannya.
  • 46. 32 | Di Mana Uang Kami? Meraih Hak atas Pendidikan Melalui BOSDA c. Kendala Kelembagaan Disepakatinya pembentukan Aliansi BOSDA merupakan solusi demi lancarnya proses advokasi. Namun demikian, proses ini bukan tanpa hambatan. Bergabungnya berbagai organisasi dan individu dalam sebuah wadah aliansi membawa beberapa persoalan lain, di antaranya: 1) benturan waktu antara aktivitas organisasi dengan kerja-kerja aliansi; 2) kurangnya komitmen sebagian anggota aliansi dalam melaksanakan tugas-tugas yang disepakati; dan 3) proses advokasi yang memakan waktu panjang menimbulkan kelelahan bagi sebagian anggota aliansi. SOLUSI ATAS KENDALA Untukmenjawabkendala-kendaladiatas,adabeberapahalyangdilakukan oleh Tim PATTIRO Malang dan Aliansi BOSDA, yaitu: a. Diskusi dan kajian Dalam menghadapi kendala lemahnya sebagian SDM anggota aliansi dan kendala metodologi, PATTIRO Malang dan Aliansi BOSDA berupaya menyelenggarakan serangkaian diskusi dan kajian baik yang menyangkut teknis advokasi maupun substansi anggaran pendidikan. Proses diskusi dan kajian dilakukan dengan pendekatan partisipatif baik dari sisi waktu, tempat, materi, maupun penanggungjawabnya. Karenanya, diskusi dan kajian berjalan dengan baik dan menghasilkan pemahaman dan kesepahaman yang diinginkan. b. Koordinasi dan konsolidasi Untuk menjaga kekompakan dan mengeliminasi hambatan- hambatan terkait kelembagaan, PATTIRO Malang dan Aliansi BOSDA bersepakat untuk melakukan koordinasi secara rutin. Koordinasi dilakukan baik dalam bentuk pertemuan dan rapat yang diagendakan, maupun koordinasi secara informal.
  • 47. Advokasi Anggaran di Indonesia | 33 Pengalaman Advokasi Anggaran Pendidikan di Kota Malang, Provinsi JawaTimur CAPAIAN Kegiatan advokasi peningkatan anggaran BOSDA oleh PATTIRO Malang berhasil mendorong perubahan berikut: Adanya Kebijakan Anggaran. PATTIRO Malang dan Aliansi BOSDA berhasil mendorong munculnya anggaran untuk BOSDA pada APBD Kota Malang Tahun 2010. Total alokasi BOSDA Kota Malang tahun anggaran 2010 sejumlah Rp 9.944.700.000,00, dengan pembagian untuk SD/MI sebesar Rp 5.140.980,00 dan untuk SMP/MTs sebesar Rp 4.803.720.000,00 yang langsung diberikan melalui transfer ke rekening sekolah. Sebenarnya angka tersebut masih sangat kecil jika dibandingkan dengan angka usulan PATTIRO Malang dan Aliansi BOSDA yang besarnya mencapai Rp 21 miliar. Namun demikian, jika dibandingkan dengan APBD sebelumnya yang (sama sekali) tidak mengalokasikan dana BOSDA, juga sebagai langkah awal kebijakan BOSDA Pemerintah Kota Malang, angka tersebut tetap layak diapresiasi. Terbangun aliansi lintas organisasi dan komunitas. Aliansi BOSDA merupakan gabungan individu dan organisasi masyarakat yang peduli terhadap pendidikan. Aliansi ini menjadi forum cair dan fleksibel untuk memperjuangkan BOSDA dalam APBD Kota Malang.Tak sebatas mengusung, aliansi ini juga akan mengawal BOSDA pada tataran implementasi di lapangan. Selain mendorong lahirnya kebijakan BOSDA, Aliansi BOSDA juga telah berhasil meningkatkan kapasitas anggotanya, terutama terkait dengan isu pendidikan khususnya BOSDA. Partisipasipemangkukepentinganpendidikan.Komunitaspendidikan mulai ikut terlibat dalam proses perencanaan, ikut ambil bagian mengawasi proses pencairan dana BOSDA yang diberikan (ditransfer) ke rekening masing-masing sekolah. Tidak hanya sampai di situ, pemangku kepentingan pendidikan berkomitmen untuk mengawal anggaran BOSDA sampai pada tahap impelemntasi di sekolah-sekolah.
