081-388-333-722 Toko Jual Alat Bantu Seks Penis Ikat Pinggang Di SUrabaya Cod
makalah
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stroke menurut WHO adalah suatu gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh
karena gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak (dalam beberapa detik)
atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan
daerah fokal di otak yang terganggu. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul
mendadak yang disebabkan terjadinya gangguan peredaran darah otak. Menurut Brunner
& Sudarth stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai
darah kebagian otak.
Insiden stroke bervariasi di berbagai negara di Eropa, diperkirakan terdapat 100-200
kasus stroke baru per 10.000 penduduk per tahun (Hacke dkk, 2003). Di Amerika
diperkirakan terdapat lebih dari 700.000 insiden stroke per tahun, yang menyebabkan
lebih dari 160.000 kematian per tahun, dengan 4.8 juta penderita stroke yang bertahan
hidup. (Goldstein dkk, 2006). Rasio insiden pria dan wanita adalah 1.25 pada kelompok
usia 55-64 tahun, 1.50 pada kelompok usia 65-74 tahun, 1.07 pada kelompok usia 75-84
tahun dan 0.76 pada kelompok usia diatas 85 tahun (Lloyd dkk, 2009).
Menurut patofisiologinya, stroke diklasifikasikan menjadi stroke iskemik dan stroke
hemoragic. Stroke iskemik terjadi akibat penutupan aliran darah ke sebagian otak
tertentu, maka terjadi serangkaian proses patologik pada daerah iskemik. Perubahan ini
dimulai dari tingkat seluler berupa perubahan fungsi dan struktur sel yang diikuti dengan
kerusakan fungsi dan integritas susunan sel, selanjutnya akan berakhir dengan kematian
neuron.
Hemiparesis berarti kelemahan pada satu sisi tubuh. Kelemahan dapat terjadi karena
adanya kerusakan pada fungsi sensorik dan fungsi motorik, di antaranya yaitu jika pasien
mengeluhkan kelemahan pada satu sisi tubuh yang mengarah pada lesi hemisfer serebri
2. 2
kontralateral dapat menyebabkan kelemahan otot dan spastisitas kontralateral serta defisit
sensorik (hemianestesia). Kesulitan berbicara (akibat kerusakan area motorik tambahan)
serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer
dominan ke korteks motorik kanan terganggu.
Mengingat bahwa yang paling berfungsi dalam kegiatan sehari – hari adalah tangan
dan kaki maka sangat penting untuk memperbaiki gangguan fungsi sensorik dan motorik
pada penderita stroke. Untuk memperbaiki gangguan fungsi sensorik dan motorik
tersebut, Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang berupaya memberikan pelayanan
kesehatan. Salah satunya adalah fisioterapi.
Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukkan kepada individu dan
kelompok untuk mengembangkan, memelihara, memulihkan gerak dan fungsi tubuh
sepanjang kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan
gerak, pelatihan fungsi dan komunikasi (SK MENKES RI No. 1363 / MENKES / SK /
2001, pasal 11 ayat 2 ).
Dengan pembuatan makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai
penatalaksanaan fisioterapi yang tepat untuk penderita hemiparese post stroke.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja problematika fisioterapi yang terjadi pada kondisi hemiparese sinistra post
stroke ?
2. Bagaimana peenatalaksanaan fisioterapi pada kondisi hemiparese sinistra post
stroke ?
3. 3
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui problematika fisioterapi yang terjadi pada kondisi hemiparese
sinistra post stroke.
2. Untuk mengetahui penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi hemiparese sinistra post
stroke.
D. Manfaat
1. Bagi Institusi pendidikan
Sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa/i di perpustakaan dan sebagai acuan atau
pedoman bagi mahasiswa/i yang melakukan penelitian berikutnya.
2. Bagi penulis
Untuk menambah dan meningkatkan pengetahuan tentang hemiparese sinistra post
stroke.
5. 5
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi Otak
1. Anatomi Otak
Otak terdiri dari neuron – neuron, sel glia, cairan serebrospinalis, dan
pembuluh darah. Semua orang memiliki jumlah neuron yang sama yaitu sekitar 100
miliar tetapi jumlah koneksi diantara berbagai neuron tersebut berbeda – beda. Orang
dewasa yang mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa di dalam darah
arterinya hanya membentuk sekitar 2% atau 1,4 kg koneksi neuron dari berat tubuh
total (Feigin, 2006).
