SlideShare a Scribd company logo
1 of 1232
Download to read offline
i
INSPEKTORAT JENDERAL
DEPARTEMEN LUAR NEGERI
JAKARTA
2007
HIMPUNAN PERATURAN
KEPEGAWAIAN
BUKU 2
ii
iii
KATA PENGANTAR
Sesuai Peraturan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia
Nomor 02/A/OT/VIII/2005/01 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Luar Negeri, Inspektorat Jenderal melaksanakan tugas
pengawasan di lingkungan Deplu.
Dengan semangat benah diri, dapat diaktualisasikan
Penyusunan Himpunan Peraturan Keuangan dan Non Keuangan,
dimaksudkan sebagai dasar rujukan/pedoman untuk melaksanakan
tugas tersebut.
Semoga bermanfaat, tingkatkan profesionalisme kerja
pengawasan yang berkualitas, konsisten dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Jakarta, 30 April 2007
INSPEKTUR JENDERAL
DIENNE H. MOEHARIO
KATA PENGANTAR
iv
v
HAL
I. ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
1. UU No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok
Kepegawaian Negara .......................................... 3
2. PP No. 15 Tahun 1979 Dan SE Kepala BAKN
No. 03/SE/1980 tentang Daftar Urut Kepangkatan
Pegawai Negeri Sipil ............................................. 32
3. PP No. 45 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan
Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Dan Para
Pensiunan Atas Penghasilan Yang Dibebankan
Kepada Keuangan Negara Atau
Keuangan Daerah ............................................... 76
4. PP No. 9 Tahun 2003 tentang Wewenang
Pengangkatan, Pemindahan, Dan Pemberhentian
Pegawai Negeri Sipil ............................................. 86
5. KEPPRES No. 33 Tahun 1986 tentang Kewajiban
Penyampaian Laporan Pajak-Pajak Pribadi Bagi
Pejabat Negara, PNS,TNI, Dan Pegawai
BUMN/D............................................................. 115
6. PERPRES No. 1 Tahun 2006 tentang Penyesuaian
Gaji Pokok Pegawai Negeri Sipil menurut PP No.
26/2001 Ke Dalam Gaji Pokok Pegawai Negeri Sipil
Menurut PP No. 11/2003 ..................................... 121
7. KEP. BAKN No. 1158a/KEP/1983 tentang
Kartu Istri/Suami PNS.......................................... 133
8. KEP. MENLU No. SK. 279/OR/VIII/83/01
Tahun 1983 tentang Peraturan Dasar Pejabat
Dinas Luar Negeri................................................ 137
DAFTAR ISI
BIDANG KEPEGAWAIAN
DAFTAR ISI
vi
9. KEP. MENLU No. SK.2783/BU/IX/81/01 tentang
Ketentuan Dasar Kepegawaian Dinas
Luar Negeri ......................................................... 150
10. KEP. MENLU No. SK.30/OR/III/84/01 tentang
Pedoman Tata Cara Pembinaan
Pejabat Luar Negeri ............................................ 164
11. KEP. MENLU No. SK.01/A/KPI/2002/01 tentang
Tugas, Fungsi Dan Susunan Keanggotaan Badan
Pertimbangan Jabatan Dan Kepangkatan
Departemen Luar Negeri ..................................... 169
12. Nota Dinas Karo Kepegawaian/Ketua Tim
Pendukung Baperjakat No. 1139/KP/V/2004/19
tentang Pedoman Mutasi Pegawai Ke Perwakilan,
Pedoman Penarikan Pegawai Dari Perwakilan Dan
Orientasi Penempatan Pegawai Ke Perwakilan ....... 184
13. Kawat Sekjen Deplu No. 970186 tanggal
17 Januari 1997 tentang Ijin Meninggalkan Wilayah
Akreditasi Bagi KBTU Dan Atau Bendahara ........... 191
14. Kawat Sekjen Deplu No. 20019 tanggal 2 Januari
2002, Kawat Sekjen Deplu N0.040489 tanggal
17 Februari 2004, Dan Kawat Sekjen Deplu No.
PL-0687/030305 tentang Ijin Meninggalkan
Wilayah Akreditasi Bagi Keppri .............................. 192
II. KESEJAHTERAAN PEGAWAI
1. PP No. 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial
Pegawai Negeri Sipil ............................................. 199
2. KEP. MENLU No. 113/KP/VIII/2000/01 tentang
Dana Kesejahteraan ........................................... 207
3. Keputusan Badan Pembina Yayasan UPAKARA
SK.003/BIN/I/90 tentang Sumbangan Uang
Pesangon Pensiun, Sumbangan Uang
Duka/Kematian Dan Sumbangan Uang Kelahiran
Meningkatkan Kesejahteraan Karyawan ............... 212
DAFTAR ISI
vii
4. Permenkeu No. 22/PMK.05/2007 tentang
Pemberian uang Makan bagi Pegawai
Negeri Sipil .......................................................... 215
III. FORMASI
1. PP No. 98 Tahun 2000 Dan PP No. 11 Tahun
2002 tentang Pengadaan Calon Pegawai
Negeri Sipil .......................................................... 223
2. PP No. 97 Tahun 2000 Dan PP No. 54 Tahun
2003 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil ............ 247
IV. PENGANGKATAN
1. PP No. 100 Tahun 2000 Dan PP No. 13 Tahun
2002 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil
Dalam Jabatan Struktural..................................... 261
2. PP No. 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan
Tenaga Honorer Menjadi Calon
Pegawai Negeri Sipil ............................................. 284
3. SURAT WAKIL PRESIDEN No.B-01/WK.Pres/Set/
II/2000 tentang Pengangkatan, Pemindahan Dan
Pemberhentian Dalam Dan Dari Jabatan
Struktural Eselon I............................................... 298
4. Surat Tugas Kepala BKN No. K.26-25/V.7-46/919
tentang Tata Cara Pengangkatan PNS Sebagai
Pelaksana ........................................................... 300
5. KEP. MENLU No. 111/KP/VIII/2000/01 tentang
Penempatan Pegawai-Pegawai Deplu Bukan
Pejabat Dinas Luar Negeri Di Luar Negeri
sebagai Staf Teknis ............................................. 303
6. Surat Sekjen Deplu No. 6314/79/12 tentang
Pengangkatan Kuasa Usaha Sementara ............... 309
DAFTAR ISI
viii
V. PEMBERHENTIAN
1. PP No. 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian
Pegawai Negeri Sipil ............................................. 313
2. PP No. 1 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas
PP No. 32/1979 Tentang Pemberhentian
Pegawai Negeri Sipil ............................................. 337
3. PP No. 69 Tahun 2005, jo PP No. 18 Tahun 2006
tentang Penetapan Pensiun Pokok, Pensiun PNS,
Pensiun Janda/Dudanya ...................................... 340
4. KEPPRES No. 40 Tahun 1987 tentang Batas Usia
Pensiun Bagi Pejabat Diplomatik Konsuler
Departemen Luar Negeri ..................................... 345
5. Kawat Sekjen Deplu No. 033797 tanggal 15
Agustus 2003 tentang Larangan Perpanjangan
Masa Tugas Setelah Pensiun ............................... 348
6. SE Sekjen Deplu No. SE.084/OT/VI/2000/02
tentang Pedoman Administrasi Kepegawaian Dan
Keuangan Bagi Pegawai Negeri Yang Pensiun
Pada Perwakilan RI Di Luar Negeri ........................ 350
VI. PENILAIAN DAN EVALUASI
1. PP No. 10 Tahun 1979 Dan SE BAKN No. 02/SE/1980
tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan
Pegawai Negeri Sipil ............................................. 355
2. SE Sekjen Deplu No. 3404/KP/XI/87/01 tanggal
24 Desember 1987 tentang Pembuatan Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) Bagi
Home Staf Yang Mengakhiri Masa Tugasnya
di Perwakilan ....................................................... 390
3. Kawat Sekjen Deplu No. 031391 tanggal
10 Maret 2003 tentang Penilaian Terhadap
Athan Dan Atnis.................................................. 392
DAFTAR ISI
ix
4. Kawat Sekjen Deplu No. 052963 tanggal
30 Juni 2005 tentang Evaluasi Terhadap Kinerja
HOC Dan BPKRT ................................................ 393
VII. DISIPLIN PEGAWAI
1. PP No. 30 Tahun 1980 Dan Surat Edaran Kepala
BAKN No. 23/SE/1980 tentang Peraturan Disiplin
Pegawai Negeri Sipil ............................................. 397
2. KEPPRES No. 33 Tahun 1995 Dan Surat Menko
Polkam No.B.36/Menko/Polkam/6/ 95 KEP.Menko
No.KEP-01/Menko Polkam/6/95 tentang Gerakan
Polkam Disiplin Nasional........................................ 461
3. KEPPRES No. 68 Tahun 1995 Dan SE. SEKJEN
No. 638/KP/X/95/18 tentang Hari Kerja
Di Lingkungan Lembaga Pemerintah Pusat ............ 470
4. INPRES No. 14 Tahun 1981 tentang Penyeleng-
garaanUpacara Pengibaran Bendera Merah Putih .. 475
5. KEP. MENLU No. SP/3033/DN/XI/1980 tentang
Pendelegasian Wewenang Penjatuhan Hukuman
Disiplin Dalam Lingkungan Deplu/Perwakilan RI
Di Luar Negeri ..................................................... 479
6. KEP. MENLU No. SP/1410/DN/XI/1981 tentang
Disiplin Bagi Pegawai Departemen Luar Negeri ....... 482
7. PERMENPAN No. Per/87/M.PAN/8/2005 tentang
Pedoman Peningkatan Pelaksanaan Efisiensi,
Penghematan, Dan Disiplin Kerja .......................... 486
8. SE BAKN No. 10/SE/1981 tentang Tindakan
Administratif Dan Hukuman Disiplin Terhadap PNS
Yang Memiliki/Menggunakan Ijazah Palsu/Aspal .... 511
9. Surat BKN No. K.26-30/V.24-49/99 tentang
Peningkatan Disiplin Pegawai................................. 531
DAFTAR ISI
x
10. SE. Menpan No. SE/03/M.PAN/IV/2007 tentang
Perlakuan terhadap Pejabat yang Terlibat
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme ............................ 533
11. SE MENPAN No. SE/03/M.PAN/IV/2007 tentang
Hari Kerja Di Lingkungan Pemerintah .................... 538
12. Kawat Sekjen Deplu No.0600358 Tanggal 25
Januari 2006 Dan Kawat Sekjen No.060667
Tanggal 22 Pebruari 2006 tentang Penerapan
Absensi Biometric Di Perwakilan ............................ 540
VIII. PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN
1. PP No. 4 Tahun 1976 tentang Pegawai Negeri
Yang Menjadi Pejabat Negara.............................. 545
2. KEP. Kepala BKN No. 43/Kep/2001 tentang
Standar Kompetensi Jabatan Struktural Pegawai
Negeri Sipil .......................................................... 551
3. Surat Kepala BKN No. K.26-3/V.5-10/99 tentang
Penunjukan Pejabat Pelaksana Harian .................. 564
4. KEP. MENLU No. SK.09/A/OT/VIII/2004/01
tentang Pengisian Jabatan di Perwakilan Republik
Indonesia Di Luar Negeri Melalui Seleksi Terbuka ... 567
5. SE MENPAN No. SE/04/M.PAN/03/2006 tentang
Perpanjangan Batas Usia Pensiun PNS Yang
Menduduki Jabatan Struktural Eselon I Dan
Eselon II ............................................................ 571
6. Kawat Sekjen Deplu No. 050119 tanggal
5 Januari 2005 tentang Penunjukan Staf
Pengumandahan Untuk Tugas Kebendaharaan
Dan Mekanisme Pelaksanaan Tugas Pengelola
Keuangan ........................................................... 575
DAFTAR ISI
xi
7. Nota Dinas Karo Kepegawaian No. 756/KP/IV/
2005/19 tanggal 11 April 2005 tentang
Persyaratan Untuk Menduduki Jabatan Struktural
Eselon IIIa Dan Eselon IVa Di Lingkungan
Deplu RI ............................................................. 577
8. Kawat Sekjen Deplu No. 983973 Tanggal
15 September 1998 tentang Peralihan Masa
Tugas Keppri ...................................................... 579
IX. PENGHARGAAN
1. PP No. 25 Tahun 1994 tentang Tanda
Kehormatan Satyalancana Karya Satya................ 583
2. SURAT SEKRETARIAT NEGARA No. B-1143/
Setneg/6/2002 tentang Pemberitahuan
Pemakaian Tanda Kehormatan ............................ 596
3. KEP. BAKN No.02/1995 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Penganugerahan Tanda
Kehormatan Satyalancana Karya Satya................ 601
4. KEP. MENLU No. 112/KP/VIII/2000/01 tentang
Pemberian Penghargaan Bagi Pejabat Dinas
Dalam Negeri Yang Akan Menghadapi Pensiun ...... 616
X. PENDIDIKAN DAN LATIHAN
1. PP No. 14 Tahun 1994 tentang Pendidikan Dan
Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil .................. 623
2. KEP. MENLU No. SK.29/OR/III/84/01 tentang
Perubahan Pasal 8 Keputusan Menlu
No. SP.1527/DN/XI/1982 Tentang Program
Kaderisasi ........................................................... 647
3. KEP. MENLU No. SK.27/DL/X/87/02 tentang
Ketentuan Penguasaan Bahasa Inggris Bagi
Pendidikan Dan Latihan Berjenjang ....................... 649
DAFTAR ISI
xii
4. KEP. MENLU No. SK.149/DL/XI/98/01 tentang
Sistem Pendidikan Dan Latihan Pegawai
Departemen Luar Negeri ..................................... 658
5. KEP. MENLU No. SK/107/DL/VIII/2000/01 tentang
Program Tugas Belajar Bagi PDLN........................ 674
6. INSTRUKSI MENLU No. SK. 013/OR/III/88/01
tentang Penguasaan Bahasa Resmi PBB Bagi
Pejabat Dinas Luar Negeri Pada Penugasan
Pertama Di Perwakilan RI Di Luar Negeri ............... 684
7. KEP.MENLU SK.04.A/A/DL/VI/2003/01 tanggal
2 Juni 2003 Dan SK.21/.B/KP/III/2006/02 tanggal
20 Maret 2006 tentang Penyelenggaraan
Pendidikan Dan Latihan BPKRT Perwakilan ............ 687
XI. PANGKAT DAN GELAR
1. PP No. 99 Tahun 2000 jo PP No. 12 Tahun 2002
tentang Pengangkatan Dalam Pangkat
Pegawai Negeri Sipil ............................................. 697
2. KEP. BAKN No. 512/KEP/1983 tentang Jenjang
Pangkat Bagi Pejabat Komunikasi Pada Pusat
Komunikasi Departemen Luar Negeri .................... 728
3. KEP. Kepala BAKN No. 170/1999 tentang
Pengecualian Dari Ujian Dinas Tingkat III Bagi
PNS Yang Memiliki Ijazah Pasca Sarjana (Strata-2)
Ijazah Spesialis I Dan Atau Ijazah /Gelar Doktor
(Strata-3), Ijazah Spesialis II ............................... 730
4. KEP. BAKN No. 06/2001 tentang Jenjang
Pangkat Jabatan Pimpinan Pada Perwakilan RI
Di Luar Negeri ..................................................... 733
5. SE. BAKN No. 21/SE/1977 tentang PNS
Yang Lebih Rendah Pangkatnya Membawahi
Secara Langsung PNS Yang Lebih Tinggi
Pangkatnya ........................................................ 737
DAFTAR ISI
xiii
6. SE. BAKN No. 01/SE/1987 tentang Pedoman
Persamaan Pangkat/Golongan Ruang Gaji
Anggota ABRI Dengan PNS ................................. 741
7. KEP. MENLU No. SK.12/A/OT/IX/2004/01
tentang Peleburan Golongan PA Ke Dalam
Golongan Pejabat Diplomatik Konsuler .................. 746
8. Kawat Karo Kepeg. No. 023506 Tgl 9 Sept 2002
tentang Batas Waktu Penerimaan Untuk
Kenaikan Pangkat PNS ........................................ 750
9. Kawat Sekjen Deplu No. 044308 tanggal
1 Oktober 2004 tentang Periode Kenaikan
Gelar Diplomatik .................................................. 752
10. JUKLAK Biro Kepeg. No. KP 0618/juklak/94/12
tentang Percepatan Kenaikan Gelar PDLN............. 754
11. Nota Dinas Karo Kepeg No.1611/KP/VII/2004/19
tanggal 23 Juli 2004 tentang Penyeragaman
Nota Usulan Kenaikan Pangkat PNS Pada Unit
Kerja Di Deplu Dan Perwakilan.............................. 758
XII. PENEMPATAN PEGAWAI
1. KEP. MENLU No. SK.08/A/KP/VI/2004/01 tentang
Penempatan Suami Isteri Yang Mempunyai
Status Diplomat .................................................. 765
2. KEP. MENLU No. SK. 65/OR/VI/01 Tahun 1984
tanggal 6 Juni 1984 tentang Pedoman
Penempatan Atase Pertahanan Dan Teknis
Pada Perwakilan RI Di Luar Negeri ....................... 772
3. Nota Dinas Karo Kepeg/Ketua TP Baperjakat
No. 1012/KP/III/2006/19 tanggal 17 Maret 2006
tentang Pengusulan Penempatan Pejabat
Diplomatik Konsuler (PDK) Ke Perwakilan RI .......... 779
DAFTAR ISI
xiv
4. Surat Sekjen Deplu No. 6278/1978/12 tentang
Pengujian Kesehatan Dalam Rangka
Penugasan/Penempatan Di Luar Negeri ................ 781
5. NOTA EDARAN BIRO KEPEGAWAIAN
No. 1398/Kepeg/1979 tentang Pengujian
Kesehatan Pejabat Deplu Dan Istrinya Dalam
Rangka Penempatan Di Luar Negeri ..................... 783
6. Nota Rahasia Karo Kepeg/Ketua TP Baperjakat
No. 1709/KP/VIII/2005/19/R tanggal
29 Agustus 2005 tentang Pemantapan
Substansi Bagi Pejabat Yang Akan Penempatan
Ke Perwakilan RI Di Luar Negeri ........................... 785
XIII. PERKAWINAN DAN PERCERAIAN
1. UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ........... 791
2. PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU
No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan ................ 811
3. PP No. 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan
Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil ............... 828
4. PP No. 45 Tahun 1990 tentang Perubahan Atas
PP No. 10 Tahun 1983 ........................................ 844
5. SE. PERDANA MENTERI No. 14/R.I/1959
tentang Peraturan Tentang Perkawinan
Pejabat-Pejabat/Pegawai RI Yang Ditempatkan
Di Perwakilan RI Di Luar Negeri Dengan
Bangsa Asing ...................................................... 851
6. KEP. MENLU No. SK.074/ KP/IV/2002/01
tentang Pendelegasian Wewenang Mengenai
Penolakan/Pemberian Izin Perkawinan Dan
Perceraian bagi PNS dalam Lingkungan
Departemen Luar Negeri/Perwakilan RI
Di Luar Negeri ..................................................... 854
DAFTAR ISI
xv
7. SE. Sekjen Deplu No. SE 077/VII/2005/19/02
tentang Perijinan Untuk Perkawinan Antara
Diplomat Wanita Indonesia Dengan WNA ............. 859
XIV. CUTI PEGAWAI
1. PP No. 24 Tahun 1976 tentang Cuti Pegawai
Negeri Sipil .......................................................... 867
2. SE. BAKN No. 01/SE/1977 tentang Permintaan
Dan Pemberian Cuti Pegawai Negeri Sipil ............... 889
3. KEP. MENLU No. SK.53/OR/V/84/01 tentang Cuti
Pejabat Perwakilan RI Di Luar Negeri .................... 906
XV. PEMBATASAN KEGIATAN PNS
1. PP No. 6 Tahun 1974 tentang Pembatasan Kegiatan
Pegawai Negeri Dalam Usaha Swasta ................... 919
2. PP No. 5 Tahun 1999 tentang Pegawai Negeri Sipil Yang
Menjadi Anggota Partai Politik ............................... 927
3. PP No. 12 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas
PP No. 5 Tahun 1999 .......................................... 936
4. KEPPRES No 10/1974 tentang Beberapa
Pembatasan Kegiatan PNS Dalam Rangka
Pendayagunaan Aparatur Negara Dan
Kesederhanaan Hidup ......................................... 940
5. INSTRUKSI MENLU No. 519/BU/III/79/01
Tanggal 20 Maret 1979 tentang Pembatasan
Kegiatan Pegawai Negeri Di Lingkungan
Departemen Luar Negeri Di Bidang Usaha
Swasta dalam Rangka Pendayagunaan
Aparatur Negara Dan Kesederhanaan Hidup ......... 947
DAFTAR ISI
xvi
XVI. HAK KEPPRI
1. PP No. 5 Tahun 1996 tanggal 14 Pebruari 1996
Dan PP No. 61 Tahun 2006 tanggal 26 Juli 2006
tentang Hak Keuangan / Administrasi Dubes
LBBP Dan Mantan Dubes LBBP serta
Janda/Dudanya .................................................. 957
2. KEP. MENLU NO. SK.2784/BU/IX/81/01 tentang
Kewajiban Dan Hak Wakil Kepala Perwakilan RI
Di Luar Negeri ..................................................... 976
3. KEP. MENLU No. SK.015/OR/II/89/01 tentang
Pengangkatan Sekretaris Pribadi, Kepala Rumah
Tangga Dan Pengemudi Pada Perwakilan RI
Di Luar Negeri ..................................................... 979
4. Kawat Sekjen Deplu No. pl-2324/0717000 Tanggal
17 Juli 2000 tentang Pemberdayaan KRT ............. 983
5. Kawat Sekjen Deplu No. 032596 Tanggal
29 Mei 2003 tentang Hak Keppri .......................... 984
XVII. JABATAN FUNGSIONAL
1. PP No. 16 Tahun 1994 tentang Jabatan
Fungsional PNS ................................................... 987
2. KEP. MENLU No.SK.024/KP/III/98/02 tentang
Tata Kerja Tim Penilai Dan Tata cara penilaian
Angka Kredit Jabatan Fungsional Diplomat ............ 1001
3. KEP. MENLU No. SK. 103/OT/VII/98/02 tentang
Pedoman Pengisian Daftar Usulan Penetapan
Angka Kredit Jabatan Fungsional Diplomat ............ 1018
4. PERMENPAN No. PER/87/M.PAN/8/2005 tanggal
16 Agustus 2005 tentang Jabatan Fungsional
Diplomat Dan Angka Kreditnya ............................. 1021
DAFTAR ISI
xvii
5. KEP. MENPAN No. 19 Tahun 1996 Tanggal 2 Mei
1996 tentang Jabatan Fungsional Auditor.............. 1044
6. KEP. MENPAN RI No. 17/KEP/M.PAN/4/2002
Tentang Penyesuaian Penamaan Jabatan
Fungsional Auditor ............................................... 1082
7. Keputusan Bersama Kepala BAKN, Sekjen BPK
Dan Kepala BPKP No. 10 Tahun 1996 No. 49/SK/
S/1996 No. KEP-386/K/1996 Tanggal 6 Juni 1996
tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional
Auditor Dan Angka Kreditnya ............................... 1086
8. KEP. Kepala BPKP No. KEP-817/K/JF/002 tanggal
3 Desember 2002 tentang Prosedur Kegiatan
Baku Penilaian Dan Penetapan Angka Kredit Bagi
Jabatan Fungsional Auditor Di Lingkungan Aparat
Pengawasan Internal Pemerintah ......................... 1108
9. Keputusan Bersama Kepala Lembaga Sandi
Negara RI Dan Kepala Badan Kepegawaian
Negara: No. KP. 004/KEP.60/2004, No. 17 Tahun
2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan
Fungsional Sandiman Dan Angka Kreditnya ........... 1113
10. Keputusan Bersama Kepala Sandi Negara RI Dan
Kepala Badan Kepegawaian Negara:
No. KP. 004/KEP.61/2004, No. 18 Tahun 2004
tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan
Fungsional Operator Transmisi Sandi (OTS) Dan
Angka Kreditnya Lembaga ................................... 1132
11. SE. Sekjen Deplu No. 1120/KP/XI/99/02 tanggal
22 Oktober 1999 tentang Penundaan Pelaksanaan
Sistem Jabatan Fungsional Diplomat di Deplu ........ 1150
12. Kawat Sekjen Deplu No. 053142 tanggal
15 Juli 2005 tentang Jabatan Fungsional
Diplomat ............................................................. 1152
DAFTAR ISI
xviii
13. Kawat Sekjen Deplu No. 982126 tanggal 13 Mei
1998 tentang In-Passing (Penyesuaian) PDLN
sebagai Jabatan Fungsional DEPLU (JJFDD) .......... 1154
XVIII. PEGAWAI SETEMPAT
1. PERMENLU No.07/A/KP/X/2006/01 Tahun 2006
tentang Pedoman Dan Tata Cara Pengangkatan,
Pemberhentian, Dan Pembuatan Kontrak Kerja
Pegawai Setempat pada Perwakilan RI Di Luar
Negeri ................................................................ 1157
2. Brafaks Karo Kepeg No. RR-0177/DEPLU/I/2006
tanggal 13 Januari 2006 tentang Model Kontrak
Kerja Pegawai Setempat...................................... 1201
DAFTAR ISI
1
I
ADMINISTRASI
KEPEGAWAIAN
2
3
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
UNDANG–UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 43 TAHUN 1999
TENTANG
PERUBAHAN ATAS
UNDANG–UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG
POKOK–POKOK KEPEGAWAIAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : a. Bahwa dalam rangka usaha mencapai tujuan
nasional untuk mewujudkan masyarakat madani
yang taat hukum, berperadaban modern,
demokratis, makmur, adil, dan bermoral tinggi,
diperlukan Pegawai Negeri yang merupakan unsur
aparatur negara yang bertugas sebagai abdi
masyarakat yang menyelenggarakan pelayanan
secara adil dan merata, menjaga persatuan dan
kesatuan bangsa dengan penuh kesetiaan kepada
Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945;
b. bahwa untuk maksud tersebut pada huruf a,
diperlukan Pegawai Negeri yang berkemampuan
melaksanakan tugas secara profesional dan
bertanggung jawab dalam menyelenggarakan
tugas pemerintah dan pembangunan, serta
bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan
nepotisme;
c. bahwa untuk membentuk sosok Pegawai Negeri
Sipil sebagaimana tersebut pada huruf b,
diperlukan upaya meningkatkan manajemen
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
4
Pegawai Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai
Negeri;
d. bahwa sehubungan dengan huruf a, b, dan c
tersebut di atas, dipandang perlu untuk
mengubah Undang–undang Nomor 8 Tahun 1974
Tentang Pokok–Pokok Kepegawaian.
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), pasal 27
ayat (1), dan Pasal 28 Undang–Undang Dasar
1945.
2. Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara
tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3041)
3. Undang–undang Nomor 22 tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun
1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3839);
4. Undang–undang Nomor 28 tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas
dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran
Negara Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan
lembaran Negara Nomor 3851);
dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG–UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974
TENTANG POKOK–POKOK KEPEGAWAIAN.
Pasal 1
Beberapa ketentuan dalam Undang–undang Nomor 8 Tahun 1974
tentang Pokok–pokok Kepegawaian, diubah sebagai berikut :
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
5
1. Judul BAB I dan ketentuan Pasal 1 menjadi berbunyi
sebagai berikut :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang–undang ini yang dimaksud dengan :
1. Pegawai Negeri adalah setiap warga Negara Republik Indonesia
yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh
pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu
jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji
berdasarkan peraturan perundang–undangan yang berlaku.
2. Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang mempunyai
kewenangan mengangkat, memindahkan, dan
memberhentikan Pegawai Negeri berdasarkan peraturan
perundang–undangan yang berlaku.
3. Pejabat yang berwajib berwenang adalah pejabat yang karena
jabatan atau tugasnya berwenang melakukan tindakan hukum
berdasarkan peraturan perundang–undangan yang berlaku.
4. Pejabat Negara adalah pimpinan dan anggota lembaga
tertinggi/tinggi Negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar 1945 dan Pejabat Negara lainnya yang
ditentukan oleh Undang–undang.
5. Jabatan Negeri adalah jabatan dalam bidang eksekutif yang
ditetapkan berdasarkan peraturan perundang–undangan,
termasuk di dalamnya jabatan dalam kesekretariatan lembaga
tertinggi atau tinggi Negara, dan kepaniteraan pengadilan.
6. Jabatan Karier adalah jabatan struktural dan fungsional yang
hanya dapat diduduki Pegawai Negeri Sipil setelah memenuhi
syarat yang ditentukan.
7. Jabatan organik adalah jabatan negeri yang menjadi tugas
pokok pada suatu satuan organisasi pemerintah.
8. Manajemen Pegawai Negeri Sipil adalah keseluruhan upaya–
upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas dan derajat
profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi, dan kewajiban
kepegawaian, yang meliputi perencanaan, pengadaan,
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
6
pengembangan kualitas, penempatan, promosi, penggajian,
kesejahteraan, dan pemberhentian.
2. Judul BAB II, ketentuan Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4
menjadi berbunyi sebagai berikut :
BAB II
JENIS, KEDUDUKAN, KEWAJIBAN, DAN
HAK PEGAWAI NEGERI
Bagian Pertama
Jenis dan Kedudukan
Pasal 2
(1) Pegawai Negeri terdiri dari :
a. Pegawai Negeri Sipil;
b. Anggota Tentara Nasional Indonesia; dan
c. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(2) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf a, terdiri dari :
a. Pegawai Negeri Sipil Pusat; dan
b. Pegawai Negeri Sipil Daerah
(3) Disamping Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), pejabat yag berwenang dapat mengangkat
pegawai tidak tetap.
Pasal 3
(1) Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara
yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam
penyelenggaraan tugas Negara, pemerintahan, dan
pembangunan.
(2) Dalam kedudukan dan tugas sebagaiman dimaksud dalam
ayat (1), Pegawai Negeri harus netral dari pengaruh semua
golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
7
(3) Untuk menjamin netralitas Pegawai Negeri sebagaimana
dimaksud dalam ayat 92, Pegawai Negeri dilarang menjadi
anggota dan/atau pengurus partai politik.
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 4
Setiap Pegawai Negeri wajib setia dan taat kepada Pancasila
Undang–undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah, serta
wajib menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
3. Ketentuan Pasal 7 menjadi berbunyi sebagai berikut :
Pasal 7
(1) Setiap Pegawai Negeri berhak memperoleh gaji yang adil
dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung
jawabnya.
(2) Gaji yang diterima oleh Pegawai Negeri harus mampu
memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraannya.
(3) Gaji Pegawai Negeri yang adil dan layak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
4. Judul Bagian Keempat BAB II dan ketentuan Pasal II
menjadi berbunyi sebagai berikut :
Bagian Keempat
Pegawai Negeri Yang Menjadi Pejabat Negara
Pasal 11
(1) Pejabat Negara terdiri atas :
a. Presiden dan Wakil Presiden;
b. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat;
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
8
c. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat;
d. Ketua, Wakil ketua, ketua Muda, dan Hakim Agung pada
Mahkamah Agung, serta Ketua, Wakil ketua, dan Hakim
pada semua Badan Peradilan;
e. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Pertimbangan
Agung;
f. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan Pemeriksa
Keuangan;
g. Menteri, dan jabatan yang setingkat Menteri;
h. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang
berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan
Berkuasa Penuh;
i. Gubernur dan Wakil Gubernur;
j. Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota; dan
k. Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh Undang–
undang.
(2) Pegawai Negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara
diberhentikan dari jabatan organiknya selama menjadi Pejabat
Negara tanpa kehilangan statusnya sebagai Pegawai Negeri.
(3) Pegawai Negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara
tertentu tidak perlu diberhentikan dari jabatan organiknya.
(4) Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),
setelah selesai menjalankan tugasnya dapat diangkat kembali
dalam jabatan organiknya.
5. Judul BAB III, ketentuan Pasal 12, dan Pasal 13 menjadi
berbunyi sebagai berikut :
BAB III
MANAJEMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL
Bagian Pertama
Tujuan Manajemen
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
9
Pasal 12
(1) Manajemen Pegawai Negeri Sipil diarahkan untuk menjamin
penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan
secara berdayaguna dan berhasilguna.
(2) Untuk mewujudkan penyelenggaraan tugas pemerintahan
dan pembangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
diperlukan Pegawai Negeri Sipil yang profesional, bertanggung
jawab, jujur, dan adil melalui pembinaan yang dilaksanakan
berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang
dititikberatkan pada sistem prestasi kerja.
Bagian Kedua
Kebijaksanaan Manajemen
Pasal 13
(1) Kebijaksanaan Manajemen Pegawai Negeri Sipil mencakup
penetapan norma, standar, prosedur, formasi,
pengangkatan, pengembangan kualitas sumber daya Pegawai
Negeri Sipil, pemindahan, gaji, tunjangan, kesejahteraan,
pemberhentian, hak, kewajiban, dan kedudukan hukum.
(2) Kebijaksanaan Manajemen Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), berada pada Presiden selaku
Kepala Pemerintahan.
(3) Untuk membantu Presiden dalam merumuskan
kebijaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan
memberikan pertimbangan tertentu, dibentuk Komisi
Kepegawaian Negara yang ditetapkan dengan Keputusan
Presiden.
(4) Komisi Kepegawaian Negara sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3), terdiri dari 2 (dua) Anggota Tetap yang
berkedudukan sebagai Ketua dan Sekretaris Komisi, serta 3
(tiga) Anggota Tidak Tetap yang kesemuanya diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden.
(5) Ketentuan dan Sekretaris Komisi Kepegawaian Negara
sebagaimana dimaksud dalam ayat 94, secara ex officio
menjabat sebagai Kepala dan Wakil Kepala Badan
Kepegawaian Negara.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
10
(6) Komisi Kepegawaian Negara mengadakan sidang sekurang–
kurangnya sekali dalam satu bulan.
6. Ketentuan Pasal 15 menjadi berbunyi sebagai berikut :
Pasal 15
(1) Jumlah dan susunan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang
diperlukan ditetapkan dalam formasi.
(2) Formasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan
untuk jangka waktu tertentu berdasarkan jenis, sifat dan
beban kerja yang harus dilaksanakan.
7. Ketentuan Pasal 16 ayat (2) menjadi berbunyi sebagai
berikut :
(2) Setiap warga Negara Republik Indonesia mempunyai
kesempatan yang sama untuk melamar menjadi Pegawai
Negeri Sipil setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.
8. Diantara Pasal 16 dan Pasal 17 disisipkan 1 (satu) pasal,
yakni Pasal 16 A berbunyi sebagai berikut :
Pasal 16 A
(1) Untuk memperlancar pelaksanaan tugas umum pemerintahan
dan pembangunan, pemerintahan dapat mengangkat
langsung menjadi Pegawai Negeri Sipil bagi mereka yang
telah bekerja pada instansi yang menunjang kepentingan
nasional.
(2) Persyaratan, tata cara, dan pengangkatan langsung menjadi
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
9. Ketentuan Pasal 17 menjadi berbunyi sebagai berikut :
Pasal 17
(1) Pegawai Negeri Sipil diangkat dalam jabatan dan pangkat
tertentu.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
11
(2) Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam suatu jabatan
dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai
dengan kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat
yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif
lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama,
ras, atau golongan.
(3) Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam pangkat awal
ditetapkan berdasarkan tingkat pendidikan formal.
10. Ketentuan Pasal 19 dihapus.
11. Ketentuan Pasal 20 menjadi berbunyi sebagai berikut :
Untuk lebih menjamin obyektivitas dalam mempertimbangkan
pengangkatan dalam jabatan dan kenaikan pangkat diadakan
penilaian prestasi kerja.
12. Ketentuan Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, dan
Pasal 26 menjadi berbunyi sebagai berikut :
Pasal 22
Untuk kepentingan pelaksanaan tugas kedinasan dan dalam
rangka pembinaan Pegawai Negeri Sipil dapat diadakan
perpindahan jabatan, tugas, dan/atau wilayah kerja.
Pasal 23
(1) Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan hormat karena
meninggal dunia.
(2) Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan dengan hormat
karena;
a. atas permintaan sendiri;
b. mencapai batas usia pensiun;
c. perampingan organisasi pemerintah atau
d. tidak cakap jasmani atau rohani sehingga tidak dapat
menjalankan kewajiban sebagai Pegawai Negeri Sipil.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
12
(3) Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan dengan hormat atau
tidak diberhentikan karena :
a. melanggar sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil dan sumpah/
janji jabatan selain pelanggaran sumpah/janji Pegawai
Negeri Sipil dan sumpah/janji jabatan karena tidak setia
kepada Pancasila, Undang–undang Dasar 1945, Negara,
dan Pemerintah; atau
b. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang
tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang
ancaman hukumannya kurang dari 4 (empat tahun).
(4) Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan dengan hormat tidak
atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat karena :
a. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena
melakukan tindak pidana kejahatan yang ancaman
hukumannya 4 (empat) tahun atau lebih; atau
b. melakukan pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil tingkat
