Dokumen tersebut membahas empat pilar penyangga kehidupan masyarakat yaitu ilmu para ulama, keadilan pemimpin, kemurahan orang kaya, dan doa orang miskin. Pilar-pilar tersebut diperlukan agar masyarakat dapat hidup dengan aman, adil, dan makmur sesuai ajaran Nabi Muhammad SAW.
1. Empat Pilar Penyangga Kehidupan Masyarakat
Marilahkita senantiasameningkatkanimandantaqwakitakepadaAllah SWT. Yaitu, dengan senantiasa
melaksanakan perintah-perintahNya dan menjauhi segala larangan-laranganNya. Sebab dengan iman
dan taqwa inilah, manusia akan selamat di dunia dan akhirat.
Maju mundurnya masyarakat tidak lepas dari kesediaan kita untuk saling menopang di dalam
kehidupan.Kitatidakbisahidupsendirian.Apapunkekuatandankehebatanyangkitamiliki,samasekali
tidakakan bergunauntukmembangunkehidupandankesejahteraan bersama, manakala tidak didasari
rasa saling membantu dan kebersamaan untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Nabi
Muhammad SAW bersabda:
“Qiwamud dunya bi arba’ati asya’a: awwaluha bi’ilmil ulama,wassani bi’adlil umaro,wassalisu
bisakhowatil aghniya warrobi’u bida’watil fuqoro”“Dunia ditegakkan dengan empat hal : ilmu para
'ulama, pemimpin yang adil, kedermawanan orang-orang kaya dan do’a orang-orang fakir (HR.
Bukhari).”
Sabda junjungan kita Muhammad SAW ini mengajarkan kepada kita agar memperhatikan empat pilar
atau sendi-sendi kehidupan, supaya kehidupan benar-benar tenteram karta raharja.
Pilar yang pertama adalah ilmunya ulama. Ilmu para ‘ulama diperlukan agar setiap orang dapat
memperoleh kejelasan mana yang haq dan bathil, mana yang haram dan halal. ‘Ulama ibarat cahaya
yang menerangi bumi.Jikacahayaini telahrusakdanredup,maka manusiaakantersesat;tidaktahulagi
mana yanghaq dan bathil. Danulamaadalah warosatul ambiya/pewaris para nabi.Dan sebagai Jemaah
mari kita cari ilmu dari guru yang menurut kita mampu dan mumpuni dalam keilmuannya.
Kedua : Pemimpin yang adil. Sesungguhnya jabatan bisa menjadi rahmat. Manakala kekuasaan yang
dimilikimenjadikannya rendah hati dan mempergunakan wewenang yang dimilikinya untuk kebaikan
ummat.Sebabjabatanadalahsebuahamanah.Sebaliknyajabatanbisamendatangkanlaknatdanmurka
Allah, manakala wewenang yang dimilikinya dipergunakan semena-mena dan semaunya sendiri.
Kitasemuajuga harusbelajarbahwaketikamemilihseorangpemimpin, mulai dari pemimpin keluarga,
kelompok, desa hingga pemimpin yang paling tinggi sekalipun, dasarnya bukan hanya suka atau tidak
suka kepada seseorang. Tidak hanya sekedar melihat asal muasal, kekayaan dan pamrih dari si
pemimpin. Kita harus memperhatikan kepribadiannya. Kepribadian ini dapat dilihat dari sikap,
keberanian, konsep, ilmu dan akhlaknya. Nabi SAW bersabda :
“Manusia itu menurut agama pemimpinnya.” (HR. Ibnu Majahi)
Nabiyullah Musa AS. pernah bertanya kepada Allah SWT. "Ya Tuhan, siapakah di antara hamba-Mu
orang yang paling adil ?" Allah SWT. menjawab, "Wahai Musa, di antara hamba-Ku orang yang paling
adil adalah pemimpin yang memperlakukan umatnya (rakyat)-nya persissepertimemperlakukan kepada
keluarganya sendiri."