Dalam pembahasan ini, penulis akan menjelaskan tentang (1) kortek serebri,
(2) upper motor neuron yang terdiri dari traktus piramidalis dan traktus
ekstrapiramidalis, (3) vaskularisasi otak dan (4) plastisitas otak.
a. Kortek serebri
Korteks serebri pada cerebrum mempunyai banyak lipatan yang disebut
dengan konvulsi atau girus. Celah-celah atau lekukan yang disebut sulcus terbentuk
dari lipatan-lipatan tersebut yang membagi setiap hemispherium menjadi daerah-daerah
tertentu.
Berikut beberapa daerah yang penting ; (1) lobus frontalis : area 4 merupakan
daerah motorik yang utama. Terletak disebelah anterior sulkus sentralis. Lesi daerah
ini akan menghasilkan parese atau paralysis flaccid kontralateral pada kelompok otot
yang sesuai. Area 6 merupakan bagian sirkui ttraktus extrapiramidalis.Spasitas lebih
sering terjadi jika area 6 mengalami ablatio. Area 8 berhubungan dengan pergerakan
mata dan perubahan pupil. Area 9, 10, 11, 12 adalah daerah asosiasi frontalis; (2)
Lobus parietalis : area 3, 1, dan 2 merupakan daerah sensorik postsentralis yang
utama. Area 5 dan 7 adalah daerah asosiasi sensorik; (3) Lobus temporalis : Area 41
adalah daerah auditoriusprimer. Area 42 merupakan kortek auditorius sekunder atau
asosiasi.Area 38, 40, 20, 21, dan 22 adalah daerah asosiasi, disini terjadi pemprosesan
bentuk-bentuk masukan sensorik yang lebih elemental; (4) Lobus occipitalis : Area 17
yaitu kortek striata, kortek visual yang utama, Area 18 dan 19 merupakan daerah
asosiasi visual ( Duss, 1996).
6. 6
Gambar 2.1
Gyrus pada Hemisferium Serebri dari sisi kiri (Putz, 2005)
Gambar 2.2
Gyrus pada Hemisferium Serebri dari medial (Putz, 2005)
b. Traktus Piramidalis
Traktus piramidalis berasal dari sel-sel betz pada lapisan ke lima korteks
serebri pada girus presentralis lobus frontalis ke kapsula interna masuk ke
diencephalon diteruskan ke mesencephalon, pons varolli sampai medulla oblongata.
Di perbatasan medulla oblongata dan medulla spinalis sebagian besar traktus ini
merupakan penyilangan di dekusasio piramidalis. Fungsi dari sistem pyramidalis
berhubungan dengan gerakan terampil dan motorik halus.
7. 7
Gambar 2.3
Traktus Piramidalis (Duus, 1996)
c. Traktus Extrapiramidalis
Traktus extrapiramidalis tersusun atas korpus striatum, globus palidus, thalamus,
substantia nigra, formation lentikularis, cerebellum dan cortex motorik. Traktus
extrapiramidalis merupakan suatu mekanisme yang tersusun dari jalur-jalur dari korteks
motorik menuju Anterior Horn Cell (AHC). Fungsi utama dari traktus extrapiramidalis
berhubungan dengan gerakan yang berkaitan pengaturan sikap tubuh dan integrasi
otonom. Lesi pada setiap tingkat dalam traktus extrapiramidalis dapat menghilangkan
gerakan dibawah sadar.
8. 8
Gambar 2.4
Traktus Extrapiramidalis (Duus, 1996)
d. Vaskularisasi Otak
Suplai darah arteri ke otak merupakan suatu jalinan pembuluh pembuluh darah
yang bercabang-cabang, behubungan erat satu dengan yang lain sehingga dapat
menjamin suplai darah yang adekuat untuk sel (Wilson, 2002).
Pengaliran darah keotak dilakukan oleh dua pembuluh arteri utama yaitu oleh
sepasang arteri karotis interna dan sepasang arteria vertebralis. Keempat arteria ini
terletak didalam ruang subarakhnoid dan cabang-cabangnya beranastomosis pada
permukaan inferior otak untuk membentuk circulus willisi.Arteri carotis interna, arteri
basilaris, arteri cerebri anterior, arteri communican anterior, arteri cerebri posterior
dan arteri comminicans posterior dan arteria basilaris ikut membentuk sirkulus ini
(Snell, 2007).
Faktor yang mempengaruhi aliran darah di otak, diantaranya adalah (a)
keadaan arteri, dapat menyempit karena tersumbat oleh thrombus dan embolus, (b)
keadaan darah, dapat mempengaruhi aliran darah dan suplai oksigen, (c) keadaan
9. 9
jantung, bila ada kelainan dapat mengakibatkan iskemia di otak (Lumbantobing,
2004).
