Dokumen tersebut membahas kondisi ekonomi makro Indonesia dan kawasan ASEAN. Pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat akibat kontraksi belanja pemerintah dan kinerja ekspor, sementara beban subsidi BBM terus meningkat. Di kawasan ASEAN, tantangan stabilisasi ekonomi dan keuangan masih dihadapi menjelang Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.
1. INDONESIAN ECONOMIC
REVIEW AND OUTLOOK
No 3/Tahun III/September2014
Macroeconomic Dashboard
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada
Harapan di Tengah Tantangan
dan Peluang Pemerintah Mendatang
2. Kata Pengantar
Selamat membaca
Prof. Dr. Sri Adiningsih, M.Sc
Head of Researcher
Macroeconomic Dashboard
Indonesian Economic Review and Outlook (IERO)
adalah buletin ilmiah kuartalan yang membahas
gambaran umum terkini perekonomian Indonesia
disertai prospeknya di masa mendatang, Buletin ini
diterbitkan oleh Macroeconomic Dashboard yang
merupakan fasilitas laboratorium ekonomi makro
yang dikembangkan Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada bekerjasama dengan PT
Bank Mandiri (Persero) Tbk sejak tahun 2012.
Dalam melihat prospek perekonomian Indonesia,
buletin ini menggunakan Konsensus Proyeksi
Indikator Makroekonomi dari para akademisi bidang
ekonomi dan juga secara khusus mengembangkan
Gadjah Mada Leading Economic Indicator (GAMA LEI) sebagai instrumen proyeksi
perekonomian yang dikembangkan secara orisinil oleh tim Macroeconomic
Dashboard. GAMA LEI yang telah terbukti mampu memprediksikan siklus
perekonomian Indonesia secara tepat selama enam kuartal, selalu terus mengalami
penyempurnaan pada setiap edisinya agar dapat menjadi alat indikasi siklus
perekonomian Indonesia yang semakin dapat dipercaya oleh para penggunanya.
Dengan outreach tiap minggunya mencapai lebih kurang seribu orang pembaca per-
minggu baik dalam bentuk fisik maupun versi online serta outreach total yang hampir
mencapai hingga setengah juta pembaca, IERO pada edisi ini mengangkat tema:
“Harapan di Tengah Tantangan dan Peluang Pemerintahan Mendatang”. Tema ini
diangkat untuk menangkap harapan besar dari seluruh lapisan masyarakat Indonesia
akan masa depan ekonomi Indonesia yang penuh tantangan terutama dikaitkan
dengan menjelangnya kehadiran ASEAN Economic Community 2015 namun di
tengah kegentingan tren pertumbuhan ekonomi yang justru menunjukkan
perlambatan. Semoga pemerintahan mendatang mampu mengubah momentum
untuk menjadikan perekonomian Indonesia kembali kuat dan berkelanjutan.
3. Daftar Isi
RINGKASAN EKSEKUTIF ........................................................................................... 1
A. PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN FISKAL
1. Kontraksi pengeluaran pemerintah berdampak buruk pada
perekonomian..................................................................................................... 3
2. Keuangan Pemerintah masih terus tergerus subsidi......................... 6
3. Penurunan tingkat kemiskinan belum dibarengi turunnya
tingkat disparitas antardaerah.................................................................... 9
B. SITUASI MONETER DAN PASAR KEUANGAN
1. Tidak banyak perkembangan pada sektor moneter Indonesia..... 11
2. Utang pemerintah Indonesia masih terus meningkat....................... 18
3. Perbaikan neraca pembayaran belum diikuti perbaikan pada
neraca perdagangan......................................................................................... 22
C. GAMA LEI DAN KONSENSUS PROYEKSI EKONOMI
1. GAMA Leading Economic Indicator (GAMA LEI)................................. 26
2. Konsensus Proyeksi Indikator Makroekonomi..................................... 27
D. PERKEMBANGAN EKONOMI REGIONAL.................................................... 30
E. ASEAN: Memasuki ASEAN Economic Community 2015
Di Tengah Bayang-Bayang Tantangan Perekonomian Kawasan 35
F. ISU TERKINI.............................................................................................................. 42
G. ECONOMIC OUTLOOK.......................................................................................... 46
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada iii
4. Daftar Istilah
AEC ASEAN Economic Community
APBN Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara
APBNP Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara Perubahan
ASEAN Association of South East Asian Nations
BBM Bahan Bakar Minyak
BI Bank Indonesia
BPS Badan Pusat Statistik
bps basis point
c.q. Casu Quo (dalam hal ini)
DPR Dewan Perwakilan Rakyat
ECB European Central Bank (Bank Sentral Eropa)
EUR Euro
FFR Fed Fund Rate, Suku Bunga Acuan The Fed
fob free on board
FOMC Federal Open Market Committee, Dewan Pengambil Kebijakan
Moneter The Fed
GAMA LEI Gadjah Mada Leading Economic Indicator
GST Goods And Service Tax
HDI Human Development Index
IDR Indonesian Rupiah
IHSG Indeks Harga Saham Gabungan
IPM Indeks Pembangunan Manusia
JPKE Jabatan Perancang Kemajuan Ekonomi
LHS Left Hand Side
LPS Lembaga Penjamin Simpanan
Migas Minyak dan Gas Bumi
Minerba Mineral dan Batubara
MK Mahkamah Konstitusi
MKB Makroekonomika Konsensus Baru
m-t-m month-to-month
NKRI Negara Kesatuan Republik Indonesia
OJK Otoritas Jasa Keuangan
PDB Produk Domestik Bruto
q-t-q quarter-to-quarter
Rasio Gini Alat Ukur Derajat Ketidakmerataan Distribusi Penduduk
RHS Right Hand Side
RPJMN Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
SBI Sertifikat Bank Indonesia
SBN Surat Berharga Negara
SUN Surat Utang Negara
The Fed The Federal Reserve (Bank Sentral Amerika)
UBI Uang Bank Indonesia
UNKRI Uang Negara Kesatuan Republik Indonesia
USD Dolar Amerika
UU Undang-Undang
y-o-y year-on-year
y-t-d year-to-date
Indonesian Economic Review and Outlookiv
5. RINGKASAN EKSEKUTIF
Tindakan pemerintah melalui penghematan anggaran sebesar IDR 43 triliun
berdampak pada mengecilnya kontribusi sektor publik terhadap
pertumbuhan ekonomi. Pada kuartal II-2014 terjadi kontraksi konsumsi
pemerintah sebesar -0,71% (y-o-y), padahal ekonomi tumbuh sebesar 5,12%
(y-o-y). Begitu pula efek multiplier dari Pemilu ternyata tidak sebesar yang
diharapkan. Sementara itu dari sisi perdagangan internasional juga terjadi
penurunan kinerja ekspor yang salah satunya disebabkan oleh UU Minerba
yang membatasi ekspor bahan tambang mentah.
Pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dari asumsi APBNP 2014
berdampak pada penurunan penerimaan pemerintah dari pajak. Kabar
buruk rendahnya penerimaan pemerintah hingga saat ini masih diiringi
dengan beban subsidi BBM yang terus meningkat. Pertamina sebagai BUMN
yang bertanggung jawab dalam distribusi BBM bahkan sempat melakukan
operasi pengendalian BBM bersubsidi jenis solar dan premium. Apabila
permasalahan subsidi yang tidak tepat sasaran ini tidak segera
ditindaklanjuti maka beban fiskal pemerintah ke depan tentu akan makin
berat. Perlu diingat bahwa dengan adanya subsidi BBM maka sesungguhnya
ada ongkos yang mesti ditanggung (opportunity cost) berupa program-
program pembangunan yang tidak terwujud seperti program
pengembangan infrastruktur dan pengentasan orang miskin. Statistik pada
Maret 2014 menunjukkan masih ada 28,28 juta orang miskin, dimana tingkat
kemiskinan tertinggi terjadi di luar Pulau Jawa seperti Maluku dan Papua
(23,15%), Bali dan Nusa Tenggara (14,42%), dan Sulawesi (11,71%).
Perkembangan dari sisi moneter dan keuangan masih menunjukkan prospek
yang positif dimana IHSG masih terus tumbuh begitu pula dengan cadangan
devisa yang naik berkat penerbitan Eurobond perdana RI yang
oversubscribed hingga 6,7 kali. Kebijakan BI masih tetap konsisten dengan
mempertahankan BI rate pada 7,5% meski nilai rupiah yang lemah masih
terus berlanjut. Apabila tidak ada perubahan signifikan pada kondisi internal
(defisit neraca perdagangan, pertumbuhan ekonomi) maupun kondisi
eksternal (ketidakstabilan kawasan, usainya quantitative easing di AS tahun
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada 1
6. depan) maka sepertinya kurs saat ini mungkin merupakan nilai
keseimbangan yang baru dan akan bertahan lama. Namun demikian nilai
rupiah di dalam negeri (inflasi) masih tetap terjaga pasca-lebaran lalu.
Prediksi GAMA LEI menunjukkan kecenderungan penurunan siklus
perekonomian (PDB) Indonesia pada kuartal III-2014. Sementara itu hasil
konsensus memperkirakan pertumbuhan sebesar 5,22% pada kuartal III-
2014 atau 5,68% untuk keseluruhan tahun 2014. Namun perlu dicatat bahwa
relatif suksesnya pelaksanaan Pemilu Presiden lalu seharusnya turut
menyumbang optimisme pada perekonomian di masa depan, terutama
pasca-pelantikan presiden baru yang rencananya akan dilakukan pada 20
Oktober 2014 yang akan datang.
Pada edisi kali ini Tim Macroeconomic Dashboard menyajikan liputan
perdana perkembangan ekonomi regional. Telaah atas pertumbuhan
ekonomi di 33 provinsi menunjukkan hanya 12 provinsi yang mengalami
ekspansi ekonomi sepanjang kuartal I dan II 2014. UU Minerba kembali
menjadi sorotan akibat belum siapnya daerah dalam menyiapkan
infrastruktur serta sektor swasta dalam investasi pengolahan hasil tambang
(termasuk smelter). Meskipun inflasi di daerah relatif terjaga terutama di
Sumatera dan Sulawesi, namun terjadi peningkatan ketimpangan
pendapatan terutama di Jawa dan Sulawesi.
Dalam bulan-bulan menjelang Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 kondisi
kawasan di ASEAN masih menunjukkan kerapuhan struktur fundamental
ekonomi akibat belum terdiversifikasinya struktur perekonomian dan
permasalahan di keuangan pemerintah. Sejumlah tantangan yang dihadapi
negara-negara ASEAN diantaranya adalah rencana rasionalisasi harga BBM
di Indonesia dan Malaysia, rencana penerapan Goods and Service Tax (GST)
baru di Malaysia pada tahun 2015, rencana kenaikan Value Added Tax (VAT)
sebesar 10% dan gaji pegawai negeri sipil sebesar 8% di Thailand pada tahun
2015, serta stabilitas politik domestik yang masih belum kondusif terutama
di Kamboja dan Thailand. Begitu juga potensi pembalikan arus modal akibat
rencana kenaikan Fed Funds Rate turut membayangi pasar saham kawasan
dan nilai tukar. Meskipun demikian, negara-negara ASEAN-5 (kecuali
Indonesia) mampu mencatatkan pertumbuhan ekonomi kuartal II-2014
diatas ekspektasi.
Indonesian Economic Review and Outlook2
7. Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada 3
1. Kontraksi pengeluaran pemerintah berdampak buruk pada
perekonomian
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2014 melambat.
Menurut data yang dilansir BPS, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada
kuartal II-2014 hanya tercatat sebesar 5,12% (y-o-y). Angka tersebut jauh
lebih rendah ketimbang pertumbuhan ekonomi pada periode yang sama
tahun sebelumnya yang mencapai 5,76% (y-o-y). Dalam beberapa kuartal
terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia memang menunjukkan tren yang
terus melambat, sehingga turut menyulitkan upaya pemerintah untuk
mencapai target pertumbuhan ekonomi tahun 2014 sebesar 5,5% (y-o-y).
Hal ini menjadi tantangan yang berat bagi pemerintah mendatang.
A. PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN FISKAL
Gambar 1: Pertumbuhan PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000
Menurut Lapangan Usaha, 2012 - 2014 (y-o-y, dalam %)
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2014 menyentuh angka
terendah selama 3 tahun terakhir
Catatan:
Sektor Primer: Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan; dan Sektor Pertambangan
dan Penggalian
Sektor Industri: Sektor Industri Pengolahan; Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih; dan Sektor Konstruksi
Sektor Jasa: Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran; Sektor Pengangkutan dan Komunikasi; Sektor
Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan; dan Sektor Jasa-jasa
Sumber: BPS dan CEIC (2014)
8. Indonesian Economic Review and Outlook4
Dari sisi lapangan usaha, perlambatan pertumbuhan ekonomi pada
kuartal II-2014 terutama disebabkan oleh penurunan kinerja sektor
pertambangan dan penggalian yang mengalami kontraksi sebesar -
0,15% (y-o-y). Hal ini tidak lepas dari menurunnya ekspor batubara serta
dampak dari pemberlakuan Undang-Undang Mineral dan Batubara (UU
Minerba). Sejak diberlakukannya UU Minerba pada 12 Januari 2014 lalu,
sektor pertambangan dan penggalian terus mengalami kontraksi (pada
kuartal I-2014, Sektor pertambangan dan penggalian juga mengalami
kontraksi hingga mencapai -0,26% ( )). y-o-y Meskipun begitu, Sektor primer
(yang terdiri dari sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan
dan sektor pertambangan dan penggalian) mampu tumbuh mencapai 2,13%
(y-o-y) pada kuartal II-2014, lebih tinggi dibandingkan kuartal I-2014 yang
hanya mencapai 1,93% (y-o-y).
Pertumbuhan sektor primer tersebut ditopang oleh sektor pertanian,
peternakan, kehutanan dan perikanan yang tumbuh lebih tinggi pada
kuartal II-2014 hingga mencapai 3,39% (y-o-y). Hal ini terkait dengan
masa panen raya yang berlangsung pada bulan April hingga bulan Juni 2014.
Selanjutnya, pertumbuhan sektor ndustri dan sektor jasa pun turut i
menurun meskipun perlambatan yang terjadi tidak terlalu signifikan. Pada
kuartal II-2014, pertumbuhan sektor industri dan sektor jasa masing-masing
mencatatkan nilai sebesar 5,37% (y-o-y) dan 6,19% (y-o-y), melambat jika
dibandingkan dengan kuartal I-2014 di mana sektor industri dan sektor jasa
yang dapat tumbuh masing-masing mencapai 5,44% (y-o-y) dan 6,44% (y-o-
y).
Sementara itu, pada sisi pengeluaran, perlambatan pertumbuhan pada
kuartal II-2014 terjadi pada hampir semua sektor. Menurut data BPS,
pertumbuhan ekonomi kuartal II-2014 ditopang oleh konsumsi rumah
tangga yang masih tumbuh stabil (4,84%, ), salah satunya disebabkan y-o-y
oleh pelaksanaan yang ikut tercermin dari Pemilihan Umum (Pemilu)
tumbuhnya industri kertas (6,70%, ) makanan (11,27%, ) dan y-o-y , y-o-y ,
minuman (2,96%, ) pada kuartal II-2014. y-o-y Namun kontribusi Pemilu
tersebut tidak terlalu signifikan, mengingat angka pertumbuhan konsumsi
rumah tangga pada kuartal II-2014 tidak setinggi kuartal I-2014 yang
mencapai 5,41% (y-o-y).
9. Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada 5
Perkembangan Ekonomi Makro dan Fiskal
Selanjutnya, perlambatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2014
juga disebabkan oleh konsumsi pemerintah yang mengalami kontraksi
sebesar -0,71% (y-o-y). Hal ini terkait dengan penangguhan penyaluran
dana Bantuan Sosial (Bansos) yang diimbau Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) pada April 2014 hingga Pemilu usai serta penghematan belanja
kementerian dan lembaga. Selain itu, sektor yang juga ikut mengalami
penurunan kinerja pada kuartal II-2014 adalah ekspor neto. Meskipun impor
mencatatkan nilai kontraksi hingga mencapai -5,02% (y-o-y) pada kuartal II-
2014, tekanan pada kinerja ekspor neto tetap terjadi terutama disebabkan
oleh kontraksi pada ekspor yang mencapai -1,04% (y-o-y). Sementara itu,
Pemilihan Presiden (Pilpres) ikut memberikan dampak pada investasi di
mana para investor masih mencari aman dan melakukan wait and see,
sehingga pertumbuhan investasi juga ikut mengalami perlambatan pada
kuartal II-2014 menjadi 4,53% (y-o-y) dari kuartal I-2014 yang mencapai
5,41%(y-o-y).
Gambar 2: Pertumbuhan PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000
Menurut Pengeluaran, Tahun 2012 - 2014 (y-o-y, dalam %)
Kontraksi konsumsi pemerintah serta melambatnya konsumsi rumah
tangga pada kuartal II-2014 menunjukkan Pemilu belum signifikan dorong
pertumbuhan ekonomi
Sumber: BPS dan CEIC (2014)
10. Indonesian Economic Review and Outlook6
2. Keuangan Pemerintah masih terus tergerus subsidi
Laporan terbaru realisasi anggaran Kementerian Keuangan
menunjukkan, sepanjang kuartal II Januari-Juni 2014, realisasi
penyaluran subsidi BBM mencapai IDR 100,7 triliun (43,9% dari pagu
anggaran APBNP 2014), melonjak tajam dibanding realisasi periode
kuartal I-2014 yang hanya IDR 20,0 triliun. Selain itu pemerintah dan DPR
menyepakati bahwa volume kuota BBM bersubsidi dikurangi dari 48 juta kl
(kiloliter) menjadi 46 juta kl. Risiko yang harus diterima pemerintah adalah
ruang fiskal untuk program pembangunan lainnya menipis. Apabila tidak ada
perubahan dalam skema subsidi BBM, maka dikhawatirkan anggaran BBM
bersubsidi tidak akan bisa memenuhi kebutuhan BBM sampai akhir tahun.
Penurunan pertumbuhan ekonomi mempengaruhi penerimaan pajak.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun pada kuartal II-2014 sebesar
5,12% ( ), lebih rendah dari asumsi APBNP 2014 sebesar 5,5%, sehingga y-o-y
berdampak pada turunnya penerimaan pajak.
Dari total penerimaan APBNP 2014, target penerimaan perpajakan
turun IDR 34,3 miliar dari target APBN 2014. Penerimaan pajak dalam
negeri ditargetkan mencapai IDR 1.226,2 miliar mengalami penurunan pada
APBNP 2014 mencapai IDR 1.189,6 miliar. Penurunan target ini dikarenakan
realisasi penerimaan perpajakan tahun 2013 yang tidak mencapai target
juga menyebabkan basis perhitungan untuk penerimaaan perpajakan tahun
2014 menjadi lebih rendah, sehingga penerimaan perpajakan dalam APBNP
2014 menjadi lebih rendah. Di sisi lain, penurunan pertumbuhan ekonomi,
serta masih lemahnya kinerja ekspor juga menjadi pemicu turunnya
Sumber: Kementrian keuangan (2014)
Tabel 1: Penerimaan Perpajakan dalam Negeri 2013-2014 (IDR miliar)
Target Penerimaan Pajak dari hasil pengesahan APBNP 2014 mengalami
penurunan
11. Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada 7
penerimaan pajak karena sebagian besar penerimaan pajak berasal dari
perusahaan komoditas yang berbasis ekspor.
Proporsi penyerapan APBN per Juli kuartal II-2014 tercatat lebih
rendah dibandingkan dengan APBNP 2013 per Juli kuartal II. Pada
kuartal II Juli 2014, belanja negara baru mencapai 47,3% sedangkan bila
dibandingkan dengan periode yang sama dengan tahun , sudah 2013
terealisasi 48,6%. Namun secara nominal, pada realisasi belanja di 2014
lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Sementara itu, realisasi penerimaan APBNP per kuartal II-2014 lebih tinggi
dibandingkan pada APBNP 2013 kuartal II. Penerimaan APBN tercatat
mencapai 50,2% dari total target penerimaan negara dalam APBN 2014.
Angka ini lebih tinggi dari APBNP 2013 sebesar 49,5%. Hal ini menandakan
adanya perbaikan penerimaan pendapatan negara yang cukup baik.
Belanja pemerintah tahun ini dipotong IDR 43 triliun. Kondisi tersebut
dinilai belum bisa memacu pertumbuhan ekonomi. Target anggaran awal
penghematan belanja yang disepakati, pemotongan anggaran Kementerian
dan Lembaga (K/L) dari IDR 100 triliun hanya menjadi IDR 43 triliun.
Pemotongan belanja diutamakan pada belanja barang serta meminimumkan
pemotongan belanja modal. Berdasarkan Surat Menteri Keuangan No. S-
3347/MK.02/2014 tentang rincian perubahan belanja K/L APBN-P 2014
ditetapkan perubahan pagu anggaran Kementerian Koordinator
Kesejahteraan Rakyat yang semula IDR 218,3 miliar menjadi IDR 194,3
miliar atau hanya berkurang IDR 24 miliar. Selain itu, anggaran Kementerian
Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan IDR 514,3 miliar dipotong IDR 66
miliar menjadi IDR 448,3 dan anggaran Kementerian Koordinator
Perekonomian IDR 324,9 miliar dipotong IDR 33,6 miliar menjadi IDR 291,26
miliar.
Tabel 2: Realisasi Belanja APBNP 2014 Juli 2013:Q2 – Juli 2014:Q2
Proporsi realisasi belanja APBNP 2014:Q2 menurun, namun pencapaian
penerimaan APBNP 2014:Q2 meningkat
Sumber: Kementrian Keuangan, I-account (diolah, 2014)
Perkembangan Ekonomi Makro dan Fiskal
12. Indonesian Economic Review and Outlook8
Sejumlah asumsi makroekonomi Indonesia mengalami perubahan
dalam APBNP 2014. Pada 18 Juni 2014 disepakati Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2014 , beberapa asumsi ekonomi
makro mengalami perubahan. Pada nilai tukar yang disetujui oleh DPR
sebesar IDR 11.600 yang sebelumnya sebesar IDR 10.500. Pelemahan nilai
tukar ini berpotensi membengkak pada belanja negara khususnya anggaran
subsidi listrik dan BBM.
Pemerintah sudah mengajukan RAPBN 2015 yang sekarang tengah
didiskusikan dengan DPR. Penerimaan negara dalam RAPBN 2015
direncanakan mencapai IDR 1.762,3 triliun, sedangkan belanja negara
direncanakan mencapai IDR 2.019,9 triliun. Sehingga, dalam RAPBN 2015
terdapat defisit anggaran sebesar IDR 257,3 triliun atau 2,32% terhadap
PDB dengan total nilai IDR 363 triliun . Sementara itu, besarnya subsidi energi
telah membuat ruang fiskal terbatas. menjadi Beberapa asumsi makro pada
RAPBN 2015 dinilai optimis ketika dikaitkan dengan kondisi ekonomi saat
ini. Selain itu nanti akan fiscal space yang sempit membuat pemerintah baru
sulit untuk mengalokasikan dana untuk mewujudkan visi misi yang
dijanjikan selama masa kampanye.
Tahun 2015 pemerintah harus bekerja keras untuk mendapatkan
ruang fiskal untuk membiayai realisasi visi misinya. Dalam APBN 2015
telah ditetapkan defisit anggaran sebesar IDR 257,4 triliun (2,32% dari PDB),
lebih besar dibandingkan APBN-P 2014 yaitu IDR 241,3 triliun (2,4% dari
PDB). Rencana belanja negara mengalami kenaikan dari IDR 1.635,5 triliun
pada APBN-P 2014 sampai pada RAPBN 2015 yaitu IDR 1.762,3 triliun.
Tabel 3: Perbandingan Asumsi Makro dalam APBN 2014, APBN-P 2014
dan RAPBN 2015
Perekonomian yang kurang stabil akan mempengaruhi pencapaian
asumsi indikator makro RAPBN 2015
Sumber: Kementrian Keuangan, 2014
13. Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada 9
Namun demikian, semua pos sudah dianggarkan oleh pemerintah sekarang.
Apalagi belanja pemerintah pusat juga mengalami kenaikan 7,3%
sedangkan transfer ke daerah jumlahnya bertambah 7,8% dari APBN-P 2014.
Sehingga pemerintah baru akan kesulitan untuk membiayai program atau
proyek untuk melaksanakan visi misinya jika tidak ada pengendalian pada
pos-pos pendapatan maupun belanja negara, termasuk pengendalian atas
subsidi energi yang menyerap 18% dari belanja pemerintah.
3. Penurunan tingkat kemiskinan belum dibarengi turunnya
tingkat disparitas antardaerah
Jumlah penduduk miskin pada Maret 2014 turun tipis jika
dibandingkan dengan September 2013. Jumlah penduduk miskin pada
Maret 2014 mencapai 28,28 juta orang atau sebesar 11,25% dari total jumlah
penduduk. Berdasarkan data yang dilansir BPS, sejumlah faktor terkait
dengan penurunan jumlah penduduk miskin pada Maret 2014 antara lain
tekanan inflasi yang cenderung rendah, harga eceran beberapa komoditas
Tabel 4: Defisit Anggaran dalam APBNP 2014 DAN RAPBN 2015 (IDR Triliun)
Target defisit anggaran RAPBN 2015 2,32%
Sumber: BPS dan CEIC (2014)
Tabel 5: Perkembangan Kemiskinan dan Ketimpangan di Indonesia 2011 - 2014
Angka kemiskinan di Indonesia membaik
Sumber: BPS dan CEIC (2014)
Perkembangan Ekonomi Makro dan Fiskal
14. Indonesian Economic Review and Outlook10
bahan pokok yang menurun—seperti daging ayam ras, gula pasir, cabai
merah dan telur ayam ras—serta perbaikan penghasilan petani di mana
terdapat kenaikan upah buruh tani sebesar 4,52 % selama periode
September 2013 hingga Maret 2014.
