SlideShare a Scribd company logo
1 of 81
Download to read offline
MATERI PELATIHAN PLPLG
KONSEP TEMATIK, PENDEKATAN SCIENTIFIC, DAN PENILAIAN AUTENTIK
A.

KOMPETENSI
Peserta pelatihan dapat:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

B.

mendeskripsikan konsep pembelajaran tematik terpadu;
mendeskripsikan konsep pendekatan scientific dalam pembelajaran tematik terpadu;
mendeskripsikan konsep penilaian autentik pada proses dan hasil belajar;
menganalisis kesesuaian isi buku guru dan buku siswa dengan tuntutan SKL, KI, dan KD;
menganalisis buku guru dan buku siswa dilihat dari aspek kecukupan dan kedalaman materi;
menguasai secara utuh materi, struktur, dan pola pikir keilmuan materi pelajaran;
menguasai penerapan materi pelajaran pada bidang/ilmu lain serta kehidupan sehari-hari; dan
memahami strategi menggunakan buku guru dan buku siswa untuk kegiatan pembelajaran.

LINGKUP MATERI
1.
2.
3.
4.

C.

Konsep Pembelajaran Tematik Terpadu
Konsep Pendekatan Scientific
Konsep Penilaian Autentik pada Proses dan Hasil Pembelajaran
Analisis Buku Guru dan Buku Siswa (Kesesuaian,Kecukupan, dan Kedalaman Materi)

INDIKATOR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

Menerima konsep pembelajaran tematik terpadu dan menghargai pendapat orang lain.
Menjelaskan konsep pembelajaran tematik terpadu.
Menjelaskan pemetaan kompetensi dasar dan indikator pembelajaran tematik terpadu.
Menjelaskan keterkaitan antara jaringan tema, silabus, RKH, dan RPP.
Menerima konsep pendekatan scientific dan menghargai pendapat orang lain.
Menjelaskan konsep pendekatan scientific.
Menjelaskan penerapan pendekatan scientific dalam pembelajaran tematik terpadu.
Menerima penerapan konsep penilaian autentik di sekolah/madrasah dan menghargai
pendapat orang lain.
Menjelaskan konsep penilaian autentik pada proses dan hasil belajar.
Menganalisis kesesuaian buku guru dan siswa dengan SKL, KI, dan KD secara teliti dan serius.
Mengidentifikasi kesesuaian isi buku guru dan buku siswa dengan tuntutan SKL, KI, dan KD.
Menganalisis kecukupan dan kedalaman materi buku guru dan buku siswa.
Menganalisis kesesuaian proses, pendekatan belajar, serta strategi evaluasi yang
diintegrasikan dalam buku.
14. Menjelaskan secara utuh materi, struktur, dan pola pikir keilmuan materi pelajaran yang
terdapat dalam buku siswa.
15. Menerapkan materi pelajaran yang terdapat dalam buku guru dan buku siswa pada bidang/
ilmu lain serta kehidupan sehari-hari.
16. Menjelaskan strategi penggunaan buku guru dan buku siswa untuk kegiatan pembelajaran.

D.

PERANGKAT PELATIHAN
1.

Video Pembelajaran Tematik Terpadu

2.

Bahan Tayang
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Konsep Pembelajaran Tematik Terpadu
Implementasi Pembelajaran Tematik Terpadu
Konsep Pendekatan Scientific
Contoh Penerapan Pendekatan Scientific dalam Pembelajaran Tematik Terpadu
Konsep Penilaian Autentik pada Proses dan Hasil Belajar
Contoh Penerapan Penilaian Autentik pada Pembelajaran Tematik Terpadu
Analisis Buku Guru dan Buku Siswa

3.

Lembar Kerja

4.

Bahan Bacaan

5.

a. Konsep Pembelajaran Tematik Terpadu
b. Implementasi Pembelajaran Tematik Terpadu
c. Konsep Pendekatan Scientific
d. Contoh Penerapan Pendekatan Scientific dalam Pembelajaran
e. Konsep Penilaian Autentik pada Proses dan Hasil Belajar
f. Contoh Penerapan Penilaian Autentik pada Pembelajaran Tematik Terpadu
ATK
Menyimpulkan hasil diskusi dan menyampaikan format lembar 10 Menit
kerja yang telah disiapkan.
Kerja kelompok untuk menganalisis kesesuaian buku guru dan buku 40 Menit
siswa dengan tuntutan SKL, KI, dan KD dengan menggunakan LK-2.41 dan LK -2.4-2.
ICE BREAKER

5 Menit

Diskusi kelompok untuk menganalisis kesesuaian proses, 20 Menit
pendekatan belajar tematik terpadu, serta strategi evaluasi yang
diintegrasikan dalam buku.
Kerja kelompok untuk membuat contoh-contoh penerapan materi 30 Menit
pelajaran yang terdapat dalam buku guru dan buku siswa pada
bidang/ ilmu lain serta kehidupan sehari-hari.
Presentasi hasil kerja kelompok.
Menyimpulkan materi analisis buku oleh fasilitator.
KEGIATAN
PENUTUP

20 Menit
15 Menit

Membuat rangkuman materi pelatihan Analisis materi Ajar.

15 Menit

Refleksi dan umpan balik tentang proses pembelajaran.
Fasilitator mengingatkankan peserta agar membaca referensi yang
relevan.
Fasilitator menutup pembelajaran.
Submateri Pelatihan: 2.1 Konsep Pembelajaran Tematik Terpadu

Langkah Kegiatan Inti

Penayangan
Video

10 Menit

Diskusi
Kelompok
membandingkan kedua
video diselingi
dengan
paparan
materi
15 Menit

Tanya Jawab
dan
kesimpulan

Diskusi
Hasil
Pemetaan
KD dan
Indikator

Kerja
Kelompok
Keterkaitan
Tema,
silabus,
RKH, RPP

5 Menit

10 Menit

10 Menit

Penayangan Video
Penayangan Video Pembelajaran Tematik dan Video Pembelajaran Tematik Terpadu selama masingmasing 10 menit.

Tugas Selama Penayangan Video
1. Memperhatikan dengan cermat tayangan video.
2. Mencatat secara singkat butir-butir penting proses pembelajaran tematik dan tematik terpadu.

Diskusi Kelompok Tentang Tayangan Video
1. Menganalisis masing-masing video pembelajaran tematik dan tematik terpadu.
2. Membandingkan pembelajaran tematik dengan tematik terpadu sesuai dengan apa yang diamati
dalam tayangan video
3. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusinya sambil kelompok lain memberikan
tanggapan

Tanya Jawab
Tanya jawab tentang konsep pembelajaran tematik terpadu dilanjutkan dengan menyimpulkan.

Diskusi Kelompok
Diskusi kelompok tentang hasil pemetaan KD dan indikator pembelajaran tematik terpadu.
Kerja kelompok
Kerja kelompok tentang keterkaitan antara jaringan tema, silabus, RKH, dan RPP dengan menggunakan
LK-2.1

Penyimpulan Hasil Diskusi Kelompok
Instruktur menyimpulkan hasil diskusi kelompok dengan memberikan pemahaman lebih lanjut tentang
tematik terpadu dan implementasi pembelajaran tematik terpadu.
HO-2.1-1

KONSEP PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU
DI SEKOLAH DASAR
A.

Pengantar
roses
Proses pembelajaran untuk jenjang Sekolah Dasar atau yang sederajat menggunakan pendekatan
pendekatan tematik. Model pembelajaran tematik terpadu (PTP) atau integrated thematic
instruction (ITI) dikembangkan pertama kali pada awal tahun 1970-an. Belakangan PTP diyakini
sebagai salah satu model pembelajaran yang efektif (highly effective teaching model), karena
highly
mampu mewadahi dan menyentuh secara terpadu dimensi emosi, fisik, dan akademik di dalam
kelas atau di lingkungan sekolah. Model PTP ini pun sudah terbukti secara empirik berhasil
memacu percepatan dan meningkatkan kapasitas memori peserta didik (enhance learning and
(
increase long-term memory capabilities of learners) untuk waktu yang panjang.
term
learners)
Pembelajaran tematik terpadu yang sering juga disebut sebagai pembelajaran tematik
ang
terintegrasi (integrated thematic instruction, ITI aslinya dikonseptualisasikan tahun 1970-an.
integrated
ITI)
1970
Pendekatan pembelajaran ini awalnya dikembangkan untuk anak anak berbakat dan bertalenta
anak-anak
(gifted and talented), anak-anak yang cerdas, program perluasan belajar, dan peserta didik yang
), anak anak
belajar cepat.
Premis utama PTP bahwa peserta didik memerlukan peluang peluang tambahan (additional
peluang-peluang
(
opportunities) untuk menggunakan talentanya, menyediakan waktu bersama yang lain untuk
)
secara cepat mengkonseptualisasi dan mensintesis. Pada sisi lain, model PTP relevan untuk
mengakomodasi perbedaan
perbedaan-perbedaan kualitatif lingkungan belajar. Model PTP diharapkan
mampu menginspirasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman belajar.
belajar.
Model PTP memiliki perbedaan kualitatif (
(qualitatively different) dengan model pembelajaran lain,
)
karena sifatnya memandu peserta didik mencapai kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher levels
(
of thinking) atau keterampilan berpikir dengan mengoptimasi kecerdasan ganda (multiple thinking
skills), sebuah proses inovatif bagi pengembangnan dimensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

B.

Elemen-elemen Terkait dalam PTP
Implemementasi PTP menuntut kemampuan guru dalam mentransformasikan materi pembelajaran
di kelas. Karena itu guru harus memahami materi apa yang diajarkan dan bagaimana
mengaplikasikannya dalam lingkungan belajar di kelas. Oleh karena Model PTP ini bersifat ramah
otak, guru harus mampu mengidentifikasi elemen-elemen lingkungan yang mungkin relevan dan
dapat dioptimasi ketika berinteraksi dengan peserta didik selama proses pembelajaran. Ada
sepuluh elemen yang terkait dengan hal ini dan perlu ditingkatkan oleh guru.
1. Mereduksi tingkat kealpaan atau bernilai tambah berpikir reflektif.
2. Memberkaya sensori pengalaman di bidang sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
3. Menyajikan isi atau substansi pembelajaran yang bermakna.
4. Lingkungan yang memperkaya pembelajaran.
5. Bergerak memacu pembelajaran (Movement to Enhance Learning).
6. Membuka pilihan-pilihan
7. Optimasi waktu secara tepat
8. Kolaborasi
9. Umpan balik segera
10. Ketuntasan atau aplikasi

C.

Manfaat Pendekatan Tematik Terpadu
1.

Suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan. Suasana kelas memungkinkan semua orang
yang ada di dalamnya memiliki rasa mau menanggung resiko bersama. Misalnya, menanggapi
pertanyaan-pertanyaan yang tidak semestinya atau tidak benar tanpa harus menyinggung
perasaan peserta didik. Prosedur-prosedur kerja keseharian, memastikan bahwa semua
jadwal terprediksi, dan menjamin peserta didik merasa aman selama berada di kelas maupun
di luar kelas. Keterampilan hidup dikenali, didiskusikan dan dipraktikkan oleh peserta didik
dengan interaksi yang tepat dan dengan perasaan yang menyenangkan dalam komunitas
ruang kelas.

2.

Menggunakan kelompok untuk bekerjasama, berkolaborasi, belajar berkelompok, dan
memecahan konflik sehingga mendodong peserta didik untuk memecahkan masalah sosial
dengan saling menghargai.

3.

Mengoptimasi lingkungan belajar sebagai kunci dalam menciptakan kelas yang ramah otak
(brain-friendly classroom). Aktivitas belajar melibatkan subjek belajar secara langsung,
mengoptimasi semua sumber belajar, dan memberi peluang peserta didik untuk
mengesplorasi materi secara lebih luas.
4.

5.

Proses pembelajaran di kelas memungkinkan peserta didik berada dalam format ramah otak.

6.

Materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru dapat diaplikasikan langsung oleh peserta
didik dalam konteks kehidupannya sehari-hari.

7.

Peserta didik yang relatif mengalami keterlambatan untuk menuntaskan program belajar
memungkinkan mengejar ketertinggalanya dengan dibantu oleh guru melalui pemberian
bimbingan khusus dan penerapan prinsip belajar tuntas.

8.

D.

Peserta didik secara cepat dan tepat waktu mampu memproses informasi. Proses itu tidak
hanya menyentuh dimensi kuantitas, namun juga kualitas dalam mengeksplorasi konsepkonsep baru dan membantu peserta didik siap mengembangkan pengetahuan.

Program pembelajaran yang bersifat ramah otak memungkinkan guru untuk mewujudkan
ketuntasan belajar dengan menerapkan variasi cara penilaian.

Tahap-tahap Pembelajaran Tematik Terpadu

1.

Menentukan tema.
Tema dapat ditetapkan oleh pengambil kebijakan, guru, atau ditetapkan bersama dengan
peserta didik.

2.

Mengintegrasikan tema dengan kurikulum.
Pada tahap ini guru harus mampu mendesain tema pembelajaran dengan cara terintegrasi
sejalan dengan tuntutan kurikulum, dengan mengedepankan dimensi sikap, pengetahuan, dan
keterampilan.

3.

Mendesain rencana pembelajaran.
Tahapan ini mencakup pengorganisasian sumber belajar, bahan ajar, media belajar, termasuk
kegiatan ekstrakurikuler yang bertujuan untuk menunjukkan suatu tema pembelajaran terjadi
dalam kehidupan nyata. Misalnya, pembelajaran di kelas yang didasarkan atau diperkaya hasil
karya wisata, kunjungan ke museum, dan lain-lain.

4.

Melaksanakan Aktivitas Pembelajaran.
Tahapan ini memberi peluang peserta didik untuk mampu berpartisipasi dan memahami
berbagi persepektif dari suatu tema. Hal ini memberi peluang bagi guru dan peserta didik
melakukan eksplorasi suatu pokok bahasan.

E. Prinsip-prinsip Pembelajaran Tematik Terpadu
1.

Tema hendaknya tidak terlalu luas dan dapat dengan mudah digunakan untuk memadukan
banyak bidang studi, mata pelajaran, atau disiplin ilmu.

2.

Tema yang dipilih dapat memberikan bekal bagi peserta didik untuk belajar lebih lanjut.

3.

Tema disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik.

4.

Tema harus mampu mewadahi sebagian besar minat anak,
5.

Tema harus mempertimbangkan peristiwa-peristiwa otentik yang terjadi dalam rentang waktu
belajar

6.

Tema yang dipilih sesuai dengan kurikulum yang berlaku

7.

Tema yang dipilih sesuai dengan ketersediaan sumber belajar.

G. Model-model Pembelajaran Tematik Terpadu
Pembelajaran Tematik Terpadu dapat diimplementasikan dengan beragam model. Menurut Robin
Fogarty (1991) ada sepuluh model PTP, seperti disajikan berikut ini.
1.

Model penggalan (fragmented model). Model ini diimplementasikan dengan pemaduan yang
terbatas pada satu mata pelajaran. Misalnya, mata pelajaran bahasa Indonesia materi
pembelajaran tentang menyimak, berbicara, membaca dan menulis dapat dipadukan dalam
materi pembelajaran ketrampilan berbahasa.

2.

Model keterhubungan (connected model). Model ini diimplementasikan berbasis pada
anggapan bahwa beberapa substansi pembelajaran berinduk pada mata pelajaran tertentu.
Butir-butir pembelajaran seperti: kosakata, struktur, membaca, dan mengarang misalnya dapat
dipayungkan pada mata pelajaran bahasa dan sastra.

3.

Model sarang (nested model). Model ini diimplementasikan dengan memadukan berbagai
bentuk penguasaan konsep ketrampilan melalui sebuah kegiatan pembelajaran. Misalnya,
pada jam-jam tertentu guru memfokuskan kegiatan pembelajaran pada pemahaman bentuk
kata, makna kata,dan ungkapan dengan saran pembuahan ketrampilan dalam
mengembangkan daya imajinasi, daya berfikir logis, menentukan ciri bentuk dan makna katakata dalam puisi, membuat ungkapan dan menulis puisi.

4.

Model Urutan/Rangkaian (sequenced model). Model ini memadukan topik-topik antarmata
pelajaran yang berbeda secara pararel. Isi cerita dalam roman sejarah, misalnya: topik
pembahasannya secara pararel atau dalam jam yang sama dapat dipadukan dengan ikhwal
sejarah perjuangan bangsa karakteristik kehidupan sosial masyarakat pada periode tertentu
maupun topik yang menyangkut perubahan makna kata.

5.

Model berbagi (shared/participative model). Model ini merupakan pemaduan pembelajaran
akibat munculnya tumbang-tindih (overlapping concept) atau ide pada dua mata pelajaran
atau lebih. Buir-butir pembelajaran tetang kewarganegaraan dalam PKn misalnya, dapat
bertumpang tindih dengan butir pembelajaran Tata Negara, Sejarah Perjuangan Bangsa, dan
sebagainya.

6.

Model jaring laba-laba (webbed model). Model ini berangkat dari pendekatan tematis sebagai
acuan dasar bahan dan kegiatan pembelajaran. Tema yang dibuat dapat mengikat kegiatan
pembelajaran, baik dalam mata pelajaran tertentu maupun antar mata pelajaran.

7.

Model galur (threaded model). Model ini memadukan bentuk-bentuk ketrampilan. Misalnya:
melakukan prediksi dan estimasi dalam matematika, ramalan terhadap kejadian-kejadian,
antisipasi terhadap cerita, dsb. Bentuk model ini terfokus pada meta kurikulum.
8.

Model celupan (immersed model). Model ini dirancang untuk membantu peserta didik dalam
menyaring dan memadukan berbagai pengalaman dan pengetahuan dihubungkan dengan
medan pemakaiannya. Kegiatan pembelajaran diarahkan untuk mewadahi tukar pengalaman
dan pemanfaatan pengalaman masing-masing.

9.

Model jejaring (networked model). Model ini merupakan model pemaduan pembelajaran yang
mengandaikan kemungkinan perubahan konsepsi, bentuk pemecahan masalah, maupun
tuntutan bentuk ketrampilan baru setelah peserta didik mengadakan studi lapangan dalam
situasi, kondisi, maupun konteks yang berbeda.

10. Model terpadu (integrated model). Model ini merupakan pemaduan sejumlah topik dari mata
pelajaran yang berbeda, tetapi esensinya sama dalam sebuah topik tertentu. Topik evidensi
yang semula terdapat dalam pelajaran matematika, bahasa Indonesia, IPA, dan IPS agar tidak
membuat muatan kurikulum berlebihan, cukup diletakkan dalam mata pelajaran tertentu,
misalnya IPA.

HO-2.1-2
IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU
DENGAN PENDEKATAN SCIENTIFIC

A. Pendahuluan
Inovasi pendidikan di bidang kurikulum diharapkan secara periodik dapat dilakukan untuk
kepentingan mengubah dan memperbaiki cara belajar dan membelajarkan materi kepada peserta
didik. Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar, yaitu: (a) belajar untuk
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (b) belajar untuk memahami dan menghayati,
(c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, (d) belajar untuk hidup bersama
dan berguna bagi orang lain, dan (e) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui
proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan, dengan mengedepankan
peserta didik aktif.
Pembelajaran dimaksud diharapkan yang memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan yang
bersifat perbaikan, pengayaan, dan/atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan,
dan kondisi peserta didik dengan tetap memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi
peserta didik yang berdimensi ke-Tuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral.
Kualitas pendidikan sangatlah bergantung pada kesadaran, pengertian, komitmen, dan partisipasi
serta dedikasi dari para pendidik dan tenaga kependidikan, terutama guru sebagai ujung tombak
yang secara langsung menghadapi peserta didik. Apabila guru dapat menciptakan proses
pembelajaran yang dapat mengubah hasil belajar peserta didik, dan dapat meningkatkan motivasi
belajar, yang dapat meningkatkan rasa percaya diri peserta didik, dapat meningkatkan harga diri
dengan menerapkan berbagai strategi dan model pembelajaran, maka visi dan misi guru sebagai
pembelajar boleh dikatakan berhasil.
Proses pembelajaran merupakan fenomena yang kompleks. Guru lebih banyak berhubungan dengan
pola pikir peserta didik di mana setiap peserta didik – siapa pun, dimana pun - memiliki setumpuk
kata, pikiran, tindakan yang dapat mengubah lingkungan baik di keluarga, di sekolah maupun di
masyarakat.
Mulai tahun ajaran baru 2013 pola pembelajaran segera disosialisasikan bagi guru kelas I sampai
dengan kelas VI, menggunakan Pembelajaran Tematik Terpadu. Di lapangan begitu beragam nuansa
tematik ini sejak digulirkan di kalangan guru, dan sekolah, sepertinya terjadi suatu “kerancuan”, dan
perbedaan pemahaman. Guru banyak yang berpikir dan bertanya-tanya, apakah selama ini cara
pembelajaran yang dirasakanya sudah menghasilkan lulusan peserta didik “berprestasi”, dan sudah
mencetak serta menghasilkan dokter, insinyur, birokrat dianggap kurang berhasil?. Sehingga ada
ungkapan bahwa “saya sudah mengajar puluhan tahun, dan saya sudah mempunyai alumni yang
berhasil menjadi pejabat, menjadi dokter, menjadi insinyur dan sebagainya dianggap tidak berhasil?.
Pemikiran-pemikiran semacam ini akan menjadi penghambat bagi bergulirnya sebuah inovasi dalam
bidang pendidikan.
Pembelajaran dengan menggunakan berbagai pendekatan, strategi dan metode diharapkan dapat
memberi kemungkinan peserta didik mendapat pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan,
dan/atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisi peserta didik
dengan tetap memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi
ke-Tuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral.
Pembelajaran yang diciptakan baik di kelas maupun di luar kelas diharapkan dapat dikondisikan
dalam suasana hubungan peserta didik dan guru yang saling menerima dan menghargai, akrab,
terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut wuri handayani, ing madia mangun karsa, ing ngarsa sung
tulada (di belakang memberikan daya dan kekuatan, di tengah membangun semangat dan prakarsa,
di depan memberikan contoh dan teladan). Terlebih bagi peserta didik sekolah dasar yang masih
berada di Kelas 1, 2 dan 3, yang masih memerlukan bimbingan, dan perhatian, sebagaimana
pelayanan para orang tua yang dengan kasih sayang membimbing mereka. Sedangkan di Kelas 4, 5,
dan 6 mulai ditingkatkan pemahaman peserta didik untuk lebih memahami hidup dan kehidupan di
lingkungan sekitar dengan menciptakan pola berpikir rasional. Mencari jawaban mengapa harus
belajar membaca dan menulis? Mengapa harus belajar matematika, mengapa harus berinterakti dan
saling berkomunikasi dengan teman dan sebagainya. Dengan pembelajaran tematik Terpadu
diharapkan dapat menjawab ke semuanya itu dengan catatan guru dan peserta didik memiliki
komitmen dan selalu berpikir positif bahwa pola pembelajaran yang dilakukan adalah menuju
ketercapaian kompetensi sebagaimana yang dituangkan di dalam standar kelulusan.
Pelaksanaan pembelajaran seyogyanya dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan
multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar
sebagai sumber belajar, dengan prinsip alam takambang. Jadi guru (semua yang terjadi, tergelar
dan berkembang di masyarakat dan lingkungan sekitar serta lingkungan alam semesta dijadikan
sumber belajar, contoh dan teladan). Sebuah model pembelajaran diharapkan dapat dipergunakan
sebagai wawasan untuk disesuaikan dengan kondisi peserta didik di masing-masing sekolah.
Peserta didik perlu dipersiapkan baik secara internal maupun eksternal, baik ketika di dalam kelas
maupun di luar kelas. Terlebih bagi peserta didik yang masih berada di sekolah dasar tentu saja
tidak dapat disamakan pelayannya dengan peserta didik yang ada di kelas menengah. Namun
demikian baik peserta didik di kelas 1 sampai dengan kelas 6 di kondisikan menggunakan
pendekatan tematik Terpadu dengan tema sebagai pemersatunya.

B. Pengertian pembelajaran Tematik Terpadu
Pembelajaran Tematik Terpadu dilaksanakan dengan menggunakan prinsip pembelajaran terpadu.
Pembelajaran terpadu menggunakan tema sebagai pemersatu kegiatan pembelajaran yang
memadukan beberapa mata pelajaran sekaligus dalam satu kali tatap muka, untuk memberikan
pengalaman yang bermakna bagi peserta didik. Karena peserta didik dalam memahami berbagai
konsep yang mereka pelajari selalu melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan
konsep lain yang telah dikuasainya.
Pelaksanaan pembelajaran Tematik Terpadu berawal dari tema yang telah dipilih/dikembangkan
oleh guru yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Jika dibandingkan dengan pembelajaran
konvensional pembelajaran tematik ini tampak lebih menekankan pada Tema sebagai pemersatu
berbagai mata pelajaran yang lebih diutamakan pada makna belajar, dan keterkaitan berbagai
konsep mata pelajaran. Keterlibatan peserta didik dalam belajar lebih diprioritaskan dan
pembelajaran yang bertujuan mengaktifkan peserta didik, memberikan pengalaman langsung serta
tidak tampak adanya pemisahan antar mata pelajaran satu dengan lainnya.

C. Fungsi dan Tujuan
Pembelajaran tematik terpadu berfungsi untuk memberikan kemudahan bagi peserta didik dalam
memahami dan mendalami konsep materi yang tergabung dalam tema serta dapat menambah
semangat belajar, karena materi yang dipelajari merupakan materi yang nyata (kontekstual) dan
bermakna bagi peserta didik.
Tujuan pembelajaran tematik terpadu adalah:
1. mudah memusatkan perhatian pada satu tema atau topik tertentu
2. Mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi mata pelajaran dalam
tema yang sama
3. Memiliki pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan
4. Mengembangkan kompetensi berbahasa lebih baik dengan mengkaitkan berbagai mata
pelajaran lain dengan pengalaman pribadi peserta didik
5. Lebih bergairah belajar karena mereka dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, seperti:
bercerita, bertanya, menulis sekaligus mempelajari pelajaran yang lain.
6. Lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi yang disajikan dalam konteks tema
yang jelas
7. Guru dapat menghemat waktu, karena mata pelajaran yang disajikan secara terpadu dapat
dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam 2 atau 3 pertemuan bahkan lebih dan atau
pengayaan.
8. Budi pekerti dan moral peserta didik dapat ditumbuh kembangkan dengan mengangkat
sejumlah nilai budi pekerti sesuai dengan situasi dan kondisi.

D. Ciri-ciri Pembelajaran Tematik Terpadu
1. Berpusat pada anak
1. Memberikan pengalaman langsung pada anak
2. Pemisahan antara mata pelajaran tidak begitu jelas (menyatu dalam satu pemahaman dalam
kegiatan)
3. Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran dalam satu proses pembelajaran (saling terkait
antara mata pelajaran yang satu dengan lainnya)
4. Bersifat luwes (keterpaduan berbagai mata pelajaran)
5. Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak (melalui
penilaian proses dan hasil belajarnya)

E. Kekuatan Tema dalam Proses Pembelajaran
Anak pada usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret, mulai menunjukkan perilaku
yang mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara
reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak, mulai berpikir secara operasional,
mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda, membentuk dan
mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan
hubungan sebab akibat. Oleh karena itu pembelajaran yang tepat adalah dengan mengaitkan
konsep materi pelajarn dalam satu kesatuan yang dipusat pada tema adalah yang paling sesuai. Dan
kegiatan pembelajaran akan bermakna jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan
memberikan rasa aman, bersifat individual dan kontekstual, anak mengalami langsung yang
dipelajarinya, hal ini akan diperoleh melalui pembelajaran tematik. Pembelajaran yang
menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan
pengalaman bermakna kepada siswa. Dari penjelasan diatas maka pembelajaran tematik memiliki
beberapa kekuatan dan keuntungan antara lain:
1. Memberikan pengalaman dan kegiatan belajar mengajar yang relevan dengan tingkat
perkembangan dan kebutuhan anak
2. Menyenangkan karena bertolak dari minat dan kebutuhan anak
3. Hasil belajar dapat bertahan lama karena lebih berkesan dan bermakna
4. mengembangkan keterampilan berpikir anak sesuai dengan permasalah an yang dihadapi
5. Menumbuhkan keterampilan sosial dalam bekerja sama
6. Memiliki sikap toleransi, komunikasi dan tanggap terhadap gagasan orang lain, dalam arti respek
terhadap gagasan orang lain.
7. Menyajikan kegiatan yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalah an yang sering ditemui
dalam lingkungan anak.

