SlideShare a Scribd company logo
1 of 7
Download to read offline
Naskah Drama Malin Kundang
[PROLOG: dulu, hiduplah seorang wanita tua dengan anaknya yang bernama Malin.
Mereka hidup menderita dan bergantung pada hasil hutan.]
Ibu: "Malin, datang ke sini anak, membantu saya untuk membawa kayu bakar ini. "
Malin: "Ya ibu, tunggu sebentar." (Malin membantu ibunya)
Malin: "Ibu, berapa lama kita akan bertahan dengan kondisi ini? Saya ingin ada perubahan dalam
hidup kita."
Ibu: "Entahlah, Ibu tidak tahu Malin, kita harus bersabar dan jangan berhenti berdoa kepada
Allah. "
Malin: "Ibu, aku punya ide, biarkan aku pergi untuk mengubah keberuntungan saya? Siapa tahu
aku akan menjadi orang kaya."
Ibu: ...
[Malin dan ibunya kembali ke rumah, tapi ibunya hanya diam tentang ide. Setelah mereka
tiba di rumah.]
Malin: "Bu, bagaimana dengan ide saya?"
Ibu: "Saya pikir itu bukan ide yang baik anakku. Karena, jika kamu pergi, siapa yang akan
menjagaku di sini."
Malin: "Tapi Ibu, jika saya tidak mengubah peruntungan, bagaimana kita bisa bertahan? Saya
berjanji Ibu, jika bisa menjadi orang kaya, saya akan kembali. Tenang saja Ibu, saya akan
berbicara dengan Dayat, supaya menengok Ibu setiap hari hingga saya kembali ke rumah."
[Ibu Malin tidak bisa melarang apa Malin inginkan. Akhirnya, dia setuju dengan ide
Malin.]
Ibu: "Baiklah, jika itu memang keinginanmu, Malin! Tapi, kamu harus pegang janjimu untuk
kembali ke kampung ini."
[Malin pergi ke rumah Dayat untuk memintanya menjaga ibunya, hingga ia kembali dari
perantauan membawa uang yang banyak. Dayat merupakan sahabat Malin, yang selalu ke
mana-mana suka maupun duka.]
Dayat: "Kamu mau ke mana, Malin?"
Malin: "Besok, aku akan merantau untuk mengubah nasib."
Dayat: "Apa? Jika kamu pergi merantau, siapa yang akan menjaga Ibumu di sini?"
Malin: "Karena itu, aku mendatangimu. Aku ingin menjaga Ibuku—tengoklah ia setiap hari itu
sudah cukup baginya—hingga aku kembali.”
Dayat: "Oh, baiklah kalau begitu. Ingat pesanku untukmu, jangan lupakan kita yang ada di sini,
Malin."
[Keesokan harinya, Ibu Malin mengantarkan anaknya ke pelabuhan.]
Ibu: "Jaga dirimu baik-baik, Nak. Cepatlah pulang, setelah kamu sukses di rantau.”
Malin: "Ya Ibu, doakan saya supaya saya cepat mendapat rezeki yang banyak.”
Malin: “Dayat, tolong kamu jaga Ibu saya baik-baik. Terima kasih sebelumnya. Selamat
tinggal.”
Dayat: "Jangan khawatirkan soal itu, Malin. Saya berjanji akan merawat ibumu sepenuh jiwa
raga saya. Jaga dirimu baik-baik. "
Ibu: "Selamat jalan, Anakku."
Dayat: "Selamat jalan, Malin."
[Akhirnya, Malin memulai peruntungannya di perantauan. Ia pergi berlayar dengan
saudagar kaya. Di kapal, Kapten memberinya pekerjaan sebagai kru. Kapten memiliki
putri semata wayang, yang telah menjadi seorang anak gadis cantik. Nama anak gadis
Kapten adalah Ningrum. Ketika Malin melihatnya, ia jatuh hati. Hal ini memberikan
semangat kepada Malin untuk bekerja lebih giat lagi.]
Malin: (Berkata di dalam hati, saat melihat Ningrum mendatanginya) "Ningrum sangat cantik.
Aku menyukainya, dan harus menikahinya. Dengan begitu, jika sesuatu terjadi pada ayahnya,
warisannya akan jatuh ke tanganku, sehingga aku akan menjadi orang kaya.”
Ningrum: "Apakah kamu melihat ayahku?”
Malin: "Hmm, saya tidak melihatnya. Mungkin ia pergi ke dapur. Cobalah ke sana untuk
