Program Desa Mandiri Energi bertujuan mengurangi kemiskinan dan membuka lapangan kerja dengan mensubstitusi bahan bakar minyak. Namun, program ini mengalami kendala seperti petani jarak yang merugi karena harga biji jarak murah dan harga biofuel mahal. Pemerintah perlu mengatasi masalah ini agar Desa Mandiri Energi dapat terwujud secara berkelanjutan.
1. Desa Mandiri Energi
Rahadian Febry Maulana
Pendahuluan
Desa Mandiri Energi (DME) adalah program yang bertujuan untuk
mengurangi kemiskinan dan membuka lapangan kerja serta untuk
mensubtitusi bahan bakar minyak yang digunakan untuk keperluan sehari-
hari. Program ini menuntut agar suatu desa dapat menyediakan energi bagi
desa itu sendiri sehingga bisa membuka lapangan kerja, mengurangi
kemiskinan dan menciptakan kegiatan ekonomi produktif. Di Indonesia,
program ini berada di bawah payung program besar penanggulangan
kemiskinan yang dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator
Kesejahteraan Rakyat (Kemenko Kesra). Pencanangan Program ini dilakukan
oleh Presiden SBY pada tanggal 20 Februari 2007 di Desa Tanjungharjo
Kecamatan Ngaringan, Grobogan Jawa Tengah. Sampai saat ini pemerintah
telah mencanangkan pengembangan Desa Mandiri Energi dari 140 desa
menjadi 2000 desa pada akhir 2009 (Antara News 15 February 2007). Ada
dua tipe Desa Mandiri Energi, yang pertama adalah Desa Mandiri Energi
yang berbasis pada sumber energi non pertanian seperti energi surya, air,
dan angin, sedangkan yang kedua adalah tipe Desa Mandiri Energi yang
berbasis pada sumber energi dari pertanian seperti biomassa dan biofuel
yang berasal dari hasil pertanian dan hutan. Saat ini yang sudah banyak
digunakan ialah biofuel dari tanaman jarak untuk sumber energi berbasis
pertanian, sedangkan energi yang berbasis dari non pertanian ialah
mikrohidro.
Setelah 6 tahun berlangsung, program Desa Mandiri Energi banyak
mengalami kendala dalam pelaksanaanya. Tidak sedikit petani pohon jarak
yang merugi karena murahnya harga biji jarak, ditambah dengan mahalnya
harga biofuel dibandingkan dengan harga BBM bersubsidi. Situasi tersebut
2. dapat menimbulkan efek jera bagi para petani yang sudah pernah menanam
jarak atau yang baru akan menanam jarak. Kondisi tersebut juga terjadi pada
Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH), di Desa Palakka, Kecamatan
Maiwa, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan pengelolaan PLTMH yang
semula dilakukan oleh Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben),
kemudian diserahkan kepada kecamatan. Perubahan tata kelola membawa
implikasi yang serius terhadap pengaturan PLTMH, khususnya terkait
pembagian wewenang dan tindakan-tindakan pemecahan masalah di
lapangan. Kecamatan yang tidak memahami seluk-beluk pengelolaan PLTMH
ini kemudian menyerahkan tanggung jawab kepada kepala desa, sebagai
kepanjangan tangan birokrasinya. Sayangnya, di level desa sendiri terjadi
konflik horizontal (antar warga/pelanggan) yang bersifat laten, terutama terkait
dengan penetapan pemanfaatan dan iuran PLTMH yang dirasakan pelanggan
tidak adil.1
Permasalahan tersebut jika tidak segera diatasi maka akan menghambat
terwujudnya Desa Mandiri Energi. Hingga saat ini pemerintah Nampak kurang
concern dalam menjalankan program tersebut. Terbukti dengan munculnya
permasalahan diatas yang masih belum bisa terselesaikan sampai saat ini.
