2. I.PENDAHULUAN
A. Sejarah
Ekonomi pertanian mula-mula berkembang di Eropa. Muncul dan berkembangnya
ekonom pertanian di Eropa sangat berkaitan dengan lahir dan berkembangnya ilmu
pertanian. Pada zaman Romawi, Cato, Varo, Palladus, dan Columela mulai melihat dan
meninjau pertanian secara ilmu. Kemudian muncul ilmu pertanian yang dikarang oleh
Justur Moser, J.C. Schubart, dan J.C. Bergen. Ketiga orang ini selanjutnya dianggap
sebagai pencetus dan perintis ilmu pertanian.
Di Amerika Serikat, ekonomi pertanian pertama kali diajarkan pada tahun 1892 di
Universitas Ohio. Perkembangan ini sebagai akibat terjadinya depresi pertanian tahun
1890. Di ajarkanlah Rural Economics yang banyak membahas dan sebagai cikal bakal
ilmu eonomi pertanian. Ilmu-ilmu ini berkembang terus sesuai dengan keadaan dan
kebutuhan. Memasuki abad ke-20, pada tahun 1901 Universitas Cornell memperkenalkan
dan mengajarkan ilmu Agricultural Econimics, tahun 1903 muncul lagi Farm
Management. Ilmu itu berkembang terus sampai sekarang sesuai kebutuhan dan
perkembangan serta kemajuan ilmu pengetahuan lainnya yang saling mendukung.
Di Indonesia ilmu ekonomi pertanian baru dikembangkan mulai tahun 1950-an yang
dipelopori oleh Iso Reksohadiprodjo dan Teko Sumardiwirjo, beliau adalah dosen di
Universitas Indonesia dan Universitas Gajah Mada. Fakultas Pertanian Universitas
Indonesia kemudian berkembang menjadi Institut Pertanian Bogor. Ilmu Ekonomi
pertanian berkembang terus bersama UGM dan IPB, kedua institusi ini menjadi pusat
pertumbuhan ekonomi pertanian yang sejalan dengan perkembangan ilmu ekonomi dan
ilmu pertanian itu sendiri.
Pada tahun 1969 didirikan organisas yang menghimpun para ahli ilmu ekonomi
pertanian. Organisasi tersebut diberi nama PERHEPI (Perhimpunan Ekonomi Pertanian
Indonesia), sebagai tindak lanjut dan realisasi dari rencana yang digagas pada konfrensi
nasional ekonomi pertanian tahun 1964 di Cibogo, Bogor. Dengan lahirnya organisasi ini,
ilmu ekonomi pertanian semakin berkembang dan semakin menjadi perhatian, terutama
kebijakan pemerintah dalam pengembangan pertanian. Untuk menampung para ahli dan
tenaga ekonomi pertanian, pemerintah mendirikan suatu badan yang bekerja khusus
dalam penelitian ekonomi pertanian, diberi nama SAE (Survei Aro Ekonomi). Tujuan
pendirian SAE adalah untuk mempercepat proses pembanguan pertanian Indonesia, di
3. mana melalui penelitian dapat ditemukan permasalahan yang ada, potensi, dan metode
penanganan secara tepat.
Dalam perkembangannya , SAE beganti nama menjadi PSE (Pusat Penelitian Sosial
Ekonomi Pertanian) dan bernaung di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan
Departemen Pertanian. Tugasnya tidak hanya meneliti masalah sosial ekonomi saja,
tetapi juga membawahi beberapa balai Pengajian Teknologi Pertanian (LPTP/BPTP)
serta instansi penelitian dan pengkajian yang ada di setiap provinsi
B. Pengertian Ilmu Ekonomi Pertanian
Ekonomi pertanian merupakan gabungan dari ilmu ekonomi dengan ilmu pertanian yang
memberikan arti sebagai berikut. Suatu ilmu yang mempelajari dan membahas serta
menganalisis pertanian secara ekonomi, atau ilmu ekonomi yang diterapkan pada
pertanian.
Ilmu ekonomi adalah suatu ilmu yang mempelajari bagaimana cara manusia memenuhi
kebutuhan hidupnya. Dapat juga dikatakan ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari
proses yang terjadi pada masyarakat, yang bertujuan untuk mendapatkan meteri yang
cukup
Ilmu pertanian secara sempit dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang
bercocok tanam. Tetapi arti yang terkandung di dalam ilmu pertanian sesungguhnaya
jauh lebih dalam. Yaitu suatu ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang pertanian,
baik mengenai sub sektor tanaman pangan dan hortikultura, subsektor perkebunan,
subsektor peternakan, maupun subsektor perikanan. Ilmu ini mulai dari peilihan bibit,
pembuatan bibit (pemuliaan), pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan, pemupukan,
pemberantasan hama dan penyakit, sampai panen dan juga pascapanen.
Ekonomi pertanian, telah disinggung sebelumnya bahwa ekonomi pertanian merupakan
gabungan dari ilmu ekonomi dengan ilmu pertanian. Ilmu ini menjadi satu ilmu tersendiri
yang mempunyai manfaat yang besar dan berarti dalam proses pembangunan dan
memacu pertumbuhan ekonomi suatu Negara. Di dalamnya tercakup analisis ekonomi
dari proses (teknis) produksi dan hubungan-hubungan sosial dalam produksi pertanian.
C. Topik Topik Utama Ekonomi Pertanian
Ekonomi pertanian dapat dibagi dalam empat topik utama. Setiap topik utama dilengkapi
dengan subtopik yang rangka dasarnya adalah kajian ekonomi seperti penawaran dan
permintaan, ekonomi produksi, elastisitas, pemasaran, serta analisis usaha tani. Empat
topik utama terdiri dari:
4. 1. Masalah dalam ekonomi pertanian
2. Factor produksi
3. Factor pendukung, dan
4. Eksistensi pertanian Indonesia saat ini.
Masing-masing topik akan diuraikan satu per satu secara panjang lebar tanpa analisis
dalam sub bab-bab selanjutnya.
1.Masalah dalam Ekonomi Pertanian
Masalah utama dalam ekonomi pertanian adalah tenggang waktu yang cukup lebar dalam
proses produksi, biaya produksi, tekanan jumlah penduduk dan system usahatani.
Dibanding sektor lain seperti industri umpamanya, penggunaan sarana produksi dapat
menghasilkan produksi dalam waktu yang relative singkat. Sedangkan pada sektor
pertanian sangat tergantung pada komoditas yang diusahakan. Pengeluaran yang
dibayarkan di sektor industry dalam hitungan jam atau hari sudah dapat dikembalikan
dengan penjualan. Dan sekali produksi berjalan maka penerimaan dari penjualan dapat
mengalir setiap hari sesuai dengan mengalirnya produksi. Pada tanaman atau ternak
(kecuali nelayan penengkap ikan), proses produksi berjalan cukup lama, terutama pada
tanaman perkebunan seperti kelapa sawit, karet, kakao, dan lain sebagainya. Dalam
menunggu, peani atau pengusaha pertanian juga bertarung dengan ketidakpastian, yang
antara lain bias disebabkan oleh keadaan alam, hama dan penyakit, ketersediaan modal
untuk intensensifikasi perawatan, dan lain sebagainya.
Biaya untuk proses produksi juga tidak kalah rumitnya dibandingkan waktu. Dalam
usahatani tanaman misalnya, dibutuhkan masukan yang sesuai kebutuhan tanaman
seperti pembelian bibit, pupuk, pestisida, sewa lahan, dan atau upah tenaga kerja. Biaya
yang dibutuhkan setiap saat, sementara petani , terutama petani kecil yang mempunyai
lahan sempit tidak dapat menyediakan biaya secara tepat baik tepat waktu maupun tepat
julahnya. Keadaan ini timbul karena pola penerimaan dan pengeluaran petani tidak
seirama. Penerimaan hanya setiap musim panen, sedangkan pengeluaran dilakukan setiap
saat sesuai kebutuhan.
Masalah lain yang muncul adalah masalah tekanan jumlah penduduk. Perumbuhan
penduduk menyeruapai deret ukur, tidak dapat diimbangi oleh pertumbuhan produksi
yang hanya dapat mendekati deret hitung. Masalah ini bersifat makro dibandingkan dua
masalah sebelumya, tetapi keberadaanya perlu diperhatikan secara seksama, kalau tidak
ingin mengalami kegagalan atau akibat fatal dalam upaya pembangunan pertanian.
Perumbuhan jumlah penduduk akan meningkatkan permintaan akan bahan pangan,
5. sementara lahan pertanian yang dikuasai. Dilema ini membutuhkan perhatian dan
pemikiran para pakar, terutama pakar ekonomi pertanian.
Masalah selanjutnya yaitu system usaha tani yang dilakukan, secara umum sesuai dengan
posisi perkembangan usaha pertanian yang dilakukan belum lagi menjurus usahatani
yang maju dan modern seperti yang telah dicapai oleh Negara maju dan modern. Satu
petani di Negara maju memiliki dan menguasai puluhan bahkan ratuan atau ribuan hektar
lahan usaha. Mereka dapat memberi makan atau menyediakan makan untuk ribuan orang
dalam jangka watu tertentu. Sedangkan di Indoneia sama dengan Negara berkembang
lainnya hanya sedikit sisa dari usahataninya yang dapat digunakan oleh orang lain.
2. Faktor Produksi
Faktor produksi dalam usahatani mencakup tanah, modal, dan tenaga kerja. Sebagaian
ahli berpendapat dan memasukkan faktor keempat yaitu manajemen atau pengelolaan
(skill) ke dalam faktor produksi. Dua pendapat ini sebenarnya tidak perlu menjadi
masalah dan untuk lebih jelasnya kita bahas lebih lanjut dalam bab berikutnya.
Tanah merupakan faktor kunci dalan usaha petanian. Tanpa tanah sepertinya mustahil
usahatani dapat dilakukan. Memang kemajuan teknologi memugkinkan manusia
mengusahankan tanaman tanpa tanah (hidropinik), tetapi media tempat usaha tersebut
dilakukan tetap butuh tanah atau ruang. Di samping itu tanah di sini tidak hanya terbatas
wujud nyata tanah saja, tetapi juga dikandung arti media atau tempat di mana usahatani
itu dilakukan. Dalam tanah dan sekitarny tanah banyak lagi factor yang harus
diperhatikan, seperti: luas lahan, topografi, kesuburan, keadaan fisik, lingkungan,
lerennya dan sebagainya. Dengan mengetahui semua keaadaan mengenai tanah, usahatani
dapat dilakukan dengan baik.
Sebagai fantor produksi, modal mutlak diperlukan dalam usaha pertanian. Tanpa modal
usaha tidak dapat dilakukan. Modal digunakan untuk pengadaan bibit dan upah tenaga
kerja. Kecukupan modal mempengaruhi ketepatan waktu dan ketepatan takaran dalam
pengunaan masukan. Keberadaan modal sangat menentukan tingkat atau macam
teknologi yang diterapan. Kekurangan modal menyebabkan kurangnya masukan yang
diberikan sehingga menimbulkan resiko kegagalan atau rendahnya hasil yang akan
diterima.
3. Faktor Pendukung
Yang termasuk dalam faktor pendukung dalam kelancaran usaha pertanian antara lain:
kelembagaan, kemitraan, dan kebijaksanaan. Faktor lain seperti sarana dan prasarana
yang tidak termasuk dalam kelembagaan, misalnya jalan, jembatan, alat trasportasi,
6. saluran irigasi, gudang, dan lain sebagainya juga bias digolongkan sebagai faktor
pendukung. Keberadaan kelembagaan menjadi topik utama dalam ekonomi pertanian
karna fungsinya yang cukup menentukan, terutama dalam memperlancar arus masukan
dan pengeluaran. Kelembagaan juga perpengaruh besar terhadap penewaran, di samping
penyaluran yang sudah pasti muaranya akan mempengaruhi harga.
Secara resmi kelembagaan dapat dibedakan atas dua bagian nyata yaitu kelembagaan
pemerintah dan kelembagaan bukan pemerintah. Kelembagaan pemerintah yaitu institusi,
sarana dan prasarana yang disedikan oleh pemerintah, sdangkan yang tergolong bukan
pemerintah adalah institusi atau sarana dan prasarana yang diadakan hal ini Mosher,
seorang ahli ekonomi pertanian pedesaan menegakan bahwa aspek kelembagaan
merupakan syarat pokok yang diperlukan agar struktutur pembangunan pedesaan menjadi
maju. Ada tiga syarat di antara lima syarat pokok yang harus ada, yang dikategorikan
sebagai apek kelembagaan dalam struktur pedesaan maju, yaitu adanya pasar, pelayanan
penyuluh, dan lembaga perkreditan.
Di samping keberadaan kelembagaan factor pendukung lain yang diperlukan dalam
struktur ekonomi pertanian adalah infrastruktur atau kdbijaksanaan pengadaan sarana dan
prasarana, aturan, dan kemitraan. Kebijaksanaan diharapkan datangnya dari pemerintah
setempat, dalam hal ini tidak hanya dalam pengadaan sarana dan prasarana saja, tetapi
juga sangat diharapkan adanya peran sebagai pengambil kebijakan dan penengah atau
fafsilitator atara petani dengan pengusaha pertanian (mitra usaha). Semuanya dikenal
dengan istilah pengadaan ataupun dukungan inftastruktur.
Kebijaksanaan menyangkut infrastruktur merupakan pembangunan ataupun pengadaan
sarana transportasi dari pusat-pusat informasi ke daerah dan sebaliknya. Fungsi sarana
trasportasi antara lain: membuka daerah yang terisolasi menjadi terbuka dan berkembang,
teknologi dapat mengalir masuk dan akan terbjadi perubahan atau pergeseran menuju
pengembangan.
Kebijakan pemerintah daerah atau pemerintah setempat juga dibutuhkan untuk
mendukung pembangunan pertanian daerah dan pembangunan pertanian nasional.
Pemerintah diharapkan dapat menjembatani antara petani sebagai produsen dengan
pengusaha sebagai konsumen atau mitra usaha dengan memfasilitasi aturan permainan
supaya tidak terjadi benturan yang tidak diinginkan. Keadaan ini suatu saat bias timbul
kalau tidak ada campur tangan pemerintah. Sebagai penguasa daerah, pemerintah sudah
selayaknya membantu msyarakat yang juga segaligus merupakan upaya dan kebijakan
pengembangan perekonomian daerah.