Yakni, orang-orang yang dipimpin atau masyarakat sangat tergantung pada pemimpinnya. Akhlak dan
sikappemimpinakanmenentukan akhlak dan sikap orang-orang yang dipimpinnya. Jika pemimpinnya
berakhlak baik, niscaya orang-orang yang menjadi bawahannya pun akan berakhlak baik pula. Jika
2. pemimpinnya mampu menegakkan amar ma'ruf nahi munkar, niscaya orang-orang yang menjadi
bawahannya pun turut demikian.
Namuningatlahsaudara-saudaraku, pemimpin yang adil tidak akan terwujud kalau tidak memperoleh
dukungan dari orang-orang yang ikhlash, berani dan cerdik. Sebab adakalanya kejahatan justru dapat
mengalahkan kebenaran. Kejujuran saja tidak cukup, melainkan juga harus disertai kecerdikan dan
keberaniansupayatidaktertipu dayaolehberbagaimacamgodaan yang menyeret pemimpin ke dalam
kedzaliman.
Olehsebabitu,diantarasifatpemimpin yang adil adalah pemimpin yang berani memisahkan yang haq
dan bathil (yang benar dan salah). Inilah yang dilakukan oleh Khalifah Umar ibn al Khatab ra. Dengan
kekuatan dan keberaniannya, orang-orang yang akan berbuat curang di dalam pemerintahan takut
terhadapnya dan masyarakat merasa dilindungi. Keberanian ini tumbuh karena Khalifah Umar bin
Khatab ra takut kepada Allah SWT. Sebaliknya jika tidak takut kepada Allah SWT; maka yang terjadi
adalah lupa diri dan sombong.. Dan ketahuilah saudara-saudaraku, bahwa setiap orang adalah
pemimpin bagi dirinya sendiri.
Pilar yang Ketiga adalah kedermawanan orang-orang kaya. Di dalam kekayaan itu terdapat keharusan
berbagi dengan sesama. Kepedulian diperlukan agar orang-orang yang membutuhkan, terutama fakir
miskindapatmemperolehkesejahteraan,danmemilikimartabat yang setara diantara sesama manusia.
Orang kaya ibarat “Bendahara Tuhan,” yang harus membelanjakan hartanya untuk kemaslahatan
ummat. Jika orang-orang kaya bersifat boros dan menghambur-hamburkan kekayaannya untuk
kepentingan diri sendiri atau hawa nafsunya, niscaya akan makin banyak orang-orang yang terlantar,
tidak berpendidikan, dan tidak hidup layak diantara sesama manusia.
Pilar yang Keempat adalah do’a orang-orang fakir. Ketabahan dan kesabaran orang-orang fakir akan
menuntun masyarakat ke dalam rasa saling memahami dan tolong menolong, serta mampu menahan
diri dari perbuatan-perbuatan tercela. Dan karena kebaikan-kebaikan para pemimpin, para cerdik
pandai,ulama, dan orang-orang kaya itulah; orang-orang miskin berdo’a agar kita semua memperoleh
kebajikan di dunia dan akhirat. Jika tidak, mereka tidak akan mendoakan kebaikan, melainkan justru
akan melaknat dan mengutuk.Hidup ini, tidak lain hanyalah agar kita bersama-sama bisa membangun
masyarakat yang lebih baik. Dan sesungguhnya kehidupan akhirat lebih tinggi tingkatannya. Kita akan
datang ke alam akhirat bukan karena kedudukannya, tetapi karena amal ibadahnya, sebagaimana
firman-Nya:
"Perhatikanlah bagaimana Kami lebihkan sebagian dari mereka atas sebagian (yang lain). Dan pasti
kehidupan akhirat lebih tinggi tingkatnya dan lebih besar keutamaannya" )Q.S.17:21)
4. PILAR KUNCI MEMBANGUN UMAT
Posted by Eka Rahmadhy at 9:59 AM
Dalam sebuah kitab kuning (kitab klasik) yang
berjudul "Durro-tun Nasihin" (Mutiara Nasihat) yang ditulis oleh Syekh Utsman bin Hasan bin Ahmad
asy-Syakir al-Khaubury, halaman 17 dijelaskan, "Bahwasannya peradaban umat manusia di dunia ini
akan tegak, kuat nan abadi, manakala di dalamnya ditopang dengan 4 (empat) pilar, yang satu sama
lainnya saling menguatkan."
