SlideShare a Scribd company logo
1 of 16
PENGARUH STRUKTUR ORGANISASI YANG KURANG BAIK



                                MAKALAH
  Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Tugas Mandiri
                Pada Mata Kuliah Perilaku Organisasi




      Disusun Oleh:

      Nama    : Mira Komalasari
      NIM     : 1257201091
      Prodi   : S1/Sistim Informasi



      Dosen:
      Antonius Siburian, M,SE




                  STMIK Mercusuar

                      Bekasi
                      2011/2012
BAB I
                                   PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
    Pencapaian visi, misi dan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan bersama oleh warga sekolah,
diperlukan kondisi sekolah yang kondusif dan keharmonisan antara tenaga pendidikan yang ada di sekolah
antara lain kepala sekolah, guru, tenaga administrasi, dan orang tua murid/masyarakat yang masing-masing
mempunyai peran yang cukup besar dalam mencapai tujuan organisasi.
Suatu organisasi akan berhasil dalam mencapai tujuan dan program-programnya jika orang-orang yang
bekerja dalam organisasi tersebut dapat melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik sesuai dengan bidang
dan tanggung jawabnya. Agar orang-orang dalam organisasi tersebut dapat melaksanakan tugasnya
dengan baik, maka diperlukan seorang pemimpin yang dapat mengarahkan segala sumber daya dan
membawa organisasi pendidikan (sekolah) menuju ke arah pencapaian tujuan.
Dalam suatu organisasi, berhasil atau tidaknya tujuan tersebut sangat dipengaruhi oleh factor-faktor seperti
pemimpin dan orang yang dipimpinnya, serta perilaku organisasi yang dijalankannya. Agar organisasi dan
kepemimpinan yang dilaksanakan oleh pemimpin dalam organisasi dapat berjalan secara efektif dan
efesien, salah satu tugas yang harus dilakukan adalah mengawal dan mengarahkan perilaku organisasi
dalam memberikan kepuasan kepada orang yang dipimpinnya/ yang menjadi costumernya.
   Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin di lingkungan satuan pendidikan harus mampu mewujudkan
tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Kepemimpinan dalam lingkungan satuan pendidikan selalu melibatkan
upaya seorang kepala sekolah untuk mempengaruhi perilaku organisasi, para pengikut/guru dalam suatu
situasi. Agar kepala sekolah dapat melaksanakan fungsi kepemimpinannya, dia bukan saja harus memiliki
wibawa tetapi harus memiliki kesanggupan untuk menggunakan wibawa ini terhadap para guru supaya
diperoleh kinerja guru yang baik.
   Dalam sebuah organisasi perlu ditetapkan arah perilaku organisasi dan azas-azasnya. Diantaranya
adalah pembagian tugas. Yang perlu diperhatikan dalam azas pembagian tugas ini adalah kemampuan dari
individu-individu yang diserahi tugas. Dengan demikian dalam suatu organisasi perlu adanya manajemen
efektif yang mampu mengarahkan dan membina perilaku organisasi dan administrasi.
    Dari uraian tersebut di atas, maka perilaku suatu organisasi dapat berpengaruh sangat besar dalam
pencapaian tujuan/ visi dan misi suatu organisasi maupun dalam tatanan hidup di masyarakat. Robbins
(2002). Menjelaskan perilaku organisasi berupaya mengetahui faktor-faktor penyebab perilaku seseorang
atau kelompok. Penjelasan terhadap suatu fenomena dalam manajemen merupakan hal penting karena
membantu para manajer atau pemimpin tim dalam melakukan sasaran lain yaitu mengendalikan situasi
penyebab perilaku individu atau kelompok kerja tersebut.
    Atas pemahaman tersebut, dapat diketahui bahwa manajemen dalam suatu organisasi merupakan suatu
keahlian menggerakkan dan mengendalikan orang lain untuk mencapai tujuan yang ditentukan sebelumnya.
Dengan demikian aktifitas dari kegiatan organisasi ditentukan oleh peran seorang pemimpin dan dibantu
oleh individu-individu yang menjadi bawahannya. Dan di setiap lembaga satuan pendidikan tentu
mempunyai seorang kepala sekolah sebagai pemimpin dan guru, serta karyawan sebagai bawahannya.
Pemimpin oleh Winardi (2004:304) didefinisikan sebagai berikut :
  “Pemimpin adalah seorang yang karena kecakapan-kecakapan pribadinya dengan atau tanpa
pengangkatan resmi dapat mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya untuk mengerahkan usaha bersama
ke arah pencapaian sasaran-sasaran tertentu “.
   Dari pendapat tersebut pengertian pemimpin mewujudkan adanya kemampuan untuk menggerakkan,
membimbing, memimpin dan memberi kegairahan kerja terhadap orang lain. Jadi bila ditarik kesimpulan
dari pendapat diatas, pemimpin adalah orang yang dapat mempengaruhi, menggerakkan, menumbuhkan
perasaan ikut serta dan tanggung jawab, memberikan fasilitas, tauladan yang baik serta kegairahan kerja
terhadap orang lain.
   Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin di satuan pendidikan merupakan pemimpin formal, artinya dia
diangkat secara formal (Formally Designated Leader) oleh organisasi yang bersangkutan atau organisasi
yang menjadi atasannya.
  Guru (pendidik) menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab XI
pasal 39 adalah :
  “Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi”.
Tenaga guru adalah salah satu tenaga kependidikan yang mempunyai peran sebagai faktor penentu
keberhasilan tujuan organisasi selain tenaga kependidikan lainnya, karena guru yang langsung
bersinggungan dengan peserta didik, untuk memberikan bimbingan yang muaranya akan menghasilkan
tamatan/lulusan yang diharapkan. Untuk itu kinerja guru harus selalu ditingkatkan. Upaya-upaya untuk
meningkatkan kinerja itu biasanya dilakukan dengan cara memberikan motivasi, mengadakan supervisi,
memberikan insentif, memberikan kesempatan yang baik untuk berkembang dalam karir, meningkatkan
kemampuan, dan gaya kepemimpinan yang baik. Sementara kinerja guru dapat ditingkatkan apabila yang
bersangkutan merasa senang dan cocok dengan gaya kepemimpinan yang terapkan oleh kepala sekolah.
Realitas menunjukan bahwa kreatifitas dan kinerja guru yang ada di sebuah lembaga pendidikan
bergantung dari bagaimana peran seorang kepala sekolah dalam memberi kebijakan atau perintah kepada
guru. Oleh karena itu kepala sekolah dituntut untuk menerapkan kepemimpinan secara benar dan
konsekwen. Karena kepemimpinan inilah yang nantinya banyak mempengaruhi perilaku pengikut-
pengikutnya.
  Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis membuat makalah tentang Perilaku Organisasi dalam
Kepemimpinan Pendidikan sebagai salah satu tugas mandiri yang diberikan dalam perkuliah program
administrasi pendidikan di UHAMKA Jakarta.

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah dan tujuan penelitian maka dapat diajukan rumusan masalah
sebagai berikut: “Bagaimanakah Konsep Perilaku Organisasi yang dapat Diperankan kepala sekolah
sebagai pimpinan pendidikan dalam mencapai dan mengelola sumber daya pendidikan untuk mencapai
tujuan pendidikan Nasional?”


C. Tujuan dan manfaat Penulisan

  Berdasarkan latar belakang masalah, makalah ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana
peran organisasi, pimpinan lembaga pendidikan dalam mengelola lembaga pendidikan dan sumber daya
yang ada di dalamnya?

Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut
:
  1. Bagi penulis sendiri adalah dapat secara langsung menerapkan ilmu-ilmu yang diperoleh selama
menjalankan proses perkuliahan pasca sarjana administrasi pendidikan tentang kepemimpinan pendidikan
dapat diaktualisasikan dengan baik.

2. Bagi pihak-pihak yang berkepentingan dapat dijadikan referensi untuk memperluas wawasan dan
pengetahuan di bidang administrasi pendidikan.
BAB II
                                             KAJIAN TEORITIS
A. Tujuan dan Fokus Perilaku Organisasi
   Tujuan kajian perilaku organisasi pada dasarnya ada tiga, yaitu menjelaskan, meramalkan, dan
mengendalikan perilaku manusia. Robbins (2002). Menjelaskan, kajian perilaku organisasi berupaya
mengetahui faktor-faktor penyebab perilaku seseorang atau kelompok. Penjelasan terhadap suatu
fenomena dalam manajemen merupakan hal penting karena membantu para manajer atau pemimpin tim
dalam melakukan sasaran lain yaitu mengendalikan situasi penyebab perilaku individu atau kelompok kerja
tersebut.
    Sasaran kedua, yaitu meramalkan berarti perilaku organisasi membantu memprediksi kejadian
organisasi di masa mendatang. Pengetahuan terhadap faktor-faktor penyebab munculnya perilaku individu
atau kelompok membantu manajer meramalkan akibat-akibat dari suatu program atau kebijakan organisasi.
Hal ini membantu melakukan pengendalian preventif terhadap perilaku individu dan kelompok dalam
organisasi.
    Sasaran ketiga yaitu mengendalikan mengandung arti bahwa perilaku organisasi menawarkan berbagai
strategi dalam mengarahkan perilaku individu atau kelompok. Berbagai strategi kepemimpinan, motivasi,
dan pengembangan tim kerja yang efektif merupakan contoh-contoh dalam mengarahkan perilaku individu
dan kelompok.
   Dalam bidang manajemen pendidikan, kajian tentang perilaku organisasi telah lama menjadi perhatian
para pakar terutama karena organisasi pendidikan dicirikan oleh keterlibatan sejumlah besar manusia, mulai
dari tenaga kependidikan, pendidik, siswa, orangtua dan masyarakat. Dengan kompleksitas itu pemahaman
terhadap ilmu perilaku organisasi merupakan suatu hal yang penting khususnya bagi pengelola dalam
meningkatkan kinerja organisasi pendidikan.
   Secara umum, perilaku organisasi memiliki dua fokus perhatian. Pertama, perilaku organisasi merupakan
suatu bidang studi yang mempelajari dampak perorangan, kelompok, dan struktur pada perilaku dalam
organisasi dengan maksud menerapkan pengetahuan tentang hal-hal tersebut demi peningkatan
keefektifan organisasi (Robbins, 2003). Perilaku organisasi mempelajari tiga determinan perilaku dalam
organisasi, yaitu individu, kelompok, dan struktur atau organisasi. Singkatnya, perilaku organisasi
merupakan kajian terhadap apa yang dilakukan orang dalam organisasi dan bagaimana perilaku tersebut
mempengaruhi kinerja organisasi tersebut. Tingkat analisis perilaku organisasi tersebut digambarkan
sebagai berikut.



Gambar
Tingkat Analisis Perilaku Organisasi
(Tyson dan Jackson, 1992).

   Dalam konteks analisis yang digambarkan tersebut, Tyson dan Jackson (1992) mengemukakan bahwa
kajian perilaku organisasi didasarkan pada pentingnya memahami apa yang terjadi pada individu-individu
dalam organisasi dan apa penyebab perilaku mereka. Dengan kata lain, perilaku organisasi berkaitan
dengan ketergantungan: kinerja organisasi tergantung bagaimana kinerja kelompok kerja, sedangkan
kinerja kelompok kerja tergantung pada kinerja individu.

  Fokus kedua adalah perilaku organisasi sebagai kajian antar disiplin ilmu yang diarahkan untuk
mempelajari sikap, perilaku, dan kinerja individu dalam organisasi (Daft, 2000). Sebagai suatu kajian
antardisiplin, perilaku organisasi menggunakan konsep dan teori dari disiplin ilmu seperti psikologi,
sosiologi, antropologi, ekonomi, pendidikan dan juga manajemen serta disiplin ilmu lainnya. Konsep dan
teori-teori tersebut penting artinya dalam membantu manajer memahami perilaku manusia dalam
organisasi. Pemahaman terhadap perilaku manusia penting agar manajer mampu menerapkan pendekatan
yang tepat dalam memberdayakan manusia bagi keefektifan organisasi.


B. Pendekatan Antardisiplin dalam Perilaku Organisasi

    Berdasarkan fokus kedua Robbins (2003) mengemukakan bahwa perilaku organisasi merupakan ilmu
terapan yang dibangun dengan dukungan sejumlah disiplin ilmu, seperti psikologi, sosiologi, psikologi sosial,
antropologi, dan ilmu politik. Psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang berusaha mengukur,
menjelaskan, dan mengubah perilaku manusia. Sumbangan terpenting dari ilmu psikologi terhadap perilaku
organisasi adalah kajian tentang pembelajaran, motivasi, kepribadian, persepsi, pelatihan, keefektifan
kepemimpinan, kepuasan kerja, pengambilan keputusan individu, penilaian kinerja, pengukuran sikap,
seleksi karyawan, disain kerja, dan stres kerja.
    Sumbangan terpenting psikologi terhadap perilaku organisasi terutama berkaitan dengan tiga hal:
motivasi, keefektifan kepemimpinan, dan stres kerja. Motivasi berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan yang
menggerakkan individu. Dalam bidang pendidikan, motivasi menjadi kajian yang lebih kompleks lagi karena
berkaitan dengan beragamnya status manusia di dalamnya seperti guru, siswa, kepala sekolah, dan
personil lainnya.
    Konsep disiplin telah membantu organisasi dalam memahami motivasi manusia dalam organisasi.
Seiring dengan perkembangan teori manajemen, juga terjadi perubahan dalam pendekatan motivasi.
Perkembangan teori motivasi tersebut berawal dari pendekatan tradisional, pendekatan ekonomi,
pendekatan sumber daya manusia hingga ke pendekatan kontemporer (Daft, 2000). Pandangan tradisional
mengemukakan bahwa cara memotivasi seseorang diibaratkan dengan bagaimana keledai digerakkan.
    Menurut pendekatan ini, cara terbaik untuk memacu keledai adalah dengan mengikat wortel pada ujung
cemeti dan menggoyang-goyangkannya di luar jangkauan keledai itu. Pemikian Frederick W. Taylor yang
merupakan tokoh manajemen ilmiah menjadi landasan pendekatan ini. Taylor mengembangkan pola
manajemen yang didasarkan atas prinsip-prinsip ilmiah untuk mencapai efisiensi organisasi. Berdasarkan
hal tersebut, sistem penghargaan yang bersifat finansial diberikan bagi karyawan yang memiliki kinerja yang
tinggi dan sebaliknya, hukuman diberikan kepada karyawan yang memiliki kinerja rendah. Pendekatan ini
pada gilirannya menjadi dasar bagi pengembangan sistem penggajian yang membayar gaji karyawan
secara ketat berdasarkan kuantitas dan kualitas hasil kerja mereka.
    Pendekatan ekonomi tidak cukup untuk menjelaskan motivasi karyawan. Penelitian Hawthorne oleh
Elton Mayo mengungkapkan bahwa faktor-faktor nonekonomi seperti kerja sama, hubungan pribadi, dan
kepaduan kelompok kerja jauh lebih penting daripada uang sebagai motivator perilaku kerja. Berdasarkan
hal itu pendekatan ini memandang penting penciptaan kondisi-kondisi sosial yang mendukung di tempat
kerja sebagai salah satu motivator karyawan.
    Pada perkembangan selanjutnya, pendekatan sumber daya manusia lahir untuk menggabungkan
pendekatan ekonomi dan pendekatan hubungan manusia dalam upaya menjelaskan perilaku karyawan
sebagai pribadi yang utuh. Pendekatan ini menganggap bahwa pendekatan sebelumnya cenderung
memanipulasi karyawan melalui penghargaan ekonomi atau hubungan sosial. Menurut pendekatan sumber
daya manusia, manusia merupakan pribadi yang kompleks dan karena itu dimotivasi oleh berbagai faktor.
Manusia pada dasarnya suka bekerja tidak peduli ada tidaknya motivator.
    Perkembangan terakhir dari kajian motivasi kerja adalah pendekatan kontemporer. Pendekatan ini
dipengaruhi oleh tiga tipe teori. Pertama, teori isi, yang menekankan pada analisis yang mendasari
kebutuhan manusia. Teori isi memberikan pemahaman akan kebutuhan manusia dalam organisasi dan
membantu manajer memahami bagaimana kebutuhan tersebut dapat dipuaskan di tempat kerja. Kedua,
teori proses, yang memusatkan perhatian terhadap proses yang memengaruhi perilaku karyawan. Tipe teori
ini memfokuskan perhatian pada bagaimana karyawan berupaya mendapatkan kepuasan di tempat kerja.
Ketiga, teori penguatan, memfokuskan pada hasil perilaku karyawan sebagaimana diharapkan atau
bagaimana perilaku yang ditunjukkan dapat menghasilkan kinerja yang lebih baik.

C. Epektifitas Kepemimpinan

   Efektifitas kepemimpinan menjadi salah satu tanggung jawab perilaku organisasi. Kepemimpinan adalah
proses untuk mempengaruhi individu atau kelompok agar secara sadar dan secara harmonis bekerja untuk
mencapai tujuan organisasi. Kata “sadar” menunjukkan bahwa kepemimpinan didasarkan oleh kerelaan dan
bukan paksaan. Hal ini berbeda dengan kekuasaan yang diterima sebagai suatu keterpaksaan.