berat.
(5) Pegawai Negeri Sipil diberhentikan tidak dengan hormat
karena :
a. melanggar sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil dan sumpah/
janji jabatan karena tidak setia kepada Pancasila, Undang–
Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintahan;
b. melakukan penyelewengan terhadap ideologi Negara,
Pancasila, Undang–Undang Dasar 1945 atau teRIibat
dalam kegiatan yang menentang Negara dan
Pemerintahan; atau
c. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang
tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan
atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungan dengan
jabatan.
Pasal 24
Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan penahanan oleh pejabat
yang berwajib karena disangka telah melakukan tindak pidana
kejahatan sampai mendapat putusan pengadilan yang telah
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
13
mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dikenakan
pemberhentian sementara.
Pasal 25
(1) Pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai
Negeri Sipil dilakukan oleh Presiden.
(2) Untuk memperlancar pelaksanaan pengangkatan,
pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Presiden dapat
mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat
pembina kepegawaian pusat dan menyerahkan sebagian
wewenangnya kepada pejabat pembina kepegawaian
daerah yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
(3) Pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Jaksa
Agung, Pimpinan lembaga Pemerintahan Non –
Departemen, Sekretaris Jenderal Lembaga Tertinggi/
Tinggi Negara, Sekretaris Jenderal Departemen, Direktur
Jenderal, Inspektur Jenderal dan Jabatan setingkat,
ditetapkan oleh Presiden.
Bagian Kelima
Sumpah, Kode Etik, dan Peraturan Disiplin
Pasal 26
(1) Setiap Calon Pegawai Negeri Sipil pada saat pengangkatannya
menjadi Pegawai Negeri Sipil wajib mengucapkan sumpah/
janji.
(2) Susunan kata–kata sumpah/janji adalah sebagai berikut :
Demi Allah, saya bersumpah/berjanji;
bahwa saya, untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri
Sipil, akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila,
Undang–Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah;
bahwa saya, akan mentaati segala peraturan
perundang–undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas
kedinasan yang dipercayakan kepada saya dengan penuh
pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
14
bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi
kehormatan Negara, Pemerintah, dan martabat Pegawai
Negeri Sipil, serta akan senantiasa mengutamakan
kepentingan Negara daripada kepentingan saya sendiri,
seseorang atau golongan;
bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu yang
menurut sifatnya atau menurut perintah harus saya
rahasiakan;
bahwa saya akan bekerja dengan jujur, tertib,
cermat, dan bersemangat untuk kepentingan Negara.
13. Ketentuan Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 32 menjadi
berbunyi sebagai berikut :
Pasal 30
(1) Pembinaan jiwa korps, kode etik, dan peraturan disiplin
Pegawai Negeri Sipil tidak boleh bertentangan dengan Pasal
27 ayat (1) dan Pasal 28 Undang–Undang Dasar 1945.
(2) Pembinaan jiwa korps, kode etik, dan peraturan disiplin
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Keenam
Pendidikan dan Pelatihan
Pasal 31
(1) Untuk mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar–
besarnya diadakan pengaturan dan penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan jabatan Pegawai Negeri Sipil yang
bertujuan untuk meningkatkan pengabdian, mutu, keahlian,
kemampuan, dan keterampilan.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
15
Bagian Ketujuh
Kesejahteraan
Pasal 32
(1) Untuk meningkatkan kegairahan bekerja, diselenggarakan
usaha kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil.
(2) Usaha kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) meliputi program pensiun dan tabungan hari tua,
asuransi kesehatan, tabungan perumahan, dan asuransi
pendidikan bagi putra putri Pegawai Negeri Sipil.
(3) Untuk penyelenggaraan usaha kesejahteraan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), Pegawai Negeri Sipil wajib
membayar iuran setiap bulan dari penghasilannya.
(4) Untuk penyelenggaraan program pensiun dan
penyelenggaraan asuransi kesehatan, Pemerintah
menanggung subsidi dan iuran.
(5) Besarnya subsidi dan iuran sebagaimana dimaksud dalam
ayat (4), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(6) Pegawai Negeri Sipil yang meninggal dunia, keluarganya
berhak memperoleh bantuan.
14. Ketentuan Pasal 34 menjadi berbunyi sebagai berikut :
Pasal 34
(1) Untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan kebijaksanaan
manajemen Pegawai Negeri Sipil, dibentuk Badan
Kepegawaian Negara.
(2) Badan sebagaiman dimaksud dalam ayat (1),
menyelenggarakan manajemen Pegawai Negeri Sipil yang
mencakup perencanaan, pengembangan kualitas sumber
daya Pegawai Negeri Sipil dan administrasi kepegawaian,
pengawasan dan pengendalian, penyelenggaraan dan
pemeliharaan informasi kepegawaian, mendukung perumusan
kebijaksanaan kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil, serta
memberikan bimbingan teknis kepada unit organisasi yang
menangani kepegawaian pada instansi pemerintah pusat dan
pemerintah daerah.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
16
15. Diantara Pasal 34 dan Pasal 35 disisipkan 1 (satu)
pasal, yakni Pasal 34 A berbunyi sebagai berikut :
Pasal 34 A
(1) Untuk kelancaran pelaksanaan manajemen Pegawai Negeri
Sipil Daerah dibentuk Badan Kepegawaian Daerah.
(2) Badan Kepegawaian Daerah sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), adalah perangkat Daerah yang dibentuk oleh Kepala
Daerah.
16. Ketentuan Pasal 35 menjadi berbunyi sebagai berikut :
Pasal 35
(1) Sengketa kepegawaian diselesaikan melalui Peradilan Tata
Usaha Negara.
(2) Sengketa kepegawaian sebagai akibat pelanggaran terhadap
peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil diselesaikan melalui
upaya banding administratif kepada Badan Pertimbangan
Kepegawaian.
(3) Badan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
17. Judul BAB IV dan ketentuan Pasal 37 menjadi berbunyi
sebagai berikut :
BAB IV
MANAJEMEN ANGGOTA TENTARA NASIONAL
INDONESIA DAN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
Pasal 37
Manajemen Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia, masing–masing diatur
dengan Undang–Undang tersendiri.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
17
Pasal 11
Undang–undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
undang–undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta,
Pada tanggal 30 September 1999
PRESIDEN REPUBLIK Indonesia
ttd
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di Jakarta,
pada tanggal 30 September 1999
MENTERI NEGARA
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
M U L A D I
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999
NOMOR 169
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI,
Kepala Biro Peraturan Perundang–undangan II
ttd
Edy Sudibyo
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
18
PENJELASAN
ATAS
UNDANG–UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 43 TAHUN 1999
TENTANG
PERUBAHAN ATAS
UNDANG–UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG
POKOK–POKOK KEPEGAWAIAN
1. UMUM
1. Kelancaran penyelenggaraan tugas pemerintahan dan
pembangunan nasional sangat tergantung pada
kesempurnaan aparatur negara khususnya Pegawai Negeri.
Karena itu, dalam rangka mencapai tujuan pembangunan
nasional yakni mewujudkan masyarakat madani yang taat
hukum, berperadaban modern, demokratis, makmur, adil,
dan bermoral tinggi, diperlukan Pegawai Negeri yang
merupakan unsur aparatur Negara yang bertugas sebagai
abdi masyarakat yang harus menyelenggarakan pelayanan
secara adil dan merata kepada masyarakat dengan dilandasi
kesetiaan, dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang–
undang Dasar 1945.
2. Disamping itu dalam pelaksanaan desentralisasi kewenangan
pemerintahan kepada Daerah, Pegawai Negeri berkewajiban
untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan
harus melaksanakan tugasnya secara profesional dan
bertanggung jawab dalam menyelenggarakan tugas
pemerintahan dan pembangunan, serta bersih dan bebas
dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
3. Sebagai bagian dari pembinaan Pegawai Negeri, pembinaan
Pegawai Negeri Sipil perlu dilakukan dengan sebaik–baiknya
dengan berdasarkan pada perpaduan sistem prestasi kerja
dan sistem karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi
kerja. Hal ini dimaksudkan untuk memberi peluang bagi
Pegawai Negeri Sipil yang berprestasi tinggi untuk
meningkatkan kemampuannya secara profesional dan
berkompetisi secara sehat.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
19
Dengan demikian pengangkatan dalam jabatan harus
didasarkan pada sistem prestasi kerja yang didasarkan atas
penilaian obyektif terhadap prestasi, kompetensi, dan
pelatihan Pegawai Negeri Sipil. Dalam pembinaan kenaikan
pangkat, disamping berdasarkan sistem prestasi kerja juga
diperhatikan sistem karier.
4. Manajemen Pegawai Negeri Sipil perlu diatur secara
menyeluruh, dengan menerapkan norma, standar, dan
prosedur yang seragam dalam penetapan formasi,
pengadaan, pengembangan, penetapan gaji, dan program
kesejahteraan, serta pemberhentian yang merupakan unsur
dalam manajemen Pegawai Negeri Sipil, baik Pegawai Negeri
Sipil Pusat maupun Pegawai Negeri Sipil Daerah. Dengan
adanya keseragaman tersebut, diharapkan akan dapat
diciptakan kualitas Pegawai Negeri Sipil yang seragam di
seluruh Indonesia. Di samping memudahkan penyelengga-
raan manajemen kepegawaian, manajemen yang seragam
dan dapat pula mewujudkan keseragaman perlakuan dan
jaminan kepastian hukum bagi seluruh Pegawai Negeri Sipil.
5. Dengan berlakunya Undang–undang Nomor 22 tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah harus didorong desentralisasi
urusan kepegawaian kepada daerah. Untuk memberi
landasan yang kuat bagi pelaksanaan desentralisasi
kepegawaian tersebut, diperlukan adanya perngaturan
kebijaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil secara
nasional tentang norma, standar, dan prosedur yang sama
dan bersifat nasional dalam setiap unsur manajemen
kepegawaian.
6. Dalam upaya menjaga netralitas Pegawai Negeri dari pengaruh
partai politik dan untuk menjamin keutuhan, kekompakan,
dan persatuan Pegawai Negeri, serta agar dapat memusatkan
segala perhatian, pikiran, dan tenaganya pada tugas yang
dibebankan kepadanya maka Pegawai Negeri dilarang menjadi
anggota dan/atau pengurus partai politik.
Oleh karena itu, Pegwai Negeri Sipil yang menjadi anggota
dan/atau pengurus partai politik harus diberhentikan sebagai
Pegawai Negeri. Pemberhentian tersebut dapat dilakukan
dengan hormat atau tidak dengan hormat.
7. Untuk meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan
Pegawai Negeri, dalam undang–undang ini ditegaskan bahwa
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
20
Pegawai Negeri Sipil berhak memperoleh gaji yang adil dan
layak sesuai dengan beban kerja dan tanggung jawabnya.
Untuk itu Negara dan Pemerintah wajib mengusahakan dan
memberikan gaji yang adil sesuai standar yang layak kepada
Pegawai Negeri.
Gaji adalah sebagai balas jasa dan penghargaan atas prestasi
kerja Pegawai Negeri yang bersangkutan.
Pada umumnya sistem penggajian dapat digolongkan dalam
2 (dua) sistem, yaitu sistem skala tunggal dan sistem skala
ganda. Sistem skala tunggal adalah sistem penggajian yang
memberikan gaji yang sama kepada pegawai yang
berpangkat sama dengan tidak atau kurang memperhatikan
sifat pekerjaan yang dilakukan dan beratnya tanggung jawab
pekerjaannya.
Sistem skala ganda adalah sistem penggajian yang
menentukan besarnya gaji bukan saja didasarkan pada
pangkat, tetapi juga didasarkan pada sifat pekerjaan yang
dilakukan, prestasi kerja yang dicapai, dan beratnya tanggung
jawab pekerjaanya.
Selain kedua sistem penggajian tersebut dikenal juga sistem
penggajian ketiga yang disebut sistem skala gabungan, yang
merupakan perpaduan antara sistem skala tunggal dan
sistem skala ganda. Dalam sistem skala gabungan, gaji pokok
ditentukan sama bagi Pegawai Negeri yang berpangkat sama,
di samping itu diberikan tunjangan kepada Pegawai Negeri
yang memikul tanggung jawab yang lebih berat, prestasi
yang tinggi atau melakukan pekerjaan tertentu yang sifatnya
memerlukan pemusatan perhatian dan pengerahan tenaga
secara terus menerus.
8. Selain itu undang–undang ini menegaskan bahwa untuk
menjamin manajemen dan pembinaan karier Pegawai Negeri
Sipil, maka jabatan yang ada dalam organisasi pemerintahan
baik jabatan struktural maupun jabatan fungsional merupakan
jabatan karier yang hanya dapat diisi atau diduduki oleh
Pegawai Negeri Sipil dan/atau Pegawai Negeri yang telah
beralih status sebagai Pegawai Negeri Sipil.
9. Setiap warga Negara Republik Indonesia mempunyai
kesempatan yang sama untuk melamar sebagai Pegawai
Negeri Sipil sepanjang memenuhi syarat yang ditentukan.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
21
Pengangkatan sebagai Pegawai Negeri Sipil dilakukan secara
obyektif hanya untuk mengisi formasi yang lowong.
10. Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural
atau jabatan fungsional harus dilakukan secara obyektif dan
selektif, sehingga menumbuhkan kegairahan untuk
berkompetisi bagi semua Pegawai Negeri Sipil dalam
meningkatkan kemampuan profesionalismenya dalam rangka
memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat.
11. Untuk dapat melaksanakan pembinaan Pegawai Negeri Sipil
berdasarkan pemikiran tersebut, perlu mengubah beberapa
ketentuan Undang–undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok–pokok Kepegawaian.
2. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Ketentuan mengenai Anggota Tentara Nasional
Indonesia, diatur dengan undang–undang.
Huruf c
Ketentuan mengenai Anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia, diatur dengan undang–
undang.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil
Pusat adalah Pegawai Negeri Sipil yang gajinya
dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara dan bekerja pada
Depertemen, Lembaga Pemerintah Non-
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
22
Departemen, Kesekretariatan Lembaga
Tertinggi/Tinggi Negara, Instansi Vertikal di
Daerah propinsi/Kabupaten/Kota, Kepani-
teraan Pengadilan, atau dipekerjakan untuk
menyelenggarakan tugas negara lainnya.
Huruf b
Yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil
Daerah adalah Pegawai Negeri Sipil Daerah
Propinsi/Kabupaten/Kota yang gajinya
dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah dan bekerja pada Pemerintah
Daerah, atau dipekerjakan di luar instansi
induknya.
Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri
Sipil Daerah yang diperbantukan di luar instansi
induk, gajinya dibebankan pada instansi yang
menerima perbantuan.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan pegawai tidak tetap adalah
pegawai yang diangkat untuk jangka waktu tertentu
guna melaksanakan tugas pemerintahan dan
pembangunan yang bersifat teknis profesional dan
administrasi sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan organisasi Pegawai tidak tetap tidak
berkedudukan sebagai Pegawai Negeri.
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan gaji yang adil dan layak adalah
bahwa gaji Pegawai Negeri harus mampu memenuhi
kebutuhan hidup keluarganya, sehingga Pegawai
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
23
Negeri yang bersangkutan dapat memusatkan
perhatian, pikiran, dan tenaganya hanya untuk
melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pengaturan gaji Pegawai Negeri yang adil dimaksudkan
untuk mencegah kesenjangan kesejahteraan, baik
antar Pegawai Negeri maupun antara Pegawai Negeri
dengan swasta. Sedangkan gaji yang layak
dimaksudkan untuk menjamin terpenuhinya
kebutuhan pokok dan dapat mendorong produktivitas
dan kreativitas Pegawai Negeri.
Pasal 11
Ayat (1)
Urutan Pejabat Negara sebagaimana tersebut dalam
ketentuan ini tidak berarti menunjukkan tingkatan
kedudukan dari pejabat tersebut.
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan Hakim
pada Badan Peradilan adalah Hakim yang berada di
lingkungan Peradilan Umum, peradilan Tata Usaha
Negara, Peradilan Militer dan Peradilan Agama.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud Pejabat Negara tertentu adalah Ketua,
Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Agung pada
Mahkamah Agung, serta Ketua, Wakil Ketua, dan
Hakim pada Hakim pada semua Badan Peradilan;
Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Badan Pemeriksa
Keuangan yang berasal dari jabatan karier; Kepala
Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri yang
berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan
Berkuasa Penuh yang berasal dari diplomat karier,
dan jabatan yang setingkat Menteri.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
24
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Dalam rangka usaha untuk meningkatkan mutu dan
keterampilan serta memupuk kegairahan bekerja,
maka perlu dilaksanakan pembinaan Pegawai Negeri
Sipil dengan sebaik–baiknya atas dasar sistem prestasi
kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pada
sistem prestasi kerja.
Dengan demikian akan diperoleh penilaian yang objektif
terhadap kompetensi Pegawai Negeri Sipil.
Untuk dapat meningkatkan daya guna dan hasil guna
yang sebesar–besarnya, maka sistem pembinaan
karier yang harus dilaksanakan adalah sistem
pembinaan karier tertutup dalam arti negara.
Dengan sistem karier tertutup dalam arti Negara
maka dimungkinkan perpindahan Pegawai/Kota yang
satu ke Departemen/Lembaga/Propinsi/Kabupaten/
Kota yang lain atau sebaliknya, terutama untuk
menduduki jabatan–jabatan yang bersifat manajerial.
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Komisi Kepegawaian Negara sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan ini adalah Komisi yang bertugas
membantu Presiden dalam :
a. merumuskan kebijaksanaan umum kepegawaian;
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
25
b. merumuskan kebijaksanaan penggajian dan
kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil; dan
c. memberikan pertimbangan dalam pengangkatan,
pemindahan, dan pemberhentian dalam dan dari
jabatan struktural tertentu yang menjadi wewenang
Presiden.
Untuk dapat melaksanakan tugas pokok tersebut secara
obyektif, maka kedudukan Komisi adalah independen.
Ayat (4)
Anggota Tetap diangkat dari Pegawai Negeri Sipil senior
dari instansi pemerintah atau perguruan tinggi dan staf
senior dari Badan Kepegawaian Negara, sedangkan
Anggota Tidak tetap diangkat dari Pegawai Negeri Sipil
senior dari Departemen terkait, wakil organisasi Pegawai
Negeri, dan wakil dari tokoh masyarakat yang mempunyai
keahlian yang diperlukan oleh Komisi.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Formasi adalah penentuan jumlah dan susunan
pangkat Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan untuk
mampu melaksanakan tugas pokok yang ditetapkan
oleh pejabat yang berwenang.
Jumlah Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan ditetapkan
berdasarkan beban kerja suatu organisasi.
Ayat (2)
Formasi ditetapkan berdasarkan perkiraan beban kerja
dalam jangka waktu tertentu dengan mempertim-
bangkan macam–macam pekerjaaan, rutinitas
pekerjaan, keahlian yang diperlukan untuk
melaksanakan tugas dan hal–hal lain yang
mempengaruhi jumlah dan sumber daya manusia
yang diperlukan.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
26
Pasal 16
Ayat (2)
Ketentuan ini menegaskan bahwa pengadaan
Pegawai Negeri Sipil harus didasarkan atas syarat–
syarat obyektif yang telah ditentukan, dan tidak boleh
didasarkan atas jenis kelamin, suku, agama, ras,
golongan, atau daerah.
Pasal 16 A
Ayat (1)
Pengangkatan langsung menjadi Pegawai Negeri Sipil,
dilaksanakan secara sangat selektif bagi mereka yang
dipandang telah berjasa dan diperlukan bagi Negara.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Yang dimaksud Jabatan adalah kedudukan yang
menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang,
dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu
satuan organisasi Negara.
Jabatan dalam lingkungan birokrasi pemerintah adalah
Jabatan Karier. Jabatan Karier adalah jabatan dalam
lingkungan birokrasi pemerintah yang hanya dapat
diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil atau Pegawai Negeri
yang telah beralih status sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Jabatan Karier dapat dibedakan dalam 2 (dua) jenis
yaitu jabatan struktural dan jabatan fungsional.
Jabatan struktural adalah jabatan yang secara tegas
ada dalam struktur organisasi. Jabatan fungsional
adalah jabatan yang tidak secara tegas disebutkan
dalam struktur organisasi, tetapi dari sudut fungsinya
diperlukan oleh organisasi, seperti Peneliti, Dokter,
Pustakawan, dan lain–lain yang serupa dengan itu.
Yang dimaksud dengan Pangkat adalah kedudukan
yang menunjukkan tingkat seseorang Pegawai Negeri
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
27
Sipil berdasarkan jabatannya dalam rangkaian
susunan kepegawaian dan digunakan sebagai dasar
penggajian.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan syarat objektif lainnya antara
lain adalah disiplin kerja, kesetiaan, pengabdian,
pengalaman, kerjasama, dan dapat dipercaya.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan syarat obyektif lainnya antara
lain adalah disiplin kerja, kesetiaan, pengabdian,
pengalaman, kerjasama, dan dapat dipercaya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 22
Untuk kepentingan kedinasan dan sebagai salah satu usaha
untuk memperluas pengalaman, wawasan, dan kemampuan,
maka perlu diadakan perpindahan jabatan, tugas, dan wilayah
kerja bagi Pegawai Negeri Sipil terutama bagi yang menjabat
pimpinan dengan tidak merugikan hak kepegawaiannya.
Pasal 23
Ayat (1)
Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan dengan
hormat menerima hak–hak kepegawaian sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku antara
lain hak pensiun dan tabungan hari tua.
Ayat (2)
Diberhentikan dengan hormat apabila tenaganya tidak
diperlukan oleh Pemerintah atau hal–hal lain yang
dapat mengakibatkan bersangkutan diberhentikan
tidak dengan hormat.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
28
Ayat (3)
Diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan
tergantung kepada berat ringannya pelanggaran atau
memperhatikan jasa–jasa dan pengabdian Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan.
Ayat (4)
Diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri atau diberhentikan tidak dengan hormat
tergantung kepada berat ringannya pelanggaran yang
dilakukan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dan
memperhatikan jasa dan pengabdiannya.
Ayat (5)
Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan tidak dengan
hormat tidak berhak menerima pensiun.
Pasal 24
Untuk menjamin kelancaran pemeriksaan, maka Pegawai
Negeri Sipil yang disangka oleh pejabat yang berwajib
melakukan tindak pidana kejahatan dikenakan pemberhentian
sementara sampai adanya putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Pemberhentian
sementara tersebut adalah pemberhentian sementara dari
jabatan negeri bukan pemberhentian sementara sebagai
Pegawai Negeri Sipil.
Apabila pemeriksaan oleh yang berwajib telah selesai atau
telah ada putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap dan ternyata bahwa Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan tidak bersalah, maka Pegawai
Negeri Sipil tersebut dirahabilitasikan terhitung sejak ia
dikenakan pemberhentian sementara. Rehabilitasi yang
dimaksud mengandung pengertian, bahwa Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan diaktifkan dan dikembalikan pada
jabatan semula.
Apabila setelah pemeriksaan oleh Pengadilan telah selesai
dan ternyata Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan bersalah
dan oleh sebab itu dihukum penjara atau kurungan
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap, maka Pegawai Negeri Sipil
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
29
tersebut dapat diberhentikan dengan memperhatikan
ketentuan Pasal 23 ayat (3) huruf b, ayat (4) huruf a, dan
ayat (5) huruf c.
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Ketentuan mengenai pendelegasian atau penyerahan
kewenangan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah
menjadi norma, standar, dan prosedur dalam
pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian
Pegawai Negeri Sipil.
Ayat (3)
Jabatan–jabatan yang dimaksud dalam ketentuan
ini merupakan jabatan–jabatan karier tertinggi. Oleh
karena itu pengangkatan, pemindahan, dan
pemberhentiannya ditetapkan dengan Keputusan
Presiden.
Pasal 26
Ayat (1)
Pengucapan Sumpah/janji dilakukan menurut agama
yang diakui Pemerintah, yakni :
a. diawali dengan ucapan “Demi Allah” untuk penganut
agama Islam;
b. diakhiri dengan ucapan “Semoga Tuhan menolong
saya” untuk penganut agama Kristen Protestan/
Katolik;
c. Diawali dengan ucapan “Omaatah Paramawisesa”
untuk penganut agama Hindu; dan
d. Diawali dengan ucapan “Demi Sang Hyang Adi
Buddha” untuk penganut agama Buddha.
Ayat (2)
Cukup jelas
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
30
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Ayat (1)
Pengaturan dan penyelenggaraan pendidikan dan
pelatihan jabatan bagi Pegawai Negeri Sipil
dimaksudkan agar terjamin keserasian pembinaan
Pegawai Negeri Sipil.
Pengaturan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
jabatan meliputi kegiatan perencanaan, termasuk
perencanaan anggaran, penentuan standar,
pemberian akreditasi, penilaian, dan pengawasan.
Tujuan pendidikan dan pelatihan jabatan antara lain
adalah :
- Meningkatkan pengabdian, mutu, keahlian, dan
keterampilan;
- Menciptakan adanya pola berpikir yang sama;
- Menciptakan dan mengembangkan metode kerja
yang lebih baik; dan
- Membina karier Pegawai Negeri Sipil.
Pada pokoknya pendidikan dan pelatihan jabatan
dibagi 2 (dua) yaitu pendidikan dan pelatihan
prajabatan dan pendidikan dan palatihan dalam
jabatan :
- Pendidikan dan Pelatihan prajabatan (pre service
training) adalah suatu pelatihan yang diberikan
kepada Calon Pegawai Negeri Sipil. Dengan tujuan
agar ia dapat terampil melaksanakan tugas yang
dipercayakan kepadanya;
- Pendidikan dan pelatihan dalam jabatan (in service
training) adalah suatu pelatihan yang bertujuan
untuk meningkatkan mutu, keahlian, kemampuan,
dan keterampilan.
Ayat (2)
Cukup jelas
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
31
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 34 A
Cukup jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pegawai Negeri Sipil golongan tertentu yang dijatuhi
hukuman disiplin pemberhentian dengan hormat tidak
atas permintaan sendiri dan pemberhentian tidak
dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil dapat
mengajukan upaya banding administratif ke Badan
Pertimbangan Kepegawaian.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3890
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
32
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 15 TAHUN 1979
TENTANG
DAFTAR URUT KEPANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL
Tanggal : 25 JUNI 1979 (JAKARTA)
Presiden Republik Indonesia,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka usaha untuk lebih
menjamin obyektivitas dalam pembinaan
Pegawai Negeri Sipil berdasarkan sistem karier
dan sistem prestasi kerja, dipandang perlu
menetapkan Peraturan Pemerintah tentang
daftar urut kepangkatan Pegawai Negeri Sipil;
b. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun
1952 tentang Daftar Susunan Pangkat Dan
Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri dipandang
tidak sesuai lagi, oleh sebab itu perlu ditinjau
kembali dan disempurnakan;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara
Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3041);
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
33
MEMUTUSKAN :
Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG
DAFTAR URUT KEPANGKATAN PEGAWAI
NEGERI SIPIL
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
a. Daftar Urut Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil, selanjutnya dalam
Peraturan Pemerintah ini disebut Daftar Urut Kepangkatan adalah
suatu daftar yang memuat nama Pegawai Negeri Sipil dari suatu
satuan organisasi Negara yang disusun menurut tingkatan
kepangkatan;
b. Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan adalah pejabat yang
berwenang membuat dan memelihara Daftar Urut Kepangkatan;
c. Atasan Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan adalah atasan
langsung dari Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan.
BAB II
PEMBUATAN DAFTAR URUT KEPANGKATAN
Pasal 2
(1) Daftar Urut Kepangkatan dibuat untuk seluruh Pegawai Negeri
Sipil dari suatu satuan organisasi Negara.
(2) Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga
Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non
Departemen, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, dan pejabat
lain yang ditentukan oleh Presiden, membuat dan memelihara
Daftar Urut Kepangkatan dalam lingkungannya masing-masing.
(3) Daftar Urut Kepangkatan dibuat sekali setahun.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
34
Pasal 3
(1) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), dapat
mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat lain
dalam lingkungan kekuasaannya untuk membuat dan
memelihara Daftar Urut Kepangkatan dalam lingkungannya
masing-masing.
(2) Pejabat yang dapat diberi wewenang untuk membuat dan
memelihara Daftar Urut Kepangkatan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), serendah-rendahnya memangku jabatan
struktural Eselon V atau jabatan lain yang setingkat dengan itu.
Pasal 4
Ukuran yang digunakan untuk menetapkan nomor urut dalam Daftar
Urut Kepangkatan, secara berturut-turut adalah :
a. pangkat;
b. jabatan;
c. masa kerja;
d. latihan jabatan;
e. pendidikan; dan
f. usia.
Pasal 5
(1) Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan sebagai Pegawai Negeri
Sipil, dihapuskan namanya dari Daftar Urut Kepangkatan.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang pindah ke instansi lain, dihapuskan
namanya dari Daftar Urut Kepangkatan dari instansi semula.
Pasal 6
(1) Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan pada Daerah Otonom
atau instansi Pemerintah lainnya, dicantumkan namanya dalam
Daftar Urut Kepangkatan Daerah Otonom atau instansi yang
bersangkutan.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara,
sedang menjalankan tugas belajar, diperkerjakan atau
diperbantukan pada instansi lain, sedang menjalankan cuti di
luar tanggungan Negara, diberhentikan sementara, atau
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
35
diberhentikan dari jabatan Negeri dengan mendapat uang
tunggu, tetap dicantumkan namanya dalam Daftar Urut
Kepangkatan instansi induk yang bersangkutan.
Pasal 7
Apabila dalam tahun yang bersangkutan terjadi mutasi kepegawaian
yang mengakibatkan perubahan nomor urut dalam Daftar Urut
Kepangkatan, maka Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan
mencatat perubahan itu dalam Daftar Urut Kepangkatan yang
bersangkutan.
Pasal 8
Daftar Urut Kepangkatan adalah bersifat terbuka dan diumumkan
oleh dan menurut cara yang ditentukan oleh Pejabat Pembuat Daftar
Urut Kepangkatan yang bersangkutan.
BAB III
KEBERATAN ATAS NOMOR URUT DALAM DAFTAR URUT
KEPANGKATAN
Pasal 9
(1) Pegawai Negeri Sipil yang merasa nomor urutnya dalam Daftar
Urut Kepangkatan tidak tepat, dapat mengajukan keberatan
secara tertulis kepada Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan
yang bersangkutan melalui hierarki.
(2) Dalam surat keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
harus dimuat alasan-alasan keberatan itu.
(3) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
harus dilakukan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak
tanggal pengumuman Daftar Urut Kepangkatan.
Pasal 10
(1) Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan, wajib
mempertimbangkan dengan seksama keberatan yang diajukan
oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
36
(2) Apabila keberatan yang diajukan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 mempunyai dasar-dasar yang kuat, maka Pejabat
Pembuat Daftar Urut Kepangkatan menetapkan perubahan
nomor urut dalam Daftar Urut Kepangkatan sebagaimana
mestinya.
(3) Apabila keberatan yang diajukan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 tidak mempunyai dasar-dasar yang kuat, maka Pejabat
Pembuat Daftar Urut Kepangkatan menolak keberatan tersebut.
(4) Perubahan nomor urut sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
atau penolakan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3), harus sudah ditetapkan dan diberitahukan oleh Pejabat
Pembuat Daftar Urut Kepangkatan kepada Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari
sejak tanggal ia menerima surat. keberatan tersebut.
Pasal 11
(1) Pegawai Negeri Sipil yang merasa tidak puas terhadap penolakan
atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat
(3), dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Atasan
Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan yang bersangkutan
melalui hierarki.
(2) Pengajukan keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
harus disertai dengan alasan-alasan yang lengkap.
(3) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
harus dilakukan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak
tanggal ia menerima penolakan atas keberatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3).
Pasal 13
(1) Atasan Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan yang
bersangkutan wajib mempertimbangkan dengan seksama
keberatan yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan tanggapan
Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12.
(2) Apabila terdapat alasan-alasan yang cukup, maka Atasan Pejabat
Pembuat Daftar Urut Kepangkatan menetapkan perubahan
nomor urut dalam Daftar Urut Kepangkatan yang bersangkutan.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
37
(3) Apabila tidak terdapat alasan-alasan yang cukup, maka Atasan
Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan menolak keberatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