F. Peran Tema dalam Proses Pembelajaran
Tema berperan sebagai pemersatu kegiatan pembelajaran, dengan memadukan beberapa mata
pelajaran sekaligus. Adapun mata pelajaran yang dipadukan adalah mata pelajaran Agama (Akhlak
Mulia/Budi Pekerti/ tata krama), PPKn dan Kepribadian, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (terdiri
atas: Bahasa Indonesia, IPS, IPA, Matematika,), Estetika (Seni Budaya-Keterampilan) dan Pendidikan
Jasmani, Olah Raga dan Kesehatan.
Di dalam struktur Kurikulum Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah disebutkan bahwa untuk
peserta didik kelas 1, sampai dengan kelas 6 penyajian pembelajarannya menggunakan pendekatan
tematik. Penyajian pembelajaran dengan alokasi waktu komulatif 30 JP per minggu.
Pembuatan tema diharapkan memperhatikan kondisi peserta didik, lingkungan sekitar dan
kompetensi guru dengan prosentase penyajian disesuaikan dengan aloasi waktu yang tersedia. Guru
dalam penyajian diharapkan tidak terkonsentrasi pada salah satu mata pelajaran, melainkan harus
tetap memperhatikan prosentase penyajianya. Namun demikian penjadwalan dalam hal ini tidak
terbagi secara kaku melainkan diatur secara luwes.
Mata Pelajaran Agama yang disajikan secara terpadu adalah yang sifatnya budi pekerti luhur, akhlak
mulia dan tata krama serta bagaimana bersopan santun dalam pergaulan di dalam keluarga dan
masyarakat, keterkaitan dengan pendidikan karakter bangsa. Sedangkan untuk materi-materi yang
sifatnya aqidah dan khusus keagamaannya sisajikan oleh guru agama sendiri.
Demikian juga untuk Pendidikan Jasmani dan kesehatan, yang sifatnya gerakan ringan yang dapat
disajikan di dalam kelas, bisa dilakukan oleh guru kelas. Sedangkan yang sifatnya gerakan olah raga
yang memerlukan fisik, gerakan bebas, tetap dilakukan oleh guru olah raga dan dilaksanakan di luar
kelas/ lapangan olah raga.
Pembelajaran tematik diawali dengan pembuatan tema selama satu tahun, kemudian dengan tematema yang telah dibuat tersebut, guru menganalisis semua standar kompetensi lulusan yang
diturunkan ke dalam kompetensi inti dan selanjutnya mengalir ke kompetensi dasar dan membuat
indikator dari masing-masing mata pelajaran yang ada di setiap kelas. Setelah itu dibuat hubungan
antara KD dan indikator dengan tema yang telah disiapkan selama satu tahun. Berikutnya dari
pemetaan hubungan tersebut dilanjutkan dengan membuat jaringan KD & indikator dari setiap tema
yang telah dibuat. Setelah jadi semua jaringan selama satu tahun dilanjutkan dengan menyusun
silabus tematik dan yang terakhir menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Tematik.

G. Model Pembelajaran Tematik Terpadu
Model pembelajaran tematik integratif melalui beberapa tahapan yaitu pertama guru harus
mengacu pada tema sebagai pemersatu berbagai mata pelajaran untuk satu tahun. Kedua guru
melakukan analisis standar kompetensi lulusan, kompetensi inti, kompetensi dasar dan membuat
indikator dengan tetap memperhatikan muatan materi dari Standar Isi, ketiga membuat hubungan
antara kompetensi dasar, indikator dengan tema, keempat membuat jaringan KD, indikator, kelima
menyusun silabus tematik dan keenam membuat rencana pelaksanaan pembelajaran tematik
dengan mengkondisikan pembelajaran yang menggunakan pendekatan scientific. Untuk lebih
jelasnya akan dibahas di bawah ini.
1. Kriteria Pemilihan Tema
Beberapa tema telah disiapkan menyertai dokumen Kurikulum 2013, namun demikian penulisan
daftar tema dimaksud bukanlah urutan penyajajian Guru diharapkan dapat dengan cerdas dan
tepat melakukan pemilihan tema mana yang akan dibelajarkan terlebih dahulu, seyogyanya
penetapan tema sesuai dengan kondisi daerah, sekolah, peserta didik, dan guru di wilayahnya.
Penentuan dan pemilihan tema yang akan dikembangkan di sekolah dasar dapat
mempertimbangkan kriteria pembuatan tema sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Tema tidak terlalu luas namun dapat dengan mudah dipergunakan untuk memadukan
banyak mata pelajaran
Tema bermakna, artinya bahwa tema yang dipilih untuk dikaji harus memberikan bekal bagi
peserta didik untuk belajar selanjutnya
Harus sesuai dengan tingkat perkembangan psikologis anak
Tema yang dikembangkan harus mampu mewadahi sebagian besar minat anak di sekolah
Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan peristiwa-peristiwa otentik yang terjadi
di dalam rentang waktu belajar
Mempertimbangkan dilanjutkan kan kurikulum yang berlaku dan harapan masyarakat
terhadap hasil belajar peserta didik
Mempertimbangkan ketersediaan sumber belajar
2. Tahapan Berpikir Pembelajaran Tematik Adalah Struktur Kurikulum
Struktur Kurikulum 2013 merupakan acuan dalam merancang pembelajaran yang akan menjdi
landasan penetapan prosentase penyajian pembelajaran. Di Kelas I sampai dengan Kelas VI
membelajarkan materi dengan tema sebagai pemersatunya, tidak parsial per mata pelajaran.
penetapan alokasi waktu dimaksudkan agar guru dapat mempertimbangan batasan
pembahasan, supaya tidak lagi fokus atau berlama-lama pada salah satu mata pelajaran saja.
Meskipun telah dituangkan alokasi waktu di dalam struktur masing-masing mata pelajaran,
namun tetap menjadi satu kesatuan per minggu komulatif 30 JP untuk Kelas I, berarti per hari 5
JP. Untuk Kelas II komulatif satu minggu 32 JP maka per hari ada yang 5 JP, ada yang 6 JP. Kelas
III komulatif satu minggu 34 JP, maka per hari ada yang 5 JP, ada yang 6 JP. Sedangkan Kelas IV
sampai dengan Kelas VI komulatif satu minggu 36 JP, jadi rata-rata per harinya 6 JP, bagi sekolah
reguler. Struktur Kurikulum sebagai di berikut:
Struktur Kurikulum SD/MI
ALOKASI WAKTU BELAJAR
PER MINGGU

MATA PELAJARAN
I

II

III

IV

V

VI

Kelompok A
1.

Pendidikan Agama dan Budi Pekerti

4

4

4

4

4

4

2.
3.
4.
5.

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Bahasa Indonesia
Matematika
Ilmu Pengetahuan Alam

5
8
5
-

6
8
6
-

6
10
6
-

4
7
6
3

4
7
6
3

4
7
6
3

6.
Ilmu Pengetahuan Sosial
Kelompok B

-

-

-

3

3

3

1.

4

4

4

5

5

5

4

4

4

4

4

4

30

32

34

36

36

36

2.

Seni Budaya dan Prakarya
(termasuk muatan lokal)*
Pendidikan Jasmani, Olah Raga dan Kesehatan
(termasuk muatan lokal)
Jumlah Alokasi Waktu Per Minggu

3. Beban Belajar
Beban belajar dinyatakan dalam jam belajar setiap minggu untuk masa belajar selama satu
semester. Beban belajar di SD/MI kelas I, II, dan III masing-masing 30, 32, 34 sedangkan untuk
kelas IV, V, dan VI masing-masing 36 jam setiap minggu. Jam belajar SD/MI adalah 35 menit.
Dengan adanya tambahan jam belajar ini dan pengurangan jumlah Kompetensi Dasar, guru
memiliki keleluasaan waktu untuk mengembangkan proses pembelajaran yang berorientasi
peserta didik aktif. Proses pembelajaran peserta didik aktif memerlukan waktu yang lebih
panjang dari proses pembelajaran penyampaian informasi karena peserta didik perlu latihan
untuk mengamati, menanya, mengasosiasi, dan berkomunikasi. Proses pembelajaran yang
dikembangkan menghendaki kesabaran guru dalam mendidik peserta didik sehingga mereka
menjadi tahu, mampu dan mau belajar dan menerapkan apa yang sudah mereka pelajari di
lingkungan sekolah dan masyarakat sekitarnya. Selain itu bertambahnya jam belajar
memungkinkan guru melakukan penilaian proses dan hasil belajar. Sekolah mendapat
kesempatan mengkondisikan beban belajar sesuai hasil kesepakatan warga sekolah, Kepala
Sekolah, Guru, dan Komite Sekolah.
4. Tahapan Pembelajaran Tematik Terpadu
Langkah Guru yang akan membelajarkan materi dengan menggunakan pendekatan tematik
integratif antara lain:
a. Memilih/Menetapkan Tema
Dibawah ini adalah Tema untuk peserta didik Sekolah Dasar kelas I s.d 6
Tema-Tema di Sekolah Dasar
KELAS I
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Diriku
Kegemaranku
Kegiatanku
Keluargaku
Pengalamanku
Lingkungan Bersih dan Sehat
Benda, Binatan dan Tanaman di Sekitar
Peristiwa alam

KELAS IV
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Indahnya Kebersamaan
Selalu Berhemat Energi
Peduli Makhluk Hidup
Berbagai Pekerjaan.
Menghargai Jasa Pahlawan
Indahnya Negeriku
Cita-citaku
Daerah Tempat Tinggalku
Makanan Sehat dan Bergizi

b. Melakukan Analisis SKL, KI, Kompetensi Dasar, Membuat Indikator,
Dalam melakukan Analisis Kurikulum (SKL, KI dan KD serta membuat Indikator) dengan cara
membaca semua Standar Kompetensi Lulusan dan Kompetensi Inti, dan Kompetensi Dasar
dari semua mata pelajaran.
Setelah memiliki sejumlah Tema untuk satu tahun, barulah dapat dilanjutkan dengan
menganalisis Standar Kompetensi Lulusan dan Kompetensi Inti serta Kompetensi Dasar (SKL,
KI dan KD) yang ada dari berbagai mata pelajaran (Bahasa Indonesia, IPA, IPS, PPKn,
Matematika, Seni-Budaya dan Keterampilan, Olah Raga dan Kesehatan serta Agama yang
sifatnya Tata Krama, Budi Pekerti dan Akhlak Mulia). Kemudian masing-masing Kompetensi
Dasar dibuatkan Indikatornya dengan mengikuti kriteria pembuatan Indikator.
c. Melakukan Pemetaan Kompetensi Dasar, Indikator dengan Tema
Kompetensi Dasar dari semua mata pelajaran telah disediakan dalam Kurikulum 2013,
demikian juga sejumlah Tema untuk proses pembelajaran selama satu tahun untuk Kelas 1
sampai dengan Kelas 6 telah disediakan pula. Namun demikian guru masih perlu membuat
Indikator dan melakukan kegitan pemetaan Kompetensi Dasar dan Indikator tersebut
dikaitkan degan Tema yang tersedia dimasukkan ke dalam format pemetaan agar lebih
memudahkan proses penyajian pembelajaran, Indikator mana saja yang dapat disajikan
secara terpadu dengan cara memberikan cek ( √ ).
d. Membuat Jaringan Kompetensi Dasar
Kegiatan berikutnya setelah dilakukan pemetaan Kompetensi Dasar, Indikator dengan Tema
dalam satu Tahun dan telah terpetakan Indikator mana saja yang akan disajikan dalam setiap
Tema, maka sebaiknya dilanjtkan dengan membuat Jaringan KD dan Indikator dengan cara
menurunkan hasil cek dari pemetaan ke dalam format Jaringan KD & Indikator.
e. Menyusun Silabus Tematik Terpadu
Setelah dibuat Jaringan KD & Indikator, langkah Guru selanjutnya adalah menyusun Silabus
Tematik untuk lebih memudahkan Guru dalam melihat seluruh desain pembelajaran untuk
setiap Tema sampai tuntas tersajikan di dalam proses pembelajaran. Di Dalam Silabus
Tematik ini memberikan gambaran secara menyeluruh Tema yang telah dipilh akan disajikan
berapa minggu dan kegiatan apa saja yang akan dilakukan dalam penyajian Tema tersebut.
Silabus Tematik Terpadu memuat komponen sebagaimana panduan dari Standar Proses yang
meliputi 1) Kompetensi Dasar mana saja yang sudah terpilih (dari Jaringan KD), 2) Indikator
(dibuat oleh Guru, juga diturunkan dari Jaringan) 3) Kegiatan Pembelajaran yang memuat
perencanaan penyajian untuk berapa minggu Tema tersebut akan di belajarkan, 4) Penilaian
proses dan hasil belajar (diwajibkan memuat penilaian dari aspek sikap, keterampilan dan
pegetahuan) selama proses pembelajaran berlangsung 5) Alokasi waktu ditulis secara utuh
komlatif satu minggu berapa jam pertemuan (misalnya 30 JP x 35 menit) x 4 minggu) 6)
Sumber dan Media.
f. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Tematik Terpadu
Langkah terakhir dari sebuah perencanaan adalah dengan menyusun Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran Tematik Terpadu. Di dalam RPP Tematik Terpadu ini diharapkan dapat
tergambar proses penyajian secara utuh dengan memuat berbagai konsep mata pelajaran
yang disatukan dalam Tema. Di dalam RPP Tematik Terpadu ini peserta didik diajak belajar
memahami konsep kehidupan secara utuh. Penulisan identitas tidak mengemukakan mata
pelajaran, melainkan langsung ditulis Tema apa yang akan dibelajarkan.
Penyusunan RPP Tematik Terpadu sebagaimana dalam penyusunan silabus seyogyanya
mengacu pada komponen penyusunan RPP dari Standar Proses yang meliputi: Identitas:
Satuan Pendidikan, Tema, Kelas, Semester, Alokasi Waktu. 1) Kompetensi Inti: merupakan
jabarn dari SKL ada 4 Kompetensi Inti yang harus ditulis semuanya, karena merupakan satu
kesatuan yang utuh dan harus dicapai. 2) Kompetensi Dasar hasil penyempurnaan Standar Isi
dari Kurikulum 2013 semua mata pelajaran yang telah dipilih dan tertulis di Jaringan KD &
Indikator 3) Indikator dari semua mata pelajaran yang telah dibuat dan di tuangkan di
Pemetaan 4) Tujuan Pembelajaran yang diharapkan dicapai dari keterpaduan berbagai mata
pelajaran 5) Materi Pembelajaran meliputi berbagai mata pelajaran 6) Pendekatan dan
Metode pembelajaran 7) Langkah Pembelajaran memuat kegiatan Pendahuluan, Kegiatan
Inti (memuat langkah pembelajaran Tematik Terpadu memadukan berbaai mata pelajaran
yang diatukan dalam Tema, tersaji secara sistematis dan sistemik dalam tuangan Eksplorasi,
Elaborasi dan Konfirmasi, serta menggambarkan pendekatan Scientific dan diakhiri dengan
Kegiaan Penutup 8) Sumber dan Media yang memuat semua sumber dan media
pembelajaran yang dipergunakan dalm pembelajaran 9) Penilaian, meliuti proses dan hasil
belajar seyogyanya dilampirkan instrumen dan rubrik penilaiannya, baik untuk kepentingan
proses dan ketercapaian hasil belajar siswa.

H. Pendekatan Scientific
Pembelajaran Tematik Terpadu menggunakan salah satu model pembelajaran terpadu menurut
Robin Fogarty (1991) Model jaring laba-laba (webbed model). Model ini berangkat dari pendekatan
tematis sebagai acuan dasar bahan dan kegiatan pembelajaran. Tema yang dibuat dapat mengikat
kegiatan pembelajaran, baik dalam mata pelajaran tertentu maupun antarmata pelajaran.
Sedangkan proses pembelajaran menggunaan pendekatan Pendekatan scientific hal ini
dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami
berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja,
kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu kondisi pembelajaran
yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari
berbagai sumber observasi, bukan diberi tahu.
Kondisi pembelajaran pada saat ini diharapkan diarahkan agar peserta didik mampu merumuskan
masalah (dengan banyak menanya), bukan hanya menyelesaikan masalah dengan menjawab saja.
Pembelajaran diharapkan diarahkan untuk melatih berpikir analitis (peserta didik diajarkan
bagaimana mengambil keputusan) bukan berpikir mekanistis (rutin dengan hanya mendengarkan
dan menghapal semata)
Penjelasan Prof Sudarwan tentang pendekatan scientific bahwa Pendekatan ini bercirikan
penonjolan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang
suatu kebenaran. Dengan demikian, proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu nilainilai, prinsip-prinsip, atau kriteria ilmiah. Proses pembelajaran disebut ilmiah jika memenuhi kriteria
seperti berikut ini.
1.

Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan
dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau
dongeng semata.

2.

Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta didik terbebas dari
prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur
berpikir logis.

3.

Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam
mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau
materi pembelajaran.

4.

Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik dalam melihat
perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari substansi atau materi pembelajaran.
5.

Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami, menerapkan, dan
mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon substansi atau
materi pembelajaran.

6.

Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggung jawabkan.

7.

Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem
penyajiannya.

Pembelajaran yang menekankan pada pentingnya kolaborasi dan kerjasama diantara peserta didik
dalam menyelesaikan setiap permalahan dalam pembelajaran. Oleh karena itu guru sedapat
mungkin menciptakan pembelajaran selain dengan tetap mengacu pada Standar Proses dimana
pembelajarannya diciptakan suasana yang memuat Ekplorasi, Elaborasi dan Konfirmasi, juga
dengan mengedepankan kondisi peserta didik yang berperilaku ilmiah dengan bersama-sama diajak
mengamati, menanya, menalar, merumuskan, menyimpulkan dan mengkomunikasi. Sehingga
peserta didik akan dapat dengan benar menguasai materi yang dipelajari dengan baik.
Submateri Pelatihan 2.2: Konsep Pendekatan Scientific

Langkah Kegiatan Inti

Diskusi
Kelompok
Pendekatan
Scientific

20 Menit

Diskusi
Kelompok
Contohcontoh
Pendekatan
Scientific dan
Penerapannya
10 Menit

Diskusi Kelompok
1. Mengkaji pendekatan scientific yang mengacu pada tayangan video.
2. Mengidentifikasi konsep pendekatan scientific yang disampaikan pada tayangan video.
3. Membuat urutan aktivitas pada pendekatan scientific.
Pemaparan Hasil Diskusi Kelompok
1. Masing-masing kelompok memaparkan hasil diskusinya, kelompok lain dapat dijadikan pembahas
dan penanya.
2. Instruktur memberikan masukan terhadap hasil diskusi kelompok.
3. Pada akhir diskusi instruktur menyimpulkan hasil diskusi kelompok.
Paparan Materi
Fasilitator menyampaikan Konsep Pendekatan Scientific dengan menggunakan PPT-2.2.1 dan Contoh
Penerapan Pendekatan Scientific dalam Pembelajaran dengan menggunakan PPT-2.2-2 yang disisipkan
dalam kegiatan diskusi.
Diskusi Kelompok
Diskusi kelompok tentang contoh-contoh penerapan pendekatan scientific dalam pembelajaran, tugas
diskusi kelompok sebagai berikut.
1. Membuat contoh pembelajaran salah satu KD dengan menggunakan pendekatan scientific.
2. KD yang ditetapkan adalah KD semester 1.
Pemaparan Hasil Diskusi Kelompok
1. Masing-masing kelompok memaparkan hasil diskusinya, kelompok lain dapat dijadikan pembahas
dan penanya.
2. Instruktur memberikan masukan terhadap hasil diskusi kelompok.
3. Pada akhir diskusi instruktur menyimpulkan hasil diskusi kelompok.
ada
kelompok
HO – 2.2-1

PENDEKATAN ILMIAH DALAM PEMBELAJARAN

A. Esensi Pendekatan Ilmiah
Proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah. Karena itu Kurikulum 2013
mengamanatkan esensi pendekatan ilmiah dalam pembelajaran. Pendekatan ilmiah diyakini sebagai
titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta di
didik.
Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih mengedepankan
pelararan induktif (inductive reasoning) ketimbang penalaran deduktif (deductive reasoning). Penalaran
inductive
deductive
deduktif melihat fenomena umum untuk kemudian
menarik simpulan yang spesifik. Sebaliknya, penalaran
induktif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk
kemudian menarik simpulan secara keseluruhan. Sejatinya,
penalaran induktif menempatkan bukti
bukti-bukti spesifik ke
dalam relasi idea yang lebih luas. Metode ilmiah umumnya
menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik dan
detail untuk kemudian merumuskan simpulan umum.
Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas
teknik
suatu atau beberapa fenomena atau gejala, memperoleh
pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut
u
ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat
method
inquiry
bukti
diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Karena itu, metode
prinsip prinsip
ilmiah umumnya memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi atau ekperimen,
angkaian
mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian memformulasi, dan menguji hipotesis.

B. Pendekatan Ilmiah dan Non
Non-ilmiah dalam Pembelajaran
Pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah itu lebih efektif hasilnya dibandingkan dengan pembelajaran
tradidional. Hasil penelitian membuktikan bahwa pada pembelajaran tradisional, retensi informasi dari
guru sebesar 10 persen setelah 15 menit dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 25 persen.
Pada pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, retensi informasi dari guru sebesar lebih dari 90 persen
setelah dua hari dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 50-70 persen.
50
Proses pembelajaran dengan berbasis pendekatan ilmiah harus dipandu dengan kaida-kaidah
pendekatan ilmiah. Pendekatan ini bercirikan penonjolan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan,
pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran. Dengan demikian, proses pembelajaran harus
dilaksanakan dengan dipandu nilai-nilai, prinsip-prinsip, atau kriteria ilmiah. Proses pembelajaran
disebut ilmiah jika memenuhi kriteria seperti berikut ini.
•

Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan
dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau
dongeng semata.

•

Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta didik terbebas dari
prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur
berpikir logis.

•

Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam
mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau
materi pembelajaran.

•

Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik dalam melihat
perbedaan, kesamaan, dan tautan satu dengan yang lain dari substansi atau materi
pembelajaran.

•

Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami, menerapkan, dan
mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon substansi atau materi
pembelajaran.

•

Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggung -jawabkan.

•

Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana, jelas, dan menarik sistem penyajiannya.

Proses pembelajaran harus terhindar dari sifat-sifat atau nilai-nilai non-ilmiah yang meliputi intuisi, akal
sehat, prasangka, penemuan melalui coba-coba, dan asal berpikir kritis.
•

Intuisi.
Intuisi sering dimaknai sebagai kecakapan praktis yang kemunculannya bersifat irasional dan
individual. Intuisi juga bermakna kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki oleh seseorang atas dasar
pengalaman dan kecakapannya. Istilah ini sering juga dipahami sebagai penilaian terhadap sikap,
pengetahuan, dan keterampilan secara cepat dan berjalan dengan sendirinya. Kemampuan intuitif
itu biasanya didapat secara cepat tanpa melalui proses panjang dan tanpa disadari. Namun
demikian, intuisi sama sekali menafikan dimensi alur pikir yang sistemik.

•

Akal sehat.
Guru dan peserta didik harus menggunakan akal sehat selama proses pembelajaran, karena
memang hal itu dapat menunjukan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang benar. Namun
demikian, jika guru dan peserta didik hanya semata-mata menggunakan akal sehat dapat pula
menyesatkan mereka dalam proses dan pencapaian tujuan pembelajaran.

•

Prasangka. Sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang diperoleh semata-mata atas dasar akal
sehat (comon sense) umumnya sangat kuat dipandu kepentingan seseorang (guru, peserta didik, dan
sejenisnya) yang menjadi pelakunya. Ketika akal sehat terlalu kuat didomplengi kepentingan
pelakunya, seringkali mereka menjeneralisasi hal-hal khusus menjadi terlalu luas. Hal inilah yang
menyebabkan penggunaan akal sehat berubah menjadi prasangka atau pemikiran skeptis. Berpikir
skeptis atau prasangka itu memang penting, jika diolah secara baik. Sebaliknya akan berubah
menjadi prasangka buruk atau sikap tidak percaya, jika diwarnai oleh kepentingan subjektif guru dan
peserta didik.

•

Penemuan coba-coba. Tindakan atau aksi coba-coba seringkali melahirkan wujud atau temuan yang
bermakna. Namun demikian, keterampilan dan pengetahuan yang ditemukan dengan cara cobacoba selalu bersifat tidak terkontrol, tidak memiliki kepastian, dan tidak bersistematika baku. Tentu
saja, tindakan coba-coba itu ada manfaatnya bahkan mampu mendorong kreatifitas. Karena itu,
kalau memang tindakan coba-coba ini akan dilakukan, harus diserta dengan pencatatan atas setiap
tindakan, sampai dengan menemukan kepastian jawaban. Misalnya, seorang peserta didik mencoba
meraba-raba tombol-tombol sebuah komputer laptop, tiba-tiba dia kaget komputer laptop itu
menyala. Peserta didik pun melihat lambang tombol yang menyebabkan komputer laptop itu
menyala dan mengulangi lagi tindakannya, hingga dia sampai pada kepastian jawaban atas tombol
dengan lambang seperti apa yang bisa memastikan bahwa komputer laptop itu bisa menyala.

•

Berpikir kritis. Kamampuan berpikir kritis itu ada pada semua orang, khususnya mereka yang normal
hingga jenius. Secara akademik diyakini bahwa pemikiran kritis itu umumnya dimiliki oleh orang
yang bependidikan tinggi. Orang seperti ini biasanya pemikirannya dipercaya benar oleh banyak
orang. Tentu saja hasil pemikirannya itu tidak semuanya benar, karena bukan berdasarkan hasil
esperimen yang valid dan reliabel, karena pendapatnya itu hanya didasari atas pikiran yang logis
semata.

C. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Ilmiah
Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan menggunakan
pendekatan ilmiah. Proses pembelajaran harus menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan
keterampilan. Dalam proses pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, ranah sikap menggamit
transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu tentang ‘mengapa’. Ranah keterampilan
menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu tentang ‘bagaimana’. Ranah
pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu tentang ‘apa’.
Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang
baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard
(
skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
keterampilan,

Kurikulum 2013 menekankan pada
dimensi pedagogik modern dalam
pembelajaran, yaitu menggunakan
pendekatan ilmiah.
Pendekatan
ilmiah
(
(scientific
appoach) dalam pembelajaran
)
semua mata pelajaran meliputi
menggali
informasi
melaui
pengamatan,
pengamatan bertanya, percobaan,
kemudian mengolah data atau
informasi, menyajikan data atau
,
informasi,
,
dilanjutkan
dengan
menganalisis, menalar, kemudian
menyimpulkan, dan mencipta.
Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu
sangat
tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus
tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat
nilai
sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat nonilmiah.
nilai
sifat
Pendekatan ilmiah pembelajaran disajikan berikut ini.
1. Mengamati
Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning).
Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik
senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Tentu saja kegiatan mengamati dalam rangka
pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga relatif
banyak, dan jika tidak terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran.
Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik. Sehingga proses
pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan metode observasi peserta didik menemukan
fakta bahwa ada hubungan antara obyek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan
oleh guru.
Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh langkah-langkah seperti berikut
ini:
•

Menentukan objek apa yang akan diobservasi

•

Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi

•

Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer maupun sekunder

•

Menentukan di mana tempat objek yang akan diobservasi

•

Menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk mengumpulkan data agar
berjalan mudah dan lancar

•

Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi , seperti menggunakan buku
catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-alat tulis lainnya.
Kegiatan observasi dalam proses pembelajaran meniscayakan keterlibatan peserta didik secara
langsung. Dalam kaitan ini, guru harus memahami bentuk keterlibatan peserta didik dalam observasi
tersebut.
•

Observasi biasa (common observation). Pada observasi biasa untuk kepentingan pembelajaran,
peserta didik merupakan subjek yang sepenuhnya melakukan observasi (complete observer). Di sini
peserta didik sama sekali tidak melibatkan diri dengan pelaku, objek, atau situasi yang diamati.

•

Observasi terkendali (controlled observation). Seperti halnya observasi biasa, pada observasi
terkendali untuk kepentingan pembelajaran, peserta didik sama sekali tidak melibatkan diri dengan
pelaku, objek, atau situasi yang diamati. Merepa juga tidak memiliki hubungan apa pun dengan
pelaku, objek, atau situasi yang diamati. Namun demikian, berbeda dengan observasi biasa, pada
observasi terkendali pelaku atau objek yang diamati ditempatkan pada ruang atau situasi yang
dikhususkan. Karena itu, pada pembelajaran dengan observasi terkendali termuat nilai-nilai
percobaan atau eksperimen atas diri pelaku atau objek yang diobservasi.

•

Observasi partisipatif (participant observation). Pada observasi partisipatif, peserta didik melibatkan
diri secara langsung dengan pelaku atau objek yang diamati. Sejatinya, observasi semacam ini paling
lazim dilakukan dalam penelitian antropologi khususnya etnografi. Observasi semacam ini
mengharuskan peserta didik melibatkan diri pada pelaku, komunitas, atau objek yang diamati. Di
bidang pengajaran bahasa, misalnya, dengan menggunakan pendekatan ini berarti peserta didik
hadir dan “bermukim” langsung di tempat subjek atau komunitas tertentu dan pada waktu tertentu
pula untuk mempelajari bahasa atau dialek setempat, termasuk melibakan diri secara langsung
dalam situasi kehidupan mereka.
Selama proses pembelajaran, peserta didik dapat melakukan observasi dengan dua cara pelibatan diri.
Kedua cara pelibatan dimaksud yaitu observasi berstruktur dan observasi tidak berstruktur, seperti
dijelaskan berikut ini.
•

Observasi berstruktur. Pada observasi berstruktur dalam rangka proses pembelajaran, fenomena
subjek, objek, atau situasi apa yang ingin diobservasi oleh peserta didik telah direncanakan oleh
secara sistematis di bawah bimbingan guru.

•

Observasi tidak berstruktur. Pada observasi yang tidak berstruktur dalam rangka proses
pembelajaran, tidak ditentukan secara baku atau rijid mengenai apa yang harus diobservasi oleh
peserta didik. Dalam kerangka ini, peserta didik membuat catatan, rekaman, atau mengingat dalam
memori secara spontan atas subjek, objektif, atau situasi yang diobservasi.

