Be & gg, basrizal, hapzi ali, the corporate culture infact and implicatio...
Makalah good governance
1. Makalah Good Governance
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pada dekade awal abad ke-21, Bangsa Indonesia menghadapi gelombang besar
pada masa reformasi berupa meningkatnya tuntutan demokratisasi, desentralisasi, dan
globalisasi. Sekalipun keadaan serupa pernah terjadi pada beberapa kurun waktu yang
Ialu/ namun tuntutan saat ini mangandung nuansa yang berbeda sesuai dengan
kemajuan zaman.
Globalisasi yang menyentuh berbagai bidang kehidupan di seluruh wilayah
pemerintahan negara menuntut reformasi sistem perekonomian dan pemerintahan,
termasuk birokrasinya, sehingga memungkinkan interaksi perekonomian antar daerah dan
antarbangsa berlangsung lebih efisien. Kunci keberhasilan pembangunan perekonomian
adalah daya saing, dan kunci dari daya saing adalah efisiensi proses pelayanan, serta mutu
ketepatan dan kepastian kebijakan publik
Kunci keberhasilan pembangunan perekonomian adalah daya saing dan kunci dari daya
saing adalah efisiensi proses pelayanan, mutu, dan kepastian kebijakan publik.
Dalam upaya menghadapi tantangan tersebut, salah satu prasyarat yang perlu
dikembangkan adalah komitmen yang tsnggi untuk menerapkan nilai luhur dan prinsip
tata kelola(good governance) dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan negara,
sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945.
United Nations Development Program (UNDP) dalam dokumen ke-bijakannya
yang berjudul "Governance for Sustainable Human Development" (1977),
mendefinisikan kepemerintahan(governance) sebagai berikut: "Governance is the
exercise of economic, political, and administrative authority to a country's affairs at all
levels and means by which states promote social cohesion, integration, and ensure the
well being of their population" (Kepemimpinan adalah pelaksanaan
kewenangan/kekuasaan dalam bidang ekonomi, politik, dan administratis untuk
mengelola berbagai urusan negara pada setiap tingkatannya dan merupakan instrumon
kebijakan negara untuk mendorong lerciptanya kondisi kesejahteraan integrifas dan
kohesilas sosial dalam masyarakat).
1.2 Tujuan penulisan
Adapun maksud dan tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu untuk memberi
pengetahuan dan wawasan agar kita dapat memahami dan mengetahui apa
pengertian Pemerintahan yang baik dan bebas korupsi
2. 1.3 Rumusan masalah
Dalam tugas kelompok ini kami memiliki tiga rumusan masalah, yaitu :
1. apakah pengertian dari kewarganegaraan ?
2. apakah asas dan unsur dari kewarganegaraan ?
3. Apakah unsur-unsur yang menentukan kewarganegaraan?
4.Apakah problem status kewarganegaraan?
5.Bagaimana Karakteristik warga negara?
6.Bagaimana Cara memperoleh kewarganegaraan Indonesia dan Hak dan
Kewajiban Warga Negara?
1.4 Ruang lingkup
-Pendidikan
Makalah tentang Pemerintahan yang baik dan bebas korupsi bisa dijadikan
pembelajaran dalam pendidikan untuk menambah ilmu pengetahuan kita sebagai
mahasiswa, karena makalah ini sangat penting dalam mengetahui pemerintahan
yang baik dan bebas korupsi
-Sosial
Makalah yang kami buat ini dapat dijadikan sebagai bahan ajar untuk memberi
pengetahuan tentang pentingnya sebuah Pemerintahan yang baik dan bebas
korupsi
1.5 Teknik penulisan
Metode yang digunakan pemakalah dalam penyusunan makalah ini dengan
menggunakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan referensi dan
buku-buku dan internet sebagai landasan teoritis mengenai masalah yang akan
diselesaikan.
BAB II
Pembahasan
2.1 Pengertian Government
Pemerintah atau ''Government" dalam bahasa Inggris diartikan sebagai
"The authoritative direction and administration of the affairs of men/women in a nation,
state, city, etc" (pengarahan dan administrasi yang berwenang atas kegiatan orang-orang
dalam sebuah negara, negara bagian, kota, dan sebagainya). Ditinjau dari sisi semantik,
kebahasaan governance berarti tata kepemerintahan dan good governance bermakna tata
kepemerintahan yang baik.