Meskipun begitu, disparitas antarprovinsi masih kian tinggi. Menurut
publikasi BPS, secara berurutan, jumlah persentase penduduk miskin
terbesar ada di Pulau Maluku dan Papua (23,15%), Bali dan Nusa Tenggara
(14,42%), Sulawesi (11,71%), Sumatera (11,21%), Jawa (10,83%) dan
Kalimantan (6,57%). Tidak hanya itu, sebagian besar penduduk miskin juga
masih terkonsentrasi di pedesaan. Tercatat, jumlah penduduk miskin pada
Maret 2014 di daerah perdesaan sebanyak 17,77 juta orang sementara di
daerah perkotaan hanya 10,51 juta orang.
15. Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada 11
1. Tidak banyak perkembangan pada sektor moneter Indonesia
Pada penutupan 29 Agustus 2014, pasar saham Indonesia (IHSG) masih
menunjukkan tren positif meski melandai. Meski naik tipis (0,94%) dari
bulan sebelumnya, IHSG berada pada level 5.136 pada Agustus 2014. Selain
itu, IHSG memulai babak baru dengan harga di atas 5.000 benchmark level
poin. Bahkan, pada 21 Juli 2014 IHSG ditutup pada level 5.206, level tertinggi
IHSG, bertepatan dengan pengumuman hasil pemilu presiden 2014. Meski
begitu, pada akhir Juni 2014 IHSG sempat ditutup melemah -0.31%
dibanding bulan sebelumnya. Selain dikarenakan likuiditas ketat, kondisi
tersebut dapat menjadi indikasi dampak strategi “ “ investor yang wait and see
masih berlanjut. Diharapkan, hal ini akan segera berakhir seiring dengan
proses pemilu yang relatif aman dan optimisme pasar menyambut
pemerintahan baru. Sementara itu, pada kuartal II-2014 investor asing
membukukan pembelian neto sebesar IDR 19,5 triliun, meski angka tersebut
masih lebih rendah jika dibandingkan pembelian neto investor asing kuartal
I-2014 yang tercatat IDR 24,62 triliun. Lebih lanjut, indeks syariah
B. SITUASI MONETER DAN PASAR KEUANGAN
Gambar 3: Pergerakan IHSG dan Indeks Imbal Hasil SUN Tenor 10 Tahun,
Agustus 2011 – Agustus 2014 (%)
IHSG tumbuh moderat, yield SUN kembali naik
Sumber: IDX, CEIC, dan Bloomberg (2014)
16. Indonesian Economic Review and Outlook12
menyumbang 60% dari kinerja tingkat kapitalisasi total IHSG yang sebesar
IDR 5.200 triliun triliun ( ) pada 27 Agustus 2014.y-t-d
Di sisi lain, pasar obligasi mencatat terjadi kenaikan imbal hasil
obligasi (yield) SUN pada akhir Agustus 2014. Yield SUN naik sebesar 11
bps menjadi 8,28% dibanding bulan sebelumnya. Pada akhir Juli 2014, yield
SUN tercatat di level 8,16% sedangkan pada akhir Juni tercatat di level 8,35%.
Fluktuasi tersebut terjadi karena investor masih meraba-raba kondisi
perekonomian kedepannya terkait pemilu presiden, meski tingkat harga
dapat terkendali dengan baik. Sementara itu, pembelian neto investor asing
pada SBN tercatat IDR 42,68 triliun pada kuartal II-2014 yang meningkat dari
kuartal I-2014 dengan nilai IDR 37,08 triliun.
Kurs rupiah tercatat melemah. Pada akhir Agustus 2014, nilai kurs
mencapapai IDR 11.717 per USD, melemah 1,09% dibandingkan bulan Juli
2014 yang sempat menguat 3,16% ke level IDR 11.591 per USD dibanding
bulan sebelumnya. Pelemahan tersebut masih terkait dengan berbagai isu
baik internal maupun eksternal Indonesia. Dari sisi internal, para pemegang
dolar masih menanti perkembangan politik terutama menjelang penentuan
koalisi (Juni 2014) dan pengumuman hasil pemilu (Juli 2014). Selain itu,
defisit transaksi berjalan akibat defisit neraca perdagangan barang dan
Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2014)
Gambar 4: Cadangan Devisa Indonesia (miliar USD) dan Perkembangan
Nilai Tukar (IDR/USD), Agustus 2011 – Agustus 2014
Cadangan Devisa Tercatat USD 111,2 miliar, rupiah masih di atas level
11.500 per dolar pada Agustus 2014
17. Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada 13
defisit neraca perdagangan jasa yang berlanjut serta pola musiman
pembayaran utang luar negeri dan dividen di kuartal II juga menjadi
sentiment negatif di pasar keuangan. Sedangkan dari sisi eksternal, isu
geopolitik di Irak dan Ukraina menyebabkan pasar dunia berspekulasi harga
minyak sehingga investor menahan dolar. Meski begitu, hasil pemilu
presiden yang sesuai ekspektasi pasar membuat rupiah sempat menguat di
akhir Juli 2014.
Untuk dapat mengakhiri pelemahan rupiah, pemerintah sebaiknya
dapat tegas mengatur impor agar dapat mengendalikan pembayaran
eksternal jangka pendek dan mengatur transaksi dalam valuta asing.
Sejauh ini, transaksi berjalan pada kuartal II-2014 masih defisit meski lebih
baik dibandingkan kuartal II-2013. Sementara itu, pengaturan transaksi
valuta asing di Indonesia mulai diterapkan dengan instruksi Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian tentang keharusan penggunaan mata
uang rupiah sebagai alat transaksi di pelabuhan dimulai pada September
2014. Hal ini sebagai cara pengendalian kurs serta menegakkan amanat UU
No. 7 tahun 2011 tentang Mata Uang.
Cadangan devisa tetap konsisten dengan tren positif. Pada Agustus 2014,
cadangan devisa berada di posisi USD 111,2 miliar, meningkat tipis USD 0,68
miliar. Angka tersebut menjadi angka tertinggi sepanjang 1,5 tahun terakhir,
meski belum dapat menyamai pencapaian Agustus 2011 dengan rekor USD
124,6 miliar. Sedangkan pada Juli 2014, cadangan devisa menembus angka
USD 110,5 miliar meningkat USD 2,8 miliar dari bulan sebelumnya. Kenaikan
devisa pada kuartal II-2014 khusus pada Juli 2014, turut didukung positifnya
neraca transaksi modal, dan finansial mengiringi penerbitan Eurobond
perdana. Penerbitan tersebut terbilang sukses meraih EUR 1 miliar atau USD
1,4 miliar dengan catatan mendapat penawaran ( ) hampir tujuh kali lipat bid
( ), bertepatan dengan pemangkasan suku bunga acuan Bank oversubscription
Sentral Eropa (ECB) dari 0,25% menjadi titik terendah 0,15% pada Juni
2014. perdana tersebut mendapat yang cukup baik dengan Eurobond rating
nilai “BBB-“ (Fitch), “BB+” (S&P) dan “Baa3” (Moody's).
Hingga saat laporan ini ditulis, suku bunga penjaminan LPS belum
berubah. Suku bunga penjaminan dipertahankan di level 7,75%. LPS
nampaknya belum melihat terjadinya kenaikan suku bunga tabungan yang
Situasi Moneter dan Pasar Keuangan
18. Indonesian Economic Review and Outlook14
signifikan secara agregat. Meski begitu, kondisi moneter Indonesia masih
mengalami pengetatan yang ditandai semakin tingginya suku bunga
deposito.
Pergerakan suku bunga deposito masih terus menanjak. Pada Juni
(kuartal II) 2014, suku bunga deposito berjangka satu bulan berada pada
level 8,32%, naik 16 bps dari bulan sebelumnya (8,1%) atau naik 33 bps dari
kuartal I (7,99%). Sedangkan pada Juli 2014, suku bunga deposito berjangka
satu bulan di level 8,41%, naik 9 bps dari bulan sebelumnya. Angka tersebut
jauh berada di atas suku bunga penjaminan LPS. Tingginya suku bunga
deposito tersebut menyebabkan suku bunga kredit turut meningkat dan
likuiditas perbankan mengetat. Rata-rata suku bunga kredit tertimbang
dalam beberapa bulan terakhir sebagai berikut: 12,82% (Juli 2014); 12,76%
(Juni 2014); dan 12,75% (Mei 2014). Penyaluran kredit pun melambat
dengan pertumbuhan 15% ( ) pada Juli 2014 dari sebelumnya 16,65% y-o-y
( ) pada Juni 2014 dan 17,4% ( ) pada Mei 2014. Jika y-o-y y-o-y
diperbandingkan antarkuartal, suku bunga kredit pada kuartal II-2014
meningkat 20 bps dari kuartal I-2014 yang sebesar 12,56% sedangkan
Gambar 5: Perkembangan Tingkat Suku Bunga Penjaminan LPS dan
Deposito, 2011 – 2014* (%)
Suku bunga penjaminan tetap, tren kenaikan suku bunga deposito belum
berhenti
Catatan:
* = Juli 2014 (deposito berjangka) dan Agustus 2014 (suku bunga penjaminan)
Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2014)
19. Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada 15
pertumbuhan kredit melambat dari 19,06% ( ) di kuartal I-2014. Total y-o-y
kredit yang tersalurkan hingga Juli 2014 mencapai IDR 3.516,7 triliun.
Belum ada perubahan pada kebijakan moneter Indonesia. Sesuai
dengan keputusan Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 11 September
2014 lalu, BI masih dipertahankan pada level 7,5%. Kebijakan tersebut Rate
diputuskan setelah melalui pertimbangan dari perkembangan inflasi yang
terkendali, pemulihan perekonomian global yang ditopang Amerika Serikat,
konsumsi domestik yang tetap baik meski diperkirakan melambat, dan
kondisi pasar finansial yang terus positif. Di sisi lain, perekonomian
Indonesia masih memiliki resiko antara lain: ketidakpastian dampak
ekonomi global yang berkaitan erat dengan keberlajutan tahun tapering off
ini disertai kenaikan (FFR) pada 2015 serta pelambatan Fed Fund Rate
ekonomi ; penurunan nilai ekspor dikarenakan emerging market
menurunnya permintaan komoditas sumber daya alam terkait UU Minerba
dan pelambatan ekonomi ; dan inflasi domestik yang emerging market
terdampak dari kemungkinan cuaca buruk akibat perubahan iklim ( ) El Nino
serta rencana kenaikan harga-harga yang diatur pemerintah (tarif batas atas
angkutan udara dan dan upaya pengendalian BBM bersubsidi). Sementara
itu, defisit transaksi berjalan di kuartal II bertambah akibat pola musiman
pembayaran utang luar negeri dan dividen. Meski begitu, defisit tersebut
masih lebih baik dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Gambar 6: Perkembangan BI Rate, Agustus 2011 – Agustus 2014 (%)
BI rate belum berubah, sektor moneter masih ketat
Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2014)
Situasi Moneter dan Pasar Keuangan
20. Indonesian Economic Review and Outlook16
Terkait FFR, ekonom peraih Nobel ekonomi, Joseph Stiglitz
memperkirakan tidak akan terjadi kenaikan pada 2014, tetapi pada
kuartal II-2015. Lebih lanjut, Stiglitz memperingatkan kemungkinan
terjadinya tekanan global pada akibat kebijakan emerging market The Fed
tersebut. Untuk itu, Stiglitz menyarankan negara berkembang untuk dapat
mengelola cadangan devisa dan neraca transaksi modal dan finansial dengan
baik agar bisa bertahan. Pemulihan ekonomi Amerika Serikat membuat
quantitative easing akan berakhir pada akhir tahun ini dan kenaikan FFR
pada tahun depan. pada anggota Dewan Pengambil Kebijakan Median survey
Moneter (FOMC) menghasilkan perkiraan kenaikan FFR antara 1 The Fed
hingga 1,25%.