    Pengakuan terhadap pentingnya variabel kepemimpinan dalam organisasi telah menjadi dasar analisis
para ahli dari berbagai kalangan. Dari analisis itu terungkap pentingnya strategi kepemimpinan yang
dirumuskan dalam berbagai bentuk perilaku kepemimpinan yang efektif. Teori kepemimpinan perilaku
(Hersey & Blanchard, 1982) yang sudah lama dikenal misalnya, memandang kepemimpinan yang efektif
(yang mendorong kinerja bawahan) adalah kepemimpinan yang memperhatikan dua aspek secara
bersamaan: orientasi terhadap tugas dan orientasi terhadap manusia. Orientasi terhadap tugas melahirkan
kepemimpinan yang memiliki visi yang jelas, tugas yang jelas dan sistem komunikasi yang permanen.
Orientasi terhadap manusia melahirkan kepemimpinan kesejawatan; kemauan pemimpin mendengarkan
suara hati bawahan, memanusiakan bawahan dan mendorong partisipasi bawahan dalam berbagai aspek
kehidupan organisasi. Banyak bukti menunjukkan bahwa penerapan kepemimpinan partisipatif
meningkatkan komitmen bawahan terhadap tugas dan pada gilirannya meningkatkan kinerja mereka.
    Secara lebih spesifik, dimensi hubungan manusia dicirikan oleh tiga aspek: (1) pemimpin menyiapkan
waktu untuk mendengarkan anggota kelompoknya, (2) pemimpin berkeinginan membuat perubahan, (3)
pemimpin yang bersifat bersahabat dan dekat dengan bawahan. Dimensi tugas dicirikan oleh: (1) pemimpin
yang selalu memberikan tugas kepada anggota kelompok, (2) pemimpin menetapkan standar dan peraturan
yang harus diikuti oleh anggota kelompok, (3) pemimpin mengharapkan anggota untuk mengetahui apa
yang diharapkan dari mereka. Perpaduan kedua dimensi perilaku tersebut menciptakan kombinasi perilaku
kepemimpinan yang tergambar pada kuadran berikut.


(Tinggi)




Orientasi Hubungan Manusia




(Rendah) 1-9
Tinggi
Orientasi Hubungan Manusia
Rendah
Orientasi Tugas
9-9
Tinggi
Orientasi Hubungan Manusia
Tinggi
Orientasi Tugas

Rendah
Orientasi Hubungan Manusia
Rendah
Orientasi Tugas
1-1
Rendah
Orientasi Hubungan Manusia
Tinggi
Orientasi Tugas
9-1
(Rendah) Orientasi Tugas (Tinggi)
Gambar 2: Kombinasi Perilaku Kepemimpinan
(Hersey dan Blanchard, 1982)

    Berdasarkan kuadran tersebut, tampak bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin 9-9, yaitu yang
tinggi pada dimensi hubungan manusia dan juga tinggi pada dimensi tugas. Perilaku kepemimpinan yang
demikian sering juga disebut dengan perilaku kepemimpinan tim. Pemimpin yang kurang efektif adalah
pemimpin 1-1, yaitu yang rendah pada kedua dimensi.
    Beberapa penulis lainnya juga mengemukakan strategi kepemimpinan. Farkas dan Backer (1996)
mengembangkan gagasan tentang Maximum Leadership yang meliputi lima pendekatan: pendekatan
strategik, pendekatan aset manusia, pendekatan keahlian, pendekatan kontrol, dan pendekatan agen
perubahan.
    Stephen R. Covey (1991) juga mengembangkan strategi kepemimpinan yang disebut sebagai
kepemimpin yang berprinsip (Principle Centered Leadership) yang salah satu strateginya adalah orientasi
kepada pelanggan. Strategi ini juga diadaptasi oleh Blaine Lee (1997) dalam istilah Kekuasan yang
Berperinsip (Principle-Centered Power). Kedua pendekatan ini mementingkan kapabilitas dan kebajikan
dalam kepemimpinan.
    Paul Brich (1999) mengembangkan strategi Instant Leadership dengan 66 cara kekepimpinan yang
praktis. Di luar dari hal-hal yang betul-betul praktis, terdapat strategi inti yang dikemukakannya yaitu bahwa
pemimpin terbaik adalah orang yang memungkinkan terpenuhinya tuntutan yang tadinya dianggap mustahil
dan kemudian menawarkan dukungan penuh yang tadinya dianggap tidak mungkin. Intinya, kepemimpinan
berkaitan dengan tantangan dan dukungan.
    John C. Maxwell (1995) mengembangkan prinsip dasar kepemimpinan yang antara lain meliputi:
penyusunan prioritas, integritas, menciptakan perubahan positif, pemecahan masalah, sikap positif,
pengembangan aset manusia, wawasan, dan disiplin pribadi.
Selain psikologi, yang ikut mempengaruhi perilaku organisasi adalah masalah stres kerja. Istilah stres
kerja digunakan untuk menunjukkan keadaan tertekan yang di¬alarm individu yang disebabkan oleh kondisi
atau situasi tertentu yang terjadi di ling¬kungan kerjanya. Istilah itu membedakannya dengan jenis stres
hidup lainnya yang bersumber dari lingkungan keluarga dan lingkungan sosial (Robbins, 1990). Kontribusi
itu terutama dalam menjelaskan konsep stres kerja yang didasarkan pada tiga pendekatan dalam mengkaji
stres, yaitu: pendekatan fisiologik, pendekatan stimulus, dan pendekatan psikologik (Cox & Ferguson,
1991). Pendekatan fisiologik berpijak pada konsep stres yang dikemukakan oleh Selye. Selye (1985)
mengemukakan bahwa stress adalah respon umum tubuh terhadap suatu tuntutan. Definisi itu, didasarkan
pa¬da indikator obyektif seperti perubahan jasmani dan kimiawi yang muncul sesudah adanya tuntutan atau
tekanan dari lingkungan.
      Menurut Selye, perubahan-perubahan itu terjadi dalam serangkaian reaksi fisiologik yang disebut The
General Adaptation Syndrome atau Sindrom Adaptasi Umum yang terdiri atas tiga tahap, yaitu tahap reaksi
alarm, tahap perlawanan, dan tahap keletihan. Bila suatu situasi mengancam keamanan atau kesehatan
individu, maka akan segera terjadi reaksi alarm. Jika indi¬vidu dapat bertahan, reaksi awal ini kemudian
diikuti oleh tahap kedua, yaitu perla¬wanan terhadap situasi yang mengancam itu. Jika stres
berkepanjangan, maka tahap keletihan akan terjadi, di mana kemampuan untuk mengatasi stres menurun.
Tahap ini diikuti oleh munculnya penyakit biologis.
      Pendekatan stimulus menekankan perlunya diperhatikan peristiwa eksternal yang menyebabkan stres
(Baron & Greenberg, 1990). Stimulus berupa peristiwa eks¬ternal yang menyebabkan munculnya tuntutan
terhadap individu untuk beradaptasi, mengatasi atau menyesuaikan diri (Sowa, dkk., 1986). Menurut
pendekatan ini, ba¬nyak peristiwa eksternal yang potensial menyebabkan stres memiliki sifat-sifat beri¬kut:
(1) mempunyai pengaruh yang sangat kuat sehingga bisa menyebabkan individu mengalami kelebihan
beban fisik maupun mental, (2) potensial terhadap timbulnya keadaan yang tidak serasi pada individu, dan
(3) berada di luar pengendalian individu (Baron & Greenberg, 1990).
     Pendekatan psikologik atau penilaian kognitif (cognitive appraisal) diilhami oleh pemikiran Lazarus dan
kawan-kawan yang memperkenalkan teori kognitif da¬lam mengkaji fenomena stres. Aspek kunci dari
pendekatan itu adalah "penilaian kognitif individu.” Menurut Lazarus dan Folkman (1986), stres merupakan
"a rela¬tionship with the environment that the person appraises as significant for his or her well-being and in
which the demands tax or exceed available coping resources" (h. 63).
      Penilaian kognitif meliputi dua dimensi: penilaian primer dan penilaian se¬kunder (Cox & Ferguson,
1991). Penilaian primer berkenaan dengan penilaian indi¬vidu untuk menentukan apakah suatu stimulus
atau situasi membahayakan, meng¬ancam, atau menantang, sedangkan penilaian sekunder berkenaan
dengan penilaian individu terhadap kemampuannya mengatasi stimulus tersebut. Dari perspektif itu stres
terjadi manakala terdapat ketidakseimbangan atau ketidaksesuaian yang sangat berarti antara persepsi
individu terhadap suatu tuntutan yang dihadapinya dan ke¬mampuannya mengatasi tuntutan tersebut.
Dengan kata lain stres terjadi apabila in¬dividu merasakan: (1) bahwa suatu situasi atau tuntutan
mengancam tujuan penting individu, dan (2) bahwa individu tidak mampu mengatasi situasi potensial
tersebut (Lazarus & Folkman, 1986).
     Pendekatan itu juga memandang bahwa suatu situasi yang terjadi dapat me¬nimbulkan reaksi stres
yang berbeda pada setiap individu (Cox & Ferguson, 1991). Perbe¬daan reaksi stres ini disebabkan oleh
pengaruh perbedaan individu dalam proses pe¬nilaian kognitif yang terjadi dalam dua rangkaian penilaian.
Pertama, dalam penilaian primer, perbedaan individu berperan dalam hubungannya dengan persepsi
individu terhadap tuntutan dan tekan¬an pekerjaan. Kedua, dalam penilaian sekunder, kemampuan individu
dalam meng¬atasi tuntutan tersebut bervariasi. Secara rinci, Fletcher (1991) mengemukakan bah¬wa
terjadinya perbedaan reaksi atau respon stres pada setiap individu disebabkan oleh: (1) perbedaan
keadaan individu, (2) perbedaan dalam melihat dunia, dan (3) perbedaan kecondongan (bias) dan sistem
fungsional individu.
    Dengan menggunakan pendekatan penilaian kognitif tersebut saya telah melakukan penelitian untuk
mengetahui fenomena stres kerja guru (Arismunandar, 1998, 2003). Kesimpulan-kesimpulan penelitian
tersebut menunjukkan hal-hal sebagai berikut.

  a. Sumber-sumber stres kerja yang seringkali dihadapi guru adalah: (1) potongan gaji, (2) kenaikan
pangkat/jabatan yang tertunda, (3) siswa yang berperilaku buruk, (4) konflik dengan personil lain, (5)
lingkungan sekolah yang terlalu bising, dan (6) kurangnya motivasi, perhatian, dan respon siswa terhadap
pelajaran.

 b. Persentase guru di Sulawesi Selatan yang mengalami stres serius (tinggi dan sangat tinggi) cukup
besar, yaitu 30,27 persen, sedangkan guru yang mengalami stres kerja sedang sebesar 48,11 persen dan
yang mengalami stres kerja kurang serius hanya 21,62 persen.
c. Stres kerja berpengaruh terhadap kinerja guru. Pengaruh stres kerja tersebut terjadi dalam mekanisme
berikut: stres kerja yang berada pada level sedang dapat meningkatkan kinerja individu (Davis & Newstrom,
1989). Stres kerja yang serius dan kurang serius tidak meningkatkan kinerja individu.
d. Individu yang lebih muda, wanita, memiliki perilaku tipe A, individu yang memiliki dukungan sosial rendah,
dan individu yang memiliki lokus kendali eksternal mengalami stres lebih tinggi dibanding mereka yang
berusia tua, pria, individu tipe B, yang memiliki dukungan sosial tinggi, dan yang memiliki lokus kendali
internal.
    D.    Kepemimpinan Kepala Sekolah
   Sebagaimana sekolah dipahami sebagai suatu organisasi, kepemimpinan dan manajemen menjadi
menarik untuk kaji. Sebagai suatu organisasi, sekolah memerlukan tidak hanya seorang manajer untuk
mengelola sumber daya sekolah, yang lebih banyak berkonsentrasi pada permasalahan anggaran dan
persoalan adminstratif lainnya, melainkan juga memerlukan pemimpin yang mampu menciptakan sebuah
visi dan mengilhami staf dan semua komponen individu yang terkait dengan sekolah. Wacana ini
mengimplikasikan bahwa baik pemimpin maupun manajer diperlukan dalam pengelolaan sekolah.
Berbeda dengan organisasi lain, sekolah merupakan bentuk organisasi moral, yang berbeda dengan bentuk
organisasi lainnya, terutama yang berorientasi pada keuntungan (laba). Sebagai suatu organisasi, menurut
Rumtini Iksan (http://www.depdiknas.go.id: 2005) kesuksesannya tidak hanya ditentukan oleh kepala
sekolah melainkan juga oleh tenaga kependidikan lainnya dan proses sekolah itu sendiri. Hal tersebut
membawa konsekuensi logis bahwa kepala sekolah berkewajiban mengkoordinasikan ketenagaan di
sekolah untuk menjamin terimplementasikannya peraturan dan perundangan sekolah. Dalam perannya
tersebut, kepala sekolah dapat berfungsi sebagai motivator, direktur, dan evaluator.
Kepala sekolah adalah pemimpin pada satu lembaga satuan pendidikan. Tanpa kehadiran kepala sekolah
proses pendidikan termasuk pembelajaran tidak akan berjalan efektif. Kepala sekolah adalah pemimpin
yang proses keberadaannya dapat dipilih secara langsung, ditetapkan oleh yayasan, atau ditetapkan oleh
pemerintah. Menurut Awaludin Hamzah (http://www.pikiran-rakyat.com: 25 Oktober 2004) Ada tiga syarat
yang harus dipenuhi untuk menjadi kepala sekolah yaitu :

1. Aspek Akseptabilitas

  Akseptabilitas adalah aspek mengandalkan dukungan riil dari komunitas yang dipimpinnya. Seorang
kepala sekolah harus mendapat dukungan dari guru-guru dan karyawan lembaga yang bersangkutan
sebagai komunitas formal yang dipimpinnya. Dukungan ini juga secara nonformal harus mendapat pula dari
masyarakat pendidikan termasuk komite sekolah sebagai wadah organisasi orang tua/wali siswa.
Seorang kepala sekolah sah menjadi pemimpin apabila mendapat dukungan riil dari masyarakat yang
dipimpinnya, hal ini untuk memudahkan kinerja tugas serta menghindarkan dari sikap apriori atau
pembangkangan dari yang dipimpinnya. Sesungguhnya jika seseorang yang memimpin tidak dikehendaki
oleh yang dipimpin akan menimbulkan ketidakserasian dalam pelaksanaan tugas.
Aspek akseptabilitas ini dalam teori organisasi disebut legitimasi (pengakuan) yakni kelayakan seorang
pemimpin untuk diakui dan diterima keberadaannya oleh mereka yang dipimpin. Untuk mendapatkan
legitimasi, sebaiknya kepala sekolah dipilih langsung oleh guru-guru.
Hanya orang yang dipilih melalui proses pemilihan seperti ini biasanya seorang pemimpin mendapat
dukungan yang nyata. Tentunya melalui tahapan seleksi yang ketat tidak asal memilih. Kepemimpinan
seperti ini akan memiliki legitimasi yang sangat kuat jika melalui proses pemilihan langsung yang
dilaksanakan secara adil, jujur, dan transparan.