(4) Perubahan nomor urut sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
atau penolakan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3), harus sudah ditetapkan dan diberitahukan oleh Atasan
Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan kepada Pejabat
Pembuat Daftar Urut Kepangkatan dan kepada Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan dalam jangka waktu 14 (empat belas)
hari sejak tanggal ia menerima surat keberatan tersebut.
(5) Terhadap penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
atau penolakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), tidak
dapat diajukan keberatan.
Pasal 14
Terhadap Daftar Urut Kepangkatan yang ditanda tangani sendiri
oleh Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga
Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non
Departemen, dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, tidak dapat
diajukan keberatan.
BAB IV
PENGGUNAAN DAFTAR URUT KEPANGKATAN
Pasal 15
Daftar Urut Kepangkatan digunakan sebagai salah satu bahan
pertimbangan obyektif dalam melaksanakan pembinaan karier
Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 16
(1) Apabila ada lowongan, maka Pegawai Negeri Sipil yang menduduki
Daftar Urut Kepangkatan yang lebih tinggi, wajib dipertimbangkan
lebih dahulu.
(2) Apabila Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) tidak dapat diangkat untuk mengisi lowongan tersebut karena
tidak memenuhi persyaratan lainnya, maka hal itu harus
diberitahukan kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
38
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak berlaku
bagi Pegawai Negeri Sipil yang sedang dikenakan pemberhentian
sementara, sedang menjalani cuti di luar tanggungan Negara,
dan yang sedang menerima uang tunggu.
BAB V
KETENTUAN-KETENTUAN LAIN
Pasal 17
Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara membuat dan
memelihara Daftar Urut Kepangkatan bagi seluruh Pegawai Negeri
Sipil yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke atas.
Pasal 18
Ketentuan-ketentuan teknis pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini
ditetapkan oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.
Pasal 19
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini,
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1952 tentang Daftar Susunan Pangkat
Dan Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri (Lembargan Negara Tahun
1952 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Nomor 200) dan
segala peraturan perundang-undangan lainnya yang bertentangan
dengan Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 21
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
39
Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 25 Juni 1979
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
S O E H A R T O
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 25 Juni 1979
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
SUDHARMONO, SH.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
40
PENJELASAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 15 TAHUN 1979
TENTANG
DAFTAR URUT KEPANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL
UMUM
Dalam rangka usaha untuk lebih menjamin obyektivitas dalam
pembinaan Pegawai Negeri Sipil berdasarkan sistem karier dan sistem
prestasi kerja, maka perlu dibuat dan dipelihara secara terus menerus
Daftar Urut Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil, selanjutnya dalam
Peraturan Pemerintah ini disebut Daftar Urut Kepangkatan.
Daftar Urut Kepangkatan, adalah salah satu bahan obyektif dalam
melaksanakan pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil. Apabila ada
lowongan, maka Pegawai Negeri Sipil yang menduduki Daftar Urut
Kepangkatan yang lebih tinggi, haruslah dipertimbangkan lebih dahulu.
Tetapi apabila ia tidak mungkin diangkat untuk mengisi lowongan itu
karena tidak memenuhi syarat-syarat lainnya, seperti syarat-syarat
kecakapan, kepemimpinan, pengalaman, dan lain-lain, maka haruslah
diberitahukan kepadanya, sehingga ia dapat berusaha untuk mengisi
kekurangannya itu untuk masa mendatang.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1) Calon Pegawai Negeri Sipil masih dalam masa percobaan,
oleh sebab itu tidak dicantumkan dalam Daftar Urut
Kepangkatan.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Daftar Urut Kepangkatan dibuat pada tiap-tiap bulan
Desember.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
41
Pasal 3
Ayat (1) Pada dasarnya, Daftar Urut Kepangkatan dibuat secara
terpusat pada tingkat Departemen, Kejaksanaan Agung,
Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara,
Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Daerah
Tingkat I. Tetapi untuk penggunaan praktis dan
berdasarkan pertimbangan jumlah Pegawai Negeri Sipil
yang dibina dan lokasi penempatannya, maka pejabat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), dapat
mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat
lain dalam lingkungan kekuasaannya untuk membuat dan
memelihara Daftar Urut Kepangkatan dalam lingkungannya
masing-masing. Pejabat yang menerima delegasi
wewenang sebagai tersebut di atas,membuat dan
memelihara Daftar Urut Kepangkatan dari seluruh Pegawai
Negeri Sipil yang berada dalam lingkungan kekuasaannya.
Walaupun dilakukan pendelegasian wewenang untuk
membuat dan memelihara Daftar Urut Kepangkatan, tetapi
untuk kepentingan pembina, pejabat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), harus juga membuat
dan memelihara secara terpusat Daftar Urut Kepangkatan
mengenai Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat tertentu.
Umpamanya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
membuat dan memelihara secara terpusat Daftar Urut
Kepangkatan dari Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat
Pembina golongan ruang IV/a ke atas.
Ayat (2) Pejabat yang setingkat dengan pejabat yang memangku
jabatan struktural Eselon V, antara lain adalah Penilik
Sekolah Dasar, Penilik Pendidikan Agama, Kepala Sekolah
Dasar, dan lain-lain.
Pasal 4
Huruf a Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat lebih tinggi,
dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam
Daftar Urut Kepangkatan. Apabila ada 2 (dua) orang atau
lebih Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat sama,
umpamanya sama-sama berpangkat Pembina Tingkat I
golongan ruang IV/b, maka dari antara mereka yang lebih
tua dalam pangkat tersebut dicantumkan dalam nomor
urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
42
Huruf b Apabila ada 2 (dua) orang atau lebih Pegawai Negeri Sipil
yang berpangkat sama dan diangkat dalam pangkat itu
dalam waktu yang sama pula, maka dari antara mereka
yang memangku jabatan lebih tinggi dicantumkan dalam
nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut
Kepangkatan. Apabila tingkat jabatan sama juga, maka
dari antara mereka yang lebih dahulu diangkat dalam
jabatan yang sama tingkatnya itu, dicantumkan dalam
nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut
Kepangkatan.
Huruf c Apabila ada 2 (dua) orang atau lebih Pegawai Negeri Sipil
yang berpangkat sama sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, dan memangku jabatan yang sama sebagaimana
dimaksud dalam huruf b, maka dari antara mereka yang
memiliki masa kerja sebagai Pegawai Negeri Sipil yang
lebih banyak dicantumkan dalam nomor urut yang lebih
tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan.
Huruf d Apabila ada 2 (dua) orang atau lebih Pegawai Negeri Sipil
yang berpangkat sama sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, memangku jabatan yang sama sebagaimana
dimaksud dalam huruf b dan memiliki masa kerja yang
sama sebagaimana dimaksud dalam huruf c, maka dari
antara mereka yang pernah mengikuti latihan jabatan yang
ditentukan dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi
dalam Daftar Urut Kepangkatan. Jenis dan tingkat latihan
jabatan sebagaimana dimaksud di atas, ditentukan lebih
lanjut oleh Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang
penertiban dan penyempurnaan Aparatur Negara. Apabila
jenis dan tingkat latihan jabatan sama, maka dari antara
mereka yang lebih dahulu lulus dicantumkan daftar nomor
urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan.
Huruf e Apabila ada 2 (dua) orang atau lebih Pegawai Negeri Sipil
yang berpangkat sama sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, memangku jabatan yang sama sebagaimana
dimaksud dalam huruf b, memiliki masa kerja yang sama
sebagaimana dimaksud dalam huruf c, dan lulus dari latihan
jabatan yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf
d, maka dari antara mereka yang lulus dari pendidikan
yang lebih tinggi dicantumkan dalam nomor urut yang
lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan. Apabila tingkat
pendidikan sama, maka dari antara mereka yang lebih
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
43
dahulu lulus dicantumkan dalam nomor urut yang lebih
tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan.
Huruf f Apabila ada 2 (dua) orang atau lebih Pegawai Negeri Sipil
yang berpangkat sama sebagaimana dimaksud dalam
huruf a memangku jabatan yang sama sebagaimana
dimaksud dalam huruf b, memiliki masa kerja yang sama
sebagaimana dimaksud dalam huruf c, lulus dari latihan
jabatan yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf
d, dan lulus dari pendidikan yang sama sebagaimana
dimaksud dalam huruf e, maka dari antara mereka yang
berusia yang lebih tinggi dicantumkan dalam nomor urut
yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan.
Pasal 5
Ayat (1) Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan sebagaimana
dimaksud dalam ayat ini termasuk Pegawai Negeri Sipil
yang meninggal dunia.
Ayat (2) Pegawai Negeri Sipil yang pindah dari satu instansi ke
instansi lain dihapuskan dari Daftar Urut Kepangkatan
instansi lama dan dicantumkan dalam Daftar Urut
Kepangkatan dari instansi yang baru dengan menggunakan
ukuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
Pasal 6
Ayat (1) Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan pada Daerah
Otonom atau instansi Pemerintah lainnya, walaupun telah
dicantumkan dalam Daftar Urut Kepangkatan dari instansi
yang menerima perbantuan, tetapi apabila dipandang perlu
untuk tingkat pangkat tertentu, dapat pula dicantumkan
dalam Daftar Urut Kepangkatan pada instansi induk, sesuai
dengan ketentuan pimpinan instansi induk yang
memberikan perbantuan.
Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 7
Untuk memudahkan penggunaan dan pembuatan Daftar
Urut Kepangkatan tahun berikutnya, maka setiap mutasi
kepegawaian yang mengakibatkan perubahan Nomor urut
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
44
dalam Daftar Urut Kepangkatan, umpamanya kenaikan
pangkat, penurunan pangkat, pengangkatan dalam
jabatan,pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil,
pemindahan, pemberhentian, meninggal dunia, dan lain-
lain dicatat dalam Daftar Urut Kepangkatan yang
bersangkutan.
Pasal 8
Daftar Urut Kepangkatan yang telah ditetapkan, diumumkan dengan
cara yang sedemikian rupa sehingga Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan dapat dengan mudah membacanya. Daftar Urut
Kepangkatan mulai berlaku sejak tanggal diumumkan.
Pasal 9
Ayat (1)Cukup jelas.
Ayat (2)Cukup jelas.
Ayat (3)Keberatan yang diajukan melebihi jangka waktu 30 (tiga
puluh) hari tidak dipertimbangkan.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)Cukup jelas.
Ayat (2)Cukup jelas
Ayat (3)Keberatan yang diajukan melebihi jangka waktu 14 (empat
belas) hari tidak dipertimbangkan.
Pasal 12
Ayat (1)Keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini diajukan
melalui hirarki, oleh sebab itu harus melalui Pejabat Pembuat
Daftar Urut Kepangkatan. Pejabat Pembuat Daftar Urut
Kepangkatan wajib mempelajari dengan seksama keberatan
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dan membuat
tanggapan tertulis atas keberatan itu.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
45
Ayat (2)Tanggapan yang dimaksud disampaikan kepada Atasan
Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan bersama-sama
dengan surat keberatan dari Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Dengan adanya Daftar Urut Kepangkatan, maka pembinaan karier
Pegawai Negeri Sipil dapat dilakukan dengan lebih obyektif.
Pembinaan karier yang dimaksud, antara lain meliputi
kepangkatan,penempatan dalam jabatan, pengiriman untuk
mengikuti latihan jabatan,dan lain-lain.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Seluruh Pegawai Negeri Sipil adalah satu, oleh sebab itu pembinaannya
diatur secara menyeluruh, yaitu adanya suatu pengaturan
pembinaan yang berlaku bagi seluruh Pegawai Negeri Sipil, baik bagi
Pegawai Negeri Sipil Pusat maupun bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah.
Berdasarkan prinsip sebagai tersebut di atas, maka dalam rangka
usaha mencapai dayaguna dan hasilguna yang sebesar-besarnya
dimungkinkan perpindahan Pegawai Negeri Sipil antar instansi,
terutama untuk menduduki jabatan-jabatan yang bersifat managerial.
Dalam rangka usaha ini maka Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara perlu membuat dan memelihara Daftar Urut
Kepangkatan bagi seluruh Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat
Pembina golongan ruang IV/a ke atas, baik Pegawai Negeri Sipil
Pusat maupun Pegawai Negeri Sipil Daerah.
Pasal 18 sampai dengan pasal 21 Cukup jelas.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
46
Jakarta, 11 Pebruari 1980
Kepada
Yth. 1. Semua Menteri yang memimpin
Departemen
2. Jaksa Agung
3. Semua Pimpinan Kesekretariatan
Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara
4. Semua Pimpinan Lembaga
Pemerintah Non Departemen
5. Semua Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I
6. Semua Bupati/Walikotamadya
Kepala Daerah Tingkat II
SURAT EDARAN
NOMOR : 03/SE/1980
TENTANG
DAFTAR URUT KEPANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL
I. PENDAHULUAN
1. UMUM
a. Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1979
(Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 22, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3138), telah ditetapkan
Daftar Urut Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil sebagai
pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1952
tentang Daftar Susunan Pangkat dan Kenaikan Pangkat
Pegawai Negeri (Lembaran Negara Tahun 1952 Nomor
14, Tambahan Lembaran Negara Nomor 200).
b. Untuk menjamin keseragaman dan kelancaran dalam
pelaksanaannya, maka dipandang perlu mengeluarkan
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
47
petunjuk teknis tentang pembuatan Daftar Urut
Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil.
2. DASAR
a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-
pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974
Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3041).
b. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1972 tentang
Badan Administrasi Kepegawaian Negara (Lembaran
Negara Tahun 1972 Nomor 42).
c. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1979 tentang
Daftar Urut Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 22, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3138).
3. PENGERTIAN
Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan instansi
induk adalah Departemen, Kejaksaan Agung,
Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara,
Lembaga Pemerintah Non Departemen Pemerintah
Daerah Tingkat I dan Pemerintah Daerah Tingkat II.
4. TUJUAN
Surat Edaran ini adalah sebagai Pedoman bagi pejabat
yang berkepentingan dalam melaksanakan pembuatan
Daftar Urut Kepangkatan.
II. DAFTAR URUT KEPANGKATAN
1. UMUM
a. Daftar urut Kepangkatan adalah salah satu bahan
obyektif untuk melaksanakan pembinaan karier
Pegawai Negeri Sipil berdasarkan sistem karier dan
sistem prestasi kerja, oleh karena itu Daftar Urut
Kepangkatan perlu dibuat dan dipelihara secara terus-
menerus.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
48
b. Apabila ada lowongan, maka Pegawai Negeri Sipil yang
menduduki Daftar Urut Kepangkatan yang lebih tinggi,
wajib dipertimbangkan lebih dahulu untuk mengisi
lowongan tersebut. Tetapi apabila ia tidak mungkin
diangkat untuk mengisi lowongan itu karena tidak
memenuhi syarat-syarat lainnya, seperti syarat-syarat
kecakapan, kepemimpinan, pengalaman, dan lain-lain,
maka haruslah diberitahukan kepadanya, sehingga ia
dapat berusaha untuk mengisi kekurangannya itu
untuk masa mendatang.
2. PEMBUATAN DAFTAR URUT KEPANGKATAN
a. Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan
Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga
Pemerintah Non Departemen, Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I, Bupati/Walikotamadya Kepala
Daerah Tingkat II dan pejabat lain yang ditentukan
oleh Presiden, membuat dan memelihara Daftar Urut
Kepangkatan dalam lingkungannya masing-masing,
menurut contoh sebagai tersebut dalam Lampiran I
Surat Edaran ini.
b. Dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a di atas, setiap Kepala/
Pimpinan satuan organisasi Negara serendah-
rendahnya pejabat yang memangku jabatan eselon
V atau jabatan lain yang dipersamakan dengan itu,
harus membuat membuat Daftar Urut Kepangkatan
dalam lingkungannya masing-masing, sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan oleh pimpinan instansi yang
bersangkutan.
c. Yang dimasukkan dalam Daftar Urut Kepangkatan
hanya Pegawai Negeri Sipil saja, tidak termasuk calon
Pegawai Negeri Sipil.
d. Dengan memperhatikan jumlah pegawai yang
dikelola dan untuk kepentingan pembinaan karier,
pembuatan Daftar Urut Kepangkatan dapat diatur
sebagai berikut :
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
49
(1) Pada tingkat Departemen, Kejaksaan Agung, dan
Pemerintah Daerah Tingkat I disusun Daftar Urut
Kepangkatan mulai golongan ruang IV/e sampai
dengan golongan ruang IV/a.
(2) Pada tingkat Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/
Tinggi Negara, Lembaga Pemerintah Non-
departemen, Sekretariat Jenderal, Inspektorat
Jenderal, Direktorat Jenderal, Badan, Universitas/
Institut Negeri, Pemerintah Daerah Tingkat II dan
instansi lain yang ditentukan oleh Presiden serta
instansi lain yang setingkat dengan itu, disusun
Daftar Urut Kepangkatan mulai dari golongan
ruang yang tertinggi sampai dengan golongan
ruang III/a.
(3) Pada tingkat satuan organisasi lainnya, seperti
Direktorat, Biro, Kantor Wilayah, Kantor Wilayah
Tingkat Propinsi, Dinas Daerah, dan lain-lain
disusun Daftar Urut Kepangkatan mulai dari
golongan ruang yang tertinggi sampai dengan
golongan ruang I/a.
Umpamanya :
Penyusunan Daftar Urut Kepangkatan pada
Departemen Perhubungan :
1. Pada tingkat Departemen Perhubungan disusun
Daftar Urut Kepangkatan dari segenap Pegawai
Negeri Sipil dalam lingkungan Departemen
Perhubungan mulai dari golongan ruang IV/e
sampai dengan golongan ruang IV/a.
2. Pada Direktorat Jenderal Perhubungan Laut disusun
Daftar Urut Kepangkatan segenap Pegawai Negeri
Sipil dalam lingkungan Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut mulai dari golongan ruang IV/e
sampai dengan golongan ruang III/a.
3. Pada Direktorat Navigasi disusun Daftar Urut
Kepangkatan segenap Pegawai Negeri Sipil dalam
lingkungan Direktorat Navigasi mulai dari golongan
ruang IV/e sampai dengan golongan ruang I/a.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
50
e. Pembuatan Daftar Urut Kepangkatan Pegawai Negeri
Sipil di lingkungan Departemen Pertahanan Keamanan
diatur tersendiri oleh Menteri Pertahanan Keamanan.
f. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan hal-hal
sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan d di atas,
diatur oleh Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan
Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara,
Pimpinan Lembaga Pemerintah NonDepartemen,
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, Bupati/
Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dan pejabat
lain yang bersangkutan.
g. Daftar Urut Kepangkatan segenap Pegawai Negeri
Sipil, baik Pegawai Negeri Sipil Pusat maupun Pegawai
Negeri Sipil Daerah Golongan Ruang IV/e sampai
dengan golongan ruang IV/a, disusun secara Nasional
oleh Badan Administrasi Kepegawaian Negara. Untuk
ini, maka masing-masing Departemen, Kejaksaan
Agung, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi
Negara, Lembaga Pemerintah NonDepartemen,
Pemerintah Daerah Tingkat I, Pemerintah Daerah
Tingkat II dan instansi lain yang ditentukan oleh
Presiden, mengirimkan kepada Badan Administrasi
Kepegawaian Negara Daftar Urut Kepangkatan dari
Pegawai Negeri Sipil golongan ruang IV/e sampai
dengan golongan ruang IV/a dalam lingkungannya
masing-masing menurut contoh sebagai tersebut
dalam lampiran I Surat Edaran ini.
h. Daftar Urut Kepangkatan dibuat setiap tahun yaitu
harus sudah selesai dibuat pada setiap akhir bulan
Desember.
i. Untuk kepentingan penyusunan Daftar Urut
Kepangkatan secara Nasional, maka Daftar Urut
Kepangkatan golongan IV/e sampai dengan golongan
ruang IV/a dari masing-masing Departemen,
Kejaksaan Agung, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/
Tinggi Negara, Lembaga Pemerintah Nondepartemen
dan instansi lain yang ditentukan oleh Presiden, harus
sudah disampaikan kepada Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara selambat-lambatnya pada akhir
bulan Maret.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
51
Umpamanya :
Daftar Urut Kepangkatan yang disusun pada bulan
Desember 1980, harus sudah disampaikan kepada Kepala
Badan Administrasi Kepegawaian Negara selambat-
lambatnya pada akhir bulan Maret 1981.
3. NOMOR URUT DALAM DAFTAR URUT
KEPANGKATAN
a. UMUM
Dalam Daftar Urut Kepangkatan tidak boleh ada 2
(dua) nama Pegawai Negeri Sipil yang sama nomor
urutnya, maka untuk menentukan nomor urut yang
tepat dalam satu Daftar Urut Kepangkatan diadakan
ukuran secara berturut-turut sebagai berikut :
(1) Pangkat;
(2) Jabatan;
(3) Masa Kerja;
(4) Latihan Jabatan;
(5) Pendidikan; dan
(6) Usia
b. PANGKAT
Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat lebih tinggi,
dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi
dalam Daftar Urut Kepangkatan. Apabila ada dua
orang atau lebih Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat
sama, umpamanya sama-sama berpangkat Pembina
Tingkat I golongan ruang IV/b, maka dari antara
mereka yang lebih tua dalam pangkat tersebut
dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi
dalam Daftar Urut Kepangkatan.
Umpamanya :
Pada Direktorat Perbendaharaan Negara terdapat tiga
orang Pegawai Negeri Sipil bernama Amat, Bindu dan
Cirus yang berpangkat sama, yaitu Pembina Tingkat
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
52
I golongan ruang IV/b tetapi Amat diangkat dalam
golongan ruang IV/b terhitung mulai tanggal 1 – 10
– 1977, sedangkan Bindu terhitung mulai tanggal 1
– 10 – 1977 dan Cirus terhitung mulai tanggal 1 – 4 –
1978. Dalam hal yang sedemikian susunan nama
mereka pada Daftar Urut Kepangkatan Direktorat
Perbendaharaan Negara, dimuat dari nama Amat,
kemudian Bindu dan seterusnya Cirus.
c. JABATAN
1) Apabila ada dua orang atau lebih Pegawai Negeri
Sipil yang berpangkat sama dan diangkat dalam
pangkat itu dalam waktu yang sama pula, maka
dari antara mereka yang memangku jabatan yang
lebih tinggi dicantumkan dalam nomor urut yang
lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan.
Umpamanya :
Pada Sekretariat Jenderal Departemen Agama
terdapat dua orang Pegawai Negeri Sipil bernama
Abdul Kadir dan Abu Bakar yang berpangkat
sama, yaitu Pembina Utama Muda golongan
ruang IV/c masing-masing terhitung mulai tanggal
01 April 1978. Jabatan Abdul Kadir adalah Kepala
Biro sedang jabatan Abu Bakar adalah Kepala
Bagian. Dalam hal yang sedemikian, maka Abdul
Kadir dicantumkan dalam nomor urut yang lebih
tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan.
(2) Apabila tingkat jabatan sama juga, maka dari
antara mereka yang lebih dahulu diangkat dalam
jabatan yang sama tingkatnya itu, dicantumkan
dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar
Urut Kepangkatan.
Umpamanya :
Pada Biro Perencanaan Sekretariat Jenderal
Departemen Dalam Negeri terdapat tiga orang
Pegawai Negeri Sipil bernama Daud, Eman dan
Firman berpangkat sama, yaitu Pem bina Tingkat
I golongan ruang IV/b terhitung mulai tanggal 01
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
53
Oktober 1976, Jabatan Daud adalah Kepala
Bagian A terhitung mulai tanggal 01 Januari 1977
jabatan Eman adalah Kepala Bagian B terhitung
mulai tanggal 1 April 1977, sedang jabatan Firman
adalah Kepala Bagian C terhitung mulai tanggal
01 Oktober 1977. Dalam hal yang demikian
susunan nama ketiga Pegawai Negeri Sipil tersebut
di atas dalam Daftar Urut Kepangkatan Biro
Perencanaan yang teratas adalah Daud, kemudian
Eman, barulah Firman.
(3) Tingkat Jabatan sebagai dasar penyusunan
Daftar Urut Kepangkatan, adalah :
(a) Jabatan struktural adalah sebagai tersebut
dalam Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun
1977 dengan segala tambahan dan
perubahannya.
(b) Jabatan lain adalah sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran II Surat edaran ini.
d. MASA KERJA
(1) Apabila ada dua orang atau lebih Pegawai Negeri
Sipil yang berpangkat sama sebagaimana
dimaksud dalam huruf b, dan memangku jabatan
yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf
c, maka dari antara mereka yang memiliki masa
kerja sebagai Pegawai Negeri Sipil yang lebih
banyak dicantumkan dalam nomor urut yang lebih
tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan.
Umpamanya :
Pada Biro Kepegawaian SETWILDA Tingkat I Jawa
Barat terdapat dua orang Pegawai Negeri Sipil
bernama Gino dan Husein yang berpangkat sama
yaitu Penata Tingkat I golongan ruang III/d
terhitung mulai 1 Oktober 1977 dengan jabatan
yang sama tingkatnya yaitu masing-masing Kepala
Bagian sejak 1 April 1978. Gino diangkat menjadi
Pegawai Negeri Sipil sejak tanggal 1 Mei 1963,
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
54
sedangkan Husein diangkat sejak 1 Januari 1965.
Dalam hal yang sedemikian nama Gino
dicantumkan lebih tinggi daripada Husein dalam
Daftar Urut Kepangkatan pada Biro Kepegawaian
SETWILDA Tingkat I Jawa Barat, karena masa
kerja Gino lebih banyak dari Husein.
(2) Masa Kerja yang diperhitungkan dalam Daftar
Urut Kepangkatan, adalah masa kerja yang dapat
diperhitungkan untuk penetapan gaji.
e. LATIHAN JABATAN
(1) Apabila ada dua orang atau lebih Pegawai Negeri
Sipil yang berpangkat sama sebagaimana
dimaksud dalam huruf b, memangku jabatan yang
sama sebagaimana dimaksud dalam huruf c dan
memiliki masa kerja yang sama sebagaimana
dimaksud dalam huruf d, maka dari antara mereka
yang pernah mengikuti latihan jabatan yang
ditentukan, dicantumkan dalam nomor urut yang
lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan.
Apabila jenis dan tingkat latihan jabatan sama,
maka dari antara mereka yang lebih dahulu lulus
dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi
dalam Daftar Urut Kepangkatan.
Umpamanya :
Pada Inspektorat Jenderal Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan terdapat 4 orang Pegawai negeri
Sipil bernama Ismail, Jakub, Kasim dan Leman
yang berpangkat sama yaitu Pembina Utama
Muda golongan ruang IV/c terhitung mulai tanggal
1 Oktober 1978, dengan jabatan yang sama yaitu
Inspektur sejak 1 Mei 1976, masuk Pegawai
Negeri Sipil sejak 1 Juli 1955. Ismail mengikuti
pendidikan SESPA LAN pada tahun 1976.
Jakub mengikuti SESPA LAN pada tahun 1977,
Kasim juga mengikuti pendidikan SESPA LAN
tahun 1977 tetapi tidak lulus, sedangkan Leman
belum pernah mengikuti pendidikan latihan
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
55
jabatan. Dalam hal yang demikian urutan nama
Pegawai Negeri Sipil tersebut pada Daftar Urut
Kepangkatan Direktorat Inspektorat Jenderal
Pendidikan dan Kebudayaan dimulai dengan nama
Ismail, kemudian menyusul nama Jakub, Kasim
dan seterusnya Leman.
(2) Tingkat latihan jabatan yang digunakan sebagai
dasar dalam Daftar Urut Kepangkatan adalah
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III Surat
Edaran ini.
f. PENDIDIKAN
(1) Apabila ada dua orang atau lebih Pegawai Negeri
Sipil yang berpangkat sama sebagaimana
dimaksud dalam huruf b, memangku jabatan yang
sama sebagaimana dimaksud dalam huruf c,
memiliki masa kerja yang sama sebagaimana
dimaksud dalam huruf d, dan lulus dari latihan
jabatan yang sama sebagaimana dimaksud dalam
huruf e, maka dari antara mereka yang lulus dari
pendidikan yang lebih tinggi dicantumkan dalam
nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut
Kepangkatan. Apabila tingkat pendidikan sama,
maka dari antara mereka yang lebih dahulu lulus
dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi
dalam Daftar Urut Kepangkatan.
Umpamanya :
Pada Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum dan
Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri
terdapat 3 orang Pegawai Negeri Sipil bernama
Tina, Mochtar, J. Napitupulu, mereka memiliki
pangkat yang sama, yaitu Penata Golongan Ruang
III/c terhitung mulai 1 Oktober 1978, dengan
jabatan yang sama yaitu Kepala Seksi sejak 1
Januari 1979, ketiga-tiganya diangkat menjadi
Calon Pegawai Negeri Sipil sejak 1 April 1969,
sama–sama diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil
sejak 1 Mei 1970, sama-sama mengikuti dan lulus
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
56
Kursus Perencanaan tahun 1975. Tina
memperoleh gelar Sarjana Hukum tahun 1967,
Mochtar memperoleh gelar Sarjana Ekonomi tahun
1966, sedangkan J. Napitupulu memperoleh gelar
Sarjana Sosial tahun 1968. Dalam hal yang
demikian urutan nama ketiga Pegawai Negeri Sipil
tersebut diatas dalam Daftar Urut Kepangkatan
Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum dan
Otonomi Daerah yang teratas adalah Mochtar,
kemudian Tina dan seterusnya J. Napitupulu.
(2) Tingkat Ijazah/Akta/Diploma/STTB yang
diperoleh dari suatu pendidikan yang digunakan
sebagai dasar dalam Daftar Urut Kepangkatan,
adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
IV Surat Edaran ini.
g. USIA
Apabila ada dua atau lebih Pegawai Negeri Sipil yang
berpangkat sama sebagaimana dimaksud dalam huruf
b di atas, memangku jabatan yang sama
sebagaimana dimaksud dalam huruf c, memiliki masa
kerja yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf
d, lulus dari latihan jabatan yang sama sebagaimana
dimaksud dalam huruf e, dan lulus dari pendidikan
yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf f,
maka dari antara mereka yang berusia lebih tinggi
dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi
dalam Daftar Urut Kepangkatan.
Umpamanya :
Pada Biro Keuangan Sekretariat Jenderal Departemen
Sosial terdapat 2 orang Pegawai Negeri Sipil bernama
Oberlin dan Poernomo dengan pangkat yang sama
Penata Tingkat I Golongan Ruang III/d terhitung
mulai tanggal 1 Oktober 1978, Jabatan Kepala Sub
Bagian sejak 1 Mei 1978, masuk Pegawai Negeri Sipil
sejak 1 Pebruari 1966, dua-duanya memperoleh
Sarjana Ekonomi pada tahun 1965, belum pernah
mengalami latihan jabatan. Oberlin lahir tanggal 9 Juli
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
57
1935, sedangkan Poernomo lahir tanggal 5 Mei 1937.
Dalam hal yang demikian urutan nama mereka dalam
Daftar Urut Kepangkatan Biro Keuangan Sekretariat
Jenderal Departemen Sosial dimulai dengan nama
Oberlin karena dia lebih tua usia daripada Poernomo.
4. DAFTAR URUT KEPANGKATAN BAGI PEGAWAI
NEGERI SIPIL YANG DIPERBANTUKAN PADA
DAERAH OTONOMI ATAU INSTANSI PEMERINTAH
LAINNYA
a. Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan pada Daerah
Otonom atau Instansi Pemerintah lainnya, namanya
dicantumkan dalam Daftar Urut Kepangkatan Daerah
otonom atau instansi di mana Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan diperbantukan.
b. Walaupun Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan
telah tercantum dalam Daftar Urut Kepangkatan dari
instansi yang menerima bantuan, tetapi untuk
kepentingan pembinaan karier, pegawai negeri sipil
yang diperbantukan itu harus juga dicantumkan dalam
daftar urut kepangkatan dari instansi yang
memberikan perbantuan.
c. Dengan memperhatikan jumlah Pegawai Negeri Sipil
yang dikelola, maka pembuatan Daftar Urut
Kepangkatan oleh instansi yang memberikan
perbantuan dapat diatur sebagai berikut :
(1) Pada tingkat Departemen, Kejaksaan Agung, dan
Propinsi Daerah Tingkat I disusun Daftar Urut
Kepangkatan golongan ruang IV/e sampai dengan
golongan ruang IV/a.
(2) Pada tingkat Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/
Tinggi Negara, Lembaga Pemerintah Non-
Departemen, Sekretariat Jenderal, Inspektorat
Jenderal, Direktorat Jenderal, Badan Universitas/
Institut Negeri, Kabupaten/Walikotamadya
Daerah Tingkat II dan instansi lain yang setingkat
dengan itu, disusun Daftar Urut Kepangkatan
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
58
mulai dari golongan ruang yang tertinggi sampai
dengan golongan ruang I/a.
5. DAFTAR URUT KEPANGKATAN BAGI PEGAWAI
NEGERI SIPIL YANG BERADA DI LUAR JABATAN
ORGANIKNYA
Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat
Negara, sedang menjalankan tugas belajar, diperkerjakan
atau diperbantukan pada instansi lain, sedang
menjalankan cuti di luar tanggungan negara, diberhentikan
sementara, atau diberhentikan dari Jabatan Negeri dengan
mendapat uang tunggu, tetap dicantumkan namanya
dalam Daftar Urut Kepangkatan instansi yang
bersangkutan.
III. PENGUMUMAN DAN KEBERATAN ATAS NOMOR URUT
DALAM DAFTAR URUT KEPANGKATAN
1. PENGUMUMAN
Daftar Urut Kepangkatan yang telah ditetapkan,
diumumkan dengan cara sedemikian rupa sehingga
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dapat dengan
mudah membacanya.
2. KEBERATAN
a. Apabila ada Pegawai Negeri Sipil yang berkeberatan
atas nomor urutnya dalam Daftar Urut Kepangkatan,
maka Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan berhak
mengajukan keberatan secara tertulis kepada Pejabat
Pembuat Daftar Urut Kepangkatan yang
bersangkutan melalui hirarki menurut contoh sebagai
tersebut dalam lampiran V Surat Edaran ini.
b. Keberatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a di
atas, harus sudah diajukan dalam jangka waktu 30
(tiga puluh) hari terhitung mulai diumumkan Daftar
Urut Kepangkatan.
Keberatan yang diajukan melebihi jangka waktu 30
(tiga puluh) hari tidak dipertimbangkan.
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian
Buku 2 kepegawaian