melihatnya."
Ningrum: "Oh, baiklah. Saya akan ke sana menemuinya."
Malin: [Tersenyum] "Ya, silakan Nona. Apakah perlu kuantar?”
Ningrum: [Hanya tersenyum, sambil berjalan meninggalkan Malin.]
[Sementara itu, di kampung halaman Malin, Ibu Malin sangat gelisah. Ia resah bagaimana
Malin menjalani kehidupannya di perantauan. Apakah Malin sehat? Apakah Malin bisa
menjaga dirinya baik-baik? Semua pertanyaan-pertanyaan khas orang tua yang khawatir
akan anaknya menggelayut menjadi beban pikiran Ibu Malin. Sementara itu, ia juga
khawatir Malin tidak pulang kembali ke kampung halamannya, dan melupakan dirinya.]
Ibu: "Dayat, saya rindu sekali dengan Malin. Kira-kira, kapankah ia kembali? Apakah ia baik-
baik saja saat ini?
Dayat: "Jangan takut, Ibu. Malin akan pulang. Ia telah berjanji. Sementara itu, biarkan saya
menjaga Ibu.”
Ibu: "Ya, terima kasih, Dayat. Entah, apa jadinya saya tanpa bantuanmu."
Dayat: “Jangan terlalu dipikirkan, Ibu.”
[Suatu hari, kapten memanggil Malin, karena ia akan menaikkan jabatan Malin atas
prestasi kerjanya selama ini. Dengan jabatan ini, dalam beberapa tahun, membuat Malin
menjadi orang kaya.]
Malin: "Sekarang, saya kaya raya. Saya dapat membeli semuanya dengan uang saya. Karena itu,
Ningrum harus menikah dengan saya.”
[Semakin hari, Ibu Malin semakin merindukan anaknya. Ketuaannya membuat ia lelah
menunggu Malin. Namun, Dayat selalu memberikan dukungan untuk Ibu Malin, bahwa
Malin yang akan datang kembali dan orang kaya.]
Dayat: "Jangan sedih, Ibu."
Ibu: "Saya lelah, Dayat. Saya lelah menunggu Malin. Kita tidak pernah mendapatkan berita dari
Malin sedikit pun.”
Dayat: "Saya percaya Ibu, bahwa Malin akan datang kembali dan menjadi orang kaya.”
Ibu: "Apakah kamu yakin, Dayat?"
Dayat: "Ya, Ibu. Jangan sedih lagi ibu."
[Setelah Malin telah menjadi orang kaya, Malin menikahi Ningrum. Mereka hidup
bahagia dan menjadi pasangan yang romantis.]
Malin: “Sayang, apa yang sedang kamu pikirkan?”
Ningrum: “Malin suamiku, kita kan sudah menikah. Bagaimana kalau kita berbulan madu?”
Malin: “Sepertinya, itu ide bagus, bagaimana kalau kita Pulau Dua Angsa?”
Ningrum: “Wah, pulau itu sangat bagus. Saya setuju.”
Malin: “Oke! Kalau begitu, kita ke sana besok.”
[Keesokan harinya, Malin serta istrinya berlayar ke Pulau Dua Angsa. Dalam
perjalanannya, mereka singgah ke kampung halaman Malin, untuk mengisi berbagai
perbekalan. Tapi, Malin tidak menemui Ibunya seperti yang telah dijanjikan. Ia hanya
berjalan-jalan di sekitar dermaga saja. Ketika itu, Dayat – sahabat Malin – melihatnya.]
Dayat: "Malin? Apakah dia Malin? Ya, seperti dia adalah Malin. Saya harus mengatakan itu
kepada Ibunya."
[Dayat pergi ke rumah Ibu Malin untuk mengabarkan kedatangan Malin. Ia sangat senang
mengetahui Malin datang ke kampung halamannya. Jika, Ibu Malin mengetahui berita ini,
tentu hatinya bahagia.]
Dayat: "Ibu... Ibu ..."
Ibu: "Ya, saya di sini, Dayat."
Dayat: "Ibu, Malin pulang. Ia ada di pelabuhan sekarang. Tampaknya, ia telah menjadi orang
kaya sekarang!"
Ibu: "Apa kamu yakin kalau yang kamu lihat adalah Malin?"
Dayat: "Ya, saya yakin Bu. Saya tidak mungkin bisa melupakan wajahnya. Saya masih ingat
wajah Malin."
Ibu: "Jika apa yang kamu lihat benar, ayo temani saya pergi ke sana."
[Dayat mendampingi Ibu Malin untuk menemui anaknya. Sesampainya di pelabuhan, Ibu
