Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintah
IERO
1. INDONESIAN ECONOMIC
REVIEW AND OUTLOOK
No 1/Tahun III/Maret2014
Menggapai Harapan dan Perubahan
dari Wakil Rakyat Baru
Macroeconomic Dashboard
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada
2. Kata Pengantar
Selamat membaca
Prof. Dr. Sri Adiningsih, M.Sc
Head of Researcher
Macroeconomic Dashboard
Indonesian Economic Review and Outlook (IERO)
adalah buletin kuartalan yang membahas gambaran
umum terkini tentang perekonomian Indonesia dan
prospeknya di masa mendatang, serta ulasan
makroekonomi regional Asia Tenggara. Buletin ini
diterbitkan oleh Macroeceonomic Dashboard
bekerjasama dengan PT Bank Mandiri, Tbk.
Dashboard ini merupakan laboratorium ekonomi
yang berada di bawah jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas
Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada.
IERO kuartal I-2014 hadir dengan tema “Menggapai
Harapan dan Perubahan dari Wakil Rakyat Baru”.
Tahun 2014 ini akan spesial karena pelaksanaan
Pemilu untuk legislatif dan presiden. Hal sama yang akan menyebabkan tahun ini
penuh harapan dan/atau rasa ketidakpastian. Proses dan hasil Pemilu akan banyak
memengaruhi kondisi ekonomi ke depan. Jika Pemilu berjalan lancar, aman dan
damai, serta menghasilkan wakil rakyat yang diyakini mampu membawa perbaikan,
maka kita bisa berharap bahwa instabilitas ekonomi makro akan semakin membaik,
demikian juga laju pertumbuhan ekonomi meningkat karena investasi dan konsumsi
akan tumbuh lagi.
Sementara itu, GAMA Leading Economic Indicator (GAMA LEI) kali ini memprediksi
terjadinya penurunan siklus PDB, meski tetap memperkirakan peningkatan tipis
untuk pertumbuhan PDB 2014:Q1 (y-o-y dan q-t-q). GAMA LEI ini merupakan model
yang dikembangkan oleh tim Macroeconomic Dashboard untuk memberikan prediksi
kondisi ekonomi Indonesia di masa depan, sehingga diharapkan dapat membantu
para pemangku kepentingan dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan ekonomi
yang terjadi.
Edisi IERO kali ini tampil dengan format baru yang disusun untuk semakin
memudahkan pembaca. Kami berharap ulasan-ulasan kami ini senantiasa memberi
manfaat untuk para pengambil kebijakan publik, kelompok bisnis, akademisi dan
masyarakat secara umum.
3. Daftar Isi
RINGKASAN EKSEKUTIF ........................................................................................... 1
A. PERKEMBANGAN EKONOMI DAN FISKAL
1. Terdapat peningkatan kinerja perekonomian yang didorong
oleh pertumbuhan sektor jasa dan ekspor neto................................. 3
2. Masih terdapat tantangan dalam perdagangan internasional....... 5
3. Fiscal space pemerintah masih ketat dan kemampuan
membayar hutang melemah......................................................................... 10
4. Tingkat kemiskinan dan pengangguran memburuk.......................... 16
B. SITUASI MONETER DAN PASAR KEUANGAN
1. Nilai rupiah menurun...................................................................................... 19
2. Pasar keuangan menunjukkan optimisme di akhir tahun............... 24
C. GAMA LEI DAN KONSENSUS PROYEKSI EKONOMI
1. GAMA Leading Economic Indicator (GAMA LEI)................................. 28
2. Konsensus Proyeksi Indikator Makroekonomi..................................... 29
D. ASEAN: Meraih Potensi Perekonomian Optimum di Tengah
Instabilitas Global dan Regional................................................................... 31
E. ISU TERKINI.............................................................................................................. 38
D. ECONOMIC OUTLOOK.......................................................................................... 41
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada iii
4. Daftar Istilah
APBN Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara
ASEAN Association of South East Asian Nations
BI Bank Indonesia
BPS Badan Pusat Statistik
CLMV Cambodia, Lao PDR, Myanmar and Viet Nam
cq Casu Quo (dalam hal ini)
DIY Daerah Istimewa Yogyakarta
DPD Dewan Perwakilan Daerah
DPR Dewan Perwakilan Rakyat
DPRD Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
DSR Debt Service Ratio (Rasio Pembayaran Pokok Pinjaman
dan Bunga terhadap Nilai Ekspor)
GAMA LEI Gadjah Mada Leading Economic Indicator
IDR Rupiah
IHK Indeks Harga Konsumen
IHSG Indeks Harga Saham Gabungan
JISDOR Jakarta Interbank Spot Dollar Rate
LHS Sisi vertikal kiri
LPG Liquified Petroleum Gas
LPS Lembaga Penjamin Simpanan
MAS Monetary Authority of Singapore (Bank Sentral
Singapura)
m-t-m Bulan-ke-bulan
NAD Nangroe Aceh Darussalam
PBI Peraturan Bank Indonesia
PDB Produk Domestik Bruto
q-to-q Kuartal-ke-kuartal
RHS Sumbu vertikal kanan
SUN Surat Utang Negara
The Fed The Federal Reserve (Bank Sentral Amerika)
USD Dolar Amerika
Year-to-Date Tahun-ke-hari
y-o-y Tahun-ke-tahun
Indonesian Economic Review and Outlookiv
5. RINGKASAN EKSEKUTIF
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal keempat tahun 2013 lalu
yang meningkat tipis dari kuartal sebelumnya masih belum cukup tinggi
untuk mengatasi tingkat kemiskinan dan pengangguran yang juga naik pada
September tahun lalu. Pertumbuhan ekonomi yang didorong sektor jasa
cenderung kurang labor-intensive, hal ini mengakibatkan berkurangnya
pekerja sektor pertanian sebanyak 6 juta orang antara 2011-2013. Dari sisi
pengeluaran, kinerja positif ekspor neto pada akhir tahun lalu (yang
sebagian didorong oleh antisipasi industri mineral dan barang tambang atas
UU Minerba yang diluncurkan awal tahun ini) tidak mampu bertahan lama
dan defisit neraca perdagangan kembali terjadi pada Januari 2014.
Selain defisit neraca perdagangan terdapat pula tekanan atas rupiah yang
terjadi dalam dua front: tingkat inflasi yang meningkat dan kurs rupiah yang
melemah. Hal ini memberi tekanan pada cadangan devisa yang kemudian
direspon oleh Bank Indonesia sebagai otoritas moneter dengan menerbitkan
Peraturan BI tentang Transaksi Swap Lindung Nilai dan memperkenalkan
JISDOR (Jakarta Interbank Spot Dollar Rate) sebagai rate resmi untuk
denominasi rupiah pada pasar uang di Singapura.
Sementara itu pemerintah cq Kementerian Keuangan sebagai otoritas fiskal
terus mengupayakan pendanaan pembangunan dari sumber domestik,
seperti menetapkan enam langkah strategis untuk meningkatkan
penerimaan pajak, maupun dari luar negeri seperti penerbitan Global Bonds
dan melakukan pinjaman luar negeri. Menarik untuk dilihat di sini adalah
makin tingginya debt-to-service ratio (DSR, rasio pembayaran pokok
pinjaman dan bunga terhadap nilai ekspor) yang salah satunya disebabkan
oleh kurang optimalnya ekspor Indonesia. Sebagai satu indikator
kemampuan membayar pinjaman, naiknya DSR harus diwaspadai oleh
pemerintah terutama Kementerian Keuangan.
Setelah memperhatikan berbagai dinamika perekonomian Indonesia, GAMA
LEI memprediksi akan adanya kecenderungan penurunan siklus
perekonomian (PDB) Indonesia. Meskipun demikian, jika melihat
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada 1
6. pergerakan dan pola perekonomian baik year-on-year maupun quarter-to-
quarter, keduanya mengindikasikan adanya kenaikan tipis pada
pertumbuhan ekonomi di 2014:Q1.
Beranjak dari perekonomian domestik, kinerja perekonomian kawasan
ASEAN cenderung mixed. Instabilitas politik di sejumlah negara ASEAN,
terutama Thailand, mengakibatkan berkembangnya kawasan ini menjadi
kurang optimal. Namun di sisi lain, sejumlah negara menunjukkan performa
yang impresif seperti yang dialami Filipina dan CLMV (Cambodia-Lao PDR-
Myanmar-Viet Nam). Hal ini tentu menjadi kabar gembira di tengah
suramnya nilai tukar mata uang negara-negara ASEAN pasca tapering-off
yang dilakukan oleh Amerika Serikat.
Terakhir, IERO terbitan kali ini mengangkat isu pemilihan umum legislatif di
mana pemilih dihadapkan pada dua kemungkinan: wakil rakyat terpilih tidak
akan membawa perubahan berarti atau justru sebaliknya, mereka akan
membawa angin perubahan. Sebagai sebuah negara demokratis yang masih
terus belajar, proses demokrasi yang baik tidak bisa hanya dipasrahkan
kepada pemerintah dan wakil rakyat terpilih yang duduk di DPR. Sebaliknya,
dalam sebuah bangsa yang dewasa, masyarakat harus aktif berpartisipasi
dalam memberikan insentif bagi wakil rakyat untuk berbuat seperti yang
diharapkan rakyat. Tanpa adanya reward dan punishment dari rakyat ke
wakilnya akan sia-sialah kebebasan berpolitik yang telah diraih pada
reformasi lalu.
Indonesian Economic Review and Outlook2
7. A. PERKEMBANGAN EKONOMI DAN FISKAL
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
1. Terdapat peningkatan kinerja perekonomian yang didorong
oleh pertumbuhan sektor jasa dan ekspor neto
Perekonomian Indonesia pada kuartal IV-2013 sedikit membaik dengan
mencatat laju pertumbuhan year-on-year menjadi 5,72% meski lebih
rendah jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun
sebelumnya yaitu 6,18%. Hal ini terutama disebabkan oleh tekanan pada
transaksi berjalan dan pelemahan nilai tukar rupiah yang dibarengi dengan
kenaikan laju inflasi. Tekanan pada transaksi berjalan yang mengalami defisit
selama tiga kuartal terakhir mendorong peningkatan suku bunga acuan
sehingga menekan investasi. Meski defisit transaksi berjalan menurun
signifikan dari USD 8,5 miliar pada kuartal sebelumnya menjadi USD 4 miliar
pada kuartal IV-2013, laju pertumbuhan ekonomi tahun 2013 hanya mencapai
5,78% lebih rendah dari laju pertumbuhan ekonomi tahun 2012 yang mencapai
6,23%.
Sektor Jasa masih dominan dalam mendorong pertumbuhan pada kuartal
IV-2013. Meskipun demikian, sektor ini mengalami penurunan laju
pertumbuhan dan sektor Primer dan sektor Industri mulai merangkak naik.
Sektor Jasa menunjukkan pertumbuhan yang lebih lambat, dengan
pertumbuhan yang hanya tercatat sebesar 6,48% lebih rendah jika
dibandingkan dengan kinerja kuartal IV-2012 yaitu 7,66%. Sementara itu,
sektor Primer tumbuh mencapai 3,86% (y-o-y). Hal itu didorong oleh
pertumbuhan pada sektor Pertambangan dan Penggalian yang tercatat sebesar
3,91% (y-o-y). Meskipun sektor Primer mengalami peningkatan, laju
pertumbuhan sektor Primer lambat laun semakin rendah. Selanjutnya, sektor
Industri juga menunjukkan pertumbuhan yang tercatat sebesar 5,60% (y-o-y)
sejalan dengan laju pertumbuhan ekspor terutama pada ekspor non-migas.
Secara keseluruhan, pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor Pengangkutan
dan Komunikasi yang mencapai 10,32% (y-o-y), diikuti oleh sektor Keuangan,
Real Estat dan Jasa Perusahaan 6,79% (y-o-y) dan sektor Konstruksi 6,68% (y-o-
y).
