SlideShare a Scribd company logo
1 of 31
Magister Studi Pembangunan-ITB 1 |
I. Pendahuluan
Kota Bandung sebagai Ibukota Provinsi Jawa Barat memiliki luas 16.729,65 Ha.
Dengan bentuk bentangan alam berupa cekungan dengan morfologi perbukitan di bagian
utara dan dataran di bagian selatan. Secara geografis, jarak Kota Bandung relatif dekat
dengan Jakarta sebagai Ibukota Negara Indonesia, menjadikan kota Bandung dapat
berkembang dengan pesat. Pesatnya pertumbuhan dan pembangunan kota Bandung ini
antara lain juga didorong oleh adanya jalan tol Cipularang yang mulai digunakan dan
berfungsi pada tahun 2005, yang mempercepat dan mempermudah akses transportasi
menuju kota Bandung, khsususnya dari kota Jakarta.
Ekses dari pertumbuhan pesat kota Bandung adalah kepadatan penduduk yang terus
meningkat setiap tahunnya dan cenderung menimbulkan berbagai masalah pembangunan
di kota Bandung, terkait permasalahan kondisi lingkungan maupun kondisi sosial,
khususnya dalam penataan tempat tinggal dan hunian penduduk. Berlandaskan kondisi
tersebut, salah satu upaya alternatif untuk mengatasi masalah kepadatan penduduk adalah
melalui pembangunan perumahan high-rise yang lebih popular disebut sebagai rumah
susun. Dalam hal ini, banyak kota-kota di dunia yang mengalami masalah sama dan telah
berhasil menjalankan alternatif upaya ini secara tepat. Bandung yang secara tidak langsung
menjelma menjadi kota semi-metropolitan juga harus memiliki ruang untuk mampu
menampung dan menyerap dari tingginya laju pertambahan penduduk. Rata-rata
pertumbuhan jumlah penduduk kota bandung setiap tahunnya adalah 1% ditambah dengan
pendatang dari luar kota Bandung.
Salah satu pusat kepadatan penduduk di Bandung adalah daerah Cihampelas atau
bantaran sungai Cikapundung, yang telah menjadi sentra kegiatan perdagangan barang
tekstil dari mulai tahun 80-an. Cihampelas sendiri dikenal sebagai sentra produksi jeans
yang menjadi tempat utama kunjungan turis dari luar kota Bandung.1
Saat ini kawasan
tersebut telah menjadi kawasan ekonomi yang strategis dan menjadi daya tarik aktivitas
ekonomi penduduk di kota Bandung. Maka tidak mengherankan apabila dalam beberapa
tahun terakhir, di kawasan ini telah banyak dibangun kegiatan bisnis berupa factory outlet,
hotel, apartemen dan lainnya.
Perkembangan pembangunan tersebut tentunya menghasilkan beberapa keuntungan
dan kerugian. Keuntungan bisa diperoleh dari meningkatnya Pendapatan Daerah yang bisa
ditarik, namun kerugiannya, apabila tidak ditata dengan baik lambat laun kawasan ini dapat
kehilangan daya tariknya akibat volume kepadatan penduduk maupun lalu lintas yang
1
Pada era 1990-an, kawasan ini pun semakin terkenal sebagai sentra jeans di Kota Bandung, dimana pada saat
hari-hari libur maupun akhir pekan kawasan ini selalu ramai dikunjungi oleh wisatawan dari berbagai daerah di
seluruh Indonesia, bahkan dari mancanegara.
Magister Studi Pembangunan-ITB 2 |
terlalu tinggi. kebutuhan hunian baru bagi penduduk asli maupun pendatang. Untuk itu
pemerintah kota perlu mengantisipasi perkembangan tersebut dengan salah satunya dengan
mengadakan pembangunan hunian baru untuk mengatasi permasalahan yang kebutuhan
hunian warga yang tidak hanya menyangkut aspek fisik membangun rumah, tetapi terkait
sektor yang amat luas, seperti lingkungan hidup, pertanahan, dan aspek sosial ekonomi
budaya masyarakat, agar aspek-aspek kehidupan masyarakat yang harmonis dapat
terwujud. Untuk menyelesaikan masalah tersebut, pemerintah telah berusaha untuk bekerja
sama dengan pihak swasta untuk bisa membangun hunian-hunian baru melalui program
1000 rusun yang salah satunya dibangun di kawasan Cihampelas2
.
Paper ini bertujuan untuk menganalisis dan melihat dampak sosial dan lingkungan
dari adanya pembangunan Rusunami THE JARRDIN Cihampelas, dengan fokus
pengamatan tersebut diharapkan dapat memberikan alternatif upaya penataan
kependudukan di kota bandung khususnya daerah cihampelas yang padat penduduk dan
selalu menjadi pusat kemacetan di daerah Bandung Utara.
2
Berdasarkan wawancara dengan kepala RT 03, Rusun Cihampelas merupakan salah satu perwujudan program
1000 rusun pemerintah.
Magister Studi Pembangunan-ITB 3 |
II. Tinjauan Pustaka
2.1 Sejarah Lokasi
Lahan pembangunan rusunami The Jarrdin Cihampelas ini pada awalnya
merupakan kolam renang yang dibangun pada tahun 1902 atas prakarsa Ny. Homann, istri
pemilik hotel Homann. Kolam renang ini didirikan untuk melayani tamu-tamu Eropanya
yang rindu dengan suasana kampung halaman mereka, setelah sebelumnya digunakan
sebagai kolam ikan hias milik sang nyonya Homann. Selama berpuluh tahun, kolam renang
ini telah menjadi penarik turis-turis Eropa untuk mengunjungi Bandung.
Dari segi arsitektur, kolam renang Cihampelas dibangun dengan model arsitektur
abad 19 yang contoh bangunannya tidak banyak di Bandung. Penggunaan bentuk atap khas
dan dinding batu kali yang masiv menunjukan adopsi asitektur lokal yang menarik. Kolam
ini terhitung cukup lengkap pada masanya, menyediakan 3 buah kolam dengan standar
internasional, pertama berukurang 25 X 50meter berkedalaman 1,2 hingga 2 meter,
kemudian kolam kedua berukuran 12 X 12 meter, berkedalaman 1,1 meter, sedangkan kolam
ketiga berukuran 8 X 3 meter berkedalam 80 CM khusus untuk anak-anak.
Gamba
r 1 & 2.
Kolam
Renang Cihampelas
Pada masa kejayaanya pendirian Bandoengse Zwem Bond atau Perserikatan Renang
Bandung tahun 1917 turut mewarnai sejarah pemandian ini. Perserikatan ini membawahi 7
perkumpulan, diantaranya club-club renang sekolah seperti OSVIA, MULO dan
KWEEKSCHOOL. Pada tahun 1936 Di kolam renang ini seorang Hindia Belanda bernama
Pet Stam berhasil mencatat rekor 0:59.9 untuk 100 meter gaya bebas dan, berhasil dikirim
untuk ambil bagian dalam Olimpiade Berlin atas nama negeri Belanda. Selain renang, pada
masa tersebut olahraga polo air diadakan setiap hari minggu di tempat ini. Setelah
kemerdekaan, kolam renang ini ikut mewarnai perkembangan olahraga Jawa Barat. Kolam
ini menjadi tempat berlatih klub renang Aquarius sejak 1952. Kolam ini pernah melahirkan
atlet-atlet renang Jabar yang berhasil unjuk kemampuan di tingkat nasional dan
internasional, seperti Susanti Wangsawiguna dan Wijaya Aulia.
Magister Studi Pembangunan-ITB 4 |
Oleh karena itu, apabila dilihat dari sisi dan nilai sejarah, Pemandian Cihampelas
telah memenuhi aspek-aspek bangunan bersejarah menurut Snyder dan Catanes (1979),
yaitu : aspe kelangkaan (tidak dimiliki daerah lain), aspek kesejarahan (lokasi peristiwa
bersejarah), Estetika, Superlativas (keunikan), Kejamakan (mewakili ragam arsitektur
tertentu) hingga pengaruh terhadap social (meningkatkan citra lingkungan sekitar).
2.2 Konsep Pembangunan ‘High Rise’ Rumah Susun
Rumah susun adalah bangunan bertingkat untuk hunian yang satuannya dapat
dimiliki secara terpisah. Sebagai bangunan hunian yang dapat dimiliki secara terpisah,
penghuni rumah susun mempunyai batasan-batasan dalam memanfaatkan ruang dan benda
yang terdapat dalam rumah susun. Dalam rumah susun dikenal adanya bagian bersama,
benda bersama, dan tanah bersama. Ketiga hal tersebut merupakan hak bersama dari rumah
susun yang tidak dapat dimiliki secara individu, karena merupakan satu kesatuan fungsional
dari bangunan rumah susun yang tidak dapat dipisahkan.
Istilah rumah susun dapat dijumpai dalam berbagai pengertian. Kondominium
menunjuk pada suatu bentuk pemilikan yang melibatkan lebih dari seorang pemilik
bangunan. Sebelum istilah kondominium ini banyak digunakan, pada waktu lampau sering
dikenal istilah seperti co-proprietors ownership, tergantung pada asal negaranya ( Maria S.
W. Sumardjono, 2007).3
Dari pengertian kondominium ini, di samping dikenal adanya milik
bersama, juga dikenal bagian-bagian bangunan yang merupakan satu kesatuan yang dapat
dihuni atau digunakan secara terpisah yang disebut apartemen.
Berdasarkan UU No.16 tahun 1985 tentang rumah susun, pasal 1 ayat 1, Disebutkan
bahwa Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu
lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam
arah horisontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat
dimiliki dan digunakan secara terpisah terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi
dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama. Jadi rumah susun merupakan
suatu pengertian yuridis arti bangunan gedung bertingkat yang senantiasa mengandung
sistem kepemilikan perseorangan dan hak bersama, yang penggunaannya bersifat hunian
atau bukan hunian. Secara mandiri ataupun terpadu sebagai satu kesatuan sistem
pembangunan.
Sejak tahun 20’an, Pembangunan rumah susun telah dianggap sebagai salah satu
alternatif pilihan ideal untuk penyediaan hunian yang efektif bagi suatu kawasan yang
3
Penggunaan istilah condominium dalam bahasa Latin diawali dengan pencantumannya pada peraturan
perundang-undangan di Italia pada tahun 1930an. Secara Harafiah condominium berarti pemilikan bersama.
Dominium berarti to have control (over a certain property) dengan cara con atau jointly with one or more
others persons.
Magister Studi Pembangunan-ITB 5 |
memiliki tingkat kepadatan penduduk tinggi serta permasalahan pada kurangnya
ketersediaan hunian, ketidaklayakan hunian dan keterbatasan lahan4
.
Untuk menentukan besaran rumah susun yang akan dibuat dapat diambil
berdasarkan standar kebutuhan ruang perorangan yaitu 9 m2
. Dasar pemikiran bahwa dalam
satu keluarga terdiri dari 4 orang anggota keluarga (orang tua ditambah dua anak), jadi
kebutuhan ruang untuk setiap satuan rumah susun adalah 36 m2. Tetapi ada hal penting
yang harus dipertimbangkan dalam menentukan luas satuan unit hunian rumah susun
adalah kemampuan penghuni dalam membayar sewa perbulan, biaya listrik dan supply air
bersih per bulan. Menurut US Departement of Housing and Urban Development tahun
(2001) menyebutkan bahwa sebuah keluarga dikatakan mampu membayar sewa rumah
sebesar 20%-30% dari total pendapatan atau maksimal 1/3 dari pendapatan. Sementara
kemampuan ekonomi warga pada kawasan studi adalah masyarakat berpenghasilan rendah,
rata-rata pendapatan mereka antara 800 ribu-1,8 juta rupiah perbulan.
Dalam aspek psikologi dan social, Young (1976) menyarankan bahwa pembangunan
rumah susun harus memperhatikan aspek perkembangan kreativitas dan fisik dari anak
kecil yang membutuhkan lahan dan fasilitas bermain. Selain itu, masalah kesehatan juga
perlu diberikan perhatian lebih lanjut. Walaupun belum ada hubungan jelas antara masalah
kejiwaan dengan urbanisasi ‘high density’, pembangunan high density cenderung
mengurangi kontak social dan interaksi komunikasi antar penghuninya. (Young, 1976; HDB,
2000).
2.3 Program Pembangunan Rumah Susun Nasional
Indonesia telah ikut menandatangani Deklarasi Cities Without Slums Initiative yang
mengamanatkan pentingnya upaya perwujudan daerah perkotaan yang bebas dari
permukiman kumuh. Deklarasi tersebut ditindaklanjuti dengan langkah kongkrit dalam
mewujudkan daerah perkotaan yang bebas dari permukiman kumuh yang mengedepankan
strategi pemberdayaan melalui pelibatan seluruh unsur stakeholders dengan menempatkan
masyarakat sebagai pelaku utama. Upaya penanganan permukiman kumuh ini adalah dalam
rangka mewujudkan lingkungan permukiman yang sehat, aman, harmonis dan
berkelanjutan serta terwujud masyarakat yang mandiri, produktif dan berjatidiri.
Pembangunan rumah susun merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah
kebutuhan perumahan dan pemukiman terutama di daerah perkotaan yang jumlah
penduduknya terus meningkat karena pembangunan rusun dapat mengurangi penggunaan
4
Konsep ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1922 oleh Le Corbusier, yang mengajukan konsep
penggunaan 15% lahan untuk pemukiman dan 85% lahan terbuka untuk rekreasi dan kegiatan lainnya.
Magister Studi Pembangunan-ITB 6 |
tanah, membuat ruang-ruang terbuka kota yang lebih lega dan dapat digunakan sebagai
suatu cara untuk peremajaan kota bagi daerah yang kumuh. Selain itu, Pembangunan rusun
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat, dengan
meningkatnya daya guna dan hasil guna tanah di daerah-daerah yang berpenduduk padat
dan hanya tersedia luas tanah yang terbatas. Dalam pembangunannya diperhatikan antara
lain kepastian hukum dalam penguasaan dan keamanan dalam pemanfaatannya, kelestarian
sumber daya alam yang bersangkutan serta penciptaan lingkungan pemukiman yang
nyaman, lengkap, serasi dan seimbang.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional (RTRWN), Kota Bandung ditetapkan dalam sistem perkotaan nasional
sebagai bagian Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Kawasan Perkotaan Bandung Raya. Dalam
dokumen ini juga, Kota Bandung juga ditetapkan sebagai bagian dari kawasan strategis
nasional berdasarkan pertimbangan pertahanan dan keamanan, pertumbuhan ekonomi,
sosial dan budaya, pendayagunaan sumberdaya alam dan teknologi tinggi serta fungsi daya
dukung lingkungan. Selain itu, Kota Bandung ditetapkan sebagai kawasan andalan cekungan
bandung yaitu kawasan yang memiliki nilai strategis nasional yaitu mempunyai kemampuan
untuk memacu pertumbuhan ekonomi kawasan dan wilayah di sekitarnya serta untuk
mendorong pemerataan perkembangan wilayah. Dalam system perkotaan RTRWP Jawa
Barat ini, Kota Bandung ditetapkan sebagai bagian dari PKN Kawasan Perkotaan Bandung
Raya bersama-sama dengan Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi dan Kabupaten
Sumedang.
Pada Bulan Oktober 2007, Presiden Susilo Bambang Yodhoyono telah
mencanangkan pembangunan 1000 tower rumah susun sederhana. Lokasi proyek tersebar
di :
1. Jabodetabek atau Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi
2. Medidang atau Medan, Binjai dan Deli Serdang.
3. Barelang atau Batam, Rempang dan Pulau Galang.
4. Gerbang Kertosono atau Gresik, Bangkalan, Kertosono, Surabaya dan Sidoardjo.
5. Mamimasata atau Makassar, Maros, Sunggu Minasa dan Takalar
Dengan rincian rencana pembangunannya adalah 50 persennya (500 tower)
dibangun di Jabotabek, 30 persen (300 tower) di Pulau Jawa selain Jabotabek, sedangkan
20 persen (200 tower) dibangun diluar Pulau Jawa. Selanjutnya pembangunan rumah susun
ini akan dibagi menjadi 2 (dua) macam rusun yaitu, yakni rusun hak milik yang
kepemilikannya akan diperjualbelikan dan rusun sederhana sewa. Rusun sederhana sewa
Magister Studi Pembangunan-ITB 7 |
dibangun untuk masyarakat yang tinggal di bantaran sungai dan mereka tidak harus
membelinya, hanya menyewa.
2.4 Pembangunan Rumah Susun di Negara Lain sebagai Perbandingan
Negara lain telah jauh lebih dulu menyadari peran pembangunan rumah susun
sebagai suatu solusi untuk mengatasi berbagai masalah penduduk serta untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Negara Singapura di bawah Perdana Menteri Lee Kuan Yew
merupakan negara di Asia yang secara sadar meninggalkan pendekatan welfare policy
dalam kebijakan perumahannya, dan mengubah cara kerja lembaga tabungan pekerja,
Central Provident Fund, yang diwarisinya dari pemerintah kolonial Inggris, dengan
menempatkan kebijakan strategis perumahan dalam tujuan pembangan ekonomi secara
keseluruhan, serta memadukan lembaga-lembaga keuangan negara untuk tujuan ini terkait
dengan kebijakan pengembangan rumah susun untuk warga dalam jumlah massal yang
dikendalikan melalui program pemerintah. Pengalaman Singapura ini diikuti dan
dikembangkan dengan sukses di Cina dalam skala yang lebih besar baik untuk kota-kota
baru maupun peremajaan dan pembangunan kembali kawasan-kawasan kota lama.
Program pembangunan perumahan publik (rumah susun) di Cina dimulai pada
tahun 1949, yang bertujuan untuk memberikan fasilitas tempat tinggal (hunian) dengan
biaya yang murah. Akan tetapi, tingginya tingkat pertumbuhan penduduk di cina juga
memunculkan permasalahan tersendiri, khususnya terkait ketersediaan dan daya tampung
perumahan untuk publik dan kalangan masyarakat miskin serta masalah lingkungan dimana
jumlah ruang-ruang hijau dan ruang publik di cina terus menurun setiap tahunnya karena
beralih fungsi lahan menjadi rumah penduduk, inilah yang menjadikan landasan dasar
pemerintah untuk memprioritaskan pembangunan rumah di cina dengan konsep tower
(rumah susun) dengan penentuan lokasi rumah susun di Cina yang mayoritas didirikan di
daerah pinggiran kota. Sampai dengan saat ini, pembangunan rumah susun di Cina
dibangun oleh pihak pemerintah. Harga rumah susun di China rata-rata mencapai 70.000
Yuan dengan ukuran rata-rata 50-90 meter persegi per unit. (dyck. 2000). Kebijakan
pemerintah yang menyediakan perumahan murah ini disebut sebagai 'Lian Zu Fang' (Rumah
Sewa Murah).
Kebijakan penataan pemukiman kumuh dengan konsep pembangunan rumah susun
di Cina efektif mengurangi kepadatan penduduk dan menambah ruang-ruang hijau dan
ruang umum bagi publik. Selain itu pembangunan ini juga sangat mempertimbangkan
aspek-aspek lingkungan hidup.
Magister Studi Pembangunan-ITB 8 |
“Thus, on one hand, our strategies were to develop plans that could preserve
culture, encourage social interactions, and build a sense of community. On the other
hand, we sought design solutions where the landscape can be more ecologically
responsive in relation to water conservation and retention and to carbon dioxide
absorption; and where the housing can be far more energy efficient. The energy
efficient design is to conserve energy by better insulation and reduced infiltration,
to maximize the use of solar energy for daylighting and winter heating, and to use
solar shading and natural ventilation for summer cooling. However, rather than
developing a design that might contain a large palette of available “sustainability
techniques,” we sought to develop an understanding of those concepts and
technologies that would be most effective; and therefore would make greatest sense
for each project.”5
Gambar 3 : Contoh Skema Proyek Rusun Huilongguan
Keberhasilan pemerintah Cina untuk memindahkan serta mengatur pemukiman
kumuh ini antara lain dipengaruhi oleh berbagai insentif yang diberikan pemerintah bagi
penghuni rumah susun antara lain yaitu :
• Mengantisipasi beban cicilan sewa rumah yang besar, pemerintah China
membuat kebijakan skema cicilan kredit yang bisa dibayar untuk dua
generasi. Artinya seorang yang mengkredit rumah susun diberikan
5
Qingyan CHEN 1, Leon GLICKSMAN2, Juintow LIN3, and Andrew SCOTT.” Sustainable Urban Housing in China”
Hlm. 2
Magister Studi Pembangunan-ITB 9 |
kesempatan untuk menempati hunian dua generasi termasuk membagi beban
dalam mencicil.
• Satu keluarga di China diperbolehkan memiliki 2 unit rusun. Kebijakan ini
bertujuan agar rusun yang tak ditempati bisa disewakan untuk menopang
ekonomi keluarga tersebut.
• Di lokasi Rumah susun tersebut banyak dibangun sarana transportasi umum
seperti terminal bus, kereta, sehingga akses masyarakat untuk mencapai
lokasi tempat kerja atau menuju kota menjadi lebih mudah, sehingga
masyarakat cenderung menyetujui ajakan pemerintah untuk memindahkan
tempat tinggal mereka ke rumah susun.
• Pemerintah mengatur dan mendata siapa yang akan mengisi rumah susun
tersebut, dengan daftar masyarakat yang berhak menerima atau menghuni
rumah susun tersebut.
2.5 Dampak Lingkungan - Ecological Footprint
Ecological foorprint atau Tapak ekologi, adalah konsep yang dikembangkan oleh Dr.
Mathis Wackernagel dan beberapa koleganya di Kanada dan Amerika, sebagai usaha untuk
mencermati “pengaruh” atau “impact” manusia terhadap “cadangan kekayaan dan
kemampuan dukung bumi”. Melalui penggunaan konsep “tapak ekologi” ini, bisa dilihat
seberapa besar kekayaan bumi atau suatu wilayah (terutama yang SDA yang terbarukan)
yang masih tersisa, dan seberapa besar pengaruh konsumsi manusia terhadap
ketersediaannya (Wackernagel, 2000).
Ecological footprint merupakan suatu ukuran untuk mengetahui besarnya sumber
daya biologis lahan dan air yang digunakan untuk mendukung aktifitas konsumsi dan
mengasimilasi produksi limbah dari populasi manusia di kawasan tertentu (Wackernagel et
al., 1997). Hal ini didasari oleh ide bahwa setiap aktifitas individu, komunitas, dan kawasan
memiliki dampak terhadap sumber daya alami bumi melalui penggunaan sumber dayanya,
limbah yang dihasilkan, dan jasa yang diberikan oleh lingkungan. Dengan kata lain,
ecological footprint mengukur tingkat aktifitas manusia di dalam lingkup kapasitas alam
sehingga dapat diketahui apakah aktifitas manusia saat ini masih dalam ambang batas atau
telah melebihi kapasitas yang dapat disediakan oleh alam (carrying capacity). Jika ecological
footprint masih dalam ambang batas kapasitas alam, maka dapat dikatakan aktifitas
manusia di atasnya masih berkelanjutan. Namun jika melebihi kapasitas yang dapat
diberikan oleh alam, maka dapat dikatakan bahwa aktifitas manusia di atasnya tidak
berkelanjutan (Wackernagel et al., 1997).
Magister Studi Pembangunan-ITB 10 |
Besarnya ecological footprint dari tiap individu dapat diukur dari tingkat konsumsi
dan produksi limbahnya. WWF (http://footprint.wwf.org.uk/) dan Global Footprint