Di satu sisi istilah good governance dapat dimaknai secara berlainan, sedangkan
sisi yang lain dapat diartikan sebagai kinerja suatu lembaga, misalnya kinerja
pemerintahan, perusahaan atau organisasi kemasyarakatan, Apabila istilah ini dirujuk
3. pada asli kata dalam bahasa Inggris:governingf maka artinya adalah mengarahkan atau
mengendalikan, Karena itu gooc governancedapat diartikan sebagai tindakan untuk
mengarahkan, mengendalikan, atau memengaruhi masalah publik. Oleh karena itu
ranah good governance tidak terbatas pada negara atau birokrasi pemerintahan, tetapi jugs
pada ranah masyarakat sipil yang dipresentasikan oleh organisasi nonpe-merintah dan
sektor swasta. Singkatnya, tuntutan terhadap good governance tidak hanya ditujukkan
kepada penyelenggara negara atau pemerintah, me-lainkan juga pada masyarakat di luar
struktur birokrasi pemerintahan.
Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pemerintahan yang
baik adalah baik dalam proses maupun hasilnya. Semua unsui dalam pemerintahan bisa
bergerak secara sinergis, tidak saling berbenturan, memperoleh dukungan dari rakyat,
serta terbebas dari gerakan-gerakan an-arkis yang bisa menghambat proses dan laju
pembangunan. Pemerintahan juga bisa dikatakan baik jika produktif dan memperlihatkan
hasil dengan indikator kemampuan ekonomi rakyat meningkat, baik dalam aspek produk-
tivitas maupun dalam daya belinya; kesejahteraan spiritualnya meningkal dengan
indikator rasa aman, bahagia, dan memiliki rasa kebangsaan yang tinggi. [1]
Secara umum istilah good governance memiliki pengertian akan segala hal yang
terkait dengan tindakan atau tingkah laku yang bersifat mengarahkan, mengendalikan,
atau mempengaruhi urusan publik untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupan sehari-hari. Menurut Andi Faisal Bakti, istilah good governance memiliki
pengertian pengejawantahan nilai-nilai luhur dalam mengarakan warga Negara kepada
masyarakat dan pemerintahan yang berkeadaban melalui wujud pemerintahan yang suci
dan damai. Senada dengan Bakti, Santosa menjelaskan bahwa good governance adalah
pelaksanaan politik, ekonomi, dan administrasi dalam mengelola masalah-masalah
bangsa. Pelaksanaan kewenangan tersebut bisa dikatakan baik jika dilakukan dengan
efektif dan efisien, responsif terhadap kebutuhan rakyat, dalam suasana demokratis,
akuntabel serta transparan.Sebagai sebuah paradigm pengelolaan lembaga Negara, clean
and good governance dapat terwujud secara maksimal jika ditopang oleh dua unsur yang
saling terkait yaitu negara dan masyarakat madani yang di dalamnya terdapat sektor
swasta.[2]
Penerapan good governance di Indonesia dilatarbelakangi oleh dua hal yang
sangat mendasar:
a. Tuntutan
eksternal: Pengaruh globalisasi telah memaksa kita untuk menerapkan Good
governance. Good Govermence telah menjadi ideologi baru negara dan lembaga donor
internasional dalam mendorong negara-negara anggotanya menghormati prinsip-prinsip
ekonomi pasar dan demokrasi sebagai prasyarat dalam pergaulan internasional.
Istilah good governance mulai mengemuka di Indonesia pada akhir tahun 1990-an,
seiring dengan interaksi antara pemerintah Indonesia dengan negara-negara luar dan
4. lembaga-lembaga donor yang menyoroti kondisi objektif situasi perkembangan ekonomi
dan politik daiam negeri Indonesia.
b. Tntutan internal: Masyarakat melihat dan merasakan bahwa salah satu penyebab
terjadinya krisis multidimensional saat ini adalah terjadinya juse of power yang terwujud
dalam bentuk KKN (korupsi, kolusi, dan spotisme) dan sudah sedemikian rupa mewabah
dalam segala aspek kehidupan. Proses check and balance tidak terwujud dan dampaknya
lenyeret bangsa Indonesia pada keterpurukan ekonomi dan ancaman isintegrasi. Berbagai
kajian ihwal korupsi di Indonesia memperlihatkan Drupsi berdampak negatif terhadap
pembangunan melalui kebocoran, ark up yang menyebabkan produk high cost dan tidak
kompetitif di asar global(high cost economy), merusakkan tatanan masyarakat dan ?
hidupan bernegara. Masyarakat menilai praktik KKN yang paling lencolok kualitas dan
kuantitasnya adalah justru yang dilakukan oleh ibang-cabang pemerintahan, eksekutif,
legislatif, dan yudikatif. Hal ini lengarahkan wacana pada bagaimana menggagas
reformasi birokrasi emerintahan (governance reform).