Konsep Desa Mandiri Energi Berbasis Mikrohidro
Desa Mandiri Energi juga dikaitkan dengan pengembangan ekonomi
produktif. Untuk daerah yang berbatasan dengan Taman Nasional,
pengembangan ekonomi produktif ini menjadi penting karena dapat
mengurangi kegiatan masyarakat untuk merambah hutan. Pengembangan
ekonomi produktif melalui agroindustri pedesaan berbahan baku lokal dengan
memanfaatkan keberadaan sumber energi lokal menjadi satu pilihan.
Secara umum sentra produksi pertanian banyak berada jauh di pedalaman
dan umumnya belum terjangkau listrik dan sumber energi fosil. Sampai saat
ini pemanfaatan sumber-sumber energi terbarukan masih belum maksimal
dan baru termanfaatkan sekitar 3.3% dari potensi sebesar 162.2GWe (Blue
Print Pengelolaan Energi Nasional, 2005). Jika sumber energi yang bersih
1
Yanu Endar Prasetyo & Umi Hanifah “Pengorganisasian Masyarakat Desa Mandiri Energi”
Volume 5, Nomor 1, Juli 2011: 71-9274
3. dan ramah lingkungan ini dapat digunakan secara efektif dan efisien sebagai
sumber utama pengembangan industri di daerah pedesaan, maka diharapkan
akan tumbuh berbagai industri berbasis pertanian dengan komponen lokal
yang relatif dominan. Akibatnya lapangan pekerjaan di daerah semakin
banyak, sehingga daya beli masyarakat dapat meningkat dan masyarakat
desa tidak perlu melakukan urbanisasi. Dengan demikian akan tercipta desa-
desa mandiri yang mampu memasok kebutuhan pokok (sandang, pangan,
papan).
Di sisi lain, saat ini penyediaan listrik oleh pemerintah masih belum
menjangkau wilayah desa, karena berbagai alasan dan kendala.
Pembangunan infrastruktur jaringan listrik untuk daerah terpencil memerlukan
investasi yang besar. Sementara kebutuhan listrik di desa semakin meningkat
seiring dengan meningkatnya kegiatan ekonomi dan bertambahnya jumlah
penduduk. Sehingga pemerintah harus menyediakan tambahan daya listrik
untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Konsep DME berbasis mikrohidro dapat dijadikan salah satu solusi untuk
memecahkan permasalahan diatas. Maryono, 2007 menyatakan bahwa
pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH) merupakan jawaban krisis
listrik di Indonesia.
Salah satu strategi yang dapat diterapkan adalah dengan mengaitkan sistem
pembangkit energi terbarukan dengan usaha bisnis dan lingkungan.
Penerima manfaat energi terbarukan dapat memanfaatkan teknologi energi
terbarukan untuk menjalankan kegiatan ekonomi profuktif pada saat kondisi
idle di siang hari. Sedangkan di malam hari dapat dipergunakan untuk
kebutuhnan dasar energi rumah tangga seperti penerangan. Desa Mandiri
Berbasis mikro hidro yang dikembangkan diilustrasikan pada Gambar1.2
2
Y.Aris Purwanto, Lilik B. Prasetyo, Ellyn K. Damayanti, Rais Sonaji. “ Model Desa
Mandiri Energi Berbasis Mikrohidro di Sekitar Taman Nasional”.
4. Gambar1. Model Keterkaitan antara sumber energi, lingkungan dan ekonomi
Pengembangan Desa Mandiri Energi Berbasis Jarak Pagar
Pengembangan DME berbasis Jarak Pagar mempunyai kriteria sebagai
berikut:
• Pengembangan tanaman BBN (khususnya jarak pagar) minimal setara
dengan kapasitas unit pengolahan yang disiapkan;
• Penyediaan unit pengolahan BBN dengan kapasitas setara dengan
pertanaman yang dikembangkan;
• Penyediaan kompor dengan bahan bakar BBN;
• Pelatihan petani dan petugas, meliputi pelatihan di bidang on farm dan
pengolahan hasil/pemanfaatan UPH;
• Peningkatan kemampuan kelembagaan petani, baik di bidang
pengelolaan dipertanaman, pengolahan hasil maupun pemasarannya;
• Pendampingan petani dan kelembagaannya;
• Lokasi kegiatan diutamakan pada desa nelayan, desa tertinggal dan
terpencil.