Network (http://www.footprintnetwork.org) menyediakan alat untuk menghitung secara
sederhana footprint individu. Secara umum, komponen yang digunakan oleh kedua lembaga
tersebut untuk mengetahui besarnya ecological footprint adalah:
• Tingkat konsumsi daging, susu, telur, sayur, dan ikan per satuan waktu
• Pengeluaran konsumsi rumah tangga bulanan
• Jumlah individu yang tinggal di dalam rumah dan ukuran rumah
• Sumber daya listrik dan perilaku penggunaannya
• Tingkat perilaku penggunaan kendaraan pribadi dan kendaraan publik
Dari komponen-komponen di atas, kemudian ditentukan besarnya sumber daya alam
dan jasa lingkungan yang dibutuhkan untuk mendukung tingkat konsumsi dan
mengasimilasi limbah yang dihasilkan dari proses konsumsi tersebut. Kemudian,
keberlanjutan dari sumber daya alami dan jasa lingkungan yang digunakan dapat ditentukan
berdasarkan daya dukung alami (carrying capacity) yang tersedia.
Konsep ini, merupakan salah satu dari berbagai konsep yang telah dikembangkan
oleh para ilmuwan, untuk lebih mengerti dan mendalami makna dari “daya dukung bumi”
(“earth carrying capacity”), khususnya daya dukung SDA terbarukan. Apabila konsep “daya
dukung bumi” lebih dititik beratkan pada besar maksimum populasi yang mampu ditopang
secara berkelanjutan oleh suatu luasan area di bumi (termasuk di dalamnya segala sumber
daya yang ada), maka konsep “tapak ekologi”, sebaliknya, lebih menitik beratkan pada
“besarnya pengaruh suatu populasi terutama manusia pada ketersediaan sumber daya yang
ada di bumi”.
Gambar 4. Konsep Ecological Footprints
Magister Studi Pembangunan-ITB 11 |
Ide tapak ekologi, di awali dengan pemikiran bahwa bumi kita, yang hanya satu-
satunya, mempunyai luas permukaan (air dan darat), yang tertentu dan relatif tetap. Dari
seluruh luasan permukaan bumi, tidak seluruhnya merupakan area yang produktif secara
biologis (“biologically productive areas atau BPA”), yang artinya bisa mendukung sistim
kehidupan dengan menghasilkan secara biologi berbagai sumber daya (makanan,
obatobatan, rekreasi alam, bahan pakaian, bahan perabotan, ataupun turunan biologis
berupa minyak bumi dan gas) yang bisa dikonsumsi oleh manusia, dan atau menjadi tempat
pembuangan serta asimilasi sampah hasil konsumsi manusia.
Untuk melihat seberapa besar pengaruh manusia maupun sekelompok manusia
terhadap kapasitas kekayaan sumber daya alam terbarukan di bumi (“biocapacity”), maka
perlu dilakukan perhitungan tapak ekologi. Perhitungan ini, didasarkan pada dua fakta
sederhana yaitu yang pertama, manusia umumnya dapat menelusuri sebagian besar
konsumsi sumber daya alam (baik berupa produk ataupun jasa), serta sampah yang kita
produksi. Kedua adalah, sebagian besar dari sumber daya ini bisa diukur kesetaraannya
dalam bentuk area permukaan bumi yang produktif secara biologis atau “biologically
productive areas” atau disingkat BPA dalam satuan hektar (ha). Ecological footprint
merupakan alat untuk mengevaluasi tanah yang secara alami mampu menghasilkan dan
mengelola limbah, atau dikenal sebagai tanah produktif secara biologis. Perhitungan dasar
ecological footprints mencerminkan seberapa banyak alat, energi, dan ruang yang
dibutuhkan oleh penduduk dan kemampuan suatu wilayah atau daerah untuk memenuhi
kebutuhan itu.
2.6 Teori Kepadatan dan Kesesakan
Pembangunan Rumah Susun merupakan salah satu solusi bagi penataan kawasan
kumuh, dimana menurut Lampiran Perpres No. 7 tahun 2005 disebutkan bahwa di wilayah
perkotaan, telah meningkat luas permukiman kumuh dari 40.053 Ha pada tahun 1996
menjadi 47.500 Ha pada tahun 2000. Penataan kawasan kumuh dalam jangka panjang
dapat berdampak untuk mengatasi kemacetan lalu-lintas dan dapat menekan serta
menghemat biaya tranportasi yang pada akhirnya dapat menekan inefisiensi di dalam
pembangunan ekonomi Indonesia (high cost economy).
Perencanaan pembangunan rumah susun yang baik, sepatutnya dilakukan mengacu
pada jumlah dan kepadatan penduduk, kepadatan bangunan, rencana rinci tata ruang,
layanan prasarana, sarana, dan utilitas umum, layanan transportasi, alternatif
pengembangan konsep pemanfaatan rumah susun, konsep hunian berimbang; dan analisis
potensi kebutuhan rumah susun.
Magister Studi Pembangunan-ITB 12 |
Peneliti-peneliti seperti Carey (1972) dan Carson (1964) menemukan bahwa manusia
membedakan kepadatan di dalam rumahnya (inside-density) dan diluar rumahnya (outside-
density). Dengan mengkombinasikan dua jenis kepadatan ini maka diperoleh 4 jenis
kepadatan, yaitu:
• Kepadatan pedesaan dimana kepadatan di dalam rumah tinggi, tetapi kepadatan
di luar rendah
• Kepadatan pinggiran kota (suburb) dimana kepadatan di dalam maupun di luar
rumah rendah
• Kepadatan pemukiman kumuh di kota dimana kepadatan di luar maupun di
dalam rumah tinggi
• Kepadatan pemukiman mewah di kota besar dimana kepadatan di dalam rumah
rendah, tetapi kepadatan di luar rumah tinggi.
2.7 Teori Nilai Lahan dan Konsolidasi Tanah (Land Consolidation)
Teori ini menjelaskan bahwa nilai lahan dan penggunaan lahan mempunyai kaitan
yang sangat erat. Nilai lahan atau land value adalah suatu penilaian atas lahan didasarkan
pada kemampuan lahan secara ekonomis dalam hubungannya dengan produktivas dan
strategi ekonominya. Harga lahan adalah penilaian atas lahan yang diukur berdasarkan
harga nominal dalam satuan uang untuk satuan luas pada pasaran lahan (Hari Sabari Yunus,
2000).
Penilaian atas lahan di perkotaan dapat dilakukan secara tidak langsung yakni
produktivitas lahan yang ditimbulkan oleh keberadaan lokasi. Faktor –faktor yang
mempengaruhi nilai lahan diperkotaan adalah : lingkungan, drainase dan lokasi dimana
lahan tersebut berada serta aksesibilitas. Derajat aksesibilitaslah yang mewarnai tinggi
rendahnya nilai lahan. Semakin tinggi aksesibilitas suatu lokasi semakin tinggi pula nilai
lahannya dan biasanya hal ini dikaitkan dengan keberadaan konsumen akan barang dan
jasa. Derajat keterjangkauan ini berkaitan dengan :
1. Potential shoppers yang banyak;
2. Kemudahan untuk datang/pergi ke/dari lokasi tersebut.
Kompetisi untuk memperoleh lokasi dengan aksesibilitas tinggi sangat ketat dan
lokasi seperti ini menentukan nilai lahan yang tinggi dan harga lahan yang tinggi. Selain itu,
konsep konsolidasi lahan menjelaskan bahwa pertumbuhan dan perkembangan kota dalam
perjalanannya telah memunculkan berbagai persoalan pembangunan. Salah satunya adalah
persoalan pertanahan, ketidakseimbangan laju pertumbuhan penduduk dan kebutuhan
Magister Studi Pembangunan-ITB 13 |
tanah untuk memenuhi kebutuhan perumahan, pertanian dan kegiatan usaha serta
penyediaan infrastruktur lingkungannya. Kondisi ini mengakibatkan munculnya
permukiman-permukiman kumuh terutama di pinggiran dan pusat perkotaan yang sangat
minim dengan sarana dan prasarana lingkungan permukiman. Hal seperti ini dapat
dihindari apabila dari awal perencanaan dan penataan kota berpihak pada kepentingan
masa mendatang dengan tetap memperhatikan keberlanjutan dan kelestarian
lingkungannya.
Selama ini, pengaturan pembangunan dan pengelolaan Rumah Susun, Pemerintah
telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (UU
Rusun), dimana tujuan pembangunan rumah susun adalah untuk memenuhi kebutuhan
hunian sekaligus meningkatkan kualitas kehidupan seluruh lapisan masyarakat, khususnya
masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Selanjutnya lahir Undang-Undang Nomor
14 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman, yang pada dasarnya hanya suatu aturan
yang bersifat umum, yang seharusnya sudah ada sebelum UU Rusun, demikian juga
beberapa produk hukum dan perundang-undangan dibidang perumahan dan permukiman
telah banyak dikeluarkan.
Magister Studi Pembangunan-ITB 14 |
III. Analisis dan Pembahasan
Penyediaan rumah susun, dalam hal ini The Jarrdin Cihampelas merupakan salah
satu upaya pemerintah kota bandung yang bekerja sama dengan pihak swasta untuk
merubah kawasan kumuh menjadi kawasan perumahan rumah susun. Namun berdasarkan
pada pengamatan di lapangan, pengembang lebih tertarik untuk berinvestasi dalam
pembangunan rumah untuk warga berpenghasilan tinggi yang lebih menjamin keuntungan.
Selain itu, proses pembangunan perumahan ini juga masih mengandung sejumlah
kelemahan yang bermuara pada tiga masalah besar, yaitu (1) Lingkungan hidup dan tata-
ruang, (2) Dikotomi dan konflik, serta (3) Ketidakadilan.
3.1 Lingkungan Hidup dan Tata Ruang
Seiring dengan pemberlakuan kedua UU No.16 tahun 1985 tentang rumah susun
maka perlu dikaji efektifitasnya dalam mengatur penetapan rumah susun. Hal ini
dikarenakan UU Rusun telah berlaku dalam jangka waktu yang relatif lama, dengan
dilatarbelakangi suasana perpolitikan dan kenegaraan yang jauh berbeda, serta keadaan
sosial budaya masyarakat yang makin berkembang jauh berbeda, dimana baik secara jumlah
maupun pola pikir masyarakat dewasa ini jauh lebih kompleks dan kritis. UU Rusun
dirasakan tidak mampu mengatur dan mengantisipasi adanya dinamika perubahan
kehidupan perkotaan, perumahan, permukiman dan rumah susun yang terus berkembang.
Perubahan sosial-ekonomi-budaya-politik yang diwarnai dengan peraturan perundang-
undangan baru beserta turunannya menuntut penyesuaian berbagai sektor kehidupan,
termasuk perumahan dan rumah susun.
Khusus untuk di kota Bandung, pemerintah berusaha merubah kawasan kumuh
menjadi kawasan perumahan rumah susun dengan bekerja sama dengan pihak swasta
(pengembang). Namun seringkali pada kenyataan di lapangan, pengembang lebih tertarik
untuk berinvestasi dalam pembangunan rumah untuk warga berpenghasilan tinggi yang
lebih menjamin keuntungan. Selain itu, Proses pembangunan perumahan, juga masih
mengandung sejumlah kelemahan yang melekat pada sektor pemerintah dan masyarakat
serta sektor swasta , dan telah menyebabkan tiga masalah besar, yaitu tanah dan tata-ruang,
dikotomi dan konflik, serta ketidakadilan.
Kawasan Cihampelas khususnya bantaran Cikapundung dalam beberapa periode
terakhir telah menjelma menjadi sentra kegiatan ekonomi dan kepadatan penduduk yang
lambat laun meningkatkan jumlah pemukiman kumuh di daerah ini. Kondisi tersebut antara
lain disebabkan oleh pergeseran penduduk masyarakat berpenghasilan rendah dari daerah
sekitar bandung lainnya maupun dari luar kota bandung untuk mencoba mencari manfaat
ekonomi di daerah ini. Perumahan kumuh dicirikan dengan kondisi sanitasi dan tata ruang
Magister Studi Pembangunan-ITB 15 |
yang buruk, yang dapat menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan penghuninya,
kerawanan kebakaran, potensi meningkatnya peluang kriminalitas, terganggunya norma
tata susila dan masalah lingkungan lainnya seperti banjir serta kurangnya air bersih.
Pembangunan Rumah susun ini tampaknya menjadi upaya pemerintah untuk
meminimalisir dan menata kepadatan penduduk di daerah cihampelas agar menjadi layak
huni. Namun dalam pelaksanaannya, tidaklah demikian, dimana pembangunan rusunami
THE JARRDIN Cihampelas cenderung tidak bertujuan untuk mencapai tujuan penataan
kota dan pemukiman kumuh daerah cihampelas menjadin lebih baik. Fakta ini dapat dilihat
dari relatif tingginya harga untuk menjadi penghuni rusunami the jarddin cihampelas,
dimana harga yang ditawarkan untuk menjadi penghuni rusunami (sertifikat hak
milik/strata title) tersebut mulai dari Rp.88 juta dengan luas hunian yang bervariasi dari
mulai 18,5m2
sampai dengan 66m2
.
Gambar 5. Pembangunan Rusunami The Jarrdin Cihampelas
Magister Studi Pembangunan-ITB 16 |
Kondisi ini menunjukan bahwa target pasar pembangunan rusunami ini adalah
masyarakat kalangan pendapatan menengah dan menengah keatas dengan menggunakan
istilah rusunami sebagai pengganti kata apartemen. Dengan melihat kondisi tersebut dapat
diketahui bahwa tujuan pembangunan rusunami ini bukanlah untuk menata hunian padat
penduduk dan pemukiman kumuh didaerah sekitar cihampelas, melainkan bertujuan untuk
memberikan alternatif investasi dan tempat tinggal bagi masyarakat kalangan menengah
dan menengah keatas. Dengan kata lain pembangunan ini adalah upaya alternatif untuk
menambah kapasitas ruang hunian baru di daerah yang padat penduduk yang tentunya akan
menambah kepadatan penduduk serta memaksakan peningkatan daya tampung daerah
cihampelas.
Gambar 6 & 7 . Kota Bandung dilihat dari cihampelas
Konsep penataan ruang yang dilakukan oleh pemerintah kota bandung belumlah
menitikberatkan pada kepentingan dan tujuan untuk meminimalisasi kepadatan penduduk
dan pemukihan kumuh di daerah cihampelas. Hal ini terihat dari relatif mudahnya perijinan
untuk alih fungsi lahan untuk dibangun rusunami di daerah cihampelas. Kondisi ini
menunjukan cenderung diabaikannya dampak sosial, tata ruang dan lingkungan yang akan
timbul, serta tidak memperhitungkan kemampuan daya tampung daerah cihampelas yang
saat ini telah penuh sesak.
Fakta yang ada dilapangan menunjukan bahwa beberapa dampak sosial dan
lingkungan dari adanya pembangunan rumah susun ini antara lain yaitu, bertambahnya
masalah lingkungan hidup dan kepadatan penduduk di Cihampelas, yang menyebabkan
bertambahnya permasalahan sosial di kawasan cihampelas, khususnya di daerah
pembangunan rusunami The Jarrdin. Seperti diketahui, lokasi apartemen sangatlah dekat
dengai sungai Cikapundung yang sehari-hari digunakan warga untuk berbagai keperluan
akan kebutuhan air. Apabila tidak ada pengolahan limbah yang memadai, kondisi ini
memiliki kecenderungan yang tinggi bahwa output limbah apartemen akan merusak kualitas
air Cikapundung. Selain itu, bila dilihat dari aspek tata ruang, lokasi pembangunan
rusunami ini cendeurng kurang memperhatikan aspek kepadatan lalu-lintas Cihampelas,
Magister Studi Pembangunan-ITB 17 |
padahal salah satu tujuan didirikannya rumah susun adalah untuk mempermudah mobilitas
warga menuju lokasi pekerjaanya.
3.2 Analisis Ecological Footprint Kawasan Cihampelas
Berdasarkan komponen pengukuran ecological footprint sesuai dengan kajian teori
di atas, maka dapat diketahui ilustrasi dari proses konsumsi dan produksi biologis kawasan
Cihampelas bertambah bebannya dengan dibangunnya rusunami di kawasan tersebut,
dilihat berdasarkan daur energi dan ekologi lingkungan. Untuk mendukung konsumsi
makanan masyarakat Cihampelas, sejumlah sumber daya alam dan jasa lingkungan
digunakan dan bersumber dari kawasan sekitar Bandung. Daging, sayur, dan telur dapat
berasal dari perkebunan dan peternakan di Bandung dan sekitarnya. Namun untuk
konsumsi ikan terutama ikan laut harus mendatangkan ikan dari pusat-pusat Tempat
Pelelangan Ikan, dan menggunakan transportasi yang menggunakan bahan bakar fosil dan
menghasilkan limbah gas CO2.
Kendaraan masyarakat Cihampelas akan menghasilkan limbah gas CO2 dimana
sejumlah tanaman pohon diperlukan untuk mendaur CO2 dalam proses fotosintesis.
Peternakan dan perkebunan menggunakan tanah dan air untuk mendukung produksinya,
dan juga bahan-bahan lain yang bersumber dari alam seperti amonium sulfat dan oksigen,
cacing untuk dekompos limbah tanah, dan bahan lainnya. Air yang digunakan untuk proses
konsumsi rumah tangga dan produksi bahan-bahan konsumsi tersebut dapat berasal dari air
tanah yang tersedia di kawasan perbukitan sekitar Bandung. Air tanah ini dapat berkurang
jika tingkat eksploitasi air tanah melebihi tingkat regenerasinya.
Dari ilustrasi proses konsumsi dan produksi di atas, dapat diduga bahwa tingkat
penggunaan sumber daya alam dan jasa lingkungan memberikan kontribusi yang tinggi
terhadap besarnya ecological footprint masyarakat Cihampelas. Dengan kondisi masyarakat
Cihampelas sekarang, beban lingkungan Cihampelas untuk mendukung proses konsumsi
dan produksi masyarakat sudah cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari padatnya arus
kendaraan di jalan Cihampelas dan tingginya kepadatan populasi penduduk Cihampelas.
Dengan adanya pembangunan rusunami di Cihampelas tanpa memindahkan
pemukiman horizontal menjadi vertikal, akan semakin meningkatkan kepadatan populasi
penduduk Cihampelas. Hal ini dalam daur energi dan ekologi lingkungan akan semakin
meningkatkan ecological footprint kawasan Cihampelas, sehingga mungkin di masa depan
akan melebihi kapasitas daya dukung lingkungan Bandung. Departemen Kementrian PU
dalam publikasinya Ecological Footprint of Indonesia (2010) menyatakan bahwa ecological
footprint jawa barat secara umum telah melebihi kapasitas dan daya dukung lingkungannya.
Hal ini dapat berarti bahwa jika beban lingkungan di Cihampelas semakin meningkat maka
Magister Studi Pembangunan-ITB 18 |
akan terjadi kerusakan lingkungan yang cukup besar dan akan merugikan tidak hanya
masyarakat Cihampelas, namun juga masyarakat Bandung dan Jawa Barat.
3.3 Perbandingan Konsep Pembangunan Rumah Susun
Melihat keberhasilan penataan pemukiman kumuh dengan pembangunan rumah
susun di cina, dapat diketahui bahwa konsep pembangunan rumah susun di Indonesia
khususnya di lokasi pengamatan studi memiliki beberapa perbedaan yang cukup signifikan
khususnya dalam upaya meminimalisasi pemukiman kumuh dan keadatan penduduk. Pada
pembangunan rusunami The Jarrdin Cihampelas, terlihat jelas perbedaan tujuan
pembangunan rusun dengan pembangunan-pembangunan rusun di negara cina, seperti
lokasi pembangunan rusunami, harga sewa, infrastruktur dan aspek lingkungan.
Di Cina, pembangunan rumah susun dikelola dan dibangun oleh pihak pemerintah,
pola pembangunan ini menunjukan bahwa pembangunan rumah susun dibangun layaknya
membangun barang yang bersifat publik namun penghuni rumah susun tersebut tetap
diminta membayar uang sewa (bersifat semi-public). Tujuan pembangunan ini cenderung
efektif dan berjalan sebagaimana mestinya, dimana pemerintah mampu untuk mengatur
dan memindahkan masyarakat yang tinggal di pemukiman kumuh dengan berbagai insentif
yang diberikan, sehingga masyarakat pun secara tertib dan terkoordinasi diatur untuk
mengisi rumah susun yang telah dibangun oleh pemerintah tersebut. Dampak lingkungan
dari adanya pemindahan penduduk dari lingkungan tersebut antara lain menambah ruang-
ruang hijau dan ruang umum bagi publik. Oleh karena itu di negara cina seluruh
pembangunan perumahan di kota-kota di China saat ini sudah mengedepankan
pembangunan rumah susun dengan menerapkan konsep welfare policy dalam kebijakan
perumahannya, dengan menempatkan kebijakan strategis perumahan dalam tujuan
pembangan ekonomi secara keseluruhan, serta memadukan lembaga-lembaga keuangan
negara untuk tujuan ini terkait dengan kebijakan pengembangan rumah susun untuk warga
dalam jumlah besar yang dikendalikan melalui program pemerintah.
Sementara itu, di Indonesia khsususnya di lokasi pengamatan, menunjukan bahwa
konsep pembangunan rumah susun cenderung belum mampu untuk mengatasi
permasalahan kepadatan penduduk dan mengurangi jumlah pemukiman kumuh. Perbedaan
konsep ini antara lain dapat dilihat dari proses pembangunan rumah susun di Indonesia
tidaklah dibangun dan dikelola secara langsung oleh pemerintah, melainkan pemerintah
hanya berperan sebagai otoritas yang memberikan kemudahan-kemudahan bagi pihak
pengembang swasta (subsidi). Kondisi ini cenderung mempengaruhi pola dan tercapainya
tujuan pembangunan rumah susun.
Magister Studi Pembangunan-ITB 19 |
Pembangunan rusunami THE JARRDIN Cihampelas cenderung tidak bertujuan
untuk menyerap dan memindahkan penduduk lingkungan kumuh di cihampelas dan
memindahkan ke dalam rumah susun tersebut, tetapi rumah susun yang dibangun ini
adalah untuk menyediakan atau menambah kapasitas dan saya serap ruang penduduk
cihampelas walaupun dilakukan dengan cara menghabiskan ruang-ruang hijau dan ruang
publik serta ditambah lagi dengan lokasi pembangunan di sekitar daerah kumuh. Kondisi ini
tidaklah mampu mewujudkan tujuan penataan kota dan pemukiman kumuh daerah
cihampelas menjadi lebih baik.
3.4 Dikotomi dan Konflik
Dari pengamatan di lapangan, dapat ditemukan beberapa konflik menyangkut
pembangunan Apartemen Cihampelas dengan beberapa kelompok penduduk yang berakibat
pada kendala pada pembangunan apartemen tersebut. Konflik tersebut pada dasarnya
terjadi atas pertimbangan sebagai berikut :
3.4.1 Konservasi Cagar Budaya
Lokasi pembangunan rusunami ini, pada awalnya adalah kolam renang
pemandian cihampelas yang merupakan lokasi cagar budaya di daerah cihampelas.
Bila dilihat dari sisi dan nilai sejarah, pemandian Cihampelas telah memenuhi aspek-
aspek bangunan bersejarah atara lain yaitu aspek kelangkaan (tidak dimiliki daerah
lain), aspek kesejarahan (lokasi peristiwa bersejarah), Estetika, Superlativas
(keunikan), Kejamakan (mewakili ragam arsitektur tertentu) hingga pengaruh
terhadap social (meningkatkan citra lingkungan sekitar). Kondisi ini membuat
beberapa kelompok masyarakat menyayangkan pembangunan apartemen yang
bertajuk rusunami yang mengambil lokasi di cagar budaya kolam renang Cihampelas
yang merupakan kolam renang/pemandian pertama di Hindia Belanda. Kondisi ini
berpotensi menimbulkan konflik sosial dan cenderung mengurangi satu-satunya