7. BAB II
CIRI-CIRI PERTANIAN
Pertanian muncul pada saat manusia mulai mengendalikan pertumbuhan tanaman dan
hewan, serta mengaturan sedemikian rupa sehingga menguntungkan. Perbedaan antara
pertanian yang ilmiah dan pertanian yang masih primitive terletak pada taraf sampai di
mana penguasaan manusia tas pertumbuhan tanaman dan hewan telah terlaksana. Pada
pertanian primitive, petani menerima tanah, hujan dan berbagai macam jenis tanaman
yang ada sebagaimana adanya. Petani sekedar membantu pertumbuhan tanaman dengan
menyingkirkan serta melindungi tanaman dari gangguan binatang liar. Hewan-hewan
trtentu di jinakkan, dipelihara dan di ambil hasilnya. Pada pertanian yang sudah modern,
manusia menggunakan kecerdasan otaknya untuk meningkatkan penguasaannya terhadap
semua factor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan hewan. Manusia mulai
dengan mengadakan irigasi dan drainase. Ditambahkan zat hara tanaman ke dalam tanah.
Di adakan pemuliaan tanaman sehingga diperoleh tanaman unggul yang lebih tahan
penyakit, tahan terhadap kekeringan, dapat matang lebih cepat, dan lebih banyak
menghasilkan hasil-hasil tertentu sebagaimana yang diinginkan.
Beberapa corak tertentu dari proses biologis dalam berproduksi di bidang pertanian ini
berada di luar kekuasaan manusia. Manusia tidak dapat mengubah ketergantungan proses
tersebut dari energi sinar matahari atau bervariasinya proses tersebut dengan bergantinya
musim sepanjang tahun. Manusia tidak dapat meniadakan keanekaragaman kombinasi
antara iklim, topografi, serta tanah yang berpengaruh atas pertumbuhan tanaman dan
ternak. Meskipun manusia tidak mampu memahami sepenuhnya proses pertumbuhan
tanaman dan hewan, tetapi manusia telah belajar banyak dan telah banyak menemukan
cara-cara untuk menguasai proses itu dengan riset ilmiah yang dilakukan sehingga proses
pertumbuhan tanaman dan hewan membawa manfaat yang maksimal guna memenuhi
kebutuhan.
Sifat proses biologis produksi dalam pertanian yang sedemikian itu membawa beberapa
implikasi penting dalam pembangunan pertanian sehingga menjadikan ciri-ciri unik
tersendiri dalam pertumbuhan tanaman dan hewan. Pada dasarnya ada 12 ciri pertanian,
antara lain;
1. Semua jenis pertanian tanaman memerlukan input yang hampir serupa
Semua jenis tanaman memerlukan input fisik yang dapat dikatakan sama,
walaupun jenis dan jumlah masing-masing input tersebut berbeda-beda. Di mana
8. pun pertanian itu diusahakan, tanaman memerlukan input-input fisik yaitu: lahan
yang relative luas, air, dan unsur a hara yang umumnya dalam bentuk N,P,K. Di
banyak negara berkembang, melakukan pengaturan air yang disediakan alam
dengan penambahan jumlah air, ketepatan waktu pengairan, pembagian yang
lebih baik, dan membuangan air berlebih dengan system drainase yang tepat.
Pemberian unsur N,P,dan K, serta unsur mikro lainnya penting bagi peningkatan
produktivitas.
2. Pertanian harus tetap terpencar
Karena energy untuk pertumbuhan berasal dari sinar matahari maka pertanian
tidak dapat dipusatkan dalam pabrik di kota-kota dengan menyediakan energy
berupa bahan bakar atau tenaga listrik. Pertanian akan selalu memerlukan
permukaan bumi yang luas dan terbuka terhadap pancaran sinar matahari. Hal ini
membawa imlkasi harus ada jaringan pengangkutan yang menyebar luas untuk
memindahkan bibit unggul, pupuk, pestisida, da berbagai sarana produksi lainnya
ke lokasi kegiatan pertanian dilakukan, serta untuk membawa hasi-hasil pertanian
ke pasar atau ke tempat pengolahan hasil pertanian.
3. Aspek sumber daya alam
Pembahasan pertanian tidak dapat lepas dari membicarakan mengenai aspek
sumber daya alam yang meliputi matahari, lahan air, dan udara. Kondisi sumber
daya alam ini akan mengakibatkan sifat pertanian yang spesifik, yang seringkali
disebut dengan istilah pertanian itu spesifik menurut lokasi (specific location).
Perbedaan iklim dan tanah ini mengakibatkan timbulnya tanaman-tanaman yang
berbeda, yang telah menyesuaikan dengan perbedaan-perbedaan keadaan
lingungan setempat.
Tanaman dan cara bercocok tanam yang berhasil di suatu tempat tidak dapat
dipastikan aakan berhasil pula dikembangkan di tempat lain, bahkan dalam daerah
yang lebih sempit sekalipun. Di negara-negara berkembang pertanian
dislengarakan dalam iklim yang sangat beranekaragam dari daerah yang tropis
basah sampai ke daerah kering. Sehungan dengan variasi iklim tersebut, terdapat
variasi-variasi tanah yang sangat berpengaruh terhadap pemakaian air, varietas
tanaman dan zat-zat hara.
Untuk mengatasi ketergantungan yang tidak dapat dielakkan terhadap pengaruh
alam ini, sudah ada usaha manusia untuk memanipulasi iklim, yaitu dengan
menanam tanaman di rumah kaca (greenhouse), pengaturan air dengan
menggunakan hujan buatan, dan lain-lain. Untuk negara sedang berkembang, hal
tersebut masih sulit dilakukan karena membutuhkan teknologi dengan biaya
tinggi.
9. 4. Waktu untuk melakukan kegiatan usahatani harus disesuaikan dengan keadaan
cuaca dan serangan hama dan penyakit.
Produksi pertanian sangat tergantung pada cuaca dan faktor-faktor lainnya, seperti
bencana serangan hama serta penyakit yang berbeda dari waktu ke waktu dari
tempat ke tempat. Beberapa pekerjaan seperti membaajakk tanah hanya dapat
dilakukaan ketika keadaan cuac dan tanahnya cocok. Pembasmian hamaa harus
dilaksanakan segera pada saat tanaman terancam kerusakan. Banyak kegiatan
pertanian yang dapat secara pasti dan ketat direncanakan sebelumnya atau dari
jarak jauh. Rencana kerja harus luwes untuk memungkinkan tiap petani
mengambil keputusa di tempatnya sendiri berdasarkan kondisi setempat pada saat
itu.
5. Faktor waktu pada pertumbuhan tanaman dan hewan mendorong adanya
keanekaragaman dalam pertanian.
Proses biologis dasar dalam pertanian memiliki urutan waktu dan persyaratan
waktu tersendiri. Padi, jagung, gandum, juga tanaman lainnya memiliki pola
pertumbuhan masing-masing sejak benih disebarkan sampai pemungutan hasil.
Dalam siklus pertumbuhan tersebut, tenaga manusia hanya dibutuhkan pada saat-
saat tertentu saja. Pada saat lainnya, manusia tidak dapat berbuat apa-apa, selain
menunggu. Apabila paada satu usahatani terdapat kombinasi tanaman yang baik
maka para pekerja tidak usah menganggur selama periodemenunggu tersebut.
Menanam beragam tanaman dengan waktu tanam dan panen yang berbeda dapat
mengatur pemakaian tenaga kerja secara merata sepanjang tahun .
Curahan tenaga kerja yang tidak merata sepanjang tahun ini membawa imlikasi
adanya kerja sama dengan usahatani lainnya.
6. Interaksi yang amat kuat antara berbagai faktor fisik dan nonfisik
Faktor fisik dalam pertaian adalah faktor produksi (input) berupa barang yang
meliputi lahan, benih, pupuk, pestisida, pengairan dan lain-lain. Faktor nonfisik
adalah pengelolaan atau pengaturan pemakaian faktor-faktor fisik tersebut.
Hubungan timbal balik antara faktor tersebut sedemikian kuatnya sehingga
pengaturan satu paket faktor dapat sangat berlainan ketika faktor-faktor tersebut
diterapkan sendiri-sendiri. Penambahan pupuk tanpa pengaturan air dan varietas
tanaman yang sesuai mungkin sekali tidak akan memberikan pengaruh yang nyata
terhadap produksi.
7. Kebanyakan petani atau pengusaha tani dan buruh tani harus memiliki
ketrampilan yang lebih luas di bandingkan pekerja pabrik.
Pada pabrik-pabrik industri, musim tidak memegang peranan apa pun dan tahap-
tahap proses produksi yang berbeda dapat dilaksanakan masing-masing pada saat
yang bersamaan oleh kelompok pekerja yang berlainan. Untuk menangani
10. pekerjaan yang berbeda, dibutuhkan tenaga kerja dengan ketrampilan yang bereda
pula. Dalam pertanian pada umumnya, tidak ada spesialisasi kerja. Keperluan
akan ketrampilan yang beragaam terutama sangat diperlukan ketika
mengusahakan berbagai macam tanaman dan ternak.
8. Usahatani dalam ukuran kecil secara ekononomi dan pengusahaan secara
tradisional.
Semua usahatani maju (modern dan ilmiah) memerlukan tingkat pengetahuan,
pendidikan, dan ketrampilan yang lebih tinggi daripada yang diperlukan pertanian
tradisional. Perilaku dari jumlah yang sangat besar dari kesatuan-kesatuan
pembuat keputusan usahatani yang tersebar luas secara geografis dan berbeda
dalam status, potensi, pola sikap dan motivasinya harus diubah manakala sektor
pertanian akan dimodernisasi. Keadaan penani-petani kecil yang tingkat
ekonominya lemah ini memerlukan berbagai perangsang agar mereka bersedia
dan mampu melaksanakan modernisasi dalam uusahataninya. Perubahan dalam
usahatani selalu mengandung resiko kegagalan dan ini tidak mampu ditanggung
oleh mereka sehingga mereka bersifat konserfatif dalam mengadopsi segala jenis
perubahan. Mereka memerlukan perangsang dalam bentuk jaminan kepastian
hasil, selain perangsang ekonomi lainnya, seperti kredit, susidi, harga dasar, dan
ain-lain.Sampai saat ini pemerintah sudah banyak memberikan bantuan
permodalan untuk petani dalam rangka memoderisasi pertanian, baik untuk
tanaman padi dan palawija, tanaman keras, maupun untuk kelapa sawit dan teh.
9. Komunikasi dua arah yang efektif antara aspirasi petani dan informasi birokrasi
Posisi pembuat keputusan yang tersebar luas dengan tempat dan karaakteristik
yang berbeda mensyaratkan adanya komunikasi dua arah yang efektif dalam
proses administrasi pemerintah. Aspirasi para petani dapattersalurkann ke atas
melalui hirarki birokrasi secara efisien. Sebaliknya informasi dari dan untuk
sesame petani, serta informasi dari lembaga-lembaga penelitian, pengaturan, dan
penyuluhan dapat pula diterima secara efisien. Peran penyuluh yang dulu dapat
menjebatani kedua belah pihak harus diformalkan kembali agar dapat
melaksanakan fungsinya dengan baik karena tidak dapat dipungkiri bahwa pera
lembaga penyuluhan sangat membantu mengintroduksikan teknologi-teknologi
baru kepada petani.
10. Musim panen dan luar musim panen menyebabkan perlunya teknologi
penyimpanan.
Di bidang pertanian ada perbedaan yang jelas antara “musim panen” dan “di luar
musim panen”. Di waktu panen, hasil yang berlebih sering menyebabkan harga
komoditas tersebut jatuh, sebaliknya di luar musim panen, produsksi sedikit atau
bahkan tidak ada sama sekali sehingga harga komoditas bersangkuan akan naik.
11. Keadaan ini cukup menyulitkan bagi penyediaan bahan baku bagi industry
pengolahan yang memerlukan bahan baku yang relative tetap setiap hari, minggu,
atau bulannya. Keadaan yang seperti ini juga menyebabkan diperlukannya
teknologi penyimpananagar hasil di waktu panen dapat disimpan untuk beberapa
waktu sampai musim panen bergikutnya. Permasalahan untuk petani kecil bukan
hanya pada teknologi yang mahal, tetapi juga kondisi ekonomi mereka yang
lemah seringkali mengharguskan mereka menjual hasilnya dengan cepat.
11. Unit produksi dan konsumsi tidak dapat dipisahkan.
Dalam usahatani, rakyat di banyak negara berkembang, serta unit produksi dan
unit konsumsi tidak dapat dipisahkan. Hal tersebut seringkali membawa kesulitan
dalam analisa usahatani. Pada kenyataannya, dalam usahatani rakyat, banyak
system bertani yang tujuan utamanya adalah untuk memenuhi keperluan hidup
petani beseta keluarganya atau yang sering kali disebut “pertanian sbsisten”.
Petani subsiten hanya akan menanami lahannya dengan tanaman yang dibutuhkan
untuk memenuhi kebutuhan konsumsi panga rumah tangganya.
12. Pertanian yang progresif selalu berubah
Dengan menganti pola pertanian primitive dengan yang lebih maju, tidak berarti
bahwa masalah pertanian sudah teratasi segala-galanya. Hal tersebut tidak bener,
karena ada saja bagian yang menjadi usang sehingga setiap langkah maju selalu
memungkinkan langkah maju yang lain.
13. Pemuliaan tanaman (plant brending) secara ilmiah memungkinkan untuk
perbaikan tanaman pertanian menjadi sangat besar. Setiap varietas baru membuka
kemungkinan bagi perbaikan teknik bercocok tanam dan perbaikan bercocok
tanam pun memberikan kesempatan untuk perbaikan varietas selanjutnya.
Varetas baru seringkali terbukti sangat peka terhadap penyakit atau hama yang
sebelmnya tidak menjadi masalah. Oleh karena itu, metode pembasmi hama
sebelumnya tidak menjadi masalah. Oleh karena itu metode pembasmi hama
yang baru harus pula ditemukan.
12. BAB III
FAKTOR PRODUKSI
Dalam usaha pertanian, produksi diperoleh melalui suatu proses yang cukup panjang dan
penuh resiko. Panjangnya waktu yang dibutuhkan tidak sama, tergantung pada jenis
komoditas yang diusahakan. Tidak hanya waktu, kecukupan faktor produksipun ikut
sebagai penentu pencapaian produksi. Dalam segi waktu asaha di bidang perkebunan
membutuhkan waktu lebih panjang dibadingkan tanaman pangan dan sebagian tanaman
hortikultura. Dalam pemeliharaan ternak juga mempunyai variasi waktu.