Pengelolaan Desa Mandiri Energi berbasis jarak pagar adalah sebagai berikut
:
• Kegiatan penanaman dan pemeliharaan kebun induk jarak pagar
dilaksanakan oleh petani dalam wadah kelompok.
5. • Panen buah jarak pagar juga oleh masing – masing petani yang
kemudian dikumpulkan di rumah UPH yang ada atau tempat
penyimpanan lainnya.
• Pengolahan buah jarak menjadi minyak jarak dilakukan oleh kelompok
tani dengan pembagian tugas yang jelas dan hasilnya berupa minyak
jarak kasar.
• Pembagian minyak jarak kasar kepada petani secara proposional sesuai
dengan jumlah buah jarak pagar yang disetorkan.
• Minyak kasar jarak tersebut dapat digunakan dengan kompor minyak
yang disediakan untuk memenuhi sebagian kebutuhan energi rumah
tangga.
Disamping cara pengelolaan tersebut di atas, mulai tahun 2008 telah
disediakan kompor inti jarak pagar jenis UB-16 yang dapat langsung
digunakan petani untuk memasak, setiap 1 kg biji jarak dapat menyalakan
kompor selama 5 jam. Departemen Pertanian telah menyusun rencana
pengembangan DME berbasis jarak pagar sampai dengan tahun 2010
sebanyak 100 lokasi di 27 provinsi. Dari target sejumlah 100 lokasi tersebut
telah direalisir 41 lokasi DME. Realisasi sampai tahun 2008 (selama 3 tahun)
sejumlah 41 lokasi DME berbasis jarak pagar yang tersebar di 24 provinsi dan
41 kabupaten yang meliputi penanaman jarak pagar seluas 5.247 ha,
penyediaan Unit Pengolahan Hasil (UPH) 32 unit, rumah UPH 24 unit dan
kompor sebanyak 370 unit.3
Penutup
Program Desa Mandiri Energi sebetulnya banyak menimbulkan pertanyaan
bagi penulis. Apakah program tersebut betul-betul dibuat agar desa dapat
mandiri di bidang energi dan menjadi sejahtera? atau program tersebut hanya
dibuat untuk menutupi kelemahan pemerintah yang tidak mampu
menyediakan listrik sampai ke daerah pelosok? Karena seharusnya
pemerintah (dalam hal ini Perusahaan Listrik Negara sebagai BUMN yang
bertugas menyediakan listrik) yang bertanggung jawab atas kecukupan listrik
3
Bambang Heliyanto, “Konsep Desa Mandiri Energi”. Prosiding Lokakarya Nasional-III
Inovasi Teknologi Jarak Pagar Untuk Mendukung Program Desa Mandiri Energi
6. sampai ke daerah terpencil sekalipun. Idealnya setiap tahun distribusi listrik
harus bertambah, daerah yang belum tercukupi pasokan listrik seharusnya
semakin berkurang. Namun, kondisi yang terjadi ialah sebaliknya.
Sebetulnya banyak cara yang dapat dilakukan pemerintah untuk
menanggulangi kekurangan pasokan listrik, banyak para ahli dibidang energi
yang mempunyai segudang solusi cerdas, namun seolah tak didengarkan.
Misalnya terbengkalainya pembangunan PLTN, padahal riset
ketenaganukliran yang dilakukan oleh BATAN sudah berlangsung lebih dari
40 tahun lamanya, namun belum satupun dibangun. Selain ramah
lingkungan, sifat nuklir sebagai sumber energi padat juga sangat
memungkinkan untuk memasok energi listrik yang cukup besar.