3
8. Indonesian Economic Review and Outlook
Pada sisi pengeluaran, penggerak pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV-
2013 didominasi oleh kenaikan tingkat ekspor neto, menggeser peranan
pengeluaran domestik yang melambat. Kenaikan tingkat ekspor neto pada
kuartal IV-2013 disebabkan karena nilai ekspor tumbuh tinggi yang tercatat
sebesar 7,40% (y-o-y) dan pertumbuhan nilai impor yang menurun menjadi -
0,60% (y-o-y). Hal ini didorong oleh meningkatnya ekspor non-migas ke negara-
negara mitra dagang terutama Cina, Amerika Serikat dan Jepang. Selanjutnya,
pertumbuhan konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah dan investasi
menurun masing-masing menjadi 5,25% (y-o-y), 6,45% (y-o-y) dan 4,37 (y-o-y).
Padahal pada kuartal sebelumnya, konsumsi rumah tangga, konsumsi
pemerintah dan investasi dapat tumbuh masing-masing sebesar 5,48% (y-o-y)
8,91% (y-o-y) dan 4,54% (y-o-y). Perlambatan investasi tersebut di antaranya
terkait dengan kebijakan BI dalam meningkatkan suku bunga acuan dari 7,25%
pada Oktober 2013 menjadi 7,50% pada November 2013 dan ketidakpastian
politik terkait dengan Pemilu.
Catatan:
Sektor Primer: Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan; Sektor Pertambangan dan
Penggalian
Sektor Industri: Sektor Industri Pengolahan; Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih ; Sektor Konstruksi
Sektor Jasa: Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran; Sektor Pengangkutan dan Komunikasi; Sektor
Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan; Sektor Jasa-jasa
Sumber: BPS dan CEIC (2014)
Gambar 1: Laju Pertumbuhan PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan
2000 Menurut Lapangan Usaha, 2011 – 2013 (y-o-y, dalam %)
Pertumbuhan ekonomi didorong terutama oleh sektor Komunikasi dan
Transportasi, Demikian juga sektor primer mengalami peningkatan
namun dengan laju pertumbuhan yang semakin rendah.
4
VLTT VLUX VLTY VLTT VLSS VLST VLRQ VLQX VLPS
ULWV ULVS ULWR
P
Q
R
S
T
U
V
W
X
Y
QP ÊÒĹĿ Į Ò ČŃİ ÕÓÔÒĹ ĊÏ ÓÏ ÊĄÅ
9. Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
2. Masih terdapat tantangan dalam perdagangan internasional
Setelah surplus selama tiga bulan berturut-turut (Oktober - Desember
2013), pada Januari 2014 neraca perdagangan Indonesia kembali
mengalami defisit. Sepanjang tahun 2013, neraca perdagangan Indonesia
mengalami defisit sebesar USD 4,06 miliar. Angka tersebut menunjukkan secara
tahunan kinerja neraca perdagangan Indonesia juga memburuk. Pada tahun
2012, defisit neraca perdagangan Indonesia hanya sebesar USD 1,66 miliar.
Membesarnya defisit neraca perdagangan Indonesia pada tahun 2013
dikarenakan kenaikan surplus neraca perdagangan non-migas tidak mampu
mengimbangi kenaikan defisit neraca perdagangan migas. Secara month-to-
month, besaran nilai neraca perdagangan Indonesia turun sebesar 128% dari
surplus USD 1,53 miliar di bulan Desember 2013 menjadi defisit USD 0,43
miliar pada Januari 2014. Kondisi ini terjadi terutama disebabkan karena
penurunan ekspor Indonesia yang lebih besar daripada penurunan impornya
yakni 14% berbanding 3%.
Neraca perdagangan migas sepanjang tahun 2013 memburuk. Neraca
perdagangan migas yang defisit USD 5,6 miliar pada tahun 2012, naik menjadi
defisit USD 12,6 miliar pada tahun 2013. Memburuknya neraca perdagangan
Gambar 2: Laju Pertumbuhan PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan
2000 Menurut Pengeluaran, Tahun 2011 – 2013 (y-o-y, dalam %)
Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk kuartal empat
tahun 2013 ditopang oleh kenaikan net ekspor.
Sumber: BPS dan CEIC (2014)
-5
0
5
10
15
20 Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah PMTB Ekspor Impor
5
Perkembangan Ekonomi dan Fiskal
10. Indonesian Economic Review and Outlook
migas pada tahun 2013 disebabkan karena jumlah ekspor migas yang lebih kecil
dan impor migas yang lebih besar dibanding tahun 2012. Sementara itu, pada
Desember 2013, defisit perdagangan migas sebesar USD 0,82 miliar dan
meningkat tipis menjadi USD 1,06 miliar pada Januari 2014. Kenaikan defisit
dikarenakan ekspor migas turun sebesar USD 0,9 miliar sedangkan impor migas
turun lebih kecil sebesar USD 0,7 miliar.
Ekspor migas pada Januari 2014 menurun. Secara month-to-month, ekspor
migas turun dari USD 3,41 miliar pada Desember 2013 menjadi USD 2,5 miliar
pada Januari 2014. Perubahan terbesar terjadi pada ekspor minyak mentah
yang menurun sebanyak 42,1%. Kemudian diikuti dengan ekspor hasil minyak
dan gas yang masing-masing turun sebesar 23,28% dan 16,66%. Secara
keseluruhan ekspor migas turun 26,7% pada Januari 2014. Pada Desember
2013, impor migas Indonesia tercatat sebesar USD 4,22 miliar. Namun nilainya
menurun pada Januari 2014 menjadi USD 3,56 miliar (nilai impor turun 15,7%
antara Desember 2013 dan Januari 2014).
Secara kumulatif, kinerja neraca perdagangan non-migas tahun 2013
lebih baik daripada 2012. Pada tahun 2013, surplus perdagangan non-migas
sebesar USD 8,57 miliar, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi surplus
pada tahun 2012 yang hanya sebesar USD 3,93 miliar, angka tersebut meningkat
Gambar 3: Neraca Perdagangan Indonesia, Januari 2012 – Januari 2014
(USD miliar)
Neraca perdagangan Indonesia kembali mengalami defisit di awal tahun
Sumber: BPS dan CEIC (2014)
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
Jan-12 Apr-12 Jul-12 Oct-12 Jan-13 Apr-13 Jul-13 Oct-13 Jan-14
Ekspor Impor Neraca Perdagangan
6
11. Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
pesat sebesar 118,9%. Kenaikan surplus perdagangan non-migas terutama
ditopang oleh penurunan impor non-migas sebesar 5,21% atau secara absolut
sebesar USD 7,78 miliar. Adapun dari sisi ekspor, pada tahun 2013 ekspor non-
migas Indonesia turun sebesar 3,12 miliar USD dari tahun 2012.
Seiring dengan neraca perdagangan migas, kinerja neraca perdagangan
non migas juga memburuk. Pada kuartal IV-2013, kinerja neraca perdagangan
non-migas sempat menunjukkan tren positif. Namun seiring dengan
menurunnya ekspor non-migas dan naiknya impor non-migas, surplus
perdagangan non-migas turun sebesar 73,1% pada Januari 2014. Semula suplus
perdagangan non-migas Desember 2013 adalah sebesar USD 2,34 miliar.
Kemudian jumlah tersebut turun menjadi USD 0,63 miliar pada bulan
berikutnya.
Penurunan ekspor non-migas dipicu oleh penurunan ekspor komoditas
mineral. Ekspor non-migas turun 11,6% dari USD 13,58 miliar pada Desember
2013 menjadi USD 11,99 pada Januari 2014. Secara month-to-month, Data dari
BPS menunjukkan perubahan drastis terjadi pada komoditas bijih, kerak, dan
abu logam yang turun sebesar 70,13% dari Desember 2013 ke Januari 2014
setelah sebelumnya naik 40,18% dari November ke Desember 2013. Demikian
pula dengan komoditas bahan bakar mineral yang juga kembali menurun
Gambar 4: Neraca Perdagangan Migas Indonesia, Januari 2012 – Januari
2014 (USD miliar)
Neraca perdagangan migas tetap mengalami defisit
Sumber: BPS dan CEIC (2014)
7
Perkembangan Ekonomi dan Fiskal
MRP
MQU
MQP
MU
P
U
QP
QU
RP
ĊÏ ŃMQR ĂÑÒMQR ĊÕŁMQR ÉĬÔMQR ĊÏ ŃMQS ĂÑÒMQS ĊÕŁMQS ÉĬÔMQS ĊÏ ŃMQT
ÆĻÓÑŇÒ ĐĹĴ Ï Ó ČĿ ÑŇÒ ĐĹĴ Ï Ó ÆĻÓÑŇÒ ČĿ ÑŇÒ ÈĮ ÒÏ ĬÏ ÊĮ Òİ Ï Ĵ Ï ŃĴ Ï Ń ĐĹĴ Ï Ó
12. Indonesian Economic Review and Outlook
sebesar 17,13% pada Januari 2014 setelah sebelumnya pada Desember 2013
hanya turun sebesar 1,27%. Menurut laporan kuartalan Bank Indonesia,
penurunan ekspor komoditas mineral secara umum disebabkan oleh
pemberlakuan UU Mineral dan Batu Bara pada Januari 2014. Sementara itu,
impor non-migas Indonesia naik dari USD 11,24 miliar menjadi USD 11,36
miliar pada Januari 2014 atau tumbuh sebesar 1,13% dari bulan Desember
2013. Kenaikan impor terbesar terjadi pada komoditas mesin dan peralatan
listrik yang tumbuh mencapai 24,64% (m-t-m).
Surplus neraca perdagangan barang meningkat drastis pada kuartal IV-
2013. Besaran surplus melonjak dari USD 0,2 miliar pada kuartal III-2013
menjadi sebesar USD 4,9 miliar di kuartal berikutnya. Melonjaknya surplus
neraca perdagangan barang disebabkan oleh naiknya surplus perdagangan non-
migas dan turunnya defisit perdagangan migas. Pada kuartal III-2013 neraca
perdagangan non-migas hanya surplus sebesar USD 2,8 miliar sedangkan di
kuartal IV-2013 surplus perdagangan non-migas mencapai USD 7 miliar.
Adapun defisit perdagangan migas turun sebesar USD 0,5 miliar dari kuartal
sebelumnya menjadi defisit USD 2,2 miliar. Kenaikan surplus non-migas terjadi
karena dipengaruhi oleh tren melemahnya nilai tukar rupiah sepanjang periode
November hingga Desember 2013 sehingga ekspor komoditas non-migas
Indonesia naik sebesar USD 4,3 miliar pada kuartal IV-2013. Pemberlakuan UU
Gambar 5: Neraca Perdagangan Non-Migas Indonesia, Januari 2012 –
Januari 2014 (USD miliar)
Surplus neraca perdagangan non-migas menurun pada Januari 2014
Sumber: BPS dan CEIC (2014)
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
Jan-12 Apr-12 Jul-12 Oct-12 Jan-13 Apr-13 Jul-13 Oct-13 Jan-14
Ekspor Non-Migas Impor Non-Migas
Ekspor Impor
Neraca Perdagangan Non-Migas
8
13. Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara serta Permen
ESDM nomor 7 Tahun 2012 pada Januari 2014 berdampak terhadap ekspansi
surplus neraca perdagangan barang. Penurunan defisit migas dipengaruhi oleh
dua hal yaitu kenaikan surplus perdagangan gas dan penurunan defisit
perdagangan minyak.
Secara year-on-year, transaksi berjalan memperlihatkan perbaikan
kinerja. Pada tahun 2012 di kuartal yang sama, transaksi berjalan Indonesia
mengalami defisit USD 7,8 miliar. Kuartal IV-2013, defisit transaksi berjalan
turun sebesar 48,7% menjadi USD 4 miliar. Kinerja transaksi berjalan Indonesia
pada kuartal IV-2013 membaik. Hal ini terlihat dari menurunnya besaran defisit
dari USD 8,5 miliar pada kuartal III-2013 menjadi USD 4 miliar di kuartal IV-
2013. Perbaikan kinerja terjadi karena surplus neraca perdagangan barang dan
transfer berjalan lebih besar daripada defisit neraca perdagangan jasa dan
neraca pendapatan.