Proses produksi baru bisa berjalan bila persyaratan yang dibutuhkan tanaman, ternak,
ataupun ikan dapat dipenuhi. Persyaratan ini lebih dikenal dengan nama faktor produksi.
Faktor produksi terdiri dari empat komponen yaitu: tanah, modal, tenaga kerja, dan skill
atau manajemen (pengelolaan)
Masing-masing faktor mempunyai fungsi yang berbeda dan saling terkait satu sama lain.
Kalau salah satu faktor tidak tersedia maka proses produksi tidak akan berjalan, terutama
tiga faktor yaitu: tanah, modal dan tenaga kerja. Ketiga faktor produksi ini merupakan
sesuatu yang mutlak harus tersedia, yang akan lebih sempurna kalau syarat kecukupan
pun dapat dipenuhi. Lain halnya faktor produksi keempat, yaitu manajemen atau
pengelolaan (skiil), keberadaannya tidak menyebabkan proses produksi tidak berjalan
atau batal. Karena timbulnya manajemen sebagai faktor produksi lebih ditekankan pada
usahatani yang maju dan berorientasi pasar dan keuntungan. Pada usahatani tradisional
atau usahatani rakyat, keberadaan skiil belum begitu diperghitungkan karena tujuan
usahatani masih subsiten, orientasi hanya terbatas pada pemenuhan kebutuhan sendiri.
Usahatani Indonesia sekarang ini menurut pemerhhati usaha pertanian berada pada posisi
antara keduanya. Sebagian ada yang sudah market oriented (berorientasi pasar dengan
target keuntungan) dan sebagian lagi masih subsiten.
Dalam prose produksi, masing-masing komoditas membutuhkan faktor produksi sesuai
dengan sifat genetiknya. Misalnya untuk usahatani tanaman padi seluas satu hektar,
supaya produksi maksimum bias dipakai maka masukan yang dierikan (modal) seperti
jumlah bibit, pupuk, dan pestisida harus sesuai dengan kebutuhannya. Tidak hanya iu,
cara pemberian, waktu pemberian, dan dosis atau takaran tiap pemberian juga harus tepat.
Semua itu ditambah dengan pemeliharaan bibit, penyemaian, pengolahan tanah,
penyiangan, pemupukan, dan lain-lainnya lebih lazimnya disebut teknologi.
13. Teknologi juga berperan dalam menentukan saling keterkaitan antar faktor produksi.
Katakanlah kalau luas lahan yang digunakan satu hektar, maka berapa jumlah modal dan
tenaga kerja yang dibutuhkan dapat ditentukan dengan menempatkan teknologi yang
akan diterapkan. Begitu juga kalau modal yang tersedia terbatas atau ditentukan maka
luas usaatani juga harus mengikuti.
Tanah, modal, tenaga kerja, serta manajemen, dapat dianggap sebagai suatu kesatuan
yang multak diperlukan dalam proses produksi atau sahatani. Artinya keberadaanya
sudah ada sedemikian rupa dan tidak memerlukan suatu prose untuk menyiapkannya.
Katakanlah tanah, sebagai syarat pertama dari proses produksi, sudah tersedia sehingga
tidak perlu dicari,disewa, atau dibeli lagi. Begitu juga odal dan tenaga kerja.
A. Faktor Produksi Tanah
Faktor produksi tanah terdiri dari beberapa faktor alam lainnya seperti air,
udara,temperature, sinar matahari, dan lainnya. Semuanya secara bersama menentukan
jenis tanaman yang dapat diusahakan, atau sebaliknya jenis tanaman tertentu, untuk dapat
tumbuh baik dan berproduksi tinggi menghendaki jenis tanah tertentu.
Keberadaan faktor produksi tanah, tidak hanya dilihat dari segi luas atau sempitnya saja,
tetapi juga dari segi lainnya, seperti jenis tanah, macam penggunaan lahan (tanah sawah,
tegalan, dan sebagainya), topografi (tanah dataran tinggi, rendah, dan pantai), pemilikan
tanah, nilai tanah, fragmentasi tanah dan kondisi tanah.
1. Luas Penguasaan lahan
Luas penguasaan lahan pertanian merupakan sesuatu yang sangat penting dalam
proses produksi ataupun usahatani. Pada usahatani dengan luas lahan yang sempit
mengakibatkan kurang efisien disbanding lahan yang lebih luas. Semakin sempit luas
lahan semakin tidak efisien usahatani yang dilakukan. Kecualai bila suatu usahatani
dijalankan dengan tertib dan administrasi yang baik serta teknologi yang tepat.
Tingkat efisiensi sebernarnya terletak pada penerapan teknologi.
2. Jenis tanah
Jenis tanah perlu menjadi perhatian dalam prosesusahatani dan usaha pertanian.
Karena jenis tanah akan mengarahkan petani kepada pilihan komoditas yang sesuai,
pilihan teknologi, serta pilihan metode pengolahan lahan. Tanah diklasifikasikan atas
beberaapa ordo, subordo, group, subgroup, family dan seri, masing-masing
mempunyai sifat dan ciri tersendiri. Di samping itu jenis tanah juga mengarahkan
petani pada keadaan tanah yang dimilikinya atau dikuasanya. Bagaimana bahan
14. penyusun tanahnya(kandungan mineral, bahan organic, air, dan udara) keadaan
fisikknya (warna tanah, batas-batas horizon, tekstur, struktur, konsistensi, drainase,
kerapatan limbak, keadaan pori-pori, tingkat kematangan tanah, dan sifat fisik
lainnya), dan keadaan kimianya (reaksi, pH tanah, koloid tanah, kapasitas tukar
kation, kejenuhan basa, unsur-unsur hara esensial, kandungan nitrogen, fosfor,
kalium, magnesium, sulfur dan unsur-unsur mikro)
Keadaan dan jenis tanah akan memberikan atau mengarahkan petani pada
kebujaksanaan atau pilihan penggunaan pupuk dan pemupukan. Pupuk apa saja yang
dibutuhkan dan berapa banyak, kaapan diberikan serta berapa takaran setiap
pemberian, dan dengan cara apa diberikan.
Sama seperti tanah, tanaman juga mempunyai sifat-sifat tertentu. Ada tanaman yang
dapat tumbuh pada sembarang jenis tanah. Tetapi pada umumnya tiap jenis tanaman
bahkan tiap jenis varietas tanaman menghendaki jenis tanah tersendiri.
Ketidakcocokan jenis tanah dan jenis tanaman berpengaruh besar pada pertumbuhan
tanaman yang diusahakan.
3. Fungsi tanah dalam usaha di bidang pertanian
Penilaian atas tanah yang dikemukaan sebelumnya merupakan penilaian teknis
semata. Penggunaan dan pengelolaan tanah dihubungkan dengan keadaan fisik,
kimia, dan biologisnya, pendeknya penilaian atas kemampuan tanah untuk
menghidupkan tanaman. Sebenarnya tidak hanya cukum dengan hal itu untk menilai
tanah, tetapi juga harus dilengkapi dengan penilaian”social ekonomis”. Unsur-unsur
social ekonomis yang melekat pada tanah dan memiliki peranan dalam pengelolaan
usahatani cukup beragam, diantaranya yaitu: a) kekauatan atau kemampuan potensial
dan actual tanah, b) kapasitas ekonomis, efisiensi ekonomis, dan daya saing dari
tanah, c)produktivitas tanah dan d) nilai ekonomis dari tanah.
4. Penggunaan lahan
Lahan adalah tanah yang digunakan usaha pertanian. Jadi, tidak semua tanah
merupakan lahan pertanian dan sebaliknya semua lahan pertanian adalah tanah.
Penggunaan lahan sangat tergantung pada keadaan dan lingkungan lahan berada.
Sebagai contoh, misalnya lingkungan pengairan, lahan kering, lahan pasang surut,
dan lain sebagainya. Berdasarkan keadaan ini timbul istilah penggunaan lahan
sebagai sawah, usahatani lahan kering, usahatani lahan pasang surut, lahan usahatani
lahan tadah hujan.
5. Elevasi dan Topografi
15. Elevasi atau ketinggian tempat dari muka laut juga mempunyai peranan dalam
usahatani. Peran yang nyata adalah dalam memilih komoditas yang tepat dan sesuai.
Sedangkan topografi atau gambaran muka bumi juga mengarahkan kita pada
pemilihan tanaman dan cara pengelolaan tanah serta pennanaman. Berdasarkan
ketinggian tanah atau lahan dibedakan atas lahan dataran tinggi (>700m dari atas
permukaan laut/dpl), lahan dataran rendah (di bawah 700m dpl)
6. Sumber pemilikan tanah
Tanh milik petani atau yang dapat dikelola oleh petani, dapat diperoleh dari berbagai
sumber, yaitu sebagai beriku;
a) Tanah milik, artinya tanah milik dibuktikan dengan surat buku pemilikan, yaitu
sertifikat. Sertifikat ini dikeluarkan oleh negara melalui direktorat Jendral Agraria
b) Tanah sewa artinya tanah hak milik orang lain yang disewa untuk berusahatani.
Tanah sewa sebaiknya dibuat oleh pejabat yang berwenang. Agar manakala
terjadi hal yang tidak diinginkan dapat diselesaikan secara hukum.
c) Tanah sakap, artinya tanah yang disakap sebenarnya sudah diatur oleh Undang-
Undang Bagi Hasil (UUBH) UU No 2 tahun 1960.
d) Tanah pemberian negara, artinya tanah milik negara yang diberikan kepada
seseorang yang mengikuti program pemerintah atau berjasa kepada negara. Tanah
pemberian negara ini dapat diperoleh melalui:
(1) Pelaksanaan Undang-Undang Pokok Agraria, (2) Trasmigrasi, (3) Pemukiman
Kembali, dan (4) Program Inti Rakyat atau PIR.
e) Tanah waris, artinya sebagian tanah yng karena hukum tertentu (agama atau adat)
diagikan kepada ahli warisnya. Pembagian waris ini bervariasi, tergantung pada
kaidah yang dianut.
f) Tanah wakaf, artinya tanah yang diberikan atas seseorang atau badan kepada
pihak lain, umumnya untuk kegiatan social.
7. Fragmentasi Tanah dan Konsolidasi Tanah
Pemencaran atau fragmentasi dan pemecahan (division) lahan pertanian
merupakan suatu masalah di dalam usahatani. Dengan kata lain, fragmentasi tanah
adalah suatu keadaan di mana tanah milik satu keluarga itu terpencar-pencar di
beberapa tempat. Misalnya petani mempunyai tanah seluas 0,5 hektar. Sawah ini
tidak terletak pada satu tempat, tetapi terpencar di tiga tempat yang berjauhan
dengan masing-masing seluas 0,2 ha, 0,1 ha, dan 0,2 ha. Sedangkan perpecahan
adalah perpecahan sawah yang dikelola oleh satu manajemen. Perpecahan dan
16. perpencaran sawah ini ditimbulkan oleh beberapa sebab, antara lain sebagai
berikut:
a. Perkawinan, artinya baik pihak suami maupun istri masing-masing membawa
tanah dari hasil warisan orang tuanya yang letaknya sudah terpencar.
b. Sistem warisan, artinya tanah yang dimiliki petani, apabila petani sudah tua
atau meninggal dunia akan dibagi-bagikan kepada ahli warisnya.
c. Sistem jual beli tanah, artinya petani dapat menjual tanah miliknya, sebagian
atau seluruhnya sesuai dengan banyaknya uang yang diperlukan. Tindakan
petani menjual tanahnya pada umumnya merupakan tindakan paling akhir
untuk mendapatkan uang setelah mempunyai kelebihan uang dapat membeli
tanah tersebut,
d. Dimungkinkan oleh faktor-faktor diluar kehendak petani, tetapi diatur oleh
pemerintah, seperti pembuatan saluran pengairan, pembuatan jalan, dan
sebagainya.
B.Faktor Produksi Modal
Modal atau capital mengandung banyak arti, tergantung pada penggunaannya. Dalam arti
sehari-hari, modal sama artinya dengan harta kekayaan seseorang, yaitu harta yang
berupa uang, tabungan, tanah, rumah, mobil, dan lain sebagainya yang dimiliki. Modal
tersebut dapat mendatangkan penghasilan bagi si pemilik modal, tergantung pada
usahanya dan penggunaan modalnya. Dalam ilmu ekonomi banyak definisi tentang
modal. Menurut Von Bohm Bawerk, arti modal atau capital adalah segala jenis barang
yang dihasilkan dan dimiliki masyarakat, disebut dengan kekayaan masyarakat. Sebagian
kekayaan ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan sebagian digunakan
untuk memproduksi barang-barang baru dan inilah yang disebut modal masyarakat atau
modal sosial. Jadi, modal adalah setiap hasil atau produk atau kekayaan yang digunakan
untuk memproduksi hasil selanjutnya.
Modal dapat dibagi dua, yaitu modal tetap dan modal bergerak. Modal tetap adalah
barang-barang yang digunakan dalam proses produksi yang dapat digunakan beberapa
kali. Contoh modal tetap adalah mesin, pabrik, gedung, dan lain-lain. Modal bergerak
adalah barang-barang yang digunakan dalam proses produksi yang hanya bias digunakan
untuk satu kali pakai, atau dengan kata lain, yaitu barang-barang yang habis digunakan
dalam proses produksi, misalnya bahan mentah, pupuk, bahan bakar, dan lain-lain.
Perbedaan ini digunakan berhubungan dengan perhitungan biaya. Biaya modal bergerak
harus diperhitungkan dalam harga biaya riil, sedangkan biaya modal tetap diperhitungkan
menlalui penyusutan nilai.
C.Faktor Produksi Tenaga Kerja
17. Berbicara tenaga kerja di Indonesia dan juga sebagian besar negara-negara berkembang
termasuk negara maju pada mulanya merupakan tenaga yang dicurahkan untuk usahatani
sendiri atau usaha keluarga. Keadaan ini berkembang dengan semakin meningkatnya
kebutuhan manusia dan semakin majunya usaha pertanian, sehingga dibutuhkan tenaga
kerja dari luar keluarga yang khusus dibayar sebagai tenaga kerja upahan. Tennaga kerja
upahan ini biasanya terdapat pada usaha pertanian yang berskala luas, rutin (bukan
musiman), dan memiliki adminstrasi dan manajemen yang tertib dan terencana.