Gambar 2.5
Circulus Willisi (Chusid, 1993)
B. Patofisiologis
1. Definisi Stroke
Stroke adalah cedera vaskuler akut pada otak. Ini berarti bahwa stroke adalah
suatu cedera mendadak dan berat pada pembuluh-pembuluh darah otak. Cidera dapat
disebabkan oleh sumbatan bekuan darah, penyempitan pembuluh darah, sumbatan dan
penyempitan, atau pecahnya pembuluh darah. Semua ini menyebabkan kurangnya
pasokan darah yang memadai (Feigin, 2006).
2. Etiologi
Berdasarkan etiologi Hinton (1995) membagi stroke menjadi dua : (a) Stroke
hemoragik yaitu suatu gangguan fungsi saraf yang disebabkan kerusakan pembuluh
darah otak sehingga menyebabkan pendarahan pada area tersebut ; (b) Stroke non
hemoragik, yaitu gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh tersumbatnya
pembuluh darah otak sehingga distribusi oksigen dan nutrient ke area yang mendapat
suplai terganggu.
Berdasarkan perjalanan klinisnya stroke non haemoragik dibagi menjadi 4,
yaitu: (a) TIA (transient ischemik attack) merupakan serangan stroke sementara yang
berlangsung kurang dari 24 jam ; (b) RIND (reversible ischemic neurologic deficit)
10. 10
merupakan gejala neurologis yang akan menghilang antara > 24 jam sampai dengan
21 hari ; (c) progressing stroke atau stroke in evolution merupakan kelainan atau
deficit neurologis yang berlangsung secara bertahap dari yang ringan sampai menjadi
Berat ; (d) complete stroke atau stroke komplit merupakan kelainan neurologis yang
sudah menetap dan tidak berkembang lagi (Junaidi, 2006).
3. Patologi
Pada arteriosklerosis akan timbul aliran turbulensi sehingga trombosit saling
kontak maka akan menambah plak sampai terjadi sumbatan total. Pada stroke embolik
penyumbatan disebabkan oleh suatu embolus yang dapat bersumber pada arteri
serebral, karotis interna, vertebro-basiler, arkus aorta asendens ataupun katub serta
endokardium jantung.
Apabila pembuluh darah tersumbat maka aliran darah menuju otak akan
terhenti dan bagian otak di sebelah distalnya akan mengalami kerusakan. Akibat
kerusakan otak tersebut maka kontrol supraspinal (sistem ekstrapiramidalis) terhadap
aktivitas stretch reflek menghilang dan menurunnya eksitasi sistem inhibisi sehingga
timbul spatisisitas (Suyono,1992).
Kerusakan atau kelumpuhan yang dikarenakan lesi pada kapsula interna
hampir selamanya disertai hipertonus yang khas hal ini dikarenakan pada kapsula
interna dilewati serabut serabut ekstrapiramidal. Tergantung pada arteri yang terkena
maka lesi vaskular yang terjadi di kapsula interna dapat mengakibatkan kerusakan
area disekitarnya seperti radiasio optika, nucleus kaudatus dan putamen sehingga
hemiplegia akibat lesi kapsula interna memperihatkan kelumpuhan upper motor
neuron yang disertai oleh rigiditas, atetosis, distonia tremor atau hemianopia.
4. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang ditimbulkan sangat bervariasi tergantung dari topis dan
derajat beratnya lesi. Akan tetapi tanda dan gejala yang dijumpai pada penderita pasca
stroke non haemoragik stadium akut secara umum meliputi ; (a) gangguan motorik :
kelemahan atau kelumpuhan separo anggota gerak, gangguan gerak volunter,
gangguan keseimbangan, gangguan koordinasi ; (b) gangguan sensoris : gangguan
perasaan, kesemutan, rasa tebal-tebal ; (c) gangguan bicara : sulit berbahasa (disfasia),
11. 11
tidak bisa bicara (afasia motorik), tidak bisa memahami bicara orang (afasia
sensorik) ; (d) gangguan kognitif (Soetedjo, 2004, dalam Rujito, 2007).