Praktik observasi dalam pembelajaran hanya akan efektif jika peserta didik dan guru melengkapi diri
dengan dengan alat-alat pencatatan dan alat-alat lain, seperti: (1) tape recorder, untuk merekam
pembicaraan; (1) kamera, untuk merekam objek atau kegiatan secara visual; (2) film atau video, untuk
merekam kegiatan objek atau secara audio-visual; dan (3) alat-alat lain sesuai dengan keperluan.
Secara lebih luas, alat atau instrumen yang digunakan dalam melakukan observasi, dapat berupa daftar
cek (checklist), skala rentang (rating scale), catatan anekdotal (anecdotal record), catatan berkala, dan
alat mekanikal (mechanical device). Daftar cek dapat berupa suatu daftar yang berisikan nama-nama
subjek, objek, atau faktor- faktor yang akan diobservasi. Skala rentang , berupa alat untuk mencatat
gejala atau fenomena menurut tingkatannya. Catatan anekdotal berupa catatan yang dibuat oleh
peserta didik dan guru mengenai kelakuan-kelakuan luar biasa yang ditampilkan oleh subjek atau objek
yang diobservasi. Alat mekanikal berupa alat mekanik yang dapat dipakai untuk memotret atau
merekam peristiwa-peristiwa tertentu yang ditampilkan oleh subjek atau objek yang diobservasi.
Prinsip-rinsip yang harus diperhatikan oleh guru dan peserta didik selama observasi pembelajaran
disajikan berikut ini.
•

Cermat, objektif, dan jujur serta terfokus pada objek yang diobservasi untuk kepentingan
pembelajaran.

•

Banyak atau sedikit serta homogenitas atau hiterogenitas subjek, objek, atau situasi yang
diobservasi. Makin banyak dan hiterogen subjek, objek, atau situasi yang diobservasi, makin sulit
kegiatan obervasi itu dilakukan. Sebelum obsevasi dilaksanakan, guru dan peserta didik sebaiknya
menentukan dan menyepakati cara dan prosedur pengamatan.

•

Guru dan peserta didik perlu memahami apa yang hendak dicatat, direkam, dan sejenisnya, serta
bagaimana membuat catatan atas perolehan observasi.
2. Menanya
Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah
sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia membimbing
atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta
didiknya, ketika itu pula dia mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang
baik.
Berbeda dengan penugasan yang menginginkan tindakan nyara, pertanyaan dimaksudkan untuk
memperoleh tanggapan verbal. Istilah “pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk “kalimat tanya”,
melainkan juga dapat dalam bentuk pernyataan, asalkan keduanya menginginkan tanggapan verbal.
Bentuk pertanyaan, misalnya: Apakah ciri-ciri kalimat yang efektif? Bentuk pernyataan, misalnya:
Sebutkan ciri-ciri kalimat efektif!

a. Fungsi bertanya
• Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian peserta didik tentang suatu tema atau
topik pembelajaran.
• Mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar, serta mengembangkan
pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri.
• Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik sekaligus menyampaikan ancangan untuk mencari
solusinya.
• Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
menunjukkan sikap, keterampilan, dan pemahamannya atas substansi pembelajaran yang
diberikan.
• Membangkitkan keterampilan peserta didik dalam berbicara, mengajukan pertanyaan, dan
memberi jawaban secara logis, sistematis, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar.
• Mendorong partisipasi peserta didik dalam berdiskusi, berargumen, mengembangkan
kemampuan berpikir, dan menarik simpulan.
• Membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan menerima pendapat atau gagasan,
memperkaya kosa kata, serta mengembangkan toleransi sosial dalam hidup berkelompok.
• Membiasakan peserta didik berpikir spontan dan cepat, serta sigap dalam merespon persoalan
yang tiba-tiba muncul.
• Melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan berempati satu sama lain.

b. Kriteria pertanyaan yang baik
• Singkat dan jelas.
Contoh: (1) Seberapa jauh pemahaman Anda mengenai faktor-faktor yang menyebabkan
generasi muda terjerat kasus narkotika dan obat-obatan terlarang? (2) Faktor-faktor apakah
yang menyebabkan generasi muda terjerat kasus narkotika dan obat-obatan terlarang?
Pertanyaan kedua lebih singkat dan lebih jelas dibandingkan dengan pertanyaan pertama.
• Menginspirasi jawaban.
Contoh: Membangun semangat kerukunan umat beragama itu sangat penting pada bangsa yang
multiagama. Jika suatu bangsa gagal membangun semangat kerukukan beragama, akan muncul
aneka persoalan sosial kemasyarakatan. Coba jelaskan dampak sosial apa saja yang muncul, jika
suatu bangsa gagal membangun kerukunan umat beragama? Dua kalimat yang mengawali
pertanyaan di muka merupakan contoh yang diberikan guru untuk menginspirasi jawaban
peserta menjawab pertanyaan.
• Memiliki fokus.
Contoh: Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya kemiskinan? Untuk pertanyaan
seperti ini sebaiknya masing-masing peserta didik diminta memunculkan satu jawaban. Peserta
didik pertama hingga kelima misalnya menjawab: kebodohan, kemalasan, tidak memiliki modal
usaha, kelangkaan sumber daya alam, dan keterisolasian geografis. Jika masih tersedia alternatif
jawaban lain, peserta didik yang keenam dan seterusnya, bisa dimintai jawaban. Pertanyaan
yang luas seperti di atas dapat dipersempit, misalnya: Mengapa kemalasan menjadi penyebab
kemiskinan? Pertanyaan seperti ini dimintakan jawabannya kepada peserta didik secara
perorangan.
• Bersifat probing atau divergen.
Contoh: (1) Untuk meningkatkan kualitas hasil belajar, apakah peserta didik harus rajin belajar?
(2) Mengapa peserta didik yang sangat malas belajar cenderung menjadi putus sekolah?
Pertanyaan pertama cukup dijawab oleh peserta didik dengan Ya atau Tidak. Sebaliknya,
pertanyaan kedua menuntut jawaban yang bervariasi urutan jawaban dan penjelasannya, yang
kemungkinan memiliki bobot kebenaran yang sama.
• Bersifat validatif atau penguatan.
Pertanyaan dapat diajukan dengan cara meminta kepada peserta didik yang berbeda untuk
menjawab pertanyaan yang sama. Jawaban atas pertanyaan itu dimaksudkan untuk memvalidasi
atau melakukan penguatan atas jawaban peserta didik sebelumnya. Ketika beberapa orang
peserta didik telah memberikan jawaban yang sama, sebaiknya guru menghentikan pertanyaan
itu atau meminta mereka memunculkan jawaban yang lain yang berbeda, namun sifatnya
menguatkan.
Contoh:
o Guru: “mengapa kemalasan menjadi penyebab kemiskinan”?
o Peserta didik I: “karena orang yang malas lebih banyak diam ketimbang bekerja.”
o Guru: “siapa yang dapat melengkapi jawaban tersebut?”
o Peserta didik II: “karena lebih banyak diam ketimbang bekerja, orang yang malas tidak
produktif”
o Guru : “siapa yang dapat melengkapi jawaban tersebut?”
o Peserta didik III: “orang malas tidak bertindak aktif, sehingga kehilangan waktu terlalu
banyak untuk bekerja, karena itu dia tidak produktif.”
• Memberi kesempatan peserta didik untuk berpikir ulang.
Untuk menjawab pertanyaan dari guru, peserta didik memerlukan waktu yang cukup untuk
memikirkan jawabannya dan memverbalkannya dengan kata-kata. Karena itu, setelah
mengajukan pertanyaan, guru hendaknya menunggu beberapa saat sebelum meminta atau
menunjuk peserta didik untuk menjawab pertanyaan itu.
Jika dengan pertanyaan tertentu tidak ada peserta didik yang bisa menjawah dengan baik, sangat
dianjurkan guru mengubah pertanyaannya. Misalnya: (1) Apa faktor picu utama Belanda
menjajah Indonesia?; (2) Apa motif utama Belanda menjajah Indonesia? Jika dengan pertanyaan
pertama guru belum memperoleh jawaban yang memuaskan, ada baiknya dia mengubah
pertanyaan seperti pertanyaan kedua.
• Merangsang peningkatan tuntutan kemampuan kognitif.
Pertanyaan guru yang baik membuka peluang peserta didik untuk mengembangkan kemampuan
berpikir yang makin meningkat, sesuai dengan tuntunan tingkat kognitifnya. Guru mengemas
atau mengubah pertanyaan yang menuntut jawaban dengan tingkat kognitif rendah ke makin
tinggi, seperti dari sekadar mengingat fakta ke pertanyaan yang menggugah kemampuan kognitif
yang lebih tinggi, seperti pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kata-kata kunci
pertanyaan ini, seperti: apa, mengapa, bagaimana, dan seterusnya.
• Merangsang proses interaksi.
Pertanyaan guru yang baik mendorong munculnya interaksi dan suasana menyenangkan pada
diri peserta didik. Dalam kaitan ini, setelah menyampaikan pertanyaan, guru memberikan
kesempatan kepada peserta didik mendiskusikan jawabannya. Setelah itu, guru memberi
kesempatan kepada seorang atau beberapa orang peserta didik diminta menyampaikan jawaban
atas pertanyaan tersebut. Pola bertanya seperti ini memposisikan guru sebagai wahana
pemantul.

c. Tingkatan Pertanyaan
Pertanyaan guru yang baik dan benar menginspirasi peserta didik untuk memberikan jawaban yang baik
dan benar pula. Guru harus memahami kualitas pertanyaan, sehingga menggambarkan tingkatan
kognitif seperti apa yang akan disentuh, mulai dari yang lebih rendah hingga yang lebih tinggi. Bobot
pertanyaan yang menggambarkan tingkatan kognitif yang lebih rendah hingga yang lebih tinggi disajikan
berikut ini.
Tingkatan

Subtingkatan

Kognitif
yang
lebih
rendah

Pengetahuan
(knowledge)

Pemahaman
(comprehension)

Penerapan
(application

Kognitif
yang
lebih
tinggi

Analisis (analysis)

Sintesis
(synthesis)

Evaluasi
(evaluation)

Kata-kata kunci pertanyaan
Apa...
Siapa...
Kapan...
Di mana...
Sebutkan...
Jodohkan atau pasangkan...
Persamaan kata...
Golongkan...
Berilah nama...
Dll.
Terangkahlah...
Bedakanlah...
Terjemahkanlah...
Simpulkan...
Bandingkan...
Ubahlah...
Berikanlah interpretasi...
Gunakanlah...
Tunjukkanlah...
Buatlah...
Demonstrasikanlah...
Carilah hubungan...
Tulislah contoh...
Siapkanlah...
Klasifikasikanlah...
Analisislah...
Kemukakan bukti-bukti…
Mengapa…
Identifikasikan…
Tunjukkanlah sebabnya…
Berilah alasan-alasan…
Ramalkanlah…
Bentuk…
Ciptakanlah…
Susunlah…
Rancanglah...
Tulislah…
Bagaimana kita dapat memecahkan…
Apa yang terjadi seaindainya…
Bagaimana kita dapat memperbaiki…
Kembangkan…
Berilah pendapat…
Alternatif mana yang lebih baik…
Setujukah anda…
Kritiklah…
Berilah alasan…
Nilailah…
Bandingkan…
Bedakanlah…

3. Menalar
a. Esensi Menalar
Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang dianut
dalam Kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa guru dan peserta didik merupakan pelaku
aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi peserta didik harus lebih aktif daripada guru.
Penalaran adalah proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat
diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Penalaran dimaksud merupakan
penalaran ilmiah, meski penakaran nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat.
Istilah menalar di sini merupakan padanan dari associating; bukan merupakan terjemanan dari
reasonsing, meski istilah ini juga bermakna menalar atau penalaran. Karena itu, istilah aktivitas
menalar dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak
merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran
merujuk pada kemamuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa
untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori. Selama mentransfer peristiwaperistiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam referensi dengan peristiwa lain.
Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak berelasi dan berinteraksi dengan
pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia. Proses itu dikenal sebagai asosiasi atau menalar. Dari
persepektif psikologi, asosiasi merujuk pada koneksi antara entitas konseptual atau mental sebagai
hasil dari kesamaan antara pikiran atau kedekatan dalam ruang dan waktu.
Menurut teori asosiasi, proses pembelajaran pembelajaran akan berhasil secara efektif jika terjadi
interaksi langsung antara pendidik dengan peserta didik. Pola ineraksi itu dilakukan melalui stimulus
dan respons (S-R). Teori ini dikembangan kerdasarkan hasil eksperimen Thorndike, yang kemudian
dikenal dengan teori asosiasi. Jadi, prinsip dasar proses pembelajaran yang dianut oleh Thorndike
adalah asosiasi, yang juga dikenal dengan teori Stimulus-Respon (S-R). Menurut Thorndike, proses
pembelajaran, lebih khusus lagi proses belajar peserta didik terjadi secara perlahan atau
inkremental/bertahap, bukan secara tiba-tiba. Thorndike mengemukakan berapa hukum dalam
proses pembelajaran.
•

Hukum efek (The Law of Effect), di mana intensitas hubungan antara stimulus (S) dan respon
(R) selama proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh konsekuensi dari hubungan yang
terjadi. Jika akibat dari hubungan S-R itu dirasa menyenangkan, maka perilaku peserta didik
akan mengalami penguatan. Sebaliknya, jika akibat hubungan S-R dirasa tidak
menyenangkan, maka perilaku peserta didik akan melemah. Menurut Thorndike, efek dari
reward (akibat yang menyenangkan) jauh lebih besar dalam memperkuat perilaku peserta
didik dibandingkan efek punishment (akibat yang tidak menyenangkan) dalam
memperlemah perilakunya. Ini bermakna bahwa reward akan meningkatkan perilaku
peserta didik, tetapi punishment belum tentu akan mengurangi atau menghilangkan
perilakunya.
•

Hukum latihan (The Law of Exercise). Awalnya, hukum ini terdiri dari dua jenis, yang setelah
tahun 1930 dinyatakan dicabut oleh Thorndike. Karena dia menyadari bahwa latihan saja
tidak dapat memperkuat atau membentuk perilaku. Pertama, Law of Use yaitu hubungan
antara S-R akan semakin kuat jika sering digunakan atau berulang-ulang. Kedua, Law of
Disuse, yaitu hubungan antara S-R akan semakin melemah jika tidak dilatih atau dilakukan
berulang-ulang. Menurut Thorndike, perilaku dapat dibentuk dengan menggunakan
penguatan (reinforcement). Memang, latihan berulang tetap dapat diberikan, tetapi yang
terpenting adalah individu menyadari konsekuensi perilakunya.

•

Hukum kesiapan (The Law of Readiness). Menurut Thorndike, pada prinsipnya apakah
sesuatu itu akan menyenangkan atau tidak menyenangkan untuk dipelajari tergantung pada
kesiapan belajar individunya. Dalam proses pembelajaran, hal ini bermakna bahwa jika
peserta dalam keadaan siap dan belajar dilakukan, maka mereka akan merasa puas.
Sebaliknya, jika pesert didik dalam keadaan tidak siap dan belajar terpaksa dilakukan, maka
mereka akan merasa tidak puas bahkan mengalami frustrasi. Prinsip-prinsip dasar dari
Thorndike kemudian diperluas oleh B.F. Skinner dalam Operant Conditioning atau
pelaziman/pengkondisian operan. Pelaziman operan adalah bentuk pembelajaran dimana
konsekuensi-konsekuensi dari perilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas perilaku
itu akan diulangi.

Merujuk pada teori S-R, proses pembelajaran akan makin efektif jika peserta didik makin giat
belajar. Dengan begitu, berarti makin tinggi pula kemampuannya dalam menghubungkan S
dengan R. Kaidah dasar yang digunakan dalam teori S-R adalah:
•

Kesiapan (readiness). Kesiapan diidentifikasi berkaitan langsung dengan motivasi peserta
didik. Kesiapan itu harus ada pada diri guru dan peserta didik. Guru harus benar-benar siap
mengajar dan peserta didik benar-benar siap menerima pelajaran dari gurunya. Sejalan
dengan itu, segala sumber daya pembelajaran pun perlu disiapkan secara baik dan saksama.

•

Latihan (exercise). Latihan merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan secara
berulang oleh peserta didik. Pengulangan ini memungkinkan hubungan antara S dengan R
makin intensif dan ekstensif.

•

Pengaruh (effect). Hubungan yang intensif dan berulang-ulang antara S dengan R akan
meningkatkan kualitas ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik sebagai
hasil belajarnya. Manfaat hasil belajar yang diperoleh oleh peserta didik dirasakan langsung
oleh mereka dalam dalam dunia kehidupannya.
Kaidah atau prinsip “pengaruh” dalam pembelajaran berkaitan dengan kemamouan guru
menciptakan suasana, memberi penghargaan, celaan, hukuman, dan ganjaran. Teori S – S ini
memang terkesan robotik. Karenanya, teori ini terkesan mengenyampingkan peranan minat,
kreativitas, dan apirasi peserta didik.
•

Oleh karena tidak semua perilaku belajar atau pembelajaran dapat dijelaskan dengan
pelaziman sebagaimana dikembangkan oleh
Ivan Pavlov, teori asosiasi biasanya
menambahkan teori belajar sosial (social learning) yang dikembangkan oleh Bandura.
Menurut Bandura, belajar terjadi karena proses peniruan (imitation). Kemampuan peserta
didik dalam meniru respons menjadi pengungkit utama aktivitas belajarnya. Ada empat
konsep dasar teori belajar sosial (social learning theory) dari Bandura.

•

Pertama, pemodelan (modelling), dimana peserta didik belajar dengan cara meniru perilaku
orang lain (guru, teman, anggota masyarakat, dan lain-lain) dan pengalaman vicarious yaitu
belajar dari keberhasilan dan kegagalan orang lain itu.

•

Kedua, fase belajar, meliputi fase memberi perhatian terhadap model (attentional),
mengendapkan hasil memperhatikan model dalam pikiran pebelajar (retention),
menampilkan ulang perilaku model oleh pebelajar (reproduction), dan motivasi (motivation)
ketika peserta didik berkeinginan mengulang-ulang perilaku model yang mendatangkan
konsekuensi-konsekuensi positif dari lingkungan.

•

Ketiga, belajar vicarious, dimana peserta didik belajar dengan melihat apakah orang lain
diberi ganjaran atau hukuman selama terlibat dalam perilaku-perilaku tertentu.

•

Keempat, pengaturan-diri (self-regulation), dimana peserta didik mengamati,
mempertimbangkan, memberi ganjaran atau hukuman terhadap perilakunya sendiri.
Teori asosiasi ini sangat efektif menjadi landasan menanamkan sikap ilmiah dan motivasi pada peserta
didik berkenaan dengan nilai-nilai instrinsik dari pembelajaran partisipatif. Dengan cara ini peserta didik
akan melakukan peniruan terhadap apa yang nyata diobservasinya dari kinerja guru dan temannya di
kelas.
Bagaimana aplikasinya dalam proses pembelajaran? Aplikasi pengembangan aktivitas pembelajaran
untuk meningkatkan daya menalar peserta didik dapat dilakukan dengan cara berikut ini.
•

Guru menyusun bahan pembelajaran dalam bentuk yang sudah siap sesuai dengan tuntutan
kurikulum.

•

Guru tidak banyak menerapkan metode ceramah atau metode kuliah. Tugas utama guru
adalah memberi instruksi singkat tapi jelas dengan disertai contoh-contoh, baik dilakukan
sendiri maupun dengan cara simulasi.

•

Bahan pembelajaran disusun secara berjenjang atau hierarkis, dimulai dari yang sederhana
(persyaratan rendah) sampai pada yang kompleks (persyaratan tinggi).

•

Kegiatan pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati

•

Seriap kesalahan harus segera dikoreksi atau diperbaiki
•

Perlu dilakukan pengulangan dan latihan agar perilaku yang diinginkan dapat menjadi
kebiasaan atau pelaziman.

•

Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang nyata atau otentik.

•

Guru mencatat semua kemajuan peserta didik untuk kemungkinan memberikan tindakan
pembelajaran perbaikan.

b. Cara menalar
Seperti telah dijelaskan di muka, terdapat dua cara menalar, yaitu penalaran induktif dan penalaran
deduktif. Penalaran induktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari fenomena atau
atribut-atribut khusus untuk hal-hal yang bersifat umum. Jadi, menalar secara induktif adalah proses
penarikan simpulan dari kasus-kasus yang bersifat nyata secara individual atau spesifik menjadi
simpulan yang bersifat umum. Kegiatan menalar secara induktif lebih banyak berpijak pada observasi
inderawi atau pengalaman empirik.
Contoh:
•

Singa binatang berdaun telinga, berkembangbiak dengan cara melahirkan

•

Harimau binatang berdaun telinga, berkembangbiak dengan cara melahirkan

•

Ikan Paus binatang berdaun telinga berkembangbiak dengan melahirkan

• Simpulan: Semua binatang yang berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan
Penalaran deduktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari pernyataan-pernyataan atau
fenomena yang bersifat umum menuju pada hal yang bersifat khusus. Pola penalaran deduktif dikenal
dengan pola silogisme. Cara kerja menalar secara deduktif adalah menerapkan hal-hal yang umum
terlebih dahulu untuk kemudian dihubungkan ke dalam bagian-bagiannya yang khusus.
Ada tiga jenis silogisme, yaitu silogisme kategorial, silogisme hipotesis, silogisme alternatif. Pada
penalaran deduktif tedapat premis, sebagai proposisi menarik simpulan. Penarikan simpulan dapat
dilakukan melalui dua cara, yaitu langsung dan tidak langsung. Simpulan secara langsung ditarik dari
satu premis, sedangkan simpulan tidak langsung ditarik dari dua premis.
Contoh :
•

Kamera adalah barang elektronik dan membutuhkan daya listrik untuk beroperasi

•

Telepon genggam adalah barang elektronik dan membutuhkan daya listrik untuk beroperas.

•

Simpulan: semua barang elektronik membutuhkan daya listrik untuk beroperasi.

4. Analogi dalam Pembelajaran
Selama proses pembelajaran, guru dan pesert didik sering kali menemukan fenomena yang bersifat
analog atau memiliki persamaan. Dengan demikian, guru dan peserta didik adakalamua menalar secara
analogis. Analogi adalah suatu proses penalaran dalam pembelajaran dengan cara membandingkan sifat
esensial yang mempunyai kesamaan atau persamaan.
Berpikir analogis sangat penting dalam pembelajaran, karena hal itu akan mempertajam daya nalar
peserta didik. Seperti halnya penalaran, analogi terdiri dari dua jenis, yaitu analogi induktif dan analogi
deduktif. Kedua analogi itu dijelaskan berikut ini.
Analogi induktif disusun berdasarkan persamaan yang ada pada dua fenomena atau gejala. Atas dasar
persamaan dua gejala atau fenomena itu ditarik simpulan bahwa apa yang ada pada fenomena atau
gejala pertama terjadi juga pada fenomena atau gejala kedua. Analogi induktif merupakan suatu
‘metode menalar’ yang sangat bermanfaat untuk membuat suatu simpulan yang dapat diterima
berdasarkan pada persamaan yang terbukti terdapat pada dua fenomena atau gejala khusus yang
diperbandingkan.
Contoh:
Peserta didik Pulan merupakan pebelajar yang tekun. Dia lulus seleksi Olimpiade Sains Tingkat Nasional
tahun ini. Dengan demikian, tahun ini juga, Peserta didik Pulan akan mengikuti kompetisi pada
Olimpiade Sains Tingkat Internasional. Untuk itu dia harus belajar lebih tekun lagi.
Analogi deklaratif merupakan suatu ‘metode menalar’ untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu
fenomena atau gejala yang belum dikenal atau masih samar, dengan sesuatu yang sudah dikenal.
Analogi deklaratif ini sangat bermanfaat karena ide-ide baru, fenomena, atau gejala menjadi dikenal
atau dapat diterima apabila dihubungkan dengan hal-hal yang sudah dketahui secara nyata dan
dipercayai.
Contoh:
Kegiatan kepeserta didikan akan berjalan baik jika terjadi sinergitas kerja antara kepala sekolah, guru,
staf tatalaksana, pengurus organisasi peserta didik intra sekolah, dan peserta didik. Seperti halnya
kegiatan belajar, untuk mewujudkan hasil yang baik diperlukan sinergitas antara ranah sikap,
keterampilan, dan pengetahuan.

5. Hubungan Antarfenonena
Seperti halnya penalaran dan analogi, kemampuan menghubungkan antarfenomena atau gejala sangat
penting dalam proses pembelajaran, karena hal itu akan mempertajam daya nalar peserta didik. Di
sinilah esensi bahwa guru dan peserta didik dituntut mampu memaknai hubungan antarfenonena atau
gejala, khususnya hubungan sebab-akibat.
Hubungan sebab-akibat diambil dengan menghubungkan satu atau beberapa fakta yang satu dengan
datu atau beberapa fakta yang lain. Suatu simpulan yang menjadi sebab dari satu atau beberapa fakta
itu atau dapat juga menjadi akibat dari satu atau beberapa fakta tersebut.
Penalaran sebab-akibat ini masuk dalam ranah penalaran induktif, yang disebut dengan penalaran
induktif sebab-akibat. Penalaran induksi sebab akibat terdiri dri tiga jenis.
•

Hubungan sebab–akibat. Pada penalaran hubungan sebab-akibat, hal-hal yang menjadi sebab
dikemukakan terlebih dahulu, kemudian ditarik simpulan yang berupa akibat.
Contoh:
Bekerja keras, belajar tekun, berdoa, dan tidak putus asa adalah faktor pengungkit yang bisa
membuat kita mencapai puncak kesuksesan.

•

Hubungan akibat–sebab. Pada penalaran hubungan akibat-sebab, hal-hal yang menjadi akibat
dikemukakan terlebih dahulu, selanjutnya ditarik simpulan yang merupakan penyebabnya.
Contoh :
Akhir-ahir ini sangat marak kenakalan remaja, angka putus sekolah, penyalahgunaan Nakoba di
kalangan generasi muda, perkelahian antarpeserta didik, yang disebabkan oleh pengabaian orang
tua dan ketidaan keteladanan tokoh masyarakat, sehingga mengalami dekandensi moral secara
massal.

•

Hubungan sebab–akibat 1 – akibat 2. Pada penalaran hubungan sbab-akibat 1 –akibat 2, suatu
penyebab dapat menimbulkan serangkaian akibat. Akibat yang pertama menjadi penyebab,
sehingga menimbulkan akibat kedua. Akibat kedua menjadi penyebab sehingga menimbulkan akibat
ketiga, dan seterusnya.
Contoh:
Masyarakat yang tinggal di daerah terpencil, hidupnya terisolasi. Keterisolasian itu menyebabkan
mereka kehilangan akses untuk melakukan aktivitas ekonomi, sehingga muncullah kemiskinan
keluarga yang akut. Kemiskinan keluarga yang akut menyebabkan anak-anak mereka tidak
berkesempatan menempuh pendidikan yang baik. Dampak lanjutannya, bukan tidak mungkin terjadi
kemiskinan yang terus berlangsung secara siklikal.

6. Mencoba
Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta didik harus mencoba atau melakukan
percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Pada mata pelajaran IPA, misalnya,
peserta didik harus memahami konsep-konsep IPA dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Peserta
didik pun harus memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam
sekitar, serta mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalahmasalah yang dihadapinya sehari-hari.
Aplikasi metode eksperimen atau mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan
belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Aktivitas pembelajaran yang nyata untuk ini
adalah: (1) menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum;
(2) mempelajari cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus disediakan; (3)
mempelajari dasar teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen sebelumnya; (4) melakukan dan
mengamati percobaan; (5) mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data; (6)
menarik simpulan atas hasil percobaan; dan (7) membuat laporan dan mengkomunikasikan hasil
percobaan.
Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar maka: (1) Guru hendaknya merumuskan tujuan
eksperimen yanga akan dilaksanakan murid (2) Guru bersama murid mempersiapkan perlengkapan yang
dipergunakan (3) Perlu memperhitungkan tempat dan waktu (4) Guru menyediakan kertas kerja untuk
pengarahan kegiatan murid (5) Guru membicarakan masalah yanga akan yang akan dijadikan
eksperimen (6) Membagi kertas kerja kepada murid (7) Murid melaksanakan eksperimen dengan
bimbingan guru, dan (8) Guru mengumpulkan hasil kerja murid dan mengevaluasinya, bila dianggap
perlu didiskusikan secara klasikal.
Kegiatan pembelajaran dengan pendekatan eksperimen atau mencoba dilakukan melalui tiga tahap,
yaitu, persiapan, pelaksanaan, dan tindak lanjut. Ketiga tahapan eksperimen atau mencoba dimaksud
dijelaskan berikut ini.

a. Persiapan
•

Menentapkan tujuan eksperimen

•

Mempersiapkan alat atau bahan

•

Mempersiapkan tempat eksperimen sesuai dengan jumlah peserta didik serta alat atau bahan
yang tersedia. Di sini guru perlu menimbang apakah peserta didik akan melaksanakan
eksperimen atau mencoba secara serentak atau dibagi menjadi beberapa kelompok secara
paralel atau bergiliran

•

Memertimbangkan masalah keamanan dan kesehatan agar dapat memperkecil atau
menghindari risiko yang mungkin timbul

•

Memberikan penjelasan mengenai apa yang harus diperhatikan dan tahapa-tahapan yang harus
dilakukan peserta didik, termasuk hal-hal yang dilarang atau membahayakan.

b. Pelaksanaan
•

Selama proses eksperimen atau mencoba, guru ikut membimbing dan mengamati proses
percobaan. Di sini guru harus memberikan dorongan dan bantuan terhadap kesulitan-kesulitan
yang dihadapi oleh peserta didik agar kegiatan itu berhasil dengan baik.