Realitas sejarah ini menggiring kita pada wacana bagaimana mendorong a
menerapkan nilai-nilai transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan tralisasi
penyelenggaraan pemerintahan. Good governance ini dapat sil bila pelaksanaannya
dilakukan dengan efektif, efisien, responsif terhadap kebutuhan rakyat, serta dalam
suasana demokratis, akuntabel, dan transparan. [3]
2.2 Prinsip-prinsip Pokok Good Governance
Lembaga Administrasi Negara (LAN) merumuskan sembilan aspek
fundamental dalam good governance yang harus diperhatikan yaitu :
1. Partisipasi (participation)
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan,
baik langsung maupun melalui lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan
mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan prinsip demokrasi
yaitu kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat secara konstruktif.
2. Penegakan Hukum (rule of law)
Partisipasi masyarakat dalam proses politik dan perumusan-perumusan
kebijakan publik memerlukan sistem dan aturan-aturan hukum. Tanpa ditopang oleh
sebuah aturan hukum dan penegakannya secara konsekuen, partisipasi publik dapat
berubah menjadi tindakan publik yang anarkis. Santoso menegaskan bahwa proses
mewujudkan cita-cita good governance, harus diimbangi dengan komitmen untuk
menegakkan rule of law dengan karakter-karakter sebagai berikut :
a. Supremasi hukum
b. Kepastian hukum
5. c. Hukum yang responsitif
d. Penegakan hukum yang konsisten dan non diskriminatif
e. Independensi peradilan
3. Transparansi (transparency)
Transparansi (keterbukaan umum) adalah unsur lain yang menopang
terwujudnya good governance. Akibat tidak adanya prinsip transparansi ini, menurut
banyak ahli Indonesia telah terjerembab dalam kubangan korupsi yang
berkepanjangan dan parah. Untuk itu, pemerintah harus menerapkan transparansi
dalam proses kebijakan publik. Menurut Gaffar, terdapat 8 (delapan) aspek
mekanisme pengelolaan negara yang harus dilakukan secara transparan, yaitu :
a. Penetapan posisi, jabatan dan kedudukan
b. Kekayaan pejabat publik
c. Pemberian penghargaan
d. Penetapan kebijakan yang terkait dengan pencerahan kehidupan
e. Kesehatan
f. Moralitas para pejabat dan aparatur pelayanan publik
g. Keamanan dan ketertiban
h. Kebijakan strategis untuk pencerahan kehidupan masyarakat
4. Responsif (responsive)
Affan menegaskan bahwa pemerintah harus memahami kebutuhan
masyarakat-masyarakatnya, jangan menunggu mereka menyampaikan keinginannya,
tetapi mereka secara proaktif mempelajari dan menganalisa kebutuhan-kebutuhan
masyarakat, untuk kemudian melahirkan berbagai kebijakan strategis guna memenuhi
kepentingan umum.
5. Konsesus (consesus)
Prinsip ini menyatakan bahwa keputusan apapun harus dilakukan melalui
proses musyawarah melalui konsesus. Model pengambilan keputusan tersebut, selain
dapat memuaskan sebagian besar pihak, juga akan menjadi keputusan yang mengikat
dan milik bersama, sehingga akan memiliki kekuatan memaksa bagi semuakomponen
yang terlibat untuk melaksanakan keputusan tersebut.
6. Kesetaraan (equity)
Clean vand good governance juga harus didukung dengan asa kesetaraan,
yakni kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan. Asas ini harus diperhatikan secara
sungguh-sungguh oleh semua penyelenggara pemerintahan di Indonesia karena
kenyatan sosiologis bangsa kita sebagai bangsa yang majemuk, baik etnis, agama, dan
budaya.
7. Efektivitas dan efisiensi
Konsep efektivitas dalam sektor kegiatan-kegiatan publik memiliki makna
ganda, yakni efektivitas dalam pelaksanan proses-proses pekerjaan, baik oleh pejabat
6. publik maupun partisipasi masyarakat, dan kedua, efektivitas dalam konteks hasil,
yakni mampu membrikan kesejahteraan pada sebesar-besarnya kelompok dan lapisan
sosial.
8. Akuntabilitas (accountability)
Asas akuntabilitas adalah pertanggung jawaban pejabat publik terhadap
masyarakat yang memberinya kewenangan untuk mengurusi kepentingan mereka.
Secara teoritik, akuntabilitas menyangkut dua dimensi yakni akuntabilitas vertikal
yang memiliki pengertian bahwa setiap pejabat harus mempertanggung jawabkan
berbagai kebijakan dan pelaksanaan tugas-tugasnya terhadap atasan yang lebih tinggi,
dan yang kedua akuntabilitas horisontal yaitu pertanggungjawaban pemegang jabatan
publik pada lembaga yang setara.
