1. Khutbah Idul Fitri menekankan pentingnya bersyukur kepada Allah atas berakhirnya bulan Ramadhan dan merayakan hari raya dengan hati gembira.
2. Ramadhan di Jepang terasa lebih berat karena cuaca panas dan kesibukan, namun Allah berikan kekuatan iman untuk melampauinya.
3. Ibadah Ramadhan seharusnya merubah karakter menjadi lebih baik dan membentuk masyarakat mad
1. 1
Khutbah Idul Fitri 1434 H di Kobe Jepang
“Dari Alumni Ramadan Menuju Masyarakat Madani”
Oleh : Hatta Syamsuddin, Lc
Da’i Safari Ramadhan PKPU
إاكبر أهلل اكبر أهلل اكبر أهللx3وأصيال بكرة اهلل وسبحان اركثيهلل والحمد اركبياكبر أهلل-أن أشهد
ورسولو عبده محمدا أن وأشهد لو شريك ال وحده اهلل إال الالو-سيدنا على وبارك وسلم صل اللهم
بعد الدين.أما يوم إلى باحسان تبعهم ومن وأصحابو ألو وعلى محمد
يمركوعيد عظيم يوم ىذا يومكم أن واعلموا ز المتقون فاز فقد اهلل اتقوا اتروالحاض الحاضرون ايها فيا
الر الرحمن اهلل بسم الرجيم الشيطان من باهلل اعوذ تعالى اهلل قالاَم ىَلَع َوَّلال واُرِّبَكُتِلَو َةَّدِْعلا واُلِمْكُتِلَو حيم
َنوُرُكْشَت ْمُكَّلَعَلَو ْمُكاَدَى
الحمد وهلل أكبر أهلل أكبر أهلل أكبر اهلل
Kaum muslimin yang dimuliakan Allah SWT
Hari ini di pagi nan cerah, awal Syawal yang penuh bahagia, tidak ada ungkapan yang lebih layak kita
haturkan pertama kali selain mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT sepenuh hati. Kita semua
hadir di sini, untuk mengagungkan Allah SWT sekaligus membuktikan ketakwaan dalam diri. Idul Fitri
adalah salah satu syiar dalam agama Islam yang mulia ini, dimana menyambutnya dengan hati
bahagia, dan khusyuk dalam takbir tahlil dan tahmid, adalah bentuk isyarat takwa dalam hati. Allah
SWT berfirman :
ِوبُلُقْلا ىَوْقَت ْنِم اَهَّنِإَف ِوَّلال َرِائَعَش ْمِّظَعُي ْنَمَو
“ Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan
hati.” (QS Al-Hajj 32)
Dalam ayat yang lain, secara khusus ketika selesai menyempurnakan ibadah Ramadan, kita
diperintahkan untuk mengagungkan-Nya, dengan sepenuh takbir sebagai bentuk kesyukuran hati.
Allah SWT berfirman :
واُلِمْكُتِل َوَةَِّدعْلاواُرِّبَكُتِل َوَ َّّللاىَلَعاَمََدهْمُكاْمُكَّلَعَل َوَونُرُكْشَت
“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya (Ramadhan) dan hendaklah kamu mengagungkan
Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur” (QS. Al Baqoroh 185)
Selanjutnya, tidak lupa marilah kita senantiasa haturkan doa sholawat dan salam kepada Nabi
junjungan kita, Muhammad SAW yang telah memberikan kita teladan dalam menyambut, mengisi
dan mengakhiri Ramadhan, begitu pula kepada para keluarga beliau, sahabat ridwanullah alaihin,
para tabiin, dan seluruh kaum muslimin yang istiqomah menjalankan risalah islam hingga akhir
zaman.
2. 2
الحمد وهلل أكبر أهلل أكبر أهلل أكبر اهلل
Kaum muslimin yang dimuliakan Allah SWT
Keagungan Allah SWT dengan begitu mudah kita rasakan dalam khusyuk takbir hari raya yang kita
lantunkan sejak semalam hingga pagi ini. Kita bersyukur dan bergembira melampaui ibadah
Ramadhan di negeri Jepang ini, yang tentu terasa jauh lebih berat , karena banyak hal : baik cuaca
Natsu (musim panas) yang tak bersahabat dengan 16 jam berpuasa menahan lapar, atau suasana
Ramadhan yang tidak kita dapatkan sebagaimana di negeri kita, bahkan juga mungkin kesibukan
heijitsu (hari kerja-week days) yang sangat padat bagi mahasiswa maupun para karyawan pekerja,
belum lagi perasaan jauh dari keluarga dan orang-orang tercinta. Semuanya terasa berat, ,menguji
dan menggoda diri kita, namun Allah SWT berikan kita kekuatan iman, sehingga bisa melampaui itu
semua untuk kemudian merayakan hari raya sepenuh bahagia di hari ini.