Malin memang melihat anaknya. Saking harunya, air mata keluar dari matanya. Ia
memanggil Malin dari kejauhan untuk kemudian mendekatinya.]
Ibu: "Malin, Malin, anakku! Malin …"
Ningrum: "Siapa itu wanita tua, Suamiku?"
[Malin tidak menjawab pertanyaan Ningrum, karena tenggorokannya tercekat tidak bisa
menjawab pertanyaannya dari istrinya.]
Ningrum: "Siapa dia, Suamiku?"
Ibu: “Malin, siapa ia? Apakah ia Istrimu? Ia sungguh wanita yang sangat cantik.“ [Ibu Malin
membuka tangannya untuk memeluk menantunya.]
Ningrum: [Tapi, Ningrum menepis pelukan itu.] "Issh, jangan sentuh aku!"
Malin: "Jangan kamu menyentuhnya! Dasar wanita kotor! Kulitmu bisa mengotori kulitnya!"
Ningrum: "Siapa wanita tua ini, Malin? Benarkah ia Ibumu? Uh, ia benar-benar sangat kotor."
Malin: "Saya tidak tahu. Saya tidak mengenal wanita ini. "
Ibu: "Malin, anakku. Kenapa kamu ini, Nak? Apa salah Ibu? Aku ini Ibumu. Ibumu. Kamu telah
berjanji untuk kembali ke kampung ini untuk menemuiku, jika kamu sudah kaya. Sekarang kamu
sudah kaya, dan bukankah kedatanganmu ke sini untuk menemuiku?”
Malin: "Cih, Ibuku? Mengaku-ngaku saja kamu sebagai Ibu? Saya tidak mengenal kamu. Jika
saya kaya, tentu Ibu saya juga kaya. Tidak sepertimu, kotor dan bau!”
Ibu: "MALIN!!!” [Ibu Malin berkata keras.]
Ibu: “Saya Ibumu—ibu yang telah melahirkanmu! Saya bisa mengatakan fakta tentang dirimu."
Ningrum: "Pergi saja kamu, wanita tua."
Ibu: "Malin ... Malin ..."
Malin: "Pergi. Pergilah sekarang, kamu!"
Dayat: "MALIN! Lupakah kamu terhadap Ibumu? Lupakah kamu terhadap saya—sahabat
baikmu? Ini Ibumu, Malin. Ibumu."
Malin: "Tidak, saya tidak lupa. Saya benar-benar tidak mengenal kamu dan wanita tua itu.
Seingat saya, saya tidak pernah memiliki sahabat sepertimu."
Dayat: "Jahat, kamu! Celakalah kamu, Malin."
Ibu: "Ingat saya, Nak? Saya adalah ibumu."
Dayat: "Tolong, ingat ibumu, Malin. Ia selalu menunggumu kembali ke kampung halamanmu.
Ingatlah janjimu, Malin."
[Malin tidak peduli. Ia menyeret Ibunya dengan kasar, hingga wanita tua itu jatuh
tersungkur.]
Malin: Jangan panggil aku sebagai anakmu, wanita kotor! Ayo, Ningrum, kita harus pergi
secepatnya dari tempat ini sebelum wanita ini mengotori wajah kita."
Ningrum: "Ya, Suamiku."
[Setelah mendorong paksa Ibunya pergi, Malin kembali ke kapalnya. Sementara Ibunya,
masih berteriak memanggil-manggil namanya.]
Ibu: “Malin ... Malin ... Jangan biarkan Ibumu Malin!!!“
[Hilang sudah kesabaran Ibu Malin melihat tingkah anaknya. Lalu, dengan kesal ia mengucap
asal kalimat “jadilah batu!”. Kata-kata seorang Ibu yang sedang marah menjadi doa yang
didengar oleh Tuhan.]
Ibu: “Ya Tuhan, kenapa anakku seperti itu? Apa salahku? Apa dosaku? Ia sama sekali
melupakanku. Saya tidak terima perlakuan itu darinya. Sekarang hilang sudah kesabaranku. Aku
mengutuknya: Jadilah batu!!!”
[Setelah itu, tiba-tiba datanglah badai menghancurkan Kapal Malin, petir menyambar
tubuhnya. Dan ...]
Malin: “Apa yang terjadi? Tubuh saya tidak bisa digerakkan! Maafkan saya, Ibu. Maafkan saya
...!”
Ningrum: “Apa yang terjadi? Apa yang terjadimu, Malin? Kamu kenapa?”
[EPILOG: Malin pun berubah menjadi batu, ketika ia meminta ampun kepada Ibunya.
Kapal, kru serta istrinya tenggelam ke dasar laut. Itulah hasil jika kita memberontak
kepada orang tua kami terutama untuk ibu kita.]

