Dokumen tersebut membahas tentang penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) pada pengolahan sup terang bulan di Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Secara garis besar dibahas mengenai latar belakang masalah keamanan pangan, tujuan penelitian untuk menentukan titik pengendalian kritis dan batas kritis dalam penerapan HACCP, serta manfaat penelitian bagi instansi dan peneliti
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyelenggaraan makanan terutama makanan khusus rumah sakit harus
optimal dan sesuai dengan mutu pelayanan standar kesehatan serta indikasi
penyakit pasien, penyelenggaraan makanan yang kurang memenuhi syarat
kesehatan (tidak saniter dan higienis) selain memperpanjang proses perawatan,
juga dapat menyebabkan timbulnya infeksi silang (cross infections) atau infeksi
nosokomial (infeksi yang didapatkan di rumah sakit), yang diantaranya dapat
melalui makanan. Selain timbulnya infeksi nosokomial, penyelenggaraan
makanan di rumah sakit yang tidak memenuhi standar kesehatan (tidak higienis)
juga dapat menyebabkan keracunan makanan (Puspita, 2010).
Keamanan pangan muncul sebagai suatu masalah yang dinamis seiring
dengan berkembangnya peradaban manusia dan kemajuan ilmu dan teknologi,
maka diperlukan suatu sistem dalam mengawasi pangan sejak diproduksi,
diolah, ditangani, diangkut, disimpan dan didistribusikan serta dihidangkan
kepada konsumen. Toksisitas mikrobiologik dan toksisitas kimiawi terhadap
bahan pangan dapat terjadi pada rantai penanganan pangan dari mulai saat
pra-panen, pascapanen/pengolahan sampai saat produk pangan didistribusikan
dan dikonsumsi (Seto, 2001).
Keamanan pangan pada dasarnya adalah hygienie sanitasi makanan, nilai
gizi dan safety. Salah satu langkah pengawasan mutu adalah dengan
menerapkan sistim HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) atau analisa
bahaya dan pengendalian titik kritis. HACCP adalah suatu sistem yang memiliki
landasan ilmiah dan yang secara sistematis mengidentifikasi potensi-potensi
bahaya terentu serta cara-cara pengendaliannya untuk menjamin keamanan
pangan (Susilo, 2006).
Hidangan sup terang bulan untuk kelas I, II, dan III di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo diperlukan tindakan HACCP karena menggunakan bahan
baku sayuran dan telur ayam yang rentan terhadap bahaya biologi, fisika, dan
2. 2
kimia. Selain itu, bahaya juga dapat timbul pada saat proses penerimaan bahan
aku, kontaminasi dengan bahan makanan lain dan kebersihan alat yang
digunakan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penyusun mencoba melakukan
penelitian mengenai penerapan HACCP pada sup terang bulan di dapur
Instalasi Gizi RSUP Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah penerapan HACCP pada
pengolahan produk sup terang bulan di Instalasi Gizi RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto? “
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui penerapan HACCP pada pengolahan sup terang bulan di
Instalasi Gizi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
2. Tujuan Khusus
a. Menentukan analisis potensi bahaya
b. Menentukan titik-titik pengendalian kritis atau Critical Control Point
(CCP)
c. Menentukan batas kritis
d. Menentukan suatu sistem untuk mengawasi pengendalian CCP
e. Menentukan tindakan-tindakan perbaikan
f. Menentukan prosedur pengecekan ulang
g. Menentukan dokumentasi/pemeliharaan catatan
3. 3
D. Manfaat
1. Bagi Instansi
Bagi institusi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto, khususnya
pada isntalasi gizi dapat digunakan sebagai dasar acuan pengolahan untuk
menerapkan konsep Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dalam
proses pengolahan makanan sehingga dapat meningkatkan mutu (quality
control).
2. Bagi Peneliti
Sebagai sarana mengaplikasikan ilmu yang telah didapat di bangku kuliah
khususnya tentang HACCP di Instalasi Gizi RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto.
4. 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Keamanan Pangan
Keamanan pangan muncul sebagai suatu masalah yang dinamis seiring
dengan berkembangnya peradaban manusia dan kemajuan ilmu dan teknologi,
maka diperlukan suatu sistem dalam mengawasi pangan sejak diproduksi,
diolah, ditangani, diangkut, disimpan dan didistribusikan serta dihidangkan
kepada konsumen. Toksisitas mikrobiologik dan toksisitas kimiawi terhadap
bahan pangan dapat terjadi pada rantai penanganan pangan dari mulai saat
pra-panen, pascapanen/pengolahan sampai saat produk pangan didistribusikan
dan dikonsumsi (Seto, 2001). Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya
yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis,
kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan
kesehatan manusia. Pangan yang aman serta bermutu dan bergizi tinggi
penting perannya bagi pertumbuhan, pemeliharaan dan peningkatan derajat
kesehatan serta peningkatan kecerdasan masyarakat (Cahyadi, 2008).
Keamanan pangan diartikan sebagai terbebasnya makanan dari zat-zat atau
bahan yang dapat membahayakan kesehatan tubuh tanpa membedakan
apakah zat itu secara alami terdapat dalam bahan makanan yang digunakan
atau tercampur secara sengaja atau tidak sengaja kedalam bahan makanan
atau makanan jadi (Moehyi, 1992).
Mutu pangan menurut PP Nomor 28 tahun 2004 adalah nilai yang
ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi, dan standar
perdagangan terhadap bahan makanan dan minuman. Keamanan pangan
merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Kurangnya
perhatian terhadap hal ini telah sering mengakibatkan terjadinya dampak berupa
penurunan kesehatan konsumennya, mulai dari keracunan makanan akibat
tidak higienisnya proses penyiapan dan penyajian sampai resiko munculnya
penyakit kanker akibat penggunaan bahan tambahan (food additive) yang
berbahaya (Syah, 2005).
5. 5
Keamanan pangan pada dasarnya adalah hygienie sanitasi makanan, nilai
gizi dan safety. Salah satu langkah pengawasan mutu adalah dengan
menerapkan sistim HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) atau analisa
bahaya dan pengendalian titik kritis. HACCP adalah suatu sistem yang memiliki
landasan ilmiah dan yang secara sistematis mengidentifikasi potensi-potensi
bahaya terentu serta cara-cara pengendaliannya untuk menjamin keamanan
pangan (Susilo, 2006). Secara umum HACCP digunakan untuk menetapkan
suatu bingkai atau sistem untuk menjalankan bagaimana implementasi prosedur
HACCP di setiap sektor yang dapat di gunakan untuk mengembangkan jaminan
setiap rrantai penyediaan mula dari prosedur
B. HACCP
1. Potensi Bahaya
Potensi bahaya adalah suatu bahan biologi, kimia atau fisik yang
dapat menyebakan sakit atau cedera jika tidak dikendalikan (Rauf, 2013).
Bahaya tersebut dapat berasal dari bahan mentah, kemasan, proses dan
penanganan yang berlangsung dalam rantai makanan ataupun lingkungan.
Potensi bahaya dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu bahaya fisik, bahaya
biologi, dan bahaya kimia. Potensi bahaya dari setiap bahan, baik bahan
tambahan sekecil apapun harus dilakukan analisis potensi bahaya. Berikut
tabel pengelompokan potensi bahaya:
Tabel 1. Pengelompokan Potensi Bahaya
Jenis Bahaya Contoh
Biologi Bakteri, virus, kapang, protozoa, dan serangga
Kimia Toksin alami (sianida), alergen, pestisida,
mikotoksin
Fisik Kerikil, logam, kaca, rambut
Sumber: Rauf, 2013
Analisis potensi bahaya adalah proses pengumpulan informasi dan
evaluasi potensi bahaya pada bahan pangan untuk dijadikan bahan
pertimbangan apakah potensi bahaya tersebut signifikan dan harus
dikendalikan pada perencanaan HACCP. Salah satu tahap analisis bahaya
adalah penentuan kelompok bahaya dari bahan baku, produk antara, dan
6. 6
produk akhir yang dibagi menjadi 6 kelompok bahaya, yaitu bahaya A, B, C,
D, E, dan F. Berikut tabel pengelompokan bahaya:
Tabel 2. Pengelompokan Bahaya
Kelompok
Bahaya
Keterangan
A Makanan non-steril untuk golongan berisiko tinggi
seperti bayi, balita, pasien, lansia, ibu hamil, ibu
menyusui.