More Related Content

What's hot

KEBIJAKAN PUBLIK SEBAGAI KEPUTUSAN-KEPUTUSAN YANG MENGANDUNG KONSEKUENSI MORAL
KEBIJAKAN PUBLIK SEBAGAI KEPUTUSAN-KEPUTUSAN YANG MENGANDUNG KONSEKUENSI MORALKEBIJAKAN PUBLIK SEBAGAI KEPUTUSAN-KEPUTUSAN YANG MENGANDUNG KONSEKUENSI MORAL
KEBIJAKAN PUBLIK SEBAGAI KEPUTUSAN-KEPUTUSAN YANG MENGANDUNG KONSEKUENSI MORALSiti Sahati
 
Desain kebijakan publik
Desain kebijakan publik Desain kebijakan publik
Desain kebijakan publik yuniariarsela
 
Sejarah perkembangan administrasi publik di indonesia
Sejarah perkembangan administrasi publik di indonesiaSejarah perkembangan administrasi publik di indonesia
Sejarah perkembangan administrasi publik di indonesiataufin
 
Hukum administrasi negara
Hukum administrasi negaraHukum administrasi negara
Hukum administrasi negaraRoy Pangkey
 
Makalah etika manusia dalam masyarakat
Makalah etika manusia dalam masyarakatMakalah etika manusia dalam masyarakat
Makalah etika manusia dalam masyarakatSeptian Muna Barakati
 
AKTOR DALAM GOOD GOVERNANCE SERTA PERANNYA
AKTOR DALAM GOOD GOVERNANCE SERTA PERANNYAAKTOR DALAM GOOD GOVERNANCE SERTA PERANNYA
AKTOR DALAM GOOD GOVERNANCE SERTA PERANNYAFajar Dolly
 
018005403 nur awaluddin tugas 1 administrasi kepegawaian
018005403 nur awaluddin tugas 1 administrasi kepegawaian018005403 nur awaluddin tugas 1 administrasi kepegawaian
018005403 nur awaluddin tugas 1 administrasi kepegawaianTrisnie Dwie Ariyatie
 
PPT PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN _ ANGEL IKE SUNARTI 21102013 IP.pptx
PPT PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN _ ANGEL IKE SUNARTI 21102013 IP.pptxPPT PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN _ ANGEL IKE SUNARTI 21102013 IP.pptx
PPT PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN _ ANGEL IKE SUNARTI 21102013 IP.pptxAngelIkeSunarti
 
Pengembangan Model Best Practices Penyelenggaraan Manajemen Pemerintah dan Pe...
Pengembangan Model Best Practices Penyelenggaraan Manajemen Pemerintah dan Pe...Pengembangan Model Best Practices Penyelenggaraan Manajemen Pemerintah dan Pe...
Pengembangan Model Best Practices Penyelenggaraan Manajemen Pemerintah dan Pe...Tri Widodo W. UTOMO
 
Aliran yg menghubungkan uu,hakim,hukum
Aliran yg menghubungkan uu,hakim,hukumAliran yg menghubungkan uu,hakim,hukum
Aliran yg menghubungkan uu,hakim,hukumDian Permata Sari
 
Pendekatan analisis kebijakan
Pendekatan analisis kebijakanPendekatan analisis kebijakan
Pendekatan analisis kebijakanNuzulul Putri
 
Kesehatan Jasmani dan Mental
Kesehatan Jasmani dan MentalKesehatan Jasmani dan Mental
Kesehatan Jasmani dan MentalAlfonsus Liguori
 
Konsep Masyarakat dan Sosial Budaya Masyarakat Indonesia
Konsep Masyarakat dan Sosial Budaya Masyarakat Indonesia Konsep Masyarakat dan Sosial Budaya Masyarakat Indonesia
Konsep Masyarakat dan Sosial Budaya Masyarakat Indonesia sahraintan
 
Model Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan Ekonomi Lokal
Model Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan Ekonomi LokalModel Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan Ekonomi Lokal
Model Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan Ekonomi LokalDadang Solihin
 

What's hot (20)

KEBIJAKAN PUBLIK SEBAGAI KEPUTUSAN-KEPUTUSAN YANG MENGANDUNG KONSEKUENSI MORAL
KEBIJAKAN PUBLIK SEBAGAI KEPUTUSAN-KEPUTUSAN YANG MENGANDUNG KONSEKUENSI MORALKEBIJAKAN PUBLIK SEBAGAI KEPUTUSAN-KEPUTUSAN YANG MENGANDUNG KONSEKUENSI MORAL
KEBIJAKAN PUBLIK SEBAGAI KEPUTUSAN-KEPUTUSAN YANG MENGANDUNG KONSEKUENSI MORAL
 
Desain kebijakan publik
Desain kebijakan publik Desain kebijakan publik
Desain kebijakan publik
 
Etika Pemerintahan
Etika PemerintahanEtika Pemerintahan
Etika Pemerintahan
 
Desentralisasi Urusan Pemerintahan
Desentralisasi Urusan PemerintahanDesentralisasi Urusan Pemerintahan
Desentralisasi Urusan Pemerintahan
 
Pembangunan regional mteri pak iman
Pembangunan regional mteri pak imanPembangunan regional mteri pak iman
Pembangunan regional mteri pak iman
 
Sejarah perkembangan administrasi publik di indonesia
Sejarah perkembangan administrasi publik di indonesiaSejarah perkembangan administrasi publik di indonesia
Sejarah perkembangan administrasi publik di indonesia
 
Hukum administrasi negara
Hukum administrasi negaraHukum administrasi negara
Hukum administrasi negara
 
Makalah etika manusia dalam masyarakat
Makalah etika manusia dalam masyarakatMakalah etika manusia dalam masyarakat
Makalah etika manusia dalam masyarakat
 
Public Private Partnership
Public Private PartnershipPublic Private Partnership
Public Private Partnership
 
AKTOR DALAM GOOD GOVERNANCE SERTA PERANNYA
AKTOR DALAM GOOD GOVERNANCE SERTA PERANNYAAKTOR DALAM GOOD GOVERNANCE SERTA PERANNYA
AKTOR DALAM GOOD GOVERNANCE SERTA PERANNYA
 
hak dan kewajiban
hak dan kewajibanhak dan kewajiban
hak dan kewajiban
 
018005403 nur awaluddin tugas 1 administrasi kepegawaian
018005403 nur awaluddin tugas 1 administrasi kepegawaian018005403 nur awaluddin tugas 1 administrasi kepegawaian
018005403 nur awaluddin tugas 1 administrasi kepegawaian
 
PPT PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN _ ANGEL IKE SUNARTI 21102013 IP.pptx
PPT PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN _ ANGEL IKE SUNARTI 21102013 IP.pptxPPT PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN _ ANGEL IKE SUNARTI 21102013 IP.pptx
PPT PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN _ ANGEL IKE SUNARTI 21102013 IP.pptx
 
Pengembangan Model Best Practices Penyelenggaraan Manajemen Pemerintah dan Pe...
Pengembangan Model Best Practices Penyelenggaraan Manajemen Pemerintah dan Pe...Pengembangan Model Best Practices Penyelenggaraan Manajemen Pemerintah dan Pe...
Pengembangan Model Best Practices Penyelenggaraan Manajemen Pemerintah dan Pe...
 
