SlideShare a Scribd company logo
1 of 77
Download to read offline
Key Performance Indicators
            80+ Rumus dan contoh kasus dari sebagian besar indikator
                serta pemetaan penggunaannya dalam unit kerja




                                    Rahmat Taufiq Sigit, SKom., MM



Copyright@ikhwanseadanya
          2012



                              1
KPI (Key Performance Indicators)


     KPI (Key Performance Indicator) sering disebut sebagai landasan untuk
menjaga agar perusahaan sesuai dengan tujuan dan visi misinya. Dalam bahasa
Indonesia KPI dikenal dengan target kinerja yang terbagi menjadi beberapa bagian
yaitu kinerja perusahaan, kinerja unit kerja maupun kinerja individu. Untuk lebih
jelasnya fungsi KPI dapat dilihat pada gambar berikut :




          Gambaran Perusahaan tanpa KPI yang Jelas dan Tepat Sasaran




             Gambaran Perusahaan KPI yang Jelas dan Tepat Sasaran




     Melihat definisi dan jenis dari KPI maka dapat dibayangkan bahwa penyusunan
sebuah KPI bukanlah hal yang mudah, KPI tidak bisa ditentukan hanya oleh bagian
tertentu saja tetapi KPI membutuhkan koordinasi antar unit kerja dalam penentuan
variabelnya sesuai dengan kesiapan/ada tidaknya data yang akan diolah menjadi
sebuah nilai variabel. Selain itu penentuan variabel KPI juga harus berdasar pada
visi misi perusahaan dalam jangka waktu tertentu. variabel KPI yang terbentuk harus
merupakan penjabaran/breakdown dari Visi dan Misi Perusahaan, sehingga




                                          2
pemenuhan KPI sejalan dengan pemenuhan visi misi perusahaan. Gambaran
breakdown sebuah KPI seperti pada pada gambar dibawa ini :




         Master Improvement Story oleh Prof Dr. Vincent Gaspersz CSSMBB


Dari setiap PPK (Program Peningkatan Kinerja) diatas ditentukan KPI unit kerja
untuk menilai keberhasilan dari setiap PPK.


Ada beberapa unsur yang harus dipenuhi dalam penentuan variabel KPI           yang
dikenal dengan (SMART):


1. SCIENTIFIC


     Seperti yang dijabarkan sebelumnya bahwa pemenuhan KPI sejalan dengan
tujuan-tujuan perusahaan, jadi memungkinkan bahwa KPI bersifat unit antara satu
perusahaan dengan perusahaan lainnya.
     KPI yang menggambarkan secara langsung pemenuhan tujuan-tujuan
perusahaan disebut KPI organisasi. KPI organisasi kemudian di breakdown menjadi
KPI unit kerja dan KPI individu.dalam hal ini unit kerja yang bersangkutan.




                                          3
2. MEASUREABLE


      Variabel KPI tidak dapat diukur secara objektif bila tidak memiliki value (Nilai)
satuan. misalnya jumlah komplain, jumlah produksi dalam unit, ton persentase dll.
selain itu variabel KPI juga harus menunjukkan indikasi tingkat keberhasilan, apakah
sangat bagus, bagus, kurang, atau tidak bagus.
      Mengingat unsur ini sangatlah penting maka, dalam menentukan variabel KPI
diperlukan sistem monitoring dan pendukung untuk mendokumentasikan data
realisasi KPI. Hanya dengan dukungan skema monitoring inilah, pencapaian KPI
setiap bulan atau setiap triwulan bisa dikelola dan dikendalikan dengan optimal


3. ACHIEVEABLE


      Variabel KPI harus bersifat achieveable (dapat dicapai) bagi setiap individu
dalam perusahaan untuk mengindikasikan efektifitasnya. KPI tidak perlu banyak,
realistis dan tidak terlalu rendah juga tidak terlalu tinggi .
      Karena KPi yang terlalu rendah akan mengakibatkan kurangnya motivasi
dalam menggapainya, begitu pula KPI yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan
keputusasaan bagi individu-individu yang dinilai.



                                              4
KPI sebaiknya diterapkan secara bertahap setiap tahunnya untuk menjaga
motivasi karyawan sebagai contoh untuk tahun 2008 Penigkatan penjualan 20% dan
untuk tahun 2009 sebesar 30%, asalkan masih bersifat achievable maka tidak ada
salahnya mempertimbangkan Inilah yang menjadi alas an utama mengapa seluruh
level dan unit kerja di dalam perusahaan perlu dilibatkan. dalam penyusunannya
     Tanpa sistem monitoring yang baik, penilaian kinerja pada akhirnya bisa
berujung pada apa yang saya sebut permainan nilai KPI.ini rentan terjadi pada
bagian administrasi.
     Harus diakui dimensi KPI untuk bagian administrasi biasanya bermuara pada
dua hal yakni : tingkat akurasi penyusunan laporan dan ketepatan waktu penyusunan
laporan. Tanpa sistem monitoring yang rapi, data pencapaian KPI untuk dua hal
diatas bisa diisi dengan sekenanya. Alhasil, yang sering terlihat data pencapaian KPI
mereka cenderung selalu “bagus” (misal tingkat akurasi selalu 100%, dan ketepatan
waktu selalu dinyatakan on time; padahal kriteria ketepatan waktu sendiri mereka
mungkin belum punya standarnya yang baku). Jika demikian yang terjadi dimana
skor KPI bagian-bagian support dan administrasi selalu cenderung tinggi.


4. RELIABLE


     KPI harusnya Reliable (dapat diandalkan). Maksud dan unsur ini adalah KPI
dapat benar-benar esensial bagi perusahaan dalam mencapai tujuan-tujuannya. KPI
yang terbentuk diharapkan menggambarkan progress dari pencapaian tujuan
perusahaan, selain itu bagi karyawan, KPI dapat pula memberikan informasi tentang
apa saja yang harus dilakukan untuk dapat mencapai tujuan yang diharapkan.


5. TIME BOUND


     Yang tidak kalah penting KPI harus memiliki Time Bound untuk menetapkan
perhitungan target waktu pencapaiannya. Satuan waktu yang digunakan bisa per
hari/jam.bulan ataupun tanggal. (misalnya deadline pembuatan laporan keuangan
harus dikumpulkan per tanggal 1 setiap bulannya).


     Melihat uraian persyaratan persyaratan KPI diatas, untuk itu dalam
membangun sebuah sistem penilaian kinerja khususnya penilaian kinerja berbasis
balance scorecard dibutuhkan sebuah direcroty KPI agar dapat memberikan
memudahkan dalam penentuan varibel KPI yang akan dinilai.




                                         5
perspektif
 KEUANGAN




    6
1. Net Profit
   Keuntungan sangat penting untuk semua bisnis terlepas dari apakah mereka
   berada di swasta atau sektor publik. Secara sederhana: sifat bisnis adalah
   untuk menghasilkan barang atau jasa dan Perusahaan dapat menjual untuk
   mendapatkan uang ataupun penghargaan lain serta meminimalisasi biaya
   produksi barang/jasa
   Indikator ini merupakan indicator yang paling sederhana karena perolehan
   data untuk menghitung besarannya sangatlah mudah dan dapat di gunakan
   kedalam setiap jenis perusahaan.


   Net Profit = Pendapatan penjualan - Biaya total


   Contoh :
   PT. Ikhwanseadnya adalah perusahaan yang melakukan kegiatan usahanya
   melalui kegiatan jual beli Air Mineral isi ulang, Harga air mineral untuk setiap
   galonnya adalah Rp. 4.000 dengan biaya produksi total Rp.3000 untuk
   kategori Air Mineral biasa dan Rp.8.000 untuk Air Mineral Oxi dengan biaya
   produksi total Rp. 5.500.
   Berikut ini Data Penjualan dari PT. Ikhwanseadanya selama 1 bulan.
   Jenis Produk         Harga Pokok         Penjualan       Total Penjualan
   Air Mineral Biasa    4.000               254 Galon                   1.016.000
   Air Mineral OXI      5.000               156 Galon                     780.000
   Total Penjualan                                                      1.796.000


   Berikut ini data biaya produksi dari PT. Ikhwanseadanya selama 1 bulan
   Jenis Produk         Biaya Produksi      Penjualan      Biaya Produksi
   Air Mineral Biasa    3.000               254 Galon                     762.000
   Air Mineral OXI      5.500               156 Galon                    8.58.000
   Total By. Produksi                                                   1.620.000


   Net Profit = 1.796.000 – 1.620.000 = 176.000


   Dari hasil perhitungan diatas, data diketahui bahwa PT. ikhwanseadanya
   masih mendapatkan keuntungan dari kegiatan produksinya selama 1 bulan
   sebesar 176.000,



                                      7
2. Net Profit margin
   Net Profit margin adalah Rasio antara (EAT) laba setelah pajak dengan
   penjualan, yang mengukur laba bersih (EAT) yang dihasilkan dari setiap
   rupiah penjualan. Rasio ini juga dibandingkan dengan rata-rata industry
   merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur laba bersih sesudah pajak
   lalu dibandingkan dengan volume penjualan.
   Rasio ini dapat dihitung dengan Rumus yaitu :


   Net Profit Margin = Laba Setelah Pajak (EAT) / Penjualan.


   NPM menunjukkan perbandingan antara laba bersih dengan penjualan
   (Hanafi dan Halim, 2005). Rasio ini digunakan untuk menghitung sejauh
   mana kemampuan bank yang bersangkutan dalam menghasilkan laba bersih
   (net income) ditinjau dari sudut total penjualannya.
   Selain itu, rasio NPM juga memiliki hubungan positif dengan laba bersih, di
   mana semakin meningkat nilai rasio ini, semakin baik peningkatan perolehan
   laba bersih suatu bank, demikian juga sebaliknya.
   Perlu diingat bahwa NPM dihitung dengan cara membagi antara jumlah laba
   bersih dengan total penjualan selama setahun. Total penjualan bagi
   perusahaan manufaktur berupa produk barang dan bagi perusahaan jasa,
   total penjualan berasal dari jenis jasa yang ditawarkan. Lain halnya dengan
   jasa perbankan, di mana total enjualan berasal dari bunga pinjaman atas
   kredit yang disalurkan ke masyarakat.
   Dengan demikian, pendapatan utama/total penjualan sektor perbankan yang
   dihitung dalam NPM dapat dikatakan berasal dari bunga pinjaman atas kredit
   yang disalurkan selama satu periode/tahun penuh.


   Contoh :
   Laba/Rugi Sebelum Pajak = Rp. 100.800.000,00
   Pajak Pendapatan = 25%
   Penjualan = 412.500.000
   Maka besarnya Net Income tahun 2003 = Rp. 100.800.000 x (100-25%) = Rp.
   75.600.000,00
   NPM = (75.000.000/412.500.000) x 100% = 18, 3%




                                      8
3. Gross Profit Margin
   Gross Profit Margin adalah rasio antara penjualan dikurang dengan harga
   pokok penjualan (laba kotor) dengan penjualan. Rasio ini mengukur laba
   kotor yang dihasilkan dari setiap rupiah penjualan. Gross Profit Margin yang
   rendah dari rata-rata industri menunjukkan bahwa harga jual perusahaan
   relative lebih rendah atau harga pokok penjualan yang relative lebih tinggi
   atau keduanya.


   Gross Profit Margin = (Penjualan – Harga Pokok Penjualan) / Penjualan


   Contoh:
   Variabel L/R                                     2005             2006
   Penjualan                                        5.950            5550
   Harga Pokok Penjualan                            4.050            3.850


   Tahun 2005
   GPM = (5.950-4.050)/5.950 = 0,319 = 32%


   Tahun 2006
   GPM = (5.550-3.850)/5.550 = 0,306 = 31%


   Jika rata-rata industri untuk Gross Profit Margin adalah 30% margin laba
   perusahaan tahun 2005 dan tahun 2006 baik karena berada di atas rata-rata
   industri.


4. Operating Profit Margin
   Operating Profit Margin adalah untuk mengukur kemampuan perusahaan
   dalam menghasilkan keuntungan. Operating profit margin merupakan
   perbandingan antara keuntungan operasi perusahaan dibandingkan dengan
   penjualan perusahaan. Keuntungan operasi dihitung dari laba kotor
   perusahaan dikurangi dengan biaya penjualan, biaya umum dan administrasi,
   serta biaya-biaya lainnya.. Pada umumnya semakin tinggi rasio ini maka
   semakin baik.


   Operating Profit Margin = Laba Usaha / Operasi Penjualan Bersih


5. EBITDA (Earning Before Income Tax, Depreciation, dnd Amortization)


                                    9
Rasio EBITDA umum digunakan (disamping rasio PER) untuk menilai valuasi
   dari suatu perusahaan. Formula perhitungan adalah membagi Enterprise
   Value dengan EBITDA. Investor sering menggunakan rasio EV atau EBITDA
   karena pendapatan (kerugian) non operasional dan/atau luar biasa beserta
   pendapatan (beban) bunga tidak diperhitungkan. Sehingga factor pembagi
   dari   rasio    ini   adalahmurni    pendapatan       dalam   bentuk   kas   dari
   operasiperusahaan pada tahun berjalan.


   EBITDA = Laba Bersih + Bunga + Pajak + Penyusutan + Amortisasi


6. Revenue Growth Rate
   Revenue     Growth     Rate   merupakan       indikator   seberapa baik   sebuah
   perusahaan mampu meningkatkan pendapatan penjualannya selama periode
   waktu tertentu. Sementara pendapatan adalah jumlah aktual, tingkat
   pertumbuhan pendapatan hanya membandingkan angka penjualan saat ini
   (total pendapatan) dengan periode sebelumnya (biasanya kuartal ke kuartal
   atau tahun ke tahun).
   Ini memberikan indikator yang memungkinkan perbandingan lebih mudah
   antara perusahaan yang berbeda (terutama dalam industri yang sama atau
   pasar) dan memberikan ukuran sejauh mana perusahaan mampu tumbuh.


   Revenue Growth Rate = Pendapatan periode ini / pendapatan periode
   sebelumnya


   Contoh:
          Variabel L/R                    2009                       2010
   Pendapatan                          200.000.000                290.000.000


   Revelue Growth Rate 2010 = 290.000.000/200.000.00 = 1,45
   Dari perhitungan diatas data diketahui bahwa pertumbuhan pendapatan
   perusahaan pada tahun 2010 sebesar 1,45 dibandingkan dengan tahun
   sebelumnya.
   Semkin besar nilai pertumbuhan menunjukkan indikator pertumbuhan yang
   semakin baik.


7. Total Shareholder Return (TSR)




                                        10
Total    Shareholder    Return   (TSR)   adalah   indikator   untuk   mengukur
   pendapatan saham yang diperoleh pemegang saham dengan memperhatikan
   pergerakan harga saham (saham atau perubahan harga net) ditambah
   dividen yang dibayar selama suatu periode tertentu (biasanya satu tahun).
   Menggunakan TSR sebagai ukuran kinerja memungkinkan investor untuk
   membandingkan perusahaan-perusahaan di sektor yang sama. TSR hanya
   relatif berarti bagi perusahaan lain karena akan berfluktuasi dengan pasar
   saham.


   TSR = (Hrg Saham Akhir Periode – Hrg Saham Awal Periode + Deviden)/ Hrg
   Saham Awal Periode


8. Economic Value Added (EVA)
   Alat ukur kinerja perusahaan yang dikembangkan oleh Stern Stewart & Co.
   EVA.


   EVA dihitung dengan rumus:
   EVA = EBIT(1-T)-(total modal operasi) (estimasi biaya modal setelah pajak)


          EVA > 0 (positif)
     Hal ini menandakan bahwa NOPAT yang dihasilkan melebihi biaya modal.
     Keadaan ini menunjukkan bahwa perusahaan telah berhasil menciptakan
     nilai (Value Creation) bagi pemilik modal.
          EVA < 0
     Hal ini menandakan bahwa NOPAT yang dihasilkan dibawah biaya modal
     atau kurang dari biaya modal. Keadaan ini menandakan bahwa nilai
     perusahaan berkurang sebagai akibat dari NOPAT yang dihasilkan lebih
     rendah daripada tingkat pengembalian yang dituntut oleh investor.
          EVA = 0
     Hal ini menandakan bahwa NOPAT yang dihasilkan sama dengan biaya
     modal. Keadaan ini menunjukkan bahwa perusahaan dalam kondisi impas
     karena seluruh laba digunakan untuk membayar kewajiban kepada
     penyandang dana.
  Dalam artian bahwa perusahaan tidak mampu menghasilkan tingkat
  kembalian operasi yang melebihi biaya modal, dengan kata lain meskipun
  perusahaan mampu menghasilkan laba bersih yang tinggi, akan tetapi
  perusahaan sebenarnya mengalami penurunan/penghancuran nilai.


                                      11
9. Return On Investment (ROI)
   Rasio antara laba setelah bunga dan pajak (EAIT) dengan total aktiva. Rasio
   ini mengukur tingkat keuntungan yang dihasilkan dari investasi total. Rasio ini
   menunjukkan hasil (return) atas jumah aktiva yang digunakan dalam
   perusahaan.    ROI   juga   merupakan     suatu   ukuran    tentang   efektifitas
   manajemen dari keseluruhan operasi perusahaan. Semakin rendah ratio ini
   maka akn semakin tidak baik, begitu pula sebaliknya.


   Return On Investment = Laba Setelah Bunga dan Pajak (EAIT) / Total
   Assets


   Contoh:
   Komponen Laporan Keuangan                            2005             2006
   Laba Setelah Bunga dan Pajak                        1,296             904
   Total Aktiva                                        4,200             4,000


   Untuk tahun 2005:
   ROI = 1,296/4,200 = 0,308 dibulatkan 31%
   Untuk tahun 2006:
   ROI = 904/4,000 = 0,226 dibulatkan 23%


   Perhitungan ROI tahun 2005 menunjukkan bahwa tingkat pengembalian
   investasi yang diperolehnya sebesar 31% dan turun ditahun 2006 sebesar
   23%. Hal ini menunjukkan ketidak mampuan manajemen untuk memperoleh
   ROI.


10. Return On Capital Employed (ROCE)
   ROCE singkatan Return on Capital Employed dan merupakan ukuran dari
   pengembalian perusahaan menghasilkan dari modal yang diinvestasikan
   dalam bisnis. Ukuran dasarnya membandingkan laba dengan modal yang
   digunakan untuk memberikan wawasan ke seberapa baik bisnis telah
   menggunakan investasi modal untuk menghasilkan pendapatan.
   ROCE menggunakan (akhir periode) melaporkan angka modal. Sebuah
   variasi dari metrik ini adalah Return in Average Capital Employed (ROACE)
   yang menggunakan rata-rata modal pembukaan dan penutupan untuk
   periode.


                                     12
ROCE = EBIT / Jumlah modal yang digunakan


11. Return On Assets (ROA)
   Return On Asset (ROA) adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang
   dimaksudkan untuk mengukur kemampuan perusahaan atas keseluruhan
   dana yang ditanamkan dalam aktivitas yang digunakan untuk aktivitas operasi
   perusahaan dengan tujuan menghasilkan laba dengan memanfaatkan aktiva
   yang dimilikinya. Return On Asset (ROA) merupakan rasio yang terpenting di
   antara rasio profitabilitas yang ada (Ang, 1997). Return On Asset (ROA) atau
   yang sering disebut juga Return On Investment (ROI) diperoleh dengan cara
   membandingkan Net Income After Tax (NIAT) terhadap average total asset.
   Secara matematis ROA dapat dirumuskan sebagai berikut:


          ROA =                 N I A T
                         Average Total Asset


   NIAT merupakan pendapatan bersih sesudah pajak. Average Total asset
   merupakan rata-rata total assets awal tahun dan akhir tahun. Semakin besar
   ROA atau ROI menunjukkan kinerja yang semakin baik, karena tingkat
   pengembalian yang semakin besar (Ang, 1997 : 18.33).


   Contoh:
   Variabel L/R                                      2005             2006
   Laba Bersih (L/R)                                7.850             8.550
   Total Asset (Laporan Keuangan)                   4.040             6.850


   untuk tahun 2005:
   ROA = 7.850/4.040 = 1,94 = 19%


   untuk tahun 2006
   ROA = 8.550/6.850 = 1,24 = 124%
   Perhitungan ROA tahun 2005 menunjukkan bahwa perolehnya sebesar 19%
   dan turun ditahun 2006 sebesar 124%. Hal ini menunjukkan meningkatnya
   kemampuan manajemen untuk memperoleh ROA.


12. Return On Equity (ROE)


                                    13
Return On Equity (ROE) atau sering disebut juga dengan Return On Equity.
   Dalam bahasa Indonesia, istilah ini sering juga diterjemahkan sebagai
   rentabilitas modal sendiri (Hanafi dan Halim,2000: 179). ROE merupakan
   rasio antara laba bersih setelah pajak terhadap penyertaan modal saham
   sendiri yang berarti juga merupakan untuk menilai seberapa besar tingkat
   pengembalian (prosentase) dari saham sendiri yang ditanamkan dalam bisnis
   (Widiyanto, 1993:53). Rasio ini menunjukkan efisiensi penggunaan modal
   sendiri.


   cara menghitung ROE sebagai berikut:
              ROE =         EAIT (Earning After Interest and Tax)
                                            Equity
   Atau
              ROE=ROA x (Total Aktiva/Ekuitas)


   Contoh:
   Komponen Laporan Keuangan                            2005         2006
   EAIT                                                1,296          904
   Total Ekuitas (Equity)                              2,250         2,100


   Untuk tahun 2005:
   ROE = 1,296/2,250 = 57,6 dibulatkan 58%
   Untuk tahun 2006:
   ROE = 904/2,100= 43%


   Perhitungan ROI tahun 2005 menunjukkan bahwa tingkat pengembalian
   investasi yang diperolehnya sebesar 58% dan turun ditahun 2006 sebesar
   43%.




13. Debt-To-Equity (D/E) Ratio
   Debt To Equity Rasio merupakan rasio yang digunakan untuk menilai utang
   dengan ekuitas. Rasio ini dicari dengan cara membandingkan antara seluruh
   utang, termasuk utang lancar dengan seluruh ekuitas. Rasio ini berguna
   mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan untuk jaminan utang.



                                       14
Bagi   bank   (kreditor)   semakin    besar   ratio   ini   akan   semakin tidak
   menguntungkan karena akan semakin besar resiko yang ditanggung atas
   kegagalan yang mungkin terjadi pada perusahaan. Namun, bagi perusahaan
   justru semakin besar ratio akan semakin baik. Karena semakin tinggi tingkat
   pendanaan yang disediakan pemilik dan semakin basar batas pengamanan
   bagi peminjan jika kerugian atau penyusutan terhadap nilai dari aktiva.
   Debt to Equity Ratio untuk sebuah perusahaan tentu berbeda-beda,
   tergantung karakteristik bisnis dan keberagaman arus kasnya. Perusahaan
   yang arus kasnya stabil biasanya memiliki ratio yang lebih tinggi dari ratio kas
   yang kurang stabil.


   Rumus untuk Debt to Equity Ratio (D/E Ratio) adalah sebagai berikut:
   Debt to Equity ratio = Total Utang (Debt) / Ekuitas (Equity).


   Contoh :
   Komponen Laporan Keuangan                               2005           2006
   Total Utang (Debt)                                     2,050           1,900
   Total Ekuitas (Equity)                                 2,250           2,100


   Untuk tahun 2005 :
   Debt to Equity ratio = 2,050/2,250 = 0,911 atau 91%
   Untuk tahun 2006 :
   Debt to Equity ratio = 1,900/2,100 = 0,904 atau 90,4%


   Ratio ini menunjukkan bahwa tahun 2005 kreditor menyediakan Rp. 91,00
   untuk setiap Rp. 100,00 yang disediakan pemegang saham. Atau
   perusahaan dibiayai oleh utang sebanyak 91%. Demikian pula untuk tahun
   2006 tidak jauh berbeda dengan tahun 2005 yaitu 90,4% mendekati 91%.


14. Cash Conversion Cycle (CCC)
   Cash Conversion Cycle (CCC) atau siklus konversi kas adalah waktu yang
   dibutuhkan perusahaan mulai dari saat perusahaan mengeluarkan uang
   untuk membeli bahan baku sampai dengan perusahaan mengumpulkan uang
   dari penjualan barang/jasa. Secara teori, semakin pendek waktu yang
   diperlukan, semakin baik bagi perusahaan. Sebaliknya semakin panjang
   waktu yang diperlukan, semakin banyak modal yang harus ditanamkan.
   Parameter-parameter yang dihitung di dalam siklus konversi kas adalah :


                                        15
CCC = DSO + DSI – DPO
dimana :
DSO = Days of sales outstanding
DSO atau hari edar penjualan (Days Sales Outstanding) adalah sebuah
metoda pengukuran yang digunakan untuk mengetahui efisiensi pengelolaan
piutang suatu perusahaan atau bisa juga digunakan untuk mengetahui jumlah
rata-rata hari yang diperlukan pelanggan untuk melakukan pembayaran.
Dihitung dalam satuan hari, yang mencerminkan waktu yang dibutuhkan
untuk mendapatkan cash dari hasil penjualan yang dilakukan secara kredit
(piutang).


DSI=Days of sales in Inventory
Sebuah ukuran kinerja kuangan perusahaan yang memberikan investor suatu
informasi tentang berapa lama waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk
mengubah persediaan (termasuk barang-barang yang work in progress, jika
berlaku) menjadi penjualan. Umumnya, (pendek) rendah DSI lebih baik, tetapi
penting untuk dicatat bahwa DSI rata-rata bervariasi dari satu industri yang
lain.


DPO = Days of payables outstanding
DPO atau hari perputaran utang (Days Payable Outstanding) yaitu nilai rata-
rata periode pembayaran dari suatu perusahaan. Nilai DPO terbentuk dari
pos-pos Account Payable atau hutang usaha dan Pembelian (Purchase).


Ketiga variabel tersebut dapat dicari dengan menggunakan formula berikut
ini:
DSO = Piutang/(Sales/365)
DSI = Persediaan/(Harga Pokok/365)
DPO = Hutang/(Harga Pokok/365)


Contoh :
Hitunglah Cash Conversion Cycle dari CV. Wista Pradaya berdasarkan dari
Laporan keuangan selama periode 2004-2007.


Variable L/R    2004             2005            2006            2007
Piutang                 9.063           13.958          14.214          32.980




                                  16
Hutang                  5.182            3.051        2.200          29.120
Persediaan              2.736            3.171        2.195           2.024
Harga Pokok           65.865            67.010       96.787         137.287
Penjualan             74.522            82.619      116.123         169.906


Days of sales outstanding (DSO)
Tahun 2004 = 9.063/(74.522 / 365 ) =44,3895
Tahun 2005 = 13.958/(82.619 / 365 ) =61,6646
Tahun 2006 = 14.214/(116.123 / 365 ) =44,6777
Tahun 2007 = 32.980/(169.906 / 365 ) =70,8492


Days of sales in inventory (DSI)
Tahun 2004 = 2.736/(65.865 / 365 ) =15,1619
Tahun 2005 = 3.171/(67.010 / 365 ) =169,7868
Tahun 2006 = 2.195/(96.787 / 365 ) =8,2777
Tahun 2007 = 2.024/(137.287 / 365 ) =376,1287


Days of Payables outstanding (DPO)
Tahun 2004 = 5.182/(65.865 / 365 ) = 5.182/180,4520 =28,7167
Tahun 2005 = 3.051/(67.010 / 365 ) = 3.051/183,5890 =16,6186
Tahun 2006 = 2.200/(96.787 / 365 ) = 2.200/265,1698 =8,2965
Tahun 2007 = 29.120/(137.287 / 365 ) = 29.120/376,1287=77,4203


Cash Conversion Cycle (CCC) :
Days of sales outstanding (DSO) + Days of sales in inventory (DSI) - Days of
Payables outstanding (DPO)
Tahun 2004 = 44,3895 + 15,1619 -28,7167 = 30,8347 = 31 Hari
Tahun 2005 = 61,6646 + 169,7868 -16,6186 = 214,8328 = 215 Hari
Tahun 2006 = 44,6777 + 8,2777 -8,2965 = 44,6589 = 45 Hari
Tahun 2007 = 70,8492 + 376,1287 -77,4203 = 369,5576 = 370 Hari


Dari hasil perhitungan diatas data dilihat bahwa posisi CCC yang paling baik
ada pada tahun 2004, dan yang paling buruk yaitu pada tahun 2007.