Insya Allah, Inilah bagian dari kebahagiaan, yang dijanjikan Rasulullah SAW kepada mereka yang
berpuasa :
.ِوِّبَر ِاءَقِل َدْنِع ٌةَحْرَفَو ِهِرْطِف َدْنِع ٌةَحْرَف ِانَتَحْرَف ِمِائَّلصِل
Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kegembiraan yaitu kegembiran ketika dia
berbuka dan kegembiraan ketika berjumpa dengan Rabbnya. (HR Bukhori). Maka hari ini kita
menjadi saksi dan membuktikan, betapa bahagia dan gembiranya diri ini, setelah selesai menunaikan
ujian rangkaian ibadah puasa ramadhan sebulan lamanya, semoga menjadi amal yang mendekatkan
diri kita kepada Allah SWT,agar kita pun mendapatkan kebahagiaan yang berikutnya, yaitu saat
bertemu Allah SWT.
Kaum muslimin yang dimuliakan Allah SWT
Kebahagiaan dalam diri ini pastilah tetap menyisakan renungan sekaligus harapan dalam hati,
apakah ibadah puasa Ramadan yang kita jalani sukses mengantarkan diri menjadi insan bertakwa.
Setiap ibadah dalam Islam tidak disyariatkan bukan hanya untuk mendapatkan pahala semata dan
terampuni dosa-dosa kita, namun juga untuk upgrading peningkatan kualitas diri mereka yang
menjalaninya. Sebagaimana Sholat lima waktu, disyariatkan tidak lain dan tidak bukan untuk melatih
dan menguji diri, agar terhindar dari sikap dan perilaku yang keji. Allah SWT berfirman :
ِرَكْنُمْلاَو ِاءَشْحَفْلا ِنَع ىَهْنَت َة ََلَّالص َّنِإ َة ََلَّالص ِمَِقأَو
“Dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan
mungkar.” (Al-Ankabut: 45). Karena itu kesuksesan sholat kita bukan sekedar selesai kita tunaikan
pada waktunya dengan rutin, namun juga apakah mempengaruhi kualitas diri kita dalam keseharian
menjalani kehidupan.
Begitu pula dengan Ramadan yang telah kita jalani. Ia adalah musim kebaikan dimana dibuka pintu-
pintu surga dan ditutup pintu neraka, namun pada hakikatnya bukan hanya kesempatan besar bagi
kita untuk mendulang pahala dan menggugurkan dosa, tapi lebih dari itu, Ramadhan adalah proyek
3. 3
tarbiyah robbaniyah pendidikan melalui ibadah dengan target perubahan dan pembentukan
karakter masyarakat muslim yang berkualitas, yang sering kita sebut dengan masyarakat madani.
Kaum muslimin yang dimuliakan Allah SWT
Rangkaian ibadah Ramadan yang secara marathon kita jalani selama sebulan, dengan puasa di siang
hari, tarawih dan tadarus di malam hari, serta berbagai bentuk amal ketaatan lainnya, tentulah
semestinya bisa merubah karakter diri dan masyarakat untuk lebih baik dari sebelumnya. Kita bisa
dan mampu menjalani bangun lebih awal di pagi hari untuk menunaikan sahur. Kita mampu
menahan lapar dahaga di tengah teriknya mentari siang hari, kita pun mampu bersabar dari lelahnya
aktifitas seharian untuk menjalankan sholat tarawih secara rutin di malam hari. Logika sederhana
dengan mudah kita pahami, inilah bulan pelatihan karakter building yang intensif bagi kaum
muslimin. Dari Ramadhan kita belajar nilai-nilai, kebiasaan, dan karakter yang apabila abadi kita
lanjutkan setelah Ramadhan, sungguh akan memudahkan perubahan diri demi terbentuknya
masyarakat madani.
