Dokumen tersebut membahas mekanisme perencanaan penganggaran daerah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Termasuk struktur APBD yang terdiri atas pendapatan, belanja, surplus/defisit dan pembiayaan. Juga ditinjau proses perencanaan APBD mulai dari musrenbang hingga penetapan peraturan daerah APBD.
1. Perencanaan Penganggaran
Daerah dalam APBD
Stephanus Aan, M.Si
Pengantar untuk pengenalan Sistem
Anggaran tentang mekanisme
perencanaan penganggaran dan
struktur penganggaran pemerintah
Daerah melaluiAPBD.
2. TOPIK
BAHASAN
Bagaimana mekanisme
perencanaan dan penganggaran
dalam APBD
1
Apa saja permasalahan dan
tantangan dalam penyusunan APBD
Seperti apa Struktur
Belanja Publik dalam
APBD
3
2
3. DASAR
HUKUM
UUD
1945
(ps.
5,
20, 23,
31,
33)
UU
17
Tahun 2003
UU 25
Tahun 2004
UU
23 Tahun 2014
1
2
3
4
4. Kekuasaan Pemerintahan (UU
23/2014)
Presiden
Kementerian/
LPNK
Gubernur
Bupati/
Walikota
Garis
Binwas
Pemerintah
Pemerintah
Daerah
Garis
Komando/Staf
Sebagian
Urusan
Tanggungjawab
Kemendagri
Koordinator
dlm
penyelengg.
Urusan
pem-‐an
di
daerah
Garis
Koordinasi
Pemegang
kekuasaan
pemerintahan
5. Urusan Pemerintahan
Urusan
Pemerintahan
Absolut
Konkuren
(dibagi utk otda)
Pemerintahan
Umum
(presiden sgb Ka Pem’an)
Gubernur
atau
Instansi
Vertikal
Dekonsentrasi
Wajib Pilihan
Yan
Dasar Non
Yan
Dasar
1. Pendidikan
2. Kesehatan
3. PU
dan Penataan Ruang
4. Perum Rakyat
dan
Kawasan Permukiman
5. Trantibum dan Linmas
6. Sosial
1. Pol
Luar Negeri
2. Han
3. Kam
4. Yustisi
5. Moneter dan
Fiskal Nasional
6. Agama
Tenaga Kerja;
Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak;
Pangan;
Pertanahan;
Ling.
Hidup;
Adminduk Capil;
Pemberdayaan
Masy.
Dan
Desa;
KB
dan Dal
penduduk;
Perhubungan;
Kom.
&
Informatika;
KUMKM;
Penanaman Modal;
Pemudan &
Olahraga;
statistic;
Persandian;
Kebudayaan;
Perpustakaan;
Kearsipan
Kelautan dan Perikanan;
Pariwisata;
Pertanian;
Kehutanan;
ESDM;
Perdagangan;
Perindustrian;
Transmigrasi
Dibagi berdasarkan kriteria
Eksternalitas, Akuntabilitas
dan Efisiensi serta Kepentingan
Strategis Nasional
Bimwas
6. Prinsip UU
23/2014
1. General Competence di mana urusan pemerintahan yang drinci di
dalam UU adalah urusan yang menjadi kewenangan pemerintah,
sementara di luar urusan pemerintah yang disebutkan merupakan
urusan daerah otonom (residual power); è contoh Pasal 1 huruf
5
2. Ultra Vires Doctrine di mana UU merinci urusan pemerintah yang
menjadi kompetensi daerah otonom; è contoh pasal 11 ayat (1),
pasal15 ayat (1)
3. Concurrent, yaitu urusan pemerintahan yang penanganan dalam
bagian atau bidang tertentu dapat dilaksanakan bersama antara
pemerintah dan pemda yang tergantung pada kriteria: ektrenalitas
(pertimbangan dampak/akibat), akuntabilitas (pertimbangan siapa
yang paling dekat dengan akibat/dampak), dan efisiensi
(pertimbangan sumber daya untuk melaksanakan urusan). è
pasal13
7. Contoh
Pasal 1
Huruf5
Urusan Pemerintahanadalah kekuasaanpemerintahanyang
menjadi
kewenangan Presiden yang
pelaksanaannya dilakukan oleh
kementerian negara dan penyelenggara PemerintahanDaerah
untuk
melindungi,
melayani,
memberdayakan,
dan menyejahterakan
masyarakat.