Cash Convesion Cycle (CCC) dihutung dalam periode tahunan dan dapat
pula dalam periode tertentu, apabila CCC dihitung dalam periode tahunan



                                   17
perhitungan DSO,DSI dan DPO dibagi dengan jumlah hari dalam 1 tahun,
   namum apabila CCC dihitung dalam periode tertentu saja, maka DSO,DSI
   dan DPO dibagi berdasarkan pada jumlah hari dari priode perhitungan.


15. Cash-to-Cash Cycle
   Supply Chain Management berpotensi untuk memperbaiki tiga komponen
   penggerak dari performansi finansial, yaitu pertumbuhan, keuntungan dan
   utilisasi kapital. Performansi Supply Chain Management sangat tergantung
   dari kebijakan dan prosedur pengukuran cash-to-cash cycle yang berfungsi
   untuk menunjukkan tingkat efisiensi dari extended value stream dalam
   beroperasi. Dengan demikian, dapat dilakukan evaluasi untuk memperbaiki
   kebijakan dan prosedur yang terkait dengan pergerakan piutang, persediaan
   dan hutang perusahan.
   Untuk   mengetahui    tingkat   likuiditas   perusahaan   perlu   dilihat   dari
   masingmasing komponen dengan memperhitungkan jumlah hari dimana kas
   diinvestasikan dalam persediaan, ditambah hari pendapatan / piutang yang
   belum terbayar, dikurangi dengan hari dimana kas yang tersisa masih dapat
   digunakan (avaiable) di bisnis perusahaan (karena perusahaan belum
   membayar hutang / tagihan ke supplier).
   Informasi yang diperoleh dari financial statement PT XYZ pada tahun 2007
   dan 2008 adalah sebagai berikut :




   Perhitungan cash-to-cash cycle PT XYZ dapat dijelaskan sebagai berikut:




                                     18
Dari hasil perhitungan cash-to-cash cycle PT XYZ dalam tabel di atas, dapat
   diketahui bahwa cash-to-cash cycle PT XYZ adalah 41.89 hari (42 hari) yang
   berarti operating capital / uang kas PT XYZ tertahan selama 42 hari sebelum
   dapat digunakan kembali untuk meningkatkan value / mengembangkan bisnis
   PT XYZ memulai siklus produksi yang baru.


16. Working Capital Turn Over Ratio
   Working Capital Turn Over Ratio dipergunakan untuk mengukur latau menilai
   keefektifan modal kerja perusahaan selama periode tertentu. dalam arti
   berapa banyak modal kerja berputs dalam satu periode tertentu.
   Dari hasil penilaian ratio ini, apabila perputaran modal kerja rendah dapat
   diambil kesimpulan bahwa perusahaan sedang kelebihan modal kerja,. hal ini
   kemungkinan disebabkan karena rendahnya perputaran persediaan atau
   piutang atau saldo kas yang terlalu besar. Demikian pula sebaliknya, jika
   modal kerja tinggi ada kemungkinan disebebkan tingginya perputaran piutang
   dan atau saldo kas yang terlalu kecil.


   Rumus yang digunakan:
   WCTR = Penjualan Bersih/Modal Kerja Rata-Rata
   atau
   WCTR = Penjualan Bersih/Modal Kerja


   Contoh :
     Komponen Lap. Keuangan                    2005                  2006
   Penjualan Bersih (Net Sales)        5.950                 5.550
   Total Aktiva Lancar                 1.640                 1.340
   Modal Kerja Rata-rata               1.500                 1.300




                                     19
untuk tahun 2005
   WCTR = 5.950 / 1.640 = 3,62 kali (3,7)
   Perputaran modal tahun 2005 3,7 artinya setiap Rp.1,00 modal kerja dapat
   mengkhasilkan Rp. 3,7 Penjualan.


   untuk tahun 2006
   WCTR = 5.550/1.340 = 4,14 atau 4,2
   Perputaran modal kerja tahun 2006 sebanyak 4,2 kali artinya setiap Rp. 1
   modal kerja dapat menghasikan Rp. 4,2 penjualan.


17. Operating Expense Ratio (OER)
   OER menurut kamus keuangan adalah kelompok rasio yang mengukur
   efisiensi dan efektivitas operasional suatu perusahaan dengan jalur
   membandingkan satu terhadap lainnya. OER juga sering disebut dengan
   BOPO (Rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional).
   Berbagai angka pendapatan dan pengeluaran dari laporan rugi laba dan
   terhadap angka-angka dalam neraca. Rasio biaya operasional adalah
   perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan operasional. Rasio
   biaya   operasional   digunakan    untuk   mengukur   tingkat   efisiensi   dan
   kemampuan bak dalam melakukan kegiatan operasi (Lukman D Wijaya,
   2000, 120). Semakin rendah BOPO berarti semakin efisien bank tersebut
   dalam mengendalikan biaya operasionalnya, dengan adanya efisiensi biaya
   maka keuntungan yang diperoleh bank akan semakin besar.
   Peringkat Predikat Besaran nilai OER/ BOPO
   Rasio Beban Operasi merupakan indikator seberapa baik perusahaan
   adalah mengelola biaya berkelanjutan dari operasi bisnis. Dibutuhkan
   pengeluaran operasional (OPEX) dan membaginya dengan penjualan
   dalam suatu periode tertentu.
   Operasi Beban Ratio = (OPEX pada periode t / Pendapatan Penjualan
   pada periode t) x 100


   Contoh:
   Apabila property Adiharapkan menghasilkan pendapatan kotor tahunan
   Rp.50.000.000, dan Rp.22.000.000 darinya digunakan untuk biaya operasi,
   Maka OER=..?




                                     20
OER=0,44, artinya bahwa dari setiap Rp.1 pendapatan kotor yang diperoleh,
   maka Rp.0,44 darinya digunakan untuk biaya operasi.


18. CAPEX To Sales Ratio
   Capex adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh ataupun
   meng-upgrade aset tetap seperti tanah, bangunan, dan mesin produksi.
   Secara langsung nilai dari capex akan berpengaruh terhadap besarnya pos
   PPE (property, plant & equipment) di bagian non current assets. Pada
   umumnya, agar dapat berekspansi, perusahaan harus mengeluarkan capex
   untuk memperbesar kapasitas produksi. Besar kecilnya capex bergantung
   pada perkembangan usaha ataupun target yang ingin dicapai oleh
   manajemen.
   CAPEX To Sales Ratio adalah indikator untuk mengukur tingkat investasi
   perusahaan dalam menghadapi masa depan dengan membandingkan
   belanja modal (CAPEX) terhadap penjualan dalam suatu periode tertentu.


   CAPEX Terhadap Penjualan = (CAPEX pada periode t / Penjualan Bersih
   pada periode t) x 100


19. Price Earnings Ratio (P/E Ratio)
   Price Earning Ratio (PER) adalah salah satu ukuran paling dasar dalam
   analisis saham secara fundamental. Secara mudahnya, PER adalah
   „perbandingan antara harga saham dengan laba bersih perusahaan’, dimana
   harga saham sebuah emiten dibandingkan dengan laba bersih yang
   dihasilkan oleh emiten tersebut dalam setahun. Karena yang menjadi fokus
   perhitungannya adalah laba bersih yang telah dihasilkan perusahaan, maka
   dengan mengetahui PER sebuah emiten, kita bisa mengetahui apakah harga
   sebuah saham tergolong wajar atau tidak secara real dan bukannya secara
   future alias perkiraan.


   PER = Harga Saham/ Earning Per Share (EPS)


   Dimana EPS :
   EPS = Laba Setelah Pajak/Jumlah Lembar Saham




                                   21
Menghitung PER yaitu dengan membagi harga saham dengan earning per
share (EPS) perusahaan yang ditampilkan pada laporan keuangan terakhir
perusahaan. Misalnya


Contoh :
Harga saham ADRO saat artikel ini ditulis adalah 1,990. EPS ADRO pada
laporan keuangan 1Q10 adalah Rp 26.9 per saham. Karena angka 26.9
tersebut adalah EPS ADRO dalam satu kuartal (3 bulan), maka EPS-nya di-
annualized-kan alias disetahunkan terlebih dahulu dengan cara dikali empat
(3 bulan x 4 = 12 bulan = 1 tahun), sehingga hasilnya 26.9 x 4 = 107.6. Maka,
PER ADRO adalah 1,990 dibagi 107.6, dan hasilnya adalah 19.1 kali.
Dengan demikian, kita bisa mengatakan bahwa „harga saham ADRO adalah
19.1 kali laba bersih yang dihasilkan perusahaan‟. Semakin besar nilai PER
sebuah     saham,      maka      semakin      mahal      saham      tersebut.




                                 22
perspektif
pelanggan




    23
20. Net Promoter Score (NPS)
   Net Promoter Score di populerkan oleh Fred Reichheld dalam buku The
   Ultimate Question: Driving Good Profits and True Growth. NPS adalah salah
   satu metode paling sederhana dalam mengukur loyalitas pelanggan.
   Pelanggan akan ditanya “Seberapa besar niat dari pelanggan untuk
   merekomendasikan produk kita kepada teman atau rekan?” dan
   digambarkan kedalam bentuk rating dari 0 (sama sekali tidak mungkin)
   sampai dengan 10 (sangat mungkin).
   Cara perhitungan ini disebut “Net Promoter Score”, karena skor dari pencela
   diurangi dengan skor dari promoter. untuk mengetahui seberapa besar
   pencela dan promoter yang dimiliki dalam sebuah organisasi. Pencela dikenal
   sebagai responden yang memiliki nilai kemungkinan untuk merekomenasikan
   lebih kecil atau sama dengan 6, sedangkan promotor adalah responden yang
   memiliki nilai kemungkinan untuk merekomenasikan 9 atau 10 (responden
   yang memilih 7 atau 8 adalah responden yang bersifat netral). Pengukuran
   NPS dapat berjalan dari -100% (0% Promotor, 100% Pencela) sampai
   dengan 100% (100% promoter, 0% Pencela). untuk lebih jelasnya dapat
   dilihat Gambar dibawah ini.




   Teori dibelakang NPS adalah Perusahaan akan mengalami pertumbuhan
   jangka panjang dan berkelanjutan jika persentasi promotornya lebih besar
   dari pada persentasi pencelanya.


21. Customer Retention Rate
   Customer Retention Rate adalah metrik yang menunjukkan proporsi
   pelanggan yang telah tinggal untuk sementara waktu. Tingkat retensi dapat


                                      24
dihitung setiap tahun, bulanan atau mingguan. Periodisitas tergantung pada
   siklus pembelian dan frekuensi di mana pembelian umumnya dilakukan.
   Pelanggan tingkat retensi dapat dihitung dengan menggunakan rumus
   berikut:


   CRR = Jumlah Pelanggan Pada Awal Periode / Jumlah Pelanggan Pada
   Akhir Periode


   CRR memberikan perusahaan indikasi kinerja perusahaan dalam hal sejauh
   mana perusahaan mampu menjaga pelanggan tetap senang. Hal ini diketahui
   bahwa memperoleh pelanggan baru, 5 kali lebih mahal dari pada
   mempertahankan yang sudah ada. Ini berarti bahwa mempertahankan tingkat
   retensi yang tinggi bisa menyelamatkan perusahaan setiap tahun.


22. Customer Satisfaction Index
   Pada dasarnya pengertian kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara
   tingkat kepentingan dan kinerja atau hasil yang dirasakan. Engel (1990) dan
   Pawitra (1993) mengatakan bahwa pengertian tersebut dapat diterapkan
   dalam penilaian kepuasan terhadap satu perusahaan tertentu karena
   keduanya berkaitan dengan konsep kepuasan pelanggan, sebagaimana
   dapat dilihat pada diagram berikut ini:




   Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
   kepuasan pelanggan didasarkan pada kinerja dan harapan yang dirasakan
   pelanggan




                                      25
23. Customer Profitability Score
   Customer Profitability (CP) adalah ukuran tingkat kontribusi keuntungan tiap
   pelanggan terhadap total keuntungan perusahaan. Atau dengan kata lain
   seberapa menguntungkan seorang pelanggan di mata perusahaan.
   Pelanggan yang menguntungkan harus dijaga agar loyal. Jika belum
   menguntungkan, hubungan dengan pelanggan perlu dikembangkan sampai
   menguntungkan. Jika tetap tidak menguntungkan, tidak ada salahnya
   mengurangi intensitas bahkan memutuskan hubungan daripada menjadi
   beban bagi perusahaan.
   Jika data CP dikaitkan dengan data interaksi perusahaan terhadap
   pelanggan, maka kita bias mendapatkan informasi dampak dari suatu
   interaksi terhadap CP pelanggan. Dengan kata lain, kita bias mendapatkan
   informasi dampak dari praktik CRM terhadap keuntungan perusahaan.


   Perhitungan CP sangat sederhana : total pendapatan dari seorang nasabah
   dikurangi total pengeluaran perusahaan untuk menjaga hubungan dengan
   pelanggan terkait. Dalam praktek, perhitungan CP dihadapkan pada
   tantangan berikut :
          Integrasi data dari berbagai aplikasi CRM untuk mendapatkan
           gambaran utuh tentang seluruh interaksi perusahaan dengan
           pelanggan
          Dengan sistem akuntansi yang umum digunakan saat ini, biaya riil
           setiap interaksi sulit didapatkan. Perkembangan Activity Based
           Costing menjadi solusi untuk kelemahan ini


   Akibat 2 faktor di atas, semakin detail perhitungan CP makin akurat hasil
   perhitungan CP. Tapi akurasi perhitungan bukanlah segalanya. Hal ini
   tergantung pada jenis keputusan yang memanfaatkan informasi CP [3].
   Setidaknya, perhitungan tersebut bias membedakan nilai satu pelanggan
   relatif terhadap pelanggan lainnya [4]. Maka tak heran bila detail rumus
   perhitungan CP bisa bervariasi. Perhitungan CP harus dilakukan secara
   berkala (biasanya bulanan) sehingga laju perkembangan CP terpantau setiap
   saat.
   Analisa CP disebut sebagai customer profitability analysis. Dalam analisa ini
   dihitung revenue (pendapatan) yang dilakukan oleh seorang customer
   sepanjang dia menjadi pelanggan produk perusahaan itu (lifetime value of
   customer). Kemudian estimasi revenue ini dibandingkan dengan biaya


                                    26
akuisisi (customer acquisition cost) dan juga biaya pemeliharaan supaya
   pelanggan loyal (maintenance cost). Jika potensi revenue lebih tinggi, berarti
   pelanggan itu menguntungkan. Namun jika lebih rendah, maka pelanggan itu
   tidak memberikan sumbangan profit bagi perusahaan.
   Analisa Customer Profitability memberikan informasi yang penting bagi
   perusahaan untuk menentukan apa yang harus dilakukan dan bagaimana
   melakukannya. Analisa ini akan membantu perusahaan dalam menentukan:
  1. Berapa banyak pelanggan yang menguntungkan bagi perusahaan
  2. Seberapa      tergantungnnya      perusahaan    terhadap     pelanggan   yang
       menguntungkan tersebut
  3. Berapa     banyak       biaya   yang   dikeluarkan   untuk   pelanggan   yang
       menguntungkan tersebut
  4. Biaya untuk melayani pelanggan tersebut termasuk iklan, maketing,
       administrasi dan layanan after sales
  5. Pelanggan yang mana yang menjadi target dari kompetitor perusahaan


24. Customer Lifetime Value (CLV)
   CLV memperkenalkan sebuah dimensi baru untuk memahami nilai dari
   pemeliharaan pelanggan. Margin berdasarkan kalkulasi fokus pada profit
   yang dihasilakan pada periode sekarang sama hasilnya dengan pembelian-
   pembelian oleh customer pada periode berikutnya.
   CLV memiliki pendekatan yang berbeda. CLV memperlakukan customer
   sebagai aset perusahaan. Perusahaan-perusahaan yang menggunakan CLV
   mengakui bahwa biaya-biaya untuk menarik customer saat ini dianggap
   sebagai investasi untuk jangka panjang. Perusahaan-perusahaan tersebut
   juga mengakui bahwa investasi tersebut bisa diekspektasikan untuk
   menghasilkan pendapatan tambahan di masa depan dalam jangka panjang.
   Lifetime value of the customer merefleksikan net present value dari semua
   ekpektasi cash flow perusahaan yang diasosiasikan dengan customer.
   Salah satu formula sederhananya adalah :


   CLV = m (r / 1 + i – r)


   m    : adalah net margin per pelanggan untuk periode tertentu,
   i    : adalah discounting rate untuk memperoleh present value.
   R    : adalah retention rate, yaitu, berapa persen pelanggan yang dapat
         diretensi selama periode tertentu


                                       27
CLV pada dasarnya adalah nilai pelanggan hari ini, sedangkan margin yang
   diperoleh oleh perusahaan adalah di masa mendatang. Jadi, diperlukan i
   untuk membuat perhitungan present value


   Contoh :
   Perusahaan memiliki 100 ribu pelanggan di awal bulan Januari 2010.
   Kemudian, pada akhir Desember, dari 100 ribu pelanggan ini, ternyata 90 ribu
   yang bertahan. Artinya, nilai r atau retention rate adalah 90 persen.
   Asumsikan, dari perhitungan yang perusahaan lakukan, net margin yang
   diperoleh selama satu tahun untuk per pelanggan adalah Rp 100 ribu. Ini
   adalah semua revenue per pelanggan dikurangi semua biaya per pelanggan.
   Nilai i atau besarnya discouting rate, dapat dipilih antara bunga deposito atau
   bunga pinjaman komersial. Asumsikan saja, nilai i adalah 10 persen.
   Dengan nilai-nilai di atas, maka CLV adalah = Rp 100.000 (0.9 / 1 + 0.1 – 0.9)
   atau Rp 450.000, kemudian bandingkan dengan biaya akuisisi. Bila biaya
   akuisisi ternyata sudah lebih besar dari Rp 450.000


25. Customer Turnover Rate (CTR)
   Turnover rate adalah sebuah angka, baru kemudian berharga ketika
   dibandingkan dengan angka lainnya. Apabila perusahaan bisa mendapatkan
   data turnover rate kompetitor atau industri maka akan lebih bermakna.


           Jumlah Pelanggan yang mengundurkan diri                              x
   100
   (Jumlah Pelanggan diawal tahun + Jumlah Pelanggan diakhir tahun) / 2


   Contoh :
   Sebuah perusahaan pada tanggal 1 januari 2012 memiliki 100 palanggan.
   Pada tanggal 31 Desember 2012 bertambah hingga 120 pelanggan. Selama
   tahun 2012 ada 5 orang pelanggan yang mengundurkan diri. Maka turnover
   rate perusahaan tersebut adalah 4,5%
          5          x 100 = 4,5
   (100 + 120) / 2


26. Customer Engagement




                                     28
Customer Engagement adalah indikator untuk mengukur level
   keterlibatan pelanggan dalam merek bisnis. Pengukuran kinerja
   dilakukan melalui metode survei berbasis pada kekuatan hubungan
   antara pelanggan dengan organisasi.


27. Customer Complaints
   Customer Complaints adalah ungkapan ketidakpuasan terhadap suatu
   produk baik berupa barang atau jasa. Tidak semua keluhan pelanggan
   terungkap dengan jelas. Ada juga yang berdampak langsung terhadap kinerja
   perusahaan tetapi biasanya dampaknya tidak langsung dirasakan.
   Hampir semua usaha atau bisnis pernah menerima atau mendapati keluhan
   pelanggan atas produk baik berupa penjualan barang atau jasa dari
   pelanggannya, keluhan bisa datang dari pelanggan yang sudah eksis
   ataupun dari pelanggan baru, bahkan sangat memungkinkan keluhan juga
   datang dari mereka yang belum menjadi pelanggan.
   Pada umumnya keluhan pelanggan datang dikarenakan oleh lemahnya
   penangan komunikasi, sehimgga imformasi tidak dapat diterima secara
   maksimal dan banyak yang mungkin saja menjadi janggal di benak
   konsumen. Untuk itu, dibutuhkan team untuk menangani keluhan konsumen
   dengan pengetahuan yang cukup agar keluhan pelanggan dapat di kelola
   secara benar.
   Menangani keluhan pelanggan secara lebih dini adalah suatu sikap yang
   bijaksana dan tepat karena perusahaan akan lebih mampu mengantisipasi
   hal-hal yang dapat merugikan. Sekecil apapun kekecewaan pelanggan
   adalah merupakan keluhan yang harus segera ditangani.




                                  29
perspektif
 pasar dan
penjualan




 30
28. Market Growth Rate (Pertumbuhan Pasar)
   Pertumbuhan Pasar digunakan sebagai alat untuk mengukur market
   attractiveness (daya tarik pasar). Pasar disebut tumbuh bila jumlah total
   keseluruhan pasar lebih besar nilainya dibanding periode terdahulu. Tidak
   ada jaminan bahwa jika pasar tumbuh berarti perusahaan juga tumbuh.
   Tetapi hal ini mengisyaratkan bahwa akan lebih mudah bagi perusahaan
   untuk tumbuh bila pasar tumbuh.
   Perusahaan bisa melakukan riset dengan mengamati perkembangan pasar
   yang ada saat ini. Amati trend yang sedang banyak dicari masyarakat, dan
   amati pula produk-produk yang sudah ada di pasaran. Hasil pengamatan bisa
   perusahaan jadikan sebagai bahan pertimbangan, sebelum akhirnya
   melemparkan sebuah produk ke pasaran.
   Sebelum memasarkan produk sebaiknya perusahaan mengetahui tingkat
   persaingan yang ada di pasaran. Tawarkan inovasi baru untuk memasuki
   pasar yang sudah dipenuhi para pesaing. Agar produk perusahaan tidak
   kalah saing di tengah-tengah pasar yang sudah ramai.
   Mengingat adanya riset pasar sangatlah penting dalam memasarkan produk.
   Maka sebisa mungkin lakukan riset, sebelum melangkah. Agar strategi
   pemasaran yang digunakan tepat sasaran, dan memberikan hasil yang
   maksimal.


29. Relative Market Share
   Pangsa pasar relative (Relative Market Share), merupakan pembandingan
   antara penjualan perusahaan terhadap pesaing terkuat, agar perusahaan
   mengetahui posisinya dalam pasar.


30. Sales Opportunity Index
   Sales Opportunity Index adalah indicator yang menunjukkan seberapa sukses
   sebuah organisasi dapat menumbuhkan prospek untuk produk dan layanan
   yang dijualnya.


   Sales Opportunity Index = (Jumlah Kontak Pelanggan yang prospek bulan
   lalu) / 2 X (Rata per bulan jumlah kontak pelanggan prospek selama 12
   bulan)




                                     31
Pelanggan bisa dikatakan sebagai pelanggan yang prospek berdasarkan
   kontak dengan perusahaan baik secara langsung ataupun tidak langsung
   misalnya, memasuki toko, menyanyakan informasi produk,dan lain-lain.


31. Sales Cycle Index
   Sales Cycle Index adalah indicator yang berfungsi untuk mengatur durasi dari
   proses penjualan. Sebuah pelacakan proses penjualan diperlukan untuk
   merekam saat kontak awal dengan prospek/pelanggan terjadi sampai dengan
   tanggal penutupan penjualan (apakah sukses atau gagal).


   Sales Cycle Index = Rata-rata durasi (dalam hari kalender) antara tanggal
   kontak pertama kali dengan pelanggan sampai dengan tanggal penutuoan
   transaksi penjualan.


32. Contract Value Index
   Rasio pemesanan, tetapi pendapatan yang belum diakui terhadap total
   pendapatan tahunan untuk periode sebelumnya.


   Contract Value Index = (Total Nilai Kontrak – Pendatan Yang Telah Diakuit
   Dalam Periode Kontrak)/Total Pendapatan Terbaru Yang Dilaporkan pada
   Tahun Tentu


33. Sales Close Index
   Sebuah indikator yang menunjukkan seberapa sukses bagian penjualan
   dalam merubah prostek menjadi sebuah pelanggan.
   Calculation: Sales Close Index = (Total Pelanggan Prospek yang menjadi
   pelanggan) / (Total Pelanggan Prospek).


34. Brand Equity
   Menurut David A. Aaker, definisi dari merek itu adalah nama dan atau simbol
   yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap, atau kemasan) dengan
   maksud mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau sebuah
   kelompok penjual tertentu. Dengan demikian suatu merek membedakannya
   dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh kompetitor. Jadi, dapat disimpulkan
   bahwa merek mempunyai dua unsur, yaitu brand name yang terdiri dari
   huruf-huruf atau kata-kata yang dapat terbaca, serta brand mark yang
   berbentuk simbol. Merek adalah nama, terminologi, tanda, simbol, atau


                                    32
desain, atau kombinasi diantaranya, yang ditujukan untuk mengidentifikasi
barang atau jasa dari penjual satu dengan penjual yang lain.
Sekelompok pembeli kebiasaan (habitual buyers) mempunyai nilai yang tinggi
karena mereka mewakili keuntungan yang bisa diharapkan terus mengalir
dalam waktu lama. Loyalitas merek secara kualitatif berbeda dari dimensi-
dimensi utama lainnya, karena loyalitas merek terkait erat dengan
pengalaman menggunakan. Loyalitas merek dari kelompok pelanggan sering
merupakan inti dari ekuitas merek. Apabila para pelanggan tidak tertarik pada
merek dan membeli karena karakteristik produknya, harga, dan kenyamanan
dengan sedikit memperdulikan merek maka berarti kemungkinan ekuitasnya
kecil. Sebaliknya, apabila para pelanggan melanjutkan untuk membeli merek
tersebut kendati dihadapkan pada para kompetitor yang menawarkan
karakteristik produk yang lebih unggul dari segi harga dan kepraktisannya,
berarti ada nilai yang sangat besar dalam merek tersebut dan barangkali juga
dalam simbol dan slogannya.
Menurut David A. Aaker, Brand Equity atau ekuitas merek adalah satu set
brand asset dan liabilitas yang berkaitan dengan suatu merek, nama dan
simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh
sebuah barang atau jasa kepada perusahaan atau para pelanggan
perusahaan.
Merek meningkatkan sense of value konsumen sehingga memberikan insentif
untuk menjadikan produk atau jasa yang ditawarkan sebagai pilihan, walau
untuk itu mereka harus merogoh saku lebih dalam. Kesediaan konsumen
untuk membayar lebih inilah yang membuat merek memiliki nilai yang dapat
diterjemahkan ke dalam dolar (atau rupiah). Ekuitas merek dikomunikasikan
melalui simbol visual dan pesan konsisten yang memungkinkan konsumen
dengan mudah membedakan katakanlah, Visa dan MasterCard. Merek
dengan persepsi nilai tinggi selalu disertakan dalam pertimbangan konsumen
tersebut. Kalau ekuitas tangible dan intrinsik satu merek secara konsisten
lebih tinggi ketimbang merek lain dari kategori yang sama, merek tersebut
akan merebut loyalitas konsumen sehingga mereka akan membeli, membeli
ulang, dan merekomendasi orang lain untuk membeli.
Ada beberapa cara mengukur nilai intrinsik atau ekuitas merek. Ekuitas
merek dapat diukur pada tingkat korporasi maupun tingkat kategori dan
dengan menggunakan data internal maupun data eksternal. Pada tingkat
korporasi, ekuitas merek dapat dihitung berdasarkan data keuangan internal
dari sistem akunting perusahaan atau menggunakan data kinerja keuangan


                                 33
perusahaan lain yang mirip, alias menggunakan data keuangan eksternal.
Sementara itu, pada tingkat kategori, perusahaan dapat mengukur ekuitas
merek yang dimiliki dengan membandingkan unit profit margins dan unit
marketing costs, dan membandingkan biaya produk lain di kategori yang
sama. Perusahaan tersebut dapat pula melakukan survei konsumen untuk
mengukur nilai persepsi produk atau jasanya dibanding produk atau jasa lain
dari kategori yang sama.
SDR Consulting menjagokan cara pengukuran nilai merek dan ekuitas merek
melalui survei pelanggan pada tingkat kategori. Info yang didapat lalu
digunakan buat menghitung nilai agregat merek pada tingkat korporasi.
Menurut Brand Value Model yang dikembangkan SDR, brand value atau nilai
merek berkorelasi langsung dengan loyalitas pelanggan. Alhasil, dengan
mengubah-ubah kombinasi komponen nilai merek yaitu ekuitas merek, fitur
produk, dan harga melalui simulasi komputer, nilai merek dan loyalitas
konsumen dapat ditingkatkan.
Cara lain memperkirakan nilai finansial suatu merek adalah dengan
perhitungan statistik terhadap data pembelian aktual terhadap produk yang
diteliti. Kurva orisinal dari data tersebut memang akan menunjukkan fluktuasi
tajam (yang disebabkan oleh promosi dan investasi pemasaran lainnya).
Namun, dengan regresi, tren yang terjadi tetap akan terlihat. dan, dengan
memperhitungkan data lain, akan terlihat pula efek dari upaya pemasaran
yang dilakukan. Dengan demikian, data ini dapat digunakan untuk
mengevaluasi ROI dari berbagai insisiatif brand marketing, walau belum
memberikan gambaran tentang nilai merek.
Ada pula model EQUITYMAP sebagai alat bantu untuk mengukur dan
merencanakan     strategi   peningkatan    ekuitas   merek.    EQUITYMAP
menggunakan data yang diperoleh dari perilaku konsumen, tenaga ahli
industri, dan data keuangan perusahaan yang berbentuk laporan keuangan.
EQUITYMAP mendefinisikan bahwa ekuitas merek adalah penambahan nilai
keuntungan per tahun (incremental profit per year) dari perusahaan akibat
merek (peran merek). Penambahan keuntungan ini disebabkan adanya
peningkatan probabilitas pemilihan merek dibandingkan dengan merek dasar
(merek yang melakukan usaha minimal dalam pembangunan merek).
Peningkatan probabilitas pemilihan merek ini ditimbulkan dari tiga sumber,
yaitu (1) peningkatan kesadaran merek, (2) peningkatan persepsi atribut
produk, dan (3) preferensi kesesuaian non atribut. Peningkatan persepsi
atribut produk dan preferensi kesesuaian non atribut digabung menjadi citra


                                 34
merek (brand image). Dari ketiga sumber data ini akan diperoleh ekuitas
   merek tingkat konsumen dan perusahaan.
   Pengukuran yang simultan dengan menggunakan EQUITYMAP dapat
   mengevaluasi hasil investasi yang telah dilakukan terhadap peningkatan
   ekuitas merek. Untuk perencanaan investasi, EQUITYMAP dapat membantu
   dalam   mengevaluasi    perencanaan     strategi   pemasaran    dengan   cara
   melakukan berbagai simulasi dari berbagai alternatif strategi pembangunan
   merek menggunakan analisis bagaimana-jika (what-if analysis).


35. Cost Per Lead
   Cost Per Lead (CPL) digunakan dalam iklan online. CPL mendefinisikan
   berapa banyak pendapatan penerbit menerima ketika ia menciptakan
   memimpin untuk pengiklan. Misalnya, penerbit dapat menempatkan iklan
   untuk situs investasi di situsnya. Jika pengguna mengklik pada link iklan, dia
   diarahkan ke situs web pengiklan di mana ia dapat mendaftar untuk sebuah
   akun investasi. Jika dia memilih untuk mendaftar, memimpin yang telah
   dibuat dan penerbit yang dibayar sejumlah tertentu berdasarkan CPL
   tersebut.


36. Concersion Rate
   Conversion Rate adalah persentase pengunjung yang mau mengikuti atau
   melakukan apapun yang perusahaan ingin mereka lakukan. Dengan kata
   lain, conversion rate adalah jumlah pengunjung yang melakukan suatu
   langkah sesuai keinginan perusahaan dibagi dengan jumlah pengunjung
   keseluruhan.


   Jadi rumusan dasarnya adalah:
   Conversion Rate = Jumlah Pengunjung yang Melakukan Kehendak
   Perusahaan/Jumlah Seluruh Pengunjung


   Mari sedikit berandai-andai. Katakanlah perusahaan ingin menghitung tingkat
   konversi subscriber feed atau newsletter jejaring nya, dimana keinginan
   perusahaan adalah pengunjung mendaftar dan menjadi pelanggan feed atau
   newsletter, dengan asumsi kegiatan pendaftaran langganan dilakukan pada
   satu halaman khusus, biasa disebut sebagai landing page. Hal yang pertama
   harus dilakukan adalah membuka statistik atau analytics web yang digunakan
   (misalnya Google Analytics) untuk mengetahui berapa banyak pengunjung


                                     35
yang mengunjungi halaman tersebut dalam satu periode tertentu. Misalnya,
   Perusahaan ingin menghitung conversion rate kemarin, dan jumlah
   pengunjung pada hari itu adalah 700. Selanjutnya, lihat statistik pendaftaran
   feed atau newsletter pada service yang digunakan (misalnya FeedBurner dan
   MailChimp) dan cek berapa jumlah pendaftar atau pelanggan baru pada hari
   yang sama. Sebut saja jumlahnya adalah 40 pendaftar baru. Untuk
   mengetahui conversion rate (tingkat konversi) pada hari itu, bagi jumlah
   pendaftar/pelanggan dengan jumlah total pengunjung pada landing page, kita
   dapatkan 40/700 = 0,057, atau jika dipersentasekan berarti sekitar 5%.
   Tentu perusahaan dapat melakukan penghitungan yang sama pada berbagai
   jenis landing page, misalnya halaman sales/penjualan untuk menghitung
   conversion rate pada jumlah pengunjung yang melakukan transaksi. Perlu
   diperhatikan bahwa contoh di atas hanya diambil dalam satu hari, dan satu
   hari adalah periode yang sangat pendek untuk mengambil tingkat konversi
   yang akurat. Idealnya, pengukuran ini dilakukan dalam periode sekurang-
   kurangnya satu minggu, agar tingkat konversi yang dihitung jauh lebih akurat
   dan bisa menjadi gambaran.


37. Page Views And Bounce Rates
   Bounce Rate adalah suatu nilai dalam persentase yaitu jumlah pengunjung
   yang langsung meninggalkan blog / website perusahaanf setelah membuka
   sebuah halaman. dapat diketahui dengan menggunakan tools statistik,
   contohnya Google Analytics.
   Jika perusahaan menggunakan Google Analytics maka disana akan
   mendapatkan laporan Bounce Rate sebuah website perusahaan. Nilainya
   biasanya berkisar dari 0% hingga 100%. Semakin kecil nilai Bounce Rate
   berarti semakin bagus karena berarti semakin sedikit pengunjung yang
   langsung meninggalkan website setelah membaca / membuka sebuah
   halaman di website tersebut.


38. Online Share Of Voice (OSOV)
   Online Share of Voice (OSOV) adalah jenis perhitungan kinerja yang
   berdasarkan pada pendapat-pendapat positif, negatif dan netral dari
   pelanggan atau pengunjung melalui media sosial atau website perusahaan
   secara online.
   Banyak orang percaya bahwa pengumpulan data ini sulit, namun semua
   dapat dilakukan dengan lebih mudah dengan bentuan beberapa tools seperti


                                    36
Radian 6, Brandwatch dan Lithium yang memungkinkan Perusahaan untuk
   mendapatkan data yang dibutuhkan.


39. Social Networking Footprint
   Ledakan penggunaan alat jaringan sosial seperti Twitter, Facebook dan
   LinkedIn, telah menciptakan kebutuhan bagi perusahaan untuk menjadi
   cerdas dan strategis tentang cara kita menggunakan alat ini. Tapi keterlibatan
   di media sosial tidak lagi pilihan. Pertimbangkan bahwa di pasar elektronik
   hari ini, seorang pengusaha kecil mungkin risiko "kredibilitas" tanpa kehadiran
   online. Sementara itu, menghubungkan di LinkedIn atau memiliki Fan Page
   Facebook telah menjadi setara dengan bertukar kartu nama. Dan di pasar
   kerja saat ini, memiliki profil di LinkedIn diposting cepat menjadi alat yang
   sangat berharga bagi pencari kerja saat ini.
   Tujuan dari Footprints Media Sosial adalah untuk membantu individu dan
   pengusaha kecil dalam mengoptimalkan pengalaman media sosial mereka.
   Apakah perusahaan menggunakan media sosial untuk meningkatkan
   kenikmatan sosialnya, mencari untuk memajukan karir profesional sesorang.


40. Klout Score
   Klout adalah Kumpulan aktifitas individu/perusahaan di sosial media, segala
   aktifitas yang lakukan di sosial media secara online, baik berupa tweet,
   retweet, like, content, resharing, share, update social network akan menjadi
   data yang dikumpulkan Klout untuk mengukur;True Reach, Amplification,
   Network Impact.
      True Reach : Seberapa besar pengaruh individu/perusahaan, diukur dari
       jumlah orang yang dipengaruhi melalui content di sosial media
       perusahaan, dan respon terhadap content tersebut.
      Amplification : Seberapa besar individu/perusahaan mempengaruhi
       mereka, setiap aktifitas disosial media bagaimana respon mereka
       terhadap apa yang individu/perusahaan lakukan di sosial media.
      Network Impact : Pengaruh perusahaan terhadap sosial network, berapa
       banyak pengaruh perusahaan terhadap apa yang perusahaan share di
       sosial media, semakin banyak yang merespon atau reshare, atau retweet
       akan meningkatkan score perusahaan di sosial media.


   Score Network perusahaan akan meningkat, apabila perusahaan mempunyai
   banyak orang yang dipengaruhi, singkatnya semakin aktif perusahaan di


                                     37
sosial media semakin tinggi scorenya, dan setiap score Network akan diberi
gelar oleh KLOUT. Semuanya berdasarkan analisis dari sosial media yang
perusahaan gunakan.
Untuk menggunakan indikator klout score maka terlebih dahulu sebuah
individu ataupun perusahaan memiliki media social seperti Twitter, Facebook,
LinkedIn, Google Plus dan lainya. Kemudian silahkan masuk ke klout.com
dan tidak usah mendaftar, cukup dengan masukkan username dan password
sosial network seperti Twitter, Facebook, LinkedIn, Google Plus dan lainya,
maka akan segera mengetahui berapa score individu/perusahaan dan
seberapa besar pengaruh perusahaan di jejaring sosial.




                                 38
perspektif
proses operasi &
  supply chain




     39
41. Six Sigma Level
   Six Sigma adalah metodologi menyeluruh untuk menyelesaikan masalah dan
   peningkatan proses melalui fase DMAIC (Define, Measure, Analyze, Imrove,
   Control).
   DMAIC merupakan jantung Six Sigma yang menjamin voice of customer
   memuaskan keinginan pelanggan.
           Define adalah fese menentikan masalah, menetapkan persyaratan-
            persyaratan pelanggan dan membangun Tim.
           Measure adalah fase mengukur tingkat kepercayaan pelanggan
           Analyze adalah fase menganalisis sebab-sebab masalah pada proses
            (X)
           Improve adalah fase meningkatkan proses (X) dan menghilangkan
            sebab cacat.
           Control adalah fase mengontrol kinerja proses(X) dan menjamin cacat
            tidak muncul.


   Sigma Level diukur pada tahap Measure dan pada tahap setelah
   improvement. Dalam mengukur sigma level, terlebih dahulu dilakukan
   identifikasi data, artinya data jenis apa yang akan diolah, data disktrit atau
   data contious.
   Identifikasi jenis data ini sangat penting karena dalam pengukuran Sigma
   level menggunakan cara yang berbeda antara Data Discreate dan Data
   Continous.


   Contoh :
   PT. Ikhwanseadanya adalah perusahaan pengangkutan laut, telah melakukan
   pengukuran selama tiga bulan, dan diperoleh informasi bahwa proses
   pengangkutan sebanyak 24 ribu penumpang diketahui jenis-jenis keluhan dari
   penumpang seperti tabel berikut :
   No       Jenis Kegagalan                 Sumber Data        Frekuensi Cacat
   1        Keberangkatan Terlambat         Log Kapal          1.915
   2        Kedatangan Terlambat            Log Kapal          10.550
   3        Kendaraan yg diangkut rusak     Customer service   26
   4        Kecelakaan penumpang            Customer service   54
   5        Kelebihan pembayaran tiket      Complaint          32



                                       40
Miskomunikasi          dalam
   6                                       Complaint           67
           pelayanan
   7       Petugas tidak sopan             Complaint           29
   Total Frekuensi Keluhan (Total Cacat)                       12.673
   Defect Per Opportunity (DPO)                                0,075435
   Defect Per Milion Object (DPMO)                             75,435
   Kapabilitas Proses (Sigma Level)                            2,936469


   Keterangan :
          Terdapat 7 jenis kesempatan kegagalan per penumpang, sehingga
           Defect Per Opportunities = 24.000 x 7 = 168.000.
          Defect Per Opportunity = 12.673/168.000 = 0,075435
          Defect Per Million Opportunity = DPO x 1.000.000 = 0,075435 x
           1.000.000 = 75435
          Kapabilitas Proses (Sigma Level) = normsinv((1000000-
           DPMO)/1000000)+1,5 = normsinv((1000000-75435)/1000000)+1,5 =
           2,94. (Menggunakan Rumus Excel)


   Dari hasil perhitungan diatas diketahui level pelayanan PT. Ikhwanseadanya
   yaitu sebesal 2,94 Sigma dengan 75.435 kesalahan(Cacat) dari setiap 1 juta
   kesempatan.


42. Capacity Utilization Rate (CUR)
   Capacity Utilization Rate adalah indikator yang mengukur perubahan dari
   sumber daya yang dimiliki oleh sektor industri, pertambangan dan pertanian.
   Index ini juga terkait dengan kenaikan CPI (Consumer Price Index) dan
   berbagai macam index yang terkait dengan inflasi. Jika nilai Capacity
   Utilization Rate disuatu negara naik maka nilai mata uang negara tersebut
   juga akan mengalami kenaikan.
   Dimana CPI adalah Indikator yang mengukur tingkat kenaikan barang
   dan jasa yang dikenakan kepada konsumen. Dalam perekonomian,
   CPI     biasa   diistilahkan   sebagai     index    biaya    hidup     karena
   pengukurannya yang menyentuh tingkat konsumen (berbeda dengan
   Producers Price Index yang hanya mengukur di tingkat produsen).
   CUR merupakan data pelengkap dari Industrial Production. Data capacity
   utilization mengukur atau menghitung „tingkat penggunaan modal‟ yang


                                      41
dipakai dalam proses produksi. Data ini dapat meningkat atau menurun,
   sesuai dengan siklus bisnis dalam suatu negara. Naik tingkat produksi.
   Naiknya tingkat produksi akan menyebabkan naik tingkat penggunaan modal.
   Kelemahan data capacity utility adalah tingginya tingkat kesulitan dalam
   menghitung data ini, sehingga menyebabkan market kurang mempercayai
   tingkat akurasinya. Sama hal nya dengan industrial production, apabila terjadi
   peningkatan yang melebihi forecasting para ekonom diartikan sebagai
   meningkatkatnya tingkat inflasi yang pada gilirannya menyebabkan turunnya
   harga-harga obligasi dan naiknya tingkat suku bunga.


43. Process Waste Level
   Process Waste Level adalah indikator untuk mengukur seberapa besar
   tingkat pemborosan yang terjadi pada setiap proses yang ada pada kegiatan
   operational sebuah perusahaan. Semakin tinggi indikator tersebut maka akan
   semakin buruk, karena hal ini menandakan bahwa dalam kegiatan
   operationalnya, terdapat beberapa kegiatan yang tidak efektif dan tidak
   efisien, dan begitu pula sebaliknya semakin rendah nilai indikator ini, maka
   akan semakin baik.
   Mengukur limbah tergantung pada metrik yang digunakan untuk setiap jenis
   limbah, tetapi biasanya terdiri dari menghitung sederhana atau pengukuran.


44. Order Fulfiment Cycle Time (OFCT)
   Salah satu jenis pemborsan (Waste) dalam perusahaan adalah pemborosan
   rantai pasok. untuk itu indikator Order Fulfiment Cycle Time digunakan untuk
   mengukur Jumlah waktu (hari) yang dibutuhkan sejak dari order diterima
   sampai produk diterima di tempat pelanggan. Indikator ini digunakan untuk
   mengukur Kecepatan sistem supply untuk menyediakan produk/jasa.
   Semakin besar nilai indikator ini maka akan semakin buruk kinerja dari
   system supply sebuah perusahan.


45. Delivery In Full, On Time (DIFOTAI) Rate
   DIFOTAI adalah istilah dalam Supply Chain yang menggambarkan kualitas
   layanan logistik. suatu kedaan dapat dikatakan DIFOTAI jika produk dikirim
   ke pelanggan sesuai dengan prinsip-prinsipnya, yaitu :
   D   : Delivered (produk telah disampaikan)
   IF : Dalam Rupiah Penuh (pengiriman itu secara penuh, tidak ada produk
        yang dipesan hilang)


                                     42
OT : On Time (dalam periode waktu yang disepakati)
AI : Akurat Faktur (Faktur identik dengan daftar produk dan kuantitas)


DIFOTAI =Jumlah unit yang terkirim ontime dan sesuai dengan faktur/Total
jumlah unit yang dikirim


Contoh :
PT. Ikhwanseadanya adalaj perusahaan yang bergerak dibidang jual beli
asesoris computer secara online, PT.Ikhwanseadanya memiliki komitmen
dalam pengiriman barang pesanan pelanggan dengan lama pengiriman 3
Hari, berikut ini daftar transaksi PT. Ikhwanseadanya.


Kode       Nama Barang              Nama             Lama       Keterangan
Penanan                             Pelanggan        Kirim
001        Ipad Case                Tn. A            3          OK
002        Netbook          Lenovo Tn. B             3          Warna
           S10-3, Hitam                                         Pesanan
                                                                Biru
003        Mouse           Logitech Mrs. C           5          OK
           Infrared
004        Monitor LG 17” Flat      Mr D             3          OK
005        Keyboard        Logitech Mrs. E           3          Rusak
           Wireles
007        Laser Pointer            Mrs. F           3          OK


Dari data pemesanan barang diatas dapat diketahui
   A : Jumlah barang terkirim yang sesuai dengan faktur dan tidak
    mengalami keterlambatan adalah 3 Pesanan dengan kode pesanan
    007,004,dan 001
   B : Jumlah barang terkirim yang tidak sesuai dengan faktur adalah 2
    pesanan dengan kode pasanan 005 dan 002
   C : Jumlah barang terkirim yang sesuai dengan faktur, namun mengalami
    keterlambatan adala , dengan kode pemesanan 003


DIFOTAI = A/ (A+B+C) = 3 / (3+2+1) = 0,5 atau sekitar 50%,




                                   43
Ini berarti bahwan kualitas layanan logistik yang dilakukan oleh PT.
   Ikhwanseadanya terjadi 50% kesalahan baik berupa keterlambatan maupun
   barang yang dikirim tidak sesuai dengan spesifikasi pesanan.
   Semakin kecil nilai dari indicator ini maka akan menggambarkan kualitas
   layanan logistic yang semakin baik, begitu pula sebaliknya semakin besar
   nilai DIFOTAI maka akan menggambarkan kualitas layanan logitik yang
   buruk.


46. Inventory Shrinkage Rate (ISR)
   Inventory Shrinkage Rate adalah perbandingan antara Jumlah/Nilai barang
   yang tercatat pada buku persediaan dikurangi dengan jumlah/nilai dari hasil
   perhitungan fisik barang.
   Indikator ini digunakan untuk mengukur kinerja dari penggunaan barang,
   apakah barang yang telah dipesan digunakan sesuai dengan kebutuhan atau
   tidak.




                                     44
47. Project Schedule Variance (PSV)
   Project    Schedule Variance digunakan untuk menghitung penyimpangan
   antara BCWS dengan BCWP. Nilai positif menunjukkan bahwa paket-paket
   pekerjaan proyek yang terlaksana lebih banyak dibanding rencana.
   Sebaliknya nilai negative menunjukkan performa pekerjaan yang buruk
   karena paket-paket pekerjaan yang terlaksana lebih sedikit dan jadwal yang
   direncanakan. Variabel yang menunjukkan apakah jadwal yang lebih
   lama/lebih lambat dari yang direncanakan.


   PSV = BCWP – BCWS
   Dimana :
   Budgeted Cost For Work Performed (BCWP) adalah biaya rencana pekerjaan
   yang telah dilaksanakan selama periode waktu tertentu. BCWP dinilai
   berdasarkan prosentase pekerjaan yang telah dilaksanakan yang dinilai
   dengan suatu ukuran kemajuan pekerjaan yang telah ditetapkan dan
   merupakan akumulasi dari pekerjaan-pekerjaan yang telah diselesaikan.
   BCWP biasa juga disebut dengan EV (Earned Value)


   Budgeted Cost for Work Scheduled (BCWS) merupakan anggaran biaya yang
   dialokasikan verdasarkan rencana kerja yang telah disusun terhadap waktu.


    Indikator                  Nilai          Penilaian Status
    Project Schedule           Positif        Lebih Capat dari Rencana, BCWP >
    Variance                                  BCWS
                               Nol            Rencana = Aktual
                               Negatif        LEbih Lambat dari Rencana, BCWP <
                                              BCWS


48. Project Cost Variance (PCV)
   Project Cost Variance merupakan selisih antara nilai yang diperoleh setelah
   menyelesaikan paket-paket pekerjaan dengan biaya aktual yang terjadi
   selama pelaksanaan proyek. Cost variance positif menunjukkan bahwa hasil
   yang diperoleh setelah menyelesaikan paket-paket pekerjaan Iebih besar dan
   biaya yang dikeluarkan untuk mengerjakan paket-paket pekerjaan tersebut.
   Sedangkan     nilal   negative    menunjukkan     nilai   yang   didapat   setelah



                                         45
menyelesaikan paket-paket pekerjaan lebih kecil dibanding biaya yang sudah
   dikeluarkan. Variabel ini menunjukkan apakah kinerja biaya sudah melebihi
   atau masih kurang dari biaya yang sudah direncanakan


   PCV = BCWP – ACWP
   dimana:
   BCWP (Budgeted Cost For Work) adalah biaya rencana pekerjaan yang telah
   dilaksanakan selama periode waktu tertentu.


   ACWP (Actual Cost for Work Performed) adalah representasi dan
   keseluruhan pengeluaran yang dikeluarkan untuk menyelesaikan pekerjaan
   dalam periode tertentu.
    Indikator                  Nilai          Penilaian Status
    Project Cost Variance      Positif        Penghemantan, BCWP > ACWP
                               Nol            Biaya Rencana = Biaya Aktual
                               Negatif        Pemborosan, BCWP < ACWP


   Contoh :




49. Earned Value (EV) Metric
   Dalam EV Matric terdapat banyak unsur yang dapat diukur, sesuai dengan
   gambar berikut :
   Unsur                     Formula                      Keterangan
   Schedule Performance BCWP/BCWS)                        Matriks   ini     digunakan
   Index (SPI)                                            untuk mengukur efisiensi
                                                          jadwal.     Matriks       ini
                                                          menggambarkan
                                                          seberapa cepat realisasi
                                                          sebuah project/kegiatan
                                                          terhadap progress yang
                                                          direncanakan.
                                                          Apabila hasilnya kurang
                                                          dari 1.0, maka proyek
                                                          terlambat       dari   jadwal
                                                          yang ditentukan



                                         46
Apabila     hasilnya     lebih
                                                     dari 1.0, maka proyek
                                                     lebih cepat dari jadwal
                                                     yang ditentukan


   ETC     (Estimate   Total (BAC-BCWP)/CPI          Mencatat             perkiraan
   Cost)                    Dimana :                 biaya        dari         total
                            BAC(Budget At Cost) =    pekerjaan yang tersisa
                            Biaya yang               dari sebuah proyek. ETC
                            dianggarkan pada saat    yang         rinci       akan
                            proyek selesai.          menggambarkan             sisa
                            CPI (Cost Performance    pekerjaan,            estimasi
                            Index) =                 sumber daya, dan biaya

                            BCWP/ACWP                untuk       menyelesaikan
                                                     pekerjaan tersebut
   EAC (Estimate Cost At BAC/CPI              atau Mencatat perkiraan total
   Complesion)              ACWP+ETC                 biaya      dari      pekerjaan
                                                     pada saat proyek telah
                                                     selesai


50. Innovation Pipeline Strength (IPS)
   Innovation Pipeline Strength (IPS) merupakan indikator seberapa kuat pipa
   inovasi perusahaan. Indikator ini mengukur potensi pendapatan masa depan
   proyek-proyek inovasi potensial yang sedang berlangsung.


   IPS = Jumlah (Proyek Inovasi x Potensi Pendapatan Masa Depan)


51. Return On Innovation Investment (ROI2)
   Sebuah ukuran kinerja digunakan untuk mengevaluasi efektivitas investasi
   perusahaan dalam produk baru atau jasa. Laba atas investasi inovasi
   dihitung dengan membandingkan keuntungan dari penjualan produk atau
   layanan baru untuk penelitian, pengembangan dan belanja langsung lainnya
   dihasilkan dalam menciptakan produk-produk baru atau jasa.
   Fokus dari metrik ini tidak hanya untuk menentukan seberapa baik sebuah
   perusahaan mengubah investasi dalam produk baru atau jasa menjadi
   keuntungan tambahan bagi perusahaan, tetapi juga seberapa efisien dalam
   R&D pengeluaran. Perusahaan yang lebih baik adalah mampu meramalkan


                                   47
permintaan penawaran baru, serta seberapa efisien dalam mengalokasikan
   sumber daya, semakin baik pengembalian atas investasi inovasi seharusnya.


52. Time To Market Index
   Kemampuan fungsi pengembangan produk untuk merilis produk baru atau
   jasa secara tepat waktu.


   Time to Market Index = Rata-rata (waktu dari persetujuan manajemen
   sampai dengan memulai peluncuran dari setiap produk).


53. Return of Marketing Invesment (ROMI)
   Return of Marketing Invesment adalah kontribusi yang dihasilkan dari
   investasi pemesaran yang beresiko. ROMI merupakan ukuran yang relative
   baru dalam manajemen pemasaran. Tujuan dari ROMI adalah mengukur
   kontribusi dari pengeluaran pemasaran terhadap keuntungan.
   Manfaat penggunaan indeks ROMI, indeks mROMI dan Marketing ROI akan
   memberikan manfaat sebagai berikut:
         Dapat digunakan sebagai model untuk mendefinisikan potensi
          penjualan tambahan yang diperoleh dari media atau teknik promosi
          tertentu.
         indeks-indeks ROMI dapat digunakan untuk meramalkan perubahan-
          perubahan anggaran pemasaran terhadap penjualan.
         Marketing   ROI     dapat   digunakan   untuk   memprediksi   tingkat
          pengembalian dari investasi dalam bidang pemasaran.


   indeks ROMI biasa dihitung sebagai berikut:
   indeks ROMI = Penjualan/Penerimaan tambahan karena upaya/investasi
   pemasaran (Rp) / Pengeluaran Pemasaran.


   selanjutnya indeks marjin ROMI (mROMI) dapat dihitung sebagai berikut:
   indeks mROMI = ROMI x Contribution Margin (%)


   untuk perhitungan Marketing ROI adalah sebagai berikut:
   Marketing ROI = (indeks mROMI-1,00)x100%


   Contoh :



                                      48
Variabel                         Teknik Promosi 1   Teknik Promosi 2
    Pertambahan Penjualan            250 juta           70 juta
    Biaya Tambahan                   50 juta            20 juta
    Contribution Margin              30%                50%


    Hitung indeks ROMI, indeks mROMI dan Marketing ROI untuk kedua teknik
   promosi diatas. Teknik promosi mana yang memiliki Marketing ROI lebih
   baik?


   Teknik Promosi 1:
   indeks ROMI = 250 juta/ 50 juta = 5,0
   indeks mROMI = 5,0 x 30% = 1,50
   Marketing ROMI = (1,50-1,00)x 100% = 50%


   Teknik Promosi 2:
   indeks ROMI = 70 juta/ 20 juta = 3,5
   indeks mROMI = 3,5 x 50% = 1,75
   Marketing ROMI = (1,75-1,00)x 100% = 75%


   Berdasarkan marketing ROI, diketahui teknik promosi 2 lebih baik dari pada
   teknik promosi 1, karena setiap rupiah yang diinvestasikan dalam teknik
   promosi 2, memberikan tambahan penerimaan sebesar Rp. 3,5 dan tingkat
   pengembalian sebesar Rp. 1,75 atau 75% dalam bentuk marketing ROI.
   dibandingkan Teknik Promosi 1 hanya sekitar 75%.


54. First Pass Yield (FPY)
   First Pass Yield adalah hasil bebas cacat pertama kali tanpa dikerjakan
   ulang.
   Jika:
   A   : jumlah barang/jasa yang berhasil dihasilkan dari proses kita tanpa
           sama sekali kerja ulang (rework)
   B   : jumlah barang/jasa yang dihasilkan dari proses kita dengan minimal
           satu kali rework
   C   : jumlah barang/jasa yang di reject.


   Maka:



                                      49
n = jumlah total barang/jasa yang diproses = A+B+C
   Yield = (A+B)/n
   Dan, yang disebut First Pass Yield (FPY) = A/n


   Contoh:
                                   Diketahui                             Nilai
   Jumlah Barang/Jasa yang dihasilkan tanpa cacat/gagal (A)              2500
   Jumlah      Barang/Jasa    yang    dihasilkan   dengan   pengerjaan   256
   ulang/Perbaikan (B)
   Jumlah Barang/Jasa yang ditolak (Reject) dan tidak dapat dikerja       56
   ulang (C)


   n = 2500+256+56 = 2.812
   FPY = 2500/2.812 = 0.889


55. Rework Level
   PT.Ikhwanseadanya harus melakukan Rework (Pengerjaan Ulang) terhadap
   produk yang telah dihasilkan sebanyak 500 unit Kalkulator. Tenaga Kerja
   yang di lembur-kan untuk mengerjakan Rework sebanyak 10 orang. Menurut
   Perhitungan Process Engineer, waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
   Rework adalah 5 menit per unit. Berapakah Waktu Kerja yang diperlukan
   untuk menyelesaikan Rework tersebut ?
   Penyelesaiannya :
   Diketahui :
   ST (Standard Time) = 5 menit
   Tenaga Kerja = 10 orang
   Target Output = 500 unit
   Dicari :
   Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan Rework?


   Waktu Kerja = (ST x Output) / Tenaga Kerja
   Waktu Kerja     = (5 menit x 500) / 10 orang
   Waktu Kerja       = 250 menit
   Maka berdasarkan perhitungan diatas, Untuk menyelesaikan Rework tersebut
   PT. Ikhwanseadanya memerlukan waktu kerja sebanyak 250 menit.




                                        50
56. Quantity Index
   Menunjukkan perubahan kuantitas (misalnya volume penjualan, jumlah
   produksi, dsb.) dari satu periode ke periode lain.


   Indeks Kuantitas           = (Qn/Q0) * 100%


   Keterangan:
   Qn   :   jumlah produk pada tahun ke-n.
   Q0   :   jumlah produk pada tahun dasar.


   Contoh:
                 Tahun             Jumlah produk (Q)
        o: 1981 (th. dasar)                          200
        n: 1986                                      250


   Indeks Kuantitas           = (Qn/Q0) * 100% = (250/200)*100% = 125%


57. Overall Equipment Effectiveness (OEE)
   Metode pengukuran yang berfungsi untuk mengetahui efektifitas penggunaan
   dan pemanfaatan mesin, peralatan, waktu serta material dalam sebuah
   sistem operasi di industri menufaktur


   OEE = Avilability X Performance X Quality


   Dimana :
   Availability = Waktu Operasi / Waktu Produksi yang direncanakan
   Performance = (Standard Cycle Time x Total Pieces)/Operating Time
   Quality = First Past Yield (%) Pieces / Total Pieces


   Contoh :
   Diketahui                                                  Nilai
                                      Availability
   Jadwal Operasi Mesin                                 8 Jam (480 Menit)
   Istirahat                                                30 Menit
   Downtime                                                 60 Menit
   Waktu Jadwal                                      480-30 = 450 (Menit)



                                        51
Realisasi Waktu                                    450-60=390 (Menit)
   Availability (A)                                 =390/450=0.867 =86,7%
                                     Performance
   Produksi Unit/Jam                        =40 (unit)/60 (menit) =1,5 menit/unit
   Prosuksi Mesin per shiftnya.                             242 unit
   Waktu Produksi                                    = 242/1.5 = 363 menit
   Performance (P)                                 = 363/390 = 0.931 = 93,1%
                                        Quality
   Produksi      Mesin   untuk     barang                   230 unit
   berkualitas baik pertama kali (FYP)
   Quality (Q)                                      = 230/242 = 0.950 = 95%
   OEE (AxPxQ)                                         = 86,7 x 93,1 x 95


 Sekiranya, kita perlu membanding, maka saya perkenalkan nilai OEE standar
 World Class Manufacturing sebagai berikut.:
  Availability = 90,0%
  Performance = 95,0%
  Quality = 99,9%
  OEE = 85,0%


58. Process Or Machine Downtime Level
   Kita semua tahu bahwa hanya dengan satu menit dari downtime dapat berarti
   kehilangan     produktivitas,   kehilangan     keuntungan,   limbah   meningkat,
   keselamatan dikompromikan dan reputasi rusak. Tapi solusi Proses
   sementara otomatisasi berbuat banyak untuk mempercepat, mengoptimalkan
   dan melindungi proses manufaktur, perangkat lunak itu sendiri harus
   dilindungi dari downtime atau kehilangan.
   Untuk itu banyak perusahaan khususnya perusahaan manufaktur menjadikan
   downtime sebagai sebuah KPI, sehingga perhatian terhadap masalah
   downtime ini menjadi sangat serius oleh sebuah unit kerja. indikator yang
   digunakan disebut Downtime Level baik untuk pengukuran proses kerja
   maupun mesin.
   Downtime Level mengukur sejauh mana proses operasional tersedia
   dan berjalan.


   Downtime Level = (TA t / t PPT) x 100


                                       52
dimana:
   T PPT adalah waktu produktif direncanakan bahwa proses harus
   tersedia dalam periode waktu t tertentu.
   TA t adalah waktu produktif yang sebenarnya yang telah tersedia
   dalam waktu t periode tertentu.


   Contoh:
                                Downtime Level
   Diketahui                                            Nilai
   Jadwal Operasi Mesin                           8 Jam (480 Menit)
   Istirahat                                          30 Menit
   Downtime                                           60 Menit
   Waktu Jadwal                                  480-30 = 450 (Menit)
   Realisasi Waktu                               450-60=390 (Menit)
   Downtime Level                              =390/450=0.867 =86,7%


59. Process Cycle Efficiency
   Process Cycle Efficiency (PCE). Metode ini memudahkan untuk menentukan
   apakah proses yang dilakukan tersebut memiliki value-add. Untuk itu
   dimembutuhkan beberapa hal :
   1. Memetakan proses
   2. Mengidentifikasi langkah-langkah value-add, non value-add, dan langkah
       penting namun tergolong non value-add
   3. Menstratakan maping sesuai point nomer 2
   4. Tambahkan dimensi waktu pada langkah-langkah proses


   Setelah langkah-langkah tersebut selesai, maka dapat dengan mudah
   menghitung seberapa banyak persentasi dari value-add. Waktu dari
   keseluruhan proses disebut cycle time. Untuk mengidentifikasi PCE, cukup
   membagi waktu value-add time dengan cycle time.


   PCE = (value-add time / cycle time) x 100


   Contoh:
   Berikut kami berikan contoh PCE pada suatu perusahaan manufaktur




                                     53
Proses di atas memiliki cycle time 860 detik dan value-add time 182 detik.
   Maka setelah menghitung PCE dari proses keseluruhan bernilai 21%.dari
   hasil perhitungan (182.860)x 100 Dengan kata lain hanya 21% dari
   keseluruhan proses yang memberikan value-add kepada customer.
   Dengan penghitungan data PCE, sebuah perusahaan dapat meningkatkan
   persentase value-add mereka kepada customer dengan mengeliminasi atau
   mereduksi waste in waiting dalam proses mereka. Jika perusahaan
   melakukan cara ini maka perusahaan akan menjadi perusahaan yang
   mengutamakan kepentingan customer sehingga bukan tidak mungkin
   perusahaan akan mendapatkan order lebih banyak lagi.


60. First Contact Resolution (FCR)
   Dalam Customer Relationship Management (CRM), resolusi panggilan
   pertama adalah menangani masalah pelanggan saat meminta bantuan untuk
   pertama kali, sehingga menghilangkan kebutuhan bagi pelanggan untuk
   menindaklanjuti dengan panggilan kedua. Waktu bicara (waktu rata-rata agen



                                     54
menghabiskan pada setiap panggilan) adalah kinerja FCR. Secara umum,
rata-rata bicara untuk setiap panggilan pertama tinggi tanda bahwa panggilan
pelanggan tidak dijawab dengan memuaskan.
Manajer call center biasanya dengan hati-hati memonitor tindak lanjut
panggilan karena selain menjadi indikasi ketidakpuasan pelanggan, tindak
lanjut panggilan membuat volume panggilan meningkat secara keseluruhan
yang, dan pada gilirannya akan memerlukan lebih banyak agen.




                                 55
perspektif
karyawan




   56
61. Human Capital Value Added (HCVA)
   Rasio dari VA terhadap HC. Rasio ini menunjukkan kontribusi yang dibuat
   oleh setiap rupiah yang diinvestasikan dalam HC terhadap value added
   organisasi:
            Output (OUT) : Total penjualan dan pendapatan lain.
            Input (IN) : Beban dan biaya-biaya (selain beban karyawan).
            Value Added (VA) : Selisih antara Output dan Input

                                  VA = OUT – IN

   Rasio dari VA terhadap HC. Rasio ini menunjukkan kontribusi yang dibuat
   oleh setiap rupiah yang diinvestasikan dalam HC terhadap value added
   organisasi:
     Human Capital (HC) : Jumlah karyawan.
                                HCVA = VA/HC


62. Revenue Per Employee (RPE)
   Sebuah rasio penting yang terlihat pada penjualan sebuah perusahaan dalam
   kaitannya dengan jumlah karyawan yang mereka miliki. Hal ini dihitung
   sebagai:


   RPE = Pendapatan Sebelum Pajak (EBIT)/Jumlah Karyawan


   Rasio ini sangat berguna bila dibandingkan dengan perusahaan lain dalam
   industri yang sama. Idealnya, sebuah perusahaan ingin pendapatan tertinggi
   per karyawan mungkin, karena itu menandakan produktivitas yang lebih
   tinggi.


   Contoh :
   Tahun             EBIT            Jumlah Karyawan                 RPE
      A                B                      C                      B/C
   2009           200.000.000                156                   1.282.051

   2010           240.000.000                150                   1.600.000
   2011           360.000.000                210                   1.714.285




                                       57
Dari data diatas dapat diketahui bahwa pendapatan tiap karyawan selama
   tahun 2009 sampai dengan 2011 mengalami kenaikan.


63. Employee Satisfaction Index
   Kesuksesan suatu organisasi akan sangat tergantung pada pengetahuan,
   keterampilan, kreativitas, motivasi dan latar belakang dari organisasi tersebut.
   Menghargai karyawan dan menjamin bahwa karyawan itu puas bekerja
   dalam perusahaan adalah sangat penting.         Untuk itu banyak perusahaan
   yang menjadikan Employee satisfaction index sebagai alat ukur prestasi
   perusahaan dalam mengelola Sumber Daya Manusianya.


64. Employee Engagement Level
   Employee Engagement amat penting diterapkan didalam organisasi jasa,
   karena organisasi jasa memiliki hubungan people to people yang harus
   diimbangi dengan kualitas SDM yang unggul. DDI (Development Dimension
   International) sebagai konsultan Manajemen Sumber Daya Manusia terbesar
   di dunia pada tahun 2009 menyatakan membangun keunggulan bersaing
   melalui inovasi produk saat ini sudah mulai ditinggalkan karena mereka
   menyadari betapa mudahnya meniru sebuah produk yang biaya R&D nya
   tidak sedikit. Susanto (2004) beranggapan bahwa memilih jalan yang efisien
   dan efektif dalam memenangkan persaingan di industri jasa menjadi impian
   banyak   pengusaha     saat   ini.   Salah   satu   alternatif   adalah   dengan
   mengimplementasikan employee engagement, dimana sebuah keunggulan
   bersaing diterapkan melalui SDM yang unggul dalam melayani konsumen.
   McBain (2007) menyatakan bahwa employee engagement berdampak bagi
   organisasi dalam hal penciptaan hasil yang berhubungan dengan konsumen
   (customer related outcomes) seperti peningkatan layanan, kepuasan dan
   loyalitas konsumen.


   Institute of Employee Studies (2004) mendefinisikan employee engagement
   adalah suatu sikap positif dari karyawan terhadap organisasi tempat dirinya
   bekerja. Karyawan yang “terpacu” akan peduli dan rasa memiliki atau
   mengabdikan diri terhadap bisnis organisasi secara maksimal dan bekerja
   secara tim untuk meningkatkan performansi bagi organisasi.
   Benthal melalui DDI (2005) mengartikan employee engagement adalah suatu
   keadaan dimana manusia merasa dirinya menemukan arti diri secara utuh,
   memiliki motivasi dalam bekerja, mampu menerima dukungan dari orang lain


                                        58
secara positif, dan mampu bekerja secara efektif dan efisien di lingkungan
   kerjanya.


65. Overall Labour Efectiveness (OLE)
   Overall Labour Efectiveness (Efektifitas Tenaga Kerja Keseluruhan) adalah
   indikator tenga kunci (KPI) untuk mengukur utilitas, kinerja dan kualitas
   ternaga kerja beserta dampaknya terhadap produktifitas.
   Mirip   dengan   Efektifitas   Peralatan    Keseluruhan    (Overall   Equipment
   Effectiveness = OEE), OLE mengukur ketersediaan (Availability), Kinerja
   (Performance) dan Kualitas (Quality).
          Ketersediaan (Availability) adalah persentase waktu yang dihabiskan
           karyawan dalam memberikan kontribusi efektif.
          Kinerja (Performance) adalah jumlah produk yang disediakan.
          Kualitas (Quality) adalah persentase produk tanpa cacat (sempurna)
           yang diproduksi dan dapat dijual.
   OLE membantu produsen untuk memahami kesaling ketergantungan dan
   trade off produktifitas di lantai pabrik dan profitabilitas melalui mengukur
   kontribusi tenaga kerja.
   OLE = Availability x Performance x Quality


   Contoh :
   Misalkan ada seorang karyawan memiliki standar pekerjan sebagai berikut:
   Satu minggu harus bekerja selam 40 jam produktif, menghasilkan 200 unit
   output dengan tingkat kualitas bebas cacat (zero defect)
   Selama waktu satu minggu, diakukan pengukurn terhadap kinerja budi, dan
   memberikan data actual sebagai berikut:
          Dalam 1 minggu, budi hanya bekerja 35 jam (5 jam absen), Availability
           = 35/40 = 0,875 = 87,5%
          Output yang dihasilkan oleh budi dari 35 jam bekerja itu 150 unit
           produk, Performance = Aktual/Standar = 150/200 = 0,750 atau 75%
          Dari 150 produk yang dihasilkan, terdapat cacat/rework 10 unit,
           Quality = (150-10)/150 = 0,933 atau 93,3%
          Maka OLE = A x P x Q = 0,875 x 0,750 x 0,933 = 0, 6123 atau 61,23%
      Dari perhitungan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Budi hanya
      mempu mengkonversi 61,23% potensinya untuk menjadi output yang
      menguntungkan bagi perusahaan.



                                      59
66. Staff Advocacy Score
   Staff Advocacy Score adalah ukuran sejauh mana karyawan pendukung
   bisnis. Hal ini dapat diukur dengan menanyakan pertanyaan sederhana:
   "Seberapa besar kemungkinan bahwa Anda akan merekomendasikan
   perusahaan ini sebagai tempat yang baik untuk bekerja kepada teman?"
   Indikator ini biasanya sudah termasuk dalam salah satu pertanyaan dalam
   Survey Kepuasan Karyawan.


67. Employee Turnover Rate
   Dalam sebuah perusahaan sumber daya menusia merupakan hal yang paling
   utama, untuk itu menjadi sangat penting untuk menjaga/mengendalikan
   tingkat turn over karyawan.Jika setiap tahun banyak pegawai yang keluar,
   maka akan ada biaya yang tinggi untuk melakukan rekrutmen. Selain itu perlu
   juga ada biaya untuk training, proses adaptasi, dan pengembangan
   kompetensi para pegawai baru.


   Employee Turn Over = Jml Karyawan Keluar periode tertentu/jumlah
   karyawan pada awal periode tertentu.


   Contoh:


   Jumlah karyawan yang keluar dalam periode Januari s/d Desember 2011;
   kemudian dibandingkan jumlah karyawan pada bulan Januari. Jadi misalnya,
   jumlah karyawan yang keluar sepanjang periode Januari – Desember 2011
   ada 20 orang. Sementara jumlah karyawan pada bulan Januari 2011 adalah
   800 karyawan. Jadi angka persentase turn overnya adalah : 20/800 = 0,025
   atau kalau di-persentasekan menjadi 2,5 %.
   Jika angka turn over diatas 10 % maka itu tergolong sangat tinggi. Pada sisi
   lain, ada beberapa industri tertentu yang angka turn over-nya cenderung lebih
   tinggi, dibanding industri lainnya. Misalnya industri retail, angka turn over
   pegawainya cenderung relatif lebih tinggi dibanding industri lainnya.


68. Average Employee Tenure (Rata-Rata Masa Jabatan Karyawan)
   Average Employee Tenure adalah indikator yang mengunjukkan seberapa
   besar tingkat loyalitas karyawan dalam sebuah perusahaan.Semakin tinggi
   nilai dari rata-rata masa jabatan karyawan maka akan semakin baik. Indikator


                                     60
ini juga menunjukkan seberapa besar pemborosan dalam perekrutan
   karyawan.


   Average Employee Tenure = Total masa kerja seluruh staff /Total Staff


   Contoh:
               No    Nama Karyawan                 Masa Kerja
               1     Karyawan A                                 5
               2     Karyawan B                                 3
               3     Karyawan C                                 7
               4     Karyawan D                                 2
               5     Karyawan E                                 5
               6     Karyawan F                                 5
               7     Karyawan G                                 7
               8     Karyawan H                                 1
               Total Masa Kerja Karyawan                        35


   Jadi Average Employee Tenure = 35/8 = 3,475
   Indikator ini juga dapat menjadi pertimbangan kinerja dari efektifitas dari
   kegiatan perekrutan karyawan oleh Bagian HRD.


69. Absenteeism Bradford Factor
   KPI ini mencoba mengukur tingkat kehadiran karyawan; dimana angka
   targetnya adalah sebaiknya 100 %. Artinya tidak ada karyawan yang mangkir
   dan tidak masuk tanpa alasan.


   S = jumlah kesempatan ketidakhadiran dalam 52 minggu terakhir
   D = jumlah hari absen dalam 52 minggu terakhir


   Contoh:
   Karyawan A
   Memiliki 9 sickdays dalam setahun, 4 adalah absen hari dan 5 berada dalam
   blok.
   S = 1 (1) + 1 (1) + 1 (1) + 1 (1) + 1 (5) = 5
   D=1+1+1+1+5=9
   skor = 5 x 5 x 9 = 225



                                        61
Karyawan B
   Memiliki 15 sickdays dalam setahun, 3 blok dari 5 hari.
   S = 1 (5) + 1 (5) + 1 (5) = 3
   D = 5 + 5 + 5 = 15
   skor = 3 x 3 x 15 = 135
   Contoh menunjukkan bahwa B memiliki sickdays lebih dari A, namun B Skor
   Bradford lebih rendah dari A. Hal ini karena beberapa hari absen dianggap
   lebih mengganggu perusahaan, dibandingkan periode yang lebih lama sedikit
   dari ketiadaan.


70. 360-Degree Feedback Score
   360-Degree Feedback adalah tipe penilaian paling komprehensif namun
   relative lebih mahal. Pola ini memberi seseorang kesempatan untuk
   mengetahui bagaimana mereka dinilai orang lain; termasuk untuk melihat
   ketrampilan dan perilakunya. Manfaatnya antara lain untuk meningkatkan
   kinerja dan dapat juga untuk memperbaiki komunikasi dengan orang lain.
   Dari   studi   yg    dilakukan Walker     and   Smither    (1999)   selama   lima
   tahun,memang antara satu-dua tahun pertama tak ada perbaikan signifikan.
   Namun setelah itu tampak ada peningkatan kinerja. Selain itu studi yang
   dilakukan Reilly et al. (1996) menunjukkan adanya peningkatn kinerja di
   bidang administrasi pada tahun-tahun pertama dan berlangsung terus setelah
   dua tahun. Menurut (Maylett & Riboldi, 2007) model 360 derajad ini dapat
   digunakan untuk memprediksi kinerja di masa datang.
   360 degree feedback adalah suatu metode penilaian kinerja yang
   memungkinkan        karyawan    untuk   memperoleh     kesempatan      menerima
   feedback dari supervisor dan rekan kerjanya.
   360 degree feedback memberikan pemahaman terhadap individu mengenai
   bagaimana      efektivitasnya   sebagai    karyawan,      kolega    maupun   staf
   berdasarkan pandangan orang lain.
   360 degree feedback juga memberikan suatu insight mengenai skill dan
   perilaku yang diinginkan oleh organisasi sesuai dengan visi, misi dan tujuan
   yang diembannya. Feedback diperlukan dalam membangun perilaku yang
   dibutuhkan oleh organisasi.
   Siapa yang memberikan rating? Umumnya perating adalah orang yang sama-
   sama dipilih baik oleh karyawan maupun organisasi, yaitu orang yang
   berinteraksi secara rutin oleh orang yang menerima feedback.




                                      62
KPI Untuk Bisnis
KPI Untuk Bisnis
KPI Untuk Bisnis
KPI Untuk Bisnis
KPI Untuk Bisnis
KPI Untuk Bisnis
KPI Untuk Bisnis
KPI Untuk Bisnis
KPI Untuk Bisnis
KPI Untuk Bisnis
KPI Untuk Bisnis
KPI Untuk Bisnis
KPI Untuk Bisnis
KPI Untuk Bisnis
KPI Untuk Bisnis

More Related Content

What's hot

Key Performance Indicators - KPI
Key Performance Indicators - KPIKey Performance Indicators - KPI
Key Performance Indicators - KPIYodhia Antariksa
 
SOLUSI: Inilah Siklus Penyusunan KPI
SOLUSI: Inilah Siklus Penyusunan KPISOLUSI: Inilah Siklus Penyusunan KPI
SOLUSI: Inilah Siklus Penyusunan KPIM. Rojana Hamdan
 
Developing matrix competency
Developing matrix competencyDeveloping matrix competency
Developing matrix competencyP. Dibyagung
 
Katalog kpi key performance indicators
Katalog kpi   key performance indicatorsKatalog kpi   key performance indicators
Katalog kpi key performance indicatorsAgus Witono
 
Contoh KPI Individu. Rapor Prestasi Kerja
Contoh KPI Individu. Rapor Prestasi KerjaContoh KPI Individu. Rapor Prestasi Kerja
Contoh KPI Individu. Rapor Prestasi KerjaBusinessBuddy Int
 
17. draf surat keputusan promosi jabatan karyawan
17. draf surat keputusan promosi jabatan karyawan17. draf surat keputusan promosi jabatan karyawan
17. draf surat keputusan promosi jabatan karyawanlegalakses636
 
Manajemen penggajian dan Penyusunan Salary Grade
Manajemen penggajian dan Penyusunan Salary Grade Manajemen penggajian dan Penyusunan Salary Grade
Manajemen penggajian dan Penyusunan Salary Grade Yodhia Antariksa
 
Tugas dan program kerja manager sdm
Tugas dan program kerja manager sdmTugas dan program kerja manager sdm
Tugas dan program kerja manager sdmJuli Haryono
 
Menyusun Pengukuran Kinerja (KPI) Divisi/Departemen _Training BALANCED SCORECARD
Menyusun Pengukuran Kinerja (KPI) Divisi/Departemen _Training BALANCED SCORECARDMenyusun Pengukuran Kinerja (KPI) Divisi/Departemen _Training BALANCED SCORECARD
Menyusun Pengukuran Kinerja (KPI) Divisi/Departemen _Training BALANCED SCORECARDKanaidi ken
 
Contoh SOP HRD Lengkap
Contoh SOP HRD LengkapContoh SOP HRD Lengkap
Contoh SOP HRD Lengkapbukubuonly
 
Performance Appraisal Berbasis KPI
Performance Appraisal Berbasis KPIPerformance Appraisal Berbasis KPI
Performance Appraisal Berbasis KPIYodhia Antariksa
 

What's hot (20)

Key Performance Indicators - KPI
Key Performance Indicators - KPIKey Performance Indicators - KPI
Key Performance Indicators - KPI
 
SOLUSI: Inilah Siklus Penyusunan KPI
SOLUSI: Inilah Siklus Penyusunan KPISOLUSI: Inilah Siklus Penyusunan KPI
SOLUSI: Inilah Siklus Penyusunan KPI
 
Developing matrix competency
Developing matrix competencyDeveloping matrix competency
Developing matrix competency
 
Katalog kpi key performance indicators
Katalog kpi   key performance indicatorsKatalog kpi   key performance indicators
Katalog kpi key performance indicators
 
Contoh KPI Individu. Rapor Prestasi Kerja
Contoh KPI Individu. Rapor Prestasi KerjaContoh KPI Individu. Rapor Prestasi Kerja
Contoh KPI Individu. Rapor Prestasi Kerja
 
Contoh KPI SDM dan HR
Contoh KPI SDM dan HR Contoh KPI SDM dan HR
Contoh KPI SDM dan HR
 
CONTOH JOBDES LENGKAP
CONTOH JOBDES LENGKAPCONTOH JOBDES LENGKAP
CONTOH JOBDES LENGKAP
 
17. draf surat keputusan promosi jabatan karyawan
17. draf surat keputusan promosi jabatan karyawan17. draf surat keputusan promosi jabatan karyawan
17. draf surat keputusan promosi jabatan karyawan
 
Manajemen penggajian dan Penyusunan Salary Grade
Manajemen penggajian dan Penyusunan Salary Grade Manajemen penggajian dan Penyusunan Salary Grade
Manajemen penggajian dan Penyusunan Salary Grade
 
General Affairs Officer Program
General Affairs Officer ProgramGeneral Affairs Officer Program
General Affairs Officer Program
 
Tugas dan program kerja manager sdm
Tugas dan program kerja manager sdmTugas dan program kerja manager sdm
Tugas dan program kerja manager sdm
 
Menyusun Pengukuran Kinerja (KPI) Divisi/Departemen _Training BALANCED SCORECARD
Menyusun Pengukuran Kinerja (KPI) Divisi/Departemen _Training BALANCED SCORECARDMenyusun Pengukuran Kinerja (KPI) Divisi/Departemen _Training BALANCED SCORECARD
Menyusun Pengukuran Kinerja (KPI) Divisi/Departemen _Training BALANCED SCORECARD
 
Contoh Penilaian Kinerja Karyawan
Contoh Penilaian Kinerja KaryawanContoh Penilaian Kinerja Karyawan
Contoh Penilaian Kinerja Karyawan
 
KPI - ASIK
KPI - ASIKKPI - ASIK
KPI - ASIK
 
Key Performance Indicator
Key Performance IndicatorKey Performance Indicator
Key Performance Indicator
 
CONTOH JOBDES LENGKAP UNTUK PERUSAHAAN
CONTOH JOBDES LENGKAP UNTUK PERUSAHAANCONTOH JOBDES LENGKAP UNTUK PERUSAHAAN
CONTOH JOBDES LENGKAP UNTUK PERUSAHAAN
 
Hrd Report
Hrd Report Hrd Report
Hrd Report
 
Contoh SOP HRD Lengkap
Contoh SOP HRD LengkapContoh SOP HRD Lengkap
Contoh SOP HRD Lengkap
 
HR People Development
HR People Development HR People Development
HR People Development
 
Performance Appraisal Berbasis KPI
Performance Appraisal Berbasis KPIPerformance Appraisal Berbasis KPI
Performance Appraisal Berbasis KPI
 

Similar to KPI Untuk Bisnis

Bab 10 evaluasi pusat investasi
Bab 10 evaluasi pusat investasi Bab 10 evaluasi pusat investasi
Bab 10 evaluasi pusat investasi apryani rahmawati
 
KPI (Key Performance Indicator) adalah alat ukur yang menggambarkan efektivit...
KPI (Key Performance Indicator) adalah alat ukur yang menggambarkan efektivit...KPI (Key Performance Indicator) adalah alat ukur yang menggambarkan efektivit...
KPI (Key Performance Indicator) adalah alat ukur yang menggambarkan efektivit...mhajaraswadi2023
 
Tutorial menyusun key performance indicator (kpi) untuk mengukur kinerja anda
Tutorial menyusun key performance indicator (kpi) untuk mengukur kinerja andaTutorial menyusun key performance indicator (kpi) untuk mengukur kinerja anda
Tutorial menyusun key performance indicator (kpi) untuk mengukur kinerja andaArief Rukmana
 
makalah penganggaran di akuntansi manajemen
makalah penganggaran di akuntansi manajemenmakalah penganggaran di akuntansi manajemen
makalah penganggaran di akuntansi manajemenFitri Bersahabat
 
Profitabilitas pada Kinerja Operasi dan pengendalian tingkat profitabilitas
Profitabilitas pada Kinerja Operasi dan pengendalian tingkat profitabilitasProfitabilitas pada Kinerja Operasi dan pengendalian tingkat profitabilitas
Profitabilitas pada Kinerja Operasi dan pengendalian tingkat profitabilitasRatnaTriHardaningtya
 
Pasar Saham -27 financial ratio 01
Pasar Saham -27 financial ratio  01Pasar Saham -27 financial ratio  01
Pasar Saham -27 financial ratio 01KuliahKita
 
UTS akuntansi manajemen Adira Mulya Rahman 202031034.docx
UTS akuntansi manajemen Adira Mulya Rahman 202031034.docxUTS akuntansi manajemen Adira Mulya Rahman 202031034.docx
UTS akuntansi manajemen Adira Mulya Rahman 202031034.docxAnnizaRestrizia
 
Pengantar Balanced Scorecard
Pengantar Balanced ScorecardPengantar Balanced Scorecard
Pengantar Balanced ScorecardAnwar Santoso
 
Kelompok 4 Akuntansi Manajemen.pptx
Kelompok 4 Akuntansi Manajemen.pptxKelompok 4 Akuntansi Manajemen.pptx
Kelompok 4 Akuntansi Manajemen.pptxRifkiNanda1
 
UTS Akuntansi Manajemen_Anniza Restrizia.docx
UTS Akuntansi Manajemen_Anniza Restrizia.docxUTS Akuntansi Manajemen_Anniza Restrizia.docx
UTS Akuntansi Manajemen_Anniza Restrizia.docxAnnizaRestrizia
 
Print makalah analisis titik impas
Print   makalah analisis titik impasPrint   makalah analisis titik impas
Print makalah analisis titik impasAstri Yulia
 
Budgeting for Planning And Control
Budgeting for Planning And ControlBudgeting for Planning And Control
Budgeting for Planning And ControlMegawati -
 
Budgeting for planning and control
Budgeting for planning and controlBudgeting for planning and control
Budgeting for planning and controlJeniffer Young
 
Chapter 11 evaluasi dan pengawasan
Chapter 11 evaluasi dan pengawasanChapter 11 evaluasi dan pengawasan
Chapter 11 evaluasi dan pengawasanpangarso_adi
 

Similar to KPI Untuk Bisnis (20)

Bab 10 evaluasi pusat investasi
Bab 10 evaluasi pusat investasi Bab 10 evaluasi pusat investasi
Bab 10 evaluasi pusat investasi
 
KPI (Key Performance Indicator) adalah alat ukur yang menggambarkan efektivit...
KPI (Key Performance Indicator) adalah alat ukur yang menggambarkan efektivit...KPI (Key Performance Indicator) adalah alat ukur yang menggambarkan efektivit...
KPI (Key Performance Indicator) adalah alat ukur yang menggambarkan efektivit...
 
Tutorial menyusun key performance indicator (kpi) untuk mengukur kinerja anda
Tutorial menyusun key performance indicator (kpi) untuk mengukur kinerja andaTutorial menyusun key performance indicator (kpi) untuk mengukur kinerja anda
Tutorial menyusun key performance indicator (kpi) untuk mengukur kinerja anda
 
makalah penganggaran di akuntansi manajemen
makalah penganggaran di akuntansi manajemenmakalah penganggaran di akuntansi manajemen
makalah penganggaran di akuntansi manajemen
 
Profitabilitas pada Kinerja Operasi dan pengendalian tingkat profitabilitas
Profitabilitas pada Kinerja Operasi dan pengendalian tingkat profitabilitasProfitabilitas pada Kinerja Operasi dan pengendalian tingkat profitabilitas
Profitabilitas pada Kinerja Operasi dan pengendalian tingkat profitabilitas
 
Pasar Saham -27 financial ratio 01
Pasar Saham -27 financial ratio  01Pasar Saham -27 financial ratio  01
Pasar Saham -27 financial ratio 01
 
UTS akuntansi manajemen Adira Mulya Rahman 202031034.docx
UTS akuntansi manajemen Adira Mulya Rahman 202031034.docxUTS akuntansi manajemen Adira Mulya Rahman 202031034.docx
UTS akuntansi manajemen Adira Mulya Rahman 202031034.docx
 
Rmk7ku
Rmk7kuRmk7ku
Rmk7ku
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Bab 7 - Analisa Rasio Profitabilitas
Bab 7 - Analisa Rasio ProfitabilitasBab 7 - Analisa Rasio Profitabilitas
Bab 7 - Analisa Rasio Profitabilitas
 
Pengantar Balanced Scorecard
Pengantar Balanced ScorecardPengantar Balanced Scorecard
Pengantar Balanced Scorecard
 
Kelompok 4 Akuntansi Manajemen.pptx
Kelompok 4 Akuntansi Manajemen.pptxKelompok 4 Akuntansi Manajemen.pptx
Kelompok 4 Akuntansi Manajemen.pptx
 
Productivity gain sharing entry kuesioner
Productivity gain sharing entry  kuesionerProductivity gain sharing entry  kuesioner
Productivity gain sharing entry kuesioner
 
UTS Akuntansi Manajemen_Anniza Restrizia.docx
UTS Akuntansi Manajemen_Anniza Restrizia.docxUTS Akuntansi Manajemen_Anniza Restrizia.docx
UTS Akuntansi Manajemen_Anniza Restrizia.docx
 
Print makalah analisis titik impas
Print   makalah analisis titik impasPrint   makalah analisis titik impas
Print makalah analisis titik impas
 
Budgeting for Planning And Control
Budgeting for Planning And ControlBudgeting for Planning And Control
Budgeting for Planning And Control
 
Ppt metlit
Ppt metlitPpt metlit
Ppt metlit
 
Budgeting for planning and control
Budgeting for planning and controlBudgeting for planning and control
Budgeting for planning and control
 
Chapter 11 evaluasi dan pengawasan
Chapter 11 evaluasi dan pengawasanChapter 11 evaluasi dan pengawasan
Chapter 11 evaluasi dan pengawasan
 
Lap keuangan
Lap keuanganLap keuangan
Lap keuangan
 

More from Rahmat Taufiq Sigit

customer_clustering_aquisition.pdf
customer_clustering_aquisition.pdfcustomer_clustering_aquisition.pdf
customer_clustering_aquisition.pdfRahmat Taufiq Sigit
 
Step By Step Analyzing Price Elasticit1.pdf
Step By Step Analyzing Price Elasticit1.pdfStep By Step Analyzing Price Elasticit1.pdf
Step By Step Analyzing Price Elasticit1.pdfRahmat Taufiq Sigit
 
Learn to-use-google-data-studio-jan22
Learn to-use-google-data-studio-jan22Learn to-use-google-data-studio-jan22
Learn to-use-google-data-studio-jan22Rahmat Taufiq Sigit
 
Kisah Tentang Upaya Pencapaian Sebuah Visi (Bagian 2)
Kisah Tentang Upaya Pencapaian Sebuah Visi (Bagian 2)Kisah Tentang Upaya Pencapaian Sebuah Visi (Bagian 2)
Kisah Tentang Upaya Pencapaian Sebuah Visi (Bagian 2)Rahmat Taufiq Sigit
 
Membuat aplikasi sistem informasi geografis dengan visual basic & MySQL
Membuat aplikasi sistem informasi geografis dengan visual basic & MySQLMembuat aplikasi sistem informasi geografis dengan visual basic & MySQL
Membuat aplikasi sistem informasi geografis dengan visual basic & MySQLRahmat Taufiq Sigit
 
[E book finan siap] buku pintar finansial - pengelolaan keuangan untuk umkm
[E book finan siap] buku pintar finansial - pengelolaan keuangan untuk umkm[E book finan siap] buku pintar finansial - pengelolaan keuangan untuk umkm
[E book finan siap] buku pintar finansial - pengelolaan keuangan untuk umkmRahmat Taufiq Sigit
 
7 teknik bicara bangun personal branding jamil azzaini
7 teknik bicara bangun personal branding jamil azzaini7 teknik bicara bangun personal branding jamil azzaini
7 teknik bicara bangun personal branding jamil azzainiRahmat Taufiq Sigit
 
Society For Human Resource Management
Society For Human Resource ManagementSociety For Human Resource Management
Society For Human Resource ManagementRahmat Taufiq Sigit
 
Penyusunan Protofolio Layanan Dalam Property Management
Penyusunan Protofolio Layanan Dalam Property ManagementPenyusunan Protofolio Layanan Dalam Property Management
Penyusunan Protofolio Layanan Dalam Property ManagementRahmat Taufiq Sigit
 
Kisah Tentang Usaha Menwujudkan Sebuah Visi
Kisah Tentang Usaha Menwujudkan Sebuah VisiKisah Tentang Usaha Menwujudkan Sebuah Visi
Kisah Tentang Usaha Menwujudkan Sebuah VisiRahmat Taufiq Sigit
 

More from Rahmat Taufiq Sigit (20)

customer_clustering_aquisition.pdf
customer_clustering_aquisition.pdfcustomer_clustering_aquisition.pdf
customer_clustering_aquisition.pdf
 
Property-Management-Basic.pdf
Property-Management-Basic.pdfProperty-Management-Basic.pdf
Property-Management-Basic.pdf
 
Step By Step Analyzing Price Elasticit1.pdf
Step By Step Analyzing Price Elasticit1.pdfStep By Step Analyzing Price Elasticit1.pdf
Step By Step Analyzing Price Elasticit1.pdf
 
Learn to-use-google-data-studio-jan22
Learn to-use-google-data-studio-jan22Learn to-use-google-data-studio-jan22
Learn to-use-google-data-studio-jan22
 
Kisah Tentang Upaya Pencapaian Sebuah Visi (Bagian 2)
Kisah Tentang Upaya Pencapaian Sebuah Visi (Bagian 2)Kisah Tentang Upaya Pencapaian Sebuah Visi (Bagian 2)
Kisah Tentang Upaya Pencapaian Sebuah Visi (Bagian 2)
 
Membuat aplikasi sistem informasi geografis dengan visual basic & MySQL
Membuat aplikasi sistem informasi geografis dengan visual basic & MySQLMembuat aplikasi sistem informasi geografis dengan visual basic & MySQL
Membuat aplikasi sistem informasi geografis dengan visual basic & MySQL
 
[E book finan siap] buku pintar finansial - pengelolaan keuangan untuk umkm
[E book finan siap] buku pintar finansial - pengelolaan keuangan untuk umkm[E book finan siap] buku pintar finansial - pengelolaan keuangan untuk umkm
[E book finan siap] buku pintar finansial - pengelolaan keuangan untuk umkm
 
Tutorial Microsoft Project
Tutorial Microsoft ProjectTutorial Microsoft Project
Tutorial Microsoft Project
 
Paparan SLF 2018 Pemprov DKI
Paparan SLF 2018 Pemprov DKIPaparan SLF 2018 Pemprov DKI
Paparan SLF 2018 Pemprov DKI
 
Hsem combined.pdf
Hsem combined.pdfHsem combined.pdf
Hsem combined.pdf
 
Rahasia jawaban wawancara kerja
Rahasia jawaban wawancara kerjaRahasia jawaban wawancara kerja
Rahasia jawaban wawancara kerja
 
7 teknik bicara bangun personal branding jamil azzaini
7 teknik bicara bangun personal branding jamil azzaini7 teknik bicara bangun personal branding jamil azzaini
7 teknik bicara bangun personal branding jamil azzaini
 
Society For Human Resource Management
Society For Human Resource ManagementSociety For Human Resource Management
Society For Human Resource Management
 
Penyusunan Protofolio Layanan Dalam Property Management
Penyusunan Protofolio Layanan Dalam Property ManagementPenyusunan Protofolio Layanan Dalam Property Management
Penyusunan Protofolio Layanan Dalam Property Management
 
Kisah Tentang Usaha Menwujudkan Sebuah Visi
Kisah Tentang Usaha Menwujudkan Sebuah VisiKisah Tentang Usaha Menwujudkan Sebuah Visi
Kisah Tentang Usaha Menwujudkan Sebuah Visi
 
Presentasi diklat-pu-2017-b
Presentasi diklat-pu-2017-bPresentasi diklat-pu-2017-b
Presentasi diklat-pu-2017-b
 
Form kosong-allinone
Form kosong-allinoneForm kosong-allinone
Form kosong-allinone
 
Fg all-in-one-job-analysis-form
Fg all-in-one-job-analysis-formFg all-in-one-job-analysis-form
Fg all-in-one-job-analysis-form
 
Laporan pp kom q4 2016
Laporan pp kom q4 2016Laporan pp kom q4 2016
Laporan pp kom q4 2016
 
Bm toolkit
Bm toolkitBm toolkit
Bm toolkit
 

KPI Untuk Bisnis

  • 1. Key Performance Indicators 80+ Rumus dan contoh kasus dari sebagian besar indikator serta pemetaan penggunaannya dalam unit kerja Rahmat Taufiq Sigit, SKom., MM Copyright@ikhwanseadanya 2012 1
  • 2. KPI (Key Performance Indicators) KPI (Key Performance Indicator) sering disebut sebagai landasan untuk menjaga agar perusahaan sesuai dengan tujuan dan visi misinya. Dalam bahasa Indonesia KPI dikenal dengan target kinerja yang terbagi menjadi beberapa bagian yaitu kinerja perusahaan, kinerja unit kerja maupun kinerja individu. Untuk lebih jelasnya fungsi KPI dapat dilihat pada gambar berikut : Gambaran Perusahaan tanpa KPI yang Jelas dan Tepat Sasaran Gambaran Perusahaan KPI yang Jelas dan Tepat Sasaran Melihat definisi dan jenis dari KPI maka dapat dibayangkan bahwa penyusunan sebuah KPI bukanlah hal yang mudah, KPI tidak bisa ditentukan hanya oleh bagian tertentu saja tetapi KPI membutuhkan koordinasi antar unit kerja dalam penentuan variabelnya sesuai dengan kesiapan/ada tidaknya data yang akan diolah menjadi sebuah nilai variabel. Selain itu penentuan variabel KPI juga harus berdasar pada visi misi perusahaan dalam jangka waktu tertentu. variabel KPI yang terbentuk harus merupakan penjabaran/breakdown dari Visi dan Misi Perusahaan, sehingga 2
  • 3. pemenuhan KPI sejalan dengan pemenuhan visi misi perusahaan. Gambaran breakdown sebuah KPI seperti pada pada gambar dibawa ini : Master Improvement Story oleh Prof Dr. Vincent Gaspersz CSSMBB Dari setiap PPK (Program Peningkatan Kinerja) diatas ditentukan KPI unit kerja untuk menilai keberhasilan dari setiap PPK. Ada beberapa unsur yang harus dipenuhi dalam penentuan variabel KPI yang dikenal dengan (SMART): 1. SCIENTIFIC Seperti yang dijabarkan sebelumnya bahwa pemenuhan KPI sejalan dengan tujuan-tujuan perusahaan, jadi memungkinkan bahwa KPI bersifat unit antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. KPI yang menggambarkan secara langsung pemenuhan tujuan-tujuan perusahaan disebut KPI organisasi. KPI organisasi kemudian di breakdown menjadi KPI unit kerja dan KPI individu.dalam hal ini unit kerja yang bersangkutan. 3
  • 4. 2. MEASUREABLE Variabel KPI tidak dapat diukur secara objektif bila tidak memiliki value (Nilai) satuan. misalnya jumlah komplain, jumlah produksi dalam unit, ton persentase dll. selain itu variabel KPI juga harus menunjukkan indikasi tingkat keberhasilan, apakah sangat bagus, bagus, kurang, atau tidak bagus. Mengingat unsur ini sangatlah penting maka, dalam menentukan variabel KPI diperlukan sistem monitoring dan pendukung untuk mendokumentasikan data realisasi KPI. Hanya dengan dukungan skema monitoring inilah, pencapaian KPI setiap bulan atau setiap triwulan bisa dikelola dan dikendalikan dengan optimal 3. ACHIEVEABLE Variabel KPI harus bersifat achieveable (dapat dicapai) bagi setiap individu dalam perusahaan untuk mengindikasikan efektifitasnya. KPI tidak perlu banyak, realistis dan tidak terlalu rendah juga tidak terlalu tinggi . Karena KPi yang terlalu rendah akan mengakibatkan kurangnya motivasi dalam menggapainya, begitu pula KPI yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan keputusasaan bagi individu-individu yang dinilai. 4
  • 5. KPI sebaiknya diterapkan secara bertahap setiap tahunnya untuk menjaga motivasi karyawan sebagai contoh untuk tahun 2008 Penigkatan penjualan 20% dan untuk tahun 2009 sebesar 30%, asalkan masih bersifat achievable maka tidak ada salahnya mempertimbangkan Inilah yang menjadi alas an utama mengapa seluruh level dan unit kerja di dalam perusahaan perlu dilibatkan. dalam penyusunannya Tanpa sistem monitoring yang baik, penilaian kinerja pada akhirnya bisa berujung pada apa yang saya sebut permainan nilai KPI.ini rentan terjadi pada bagian administrasi. Harus diakui dimensi KPI untuk bagian administrasi biasanya bermuara pada dua hal yakni : tingkat akurasi penyusunan laporan dan ketepatan waktu penyusunan laporan. Tanpa sistem monitoring yang rapi, data pencapaian KPI untuk dua hal diatas bisa diisi dengan sekenanya. Alhasil, yang sering terlihat data pencapaian KPI mereka cenderung selalu “bagus” (misal tingkat akurasi selalu 100%, dan ketepatan waktu selalu dinyatakan on time; padahal kriteria ketepatan waktu sendiri mereka mungkin belum punya standarnya yang baku). Jika demikian yang terjadi dimana skor KPI bagian-bagian support dan administrasi selalu cenderung tinggi. 4. RELIABLE KPI harusnya Reliable (dapat diandalkan). Maksud dan unsur ini adalah KPI dapat benar-benar esensial bagi perusahaan dalam mencapai tujuan-tujuannya. KPI yang terbentuk diharapkan menggambarkan progress dari pencapaian tujuan perusahaan, selain itu bagi karyawan, KPI dapat pula memberikan informasi tentang apa saja yang harus dilakukan untuk dapat mencapai tujuan yang diharapkan. 5. TIME BOUND Yang tidak kalah penting KPI harus memiliki Time Bound untuk menetapkan perhitungan target waktu pencapaiannya. Satuan waktu yang digunakan bisa per hari/jam.bulan ataupun tanggal. (misalnya deadline pembuatan laporan keuangan harus dikumpulkan per tanggal 1 setiap bulannya). Melihat uraian persyaratan persyaratan KPI diatas, untuk itu dalam membangun sebuah sistem penilaian kinerja khususnya penilaian kinerja berbasis balance scorecard dibutuhkan sebuah direcroty KPI agar dapat memberikan memudahkan dalam penentuan varibel KPI yang akan dinilai. 5
  • 7. 1. Net Profit Keuntungan sangat penting untuk semua bisnis terlepas dari apakah mereka berada di swasta atau sektor publik. Secara sederhana: sifat bisnis adalah untuk menghasilkan barang atau jasa dan Perusahaan dapat menjual untuk mendapatkan uang ataupun penghargaan lain serta meminimalisasi biaya produksi barang/jasa Indikator ini merupakan indicator yang paling sederhana karena perolehan data untuk menghitung besarannya sangatlah mudah dan dapat di gunakan kedalam setiap jenis perusahaan. Net Profit = Pendapatan penjualan - Biaya total Contoh : PT. Ikhwanseadnya adalah perusahaan yang melakukan kegiatan usahanya melalui kegiatan jual beli Air Mineral isi ulang, Harga air mineral untuk setiap galonnya adalah Rp. 4.000 dengan biaya produksi total Rp.3000 untuk kategori Air Mineral biasa dan Rp.8.000 untuk Air Mineral Oxi dengan biaya produksi total Rp. 5.500. Berikut ini Data Penjualan dari PT. Ikhwanseadanya selama 1 bulan. Jenis Produk Harga Pokok Penjualan Total Penjualan Air Mineral Biasa 4.000 254 Galon 1.016.000 Air Mineral OXI 5.000 156 Galon 780.000 Total Penjualan 1.796.000 Berikut ini data biaya produksi dari PT. Ikhwanseadanya selama 1 bulan Jenis Produk Biaya Produksi Penjualan Biaya Produksi Air Mineral Biasa 3.000 254 Galon 762.000 Air Mineral OXI 5.500 156 Galon 8.58.000 Total By. Produksi 1.620.000 Net Profit = 1.796.000 – 1.620.000 = 176.000 Dari hasil perhitungan diatas, data diketahui bahwa PT. ikhwanseadanya masih mendapatkan keuntungan dari kegiatan produksinya selama 1 bulan sebesar 176.000, 7
  • 8. 2. Net Profit margin Net Profit margin adalah Rasio antara (EAT) laba setelah pajak dengan penjualan, yang mengukur laba bersih (EAT) yang dihasilkan dari setiap rupiah penjualan. Rasio ini juga dibandingkan dengan rata-rata industry merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur laba bersih sesudah pajak lalu dibandingkan dengan volume penjualan. Rasio ini dapat dihitung dengan Rumus yaitu : Net Profit Margin = Laba Setelah Pajak (EAT) / Penjualan. NPM menunjukkan perbandingan antara laba bersih dengan penjualan (Hanafi dan Halim, 2005). Rasio ini digunakan untuk menghitung sejauh mana kemampuan bank yang bersangkutan dalam menghasilkan laba bersih (net income) ditinjau dari sudut total penjualannya. Selain itu, rasio NPM juga memiliki hubungan positif dengan laba bersih, di mana semakin meningkat nilai rasio ini, semakin baik peningkatan perolehan laba bersih suatu bank, demikian juga sebaliknya. Perlu diingat bahwa NPM dihitung dengan cara membagi antara jumlah laba bersih dengan total penjualan selama setahun. Total penjualan bagi perusahaan manufaktur berupa produk barang dan bagi perusahaan jasa, total penjualan berasal dari jenis jasa yang ditawarkan. Lain halnya dengan jasa perbankan, di mana total enjualan berasal dari bunga pinjaman atas kredit yang disalurkan ke masyarakat. Dengan demikian, pendapatan utama/total penjualan sektor perbankan yang dihitung dalam NPM dapat dikatakan berasal dari bunga pinjaman atas kredit yang disalurkan selama satu periode/tahun penuh. Contoh : Laba/Rugi Sebelum Pajak = Rp. 100.800.000,00 Pajak Pendapatan = 25% Penjualan = 412.500.000 Maka besarnya Net Income tahun 2003 = Rp. 100.800.000 x (100-25%) = Rp. 75.600.000,00 NPM = (75.000.000/412.500.000) x 100% = 18, 3% 8
  • 9. 3. Gross Profit Margin Gross Profit Margin adalah rasio antara penjualan dikurang dengan harga pokok penjualan (laba kotor) dengan penjualan. Rasio ini mengukur laba kotor yang dihasilkan dari setiap rupiah penjualan. Gross Profit Margin yang rendah dari rata-rata industri menunjukkan bahwa harga jual perusahaan relative lebih rendah atau harga pokok penjualan yang relative lebih tinggi atau keduanya. Gross Profit Margin = (Penjualan – Harga Pokok Penjualan) / Penjualan Contoh: Variabel L/R 2005 2006 Penjualan 5.950 5550 Harga Pokok Penjualan 4.050 3.850 Tahun 2005 GPM = (5.950-4.050)/5.950 = 0,319 = 32% Tahun 2006 GPM = (5.550-3.850)/5.550 = 0,306 = 31% Jika rata-rata industri untuk Gross Profit Margin adalah 30% margin laba perusahaan tahun 2005 dan tahun 2006 baik karena berada di atas rata-rata industri. 4. Operating Profit Margin Operating Profit Margin adalah untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Operating profit margin merupakan perbandingan antara keuntungan operasi perusahaan dibandingkan dengan penjualan perusahaan. Keuntungan operasi dihitung dari laba kotor perusahaan dikurangi dengan biaya penjualan, biaya umum dan administrasi, serta biaya-biaya lainnya.. Pada umumnya semakin tinggi rasio ini maka semakin baik. Operating Profit Margin = Laba Usaha / Operasi Penjualan Bersih 5. EBITDA (Earning Before Income Tax, Depreciation, dnd Amortization) 9
  • 10. Rasio EBITDA umum digunakan (disamping rasio PER) untuk menilai valuasi dari suatu perusahaan. Formula perhitungan adalah membagi Enterprise Value dengan EBITDA. Investor sering menggunakan rasio EV atau EBITDA karena pendapatan (kerugian) non operasional dan/atau luar biasa beserta pendapatan (beban) bunga tidak diperhitungkan. Sehingga factor pembagi dari rasio ini adalahmurni pendapatan dalam bentuk kas dari operasiperusahaan pada tahun berjalan. EBITDA = Laba Bersih + Bunga + Pajak + Penyusutan + Amortisasi 6. Revenue Growth Rate Revenue Growth Rate merupakan indikator seberapa baik sebuah perusahaan mampu meningkatkan pendapatan penjualannya selama periode waktu tertentu. Sementara pendapatan adalah jumlah aktual, tingkat pertumbuhan pendapatan hanya membandingkan angka penjualan saat ini (total pendapatan) dengan periode sebelumnya (biasanya kuartal ke kuartal atau tahun ke tahun). Ini memberikan indikator yang memungkinkan perbandingan lebih mudah antara perusahaan yang berbeda (terutama dalam industri yang sama atau pasar) dan memberikan ukuran sejauh mana perusahaan mampu tumbuh. Revenue Growth Rate = Pendapatan periode ini / pendapatan periode sebelumnya Contoh: Variabel L/R 2009 2010 Pendapatan 200.000.000 290.000.000 Revelue Growth Rate 2010 = 290.000.000/200.000.00 = 1,45 Dari perhitungan diatas data diketahui bahwa pertumbuhan pendapatan perusahaan pada tahun 2010 sebesar 1,45 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Semkin besar nilai pertumbuhan menunjukkan indikator pertumbuhan yang semakin baik. 7. Total Shareholder Return (TSR) 10
  • 11. Total Shareholder Return (TSR) adalah indikator untuk mengukur pendapatan saham yang diperoleh pemegang saham dengan memperhatikan pergerakan harga saham (saham atau perubahan harga net) ditambah dividen yang dibayar selama suatu periode tertentu (biasanya satu tahun). Menggunakan TSR sebagai ukuran kinerja memungkinkan investor untuk membandingkan perusahaan-perusahaan di sektor yang sama. TSR hanya relatif berarti bagi perusahaan lain karena akan berfluktuasi dengan pasar saham. TSR = (Hrg Saham Akhir Periode – Hrg Saham Awal Periode + Deviden)/ Hrg Saham Awal Periode 8. Economic Value Added (EVA) Alat ukur kinerja perusahaan yang dikembangkan oleh Stern Stewart & Co. EVA. EVA dihitung dengan rumus: EVA = EBIT(1-T)-(total modal operasi) (estimasi biaya modal setelah pajak)  EVA > 0 (positif) Hal ini menandakan bahwa NOPAT yang dihasilkan melebihi biaya modal. Keadaan ini menunjukkan bahwa perusahaan telah berhasil menciptakan nilai (Value Creation) bagi pemilik modal.  EVA < 0 Hal ini menandakan bahwa NOPAT yang dihasilkan dibawah biaya modal atau kurang dari biaya modal. Keadaan ini menandakan bahwa nilai perusahaan berkurang sebagai akibat dari NOPAT yang dihasilkan lebih rendah daripada tingkat pengembalian yang dituntut oleh investor.  EVA = 0 Hal ini menandakan bahwa NOPAT yang dihasilkan sama dengan biaya modal. Keadaan ini menunjukkan bahwa perusahaan dalam kondisi impas karena seluruh laba digunakan untuk membayar kewajiban kepada penyandang dana. Dalam artian bahwa perusahaan tidak mampu menghasilkan tingkat kembalian operasi yang melebihi biaya modal, dengan kata lain meskipun perusahaan mampu menghasilkan laba bersih yang tinggi, akan tetapi perusahaan sebenarnya mengalami penurunan/penghancuran nilai. 11
  • 12. 9. Return On Investment (ROI) Rasio antara laba setelah bunga dan pajak (EAIT) dengan total aktiva. Rasio ini mengukur tingkat keuntungan yang dihasilkan dari investasi total. Rasio ini menunjukkan hasil (return) atas jumah aktiva yang digunakan dalam perusahaan. ROI juga merupakan suatu ukuran tentang efektifitas manajemen dari keseluruhan operasi perusahaan. Semakin rendah ratio ini maka akn semakin tidak baik, begitu pula sebaliknya. Return On Investment = Laba Setelah Bunga dan Pajak (EAIT) / Total Assets Contoh: Komponen Laporan Keuangan 2005 2006 Laba Setelah Bunga dan Pajak 1,296 904 Total Aktiva 4,200 4,000 Untuk tahun 2005: ROI = 1,296/4,200 = 0,308 dibulatkan 31% Untuk tahun 2006: ROI = 904/4,000 = 0,226 dibulatkan 23% Perhitungan ROI tahun 2005 menunjukkan bahwa tingkat pengembalian investasi yang diperolehnya sebesar 31% dan turun ditahun 2006 sebesar 23%. Hal ini menunjukkan ketidak mampuan manajemen untuk memperoleh ROI. 10. Return On Capital Employed (ROCE) ROCE singkatan Return on Capital Employed dan merupakan ukuran dari pengembalian perusahaan menghasilkan dari modal yang diinvestasikan dalam bisnis. Ukuran dasarnya membandingkan laba dengan modal yang digunakan untuk memberikan wawasan ke seberapa baik bisnis telah menggunakan investasi modal untuk menghasilkan pendapatan. ROCE menggunakan (akhir periode) melaporkan angka modal. Sebuah variasi dari metrik ini adalah Return in Average Capital Employed (ROACE) yang menggunakan rata-rata modal pembukaan dan penutupan untuk periode. 12
  • 13. ROCE = EBIT / Jumlah modal yang digunakan 11. Return On Assets (ROA) Return On Asset (ROA) adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk mengukur kemampuan perusahaan atas keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktivitas yang digunakan untuk aktivitas operasi perusahaan dengan tujuan menghasilkan laba dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Return On Asset (ROA) merupakan rasio yang terpenting di antara rasio profitabilitas yang ada (Ang, 1997). Return On Asset (ROA) atau yang sering disebut juga Return On Investment (ROI) diperoleh dengan cara membandingkan Net Income After Tax (NIAT) terhadap average total asset. Secara matematis ROA dapat dirumuskan sebagai berikut: ROA = N I A T Average Total Asset NIAT merupakan pendapatan bersih sesudah pajak. Average Total asset merupakan rata-rata total assets awal tahun dan akhir tahun. Semakin besar ROA atau ROI menunjukkan kinerja yang semakin baik, karena tingkat pengembalian yang semakin besar (Ang, 1997 : 18.33). Contoh: Variabel L/R 2005 2006 Laba Bersih (L/R) 7.850 8.550 Total Asset (Laporan Keuangan) 4.040 6.850 untuk tahun 2005: ROA = 7.850/4.040 = 1,94 = 19% untuk tahun 2006 ROA = 8.550/6.850 = 1,24 = 124% Perhitungan ROA tahun 2005 menunjukkan bahwa perolehnya sebesar 19% dan turun ditahun 2006 sebesar 124%. Hal ini menunjukkan meningkatnya kemampuan manajemen untuk memperoleh ROA. 12. Return On Equity (ROE) 13
  • 14. Return On Equity (ROE) atau sering disebut juga dengan Return On Equity. Dalam bahasa Indonesia, istilah ini sering juga diterjemahkan sebagai rentabilitas modal sendiri (Hanafi dan Halim,2000: 179). ROE merupakan rasio antara laba bersih setelah pajak terhadap penyertaan modal saham sendiri yang berarti juga merupakan untuk menilai seberapa besar tingkat pengembalian (prosentase) dari saham sendiri yang ditanamkan dalam bisnis (Widiyanto, 1993:53). Rasio ini menunjukkan efisiensi penggunaan modal sendiri. cara menghitung ROE sebagai berikut: ROE = EAIT (Earning After Interest and Tax) Equity Atau ROE=ROA x (Total Aktiva/Ekuitas) Contoh: Komponen Laporan Keuangan 2005 2006 EAIT 1,296 904 Total Ekuitas (Equity) 2,250 2,100 Untuk tahun 2005: ROE = 1,296/2,250 = 57,6 dibulatkan 58% Untuk tahun 2006: ROE = 904/2,100= 43% Perhitungan ROI tahun 2005 menunjukkan bahwa tingkat pengembalian investasi yang diperolehnya sebesar 58% dan turun ditahun 2006 sebesar 43%. 13. Debt-To-Equity (D/E) Ratio Debt To Equity Rasio merupakan rasio yang digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas. Rasio ini dicari dengan cara membandingkan antara seluruh utang, termasuk utang lancar dengan seluruh ekuitas. Rasio ini berguna mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan untuk jaminan utang. 14
  • 15. Bagi bank (kreditor) semakin besar ratio ini akan semakin tidak menguntungkan karena akan semakin besar resiko yang ditanggung atas kegagalan yang mungkin terjadi pada perusahaan. Namun, bagi perusahaan justru semakin besar ratio akan semakin baik. Karena semakin tinggi tingkat pendanaan yang disediakan pemilik dan semakin basar batas pengamanan bagi peminjan jika kerugian atau penyusutan terhadap nilai dari aktiva. Debt to Equity Ratio untuk sebuah perusahaan tentu berbeda-beda, tergantung karakteristik bisnis dan keberagaman arus kasnya. Perusahaan yang arus kasnya stabil biasanya memiliki ratio yang lebih tinggi dari ratio kas yang kurang stabil. Rumus untuk Debt to Equity Ratio (D/E Ratio) adalah sebagai berikut: Debt to Equity ratio = Total Utang (Debt) / Ekuitas (Equity). Contoh : Komponen Laporan Keuangan 2005 2006 Total Utang (Debt) 2,050 1,900 Total Ekuitas (Equity) 2,250 2,100 Untuk tahun 2005 : Debt to Equity ratio = 2,050/2,250 = 0,911 atau 91% Untuk tahun 2006 : Debt to Equity ratio = 1,900/2,100 = 0,904 atau 90,4% Ratio ini menunjukkan bahwa tahun 2005 kreditor menyediakan Rp. 91,00 untuk setiap Rp. 100,00 yang disediakan pemegang saham. Atau perusahaan dibiayai oleh utang sebanyak 91%. Demikian pula untuk tahun 2006 tidak jauh berbeda dengan tahun 2005 yaitu 90,4% mendekati 91%. 14. Cash Conversion Cycle (CCC) Cash Conversion Cycle (CCC) atau siklus konversi kas adalah waktu yang dibutuhkan perusahaan mulai dari saat perusahaan mengeluarkan uang untuk membeli bahan baku sampai dengan perusahaan mengumpulkan uang dari penjualan barang/jasa. Secara teori, semakin pendek waktu yang diperlukan, semakin baik bagi perusahaan. Sebaliknya semakin panjang waktu yang diperlukan, semakin banyak modal yang harus ditanamkan. Parameter-parameter yang dihitung di dalam siklus konversi kas adalah : 15
  • 16. CCC = DSO + DSI – DPO dimana : DSO = Days of sales outstanding DSO atau hari edar penjualan (Days Sales Outstanding) adalah sebuah metoda pengukuran yang digunakan untuk mengetahui efisiensi pengelolaan piutang suatu perusahaan atau bisa juga digunakan untuk mengetahui jumlah rata-rata hari yang diperlukan pelanggan untuk melakukan pembayaran. Dihitung dalam satuan hari, yang mencerminkan waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan cash dari hasil penjualan yang dilakukan secara kredit (piutang). DSI=Days of sales in Inventory Sebuah ukuran kinerja kuangan perusahaan yang memberikan investor suatu informasi tentang berapa lama waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk mengubah persediaan (termasuk barang-barang yang work in progress, jika berlaku) menjadi penjualan. Umumnya, (pendek) rendah DSI lebih baik, tetapi penting untuk dicatat bahwa DSI rata-rata bervariasi dari satu industri yang lain. DPO = Days of payables outstanding DPO atau hari perputaran utang (Days Payable Outstanding) yaitu nilai rata- rata periode pembayaran dari suatu perusahaan. Nilai DPO terbentuk dari pos-pos Account Payable atau hutang usaha dan Pembelian (Purchase). Ketiga variabel tersebut dapat dicari dengan menggunakan formula berikut ini: DSO = Piutang/(Sales/365) DSI = Persediaan/(Harga Pokok/365) DPO = Hutang/(Harga Pokok/365) Contoh : Hitunglah Cash Conversion Cycle dari CV. Wista Pradaya berdasarkan dari Laporan keuangan selama periode 2004-2007. Variable L/R 2004 2005 2006 2007 Piutang 9.063 13.958 14.214 32.980 16
  • 17. Hutang 5.182 3.051 2.200 29.120 Persediaan 2.736 3.171 2.195 2.024 Harga Pokok 65.865 67.010 96.787 137.287 Penjualan 74.522 82.619 116.123 169.906 Days of sales outstanding (DSO) Tahun 2004 = 9.063/(74.522 / 365 ) =44,3895 Tahun 2005 = 13.958/(82.619 / 365 ) =61,6646 Tahun 2006 = 14.214/(116.123 / 365 ) =44,6777 Tahun 2007 = 32.980/(169.906 / 365 ) =70,8492 Days of sales in inventory (DSI) Tahun 2004 = 2.736/(65.865 / 365 ) =15,1619 Tahun 2005 = 3.171/(67.010 / 365 ) =169,7868 Tahun 2006 = 2.195/(96.787 / 365 ) =8,2777 Tahun 2007 = 2.024/(137.287 / 365 ) =376,1287 Days of Payables outstanding (DPO) Tahun 2004 = 5.182/(65.865 / 365 ) = 5.182/180,4520 =28,7167 Tahun 2005 = 3.051/(67.010 / 365 ) = 3.051/183,5890 =16,6186 Tahun 2006 = 2.200/(96.787 / 365 ) = 2.200/265,1698 =8,2965 Tahun 2007 = 29.120/(137.287 / 365 ) = 29.120/376,1287=77,4203 Cash Conversion Cycle (CCC) : Days of sales outstanding (DSO) + Days of sales in inventory (DSI) - Days of Payables outstanding (DPO) Tahun 2004 = 44,3895 + 15,1619 -28,7167 = 30,8347 = 31 Hari Tahun 2005 = 61,6646 + 169,7868 -16,6186 = 214,8328 = 215 Hari Tahun 2006 = 44,6777 + 8,2777 -8,2965 = 44,6589 = 45 Hari Tahun 2007 = 70,8492 + 376,1287 -77,4203 = 369,5576 = 370 Hari Dari hasil perhitungan diatas data dilihat bahwa posisi CCC yang paling baik ada pada tahun 2004, dan yang paling buruk yaitu pada tahun 2007. Cash Convesion Cycle (CCC) dihutung dalam periode tahunan dan dapat pula dalam periode tertentu, apabila CCC dihitung dalam periode tahunan 17
  • 18. perhitungan DSO,DSI dan DPO dibagi dengan jumlah hari dalam 1 tahun, namum apabila CCC dihitung dalam periode tertentu saja, maka DSO,DSI dan DPO dibagi berdasarkan pada jumlah hari dari priode perhitungan. 15. Cash-to-Cash Cycle Supply Chain Management berpotensi untuk memperbaiki tiga komponen penggerak dari performansi finansial, yaitu pertumbuhan, keuntungan dan utilisasi kapital. Performansi Supply Chain Management sangat tergantung dari kebijakan dan prosedur pengukuran cash-to-cash cycle yang berfungsi untuk menunjukkan tingkat efisiensi dari extended value stream dalam beroperasi. Dengan demikian, dapat dilakukan evaluasi untuk memperbaiki kebijakan dan prosedur yang terkait dengan pergerakan piutang, persediaan dan hutang perusahan. Untuk mengetahui tingkat likuiditas perusahaan perlu dilihat dari masingmasing komponen dengan memperhitungkan jumlah hari dimana kas diinvestasikan dalam persediaan, ditambah hari pendapatan / piutang yang belum terbayar, dikurangi dengan hari dimana kas yang tersisa masih dapat digunakan (avaiable) di bisnis perusahaan (karena perusahaan belum membayar hutang / tagihan ke supplier). Informasi yang diperoleh dari financial statement PT XYZ pada tahun 2007 dan 2008 adalah sebagai berikut : Perhitungan cash-to-cash cycle PT XYZ dapat dijelaskan sebagai berikut: 18
  • 19. Dari hasil perhitungan cash-to-cash cycle PT XYZ dalam tabel di atas, dapat diketahui bahwa cash-to-cash cycle PT XYZ adalah 41.89 hari (42 hari) yang berarti operating capital / uang kas PT XYZ tertahan selama 42 hari sebelum dapat digunakan kembali untuk meningkatkan value / mengembangkan bisnis PT XYZ memulai siklus produksi yang baru. 16. Working Capital Turn Over Ratio Working Capital Turn Over Ratio dipergunakan untuk mengukur latau menilai keefektifan modal kerja perusahaan selama periode tertentu. dalam arti berapa banyak modal kerja berputs dalam satu periode tertentu. Dari hasil penilaian ratio ini, apabila perputaran modal kerja rendah dapat diambil kesimpulan bahwa perusahaan sedang kelebihan modal kerja,. hal ini kemungkinan disebabkan karena rendahnya perputaran persediaan atau piutang atau saldo kas yang terlalu besar. Demikian pula sebaliknya, jika modal kerja tinggi ada kemungkinan disebebkan tingginya perputaran piutang dan atau saldo kas yang terlalu kecil. Rumus yang digunakan: WCTR = Penjualan Bersih/Modal Kerja Rata-Rata atau WCTR = Penjualan Bersih/Modal Kerja Contoh : Komponen Lap. Keuangan 2005 2006 Penjualan Bersih (Net Sales) 5.950 5.550 Total Aktiva Lancar 1.640 1.340 Modal Kerja Rata-rata 1.500 1.300 19
  • 20. untuk tahun 2005 WCTR = 5.950 / 1.640 = 3,62 kali (3,7) Perputaran modal tahun 2005 3,7 artinya setiap Rp.1,00 modal kerja dapat mengkhasilkan Rp. 3,7 Penjualan. untuk tahun 2006 WCTR = 5.550/1.340 = 4,14 atau 4,2 Perputaran modal kerja tahun 2006 sebanyak 4,2 kali artinya setiap Rp. 1 modal kerja dapat menghasikan Rp. 4,2 penjualan. 17. Operating Expense Ratio (OER) OER menurut kamus keuangan adalah kelompok rasio yang mengukur efisiensi dan efektivitas operasional suatu perusahaan dengan jalur membandingkan satu terhadap lainnya. OER juga sering disebut dengan BOPO (Rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional). Berbagai angka pendapatan dan pengeluaran dari laporan rugi laba dan terhadap angka-angka dalam neraca. Rasio biaya operasional adalah perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan operasional. Rasio biaya operasional digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bak dalam melakukan kegiatan operasi (Lukman D Wijaya, 2000, 120). Semakin rendah BOPO berarti semakin efisien bank tersebut dalam mengendalikan biaya operasionalnya, dengan adanya efisiensi biaya maka keuntungan yang diperoleh bank akan semakin besar. Peringkat Predikat Besaran nilai OER/ BOPO Rasio Beban Operasi merupakan indikator seberapa baik perusahaan adalah mengelola biaya berkelanjutan dari operasi bisnis. Dibutuhkan pengeluaran operasional (OPEX) dan membaginya dengan penjualan dalam suatu periode tertentu. Operasi Beban Ratio = (OPEX pada periode t / Pendapatan Penjualan pada periode t) x 100 Contoh: Apabila property Adiharapkan menghasilkan pendapatan kotor tahunan Rp.50.000.000, dan Rp.22.000.000 darinya digunakan untuk biaya operasi, Maka OER=..? 20
  • 21. OER=0,44, artinya bahwa dari setiap Rp.1 pendapatan kotor yang diperoleh, maka Rp.0,44 darinya digunakan untuk biaya operasi. 18. CAPEX To Sales Ratio Capex adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh ataupun meng-upgrade aset tetap seperti tanah, bangunan, dan mesin produksi. Secara langsung nilai dari capex akan berpengaruh terhadap besarnya pos PPE (property, plant & equipment) di bagian non current assets. Pada umumnya, agar dapat berekspansi, perusahaan harus mengeluarkan capex untuk memperbesar kapasitas produksi. Besar kecilnya capex bergantung pada perkembangan usaha ataupun target yang ingin dicapai oleh manajemen. CAPEX To Sales Ratio adalah indikator untuk mengukur tingkat investasi perusahaan dalam menghadapi masa depan dengan membandingkan belanja modal (CAPEX) terhadap penjualan dalam suatu periode tertentu. CAPEX Terhadap Penjualan = (CAPEX pada periode t / Penjualan Bersih pada periode t) x 100 19. Price Earnings Ratio (P/E Ratio) Price Earning Ratio (PER) adalah salah satu ukuran paling dasar dalam analisis saham secara fundamental. Secara mudahnya, PER adalah „perbandingan antara harga saham dengan laba bersih perusahaan’, dimana harga saham sebuah emiten dibandingkan dengan laba bersih yang dihasilkan oleh emiten tersebut dalam setahun. Karena yang menjadi fokus perhitungannya adalah laba bersih yang telah dihasilkan perusahaan, maka dengan mengetahui PER sebuah emiten, kita bisa mengetahui apakah harga sebuah saham tergolong wajar atau tidak secara real dan bukannya secara future alias perkiraan. PER = Harga Saham/ Earning Per Share (EPS) Dimana EPS : EPS = Laba Setelah Pajak/Jumlah Lembar Saham 21