B Makanan yang tersusun atas bahan yang sensitif
terhadap potensi bahaya biologi, kimia atau fisik.
C Dalam pengolahan tidak terdapat tahap yang dapat
menghilangkan atau mengurangi bahaya biologi,
kimia, atau fisik hingga batas yang dapat diterima.
D Makanan kemungkinan mengalami pencemaran
kembali setelah pengolahan dan sebelum
pengemasan penyajian.
E Makanan kemungkinan mengalami pencemaran
kembali atau penanganan yang kurang tepat selama
distribusi hingga diterima konsumen.
F Makanan yang tidak mengalami prses pemanasan
setelag pengemasan hingga disantap oleh konsumen
untuk menghilangkan bahaya biologi.
Tidak ada cara bagi konsumen untuk mendeteksi,
menghilangkan atau mengurangi potensi bahaya
kimia dan fisik.
Sumber: Rauf, 2013
Setiap produk diidentifikasikan terhadap kemungkinan mengandung
bahaya A sampai F, kemudian dikelompokkan berdasarkan kategori risiko.
Kategori risiko terbagi menjadi tujuh, yaitu kategori 0 sampai IV.
Pengelompokkan kategori risiko dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 3. Kategori risiko dari bahan baku dan produk
Kategori Risiko Keterangan
0 Tidak mengandung bahaya A-F
I Mengandung 1 bahaya B-F
II Mengandung 2 bahaya B-F
III Mengandung 3 bahaya B-F
IV Mengandung 4 bahaya B-F
V Mengandung 5 bahaya B-F
VI Mengandung bahaya A, dengan atau tanpa bahaya B-
F
7. 7
2. Titik Kendali Kritis
Titik kendali kritis atau CCP (critical control point) didefinisikan sebagai
tahapan atau prosedur dalam pengolahan pangan dimana pengendalian
dapat dilakukan sehingga dapat menghilangkan atau mengurangi potensi
bahaya hingga mencapai level yang dapat diterima (Rauf, 2013).
Ketrampilan yang esensial diperlukan untuk identifikasi CCP adalah
pengetahuan yang lengkap tentang produk, proses, hazard yang
teridentifikasi dan pengendaliannya. Setiap bahaya yang teridentifikasi pada
bahan baku membutuhkan suatu proses yang dapat mengurangi atau
menghilangkan bahaya tersebut sampai batas aman. Penentuan apakah
suatu tahap/proses adalah CCP atau bukan dengan cara menjawab
pertanyaan pada pohon keputusan CCP.
CCP terkait dengan kemanan pangan. Pada beberapa produk pangan,
formulasi makanan mempengaruhi tingkat keamanan nya, oleh karena itu
CCP pada produk semacam ini diperlukan untuk mengontrol beberapa
parameter seperti pH, aktivitas air (aw), dan adanya bahan tambahan
makanan (Sudarmadji, 2005).
8. 8
Gambar 1. Pohon Keputusan CCP
Apakah terdapat tindakan pencegahan untuk
bahaya yang teridentifikasi?
YA TIDAK
Apakah pengendalian pada
tahap ini diperlukan untuk
kemanan pangan?
TIDAK
Bukan CCP STOP*
YA
Tahap modifikasi,
proses dan produk
Apakah pada tahap ini dapat
menghilangkan atau mengurangi potensi
bahaya sampai pada batas yang dapat
diterima?
TIDAK
YA
Apakah kontaminasi oleh bahaya yang
diidentifikasi dapat terjadi sampai melebihi
batas yang dikehendaki atau dapatkah
terjadi peningkatan sampai melebihi batas?
YA TIDAK
Apakah tahapan berikutnya, sebelum
makanan dikonsumsi, dapat digunakan
untuk menghilangkan atau menurunkan
munculnya bahaya sampai dengan batas
yang diterima?
YA
TIDAK
Bukan CCP STOP*
CCP
9. 9
3. Batas Kritis
Menurut Sudarmadji (2005) batas kritis adalah nilai yang memisahkan
antara nilai yang dapat diterim dengan nilai yang tidak dapat diterima pada
setiap CCP. Titik pengendalian kritis (CCP) dapat merupakan bahan
mentah/baku, sebuah lokasi, suatu tahap pengolahan, praktek atau
prosedur kerja, namun harus spesifik, misalnya:
a. Tidak adanya pencemar tertentu dalam bahan mentah/baku.
b. Standar higienis dalam ruangan pemasakan /dapur
c. Pemisahan fasilitas yang digunakan untuk produk mentah dan yang
untuk produk jadi/masak.
Suatu batas kritis digunakan untuk memisahkan antara kondisi-kondisi
operasional yang aman dan tidak aman pada suatu CCP. Setiap
pengendalian akan mempunyai satu atau lebih batas kritis yang sesuai.
Kriteria yang sering digunakan adalah suhu, waktu, kelembaban, pH, water
activity (aw), keasaman, bahan pengawet, konsentrasi garam, viskositas,
adanya zat klorin, dan parameter indera (sensory) seperti penampilan dan
tekstur.
Tahap/proses yang dimasukkan ke dalam batas kritis adalah hanya
tahapan yang teridentifikasi sebagai CCP. Potensi bahaya yang ditampilkan
adalah bukan potensi bahaya yang secara utuh ada pada bahan baku,
namun hanya potensi bahaya yang dapat dikendalikan oleh suatu CCP
(Rusdin, 2013). Penentuan indikator batas kritis bisa diperoleh dari
beberapa sumber, yaitu:
a. Publikasi ilmiah: artikel, jurnal dan buku
b. Pedoman peraturan: pedoman lokal maupun international, Codex
Alimentarius, FDA, SNI, dan standart lainnya.
c. Tenaga ahli: asosiasi profesi, ahli proses thermal, ahli
pangan/mikrobiologi, perusahaan pembuat alat pengolahan pangan
d. Studi penelitian: pengalaman dalam lingkungan industri, dan analisis
laboratorium.
10. 10
4. Monitoring
Monitoring merupakan serangkaian pengamata atau pengukuran yang
telah direncanakan untuk memastikan bawa suatu CCP beroperasi di
bawah kendali dan untuk menyediakan catatan yang akurat untuk
digunakan dikemudian hari (Rauf, 2013). Dalam monitoring perlu juga
dicantumkan frekuensi pemantauan yang ditentukan berdasarkan pertimbangan
praktis. Lima macam pemantauan yang penting dilaksanakan antara lain:
pengamatan, evaluasi, sensorik, pengukuran sifat fisik, pengujian kimia, pengujian
mikrobiologi (Sudarmadji, 2005).
Pelaksanaan monitoring didasarkan pada 4 panduan, yaitu:
a. Apa yang dimonitor: biasanya batas kritis dari suatu CCP, seperti suhu,
waktu, pH, kadar air dan aktivias air.
b. Bagaimana: umunya dilakukan pengukuran fisik dan kimia (untuk batas
kritis kuantitatif) atau pengamatan (untuk batas kritis kualitatif).
c. Frekuensi: bisa secara kontinyu atau waktu-waktu tertentu.
d. Siapa: orang yang terlatih untuk melakukan aktivitas monitoring.
5. Tindakan Koreksi
Tindakan koreksi adalah kegiatan yang dilakukan bila berdasarkan
hasil pengamatan menunjukkan telah terjadi penyimpangan dalam CCP
pada batas kritis tertentu atau nilai target tertentu atau ketika hasil
pemantauan menunjukkan kecenderungan kurangnya pengendalian
(Sudarmadji, 2005). Tindakan perbaikan harus segera diambil pada saat
batas kritis terlampaui. Tindakan tersebut terencana, sehingga prosedur
perbaikan telah ditetapkan sebelumnya dan terdokumentasi pada rencana
HACCP. Prosedur perbaikan yang akan dilakukan telah dipastikan bahwa
tidak ada dampak bagi keamanan produk (Rauf, 2013).
data tentang pemantauan harus diperiksa secara sistematis untuk
menentukan titik dimana pengendalian harus ditingkatkan atau apakah
modifikasi lain diperlukan. Dalam hal ini, sistem dapat beradaptasi terhadap
perubahan kondisi dengan cara penyesuaian yang berkesinambungan
(Sudarmadji, 2005).
