2. PENDAHULUAN
TB di dunia
Setiap hari 20.000 orang jatuh sakit TB
Setiap jam 833 orang sakit TB
Setiap menit 13 orang jatuh sakit TB
Setiap 5 detik satu orang jatuh sakit TB
Setiap hari 5.000 orang meninggal akibat TB
Setiap jam 208 orang meninggal akibat TB
Setiap menit 3 orang meninggal akibat TB
Setiap 20 detik 1 orang meninggal akibat TB
Setiap detik satu orang terinfeksi TB
3. PENDAHULUAN
SKRT 2001 : rangking ke 1 penyebab
kematian pada penyakit infeksi & ranking
ke 2 diantara penyakit lainnya
Indonesia “Penyumbang TB no.3 di dunia”
Usia produktif (15-59) 80%
4. SEJARAH PENGOBATAN
TB
Kuman TB ditemukan : 1882
Awalnya di sanatorium → pembedahan
1943 : ditemukan S
1946 : ditemukan PAS
1951 : ditemukan H
1955 : H+S+PAS
1960 : ditemukan E → pengganti PAS
1967 : ditemukan R+Z → 6 bln
1976 : Z cukup 2 bln
1993 : DOTS
1999 : FDC
7. Inhalasi basil TB
Alveolus
Fagositosis oleh makrofag
Destruksi basil TB
Basil TB berkembang biak
Destruksi makrofag
Resolusi
Pembentukan tuberkel
Kelenjar limfe
Kalsifikasi
Kompleks Ghon
Perkijuan
Penyebaran hematogen
Pecah
Lesi sekunder
Lesi di hepar, lien, ginjal
tulang, otak dll
Patogenesis tuberkulosis
8. Tuberkulosis primer
Kuman TB kontak dengan makrofag :
1. Kuman mati
2. Berkembang biak dlm alveoli ke organ tubuh
paru membentuk sarang TB kecil / efek
primer Kel get bening (limfangitis lokal /
regional) Kompleks primer
- Sembuh
- Sembuh dengan cacat (fibrotik, kalsifikasi)
- Komplikasi penyebaran (limfogen,
bronkogen, hematogen, tertelan TB usus
9. Tuberkulosis pascaprimer
Kuman TB (dormant) sarang dini
Teresorbsi sembuh tanpa cacat
Meluas sembuh cacat
Meluas perkejuan
Perkejuan :
Aktif
Sembuh menjadi padat / membungkus diri
tuberkuloma
Komplikasi : - jamur
- batuk darah
10.
11. GEJALA TB PARU
1. Gejala utama (sering ditemukan)
Batuk ≥ 3 minggu
2. Gejala tambahan
- Dahak campur darah
- Batuk darah
- Sesak napas
- Nyeri dada
- Badan lemah, nafsu makan turun,
BB turun, malaise, keringat malam, demam
13. Diagnosis TB
Pemeriksaan fisik
•
•
•
•
Tergantung dari luas & keluhan.
Pada awal penyakit t.a.k.
Umumnya : kelainan di apeks
Dapat ditemukan a.l. : suara napas
bronkial, amforik, suara napas melemah,
ronki basah, tanda2 penarikan paru,
diafragma & mediastinum
14. Diagnosis TB
Ditemukan BTA mikroskopik (+) paling sedikit 2
dari 3 pemeriksaan (SPS)
Bila hanya 1 X positif, maka dilakukan
foto toraks :
* jika mendukung TB
* tak mendukung ulang pem dahak SPS
Bila memungkinkan pemeriksaan lain: misal
biakan/ resistensi
15. Diagnosis TB
Foto toraks TB aktif :
gambaran multiform
- bayangan berawan / noduler di
segmen apikal & post LAP atau
segmen sup LBP
- kavitas
- bayangan bercak milier
- efusi pleura unilateral
16. Diagnosis TB
Foto toraks TB inaktif
- fibrotik
- kalsifikasi
- fibrotoraks atau penebalan pleura
Destroyed Lung:
- Berdasarkan foto toraks sulit dinilai
keaktifannya
- Perlu pemeriksaan bakteriologik dan serial
foto toraks
17. Diagnosis TB
Luas lesi pada foto toraks
1. Lesi minimal : mengenai sebgn atau ke-2
paru dgn luas tak lebih dari vol paru yg
terletak di atas Chondrosternal junction
dari iga ke-2 dan pros. spinosus Th IV
atau korpus vertb Th V (sela iga II) dan
tidak ada kavitas
2. Lesi luas : lebih luas dari lesi minimal
19.