  • 22. Menghitung PER yaitu dengan membagi harga saham dengan earning per share (EPS) perusahaan yang ditampilkan pada laporan keuangan terakhir perusahaan. Misalnya Contoh : Harga saham ADRO saat artikel ini ditulis adalah 1,990. EPS ADRO pada laporan keuangan 1Q10 adalah Rp 26.9 per saham. Karena angka 26.9 tersebut adalah EPS ADRO dalam satu kuartal (3 bulan), maka EPS-nya di- annualized-kan alias disetahunkan terlebih dahulu dengan cara dikali empat (3 bulan x 4 = 12 bulan = 1 tahun), sehingga hasilnya 26.9 x 4 = 107.6. Maka, PER ADRO adalah 1,990 dibagi 107.6, dan hasilnya adalah 19.1 kali. Dengan demikian, kita bisa mengatakan bahwa „harga saham ADRO adalah 19.1 kali laba bersih yang dihasilkan perusahaan‟. Semakin besar nilai PER sebuah saham, maka semakin mahal saham tersebut. 22
  • 24. 20. Net Promoter Score (NPS) Net Promoter Score di populerkan oleh Fred Reichheld dalam buku The Ultimate Question: Driving Good Profits and True Growth. NPS adalah salah satu metode paling sederhana dalam mengukur loyalitas pelanggan. Pelanggan akan ditanya “Seberapa besar niat dari pelanggan untuk merekomendasikan produk kita kepada teman atau rekan?” dan digambarkan kedalam bentuk rating dari 0 (sama sekali tidak mungkin) sampai dengan 10 (sangat mungkin). Cara perhitungan ini disebut “Net Promoter Score”, karena skor dari pencela diurangi dengan skor dari promoter. untuk mengetahui seberapa besar pencela dan promoter yang dimiliki dalam sebuah organisasi. Pencela dikenal sebagai responden yang memiliki nilai kemungkinan untuk merekomenasikan lebih kecil atau sama dengan 6, sedangkan promotor adalah responden yang memiliki nilai kemungkinan untuk merekomenasikan 9 atau 10 (responden yang memilih 7 atau 8 adalah responden yang bersifat netral). Pengukuran NPS dapat berjalan dari -100% (0% Promotor, 100% Pencela) sampai dengan 100% (100% promoter, 0% Pencela). untuk lebih jelasnya dapat dilihat Gambar dibawah ini. Teori dibelakang NPS adalah Perusahaan akan mengalami pertumbuhan jangka panjang dan berkelanjutan jika persentasi promotornya lebih besar dari pada persentasi pencelanya. 21. Customer Retention Rate Customer Retention Rate adalah metrik yang menunjukkan proporsi pelanggan yang telah tinggal untuk sementara waktu. Tingkat retensi dapat 24
  • 25. dihitung setiap tahun, bulanan atau mingguan. Periodisitas tergantung pada siklus pembelian dan frekuensi di mana pembelian umumnya dilakukan. Pelanggan tingkat retensi dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut: CRR = Jumlah Pelanggan Pada Awal Periode / Jumlah Pelanggan Pada Akhir Periode CRR memberikan perusahaan indikasi kinerja perusahaan dalam hal sejauh mana perusahaan mampu menjaga pelanggan tetap senang. Hal ini diketahui bahwa memperoleh pelanggan baru, 5 kali lebih mahal dari pada mempertahankan yang sudah ada. Ini berarti bahwa mempertahankan tingkat retensi yang tinggi bisa menyelamatkan perusahaan setiap tahun. 22. Customer Satisfaction Index Pada dasarnya pengertian kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara tingkat kepentingan dan kinerja atau hasil yang dirasakan. Engel (1990) dan Pawitra (1993) mengatakan bahwa pengertian tersebut dapat diterapkan dalam penilaian kepuasan terhadap satu perusahaan tertentu karena keduanya berkaitan dengan konsep kepuasan pelanggan, sebagaimana dapat dilihat pada diagram berikut ini: Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kepuasan pelanggan didasarkan pada kinerja dan harapan yang dirasakan pelanggan 25
  • 26. 23. Customer Profitability Score Customer Profitability (CP) adalah ukuran tingkat kontribusi keuntungan tiap pelanggan terhadap total keuntungan perusahaan. Atau dengan kata lain seberapa menguntungkan seorang pelanggan di mata perusahaan. Pelanggan yang menguntungkan harus dijaga agar loyal. Jika belum menguntungkan, hubungan dengan pelanggan perlu dikembangkan sampai menguntungkan. Jika tetap tidak menguntungkan, tidak ada salahnya mengurangi intensitas bahkan memutuskan hubungan daripada menjadi beban bagi perusahaan. Jika data CP dikaitkan dengan data interaksi perusahaan terhadap pelanggan, maka kita bias mendapatkan informasi dampak dari suatu interaksi terhadap CP pelanggan. Dengan kata lain, kita bias mendapatkan informasi dampak dari praktik CRM terhadap keuntungan perusahaan. Perhitungan CP sangat sederhana : total pendapatan dari seorang nasabah dikurangi total pengeluaran perusahaan untuk menjaga hubungan dengan pelanggan terkait. Dalam praktek, perhitungan CP dihadapkan pada tantangan berikut :  Integrasi data dari berbagai aplikasi CRM untuk mendapatkan gambaran utuh tentang seluruh interaksi perusahaan dengan pelanggan  Dengan sistem akuntansi yang umum digunakan saat ini, biaya riil setiap interaksi sulit didapatkan. Perkembangan Activity Based Costing menjadi solusi untuk kelemahan ini Akibat 2 faktor di atas, semakin detail perhitungan CP makin akurat hasil perhitungan CP. Tapi akurasi perhitungan bukanlah segalanya. Hal ini tergantung pada jenis keputusan yang memanfaatkan informasi CP [3]. Setidaknya, perhitungan tersebut bias membedakan nilai satu pelanggan relatif terhadap pelanggan lainnya [4]. Maka tak heran bila detail rumus perhitungan CP bisa bervariasi. Perhitungan CP harus dilakukan secara berkala (biasanya bulanan) sehingga laju perkembangan CP terpantau setiap saat. Analisa CP disebut sebagai customer profitability analysis. Dalam analisa ini dihitung revenue (pendapatan) yang dilakukan oleh seorang customer sepanjang dia menjadi pelanggan produk perusahaan itu (lifetime value of customer). Kemudian estimasi revenue ini dibandingkan dengan biaya 26
  • 27. akuisisi (customer acquisition cost) dan juga biaya pemeliharaan supaya pelanggan loyal (maintenance cost). Jika potensi revenue lebih tinggi, berarti pelanggan itu menguntungkan. Namun jika lebih rendah, maka pelanggan itu tidak memberikan sumbangan profit bagi perusahaan. Analisa Customer Profitability memberikan informasi yang penting bagi perusahaan untuk menentukan apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya. Analisa ini akan membantu perusahaan dalam menentukan: 1. Berapa banyak pelanggan yang menguntungkan bagi perusahaan 2. Seberapa tergantungnnya perusahaan terhadap pelanggan yang menguntungkan tersebut 3. Berapa banyak biaya yang dikeluarkan untuk pelanggan yang menguntungkan tersebut 4. Biaya untuk melayani pelanggan tersebut termasuk iklan, maketing, administrasi dan layanan after sales 5. Pelanggan yang mana yang menjadi target dari kompetitor perusahaan 24. Customer Lifetime Value (CLV) CLV memperkenalkan sebuah dimensi baru untuk memahami nilai dari pemeliharaan pelanggan. Margin berdasarkan kalkulasi fokus pada profit yang dihasilakan pada periode sekarang sama hasilnya dengan pembelian- pembelian oleh customer pada periode berikutnya. CLV memiliki pendekatan yang berbeda. CLV memperlakukan customer sebagai aset perusahaan. Perusahaan-perusahaan yang menggunakan CLV mengakui bahwa biaya-biaya untuk menarik customer saat ini dianggap sebagai investasi untuk jangka panjang. Perusahaan-perusahaan tersebut juga mengakui bahwa investasi tersebut bisa diekspektasikan untuk menghasilkan pendapatan tambahan di masa depan dalam jangka panjang. Lifetime value of the customer merefleksikan net present value dari semua ekpektasi cash flow perusahaan yang diasosiasikan dengan customer. Salah satu formula sederhananya adalah : CLV = m (r / 1 + i – r) m : adalah net margin per pelanggan untuk periode tertentu, i : adalah discounting rate untuk memperoleh present value. R : adalah retention rate, yaitu, berapa persen pelanggan yang dapat diretensi selama periode tertentu 27
  • 28. CLV pada dasarnya adalah nilai pelanggan hari ini, sedangkan margin yang diperoleh oleh perusahaan adalah di masa mendatang. Jadi, diperlukan i untuk membuat perhitungan present value Contoh : Perusahaan memiliki 100 ribu pelanggan di awal bulan Januari 2010. Kemudian, pada akhir Desember, dari 100 ribu pelanggan ini, ternyata 90 ribu yang bertahan. Artinya, nilai r atau retention rate adalah 90 persen. Asumsikan, dari perhitungan yang perusahaan lakukan, net margin yang diperoleh selama satu tahun untuk per pelanggan adalah Rp 100 ribu. Ini adalah semua revenue per pelanggan dikurangi semua biaya per pelanggan. Nilai i atau besarnya discouting rate, dapat dipilih antara bunga deposito atau bunga pinjaman komersial. Asumsikan saja, nilai i adalah 10 persen. Dengan nilai-nilai di atas, maka CLV adalah = Rp 100.000 (0.9 / 1 + 0.1 – 0.9) atau Rp 450.000, kemudian bandingkan dengan biaya akuisisi. Bila biaya akuisisi ternyata sudah lebih besar dari Rp 450.000 25. Customer Turnover Rate (CTR) Turnover rate adalah sebuah angka, baru kemudian berharga ketika dibandingkan dengan angka lainnya. Apabila perusahaan bisa mendapatkan data turnover rate kompetitor atau industri maka akan lebih bermakna. Jumlah Pelanggan yang mengundurkan diri x 100 (Jumlah Pelanggan diawal tahun + Jumlah Pelanggan diakhir tahun) / 2 Contoh : Sebuah perusahaan pada tanggal 1 januari 2012 memiliki 100 palanggan. Pada tanggal 31 Desember 2012 bertambah hingga 120 pelanggan. Selama tahun 2012 ada 5 orang pelanggan yang mengundurkan diri. Maka turnover rate perusahaan tersebut adalah 4,5% 5 x 100 = 4,5 (100 + 120) / 2 26. Customer Engagement 28
  • 29. Customer Engagement adalah indikator untuk mengukur level keterlibatan pelanggan dalam merek bisnis. Pengukuran kinerja dilakukan melalui metode survei berbasis pada kekuatan hubungan antara pelanggan dengan organisasi. 27. Customer Complaints Customer Complaints adalah ungkapan ketidakpuasan terhadap suatu produk baik berupa barang atau jasa. Tidak semua keluhan pelanggan terungkap dengan jelas. Ada juga yang berdampak langsung terhadap kinerja perusahaan tetapi biasanya dampaknya tidak langsung dirasakan. Hampir semua usaha atau bisnis pernah menerima atau mendapati keluhan pelanggan atas produk baik berupa penjualan barang atau jasa dari pelanggannya, keluhan bisa datang dari pelanggan yang sudah eksis ataupun dari pelanggan baru, bahkan sangat memungkinkan keluhan juga datang dari mereka yang belum menjadi pelanggan. Pada umumnya keluhan pelanggan datang dikarenakan oleh lemahnya penangan komunikasi, sehimgga imformasi tidak dapat diterima secara maksimal dan banyak yang mungkin saja menjadi janggal di benak konsumen. Untuk itu, dibutuhkan team untuk menangani keluhan konsumen dengan pengetahuan yang cukup agar keluhan pelanggan dapat di kelola secara benar. Menangani keluhan pelanggan secara lebih dini adalah suatu sikap yang bijaksana dan tepat karena perusahaan akan lebih mampu mengantisipasi hal-hal yang dapat merugikan. Sekecil apapun kekecewaan pelanggan adalah merupakan keluhan yang harus segera ditangani. 29
  • 31. 28. Market Growth Rate (Pertumbuhan Pasar) Pertumbuhan Pasar digunakan sebagai alat untuk mengukur market attractiveness (daya tarik pasar). Pasar disebut tumbuh bila jumlah total keseluruhan pasar lebih besar nilainya dibanding periode terdahulu. Tidak ada jaminan bahwa jika pasar tumbuh berarti perusahaan juga tumbuh. Tetapi hal ini mengisyaratkan bahwa akan lebih mudah bagi perusahaan untuk tumbuh bila pasar tumbuh. Perusahaan bisa melakukan riset dengan mengamati perkembangan pasar yang ada saat ini. Amati trend yang sedang banyak dicari masyarakat, dan amati pula produk-produk yang sudah ada di pasaran. Hasil pengamatan bisa perusahaan jadikan sebagai bahan pertimbangan, sebelum akhirnya melemparkan sebuah produk ke pasaran. Sebelum memasarkan produk sebaiknya perusahaan mengetahui tingkat persaingan yang ada di pasaran. Tawarkan inovasi baru untuk memasuki pasar yang sudah dipenuhi para pesaing. Agar produk perusahaan tidak kalah saing di tengah-tengah pasar yang sudah ramai. Mengingat adanya riset pasar sangatlah penting dalam memasarkan produk. Maka sebisa mungkin lakukan riset, sebelum melangkah. Agar strategi pemasaran yang digunakan tepat sasaran, dan memberikan hasil yang maksimal. 29. Relative Market Share Pangsa pasar relative (Relative Market Share), merupakan pembandingan antara penjualan perusahaan terhadap pesaing terkuat, agar perusahaan mengetahui posisinya dalam pasar. 30. Sales Opportunity Index Sales Opportunity Index adalah indicator yang menunjukkan seberapa sukses sebuah organisasi dapat menumbuhkan prospek untuk produk dan layanan yang dijualnya. Sales Opportunity Index = (Jumlah Kontak Pelanggan yang prospek bulan lalu) / 2 X (Rata per bulan jumlah kontak pelanggan prospek selama 12 bulan) 31
  • 32. Pelanggan bisa dikatakan sebagai pelanggan yang prospek berdasarkan kontak dengan perusahaan baik secara langsung ataupun tidak langsung misalnya, memasuki toko, menyanyakan informasi produk,dan lain-lain. 31. Sales Cycle Index Sales Cycle Index adalah indicator yang berfungsi untuk mengatur durasi dari proses penjualan. Sebuah pelacakan proses penjualan diperlukan untuk merekam saat kontak awal dengan prospek/pelanggan terjadi sampai dengan tanggal penutupan penjualan (apakah sukses atau gagal). Sales Cycle Index = Rata-rata durasi (dalam hari kalender) antara tanggal kontak pertama kali dengan pelanggan sampai dengan tanggal penutuoan transaksi penjualan. 32. Contract Value Index Rasio pemesanan, tetapi pendapatan yang belum diakui terhadap total pendapatan tahunan untuk periode sebelumnya. Contract Value Index = (Total Nilai Kontrak – Pendatan Yang Telah Diakuit Dalam Periode Kontrak)/Total Pendapatan Terbaru Yang Dilaporkan pada Tahun Tentu 33. Sales Close Index Sebuah indikator yang menunjukkan seberapa sukses bagian penjualan dalam merubah prostek menjadi sebuah pelanggan. Calculation: Sales Close Index = (Total Pelanggan Prospek yang menjadi pelanggan) / (Total Pelanggan Prospek). 34. Brand Equity Menurut David A. Aaker, definisi dari merek itu adalah nama dan atau simbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap, atau kemasan) dengan maksud mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau sebuah kelompok penjual tertentu. Dengan demikian suatu merek membedakannya dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh kompetitor. Jadi, dapat disimpulkan bahwa merek mempunyai dua unsur, yaitu brand name yang terdiri dari huruf-huruf atau kata-kata yang dapat terbaca, serta brand mark yang berbentuk simbol. Merek adalah nama, terminologi, tanda, simbol, atau 32
  • 33. desain, atau kombinasi diantaranya, yang ditujukan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari penjual satu dengan penjual yang lain. Sekelompok pembeli kebiasaan (habitual buyers) mempunyai nilai yang tinggi karena mereka mewakili keuntungan yang bisa diharapkan terus mengalir dalam waktu lama. Loyalitas merek secara kualitatif berbeda dari dimensi- dimensi utama lainnya, karena loyalitas merek terkait erat dengan pengalaman menggunakan. Loyalitas merek dari kelompok pelanggan sering merupakan inti dari ekuitas merek. Apabila para pelanggan tidak tertarik pada merek dan membeli karena karakteristik produknya, harga, dan kenyamanan dengan sedikit memperdulikan merek maka berarti kemungkinan ekuitasnya kecil. Sebaliknya, apabila para pelanggan melanjutkan untuk membeli merek tersebut kendati dihadapkan pada para kompetitor yang menawarkan karakteristik produk yang lebih unggul dari segi harga dan kepraktisannya, berarti ada nilai yang sangat besar dalam merek tersebut dan barangkali juga dalam simbol dan slogannya. Menurut David A. Aaker, Brand Equity atau ekuitas merek adalah satu set brand asset dan liabilitas yang berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah barang atau jasa kepada perusahaan atau para pelanggan perusahaan. Merek meningkatkan sense of value konsumen sehingga memberikan insentif untuk menjadikan produk atau jasa yang ditawarkan sebagai pilihan, walau untuk itu mereka harus merogoh saku lebih dalam. Kesediaan konsumen untuk membayar lebih inilah yang membuat merek memiliki nilai yang dapat diterjemahkan ke dalam dolar (atau rupiah). Ekuitas merek dikomunikasikan melalui simbol visual dan pesan konsisten yang memungkinkan konsumen dengan mudah membedakan katakanlah, Visa dan MasterCard. Merek dengan persepsi nilai tinggi selalu disertakan dalam pertimbangan konsumen tersebut. Kalau ekuitas tangible dan intrinsik satu merek secara konsisten lebih tinggi ketimbang merek lain dari kategori yang sama, merek tersebut akan merebut loyalitas konsumen sehingga mereka akan membeli, membeli ulang, dan merekomendasi orang lain untuk membeli. Ada beberapa cara mengukur nilai intrinsik atau ekuitas merek. Ekuitas merek dapat diukur pada tingkat korporasi maupun tingkat kategori dan dengan menggunakan data internal maupun data eksternal. Pada tingkat korporasi, ekuitas merek dapat dihitung berdasarkan data keuangan internal dari sistem akunting perusahaan atau menggunakan data kinerja keuangan 33
  • 34. perusahaan lain yang mirip, alias menggunakan data keuangan eksternal. Sementara itu, pada tingkat kategori, perusahaan dapat mengukur ekuitas merek yang dimiliki dengan membandingkan unit profit margins dan unit marketing costs, dan membandingkan biaya produk lain di kategori yang sama. Perusahaan tersebut dapat pula melakukan survei konsumen untuk mengukur nilai persepsi produk atau jasanya dibanding produk atau jasa lain dari kategori yang sama. SDR Consulting menjagokan cara pengukuran nilai merek dan ekuitas merek melalui survei pelanggan pada tingkat kategori. Info yang didapat lalu digunakan buat menghitung nilai agregat merek pada tingkat korporasi. Menurut Brand Value Model yang dikembangkan SDR, brand value atau nilai merek berkorelasi langsung dengan loyalitas pelanggan. Alhasil, dengan mengubah-ubah kombinasi komponen nilai merek yaitu ekuitas merek, fitur produk, dan harga melalui simulasi komputer, nilai merek dan loyalitas konsumen dapat ditingkatkan. Cara lain memperkirakan nilai finansial suatu merek adalah dengan perhitungan statistik terhadap data pembelian aktual terhadap produk yang diteliti. Kurva orisinal dari data tersebut memang akan menunjukkan fluktuasi tajam (yang disebabkan oleh promosi dan investasi pemasaran lainnya). Namun, dengan regresi, tren yang terjadi tetap akan terlihat. dan, dengan memperhitungkan data lain, akan terlihat pula efek dari upaya pemasaran yang dilakukan. Dengan demikian, data ini dapat digunakan untuk mengevaluasi ROI dari berbagai insisiatif brand marketing, walau belum memberikan gambaran tentang nilai merek. Ada pula model EQUITYMAP sebagai alat bantu untuk mengukur dan merencanakan strategi peningkatan ekuitas merek. EQUITYMAP menggunakan data yang diperoleh dari perilaku konsumen, tenaga ahli industri, dan data keuangan perusahaan yang berbentuk laporan keuangan. EQUITYMAP mendefinisikan bahwa ekuitas merek adalah penambahan nilai keuntungan per tahun (incremental profit per year) dari perusahaan akibat merek (peran merek). Penambahan keuntungan ini disebabkan adanya peningkatan probabilitas pemilihan merek dibandingkan dengan merek dasar (merek yang melakukan usaha minimal dalam pembangunan merek). Peningkatan probabilitas pemilihan merek ini ditimbulkan dari tiga sumber, yaitu (1) peningkatan kesadaran merek, (2) peningkatan persepsi atribut produk, dan (3) preferensi kesesuaian non atribut. Peningkatan persepsi atribut produk dan preferensi kesesuaian non atribut digabung menjadi citra 34
  • 35. merek (brand image). Dari ketiga sumber data ini akan diperoleh ekuitas merek tingkat konsumen dan perusahaan. Pengukuran yang simultan dengan menggunakan EQUITYMAP dapat mengevaluasi hasil investasi yang telah dilakukan terhadap peningkatan ekuitas merek. Untuk perencanaan investasi, EQUITYMAP dapat membantu dalam mengevaluasi perencanaan strategi pemasaran dengan cara melakukan berbagai simulasi dari berbagai alternatif strategi pembangunan merek menggunakan analisis bagaimana-jika (what-if analysis). 35. Cost Per Lead Cost Per Lead (CPL) digunakan dalam iklan online. CPL mendefinisikan berapa banyak pendapatan penerbit menerima ketika ia menciptakan memimpin untuk pengiklan. Misalnya, penerbit dapat menempatkan iklan untuk situs investasi di situsnya. Jika pengguna mengklik pada link iklan, dia diarahkan ke situs web pengiklan di mana ia dapat mendaftar untuk sebuah akun investasi. Jika dia memilih untuk mendaftar, memimpin yang telah dibuat dan penerbit yang dibayar sejumlah tertentu berdasarkan CPL tersebut. 36. Concersion Rate Conversion Rate adalah persentase pengunjung yang mau mengikuti atau melakukan apapun yang perusahaan ingin mereka lakukan. Dengan kata lain, conversion rate adalah jumlah pengunjung yang melakukan suatu langkah sesuai keinginan perusahaan dibagi dengan jumlah pengunjung keseluruhan. Jadi rumusan dasarnya adalah: Conversion Rate = Jumlah Pengunjung yang Melakukan Kehendak Perusahaan/Jumlah Seluruh Pengunjung Mari sedikit berandai-andai. Katakanlah perusahaan ingin menghitung tingkat konversi subscriber feed atau newsletter jejaring nya, dimana keinginan perusahaan adalah pengunjung mendaftar dan menjadi pelanggan feed atau newsletter, dengan asumsi kegiatan pendaftaran langganan dilakukan pada satu halaman khusus, biasa disebut sebagai landing page. Hal yang pertama harus dilakukan adalah membuka statistik atau analytics web yang digunakan (misalnya Google Analytics) untuk mengetahui berapa banyak pengunjung 35
  • 36. yang mengunjungi halaman tersebut dalam satu periode tertentu. Misalnya, Perusahaan ingin menghitung conversion rate kemarin, dan jumlah pengunjung pada hari itu adalah 700. Selanjutnya, lihat statistik pendaftaran feed atau newsletter pada service yang digunakan (misalnya FeedBurner dan MailChimp) dan cek berapa jumlah pendaftar atau pelanggan baru pada hari yang sama. Sebut saja jumlahnya adalah 40 pendaftar baru. Untuk mengetahui conversion rate (tingkat konversi) pada hari itu, bagi jumlah pendaftar/pelanggan dengan jumlah total pengunjung pada landing page, kita dapatkan 40/700 = 0,057, atau jika dipersentasekan berarti sekitar 5%. Tentu perusahaan dapat melakukan penghitungan yang sama pada berbagai jenis landing page, misalnya halaman sales/penjualan untuk menghitung conversion rate pada jumlah pengunjung yang melakukan transaksi. Perlu diperhatikan bahwa contoh di atas hanya diambil dalam satu hari, dan satu hari adalah periode yang sangat pendek untuk mengambil tingkat konversi yang akurat. Idealnya, pengukuran ini dilakukan dalam periode sekurang- kurangnya satu minggu, agar tingkat konversi yang dihitung jauh lebih akurat dan bisa menjadi gambaran. 37. Page Views And Bounce Rates Bounce Rate adalah suatu nilai dalam persentase yaitu jumlah pengunjung yang langsung meninggalkan blog / website perusahaanf setelah membuka sebuah halaman. dapat diketahui dengan menggunakan tools statistik, contohnya Google Analytics. Jika perusahaan menggunakan Google Analytics maka disana akan mendapatkan laporan Bounce Rate sebuah website perusahaan. Nilainya biasanya berkisar dari 0% hingga 100%. Semakin kecil nilai Bounce Rate berarti semakin bagus karena berarti semakin sedikit pengunjung yang langsung meninggalkan website setelah membaca / membuka sebuah halaman di website tersebut. 38. Online Share Of Voice (OSOV) Online Share of Voice (OSOV) adalah jenis perhitungan kinerja yang berdasarkan pada pendapat-pendapat positif, negatif dan netral dari pelanggan atau pengunjung melalui media sosial atau website perusahaan secara online. Banyak orang percaya bahwa pengumpulan data ini sulit, namun semua dapat dilakukan dengan lebih mudah dengan bentuan beberapa tools seperti 36
  • 37. Radian 6, Brandwatch dan Lithium yang memungkinkan Perusahaan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan. 39. Social Networking Footprint Ledakan penggunaan alat jaringan sosial seperti Twitter, Facebook dan LinkedIn, telah menciptakan kebutuhan bagi perusahaan untuk menjadi cerdas dan strategis tentang cara kita menggunakan alat ini. Tapi keterlibatan di media sosial tidak lagi pilihan. Pertimbangkan bahwa di pasar elektronik hari ini, seorang pengusaha kecil mungkin risiko "kredibilitas" tanpa kehadiran online. Sementara itu, menghubungkan di LinkedIn atau memiliki Fan Page Facebook telah menjadi setara dengan bertukar kartu nama. Dan di pasar kerja saat ini, memiliki profil di LinkedIn diposting cepat menjadi alat yang sangat berharga bagi pencari kerja saat ini. Tujuan dari Footprints Media Sosial adalah untuk membantu individu dan pengusaha kecil dalam mengoptimalkan pengalaman media sosial mereka. Apakah perusahaan menggunakan media sosial untuk meningkatkan kenikmatan sosialnya, mencari untuk memajukan karir profesional sesorang. 40. Klout Score Klout adalah Kumpulan aktifitas individu/perusahaan di sosial media, segala aktifitas yang lakukan di sosial media secara online, baik berupa tweet, retweet, like, content, resharing, share, update social network akan menjadi data yang dikumpulkan Klout untuk mengukur;True Reach, Amplification, Network Impact.  True Reach : Seberapa besar pengaruh individu/perusahaan, diukur dari jumlah orang yang dipengaruhi melalui content di sosial media perusahaan, dan respon terhadap content tersebut.  Amplification : Seberapa besar individu/perusahaan mempengaruhi mereka, setiap aktifitas disosial media bagaimana respon mereka terhadap apa yang individu/perusahaan lakukan di sosial media.  Network Impact : Pengaruh perusahaan terhadap sosial network, berapa banyak pengaruh perusahaan terhadap apa yang perusahaan share di sosial media, semakin banyak yang merespon atau reshare, atau retweet akan meningkatkan score perusahaan di sosial media. Score Network perusahaan akan meningkat, apabila perusahaan mempunyai banyak orang yang dipengaruhi, singkatnya semakin aktif perusahaan di 37
  • 38. sosial media semakin tinggi scorenya, dan setiap score Network akan diberi gelar oleh KLOUT. Semuanya berdasarkan analisis dari sosial media yang perusahaan gunakan. Untuk menggunakan indikator klout score maka terlebih dahulu sebuah individu ataupun perusahaan memiliki media social seperti Twitter, Facebook, LinkedIn, Google Plus dan lainya. Kemudian silahkan masuk ke klout.com dan tidak usah mendaftar, cukup dengan masukkan username dan password sosial network seperti Twitter, Facebook, LinkedIn, Google Plus dan lainya, maka akan segera mengetahui berapa score individu/perusahaan dan seberapa besar pengaruh perusahaan di jejaring sosial. 38
  • 39. perspektif proses operasi & supply chain 39
  • 40. 41. Six Sigma Level Six Sigma adalah metodologi menyeluruh untuk menyelesaikan masalah dan peningkatan proses melalui fase DMAIC (Define, Measure, Analyze, Imrove, Control). DMAIC merupakan jantung Six Sigma yang menjamin voice of customer memuaskan keinginan pelanggan.  Define adalah fese menentikan masalah, menetapkan persyaratan- persyaratan pelanggan dan membangun Tim.  Measure adalah fase mengukur tingkat kepercayaan pelanggan  Analyze adalah fase menganalisis sebab-sebab masalah pada proses (X)  Improve adalah fase meningkatkan proses (X) dan menghilangkan sebab cacat.  Control adalah fase mengontrol kinerja proses(X) dan menjamin cacat tidak muncul. Sigma Level diukur pada tahap Measure dan pada tahap setelah improvement. Dalam mengukur sigma level, terlebih dahulu dilakukan identifikasi data, artinya data jenis apa yang akan diolah, data disktrit atau data contious. Identifikasi jenis data ini sangat penting karena dalam pengukuran Sigma level menggunakan cara yang berbeda antara Data Discreate dan Data Continous. Contoh : PT. Ikhwanseadanya adalah perusahaan pengangkutan laut, telah melakukan pengukuran selama tiga bulan, dan diperoleh informasi bahwa proses pengangkutan sebanyak 24 ribu penumpang diketahui jenis-jenis keluhan dari penumpang seperti tabel berikut : No Jenis Kegagalan Sumber Data Frekuensi Cacat 1 Keberangkatan Terlambat Log Kapal 1.915 2 Kedatangan Terlambat Log Kapal 10.550 3 Kendaraan yg diangkut rusak Customer service 26 4 Kecelakaan penumpang Customer service 54 5 Kelebihan pembayaran tiket Complaint 32 40
  • 41. Miskomunikasi dalam 6 Complaint 67 pelayanan 7 Petugas tidak sopan Complaint 29 Total Frekuensi Keluhan (Total Cacat) 12.673 Defect Per Opportunity (DPO) 0,075435 Defect Per Milion Object (DPMO) 75,435 Kapabilitas Proses (Sigma Level) 2,936469 Keterangan :  Terdapat 7 jenis kesempatan kegagalan per penumpang, sehingga Defect Per Opportunities = 24.000 x 7 = 168.000.  Defect Per Opportunity = 12.673/168.000 = 0,075435  Defect Per Million Opportunity = DPO x 1.000.000 = 0,075435 x 1.000.000 = 75435  Kapabilitas Proses (Sigma Level) = normsinv((1000000- DPMO)/1000000)+1,5 = normsinv((1000000-75435)/1000000)+1,5 = 2,94. (Menggunakan Rumus Excel) Dari hasil perhitungan diatas diketahui level pelayanan PT. Ikhwanseadanya yaitu sebesal 2,94 Sigma dengan 75.435 kesalahan(Cacat) dari setiap 1 juta kesempatan. 42. Capacity Utilization Rate (CUR) Capacity Utilization Rate adalah indikator yang mengukur perubahan dari sumber daya yang dimiliki oleh sektor industri, pertambangan dan pertanian. Index ini juga terkait dengan kenaikan CPI (Consumer Price Index) dan berbagai macam index yang terkait dengan inflasi. Jika nilai Capacity Utilization Rate disuatu negara naik maka nilai mata uang negara tersebut juga akan mengalami kenaikan. Dimana CPI adalah Indikator yang mengukur tingkat kenaikan barang dan jasa yang dikenakan kepada konsumen. Dalam perekonomian, CPI biasa diistilahkan sebagai index biaya hidup karena pengukurannya yang menyentuh tingkat konsumen (berbeda dengan Producers Price Index yang hanya mengukur di tingkat produsen). CUR merupakan data pelengkap dari Industrial Production. Data capacity utilization mengukur atau menghitung „tingkat penggunaan modal‟ yang 41