5. Komplikasi
Komplikasi yang akan timbul apabila pasien stroke tidak mendapat
penanganan yang baik. Komplikasi yang dapat muncul antara lain (Suyono,1992):
a. Abnormal tonus
Abnormal tonus secara postural mengakibatkan spastisitas. Serta dapat
menggangu gerak dan menghambat terjadinya keseimbangan.
b. Sindroma bahu
Sindrom bahu merupakan komplikasi dari stroke yang dialami sebagian
pasien. Pasien merasakan nyeri dan kaku pada bahu yang lesi akibat imobilisasi.
c. Deep vein thrombosis
Deep vein trombosis akibat tirah baring yang lama, memungkinkan trombus
terbentuk di pembuluh darah balik pada bagian yang lesi. Hal ini menyebabkan
oedem pada tungkai bawah.
d. Kontraktur
Kontraktur terjadi karena adanya pola sinergis dan spastisitas. Apabila
dibiarkan dalam waktu yang lama akan menyebabkan otot-otot mengecil dan
memendek.
6. Diagnosis Banding
Diagnosis banding antara stroke iskemik dan stroke hemoragik yaitu pada
stroke iskemik ada nyeri kepala ringan, gangguan kesadaran ringan atau tidak ada,
dan defisit neurologis atau kelumpuhan berat. Sedangkan pada stroke hemoragik ada
nyeri kepala yang berat, gangguan kesadaran sedang sampai berat, dan deficit
neurologis ada yang ringan dan ada yang berat (Junaidi, 2006).
C. Problematik Fisioterapi
12. 12
Problematik fisioterapi pada pasien stroke stadium flaccid menimbulkan tingkat
gangguan.
1. Impairment
Impairment atau gangguan tingkat jaringan yaitu gangguan tonus otot secara
postural, semakin tinggi tonus otot maka akan terjadi spastisitas ke arah fleksi atau
ektensi yang mengakibatkan terganggunya gerak ke arah normal. Sehingga terjadi
gangguan kontraksi dan koordinasi yang halus dan bertujuan pada kecepatan dan
ketepatan gerak anggota gerak atas dan bawah pada sisi lesi. Serta dapat
mengakibatkan gangguan dalam reaksi tegak, mempertahankan keseimbangan atau
protective reaction anggota gerak atas dan bawah pada sisi lesi saat melakukan
gerakan.
2. Functional limitation
Functional limitation yang timbul adalah terjadi penurunan kemampuan
motorik fungsional. Penurunan kemampuan dalam melakukan aktifitas dari tidur
terlentang seperti mampu melakukan gerakan tangan dan kaki secara aktif saat miring,
terlentang duduk disamping bed seperti mampu melakukan gerakan menggangkat
kepala namun saat menurunkan kaki butuh bantuan orang lain agar mampu duduk
disamping bed, keseimbangan duduk seperti kurang mampu mempertahankan
keseimbangan duduk, dari duduk ke berdiri seperti masih membutuhkan bantuan
orang lain, berjalan seperti masih membutuhkan bantuan dari orang lain, fungsi
anggota gerak atas seperti gerakan mempertahankan posisi lengan ke segala arah dan
pergerakkan tangan yang terampil seperti mengambil benda dan memindahkan dari
satu tempat ke tempat lain.
3. Disability
Yang termasuk dalam disability adalah terjadi ketidakmampuan melakukan
aktifitas sosial dan berinteraksi dengan lingkungan. Seperti gangguan dalam
melakukan aktifitas bekerja karena gangguan psikis dan fisik.
D. Teknologi Intervensi Fisioterapi
13. 13
Pendekatan yang dilakukan fisioterapi antara lain adalah terapi latihan, yang terdiri
dari latihan keseimbangan dan koordinasi, dan latihan fungsional.
1. Latihan keseimbangan dan koordinasi
Latihan keseimbangan dan koordinasi pada pasien stroke stadium flaccid
sebaiknya dilakukan dengan gerakan aktif dari pasien dan dilakukan pada posisi
terlentang, duduk dan berdiri. Latihan aktif dapat melatih keseimbangan dan
koordinasi untuk membantu pengembalian fungsi normal serta melalui latihan
perbaikan koordinasi dapat meningkatkan stabilitas postur atau kemampuan
mempertahankan tonus ke arah normal (Pudjiastuti, 2003). Latihan keseimbangan dan
koordinasi pada pasien stroke non hemoragik stadium flaccid dapat dilakukan secara
bertahap dengan peningkatan tingkat kesulitan dan penambahan banyaknya repetisi.
2. Terapi latihan
Terapi latihan atau exercise therapy merupakan salah satu usaha pengobatan
dalam fisioterapi yang dalam pelaksanaannya mengunakan latihan-latihan gerakan
tubuh baik secara aktif maupun pasif. Dengan diberikan terapi latihan dapat menjaga
dan meningkatkan kekuatan otot, menjaga dan meningkatkan lingkup gerak sendi,
mencegah kontraktur, mencegah atrofi otot, serta memajukan kemampuan penderita
yang telah ada untuk dapat melakukan gerakan-gerakan yang berfungsi serta
bertujuan, sehingga dapat beraktifitas normal.
