Dokumen tersebut membahas konsep blended learning yang merupakan kombinasi pembelajaran tatap muka dan pembelajaran online. Blended learning memadukan pendekatan pembelajaran tradisional dengan pendekatan berbasis teknologi seperti e-learning untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model ini dianggap mampu memperbaiki kualitas pembelajaran dibandingkan hanya menggunakan satu pendekatan saja.
1. Konsep Blended Learning
Istilah blanded learning telah menjadi sangat mengikuti mode saat ini, terutama
di pendidikan tinggi. Secara umum, blanded learning memiliki tiga makna antara
lain:
1. Perpaduan/integrasi pembelajaran tradisional dengan pendekatan
berbasis web on-line;
2. Kombinasi media dan peralatan (misalnya buku teks) yang digunakan
dalam lingkungan e-learning,
3. Kombinasi dari sejumlah pendekatan belajar-mengajar terlepas dari
teknologi yang digunakan.
Model blended learning merupakan gabungan dua lingkungan belajar. Di satu
sisi, ada pembelajaran tatap muka di lingkungan tradisional, di sisi lain ada
lingkungan pembelajaran terdistribusi yang mulai tumbuh dan berkembang
dengan cara-cara eksponensial sebagai teknologi baru yang kemungkinan
diperluas untuk distribusi komunikasi dan interaksi. Dalam uraian ini, blanded
learning dianggap sebagai integrasi pembelajaran tatap muka dan metode
pembelajaran dengan pendekatan on-line. Blended learning merupakan model
pembelajaran campuran antara teknologi online dengan pembelajaran tatap muka
dengan biaya yang rendah, tetapi cara efektif untuk mengirimkan pengetahuan
dalam dunia global.
Program model blended learning mencakup beberapa bentuk alat pembelajaran,
seperti real-time kolaborasi perangkat lunak, program berbasis web online, dan
elektronik yang mendukung sistem kinerja dalam tugas lingkungan belajar, dan
pengetahuan manajemen sistem. Model Blended learning berisi berbagai
aktivitas kegiatan, termasuk belajar tatap muka, e-learning, dan kegiatan belajar
mandiri. Blended learning sebagai model campuran pembelajaran yang dipimpin
instruktur tradisional, pembelajaran online secara synchronous , belajar mandiri
dengan asynchronous, dan pelatihan terstruktur berbasis tugas dari seorang
dosen atau mentor. Tujuan blended learning adalah untuk menggabungkan
pengalaman belajar kelas tatap muka dengan pengalaman belajar secara online.
2. Secara keseluruhan, model blended learning mengacu dengan integrasi atau
campuran yang disebut e-learning, alat dan teknik pengiriman tugas dengan
pengajaran tatap muka tradisional.
Beberapa kemungkinan tentang pengertian blended learning antara lain sebagai
berikut. (1) Penggabungan pembelajaran berbasis teknologi internet (laboratorium
virtual, modul digital, gambar, audio, dan text) untuk mencapai tujuan
pembelajaran. (2) Kombinasi paradigma pembelajaran (behavioristik,
kognitivistik, dan konstruktivistik) dengan atau tanpa melibatkan teknologi. (3)
Kombinasi teknologi komputer dan informasi (video, pelatihan berbasis internet,
CD ROM) dengan pembelajaran tatap muka. Namun demikian, pengertian
blended learning yang banyak diikuti adalah upaya mengkombinasikan
pembelajaran berbasis internet (E-learning) dengan pembelajaran tatap muka (face
to face). Blended learning dapat melatih kemampuan siswa untuk beradaptasi
dengan pembelajaran berbasis internet.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa blended learning memiliki kelebihan
dibandingkan dengan dengan pembelajaran tatap muka dan pembelajaran murni
E-Learning. Blended learning dapat melakukan difersivikasi pembelajaran dan
memenuhi karakteristik belajar siswa yang berbeda-beda. Misalnya, siswa yang
enggan berdiskusi di kelas mungkin saja akan lebih aktif berdiskusi secara tertulis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Blended learning lebih efektif dibandingkan
dengan pembelajaran tatap muka maupun E-learning.