2. Aspek kapabilitas

  Aspek kapabilitas menyangkut kompetensi (kemampuan) untuk menjalankan kepemimpinan. Untuk
menjadi kepala sekolah tidak hanya cukup mendapat pengakuan dari guru-guru sebagai pendukungnya tapi
juga harus memiliki kemampuan memimpin.
Selain itu, memiliki kemampuan dalam mengelola sumber daya yang ada dari orang-orang yang
dipimpinnya agar tidak menimbulkan konflik. Kapabilitas ini sangat diperlukan bagi seorang kepala sekolah,
melalui pengalaman yang cukup memadai serta pengetahuan mengenai manajemen sekolah dan
pendidikan lainnya. Apabila kepala sekolah tidak memiliki kemampuan dalam mengelola dapat dipastikan
lembaga yang dipimpinnya tidak akan berjalan efektif dan ada kemungkinan berantakan. Konflik biasanya
muncul karena adanya berbagai kepentingan dan gagasan yang kurang terakomodasi dengan sempurna.
Apabila konflik ini dikelola dengan baik serta mengakomodasi hal-hal yang secara realistis dapat
dilaksanakan, akan melahirkan sebuah kesepakatan dan pemahaman yang akan terasa elok apabila
dilaksanakan secara bersama dengan penuh tanggung jawab
.
3. Aspek integritas

   Aspek integritas adalah sebuah persyaratan yang sempurna apabila aspek akseptabilits dan kapabilitas
terpenuhi. Dengan persyaratan ini seorang kepala sekolah dapat menghasilkan produk kepemimpinan yang
sempurna dan diterima oleh khalayak.
Secara sederhana, integritas artinya komitmen moral dan berpegang teguh terhadap aturan main yang telah
disepakati sesuai dengan peraturan dan norma yang semestinya berlaku. Faktor ini akan menentukan
wibawa dan tidaknya seorang kepala sekolah.
Suatu penghargaan akan diberikan terhadap seorang pemimpin apabila memegang teguh janjinya serta
komitmennya terhadap sesuatu yang telah disepakatinya. Jadi, integritas adalah menyangkut konsistensi
dalam memegang teguh aturan main atau norma-norma yang berlaku di dunia pendidikan.
Selain tiga persyaratan tersebut, kepala sekolah sebagai seorang manajer di lembaga pendidikan juga
harus memiliki tiga kecerdasan pokok, yaitu : kecerdasan profesional, kecerdasan personal dan kecerdasan
manajerial agar dapat bekerja sama dan mengerjakan sesuatu dengan orang lain. Rosyada (2004:240-242)
mengklasifikasikan kemampuan manajerial yang harus dipertimbangkan sebagai langkah awal mengerjakan
berbagai tugas manajerial, yaitu :

a. Kemampuan mencipta, yang meliputi : selalu mempunyai ide-ide bagus, selalu memperoleh solusi-solusi
untuk berbagai problem yang biasa dihadapi, mampu mengantisipasi berbagai konsekuensi dari
pelaksanaan berbagai keputusan dan mampu mempergunakan kemampuan berfikir imajinatif (lateral
thingking) untuk menghubungkan sesuatu dengan yang lainnya yang tidak bisa muncul dari analisis dan
pemikiran-pemikiran empirik.

b. Kemampuan membuat perencanaan, yang meliputi : mampu menghubungkan kenyataan sekarang dan
hari esok, mampu mengenali apa-apa yang penting saat itu dan apa-apa yang benar-benar mendesak,
mempu mengantisipasi kebutuhan-kebutuhan mendatang, dan mampu melakukan analisis.

c. Kemampuan mengorganisasi, yang meliputi : mampu mendistribusikan tugas dan tanggung jawab yang
adil, mampu membuat putusan secara tepat, selalu bersikap tenang dalam menghadapi kesulitan, mampu
mengenali pekerjaan itu sudah selesai dan sempurna dikerjakan.

d. Kemampuan berkomunikasi, yang meliputi: mampu memahami orang lain, mampu dan mau
mendengarkan orang lain, mampu menjelaskan sesuatu pada orang lain, mampu berkomunikasi melalui
tulisan, mampu membuat orang lain berbicara, mampu mengucapkan terima kasih pada orang lain , selalu
mendorong orang lain untuk maju dan selalu mengikuti dan memanfaatkan tekhnologi informasi.

e. kemampuan memberi motivasi, yang meliputi : mampu memberi inspirasi pada orang lain,
menyampaikan tantangan yang realistis, membantu orang lain untuk mencapai tujuan dan target,
membantu orang lain untuk menilai kontribusi dan pencapaiannya sendiri.

f. Kemampuan melakukan evaluasi, yang meliputi : mampu membandingkan antara hasil yang dicapai
dengan tujuan, mampu melakukan evaluasi diri, mampu melakukan evaluasi terhadap pekerjaan orang lain,
dan mampu melakukan tindakan pembenaran saat diperlukan.
BAB III
                                           PEMBAHASAN




A. Implikasi Perilaku Organisasi dalam Manajemen Pendidikan

    Manajemen pendidikan baik sebagai teori maupun sebagai praktik sangat berkaitan dengan perilaku
organisasi. Berdasarkan tingkat analisis yang dikemukakan sebelumnya manajemen pendidikan memenuhi
tingkatan-tingkatan di mana analisisnya meliputi individu, kelompok, dan organisasi. Bahkan jika dianalisis
lebih jauh, perilaku organisasi bahkan lebih kompleks apabila diterapkan dalam dunia pendidikan. Dari
aspek individu, lingkungan pendidikan mencakup ragam manusia yang meliputi siswa, guru, tenaga
administrasi, kepala sekolah, pengawas, dan staf lainnya.
    Dengan keragaman individu juga menyebabkan terjadinya sejumlah variasi kelompok dalam organisasi,
termasuk keragaman dalam bentuk organisasinya. Karena itu, untuk memastikan berbagai kebijakan
pendidikan dapat terlaksana dengan baik maka seyogianya para pengambil keputusan memperhatikan
dimensi pribadi (motivasi, stres, dan kepribadian) dan dimensi organisasi (ukuran kelompok, komposisi
kelompok, kepemimpinan, dll) di lingkungan pendidikan.
    Masalah perilaku organisasi di lingkungan pendidikan, terdapat tiga konsep yang saling berkaitan, yaitu
organisasi informal, iklim, dan budaya sekolah (Hoy dan Miskel, 1987). Meskipun ketiga konsep tersebut
memiliki perbedaan, namun pada intinya adalah bahwa organisasi memerlukan semangat tim yang bekerja
sama satu sama lain untuk mencapai tujuan organisasi. Organisasi informal menetapkan norma dan nilai
yang dianut oleh para anggotanya. Organisasi informal juga mengembangkan sistem kekerabatan yang
menembus batas-batas struktur formal yang membantu anggotanya dalam mengembangkan semangat tim.
Iklim dan budaya sekolah juga mementingkan perlunya didorong budaya kerja tim dalam meningkatkan
keefektifan organisasi.
    Demikian pula iklim fisik, sosial, dan psikologis yang kondusif akan menciptakan suasana yang
mendukung bagi terlaksananya pembelajaran yang sukses. Menurut Hoy dan Miskel, iklim fisik sekolah
berupa bangunan dan ruang yang tertata rapi dan sejuk dapat mempengaruhi perilaku siswa dan guru serta
staf lainnya di sekolah. Iklim sosial berupa hubungan-hubungan manusia yang terjadi di lingkungan
pendidikan turut berpengaruh, terutama dalam hal menumbuhkan suasana kekeluargaan yang cenderung
menciptakan lingkungan yang “soft” bagi personilnya dibandingkan dengan lingkungan yang penuh konflik
dan permusuhan. Dengan demikian, pengembangan atmosfir melalui iklim kerja dapat mengubah perilaku
warga di sekolah.

B. Kinerja guru

   Menurut Timotius (http://www.geocities.com/guruvalah:2005) Kinerja merupakan terjemahan dari bahasa
Inggris, work performance atau job performance tetapi dalam bahasa Inggrisnya sering disingkat menjadi
performance saja. Kinerja dalam bahasa Indonesia disebut juga prestasi kerja. Kinerja atau prestasi kerja
(performance) diartikan sebagai ungkapan kemampuan yang didasari pengetahuan, sikap, ketrampilan dan
motivasi dalam menghasilkan sesuatu. Masalah kinerja selalu mendapat perhatian dalam manajemen
karena sangat berkaitan dengan produktivitas lembaga atau organisasi.
   Faktor utama yang mempengaruhi kinerja adalah kemampuan dan kemauan. Memang diakui banyak
orang mampu tetapi tidak mau sehingga tidak menghasilkan kinerja. Demikian pula halnya banyak orang
mau tetapi tidak mampu juga tetap tidak menghasilkan kinerja. Kinerja adalah sesuatu yang dicapai atau
prestasi yang diperlihatkan atau kemampuan bekerja, dengan kata lainbahwa kinerja dapat diartikan
sebagai prestasi kerja. Henri simamora (1997:423) menyatakan bahwa prestasi kerja (performance)
diartikan sebagai suatu pencapaian persyaratan pekerjaan tertentu yang alhirnya secara langsung dapat
tercermin dari output yang dihasilkan baik kuantitas maupun kualitasnya.
   Sedangkan Hasibuan (2001:94) mendefinisikan prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai
seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas
kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu. Prestasi kerja merupakan gabungan dari tiga
faktor penting yaitu, kemampuan dan minat seorang pekerja, kemampuan dan minat seorang pekerja,
kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas, serta peran dan tingkat motivasi seorang
pekerja. Semakin tinggi ketiga faktor diatas, semakin besarlah prestasi kerja karyawan bersangkutan.
Dari pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa apabila seorang pegawai telah memiliki
kemampuan dalam penguasaan bidang pekerjaannya, mempunyai minat untuk melakukan pekerjaan
tersebut, adanya kejelasan peran dan motivasi pekerjaan yang baik, maka orang tersebut memiliki landasan
yang kuat untuk berprestasi lebih baik.

  Ukuran kinerja secara umum yang kemudian diterjemahkan ke dalam penilaian perilaku secara mendasar
meliputi : (1) kualitas kerja; (2) kuantitas kerja; (3) pengetahuan tentang pekerjaan; (4) pendapat atau
pernyataan yang disampaikan; (5) keputusan yang diambil; (6) perencanaan kerja; (7) daerah organisasi
kerja.

   Jadi kinerja adalah kuantitas dan kualitas yang diselesaikan oleh individu, maka kinerja merupakan
output pelaksanaan tugas. Kinerja mempunyai hubungan yang erat dengan masalah produktivitas, karena
merupakan indikator dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi
dalam suatu organisasi. Hasibuan (1999:126) menyatakan produktivitas adalah perbandingan antara
keluaran (output) dengan masukan (input). Adapun Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja menurut
Sedarmayanti (http://www.geocities.com/guruvalah:2005) antara lain : sikap mental, pendidikan,
ketrampilan, manajemen kepemimpinan, tingkat penghasilan, gaji dan kesehatan, jaminan sosial, iklim
kerja, sarana prasarana, tekhnologi dan kesempatan berprestasi.
   Bertolak dari para ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kinerja guru atau
prestasi kerja (performance) adalah hasil yang dicapai oleh guru dalam melaksanakan tugas-tugas yang
dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu
dengan output yang dihasilkan tercermin baik kuantitas maupun kualitasnya.

C. Penilaian Kinerja Guru

    Tugas manajer (kepala sekolah) terhadap guru salah satunya adalah melakukan penilaian atas
kinerjanya. Penilaian ini dilaksanakan untuk mengetahui kinerja yang telah dicapai oleh guru. Apakah
kinerja yang dicapai setiap guru baik, sedang atau kurang. Penilaian ini penting bagi setiap guru dan
berguna bagi sekolah dalam menetapkan kegiatannya.
    Dengan penilain berarti guru mendapat perhatian dari atasannya sehinga dapat mendorong mereka
untuk bersemangat bekerja. Tentu saja penilaian ini harus dilakukan secara objektif dan jujur serta ada
tindak lanjutnya.Tindak lanjut penilaian ini guru memungkinkan untuk memperoleh imbalan jasa dari sekolah
seperti memperoleh kenaikan jabatan seperti wakil sekolah, Pembimbing OSIS atau mungkin modal untuk
mendapatkan kenaikan pangkat dengan sistem kredit.
    Penilaian kinerja ini merupakan alat yang berguna tidak hanya untuk mengevaluasi kerja dari para guru,
tetapi juga untuk mengembangkan dan memotivasi kalangan guru. Sejalan dengan itu Hasibuan (2001:86)
berpendapat Penilaian prestasi adalah kegiatan manajer untuk mengevaluasi perilaku prestasi kerja
karyawan serta menetapkan kebijaksanaan selanjutnya.
    Dalam penilaian kinerja tidak hanya semata-mata menilai hasil fisik, tetapi pelaksanaan pekerjaan
secara keseluruhan yang menyangkut berbagai bidang seperti kemampuan, kerajinan, disiplin, hubungan
kerja atau hal-hal khusus sesuai bidang tugasnya semuanya layak untuk dinilai.
    Unsur prestasi karyawan yang dinilai oleh setiap organisasi tidaklah selalu sama, tetapi pada dasarnya
unsur-unsur yang dinilai itu mencangkup seperti hal-hal ditersebut. Demikian juga untuk menilai kinerja
guru, unsur-unsur yang telah dipaparkan dapat digunakan oleh kepala sekolah untuk melakukan penilaian
namun tentu saja berkaitan dengan profesinya sebagai guru dengan tugas utamanya sebagai pengajar.
    Dalam melaksanakan tugasnya, guru tidak berada dalam lingkungan yang kosong. Ia bagian dari
sebuah mesin besar pendidikan nasional, dan karena itu dia terikat pada rambu-rambu yang telah
ditetapkan secara nasional mengenai apa yang mesti dilakukannya. Hal seperti biasa dimanapun, namun
dalam konteks profesionalisme guru dimana mengajar dianggap sebagai pekerjaan profesional, maka guru
dituntut untuk profesional dalam melaksanakan tugasnya.
    Sehubungan dengan uraian tersebut maka kinerja guru yang diukur dalam penelitian ini merupakan
penilaian terhadap guru yang menyangkut tugasnya sebagai pengajar dan penilaian kepala sekolah yang
menyangkut tentang kepemimpinanya.

D. Konsep Organisasi

1. Definisi organisasi

   Organisasi adalah sekumpulan orang yang berkerja sama untuk mencapai tujuan tertentu. Yang
dilakukan oleh organisasi adalah mendapatkan sumber daya dan memanfaatkannya. Organisasi
merupakan suatu sistem yang bertujuan untuk mencapai tujuan tertentu. Organisasi didirikan mempunyai
tujuan organisasi dimana tujuan organisasi yang satu mungkin berbeda dengan organisasi lainnya. Pada
umumnya tujuan organisasi adalah:

a. Menghasilkan laba
b. tingkat keuntungan
c. maksimisasi nilai pemegang saham
d. produktivitas
e. posisi pasar
f. product leadership
g. dan sebagainya

  Pada organisasi nirlaba, keuntungan bukan menjadi tujuan yang utama. Biasanya organisasi nirlaba
mempunyai tujuan menyediakan pendidikan, jasa, pelayanan, dan sebagainya.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi tujuan adalah

a. budaya organisasi
b. gaya manajemen
c. organisasi informal
d. persepsi dan komunikasi
e. kerjasama dan konflik



E. Teori Motivasi

1. Maslow

a. Kebutuhan fisiologis
b. Kebutuhan keamanan
c. Kebutuhan sosial
d. Kebutuhan penghargaan
e. Kebutuhan aktualisasi diri

2. Dua Faktor Herzberg

a. Hygiene faktor: berkaitan dengan konteks kerja dan arti lingkungan
b. kerja kondisi kerja, gaji, kebijakan organisasi, hubungan antar◊bagi individu personal, kualitas
pengawasan
c. Satisfier faktor: berhubungan dengan isi ◊kerja dan definisi bagaimana seseorang menikmati atau
merasakan pekerjaannya prestasi, pengakuan, tanggung jawab dan kesempatan berkembang.

