SlideShare a Scribd company logo
1 of 20
Oleh Kelompok II
Emma Aidha Yasmine (09) XI MIA F
Frisardanda Dewa Sukarno (10) XI MIA F
Hedi Hardian Hamzah (12) XI MIA F
Indria Dewi Ayu (13) XI MIA F
Muhammad Avianda Robby (17) XI MIA F
Muhammad Bima Mahendra (18) XI MIA F
Shafira Hany Maris (27) XI MIA F
Yuni Artika Rahayu (30) XI MIA F
PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO
DINAS PENDIDIKAN
SMA NEGERI 1 PROBOLINGGO
Jl. Soekarno Hatta 137 Probolinggo Telp./ Fax. (0335) 421566
Website: http://sman1-prob.sch.id e-mail:
sman1.prob@yahoo.co.id
Memahami Pelaksanaan
Pasal-Pasal yang Mengatur
Tentang Keuangan BPK dan
Kekuasaan Kehakiman
(Tugas Kelompok – PPKn)
2015-2016
Memahami Pelaksanaan Pasal-Pasal yang Mengatur Tentang
Keuangan BPK dan Kekuasaan Kehakiman
1.1 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
A. Analisis Pasal 23 UUD 1945
Sebelum diubah, Bab tentang Hal Keuangan terdiri atas satu pasal yakni Pasal
23. Setelah diubah, Bab tentang Hal Keuangan menjadi delapan pasal, yakni Pasal 23,
Pasal 23A, Pasal 23B, Pasal 23C, Pasal 23D, Pasal Pasal 23E, Pasal 23F, dan Pasal
23G. Ketentuan Pasal 23, Pasal 23A, Pasal 23C, Pasal 23E, Pasal 23F, dan Pasal 23G
diputuskan pada Perubahan Ketiga (tahun 2001).
Bab tentang Badan Pemeriksa Keuangan adalah bab baru dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebelumnya Badan Pemeriksa
Keuangan diatur dalam satu ayat, yakni dalam ayat (5) Pasal 23 Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Setelah perubahan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi tiga pasal, yaitu Pasal 23E,
Pasal 23F, dan Pasal 23G. Rumusannya sebagai berikut :
Rumusan perubahan:
BAB VIIIA
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
Pasal 23E
(1) Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan
negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan
mandiri.
(2) Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwa-kilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya.
(3) Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan
dan/atau badan sesuai dengan undang-undang.
Pasal 23F
(1) Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan
Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan
Daerah dan diresmikan oleh Presiden.
(2) Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan oleh anggota.
Pasal 23G
(1) Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibu kota negara, dan
memiliki perwakilan di setiap provinsi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa Keuangan diatur
dengan undang-undang.
Dipisahkannya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam bab tersendiri (Bab
VIIIA), yang sebelumnya merupakan bagian dari Bab VIII tentang Hal Keuangan
dimaksudkan untuk memberikan dasar hukum yang kuat serta pengaturan rinci
mengenai BPK yang bebas dan mandiri serta sebagai lembaga negara yang berfungsi
memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Dalam rangka
memperkuat kedudukan, kewenangan, dan independensinya sebagai lembaga negara,
anggotanya dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD.
Dalam kedudukannya sebagai eksternal auditor pemerintah yang memeriksa
keuangan negara dan APBD, serta untuk dapat menjangkau pemeriksaan di daerah,
BPK membuka kantor perwakilan di setiap provinsi.
B. Tugas-Tugas Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Tugas dan wewenang Badan Pengawas Keuangan disebutkan dalam UU
Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2006 secara terpisah, yaitu pada BAB III bagian
kesatu dan kedua. Tugas BPK menurut UU tersebut masuk dalam bagian kesatu,
isinya antara lain adalah sebagai berikut :
(1) Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan yang dilakukan oleh
BPK terbatas pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Bank Indonesia,
Lembaga Negara lainnya, BUMN, Badan Layanan Umum, BUMD, dan semua
lembaga lainnya yang mengelola keuangan negara.
(2) Pelaksanaan pemeriksaan BPK tersebut dilakukan atas dasar undang-undang
tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
(3) Pemeriksaan yang dilakukan BPK mencakup pemeriksaan kinerja, keuangan,
dan pemeriksaan dengan adanya maksud tertentu.
(4) Hasil pemeriksaan yang telah dilakukan oleh BPK harus dibahas sesuai dengan
standar pemeriksaan keuangan negara yang berlaku.
(5) Hasil pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
diserahkan kepada DPD, DPR, dan DPRD. Dan juga menyerahkan hasil
pemeriksaan secara tertulis kepada Presiden, Gubernur, dan Bupati/Walikota.
(6) Jika terbukti adanya tindakan pidana, maka BPK wajib melapor pada instansi
yang berwenang paling lambat 1 bulan sejak diketahui adanya tindakan pidana
tersebut.
C. Wewenang-Wewenang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Tugas dan wewenang Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan UU Republik
Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 BAB III bagian kedua diantaranya adalah sebagai
berikut :
(1) Dalam menjalankan tugasnya, BPK memiliki wewenang untuk menentukan
objek pemeriksaan, merencanakan serta melaksanakan pemeriksaan.
Penentuan waktu dan metode pemeriksaan serta menyusun maupun
menyajikan laporan juga menjadi wewenang dari BPK tersebut.
(2) Semua data, informasi, berkas dan semua hal yang berkaitan dengan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara hanya bersifat sebagai alat
untuk bahan pemeriksaan.
(3) BPK juga berwenang dalam memberikan pendapat kepada DPR, DPD, DPRD,
dan semua lembaga keuangan negara lain yang diperlukan untuk menunjang
sifat pekerjaan BPK.
(4) BPK berwenang memberi nasihat/pendapat berkaitan dengan pertimbangan
penyelesaian masalah kerugian negara.
D. Hubungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan Lembaga Lain
(1) BPK dengan DPR dan DPD
BPK merupakan lembaga yang bebas dan mandiri untuk memeriksa
pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara dan hasil
pemeriksaan tersebut diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD. dengan
pengaturan BPK dalam UUD, terdapat perkembangan yaitu menyangkut
perubahan bentuk organisasinya secara struktural dan perluasan jangkauan
tugas pemeriksaan secara fungsional. Karena saat ini pemeriksaan BPK juga
terhadap pelaksanaan APBN di daerah-daerah dan harus menyerahkan hasilnya
itu selain DPR juga pada DPD dan DPRD.
Selain dalam kerangka pemeriksaan APBN, hubungan BPK dengan DPR
dan DPD adalah dalam hal proses pemilihan anggota BPK.
Menurut UU No. 15 Tahun 2004, BPK wajib menyerahkan laporan
pemeriksaan-nya kepada Lembaga Perwakilan Rakyat (DPR, DPD dan
DPRD). Segera setelah diserahkannya kepada Lembaga-Lembaga Perwakilan
Rakyat itu, BPK wajib untuk memuatnya dalam website-nya agar dapat di
akses oleh masyarakat luas. Hal-hal yang mengandung unsur pidana dilaporkan
oleh BPK kepada penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan dan KPK-Komisi
Pemberantasan Korupsi). Pada gilirannya, Pemerintah, Lembaga-Lembaga
Perwakilan dan para penegak hukum tersebut menindaklanjuti temuan
pemeriksaan serta rekomendasi BPK. Sebagai lembaga legislatif yang memiliki
hak bujet, DPR dan DPRD dapat menerbitkan Undang-Undang dan mendesak
Pemerintah untuk memperbaiki sistem pengelolaan uang serta asetnya.
Lembaga Perwakilan Rakyat juga dapat meneruskan kasus tindakan kriminal
untuk diusut lebih lanjut oleh penegak hukum.
Hubungan kerja BPK dengan DPR, baik yang menyangkut hasil temuan
maupun tentang tindak lanjut hasil pemeriksaan. Dalam UUD 45 Pasal 23 E
ayat (2) menegaskan bahwa hasil pemeriksaan BPK disampaikan kepada DPR,
DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya. Pasal 23E ayat(3) berbunyi :
hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau
badan sesuai dengan undang-undang . Jadi UUD45 menegaskan bahwa yang
“utama” menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK itu adalah “lembaga
perwakilan”, baru badan ( lain ) sesuai undang-undang . Termasuk Presiden,
Gubernur, Bupati/Walikota, serta “penegak hukum” untuk hasil pemeriksaan
yang mengandung “unsur pidana”, sebagaimana yang diatur melalui UU No.15
Tahun 2004 serta UU No.15 Tahun 2006 . Tentang hasil pemeriksaan BPK dan
tindak lanjutnya antara lain diatur melalui Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal
20, dan Pasal 21 UU No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggungjawab Keuangan Negara, khususnya yang menyangkut “lembaga
perwakilan”. Bagaimana tatacaranya diatur melalui kesepakatan antara BPK
dengan “lembaga perwakilan”.
E. Tata Cara Penunjukkan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua BPK RI dilakukan untuk memenuhi Pasal 4
ayat (2) dan Pasal 15 UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
Pasal 4 ayat (2) menyebutkan bahwa Susunan BPK terdiri atas seorang Ketua
merangkap anggota, seorang Wakil Ketua merangkap Anggota, dan 7 (tujuh) orang
anggota.
Pasal 15 menyebutkan:
(1) Pimpinan BPK terdiri atas seorang ketua dan seorang wakil ketua.
(2) Ketua dan Wakil Ketua BPK dipilih dari dan oleh Anggota BPK dalam sidang
Anggota BPK dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak
tanggal diresmikannya keanggotaan BPK oleh Presiden.
(3) Sidang Anggota BPK untuk pemilihan pimpinan BPK sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dipimpin oleh Anggota BPK tertua.
(4) Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
ayat (3) dilakukan secara musyawarah untuk mencapai mufakat, dan apabila
mufakat tidak dicapai, pemilihan dilakukan dengan cara pemungutan suara.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan Ketua dan Wakil Ketua
serta pembagian tugas dan wewenang Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota BPK
diatur dengan peraturan BPK.
1.2 Kekuasaan Kehakiman
A. Analisis Pasal 24 UUD 1945
Menyadari bahwa untuk memastikan terwujudnya kekuasaan kehakiman yang
merdeka diperlukan jaminan yang tegas dalam konstitusi, langkah besar yang
dihasilkan dalam amandemen UUD 1945 tidak hanya menyebutkan secara eksplisit
kekuasaan kehakiman yang merdeka. Pasal 24 Ayat (1) UUD 1945 menegaskan,
kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Tidak hanya itu, Pasal 24 Ayat (2)
UUD 1945 mengamanatkan bahwa kekuasaan kehakiman tidak hanya dilakukan oleh
sebuah Mahkamah Agung tetapi juga oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Bahkan bagi
seorang hakim, Pasal 24A Ayat (2) UUD 1945 secara eksplisit menentukan, hakim
agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional,
dan berpengalaman di bidang hukum. Khusus untuk menjaga kemandirian dan
integritas hakim, amandemen UUD 1945 juga memunculkan sebuah lembaga baru,
yaitu Komisi Yudisial.
B. Tugas-Tugas Mahkamah Agung (MA)
(1) Fungsi Peradilan
a) Sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, Mahkamah Agung merupakan
pengadilan kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan
hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali menjaga agar semua
hukum dan undang-undang diseluruh wilayah negara RI diterapkan secara
adil, tepat dan benar.
b) Disamping tugasnya sebagai Pengadilan Kasasi, Mahkamah Agung
berwenang memeriksa dan memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir
 Semua sengketa tentang kewenangan mengadili.
 Permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap (pasal 28, 29,30,33 dan 34 undang-
undang mahkamah agung no. 14 tahun 1985).
 Semua sengketa yang timbul karena perampasan kapal asing dan
muatannya oleh kapal perang republik indonesia berdasarkan peraturan
yang berlaku (pasal 33 dan pasal 78 undang-undang mahkamah agung
no 14 tahun 1985).
c) Erat kaitannya dengan fungsi peradilan ialah hak uji materiil, yaitu
wewenang menguji/menilai secara materiil peraturan perundangan dibawah
Undang-undang tentang hal apakah suatu peraturan ditinjau dari isinya
(materinya) bertentangan dengan peraturan dari tingkat yang lebih tinggi
(Pasal 31 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).
(2) Fungsi Pengawasan
a) Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya
peradilan di semua lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan
yang dilakukan Pengadilan-pengadilan diselenggarakan dengan seksama
dan wajar dengan berpedoman pada azas peradilan yang sederhana, cepat
dan biaya ringan, tanpa mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa
dan memutuskan perkara (Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-undang Ketentuan
Pokok Kekuasaan Nomor 14 Tahun 1970).
b) Mahkamah Agung juga melakukan pengawasan :
 Terhadap pekerjaan Pengadilan dan tingkah laku para Hakim dan
perbuatan Pejabat Pengadilan dalam menjalankan tugas yang berkaitan
dengan pelaksanaan tugas pokok Kekuasaan Kehakiman, yakni dalam
hal menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan setiap perkara
yang diajukan kepadanya, dan meminta keterangan tentang hal-hal yang
bersangkutan dengan teknis peradilan serta memberi peringatan,
teguran dan petunjuk yang diperlukan tanpa mengurangi kebebasan
Hakim (Pasal 32 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun
1985).
 Terhadap Penasehat Hukum dan Notaris sepanjang yang menyangkut
peradilan (Pasal 36 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14
Tahun 1985).
(3) Fungsi Mengatur
a) Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan
bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang
belum cukup diatur dalam Undang-undang tentang Mahkamah Agung
sebagai pelengkap untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum
yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan (Pasal 27
Undang-undang No.14 Tahun 1970, Pasal 79 Undang-undang No.14
Tahun 1985).
b) Mahkamah Agung dapat membuat peraturan acara sendiri bilamana
dianggap perlu untuk mencukupi hukum acara yang sudah diatur Undang-
undang.
(4) Fungsi Nasehat
a) Mahkamah Agung memberikan nasihat-nasihat atau pertimbangan-
pertimbangan dalam bidang hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain
(Pasal 37 Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985).
Mahkamah Agung memberikan nasihat kepada Presiden selaku Kepala
Negara dalam rangka pemberian atau penolakan grasi (Pasal 35 Undang-
undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Selanjutnya Perubahan
Pertama Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945 Pasal 14 Ayat (1),
Mahkamah Agung diberikan kewenangan untuk memberikan
pertimbangan kepada Presiden selaku Kepala Negara selain grasi juga
rehabilitasi. Namun demikian, dalam memberikan pertimbangan hukum
mengenai rehabilitasi sampai saat ini belum ada peraturan perundang-
undangan yang mengatur pelaksanaannya.
b) Mahkamah Agung berwenang meminta keterangan dari dan memberi
petunjuk kepada pengadilan disemua lingkunga peradilan dalam rangka
pelaksanaan ketentuan Pasal 25 Undang-undang No.14 Tahun 1970
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. (Pasal 38
Undang-undang No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung).
(5) Fungsi Administratif
a) Badan-badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan
Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara) sebagaimana dimaksud Pasal 10
Ayat (1) Undang-undang No.14 Tahun 1970 secara organisatoris,
administrative dan finansial sampai saat ini masih berada dibawah
Departemen yang bersangkutan, walaupun menurut Pasal 11 (1) Undang-
undang Nomor 35 Tahun 1999 sudah dialihkan dibawah kekuasaan
Mahkamah Agung.
b) Mahkamah Agung berwenang mengatur tugas serta tanggung jawab,
susunan organisasi dan tata kerja Kepaniteraan Pengadilan (Undang-
undang No. 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang
No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman).
(6) Fungsi Lain-lain
Selain tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta
menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, berdasar Pasal 2 ayat
(2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 serta Pasal 38 Undang-undang
Nomor 14 Tahun 1985, Mahkamah Agung dapat diserahi tugas dan
kewenangan lain berdasarkan Undang-undang.
C. Wewenang-Wewenang Mahkamah Agung (MA)
Mahkamah Agung memiliki wewenang :
(1) Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-
undangan di bawah Undang-Undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang
diberikan oleh Undang-Undang.
(2) Mengajukan 3 orang anggota Hakim Konstitusi.
(3) Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden member grasi dan rehabilitasi.
(4) Pada Mahkamah Agung terdapat hakim agung (paling banyak 60 orang).
Hakim agung dapat berasal dari sistem karier (hakim), atau tidak berdasarkan
sistem karier dari kalangan profesi atau akademisi. Calon hakim agung
diusulkan oleh Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat, untuk
kemudian mendapat persetujuan dan ditetapkan sebagai hakim agung.
D. Lembaga-Lembaga di Lingkungan Kekuasaan Kehakiman
(1) Mahkamah Agung
Mahkamah Agung Republik Indonesia (disingkat MA RI atau MA)
adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang
merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah
Konstitusi dan bebas dari pengaruh cabang-cabang kekuasaan lainnya.
Mahkamah Agung membawahi badan peradilan dalam lingkungan peradilan
umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan
peradilan tata usaha negara.
Pada tanggal 17 Desember 1970 lahirlah Undang-Undang No. 14
Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman yang
Pasal 10 ayat (2) menyebutkan bahwa Mahkamah Agung adalah Pengadilan
Negara Tertinggi dalam arti Mahkamah Agung sebagai Badan Pengadilan
Kasasi (terakhir) bagi putusan-putusan yang berasal dari Pengadilan di
bawahnya, yaitu Pengadilan Tingkat Pertama dan Pengadilan Tingkat Banding
yang meliputi 4 (empat) Lingkungan Peradilan :
(1) Peradilan Umum
Dasar hukum keberadaan lingkungan peradilan umum adalah UU
No. 2 tahun 1986 yang kemudian diubah oleh UU No 8 tahun 2004
tentang Peradilan Umum. UU No. 8 tahun 2004 ini kemudian diubah
menjadi UU No. 49 tahun 2009 Tentang Peradilan Umum. Peradilan
Umum adalah salah satu pelaku kekuasaan keahkiman bagi rakyat
pencari keadilan pada umumnya ( Pasal 2 UU No. 49 Tahun 2009 ).
Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum
dilaksanankan oleh Pengadilan Negeri sebagai pengadilan tingkat
pertama dan Pengadilan Tinggi sebagai pengadilan tingkat banding dan
berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai pengadilan yang tertinggi
atau tingkat kasasi.
(2) Peradilan Agama
Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan
kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai
perkara tertentu yang diatur dalam UU No. 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama yang kemudian diubah dengan UU No. 3 tahun 2006
Tentang Peradilan Agama, yang kemudian diubah menjadi Undang-
Undang No. 50 tahun 2009 tentang Peradilan Agama selanjutnya
disebut (UUPAG).
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 50 tahun 2009 menyebutan bahwa
Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan agama dilaksanakan
oleh Pengadilan Agama, Pengadilan Tinggi Agama, dan Mahkamah
Agung sebagai puncak pengadilan negara tertinggi.
(3) Peradilan Militer
Dasar hukum peradilan militer pada mulanya adalah UU No. 5
Tahun 1950. Dalam Pasal 2 UU No. 5 tahun 1950 ditentukan bahwa
kekuasaan kehakiman pada pengadilan militer dilakukan oleh
pengadilan Tentara, Pengadilan Tentara Tinggi, dan Mahkamah Tentara
Agung.
Berdasarkan Keputusan Bersama Mentri kehakiman dan mentri
pertahanan Keamanan/ panglima ABRI tahun1972 dan 1973, nama
pengadilan militer diganti menjadi Mahkamah Militer, Mahkamah
Militer Tinggi dan Mahkamah Militer Agung.
Selanjutnya, berlaku UU. No. 31 tahun 1997 yang sekaligus
mencabut dan menyatakan tidak berlakunya UU No. 5 Tahun 1950
tentang Pengadilan Militer. Dengan berlakunya UU No. 31 Tahun
1997, maka susunan pengadilan militer terdiri dari:
a) Pengadilan Militer
b) Pengadilan Militer Tinggi
c) Pengadilan Militer Utama
d) Pengadilan Militer Pertempuran
(4) Peradilan TUN
Dasar hukum lingkungan peradilan tata usaha Negara adalah UU
No. 5 tahun 1986 yang kemudian diubah dengan UU No.9 Tahun 2004
tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Undang-undang ini kemudian
diubah lagi menjadi UU No.51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara, selanjutnya disingkat UUPTUN. Peradilan Tata Usaha
Negara adalah salah satu pelaksanaan kekuasaan kehakiman bagi rakyat
pencari keadilan terhadap sengketa tata usaha Negara.
(2) Mahkamah Konstitusi
Keberadaan Mahkamah Konstitusi diatur pada pasal 24 ayat (2) UUD
1945 pasca amandemen ketiga. Akibat adanya amandemen UUD 1945, maka
kekauasaan kehakiman di Indonesia selain dilakukan oleh Mahkamah Agung
juga dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi.
Berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang ditegaskan kembali
dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a sampai dengan d UU 24/2003, kewenangan
Mahkamah Konstitusi adalah menguji undang-undang terhadap UUD 1945;
memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh UUD 1945; memutus pembubaran partai politik; dan memutus
perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Selain itu, berdasarkan Pasal 7
ayat (1) sampai dengan (5) dan Pasal 24C ayat (2) UUD 1945 yang ditegaskan
lagi oleh Pasal 10 ayat (2) UU 24/2003, kewajiban Mahkamah Konstitusi
adalah memberikan keputusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau
Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum, atau perbuatan tercela,
atau tidak memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden
sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.
(3) Komisi Yudisial
Komisi Yudisial Republik Indonesia atau cukup disebut Komisi
Yudisial (disingkat KY RI atau KY) adalah lembaga negara yang dibentuk
berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai
wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran
martabat, serta perilaku hakim. Komisi Yudisial merupakan lembaga negara
yang bersifat mandiri dan dalam pelaksanaan wewenangnya bebas dari campur
tangan atau pengaruh kekuasaan lainnya.Komisi Yudisial bertanggungjawab
kepada publik melalui DPR, dengan cara menerbitkan laporan tahunan dan
membuka akses informasi secara lengkap dan akurat.
Sesuai Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi
Yudisial, Komisi Yudisial mempunyai wewenang:
a) Mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di
Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan;
b) Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta
perilaku hakim;
c) Menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH)
bersama-sama dengan Mahkamah Agung;
d) Menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/atau Pedoman
Perilaku Hakim (KEPPH).
Berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011, dalam
melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a, yaitu
mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah
Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan, maka Komisi Yudisial
mempunyai tugas:
a) Melakukan pendaftaran calon hakim agung;
b) Melakukan seleksi terhadap calon hakim agung;
c) Menetapkan calon hakim agung; dan
d) Mengajukan calon hakim agung ke DPR.
Pasal 20 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 mengatur bahwa:
a) Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran
martabat, serta perilaku hakim, Komisi Yudisial mempunyai tugas:
(1) Melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku hakim;
(2) Menerima laporan dari masyarakat berkaitan dengan pelanggaran
Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim;
(3) Melakukan verifikasi, klarifikasi, dan investigasi terhadap laporan
dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim
secara tertutup;
(4) Memutus benar tidaknya laporan dugaan pelanggaran Kode Etik
dan Pedoman Perilaku Hakim,
(5) Mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang
perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang
merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim.
b) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Yudisial
juga mempunyai tugas mengupayakan peningkatan kapasitas dan
kesejahteraan hakim;
c) Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran
martabat, serta perilaku hakim, sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, Komisi Yudisial dapat meminta bantuan kepada aparat penegak
hukum untuk melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan dalam
hal adanya dugaan pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku
Hakim oleh Hakim.
d) Aparat penegak hukum wajib menindaklanjuti permintaan Komisi
Yudisial sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
E. Tata Cara Pengangkatan Hakim Agung
Pengangkatan hakim di Indonesia diatur dalam Peraturan Bersama Mahkamah
Agung RI (MARI) dengan Komisi Yudisial Republik Indonesia (KYRI) No.
01/PB/MA/IX/2012 dan No. 01/PB/P.KY/09/2012 tentang seleksi pengangkatan
hakim. Peraturan ini mencakup empat bab yang terdiri dari Ketentuan Umum, Tata
Cara Seleksi Hakim, Pembiayaan, dan Ketentuan Penutup, dan memiliki 9 Pasal.
Dalam Pasal 2 Peraturan Bersama MARI dan KYRI dijelaskan bahwa:
“Proses seleksi pengangkatan hakim yang dilakukan sebelum ditetapkan
peraturan hakim sebagai pejabat Negara dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, kecuali yang diatur secara khusus dalam peraturan ini”
Dalam pasal 3 dijelaskan bahwa calon hakim merupakan orang yang lulus
terhadap hasil seleksi yang dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.
Ujian tersebut mencakup materi kehakiman, kode etik dan pedoman prilaku hakim.
Selain itu, ujian pun dilakukan secara tertulis dan lisan guna mengetahui kecakapan
calon hakim. Kelulusan peserta pendidikan diatur sesuai dengan proporsi pembobotan
nilai yang ditentukan oleh MA dan KY.
Setelah calon hakim dinyatakan lulus, Mahkamah Agung melakukan
penajajakan kemampuan calon hakim baru dengan mengirimnya pada Pengadilan
Agama untuk melakukan Magang. Ketika calon hakim melaksanakan tugas magang,
Komisi Yudisial melakukan monitoring dan menilai terhadap calon hakim yang
melakukan magang tersebut. Hasil penilaian ini diserahkan kepada Panitia Pendidikan
Calon Hakim dalam rangka pembinaan.
Dalam Pasal 6 Peraturan Bersama MARI dan KYRI No. 01/PB/MA/IX/2012
dan No. 01/PB/P.KY/09/2012 tentang seleksi pengangkatan hakim dijelaskan bahwa:
“Nama-nama peserta pendidikan yang dinyatakan lulus diajukan oleh panitia
pendidikan calon hakim kepada Mahkamah Agung paling lama 7 (tujuh) hari sejak
penetapan kelulusan”
Dalam pasal 7, dijelaskan pula:
“Ketua Mahkamah Agung mengusulkan peserta seleksi hakim yang telah lulus
untuk diangkat menjadi hakim kepada Presiden paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak
pemberitahuan penetapan kelulusan.”
Berdasarkan pada dua pasal ini, calon hakim yang sudah dinyatakan lulus oleh
panitia pengangkatan hakim baru langsung diajukan kepada Mahkamah Agung
sebagai lembaga induk peradilan di Indonesia. Setelah diterima oleh MA, kemudian
MA tidak bisa mengangkat secara sendiri hakim-hakim yang sudah dinyatakan lulus
teresebut. Calon hakim yang sudah dinayatakan lulus tersebut diajukan oleh MA
kepada Presiden yang berjangka waktu 30 hari sejak pemberitahuan kelulusan oleh
panitia pengangkatan hakim.
Dari penjelasan di atas, tatacara pengangkatan hakim dilakukan oleh panitia
pengangkatan hakim yang dibentuk oleh Mahkamah Agung. Calon hakim melakukan
serangkaian seleksi yang difasilitasi oleh panitia guna menjaring hakim-hakim yang
profesional. Dengan melalui seleksi ini hakim akan teruji kecakapan materi yang
dikuasainya, sehingga hakim baru benar-benar menguasai materi tentang kehakiman.
Setelah dinyatakan lulus dari seleksi calon hakim, calon hakim mengikuti
serangkaian pembinaan dari panitia yang dibentuk oleh Mahkamah Agung. Pembinaan
ini meliputi kode etik seorang hakim dan pedoman prilaku hakim. Setelah selesai
masa pembinaan calon hakim ini, calon hakim baru ini dikirim ke berbagai Pengadilan
untuk melakukan magang. Selama magang ini seorang calon hakim tidak dilepas
begitu saja, tetapi ada pengawasan yang dilakukan oleh Panitia, MA ataupun KY.
Hasil dari mmonitoring ini berguna untuk pembinaan calon hakim baru.
Setelah selesai melakukan magang, selanjutnya nama-nama calon hakim baru
ini diajukan oleh panitia kepada Mahkamah Agung (MA) guna diajukan kepada
Presiden untuk dilakukan pengangkatan jabatan hakim. Setelah MA mengajukan
pengangkatan hakim kepada Presiden, kemudian Presiden siap untuk mengangkat
hakim.
Maka, setelah Presiden mengangkat hakim yang diajukan calonya oleh MA
melalui seleksi yang dilakukan oleh Panitia yang dibentuk oleh MA, maka hakim
tersebut dinyatakan sah. Dengan demikian, hakim di Indonesia diangkat oleh Presiden
melalui seleksi yang dilakukan oleh Panitia yang dibentuk oleh Mahkamah Agung.
F. Hubungan Mahkamah Agung (MA) dengan Lembaga-Lembaga Lain
(1) Mahkamah Agung dengan Mahkamah Konstitusi
Pasal 24 Ayat (2) UUD 1945 menyatakan kekuasaan kehakiman dilakukan
oleh sebuah Mahkamah Agung (dan badan peradilan yang berada di bawahnya
dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan
peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara), dan oleh sebuah
Mahkamah Konstitusi. Berdasarkan rumusan Pasal 24 Ayat (2) UUD 1945,
kekuasaan kehakiman dilakukan oleh MA dan MK.
Sekalipun sama-sama pemegang kekuasaan kehakiman, kedua lembaga
tersebut mempunyai kewenangan yang berbeda. Pasal 24A Ayat (1) UUD 1945
menyatakan, MA berwenang: (1) mengadili pada tingkat kasasi, (2) menguji
peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang,
dan (3) mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.
Sementara itu, Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945 menyatakan, MK berwenang: (1)
mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk
menguji undang-undang terhadap UUD, (2) memutus sengketa kewenangan
lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, (3) memutus
pembubaran partai politik, dan (4) memutus perselisihan tentang hasil pemilihan
umum. Selain kewenangan, Pasal 24C Ayat (2) UUD 1945 menentukan bahwa
MK memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai
dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD.
Berdasarkan ketentuan di tingkat konstitusi, kemungkinan terjadinya
persinggungan antara MA dengan MK ada pada titik penggunaan wewenang
pengujian peraturan perundang-undangan (judicial review). Misalnya, ada
kelompok masyarakat yang mengajukan judicial review PP No 6 Tahun 2005
tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala daerah
dan Wakil Kepala Daerah. Sementara itu, dalam waktu yang bersamaan, ada pula
pengajuan judicial review UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah –
yang menjadi dasar pembentukan PP No 6/2005– kepada MK. Kebetulan pula,
MA dan MK memutus serentak. MA memutus PP No 6/2005 tidak bertentangan
dengan UU No 32/2004. Tetapi, di sisi lain, MK memutuskan bahwa UU No
32/2004 bertentangan dengan UUD 1945.
Kemungkinan terjadinya masalah seperti di atas terjawab dengan dalam UU
No 24/2003. Pasal 55 UU No 24/2003 menyatakan, pengujian peraturan
perundang-undangan di bawah undang-undang yang sedang dilakukan Mahkamah
Agung wajib dihentikan apabila undang-undang yang menjadi dasar pengujian
peraturan tersebut sedang dalam proses pengujian Mahkamah Konstitusi sampai
ada putusan Mahkamah Konstitusi. Artinya, dengan ketentuan yang terdapat
dalam Pasal 55 UU No 24/2003, kemungkinan terjadinya permasalahan antara
putusan MA dengan putusan MK sudah teratasi.
Selain masalah judicial review, kemungkinan persinggungan juga dapat terjadi
dalam isu sengketa kewenangan antarlembaga. Namun, ini pun dapat diselesaikan
dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 65 UU No 24/2003, MA tidak dapat
menjadi pihak dalam sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada MK.
(2) Mahkamah Agung dengan Komisi Yudisial
Pasal 24A Ayat (3) UUD 1945 menyatakan, calon hakim agung diusulkan KY
kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai
hakim agung oleh presiden. Kemudian, Pasal 24B Ayat (1) UUD 1945
menyatakan, KY bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan
hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan
menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Berdasarkan
ketentuan itu, hubungan KY dengan MA terjadi dalam proses pengusulan calon
hakim agung; dan menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat,
serta perilaku hakim.
Dalam proses awal kehadirannya, terlihat ada ketegangan hubungan antara KY
dengan MA. Ketegangan itu muncul ketika KY merespon kejanggalan yang terjadi
dalam kasus sengketa penetapan hasil pemilihan Walikota-Wakil Walikota Depok.
Sebagaimana diketahui, Pengadilan Tinggi Jawa Barat (04/08-2005) membatalkan
hasil pemilihan Walikota-Wakil Walikota Depok. Majelis hakim yang diketuai
Nana Juwana menetapkan Badrul Kamal/Syihabuddin Ahmad memperoleh suara
269.551 suara dan Nur Mahmudi Ismail/Yuyun Wirasaputra memperoleh 204.828
suara. Berdasarkan putusan tersebut, perolehan suara untuk pasangan Badrul
Kamal bertambah 62.770, sedangkan suara untuk Nur Mahmudi dikurangi 27.782.
Karena menilai terjadi kejanggalan dalam penyelesaian kasus di atas, KY
memeriksa hakim yang menangani kasus sengketa pemilihan di Kota Depok.
Kemudian, KY merekomendasikan kepada MA (14/09-2005) untuk
pemberhentian sementara selama satu tahun Ketua PT Jawa Barat Nana Juwana.
Dalam rekomendasi itu, KY memberikan tenggat waktu satu bulan supaya MA
memberikan tanggapan atas rekomendasi KY. Anehnya, terobosan KY justru
mendapat resistensi dari berbagai kalangan di MA.
Sekalipun ada resistensi, dalam Sambutan Rakernas MA, Peradilan Tingkat
Banding, Pengadilan Tingkat Pertama Kelas IA Seluruh Indonesia di Denpasar,
Bali 19-22 September 2005, Ketua MA Bagir Manan mengatakan:
“Sekarang kita mempunyai KY yang saya yakin akan lebih memperkuat upaya
membenahi tingkah laku tidak terpuji dari hakim. Meskipun KY tidak berwenang
meneliti dan memeriksa putusan hakim dan tindakan-tindakan teknis yustisial
lainnya, tetapi kewenangan yang ada disertai kerjasama yang erat dengan MA,
akan sangat memberdayakan (empowering) usaha kita menghapus secara tuntas
perbuatan tercela para hakim atau petugas pengadilan lainnya. Saya berjanji akan
memanfaatkan semaksimal mungkin temuan KY mengenai perbuatan tidak terpuji
para hakim dan lain-lain pejabat pengadilan“.
Masalahnya, apakah pernyataan di atas merupakan komitmen institusi
pengadilan atau hanya merupakan pernyataan Bagir Manan sebagai Ketua MA?
Kalau merupakan sikap institusi pengadilan, maka ada harapan bahwa KY akan
lebih mudah mengawasi tingkah laku tidak terpuji hakim sehingga pelan-pelan
kewibawaan pengadilan bisa diperbaiki.
DAFTAR PUSTAKA
Asuransi MAG, 2015. Tugas dan Wewenang Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK
diakses dari http://www.mag.co.id/ tanggal 19 November 2015
Limc4u, 2014. Penjelasan Pasal 23 UUD 1945 diakses dari
http://homepagelimc4u.blogspot.co.id/ tanggal 19 November 2015
Love and Respect, 2015. Kekuasaan Kehakiman diakses dari
http://everythingaboutvanrush88.blogspot.co.id/ tanggal 19 November 2015
Mahkamah Agung, 2010. Tugas dan Fungsi diakses dari
https://www.mahkamahagung.go.id/ tanggal 19 November 2015
Singarekdi, 2011. Hubungan DPR dengan BPK diakses dari
http://birokrasikomplek.blogspot.co.id/ tanggal 19 November 2015
Wakerkwa, Gerson, 2013. Tugas Dan Fungsi Mpr Serta Hubungan Antar Lembaga
Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan diakses dari https://docs.google.com/ tanggal 19
November 2015
Wikipedia. Komisi Yudisial Republik Indonesia diakses dari https://id/wikipedia.org/
tanggal 19 November 2015
Wikipedia. Mahkamah Agung Republik Indonesia diakses dari https://id/wikipedia.org/
tanggal 19 November 2015
Wikipedia. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia diakses dari
https://id/wikipedia.org/ tanggal 19 November 2015
Prof. Dr. Isra, Saldi. 2010.Sistem Peradilan Pasca Perubahan UUD 1945 diakses dari
www.saldiisra.web.id tanggal 19 November 2015
Rojak, Encep Abdul, SHI. 2014. Tata Cara Pengangkatan Hakim di Indonesia diakses
dari www.slideshare.net tanggal 19 November 2015
Pradana, Dwita. 2009. Pembahasan Tata Cara Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua BPK
diakses dari www.bpk.goid tanggal 19 November 2015

More Related Content

What's hot

Pengelolaan Keuangan Negara dan Kekuasaan Kehakiman
Pengelolaan Keuangan Negara dan Kekuasaan KehakimanPengelolaan Keuangan Negara dan Kekuasaan Kehakiman
Pengelolaan Keuangan Negara dan Kekuasaan KehakimanInsyaallah Bermanfaat
 
Bab 2 asas dan teori hukum pidana
Bab 2   asas dan teori hukum pidanaBab 2   asas dan teori hukum pidana
Bab 2 asas dan teori hukum pidanaNuelimmanuel22
 
Makalah tentang hukum internasional
Makalah tentang hukum internasionalMakalah tentang hukum internasional
Makalah tentang hukum internasionalAdelia Cahyati
 
hukum acara perdata oleh sanyoto
hukum acara perdata oleh sanyotohukum acara perdata oleh sanyoto
hukum acara perdata oleh sanyotoDnr Creatives
 
Pembidangan atau Pengklasifikasian Hukum
Pembidangan atau Pengklasifikasian HukumPembidangan atau Pengklasifikasian Hukum
Pembidangan atau Pengklasifikasian HukumAbid Zamzami
 
Stelsel pemidanaan
Stelsel pemidanaanStelsel pemidanaan
Stelsel pemidanaanSigit Riono
 
Hukum acara perdata - Kompetensi dan tugas badan peradilan di Indonesia (Idik...
Hukum acara perdata - Kompetensi dan tugas badan peradilan di Indonesia (Idik...Hukum acara perdata - Kompetensi dan tugas badan peradilan di Indonesia (Idik...
Hukum acara perdata - Kompetensi dan tugas badan peradilan di Indonesia (Idik...Idik Saeful Bahri
 
Hubungan Hukum Tata Negara dengan Ilmu Pengetahuan Lain
Hubungan Hukum Tata Negara dengan Ilmu Pengetahuan LainHubungan Hukum Tata Negara dengan Ilmu Pengetahuan Lain
Hubungan Hukum Tata Negara dengan Ilmu Pengetahuan LainBima Kusuma Wicaksono
 
Sistem pemerintahan-pada-masa-konstitusi-ris
Sistem pemerintahan-pada-masa-konstitusi-risSistem pemerintahan-pada-masa-konstitusi-ris
Sistem pemerintahan-pada-masa-konstitusi-risAkhmad Puryanto
 
Perbedaan hukum laut internasional dan nasional
Perbedaan hukum laut internasional dan nasionalPerbedaan hukum laut internasional dan nasional
Perbedaan hukum laut internasional dan nasionalRizal Fahmi
 
Bahan Kuliah - hukum-acara
Bahan Kuliah - hukum-acaraBahan Kuliah - hukum-acara
Bahan Kuliah - hukum-acaraFakhrul Rozi
 
PPT Kel 4 Sumber dan Subyek Hukum Internasional
PPT Kel 4 Sumber dan Subyek Hukum InternasionalPPT Kel 4 Sumber dan Subyek Hukum Internasional
PPT Kel 4 Sumber dan Subyek Hukum Internasionaldayurikaperdana19
 
wilayah nkri
wilayah nkriwilayah nkri
wilayah nkriabd_
 
Perbandingan 3 UU (UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, UUD Sementara 1950)
Perbandingan 3 UU (UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, UUD Sementara 1950)Perbandingan 3 UU (UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, UUD Sementara 1950)
Perbandingan 3 UU (UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, UUD Sementara 1950)Siti Hardiyanti
 

What's hot (20)

Pengelolaan Keuangan Negara dan Kekuasaan Kehakiman
Pengelolaan Keuangan Negara dan Kekuasaan KehakimanPengelolaan Keuangan Negara dan Kekuasaan Kehakiman
Pengelolaan Keuangan Negara dan Kekuasaan Kehakiman
 
Bab 2 asas dan teori hukum pidana
Bab 2   asas dan teori hukum pidanaBab 2   asas dan teori hukum pidana
Bab 2 asas dan teori hukum pidana
 
Makalah tentang hukum internasional
Makalah tentang hukum internasionalMakalah tentang hukum internasional
Makalah tentang hukum internasional
 
hukum acara perdata oleh sanyoto
hukum acara perdata oleh sanyotohukum acara perdata oleh sanyoto
hukum acara perdata oleh sanyoto
 
Hukum surat berharga
Hukum surat berhargaHukum surat berharga
Hukum surat berharga
 
Pembidangan atau Pengklasifikasian Hukum
Pembidangan atau Pengklasifikasian HukumPembidangan atau Pengklasifikasian Hukum
Pembidangan atau Pengklasifikasian Hukum
 
Tanggung renteng
Tanggung rentengTanggung renteng
Tanggung renteng
 
Stelsel pemidanaan
Stelsel pemidanaanStelsel pemidanaan
Stelsel pemidanaan
 
Makalah Hukum Laut
Makalah Hukum LautMakalah Hukum Laut
Makalah Hukum Laut
 
Hukum acara perdata - Kompetensi dan tugas badan peradilan di Indonesia (Idik...
Hukum acara perdata - Kompetensi dan tugas badan peradilan di Indonesia (Idik...Hukum acara perdata - Kompetensi dan tugas badan peradilan di Indonesia (Idik...
Hukum acara perdata - Kompetensi dan tugas badan peradilan di Indonesia (Idik...
 
Hubungan Hukum Tata Negara dengan Ilmu Pengetahuan Lain
Hubungan Hukum Tata Negara dengan Ilmu Pengetahuan LainHubungan Hukum Tata Negara dengan Ilmu Pengetahuan Lain
Hubungan Hukum Tata Negara dengan Ilmu Pengetahuan Lain
 
Mahkamah agung
Mahkamah agungMahkamah agung
Mahkamah agung
 
Sistem pemerintahan-pada-masa-konstitusi-ris
Sistem pemerintahan-pada-masa-konstitusi-risSistem pemerintahan-pada-masa-konstitusi-ris
Sistem pemerintahan-pada-masa-konstitusi-ris
 
Perbedaan hukum laut internasional dan nasional
Perbedaan hukum laut internasional dan nasionalPerbedaan hukum laut internasional dan nasional
Perbedaan hukum laut internasional dan nasional
 
Sengketa internasional power point
Sengketa internasional power pointSengketa internasional power point
Sengketa internasional power point
 
Bahan Kuliah - hukum-acara
Bahan Kuliah - hukum-acaraBahan Kuliah - hukum-acara
Bahan Kuliah - hukum-acara
 
Hukum acara peradilan pajak
Hukum acara peradilan pajakHukum acara peradilan pajak
Hukum acara peradilan pajak
 
PPT Kel 4 Sumber dan Subyek Hukum Internasional
PPT Kel 4 Sumber dan Subyek Hukum InternasionalPPT Kel 4 Sumber dan Subyek Hukum Internasional
PPT Kel 4 Sumber dan Subyek Hukum Internasional
 
wilayah nkri
wilayah nkriwilayah nkri
wilayah nkri
 
Perbandingan 3 UU (UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, UUD Sementara 1950)
Perbandingan 3 UU (UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, UUD Sementara 1950)Perbandingan 3 UU (UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, UUD Sementara 1950)
Perbandingan 3 UU (UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, UUD Sementara 1950)
 

Similar to Makalah BPK dan Kekuasaan Kehakiman

UU No 15 Tahun 2004 tentang BPK
UU No 15 Tahun 2004 tentang BPKUU No 15 Tahun 2004 tentang BPK
UU No 15 Tahun 2004 tentang BPKbanglarangan
 
Undang-undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan
Undang-undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa KeuanganUndang-undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan
Undang-undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa KeuanganPenataan Ruang
 
Administrasi Negara
Administrasi NegaraAdministrasi Negara
Administrasi NegaraSiti Sahati
 
Peran bpk
Peran bpkPeran bpk
Peran bpkabd_
 
Uu15 2004 pemeriksaan tanggung jawab keuangan negaraUndang-undang No. 15 Tahu...
Uu15 2004 pemeriksaan tanggung jawab keuangan negaraUndang-undang No. 15 Tahu...Uu15 2004 pemeriksaan tanggung jawab keuangan negaraUndang-undang No. 15 Tahu...
Uu15 2004 pemeriksaan tanggung jawab keuangan negaraUndang-undang No. 15 Tahu...Penataan Ruang
 
Laporan Panitia Angket DPR RI dalam Rapur 14 Februari 2018
Laporan Panitia Angket DPR RI dalam Rapur 14 Februari 2018Laporan Panitia Angket DPR RI dalam Rapur 14 Februari 2018
Laporan Panitia Angket DPR RI dalam Rapur 14 Februari 2018Sari Kusuma Dewi
 
Badan pemeriksa keuangan_(uu_5_thn_1973)_5
Badan pemeriksa keuangan_(uu_5_thn_1973)_5Badan pemeriksa keuangan_(uu_5_thn_1973)_5
Badan pemeriksa keuangan_(uu_5_thn_1973)_5Ilham Mustafa
 
Uu 15 2004 - pemeriksanaan keuangan(1)
Uu 15   2004 - pemeriksanaan keuangan(1)Uu 15   2004 - pemeriksanaan keuangan(1)
Uu 15 2004 - pemeriksanaan keuangan(1)Galuh Dyah
 
Undang Undang Nomor 4 Tahun 2015
Undang Undang Nomor 4 Tahun 2015Undang Undang Nomor 4 Tahun 2015
Undang Undang Nomor 4 Tahun 2015TeguhSantoso676673
 
05.03 soalcpnslama tryout ke-11 cpnsonline.com
05.03 soalcpnslama   tryout ke-11 cpnsonline.com05.03 soalcpnslama   tryout ke-11 cpnsonline.com
05.03 soalcpnslama tryout ke-11 cpnsonline.comAmir Otomatic
 
Profil pwk 2018 v4 compress
Profil pwk 2018 v4 compressProfil pwk 2018 v4 compress
Profil pwk 2018 v4 compressDwivaDeviShintia
 
Tugas Kel.3 pertanggungjawaban pelaksanaan APBN-D dan Sanksi -Adit Rinai Rey....
Tugas Kel.3 pertanggungjawaban pelaksanaan APBN-D dan Sanksi -Adit Rinai Rey....Tugas Kel.3 pertanggungjawaban pelaksanaan APBN-D dan Sanksi -Adit Rinai Rey....
Tugas Kel.3 pertanggungjawaban pelaksanaan APBN-D dan Sanksi -Adit Rinai Rey....AdYuKa
 
Independensi Anggaran Dan Personel Ri
Independensi Anggaran Dan Personel RiIndependensi Anggaran Dan Personel Ri
Independensi Anggaran Dan Personel Rifritz Siregar
 

Similar to Makalah BPK dan Kekuasaan Kehakiman (20)

UU No 15 Tahun 2004 tentang BPK
UU No 15 Tahun 2004 tentang BPKUU No 15 Tahun 2004 tentang BPK
UU No 15 Tahun 2004 tentang BPK
 
Undang-undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan
Undang-undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa KeuanganUndang-undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan
Undang-undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan
 
Administrasi Negara
Administrasi NegaraAdministrasi Negara
Administrasi Negara
 
Peran bpk
Peran bpkPeran bpk
Peran bpk
 
Uu15 2004 pemeriksaan tanggung jawab keuangan negaraUndang-undang No. 15 Tahu...
Uu15 2004 pemeriksaan tanggung jawab keuangan negaraUndang-undang No. 15 Tahu...Uu15 2004 pemeriksaan tanggung jawab keuangan negaraUndang-undang No. 15 Tahu...
Uu15 2004 pemeriksaan tanggung jawab keuangan negaraUndang-undang No. 15 Tahu...
 
Uu 15 2004 Pjls
Uu 15 2004 PjlsUu 15 2004 Pjls
Uu 15 2004 Pjls
 
Laporan Panitia Angket DPR RI dalam Rapur 14 Februari 2018
Laporan Panitia Angket DPR RI dalam Rapur 14 Februari 2018Laporan Panitia Angket DPR RI dalam Rapur 14 Februari 2018
Laporan Panitia Angket DPR RI dalam Rapur 14 Februari 2018
 
Badan pemeriksa keuangan_(uu_5_thn_1973)_5
Badan pemeriksa keuangan_(uu_5_thn_1973)_5Badan pemeriksa keuangan_(uu_5_thn_1973)_5
Badan pemeriksa keuangan_(uu_5_thn_1973)_5
 
UU 15 Tahun 2004
UU 15 Tahun 2004UU 15 Tahun 2004
UU 15 Tahun 2004
 
Uu 15 2004 - pemeriksanaan keuangan(1)
Uu 15   2004 - pemeriksanaan keuangan(1)Uu 15   2004 - pemeriksanaan keuangan(1)
Uu 15 2004 - pemeriksanaan keuangan(1)
 
KELOMPOK 5 BPK.pptx
KELOMPOK 5 BPK.pptxKELOMPOK 5 BPK.pptx
KELOMPOK 5 BPK.pptx
 
KELOMPOK 5 BPK.pptx
KELOMPOK 5 BPK.pptxKELOMPOK 5 BPK.pptx
KELOMPOK 5 BPK.pptx
 
Undang Undang Nomor 4 Tahun 2015
Undang Undang Nomor 4 Tahun 2015Undang Undang Nomor 4 Tahun 2015
Undang Undang Nomor 4 Tahun 2015
 
05.03 soalcpnslama tryout ke-11 cpnsonline.com
05.03 soalcpnslama   tryout ke-11 cpnsonline.com05.03 soalcpnslama   tryout ke-11 cpnsonline.com
05.03 soalcpnslama tryout ke-11 cpnsonline.com
 
Profil pwk 2018 v4 compress
Profil pwk 2018 v4 compressProfil pwk 2018 v4 compress
Profil pwk 2018 v4 compress
 
Perkom No. 2 Tahun 2020 LHKPN.pdf
Perkom No. 2 Tahun 2020 LHKPN.pdfPerkom No. 2 Tahun 2020 LHKPN.pdf
Perkom No. 2 Tahun 2020 LHKPN.pdf
 
Tugas Kel.3 pertanggungjawaban pelaksanaan APBN-D dan Sanksi -Adit Rinai Rey....
Tugas Kel.3 pertanggungjawaban pelaksanaan APBN-D dan Sanksi -Adit Rinai Rey....Tugas Kel.3 pertanggungjawaban pelaksanaan APBN-D dan Sanksi -Adit Rinai Rey....
Tugas Kel.3 pertanggungjawaban pelaksanaan APBN-D dan Sanksi -Adit Rinai Rey....
 
Modul ppkn
Modul ppknModul ppkn
Modul ppkn
 
LEMBAGA BPK
LEMBAGA BPKLEMBAGA BPK
LEMBAGA BPK
 
Independensi Anggaran Dan Personel Ri
Independensi Anggaran Dan Personel RiIndependensi Anggaran Dan Personel Ri
Independensi Anggaran Dan Personel Ri
 

More from shafirahany22

Strategi dan manajemen risiko penagihan pajak
Strategi dan manajemen risiko penagihan pajakStrategi dan manajemen risiko penagihan pajak
Strategi dan manajemen risiko penagihan pajakshafirahany22
 
Polinomial (Suku Banyak)
Polinomial (Suku Banyak)Polinomial (Suku Banyak)
Polinomial (Suku Banyak)shafirahany22
 
Rukun dan Syarat Nikah
Rukun dan Syarat NikahRukun dan Syarat Nikah
Rukun dan Syarat Nikahshafirahany22
 
Pandangan Ulama tentang Qada dan Qadar
Pandangan Ulama tentang Qada dan QadarPandangan Ulama tentang Qada dan Qadar
Pandangan Ulama tentang Qada dan Qadarshafirahany22
 
Sistem Hormon pada Manusia
Sistem Hormon pada ManusiaSistem Hormon pada Manusia
Sistem Hormon pada Manusiashafirahany22
 
Tokoh Penyebar Islam di Tanah Jawa - Wali Songo
Tokoh Penyebar Islam di Tanah Jawa - Wali SongoTokoh Penyebar Islam di Tanah Jawa - Wali Songo
Tokoh Penyebar Islam di Tanah Jawa - Wali Songoshafirahany22
 
Mitokondria - The House Power of Cell
Mitokondria - The House Power of CellMitokondria - The House Power of Cell
Mitokondria - The House Power of Cellshafirahany22
 
Teks Eksposisi - Integrasi ASEAN dalam Plurilingualisme
Teks Eksposisi - Integrasi ASEAN dalam PlurilingualismeTeks Eksposisi - Integrasi ASEAN dalam Plurilingualisme
Teks Eksposisi - Integrasi ASEAN dalam Plurilingualismeshafirahany22
 
Teks Eksposisi - Benua Atlantis di Kaki Indonesia
Teks Eksposisi - Benua Atlantis di Kaki IndonesiaTeks Eksposisi - Benua Atlantis di Kaki Indonesia
Teks Eksposisi - Benua Atlantis di Kaki Indonesiashafirahany22
 
Laporan Pengolahan Inovasi Jamur Tiram dan Tahu pada Makanan Tradisional Mart...
Laporan Pengolahan Inovasi Jamur Tiram dan Tahu pada Makanan Tradisional Mart...Laporan Pengolahan Inovasi Jamur Tiram dan Tahu pada Makanan Tradisional Mart...
Laporan Pengolahan Inovasi Jamur Tiram dan Tahu pada Makanan Tradisional Mart...shafirahany22
 
Polinomial (Suku Banyak)
Polinomial (Suku Banyak)Polinomial (Suku Banyak)
Polinomial (Suku Banyak)shafirahany22
 
Makalah Kebijakan Ekonomi Moneter dan Fiskal
Makalah Kebijakan Ekonomi Moneter dan FiskalMakalah Kebijakan Ekonomi Moneter dan Fiskal
Makalah Kebijakan Ekonomi Moneter dan Fiskalshafirahany22
 
Laporan PKW Pemanfaatan Limbah Kardus Bekas
Laporan PKW Pemanfaatan Limbah Kardus BekasLaporan PKW Pemanfaatan Limbah Kardus Bekas
Laporan PKW Pemanfaatan Limbah Kardus Bekasshafirahany22
 
Membedah Struktur Teks Anekdot
Membedah Struktur Teks AnekdotMembedah Struktur Teks Anekdot
Membedah Struktur Teks Anekdotshafirahany22
 
Cara Pembuatan Masker Alami Berbahan Dasar Kopi
Cara Pembuatan Masker Alami Berbahan Dasar KopiCara Pembuatan Masker Alami Berbahan Dasar Kopi
Cara Pembuatan Masker Alami Berbahan Dasar Kopishafirahany22
 
Kerajaan Islam Demak-Mataram
Kerajaan Islam Demak-MataramKerajaan Islam Demak-Mataram
Kerajaan Islam Demak-Mataramshafirahany22
 
Iman kepada Hari Akhir
Iman kepada Hari AkhirIman kepada Hari Akhir
Iman kepada Hari Akhirshafirahany22
 
Berbuat Ihsan kepada Alam Semesta
Berbuat Ihsan kepada Alam SemestaBerbuat Ihsan kepada Alam Semesta
Berbuat Ihsan kepada Alam Semestashafirahany22
 
Asuransi dalam Islam
Asuransi dalam IslamAsuransi dalam Islam
Asuransi dalam Islamshafirahany22
 

More from shafirahany22 (20)

Strategi dan manajemen risiko penagihan pajak
Strategi dan manajemen risiko penagihan pajakStrategi dan manajemen risiko penagihan pajak
Strategi dan manajemen risiko penagihan pajak
 
Polinomial (Suku Banyak)
Polinomial (Suku Banyak)Polinomial (Suku Banyak)
Polinomial (Suku Banyak)
 
Rukun dan Syarat Nikah
Rukun dan Syarat NikahRukun dan Syarat Nikah
Rukun dan Syarat Nikah
 
Pandangan Ulama tentang Qada dan Qadar
Pandangan Ulama tentang Qada dan QadarPandangan Ulama tentang Qada dan Qadar
Pandangan Ulama tentang Qada dan Qadar
 
Sistem Hormon pada Manusia
Sistem Hormon pada ManusiaSistem Hormon pada Manusia
Sistem Hormon pada Manusia
 
Tokoh Penyebar Islam di Tanah Jawa - Wali Songo
Tokoh Penyebar Islam di Tanah Jawa - Wali SongoTokoh Penyebar Islam di Tanah Jawa - Wali Songo
Tokoh Penyebar Islam di Tanah Jawa - Wali Songo
 
Mitokondria - The House Power of Cell
Mitokondria - The House Power of CellMitokondria - The House Power of Cell
Mitokondria - The House Power of Cell
 
Teks Eksposisi - Integrasi ASEAN dalam Plurilingualisme
Teks Eksposisi - Integrasi ASEAN dalam PlurilingualismeTeks Eksposisi - Integrasi ASEAN dalam Plurilingualisme
Teks Eksposisi - Integrasi ASEAN dalam Plurilingualisme
 
Teks Eksposisi - Benua Atlantis di Kaki Indonesia
Teks Eksposisi - Benua Atlantis di Kaki IndonesiaTeks Eksposisi - Benua Atlantis di Kaki Indonesia
Teks Eksposisi - Benua Atlantis di Kaki Indonesia
 
Laporan Pengolahan Inovasi Jamur Tiram dan Tahu pada Makanan Tradisional Mart...
Laporan Pengolahan Inovasi Jamur Tiram dan Tahu pada Makanan Tradisional Mart...Laporan Pengolahan Inovasi Jamur Tiram dan Tahu pada Makanan Tradisional Mart...
Laporan Pengolahan Inovasi Jamur Tiram dan Tahu pada Makanan Tradisional Mart...
 
Polinomial (Suku Banyak)
Polinomial (Suku Banyak)Polinomial (Suku Banyak)
Polinomial (Suku Banyak)
 
Pantun Berbalas
Pantun BerbalasPantun Berbalas
Pantun Berbalas
 
Makalah Kebijakan Ekonomi Moneter dan Fiskal
Makalah Kebijakan Ekonomi Moneter dan FiskalMakalah Kebijakan Ekonomi Moneter dan Fiskal
Makalah Kebijakan Ekonomi Moneter dan Fiskal
 
Laporan PKW Pemanfaatan Limbah Kardus Bekas
Laporan PKW Pemanfaatan Limbah Kardus BekasLaporan PKW Pemanfaatan Limbah Kardus Bekas
Laporan PKW Pemanfaatan Limbah Kardus Bekas
 
Membedah Struktur Teks Anekdot
Membedah Struktur Teks AnekdotMembedah Struktur Teks Anekdot
Membedah Struktur Teks Anekdot
 
Cara Pembuatan Masker Alami Berbahan Dasar Kopi
Cara Pembuatan Masker Alami Berbahan Dasar KopiCara Pembuatan Masker Alami Berbahan Dasar Kopi
Cara Pembuatan Masker Alami Berbahan Dasar Kopi
 
Kerajaan Islam Demak-Mataram
Kerajaan Islam Demak-MataramKerajaan Islam Demak-Mataram
Kerajaan Islam Demak-Mataram
 
Iman kepada Hari Akhir
Iman kepada Hari AkhirIman kepada Hari Akhir
Iman kepada Hari Akhir
 
Berbuat Ihsan kepada Alam Semesta
Berbuat Ihsan kepada Alam SemestaBerbuat Ihsan kepada Alam Semesta
Berbuat Ihsan kepada Alam Semesta
 
Asuransi dalam Islam
Asuransi dalam IslamAsuransi dalam Islam
Asuransi dalam Islam
 

Recently uploaded

UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...jumadsmanesi
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxarnisariningsih98
 
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdfPanduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdfandriasyulianto57
 
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasMembuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasHardaminOde2
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxsudianaade137
 
Materi power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .pptMateri power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .pptAcemediadotkoM1
 
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdfPEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdfMMeizaFachri
 
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 TesalonikaMateri Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 TesalonikaSABDA
 
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdfPPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdfNatasyaA11
 
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasPembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasAZakariaAmien1
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxmtsmampunbarub4
 
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdfsandi625870
 
Catatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus PerilakuCatatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus PerilakuHANHAN164733
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdfvebronialite32
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxHeruFebrianto3
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxBambang440423
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisNazla aulia
 
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptx
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptxSKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptx
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptxg66527130
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxsyafnasir
 
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikanTPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikanNiKomangRaiVerawati
 

Recently uploaded (20)

UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
 
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdfPanduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
 
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasMembuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
 
Materi power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .pptMateri power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .ppt
 
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdfPEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
 
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 TesalonikaMateri Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
 
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdfPPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
 
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasPembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
 
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
 
Catatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus PerilakuCatatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
 
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptx
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptxSKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptx
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptx
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
 
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikanTPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
 

