3. Shalat Sunnah Rawatib
Shalat rawatib tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah, kecuali beliau
sedang safar (keluar berpergian). Yang termasuk kedalam sunnah
mu’akkadah diantaranya :
● 2 rakaat sebelum subuh
● 2 rakaat sebelum dzuhur dan 2 rakaat sesudahnya (atau sesudah
shalat Jumat)
● 2 rakaat sebelum ashar
● 2 rakaat sesudah maghrib, dan
● 2 rakaat sesudah isya
Shalat rawatib ini lebih utama dilakukan di rumah. Tetapi apabila dalam
keadaan musafir, maka tidak disunnahkan untuk dilakukan.
4. Shalat Sunnah Rawatib
Adapun shalat yang ghayr mu’akkadah, antara lain :
● 4 rakaat sesudah dzuhur (termasuk 4 rakaat sesudah shalat Jumat)
● 4 rakaat sebelum ashar
● 2 rakaat sebelum maghrib, dan
● 2 rakaat sebelum isya
Tidak boleh shalat dua rakaat setelah shalat subuh dan setelah shalat ashar hingga
tergelincirnya matahari. Menurut Abu Hurayrah & Umar ra, bahwa :
ََلوُس َر
َ
ه َ
ّللا
ىَلَص
َ
ُ َ
ّللا
َههْيَلَع
َ
َمَلَس َو
ىَهَن
َْنَع
َ
هة َ
َلَصال
َ
َدْعَب َه
رْجَفْال
ىَتَح
ََعُلْطَت
َُسْمَشال
َ
ْعَب َو
َ
َد
َه
رْصَعْال
ىَتَح
ََبُرْغَت
“Sesungguhnya Rasulullah SAW melarang shalat setelah (shalat) Subuh hingga terbit
matahari dan setelah (shalat) ‘Ashar hingga terbenamnya matahari.’’
Perlu diingat !
5. Shalat
Dhuha
Merupakan shalat sunnah yang dikerjakan pada saat
matahari sudah naik kira-kira sepenggal (setinggi tonggak)
dan berakhir saat tergelincirnya matahari di waktu dzuhur.
Shalat ini termasuk sunnah mu’akkadah.
02
6. Shalat Sunnah Dhuha
Jumlah rakaat shalat dhuha yang umumnya dikerjakan adalah 2 rakaat, sebagaimana
dalam hadits Abu Dzar dan Abu Hurairah. Disebutkan dalam hadits dengan kata
“dua rakaat shalat dhuha”. Namun, berdasarkan hadist lain biasanya juga dilakukan
empat rakaat atau bahkan 8 rakaat.
Berdasarkan hadits dari Ummu Hani’:
ََأن
ََيالنب
ىَصل
َ
ُللا
عليه
مَوسل
َ
َعام
َ
هالفتح
ىَصل
ََثمان
َ
ركعات
َ
َةبحُس
ُّحىضال
“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam di tahun terjadinya Fathu Makkah beliau shalat
delapan rakaat shalat dhuha” (HR. Bukhari no. 1103, Muslim no. 336)/
7. Shalat
Tahajud, Layl atau
Witr
Allah SWT sangat menganjurkan shalat tahajjud (bangun
malam) kepada Rasul-Nya dan orang-orang beriman untuk
melaksanakan shalat al-layl (malam) atau Qiyamul-Layl (bangun
untuk shalat malam)
03
8. Shalat Tahajjud, Layl atau Witr
Bila dikerjakan di malam hari pada malam bulan Ramadhan dikenal
dengan Qiyamu Ramadhan pada masa Rasulullah, atau pasca kenabian
lebih dikenal dengan istilah shalat tarawih (banyak istirahat). Demikian
pula dengan shalat witr (ganjil) karena substansinya pelaksanaannya sama
yakni Nabi Saw selalu menutup shalat malamnya dengan rakaat yang
ganjil.Waktu pelaksanaanya adalah setelah shalat Isya hingga sebelum
waktu subuh atau lebih baik dikerjakan pada sepertiga malam.
Cara Pelaksanaan Shalat Malam
Sebelum melaksanakan shalat layl (malam) maka, disunnahkan untuk
melaksanakan shalat dua rakaat yang ringan sebagai shalat iftitah (shalat
pembuka). Maksudnya, membuka shalat dengan dua rakaat tanpa perlu
membaca surah atau ayat setelah al-Fatihah.
9. Beberapa cara pelaksanaan shalat malam
Sebelum melaksanakan shalat layl (malam) maka,
disunnahkan untuk melaksanakaan shalat dua rakaat
yang ringan sebagai shalat iftitah atau shalat pembuka.
Maksudnya, membuka shalat dengan dua rakaat yang
ringan adalah membuka shalat dengan dua rakaat tanpa
perlu membaca surat atau ayat setelah al-fatihah.
10. Beberapa cara pelaksanaan shalat malam
Ada beberapa cara pelaksanaan shalat malam Nabi Saw, diantaranya :
Shalat Layl 11 rakaat (4-4-3)
Shalat Layl 11 rakaat (8-2-1)
Shalat Layl 11 rakaat (2-2-1)
Shalat Witir 7 rakaat (4-3) atau 9 rakaat (6-3)
atau 11 rakaat (8-3) atau 13 rakaat (10-3)
Shalat Witir 3 rakaat, yakni 2 salam, lalu 1
rakaat salam
Shalat Witir 3 rakaat langsung salam, lalu
bertasbih 3x
Shalat Witir 1 rakaat saja