Blended learning juga menyebabkan berbagai masalah terutama bagi guru. (1)
Guru perlu memiliki ketrampilan dalam menyelenggarakan E- learning. (2) Guru
perlu menyiapkan referensi digital yang dapat diacu oleh siswa. (3) Guru perlu
merancang referensi yang sesuai atau terintegrasi dengan tatap muka. (4) Guru
perlu menyiapkan waktu untuk mengelola pembelajaran berbasis internet
misalnya untuk mengembangkan materi, mengembangkan instrumen asesmen dan
menjawab berbagai pertanyaan yang diajukan oleh siswa (Kusni, 2010).
3. Pelaksanaan blended learning tergantung pada beberapa faktor. (1) Sarana dan
prasarana. Guru perlu memiliki akses terhadap jaringan internet yang cukup besar
dan cepat sehingga memudahkan kerja. Penyediaan sarana dan prasarana yang
memadai juga memerlukan biaya. (2) Guru perlu meningkatkan kemampuannya
dalam bidang TIK dengan cara membaca dan berlatih mandiri maupun melalui
pelatihan formal. Sekolah perlu memperhatikan hal ini sebagai salah satu
pengembangan profesional. (3) Siswa perlu mendapatkan akses terhadap
komputer dan internet dan memiliki kemampuan memanfaatkan E-learning.
Sekolah perlu membekali siswa sebelum blended learning diterapkan.
Beberapa cara mengimplementasikan blended learning pada tahap permulaan
diantaranya:
1. Guru mengintegrasikan teknologi komputer dan informasi dalam materi
pembelajarannya. Misalnya guru mendownload video, animasi, dan
simulasi yang sesuai untuk dimanfaatkan di kelas. Berbagai media ini
diintegrasikan dalam pembelajaran.
2. Guru mengembangkan bahan ajar atau modul berbantuan komputer.
Bahan ajar ini dapat diakses oleh siswa dan dapat dipelajari di luar jam
tatap muka. Bahan ajar akan membantu siswa yang mengalami masalah
dalam pembelajaran tatap muka
3. Guru mengoptimalkan email dengan mengembangkan email group sebagai
wahana diskusi guru-siswa-siswa. Group email juga dapat digunakan
untuk berbagi file, mengumpulkan tugas dan sebagainya.
4. Guru mempelajari moodle dan memanfaatkannya sebagai penunjang
pembelajaran tatap muka. Guru memanfaatkan fitur yang tersedia untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran tatap muka.
Guru dan sekolah dapat memilih model yang sesuai dengan sarana
prasarana yang tersedia, kemampuan guru, dan kesiapan siswa. Implementasi
model yang sesuai akan berguna untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
4. Secara etimologi istilah Blended Learning terdiri dari dua kata yaitu Blended
dan Learning. Kata blend berarti “campuran, bersama untuk meningkatkan
kualitas agar bertambah baik” (Collins Dictionary), atau formula suatu
penyelarasan kombinasi atau perpaduan (Oxford English Dictionary) (Heinze
and Procter, 2006: 236). Sedangkan learning memiliki makna umum yakni
belajar, dengan demikian sepintas mengandung makna pola pembelajaran yang
mengandung unsur pencampuran, atau penggabungan antara satu pola dengan
pola yang lainnya. Apa yang dicampurkan? Elenena Mosa (2006)
menyampaikan bahwa yang dicampurkan adalah dua unsur utama, yakni
pembelajaran di kelas (classroom lesson) dengan online learning.
Selain Blended learning ada istilah lain yang sering digunakan di antaranya
blended learning dan hybrid learning. Istilah yang disebutkan tadi mengandung
arti yang sama yaitu perpaduan, percampuran atau kombinasi pembelajaran.
Supaya tidak membingungkan masalah tersebut pernah dijelaskan oleh Mainnen
(2008) yang menyebutkan “Blended learning mempunyai beberapa alternatif
nama yaitu mixed learning, hybrid learning, Blended e-learning dan melted
learning (bahasa Finlandia).” Karena model pembelajaran campuran ini lebih
banyak menggunakan blended e-learning pada perkuliahan dari pada tatap muka
atau residensial dan tutorial kunjung.