Makalah BPK dan Kekuasaan Kehakiman

  • 1. Oleh Kelompok II Emma Aidha Yasmine (09) XI MIA F Frisardanda Dewa Sukarno (10) XI MIA F Hedi Hardian Hamzah (12) XI MIA F Indria Dewi Ayu (13) XI MIA F Muhammad Avianda Robby (17) XI MIA F Muhammad Bima Mahendra (18) XI MIA F Shafira Hany Maris (27) XI MIA F Yuni Artika Rahayu (30) XI MIA F PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI 1 PROBOLINGGO Jl. Soekarno Hatta 137 Probolinggo Telp./ Fax. (0335) 421566 Website: http://sman1-prob.sch.id e-mail: sman1.prob@yahoo.co.id Memahami Pelaksanaan Pasal-Pasal yang Mengatur Tentang Keuangan BPK dan Kekuasaan Kehakiman (Tugas Kelompok – PPKn) 2015-2016
  • 2. Memahami Pelaksanaan Pasal-Pasal yang Mengatur Tentang Keuangan BPK dan Kekuasaan Kehakiman 1.1 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) A. Analisis Pasal 23 UUD 1945 Sebelum diubah, Bab tentang Hal Keuangan terdiri atas satu pasal yakni Pasal 23. Setelah diubah, Bab tentang Hal Keuangan menjadi delapan pasal, yakni Pasal 23, Pasal 23A, Pasal 23B, Pasal 23C, Pasal 23D, Pasal Pasal 23E, Pasal 23F, dan Pasal 23G. Ketentuan Pasal 23, Pasal 23A, Pasal 23C, Pasal 23E, Pasal 23F, dan Pasal 23G diputuskan pada Perubahan Ketiga (tahun 2001). Bab tentang Badan Pemeriksa Keuangan adalah bab baru dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebelumnya Badan Pemeriksa Keuangan diatur dalam satu ayat, yakni dalam ayat (5) Pasal 23 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Setelah perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi tiga pasal, yaitu Pasal 23E, Pasal 23F, dan Pasal 23G. Rumusannya sebagai berikut : Rumusan perubahan: BAB VIIIA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN Pasal 23E (1) Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri. (2) Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwa-kilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya. (3) Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang. Pasal 23F (1) Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.
  • 3. (2) Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan oleh anggota. Pasal 23G (1) Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibu kota negara, dan memiliki perwakilan di setiap provinsi. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa Keuangan diatur dengan undang-undang. Dipisahkannya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam bab tersendiri (Bab VIIIA), yang sebelumnya merupakan bagian dari Bab VIII tentang Hal Keuangan dimaksudkan untuk memberikan dasar hukum yang kuat serta pengaturan rinci mengenai BPK yang bebas dan mandiri serta sebagai lembaga negara yang berfungsi memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Dalam rangka memperkuat kedudukan, kewenangan, dan independensinya sebagai lembaga negara, anggotanya dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD. Dalam kedudukannya sebagai eksternal auditor pemerintah yang memeriksa keuangan negara dan APBD, serta untuk dapat menjangkau pemeriksaan di daerah, BPK membuka kantor perwakilan di setiap provinsi. B. Tugas-Tugas Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Tugas dan wewenang Badan Pengawas Keuangan disebutkan dalam UU Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2006 secara terpisah, yaitu pada BAB III bagian kesatu dan kedua. Tugas BPK menurut UU tersebut masuk dalam bagian kesatu, isinya antara lain adalah sebagai berikut : (1) Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan yang dilakukan oleh BPK terbatas pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Bank Indonesia, Lembaga Negara lainnya, BUMN, Badan Layanan Umum, BUMD, dan semua lembaga lainnya yang mengelola keuangan negara. (2) Pelaksanaan pemeriksaan BPK tersebut dilakukan atas dasar undang-undang tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. (3) Pemeriksaan yang dilakukan BPK mencakup pemeriksaan kinerja, keuangan, dan pemeriksaan dengan adanya maksud tertentu. (4) Hasil pemeriksaan yang telah dilakukan oleh BPK harus dibahas sesuai dengan standar pemeriksaan keuangan negara yang berlaku.
  • 4. (5) Hasil pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara diserahkan kepada DPD, DPR, dan DPRD. Dan juga menyerahkan hasil pemeriksaan secara tertulis kepada Presiden, Gubernur, dan Bupati/Walikota. (6) Jika terbukti adanya tindakan pidana, maka BPK wajib melapor pada instansi yang berwenang paling lambat 1 bulan sejak diketahui adanya tindakan pidana tersebut. C. Wewenang-Wewenang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Tugas dan wewenang Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan UU Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 BAB III bagian kedua diantaranya adalah sebagai berikut : (1) Dalam menjalankan tugasnya, BPK memiliki wewenang untuk menentukan objek pemeriksaan, merencanakan serta melaksanakan pemeriksaan. Penentuan waktu dan metode pemeriksaan serta menyusun maupun menyajikan laporan juga menjadi wewenang dari BPK tersebut. (2) Semua data, informasi, berkas dan semua hal yang berkaitan dengan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara hanya bersifat sebagai alat untuk bahan pemeriksaan. (3) BPK juga berwenang dalam memberikan pendapat kepada DPR, DPD, DPRD, dan semua lembaga keuangan negara lain yang diperlukan untuk menunjang sifat pekerjaan BPK. (4) BPK berwenang memberi nasihat/pendapat berkaitan dengan pertimbangan penyelesaian masalah kerugian negara. D. Hubungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan Lembaga Lain (1) BPK dengan DPR dan DPD BPK merupakan lembaga yang bebas dan mandiri untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara dan hasil pemeriksaan tersebut diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD. dengan pengaturan BPK dalam UUD, terdapat perkembangan yaitu menyangkut perubahan bentuk organisasinya secara struktural dan perluasan jangkauan tugas pemeriksaan secara fungsional. Karena saat ini pemeriksaan BPK juga terhadap pelaksanaan APBN di daerah-daerah dan harus menyerahkan hasilnya itu selain DPR juga pada DPD dan DPRD. Selain dalam kerangka pemeriksaan APBN, hubungan BPK dengan DPR dan DPD adalah dalam hal proses pemilihan anggota BPK.
  • 5. Menurut UU No. 15 Tahun 2004, BPK wajib menyerahkan laporan pemeriksaan-nya kepada Lembaga Perwakilan Rakyat (DPR, DPD dan DPRD). Segera setelah diserahkannya kepada Lembaga-Lembaga Perwakilan Rakyat itu, BPK wajib untuk memuatnya dalam website-nya agar dapat di akses oleh masyarakat luas. Hal-hal yang mengandung unsur pidana dilaporkan oleh BPK kepada penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan dan KPK-Komisi Pemberantasan Korupsi). Pada gilirannya, Pemerintah, Lembaga-Lembaga Perwakilan dan para penegak hukum tersebut menindaklanjuti temuan pemeriksaan serta rekomendasi BPK. Sebagai lembaga legislatif yang memiliki hak bujet, DPR dan DPRD dapat menerbitkan Undang-Undang dan mendesak Pemerintah untuk memperbaiki sistem pengelolaan uang serta asetnya. Lembaga Perwakilan Rakyat juga dapat meneruskan kasus tindakan kriminal untuk diusut lebih lanjut oleh penegak hukum. Hubungan kerja BPK dengan DPR, baik yang menyangkut hasil temuan maupun tentang tindak lanjut hasil pemeriksaan. Dalam UUD 45 Pasal 23 E ayat (2) menegaskan bahwa hasil pemeriksaan BPK disampaikan kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya. Pasal 23E ayat(3) berbunyi : hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang . Jadi UUD45 menegaskan bahwa yang “utama” menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK itu adalah “lembaga perwakilan”, baru badan ( lain ) sesuai undang-undang . Termasuk Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota, serta “penegak hukum” untuk hasil pemeriksaan yang mengandung “unsur pidana”, sebagaimana yang diatur melalui UU No.15 Tahun 2004 serta UU No.15 Tahun 2006 . Tentang hasil pemeriksaan BPK dan tindak lanjutnya antara lain diatur melalui Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, dan Pasal 21 UU No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara, khususnya yang menyangkut “lembaga perwakilan”. Bagaimana tatacaranya diatur melalui kesepakatan antara BPK dengan “lembaga perwakilan”. E. Tata Cara Penunjukkan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua BPK RI dilakukan untuk memenuhi Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 15 UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
  • 6. Pasal 4 ayat (2) menyebutkan bahwa Susunan BPK terdiri atas seorang Ketua merangkap anggota, seorang Wakil Ketua merangkap Anggota, dan 7 (tujuh) orang anggota. Pasal 15 menyebutkan: (1) Pimpinan BPK terdiri atas seorang ketua dan seorang wakil ketua. (2) Ketua dan Wakil Ketua BPK dipilih dari dan oleh Anggota BPK dalam sidang Anggota BPK dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diresmikannya keanggotaan BPK oleh Presiden. (3) Sidang Anggota BPK untuk pemilihan pimpinan BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipimpin oleh Anggota BPK tertua. (4) Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan secara musyawarah untuk mencapai mufakat, dan apabila mufakat tidak dicapai, pemilihan dilakukan dengan cara pemungutan suara. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan Ketua dan Wakil Ketua serta pembagian tugas dan wewenang Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota BPK diatur dengan peraturan BPK. 1.2 Kekuasaan Kehakiman A. Analisis Pasal 24 UUD 1945 Menyadari bahwa untuk memastikan terwujudnya kekuasaan kehakiman yang merdeka diperlukan jaminan yang tegas dalam konstitusi, langkah besar yang dihasilkan dalam amandemen UUD 1945 tidak hanya menyebutkan secara eksplisit kekuasaan kehakiman yang merdeka. Pasal 24 Ayat (1) UUD 1945 menegaskan, kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Tidak hanya itu, Pasal 24 Ayat (2) UUD 1945 mengamanatkan bahwa kekuasaan kehakiman tidak hanya dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung tetapi juga oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Bahkan bagi seorang hakim, Pasal 24A Ayat (2) UUD 1945 secara eksplisit menentukan, hakim agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum. Khusus untuk menjaga kemandirian dan integritas hakim, amandemen UUD 1945 juga memunculkan sebuah lembaga baru, yaitu Komisi Yudisial. B. Tugas-Tugas Mahkamah Agung (MA) (1) Fungsi Peradilan a) Sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, Mahkamah Agung merupakan pengadilan kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan
  • 7. hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali menjaga agar semua hukum dan undang-undang diseluruh wilayah negara RI diterapkan secara adil, tepat dan benar. b) Disamping tugasnya sebagai Pengadilan Kasasi, Mahkamah Agung berwenang memeriksa dan memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir  Semua sengketa tentang kewenangan mengadili.  Permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (pasal 28, 29,30,33 dan 34 undang- undang mahkamah agung no. 14 tahun 1985).  Semua sengketa yang timbul karena perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal perang republik indonesia berdasarkan peraturan yang berlaku (pasal 33 dan pasal 78 undang-undang mahkamah agung no 14 tahun 1985). c) Erat kaitannya dengan fungsi peradilan ialah hak uji materiil, yaitu wewenang menguji/menilai secara materiil peraturan perundangan dibawah Undang-undang tentang hal apakah suatu peraturan ditinjau dari isinya (materinya) bertentangan dengan peraturan dari tingkat yang lebih tinggi (Pasal 31 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985). (2) Fungsi Pengawasan a) Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan yang dilakukan Pengadilan-pengadilan diselenggarakan dengan seksama dan wajar dengan berpedoman pada azas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan, tanpa mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara (Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-undang Ketentuan Pokok Kekuasaan Nomor 14 Tahun 1970). b) Mahkamah Agung juga melakukan pengawasan :  Terhadap pekerjaan Pengadilan dan tingkah laku para Hakim dan perbuatan Pejabat Pengadilan dalam menjalankan tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok Kekuasaan Kehakiman, yakni dalam hal menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, dan meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan serta memberi peringatan, teguran dan petunjuk yang diperlukan tanpa mengurangi kebebasan
  • 8. Hakim (Pasal 32 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).  Terhadap Penasehat Hukum dan Notaris sepanjang yang menyangkut peradilan (Pasal 36 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985). (3) Fungsi Mengatur a) Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang tentang Mahkamah Agung sebagai pelengkap untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan (Pasal 27 Undang-undang No.14 Tahun 1970, Pasal 79 Undang-undang No.14 Tahun 1985). b) Mahkamah Agung dapat membuat peraturan acara sendiri bilamana dianggap perlu untuk mencukupi hukum acara yang sudah diatur Undang- undang. (4) Fungsi Nasehat a) Mahkamah Agung memberikan nasihat-nasihat atau pertimbangan- pertimbangan dalam bidang hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain (Pasal 37 Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Mahkamah Agung memberikan nasihat kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam rangka pemberian atau penolakan grasi (Pasal 35 Undang- undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Selanjutnya Perubahan Pertama Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945 Pasal 14 Ayat (1), Mahkamah Agung diberikan kewenangan untuk memberikan pertimbangan kepada Presiden selaku Kepala Negara selain grasi juga rehabilitasi. Namun demikian, dalam memberikan pertimbangan hukum mengenai rehabilitasi sampai saat ini belum ada peraturan perundang- undangan yang mengatur pelaksanaannya. b) Mahkamah Agung berwenang meminta keterangan dari dan memberi petunjuk kepada pengadilan disemua lingkunga peradilan dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 25 Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. (Pasal 38 Undang-undang No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung). (5) Fungsi Administratif
  • 9. a) Badan-badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara) sebagaimana dimaksud Pasal 10 Ayat (1) Undang-undang No.14 Tahun 1970 secara organisatoris, administrative dan finansial sampai saat ini masih berada dibawah Departemen yang bersangkutan, walaupun menurut Pasal 11 (1) Undang- undang Nomor 35 Tahun 1999 sudah dialihkan dibawah kekuasaan Mahkamah Agung. b) Mahkamah Agung berwenang mengatur tugas serta tanggung jawab, susunan organisasi dan tata kerja Kepaniteraan Pengadilan (Undang- undang No. 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman). (6) Fungsi Lain-lain Selain tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, berdasar Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 serta Pasal 38 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985, Mahkamah Agung dapat diserahi tugas dan kewenangan lain berdasarkan Undang-undang. C. Wewenang-Wewenang Mahkamah Agung (MA) Mahkamah Agung memiliki wewenang : (1) Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang- undangan di bawah Undang-Undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-Undang. (2) Mengajukan 3 orang anggota Hakim Konstitusi. (3) Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden member grasi dan rehabilitasi. (4) Pada Mahkamah Agung terdapat hakim agung (paling banyak 60 orang). Hakim agung dapat berasal dari sistem karier (hakim), atau tidak berdasarkan sistem karier dari kalangan profesi atau akademisi. Calon hakim agung diusulkan oleh Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat, untuk kemudian mendapat persetujuan dan ditetapkan sebagai hakim agung. D. Lembaga-Lembaga di Lingkungan Kekuasaan Kehakiman (1) Mahkamah Agung Mahkamah Agung Republik Indonesia (disingkat MA RI atau MA) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang
  • 10. merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi dan bebas dari pengaruh cabang-cabang kekuasaan lainnya. Mahkamah Agung membawahi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara. Pada tanggal 17 Desember 1970 lahirlah Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman yang Pasal 10 ayat (2) menyebutkan bahwa Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara Tertinggi dalam arti Mahkamah Agung sebagai Badan Pengadilan Kasasi (terakhir) bagi putusan-putusan yang berasal dari Pengadilan di bawahnya, yaitu Pengadilan Tingkat Pertama dan Pengadilan Tingkat Banding yang meliputi 4 (empat) Lingkungan Peradilan : (1) Peradilan Umum Dasar hukum keberadaan lingkungan peradilan umum adalah UU No. 2 tahun 1986 yang kemudian diubah oleh UU No 8 tahun 2004 tentang Peradilan Umum. UU No. 8 tahun 2004 ini kemudian diubah menjadi UU No. 49 tahun 2009 Tentang Peradilan Umum. Peradilan Umum adalah salah satu pelaku kekuasaan keahkiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya ( Pasal 2 UU No. 49 Tahun 2009 ). Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum dilaksanankan oleh Pengadilan Negeri sebagai pengadilan tingkat pertama dan Pengadilan Tinggi sebagai pengadilan tingkat banding dan berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai pengadilan yang tertinggi atau tingkat kasasi. (2) Peradilan Agama Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu yang diatur dalam UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang kemudian diubah dengan UU No. 3 tahun 2006 Tentang Peradilan Agama, yang kemudian diubah menjadi Undang- Undang No. 50 tahun 2009 tentang Peradilan Agama selanjutnya disebut (UUPAG). Pasal 3 Undang-Undang Nomor 50 tahun 2009 menyebutan bahwa Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan agama dilaksanakan