Aliran yg menghubungkan uu,hakim,hukum
Aliran yg menghubungkan uu,hakim,hukumAliran yg menghubungkan uu,hakim,hukum
Aliran yg menghubungkan uu,hakim,hukum
 
1. manajemen dan pengelolaan
1. manajemen dan pengelolaan1. manajemen dan pengelolaan
1. manajemen dan pengelolaan
 
Pendekatan analisis kebijakan
Pendekatan analisis kebijakanPendekatan analisis kebijakan
Pendekatan analisis kebijakan
 
Kesehatan Jasmani dan Mental
Kesehatan Jasmani dan MentalKesehatan Jasmani dan Mental
Kesehatan Jasmani dan Mental
 
Konsep Masyarakat dan Sosial Budaya Masyarakat Indonesia
Konsep Masyarakat dan Sosial Budaya Masyarakat Indonesia Konsep Masyarakat dan Sosial Budaya Masyarakat Indonesia
Konsep Masyarakat dan Sosial Budaya Masyarakat Indonesia
 
Model Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan Ekonomi Lokal
Model Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan Ekonomi LokalModel Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan Ekonomi Lokal
Model Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan Ekonomi Lokal
 

Viewers also liked

Buku layanan administrasi kepegawaian tahun 2013
Buku layanan administrasi kepegawaian tahun 2013Buku layanan administrasi kepegawaian tahun 2013
Buku layanan administrasi kepegawaian tahun 2013Ayah Raihaana
 
ppt. Administrasi kepegawaian
ppt. Administrasi kepegawaianppt. Administrasi kepegawaian
ppt. Administrasi kepegawaianTiara Komanichi
 
Modul administrasi kepegawaian
Modul administrasi kepegawaianModul administrasi kepegawaian
Modul administrasi kepegawaianNovie Purwaningsih
 
Contoh buku petunjuk operasi-admin-perusahaan
Contoh buku petunjuk operasi-admin-perusahaanContoh buku petunjuk operasi-admin-perusahaan
Contoh buku petunjuk operasi-admin-perusahaandhoan Evridho
 
Cara menyusun manual book
Cara menyusun manual bookCara menyusun manual book
Cara menyusun manual bookdhoan Evridho
 
53 buku-klapper-siswa
53 buku-klapper-siswa53 buku-klapper-siswa
53 buku-klapper-siswaBeny Murdhani
 
HUMAN RESOURCE MANUAL BOOK - Rev 1
HUMAN RESOURCE MANUAL BOOK - Rev 1HUMAN RESOURCE MANUAL BOOK - Rev 1
HUMAN RESOURCE MANUAL BOOK - Rev 1Joko Susanto
 
Kamus data (data dictionary) - (Bambang Sugianto - Politeknik Sawunggalih Aji...
Kamus data (data dictionary) - (Bambang Sugianto - Politeknik Sawunggalih Aji...Kamus data (data dictionary) - (Bambang Sugianto - Politeknik Sawunggalih Aji...
Kamus data (data dictionary) - (Bambang Sugianto - Politeknik Sawunggalih Aji...Bambang Sugianto
 
Menambahkan slide dengan gambar animasi dan film
Menambahkan slide dengan gambar animasi dan filmMenambahkan slide dengan gambar animasi dan film
Menambahkan slide dengan gambar animasi dan filmTedi Ariandi
 
Sistem Basis Data Kepegawaian Supermarket.
Sistem Basis Data Kepegawaian Supermarket.Sistem Basis Data Kepegawaian Supermarket.
Sistem Basis Data Kepegawaian Supermarket.Febry San
 
Manual book Software aplikasi restoran / rumah makan
Manual book Software aplikasi restoran / rumah makanManual book Software aplikasi restoran / rumah makan
Manual book Software aplikasi restoran / rumah makanItank Js
 

Viewers also liked (20)

Buku layanan administrasi kepegawaian tahun 2013
Buku layanan administrasi kepegawaian tahun 2013Buku layanan administrasi kepegawaian tahun 2013
Buku layanan administrasi kepegawaian tahun 2013
 
ppt. Administrasi kepegawaian
ppt. Administrasi kepegawaianppt. Administrasi kepegawaian
ppt. Administrasi kepegawaian
 
Modul administrasi kepegawaian
Modul administrasi kepegawaianModul administrasi kepegawaian
Modul administrasi kepegawaian
 
Contoh buku petunjuk operasi-admin-perusahaan
Contoh buku petunjuk operasi-admin-perusahaanContoh buku petunjuk operasi-admin-perusahaan
Contoh buku petunjuk operasi-admin-perusahaan
 
Cara menyusun manual book
Cara menyusun manual bookCara menyusun manual book
Cara menyusun manual book
 
53 buku-klapper-siswa
53 buku-klapper-siswa53 buku-klapper-siswa
53 buku-klapper-siswa
 
mobile based ui
mobile based uimobile based ui
mobile based ui
 
HUMAN RESOURCE MANUAL BOOK - Rev 1
HUMAN RESOURCE MANUAL BOOK - Rev 1HUMAN RESOURCE MANUAL BOOK - Rev 1
HUMAN RESOURCE MANUAL BOOK - Rev 1
 
Kamus data (data dictionary) - (Bambang Sugianto - Politeknik Sawunggalih Aji...
Kamus data (data dictionary) - (Bambang Sugianto - Politeknik Sawunggalih Aji...Kamus data (data dictionary) - (Bambang Sugianto - Politeknik Sawunggalih Aji...
Kamus data (data dictionary) - (Bambang Sugianto - Politeknik Sawunggalih Aji...
 
Menambahkan slide dengan gambar animasi dan film
Menambahkan slide dengan gambar animasi dan filmMenambahkan slide dengan gambar animasi dan film
Menambahkan slide dengan gambar animasi dan film
 
Sistem Basis Data Kepegawaian Supermarket.
Sistem Basis Data Kepegawaian Supermarket.Sistem Basis Data Kepegawaian Supermarket.
Sistem Basis Data Kepegawaian Supermarket.
 
Cilok
CilokCilok
Cilok
 
Guru
GuruGuru
Guru
 
File system
File systemFile system
File system
 
Buku manual
Buku manualBuku manual
Buku manual
 
Sistem dan model
Sistem dan modelSistem dan model
Sistem dan model
 
Buku induk pegawai
Buku induk pegawaiBuku induk pegawai
Buku induk pegawai
 
Manual book Software aplikasi restoran / rumah makan
Manual book Software aplikasi restoran / rumah makanManual book Software aplikasi restoran / rumah makan
Manual book Software aplikasi restoran / rumah makan
 
Computer arithmatic
Computer arithmaticComputer arithmatic
Computer arithmatic
 
E-education
E-educationE-education
E-education
 

Similar to Buku 2 kepegawaian

Buku 3 perlengkapan dan tugas umum
Buku 3 perlengkapan dan tugas umumBuku 3 perlengkapan dan tugas umum
Buku 3 perlengkapan dan tugas umumAdi Kuntarto
 
perka lan 33 tahun 2015 tentang pedoman penyelenggaraan pelatihan jfak
perka lan 33 tahun 2015 tentang pedoman penyelenggaraan pelatihan jfakperka lan 33 tahun 2015 tentang pedoman penyelenggaraan pelatihan jfak
perka lan 33 tahun 2015 tentang pedoman penyelenggaraan pelatihan jfakRidho Fitrah Hyzkia
 
Himpunan Peraturan Perundangan K3.pdf
Himpunan Peraturan Perundangan K3.pdfHimpunan Peraturan Perundangan K3.pdf
Himpunan Peraturan Perundangan K3.pdfibadil haqqi
 
Himpunan Peraturan Perundangan K3
Himpunan Peraturan Perundangan K3Himpunan Peraturan Perundangan K3
Himpunan Peraturan Perundangan K3Herry Prakoso
 
KUMPULAN UNDANG-UNDANG K3.pdf
KUMPULAN UNDANG-UNDANG K3.pdfKUMPULAN UNDANG-UNDANG K3.pdf
KUMPULAN UNDANG-UNDANG K3.pdfAlishaSetiani3
 
Himpunan perundang undangan k3 ri
Himpunan perundang undangan k3 riHimpunan perundang undangan k3 ri
Himpunan perundang undangan k3 rijacqwida
 
Form pelanggaran disiplin (form kosong seluruh dokumen)
Form pelanggaran disiplin (form kosong seluruh dokumen)Form pelanggaran disiplin (form kosong seluruh dokumen)
Form pelanggaran disiplin (form kosong seluruh dokumen)Jeffry Vantheangan
 
1505205556 aren1gggg
1505205556 aren1gggg1505205556 aren1gggg
1505205556 aren1ggggFaiz Link
 
Pedoman penerapan jaminan_mutu_bokar_final
Pedoman penerapan jaminan_mutu_bokar_finalPedoman penerapan jaminan_mutu_bokar_final
Pedoman penerapan jaminan_mutu_bokar_finalAndi Wahyudin
 
Sk pandu an pelaksanaan rujukan revisi ok
Sk pandu an pelaksanaan rujukan revisi okSk pandu an pelaksanaan rujukan revisi ok
Sk pandu an pelaksanaan rujukan revisi okNaomy Ritonga
 
Pemendagri nomor 77 tahun 2007 tentang pemberian cuti alasan penting keluar n...
Pemendagri nomor 77 tahun 2007 tentang pemberian cuti alasan penting keluar n...Pemendagri nomor 77 tahun 2007 tentang pemberian cuti alasan penting keluar n...
Pemendagri nomor 77 tahun 2007 tentang pemberian cuti alasan penting keluar n...bangsad
 

Similar to Buku 2 kepegawaian (15)

Buku 1 keuangan
Buku 1 keuanganBuku 1 keuangan
Buku 1 keuangan
 
Buku 3 perlengkapan dan tugas umum
Buku 3 perlengkapan dan tugas umumBuku 3 perlengkapan dan tugas umum
Buku 3 perlengkapan dan tugas umum
 
perka lan 33 tahun 2015 tentang pedoman penyelenggaraan pelatihan jfak
perka lan 33 tahun 2015 tentang pedoman penyelenggaraan pelatihan jfakperka lan 33 tahun 2015 tentang pedoman penyelenggaraan pelatihan jfak
perka lan 33 tahun 2015 tentang pedoman penyelenggaraan pelatihan jfak
 
Himpunan Peraturan Perundangan K3.pdf
Himpunan Peraturan Perundangan K3.pdfHimpunan Peraturan Perundangan K3.pdf
Himpunan Peraturan Perundangan K3.pdf
 
Himpunan Peraturan Perundangan K3
Himpunan Peraturan Perundangan K3Himpunan Peraturan Perundangan K3
Himpunan Peraturan Perundangan K3
 
Ppk3
Ppk3Ppk3
Ppk3
 
KUMPULAN UNDANG-UNDANG K3.pdf
KUMPULAN UNDANG-UNDANG K3.pdfKUMPULAN UNDANG-UNDANG K3.pdf
KUMPULAN UNDANG-UNDANG K3.pdf
 
Himpunan perundang undangan k3 ri
Himpunan perundang undangan k3 riHimpunan perundang undangan k3 ri
Himpunan perundang undangan k3 ri
 
Form pelanggaran disiplin (form kosong seluruh dokumen)
Form pelanggaran disiplin (form kosong seluruh dokumen)Form pelanggaran disiplin (form kosong seluruh dokumen)
Form pelanggaran disiplin (form kosong seluruh dokumen)
 
1505205556 aren1gggg
1505205556 aren1gggg1505205556 aren1gggg
1505205556 aren1gggg
 
Pedoman penerapan jaminan_mutu_bokar_final
Pedoman penerapan jaminan_mutu_bokar_finalPedoman penerapan jaminan_mutu_bokar_final
Pedoman penerapan jaminan_mutu_bokar_final
 
Sk pandu an pelaksanaan rujukan revisi ok
Sk pandu an pelaksanaan rujukan revisi okSk pandu an pelaksanaan rujukan revisi ok
Sk pandu an pelaksanaan rujukan revisi ok
 
Pemendagri nomor 77 tahun 2007 tentang pemberian cuti alasan penting keluar n...
Pemendagri nomor 77 tahun 2007 tentang pemberian cuti alasan penting keluar n...Pemendagri nomor 77 tahun 2007 tentang pemberian cuti alasan penting keluar n...
Pemendagri nomor 77 tahun 2007 tentang pemberian cuti alasan penting keluar n...
 
Lampiran i s.d. v
Lampiran i s.d. vLampiran i s.d. v
Lampiran i s.d. v
 
Pp 31 th 2015 gaji tni 2015
Pp 31 th 2015 gaji tni 2015Pp 31 th 2015 gaji tni 2015
Pp 31 th 2015 gaji tni 2015
 

More from Adi Kuntarto

Privileges dan immunities
Privileges dan immunitiesPrivileges dan immunities
Privileges dan immunitiesAdi Kuntarto
 
International humanitarian law
International humanitarian lawInternational humanitarian law
International humanitarian lawAdi Kuntarto
 
Buku diplomasi indonesia 2010
Buku diplomasi indonesia 2010Buku diplomasi indonesia 2010
Buku diplomasi indonesia 2010Adi Kuntarto
 
The good grammar book
The good grammar bookThe good grammar book
The good grammar bookAdi Kuntarto
 
2. uu perjanjian internasional no.24 th.2000
2. uu perjanjian internasional no.24 th.20002. uu perjanjian internasional no.24 th.2000
2. uu perjanjian internasional no.24 th.2000Adi Kuntarto
 
1. uu hubungan luar negeri no.37 th.1999
1. uu hubungan luar negeri no.37 th.19991. uu hubungan luar negeri no.37 th.1999
1. uu hubungan luar negeri no.37 th.1999Adi Kuntarto
 
5. vienna convention on the law of treaties 1969
5. vienna convention on the law of treaties 19695. vienna convention on the law of treaties 1969
5. vienna convention on the law of treaties 1969Adi Kuntarto
 
4. vienna convention on consular relations 1963
4. vienna convention on consular relations 19634. vienna convention on consular relations 1963
4. vienna convention on consular relations 1963Adi Kuntarto
 
3. vienna convention on diplomatic relations 1961
3. vienna convention on diplomatic relations 19613. vienna convention on diplomatic relations 1961
3. vienna convention on diplomatic relations 1961Adi Kuntarto
 
Games for grammar practice
Games for grammar practiceGames for grammar practice
Games for grammar practiceAdi Kuntarto
 
Undang undang hublu 37 tahun 99
Undang undang hublu 37 tahun 99Undang undang hublu 37 tahun 99
Undang undang hublu 37 tahun 99Adi Kuntarto
 
Uu 6 tahun 2011 tentang keimigrasian
Uu 6 tahun 2011 tentang keimigrasianUu 6 tahun 2011 tentang keimigrasian
Uu 6 tahun 2011 tentang keimigrasianAdi Kuntarto
 
3. kitab undang undang hukum perdata
3. kitab undang undang hukum perdata3. kitab undang undang hukum perdata
3. kitab undang undang hukum perdataAdi Kuntarto
 
2. kitab undang undang hukum pidana
2. kitab undang undang hukum pidana2. kitab undang undang hukum pidana
2. kitab undang undang hukum pidanaAdi Kuntarto
 
Uu no.17 thn 2003 tentang keuangan negara
Uu no.17 thn 2003 tentang keuangan negaraUu no.17 thn 2003 tentang keuangan negara
Uu no.17 thn 2003 tentang keuangan negaraAdi Kuntarto
 
Pptm 2012 indonesia
Pptm 2012   indonesiaPptm 2012   indonesia
Pptm 2012 indonesiaAdi Kuntarto
 

More from Adi Kuntarto (20)

Privileges dan immunities
Privileges dan immunitiesPrivileges dan immunities
Privileges dan immunities
 
Presentasi SAKIP
Presentasi SAKIPPresentasi SAKIP
Presentasi SAKIP
 
Presentasi SAKIP
Presentasi SAKIPPresentasi SAKIP
Presentasi SAKIP
 
International humanitarian law
International humanitarian lawInternational humanitarian law
International humanitarian law
 
Buku diplomasi indonesia 2010
Buku diplomasi indonesia 2010Buku diplomasi indonesia 2010
Buku diplomasi indonesia 2010
 
The good grammar book
The good grammar bookThe good grammar book
The good grammar book
 
2. uu perjanjian internasional no.24 th.2000
2. uu perjanjian internasional no.24 th.20002. uu perjanjian internasional no.24 th.2000
2. uu perjanjian internasional no.24 th.2000
 
1. uu hubungan luar negeri no.37 th.1999
1. uu hubungan luar negeri no.37 th.19991. uu hubungan luar negeri no.37 th.1999
1. uu hubungan luar negeri no.37 th.1999
 
5. vienna convention on the law of treaties 1969
5. vienna convention on the law of treaties 19695. vienna convention on the law of treaties 1969
5. vienna convention on the law of treaties 1969
 
4. vienna convention on consular relations 1963
4. vienna convention on consular relations 19634. vienna convention on consular relations 1963
4. vienna convention on consular relations 1963
 
3. vienna convention on diplomatic relations 1961
3. vienna convention on diplomatic relations 19613. vienna convention on diplomatic relations 1961
3. vienna convention on diplomatic relations 1961
 
Games for grammar practice
Games for grammar practiceGames for grammar practice
Games for grammar practice
 
5000 toefl words
5000 toefl words5000 toefl words
5000 toefl words
 
Undang undang hublu 37 tahun 99
Undang undang hublu 37 tahun 99Undang undang hublu 37 tahun 99
Undang undang hublu 37 tahun 99
 
Uu 6 tahun 2011 tentang keimigrasian
Uu 6 tahun 2011 tentang keimigrasianUu 6 tahun 2011 tentang keimigrasian
Uu 6 tahun 2011 tentang keimigrasian
 
Pmk 97 tahun 2010
Pmk 97 tahun 2010Pmk 97 tahun 2010
Pmk 97 tahun 2010
 
3. kitab undang undang hukum perdata
3. kitab undang undang hukum perdata3. kitab undang undang hukum perdata
3. kitab undang undang hukum perdata
 
2. kitab undang undang hukum pidana
2. kitab undang undang hukum pidana2. kitab undang undang hukum pidana
2. kitab undang undang hukum pidana
 
Uu no.17 thn 2003 tentang keuangan negara
Uu no.17 thn 2003 tentang keuangan negaraUu no.17 thn 2003 tentang keuangan negara
Uu no.17 thn 2003 tentang keuangan negara
 
Pptm 2012 indonesia
Pptm 2012   indonesiaPptm 2012   indonesia
Pptm 2012 indonesia
 