Ada banyak ciri masyarakat madani yang disebutkan dalam berbagai artikel dan buku, namun ada
sebuah hadits yang begitu jelas gamblang menuntun kita untuk melangkah dalam mewujudkannya,
dengan berbekal apa yang kita peroleh dari nilai-nilai dan semangat Ramadhan. Sebuah riwayat dari
Ibnu Majah, yang menceritakan pidato pertama Rasulullah SAW saat tiba di Madinah setelah hijrah
dari Mekah. Ini menunjukkan semacam panduan umum dalam pembentukan masyarakat yang
maju, maka ketika masyarakat madinah berkumpul berbondong-bondong di hadapan, beliau
menyampaikan dalam sabdanya:
.اَياَهَُّيأَُّاسنالاوُشْفَأَمََلَّالساوُمِعْطَأَوَامَعَّطالاوُلِصَوَامَحَْرألااوُّلَصَوِلْيَّلالِبَُّاسنالَوٌامَيِناوُلُخْدَتَةَّنَْاْلٍمََلَسِب«
(سننابنماجو(
" Wahai sekalian manusia, sebarkanlah salam (keselamatan dan kedamaian), berikan makanan,
pelihara silaturrahim dan lakukan shalat (malam) pada saat manusia sedang tidur. niscaya kamu
sekalian masuk surga dengan selamat” (HR. Ibnu Majah)
Kaum muslimin yang dimuliakan Allah SWT
Dalam pidato pertama Rasulullah SAW saat tiba di Madinah terkandung makna luas, tentang apa
yang menjadi ciri dari masyarakat Madani, yang ternyata juga menjadi bagian dari nilai-nilai yang
kita dapatkan selama menjalani bulan suci Ramadhan, yaitu :
Pertama : Masyarakat Cinta Damai
Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk afsyus salaam, menyebarkan kedamaian. Islam adalah
agama yang secara bahasa berarti kedamaian dan keselamatan. Nilai dan ajaran Islam mengajak kita
untuk menjadi manusia yang cinta kedamaian, jauh dari sikap permusuhan, amarah penuh
kebencian, apalagi kekerasan diluar batas kemanusiaan. Definisi seorang muslim dengan gamblang
dijelaskan dalam sebuah sabda Rasulullah SAW, yaitu :
ويده لسانه من الناس سلم من المسلم
4. 4
Rasulullah SAW bersabda : “ Seorang muslim adalah mereka yang orang-orang selamat dari
gangguan lisan dan tangannya “ (HR Ahmad).
Ibadah bulan Ramadhan sejatinya mengarahkan diri kita untuk menjadi muslim sejati yang cinta
damai. Bagaimana tidak ? sementara dalam puasa kita diminta untuk menahan diri dari emosi dan
permusuhan, perbuatan yang keji, dusta akan berakibat sia-sianya puasa kita. Rasulullah SAW
bersabda :
ُوَابَرَشَو ُوَامَعَط َعَدَي ْنَأ ِِف ٌةَاجَح ِوَّلِل َسْيَلَف ِوِب َلَمَعْلاَو ِروُّالز َلْوَق ْعَدَي ََْل ْنَم
“Barang siapa yang tidak meninggalkan berkata dusta dan beramal kedustaan, maka Allah SWT
tidak membutuhkan dia meninggalkan makan dan minumnya” (HR Bukhori)
Maka sungguh sudah semestinya, tempaan Ramadhan selama sebulan menghasilkan emosi diri yang
lebih stabil, dan lebih mudah mewujudkan cinta damai sebagai ciri masyarakat madani.
Jika hari ini kita mungkin terkagum dengan masyarakat Jepang yang sangat biasa untuk mengatakan
sumimasen (minta maaf) dan arigatho ghozaimas (terima kasih) dalam keseharian, maka salah satu
ciri orang bertakwa yang menjadi alumni Ramadhan sesungguhnya jelas disebutkan dalam Al-Quran:
َينِمِاظَكْلاَوَينِنِسْحُْملا ُّبِحُي ُوَّلالَو َِّاسنال ِنَع َينِافَْعلاَو َظْيَغْلا
orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Dan Allah menyukai
orang-orang yang berbuat kebajikan (QS Ali Imron 134)
Adapun anjuran untuk menghargai dan berterima kasih kepada manusia, Rasulullah SAW tak kurang
mengingatkan umatnya yang begitu tegas mendalam :
َوَّلال ُرُكْشَي َال ََّاسنال ُرُكْشَي َال ْنَم
Barang siapa tidak berterima kasih kepada manusia, dia tidak berterima kasih kepada Allah (HR.
Ahmad, dishahihkan oleh Al-Albani).