∼
∼
∼
∼
BEKAS TB
Bakteriologis (mikroskopis & biakan) negatif
Klinis tidak ada, atau ada gejala sisa akibat
kelainan paru yang ditinggalkan
Radiologis lesi TB inaktif / serial foto sama /
tidak berubah
Riwayat terapi OAT adekuat, akan lebih
mendukung
20. Pembagian TB berdasarkan
riwayat pengobatan
TB paru kasus baru : yang belum mendapat OAT
atau OAT < 1 bulan
TB paru kasus kambuh : telah dinyatakan sembuh
tetapi ditemukan kembali BTA (+) atau biakan (+)
atau foto toraks TB aktif (perburukan)
TB paru gagal pengobatan : TB yang BTA tetap
positif atau positip kembali setelah akhir bulan ke ≥
5 atau TB Paru BTA (–) yg menjadi BTA (+) pada
akhir bulan ke 2
21. Pembagian TB berdasarkan
riwayat pengobatan
TB paru putus berobat : minimal ≥ 1 bulan
makan obat kmd berhenti berobat sebelum
dinyatakan sembuh pada fase awal atau fase
lanjutan
TB paru kasus kronik : TB dengan BTA tetap (+)
setelah menjalani pengobatan ulang kat 2 dgn
pengawasan yang baik
MDR-TB : kuman TB resisten terhadap R dan H
dengan atau tanpa OAT lainnya
22. Pengobatan
Fase
TB :
intensif
Fase lanjutan
OAT
R,
pilihan pertama :
H, Z, E, S
23. Dasar kemoterapi
Aktivitas obat : ( bakterisid, bakteriostatik )
Faktor kuman : ( populasi kuman )
- Kel A : - Kuman yg tumbuhnya aktif dan cepat
- Mudah diatasi OK sensitif thd OAT
- Kel B : - Semi dormant
- Senang dalam suasana asam
- Kurang sensitif dengan OAT
- Kel C : - Semidormant tetapi dengan
metabolisme sangat cepat dan
singkat dlm bbrp jam
- Hanya sensitif thdp OAT tertentu
- Kel D : - Dormant, resisten / kebal thdp OAT
- Dipengaruhi daya tahan tubuh
24. PADUAN PENGOBATAN TB
1. TB Paru BTA (+)
Paduan yang diberikan :
2RHZE/4RH
2RHZE/4R3H3 (Program P2TB)
Diberikan pula pada :
TB Paru BTA (+) kasus baru
TB Paru BTA (-) lesi luas
TB di luar paru
Jika diperlukan dapat diberikan fase lanjutan 7 bulan :
2 RHZE/7RH alternatif 2RHZE/7R3H3
TB dengan lesi luas
TB dengan komorbid
TB kasus berat
25. 2. TB Paru BTA negatif lesi minimal
Paduan yang diberikan : 2RHZE/4RH
alternatif : 2RHZE/4R3H3
6 RHE
3. TB Paru kasus kambuh
Paduan yang diberikan :
2 RHZES/1RHZE/5RHE atau
3RHZE/6RHE
Jika ada hasil uji resistensi minimal 4 OAT
yang sensitif
fase intensif 3 bulan
Alternatif : 2 RHZES/1RHZE/5R3H3E3
(Program P2TB)
26. 4. TB Paru gagal pengobatan
Pengobatan berdasarkan uji resistensi
minimal 4-5 OAT dengan 2 OAT yang
sensitif diberikan minimal 1-2 tahun
Alternatif : 2RHZES/1RHZE/5H3R3E3
(program P2 TB)
Pertimbangkan pembedahan
Rujuk dr.spesialis
27. 5. TB Paru putus berobat
Putus berobat < 2 minggu
sesuai jadwal
Lama putus
berobat
Lama minum
OAT
BTA
> 2 minggu
> 2 minggu
> 4 bulan
> 1 bulan
+
> 2 minggu
< 1 bulan
+
> 1 bulan
< 1 bulan
-
2-4 minggu
< 1 bulan
-
OAT diteruskan
Ro
tak aktif
+
Th/
OAT stop
OAT awal
lebih lama
OAT awal
paduan sama
OAT awal
paduan sama
OAT diteruskan
sesuai jadwal
28. 6. TB Paru kronik
Bila uji resistensi belum ada : RHZES
Bila ada uji resistensi : minimal 2 OAT sensitif
+ obat pilihan ke 2
Pertimbangkan pembedahan
Rujuk spesialis
7. MDR TB
Belum ada paduan pengobatan yang
distandarisasi
Minimal 2-3 OAT yang sensitif + obat pilihan
kedua
Rujuk spesialis
29. TB PARU DLM KEADAAN
KHUSUS
TB milier
Diabetes melitus
Kehamilan dan menyusui
Gagal ginjal
HIV/AIDS
Pleuritis eksudativa TB (efusi pleura TB)
Gangguan fungsi hati
30. PENGOBATAN TB PARU DLM
KEADAAN KHUSUS
1. Wanita hamil → semua aman kecuali aminoglikosida misal: streptomisin
2. Wanita menyusui → semua aman
Pengobatan pencegahan INH untuk bayi
3. Wanita pengguna kontrasepsi
Rifampisin berinteraksi dengan hormonal
kontrasepsi → menurunkan efektivitas
kontrasepsi
4. Penderita infeksi HIV/AIDS
Sama seperti penderita TB lainnya kecuali
thiacetazon
31. 5. Penderita TB dengan DM
- Rifampisin mengurangi efektivitas sulfonil
urea, sehingga dosis perlu di kan
6. Penderita TB dengan gangguan ginjal
- OAT yang aman 2 RHZ/6 HR
- E dan S → dapat diberikan dengan dosis
sesuai faal ginjal → di bawah pengawasan
7. Penderita TB yg memerlukan kortikosteroid
- Meningitis TB
- TB millier dgn tanda gagal napas /
meningitis
- Pleuritis eksudativa (efusi pleura)
