Dokumen tersebut membahas konsep harta dalam Islam. Secara ringkas, dokumen menyatakan bahwa (1) harta adalah anugerah Allah yang harus dikelola secara bertanggungjawab, (2) cara memperoleh harta harus sesuai syariat Islam, dan (3) harta harus didistribusikan secara adil melalui zakat dan larangan penimbunan harta.
1. Konsep Harta, Kewajiban dan Modal Menurut Syariah
Akuntansi Syariah
Muhamad SE. MM.
Email:
Muh_syariah@yahoo.com
2. Konsep Harta
Al Quran adalah sebuah Kitab Suci yang
memberikan perhatian khusus kepada dunia serta
menilainya secara positif dan sama sekali tidak
menilai negatif. Oleh karena itulah Al Quran
menyuruh manusia untuk mempergunakan dan
melakukan segala sesuatu dengan baik terhadap
sarana-sarana yang disediakan oleh Allah SWT
untuk manusia. Dengan demikian, apabila kita tidak
mempergunakan sarana-sarana yang Allah sediakan
pada jalan yang benar berarti kita tidak menghargai
karunia dan nikmat yang Allah berikan kepada kita
sebagai manusia.
3. Harta bukanlah sesuatu yang buruk dan menjijikkan, tetapi
harta adalah sesuatu yang baik (khair) dan berfungsi sebagai
alat yang membantu kehidupan manusia serta merupakan
salah satu karunia Allah yang besar. Harta dipandang buruk
dan menjijikkan apabila praktek perolehan dan pemanfaatan
harta mengakibatkan hancurnya nilai-nilai kehidupan akhirat
yang lebih mulia.
Seorang Muslim diperintahkan untuk mencari nafkah dan
menghasilkan harta dengan berjuang sekuat tenaga. Tangan
yang mengucurkan bantuan, dalam pandangan Islam jauh
lebih baik daripada tangan yang menerima kucuran bantuan
sebagaimana yang dikemukakan dalam sebuah hadist
Rasulullah SAW “Tangan yang di atas lebih baik daripada
tangan yang di bawah.”.
4. Status kepemilikan harta menurut Islam dapat
dilihat dari beberapa sudut pandang, yaitu:
Harta sebagai amanah dari Allah SWT. Harta merupakan amanah
bagi manusia, karena manusia tidak mampu mengadakan sesuatu
benda dari tiada menjadi ada. Sebagaimana yang dikemukakan oleh
Albert Einstein (seorang ahli Ilmu Fisika), manusia tidak mampu
menciptakan energi; yang mampu manusia lakukan adalah mengubah
dari satu bentuk energi ke bentuk energi lain. Jadi pencipta awal
segala energi adalah Allah SWT.
Harta sebagai perhiasan hidup manusia. Manusia memiliki
kecenderungan yang kuat untuk memiliki, menguasai, dan menikmati
harta, namun demikian manusia harus sadar bahwa harta yang
dimilikinya hanyalah merupakan perhiasan selama ia hidup di dunia.
Sebagai perhiasan hidup, harta seringkali menyebabkan keangkuhan,
kesombongan, serta kebanggaan diri sebagaimana yang diungkapkan
dalam Surah Al ‘Alaq ayat 6-7.
5. Harta sebagai ujian keimanan. Dalam memperoleh
dan memanfaatka harta, harus kita perhatikan
apakah telah sesuai atau tidak sesuai dengan ajaran
Islam. Dalam Surah An Anfaal ayat 28 dikemukakan
bahwa sesungguhnya harta dan anak-anak adalah
suatu cobaan dari Allah SWT.
Harta sebagai bekal ibadah. Dengan memiliki harta
maka kita dapat melaksanakan perintah Allah SWT
dan melaksanakan muamalah di antara sesama
manusia melalui kegiatan zakat, infak dan sedekah
sebagaimana yang dikemukakan dalam Surah At
Taubah Ayat 41 & 60 serta Al Imran Ayat 133-134.
6. harta adalah anugerah dari Allah yang
harus disyukuri
Tidak semua orang mendapatkan
kepercayaan dari Allah SWT untuk memikul
tanggung jawab amanah harta benda.
Karenanya, ia harus disyukuri sebab jika
mampu memikulnya, pahala yang amat
besar menanti.
7. Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya,
dan belanjakanlah (pada jalan kebajikan)
sebahagian dari harta benda (pemberian Allah)
yang dijadikannya kamu menguasainya sebagai
wakil. Maka orang-orang yang beriman di antara
kamu serta mereka yang membelanjakan
(sebahagian dari harta itu pada jalan Allah);
mereka tetap beroleh pahala yang besar. [al-
Hadid 57:07]
8. Dr. ‘Abd Allah al-Mushlih dan Dr. Shalah al-Shawi
menerangkan:
Harta pada dasarnya milik Allah. Manusia
seluruhnya hanya bertugas mengurusinya. Orang
yang bertugas mengurusinya tentu tidak berhak
keluar dari aturan dan tujuan pemilik harta. Kalau itu
dilakukan, maka orang itu kehilangan peranannya
sebagai pengurus harta. Maka kurniaan tersebut
(yakni harta) sepatutnya berpindah daripada dirinya
kepada orang yang lebih tepat melakukan tugas
tersebut dan lebih mampu menjaga apa yang
menjadi hak harta itu.[2]
9. KEDUDUKAN HARTA DALAM ISLAM
Adalah fitrah manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
baik secara lahiriyah maupun batiniah. Hal ini mendorong
manusia untuk senantiasa berupaya memperoleh segala
sesuatu yang menjadi kebutuhannya. Pemenuhan kebutuhan
lahiriyah identik dengan terpenuhinya kebutuhan dasar (basic
needs) berupa sandang, pangan dan papan. Tapi manusia
tidak berhenti sampai disitu, bahkan cenderung terus
berkembang kebutuhan-kebutuhan lain yang ingin dipenuhi.