5. Pada perkembangannya istilah yang lebih populer adalah Blended Blended e-
learning dibandingkan dengan blended learning. Kedua istilah tersebut
merupakan isu pendidikan terbaru dalam perkembangan globalisasi dan
teknologi Blended e-learning. Zhao (2008:162) menjelaskan “isu Blended
Blended e-learning sulit untuk definisikan karena merupakan sesuatu yang
baru”. Walau cukup sulit mendefinisikan pengertian Blended Blended e-learning
tapi ada para ahli dan profesor yang meneliti tentang blended Blended e-learning
dan menyebutkan konsep dari Blended e-learning. Selain itu, pada penelitian
Sharpen et.all (2006:18) ditemukan bahwa “banyak institusi yang telah
mengembangkan dengan bahasa mereka sendiri, definisi atau tipologi praktek
blended”. Definisi dari Ahmed, et.all (2008:1) menyebutkan:
“Blended Blended e-learning, on the other hand, merges aspects of Blended e-
learning such as: web-based instruction, streaming video, audio, synchronous
and asychronous comunication, etc: with tradisional, face-to-face learning.”
Definisi lain yang hampir sama yaitu dari Soekartowi (2006:1) menjelaskan
pengertian dari Blended Blended e-learning yaitu:
“One of newest models is called Blended Blended e-learning (BEL). The model,
BEL, is designed basically based on combination of the best aspects of
application of information technology Blended e-learning, structured face-to-
face activities, and real world practice.”
Berdasarkan pendapat tersebut, terdapat persamaan antara blended Blended e-
learning yaitu penggabungan aspek Blended e-learning yang termasuk web-
based instruction, streaming video, audio, synchronous and asynchronous
communication atau aspek terbaik pada aplikasi teknologi informasi Blended e-
learning, dengan kegiatan tatap muka. Blended Blended e-learning juga
merupakan pendekatan terbaru menurut atau model baru menurut Soekartowi.
Hal ini senada diungkapkan oleh Zhao (2008:162) menjelaskan bahwa:
“Blended Blended e-learning offers a new learning approach for combining
different delivery modes, normally is online and face-to-face teaching to two
6. remote sites by means of Blended Blended e-learning, a combination of face-to-
face and distance learning. “
Pernyataan dari Zhao juga menekankan pendekatan pembelajaran terbaru tapi
penyampaian pesan yang dikombinasikan melalui dua cara online dan mengajar
tatap muka pada tempat yang berjauhan dengan cara blended Blended e-
learning, suatu kombinasi tatap muka dan pendidikan jarak jauh. Pada intinya
menggabungkan dua pendekatan pembelajaran yang digunakan sehingga
menjadi pendekatan pembelajaran baru. Selanjutnya blended learning telah
didefinisikan dalam Cisco System (2001) adalah (Ahmed, 2008:18):
“As the combination of characteristic from both traditional learning and Blended
e-learning environments. It merges aspects of Blended e-learning such as: web-
based instruction, streaming video, audio synchronous and asynchrounous
communication, etc; with traditional “face to face” learning. “
Blended learning sebagai kombinasi karakteristik pembelajaran tradisional dan
lingkungan pembelajaran elektonik atau Blended e-learning. menggabungkan
aspek Blended e-learning seperti pembelajaran berbasis web, streaming video,
komunikasi audio synchronous dan asynchronous dengan pembelajaran
tradisional “tatap muka”. Pendapat lainnya
dipaparkan Bhonk dan Graham (2006) juga mendefinisikan sebagai berikut:
“Blended learning is the combination of instruction from two historically
separate models of teaching and learning: Traditional learning systems and
distributed learning systems. It emphasizes the central role of computer-based
technologies in blended learning.” (Hadjerrouit, 2007: 286). Bhonk dan Graham
(2006) menjelaskan bahwa blended learning adalah gabungan dari dua sejarah
model perpisahan mengajar dan belajar: sistem pembelajaran tradisional dan
sistem penyebaran pembelajaran, yang menekankan peran pusat teknologi
berbasis komputer dalam blended learning.