More Related Content

Viewers also liked

Naskah drama sederhana cinderella
Naskah drama sederhana cinderellaNaskah drama sederhana cinderella
Naskah drama sederhana cinderellaHarfitrah
 
Batu menangis English Version
Batu menangis English VersionBatu menangis English Version
Batu menangis English VersionParanody
 
Menyimpulkan Isi Berita
Menyimpulkan Isi BeritaMenyimpulkan Isi Berita
Menyimpulkan Isi Beritaoktaviadevila
 
Legenda telaga warna
Legenda telaga warnaLegenda telaga warna
Legenda telaga warnaIndriyy
 
Naskah drama perpecahan 3 sahabat
Naskah drama perpecahan 3 sahabatNaskah drama perpecahan 3 sahabat
Naskah drama perpecahan 3 sahabatagung hanafi
 
Kisah Nyata Pengorbanan dan Cinta Seorang Ibu
Kisah Nyata Pengorbanan dan Cinta Seorang IbuKisah Nyata Pengorbanan dan Cinta Seorang Ibu
Kisah Nyata Pengorbanan dan Cinta Seorang IbuBambang Dhoni
 
Slide Drama Malin kundang
Slide Drama Malin kundangSlide Drama Malin kundang
Slide Drama Malin kundangKhoirun Nif'an
 
Malin Kundang
Malin KundangMalin Kundang
Malin Kundangxxxiant
 
Penerapan fungsi manajemen dalam kegiatan sekolah
Penerapan fungsi manajemen dalam kegiatan sekolahPenerapan fungsi manajemen dalam kegiatan sekolah
Penerapan fungsi manajemen dalam kegiatan sekolahMaulariz Kun
 
Naskah drama 5 orang tentang persahabatan
Naskah drama 5 orang tentang persahabatanNaskah drama 5 orang tentang persahabatan
Naskah drama 5 orang tentang persahabatanagung hanafi
 
Takabur (teks drama agama islam)
Takabur (teks drama agama islam)Takabur (teks drama agama islam)
Takabur (teks drama agama islam)Azizahluthfi
 

Viewers also liked (18)

Naskah drama sederhana cinderella
Naskah drama sederhana cinderellaNaskah drama sederhana cinderella
Naskah drama sederhana cinderella
 
Naskah drama 5 orang tema persahabatan
Naskah drama 5 orang tema persahabatanNaskah drama 5 orang tema persahabatan
Naskah drama 5 orang tema persahabatan
 
Batu menangis English Version
Batu menangis English VersionBatu menangis English Version
Batu menangis English Version
 
Menyimpulkan Isi Berita
Menyimpulkan Isi BeritaMenyimpulkan Isi Berita
Menyimpulkan Isi Berita
 
Kelompok 4
Kelompok 4Kelompok 4
Kelompok 4
 
Pengorbanan orangtua untuk anak
Pengorbanan orangtua untuk anakPengorbanan orangtua untuk anak
Pengorbanan orangtua untuk anak
 