11. 11
6. Verifikasi
Verifikasi adalah aktivitas selain monitoring yang menentukan validitas
dari rencana HACCP dan menerangkan apakah sistem berjalan sesuai
dengan yang direncanakan. Kegiatan verifikasi akan memberikan suatu
kepercayaan bahwa rencana HACCP telah terlaksana dengan baik dalam
mengendalikan potensi bahaya, karena didasarkan pada prinsip-prinsip
ilmiah. Aktivitas verifikasi yang dilakukan antara lain kalibrasi peralatan dan
pengujian mikrobiologi (Rauf, 2013).
7. Pemeliharaan Catatan
Catatan harian sejak penerimaan bahan baku, proses pengolahan
hingga menjadi produk, selalu tersimpan dengan baik. Hal ini untuk
mengantisipasi jika suatu saat ada pengaduan dari konsumen, pihak
produsen akan lebih mudah dan dalam waktu singkat dapat mendeteksi
kapan dan pad tahap apa terjadinya penyimpangan. Makin cepat sumber
penyimpangan terdetesi, semakin cepat proses evaluasi, tindakan
perbaikan dan verifikasi dilakukan (Rauf, 2013).
C. Bahan Pembuat Sup Terang Bulan
1. Wortel
Wortel segar adalah umbi (akar tunggang) darti tanaman wortel
(Daucuta carota) dalam keadaan utuh, segar, dan bersih. Tekstur umbi
wortel tidak mengayu aabila dibagian tengah penampang melitang bagian
umbi yang terbesar tidak tampak mengayu dan atau tidak tampak
pertumbuhan tangkai bunga. Wortel segar digolongkan dalam 2 jenis mutu.
Syarat mutu ditentukan dari karakteristik ang mencakup kesamaan sifat
varietas, kekerasan, warna, kerataan permukaan, tekstur, persentase
jumlah maksimum wortel yang busuk, diameter, panjang tungkai dan
kotoran.
Warna oranye tua pada wortel menandakan kandungan beta karoten
yang tinggi. Semakin jingga warna wortel, makin tinggi kadar beta
12. 12
karotennya. Kadar beta-karoten yang terkandung pada wortel lebih banyak
dibanding kangkung, caisim, dan bayam.
2. Telur
Telur sebagai sumber protein mempunyai banyak keunggulan antara
lain, kandungan asam amino paling lengkap dibandingkan bahan makanan
lain seperti ikan, daging, ayam, tahu, tempe, dll. Telur mempunyai citarasa
yang enak sehingga digemari oleh banyak orang. Telur juga berfungsi
dalam aneka ragam pengolahan bahan makanan. Selain itu, telur termasuk
bahan makanan sumber protein yang relatif murah dan mudah ditemukan.
Hampir semua orang membutuhkan telur (Mietha, 2008).
Telur merupakan salah satu bahan pangan yang paling lengkap
gizinya. Selain itu, bahan pangan ini juga bersifat serba guna karena dapat
dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Komposisinya terdiri dari 11% kulit
telur, 58% putih telur, dan 31% kuning telur. Kandungan gizi terdiri dari
protein 6,3 gram, karbohidrat 0,6 gram, lemak 5 gram, vitamin dan mineral
di dalam 50 gram telur (Sudaryani, 2003).
Kerabang telur merupakan lapisan luar telur yang melindungi telur dari
penurunan kualitas, baik disebabkan oleh kontaminasi mikroba, kerusakan
fisik, maupun penguapan. Kualitas kerabang telur ditentukan oleh tebal dan
struktur kulitnya (Yamamoto, dkk., 2007).
Lama dan suhu dalam penyimpanan telur memengaruhi kualitas fisik
telur. SNI01-3926-2008 (BSN, 2008) menyatakan bahwa penyimpanan telur
konsumsi pada suhu ruang dengan kelembaban 80--90%, maksimum
kualitas telur selama 14 hari setelah ditelurkan, atau pada suhu antara 40
C
dan 70
C dengan kelembaban antara 60% dan 70%, maksimum selama 30
hari setelah ditelurkan.
13. 13
Tabel 4. Syarat Mutu Telur (SNI 39-26-2008)
No Faktor mutu Tingkatan mutu
Mutu 1 Mutu 2 Mutu 3
1 Kondisi kerabang
a. Bentuk
b. Kehalusan
c. Ketebalan
d. Keutuhan
e. Kebersihan
Normal
Halus
Tebal
Utuh
Bersih
Normal
Halus
Sedang
Utuh
Sedikit
noda kotor
Abnormal
Sedikit kasar
Tipis
Utuh
Banyak noda
dan sedikit kotor
2 Kondisi kantung udara (dilihat dengan peneropongan)
a. Kedalaman
kantong udara
b. Kebebasan
bergerak
< 0,5 cm
Tetap ditempat
0,5 cm –
0,9 cm
Bebas
bergerak
>0,9 cm
Bebas bergerak
dan dapat
terbentuk
gelembung
udara
3 Kondisi putih telur
a. Kebersihan
b. Kekentalan
c. indeks
Bebas bercak
darah, atau
benda asing
lainya
Kental
0.134-0.175
Bebas
bercak
darah, atau
benda asing
Sedikit
encer
0.092-0.133
Ada sedikit
bercak darah,
tidak ada benda
asing lainnya
Encer, kuning
telur belum
tercampur
dengan putih
telur
0.050-0.091
4 Kondisi kuning telur
a. bentuk
b. posisi
c. penampakan
d. kebersihan
e. indeks
Bulat
Ditengah
Tidak jelas
Bersih
0.458-0521
Agak pipih
Sedikit
bergeser
Ditengah
Agak jelas
bersih
0.394-0.457
Pipih
Agak dipinggir
Jelas ada sedikit
Bercak darah
0.330-393
5 Bau Khas Khas Khas
Persyaratan mutu mikrobiologis
No Jenis cemaran mikroba Satuan Mutu mikrobiologis (batas
14. 14
maksimum cemaran
mikroba/BMCM)
1 Total plate count (TPC) cfu/g 1x105
2 Coliform cfg/g 1x102
3 Eschericia coli MPN/g 5x101
4 Salmonella sp Per 25g Negatif
Sumber : BSN, 2008
3. Jamur Putih
jamur ini masih lazim dikategorikan sebagi jamur kuping. Tubuh buahnya
berwarna putih dengan teksturmirip gel. Ukurannya relatif lebih kecil
dibandingkan dengan jamur kuping lain.
4. Seledri
Seledri (Apium graveolens L.) adalah sayuran daun dan tumbuhan obat
yang biasa digunakan sebagai bumbu masakan. Tumbuhan ini digunakan
daunnya untuk menyedapkan sup atau sebagai lalap. Daunnya
mengandung polifenol, saponin, dan flavonoida (Cahyono,2003).
5. Bawang Putih (SNI 01-3160-1992)
Bawang putih merupakan umbi dari tanaman bawang putih (Allium
sativum L) yang terdiri dari siung-siung bernas, kompak dan masih
terbungkus oleh kulit luar, bersih dan tidak berjamur.Bawang mentah penuh
dengan senyawa-senyawa sulfur, termasuk zat kimia yang disebut alliin
yang membuat bawang putih mentah terasa getir atau angur. Bawang putih
digunakan sebagai bumbu yang digunakan hampir di setiap makanan dan
masakan Indonesia. Sebelum dipakai sebagai bumbu, bawang putih
dihancurkan dengan ditekan dengan sisi pisau (dikeprek) sebelum dirajang
halus dan ditumis di penggorengan dengan sedikit minyak goreng. Bawang
putih bisa juga dihaluskan dengan berbagai jenis bahan bumbu yang lain.