Deskripsi sejarah model perpisahan mengajar dan belajar tersebut juga
dijelaskan oleh Heinze dan Procter (2004) sejarah perjalanan blended learning
terjadi jika semakin tinggi teknologi yang digunakan, maka semakin panjang
7. waktu yang digunakan secara online learning yang pada awalnya pembelajaran
tradisional tatap muka, kemudian makin tinggi teknologi maka semakin lama
waktu pembelajaran beralih menggunakan elektonik murni (Blended e-learning
pure) dalam bentuk online. Tapi terjadi kombinasi metode pembelajaran
tradisional dengan online (pure Blended e-learning). Penjelasan mereka tentang
konsep blended learning dijelaskan pada gambar berikut ini:
Dari definisi-definisi yang telah dijelaskan di atas maka dapat dikatakan secara
sederhana blended Blended e-learning adalah kombinasi atau penggabungan
pendekatan aspek Blended e-learning yang berupa web-based instruction, video
streaming, audio, komunikasi synchronous dan asynchrounous dalam jalur
Blended e-learning system LSM dengan pembelajaran tradisional “tatap muka”
termasuk juga metode mengajar, teori belajar, dan dimensi pedagogik.
2.3 KARAKTERISTIK BLENDED BLENDED E-LEARNING
Menurut Sharpen et.al (2006:18) karakteristik Blended Blended e-learning:
Ketetapan sumber suplemen untuk program belajar yang 1. berhubungan selama
garis tradisional sebagian besar, melalui institusional pendukung lingkungan
belajar virtual; Transformatif tingkat praktek pembelajaran didukung oleh 2.
rancangan pembelajaran sampai mendalam; Pandangan menyeluruh tentang
8. teknologi untuk mendukung 3. pembelajaran. Berdasarkan penjelasan di atas,
karakteristik blended Blended e-learning adalah sumber suplemen, dengan
pendekatan tradisional juga mendukung lingkungan belajar virtual melalui suatu
lembaga, rancangan pembelajaran yang mendalam pada saat perubahan
tingkatan praktek pembelajaran dan pandangan tentang semua teknologi
digunakan untuk mendukung pembelajaran. Penerapan suatu model
pembelajaran harus berdasarkan teori belajar yang cocok untuk proses
pembelajaran agar kelangsungan proses tersebut dapat sesuai dengan tujuan
yang telah ditentukan. Karena model ini adalah model pembelajaran campuran
maka teori yang digunakan pun terdiri dari berbagai teori belajar yang
dikemukakan oleh beberapa ahli dengan disesuaikan situasi dan kondisi peserta
belajar dan institusi yang menggunakan.
Blended Blended e-learning berisi tatap muka, di mana beririsan dengan
Blended e-learning. Pada Blended e-learning terdapat pembelajaran berbasis
9. komputer yang berisisan dengan pembelajaran online. Dalam pembelajaran
online terdapat pembelajaran berbasis Internet yang di dalamnya ada
pembelajaran berbasis web. Deskripsi tersebut disimpulkan bahwa dalam
blended Blended e-learning terdapat tata muka yang beririsan dengan Blended e-
learning di mana Blended e-learning beserta komponen-komponennya yang
berbasis komputer dan pembelajaran online berbasis web-Internet untuk
pembelajaran.
Berdasarkan komponen yang ada dalam Blended Blended e-learning maka teori
belajar yang mendasari model pembelajaran tersebut adalah teori belajar
konstruktivisme (individual learning) dari Piaget, kognitif dari Bruner, Gagne
dan Blooms dan lingkungan belajar sosial atau social constructivist
(collaborative learning) dari Vygtsky. Konstruktivisme (indiviual learning)
digunakan sebagai landasan teori belajar yang sering disebut juga student
centered learning. Konstruktivisme (indvidual learning).
dapat mendorong pelajar untuk membangun pengetahuan mereka sendiri
berdasarkan pengalaman individu dan mengaplikasikannya secara langsung pada
lingkungan mereka (Paurelle, 2003). Adapun implikasi dari teori belajar
konstruktivisme dalam pendidikan anak (Poedjiadi, 1999: 63) adalah sebagai
berikut :
(a) Tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah
menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berpikir untuk
menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi; (b) Kurikulum dirancang
sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan
keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan
memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan
menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari; dan (c) Peserta didik
diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi
dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang
membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada
diri peserta didik.