  • 48. 34 | Di Mana Uang Kami? Meraih Hak atas Pendidikan Melalui BOSDA Kepedulian anggota legislatif. Alokasi dana BOSDA dalam APBD Kota Malang Tahun 2010 tak terlepas dari nurani anggota DPRD Kota Malang yang mau mendengar aspirasi masyarakat dalam pembiayaan pendidikan. Perubahan kebijakan eksekutif. Proses advokasi yang intensif, terus- menerus, dan melibatkan banyak pihak berhasil meyakinkan Pemerintah Kota Malang bahwa alokasi dana BOSDA sangat diperlukan oleh masyarakat. PELAJARAN Berikut beberapa pelajaran yang bisa dipetik selama melakukan advokasi anggaran BOSDA dalam APBD Kota Malang: Koalisi.Untukmencapaiadvokasiyangsuksesdiperlukanpengorganisasian yang baik. Sebenarnya, ada berbagai ragam pengorganisasian dalam advokasi. Pilihan ragam advokasi tergantung tingkat kerumitan kasus yang akan diadvokasi. Anggota jaringan yang dapat bergabung dalam tim advokasi harus memiliki pandangan dan orientasi yang sama terhadap agenda advokasi. Pengembangan kapasitas. Dalam advokasi, peningkatan kapasitas anggota jaringan merupakan sebuah kebutuhan yang harus dilakukan. Untuk menjawab kebutuhan ini, maka PATTIRO Malang berinisiatif untuk melakukan pelatihan teknis, terutama terkait penghitungan BOSDA maupun analisis anggaran APBD secara umum. Sementara itu, peningkatan kapasitas teknis advokasi dilakukan secara “learning by doing” ketika proses-proses advokasi berlangsung. Pelibatan penerima manfaat. Pelibatan penerima manfaat langsung sebuah kebijakan anggaran yang diadvokasi sangat penting. Masyarakat penerima manfaat langsunglah yang selama ini merasakan kondisi baik dan buruknya ketika kebijakan
  • 49. Advokasi Anggaran di Indonesia | 35 Pengalaman Advokasi Anggaran Pendidikan di Kota Malang, Provinsi JawaTimur anggaran pendidikan tidak berpihak kepada mereka. Usulan solusi agar kebijakan anggaran bisa berpihak kepada rakyat harus dirumuskan oleh pihak-pihak yang selama ini terkena dampak langsung. Proses ini bisa dibantu/didampingi oleh pihak lain yang berkompeten. Selain mengembalikan posisi masyarakat sebagai subyek kebijakan, pelibatan penerima manfaat langsung juga berpengaruh terhadap percepatan keberhasilan advokasi. Hal ini disebabkan oleh terbangunnya komunikasi antarpemangkukepentingansecaraefektif,yaituantarapenerimamanfaat, tim advokasi/pendamping, dan pihak-pihak pengambil kebijakan. Adanya komunikasi yang efektif antar pihak memudahkan upaya membangun kesepahaman tentang muatan advokasi BOSDA.
  • 50.
  • 51. RINGKASAN Pemenuhan hak dasar kesehatan tidak mudah untuk dilakukan. Proses advokasi jaminan pelayanan di Kabupaten Bandung dimulai dengan kerja- kerja intelektual, seperti riset, analisis anggaran, dan penyusunan naskah akademik. Kemudian tahap berikutnya adalah penggalangan dukungan yang masif. Di sini diperlukan kerja-kerja politik. Meramu ini semua dalam sebuah desain besar advokasi tidaklah mudah. Ia memerlukan ketekukan dan kesungguhan. Tahapan advokasi di Kabupaten Bandung dimulai ketika naskah akademik dan agenda besar perwujudan jaminan pelayanan kesehatan diserahkan pada pemerintah daerah. Tantangan langsung muncul dari pihak pemda dan penyedia layanan. Dan di sinilah diperlukan dukungan pengetahuan dan kemampuan memainkan tarik- menarik kekuatan. Setelah berkutat dengan berbagai kegiatan riset, lobi dan menggalang dukungan,akhirnyatujuanpertamaadvokasitercapai.Retribusipelayanan Sehat Itu Murah dan Mudah Pengalaman Advokasi Penyediaan Jaminan Akses Kesehatan Bagi Rakyat Miskin di Kabupaten Bandung oleh: Ari Nurman
  • 52. 38 | Di Mana Uang Kami? Sehat Itu Murah dan Mudah kesehatan di Puskesmas dihilangkan sehingga rakyat miskin tidak lagi menghadapi hambatan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Hampir setahun kemudian tujuan tahap kedua advokasi terwujud: adanya peraturan daerah tentang jaminan pelayanan kesehatan di Kabupaten Bandung. PROFIL LEMBAGA Perkumpulan Inisiatif secara formal didirikan pada tanggal 19 Juni 2005. Secara aktual, kegiatannya telah dimulai sejak Juli 2000. Perkumpulan Inisiatif didirikan untuk mempromosikan perbaikan tata pemerintahan lokal dengan lebih memfokuskan pada peningkatan derajat kehidupan kelompok marjinal, sekaligus mewadahi lebih banyak individu-individu yang peduli dan yang memiliki kesamaan visi. Obsesi Perkumpulan Inisiatif adalah menjadi lembaga yang dapat meningkatkan derajat kehidupan kelompok marjinal khususnya melalui partisipasi dalam tata pemerintahanlokal.Danuntukmewujudkanobsesitersebut,Perkumpulan Inisiatif selalu berusaha untuk (1) Mendorong reformasi kebijakan publik yang dapat meningkatkan derajat kehidupan kelompok marjinal, (2) Mendorong penguatan kelompok marjinal agar dapat memperjuangkan upaya peningkatan derajat kehidupannya, dan (3) Mensinergikan proses- proses reformasi kebijakan dengan penguatan kelompok marjinal. ANALISIS SITUASI Dari analisis dan survey yang dilakukan Inisiatif pada tahun 2007, diperoleh gambaran mengenai kondisi sisi permintaan layanan kesehatan dan juga kondisi sediaannya. Dari sisi permintaan, beberapa informasi penting mengenai karakter konsumen kita peroleh dari kedua studi tersebut. Kemudian dari sisi sediaan, kita juga memperoleh informasi
  • 53. Advokasi Anggaran di Indonesia | 39 Pengalaman Advokasi Penyediaan Jaminan Akses Kesehatan Bagi Rakyat Miskin di Kabupaten Bandung antara lain infrastruktur, tenaga medis dan non medis dalam hal jumlah, sebaran, kondisi infrastruktur, dan kecukupan. Hal yang penting dalam memperkuat argumen kita dalam melakukan advokasi adalah proyeksi kondisi sediaan dan permintaan di masa depan bila tidak dilakukan intervensi. Sedangkan hasil survey Inisiatif dan Universitas Komputer Indonesia tahun 2007 menunjukkan sebagian besar masyarakat Kabupaten Bandung rentan untuk jatuh miskin, mudah terkena penyakit, dengan akses kepada layanan kesehatan pemerintah sering terhambat oleh biaya dan keterbatasan ekonomi. Kronologi Advokasi Titik awal proses advokasi ini dimulai akhir 2006, dengan presentasi Inisiatif tentang kebijakan daerah pro rakyat miskin di depan Bappeda Kabupaten Bandung. Diskusi diisi dengan membahas tantangan terbesar pengurangan kemiskinan di Kabupaten Bandung. Di akhir acara diskusi, Perkumpulan Inisiatif “menantang” Pemerintah Kabupaten Bandung untuk “menggratiskan” layanan kesehatan agar masyarakat yang rentan bisa mendapatkan perlindungan untuk tidak jatuh miskin karena sakit. Dengan kata lain, Pemerintah Kabupaten Bandung menyediakan jaminan pelayanan kesehatan secara universal. Dan tantangan ini dijawab dengan “tantangan balik” dari Bapeda dengan meminta konsepnya melalui pengajuan naskah akademik. Jawaban atas tantangan balik bapeda tersebut muncul dengan disampaikannya konsep yang dituangkan dalam sebuah naskah akademik. Naskah akademik ini disampaikan pada Bupati Bandung, Bappeda Kabupaten Bandung, Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung, dan DPRD Kabupaten Bandung pada Bulan Juli Tahun 2007. Dan sejak saat itu roda advokasi pun berjalan.