Drama 3 orang persahabatan
Drama 3 orang persahabatanDrama 3 orang persahabatan
Drama 3 orang persahabatan
 
Legenda telaga warna
Legenda telaga warnaLegenda telaga warna
Legenda telaga warna
 
Naskah drama perpecahan 3 sahabat
Naskah drama perpecahan 3 sahabatNaskah drama perpecahan 3 sahabat
Naskah drama perpecahan 3 sahabat
 
Kisah Nyata Pengorbanan dan Cinta Seorang Ibu
Kisah Nyata Pengorbanan dan Cinta Seorang IbuKisah Nyata Pengorbanan dan Cinta Seorang Ibu
Kisah Nyata Pengorbanan dan Cinta Seorang Ibu
 
Narrative text
Narrative textNarrative text
Narrative text
 
Slide Drama Malin kundang
Slide Drama Malin kundangSlide Drama Malin kundang
Slide Drama Malin kundang
 
Naskah drama
Naskah dramaNaskah drama
Naskah drama
 
Malin Kundang
Malin KundangMalin Kundang
Malin Kundang
 
Drama (b.indonesia)
Drama (b.indonesia)Drama (b.indonesia)
Drama (b.indonesia)
 
Penerapan fungsi manajemen dalam kegiatan sekolah
Penerapan fungsi manajemen dalam kegiatan sekolahPenerapan fungsi manajemen dalam kegiatan sekolah
Penerapan fungsi manajemen dalam kegiatan sekolah
 
Naskah drama 5 orang tentang persahabatan
Naskah drama 5 orang tentang persahabatanNaskah drama 5 orang tentang persahabatan
Naskah drama 5 orang tentang persahabatan
 
Takabur (teks drama agama islam)
Takabur (teks drama agama islam)Takabur (teks drama agama islam)
Takabur (teks drama agama islam)
 

More from Operator Warnet Vast Raha

Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiOperator Warnet Vast Raha
 

More from Operator Warnet Vast Raha (20)

Stiker kk bondan
Stiker kk bondanStiker kk bondan
Stiker kk bondan
 
Proposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bolaProposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bola
 
Surat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehatSurat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehat
 
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajarSurat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
 
Halaman sampul target
Halaman sampul targetHalaman sampul target
Halaman sampul target
 
Makalah seni kriya korea
Makalah seni kriya koreaMakalah seni kriya korea
Makalah seni kriya korea
 
Makalah makromolekul
Makalah makromolekulMakalah makromolekul
Makalah makromolekul
 
126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul
 
Kafer akbid paramata
Kafer akbid paramataKafer akbid paramata
Kafer akbid paramata
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Mata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budayaMata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budaya
 
Lingkungan hidup
Lingkungan hidupLingkungan hidup
Lingkungan hidup
 
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
 
Odher scout community
Odher scout communityOdher scout community
Odher scout community
 
Surat izin keramaian
Surat izin keramaianSurat izin keramaian
Surat izin keramaian
 
Makalah keganasan
Makalah keganasanMakalah keganasan
Makalah keganasan
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Makalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetikaMakalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetika
 
Undangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepaUndangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepa
 
Bukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajakBukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajak
 