10. Individual learning dalam teori ini pelajar adalah peserta yang aktif, lalu dapat
membangun pengetahuan mereka sendiri, secara subyektif, dinamis dan
berkembang. Kemudian memproses dan memahami suatu informasi, sehingga
pelajar memiliki pembelajarannya sendiri. Pelajar membangun pengetahuan
mereka berdasarkan atas pengetahuan dari pengalaman yang mereka alami
sendiri. Teori belajar berikutnya yang melandasi model Blended Blended e-
learning adalah teori belajar.
kognitif. Pendekatan kognitif menekankan bagan sebagai satu struktur
pengetahuan yang diorganisir (Bruner, 1990; Gagne et al, 1993). Menurut
Bloom (1956) mengidentifikasi enam tingkatan belajar kognitif yaitu
”pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis dan sintesis”. Pandangan kognitif
pada pembelajaran menunjukkan kegiatan mental, seperti pemberian alasan
analisis dan pemikiran kritis (Hadjerrouit: 2007, Carman 2005:5).
Teori terakhir adalah teori belajar konstruktivisme sosial yang dikembangkan
oleh Vygotsky. Menurut Vygotsky (1978) adalah sebagai berikut: “The way
learners construct knowledge, think, reason, and reflect on is uniquely shaped by
their relationships with others. He argued that the guidance given by more
capable others, allows the learner to engage in levels of activity that could not be
managed alone”. Konstruktivisme sosial disebut juga collaborative learning.
Karakteristik teori belajar tersebut adalah sebagai berikut (Hasibuan, 2006:4):
“Teori ini membuat pelajar membangun pengetahuan, berpikir, mencari alasan,
dan dicerminkan dengan bentuk yang unik melalui berhubungan dengan yang
lain. Pelajar belajar dari penyelesaian masalah yang nyata, pelajar juga
bergabung pada suatu pembangkit pengetahuan. Pengajar juga masuk ke dalam
sebagai pelajar bersama-sama dengan siswanya. Bentuk tugas juga akan diolah
dan pengetahuan dinilai dan diciptakan lalu membangun pengetahuan yang
baru.”
Beberapa kelebihan Learning Management System Berbasis Blended e-learning
menurut Bates, 1995 dan Wulf, 1996 yaitu : (a) Meningkatkan kadar interaksi
pembelajaran antara peserta didik dengan guru atau instruktur (enhance
11. interactivity); (b) Memungkinkan terjadinya interaksi pembelajaran dari mana
dan kapan saja (time and place flexibility); (c) Menjangkau peserta didik dalam
cakupan yang luas (potential to reach a global audience); (d) Mempermudah
penyempurnaan dan penyimpanan materi pembelajaran (easy updating of
content as well as archivable.
PENERAPAN BLENDED BLENDED E-LEARNING
Blended e-learning kini banyak digunakan oleh para penyelenggara pendidikan
terbuka dan jarak jauh. Kalau dahulu hanya Universitas Terbuka yang diizinkan
menyelenggarakan pendidikan jarak jauh, maka kini dengan terbitnya Surat
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No.107/U/2001 (2 Juli 2001) tentang
‘Penyelenggaraan Program Pendidikan Tinggi Jarak Jauh’, maka perguruan
tinggi tertentu yang mempunyai kapasitas menyelenggarakan pendidikan terbuka
dan jarak jauh menggunakan Blended e-learning, juga telah diizinkan
menyelenggarakannya. Lembaga lembaga pendidikan non-formal seperti kursus-
kursus, juga telah memanfaatkan keunggulan Blended e-learning ini untuk
program-programnya.