•

Selama proses eksperimen atau mencoba, guru hendaknya memperhatikan situasi secara
keseluruhan, termasuk membantu mengatasi dan memecahkan masalah-masalah yang akan
menghambat kegiatan pembelajaran.

c. Tindak lanjut
•

Peserta didik mengumpulkan laporan hasil eksperimen kepada guru

•

Guru memeriksa hasil eksperimen peserta didik

•

Guru memberikan umpan balik kepada peserta didik atas hasil eksperimen.

•

Guru dan peserta didik mendiskusikan masalah-masalah yang ditemukan selama eksperimen.

•

Guru dan peserta didik memeriksa dan menyimpan kembali segala bahan dan alat yang
digunakan
D. Jejaring Pembelajaran atau Pembelajaran Kolaboratif
Apa yang dimaksud dengan pembelajaran kolaboratif? Pembelajaran kolaboratif merupakan suatu
filsafat personal, lebih dari sekadar sekadar teknik pembelajaran di kelas-kelas sekolah. Kolaborasi
esensinya merupakan filsafat interaksi dan gaya hidup manusia yang menempatkan dan memaknai
kerjasama sebagai struktur interaksi yang dirancang secara baik dan disengaja rupa untuk memudahkan
usaha kolektif dalam rangka mencapai tujuan bersama.
Pada pembelajaran kolaboratif kewenangan guru
fungsi guru lebih bersifat direktif atau manajer
belajar, sebaliknya, peserta didiklah yang harus lebih
aktif. Jika pembelajaran kolaboratif diposisikan
sebagai satu falsafah peribadi, maka ia menyentuh
tentang identitas peserta didik terutama jika mereka
berhubungan atau berinteraksi dengan yang lain atau
guru. Dalam situasi kolaboratif itu, peserta didik
berinteraksi dengan empati, saling menghormati, dan
menerima kekurangan atau kelebihan masingmasing. Dengan cara semacam ini akan tumbuh rasa aman, sehingga memungkin peserta didik
menghadapi aneka perubahan dan tntutan belajar secara bersama-sama.
Hasil penelitian Vygotsky membuktikan bahwa ketika peserta didik diberi tugas untuk dirinya sediri,
mereka akan bekerja sebaik-baiknya ketika bekerjasama atau berkolaborasi dengan temannya. Vigotsky
merupakan salah satu pengagas teori konstruktivisme sosial. Pakar ini sangat terkenal dengan teori
“Zone of Proximal Development” atau ZPD. Istilah ”Proximal” yang digunakan di sini bisa bermakna
“next“. Menurut Vygotsky, setiap manusia (dalam konteks ini disebut peserta didik) mempunyai potensi
tertentu. Potensi tersebut dapat teraktualisasi dengan cara menerapkan ketuntasan belajar (mastery
learning). Akan tetapi di antara potensi dan aktualisasi peserta didik itu terdapat terdapat wilayah abuabu. Guru memiliki berkewajiban menjadikan wilayah “abu-abu” yang ada pada peserta didik itu dapat
teraktualisasi dengan cara belajar kelompok.
Seperti termuat dalam gambar, Vygostsky mengemukakan tiga wilayah yang tergamit dalam ZPD yang
disebut dengan “cannot yet do”, “can do with help“, dan “can do alone“. ZPD merupakan wilayah “can
do with help” yang sifatnya tidak permanen, jika proses pembelajaran mampu menarik pebelajar dari
zona tersebut dengan cara kolaborasi atau pembelajaran kolaboratif.
Ada empat sifat kelas atau pembelajaran kolaboratif. Dua sifat berkenaan dengan perubahan hubungan
antara guru dan peserta didik. Sifat ketiga berkaitan dengan pendekatan baru dari penyampaian guru
selama proses pembelajaran. Sifat keempat menyatakan isi kelas atau pembelajaran kolaboratif.
1. Guru dan peserta didik saling berbagi informasi.
Dengan pembelajaran kolaboratif, peserta didik memiliki ruang gerak untuk menilai dan membina ilmu
pengetahuan, pengalaman personal, bahasa komunikasi, strategi dan konsep pembelajaran sesuai
dengan teori, serta menautkan kondisi sosiobudaya dengan situasi pembelajaran. Di sini, peran guru
lebih banyak sebagai pembimbing dan manajer belajar ketimbang memberi instruksi dan mengawasi
secara rijid.
Contoh:
Jika guru mengajarkan topik “hidup bersama secara damai.” Peserta didik yang mempunyai
pengalaman yang berkaitan dengan topik tersebut berpeluang menyatakan sesuatu pada sesi
pembelajaran, berbagi idea, dan memberi garis-garis besar arus komunikasi antar peserta didik. Jika
peserta didikmemahami dan melihat fenomena nyata kehidupan bersama yang damai itu, pengalaman
dan pengetahuannya dihargai dan dapat dibagikan dalam jaringan pembelajaran mereka. Mereka pun
akan termotivasi untuk melihat dan mendengar. Di sini peserta didik juga dapat merumuskan kaitan
antara proses pembelajaran yang sedang dilakukan dengan dunia sebenarnya.

2. Berbagi tugas dan kewenangan.
Pada pembelajaran atau kelas kolaboratif, guru berbagi tugas dan kewenangan dengan peserta didik,
khususnya untuk hal-hal tertentu. Cara ini memungkinan peserta didik menimba pengalaman mereka
sendiri, berbagi strategi dan informasi, menghormati antarsesa, mendoorong tumbuhnya ide-ide
cerdas, terlibat dalam pemikiran kreatif dan kritis serta memupuk dan menggalakkan mereka
mengambil peran secara terbuka dan bermakna.
•

Guru sebagai mediator.
Pada pembelajaran atau kelas kolaboratif, guru berperan sebagai mediator atau perantara. Guru
berperan membantu menghubungkan informasi baru dengan pengalaman yang ada serta
membantu peserta didik jika mereka mengalami kebutuan dan bersedia menunjukkan cara
bagaimana mereka memiliki kesungguhan untuk belajar.

•

Kelompok peserta didik yang heterogen.
Sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didk yang tumbuh dan berkembang sangat
penting untuk memperkaya pembelajaran di kelas. Pada kelas kolaboratif peserta didik dapat
menunjukkan kemampuan dan keterampilan mereka, berbagi informasi, serta mendengar atau
membahas sumbangan informasi dari peserta didik lainnya. Dengan cara seperti ini akan muncul
“keseragaman” di dalam heterogenitas peserta didik.
Contoh Pembelajaran Kolaboratif
Guru ingin mengajarkan tentang konsep, penggolongan sifat, fakta, atau mengulangi informasi
tentang objek. Untuk keperluan pembelajaran ini dia menggunakan media sortir kartu (card
sort). Prosedurnya dapat dilakukan seperti berikut ini.
•

Kepada peserta didik diberikan kartu indeks yang memuat informasi atau contoh yang cocok
dengan satu atau lebih katagori.

•

Peserta didik diminta untuk mencari temannya dan menemukan orang yang memiliki kartu
dengan katagori yang sama.

•

Berikan kepada peserta didik yang kartu katagorinya sama menyajikan sendiri kepada rekanhya.

•

Selama masing-masing katagori dipresentasikan oleh peserta didik, buatlah catatan dengan kata
kunci (point) dari pembelajaran tersebut yang dirasakan penting.

3. Macam-macam Pembelajaran Kolaboratif
Banyak merode yang dipakai dalam pembelajaran atau kelas kolaboratif. Beberapa di antaranya
dijelaskan berikut ini.
•

JP = Jigsaw Proscedure.
Pembelajaran dilakukan dengan cara peserta didik sebagai anggota suatu kelompok diberi
tugas yang berbeda-beda mengenai suatu pokok bahasan. Agar masing-masing peserta didik
anggota dapat memahami keseluruhan pokok bahasan, tes diberikan dengan materi yang
menyeluruh. Penilaian didasari pada rata-rata skor tes kelompok.

•

STAD = Student Team Achievement Divisions.
Peserta didik dalam suatu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil. Anggota-anggota
dalam setiap kelompok bertindak saling membelajarkan. Fokusnya adalah keberhasilan
seorang akan berpengaruh terhadap keberhasilan kelompok dan demikian pula keberhasilan
kelompok akan berpengaruh terhadap keberhasilan individu peserta didik lainnya. Penilaian
didasari pada pencapaian hasil belajar individual maupun kelompok peserta didik.

•

CI = Complex Instruction.
Titik tekan metode ini adalam pelaksanaan suatu proyek yang berorientasi pada penemuan,
khususnya dalam bidang sains, matematika, dan ilmu pengetahuan sosial. Fokusnya adalah
menumbuhkembangkan ketertarikan semua peserta didik sebagai anggota kelompok
terhadap pokok bahasan. Metode ini umumnya digunakan dalam pembelajaran yang
bersifat bilingual (menggunakan dua bahasa) dan di antara para peserta didik yang sangat
heterogen. Penilaian didasari pada proses dan hasil kerja kelompok.

•

TAI = Team Accelerated Instruction.
Metode ini merupakan kombinasi antara pembelajaran kooperatif/kolaboratif dengan
pembelajaran individual. Secara bertahap, setiap peserta didik sebagai anggota kelompok
diberi soal-soal yang harus mereka kerjakan sendiri terlebih dulu. Setelah itu dilaksanakan
penilaian bersama-sama dalam kelompok. Jika soal tahap pertama telah diselesaikan
dengan benar, setiap peserta didik mengerjakan soal-soal berikutnya. Namun jika seorang
peserta didik belum dapat menyelesaikan soal tahap pertama dengan benar, ia harus
menyelesaikan soal lain pada tahap yang sama. Setiap tahapan soal disusun berdasarkan
tingkat kesukaran soal. Penilaian didasari pada hasil belajar individual maupun kelompok.
•

CLS = Cooperative Learning Stuctures.
Pada penerapan metode pembelajaran ini setiap kelompok dibentuk dengan anggota dua
peserta didik (berpasangan). Seorang peserta didik bertindak sebagai tutor dan yang lain
menjadi tutee. Tutor mengajukan pertanyaan yang harus dijawab oleh tutee. Bila jawaban
tutee benar, ia memperoleh poin atau skor yang telah ditetapkan terlebih dulu. Dalam
selang waktu yang juga telah ditetapkan sebelumnya, kedua peserta didik yang saling
berpasangan itu berganti peran.

•

LT = Learning Together
Pada metode ini kelompok-kelompok sekelas beranggotakan peserta didik yang beragam
kemampuannya. Tiap kelompok bekerjasama untuk menyelesaikan tugas yang diberikan
oleh guru. Satu kelompok hanya menerima dan mengerjakan satu set lembar tugas.
Penilaian didasarkan pada hasil kerja kelompok.

•

TGT = Teams-Games-Tournament.
Pada metode ini, setelah belajar bersama kelompoknya sendiri, para anggota suatu
kelompok akan berlomba dengan anggota kelompok lain sesuai dengan tingkat kemampuan
masing-masing. Penilaian didasari pada jumlah nilai yang diperoleh kelompok peserta didik.

•

GI = Group Investigation.
Pada metode ini semua anggota kelompok dituntut untuk merencanakan suatu penelitian
beserta perencanaan pemecahan masalah yang dihadapi. Kelompok menentukan apa saja
yang akan dikerjakan dan siapa saja yang akan melaksanakannya berikut bagaimana
perencanaan penyajiannya di depan forum kelas. Penilaian didasari pada proses dan hasil
kerja kelompok.

•

AC = Academic-Constructive Controversy.
Pada metode ini setiap anggota kelompok dituntut kemampuannya untuk berada dalam
situasi konflik intelektual yang dikembangkan berdasarkan hasil belajar masing-masing, baik
bersama anggota sekelompok maupun dengan anggota kelompok lain. Kegiatan
pembelajaran ini mengutamakan pencapaian dan pengembangan kualitas pemecahan
masalah, pemikiran kritis, pertimbangan, hubungan antarpribadi, kesehatan psikis dan
keselarasan. Penilaian didasarkan pada kemampuan setiap anggota maupun kelompok
mempertahankan posisi yang dipilihnya.
•

CIRC = Cooperative Integrated Reading and Composition.
Pada metode pembelajaran ini mirip dengan TAI. Metode pembelajaran ini menekankan
pembelajaran membaca, menulis dan tata bahasa. Dalam pembelajaran ini, para peserta
didik saling menilai kemampuan membaca, menulis dan tata bahasa, baik secara tertulis
maupun lisan di dalam kelompoknya.
HO – 2.2-2

CONTOH PENERAPAN PENDEKATAN SCIENTIFIC
DALAM PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU

A. Pengantar
Memasuki Tahun 2013 akan segera diberlakukan pembelajaran Tematik Terpadu bagi peserta didik
mulai dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran dimaksud adalah dengan menggunakan
Tema yang akan menjadi pemersatu berbagai mata pelajaran.
Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu
menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran
sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan,
menyimpulkan, dan mencipta untuk semua mata pelajaran. Untuk mata pelajaran, materi, atau
situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara
prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan nilainilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat nonilmiah. Pendekatan ilmiah
pembelajaran antara lain meliputi langkah-langkah pokok
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Mengamati
Menanya
Menalar
Mencoba
Mengolah
Menyajikan
Menyimpulkan dan
Mengkomunikasikan

Langkah-langkah tersebut tidak selalu dilalui secara berurutan, terlebih pada pembelajaran Tematik
Terpadu, dimana pembelajarannya menggunakan Tema sebagai pemersatu. Sementara setiap mata
pelajaran memiliki karakteristik keilmuan yang antara satu dengan lainnya tidak sama. Oleh karena
itu agar pembelajaran bermakna perlu diberikan contoh-contoh agar dapat lebih memperjelas
penyajian pembelajaran dengan pendekatan scientific.
B. Pendekatan ilmiah dalam Pembelajaran Tematik Terpadu
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa pembelajaran Tematik Terpadu merupakan suatu
penyajian pembelajaran yang menyatukan beberapa mata pelajaran dengan Tema sebagai
pemersatunya. Sementara karakteristik keilmuan dari setiap materi pelajaran tidaklah sama maka
khusus untuk penyajian pembelajaran dapat disajikan langkah dalam pendekatan ilmiah sebagai
berikut:
1. Mengamati
Dalam penyajian pembelajaran, guru dan peserta didik (Kelas I Sekolah Dasar) perlu memahami
apa yang hendak dicatat, melalui kegiatan pengamatan. Mengingat peserta didik masih dalam
kegiatan
jenjang Sekolah Dasar, maka pengamatan akan lebih banyak menggunakan media gambar, alat
peraga yang sedapat mungkin bersifat kontekstual. Berikut contoh Tema Kegiatanku Peserta
Kegiatanku.
didik diajak mengamati gambar, kemudian mereka diajak mengidentifikasi, tentang ciri-ciri rumah.
gambar,
ciri
Apakah termasuk rumah yang bersih, dan apa syaratnya atau kriterianya rumah yang sehat.
Dengan mengamati gambar, peserta didik akan dapat secara langsung dapat menceritakan kondisi
sebagaimana yang di tuntut dalam kompetensi dasar dan indikator, dan mata pelajaran apa saja
agaimana
yang dapat dipadukan dengan media yang tersedia. Kegiatan apa yang harus dilakukan dengan
kondisi rumah yag diamati.

2. Menanya
Peserta didik yang masih duduk di kelas I Sekolah Dasar tidak mudah diajak bertanya jawab
apabila tidak dihadapkan dengan media yang menarik. Guru yang efektif seyogyanya mampu
menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan,
dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau
memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta
didiknya, ketika itu pula dia mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar
yang baik.
Berbeda dengan penugasan yang menginginkan tindakan nyata, pertanyaan dimaksudkan untuk
erbeda
memperoleh tanggapan verbal. Istilah “pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk “kalimat tanya”,
melainkan juga dapat dalam bentuk pernyataan, asalkan keduanya menginginkan tanggapan
verbal. Dengan media gambar peserta didik diajak bertanya jawab kegiatan apa saja yang harus
dilakukan peserta didik agar rumah dan lingkungannya menjadi bersih dan sehat sekaligus
membedakan rumah yang bersih dan yang tidak bersih. (Eksploras
(Eksplorasi)
Bentuk pertanyaan, misalnya: Apakah ciri-ciri rumah yang sehat?
ciri
Konsep Pembelajaran Tematik
Konsep Pembelajaran Tematik
Konsep Pembelajaran Tematik
Konsep Pembelajaran Tematik
Konsep Pembelajaran Tematik
Konsep Pembelajaran Tematik
Konsep Pembelajaran Tematik
Konsep Pembelajaran Tematik
Konsep Pembelajaran Tematik
Konsep Pembelajaran Tematik
Konsep Pembelajaran Tematik
Konsep Pembelajaran Tematik
Konsep Pembelajaran Tematik
Konsep Pembelajaran Tematik
Konsep Pembelajaran Tematik
Konsep Pembelajaran Tematik
Konsep Pembelajaran Tematik
Konsep Pembelajaran Tematik
Konsep Pembelajaran Tematik
Konsep Pembelajaran Tematik
Konsep Pembelajaran Tematik
Konsep Pembelajaran Tematik
Konsep Pembelajaran Tematik

More Related Content

What's hot

Lkpd kelas 5 tema 6 panas dan perpindahannya
Lkpd kelas 5 tema 6 panas dan perpindahannyaLkpd kelas 5 tema 6 panas dan perpindahannya
Lkpd kelas 5 tema 6 panas dan perpindahannyaanugerah pratama
 
Teori teori perkembangan moral (piaget & kohlberg)
Teori teori perkembangan moral (piaget & kohlberg)Teori teori perkembangan moral (piaget & kohlberg)
Teori teori perkembangan moral (piaget & kohlberg)Rima Trianingsih
 
40 Aplikasi Terpilih Web 2.0
40 Aplikasi Terpilih Web 2.040 Aplikasi Terpilih Web 2.0
40 Aplikasi Terpilih Web 2.0Mohamed Amin Embi
 
penilaian acuan norma (PAN) dan penilaian acuan patokan (PAP)
penilaian acuan norma (PAN) dan penilaian acuan patokan (PAP)penilaian acuan norma (PAN) dan penilaian acuan patokan (PAP)
penilaian acuan norma (PAN) dan penilaian acuan patokan (PAP)universitas negeri padang
 
Teknik dan bentuk_instrumen_penilaian_sikap
Teknik dan bentuk_instrumen_penilaian_sikapTeknik dan bentuk_instrumen_penilaian_sikap
Teknik dan bentuk_instrumen_penilaian_sikapAchmad Anang Aswanto
 
MODEL PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF DI SEKOLAH DASAR (Oleh : Anggi Saputra)
MODEL PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF DI SEKOLAH DASAR (Oleh : Anggi Saputra)MODEL PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF DI SEKOLAH DASAR (Oleh : Anggi Saputra)
MODEL PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF DI SEKOLAH DASAR (Oleh : Anggi Saputra)Anggi Saputra
 
Konsep pengayaan
Konsep pengayaan Konsep pengayaan
Konsep pengayaan sintaroyani
 
Makalah konsep dasar strategi pembelajaran dan teori belajar
Makalah konsep dasar strategi pembelajaran dan teori belajarMakalah konsep dasar strategi pembelajaran dan teori belajar
Makalah konsep dasar strategi pembelajaran dan teori belajarUkhty Nicken
 
Teori belajar bruner
Teori belajar brunerTeori belajar bruner
Teori belajar brunerAsep Iryanto
 
Pedoman observasi untuk peserta didik
Pedoman observasi untuk peserta didikPedoman observasi untuk peserta didik
Pedoman observasi untuk peserta didikTyasMommy Cozy Azalea
 
Prinsip prinsip teori belajar konstruktivistik
Prinsip prinsip teori belajar konstruktivistikPrinsip prinsip teori belajar konstruktivistik
Prinsip prinsip teori belajar konstruktivistikIka Pratiwi
 
Perubahan kurikulum
Perubahan kurikulumPerubahan kurikulum
Perubahan kurikulumsyahriani612
 
Analisis Materi Pembelajaran
Analisis Materi Pembelajaran Analisis Materi Pembelajaran
Analisis Materi Pembelajaran yuni dwinovika
 
Rencana Tindak Lanjut-Kategori 1-2022 - PPL2.pptx
Rencana Tindak Lanjut-Kategori 1-2022 - PPL2.pptxRencana Tindak Lanjut-Kategori 1-2022 - PPL2.pptx
Rencana Tindak Lanjut-Kategori 1-2022 - PPL2.pptxRsdta
 

What's hot (20)

Oliva
OlivaOliva
Oliva
 
Media dan sumber belajar
Media dan sumber belajarMedia dan sumber belajar
Media dan sumber belajar
 
Lkpd kelas 5 tema 6 panas dan perpindahannya
Lkpd kelas 5 tema 6 panas dan perpindahannyaLkpd kelas 5 tema 6 panas dan perpindahannya
Lkpd kelas 5 tema 6 panas dan perpindahannya
 
Teori teori perkembangan moral (piaget & kohlberg)
Teori teori perkembangan moral (piaget & kohlberg)Teori teori perkembangan moral (piaget & kohlberg)
Teori teori perkembangan moral (piaget & kohlberg)
 
40 Aplikasi Terpilih Web 2.0
40 Aplikasi Terpilih Web 2.040 Aplikasi Terpilih Web 2.0
40 Aplikasi Terpilih Web 2.0
 
penilaian acuan norma (PAN) dan penilaian acuan patokan (PAP)
penilaian acuan norma (PAN) dan penilaian acuan patokan (PAP)penilaian acuan norma (PAN) dan penilaian acuan patokan (PAP)
penilaian acuan norma (PAN) dan penilaian acuan patokan (PAP)
 
Teknik dan bentuk_instrumen_penilaian_sikap
Teknik dan bentuk_instrumen_penilaian_sikapTeknik dan bentuk_instrumen_penilaian_sikap
Teknik dan bentuk_instrumen_penilaian_sikap
 
Desain pengelolaan kelas
Desain pengelolaan kelasDesain pengelolaan kelas
Desain pengelolaan kelas
 
MODEL PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF DI SEKOLAH DASAR (Oleh : Anggi Saputra)
MODEL PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF DI SEKOLAH DASAR (Oleh : Anggi Saputra)MODEL PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF DI SEKOLAH DASAR (Oleh : Anggi Saputra)
MODEL PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF DI SEKOLAH DASAR (Oleh : Anggi Saputra)
 
Teori Belajar Bruner
Teori Belajar BrunerTeori Belajar Bruner
Teori Belajar Bruner
 
Konsep pengayaan
Konsep pengayaan Konsep pengayaan
Konsep pengayaan
 
Makalah konsep dasar strategi pembelajaran dan teori belajar
Makalah konsep dasar strategi pembelajaran dan teori belajarMakalah konsep dasar strategi pembelajaran dan teori belajar
Makalah konsep dasar strategi pembelajaran dan teori belajar
 
Teori belajar bruner
Teori belajar brunerTeori belajar bruner
Teori belajar bruner
 
Pedoman observasi untuk peserta didik
Pedoman observasi untuk peserta didikPedoman observasi untuk peserta didik
Pedoman observasi untuk peserta didik
 
Prinsip prinsip teori belajar konstruktivistik
Prinsip prinsip teori belajar konstruktivistikPrinsip prinsip teori belajar konstruktivistik
Prinsip prinsip teori belajar konstruktivistik
 
Tahap perkembangan moral kohlberg
Tahap perkembangan moral kohlbergTahap perkembangan moral kohlberg
Tahap perkembangan moral kohlberg
 
Perubahan kurikulum
Perubahan kurikulumPerubahan kurikulum
Perubahan kurikulum
 
Analisis Materi Pembelajaran
Analisis Materi Pembelajaran Analisis Materi Pembelajaran
Analisis Materi Pembelajaran
 
Lembar observasi siswa
Lembar observasi siswaLembar observasi siswa
Lembar observasi siswa
 
Rencana Tindak Lanjut-Kategori 1-2022 - PPL2.pptx
Rencana Tindak Lanjut-Kategori 1-2022 - PPL2.pptxRencana Tindak Lanjut-Kategori 1-2022 - PPL2.pptx
Rencana Tindak Lanjut-Kategori 1-2022 - PPL2.pptx
 

Viewers also liked

Buku 1 Pedoman Pengelolaan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
Buku 1 Pedoman Pengelolaan Pengembangan Keprofesian BerkelanjutanBuku 1 Pedoman Pengelolaan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
Buku 1 Pedoman Pengelolaan Pengembangan Keprofesian BerkelanjutanGuru Online
 
[3] jaringan tematik 2
[3] jaringan tematik 2[3] jaringan tematik 2
[3] jaringan tematik 2helhelhol
 
MAKALAH PROFESI KEGURUAN
MAKALAH PROFESI KEGURUAN MAKALAH PROFESI KEGURUAN
MAKALAH PROFESI KEGURUAN Cescashinta
 
Maksud, persoalan & tema
Maksud, persoalan & temaMaksud, persoalan & tema
Maksud, persoalan & temaMeniti Waktu
 
Materi pkn kelas 4 semester 1 sistem pemerintahan kota kabupaten & provinsi
Materi pkn kelas 4 semester 1 sistem pemerintahan kota kabupaten & provinsiMateri pkn kelas 4 semester 1 sistem pemerintahan kota kabupaten & provinsi
Materi pkn kelas 4 semester 1 sistem pemerintahan kota kabupaten & provinsiRachmah Safitri
 
Materi pkn kelas 4 semester 1 sistem pemerintahan desa dan kecamatan " Rachmah "
Materi pkn kelas 4 semester 1 sistem pemerintahan desa dan kecamatan " Rachmah "Materi pkn kelas 4 semester 1 sistem pemerintahan desa dan kecamatan " Rachmah "
Materi pkn kelas 4 semester 1 sistem pemerintahan desa dan kecamatan " Rachmah "Rachmah Safitri
 
Buku Panduan Sekolah Aswaja
Buku Panduan Sekolah AswajaBuku Panduan Sekolah Aswaja
Buku Panduan Sekolah AswajaPMII
 
Jaringan Komputer : Konsep TCP/IP
Jaringan Komputer : Konsep TCP/IPJaringan Komputer : Konsep TCP/IP
Jaringan Komputer : Konsep TCP/IPAchmad Solichin
 
Pengembangan model pembelajaran integratif (science proses skills, cmap tools...
Pengembangan model pembelajaran integratif (science proses skills, cmap tools...Pengembangan model pembelajaran integratif (science proses skills, cmap tools...
Pengembangan model pembelajaran integratif (science proses skills, cmap tools...Faizal Adli
 
analisis kd dan pemetaan kls v smt 1 sip
analisis kd dan pemetaan kls v smt 1 sipanalisis kd dan pemetaan kls v smt 1 sip
analisis kd dan pemetaan kls v smt 1 sipDeir Irhamni
 
[3] jaringan tematik 2
[3] jaringan tematik 2[3] jaringan tematik 2
[3] jaringan tematik 2Fahmi Arvi
 
6. silabus kls 4 Tema indahnya negeriku
6. silabus kls 4 Tema indahnya negeriku6. silabus kls 4 Tema indahnya negeriku
6. silabus kls 4 Tema indahnya negerikuDeir Irhamni
 
Buku guru tema 1 kelas 4
Buku guru tema 1 kelas 4Buku guru tema 1 kelas 4
Buku guru tema 1 kelas 4Farha Purple
 
1. analisis sk kd k 13 (kls sd -tolhah)
1. analisis sk kd k 13 (kls sd -tolhah)1. analisis sk kd k 13 (kls sd -tolhah)
1. analisis sk kd k 13 (kls sd -tolhah)Irfan Yasmin
 

Viewers also liked (20)

Buku 1 Pedoman Pengelolaan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
Buku 1 Pedoman Pengelolaan Pengembangan Keprofesian BerkelanjutanBuku 1 Pedoman Pengelolaan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
Buku 1 Pedoman Pengelolaan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
 
[3] jaringan tematik 2
[3] jaringan tematik 2[3] jaringan tematik 2
[3] jaringan tematik 2
 
MAKALAH PROFESI KEGURUAN
MAKALAH PROFESI KEGURUAN MAKALAH PROFESI KEGURUAN
MAKALAH PROFESI KEGURUAN
 
Maksud, persoalan & tema
Maksud, persoalan & temaMaksud, persoalan & tema
Maksud, persoalan & tema
 
Model Pembelajaran Tematik
Model Pembelajaran TematikModel Pembelajaran Tematik
Model Pembelajaran Tematik
 
Materi pkn kelas 4 semester 1 sistem pemerintahan kota kabupaten & provinsi
Materi pkn kelas 4 semester 1 sistem pemerintahan kota kabupaten & provinsiMateri pkn kelas 4 semester 1 sistem pemerintahan kota kabupaten & provinsi
Materi pkn kelas 4 semester 1 sistem pemerintahan kota kabupaten & provinsi
 
Proposal Persari
Proposal PersariProposal Persari
Proposal Persari
 
Model penelitian agama
Model penelitian agamaModel penelitian agama
Model penelitian agama
 
Silabus ipa i
Silabus ipa iSilabus ipa i
Silabus ipa i
 
Materi pkn kelas 4 semester 1 sistem pemerintahan desa dan kecamatan " Rachmah "
Materi pkn kelas 4 semester 1 sistem pemerintahan desa dan kecamatan " Rachmah "Materi pkn kelas 4 semester 1 sistem pemerintahan desa dan kecamatan " Rachmah "
Materi pkn kelas 4 semester 1 sistem pemerintahan desa dan kecamatan " Rachmah "
 