Dalam ilmu ekonomi, yang dimaksud tenaga kerja adalah suatu alat kekuatan fisik dan
otak manusia, yang tidak dapat dipisahkan dari manusia dan ditujukan pada usaha
produksi. Tenaga kerja tidak dapat dipisahkan dengan manusia atau penduduk. Penduduk
adalah semua orang yang mendiami suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu. Menurut
sebagian pakar ekonomi pertanian, tenaga kerja(man power) adalah penduduk dalam usia
kerja, yaitu berumur antara 15 – 64 tahun, merupakan penduduk potensial, yang dapat
bekerja untuk memproduksi barang dan jasa. Tetapi berdasarkan sensus penduduk tahun
1971 dinyatakan bahwa tenaga kerja adalah penduduk yang berumur 10-64 tahun, Dan
yang disebut dengan angkatan kerja (labor force) adalah penduduk yang bekerja, dan
mereka yang tidak kerja, tetapi siap untuk bekerja atau sedang mencari pekerjaan.
D. Faktor Produksi pengelolaan/manajemen
Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani bertindak sebagai pengelola atau
manajer dari usahanya. Dalam hal ini ia harus pandai mengorganisasi pengunaan faktor-
faktor produksi yang dikuasai sebaik mungkin untuk memperoleh produksi secara
maksimal. Karena produktivitas masing-masing faktor produksi dan produktivitas
usahatani merupakan tolak ukur keberhasilan pengeloaan.
Secara lebih jauh bisa kita lihat fungsi dan peran dari pengelolaan sebagai berikut. Bila
produksi diberi simbol (P), fkctor alam simbolnya (A), faktor modal/capital (C) dan
faktor tenaga kerja/labor dengan symbol (L), serta manajemen (M), maka hubungan
antara produksi factor produksinya dapat dituliskan sebagai berikut:
P = F(A, C, L, M)
Secara fisik, fungsi pengelolaan/manajemen adalah memaksimalkan produk dengan
mengombinasikan factor tanah, modal, dan teaga kerja dengan menerapkan teknologi
yang tepat. Atau meminimalkan factor tanah, modal, dan tenaga kerja dengan jumlah
produk tertentu. Kurangnya factor atau variable pengelolaan atau manajemen dipakai
dalam analisis ekonomi pertanian disebabkan karena sulitnya melakukan pengukuran
terhadap variable tersebut. Namun demikian, perlu diketahui bahwa semakin baik
19. BAB IV
PRINSIP-PRINSIP EKONOMI DALAM USAHATANI
Usahatani merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seorang petani, manajer, penggarap,
atau penyewa tanah pada sebidang tanah yang dikuasai, tempat ia mengelola input
(produksi) (sarana produksi) dengan segala pengetahuan dan kemampuannya untuk
memperoleh hasil (produk). Usahatani bisa disamakan dengan apa yang disebut dengan
farm Management di negara maju seperti AmeriksaSerikat.
Di Indonesia, kita melihat terjadi perbedaan yang cukup nyata antara keadaan pertanian
rakyat (yang biasa disebut usaha tani), dengan usaha perkebunan. Usahatani lahannya
lebih sempit, tujuan produksinya untuk memenuhi kebutuhan keluarga, dan kelebihannya
dijual dengan manajemen seadanya. Sementara usaha perkebunan atau usaha pertanian,
menguasai lahan yang luas, tujuan produksi untuk dijual ke pasar dan mencari
keuntungan, serta dikelola dengan manajemen yang baik dan bersifat komersial. Di
negara kita, usahatani belum bisa disebut sebagai perusahaan, tetapi masih berupa cara
hidup (way of life)
A.Hasil dan Biaya Produksi
Sebelumnya lebih lanjut perlu kita bedakan arti dari istilah yang sering digunakan secara
serampangan, hasil dan produksi. Pada prinsipnya “hasil” merupakan terjemahan dari
kata yield, yaitu keluaran (output) yang diperolah dari pengelolaan input produksi (sarana
produksi/biasa disebut masukan) dari suatu usahatani. Sedangkan produksi merupakan
terjemahan dari kata production, yang merupakan sejumlah hasil dalam satu lokasi dan
waktu tertentu. Misalnya produksi padi di Sumatra Utara pada tahun 2000 adalah 900.000
ton. Sementara hasil rata-rata di tingkat petani adalah 4,5 ton/ha.
Biaya produksi adalah sebagai kompensasi yang diterima oleh para pemilik faktor-faktor
produksi, atau biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam prose produksi, baik
secara tunai maupun tidak tunai. Dalam analisis ekonomi, biaya diklasifikasinkan ke
dalam beberapa golongan sesuai tujuan spesifik analisis yang dikerjakan sebagai berikut:
1) Biaya uang in natura. Biaya-biaya yang berupa uang tunai misalnya upah tenaga
kerja, biaya untuk membeli pupuk dan pestisida dan lain-lain.
2) Biaya tetap dan biaya variable. Biaya tetap adalah jenis biaya yang besar kecilnya
tidak tergantung pada besar kecilnya produksi, misalnya sewa atau bunga tanah
yang berupa uang. Sedangkan biaya variable adalah biaya yang besar kecilnya
berhubungan langsung dengan besarnya produksi. Misalnya pengeluaran untuk
bibit, pupuk dan sebagainya.
20. 3) Biaya rata-rata dan biaya marginal. Biaya rata-rata adalah hasil bagi antara biaya
total dengan jumlah produk yang dihasilkan. Sedangkan biaya marginal adalah
biaya tambahan yang dikeluarkan petani/pengusaha untuk mendapatkan tambahan
satu produk pada suatu tingkat produksi tertentu.
Biaya adalah semua pengorbanan yang digunakann dalam proses produksi, dinyatakan
dalam bentuk uang menurut harga pasar yang berlaku.m(gilarso, 1993;47). Di dalam
usaha pertanian yang dimaksud biaya produksi adalah modal yang harus dikeluarkan
untuk berusaha di bidang pertanian, dari persiapan sampai pasca panen. Untuk
memperoleh keuntungan yang besar, dapat dilakukan dengan cara menekan biaya
produksi atau menaikkan harga jual, namun yang sering dilakukann adalah dengan
menekan biaya produksi.
Menurut Kartasapoetra (1988:52), biaya dapat dikelompokkann menjadi dua macam,
yaitu:
1) Biaya variabel (variable cost) yaitu biaya yang berubah-ubah besar kecilnya
tergantung pada skala produksi, misalnya biaya untuk upah tenaga kerja, dan
perawatan.
2) Biaya tetep (fixed cost), yaitu biaya yang penggunaannya tidak habis dalam satu
massa produksi, misalnya sewa lahan dan biaya pembuatan saluran irigasi..
Menurut Mubyarto (1972:82) pendapatan dihitung dengan jalan mengurangi penerimaan
dengan biaya produksi. Macam biaya produksi yang dikeluarkan meliputi:
1) Biaya eksplisit yaitu biaya yang secara nyata dikeluarkan oleh petani, misalnya
biaya pembelian benih, pengolahan lahan, sarana produksi dan tenaga kerja.
2) Biaya Implisit yaitu biaya yang secara tidak nyata dikeluarkan oleh petani,
misalnya: sewa lahan sendiri, tenaga kerja keluarga dan bunga modal sendiri.
Biaya produksi merupakan penjumlahan dari dua kompone baiaya, yaitu biaya tetap
(fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Gabungan dari kedua biaya tersebut adalah
biaya total (total cost) yang secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
TC = TVC + TFC
Keterangan:
TC = biaya total (total cost)
TVC = biaya variabel total (total variable cost)
21. TFC = biaya tetap total (total Fixed cost)
Biaya penyusutann adalah pengantian kerugiann atau pengurangan nilai disebabkan
karena waktu dan cara penggunaan modal tetap. Besarnya dapat dihitung dengan cara
berikut:
DC =
𝑁𝐵−𝑁𝑆
𝑈
DC = Biaya penyusutan
NB = Nilai beli
NS = Nilai sekarang
U = Umur ekonomis
Penerimaan dan Pendapatan
Menurut Soekartawi (1990:42) penerimaan (revenue) adalah penerimaan produsen dari
penjualan outputnya. Pendapatan merupakan selisih antara total penerimaan dan total
pengeluaran pada usahatani. Penerimaan merupakan nilai dari seluruh produksi baik yang
dijual, dikonsumsi oleh petani sendiri atau diberikan pada orang lain sebagai upah tenaga
panen dan digunakan dalam proses produksi. Penerimaan diperoleh dari hasil perkalian
jumlah produksi dengan harga jual produk yang dihasilkan. Secara matematis dapat
dirumuskan sebagai berikut:
TR = Y.Py
Dimana: TR = total penerimaan
Py = Harga produk
Y = Produk yang diperoleh
Penerimaan perusahaan bersumber dari kegiatan pemasaran atau penjualan hasil usaha.
Penerimaan juga bisa bersumber dari pembayaran tagihan, bunga deviden, pembayaran
pemerintah dan semua sumber lainnya yang menambah asset perusahaan. (Kadarsan,
1992:123). Apabila penerimaan berasal lebih dari satu sumber maka penerimaan total
adalah penjumlahan dari seluruh seluruh penerimaan yang diterima dari berbagai sumber
tersebut. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:
TR = R1 + R2 + R3 +………Rn (Soekartawi, 1995:54)
22. Jumlah biaya dan penerimaan dari suatu usaha dapat dijadikan sebagai alat ukur
keberhasilan usaha, apakah menguntungkan atau tidak. Pendapatan merupakan selisih
antara seluruh penerimaan dan seluruh pengeluaran. Penerimaan merupakan nilai dari
seluruh produksi baik yang dijual, dokonsumsi oleh petambak sendiri, diberikan kepada
orang lain sebagai upah tenaga panen, dan digunakan dalam proses produksi. Dalam
bentuk matematis pendapatan dapat dituliskan sebagai berikut:
NR = TR – TC*)
NR = Pendapatan (net Revenue)
TR = total penerimaan (total revenue)
TC = total pengeluaran (total cost)
*) = biaya yang secara nyata dikeluarkan oleh petani/pengusaha tani.
Keuntungan usaha adalah selisih antara total penerimaan dan total biaya. Secara
matematis keuntungan dapat dirumuskan sebagai berikut:
Π = TR –TC
Keterangan:
Π = keuntungan
TR = total penerimaan (total revenue)
TC = total biaya (total cost)
Kelayakan Usaha
Kelayakan usaha adalah analisa untuk mengetahui apakah suatu usaha layak diusahan
atau tidak. Untuk mengetahui kelayakan suatu usaha ada beberapa alat analisis yang
dapat digunakan, antara lain:
1) Gross benefit cost ratio
Merupakan perbandingan antara penerimaan (benefit) dengan total biaya (total cost).
B/C menunjukkan manfaat bersih yang diperoleh setiap penambahan satu rupiah
pengeluaran bersih. Biaya yang dimaksudkan adalah keseluruhan biaya yang
dikeluarkann secara langsung maupun tidak langsung. Untuk menghitung B/C ratio
dapat digunakan rumus sebagai berikut:
23. Gross B/C =
𝑇𝑅
𝑇𝐼𝐶+𝑇𝐸𝐶
Keterangan:
B/C = benefit/cost ratio
TR = total penerimaan (total revenue)
TIC = total biaya implicit (total implicit cost)
TEC = total biaya eksplisit (total eksplicit cost)
Penilaian kelayakan finansial berdasarkann Gross B/C Ratio, yaitu:
*) Gross B/C Ratio > 1, maka proyek layak atau dapat dilaksanakan.
*) Gross B/C Ratio = 1, maka proyek impas antara biaya dan manfaat sehingga
terserah kepada pengambil keputusan untuk dilaksanakan atau tidak.
*) Gross B/C Ratio < 1, maka tidak layak atau tidak dapat dilaksanakan
2) Break Even Poin (BEP)
Break Even Point adalah suatu teknik yang digunakan oleh suatu perusahaan
agribisnis untuk mengetahui pada jumlah (volume) penjualan atau jumlah produksi
berapa perusahaan yang bersangkutan tidak menderita kerugian dan tidak pula
memperoleh laba.Jadi BEP mmerupakan suatu keadaan dimana pada kondisi tersebut
perusahaan tidak mendapat keuntungan dan juga tidak menderita kerugian. Artinya
pada kondisi itu penghasilan yang diterima sama dengan biaya yang dikeluarkan.
Di dalam analisis BEP digunakan asumsi-asumsi dasar yaitu:
a. Biaya harus dipisahkan dalam dua jenis biaya, yaitu biaya tetap dan biaya
variabel.
b. Harga jual per unit tidak berubah selama perioe analisis.
c. Perusahaan agribisnis memproduksi satu macam produk.
Analisis ini digunakan untuk mengetahui pada volume berapa perusahaan dapat
mencapai laba tertentu atau menderita kerugian tertentu. Kegunaan lain dari analisis
ini antara lain:
a. Sebagai dasar atau landasan dalam merencanakan kegiatan operasional dalam
mencapai laba tertentu.
24. b. Sebagai dasar untuk mengendalikan kegiatan operasi yang sedang berjalan, yaitu
alat pencocokan antara realisasi perencanaan.
c. Sebagai bahan pertimbangan dalam menenntukan harga jual dan laba yang
ditargetkan.
Secara matematisBEP dapat dirumuskan sebagai berikut:
BEP unit =
𝐵𝑇
𝑃−𝑉
Keterangan: BT = total biaya tetap selama satu tahun
P = harga jual/unit
V = biaya variabel/unit.
3) ROI (Rate of Return Investment)
ROI adalah kemampuan modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk
menghasilkan keuntungan (santoso, 1988) ROI digunakan untuk mengetahui apakah
suatu usahatani layak diusahakan dengan membandingkan tingkat keuntungan dengan
tingkat suku bunga bank. Secara matemats ROI dapat dituliskan sebagai berikut
ROI =
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑢𝑛𝑡𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛
𝑚𝑜𝑑𝑎𝑙
X 100%, apabila nilai ROI lebih besar rati tingkat bunga di
bank, berarti modal untuk usahatani tersebut menguntungkan dan layak.
Pengertian layak adalah kemungkinan dari gagasan atau proyek yang akan
dilaksanakan memberikan manfaat (benefit) baik dalam arti finansial benefit maupun
arti social benefit. Manfaat secara social antara laim: terbentuknya kesempatan kerja,
bertambahnya pendapatan regional, bertambahnya sarana dan prasarana produksi,
terjadinya perubahan pola piker masyarakat dan timbulnya idustri hilir.