Maka sungguh alumni tempaan Ramadhan sejatinya dan semestinya, mampu meningkatkan rasa
cinta damai dalam dirinya, melalui hal-hal yang ringan dalam keseharian. Karena itulah ajaran
sesungguhnya dalam Islam.
Jamaah Sholat Idul Fitri yang berbahagia
Dalam hadits seputar khotbah pertama Rasulullah SAW di Madinah juga ditegaskan anjuran : wa
ath’imu tho’aam , berikan makanan. Maka menjadi ciri masyarakat Madani yang Kedua adalah :
Masyarakat Peduli dan Berbagi, yang sesungguhnya nilai-nilainya begitu mudah kita temukan dalam
aplikasi ibadah Ramadhan kita.
Betapa tidak ?, dalam bulan Ramadhan, kita diberikan keteladanan oleh Rasulullah SAW, bagaimana
testimoni sahabat tentang kondisi beliau saat Ramadhan : yaitu menjadi manusia paling dermawan.
Bahkan di bulan Ramadhan kita pun dimotivasi untuk berbuat kebaikan, berbagi meskipun
sederhana dalam bentuk menyiapkan hidangan berbuka.
اًئْيَش ِمِائَّالص ِرَْجأ ْنِم ُصُقْنَي َال َُّونَأ َرْيَغ ِهِرَْجأ ُلْثِم ُوَل َناَكاًمِائَص َرَّطَف ْنَم
5. 5
“Barang siapa yang memberi hidangan berbuka untuk orang yang berpuasa maka dia akan
mendapatkan pahala seperti orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi pahala orang yang
berpuasa itu sama sekali.” (HR. Tirmidzi).
Di akhir Ramadan kita pun dilatih berbagi dengan mengeluarkan kewajiban zakat fitrah, yang
hikmahnya selain sebagai bentuk tathiran lish-shoim mensucikan puasa kita, juga dalam rangka
thu’matan lil masakin , berbagi menjelang hari raya untuk orang-orang miskin, agar mereka pun
bisa menikmati hari raya penuh gembira, jauh dari lapar dan derita.
Di Bulan Ramadhan kita pun sebulan penuh merasakan lapar di siang hari, yang semestinya
meningkatkan sensitifitas diri dan kepedulian untuk berbagi, bahkan tak harus menunggu
berlimpahnya rejeki. Karena justru ciri orang bertakwa yang menjadi tujuan kita berpuasa adalah
sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah SWT :
اءََّّرالضَو ِاءَّرَّالس يِف َنوُقِفْنُي َينِذَّلا
Artinya : “ orang-orang yang menginfakkan (hartanya) dalam kondisi lapang dan sempit “ (QS Ali
Imron 134)
Jamaah Sholat Idul Fitri yang berbahagia
Jika kita menghayati dan melihat bagaimana Ramadhan seharusnya menempa kita untuk mudah
berbagi dan peduli, serta bagaimana ciri orang bertakwa adalah mereka yang gemar berbagi tanpa
menunggu berlimpah rejeki, sudah seharusnya masyarakat kita lebih terarah menuju terbentuknya
masyarakat madani. Namun jika sejenak kita melihat kondisi di negeri kita, ternyata masih banyak
pekerjaan rumah yang tersisa untuk meningkatkan kepedulian berbagi. Dalam soal Zakat yang
merupakan salah satu pilar atau rukun misalnya, menurut penelitian Baznas, Institut Pertanian
Bogor (IPB) dan Bank Pembangunan Islam (IDB) potensi zakat nasional tahun2011 mencapai Rp217
triliun, namun yang bisa terserap baru dikisaran 1,7 Trilyun yang itu berarti kurang dari 1%. Sebuah
angka yang cukup memprihatinkan, mengingat jika kita melihat semangat dalam menunaikan rukun
Islam lainnya yang begitu marak, hingga antrian jamaah haji pun mencapai sepuluh tahun lamanya di
beberapa tempat. Bukan itu saja, jemaah umroh dari tanah air yang berangkat ke tanah suci setiap
harinya mencapai 7000 orang. Sebuah angka yang fantastis, namun sayang mengapa dalam hal
berbagi, zakat dan sedekah belum banyak yang bisa dicapai.
Tentu ini pekerjaan rumah yang besar bagi umat Islam dalam mewujudkan masyarakat madani, kita
mulai dari diri kita sendiri. Jika di Jepang belum kita banyak temukan kesempatan untuk berbagi,
maka dengan mudah kita temukan peluang itu terserak di tanah air. Sudah banyak saya kira
organisasi dan lembaga di Jepang ini yang juga menyalurkan bantuan kepada saudara-saudara di
tanah air yang membutuhkan, semoga semakin marak dan terus istiqomah, apalagi setelah tertempa
bulan Ramadhan yang mulia.