Pergerakan tingkat harga umum melambat selama kuartal II. Inflasi
Agustus 2014 tercatat sebesar 3,99% ( ). Jika dilihat dekomposisinya, y-o-y
inflasi inti dapat terkendali dengan besaran 4,49% ( ), inflasi harga y-o-y
bergejolak sebesar 0,48% ( ), dan inflasi harga diatur pemerintah y-o-y
sebesar 6,19% ( ) pada Agustus 2014. Secara , inflasi y-o-y month-to-month
Agustus sebesar 0,47%. Penurunan tingkat harga pada Agustus disebabkan
oleh penurunan harga bawang merah, tomat dan bawang putih karena
melimpahnya stok. Inflasi Agustus tersebut lebih rendah dari inflasi Juli yang
sebesar 4,5% ( ) yang juga lebih rendah dari bulan sebelumnya. y-o-y
Sumber: BPS dan CEIC (2014)
Gambar 7: Tingkat Inflasi, Agustus 2011 – Agustus 2014 (y-o-y, %)
Tingkat harga umum dapat diredam, inflasi Agustus menjadi 3,99 % (y-o-y)
21. Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada 17
Sementara itu, inflasi Juli 2014 dapat ditekan berkat keberhasilan
pemerintah melalui instruksi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
untuk memperlancar sistem distribusi barang. Jika dilihat dekomposisinya,
inflasi inti sebesar 5,07% ( ), inflasi harga bergejolak sebesar 1,97% (y-o-y y-o-
y y-o-y), dan inflasi harga diatur pemerintah sebesar 6,18% ( ) pada Juli 2014.
Musim Lebaran usai, harga-harga bahan pangan dan transportasi
terkoreksi pada Agustus 2014. Ditilik secara bulanan, inflasi tertinggi pada
Agustus terjadi pada kelompok pengeluaran Pendidikan, Rekreasi, dan Olah
raga sebesar 1,58% ( ). Sementara itu kelompok barang dengan inflasi m-t-m
terendah terjadi di kelompok pengeluaran untuk Transportasi, Komunikasi,
dan Jasa Keuangan sebesar -0,12% ( ). Sedangkan pada Juli 2014, inflasi m-t-m
tertinggi adalah kelompok pengeluaran Makanan yang sebesar 1,94% (m-t-
m). Inflasi bulanan terendah pada Juli 2014 adalah kelompok pengeluaran
Kesehatan dengan nilai 0,39% ( ).m-t-m
Secara umum, kota-kota di Indonesia mengalami inflasi pada kuartal II-
2014. Inflasi terjadi di 66 kota dari 82 kota yang disurvei pada Agustus 2014
dan 82 kota pada Juli 2014. Pada Agustus 2014, kota dengan tingkat kenaikan
Tabel 6: Tingkat Inflasi Menurut Kelompok Pengeluaran, 2011 – 2014
(2012=100, m-t-m, %)
Cooling down pasca lebaran, inflasi bulanan Agustus 2014 sebesar 0,47%
(m-t-m)
Catatan:
(1) Bahan Makanan; (2) Makanan Olahan, Minuman, Tembakau; (3) Perumahan, Listrik, Gas, dan
Bahan Bakar; (4) Sandang; (5) Kesehatan; (6) Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga; (7) Transportasi,
Komunikasi, dan Jasa Keuangan
Sumber: BPS dan CEIC (2014)
Situasi Moneter dan Pasar Keuangan
22. Indonesian Economic Review and Outlook18
harga tertinggi adalah Kota Tanjung Pandan dengan nilai 1,98% ( ), m-t-m
sedangkan yang terendah adalah Kota Ternate dengan nilai -1,02% ( ). m-t-m
Kemudian pada Juli 2014, kota dengan inflasi tertinggi adalah Kota Bengkulu
sebesar 2,92% ( ), sedangkan yang terendah adalah Kota Maumere m-t-m
sebesar 0,03% ( ).m-t-m
2. Utang pemerintah Indonesia masih terus meningkat
Utang luar negeri Indonesia naik menjadi USD 285 miliar pada Juni
2014. Angka tersebut mengalami kenaikan sebesar 19,24% pada bulan yang
sama pada tahun 2013. Sementara itu, secara utang luar month-to-month
negeri Indonesia mengalami kenaikan sebesar 0,21% yang disebabkan oleh
kenaikan utang luar negeri swasta sebesar 0,76% ( ). Adanya m-t-m
peningkatan utang luar negeri swasta diindikasikan karena ketatnya
likuditas dalam negeri sehingga swasta lebih memilih untuk mencari
pembiayaan dari luar negeri. Hal yang berbeda justru terjadi pada utang luar
negeri pemerintah dan bank sentral yang mengalami penurunan sebesar
0,43% ( ).m-t-m
Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (diolah, 2014)
Gambar 8: Utang Luar Negeri Indonesia, Juni 2012-Juni 2014 (USD Miliar)
Total utang luar negeri meningkat seiring dengan meningkatnya utang
luar negeri swasta, meski utang luar negeri pemerintah dan bank sentral
mengalami penurunan
23. Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada 19
Utang luar negeri jangka panjang masih menjadi favorit. Juni 2014,
utang luar negeri jangka panjang masih didominasi oleh pemerintah dan
bank sentral yang mencapai IDR 114 miliar. Namun jumlah tersebut
menurun sebesar 1,5% dibandingkan dengan bulan sebelumnya pada tahun
2014. Sedangkan utang luar negeri swasta jangka panjang mengalami
peningkatan sebesar 5,3% dibandingkan dengan bulan sebelumnya pada
tahun 2014. Sementara itu, utang luar negeri jangka pendek swasta pada
Bulan Juni 2014 mengalami kenaikan sebesar 1,5% ( ) sedangkan utang m-t-m
luar negeri jangka pendek pemerintah mengalami kenaikan sebesar 9,17%
( ).m-t-m
Indonesia masih menjadi daya tarik bagi investor asing. Kepemilikan
asing atas obligasi pemerintah mengalami kenaikan menjadi sebesar IDR
1.012 triliun pada Juli 2014. Jumlah tersebut mengalami kenaikan sebesar
78,3% pada bulan yang sama pada tahun 2013 dan mengalami kenaikan
sebesar 3,5% dari bulan Juni 2014. Hal yang berbeda justru terjadi pada
kepemilikan asing atas SBI di mana secara mengalami month-to-month
penurunan sebesar 46,7%. Kepemilikan SBI mengalami peningkatan tajam
pada periode Maret 2014 hingga Mei 2014 namun memasuki bulan Juni
Gambar 9: Utang Luar Negeri Indonesia Berdasarkan Jangka Waktu,
Juni 12–Juni 14 (USD Miliar)
Pemerintah dan bank sentral masih mendominasi utang luar negeri
jangka panjang sedangkan dalam jangka pendek didominasi oleh swasta
Sumber: Bank Indonesia (diolah, 2014)
Situasi Moneter dan Pasar Keuangan
24. Indonesian Economic Review and Outlook20
2014, kepemilikan asing atas SBI mengalami penurunan yang tajam hingga
Juni 2014. Salah satu indikasi penyebab penurunan kepemilikan SBI oleh
asing tersebut adalah adanya aksi yang dilakukan oleh asing profit taking
sehingga lebih memilih untuk menjual kepemilikan SBI tersebut. Sementara
itu, kepemilikan asing atas ekuitas mengalami peningkatan pada Juli 2014
atau sebesar 6,44% secara . month-to-month
Surat berharga negara outstanding pada Agustus 2014 mengalami
peningkatan sebesar 1,67% secara month-to-month. Kenaikan tersebut
diindikasikan karena terjadinya defisit neraca perdagangan dan juga
menurunnya pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2014 sehingga
pemerintah terus mengeluarkan surat berharganya guna membiayai belanja
pembangunan. Jika dilihat berdasarkan komponennya, terjadi peningkatan
pada surat berharga negara outstanding tradable sebesar 2,07% (m-t-m).
Sementara itu, surat berharga negara outstanding non-tradable justru
mengalami penurunan sebesar 0,66% dibandingkan pada bulan Juli 2014.
Kemampuan Indonesia untuk membayar utang melemah. Debt service
ratio Indonesia pada kuartal II-2014 mencapai 48% atau mengalami
kenaikan sebesar 4,01% dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Hal
tersebut diperkuat oleh rasio utang terhadap ekspor maupun PDB yang
Gambar 10: Kepemilikan Asing atas Surat Berharga di Indonesia,
Juli 2012-Juli 2014 (IDR Triliun)
Kepemilikan asing atas SBI mengalami penurunan ketika kepemilikan
asing atas obligasi pemerintah dan ekuitas meningkat
Sumber: Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, OJK, dan CEIC (2014)
25. Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada 21
masing-masing mengalami kenaikan sebesar 3,32% dan 4,72%
dibandingkan dengan kuartal sebelumnya pada tahun 2014. Peningkatan
rasio utang terhadap ekspor mengalami peningkatan disebabkan oleh
peningkatan utang yang tidak sebanding dengan peningkatan ekspor.
Gambar 11: Komposisi Surat Berharga Indonesia Juli 2012 – Juli 2014 (IDR
Triliun)
Surat Berharga Negara Outstanding mengalami peningkatan
Sumber: DJPU Kementerian Keuangan dan CEIC (2014)
Gambar 12: Indikator Beban Utang Luar Negeri Indonesia,
Juni 2012-Juni 2014 (%)
Rasio utang luar negeri Indonesia terhadap ekspor, PDB dan pembayaran
utang meningkat
Sumber: Bank Indonesia (diolah, 2014)
Situasi Moneter dan Pasar Keuangan
26. Indonesian Economic Review and Outlook22
3. Perbaikan neraca pembayaran belum diikuti perbaikan pada
neraca perdagangan
Neraca pembayaran Indonesia pada kuartal II-2014 mengalami
perbaikan. Surplus neraca pembayaran tumbuh sebesar 107,95% dari
kuartal sebelumnya menjadi USD 4,3 miliar. Adapun secara year-on-year,
kondisi neraca pembayaran saat ini jauh lebih baik dibanding kondisi di
kuartal II-2013 yang tercatat defisit sebesar USD 2,48 miliar. Pada kuartal ini,
kenaikan nilai surplus disebabkan oleh peningkatan surplus neraca
transaksi modal dan finansial yang melebihi peningkatan defisit pada neraca
transaksi berjalan. Surplus neraca transaksi modal dan finansial meningkat
USD 1,9 miliar, lebih besar dibandingkan dengan kenaikan defisit neraca
transaksi berjalan.
Defisit pada neraca transaksi berjalan membesar di kuartal II-2014.
Defisit tersebut naik dari sebesar USD 4,15 miliar di kuartal I-2014 menjadi
USD 9,11 miliar. Kenaikan defisit ini disebabkan oleh kinerja neraca
perdagangan barang, neraca jasa-jasa, dan neraca pendapatan primer yang
memburuk. Dari sisi neraca jasa-jasa, penurunan kinerja terjadi karena
didorong oleh meningkatnya penggunaan jasa impor dan jasa freight
keuangan asing. Sementara dari sisi neraca pendapatan primer,
memburuknya kinerja dipicu oleh meningkatnya kewajiban pembayaran
Gambar 13: Neraca Pembayaran Indonesia 2011:Q2-2014:Q2 (USD Miliar)
Kinerja neraca pembayaran Indonesia membaik
Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2014)
27. Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada 23
terhadap investasi asing yang ada di Indonesia, baik dalam bentuk investasi
langsung maupun portofolio, yakni naik sebesar USD 1,19 miliar.
Surplus neraca transaksi modal dan finansial meningkat pada kuartal
II-2014. Secara persentase surplus meningkat sebesar 89,78% dari
sebelumnya surplus USD 7,65 miliar di kuartal I-2014 saat ini mencapai USD ,
14,51 miliar. Kinerja neraca ini meningkat seiring dengan naiknya arus
masuk investasi langsung di Indonesia dan terjadinya surplus pada nilai
bersih investasi lainnya. Demikian pula bila dilihat secara , surplus y-o-y
neraca transaksi modal dan finansial Indonesia juga bertumbuh lebih dari
lima puluh persen yakni sebesar 68,23% (surplus pada kuartal II-2013
adalah USD 8,63 miliar).
Setelah sempat surplus selama tiga periode, neraca perdagangan
barang kini kembali defisit. Pada dua kuartal terakhir neraca perdagangan
barang mengalami surplus yang relatif besar yaitu masing-masing sebanyak
USD 4,7 miliar (kuartal IV-2013) dan USD 3,35 miliar (kuartal I-2014).
Namun di kuartal II-2014 ini menjadi berbalik defisit sebesar USD 0,47 miliar
karena terdapat kontraksi pada surplus neraca nonmigas. Selain itu
peningkatan defisit pada neraca migas juga ikut menekan kinerja neraca
perdagangan barang Indonesia. Meski demikian kondisi ini sedikit lebih baik
dibandingkan dengan kuartal II-2013 yang defisit sebesar USD 0,56 miliar.
Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2014)
Gambar 14: Neraca Perdagangan Barang 2011:Q2-2014:Q2 (USD Miliar)
Neraca perdagangan barang kembali defisit
Situasi Moneter dan Pasar Keuangan
28. Indonesian Economic Review and Outlook24
Nilai surplus neraca nonmigas pada kuartal II-2014 hanya setengah
dari nilai surplus kuartal sebelumnya. Pada kuartal I-2014, nilai surplus
neraca nonmigas adalah USD 5,58 miliar sedangkan saat ini surplus telah
turun sebanyak USD 3,19 miliar menjadi USD 2,39 miliar (pertumbuhan
negatif sebesar 57,2%). Penurunan surplus terjadi sebagai akibat q-to-q
adanya kenaikan impor nonmigas (USD 3,74 miliar) yang lebih besar
daripada kenaikan ekspor nonmigas (USD 0,55 miliar). Pertumbuhan nilai
impor nonmigas secara yang terbesar terjadi pada komoditas biji kopi q-to-q
yaitu mencapai 310,06% kemudian diikuti oleh komoditas damar dan getah
damar sebesar 306,32%.
Defisit neraca minyak dan gas kembali bertambah di kuartal II-2014.
Pada kuartal I-2014 defisit neraca migas adalah sebesar USD 2,75 miliar. Kini
defisit bertambah menjadi USD 3,19 miliar atau secara persentase
meningkat sebesar 16,08%. Angka peningkatan tersebut relatif lebih q-to-q
rendah dibandingkan angka pertumbuhan yang mencapai 51,66%. y-o-y
Penambahan defisit terjadi karena terdapat peningkatan nilai impor minyak
bumi (USD 0,45 miliar) dan kontraksi pada nilai ekspor gas (USD 0,47 miliar).
Meskipun juga terdapat peningkatan volume ekspor minyak mentah dan
produk kilang namun hal tersebut belum mampu memperbaiki kinerja
neraca migas karena nilai ekspornya lebih rendah dibanding nilai impornya.
Pada kuartal II-2014 Indonesia memperoleh ekspor bersih negatif
dengan mitra dagang terbesar (Kawasan Asia). Setelah sebelumnya di
kuartal I-2014 Indonesia memperoleh surplus perdagangan sebesar USD
1,13 miliar, kini Indonesia mengalami defisit sebesar USD 4,25 miliar dengan
Asia. Demikian pula kinerja perdagangan dengan kawasan lain yaitu
Tabel 7: Perkembangan Ekspor-Impor berdasarkan Kawasan tahun 2014
(USD Miliar)
Indonesia mengalami neraca perdagangan negatif dengan kawasan Asia
Sumber: Bank Indonesia (2014)
29. Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada 25
Australia-Oseania dan Afrika, Indonesia juga memperoleh ekspor bersih
negatif masing-masing sebesar USD 0,16 miliar dan USD 0,67 miliar.
Indonesia memperoleh ekspor bersih positif hanya dengan kawasan
Amerika (USD 1,15 miliar) dan Eropa (USD 0,64 miliar).
Ekspor Indonesia tumbuh positif di semua kawasan kecuali Afrika.
Tercatat ekspor Indonesia ke Afrika turun sebesar 13,86% pada kuartal II-
2014 dibanding kuartal sebelumnya. Adapun peningkatan ekspor terbesar
terjadi pada perdagangan dengan kawasan Australia-Oseania (4,56%)
diikuti oleh perdagangan dengan kawasan Amerika (2,31%). Secara
keseluruhan ekspor Indonesia meningkat sebesar 0,59% dari USD 43,94
miliar (Kuartal I-2014) menjadi USD 44,2 miliar (Kuartal II-2014).
Secara q-to-q, terdapat pertumbuhan positif nilai impor Indonesia
dengan semua kawasan. Impor dari Afrika meningkat di atas lima puluh
persen yaitu sebesar 84,20%. Pertumbuhan kedua terbesar diperoleh
barang-barang impor yang berasal dari kawasan Amerika (28,46%).
Sementara pertumbuhan impor terendah diperoleh Indonesia dari
perdagangan dengan kawasan Eropa (6,9%). Namun demikian posisi
importir Indonesia yang terbesar tetap diduduki oleh kawasan Asia yang
mencatatkan nilai impor sebesar USD 34,75 miliar di Indonesia pada kuartal
ini.
Situasi Moneter dan Pasar Keuangan
30. Indonesian Economic Review and Outlook26
1. GAMA Leading Economic Indicator (GAMA LEI)
Leading Economic Indicator merupakan salah satu model early warning
system untuk memprediksi arah pergerakan ekonomi di masa depan.
GAMA Leading Economic Indicator (GAMA LEI) merupakan model yang
dikembangkan oleh Tim Macroeconomic Dashboard FEB UGM. Titik balik
serta kenaikan/penurunan garis pada model GAMA LEI digunakan untuk
memprediksi arah pergerakan perekonomian Indonesia dalam beberapa
waktu kedepan. Analisis GAMA LEI berdasarkan uji kuantitatif dan kualitatif
untuk menghasilkan prediksi terbaik.
GAMA LEI disusun dari berbagai macam indikator yang telah melewati
uji statistik yang ketat. Kinerja pada variabel seperti investasi, total nilai
penjualan mobil, dan konsumsi semen dari sisi ekonomi makro serta market
capitalization dan IHSG dari pasar modal cukup berpengaruh pada kondisi
perekonomian. Meskipun demikian, patut dicatat bahwa beberapa indikator
ekonomi makro lainnya dapat berubah dengan cepat dalam beberapa waktu
kedepan.
GAMA LEI mampu memprediksi siklus perekonomian (PDB) Indonesia
dengan cukup akurat pada beberapa waktu sebelumnya. Peramalan
model GAMA LEI mampu memprediksi arah siklus perekonomian Indonesia
selama ini dengan baik. Adanya penurunan kinerja pada beberapa indikator
kunci perekonomian Indonesia menyebabkan pertumbuhan ekonomi di
2014:Q2 menurun dibandingkan dengan 2014:Q1. Dalam edisi ini, GAMA
LEI akan memprediksi bagaimana perekonomian Indonesia berfluktuasi
dalam tahun politik 2014, terutama setelah terpilihnya pemimpin baru
nasional.
Keberagaman pola pada pertumbuhan ekonomi Indonesia serta
proyeksi siklus perekonomian dalam model GAMA LEI menghasilkan
peramalan yang komprehensif. Peramalan siklus bisnis menekankan pada
pergerakan siklus perekonomian apakah berada pada fase ekspansi atau
kontraksi dalam beberapa waktu ke depan. Siklus GAMA LEI 2014:Q2 berada
pada fase ekspansi (berada di atas nilai 100) meskipun mempunyai arah
C. GAMA LEI DAN KONSENSUS PROYEKSI EKONOMI
31. Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada 27
menurun. Dalam hal ini pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2014:Q2 secara
year-on-year tercatat meningkat, namun siklus PDB yang dihasilkan dalam
model tersebut mengalami pergerakan menurun walaupun dalam fase
ekspansi.
Hasil prediksi GAMA LEI pada edisi ini menghasilkan adanya
kecenderungan penurunan siklus perekonomian (PDB) Indonesia.
Model GAMA LEI pada 2014:Q2 menunjukan perubahan arah pergerakan
perekonomian yang menurun. Pergerakan GAMA LEI yang menurun
menghasilkan prediksi penurunan siklus perekonomian (PDB) Indonesia
pada 2014:Q3. Namun demikian, perhelatan politik 2014, terutama setelah
terpilihnya presiden dan wakil presiden hasil pemilu bulan Juli yang lalu,
seharusnya mampu memberikan harapan dan optimisme bagi
perekonomian Indonesia. Sehingga pemerintah baru nantinya diharapkan
mampu memanfaatkan momentum dengan menjaga atau bahkan
meningkatkan kinerja perekonomian Indonesia.
2. Konsensus Proyeksi Indikator Makroekonomi
Selain memprediksi pergerakan siklus PDB melalui GAMA LEI, tiga
indikator makro utama Indonesia (pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan
nilai tukar) juga diprediksi melalui survei di internal FEB UGM.
Indikator pertumbuhan ekonomi dan nilai tukar bergerak membaik,
Gambar 15: GAMA Leading Economic Indicator
GAMA LEI memprediksikan kecenderungan penurunan siklus
perekonomian Indonesia
GAMA LEI dan Konsensus Proyeksi Ekonomi
32. Indonesian Economic Review and Outlook28
sedangkan indikator inflasi bergerak memburuk dari tahun 2014 ke 2015.
Konsensus diperoleh berdasarkan dosen dan peneliti di expert judgment
Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM.
Secara umum, prediksi pertumbuhan PDB riil (y-o-y) kuartal III-2014
bergerak membaik dibandingkan dengan realisasi pertumbuhan PDB
riil kuartal II-2014. y-o-y PDB riil ( ) diprediksi tumbuh sebesar 5,22% ±
0,24% pada kuartal III-2014 dan 5,44% ± 0,51% pada kuartal III-2014.
Adapun secara tahunan, prediksi pertumbuhan PDB riil 2014 dan 2015
masing-masing sebesar 5,68 % ± 0,43% dan 5,9% ± 0.6%. Menurut survei
yang dilakukan, tiga faktor utama penentu terjadinya kenaikan pertumbuhan
PDB riil di tahun 2014 adalah kondisi perekonomian dunia, tingkat investasi
domestik dan asing, serta kebijakan pemerintah.
Inflasi Indonesia tahun 2014-2015 diprediksi berada pada kisaran 5
hingga 7 persen. Tahun 2014, hasil prediksi inflasi Indonesia adalah sebesar
6,54% ± 1,89%. Tahun 2015 nilainya bergerak meningkat menjadi 7,09% ±
1,96%. Sementara itu secara kuartalan, inflasi di Indonesia pada kuartal III-
2014 dan IV-2014 masing-masing sebesar 5,36% ± 1,67% dan 5,81% ±
1,88%. Menurut survei yang dilakukan, tiga faktor utama penentu terjadinya
Tabel 8: Estimasi Pertumbuhan PDB Riil (y-o-y, dalam %)
Sumber: Data Primer (diolah , 2014)
Tabel 9: Estimasi Inflasi (y-o-y, dalam %)
Sumber: Data Primer (diolah , 2014)
Sumber: Data Primer (diolah , 2014)
Tabel 10: Estimasi Nilai Tukar Rupiah (IDR/USD)
33. Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada 29
kenaikan inflasi di tahun 2014 adalah kondisi nilai kurs rupiah, faktor
musiman, dan harga barang yang diatur pemerintah.
Nilai tukar rupiah diprediksi mulai membaik dan stabil pada tahun
2014, walaupun masih di sekitar nilai Rp/USD 11.000. Pada kuartal III-
2014 nilai tukar rupiah diperkirakan sebesar IDR/USD 11.545 ± IDR/USD
271. Di kuartal berikutnya, nilai tukar rupiah sedikit menguat menjadi
IDR/USD 11.514 ± IDR/USD 365. Sementara itu secara tahunan, nilai tukar
rupiah tahun 2014 adalah IDR/USD 11.513 ± IDR/USD 368 dan tahun 2015
menguat menjadi IDR/USD 11.275 ± IDR/USD 453. Menurut survei yang
dilakukan, tiga faktor utama penentu terjadinya kenaikan pertumbuhan
apresiasi nilai tukar rupiah di tahun 2014 adalah kondisi ekonomi Indonesia,
ekspektasi pasar, dan kebijakan makroekonomi.
GAMA LEI dan Konsensus Proyeksi Ekonomi
34. Indonesian Economic Review and Outlook30
Perekonomian yang sehat adalah perekonomian dengan pertumbuhan
dan inflasi yang stabil dan ketimpangan antar daerah yang menurun.
Untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang stabil diperlukan
kebijakan-kebijakan yang pro pertumbuhan, misalnya pengembangan
infrastruktur dan penciptaan iklim usaha yang kompetitif. Selain itu perlu
adanya identifikasi mengenai sektor mana yang maju dan berpotensi
berkembang di tiap-tiap daerah.
Dari 33 provinsi, hanya 9 provinsi yang mengalami peningkatan
pertumbuhan ekonomi dari tahun 2012 ke 2013. Provinsi tersebut
adalah Jambi (7,88%), DIY (5,4%), Kalimantan Barat (6,08%), Kalimantan
Tengah (7,37%), Sulawesi Tengah (9,38%), Gorontalo (7,76%), NTB (5,92%),
NTT (5,56%), dan Papua (14,84%). Sedangkan provinsi lain mengalami
perlambatan pertumbuhan ekonomi. Menarik untuk diketahui bahwa ada
beberapa provinsi yang mengalami percepatan tersebut secara year-on-year
pada 2014 ternyata melambatkuartal I- , yaitu DIY, Kalimantan Barat,
Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, NTT, dan Papua. Hal ini menunjukkan
bahwa fondasi ekonomi daerah di Indonesia sejatinya memang belum cukup
kuat. Perlambatan regional ini tentu akan berpengaruh terhadap
perekonomian secara nasional.