- Perikarditis TB
32. 8. Penderita TB dengan kelainan hati kronik
- Bilirubin > 2 atau SGOT / SGPT > 3 kali
pemberian OAT dihentikan
- Peningkatan SGOT/SGPT < 3 kali, pemberian
OAT diteruskan dengan pengawasan ketat
- Anjuran : 2 RHES/6RH atau 2 HES/10HE
- Hepatitis akut → S dan E maksimal 3 bulan
→ hepatitis sembuh tambahkan R dan H
33. Hepatitis imbas obat OAT (drug
induce hepatitis) kelainan hati OK
obat hepatotoksik
Penatalaksanaan
1. Bila klinis + (ikterik, mual, muntah) OAT stop
2. Bila klinis – (laboratorium ada kelainan )
- Bilirubin > 2 X OAT stop
- SGOT / SGPT > 5 X OAT stop
- SGOT / SGPT > 3 X gejala + OAT stop
- SGOT/ SGPT > 3 X gejala - OAT
teruskan tapi perlu pengawasan
34. INDIKASI PEMBEDAHAN
Indikasi mutlak
- Telah diobati OAT adekuat BTA tetap (+),
misal TB paru kasus gagal, kronik, MDR
- Batuk darah masif tak dpt diatasi
- Empiema dgn fistula bronkopleura
konservatif gagal
Indikasi relatif
- Batuk darah berulang BTA (–)
- Kerusakan satu paru/ lobus dgn keluhan
- Sisa kavitas yg menetap
35. EVALUASI PENGOBATAN
Evaluasi klinis : keluhan, BB, efek samping
Evaluasi mikrobiologi : konversi sputum
akhir bln II (III), akhir bln V (VII), akhir
pengobatan
Evaluasi radiologi : perubahan Ro toraks
setelah fase intensif dan akhir pengobatan
39. OAT kombinasi dosis tetap
(FDC)
Rifampisin 3 tab @ 150 mg
INH 3 tab @ 75 mg
Pirazinamid 3 tab @ 400 mg
Etambutol 3 tab @ 275 mg
Yang harus diperhatikan pada kombinasi dosis
tetap : bioaviabilitas rifampisin setelah dikombinasi
dengan OAT lainnya
40. DOTS (Directly Observed
Treatment Short Course)
Pengertian DOTS :
Perhatian langsung dalam hal diagnosis
Pengawasan dalam hal menelan obat
(DOT)
Sistim pengelolaan, distribusi dan
penyediaan OAT secara baik
OAT yang diberikan jangka pendek
41. 5 elemen DOTS
Komitmen politis
Diagnosis benar dengan mikroskopis
Penyediaan dan distribusi obat cukup
Pengawasan menelan obat
Pencatatan dan pelaporan yang baik
42. TB Resisten Obat: Definisi
Mono-resistant: Resisten terhadap satu obat
Poly-resistant: Resisten terhadap lebih dari satu
obat, tapi tidak terhadap kombinasi isoniazid dan
rifampisin
Multidrug-resistant (MDR): Resisten terhadap
paling sedikit isoniazid dan rifampisin
Extensively drug-resistant (XDR): MDR ditambah
resistensi terhadap fluoroquinolon dan paling
tidak 1 dari 3 obat suntik (amikasin, kanamisin,
kapreomisin)
Total DR: Resisten dengan seluruh OAT
43. Menduga MDR-TB Secara
Klinis
Mengenali faktor-faktor risiko:
Riwayat pengobatan (faktor utama)
Riwayat tidak patuh (non-adherence) atau putus
berobat (default)
Penduduk dari daerah endemis MDR
Pajanan dgn kasus atau orang yg diduga
menderita MDR-TB (TB yg “tidak bisa sembuh”
atau yang memerlukan pengobatan berulang)
Infeksi HIV (di daerah-2 tertentu)
44. Menduga MDR-TB Secara
Klinis
Pengenalan kegagalan obat secara dini:
Batuk seharusnya membaik dalam waktu dua
minggu pertama setelah pengobatan
Tanda-2 kegagalan: sputum tidak konversi, batuk
masih ada atau berulang, demam masih
berlanjut, keringat malam hari dan tidak ada
kenaikan berat badan
45. Kriteria suspeks
1. Gagal Kategori 2
2. Tidak konversi pada kategori 2
3.Pasien yang diobati di fasilitas non DOTS , termasuk yg mendapat pemberian
OAT lini 2 spt kuinolon dan kanamisin
4. Gagal kategori 1
5. Tidak konversi pada kategori 1
6. Kambuh
7. Pasien yang datang kembali dengan BTA positif setelah DO kategori 1 atau 2
8. Suspeks TB yang berkontak erat dengan pasien TB MDR termasuk petugas
kesehatan
9. Pasien TB-HIV
46. PENUTUP
TB masih merupakan masalah serius
Masalah pada pengobatan : MDR-TB
ketidakteraturan berobat
Obat-obat baru : FDC
Strategi DOTS tidak mudah dijalankan jika
tidak ada faktor pendukung lainnya
Begin with the definitions for drug resistance:
Mono-resistant: The most common single drug-resistance pattern is mono-resistance to isoniazid. In general, this pattern of resistance is not usually associated with a worse outcome and does not require modification of the treatment regimen (as long as there are 4 drugs in the initial phase and rifampicin is included throughout the full duration of treatment). Rifampicin mono-resistance occurs, but is uncommon and is seen mainly in patients with HIV infection. The reasons for this association are not known.