wilayah dan ruang hijau di daerah cihampelas.
Gambar 8. Bentuk Penolakan Warga terhadap Pembangunan Apartemen
Magister Studi Pembangunan-ITB 20 |
3.4.2 Kegagalan Komunikasi
Berdasarkan pengamatan di lapangan dan wawancara dengan warga sekitar,
pembangunan apartemen sama sekali tidak melibatkan masyarakat pada awalnya.
Padalah aspek komunikasi dan sosialisasi merupakan sangat penting untuk
mewujudkan konsep Rusun yang sesungguhnya. Dalam hal ini, pemerintah dan
pengembang perlu meyakinkan penduduk setempat yang sebagian besar
berpenghasilan rendah bahwa rusun bisa menjadi hunian yang layak untuk mereka
tempati.
Selama ini, kenyataan menunjukan bahwa masyarakat berpenghasilan rendah
belum memandang rumah susun sebagai hunian yang layak berdasarkan
pertimbangan bahwa : 1. Permasalahan-permasalahan sosial yang mungkin timbul di
rumah susun. 2. Kesulitan dalam membiayai perawatan dan pengeluaran lainnya
(Air, Listrik, dana Kebersihan) yang akan dikenakan terhadap penghuni. 3. Penghuni
tidak dapat menjalankan bisnis informal seperti warung atau PKL. 4. Pola pikir yang
kurang bisa jadi menyebabkan penghuni berpenghasilan rendah menjual unitnya,
untuk kemudian membangun hunian kumuh di sisi kota yang lain.
Konflik lain berkaitan dengan hal-hal teknis seperti kebisingan selama
proyek, kekhawatiran warga atas tertutupnya akses jalan, dan ganti rugi atas
kepentingan warga yang hilang selama pembangunan apartemen dilaksanakan.
Untuk menyelesaikan konflik tersebut, pengembang masih menggunakan ‘cara
instan’ antara lain dengan memberikan uang ‘kerohiman’ kepada warga dengan
besaran Rp. 19 juta untuk 100 KK di sekitar lokasi pembangunan yang diberikan
setiap bulannya.
Selain itu, pengembang juga merekrut beberapa warga sekitar untuk menjadi
jasa keamanan selama proyek berlangsung. Perlu juga diperhatikan, bahwa dari
observasi lapangan, tampak tidak ada upaya dari pengembang untuk mengajak
penduduk agar nantinya mau menempati apartemen setelah pembangunannya
rampung. Hal ini membuktikan bahwa pengembang tidak memproyeksikan
penduduk sekitar sebagai calon penghuni apartemen tersebut, dan sebaliknya malah
mempromosikan apartemen tersebut kepada warga pendatang.6
6
Pengembang tampak mempersepsikan istilah apartemen dan rumah susun sebagai suatu hal yang berbeda,
padahal secara konsep hal tersebut adalah identik. Seperti pengakuan warga sebagai berikut : “…Sampai saat
ini tidak ada masalah. Karena memang fungsinya sebagai rusunami…beda dengan apartemen. Keberatan kita
tadinya kalau pembangunan ternyata apartemen, pasti akan menutup akses warga, nanti kalau ada yang
meninggal atau sakit, sulit….” (Iyat, Kepala RW 05)
Magister Studi Pembangunan-ITB 21 |
Gambar 9 : Bentuk Protes Warga Terhadap Pemerintah
3.4.3 Permasalahan lingkungan
Pembangunan Apartemen Cihampelas tidak lepas dari beberapa
permasalahan lingkungan, antara lain lokasi pembangunan yang mengambil lahan
hijau dan sumber air serta letaknya yang bersebelahan dengan sungai Cikapundung.
3.4 Ketidakadilan
Salah satu masalah di dalam pembangunan apartemen The Jarrdin cihampelas
adalah adanya unsur ketidakadilan dan marjinalisasi yang dirasakan sebagian besar
kelompok masyarakat yang rentan dan kurang berdaya. Seharusnya pengadaan rumah
susun harus dapat menjawab tumbuhnya permintaan atau tuntutan yang semakin beraneka
ragam, yang tidak hanya terbatas pada menjawab menurut kebutuhan kategori kelompok
pendapatan. Perumahan baru bagi masyarakat berpendapatan rendah semestinya tidak
difokuskan pada tipe kecil, melainkan pada upaya agar kebutuhan ruang kelompok ini dapat
terpenuhi. Artinya, pembangunan rumah susun harus memacu efisiensi agar diperoleh
keadaan perumahan yang lebih sesuai dengan kebutuhan ruang dengan harga yang
terjangkau, sehingga murah tidak selalu diartikan kecil dan sederhana. Akan tetapi,
pembangunan Rusunami The Jarrdin Cihampelas cenderung lebih memihak pada
kepentingan untuk mencari keuntungan dan memberikan alternatif hunian bagi kalangan
masyarakat menengah keatas. Pembangunan rusunami ini dirasakan kurang tepat, dimana
pola yang diterapkan dalam pembangunan rusunami adalah layaknya pembangunan
apartemen. Hal ini dilihat dari relatifnya tingginya tingkat harga jual rumah hunian, yang
menunjukan bahwa tujuan utama pembangunan rusunami ini bukanlah untuk menyediakan
dan memindahkan pemukiman kumuh (pola horizontal) di daerah cihampelas ke dalam
rusunami tersbeut (pola vertikal) , melainkan menambah tingkat kepadatan penduduk yang
ironisnya dibangun di tengah-tengah pemukiman kumuh dan padat penduduk.
Magister Studi Pembangunan-ITB 22 |
Kecenderungan munculnya ketidakadilan ini terjadi akibat praktek diskriminasi
politik, ekonomi dan spasial terhadap kelompok masyarakat yang kurang berdaya oleh
kekuatan-kekuatan hegemonik dalam hal ini adalah penduduk sekitar lokasi pembangunan.
Dalam pembangunan rusunami ini, pemerintah dan pihak pengembang kurang
memberdayakan kelompok masyarakat tersebut dengan mengembangkan proses-proses dan
mekanisme yang bersifat adil dan setara untuk mendapatkan berbagai peluang dan akses di
dalam pembangunan rumah susun dan diberikannya hak-hak yang setara untuk
mendapatkannya. Upaya kesetaraan dan keadilan ini sangat penting untuk dilakukan dalam
upaya mencapai kesetaraan hak dalam akses dan peluang di dalam pembangunan yaitu
antara lain:
1. hak dan akses atas tanah dan rumah susun;
2. hak atas pelayanan rumah susun;
3. hak dan akses atas informasi dan transparansi pelayanan rumah susun;
4. hak perlindungan hukum atas masalah rumah susun;
5. hak meminta pertanggungjawaban terhadap pemerintah atas masalah rumah
susun;
6. hak pekerja industri atas perumahan dan pelayanan rumah susun;
7. hak partisipasi masyarakat atas proses produksi dan pemeliharaan rumah susun.
Pembangunan rumah susun di cihampelas ini cendeurung terfokus pada penguasaan
dengan cara pemilikan rumah, sementara jika dilihat pada mobilitas (sosial maupun fisik)
penduduk perkotaan yang ada sekarang, terdapat kecenderungan kuat akan kebutuhan
rumah dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi.
Kepranataan yang ada juga tidak secara signifikan mengakomodasi kebutuhan
perkembangan lingkungan rumah susun yang ada (the existing stock) sebagai potensi
penting bagi pemenuhan kebutuhan perumahan dan sarana bagi proses transformasi sosial
maupun rumah-rumah individual. Program pembangunan rumah susun secara umum
hingga saat ini belum mampu memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi masyarakat
khususnya masyarakat berpenghasilan rendah dan tidak tetap. Kelayakan tampaknya perlu
dipahami dengan cara pandang lain, yaitu bukan secara teknis rasional melainkan dengan
memahami kehidupan atau sifat sosio-ekonomi masyarakat yang bersangkutan.
Pada dasarnya masyarakat berpenghasilan rendah akan memilih tempat tinggal
dengan lokasi yang relatif dekat dengan tempat usahanya. Untuk itu dalam
perkembangannya di kota Bandung, khususnya daaerah cihampelas pertumbuhan kawasan-
kawasan kumuh cenderung cepat tumbuh dan berkembang karena cihampelas merupakan
Magister Studi Pembangunan-ITB 23 |
pusat kegiatan ekonomi. Keterlambatan pemerintah kota bandung dalam menyikapi
permasalahan ini seringkali ditambah dengan kurang tepatnya perencanaan dan penataan
kota yang terlihat dari penentuan lokasi pembangunan rumah susun yang lokasinya tidak
strategis, atau bahkan merubah kawasan kumuh dengan perumahan susun namun seringkali
tidak tepat sasaran, dimana rumah susun tersebut relatif dihuni oleh masyarakat kalangan
pendapatan menengah dan menengah keatas, sehingga tujuan utama rusun sebagai
alternatif hunian dan alteratif upaya untuk menata lingkungan kumuh sulit untuk dicapai.
IV. Kesimpulan
Berlandaskan hasil pengamatan dan analisis diatas, dapat diketahui bahwa
pembangunan rusunami The Jarrdin di Cihampelas tidaklah mampu untuk meminimalisir
tingkat kepadatan penduduk dan pemukiman kumuh di daerah Cihampelas. Pembangunan
rusunami tersebut cenderung akan menambah beban lingkungan di cihampelas dan
berpotensi mengganggu keselarasan dan keharmonisan kehidupan sosial. Dari hasil
penelitian ini menunjukan bahwa untuk meminimalisir dan menata pemukiman kumuh di
berbagai daerah di Indonesia khususnya di kota Bandung, penerapan konsep tower
(program pembangunan rusun) layaknya di negara-negara lain denagn tujuan untuk
memindahkan hunian dan tempat masyarakat yang sebelumnya berpola horizontal menjadi
vertikal tidak mampu diterapkan dan diwujudkan. Ketidakmampuan rusun mengatasi
permasalahan kepadatan penduduk dan pemukiman kumuh tidak dapat dipisahkan dari
tujuan dan perencanaan pembangunan kota dan pengelolaannya. Pemerintah harus
memiliki kesadaran dan komitmen untuk menyediakan rumah layak huni bagi seluruh
rakyat seiring sejalan dengan komitmen mengelola urbanisasi yang berkelanjutan. Urusan
perumahan (kota) dan pengelolaan kota adalah dua hal yang sangat kompleks, sehingga
perlu dikelola dengan sangat seksama dan objektif, terlepas dari campurtangan kepentingan
birokrasi rente maupun politik praktis.
Akan tetapi, di sinilah letak permasalahan yang dihadapi Indonesia, yang juga
dihadapi oleh kota Bandung, yaitu arah kebijakan, pola pengelolaan kota dan mekanisme
sistem penyediaan perumahan untuk rakyat yang masih sangat lemah. Sehingga seringkali
tidaklah jelas siapa yang dimaksud dengan rakyat dalam proses dan penerapan serta
perumusan suatu kebijakan. Dalam kondisi backlog perumahan dan permukiman kumuh
perkotaan yang semakin meluas dan bertumbuh dengan cepat, kota-kota di Indonesia
Magister Studi Pembangunan-ITB 24 |
khususnya kota Bandung yang menjadi objek penelitian kami, sebenarnya masihlah sangat
jauh dari konsep pembangunan berkelanjutan serta masih relatif sangat rendahnya aspek
kenyamanan dan tingkat pelayanan publik. Di dalam prakteknya, justru banyak proyek
pembangunan menara rusunami yang dibangun tidak terencana sejalan dan selaras dengan
rencana kota yang baik. Banyak rumah susun dibangun di lahan kecil-kecil dan terpencar-
pencar. Tidak sedikit rumah susun dibangun hanya setengah twin-blok atau satu menara
saja di lahan 3000 sd 5000 m2
. Hal ini terpaksa dilakukan karena pengadaan tanah dan
konstruksi yang tidak terpadu di dalam suatu sistem penyediaan perumahan publik.
Akibatnya pembangunan menara-menara rusunami cenderung merusak daya dukung
prasarana dan fasilitas kota, merusak dan memperburuk kondisi lingkungan dan kesehatan
serta menimbulkan berbagai konflik sosial.
Pembangunan rusunami the Jarrdin cihampelas dengan jelas terlihat memiliki pola
yang hanya mengandalkan mekanisme perumahan komersial dengan menyerahkan urusan
dari hulu hingga hilir sepenuhnya kepada para pengembang swasta, yang pada akhirnya
menghasilkan tata wilayah dan perkotaan yang terpencar (scattered) dan menjalar-jalar
(sprawl) serta merusak lingkungan. Pembangunan kawasan permukiman skala besar dan
kota-kota baru untuk golongan menengah seperti ini cenderung atas menghasilkan tata
wilayah perkotaan dan lingkungan yang semakin tidak berkelanjutan, yang ditandai
kemacetan, kekumuhan, dan banjir.
Belum adanya sikap dan arah kebijakan yang tegas dari pemerintah, khususnya
pemerintah kota Bandung untuk mendukung revitalisasi Perumnas sebagai NHUDC
(National Housing and Urban Development Corporation) sebagaimana sudah diusulkan oleh
Perumnas sendiri, menyebabkan masalah perumahan dan perkotaan semakin kehilangan
arah. Belum adanya solusi yang menjanjikan untuk menangani masalah perumahan sangat
murah bagi keluarga-keluarga miskin di kolong jembatan (permukiman kumuh ilegal)
sebagaimana diinstruksikan Presiden beberapa waktu lalu dengan konsep 1000 towernya,
ditandai dengan belum adanya kebijakan yang mendukung pembentukan lembaga khusus
untuk menangani community based housing delivery system, dalam rangka pengentasan
permukiman kumuh dan ilegal. Padahal sudah ada contoh di negara-negara lain seperti
CODI di Thailand, URA di Singapura dan HCA di Inggris.
Semua kenyataan ini menunjukkan langkah-langkah pemerintah yang belum
didukung oleh arah kebijakan yang efektif, sistem kelembagaan, maupun kerangka regulasi
yang komprehensif dan terpadu dalam rangka memenuhi kebutuhan perumahan untuk
seluruh rakyat dan mencapai kota-kota yang bebas permukiman kumuh dan layak huni.
Untuk itu, dari hasil pengamatan dan analisis kami, kiranya perlu segera dilakukan
pengkajian ulang terhadap kebijakan pembangunan perumahan dan perkotaan secara
Magister Studi Pembangunan-ITB 25 |
menyeluruh. Sehingga peran pemerintah sebagai pengatur dan pengelola kehidupan
bermasyarakat dapat menciptakan kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat
Indonesia, tidak hanya sekedar mengorbankan nasib mayoritas rakyat untuk kepentingan
dan kesejahteraan segelintir (minoritas) rakyat.
Magister Studi Pembangunan-ITB 26 |
Daftar Pustaka
Castells, Manuel dan Alejandro Portes. (1989). “World Underneath: The Origins, Dynamics, and
Effects of the Informal Economy.” The Informal Economy: Studies in Advance and Less
Developed Countries. Alenjandro Portes, Manuel Castells, and Lauren A. Benton. London,
The Johns Hopkins
Hugo, Graeme J. (1991). “Partisipasi Kaum Migran dalam Ekonomi Kota di Jawa Barat.” Urbanisasi,
Pengangguran, dan Sektor Informal di Kota. Chris Manning dan Tadjuddin Noer Effendi.
Jakarta, Yayasan Obor Indonesia.
H. Juniarso Ridwan. (2008) .Kebijakan Penataan Ruang di Kota Bandung. Diskusi di Kantor Detik.com.
Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor: 11 Tahun 2005 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah
Kota Bandung Nomor: 03 Tahun 2005 Tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan
dan Keindahan.
Resmi Setia M. (2008). “Menata atau Menggusur?” Opini Pikiran Rakyat.
University Press: 11-37. Ministry of Public Works of Republic of Indonesia. 2010. Ecological Footprint
of Indonesia. Directorat General of Spatial Planning: Indonesia.
Wackernagel, M., Onisto, L., Bello, P., et al. 2007. National Natural Capital Accounting With the
Ecological Footprint Concept. Ecological Economics 29 (1999): 375 – 390.
Zulviton, H., et al. 2010. Konsep Rusunawa Untuk Urban Renewal Bagi Permukiman Kumuh Studi
Kasus Kawasan Pantai Purus Kota Padang. Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam
Pembangunan Kota 2010 : 1-14
http://footprint.wwf.org.uk/
http://www.footprintnetwork.org/en/index.php/gfn/page/calculators/
http://griyaidola.com.html/
Magister Studi Pembangunan-ITB 27 |
Lampiran
Script Wawancara dengan penduduk sekitar lokasi pembangunan
Pada saat proses wawancara menggunakan bahasa sunda, namun pada transkrip
wawancara dibawah ini telah mengalami editing alih bahasa ke dalam bahasa
Indonesia. Serta menghilangkan pembahasan yang tidak berkorelasi dengan tujuan
wawancara.
Keterangan : T : Tanya J : Jawab
Waktu : 9 Oktober 2011, 18.35 WIB
Lokasi : Mesjid RW05
Narasumber : Penduduk asli cihampelas
T : Apa tanggapan bapa terhadap pembangunan Rusunami Jarddin cihampelas?
J : Sebetulnya kami sebagai warga merasa kecewa dengan pembangunan
rusunami tersebut, kami beserta wakil RW melakukan aksi penolakan, salah satunya
dengan membuat spanduk. Kami mengadakan pertemuan seminggu sekali di mesjid
ini untuk membahas penolakan terhadap pembangunan rusunami. Namun apa daya,
uang sudah punya kuasa, sekarang jadi adem ayem.
Warga sekitar lokasi pembangunan apartemen yang semula mengolah kebun milik
pemerintah di lokasi pembangunan rusunami, diberi ganti rugi oleh pihak
pengembang rusunami, masing- masing pemilik kebun diberi 1,5jt., pemilik
kandang ayam diberi 2,5 jt. Dengan pemberian uang tersebut menyumpel mulut
warga, hasilnya warga yang tadinya mempermasalahkan pembangunan rusunami
menjadi menutup mulut.
Sebagian warga yang masih memprotes tidak dihiraukan oleh pengembang
rusunami. Tiba tiba warga melihat sudah banyak alat alat berat lalu lalang.
Pada jaman saya SD, jalan disekitar lokasi pembangunan rusunami sangat asri,
ukuran jalannya besar, kiri kanan pohon cemara, lengkap dengan lampu penerangan
jalan, lapangan parkir yang semula dipakai untuk parkir kolam renang, banyak
dimanfaatkan warga sekitar untuk mencari nafkah, seperti pencucian mobil. Selain
itu, lapangan parkir sering digunakan untuk kegiatan masyarakat, seperti olahraga,
hari raya islam, solat ied. Yang lebih penting lagi, bangunan kolam renang adalah
merupakan bangunan cagar budaya yang seharusnya dilestarikan.
Pada saat peletakan batu pertama, sama sekali Tidak ada tawaran dari pengembang
untuk memberdayakan warga sekitar dalam pembangunan proyek tersebut.
Kita merasa kecewa.
Magister Studi Pembangunan-ITB 28 |
T : Apa bapa mengetahui siapa pemilik asli kolam renang cihampelas?
J : Kepemilikan pribadi, sama yang punya centrum, kakak beradik
T : Apakah ada gangguan dari proyek pembangunan rusunami terhadap
warga?
J : Ada, gangguan bising dari mesin mesin pengebor.
T : Apa saran dan kritik bapa terhadap pembangunan yang seperti rusunami
tersebut?
J : Harusnya pembangunan toko-toko pusat keramaian seperti ini dilakukan di
pinggir kota saja. Pindah pindahkan ke pinggiran kota, supaya polusi dan kemacetan
bisa diminimalisir.
Waktu : 16 Oktober 2011 pukul 17.15 WIB
Lokasi : Balai RW 08
Narasumber : Ketua RW 08
T : Apa tanggapan bapak terhadap pembangunan Rusunami Jarddin
cihampelas?
J : hanya manis awalnya saja.
T : apa yang pertama di sosialisasikan pengembang kepada warga?
J : harusnya ada ijin tetangga, sebelum terjadi bentrok dengan warga,
pengembang tidak meminta ijin warga. Setelah terjadi bentrok, mulai warga
dirangkul oleh pengembang. Tidak ada dana sosial dari pihak pengembang kepada
warga. Bapa dengan rekan rekan mengajukan proposal, dan ditanggapi oleh
pengembang, bahwa sudah telat. Maka saya to the point saja, mau memberi apa ke
RW08? Ternyata jawaban dari pengembang sudah tidak ada dana untuk warga. Hal
ini membuat saya pusing, dan tidak mau mengurusnya lagi. Pernah warga yang
rumahnya dekat dengan proyek diberi dana kira kira 1 juta, itupun hanya sekali.
T : apakah dari warga sekitar ada yang menjadi pekerja di proyek pembangunan
rusunami?
J : ada, , ada beberapa warga yang menjadi security, tetapi tidak melewati
pengurus. Warga yang menjadi security di pembangunan proyek, melamar secara
pribadi, bukan recruitment dari pengembang.
T : apa ada gangguan ?
Magister Studi Pembangunan-ITB 29 |
J : ada, suara bising yang sering mengganggu selama proses pembangunan.
Dalalm jangka panjang, warga terganggu dengan lingkungan yang menjadi gaduh,
akibat aktifitas di rusunami, dan limbah semakin menumpuk.
Waktu : 16 Oktober 2011 pukul 19.27 WIB
Lokasi : Rumah Ketua RW 05
Narasumber : Ketua RW 05
T : Terkait dengan warga, apa ada keluhan mengenai proyek pembangunan
rusunami cihampelas?
J : Sampai saat ini ga ada masalah. Karena memang fusnginya itu rusunami,
kalo apartemen sudah ditutup mungkin ya. jadi karena itu rusunami, ya terbuka aja.
Karena antara rusunami dan warga tidak ada batas, beda sama apartemen.
Keberatan kita tadinya kalau pembangunan itu apartemen, pasti akan menutup
akses warga, nanti kalau ada yang meninggal atau sakit, sulit..
T : Apakah ada kompensasi dari pengembang untuk warga ?
J : Ada.
T : Berupa apa?
J : Berupa uang, hampir satu bulan itu, kompensasi ke 100 kepala keluarga, ada
3 rt, paling banyak rt 8, total 19 juta sebulan untuk 100 kepala keluaga selama proses
proyek berjalan. Kalo setelah jadi nanti kita ini lagi, seperti keamanan, perparkiran,
ya semua kita minta…mereka juga menghibahkan jalan masuk untuk jalan
lingkungan. Dulu pemandian tidak ada kompensasi ke warga, parkir orang lain,
penjagaan orang lain, kita aja mau mandi bayar. Semua sekarang dapat kompensasi.
Kalo sekarang saya dari rw ya setuju setuju saja, warga semua setuju ya ngapain saya
nolak. Penolakan waktu itu kan terjadi gatau karena apa, ya mungkin karena
kurangnya sosialisasi, saya juga gamau tau. Kalau warga menolak, ya saya pun
menolak, cuman kan menolaknya karena apa? penolakan harus jelas karena apa
penolakan itu. Orang berfikirnya kalau apartemen kan bakal tertutup, tapi kan
begitu dikasih tau itu rusunami, yang merupakan proyek nasional 1000 tower, ya
sudah.
T : Kalo dari pemerintah ada mediasi ga terhadap warga?
J : Pemerintah ada mediasi melalui lurah n camat sebagai mediator, pertama
kan waktu itu mau untuk waterboom, untuk ciwalk, berobah2, tauttau jadi
bangunan. Kalau di ijinnya rusunami, rumah susun hak milik. Ya memang kalo
apartemen kan kita menolaak, karena sifatnya ekslusif. Kalo konsep awal sih gitu.
Magister Studi Pembangunan-ITB 30 |
T : Jika dilihat dari sisi lingkungan, apakah ada dampak pembuangan limbah ke
sekitar warga dari proyek pembangunan ini?
J : Limbah ya dibuang keluar, ya sementara ini kaya keamanan sudah ada dari
warga setempat, ditampung disana.paling gitu. Proyek ini juga mundur 6 bulan
karena prose’s negosiasi dengan warga yang lama. Kita prinsipnya kalau dari
lembaga rw, ya terserah warga.
Magister Studi Pembangunan-ITB 31 |