Kelayakan suatu proyek akan menyangkut 3 aspek yaitu:
a) Manfaat ekonomis, usaha tersebut bagi usaha itu sendiri (manfaat finansial) yang
berarti apakah usaha itu dipandang cukup menguntungkan apabila dibandingkan
dengan resiko usaha tersebut.
b) Manfaat ekonomis usaha tersebut bagi negara tempat usaha itu dilaksanakan
(manfaat ekonomi nasional) yang menunjukkan manfaat usaha tersebut bagi
ekonomi makro suatu negara.
c) Manfaat sosial usaha tersebut bagi masyarakat sekitar usaha.
25. B.Fungsi Produksi
Dalam ilmu ekonomi kita kenal apa yang disebut dengan fungsi produksi, yaitu suatu
fungsi yang menunjukkan hubungan antara hasil fisik (output) dengan faktor-faktor
produksi (input). Dalam bentuk matematika sederhana, fungsi produksi ini diuliskan
sebagai berikut:
Y = F (X1,X2,…Xn)
Keterangan:
Y = hasil fisik
X1, X2,…Xn = faktor-faktor produksi
Berdasarkan fungsi di atas, petani dapat melakukan tindakan yang mampu
meningkatkan produksi (Y) dengan cara berikut
1) Menambah jumlah salah satu dari input yang digunakan.
2) Menambah beberapa jumlah input (lebih dari satu) yang digunakan.
Dalam produksi pertanian, misalnya padi, hasil fisik dihasilkan oleh bekerjanya
beberapa faktor produksi sekaligus, yaitu tanah, modal, dan tenaga kerja.
Memaksimumkan keuntungan
Dalam melakukan usaha pertanian, seorang pengusaha atau seorang petani akan selalu
berfikir bagaimana ia mengalokasikan input seefisien mungkin untuk memperoleh hasil
yang maksimal. Peningkatan keuntungan dapat dicapai oleh petani dengan melakukan
usahatani secara efisien. Konsep efisiensi ini dikenal dengan komsep efisiensi teknis
(technical efficiency), efisiensi harga (price efficiency), dan efisiensi ekonomi (economic
efficiency)
Efisinsi teknis akan dicapai bila petani mampu mengalokasikan faktor produksi
sedemikian rupa sehingga hasil yang tinggi dapat dicapai. Bila petanni mendapatkan
keuntungan yang besar dari usahataninya, misalkan karena pengaruh harga, maka petani
tersebut dapat dikatakan mengalokasikan faktor produksinya secara efisiensi harga. Cara
ini dapat ditempuh dengan cara membeli faktor produksi pada harga yang murah,
menjual hasinya pada harga yang relative tinggi, dan sebagainya. Selanjutnya apabila
petani meningkatkan hasilnya dengan menekan harga faktor produksi, dan menjualnya
dengan harga yang sama. Situasi yang demikian sering disebut dengan istilah efisiensi
ekonomis. Dengan perkataan lain, petani meakukan efisinsi ekonomis sealigus juga
melakukan efisiensi teknis dan efisinsi harga.
26. Dalam ilmu ekonomi, cara berfikir demikian sering disebut dengan pendekatan
memaksimumkan keuntungan atau profit maximization. Di lain pihak, manakala petani
dihadapkan pada keterbatasan biaya dalam melaksanakan usahataninya, maka mereka
juga tetap mencoba bagaimana meningkatkan keuntungan dengan kendala biaya
usahatani yang terbatas. Suatu tindakan yang dapat dilakukan adalah bagaimana
memperoleh keuntungan yang lebih besar dengan biaya produksi yang sekecil-kecilnya
atau terbatas. Pendakatan demikian sering disebut dengan istilah meminimumkan biaya
atau cost minimization
Produksi Y
fisik
0 X
Faktor produksi
Tanah
Gambar 1. Hubungan fungsional produksi fisik dan faktor produksi.
Produksi fisik dihasilkan oleh bekerjanya beberapa faktor produksi sekaligus, yaitu tanah,
modal, dan tenaga kerja. Untuk menggambarkan dan atau menganalisis peranan masing-
masing factor produksi terhadap produksi fisik, dari sejumlah factor produksi yang
digunakan, salah satu factor produksi dianggap sebagai variabel (berubah-ubah),
sementara factor produksi lainnya diasumsikan kostan (tidak berubah). Dalam bentuk
grafik, fungsi produksi merupakan kurva melengkung dari kiri bawah ke kanan atas yang
setelah sampai titik tertentu kemudian berubah arah sampai titik maksimum dan kembali
turun kembali.
Hubungan fungsional tersebut berlaku untuk semua factor produksi, yaitu tanah, modal,
dan tenaga kerja, termasuk factor produksi keempat, yaitu manajemen yang berfungsi
27. mengkoordinir ketiga faktor produksi yang lain. Pembagian factor produksi secara
konvensional adalah sebagai berikut:
1) Tanah, sumbangannya dalam bentuk unsur-unsur tanah yang asli dan sifat-sifat
tanah yang tak dapat diubah.
2) Tenaga kerja petunia (labor), yaitu tangan-tangan manusia yang memungkinkan
diperolehnya produksi.
3) Modal, yaitu sumber-sumber ekonomi di luar tenaga kerja yang dibuat oleh
manusia. Dalam pengertian luas dan umum, merupakan keseluruhan nilai dari
sumber-sumber ekonomi non manusia.
28. Hasil Y
produksi Ep = 0
C
B Ep = 1 TPP
1>Ep>0
Ep > 1 Ep = 0
Faktor produksi
Harga Kenaiakan Kenaiakan Kenaikan
Produksi hasil hasil berkurang hasil negative
Bertambah A
B
MPP
C APP
Gambar 2. Tahapan produksi berhubungan dengan Hukum kenaikan
Hasil yang semakin berkurang
Total produksi pisik (TPP) adalah jumlah produksi (output) yang dihasilkan oleh suatu
proses produksi yang menggunakan sejumlah input tertentu. Produksi rata-rata adalah
produksi rata-rata pada berbagai tingkat penggunaan input. Secara matematis produksi
marginal dapat dituliskan:
29. APP =
𝑌
𝑋
Sedangkan produksi marginal (MPP) merupakan tambahan produksi (output) sebagai
akibat dari penambahan suatu unit input. Secara matematis produksi marginal dapat
dituliskan sebagai berikut:
MPP =
∆𝑌
∆𝑋
Dimana: ∆𝑌 = 𝑝𝑒𝑟𝑢𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡 𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡
∆X = perubahan tingkat input
Tambahan satu satuan input X yang dapat menyebabkan pertambahan atau pengurangan
satu satuan output Y disebut sebagai “produk marginal” (MP). Kemungkinan kondisi
produk marginal, yaitu konstan, menaik dan menurun. Produk marginal konstan, artinya
setiap tambahan satu satuan X menyebabkan tambahan satu satuan Y secara proporsional.
Produk marginal menurun atau deacreasing productivity, peristiwa ini sering terjadi pada
usaha pertanian dan dikenal sebagai diminishing returns, atau kenaikan hasil yang
semakin menurun/berkurang. Sementara itu tambahan satu satuan X yang menyebabkan
tambahan output Y yang semakin menaik secara tidak proporsional disebut “productivity
yang menaik” atau increasing productifity.
Konsep lain dari fungsi produksi guna mengetahui tingkat perubahan output akibat
adanya perubahan input adalah elastisitas produksi (EP), yaitu perbandingan persentase
perubahan output dengan persentase perubahan input. Secara matematis elastisitas
produksi dapat dituliskan
EP =
∆𝑌/𝑌
∆𝑋/𝑋
=
𝑋
𝑌
∆𝑌
∆𝑋
karena ∆Y/∆X = MPP dan Y/X = APP maka EP =
𝑀𝑃𝑃
𝐴𝑃𝑃
Berdasarkan gambar diatas daerah-daerah produksi yang berhubungan dengan
peristiwa hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang mempunyai arti secara teknis
dan secara ekonomis, secara teknis dapat dijelaskan sebagai berikut:
Daerah I. Pada daerah ini fungsi produksi bersifat increasing return (kenaikan hasil
bertambah). Produksi fisik rata-rata selalu meningkat dengan penambahan input secara
terus menerus dan akan mencapai titik maksimum pada akhir daerah ini, yaitu pada saat
produksi rata-rata sama dengan produksi marginal. Elastisitas produksi pada daerah ini
lebih besar dari satu (EP > 1)
30. Daerah II. Pada daerah ini fungsi produksi bersifat decreasing return (kenaikan hasil
berkurang). Produksi rata-rata dan produksi marginal terus menurun. Setiap penambahan
faktor produksi masih dapat menaikkan produksi namun presentase kenaikannya semakin
berkurang. Produksi marginal pada akhir daerah ini sama dengan nol. Produksi total telah
mencapai maksimum, berarti tambahan input pada tingkat ini tidak memberikan
tambahan output. Elastisitas produksi antara 0 – 1.
Daerah III. Pada daerah ini total produksi akan terus menurun. Setiap penambahan faktor
produksi (input) justru akan menurunkan produksi rata-rata. Elastisitas produksi pada
daerah ini lebih kecil dari nol. (EP < 0)
Secara ekonomi keuntunagan maksimum dicapai pada saat nilai dari produksi marginal
sama dengan harga input. Berdasarkan anggapan bahwa produsen selalu berusaha
mencapai keuntungan yang maksimum maka tiga daerah produksi tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
Daerah I. Disebut daerah yang tidak rasional, karena nilai produksi total masih dapat
dinaikan terus dengan penambahan input dan belum diperoleh keuntungan yang
maksimum. Hal ini dapat dilihat bahwa disebelah kiri titik BEP nilai dari produksi lebih
rendah dibandingkan biaya total input variabel, sehingga produsen akan mengalami
kerugian. Setelah produksi melewati titik BEP produsen mulai mendapat keuntungan.
Daerah II. Disebut daerah rasional, karena keuntungan yang tertinggi diperoleh pada
daerah ini. Selisih antara nilai produksi dengan biaya input positif besar.
Daerah III. Disebut daerah tidak rasional, karena pada daerah ini nilai dari tambahan
produksi negative, apabila penggunaan input ditambah. Keuntungan yang diperoleh akan
semakin menurun bahkan pada penambahan input selanjutnya akan menyebabkan
kerugian. Oleh karena itu petani agar mendapatkan keuntungan yang maksimum harus
menjalankan usahataninya pada daerah II.
31. BAB V
PEMASARAN HASIL PERTANIAN
Agribisnis terdiri dari 4 subsistem, yaitu subsistem pengadaan dan penyaluran sarana
produksi, subsistem budidaya usahatan, subsistem pengolahan hasil pertanian, dan
subsistem pemasran hasil pertanian. Pada kondisi persaingan yang semakin kompleks
seperti saat ini, upaya meningkatkan produksi memang menjadi tuntutan, tetapi
lebihpenting memperhatikan subsistem ke-empat, yaitu pemasaran hasil pertanian.
A.Konsep Pemasaran
Pemasaran (tataniaga = distribusi = marketing) merupakan kegiatan ekonomi yang
berfungsi membawa atau menyampaikan barang dan atau jasa dari produsen ke
konsumen. Proses pemasaran yang sesungguhnya adalah mengidentifikasi kebutuhan
pelangan, mengembangkan produk dan jasa untuk memenuhi kebutuhan ini, menetapkan
program promosi dan kebijakan harga, serta menerapkan system distribusi untuk
menyampaikan barang dan jasa kepada pelanggan atau konsumen.
Ada 5 konsep pemasaran yang mendasari cara produsen melakukan kegiatan
pemasarannya. Masing-masing konsep pemasaran tersebut akan dijelaskan sebagai
berikut:
1. Konsep berwawasan produksi
Konsep ini merupakan konsep tertua yang berpendapat bahwa konsumen akan
memilih produk yang mudah didapat dan murah harganya.Pusat perhatian
produsen ditujukan untuk mencapai efisiensi produksi yang tinggi, serta cakupan
distribusi yang luas.
2. Konsep berwawasan produk
Konsep ini menyebutkan bahwa konsumen akan memilih produk yang
menawakan mutu, kinerja terbaik, atau hal-hal inovatif lainnya. Produsen akan
memusatkan perhatiannya pada tujuan untuk membuat produk yang lebih baik
dan terus menyempurnakannya karena beranggapan pembeli akan menyukai
produk yang buatannya baik, serta pembeli dapat menilai mutu dan kinerja
produk.
3. Konsep berwawasan menjual
Konsep berwawasan menjual berpendaat bahwa jika konsumen dibiarkan saja
maka tidak akan membeli produk dalam jumlah besar sehingga usaha penjualan
dan promosi yang agresif perlu dilakukan. Konsep ini beranggapan bahwa
32. konsumen harus didorong untuk melakukan pembelian, serta produsen memiliki
banyak cara promosi dan penjualan yang efektif untuk merangsang pembelian.
4. Konsep berwawasan pemasaran
Konsep berwawasan pemasaran berpendapat bahwa kunci untuk mencapai tujuan
terdiri dari penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran, serta memberikan
kepuasan yang diinginkan secara lebih efisien daripada saingannya. Konsep
berwawasan pemasaran bersandar pada 4 pilar, yaitu pasar sasaran, kebutuhan
konsumen, pemasaran yang terkoordinir, dan keuntungan.
5. Konsep berwawasan pemasaran bermasyarakat
Konsep berwawasan pemasaran bermasyarakat berangapan bahwa tugas produsen
adalah menentukan kebutuhan, keinginan, dan kepentingan pasar sasaran, serta
memenuhinya dengan lebih efektif dan lebih efisien daripada saingannya dengan
cara mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan konsumen dan
masyarakat.
B.Biaya Pemasaran
Marjin pemasaran (marketing margin) adalah harga yang dibiayai konsumen dikurangi
harga yang diterima oleh produsen. Tinggi-rendahnya marjin pemasaran dipakai untuk
mengukur efisiensi system pemasaran. Makin besar marjin pemasaran maka makin tidak
efisien system pemasaran yang dijalankan.
Tingkat harga yang harus dibayarkan oleh konsumen dan konsumen dan yang akan
diterima oleh produsen sangat tergantung pada bentuk dan struktur pasar yang berlaku,
baik pasar barsaing(penjal dan pembeli banyak), pasar monopsony (pembeli unggal),
pasar ologopsoni (penjual sedikit), pasar monopoli(penjual tunggal), maupun pasar
oligopoly (penjual sedikit). Panjangnya rantai pemasaran sringkali juga menimbulkan
pemasaran yang kyrang efisiien. Margin pemasaran menjadi tinggi akibat bagian yang
diterima petani rodusen (farmer’s share) menjadi kecil. Hal ini sangat tidak
menggairahkan produsen untuk berproduksi.
C.Fungsi Pemasaran
Fungsi pemasaran tidak perlu diselenggarakan dalam suatu urutan yang tetap dan kaku,
tetapi harus dilaksanakan semuanya. Adakalanya fungsi pemasaran berlangsung secara
singkat dengan hanya melibatkan produsen dan konsumen akhir. Ada pula yang begitu
rumit, melibatkan banyak pelaku yang berbeda atau beratus-ratus manusia dan perlu
beberapa bulan untuk meyelesaikannya. Tatacara pelaksanaan fungsi pemasaran berbeda
dari produk satu ke produk lainnya. Ada 3 fungsi pemasaran antara lain:
33. 1. Fungsi pertukaran (exchange fungcion)
Dalam hal ini produk harus dijual dan dibeli sekurang-kurangnya sekali selama
proses pemasaran berlangsung. Fungsi pertukaran melibatkan kegiatan yang
menyangkut pengalihan hak pemilikan dalam sistem pemasaran. Pihak-pihak
yang terlibat dalam fungsi ini adalah pedagang (broker) dan agen yang mendapat
komisi karena mempertemukan pembeli dan penjual, serta menerima imbalan atas
jasa yang dilakukan. Penetapan harga merupakan bagian dari kegiatan fungsi
pertukaran dengan mempertimbangkan bentuk pasar dan persaingan yang
mungkin akan terjadi.
2. fungsi fisik
Fungsi pemasaran mengusahakan agar pembeli memperoleh barang dan/atau jasa
yang diinginkan pada tempat, waktu, bentuk, dan harga yang tepat dengan jalan
menaikan kegunaan tempat (place utility), yaitu mengusahakan barang dan/atau
jasa dari daerah produksi ke daerah konsumsi, menaikan keguaan waktu (time
utility), yaitu mengusahakan barang dan/atau jasa dari waktu belum diperlukan ke
waktu diperlukan (dari waktu panen ke waktu paceklik), dan menaikkan kegunaan
bentuk (form utility), yaitu mengusahakan barang dan/atau jasa dari bentuk
semula ke bentuk yang lebih diinginkan. Untuk menjalankan fungsi ini, perlu
adanya keterlibatan jasa transportasi, jasa perlakuan pascapanen guna memenuhi
kebutuhan konsumen, dan jasa pengolahan, seperti pembersihan, pemeliharaan,
dan pengelolaan.
3. fungsi penyediaan sarana
Merupakan kegiatan yang menolong sistem pasar untuk dapat beroperasi lebih
lancar. Ini memungkinkan pembeli, penjual, pengangkut, dan pemroses dapat
menjalankan tugasnya tanpa terlibat risiko atau pembiayaan, serta
mengembangkan rencana pemasaran yang tertata dengan baik.
D.Komponen Rencana Pemasaran Strategis
Rencana pemasaran stategis memadukan semua kegiatan dan sumber daya bisnis secara
logis guna memenuhi kebutuhan konsumen dan menghasilkan laba. Rencana tersebut
terdiri dari 5 jenis keputusan pemasaran dan antara satu dengan yang lain harus saling
melengkapi. Kelima rencana tersebut mencakup keputusan pasar yang menyeluruh,
keputusan mengenai produk, keputusan mengenai harga, keputusan mengenai promosi,
dan keputusan mengenai tempat. Kelima bidaang keputusan tersebut sering disebut pula
sebagai “bauran pemasaran” (marketing mix).
34. 1. Keputusan pasar yang menyeluruh
Keputusan pasar yang menyeluruh berkisar pada analisis yang tuntas terhadap
target atau sasaran, serta kebutuhan konsumen dan lingkungan yang besaing.
Berbagai alat canggih untuk membantu mengambil keputusan pasar yang
menyeluruh, antara lain penelitian pasar, segmentasi pasar, dan penetrasi pasar.
a. Penelitian pasar bermanfaat untuk memahami kebutuhan dan daya beli
konsumen. Kegiatan ini adakalanya dilakukan melalui kerja sama dengan
penelitian pasar professional atau konsultan khusus untuk menelaah
konsumen, persaingan, dan kecenderungan di pasar.
b. Segmentasi pasar, adalah pengelompokan konsumen ke dalam segmen-
segmen atau kategori tertentu berdasarkan karakteristik umum, kebutuhan,
dan motif pembelian yang bersesuaian.
c. Penetrasi pasar, berkaitan dengan ketangguhan suatu produsen di segmen
pasar tertentu. Setiap produsen harus mencurahkan kadar konsentrasi yang
optimal kepada segmen yang dipilih karena sumber daya yang terbatas harus
digunakan pada bidang yang paling produktif.
2. Keputusan mengenai produk
Ini merupakan keputusan yang paling nyata dalam rangka meningkatkan
penjualan. Keputusan mengenai produk yang akan dihasilkannya dapat
didasarkan pada tradisi, perasaan, dan politik internal produsen.
35. BAB VI
PERANAN MODAL DALAM PENGEMBANGAN PERTANIAN
Modal dalam usahatani diklasifikasikan sebagai bentuk kekayaan, baik berupa uang
maupun barang yang digunakan untuk menghasilkan sesuatu secara langsung atau tak
langsung dalam suatu proses produksi. Pembentukan modal bertujuan untuk
meningkatkan produksi dan pendapatan usahatani, serta menunjang pembentukan modal
lebih lanjut. Bab ini akan menjelaskan beberapa pokok bahasan, yaitu pembiayaan
pertanian jangka panjang, modal usaha tani, dan koperasi sebagai lembaga
perekonomian.
A. Pembiayaan Pertanian Jangka Panjang
Pertanian memegang peranan penting dalam ekonomi Indonesia. Secara konvensional,
peran tersebut terkait fungsi menjaga gawang ketahanan pangan (food security), enyerap
tenaga kerja, penghasil devisa, penyedia bahan baku industry, dan penjaga kelestarian
lingkungan. Meskipun industry dalam jangka panjang akan menjadi engine of growth,
tetapi besarnya jumlah penduduk yang hidup di sektor semi tradisional tersebut membuat
pertanian sebagai sumber penghasilan yang tak akan pernah berakhir.
Pembiayaan pertanian tidak terlepas dari isu baru (current issues) yang terus bergulir
pada tataran global. Isu tersebut menyangkut:
1) Semakin ketatnya kompetisi di antara para produsen, baik pada level negara,
korporasi maupun pelaku ekonomi lain. Sebagai konsekunsinya, tuntutan ke arah
efisiensi dan terwujudnya precision agriculture bersifat mutlak.
2) Berkurangnya subsidi, insentif, stimulus, dan proteksi. Tekanan masyarakat
internasional dan organisasi perdagangan dunia (WHO) terhadap industry gula
Uni Eropa untuk segera menghentikan subsidi, baik terhadap subsidi langsung
kepada petani maupun negara-negara bekas kolonianya yang menjadi pengekspor
gula, yang tergabung dalam Afro-Carribean Pacific (ACP) dapat disebut sebagai
salah satu contoh.
3) Pentingnya kegiatan pertanian ramah lingkungan, termasuk penggunaan
biofertilizer dari limbah pertanian dan industry tanaman tanpa pestisida.
4) Pertanian yang lebih berbasis pada pengetahuan (knowledge based)
5) Peluang pertanian menghasilkan bioenergy yang bersifat terbarukan (renewable)
dan kemungkinan menggantikan bahan bakar fosil.
36. B.Modal Usaha Tani
Bagi petani di daerah pedesaan, pembentukan modal sering dilakukan dengan cara
menabung (menyisihkan sebagian dari pendapatannya untuk keperluan masa yang akan
datang). Pemerintah membantu dengan memberikan berbagai macam kredit produksi
(KUT, KCK, KMKP, IDT, dan lain-lain), namun belum semuanya dimanfaatkan dengan
baik, baik dari segi sasaran maupun pengelolaannya.
Sehubungan dengan pemilikan modal, petani diklasifikasikan sebagai:
1) Petani besar: kaya, kecukupan, dan komersial.
2) Petani kecil: miskin tidak kecukupan dan tidak komersial.
Sumber pembiayaan tersebut dapat berasal dari lembaga keuangan perbankan dan
nonperbankan. Sumber pembiayaan nonperbankan yang telah berkembang, antara lain
taskin agribisnis, modal ventura, laba BUMN, pegadaian, lembaga keuangan mikro, pola
investasi kolektif (KIK) dan lain-lain.
Dari beberapa informasi yang diperoleh, petani dan pelaku agribisnis memiliki usaha
yang feasible, bahkan ada yang mampu membayar harga modal 5 – 20% per bulan,
namun seringkali petani dan pelaku agribisnis tidak benkable. Pada prinsifnya, petani dan
pelaku agribisnis lebih mengharapkan mekanisme pembayaran yang mudah jika
dibandingkan dengan pembiayaan yang murah.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan petani dan pelaku agribisnis tidak bankable,
antara lain:
1) Tidak adanya kolateral (jaminan), terutama jika berhubungan dengan lembaga
keuangan formal. Jaminan yang umum dimiliki adalah tanah, sementara
kenyataannya masih banyak permasalahan berkaitan dengan tanah.
2) Adanya track record yang buruk terhadap lembaga pembiayaan yang pernah ada,
misalnya KUT (kredit usaha tani)
3) Sulitnya petani dan pelaku agribisnis lain secara langsung mengikuti formalitas
yang diharapkan pihak bank.
4) Lembaga keuangan formal kebanyakan tidak mampu---mungkin juga tidak mau
atau tidak mengerti dan tidak memahami sifat nature dari kegiatan pertanian,
misalnya masalah gestate period, hubungannya dengan musin dan lain-lain.
Berdasarkan beberapa faktor penyebab tidak bankable-nya petani dan pelaku agribisnis
tersebut maka kendala utama pembiayaan usaha agribisnis adalah sebagai berikut:
37. 1) Belum adanya perbankan yang khusus untuk membiayai pertanian (Bank
Pertanian)
2) Kehati-hatian perbankan dalam menyalurkan kredit ke sektor agribisnis.
3) Proses pembelajaran dari pola channeling ke pola executing
4) Adanya program pemerintah yang sifatnya bantuan menghambat penyaluran
kredit.
5) Kesan perbankan bahwa sektor agribisnis masih high risk.
C.Sumber Pembiayaan Perbankan
1) Bimbingan Massal (BIMAS) dan Intensifikasi Massal (INMAS), diberlakukan tahun
1964 – 1984 untuk para petani padi. Tujuannya untuk meningkatkan produksi beras
dengan cara menyediakan input-input pertanian, seperti: pupuk, benih, pestisida dengan
harga murah, serta memberikan bantuan teknis kepada para petani.
2) Kredit umum pedesaan (KUPEDES), merupakan suatu kebijaksanaan kredit yang
diberikan dalam rangka pengembangan dan peningkatan usaha kecil yang sudah ada atau
kegiatan proyek baru yang ada di pedesaan. Salah satu bentuk kredit umum, yaitu kredit
usaha kecil(KCK) yang merupakan penyempurnaan dari kredit yang sudah ada. Untuk
melaksanakannya, bank diberikan likuiditas dari pemerintah. Kredit ini mulai dijalankan
tahun 1984 oleh BRI Unit Desa dengan menyediakan modal kerja dan modal investasi
untuk tiap jenis usaha yang ada di daerah pedesaan.
3) Kredit investasi kecil (KIK) dan kredit modal kerja permanen (KMKP), kredit ini
pertama kali diperkenalkan pada tahun 1973 dengan tujuan untuk memberikan KIK dan
KMKP kepada usaha-usaha kecil di segala sektor dalam perekonomian. Tujuan lain dari
program ini adalah penciptaan lapangan kerja, penyebaran ivestasi secara geografis, dan
pengembangan sektor pertania tertentu.
4) kredit candak kulak (KCK), merupakan kebijaksanaan pemberian kredit untuk
meningkatkan dan meratakan pendapatan masyarakat, khususnya masyarakat golongan
ekonomi lemah atau usaha kecil. Tujuan lain program ini yaitu untuk meningkatkan
fungsi perkreditan koperasi dan KUD.
5) Kredit usaha tani (KUT), diberlakukan pada tahun 1997 dengan beberapa tujuan, yaitu
membantu petani yang belum mampu membiayai sendiri usahataninya, meningkatkan
pendapatan petani, membantu pengembangan koperasi, serta meningkatkan produksi
padi, palawija dan hortikultura.
38. D. Sumber Pembiayaan Nonperbankan
1) Kredit tunda jual pola gadai gabah, pegadaian meluncurkan pembiayaan yang dikenal
dengan nama “kredit tunda jual pola gadai gabah”. Latar belakang peluncuran kredi
tersebut, antara lain:
a) harga gabah yang rendah pada saat panen raya
b) petani terpaksa menjual gabah karena kebutuhan yang mendesak.
c) petani tidak memiliki fasilitas pengeringan dan penyimpanan gabah
sehingga penundaan penjualan gabah akan sangat merugikan karena akan
berdampak pada penurunan harga jual
Intinya petani memutuhkan kredit yang cepat dan mudah dengan agunan gabah untuk
memenuhi kebutuhannya yang mendesak. Tujuan kredit tunda jual pola gadai gabah
adalah memberikan kesempatan kepada petani untuk menunda menjual gabahnya dengan
mendapatkan kredit dari perum pegadaian dan jaminan adalah gabah miliknya.
2)Modal ventura, merupakan alternative pembiayaan yang berbentuk penyertaan modal
kepada perusahaan pasangan usaha (PPU) dalam jangka waktu tertentu. Karakteristik
modal ventura, antara lain:
a) Bersifat risk capital, yaitu memiliki tingkat risiko atas modal yang ditanamkan
karena bertindak sebagai investor
b) merupakan active investment, yaitu jika dipandang perlu melibatkan diri
dalam pengelolaan PPU
c) investasi bersifat sementara waktu (tidak permanen)
d) dapat membiayai pada berbagai tinkat pertumbuhan usaha.
e) mengharapkan capital gain/bagi hasil atas investasi yang ditanamkan
3)Dana laba BUMN, sejak tahun 1994, BUMN wajib menyisihkan sebagian labanya
untuk program PUKK(SK Menkeu No.13/KMK.016/94 tanggal 27 juni 1994, jo no
60/KMK,016/1996 tanggal 9 Februari 1996, jo No 266/KMK.016/1997 tanggal 11 Juni
1997. Setiap tahun BUMN menetapkan alokasi dana PUKK untuk setiap Provinsi/daerah
istimewa. Keberhasilan pelaksanaan program PIKK merupakan salah satu penilaian
kinerja BUMN sesuai SK Menkeu No 198/KMK.016/1998 tanggal 24 maret 1998
tentang penilaian kesehatan BUMN.
4) Kontrak investasi kolektif (KIK), pola ini dilator belakangi oleh masih besarnya minat
masyarakat untuk menanamkan modalnya dalam perusahaan agribisnis.
39. 5) Lembaga keuangan mikro agribisnis (LKM-A), adalah lembaga keuangan mikr yang
tumbuh dan berasal dari kelompok tani yang memberikan pelayanan jasa keuangan
kepada masyarakat tani dan pelaku agribisnis. Bentuk LKM nonbank yang saat ini sudah
berkembang di masyarakat, antara lain:
a) Baitul Maal wa Tanwil (BMT)
b) Credit Union (CU) yang dikembangkan oleh PUSKOPDIT
c) Kelompok swadaya masyarakat (KSM) yang dikembangkan oleh Bina Swadaya
d) koperasi simpan pinjam (KSP) agribisnis.
E. Koperasi Sebagai Lembaga Perekonomian
Salah satu tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah Indonesia selama bertahun-tahun
adalah memperkuat kopersi. Sejak tahun 1940-an, pendirian koperasi telah diatur dalam
undang-undang, direvisi, dan kemudian diatur kembali dengan berbagai macam
keputusan presiden dan peraturan pemerintah.
Pada tahun 1970, pemerintah membentuk organisasi desa baru yang kemudian dikenal
dengan nama Badan Usaha Unit Desa (BUUD), yang bertugas menagani pengolahan dan
pemasaran padi, serta distribusi input. Program BIMAS baru yang dijalankan oleh BUUD
dengan instruksi membeli padi dari petani dengan harga rendah menghilangkan
kepercayaan petani terhadap program BIMAS, yang dianggap lebih memperlihatkan
kepentingan konsumen daripada kepentingan petani selaku produsen.
Pada tahun 1978, KUD dishkan secara resmi oleh pemerintah dan berhak menerima
bantuan. Fungsi utama BUUD/KUD adalah memberikan redit dan input pertanian kepada
petani, serta mengumpulkan padi ketika panen tiba yang bekerja sama dengan BULOG.
Sampai sejauh itu, terjadi peningkatan jumlah kredit yang disalurkan, serta penjualan
pupuk dan pestisida. Pada tahun 1980, BULOG meningkatkan peranan KUD dengan
mendirikan pengilingan padi yang dilengkapi dengan alat pengering otomatis.
40. BAB VII
PERANAN INOVASI DALAM PENGEMBAGAN PERTANIAN
Pada dasarnya, inti dari setiap upaya pembangunan yang disampaikan melalui kegiatan
penyuluhan ditujukan untuk tercapainya pertumbuhan-pertumbuhan perilaku masyarakat
demi terwujudnya perbaikan mutu hidip yang menyakut banyak aspek, baik aspek
ekonomi, social budaya, ideology, politik, maupun pertahanan dan keamanan. Oleh
karena itu, pesan-pesan pembanguan yang disuluhkan harus mampu mendorong
terjadinya perubahan-perubahan yang memiliki sifat pembaharuan atau innovativeness.
Meningkatnya produksi pertanian adalah sebagai akibat pemakaian teknik-teknik atau
metode-metode dalam usahatani. Tidak mungkin mengharapkan hasil yang banyak
dengan hanya menggunakan tanaman dan hewan atau metode yang itu-itu saja. Harus ada
perubahan yang dilakukan., baik terhadap input pertanian maupun metode-metode yang
digunakan ketika pertanian ingin dikembangkan dalam arti produksinya hendak
ditingkatkan. Agar pembanguann pertanian dapat berjalan terus untuk memenuhi
kebutuhan manusia yang setiap saat bertambah maka haruslah selalu terjadi perubahan.
Suatu teknik baru yang seringkali disebut sebagai inovasi harus dapat memberi kenaikan
hasil atau mengurangi biaya dengan sangat mencolok agar dapat diterima oleh
masyarakat atau petani kebanyakan.
A.Pengertian Inovasi
Inovasi dapat diartikan sebagai ide baru, praktik-praktik baru, atau objek-objek baru yang
dapat dirasakan sebagai suatu yang baru oleh individu atau masyarakat. Pengertian
inovasi juga tidak hanya terbatas pada benda atau barang hasil produksi saja, tetapi juga
mencakup idiologi, kepercayaan, sikap hidup, informasi atau geraka-gerakan menuju
kepada prose perubahan dalam segala bentuk tata kehidupan masyarakat.
Inovasi yang dihasilkan dari ilmu pengetahuan alam/teknik disebut “inovasi teknik”,
sedangkan yang dihasilkan dari ilmu pengetahuan social/kemasyarakatan disebut “inovasi
social” Contohnya inovasi teknik adalah penemuan bibit varietas baru, bibit hibrida,
penemua traktor sebagai penganti tenaga manusia atau ternak, sedangkan inovasi social
contohnya cara baru mengkoordinasikan petani, cara baru mengorganisasikan
pengelolaan air irigasi, dansebagainya.
Dalam percakapan sehari-hari, inovasi teknik disamaakan dengan teknologi baru yang
secara umum dikatakan sebagai cara-cara bar melakukan sesuatu karena seringkali
merupakan suatu paket yang bersi cara-cara melakukan sesuatu. Pengertian teknoloi
41. dapat dikaitkan dengan dimensi pengetahuan dan buakan pengetahuan. Jika dikaitkan
dengan dimensi pengetahuan, teknologi merupakan penerapan dari pengetahuan ilmiah
kealaman.
Mosher menganggap bahwa teknolgi yang senantiasa berubah merupakan salah satu
syarat mutlak dalam pengembangan produksi, entah itu produksi pertanian atau produksi
industry, dan lain-lain. Tanpa adanya perubahan teknologi, prodeksi akan statis.
Ada 2 gerakan yang cukup dominan sehubungan dengan sifat paradigm manusia tentang
teknologi, antara lain:
1. Gerakan yang berkembang dan mendapatkan latar belakang filosofinya dari
scientism dan positivism, dengan 3 ciri pokonya:
a. Keharusan teknologi yang menyatakaan bahwa setiap ilmu yang dapat
diterapkan wajib untuk diterapkan. Melalaikan kewajiban tersebut berarti
menghalagi kemajuan.
b. Setiap masalah yang timbul karena teknologi akan dapat dipecahkan oleh
teknologi pula.
c. Elitisme dalam teknologi dan struktur teknologi menentukan bahwa jenis
teknologi hanya dapat ditangani ditangani oleh sekelompok orang tententu
saja.
Pandangan ini jelas mengisolasi teknologi dari komponen kebudayaan yang laun. Bahkan
terdapat kecenderunag kuat untuk menganggap tenologi sebagai system tertutup, yang
setidak-tidaknya terindikasi dari adanya pernyataan bahwa masalah yang lahi oleh
teknologi hanya dapat diatasi dengan teknologi.
2. Gerakan yang menentang paradigm teknologi, yang didasarkan pada asumsi-
asumsi scientism dan positivism yang dikenal dengan “paradigm teknologi tepat”
paradigma tegnologi tepat ini berusaha mengembalikan teknologi pada jalur
sajarahnya, yaitu untuk kesejahteraan semua orang dengan membongkar elitesme
dalam teknologi, serta mengembangkan teknologi yang lebih demokratis sesuai
dengan situasi budaya dan geografis setiap masyarakat dengan orientasi utama
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar. Sehubungan dengan itu ada 4 nilai
yang dijadikan pegangan dasar gerakan ini:
a. Mengutamakan usaha swadaya berkaitan dengan perumusan perumusan
permasalahan, pemecahan dan pengelolaan teknologi.
b. Penghargaan yang tinggi terhadap desentralisasi.
c. Mengutamakan kegotongroyongan dalam melakukan sesuatu
42. d. Adanya kesadaran tanggung jawab janka panjang dan jangka pendek, serta
tanggung jawab social dan ekologis.
B.Sumber Inovasi
Sesungguhnya inovasi dapat dihasilkan juga oleh pengalaman. Dalam dunia modern,
inovasi merpakan “anak” dari ilmu pengetahuan. Teknologi biasanya dibagi dalam
beberapa bagian, antara lain:
1. Teknologi kimia/biologis, yang mencakup pupuk, pestisida, bibit unggul, dan
sebagainya.
2. Teknologi mekanik, yang meliputi traktor, mesin-mesin dan sebaginya.
Ada pula pembagian lain dari teknologi, seperti:
1. Teknologi padat karya, yang lebih banyak digunakan tenaga kerja manusia
relative terhadap modal.
2. Teknologi padat modal, yang lebih banyak dipergunakan modal relative terhadap
tenaga kerja manusia.
Jika ditinjau tinggi rendahnya tingkat ilmu dai mana teknologi itu dihasilkan maka
pembagian teknologi sebagai berikut:
1. Teknologi tinggi’
2. Teknologi madya dan rendah
Ada beberapa sumber di mana dan dari mana inovasi baru dapat diperoleh:
1. Teknik kerja petani lain
2. Mendatangkan dari daerah lain
3. Percobaan-percobaan terarah
Cara-cara suatu negara untuk mendapatkan teknologi dari negara lain dapat berupa:
1. Meminta, biasanya dalam bentuk bantuan teknik
2. Meminjam, biasanya berupa perjanjian persahabatan
3. Membeli, biasanya berupa pembelian lisensi secara komersial.
4. Mencuri, biasanya berupa kegiatan mata-mata.
43. C.Adopsi dan Difusi inovasi dalam Pengembangan Pertanian
Pada akekatnya adopsi merupakan proses perubahan perilaku, baik berupa peetahuan
(cognitive), sikap (affective), maupun ketrampilan (psycomotoric) pada diri seseorang
setelah menerima inovasi
Gambar 3. Proses adopsi inovasi
Pengertian “adopsi” ini seringkali rancu dengan istilah “adaptasi” yang berarti
“penyesuaian” dalam proses adopsi, dapat berlangsung proses penyesuaian, tetapi
adaptasi itu sendiri lebih merupakan proses yang berlangsung secara alami untuk
melakukan penyesuaian terhadap kondisi lingkungan, sedangkan proses adopsi benar-
benar merupakan proses penerimaan sesuatu yang baru, yaitu menerima sesuau yang
baru, yang ditawarkan dan diupayakan oleh pihak lain.
Ada tahap-tahapan yang harus dilalui sebelum masyarakat mau menerima/menerapkan
inovasi yang diterimanya dengan keyakinannya sendiri. Selang waktu antara tahapan
yang satu dengan tahapan berikutnya tidak selalu sama pada diri tiap-tiap orang sehingga
Informasi Kognitig
(pengetahuan)
Inovasi
Psikomotorik
(ketrampilan)
Adopsi inovasi
(perubahan perilaku
Pesuasif dan
entertaiment
Afektif
(sikap)
44. sangat dipengaruhi oleh sifat inovasi, karakteristik sasaran penerima, keadaan lingkungan
fisik dan soaial, serta aktivitas/kegiatan yang dilakukan oleh pemberi inovasi. Tahap-
tahap tersebut, antara lain:
1. Awareness atau kesadaran, yaitu sasaran mulai sadar tentang adanya inovasi yang
ditawarkan oleh seseorang.
2. Interest atau tumbuhnya minat yang seringkali ditandai dengan keinginan untuk
bertanya atau untuk mengetahui lebih banyak tentang segala sesuatu yang
berkaitan dengan inovasi yang ditawarkan tersebut.
3. Evaluation atau penilaian terhadap baik-buruknaya atau manfaat inovasi yang
telah diketahui tersebut dalam kehidupan pertaniannya. Pada tahap ini masyarakat
sasaran tidak hanya melakukan penilaian terhadap aspek teknisnya saja, tetapi
juga aspek ekonomis, social, budaya bahkan seringkali juga pada tinjauan polotis
atau kesesuaian dengan kebijakan pembangunan regional dan nasional.
4. Trial atau mencoba dalam sekala kecil untuk lebih meyakinkan penilaiannya,
sebelum dilakukan penerapan pada skala yang lebih luas.
5. Adaption atau penerimaan/penerapan dengan penuh keyakinan berdasarkan
penilaian dan uji coba yang telah dilakukan sendiri.
Menurut tahapan adopsinya arahan tentang ragam pesan yang perlu diutamakan selama
proses penyebaran informasi dapat dilukiskan seperti tampak pada gambar 4
SADAR MINAT MENILAI MENCOBA MENERAPKAN
Persuasive informative
Entertainment
Gambar 4. Ragam pesan menurut tahapan adopsinya
Sehubungan dengan ragam tahapan adopsi tersebut, ada beberapa factor pribadi dan
lingkungan yang dapat memengaruhi pengambilan keputusan oleh masyarakat pada
setiap tahapan adopsinya. Ada beberapa hal yang mempengaruhi kecepatan penerimaan
inovasi baru olehh masyarakat luas. Faktor-faktor tersebut dikelompokkan menjadi 2,
yaitu yang berkaitan dengan sifat inovasi itu sendiri dan sifat dari sasarannya.
45. Sifat-sifat inovasi tersebut dibedakan menjadi 2, yaitu”
1. Sifat intrinsik, sifat yang melekat pada inovasi yang bersangkutan. Sifat-sifat
intrinsik inovasi mencakup:
a. Informasi ilmiah yang melekat padanya.
b. Nilai-nilai keunggulan, baik teknis, ekonomis, sosial ekonomis, sosial budaya,
maupun politis yang melekat pada inovasi.
c. Tingkat kerumitan atau kompleksitas inovasi
d. Tingkat kemudahan mengkomunikasikan
e. Tingkat kemudahan mencoba inonasi
f. Tingkat kemudahan dalam pengamatan inovasi
g. Tingkat kemungkinan pemecahannya.