Buku Panduan Sekolah Aswaja
Buku Panduan Sekolah AswajaBuku Panduan Sekolah Aswaja
Buku Panduan Sekolah Aswaja
 
Jaringan Komputer : Konsep TCP/IP
Jaringan Komputer : Konsep TCP/IPJaringan Komputer : Konsep TCP/IP
Jaringan Komputer : Konsep TCP/IP
 
Bab 2 asmaul husna
Bab 2 asmaul husnaBab 2 asmaul husna
Bab 2 asmaul husna
 
Pengembangan model pembelajaran integratif (science proses skills, cmap tools...
Pengembangan model pembelajaran integratif (science proses skills, cmap tools...Pengembangan model pembelajaran integratif (science proses skills, cmap tools...
Pengembangan model pembelajaran integratif (science proses skills, cmap tools...
 
analisis kd dan pemetaan kls v smt 1 sip
analisis kd dan pemetaan kls v smt 1 sipanalisis kd dan pemetaan kls v smt 1 sip
analisis kd dan pemetaan kls v smt 1 sip
 
[3] jaringan tematik 2
[3] jaringan tematik 2[3] jaringan tematik 2
[3] jaringan tematik 2
 
Struktur tumbuhan
Struktur tumbuhanStruktur tumbuhan
Struktur tumbuhan
 
6. silabus kls 4 Tema indahnya negeriku
6. silabus kls 4 Tema indahnya negeriku6. silabus kls 4 Tema indahnya negeriku
6. silabus kls 4 Tema indahnya negeriku
 
Buku guru tema 1 kelas 4
Buku guru tema 1 kelas 4Buku guru tema 1 kelas 4
Buku guru tema 1 kelas 4
 
1. analisis sk kd k 13 (kls sd -tolhah)
1. analisis sk kd k 13 (kls sd -tolhah)1. analisis sk kd k 13 (kls sd -tolhah)
1. analisis sk kd k 13 (kls sd -tolhah)
 

Similar to Konsep Pembelajaran Tematik

Konsep pembelajaran tematik terpadu
Konsep pembelajaran tematik terpaduKonsep pembelajaran tematik terpadu
Konsep pembelajaran tematik terpaduIfik Firdaus
 
2.1 1 konsep pembelajaran tematik terpadu
2.1 1 konsep pembelajaran tematik terpadu2.1 1 konsep pembelajaran tematik terpadu
2.1 1 konsep pembelajaran tematik terpaduSofyan Rizali Zain
 
2.1 1 konsep pembelajaran tematik terpadu
2.1 1 konsep pembelajaran tematik terpadu2.1 1 konsep pembelajaran tematik terpadu
2.1 1 konsep pembelajaran tematik terpaduOmay Widyana
 
Format pendampingan kur.2013
Format pendampingan kur.2013Format pendampingan kur.2013
Format pendampingan kur.2013AJ AJ
 
Metode Pembelajaran Tematik.pdf
Metode Pembelajaran Tematik.pdfMetode Pembelajaran Tematik.pdf
Metode Pembelajaran Tematik.pdfZukét Printing
 
Metode Pembelajaran Tematik.docx
Metode Pembelajaran Tematik.docxMetode Pembelajaran Tematik.docx
Metode Pembelajaran Tematik.docxZukét Printing
 
Modul ajar k3 lh
Modul ajar k3 lhModul ajar k3 lh
Modul ajar k3 lhmrsbatar
 
Tematik terpadu di_sd
Tematik terpadu di_sdTematik terpadu di_sd
Tematik terpadu di_sdDeir Irhamni
 
Pembelajaran terintegrasi
Pembelajaran terintegrasiPembelajaran terintegrasi
Pembelajaran terintegrasiNoviana Ulfa
 
CONTOH LAPORAN PKM.docx
CONTOH LAPORAN PKM.docxCONTOH LAPORAN PKM.docx
CONTOH LAPORAN PKM.docxssuseree8760
 
Kelompok 4 d micro teaching
Kelompok 4 d micro teachingKelompok 4 d micro teaching
Kelompok 4 d micro teachingnikenisti
 
RPP Bahasa Indonesia 11 revisi 2017
RPP Bahasa Indonesia 11 revisi  2017RPP Bahasa Indonesia 11 revisi  2017
RPP Bahasa Indonesia 11 revisi 2017miftah1984
 
Pembelajaran terpadu
Pembelajaran terpaduPembelajaran terpadu
Pembelajaran terpadunani nurnaeni
 
Pembelajaran terpadu
Pembelajaran terpaduPembelajaran terpadu
Pembelajaran terpadunani nurnaeni
 
Pembelajaran terpadu
Pembelajaran terpaduPembelajaran terpadu
Pembelajaran terpadunani nurnaeni
 
Buku panduan kerja kepala sekolah.pdf 2
Buku panduan kerja kepala sekolah.pdf  2Buku panduan kerja kepala sekolah.pdf  2
Buku panduan kerja kepala sekolah.pdf 2Heri Suryono
 

Similar to Konsep Pembelajaran Tematik (20)

Explore
Explore Explore
Explore
 
Konsep pembelajaran tematik terpadu
Konsep pembelajaran tematik terpaduKonsep pembelajaran tematik terpadu
Konsep pembelajaran tematik terpadu
 
2.1 1 konsep pembelajaran tematik terpadu
2.1 1 konsep pembelajaran tematik terpadu2.1 1 konsep pembelajaran tematik terpadu
2.1 1 konsep pembelajaran tematik terpadu
 
2.1 1 konsep pembelajaran tematik terpadu
2.1 1 konsep pembelajaran tematik terpadu2.1 1 konsep pembelajaran tematik terpadu
2.1 1 konsep pembelajaran tematik terpadu
 
2.1 1 konsep pembelajaran tematik terpadu
2.1 1 konsep pembelajaran tematik terpadu2.1 1 konsep pembelajaran tematik terpadu
2.1 1 konsep pembelajaran tematik terpadu
 
Implementasi pembelajaran tematik terpadu dengan pendekatan scientific
Implementasi pembelajaran tematik terpadu dengan pendekatan scientificImplementasi pembelajaran tematik terpadu dengan pendekatan scientific
Implementasi pembelajaran tematik terpadu dengan pendekatan scientific
 
Format pendampingan kur.2013
Format pendampingan kur.2013Format pendampingan kur.2013
Format pendampingan kur.2013
 
Metode Pembelajaran Tematik.pdf
Metode Pembelajaran Tematik.pdfMetode Pembelajaran Tematik.pdf
Metode Pembelajaran Tematik.pdf
 
Metode Pembelajaran Tematik.docx
Metode Pembelajaran Tematik.docxMetode Pembelajaran Tematik.docx
Metode Pembelajaran Tematik.docx
 
Modul ajar k3 lh
Modul ajar k3 lhModul ajar k3 lh
Modul ajar k3 lh
 
Tematik terpadu di_sd
Tematik terpadu di_sdTematik terpadu di_sd
Tematik terpadu di_sd
 
Pembelajaran terintegrasi
Pembelajaran terintegrasiPembelajaran terintegrasi
Pembelajaran terintegrasi
 
CONTOH LAPORAN PKM.docx
CONTOH LAPORAN PKM.docxCONTOH LAPORAN PKM.docx
CONTOH LAPORAN PKM.docx
 
TEKS PROSEDUR.pdf
TEKS PROSEDUR.pdfTEKS PROSEDUR.pdf
TEKS PROSEDUR.pdf
 
Kelompok 4 d micro teaching
Kelompok 4 d micro teachingKelompok 4 d micro teaching
Kelompok 4 d micro teaching
 
RPP Bahasa Indonesia 11 revisi 2017
RPP Bahasa Indonesia 11 revisi  2017RPP Bahasa Indonesia 11 revisi  2017
RPP Bahasa Indonesia 11 revisi 2017
 
Pembelajaran terpadu
Pembelajaran terpaduPembelajaran terpadu
Pembelajaran terpadu
 
Pembelajaran terpadu
Pembelajaran terpaduPembelajaran terpadu
Pembelajaran terpadu
 
Pembelajaran terpadu
Pembelajaran terpaduPembelajaran terpadu
Pembelajaran terpadu
 
Buku panduan kerja kepala sekolah.pdf 2
Buku panduan kerja kepala sekolah.pdf  2Buku panduan kerja kepala sekolah.pdf  2
Buku panduan kerja kepala sekolah.pdf 2
 

More from Guru Online

Kerangka Kerja Implementasi Kurikulum
Kerangka Kerja Implementasi KurikulumKerangka Kerja Implementasi Kurikulum
Kerangka Kerja Implementasi KurikulumGuru Online
 
BAHAN AJAR TRAINING OF TRAINER (ToT ) IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013
BAHAN AJAR TRAINING OF TRAINER (ToT ) IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013BAHAN AJAR TRAINING OF TRAINER (ToT ) IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013
BAHAN AJAR TRAINING OF TRAINER (ToT ) IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013Guru Online
 
Juknis Program beasiswa S2 Bagi Guru SMP th 2013
Juknis Program beasiswa S2 Bagi Guru SMP th 2013Juknis Program beasiswa S2 Bagi Guru SMP th 2013
Juknis Program beasiswa S2 Bagi Guru SMP th 2013Guru Online
 
Menelusuri Orchad Road- Menghitung Kehebatan Singapura
Menelusuri Orchad Road- Menghitung Kehebatan SingapuraMenelusuri Orchad Road- Menghitung Kehebatan Singapura
Menelusuri Orchad Road- Menghitung Kehebatan SingapuraGuru Online
 
Buku Kerja Pengawas Sekolah
Buku Kerja Pengawas SekolahBuku Kerja Pengawas Sekolah
Buku Kerja Pengawas SekolahGuru Online
 
Pedoman implementasi kurikulum 2013 final
Pedoman implementasi kurikulum 2013 finalPedoman implementasi kurikulum 2013 final
Pedoman implementasi kurikulum 2013 finalGuru Online
 
English Across the Curriculum
English Across the CurriculumEnglish Across the Curriculum
English Across the CurriculumGuru Online
 
Jumpa pers-kemdikbud-akhir-tahun-2012
Jumpa pers-kemdikbud-akhir-tahun-2012Jumpa pers-kemdikbud-akhir-tahun-2012
Jumpa pers-kemdikbud-akhir-tahun-2012Guru Online
 
Buletin BSNP Edisi 4 2011
Buletin BSNP Edisi 4 2011Buletin BSNP Edisi 4 2011
Buletin BSNP Edisi 4 2011Guru Online
 
Buletin BSNP Edisi 3 - 2011
Buletin BSNP Edisi 3 - 2011Buletin BSNP Edisi 3 - 2011
Buletin BSNP Edisi 3 - 2011Guru Online
 
Buletin BNSP Edisi 4 Th 2012
Buletin BNSP Edisi 4 Th 2012Buletin BNSP Edisi 4 Th 2012
Buletin BNSP Edisi 4 Th 2012Guru Online
 
Buletin BNSP Edisi 3 Th 2012
Buletin BNSP Edisi 3 Th 2012Buletin BNSP Edisi 3 Th 2012
Buletin BNSP Edisi 3 Th 2012Guru Online
 
Buletin BNSP Edisi 2 Th 2012
Buletin BNSP Edisi 2 Th 2012Buletin BNSP Edisi 2 Th 2012
Buletin BNSP Edisi 2 Th 2012Guru Online
 
Buletin BNSP Edisi 1 Th 2012
Buletin BNSP Edisi 1 Th 2012Buletin BNSP Edisi 1 Th 2012
Buletin BNSP Edisi 1 Th 2012Guru Online
 
Sambutan Mendikbud Hari Guru Nasional 2012
Sambutan Mendikbud Hari Guru Nasional 2012Sambutan Mendikbud Hari Guru Nasional 2012
Sambutan Mendikbud Hari Guru Nasional 2012Guru Online
 
Pengembangan Kurikulum 2013
Pengembangan Kurikulum 2013Pengembangan Kurikulum 2013
Pengembangan Kurikulum 2013Guru Online
 
Sumberdaya Manusia Andalan Masyarakat Madani_slide
Sumberdaya Manusia Andalan Masyarakat Madani_slideSumberdaya Manusia Andalan Masyarakat Madani_slide
Sumberdaya Manusia Andalan Masyarakat Madani_slideGuru Online
 
Sumberdaya Manusia Andalan Masyarakat Madani
Sumberdaya Manusia Andalan Masyarakat MadaniSumberdaya Manusia Andalan Masyarakat Madani
Sumberdaya Manusia Andalan Masyarakat MadaniGuru Online
 
PERAN BAHASA IBU DALAM MEMBANGUN KEBUDAYAAN DERAH
PERAN BAHASA IBU DALAM MEMBANGUN KEBUDAYAAN DERAHPERAN BAHASA IBU DALAM MEMBANGUN KEBUDAYAAN DERAH
PERAN BAHASA IBU DALAM MEMBANGUN KEBUDAYAAN DERAHGuru Online
 
KODE ETIK GURU INDONESIA
KODE ETIK GURU INDONESIAKODE ETIK GURU INDONESIA
KODE ETIK GURU INDONESIAGuru Online
 

More from Guru Online (20)

Kerangka Kerja Implementasi Kurikulum
Kerangka Kerja Implementasi KurikulumKerangka Kerja Implementasi Kurikulum
Kerangka Kerja Implementasi Kurikulum
 
BAHAN AJAR TRAINING OF TRAINER (ToT ) IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013
BAHAN AJAR TRAINING OF TRAINER (ToT ) IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013BAHAN AJAR TRAINING OF TRAINER (ToT ) IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013
BAHAN AJAR TRAINING OF TRAINER (ToT ) IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013
 
Juknis Program beasiswa S2 Bagi Guru SMP th 2013
Juknis Program beasiswa S2 Bagi Guru SMP th 2013Juknis Program beasiswa S2 Bagi Guru SMP th 2013
Juknis Program beasiswa S2 Bagi Guru SMP th 2013
 
Menelusuri Orchad Road- Menghitung Kehebatan Singapura
Menelusuri Orchad Road- Menghitung Kehebatan SingapuraMenelusuri Orchad Road- Menghitung Kehebatan Singapura
Menelusuri Orchad Road- Menghitung Kehebatan Singapura
 
Buku Kerja Pengawas Sekolah
Buku Kerja Pengawas SekolahBuku Kerja Pengawas Sekolah
Buku Kerja Pengawas Sekolah
 
Pedoman implementasi kurikulum 2013 final
Pedoman implementasi kurikulum 2013 finalPedoman implementasi kurikulum 2013 final
Pedoman implementasi kurikulum 2013 final
 
English Across the Curriculum
English Across the CurriculumEnglish Across the Curriculum
English Across the Curriculum
 
Jumpa pers-kemdikbud-akhir-tahun-2012
Jumpa pers-kemdikbud-akhir-tahun-2012Jumpa pers-kemdikbud-akhir-tahun-2012
Jumpa pers-kemdikbud-akhir-tahun-2012
 
Buletin BSNP Edisi 4 2011
Buletin BSNP Edisi 4 2011Buletin BSNP Edisi 4 2011
Buletin BSNP Edisi 4 2011
 
Buletin BSNP Edisi 3 - 2011
Buletin BSNP Edisi 3 - 2011Buletin BSNP Edisi 3 - 2011
Buletin BSNP Edisi 3 - 2011
 
Buletin BNSP Edisi 4 Th 2012
Buletin BNSP Edisi 4 Th 2012Buletin BNSP Edisi 4 Th 2012
Buletin BNSP Edisi 4 Th 2012
 
Buletin BNSP Edisi 3 Th 2012
Buletin BNSP Edisi 3 Th 2012Buletin BNSP Edisi 3 Th 2012
Buletin BNSP Edisi 3 Th 2012
 
Buletin BNSP Edisi 2 Th 2012
Buletin BNSP Edisi 2 Th 2012Buletin BNSP Edisi 2 Th 2012
Buletin BNSP Edisi 2 Th 2012
 
Buletin BNSP Edisi 1 Th 2012
Buletin BNSP Edisi 1 Th 2012Buletin BNSP Edisi 1 Th 2012
Buletin BNSP Edisi 1 Th 2012
 
Sambutan Mendikbud Hari Guru Nasional 2012
Sambutan Mendikbud Hari Guru Nasional 2012Sambutan Mendikbud Hari Guru Nasional 2012
Sambutan Mendikbud Hari Guru Nasional 2012
 
Pengembangan Kurikulum 2013
Pengembangan Kurikulum 2013Pengembangan Kurikulum 2013
Pengembangan Kurikulum 2013
 
Sumberdaya Manusia Andalan Masyarakat Madani_slide
Sumberdaya Manusia Andalan Masyarakat Madani_slideSumberdaya Manusia Andalan Masyarakat Madani_slide
Sumberdaya Manusia Andalan Masyarakat Madani_slide
 
Sumberdaya Manusia Andalan Masyarakat Madani
Sumberdaya Manusia Andalan Masyarakat MadaniSumberdaya Manusia Andalan Masyarakat Madani
Sumberdaya Manusia Andalan Masyarakat Madani
 
PERAN BAHASA IBU DALAM MEMBANGUN KEBUDAYAAN DERAH
PERAN BAHASA IBU DALAM MEMBANGUN KEBUDAYAAN DERAHPERAN BAHASA IBU DALAM MEMBANGUN KEBUDAYAAN DERAH
PERAN BAHASA IBU DALAM MEMBANGUN KEBUDAYAAN DERAH
 
KODE ETIK GURU INDONESIA
KODE ETIK GURU INDONESIAKODE ETIK GURU INDONESIA
KODE ETIK GURU INDONESIA
 

Recently uploaded

Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSovyOktavianti
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxIrfanAudah1
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatanssuser963292
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...Kanaidi ken
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxsukmakarim1998
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxRizkyPratiwi19
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxadimulianta1
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...Kanaidi ken
 
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxMembuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxNurindahSetyawati1
 
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...asepsaefudin2009
 
presentasi lembaga negara yang ada di indonesia
presentasi lembaga negara yang ada di indonesiapresentasi lembaga negara yang ada di indonesia
presentasi lembaga negara yang ada di indonesiaNILAMSARI269850
 
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah DasarPPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasarrenihartanti
 
(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx
(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx
(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptxSirlyPutri1
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxdeskaputriani1
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdfsdn3jatiblora
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxdpp11tya
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...
PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...Kanaidi ken
 
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajaraksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajarHafidRanggasi
 
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITASMATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITASbilqisizzati
 

Recently uploaded (20)

Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
 
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxMembuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
 
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
 
presentasi lembaga negara yang ada di indonesia
presentasi lembaga negara yang ada di indonesiapresentasi lembaga negara yang ada di indonesia
presentasi lembaga negara yang ada di indonesia
 
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah DasarPPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
 
(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx
(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx
(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...
PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...
 
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajaraksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
 
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITASMATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
 