More Related Content

What's hot

Pedoman teknis pembangunan rumah susun sederhana bertingkat tinggi
Pedoman teknis pembangunan rumah susun sederhana bertingkat tinggiPedoman teknis pembangunan rumah susun sederhana bertingkat tinggi
Pedoman teknis pembangunan rumah susun sederhana bertingkat tinggi
infosanitasi
 
Panduan pelaksanaan peremajaan kawasan permukiman kota
Panduan pelaksanaan peremajaan kawasan permukiman kotaPanduan pelaksanaan peremajaan kawasan permukiman kota
Panduan pelaksanaan peremajaan kawasan permukiman kota
infosanitasi
 
ANALISIS ASPEK FISIK DAN NON FISIK PERUMAHAN ZARINDAH PERMAI KABUPATEN GOWA
ANALISIS ASPEK FISIK DAN NON FISIK PERUMAHAN ZARINDAH PERMAI KABUPATEN GOWAANALISIS ASPEK FISIK DAN NON FISIK PERUMAHAN ZARINDAH PERMAI KABUPATEN GOWA
ANALISIS ASPEK FISIK DAN NON FISIK PERUMAHAN ZARINDAH PERMAI KABUPATEN GOWA
chris_william
 
Teknik Bangunan Bentang Lebar
Teknik Bangunan Bentang LebarTeknik Bangunan Bentang Lebar
Teknik Bangunan Bentang Lebar
Barley Prima
 

What's hot (20)

Pedoman teknis pembangunan rumah susun sederhana bertingkat tinggi
Pedoman teknis pembangunan rumah susun sederhana bertingkat tinggiPedoman teknis pembangunan rumah susun sederhana bertingkat tinggi
Pedoman teknis pembangunan rumah susun sederhana bertingkat tinggi
 
Dokumen RTRW Kota Bandung Tahun 2011 - 2031
Dokumen RTRW Kota Bandung Tahun 2011 - 2031Dokumen RTRW Kota Bandung Tahun 2011 - 2031
Dokumen RTRW Kota Bandung Tahun 2011 - 2031
 
Panduan pelaksanaan peremajaan kawasan permukiman kota
Panduan pelaksanaan peremajaan kawasan permukiman kotaPanduan pelaksanaan peremajaan kawasan permukiman kota
Panduan pelaksanaan peremajaan kawasan permukiman kota
 
4. elemen urban design
4. elemen urban design4. elemen urban design
4. elemen urban design
 
Studi literatur
Studi literaturStudi literatur
Studi literatur
 
perancangan-hotel-bintang-4
perancangan-hotel-bintang-4perancangan-hotel-bintang-4
perancangan-hotel-bintang-4
 
Eco Park Apartemen and Retail
Eco Park Apartemen and RetailEco Park Apartemen and Retail
Eco Park Apartemen and Retail
 
Arsitektur renaissance
Arsitektur renaissanceArsitektur renaissance
Arsitektur renaissance
 
ANALISIS ASPEK FISIK DAN NON FISIK PERUMAHAN ZARINDAH PERMAI KABUPATEN GOWA
ANALISIS ASPEK FISIK DAN NON FISIK PERUMAHAN ZARINDAH PERMAI KABUPATEN GOWAANALISIS ASPEK FISIK DAN NON FISIK PERUMAHAN ZARINDAH PERMAI KABUPATEN GOWA
ANALISIS ASPEK FISIK DAN NON FISIK PERUMAHAN ZARINDAH PERMAI KABUPATEN GOWA
 
Analogi pemecahan masalah
Analogi pemecahan masalahAnalogi pemecahan masalah
Analogi pemecahan masalah
 
Kota dan Kebutuhan Perumahan (1) dan (2)
Kota dan Kebutuhan Perumahan (1) dan (2)Kota dan Kebutuhan Perumahan (1) dan (2)
Kota dan Kebutuhan Perumahan (1) dan (2)
 
Teknik Bangunan Bentang Lebar
Teknik Bangunan Bentang LebarTeknik Bangunan Bentang Lebar
Teknik Bangunan Bentang Lebar
 
Kelembagaan tata ruang
Kelembagaan tata ruangKelembagaan tata ruang
Kelembagaan tata ruang
 
program-ruang-apartment
program-ruang-apartmentprogram-ruang-apartment
program-ruang-apartment
 
STUDIO PERANCANGAN ARSITEKTUR (STUPA) 5
STUDIO PERANCANGAN ARSITEKTUR (STUPA) 5STUDIO PERANCANGAN ARSITEKTUR (STUPA) 5
STUDIO PERANCANGAN ARSITEKTUR (STUPA) 5
 
morfologi Konsep citra kota
morfologi Konsep citra kotamorfologi Konsep citra kota
morfologi Konsep citra kota
 
Arsitektur perkotaan
Arsitektur perkotaanArsitektur perkotaan
Arsitektur perkotaan
 
Dasar-dasar teknik dan manajemen drainase
Dasar-dasar teknik dan manajemen drainaseDasar-dasar teknik dan manajemen drainase
Dasar-dasar teknik dan manajemen drainase
 
Jaringan air bersih
Jaringan air bersihJaringan air bersih
Jaringan air bersih
 
Land use planning
Land use planningLand use planning
Land use planning
 

Viewers also liked

Penelitian Statistik Sosial
Penelitian Statistik SosialPenelitian Statistik Sosial
Penelitian Statistik Sosial
Alex Shofihara
 
Persiapan proyek
Persiapan proyekPersiapan proyek
Persiapan proyek
Property
 
Linus Torvalds Just For Fun
Linus Torvalds Just For FunLinus Torvalds Just For Fun
Linus Torvalds Just For Fun
pps_ps
 
KCB May 2008 Cover
KCB May 2008 CoverKCB May 2008 Cover
KCB May 2008 Cover
rsmacintosh
 
Spring Cairngorm
Spring CairngormSpring Cairngorm
Spring Cairngorm
devaraj ns
 
My SQL Idiosyncrasies That Bite OTN
My SQL Idiosyncrasies That Bite OTNMy SQL Idiosyncrasies That Bite OTN
My SQL Idiosyncrasies That Bite OTN
Ronald Bradford
 
Jeffrey Sachs
Jeffrey SachsJeffrey Sachs
Jeffrey Sachs
rosiem7
 
A good horse runs even at the shadow of the whip
A good horse runs even at the shadow of the whipA good horse runs even at the shadow of the whip
A good horse runs even at the shadow of the whip
Rhea Myers
 
Sweden Presetasion
Sweden PresetasionSweden Presetasion
Sweden Presetasion
oldusel
 
Question 3 – what have you learnt from
Question 3 – what have you learnt fromQuestion 3 – what have you learnt from
Question 3 – what have you learnt from
nushy1993
 
Talv
TalvTalv
Talv
piiak
 
Ths general biology unit 1 our environment living requirements notes_v1516
Ths general biology unit 1 our environment living requirements notes_v1516Ths general biology unit 1 our environment living requirements notes_v1516
Ths general biology unit 1 our environment living requirements notes_v1516
rozeka01
 
Top 8 chief business development officer resume samples
Top 8 chief business development officer resume samplesTop 8 chief business development officer resume samples
Top 8 chief business development officer resume samples
porichfergu
 

Viewers also liked (20)

Penelitian Statistik Sosial
Penelitian Statistik SosialPenelitian Statistik Sosial
Penelitian Statistik Sosial
 
Analisis Kebijakan Publik
Analisis Kebijakan PublikAnalisis Kebijakan Publik
Analisis Kebijakan Publik
 
Persiapan proyek
Persiapan proyekPersiapan proyek
Persiapan proyek
 
Linus Torvalds Just For Fun
Linus Torvalds Just For FunLinus Torvalds Just For Fun
Linus Torvalds Just For Fun
 
KCB May 2008 Cover
KCB May 2008 CoverKCB May 2008 Cover
KCB May 2008 Cover
 
Spring Cairngorm
Spring CairngormSpring Cairngorm
Spring Cairngorm
 
Social Proof and Reference Group
Social Proof and Reference GroupSocial Proof and Reference Group
Social Proof and Reference Group
 
My SQL Idiosyncrasies That Bite OTN
My SQL Idiosyncrasies That Bite OTNMy SQL Idiosyncrasies That Bite OTN
My SQL Idiosyncrasies That Bite OTN
 