Kondisi neraca perdagangan jasa, neraca pendapatan, dan transfer
berjalan tidak banyak berubah. Pada kuartal IV-2013 neraca perdagangan
jasa dan neraca pendapatan tetap defisit yaitu sebesar USD 2,9 dan 7,1 miliar.
Dilihat dari tingkat pertumbuhan, defisit neraca perdagangan jasa dan neraca
pendapatan naik sebesar 7,6% dan 3% dari kuartal sebelumnya. Sementara
Gambar 6: Neraca Perdagangan dan Pendapatan 2010:Q1-2013:Q4 (USD
miliar)
Defisit transaksi berjalan kembali menunjukkan perbaikan
Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2014)
9
Perkembangan Ekonomi dan Fiskal
MQU
MQP
MU
P
U
QP
QU
RPQPZĚQ RPQPZĚT RPQQZĚS RPQRZĚR RPQSZĚQ RPQSZĚT
ÈĮ ÒÏ ĬÏ ÊĮ Òİ Ï Ĵ Ï ŃĴ Ï Ń ÅÏ ÒÏ ŃĴ ÈĮ ÒÏ ĬÏ ÊĮ Òİ Ï Ĵ Ï ŃĴ Ï Ń ĊÏ ÓÏ
ÈĮ ÒÏ ĬÏ ÊĮ Ńİ Ï ÑÏ ÔÏ Ń ĔÒÏ ŃÓIJĮ Ò ÅĮ ÒĽÏ ŁÏ Ń
ĔÒÏ ŃÓÏ ĻÓĹ ÅĮ ÒĽÏ ŁÏ Ń
14. Indonesian Economic Review and Outlook
transfer berjalan mengalami perbaikan sedikit dari surplus USD 0,9 miliar pada
kuartal III-2013 menjadi surplus USD 1,6 miliar atau tumbuh sebesar 19,6%.
3. Fiscal space pemerintah masih ketat dan kemampuan membayar
hutang melemah
Realisasi pendapatan dan hibah negara mencapai 5,5% dari target dalam
APBN 2014 sebesar IDR 1.667,1 triliun dan realisasi belanja negara per
Januari 2014 sebesar 5,3%. Target pendapatan dan hibah tersebut terdiri atas
penerimaan dalam negeri sebesar IDR 1.665,78 triliun dan hibah IDR 1,36
triliun. Sejauh ini penerimaan perpajakan sudah mencapai 6,5% dari target IDR
1.280,4 triliun dan penerimaan bukan pajak baru 2% dari IDR 385,4 triliun.
Total belanja negara dalam APBN 2014 sejumlah IDR 1.842,5 triliun dengan
rincian IDR 1.249,9 triliun untuk belanja pemerintah pusat dan IDR 592,6 triliun
untuk transfer ke daerah. Belanja pemerintah pusat yang sudah terealisasi per
Januari 2014 sebesar 3,2%, sedangkan transfer daerah sudah mencapai 9,6%.
Pembayaran utang dan bantuan sosial sejauh ini merupakan komponen belanja
yang tertinggi realisasinya, masing-masing sebesar 10,8% dan 10,1%.
Termasuk dalam belanja negara adalah transfer ke daerah yang salah
satunya berupa pemberian dana otonomi khusus dan penyesuaian yang
5,5
94,5
Realisasi Total
5,3
94,7
Realisasi Total
(a) Penerimaan dan Hibah (b) Belanja
Gambar 7: Realisasi Penerimaan, Hibah, dan Belanja Negara per Januari
2014 (%)
Realisasi penerimaan dan hibah sebesar 5,5%, realisasi belanja negara
sebesar 5,3%
Sumber: Kementerian Keuangan (2014)
10
15. Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
dalam APBN 2014 meningkat 24,8% dari tahun sebelumnya. Porsinya
terhadap total transfer ke daerah pun meningkat menjadi 17,66%. Salah satu
yang baru adalah dana keistimewaan yang resmi dianggarkan untuk Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY) sejumlah IDR 520 miliar. Namun, jika dibandingkan
dengan daerah-daerah penerima dana otonomi khusus, jumlah tersebut masih
jauh lebih kecil.
Penerimaan dari pajak masih menjadi andalan pemerintah dalam
membiayai belanja negara. Selama tiga tahun terakhir ini, pajak selalu
menyumbang lebih dari 75% penerimaan negara. Meski peranannya dalam
penerimaan APBN mulai menurun, realisasi penerimaan pajak ini sangat
penting untuk menjaga keberlanjutan fiskal.
Dalam rangka mengamankan target penerimaan pajak di tahun ini,
Direktorat Jenderal Pajak menyusun langkah optimalisasi. Langkah
tersebut diterjemahkan dalam enam program strategis: (i) penyempurnaan
sistem administrasi perpajakan; (ii) ekstensifikasi wajib pajak pribadi; (iii)
perluasan basis pajak, termasuk usaha kecil menengah (UKM); (iv) optimalisasi
pemanfaatan data dan informasi dari institusi lain; (v) penguatan penegakan
hukum bagi penghindar pajak; dan (vi) penyempurnaan peraturan perpajakan
Gambar 8: Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian (IDR triliun)
Dana otonomi khusus dan penyesuaian tumbuh 24,8% di 2014 (y-o-y); DIY
menerima IDR 520 miliar dana keistimewaan
Sumber: Direktorat Jenderal Anggaran dan CEIC (2014, diolah)
11
Perkembangan Ekonomi dan Fiskal
14,97%
15,86%
17,66%
20,06%
19,04%
24,80%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
0
50
100
150
2012 2013 2014
Dana Otonomi Khusus dan
Penyesuaian
Jumlah (LHS)
Persentase dari Total Transfer Daerah
(RHS)
Pertumbuhan (RHS)
6,78
2,55
6,82
0,52
-
1
2
3
4
5
6
7
8
Dana Otsus dan Keistimewaan DIY
16. Indonesian Economic Review and Outlook
dengan membuat tim harmonisasi.
Selain itu, intensifikasi pajak finansial dan penetapan tarif pajak final juga
diwacanakan sebagai solusi menggenjot penerimaan pajak. Ide
Intensifikasi pajak finansial adalah mengenakan pajak pada berbagai transaksi
moneter seperti saham, obligasi dan future. Alasannya adalah sektor finansial
menghasilkan keuntungan yang besar dan juga bisa menikmati dana
pemerintah saat terjadi krisis melalui mekanisme bail-out. Sedangkan
penetapan tarif pajak final adalah salah satu solusi untuk mengefektifkan sistem
self-assessment tanpa melakukan penambahan pegawai pajak.
Demi mencukupi kebutuhan pembiayaan dalam negeri, Kementerian
Keuangan RI menerbitkan Global Bond sebesar IDR 50,5 triliun pada
Januari 2014. Peningkatan tersebut sempat meningkatkan total surat berharga
negara outstanding Januari 2014. Namun pada Februari 2014, Total SBN turun
sebesar IDR 3,45 triliun dari Januari 2014 menjadi IDR 1.459,29 triliun dan
meningkat sebesar IDR 339,22 triliun dari Februari 2013 (lihat Gambar 13).
Obligasi bunga tetap naik sebesar IDR 22,25 triliun menjadi IDR 793,07 triliun
dan naik sebesar IDR 153,47 triliun dari Februari 2013. Surat Berharga Syariah
Negara turun sebesar IDR 5,98 triliun menjadi IDR 77,15 triliun dari Januari
Gambar 9: Target Penerimaan Perpajakan dan Persentase Pajak dalam
APBN 2012-2014
Meski tetap sebagai sumber utama penerimaan negara, peran pajak dalam
APBN mulai sedikit menurun.
Sumber: Direktorat Jenderal Anggaran dan CEIC (2014, diolah)
1.033 1.193 1.280
78,74%
77,99%
76,80%
69%
71%
73%
75%
77%
79%
81%
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
2012 2013 2014
Target Pajak (LHS, IDR triliun)
Persentase Penerimaan Pajak dari Total Penerimaan dan Hibah (RHS)
12
17. Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
2014 dan naik sebesar IDR 4,63 triliun dari Februari 2013. Obligasi denominasi
Valuta Asing Februari 2014 juga mengalami penurunan sebesar IDR 21,72
triliun menjadi IDR 428,26 triliun dari Januari 2014, meningkat sebesar IDR
164,57 triliun dari Februari 2013. Peningkatan terjadi pada surat
perbendaharaan negara sebesar IDR 2 triliun dari Januari 2014 menjadi IDR
38,5 triliun dan meningkat sebesar IDR 16,53 triliun dari Februari 2013.
Total utang luar negeri Indonesia secara umum meningkat dan
peningkatan tertinggi dari utang luar negeri swasta. Rasio utang luar negeri
swasta terhadap total utang luar negeri mencapai 53,21%, sedangkan proporsi
utang luar negeri pemerintah dan bank sentral sebesar 46,79%. Total utang luar
negeri Indonesia Desember 2013 meningkat sebesar USD 2,6 miliar menjadi
USD 264,06 miliar dari November 2013 (naik 1%). Meningkat sebesar USD 12,6
miliar (5%) dari Januari 2013 dan USD 11,17 miliar (4,6%) dari Desember
2012. Utang luar negeri swasta Desember 2013 meningkat sebesar USD 2,3
miliar menjadi USD 140,5 miliar dari November 2013 atau sebesar 2%.
Utang luar negeri pemerintah Desember 2013 meningkat sebesar USD
212 juta menjadi USD 114,29 miliar dari November 2013 atau sebesar
0,2%. Turun sebesar USD 914 juta (-1%) dari Januari 2013 dan USD 1,8 miliar (-
1,6%) dari bulan Desember 2012. Utang luar negeri jangka pendek swasta by
Gambar 10: Utang Luar Negeri Pemerintah dan Swasta Indonesia,
September 2011 – Desember 2013 (USD miliar)
Utang luar negeri swasta meningkat
Sumber: Direktorat Jenderal Anggaran dan CEIC (2014, diolah)
13
Perkembangan Ekonomi dan Fiskal
18. Indonesian Economic Review and Outlook
original maturity Desember 2013 meningkat sebesar USD 1,9 miliar menjadi
USD 40,67 miliar dari November 2013 atau sebesar 4,9%. Meningkat sebesar
USD 4,84 miliar (14%) dari Januari 2013 dan sebesar USD 3,8 miliar (1,04%)
dari Desember 2012. Utang luar negeri jangka pendek swasta by remaining
maturity Desember 2013 turun sebesar USD 338 juta menjadi USD 41,159
miliar dari November 2013 atau sebesar -0,8%. Meningkat sebesar USD 2,3
miliar (6%) dari Januari 2013 dan sebesar USD 1,09 miliar (2,7%) dari
Desember 2012.
Debt Service Ratio yang menunjukkan tren yang meningkat telah
mengalami peningkatan tajam pada kuartal IV-2013. Pada kuartal terakhir
2013 ini DSR Indonesia mencapai 52,7%. Angka yang tinggi ini menunjukkan
kemampuan membayar utang Indonesia melemah dari kuartal ke kuartal yang
menyebabkan peningkatan risiko pada perekonomian Indonesia.
Kepemilikan asing atas surat berharga meningkat. Kepemilikan asing atas
obligasi pemerintah pada Januari 2014 meningkat sebesar IDR 4,8 triliun
menjadi IDR 328,65 triliun dari Desember 2013 dan naik sebesar IDR 55,45
triliun dari Januari 2013. Hal ini seiring dengan penerbitan Global Bond Januari
lalu. Sementara itu, kepemilikan asing atas ekuitas pada Desember 2013
sebesar IDR 1.475,45 triliun naik menjadi IDR 1,7 triliun dari November 2013.
Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2014)
Gambar 11: Debt Service Ratio Indonesia, Desember 2007 – Desember
2013 (%)
Debt Service Ratio meningkat tajam
14
19. Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
Turun sebesar IDR 87,4 triliun dari Januari 2013 dan IDR 71,6 triliun dari
Desember 2012. Kepemilikan asing atas SBI pada Januari 2014 sebesar IDR 3,9
triliun telah meningkat IDR 180 miliar dari Desember 2013 dan naik sebesar
IDR 3,7 trilun dari Januari 2013.
Gambar 12: Kepemilikan Asing atas Surat Berharga, Oktober 2011 –
Februari 2014 (IDR triliun)
Kepemilikan asing atas surat berharga Indonesia meningkat
Sumber: Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, OJK, dan CEIC (2014)
Gambar 13: Komposisi Surat Berharga Negara, November 2011 – Februari
2014 (IDR triliun)
Surat berharga negara outstanding sedikit mengalami penurunan
Sumber: DJPU Kementerian Keuangan dan CEIC (2014)
0
5
10
15
20
25
30
35
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
2.000
Kepemilikan Asing atas Ekuitas (LHS)
Kepemilikan Asing atas Obligasi Pemerintah (LHS)
Kepemilikan Asing atas SBI (RHS)
15
Perkembangan Ekonomi dan Fiskal
20. Indonesian Economic Review and Outlook
4. Tingkat kemiskinan dan pengangguran memburuk
Meskipun secara keseluruhan perekonomian pada kuartal-IV 2013
mengalami sedikit peningkatan, namun justru terjadi peningkatan
angka pengangguran pada Agustus 2013. Tingkat pengangguran terbuka
naik menjadi 6,3% pada Agustus 2013 dari 6,1% pada periode yang sama
tahun sebelumnya. Di samping itu, menurut publikasi BPS, jumlah angkatan
kerja di Indonesia naik 150.000 orang dari 118,05 juta orang menjadi 118,19
juta orang. Dari sisi gender, tingkat partisipasi laki-laki maupun perempuan
dalam lapangan kerja menurun, dimana pada Agustus 2012 tingkat
partisipasi laki-laki dan perempuan masing-masing sebesar 84,42% dan
51,39% yang berubah menjadi 83,58% dan 50,28% pada Agustus 2013.
Sementara itu, jika dibandingkan dengan laki-laki, tingkat partisipasi
perempuan masih lebih rendah.
Sementara itu, dilihat dari struktur lapangan pekerjaan hingga Agustus
2013, kontribusi penduduk yang bekerja di sektor pertanian terus
mengalami penurunan. Pada Agustus 2012 sektor Pertanian berkontribusi
sebesar 35,09% turun pada Agustus 2013 menjadi 34,36%. Penurunan
Gambar 14: Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Menurut Jenis Kelamin
dan Pengangguran Terbuka di Indonesia, Februari 2011 – Agustus 2013
(dalam %)
Tingkat pengangguran terbuka meningkat
Sumber: BPS dan CEIC (2014)
84,86 84,30 85,67 84,42 85,12
83,58
55,13 52,44 53,71 51,39 53,36 50,28
6,8
6,6
6,3
6,1
5,9
6,3
0
2
4
6
8
0
20
40
60
80
100
Feb-11 Agust-11 Feb-12 Agust-12 Feb-13 Agust-13
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Laki-Laki (LHS)
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Perempuan (LHS)
Tingkat Pengangguran Terbuka (RHS)
16
21. Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
tenaga kerja di sektor pertanian tersebut juga tak lepas dari faktor tingkat
upah yang lebih tinggi di sektor-sektor lain seperti industri atau
perdagangan. Meski mengalami penurunan, porsi tenaga kerja sektor
Pertanian masih mendominasi sebagai penyumbang terbesar penyerapan
tenaga kerja di Indonesia. Selain dari sektor Pertanian, sektor yang juga ikut
berkontribusi tinggi dalam penyerapan tenaga kerja secara berurutan adalah
sektor Perdagangan, Jasa Kemasyarakatan dan Industri. Serupa dengan
kondisi pada sektor Pertanian yang mengalami penurunan, jumlah angkatan
kerja pada sektor Konstruksi dan Industri juga menurun masing-masing
menjadi 5,67% dan 13,43% dari 6,13% dan 13,87% pada periode yang sama
tahun sebelumnya.
Sejalan dengan meningkatnya tingkat pengangguran terbuka, tingkat
kemiskinan juga bertambah. Penduduk miskin pada September 2013
berjumlah 28,55 (11,47% dari jumlah penduduk) meningkat dibandingkan
dengan jumlah penduduk miskin pada Maret 2013 yaitu 28,07 juta orang
(11,37% dari jumlah penduduk). Lonjakan angka kemiskinan tersebut salah
satunya disebabkan laju inflasi pasca kenaikan harga BBM pada bulan Juni
Tabel 1: Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan
Pekerjaan Utama, Tahun 2011-2013 (dalam %)
Kontribusi penduduk yang bekerja di sektor pertanian terus mengalami
penurunan sementara pada sektor Industri meningkat.
Sumber: BPS dan CEIC (2014)
Feb Agst Feb Agst Feb Agst
Pertanian 38,17 35,86 36,52 35,09 35,05 34,36
Industri 12,31 13,26 12,6 13,87 12,96 13,43
Konstruksi 5,02 5,78 5,41 6,13 6,04 5,67
Perdagangan 20,88 21,34 21,29 20,9 21,76 21,43
Transportasi, Pergudangan dan
Komunikasi
5,01 4,63 4,61 4,51 4,59 4,55
Keuangan 1,85 2,4 2,46 2,4 2,64 2,63
Jasa Kemasyarakatan 15,29 15,18 15,4 15,43 15,37 16,44
Lainnya 1,45 1,55 1,7 1,67 1,59 1,51
TOTAL 100 100 100 100 100 100
Lapangan Pekerjaan Utama
2011 2012 2013
17
Perkembangan Ekonomi dan Fiskal
22. Indonesian Economic Review and Outlook
2013 dan tingkat pengangguran terbuka di Indonesia yang mencapai 6,3%
pada Agustus 2013, mengalami peningkatan dibandingkan Februari 2013
yaitu sebesar 5,9%. Bertambahnya angka kemiskinan tahun ini diperparah
dengan peningkatan ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat atau
Gini Ratio, yaitu 0,413 dari 0,410 pada tahun 2012. Hal ini mencerminkan
pemerataan ekonomi di Indonesia bermasalah. Ketidakmerataan
pendapatan masyarakat terus meningkat sejalan dengan meningkatnya
pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu pemerintah harus lebih
memfokuskan kepada pemerataan pembangunan dan bukan hanya sekedar
pertumbuhan ekonomi.
Tabel 2: Perkembangan Kemiskinan dan Ketimpangan di Indonesia, 2011-
2013
Angka kemiskinan dan ketimpangan pendapatan di Indonesia meningkat.
Sumber: BPS dan CEIC (2014)
(juta orang) (%)
11-Mar 30,02 12,49
11-Sep 29,89 12,36
12-Mar 29,13 11,96
12-Sep 28,59 11,66
13-Mar 28,07 11,37
13-Sep 28,55 11,47
Tahun
Jumlah penduduk miskin
Indeks Gini
0,41
0,41
0,413
18
23. Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
B. SITUASI MONETER DAN PASAR KEUANGAN
1. Nilai rupiah menurun
Tingginya tekanan inflasi di Indonesia seringkali dipicu oleh faktor
non-moneter seperti infrastruktur yang buruk, banjir, serta bencana
alam. Serangkaian kejadian ini mendorong naiknya harga pangan, akibatnya
inflasi Januari 2014 melonjak dibandingkan inflasi Desember 2013 yang
tercatat sebesar 8,08% (y-o-y). Selain itu, naiknya harga komoditi yang diatur
pemerintah—seperti naiknya harga gas LPG di awal tahun—turut
mendorong terjadinya lonjakan inflasi.
Pada bulan Februari 2014, tingkat inflasi mampu ditekan pemerintah,
tercatat sebesar 7,75% (y-o-y), menurun dibandingkan bulan
sebelumnya yang mencapai 8,22% (y-o-y). Terkendalinya inflasi di bulan
Februari 2014 tidak lepas dari upaya pemerintah menerapkan kebijakan
kuota impor pangan dengan sistem buka tutup yang masih diberlakukan
hingga saat ini. Kuota impor pangan terus dijalankan hingga harga-harga
cukup stabil. Jika pasokan pangan telah mencukupi, kuota impor kembali
ditutup.
Gambar 15: Tingkat Inflasi, Februari 2011 – Februari 2014 (y-o-y, dalam %)
Inflasi Februari 2014 mencapai 7,75% (y-o-y)
Sumber: BPS dan CEIC (2014)
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
02/2011 08/2011 02/2012 08/2012 02/2013 08/2013 02/2014
Inflasi, 2012=100 Inti Harga Diatur Pemerintah Bergejolak
19
24. Indonesian Economic Review and Outlook
Untuk mengendalikan tekanan inflasi, pemerintah harus menjaga
distribusi pangan agar tidak terganggu serta harus segera
memperbaiki sarana dan prasarana infrastruktur nasional Pada bulan .
Februari 2014, secara year-on-year, inflasi inti mencapai 5,26%, harga diatur
pemerintah tercatat sebesar 16,76%, dan harga bergejolak sebesar 8,73%.
Sementara itu, secara month-to-month, angka inflasi Februari 2014 tercatat
sebesar 0,26%, lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang
mencapai 1,07%.
Untuk mengendalikan tekanan inflasi, pemerintah harus menjaga
distribusi pangan agar tidak terganggu serta harus segera
memperbaiki sarana dan prasarana infrastruktur nasional Pada bulan .
Februari 2014, secara year-on-year, inflasi inti mencapai 5,26%, harga diatur
pemerintah tercatat sebesar 16,76%, dan harga bergejolak sebesar 8,73%.
Sementara itu, secara month-to-month, angka inflasi Februari 2014 tercatat
sebesar 0,26%, lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang
mencapai 1,07%.
Tabel 3: Tingkat Inflasi Menurut Kelompok Pengeluaran, Tahun 2010 –
2014 (2012=100, m-t-m, dalam %)
Harga makanan masih tinggi, inflasi bulan Februari 2014 mencapai 0,26%
(5) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
15,64 6,96 4,08 6,51 2,19 3,29 2,69
3,64 4,51 3,47 7,57 4,26 5,16 1,92
5,68 6,11 3,35 4,67 2,91 4,21 2,2
Jan 3,39 0,46 0,56 0,25 0,29 0,05 -0,28
Feb 2,08 0,47 0,82 -0,59 0,56 0,19 0,08
Mar 2,04 0,4 0,21 -0,7 0,24 0,12 0,19
Apr -0,8 0,3 0,41 -1,13 0,22 0,15 0,1
Mei -0,83 0,35 0,75 -1,22 0,23 0,06 0,05
Jun 1,17 0,67 0,21 -0,29 0,23 0,04 3,8
Jul 5,46 1,55 0,44 -0,09 0,4 0,69 9,6
Ags 1,75 0,68 0,66 1,81 0,37 1,36 0,95
Sep -2,88 0,78 0,61 2,99 0,27 0,71 -0,79
Okt -0,62 0,55 0,26 -0,56 0,33 0,31 0,53
Nov -0,47 0,27 0,68 -0,03 0,34 0,11 0,02
Des 0,79 0,73 0,44 0,17 0,16 0,06 0,56
Jan 2,77 0,72 1,01 0,55 0,72 0,28 0,2
Feb 0,36 0,43 0,17 0,57 0,28 0,17 0,15
Tahun
2010
2011
2012
2013
2014
Catatan: (1) Makanan; (2) Makanan Olahan, Minuman, Tembakau; (3) Perumahan, Listrik, Gas, dan
Bahan Bakar; (4) Sandang; (5) Kesehatan; (6) Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga; (7) Transportasi,
Komunikasi, dan Jasa Keuangan
Sumber: BPS dan CEIC (2014)
20
25. Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
Komposisi inflasi Februari 2014 relatif lebih merata pada semua
kelompok barang, dibandingkan pada bulan sebelumnya yang
didominasi oleh kelompok Bahan Makanan. Komponen inflasi terbesar
pada Februari 2014 adalah kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan
Tembakau. Kelompok pengeluaran ini menyumbang 0,08% dari total inflasi
Januari 2014 yang sebesar 0,26%. Sedangkan inflasinya sebesar 0,36% (m-t-
m) atau 9,62 % (y-o-y). Komponen inflasi bulan Januari 2014 terbesar adalah
kelompok Bahan Makanan dengan share sebesar 0,56% dari inflasi Januari
2014 dengan tingkat inflasi sebesar 11,43% (y-o-y) atau 2,77% (m-t-m).