Naskah drama malin kundang

  • 1. Naskah Drama Malin Kundang [PROLOG: dulu, hiduplah seorang wanita tua dengan anaknya yang bernama Malin. Mereka hidup menderita dan bergantung pada hasil hutan.] Ibu: "Malin, datang ke sini anak, membantu saya untuk membawa kayu bakar ini. " Malin: "Ya ibu, tunggu sebentar." (Malin membantu ibunya) Malin: "Ibu, berapa lama kita akan bertahan dengan kondisi ini? Saya ingin ada perubahan dalam hidup kita." Ibu: "Entahlah, Ibu tidak tahu Malin, kita harus bersabar dan jangan berhenti berdoa kepada Allah. " Malin: "Ibu, aku punya ide, biarkan aku pergi untuk mengubah keberuntungan saya? Siapa tahu aku akan menjadi orang kaya." Ibu: ... [Malin dan ibunya kembali ke rumah, tapi ibunya hanya diam tentang ide. Setelah mereka tiba di rumah.] Malin: "Bu, bagaimana dengan ide saya?" Ibu: "Saya pikir itu bukan ide yang baik anakku. Karena, jika kamu pergi, siapa yang akan menjagaku di sini." Malin: "Tapi Ibu, jika saya tidak mengubah peruntungan, bagaimana kita bisa bertahan? Saya berjanji Ibu, jika bisa menjadi orang kaya, saya akan kembali. Tenang saja Ibu, saya akan berbicara dengan Dayat, supaya menengok Ibu setiap hari hingga saya kembali ke rumah." [Ibu Malin tidak bisa melarang apa Malin inginkan. Akhirnya, dia setuju dengan ide Malin.] Ibu: "Baiklah, jika itu memang keinginanmu, Malin! Tapi, kamu harus pegang janjimu untuk kembali ke kampung ini." [Malin pergi ke rumah Dayat untuk memintanya menjaga ibunya, hingga ia kembali dari perantauan membawa uang yang banyak. Dayat merupakan sahabat Malin, yang selalu ke
  • 2. mana-mana suka maupun duka.] Dayat: "Kamu mau ke mana, Malin?" Malin: "Besok, aku akan merantau untuk mengubah nasib." Dayat: "Apa? Jika kamu pergi merantau, siapa yang akan menjaga Ibumu di sini?" Malin: "Karena itu, aku mendatangimu. Aku ingin menjaga Ibuku—tengoklah ia setiap hari itu sudah cukup baginya—hingga aku kembali.” Dayat: "Oh, baiklah kalau begitu. Ingat pesanku untukmu, jangan lupakan kita yang ada di sini, Malin." [Keesokan harinya, Ibu Malin mengantarkan anaknya ke pelabuhan.] Ibu: "Jaga dirimu baik-baik, Nak. Cepatlah pulang, setelah kamu sukses di rantau.” Malin: "Ya Ibu, doakan saya supaya saya cepat mendapat rezeki yang banyak.” Malin: “Dayat, tolong kamu jaga Ibu saya baik-baik. Terima kasih sebelumnya. Selamat tinggal.” Dayat: "Jangan khawatirkan soal itu, Malin. Saya berjanji akan merawat ibumu sepenuh jiwa raga saya. Jaga dirimu baik-baik. " Ibu: "Selamat jalan, Anakku." Dayat: "Selamat jalan, Malin." [Akhirnya, Malin memulai peruntungannya di perantauan. Ia pergi berlayar dengan saudagar kaya. Di kapal, Kapten memberinya pekerjaan sebagai kru. Kapten memiliki putri semata wayang, yang telah menjadi seorang anak gadis cantik. Nama anak gadis Kapten adalah Ningrum. Ketika Malin melihatnya, ia jatuh hati. Hal ini memberikan semangat kepada Malin untuk bekerja lebih giat lagi.] Malin: (Berkata di dalam hati, saat melihat Ningrum mendatanginya) "Ningrum sangat cantik. Aku menyukainya, dan harus menikahinya. Dengan begitu, jika sesuatu terjadi pada ayahnya, warisannya akan jatuh ke tanganku, sehingga aku akan menjadi orang kaya.”