3. Teori Pengharapan Vroom. Teori ini terdiri dari unsur –unsur

a. Expectancy: hubungan dimana seseorang mempercayai antara usaha dan kemampuan dengan hasilnya
◊diukur dalam sistem pengukuran prestasi organisasi. Hubungan Upaya Kinerja;
b. Instrumentality: hubungan antara kinerja yang diukur dengan hasil Ganjaran;◊yang diharapkan untuk
individu. Hubungan Kinerja
c. Valence: nilai dimana seseorang menugaskan pada hasil yang disediakan untuk individu dari ◊organisasi
sebagai hasil pengukuran prestasi normal. Hubungan Ganjaran Tujuan;

  Kita semua mengalami masalah apakah pekerjaan kita itu sesuai dengan yang kita dambakan. Atas
dasar alasan ini langkah pertama menuju penciptaan seorang tenaga kerja yang termotivasi seharusnya
dengan cara menerima karyawan yang termotivasi dari dirinya sendiri. Menurut Gerald Graham, Direktur
Sekolah Bisnis Universitas Wichita State, adalah dengan mengkaji riwayat dan pengalaman mereka.
Sayangnya untuk kebanyakan manajer, pekerja yang mereka miliki adalah pekerja yang terpaksa. Dengan
demikian, cara selanjutnya yang harus dilakukan adalah menemukan cara untuk mempercepat dorongan di
dalam diri mereka menuju kesuksesan. Sebelum mencoba ini, para manajer harus mengetahui berbagai
perilaku yang memotivasi mereka.
Bila tujuannya telah diketahui, para manajer dapat (1) memberikan kepada pekerja keterangan yang
mereka perlukan untuk melakukan sesuatu pekerjaan yang baik. Ini termasuk tujuan secara keseluruhan
dan misi bisnis, pekerja yang perlu dikerjakan oleh Departemen khusus, dan aktivitas kerja tertentu yang
mengharuskan berkonsentrasi pada pekerjaan tersebut. Bob Nelson, Wakil Presiden Pusat Penelitian
Pengembangan Blanchard dan penulis "1001 Cara Memberikan Imbalan Karyawan", mengatakan bahwa
Komunikasi Yang Terbuka membantu pekerja merasa bahwa mereka berada di dalam keputusan-
keputusan penting mengenai bisnis dan membantu mereka untuk memahami prakarsa yang melandasi
bisnis tersebut.
     Ia menambahkan, informasi itu seharusnya tidak hanya terdapat pada bagian sebelum akhir proyek atau
tugas tapi juga terdapat di bagian tengah dan akhir. Dengan kata lain manajer harus (2) memberikan
kesempatan umpan balik secara teratur. Seperti Ken Blanchard penulis buku "Manajer Satu Menit",
menekankan, "Pengaruh umpan balik adalah sarapan pagi para juara".
     Mengingat karyawan adalah para ahli pada pekerjaannya, para manajer harus (3) meminta masukan
dari karyawan dan melibatkan mereka di dalam keputusan yang mempengaruhi pekerjaan mereka.
Suasana komunikasi terbuka dan berbagi komunikasi dua arah lebih memotivasi, jika hal itu menjadi suatu
bagian pelengkap dalam menjalankan bisnis. Oleh karena itu perusahaan harus (4) membuat saluran
komunikasi yang mudah dipergunakan, sehingga karyawan dapat menggunakannya untuk mengutarakan
pertanyaan/kehawatiran mereka dan memperoleh jawaban.
    Sambungan telepon langsung, kotak saran, forum-forum kelompok kecil, tanya jawab dengan pimpinan
dan "politik pintu terbuka" adalah beberapa cara yang dapat mendorong dan membesarkan hati karyawan
untuk berbicara terus terang. Salah satu tujuan terpenting komunikasi terbuka bagi para pimpinan adalah
untuk (5) belajar dari para karyawan itu sendiri apa yang memotivasi mereka. Motivator dari dalam diri
setiap orang berbeda, serta imbalan atas suatu pekerjaan yang dikerjakan dengan baik harus dibakukan.
Saul Gellerman penulis "Motivating Superior Performance" menambahkan, "Tunjukkan rasa hormatmu
terhadap individu dengan menanggapi tanda yang mereka tunjukkan tentang bagaimana mereka ingin
diperlakukan dan jenis pekerjaan yang ingin mereka kerjakan." Para manajer harus (6) mempelajari apa
saja kegiatan-kegiatan lain yang pekerja lakukan bila mereka mempunyai waktu luang, dan kemudian
menciptakan kesempatan bagi mereka untuk melakukan kegiatan itu secara lebih teratur.
    Motivator terbaik adalah bila para manajer (7) memberi selamat secara pribadi kepada karyawan yang
melakukan pekerjaan dengan baik. Pemberian selamat ini harus dilakukan khusus dan tepat waktu.. Suatu
cara untuk memastikan penghargaan adalah agar para manajer (8) terus menerus memelihara hubungan
dengan orang yang mereka bawahi. Bila penghargaan pada karywa tidak dapat dijalankan, para manajer
harus (9) menulis Memo secara pribadi kepada mereka tentang hasil kinerja mereka. Karena tulisan
tersebut merupakan penghargaan yang nyata, serta dampak atas "perasaan aman" itu berlangsung lama.
     Bila manajer (10) menghargai karyawan karena pekerjaan mereka yang baik secara umum. Mereka
akan menyatakan bahwa karyawa yang berprestasi mengagumkan telah mendapat perhatian positif dari
semua orang. Mengingat kelompok adalah suatu kenyataan yang ada di dalam perusahaan, maka upaya-
upaya penghargaan juga harus termasuk di dalamnya dan harus (11) meliputi pertemuan-pertemuan
pembentukan moril seperti "merayakan kesuksesan yang dicapai kelompok" dan tidak perlu dibesaar-
besarkan cukup dengan memberitahukan kelompok pada waktu yang tepat bahwa mereka telah
mengerjakan suatu pekerjaan dengan baik.
     Tidak ada yang melemahkan motivasi karyawan lebih cepat selain pekerjaan rutin dan pekerjaan yang
tidak menantang. Bila perusahaan ingin agar karyawan melakukan pekerjaan yang baik, maka harus (12)
memberi karyawan satu pekerjaan yang baik untuk dikerjakan dan para manajer harus memperlihatkan
kepada karyawan bagaimana mereka dapat berkembang dan memberi kesempatan untuk mempelajari
kemampuan-kemampuan baru.
     Langkah selanjutnya (13) memastikan apakah karyawan mempunyai sarana kerja yang terbaik. Sebagai
contoh perusahaan yang bergerak dalam bidang teknologi kesenian cenderung menjadi tempat yang
menyenangkan. Mempunyai perlatan canggih membuat karyawan bangga. Kebijakan perusahaan dan
praktek manajemen mempunyai suatu kemampuan yang luar biasa untuk mendorong atau merusak
motivasi seseorang. Perusahaan yang kurang memiliki keinginan inspiratif dapat memperbaikinya dengan
menggunakan kombinasi yang mana saja dari ke-7 cara berikut:
    (14) Kenalilah kebutuhan-kebutuhan pribadi karyawan karena karyawan akan lebih terdorong untuk
bekerja bagi perusahaan yang memperhatikan keperluan pribadinya. (15) Gagasan menggunakan kinerja
sebagai sadar untuk promosi masih dianggap revolusioner. Membahas tentang kinerja, suatu perusahaan
harus (16) menetapkan suatu kebijakan promosi dari dalam secara komprehensif. Kebijakan-kebijakan
tersebut harus mencakup keamanan pekerjaan dengan (17) menegaskan komitmen perusahaan terhadap
perkaryaan jangka panjang. Beberapa pernyataan menunjukkan bahwa karyawan menuntut komitmen
perusahaan yang tinggi atas keamanan kerja, namun perusahaan akan melakukan hal tertentu yang
memperlancar pengkaryaan jangka panjang.
    Perusahaan yang (18) membantu berkembangnya rasa "bermasyarakat" sehingga karyawan akan
merasa betah di dalamnya, telah hilang. Politik kerja dan semangat juang yang menurun akan merampas
motivasi bahkan dari orang yang berorientasi pada prestasi sekalipun. (19) Gajilah karyawan secara
bersaing berdasarkan apa yang mereka kerjakan. Jika karyawan merasa diberi kompensasi (gaji) yang
tepat, mereka tidak akan akan begitu tertuju pada lembarslip gaji mereka dan perusahaan dapat
memperoleh prestasi karyawan lebih baik lagi dari imbalan yang tidak berhubungan dengan keuangan
(nonfiancial).
    Dengan struktur gaji yang kompetitif, sebuah perusahaan dapat memotivasi orang untuk perolehan
yang lebih besar dengan (20) menawarkan "pembagian keuntungan" (profit sharing) kepada karyawan.
Kegiatan yang berdampak kuat pada jajaran karyawan paling bawah harus benar-benardikenali, karena
karyawan harus mengtahui apa tujuan dari pekerjaannya. Selanjutkan agar uang mampu memotivasi
karyawan, jumlahnya harus berarti bagi mereka.

F. Bentuk-bentuk Organisasi

Menurut para para pakar seperti Stephen P. Robbins 2008, bentuk-bentuk organisasi terdiri dari:

1. Organisasi fungsional
2. Organisasi divisional / unit bisnis
3. Organisasi matrik

Adapun fungsi kontroler organisasi

1. mendesain dan menjalankan informasi dan mengawasi sistem
2. menyiapkan laporan keuangan
3. menyiapkan dan menganalisis pre stasi dan membantu pimpinan
4. mengawasi prosedur internal dan ekternal
5. memahami laporan, menganalisis anggaran
BAB IV
                                      KESIMPULAN




   Tujuan kajian perilaku organisasi pada dasarnya ada tiga, yaitu menjelaskan, meramalkan, dan
mengendalikan perilaku manusia. Robbins (2002). Menjelaskan, kajian perilaku organisasi berupaya
mengetahui faktor-faktor penyebab perilaku seseorang atau kelompok. Penjelasan terhadap suatu
fenomena dalam manajemen merupakan hal penting karena membantu para manajer atau pemimpin tim
dalam melakukan sasaran lain yaitu mengendalikan situasi penyebab perilaku individu atau kelompok kerja
tersebut.
   Sasaran kedua, yaitu meramalkan berarti perilaku organisasi membantu memprediksi kejadian
organisasi di masa mendatang. Pengetahuan terhadap faktor-faktor penyebab munculnya perilaku individu
atau kelompok membantu manajer meramalkan akibat-akibat dari suatu program atau kebijakan organisasi.
Hal ini membantu melakukan pengendalian preventif terhadap perilaku individu dan kelompok dalam
organisasi.
   Sasaran ketiga yaitu mengendalikan mengandung arti bahwa perilaku organisasi menawarkan berbagai
strategi dalam mengarahkan perilaku individu atau kelompok. Berbagai strategi kepemimpinan, motivasi,
dan pengembangan tim kerja yang efektif merupakan contoh-contoh dalam mengarahkan perilaku individu
dan kelompok.
    Berhasil atau tidaknya organisasi mencapai visi dan misinya juga dipengaruhi oleh perilaku
kepemimpinan dalam organisasi seperti: “membuat keputusan, menetapkan sasaran, memilih dan
mengembangkan personalia, mengadakan komunikasi, memberikan motivasi, dan mengawasi pelaksanaan
manajemen”.
Wallohu alam bissowab.
DAFTAR PUSTAKA




Hasibuan, Malayu S.P, 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT. Bumi Aksara
Mulyasa, E, 2005, Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung: PT Remaja-Rosdakarya
Brich, P (1999). Instant Leaderhip. Terjemahan P. Hendrardjo. 2001. Instant Leadership: 66 Cara Instant
Memiliki Kepemimpinan Praktis. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Campbell, R. F. dan Gregg, R. T. (1957). Administrative Behavior in Education. New York: Harper &
Brothers Publisher.
Clegg, B. 2000. Intant Motivation: 79 Cara Instan Menumbuhkan Motivasi. Terjemahan Zulkifli Harahap.
Jakarta: Erlangga.
Covey, S. P. (1991). Principle Centered Leadership. New York: Simon and Schuster.
Daft, R. L. (2000). Management. 5th Ed. Dryden: The Dryden Press, Harcourt College Publishers.
Farkas, C. M. dan Backer, P. D. (1997). Maximum Leadership: The World’s Leading CEOs Share their Five
Strategies for Success. Kuala Lumpur: Eastern Dragon Press.
Fletcher, B. C. (1991). Work, Stress, Disease and Life Expectancy. Chishester: John Wiley & Sons Ltd.
Hersey, P. & Blanchard, K. (1982). Management of Organizational Behavior: Utilizing Human Resources.
Fourth Edition. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Kotter, J. P. & Heskett, J. L. (2006). Budaya korporat dan Kinerja. Terjemahan oleh Susi Diah Hardaniati &
Uyung Sulaksana: Corporate Culture and Performance. 1992. New York: 1992.
Lazarus, R. S., & Folkman, S. (1986). Cognitive theories of stress and the issue of circularity. In M. H.
Appley & R. Trumbull (Eds.) Dynamics of stress: Physiological, psychological, and social perspectives.
(1986). New York: Plenum Press.
Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003, 2003, Sistem Pendidikan Nasional, http://www.depdiknas.go.id
Maxwell, J. C. (1995). Developing the Leader within You. Terjemahan Anton Adiwiyoto. 1995.
Mengembangkan Kepemimpinan di Dalam diri Anda. Jakarta: Binarupa Aksara.
Ouchi (1985). Theori Z. Terjemahan. Jakarta: Aksara Persada.
Owens, Robert G. (1991). Organizational Behavior in Education. Fourth Edition. Boston : Allyn and Bacon
Inc.
Robbins, S. P. (2002). Essential of organizational behavior. Terjemahan Halida dan Dewi Sartika (2002).
Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi. Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Robbins, S. P. (2003). Organizational Behavior. 10th Edition. Terjemahan Benyamin Molan. 2006. Jakarta:
PT Indeks.
Selye, H. (1985), History and present status of the stress concepts, in A. Monat & R. S. Lazarus (Eds.),
Stress and coping: An anthology, 2nd Ed. (1985), New York: Columbia University Press.
Kutipan dari Majalah Manajemen /Juli-Agustus1/996 Oleh Nina I.K. Permana (terjemahan dari WED).
pustaka@bit.net.id

More Related Content

What's hot

Perilaku Organisasi Organizational Behavior
Perilaku Organisasi Organizational BehaviorPerilaku Organisasi Organizational Behavior
Perilaku Organisasi Organizational BehaviorDadang Solihin
 
Pemecahan Masalah & Pengambilan Keputusan
Pemecahan Masalah & Pengambilan KeputusanPemecahan Masalah & Pengambilan Keputusan
Pemecahan Masalah & Pengambilan KeputusanTri Widodo W. UTOMO
 
Materi teori motivasi
Materi teori motivasiMateri teori motivasi
Materi teori motivasiArib Herzi
 
Analisis studi kasus tentang rekrutmen dan seleksi pt wings group
Analisis studi kasus tentang rekrutmen dan seleksi pt  wings groupAnalisis studi kasus tentang rekrutmen dan seleksi pt  wings group
Analisis studi kasus tentang rekrutmen dan seleksi pt wings groupgilang dwi jatnika
 
Masalah dan Tantangan MSDM
Masalah dan Tantangan MSDMMasalah dan Tantangan MSDM
Masalah dan Tantangan MSDMReza Aprianti
 
Pelatihan dan-pengembangan.ppt
Pelatihan dan-pengembangan.pptPelatihan dan-pengembangan.ppt
Pelatihan dan-pengembangan.pptWira Kharisma
 
Makalah MSDM (REKRUITMEN DAN SELEKSI KARYAWAN)
Makalah MSDM (REKRUITMEN DAN SELEKSI KARYAWAN)Makalah MSDM (REKRUITMEN DAN SELEKSI KARYAWAN)
Makalah MSDM (REKRUITMEN DAN SELEKSI KARYAWAN)Putri Sanuria
 
Kelompok 5 : Gaya Kepemimpinan
Kelompok 5 : Gaya KepemimpinanKelompok 5 : Gaya Kepemimpinan
Kelompok 5 : Gaya KepemimpinanVonny Effendi
 
Perilaku Individu Perbedaan Individu dan Perilaku Kerja
Perilaku Individu Perbedaan Individu dan Perilaku KerjaPerilaku Individu Perbedaan Individu dan Perilaku Kerja
Perilaku Individu Perbedaan Individu dan Perilaku Kerjaafifahdhaniyah
 
Makalah digital marketing
Makalah digital marketingMakalah digital marketing
Makalah digital marketingulfameilia
 
Dasar Manajemen 'Ruang lingkup dan pengertian manajemen'
Dasar Manajemen 'Ruang lingkup dan pengertian manajemen'Dasar Manajemen 'Ruang lingkup dan pengertian manajemen'
Dasar Manajemen 'Ruang lingkup dan pengertian manajemen'Sintya M
 
1.manajemen operasional
1.manajemen operasional1.manajemen operasional
1.manajemen operasionalAsep suryadi
 
makalah analisis jabatan
makalah analisis jabatanmakalah analisis jabatan
makalah analisis jabatansemua unduh
 
Power point kepemimpinan
Power point kepemimpinanPower point kepemimpinan
Power point kepemimpinanEmelia Ginting
 
Perilaku organisasi(makalah)
Perilaku organisasi(makalah)Perilaku organisasi(makalah)
Perilaku organisasi(makalah)RAMASYAFARADI
 

What's hot (20)

Perilaku Organisasi Organizational Behavior
Perilaku Organisasi Organizational BehaviorPerilaku Organisasi Organizational Behavior
Perilaku Organisasi Organizational Behavior
 
Makalah kepemimpinan
Makalah kepemimpinanMakalah kepemimpinan
Makalah kepemimpinan
 
Pemecahan Masalah & Pengambilan Keputusan
Pemecahan Masalah & Pengambilan KeputusanPemecahan Masalah & Pengambilan Keputusan
Pemecahan Masalah & Pengambilan Keputusan
 
Materi teori motivasi
Materi teori motivasiMateri teori motivasi
Materi teori motivasi
 
Analisis studi kasus tentang rekrutmen dan seleksi pt wings group
Analisis studi kasus tentang rekrutmen dan seleksi pt  wings groupAnalisis studi kasus tentang rekrutmen dan seleksi pt  wings group
Analisis studi kasus tentang rekrutmen dan seleksi pt wings group
 
Masalah dan Tantangan MSDM
Masalah dan Tantangan MSDMMasalah dan Tantangan MSDM
Masalah dan Tantangan MSDM
 
Pelatihan dan-pengembangan.ppt
Pelatihan dan-pengembangan.pptPelatihan dan-pengembangan.ppt
Pelatihan dan-pengembangan.ppt
 
Makalah manajemen kepemimpinan
Makalah manajemen kepemimpinanMakalah manajemen kepemimpinan
Makalah manajemen kepemimpinan
 
Makalah MSDM (REKRUITMEN DAN SELEKSI KARYAWAN)
Makalah MSDM (REKRUITMEN DAN SELEKSI KARYAWAN)Makalah MSDM (REKRUITMEN DAN SELEKSI KARYAWAN)
Makalah MSDM (REKRUITMEN DAN SELEKSI KARYAWAN)
 
Kelompok 5 : Gaya Kepemimpinan
Kelompok 5 : Gaya KepemimpinanKelompok 5 : Gaya Kepemimpinan
Kelompok 5 : Gaya Kepemimpinan
 
