1. Nama : M. Irwansyah
NIM : 14530092
TAWASSUL DAN TAHLILAN
Jika kita melihat beberapa kamus bahasa Arab yang sering dijadikan rujukan dalam
menentukan asal dan makna kata maka akan kita dapati bahwa, kata “Tawassul” mempunyai
arti dari ‘darajah’ (kedudukan), atau ‘Qurbah’ (kedekatan), atau ‘washilah’ (penyampai/
penghubung). Sehingga sewaktu di katakan bahwa ‘wasala fulan ilallah wasilatan idza ‘amala
‘amalan taqarraba bihi ilaihi’ berarti ‘seseorang telah menjadikan sarana penghubung kepada
Allah melalui suatu pebuatan sewaktu melakukan pebuatan yang dapat men- dekatkan diri
kepada-Nya’. (Lihat: Kitab Lisan al- ‘Arab karya Ibn Mandzur jilid 11 asal kata wa-sa-la).
Dalam arti garis besar makna Tawassul/Wasithah ialah perantara, misalnya kita
berdo’a pada Allah swt. denganmenyertakan nama Muhammad Rasul- Allah saw. atau nama
pribadi seseorang ahli taqwa dalam do’a kita tersebut atau berdo’a pada Allah swt. dengan
menyebut-nyebut amal kebaikan yang telah kita jalankan. Dengan demikian lebih besar
harapan do’a kita akan di kabulkan oleh Allah swt. Ingat, bahwa kita dalam tawassul ini
berdo’a pada Allah swt. jadi bukan berdo’a pada makhluk untuk menyekutukan Allah swt.
Juga termasuk makna wasithah/tawassul ialah minta pertolongan pada makhluk, tidak
langsung kepada Allah swt., begitupun juga minta syafa’at kepada Nabi saw, para sahabat
atau kepada para waliyullah/ahli taqwa yang masih hidup atau telah wafat. 1
Contoh pendapat ulama Ahlusunnah wal jama’ah: Imam Ibn Idris as-Syafi’i sendiri
pernah menyatakan: “Sesungguhnya aku telah bertabarruk dari Abu Hanifah (pendiri
madzhab Hanafi) dan men- datangi kuburannya setiap hari. Jika aku memiliki hajat maka aku
melakukan shalat dua rakaat dan lantas mendatangi kuburannya dan meminta kepada Allah
untuk mengabulkan do’aku di sisi(kuburan)-nya. Maka tidak lama kemudian akan
dikabulkan” (Lihat: Kitab Tarikh Baghdad jilid 1 halaman 123 dalam bab mengenai kuburan-
kuburan yang berada di Baghdad).2
1 A.Shihahbuddin,“Inilah Ahli Sunnah Wal Jama’ah (Kumpulan Dialog Membelah Faham Aswaja Dari
FahamSalafy Wahabi”) (Yogyakarta: Assalapiyyah Press),hlm350.
2 Ibid
2.
49. dan (sebagai) Rasul kepada Bani Israil (yang berkata kepada mereka):
"Sesungguhnya aku telah datang kepadamu dengan membawa sesuatu tanda (mukjizat) dari
Tuhanmu, Yaitu aku membuat untuk kamu dari tanah berbentuk burung; kemudian aku
meniupnya, Maka ia menjadi seekor burung dengan seizin Allah; dan aku menyembuhkan
orang yang buta sejak dari lahirnya dan orang yang berpenyakit sopak; dan aku
menghidupkan orang mati dengan seizin Allah; dan aku kabarkan kepadamu apa yang kamu
Makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu
adalah suatu tanda (kebenaran kerasulanku) bagimu, jika kamu sungguh-sungguh beriman.
Dalam ayat di atas disebutkan bahwa para pengikut Isa al-Masih ber-tawassul
kepadanya untuk memenuhi hajat mereka, termasuk menghidup- kan orang mati,
menyembuhkan yang berpenyakit sopak dan buta. Tentu, mereka bertawassul kepada nabi
Allah tadi bukan karena mereka meyakini bahwa Isa al-Masih memiliki kekuatan dan
kemampuan secara independent dari kekuatan dan kemampuan Maha Sempurna Allah swt..,
sehingga tanpa bantuan Allah-pun Isa mampu melakukan semua hal tadi.
Rasulullah bersabda: “Setelah Adam berbuat dosa ia berkata kepada Tuhannya: ‘Ya
Tuhanku, demi kebenaran Muhammad aku mohon ampunan-Mu’. Allah bertanya
(sebenarnya Allah itu maha mengetahui semua lubuk hati manusia, Dia bertanya ini agar
Malaikat dan makhluk lainnya yang belum tahu bisa mendengar jawaban Nabi Adam as.):
‘Bagaimana engkau mengenal Muhammad, padahal ia belum kuciptakan ?!’ Adam
menjawab: ‘Ya Tuhanku, setelah Engkau menciptakan aku dan meniupkan ruh kedalam
jasadku, aku angkat kepalaku. Kulihat pada tiang-tiang ‘Arsy termaktub tulisan Laa ilaaha
illallah Muhammad Rasulallah. Sejak saat itu aku mengetahui bahwa disamping nama-Mu,
selalu terdapat nama makhluk yang paling Engkau cintai’. Allah menegaskan: ‘Hai Adam,
3. engkau benar, ia memang makhluk yang paling Kucintai. Berdo’alah kepada-Ku bihaqqihi
(demi kebenarannya), engkau pasti Aku ampuni. Kalau bukan karena Muhammad engkau
tidakAku ciptakan’ “.3
Memang berkumpul untuk membaca tahlilan ini tidak pernah diamalkan pada
zamannya
Rasulallah saw.. Itu memang bid’ah (rekayasa), tetapi bid’ah hasanah (rekayasa baik), karena
sejalan dengan dalil-dalil hukum syara’ dan sejalan pula dengan kaidah-kaidah umum agama.
Sifat rekayasa terletak pada bentuk berkumpulnya jama’ah(secara massal), bukan terletak
pada bacaan yang dibaca pada majlis tersebut. Karena bacaan yang dibaca di sana banyak
diriwayatkan dalam hadits Rasulallah saw. Tidak lain semuanya ini sebagai ijtihad para
ulama-ulama pakar untuk mengumpulkan orang dan mengamalkan hal tersebut.
Bentuk atau cara bacaan Tahlilan/Yasinan yang dibaca di Indonesia, Malaysia,
Singapora, Yaman Selatan ialah: Pertama-tama berdo’a dengan di-iringi niat untuk orang
muslimin yang telah lama wafat dan baru wafat tersebut, kemudian disambung dengan
bacaan surat Al-Fatihah, surat Yaasin, ayat Kursi (Al-Baqoroh :255) dan beberapa ayat
lainnya dari Al-Qur’an, tahlil (Pengucapan Lailahaillallah), tasbih (Pengucapan subhanallah),
sholawat Nabi saw. dan sebagainya. Setelah itu ditutup dengan do’a kepada Allah swt. agar
pahala bacaan yang telah dibaca itudihadiahkan untuk orang orang yang telah wafat terutama
dikhususkan untuk orang yang baru wafat itu, yang oleh karenanya berkumpulnya orang-
orang ini untuk dia. Juga berdo'a pada Allah swt. agar dosa-dosa orang muslimin baik yang
masih hidup maupun telah wafat diampuni oleh-Nya dan lain sebagainya.4
Dengan demikian hukum bertawassul dan tahlilan diperbolehkan, selagi tidak
mengandung unsur-unsur kesyirikan.
3 A.Shihahbuddin,“Inilah Ahli Sunnah Wal Jama’ah (Kumpulan Dialog Membelah Faham Aswaja Dari
FahamSalafy Wahabi”) (Yogyakarta: Assalapiyyah Press),hlm348
4 A.Shihahbuddin,“Inilah Ahli Sunnah Wal Jama’ah (Kumpulan Dialog Membelah Faham Aswaja Dari
FahamSalafy Wahabi”) (Yogyakarta: Assalapiyyah Press),hlm200.