  • 54. 40 | Di Mana Uang Kami? Sehat Itu Murah dan Mudah Boks 3.1. Desain advokasi kesehatan gratis di Kabupaten Bandung Desain Advokasi Kesehatan Gratis di Kabupaten Bandung • Persiapan rencana kerja advokasi kesehatan gratis • Penyusunan kerangka acuan konsep kesehatan gratis • Pengumpulan argumen kesehatan gratis Proses ini dilakukan oleh Perkumpulan Inisiatif bekerja sama dengan universitas. Kegiatan yang dilakukan adalah studi dokumen, analisis kebijakan dan anggaran kesehatan, dan survey pengguna layanan yang dilakukan di Puskesmas di 30 kecamatan dan 2 rumah sakit daerah yang ada di Kabupaten Bandung. Survey bertujuan untuk mengukur tingkat kepuasan pengguna layanan Puskesmas dan Rumah Sakit Daerah. • Perumusan konsep kesehatan gratis Tahapan yang dilakukan dalam perumusan konsep kesehatan gratis ini adalah penghitungan prevalensi tiap penyakit/layanan, penghitungan nilai moneternya (monetize), penghitungan risiko dan sorting besarannya, analisis anggaran dan skema alternatif (kebutuhan dan kapasitas), penentuan pemangku kepentingan yang membiayai kesehatan, dan pemilihan skema dan anggaran alternatif). Tahapan ini adalah tahapan awal sebelum memasuki advokasi. Tahapan ini dikhususkan pada kajian untuk menyusun Naskah Akademik Kesehatan Gratis. • Konsolidasi dukungan masyarakat terhadap kesehatan gratis Konsolidasi dukungan ini dilakukan dengan bekerja sama dengan elemen kelompok masyarakat. Salah satu bentuk konkret dukungan adalah pengumpulan tanda tangan dan salinan KTP penduduk Kabupaten Bandung. Sementara kegiatan lainnya yaitu seminar tentang advokasi jaminan pelayanan kesehatan gratis, publikasi media massa (sewa kolom di media massa untuk membangun opini publik), penyebaran buku saku, pembuatan spanduk, untuk mensosialisasikan advokasi jaminan pelayanan kesehatan gratis kepada seluruh penduduk Kabupaten Bandung. • Advokasi kesehatan gratis ke Pemerintah Kabupaten Bandung Tahapan ini terdiri atas 2 kegiatan, yaitu: o Penyiapan materi dan rencana kerja advokasi: di sini Inisiatif membuat rencana audiensi dengan Pemda Kabupaten Bandung dan DPRD Kabupaten Bandung, pemetaan pemangku kepentingan yang mendukung gagasan kesehatan gratis, dan dinamika advokasi itu sendiri. o Penyerahan naskah akademik kepada Pemda Kabupaten Bandung dan DPRD Kabupaten Bandung: Penyusunan naskah akademik dilaksanakan selama Bulan Juli 2007. Setelah naskah akademik selesai disusun, substansi dan penyempurnaan naskah akademik tersebut dilakukan. Naskah akademik kemudian diserahkan kepada Pemda Kabupaten Bandung dan DPRD Kabupaten Bandung. • Pengawalan legislasi kesehatan gratis o Audiensi dengan DPRD Kabupaten Bandung dan Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung: Penyerahan naskah akademik dilanjutkan dengan audiensi dengan DPRD Kabupaten Bandung dan Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung. Audiensi bertujuan untuk mensosialisasikan konsep dan menggalang dukungan dari Pemda dan DPRD, menuntut hak inisiatif DPRD untuk mengusung konsep pelayanan kesehatan gratis ini dalam bentuk Peraturan Daerah, dan menuntut pemerintah daerah untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut. o Pengawalan legislasi di DPRD Kabupaten Bandung dan pengawalan proses penganggaran (anggaran alternatif): Kedua proses ini berlangsung ketika konsep Jaminan Pelayanan Kesehatan Gratis ini masuk dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda). Pengawalan ini dimaksudkan agar tidak ada perubahan substansi dalam usulan kebijakan penggratisan kesehatan ini. Proses ini bertujuan agar Jaminan Pelayanan Kesehatan Gratis ini diakomodasi dalam Peraturan Daerah.