Pasal 11
ayat(1)
Urusan pemerintahankonkuren sebagaimana di
maksud dalam Pasal9
ayat(3)
yang
menjadikewenangan Daerah
terdiriatas Urusan
Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan.
Pasal 15
ayat(1)
Pembagian urusan pemerintahankonkuren antara Pemerintah Pusat
dan Daerah
provinsiserta Daerah
kabupaten/kota tercantumdalam
Lampiran yang
merupakanbagian yang
tidak terpisahkan dariUndang-‐
Undang ini.
8. Contoh
Pasal 15
ayat (2)
Urusan pemerintahankonkuren yang
tidaktercantum dalam Lampiran
Undang-‐Undangini menjadi kewenangantiap tingkatanatau susunan
pemerintahanyang
penentuannya menggunakanprinsipdan kriteria
pembagian urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksuddalam
Pasal 13.
Pasal 13
ayat (4)
Berdasarkan prinsipsebagaimana dimaksud pada ayat(1)
kriteria Urusan
Pemerintahan yang
menjadi kewenangan Daerah
kabupaten/kota adalah:
a. Urusan Pemerintahan yang
lokasinyadalam Daerah
kabupaten/kota;
b. Urusan Pemerintahan yang
penggunanya dalam Daerah
kabupaten/kota;
c. Urusan Pemerintahan yang
manfaatatau dampaknegatifnyahanya
dalam Daerah
kabupaten/kota;
dan/atau
d. Urusan Pemerintahan yang
penggunaansumber dayanya lebih efisien
apabila dilakukanoleh Daerah
kabupaten/kota.
10. Sistem Anggaran Keuangan Negara
10
MEDIUM
TERM
EXPENDITURE
FRAMEWORK
Penerapan
pendekatan
penganggaran
dengan
perspektif
jangka
menengah.
UNIFIED
BUDGET
Penerapan
penganggaran
secara
terpadu.
PERFORMANCE
BASED
BUDGETING
Penerapan
penyusunan
anggaran
berbasis
kinerja/anggaran
berdasar
prestasi
kerja
Sumber:
UU
17/2003
11. Perencanaan
Penganggaran
APBD
11
1 th
RPJMD
Renstra SKPD
Renja SKPD RKPD
KUA PPAS
Pedoman Penyusunan
RKA-SKPD
RAPERDA APBD
Tim Anggaran
Pemda
RKA-SKPD
5 th
5 th
1 th
1 th
RKP
RPJM
Nota Kesepahaman(MoU) antara
Pimpinan DPRD & Gubernur/Bupati/Walikota
Standar Satuan Harga
Analisa Standar Belanja
Standar Pelayanan Minimun
12. Tahapan
Penetapan Arah
Kebijakan dan
Prioritas
Pembangunan
Daerah
Musrenbang
Desa/Kel
Forum
SKPD
Musrenbang
Kab/Kota
Pra Musrenbang
Prov
Penyusunan
Ranwal RKPD
dan Pagu
Indikatif
Penyusunan
Ranc Renja SKPD
Musrenbang Kec
Penetapan
RKPD
(akhir Mei)
Pengajuan
Kebijakan Umum
APBD
dan
Prioritas Plafon
Anggaran
Sementara
Nota
Kesepakatan
KUA
PPAS
Penyusunan RKA
SKPD
(Juli-‐Sept)
Pengajuan
RAPBD
(dibahas
s/d
November)
Persetujuan
Bersama ttg
APBD
Evaluasi APBD
Penetapan Perda
APBD
Penyusunan DPA
SKPD
Penetapan Perkada
Penjabaran APBD
Musrenbang
Provinsi dan
Pusat
Finalisasi RKPD
pasca
Musrenbang
Jan Feb Mar Ap Mei Juni Juli Agt Sept Okt Nov Des
perencanaan
penganggaran
13. Penyampaian Raperda
Pertanggungjawaban
APBD TA n-1 kepada DPRD
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
SIKLUS
PENGELOLAAN
KEUANGAN
DAERAH
1/1
JAN FEBNOP DES
31/12
APBD TA n
ditetapkan
LKPD TA n-1
disampaikan ke
BPK
LHP audit BPK