Jika dikaji secara terminologis maka Blended e-learning menekankan pada
penggunaan Internet seperti pendapat Rosenberg (2001) menekankan bahwa
Blended e-learning merujuk pada penggunaan teknologi Internet untuk
mengirimkan serangkaian solusi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan. Hal ini senada dengan Campbell (2002), Kamarga (2002) yang
intinya menekankan penggunaan Internet dalam pendidikan sebagai hakikat
Blended e-learning, termasuk untuk pendidikan guru. Lebih lanjut Onno W.
Purbo (2002) menjelaskan bahwa istilah “e” atau singkatan dari elektronik
dalam Blended e-learning digunakan sebagai istilah untuk segala teknologi yang
digunakan untuk mendukung usaha-usaha pengajaran lewat teknologi elektronik
internet. Atau Blended e-learning didefinisikan sebagai berikut : “e-Learning is a
generic term for all technologically supported learning using an array of teaching
and learning tools as phone bridging, audio and videotapes, teleconferencing,
satellite transmissions, and the more recognized web-based training or computer
aided instruction also commonly referred to as online courses (Soekartawi,
12. Haryono dan Librero, 2002).“ Internet, Intranet, satelit, tape audio/video, TV
interaktif dan CD-ROM adalah sebagian dari media elektronik yang digunakan.
Pengajaran boleh disampaikan secara ‘synchronously’ (pada waktu yang sama)
ataupun ‘asynchronously’ (pada waktu yang berbeda).
Materi pengajaran dan pembelajaran yang disampaikan melalui media ini
mempunyai teks, grafik, animasi, simulasi, audio dan video. Ia juga harus
menyediakan kemudahan untuk ‘discussion group’ dengan bantuan profesional
dalam bidangnya. Perbedaan pembelajaran tradisional dengan Blended e-
learning yaitu kelas ‘tradisional’, guru dianggap sebagai orang yang serba tahu
dan ditugaskan untuk menyalurkan ilmu pengetahuan kepada pelajarnya.
Sedangkan di dalam pembelajaran ‘Blended e-learning’
utamanya adalah pelajar. Pelajar mandiri pada waktu tertentu dan bertanggung-
jawab untuk pembelajarannya. Suasana pembelajaran ‘Blended e-learning’ akan
‘memaksa’ pelajar memainkan peranan yang lebih aktif dalam pembelajarannya. Pelajar
membuat perancangan dan mencari materi dengan usaha, dan inisiatif sendiri. Khoe Yao
Tung (2000) mengatakan bahwa setelah kehadiran guru dalam arti sebenarnya, Internet
akan menjadi suplemen dan komplemen dalam menjadikan wakil guru yang mewakili
sumber belajar yang penting di dunia.
Secara spesifik dalam pendidikan guru, Blended e-learning memiliki makna
sebagai berikut:
Blended e-learning1. merupakan penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan,
pelatihan-pelatihan tentang materi keguruan baik substansi materi pelajaran
maupun ilmu kependidikan secara on-line;
Blended e-learning2. menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai
belajar secara konvensional (model belajar konvensional, kajian terhadap buku
teks, CD-ROM, dan pelatihan berbasis komputer) sehingga dapat menjawab
tantangan perkembangan globalisasi;
Blended e-learning 3. tidak berarti menggantikan model belajar konvensional di
dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan content
dan pengembangan teknologi pendidikan;
Kapasitas guru amat bervariasi tergantung pada bentuk isi dan cara 4.
penyampaiannya. Makin baik keselarasan antar content dan alat penyampai dengan
gaya belajar, maka akan lebih baik kapasitas siswa yang pada gilirannya akan
memberi hasil yang lebih baik;
Memanfaatkan jasa teknologi elektronik; di mana guru dan 5. siswa, siswa dan
sesama siswa atau guru dan sesama guru dapat berkomunikasi dengan relatif
mudah dengan tanpa dibatasi oleh hal-hal yang protokoler;
Memanfaatkan keunggulan komputer (6. digital media dan computer networks);
Menggunakan bahan ajar bersifat mandiri 7. (self learning materials) disimpan di
komputer sehingga dapat diakses oleh guru dan siswa kapan saja dan di mana saja
bila yang bersangkutan memerlukannya;
13. Memanfaatkan jadwal pembelajaran, kurikulum, hasil kemajuan 8. belajar dan hal-hal
yang berkaitan dengan administrasi pendidikan dapat dilihat setiap saat di
komputer.