PPT Dasar Manajemen
PPT Dasar ManajemenPPT Dasar Manajemen
PPT Dasar Manajemen
 
Perilaku Individu Perbedaan Individu dan Perilaku Kerja
Perilaku Individu Perbedaan Individu dan Perilaku KerjaPerilaku Individu Perbedaan Individu dan Perilaku Kerja
Perilaku Individu Perbedaan Individu dan Perilaku Kerja
 
Makalah digital marketing
Makalah digital marketingMakalah digital marketing
Makalah digital marketing
 
Manajemen SDM (Rekrutmen & Seleksi)
Manajemen SDM (Rekrutmen & Seleksi)Manajemen SDM (Rekrutmen & Seleksi)
Manajemen SDM (Rekrutmen & Seleksi)
 
Dasar Manajemen 'Ruang lingkup dan pengertian manajemen'
Dasar Manajemen 'Ruang lingkup dan pengertian manajemen'Dasar Manajemen 'Ruang lingkup dan pengertian manajemen'
Dasar Manajemen 'Ruang lingkup dan pengertian manajemen'
 
Ppt - Perencanaan Sumber Daya Manusia
Ppt - Perencanaan Sumber Daya ManusiaPpt - Perencanaan Sumber Daya Manusia
Ppt - Perencanaan Sumber Daya Manusia
 
1.manajemen operasional
1.manajemen operasional1.manajemen operasional
1.manajemen operasional
 
makalah analisis jabatan
makalah analisis jabatanmakalah analisis jabatan
makalah analisis jabatan
 
Power point kepemimpinan
Power point kepemimpinanPower point kepemimpinan
Power point kepemimpinan
 
Perilaku organisasi(makalah)
Perilaku organisasi(makalah)Perilaku organisasi(makalah)
Perilaku organisasi(makalah)
 

Similar to Makalah perilaku organisasi

Makalah kepemimpinan kepala sekolah kelompok 2
Makalah kepemimpinan kepala sekolah kelompok 2Makalah kepemimpinan kepala sekolah kelompok 2
Makalah kepemimpinan kepala sekolah kelompok 2dpyulianti
 
Makalah manajemen pendidikan
Makalah manajemen pendidikanMakalah manajemen pendidikan
Makalah manajemen pendidikanisalsand
 
Administrasi pendidikan
Administrasi pendidikanAdministrasi pendidikan
Administrasi pendidikansuryo1
 
Kepemimpinan dan komponen mbs
Kepemimpinan dan komponen mbsKepemimpinan dan komponen mbs
Kepemimpinan dan komponen mbsbagibagiilmu
 
Ppt admin shinta
Ppt admin shintaPpt admin shinta
Ppt admin shintayu_furi
 
Bahagian b
Bahagian bBahagian b
Bahagian bCik BaCo
 
Ppt uas admin
Ppt uas adminPpt uas admin
Ppt uas adminuus_yuli
 
Kepemimpinan efektif untuk meningkatkan kinerja organisasi pembelajar
Kepemimpinan efektif untuk meningkatkan kinerja organisasi pembelajarKepemimpinan efektif untuk meningkatkan kinerja organisasi pembelajar
Kepemimpinan efektif untuk meningkatkan kinerja organisasi pembelajarSofyan Verink
 
Jurnal PENELITIAN
Jurnal PENELITIANJurnal PENELITIAN
Jurnal PENELITIANharjunode
 
Kepemimpinankepalasekolah 090909212813-phpapp02
Kepemimpinankepalasekolah 090909212813-phpapp02Kepemimpinankepalasekolah 090909212813-phpapp02
Kepemimpinankepalasekolah 090909212813-phpapp02Musbahaeri Saleh
 
ADMINISTRASI PENDIDIKAN.pptx
ADMINISTRASI PENDIDIKAN.pptxADMINISTRASI PENDIDIKAN.pptx
ADMINISTRASI PENDIDIKAN.pptxJimatul Arrobi
 
Kepemimpinan Kepala Sekolah
Kepemimpinan Kepala SekolahKepemimpinan Kepala Sekolah
Kepemimpinan Kepala SekolahUniversitas PGRI
 
makalah manajemen sekolah-GINA AMRIL
makalah manajemen sekolah-GINA AMRIL makalah manajemen sekolah-GINA AMRIL
makalah manajemen sekolah-GINA AMRIL GINA AMRIL
 

Similar to Makalah perilaku organisasi (20)

Makalah kepemimpinan kepala sekolah kelompok 2
Makalah kepemimpinan kepala sekolah kelompok 2Makalah kepemimpinan kepala sekolah kelompok 2
Makalah kepemimpinan kepala sekolah kelompok 2
 
Makalah manajemen pendidikan
Makalah manajemen pendidikanMakalah manajemen pendidikan
Makalah manajemen pendidikan
 
Administrasi pendidikan
Administrasi pendidikanAdministrasi pendidikan
Administrasi pendidikan
 
Allah
AllahAllah
Allah
 
Manajemen Pendidikan
Manajemen PendidikanManajemen Pendidikan
Manajemen Pendidikan
 
Kepemimpinan dan komponen mbs
Kepemimpinan dan komponen mbsKepemimpinan dan komponen mbs
Kepemimpinan dan komponen mbs
 
Ppt admin shinta
Ppt admin shintaPpt admin shinta
Ppt admin shinta
 
Bahagian b
Bahagian bBahagian b
Bahagian b
 
Ppt uas admin
Ppt uas adminPpt uas admin
Ppt uas admin
 
pembangunan organisasi
pembangunan organisasipembangunan organisasi
pembangunan organisasi
 
Kepemimpinan efektif untuk meningkatkan kinerja organisasi pembelajar
Kepemimpinan efektif untuk meningkatkan kinerja organisasi pembelajarKepemimpinan efektif untuk meningkatkan kinerja organisasi pembelajar
Kepemimpinan efektif untuk meningkatkan kinerja organisasi pembelajar
 
Bab 1
Bab 1Bab 1
Bab 1
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Jurnal PENELITIAN
Jurnal PENELITIANJurnal PENELITIAN
Jurnal PENELITIAN
 
Kepemimpinankepalasekolah 090909212813-phpapp02
Kepemimpinankepalasekolah 090909212813-phpapp02Kepemimpinankepalasekolah 090909212813-phpapp02
Kepemimpinankepalasekolah 090909212813-phpapp02
 
Bab i(1)
Bab i(1)Bab i(1)
Bab i(1)
 
Kepimpinan
KepimpinanKepimpinan
Kepimpinan
 
ADMINISTRASI PENDIDIKAN.pptx
ADMINISTRASI PENDIDIKAN.pptxADMINISTRASI PENDIDIKAN.pptx
ADMINISTRASI PENDIDIKAN.pptx
 
Kepemimpinan Kepala Sekolah
Kepemimpinan Kepala SekolahKepemimpinan Kepala Sekolah
Kepemimpinan Kepala Sekolah
 
makalah manajemen sekolah-GINA AMRIL
makalah manajemen sekolah-GINA AMRIL makalah manajemen sekolah-GINA AMRIL
makalah manajemen sekolah-GINA AMRIL
 

Makalah perilaku organisasi

  • 1. PENGARUH STRUKTUR ORGANISASI YANG KURANG BAIK MAKALAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Tugas Mandiri Pada Mata Kuliah Perilaku Organisasi Disusun Oleh: Nama : Mira Komalasari NIM : 1257201091 Prodi : S1/Sistim Informasi Dosen: Antonius Siburian, M,SE STMIK Mercusuar Bekasi 2011/2012
  • 2. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencapaian visi, misi dan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan bersama oleh warga sekolah, diperlukan kondisi sekolah yang kondusif dan keharmonisan antara tenaga pendidikan yang ada di sekolah antara lain kepala sekolah, guru, tenaga administrasi, dan orang tua murid/masyarakat yang masing-masing mempunyai peran yang cukup besar dalam mencapai tujuan organisasi. Suatu organisasi akan berhasil dalam mencapai tujuan dan program-programnya jika orang-orang yang bekerja dalam organisasi tersebut dapat melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik sesuai dengan bidang dan tanggung jawabnya. Agar orang-orang dalam organisasi tersebut dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, maka diperlukan seorang pemimpin yang dapat mengarahkan segala sumber daya dan membawa organisasi pendidikan (sekolah) menuju ke arah pencapaian tujuan. Dalam suatu organisasi, berhasil atau tidaknya tujuan tersebut sangat dipengaruhi oleh factor-faktor seperti pemimpin dan orang yang dipimpinnya, serta perilaku organisasi yang dijalankannya. Agar organisasi dan kepemimpinan yang dilaksanakan oleh pemimpin dalam organisasi dapat berjalan secara efektif dan efesien, salah satu tugas yang harus dilakukan adalah mengawal dan mengarahkan perilaku organisasi dalam memberikan kepuasan kepada orang yang dipimpinnya/ yang menjadi costumernya. Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin di lingkungan satuan pendidikan harus mampu mewujudkan tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Kepemimpinan dalam lingkungan satuan pendidikan selalu melibatkan upaya seorang kepala sekolah untuk mempengaruhi perilaku organisasi, para pengikut/guru dalam suatu situasi. Agar kepala sekolah dapat melaksanakan fungsi kepemimpinannya, dia bukan saja harus memiliki wibawa tetapi harus memiliki kesanggupan untuk menggunakan wibawa ini terhadap para guru supaya diperoleh kinerja guru yang baik. Dalam sebuah organisasi perlu ditetapkan arah perilaku organisasi dan azas-azasnya. Diantaranya adalah pembagian tugas. Yang perlu diperhatikan dalam azas pembagian tugas ini adalah kemampuan dari individu-individu yang diserahi tugas. Dengan demikian dalam suatu organisasi perlu adanya manajemen efektif yang mampu mengarahkan dan membina perilaku organisasi dan administrasi. Dari uraian tersebut di atas, maka perilaku suatu organisasi dapat berpengaruh sangat besar dalam pencapaian tujuan/ visi dan misi suatu organisasi maupun dalam tatanan hidup di masyarakat. Robbins (2002). Menjelaskan perilaku organisasi berupaya mengetahui faktor-faktor penyebab perilaku seseorang atau kelompok. Penjelasan terhadap suatu fenomena dalam manajemen merupakan hal penting karena membantu para manajer atau pemimpin tim dalam melakukan sasaran lain yaitu mengendalikan situasi penyebab perilaku individu atau kelompok kerja tersebut. Atas pemahaman tersebut, dapat diketahui bahwa manajemen dalam suatu organisasi merupakan suatu keahlian menggerakkan dan mengendalikan orang lain untuk mencapai tujuan yang ditentukan sebelumnya. Dengan demikian aktifitas dari kegiatan organisasi ditentukan oleh peran seorang pemimpin dan dibantu oleh individu-individu yang menjadi bawahannya. Dan di setiap lembaga satuan pendidikan tentu mempunyai seorang kepala sekolah sebagai pemimpin dan guru, serta karyawan sebagai bawahannya. Pemimpin oleh Winardi (2004:304) didefinisikan sebagai berikut : “Pemimpin adalah seorang yang karena kecakapan-kecakapan pribadinya dengan atau tanpa pengangkatan resmi dapat mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya untuk mengerahkan usaha bersama ke arah pencapaian sasaran-sasaran tertentu “. Dari pendapat tersebut pengertian pemimpin mewujudkan adanya kemampuan untuk menggerakkan, membimbing, memimpin dan memberi kegairahan kerja terhadap orang lain. Jadi bila ditarik kesimpulan dari pendapat diatas, pemimpin adalah orang yang dapat mempengaruhi, menggerakkan, menumbuhkan perasaan ikut serta dan tanggung jawab, memberikan fasilitas, tauladan yang baik serta kegairahan kerja terhadap orang lain. Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin di satuan pendidikan merupakan pemimpin formal, artinya dia diangkat secara formal (Formally Designated Leader) oleh organisasi yang bersangkutan atau organisasi yang menjadi atasannya. Guru (pendidik) menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab XI pasal 39 adalah : “Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi”. Tenaga guru adalah salah satu tenaga kependidikan yang mempunyai peran sebagai faktor penentu keberhasilan tujuan organisasi selain tenaga kependidikan lainnya, karena guru yang langsung bersinggungan dengan peserta didik, untuk memberikan bimbingan yang muaranya akan menghasilkan
  • 3. tamatan/lulusan yang diharapkan. Untuk itu kinerja guru harus selalu ditingkatkan. Upaya-upaya untuk meningkatkan kinerja itu biasanya dilakukan dengan cara memberikan motivasi, mengadakan supervisi, memberikan insentif, memberikan kesempatan yang baik untuk berkembang dalam karir, meningkatkan kemampuan, dan gaya kepemimpinan yang baik. Sementara kinerja guru dapat ditingkatkan apabila yang bersangkutan merasa senang dan cocok dengan gaya kepemimpinan yang terapkan oleh kepala sekolah. Realitas menunjukan bahwa kreatifitas dan kinerja guru yang ada di sebuah lembaga pendidikan bergantung dari bagaimana peran seorang kepala sekolah dalam memberi kebijakan atau perintah kepada guru. Oleh karena itu kepala sekolah dituntut untuk menerapkan kepemimpinan secara benar dan konsekwen. Karena kepemimpinan inilah yang nantinya banyak mempengaruhi perilaku pengikut- pengikutnya. Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis membuat makalah tentang Perilaku Organisasi dalam Kepemimpinan Pendidikan sebagai salah satu tugas mandiri yang diberikan dalam perkuliah program administrasi pendidikan di UHAMKA Jakarta. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dan tujuan penelitian maka dapat diajukan rumusan masalah sebagai berikut: “Bagaimanakah Konsep Perilaku Organisasi yang dapat Diperankan kepala sekolah sebagai pimpinan pendidikan dalam mencapai dan mengelola sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan Nasional?” C. Tujuan dan manfaat Penulisan Berdasarkan latar belakang masalah, makalah ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana peran organisasi, pimpinan lembaga pendidikan dalam mengelola lembaga pendidikan dan sumber daya yang ada di dalamnya? Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi penulis sendiri adalah dapat secara langsung menerapkan ilmu-ilmu yang diperoleh selama menjalankan proses perkuliahan pasca sarjana administrasi pendidikan tentang kepemimpinan pendidikan dapat diaktualisasikan dengan baik. 2. Bagi pihak-pihak yang berkepentingan dapat dijadikan referensi untuk memperluas wawasan dan pengetahuan di bidang administrasi pendidikan.
  • 4. BAB II KAJIAN TEORITIS A. Tujuan dan Fokus Perilaku Organisasi Tujuan kajian perilaku organisasi pada dasarnya ada tiga, yaitu menjelaskan, meramalkan, dan mengendalikan perilaku manusia. Robbins (2002). Menjelaskan, kajian perilaku organisasi berupaya mengetahui faktor-faktor penyebab perilaku seseorang atau kelompok. Penjelasan terhadap suatu fenomena dalam manajemen merupakan hal penting karena membantu para manajer atau pemimpin tim dalam melakukan sasaran lain yaitu mengendalikan situasi penyebab perilaku individu atau kelompok kerja tersebut. Sasaran kedua, yaitu meramalkan berarti perilaku organisasi membantu memprediksi kejadian organisasi di masa mendatang. Pengetahuan terhadap faktor-faktor penyebab munculnya perilaku individu atau kelompok membantu manajer meramalkan akibat-akibat dari suatu program atau kebijakan organisasi. Hal ini membantu melakukan pengendalian preventif terhadap perilaku individu dan kelompok dalam organisasi. Sasaran ketiga yaitu mengendalikan mengandung arti bahwa perilaku organisasi menawarkan berbagai strategi dalam mengarahkan perilaku individu atau kelompok. Berbagai strategi kepemimpinan, motivasi, dan pengembangan tim kerja yang efektif merupakan contoh-contoh dalam mengarahkan perilaku individu dan kelompok. Dalam bidang manajemen pendidikan, kajian tentang perilaku organisasi telah lama menjadi perhatian para pakar terutama karena organisasi pendidikan dicirikan oleh keterlibatan sejumlah besar manusia, mulai dari tenaga kependidikan, pendidik, siswa, orangtua dan masyarakat. Dengan kompleksitas itu pemahaman terhadap ilmu perilaku organisasi merupakan suatu hal yang penting khususnya bagi pengelola dalam meningkatkan kinerja organisasi pendidikan. Secara umum, perilaku organisasi memiliki dua fokus perhatian. Pertama, perilaku organisasi merupakan suatu bidang studi yang mempelajari dampak perorangan, kelompok, dan struktur pada perilaku dalam organisasi dengan maksud menerapkan pengetahuan tentang hal-hal tersebut demi peningkatan keefektifan organisasi (Robbins, 2003). Perilaku organisasi mempelajari tiga determinan perilaku dalam organisasi, yaitu individu, kelompok, dan struktur atau organisasi. Singkatnya, perilaku organisasi merupakan kajian terhadap apa yang dilakukan orang dalam organisasi dan bagaimana perilaku tersebut mempengaruhi kinerja organisasi tersebut. Tingkat analisis perilaku organisasi tersebut digambarkan sebagai berikut. Gambar Tingkat Analisis Perilaku Organisasi (Tyson dan Jackson, 1992). Dalam konteks analisis yang digambarkan tersebut, Tyson dan Jackson (1992) mengemukakan bahwa kajian perilaku organisasi didasarkan pada pentingnya memahami apa yang terjadi pada individu-individu dalam organisasi dan apa penyebab perilaku mereka. Dengan kata lain, perilaku organisasi berkaitan dengan ketergantungan: kinerja organisasi tergantung bagaimana kinerja kelompok kerja, sedangkan kinerja kelompok kerja tergantung pada kinerja individu. Fokus kedua adalah perilaku organisasi sebagai kajian antar disiplin ilmu yang diarahkan untuk mempelajari sikap, perilaku, dan kinerja individu dalam organisasi (Daft, 2000). Sebagai suatu kajian antardisiplin, perilaku organisasi menggunakan konsep dan teori dari disiplin ilmu seperti psikologi, sosiologi, antropologi, ekonomi, pendidikan dan juga manajemen serta disiplin ilmu lainnya. Konsep dan teori-teori tersebut penting artinya dalam membantu manajer memahami perilaku manusia dalam organisasi. Pemahaman terhadap perilaku manusia penting agar manajer mampu menerapkan pendekatan yang tepat dalam memberdayakan manusia bagi keefektifan organisasi. B. Pendekatan Antardisiplin dalam Perilaku Organisasi Berdasarkan fokus kedua Robbins (2003) mengemukakan bahwa perilaku organisasi merupakan ilmu terapan yang dibangun dengan dukungan sejumlah disiplin ilmu, seperti psikologi, sosiologi, psikologi sosial, antropologi, dan ilmu politik. Psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang berusaha mengukur, menjelaskan, dan mengubah perilaku manusia. Sumbangan terpenting dari ilmu psikologi terhadap perilaku
  • 5. organisasi adalah kajian tentang pembelajaran, motivasi, kepribadian, persepsi, pelatihan, keefektifan kepemimpinan, kepuasan kerja, pengambilan keputusan individu, penilaian kinerja, pengukuran sikap, seleksi karyawan, disain kerja, dan stres kerja. Sumbangan terpenting psikologi terhadap perilaku organisasi terutama berkaitan dengan tiga hal: motivasi, keefektifan kepemimpinan, dan stres kerja. Motivasi berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan yang menggerakkan individu. Dalam bidang pendidikan, motivasi menjadi kajian yang lebih kompleks lagi karena berkaitan dengan beragamnya status manusia di dalamnya seperti guru, siswa, kepala sekolah, dan personil lainnya. Konsep disiplin telah membantu organisasi dalam memahami motivasi manusia dalam organisasi. Seiring dengan perkembangan teori manajemen, juga terjadi perubahan dalam pendekatan motivasi. Perkembangan teori motivasi tersebut berawal dari pendekatan tradisional, pendekatan ekonomi, pendekatan sumber daya manusia hingga ke pendekatan kontemporer (Daft, 2000). Pandangan tradisional mengemukakan bahwa cara memotivasi seseorang diibaratkan dengan bagaimana keledai digerakkan. Menurut pendekatan ini, cara terbaik untuk memacu keledai adalah dengan mengikat wortel pada ujung cemeti dan menggoyang-goyangkannya di luar jangkauan keledai itu. Pemikian Frederick W. Taylor yang merupakan tokoh manajemen ilmiah menjadi landasan pendekatan ini. Taylor mengembangkan pola manajemen yang didasarkan atas prinsip-prinsip ilmiah untuk mencapai efisiensi organisasi. Berdasarkan hal tersebut, sistem penghargaan yang bersifat finansial diberikan bagi karyawan yang memiliki kinerja yang tinggi dan sebaliknya, hukuman diberikan kepada karyawan yang memiliki kinerja rendah. Pendekatan ini pada gilirannya menjadi dasar bagi pengembangan sistem penggajian yang membayar gaji karyawan secara ketat berdasarkan kuantitas dan kualitas hasil kerja mereka. Pendekatan ekonomi tidak cukup untuk menjelaskan motivasi karyawan. Penelitian Hawthorne oleh Elton Mayo mengungkapkan bahwa faktor-faktor nonekonomi seperti kerja sama, hubungan pribadi, dan kepaduan kelompok kerja jauh lebih penting daripada uang sebagai motivator perilaku kerja. Berdasarkan hal itu pendekatan ini memandang penting penciptaan kondisi-kondisi sosial yang mendukung di tempat kerja sebagai salah satu motivator karyawan. Pada perkembangan selanjutnya, pendekatan sumber daya manusia lahir untuk menggabungkan pendekatan ekonomi dan pendekatan hubungan manusia dalam upaya menjelaskan perilaku karyawan sebagai pribadi yang utuh. Pendekatan ini menganggap bahwa pendekatan sebelumnya cenderung memanipulasi karyawan melalui penghargaan ekonomi atau hubungan sosial. Menurut pendekatan sumber daya manusia, manusia merupakan pribadi yang kompleks dan karena itu dimotivasi oleh berbagai faktor. Manusia pada dasarnya suka bekerja tidak peduli ada tidaknya motivator. Perkembangan terakhir dari kajian motivasi kerja adalah pendekatan kontemporer. Pendekatan ini dipengaruhi oleh tiga tipe teori. Pertama, teori isi, yang menekankan pada analisis yang mendasari kebutuhan manusia. Teori isi memberikan pemahaman akan kebutuhan manusia dalam organisasi dan membantu manajer memahami bagaimana kebutuhan tersebut dapat dipuaskan di tempat kerja. Kedua, teori proses, yang memusatkan perhatian terhadap proses yang memengaruhi perilaku karyawan. Tipe teori ini memfokuskan perhatian pada bagaimana karyawan berupaya mendapatkan kepuasan di tempat kerja. Ketiga, teori penguatan, memfokuskan pada hasil perilaku karyawan sebagaimana diharapkan atau bagaimana perilaku yang ditunjukkan dapat menghasilkan kinerja yang lebih baik. C. Epektifitas Kepemimpinan Efektifitas kepemimpinan menjadi salah satu tanggung jawab perilaku organisasi. Kepemimpinan adalah proses untuk mempengaruhi individu atau kelompok agar secara sadar dan secara harmonis bekerja untuk mencapai tujuan organisasi. Kata “sadar” menunjukkan bahwa kepemimpinan didasarkan oleh kerelaan dan bukan paksaan. Hal ini berbeda dengan kekuasaan yang diterima sebagai suatu keterpaksaan. Pengakuan terhadap pentingnya variabel kepemimpinan dalam organisasi telah menjadi dasar analisis para ahli dari berbagai kalangan. Dari analisis itu terungkap pentingnya strategi kepemimpinan yang dirumuskan dalam berbagai bentuk perilaku kepemimpinan yang efektif. Teori kepemimpinan perilaku (Hersey & Blanchard, 1982) yang sudah lama dikenal misalnya, memandang kepemimpinan yang efektif (yang mendorong kinerja bawahan) adalah kepemimpinan yang memperhatikan dua aspek secara bersamaan: orientasi terhadap tugas dan orientasi terhadap manusia. Orientasi terhadap tugas melahirkan kepemimpinan yang memiliki visi yang jelas, tugas yang jelas dan sistem komunikasi yang permanen. Orientasi terhadap manusia melahirkan kepemimpinan kesejawatan; kemauan pemimpin mendengarkan suara hati bawahan, memanusiakan bawahan dan mendorong partisipasi bawahan dalam berbagai aspek kehidupan organisasi. Banyak bukti menunjukkan bahwa penerapan kepemimpinan partisipatif meningkatkan komitmen bawahan terhadap tugas dan pada gilirannya meningkatkan kinerja mereka. Secara lebih spesifik, dimensi hubungan manusia dicirikan oleh tiga aspek: (1) pemimpin menyiapkan waktu untuk mendengarkan anggota kelompoknya, (2) pemimpin berkeinginan membuat perubahan, (3) pemimpin yang bersifat bersahabat dan dekat dengan bawahan. Dimensi tugas dicirikan oleh: (1) pemimpin
  • 6. yang selalu memberikan tugas kepada anggota kelompok, (2) pemimpin menetapkan standar dan peraturan yang harus diikuti oleh anggota kelompok, (3) pemimpin mengharapkan anggota untuk mengetahui apa yang diharapkan dari mereka. Perpaduan kedua dimensi perilaku tersebut menciptakan kombinasi perilaku kepemimpinan yang tergambar pada kuadran berikut. (Tinggi) Orientasi Hubungan Manusia (Rendah) 1-9 Tinggi Orientasi Hubungan Manusia Rendah Orientasi Tugas 9-9 Tinggi Orientasi Hubungan Manusia Tinggi Orientasi Tugas Rendah Orientasi Hubungan Manusia Rendah Orientasi Tugas 1-1 Rendah Orientasi Hubungan Manusia Tinggi Orientasi Tugas 9-1 (Rendah) Orientasi Tugas (Tinggi) Gambar 2: Kombinasi Perilaku Kepemimpinan (Hersey dan Blanchard, 1982) Berdasarkan kuadran tersebut, tampak bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin 9-9, yaitu yang tinggi pada dimensi hubungan manusia dan juga tinggi pada dimensi tugas. Perilaku kepemimpinan yang demikian sering juga disebut dengan perilaku kepemimpinan tim. Pemimpin yang kurang efektif adalah pemimpin 1-1, yaitu yang rendah pada kedua dimensi. Beberapa penulis lainnya juga mengemukakan strategi kepemimpinan. Farkas dan Backer (1996) mengembangkan gagasan tentang Maximum Leadership yang meliputi lima pendekatan: pendekatan strategik, pendekatan aset manusia, pendekatan keahlian, pendekatan kontrol, dan pendekatan agen perubahan. Stephen R. Covey (1991) juga mengembangkan strategi kepemimpinan yang disebut sebagai kepemimpin yang berprinsip (Principle Centered Leadership) yang salah satu strateginya adalah orientasi kepada pelanggan. Strategi ini juga diadaptasi oleh Blaine Lee (1997) dalam istilah Kekuasan yang Berperinsip (Principle-Centered Power). Kedua pendekatan ini mementingkan kapabilitas dan kebajikan dalam kepemimpinan. Paul Brich (1999) mengembangkan strategi Instant Leadership dengan 66 cara kekepimpinan yang praktis. Di luar dari hal-hal yang betul-betul praktis, terdapat strategi inti yang dikemukakannya yaitu bahwa pemimpin terbaik adalah orang yang memungkinkan terpenuhinya tuntutan yang tadinya dianggap mustahil dan kemudian menawarkan dukungan penuh yang tadinya dianggap tidak mungkin. Intinya, kepemimpinan berkaitan dengan tantangan dan dukungan. John C. Maxwell (1995) mengembangkan prinsip dasar kepemimpinan yang antara lain meliputi: penyusunan prioritas, integritas, menciptakan perubahan positif, pemecahan masalah, sikap positif, pengembangan aset manusia, wawasan, dan disiplin pribadi.