  • 55. Advokasi Anggaran di Indonesia | 41 Pengalaman Advokasi Penyediaan Jaminan Akses Kesehatan Bagi Rakyat Miskin di Kabupaten Bandung • Kampanye kesehatan gratis Kampanye ini ditujukan untuk mensosialisasikan Perda tentang Jaminan Pelayanan Kesehatan Gratis kepada masyarakat sebagai penerima manfaat dan pemangku kepentingan lain. o Penyiapan materi publikasi (radio komunitas, poster, dan koran) o Publikasi dan promosi kesehatan gratis. Kegiatan ini ditempuh dengan penayangan iklan layanan masyarakat melalui radio-radio komunitas dan sewa kolom di koran. Penyusunan naskah akademik. Naskah akademik disusun melalui tahapan-tahapan sebagai berikut; • Analisis masalah. Pada bagian ini dicari tahu cakupan, jenis, ketersediaan, dan kemungkinan jenis layanan yang bisa disediakan secara gratis. Berbekal hasil survey, dikenali karakteristik penduduk Kabupaten Bandung yang rentan dan mudah terkena penyakit. Temuan ini didukung data Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung yang menyatakan bahwa hanya 8% penduduk yang melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Data itu menyebutkan juga bahwa selama tahun 2006 ada sekitar 120 jenis penyakit, berat maupun ringan, serta layanan kesehatan yang ditangani di tempat pelayanan kesehatan publik (Puskesmas dan Rumah Sakit Umum Daerah). Selanjutnya Tim Advokasi mendalami kasus-kasus kesakitan yang terjadi di Kabupaten Bandung. Kajian dilakukan antara lain terhadap angka kejadian atau jumlah penderita per tahun, pelayanan kesehatan yang diperlukan penderita agar sembuh, dan waktu yang diperlukan untuk sembuh. Tahapan analisis berikutnya berupa penghitungan nilai moneter biaya yang timbul akibat penyakit-penyakit tadi. Dari perhitungan itu dapat dilihat; (1) dampak penyakit terhadap kondisi ekonomi penderita dan keluarganya; (2) dampak penyakit terhadap beban pemerintah dalam pembiayaan jaminan kesehatan.
  • 56. 42 | Di Mana Uang Kami? Sehat Itu Murah dan Mudah Setelah kalkulasi itu dilakukan akan terlihat bahwa yang paling rentan menerima dampak penyakit adalah kelompok masyarakat miskin, pekerja risiko tinggi berpendapatan rendah, orang lanjut usia, pengangguran, dan anak-anak. Dengan mengkaji data demografis, kita bisa mengetahui jumlah orang yang berada dalam posisi rentan terkena risiko penyakit. Dari hasil kajian tersebut, dapat disimpulkan bahwa risiko kejadian penyakit sangat signifikan. Baik dari sisi jumlah penderita, juga dari sisi nilai uang kerugian langsung. Kerugian lainnya akibat kehilangan produktivitas, belum dihitung, dan jumlahnya pasti cukup besar juga. Akhirnya, nilai total kerugian bisa dipastikan jauh lebih besar lagi. Langkah selanjutnya adalah melihat tingkat kerentanan ekonomi penduduk terhadap serangan penyakit tersebut. Dari analisis terhadap data yang tersedia, terlihat penduduk Kabupaten Bandung yang miskin dan rentan terdiri dari keluarga pra sejahtera sebanyak 102 ribu keluarga (360 ribu jiwa) dan keluarga sejahtera I sebanyak 192 ribu keluarga (687 ribu jiwa). Jumlah ini mencapai 40,45% total jumlah keluarga di Kabupaten Bandung. • Identifikasi kapasitas. Kapasitas keuangan Pemda Kabupaten Bandung dihitung berdasar kemampuan anggaran daerah. Dari analisis anggaran, dapat diperkirakan besaran kontribusi pemangku kepentingan lainnya. Selain itu, kajian ini dilakukan untuk menentukan sumber pembiayaan yang bisa digunakan. Kalkulasi ini dilandasi asumsi jika alokasi anggaran memadai, mestinya kualitas layanan kesehatan untuk masyarakat akan baik. Karenanya, jika pelayanan kesehatan kualitasnya masih rendah, berarti ada dua kemungkinan: (1) anggaran dibelanjakan secara tidak efisien atau (2) anggaran yang ada memang terlalu kecil. Untuk itu, seharusnya bisa dilakukan efisiensi anggaran.