disampaikan ke
DPRD
Penetapan RKPD
TA n+1
DPA-SKPD dan
Anggaran Kas
Penyampaian KUA
& PPAS TA n+1
Kesepakatan
KUA & PPAS TA
n+1
Penyampaian
Raperda APBD
TA n+1
Laporan
Semester &
Prognosis 6
bulan kepada
DPRD
Kesepakatan bersama
KDH-DPRD
Raperda APBD
TA n+1
Penyampaian
KUPA & PPAS
P-APBD TA n
Penyampaian dan
Pembahasan Raperda
P-APBD TA n
Pengambilan
Keputusan bersama
atas Raperda P-APBD
TA n
DAK n-1
n
n+1
Tahun Lalu
Tahun Berjalan
Tahun Depan
Tahun Dalam DPA:
14. Perubahan APBD
1. Perubahan APBN
dilakukan bila terjadi:
– perkembangan yang
tidaksesuai dengan asumsi KUA;
– keadaan yang
menyebabkanharus dilakukanpergeseran anggaran
antar unit
organisasi,
antar kegiatan,
dan antar jenis belanja;
– keadaan yang
menyebabkansaldo anggaranIebih tahunsebelumnya
harus digunakan dalam tahunberjalan;
– keadaan darurat;
dan
– keadaan luar biasa.
2. Perubahan APBD
hanya dapat dilakukan1
(satu)
kali
dalam 1
(satu)
tahun anggaran,
kecuali dalam keadaan luar biasa
14
15. Tahapan Perubahan
Monev
Pelaksanaan
DPA,
Asumsi
KUA,
dan
Realisasi dan
Prognosis
APBD
Pengajuan KUPA
– PPAS
(mg
I)
Nota
Kesepakatan KUPA
dan PPAS
(mg
II)
Penyusunan RKAP
SKPD
Pengajuan Raperda
Perubahan APBD
Prioritas
Perubahan RKPD
Perubahan Renja
SKPD
Pembahasan
Usulan
Perubahan APBD
Persetujuan Bersama
Perubahan APBD
Evaluasi Perubahan APBD
Penyusunan DPPA
SKPD
Penyusunan Perkada
Penjabaran Perubahan
APBD
perencanaan
penganggaran
Juni Juli Agt Sept
17. Struktur APBD
(I-‐account)
17
Pendapatan
Belanja
Surplus/Defisit
Pembiayaan
1
2
+
3
adalah hak pemerintah daerah yang
diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih.
Terdiri atas Pendapatan Asli Daerah,
Dana
Perimbangan,
dan
Lain-‐Lain
PAD
yang
Sah.
adalah kewajiban pemerintah daerah yang
diakui sebagai
pengurang nilai kekayaan bersih.
Terdiri atas belanja tidak langsung dan belanja langsung
adalah semua penerimaan yang
perlu dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang
akan diterima kembali,
baik pada
tahun anggaranyang
bersangkutan maupun pada tahun-‐
tahun anggaranberikutnya
Selisih antara pendapatan dan belanja.
Belanja yang
melebihi pendapatan disebut defisit,
sebaliknya
pendapatan yang
melebihi belanja disebut surplus.
18. Pendapatan
Pendapatan Asli
Daerah
Pajak Daerah
Retribusi Daerah
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah
yg
Dipisahkan
Laba penyertaan Modal
BUMD;
Laba penyertaan modal
BUMN;
Laba penyertaan modal
swasta/klp usaha masy
Lain-‐Lain
PAD
yg Sah
Dana
Perimbangan
Dana
BagiHasil
BagiHasil Pajak
BagiHasil Bukan Pajak
DAU
DAK
Lain-‐Lain
Pendapatan yang
Sah
Hibah
Dana
Darurat Pemerintah(bencana);
Dana
BagiHasil Pajak dari provinsi
kepada kabupaten/kota;
Dana
Penyesuaian dan OTSUS
yang
ditetapkan oleh pemerintah;
dan
Bantuan Keuangan dari provinsi atau
dari pemerintah daerah lainnya.