Selain itu, kelompok pengeluaran Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan
Bakar juga turut mendorong inflasi Januari 2014. Kelompok pengeluaran ini
menyumbang 0,25%, dengan inflasi sebesar 7,63% (y-o-y) atau 1,01% (m-t-
m).
Sementara itu, dilihat dari 82 kota besar di Indonesia, sebagian besar
kota di Indonesia mengalami inflasi pada Januari dan Februari 2014.
Dari data yang dirilis BPS, Februari 2014 terjadi inflasi di 55 kota. Pontianak
menjadi kota dengan tingkat inflasi tertinggi dengan sebesar 2,73% (m-t-m).
Namun, deflasi juga terjadi di 27 kota pada Februari 2014. Sibolga menjadi
kota dengan deflasi tertinggi, tercatat sebesar 2,43% (m-t-m). Sedangkan
pada Januari 2014, 78 kota mengalami inflasi. Inflasi tertinggi dari 78 kota
tersebut terjadi di Pangkal Pinang, tercatat sebesar 3,79%. Sedangkan,
deflasi dialami oleh empat kota. Kota dengan tingkat deflasi tertinggi adalah
Sorong, yang tercatat sebesar 0,17%.
Tingginya inflasi diikuti oleh cadangan devisa yang masih di bawah
tahun-tahun sebelumnya dan nilai tukar rupiah yang masih lemah.
Posisi cadangan devisa Indonesia per Januari 2014 tercatat USD 100,65
miliar, atau naik USD 1,26 miliar dibandingkan bulan sebelumnya.
Sedangkan per Februari 2014, cadangan devisa melonjak mencapai USD
102,74 miliar, naik sebesar USD 2,09 miliar. Tren positif ini berlanjut sejak
Agustus 2013. Meskipun demikian, pada level tersebut cadangan devisa
Indonesia telah melebihi standar kecukupan. Peningkatan cadangan devisa
pada Januari dan Februari 2014 tidak lepas dari upaya Bank Indonesia
memperbaiki neraca perdagangan dengan memberlakukan Peraturan Bank
Indonesia (PBI) No.15/17/PBI/2013 terkait Transaksi Swap Lindung Nilai
kepada Bank Indonesia, serta penerbitan SUN oleh pemerintah pada akhir
Januari dan pertengahan Februari 2014 lalu.
21
Situasi Moneter dan Pasar Keuangan
26. Indonesian Economic Review and Outlook
Selain itu, PBI tentang Transaksi Swap Lindung Nilai juga merupakan
strategi BI untuk melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah serta
melakukan pendalaman pasar valuta asing. Hasilnya, rupiah mulai
memunculkan sentimen positif dengan menguat 4,84% ke tingkat
IDR11.643 per USD pada Februari. Hal tersebut mengakhiri tren pelemahan
rupiah sejak November 2013. Pada Januari 2014, posisi rupiah berada di IDR
12.226 per USD melemah 0,3% dibandingkan pada Desember 2013.
Penguatan rupiah ini juga dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah
menerbitkan obligsi berdenominasi dolar senilai USD 4 miliar dalam
upayanya menarik aliran dana masuk dari investor global. Penjualan obligasi
tersebut juga ditujukan untuk memperkuat nilai tukar rupiah mengingat
bank sentral Amerika Serikat (The Fed) mulai memangkas dana stimulusnya
Januari 2014. Surat utang yang diterbitkan pemerintah terdiri dari obligasi
bertenor 10 tahun dengan kupon 5,95% dan obligasi bertenor 20 tahun
dengan kupon 6,85%, masing-masing senilai USD 2 miliar.
Berkaitan dengan pengendalian kurs rupiah, Bank Indonesia melalui
JISDOR (Jakarta Interbank Spot Dollar Rate) berhasil mendapatkan
pengakuan internasional. Otoritas Moneter Singapura (MAS) mulai 27
Maret 2014 efektif mengadopsi JISDOR sebagai rate resmi untuk denominasi
rupiah pada pasar uang di Singapura. Hal ini sejalan dengan tujuan Bank
Gambar 16: Cadangan Devisa Indonesia (miliar USD) dan Perkembangan
Nilai Tukar (IDR/USD), Februari 2011 – Februari 2014
Level cadangan devisa Januari 2014 tertinggi selama 8 bulan terakhir.
Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2014)
6.000
7.000
8.000
9.000
10.000
11.000
12.000
13.000
60
70
80
90
100
110
120
130
Cadangan Devisa (miliar), LHS IDR/USD, RHS
22
27. Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
Indonesia saat meluncurkan JISDOR pada 20 Mei 2013 lalu, untuk
mengendalikan kurs rupiah pada rate yang wajar. Dengan begitu, efisiensi
pasar dapat terjadi, financial deepening dapat tercapai.
Meskipun dalam tekanan inflasi dan pelemahan rupiah, Bank
Indonesia memutuskan untuk tetap mempertahankan tingkat BI rate.
Berdasarkan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 13 Februari 2014,
BI rate tetap dipertahankan pada level 7,5%. Kebijakan ini melanjutkan
komitmen Bank Indonesia untuk mengendalikan inflasi dan memperbaiki
neraca pembayaran Indonesia. Sebagai catatan, BI rate terakhir kali berubah
pada November 2013 dengan kenaikan sebesar 0,25 basis poin.
Perkembangan tingkat suku bunga secara umum pada Januari dan
Februari di tahun 2014 juga relatif tidak banyak berubah dibanding
pada Desember 2013. Tingkat suku bunga penjaminan LPS naik 0,25 basis
poin menjadi 7,5% (denominasi rupiah) dan 1,5% (denominasi mata uang
asing) pada Januari 2014 dan tetap dipertahankan pada Februari 2014.
Kenaikan tersebut sebagai upaya LPS menjamin simpanan nasabah
perbankan di tengah kenaikan tingkat suku bunga secara umum di bulan
Desember 2013. Di sisi lain, suku bunga deposito berjangka tiga bulan
bergerak terus naik hingga melebihi tingkat suku bunga penjaminan serta BI
Gambar 17: Perkembangan BI Rate, Februari 2011 – Februari 2014
(dalam %)
BI rate dipertahankan tetap 7,5% pada Februari 2014
Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2014)
3
4
5
6
7
8
9
02/2011 08/2011 02/2012 08/2012 02/2013 08/2013 02/2014
23
Situasi Moneter dan Pasar Keuangan
28. Indonesian Economic Review and Outlook
rate. Pada bulan Desember 2013, tingkat suku bunga deposito berjangka ada
pada level 7,61%. Sedangkan pada Januari 2014 meningkat menjadi 7,96%.
Hal ini bisa menjadi sinyalemen perbankan sedang menghadapi masalah
likuiditas.
2. Pasar keuangan menunjukkan optimisme di akhir tahun
Di pasar finansial, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan
pergerakan positif, dan obligasi Surat Utang Negara bergerak fluktuatif
di bulan Januari dan Februari 2014. IHSG meningkat 3,38% ke level
4.418,757 (Desember 2013 – Januari 2014) kemudian 4,56% ke level
4.620,216 (Januari – Februari 2014). Penguatan IHSG pada Januari dan
Februari 2014 bisa menjadi sinyal investor asing mulai masuk ke Indonesia.
Di sisi lain, pergerakan imbal hasil (yield) obligasi SUN di pasar fluktuatif di
kisaran 8,6% (Desember 2013), 9,01% (Januari 2014), dan terakhir 8,4%
(Februari 2014). Hal tersebut dikarenakan yield SUN mengikuti
perkembangan tingkat inflasi. Yield akan naik ketika inflasi meningkat,
Gambar 18: Perkembangan Tingkat Suku Bunga Penjaminan LPS dan
Deposito, Februari 2011 – Februari 2014 (dalam %)
LPS menaikkan tingkat suku bunga penjaminan, deposito berjangka 3
bulan melebihi BI Rate dan suku bunga LPS
*= Januari 2014 (deposito berjangka) dan Februari 2014 (suku bunga penjaminan)
Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2014)
4
5
6
7
8
9
10
Suku Bunga Penjaminan Maksimum (IDR, 1 bln) Deposito Berjangka (3 bln)
24
29. Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
seperti yang terjadi pada bulan Januari 2014, dan menurun pada Februari
2014. SUN dengan tenor menengah, seperti tenor 10 tahun, menjadi favorit
investor sebagai investasi aman sebagai antisipasi terjadinya sentimen
negatif di pasar finansial, selain cukup likuid di pasar sekunder.
Setelah sempat menurun pada kuartal III-2013, transaksi modal dan
finansial kembali menunjukkan tren menaik di kuartal IV-2013.
Surplus transaksi modal dan finansial naik dari USD 5,6 miliar menjadi USD
9,2 miliar dengan tingkat pertumbuhan quarter-to-quarter sebesar 65,4%.
Peningkatan surplus ini dikarenakan terjadinya perubahan drastis pada
komponen investasi lainnya yang pada kuartal III-2013 mengalami defisit
berubah menjadi surplus pada kuartal berikutnya. Adapun investasi
langsung dan portofolio mengalami penurunan meskipun tetap mengalami
surplus.
Nilai investasi langsung dan portofolio menurun pada kuartal-IV 2013.
Penurunan terbesar terjadi pada investasi langsung, dari USD 5,7 miliar di
kuartal III-2013 menjadi USD 1,6 miliar pada kuartal IV-2013. Sedangkan
investasi portofolio hanya turun sedikit dari USD 1,9 miliar menjadi USD 1,8
miliar. Secara persentase nilai investasi langsung dan portofolio turun
Gambar 19: Pergerakan IHSG dan Indeks Imbal Hasil SUN Tenor 10
Tahun, Februari 2011- Februari 2014 (dalam %)
IHSG terus menguat sejak Desember hingga Februari; yield SUN turun di
akhir Februari 2014
Sumber: IDX, CEIC, dan Bloomberg (2014)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
IHSG, LHS Yield SUN 10 Tahun (%), RHS
25
Situasi Moneter dan Pasar Keuangan
30. Indonesian Economic Review and Outlook
sebesar 71,9% dan 9,6% pada periode tersebut. Penurunan nilai investasi
langsung dikarenakan defisit direct investment abroad naik menjadi USD 2,5
miliar pada kuartal IV-2013, kuartal sebelumnya hanya defisit sebesar USD
87 juta. Selain itu surplus foreign direct investment di Indonesia juga
menurun sebesar USD 1,7 miliar dari kuartal sebelumnya.
Nilai investasi lainnya meningkat pesat di kuartal IV-2013. Pada kuartal
III-2013 nilai investasi lainnya mengalami defisit USD 2 miliar. Kemudian
nilainya melonjak menjadi surplus USD 5,9 miliar di kuartal berikutnya.
Peningkatan pesat surplus investasi lainnya berdasarkan data dari Bank
Indonesia disebabkan oleh penarikan simpanan bank di luar negeri dari sisi
aset serta terjadinya surplus neto pada kewajiban sektor swasta.