14. 14
BAB III
PELAKSANAAN STUDI KASUS
A. Keterangan Umum Penderita
Sebelum kita memberikan tindakan fisioterapi pada kondisi Pasien Paska
Stroke Hemorage Dextra et causa stroke non hemorragic terlebih dahulu dilakukan
pemeriksaan yang akurat melalui prosedur yang benar. Hal ini bertujuan untuk
menegakkan diagnosa dan menentukan langkah-langkah pemberian terapi sesuai dengan
permasalahan yang terjadi. Pelaksanaan tersebut dilakukan dengan pemeriksaan sebagai
berikut :
A. Anamnesis
Anamnesis merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan mengadakan
tanya jawab mengenai pasien dan keadaan penyakit pasien Dalam pengkajian
fisioterapi ini didapatkan melalui anamnesis secara heteroanamnesis (melakukan
tanya jawab dengan keluarga pasien). Sistem anamnesis dibagi menjadi :
a. Anamnesis Umum
Nama : Ny “F”
Umur : 47 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl.Di.Panjaitan.Lr Daruhaman No.122 Rt.28,Rw.10
b. Anamnesis khusus
1. Keluhan Utama
Adanya kelemahan otot pada sisi sebelah kanan.
2. Riwayat Perjalanan Penyakit
15. 15
Lebih kurang januari 2014 pasien mulai merasakan lemas di tangan dan kaki
sebelah kanan pasien, terjadi pada saat pasien bangun tidur, kemudian pasien
langsung dibawa ke RS.Muhammadiyah palembang, dan pasien di diagnosa
mengalami stroke, setelah itu dokter merujuk pasien ke fisioterapi untuk
dilakukan tindakan terapi.
RPD : Hipertensi
RPS : Stroke non hemoragic
RPK : -
3) Anamnesis Sistem
a) Sistem Muskuloskeletal
Adanya kelemahan pada otot extremitas atas dan bawah sisi dextra
b) Sistem Nervorum
Pasien tidak mengeluhkan kesemutan dan rasa tebal-tebal.
B. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda Vital
1) Tekanan Darah : 140/80 Mmhg
2) Denyut Nadi : 84×/menit
3) Penapasan : 24×/menit
4) Temperatur : 36,5˚C
5) Tinggi badan : 165cm
6) Berat Badan : 62 Kg
b. Inspeksi
1) Statis
- Tampak bahu pasien asimetris lebih tinggi ke kiri
- Tampak SIAS pasien lebih tinggi ke kanan
2) Dinamis
16. 16
- Tampak adanya fase berjalan yang hilang yaitu : initial contact, terminal
stance, terminal swing.
c. Palpasi
Adanya Hipotonus.
2. Gerakan Dasar
a. Gerak Aktif
Pada saat melakukan gerakan aktif pasien mampu melakukan gerakan aktif full
ROM pada bagian anggota gerak bagian dextra, tanpa disertai nyeri.
b. Gerak Pasif
Pada saat dilakukan gerakan pasif full ROM pada bagian anggota gerak bagian
dextra, tanpa disertai nyeri.
c. Gerak Isometrik Melawan Tahanan
Pasien mampu melawan tahanan secara minimal tanpa disertai rasa nyeri.
3. Pemeriksaan Kognitif, Intrapersonal, dan Interpersonal
- Pasien memiliki motivasi tinggi untuk sembuh
- Pasien mampu melakukan perintah dengan baik walaupun harus berfikir lama
untuk menjalankan perintah dari fisioterapis
- Pasien tidak mampu berkomunikasi dengan baik terhadap terapis
4. Pemeriksaan Kemampuan Fungsional
a. Kemampuan Fungsional Dasar
Pasien mampu tidur miring kekanan dan kiri, mampu duduk, mampu berdiri dan
berjalan tetapi belum seimbang.
b. Aktivitas Fungsional
Pasien mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas seperti : menggenggam,
menyisir rambut dan mengancing baju
17. 17
c. Lingkungan Aktivitas
Lingkungan aktivitas mendukung karena pekerjaan rumahnya dibantu oleh
keluarga.