Jika dilihat dari pertumbuhan kuartalan yang sudah terjadi di kuartal I
dan II-2014, hanya 12 provinsi yang mengalami ekspansi. Provinsi-
provinsi tersebut adalah DI Aceh (didukung oleh Sektor Jasa dan
Perdagangan, Hotel dan Restoran) (Sektor , Kepulauan Riau, Lampung
industri pengolahan) (Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran; , DKI Jakarta
Transportasi dan Komunikasi; dan Jasa) (Sektor Perdagangan, Hotel , Banten
dan Restoran) (Perdagangan, Hotel dan Restoran), Jawa Barat , Kalimantan
Tengah , Bali (Sektor Pertambangan dan Jasa) (Sektor Pertanian dan
Perdagangan, Hotel dan Restoran) (Sektor Perdagangan, , Sulawesi Tenggara
Hotel, dan Restoran) (Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran dan , NTT
Jasa) (Sektor Industri Pengolahan) (Sektor Industri , Papua , dan Papua Barat
Pengolahan), di mana Aceh dan NTT pertumbuhan ekonominya masih di
bawah nasional.
D. PERKEMBANGAN EKONOMI REGIONAL
35. Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada 31
Tabel 11: Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi di 33 Provinsi (%, y-o-y)
Pertumbuhan ekonomi melambat di berbagai provinsi
Catatan:
* = y-o-y
** = tahun kalender
Sumber: BPS dan BI (2014)
Perkembangan Ekonomi Regional
36. Indonesian Economic Review and Outlook32
Salah satu kebijakan yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di
daerah adalah UU Minerba. Undang-undang Minerba yang disetujui oleh
DPR 16 Desember 2008 lalu diharapkan dapat meningkatkan value added
pada komoditas pertambangan Indonesia. Komoditas tambang yang
diregulasi dilarang untuk langsung diekspor tanpa melalui pengolahan
terlebih dahulu. Diharapkan di masa mendatang kebijakan ini akan
berdampak positif bagi perekonomian dan kesejahteraan rakyat. Kebijakan
yang diberlakukan sejak 12 Januari 2014 lalu ini atau tahun setelah 5
disahkan ternyata belum sesuai yang diharapkan. Banyak polemik yang
terjadi dimana dalam jangka waktu tahun ternyata masih banyak daerah 5
yang belum siap membangun atau instalasi pengolahan hasil smelter
tambang. Akibatnya adalah banyak daerah mengalami gangguan dalam
perekonomian, terutama daerah yang memiliki komoditas tambang dan
pembangunan smelter yang terhambat, seperti Sulawesi Tengah.
UU Minerba ini juga akan berdampak pada negara mitra perdagangan
Indonesia, terutama mitra perdagangan komoditas tambang yang
selama ini melakukan impor komoditas tambang mentah dari
Indonesia. Pada masa perlambatan pertumbuhan ekonomi sejak tahun
2012 (dan diperkirakan masih akan berlanjut), kebijakan yang terkait migas
sangat sensitif terhadap pertumbuhan ekonomi. Terutama untuk
menghadapi UU Minerba, dibutuhkan infrastruktur pabrik pengolahan
barang tambang seperti pembangunan smelter agar ekspor bahan tambang
Indonesia memiliki nilai tambah lebih. Pembangunan infrastruktur sangat
penting untuk dilaksanakan untuk meningkatkan daya dukung
perekonomian yang diharapkan akan menjaga pertumbuhan di atas 5%.
Perkembangan inflasi di beberapa provinsi di Indonesia hingga kuartal
II- 2014 cukup mengkhawatirkan di mana 12 provinsi memiliki inflasi
yang lebih tinggi dari inflasi nasional (mencapai 2% year-to-date dari
awal tahun hingga Juni 2014). Provinsi tersebut adalah DKI Jakarta,
Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah,
Kalimantan Selatan, Bali, Sulawesi Tengah, NTT, Maluku, Maluku Utara.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2013 di berbagai provinsi
di Indonesia menunjukkan tren yang meningkat. Ini menunjukkan
bahwa kualitas hidup yang terdiri dari faktor kesehatan, pengetahuan, dan
37. Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada 33
Tabel 12: Ketimpangan Pendapatan dan Indeks Pembangunan Manusia
Indonesia
Ketimpangan Pendapatan di berbagai provinsi secara umum meningkat
begitu juga dengan IPM
Sumber: BPS (2014)
Perkembangan Ekonomi Regional
38. Indonesian Economic Review and Outlook34
penghidupan yang layak semakin baik. Dari 33 provinsi di Indonesia, 5
provinsi dengan IPM tertinggi dicapai oleh Provinsi DKI Jakarta (78,59), DI
Yogyakarta (77,37), Kalimantan Timur (77.33), Sulawesi Utara (77,36), dan
Riau (77,25).
Ketimpangan pendapatan tahun 2013 yang ditunjukkan oleh rasio gini
di berbagai provinsi di Indonesia secara umum meningkat. Penurunan
ketimpangan pendapatan terjadi di 9 provinsi antara lain Sumatera Selatan
(dari 0,4 ke 0,38), Riau (dari 0,4 ke 0,37), Jawa Barat (dari 0,41 ke 0,40),
Kalimantan Selatan (dari 0,38 ke 0,36), Bali (dari 0,43 ke 0,4), Sulawesi Utara
(dari 0,43 ke 0,42), NTT (dari 0,36 ke 0,35), Maluku (dari 0,38 ke 0,37), dan
Maluku Utara (dari 0,34 ke 0,32). Provinsi dengan ketimpangan pendapatan
tertinggi antara lain DI Yogyakarta (0,44), Gorontalo (0,44), Papua (0,44).
Sedangkan ketimpangan pendapatan terendah ada di Provinsi Bangka
Belitung (0,31). Menarik untuk diketahui adalah DI Yogyakarta dengan IPM
tertinggi di Indonesia ternyata mengalami masalah ketimpangan
pendapatan . Sedangkan yang dilihat dari tingginya rasio Gini sebesar 0,44
Riau dan Sulawesi Utara sebagai provinsi dengan IPM tertinggi berhasil
menurunkan ketimpangan pendapatannya.
39. Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada 35
ASEAN
Memasuki ASEAN Economic Community (AEC) 2015, perekonomian
kawasan masih belum tumbuh stabil bahkan beberapa negara
menunjukkan kerapuhan struktur fundamental ekonomi. Situasi
perekonomian ASEAN pada kuartal II-2014 adalah potret perekonomian
yang menunjukkan campuran optimisme dan pesimisme di saat yang
bersamaan. Beberapa negara utama kawasan seperti Malaysia, Filipina,
Thailand, Singapura dan Vietnam mampu mencatatkan pertumbuhan
ekonomi yang melebihi ekspektasi awal walaupun masih tidak stabil dari
waktu ke waktu. Sementara Indonesia sebagai “motor utama” penggerak
perekonomian kawasan menunjukkan gejala perlambatan pertumbuhan
ekonomi diikuti dengan Brunei Darussalam, Laos, Kamboja dan Myanmar
yang masih dihadapkan dengan berbagai permasalahan fundamental
ekonomi seperti struktur ekonomi yang belum terdiversifikasi dengan baik
serta keseimbangan anggaran pendapatan dan belanja yang buruk.
Akibatnya, situasi ini terjadinya pertumbuhan ekonomi yang tidak memicu
berkualitas bahkan hingga mencatatkan kontraksi perekonomian. Situasi ini
menunjukkan masih rapuhnya perekonomian kawasan dalam menghadap
AEC 2015 ditengah situasi perekonomian global yang masih memerlukan
waktu untuk tumbuh secara lebih optimal.
Berbagai tantangan membayangi perekonomian kawasan dalam
memasuki AEC 2015. Tantangan tersebut diantaranya bersumber dari
fenomena internasional ataupun regional seperti rencana kenaikan suku
bunga Amerika Serikat pada kisaran 100-115 basis poin yang berpotensi
akan memutar balik arus modal dari kembali ke Amerika emerging markets
Serikat pada tahun 2015, situasi perekonomian global yang masih belum
pulih secara optimal sehingga beberapa negara utama di current account
kawasan yang masih belum mencatatkan nilai positif, serta defisit anggaran
pendapatan dan belanja negara yang lebih dari 3% pada beberapa negara di
kawasan. Selain hal tersebut terdapat juga tantangan perekonomian yang
terkait dengan kebijakan domestik seperti rencana rasionalisasi harga Bahan
Bakar Minyak (BBM) di Indonesia dan Malaysia, rencana penerapan Goods
E. ASEAN: Memasuki ASEAN Economic Community
2015 Di Tengah Bayang-Bayang Tantangan
Perekonomian Kawasan
40. Indonesian Economic Review and Outlook36
and Service Tax (GST) baru di Malaysia pada tahun 2015, rencana kenaikan
Value Added Tax (VAT) sebesar 10% dan gaji pegawai negeri sipil sebesar 8%
di Thailand pada tahun 2015, serta stabilitas politik domestik yang masih
belum kondusif terutama di Kamboja dan Thailand. Berbagai situasi ini
membayangi potensi yang bisa dicapai oleh perekonomian masing-masing
negara dalam menghadapi AEC 2015 yang akan secara resmi diberlakukan
pada akhir tahun 2015.
Negara-negara utama di kawasan ASEAN mampu mencatatkan
pertumbuhan ekonomi kuartal II-2014 diatas ekspektasi. Negara-
negara ASEAN-5 terkecuali Indonesia mampu mencatatkan pertumbuhan
ekonomi pada kuartal II-2014 diatas ekspektasi. Malaysia yang
diproyeksikan awal oleh Bank Negara Malaysia hanya mampu tumbuh 5,8%
dan Filipina yang diproyeksikan awal oleh Bangko Sentral ng Pilipinas hanya
akan mampu tumbuh 5,7% ternyata keduanya mampu mencatatkan
pertumbuhan ekonomi tertinggi di kawasan yaitu hingga 6,4%. Negara-
negara ini mendapatkan momentum perekonomiannya pada kuartal II-2104
melalui pertumbuhan yang dialami oleh sektor jasa dan sektor konstruksi
berdampingan dengan Singapura yang mencatatkan pertumbuhan
ekonominya melalui pertumbuhan pada sektor asuransi. Sementara hanya
Tabel 13: Pertumbuhan PDB atas Dasar Harga Konstan di Negara-negara
ASEAN, 1998–Q1 2014 (y-o-y, %)
Kontribusi Pelaku Ekonomi Swasta Menjadi Kunci Dalam Menjaga
Momentum Perekonomian Kawasan
Sumber: Bank Indonesia (2014)
41. Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada 37
ASEAN
dalam jangka waktu tiga bulan pasca kudeta pihak militer, Thailand sebagai
kekuatan ekonomi terbesar kedua di kawasan telah mampu lepas dari
jeratan resesi dengan kembali mencatatkan pertumbuhan ekonomi positif
pada kuartal II-2104 setelah sebelumnya mengalami kontraksi -2,1%.
Pertumbuhan yang dialami Thailand ini didorong membaiknya tingkat oleh
keseimbangan perdagangan internasional Thailand serta membaiknya
sentimen investor yang kembali melakukan penanaman modal pada
berbagai instrumen keuangan yang dikeluarkan oleh pemerintah maupun
swasta. Sementara , Indonesia itu pada kuartal II-2014, mengalami
pertumbuhan ekonomi yang melambat dibandingkan kuartal sebelumnya.