PERTAMA, dengan ilmunya para ulama. Para ulama bagaikan lentera penerang dalam kegelapan dan
menara kebaikan, juga pemimpin yang membawa petunjuk dengan ilmunya, mereka mencapai
kedudukan al-Akhyar (orang-orang yang penuh dengan kebaikan) serta derajat orang-orang yang
bertakwa.Denganilmunya,paraulamamenjadi tinggikedudukandanmartabatnya, menjadi agung dan
mulia kehormatannya.
Abu al-Aswad al-Duwaly melukiskan,"Jikapararajaadalahpenguasabagi sekalian manusia, para ulama
adalahpenguasayangmengaturraja." Olehkarenaitu,tidaklahanehkalauAllahmemposisikanulamadi
atas rata-rata manusia pada umumnya. Allah SWT. berfirman : "Apakah kamu hai orang musyrik yang
lebih beruntung ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri,
sedangkan ia takut kepada azab akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya ? Katakanlah, adakah
sama orang-orang yangmengetahuidenganorang-orang yang tidakmengetahui?Sesunggubnya orang
yang berakhlaklah yang dapat menerima pelajaran." (QS.Az-Zumar : 9)
Al-Ghozali, pemikir besar Islam memberikan wejangan menarik untuk para ulama. "Ulama seharusnya
mampumenjagajarakdenganpenguasa(umara).Ulamayang baikdanlurustidakberminatmendatangi
umara / birokrat selama ada celah untuk menghindarinya. Di sisi lain, ulama yang baik adalah mereka
yang dekatdanselaluhadirdi tengah-tengahumatnya,memberikanwejangan dan siraman rohani yang
sejukdanmenyejukkan,jugamenjadi teladandanpanutan bagi umatnya serta komitmen dengan nilai-
nilai kemartabatan yang diajarkan Rasulullah SAW."
Kata Al-Ghozali, seperti dikutip oleh M. Firman, "Ulama dapat dikelompokkan menjadi dua golongan,
ulamaduniadan ulamaakhirat.Ulama duniadikenal sebagaiulama"su",menjadikannyasebagai tangga
untukmeraihpangkatdan kedudukan.Sementaraitu,ulamaakhiratadalah ulamayangsadarbetul akan
ilmu yang dimilikinya. Ulama ini memiliki ciri-ciri, antara lain, tidak memanfaatkan ilmu hanya untuk
mencari keuntungan duniawi, konsekuen dengan ucapannya, tidak tergesa-gesa memberi fatwa,
5. mementingkan kata hati, selalu yakin dan memiliki pertimbangan yang masak terhadap sesuatu yang
baru."
Berkaitan dengan ulama "su" itu, ada ilustrasi menarik yang dikemukakan oleh Ibn Mas'ud katanya,
"Kelakakandatang suatumasa tatkalahati manusiaasin,ilmutidakbermanfaatlagi. Saat itu hati ulama
laksana tanah gundul dan berlapiskan garam. Meski disiram hujan, tidak setetes pun air tawar yang
segar dapat diminum dari tanah itu."
KEDUA, dengan adilnya para umara (penguasa). Nabiyullah Musa AS. pernah bertanya kepada Allah
SWT. "Ya Tuhan, siapakahdi antara hamba-Mu orang yang paling adil ?" Allah SWT. menjawab, "Wahai
Musa, di antara hamba-Ku orang yang paling adil adalah pemimpin yang memperlakukan umatnya
(rakyat)-nya persis seperti memperlakukan kepada keluarganya sendiri."
Syekh Ahmad Musthafa al-Marogi di dalam tafsirnya yang sangat fenomenal, tafsir al-Marogi jilid 2,
halaman 166-167 menjelaskan yang dimaksud dengan umara.
1. Para hakim, jaksa, penasihat hukum, dan pengacara, hendaklah mereka berlaku adil dan
amanah. Sekali mereka memperjualbelikan perkara, umatlah yang menjadi korbannya, dan
keberkahan hidup tidak akan tampak di muka bumi.
2. Para ilmuwandancendekiawan,hendaklahmerekamengamalkanilmunyauntuk kemajuan dan
kebaikan umatnya.