Dibandingkan dengan kuartal-IV tahun 2012, kinerja transaksi modal
dan finansial mengalami penurunan. Hal ini ditunjukkan nilai surplus
yang lebih tinggi pada kuartal IV-2012 yaitu sebesar USD 12 miliar daripada
kuartal IV-2013 yang hanya sebesar USD 9,2 miliar. Secara year-on-year,
surplus transaksi modal dan finansial turun sebesar 23,1 %.
Kinerja neraca pembayaran pada kuartal IV-2013 membaik kembali.
Hal ini ditunjukkan dengan posisi neraca pembayaran yang mengalami
Gambar 20: Neraca Transaksi Modal dan Finansial, 2010:Q1-2013:Q4
(USD miliar)
Surplus transaksi modal dan finansial meningkat
Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2014)
-15
-10
-5
0
5
10
15
2010:Q1 2010:Q4 2011:Q3 2012:Q2 2013:Q1 2013:Q4
Investasi Langsung Investasi Portofolio
Investasi Lainnya Transaksi Modal dan Finansial
Transaksi Berjalan
26
31. Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
surplus USD 4,4 miliar pada kuartal IV-2013. Sebaliknya pada kuartal III-
2013, neraca pembayaran Indonesia defisit USD 2,6 miliar. Perbaikan neraca
pembayaran terjadi karena surplus transaksi modal dan finansial membesar
sementara defisit transaksi berjalan mengecil.
Dibandingkan dengan kuartal IV-2012, Kinerja neraca pembayaran
sedikit lebih baik. Pada kuartal IV-2012 neraca pembayaran mengalami
surplus sebesar USD 3,2 miliar. Kemudian pada tahun 2013 kuartal yang
sama, surplus neraca pembayaran meningkat menjadi USD 4,4 miliar. Secara
year-on-year, surplus neraca pembayaran tumbuh sebesar 36,8%.
Gambar 21: Neraca Pembayaran 2010:Q1-2013:Q4 (USD miliar)
Neraca pembayaran surplus pada kuartal IV-2013
Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2014)
-15
-10
-5
0
5
10
15
2010:Q1 2010:Q4 2011:Q3 2012:Q2 2013:Q1 2013:Q4
Transaksi Berjalan Transaksi Modal dan Finansial
Selisih Perhitungan Neraca Pembayaran
27
Situasi Moneter dan Pasar Keuangan
32. Indonesian Economic Review and Outlook
C. GAMA LEI DAN KONSENSUS PROYEKSI EKONOMI
1. GAMA Leading Economic Indicator (GAMA LEI)
Leading Economic Indicator merupakan salah satu model early warning
system untuk memprediksi arah siklus ekonomi di masa depan. GAMA
Leading Economic Indicator (GAMA LEI) merupakan model peramalan yang
dikembangkan oleh Tim Macroeconomic Dashboard FEB UGM. Titik balik
serta kenaikan/penurunan garis pada model GAMA LEI diharapkan mampu
memprediksi siklus pergerakan perekonomian Indonesia dalam beberapa
waktu ke depan. GAMA LEI dibentuk berdasarkan uji kuantitatif dan kualitatif
untuk menghasilkan peramalan terbaik.
GAMA LEI mampu meramalkan siklus perekonomian (PDB) Indonesia
dengan cukup akurat pada beberapa waktu sebelumnya. Peramalan
model GAMA LEI mampu memprediksi arah siklus perekonomian Indonesia
selama ini dengan baik. Pada saat ini GAMA LEI melihat adanya peningkatan
kinerja pada beberapa indikator kunci perekonomian Indonesia yang
menyebabkan perkembangan positif pergerakan siklus perekonomian
-4
-2
0
2
4
6
8
Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
-10
-5
0
5
10
15
20
Siklus PDB (LHS) GAMA LEI (RHS, IDR triliun)
Growth YoY (RHS, %) Growth Q to Q (RHS, %)
Gambar 22: GAMA Leading Economic Indicator
GAMA LEI memprediksi kecenderungan penurunan siklus perekonomian
Indonesia
28
33. Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
(PDB). Dalam edisi ini, GAMA LEI memprediksi siklus perekonomian
Indonesia dalam menghadapi tahun politik 2014.
GAMA LEI disusun dari berbagai macam indikator yang telah melewati
uji statistik secara ketat. Adanya peningkatan kinerja pada variabel seperti
ekspor ke dua wilayah ekonomi (China dan Eropa) dan cadangan devisa dari
sisi ekonomi makro serta market capitalization dan IHSG dari pasar modal
cukup berpengaruh pada kondisi perekonomian. Meskipun demikian, patut
dicatat bahwa beberapa indikator ekonomi makro lainnya dapat berubah
dengan cepat dalam beberapa waktu ke depan.
Adanya keberagaman pola pada pertumbuhan ekonomi Indonesia serta
proyeksi siklus perekonomian dalam model GAMA LEI menghasilkan
peramalan yang komprehensif. Peramalan siklus bisnis menekankan pada
pergerakan siklus perekonomian apakah berada pada fase ekspansi atau
kontraksi dalam beberapa waktu ke depan. Siklus GAMA LEI 2013:Q4 berada
pada fase ekspansi (pada kondisi di atas nol) meskipun mempunyai arah
menurun. Sebagai contoh: pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2013:Q4
secara year-on-year tercatat meningkat, namun siklus PDB yang dihasilkan
dalam model tersebut mengalami pergerakan menurun walaupun masih
dalam fase ekspansi.
GAMA LEI pada edisi ke-5 ini memprediksi masih terdapat
kecenderungan penurunan siklus perekonomian (PDB) Indonesia.
Meskipun demikian, dilihat dari pergerakan dan pola perekonomian baik
year-on-year maupun quarter-to-quarter keduanya mengindikasikan adanya
kenaikan tipis pada pertumbuhan ekonomi di 2014:Q1. Jika pemerintah tidak
menjaga pertumbuhan ekonomi yang telah tercatat meningkat secara year-
on-year di 2013:Q4, maka momentum perbaikan ekonomi tersebut akan
terlewatkan.
2. Konsensus Proyeksi Indikator Makroekonomi
Hasil konsensus menunjukkan nilai ketiga indikator makro utama
Indonesia yaitu pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan nilai tukar
bergerak membaik dari tahun 2014 ke 2015. Konsensus diperoleh
29
GAMA LEI dan Konsensus Proyeksi Ekonomi
34. Indonesian Economic Review and Outlook
berdasarkan survei yang dilakukan oleh tim Macroeconomic Dashboard
dengan responden dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomika dan Bisnis
UGM.
Secara umum, pada tahun 2014 pertumbuhan PDB riil tidak jauh
berbeda dengan tahun 2013. PDB riil (y-o-y) diprediksi tumbuh sebesar
5,85% ± 0,14% pada kuartal I-2014 dan 5,86% ± 0,14% pada kuartal II-
2014. Adapun secara tahunan, prediksi pertumbuhan PDB riil 2014 dan 2015
masing-masing sebesar 5,91% ± 0,14% dan 6,3% ± 0,3% .
Nilai tukar rupiah diprediksi mulai membaik dan stabil pada tahun
2014. Pada kuartal I-2014 nilai tukar rupiah diperkirakan sebesar IDR/USD
11.680 ± IDR/USD 363. Di kuartal berikutnya, nilai tukar rupiah sedikit
menguat menjadi IDR/USD 11.510 ± IDR/USD 404. Secara tahunan, nilai
tukar rupiah tahun 2014 sebesar IDR/USD 11.550 ± IDR/USD 447 dan tahun
2015 menguat menjadi sebesar IDR/USD 11.130 ± IDR/USD 589.
Inflasi Indonesia tahun 2014-2015 diprediksi berada di atas lima
persen. Tahun 2014, hasil prediksi inflasi Indonesia adalah sebesar 5,58% ±
3,19%. Tahun 2015 nilainya menurun sedikit menjadi 5,22% ± 3,17%.
Sementara itu secara kuartalan, inflasi di Indonesia pada kuartal I-2014 dan
II-2014 masing-masing sebesar 4,33% ± 3,46% dan 4,25% ± 3,26%.
Kuartal-I 2014 Kuartal-II 2014 Tahun 2014 Tahun 2015
Pertumbuhan 5,85 5,86 5,91 6,3
Rentang ± 0,14 0,14 0,14 0,3
Tabel 4: Estimasi Pertumbuhan PDB Riil (y-o-y, dalam %)
Kuartal-I 2014 Kuartal-II 2014 Tahun 2014 Tahun 2015
Nilai Tukar 11.680 11.510 11.550 11.130
Rentang ± 363 404 447 589
Tabel 5: Estimasi Inflasi (y-o-y, dalam %)
Tabel 6: Estimasi Nilai Tukar Rupiah (IDR/USD)
Kuartal-I 2014 Kuartal-II 2014 Tahun 2014 Tahun 2015
Inflasi 4,33 4,25 5,58 5,22
Rentang ± 3,46 3,26 3,19 3,17
Sumber: Data Primer, diolah (2014)
Sumber: Data Primer, diolah (2014)
Sumber: Data Primer, diolah (2014)
30
35. Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
D. ASEAN: Meraih Potensi Perekonomian
Optimum di Tengah Instabilitas
Global dan Regional
Secara umum dengan berakhirnya tahun 2013, perekonomian
kawasan negara-negara anggota ASEAN (Association of South East Asian
Nations) mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang relatif masih
lambat dan belum memenuhi potensi perekonomian yang dimiliki.
Perekonomian kawasan yang masih belum optimal ini terutama didorong
oleh capaian perekonomian Indonesia dan Thailand, dua negara yang
memiliki andil perekonomian yang besar di kawasan yang tercatat masih
lebih rendah pada tahun 2013 dibandingkan dengan capaian yang diperoleh
pada tahun 2012 lalu. Berdasarkan pertumbuhan year-on-year, pada tahun
2013 ini secara berturut-turut Indonesia dan Thailand mencatatkan
pertumbuhan perekonomian sebesar 5,8% dan 2,9% lebih rendah daripada
capaian perekonomian pada tahun 2012 yang secara berturut-turut tercatat
6,2% dan 6,4%. Situasi ini cukup meresahkan mengingat sebagai salah satu
mesin pertumbuhan ekonomi Asia, ASEAN hanya mampu mencatatkan
rerata pertumbuhan perekonomian sebesar 5% dalam satu dekade terakhir
yang masih sangat rendah dibandingkan potensi perekonomian yang
dimiliki di tengah tantangan perekonomian untuk memasuki komitmen
bersama terkait ASEAN Economic Community 2015 yang akan datang.
Potensi pertumbuhan ekonomi kawasan mendapatkan tantangan baik
dari sisi internal maupun dari sisi eksternal. Selain dikarenakan situasi
global yang masih belum kembali normal, stabilitas politik yang relatif masih
rapuh di kawasan adalah tantangan terkini yang dihadapi negara-negara di
ASEAN, seperti yang saat ini sedang dialami oleh Thailand dan Myanmar atau
bahkan hingga dinamika terkini menghangatnya hubungan antara Singapura
dan Indonesia. Bahkan selain situasi lingkungan eksternal, tantangan secara
internal juga dihadapi oleh pemerintah negara ASEAN yang dituntut untuk
mampu mengambil kesempatan perekonomian di tengah kecenderungan
pergeseran struktur perekonomian di kawasan. Menurut publikasi yang
dirilis oleh Sekretariat ASEAN pada Oktober 2013, dinyatakan bahwa telah
nampak adanya pergeseran struktur ekonomi yang mencolok di kawasan
ASEAN terutama dikaitkan dengan semakin berkurangnya sumbangan
31
36. Indonesian Economic Review and Outlook
sektor pertanian pada perekonomian kawasan dan semakin berkembangnya
sektor perekonomian yang berbasis jasa. Hal ini dapat terjadi selain dengan
mulai tumbuhnya kota-kota besar berskala metropolitan dengan layanan
jasa keuangan yang semakin berkembang di kawasan, perkembangan juga
dialami pada tingkatan negara seperti Filipina yang telah menjadi negara
yang akan menggantikan dominasi India secara global dalam hal tingkat
pengiriman tenaga kerja ke luar negeri.