9. Visi Strategis
Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa
yang akan datang. Tidak sekedar memiliki agenda strategis untuk masa yang akan
datang, seseorang yang memiliki jabatan publik atau lembaga profesional lainnya,
harus memiliki kemampuan menganalisa persoalan dan tantangan yang akan dihadapi
oleh lembaga yang dipimpinnya.[4]
2.3 Konsepsi Good Governance
Pemerintah atau government dalam bahasa Inggris adalah: "The auhoritative
direction and administration of the affairs of men/women in a na-loft, state, city,
etc." Atau dalam bahasa Indonesia berarti "Pengarahan dan idministrasi yang berwenang
atas kegiatan orang-orang dalam sebuah neg-ira, negara bagian, kota, dan sebagainya."
Bisa juga berarti "The governing )Ody of nation, state, city, etc." Atau lembaga atau
badan yang menyeleng-[arakan pemerintahan negara, negara bagian atau kota, dan
sebagainya.
Sedangkan istilah "kepemerintahan" atau dalam bahasa
Inggris "governance" adalah "The act, fact, manner of governing," berarti: tindakan,
fakta, pola, dan kegiatan atau penyelenggaraan pemerintahan." Dengan
demikian 'governance adalah suatu kegiatan (proses), sebagaimana dikemukakan oleh
Kooiman (l993) bahwa govrrnanco lebih merupakan "...serangkaian proses interaksi
sosial politik antara pemerintahan dengan masyarakat dalam berbagai bidang yang
berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan intervensi pemerintah atas kepentingan-
kepentingan tersebut.”
Istilah "governance" tidak hanya berarti kepemerintahan sebagai suatu kegiatan,
tetapi juga mengandung arti pengurusan, pengelolaan, pengarah-an, pembinaan
penyelenggaraan serta bisa juga diartikan pemerintahan. Oleh karena itu tidak
mengherankan apabila terdapat istilah public governance, private governance, corporate
governance, dan banking governance. Governancesebagai terjemahan dan pemerintahan
7. kemudian berkembang dan menjadi populer dengan sebutan kepemerintahan atau tata
kelola, se-dangkan praktik terbaiknya disebut kepemerintahan atau tata kelola yang
baik (good governance).
Secara konseptual, pengertian kata baik (good) dalam istilah kepemerintahan yang
baik (good governance) mengandung dua pemahaman:
a. Nilai yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat, dan nilai-nilai yang dapat
meningkatkan kemampuaa rakyat dalam mencapai tujuan (nasional) kemandirian,
pembangunarr berkelanjutan, dan keadilan sosial.
b. Aspek fungsional dari pemerintah yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya
untuk mencapai tujuan tersebut.
Selanjutnya, lembaga administrasi negara mengemukakan bahwa good
governance berorientasi pada:
a. Orientasi ideal negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional.
b. Pemerintahan yang berfungsi secara ideal, yaitu secara efektif dan efisien dalam
melakukan upaya mencapai tujuan nasional. Orientasi pertama mengacu pada
demokratisasi dalam kehidupan bernegara dengan ele men-elemen konstitusinya
seperti: legitimacy (apakah pemerintah d/pi-lih oleh dan mendapat kepercayaan dari
rakyatnya), accountability scur-ing of human right, autonomy, and devolution of power
dan assurance of civian control. Sedangkan orientasi kedua, bergantung pada sejauh
mana struktur serta mekanisme politik dan administrasinya berfungs/ so cara efektif dan
efisien.
Lembaga Administrasi Negara (2000) menyimpulkan bahwa wujud
gooey governance adalah menyelenggarakan pemerintahan negara yang solid dan
bertanggung jawab, serta efisien dan efektif, dengan menjaga kesinergisan interaksi yang
konstruktif diantara domain domain negara, sektor swasta, dam masyarakat.
Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 merumuskan arti good
governance sebagai berikut: Kepemerintahan yang mengemban menerapkan prinsip-
prinsip profesionalitas, akuntaDintas, transparansi, )dayanan prima, demokrasi, efisiensi,
efektivitas, supremasi hukum, dan lapat diterima oleh seluruh masyarakat."
Dengan demikian, pada dasarnya pihak-pihak yang berkepentingan lalam
kepemerintahan(governance stakeholders) dapat dikelompokkan rienjadi tiga kategori,
yaitu :
1. Negara/Pemerintahan. Konsepsi kepemerintahan pada dasarnya adalah kegiatan
kenegaraan, tetapi lebih jauh darr itu melibatkan pula sektor swasta dan kelembagaan
masyarakat madani.
2. Sektor Swasta. Pelaku sektor swasta mencakup perusahaan swasta yang aktif dalam
interaksi sistem pasar, seperti: industri pengelolaan perda-gangan, perbankan, dan
koperasi, termasuk kegiatan sektor informal.