3. Pihakkeamanan(TNIdanPolri),hendaklahmerekamenjadipelindung, pelayan, dan pengayom
masyarakat atau umatnya.
4. Pimpinan partai dan pimpinan organisasi kemasyarakatan, hendaklah mereka berjuang untuk
kesejahteraan dan kemakmuran umatnya.
5. Zuama, orang-orang yang senantiasa membantu kesulitan umatnya dan memberi nasihat
manakala umat ada dalam kesusahan.
KETIGA, dengan dermawannya kaum aghniya. Umat ini akan damai, makmur, dan sejahtera, manakala
kaumaghniya-nyadermawan,mau membantu saudaranya yang membutuhkan. Allah SWT. berfirman,
"Kai laayakuunaduulata bainalaghnia."Artinya,"...agarkekayaan tidakhanyaberedardiantara orang
kaya di antaramu." (QS. Al-Hasyr : 7)
KEEMPAT, dengan doanya kaum duafa. Mereka akan berdoa kepada Tuhannya demi kemajuan
pemimpinnya. Syekh Ja'far al-Barzanji dalam buku sastranya (kitab Barzanji) melukiskan dengan jelas,
tegas,dan lugas,RasulullahSAW.,sangatmencintai kaumduafa (orang fakir). Apabila di antara mereka
mendapatkan musibah, beliaulah yang pertama menjenguk dan berdoa untuk kesembuhannya.
Rasulullah SAW. bersabda, "Tidaklah termasuk orang beriman, yakni orang yang setiap hari perutnya
kenyang sementara tetangganya kelaparan." (H.R. Imam Buchari).
MukhtarolHadis,halaman144, danhadis riwayat at-Thobroni dari Dhomiroh, bahwasannya Rasulullah
SAW.,bersabda"Bukanlahterhasuk umatku orang yang tidak peduli (tidak sayang) kepada saudaranya
yang kecil, dan tidak hormat kepada yang besar, tidaklah dia termasuk orang beriman sehingga dia
mencintai saudaranya seperti dia mencintai dirinya sendiri."
Empat belas abad lalu, Rasulullah SAW. telah mengingatkan kita bahwa keempat pilar itu harus
bersatu,yaitu ulama, umara, aghniya, dan fuqara.
Duniaini akan hancurkalau tidakada ulama.RasulullahSAW.bersabda,"Apabilakehidupaninitidakada
ulama, manusia akan binasa seperti binatang, bahkan akan lebih kejam daripada binatang. Kedua,
6. manusia akan hancur kalau tidak ada umara. Satu sama lain akan saling membunuh, yang kuat
membunuh yang lemah seperti serigala membunuh domba. Ketiga, kaum aghniya, kalau orang-orang
kaya tidak berlaku dermawan, maka kaum duafa akan sengsara, karena hak-hak mereka dirampas.
Keempat, kaum duafa, kalau tidak ada doanya kaum duafa maka kaum aghniya (orang kaya) akan
bangkrut." Dengan demikian, rumus membangun umat, kuncinya, dengan ilmunya ulama, dengan
adilnya umara (penguasa), dermawannya kaum aghniya (orang kaya), dan doanya kaum duafa (orang
miskinnan lemah)."
Rasulullah SAW., pemimpin yang arif dan bijaksana. Ketika seorang sahabat bernama Abdur Rachman
bin 'Auf (muhajirin) sudah tidak punya apa-apa lagi karena harta kekayaannya ditinggalkan di Mekah,
beliau mempertemukannya dengan Sa'ad bin Robi (Ansor), seorang konglomerat. Sa'ad menawarkan
jasa kepada Abdur Rachman agar hartanya yang banyak itu dibagi dua dengan dia. Abdur Rachman
menolak.
Dalampikirannya,diatidakmaumenyusahkanoranglain.Lalu, dia berkata kepada Sa'ad, "Wahai Sa'ad,
tolongsayaberi pinjammodal buatusaha.Saya mau jualan(bisnis)kecil-kecilan."Akhirnyahanyaselang
beberapa tahun, Abdur Rachman sudah hidup mandiri bisa membeli rumah, ladang bahkan sudah
sejahtera, bisa menghidupi anak istri dan keluarganya