Pemerintah negara anggota ASEAN selain itu masih menemui
tantangan untuk mampu menciptakan lapangan kerja yang cukup bagi
pertumbuhan jumlah tenaga kerja dan penduduk akibat demographic
boom serta kemampuan untuk menyediakan infrastruktur yang
memadai guna mendorong produktivitas perekonomian. Sebagai
contoh, Filipina, Malaysia Vietnam, Indonesia, Myanmar dan Kamboja adalah
negara-negara yang saat ini sedang mengalami tingkat pertumbuhan
penduduk usia aktif tinggi sementara tingkat dependency ratio yang memiliki
kecenderungan untuk terus menurun, sehingga berpotensi untuk
mendukung perekonomiannya. Modal perekonomian ini apabila tidak
mampu dikelola secara seksama oleh pemerintahan di negara ASEAN hanya
akan menjadi salah satu penyebab tambahan untuk mendorong semakin
mundurnya perekonomian kawasan.
Tabel 4: Pertumbuhan GDP Negara ASEAN, 1998–2013
(y-o-y, %)
Filipina dan negara CLMV adalah pendorong utama pertumbuhan ekonomi
kawasan
5³ ³ ² -5³ ³ ³ 2000-2007 2008-2009
Krisis Asia Masa tenang Krisis global
Brunei Darussalam 1,25 2,24 -1,85 2,6 2,2 1,6 1
Kamboja 8,5 9,93 3,4 6,1 7,1 7,2 7,2
Indonesia -6,15 5,04 5,3 6,2 6,5 6,2 5,8
Laos 4,25 6,75 7,65 8,1 8 8,1 8
Malaysia -0,65 5,5 1,65 7,1 5,1 5,6 6,8
Myanmar 8,35 12,88 4,35 5,3 5,4 6,3 6,5
Filipina 1,25 4,89 2,65 7,6 3,9 6,5 7,2
Singapura 2,05 6,36 0,5 14,8 5,1 1,2 3,7
Thailand -3,05 5,05 0,1 7,8 -0,1 6,4 2,9
Viet Nam 5,3 7,64 5,8 6,8 5,9 5 5,4
ASEAN -1,9 5,56 3,85 8,3 4,9 5,2 5,1
Negara 2010 2011 2012 2013
Catatan: rata-rata pertumbuhan untuk periode 1998-1999, 2000-2007, dan 2008-2009
Sumber: IMF dan CEIC (2014)
32
38. Indonesian Economic Review and Outlook
ASEAN+6 (enam negara anggota awal ASEAN) yang dianggap memiliki
sistem perekonomian yang lebih modern. Sepanjang tahun 2013 ini, negara-
negara CLMV secara rata-rata mampu mencatatkan pertumbuhan ekonomi
sebesar 6,8%, lebih tinggi dari rerata capaian negara ASEAN+6 (Brunei
Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand) yang hanya
mampu mencapai tingkat pertumbuhan sebesar 4,57%. Hal ini diperkirakan
selain karena potensi kapasitas perekonomian yang masih sangat luas bagi
negara-negara anggota CLMV dengan stabilitas politik yang relatif stabil juga
sangat didorong dengan komitmen pemerintah nasional yang tinggi pada
upaya pembangunan fasilitas dan jejaring infrastruktur seiring mendukung
komitmen kawasan pada Master Plan on ASEAN Connectivity 2015.
Tingkat inflasi yang masih relatif tinggi di ASEAN adalah salah
satu penyebab utama yang menyebabkan hambatan bagi
perekonomian untuk mencapai tingkat pertumbuhan yang
optimal dan tingkat perbaikan kesejahteraan yang signifikan.
Sepanjang tahun 2013, Indonesia tercatat sebagai negara dengan
tingkat inflasi tertinggi di kawasan yang menyebabkannya berada di
dalam kelompok negara-negara yang mencatat tingkat inflasi yang
tinggi seperti Lao PDR dan Vietnam. Berbeda dengan negara-negara
lain di kawasan yang relatif sukses menekan laju inflasi pada kisaran
Tabel 5: Pertumbuhan Indeks Pasar Saham Negara ASEAN, 2009 – 2014
(y-o-y, %)
Pasar saham di ASEAN menunjukkan capaian yang beragam
Negara 2009 2010 2011 2012 2013 6²-Feb-58
Brunei Darussalam
Kamboja -17,74 -1,57
Indonesia 87,9 46,9 3 13,3 0,25 6,77
Laos 35,1 3,86 3,09
Malaysia 45 19,5 0,8 10,3 10,54 -1,68
Myanmar
Filipina 60,3 55,7 1,9 21,1 62,3 7,36
Singapura 64,5 10,1 -17,1 19,7 0,24 -2,01
Thailand 66,1 39,2 -0,9 35,9 -11,58 7,68
Viet Nam 56,6 -2,8 -20,9 7,7 23,06 16,25
Tidak memiliki pasar saham
Tidak memiliki pasar saham
Tidak memiliki pasar saham
Tidak memiliki pasar saham
Catatan: Data tersaji pada posisi 28 Februari 2014 adalah pertumbuhan berbasis Year-to-Date
Sumber: Bloomberg (2014)
34
39. Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
dibawah 3%, pemerintah Indonesia, Lao PDR dan Vietnam terbukti
belum mampu menekan laju inflasi di dalam sistem
perekonomiannya.
Pada perkembangan terkini melalui rilis tingkat inflasi pada bulan
Januari 2014 yang lalu, bahkan Indonesia tetap menjadi negara dengan
tingkat inflasi year-on-year tertinggi di kawasan. Indonesia memperoleh
capaian IHK yang tercatat 8,22% berbeda signifikan dengan pencatat inflasi
tertinggi berikutnya yaitu Lao PDR (5,99%) dan Viet Nam (5,45%). Tekanan
inflasi pada perekonomian kawasan ini hendaknya menjadi perhatian yang
serius oleh negara-negara anggota ASEAN karena hal ini akan sangat
mempengaruhi kesiapan mereka secara kolektif untuk menyongsong ASEAN
Economic Community 2015.
Negara-negara anggota ASEAN memiliki potensi tumbuh lebih tinggi
dengan fenomena demographic boom yang terjadi. Pertumbuhan jumlah
penduduk usia kerja produktif yang signifikan diiringi dengan tingkat
kesejahteraan yang relatif lebih baik akan memacu terjadinya pertumbuhan
tingkat konsumsi industri dan rumah tangga yang meningkat. Namun
sayangnya, mayoritas pertumbuhan tingkat konsumsi itu masih didominasi
oleh barang-barang impor yang tidak saja akan mempengaruhi
keseimbangan nilai tukar tapi juga berpotensi mendorong membesarnya
potensi terjadinya imported inflation.
Perkembangan pasar saham di kawasan negara ASEAN menunjukkan
capaian yang beragam. Sebagian negara sepanjang tahun 2013
mencatatkan penurunan yang tajam sebagaimana yang dicatat oleh Kamboja
(-17,74%) dan Thailand (-11,58%), sebagian mengalami pertumbuhan yang
tajam sebagaimana yang dicatat oleh Filipina (62,30%) dan Viet Nam
(23,06%), sementara sebagian negara lainnya mengalami mencatatkan
pertumbuhan dengan tingkat yang sangat tipis seperti yang dialami
Indonesia, Lao PDR dan Singapura.
Pertumbuhan pasar saham menunjukkan optimisme pelaku pasar
pada perekonomian ASEAN namun hal itu juga diiringi dengan potensi
kerapuhan sistem keuangan kawasan. Melimpahnya dana asing masuk
yang dikategorikan sebagai hot money memicu potensi penarikan dana
secara tiba-tiba yang pada akhirnya dapat menggerus kestabilan sistem
35
ASEAN
40. Indonesian Economic Review and Outlook
keuangan negara di kawasan yang saat ini sedang mengalami momentum
pertumbuhan. Ancaman terhadap kestabilan sistem keuangan negara-
negara anggota ASEAN secara umum juga datang dari kecenderungan
peningkatan pada utang sektor perumahan akibat kecenderungan
peningkatan tingkat konsumsi masyarakat terutama golongan menengah
pada konsumsi benda-benda yang bersifat komplementer dan mewah.
Melimpahnya dana asing masuk di kawasan ASEAN sepanjang tahun 2013 ini
ditunjukkan dengan dana masuk hingga sebesar USD 144 miliar, tidak terlalu
jauh dibandingkan dengan negara sebesar Cina yang mencatatkan dana
masuk hingga sebesar USD 121 miliar.
Beberapa pengamat investasi dan pelaku pasar menyatakan bahwa
mereka masih cukup optimis bahwa dana asing yang masuk ke
kawasan ASEAN ini tidak akan segera berpindah dalam waktu dekat.
Hal itu dikarenakan para investor masih belum menemukan tempat lain yang
aman dan nyaman sebagai alternatif menarik untuk lokasi pemindahan
dana-dana tersebut dalam situasi perekonomian global seperti saat ini. Para
pengamat tersebut juga percaya bahwa walaupun hot money tersebut terjadi
penarikan dana yang massal dan tiba-tiba, dampaknya tidak akan terlalu
berat sebagaimana yang dialami pada saat Krisis Keuangan Asia 1998
terdahulu dikarenakan berdasarkan pengalaman itu sistem keuangan di
Tabel 6: Nilai Tukar Mata Uang ASEAN Terhadap USD, 2009 – 2014
(y-o-y, %)
Pada tahun 2013, seluruh nilai tukar mata uang di kawasan melemah
terhadap USD
Negara 2009 2010 2011 2012 2013 6²-Feb-58
Brunei Darussalam 4,17 7,97 0 4,72 -2,48 -0,8
Kamboja -2,21 0,81 0,3 1,76 -0,33 0,25
Indonesia 14 5,79 0,36 -8,72 -26,92 4,51
Laos -0,05 3,53 0,56 1,77 -2,07 0,12
Malaysia 0,59 9,17 -3,26 4,42 -8,58 0,3
Myanmar 0,32 0,16 0,48 -13360* -14,93 0,45
Filipina 1,44 5,73 0,09 7,05 -9,03 -0,54
Singapura 3,45 8,57 -0,78 5,43 -3,28 0
Thailand 4,52 9,32 -6,26 4,25 -7,96 0,79
Viet Nam 6,7 -5,71 -7,97 2,05 -2,36 0,02
*= Pada tahun 2012 Myanmar mengalami penyesuaian nilai mata uang
Catatan: Data tersaji pada posisi 28 Februari 2014 adalah pertumbuhab berbasis Year-to-Date
Sumber: Bloomberg (2014)
36
41. Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
ASEAN sudah lebih diregulasi dengan lebih baik dan dengan posisi cadangan
devisa yang juga lebih memadai untuk menghadapi kemungkinan terjadinya
potensi kejatuhan mata uang dengan drastis.
Neraca perdagangan di kawasan ASEAN saat ini mengalami tekanan
dari berbagai arah. Seiring dengan dampak resesi perekonomian yang di
negara-negara belahan Barat yang masih dirasakan hingga saat ini dan
diikuti dengan perlambatan pertumbuhan perekonomian Cina dalam
beberapa tahun terakhir menyebabkan negara-negara di kawasan Asia
Tenggara mencatatkan penurunan dalam tingkat ekspor maupun penurunan
nilai produk-produk ekspor akibat menurunnya tingkat permintaan global.
Bahkan perdagangan antara negara Selatan-Selatan yang biasanya menjadi
penyangga bagi kawasan dalam mengkompensasi penurunan permintaan
dari negara-negara maju ternyata belum mampu menyelamatkan, mengingat
adanya kecenderungan “pendinginan” ekonomi di Brasil sebagai negara
besar di kawasan Selatan maupun pada negara-negara berkembang lainnya
yang juga sedang mengalami permasalahan perekonomiannya sendiri.