  • 57. Advokasi Anggaran di Indonesia | 43 Pengalaman Advokasi Penyediaan Jaminan Akses Kesehatan Bagi Rakyat Miskin di Kabupaten Bandung Boks 3.2. Analisis potensi penghematan anggaran Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung (dalam Rupiah) Analisis Potensi Penghematan Anggaran Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Dengan melihat potensi penghematan yang ada maka dapat diperkirakan jumlah anggaran yang tersedia untuk merealisasikan advokasi pelayanan kesehatan gratis. Dari hasil penghitungan, dapat disimpulkan potensi penghematan anggaran Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung pada Tahun 2007 berdasarkan modus mencapai Rp 37,6 miliar. NO ITEM MODUS JUMLAH NO ITEM MODUS JUMLAH 1 Accress melebihi standar 820.508.262 11 Pemborosan 953.980.000 2 Belanja dan kuantitas terlalu tinggi 9.900.000 12 Pemborosan item buku 1.040.000 3 Harga terlalu tinggi 1.781.500 13 Rincian anggaran dan sasaran kegiatan tidak jelas 10.000.000 4 Item tidak jelas 6.305.160.500 14 Tidak perlu 51.400.000 5 Item tidak sesuai program 13.053.793.500 15 Uraian tidak jelas 14.100.000 6 Jumlah pembelian terlalu banyak 1.050.000 16 Volume dan harga terlalu tinggi 12.313.300 7 Kegiatan pengulangan 14.636.948.185 17 Volume dan harga tidak jelas 931.970.000 8 Kegiatan tidak jelas 168.000.000 18 Volume terlalu tinggi 43.741.100 9 Kegiatan tidak sesuai program 354.009.990 19 Waktu pelaksanaan tidak jelas 246.015.000 10 Ketinggalan zaman 226.200 Total Potensi Penghematan 37.615.937.537 • Menyusun strategi dan rencana tindak. Tahapan ini dimulai dengan kajian penyediaan layanan kesehatan dan penentuan financiers penting sebagai perpektif awal untuk melakukan advokasi. Pada tahap ini dikaji berbagai model pembiayaan layanan kesehatan dengan melihat unsur-unsur sebagai berikut: (1) komitmen pemerintah daerah; (2) Kepercayaan sesama pemangku kepentingan dalam penyediaan layanan kesehatan;
  • 58. 44 | Di Mana Uang Kami? Sehat Itu Murah dan Mudah (3) Ketersediaan biaya; (4) Kesiapan institusi penyedia layanan kesehatan; (5) Ketersediaan infrastruktur dan sumberdaya manusia; dan (6) Tingkat kerentanan masyarakat. Analisis atas enam aspek menunjukkan urgensi dan kemampuan untuk memilih pendekatan universal. Untuk itu Inisiatif melakukan: (1) mengembangkan beberapa alternatif skema pembiayaan (beserta konsekuensi biayanya) untuk penyediaan jaminan layanan kesehatan secara universal; (2) Melakukan advokasi untuk realokasi inefisiensi yang terjadi untuk pembiayaan alternatif skema terpilih; (3) Melakukan negosiasi dan mencari dukungan dari DPRD. Selain itu mencari dukungan tertulis berupa pengumpulan tanda tangan masyarakat; (4) Membuat beberapa tulisan di media massa yang ‘menyentil’ pelayanan kesehatan masyarakat dan mendorong pemberitaan media massa atas kasus-kasus pendukung; (5) Mengawal proses perencanaan dan penganggaran di tahun berikutnya, dengan fokus pada anggaran sektor kesehatan, terutama terkait dengan penyediaan sarana, prasarana, sumber daya manusia, dan obat- obatan; (6) Mengembangkan wacana untuk mengurangi peran dinaskesehatandanmenyerahkanpengelolaanPuskesmassecara mandiri. Pilihan ini diambil karena intervensi Dinas Kesehatan seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lapangan. Setelah upaya-upaya itu dilakukan, Inisiatif mengembangkan berbagai model alternatif untuk pembiayaan jaminan layanan kesehatan. Berikut ini adalah kalkulasi pembiayaan menurut berbagai model itu.
  • 59. Advokasi Anggaran di Indonesia | 45 Pengalaman Advokasi Penyediaan Jaminan Akses Kesehatan Bagi Rakyat Miskin di Kabupaten Bandung Boks 3.3. Kalkulasi pembiayaan jaminan layanan kesehatan menurut model Alternatif Anggaran Keterangan MODEL 1A Rp 4,43 triliun Untuk 44 penyakit, seluruh kasus di Puskesmas Bandung Induk dan Puskesmas Bandung Barat selama setahun (2006). MODEL 1B Rp 1,8 triliun Untuk 44 penyakit, seluruh kasus di Puskesma Bandung Induk dan Puskesmas Bandung Barat selama setahun, dengan angka penduduk miskin 40,65% (2006). MODEL 2A Rp 431 miliar Dengan jumlah penduduk 2.879.231 jiwa dan premi asuransi yg ditanggung Rp12.500,00/bulan seperti di Kabupaten Jembrana. Dengan jumlah peserta lebih banyak, angka premi ini bisa jauh lebih kecil lagi. MODEL 2B Rp 176 miliar Dengan penduduk miskin 40% dan premi asuransi yg ditanggung Rp 12.500,00/bulan seperti di Kabupaten Jembrana. Dengan jumlah peserta lebih banyak, angka premi ini bisa jauh lebih kecil lagi. MODEL 3A Rp 22 miliar (2007) Angka ini diambil dari besaran potensi retribusi pelayanan kesehatan yang dihilangkan. MODEL 3B Kurang dari Rp 9 miliar (2007) Besar potensi retribusi pelayanan kesehatan yang dihilangkan dari pasien yang tidak dirujuk. Dari keenam alternatif tersebut, alternatif yang dianggap paling rasional untuk konteks Kabupaten Bandung (juga merupakan alternatif yang paling direkomendasikan oleh para pelaku advokasi)adalahalternatifkelima(model3A)dankeenam(model 3B). Pilihan skema yang akan diperjuangkan dan dikembangkan, diserahkan sepenuhnya pada hasil negosiasi pelaku advokasi dengan DPRD Kabupaten Bandung dan Pemda Kabupaten Bandung.