5. Pemeriksaan Spesifik
a. Kekuatan Otot dengan MMT ( Manual Muscle Testing )
No Nilai Kriteria
1 5 Subyek bergerak dengan LGS penuh melawan gravitasi
dan tahanan maksimal
2 4 Subyek bergerak dengan LGS penuh melawan gravitasi
dan tahanan minimal
3 3 Subyek bergerak dengan LGS penuh melawan gravitasi
4 2 Subyek bergerak dengan LGS penuh tanpa melawan
gravitasi
5 1 Kontraksi otot dapat dipalpasi
6 0 Kontraksi otot tidak terdeteksi dengan palpasi
Tabel 3.1 keterangan pemeriksaan MMT
Sendi Otot Penggerak Kanan Normal
Shoulder Fleksor 3 5
Ekstensor 3 5
Abduktor 3 5
Adduktor 3 5
Elbow Fleksor 3 5
Ekstensor 3 5
Wrist Fleksor 2 5
Ekstensor 2 5
Hip Fleksor 3 5
Ekstensor 3 5
Abduktor 3 5
Adduktor 3 5
Knee Fleksor 4 5
Ekstensor 4 5
Ankle Fleksor 2 5
Ekstensor 3 5
Tabel 3.2 Hasil Pemeriksaan MMT tanggal 05 november 2014
18. 18
b. Pemeriksaan ADL dengan Indeks Barthel
Aktifitas Nilai
Bantu
an
Mandi
1. Makan 5 ri
2. Berpindah dari kursi roda ke tempat 10
3. Kebersihan diri, mencuci muka, 5
4. Aktivitas di toilet ( menyemprot, mengelap
5
)
5. Mandi 5
6. Berjalan di jalan yang datar. 10
7. Naik turun tangga 5
8. Berpakaian termasuk menggunakan sepatu 5
9. Mengontrol BAB 10
10. Mengontrol BAK 10
Jumlah 70
Tabel 3.3 Hasil pemeriksaan indeks barthel tanggal 05 november 2014
Hasil : pasien mengatalami ketergantungan moderat
Keterangan :
0 – 20 : Ketergantungan penuh
21 – 61 : Ketergantungan berat atau sangat tergantung
62 – 90 : Ketergantungan moderat
91 – 99 : Ketergantungan ringan
100 : Mandiri
c. Pemeriksaan Koordinasi
19. 19
nilai Jenis Tes
2 Finger to nose
3 Finger to therapist finger
3 Finger to finger
2 Graps
3 Heel to knee
3 Heel to toes
Tabel 3.4 Hasil pemeriksaan koordinasi tanggal 05 november 2014
Keterangan :
1) Tidak mampu melakukan aktifitas.
2) Keterbatasan berat, hanya dapat mengawali aktifitas tetapi tidak lengkap.
3) Keterbatasan sedang, dapat menyelesaikan aktifitas tetapi koordinasi tampak
menurun dengan jelas, gerakan lambat, kaku dan tidak stabil.
4) Keterbatasan minimal, dapat menyelesaikan aktifitas dengan kecepatan dan
kemampuan lebih lambat sedikit dari normal.
5) Kemampuan normal.
d. Gait analisis
Gambar 3.1 gait analisis
Dari hasil pemeriksaan, didapatkan hasil bahwa Ny”F” mengalami kehilangan fase
berjalan pada fase initial contact, terminal stance, dan terminal swing.
20. 20
C. Diagnosis Fisioterapi
1. Impairment :
- Adanya kelemahan otot pada sisi dextra
- Adanya fase yang hilang pada saat berjalan yaitu : initial contact, terminal stance,
terminal swing.
- Mengalami gangguan koordinasi dan kesimbangan.
2. Functional limitation :
- Pasien mengalami kesulitan ADL seperti menyisir rambut, menggenggam,
mengambil barang, mengancing baju.
D. Rencana Fisioterapi
1. Tujuan Jangka pendek :
- Memperbaiki kemampuan koordinasi dan keseimbangan.
- Meningkatkan kekuatan otot extremitas atas dan bawah pada sisi dextra.
2. Tujuan Jangka panjang :
- Meningkatkan kemampuan aktivitas fungsional seoptimal mungkin seperti :
menyisir rambut, menggenggam, mengambil barang, mengancing baju.
