2. Selama tahapan perkembangan
keintiman, nilai-nilai cinta
muncul. Cinta mengacu pada
perilaku manusia yang sangat
luas dan kompleks. Meskipun
cinta telah tampak pada tahap
sebelumnya (seperti cinta bayi
pada ibunya dan cinta birahi
pada remaja), namun
perkembangan cinta dan
keintiman sejati baru muncul
setelah seseorang memasuki
masa dewasa (Desmita, 2006).
3. Pada masa ini, perasaan cinta lebih
dari sekedar gairah atau
romantisme, melainkan suatu afeksi – yang
penuh kasih sayang dan perasaan. Cinta
pada tahap ini menunjukkan pada
kepedulian terhadap orang lain. Pada masa
dewasa awal, individu lebih mampu
melibatkan diri dalam hubungan
bersama, dimana mereka saling berbagi
hidup dengan seseorang yang intim
4. Santrock (Desmita, 2006)
mengklasifikasikan
cinta kedalam 4 bentuk
cinta, yaitu :
1. Altruisme
2. Persahabatan
3. Cinta yang romantis/bergairah
4. Cinta yang penuh
perasaan/persahabatan
5. Stenberg (Sarwono, 2009)
dalam teorinya
mengemukakan bahwa
CINTA memiliki tiga dimensi,
yaitu hasrat (passion),
keintiman (intimacy), dan
komitmen/keputusan
(comitment/decision)
6. Dimensi ini
HASRAT
menekankan pada
intensnya perasaan
yang muncul dari daya
tarik fisik dan daya tarik
seksual
(Sarwono, 2009).
7. Pada dimensi HASRAT, seseorang
mengalami ketertarikan fisik secara
nyata, selalu memikirkan orang yang ia
cintai, melakukan kontak mata secara
intens ketika bertemu, mengalami
perasaan indah seperti melambung ke
awan, mengagumi dan terpesona
dengan pasangan, detak jantung
meningkat, memiliki perasaan sejahtera,
ingin selalu bersama pasangan, memiliki
energi yang besar untuk melakukan
sesuatu demi pasangan, merasakan
adanya kesamaan dalam banyak hal,
serta merasa bahagia.
8. KEINTIMAN
Dimensi ini tertuju
pada kedekatan
perasaan antara
dua orang dan
kekuatan yang
mengikat mereka
untuk bersama
(Sarwono, 2009).
9. Sebuah hubungan akan mencapai
keintiman emosional jika kedua
pihak saling mengerti , terbuka
dan saling mendukung, serta bisa
berbicara apa saja tanpa merasa
takut ditolak.
Mereka mampu untuk saling
memaafkan dan
menerima, khususnya ketika
mereka tidak sependapat atau
berbuat kesalahan
(Sarwono, 2009).
10. Komitmen/Keputusan
Pada dimensi
komitmen, seseoramg
berkeputusan untuk tetap
bersama dengan seorang
pasangan dalam hidupnya.
11. Komitmen dapat bermakna
mencurahkan
perhatian, melakukan sesuatu
untuk menjaga suatu
hubungan, melindungi
hubungan tersebut dari
bahaya, serta memperbaiki bila
hubungan dalam keadaan kritis
(Sarwono, 2009).
12. Alasan utama untuk
melakukan pernikahan
adalah adanya cinta dan
komitmen yang dibagi
bersama pasangan.
Pasangan memiliki hasrat
untuk membagi dirinya
dalam hubungan yang
berlanjut dan hangat (Turner
& Helms, dalam
Sarwono, 2009)
13. REFERENSI
Desmita. 2006. psikologi perkembangan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Sarwono, S. 2009. Psikologi Sosial. Jakarta : Salemba Humanika.