  • 60. 46 | Di Mana Uang Kami? Sehat Itu Murah dan Mudah • Pelembagaan dan pendampingan proses. Puncak advokasi dalam mereformasi pelayanan adalah pelembagaan dan pendampingan proses. Sangat disadari, advokasi sendiri merupakan sebuah proses persuasif, di mana pada saat pembuat kebijakan berusaha mencari solusi dan inovasi, pelaku advokasi berusaha mempengaruhi pembuat kebijakan untuk membuat alternatif dan keputusan terbaik. CAPAIAN Ada beberapa catatan penting yang bisa dianggap sebagai ‘kemenangan kecil.’ Terlepas dari model jaminan pelayanan kesehatan yang akan dirumuskan oleh tim di pemangku kebijakan, proses kajian itu sendiri menandai masuknya sebuah agenda baru dalam rencana kerja pemerintah yang sebelumnya tidak ada. Pada akhirnya, kegiatan kajian tersebut masuk dalam Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Tahun Anggaran 2008. Masuknya kegiatan tersebut dalam Rencana Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung menandai proses advokasi kebijakan telah memasuki ruang formal perumusan kebijakan. Sebuah usulan kebijakan yang telah diwacanakan di ruang publik pada akhirnya harus dirumuskan di ruang formal dengan menjadi agenda pemerintah untuk bisa dijalankan. Terbitnya Keputusan Bupati tentang Pembentukan Tim Pengkaji Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat (JPKM) Kabupaten Bandung menandai dimulainya perumusan kebijakan secara formal. Kemenangan kecil lainnya adalah diperolehnya dukungan dari berbagai pemangku kepentingan, seperti DPRD, media massa lokal (radio dan harian cetak) dan nasional (Kompas), dan berbagai LSM lokal. Dukungan- dukungan tersebut semakin memompa semangat Inisiatif dan Forum Diskusi Anggaran untuk semakin giat melakukan riset kecil, lobi, dan
  • 61. Advokasi Anggaran di Indonesia | 47 Pengalaman Advokasi Penyediaan Jaminan Akses Kesehatan Bagi Rakyat Miskin di Kabupaten Bandung berbagai kegiatan penggalangan dukungan lainnya. Di sisi lain, tekanan politik yang diterima oleh Bupati Bandung saat itu, Obar Sobarna, SIP., juga semakin kuat. Dan ini berdampak positif pada semakin seriusnya kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung untuk menyusun raperda dan desain JPKM. Kemenanganberikutnya,yangtidakkecil,adalahdianggarkannyasejumlah dana pada APBD Kabupaten Bandung Tahun 2009, untuk membebaskan retribusi pelayanan kesehatan dari seluruh Puskesmas di Kabupaten bandung. Ini berarti, mulai tahun 2009, penduduk Kabupaten Bandung dapat mengakses pelayanan kesehatan di Puskesmas secara gratis. Bagi Inisiatif, ini sebuah kemenangan besar pertama; mulai tahun 2009 tidak ada lagi hambatan untuk mengakses pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat miskin. Kemenangan berikutnya, yang juga sangat berarti, adalah disahkannya PeraturanDaerahKabupatenBandungNo.10Tahun2009tentangJaminan Kesehatan Di Kabupaten Bandung. Perda ini disahkan pada tanggal 9 Juli 2009. Ini kemenangan yang besar, tapi belum yang terbesar. Setidaknya, dengan munculnya perda ini, sistem jaminan pelayanan kesehatan di Kabupaten Bandung sudah mendapat fondasi yang cukup kuat. Pekerjaan rumah selanjutnya adalah menerapkan perda tersebut. Bagaimanapun, ini hanyalah awalan bagi pekerjaan selanjutnya. TANTANGAN Tantangan pertama kali muncul dari pihak Pemda Kabupaten Bandung, terutamaDinasKesehatanKabupatenBandung,dandaripenyedialayanan. Pihak Pemda berkeberatan atas dihilangkannya retribusi kesehatan. Ini berarti mereka kehilangan sebagian sumber pendanaan, tanpa ada jaminan bahwa kehilangan tersebut akan mendapatkan kompensasi berupa kenaikan alokasi anggaran dari ABPD. Namun kehawatiran ini
  • 62. 48 | Di Mana Uang Kami? Sehat Itu Murah dan Mudah tidak terbukti, karena DPRD Kabupaten Bandung menyetujui tambahan alokasi anggaran untuk Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung sebagai pengganti retribusi yang dihilangkan. Yang paling sulit dihadapi adalah tantangan untuk mengubah cara berpikir Pemda Kabupaten Bandung dan penyedia layanan yang berpendapat pelayanan kesehatan tidak boleh digratiskan. Beberapa alasan yang tidak berdasar di antaranya: (1) biaya untuk mendapatkan pendidikan kedokteran sangat mahal, (2) APBD tidak akan cukup, (3) tidak adil bila orang kaya menikmati layanan kesehatan gratis, dan (4) orang miskin akan menyalahgunakan penggratisan dengan semakin sembarangan hidupnya, tidak menjaga kesehatan mereka, karena ada jaminan bahwa kalau sakit akan dapat pelayanan kesehatan gratis. Tantangan lain yang biasa ditemukan dalam bekerja sama dalam tim yang beranggotakan pegawai negeri sipil: semua hal terkait legitimasi, ranking/ eselon jabatan, honor, dan tidak adanya hasil kerja yang nyata. Dan, terkait dengan eselon, jangan berharap akan ada kesepakatan atau komitmen apapun dari PNS, ketika yang kita hadapi adalah staf. Di lingkungan pegawai negeri sipil, pejabat eselon tiga atau empat tidak mempunyai kewenangan untuk memutuskan. Tantangan besar lainnya adalah masalah kapasitas internal pelaku advokasi. Pengetahuan yang sifatnya konseptual dan teknis tentang subjek yang diadvokasikan memegang peranan penting. Kapasitas ini terutama terkait penyusunan argumen. Selain itu, pengetahuan akan sangat berguna untuk menghadapi lawan advokasi yang mempunyai pengetahuan yang tinggi. Hal ini sangat berpengaruh bagi keberlanjutan agenda advokasi dan pencapaiannya. Orang pintar tidak selalu ada, dan kalaupun ada tidak selalu berpihak pada agenda advokasi.