E. Pelaksanaan Fisioterapi
1. IRR
a. Persiapan alat :
- Cek terlebih dahulu kabel dan alatnya
- Pastikan tidak ada kabel yang terlilit dan terbuka, alatnya tidak rusak
b. Persiapan pasien :
- Posisikan pasien ergonomis dan rileks
- Pada area yang diterapi bebaskan dari pakaian dan aksesoris
c. Persiapan fisioterapi :
- Cuci tangan sebelum melakukan tindakan atau terapi
- Menjelaskan efek-efek dari alat yang diberikan
d. Penatalaksanaan terapi
- Posisikan alat terhadap pasien, sesuai area yang akan diterapi
21. 21
- Hidupkan IRR, lalu atur waktu selama 10-15 menit
- Tanyakan pada pasien (kontrol terus), tentang efek hangat yang dirasakan
- Jika terlalu hangat, jauhkan jarak sinarnya
Gambar 3.2 pelaksanaan terapi dengan IRR
2. Terapi latihan
1. Persiapan pasien
- Pasien diposisikan senyaman mungkin, bebas dari pakaian dan aksesoris
2. Persiapan fisioterapi
- Berikan penjelasan terhadap teknik yang akan dilakukan
- Cuci tangan sebelum melakukan tindakan terapi
3. Penatalaksanaan terapi
- Lakukan gerakan dengan aktif berbantuan pada otot yang mengalami
kelemahan
22. 22
Gambar 3.3 pelaksanaan terapi latihan
4. Setelah selesai terapi :
- Evaluasi sesaat keadaan umum pasien
- Dokumentasi : catat hasil kemajuan pasien setelah selesai terapi
F. Prognosis
Quo Ad Sanam : Bonam
Quo Ad Vitam : Bonam
Quo Ad Cosmeticam : Bonam
Quo Ad Fungsional : Dubia Ad Malam
G. Evaluasi
24. 24
3. Kebersihan diri, mencuci muka, menyisir, 5
4. Aktivitas di toilet ( menyemprot, mengelap ) 5
5. Mandi 5
6. Berjalan di jalan yang datar ( jika tidak mampu 10
7. Naik turun tangga 5
8. Berpakaian termasuk menggunakan sepatu 5
9. Mengontrol BAB 10
10. Mengontrol BAK 10
Jumlah 70
Tabel 3.6 hasil indeks barthel
Hasil pemeriksaan pada tanggal 05 November 2014 dengan jumlah nilai 70
(Ketergantungan moderat).
Aktifitas Nilai
Bantua Mandir
1. Makan 5
2. Berpindah dari kursi roda ke tempat tidur dan 10
3. Kebersihan diri, mencuci muka, menyisir, 5
4. Aktivitas di toilet ( menyemprot, mengelap ) 5
5. Mandi 5
6. Berjalan di jalan yang datar ( jika tidak mampu 10
7. Naik turun tangga 5
8. Berpakaian termasuk menggunakan sepatu 5
9. Mengontrol BAB 10
10. Mengontrol BAK 10
Jumlah 70
Hasil pemeriksaan pada tanggal 07 November 2014 dengan jumlah nilai 70
(Ketergantungan moderat).
Aktifitas Nilai
Bantua Mandir
1. Makan 10
2. Berpindah dari kursi roda ke tempat tidur dan 10
3. Kebersihan diri, mencuci muka, menyisir, 10
25. 25
4. Aktivitas di toilet ( menyemprot, mengelap ) 5
5. Mandi 5
6. Berjalan di jalan yang datar ( jika tidak mampu 15
7. Naik turun tangga 5
8. Berpakaian termasuk menggunakan sepatu 5
9. Mengontrol BAB 10
10. Mengontrol BAK 10
Jumlah 85
Hasil pemeriksaan pada tanggal 10 November 2014 dengan jumlah nilai 85
(Ketergantungan moderat).
Aktifitas Nilai
Bantua Mandir
1. Makan 10
2. Berpindah dari kursi roda ke tempat tidur dan 10
3. Kebersihan diri, mencuci muka, menyisir, 10
4. Aktivitas di toilet ( menyemprot, mengelap ) 5
5. Mandi 5
6. Berjalan di jalan yang datar ( jika tidak mampu 15
7. Naik turun tangga 5
8. Berpakaian termasuk menggunakan sepatu 5
9. Mengontrol BAB 10
10. Mengontrol BAK 10
Jumlah 85
Hasil pemeriksaan pada tanggal 12 November 2014 dengan jumlah nilai 85
(Ketergantungan moderat).
3. Hasil pemeriksaan dengan gait analisis
Tipe gait analisis
November 2014
07 11 13 18
Initial contact - - - -
Loading respon + + + +
26. 26
Mid stance + + + +
Terminal stance - - - -
Preswing + + + +
Mid swing + + + +
Terminal swing - - - -
Tabel 3.7 Hasil pemeriksaan Gait Analisis awal-akhir
Ket :
+ : Ada fasenya.
- : Tidak ada fasenya.