2. Sifat ekstrinsik
Sifat ekstrinsik adalah sifat menurut keadaan lingkungannya. Sifat ekstrinsik
inovasi meliputi
a. Kesesuaian (compatibility) inovasi dengan lingkungan setempat, baik
lingkungan fisik, sosial budaya, politik, dan kemampuan ekonomi masyarakat.
b. Tingkat keunggulan relative dari inovasi yang ditawarkan atau keunggulan
lain yang dimiliki oleh inovasi tersebut dibandingkan dengan teknologi yang
sudah ada sebelumnya, baik keunggulan teknis, keunggulan ekonomis,
manfaat ekonomi, maupun dampak sosial dan politis yang ditimbulkannya,
juga penghematan tenaga kerja dan waktu.
Rogers (1971) mengemukakan bahwa ada 5 kelompok sasaran berdasarkan kecepatan
masyarakat mengadopsi inovasi. Kelima kelompok tersebut, antara lain:
1) Kelompok perintis (innovator)
2) Kelompok pelopor (early adopter)
3) Kelompok penerap dini (early majority)
4) Kelompok penerap lambat (late majority)
5) Kelompok kolot (laggard)
Sehubungan dengan ragam kelompok masyarakat penerima inovasi tersebut, ada
beberapa factor yang mempengaruhi kecepatan seseorang untuk mengadopsi inovasi.
Faktor-faktor tersebut antara lain:
1) Luas usaha tani yang dimiliki dan/atau dikuasai. Semakin luas usaha tani maka
semakin cepat proses tersebut dilewati karena pada umumnya pemilik usaha tani
luas memiliki kemampuan ekonomi yang lebih baik
46. 2) Tingkat pendapatan, semakin tinggi tingkat pendapatan maka semakin cepat
kemampuannya mengadopsi teknologi
3) Keberanian mengambil resiko, individu yang memiliki keberanian menghadapi
risiko biasanya lebih inovatif karena pada tahap awal penerapan inovasi tidak
selalu diikuti dengan keberhasilan.
4) Umur, semakin tua biasanya semakin lamban mengadopsi inovasi dan cenderung
hanya melaksanakan kegiatan-kegiatan yang sudah biasa diterapkan oleh
masyarakat setempat.
5) Tingkat partisipasinya dalam kelompok/organisasi di luar lingkungannya sendiri.
Orang yang suka bergabung dengan orang lain di luar system kelompok sosialnya
umumnya lebih inovatif.
6) Aktivitas mencari informasi dan ide-ide baru, kelompok masyarakat yang aktif
mencari informasi dan ide-ide baru lebih inovatif
7) Sumber informasi yang dimanfaatkan, kelompok masyarakat yang inovatif
memperoleh sumber inovasi dari berbagai sumber, sementara kelompok
masyarakat yang kurang inovatif hanya memanfaatkan sumber informasi dari
tokoh-tokoh petani setempat
47. BAB VIII
KEBIJAKAN PERTANIAN
Tak jarang pemerintah perlu campur tangan untuk mempengaruhi keputusan produsen,
konsumen, dan para pelaku pemasaran agar terlaksana pembangunan pertanian sesuai
dengan yang direncanakan. Campur tangan pemerintah inilah yang kemudian disebut
sebagai ‘politik pertanian” (agricultural policy) atau “kebijakan pertanian”
Campur tangan pemerintah diperlukan untuk memutuskan rantai lingkaran kemiskinan
yang tak berujung pangkal, yang merupakan gambarann hubungan keterkaitan timbal-
balik dari beberapa karakteristik negara berkembang (seperti Indonesia) berupa sumber
daya yang ada belum dikelola sebagaimana mestinya, maka matapencaharian sebagian
besar penduduk mayoritas petani, berlangsung dalam kondisi yang kurang produktif. Ada
dualism ekonomi antara sektor modern yang mengikuti pasar dan sektor tradisional yang
mengikuti ekonomi subsisten, serta tingkat pertumbuhan penduduk yang tingggi dengan
kualitas sumber daya manusianya yang masih relative rendah.
Snodgrass dan Wallance (1975) mendefinisikan kebijakan pertanian sebagai usaha
pemerintah untuk mencapai tingkat ekonomi yang lebih baik dan kesejahteraan yang
lebih tinggi secara bertahap dan kontinu melalui pemilihan komoditi yang diprogramkan,
produksi bahan makanan dan serat, pemasaran, perbaikan struktural, politik luar negeri,
pemberian fasilitas pendidikan. Widodo (1983) mengemukakan bahwa politik pertanian
adalah bagian dari polotik ekonomi di sektor pertanian, sebagai salah satu sektor dalam
kehidupan ekonomi suatu masyarakat.
Menurut penjelasan ini, politik pertanian merupakan sikap dan tindakan pemerintah atau
kebijaksanaan pemerintah dalam kehidupan pertanian. Kebijaksanaan pertanian adalah
serangkaian tindakan yang telah, sedang, dan akan dilaksanakan oleh pemerintah untuk
mencampai tujuan tertentu, seperti memajukan pertanian, mengusahakan agar pertanian
menjadi lebih produktif, produksi dan efisiensi produksi naik, tingkat hidup petani lebih
tinggi, dan kesejahteraan menjadi lebih merata. Tujuan umum politik pertanian di
Indonesia adalah untuk memajukan sektor pertanian, yang dalam pengertian lebih lanjut
meliputi:
1) Peningkatan produkvitas dan efisiensi sektor pertanian
2) Peningkatan produksi pertanian
3) Peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan petani, serta pemerataan tingkat
pendapatan.
48. Ruang lingkup politik pertanian meliputi:
1) Kebijaksanaan produksi (production policy)
2) Kebijakan subsidi (subsidy policy)
3) Kebijakan investasi (investment plicy)
4) Kebijakan harga (price policy)
5) Kebijakan pemasraan (marketing policy)
6) Kebijakan promise (consumotion policy)
Menurut Monke dan Pearson (1989), politik pertanian adalah campur tangan pemerintah
di sektor pertanian dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi yang menyangkut alokasi
sumber daya untuk dapat menghasilkan output nasional yang maksimal dan memeratakan
pendapatan, yaitu mengalokasikan keuntungan pertanian antar golongan dan antar
daerah, keamanan persediaan jangka pendek, kesetabilan harga jangka pendek, dan
menjamin ketersediaan bahan makanan jangka panjang. Kebijakan pertanian dibagi
mejadi3 kebijakan dasar, antara lain:
1) Kebijakan komoditi yang meliputi kebijakan harga komoditi, distorsi harga
komoditi, subsidi harga komoditi, dan kebijakan ekspor.
2) Kebijakan faktor produksi yang meliputi kebijakan upah minimum, pajak dan
subsidi faktor produksi, kebijakan harga faktor produksi, dan perbaikan kualitas
faktor produksi.
3) Kebijakan makro ekonomi yang dibedakan menjadi anggaran belanja, kebijakan
fiskal, dan perbaikan nilai tukar.
Mubyarto (1987) menyebutkan bahwa poitik pertanian pada dasarnya merupakan
kebijakan pemerintah untuk memperlancar dan mempercepat laju pembangunan
pertannian, yang tidak saja menyangkut kegiatan petani, tetapi juga perusahaan-
perusahaan pertanian dan perkebunan, perusahaan-erusahaan pengangkutan, perkapalan,
perbankan, asuransi, serta lembaga-lembaga pemerintah dan semi pemarintah yang
terkait dengan kegiatan sektor pertanian. Sejalan dengan pendapat Schub (1975),
Mubyarto menyebutkan bahwa lingkup politik pertanian meliputi:
1. Politik stabilisasi jangka pendek
2. Peningkatan pertumbuhan pertanian
3. Pengaturan dan pengarahan perdangangan
4. Pengarahan dan peningkatan mobilitas faktor-faktor produksi pertanian
5. Politik dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengembangan
sumber daya manusia di bidang pertanian.
49. Dalam pembangunan nasional, sektor pertanian menempati prioritas penting. Sebagai
komoditas pertanian, pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat
mendasar, dianggap strategis, serta sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional dan
bahkan politis. Terpenuhinya pangan secara kuantitas dan kualitas merupakan hal yang
sangat penting sebagai landasan bagi pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dalam
jangka panjang.
Di antara 12 kelompok komoditas pangan (beras, jagung, umbi-umbian, ikan, daging,
telur, susu, tahu dan tempe, sayur, buah, minyak goreng dan gula), beras menduduki
posisi teratas.
A.Kebijakan Produksi (production policy)
Masalah pangan merupakan salah satu maslah nasional yang sangat penting dari
keseluruhan proses pembangunan dan ketahanan suatu bangsa. Pangan menyangkut
kesejahteraan hidup dan kelangsungan hidup suatu bangsa karena merupakan salah satu
kebutuhan manusia yang paling pokok.
Kedudukan pangan di Indonesia adalah salah satu sektor yang sangat strategis karena:
1) Banyak pihak yang terlibat dalam bidang produksi, pengolahan, dan distribusi.
2) Meskipun ada kecenderungan menurun total pengeluaran rumah tangga yang
dibelanjakan untuk konsumsi bahan pangan.
Permasalahan pangan di Indonesia muncul karena adanya iri-ciri di bidang produksi dan
konsumsi. Ciri produksi pangan di Indonesia, antara lain:
1) Adanya ketimpangan antara tempat berkaitan dengan kerumitan dalam pemasran
dan distribusinya.
2) Produksi pangan tidak merata menurut tempat, menurut waktu.
3) Produksi pertanian, khususnya produksii padi-padian setiap tahun selalu
berfluktuasi, dipengaruhi oleh kondisi cuaca, serangan hama dan penyakit, banjir,
bencana alam dan lain-lain.
4) Produksi berada di tangan jutaan petani kecil yang tersebar tidak merata dan
umumnya mereka hanya mengusahakan lahan relatif sempit, kurang dari 0,5 ha,
sehingga menyulitkan dalam pengumpulan untuk distibusi ke daerah lain yang
memerlukan.
50. Sementara itu, konsumsi pangan di Indonesia mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Adanya perbedaan pola konsumsi antar tempat.
2. Tingkat konsumsi yang berbeda antar tempat, lebih mempersulit keadaan dalam
alokasi dan distribusi pangan.
3. Konsumsi pangan meningkat terus khususnya beras.
4. Julah penduduk yang cukup besar dan meningkat terus membawa konskuensi
untuk terus meningkatkan penyediaan kebutuhan pangan.
5. Tidak meratanya penyebaran penduduk antar daerah membawa dampak masalah
distribusi pangan.
B.Kebjakan Peningkatan Produksi untuk mencapai swasembada Pangan.
Peningkatan produksi pangan akan mempunyai dampak yang sangat luas terhadap laju
pertumbuhan ekonomi Indonesia. Selai untuk mencapai swasembada, pembangunan
pertanian tanaman pangan juga ditujukan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat
tani. Usaha untuk mencapai swasembada pangan yang ditempuh oleh pemerintah selama
ini dilaksnakan melalui: intensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi, dan rehabilitasi yang
dipadukan dengan kegiatan-kegiatan pembangunan daerah lainnya.
Kebijakan peningkatan produksi pangan ditempuh melalui penerapan inovasi
pancausahatani, seperti: penggunaan benih varietas unggul, pemupukan, pengendalian
hama terpadu, pengairan, dan peralatan untuk pengolahan lahan, serta tersedianya kredit
usahatani, Inovasi ini diismpurnakan dan dikembangkan menjadi “sapta usahatani” .
Untuk menujang keberhasilan program peningkatan produksi pangan guna mencapai
swasembada pangan tersebut, pemerintah telah mengantsipasinya melalui serangkaian
kebijakan-kebijakan:
1) Kebijakan bidang pembenihan
2) Kebijakan sarana produksi, pupuk dan pestisida
3) Kebijakan bidang perkreditan
4) Kebijakan bidang pengairan
5) Kebijakan diversifikasi usahatani
6) Kebijakan bidang penyuluhan
7) Kebijakan harga input dan output
8) Kebijakan penanganan pasca panen.
C.Diversifikasi Komoditi
Diversifikasi di sektor pertanian sebenarnya sudah merupakan kebijakan yang cukup
lama, tetapi pengembangannya masih relative tertinggal beberapa hal:
51. 1) Titik perhatian penentu kebijakan sejauh ini masih terpusat pada usaha untuk
mencapai swasembada beras.
2) Pengembangan teknologi budi daya komoditi di luar padi masih jauh tertinggal
3) Kebijakan di bidang pemasaran masih condong pada pencapaian target komoditi
padi.
Di bidang produksi , pengertian diversifikasi menyangkut 2 hal, antara lain:
1) Diversifikasi horizontal, yaitu diversifikasi yang berkaitan dengan produksi untuk
menanam berbagai macam tanaman di lahan yang dikuasainya dengan tetap
mempertahankan prinsip keuntungan komparatif terhadap penggunaan sumber
daya alam dan social ekonomi setempat.
2) Diversifikasi vertical, yaitu yang berhubungan dengan sisi permintaah yang lebih
menekankan pada penaganan lepas panen sejak dari proses, perdagangan sampai
pada tahap konsumsinya.
D.Kebijakan Subsidi (subsidy policy)
Subsidi diartikann sebagai pembayaran sebagian harga oleh pemerintah sehingga harga
dalam negeri lebih rendah daripada biaya rata-rata pembuatan suatu komoditi atau harga
internasionalnya, Ada dua macam subsidi, yaitu subsidi harga produksi dan subsidi harga
faktor produksi.
1) Subsidi harga produksi
Subsidi ini bertujuan melindungi konsumen dalam negeri, artinyaa konsumen
dalam negeri dapat membeli barang yang harganya lebih rendah daripada biaya
rata-rata pembuatan suatu komoditas atau harga internasional.
2) Subsidi harga factor produksi
Untuk membeli pupuk yang harganya reatif mahal, seringkali petani tidakk
memiliki uang tunai. Untuk itu, petani dapat memperoleh kredit dengan bunga
relative rendah. Selisih antara bunga bank sesungguhnya dengan bunga yang
harus ditanggung petani, dibayarkan oleh pemerintah dalam bentuk subsidi
kepada petani. Selain untuk melindungi produsen dan konsumen, subsidi juga
bertujuan untuk memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan produksi
komoditas tertentu utuk mengurangi ketergantungan terhadap impor.
E.Kebijakan Investasi (investment policy)
Kebijakan investasi di Indonesia dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal
(BKPM) dengan dukungan dari departemen-departemen teknis terkait. BKPM