Pendapatan
19. Jenis Penerimaan Pajak Provinsi:
UU
No.
28/2009
1. Pajak Hotel
2. Pajak Restoran
3. Pajak Hiburan
4. Pajak Reklame
5. PPJ
6. Pajak Mineral
Bukan Logam &
Batuan;
7. Pajak Parkir;
8. Pajak Air
Tanah;
9. Pajak Sarang Burung Walet;
10. PBB
Perdesaan dan Perkotaan;
dan
11. BPHTB
UU
No.
28/2009
1. Pajak Kendaraan Bermootor
2. Bea
Balik Nama Kendaraan Bermotor
3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan
Bermotor
4. Pajak Air
Permukaan,
dan
5. Pajak Rokok
Jenis Penerimaan Pajak
Kabupaten/Kota:
Pajak dan Retribusi Daerah
RetribusiDaerah
1. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
2. Retribusi Perpanjangan IMTA
3. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol
4. Retribusi Izin Gangguan
5. Retribusi Izin Trayek
6. Retribusi Izin Usaha
Perikanan
20. Tahun 2014
dalam Juta Rupiah
-‐
5,000,000
10,000,000
15,000,000
20,000,000
25,000,000
30,000,000
35,000,000
40,000,000
45,000,000
ACEH
SUMATERA
UTARA
SUMATERA
BARAT
RIAU
KEPULAUAN
RIAU
JAMBI
SUMATERA
SELATAN
BANGKA
BELITUNG
BENGKULU
LAMPUNG
DKI
JAKARTA
JAWA
BARAT
BANTEN
JAWA
TENGAH
DIY
JAWA
TIMUR
KALIMANTAN
BARAT
KALIMANTAN
SELATAN
KALIMANTAN
TIMUR
SULAWESI
UTARA
GORONTALO
SULAWESI
TENGAH
SULAWESI
SELATAN
SULAWESI
BARAT
SULAWESI
TENGGARA
BALI
NTT
NTB
MALUKU
MALUKU
UTARA
PAPUA
PAPUA
BARAT
TP PAD DAPEM LLPDYs
Profil Pendapatan Provinsi di
Indonesia
Sumber:
Kemenkeu,
2015
21. 21
3,139,784
7,644,634
8,536,213
8,674,837
8,721,574
11,357,407
12,010,743
17,097,686
22,863,538
23,914,485
43,447,856
DIY
Banten
Kalimantan
Timur
Sumatera
Utara
Riau
Papua
Aceh
Jawa
Tengah
Jawa
Timur
Jawa
Barat
DKI
Jakarta
10
Besar Provinsi Tahun 2014
(Rp.
juta)
Sumber:
Kemenkeu,
2015
23. 0.000.922.260.510.301.560.720.671.890.38
5.62
0.580.171.124.081.33
8.22
0.260.272.580.140.452.532.764.280.692.601.93
12.98
18.28
2.920.67
76.15
88.92
81.00
84.34
94.37
84.00
87.22
91.75
78.09
76.35
82.18
92.51
96.72
82.77
87.29
82.57
85.55
90.17
85.52
89.15
92.41
88.63
90.16
73.40
78.59
90.75
68.18
76.27
68.15
72.37
80.04
82.28
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
Aceh
Sumatera
Utara
Sumatera
Barat
Riau
Kepulauan
Riau
Jambi
Sumatera
Selatan
Bangka
Belitung
Bengkulu
Lampung
DKI
Jakarta
Jawa
Barat
Banten
Jawa
Tengah
DIY
Jawa
Timur
Kalimantan
Barat
Kalimantan
Selatan
Kalimantan
Timur
Sulawesi
Utara
Gorontalo
Sulawesi
Tengah
Sulawesi
Selatan
Sulawesi
Barat
Sulawesi
Tenggara
Bali
NTT
NTB
Maluku
Maluku
Utara
Papua
Papua
Barat
Ret/PAD Pjk/PAD
Pajak dan Retribusi dalam PAD
Sumber:
Kemenkeu,
2015
26. MENURUT FUNGSI :
1. Pelayanan Umum Pemerintahan;
2. Pertahanan;
3. Hukum, Ketertiban dan
Keamanan;
4. Ekonomi;
5. Lingkungan Hidup;
6. Perumahan dan Pemukiman;
7. Kesehatan;
8. Pariwisata dan Budaya;
9. Agama;
10. Pendidikan;
11. Perlindungan Sosial.
The “Classification of the Functions of
Government”(COFOG) established by the United
Nations is presented in the GFS manual. The main
objective of COFOG is to give a standard
classification for international comparisons. The
COFOG is also used to prepare the national
accounts according to the System of National
Accounts (SNA) methodology established in 1993.
In countries that have not already eveloped their
own functional classification, adopting COFOG
instead of a customised classification presents
some advantages. Such an approach is already
established and well documented in the GFS
manual. It facilitates international comparisons.
Many countries may decide, however, to
reorganise the COFOG system to accommodate
their actual programme structures and deal with
specific policy issues. This is recognised in the
GFS.
Klasifikasi Fungsi Belanja
27. 27
326,736,914),)
38%
182,522,886),)
21%
213,669,585),)
25%
131,995,827),)
16%
Belanja)Pegawai Belanja)Barang)Jasa Belanja)Modal Belanja)Lain2
Sumatera Jawa*Bali Kalimantan Sulawesi
NT*Maluku*
Papua
Pegawai 41.06= 41.10= 32.29= 47.52= 35.75=
Barang=Jasa 22.73 21.97 22.94 21.39 22.4
Modal 26.56 23.86 35.19 22.77 25.6
*
5.00=
10.00=
15.00=
20.00=
25.00=
30.00=
35.00=
40.00=
45.00=
50.00=
Pegawai Barang=Jasa Modal
Profil Belanja APBD
se-‐Indonesia
Tahun
2014
(dalam juta)
Sumber:
Deskripsi dan Analisis APBD
2014,
Kemenkeu,
2015.
28. 28
Pembiayaan
Penerimaan Pembiayaan
SiLPA;
pencairan
dana
cadangan;
hasil penjualan kekayaan daerah yang
dipisahkan;
penerimaan pinjaman daerah;
penerimaan
kembali
pemberian
pinjaman;
dan
penerimaan
piutang
daerah
Pengeluaran Pembaiayaan
pembentukan dana cadangan;
peneemaan modal
(investasi)
pemerintah daerah;
pembayaran pokok utang;
dan
pemberian
pinjaman
daerah
Pembiayaan
29. 29
Profil Pembiayaan APBD
se-‐Indonesia
Tahun 2014
(dalam juta)
!30.00% !20.00% !10.00% ! 10.00% 20.00% 30.00%
Sumatera
Jawa!Bali
Kalimantan
Sulawesi
NT!Maluku!Papua
Sumatera Jawa!Bali Kalimantan Sulawesi
NT!Maluku!
Papua
Defisit/Pendapatan !8.18 !5.99 !20.52 !3.83 !3.79
SILPA/Pendapatan 9.02 8.85 21.48 3.78 4.56
Pinjaman/Pendapatan 0.29% 0.14% 0.16% 0.89% 0.43%
Defisit/Pendapatan SILPA/Pendapatan Pinjaman/Pendapatan
74.617.063 (15.419.903
Pembiayaan:4459.197.160
Penerimaan Pembiayaan Pengeluaran Pembiayaan
Sumber:
Deskripsi dan Analisis APBD
2014,
Kemenkeu,
2015.
31. 1. Ketidaksinkronanantara Perencanaan
dan Penganggaran Pusat-‐Daerah
(waktu,
kewenangan,
prioritas,
dll)
2. Ketergantungan Daerah
terhadap Pusat
Relatif masih Tinggi (prosi,
terlambat,
dipotong,
dll)
3. Kepastian Alokasi Anggaran
4. Kebijakan daerah tidak sama dalam
prioritas Belanja Daerah
Masalah