4. Hasil pemeriksaan Test Koordinasi
Jenis Tes 07
Novembe
r 2014
11
Novembe
r 2014
13
Novembe
r 2014
18
November
2014
Finger to nose 2 2 3 3
Finger to therapist
3 3 3 3
finger
Finger to finger 3 3 3 4
Graps 2 2 3 3
Heel to knee 3 3 3 4
Heel to toes 3 3 4 4
Tabel 3.8 Hasil pemeriksaan test koordinasi awal-akhir
Keterangan :
1. Tidak mampu melakukan aktifitas.
2. Keterbatasan berat, hanya dapat mengawali aktifitas tetapi tidak lengkap.
3. Keterbatasan sedang, dapat menyelesaikan aktifitas tetapi koordinasi tampak
menurun dengan jelas, gerakan lambat, kaku dan tidak stabil.
4. Keterbatasan minimal, dapat menyelesaikan aktifitas dengan kecepatan dan
kemampuan lebih lambat sedikit dari normal.
27. 27
5. Kemampuan normal.
H. Hasil Terapi Akhir
Pasien yang bernama Ny ”F” 47 tahun dengan kondisi hemiparese dextra pasca
stroke non hemoragik setelah mendapatkan penanganan fisioterapi sebanyak 4 kali
dengan menggunakan terapi latihan maka didapatkan hasil dimana adanya peningkatan
kekuatan otot, perubahan pada aktifitas fungsional, perbaikan koordinasi dan
keseimbangan, dan belum ada perubahan pada gait pasien.
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
28. 28
Berdasarkan etiologi Hinton (1995) membagi stroke menjadi dua : (a) Stroke
hemoragik yaitu suatu gangguan fungsi saraf yang disebabkan kerusakan pembuluh
darah otak sehingga menyebabkan pendarahan pada area tersebut ; (b) Stroke non
hemoragik, yaitu gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh tersumbatnya pembuluh
darah otak sehingga distribusi oksigen dan nutrient ke area yang mendapat suplai
terganggu.
Tanda dan gejala pada penderita pasca stroke non hemorragik stadium akut secara
umum meliputi ; (a) gangguan motorik : kelemahan atau kelumpuhan separo anggota
gerak, gangguan gerak volunter, gangguan keseimbangan, gangguan koordinasi ; (b)
gangguan sensoris : gangguan perasaan, kesemutan, rasa tebal-tebal ; (c) gangguan
bicara : sulit berbahasa (disfasia), tidak bisa bicara (afasia motorik), tidak bisa
memahami bicara orang (afasia sensorik) ; (d) gangguan kognitif (Soetedjo, 2004, dalam
Rujito, 2007).
Peran fisioterapi sangatlah penting bagi penderita pasca stroke karena untuk
mengembalikan aktifitas fungsional pasien secara optimal merupakan tujuan utama
fisioerapi. Salah satunya dengan memberikan terapi latihan yang berfungsi memperbaiki
otot-otot yang tidak efisien dan mengembalikan gerak-gerak sendi kembali normal.
Sehingga dapat meningkatkan aktivitas fungsional pasien dengan maksimal.
B. Saran
Penanganan fisioterapi pasca stroke adalah kebutuhan yang mutlak bagi pasien untuk
dapat meningkatkan kemampuan gerak dan fungsinya. Berbagai metode intervensi
fisioterapi seperti yang telah di bahas dalam makalah studi kasus ini yaitu electrotherapy
dan exercise therapy telah terbukti memberikan manfaat yang besar dalam
mengembalikan gerak dan fungsi pada pasien pasca stroke. Akan tetapi peran serta
keluarga yang merawat dan mendampingi pasien juga sangat menentukan keberhasilan
program terapi yang diberikan.
Kemampuan anggota keluarga memberikan penanganan akan berdampak sangat baik
bagi pemulihan pasien. Penanganan fisioterapi pasca stroke pada prinsipnya adalah
proses pembelajaran sensomotorik pada pasien dengan metode-metode tersebut diatas.
Akan tetapi interaksi antara pasien dan fisioterapis amat sangat terbatas, lain halnya
dengan keluarga pasien yang memiliki waktu relatif lebih banyak. Dampak lain adalah
29. 29
jika pemahaman anggota keluarga kurang tentang penanganan pasien stroke maka akan
menghasilkan proses pembelajaran sensomotorik yang salah pula. Hal ini justru akan
memperlambat proses perkembangan gerak.
Bagi orang-orang yang beresiko terkena stroke harus melakukan pencegahan terhadap
serangan stroke tersebut.