  • 42. dipakai dalam proses produksi. Data ini dapat meningkat atau menurun, sesuai dengan siklus bisnis dalam suatu negara. Naik tingkat produksi. Naiknya tingkat produksi akan menyebabkan naik tingkat penggunaan modal. Kelemahan data capacity utility adalah tingginya tingkat kesulitan dalam menghitung data ini, sehingga menyebabkan market kurang mempercayai tingkat akurasinya. Sama hal nya dengan industrial production, apabila terjadi peningkatan yang melebihi forecasting para ekonom diartikan sebagai meningkatkatnya tingkat inflasi yang pada gilirannya menyebabkan turunnya harga-harga obligasi dan naiknya tingkat suku bunga. 43. Process Waste Level Process Waste Level adalah indikator untuk mengukur seberapa besar tingkat pemborosan yang terjadi pada setiap proses yang ada pada kegiatan operational sebuah perusahaan. Semakin tinggi indikator tersebut maka akan semakin buruk, karena hal ini menandakan bahwa dalam kegiatan operationalnya, terdapat beberapa kegiatan yang tidak efektif dan tidak efisien, dan begitu pula sebaliknya semakin rendah nilai indikator ini, maka akan semakin baik. Mengukur limbah tergantung pada metrik yang digunakan untuk setiap jenis limbah, tetapi biasanya terdiri dari menghitung sederhana atau pengukuran. 44. Order Fulfiment Cycle Time (OFCT) Salah satu jenis pemborsan (Waste) dalam perusahaan adalah pemborosan rantai pasok. untuk itu indikator Order Fulfiment Cycle Time digunakan untuk mengukur Jumlah waktu (hari) yang dibutuhkan sejak dari order diterima sampai produk diterima di tempat pelanggan. Indikator ini digunakan untuk mengukur Kecepatan sistem supply untuk menyediakan produk/jasa. Semakin besar nilai indikator ini maka akan semakin buruk kinerja dari system supply sebuah perusahan. 45. Delivery In Full, On Time (DIFOTAI) Rate DIFOTAI adalah istilah dalam Supply Chain yang menggambarkan kualitas layanan logistik. suatu kedaan dapat dikatakan DIFOTAI jika produk dikirim ke pelanggan sesuai dengan prinsip-prinsipnya, yaitu : D : Delivered (produk telah disampaikan) IF : Dalam Rupiah Penuh (pengiriman itu secara penuh, tidak ada produk yang dipesan hilang) 42
  • 43. OT : On Time (dalam periode waktu yang disepakati) AI : Akurat Faktur (Faktur identik dengan daftar produk dan kuantitas) DIFOTAI =Jumlah unit yang terkirim ontime dan sesuai dengan faktur/Total jumlah unit yang dikirim Contoh : PT. Ikhwanseadanya adalaj perusahaan yang bergerak dibidang jual beli asesoris computer secara online, PT.Ikhwanseadanya memiliki komitmen dalam pengiriman barang pesanan pelanggan dengan lama pengiriman 3 Hari, berikut ini daftar transaksi PT. Ikhwanseadanya. Kode Nama Barang Nama Lama Keterangan Penanan Pelanggan Kirim 001 Ipad Case Tn. A 3 OK 002 Netbook Lenovo Tn. B 3 Warna S10-3, Hitam Pesanan Biru 003 Mouse Logitech Mrs. C 5 OK Infrared 004 Monitor LG 17” Flat Mr D 3 OK 005 Keyboard Logitech Mrs. E 3 Rusak Wireles 007 Laser Pointer Mrs. F 3 OK Dari data pemesanan barang diatas dapat diketahui  A : Jumlah barang terkirim yang sesuai dengan faktur dan tidak mengalami keterlambatan adalah 3 Pesanan dengan kode pesanan 007,004,dan 001  B : Jumlah barang terkirim yang tidak sesuai dengan faktur adalah 2 pesanan dengan kode pasanan 005 dan 002  C : Jumlah barang terkirim yang sesuai dengan faktur, namun mengalami keterlambatan adala , dengan kode pemesanan 003 DIFOTAI = A/ (A+B+C) = 3 / (3+2+1) = 0,5 atau sekitar 50%, 43
  • 44. Ini berarti bahwan kualitas layanan logistik yang dilakukan oleh PT. Ikhwanseadanya terjadi 50% kesalahan baik berupa keterlambatan maupun barang yang dikirim tidak sesuai dengan spesifikasi pesanan. Semakin kecil nilai dari indicator ini maka akan menggambarkan kualitas layanan logistic yang semakin baik, begitu pula sebaliknya semakin besar nilai DIFOTAI maka akan menggambarkan kualitas layanan logitik yang buruk. 46. Inventory Shrinkage Rate (ISR) Inventory Shrinkage Rate adalah perbandingan antara Jumlah/Nilai barang yang tercatat pada buku persediaan dikurangi dengan jumlah/nilai dari hasil perhitungan fisik barang. Indikator ini digunakan untuk mengukur kinerja dari penggunaan barang, apakah barang yang telah dipesan digunakan sesuai dengan kebutuhan atau tidak. 44
  • 45. 47. Project Schedule Variance (PSV) Project Schedule Variance digunakan untuk menghitung penyimpangan antara BCWS dengan BCWP. Nilai positif menunjukkan bahwa paket-paket pekerjaan proyek yang terlaksana lebih banyak dibanding rencana. Sebaliknya nilai negative menunjukkan performa pekerjaan yang buruk karena paket-paket pekerjaan yang terlaksana lebih sedikit dan jadwal yang direncanakan. Variabel yang menunjukkan apakah jadwal yang lebih lama/lebih lambat dari yang direncanakan. PSV = BCWP – BCWS Dimana : Budgeted Cost For Work Performed (BCWP) adalah biaya rencana pekerjaan yang telah dilaksanakan selama periode waktu tertentu. BCWP dinilai berdasarkan prosentase pekerjaan yang telah dilaksanakan yang dinilai dengan suatu ukuran kemajuan pekerjaan yang telah ditetapkan dan merupakan akumulasi dari pekerjaan-pekerjaan yang telah diselesaikan. BCWP biasa juga disebut dengan EV (Earned Value) Budgeted Cost for Work Scheduled (BCWS) merupakan anggaran biaya yang dialokasikan verdasarkan rencana kerja yang telah disusun terhadap waktu. Indikator Nilai Penilaian Status Project Schedule Positif Lebih Capat dari Rencana, BCWP > Variance BCWS Nol Rencana = Aktual Negatif LEbih Lambat dari Rencana, BCWP < BCWS 48. Project Cost Variance (PCV) Project Cost Variance merupakan selisih antara nilai yang diperoleh setelah menyelesaikan paket-paket pekerjaan dengan biaya aktual yang terjadi selama pelaksanaan proyek. Cost variance positif menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh setelah menyelesaikan paket-paket pekerjaan Iebih besar dan biaya yang dikeluarkan untuk mengerjakan paket-paket pekerjaan tersebut. Sedangkan nilal negative menunjukkan nilai yang didapat setelah 45
  • 46. menyelesaikan paket-paket pekerjaan lebih kecil dibanding biaya yang sudah dikeluarkan. Variabel ini menunjukkan apakah kinerja biaya sudah melebihi atau masih kurang dari biaya yang sudah direncanakan PCV = BCWP – ACWP dimana: BCWP (Budgeted Cost For Work) adalah biaya rencana pekerjaan yang telah dilaksanakan selama periode waktu tertentu. ACWP (Actual Cost for Work Performed) adalah representasi dan keseluruhan pengeluaran yang dikeluarkan untuk menyelesaikan pekerjaan dalam periode tertentu. Indikator Nilai Penilaian Status Project Cost Variance Positif Penghemantan, BCWP > ACWP Nol Biaya Rencana = Biaya Aktual Negatif Pemborosan, BCWP < ACWP Contoh : 49. Earned Value (EV) Metric Dalam EV Matric terdapat banyak unsur yang dapat diukur, sesuai dengan gambar berikut : Unsur Formula Keterangan Schedule Performance BCWP/BCWS) Matriks ini digunakan Index (SPI) untuk mengukur efisiensi jadwal. Matriks ini menggambarkan seberapa cepat realisasi sebuah project/kegiatan terhadap progress yang direncanakan. Apabila hasilnya kurang dari 1.0, maka proyek terlambat dari jadwal yang ditentukan 46
  • 47. Apabila hasilnya lebih dari 1.0, maka proyek lebih cepat dari jadwal yang ditentukan ETC (Estimate Total (BAC-BCWP)/CPI Mencatat perkiraan Cost) Dimana : biaya dari total BAC(Budget At Cost) = pekerjaan yang tersisa Biaya yang dari sebuah proyek. ETC dianggarkan pada saat yang rinci akan proyek selesai. menggambarkan sisa CPI (Cost Performance pekerjaan, estimasi Index) = sumber daya, dan biaya BCWP/ACWP untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut EAC (Estimate Cost At BAC/CPI atau Mencatat perkiraan total Complesion) ACWP+ETC biaya dari pekerjaan pada saat proyek telah selesai 50. Innovation Pipeline Strength (IPS) Innovation Pipeline Strength (IPS) merupakan indikator seberapa kuat pipa inovasi perusahaan. Indikator ini mengukur potensi pendapatan masa depan proyek-proyek inovasi potensial yang sedang berlangsung. IPS = Jumlah (Proyek Inovasi x Potensi Pendapatan Masa Depan) 51. Return On Innovation Investment (ROI2) Sebuah ukuran kinerja digunakan untuk mengevaluasi efektivitas investasi perusahaan dalam produk baru atau jasa. Laba atas investasi inovasi dihitung dengan membandingkan keuntungan dari penjualan produk atau layanan baru untuk penelitian, pengembangan dan belanja langsung lainnya dihasilkan dalam menciptakan produk-produk baru atau jasa. Fokus dari metrik ini tidak hanya untuk menentukan seberapa baik sebuah perusahaan mengubah investasi dalam produk baru atau jasa menjadi keuntungan tambahan bagi perusahaan, tetapi juga seberapa efisien dalam R&D pengeluaran. Perusahaan yang lebih baik adalah mampu meramalkan 47
  • 48. permintaan penawaran baru, serta seberapa efisien dalam mengalokasikan sumber daya, semakin baik pengembalian atas investasi inovasi seharusnya. 52. Time To Market Index Kemampuan fungsi pengembangan produk untuk merilis produk baru atau jasa secara tepat waktu. Time to Market Index = Rata-rata (waktu dari persetujuan manajemen sampai dengan memulai peluncuran dari setiap produk). 53. Return of Marketing Invesment (ROMI) Return of Marketing Invesment adalah kontribusi yang dihasilkan dari investasi pemesaran yang beresiko. ROMI merupakan ukuran yang relative baru dalam manajemen pemasaran. Tujuan dari ROMI adalah mengukur kontribusi dari pengeluaran pemasaran terhadap keuntungan. Manfaat penggunaan indeks ROMI, indeks mROMI dan Marketing ROI akan memberikan manfaat sebagai berikut:  Dapat digunakan sebagai model untuk mendefinisikan potensi penjualan tambahan yang diperoleh dari media atau teknik promosi tertentu.  indeks-indeks ROMI dapat digunakan untuk meramalkan perubahan- perubahan anggaran pemasaran terhadap penjualan.  Marketing ROI dapat digunakan untuk memprediksi tingkat pengembalian dari investasi dalam bidang pemasaran. indeks ROMI biasa dihitung sebagai berikut: indeks ROMI = Penjualan/Penerimaan tambahan karena upaya/investasi pemasaran (Rp) / Pengeluaran Pemasaran. selanjutnya indeks marjin ROMI (mROMI) dapat dihitung sebagai berikut: indeks mROMI = ROMI x Contribution Margin (%) untuk perhitungan Marketing ROI adalah sebagai berikut: Marketing ROI = (indeks mROMI-1,00)x100% Contoh : 48
  • 49. Variabel Teknik Promosi 1 Teknik Promosi 2 Pertambahan Penjualan 250 juta 70 juta Biaya Tambahan 50 juta 20 juta Contribution Margin 30% 50% Hitung indeks ROMI, indeks mROMI dan Marketing ROI untuk kedua teknik promosi diatas. Teknik promosi mana yang memiliki Marketing ROI lebih baik? Teknik Promosi 1: indeks ROMI = 250 juta/ 50 juta = 5,0 indeks mROMI = 5,0 x 30% = 1,50 Marketing ROMI = (1,50-1,00)x 100% = 50% Teknik Promosi 2: indeks ROMI = 70 juta/ 20 juta = 3,5 indeks mROMI = 3,5 x 50% = 1,75 Marketing ROMI = (1,75-1,00)x 100% = 75% Berdasarkan marketing ROI, diketahui teknik promosi 2 lebih baik dari pada teknik promosi 1, karena setiap rupiah yang diinvestasikan dalam teknik promosi 2, memberikan tambahan penerimaan sebesar Rp. 3,5 dan tingkat pengembalian sebesar Rp. 1,75 atau 75% dalam bentuk marketing ROI. dibandingkan Teknik Promosi 1 hanya sekitar 75%. 54. First Pass Yield (FPY) First Pass Yield adalah hasil bebas cacat pertama kali tanpa dikerjakan ulang. Jika: A : jumlah barang/jasa yang berhasil dihasilkan dari proses kita tanpa sama sekali kerja ulang (rework) B : jumlah barang/jasa yang dihasilkan dari proses kita dengan minimal satu kali rework C : jumlah barang/jasa yang di reject. Maka: 49
  • 50. n = jumlah total barang/jasa yang diproses = A+B+C Yield = (A+B)/n Dan, yang disebut First Pass Yield (FPY) = A/n Contoh: Diketahui Nilai Jumlah Barang/Jasa yang dihasilkan tanpa cacat/gagal (A) 2500 Jumlah Barang/Jasa yang dihasilkan dengan pengerjaan 256 ulang/Perbaikan (B) Jumlah Barang/Jasa yang ditolak (Reject) dan tidak dapat dikerja 56 ulang (C) n = 2500+256+56 = 2.812 FPY = 2500/2.812 = 0.889 55. Rework Level PT.Ikhwanseadanya harus melakukan Rework (Pengerjaan Ulang) terhadap produk yang telah dihasilkan sebanyak 500 unit Kalkulator. Tenaga Kerja yang di lembur-kan untuk mengerjakan Rework sebanyak 10 orang. Menurut Perhitungan Process Engineer, waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan Rework adalah 5 menit per unit. Berapakah Waktu Kerja yang diperlukan untuk menyelesaikan Rework tersebut ? Penyelesaiannya : Diketahui : ST (Standard Time) = 5 menit Tenaga Kerja = 10 orang Target Output = 500 unit Dicari : Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan Rework? Waktu Kerja = (ST x Output) / Tenaga Kerja Waktu Kerja = (5 menit x 500) / 10 orang Waktu Kerja = 250 menit Maka berdasarkan perhitungan diatas, Untuk menyelesaikan Rework tersebut PT. Ikhwanseadanya memerlukan waktu kerja sebanyak 250 menit. 50
  • 51. 56. Quantity Index Menunjukkan perubahan kuantitas (misalnya volume penjualan, jumlah produksi, dsb.) dari satu periode ke periode lain. Indeks Kuantitas = (Qn/Q0) * 100% Keterangan: Qn : jumlah produk pada tahun ke-n. Q0 : jumlah produk pada tahun dasar. Contoh: Tahun Jumlah produk (Q) o: 1981 (th. dasar) 200 n: 1986 250 Indeks Kuantitas = (Qn/Q0) * 100% = (250/200)*100% = 125% 57. Overall Equipment Effectiveness (OEE) Metode pengukuran yang berfungsi untuk mengetahui efektifitas penggunaan dan pemanfaatan mesin, peralatan, waktu serta material dalam sebuah sistem operasi di industri menufaktur OEE = Avilability X Performance X Quality Dimana : Availability = Waktu Operasi / Waktu Produksi yang direncanakan Performance = (Standard Cycle Time x Total Pieces)/Operating Time Quality = First Past Yield (%) Pieces / Total Pieces Contoh : Diketahui Nilai Availability Jadwal Operasi Mesin 8 Jam (480 Menit) Istirahat 30 Menit Downtime 60 Menit Waktu Jadwal 480-30 = 450 (Menit) 51
  • 52. Realisasi Waktu 450-60=390 (Menit) Availability (A) =390/450=0.867 =86,7% Performance Produksi Unit/Jam =40 (unit)/60 (menit) =1,5 menit/unit Prosuksi Mesin per shiftnya. 242 unit Waktu Produksi = 242/1.5 = 363 menit Performance (P) = 363/390 = 0.931 = 93,1% Quality Produksi Mesin untuk barang 230 unit berkualitas baik pertama kali (FYP) Quality (Q) = 230/242 = 0.950 = 95% OEE (AxPxQ) = 86,7 x 93,1 x 95 Sekiranya, kita perlu membanding, maka saya perkenalkan nilai OEE standar World Class Manufacturing sebagai berikut.:  Availability = 90,0%  Performance = 95,0%  Quality = 99,9%  OEE = 85,0% 58. Process Or Machine Downtime Level Kita semua tahu bahwa hanya dengan satu menit dari downtime dapat berarti kehilangan produktivitas, kehilangan keuntungan, limbah meningkat, keselamatan dikompromikan dan reputasi rusak. Tapi solusi Proses sementara otomatisasi berbuat banyak untuk mempercepat, mengoptimalkan dan melindungi proses manufaktur, perangkat lunak itu sendiri harus dilindungi dari downtime atau kehilangan. Untuk itu banyak perusahaan khususnya perusahaan manufaktur menjadikan downtime sebagai sebuah KPI, sehingga perhatian terhadap masalah downtime ini menjadi sangat serius oleh sebuah unit kerja. indikator yang digunakan disebut Downtime Level baik untuk pengukuran proses kerja maupun mesin. Downtime Level mengukur sejauh mana proses operasional tersedia dan berjalan. Downtime Level = (TA t / t PPT) x 100 52
  • 53. dimana: T PPT adalah waktu produktif direncanakan bahwa proses harus tersedia dalam periode waktu t tertentu. TA t adalah waktu produktif yang sebenarnya yang telah tersedia dalam waktu t periode tertentu. Contoh: Downtime Level Diketahui Nilai Jadwal Operasi Mesin 8 Jam (480 Menit) Istirahat 30 Menit Downtime 60 Menit Waktu Jadwal 480-30 = 450 (Menit) Realisasi Waktu 450-60=390 (Menit) Downtime Level =390/450=0.867 =86,7% 59. Process Cycle Efficiency Process Cycle Efficiency (PCE). Metode ini memudahkan untuk menentukan apakah proses yang dilakukan tersebut memiliki value-add. Untuk itu dimembutuhkan beberapa hal : 1. Memetakan proses 2. Mengidentifikasi langkah-langkah value-add, non value-add, dan langkah penting namun tergolong non value-add 3. Menstratakan maping sesuai point nomer 2 4. Tambahkan dimensi waktu pada langkah-langkah proses Setelah langkah-langkah tersebut selesai, maka dapat dengan mudah menghitung seberapa banyak persentasi dari value-add. Waktu dari keseluruhan proses disebut cycle time. Untuk mengidentifikasi PCE, cukup membagi waktu value-add time dengan cycle time. PCE = (value-add time / cycle time) x 100 Contoh: Berikut kami berikan contoh PCE pada suatu perusahaan manufaktur 53
  • 54. Proses di atas memiliki cycle time 860 detik dan value-add time 182 detik. Maka setelah menghitung PCE dari proses keseluruhan bernilai 21%.dari hasil perhitungan (182.860)x 100 Dengan kata lain hanya 21% dari keseluruhan proses yang memberikan value-add kepada customer. Dengan penghitungan data PCE, sebuah perusahaan dapat meningkatkan persentase value-add mereka kepada customer dengan mengeliminasi atau mereduksi waste in waiting dalam proses mereka. Jika perusahaan melakukan cara ini maka perusahaan akan menjadi perusahaan yang mengutamakan kepentingan customer sehingga bukan tidak mungkin perusahaan akan mendapatkan order lebih banyak lagi. 60. First Contact Resolution (FCR) Dalam Customer Relationship Management (CRM), resolusi panggilan pertama adalah menangani masalah pelanggan saat meminta bantuan untuk pertama kali, sehingga menghilangkan kebutuhan bagi pelanggan untuk menindaklanjuti dengan panggilan kedua. Waktu bicara (waktu rata-rata agen 54
  • 55. menghabiskan pada setiap panggilan) adalah kinerja FCR. Secara umum, rata-rata bicara untuk setiap panggilan pertama tinggi tanda bahwa panggilan pelanggan tidak dijawab dengan memuaskan. Manajer call center biasanya dengan hati-hati memonitor tindak lanjut panggilan karena selain menjadi indikasi ketidakpuasan pelanggan, tindak lanjut panggilan membuat volume panggilan meningkat secara keseluruhan yang, dan pada gilirannya akan memerlukan lebih banyak agen. 55
  • 57. 61. Human Capital Value Added (HCVA) Rasio dari VA terhadap HC. Rasio ini menunjukkan kontribusi yang dibuat oleh setiap rupiah yang diinvestasikan dalam HC terhadap value added organisasi:  Output (OUT) : Total penjualan dan pendapatan lain.  Input (IN) : Beban dan biaya-biaya (selain beban karyawan).  Value Added (VA) : Selisih antara Output dan Input VA = OUT – IN Rasio dari VA terhadap HC. Rasio ini menunjukkan kontribusi yang dibuat oleh setiap rupiah yang diinvestasikan dalam HC terhadap value added organisasi:  Human Capital (HC) : Jumlah karyawan. HCVA = VA/HC 62. Revenue Per Employee (RPE) Sebuah rasio penting yang terlihat pada penjualan sebuah perusahaan dalam kaitannya dengan jumlah karyawan yang mereka miliki. Hal ini dihitung sebagai: RPE = Pendapatan Sebelum Pajak (EBIT)/Jumlah Karyawan Rasio ini sangat berguna bila dibandingkan dengan perusahaan lain dalam industri yang sama. Idealnya, sebuah perusahaan ingin pendapatan tertinggi per karyawan mungkin, karena itu menandakan produktivitas yang lebih tinggi. Contoh : Tahun EBIT Jumlah Karyawan RPE A B C B/C 2009 200.000.000 156 1.282.051 2010 240.000.000 150 1.600.000 2011 360.000.000 210 1.714.285 57
  • 58. Dari data diatas dapat diketahui bahwa pendapatan tiap karyawan selama tahun 2009 sampai dengan 2011 mengalami kenaikan. 63. Employee Satisfaction Index Kesuksesan suatu organisasi akan sangat tergantung pada pengetahuan, keterampilan, kreativitas, motivasi dan latar belakang dari organisasi tersebut. Menghargai karyawan dan menjamin bahwa karyawan itu puas bekerja dalam perusahaan adalah sangat penting. Untuk itu banyak perusahaan yang menjadikan Employee satisfaction index sebagai alat ukur prestasi perusahaan dalam mengelola Sumber Daya Manusianya. 64. Employee Engagement Level Employee Engagement amat penting diterapkan didalam organisasi jasa, karena organisasi jasa memiliki hubungan people to people yang harus diimbangi dengan kualitas SDM yang unggul. DDI (Development Dimension International) sebagai konsultan Manajemen Sumber Daya Manusia terbesar di dunia pada tahun 2009 menyatakan membangun keunggulan bersaing melalui inovasi produk saat ini sudah mulai ditinggalkan karena mereka menyadari betapa mudahnya meniru sebuah produk yang biaya R&D nya tidak sedikit. Susanto (2004) beranggapan bahwa memilih jalan yang efisien dan efektif dalam memenangkan persaingan di industri jasa menjadi impian banyak pengusaha saat ini. Salah satu alternatif adalah dengan mengimplementasikan employee engagement, dimana sebuah keunggulan bersaing diterapkan melalui SDM yang unggul dalam melayani konsumen. McBain (2007) menyatakan bahwa employee engagement berdampak bagi organisasi dalam hal penciptaan hasil yang berhubungan dengan konsumen (customer related outcomes) seperti peningkatan layanan, kepuasan dan loyalitas konsumen. Institute of Employee Studies (2004) mendefinisikan employee engagement adalah suatu sikap positif dari karyawan terhadap organisasi tempat dirinya bekerja. Karyawan yang “terpacu” akan peduli dan rasa memiliki atau mengabdikan diri terhadap bisnis organisasi secara maksimal dan bekerja secara tim untuk meningkatkan performansi bagi organisasi. Benthal melalui DDI (2005) mengartikan employee engagement adalah suatu keadaan dimana manusia merasa dirinya menemukan arti diri secara utuh, memiliki motivasi dalam bekerja, mampu menerima dukungan dari orang lain 58
  • 59. secara positif, dan mampu bekerja secara efektif dan efisien di lingkungan kerjanya. 65. Overall Labour Efectiveness (OLE) Overall Labour Efectiveness (Efektifitas Tenaga Kerja Keseluruhan) adalah indikator tenga kunci (KPI) untuk mengukur utilitas, kinerja dan kualitas ternaga kerja beserta dampaknya terhadap produktifitas. Mirip dengan Efektifitas Peralatan Keseluruhan (Overall Equipment Effectiveness = OEE), OLE mengukur ketersediaan (Availability), Kinerja (Performance) dan Kualitas (Quality).  Ketersediaan (Availability) adalah persentase waktu yang dihabiskan karyawan dalam memberikan kontribusi efektif.  Kinerja (Performance) adalah jumlah produk yang disediakan.  Kualitas (Quality) adalah persentase produk tanpa cacat (sempurna) yang diproduksi dan dapat dijual. OLE membantu produsen untuk memahami kesaling ketergantungan dan trade off produktifitas di lantai pabrik dan profitabilitas melalui mengukur kontribusi tenaga kerja. OLE = Availability x Performance x Quality Contoh : Misalkan ada seorang karyawan memiliki standar pekerjan sebagai berikut: Satu minggu harus bekerja selam 40 jam produktif, menghasilkan 200 unit output dengan tingkat kualitas bebas cacat (zero defect) Selama waktu satu minggu, diakukan pengukurn terhadap kinerja budi, dan memberikan data actual sebagai berikut:  Dalam 1 minggu, budi hanya bekerja 35 jam (5 jam absen), Availability = 35/40 = 0,875 = 87,5%  Output yang dihasilkan oleh budi dari 35 jam bekerja itu 150 unit produk, Performance = Aktual/Standar = 150/200 = 0,750 atau 75%  Dari 150 produk yang dihasilkan, terdapat cacat/rework 10 unit, Quality = (150-10)/150 = 0,933 atau 93,3%  Maka OLE = A x P x Q = 0,875 x 0,750 x 0,933 = 0, 6123 atau 61,23% Dari perhitungan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Budi hanya mempu mengkonversi 61,23% potensinya untuk menjadi output yang menguntungkan bagi perusahaan. 59
  • 60. 66. Staff Advocacy Score Staff Advocacy Score adalah ukuran sejauh mana karyawan pendukung bisnis. Hal ini dapat diukur dengan menanyakan pertanyaan sederhana: "Seberapa besar kemungkinan bahwa Anda akan merekomendasikan perusahaan ini sebagai tempat yang baik untuk bekerja kepada teman?" Indikator ini biasanya sudah termasuk dalam salah satu pertanyaan dalam Survey Kepuasan Karyawan. 67. Employee Turnover Rate Dalam sebuah perusahaan sumber daya menusia merupakan hal yang paling utama, untuk itu menjadi sangat penting untuk menjaga/mengendalikan tingkat turn over karyawan.Jika setiap tahun banyak pegawai yang keluar, maka akan ada biaya yang tinggi untuk melakukan rekrutmen. Selain itu perlu juga ada biaya untuk training, proses adaptasi, dan pengembangan kompetensi para pegawai baru. Employee Turn Over = Jml Karyawan Keluar periode tertentu/jumlah karyawan pada awal periode tertentu. Contoh: Jumlah karyawan yang keluar dalam periode Januari s/d Desember 2011; kemudian dibandingkan jumlah karyawan pada bulan Januari. Jadi misalnya, jumlah karyawan yang keluar sepanjang periode Januari – Desember 2011 ada 20 orang. Sementara jumlah karyawan pada bulan Januari 2011 adalah 800 karyawan. Jadi angka persentase turn overnya adalah : 20/800 = 0,025 atau kalau di-persentasekan menjadi 2,5 %. Jika angka turn over diatas 10 % maka itu tergolong sangat tinggi. Pada sisi lain, ada beberapa industri tertentu yang angka turn over-nya cenderung lebih tinggi, dibanding industri lainnya. Misalnya industri retail, angka turn over pegawainya cenderung relatif lebih tinggi dibanding industri lainnya. 68. Average Employee Tenure (Rata-Rata Masa Jabatan Karyawan) Average Employee Tenure adalah indikator yang mengunjukkan seberapa besar tingkat loyalitas karyawan dalam sebuah perusahaan.Semakin tinggi nilai dari rata-rata masa jabatan karyawan maka akan semakin baik. Indikator 60
  • 61. ini juga menunjukkan seberapa besar pemborosan dalam perekrutan karyawan. Average Employee Tenure = Total masa kerja seluruh staff /Total Staff Contoh: No Nama Karyawan Masa Kerja 1 Karyawan A 5 2 Karyawan B 3 3 Karyawan C 7 4 Karyawan D 2 5 Karyawan E 5 6 Karyawan F 5 7 Karyawan G 7 8 Karyawan H 1 Total Masa Kerja Karyawan 35 Jadi Average Employee Tenure = 35/8 = 3,475 Indikator ini juga dapat menjadi pertimbangan kinerja dari efektifitas dari kegiatan perekrutan karyawan oleh Bagian HRD. 69. Absenteeism Bradford Factor KPI ini mencoba mengukur tingkat kehadiran karyawan; dimana angka targetnya adalah sebaiknya 100 %. Artinya tidak ada karyawan yang mangkir dan tidak masuk tanpa alasan. S = jumlah kesempatan ketidakhadiran dalam 52 minggu terakhir D = jumlah hari absen dalam 52 minggu terakhir Contoh: Karyawan A Memiliki 9 sickdays dalam setahun, 4 adalah absen hari dan 5 berada dalam blok. S = 1 (1) + 1 (1) + 1 (1) + 1 (1) + 1 (5) = 5 D=1+1+1+1+5=9 skor = 5 x 5 x 9 = 225 61
  • 62. Karyawan B Memiliki 15 sickdays dalam setahun, 3 blok dari 5 hari. S = 1 (5) + 1 (5) + 1 (5) = 3 D = 5 + 5 + 5 = 15 skor = 3 x 3 x 15 = 135 Contoh menunjukkan bahwa B memiliki sickdays lebih dari A, namun B Skor Bradford lebih rendah dari A. Hal ini karena beberapa hari absen dianggap lebih mengganggu perusahaan, dibandingkan periode yang lebih lama sedikit dari ketiadaan. 70. 360-Degree Feedback Score 360-Degree Feedback adalah tipe penilaian paling komprehensif namun relative lebih mahal. Pola ini memberi seseorang kesempatan untuk mengetahui bagaimana mereka dinilai orang lain; termasuk untuk melihat ketrampilan dan perilakunya. Manfaatnya antara lain untuk meningkatkan kinerja dan dapat juga untuk memperbaiki komunikasi dengan orang lain. Dari studi yg dilakukan Walker and Smither (1999) selama lima tahun,memang antara satu-dua tahun pertama tak ada perbaikan signifikan. Namun setelah itu tampak ada peningkatan kinerja. Selain itu studi yang dilakukan Reilly et al. (1996) menunjukkan adanya peningkatn kinerja di bidang administrasi pada tahun-tahun pertama dan berlangsung terus setelah dua tahun. Menurut (Maylett & Riboldi, 2007) model 360 derajad ini dapat digunakan untuk memprediksi kinerja di masa datang. 360 degree feedback adalah suatu metode penilaian kinerja yang memungkinkan karyawan untuk memperoleh kesempatan menerima feedback dari supervisor dan rekan kerjanya. 360 degree feedback memberikan pemahaman terhadap individu mengenai bagaimana efektivitasnya sebagai karyawan, kolega maupun staf berdasarkan pandangan orang lain. 360 degree feedback juga memberikan suatu insight mengenai skill dan perilaku yang diinginkan oleh organisasi sesuai dengan visi, misi dan tujuan yang diembannya. Feedback diperlukan dalam membangun perilaku yang dibutuhkan oleh organisasi. Siapa yang memberikan rating? Umumnya perating adalah orang yang sama- sama dipilih baik oleh karyawan maupun organisasi, yaitu orang yang berinteraksi secara rutin oleh orang yang menerima feedback. 62