Konsep Pembelajaran Tematik

  • 1. MATERI PELATIHAN PLPLG KONSEP TEMATIK, PENDEKATAN SCIENTIFIC, DAN PENILAIAN AUTENTIK A. KOMPETENSI Peserta pelatihan dapat: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. B. mendeskripsikan konsep pembelajaran tematik terpadu; mendeskripsikan konsep pendekatan scientific dalam pembelajaran tematik terpadu; mendeskripsikan konsep penilaian autentik pada proses dan hasil belajar; menganalisis kesesuaian isi buku guru dan buku siswa dengan tuntutan SKL, KI, dan KD; menganalisis buku guru dan buku siswa dilihat dari aspek kecukupan dan kedalaman materi; menguasai secara utuh materi, struktur, dan pola pikir keilmuan materi pelajaran; menguasai penerapan materi pelajaran pada bidang/ilmu lain serta kehidupan sehari-hari; dan memahami strategi menggunakan buku guru dan buku siswa untuk kegiatan pembelajaran. LINGKUP MATERI 1. 2. 3. 4. C. Konsep Pembelajaran Tematik Terpadu Konsep Pendekatan Scientific Konsep Penilaian Autentik pada Proses dan Hasil Pembelajaran Analisis Buku Guru dan Buku Siswa (Kesesuaian,Kecukupan, dan Kedalaman Materi) INDIKATOR 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. Menerima konsep pembelajaran tematik terpadu dan menghargai pendapat orang lain. Menjelaskan konsep pembelajaran tematik terpadu. Menjelaskan pemetaan kompetensi dasar dan indikator pembelajaran tematik terpadu. Menjelaskan keterkaitan antara jaringan tema, silabus, RKH, dan RPP. Menerima konsep pendekatan scientific dan menghargai pendapat orang lain. Menjelaskan konsep pendekatan scientific. Menjelaskan penerapan pendekatan scientific dalam pembelajaran tematik terpadu. Menerima penerapan konsep penilaian autentik di sekolah/madrasah dan menghargai pendapat orang lain. Menjelaskan konsep penilaian autentik pada proses dan hasil belajar. Menganalisis kesesuaian buku guru dan siswa dengan SKL, KI, dan KD secara teliti dan serius. Mengidentifikasi kesesuaian isi buku guru dan buku siswa dengan tuntutan SKL, KI, dan KD. Menganalisis kecukupan dan kedalaman materi buku guru dan buku siswa. Menganalisis kesesuaian proses, pendekatan belajar, serta strategi evaluasi yang diintegrasikan dalam buku.
  • 2. 14. Menjelaskan secara utuh materi, struktur, dan pola pikir keilmuan materi pelajaran yang terdapat dalam buku siswa. 15. Menerapkan materi pelajaran yang terdapat dalam buku guru dan buku siswa pada bidang/ ilmu lain serta kehidupan sehari-hari. 16. Menjelaskan strategi penggunaan buku guru dan buku siswa untuk kegiatan pembelajaran. D. PERANGKAT PELATIHAN 1. Video Pembelajaran Tematik Terpadu 2. Bahan Tayang a. b. c. d. e. f. g. Konsep Pembelajaran Tematik Terpadu Implementasi Pembelajaran Tematik Terpadu Konsep Pendekatan Scientific Contoh Penerapan Pendekatan Scientific dalam Pembelajaran Tematik Terpadu Konsep Penilaian Autentik pada Proses dan Hasil Belajar Contoh Penerapan Penilaian Autentik pada Pembelajaran Tematik Terpadu Analisis Buku Guru dan Buku Siswa 3. Lembar Kerja 4. Bahan Bacaan 5. a. Konsep Pembelajaran Tematik Terpadu b. Implementasi Pembelajaran Tematik Terpadu c. Konsep Pendekatan Scientific d. Contoh Penerapan Pendekatan Scientific dalam Pembelajaran e. Konsep Penilaian Autentik pada Proses dan Hasil Belajar f. Contoh Penerapan Penilaian Autentik pada Pembelajaran Tematik Terpadu ATK
  • 3. Menyimpulkan hasil diskusi dan menyampaikan format lembar 10 Menit kerja yang telah disiapkan. Kerja kelompok untuk menganalisis kesesuaian buku guru dan buku 40 Menit siswa dengan tuntutan SKL, KI, dan KD dengan menggunakan LK-2.41 dan LK -2.4-2. ICE BREAKER 5 Menit Diskusi kelompok untuk menganalisis kesesuaian proses, 20 Menit pendekatan belajar tematik terpadu, serta strategi evaluasi yang diintegrasikan dalam buku. Kerja kelompok untuk membuat contoh-contoh penerapan materi 30 Menit pelajaran yang terdapat dalam buku guru dan buku siswa pada bidang/ ilmu lain serta kehidupan sehari-hari. Presentasi hasil kerja kelompok. Menyimpulkan materi analisis buku oleh fasilitator. KEGIATAN PENUTUP 20 Menit 15 Menit Membuat rangkuman materi pelatihan Analisis materi Ajar. 15 Menit Refleksi dan umpan balik tentang proses pembelajaran. Fasilitator mengingatkankan peserta agar membaca referensi yang relevan. Fasilitator menutup pembelajaran.
  • 4. Submateri Pelatihan: 2.1 Konsep Pembelajaran Tematik Terpadu Langkah Kegiatan Inti Penayangan Video 10 Menit Diskusi Kelompok membandingkan kedua video diselingi dengan paparan materi 15 Menit Tanya Jawab dan kesimpulan Diskusi Hasil Pemetaan KD dan Indikator Kerja Kelompok Keterkaitan Tema, silabus, RKH, RPP 5 Menit 10 Menit 10 Menit Penayangan Video Penayangan Video Pembelajaran Tematik dan Video Pembelajaran Tematik Terpadu selama masingmasing 10 menit. Tugas Selama Penayangan Video 1. Memperhatikan dengan cermat tayangan video. 2. Mencatat secara singkat butir-butir penting proses pembelajaran tematik dan tematik terpadu. Diskusi Kelompok Tentang Tayangan Video 1. Menganalisis masing-masing video pembelajaran tematik dan tematik terpadu. 2. Membandingkan pembelajaran tematik dengan tematik terpadu sesuai dengan apa yang diamati dalam tayangan video 3. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusinya sambil kelompok lain memberikan tanggapan Tanya Jawab Tanya jawab tentang konsep pembelajaran tematik terpadu dilanjutkan dengan menyimpulkan. Diskusi Kelompok Diskusi kelompok tentang hasil pemetaan KD dan indikator pembelajaran tematik terpadu.
  • 5. Kerja kelompok Kerja kelompok tentang keterkaitan antara jaringan tema, silabus, RKH, dan RPP dengan menggunakan LK-2.1 Penyimpulan Hasil Diskusi Kelompok Instruktur menyimpulkan hasil diskusi kelompok dengan memberikan pemahaman lebih lanjut tentang tematik terpadu dan implementasi pembelajaran tematik terpadu.
  • 6.
  • 7.
  • 8.
  • 9.
  • 10.
  • 11.
  • 12.
  • 13. HO-2.1-1 KONSEP PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU DI SEKOLAH DASAR A. Pengantar roses Proses pembelajaran untuk jenjang Sekolah Dasar atau yang sederajat menggunakan pendekatan pendekatan tematik. Model pembelajaran tematik terpadu (PTP) atau integrated thematic instruction (ITI) dikembangkan pertama kali pada awal tahun 1970-an. Belakangan PTP diyakini sebagai salah satu model pembelajaran yang efektif (highly effective teaching model), karena highly mampu mewadahi dan menyentuh secara terpadu dimensi emosi, fisik, dan akademik di dalam kelas atau di lingkungan sekolah. Model PTP ini pun sudah terbukti secara empirik berhasil memacu percepatan dan meningkatkan kapasitas memori peserta didik (enhance learning and ( increase long-term memory capabilities of learners) untuk waktu yang panjang. term learners) Pembelajaran tematik terpadu yang sering juga disebut sebagai pembelajaran tematik ang terintegrasi (integrated thematic instruction, ITI aslinya dikonseptualisasikan tahun 1970-an. integrated ITI) 1970 Pendekatan pembelajaran ini awalnya dikembangkan untuk anak anak berbakat dan bertalenta anak-anak (gifted and talented), anak-anak yang cerdas, program perluasan belajar, dan peserta didik yang ), anak anak belajar cepat. Premis utama PTP bahwa peserta didik memerlukan peluang peluang tambahan (additional peluang-peluang ( opportunities) untuk menggunakan talentanya, menyediakan waktu bersama yang lain untuk ) secara cepat mengkonseptualisasi dan mensintesis. Pada sisi lain, model PTP relevan untuk mengakomodasi perbedaan perbedaan-perbedaan kualitatif lingkungan belajar. Model PTP diharapkan mampu menginspirasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman belajar. belajar. Model PTP memiliki perbedaan kualitatif ( (qualitatively different) dengan model pembelajaran lain, ) karena sifatnya memandu peserta didik mencapai kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher levels (
  • 14. of thinking) atau keterampilan berpikir dengan mengoptimasi kecerdasan ganda (multiple thinking skills), sebuah proses inovatif bagi pengembangnan dimensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan. B. Elemen-elemen Terkait dalam PTP Implemementasi PTP menuntut kemampuan guru dalam mentransformasikan materi pembelajaran di kelas. Karena itu guru harus memahami materi apa yang diajarkan dan bagaimana mengaplikasikannya dalam lingkungan belajar di kelas. Oleh karena Model PTP ini bersifat ramah otak, guru harus mampu mengidentifikasi elemen-elemen lingkungan yang mungkin relevan dan dapat dioptimasi ketika berinteraksi dengan peserta didik selama proses pembelajaran. Ada sepuluh elemen yang terkait dengan hal ini dan perlu ditingkatkan oleh guru. 1. Mereduksi tingkat kealpaan atau bernilai tambah berpikir reflektif. 2. Memberkaya sensori pengalaman di bidang sikap, keterampilan, dan pengetahuan. 3. Menyajikan isi atau substansi pembelajaran yang bermakna. 4. Lingkungan yang memperkaya pembelajaran. 5. Bergerak memacu pembelajaran (Movement to Enhance Learning). 6. Membuka pilihan-pilihan 7. Optimasi waktu secara tepat 8. Kolaborasi 9. Umpan balik segera 10. Ketuntasan atau aplikasi C. Manfaat Pendekatan Tematik Terpadu 1. Suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan. Suasana kelas memungkinkan semua orang yang ada di dalamnya memiliki rasa mau menanggung resiko bersama. Misalnya, menanggapi pertanyaan-pertanyaan yang tidak semestinya atau tidak benar tanpa harus menyinggung perasaan peserta didik. Prosedur-prosedur kerja keseharian, memastikan bahwa semua jadwal terprediksi, dan menjamin peserta didik merasa aman selama berada di kelas maupun di luar kelas. Keterampilan hidup dikenali, didiskusikan dan dipraktikkan oleh peserta didik dengan interaksi yang tepat dan dengan perasaan yang menyenangkan dalam komunitas ruang kelas. 2. Menggunakan kelompok untuk bekerjasama, berkolaborasi, belajar berkelompok, dan memecahan konflik sehingga mendodong peserta didik untuk memecahkan masalah sosial dengan saling menghargai. 3. Mengoptimasi lingkungan belajar sebagai kunci dalam menciptakan kelas yang ramah otak (brain-friendly classroom). Aktivitas belajar melibatkan subjek belajar secara langsung, mengoptimasi semua sumber belajar, dan memberi peluang peserta didik untuk mengesplorasi materi secara lebih luas.
  • 15. 4. 5. Proses pembelajaran di kelas memungkinkan peserta didik berada dalam format ramah otak. 6. Materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru dapat diaplikasikan langsung oleh peserta didik dalam konteks kehidupannya sehari-hari. 7. Peserta didik yang relatif mengalami keterlambatan untuk menuntaskan program belajar memungkinkan mengejar ketertinggalanya dengan dibantu oleh guru melalui pemberian bimbingan khusus dan penerapan prinsip belajar tuntas. 8. D. Peserta didik secara cepat dan tepat waktu mampu memproses informasi. Proses itu tidak hanya menyentuh dimensi kuantitas, namun juga kualitas dalam mengeksplorasi konsepkonsep baru dan membantu peserta didik siap mengembangkan pengetahuan. Program pembelajaran yang bersifat ramah otak memungkinkan guru untuk mewujudkan ketuntasan belajar dengan menerapkan variasi cara penilaian. Tahap-tahap Pembelajaran Tematik Terpadu 1. Menentukan tema. Tema dapat ditetapkan oleh pengambil kebijakan, guru, atau ditetapkan bersama dengan peserta didik. 2. Mengintegrasikan tema dengan kurikulum. Pada tahap ini guru harus mampu mendesain tema pembelajaran dengan cara terintegrasi sejalan dengan tuntutan kurikulum, dengan mengedepankan dimensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. 3. Mendesain rencana pembelajaran. Tahapan ini mencakup pengorganisasian sumber belajar, bahan ajar, media belajar, termasuk kegiatan ekstrakurikuler yang bertujuan untuk menunjukkan suatu tema pembelajaran terjadi dalam kehidupan nyata. Misalnya, pembelajaran di kelas yang didasarkan atau diperkaya hasil karya wisata, kunjungan ke museum, dan lain-lain. 4. Melaksanakan Aktivitas Pembelajaran. Tahapan ini memberi peluang peserta didik untuk mampu berpartisipasi dan memahami berbagi persepektif dari suatu tema. Hal ini memberi peluang bagi guru dan peserta didik melakukan eksplorasi suatu pokok bahasan. E. Prinsip-prinsip Pembelajaran Tematik Terpadu 1. Tema hendaknya tidak terlalu luas dan dapat dengan mudah digunakan untuk memadukan banyak bidang studi, mata pelajaran, atau disiplin ilmu. 2. Tema yang dipilih dapat memberikan bekal bagi peserta didik untuk belajar lebih lanjut. 3. Tema disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik. 4. Tema harus mampu mewadahi sebagian besar minat anak,
  • 16. 5. Tema harus mempertimbangkan peristiwa-peristiwa otentik yang terjadi dalam rentang waktu belajar 6. Tema yang dipilih sesuai dengan kurikulum yang berlaku 7. Tema yang dipilih sesuai dengan ketersediaan sumber belajar. G. Model-model Pembelajaran Tematik Terpadu Pembelajaran Tematik Terpadu dapat diimplementasikan dengan beragam model. Menurut Robin Fogarty (1991) ada sepuluh model PTP, seperti disajikan berikut ini. 1. Model penggalan (fragmented model). Model ini diimplementasikan dengan pemaduan yang terbatas pada satu mata pelajaran. Misalnya, mata pelajaran bahasa Indonesia materi pembelajaran tentang menyimak, berbicara, membaca dan menulis dapat dipadukan dalam materi pembelajaran ketrampilan berbahasa. 2. Model keterhubungan (connected model). Model ini diimplementasikan berbasis pada anggapan bahwa beberapa substansi pembelajaran berinduk pada mata pelajaran tertentu. Butir-butir pembelajaran seperti: kosakata, struktur, membaca, dan mengarang misalnya dapat dipayungkan pada mata pelajaran bahasa dan sastra. 3. Model sarang (nested model). Model ini diimplementasikan dengan memadukan berbagai bentuk penguasaan konsep ketrampilan melalui sebuah kegiatan pembelajaran. Misalnya, pada jam-jam tertentu guru memfokuskan kegiatan pembelajaran pada pemahaman bentuk kata, makna kata,dan ungkapan dengan saran pembuahan ketrampilan dalam mengembangkan daya imajinasi, daya berfikir logis, menentukan ciri bentuk dan makna katakata dalam puisi, membuat ungkapan dan menulis puisi. 4. Model Urutan/Rangkaian (sequenced model). Model ini memadukan topik-topik antarmata pelajaran yang berbeda secara pararel. Isi cerita dalam roman sejarah, misalnya: topik pembahasannya secara pararel atau dalam jam yang sama dapat dipadukan dengan ikhwal sejarah perjuangan bangsa karakteristik kehidupan sosial masyarakat pada periode tertentu maupun topik yang menyangkut perubahan makna kata. 5. Model berbagi (shared/participative model). Model ini merupakan pemaduan pembelajaran akibat munculnya tumbang-tindih (overlapping concept) atau ide pada dua mata pelajaran atau lebih. Buir-butir pembelajaran tetang kewarganegaraan dalam PKn misalnya, dapat bertumpang tindih dengan butir pembelajaran Tata Negara, Sejarah Perjuangan Bangsa, dan sebagainya. 6. Model jaring laba-laba (webbed model). Model ini berangkat dari pendekatan tematis sebagai acuan dasar bahan dan kegiatan pembelajaran. Tema yang dibuat dapat mengikat kegiatan pembelajaran, baik dalam mata pelajaran tertentu maupun antar mata pelajaran. 7. Model galur (threaded model). Model ini memadukan bentuk-bentuk ketrampilan. Misalnya: melakukan prediksi dan estimasi dalam matematika, ramalan terhadap kejadian-kejadian, antisipasi terhadap cerita, dsb. Bentuk model ini terfokus pada meta kurikulum.
  • 17. 8. Model celupan (immersed model). Model ini dirancang untuk membantu peserta didik dalam menyaring dan memadukan berbagai pengalaman dan pengetahuan dihubungkan dengan medan pemakaiannya. Kegiatan pembelajaran diarahkan untuk mewadahi tukar pengalaman dan pemanfaatan pengalaman masing-masing. 9. Model jejaring (networked model). Model ini merupakan model pemaduan pembelajaran yang mengandaikan kemungkinan perubahan konsepsi, bentuk pemecahan masalah, maupun tuntutan bentuk ketrampilan baru setelah peserta didik mengadakan studi lapangan dalam situasi, kondisi, maupun konteks yang berbeda. 10. Model terpadu (integrated model). Model ini merupakan pemaduan sejumlah topik dari mata pelajaran yang berbeda, tetapi esensinya sama dalam sebuah topik tertentu. Topik evidensi yang semula terdapat dalam pelajaran matematika, bahasa Indonesia, IPA, dan IPS agar tidak membuat muatan kurikulum berlebihan, cukup diletakkan dalam mata pelajaran tertentu, misalnya IPA. HO-2.1-2 IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU DENGAN PENDEKATAN SCIENTIFIC A. Pendahuluan Inovasi pendidikan di bidang kurikulum diharapkan secara periodik dapat dilakukan untuk kepentingan mengubah dan memperbaiki cara belajar dan membelajarkan materi kepada peserta didik. Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar, yaitu: (a) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (b) belajar untuk memahami dan menghayati, (c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, (d) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan (e) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan, dengan mengedepankan peserta didik aktif. Pembelajaran dimaksud diharapkan yang memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan/atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisi peserta didik dengan tetap memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ke-Tuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral. Kualitas pendidikan sangatlah bergantung pada kesadaran, pengertian, komitmen, dan partisipasi serta dedikasi dari para pendidik dan tenaga kependidikan, terutama guru sebagai ujung tombak yang secara langsung menghadapi peserta didik. Apabila guru dapat menciptakan proses pembelajaran yang dapat mengubah hasil belajar peserta didik, dan dapat meningkatkan motivasi belajar, yang dapat meningkatkan rasa percaya diri peserta didik, dapat meningkatkan harga diri
  • 18. dengan menerapkan berbagai strategi dan model pembelajaran, maka visi dan misi guru sebagai pembelajar boleh dikatakan berhasil. Proses pembelajaran merupakan fenomena yang kompleks. Guru lebih banyak berhubungan dengan pola pikir peserta didik di mana setiap peserta didik – siapa pun, dimana pun - memiliki setumpuk kata, pikiran, tindakan yang dapat mengubah lingkungan baik di keluarga, di sekolah maupun di masyarakat. Mulai tahun ajaran baru 2013 pola pembelajaran segera disosialisasikan bagi guru kelas I sampai dengan kelas VI, menggunakan Pembelajaran Tematik Terpadu. Di lapangan begitu beragam nuansa tematik ini sejak digulirkan di kalangan guru, dan sekolah, sepertinya terjadi suatu “kerancuan”, dan perbedaan pemahaman. Guru banyak yang berpikir dan bertanya-tanya, apakah selama ini cara pembelajaran yang dirasakanya sudah menghasilkan lulusan peserta didik “berprestasi”, dan sudah mencetak serta menghasilkan dokter, insinyur, birokrat dianggap kurang berhasil?. Sehingga ada ungkapan bahwa “saya sudah mengajar puluhan tahun, dan saya sudah mempunyai alumni yang berhasil menjadi pejabat, menjadi dokter, menjadi insinyur dan sebagainya dianggap tidak berhasil?. Pemikiran-pemikiran semacam ini akan menjadi penghambat bagi bergulirnya sebuah inovasi dalam bidang pendidikan. Pembelajaran dengan menggunakan berbagai pendekatan, strategi dan metode diharapkan dapat memberi kemungkinan peserta didik mendapat pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan/atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisi peserta didik dengan tetap memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ke-Tuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral. Pembelajaran yang diciptakan baik di kelas maupun di luar kelas diharapkan dapat dikondisikan dalam suasana hubungan peserta didik dan guru yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut wuri handayani, ing madia mangun karsa, ing ngarsa sung tulada (di belakang memberikan daya dan kekuatan, di tengah membangun semangat dan prakarsa, di depan memberikan contoh dan teladan). Terlebih bagi peserta didik sekolah dasar yang masih berada di Kelas 1, 2 dan 3, yang masih memerlukan bimbingan, dan perhatian, sebagaimana pelayanan para orang tua yang dengan kasih sayang membimbing mereka. Sedangkan di Kelas 4, 5, dan 6 mulai ditingkatkan pemahaman peserta didik untuk lebih memahami hidup dan kehidupan di lingkungan sekitar dengan menciptakan pola berpikir rasional. Mencari jawaban mengapa harus belajar membaca dan menulis? Mengapa harus belajar matematika, mengapa harus berinterakti dan saling berkomunikasi dengan teman dan sebagainya. Dengan pembelajaran tematik Terpadu diharapkan dapat menjawab ke semuanya itu dengan catatan guru dan peserta didik memiliki komitmen dan selalu berpikir positif bahwa pola pembelajaran yang dilakukan adalah menuju ketercapaian kompetensi sebagaimana yang dituangkan di dalam standar kelulusan. Pelaksanaan pembelajaran seyogyanya dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, dengan prinsip alam takambang. Jadi guru (semua yang terjadi, tergelar
  • 19. dan berkembang di masyarakat dan lingkungan sekitar serta lingkungan alam semesta dijadikan sumber belajar, contoh dan teladan). Sebuah model pembelajaran diharapkan dapat dipergunakan sebagai wawasan untuk disesuaikan dengan kondisi peserta didik di masing-masing sekolah. Peserta didik perlu dipersiapkan baik secara internal maupun eksternal, baik ketika di dalam kelas maupun di luar kelas. Terlebih bagi peserta didik yang masih berada di sekolah dasar tentu saja tidak dapat disamakan pelayannya dengan peserta didik yang ada di kelas menengah. Namun demikian baik peserta didik di kelas 1 sampai dengan kelas 6 di kondisikan menggunakan pendekatan tematik Terpadu dengan tema sebagai pemersatunya. B. Pengertian pembelajaran Tematik Terpadu Pembelajaran Tematik Terpadu dilaksanakan dengan menggunakan prinsip pembelajaran terpadu. Pembelajaran terpadu menggunakan tema sebagai pemersatu kegiatan pembelajaran yang memadukan beberapa mata pelajaran sekaligus dalam satu kali tatap muka, untuk memberikan pengalaman yang bermakna bagi peserta didik. Karena peserta didik dalam memahami berbagai konsep yang mereka pelajari selalu melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dikuasainya. Pelaksanaan pembelajaran Tematik Terpadu berawal dari tema yang telah dipilih/dikembangkan oleh guru yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional pembelajaran tematik ini tampak lebih menekankan pada Tema sebagai pemersatu berbagai mata pelajaran yang lebih diutamakan pada makna belajar, dan keterkaitan berbagai konsep mata pelajaran. Keterlibatan peserta didik dalam belajar lebih diprioritaskan dan pembelajaran yang bertujuan mengaktifkan peserta didik, memberikan pengalaman langsung serta tidak tampak adanya pemisahan antar mata pelajaran satu dengan lainnya. C. Fungsi dan Tujuan Pembelajaran tematik terpadu berfungsi untuk memberikan kemudahan bagi peserta didik dalam memahami dan mendalami konsep materi yang tergabung dalam tema serta dapat menambah semangat belajar, karena materi yang dipelajari merupakan materi yang nyata (kontekstual) dan bermakna bagi peserta didik. Tujuan pembelajaran tematik terpadu adalah: 1. mudah memusatkan perhatian pada satu tema atau topik tertentu 2. Mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi mata pelajaran dalam tema yang sama 3. Memiliki pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan
  • 20. 4. Mengembangkan kompetensi berbahasa lebih baik dengan mengkaitkan berbagai mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi peserta didik 5. Lebih bergairah belajar karena mereka dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, seperti: bercerita, bertanya, menulis sekaligus mempelajari pelajaran yang lain. 6. Lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi yang disajikan dalam konteks tema yang jelas 7. Guru dapat menghemat waktu, karena mata pelajaran yang disajikan secara terpadu dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam 2 atau 3 pertemuan bahkan lebih dan atau pengayaan. 8. Budi pekerti dan moral peserta didik dapat ditumbuh kembangkan dengan mengangkat sejumlah nilai budi pekerti sesuai dengan situasi dan kondisi. D. Ciri-ciri Pembelajaran Tematik Terpadu 1. Berpusat pada anak 1. Memberikan pengalaman langsung pada anak 2. Pemisahan antara mata pelajaran tidak begitu jelas (menyatu dalam satu pemahaman dalam kegiatan) 3. Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran dalam satu proses pembelajaran (saling terkait antara mata pelajaran yang satu dengan lainnya) 4. Bersifat luwes (keterpaduan berbagai mata pelajaran) 5. Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak (melalui penilaian proses dan hasil belajarnya) E. Kekuatan Tema dalam Proses Pembelajaran Anak pada usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret, mulai menunjukkan perilaku yang mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak, mulai berpikir secara operasional, mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda, membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat. Oleh karena itu pembelajaran yang tepat adalah dengan mengaitkan konsep materi pelajarn dalam satu kesatuan yang dipusat pada tema adalah yang paling sesuai. Dan kegiatan pembelajaran akan bermakna jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa aman, bersifat individual dan kontekstual, anak mengalami langsung yang dipelajarinya, hal ini akan diperoleh melalui pembelajaran tematik. Pembelajaran yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Dari penjelasan diatas maka pembelajaran tematik memiliki beberapa kekuatan dan keuntungan antara lain:
  • 21. 1. Memberikan pengalaman dan kegiatan belajar mengajar yang relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak 2. Menyenangkan karena bertolak dari minat dan kebutuhan anak 3. Hasil belajar dapat bertahan lama karena lebih berkesan dan bermakna 4. mengembangkan keterampilan berpikir anak sesuai dengan permasalah an yang dihadapi 5. Menumbuhkan keterampilan sosial dalam bekerja sama 6. Memiliki sikap toleransi, komunikasi dan tanggap terhadap gagasan orang lain, dalam arti respek terhadap gagasan orang lain. 7. Menyajikan kegiatan yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalah an yang sering ditemui dalam lingkungan anak. F. Peran Tema dalam Proses Pembelajaran Tema berperan sebagai pemersatu kegiatan pembelajaran, dengan memadukan beberapa mata pelajaran sekaligus. Adapun mata pelajaran yang dipadukan adalah mata pelajaran Agama (Akhlak Mulia/Budi Pekerti/ tata krama), PPKn dan Kepribadian, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (terdiri atas: Bahasa Indonesia, IPS, IPA, Matematika,), Estetika (Seni Budaya-Keterampilan) dan Pendidikan Jasmani, Olah Raga dan Kesehatan. Di dalam struktur Kurikulum Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah disebutkan bahwa untuk peserta didik kelas 1, sampai dengan kelas 6 penyajian pembelajarannya menggunakan pendekatan tematik. Penyajian pembelajaran dengan alokasi waktu komulatif 30 JP per minggu. Pembuatan tema diharapkan memperhatikan kondisi peserta didik, lingkungan sekitar dan kompetensi guru dengan prosentase penyajian disesuaikan dengan aloasi waktu yang tersedia. Guru dalam penyajian diharapkan tidak terkonsentrasi pada salah satu mata pelajaran, melainkan harus tetap memperhatikan prosentase penyajianya. Namun demikian penjadwalan dalam hal ini tidak terbagi secara kaku melainkan diatur secara luwes. Mata Pelajaran Agama yang disajikan secara terpadu adalah yang sifatnya budi pekerti luhur, akhlak mulia dan tata krama serta bagaimana bersopan santun dalam pergaulan di dalam keluarga dan masyarakat, keterkaitan dengan pendidikan karakter bangsa. Sedangkan untuk materi-materi yang sifatnya aqidah dan khusus keagamaannya sisajikan oleh guru agama sendiri. Demikian juga untuk Pendidikan Jasmani dan kesehatan, yang sifatnya gerakan ringan yang dapat disajikan di dalam kelas, bisa dilakukan oleh guru kelas. Sedangkan yang sifatnya gerakan olah raga yang memerlukan fisik, gerakan bebas, tetap dilakukan oleh guru olah raga dan dilaksanakan di luar kelas/ lapangan olah raga. Pembelajaran tematik diawali dengan pembuatan tema selama satu tahun, kemudian dengan tematema yang telah dibuat tersebut, guru menganalisis semua standar kompetensi lulusan yang diturunkan ke dalam kompetensi inti dan selanjutnya mengalir ke kompetensi dasar dan membuat
  • 22. indikator dari masing-masing mata pelajaran yang ada di setiap kelas. Setelah itu dibuat hubungan antara KD dan indikator dengan tema yang telah disiapkan selama satu tahun. Berikutnya dari pemetaan hubungan tersebut dilanjutkan dengan membuat jaringan KD & indikator dari setiap tema yang telah dibuat. Setelah jadi semua jaringan selama satu tahun dilanjutkan dengan menyusun silabus tematik dan yang terakhir menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Tematik. G. Model Pembelajaran Tematik Terpadu Model pembelajaran tematik integratif melalui beberapa tahapan yaitu pertama guru harus mengacu pada tema sebagai pemersatu berbagai mata pelajaran untuk satu tahun. Kedua guru melakukan analisis standar kompetensi lulusan, kompetensi inti, kompetensi dasar dan membuat indikator dengan tetap memperhatikan muatan materi dari Standar Isi, ketiga membuat hubungan antara kompetensi dasar, indikator dengan tema, keempat membuat jaringan KD, indikator, kelima menyusun silabus tematik dan keenam membuat rencana pelaksanaan pembelajaran tematik dengan mengkondisikan pembelajaran yang menggunakan pendekatan scientific. Untuk lebih jelasnya akan dibahas di bawah ini. 1. Kriteria Pemilihan Tema Beberapa tema telah disiapkan menyertai dokumen Kurikulum 2013, namun demikian penulisan daftar tema dimaksud bukanlah urutan penyajajian Guru diharapkan dapat dengan cerdas dan tepat melakukan pemilihan tema mana yang akan dibelajarkan terlebih dahulu, seyogyanya penetapan tema sesuai dengan kondisi daerah, sekolah, peserta didik, dan guru di wilayahnya. Penentuan dan pemilihan tema yang akan dikembangkan di sekolah dasar dapat mempertimbangkan kriteria pembuatan tema sebagai berikut : a. b. c. d. e. f. g. Tema tidak terlalu luas namun dapat dengan mudah dipergunakan untuk memadukan banyak mata pelajaran Tema bermakna, artinya bahwa tema yang dipilih untuk dikaji harus memberikan bekal bagi peserta didik untuk belajar selanjutnya Harus sesuai dengan tingkat perkembangan psikologis anak Tema yang dikembangkan harus mampu mewadahi sebagian besar minat anak di sekolah Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan peristiwa-peristiwa otentik yang terjadi di dalam rentang waktu belajar Mempertimbangkan dilanjutkan kan kurikulum yang berlaku dan harapan masyarakat terhadap hasil belajar peserta didik Mempertimbangkan ketersediaan sumber belajar
  • 23. 2. Tahapan Berpikir Pembelajaran Tematik Adalah Struktur Kurikulum Struktur Kurikulum 2013 merupakan acuan dalam merancang pembelajaran yang akan menjdi landasan penetapan prosentase penyajian pembelajaran. Di Kelas I sampai dengan Kelas VI membelajarkan materi dengan tema sebagai pemersatunya, tidak parsial per mata pelajaran. penetapan alokasi waktu dimaksudkan agar guru dapat mempertimbangan batasan pembahasan, supaya tidak lagi fokus atau berlama-lama pada salah satu mata pelajaran saja. Meskipun telah dituangkan alokasi waktu di dalam struktur masing-masing mata pelajaran, namun tetap menjadi satu kesatuan per minggu komulatif 30 JP untuk Kelas I, berarti per hari 5 JP. Untuk Kelas II komulatif satu minggu 32 JP maka per hari ada yang 5 JP, ada yang 6 JP. Kelas III komulatif satu minggu 34 JP, maka per hari ada yang 5 JP, ada yang 6 JP. Sedangkan Kelas IV sampai dengan Kelas VI komulatif satu minggu 36 JP, jadi rata-rata per harinya 6 JP, bagi sekolah reguler. Struktur Kurikulum sebagai di berikut:
  • 24. Struktur Kurikulum SD/MI ALOKASI WAKTU BELAJAR PER MINGGU MATA PELAJARAN I II III IV V VI Kelompok A 1. Pendidikan Agama dan Budi Pekerti 4 4 4 4 4 4 2. 3. 4. 5. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Bahasa Indonesia Matematika Ilmu Pengetahuan Alam 5 8 5 - 6 8 6 - 6 10 6 - 4 7 6 3 4 7 6 3 4 7 6 3 6. Ilmu Pengetahuan Sosial Kelompok B - - - 3 3 3 1. 4 4 4 5 5 5 4 4 4 4 4 4 30 32 34 36 36 36 2. Seni Budaya dan Prakarya (termasuk muatan lokal)* Pendidikan Jasmani, Olah Raga dan Kesehatan (termasuk muatan lokal) Jumlah Alokasi Waktu Per Minggu 3. Beban Belajar Beban belajar dinyatakan dalam jam belajar setiap minggu untuk masa belajar selama satu semester. Beban belajar di SD/MI kelas I, II, dan III masing-masing 30, 32, 34 sedangkan untuk kelas IV, V, dan VI masing-masing 36 jam setiap minggu. Jam belajar SD/MI adalah 35 menit. Dengan adanya tambahan jam belajar ini dan pengurangan jumlah Kompetensi Dasar, guru memiliki keleluasaan waktu untuk mengembangkan proses pembelajaran yang berorientasi peserta didik aktif. Proses pembelajaran peserta didik aktif memerlukan waktu yang lebih panjang dari proses pembelajaran penyampaian informasi karena peserta didik perlu latihan untuk mengamati, menanya, mengasosiasi, dan berkomunikasi. Proses pembelajaran yang dikembangkan menghendaki kesabaran guru dalam mendidik peserta didik sehingga mereka menjadi tahu, mampu dan mau belajar dan menerapkan apa yang sudah mereka pelajari di lingkungan sekolah dan masyarakat sekitarnya. Selain itu bertambahnya jam belajar memungkinkan guru melakukan penilaian proses dan hasil belajar. Sekolah mendapat kesempatan mengkondisikan beban belajar sesuai hasil kesepakatan warga sekolah, Kepala Sekolah, Guru, dan Komite Sekolah.
  • 25. 4. Tahapan Pembelajaran Tematik Terpadu Langkah Guru yang akan membelajarkan materi dengan menggunakan pendekatan tematik integratif antara lain: a. Memilih/Menetapkan Tema Dibawah ini adalah Tema untuk peserta didik Sekolah Dasar kelas I s.d 6 Tema-Tema di Sekolah Dasar KELAS I 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Diriku Kegemaranku Kegiatanku Keluargaku Pengalamanku Lingkungan Bersih dan Sehat Benda, Binatan dan Tanaman di Sekitar Peristiwa alam KELAS IV 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Indahnya Kebersamaan Selalu Berhemat Energi Peduli Makhluk Hidup Berbagai Pekerjaan. Menghargai Jasa Pahlawan Indahnya Negeriku Cita-citaku Daerah Tempat Tinggalku Makanan Sehat dan Bergizi b. Melakukan Analisis SKL, KI, Kompetensi Dasar, Membuat Indikator, Dalam melakukan Analisis Kurikulum (SKL, KI dan KD serta membuat Indikator) dengan cara membaca semua Standar Kompetensi Lulusan dan Kompetensi Inti, dan Kompetensi Dasar dari semua mata pelajaran. Setelah memiliki sejumlah Tema untuk satu tahun, barulah dapat dilanjutkan dengan menganalisis Standar Kompetensi Lulusan dan Kompetensi Inti serta Kompetensi Dasar (SKL, KI dan KD) yang ada dari berbagai mata pelajaran (Bahasa Indonesia, IPA, IPS, PPKn, Matematika, Seni-Budaya dan Keterampilan, Olah Raga dan Kesehatan serta Agama yang sifatnya Tata Krama, Budi Pekerti dan Akhlak Mulia). Kemudian masing-masing Kompetensi Dasar dibuatkan Indikatornya dengan mengikuti kriteria pembuatan Indikator. c. Melakukan Pemetaan Kompetensi Dasar, Indikator dengan Tema Kompetensi Dasar dari semua mata pelajaran telah disediakan dalam Kurikulum 2013, demikian juga sejumlah Tema untuk proses pembelajaran selama satu tahun untuk Kelas 1 sampai dengan Kelas 6 telah disediakan pula. Namun demikian guru masih perlu membuat Indikator dan melakukan kegitan pemetaan Kompetensi Dasar dan Indikator tersebut dikaitkan degan Tema yang tersedia dimasukkan ke dalam format pemetaan agar lebih memudahkan proses penyajian pembelajaran, Indikator mana saja yang dapat disajikan secara terpadu dengan cara memberikan cek ( √ ).
  • 26. d. Membuat Jaringan Kompetensi Dasar Kegiatan berikutnya setelah dilakukan pemetaan Kompetensi Dasar, Indikator dengan Tema dalam satu Tahun dan telah terpetakan Indikator mana saja yang akan disajikan dalam setiap Tema, maka sebaiknya dilanjtkan dengan membuat Jaringan KD dan Indikator dengan cara menurunkan hasil cek dari pemetaan ke dalam format Jaringan KD & Indikator. e. Menyusun Silabus Tematik Terpadu Setelah dibuat Jaringan KD & Indikator, langkah Guru selanjutnya adalah menyusun Silabus Tematik untuk lebih memudahkan Guru dalam melihat seluruh desain pembelajaran untuk setiap Tema sampai tuntas tersajikan di dalam proses pembelajaran. Di Dalam Silabus Tematik ini memberikan gambaran secara menyeluruh Tema yang telah dipilh akan disajikan berapa minggu dan kegiatan apa saja yang akan dilakukan dalam penyajian Tema tersebut. Silabus Tematik Terpadu memuat komponen sebagaimana panduan dari Standar Proses yang meliputi 1) Kompetensi Dasar mana saja yang sudah terpilih (dari Jaringan KD), 2) Indikator (dibuat oleh Guru, juga diturunkan dari Jaringan) 3) Kegiatan Pembelajaran yang memuat perencanaan penyajian untuk berapa minggu Tema tersebut akan di belajarkan, 4) Penilaian proses dan hasil belajar (diwajibkan memuat penilaian dari aspek sikap, keterampilan dan pegetahuan) selama proses pembelajaran berlangsung 5) Alokasi waktu ditulis secara utuh komlatif satu minggu berapa jam pertemuan (misalnya 30 JP x 35 menit) x 4 minggu) 6) Sumber dan Media. f. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Tematik Terpadu Langkah terakhir dari sebuah perencanaan adalah dengan menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Tematik Terpadu. Di dalam RPP Tematik Terpadu ini diharapkan dapat tergambar proses penyajian secara utuh dengan memuat berbagai konsep mata pelajaran yang disatukan dalam Tema. Di dalam RPP Tematik Terpadu ini peserta didik diajak belajar memahami konsep kehidupan secara utuh. Penulisan identitas tidak mengemukakan mata pelajaran, melainkan langsung ditulis Tema apa yang akan dibelajarkan. Penyusunan RPP Tematik Terpadu sebagaimana dalam penyusunan silabus seyogyanya mengacu pada komponen penyusunan RPP dari Standar Proses yang meliputi: Identitas: Satuan Pendidikan, Tema, Kelas, Semester, Alokasi Waktu. 1) Kompetensi Inti: merupakan jabarn dari SKL ada 4 Kompetensi Inti yang harus ditulis semuanya, karena merupakan satu kesatuan yang utuh dan harus dicapai. 2) Kompetensi Dasar hasil penyempurnaan Standar Isi dari Kurikulum 2013 semua mata pelajaran yang telah dipilih dan tertulis di Jaringan KD & Indikator 3) Indikator dari semua mata pelajaran yang telah dibuat dan di tuangkan di Pemetaan 4) Tujuan Pembelajaran yang diharapkan dicapai dari keterpaduan berbagai mata pelajaran 5) Materi Pembelajaran meliputi berbagai mata pelajaran 6) Pendekatan dan Metode pembelajaran 7) Langkah Pembelajaran memuat kegiatan Pendahuluan, Kegiatan Inti (memuat langkah pembelajaran Tematik Terpadu memadukan berbaai mata pelajaran yang diatukan dalam Tema, tersaji secara sistematis dan sistemik dalam tuangan Eksplorasi, Elaborasi dan Konfirmasi, serta menggambarkan pendekatan Scientific dan diakhiri dengan
  • 27. Kegiaan Penutup 8) Sumber dan Media yang memuat semua sumber dan media pembelajaran yang dipergunakan dalm pembelajaran 9) Penilaian, meliuti proses dan hasil belajar seyogyanya dilampirkan instrumen dan rubrik penilaiannya, baik untuk kepentingan proses dan ketercapaian hasil belajar siswa. H. Pendekatan Scientific Pembelajaran Tematik Terpadu menggunakan salah satu model pembelajaran terpadu menurut Robin Fogarty (1991) Model jaring laba-laba (webbed model). Model ini berangkat dari pendekatan tematis sebagai acuan dasar bahan dan kegiatan pembelajaran. Tema yang dibuat dapat mengikat kegiatan pembelajaran, baik dalam mata pelajaran tertentu maupun antarmata pelajaran. Sedangkan proses pembelajaran menggunaan pendekatan Pendekatan scientific hal ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber observasi, bukan diberi tahu. Kondisi pembelajaran pada saat ini diharapkan diarahkan agar peserta didik mampu merumuskan masalah (dengan banyak menanya), bukan hanya menyelesaikan masalah dengan menjawab saja. Pembelajaran diharapkan diarahkan untuk melatih berpikir analitis (peserta didik diajarkan bagaimana mengambil keputusan) bukan berpikir mekanistis (rutin dengan hanya mendengarkan dan menghapal semata) Penjelasan Prof Sudarwan tentang pendekatan scientific bahwa Pendekatan ini bercirikan penonjolan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran. Dengan demikian, proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu nilainilai, prinsip-prinsip, atau kriteria ilmiah. Proses pembelajaran disebut ilmiah jika memenuhi kriteria seperti berikut ini. 1. Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata. 2. Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta didik terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis. 3. Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran. 4. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari substansi atau materi pembelajaran.
  • 28. 5. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon substansi atau materi pembelajaran. 6. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggung jawabkan. 7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya. Pembelajaran yang menekankan pada pentingnya kolaborasi dan kerjasama diantara peserta didik dalam menyelesaikan setiap permalahan dalam pembelajaran. Oleh karena itu guru sedapat mungkin menciptakan pembelajaran selain dengan tetap mengacu pada Standar Proses dimana pembelajarannya diciptakan suasana yang memuat Ekplorasi, Elaborasi dan Konfirmasi, juga dengan mengedepankan kondisi peserta didik yang berperilaku ilmiah dengan bersama-sama diajak mengamati, menanya, menalar, merumuskan, menyimpulkan dan mengkomunikasi. Sehingga peserta didik akan dapat dengan benar menguasai materi yang dipelajari dengan baik.
  • 29. Submateri Pelatihan 2.2: Konsep Pendekatan Scientific Langkah Kegiatan Inti Diskusi Kelompok Pendekatan Scientific 20 Menit Diskusi Kelompok Contohcontoh Pendekatan Scientific dan Penerapannya 10 Menit Diskusi Kelompok 1. Mengkaji pendekatan scientific yang mengacu pada tayangan video. 2. Mengidentifikasi konsep pendekatan scientific yang disampaikan pada tayangan video. 3. Membuat urutan aktivitas pada pendekatan scientific. Pemaparan Hasil Diskusi Kelompok 1. Masing-masing kelompok memaparkan hasil diskusinya, kelompok lain dapat dijadikan pembahas dan penanya. 2. Instruktur memberikan masukan terhadap hasil diskusi kelompok. 3. Pada akhir diskusi instruktur menyimpulkan hasil diskusi kelompok. Paparan Materi Fasilitator menyampaikan Konsep Pendekatan Scientific dengan menggunakan PPT-2.2.1 dan Contoh Penerapan Pendekatan Scientific dalam Pembelajaran dengan menggunakan PPT-2.2-2 yang disisipkan dalam kegiatan diskusi. Diskusi Kelompok Diskusi kelompok tentang contoh-contoh penerapan pendekatan scientific dalam pembelajaran, tugas diskusi kelompok sebagai berikut. 1. Membuat contoh pembelajaran salah satu KD dengan menggunakan pendekatan scientific. 2. KD yang ditetapkan adalah KD semester 1. Pemaparan Hasil Diskusi Kelompok 1. Masing-masing kelompok memaparkan hasil diskusinya, kelompok lain dapat dijadikan pembahas dan penanya. 2. Instruktur memberikan masukan terhadap hasil diskusi kelompok.
  • 30. 3. Pada akhir diskusi instruktur menyimpulkan hasil diskusi kelompok. ada kelompok
  • 31.
  • 32.
  • 33.
  • 34. HO – 2.2-1 PENDEKATAN ILMIAH DALAM PEMBELAJARAN A. Esensi Pendekatan Ilmiah Proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah. Karena itu Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan ilmiah dalam pembelajaran. Pendekatan ilmiah diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta di didik. Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih mengedepankan pelararan induktif (inductive reasoning) ketimbang penalaran deduktif (deductive reasoning). Penalaran inductive deductive deduktif melihat fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik. Sebaliknya, penalaran induktif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian menarik simpulan secara keseluruhan. Sejatinya, penalaran induktif menempatkan bukti bukti-bukti spesifik ke dalam relasi idea yang lebih luas. Metode ilmiah umumnya menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan simpulan umum. Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas teknik suatu atau beberapa fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut u ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat method inquiry bukti diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Karena itu, metode prinsip prinsip ilmiah umumnya memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi atau ekperimen, angkaian mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian memformulasi, dan menguji hipotesis. B. Pendekatan Ilmiah dan Non Non-ilmiah dalam Pembelajaran Pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah itu lebih efektif hasilnya dibandingkan dengan pembelajaran tradidional. Hasil penelitian membuktikan bahwa pada pembelajaran tradisional, retensi informasi dari guru sebesar 10 persen setelah 15 menit dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 25 persen. Pada pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, retensi informasi dari guru sebesar lebih dari 90 persen setelah dua hari dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 50-70 persen. 50
  • 35. Proses pembelajaran dengan berbasis pendekatan ilmiah harus dipandu dengan kaida-kaidah pendekatan ilmiah. Pendekatan ini bercirikan penonjolan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran. Dengan demikian, proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu nilai-nilai, prinsip-prinsip, atau kriteria ilmiah. Proses pembelajaran disebut ilmiah jika memenuhi kriteria seperti berikut ini. • Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata. • Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta didik terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis. • Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran. • Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu dengan yang lain dari substansi atau materi pembelajaran. • Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon substansi atau materi pembelajaran. • Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggung -jawabkan. • Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana, jelas, dan menarik sistem penyajiannya. Proses pembelajaran harus terhindar dari sifat-sifat atau nilai-nilai non-ilmiah yang meliputi intuisi, akal sehat, prasangka, penemuan melalui coba-coba, dan asal berpikir kritis. • Intuisi. Intuisi sering dimaknai sebagai kecakapan praktis yang kemunculannya bersifat irasional dan individual. Intuisi juga bermakna kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki oleh seseorang atas dasar pengalaman dan kecakapannya. Istilah ini sering juga dipahami sebagai penilaian terhadap sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara cepat dan berjalan dengan sendirinya. Kemampuan intuitif itu biasanya didapat secara cepat tanpa melalui proses panjang dan tanpa disadari. Namun demikian, intuisi sama sekali menafikan dimensi alur pikir yang sistemik. • Akal sehat. Guru dan peserta didik harus menggunakan akal sehat selama proses pembelajaran, karena memang hal itu dapat menunjukan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang benar. Namun
  • 36. demikian, jika guru dan peserta didik hanya semata-mata menggunakan akal sehat dapat pula menyesatkan mereka dalam proses dan pencapaian tujuan pembelajaran. • Prasangka. Sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang diperoleh semata-mata atas dasar akal sehat (comon sense) umumnya sangat kuat dipandu kepentingan seseorang (guru, peserta didik, dan sejenisnya) yang menjadi pelakunya. Ketika akal sehat terlalu kuat didomplengi kepentingan pelakunya, seringkali mereka menjeneralisasi hal-hal khusus menjadi terlalu luas. Hal inilah yang menyebabkan penggunaan akal sehat berubah menjadi prasangka atau pemikiran skeptis. Berpikir skeptis atau prasangka itu memang penting, jika diolah secara baik. Sebaliknya akan berubah menjadi prasangka buruk atau sikap tidak percaya, jika diwarnai oleh kepentingan subjektif guru dan peserta didik. • Penemuan coba-coba. Tindakan atau aksi coba-coba seringkali melahirkan wujud atau temuan yang bermakna. Namun demikian, keterampilan dan pengetahuan yang ditemukan dengan cara cobacoba selalu bersifat tidak terkontrol, tidak memiliki kepastian, dan tidak bersistematika baku. Tentu saja, tindakan coba-coba itu ada manfaatnya bahkan mampu mendorong kreatifitas. Karena itu, kalau memang tindakan coba-coba ini akan dilakukan, harus diserta dengan pencatatan atas setiap tindakan, sampai dengan menemukan kepastian jawaban. Misalnya, seorang peserta didik mencoba meraba-raba tombol-tombol sebuah komputer laptop, tiba-tiba dia kaget komputer laptop itu menyala. Peserta didik pun melihat lambang tombol yang menyebabkan komputer laptop itu menyala dan mengulangi lagi tindakannya, hingga dia sampai pada kepastian jawaban atas tombol dengan lambang seperti apa yang bisa memastikan bahwa komputer laptop itu bisa menyala. • Berpikir kritis. Kamampuan berpikir kritis itu ada pada semua orang, khususnya mereka yang normal hingga jenius. Secara akademik diyakini bahwa pemikiran kritis itu umumnya dimiliki oleh orang yang bependidikan tinggi. Orang seperti ini biasanya pemikirannya dipercaya benar oleh banyak orang. Tentu saja hasil pemikirannya itu tidak semuanya benar, karena bukan berdasarkan hasil esperimen yang valid dan reliabel, karena pendapatnya itu hanya didasari atas pikiran yang logis semata. C. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Ilmiah Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah. Proses pembelajaran harus menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dalam proses pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu tentang ‘mengapa’. Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu tentang ‘bagaimana’. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu tentang ‘apa’. Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang
  • 37. baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard ( skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan. keterampilan, Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah ( (scientific appoach) dalam pembelajaran ) semua mata pelajaran meliputi menggali informasi melaui pengamatan, pengamatan bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau , informasi, , dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan, dan mencipta. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu sangat tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat nilai sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat nonilmiah. nilai sifat Pendekatan ilmiah pembelajaran disajikan berikut ini.
  • 38. 1. Mengamati Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Tentu saja kegiatan mengamati dalam rangka pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika tidak terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran. Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan metode observasi peserta didik menemukan fakta bahwa ada hubungan antara obyek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru. Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh langkah-langkah seperti berikut ini: • Menentukan objek apa yang akan diobservasi • Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi • Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer maupun sekunder • Menentukan di mana tempat objek yang akan diobservasi • Menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar • Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi , seperti menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-alat tulis lainnya. Kegiatan observasi dalam proses pembelajaran meniscayakan keterlibatan peserta didik secara langsung. Dalam kaitan ini, guru harus memahami bentuk keterlibatan peserta didik dalam observasi tersebut. • Observasi biasa (common observation). Pada observasi biasa untuk kepentingan pembelajaran, peserta didik merupakan subjek yang sepenuhnya melakukan observasi (complete observer). Di sini peserta didik sama sekali tidak melibatkan diri dengan pelaku, objek, atau situasi yang diamati. • Observasi terkendali (controlled observation). Seperti halnya observasi biasa, pada observasi terkendali untuk kepentingan pembelajaran, peserta didik sama sekali tidak melibatkan diri dengan pelaku, objek, atau situasi yang diamati. Merepa juga tidak memiliki hubungan apa pun dengan pelaku, objek, atau situasi yang diamati. Namun demikian, berbeda dengan observasi biasa, pada observasi terkendali pelaku atau objek yang diamati ditempatkan pada ruang atau situasi yang dikhususkan. Karena itu, pada pembelajaran dengan observasi terkendali termuat nilai-nilai percobaan atau eksperimen atas diri pelaku atau objek yang diobservasi. • Observasi partisipatif (participant observation). Pada observasi partisipatif, peserta didik melibatkan diri secara langsung dengan pelaku atau objek yang diamati. Sejatinya, observasi semacam ini paling lazim dilakukan dalam penelitian antropologi khususnya etnografi. Observasi semacam ini mengharuskan peserta didik melibatkan diri pada pelaku, komunitas, atau objek yang diamati. Di bidang pengajaran bahasa, misalnya, dengan menggunakan pendekatan ini berarti peserta didik
  • 39. hadir dan “bermukim” langsung di tempat subjek atau komunitas tertentu dan pada waktu tertentu pula untuk mempelajari bahasa atau dialek setempat, termasuk melibakan diri secara langsung dalam situasi kehidupan mereka. Selama proses pembelajaran, peserta didik dapat melakukan observasi dengan dua cara pelibatan diri. Kedua cara pelibatan dimaksud yaitu observasi berstruktur dan observasi tidak berstruktur, seperti dijelaskan berikut ini. • Observasi berstruktur. Pada observasi berstruktur dalam rangka proses pembelajaran, fenomena subjek, objek, atau situasi apa yang ingin diobservasi oleh peserta didik telah direncanakan oleh secara sistematis di bawah bimbingan guru. • Observasi tidak berstruktur. Pada observasi yang tidak berstruktur dalam rangka proses pembelajaran, tidak ditentukan secara baku atau rijid mengenai apa yang harus diobservasi oleh peserta didik. Dalam kerangka ini, peserta didik membuat catatan, rekaman, atau mengingat dalam memori secara spontan atas subjek, objektif, atau situasi yang diobservasi. Praktik observasi dalam pembelajaran hanya akan efektif jika peserta didik dan guru melengkapi diri dengan dengan alat-alat pencatatan dan alat-alat lain, seperti: (1) tape recorder, untuk merekam pembicaraan; (1) kamera, untuk merekam objek atau kegiatan secara visual; (2) film atau video, untuk merekam kegiatan objek atau secara audio-visual; dan (3) alat-alat lain sesuai dengan keperluan. Secara lebih luas, alat atau instrumen yang digunakan dalam melakukan observasi, dapat berupa daftar cek (checklist), skala rentang (rating scale), catatan anekdotal (anecdotal record), catatan berkala, dan alat mekanikal (mechanical device). Daftar cek dapat berupa suatu daftar yang berisikan nama-nama subjek, objek, atau faktor- faktor yang akan diobservasi. Skala rentang , berupa alat untuk mencatat gejala atau fenomena menurut tingkatannya. Catatan anekdotal berupa catatan yang dibuat oleh peserta didik dan guru mengenai kelakuan-kelakuan luar biasa yang ditampilkan oleh subjek atau objek yang diobservasi. Alat mekanikal berupa alat mekanik yang dapat dipakai untuk memotret atau merekam peristiwa-peristiwa tertentu yang ditampilkan oleh subjek atau objek yang diobservasi. Prinsip-rinsip yang harus diperhatikan oleh guru dan peserta didik selama observasi pembelajaran disajikan berikut ini. • Cermat, objektif, dan jujur serta terfokus pada objek yang diobservasi untuk kepentingan pembelajaran. • Banyak atau sedikit serta homogenitas atau hiterogenitas subjek, objek, atau situasi yang diobservasi. Makin banyak dan hiterogen subjek, objek, atau situasi yang diobservasi, makin sulit kegiatan obervasi itu dilakukan. Sebelum obsevasi dilaksanakan, guru dan peserta didik sebaiknya menentukan dan menyepakati cara dan prosedur pengamatan. • Guru dan peserta didik perlu memahami apa yang hendak dicatat, direkam, dan sejenisnya, serta bagaimana membuat catatan atas perolehan observasi.
  • 40. 2. Menanya Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik. Berbeda dengan penugasan yang menginginkan tindakan nyara, pertanyaan dimaksudkan untuk memperoleh tanggapan verbal. Istilah “pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk “kalimat tanya”, melainkan juga dapat dalam bentuk pernyataan, asalkan keduanya menginginkan tanggapan verbal. Bentuk pertanyaan, misalnya: Apakah ciri-ciri kalimat yang efektif? Bentuk pernyataan, misalnya: Sebutkan ciri-ciri kalimat efektif! a. Fungsi bertanya • Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian peserta didik tentang suatu tema atau topik pembelajaran. • Mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar, serta mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri. • Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik sekaligus menyampaikan ancangan untuk mencari solusinya. • Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan sikap, keterampilan, dan pemahamannya atas substansi pembelajaran yang diberikan. • Membangkitkan keterampilan peserta didik dalam berbicara, mengajukan pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis, sistematis, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar. • Mendorong partisipasi peserta didik dalam berdiskusi, berargumen, mengembangkan kemampuan berpikir, dan menarik simpulan. • Membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan menerima pendapat atau gagasan, memperkaya kosa kata, serta mengembangkan toleransi sosial dalam hidup berkelompok. • Membiasakan peserta didik berpikir spontan dan cepat, serta sigap dalam merespon persoalan yang tiba-tiba muncul. • Melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan berempati satu sama lain. b. Kriteria pertanyaan yang baik • Singkat dan jelas. Contoh: (1) Seberapa jauh pemahaman Anda mengenai faktor-faktor yang menyebabkan generasi muda terjerat kasus narkotika dan obat-obatan terlarang? (2) Faktor-faktor apakah yang menyebabkan generasi muda terjerat kasus narkotika dan obat-obatan terlarang? Pertanyaan kedua lebih singkat dan lebih jelas dibandingkan dengan pertanyaan pertama. • Menginspirasi jawaban.
  • 41. Contoh: Membangun semangat kerukunan umat beragama itu sangat penting pada bangsa yang multiagama. Jika suatu bangsa gagal membangun semangat kerukukan beragama, akan muncul aneka persoalan sosial kemasyarakatan. Coba jelaskan dampak sosial apa saja yang muncul, jika suatu bangsa gagal membangun kerukunan umat beragama? Dua kalimat yang mengawali pertanyaan di muka merupakan contoh yang diberikan guru untuk menginspirasi jawaban peserta menjawab pertanyaan. • Memiliki fokus. Contoh: Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya kemiskinan? Untuk pertanyaan seperti ini sebaiknya masing-masing peserta didik diminta memunculkan satu jawaban. Peserta didik pertama hingga kelima misalnya menjawab: kebodohan, kemalasan, tidak memiliki modal usaha, kelangkaan sumber daya alam, dan keterisolasian geografis. Jika masih tersedia alternatif jawaban lain, peserta didik yang keenam dan seterusnya, bisa dimintai jawaban. Pertanyaan yang luas seperti di atas dapat dipersempit, misalnya: Mengapa kemalasan menjadi penyebab kemiskinan? Pertanyaan seperti ini dimintakan jawabannya kepada peserta didik secara perorangan. • Bersifat probing atau divergen. Contoh: (1) Untuk meningkatkan kualitas hasil belajar, apakah peserta didik harus rajin belajar? (2) Mengapa peserta didik yang sangat malas belajar cenderung menjadi putus sekolah? Pertanyaan pertama cukup dijawab oleh peserta didik dengan Ya atau Tidak. Sebaliknya, pertanyaan kedua menuntut jawaban yang bervariasi urutan jawaban dan penjelasannya, yang kemungkinan memiliki bobot kebenaran yang sama. • Bersifat validatif atau penguatan. Pertanyaan dapat diajukan dengan cara meminta kepada peserta didik yang berbeda untuk menjawab pertanyaan yang sama. Jawaban atas pertanyaan itu dimaksudkan untuk memvalidasi atau melakukan penguatan atas jawaban peserta didik sebelumnya. Ketika beberapa orang peserta didik telah memberikan jawaban yang sama, sebaiknya guru menghentikan pertanyaan itu atau meminta mereka memunculkan jawaban yang lain yang berbeda, namun sifatnya menguatkan. Contoh: o Guru: “mengapa kemalasan menjadi penyebab kemiskinan”? o Peserta didik I: “karena orang yang malas lebih banyak diam ketimbang bekerja.” o Guru: “siapa yang dapat melengkapi jawaban tersebut?” o Peserta didik II: “karena lebih banyak diam ketimbang bekerja, orang yang malas tidak produktif” o Guru : “siapa yang dapat melengkapi jawaban tersebut?” o Peserta didik III: “orang malas tidak bertindak aktif, sehingga kehilangan waktu terlalu banyak untuk bekerja, karena itu dia tidak produktif.”
  • 42. • Memberi kesempatan peserta didik untuk berpikir ulang. Untuk menjawab pertanyaan dari guru, peserta didik memerlukan waktu yang cukup untuk memikirkan jawabannya dan memverbalkannya dengan kata-kata. Karena itu, setelah mengajukan pertanyaan, guru hendaknya menunggu beberapa saat sebelum meminta atau menunjuk peserta didik untuk menjawab pertanyaan itu. Jika dengan pertanyaan tertentu tidak ada peserta didik yang bisa menjawah dengan baik, sangat dianjurkan guru mengubah pertanyaannya. Misalnya: (1) Apa faktor picu utama Belanda menjajah Indonesia?; (2) Apa motif utama Belanda menjajah Indonesia? Jika dengan pertanyaan pertama guru belum memperoleh jawaban yang memuaskan, ada baiknya dia mengubah pertanyaan seperti pertanyaan kedua. • Merangsang peningkatan tuntutan kemampuan kognitif. Pertanyaan guru yang baik membuka peluang peserta didik untuk mengembangkan kemampuan berpikir yang makin meningkat, sesuai dengan tuntunan tingkat kognitifnya. Guru mengemas atau mengubah pertanyaan yang menuntut jawaban dengan tingkat kognitif rendah ke makin tinggi, seperti dari sekadar mengingat fakta ke pertanyaan yang menggugah kemampuan kognitif yang lebih tinggi, seperti pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kata-kata kunci pertanyaan ini, seperti: apa, mengapa, bagaimana, dan seterusnya. • Merangsang proses interaksi. Pertanyaan guru yang baik mendorong munculnya interaksi dan suasana menyenangkan pada diri peserta didik. Dalam kaitan ini, setelah menyampaikan pertanyaan, guru memberikan kesempatan kepada peserta didik mendiskusikan jawabannya. Setelah itu, guru memberi kesempatan kepada seorang atau beberapa orang peserta didik diminta menyampaikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Pola bertanya seperti ini memposisikan guru sebagai wahana pemantul. c. Tingkatan Pertanyaan Pertanyaan guru yang baik dan benar menginspirasi peserta didik untuk memberikan jawaban yang baik dan benar pula. Guru harus memahami kualitas pertanyaan, sehingga menggambarkan tingkatan kognitif seperti apa yang akan disentuh, mulai dari yang lebih rendah hingga yang lebih tinggi. Bobot pertanyaan yang menggambarkan tingkatan kognitif yang lebih rendah hingga yang lebih tinggi disajikan berikut ini.
  • 43.
  • 44. Tingkatan Subtingkatan Kognitif yang lebih rendah Pengetahuan (knowledge) Pemahaman (comprehension) Penerapan (application Kognitif yang lebih tinggi Analisis (analysis) Sintesis (synthesis) Evaluasi (evaluation) Kata-kata kunci pertanyaan Apa... Siapa... Kapan... Di mana... Sebutkan... Jodohkan atau pasangkan... Persamaan kata... Golongkan... Berilah nama... Dll. Terangkahlah... Bedakanlah... Terjemahkanlah... Simpulkan... Bandingkan... Ubahlah... Berikanlah interpretasi... Gunakanlah... Tunjukkanlah... Buatlah... Demonstrasikanlah... Carilah hubungan... Tulislah contoh... Siapkanlah... Klasifikasikanlah... Analisislah... Kemukakan bukti-bukti… Mengapa… Identifikasikan… Tunjukkanlah sebabnya… Berilah alasan-alasan… Ramalkanlah… Bentuk… Ciptakanlah… Susunlah… Rancanglah... Tulislah… Bagaimana kita dapat memecahkan… Apa yang terjadi seaindainya… Bagaimana kita dapat memperbaiki… Kembangkan… Berilah pendapat… Alternatif mana yang lebih baik… Setujukah anda… Kritiklah… Berilah alasan… Nilailah… Bandingkan…