Penurunan pada tingkat keseimbangan neraca perdagangan di
kawasan pada kelanjutannya berdampak pada melemahnya seluruh
nilai tukar mata uang negara-negara anggota di kawasan terhadap
Dolar Amerika Serikat (USD). Potensi tertekannya nilai tukar negara di
kawasan ini akan berpotensi untuk terus terjadi dikarenakan adanya
rencana The Fed untuk melakukan program pengurangan quantitative easing
(tapering off) yang berpotensi untuk menyebabkan terjadinya dampak
instabilitas pada kerapuhan sektor pasar uang maupun pasar saham di
kawasan.
Pertumbuhan secara tipis yang terjadi di pasar saham ASEAN
sebagaimana yang telah diulas sebelumnya ternyata tidak berbanding
lurus dengan situasi yang tercatat pada pasar uang. Hal itu sebagaimana
yang diwujudkan dalam pertumbuhan negatif seluruh nilai tukar mata uang
negara anggota di kawasan sepanjang tahun 2013. Penurunan tersebut
paling besar dialami oleh Indonesia “Rupiah” dengan depresiasi sebesar
26,92% dan Myanmar “Kyat” yang mengalami depresiasi sebesar 14,93%
sebagai dua negara yang utama yang belum mampu mengendalikan
penurunan nilai tukar mata uang di bawah 10%, layaknya yang dialami oleh
negara-negara lainnya di kawasan selama tahun 2013.
37
ASEAN
42. Indonesian Economic Review and Outlook
E. Isu Terkini
Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) 2014 tinggal dalam hitungan hari.
Berdasarkan tahapan-tahapan yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan
Umum (KPU), proses pemungutan suara untuk memilih calon-calon anggota
DPD, DPR dan DPRD akan dilaksanakan pada tanggal 9 April 2014. Tercatat,
di samping individu-individu calon anggota DPD, ada 12 partai politik yang
bersaing memperebutkan kursi-kursi DPR dan DPRD, di mana 11 di
antaranya merupakan partai politik lama dan satu partai merupakan partai
politik baru.
Pertanyaannya, seberapa jauh kita bisa berharap bahwa Pileg 2014 akan
menghasilkan wakil-wakil rakyat yang lebih baik? Mungkinkah Pileg kali ini
akan berbeda dengan pemilu-pemilu legislatif sebelumnya dan menjadi awal
bagi sebuah perubahan?
Bagi saya, pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak mudah untuk dijawab.
Bukan karena saya tak setuju dengan sebagian besar masyarakat yang
kecewa dengan kinerja wakil-wakil rakyat hasil pemilu-pemilu legislatif
sebelumnya. Begitu juga, bukan karena saya terlalu percaya bahwa
perubahan mungkin akan terjadi hanya dengan bekal hitung-hitungan
sederhana jumlah pemilih muda melek informasi yang konon mencapai 40
juta. Tetapi, karena menurut saya jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan di
atas bersifat endogenous.
Seperti diajarkan para dosen kepada mahasiswa-mahasiswa baru yang
menghadiri pertemuan pertama kuliah dengan topik “10 Principles of
Economics”, perilaku individu-individu dalam perekonomian bergantung
antara lain pada insentif. Baik atau buruknya kinerja anggota legislatif hasil
Pileg 2014 bukan hanya akan ditentukan oleh preferensi calon-calon yang
terpilih, tetapi juga rentetan rewards dan punishments dari masyarakat
kepada mereka, sejak awal masa pencalonan hingga akhir masa jabatan lima
tahun ke depan.
Pemilu Legislatif dan Harapan Perubahan
Akhmad Akbar Susamto
38
43. Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
Sayangnya, insentif yang diberikan masyarakat cenderung salah. Di awal
masa pencalonan, masyarakat sudah menghukum calon-calon wakil rakyat
yang sebenarnya potensial dan memiliki catatan masa lalu yang baik dengan
ungkapan-ungkapan sinis tentang perebutan kekuasaan, praktik-praktik
politik kotor dan korupsi. Hanya dalam waktu satu detik setelah seseorang
memutuskan terjun ke politik, semua catatan masa lalunya yang positif
seakan luruh menjadi negatif: Independensi menjadi partisanship,
obyektivitas menjadi subyektivitas kelompok dan akal sehat menjadi akal
jahat. Adverse selection pun terjadi, di mana individu-individu yang bersih
enggan terjun ke politik, sementara individu-individu yang memang tak
bersih justru dengan bebas masuk ke politik mengingat risiko pengorbanan
reputasi yang rendah.
Menjelang hari pemungutan suara, polarisasi muncul. Di satu sisi, ada
sebagian masyarakat yang memilih untuk menjadi golput. Mungkin dengan
alasan semua kandidat atau semua partai politik peserta pileg sama
buruknya, mungkin juga dengan alasan kecewa pada pelaksanaan pileg yang
dianggap tak jujur dan tak adil. Di sisi lain, ada sebagian masyarakat yang
mengikatkan pilihan pada kandidat atau partai politik tertentu tanpa
memandang apakah kandidat atau partai politik yang dipilihnya bersih atau
tidak. Masih lumayan jika ikatan tersebut didasarkan pada alasan ideologis.
Tetapi, yang lebih jamak adalah ikatan yang didasarkan pada alasan
pragmatis, termasuk janji-janji pembagian rente dan money politics. Dalam
hal ini, yang terjadi bukan semacam corollary Mancur Olson (1965),¹ tetapi
ujian dan godaan bagi calon-calon wakil rakyat yang bersih. Meyakinkan
sebagian masyarakat yang kritis agar tak golput terasa sulit, sementara
merebut hati sebagian masyarakat lain yang mendasarkan ikatan pada
alasan pragmatis juga tak mudah. Pilihannya, ikut-ikutan pragmatis
termasuk menebar janji-janji pembagian rente dan money politics atau
terlempar dari persaingan mendulang suara. Terlebih sistem perwakilan
dalam lembaga legislatif kita lebih mengarah pada representasi proporsional
daripada representasi pluralitas sehingga suara-suara untuk kandidat atau
partai politik minor pun tetap berarti.
¹ Mancur Olson menyebut pemungutan suara sebagai barang publik. Seseorang dapat tetap
mendapatkan manfaat dari hasil pemungutan suara meskipun tidak ikut memilih. Hanya saja,
sebagai konsekuensi (corollary), akan ada kelompok-kelompok kepentingan khusus yang
terorganisasi dengan baik yang akan mempunyai pengaruh lebih besar dalam pengambilan
keputusan politik. Lihat Mancur Olson (1965), The Logic of Collective Action: Public Goods and
the Theory of Groups, Cambridge, MA, Harvard University Press.
39
Isu Terkini
44. Indonesian Economic Review and Outlook
Setelah pelantikan, penilaian masyarakat atas kinerja anggota-anggota
legislatif pada umumnya overgeneralized. Bagi sebagian besar masyarakat,
apapun yang dilakukan dan diupayakan wakil-wakil rakyat di parlemen
terlihat buruk. Tidak ada perbedaan antara anggota-anggota legislatif yang
bersih, yang kurang bersih dan yang busuk. Tidak ada perbedaan antara satu
urusan dengan urusan lain, antara satu kebijakan dengan kebijakan yang
lain. “Pokoknya semua buruk.” Kesalahan insentif pun terjadi, di mana wakil-
wakil rakyat yang bersih dan berkinerja baik tak mendapatkan rewards, dan
sebaliknya justru mendapatkan punishments dengan cara diperlakukan
sama seperti wakil-wakil rakyat yang tidak bersih dan berkinerja buruk.
Insentif kepada wakil-wakil rakyat bisa salah terutama karena berjangkitnya
rational apathy dan rational ignorance. Rational apathy mencerminkan
kecenderungan untuk mengabaikan persoalan dan pasrah di tengah keadaan
yang sulit untuk diubah. Sementara, rational ignorance mencerminkan
kecenderungan untuk tak mau tahu, dalam arti belum tahu dan tak ingin
mencari tahu (Down, 1957).²
Insentif kepada wakil-wakil rakyat hanya bisa ditata ulang bila kita dari
sekarang mau “berkorban” dengan sedikit lebih peduli, mengumpulkan
informasi dan membedakan antara calon-calon wakil rakyat yang bersih dan
yang tidak bersih. Di hari pemungutan suara, pemilih yang terdaftar dapat
berkontribusi dengan sedikit “berkorban” memilih calon yang dianggap
paling baik. Setidak-tidaknya, peraturan KPU tentang penetapan calon-calon
anggota legislatif terpilih berdasarkan suara terbanyak masih
memungkinkan kita untuk memilah-milah kandidat-kandidat yang bersih
dan tak bersih dalam satu partai yang sama. Sesudah pelantikan, kita dapat
berkontribusi dengan menahan diri untuk tidak gebyah-uyah dalam
mengkritik anggota-anggota legislatif, dan bila memang yang mereka
lakukan benar, memberi sedikit pujian atas pekerjaannya. Meskipun tidak
selalu mudah, pembedaan antara anggota-anggota legislatif yang berprestasi
dan tidak berprestasi akan menjadi insentif yang benar bagi mereka.
Jadi, kembali ke pertanyaan awal tentang seberapa jauh Pileg 2014 akan bisa
menjadi awal bagi sebuah perubahan, jawabannya tergantung pada sikap
kita! Masalahnya, siapkah kita untuk berubah?
² Anthony Downs (1957), An Economic Theory of Democracy, New York, Harper and Row.
40
45. Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
F. Economic Outlook
Stabilitas ekonomi makro Indonesia yang membaik di awal tahun 2014
masih menghadapi potensi instabilitas yang tinggi seiring dengan kebijakan
tapering off dari bank sentral Amerika Serikat ataupun pelemahan
pertumbuhan ekonomi di Jepang, China ataupun India, juga dampak yang
bisa timbul dari perkembangan masalah Ukraina. Apalagi cadangan devisa
yang meningkat banyak didukung oleh hasil penerbitan Surat Berharga
Negara global sebesar USD 4 miliar pada Januari 2014. Demikian juga laju
pertumbuhan ekonomi yang meningkat tipis pada kuartal IV-2013 sehingga
mencapai 5,72% masih akan menghadapi tantangan dan ancaman yang berat
karena neraca perdagangan barang yang sejak Oktober hingga Desember
2013 surplus mulai defisit lagi yang disebabkan oleh karena kebijakan
pelarangan ekspor minerba mentah serta defisit neraca perdagangan migas
yang meningkat, serta surplus neraca perdagangan non-migas yang
menurun lagi pada Januari 2014. Apalagi pertumbuhan investasi juga
mengalami tekanan pada kuartal-IV 2013 seiring dengan mendekatnya
Pemilu. Meskipun laju pertumbuhan sektor Industri Pengolahan mulai
meningkat lagi. Penyelenggaraan Pemilu sendiri juga akan mendorong
peningkatkan belanja konsumsi sehingga akan meningkatkan permintaan.
Berbagai perkembangan politik dan ekonomi terakhir diperkirakan akan
membuat instabilitas ekonomi Indonesia ke depan masih menghadapi
ancaman volatilitas yang tinggi meskipun demikian menurut GAMA LEI
pertumbuhan ekonomi akan meningkat tipis. Namun demikian proses dan
hasil Pemilu akan banyak memengaruhi kondisi ekonomi Indonesia ke
depan. Jika Pemilu berjalan lancar, aman dan damai, serta hasil Pemilu
legislatif menghasilkan wakil rakyat yang diyakini akan mampu membawa
perbaikkan bagi Indonesia, maka kita bisa berharap bahwa instabilitas
ekonomi makro akan semakin membaik, demikian juga laju pertumbuhan
ekonomi meningkat dengan signifikan karena investasi akan tumbuh lagi.
Oleh karena itu, kita doakan saja agar Pemilu 2014 berjalan dengan lancar,
aman, dan damai serta menghasilkan wakil rakyat yang diyakini bisa
membawa perbaikkan pada Indonesia, sehingga ekonomi akan tumbuh dan
berkembang, bangsa Indonesia akan semakin maju, adil dan sejahtera.
Semoga.
41