Hal ini diakibatkan oleh masih belum stabilnya tingkat kepercayaan dunia
usaha terhadap perekonomian Indonesia atas dinamika situasi politik pasca
pemilihan presiden baru. pengetatan berbagai kebijakan moneter Selain itu,
maupun fiskal yang salah satunya diwujudkan melalui penundaan kebijakan
pembayaran gaji ke-13 pegawai negeri sipil oleh pemerintah dari awalnya
pada kuartal II-2014 menjadi pada kuartal III-2014 yang menekan potensi
pertumbuhan konsumsi masyarakat Indonesia pada kuartal berjalan turut
memberikan dampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional
Kontribusi pelaku ekonomi swasta menjadi kunci pertumbuhan
ekonomi di negara utama kawasan. Momentum pertumbuhan ekonomi
kuartal II-2014 sebagaimana yang dialami oleh Malaysia, Filipina, Singapura,
dan Thailand ditopang oleh pertumbuhan kinerja investasi swasta pada
sektor jasa terutama pada sub-sektor yang terkait dengan perdagangan dan
sektor konstruksi yang dilatarbelakangi oleh membaiknya situasi
perekonomian global secara umum. Hal ini ditunjukkan dengan capaian
pertumbuhan sektor konstruksi hingga sebesar dua digit pada Malaysia
sebesar 12,1% dan Filipina sebesar 12,7%. Meningkatnya kontribusi pelaku
ekonomi swasta ini menjadi semakin dominan karena pada saat yang
bersamaan kontribusi pengeluaran pemerintah pada kuartal berjalan
menunjukkan pelemahan diakibatkan pada rantai birokrasi.bottlenecking
Beberapa negara lainnya di kawasan ASEAN memerlukan percepatan
restrukturisasi fundamental ekonomi agar mencapai potensi optimal
pertumbuhan ekonominya. Brunei sebagai satu-satunya negara di
kawasan yang mencatatkan kontraksi ekonomi sebesar -3,3% memerlukan
restrukturisasi fundamental perekonomian dengan mempercepat
42. Indonesian Economic Review and Outlook38
diversifikasi sektor perekonomian yang saat ini sangat bergantung pada
industri minyak bumi dan gas alam yang menurut Jabatan Perancang
Kemajuan Ekonomi (JPKE) Brunei menguasai lebih kurang 70% PDB dan
90% total ekspor. Ketergantungan pada sektor ini yang pada kuartal berjalan
mencatatkan kontraksi -0,6% tengah dilakukan upaya pengalihan kepada
sektor-sektor potensial Brunei lainnya seperti pertanian, perikanan dan
kehutanan yang pada saat bersamaan mampu mencatatkan pertumbuhan
hingga 4,1% . Permasalahan fundamental ekonomi lainnya year-on-year
seperti defisit anggaran pendapatan dan belanja negara yang terlalu besar
dialami oleh Laos (5,8% terhadap PDB) dan Myanmar (3,7% terhadap PDB)
akibat kebijakan perlindungan sosial yang terlalu ekspansif, rekrutmen
pegawai negeri sipil secara besar-besaran dan anggaran pertahanan yang
masih terlalu tinggi sehingga menyebabkan terbatasnya ruang fiskal
pemerintah dalam mengalokasikan anggaran untuk melakukan stimulus
perekonomian. Vietnam Sementara itu, konflik perbatasan antara dan mitra
ekonomi utamanya, Tiongkok, membuat perekonomian Vietnam terhambat.
Oleh karena itu, saat ini berusaha pemerintah Vietnam untuk melibatkan
investor asing yang lebih beragam demi melepas ketergantunganny secara a
ekonomi kepada pemerintah Tiongkok.
Inflasi yang didorong oleh harga bahan makanan dan produk impor
NEGARA 2011 2012 2013 Jul-14*
Brunei Darussalam 1,8 0,4 0,38 0,2
Kamboja 4,9 2,9 4,65 4,85
Indonesia 3,8 4,3 8,38 3,99
Laos 7,7 4,2 6,37 3,7
Malaysia 3 1,6 3,2 3,2
Myanmar 5,1 6,1 5 5,96
Filipina 4,2 3,1 4,1 4,9
Singapura 5,5 4,3 2,4 1,2
Thailand 3,5 3 2,18 2,09
Vietnam 18,1 6,81 6,04 4,31
Tabel 14: Tingkat Inflasi Negara-Negara ASEAN, 2011-2014* (y-o-y, %)
Kenaikan Harga Barang Diakibatkan Masih Banyaknya Produk Impor
Pada Berbagai Komoditi Konsumsi Utama
Catatan: Data-data untuk Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, dan Singapura adalah
posisi per-Juli 2014 (y-o-y). Data untuk Indonesia, Filipina, Thailand, dan Vietnam adalah posisi
per-Agustus 2014 (y-o-y)
Sumber: Bloomberg (2014)
43. Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada 39
ASEAN
dihadapi dengan kebijakan beragam oleh negara-negara di kawasan.
Secara umum negara-negara di kawasan ASEAN mencatatkan pembentukan
inflasi tinggi yang disebabkan oleh meningkatnya harga bahan makanan dan
minuman non-alkohol serta beberapa komponen konsumtif lainnya seperti
garmen dan elektronik yang masih sangat bergantung pada aktivitas impor
seiring dengan dibukanya berbagai fasilitas /Kawasan Special Economic Zone
Ekonomi Khusus yang terutama terjadi pada negara-negara yang terletak di
area Sungai Mekong (Kamboja, Laos dan Myanmar). Tingkat inflasi yang
relatif tinggi di sub-kawasan ini juga diperparah dengan adanya bencana
banjir tahunan serta instabilitas politik yang sempat terjadi di Thailand
sebagai kekuatan ekonomi utama di sub-kawasan sehingga menghambat
arus lalu lintas perdagangan. Tingkat inflasi di beberapa negara bahkan
mengalami tekanan lebih lanjut dengan terjadinya kenaikan harga layanan
listrik sebesar 43% di Myanmar pada bulan April 2014 serta kenaikan harga
Bahan Bakar Minyak (BBM) di Vietnam sebanyak dua kali yaitu pada 26 Juni
2014 dan 7 Juli 2014. Pengendalian inflasi pada negara-negara di kawasan
tersebut sebagian besar dilakukan melalui kebijakan pengendalian harga
sebagaimana yang diterapkan oleh pemerintah militer Thailand dan
pemerintah Vietnam yang terbukti cukup efektif untuk mencegah
tercapainya tingkat inflasi yang lebih tinggi lagi di tengah dinamika yang
terjadi. Lain halnya dengan pemerintah Laos menempuh kebijakan
penghapusan (VAT) pada beberapa komoditi yang selama ini Value Added Tax
diimpor dengan harapan menumbuhkan produksi komersial secara
domestik, kebijakan alternatif pengendalian inflasi juga dilakukan oleh
pemerintah Brunei sebagai negara dengan tingkat inflasi terendah pada
kuartal berjalan dengan melakukan kebijakan mata uang Dolar pegging
Brunei terhadap Dolar Singapura.
Potensi pembalikan arus modal membayangi pasar saham kawasan
akibat rencana kebijakan kenaikan suku bunga The Fed. Pada kuartal II-
2014 ini secara umum pasar saham di kawasan ASEAN menunjukkan
pertumbuhan yang sangat menggembirakan dengan rerata pertumbuhan
berada pada tingkat dua digit kecuali hanya pada Kamboja (-15,96%),
Malaysia (0,71%) dan Singapura (4,80%). Situasi perlambatan pertumbuhan
pasar saham di negara Singapura dan Malaysia sebagai perwakilan negara-
negara dengan tingkat integrasi ekonomi internasional yang relatif tinggi di
kawasan, menunjukkan adanya gejala perlambatan aliran arus modal masuk
44. Indonesian Economic Review and Outlook40
ke pasar saham di kawasan ASEAN. Situasi ini disinyalir dikarenakan sikap
kehati-hatian investor terhadap rencana kenaikan suku bunga The Fed yang
diperkirakan oleh Bank Indonesia akan dilaksanakan pada Semester
Pertama 2015 dengan kisaran kenaikan 100 hingga 115 basis poin sehingga
berpotensi memicu terjadinya arus pembalikan modal dari emerging
countries. Kementerian Keuangan Republik Indonesia, secara lebih lanjut
mengindikasikan bahwa potensi pembalikan arus modal ini akan dapat
mempengaruhi keseimbangan sebuah negara yang dapat capital account
mengganggu perekonomian terutama bagi negara-negara yang saat ini
sudah mengalami defisit pada . Situasi potensi pembalikan current account
arus modal ini mengkhawatirkan bagi negara Kamboja dan Laos yang justru
saat ini sedang gencar-gencarnya merelaksasi regulasi di pasar saham
mereka agar perusahaan asing tertarik melakukan di pasar saham listing
tersebut setelah selama ini hanya diisi oleh beberapa perusahaan yang masih
terafiliasi dengan negara (Badan Usaha Milik Negara).
Tingkat nilai tukar di kawasan masih sangat dipengaruhi oleh
keseimbangan perdagangan internasional dan sentimen pelaku bisnis.
Secara umum penguatan atau pelemahan pada nilai tukar negara-negara di
kawasan ini sangat dipengaruhi pada kinerja keseimbangan perdagangan
internasional negara tersebut sebagaimana yang dialami penguatan pada
mata uang Baht Thailand, Rupiah Indonesia dan Ringgit Malaysia. Di sisi lain,
Tabel 15: Pertumbuhan Indeks Pasar Saham Negara ASEAN, 2009-2014
(y-o-y, %)
Aliran Arus Modal Dibayangi Dengan Rencana Kenaikan Suku Bunga The Fed
Catatan: Data posisi 2 Januari dan 29 Agustus 2014 adalah pertumbuhan berbasis year-to-date
Sumber: Bloomberg (2014)
45. Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada 41
fenomena kontraksi nilai mata uang di negara Kamboja lebih disebabkan
pada demonstrasi buruh sektor garmen sebagai industri terbesar di Kamboja
yang telah terjadi selama beberapa bulan terakhir sehingga menurunkan
sentimen positif para pelaku bisnis terhadap proyeksi perekonomian
Kamboja kedepannya. Khusus untuk Vietnam, penurunan nilai mata uang
terjadi dikarenakan akibat kebijakan moneter yang ditempuh berupa
devaluasi Dong Vietnam sebesar 1% yang dilakukan pada 19 Juni 2014 demi
menjaga daya saing produk-produk Vietnam di luar negeri terhadap mitra-
mitra dagang baru ditengah situasi perekonomiannya yang terguncang
akibat konflik perbatasan dengan Tiongkok yang merupakan mitra dagang
utama. Sementara fenomena sentimen positif dunia bisnis juga
mempengaruhi nilai tukar Peso Filipina yang baru saja mendapatkan
peningkatan rating oleh Standard's & Poor pada awal bulan Mei 2014.
Tabel 16: Pertumbuhan Nilai Tukar Mata Uang Negara-Negara di ASEAN
Terhadap USD, 2009-2014 (y-o-y, %)
Penguatan Nilai Tukar Terutama Ditopang Oleh Sentimen Positif Pasar
Catatan:
*= Pada tahun 2012 Myanmar mengalami penyesuaian nilai mata uang
Data tersaji pada posisi 29 Agustus 2014 adalah pertumbuhan berbasis year-to-date
Angka (+) menunjukkan apresiasi mata uang dan angka (-) menunjukkan depresiasi mata uang.
Sumber: Bloomberg (2014)
ASEAN
46. Indonesian Economic Review and Outlook42
Di bulan Agustus, paling tidak ada 2 tanggal penting dan menarik serta
menjadi perhatian masyarakat, yakni: pertama, 17 Agustus 2014, hari HUT
RI ke 69 dan sekaligus diluncurkannya uang NKRI (Negara Kesatuan
Republik Indonesia) dan kedua, tg 21 Agustus 2014, yang ditandai dengan
keluarnya keputusan Makamah Konstitusi (MK) yang mengesahkan
Presiden dan Wakil Presidan terpilih (Joko Widodo dan Jusuf Kala).
Munculnya mata uang NKRI tidak saja sebagai perujudan UU No.7/2011
tentang Mata Uang, tetapi sekaligus merupakan tonggak perubahan penting
mengenai konsep uang di Indonesia dari uang Bank Indonesia (UBI) menjadi
uang NKRI (UNKRI). UBI—yang selama ini dikenal dan digunakan sebagai
media pertukaran, alat pembayaran dan pengukur nilai—atau uang kartal BI
merupakan kewajiban moneter otoritas moneter (BI) kepada masyarakat.
Jadi memang sungguh luar biasa otoritas yang dimiliki BI, padahal BI
hanyalah lembaga negara yang independen terhadap pemerintah. Di sisi lain,
munculnya uang NKRI (UNKRI) berarti yang mempunyai kewajiban moneter
kepada masyarakat adalah Negara yakni NKRI yang diwakili oleh pemerintah
(c.q. Menteri Keuangan) dan lembaga negara BI. UNKRI tidak saja sebagai
uang kartal tetapi juga menunjukan keberadaan negara dalam semua sendi
dan sisi kehidupan serta kegiatan ekonomi masyarakat selama mereka
berada di NKRI. Memang munculnya UNKRI dapat memberi indikasi semakin
berkurangnya otoritas dan independensi yang dimiliki Bank Indonesia
setelah lahirnya OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dan penetapan target inflasi
oleh pemerintah (Insukindro, 2009). Namun, langkah tsb penting dan harus
dilakukan agar biaya pencetakan dan jumlah uang yang dicetak, misalnya,
tidak saja dapat diketahui oleh BI dan pemerintah tetapi juga oleh
masyarakat melalui wakil-wakil mereka di DPR (Dewan Perwakilan Rakyat).
Di masa yang akan datang, rasanya akan lebih baik lagi jika jumlah UNKRI
yang dicetak dan diedarkan juga dikaitkan dengan rencana pembangunan
negara baik yang tercantum dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka
F. Isu Terkini
Prospek Dan Tantangan Pemerintahan yang Baru
Insukindro
47. Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada 43
Menengah Nasional) maupun RAPBN (Rencana Anggaran Penerimaan dan
Belanja Negara). Dua hal yang disebut terakhir, tentunya akan tercermin
dalam neraca interen (internal balance) seperti tingkat inflasi, pertumbuhan
ekonomi, kesempatan kerja dan kestabilan sistem keuangan, dan neraca
eksteren (external balance), seperti keseimbangan neraca pembayaran
internasional. Tentu saja semua ini perlu pula diwujudkan dalam perubahan
Undang-Undang Bank Indonesia.