  • 7. Selain psikologi, yang ikut mempengaruhi perilaku organisasi adalah masalah stres kerja. Istilah stres kerja digunakan untuk menunjukkan keadaan tertekan yang di¬alarm individu yang disebabkan oleh kondisi atau situasi tertentu yang terjadi di ling¬kungan kerjanya. Istilah itu membedakannya dengan jenis stres hidup lainnya yang bersumber dari lingkungan keluarga dan lingkungan sosial (Robbins, 1990). Kontribusi itu terutama dalam menjelaskan konsep stres kerja yang didasarkan pada tiga pendekatan dalam mengkaji stres, yaitu: pendekatan fisiologik, pendekatan stimulus, dan pendekatan psikologik (Cox & Ferguson, 1991). Pendekatan fisiologik berpijak pada konsep stres yang dikemukakan oleh Selye. Selye (1985) mengemukakan bahwa stress adalah respon umum tubuh terhadap suatu tuntutan. Definisi itu, didasarkan pa¬da indikator obyektif seperti perubahan jasmani dan kimiawi yang muncul sesudah adanya tuntutan atau tekanan dari lingkungan. Menurut Selye, perubahan-perubahan itu terjadi dalam serangkaian reaksi fisiologik yang disebut The General Adaptation Syndrome atau Sindrom Adaptasi Umum yang terdiri atas tiga tahap, yaitu tahap reaksi alarm, tahap perlawanan, dan tahap keletihan. Bila suatu situasi mengancam keamanan atau kesehatan individu, maka akan segera terjadi reaksi alarm. Jika indi¬vidu dapat bertahan, reaksi awal ini kemudian diikuti oleh tahap kedua, yaitu perla¬wanan terhadap situasi yang mengancam itu. Jika stres berkepanjangan, maka tahap keletihan akan terjadi, di mana kemampuan untuk mengatasi stres menurun. Tahap ini diikuti oleh munculnya penyakit biologis. Pendekatan stimulus menekankan perlunya diperhatikan peristiwa eksternal yang menyebabkan stres (Baron & Greenberg, 1990). Stimulus berupa peristiwa eks¬ternal yang menyebabkan munculnya tuntutan terhadap individu untuk beradaptasi, mengatasi atau menyesuaikan diri (Sowa, dkk., 1986). Menurut pendekatan ini, ba¬nyak peristiwa eksternal yang potensial menyebabkan stres memiliki sifat-sifat beri¬kut: (1) mempunyai pengaruh yang sangat kuat sehingga bisa menyebabkan individu mengalami kelebihan beban fisik maupun mental, (2) potensial terhadap timbulnya keadaan yang tidak serasi pada individu, dan (3) berada di luar pengendalian individu (Baron & Greenberg, 1990). Pendekatan psikologik atau penilaian kognitif (cognitive appraisal) diilhami oleh pemikiran Lazarus dan kawan-kawan yang memperkenalkan teori kognitif da¬lam mengkaji fenomena stres. Aspek kunci dari pendekatan itu adalah "penilaian kognitif individu.” Menurut Lazarus dan Folkman (1986), stres merupakan "a rela¬tionship with the environment that the person appraises as significant for his or her well-being and in which the demands tax or exceed available coping resources" (h. 63). Penilaian kognitif meliputi dua dimensi: penilaian primer dan penilaian se¬kunder (Cox & Ferguson, 1991). Penilaian primer berkenaan dengan penilaian indi¬vidu untuk menentukan apakah suatu stimulus atau situasi membahayakan, meng¬ancam, atau menantang, sedangkan penilaian sekunder berkenaan dengan penilaian individu terhadap kemampuannya mengatasi stimulus tersebut. Dari perspektif itu stres terjadi manakala terdapat ketidakseimbangan atau ketidaksesuaian yang sangat berarti antara persepsi individu terhadap suatu tuntutan yang dihadapinya dan ke¬mampuannya mengatasi tuntutan tersebut. Dengan kata lain stres terjadi apabila in¬dividu merasakan: (1) bahwa suatu situasi atau tuntutan mengancam tujuan penting individu, dan (2) bahwa individu tidak mampu mengatasi situasi potensial tersebut (Lazarus & Folkman, 1986). Pendekatan itu juga memandang bahwa suatu situasi yang terjadi dapat me¬nimbulkan reaksi stres yang berbeda pada setiap individu (Cox & Ferguson, 1991). Perbe¬daan reaksi stres ini disebabkan oleh pengaruh perbedaan individu dalam proses pe¬nilaian kognitif yang terjadi dalam dua rangkaian penilaian. Pertama, dalam penilaian primer, perbedaan individu berperan dalam hubungannya dengan persepsi individu terhadap tuntutan dan tekan¬an pekerjaan. Kedua, dalam penilaian sekunder, kemampuan individu dalam meng¬atasi tuntutan tersebut bervariasi. Secara rinci, Fletcher (1991) mengemukakan bah¬wa terjadinya perbedaan reaksi atau respon stres pada setiap individu disebabkan oleh: (1) perbedaan keadaan individu, (2) perbedaan dalam melihat dunia, dan (3) perbedaan kecondongan (bias) dan sistem fungsional individu. Dengan menggunakan pendekatan penilaian kognitif tersebut saya telah melakukan penelitian untuk mengetahui fenomena stres kerja guru (Arismunandar, 1998, 2003). Kesimpulan-kesimpulan penelitian tersebut menunjukkan hal-hal sebagai berikut. a. Sumber-sumber stres kerja yang seringkali dihadapi guru adalah: (1) potongan gaji, (2) kenaikan pangkat/jabatan yang tertunda, (3) siswa yang berperilaku buruk, (4) konflik dengan personil lain, (5) lingkungan sekolah yang terlalu bising, dan (6) kurangnya motivasi, perhatian, dan respon siswa terhadap pelajaran. b. Persentase guru di Sulawesi Selatan yang mengalami stres serius (tinggi dan sangat tinggi) cukup besar, yaitu 30,27 persen, sedangkan guru yang mengalami stres kerja sedang sebesar 48,11 persen dan yang mengalami stres kerja kurang serius hanya 21,62 persen. c. Stres kerja berpengaruh terhadap kinerja guru. Pengaruh stres kerja tersebut terjadi dalam mekanisme berikut: stres kerja yang berada pada level sedang dapat meningkatkan kinerja individu (Davis & Newstrom, 1989). Stres kerja yang serius dan kurang serius tidak meningkatkan kinerja individu.
  • 8. d. Individu yang lebih muda, wanita, memiliki perilaku tipe A, individu yang memiliki dukungan sosial rendah, dan individu yang memiliki lokus kendali eksternal mengalami stres lebih tinggi dibanding mereka yang berusia tua, pria, individu tipe B, yang memiliki dukungan sosial tinggi, dan yang memiliki lokus kendali internal. D. Kepemimpinan Kepala Sekolah Sebagaimana sekolah dipahami sebagai suatu organisasi, kepemimpinan dan manajemen menjadi menarik untuk kaji. Sebagai suatu organisasi, sekolah memerlukan tidak hanya seorang manajer untuk mengelola sumber daya sekolah, yang lebih banyak berkonsentrasi pada permasalahan anggaran dan persoalan adminstratif lainnya, melainkan juga memerlukan pemimpin yang mampu menciptakan sebuah visi dan mengilhami staf dan semua komponen individu yang terkait dengan sekolah. Wacana ini mengimplikasikan bahwa baik pemimpin maupun manajer diperlukan dalam pengelolaan sekolah. Berbeda dengan organisasi lain, sekolah merupakan bentuk organisasi moral, yang berbeda dengan bentuk organisasi lainnya, terutama yang berorientasi pada keuntungan (laba). Sebagai suatu organisasi, menurut Rumtini Iksan (http://www.depdiknas.go.id: 2005) kesuksesannya tidak hanya ditentukan oleh kepala sekolah melainkan juga oleh tenaga kependidikan lainnya dan proses sekolah itu sendiri. Hal tersebut membawa konsekuensi logis bahwa kepala sekolah berkewajiban mengkoordinasikan ketenagaan di sekolah untuk menjamin terimplementasikannya peraturan dan perundangan sekolah. Dalam perannya tersebut, kepala sekolah dapat berfungsi sebagai motivator, direktur, dan evaluator. Kepala sekolah adalah pemimpin pada satu lembaga satuan pendidikan. Tanpa kehadiran kepala sekolah proses pendidikan termasuk pembelajaran tidak akan berjalan efektif. Kepala sekolah adalah pemimpin yang proses keberadaannya dapat dipilih secara langsung, ditetapkan oleh yayasan, atau ditetapkan oleh pemerintah. Menurut Awaludin Hamzah (http://www.pikiran-rakyat.com: 25 Oktober 2004) Ada tiga syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi kepala sekolah yaitu : 1. Aspek Akseptabilitas Akseptabilitas adalah aspek mengandalkan dukungan riil dari komunitas yang dipimpinnya. Seorang kepala sekolah harus mendapat dukungan dari guru-guru dan karyawan lembaga yang bersangkutan sebagai komunitas formal yang dipimpinnya. Dukungan ini juga secara nonformal harus mendapat pula dari masyarakat pendidikan termasuk komite sekolah sebagai wadah organisasi orang tua/wali siswa. Seorang kepala sekolah sah menjadi pemimpin apabila mendapat dukungan riil dari masyarakat yang dipimpinnya, hal ini untuk memudahkan kinerja tugas serta menghindarkan dari sikap apriori atau pembangkangan dari yang dipimpinnya. Sesungguhnya jika seseorang yang memimpin tidak dikehendaki oleh yang dipimpin akan menimbulkan ketidakserasian dalam pelaksanaan tugas. Aspek akseptabilitas ini dalam teori organisasi disebut legitimasi (pengakuan) yakni kelayakan seorang pemimpin untuk diakui dan diterima keberadaannya oleh mereka yang dipimpin. Untuk mendapatkan legitimasi, sebaiknya kepala sekolah dipilih langsung oleh guru-guru. Hanya orang yang dipilih melalui proses pemilihan seperti ini biasanya seorang pemimpin mendapat dukungan yang nyata. Tentunya melalui tahapan seleksi yang ketat tidak asal memilih. Kepemimpinan seperti ini akan memiliki legitimasi yang sangat kuat jika melalui proses pemilihan langsung yang dilaksanakan secara adil, jujur, dan transparan. 2. Aspek kapabilitas Aspek kapabilitas menyangkut kompetensi (kemampuan) untuk menjalankan kepemimpinan. Untuk menjadi kepala sekolah tidak hanya cukup mendapat pengakuan dari guru-guru sebagai pendukungnya tapi juga harus memiliki kemampuan memimpin. Selain itu, memiliki kemampuan dalam mengelola sumber daya yang ada dari orang-orang yang dipimpinnya agar tidak menimbulkan konflik. Kapabilitas ini sangat diperlukan bagi seorang kepala sekolah, melalui pengalaman yang cukup memadai serta pengetahuan mengenai manajemen sekolah dan pendidikan lainnya. Apabila kepala sekolah tidak memiliki kemampuan dalam mengelola dapat dipastikan lembaga yang dipimpinnya tidak akan berjalan efektif dan ada kemungkinan berantakan. Konflik biasanya muncul karena adanya berbagai kepentingan dan gagasan yang kurang terakomodasi dengan sempurna. Apabila konflik ini dikelola dengan baik serta mengakomodasi hal-hal yang secara realistis dapat dilaksanakan, akan melahirkan sebuah kesepakatan dan pemahaman yang akan terasa elok apabila dilaksanakan secara bersama dengan penuh tanggung jawab . 3. Aspek integritas Aspek integritas adalah sebuah persyaratan yang sempurna apabila aspek akseptabilits dan kapabilitas terpenuhi. Dengan persyaratan ini seorang kepala sekolah dapat menghasilkan produk kepemimpinan yang
  • 9. sempurna dan diterima oleh khalayak. Secara sederhana, integritas artinya komitmen moral dan berpegang teguh terhadap aturan main yang telah disepakati sesuai dengan peraturan dan norma yang semestinya berlaku. Faktor ini akan menentukan wibawa dan tidaknya seorang kepala sekolah. Suatu penghargaan akan diberikan terhadap seorang pemimpin apabila memegang teguh janjinya serta komitmennya terhadap sesuatu yang telah disepakatinya. Jadi, integritas adalah menyangkut konsistensi dalam memegang teguh aturan main atau norma-norma yang berlaku di dunia pendidikan. Selain tiga persyaratan tersebut, kepala sekolah sebagai seorang manajer di lembaga pendidikan juga harus memiliki tiga kecerdasan pokok, yaitu : kecerdasan profesional, kecerdasan personal dan kecerdasan manajerial agar dapat bekerja sama dan mengerjakan sesuatu dengan orang lain. Rosyada (2004:240-242) mengklasifikasikan kemampuan manajerial yang harus dipertimbangkan sebagai langkah awal mengerjakan berbagai tugas manajerial, yaitu : a. Kemampuan mencipta, yang meliputi : selalu mempunyai ide-ide bagus, selalu memperoleh solusi-solusi untuk berbagai problem yang biasa dihadapi, mampu mengantisipasi berbagai konsekuensi dari pelaksanaan berbagai keputusan dan mampu mempergunakan kemampuan berfikir imajinatif (lateral thingking) untuk menghubungkan sesuatu dengan yang lainnya yang tidak bisa muncul dari analisis dan pemikiran-pemikiran empirik. b. Kemampuan membuat perencanaan, yang meliputi : mampu menghubungkan kenyataan sekarang dan hari esok, mampu mengenali apa-apa yang penting saat itu dan apa-apa yang benar-benar mendesak, mempu mengantisipasi kebutuhan-kebutuhan mendatang, dan mampu melakukan analisis. c. Kemampuan mengorganisasi, yang meliputi : mampu mendistribusikan tugas dan tanggung jawab yang adil, mampu membuat putusan secara tepat, selalu bersikap tenang dalam menghadapi kesulitan, mampu mengenali pekerjaan itu sudah selesai dan sempurna dikerjakan. d. Kemampuan berkomunikasi, yang meliputi: mampu memahami orang lain, mampu dan mau mendengarkan orang lain, mampu menjelaskan sesuatu pada orang lain, mampu berkomunikasi melalui tulisan, mampu membuat orang lain berbicara, mampu mengucapkan terima kasih pada orang lain , selalu mendorong orang lain untuk maju dan selalu mengikuti dan memanfaatkan tekhnologi informasi. e. kemampuan memberi motivasi, yang meliputi : mampu memberi inspirasi pada orang lain, menyampaikan tantangan yang realistis, membantu orang lain untuk mencapai tujuan dan target, membantu orang lain untuk menilai kontribusi dan pencapaiannya sendiri. f. Kemampuan melakukan evaluasi, yang meliputi : mampu membandingkan antara hasil yang dicapai dengan tujuan, mampu melakukan evaluasi diri, mampu melakukan evaluasi terhadap pekerjaan orang lain, dan mampu melakukan tindakan pembenaran saat diperlukan.
  • 10. BAB III PEMBAHASAN A. Implikasi Perilaku Organisasi dalam Manajemen Pendidikan Manajemen pendidikan baik sebagai teori maupun sebagai praktik sangat berkaitan dengan perilaku organisasi. Berdasarkan tingkat analisis yang dikemukakan sebelumnya manajemen pendidikan memenuhi tingkatan-tingkatan di mana analisisnya meliputi individu, kelompok, dan organisasi. Bahkan jika dianalisis lebih jauh, perilaku organisasi bahkan lebih kompleks apabila diterapkan dalam dunia pendidikan. Dari aspek individu, lingkungan pendidikan mencakup ragam manusia yang meliputi siswa, guru, tenaga administrasi, kepala sekolah, pengawas, dan staf lainnya. Dengan keragaman individu juga menyebabkan terjadinya sejumlah variasi kelompok dalam organisasi, termasuk keragaman dalam bentuk organisasinya. Karena itu, untuk memastikan berbagai kebijakan pendidikan dapat terlaksana dengan baik maka seyogianya para pengambil keputusan memperhatikan dimensi pribadi (motivasi, stres, dan kepribadian) dan dimensi organisasi (ukuran kelompok, komposisi kelompok, kepemimpinan, dll) di lingkungan pendidikan. Masalah perilaku organisasi di lingkungan pendidikan, terdapat tiga konsep yang saling berkaitan, yaitu organisasi informal, iklim, dan budaya sekolah (Hoy dan Miskel, 1987). Meskipun ketiga konsep tersebut memiliki perbedaan, namun pada intinya adalah bahwa organisasi memerlukan semangat tim yang bekerja sama satu sama lain untuk mencapai tujuan organisasi. Organisasi informal menetapkan norma dan nilai yang dianut oleh para anggotanya. Organisasi informal juga mengembangkan sistem kekerabatan yang menembus batas-batas struktur formal yang membantu anggotanya dalam mengembangkan semangat tim. Iklim dan budaya sekolah juga mementingkan perlunya didorong budaya kerja tim dalam meningkatkan keefektifan organisasi. Demikian pula iklim fisik, sosial, dan psikologis yang kondusif akan menciptakan suasana yang mendukung bagi terlaksananya pembelajaran yang sukses. Menurut Hoy dan Miskel, iklim fisik sekolah berupa bangunan dan ruang yang tertata rapi dan sejuk dapat mempengaruhi perilaku siswa dan guru serta staf lainnya di sekolah. Iklim sosial berupa hubungan-hubungan manusia yang terjadi di lingkungan pendidikan turut berpengaruh, terutama dalam hal menumbuhkan suasana kekeluargaan yang cenderung menciptakan lingkungan yang “soft” bagi personilnya dibandingkan dengan lingkungan yang penuh konflik dan permusuhan. Dengan demikian, pengembangan atmosfir melalui iklim kerja dapat mengubah perilaku warga di sekolah. B. Kinerja guru Menurut Timotius (http://www.geocities.com/guruvalah:2005) Kinerja merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, work performance atau job performance tetapi dalam bahasa Inggrisnya sering disingkat menjadi performance saja. Kinerja dalam bahasa Indonesia disebut juga prestasi kerja. Kinerja atau prestasi kerja (performance) diartikan sebagai ungkapan kemampuan yang didasari pengetahuan, sikap, ketrampilan dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu. Masalah kinerja selalu mendapat perhatian dalam manajemen karena sangat berkaitan dengan produktivitas lembaga atau organisasi. Faktor utama yang mempengaruhi kinerja adalah kemampuan dan kemauan. Memang diakui banyak orang mampu tetapi tidak mau sehingga tidak menghasilkan kinerja. Demikian pula halnya banyak orang mau tetapi tidak mampu juga tetap tidak menghasilkan kinerja. Kinerja adalah sesuatu yang dicapai atau prestasi yang diperlihatkan atau kemampuan bekerja, dengan kata lainbahwa kinerja dapat diartikan sebagai prestasi kerja. Henri simamora (1997:423) menyatakan bahwa prestasi kerja (performance) diartikan sebagai suatu pencapaian persyaratan pekerjaan tertentu yang alhirnya secara langsung dapat tercermin dari output yang dihasilkan baik kuantitas maupun kualitasnya. Sedangkan Hasibuan (2001:94) mendefinisikan prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu. Prestasi kerja merupakan gabungan dari tiga