Jamaah Sholat Idul Fitri yang berbahagia
Ciri masyarakat madani yang ketiga sebagaimana kita ambil inspirasi dari pidato perdana nabi di
Madinah adalah : washilul arhaam atau sambung dan perkuatlah jalinan silaturahim, yaitu menjadi
Masyarakat Bersinergi. Memang makna silaturahim secara khusus dalam khasanah islam adalah
menguatkan hubungan kekerabatan, namun bisa juga dimaknai secara lebih umum dalam bentuk
menguatkan hubungan antara tetangga, sahabat, lingkungan dan semua elemen kemasyarakatan.
6. 6
Dalam bulan Ramadhan mau tidak mau, suka tidak suka, kita akan lebih intensif turun bergaul
dengan masyarakat kita, komunitas kita, sahabat-sahabat kita, untuk bersama-sama menghidupkan
Ramadhan khususnya di Jepang ini. Kita ditempa dalam rangkaian kegiatan dan juga ibadah yang
mengharuskan adanya silaturahim dan sinergi. Dalam Islam, langkah terobosan silaturahim dan
bersinergi dijanjikan mendatangkan rejeki dan menambah jejak usia kita dalam arti banyaknya
persahabatan dan jaringan (networking). Rasulullah SAW bersabda :
ُوَمِحَر ْلِصَْيلَف ِهِرَثَأ يِف ُوَل َأَسْنُي َْوأ ، ُوُقْزِر ُوَل َطَسْبُي ْنَأ ُهَّرَس ْنَم
“Barang siapa yang ingin dilapangkan rejekinya, dan dipanjangkan jejak (usia) nya, maka hendaklah
ia bersilaturahim” (HR Bukhori)
Masyarakat bersinergi menjadi ciri masyarakat madani, karena setiap elemen memiliki kelemahan
dan kekuatan, untuk membangun bangsa dibutuhkan sinergi dan kebersamaan antar elemen yang
rapi dan istiqomah, bahu membahu dalam kebaikan, sebagaimana diperintahkan Al-Quran :
َالَو ىَوْقَّالتَو ِّرِبْلا ىَلَع واُنَاوَعَتَوواُنَاوَعَتِانَوْدُْعلاَو ِمْثِْاْل ىَلَع
Dan tolong-menolonglah kalian dalam melaksanakan kebajikan dan takwa, dan jgn tolong-menolong
dalam dosa dan permusuhan. (QS Al Maidah).
Masyarakat bersinergi, bahu membahu dalam kebaikan memajukan bangsa adalah ciri masyarakat
Madani. Kita juga bisa ambil pelajaran sekaligus motivasi dari bangsa Jepang, sebuah tragedi yang
baru saja diperingati dua hari yang lalu tanggal 6 Agustus , yaitu 68 tahun Bom atom Hiroshima oleh
yang dijatuhkan oleh pesawat bomber B-29 Amerika Serikat, dan meluluh lantakkan banyak hal dan
kerugian yang sangat luar biasa. Dengan semangat dan kerjasama, bahu membahu, Jepang sukses
mengubah sebuah tragedi menjadi lecutan diri hingga akhirnya menjadi bangsa maju sebagaimana
yang kita saksikan di hadapan mata hari ini.
Jamaah Sholat Idul Fitri yang berbahagia
Rasulullah SAW menganjurkan kita dalam pidato awal di Madinah untuk : washoli billail wan naasu
niyaam, yaitu menunaikan sholat malam saat manusia tengah terlelap dalam gelapnya malam. Maka
ciri keempat masyarakat madani adalah : Masyarakat Spiritual
Bulan Ramadhan menempa diri kita untuk menjadi insan spiritual dengan rangkaian ibadah yang
kuat kita jalani secara rutin setiap harinya selama sebulan. Sehingga seharusnya meningkatkan
kedekatan diri kita kepada Allah SWT, bahkan puasa kita merupakan jaminan hubungan kuat antara
kita dan Allah SWT, karena Allah-lah yang menilai kualitas puas kita sendiri, sebagaimana tersebut
dalam hadits qudsi :
ِوِب يِزَْجأ اَنَأَو ِِل َُّونِإَف َمْوَّالص َّالِإ ُوَل َمَآد ِنْاب ِلَمَع ُّلُك
“ Setiap amal manusia adalah untuknya kecuali Puasa, sesungguhnya (puasa) itu untuk-Ku, dan Aku
yang akan membalasnya “ ( HR Ahmad dan Muslim).