Buku 2 kepegawaian

  • 1. i INSPEKTORAT JENDERAL DEPARTEMEN LUAR NEGERI JAKARTA 2007 HIMPUNAN PERATURAN KEPEGAWAIAN BUKU 2
  • 2. ii
  • 3. iii KATA PENGANTAR Sesuai Peraturan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Nomor 02/A/OT/VIII/2005/01 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Luar Negeri, Inspektorat Jenderal melaksanakan tugas pengawasan di lingkungan Deplu. Dengan semangat benah diri, dapat diaktualisasikan Penyusunan Himpunan Peraturan Keuangan dan Non Keuangan, dimaksudkan sebagai dasar rujukan/pedoman untuk melaksanakan tugas tersebut. Semoga bermanfaat, tingkatkan profesionalisme kerja pengawasan yang berkualitas, konsisten dan dapat dipertanggungjawabkan. Jakarta, 30 April 2007 INSPEKTUR JENDERAL DIENNE H. MOEHARIO KATA PENGANTAR
  • 4. iv
  • 5. v HAL I. ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN 1. UU No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian Negara .......................................... 3 2. PP No. 15 Tahun 1979 Dan SE Kepala BAKN No. 03/SE/1980 tentang Daftar Urut Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil ............................................. 32 3. PP No. 45 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Dan Para Pensiunan Atas Penghasilan Yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara Atau Keuangan Daerah ............................................... 76 4. PP No. 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, Dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil ............................................. 86 5. KEPPRES No. 33 Tahun 1986 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Pajak-Pajak Pribadi Bagi Pejabat Negara, PNS,TNI, Dan Pegawai BUMN/D............................................................. 115 6. PERPRES No. 1 Tahun 2006 tentang Penyesuaian Gaji Pokok Pegawai Negeri Sipil menurut PP No. 26/2001 Ke Dalam Gaji Pokok Pegawai Negeri Sipil Menurut PP No. 11/2003 ..................................... 121 7. KEP. BAKN No. 1158a/KEP/1983 tentang Kartu Istri/Suami PNS.......................................... 133 8. KEP. MENLU No. SK. 279/OR/VIII/83/01 Tahun 1983 tentang Peraturan Dasar Pejabat Dinas Luar Negeri................................................ 137 DAFTAR ISI BIDANG KEPEGAWAIAN DAFTAR ISI
  • 6. vi 9. KEP. MENLU No. SK.2783/BU/IX/81/01 tentang Ketentuan Dasar Kepegawaian Dinas Luar Negeri ......................................................... 150 10. KEP. MENLU No. SK.30/OR/III/84/01 tentang Pedoman Tata Cara Pembinaan Pejabat Luar Negeri ............................................ 164 11. KEP. MENLU No. SK.01/A/KPI/2002/01 tentang Tugas, Fungsi Dan Susunan Keanggotaan Badan Pertimbangan Jabatan Dan Kepangkatan Departemen Luar Negeri ..................................... 169 12. Nota Dinas Karo Kepegawaian/Ketua Tim Pendukung Baperjakat No. 1139/KP/V/2004/19 tentang Pedoman Mutasi Pegawai Ke Perwakilan, Pedoman Penarikan Pegawai Dari Perwakilan Dan Orientasi Penempatan Pegawai Ke Perwakilan ....... 184 13. Kawat Sekjen Deplu No. 970186 tanggal 17 Januari 1997 tentang Ijin Meninggalkan Wilayah Akreditasi Bagi KBTU Dan Atau Bendahara ........... 191 14. Kawat Sekjen Deplu No. 20019 tanggal 2 Januari 2002, Kawat Sekjen Deplu N0.040489 tanggal 17 Februari 2004, Dan Kawat Sekjen Deplu No. PL-0687/030305 tentang Ijin Meninggalkan Wilayah Akreditasi Bagi Keppri .............................. 192 II. KESEJAHTERAAN PEGAWAI 1. PP No. 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil ............................................. 199 2. KEP. MENLU No. 113/KP/VIII/2000/01 tentang Dana Kesejahteraan ........................................... 207 3. Keputusan Badan Pembina Yayasan UPAKARA SK.003/BIN/I/90 tentang Sumbangan Uang Pesangon Pensiun, Sumbangan Uang Duka/Kematian Dan Sumbangan Uang Kelahiran Meningkatkan Kesejahteraan Karyawan ............... 212 DAFTAR ISI
  • 7. vii 4. Permenkeu No. 22/PMK.05/2007 tentang Pemberian uang Makan bagi Pegawai Negeri Sipil .......................................................... 215 III. FORMASI 1. PP No. 98 Tahun 2000 Dan PP No. 11 Tahun 2002 tentang Pengadaan Calon Pegawai Negeri Sipil .......................................................... 223 2. PP No. 97 Tahun 2000 Dan PP No. 54 Tahun 2003 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil ............ 247 IV. PENGANGKATAN 1. PP No. 100 Tahun 2000 Dan PP No. 13 Tahun 2002 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural..................................... 261 2. PP No. 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil ............................................. 284 3. SURAT WAKIL PRESIDEN No.B-01/WK.Pres/Set/ II/2000 tentang Pengangkatan, Pemindahan Dan Pemberhentian Dalam Dan Dari Jabatan Struktural Eselon I............................................... 298 4. Surat Tugas Kepala BKN No. K.26-25/V.7-46/919 tentang Tata Cara Pengangkatan PNS Sebagai Pelaksana ........................................................... 300 5. KEP. MENLU No. 111/KP/VIII/2000/01 tentang Penempatan Pegawai-Pegawai Deplu Bukan Pejabat Dinas Luar Negeri Di Luar Negeri sebagai Staf Teknis ............................................. 303 6. Surat Sekjen Deplu No. 6314/79/12 tentang Pengangkatan Kuasa Usaha Sementara ............... 309 DAFTAR ISI
  • 8. viii V. PEMBERHENTIAN 1. PP No. 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil ............................................. 313 2. PP No. 1 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas PP No. 32/1979 Tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil ............................................. 337 3. PP No. 69 Tahun 2005, jo PP No. 18 Tahun 2006 tentang Penetapan Pensiun Pokok, Pensiun PNS, Pensiun Janda/Dudanya ...................................... 340 4. KEPPRES No. 40 Tahun 1987 tentang Batas Usia Pensiun Bagi Pejabat Diplomatik Konsuler Departemen Luar Negeri ..................................... 345 5. Kawat Sekjen Deplu No. 033797 tanggal 15 Agustus 2003 tentang Larangan Perpanjangan Masa Tugas Setelah Pensiun ............................... 348 6. SE Sekjen Deplu No. SE.084/OT/VI/2000/02 tentang Pedoman Administrasi Kepegawaian Dan Keuangan Bagi Pegawai Negeri Yang Pensiun Pada Perwakilan RI Di Luar Negeri ........................ 350 VI. PENILAIAN DAN EVALUASI 1. PP No. 10 Tahun 1979 Dan SE BAKN No. 02/SE/1980 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil ............................................. 355 2. SE Sekjen Deplu No. 3404/KP/XI/87/01 tanggal 24 Desember 1987 tentang Pembuatan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) Bagi Home Staf Yang Mengakhiri Masa Tugasnya di Perwakilan ....................................................... 390 3. Kawat Sekjen Deplu No. 031391 tanggal 10 Maret 2003 tentang Penilaian Terhadap Athan Dan Atnis.................................................. 392 DAFTAR ISI
  • 9. ix 4. Kawat Sekjen Deplu No. 052963 tanggal 30 Juni 2005 tentang Evaluasi Terhadap Kinerja HOC Dan BPKRT ................................................ 393 VII. DISIPLIN PEGAWAI 1. PP No. 30 Tahun 1980 Dan Surat Edaran Kepala BAKN No. 23/SE/1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil ............................................. 397 2. KEPPRES No. 33 Tahun 1995 Dan Surat Menko Polkam No.B.36/Menko/Polkam/6/ 95 KEP.Menko No.KEP-01/Menko Polkam/6/95 tentang Gerakan Polkam Disiplin Nasional........................................ 461 3. KEPPRES No. 68 Tahun 1995 Dan SE. SEKJEN No. 638/KP/X/95/18 tentang Hari Kerja Di Lingkungan Lembaga Pemerintah Pusat ............ 470 4. INPRES No. 14 Tahun 1981 tentang Penyeleng- garaanUpacara Pengibaran Bendera Merah Putih .. 475 5. KEP. MENLU No. SP/3033/DN/XI/1980 tentang Pendelegasian Wewenang Penjatuhan Hukuman Disiplin Dalam Lingkungan Deplu/Perwakilan RI Di Luar Negeri ..................................................... 479 6. KEP. MENLU No. SP/1410/DN/XI/1981 tentang Disiplin Bagi Pegawai Departemen Luar Negeri ....... 482 7. PERMENPAN No. Per/87/M.PAN/8/2005 tentang Pedoman Peningkatan Pelaksanaan Efisiensi, Penghematan, Dan Disiplin Kerja .......................... 486 8. SE BAKN No. 10/SE/1981 tentang Tindakan Administratif Dan Hukuman Disiplin Terhadap PNS Yang Memiliki/Menggunakan Ijazah Palsu/Aspal .... 511 9. Surat BKN No. K.26-30/V.24-49/99 tentang Peningkatan Disiplin Pegawai................................. 531 DAFTAR ISI
  • 10. x 10. SE. Menpan No. SE/03/M.PAN/IV/2007 tentang Perlakuan terhadap Pejabat yang Terlibat Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme ............................ 533 11. SE MENPAN No. SE/03/M.PAN/IV/2007 tentang Hari Kerja Di Lingkungan Pemerintah .................... 538 12. Kawat Sekjen Deplu No.0600358 Tanggal 25 Januari 2006 Dan Kawat Sekjen No.060667 Tanggal 22 Pebruari 2006 tentang Penerapan Absensi Biometric Di Perwakilan ............................ 540 VIII. PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN 1. PP No. 4 Tahun 1976 tentang Pegawai Negeri Yang Menjadi Pejabat Negara.............................. 545 2. KEP. Kepala BKN No. 43/Kep/2001 tentang Standar Kompetensi Jabatan Struktural Pegawai Negeri Sipil .......................................................... 551 3. Surat Kepala BKN No. K.26-3/V.5-10/99 tentang Penunjukan Pejabat Pelaksana Harian .................. 564 4. KEP. MENLU No. SK.09/A/OT/VIII/2004/01 tentang Pengisian Jabatan di Perwakilan Republik Indonesia Di Luar Negeri Melalui Seleksi Terbuka ... 567 5. SE MENPAN No. SE/04/M.PAN/03/2006 tentang Perpanjangan Batas Usia Pensiun PNS Yang Menduduki Jabatan Struktural Eselon I Dan Eselon II ............................................................ 571 6. Kawat Sekjen Deplu No. 050119 tanggal 5 Januari 2005 tentang Penunjukan Staf Pengumandahan Untuk Tugas Kebendaharaan Dan Mekanisme Pelaksanaan Tugas Pengelola Keuangan ........................................................... 575 DAFTAR ISI
  • 11. xi 7. Nota Dinas Karo Kepegawaian No. 756/KP/IV/ 2005/19 tanggal 11 April 2005 tentang Persyaratan Untuk Menduduki Jabatan Struktural Eselon IIIa Dan Eselon IVa Di Lingkungan Deplu RI ............................................................. 577 8. Kawat Sekjen Deplu No. 983973 Tanggal 15 September 1998 tentang Peralihan Masa Tugas Keppri ...................................................... 579 IX. PENGHARGAAN 1. PP No. 25 Tahun 1994 tentang Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Satya................ 583 2. SURAT SEKRETARIAT NEGARA No. B-1143/ Setneg/6/2002 tentang Pemberitahuan Pemakaian Tanda Kehormatan ............................ 596 3. KEP. BAKN No.02/1995 tentang Ketentuan Pelaksanaan Penganugerahan Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Satya................ 601 4. KEP. MENLU No. 112/KP/VIII/2000/01 tentang Pemberian Penghargaan Bagi Pejabat Dinas Dalam Negeri Yang Akan Menghadapi Pensiun ...... 616 X. PENDIDIKAN DAN LATIHAN 1. PP No. 14 Tahun 1994 tentang Pendidikan Dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil .................. 623 2. KEP. MENLU No. SK.29/OR/III/84/01 tentang Perubahan Pasal 8 Keputusan Menlu No. SP.1527/DN/XI/1982 Tentang Program Kaderisasi ........................................................... 647 3. KEP. MENLU No. SK.27/DL/X/87/02 tentang Ketentuan Penguasaan Bahasa Inggris Bagi Pendidikan Dan Latihan Berjenjang ....................... 649 DAFTAR ISI
  • 12. xii 4. KEP. MENLU No. SK.149/DL/XI/98/01 tentang Sistem Pendidikan Dan Latihan Pegawai Departemen Luar Negeri ..................................... 658 5. KEP. MENLU No. SK/107/DL/VIII/2000/01 tentang Program Tugas Belajar Bagi PDLN........................ 674 6. INSTRUKSI MENLU No. SK. 013/OR/III/88/01 tentang Penguasaan Bahasa Resmi PBB Bagi Pejabat Dinas Luar Negeri Pada Penugasan Pertama Di Perwakilan RI Di Luar Negeri ............... 684 7. KEP.MENLU SK.04.A/A/DL/VI/2003/01 tanggal 2 Juni 2003 Dan SK.21/.B/KP/III/2006/02 tanggal 20 Maret 2006 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Dan Latihan BPKRT Perwakilan ............ 687 XI. PANGKAT DAN GELAR 1. PP No. 99 Tahun 2000 jo PP No. 12 Tahun 2002 tentang Pengangkatan Dalam Pangkat Pegawai Negeri Sipil ............................................. 697 2. KEP. BAKN No. 512/KEP/1983 tentang Jenjang Pangkat Bagi Pejabat Komunikasi Pada Pusat Komunikasi Departemen Luar Negeri .................... 728 3. KEP. Kepala BAKN No. 170/1999 tentang Pengecualian Dari Ujian Dinas Tingkat III Bagi PNS Yang Memiliki Ijazah Pasca Sarjana (Strata-2) Ijazah Spesialis I Dan Atau Ijazah /Gelar Doktor (Strata-3), Ijazah Spesialis II ............................... 730 4. KEP. BAKN No. 06/2001 tentang Jenjang Pangkat Jabatan Pimpinan Pada Perwakilan RI Di Luar Negeri ..................................................... 733 5. SE. BAKN No. 21/SE/1977 tentang PNS Yang Lebih Rendah Pangkatnya Membawahi Secara Langsung PNS Yang Lebih Tinggi Pangkatnya ........................................................ 737 DAFTAR ISI
  • 13. xiii 6. SE. BAKN No. 01/SE/1987 tentang Pedoman Persamaan Pangkat/Golongan Ruang Gaji Anggota ABRI Dengan PNS ................................. 741 7. KEP. MENLU No. SK.12/A/OT/IX/2004/01 tentang Peleburan Golongan PA Ke Dalam Golongan Pejabat Diplomatik Konsuler .................. 746 8. Kawat Karo Kepeg. No. 023506 Tgl 9 Sept 2002 tentang Batas Waktu Penerimaan Untuk Kenaikan Pangkat PNS ........................................ 750 9. Kawat Sekjen Deplu No. 044308 tanggal 1 Oktober 2004 tentang Periode Kenaikan Gelar Diplomatik .................................................. 752 10. JUKLAK Biro Kepeg. No. KP 0618/juklak/94/12 tentang Percepatan Kenaikan Gelar PDLN............. 754 11. Nota Dinas Karo Kepeg No.1611/KP/VII/2004/19 tanggal 23 Juli 2004 tentang Penyeragaman Nota Usulan Kenaikan Pangkat PNS Pada Unit Kerja Di Deplu Dan Perwakilan.............................. 758 XII. PENEMPATAN PEGAWAI 1. KEP. MENLU No. SK.08/A/KP/VI/2004/01 tentang Penempatan Suami Isteri Yang Mempunyai Status Diplomat .................................................. 765 2. KEP. MENLU No. SK. 65/OR/VI/01 Tahun 1984 tanggal 6 Juni 1984 tentang Pedoman Penempatan Atase Pertahanan Dan Teknis Pada Perwakilan RI Di Luar Negeri ....................... 772 3. Nota Dinas Karo Kepeg/Ketua TP Baperjakat No. 1012/KP/III/2006/19 tanggal 17 Maret 2006 tentang Pengusulan Penempatan Pejabat Diplomatik Konsuler (PDK) Ke Perwakilan RI .......... 779 DAFTAR ISI
  • 14. xiv 4. Surat Sekjen Deplu No. 6278/1978/12 tentang Pengujian Kesehatan Dalam Rangka Penugasan/Penempatan Di Luar Negeri ................ 781 5. NOTA EDARAN BIRO KEPEGAWAIAN No. 1398/Kepeg/1979 tentang Pengujian Kesehatan Pejabat Deplu Dan Istrinya Dalam Rangka Penempatan Di Luar Negeri ..................... 783 6. Nota Rahasia Karo Kepeg/Ketua TP Baperjakat No. 1709/KP/VIII/2005/19/R tanggal 29 Agustus 2005 tentang Pemantapan Substansi Bagi Pejabat Yang Akan Penempatan Ke Perwakilan RI Di Luar Negeri ........................... 785 XIII. PERKAWINAN DAN PERCERAIAN 1. UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ........... 791 2. PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan ................ 811 3. PP No. 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil ............... 828 4. PP No. 45 Tahun 1990 tentang Perubahan Atas PP No. 10 Tahun 1983 ........................................ 844 5. SE. PERDANA MENTERI No. 14/R.I/1959 tentang Peraturan Tentang Perkawinan Pejabat-Pejabat/Pegawai RI Yang Ditempatkan Di Perwakilan RI Di Luar Negeri Dengan Bangsa Asing ...................................................... 851 6. KEP. MENLU No. SK.074/ KP/IV/2002/01 tentang Pendelegasian Wewenang Mengenai Penolakan/Pemberian Izin Perkawinan Dan Perceraian bagi PNS dalam Lingkungan Departemen Luar Negeri/Perwakilan RI Di Luar Negeri ..................................................... 854 DAFTAR ISI
  • 15. xv 7. SE. Sekjen Deplu No. SE 077/VII/2005/19/02 tentang Perijinan Untuk Perkawinan Antara Diplomat Wanita Indonesia Dengan WNA ............. 859 XIV. CUTI PEGAWAI 1. PP No. 24 Tahun 1976 tentang Cuti Pegawai Negeri Sipil .......................................................... 867 2. SE. BAKN No. 01/SE/1977 tentang Permintaan Dan Pemberian Cuti Pegawai Negeri Sipil ............... 889 3. KEP. MENLU No. SK.53/OR/V/84/01 tentang Cuti Pejabat Perwakilan RI Di Luar Negeri .................... 906 XV. PEMBATASAN KEGIATAN PNS 1. PP No. 6 Tahun 1974 tentang Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri Dalam Usaha Swasta ................... 919 2. PP No. 5 Tahun 1999 tentang Pegawai Negeri Sipil Yang Menjadi Anggota Partai Politik ............................... 927 3. PP No. 12 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas PP No. 5 Tahun 1999 .......................................... 936 4. KEPPRES No 10/1974 tentang Beberapa Pembatasan Kegiatan PNS Dalam Rangka Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Kesederhanaan Hidup ......................................... 940 5. INSTRUKSI MENLU No. 519/BU/III/79/01 Tanggal 20 Maret 1979 tentang Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri Di Lingkungan Departemen Luar Negeri Di Bidang Usaha Swasta dalam Rangka Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Kesederhanaan Hidup ......... 947 DAFTAR ISI
  • 16. xvi XVI. HAK KEPPRI 1. PP No. 5 Tahun 1996 tanggal 14 Pebruari 1996 Dan PP No. 61 Tahun 2006 tanggal 26 Juli 2006 tentang Hak Keuangan / Administrasi Dubes LBBP Dan Mantan Dubes LBBP serta Janda/Dudanya .................................................. 957 2. KEP. MENLU NO. SK.2784/BU/IX/81/01 tentang Kewajiban Dan Hak Wakil Kepala Perwakilan RI Di Luar Negeri ..................................................... 976 3. KEP. MENLU No. SK.015/OR/II/89/01 tentang Pengangkatan Sekretaris Pribadi, Kepala Rumah Tangga Dan Pengemudi Pada Perwakilan RI Di Luar Negeri ..................................................... 979 4. Kawat Sekjen Deplu No. pl-2324/0717000 Tanggal 17 Juli 2000 tentang Pemberdayaan KRT ............. 983 5. Kawat Sekjen Deplu No. 032596 Tanggal 29 Mei 2003 tentang Hak Keppri .......................... 984 XVII. JABATAN FUNGSIONAL 1. PP No. 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional PNS ................................................... 987 2. KEP. MENLU No.SK.024/KP/III/98/02 tentang Tata Kerja Tim Penilai Dan Tata cara penilaian Angka Kredit Jabatan Fungsional Diplomat ............ 1001 3. KEP. MENLU No. SK. 103/OT/VII/98/02 tentang Pedoman Pengisian Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit Jabatan Fungsional Diplomat ............ 1018 4. PERMENPAN No. PER/87/M.PAN/8/2005 tanggal 16 Agustus 2005 tentang Jabatan Fungsional Diplomat Dan Angka Kreditnya ............................. 1021 DAFTAR ISI
  • 17. xvii 5. KEP. MENPAN No. 19 Tahun 1996 Tanggal 2 Mei 1996 tentang Jabatan Fungsional Auditor.............. 1044 6. KEP. MENPAN RI No. 17/KEP/M.PAN/4/2002 Tentang Penyesuaian Penamaan Jabatan Fungsional Auditor ............................................... 1082 7. Keputusan Bersama Kepala BAKN, Sekjen BPK Dan Kepala BPKP No. 10 Tahun 1996 No. 49/SK/ S/1996 No. KEP-386/K/1996 Tanggal 6 Juni 1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Auditor Dan Angka Kreditnya ............................... 1086 8. KEP. Kepala BPKP No. KEP-817/K/JF/002 tanggal 3 Desember 2002 tentang Prosedur Kegiatan Baku Penilaian Dan Penetapan Angka Kredit Bagi Jabatan Fungsional Auditor Di Lingkungan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah ......................... 1108 9. Keputusan Bersama Kepala Lembaga Sandi Negara RI Dan Kepala Badan Kepegawaian Negara: No. KP. 004/KEP.60/2004, No. 17 Tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Sandiman Dan Angka Kreditnya ........... 1113 10. Keputusan Bersama Kepala Sandi Negara RI Dan Kepala Badan Kepegawaian Negara: No. KP. 004/KEP.61/2004, No. 18 Tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Operator Transmisi Sandi (OTS) Dan Angka Kreditnya Lembaga ................................... 1132 11. SE. Sekjen Deplu No. 1120/KP/XI/99/02 tanggal 22 Oktober 1999 tentang Penundaan Pelaksanaan Sistem Jabatan Fungsional Diplomat di Deplu ........ 1150 12. Kawat Sekjen Deplu No. 053142 tanggal 15 Juli 2005 tentang Jabatan Fungsional Diplomat ............................................................. 1152 DAFTAR ISI
  • 18. xviii 13. Kawat Sekjen Deplu No. 982126 tanggal 13 Mei 1998 tentang In-Passing (Penyesuaian) PDLN sebagai Jabatan Fungsional DEPLU (JJFDD) .......... 1154 XVIII. PEGAWAI SETEMPAT 1. PERMENLU No.07/A/KP/X/2006/01 Tahun 2006 tentang Pedoman Dan Tata Cara Pengangkatan, Pemberhentian, Dan Pembuatan Kontrak Kerja Pegawai Setempat pada Perwakilan RI Di Luar Negeri ................................................................ 1157 2. Brafaks Karo Kepeg No. RR-0177/DEPLU/I/2006 tanggal 13 Januari 2006 tentang Model Kontrak Kerja Pegawai Setempat...................................... 1201 DAFTAR ISI
  • 20. 2
  • 21. 3 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG–UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG–UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK–POKOK KEPEGAWAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional untuk mewujudkan masyarakat madani yang taat hukum, berperadaban modern, demokratis, makmur, adil, dan bermoral tinggi, diperlukan Pegawai Negeri yang merupakan unsur aparatur negara yang bertugas sebagai abdi masyarakat yang menyelenggarakan pelayanan secara adil dan merata, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan penuh kesetiaan kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945; b. bahwa untuk maksud tersebut pada huruf a, diperlukan Pegawai Negeri yang berkemampuan melaksanakan tugas secara profesional dan bertanggung jawab dalam menyelenggarakan tugas pemerintah dan pembangunan, serta bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme; c. bahwa untuk membentuk sosok Pegawai Negeri Sipil sebagaimana tersebut pada huruf b, diperlukan upaya meningkatkan manajemen ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 22. 4 Pegawai Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai Negeri; d. bahwa sehubungan dengan huruf a, b, dan c tersebut di atas, dipandang perlu untuk mengubah Undang–undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok–Pokok Kepegawaian. Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28 Undang–Undang Dasar 1945. 2. Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041) 3. Undang–undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 4. Undang–undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan lembaran Negara Nomor 3851); dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : Menetapkan : UNDANG–UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK–POKOK KEPEGAWAIAN. Pasal 1 Beberapa ketentuan dalam Undang–undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok–pokok Kepegawaian, diubah sebagai berikut : ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 23. 5 1. Judul BAB I dan ketentuan Pasal 1 menjadi berbunyi sebagai berikut : BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang–undang ini yang dimaksud dengan : 1. Pegawai Negeri adalah setiap warga Negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang–undangan yang berlaku. 2. Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang mempunyai kewenangan mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan Pegawai Negeri berdasarkan peraturan perundang–undangan yang berlaku. 3. Pejabat yang berwajib berwenang adalah pejabat yang karena jabatan atau tugasnya berwenang melakukan tindakan hukum berdasarkan peraturan perundang–undangan yang berlaku. 4. Pejabat Negara adalah pimpinan dan anggota lembaga tertinggi/tinggi Negara sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar 1945 dan Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh Undang–undang. 5. Jabatan Negeri adalah jabatan dalam bidang eksekutif yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang–undangan, termasuk di dalamnya jabatan dalam kesekretariatan lembaga tertinggi atau tinggi Negara, dan kepaniteraan pengadilan. 6. Jabatan Karier adalah jabatan struktural dan fungsional yang hanya dapat diduduki Pegawai Negeri Sipil setelah memenuhi syarat yang ditentukan. 7. Jabatan organik adalah jabatan negeri yang menjadi tugas pokok pada suatu satuan organisasi pemerintah. 8. Manajemen Pegawai Negeri Sipil adalah keseluruhan upaya– upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas dan derajat profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi, dan kewajiban kepegawaian, yang meliputi perencanaan, pengadaan, ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 24. 6 pengembangan kualitas, penempatan, promosi, penggajian, kesejahteraan, dan pemberhentian. 2. Judul BAB II, ketentuan Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4 menjadi berbunyi sebagai berikut : BAB II JENIS, KEDUDUKAN, KEWAJIBAN, DAN HAK PEGAWAI NEGERI Bagian Pertama Jenis dan Kedudukan Pasal 2 (1) Pegawai Negeri terdiri dari : a. Pegawai Negeri Sipil; b. Anggota Tentara Nasional Indonesia; dan c. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. (2) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, terdiri dari : a. Pegawai Negeri Sipil Pusat; dan b. Pegawai Negeri Sipil Daerah (3) Disamping Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pejabat yag berwenang dapat mengangkat pegawai tidak tetap. Pasal 3 (1) Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas Negara, pemerintahan, dan pembangunan. (2) Dalam kedudukan dan tugas sebagaiman dimaksud dalam ayat (1), Pegawai Negeri harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 25. 7 (3) Untuk menjamin netralitas Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat 92, Pegawai Negeri dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Bagian Kedua Kewajiban Pasal 4 Setiap Pegawai Negeri wajib setia dan taat kepada Pancasila Undang–undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah, serta wajib menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. 3. Ketentuan Pasal 7 menjadi berbunyi sebagai berikut : Pasal 7 (1) Setiap Pegawai Negeri berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya. (2) Gaji yang diterima oleh Pegawai Negeri harus mampu memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraannya. (3) Gaji Pegawai Negeri yang adil dan layak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 4. Judul Bagian Keempat BAB II dan ketentuan Pasal II menjadi berbunyi sebagai berikut : Bagian Keempat Pegawai Negeri Yang Menjadi Pejabat Negara Pasal 11 (1) Pejabat Negara terdiri atas : a. Presiden dan Wakil Presiden; b. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat; ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 26. 8 c. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat; d. Ketua, Wakil ketua, ketua Muda, dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung, serta Ketua, Wakil ketua, dan Hakim pada semua Badan Peradilan; e. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Pertimbangan Agung; f. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan; g. Menteri, dan jabatan yang setingkat Menteri; h. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh; i. Gubernur dan Wakil Gubernur; j. Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota; dan k. Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh Undang– undang. (2) Pegawai Negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara diberhentikan dari jabatan organiknya selama menjadi Pejabat Negara tanpa kehilangan statusnya sebagai Pegawai Negeri. (3) Pegawai Negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara tertentu tidak perlu diberhentikan dari jabatan organiknya. (4) Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), setelah selesai menjalankan tugasnya dapat diangkat kembali dalam jabatan organiknya. 5. Judul BAB III, ketentuan Pasal 12, dan Pasal 13 menjadi berbunyi sebagai berikut : BAB III MANAJEMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL Bagian Pertama Tujuan Manajemen ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 27. 9 Pasal 12 (1) Manajemen Pegawai Negeri Sipil diarahkan untuk menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan secara berdayaguna dan berhasilguna. (2) Untuk mewujudkan penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diperlukan Pegawai Negeri Sipil yang profesional, bertanggung jawab, jujur, dan adil melalui pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja. Bagian Kedua Kebijaksanaan Manajemen Pasal 13 (1) Kebijaksanaan Manajemen Pegawai Negeri Sipil mencakup penetapan norma, standar, prosedur, formasi, pengangkatan, pengembangan kualitas sumber daya Pegawai Negeri Sipil, pemindahan, gaji, tunjangan, kesejahteraan, pemberhentian, hak, kewajiban, dan kedudukan hukum. (2) Kebijaksanaan Manajemen Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berada pada Presiden selaku Kepala Pemerintahan. (3) Untuk membantu Presiden dalam merumuskan kebijaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan memberikan pertimbangan tertentu, dibentuk Komisi Kepegawaian Negara yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden. (4) Komisi Kepegawaian Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), terdiri dari 2 (dua) Anggota Tetap yang berkedudukan sebagai Ketua dan Sekretaris Komisi, serta 3 (tiga) Anggota Tidak Tetap yang kesemuanya diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. (5) Ketentuan dan Sekretaris Komisi Kepegawaian Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat 94, secara ex officio menjabat sebagai Kepala dan Wakil Kepala Badan Kepegawaian Negara. ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 28. 10 (6) Komisi Kepegawaian Negara mengadakan sidang sekurang– kurangnya sekali dalam satu bulan. 6. Ketentuan Pasal 15 menjadi berbunyi sebagai berikut : Pasal 15 (1) Jumlah dan susunan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan ditetapkan dalam formasi. (2) Formasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan untuk jangka waktu tertentu berdasarkan jenis, sifat dan beban kerja yang harus dilaksanakan. 7. Ketentuan Pasal 16 ayat (2) menjadi berbunyi sebagai berikut : (2) Setiap warga Negara Republik Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi Pegawai Negeri Sipil setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. 8. Diantara Pasal 16 dan Pasal 17 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 16 A berbunyi sebagai berikut : Pasal 16 A (1) Untuk memperlancar pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan, pemerintahan dapat mengangkat langsung menjadi Pegawai Negeri Sipil bagi mereka yang telah bekerja pada instansi yang menunjang kepentingan nasional. (2) Persyaratan, tata cara, dan pengangkatan langsung menjadi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 9. Ketentuan Pasal 17 menjadi berbunyi sebagai berikut : Pasal 17 (1) Pegawai Negeri Sipil diangkat dalam jabatan dan pangkat tertentu. ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 29. 11 (2) Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras, atau golongan. (3) Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam pangkat awal ditetapkan berdasarkan tingkat pendidikan formal. 10. Ketentuan Pasal 19 dihapus. 11. Ketentuan Pasal 20 menjadi berbunyi sebagai berikut : Untuk lebih menjamin obyektivitas dalam mempertimbangkan pengangkatan dalam jabatan dan kenaikan pangkat diadakan penilaian prestasi kerja. 12. Ketentuan Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, dan Pasal 26 menjadi berbunyi sebagai berikut : Pasal 22 Untuk kepentingan pelaksanaan tugas kedinasan dan dalam rangka pembinaan Pegawai Negeri Sipil dapat diadakan perpindahan jabatan, tugas, dan/atau wilayah kerja. Pasal 23 (1) Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan hormat karena meninggal dunia. (2) Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan dengan hormat karena; a. atas permintaan sendiri; b. mencapai batas usia pensiun; c. perampingan organisasi pemerintah atau d. tidak cakap jasmani atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai Pegawai Negeri Sipil. ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 30. 12 (3) Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan karena : a. melanggar sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil dan sumpah/ janji jabatan selain pelanggaran sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil dan sumpah/janji jabatan karena tidak setia kepada Pancasila, Undang–undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah; atau b. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang ancaman hukumannya kurang dari 4 (empat tahun). (4) Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat karena : a. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang ancaman hukumannya 4 (empat) tahun atau lebih; atau b. melakukan pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil tingkat berat. (5) Pegawai Negeri Sipil diberhentikan tidak dengan hormat karena : a. melanggar sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil dan sumpah/ janji jabatan karena tidak setia kepada Pancasila, Undang– Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintahan; b. melakukan penyelewengan terhadap ideologi Negara, Pancasila, Undang–Undang Dasar 1945 atau teRIibat dalam kegiatan yang menentang Negara dan Pemerintahan; atau c. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungan dengan jabatan. Pasal 24 Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan penahanan oleh pejabat yang berwajib karena disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan sampai mendapat putusan pengadilan yang telah ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 31. 13 mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dikenakan pemberhentian sementara. Pasal 25 (1) Pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dilakukan oleh Presiden. (2) Untuk memperlancar pelaksanaan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Presiden dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat pembina kepegawaian pusat dan menyerahkan sebagian wewenangnya kepada pejabat pembina kepegawaian daerah yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. (3) Pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Jaksa Agung, Pimpinan lembaga Pemerintahan Non – Departemen, Sekretaris Jenderal Lembaga Tertinggi/ Tinggi Negara, Sekretaris Jenderal Departemen, Direktur Jenderal, Inspektur Jenderal dan Jabatan setingkat, ditetapkan oleh Presiden. Bagian Kelima Sumpah, Kode Etik, dan Peraturan Disiplin Pasal 26 (1) Setiap Calon Pegawai Negeri Sipil pada saat pengangkatannya menjadi Pegawai Negeri Sipil wajib mengucapkan sumpah/ janji. (2) Susunan kata–kata sumpah/janji adalah sebagai berikut : Demi Allah, saya bersumpah/berjanji; bahwa saya, untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil, akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang–Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah; bahwa saya, akan mentaati segala peraturan perundang–undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab; ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 32. 14 bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah, dan martabat Pegawai Negeri Sipil, serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan Negara daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan; bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus saya rahasiakan; bahwa saya akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan Negara. 13. Ketentuan Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 32 menjadi berbunyi sebagai berikut : Pasal 30 (1) Pembinaan jiwa korps, kode etik, dan peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil tidak boleh bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28 Undang–Undang Dasar 1945. (2) Pembinaan jiwa korps, kode etik, dan peraturan disiplin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Keenam Pendidikan dan Pelatihan Pasal 31 (1) Untuk mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar– besarnya diadakan pengaturan dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan jabatan Pegawai Negeri Sipil yang bertujuan untuk meningkatkan pengabdian, mutu, keahlian, kemampuan, dan keterampilan. (2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 33. 15 Bagian Ketujuh Kesejahteraan Pasal 32 (1) Untuk meningkatkan kegairahan bekerja, diselenggarakan usaha kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil. (2) Usaha kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi program pensiun dan tabungan hari tua, asuransi kesehatan, tabungan perumahan, dan asuransi pendidikan bagi putra putri Pegawai Negeri Sipil. (3) Untuk penyelenggaraan usaha kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Pegawai Negeri Sipil wajib membayar iuran setiap bulan dari penghasilannya. (4) Untuk penyelenggaraan program pensiun dan penyelenggaraan asuransi kesehatan, Pemerintah menanggung subsidi dan iuran. (5) Besarnya subsidi dan iuran sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. (6) Pegawai Negeri Sipil yang meninggal dunia, keluarganya berhak memperoleh bantuan. 14. Ketentuan Pasal 34 menjadi berbunyi sebagai berikut : Pasal 34 (1) Untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan kebijaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil, dibentuk Badan Kepegawaian Negara. (2) Badan sebagaiman dimaksud dalam ayat (1), menyelenggarakan manajemen Pegawai Negeri Sipil yang mencakup perencanaan, pengembangan kualitas sumber daya Pegawai Negeri Sipil dan administrasi kepegawaian, pengawasan dan pengendalian, penyelenggaraan dan pemeliharaan informasi kepegawaian, mendukung perumusan kebijaksanaan kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil, serta memberikan bimbingan teknis kepada unit organisasi yang menangani kepegawaian pada instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah. ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 34. 16 15. Diantara Pasal 34 dan Pasal 35 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 34 A berbunyi sebagai berikut : Pasal 34 A (1) Untuk kelancaran pelaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil Daerah dibentuk Badan Kepegawaian Daerah. (2) Badan Kepegawaian Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), adalah perangkat Daerah yang dibentuk oleh Kepala Daerah. 16. Ketentuan Pasal 35 menjadi berbunyi sebagai berikut : Pasal 35 (1) Sengketa kepegawaian diselesaikan melalui Peradilan Tata Usaha Negara. (2) Sengketa kepegawaian sebagai akibat pelanggaran terhadap peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil diselesaikan melalui upaya banding administratif kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian. (3) Badan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 17. Judul BAB IV dan ketentuan Pasal 37 menjadi berbunyi sebagai berikut : BAB IV MANAJEMEN ANGGOTA TENTARA NASIONAL INDONESIA DAN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Pasal 37 Manajemen Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, masing–masing diatur dengan Undang–Undang tersendiri. ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 35. 17 Pasal 11 Undang–undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang–undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta, Pada tanggal 30 September 1999 PRESIDEN REPUBLIK Indonesia ttd BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE Diundangkan di Jakarta, pada tanggal 30 September 1999 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd M U L A D I LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 169 Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT KABINET RI, Kepala Biro Peraturan Perundang–undangan II ttd Edy Sudibyo ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 36. 18 PENJELASAN ATAS UNDANG–UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG–UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK–POKOK KEPEGAWAIAN 1. UMUM 1. Kelancaran penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan nasional sangat tergantung pada kesempurnaan aparatur negara khususnya Pegawai Negeri. Karena itu, dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional yakni mewujudkan masyarakat madani yang taat hukum, berperadaban modern, demokratis, makmur, adil, dan bermoral tinggi, diperlukan Pegawai Negeri yang merupakan unsur aparatur Negara yang bertugas sebagai abdi masyarakat yang harus menyelenggarakan pelayanan secara adil dan merata kepada masyarakat dengan dilandasi kesetiaan, dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang– undang Dasar 1945. 2. Disamping itu dalam pelaksanaan desentralisasi kewenangan pemerintahan kepada Daerah, Pegawai Negeri berkewajiban untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan harus melaksanakan tugasnya secara profesional dan bertanggung jawab dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan, serta bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. 3. Sebagai bagian dari pembinaan Pegawai Negeri, pembinaan Pegawai Negeri Sipil perlu dilakukan dengan sebaik–baiknya dengan berdasarkan pada perpaduan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja. Hal ini dimaksudkan untuk memberi peluang bagi Pegawai Negeri Sipil yang berprestasi tinggi untuk meningkatkan kemampuannya secara profesional dan berkompetisi secara sehat. ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 37. 19 Dengan demikian pengangkatan dalam jabatan harus didasarkan pada sistem prestasi kerja yang didasarkan atas penilaian obyektif terhadap prestasi, kompetensi, dan pelatihan Pegawai Negeri Sipil. Dalam pembinaan kenaikan pangkat, disamping berdasarkan sistem prestasi kerja juga diperhatikan sistem karier. 4. Manajemen Pegawai Negeri Sipil perlu diatur secara menyeluruh, dengan menerapkan norma, standar, dan prosedur yang seragam dalam penetapan formasi, pengadaan, pengembangan, penetapan gaji, dan program kesejahteraan, serta pemberhentian yang merupakan unsur dalam manajemen Pegawai Negeri Sipil, baik Pegawai Negeri Sipil Pusat maupun Pegawai Negeri Sipil Daerah. Dengan adanya keseragaman tersebut, diharapkan akan dapat diciptakan kualitas Pegawai Negeri Sipil yang seragam di seluruh Indonesia. Di samping memudahkan penyelengga- raan manajemen kepegawaian, manajemen yang seragam dan dapat pula mewujudkan keseragaman perlakuan dan jaminan kepastian hukum bagi seluruh Pegawai Negeri Sipil. 5. Dengan berlakunya Undang–undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah harus didorong desentralisasi urusan kepegawaian kepada daerah. Untuk memberi landasan yang kuat bagi pelaksanaan desentralisasi kepegawaian tersebut, diperlukan adanya perngaturan kebijaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil secara nasional tentang norma, standar, dan prosedur yang sama dan bersifat nasional dalam setiap unsur manajemen kepegawaian. 6. Dalam upaya menjaga netralitas Pegawai Negeri dari pengaruh partai politik dan untuk menjamin keutuhan, kekompakan, dan persatuan Pegawai Negeri, serta agar dapat memusatkan segala perhatian, pikiran, dan tenaganya pada tugas yang dibebankan kepadanya maka Pegawai Negeri dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Oleh karena itu, Pegwai Negeri Sipil yang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik harus diberhentikan sebagai Pegawai Negeri. Pemberhentian tersebut dapat dilakukan dengan hormat atau tidak dengan hormat. 7. Untuk meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan Pegawai Negeri, dalam undang–undang ini ditegaskan bahwa ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 38. 20 Pegawai Negeri Sipil berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban kerja dan tanggung jawabnya. Untuk itu Negara dan Pemerintah wajib mengusahakan dan memberikan gaji yang adil sesuai standar yang layak kepada Pegawai Negeri. Gaji adalah sebagai balas jasa dan penghargaan atas prestasi kerja Pegawai Negeri yang bersangkutan. Pada umumnya sistem penggajian dapat digolongkan dalam 2 (dua) sistem, yaitu sistem skala tunggal dan sistem skala ganda. Sistem skala tunggal adalah sistem penggajian yang memberikan gaji yang sama kepada pegawai yang berpangkat sama dengan tidak atau kurang memperhatikan sifat pekerjaan yang dilakukan dan beratnya tanggung jawab pekerjaannya. Sistem skala ganda adalah sistem penggajian yang menentukan besarnya gaji bukan saja didasarkan pada pangkat, tetapi juga didasarkan pada sifat pekerjaan yang dilakukan, prestasi kerja yang dicapai, dan beratnya tanggung jawab pekerjaanya. Selain kedua sistem penggajian tersebut dikenal juga sistem penggajian ketiga yang disebut sistem skala gabungan, yang merupakan perpaduan antara sistem skala tunggal dan sistem skala ganda. Dalam sistem skala gabungan, gaji pokok ditentukan sama bagi Pegawai Negeri yang berpangkat sama, di samping itu diberikan tunjangan kepada Pegawai Negeri yang memikul tanggung jawab yang lebih berat, prestasi yang tinggi atau melakukan pekerjaan tertentu yang sifatnya memerlukan pemusatan perhatian dan pengerahan tenaga secara terus menerus. 8. Selain itu undang–undang ini menegaskan bahwa untuk menjamin manajemen dan pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil, maka jabatan yang ada dalam organisasi pemerintahan baik jabatan struktural maupun jabatan fungsional merupakan jabatan karier yang hanya dapat diisi atau diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil dan/atau Pegawai Negeri yang telah beralih status sebagai Pegawai Negeri Sipil. 9. Setiap warga Negara Republik Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar sebagai Pegawai Negeri Sipil sepanjang memenuhi syarat yang ditentukan. ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 39. 21 Pengangkatan sebagai Pegawai Negeri Sipil dilakukan secara obyektif hanya untuk mengisi formasi yang lowong. 10. Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural atau jabatan fungsional harus dilakukan secara obyektif dan selektif, sehingga menumbuhkan kegairahan untuk berkompetisi bagi semua Pegawai Negeri Sipil dalam meningkatkan kemampuan profesionalismenya dalam rangka memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. 11. Untuk dapat melaksanakan pembinaan Pegawai Negeri Sipil berdasarkan pemikiran tersebut, perlu mengubah beberapa ketentuan Undang–undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok–pokok Kepegawaian. 2. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas Huruf b Ketentuan mengenai Anggota Tentara Nasional Indonesia, diatur dengan undang–undang. Huruf c Ketentuan mengenai Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, diatur dengan undang– undang. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah Pegawai Negeri Sipil yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan bekerja pada Depertemen, Lembaga Pemerintah Non- ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 40. 22 Departemen, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Instansi Vertikal di Daerah propinsi/Kabupaten/Kota, Kepani- teraan Pengadilan, atau dipekerjakan untuk menyelenggarakan tugas negara lainnya. Huruf b Yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai Negeri Sipil Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan bekerja pada Pemerintah Daerah, atau dipekerjakan di luar instansi induknya. Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah yang diperbantukan di luar instansi induk, gajinya dibebankan pada instansi yang menerima perbantuan. Ayat (3) Yang dimaksud dengan pegawai tidak tetap adalah pegawai yang diangkat untuk jangka waktu tertentu guna melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan yang bersifat teknis profesional dan administrasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan organisasi Pegawai tidak tetap tidak berkedudukan sebagai Pegawai Negeri. Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Cukup jelas Pasal 7 Ayat (1) Yang dimaksud dengan gaji yang adil dan layak adalah bahwa gaji Pegawai Negeri harus mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, sehingga Pegawai ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 41. 23 Negeri yang bersangkutan dapat memusatkan perhatian, pikiran, dan tenaganya hanya untuk melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Pengaturan gaji Pegawai Negeri yang adil dimaksudkan untuk mencegah kesenjangan kesejahteraan, baik antar Pegawai Negeri maupun antara Pegawai Negeri dengan swasta. Sedangkan gaji yang layak dimaksudkan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok dan dapat mendorong produktivitas dan kreativitas Pegawai Negeri. Pasal 11 Ayat (1) Urutan Pejabat Negara sebagaimana tersebut dalam ketentuan ini tidak berarti menunjukkan tingkatan kedudukan dari pejabat tersebut. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan Hakim pada Badan Peradilan adalah Hakim yang berada di lingkungan Peradilan Umum, peradilan Tata Usaha Negara, Peradilan Militer dan Peradilan Agama. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Yang dimaksud Pejabat Negara tertentu adalah Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung, serta Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim pada Hakim pada semua Badan Peradilan; Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang berasal dari jabatan karier; Kepala Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh yang berasal dari diplomat karier, dan jabatan yang setingkat Menteri. ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 42. 24 Ayat (4) Cukup jelas Pasal 12 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Dalam rangka usaha untuk meningkatkan mutu dan keterampilan serta memupuk kegairahan bekerja, maka perlu dilaksanakan pembinaan Pegawai Negeri Sipil dengan sebaik–baiknya atas dasar sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja. Dengan demikian akan diperoleh penilaian yang objektif terhadap kompetensi Pegawai Negeri Sipil. Untuk dapat meningkatkan daya guna dan hasil guna yang sebesar–besarnya, maka sistem pembinaan karier yang harus dilaksanakan adalah sistem pembinaan karier tertutup dalam arti negara. Dengan sistem karier tertutup dalam arti Negara maka dimungkinkan perpindahan Pegawai/Kota yang satu ke Departemen/Lembaga/Propinsi/Kabupaten/ Kota yang lain atau sebaliknya, terutama untuk menduduki jabatan–jabatan yang bersifat manajerial. Pasal 13 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Komisi Kepegawaian Negara sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini adalah Komisi yang bertugas membantu Presiden dalam : a. merumuskan kebijaksanaan umum kepegawaian; ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 43. 25 b. merumuskan kebijaksanaan penggajian dan kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil; dan c. memberikan pertimbangan dalam pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dalam dan dari jabatan struktural tertentu yang menjadi wewenang Presiden. Untuk dapat melaksanakan tugas pokok tersebut secara obyektif, maka kedudukan Komisi adalah independen. Ayat (4) Anggota Tetap diangkat dari Pegawai Negeri Sipil senior dari instansi pemerintah atau perguruan tinggi dan staf senior dari Badan Kepegawaian Negara, sedangkan Anggota Tidak tetap diangkat dari Pegawai Negeri Sipil senior dari Departemen terkait, wakil organisasi Pegawai Negeri, dan wakil dari tokoh masyarakat yang mempunyai keahlian yang diperlukan oleh Komisi. Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Pasal 15 Ayat (1) Formasi adalah penentuan jumlah dan susunan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan untuk mampu melaksanakan tugas pokok yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang. Jumlah Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan ditetapkan berdasarkan beban kerja suatu organisasi. Ayat (2) Formasi ditetapkan berdasarkan perkiraan beban kerja dalam jangka waktu tertentu dengan mempertim- bangkan macam–macam pekerjaaan, rutinitas pekerjaan, keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan tugas dan hal–hal lain yang mempengaruhi jumlah dan sumber daya manusia yang diperlukan. ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 44. 26 Pasal 16 Ayat (2) Ketentuan ini menegaskan bahwa pengadaan Pegawai Negeri Sipil harus didasarkan atas syarat– syarat obyektif yang telah ditentukan, dan tidak boleh didasarkan atas jenis kelamin, suku, agama, ras, golongan, atau daerah. Pasal 16 A Ayat (1) Pengangkatan langsung menjadi Pegawai Negeri Sipil, dilaksanakan secara sangat selektif bagi mereka yang dipandang telah berjasa dan diperlukan bagi Negara. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 17 Ayat (1) Yang dimaksud Jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi Negara. Jabatan dalam lingkungan birokrasi pemerintah adalah Jabatan Karier. Jabatan Karier adalah jabatan dalam lingkungan birokrasi pemerintah yang hanya dapat diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil atau Pegawai Negeri yang telah beralih status sebagai Pegawai Negeri Sipil. Jabatan Karier dapat dibedakan dalam 2 (dua) jenis yaitu jabatan struktural dan jabatan fungsional. Jabatan struktural adalah jabatan yang secara tegas ada dalam struktur organisasi. Jabatan fungsional adalah jabatan yang tidak secara tegas disebutkan dalam struktur organisasi, tetapi dari sudut fungsinya diperlukan oleh organisasi, seperti Peneliti, Dokter, Pustakawan, dan lain–lain yang serupa dengan itu. Yang dimaksud dengan Pangkat adalah kedudukan yang menunjukkan tingkat seseorang Pegawai Negeri ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 45. 27 Sipil berdasarkan jabatannya dalam rangkaian susunan kepegawaian dan digunakan sebagai dasar penggajian. Ayat (2) Yang dimaksud dengan syarat objektif lainnya antara lain adalah disiplin kerja, kesetiaan, pengabdian, pengalaman, kerjasama, dan dapat dipercaya. Ayat (3) Yang dimaksud dengan syarat obyektif lainnya antara lain adalah disiplin kerja, kesetiaan, pengabdian, pengalaman, kerjasama, dan dapat dipercaya. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas Pasal 22 Untuk kepentingan kedinasan dan sebagai salah satu usaha untuk memperluas pengalaman, wawasan, dan kemampuan, maka perlu diadakan perpindahan jabatan, tugas, dan wilayah kerja bagi Pegawai Negeri Sipil terutama bagi yang menjabat pimpinan dengan tidak merugikan hak kepegawaiannya. Pasal 23 Ayat (1) Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan dengan hormat menerima hak–hak kepegawaian sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku antara lain hak pensiun dan tabungan hari tua. Ayat (2) Diberhentikan dengan hormat apabila tenaganya tidak diperlukan oleh Pemerintah atau hal–hal lain yang dapat mengakibatkan bersangkutan diberhentikan tidak dengan hormat. ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 46. 28 Ayat (3) Diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan tergantung kepada berat ringannya pelanggaran atau memperhatikan jasa–jasa dan pengabdian Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. Ayat (4) Diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau diberhentikan tidak dengan hormat tergantung kepada berat ringannya pelanggaran yang dilakukan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dan memperhatikan jasa dan pengabdiannya. Ayat (5) Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan tidak dengan hormat tidak berhak menerima pensiun. Pasal 24 Untuk menjamin kelancaran pemeriksaan, maka Pegawai Negeri Sipil yang disangka oleh pejabat yang berwajib melakukan tindak pidana kejahatan dikenakan pemberhentian sementara sampai adanya putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Pemberhentian sementara tersebut adalah pemberhentian sementara dari jabatan negeri bukan pemberhentian sementara sebagai Pegawai Negeri Sipil. Apabila pemeriksaan oleh yang berwajib telah selesai atau telah ada putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan ternyata bahwa Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tidak bersalah, maka Pegawai Negeri Sipil tersebut dirahabilitasikan terhitung sejak ia dikenakan pemberhentian sementara. Rehabilitasi yang dimaksud mengandung pengertian, bahwa Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan diaktifkan dan dikembalikan pada jabatan semula. Apabila setelah pemeriksaan oleh Pengadilan telah selesai dan ternyata Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan bersalah dan oleh sebab itu dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, maka Pegawai Negeri Sipil ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 47. 29 tersebut dapat diberhentikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 23 ayat (3) huruf b, ayat (4) huruf a, dan ayat (5) huruf c. Pasal 25 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Ketentuan mengenai pendelegasian atau penyerahan kewenangan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah menjadi norma, standar, dan prosedur dalam pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil. Ayat (3) Jabatan–jabatan yang dimaksud dalam ketentuan ini merupakan jabatan–jabatan karier tertinggi. Oleh karena itu pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentiannya ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Pasal 26 Ayat (1) Pengucapan Sumpah/janji dilakukan menurut agama yang diakui Pemerintah, yakni : a. diawali dengan ucapan “Demi Allah” untuk penganut agama Islam; b. diakhiri dengan ucapan “Semoga Tuhan menolong saya” untuk penganut agama Kristen Protestan/ Katolik; c. Diawali dengan ucapan “Omaatah Paramawisesa” untuk penganut agama Hindu; dan d. Diawali dengan ucapan “Demi Sang Hyang Adi Buddha” untuk penganut agama Buddha. Ayat (2) Cukup jelas ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 48. 30 Pasal 30 Cukup jelas Pasal 31 Ayat (1) Pengaturan dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan jabatan bagi Pegawai Negeri Sipil dimaksudkan agar terjamin keserasian pembinaan Pegawai Negeri Sipil. Pengaturan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan jabatan meliputi kegiatan perencanaan, termasuk perencanaan anggaran, penentuan standar, pemberian akreditasi, penilaian, dan pengawasan. Tujuan pendidikan dan pelatihan jabatan antara lain adalah : - Meningkatkan pengabdian, mutu, keahlian, dan keterampilan; - Menciptakan adanya pola berpikir yang sama; - Menciptakan dan mengembangkan metode kerja yang lebih baik; dan - Membina karier Pegawai Negeri Sipil. Pada pokoknya pendidikan dan pelatihan jabatan dibagi 2 (dua) yaitu pendidikan dan pelatihan prajabatan dan pendidikan dan palatihan dalam jabatan : - Pendidikan dan Pelatihan prajabatan (pre service training) adalah suatu pelatihan yang diberikan kepada Calon Pegawai Negeri Sipil. Dengan tujuan agar ia dapat terampil melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya; - Pendidikan dan pelatihan dalam jabatan (in service training) adalah suatu pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan mutu, keahlian, kemampuan, dan keterampilan. Ayat (2) Cukup jelas ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 49. 31 Pasal 32 Cukup jelas Pasal 34 Cukup jelas Pasal 34 A Cukup jelas Pasal 35 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Pegawai Negeri Sipil golongan tertentu yang dijatuhi hukuman disiplin pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil dapat mengajukan upaya banding administratif ke Badan Pertimbangan Kepegawaian. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 37 Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3890 ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 50. 32 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 15 TAHUN 1979 TENTANG DAFTAR URUT KEPANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL Tanggal : 25 JUNI 1979 (JAKARTA) Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa dalam rangka usaha untuk lebih menjamin obyektivitas dalam pembinaan Pegawai Negeri Sipil berdasarkan sistem karier dan sistem prestasi kerja, dipandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang daftar urut kepangkatan Pegawai Negeri Sipil; b. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1952 tentang Daftar Susunan Pangkat Dan Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri dipandang tidak sesuai lagi, oleh sebab itu perlu ditinjau kembali dan disempurnakan; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041); ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 51. 33 MEMUTUSKAN : Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG DAFTAR URUT KEPANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : a. Daftar Urut Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil, selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini disebut Daftar Urut Kepangkatan adalah suatu daftar yang memuat nama Pegawai Negeri Sipil dari suatu satuan organisasi Negara yang disusun menurut tingkatan kepangkatan; b. Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan adalah pejabat yang berwenang membuat dan memelihara Daftar Urut Kepangkatan; c. Atasan Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan adalah atasan langsung dari Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan. BAB II PEMBUATAN DAFTAR URUT KEPANGKATAN Pasal 2 (1) Daftar Urut Kepangkatan dibuat untuk seluruh Pegawai Negeri Sipil dari suatu satuan organisasi Negara. (2) Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, dan pejabat lain yang ditentukan oleh Presiden, membuat dan memelihara Daftar Urut Kepangkatan dalam lingkungannya masing-masing. (3) Daftar Urut Kepangkatan dibuat sekali setahun. ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 52. 34 Pasal 3 (1) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat lain dalam lingkungan kekuasaannya untuk membuat dan memelihara Daftar Urut Kepangkatan dalam lingkungannya masing-masing. (2) Pejabat yang dapat diberi wewenang untuk membuat dan memelihara Daftar Urut Kepangkatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), serendah-rendahnya memangku jabatan struktural Eselon V atau jabatan lain yang setingkat dengan itu. Pasal 4 Ukuran yang digunakan untuk menetapkan nomor urut dalam Daftar Urut Kepangkatan, secara berturut-turut adalah : a. pangkat; b. jabatan; c. masa kerja; d. latihan jabatan; e. pendidikan; dan f. usia. Pasal 5 (1) Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil, dihapuskan namanya dari Daftar Urut Kepangkatan. (2) Pegawai Negeri Sipil yang pindah ke instansi lain, dihapuskan namanya dari Daftar Urut Kepangkatan dari instansi semula. Pasal 6 (1) Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan pada Daerah Otonom atau instansi Pemerintah lainnya, dicantumkan namanya dalam Daftar Urut Kepangkatan Daerah Otonom atau instansi yang bersangkutan. (2) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara, sedang menjalankan tugas belajar, diperkerjakan atau diperbantukan pada instansi lain, sedang menjalankan cuti di luar tanggungan Negara, diberhentikan sementara, atau ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 53. 35 diberhentikan dari jabatan Negeri dengan mendapat uang tunggu, tetap dicantumkan namanya dalam Daftar Urut Kepangkatan instansi induk yang bersangkutan. Pasal 7 Apabila dalam tahun yang bersangkutan terjadi mutasi kepegawaian yang mengakibatkan perubahan nomor urut dalam Daftar Urut Kepangkatan, maka Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan mencatat perubahan itu dalam Daftar Urut Kepangkatan yang bersangkutan. Pasal 8 Daftar Urut Kepangkatan adalah bersifat terbuka dan diumumkan oleh dan menurut cara yang ditentukan oleh Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan yang bersangkutan. BAB III KEBERATAN ATAS NOMOR URUT DALAM DAFTAR URUT KEPANGKATAN Pasal 9 (1) Pegawai Negeri Sipil yang merasa nomor urutnya dalam Daftar Urut Kepangkatan tidak tepat, dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan yang bersangkutan melalui hierarki. (2) Dalam surat keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus dimuat alasan-alasan keberatan itu. (3) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus dilakukan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pengumuman Daftar Urut Kepangkatan. Pasal 10 (1) Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan, wajib mempertimbangkan dengan seksama keberatan yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 54. 36 (2) Apabila keberatan yang diajukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 mempunyai dasar-dasar yang kuat, maka Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan menetapkan perubahan nomor urut dalam Daftar Urut Kepangkatan sebagaimana mestinya. (3) Apabila keberatan yang diajukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 tidak mempunyai dasar-dasar yang kuat, maka Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan menolak keberatan tersebut. (4) Perubahan nomor urut sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) atau penolakan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), harus sudah ditetapkan dan diberitahukan oleh Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal ia menerima surat. keberatan tersebut. Pasal 11 (1) Pegawai Negeri Sipil yang merasa tidak puas terhadap penolakan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3), dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Atasan Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan yang bersangkutan melalui hierarki. (2) Pengajukan keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus disertai dengan alasan-alasan yang lengkap. (3) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal ia menerima penolakan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3). Pasal 13 (1) Atasan Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan yang bersangkutan wajib mempertimbangkan dengan seksama keberatan yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan tanggapan Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12. (2) Apabila terdapat alasan-alasan yang cukup, maka Atasan Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan menetapkan perubahan nomor urut dalam Daftar Urut Kepangkatan yang bersangkutan. ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 55. 