  • 11. oleh Pengadilan Agama, Pengadilan Tinggi Agama, dan Mahkamah Agung sebagai puncak pengadilan negara tertinggi. (3) Peradilan Militer Dasar hukum peradilan militer pada mulanya adalah UU No. 5 Tahun 1950. Dalam Pasal 2 UU No. 5 tahun 1950 ditentukan bahwa kekuasaan kehakiman pada pengadilan militer dilakukan oleh pengadilan Tentara, Pengadilan Tentara Tinggi, dan Mahkamah Tentara Agung. Berdasarkan Keputusan Bersama Mentri kehakiman dan mentri pertahanan Keamanan/ panglima ABRI tahun1972 dan 1973, nama pengadilan militer diganti menjadi Mahkamah Militer, Mahkamah Militer Tinggi dan Mahkamah Militer Agung. Selanjutnya, berlaku UU. No. 31 tahun 1997 yang sekaligus mencabut dan menyatakan tidak berlakunya UU No. 5 Tahun 1950 tentang Pengadilan Militer. Dengan berlakunya UU No. 31 Tahun 1997, maka susunan pengadilan militer terdiri dari: a) Pengadilan Militer b) Pengadilan Militer Tinggi c) Pengadilan Militer Utama d) Pengadilan Militer Pertempuran (4) Peradilan TUN Dasar hukum lingkungan peradilan tata usaha Negara adalah UU No. 5 tahun 1986 yang kemudian diubah dengan UU No.9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Undang-undang ini kemudian diubah lagi menjadi UU No.51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, selanjutnya disingkat UUPTUN. Peradilan Tata Usaha Negara adalah salah satu pelaksanaan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa tata usaha Negara. (2) Mahkamah Konstitusi Keberadaan Mahkamah Konstitusi diatur pada pasal 24 ayat (2) UUD 1945 pasca amandemen ketiga. Akibat adanya amandemen UUD 1945, maka kekauasaan kehakiman di Indonesia selain dilakukan oleh Mahkamah Agung juga dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi.
  • 12. Berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang ditegaskan kembali dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a sampai dengan d UU 24/2003, kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah menguji undang-undang terhadap UUD 1945; memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945; memutus pembubaran partai politik; dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Selain itu, berdasarkan Pasal 7 ayat (1) sampai dengan (5) dan Pasal 24C ayat (2) UUD 1945 yang ditegaskan lagi oleh Pasal 10 ayat (2) UU 24/2003, kewajiban Mahkamah Konstitusi adalah memberikan keputusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum, atau perbuatan tercela, atau tidak memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. (3) Komisi Yudisial Komisi Yudisial Republik Indonesia atau cukup disebut Komisi Yudisial (disingkat KY RI atau KY) adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Komisi Yudisial merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan dalam pelaksanaan wewenangnya bebas dari campur tangan atau pengaruh kekuasaan lainnya.Komisi Yudisial bertanggungjawab kepada publik melalui DPR, dengan cara menerbitkan laporan tahunan dan membuka akses informasi secara lengkap dan akurat. Sesuai Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, Komisi Yudisial mempunyai wewenang: a) Mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan; b) Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim; c) Menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) bersama-sama dengan Mahkamah Agung; d) Menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
  • 13. Berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011, dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a, yaitu mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan, maka Komisi Yudisial mempunyai tugas: a) Melakukan pendaftaran calon hakim agung; b) Melakukan seleksi terhadap calon hakim agung; c) Menetapkan calon hakim agung; dan d) Mengajukan calon hakim agung ke DPR. Pasal 20 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 mengatur bahwa: a) Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, Komisi Yudisial mempunyai tugas: (1) Melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku hakim; (2) Menerima laporan dari masyarakat berkaitan dengan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim; (3) Melakukan verifikasi, klarifikasi, dan investigasi terhadap laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim secara tertutup; (4) Memutus benar tidaknya laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, (5) Mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim. b) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Yudisial juga mempunyai tugas mengupayakan peningkatan kapasitas dan kesejahteraan hakim; c) Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Komisi Yudisial dapat meminta bantuan kepada aparat penegak hukum untuk melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan dalam hal adanya dugaan pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim oleh Hakim. d) Aparat penegak hukum wajib menindaklanjuti permintaan Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
  • 14. E. Tata Cara Pengangkatan Hakim Agung Pengangkatan hakim di Indonesia diatur dalam Peraturan Bersama Mahkamah Agung RI (MARI) dengan Komisi Yudisial Republik Indonesia (KYRI) No. 01/PB/MA/IX/2012 dan No. 01/PB/P.KY/09/2012 tentang seleksi pengangkatan hakim. Peraturan ini mencakup empat bab yang terdiri dari Ketentuan Umum, Tata Cara Seleksi Hakim, Pembiayaan, dan Ketentuan Penutup, dan memiliki 9 Pasal. Dalam Pasal 2 Peraturan Bersama MARI dan KYRI dijelaskan bahwa: “Proses seleksi pengangkatan hakim yang dilakukan sebelum ditetapkan peraturan hakim sebagai pejabat Negara dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, kecuali yang diatur secara khusus dalam peraturan ini” Dalam pasal 3 dijelaskan bahwa calon hakim merupakan orang yang lulus terhadap hasil seleksi yang dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. Ujian tersebut mencakup materi kehakiman, kode etik dan pedoman prilaku hakim. Selain itu, ujian pun dilakukan secara tertulis dan lisan guna mengetahui kecakapan calon hakim. Kelulusan peserta pendidikan diatur sesuai dengan proporsi pembobotan nilai yang ditentukan oleh MA dan KY. Setelah calon hakim dinyatakan lulus, Mahkamah Agung melakukan penajajakan kemampuan calon hakim baru dengan mengirimnya pada Pengadilan Agama untuk melakukan Magang. Ketika calon hakim melaksanakan tugas magang, Komisi Yudisial melakukan monitoring dan menilai terhadap calon hakim yang melakukan magang tersebut. Hasil penilaian ini diserahkan kepada Panitia Pendidikan Calon Hakim dalam rangka pembinaan. Dalam Pasal 6 Peraturan Bersama MARI dan KYRI No. 01/PB/MA/IX/2012 dan No. 01/PB/P.KY/09/2012 tentang seleksi pengangkatan hakim dijelaskan bahwa: “Nama-nama peserta pendidikan yang dinyatakan lulus diajukan oleh panitia pendidikan calon hakim kepada Mahkamah Agung paling lama 7 (tujuh) hari sejak penetapan kelulusan” Dalam pasal 7, dijelaskan pula: “Ketua Mahkamah Agung mengusulkan peserta seleksi hakim yang telah lulus untuk diangkat menjadi hakim kepada Presiden paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak pemberitahuan penetapan kelulusan.” Berdasarkan pada dua pasal ini, calon hakim yang sudah dinyatakan lulus oleh panitia pengangkatan hakim baru langsung diajukan kepada Mahkamah Agung sebagai lembaga induk peradilan di Indonesia. Setelah diterima oleh MA, kemudian
  • 15. MA tidak bisa mengangkat secara sendiri hakim-hakim yang sudah dinyatakan lulus teresebut. Calon hakim yang sudah dinayatakan lulus tersebut diajukan oleh MA kepada Presiden yang berjangka waktu 30 hari sejak pemberitahuan kelulusan oleh panitia pengangkatan hakim. Dari penjelasan di atas, tatacara pengangkatan hakim dilakukan oleh panitia pengangkatan hakim yang dibentuk oleh Mahkamah Agung. Calon hakim melakukan serangkaian seleksi yang difasilitasi oleh panitia guna menjaring hakim-hakim yang profesional. Dengan melalui seleksi ini hakim akan teruji kecakapan materi yang dikuasainya, sehingga hakim baru benar-benar menguasai materi tentang kehakiman. Setelah dinyatakan lulus dari seleksi calon hakim, calon hakim mengikuti serangkaian pembinaan dari panitia yang dibentuk oleh Mahkamah Agung. Pembinaan ini meliputi kode etik seorang hakim dan pedoman prilaku hakim. Setelah selesai masa pembinaan calon hakim ini, calon hakim baru ini dikirim ke berbagai Pengadilan untuk melakukan magang. Selama magang ini seorang calon hakim tidak dilepas begitu saja, tetapi ada pengawasan yang dilakukan oleh Panitia, MA ataupun KY. Hasil dari mmonitoring ini berguna untuk pembinaan calon hakim baru. Setelah selesai melakukan magang, selanjutnya nama-nama calon hakim baru ini diajukan oleh panitia kepada Mahkamah Agung (MA) guna diajukan kepada Presiden untuk dilakukan pengangkatan jabatan hakim. Setelah MA mengajukan pengangkatan hakim kepada Presiden, kemudian Presiden siap untuk mengangkat hakim. Maka, setelah Presiden mengangkat hakim yang diajukan calonya oleh MA melalui seleksi yang dilakukan oleh Panitia yang dibentuk oleh MA, maka hakim tersebut dinyatakan sah. Dengan demikian, hakim di Indonesia diangkat oleh Presiden melalui seleksi yang dilakukan oleh Panitia yang dibentuk oleh Mahkamah Agung. F. Hubungan Mahkamah Agung (MA) dengan Lembaga-Lembaga Lain (1) Mahkamah Agung dengan Mahkamah Konstitusi Pasal 24 Ayat (2) UUD 1945 menyatakan kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung (dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara), dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Berdasarkan rumusan Pasal 24 Ayat (2) UUD 1945, kekuasaan kehakiman dilakukan oleh MA dan MK. Sekalipun sama-sama pemegang kekuasaan kehakiman, kedua lembaga tersebut mempunyai kewenangan yang berbeda. Pasal 24A Ayat (1) UUD 1945
  • 16. menyatakan, MA berwenang: (1) mengadili pada tingkat kasasi, (2) menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan (3) mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang. Sementara itu, Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945 menyatakan, MK berwenang: (1) mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD, (2) memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, (3) memutus pembubaran partai politik, dan (4) memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Selain kewenangan, Pasal 24C Ayat (2) UUD 1945 menentukan bahwa MK memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD. Berdasarkan ketentuan di tingkat konstitusi, kemungkinan terjadinya persinggungan antara MA dengan MK ada pada titik penggunaan wewenang pengujian peraturan perundang-undangan (judicial review). Misalnya, ada kelompok masyarakat yang mengajukan judicial review PP No 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah. Sementara itu, dalam waktu yang bersamaan, ada pula pengajuan judicial review UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah – yang menjadi dasar pembentukan PP No 6/2005– kepada MK. Kebetulan pula, MA dan MK memutus serentak. MA memutus PP No 6/2005 tidak bertentangan dengan UU No 32/2004. Tetapi, di sisi lain, MK memutuskan bahwa UU No 32/2004 bertentangan dengan UUD 1945. Kemungkinan terjadinya masalah seperti di atas terjawab dengan dalam UU No 24/2003. Pasal 55 UU No 24/2003 menyatakan, pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang sedang dilakukan Mahkamah Agung wajib dihentikan apabila undang-undang yang menjadi dasar pengujian peraturan tersebut sedang dalam proses pengujian Mahkamah Konstitusi sampai ada putusan Mahkamah Konstitusi. Artinya, dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 55 UU No 24/2003, kemungkinan terjadinya permasalahan antara putusan MA dengan putusan MK sudah teratasi. Selain masalah judicial review, kemungkinan persinggungan juga dapat terjadi dalam isu sengketa kewenangan antarlembaga. Namun, ini pun dapat diselesaikan dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 65 UU No 24/2003, MA tidak dapat menjadi pihak dalam sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada MK.
  • 17. (2) Mahkamah Agung dengan Komisi Yudisial Pasal 24A Ayat (3) UUD 1945 menyatakan, calon hakim agung diusulkan KY kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh presiden. Kemudian, Pasal 24B Ayat (1) UUD 1945 menyatakan, KY bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Berdasarkan ketentuan itu, hubungan KY dengan MA terjadi dalam proses pengusulan calon hakim agung; dan menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Dalam proses awal kehadirannya, terlihat ada ketegangan hubungan antara KY dengan MA. Ketegangan itu muncul ketika KY merespon kejanggalan yang terjadi dalam kasus sengketa penetapan hasil pemilihan Walikota-Wakil Walikota Depok. Sebagaimana diketahui, Pengadilan Tinggi Jawa Barat (04/08-2005) membatalkan hasil pemilihan Walikota-Wakil Walikota Depok. Majelis hakim yang diketuai Nana Juwana menetapkan Badrul Kamal/Syihabuddin Ahmad memperoleh suara 269.551 suara dan Nur Mahmudi Ismail/Yuyun Wirasaputra memperoleh 204.828 suara. Berdasarkan putusan tersebut, perolehan suara untuk pasangan Badrul Kamal bertambah 62.770, sedangkan suara untuk Nur Mahmudi dikurangi 27.782. Karena menilai terjadi kejanggalan dalam penyelesaian kasus di atas, KY memeriksa hakim yang menangani kasus sengketa pemilihan di Kota Depok. Kemudian, KY merekomendasikan kepada MA (14/09-2005) untuk pemberhentian sementara selama satu tahun Ketua PT Jawa Barat Nana Juwana. Dalam rekomendasi itu, KY memberikan tenggat waktu satu bulan supaya MA memberikan tanggapan atas rekomendasi KY. Anehnya, terobosan KY justru mendapat resistensi dari berbagai kalangan di MA. Sekalipun ada resistensi, dalam Sambutan Rakernas MA, Peradilan Tingkat Banding, Pengadilan Tingkat Pertama Kelas IA Seluruh Indonesia di Denpasar, Bali 19-22 September 2005, Ketua MA Bagir Manan mengatakan: “Sekarang kita mempunyai KY yang saya yakin akan lebih memperkuat upaya membenahi tingkah laku tidak terpuji dari hakim. Meskipun KY tidak berwenang meneliti dan memeriksa putusan hakim dan tindakan-tindakan teknis yustisial lainnya, tetapi kewenangan yang ada disertai kerjasama yang erat dengan MA, akan sangat memberdayakan (empowering) usaha kita menghapus secara tuntas perbuatan tercela para hakim atau petugas pengadilan lainnya. Saya berjanji akan
  • 18. memanfaatkan semaksimal mungkin temuan KY mengenai perbuatan tidak terpuji para hakim dan lain-lain pejabat pengadilan“. Masalahnya, apakah pernyataan di atas merupakan komitmen institusi pengadilan atau hanya merupakan pernyataan Bagir Manan sebagai Ketua MA? Kalau merupakan sikap institusi pengadilan, maka ada harapan bahwa KY akan lebih mudah mengawasi tingkah laku tidak terpuji hakim sehingga pelan-pelan kewibawaan pengadilan bisa diperbaiki.
  • 19. DAFTAR PUSTAKA Asuransi MAG, 2015. Tugas dan Wewenang Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK diakses dari http://www.mag.co.id/ tanggal 19 November 2015 Limc4u, 2014. Penjelasan Pasal 23 UUD 1945 diakses dari http://homepagelimc4u.blogspot.co.id/ tanggal 19 November 2015 Love and Respect, 2015. Kekuasaan Kehakiman diakses dari http://everythingaboutvanrush88.blogspot.co.id/ tanggal 19 November 2015 Mahkamah Agung, 2010. Tugas dan Fungsi diakses dari https://www.mahkamahagung.go.id/ tanggal 19 November 2015 Singarekdi, 2011. Hubungan DPR dengan BPK diakses dari http://birokrasikomplek.blogspot.co.id/ tanggal 19 November 2015 Wakerkwa, Gerson, 2013. Tugas Dan Fungsi Mpr Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan diakses dari https://docs.google.com/ tanggal 19 November 2015 Wikipedia. Komisi Yudisial Republik Indonesia diakses dari https://id/wikipedia.org/ tanggal 19 November 2015 Wikipedia. Mahkamah Agung Republik Indonesia diakses dari https://id/wikipedia.org/ tanggal 19 November 2015 Wikipedia. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia diakses dari https://id/wikipedia.org/ tanggal 19 November 2015 Prof. Dr. Isra, Saldi. 2010.Sistem Peradilan Pasca Perubahan UUD 1945 diakses dari www.saldiisra.web.id tanggal 19 November 2015
  • 20. Rojak, Encep Abdul, SHI. 2014. Tata Cara Pengangkatan Hakim di Indonesia diakses dari www.slideshare.net tanggal 19 November 2015 Pradana, Dwita. 2009. Pembahasan Tata Cara Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua BPK diakses dari www.bpk.goid tanggal 19 November 2015