Puasa adalah ibadah yang bersifat rahasia, antara kita dan Allah SWT, kita tidak peduli ada atau tidak
ada manusia dihadapan, kita tetap menjaga puasa kita. Begitulah masyarakat spiritual, semakin kuat
dalam beribadah, semakin kuat hubungan kepada Allah SWT, semakin kuat juga keikhlasan dan
7. 7
kejujuran dalam diri. Masyarakat spiritual memiliki karakter jujur dan ikhlas, karena meyakini setiap
aktifisnya mendapatkan pengawasan oleh Allah SWT.
Jamaah Sholat Idul Fitri yang berbahagia
Akhirnya, marilah kita sambut dan hiasi hari kemenangan ini bukan saja dengan suka cita berhari
raya, silaturahim dan jamuan makanan yang berkesan, namun juga bersama kita melihat diri,
mengambil pelajaran dan tempaan dalam nilai-nilai Ramadhan yang telah kita jalani, semoga mampu
memudahkan upaya kita semua mewujudkan masyarakat madani, menjadi bangsa yang berkualitas
dan bermartabat.
Sebagai penutup khutbah mari kita berdoa, menundukkan hati, menengadahkan kedua tangan
mengharap kepada Allah SWT, semoga amal ibadah kita selama Ramadan diterima, dosa-dosa kita
terampuni, dan juga kita mendapatkan kesempatan untuk bertemu Ramadhan yang akan datang.
Dan secara khusus, semoga Allah SWT berikan kita bimbingan dan keberkahan dalam menjalani
aktifitas kehidupan di negeri Sakura ini.
َّمُهَّللَاْحِلَْصأاَنَلَانَنْيِدىِذَّلاَوُىُةَمْصِعاَنِرَْمأْحِلَْصأَواَنَلَناَيْنُدِتَّلااَهْيِفاَنُاشَعَمْحِلَْصأَواَنَلاَنَتَرِآخ
ِتَّلااَهْيِفاَنُادَعَمِلَعْاجَوَةاَيَْاْلًةَادَيِزاَنَلِفِّلُكٍْيَخِلَعْاجَوَتْوَمْلاًةَاحَراَنَلْنِمِّلُكشر
اَّمُهَّللْمِسْقااَنَلْنِمَكِتَيْشَخُلْوَُاَتَماَنَنْيَبَْيَبَوَكِتَيِصْعَمْنِمَوَكِتَاعَطاَمِوِباَنُغِّلَبُتَكََّتنَجَنِمَوِْيِقَيْلا
ُنِّوَهُاتَمِوِباَنْيَلَعَبِائَصَماَيُّْنالد.َّمُهَّللَااَنِّْعتَماَنِاعََْْسأِباَنِراَصَْبأَواَنِتَّوُقَواَماَنَتْيَيَْحأُوْلَعْاجَوَثِراَوْلاَّانِم
ُوْلَعْاجَواَنَرْأَثىَلَعْنَماَنَاادَعَالَوْلَعََْتاَنَتَبْيِصُمِفَالَاوَنِنْيِدِلَعََْتاَيُّْنالدَرَبْكَأاَنََِّهَالَوَغَلْبَماَنِمْلِعَالَو
ْطِّلَسُتاَنْيَلَعْنَمَالاَنََُحْرَي
َّمُهَّللْرِفْغاَْيِمِلْسُمْلِلِاتَمِلْسُمْلاَوَْيِنِمْؤُمْلاَوِاتَنِمْؤُمْلاَوِاءَيَْحألَاْمُهْنِمِاتَوَْمألاَوََّكنِاٌعْيَِْسٌبْيِرَق
ُبْيُُِمِاتَوَّْعالد.
اَنَّبَراَنِتَاِفاَيُّْنالدًةَنَسَحِفَوِةَرَِخألاًةَنَسَحاَنِقَوَابَذَعِرَّانال.
Demikian khutbah Idul fitri hari ini, mohon maaf atas segala kekhilafan dan tutur kata yang tidak
berkenan. Selamat merayakan Iedul fitri 1434 H. Taqobbalallahu minna waminkum. Minal Aidzin
wal Faidzin.
Hatta Syamsuddin, Lc | sirohcenter@gmail.com | www.indonesiaoptimis.com