  • 63. Advokasi Anggaran di Indonesia | 49 Pengalaman Advokasi Penyediaan Jaminan Akses Kesehatan Bagi Rakyat Miskin di Kabupaten Bandung PELAJARAN Pelajaran paling penting yang diperoleh: advokasi harus didukung oleh kapasitas pengetahuan yang memadai, dukungan politik yang masif dari berbagai pemangku kepentingan, dan kemampuan memanfaatkan berbagai momen. Tanpa itu semua, advokasi akan sangat berat dan sangat mungkin gagal. Bahkan untuk yang sudah memiliki semua kelebihan tersebut, seperti kemewahan yang dimiliki Inisiatif, proses advokasi membutuhkan waktu bertahun-tahun. Di sini daya tahan dan konsistensi perjuangan terus dituntut. Terakhir, disadari bahwa advokasi merupakan sebuah dinamika tarik- menarik kekuatan; pemenang tidak akan mendapatkan segala-galanya. Sampai tulisan ini disusun, baru capaian membebaskan rakyat dari retribusi layanan kesehatan di Puskesmas yang berhasil diwujudkan. Babak pertama telah usai, namun babak berikutnya baru dimulai. Masih dibutuhkan upaya yang besar sebelum Perda JPKM diterapkan.
  • 64.
  • 65. RINGKASAN Meskipun memainkan peran strategis, sampai tahun 2003 pembiayaan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) di Kota Surakarta mengandalkan iuran warga dan kontribusi dari persediaan kas Rukun Tetangga (RT). Pada tahun 2004, Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) Surakarta dan Forum Perempuan Peduli Anggaran Kota Surakarta (FPPAKS) berhasil mendorong adanya realokasi anggaran kegiatan organisasi Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) di APBD Perubahan Kota Surakarta pada tahun berjalan. Anggaran yang direncanakan untuk kunjungan PKK ke Bali dialihkan ke kegiatan pemberian makanan tambahan (PMT) Balita di Posyandu senilai Rp 100 juta. Sejak itu, Posyandu mendapat bantuan pembiayaan dari APBD Kota Surakarta sebesar Rp 400 ribu per Posyandu. PATTIRO Surakarta sampai saat ini terus mendampingi pemberdayaan Posyandu, termasuk memfasilitasi pembentukan Forum Komunikasi Kader Posyandu (FKKP) pada 2008. Dana APBD Tahun 2010 untuk setiap Posyandu di Kota Surakarta saat ini adalah Rp 1.800.000,00 dan jumlah keseluruhan Posyandu Balita adalah 578. Mengawinkan Peran Warga dan Kontribusi APBD Di Posyandu Pengalaman Kelompok Perempuan Mengadvokasi Anggaran Di Kota Surakarta oleh: Mimin Rukmini dan Setyo Dwi Herwanto
  • 66. 52 | Di Mana Uang Kami? Mengawinkan Peran Warga dan Kontribusi APBD di Posyandu PROFIL LEMBAGA Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) Surakarta dirintis tahun 2000 sebagai ungkapan kepedulian mahasiswa/santri Pondok Pesantren Al-Muayyad, Windan. Di dalamnya bergabung aktivis mahasiswa, jurnalis, peneliti sosial, dan pemerhati sosial untuk yang tergerak menyelenggarakan pendidikan kewargaan bagi masyarakat. Waktu itu, para aktivis Surakarta difasilitasi PATTIRO Jakarta yang berdiri setahun sebelumnya, untuk melakukan penelitian dan advokasi pemberdayaan partisipasi warga masyarakat. Jadi tidak mengherankan, jika kemudian para aktivis Surakarta pun mendirikan LSM lokal bernama PATTIRO Surakarta untuk menjalankan misi pendidikan kewargaan. PATTIRO Surakarta memiliki visi mewujudkan masyarakat menyadari hak dan kewajiban bernegara menuju tatanan yang berkeadilan. Dengan visi itu, PATTIRO Surakarta mengemban misi: 1) Melakukan penelitian terhadap kebijakan publik dan dampaknya terhadap kehidupan sosial; 2) Melakukan pendidikan kewargaan untuk membangun kesadaran atas hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan kebijakan publik; 3) Memfasilitasi terciptanya kebijakan publik yang berpihak pada masyarakat rentan; 4) Mendorong upaya inovasi kebijakan dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik; 5) Melakukan pengawasan kinerja yang kritis dan konstruktif terhadap penyelenggaraan pemerintahan (negara dan swasta); 6) Mendorong penyebarluasan informasi publik yang dilakukan oleh pemerintah; 7) Melakukan upaya-upaya mengembangkan jaringan komunikasi antar kelompok masyarakat dan pemangku kepentingan; 8) Mendorong integrasi perspektif gender dalam kebijakan publik dan, (9) Menguatkan sistem pengelolaan lembaga secara mandiri dan berkelanjutan. Bekerja sama dengan PATTIRO Jakarta, PATTIRO Surakarta mengusulkan Peraturan Daerah Becak/Lalu Lintas pada periode 2001-2003. Program lainnya yang telah dikerjakan dalam kerja sama itu adalah: 1) Partisipasi Perempuan dalam Kebijakan Publik (2002-sekarang),