  • 11. faktor penting yaitu, kemampuan dan minat seorang pekerja, kemampuan dan minat seorang pekerja, kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas, serta peran dan tingkat motivasi seorang pekerja. Semakin tinggi ketiga faktor diatas, semakin besarlah prestasi kerja karyawan bersangkutan. Dari pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa apabila seorang pegawai telah memiliki kemampuan dalam penguasaan bidang pekerjaannya, mempunyai minat untuk melakukan pekerjaan tersebut, adanya kejelasan peran dan motivasi pekerjaan yang baik, maka orang tersebut memiliki landasan yang kuat untuk berprestasi lebih baik. Ukuran kinerja secara umum yang kemudian diterjemahkan ke dalam penilaian perilaku secara mendasar meliputi : (1) kualitas kerja; (2) kuantitas kerja; (3) pengetahuan tentang pekerjaan; (4) pendapat atau pernyataan yang disampaikan; (5) keputusan yang diambil; (6) perencanaan kerja; (7) daerah organisasi kerja. Jadi kinerja adalah kuantitas dan kualitas yang diselesaikan oleh individu, maka kinerja merupakan output pelaksanaan tugas. Kinerja mempunyai hubungan yang erat dengan masalah produktivitas, karena merupakan indikator dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi dalam suatu organisasi. Hasibuan (1999:126) menyatakan produktivitas adalah perbandingan antara keluaran (output) dengan masukan (input). Adapun Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja menurut Sedarmayanti (http://www.geocities.com/guruvalah:2005) antara lain : sikap mental, pendidikan, ketrampilan, manajemen kepemimpinan, tingkat penghasilan, gaji dan kesehatan, jaminan sosial, iklim kerja, sarana prasarana, tekhnologi dan kesempatan berprestasi. Bertolak dari para ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kinerja guru atau prestasi kerja (performance) adalah hasil yang dicapai oleh guru dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu dengan output yang dihasilkan tercermin baik kuantitas maupun kualitasnya. C. Penilaian Kinerja Guru Tugas manajer (kepala sekolah) terhadap guru salah satunya adalah melakukan penilaian atas kinerjanya. Penilaian ini dilaksanakan untuk mengetahui kinerja yang telah dicapai oleh guru. Apakah kinerja yang dicapai setiap guru baik, sedang atau kurang. Penilaian ini penting bagi setiap guru dan berguna bagi sekolah dalam menetapkan kegiatannya. Dengan penilain berarti guru mendapat perhatian dari atasannya sehinga dapat mendorong mereka untuk bersemangat bekerja. Tentu saja penilaian ini harus dilakukan secara objektif dan jujur serta ada tindak lanjutnya.Tindak lanjut penilaian ini guru memungkinkan untuk memperoleh imbalan jasa dari sekolah seperti memperoleh kenaikan jabatan seperti wakil sekolah, Pembimbing OSIS atau mungkin modal untuk mendapatkan kenaikan pangkat dengan sistem kredit. Penilaian kinerja ini merupakan alat yang berguna tidak hanya untuk mengevaluasi kerja dari para guru, tetapi juga untuk mengembangkan dan memotivasi kalangan guru. Sejalan dengan itu Hasibuan (2001:86) berpendapat Penilaian prestasi adalah kegiatan manajer untuk mengevaluasi perilaku prestasi kerja karyawan serta menetapkan kebijaksanaan selanjutnya. Dalam penilaian kinerja tidak hanya semata-mata menilai hasil fisik, tetapi pelaksanaan pekerjaan secara keseluruhan yang menyangkut berbagai bidang seperti kemampuan, kerajinan, disiplin, hubungan kerja atau hal-hal khusus sesuai bidang tugasnya semuanya layak untuk dinilai. Unsur prestasi karyawan yang dinilai oleh setiap organisasi tidaklah selalu sama, tetapi pada dasarnya unsur-unsur yang dinilai itu mencangkup seperti hal-hal ditersebut. Demikian juga untuk menilai kinerja guru, unsur-unsur yang telah dipaparkan dapat digunakan oleh kepala sekolah untuk melakukan penilaian namun tentu saja berkaitan dengan profesinya sebagai guru dengan tugas utamanya sebagai pengajar. Dalam melaksanakan tugasnya, guru tidak berada dalam lingkungan yang kosong. Ia bagian dari sebuah mesin besar pendidikan nasional, dan karena itu dia terikat pada rambu-rambu yang telah ditetapkan secara nasional mengenai apa yang mesti dilakukannya. Hal seperti biasa dimanapun, namun dalam konteks profesionalisme guru dimana mengajar dianggap sebagai pekerjaan profesional, maka guru dituntut untuk profesional dalam melaksanakan tugasnya. Sehubungan dengan uraian tersebut maka kinerja guru yang diukur dalam penelitian ini merupakan penilaian terhadap guru yang menyangkut tugasnya sebagai pengajar dan penilaian kepala sekolah yang menyangkut tentang kepemimpinanya. D. Konsep Organisasi 1. Definisi organisasi Organisasi adalah sekumpulan orang yang berkerja sama untuk mencapai tujuan tertentu. Yang
  • 12. dilakukan oleh organisasi adalah mendapatkan sumber daya dan memanfaatkannya. Organisasi merupakan suatu sistem yang bertujuan untuk mencapai tujuan tertentu. Organisasi didirikan mempunyai tujuan organisasi dimana tujuan organisasi yang satu mungkin berbeda dengan organisasi lainnya. Pada umumnya tujuan organisasi adalah: a. Menghasilkan laba b. tingkat keuntungan c. maksimisasi nilai pemegang saham d. produktivitas e. posisi pasar f. product leadership g. dan sebagainya Pada organisasi nirlaba, keuntungan bukan menjadi tujuan yang utama. Biasanya organisasi nirlaba mempunyai tujuan menyediakan pendidikan, jasa, pelayanan, dan sebagainya. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi tujuan adalah a. budaya organisasi b. gaya manajemen c. organisasi informal d. persepsi dan komunikasi e. kerjasama dan konflik E. Teori Motivasi 1. Maslow a. Kebutuhan fisiologis b. Kebutuhan keamanan c. Kebutuhan sosial d. Kebutuhan penghargaan e. Kebutuhan aktualisasi diri 2. Dua Faktor Herzberg a. Hygiene faktor: berkaitan dengan konteks kerja dan arti lingkungan b. kerja kondisi kerja, gaji, kebijakan organisasi, hubungan antar◊bagi individu personal, kualitas pengawasan c. Satisfier faktor: berhubungan dengan isi ◊kerja dan definisi bagaimana seseorang menikmati atau merasakan pekerjaannya prestasi, pengakuan, tanggung jawab dan kesempatan berkembang. 3. Teori Pengharapan Vroom. Teori ini terdiri dari unsur –unsur a. Expectancy: hubungan dimana seseorang mempercayai antara usaha dan kemampuan dengan hasilnya ◊diukur dalam sistem pengukuran prestasi organisasi. Hubungan Upaya Kinerja; b. Instrumentality: hubungan antara kinerja yang diukur dengan hasil Ganjaran;◊yang diharapkan untuk individu. Hubungan Kinerja c. Valence: nilai dimana seseorang menugaskan pada hasil yang disediakan untuk individu dari ◊organisasi sebagai hasil pengukuran prestasi normal. Hubungan Ganjaran Tujuan; Kita semua mengalami masalah apakah pekerjaan kita itu sesuai dengan yang kita dambakan. Atas dasar alasan ini langkah pertama menuju penciptaan seorang tenaga kerja yang termotivasi seharusnya dengan cara menerima karyawan yang termotivasi dari dirinya sendiri. Menurut Gerald Graham, Direktur Sekolah Bisnis Universitas Wichita State, adalah dengan mengkaji riwayat dan pengalaman mereka. Sayangnya untuk kebanyakan manajer, pekerja yang mereka miliki adalah pekerja yang terpaksa. Dengan demikian, cara selanjutnya yang harus dilakukan adalah menemukan cara untuk mempercepat dorongan di dalam diri mereka menuju kesuksesan. Sebelum mencoba ini, para manajer harus mengetahui berbagai perilaku yang memotivasi mereka.
  • 13. Bila tujuannya telah diketahui, para manajer dapat (1) memberikan kepada pekerja keterangan yang mereka perlukan untuk melakukan sesuatu pekerjaan yang baik. Ini termasuk tujuan secara keseluruhan dan misi bisnis, pekerja yang perlu dikerjakan oleh Departemen khusus, dan aktivitas kerja tertentu yang mengharuskan berkonsentrasi pada pekerjaan tersebut. Bob Nelson, Wakil Presiden Pusat Penelitian Pengembangan Blanchard dan penulis "1001 Cara Memberikan Imbalan Karyawan", mengatakan bahwa Komunikasi Yang Terbuka membantu pekerja merasa bahwa mereka berada di dalam keputusan- keputusan penting mengenai bisnis dan membantu mereka untuk memahami prakarsa yang melandasi bisnis tersebut. Ia menambahkan, informasi itu seharusnya tidak hanya terdapat pada bagian sebelum akhir proyek atau tugas tapi juga terdapat di bagian tengah dan akhir. Dengan kata lain manajer harus (2) memberikan kesempatan umpan balik secara teratur. Seperti Ken Blanchard penulis buku "Manajer Satu Menit", menekankan, "Pengaruh umpan balik adalah sarapan pagi para juara". Mengingat karyawan adalah para ahli pada pekerjaannya, para manajer harus (3) meminta masukan dari karyawan dan melibatkan mereka di dalam keputusan yang mempengaruhi pekerjaan mereka. Suasana komunikasi terbuka dan berbagi komunikasi dua arah lebih memotivasi, jika hal itu menjadi suatu bagian pelengkap dalam menjalankan bisnis. Oleh karena itu perusahaan harus (4) membuat saluran komunikasi yang mudah dipergunakan, sehingga karyawan dapat menggunakannya untuk mengutarakan pertanyaan/kehawatiran mereka dan memperoleh jawaban. Sambungan telepon langsung, kotak saran, forum-forum kelompok kecil, tanya jawab dengan pimpinan dan "politik pintu terbuka" adalah beberapa cara yang dapat mendorong dan membesarkan hati karyawan untuk berbicara terus terang. Salah satu tujuan terpenting komunikasi terbuka bagi para pimpinan adalah untuk (5) belajar dari para karyawan itu sendiri apa yang memotivasi mereka. Motivator dari dalam diri setiap orang berbeda, serta imbalan atas suatu pekerjaan yang dikerjakan dengan baik harus dibakukan. Saul Gellerman penulis "Motivating Superior Performance" menambahkan, "Tunjukkan rasa hormatmu terhadap individu dengan menanggapi tanda yang mereka tunjukkan tentang bagaimana mereka ingin diperlakukan dan jenis pekerjaan yang ingin mereka kerjakan." Para manajer harus (6) mempelajari apa saja kegiatan-kegiatan lain yang pekerja lakukan bila mereka mempunyai waktu luang, dan kemudian menciptakan kesempatan bagi mereka untuk melakukan kegiatan itu secara lebih teratur. Motivator terbaik adalah bila para manajer (7) memberi selamat secara pribadi kepada karyawan yang melakukan pekerjaan dengan baik. Pemberian selamat ini harus dilakukan khusus dan tepat waktu.. Suatu cara untuk memastikan penghargaan adalah agar para manajer (8) terus menerus memelihara hubungan dengan orang yang mereka bawahi. Bila penghargaan pada karywa tidak dapat dijalankan, para manajer harus (9) menulis Memo secara pribadi kepada mereka tentang hasil kinerja mereka. Karena tulisan tersebut merupakan penghargaan yang nyata, serta dampak atas "perasaan aman" itu berlangsung lama. Bila manajer (10) menghargai karyawan karena pekerjaan mereka yang baik secara umum. Mereka akan menyatakan bahwa karyawa yang berprestasi mengagumkan telah mendapat perhatian positif dari semua orang. Mengingat kelompok adalah suatu kenyataan yang ada di dalam perusahaan, maka upaya- upaya penghargaan juga harus termasuk di dalamnya dan harus (11) meliputi pertemuan-pertemuan pembentukan moril seperti "merayakan kesuksesan yang dicapai kelompok" dan tidak perlu dibesaar- besarkan cukup dengan memberitahukan kelompok pada waktu yang tepat bahwa mereka telah mengerjakan suatu pekerjaan dengan baik. Tidak ada yang melemahkan motivasi karyawan lebih cepat selain pekerjaan rutin dan pekerjaan yang tidak menantang. Bila perusahaan ingin agar karyawan melakukan pekerjaan yang baik, maka harus (12) memberi karyawan satu pekerjaan yang baik untuk dikerjakan dan para manajer harus memperlihatkan kepada karyawan bagaimana mereka dapat berkembang dan memberi kesempatan untuk mempelajari kemampuan-kemampuan baru. Langkah selanjutnya (13) memastikan apakah karyawan mempunyai sarana kerja yang terbaik. Sebagai contoh perusahaan yang bergerak dalam bidang teknologi kesenian cenderung menjadi tempat yang menyenangkan. Mempunyai perlatan canggih membuat karyawan bangga. Kebijakan perusahaan dan praktek manajemen mempunyai suatu kemampuan yang luar biasa untuk mendorong atau merusak motivasi seseorang. Perusahaan yang kurang memiliki keinginan inspiratif dapat memperbaikinya dengan menggunakan kombinasi yang mana saja dari ke-7 cara berikut: (14) Kenalilah kebutuhan-kebutuhan pribadi karyawan karena karyawan akan lebih terdorong untuk bekerja bagi perusahaan yang memperhatikan keperluan pribadinya. (15) Gagasan menggunakan kinerja sebagai sadar untuk promosi masih dianggap revolusioner. Membahas tentang kinerja, suatu perusahaan harus (16) menetapkan suatu kebijakan promosi dari dalam secara komprehensif. Kebijakan-kebijakan tersebut harus mencakup keamanan pekerjaan dengan (17) menegaskan komitmen perusahaan terhadap perkaryaan jangka panjang. Beberapa pernyataan menunjukkan bahwa karyawan menuntut komitmen perusahaan yang tinggi atas keamanan kerja, namun perusahaan akan melakukan hal tertentu yang memperlancar pengkaryaan jangka panjang. Perusahaan yang (18) membantu berkembangnya rasa "bermasyarakat" sehingga karyawan akan merasa betah di dalamnya, telah hilang. Politik kerja dan semangat juang yang menurun akan merampas
  • 14. motivasi bahkan dari orang yang berorientasi pada prestasi sekalipun. (19) Gajilah karyawan secara bersaing berdasarkan apa yang mereka kerjakan. Jika karyawan merasa diberi kompensasi (gaji) yang tepat, mereka tidak akan akan begitu tertuju pada lembarslip gaji mereka dan perusahaan dapat memperoleh prestasi karyawan lebih baik lagi dari imbalan yang tidak berhubungan dengan keuangan (nonfiancial). Dengan struktur gaji yang kompetitif, sebuah perusahaan dapat memotivasi orang untuk perolehan yang lebih besar dengan (20) menawarkan "pembagian keuntungan" (profit sharing) kepada karyawan. Kegiatan yang berdampak kuat pada jajaran karyawan paling bawah harus benar-benardikenali, karena karyawan harus mengtahui apa tujuan dari pekerjaannya. Selanjutkan agar uang mampu memotivasi karyawan, jumlahnya harus berarti bagi mereka. F. Bentuk-bentuk Organisasi Menurut para para pakar seperti Stephen P. Robbins 2008, bentuk-bentuk organisasi terdiri dari: 1. Organisasi fungsional 2. Organisasi divisional / unit bisnis 3. Organisasi matrik Adapun fungsi kontroler organisasi 1. mendesain dan menjalankan informasi dan mengawasi sistem 2. menyiapkan laporan keuangan 3. menyiapkan dan menganalisis pre stasi dan membantu pimpinan 4. mengawasi prosedur internal dan ekternal 5. memahami laporan, menganalisis anggaran
  • 15. BAB IV KESIMPULAN Tujuan kajian perilaku organisasi pada dasarnya ada tiga, yaitu menjelaskan, meramalkan, dan mengendalikan perilaku manusia. Robbins (2002). Menjelaskan, kajian perilaku organisasi berupaya mengetahui faktor-faktor penyebab perilaku seseorang atau kelompok. Penjelasan terhadap suatu fenomena dalam manajemen merupakan hal penting karena membantu para manajer atau pemimpin tim dalam melakukan sasaran lain yaitu mengendalikan situasi penyebab perilaku individu atau kelompok kerja tersebut. Sasaran kedua, yaitu meramalkan berarti perilaku organisasi membantu memprediksi kejadian organisasi di masa mendatang. Pengetahuan terhadap faktor-faktor penyebab munculnya perilaku individu atau kelompok membantu manajer meramalkan akibat-akibat dari suatu program atau kebijakan organisasi. Hal ini membantu melakukan pengendalian preventif terhadap perilaku individu dan kelompok dalam organisasi. Sasaran ketiga yaitu mengendalikan mengandung arti bahwa perilaku organisasi menawarkan berbagai strategi dalam mengarahkan perilaku individu atau kelompok. Berbagai strategi kepemimpinan, motivasi, dan pengembangan tim kerja yang efektif merupakan contoh-contoh dalam mengarahkan perilaku individu dan kelompok. Berhasil atau tidaknya organisasi mencapai visi dan misinya juga dipengaruhi oleh perilaku kepemimpinan dalam organisasi seperti: “membuat keputusan, menetapkan sasaran, memilih dan mengembangkan personalia, mengadakan komunikasi, memberikan motivasi, dan mengawasi pelaksanaan manajemen”. Wallohu alam bissowab.
  • 16. DAFTAR PUSTAKA Hasibuan, Malayu S.P, 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT. Bumi Aksara Mulyasa, E, 2005, Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung: PT Remaja-Rosdakarya Brich, P (1999). Instant Leaderhip. Terjemahan P. Hendrardjo. 2001. Instant Leadership: 66 Cara Instant Memiliki Kepemimpinan Praktis. Jakarta: Penerbit Erlangga. Campbell, R. F. dan Gregg, R. T. (1957). Administrative Behavior in Education. New York: Harper & Brothers Publisher. Clegg, B. 2000. Intant Motivation: 79 Cara Instan Menumbuhkan Motivasi. Terjemahan Zulkifli Harahap. Jakarta: Erlangga. Covey, S. P. (1991). Principle Centered Leadership. New York: Simon and Schuster. Daft, R. L. (2000). Management. 5th Ed. Dryden: The Dryden Press, Harcourt College Publishers. Farkas, C. M. dan Backer, P. D. (1997). Maximum Leadership: The World’s Leading CEOs Share their Five Strategies for Success. Kuala Lumpur: Eastern Dragon Press. Fletcher, B. C. (1991). Work, Stress, Disease and Life Expectancy. Chishester: John Wiley & Sons Ltd. Hersey, P. & Blanchard, K. (1982). Management of Organizational Behavior: Utilizing Human Resources. Fourth Edition. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Kotter, J. P. & Heskett, J. L. (2006). Budaya korporat dan Kinerja. Terjemahan oleh Susi Diah Hardaniati & Uyung Sulaksana: Corporate Culture and Performance. 1992. New York: 1992. Lazarus, R. S., & Folkman, S. (1986). Cognitive theories of stress and the issue of circularity. In M. H. Appley & R. Trumbull (Eds.) Dynamics of stress: Physiological, psychological, and social perspectives. (1986). New York: Plenum Press. Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003, 2003, Sistem Pendidikan Nasional, http://www.depdiknas.go.id Maxwell, J. C. (1995). Developing the Leader within You. Terjemahan Anton Adiwiyoto. 1995. Mengembangkan Kepemimpinan di Dalam diri Anda. Jakarta: Binarupa Aksara. Ouchi (1985). Theori Z. Terjemahan. Jakarta: Aksara Persada. Owens, Robert G. (1991). Organizational Behavior in Education. Fourth Edition. Boston : Allyn and Bacon Inc. Robbins, S. P. (2002). Essential of organizational behavior. Terjemahan Halida dan Dewi Sartika (2002). Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi. Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga. Robbins, S. P. (2003). Organizational Behavior. 10th Edition. Terjemahan Benyamin Molan. 2006. Jakarta: PT Indeks. Selye, H. (1985), History and present status of the stress concepts, in A. Monat & R. S. Lazarus (Eds.), Stress and coping: An anthology, 2nd Ed. (1985), New York: Columbia University Press. Kutipan dari Majalah Manajemen /Juli-Agustus1/996 Oleh Nina I.K. Permana (terjemahan dari WED). pustaka@bit.net.id