8. 3. Masyarakat Madani. Kelompok masyarakat dalam konteks kenegaraan pada dasarnya
berada di antara atau di tengah-tengah antara pemerintah dan perorangan, yang mencakup
baik perseorangan maupun kelompok masyarakat yang berinteraksi secara sosial, politik,
dan ekonomi.
2.4 Karakteristik Dasar Good Governance
Ada tiga karakteristik dasar good governance:
1. Diakuinya semangat pluralisme. Artinya, pluralitas telah menjadi se-buah keniscayaan
yang tidak dapat dielakkan sehingga mau tidak mau, pluralitas telah menjadi suatu kaidah
yang abadi. Dengan kata lain, pluralitas merupakan sesuatu yang kodrati (given) dalam
kehidupan. Pluralisme bertujuan mencerdaskan umat melalui perbedaan konstruktif dan
dinamis, dan merupakan sumber dan motivator terwujudnya kreativitas yang terancam
keberadaannya jika tidak terdapat perbedaan. Satu hal yang menjadi catatan penting bagi
kita adalah sebuah peradaban yang kosmopolit akan tercipta apabila manusia memiliki
sikap inklusif dan kemampuan (ability)menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitar.
Namun, dengan catatan, identitas sejati atas parameter-parameter otentik agama tetap
terjaga.
2. Tingginya sikap lolcransi, baik terhadap saudara sesama agama maupun terhadap umat
agama lain. Secara sederhana, Toleransi dapat diartikan sebagai sikap suka mendengar
dan menghargai pendapat dan pendirian orang lain. Senada dengan hal itu, Quraish
Shihab menyatakan bahwa agama tidak semata-mata mempertahankan kelestariannya
sebagai sebuah agama, namun juga mengakui eksistensi agama lain dengan memberinya
hak hidup, berdampingan, dan saling menghormati.
3. Tegaknya prinsip demokrasi. Demokrasi bukan sekadar kebebasan dan persaingan,
demokrasi juga merupakan suatu pilihan untuk bersama-sama membangun dan
memperjuangkan perikehidupan warga dan ma-syarakat yang semakin sejahtera.
Masyarakat madani mempunyai ciri-ciri ketakwaan yangtinggi kepada Tuhan, hidup
berdasarkan sains dan teknologi, berpendidikan tinggi, menga-malkan nilai hidup modern
dan progresif, mengamalkan nilai kewarganega-raan, akhlak, dan moral yang baik,
mempunyai pengaruh yang luas dalam proses membuat keputusan, serta menentukan
nasib masa depan yang baik melalui kegiatan sosial, politik, dan lembaga masyarakat. [5]
2.5 Pengerian Korupsi
Menurut Kartini Kartono korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan
wewenang mengambil keuntungan pribadi dengan merugikan kepentingan umum atau
negara.
a. Asal usul korupsi di negara berkembang
Sesungguhnya sejarah perkembangan korupsi beserta upaya pemberatasannya,
terutama dalam skala mega, sudah berlangsung sejak tengah dasawarsa 1950-an. Dimulai
ketika terjadi abuse of power oleh menteri ekonomi kala itu, Iskak Tjokroadisuryo, pada
9. Kabinet Ali Sastroamidjojo I. Korupsi berupa pemberian lisensi impor dari Politik
Benteng dengan tak memberikannya kepada pengusaha pribumi yang kompeten dan
diberikan kepada konco-konconya. Lisensi-lisensi tersebut akhirnya dijual kepada
pengusaha keturunan Cina, sehingga dikenal istilah ''pengusaha Ali-Baba''.
PM Burhanuddin Harahap yang bekerja sama dengan TNI AD mengambil
kebijakan antikorupsi yang efektif, yakni meluruskan pelaksanaan Politik Benteng.
Karena kabinet ini umurnya pendek, upaya penegakan pemerintahan bersih tenggelam
dengan suasana konflik politik antarpartai dalam Konstituante yang akhirnya Presiden
Soekarno membubarkan Konstituante itu pada 5 juli 1959. Pada saat yang hampir sama,
Soekarno melakukan nasionalisasi perusahaan asing. Karena ketidaksiapan dalam mengisi
pengganti manajemen dari asing ke tangan nasional, maka dari sini pula sejarah bancakan
perusahaan negara (belakangan dikenal BUMN), banyak dilakukan pihak-pihak partai.