Keputusan MK tg 21 Agustus 2014 memberi asa (harapan) tersendiri, tidak
saja karena kita akan mempunyai presiden dan wakil presiden baru tetapi
juga asa-asa baru dengan nawa cita (sembilan agenda prioritas) beliau. “ ”
Program-program pemerintah baru seperti Indonesia pintar dan sehat,
subsidi daerah dan desa, secara ekonomika makro berarti bentuk-bentuk
stimulus fiskal yang diharapkan dapat mendorong kualitas tenaga kerja,
produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, tantangan yang
akan dihadapi pemerintah yang baru juga tidak mudah, RAPBN 2015 ini
disusun oleh Kabinet pimpinan presiden Susilo Bambang Yudoyono yang
tentu saja mempunyai program yang tidak sama dengan presiden terpilih,
terlebih lagi masalah-masalah yang harus segera diselesaikan, seperti
subsidi BBM dan listrik, utang luar negeri dan sumber pendanaan RAPBN
berkenaan
Pengurangan subsidi BBM, misalnya, dapat dilakukan dengan dua
pendekatan yakni pendekatan kuantitas atau membatasi jumlah subsidi
BBM (seperti yang dilakukan pemerintah akhir-akhir ini) dan pendekatan
harga yakni dengan menaikkan harga BBM. Kedua pendekatan ini pada
gilirannya akan menaikkan harga BBM baik langsung (pendekatan kedua)
atau tidak langsung (pendekatan pertama). Dengan menggunakan
pendekatan Makroekonomika Konsensus Baru (MKB)¹, dapat dianalisis
bagaimana pengaruh stimulus fiskal dan kenaikan BBM terhadap variabel
ekonomika makro, misalnya: suku bunga, inflasi dan fluktuasi ekonomi
Isu Terkini
¹ Pendekatan ekonomika makro baru, seperti Sentesis Neoklasik Baru (New Neoclassical Synthesis)
yang dikembangkan oleh Goodfriend dan King (1997) dan/atau Makroekonomika Konsensus
Baru (New Consensus Macroeconomics) (lihat misalnya: Arestis dan Sawyer, 2008), dan
kemudian diramu oleh Hubbard dkk (2012: Ch.9-13, 15), memungkinkan digunakannya
pendekatan IS-MP-MNKPC dalam menganalisis fenomena ekonomi di atas (lihat juga:
Insukindro, 2013).
48. Indonesian Economic Review and Outlook44
(resesi atau ekspansi ekonomi). Stimulus fiskal akan berpengaruh terhadap
kenaikan output (ekspansi), namun dapat mendorong inflasi. Pertanyaannya
haruskan suku bunga dinaikkan? Jawabannya ada dua. Pertama, suku bunga
dinaikkan dengan harapan inflasi turun², ataukah yang kedua, suku bunga
tidak dinaikkan dan output lebih meningkat (ekspansi ekonomi lebih lanjut)
tetapi dalam jangka pendek akan disertai kenaikan inflasi.
Kenaikan BBM dalam jangka pendek akan mendorong kenaikan biaya
produksi dan harga atau inflasi. Pertanyaannya adalah haruskan kenaikan
BBM ini disertai oleh kenaikan suku bunga oleh Bank Indonesia. Jawabannya
juga ada dua. Pertama, suku bunga dinaikkan dengan harapan inflasi turun,
tetapi terjadi kelesuan atau resesi ekonomi, dan kedua, suku bunga tidak
dinaikkan, tetapi kita terhindar dari resesi ekonomi walaupun dalam jangka
pendek terjadi kenaikan harga atau inflasi.
Dari dua contoh di atas, memang ada dua pilihan apakah kita mengikuti
aliran baku Neoklasik, yang nampaknya banyak diacu di Indonesia, ataukah
kita mengikuti ekonomika makro baru seperti MKB. Jika kita mengikuti
ekonomika makro baru, maka kita mempunyai pilihan-pilihan kebijakan dan
konsekuensi yang timbul serta kemungkinan kita terhindar dari sindrum
inflasi dan lebih pro kepada sektor riil atau penawaran agregat. Tentu saja,
koordinasi antara pemerintah, BI, OJK dll perlu dilakukan dan ditingkatkan,
walaupun semua orang telah mahfum bahwa koordinasi adalah barang
ekonomi yang mahal dan tidak mudah.
Studi yang dilakukan oleh Insukindro dan Makhfatih (2013) juga mendukung
perlunya koordinasi antara pemerintah dan BI dalam mengelola uang
beredar agar mampu menggariahkan pertumbuhan ekonomi, dan
koordinasi ini rasanya dapat dilakukan karena telah lahir UNKRI. Pemerintah
perlu memperbaiki tata kelola produksi dan pasar migas dan subsidi serta
pajak terkait. Pengeluaran pemerintah diharapkan tidak hanya mampu
meningkatkan permintaan agregat tetapi juga dapat mendorong ,
pen produksi atau penawaran agregat, sehingga sindrum suku ingkatan
bunga tinggi dan inflasi dapat dikurangi. Hal lain yang perlu dicermati adalah
² Kebijakan ini biasanya lebih banyak dipilih oleh ekonom yang percaya pada aliran Neoklasik yang
telah banyak mendapat kritikan (lihat misalnya: Blanchard dkk, 2010)
49. Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada 45
krisis luar negeri dan semakin terbukanya perekonomian Indonesia. Studi di
atas menunjukkan bagaimana pengaruh kedua besaran ini terhadap
perekonomian negara kita, dan diharapkan sampai akhir 2014 telah terjadi
pembalikan keadaan krisis di luar negeri (USA dan Eropa) ke arah
pertumbuhan ekonomi yang positif dan meningkat.
Yogyakarta, 24 Agustus 2014
Referensi
Arestis, P and M.C. Sawyer (2008), A Critical Reconsideration of Foundation
of Monetary Policy in the New Consensus Macroeconomics
Framework, Cambridge Journal of Economics, 31(5): 761-779.
Blanchard, O., G. Dell'Ariccia and P. Mauro (2010), Rethinking Macroeconomic
Policy, IMF Staff Position Note, SPN/10/03, February 12
Goodfriend, M. and R.G. King (1997), The New Neoclassical Synthesis and the
Role of Monetary Policy, NBER Macroeconomics Annual: 971-987.
Hubbard, R.G., A.P. O'Brien and M. Rafferty (2012), Macroeconomics,
Pearson Education, Inc.
Insukindro (2009), Bank Indonesia Masa Depan, Kompas, 22 Juli
Insukindro (2013), Makroekonomika Baru: Pendekatan IS-MP-MNKPC dan
Sintesa Neoklasik Baru, Materi Ceramah di PRES BI, 30-31 Juli
Insukindro dan A. Makhfatih (2013), Kajian Analisis Ekonomi dan
Pembiayaan Pembangunan, Laporan Akhir, Konsultan Tim Kajian
Staf Ahli Meneg PPN/Ketua Bappenas, Jakarta
50. Indonesian Economic Review and Outlook46
G. Economic Outlook
Stabilitas ekonomi Indonesia sosial, politik dan pasca pemilihan Presiden
dan Wakil Presiden secara umum terjaga dengan baik. Nilai rupiah, inflasi
dan indeks harga saham gabungan menyambut positip Presiden dan Wakil
Presiden terpilih. Diharapkan pemerintah baru akan membawa perbaikkan
dalam pengelolaan ekonomi sehingga Indonesia bisa semakin maju,
sejahtera dan adil. Namun demikian masalah, tantangan dan ancaman
menghantui pemerintah baru nanti. Indonesia berada pada tren
pertumbuhan ekonomi yang menurun sejak 2012 dan neraca perdagangan
barang defisit, demikian juga defisit transaksi berjalan yang meningkat.
Apalagi debt service ratio terus naik sehingga berada pada posisi 48% yang
sudah merupakan lampu merah bagi perekonomian suatu negara. Padahal
utang luar negeri swasta juga terus meningkat dengan utang jangka pendek
yang cukup signifikan jumlahnya. Padahal investasi portfolio asing masuk ke
pasar saham ataupun surat berharga negara juga semakin besar, yang bisa
keluar setiap saat. Apalagi Amerika Serikat yang ekonominya membaik
diperkirakan akan melakukan kebijakan ta ering off pada tahun 2015. p
Dengan demikian meskipun pertumbuhan negara-negara ASEAN mulai
menggeliat lagi, demikian juga India mulai meningkat pertumbuhan
ekonominya, namun ancaman masih menghantui. Sehingga jika tidak ada
perubahan dalam pengelolaan ekonomi Indonesia, tren pertumbuhan
ekonomi yang menurun akan berlanjut karena kualitas pembangunan
ekonomi Indonesia yang rendah seperti yang diramalkan oleh GAMA LEI.
Apalagi kebijakan fiskal yang diharapkan dapat menstimulus pertumbuhan
ekonomi sudah berat oleh anggaran subsidi energi.
Pemerintah baru yang dinakhodai oleh Jokowi dan JK diharapkan akan dapat
memperbaiki kualitas pertumbuhan ataupun pembangunan ekonomi.
Pemerintah diharapkan mampu meletakkan dasar-dasar perekonomian
yang sehat, kuat, dan berdaya saing tinggi. Untuk itu kebijakan fiskal
diharapkan bisa dijadikan sebagai isntrumen selain untuk menjalankan
fungsi alokasi, menjaga stabilitas ekonomi dan redistribusi juga dapat
berfungsi dalam menstimulus pembangunan ekonomi. Pemerintah baru
diharapkan punya keberanian untuk mengalihkan subsidi energi yang salah
sasaran kepada pembangunan manusia seperti pendidikan, kesehatan, dan
jaminan sosial lainnya, serta pembangunan infrastruktur seperti irigasi,
51. Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada 47
jalan, jalur kereta api, dan waduk yang dapat meningkatkan daya saing
Indonesia. Selain itu berbagai kebijakan yang dapat menggerakkan ekonomi
domestik serta mengurangi ketergantungan pada komoditas luar negeri
diperlukan agar Indonesia siap memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN
2015. Sehingga meskipun tren penurunan ekonomi masih berlangsung
namun jika pengelolaan ekonomi berubah pro manusia, pro daya saing dan
pro ekonomi domestik, serta pemerintah berani mengambil tindakan yang
diperlukan meskipun tidak populer untuk itu, diharapkan ada perbaikkan
pada perekonomian Indonesia. Sehingga tren penurunan pertumbuhan
ekonomi dapat dibalik menjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Semoga.
52. INDONESIAN ECONOMIC REVIEW AND OUTLOOK
TIM MACROECONOMIC DASHBOARD
MACROECONOMIC DASHBOARD
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Pertamina Tower Building Lt. 4 Ruang 4.1
Jl. Humaniora No. 1 Bulaksumur, Yogyakarta 55281
Telp: +62 274 548 517 ext 373
Email: iero@email.macroeconomicdashboard.com
Website: www.macroeconomicdashboard.com
Prof. Dr. Sri Adiningsih, M.Sc.
Head of Researcher
sadining@ugm.ac.id
+62 274 548 517 ext 373
Prof. Dr. Samsubar Saleh, M.Soc. Sc.
Senior Researcher
samsubar@ugm.ac.id
+62 274 548 517 ext 373
Rosa Kristiadi, M.Comm
Researcher
rosa.kristiadi@email.macroeconomicdashboard.com
+62 274 548 517 ext 373
Zira Brenda Wiranti, S.E.
Junior Researcher
zirabrenda@email.macroeconomicdashboard.com
+62 274 548 517 ext 373
Dyah Savitri Pritadrajati
Research Assistant
dyah.prita@email.macroeconomicdashboard.com
+62 274 548 517 ext 373
Dhian Karyantono
Research Assistant
dhian.k@email.macroeconomicdashboard.com
+62 274 548 517 ext 373
Prof. Dr. Tri Widodo, M.Ec.Dev.
Senior Researcher
triwidodo@feb.ugm.ac.id
+62 274 548 517 ext 373
Muhammad Ryan Sanjaya, MIntDevEc.
Researcher
m.ryan.sanjaya@ugm.ac.id
+62 274 548 517 ext 373
Galih Adhidharma, S.E.
Junior Researcher
galih@email.macroeconomicdashboard.com
+62 274 548 517 ext 373
Traheka Erdyas Bimanatya
Research Assistant
bimanatya@email.macroeconomicdashboard.com
+62 274 548 517 ext 373
Umi Fitria Ridya Rahmawaty
Research Assistant
umi.fitria@email.macroeconomicdashboard.com
+62 274 548 517 ext 373
Mohammad Rizki Hutomo
Research Assistant, Web Developer and Layout
hutomo.mr@email.macroeconomicdashboard.com
+62 274 548 517 ext 373