Pour les enfants du monde entier
Pour les enfants du monde entierPour les enfants du monde entier
Pour les enfants du monde entier
 
Jeffrey Sachs
Jeffrey SachsJeffrey Sachs
Jeffrey Sachs
 
Exam54
Exam54Exam54
Exam54
 
A good horse runs even at the shadow of the whip
A good horse runs even at the shadow of the whipA good horse runs even at the shadow of the whip
A good horse runs even at the shadow of the whip
 
ASI Financials 2011 Brochure
ASI Financials 2011 BrochureASI Financials 2011 Brochure
ASI Financials 2011 Brochure
 
Sweden Presetasion
Sweden PresetasionSweden Presetasion
Sweden Presetasion
 
Question 3 – what have you learnt from
Question 3 – what have you learnt fromQuestion 3 – what have you learnt from
Question 3 – what have you learnt from
 
KHJL
KHJLKHJL
KHJL
 
Talv
TalvTalv
Talv
 
Some, any, another, other, each, every
Some, any, another, other, each, everySome, any, another, other, each, every
Some, any, another, other, each, every
 
Ths general biology unit 1 our environment living requirements notes_v1516
Ths general biology unit 1 our environment living requirements notes_v1516Ths general biology unit 1 our environment living requirements notes_v1516
Ths general biology unit 1 our environment living requirements notes_v1516
 
Top 8 chief business development officer resume samples
Top 8 chief business development officer resume samplesTop 8 chief business development officer resume samples
Top 8 chief business development officer resume samples
 

Similar to Pembangunan Apartemen "The Jarrdin" Cihampelas dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

Inovasi vol07-jun2006
Inovasi vol07-jun2006Inovasi vol07-jun2006
Inovasi vol07-jun2006
Indriati Dewi
 
AKDP.PKP.UTS.Muhammadhisyam.05072020 (1).pptx
AKDP.PKP.UTS.Muhammadhisyam.05072020 (1).pptxAKDP.PKP.UTS.Muhammadhisyam.05072020 (1).pptx
AKDP.PKP.UTS.Muhammadhisyam.05072020 (1).pptx
nurrahmanHakim2
 
Antropologi Pembangun
Antropologi PembangunAntropologi Pembangun
Antropologi Pembangun
putri_indah
 
TUGAS GEOGRAFI IBNU DAN RIZKY SMAN 1 CILEGON
TUGAS GEOGRAFI IBNU DAN RIZKY SMAN 1 CILEGONTUGAS GEOGRAFI IBNU DAN RIZKY SMAN 1 CILEGON
TUGAS GEOGRAFI IBNU DAN RIZKY SMAN 1 CILEGON
ElgradostSmancil
 
Artikel adaptasi khairunisa pranadila
Artikel adaptasi khairunisa pranadilaArtikel adaptasi khairunisa pranadila
Artikel adaptasi khairunisa pranadila
deyanakanos
 

Similar to Pembangunan Apartemen "The Jarrdin" Cihampelas dan Dampaknya Terhadap Lingkungan (20)

Inovasi vol07-jun2006
Inovasi vol07-jun2006Inovasi vol07-jun2006
Inovasi vol07-jun2006
 
8 2nd 2-jolw-yuyu
8 2nd 2-jolw-yuyu8 2nd 2-jolw-yuyu
8 2nd 2-jolw-yuyu
 
Andrew Hidayat Peran Ruang Publik dan Privat Dalam T DALAM MEMPRODUKSI DAN M...
Andrew Hidayat  Peran Ruang Publik dan Privat Dalam T DALAM MEMPRODUKSI DAN M...Andrew Hidayat  Peran Ruang Publik dan Privat Dalam T DALAM MEMPRODUKSI DAN M...
Andrew Hidayat Peran Ruang Publik dan Privat Dalam T DALAM MEMPRODUKSI DAN M...
 
Urban Sprawl and Energy Provision (Moview Review and Synthesis to Indonesian ...
Urban Sprawl and Energy Provision (Moview Review and Synthesis to Indonesian ...Urban Sprawl and Energy Provision (Moview Review and Synthesis to Indonesian ...
Urban Sprawl and Energy Provision (Moview Review and Synthesis to Indonesian ...
 
Bulletin Khusus Hari Habitat 2012
Bulletin Khusus Hari Habitat 2012Bulletin Khusus Hari Habitat 2012
Bulletin Khusus Hari Habitat 2012
 
PROJEK BANDAR MAPAN
PROJEK BANDAR MAPAN PROJEK BANDAR MAPAN
PROJEK BANDAR MAPAN
 
AKDP.PKP.UTS.Muhammadhisyam.05072020 (1).pptx
AKDP.PKP.UTS.Muhammadhisyam.05072020 (1).pptxAKDP.PKP.UTS.Muhammadhisyam.05072020 (1).pptx
AKDP.PKP.UTS.Muhammadhisyam.05072020 (1).pptx
 
Kota 1
Kota 1Kota 1
Kota 1
 
Bab 05 perumusan rencana aksi program
Bab 05 perumusan rencana aksi programBab 05 perumusan rencana aksi program
Bab 05 perumusan rencana aksi program
 
inofasi Desain model gang pemukiman kota ramah anak dan lingkungan
inofasi Desain model gang pemukiman kota ramah anak dan lingkungan inofasi Desain model gang pemukiman kota ramah anak dan lingkungan
inofasi Desain model gang pemukiman kota ramah anak dan lingkungan
 
Nilai penting kawasan percandian muarajambi;PROVINSI JAMBI
Nilai penting  kawasan percandian muarajambi;PROVINSI JAMBINilai penting  kawasan percandian muarajambi;PROVINSI JAMBI
Nilai penting kawasan percandian muarajambi;PROVINSI JAMBI
 
Projek akhir pembangunan mapan
Projek akhir pembangunan mapanProjek akhir pembangunan mapan
Projek akhir pembangunan mapan
 
Contoh Karya ilmiah
Contoh Karya ilmiahContoh Karya ilmiah
Contoh Karya ilmiah
 
Desain model gang pemukiman kota ramah anak dan lingkungan (vix barau
Desain model gang pemukiman kota ramah anak dan lingkungan (vix barauDesain model gang pemukiman kota ramah anak dan lingkungan (vix barau
Desain model gang pemukiman kota ramah anak dan lingkungan (vix barau
 
Antropologi Pembangun
Antropologi PembangunAntropologi Pembangun
Antropologi Pembangun
 
01 asep yudi-permana.edited.
01 asep yudi-permana.edited.01 asep yudi-permana.edited.
01 asep yudi-permana.edited.
 
5. agenda tempatan 21 (local agenda 21)
5. agenda tempatan 21 (local agenda 21)5. agenda tempatan 21 (local agenda 21)
5. agenda tempatan 21 (local agenda 21)
 
TUGAS GEOGRAFI IBNU DAN RIZKY SMAN 1 CILEGON
TUGAS GEOGRAFI IBNU DAN RIZKY SMAN 1 CILEGONTUGAS GEOGRAFI IBNU DAN RIZKY SMAN 1 CILEGON
TUGAS GEOGRAFI IBNU DAN RIZKY SMAN 1 CILEGON
 
Kebayoran Baru and New City Development
Kebayoran Baru and New City DevelopmentKebayoran Baru and New City Development
Kebayoran Baru and New City Development
 
Artikel adaptasi khairunisa pranadila
Artikel adaptasi khairunisa pranadilaArtikel adaptasi khairunisa pranadila
Artikel adaptasi khairunisa pranadila
 

More from Regional Development Planning Agency of DKI Jakarta (BAPPEDA DKI Jakarta)

More from Regional Development Planning Agency of DKI Jakarta (BAPPEDA DKI Jakarta) (11)

Latihan arsip 1
Latihan arsip 1Latihan arsip 1
Latihan arsip 1
 
Studi Kasus (Contoh Kasus
Studi Kasus (Contoh Kasus Studi Kasus (Contoh Kasus
Studi Kasus (Contoh Kasus
 
Sekilas tentang senjata tradisional kasultanan cirebon
Sekilas tentang senjata tradisional kasultanan cirebonSekilas tentang senjata tradisional kasultanan cirebon
Sekilas tentang senjata tradisional kasultanan cirebon
 
Desa mandiri energi
Desa mandiri energiDesa mandiri energi
Desa mandiri energi
 
Bahan Bakar Nabati Sebagai Solusi Alternatif Dalam Menghadapi Krisis Sumberda...
Bahan Bakar Nabati Sebagai Solusi Alternatif Dalam Menghadapi Krisis Sumberda...Bahan Bakar Nabati Sebagai Solusi Alternatif Dalam Menghadapi Krisis Sumberda...
Bahan Bakar Nabati Sebagai Solusi Alternatif Dalam Menghadapi Krisis Sumberda...
 
Implementasi Paradgima Pembangunan dalam Strategi RPJMD Provinsi Jawa Barat (...
Implementasi Paradgima Pembangunan dalam Strategi RPJMD Provinsi Jawa Barat (...Implementasi Paradgima Pembangunan dalam Strategi RPJMD Provinsi Jawa Barat (...
Implementasi Paradgima Pembangunan dalam Strategi RPJMD Provinsi Jawa Barat (...
 
Prospek dan kendala pembangunan wilayah pesisir berbasis pembudidayaan mangro...
Prospek dan kendala pembangunan wilayah pesisir berbasis pembudidayaan mangro...Prospek dan kendala pembangunan wilayah pesisir berbasis pembudidayaan mangro...
Prospek dan kendala pembangunan wilayah pesisir berbasis pembudidayaan mangro...
 
Menghadapi Krisis Energi (fosil fuel) di Indonesia
Menghadapi Krisis Energi (fosil fuel) di IndonesiaMenghadapi Krisis Energi (fosil fuel) di Indonesia
Menghadapi Krisis Energi (fosil fuel) di Indonesia
 
Pemahaman Desertasi Nathan Foresterr
Pemahaman Desertasi Nathan ForesterrPemahaman Desertasi Nathan Foresterr
Pemahaman Desertasi Nathan Foresterr
 
Terasi Cirebon, Warisan Budaya yang Terancam Punah
Terasi Cirebon, Warisan Budaya yang Terancam PunahTerasi Cirebon, Warisan Budaya yang Terancam Punah
Terasi Cirebon, Warisan Budaya yang Terancam Punah
 
Konsep Ketahanan Energi
Konsep Ketahanan EnergiKonsep Ketahanan Energi
Konsep Ketahanan Energi
 

Pembangunan Apartemen "The Jarrdin" Cihampelas dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

  • 2. I. Pendahuluan Kota Bandung sebagai Ibukota Provinsi Jawa Barat memiliki luas 16.729,65 Ha. Dengan bentuk bentangan alam berupa cekungan dengan morfologi perbukitan di bagian utara dan dataran di bagian selatan. Secara geografis, jarak Kota Bandung relatif dekat dengan Jakarta sebagai Ibukota Negara Indonesia, menjadikan kota Bandung dapat berkembang dengan pesat. Pesatnya pertumbuhan dan pembangunan kota Bandung ini antara lain juga didorong oleh adanya jalan tol Cipularang yang mulai digunakan dan berfungsi pada tahun 2005, yang mempercepat dan mempermudah akses transportasi menuju kota Bandung, khsususnya dari kota Jakarta. Ekses dari pertumbuhan pesat kota Bandung adalah kepadatan penduduk yang terus meningkat setiap tahunnya dan cenderung menimbulkan berbagai masalah pembangunan di kota Bandung, terkait permasalahan kondisi lingkungan maupun kondisi sosial, khususnya dalam penataan tempat tinggal dan hunian penduduk. Berlandaskan kondisi tersebut, salah satu upaya alternatif untuk mengatasi masalah kepadatan penduduk adalah melalui pembangunan perumahan high-rise yang lebih popular disebut sebagai rumah susun. Dalam hal ini, banyak kota-kota di dunia yang mengalami masalah sama dan telah berhasil menjalankan alternatif upaya ini secara tepat. Bandung yang secara tidak langsung menjelma menjadi kota semi-metropolitan juga harus memiliki ruang untuk mampu menampung dan menyerap dari tingginya laju pertambahan penduduk. Rata-rata pertumbuhan jumlah penduduk kota bandung setiap tahunnya adalah 1% ditambah dengan pendatang dari luar kota Bandung. Salah satu pusat kepadatan penduduk di Bandung adalah daerah Cihampelas atau bantaran sungai Cikapundung, yang telah menjadi sentra kegiatan perdagangan barang tekstil dari mulai tahun 80-an. Cihampelas sendiri dikenal sebagai sentra produksi jeans yang menjadi tempat utama kunjungan turis dari luar kota Bandung.1 Saat ini kawasan tersebut telah menjadi kawasan ekonomi yang strategis dan menjadi daya tarik aktivitas ekonomi penduduk di kota Bandung. Maka tidak mengherankan apabila dalam beberapa tahun terakhir, di kawasan ini telah banyak dibangun kegiatan bisnis berupa factory outlet, hotel, apartemen dan lainnya. Perkembangan pembangunan tersebut tentunya menghasilkan beberapa keuntungan dan kerugian. Keuntungan bisa diperoleh dari meningkatnya Pendapatan Daerah yang bisa ditarik, namun kerugiannya, apabila tidak ditata dengan baik lambat laun kawasan ini dapat kehilangan daya tariknya akibat volume kepadatan penduduk maupun lalu lintas yang 1 Pada era 1990-an, kawasan ini pun semakin terkenal sebagai sentra jeans di Kota Bandung, dimana pada saat hari-hari libur maupun akhir pekan kawasan ini selalu ramai dikunjungi oleh wisatawan dari berbagai daerah di seluruh Indonesia, bahkan dari mancanegara. Magister Studi Pembangunan-ITB 2 |
  • 3. terlalu tinggi. kebutuhan hunian baru bagi penduduk asli maupun pendatang. Untuk itu pemerintah kota perlu mengantisipasi perkembangan tersebut dengan salah satunya dengan mengadakan pembangunan hunian baru untuk mengatasi permasalahan yang kebutuhan hunian warga yang tidak hanya menyangkut aspek fisik membangun rumah, tetapi terkait sektor yang amat luas, seperti lingkungan hidup, pertanahan, dan aspek sosial ekonomi budaya masyarakat, agar aspek-aspek kehidupan masyarakat yang harmonis dapat terwujud. Untuk menyelesaikan masalah tersebut, pemerintah telah berusaha untuk bekerja sama dengan pihak swasta untuk bisa membangun hunian-hunian baru melalui program 1000 rusun yang salah satunya dibangun di kawasan Cihampelas2 . Paper ini bertujuan untuk menganalisis dan melihat dampak sosial dan lingkungan dari adanya pembangunan Rusunami THE JARRDIN Cihampelas, dengan fokus pengamatan tersebut diharapkan dapat memberikan alternatif upaya penataan kependudukan di kota bandung khususnya daerah cihampelas yang padat penduduk dan selalu menjadi pusat kemacetan di daerah Bandung Utara. 2 Berdasarkan wawancara dengan kepala RT 03, Rusun Cihampelas merupakan salah satu perwujudan program 1000 rusun pemerintah. Magister Studi Pembangunan-ITB 3 |
  • 4. II. Tinjauan Pustaka 2.1 Sejarah Lokasi Lahan pembangunan rusunami The Jarrdin Cihampelas ini pada awalnya merupakan kolam renang yang dibangun pada tahun 1902 atas prakarsa Ny. Homann, istri pemilik hotel Homann. Kolam renang ini didirikan untuk melayani tamu-tamu Eropanya yang rindu dengan suasana kampung halaman mereka, setelah sebelumnya digunakan sebagai kolam ikan hias milik sang nyonya Homann. Selama berpuluh tahun, kolam renang ini telah menjadi penarik turis-turis Eropa untuk mengunjungi Bandung. Dari segi arsitektur, kolam renang Cihampelas dibangun dengan model arsitektur abad 19 yang contoh bangunannya tidak banyak di Bandung. Penggunaan bentuk atap khas dan dinding batu kali yang masiv menunjukan adopsi asitektur lokal yang menarik. Kolam ini terhitung cukup lengkap pada masanya, menyediakan 3 buah kolam dengan standar internasional, pertama berukurang 25 X 50meter berkedalaman 1,2 hingga 2 meter, kemudian kolam kedua berukuran 12 X 12 meter, berkedalaman 1,1 meter, sedangkan kolam ketiga berukuran 8 X 3 meter berkedalam 80 CM khusus untuk anak-anak. Gamba r 1 & 2. Kolam Renang Cihampelas Pada masa kejayaanya pendirian Bandoengse Zwem Bond atau Perserikatan Renang Bandung tahun 1917 turut mewarnai sejarah pemandian ini. Perserikatan ini membawahi 7 perkumpulan, diantaranya club-club renang sekolah seperti OSVIA, MULO dan KWEEKSCHOOL. Pada tahun 1936 Di kolam renang ini seorang Hindia Belanda bernama Pet Stam berhasil mencatat rekor 0:59.9 untuk 100 meter gaya bebas dan, berhasil dikirim untuk ambil bagian dalam Olimpiade Berlin atas nama negeri Belanda. Selain renang, pada masa tersebut olahraga polo air diadakan setiap hari minggu di tempat ini. Setelah kemerdekaan, kolam renang ini ikut mewarnai perkembangan olahraga Jawa Barat. Kolam ini menjadi tempat berlatih klub renang Aquarius sejak 1952. Kolam ini pernah melahirkan atlet-atlet renang Jabar yang berhasil unjuk kemampuan di tingkat nasional dan internasional, seperti Susanti Wangsawiguna dan Wijaya Aulia. Magister Studi Pembangunan-ITB 4 |
  • 5. Oleh karena itu, apabila dilihat dari sisi dan nilai sejarah, Pemandian Cihampelas telah memenuhi aspek-aspek bangunan bersejarah menurut Snyder dan Catanes (1979), yaitu : aspe kelangkaan (tidak dimiliki daerah lain), aspek kesejarahan (lokasi peristiwa bersejarah), Estetika, Superlativas (keunikan), Kejamakan (mewakili ragam arsitektur tertentu) hingga pengaruh terhadap social (meningkatkan citra lingkungan sekitar). 2.2 Konsep Pembangunan ‘High Rise’ Rumah Susun Rumah susun adalah bangunan bertingkat untuk hunian yang satuannya dapat dimiliki secara terpisah. Sebagai bangunan hunian yang dapat dimiliki secara terpisah, penghuni rumah susun mempunyai batasan-batasan dalam memanfaatkan ruang dan benda yang terdapat dalam rumah susun. Dalam rumah susun dikenal adanya bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Ketiga hal tersebut merupakan hak bersama dari rumah susun yang tidak dapat dimiliki secara individu, karena merupakan satu kesatuan fungsional dari bangunan rumah susun yang tidak dapat dipisahkan. Istilah rumah susun dapat dijumpai dalam berbagai pengertian. Kondominium menunjuk pada suatu bentuk pemilikan yang melibatkan lebih dari seorang pemilik bangunan. Sebelum istilah kondominium ini banyak digunakan, pada waktu lampau sering dikenal istilah seperti co-proprietors ownership, tergantung pada asal negaranya ( Maria S. W. Sumardjono, 2007).3 Dari pengertian kondominium ini, di samping dikenal adanya milik bersama, juga dikenal bagian-bagian bangunan yang merupakan satu kesatuan yang dapat dihuni atau digunakan secara terpisah yang disebut apartemen. Berdasarkan UU No.16 tahun 1985 tentang rumah susun, pasal 1 ayat 1, Disebutkan bahwa Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horisontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama. Jadi rumah susun merupakan suatu pengertian yuridis arti bangunan gedung bertingkat yang senantiasa mengandung sistem kepemilikan perseorangan dan hak bersama, yang penggunaannya bersifat hunian atau bukan hunian. Secara mandiri ataupun terpadu sebagai satu kesatuan sistem pembangunan. Sejak tahun 20’an, Pembangunan rumah susun telah dianggap sebagai salah satu alternatif pilihan ideal untuk penyediaan hunian yang efektif bagi suatu kawasan yang 3 Penggunaan istilah condominium dalam bahasa Latin diawali dengan pencantumannya pada peraturan perundang-undangan di Italia pada tahun 1930an. Secara Harafiah condominium berarti pemilikan bersama. Dominium berarti to have control (over a certain property) dengan cara con atau jointly with one or more others persons. Magister Studi Pembangunan-ITB 5 |
  • 6. memiliki tingkat kepadatan penduduk tinggi serta permasalahan pada kurangnya ketersediaan hunian, ketidaklayakan hunian dan keterbatasan lahan4 . Untuk menentukan besaran rumah susun yang akan dibuat dapat diambil berdasarkan standar kebutuhan ruang perorangan yaitu 9 m2 . Dasar pemikiran bahwa dalam satu keluarga terdiri dari 4 orang anggota keluarga (orang tua ditambah dua anak), jadi kebutuhan ruang untuk setiap satuan rumah susun adalah 36 m2. Tetapi ada hal penting yang harus dipertimbangkan dalam menentukan luas satuan unit hunian rumah susun adalah kemampuan penghuni dalam membayar sewa perbulan, biaya listrik dan supply air bersih per bulan. Menurut US Departement of Housing and Urban Development tahun (2001) menyebutkan bahwa sebuah keluarga dikatakan mampu membayar sewa rumah sebesar 20%-30% dari total pendapatan atau maksimal 1/3 dari pendapatan. Sementara kemampuan ekonomi warga pada kawasan studi adalah masyarakat berpenghasilan rendah, rata-rata pendapatan mereka antara 800 ribu-1,8 juta rupiah perbulan. Dalam aspek psikologi dan social, Young (1976) menyarankan bahwa pembangunan rumah susun harus memperhatikan aspek perkembangan kreativitas dan fisik dari anak kecil yang membutuhkan lahan dan fasilitas bermain. Selain itu, masalah kesehatan juga perlu diberikan perhatian lebih lanjut. Walaupun belum ada hubungan jelas antara masalah kejiwaan dengan urbanisasi ‘high density’, pembangunan high density cenderung mengurangi kontak social dan interaksi komunikasi antar penghuninya. (Young, 1976; HDB, 2000). 2.3 Program Pembangunan Rumah Susun Nasional Indonesia telah ikut menandatangani Deklarasi Cities Without Slums Initiative yang mengamanatkan pentingnya upaya perwujudan daerah perkotaan yang bebas dari permukiman kumuh. Deklarasi tersebut ditindaklanjuti dengan langkah kongkrit dalam mewujudkan daerah perkotaan yang bebas dari permukiman kumuh yang mengedepankan strategi pemberdayaan melalui pelibatan seluruh unsur stakeholders dengan menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama. Upaya penanganan permukiman kumuh ini adalah dalam rangka mewujudkan lingkungan permukiman yang sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan serta terwujud masyarakat yang mandiri, produktif dan berjatidiri. Pembangunan rumah susun merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah kebutuhan perumahan dan pemukiman terutama di daerah perkotaan yang jumlah penduduknya terus meningkat karena pembangunan rusun dapat mengurangi penggunaan 4 Konsep ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1922 oleh Le Corbusier, yang mengajukan konsep penggunaan 15% lahan untuk pemukiman dan 85% lahan terbuka untuk rekreasi dan kegiatan lainnya. Magister Studi Pembangunan-ITB 6 |
  • 7. tanah, membuat ruang-ruang terbuka kota yang lebih lega dan dapat digunakan sebagai suatu cara untuk peremajaan kota bagi daerah yang kumuh. Selain itu, Pembangunan rusun bertujuan untuk memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat, dengan meningkatnya daya guna dan hasil guna tanah di daerah-daerah yang berpenduduk padat dan hanya tersedia luas tanah yang terbatas. Dalam pembangunannya diperhatikan antara lain kepastian hukum dalam penguasaan dan keamanan dalam pemanfaatannya, kelestarian sumber daya alam yang bersangkutan serta penciptaan lingkungan pemukiman yang nyaman, lengkap, serasi dan seimbang. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Kota Bandung ditetapkan dalam sistem perkotaan nasional sebagai bagian Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Kawasan Perkotaan Bandung Raya. Dalam dokumen ini juga, Kota Bandung juga ditetapkan sebagai bagian dari kawasan strategis nasional berdasarkan pertimbangan pertahanan dan keamanan, pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pendayagunaan sumberdaya alam dan teknologi tinggi serta fungsi daya dukung lingkungan. Selain itu, Kota Bandung ditetapkan sebagai kawasan andalan cekungan bandung yaitu kawasan yang memiliki nilai strategis nasional yaitu mempunyai kemampuan untuk memacu pertumbuhan ekonomi kawasan dan wilayah di sekitarnya serta untuk mendorong pemerataan perkembangan wilayah. Dalam system perkotaan RTRWP Jawa Barat ini, Kota Bandung ditetapkan sebagai bagian dari PKN Kawasan Perkotaan Bandung Raya bersama-sama dengan Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi dan Kabupaten Sumedang. Pada Bulan Oktober 2007, Presiden Susilo Bambang Yodhoyono telah mencanangkan pembangunan 1000 tower rumah susun sederhana. Lokasi proyek tersebar di : 1. Jabodetabek atau Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi 2. Medidang atau Medan, Binjai dan Deli Serdang. 3. Barelang atau Batam, Rempang dan Pulau Galang. 4. Gerbang Kertosono atau Gresik, Bangkalan, Kertosono, Surabaya dan Sidoardjo. 5. Mamimasata atau Makassar, Maros, Sunggu Minasa dan Takalar Dengan rincian rencana pembangunannya adalah 50 persennya (500 tower) dibangun di Jabotabek, 30 persen (300 tower) di Pulau Jawa selain Jabotabek, sedangkan 20 persen (200 tower) dibangun diluar Pulau Jawa. Selanjutnya pembangunan rumah susun ini akan dibagi menjadi 2 (dua) macam rusun yaitu, yakni rusun hak milik yang kepemilikannya akan diperjualbelikan dan rusun sederhana sewa. Rusun sederhana sewa Magister Studi Pembangunan-ITB 7 |
  • 8. dibangun untuk masyarakat yang tinggal di bantaran sungai dan mereka tidak harus membelinya, hanya menyewa. 2.4 Pembangunan Rumah Susun di Negara Lain sebagai Perbandingan Negara lain telah jauh lebih dulu menyadari peran pembangunan rumah susun sebagai suatu solusi untuk mengatasi berbagai masalah penduduk serta untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Negara Singapura di bawah Perdana Menteri Lee Kuan Yew merupakan negara di Asia yang secara sadar meninggalkan pendekatan welfare policy dalam kebijakan perumahannya, dan mengubah cara kerja lembaga tabungan pekerja, Central Provident Fund, yang diwarisinya dari pemerintah kolonial Inggris, dengan menempatkan kebijakan strategis perumahan dalam tujuan pembangan ekonomi secara keseluruhan, serta memadukan lembaga-lembaga keuangan negara untuk tujuan ini terkait dengan kebijakan pengembangan rumah susun untuk warga dalam jumlah massal yang dikendalikan melalui program pemerintah. Pengalaman Singapura ini diikuti dan dikembangkan dengan sukses di Cina dalam skala yang lebih besar baik untuk kota-kota baru maupun peremajaan dan pembangunan kembali kawasan-kawasan kota lama. Program pembangunan perumahan publik (rumah susun) di Cina dimulai pada tahun 1949, yang bertujuan untuk memberikan fasilitas tempat tinggal (hunian) dengan biaya yang murah. Akan tetapi, tingginya tingkat pertumbuhan penduduk di cina juga memunculkan permasalahan tersendiri, khususnya terkait ketersediaan dan daya tampung perumahan untuk publik dan kalangan masyarakat miskin serta masalah lingkungan dimana jumlah ruang-ruang hijau dan ruang publik di cina terus menurun setiap tahunnya karena beralih fungsi lahan menjadi rumah penduduk, inilah yang menjadikan landasan dasar pemerintah untuk memprioritaskan pembangunan rumah di cina dengan konsep tower (rumah susun) dengan penentuan lokasi rumah susun di Cina yang mayoritas didirikan di daerah pinggiran kota. Sampai dengan saat ini, pembangunan rumah susun di Cina dibangun oleh pihak pemerintah. Harga rumah susun di China rata-rata mencapai 70.000 Yuan dengan ukuran rata-rata 50-90 meter persegi per unit. (dyck. 2000). Kebijakan pemerintah yang menyediakan perumahan murah ini disebut sebagai 'Lian Zu Fang' (Rumah Sewa Murah). Kebijakan penataan pemukiman kumuh dengan konsep pembangunan rumah susun di Cina efektif mengurangi kepadatan penduduk dan menambah ruang-ruang hijau dan ruang umum bagi publik. Selain itu pembangunan ini juga sangat mempertimbangkan aspek-aspek lingkungan hidup. Magister Studi Pembangunan-ITB 8 |
  • 9. “Thus, on one hand, our strategies were to develop plans that could preserve culture, encourage social interactions, and build a sense of community. On the other hand, we sought design solutions where the landscape can be more ecologically responsive in relation to water conservation and retention and to carbon dioxide absorption; and where the housing can be far more energy efficient. The energy efficient design is to conserve energy by better insulation and reduced infiltration, to maximize the use of solar energy for daylighting and winter heating, and to use solar shading and natural ventilation for summer cooling. However, rather than developing a design that might contain a large palette of available “sustainability techniques,” we sought to develop an understanding of those concepts and technologies that would be most effective; and therefore would make greatest sense for each project.”5 Gambar 3 : Contoh Skema Proyek Rusun Huilongguan Keberhasilan pemerintah Cina untuk memindahkan serta mengatur pemukiman kumuh ini antara lain dipengaruhi oleh berbagai insentif yang diberikan pemerintah bagi penghuni rumah susun antara lain yaitu : • Mengantisipasi beban cicilan sewa rumah yang besar, pemerintah China membuat kebijakan skema cicilan kredit yang bisa dibayar untuk dua generasi. Artinya seorang yang mengkredit rumah susun diberikan 5 Qingyan CHEN 1, Leon GLICKSMAN2, Juintow LIN3, and Andrew SCOTT.” Sustainable Urban Housing in China” Hlm. 2 Magister Studi Pembangunan-ITB 9 |
  • 10. kesempatan untuk menempati hunian dua generasi termasuk membagi beban dalam mencicil. • Satu keluarga di China diperbolehkan memiliki 2 unit rusun. Kebijakan ini bertujuan agar rusun yang tak ditempati bisa disewakan untuk menopang ekonomi keluarga tersebut. • Di lokasi Rumah susun tersebut banyak dibangun sarana transportasi umum seperti terminal bus, kereta, sehingga akses masyarakat untuk mencapai lokasi tempat kerja atau menuju kota menjadi lebih mudah, sehingga masyarakat cenderung menyetujui ajakan pemerintah untuk memindahkan tempat tinggal mereka ke rumah susun. • Pemerintah mengatur dan mendata siapa yang akan mengisi rumah susun tersebut, dengan daftar masyarakat yang berhak menerima atau menghuni rumah susun tersebut. 2.5 Dampak Lingkungan - Ecological Footprint Ecological foorprint atau Tapak ekologi, adalah konsep yang dikembangkan oleh Dr. Mathis Wackernagel dan beberapa koleganya di Kanada dan Amerika, sebagai usaha untuk mencermati “pengaruh” atau “impact” manusia terhadap “cadangan kekayaan dan kemampuan dukung bumi”. Melalui penggunaan konsep “tapak ekologi” ini, bisa dilihat seberapa besar kekayaan bumi atau suatu wilayah (terutama yang SDA yang terbarukan) yang masih tersisa, dan seberapa besar pengaruh konsumsi manusia terhadap ketersediaannya (Wackernagel, 2000). Ecological footprint merupakan suatu ukuran untuk mengetahui besarnya sumber daya biologis lahan dan air yang digunakan untuk mendukung aktifitas konsumsi dan mengasimilasi produksi limbah dari populasi manusia di kawasan tertentu (Wackernagel et al., 1997). Hal ini didasari oleh ide bahwa setiap aktifitas individu, komunitas, dan kawasan memiliki dampak terhadap sumber daya alami bumi melalui penggunaan sumber dayanya, limbah yang dihasilkan, dan jasa yang diberikan oleh lingkungan. Dengan kata lain, ecological footprint mengukur tingkat aktifitas manusia di dalam lingkup kapasitas alam sehingga dapat diketahui apakah aktifitas manusia saat ini masih dalam ambang batas atau telah melebihi kapasitas yang dapat disediakan oleh alam (carrying capacity). Jika ecological footprint masih dalam ambang batas kapasitas alam, maka dapat dikatakan aktifitas manusia di atasnya masih berkelanjutan. Namun jika melebihi kapasitas yang dapat diberikan oleh alam, maka dapat dikatakan bahwa aktifitas manusia di atasnya tidak berkelanjutan (Wackernagel et al., 1997). Magister Studi Pembangunan-ITB 10 |
  • 11. Besarnya ecological footprint dari tiap individu dapat diukur dari tingkat konsumsi dan produksi limbahnya. WWF (http://footprint.wwf.org.uk/) dan Global Footprint Network (http://www.footprintnetwork.org) menyediakan alat untuk menghitung secara sederhana footprint individu. Secara umum, komponen yang digunakan oleh kedua lembaga tersebut untuk mengetahui besarnya ecological footprint adalah: • Tingkat konsumsi daging, susu, telur, sayur, dan ikan per satuan waktu • Pengeluaran konsumsi rumah tangga bulanan • Jumlah individu yang tinggal di dalam rumah dan ukuran rumah • Sumber daya listrik dan perilaku penggunaannya • Tingkat perilaku penggunaan kendaraan pribadi dan kendaraan publik Dari komponen-komponen di atas, kemudian ditentukan besarnya sumber daya alam dan jasa lingkungan yang dibutuhkan untuk mendukung tingkat konsumsi dan mengasimilasi limbah yang dihasilkan dari proses konsumsi tersebut. Kemudian, keberlanjutan dari sumber daya alami dan jasa lingkungan yang digunakan dapat ditentukan berdasarkan daya dukung alami (carrying capacity) yang tersedia. Konsep ini, merupakan salah satu dari berbagai konsep yang telah dikembangkan oleh para ilmuwan, untuk lebih mengerti dan mendalami makna dari “daya dukung bumi” (“earth carrying capacity”), khususnya daya dukung SDA terbarukan. Apabila konsep “daya dukung bumi” lebih dititik beratkan pada besar maksimum populasi yang mampu ditopang secara berkelanjutan oleh suatu luasan area di bumi (termasuk di dalamnya segala sumber daya yang ada), maka konsep “tapak ekologi”, sebaliknya, lebih menitik beratkan pada “besarnya pengaruh suatu populasi terutama manusia pada ketersediaan sumber daya yang ada di bumi”. Gambar 4. Konsep Ecological Footprints Magister Studi Pembangunan-ITB 11 |
  • 12. Ide tapak ekologi, di awali dengan pemikiran bahwa bumi kita, yang hanya satu- satunya, mempunyai luas permukaan (air dan darat), yang tertentu dan relatif tetap. Dari seluruh luasan permukaan bumi, tidak seluruhnya merupakan area yang produktif secara biologis (“biologically productive areas atau BPA”), yang artinya bisa mendukung sistim kehidupan dengan menghasilkan secara biologi berbagai sumber daya (makanan, obatobatan, rekreasi alam, bahan pakaian, bahan perabotan, ataupun turunan biologis berupa minyak bumi dan gas) yang bisa dikonsumsi oleh manusia, dan atau menjadi tempat pembuangan serta asimilasi sampah hasil konsumsi manusia. Untuk melihat seberapa besar pengaruh manusia maupun sekelompok manusia terhadap kapasitas kekayaan sumber daya alam terbarukan di bumi (“biocapacity”), maka perlu dilakukan perhitungan tapak ekologi. Perhitungan ini, didasarkan pada dua fakta sederhana yaitu yang pertama, manusia umumnya dapat menelusuri sebagian besar konsumsi sumber daya alam (baik berupa produk ataupun jasa), serta sampah yang kita produksi. Kedua adalah, sebagian besar dari sumber daya ini bisa diukur kesetaraannya dalam bentuk area permukaan bumi yang produktif secara biologis atau “biologically productive areas” atau disingkat BPA dalam satuan hektar (ha). Ecological footprint merupakan alat untuk mengevaluasi tanah yang secara alami mampu menghasilkan dan mengelola limbah, atau dikenal sebagai tanah produktif secara biologis. Perhitungan dasar ecological footprints mencerminkan seberapa banyak alat, energi, dan ruang yang dibutuhkan oleh penduduk dan kemampuan suatu wilayah atau daerah untuk memenuhi kebutuhan itu. 2.6 Teori Kepadatan dan Kesesakan Pembangunan Rumah Susun merupakan salah satu solusi bagi penataan kawasan kumuh, dimana menurut Lampiran Perpres No. 7 tahun 2005 disebutkan bahwa di wilayah perkotaan, telah meningkat luas permukiman kumuh dari 40.053 Ha pada tahun 1996 menjadi 47.500 Ha pada tahun 2000. Penataan kawasan kumuh dalam jangka panjang dapat berdampak untuk mengatasi kemacetan lalu-lintas dan dapat menekan serta menghemat biaya tranportasi yang pada akhirnya dapat menekan inefisiensi di dalam pembangunan ekonomi Indonesia (high cost economy). Perencanaan pembangunan rumah susun yang baik, sepatutnya dilakukan mengacu pada jumlah dan kepadatan penduduk, kepadatan bangunan, rencana rinci tata ruang, layanan prasarana, sarana, dan utilitas umum, layanan transportasi, alternatif pengembangan konsep pemanfaatan rumah susun, konsep hunian berimbang; dan analisis potensi kebutuhan rumah susun. Magister Studi Pembangunan-ITB 12 |
  • 13. Peneliti-peneliti seperti Carey (1972) dan Carson (1964) menemukan bahwa manusia membedakan kepadatan di dalam rumahnya (inside-density) dan diluar rumahnya (outside- density). Dengan mengkombinasikan dua jenis kepadatan ini maka diperoleh 4 jenis kepadatan, yaitu: • Kepadatan pedesaan dimana kepadatan di dalam rumah tinggi, tetapi kepadatan di luar rendah • Kepadatan pinggiran kota (suburb) dimana kepadatan di dalam maupun di luar rumah rendah • Kepadatan pemukiman kumuh di kota dimana kepadatan di luar maupun di dalam rumah tinggi • Kepadatan pemukiman mewah di kota besar dimana kepadatan di dalam rumah rendah, tetapi kepadatan di luar rumah tinggi. 2.7 Teori Nilai Lahan dan Konsolidasi Tanah (Land Consolidation) Teori ini menjelaskan bahwa nilai lahan dan penggunaan lahan mempunyai kaitan yang sangat erat. Nilai lahan atau land value adalah suatu penilaian atas lahan didasarkan pada kemampuan lahan secara ekonomis dalam hubungannya dengan produktivas dan strategi ekonominya. Harga lahan adalah penilaian atas lahan yang diukur berdasarkan harga nominal dalam satuan uang untuk satuan luas pada pasaran lahan (Hari Sabari Yunus, 2000). Penilaian atas lahan di perkotaan dapat dilakukan secara tidak langsung yakni produktivitas lahan yang ditimbulkan oleh keberadaan lokasi. Faktor –faktor yang mempengaruhi nilai lahan diperkotaan adalah : lingkungan, drainase dan lokasi dimana lahan tersebut berada serta aksesibilitas. Derajat aksesibilitaslah yang mewarnai tinggi rendahnya nilai lahan. Semakin tinggi aksesibilitas suatu lokasi semakin tinggi pula nilai lahannya dan biasanya hal ini dikaitkan dengan keberadaan konsumen akan barang dan jasa. Derajat keterjangkauan ini berkaitan dengan : 1. Potential shoppers yang banyak; 2. Kemudahan untuk datang/pergi ke/dari lokasi tersebut. Kompetisi untuk memperoleh lokasi dengan aksesibilitas tinggi sangat ketat dan lokasi seperti ini menentukan nilai lahan yang tinggi dan harga lahan yang tinggi. Selain itu, konsep konsolidasi lahan menjelaskan bahwa pertumbuhan dan perkembangan kota dalam perjalanannya telah memunculkan berbagai persoalan pembangunan. Salah satunya adalah persoalan pertanahan, ketidakseimbangan laju pertumbuhan penduduk dan kebutuhan Magister Studi Pembangunan-ITB 13 |
  • 14. tanah untuk memenuhi kebutuhan perumahan, pertanian dan kegiatan usaha serta penyediaan infrastruktur lingkungannya. Kondisi ini mengakibatkan munculnya permukiman-permukiman kumuh terutama di pinggiran dan pusat perkotaan yang sangat minim dengan sarana dan prasarana lingkungan permukiman. Hal seperti ini dapat dihindari apabila dari awal perencanaan dan penataan kota berpihak pada kepentingan masa mendatang dengan tetap memperhatikan keberlanjutan dan kelestarian lingkungannya. Selama ini, pengaturan pembangunan dan pengelolaan Rumah Susun, Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (UU Rusun), dimana tujuan pembangunan rumah susun adalah untuk memenuhi kebutuhan hunian sekaligus meningkatkan kualitas kehidupan seluruh lapisan masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Selanjutnya lahir Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman, yang pada dasarnya hanya suatu aturan yang bersifat umum, yang seharusnya sudah ada sebelum UU Rusun, demikian juga beberapa produk hukum dan perundang-undangan dibidang perumahan dan permukiman telah banyak dikeluarkan. Magister Studi Pembangunan-ITB 14 |
  • 15. III. Analisis dan Pembahasan Penyediaan rumah susun, dalam hal ini The Jarrdin Cihampelas merupakan salah satu upaya pemerintah kota bandung yang bekerja sama dengan pihak swasta untuk merubah kawasan kumuh menjadi kawasan perumahan rumah susun. Namun berdasarkan pada pengamatan di lapangan, pengembang lebih tertarik untuk berinvestasi dalam pembangunan rumah untuk warga berpenghasilan tinggi yang lebih menjamin keuntungan. Selain itu, proses pembangunan perumahan ini juga masih mengandung sejumlah kelemahan yang bermuara pada tiga masalah besar, yaitu (1) Lingkungan hidup dan tata- ruang, (2) Dikotomi dan konflik, serta (3) Ketidakadilan. 3.1 Lingkungan Hidup dan Tata Ruang Seiring dengan pemberlakuan kedua UU No.16 tahun 1985 tentang rumah susun maka perlu dikaji efektifitasnya dalam mengatur penetapan rumah susun. Hal ini dikarenakan UU Rusun telah berlaku dalam jangka waktu yang relatif lama, dengan dilatarbelakangi suasana perpolitikan dan kenegaraan yang jauh berbeda, serta keadaan sosial budaya masyarakat yang makin berkembang jauh berbeda, dimana baik secara jumlah maupun pola pikir masyarakat dewasa ini jauh lebih kompleks dan kritis. UU Rusun dirasakan tidak mampu mengatur dan mengantisipasi adanya dinamika perubahan kehidupan perkotaan, perumahan, permukiman dan rumah susun yang terus berkembang. Perubahan sosial-ekonomi-budaya-politik yang diwarnai dengan peraturan perundang- undangan baru beserta turunannya menuntut penyesuaian berbagai sektor kehidupan, termasuk perumahan dan rumah susun. Khusus untuk di kota Bandung, pemerintah berusaha merubah kawasan kumuh menjadi kawasan perumahan rumah susun dengan bekerja sama dengan pihak swasta (pengembang). Namun seringkali pada kenyataan di lapangan, pengembang lebih tertarik untuk berinvestasi dalam pembangunan rumah untuk warga berpenghasilan tinggi yang lebih menjamin keuntungan. Selain itu, Proses pembangunan perumahan, juga masih mengandung sejumlah kelemahan yang melekat pada sektor pemerintah dan masyarakat serta sektor swasta , dan telah menyebabkan tiga masalah besar, yaitu tanah dan tata-ruang, dikotomi dan konflik, serta ketidakadilan. Kawasan Cihampelas khususnya bantaran Cikapundung dalam beberapa periode terakhir telah menjelma menjadi sentra kegiatan ekonomi dan kepadatan penduduk yang lambat laun meningkatkan jumlah pemukiman kumuh di daerah ini. Kondisi tersebut antara lain disebabkan oleh pergeseran penduduk masyarakat berpenghasilan rendah dari daerah sekitar bandung lainnya maupun dari luar kota bandung untuk mencoba mencari manfaat ekonomi di daerah ini. Perumahan kumuh dicirikan dengan kondisi sanitasi dan tata ruang Magister Studi Pembangunan-ITB 15 |
  • 16. yang buruk, yang dapat menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan penghuninya, kerawanan kebakaran, potensi meningkatnya peluang kriminalitas, terganggunya norma tata susila dan masalah lingkungan lainnya seperti banjir serta kurangnya air bersih. Pembangunan Rumah susun ini tampaknya menjadi upaya pemerintah untuk meminimalisir dan menata kepadatan penduduk di daerah cihampelas agar menjadi layak huni. Namun dalam pelaksanaannya, tidaklah demikian, dimana pembangunan rusunami THE JARRDIN Cihampelas cenderung tidak bertujuan untuk mencapai tujuan penataan kota dan pemukiman kumuh daerah cihampelas menjadin lebih baik. Fakta ini dapat dilihat dari relatif tingginya harga untuk menjadi penghuni rusunami the jarddin cihampelas, dimana harga yang ditawarkan untuk menjadi penghuni rusunami (sertifikat hak milik/strata title) tersebut mulai dari Rp.88 juta dengan luas hunian yang bervariasi dari mulai 18,5m2 sampai dengan 66m2 . Gambar 5. Pembangunan Rusunami The Jarrdin Cihampelas Magister Studi Pembangunan-ITB 16 |
  • 17. Kondisi ini menunjukan bahwa target pasar pembangunan rusunami ini adalah masyarakat kalangan pendapatan menengah dan menengah keatas dengan menggunakan istilah rusunami sebagai pengganti kata apartemen. Dengan melihat kondisi tersebut dapat diketahui bahwa tujuan pembangunan rusunami ini bukanlah untuk menata hunian padat penduduk dan pemukiman kumuh didaerah sekitar cihampelas, melainkan bertujuan untuk memberikan alternatif investasi dan tempat tinggal bagi masyarakat kalangan menengah dan menengah keatas. Dengan kata lain pembangunan ini adalah upaya alternatif untuk menambah kapasitas ruang hunian baru di daerah yang padat penduduk yang tentunya akan menambah kepadatan penduduk serta memaksakan peningkatan daya tampung daerah cihampelas. Gambar 6 & 7 . Kota Bandung dilihat dari cihampelas Konsep penataan ruang yang dilakukan oleh pemerintah kota bandung belumlah menitikberatkan pada kepentingan dan tujuan untuk meminimalisasi kepadatan penduduk dan pemukihan kumuh di daerah cihampelas. Hal ini terihat dari relatif mudahnya perijinan untuk alih fungsi lahan untuk dibangun rusunami di daerah cihampelas. Kondisi ini menunjukan cenderung diabaikannya dampak sosial, tata ruang dan lingkungan yang akan timbul, serta tidak memperhitungkan kemampuan daya tampung daerah cihampelas yang saat ini telah penuh sesak. Fakta yang ada dilapangan menunjukan bahwa beberapa dampak sosial dan lingkungan dari adanya pembangunan rumah susun ini antara lain yaitu, bertambahnya masalah lingkungan hidup dan kepadatan penduduk di Cihampelas, yang menyebabkan bertambahnya permasalahan sosial di kawasan cihampelas, khususnya di daerah pembangunan rusunami The Jarrdin. Seperti diketahui, lokasi apartemen sangatlah dekat dengai sungai Cikapundung yang sehari-hari digunakan warga untuk berbagai keperluan akan kebutuhan air. Apabila tidak ada pengolahan limbah yang memadai, kondisi ini memiliki kecenderungan yang tinggi bahwa output limbah apartemen akan merusak kualitas air Cikapundung. Selain itu, bila dilihat dari aspek tata ruang, lokasi pembangunan rusunami ini cendeurng kurang memperhatikan aspek kepadatan lalu-lintas Cihampelas, Magister Studi Pembangunan-ITB 17 |
  • 18. padahal salah satu tujuan didirikannya rumah susun adalah untuk mempermudah mobilitas warga menuju lokasi pekerjaanya. 3.2 Analisis Ecological Footprint Kawasan Cihampelas Berdasarkan komponen pengukuran ecological footprint sesuai dengan kajian teori di atas, maka dapat diketahui ilustrasi dari proses konsumsi dan produksi biologis kawasan Cihampelas bertambah bebannya dengan dibangunnya rusunami di kawasan tersebut, dilihat berdasarkan daur energi dan ekologi lingkungan. Untuk mendukung konsumsi makanan masyarakat Cihampelas, sejumlah sumber daya alam dan jasa lingkungan digunakan dan bersumber dari kawasan sekitar Bandung. Daging, sayur, dan telur dapat berasal dari perkebunan dan peternakan di Bandung dan sekitarnya. Namun untuk konsumsi ikan terutama ikan laut harus mendatangkan ikan dari pusat-pusat Tempat Pelelangan Ikan, dan menggunakan transportasi yang menggunakan bahan bakar fosil dan menghasilkan limbah gas CO2. Kendaraan masyarakat Cihampelas akan menghasilkan limbah gas CO2 dimana sejumlah tanaman pohon diperlukan untuk mendaur CO2 dalam proses fotosintesis. Peternakan dan perkebunan menggunakan tanah dan air untuk mendukung produksinya, dan juga bahan-bahan lain yang bersumber dari alam seperti amonium sulfat dan oksigen, cacing untuk dekompos limbah tanah, dan bahan lainnya. Air yang digunakan untuk proses konsumsi rumah tangga dan produksi bahan-bahan konsumsi tersebut dapat berasal dari air tanah yang tersedia di kawasan perbukitan sekitar Bandung. Air tanah ini dapat berkurang jika tingkat eksploitasi air tanah melebihi tingkat regenerasinya. Dari ilustrasi proses konsumsi dan produksi di atas, dapat diduga bahwa tingkat penggunaan sumber daya alam dan jasa lingkungan memberikan kontribusi yang tinggi terhadap besarnya ecological footprint masyarakat Cihampelas. Dengan kondisi masyarakat Cihampelas sekarang, beban lingkungan Cihampelas untuk mendukung proses konsumsi dan produksi masyarakat sudah cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari padatnya arus kendaraan di jalan Cihampelas dan tingginya kepadatan populasi penduduk Cihampelas. Dengan adanya pembangunan rusunami di Cihampelas tanpa memindahkan pemukiman horizontal menjadi vertikal, akan semakin meningkatkan kepadatan populasi penduduk Cihampelas. Hal ini dalam daur energi dan ekologi lingkungan akan semakin meningkatkan ecological footprint kawasan Cihampelas, sehingga mungkin di masa depan akan melebihi kapasitas daya dukung lingkungan Bandung. Departemen Kementrian PU dalam publikasinya Ecological Footprint of Indonesia (2010) menyatakan bahwa ecological footprint jawa barat secara umum telah melebihi kapasitas dan daya dukung lingkungannya. Hal ini dapat berarti bahwa jika beban lingkungan di Cihampelas semakin meningkat maka Magister Studi Pembangunan-ITB 18 |
  • 19. akan terjadi kerusakan lingkungan yang cukup besar dan akan merugikan tidak hanya masyarakat Cihampelas, namun juga masyarakat Bandung dan Jawa Barat. 3.3 Perbandingan Konsep Pembangunan Rumah Susun Melihat keberhasilan penataan pemukiman kumuh dengan pembangunan rumah susun di cina, dapat diketahui bahwa konsep pembangunan rumah susun di Indonesia khususnya di lokasi pengamatan studi memiliki beberapa perbedaan yang cukup signifikan khususnya dalam upaya meminimalisasi pemukiman kumuh dan keadatan penduduk. Pada pembangunan rusunami The Jarrdin Cihampelas, terlihat jelas perbedaan tujuan pembangunan rusun dengan pembangunan-pembangunan rusun di negara cina, seperti lokasi pembangunan rusunami, harga sewa, infrastruktur dan aspek lingkungan. Di Cina, pembangunan rumah susun dikelola dan dibangun oleh pihak pemerintah, pola pembangunan ini menunjukan bahwa pembangunan rumah susun dibangun layaknya membangun barang yang bersifat publik namun penghuni rumah susun tersebut tetap diminta membayar uang sewa (bersifat semi-public). Tujuan pembangunan ini cenderung efektif dan berjalan sebagaimana mestinya, dimana pemerintah mampu untuk mengatur dan memindahkan masyarakat yang tinggal di pemukiman kumuh dengan berbagai insentif yang diberikan, sehingga masyarakat pun secara tertib dan terkoordinasi diatur untuk mengisi rumah susun yang telah dibangun oleh pemerintah tersebut. Dampak lingkungan dari adanya pemindahan penduduk dari lingkungan tersebut antara lain menambah ruang- ruang hijau dan ruang umum bagi publik. Oleh karena itu di negara cina seluruh pembangunan perumahan di kota-kota di China saat ini sudah mengedepankan pembangunan rumah susun dengan menerapkan konsep welfare policy dalam kebijakan perumahannya, dengan menempatkan kebijakan strategis perumahan dalam tujuan pembangan ekonomi secara keseluruhan, serta memadukan lembaga-lembaga keuangan negara untuk tujuan ini terkait dengan kebijakan pengembangan rumah susun untuk warga dalam jumlah besar yang dikendalikan melalui program pemerintah. Sementara itu, di Indonesia khsususnya di lokasi pengamatan, menunjukan bahwa konsep pembangunan rumah susun cenderung belum mampu untuk mengatasi permasalahan kepadatan penduduk dan mengurangi jumlah pemukiman kumuh. Perbedaan konsep ini antara lain dapat dilihat dari proses pembangunan rumah susun di Indonesia tidaklah dibangun dan dikelola secara langsung oleh pemerintah, melainkan pemerintah hanya berperan sebagai otoritas yang memberikan kemudahan-kemudahan bagi pihak pengembang swasta (subsidi). Kondisi ini cenderung mempengaruhi pola dan tercapainya tujuan pembangunan rumah susun. Magister Studi Pembangunan-ITB 19 |
  • 20. Pembangunan rusunami THE JARRDIN Cihampelas cenderung tidak bertujuan untuk menyerap dan memindahkan penduduk lingkungan kumuh di cihampelas dan memindahkan ke dalam rumah susun tersebut, tetapi rumah susun yang dibangun ini adalah untuk menyediakan atau menambah kapasitas dan saya serap ruang penduduk cihampelas walaupun dilakukan dengan cara menghabiskan ruang-ruang hijau dan ruang publik serta ditambah lagi dengan lokasi pembangunan di sekitar daerah kumuh. Kondisi ini tidaklah mampu mewujudkan tujuan penataan kota dan pemukiman kumuh daerah cihampelas menjadi lebih baik. 3.4 Dikotomi dan Konflik Dari pengamatan di lapangan, dapat ditemukan beberapa konflik menyangkut pembangunan Apartemen Cihampelas dengan beberapa kelompok penduduk yang berakibat pada kendala pada pembangunan apartemen tersebut. Konflik tersebut pada dasarnya terjadi atas pertimbangan sebagai berikut : 3.4.1 Konservasi Cagar Budaya Lokasi pembangunan rusunami ini, pada awalnya adalah kolam renang pemandian cihampelas yang merupakan lokasi cagar budaya di daerah cihampelas. Bila dilihat dari sisi dan nilai sejarah, pemandian Cihampelas telah memenuhi aspek- aspek bangunan bersejarah atara lain yaitu aspek kelangkaan (tidak dimiliki daerah lain), aspek kesejarahan (lokasi peristiwa bersejarah), Estetika, Superlativas (keunikan), Kejamakan (mewakili ragam arsitektur tertentu) hingga pengaruh terhadap social (meningkatkan citra lingkungan sekitar). Kondisi ini membuat beberapa kelompok masyarakat menyayangkan pembangunan apartemen yang bertajuk rusunami yang mengambil lokasi di cagar budaya kolam renang Cihampelas yang merupakan kolam renang/pemandian pertama di Hindia Belanda. Kondisi ini berpotensi menimbulkan konflik sosial dan cenderung mengurangi satu-satunya wilayah dan ruang hijau di daerah cihampelas. Gambar 8. Bentuk Penolakan Warga terhadap Pembangunan Apartemen Magister Studi Pembangunan-ITB 20 |