Kedahsyatan korupsi mengalami momentum pada pemerintahan lebih 30 tahun
Orde Baru. Di mulai korupsi skala mega yang dialami Pertamina (1975) dengan kerugian
diperkirakan sekitar 12,5 miliar dolar AS tanpa ada tindakan hukum kepada pihak-pihak
yang terlibat. Kemudian dengan mengalirnya dana utang luar negeri rata-rata 5 miliar
dolar AS per tahun (saat lengser Pak Harto stok utang sekitar 70 miliar dolar AS),
investasi langsung perusahaan asing, eksploitasi sumber daya alam (terutama migas dan
hutan) yang menjadi sumber dana domestik yang kolosal, maka pertumbuhan dan
perkembangbiakan jenis korupsi dari yang tradisional (upeti, sogok, perkoncoan,
premanisme, dll) maupun bentuk baru (kolusi birokrat-pengusaha, kolusi bankir-
pengusaha, mafia peradilan, penggelapan pajak, komersialisasi jabatan, kick-back dan
mark-up proyek-proyek, rekayasa finansial, monopoli-oligopoli serta monopsoni-
oligopsoni komoditas strategis, dst).
Kesemua itu menjadikan potensi pertumbuhan ekonomi yang bisa mencapai 12
persen menjadi hanya 7 persen per tahun. Perkiraan kebocoran anggaran bisa mencapai
30 persen hingga lebih dari 50 persen. Pada saat krisis tahun 1977 terjadi capital flight.
Simpanan orang Indonesia di luar negeri akibat pelbagai kebocoran alias korupsi tersebut
menurut Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI) sekitar 85 miliar dolaar AS (atau sekitar Rp
750 triliun). Upaya pembentasan korupsi kala Orba sejak awal sudah ada. Mulai dengan
adanya Komisi 4 dengan penasihatnya mantan Wapres Bung Hatta. Namun
rekomendasinyapun tak digubris. Kemudian di luar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
yang telah tercantum dalam UUD 45, pemerintah Soeharto membentuk Inspektorat
Jenderal di tiap lembaga negara dan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan
(BPKP) sebagai kontrol yang dikendalikan langsung presiden.
Namun efektivitasnya bukan hanya diragukan bahkan menjadi sumber kobocoran
baru dengan terjadinya pengaturan laporan keuangan dan pelbagai bentuk KKN.
Akhirnya BPK pun menjadi mandul dan malahan menjadi pengganda kebocoran. Wapres
10. yang fokus kepada pengawasan serta juga ada menko dan menneg PAN yang juga
bertugas untuk pengawasan pun hampir tak pernah terdengar kiprahnya. Barangkali
semua itu karena sifat pemerintahan dan sistem politik otoritarian dan sentralistik
sehingga sistem check and balance dari DPR maupun yudikatif menjadi lumpuh. Pers pun
dibungkam bahkan para aktivis kritis pun banyak ditangkap.
Reformasi yang dilakukan sejak 1998 hingga sekarang juga baru menyentuh
secara politik. Dan korupsi pun makin mengalami ramifikasi baik vertikal (menyebar ke
daerah) maupun horizontal (bukan hanya di pemerintah dan lembaga yudikatif tapi juga
ke DPR) sehingga popular dengan adanya ''korupsi berjamaah''. Modus operandinya di
samping yang tradisional dan modern tak pernah hilang bahkan tipikal pascamodern pun
bermunculan seperti lenyapnya keuangan negara ratusan triliun karena gelontoran dana
rekap perbankan. Kemudian pembobolan bank (skala triliunan antara lain BNI, Mandiri),
illegal logging, illegal fishing, penyelundupan komoditas strategis (migas, gula, beras,
dst). Yang lebih baru adalah politik uang dalam sistem politik di pusat (KPU, pemilihan
ketua partai, promosi jabatan di pemerintahan dan BUMN, dst), di daerah (pilkada oleh
DPRD maupun pilkada langsung), dan masih banyak lagi. Upaya pemberantasan korupsi
di masa reformasi ini dimulai momentum dengan adanya kebebasan pers dan kebebesan
politik umumnya.
Dalam pelembagaannya dimulai dengan pembentukan Komisi Pemeriksaan
Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN) yang mulai terjadi sedikit gereget dengan
terungkapnya daftar kekayaan berbagai pejabat tinggi yang abnormal. Misalnya
terungkapnya misteri kekayaan Jaksa Agung MA Rahman dan pejabat lainnya meski satu
pun dari temuan itu tak ada tindak lanjut secara hukum. Malahan oleh pemerintahan
Megawati KPKPN ini pun ''dibubarkan'' dan dintegrasikan kepada Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (KPTPK). Pada pemerintahan Megawati keberadaan KPTPK ini
pun sulit berperan, karena konon sulitnya pemberian izin bagi pejabat untuk diperiksa.