37 (3) Apabila tidak terdapat alasan-alasan yang cukup, maka Atasan Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan menolak keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11. (4) Perubahan nomor urut sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) atau penolakan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), harus sudah ditetapkan dan diberitahukan oleh Atasan Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan kepada Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan dan kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal ia menerima surat keberatan tersebut. (5) Terhadap penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) atau penolakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), tidak dapat diajukan keberatan. Pasal 14 Terhadap Daftar Urut Kepangkatan yang ditanda tangani sendiri oleh Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, tidak dapat diajukan keberatan. BAB IV PENGGUNAAN DAFTAR URUT KEPANGKATAN Pasal 15 Daftar Urut Kepangkatan digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan obyektif dalam melaksanakan pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil. Pasal 16 (1) Apabila ada lowongan, maka Pegawai Negeri Sipil yang menduduki Daftar Urut Kepangkatan yang lebih tinggi, wajib dipertimbangkan lebih dahulu. (2) Apabila Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat diangkat untuk mengisi lowongan tersebut karena tidak memenuhi persyaratan lainnya, maka hal itu harus diberitahukan kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 56. 38 (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil yang sedang dikenakan pemberhentian sementara, sedang menjalani cuti di luar tanggungan Negara, dan yang sedang menerima uang tunggu. BAB V KETENTUAN-KETENTUAN LAIN Pasal 17 Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara membuat dan memelihara Daftar Urut Kepangkatan bagi seluruh Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke atas. Pasal 18 Ketentuan-ketentuan teknis pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara. Pasal 19 Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 20 Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1952 tentang Daftar Susunan Pangkat Dan Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri (Lembargan Negara Tahun 1952 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Nomor 200) dan segala peraturan perundang-undangan lainnya yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 21 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 57. 39 Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 25 Juni 1979 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd S O E H A R T O Diundangkan di Jakarta pada tanggal 25 Juni 1979 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd SUDHARMONO, SH. ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 58. 40 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1979 TENTANG DAFTAR URUT KEPANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL UMUM Dalam rangka usaha untuk lebih menjamin obyektivitas dalam pembinaan Pegawai Negeri Sipil berdasarkan sistem karier dan sistem prestasi kerja, maka perlu dibuat dan dipelihara secara terus menerus Daftar Urut Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil, selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini disebut Daftar Urut Kepangkatan. Daftar Urut Kepangkatan, adalah salah satu bahan obyektif dalam melaksanakan pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil. Apabila ada lowongan, maka Pegawai Negeri Sipil yang menduduki Daftar Urut Kepangkatan yang lebih tinggi, haruslah dipertimbangkan lebih dahulu. Tetapi apabila ia tidak mungkin diangkat untuk mengisi lowongan itu karena tidak memenuhi syarat-syarat lainnya, seperti syarat-syarat kecakapan, kepemimpinan, pengalaman, dan lain-lain, maka haruslah diberitahukan kepadanya, sehingga ia dapat berusaha untuk mengisi kekurangannya itu untuk masa mendatang. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Ayat (1) Calon Pegawai Negeri Sipil masih dalam masa percobaan, oleh sebab itu tidak dicantumkan dalam Daftar Urut Kepangkatan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Daftar Urut Kepangkatan dibuat pada tiap-tiap bulan Desember. ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 59. 41 Pasal 3 Ayat (1) Pada dasarnya, Daftar Urut Kepangkatan dibuat secara terpusat pada tingkat Departemen, Kejaksanaan Agung, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Daerah Tingkat I. Tetapi untuk penggunaan praktis dan berdasarkan pertimbangan jumlah Pegawai Negeri Sipil yang dibina dan lokasi penempatannya, maka pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat lain dalam lingkungan kekuasaannya untuk membuat dan memelihara Daftar Urut Kepangkatan dalam lingkungannya masing-masing. Pejabat yang menerima delegasi wewenang sebagai tersebut di atas,membuat dan memelihara Daftar Urut Kepangkatan dari seluruh Pegawai Negeri Sipil yang berada dalam lingkungan kekuasaannya. Walaupun dilakukan pendelegasian wewenang untuk membuat dan memelihara Daftar Urut Kepangkatan, tetapi untuk kepentingan pembina, pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), harus juga membuat dan memelihara secara terpusat Daftar Urut Kepangkatan mengenai Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat tertentu. Umpamanya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan membuat dan memelihara secara terpusat Daftar Urut Kepangkatan dari Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke atas. Ayat (2) Pejabat yang setingkat dengan pejabat yang memangku jabatan struktural Eselon V, antara lain adalah Penilik Sekolah Dasar, Penilik Pendidikan Agama, Kepala Sekolah Dasar, dan lain-lain. Pasal 4 Huruf a Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat lebih tinggi, dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan. Apabila ada 2 (dua) orang atau lebih Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat sama, umpamanya sama-sama berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b, maka dari antara mereka yang lebih tua dalam pangkat tersebut dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan. ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 60. 42 Huruf b Apabila ada 2 (dua) orang atau lebih Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat sama dan diangkat dalam pangkat itu dalam waktu yang sama pula, maka dari antara mereka yang memangku jabatan lebih tinggi dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan. Apabila tingkat jabatan sama juga, maka dari antara mereka yang lebih dahulu diangkat dalam jabatan yang sama tingkatnya itu, dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan. Huruf c Apabila ada 2 (dua) orang atau lebih Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat sama sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan memangku jabatan yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf b, maka dari antara mereka yang memiliki masa kerja sebagai Pegawai Negeri Sipil yang lebih banyak dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan. Huruf d Apabila ada 2 (dua) orang atau lebih Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat sama sebagaimana dimaksud dalam huruf a, memangku jabatan yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan memiliki masa kerja yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf c, maka dari antara mereka yang pernah mengikuti latihan jabatan yang ditentukan dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan. Jenis dan tingkat latihan jabatan sebagaimana dimaksud di atas, ditentukan lebih lanjut oleh Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang penertiban dan penyempurnaan Aparatur Negara. Apabila jenis dan tingkat latihan jabatan sama, maka dari antara mereka yang lebih dahulu lulus dicantumkan daftar nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan. Huruf e Apabila ada 2 (dua) orang atau lebih Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat sama sebagaimana dimaksud dalam huruf a, memangku jabatan yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf b, memiliki masa kerja yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf c, dan lulus dari latihan jabatan yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf d, maka dari antara mereka yang lulus dari pendidikan yang lebih tinggi dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan. Apabila tingkat pendidikan sama, maka dari antara mereka yang lebih ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 61. 43 dahulu lulus dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan. Huruf f Apabila ada 2 (dua) orang atau lebih Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat sama sebagaimana dimaksud dalam huruf a memangku jabatan yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf b, memiliki masa kerja yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf c, lulus dari latihan jabatan yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf d, dan lulus dari pendidikan yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf e, maka dari antara mereka yang berusia yang lebih tinggi dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan. Pasal 5 Ayat (1) Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini termasuk Pegawai Negeri Sipil yang meninggal dunia. Ayat (2) Pegawai Negeri Sipil yang pindah dari satu instansi ke instansi lain dihapuskan dari Daftar Urut Kepangkatan instansi lama dan dicantumkan dalam Daftar Urut Kepangkatan dari instansi yang baru dengan menggunakan ukuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. Pasal 6 Ayat (1) Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan pada Daerah Otonom atau instansi Pemerintah lainnya, walaupun telah dicantumkan dalam Daftar Urut Kepangkatan dari instansi yang menerima perbantuan, tetapi apabila dipandang perlu untuk tingkat pangkat tertentu, dapat pula dicantumkan dalam Daftar Urut Kepangkatan pada instansi induk, sesuai dengan ketentuan pimpinan instansi induk yang memberikan perbantuan. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 7 Untuk memudahkan penggunaan dan pembuatan Daftar Urut Kepangkatan tahun berikutnya, maka setiap mutasi kepegawaian yang mengakibatkan perubahan Nomor urut ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 62. 44 dalam Daftar Urut Kepangkatan, umpamanya kenaikan pangkat, penurunan pangkat, pengangkatan dalam jabatan,pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil, pemindahan, pemberhentian, meninggal dunia, dan lain- lain dicatat dalam Daftar Urut Kepangkatan yang bersangkutan. Pasal 8 Daftar Urut Kepangkatan yang telah ditetapkan, diumumkan dengan cara yang sedemikian rupa sehingga Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dapat dengan mudah membacanya. Daftar Urut Kepangkatan mulai berlaku sejak tanggal diumumkan. Pasal 9 Ayat (1)Cukup jelas. Ayat (2)Cukup jelas. Ayat (3)Keberatan yang diajukan melebihi jangka waktu 30 (tiga puluh) hari tidak dipertimbangkan. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Ayat (1)Cukup jelas. Ayat (2)Cukup jelas Ayat (3)Keberatan yang diajukan melebihi jangka waktu 14 (empat belas) hari tidak dipertimbangkan. Pasal 12 Ayat (1)Keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini diajukan melalui hirarki, oleh sebab itu harus melalui Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan. Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan wajib mempelajari dengan seksama keberatan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dan membuat tanggapan tertulis atas keberatan itu. ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 63. 45 Ayat (2)Tanggapan yang dimaksud disampaikan kepada Atasan Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan bersama-sama dengan surat keberatan dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Dengan adanya Daftar Urut Kepangkatan, maka pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil dapat dilakukan dengan lebih obyektif. Pembinaan karier yang dimaksud, antara lain meliputi kepangkatan,penempatan dalam jabatan, pengiriman untuk mengikuti latihan jabatan,dan lain-lain. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Seluruh Pegawai Negeri Sipil adalah satu, oleh sebab itu pembinaannya diatur secara menyeluruh, yaitu adanya suatu pengaturan pembinaan yang berlaku bagi seluruh Pegawai Negeri Sipil, baik bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat maupun bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah. Berdasarkan prinsip sebagai tersebut di atas, maka dalam rangka usaha mencapai dayaguna dan hasilguna yang sebesar-besarnya dimungkinkan perpindahan Pegawai Negeri Sipil antar instansi, terutama untuk menduduki jabatan-jabatan yang bersifat managerial. Dalam rangka usaha ini maka Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara perlu membuat dan memelihara Daftar Urut Kepangkatan bagi seluruh Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke atas, baik Pegawai Negeri Sipil Pusat maupun Pegawai Negeri Sipil Daerah. Pasal 18 sampai dengan pasal 21 Cukup jelas. ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 64. 46 Jakarta, 11 Pebruari 1980 Kepada Yth. 1. Semua Menteri yang memimpin Departemen 2. Jaksa Agung 3. Semua Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara 4. Semua Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen 5. Semua Gubernur Kepala Daerah Tingkat I 6. Semua Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II SURAT EDARAN NOMOR : 03/SE/1980 TENTANG DAFTAR URUT KEPANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL I. PENDAHULUAN 1. UMUM a. Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1979 (Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3138), telah ditetapkan Daftar Urut Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1952 tentang Daftar Susunan Pangkat dan Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri (Lembaran Negara Tahun 1952 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Nomor 200). b. Untuk menjamin keseragaman dan kelancaran dalam pelaksanaannya, maka dipandang perlu mengeluarkan ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 65. 47 petunjuk teknis tentang pembuatan Daftar Urut Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil. 2. DASAR a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok- pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041). b. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1972 tentang Badan Administrasi Kepegawaian Negara (Lembaran Negara Tahun 1972 Nomor 42). c. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1979 tentang Daftar Urut Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3138). 3. PENGERTIAN Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan instansi induk adalah Departemen, Kejaksaan Agung, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Lembaga Pemerintah Non Departemen Pemerintah Daerah Tingkat I dan Pemerintah Daerah Tingkat II. 4. TUJUAN Surat Edaran ini adalah sebagai Pedoman bagi pejabat yang berkepentingan dalam melaksanakan pembuatan Daftar Urut Kepangkatan. II. DAFTAR URUT KEPANGKATAN 1. UMUM a. Daftar urut Kepangkatan adalah salah satu bahan obyektif untuk melaksanakan pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil berdasarkan sistem karier dan sistem prestasi kerja, oleh karena itu Daftar Urut Kepangkatan perlu dibuat dan dipelihara secara terus- menerus. ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 66. 48 b. Apabila ada lowongan, maka Pegawai Negeri Sipil yang menduduki Daftar Urut Kepangkatan yang lebih tinggi, wajib dipertimbangkan lebih dahulu untuk mengisi lowongan tersebut. Tetapi apabila ia tidak mungkin diangkat untuk mengisi lowongan itu karena tidak memenuhi syarat-syarat lainnya, seperti syarat-syarat kecakapan, kepemimpinan, pengalaman, dan lain-lain, maka haruslah diberitahukan kepadanya, sehingga ia dapat berusaha untuk mengisi kekurangannya itu untuk masa mendatang. 2. PEMBUATAN DAFTAR URUT KEPANGKATAN a. Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dan pejabat lain yang ditentukan oleh Presiden, membuat dan memelihara Daftar Urut Kepangkatan dalam lingkungannya masing-masing, menurut contoh sebagai tersebut dalam Lampiran I Surat Edaran ini. b. Dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a di atas, setiap Kepala/ Pimpinan satuan organisasi Negara serendah- rendahnya pejabat yang memangku jabatan eselon V atau jabatan lain yang dipersamakan dengan itu, harus membuat membuat Daftar Urut Kepangkatan dalam lingkungannya masing-masing, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh pimpinan instansi yang bersangkutan. c. Yang dimasukkan dalam Daftar Urut Kepangkatan hanya Pegawai Negeri Sipil saja, tidak termasuk calon Pegawai Negeri Sipil. d. Dengan memperhatikan jumlah pegawai yang dikelola dan untuk kepentingan pembinaan karier, pembuatan Daftar Urut Kepangkatan dapat diatur sebagai berikut : ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 67. 49 (1) Pada tingkat Departemen, Kejaksaan Agung, dan Pemerintah Daerah Tingkat I disusun Daftar Urut Kepangkatan mulai golongan ruang IV/e sampai dengan golongan ruang IV/a. (2) Pada tingkat Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/ Tinggi Negara, Lembaga Pemerintah Non- departemen, Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal, Direktorat Jenderal, Badan, Universitas/ Institut Negeri, Pemerintah Daerah Tingkat II dan instansi lain yang ditentukan oleh Presiden serta instansi lain yang setingkat dengan itu, disusun Daftar Urut Kepangkatan mulai dari golongan ruang yang tertinggi sampai dengan golongan ruang III/a. (3) Pada tingkat satuan organisasi lainnya, seperti Direktorat, Biro, Kantor Wilayah, Kantor Wilayah Tingkat Propinsi, Dinas Daerah, dan lain-lain disusun Daftar Urut Kepangkatan mulai dari golongan ruang yang tertinggi sampai dengan golongan ruang I/a. Umpamanya : Penyusunan Daftar Urut Kepangkatan pada Departemen Perhubungan : 1. Pada tingkat Departemen Perhubungan disusun Daftar Urut Kepangkatan dari segenap Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungan Departemen Perhubungan mulai dari golongan ruang IV/e sampai dengan golongan ruang IV/a. 2. Pada Direktorat Jenderal Perhubungan Laut disusun Daftar Urut Kepangkatan segenap Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut mulai dari golongan ruang IV/e sampai dengan golongan ruang III/a. 3. Pada Direktorat Navigasi disusun Daftar Urut Kepangkatan segenap Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungan Direktorat Navigasi mulai dari golongan ruang IV/e sampai dengan golongan ruang I/a. ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 68. 50 e. Pembuatan Daftar Urut Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Departemen Pertahanan Keamanan diatur tersendiri oleh Menteri Pertahanan Keamanan. f. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan hal-hal sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan d di atas, diatur oleh Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah NonDepartemen, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, Bupati/ Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dan pejabat lain yang bersangkutan. g. Daftar Urut Kepangkatan segenap Pegawai Negeri Sipil, baik Pegawai Negeri Sipil Pusat maupun Pegawai Negeri Sipil Daerah Golongan Ruang IV/e sampai dengan golongan ruang IV/a, disusun secara Nasional oleh Badan Administrasi Kepegawaian Negara. Untuk ini, maka masing-masing Departemen, Kejaksaan Agung, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Lembaga Pemerintah NonDepartemen, Pemerintah Daerah Tingkat I, Pemerintah Daerah Tingkat II dan instansi lain yang ditentukan oleh Presiden, mengirimkan kepada Badan Administrasi Kepegawaian Negara Daftar Urut Kepangkatan dari Pegawai Negeri Sipil golongan ruang IV/e sampai dengan golongan ruang IV/a dalam lingkungannya masing-masing menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran I Surat Edaran ini. h. Daftar Urut Kepangkatan dibuat setiap tahun yaitu harus sudah selesai dibuat pada setiap akhir bulan Desember. i. Untuk kepentingan penyusunan Daftar Urut Kepangkatan secara Nasional, maka Daftar Urut Kepangkatan golongan IV/e sampai dengan golongan ruang IV/a dari masing-masing Departemen, Kejaksaan Agung, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/ Tinggi Negara, Lembaga Pemerintah Nondepartemen dan instansi lain yang ditentukan oleh Presiden, harus sudah disampaikan kepada Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara selambat-lambatnya pada akhir bulan Maret. ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 69. 51 Umpamanya : Daftar Urut Kepangkatan yang disusun pada bulan Desember 1980, harus sudah disampaikan kepada Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara selambat- lambatnya pada akhir bulan Maret 1981. 3. NOMOR URUT DALAM DAFTAR URUT KEPANGKATAN a. UMUM Dalam Daftar Urut Kepangkatan tidak boleh ada 2 (dua) nama Pegawai Negeri Sipil yang sama nomor urutnya, maka untuk menentukan nomor urut yang tepat dalam satu Daftar Urut Kepangkatan diadakan ukuran secara berturut-turut sebagai berikut : (1) Pangkat; (2) Jabatan; (3) Masa Kerja; (4) Latihan Jabatan; (5) Pendidikan; dan (6) Usia b. PANGKAT Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat lebih tinggi, dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan. Apabila ada dua orang atau lebih Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat sama, umpamanya sama-sama berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b, maka dari antara mereka yang lebih tua dalam pangkat tersebut dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan. Umpamanya : Pada Direktorat Perbendaharaan Negara terdapat tiga orang Pegawai Negeri Sipil bernama Amat, Bindu dan Cirus yang berpangkat sama, yaitu Pembina Tingkat ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 70. 52 I golongan ruang IV/b tetapi Amat diangkat dalam golongan ruang IV/b terhitung mulai tanggal 1 – 10 – 1977, sedangkan Bindu terhitung mulai tanggal 1 – 10 – 1977 dan Cirus terhitung mulai tanggal 1 – 4 – 1978. Dalam hal yang sedemikian susunan nama mereka pada Daftar Urut Kepangkatan Direktorat Perbendaharaan Negara, dimuat dari nama Amat, kemudian Bindu dan seterusnya Cirus. c. JABATAN 1) Apabila ada dua orang atau lebih Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat sama dan diangkat dalam pangkat itu dalam waktu yang sama pula, maka dari antara mereka yang memangku jabatan yang lebih tinggi dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan. Umpamanya : Pada Sekretariat Jenderal Departemen Agama terdapat dua orang Pegawai Negeri Sipil bernama Abdul Kadir dan Abu Bakar yang berpangkat sama, yaitu Pembina Utama Muda golongan ruang IV/c masing-masing terhitung mulai tanggal 01 April 1978. Jabatan Abdul Kadir adalah Kepala Biro sedang jabatan Abu Bakar adalah Kepala Bagian. Dalam hal yang sedemikian, maka Abdul Kadir dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan. (2) Apabila tingkat jabatan sama juga, maka dari antara mereka yang lebih dahulu diangkat dalam jabatan yang sama tingkatnya itu, dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan. Umpamanya : Pada Biro Perencanaan Sekretariat Jenderal Departemen Dalam Negeri terdapat tiga orang Pegawai Negeri Sipil bernama Daud, Eman dan Firman berpangkat sama, yaitu Pem bina Tingkat I golongan ruang IV/b terhitung mulai tanggal 01 ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 71. 53 Oktober 1976, Jabatan Daud adalah Kepala Bagian A terhitung mulai tanggal 01 Januari 1977 jabatan Eman adalah Kepala Bagian B terhitung mulai tanggal 1 April 1977, sedang jabatan Firman adalah Kepala Bagian C terhitung mulai tanggal 01 Oktober 1977. Dalam hal yang demikian susunan nama ketiga Pegawai Negeri Sipil tersebut di atas dalam Daftar Urut Kepangkatan Biro Perencanaan yang teratas adalah Daud, kemudian Eman, barulah Firman. (3) Tingkat Jabatan sebagai dasar penyusunan Daftar Urut Kepangkatan, adalah : (a) Jabatan struktural adalah sebagai tersebut dalam Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1977 dengan segala tambahan dan perubahannya. (b) Jabatan lain adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II Surat edaran ini. d. MASA KERJA (1) Apabila ada dua orang atau lebih Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat sama sebagaimana dimaksud dalam huruf b, dan memangku jabatan yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf c, maka dari antara mereka yang memiliki masa kerja sebagai Pegawai Negeri Sipil yang lebih banyak dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan. Umpamanya : Pada Biro Kepegawaian SETWILDA Tingkat I Jawa Barat terdapat dua orang Pegawai Negeri Sipil bernama Gino dan Husein yang berpangkat sama yaitu Penata Tingkat I golongan ruang III/d terhitung mulai 1 Oktober 1977 dengan jabatan yang sama tingkatnya yaitu masing-masing Kepala Bagian sejak 1 April 1978. Gino diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil sejak tanggal 1 Mei 1963, ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 72. 54 sedangkan Husein diangkat sejak 1 Januari 1965. Dalam hal yang sedemikian nama Gino dicantumkan lebih tinggi daripada Husein dalam Daftar Urut Kepangkatan pada Biro Kepegawaian SETWILDA Tingkat I Jawa Barat, karena masa kerja Gino lebih banyak dari Husein. (2) Masa Kerja yang diperhitungkan dalam Daftar Urut Kepangkatan, adalah masa kerja yang dapat diperhitungkan untuk penetapan gaji. e. LATIHAN JABATAN (1) Apabila ada dua orang atau lebih Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat sama sebagaimana dimaksud dalam huruf b, memangku jabatan yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf c dan memiliki masa kerja yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf d, maka dari antara mereka yang pernah mengikuti latihan jabatan yang ditentukan, dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan. Apabila jenis dan tingkat latihan jabatan sama, maka dari antara mereka yang lebih dahulu lulus dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan. Umpamanya : Pada Inspektorat Jenderal Departemen Pendidikan dan Kebudayaan terdapat 4 orang Pegawai negeri Sipil bernama Ismail, Jakub, Kasim dan Leman yang berpangkat sama yaitu Pembina Utama Muda golongan ruang IV/c terhitung mulai tanggal 1 Oktober 1978, dengan jabatan yang sama yaitu Inspektur sejak 1 Mei 1976, masuk Pegawai Negeri Sipil sejak 1 Juli 1955. Ismail mengikuti pendidikan SESPA LAN pada tahun 1976. Jakub mengikuti SESPA LAN pada tahun 1977, Kasim juga mengikuti pendidikan SESPA LAN tahun 1977 tetapi tidak lulus, sedangkan Leman belum pernah mengikuti pendidikan latihan ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 73. 55 jabatan. Dalam hal yang demikian urutan nama Pegawai Negeri Sipil tersebut pada Daftar Urut Kepangkatan Direktorat Inspektorat Jenderal Pendidikan dan Kebudayaan dimulai dengan nama Ismail, kemudian menyusul nama Jakub, Kasim dan seterusnya Leman. (2) Tingkat latihan jabatan yang digunakan sebagai dasar dalam Daftar Urut Kepangkatan adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III Surat Edaran ini. f. PENDIDIKAN (1) Apabila ada dua orang atau lebih Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat sama sebagaimana dimaksud dalam huruf b, memangku jabatan yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf c, memiliki masa kerja yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf d, dan lulus dari latihan jabatan yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf e, maka dari antara mereka yang lulus dari pendidikan yang lebih tinggi dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan. Apabila tingkat pendidikan sama, maka dari antara mereka yang lebih dahulu lulus dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan. Umpamanya : Pada Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri terdapat 3 orang Pegawai Negeri Sipil bernama Tina, Mochtar, J. Napitupulu, mereka memiliki pangkat yang sama, yaitu Penata Golongan Ruang III/c terhitung mulai 1 Oktober 1978, dengan jabatan yang sama yaitu Kepala Seksi sejak 1 Januari 1979, ketiga-tiganya diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil sejak 1 April 1969, sama–sama diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil sejak 1 Mei 1970, sama-sama mengikuti dan lulus ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 74. 56 Kursus Perencanaan tahun 1975. Tina memperoleh gelar Sarjana Hukum tahun 1967, Mochtar memperoleh gelar Sarjana Ekonomi tahun 1966, sedangkan J. Napitupulu memperoleh gelar Sarjana Sosial tahun 1968. Dalam hal yang demikian urutan nama ketiga Pegawai Negeri Sipil tersebut diatas dalam Daftar Urut Kepangkatan Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah yang teratas adalah Mochtar, kemudian Tina dan seterusnya J. Napitupulu. (2) Tingkat Ijazah/Akta/Diploma/STTB yang diperoleh dari suatu pendidikan yang digunakan sebagai dasar dalam Daftar Urut Kepangkatan, adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV Surat Edaran ini. g. USIA Apabila ada dua atau lebih Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat sama sebagaimana dimaksud dalam huruf b di atas, memangku jabatan yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf c, memiliki masa kerja yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf d, lulus dari latihan jabatan yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf e, dan lulus dari pendidikan yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf f, maka dari antara mereka yang berusia lebih tinggi dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan. Umpamanya : Pada Biro Keuangan Sekretariat Jenderal Departemen Sosial terdapat 2 orang Pegawai Negeri Sipil bernama Oberlin dan Poernomo dengan pangkat yang sama Penata Tingkat I Golongan Ruang III/d terhitung mulai tanggal 1 Oktober 1978, Jabatan Kepala Sub Bagian sejak 1 Mei 1978, masuk Pegawai Negeri Sipil sejak 1 Pebruari 1966, dua-duanya memperoleh Sarjana Ekonomi pada tahun 1965, belum pernah mengalami latihan jabatan. Oberlin lahir tanggal 9 Juli ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 75. 57 1935, sedangkan Poernomo lahir tanggal 5 Mei 1937. Dalam hal yang demikian urutan nama mereka dalam Daftar Urut Kepangkatan Biro Keuangan Sekretariat Jenderal Departemen Sosial dimulai dengan nama Oberlin karena dia lebih tua usia daripada Poernomo. 4. DAFTAR URUT KEPANGKATAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG DIPERBANTUKAN PADA DAERAH OTONOMI ATAU INSTANSI PEMERINTAH LAINNYA a. Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan pada Daerah Otonom atau Instansi Pemerintah lainnya, namanya dicantumkan dalam Daftar Urut Kepangkatan Daerah otonom atau instansi di mana Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan diperbantukan. b. Walaupun Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan telah tercantum dalam Daftar Urut Kepangkatan dari instansi yang menerima bantuan, tetapi untuk kepentingan pembinaan karier, pegawai negeri sipil yang diperbantukan itu harus juga dicantumkan dalam daftar urut kepangkatan dari instansi yang memberikan perbantuan. c. Dengan memperhatikan jumlah Pegawai Negeri Sipil yang dikelola, maka pembuatan Daftar Urut Kepangkatan oleh instansi yang memberikan perbantuan dapat diatur sebagai berikut : (1) Pada tingkat Departemen, Kejaksaan Agung, dan Propinsi Daerah Tingkat I disusun Daftar Urut Kepangkatan golongan ruang IV/e sampai dengan golongan ruang IV/a. (2) Pada tingkat Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/ Tinggi Negara, Lembaga Pemerintah Non- Departemen, Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal, Direktorat Jenderal, Badan Universitas/ Institut Negeri, Kabupaten/Walikotamadya Daerah Tingkat II dan instansi lain yang setingkat dengan itu, disusun Daftar Urut Kepangkatan ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
  • 76. 58 mulai dari golongan ruang yang tertinggi sampai dengan golongan ruang I/a. 5. DAFTAR URUT KEPANGKATAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG BERADA DI LUAR JABATAN ORGANIKNYA Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara, sedang menjalankan tugas belajar, diperkerjakan atau diperbantukan pada instansi lain, sedang menjalankan cuti di luar tanggungan negara, diberhentikan sementara, atau diberhentikan dari Jabatan Negeri dengan mendapat uang tunggu, tetap dicantumkan namanya dalam Daftar Urut Kepangkatan instansi yang bersangkutan. III. PENGUMUMAN DAN KEBERATAN ATAS NOMOR URUT DALAM DAFTAR URUT KEPANGKATAN 1. PENGUMUMAN Daftar Urut Kepangkatan yang telah ditetapkan, diumumkan dengan cara sedemikian rupa sehingga Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dapat dengan mudah membacanya. 2. KEBERATAN a. Apabila ada Pegawai Negeri Sipil yang berkeberatan atas nomor urutnya dalam Daftar Urut Kepangkatan, maka Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan berhak mengajukan keberatan secara tertulis kepada Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan yang bersangkutan melalui hirarki menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran V Surat Edaran ini. b. Keberatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a di atas, harus sudah diajukan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung mulai diumumkan Daftar Urut Kepangkatan. Keberatan yang diajukan melebihi jangka waktu 30 (tiga puluh) hari tidak dipertimbangkan. ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN