SlideShare a Scribd company logo
1 of 46
UNDANG-UNDANG NO. 35
TAHUN 2009
TENTANG NARKOTIKA
TUJUAN
Undang-Undang tentang Narkotika bertujuan:
a) menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan
pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi;
b) mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa
Indonesia dari penyalahgunaan Narkotika;
c) memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika; dan
d) menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan
sosial bagi Penyalah Guna dan pecandu Narkotika.
• Obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan
atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu
pengetahuan dan disisi lain dapat pula menimbulkan
ketergantungan yang sangat merugikan apabila
disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan
pengawasan yang ketat dan seksama
• Tindak pidana narkotika telah bersifat transnasional
sangat membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa
dan negara sehingga UU Nomor 22 Tahun 1997 tentang
Narkotika sudah tidak sesuai kagu dengan
perkembangan situasi dan kondisi yang berkembang
untuk menanggulangi dan memberantas tidak pidana
tersebut.
TUJUAN (Lanjutan)
Dasar Hukum
1. UUD RI Tahun 1945  Psl. 5 ayat (1) & Psl.
20
2. UU Nomor 8 Tahun 1976 tentang Tentang:
Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika
1961 Beserta Protokol Yang Mengubahnya
(LN 1976/36; TLN NO. 3085)
3. UU Nomor 7 Tahun 1997 tentang
Pengesahan United Nations Convention
Against Illicit Traffic In Narcotic Drugs And
Psychotropic Substances, 1988 (Konvensi
Perserikatan Bangsa-bangsa Tentang
Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika
Dan Psikotropika, 1988 (LN 1997/17; TLN No.
3673)
RUANG LINGKUP
Pasal 5
Pengaturan Narkotika dalam Undang Undang
ini meliputi segala bentuk kegiatan dan/atau
perbuatan yang berhubungan dengan:
a. Narkotika
b. Prekursor Narkotika.
DEFINISI NARKOTIKA
• Narkotika adalah zat atau obat yang berasal
dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semisintetis, yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang
dibedakan ke dalam golongan golongan
sebagaimana terlampir dalam Undang-
Undang ini
• Prekursor Narkotika: zat atau bahan pemula
atau bahan kimia yang dapat digunakan
dalam pembuatan Narkotika yang dibedakan
dalam tabel sebagaimana terlampir dalam
Undang-Undang ini.
PENGGOLONGAN NARKOTIKA
• Golongan I
– hanya dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan
ilmu pengetahuan & tidak digunakan dalam terapi,
mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan
ketergantungan
– Misal:Tanaman Papaver Somniferum L,Opium mentah dsb
• Golongan II
– berkhasiat pengobatan.digunakan sebagai pilihan terakhir &
dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan, potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan
– Misal : Fentanil, Petidina, dsb
• Golongan III
– berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam
terapi dan / atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan,
potensi ringan mengakibatkan ketergantungan
– Misal
a.Kodein dan garam-garam,
b.Campuran Opium + bahan bukan narkotika
c.Campuran sediaan difenoksin/difenoksilat+bahan
bukan narkotika
PENGGOLONGAN NARKOTIKA (lanjutan)
Catatan:
1. Pada Gol. I UU tentang Narkotika No.35 Tahun 2009 ada
beberapa penambahan bahan dari golongan I dan
beberapa golongan II Psikotropika dari UU No. 5 tahun
1997 tentang Psikotropika karena sering terjadi
penyalahgunaan (seperti: Brolamfetamin, Amfetamin,
metamfetamin dsb)
2. Buprenorphin yg sebelumnya masuk pada Psikotropika
Gol. II pada UU tentang Psikotropika No. 5 Tahun 1997
dipindahkan ke Golongan III pada Undang-Undang
Narkotika No.35 Tahun 2009.
• Ketentuan mengenai perubahan penggolongan
Narkotika (penyesuaian penggolongan Narkotika
berdasarkan kesepakatan internasional dan
pertimbangan kepentingan nasional) pada lamp I diatur
dengan Peraturan Menkes.
PENGGOLONGAN NARKOTIKA (lanjutan)
Penggunaan Narkotika
• Narkotika hanya dapat digunakan untuk
kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau
pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
• Narkotika Golongan I dilarang digunakan
untuk kepentingan pelayanan kesehatan
• Dalam jumlah terbatas, Narkotika Golongan I
dapat digunakan untuk kepentingan
pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi dan untuk reagensia diagnostik,
serta reagensia laboratorium setelah
mendapatkan persetujuan Menteri atas
rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan.
Rencana Kebutuhan Tahunan Pasal 9
• Menteri menjamin ketersediaan Narkotika
untuk kepentingan pelayanan kesehatan
dan/atau untuk pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
• Untuk keperluan ketersediaan Narkotika,
disusun Rencana kebutuhan tahunan
Narkotika.
PRODUKSI NARKOTIKA (Pasal 11-12)
• Menkes memberi izin khusus sesuai Peraturan
Perundang-undangan
• Narkotika Gol I dilarang diproduksi / digunakan dalam
proses produksi, kecuali jumlah terbatas untuk
kepentingan ilmu pengetahuan
• Badan Pengawas Obat dan Makanan melakukan
pengawasan terhadap bahan baku, proses produksi,
dan hasil akhir dari produksi Narkotika sesuai dengan
rencana kebutuhan tahunan Narkotika Tata cara diatur
oleh Menkes
Penyimpanan dan Pelaporan Pasal 14
(1) Narkotika yang berada dalam penguasaan industri
farmasi, pedagang besar farmasi, sarana
penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek,
rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai
pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan
wajib disimpan secara khusus.
(2) Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, sarana
penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek,
rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai
pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan
wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan
laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau
pengeluaran Narkotika yang berada dalam
penguasaannya
• Menkes memberikan izin importasi narkotika
kepada 1 (satu) Perusahaan Milik Negara yaitu
PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.) berdasarkan
Kepmenkes No.199/Menkes/SK/III/1996 tentang
Penunjukan Pedagang Besar Farmasi PT
(Persero) Kimia Farma Depot Sentral sebagai
Importir Tunggal Narkotika di Indonesia.
 Importir Produsen Narkotika (IP-Narkotika) :
Perusahaan Milik Negara yang menggunakan
narkotika sebagai bahan baku proses produksi
yang mendapat penunjukan untuk mengimpor
sendiri narkotika
IMPORTASI NARKOTIKA
IMPORTASI NARKOTIKA (Pasal 16)
1. Importir Narkotika harus memiliki Surat Persetujuan
Impor dari Menteri untuk setiap kali melakukan impor
Narkotika.
2. Surat Persetujuan Impor Narkotika sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan hasil
audit Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
terhadap rencana kebutuhan dan realisasi produksi
dan/atau penggunaan Narkotika.
3. Surat Persetujuan Impor Narkotika Golongan I dalam
jumlah yang sangat terbatas hanya dapat diberikan
untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
Izin Khusus (Pasal 18)
1) Menteri memberi izin kepada 1 (satu) perusahaan
pedagang besar farmasi milik negara yang telah
memiliki izin sebagai eksportir sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang -undangan untuk
melaksanakan ekspor Narkotika.
2) Dalam keadaan tertentu, Menteri dapat memberi izin
kepada perusahaan lain dari perusahaan milik negara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang memiliki
izin sebagai eksportir sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan
ekspor Narkotika.
Surat Persetujuan Ekspor (Pasal 19)
(1) Eksportir Narkotika harus memiliki Surat Persetujuan
Ekspor dari Menteri untuk setiap kali melakukan
ekspor Narkotika.
(2) Untuk memperoleh Surat Persetujuan Ekspor
Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pemohon harus melampirkan surat persetujuan dari
negara pengimpor.
Pasal 20
Pelaksanaan ekspor Narkotika dilakukan atas dasar
persetujuan pemerintah negara pengimpor dan
persetujuan tersebut dinyatakan dalam dokumen
yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di negara pengimpor.
Pasal 21
Impor dan ekspor Narkotika dan Prekursor Narkotika
hanya dilakukan melalui kawasan pabean tertentu
yang dibuka untuk perdagangan luar negeri.
Pengangkutan (Pasal 24)
(1) Setiap pengangkutan impor Narkotika wajib dilengkapi
dengan dokumen atau surat persetujuan ekspor
Narkotika yang sah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang -undangan di negara
pengekspor dan Surat Persetujuan Impor Narkotika
yang dikeluarkan oleh Menteri.
(2) Setiap pengangkutan ekspor Narkotika wajib
dilengkapi dengan Surat Persetujuan Ekspor Narkotika
yang dikeluarkan oleh Menteri dan dokumen atau
surat persetujuan impor Narkotika yang sah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
negara pengimpor.
Transito Pasal 29
(1)Transito Narkotika harus dilengkapi dengan
dokumen atau Surat Persetujuan Ekspor
Narkotika yang sah dari pemerintah
negara pengekspor dan dokumen atau Surat
Persetujuan Impor Narkotika yang sah dari
pemerintah negara pengimpor sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku di negara
pengekspor dan pengimpor.
(2) ………….
(2) Dokumen atau Surat Persetujuan Ekspor
Narkotika dari pemerintah negara pengekspor dan
dokumen atau Surat Persetujuan Impor Narkotika
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-
kurangnya memuat keterangan tentang:
a. nama dan alamat pengekspor dan
pengimpor Narkotika;
b. jenis, bentuk, dan jumlah Narkotika; dan
c. negara tujuan ekspor Narkotika.
Transito Lanjutan
Pasal 30
Setiap terjadi perubahan negara tujuan ekspor Narkotika
pada Transito Narkotika hanya dapat dilakukan setelah
adanya persetujuan dari:
a. pemerintah negara pengekspor Narkotika;
b. pemerintah negara pengimpor Narkotika; dan
c. pemerintah negara tujuan perubahan ekspor
Narkotika.
Pasal 31
Pengemasan kembali Narkotika pada Transito Narkotika
hanya dapat dilakukan terhadap kemasan asli Narkotika
yang mengalami kerusakan dan harus dilakukan di
bawah tanggungjawab pengawasan pejabat Bea dan
Cukai dan petugas Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Peredaran Narkotika meliputi
setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan
penyaluran atau penyerahan Narkotika, baik
dalam rangka perdagangan, bukan
perdagangan maupun pemindahtanganan,
untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan
pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Peredaran Pasal 35:
Pasal 36 ayat (1)
Narkotika dalam bentuk obat jadi
hanya dapat diedarkan setelah
mendapatkan izin edar dari Menteri.
Pasal 36 ayat (3)
Untuk mendapatkan izin edar dari Menteri,
Narkotika dalam bentuk obat jadi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus melalui pendaftaran pada Badan
Pengawas Obat dan Makanan.
• Pasal 38
Setiap kegiatan peredaran Narkotika wajib
dilengkapi dengan dokumen yang sah.
Penyaluran
• Narkotika hanya dapat disalurkan oleh
Industri Farmasi, pedagang besar farmasi,
dan sarana penyimpanan sediaan farmasi
pemerintah sesuai dengan ketentuan dalam
Undang-Undang ini.
• Industri Farmasi, pedagang besar farmasi,
dan sarana penyimpanan sediaan farmasi
pemerintah wajib memiliki izin khusus
penyaluran Narkotika dari Menteri.
• Industri Farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan
Narkotika kepada:
– pedagang besar farmasi tertentu;
– apotek;
– sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu; dan
– rumah sakit.
• Pedagang besar farmasi tertentu hanya dapat
menyalurkan Narkotika kepada:
– pedagang besar farmasi tertentu lainnya;
– apotek;
– sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu;
– rumah sakit; dan
– lembaga ilmu pengetahuan.
– pusat kesehatan masyarakat; dan
• Sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah
tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika kepada:
– rumah sakit pemerintah;
– puskesmas
– balai pengobatan pemerintah tertentu.
• Narkotika Golongan I hanya dapat
disalurkan oleh pedagang besar farmasi
tertentu kepada lembaga ilmu
pengetahuan tertentu untuk kepentingan
pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Penyerahan
• Penyerahan Narkotika hanya dapat dilakukan
oleh:
– apotek;
– rumah sakit;
– pusat kesehatan masyarakat;
– balai pengobatan; dan
– dokter.
• Apotek hanya dapat menyerahkan Narkotika
kepada:
– rumah sakit;
– pusat kesehatan masyarakat;
– apotek lainnya;
– balai pengobatan;
– dokter; dan
– pasien.
Rumah sakit, apotek, pusat kesehatan
masyarakat, dan balai pengobatan hanya dapat
menyerahkan Narkotika kepada pasien
berdasarkan resep dokter.
• Penyerahan Narkotika oleh dokter hanya dapat
dilaksanakan untuk:
– menjalankan praktik dokter dengan memberikan
Narkotika melalui suntikan;
– menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan
memberikan Narkotika melalui suntikan; atau
– menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada
apotek.
• Narkotika dalam bentuk suntikan dalam jumlah
tertentu yang diserahkan oleh dokter hanya
dapat diperoleh di apotek.
PREKURSOR NARKOTIKA
adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia
yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika
yang dibedakan dalam tabel sebagaimana terlampir
dalam Undang-Undang ini
Tujuan Pengaturan Pasal 48
Pengaturan prekursor dalam Undang-Undang ini
bertujuan:
a. melindungi masyarakat dari bahaya
penyalahgunaan Prekursor Narkotika;
b. mencegah dan memberantas peredaran
gelap Prekursor Narkotika; dan
c. mencegah terjadinya kebocoran dan
penyimpangan Prekursor Narkotika.
TABEL I
• ACETIC ANHYDRIDE
• N-ACETYLANTHRANANILIC ACID
• EFEDRIN & GARAMNYA
• ERGOMETRIN ( INN ) & GARAMNYA
• ERGOTAMIN ( INN ) & GARAMNYA
• ISOSAFROL
• ASAM LISERGAT & GARAMNYA
• 3,4 METILEN DOKSIFENIL 2 PROPANON
• 1- FENIL-2PROPANON
• NOREFEDRIN
• PIPERONAL
• POTASSIUM PERMANGANAT
• PSEUDOEPHEDRINE (INN) & GARAMNYA
• SAFROLE
JENIS JENIS PREKURSOR
Jenis-jenis Prekursor(Lanjutan)
TABEL II
• ASETON
• ASAM N -ASETIL ANTRANILAT & GARAMNYA
• DIETILETER
• HYDROCHLORIC ACID
• METIL ETIL KETON
• PHENYLACETIC ACID
• PIPERIDINE
• ASAM SULFAT: OLEUM
• TOLUEN
Catatan : dalam UU Narkotika No.35 Tahun 2009 terdapat lampiran
Prekursor Narkotika.
IMPORTASI PREKURSOR
• Importir Produsen Prekursor Farmasi (IP-Prekursor
Farmasi) : Perusahaan pemilik industri farmasi yang
menggunakan prekursor sebagai bahan baku / bahan
penolong proses produksi yang mendapat penunjukan
untuk mengimpor sendiri prekursor
• Importir Terdaftar Prekursor Farmasi (IT-Prekursor
Farmasi) : Pedagang Besar Bahan Baku Farmasi yang
mendapat penunjukan untuk mengimpor prekursor
guna didistribusikan kepada industri farmasi sebagai
pengguna akhir prekursor.
Rencana Kebutuhan Tahunan
(Pasal 50 ayat (1))
Pemerintah menyusun rencana kebutuhan
tahunan Prekursor Narkotika untuk
kepentingan industri farmasi, industri non
farmasi, dan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pasal 52
Ketentuan mengenai syarat dan tata cara
produksi, impor, ekspor, peredaran,
pencatatan dan pelaporan, serta pengawasan
Prekursor Narkotika
diatur dengan Peraturan Pemerintah
Catatan: Peraturan Pemerintah tentang Prekursor sedang dalam tahap
finalisasi di Sekneg
PENGOBATAN DAN REHABILITASI
• Untuk kepentingan pengobatan dan
berdasarkan indikasi medis, dokter dapat
memberikan Narkotika Golongan II atau
Golongan III dalam jumlah terbatas dan
sediaan tertentu kepada pasien sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
• Pasien dapat memiliki, menyimpan, dan/atau
membawa Narkotika untuk dirinya sendiri.
• Pasien harus mempunyai bukti yang sah
bahwa Narkotika yang dimiliki, disimpan,
dan/atau dibawa untuk digunakan diperoleh
secara sah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
• Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan
Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial.
• Orang tua atau wali dari Pecandu Narkotika yang
belum cukup umur wajib melaporkan kepada pusat
kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang
ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan
pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi
medis dan rehabilitasi sosial.
• Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur wajib
melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya
kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit,
dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi
sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk
mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
• Rehabilitasi medis Pecandu Narkotika
dilakukan di rumah sakit yang ditunjuk oleh
Menteri.
• Lembaga rehabilitasi tertentu yang
diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau
masyarakat dapat melakukan rehabilitasi medis
Pecandu Narkotika setelah mendapat
persetujuan Menteri.
• Selain melalui pengobatan dan/atau rehabilitasi
medis, penyembuhan Pecandu Narkotika dapat
diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau
masyarakat melalui pendekatan keagamaan
dan tradisional.
• Rehabilitasi sosial mantan Pecandu Narkotika
diselenggarakan baik oleh instansi pemerintah
maupun oleh masyarakat.
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
• Pembinaan meliputi upaya:
– memenuhi ketersediaan Narkotika untuk kepentingan
pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi;
– mencegah penyalahgunaan Narkotika;
– mencegah generasi muda dan anak usia sekolah dalam
penyalahgunaan Narkotika, termasuk dengan
memasukkan pendidikan yang berkaitan dengan
Narkotika dalam kurikulum sekolah dasar sampai
lanjutan atas;
– mendorong dan menunjang kegiatan penelitian
dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi di bidang Narkotika untuk kepentingan
pelayanan kesehatan; dan
– meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis
bagi Pecandu Narkotika, baik yang diselenggarakan
oleh pemerintah maupun masyarakat.
• Pengawasan meliputi:
– Narkotika dan Prekursor Narkotika untuk
kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
– alat-alat potensial yang dapat disalahgunakan untuk
melakukan tindak pidana Narkotika dan Prekursor
Narkotika;
– evaluasi keamanan, khasiat, dan mutu produk
sebelum diedarkan;
– produksi;
– impor dan ekspor;
– peredaran;
– pelabelan;
– informasi; dan
– penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN
• Dalam rangka pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkotika (P4GN) dan
Prekursor Narkotika, dibentuk Badan
Narkotika Nasional, yang selanjutnya
disingkat BNN.
• BNN merupakan lembaga pemerintah
nonkementerian yang berkedudukan di bawah
dan bertanggung jawab kepada Presiden,
yang mempunyai tugas dan fungsi koordinasi
dan operasional dalam pengelolaan Narkotika
dan Prekursor Narkotika, pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika
PEMUSNAHAN NARKOTIKA DAN
PSIKOTROPIKA
• PEMUSNAHAN DILAKUKAN:
– TIDAK MEMENUHI STANDAR DAN
PERSYARATAN
– KADALUARSA
– BERHUBUNGAN DENGAN TINDAK
PIDANA
TINDAK PIDANA NARKOTIKA
DAN PSIKOTROPIKA
PERBUATAN
PIDANA
PELAKU KOMODITI
KORPORASI PENGGOLONGAN
MACAM
PERBUATAN
ORANG

More Related Content

What's hot

Permenkes No. 74 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di puskesmas
Permenkes No. 74 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di puskesmas Permenkes No. 74 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di puskesmas
Permenkes No. 74 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di puskesmas Ulfah Hanum
 
Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Pelayanan Kefarmasian di ApotekPelayanan Kefarmasian di Apotek
Pelayanan Kefarmasian di ApotekSurya Amal
 
Sitostatika dan HAM Arif.pptx
Sitostatika dan HAM Arif.pptxSitostatika dan HAM Arif.pptx
Sitostatika dan HAM Arif.pptxfahrudinarif3
 
Bioavailabilitas dan Bioekivalensi
Bioavailabilitas dan BioekivalensiBioavailabilitas dan Bioekivalensi
Bioavailabilitas dan BioekivalensiSurya Amal
 
Komunikasi dalam praktek farmasi
Komunikasi dalam praktek farmasiKomunikasi dalam praktek farmasi
Komunikasi dalam praktek farmasiNur Fadillah
 
Mi 1 4. penyimpanan obat di puskesmas
Mi 1   4. penyimpanan obat  di puskesmasMi 1   4. penyimpanan obat  di puskesmas
Mi 1 4. penyimpanan obat di puskesmasLinaNadhilah2
 
Rasionalitas penggunaan obat
Rasionalitas penggunaan obat Rasionalitas penggunaan obat
Rasionalitas penggunaan obat nisha althaf
 
Pedoman interpretasi data klinik
Pedoman interpretasi data klinikPedoman interpretasi data klinik
Pedoman interpretasi data kliniksaninuraeni
 
Parameter Nonspesifik Ekstrak (Fitokimia)
Parameter Nonspesifik Ekstrak (Fitokimia)Parameter Nonspesifik Ekstrak (Fitokimia)
Parameter Nonspesifik Ekstrak (Fitokimia)Filania Kanja
 
Makalah OWA dan Obat Keras
Makalah OWA dan Obat KerasMakalah OWA dan Obat Keras
Makalah OWA dan Obat KerasNata Dev
 
UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
UU No. 35 Tahun 2009 Tentang NarkotikaUU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
UU No. 35 Tahun 2009 Tentang NarkotikaINDOGANJA
 
Pelayanan farmasi klinik
Pelayanan farmasi klinik Pelayanan farmasi klinik
Pelayanan farmasi klinik Sri Suratini
 

What's hot (20)

Pengenalan resep
Pengenalan resepPengenalan resep
Pengenalan resep
 
UU Farmasi 3
UU Farmasi 3UU Farmasi 3
UU Farmasi 3
 
Permenkes No. 74 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di puskesmas
Permenkes No. 74 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di puskesmas Permenkes No. 74 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di puskesmas
Permenkes No. 74 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di puskesmas
 
Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Pelayanan Kefarmasian di ApotekPelayanan Kefarmasian di Apotek
Pelayanan Kefarmasian di Apotek
 
Sitostatika dan HAM Arif.pptx
Sitostatika dan HAM Arif.pptxSitostatika dan HAM Arif.pptx
Sitostatika dan HAM Arif.pptx
 
Farmakologi bahan alam
Farmakologi bahan alamFarmakologi bahan alam
Farmakologi bahan alam
 
Penulisan kemasan dan label obat
Penulisan kemasan dan label obatPenulisan kemasan dan label obat
Penulisan kemasan dan label obat
 
Bioavailabilitas dan Bioekivalensi
Bioavailabilitas dan BioekivalensiBioavailabilitas dan Bioekivalensi
Bioavailabilitas dan Bioekivalensi
 
Kasus 1
Kasus 1Kasus 1
Kasus 1
 
Komunikasi dalam praktek farmasi
Komunikasi dalam praktek farmasiKomunikasi dalam praktek farmasi
Komunikasi dalam praktek farmasi
 
Mi 1 4. penyimpanan obat di puskesmas
Mi 1   4. penyimpanan obat  di puskesmasMi 1   4. penyimpanan obat  di puskesmas
Mi 1 4. penyimpanan obat di puskesmas
 
Rasionalitas penggunaan obat
Rasionalitas penggunaan obat Rasionalitas penggunaan obat
Rasionalitas penggunaan obat
 
Pedoman interpretasi data klinik
Pedoman interpretasi data klinikPedoman interpretasi data klinik
Pedoman interpretasi data klinik
 
PPT DAGUSIBU.ppt
PPT DAGUSIBU.pptPPT DAGUSIBU.ppt
PPT DAGUSIBU.ppt
 
Ppt farmanestika
Ppt farmanestikaPpt farmanestika
Ppt farmanestika
 
Parameter Nonspesifik Ekstrak (Fitokimia)
Parameter Nonspesifik Ekstrak (Fitokimia)Parameter Nonspesifik Ekstrak (Fitokimia)
Parameter Nonspesifik Ekstrak (Fitokimia)
 
Makalah OWA dan Obat Keras
Makalah OWA dan Obat KerasMakalah OWA dan Obat Keras
Makalah OWA dan Obat Keras
 
UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
UU No. 35 Tahun 2009 Tentang NarkotikaUU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
 
Pelayanan farmasi klinik
Pelayanan farmasi klinik Pelayanan farmasi klinik
Pelayanan farmasi klinik
 
Toksikologi 2017
Toksikologi 2017Toksikologi 2017
Toksikologi 2017
 

Similar to UU Narkotika

Undang undang narkotika 2009 AKPER PEMKAB MUNA
Undang undang narkotika 2009 AKPER PEMKAB MUNAUndang undang narkotika 2009 AKPER PEMKAB MUNA
Undang undang narkotika 2009 AKPER PEMKAB MUNAOperator Warnet Vast Raha
 
UU No. 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika
UU No. 22 Tahun 1997 Tentang NarkotikaUU No. 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika
UU No. 22 Tahun 1997 Tentang NarkotikaINDOGANJA
 
Undang undang narkotika 1997 AKPER PEMKAB MUNA
Undang undang narkotika 1997 AKPER PEMKAB MUNAUndang undang narkotika 1997 AKPER PEMKAB MUNA
Undang undang narkotika 1997 AKPER PEMKAB MUNAOperator Warnet Vast Raha
 
Pp2010 44 prekursor
Pp2010 44 prekursorPp2010 44 prekursor
Pp2010 44 prekursorADIJM
 
Narkotika psikotropika dlm aspek perundangan-undangan MIK.pptx
Narkotika psikotropika dlm aspek perundangan-undangan MIK.pptxNarkotika psikotropika dlm aspek perundangan-undangan MIK.pptx
Narkotika psikotropika dlm aspek perundangan-undangan MIK.pptxelizarman
 
Per kbpom no 32 tahun 2013 tentang ahp narkotik
Per kbpom no 32 tahun 2013 tentang ahp narkotikPer kbpom no 32 tahun 2013 tentang ahp narkotik
Per kbpom no 32 tahun 2013 tentang ahp narkotikGhifarry Rizqy
 
PP narkotika dan psiko tropika.pptx
PP narkotika dan psiko tropika.pptxPP narkotika dan psiko tropika.pptx
PP narkotika dan psiko tropika.pptxBudiAuliaSetiawan
 
Permenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotika
Permenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotikaPermenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotika
Permenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotikaAdriyal Sutrinanda
 
Permenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotika
Permenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotikaPermenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotika
Permenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotikaUlfah Hanum
 
DD4809A8-6A01-4940-B04A-7427B08C8BFC_compressed.pdf
DD4809A8-6A01-4940-B04A-7427B08C8BFC_compressed.pdfDD4809A8-6A01-4940-B04A-7427B08C8BFC_compressed.pdf
DD4809A8-6A01-4940-B04A-7427B08C8BFC_compressed.pdfOktasari13
 
UU No.5 th 1997 ttg Psikotropika
UU No.5 th 1997 ttg PsikotropikaUU No.5 th 1997 ttg Psikotropika
UU No.5 th 1997 ttg PsikotropikaSei Enim
 
UNDANG-UNDANG NO.5 TAHUN 1997 psikotropika
UNDANG-UNDANG NO.5 TAHUN 1997 psikotropikaUNDANG-UNDANG NO.5 TAHUN 1997 psikotropika
UNDANG-UNDANG NO.5 TAHUN 1997 psikotropikaMuhammad Sirajuddin
 
Mengurai Undang-Undang Narkotika
Mengurai Undang-Undang NarkotikaMengurai Undang-Undang Narkotika
Mengurai Undang-Undang NarkotikaLBH Masyarakat
 

Similar to UU Narkotika (20)

Undang undang narkotika 2009
Undang undang narkotika 2009Undang undang narkotika 2009
Undang undang narkotika 2009
 
Undang undang narkotika 2009 AKPER PEMKAB MUNA
Undang undang narkotika 2009 AKPER PEMKAB MUNAUndang undang narkotika 2009 AKPER PEMKAB MUNA
Undang undang narkotika 2009 AKPER PEMKAB MUNA
 
Undang undang narkotika 2009 AKPER MUNA
Undang undang narkotika 2009 AKPER MUNA Undang undang narkotika 2009 AKPER MUNA
Undang undang narkotika 2009 AKPER MUNA
 
UU No. 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika
UU No. 22 Tahun 1997 Tentang NarkotikaUU No. 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika
UU No. 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika
 
Undang undang narkotika 1997 AKPER PEMKAB MUNA
Undang undang narkotika 1997 AKPER PEMKAB MUNAUndang undang narkotika 1997 AKPER PEMKAB MUNA
Undang undang narkotika 1997 AKPER PEMKAB MUNA
 
Undang undang narkotika 1997
Undang undang narkotika 1997Undang undang narkotika 1997
Undang undang narkotika 1997
 
Undang undang narkotika 1997 AKPER MUNA
Undang undang narkotika 1997 AKPER MUNA Undang undang narkotika 1997 AKPER MUNA
Undang undang narkotika 1997 AKPER MUNA
 
Uu narkotika
Uu narkotikaUu narkotika
Uu narkotika
 
Pp2010 44 prekursor
Pp2010 44 prekursorPp2010 44 prekursor
Pp2010 44 prekursor
 
Narkotika psikotropika dlm aspek perundangan-undangan MIK.pptx
Narkotika psikotropika dlm aspek perundangan-undangan MIK.pptxNarkotika psikotropika dlm aspek perundangan-undangan MIK.pptx
Narkotika psikotropika dlm aspek perundangan-undangan MIK.pptx
 
Per kbpom no 32 tahun 2013 tentang ahp narkotik
Per kbpom no 32 tahun 2013 tentang ahp narkotikPer kbpom no 32 tahun 2013 tentang ahp narkotik
Per kbpom no 32 tahun 2013 tentang ahp narkotik
 
PP narkotika dan psiko tropika.pptx
PP narkotika dan psiko tropika.pptxPP narkotika dan psiko tropika.pptx
PP narkotika dan psiko tropika.pptx
 
uu narkotika.pdf
uu narkotika.pdfuu narkotika.pdf
uu narkotika.pdf
 
Permenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotika
Permenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotikaPermenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotika
Permenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotika
 
Permenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotika
Permenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotikaPermenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotika
Permenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotika
 
DD4809A8-6A01-4940-B04A-7427B08C8BFC_compressed.pdf
DD4809A8-6A01-4940-B04A-7427B08C8BFC_compressed.pdfDD4809A8-6A01-4940-B04A-7427B08C8BFC_compressed.pdf
DD4809A8-6A01-4940-B04A-7427B08C8BFC_compressed.pdf
 
UU No.5 th 1997 ttg Psikotropika
UU No.5 th 1997 ttg PsikotropikaUU No.5 th 1997 ttg Psikotropika
UU No.5 th 1997 ttg Psikotropika
 
UNDANG-UNDANG NO.5 TAHUN 1997 psikotropika
UNDANG-UNDANG NO.5 TAHUN 1997 psikotropikaUNDANG-UNDANG NO.5 TAHUN 1997 psikotropika
UNDANG-UNDANG NO.5 TAHUN 1997 psikotropika
 
Uu 05 1997
Uu 05 1997Uu 05 1997
Uu 05 1997
 
Mengurai Undang-Undang Narkotika
Mengurai Undang-Undang NarkotikaMengurai Undang-Undang Narkotika
Mengurai Undang-Undang Narkotika
 

More from husnul khotimah (20)

Terapi iii kel 1 pak akrom
Terapi iii kel 1 pak akromTerapi iii kel 1 pak akrom
Terapi iii kel 1 pak akrom
 
Paget's desease
Paget's deseasePaget's desease
Paget's desease
 
Nikah siri
Nikah siriNikah siri
Nikah siri
 
Myastinea
MyastineaMyastinea
Myastinea
 
Kelompok 12
Kelompok 12Kelompok 12
Kelompok 12
 
Kelompok 12(1)
Kelompok 12(1)Kelompok 12(1)
Kelompok 12(1)
 
Implementasi nilai ekonomi dalam program muhammadiyah
Implementasi nilai ekonomi dalam program muhammadiyahImplementasi nilai ekonomi dalam program muhammadiyah
Implementasi nilai ekonomi dalam program muhammadiyah
 
Drp interaksi obat [autosaved]
Drp interaksi obat [autosaved]Drp interaksi obat [autosaved]
Drp interaksi obat [autosaved]
 
Aomk antiperspiran bubuk
Aomk antiperspiran bubukAomk antiperspiran bubuk
Aomk antiperspiran bubuk
 
Pengelolaan limbah industri farmasi
Pengelolaan limbah industri farmasiPengelolaan limbah industri farmasi
Pengelolaan limbah industri farmasi
 
Pengantar mfi
Pengantar mfiPengantar mfi
Pengantar mfi
 
Cpob 2012
Cpob 2012Cpob 2012
Cpob 2012
 
Uu kesehatan
Uu kesehatanUu kesehatan
Uu kesehatan
 
Und kes pert i
Und kes pert iUnd kes pert i
Und kes pert i
 
Sumpah dan etika per 2
Sumpah dan etika per 2Sumpah dan etika per 2
Sumpah dan etika per 2
 
Pp51kuliah pert i dan ii
Pp51kuliah pert i dan iiPp51kuliah pert i dan ii
Pp51kuliah pert i dan ii
 
Pertemuan ke ii
Pertemuan ke iiPertemuan ke ii
Pertemuan ke ii
 
Pertemuan iv dan v
Pertemuan iv dan vPertemuan iv dan v
Pertemuan iv dan v
 
Pert iii
Pert iiiPert iii
Pert iii
 
Pertemuan vi uu narpsi
Pertemuan vi uu narpsiPertemuan vi uu narpsi
Pertemuan vi uu narpsi
 

Recently uploaded

Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh DiriAsuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diriandi861789
 
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptxppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptxmarodotodo
 
630542073-PENYULUHAN-PROLANIS-2022-HIPERTENSI-pptx-pptx.pptx
630542073-PENYULUHAN-PROLANIS-2022-HIPERTENSI-pptx-pptx.pptx630542073-PENYULUHAN-PROLANIS-2022-HIPERTENSI-pptx-pptx.pptx
630542073-PENYULUHAN-PROLANIS-2022-HIPERTENSI-pptx-pptx.pptxAyu Rahayu
 
penyakit jantung koroner pada Prolanis.pptx
penyakit jantung koroner pada Prolanis.pptxpenyakit jantung koroner pada Prolanis.pptx
penyakit jantung koroner pada Prolanis.pptxagussudarmanto9
 
CAPAIAN KINERJA UKM dalam peningkatan capaian .docx
CAPAIAN KINERJA UKM dalam peningkatan capaian .docxCAPAIAN KINERJA UKM dalam peningkatan capaian .docx
CAPAIAN KINERJA UKM dalam peningkatan capaian .docxPuskesmasTete
 
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutika
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutikaPresentasi materi antibiotik kemoterapeutika
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutikassuser1cc42a
 
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdfMeboix
 
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.pptAnatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.pptAcephasan2
 
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxPEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxpuspapameswari
 
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa HalusinasiMateri Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasiantoniareong
 
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod SurabayaToko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabayaajongshopp
 
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdfPEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdfMeboix
 
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosi
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosikarbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosi
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosizahira96431
 
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdfPPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdfhurufd86
 
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah SakitPresentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah SakitIrfanNersMaulana
 
1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx
1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx
1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptxgizifik
 
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatanWebinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatanDevonneDillaElFachri
 
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesFARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesNadrohSitepu1
 
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxSediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxwisanggeni19
 
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.pptkonsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.pptKianSantang21
 

Recently uploaded (20)

Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh DiriAsuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
 
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptxppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
 
630542073-PENYULUHAN-PROLANIS-2022-HIPERTENSI-pptx-pptx.pptx
630542073-PENYULUHAN-PROLANIS-2022-HIPERTENSI-pptx-pptx.pptx630542073-PENYULUHAN-PROLANIS-2022-HIPERTENSI-pptx-pptx.pptx
630542073-PENYULUHAN-PROLANIS-2022-HIPERTENSI-pptx-pptx.pptx
 
penyakit jantung koroner pada Prolanis.pptx
penyakit jantung koroner pada Prolanis.pptxpenyakit jantung koroner pada Prolanis.pptx
penyakit jantung koroner pada Prolanis.pptx
 
CAPAIAN KINERJA UKM dalam peningkatan capaian .docx
CAPAIAN KINERJA UKM dalam peningkatan capaian .docxCAPAIAN KINERJA UKM dalam peningkatan capaian .docx
CAPAIAN KINERJA UKM dalam peningkatan capaian .docx
 
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutika
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutikaPresentasi materi antibiotik kemoterapeutika
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutika
 
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
 
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.pptAnatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
 
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxPEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
 
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa HalusinasiMateri Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
 
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod SurabayaToko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
 
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdfPEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
 
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosi
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosikarbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosi
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosi
 
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdfPPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
 
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah SakitPresentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
 
1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx
1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx
1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx
 
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatanWebinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
 
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesFARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
 
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxSediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
 
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.pptkonsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
 

UU Narkotika

  • 1. UNDANG-UNDANG NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA
  • 2. TUJUAN Undang-Undang tentang Narkotika bertujuan: a) menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; b) mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan Narkotika; c) memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan d) menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi Penyalah Guna dan pecandu Narkotika.
  • 3. • Obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan disisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama • Tindak pidana narkotika telah bersifat transnasional sangat membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara sehingga UU Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika sudah tidak sesuai kagu dengan perkembangan situasi dan kondisi yang berkembang untuk menanggulangi dan memberantas tidak pidana tersebut. TUJUAN (Lanjutan)
  • 4. Dasar Hukum 1. UUD RI Tahun 1945  Psl. 5 ayat (1) & Psl. 20 2. UU Nomor 8 Tahun 1976 tentang Tentang: Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 Beserta Protokol Yang Mengubahnya (LN 1976/36; TLN NO. 3085) 3. UU Nomor 7 Tahun 1997 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Illicit Traffic In Narcotic Drugs And Psychotropic Substances, 1988 (Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa Tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika Dan Psikotropika, 1988 (LN 1997/17; TLN No. 3673)
  • 5. RUANG LINGKUP Pasal 5 Pengaturan Narkotika dalam Undang Undang ini meliputi segala bentuk kegiatan dan/atau perbuatan yang berhubungan dengan: a. Narkotika b. Prekursor Narkotika.
  • 6. DEFINISI NARKOTIKA • Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan golongan sebagaimana terlampir dalam Undang- Undang ini • Prekursor Narkotika: zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika yang dibedakan dalam tabel sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.
  • 7. PENGGOLONGAN NARKOTIKA • Golongan I – hanya dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan & tidak digunakan dalam terapi, mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan – Misal:Tanaman Papaver Somniferum L,Opium mentah dsb • Golongan II – berkhasiat pengobatan.digunakan sebagai pilihan terakhir & dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan – Misal : Fentanil, Petidina, dsb
  • 8. • Golongan III – berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan / atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, potensi ringan mengakibatkan ketergantungan – Misal a.Kodein dan garam-garam, b.Campuran Opium + bahan bukan narkotika c.Campuran sediaan difenoksin/difenoksilat+bahan bukan narkotika PENGGOLONGAN NARKOTIKA (lanjutan)
  • 9. Catatan: 1. Pada Gol. I UU tentang Narkotika No.35 Tahun 2009 ada beberapa penambahan bahan dari golongan I dan beberapa golongan II Psikotropika dari UU No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika karena sering terjadi penyalahgunaan (seperti: Brolamfetamin, Amfetamin, metamfetamin dsb) 2. Buprenorphin yg sebelumnya masuk pada Psikotropika Gol. II pada UU tentang Psikotropika No. 5 Tahun 1997 dipindahkan ke Golongan III pada Undang-Undang Narkotika No.35 Tahun 2009. • Ketentuan mengenai perubahan penggolongan Narkotika (penyesuaian penggolongan Narkotika berdasarkan kesepakatan internasional dan pertimbangan kepentingan nasional) pada lamp I diatur dengan Peraturan Menkes. PENGGOLONGAN NARKOTIKA (lanjutan)
  • 10. Penggunaan Narkotika • Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. • Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan • Dalam jumlah terbatas, Narkotika Golongan I dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.
  • 11. Rencana Kebutuhan Tahunan Pasal 9 • Menteri menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. • Untuk keperluan ketersediaan Narkotika, disusun Rencana kebutuhan tahunan Narkotika.
  • 12. PRODUKSI NARKOTIKA (Pasal 11-12) • Menkes memberi izin khusus sesuai Peraturan Perundang-undangan • Narkotika Gol I dilarang diproduksi / digunakan dalam proses produksi, kecuali jumlah terbatas untuk kepentingan ilmu pengetahuan • Badan Pengawas Obat dan Makanan melakukan pengawasan terhadap bahan baku, proses produksi, dan hasil akhir dari produksi Narkotika sesuai dengan rencana kebutuhan tahunan Narkotika Tata cara diatur oleh Menkes
  • 13. Penyimpanan dan Pelaporan Pasal 14 (1) Narkotika yang berada dalam penguasaan industri farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib disimpan secara khusus. (2) Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran Narkotika yang berada dalam penguasaannya
  • 14. • Menkes memberikan izin importasi narkotika kepada 1 (satu) Perusahaan Milik Negara yaitu PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.) berdasarkan Kepmenkes No.199/Menkes/SK/III/1996 tentang Penunjukan Pedagang Besar Farmasi PT (Persero) Kimia Farma Depot Sentral sebagai Importir Tunggal Narkotika di Indonesia.  Importir Produsen Narkotika (IP-Narkotika) : Perusahaan Milik Negara yang menggunakan narkotika sebagai bahan baku proses produksi yang mendapat penunjukan untuk mengimpor sendiri narkotika IMPORTASI NARKOTIKA
  • 15. IMPORTASI NARKOTIKA (Pasal 16) 1. Importir Narkotika harus memiliki Surat Persetujuan Impor dari Menteri untuk setiap kali melakukan impor Narkotika. 2. Surat Persetujuan Impor Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan hasil audit Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan terhadap rencana kebutuhan dan realisasi produksi dan/atau penggunaan Narkotika. 3. Surat Persetujuan Impor Narkotika Golongan I dalam jumlah yang sangat terbatas hanya dapat diberikan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
  • 16. Izin Khusus (Pasal 18) 1) Menteri memberi izin kepada 1 (satu) perusahaan pedagang besar farmasi milik negara yang telah memiliki izin sebagai eksportir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang -undangan untuk melaksanakan ekspor Narkotika. 2) Dalam keadaan tertentu, Menteri dapat memberi izin kepada perusahaan lain dari perusahaan milik negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang memiliki izin sebagai eksportir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan ekspor Narkotika.
  • 17. Surat Persetujuan Ekspor (Pasal 19) (1) Eksportir Narkotika harus memiliki Surat Persetujuan Ekspor dari Menteri untuk setiap kali melakukan ekspor Narkotika. (2) Untuk memperoleh Surat Persetujuan Ekspor Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemohon harus melampirkan surat persetujuan dari negara pengimpor.
  • 18. Pasal 20 Pelaksanaan ekspor Narkotika dilakukan atas dasar persetujuan pemerintah negara pengimpor dan persetujuan tersebut dinyatakan dalam dokumen yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di negara pengimpor. Pasal 21 Impor dan ekspor Narkotika dan Prekursor Narkotika hanya dilakukan melalui kawasan pabean tertentu yang dibuka untuk perdagangan luar negeri.
  • 19. Pengangkutan (Pasal 24) (1) Setiap pengangkutan impor Narkotika wajib dilengkapi dengan dokumen atau surat persetujuan ekspor Narkotika yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang -undangan di negara pengekspor dan Surat Persetujuan Impor Narkotika yang dikeluarkan oleh Menteri. (2) Setiap pengangkutan ekspor Narkotika wajib dilengkapi dengan Surat Persetujuan Ekspor Narkotika yang dikeluarkan oleh Menteri dan dokumen atau surat persetujuan impor Narkotika yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di negara pengimpor.
  • 20. Transito Pasal 29 (1)Transito Narkotika harus dilengkapi dengan dokumen atau Surat Persetujuan Ekspor Narkotika yang sah dari pemerintah negara pengekspor dan dokumen atau Surat Persetujuan Impor Narkotika yang sah dari pemerintah negara pengimpor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku di negara pengekspor dan pengimpor. (2) ………….
  • 21. (2) Dokumen atau Surat Persetujuan Ekspor Narkotika dari pemerintah negara pengekspor dan dokumen atau Surat Persetujuan Impor Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang- kurangnya memuat keterangan tentang: a. nama dan alamat pengekspor dan pengimpor Narkotika; b. jenis, bentuk, dan jumlah Narkotika; dan c. negara tujuan ekspor Narkotika. Transito Lanjutan
  • 22. Pasal 30 Setiap terjadi perubahan negara tujuan ekspor Narkotika pada Transito Narkotika hanya dapat dilakukan setelah adanya persetujuan dari: a. pemerintah negara pengekspor Narkotika; b. pemerintah negara pengimpor Narkotika; dan c. pemerintah negara tujuan perubahan ekspor Narkotika. Pasal 31 Pengemasan kembali Narkotika pada Transito Narkotika hanya dapat dilakukan terhadap kemasan asli Narkotika yang mengalami kerusakan dan harus dilakukan di bawah tanggungjawab pengawasan pejabat Bea dan Cukai dan petugas Badan Pengawas Obat dan Makanan.
  • 23. Peredaran Narkotika meliputi setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran atau penyerahan Narkotika, baik dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan maupun pemindahtanganan, untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Peredaran Pasal 35:
  • 24. Pasal 36 ayat (1) Narkotika dalam bentuk obat jadi hanya dapat diedarkan setelah mendapatkan izin edar dari Menteri.
  • 25. Pasal 36 ayat (3) Untuk mendapatkan izin edar dari Menteri, Narkotika dalam bentuk obat jadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melalui pendaftaran pada Badan Pengawas Obat dan Makanan.
  • 26. • Pasal 38 Setiap kegiatan peredaran Narkotika wajib dilengkapi dengan dokumen yang sah.
  • 27. Penyaluran • Narkotika hanya dapat disalurkan oleh Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. • Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah wajib memiliki izin khusus penyaluran Narkotika dari Menteri.
  • 28. • Industri Farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika kepada: – pedagang besar farmasi tertentu; – apotek; – sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu; dan – rumah sakit. • Pedagang besar farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika kepada: – pedagang besar farmasi tertentu lainnya; – apotek; – sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu; – rumah sakit; dan – lembaga ilmu pengetahuan. – pusat kesehatan masyarakat; dan • Sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika kepada: – rumah sakit pemerintah; – puskesmas – balai pengobatan pemerintah tertentu.
  • 29. • Narkotika Golongan I hanya dapat disalurkan oleh pedagang besar farmasi tertentu kepada lembaga ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
  • 30. Penyerahan • Penyerahan Narkotika hanya dapat dilakukan oleh: – apotek; – rumah sakit; – pusat kesehatan masyarakat; – balai pengobatan; dan – dokter. • Apotek hanya dapat menyerahkan Narkotika kepada: – rumah sakit; – pusat kesehatan masyarakat; – apotek lainnya; – balai pengobatan; – dokter; dan – pasien.
  • 31. Rumah sakit, apotek, pusat kesehatan masyarakat, dan balai pengobatan hanya dapat menyerahkan Narkotika kepada pasien berdasarkan resep dokter. • Penyerahan Narkotika oleh dokter hanya dapat dilaksanakan untuk: – menjalankan praktik dokter dengan memberikan Narkotika melalui suntikan; – menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan memberikan Narkotika melalui suntikan; atau – menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek. • Narkotika dalam bentuk suntikan dalam jumlah tertentu yang diserahkan oleh dokter hanya dapat diperoleh di apotek.
  • 32. PREKURSOR NARKOTIKA adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika yang dibedakan dalam tabel sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini
  • 33. Tujuan Pengaturan Pasal 48 Pengaturan prekursor dalam Undang-Undang ini bertujuan: a. melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan Prekursor Narkotika; b. mencegah dan memberantas peredaran gelap Prekursor Narkotika; dan c. mencegah terjadinya kebocoran dan penyimpangan Prekursor Narkotika.
  • 34. TABEL I • ACETIC ANHYDRIDE • N-ACETYLANTHRANANILIC ACID • EFEDRIN & GARAMNYA • ERGOMETRIN ( INN ) & GARAMNYA • ERGOTAMIN ( INN ) & GARAMNYA • ISOSAFROL • ASAM LISERGAT & GARAMNYA • 3,4 METILEN DOKSIFENIL 2 PROPANON • 1- FENIL-2PROPANON • NOREFEDRIN • PIPERONAL • POTASSIUM PERMANGANAT • PSEUDOEPHEDRINE (INN) & GARAMNYA • SAFROLE JENIS JENIS PREKURSOR
  • 35. Jenis-jenis Prekursor(Lanjutan) TABEL II • ASETON • ASAM N -ASETIL ANTRANILAT & GARAMNYA • DIETILETER • HYDROCHLORIC ACID • METIL ETIL KETON • PHENYLACETIC ACID • PIPERIDINE • ASAM SULFAT: OLEUM • TOLUEN Catatan : dalam UU Narkotika No.35 Tahun 2009 terdapat lampiran Prekursor Narkotika.
  • 36. IMPORTASI PREKURSOR • Importir Produsen Prekursor Farmasi (IP-Prekursor Farmasi) : Perusahaan pemilik industri farmasi yang menggunakan prekursor sebagai bahan baku / bahan penolong proses produksi yang mendapat penunjukan untuk mengimpor sendiri prekursor • Importir Terdaftar Prekursor Farmasi (IT-Prekursor Farmasi) : Pedagang Besar Bahan Baku Farmasi yang mendapat penunjukan untuk mengimpor prekursor guna didistribusikan kepada industri farmasi sebagai pengguna akhir prekursor.
  • 37. Rencana Kebutuhan Tahunan (Pasal 50 ayat (1)) Pemerintah menyusun rencana kebutuhan tahunan Prekursor Narkotika untuk kepentingan industri farmasi, industri non farmasi, dan ilmu pengetahuan dan teknologi.
  • 38. Pasal 52 Ketentuan mengenai syarat dan tata cara produksi, impor, ekspor, peredaran, pencatatan dan pelaporan, serta pengawasan Prekursor Narkotika diatur dengan Peraturan Pemerintah Catatan: Peraturan Pemerintah tentang Prekursor sedang dalam tahap finalisasi di Sekneg
  • 39. PENGOBATAN DAN REHABILITASI • Untuk kepentingan pengobatan dan berdasarkan indikasi medis, dokter dapat memberikan Narkotika Golongan II atau Golongan III dalam jumlah terbatas dan sediaan tertentu kepada pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. • Pasien dapat memiliki, menyimpan, dan/atau membawa Narkotika untuk dirinya sendiri. • Pasien harus mempunyai bukti yang sah bahwa Narkotika yang dimiliki, disimpan, dan/atau dibawa untuk digunakan diperoleh secara sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  • 40. • Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. • Orang tua atau wali dari Pecandu Narkotika yang belum cukup umur wajib melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. • Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
  • 41. • Rehabilitasi medis Pecandu Narkotika dilakukan di rumah sakit yang ditunjuk oleh Menteri. • Lembaga rehabilitasi tertentu yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau masyarakat dapat melakukan rehabilitasi medis Pecandu Narkotika setelah mendapat persetujuan Menteri. • Selain melalui pengobatan dan/atau rehabilitasi medis, penyembuhan Pecandu Narkotika dapat diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau masyarakat melalui pendekatan keagamaan dan tradisional. • Rehabilitasi sosial mantan Pecandu Narkotika diselenggarakan baik oleh instansi pemerintah maupun oleh masyarakat.
  • 42. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN • Pembinaan meliputi upaya: – memenuhi ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; – mencegah penyalahgunaan Narkotika; – mencegah generasi muda dan anak usia sekolah dalam penyalahgunaan Narkotika, termasuk dengan memasukkan pendidikan yang berkaitan dengan Narkotika dalam kurikulum sekolah dasar sampai lanjutan atas; – mendorong dan menunjang kegiatan penelitian dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan; dan – meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis bagi Pecandu Narkotika, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat.
  • 43. • Pengawasan meliputi: – Narkotika dan Prekursor Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; – alat-alat potensial yang dapat disalahgunakan untuk melakukan tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika; – evaluasi keamanan, khasiat, dan mutu produk sebelum diedarkan; – produksi; – impor dan ekspor; – peredaran; – pelabelan; – informasi; dan – penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
  • 44. PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN • Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika (P4GN) dan Prekursor Narkotika, dibentuk Badan Narkotika Nasional, yang selanjutnya disingkat BNN. • BNN merupakan lembaga pemerintah nonkementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden, yang mempunyai tugas dan fungsi koordinasi dan operasional dalam pengelolaan Narkotika dan Prekursor Narkotika, pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika
  • 45. PEMUSNAHAN NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA • PEMUSNAHAN DILAKUKAN: – TIDAK MEMENUHI STANDAR DAN PERSYARATAN – KADALUARSA – BERHUBUNGAN DENGAN TINDAK PIDANA
  • 46. TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA PERBUATAN PIDANA PELAKU KOMODITI KORPORASI PENGGOLONGAN MACAM PERBUATAN ORANG