  • 3. Ningrum: "Apakah kamu melihat ayahku?” Malin: "Hmm, saya tidak melihatnya. Mungkin ia pergi ke dapur. Cobalah ke sana untuk melihatnya." Ningrum: "Oh, baiklah. Saya akan ke sana menemuinya." Malin: [Tersenyum] "Ya, silakan Nona. Apakah perlu kuantar?” Ningrum: [Hanya tersenyum, sambil berjalan meninggalkan Malin.] [Sementara itu, di kampung halaman Malin, Ibu Malin sangat gelisah. Ia resah bagaimana Malin menjalani kehidupannya di perantauan. Apakah Malin sehat? Apakah Malin bisa menjaga dirinya baik-baik? Semua pertanyaan-pertanyaan khas orang tua yang khawatir akan anaknya menggelayut menjadi beban pikiran Ibu Malin. Sementara itu, ia juga khawatir Malin tidak pulang kembali ke kampung halamannya, dan melupakan dirinya.] Ibu: "Dayat, saya rindu sekali dengan Malin. Kira-kira, kapankah ia kembali? Apakah ia baik- baik saja saat ini? Dayat: "Jangan takut, Ibu. Malin akan pulang. Ia telah berjanji. Sementara itu, biarkan saya menjaga Ibu.” Ibu: "Ya, terima kasih, Dayat. Entah, apa jadinya saya tanpa bantuanmu." Dayat: “Jangan terlalu dipikirkan, Ibu.” [Suatu hari, kapten memanggil Malin, karena ia akan menaikkan jabatan Malin atas prestasi kerjanya selama ini. Dengan jabatan ini, dalam beberapa tahun, membuat Malin menjadi orang kaya.] Malin: "Sekarang, saya kaya raya. Saya dapat membeli semuanya dengan uang saya. Karena itu, Ningrum harus menikah dengan saya.” [Semakin hari, Ibu Malin semakin merindukan anaknya. Ketuaannya membuat ia lelah menunggu Malin. Namun, Dayat selalu memberikan dukungan untuk Ibu Malin, bahwa Malin yang akan datang kembali dan orang kaya.] Dayat: "Jangan sedih, Ibu."
  • 4. Ibu: "Saya lelah, Dayat. Saya lelah menunggu Malin. Kita tidak pernah mendapatkan berita dari Malin sedikit pun.” Dayat: "Saya percaya Ibu, bahwa Malin akan datang kembali dan menjadi orang kaya.” Ibu: "Apakah kamu yakin, Dayat?" Dayat: "Ya, Ibu. Jangan sedih lagi ibu." [Setelah Malin telah menjadi orang kaya, Malin menikahi Ningrum. Mereka hidup bahagia dan menjadi pasangan yang romantis.] Malin: “Sayang, apa yang sedang kamu pikirkan?” Ningrum: “Malin suamiku, kita kan sudah menikah. Bagaimana kalau kita berbulan madu?” Malin: “Sepertinya, itu ide bagus, bagaimana kalau kita Pulau Dua Angsa?” Ningrum: “Wah, pulau itu sangat bagus. Saya setuju.” Malin: “Oke! Kalau begitu, kita ke sana besok.” [Keesokan harinya, Malin serta istrinya berlayar ke Pulau Dua Angsa. Dalam perjalanannya, mereka singgah ke kampung halaman Malin, untuk mengisi berbagai perbekalan. Tapi, Malin tidak menemui Ibunya seperti yang telah dijanjikan. Ia hanya berjalan-jalan di sekitar dermaga saja. Ketika itu, Dayat – sahabat Malin – melihatnya.] Dayat: "Malin? Apakah dia Malin? Ya, seperti dia adalah Malin. Saya harus mengatakan itu kepada Ibunya." [Dayat pergi ke rumah Ibu Malin untuk mengabarkan kedatangan Malin. Ia sangat senang mengetahui Malin datang ke kampung halamannya. Jika, Ibu Malin mengetahui berita ini, tentu hatinya bahagia.] Dayat: "Ibu... Ibu ..." Ibu: "Ya, saya di sini, Dayat." Dayat: "Ibu, Malin pulang. Ia ada di pelabuhan sekarang. Tampaknya, ia telah menjadi orang kaya sekarang!"