  • 67. Advokasi Anggaran di Indonesia | 53 Pengalaman Kelompok Perempuan Mengadvokasi Anggaran 2) Penguatan Partisipasi Masyarakat untuk Pengawasan Anggaran Publik (2003-sekarang), 3) Advokasi Anggaran Responsif Gender (2003-sekarang), 4) Penguatan Kelompok Masyarakat Rentan untuk Pemantauan Kinerja Eksekutif dan Legislatif (2005), 5) Riset Kebijakan, Pelatihan Advokasi Kebijakan Publik Daerah, dan Penerbitan Media untuk Mempengaruhi Kebijakan Yang Berpihak Kepada Masyarakat (2007-sekarang). ANALISIS SITUASI Posyandu di Kota Surakarta telah menjadi bagian strategis upaya kesehatan berbasis sumber daya masyarakat. Salah satu peran Posyandu yang penting adalah memantau langsung kondisi kesehatan dan berat badan anak berusia di bawah lima tahun (Balita) secara rutin per bulan. Hasil pemantauan ini dicatat Kader Posyandu di buku Kartu Menuju Sehat (KMS) yang dipegang masing-masing orang tua Balita. Setelah proses penimbangan berat badan, Posyandu kemudian melaksanakan kegiatan pemberian makanan tambahan (PMT) Balita sebagai upaya perbaikan gizi Balita. Jenis makanan tambahan yang diberikan kepada Balita, antara lain susu, bubur kacang hijau, dan biskuit. Posyandu di Kota Surakarta dibentuk di tingkat Rukun Warga (RW). Pengelola Posyandu direkrut dari perempuan warga di lingkungan RW. Mereka disebut kader. Para kader ini bekerja secara sukarela mengelola Posyandu.Masing-masingPosyandumelayani 23Balita. DiKotaSurakarta terdapat 578 Posyandu Balita saat ini. Sebelum tahun 2004, Posyandu mendapatkan sumber dana dari iuran masyarakat dan bantuan kas Rukun Tetangga (RT) untuk menjalankan kegiatannya. Dengan anggaran yang cenderung seadanya, para kader Posyandu melaksanakan berbagai kegiatan yang menjadi program mereka. Pada 2004, PATTIRO Surakarta mendampingi Posyandu untuk belajar membaca anggaran. Dokumen yang dipelajari adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Surakarta Tahun 2004. Dari proses membaca anggaran ini,
  • 68. 54 | Di Mana Uang Kami? Mengawinkan Peran Warga dan Kontribusi APBD di Posyandu ditemukan alokasi anggaran yang mereka nilai kurang bermanfaat, yakni anggaran untuk kegiatan organisasi Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Kota Surakarta pada usulan APBD Perubahan Tahun 2004. Anggaran ini bernilai Rp 100 juta untuk mendanai kunjungan kerja PKK Kota Surakarta ke Bali. PATTIRO Surakarta kemudian berkolaborasi dengan anggota Forum Perempuan Peduli Anggaran Kota Surakarta (FPPAKS) yang terdiri dari organisasi-organisasi perempuan di Kota Surakarta, mengadvokasi realokasi anggaran untuk kunjungan PKK ke Bali. Kegiatan baru yang diusulkan sebagai penggantinya adalah kegiatan pemberian makanan tambahan Balita di Posyandu. Upaya ini berhasil meyakinkan pemerintah dan DPRD Kota Surakarta untuk merealokasi dana kunjungan PKK ke Bali menjadi dana PMT Balita. Dengan demikian, Posyandu mulai mendapatkan dukungan dana dari anggaran pemerintah melalui APBD Perubahan Tahun 2004. Setiap Posyandu mendapatkan alokasi sebesar Rp 400 ribu per tahun. Dari diskusi terfokus bersama aktifis Posyandu dan PKK, PATTIRO Surakarta dan FPPAKS menemukan masalah kurangnya anggaran untuk kegiatan PMT Balita di Posyandu. Berdasar kalkulasi yang dilakukan bersama, anggaran untuk Balita dinilai cukup pada angka Rp 3.000,00 per bulan atau Rp 36.000,00 per tahun. Jika setiap Posyandu melayani sekurang-kurangnya 20 anak, maka kebutuhan dana PMT di Posyandu setiap tahun sekurang-kurangnya adalah Rp 720.000,00. Berikut kegiatan dan perkiraan anggaran Posyandu Balita per tahun yang berhasil dirumuskan dalam diskusi terfokus: Tabel 4.1. Perkiraan Kebutuhan Anggaran Pengelolaan Posyandu untuk 1 Tahun (dalam rupiah) No. Kegiatan Posyandu Selama 1 Tahun Perkiraan Anggaran 1 PMT 720.000 2 Pemberantasan Sarang Nyamuk 240.000
  • 69. Advokasi Anggaran di Indonesia | 55 Pengalaman Kelompok Perempuan Mengadvokasi Anggaran 3 Transportasi Koordinasi Kader Posyandu 480.000 4 Alat Tulis dan Kantor 100.000 5 APE 300.000 6 Pembelian Sarana-prasarana 500.000 Jumlah 2.340.000 Sumber: PATTIRO Surakarta Berbekal hasil penghitungan kebutuhan dana untuk PMT Balita dari tahun 2004, PATTIRO Surakarta bersama para pemangku kepentingan lainnya di Kota Surakarta berhasil melakukan advokasi peningkatan anggaran untuk PMT Balita di Posyandu setiap tahunnya. Keberhasilan advokasi ditandai dengan adanya peningkatan anggaran pada PMT Balita setiap tahun (lihat tabel 4.2.) melalui upaya-upaya yang telah dijalankan, seperti pelatihan membaca anggaran, diskusi pemetaan masalah dan solusi, audiensi serta pemantauan. Bahkan PATTIRO Surakarta pada 2008 memfasilitasi pembentukan Forum Komunikasi Kader Posyandu (FKKP) sebagai wadah berjaringan para kader Posyandu di Kota Surakarta. Forum ini bertujuan menyatukan kekuatan dan semangat para kader Posyandu untuk senantiasa menjalankan misi Posyandu dalam ikut serta memperbaiki gizi Balita di Kota Surakarta. Misi ini termasuk terus mengelola secara bertanggung jawab anggaran PMT Balita dan terus mengadvokasi kepentingan Posyandu dalam memperoleh anggaran dari APBD. METODOLOGI Dalam melakukan advokasi anggaran melalui pemberdayaan Posyandu ini, PATTIRO Surakarta melakukan beberapa tahapan advokasi, seperti: Pengorganisasian komunitas. Dengan cara ini, PATTIRO Surakarta memfasilitasi pembentukan jaringan organisasi perempuan dari berbagai kalangan yang ada di Kota Surakarta, seperti ormas perempuan, organisasi perempuan yang dikoordinasi oleh pemerintah (PKK, GOW, Dharma Wanita), LSM yang fokus pada isu perempuan dan akademisi. Selain itu,