Segala kebutuhan itu seolah-olah bisa terselesaikan dengan
dikumpulkannya Harta sebanyak-banyaknya. Maka apa
sebenarnya hakekat harta dan bagaimana pandangannya
dalam Islam?
10. A. PENGERTIAN HARTA
Istilah HARTA, atau al-mal dalam al-Qur’an maupun Sunnah tidak dibatasi
dalam ruang lingkup makna tertentu, sehingga pengertian al-Mal sangat luas
dan selalu berkembang.
Kriteria harta menurut para ahli fiqh terdiri atas : pertama,memiliki unsur nilai
ekonomis.Kedua, unsur manfaat atau jasa yang diperoleh dari suatu barang.
Nilai ekonomis dan manfaat yang menjadi kriteria harta ditentukan berdasarkan
urf (kebiasaan/ adat) yang berlaku di tengah masyarakat.As-Suyuti
berpendapat bahwa istilah Mal hanya untuk barang yang memiliki nilai
ekonomis, dapat diperjualbelikan, dan dikenakan ganti rugi bagi yang merusak
atau melenyapkannya.
Dengan demikian tempat bergantungna status al-mal terletak pada nilai
ekonomis (al-qimah) suatu barang berdasarkan urf. Besar kecilnya al-qimah
dalam harta tergantung pada besar ekcilnya anfaat suatu barng. Faktor
manfaat menjadi patokan dalam menetapkan nilai ekonomis suatu barang.
Maka manfaat suatu barang menjadi tujuan dari semua jenis harta.
11. METODE MEMPEROLEH DAN
MEMBELANJAKAN HARTA
Untuk memperoleh harta dapat ditempuh
dengan beberapa cara dengan prinsip
sukarela, menarik manfaat dan
menghindarkan mudarat bagi kehidupan
manusia, memelihara nilai-nilai keadilan dan
tolong menolong serta dalam batas-batas
yang diizinkan syara’(hukum ALLAH)
12. Di antara cara memperoleh harta dapat disebutkan yang
terpenting:
a. Menguasai benda-benda mubah yang belum
menjadi milik seorang pun.
b. Perjanjian-perjanjian hak milik seperti jual-beli,
hibah (pemberian/.hadiah), dan wasiat
c. Warisan sesuai dengan aturan Islam
d. Syuf’ah, hak membeli dengan paksa atas harta
persekutuan yang dijual kepada orang lain tanpa izin
para anggota persekutuan yang lain.
e. Iqtha, pemberian dari pemerintah
f. Hak-hak keagamaan seperti bagian zakat, bagi
‘amil, nafkah istri, anak, dan orang tua.
13. Cara memperoleh harta yang dilarang ialah yang bertentangan dengan
prinsip-prinsip tersebut di atas, yaitu memperoleh harta dengan cara-
cara yang mengandung unsur paksaan dan tipuan yang bertentanga
dengan prinsip sukarela, seperti merampas harta orang lain, menjual
barang palsu, mengurangi ukuran dan timbangan, dan sebagainya.
Kemudian memperoleh hartanya dengan cara yang justru
mendatangkan mudharat/keburukan dalam kehidupan masyarakat,
seperti jual beli ganja, perjudian, minuman keras, prostitusi,dan lain
sebagainya. Atau memperoleh harta dengan jalan yang bertentangan
dengan nilai keadilan dan tolong menolong, seperti riba, meminta
balas jasa tidak seimbang dengan jasa yang diberikan. Juga menjual
barang dengan harga jauh lebih tinggi dari harga yang sebenarnya,
atau bisa dikatakan mengambil kesempatan dalam kesempitan.
14. Ringkasnya, aturan dalam memperoleh harta dan
membelanjakan harta, didasarkan pada prinsip-prinsip
sebagai berikut:
. Prinsip Sirkulasi dan perputaran. Artinya harta memiliki fungsi
ekonomis yang harus senantiasa diberdayakan agar aktifitas ekonomi
berjalan sehat. Maka harta harus berputar dan bergerak di kalangan
masyarakat baik dalam bentuk konsumsi atau investasi.sarana yang
diterapkan oleh syari’at untuk merealisasikan prinsip ini adalah dengan
larangan menumpuk harta, monopoli terutama pada kebutuhan pokok,
larangan riba, berjudi, menipu.
2. Prinsip jauhi konflik. Artinya harta jangan sampai menjadi konflik
antar sesama manusia. Untuk itu diperintahkan aturan dokumentasi,
pencatatan/akuntansi, al-isyhad/saksi, jaminan (rahn/gadai).
3. Prinsip Keadilan. Prinsip keadilan dimaksudkan untuk
meminimalisasi kesenjangan sosial yang ada akibat perbedaan
kepemilikan harta secara individu. Terdapat dua metode untuk
merealisasikan keadilan dalam harta yaitu perintah untuk zakat infak
shadaqah, dan larangan terhadap penghamburan (Israf/mubazir).