Pertanyaan selanjutnya, jika benar program DME mengemban misi tulus yang
semata-mata ditujukan untuk kesejahteraan rakyat, mengapa pada
pelaksanaanya banyak ditemui kekeliruan yang mengakibatkan kerugian
rakyat? misalnya, para petani “dipaksa” untuk menanam pohon jarak di lahan
produktif yang semula dipakai petani untuk memenuhi kebutuhan pangannya,
setelah itu anehnya ketika sudah menjadi biofuel dan sudah dijual dipasar,
mengapa harga BBM tidak dinaikan? Hal tersebut jelas mematikan pasar
biofuel.
Seyogyanya program Desa Mandiri Energi dikelola dengan keseriusan yang
bertujuan semata mata untuk kesejahteraan rakyat, sehingga dapat terwujud
Desa Mandiri Energi yang berkelanjutan. Untuk itu dibutuhkan peran serta
semua pihak dalam menciptakan strategi (program atau kegiatan) yang
mendukung terwujudnya kemandirian energi di desa tersebut, hal ini harus
melibatkan semua pihak terkait dan membentuk sistem terpadu. Jadi
kemandirian energi dapat tercapai di seluruh desa di Indonesia. Program atau
kegiatan pendukung tersebut misalnya seperti membuat strategi pemanfaatan
lahan, pengendalian harga biji pohon jarak (misalnya biofuel), mengurangi
subsidi BBM, menggalakan kampanye diversivikasi energi setempat baik
untuk listrik maupun untuk bahan bakar, penetapan wewenang pengelolaan
PLTMH pada lembaga yang berkompeten, dan lain lain.
7. sampai ke daerah terpencil sekalipun. Idealnya setiap tahun distribusi listrik
harus bertambah, daerah yang belum tercukupi pasokan listrik seharusnya
semakin berkurang. Namun, kondisi yang terjadi ialah sebaliknya.
Sebetulnya banyak cara yang dapat dilakukan pemerintah untuk
menanggulangi kekurangan pasokan listrik, banyak para ahli dibidang energi
yang mempunyai segudang solusi cerdas, namun seolah tak didengarkan.
Misalnya terbengkalainya pembangunan PLTN, padahal riset
ketenaganukliran yang dilakukan oleh BATAN sudah berlangsung lebih dari
40 tahun lamanya, namun belum satupun dibangun. Selain ramah
lingkungan, sifat nuklir sebagai sumber energi padat juga sangat
memungkinkan untuk memasok energi listrik yang cukup besar.
Pertanyaan selanjutnya, jika benar program DME mengemban misi tulus yang
semata-mata ditujukan untuk kesejahteraan rakyat, mengapa pada
pelaksanaanya banyak ditemui kekeliruan yang mengakibatkan kerugian
rakyat? misalnya, para petani “dipaksa” untuk menanam pohon jarak di lahan
produktif yang semula dipakai petani untuk memenuhi kebutuhan pangannya,
setelah itu anehnya ketika sudah menjadi biofuel dan sudah dijual dipasar,
mengapa harga BBM tidak dinaikan? Hal tersebut jelas mematikan pasar
biofuel.
Seyogyanya program Desa Mandiri Energi dikelola dengan keseriusan yang
bertujuan semata mata untuk kesejahteraan rakyat, sehingga dapat terwujud
Desa Mandiri Energi yang berkelanjutan. Untuk itu dibutuhkan peran serta
semua pihak dalam menciptakan strategi (program atau kegiatan) yang
mendukung terwujudnya kemandirian energi di desa tersebut, hal ini harus
melibatkan semua pihak terkait dan membentuk sistem terpadu. Jadi
kemandirian energi dapat tercapai di seluruh desa di Indonesia. Program atau
kegiatan pendukung tersebut misalnya seperti membuat strategi pemanfaatan
lahan, pengendalian harga biji pohon jarak (misalnya biofuel), mengurangi
subsidi BBM, menggalakan kampanye diversivikasi energi setempat baik
untuk listrik maupun untuk bahan bakar, penetapan wewenang pengelolaan
PLTMH pada lembaga yang berkompeten, dan lain lain.