  • 5. Ibu: "Apa kamu yakin kalau yang kamu lihat adalah Malin?" Dayat: "Ya, saya yakin Bu. Saya tidak mungkin bisa melupakan wajahnya. Saya masih ingat wajah Malin." Ibu: "Jika apa yang kamu lihat benar, ayo temani saya pergi ke sana." [Dayat mendampingi Ibu Malin untuk menemui anaknya. Sesampainya di pelabuhan, Ibu Malin memang melihat anaknya. Saking harunya, air mata keluar dari matanya. Ia memanggil Malin dari kejauhan untuk kemudian mendekatinya.] Ibu: "Malin, Malin, anakku! Malin …" Ningrum: "Siapa itu wanita tua, Suamiku?" [Malin tidak menjawab pertanyaan Ningrum, karena tenggorokannya tercekat tidak bisa menjawab pertanyaannya dari istrinya.] Ningrum: "Siapa dia, Suamiku?" Ibu: “Malin, siapa ia? Apakah ia Istrimu? Ia sungguh wanita yang sangat cantik.“ [Ibu Malin membuka tangannya untuk memeluk menantunya.] Ningrum: [Tapi, Ningrum menepis pelukan itu.] "Issh, jangan sentuh aku!" Malin: "Jangan kamu menyentuhnya! Dasar wanita kotor! Kulitmu bisa mengotori kulitnya!" Ningrum: "Siapa wanita tua ini, Malin? Benarkah ia Ibumu? Uh, ia benar-benar sangat kotor." Malin: "Saya tidak tahu. Saya tidak mengenal wanita ini. " Ibu: "Malin, anakku. Kenapa kamu ini, Nak? Apa salah Ibu? Aku ini Ibumu. Ibumu. Kamu telah berjanji untuk kembali ke kampung ini untuk menemuiku, jika kamu sudah kaya. Sekarang kamu sudah kaya, dan bukankah kedatanganmu ke sini untuk menemuiku?” Malin: "Cih, Ibuku? Mengaku-ngaku saja kamu sebagai Ibu? Saya tidak mengenal kamu. Jika saya kaya, tentu Ibu saya juga kaya. Tidak sepertimu, kotor dan bau!” Ibu: "MALIN!!!” [Ibu Malin berkata keras.]
  • 6. Ibu: “Saya Ibumu—ibu yang telah melahirkanmu! Saya bisa mengatakan fakta tentang dirimu." Ningrum: "Pergi saja kamu, wanita tua." Ibu: "Malin ... Malin ..." Malin: "Pergi. Pergilah sekarang, kamu!" Dayat: "MALIN! Lupakah kamu terhadap Ibumu? Lupakah kamu terhadap saya—sahabat baikmu? Ini Ibumu, Malin. Ibumu." Malin: "Tidak, saya tidak lupa. Saya benar-benar tidak mengenal kamu dan wanita tua itu. Seingat saya, saya tidak pernah memiliki sahabat sepertimu." Dayat: "Jahat, kamu! Celakalah kamu, Malin." Ibu: "Ingat saya, Nak? Saya adalah ibumu." Dayat: "Tolong, ingat ibumu, Malin. Ia selalu menunggumu kembali ke kampung halamanmu. Ingatlah janjimu, Malin." [Malin tidak peduli. Ia menyeret Ibunya dengan kasar, hingga wanita tua itu jatuh tersungkur.] Malin: Jangan panggil aku sebagai anakmu, wanita kotor! Ayo, Ningrum, kita harus pergi secepatnya dari tempat ini sebelum wanita ini mengotori wajah kita." Ningrum: "Ya, Suamiku." [Setelah mendorong paksa Ibunya pergi, Malin kembali ke kapalnya. Sementara Ibunya, masih berteriak memanggil-manggil namanya.] Ibu: “Malin ... Malin ... Jangan biarkan Ibumu Malin!!!“ [Hilang sudah kesabaran Ibu Malin melihat tingkah anaknya. Lalu, dengan kesal ia mengucap asal kalimat “jadilah batu!”. Kata-kata seorang Ibu yang sedang marah menjadi doa yang didengar oleh Tuhan.] Ibu: “Ya Tuhan, kenapa anakku seperti itu? Apa salahku? Apa dosaku? Ia sama sekali
  • 7. melupakanku. Saya tidak terima perlakuan itu darinya. Sekarang hilang sudah kesabaranku. Aku mengutuknya: Jadilah batu!!!” [Setelah itu, tiba-tiba datanglah badai menghancurkan Kapal Malin, petir menyambar tubuhnya. Dan ...] Malin: “Apa yang terjadi? Tubuh saya tidak bisa digerakkan! Maafkan saya, Ibu. Maafkan saya ...!” Ningrum: “Apa yang terjadi? Apa yang terjadimu, Malin? Kamu kenapa?” [EPILOG: Malin pun berubah menjadi batu, ketika ia meminta ampun kepada Ibunya. Kapal, kru serta istrinya tenggelam ke dasar laut. Itulah hasil jika kita memberontak kepada orang tua kami terutama untuk ibu kita.]