  • 45. Bedakanlah… 3. Menalar a. Esensi Menalar Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang dianut dalam Kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa guru dan peserta didik merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi peserta didik harus lebih aktif daripada guru. Penalaran adalah proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah, meski penakaran nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat. Istilah menalar di sini merupakan padanan dari associating; bukan merupakan terjemanan dari reasonsing, meski istilah ini juga bermakna menalar atau penalaran. Karena itu, istilah aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemamuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori. Selama mentransfer peristiwaperistiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam referensi dengan peristiwa lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia. Proses itu dikenal sebagai asosiasi atau menalar. Dari persepektif psikologi, asosiasi merujuk pada koneksi antara entitas konseptual atau mental sebagai hasil dari kesamaan antara pikiran atau kedekatan dalam ruang dan waktu. Menurut teori asosiasi, proses pembelajaran pembelajaran akan berhasil secara efektif jika terjadi interaksi langsung antara pendidik dengan peserta didik. Pola ineraksi itu dilakukan melalui stimulus dan respons (S-R). Teori ini dikembangan kerdasarkan hasil eksperimen Thorndike, yang kemudian dikenal dengan teori asosiasi. Jadi, prinsip dasar proses pembelajaran yang dianut oleh Thorndike adalah asosiasi, yang juga dikenal dengan teori Stimulus-Respon (S-R). Menurut Thorndike, proses pembelajaran, lebih khusus lagi proses belajar peserta didik terjadi secara perlahan atau inkremental/bertahap, bukan secara tiba-tiba. Thorndike mengemukakan berapa hukum dalam proses pembelajaran. • Hukum efek (The Law of Effect), di mana intensitas hubungan antara stimulus (S) dan respon (R) selama proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh konsekuensi dari hubungan yang terjadi. Jika akibat dari hubungan S-R itu dirasa menyenangkan, maka perilaku peserta didik akan mengalami penguatan. Sebaliknya, jika akibat hubungan S-R dirasa tidak menyenangkan, maka perilaku peserta didik akan melemah. Menurut Thorndike, efek dari reward (akibat yang menyenangkan) jauh lebih besar dalam memperkuat perilaku peserta didik dibandingkan efek punishment (akibat yang tidak menyenangkan) dalam memperlemah perilakunya. Ini bermakna bahwa reward akan meningkatkan perilaku
  • 46. peserta didik, tetapi punishment belum tentu akan mengurangi atau menghilangkan perilakunya. • Hukum latihan (The Law of Exercise). Awalnya, hukum ini terdiri dari dua jenis, yang setelah tahun 1930 dinyatakan dicabut oleh Thorndike. Karena dia menyadari bahwa latihan saja tidak dapat memperkuat atau membentuk perilaku. Pertama, Law of Use yaitu hubungan antara S-R akan semakin kuat jika sering digunakan atau berulang-ulang. Kedua, Law of Disuse, yaitu hubungan antara S-R akan semakin melemah jika tidak dilatih atau dilakukan berulang-ulang. Menurut Thorndike, perilaku dapat dibentuk dengan menggunakan penguatan (reinforcement). Memang, latihan berulang tetap dapat diberikan, tetapi yang terpenting adalah individu menyadari konsekuensi perilakunya. • Hukum kesiapan (The Law of Readiness). Menurut Thorndike, pada prinsipnya apakah sesuatu itu akan menyenangkan atau tidak menyenangkan untuk dipelajari tergantung pada kesiapan belajar individunya. Dalam proses pembelajaran, hal ini bermakna bahwa jika peserta dalam keadaan siap dan belajar dilakukan, maka mereka akan merasa puas. Sebaliknya, jika pesert didik dalam keadaan tidak siap dan belajar terpaksa dilakukan, maka mereka akan merasa tidak puas bahkan mengalami frustrasi. Prinsip-prinsip dasar dari Thorndike kemudian diperluas oleh B.F. Skinner dalam Operant Conditioning atau pelaziman/pengkondisian operan. Pelaziman operan adalah bentuk pembelajaran dimana konsekuensi-konsekuensi dari perilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas perilaku itu akan diulangi. Merujuk pada teori S-R, proses pembelajaran akan makin efektif jika peserta didik makin giat belajar. Dengan begitu, berarti makin tinggi pula kemampuannya dalam menghubungkan S dengan R. Kaidah dasar yang digunakan dalam teori S-R adalah: • Kesiapan (readiness). Kesiapan diidentifikasi berkaitan langsung dengan motivasi peserta didik. Kesiapan itu harus ada pada diri guru dan peserta didik. Guru harus benar-benar siap mengajar dan peserta didik benar-benar siap menerima pelajaran dari gurunya. Sejalan dengan itu, segala sumber daya pembelajaran pun perlu disiapkan secara baik dan saksama. • Latihan (exercise). Latihan merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan secara berulang oleh peserta didik. Pengulangan ini memungkinkan hubungan antara S dengan R makin intensif dan ekstensif. • Pengaruh (effect). Hubungan yang intensif dan berulang-ulang antara S dengan R akan meningkatkan kualitas ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik sebagai hasil belajarnya. Manfaat hasil belajar yang diperoleh oleh peserta didik dirasakan langsung oleh mereka dalam dalam dunia kehidupannya.
  • 47. Kaidah atau prinsip “pengaruh” dalam pembelajaran berkaitan dengan kemamouan guru menciptakan suasana, memberi penghargaan, celaan, hukuman, dan ganjaran. Teori S – S ini memang terkesan robotik. Karenanya, teori ini terkesan mengenyampingkan peranan minat, kreativitas, dan apirasi peserta didik. • Oleh karena tidak semua perilaku belajar atau pembelajaran dapat dijelaskan dengan pelaziman sebagaimana dikembangkan oleh Ivan Pavlov, teori asosiasi biasanya menambahkan teori belajar sosial (social learning) yang dikembangkan oleh Bandura. Menurut Bandura, belajar terjadi karena proses peniruan (imitation). Kemampuan peserta didik dalam meniru respons menjadi pengungkit utama aktivitas belajarnya. Ada empat konsep dasar teori belajar sosial (social learning theory) dari Bandura. • Pertama, pemodelan (modelling), dimana peserta didik belajar dengan cara meniru perilaku orang lain (guru, teman, anggota masyarakat, dan lain-lain) dan pengalaman vicarious yaitu belajar dari keberhasilan dan kegagalan orang lain itu. • Kedua, fase belajar, meliputi fase memberi perhatian terhadap model (attentional), mengendapkan hasil memperhatikan model dalam pikiran pebelajar (retention), menampilkan ulang perilaku model oleh pebelajar (reproduction), dan motivasi (motivation) ketika peserta didik berkeinginan mengulang-ulang perilaku model yang mendatangkan konsekuensi-konsekuensi positif dari lingkungan. • Ketiga, belajar vicarious, dimana peserta didik belajar dengan melihat apakah orang lain diberi ganjaran atau hukuman selama terlibat dalam perilaku-perilaku tertentu. • Keempat, pengaturan-diri (self-regulation), dimana peserta didik mengamati, mempertimbangkan, memberi ganjaran atau hukuman terhadap perilakunya sendiri. Teori asosiasi ini sangat efektif menjadi landasan menanamkan sikap ilmiah dan motivasi pada peserta didik berkenaan dengan nilai-nilai instrinsik dari pembelajaran partisipatif. Dengan cara ini peserta didik akan melakukan peniruan terhadap apa yang nyata diobservasinya dari kinerja guru dan temannya di kelas. Bagaimana aplikasinya dalam proses pembelajaran? Aplikasi pengembangan aktivitas pembelajaran untuk meningkatkan daya menalar peserta didik dapat dilakukan dengan cara berikut ini. • Guru menyusun bahan pembelajaran dalam bentuk yang sudah siap sesuai dengan tuntutan kurikulum. • Guru tidak banyak menerapkan metode ceramah atau metode kuliah. Tugas utama guru adalah memberi instruksi singkat tapi jelas dengan disertai contoh-contoh, baik dilakukan sendiri maupun dengan cara simulasi. • Bahan pembelajaran disusun secara berjenjang atau hierarkis, dimulai dari yang sederhana (persyaratan rendah) sampai pada yang kompleks (persyaratan tinggi). • Kegiatan pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati • Seriap kesalahan harus segera dikoreksi atau diperbaiki
  • 48. • Perlu dilakukan pengulangan dan latihan agar perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan atau pelaziman. • Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang nyata atau otentik. • Guru mencatat semua kemajuan peserta didik untuk kemungkinan memberikan tindakan pembelajaran perbaikan. b. Cara menalar Seperti telah dijelaskan di muka, terdapat dua cara menalar, yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari fenomena atau atribut-atribut khusus untuk hal-hal yang bersifat umum. Jadi, menalar secara induktif adalah proses penarikan simpulan dari kasus-kasus yang bersifat nyata secara individual atau spesifik menjadi simpulan yang bersifat umum. Kegiatan menalar secara induktif lebih banyak berpijak pada observasi inderawi atau pengalaman empirik. Contoh: • Singa binatang berdaun telinga, berkembangbiak dengan cara melahirkan • Harimau binatang berdaun telinga, berkembangbiak dengan cara melahirkan • Ikan Paus binatang berdaun telinga berkembangbiak dengan melahirkan • Simpulan: Semua binatang yang berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan Penalaran deduktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari pernyataan-pernyataan atau fenomena yang bersifat umum menuju pada hal yang bersifat khusus. Pola penalaran deduktif dikenal dengan pola silogisme. Cara kerja menalar secara deduktif adalah menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk kemudian dihubungkan ke dalam bagian-bagiannya yang khusus. Ada tiga jenis silogisme, yaitu silogisme kategorial, silogisme hipotesis, silogisme alternatif. Pada penalaran deduktif tedapat premis, sebagai proposisi menarik simpulan. Penarikan simpulan dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu langsung dan tidak langsung. Simpulan secara langsung ditarik dari satu premis, sedangkan simpulan tidak langsung ditarik dari dua premis. Contoh : • Kamera adalah barang elektronik dan membutuhkan daya listrik untuk beroperasi • Telepon genggam adalah barang elektronik dan membutuhkan daya listrik untuk beroperas. • Simpulan: semua barang elektronik membutuhkan daya listrik untuk beroperasi. 4. Analogi dalam Pembelajaran Selama proses pembelajaran, guru dan pesert didik sering kali menemukan fenomena yang bersifat analog atau memiliki persamaan. Dengan demikian, guru dan peserta didik adakalamua menalar secara analogis. Analogi adalah suatu proses penalaran dalam pembelajaran dengan cara membandingkan sifat esensial yang mempunyai kesamaan atau persamaan.
  • 49. Berpikir analogis sangat penting dalam pembelajaran, karena hal itu akan mempertajam daya nalar peserta didik. Seperti halnya penalaran, analogi terdiri dari dua jenis, yaitu analogi induktif dan analogi deduktif. Kedua analogi itu dijelaskan berikut ini. Analogi induktif disusun berdasarkan persamaan yang ada pada dua fenomena atau gejala. Atas dasar persamaan dua gejala atau fenomena itu ditarik simpulan bahwa apa yang ada pada fenomena atau gejala pertama terjadi juga pada fenomena atau gejala kedua. Analogi induktif merupakan suatu ‘metode menalar’ yang sangat bermanfaat untuk membuat suatu simpulan yang dapat diterima berdasarkan pada persamaan yang terbukti terdapat pada dua fenomena atau gejala khusus yang diperbandingkan. Contoh: Peserta didik Pulan merupakan pebelajar yang tekun. Dia lulus seleksi Olimpiade Sains Tingkat Nasional tahun ini. Dengan demikian, tahun ini juga, Peserta didik Pulan akan mengikuti kompetisi pada Olimpiade Sains Tingkat Internasional. Untuk itu dia harus belajar lebih tekun lagi. Analogi deklaratif merupakan suatu ‘metode menalar’ untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu fenomena atau gejala yang belum dikenal atau masih samar, dengan sesuatu yang sudah dikenal. Analogi deklaratif ini sangat bermanfaat karena ide-ide baru, fenomena, atau gejala menjadi dikenal atau dapat diterima apabila dihubungkan dengan hal-hal yang sudah dketahui secara nyata dan dipercayai. Contoh: Kegiatan kepeserta didikan akan berjalan baik jika terjadi sinergitas kerja antara kepala sekolah, guru, staf tatalaksana, pengurus organisasi peserta didik intra sekolah, dan peserta didik. Seperti halnya kegiatan belajar, untuk mewujudkan hasil yang baik diperlukan sinergitas antara ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan. 5. Hubungan Antarfenonena Seperti halnya penalaran dan analogi, kemampuan menghubungkan antarfenomena atau gejala sangat penting dalam proses pembelajaran, karena hal itu akan mempertajam daya nalar peserta didik. Di sinilah esensi bahwa guru dan peserta didik dituntut mampu memaknai hubungan antarfenonena atau gejala, khususnya hubungan sebab-akibat. Hubungan sebab-akibat diambil dengan menghubungkan satu atau beberapa fakta yang satu dengan datu atau beberapa fakta yang lain. Suatu simpulan yang menjadi sebab dari satu atau beberapa fakta itu atau dapat juga menjadi akibat dari satu atau beberapa fakta tersebut. Penalaran sebab-akibat ini masuk dalam ranah penalaran induktif, yang disebut dengan penalaran induktif sebab-akibat. Penalaran induksi sebab akibat terdiri dri tiga jenis.
  • 50. • Hubungan sebab–akibat. Pada penalaran hubungan sebab-akibat, hal-hal yang menjadi sebab dikemukakan terlebih dahulu, kemudian ditarik simpulan yang berupa akibat. Contoh: Bekerja keras, belajar tekun, berdoa, dan tidak putus asa adalah faktor pengungkit yang bisa membuat kita mencapai puncak kesuksesan. • Hubungan akibat–sebab. Pada penalaran hubungan akibat-sebab, hal-hal yang menjadi akibat dikemukakan terlebih dahulu, selanjutnya ditarik simpulan yang merupakan penyebabnya. Contoh : Akhir-ahir ini sangat marak kenakalan remaja, angka putus sekolah, penyalahgunaan Nakoba di kalangan generasi muda, perkelahian antarpeserta didik, yang disebabkan oleh pengabaian orang tua dan ketidaan keteladanan tokoh masyarakat, sehingga mengalami dekandensi moral secara massal. • Hubungan sebab–akibat 1 – akibat 2. Pada penalaran hubungan sbab-akibat 1 –akibat 2, suatu penyebab dapat menimbulkan serangkaian akibat. Akibat yang pertama menjadi penyebab, sehingga menimbulkan akibat kedua. Akibat kedua menjadi penyebab sehingga menimbulkan akibat ketiga, dan seterusnya. Contoh: Masyarakat yang tinggal di daerah terpencil, hidupnya terisolasi. Keterisolasian itu menyebabkan mereka kehilangan akses untuk melakukan aktivitas ekonomi, sehingga muncullah kemiskinan keluarga yang akut. Kemiskinan keluarga yang akut menyebabkan anak-anak mereka tidak berkesempatan menempuh pendidikan yang baik. Dampak lanjutannya, bukan tidak mungkin terjadi kemiskinan yang terus berlangsung secara siklikal. 6. Mencoba Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta didik harus mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Pada mata pelajaran IPA, misalnya, peserta didik harus memahami konsep-konsep IPA dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Peserta didik pun harus memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar, serta mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalahmasalah yang dihadapinya sehari-hari. Aplikasi metode eksperimen atau mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Aktivitas pembelajaran yang nyata untuk ini adalah: (1) menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum; (2) mempelajari cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus disediakan; (3) mempelajari dasar teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen sebelumnya; (4) melakukan dan mengamati percobaan; (5) mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data; (6) menarik simpulan atas hasil percobaan; dan (7) membuat laporan dan mengkomunikasikan hasil percobaan.
  • 51. Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar maka: (1) Guru hendaknya merumuskan tujuan eksperimen yanga akan dilaksanakan murid (2) Guru bersama murid mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan (3) Perlu memperhitungkan tempat dan waktu (4) Guru menyediakan kertas kerja untuk pengarahan kegiatan murid (5) Guru membicarakan masalah yanga akan yang akan dijadikan eksperimen (6) Membagi kertas kerja kepada murid (7) Murid melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru, dan (8) Guru mengumpulkan hasil kerja murid dan mengevaluasinya, bila dianggap perlu didiskusikan secara klasikal. Kegiatan pembelajaran dengan pendekatan eksperimen atau mencoba dilakukan melalui tiga tahap, yaitu, persiapan, pelaksanaan, dan tindak lanjut. Ketiga tahapan eksperimen atau mencoba dimaksud dijelaskan berikut ini. a. Persiapan • Menentapkan tujuan eksperimen • Mempersiapkan alat atau bahan • Mempersiapkan tempat eksperimen sesuai dengan jumlah peserta didik serta alat atau bahan yang tersedia. Di sini guru perlu menimbang apakah peserta didik akan melaksanakan eksperimen atau mencoba secara serentak atau dibagi menjadi beberapa kelompok secara paralel atau bergiliran • Memertimbangkan masalah keamanan dan kesehatan agar dapat memperkecil atau menghindari risiko yang mungkin timbul • Memberikan penjelasan mengenai apa yang harus diperhatikan dan tahapa-tahapan yang harus dilakukan peserta didik, termasuk hal-hal yang dilarang atau membahayakan. b. Pelaksanaan • Selama proses eksperimen atau mencoba, guru ikut membimbing dan mengamati proses percobaan. Di sini guru harus memberikan dorongan dan bantuan terhadap kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh peserta didik agar kegiatan itu berhasil dengan baik. • Selama proses eksperimen atau mencoba, guru hendaknya memperhatikan situasi secara keseluruhan, termasuk membantu mengatasi dan memecahkan masalah-masalah yang akan menghambat kegiatan pembelajaran. c. Tindak lanjut • Peserta didik mengumpulkan laporan hasil eksperimen kepada guru • Guru memeriksa hasil eksperimen peserta didik • Guru memberikan umpan balik kepada peserta didik atas hasil eksperimen. • Guru dan peserta didik mendiskusikan masalah-masalah yang ditemukan selama eksperimen. • Guru dan peserta didik memeriksa dan menyimpan kembali segala bahan dan alat yang digunakan
  • 52. D. Jejaring Pembelajaran atau Pembelajaran Kolaboratif Apa yang dimaksud dengan pembelajaran kolaboratif? Pembelajaran kolaboratif merupakan suatu filsafat personal, lebih dari sekadar sekadar teknik pembelajaran di kelas-kelas sekolah. Kolaborasi esensinya merupakan filsafat interaksi dan gaya hidup manusia yang menempatkan dan memaknai kerjasama sebagai struktur interaksi yang dirancang secara baik dan disengaja rupa untuk memudahkan usaha kolektif dalam rangka mencapai tujuan bersama. Pada pembelajaran kolaboratif kewenangan guru fungsi guru lebih bersifat direktif atau manajer belajar, sebaliknya, peserta didiklah yang harus lebih aktif. Jika pembelajaran kolaboratif diposisikan sebagai satu falsafah peribadi, maka ia menyentuh tentang identitas peserta didik terutama jika mereka berhubungan atau berinteraksi dengan yang lain atau guru. Dalam situasi kolaboratif itu, peserta didik berinteraksi dengan empati, saling menghormati, dan menerima kekurangan atau kelebihan masingmasing. Dengan cara semacam ini akan tumbuh rasa aman, sehingga memungkin peserta didik menghadapi aneka perubahan dan tntutan belajar secara bersama-sama. Hasil penelitian Vygotsky membuktikan bahwa ketika peserta didik diberi tugas untuk dirinya sediri, mereka akan bekerja sebaik-baiknya ketika bekerjasama atau berkolaborasi dengan temannya. Vigotsky merupakan salah satu pengagas teori konstruktivisme sosial. Pakar ini sangat terkenal dengan teori “Zone of Proximal Development” atau ZPD. Istilah ”Proximal” yang digunakan di sini bisa bermakna “next“. Menurut Vygotsky, setiap manusia (dalam konteks ini disebut peserta didik) mempunyai potensi tertentu. Potensi tersebut dapat teraktualisasi dengan cara menerapkan ketuntasan belajar (mastery learning). Akan tetapi di antara potensi dan aktualisasi peserta didik itu terdapat terdapat wilayah abuabu. Guru memiliki berkewajiban menjadikan wilayah “abu-abu” yang ada pada peserta didik itu dapat teraktualisasi dengan cara belajar kelompok. Seperti termuat dalam gambar, Vygostsky mengemukakan tiga wilayah yang tergamit dalam ZPD yang disebut dengan “cannot yet do”, “can do with help“, dan “can do alone“. ZPD merupakan wilayah “can do with help” yang sifatnya tidak permanen, jika proses pembelajaran mampu menarik pebelajar dari zona tersebut dengan cara kolaborasi atau pembelajaran kolaboratif. Ada empat sifat kelas atau pembelajaran kolaboratif. Dua sifat berkenaan dengan perubahan hubungan antara guru dan peserta didik. Sifat ketiga berkaitan dengan pendekatan baru dari penyampaian guru selama proses pembelajaran. Sifat keempat menyatakan isi kelas atau pembelajaran kolaboratif.
  • 53. 1. Guru dan peserta didik saling berbagi informasi. Dengan pembelajaran kolaboratif, peserta didik memiliki ruang gerak untuk menilai dan membina ilmu pengetahuan, pengalaman personal, bahasa komunikasi, strategi dan konsep pembelajaran sesuai dengan teori, serta menautkan kondisi sosiobudaya dengan situasi pembelajaran. Di sini, peran guru lebih banyak sebagai pembimbing dan manajer belajar ketimbang memberi instruksi dan mengawasi secara rijid. Contoh: Jika guru mengajarkan topik “hidup bersama secara damai.” Peserta didik yang mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan topik tersebut berpeluang menyatakan sesuatu pada sesi pembelajaran, berbagi idea, dan memberi garis-garis besar arus komunikasi antar peserta didik. Jika peserta didikmemahami dan melihat fenomena nyata kehidupan bersama yang damai itu, pengalaman dan pengetahuannya dihargai dan dapat dibagikan dalam jaringan pembelajaran mereka. Mereka pun akan termotivasi untuk melihat dan mendengar. Di sini peserta didik juga dapat merumuskan kaitan antara proses pembelajaran yang sedang dilakukan dengan dunia sebenarnya. 2. Berbagi tugas dan kewenangan. Pada pembelajaran atau kelas kolaboratif, guru berbagi tugas dan kewenangan dengan peserta didik, khususnya untuk hal-hal tertentu. Cara ini memungkinan peserta didik menimba pengalaman mereka sendiri, berbagi strategi dan informasi, menghormati antarsesa, mendoorong tumbuhnya ide-ide cerdas, terlibat dalam pemikiran kreatif dan kritis serta memupuk dan menggalakkan mereka mengambil peran secara terbuka dan bermakna. • Guru sebagai mediator. Pada pembelajaran atau kelas kolaboratif, guru berperan sebagai mediator atau perantara. Guru berperan membantu menghubungkan informasi baru dengan pengalaman yang ada serta membantu peserta didik jika mereka mengalami kebutuan dan bersedia menunjukkan cara bagaimana mereka memiliki kesungguhan untuk belajar. • Kelompok peserta didik yang heterogen. Sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didk yang tumbuh dan berkembang sangat penting untuk memperkaya pembelajaran di kelas. Pada kelas kolaboratif peserta didik dapat menunjukkan kemampuan dan keterampilan mereka, berbagi informasi, serta mendengar atau membahas sumbangan informasi dari peserta didik lainnya. Dengan cara seperti ini akan muncul “keseragaman” di dalam heterogenitas peserta didik. Contoh Pembelajaran Kolaboratif
  • 54. Guru ingin mengajarkan tentang konsep, penggolongan sifat, fakta, atau mengulangi informasi tentang objek. Untuk keperluan pembelajaran ini dia menggunakan media sortir kartu (card sort). Prosedurnya dapat dilakukan seperti berikut ini. • Kepada peserta didik diberikan kartu indeks yang memuat informasi atau contoh yang cocok dengan satu atau lebih katagori. • Peserta didik diminta untuk mencari temannya dan menemukan orang yang memiliki kartu dengan katagori yang sama. • Berikan kepada peserta didik yang kartu katagorinya sama menyajikan sendiri kepada rekanhya. • Selama masing-masing katagori dipresentasikan oleh peserta didik, buatlah catatan dengan kata kunci (point) dari pembelajaran tersebut yang dirasakan penting. 3. Macam-macam Pembelajaran Kolaboratif Banyak merode yang dipakai dalam pembelajaran atau kelas kolaboratif. Beberapa di antaranya dijelaskan berikut ini. • JP = Jigsaw Proscedure. Pembelajaran dilakukan dengan cara peserta didik sebagai anggota suatu kelompok diberi tugas yang berbeda-beda mengenai suatu pokok bahasan. Agar masing-masing peserta didik anggota dapat memahami keseluruhan pokok bahasan, tes diberikan dengan materi yang menyeluruh. Penilaian didasari pada rata-rata skor tes kelompok. • STAD = Student Team Achievement Divisions. Peserta didik dalam suatu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil. Anggota-anggota dalam setiap kelompok bertindak saling membelajarkan. Fokusnya adalah keberhasilan seorang akan berpengaruh terhadap keberhasilan kelompok dan demikian pula keberhasilan kelompok akan berpengaruh terhadap keberhasilan individu peserta didik lainnya. Penilaian didasari pada pencapaian hasil belajar individual maupun kelompok peserta didik. • CI = Complex Instruction. Titik tekan metode ini adalam pelaksanaan suatu proyek yang berorientasi pada penemuan, khususnya dalam bidang sains, matematika, dan ilmu pengetahuan sosial. Fokusnya adalah menumbuhkembangkan ketertarikan semua peserta didik sebagai anggota kelompok terhadap pokok bahasan. Metode ini umumnya digunakan dalam pembelajaran yang bersifat bilingual (menggunakan dua bahasa) dan di antara para peserta didik yang sangat heterogen. Penilaian didasari pada proses dan hasil kerja kelompok. • TAI = Team Accelerated Instruction.
  • 55. Metode ini merupakan kombinasi antara pembelajaran kooperatif/kolaboratif dengan pembelajaran individual. Secara bertahap, setiap peserta didik sebagai anggota kelompok diberi soal-soal yang harus mereka kerjakan sendiri terlebih dulu. Setelah itu dilaksanakan penilaian bersama-sama dalam kelompok. Jika soal tahap pertama telah diselesaikan dengan benar, setiap peserta didik mengerjakan soal-soal berikutnya. Namun jika seorang peserta didik belum dapat menyelesaikan soal tahap pertama dengan benar, ia harus menyelesaikan soal lain pada tahap yang sama. Setiap tahapan soal disusun berdasarkan tingkat kesukaran soal. Penilaian didasari pada hasil belajar individual maupun kelompok. • CLS = Cooperative Learning Stuctures. Pada penerapan metode pembelajaran ini setiap kelompok dibentuk dengan anggota dua peserta didik (berpasangan). Seorang peserta didik bertindak sebagai tutor dan yang lain menjadi tutee. Tutor mengajukan pertanyaan yang harus dijawab oleh tutee. Bila jawaban tutee benar, ia memperoleh poin atau skor yang telah ditetapkan terlebih dulu. Dalam selang waktu yang juga telah ditetapkan sebelumnya, kedua peserta didik yang saling berpasangan itu berganti peran. • LT = Learning Together Pada metode ini kelompok-kelompok sekelas beranggotakan peserta didik yang beragam kemampuannya. Tiap kelompok bekerjasama untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Satu kelompok hanya menerima dan mengerjakan satu set lembar tugas. Penilaian didasarkan pada hasil kerja kelompok. • TGT = Teams-Games-Tournament. Pada metode ini, setelah belajar bersama kelompoknya sendiri, para anggota suatu kelompok akan berlomba dengan anggota kelompok lain sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing. Penilaian didasari pada jumlah nilai yang diperoleh kelompok peserta didik. • GI = Group Investigation. Pada metode ini semua anggota kelompok dituntut untuk merencanakan suatu penelitian beserta perencanaan pemecahan masalah yang dihadapi. Kelompok menentukan apa saja yang akan dikerjakan dan siapa saja yang akan melaksanakannya berikut bagaimana perencanaan penyajiannya di depan forum kelas. Penilaian didasari pada proses dan hasil kerja kelompok. • AC = Academic-Constructive Controversy. Pada metode ini setiap anggota kelompok dituntut kemampuannya untuk berada dalam situasi konflik intelektual yang dikembangkan berdasarkan hasil belajar masing-masing, baik bersama anggota sekelompok maupun dengan anggota kelompok lain. Kegiatan pembelajaran ini mengutamakan pencapaian dan pengembangan kualitas pemecahan masalah, pemikiran kritis, pertimbangan, hubungan antarpribadi, kesehatan psikis dan
  • 56. keselarasan. Penilaian didasarkan pada kemampuan setiap anggota maupun kelompok mempertahankan posisi yang dipilihnya. • CIRC = Cooperative Integrated Reading and Composition. Pada metode pembelajaran ini mirip dengan TAI. Metode pembelajaran ini menekankan pembelajaran membaca, menulis dan tata bahasa. Dalam pembelajaran ini, para peserta didik saling menilai kemampuan membaca, menulis dan tata bahasa, baik secara tertulis maupun lisan di dalam kelompoknya.
  • 57. HO – 2.2-2 CONTOH PENERAPAN PENDEKATAN SCIENTIFIC DALAM PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU A. Pengantar Memasuki Tahun 2013 akan segera diberlakukan pembelajaran Tematik Terpadu bagi peserta didik mulai dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran dimaksud adalah dengan menggunakan Tema yang akan menjadi pemersatu berbagai mata pelajaran. Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta untuk semua mata pelajaran. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan nilainilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat nonilmiah. Pendekatan ilmiah pembelajaran antara lain meliputi langkah-langkah pokok 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Mengamati Menanya Menalar Mencoba Mengolah Menyajikan Menyimpulkan dan Mengkomunikasikan Langkah-langkah tersebut tidak selalu dilalui secara berurutan, terlebih pada pembelajaran Tematik Terpadu, dimana pembelajarannya menggunakan Tema sebagai pemersatu. Sementara setiap mata pelajaran memiliki karakteristik keilmuan yang antara satu dengan lainnya tidak sama. Oleh karena itu agar pembelajaran bermakna perlu diberikan contoh-contoh agar dapat lebih memperjelas penyajian pembelajaran dengan pendekatan scientific. B. Pendekatan ilmiah dalam Pembelajaran Tematik Terpadu Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa pembelajaran Tematik Terpadu merupakan suatu penyajian pembelajaran yang menyatukan beberapa mata pelajaran dengan Tema sebagai pemersatunya. Sementara karakteristik keilmuan dari setiap materi pelajaran tidaklah sama maka
  • 58. khusus untuk penyajian pembelajaran dapat disajikan langkah dalam pendekatan ilmiah sebagai berikut: 1. Mengamati Dalam penyajian pembelajaran, guru dan peserta didik (Kelas I Sekolah Dasar) perlu memahami apa yang hendak dicatat, melalui kegiatan pengamatan. Mengingat peserta didik masih dalam kegiatan jenjang Sekolah Dasar, maka pengamatan akan lebih banyak menggunakan media gambar, alat peraga yang sedapat mungkin bersifat kontekstual. Berikut contoh Tema Kegiatanku Peserta Kegiatanku. didik diajak mengamati gambar, kemudian mereka diajak mengidentifikasi, tentang ciri-ciri rumah. gambar, ciri Apakah termasuk rumah yang bersih, dan apa syaratnya atau kriterianya rumah yang sehat. Dengan mengamati gambar, peserta didik akan dapat secara langsung dapat menceritakan kondisi sebagaimana yang di tuntut dalam kompetensi dasar dan indikator, dan mata pelajaran apa saja agaimana yang dapat dipadukan dengan media yang tersedia. Kegiatan apa yang harus dilakukan dengan kondisi rumah yag diamati. 2. Menanya Peserta didik yang masih duduk di kelas I Sekolah Dasar tidak mudah diajak bertanya jawab apabila tidak dihadapkan dengan media yang menarik. Guru yang efektif seyogyanya mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik. Berbeda dengan penugasan yang menginginkan tindakan nyata, pertanyaan dimaksudkan untuk erbeda memperoleh tanggapan verbal. Istilah “pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk “kalimat tanya”, melainkan juga dapat dalam bentuk pernyataan, asalkan keduanya menginginkan tanggapan verbal. Dengan media gambar peserta didik diajak bertanya jawab kegiatan apa saja yang harus dilakukan peserta didik agar rumah dan lingkungannya menjadi bersih dan sehat sekaligus membedakan rumah yang bersih dan yang tidak bersih. (Eksploras (Eksplorasi) Bentuk pertanyaan, misalnya: Apakah ciri-ciri rumah yang sehat? ciri