Baru sejak pemerintahan SBY sedikit terkuak harapan dengan lebih lancarnya izin
tersebut dengan mulai adanya pemeriksaan (misal kasus KPU dan Bank Mandiri) bahkan
juga mulai ada yang divonis (kasus pimpinan DPRD Sumbar dan pejabat daerah lainnya,
kasus Gubernur Abdullah Puteh dan Kharis Walid). Patut dicatat dengan sedikit ada
harapan ini, tak luput dari peran BPK sejak dipimpin Billy Joedono dan diteruskan oleh
Anwar Nasution yang menguak data-data penyelewengan skala mega di pelbagai lembaga
strategis. Namun, kesan masih memburu kasus sensitif secara politis dalam
pemberantasan korupsi ini masih belum pupus, karena untuk kasus lebih kolosal semisal
kasus BLBI yang nilainya puluhan triliun masih belum tersentuh sama sekali.
Dengan perkembangan tersebut, Indonesia menurut berbagai lembaga
pemeringkat internasional sejak awal tahun 90-an hingga sekarang selalu masuk kategori
11. negara terkorup. Gejala korupsi ini seperti belum terbersit harapan untuk
pemberantasannya. Hal ini karena korupsi telah kadung menjadi kebudayaan. [6]
Hal-hal yang menyebabkan terjadinya korupsi antara lain:
1. Kemiskinan
Korupsi dengan latar belakang kemiskinan berasal dari kebutuhan.
2. Kekuasaan
Kekuasaan sering membuat orang bertindak sewenang-wenang dan mengambil
keuntungan dengan kekuasaan yang dimilikinya.
3. Budaya
Dari hasil penelitian Prof. Toshiko Kinoshita, Guru Besar Universitas Waseda Jepang
mengatakan bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat dengan sistem keluarga
besar, yaitu masyarakat yang mempunyai nilai bahwa kesuksesan seorang anggota
keluarga harus pula dinikmati oleh seluruh anggota keluarga besar itu.
4. Ketidaktahuan
Ini adalah alasan yang mengada-ada karena dana yang diberikan sering tidak diketahui
peruntukannya. Karena tidak tahu dan tidak perlu mencari tahu maka ketika ada masalah
dana tersebut dijadikan sebagai korupsi.
5. Rendahnya kualitas moral masyarakat
6. Lemahnya kelembagaan politik suatu negara
Kelembagaan yang pertama adalah sistem hukum dan penerapannya. Jika kasus korupsi
tidak ditangani sungguh-sungguh maka akan mengembangkan nilai dimata publik bahwa
korusi ”aman” dilakukan asal membayar ”harga tertentu”.
8. Menjadi penyakit bersama.
Sebagai sebuah penyakit maka dengan cepat menular dari kawasan satu kekawasan lain.
b. Dampak korupsi
Beberapa hal yang diakibatkan dari korupsi antara lain menimbulkan:
1. Kegagalan mencapai tujuan yang ditetapkan pemerintah.
2. Menular kesektor swasta dalam bentuk usaha mengejar laba dengan cepat dan
berlebihan, menyisihkan investor baru dan mengurangi pertumbuhan sektor swasta.
3. Kenaikan harga administrasi karena pembayar pajak membayar beberapa kalilipat
untuk pelayanan yang sama.
4. Mengurangi jumlah dana yang disediakan untuk publik.
5. Merusak moral aparat pemerintah.
6. Menurunkan rasa hormat kepada kekuasaan yang akhirnya menurunkan legitimasi
pemerintah.
7. Pribadi yang hanya memikirkan diri sendiri, tidak mau berkorban untuk kemakmuran
bersama di masa mendatang.
2.6 Hubungan antara Clean and Good Governance dengan gerakan Anti Korupsi
12. Clean and good governance meniscayakan adanya transparansi disegala bidang.
Hal ini untuk mengikis budaya korupsi yang mengakibatkan kebocoran anggaran dalam
penggunaan uang negara untuk kepentingan individu atau golongan bukan untuk
kesejahteraan rakyat.
Dalam menciptakan situasi perang terhadap korupsi Didin S Damanhuri
menyusun grand design:
Pertama, apapun kebijakan antikorupsi yang diambil, haruslah disadari bahwa kebijakan
dan langkah-langkah tersebut hendaknya ditempatkan sebagai ''totok nadi'' yang strategis,
berkelanjutan, dan paling bertanggung jawab di antara semua langkah total football,
estafet dari semua pihak yang peduli terhadap pemberantasan korupsi, baik dari kaum
agamawan, akademisi, parlemen, LSM, pers, dunia internasional, dan seterusnya
Kedua, menghindari politik belah bambu yang menggunakan KPTPK, Kejaksaan, dan
Polri untuk memburu pihak-pihak yang secara politis harus dikalahkan dan membiarkan
pihak-pihak yang dianggap kawan politik.
Ketiga, keseriusan untuk mencari solusi terbebasnya TNI dan Polri dari dunia politik dan
bisnis secara tuntas.