Bawang putih mempunyai resiko terkena bahaya fisik yaitu tanah dan
busuk. Bahaya biologi adalah adanya bakteri bacillus cereus dan serangga.
Bahaya kimia dari bawang putih adalah adanya residu pestisida. Bahaya
biologi dan kimia ini dapat dicegah dengan pencucian sampai bersih
dengan air yang bersih dan mengalir. Persyaratan mutu bawang putih
15. 15
mencakup kesamaan sifat varietas, tingkat kematangan, kekompakan dan
keberuasan siung, kekeringan dan persentase kerusakan .
6. Air
Persyaratan mutu antara lain tidak berbau, zat yang terlarut maks.
500mg/l, zat organik 1,0 mg/l, klorida maks. 250 mg/l, sulfat maks. 200 mg/l,
dan amonium maks. 0,15 mg/l.
Air minum adalah air yang digunakan untuk konsumsi manusia.
Menurut departemen kesehatan, syarat-syarat air minum adalah tidak
berasa, tidak berbau, tidak berwarna, tidak mengandung mikroorganisme
yang berbahaya, dan tidak mengandung logam berat. Air minum adalah air
yang melalui proses pengolahan ataupun tanpa proses pengolahan yang
memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung di minum (Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 907 Tahun 2002).
7. Garam
Garam beryodium yang dianjurkan untuk di konsumsi manusia adalah
yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI), yaitu berdasarkan SNI
No 01 3556.2.2000 tahun 1994 dalam SNI kadar yodium dalam garam
ditentukan sebesar 30 – 80 ppm dalam bentuk KIO3 hal ini dikaitkan
dengan jumlah garam yang dikonsumsi tiap orang per hari adalah 6 – 10 gr
(Palupi,2004).
16. 16
Tabel 5. Syarat Mutu Garam Beryodium
No. Parameter Satuan Persyaratan
Kualitas
1. Kadar air (H2O) % b/b Maks 7
2. Kadar NaCl (Natrium Klorida)
dihitung dari jumlah klorida
% adbk Min 94,7
3. Iodium dihitung sebagai
Kalium Iodat (KIO3)
mg/kg Min 30
4. Cemaran logam
Timbal (Pb)
Tembaga (Cu)
Raksa (Hg)
mg/kg
mg/kg
mg/kg
Maks 10
Maks 10
Maks 0,1
5. Arsen (As) mg/kg Maks 0,1
17. 17
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yaitu untuk mengetahui gambaran
penerapan HACCP pada sup terang bulan.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi
Penelitian dilakukan di Instalasi Gizi RSUD Prof. Dr. margono Soekarjo
Purwokerto
2. Waktu Pelaksanaan
Waktu pelaksanaan penelitian hari Kamis-Jumat, 6-7 November 2014 dari
pukul 08.00 – 12.00 WIB
C. Tim Pelaksana
1. Nunung Wahyuni, SST.
2. Ratna Arditya T.A
D. Teknik Pengambilan Data
1. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan cara wawancara dan
pengamatan langsung proses pembuatan sup terang bulan, meliputi:
a. Data penerimaan bahan makanan
b. Data persiapan bahan makanan
c. Data bumbu
d. Data hasil pengolahan
e. Data hasil distribusi
f. Data higienie dan sanitasi alat dan tenaga pengolah serta tenaga
distribusi
18. 18
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dengan cara mancatat buku yang telah ada,
meliputi:
a. Data siklus menu
b. Data standar resep
c. Data standar porsi
d. Data cara pengolahan
E. Bahan dan Alat
1. Bahan Utama dan Bumbu
a. Bahan:
1) Wortel
2) Jamur putih
3) Telur
4) Seledri
5) Kaldu daging sapi
b. Bumbu:
1) Bawang putih
2) Merica
3) Gula
4) Garam
2. Alat
a. Kompor gas
b. Wajan
c. Baskom
d. Pisau
e. Telenan
f. Pengaduk
g. Countainer
h. Penyaring
19. 19
i. Plato
j. Trolli
F. Analisis Data
Analisis ddata yang digunakan adalah analisis deskriptif, untuk mengetahui
penerapan HACCP pada pembuatan sup terang bulan di Instalasi Gizi RSUD
Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
20. 20
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Diskripsi Produk
Sup terang bulan merupakan salah satu menu sayuran yang disajikan untuk
makan siang pada menu ke 4 dalam siklus menu 10 hari di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto. Bahan utamanya adalah wortel, jamur putih,
telur, kaldu sapi, dan seledri sedangkan bumbunya adalah bawang putih,
merica, air, dan garam. Sup terang bulan merupakan makanan saring dengan
konsistensi sedikit kental, didominasi oleh warna orange dan memiliki aroma
khas dan rasa gurih. Menu ini ditujukan untuk pasien di ruang perawatan kelas I,
II, dan III untuk menu makanan saring disajikan menggunakan palto bulat
tertutup dari stainlestell.
Tabel 6. Analisis Diskripsi Produk
Nama Produk Sup Terang Bulan
Diskripsi Produk Sup terang bulan merupakan salah satu menu sayuran
yang disajikan untuk makan siang pada menu ke 4
dalam siklus menu 10 hari di RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto. Bahan utamanya adalah wortel,
jamur putih, telur, kaldu sapi, dan seledri sedangkan
bumbunya adalah bawang putih, merica, air, dan
garam. Sup terang bulan merupakan makanan saring
dengan konsistensi sedikit kental, didominasi oleh
warna orange dan memiliki aroma khas dan rasa gurih.
Menu ini ditujukan untuk pasien di ruang perawatan
kelas I, II, dan III untuk menu makanan saring disajikan
menggunakan palto bulat tertutup dari stainlestell.
Metode pengolahan Perebusan
Komposisi Bahan utama pembuatan sup terang bulan adalah
wortel, jamur putih, telur, kaldu sapi, dan seledri
sedangkan bumbunya adalah bawang putih, merica, air,
dan garam.
Tujuan penggunaan
(konsumen)
Sebagai sayur pada menu ke 4 dari siklus 10 hari untuk
pasien yang mendapatkan makanan saring pada kelas
perawatan I,II, dan III.
Metode distribusi Sup terang bulan yang telah matang kemudian
dilakukan pemorsian dan disajikan dalam plato bulat
tertutup stainlesstell dan langsung didistribusikan oleh
pramusaji menggunakan trolley.
21. 21
B. Analisis Potensi Bahaya
1. Identifikasi potensi bahaya dan cara pengendalian pada bahan makanan
Tabel 7. Identifikasi potensi bahaya dan cara pencegahan
No.
Bahan
Makanan
Kelompok
Bahaya
Jenis Bahaya Cara Pengendalian
1 Wortel
Biologi
Bacillus cereus
Busuk
Penyortiran bahan sesuai
dengan spesifikasi yang
telah ditentukan
Pencucian hingga bersih
dengan air mengalir
Perebusan dengan suhu
72oC selama 10 menit
Fisik Tanah
Kimia Residu pestisida
2
Jamur putih
(kering)
Biologi B.cereus Penyortiran bahan sesuai
dengan spesifikasi
Pencucian hingga bersih
dengan air mengalir
Perebusan dengan suhu
72oC selama 10 menit
Fisik Debu
Kimia Formalin
3 Telur
Biologi
Salmonella
Streptococci
S.aureus
Penerimaan bahan
sesuai dengan spesifikasi
Pencucian hingga bersih
dengan air mengalir
Perebusan dengan suhu
72oC selama 10 menit
Fisik Kotoran ayam
4 Seledri
Biologi
B. cereus
Ulat
Penyortirab bahan sesuai
dengan spesifikasi
Pencucian hingga bersih
dengan air mengalir
Perebusan dengan suhu
72oC selama 10 menit
Fisik Debu
Kimia Pestisida
5 Bawang putih
Biologi B. cereus Penyortiran bahan sesuai
dengan spesifikasi
Pencucian hingga bersih
dengan air mengalir
Perebusan dengan suhu
72oC selama 10 menit
Fisik
Tanah
Busuk
Kimia Pestisida
6 Merica
Biologi
B. cereus
Aspergillus
Penyortiran bahan sesuai
dengan spesifikasi
Pencucian dengan air
mengalir hingga bersih
Perebusan dengan suhu
72oC selama 10 menit
Fisik
Debu
Pasir
Kimia Aflatoksin
7 Air Biologi E coli
Perebusan dengan suhu
72oC selama 10 menit
8 Daging sapi
Biologi Salmonella, E.coli Penyortiran bahan sesuai
dengan spesifikasi
Pencucian hingga bersih
dengan air mengalir
Fisik Kotoran, lemak
Kimia Formalin
22. 22
Perebusan dengan suhu
72oC selama 15 menit
9 Garam Biologi Halobacterium Penyortiran bahan sesuai
dengan spesifikasi
Perebusan dengan suhu
72oC selama 15 menit
Fisik Batu
24. 24
2. Analisis kelompok bahaya dan risiko bahaya pada bahan makanan
Tabel 8. Analisis kelompok bahaya dan risiko bahaya pada bahan
makanan
BAHAN
Mentah/Ingridien/Bahan
Tambahan
Kelompok bahaya
Kategori
RisikoA B C D E F
Wortel + + - VI
Jamur putih + + - VI
Telur + + - VI
Seledri + + - VI
Kaldu sapi + + - VI
Bawang putih + + - VI
Merica + + - VI
Air + + - VI
Garam + + - VI
Daging sapi + + - VI
Sup terang bulan + + - + + + VI
C. Titik kendali Kritis
Setiap bahaya yang teridentifikasi pada bahan baku membutuhkan suatu
proses yang dapat mengurangi/menghilangkan bahaya tersebut sampai batas
aman. Tahap yang dapat mengendalikan bahaya tersebut disebut CCP. satu
jenis bahaya dapat dihilangkan dengan satu/lebih tahapan CCP. Berikut pohon
keputusan CCP pada pembuatan sup terang bulan:
1. Bawang Putih
P.1.a Apakah terdapat potensi bahaya pada bawang putih?
Ya (B,K,F)
P.1.b Apakah terdapat tindakan penghilangan/pengurangan potensi bahaya
yang teridentifikasi?
Ya (penyortiran 1, pencucian 1, perebusan 2)
P.2.a Apakah pada tahap penyortiran 1 dapat mengurangi/menghilangkan
bahaya sampai batas yang dapat diterima?
Ya (penyortiran 1 = CCP)
25. 25
P.2.b Apakah pada tahap perebusan 2 dapat mengurangi/menghilangkan
bahaya sampai batas yang dapat diterima?
Ya (perebusan 2 = CCP)
P.2.c Apakah pada tahap pencucian 1 dapat mengurangi/menghilangkan
bahaya sampai batas yang dapat diterima?
Ya (pencucian 1 = CCP)
2. Merica
P.1.a Apakah terdapat potensi bahaya pada merica?
Ya (B,K,F)
P.1.b Apakah terdapat tindakan penghilangan/pengurangan potensi bahaya
yang teridentifikasi?
Ya (penyortiran 2, perebusan 2)
P.1.c Apakah pada tahap penyortiran 2 dapat mengurangi/menghilangkan
bahaya sampai batas yang dapat diterima?
Ya (penyortiran 2 = CCP)
P.2.d Apakah pada tahap perebusan 2 dapat mengurangi/menghilangkan
bahaya sampai batas yang dapat diterima?
Ya (perebusan 2 = CCP)
P.2.a Apakah pada tahap penghalusan 1 dapat mengurangi/menghilangkan
bahaya sampai batas yang dapat diterima?
Tidak (penghalusan 1 = Bukan CCP)
P.2.b Apakah pada tahap penyimpanan 2 dapat
mengurangi/menghilangkan bahaya sampai batas yang dapat
diterima?
Tidak (penyimpanan 2 = Bukan CCP)
3. Daging sapi
P.1.a Apakah terdapat potensi bahaya pada daging sapi?
Ya (B,K,F)
P.1.b Apakah terdapat tindakan penghilangan/pengurangan potensi bahaya
yang teridentifikasi?
Ya (penyortiran 3, pencucian 2, perebusan 2)
26. 26
P.2.a Apakah pada tahap penyortiran 3 dapat mengurangi/menghilangkan
bahaya sampai batas yang dapat diterima?
Ya (penyortiran 3 = CCP)
P.2.b Apakah pada tahap pencucian 2 dapat mengurangi/menghilangkan
bahaya sampai batas yang dapat diterima?
Ya (pencucian 2 = CCP)
P.2.c Apakah pada tahap perebusan 2 dapat mengurangi/menghilangkan
bahaya sampai batas yang dapat diterima?
Ya (perebusan 2 = CCP)
p.2.d Apakah pada tahap pemotongan 1 dapat mengurangi/menghilangkan
bahaya sampai batas yang dapat diterima?
Tidak (pemotongan 1 = bukan CCP)
4. Wortel
P.1.a Apakah terdapat potensi bahaya pada wortel?
Ya (B,K,F)
P.1.b Apakah terdapat tindakan penghilangan/pengurangan potensi bahaya
yang teridentifikasi?
Ya (penyortiran 4, pencucian 3, perebusan 2)
P.2.a Apakah pada tahap penyortiran 4 dapat mengurangi/menghilangkan
bahaya sampai batas yang dapat diterima?
Ya (penyortiran 4 = CCP)
P.2.b Apakah pada tahap pencucian 3 dapat mengurangi/menghilangkan
bahaya sampai batas yang dapat diterima?
Ya (pencucian 3 = CCP)
P.2.c Apakah pengupasan dapat mengurangi/menghilangkan bahaya
sampai batas yang dapat diterima?
Tidak (pengupasan = Bukan CCP)
P.2.d Apakah pada tahap pemarutan dapat mengurangi/menghilangkan
bahaya sampai batas yang dapat diterima?
Tidak (Pemarutan = Bukan CCP)
27. 27
p.2.e Apakah pada tahap perebusan 2 dapat mengurangi/menghilangkan
bahaya sampai batas yang dapat diterima?
Ya (perebusan 2 = CCP)
5. Jamur putih
P.1.a Apakah terdapat potensi bahaya pada jamur putih?
Ya (B,K,F)
P.1.b Apakah terdapat tindakan penghilangan/pengurangan potensi bahaya
yang teridentifikasi?
Ya (penyortiran 5, pencucian 4, perebusan 2)
P.2.a Apakah pada tahap pencucian 4 dapat mengurangi/menghilangkan
bahaya sampai batas yang dapat diterima?
Ya (pencucian 4 = CCP)
P.2.b Apakah pada tahap pemotongan 2 dapat mengurangi/menghilangkan
bahaya sampai batas yang dapat diterima?
Tidak (Pemotongan 2 = Bukan CCP)
P.2.c Apakah perendaman dapat mengurangi/menghilangkan bahaya
sampai batas yang dapat diterima?
Tidak (perendaman = Bukan CCP)
P.2.d Apakah pada tahap penyortiran 5 dapat mengurangi/menghilangkan
bahaya sampai batas yang dapat diterima?
Ya (penyortiran 5 = CCP)
P.2.e apakah pada tahap perebusan 2 dapat mengurangu/menghilangkan
bahaya sampai batas yang dapat diterima?
Ya (perebusan 2 = CCP)
6. Telur
P.1.a Apakah terdapat potensi bahaya pada telur?
Ya (B,F)
P.1.b Apakah terdapat tindakan penghilangan/pengurangan potensi bahaya
yang teridentifikasi?
Ya (penyortiran 6, pencucian 5, perebusan 2)
28. 28
P.2.a Apakah pada tahap pencucian 5 dapat mengurangi/menghilangkan
bahaya sampai batas yang dapat diterima?
Ya (pencucian 5 = CCP)
P.2.b Apakah pada tahap penyortiran 6 dapat mengurangi/menghilangkan
bahaya sampai batas yang dapat diterima?
Ya (penyortiran 6 = CCP)
P.2.c Apakah pada tahap penyaringan dapat mengurangi/menghilangkan
bahaya sampai batas yang dapat diterima?
Ya (Penyaringan = Bukan CCP)
P.2.d Apakah pada tahap perebusan 2 dapat mengurangi/menghilangkan
bahaya sampai batas yang dapat diterima?
Ya (perebusan 2 = CCP)
7. Garam
P.1.a Apakah terdapat potensi bahaya pada garam?
Ya (B,K,F)
P.1.b Apakah terdapat tindakan penghilangan/pengurangan potensi bahaya
yang teridentifikasi?
Ya (penyortiran 7, perebusan 2)
P.2.a Apakah pada tahap penyortiran 7 dapat mengurangi/menghilangkan
bahaya sampai batas yang dapat diterima?
Ya (penyortiran 7 = CCP)
P.2.b Apakah pada tahap penghalusan 2 dapat mengurangi/menghilangkan
bahaya sampai batas yang dapat diterima?
Tidak (penghalusan 3 = CCP)
P.2.c Apakah tahap perebusan 2 dapat mengurangi/menghilangkan bahaya
sampai batas yang dapat diterima?
Ya (perebusan 2 = CCP)
8. Seledri
P.1.a Apakah terdapat potensi bahaya pada seledri?
Ya (B,K,F)
29. 29
P.1.b Apakah terdapat tindakan penghilangan/pengurangan potensi bahaya
yang teridentifikasi?
Ya (penyortiran 8, pencucian 6, perebusan 2)
P.2.a Apakah pada tahap pencucian 6 dapat mengurangi/menghilangkan
bahaya sampai batas yang dapat diterima?
Ya (pencucian 6 = CCP)
P.2.b Apakah pada tahap penyortiran 8 dapat mengurangi/menghilangkan
bahaya sampai batas yang dapat diterima?
Ya (penyortiran 8 = CCP)
P.2.c Apakah pada tahap pemotongan 3 dapat mengurangi/menghilangkan
bahaya sampai batas yang dapat diterima?
Tidak (Pemotongan 3 = Bukan CCP)
P.2.d Apakah pada tahap perebusan 2 dapat mengurangi/menghilangkan
bahaya sampai batas yang dapat diterima?
Ya (Perebusan 2 = CCP)
9. Air
P.1.a Apakah terdapat potensi bahaya pada air?
Ya (B,K,F)
P.1.b Apakah terdapat tindakan penghilangan/pengurangan potensi bahaya
yang teridentifikasi?
Ya (perebusan 2)
P.2.a Apakah pada tahap perebusan 2 dapat mengurangi/menghilangkan
bahaya sampai batas yang dapat diterima?
Ya (perebusan 2 = CCP)
10. Penghalusan 2 (Air, bawang putih, merica)
Apakah penghalusan 2 dapat mengurangi/menghilangkan bahaya sampai
batas yang dapat diterima?
Tidak (Penghalusan 2 = Bukan CCP)
30. 30
11. Penyimpanan 4 (air, bawang putih dan merica pada suhu 7o
C)
Apakah penyimpanan 4 dapat mengurangi/menghilangkan bahaya sampai
batas yang dapat diterima?
Tidak (Penyimpanan 4 = Bukan CCP)
12. Perebusan 2 (100o
C selama 30 menit)
Apakah perebusan 2 dapat mengurangi/menghilangkan bahaya sampai
batas yang dapat diterima?
Ya (Perebusan 2 = CCP)
13. Pemorsian
Apakah pemorsian dapat mengurangi/menghilangkan bahaya sampai batas
yang dapat diterima?
Tidak (Pemorsian = Bukan CCP)
14. Pendistribusian
Apakah pendistribusian dapat mengurangi/menghilangkan bahaya sampai
batas yang dapat diterima?
Tidak (Pendistribusian = Bukan CCP)
Tabel 9. Penetapan CCP dan CP Pada Pengolahan Sup Terang Bulan
Proses CCP CP
Penyortiran 1 (bawang putih) √
Penyortiran 2 (merica) √
Penyortiran 3 (daging sapi) √
Penyortiran 4 (wortel) √
Penyortiran 5 (jamur putih) √
Penyortiran 6 (telur) √
Penyortiran 7 (garam) √
Penyortiran 8 (seledri) √
Penyimpanan 1 (bawang putih, 29oC) - -
33. 33
D. Batas Kritis
Tabel 10. Penetapan Batas Kritis Pada Pembuatan Sup terang Bulan
Komponen HACCP Parameter Kritis Batas kritis
Penyortiran 1
(bawang putih)
Standar spesifikasi
bahan yang telah
ditetapkan
Bawang putih: Bersih, segar, tidak
busuk, terkupas
Penyortiran 2
(merica)
Standar spesifikasi
bahan yang telah
ditetapkan
Merica: utuh, bersih
Penyortiran 3
(daging sapi)
Standar spesifikasi
bahan yang telah
ditetapkan
Daging sapi: Segar, bersih, tidak
berurat, tidak berlemak
Penyortiran 4
(wortel)
Standar spesifikasi
bahan yang telah
ditetapkan
Wortel : Bersih, segar, muda
Penyortiran 5
(jamur putih)
Standar spesifikasi
bahan yang telah
ditetapkan
Jamur putih: Bersih, putih, utuh
Penyortiran 6
(telur)
Standar spesifikasi
bahan yang telah
ditetapkan
Telur: Utuh, bersih, tidak
busuk/baru
Penyortiran 7
(garam)
Standar spesifikasi
bahan yang telah
ditetapkan
Garam: Branded GM
Penyortiran 8
(seledri)
Standar spesifikasi
bahan yang telah
ditetapkan
Seledri: Bersih, segar, muda, tidak
berulat
Pencucian 1
(bawang putih)
Bersih dari kotoran Bahan makanan bersih
Pencucian 2
(daging sapi)
Bersih dari kotoran Bahan makanan bersih
Pencucian 3
(wortel)
Bersih dari kotoran Bahan makanan bersih
Pencucian 4
(jamur putih)
Bersih dari kotoran Bahan makanan bersih
Pencucian 5
(telur)
Bersih dari kotoran Bahan makanan bersih
Pencucian 6
(seledri)
Bersih dari kotoran Bahan makanan bersih
Perebusan 2
Suhu dan waktu
perebusan
Suhu 72oC, 15 menit
34. 34
E. Monitoring
Tabel 11. Monitoring Pada Pembuatan Sup Terang Bulan
Kegiatan Pemantauan Cara Pemantauan Hasil Pemantauan
Penyortiran 1
(bawang putih)
Pemantauan/ pengamatan Penyortiran bawang putih
sudah Sesuai dengan
standar spesifikasi bahan
yang telah ditetapkan
Penyortiran 2
(merica)
Pemantauan/ pengamatan Penyortiran merica sudah
Sesuai dengan standar
spesifikasi bahan yang
telah ditetapkan
Penyortiran 3
(daging sapi)
Pemantauan/ pengamatan Penyortiran daging sapi
sudah Sesuai dengan
standar spesifikasi bahan
yang telah ditetapkan
Penyortiran 4
(wortel)
Pemantauan/ pengamatan Penyortiran wortel sudah
Sesuai dengan standar
spesifikasi bahan yang
telah ditetapkan
Penyortiran 5
(jamur putih)
Pemantauan/ pengamatan Penyortiran jamur putih
sudah Sesuai dengan
standar spesifikasi bahan
yang telah ditetapkan
Penyortiran 6
(telur)
Pemantauan/ pengamatan Penyortiran telur sudah
Sesuai dengan standar
spesifikasi bahan yang
telah ditetapkan
Penyortiran 7
(garam)
Pemantauan/ pengamatan Penyortiran garam sudah
Sesuai dengan standar
spesifikasi bahan yang
telah ditetapkan
Penyortiran 8
(seledri)
Pemantauan/ pengamatan Penyortiran seledri sudah
Sesuai dengan standar
spesifikasi bahan yang
telah ditetapkan
Pencucian 1
(bawang putih)
Pengecekan kebersihan bahan
makanan
bahan makanan
dilakukan pencucian
terlebih dahulu sebelum
dilakukan pengolahan
Pencucian 2
(daging sapi)
Pengecekan kebersihan bahan
makanan
bahan makanan
dilakukan pencucian
terlebih dahulu sebelum
dilakukan pengolahan
dan dicuci dengan air
mengalir sampai bersih
Pencucian 3
(wortel)
Pengecekan kebersihan bahan
makanan
bahan makanan
dilakukan pencucian
terlebih dahulu sebelum
dilakukan pengolahan
35. 35
dan dicuci dengan air
mengalir sampai bersih
Pencucian 4
(jamur putih)
Pengecekan kebersihan bahan
makanan
bahan makanan
dilakukan pencucian
terlebih dahulu sebelum
dilakukan pengolahan
dan dicuci dengan air
mengalir sampai bersih
Pencucian 5
(telur)
Pengecekan kebersihan bahan
makanan
bahan makanan
dilakukan pencucian
terlebih dahulu sebelum
dilakukan pengolahan
dan dicuci dengan air
mengalir sampai bersih
Pencucian 6
(seledri)
Pengecekan kebersihan bahan
makanan
bahan makanan
dilakukan pencucian
terlebih dahulu sebelum
dilakukan pengolahan
dan dicuci dengan air
mengalir sampai bersih
Perebusan 2
Pengecekan suhu perebusan Suhu dan waktu
perebusan sudah sesuai
yaitu lebih dari 72oC dan
15 menit
F. Tindakan Koreksi
Tabel 12. Tindakan Koreksi Pada Pembuatan Sup Terang Bulan
No. Kegiatan
Pemantauan
Penyimpangan Tindakan Koreksi
1 Penyortiran 1
(bawang putih)
- -
2 Penyortiran 2
(merica)
- -
3 Penyortiran 3
(daging sapi)
- -
4 Penyortiran 4
(wortel)
- -
5 Penyortiran 5
(jamur putih)
- -
6 Penyortiran 6
(telur)
- -
7 Penyortiran 7
(garam)
- -
8 Penyortiran 8
(seledri)
- -
9 Pencucian 1 - -
36. 36
(bawang putih)
12 Pencucian 2
(daging sapi)
- -
15 Pencucian 3
(wortel)
- -
16 Pencucian 4
(jamur putih)
- -
17 Pencucian 5
(telur)
- -
19 Pencucian 6
(seledri)
- -
20 Perebusan 3 - -
G. Verifikasi
Pada pembuatan sup terang bulan tidak terdapat penyimpangan sehingga
tidak terdapat tindakan koreksi yang dilakukan. Akan tetapi untuk menjaga agar
kualitas sup terang bulan tetap baik maka perlu dilakukan verifikasi setiap 3
bulan sekali.
H. Pemeliharaan Catatan
Pencatatan dilakukan sejak penerimaan bahan baku, proses pengolahan
hingga menjadi produk dan distribusi. Catatan harian selalu tersimpan dengan
baik untuk mengantisipasi jika suatu saat ada pengaduan dari konsumen
terhadap produk. Apabila catatan tersimpan dengan baik maka produsen dapat
dengan mudah dan dalam waktu yang singkat dapat mendeteksi kapan dan
pada tahap mana terjadinya penyimpangan.
Pemeliharaan catatan dilakukan terhadap beberapa hal yaitu definisi CCP,
prosedur pengendalian, verifikasi data, dan catatan penyimpanan dari prosedur
normal. Pemeliharaan catatan dapat mempermudah pelaksanaan pengoreksian
apabila terjadi kasus penyimpangan.
1. Judul
Laporan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Sup Terang Bulan
Manajemen Sistem Perencanaan Makanan Di RSUD. Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto.
2. Tanggal pengamatan dan pencatatan : 6-7 November 2014
3. Identifikasi konsumen
37. 37
Pada pengamatan ini konsumen yang dituju yaitu pasien rawat inap kelas I,
II, dan III dengan diit menu makan saring di RSUD. Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto.
4. Deskripsi produk
Sup terang bulan merupakan salah satu menu sayuran yang disajikan untuk
makan siang pada menu ke 4 dalam siklus menu 10 hari di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto. Bahan utamanya adalah wortel, jamur putih,
telur, kaldu sapi, dan seledri sedangkan bumbunya adalah bawang putih,
merica, air, dan garam. Sup terang bulan merupakan makanan saring
dengan konsistensi sedikit kental, didominasi oleh warna orange dan
memiliki aroma khas dan rasa gurih. Menu ini ditujukan untuk pasien di ruang
perawatan kelas I, II, dan III untuk menu makanan saring disajikan
menggunakan palto bulat tertutup dari stainlestell.
5. Alat dan Bahan
a. Alat
1) Panci
2) Kompor
3) Blender
4) Pisau
5) Talenan
6) Sendok sayur
7) Saringan
b. Bahan
1) Wortel
2) Jamur putih
3) Telur
4) Seledri
5) Bawang putih
6) Merica
7) Kaldu daging
8) Air
38. 38
6. Proses yang dilakukan dalam pengolahan Sup Terang Bulan
a. Proses penyortiran bahan makanan
Analisa bahan sesuai spesifikasi bahan makanan.
b. Proses penyimpanan bahan makanan
Pemantauan suhu agar bahan makanan tidak rusak.
c. Proses persiapan bahan
Pemantauan pada proses persiapan meliputi tahap pengupasan,
pencucian, pemarutan, perendaman dan pemotongan.
d. Proses pengolahan bahan makanan
Pemantauan pada proses perebusan sup
e. Proses pemorsian bahan makanan
Pemantauan dan analisa bahaya pada proses pemorsian.
f. Proses pendistribusian bahan makanan
Pemantauan dan analisa bahaya pada proses pemorsian.
7. Identifikasi bahaya dan Cara Pencegahan Pada CCP
a. Proses penyortiran
Analisa bahan makanan yang diterima, disesuaikan dengan spesifikasi
yang telah ditetapkan.
b. Proses Pencucian
Analisa bahaya meliputi cara pencucian dan kebersihan tempat untuk
pencucian. Tujuan tahap pencucian yaitu untuk membersihkan bahan
makanan dari kotoran, pasir, maupun sisa kulit yang masih menempel.
Pencucian bahan makanan dilakukan dengan air mengalir sampai bahan
yang dicuci bersih.
c. Proses Perebusan
Analisa bahaya meliputi waktu perebusan, alat, kebersihan tempat dan
penggunaan alat pelindung diri (APD) oleh tenaga pengolah. Tujuan
perebusan yaitu untuk memeperbaiki mutu dan membunuh
mikroorganisme yang masih ada pada bahan makanan. Dalam tahap
perebusan ini kebersihan alat dan penggunaan APD tenaga pengolah
39. 39
harus sudah ditetapkan dengan baik. Suhu yang digunakan untuk
perebusan harus melewati suhu internal (72̊C selama 15 detik).
I. Pembahasan
1. Penyortiran
Bahan makanan mentah diperoleh dari supplier yaitu CV. Tigan Emas yang
dicek oleh tim penerimaan barang Instalasi Gizi Rumah Sakit Margono
Soekarjo (RSMS) disesuaikan dengan spesifikasi bahan makanan rumah
sakit. Proses penerimaan bahan dari Sup Terang Bulan yakni wortel, jamur
putih, seledri dan telur dan bumbu-bumbu yaitu, bawang putih, merica, dan
garam disesuaikan dengan spesifikasi. Semua bahan tersebut sudah sesuai
dengan spesifikasi yang telah ditetapkan oleh instalasi gizi RSMS. Wortel dan
seledri bersih, segar dan tidak busuk. Jamur putih bersih, utuh dan tidak apek.
Bawang putih bersih, segar, tidak busuk dan terkelupas. Merica utuh dan
bersih. Garam beryodium dan kering.
2. Penyimpanan
Penyimpanan dilakukan setelah proses penerimaan bahan makanan.
Proses penyimpanan bumbu halus di refrigerator khusus bumbu dengan suhu
7o
C. Suhu di refrigerator khusus bumbu sudah sesuai dengan SPO yaitu 0o
-
20o
C sehingga aman untuk digunakan sebagai tempat penyimpanan bumbu.
Apabila suhu lebih tinggi dari 20o
C maka bakteri akan berkembang biak
sehingga terjadi kontaminasi pada bumbu. Penyimpanan menjadi CP karena
penyimpanan di refrigerator dapat mengendalikan bahaya yang kemungkinan
muncul yaitu pertumbuhan bakteri dapat dihambat.
3. Persiapan
Persiapan pada pengolahan Sup Terang Bulan meliputi, sortasi,
pengupasan, perendaman, pemotongan, pencucian, dan penghalusan. Proses
persiapan yang menjadi CCP adalah pencucian bahan makanan. Pencucian
bahan makanan dijadikan CCP karena dapat mengurangi bahaya sampa
batas yang dapat dikendalikan terutama bahaya fisik berupa debu, tanah,
pasir. Untuk bahaya biologi yang dapat dikendalikan berupa ulat, sedangkan
40. 40
bahaya kimia yang dapat diminimalkan berupa residu pestisida yang
kemungkinan dapat menempel pada bahan makanan. Perendaman pada
jamur putih kering dijadikan sebagai CP karena dapat meningkatkan mutu
jamur yaitu menjadikan jamur putih kering menjadi lebih lembek sehingga
mudah diolah. Perendaman dilakukan pada air dengan suhu 80o
C selama 15
menit. Setelah direndam jamur putih dipotong, selain jamur putih bahan
makanan lain yang dipotong adalah wortel, seledri, dan daging sapi. Pada saat
proses pemotongan, tenaga persiapan bahan sudah menggunakan APD
berupa celemek dan penutup kepala selain itu tenapa persiapan juga telah
melakukan cuci tangan sebelum melakukan persiapan akan tetapi ada
beberapa alat persiapan yang kurang bersih yaitu telenan yang digunakan
untuk memotong wortel, jamur putih, dan seledri. Alat yang tidak bersih
memungkinkan terjadinya kontaminasi dari alat ke makanan.
4. Pengolahan
Proses pengolahan pada Sup Terang Bulan adalah perebusan. Perebusan
yang menjadi CCP adalah perebusan 2 karena perebusan dapat mengurangi
atau menghilangkan bahaya biologi sampai batas yang dapat diterima. Pada
perebusan 2 suhunya adalah 100o
C dengan waktu 30 menit. Suhu tersebut
sudah melewati batas kritis yaitu 72o
C selama 15 menit sehingga dapat
menghilangkan bahaya biologi terutama mikroorganisme sampai batas yang
dapat diterima. Perebusan 1 pada daging sapi tidak dijadikan CCP karena ada
tahap selanjutnya yaitu perebsan 2 yang dapat mengurangi bahaya biologi
sampai pada batas yang dapat diterima.
5. Pemorsian
Proses pemorsian merupakan CP karena mengendalikan bahaya yang ada.
Petugas pemorsian telah menggunakan masker agar makanan tidak
terkontaminasi dengan mikrobia yang ada pada mulut petugas. Penggunaan
sarung tangan belum sepenuhnya dilakukan oleh tenaga pemorsian akan
tetapi petugas pemorsian telah menggunakan alat pada saat mengambil
makanan yang telah matang. Makanan disajikan di dalam plato tertutup yan
telah disterilkan terlebih dahulu.
41. 41
6. Pendistribusian
Proses pendistribusian merupakan CP karena mengendalikan bahaya yang
ada. Petugas pramusaji telah menggunakan masker agar makanan tidak
terkontaminasi dengan mikrobia yang ada pada mulut saat para pramusaji
sedang berbicara. Makanan yang telah selesai pemorsian dimasukkan ke
dalam kereta makan tertutup dan didistribusikan kepada pasien. Sup terang
bulan merupakan makanan dalam bentuk caik sehingga masa simpan sup
menjadi lebih pendek hanya sekitar 2 jam oleh karena itu konsumen
diharapkan segera menghabiskan sup terang bulan setelah didistribusikan .
apabila sup terang bulan tidak segera dikonsumsi dikhawatirkan
mikroorganisme berbahaya dapat berkembang biak sehingga makanan sudah
tidak layak untuk dikonsumsi. Pada saat pendistribusian pramusaji belum
memberikan informasi kepada pasien tentang batas waktu mengkonsumsi
sup.
Dari semua uraian diatas, tingkat resiko produk sup terang bulan untuk pasien
kelas I,II dan III di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo dapat dikategorikan
beresikotinggi artinya makanan dapat terus diolah tetapi perlu adanya pengawasan
makanan dengan baik, karena makanan tersebut dikonsumsi untuk pasien atau
orang sakit.
42. 42
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Penerapan HACCP pada produk sup terang bulan di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto sudah baik dan perlu adanya peningkatan
agar produk tetap terjamin kualitasnya. Produk sup terang bulan masuk
kategori analisa resiko tinggi karena berpotensi mengandung bahaya A
yang beresiko tinggi terutama terhadap pasien.
2. Potensi bahaya pada bahan mentah produk sup terang bulan adalah
bahaya fisik, kimia, dan biologi. Bahaya tersebut dapat dikendalikan dengan
cara penyortiran bahan makanan sesuai dengan spesifikasi, pencucian
bahan makanan dengan air mengalir hingga bersih, dan perebusan dengan
suhu 72o
C selama 15 menit.
3. Titik kendali Kritis pada pembuatan sup terang bulan antara lain pada
penyortiran, pencucian, dan perebusan.
4. Batas Kritis yang ditetapkan antara lain:
- Pernyortiran : sesuai dengan spesifikasi bahan yang telah
ditentukan oleh RSMS
- Pencucian : bahan makanan bebas dari kotoran
- Perebusan : suhu 72o
C selama 15 menit
5. Pemantauan CCP dapat dilakukan dengan cara pengamatan secara
langsung, pengecekan suhu dan waktu perebusan, dan pengecekan
kebersihan makanan.
6. Pada pembuatan sup terang bulan tidak terdapat penyimpangan sehingga
tidak ada tindakan koreksi.
7. Verifikasi dapat dilakukan setiap 3 bulan sekali untuk menjaga kualitas sup
terang bulan agar selalu terjaga dan aman dikonsumsi.
8. Pencatatan dilakukan sejak penerimaan bahan baku, proses pengolahan
hingga menjadi produk dan distribusi. Pemeliharaan catatan dilakukan
terhadap beberapa hal yaitu definisi CCP, prosedur pengendalian, verifikasi
43. 43
data, dan catatan penyimpanan dari prosedur normal. Pemeliharaan
catatan dapat mempermudah pelaksanaan pengoreksian apabila terjadi
kasus penyimpangan.
B. Saran
1. Meningkatkan kualitas sup terang bulan agar keamanannya tetap terjaga.
2. Pramusaji hendaknya memberikan informasi kepada pasien tentang
batas waktu untuk mengkonsumsi makanan, atau dapat juga dengan
cara memberikan label pada plato yang digunakan untuk menyajikan
makanan
3. Meningkatkan kebersihan alat yang digunakan terutama pada proses
persiapan.
44. 44
DAFTAR PUSTAKA
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1998. Standar Nasional Indonesia – SNI 4852-
1988.
[DEPTAN] Departemen Pertanian RI Direktorat Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan (DITJENAK). 2012. Statistik Peternakan dan Kesehatan
Hewan 2011. Jakarta (ID): CV Karya Cemerlang.
Depkes. 2005. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Direktorat Gizi Masyarakat
Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat. Jakarta.
Rahayu WP. 2011. Keamanan Pangan Peduli Kita Bersama. Bogor (ID): IPB Pr.
Rauf, Rusdin. 2013 Sanitasi Pangan dan HACCP. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sudarmaji.2005. Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis.FKM Unair. Jurnal
Kesehatan Lingkungan Vol. 1 No. 2
Moehyi, Sjahmien. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga.
Jakarta: Penerbit Bhratara.
Syah, et al. 2005. Manfaat dan bahaya Tambahan Pangan. Himpunan Alumni
Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.
Cahyadi, W. 2008. Analisis Dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.
Jakarta: Bumi Aksara.