Poly-resistant: A general term used when the organism is resistant to more than one drug, but not the combination of isoniazid and rifampicin.
MDR-TB: Resistance to at least isoniazid and rifampicin (the two most effective anti-tuberculosis drugs). MDR has a major adverse effect on the outcome of treatment. Patients with TB caused by MDR organisms generally require treatment with second line drug regimens.
XDR-TB: MDR-TB plus resistance to the 2 most important classes of 2nd-line agents used in MDR-TB treatment: the fluoroquinolones and at least 1 of 3 injectable agents (amikacin, kanamycin, capreomycin). In addition to meeting the defining criteria, XDR-TB cases are often resistant to all four 1st-line agents. Consequently, patients with XDR-TB are significantly more difficult to treat and require specialized care.
[Note: Material also covered (duplicate slide) in Management of Drug-Resistant TB module.]
Clinical and epidemiologic risk factors for MDR, as noted in Standard 14, that should be assessed include:
History of prior treatment - the most powerful predictor for MDR: A history of prior treatment may be difficult to obtain. Patients may not know that they were treated for TB or may willfully deny prior therapy. In the patient who cannot describe what he/she was treated for, clues can be obtained by asking the duration of treatment (few lung diseases other than TB will be treated for 6 or more months with antibiotics), the number and color of pills or use of injections (possible streptomycin), or orange-discoloration of urine (rifampicin). It is important to attempt to determine if the patient was adherent to treatment by asking directly and indirectly. If there has been prior treatment, the source of the treatment should be ascertained.
Community prevalence of drug resistance: In most situations this is not known. In general one should not assume that a previously untreated patient has drug-resistance based on an assumed prevalence of drug resistance. Exceptions would include certain specific situations in which a high prevalence of drug resistance has been documented such as some refugee-camp settings or documented outbreaks.
Exposure to possible drug-resistant sources: Commonly, patients do not know if there has been exposure to a drug-resistant source case. The provider should ask if anyone in the house has had tuberculosis or any lung disease for which they have been treated for many months repeatedly, or if their treatment for TB was deemed “incurable”.
HIV infection: In some areas of the world, HIV infection is a risk factor for MDR. HIV is also associated with acquiring rifamycin resistance. Hence, HIV-infected TB patients deserve special attention. Assessment of the response to treatment in patients with HIV infection is often complicated by the likelihood of other opportunistic lung diseases. Adherence should be assured and intermittent treatment regimens should be avoided if CD-4 counts are low.
Early recognition of signs and symptoms for treatment failure in patients currently on TB treatment should also raise clinical suspicion for possible drug-resistant disease.
Clinical evidence of failure can include persistence or recurrence of symptoms. A significant proportion of patients with cough improve over the initial few weeks of treatment. An unchanged or worsening cough may be an early clue for treatment failure.
Suspicion of treatment failure should prompt further microbiologic evaluation.
The official WHO definition for treatment failure is a positive sputum smear at month 5 of treatment. A high percentage of patients usually become smear negative by month 3 and some experts would consider a thorough reevaluation of the patient at this time point.
If treatment failure is suspected, the patient should also be assessed for other factors that may contribute to inadequate treatment (non-adherence, malabsorption, etc) and DOT instituted if not already in use.