Keempat, euforia elite politik di pusat dan daerah dalam menikmati kebebasan politik,
kebebasan berpendapat, dan kebebasan pers yang seharusnya semakin mendewasakan
kehidupan berdemokrasi yang ujung-ujungnya juga mampu membangkitkan kembali
kehidupan ekonomi dengan ukuran rakyat yang semakin sejahtera. [7]
2.7 Hubungan antara Good and Clean Governance dengan Kinerja Birokrasi
Pelayanan Publik.
Dalam rangka menyelamatkan keuangan negara, banyak upaya pemerintah yang
sudah dilaksanakan diantaranya Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara dan diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004
tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara.
Kemudian dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah semakin jelas keseriusan pemerintah dalam hal
pembenahan sistem pengelolaan keuangan negara, mengutip pendapat pakar bahwa
selama ini yang diterapkan nampaknya masih lemah dan cenderung membuka peluang
yang sangat besar bagi terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan anggaran.
Penerapan PP Nomor 60 Tahun 2008 bukan hanya tanggungjawab BPKP tetapi
seluruh instansi pemerintah guna mewujudkan Good Governance untuk menuju Clean
Government. Sebagaimana diamanatkan dalam pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) PP 60 tahun
2008 jelas bahwa BPKP mempunyai tugas yang cukup berat.
13. Tentu bukan soal yang mudah dalam mempersiapkan personil yang dapat melaksanakan
tugas tersebut, perlu adanya kesepahaman dalam mencermati secara komprehensif apa
yang tertuang dalam PP tersebut.[8]
Dengan tiga pilar pelayanan public menjadi titik setrategis untuk memulai
pengembangan dan penerapan Clean and good governance di Indonesia. Tiga pilar
tersebut yakni:
1. Pelayanan publik selama ini menjadi tempat dimana negara yang diwakili
pemerintah berinteraksi dengan lembaga non pemerintah.
2. Pelayanan publik tempat dimana berbagai aspek Clean and good
governance dapat diartikulasikan lebih mudah.
3. Pelayanan publik melibatkan semua unsur yaitu pemerintah, masyarakat
dan mekanisme pasar.
BAB III
Penutup
Kesimpulan
Pemerintah atau ''Government" dalam bahasa Inggris diartikan sebagai "The authoritative
direction and administration of the affairs of men/women in a nation, state, city,
etc"(pengarahan dan administrasi yang berwenang atas kegiatan orang-orang dalam
sebuah negara, negara bagian, kota, dan sebagainya). Ditinjau dari sisi semantik,
kebahasaangovernance berarti tata kepemerintahan dan good governance bermakna tata
kepemerintahan yang baik.
Lembaga Administrasi Negara (LAN) merumuskan sembilan aspek fundamental dalam
good governance yang harus diperhatikan yaitu :
• Partisipasi (participation)
• Penegakan Hukum (rule of law)
• Transparansi (transparency)
• Responsif (responsive)
• Konsesus (consesus)
• Kesetaraan (equity)
• Efektivitas dan efisiensi
• Akuntabilitas (accountability)
• Visi Strategis
14. Pemerintah atau government dalam bahasa Inggris adalah: "The auhoritative direction and
administration of the affairs of men/women in a na-loft, state, city, etc." Atau dalam
bahasa Indonesia berarti "Pengarahan dan idministrasi yang berwenang atas kegiatan
orang-orang dalam sebuah neg-ira, negara bagian, kota, dan sebagainya." Bisa juga
berarti "The governing )Ody of nation, state, city, etc." Atau lembaga atau badan yang
menyeleng-[arakan pemerintahan negara, negara bagian atau kota, dan sebagainya
Ada tiga karakteristik dasar good governance:
• Diakuinya semangat pluralisme.
• Tingginya sikap Toleransi,
• Tegaknya prinsip demokrasi.
Menurut Kartini Kartono korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan
wewenang mengambil keuntungan pribadi dengan merugikan kepentingan umum atau
negara.
[1] Srijanti,dkk. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Mahasiswa.( Jakarta : Graha
Ilmu, 2009 )
[2] A. Ubaedillah dan Abdul Rozaq, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, (Jakarta : ICCE UIN
Syarif Hidayatullah, 2007) Cet. IV, hlm. 215
[3] Ibid. Srijanti,dkk.
[4] Ibid, hlm. 218-228
[5] Ibid Srijanti,dkk.
[6] Didin S Damanhuri, Kompleksitas Korupsi , (Bogor :Pengamat Ekonomi Politik dan Guru Besar Ekonomi IPB,
sumber opini agung prabowo AGP )
[7] Ibid Srijanti,dkk.
[8] Situs Web BPKP, Perwakilan BPKP Provinsi Jawa Barat, Bandung