  • 21. 3.4.2 Kegagalan Komunikasi Berdasarkan pengamatan di lapangan dan wawancara dengan warga sekitar, pembangunan apartemen sama sekali tidak melibatkan masyarakat pada awalnya. Padalah aspek komunikasi dan sosialisasi merupakan sangat penting untuk mewujudkan konsep Rusun yang sesungguhnya. Dalam hal ini, pemerintah dan pengembang perlu meyakinkan penduduk setempat yang sebagian besar berpenghasilan rendah bahwa rusun bisa menjadi hunian yang layak untuk mereka tempati. Selama ini, kenyataan menunjukan bahwa masyarakat berpenghasilan rendah belum memandang rumah susun sebagai hunian yang layak berdasarkan pertimbangan bahwa : 1. Permasalahan-permasalahan sosial yang mungkin timbul di rumah susun. 2. Kesulitan dalam membiayai perawatan dan pengeluaran lainnya (Air, Listrik, dana Kebersihan) yang akan dikenakan terhadap penghuni. 3. Penghuni tidak dapat menjalankan bisnis informal seperti warung atau PKL. 4. Pola pikir yang kurang bisa jadi menyebabkan penghuni berpenghasilan rendah menjual unitnya, untuk kemudian membangun hunian kumuh di sisi kota yang lain. Konflik lain berkaitan dengan hal-hal teknis seperti kebisingan selama proyek, kekhawatiran warga atas tertutupnya akses jalan, dan ganti rugi atas kepentingan warga yang hilang selama pembangunan apartemen dilaksanakan. Untuk menyelesaikan konflik tersebut, pengembang masih menggunakan ‘cara instan’ antara lain dengan memberikan uang ‘kerohiman’ kepada warga dengan besaran Rp. 19 juta untuk 100 KK di sekitar lokasi pembangunan yang diberikan setiap bulannya. Selain itu, pengembang juga merekrut beberapa warga sekitar untuk menjadi jasa keamanan selama proyek berlangsung. Perlu juga diperhatikan, bahwa dari observasi lapangan, tampak tidak ada upaya dari pengembang untuk mengajak penduduk agar nantinya mau menempati apartemen setelah pembangunannya rampung. Hal ini membuktikan bahwa pengembang tidak memproyeksikan penduduk sekitar sebagai calon penghuni apartemen tersebut, dan sebaliknya malah mempromosikan apartemen tersebut kepada warga pendatang.6 6 Pengembang tampak mempersepsikan istilah apartemen dan rumah susun sebagai suatu hal yang berbeda, padahal secara konsep hal tersebut adalah identik. Seperti pengakuan warga sebagai berikut : “…Sampai saat ini tidak ada masalah. Karena memang fungsinya sebagai rusunami…beda dengan apartemen. Keberatan kita tadinya kalau pembangunan ternyata apartemen, pasti akan menutup akses warga, nanti kalau ada yang meninggal atau sakit, sulit….” (Iyat, Kepala RW 05) Magister Studi Pembangunan-ITB 21 |
  • 22. Gambar 9 : Bentuk Protes Warga Terhadap Pemerintah 3.4.3 Permasalahan lingkungan Pembangunan Apartemen Cihampelas tidak lepas dari beberapa permasalahan lingkungan, antara lain lokasi pembangunan yang mengambil lahan hijau dan sumber air serta letaknya yang bersebelahan dengan sungai Cikapundung. 3.4 Ketidakadilan Salah satu masalah di dalam pembangunan apartemen The Jarrdin cihampelas adalah adanya unsur ketidakadilan dan marjinalisasi yang dirasakan sebagian besar kelompok masyarakat yang rentan dan kurang berdaya. Seharusnya pengadaan rumah susun harus dapat menjawab tumbuhnya permintaan atau tuntutan yang semakin beraneka ragam, yang tidak hanya terbatas pada menjawab menurut kebutuhan kategori kelompok pendapatan. Perumahan baru bagi masyarakat berpendapatan rendah semestinya tidak difokuskan pada tipe kecil, melainkan pada upaya agar kebutuhan ruang kelompok ini dapat terpenuhi. Artinya, pembangunan rumah susun harus memacu efisiensi agar diperoleh keadaan perumahan yang lebih sesuai dengan kebutuhan ruang dengan harga yang terjangkau, sehingga murah tidak selalu diartikan kecil dan sederhana. Akan tetapi, pembangunan Rusunami The Jarrdin Cihampelas cenderung lebih memihak pada kepentingan untuk mencari keuntungan dan memberikan alternatif hunian bagi kalangan masyarakat menengah keatas. Pembangunan rusunami ini dirasakan kurang tepat, dimana pola yang diterapkan dalam pembangunan rusunami adalah layaknya pembangunan apartemen. Hal ini dilihat dari relatifnya tingginya tingkat harga jual rumah hunian, yang menunjukan bahwa tujuan utama pembangunan rusunami ini bukanlah untuk menyediakan dan memindahkan pemukiman kumuh (pola horizontal) di daerah cihampelas ke dalam rusunami tersbeut (pola vertikal) , melainkan menambah tingkat kepadatan penduduk yang ironisnya dibangun di tengah-tengah pemukiman kumuh dan padat penduduk. Magister Studi Pembangunan-ITB 22 |
  • 23. Kecenderungan munculnya ketidakadilan ini terjadi akibat praktek diskriminasi politik, ekonomi dan spasial terhadap kelompok masyarakat yang kurang berdaya oleh kekuatan-kekuatan hegemonik dalam hal ini adalah penduduk sekitar lokasi pembangunan. Dalam pembangunan rusunami ini, pemerintah dan pihak pengembang kurang memberdayakan kelompok masyarakat tersebut dengan mengembangkan proses-proses dan mekanisme yang bersifat adil dan setara untuk mendapatkan berbagai peluang dan akses di dalam pembangunan rumah susun dan diberikannya hak-hak yang setara untuk mendapatkannya. Upaya kesetaraan dan keadilan ini sangat penting untuk dilakukan dalam upaya mencapai kesetaraan hak dalam akses dan peluang di dalam pembangunan yaitu antara lain: 1. hak dan akses atas tanah dan rumah susun; 2. hak atas pelayanan rumah susun; 3. hak dan akses atas informasi dan transparansi pelayanan rumah susun; 4. hak perlindungan hukum atas masalah rumah susun; 5. hak meminta pertanggungjawaban terhadap pemerintah atas masalah rumah susun; 6. hak pekerja industri atas perumahan dan pelayanan rumah susun; 7. hak partisipasi masyarakat atas proses produksi dan pemeliharaan rumah susun. Pembangunan rumah susun di cihampelas ini cendeurung terfokus pada penguasaan dengan cara pemilikan rumah, sementara jika dilihat pada mobilitas (sosial maupun fisik) penduduk perkotaan yang ada sekarang, terdapat kecenderungan kuat akan kebutuhan rumah dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Kepranataan yang ada juga tidak secara signifikan mengakomodasi kebutuhan perkembangan lingkungan rumah susun yang ada (the existing stock) sebagai potensi penting bagi pemenuhan kebutuhan perumahan dan sarana bagi proses transformasi sosial maupun rumah-rumah individual. Program pembangunan rumah susun secara umum hingga saat ini belum mampu memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi masyarakat khususnya masyarakat berpenghasilan rendah dan tidak tetap. Kelayakan tampaknya perlu dipahami dengan cara pandang lain, yaitu bukan secara teknis rasional melainkan dengan memahami kehidupan atau sifat sosio-ekonomi masyarakat yang bersangkutan. Pada dasarnya masyarakat berpenghasilan rendah akan memilih tempat tinggal dengan lokasi yang relatif dekat dengan tempat usahanya. Untuk itu dalam perkembangannya di kota Bandung, khususnya daaerah cihampelas pertumbuhan kawasan- kawasan kumuh cenderung cepat tumbuh dan berkembang karena cihampelas merupakan Magister Studi Pembangunan-ITB 23 |
  • 24. pusat kegiatan ekonomi. Keterlambatan pemerintah kota bandung dalam menyikapi permasalahan ini seringkali ditambah dengan kurang tepatnya perencanaan dan penataan kota yang terlihat dari penentuan lokasi pembangunan rumah susun yang lokasinya tidak strategis, atau bahkan merubah kawasan kumuh dengan perumahan susun namun seringkali tidak tepat sasaran, dimana rumah susun tersebut relatif dihuni oleh masyarakat kalangan pendapatan menengah dan menengah keatas, sehingga tujuan utama rusun sebagai alternatif hunian dan alteratif upaya untuk menata lingkungan kumuh sulit untuk dicapai. IV. Kesimpulan Berlandaskan hasil pengamatan dan analisis diatas, dapat diketahui bahwa pembangunan rusunami The Jarrdin di Cihampelas tidaklah mampu untuk meminimalisir tingkat kepadatan penduduk dan pemukiman kumuh di daerah Cihampelas. Pembangunan rusunami tersebut cenderung akan menambah beban lingkungan di cihampelas dan berpotensi mengganggu keselarasan dan keharmonisan kehidupan sosial. Dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa untuk meminimalisir dan menata pemukiman kumuh di berbagai daerah di Indonesia khususnya di kota Bandung, penerapan konsep tower (program pembangunan rusun) layaknya di negara-negara lain denagn tujuan untuk memindahkan hunian dan tempat masyarakat yang sebelumnya berpola horizontal menjadi vertikal tidak mampu diterapkan dan diwujudkan. Ketidakmampuan rusun mengatasi permasalahan kepadatan penduduk dan pemukiman kumuh tidak dapat dipisahkan dari tujuan dan perencanaan pembangunan kota dan pengelolaannya. Pemerintah harus memiliki kesadaran dan komitmen untuk menyediakan rumah layak huni bagi seluruh rakyat seiring sejalan dengan komitmen mengelola urbanisasi yang berkelanjutan. Urusan perumahan (kota) dan pengelolaan kota adalah dua hal yang sangat kompleks, sehingga perlu dikelola dengan sangat seksama dan objektif, terlepas dari campurtangan kepentingan birokrasi rente maupun politik praktis. Akan tetapi, di sinilah letak permasalahan yang dihadapi Indonesia, yang juga dihadapi oleh kota Bandung, yaitu arah kebijakan, pola pengelolaan kota dan mekanisme sistem penyediaan perumahan untuk rakyat yang masih sangat lemah. Sehingga seringkali tidaklah jelas siapa yang dimaksud dengan rakyat dalam proses dan penerapan serta perumusan suatu kebijakan. Dalam kondisi backlog perumahan dan permukiman kumuh perkotaan yang semakin meluas dan bertumbuh dengan cepat, kota-kota di Indonesia Magister Studi Pembangunan-ITB 24 |
  • 25. khususnya kota Bandung yang menjadi objek penelitian kami, sebenarnya masihlah sangat jauh dari konsep pembangunan berkelanjutan serta masih relatif sangat rendahnya aspek kenyamanan dan tingkat pelayanan publik. Di dalam prakteknya, justru banyak proyek pembangunan menara rusunami yang dibangun tidak terencana sejalan dan selaras dengan rencana kota yang baik. Banyak rumah susun dibangun di lahan kecil-kecil dan terpencar- pencar. Tidak sedikit rumah susun dibangun hanya setengah twin-blok atau satu menara saja di lahan 3000 sd 5000 m2 . Hal ini terpaksa dilakukan karena pengadaan tanah dan konstruksi yang tidak terpadu di dalam suatu sistem penyediaan perumahan publik. Akibatnya pembangunan menara-menara rusunami cenderung merusak daya dukung prasarana dan fasilitas kota, merusak dan memperburuk kondisi lingkungan dan kesehatan serta menimbulkan berbagai konflik sosial. Pembangunan rusunami the Jarrdin cihampelas dengan jelas terlihat memiliki pola yang hanya mengandalkan mekanisme perumahan komersial dengan menyerahkan urusan dari hulu hingga hilir sepenuhnya kepada para pengembang swasta, yang pada akhirnya menghasilkan tata wilayah dan perkotaan yang terpencar (scattered) dan menjalar-jalar (sprawl) serta merusak lingkungan. Pembangunan kawasan permukiman skala besar dan kota-kota baru untuk golongan menengah seperti ini cenderung atas menghasilkan tata wilayah perkotaan dan lingkungan yang semakin tidak berkelanjutan, yang ditandai kemacetan, kekumuhan, dan banjir. Belum adanya sikap dan arah kebijakan yang tegas dari pemerintah, khususnya pemerintah kota Bandung untuk mendukung revitalisasi Perumnas sebagai NHUDC (National Housing and Urban Development Corporation) sebagaimana sudah diusulkan oleh Perumnas sendiri, menyebabkan masalah perumahan dan perkotaan semakin kehilangan arah. Belum adanya solusi yang menjanjikan untuk menangani masalah perumahan sangat murah bagi keluarga-keluarga miskin di kolong jembatan (permukiman kumuh ilegal) sebagaimana diinstruksikan Presiden beberapa waktu lalu dengan konsep 1000 towernya, ditandai dengan belum adanya kebijakan yang mendukung pembentukan lembaga khusus untuk menangani community based housing delivery system, dalam rangka pengentasan permukiman kumuh dan ilegal. Padahal sudah ada contoh di negara-negara lain seperti CODI di Thailand, URA di Singapura dan HCA di Inggris. Semua kenyataan ini menunjukkan langkah-langkah pemerintah yang belum didukung oleh arah kebijakan yang efektif, sistem kelembagaan, maupun kerangka regulasi yang komprehensif dan terpadu dalam rangka memenuhi kebutuhan perumahan untuk seluruh rakyat dan mencapai kota-kota yang bebas permukiman kumuh dan layak huni. Untuk itu, dari hasil pengamatan dan analisis kami, kiranya perlu segera dilakukan pengkajian ulang terhadap kebijakan pembangunan perumahan dan perkotaan secara Magister Studi Pembangunan-ITB 25 |
  • 26. menyeluruh. Sehingga peran pemerintah sebagai pengatur dan pengelola kehidupan bermasyarakat dapat menciptakan kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, tidak hanya sekedar mengorbankan nasib mayoritas rakyat untuk kepentingan dan kesejahteraan segelintir (minoritas) rakyat. Magister Studi Pembangunan-ITB 26 |
  • 27. Daftar Pustaka Castells, Manuel dan Alejandro Portes. (1989). “World Underneath: The Origins, Dynamics, and Effects of the Informal Economy.” The Informal Economy: Studies in Advance and Less Developed Countries. Alenjandro Portes, Manuel Castells, and Lauren A. Benton. London, The Johns Hopkins Hugo, Graeme J. (1991). “Partisipasi Kaum Migran dalam Ekonomi Kota di Jawa Barat.” Urbanisasi, Pengangguran, dan Sektor Informal di Kota. Chris Manning dan Tadjuddin Noer Effendi. Jakarta, Yayasan Obor Indonesia. H. Juniarso Ridwan. (2008) .Kebijakan Penataan Ruang di Kota Bandung. Diskusi di Kantor Detik.com. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor: 11 Tahun 2005 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor: 03 Tahun 2005 Tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan. Resmi Setia M. (2008). “Menata atau Menggusur?” Opini Pikiran Rakyat. University Press: 11-37. Ministry of Public Works of Republic of Indonesia. 2010. Ecological Footprint of Indonesia. Directorat General of Spatial Planning: Indonesia. Wackernagel, M., Onisto, L., Bello, P., et al. 2007. National Natural Capital Accounting With the Ecological Footprint Concept. Ecological Economics 29 (1999): 375 – 390. Zulviton, H., et al. 2010. Konsep Rusunawa Untuk Urban Renewal Bagi Permukiman Kumuh Studi Kasus Kawasan Pantai Purus Kota Padang. Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010 : 1-14 http://footprint.wwf.org.uk/ http://www.footprintnetwork.org/en/index.php/gfn/page/calculators/ http://griyaidola.com.html/ Magister Studi Pembangunan-ITB 27 |
  • 28. Lampiran Script Wawancara dengan penduduk sekitar lokasi pembangunan Pada saat proses wawancara menggunakan bahasa sunda, namun pada transkrip wawancara dibawah ini telah mengalami editing alih bahasa ke dalam bahasa Indonesia. Serta menghilangkan pembahasan yang tidak berkorelasi dengan tujuan wawancara. Keterangan : T : Tanya J : Jawab Waktu : 9 Oktober 2011, 18.35 WIB Lokasi : Mesjid RW05 Narasumber : Penduduk asli cihampelas T : Apa tanggapan bapa terhadap pembangunan Rusunami Jarddin cihampelas? J : Sebetulnya kami sebagai warga merasa kecewa dengan pembangunan rusunami tersebut, kami beserta wakil RW melakukan aksi penolakan, salah satunya dengan membuat spanduk. Kami mengadakan pertemuan seminggu sekali di mesjid ini untuk membahas penolakan terhadap pembangunan rusunami. Namun apa daya, uang sudah punya kuasa, sekarang jadi adem ayem. Warga sekitar lokasi pembangunan apartemen yang semula mengolah kebun milik pemerintah di lokasi pembangunan rusunami, diberi ganti rugi oleh pihak pengembang rusunami, masing- masing pemilik kebun diberi 1,5jt., pemilik kandang ayam diberi 2,5 jt. Dengan pemberian uang tersebut menyumpel mulut warga, hasilnya warga yang tadinya mempermasalahkan pembangunan rusunami menjadi menutup mulut. Sebagian warga yang masih memprotes tidak dihiraukan oleh pengembang rusunami. Tiba tiba warga melihat sudah banyak alat alat berat lalu lalang. Pada jaman saya SD, jalan disekitar lokasi pembangunan rusunami sangat asri, ukuran jalannya besar, kiri kanan pohon cemara, lengkap dengan lampu penerangan jalan, lapangan parkir yang semula dipakai untuk parkir kolam renang, banyak dimanfaatkan warga sekitar untuk mencari nafkah, seperti pencucian mobil. Selain itu, lapangan parkir sering digunakan untuk kegiatan masyarakat, seperti olahraga, hari raya islam, solat ied. Yang lebih penting lagi, bangunan kolam renang adalah merupakan bangunan cagar budaya yang seharusnya dilestarikan. Pada saat peletakan batu pertama, sama sekali Tidak ada tawaran dari pengembang untuk memberdayakan warga sekitar dalam pembangunan proyek tersebut. Kita merasa kecewa. Magister Studi Pembangunan-ITB 28 |
  • 29. T : Apa bapa mengetahui siapa pemilik asli kolam renang cihampelas? J : Kepemilikan pribadi, sama yang punya centrum, kakak beradik T : Apakah ada gangguan dari proyek pembangunan rusunami terhadap warga? J : Ada, gangguan bising dari mesin mesin pengebor. T : Apa saran dan kritik bapa terhadap pembangunan yang seperti rusunami tersebut? J : Harusnya pembangunan toko-toko pusat keramaian seperti ini dilakukan di pinggir kota saja. Pindah pindahkan ke pinggiran kota, supaya polusi dan kemacetan bisa diminimalisir. Waktu : 16 Oktober 2011 pukul 17.15 WIB Lokasi : Balai RW 08 Narasumber : Ketua RW 08 T : Apa tanggapan bapak terhadap pembangunan Rusunami Jarddin cihampelas? J : hanya manis awalnya saja. T : apa yang pertama di sosialisasikan pengembang kepada warga? J : harusnya ada ijin tetangga, sebelum terjadi bentrok dengan warga, pengembang tidak meminta ijin warga. Setelah terjadi bentrok, mulai warga dirangkul oleh pengembang. Tidak ada dana sosial dari pihak pengembang kepada warga. Bapa dengan rekan rekan mengajukan proposal, dan ditanggapi oleh pengembang, bahwa sudah telat. Maka saya to the point saja, mau memberi apa ke RW08? Ternyata jawaban dari pengembang sudah tidak ada dana untuk warga. Hal ini membuat saya pusing, dan tidak mau mengurusnya lagi. Pernah warga yang rumahnya dekat dengan proyek diberi dana kira kira 1 juta, itupun hanya sekali. T : apakah dari warga sekitar ada yang menjadi pekerja di proyek pembangunan rusunami? J : ada, , ada beberapa warga yang menjadi security, tetapi tidak melewati pengurus. Warga yang menjadi security di pembangunan proyek, melamar secara pribadi, bukan recruitment dari pengembang. T : apa ada gangguan ? Magister Studi Pembangunan-ITB 29 |
  • 30. J : ada, suara bising yang sering mengganggu selama proses pembangunan. Dalalm jangka panjang, warga terganggu dengan lingkungan yang menjadi gaduh, akibat aktifitas di rusunami, dan limbah semakin menumpuk. Waktu : 16 Oktober 2011 pukul 19.27 WIB Lokasi : Rumah Ketua RW 05 Narasumber : Ketua RW 05 T : Terkait dengan warga, apa ada keluhan mengenai proyek pembangunan rusunami cihampelas? J : Sampai saat ini ga ada masalah. Karena memang fusnginya itu rusunami, kalo apartemen sudah ditutup mungkin ya. jadi karena itu rusunami, ya terbuka aja. Karena antara rusunami dan warga tidak ada batas, beda sama apartemen. Keberatan kita tadinya kalau pembangunan itu apartemen, pasti akan menutup akses warga, nanti kalau ada yang meninggal atau sakit, sulit.. T : Apakah ada kompensasi dari pengembang untuk warga ? J : Ada. T : Berupa apa? J : Berupa uang, hampir satu bulan itu, kompensasi ke 100 kepala keluarga, ada 3 rt, paling banyak rt 8, total 19 juta sebulan untuk 100 kepala keluaga selama proses proyek berjalan. Kalo setelah jadi nanti kita ini lagi, seperti keamanan, perparkiran, ya semua kita minta…mereka juga menghibahkan jalan masuk untuk jalan lingkungan. Dulu pemandian tidak ada kompensasi ke warga, parkir orang lain, penjagaan orang lain, kita aja mau mandi bayar. Semua sekarang dapat kompensasi. Kalo sekarang saya dari rw ya setuju setuju saja, warga semua setuju ya ngapain saya nolak. Penolakan waktu itu kan terjadi gatau karena apa, ya mungkin karena kurangnya sosialisasi, saya juga gamau tau. Kalau warga menolak, ya saya pun menolak, cuman kan menolaknya karena apa? penolakan harus jelas karena apa penolakan itu. Orang berfikirnya kalau apartemen kan bakal tertutup, tapi kan begitu dikasih tau itu rusunami, yang merupakan proyek nasional 1000 tower, ya sudah. T : Kalo dari pemerintah ada mediasi ga terhadap warga? J : Pemerintah ada mediasi melalui lurah n camat sebagai mediator, pertama kan waktu itu mau untuk waterboom, untuk ciwalk, berobah2, tauttau jadi bangunan. Kalau di ijinnya rusunami, rumah susun hak milik. Ya memang kalo apartemen kan kita menolaak, karena sifatnya ekslusif. Kalo konsep awal sih gitu. Magister Studi Pembangunan-ITB 30 |
  • 31. T : Jika dilihat dari sisi lingkungan, apakah ada dampak pembuangan limbah ke sekitar warga dari proyek pembangunan ini? J : Limbah ya dibuang keluar, ya sementara ini kaya keamanan sudah ada dari warga setempat, ditampung disana.paling gitu. Proyek ini juga mundur 6 bulan karena prose’s negosiasi dengan warga yang lama. Kita prinsipnya kalau dari lembaga rw, ya terserah warga. Magister Studi Pembangunan-ITB 31 |