Pendapat Haughey (1998) tentang pengembangan Blended e-learning
mengungkapkan bahwa terdapat tiga kemungkinan dalam pengembangan sistem
pembelajaran berbasis Internet, yaitu web course, web centric course, dan web enhanced
course.
Web course• adalah penggunaan Internet untuk keperluan pendidikan, yang mana
peserta didik dan pengajar sepenuhnya terpisah dan tidak diperlukan adanya tatap
muka. Seluruh bahan ajar, diskusi, konsultasi, penugasan, latihan, ujian, dan
kegiatan pembelajaran lainnya sepenuhnya disampaikan melalui Internet. Dengan
kata lain model ini menggunakan sistem jarak jauh. Untuk pendidikan guru model
seperti ini dapat digunakan untuk peningkatan “knowledge dan skill”, memperkuat
pengetahuannya tentang materi pelajaran sebagai spesifikasi keilmuannya dan
memperkuat pemahaman tentang metodologi pembelajaran melalui simulasi
pembelajaran yang disajikan melalui internet misalnya video streaming,
videoconference dan lain-lain.
Web centric course• adalah penggunaan Internet yang memadukan antara belajar
jarak jauh dan tatap muka (konvensional). Sebagian materi disampaikan melalui
Internet, dan sebagian lagi melalui tatap muka. Fungsinya saling melengkapi.
Dalam model ini pengajar bisa memberikan petunjuk pada pebelajar untuk
mempelajari materi pelajaran melalui web yang telah dibuatnya. Pebelajar juga
diberikan arahan untuk mencari sumber lain dari situs-situs yang relevan. Dalam
tatap muka, pebelajar dan pengajar lebih banyak diskusi tentang temuan materi
yang telah dipelajari melalui Internet tersebut. Model ini lebih relevan untuk
digunakan dalam pengembangan pendidikan guru, dilihat dari kondisi, kultur dan
infrastruktur yang dimiliki saat ini. Secara substansial materi keguruan identik
dengan nilai yang tidak hanya dapat ditransfer melalui pembelajaran tanpa tatap
muka, melainkan diperlukan direct learning, sehingga unsur-unsur modelling dari
seorang guru dapat diadaptasi dengan baik. Untuk penguasaan materi konseptual,
teoritikal dan keterampilan dapat menggunakan Blended e-learning dengan sistem
jarak jauh.
Model• web enhanced course adalah pemanfaatan Internet untuk menunjang
peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan di kelas. Fungsi Internet adalah
untuk memberikan pengayaan dan komunikasi antara peserta didik dengan
pengajar, sesama peserta didik, anggota kelompok, atau peserta didik dengan nara
sumber lain. Oleh karena itu peran pengajar dalam hal ini dituntut untuk menguasai
teknik mencari informasi di Internet, membimbing mahasiswa mencari dan
menemukan situs-situs yang relevan dengan bahan pembelajaran, menyajikan
materi melalui web yang menarik dan diminati, melayani bimbingan dan
komunikasi melalui Internet, dan kecakapan lain yang diperlukan.
Selain model pengembangan di atas, penggunaan ICT dalam pendidikan guru dapat
juga mengacu pada model dari Harmon dan Jones, 2000:125 yang memberikan
penjelasan tentang lima level penggunaan ICT dalam pembelajaran, yaitu :
Level 1 -• Information
Pada level ini bahan-bahan pembelajaran tidak terlalu banyak disajikan melalui
ICT tetapi terbatas pada bahan yang sifatnya informasi untuk menunjang proses
perkuliahan bahkan cenderung bersifat administratif dan aturan perkuliahan.
Misalnya silabus perkuliahan, jadwal perkuliahan, dan disediakan juga tempat
untuk penyimpanan informasi bagi guru.
Level 2 -• Supplemental
14. Pada level ini sudah mulai memasukan bahan perkuliahan/pembelajaran, namun
sifatnya masih terbatas, belum menguraikan isi pembelajaran secara lengkap,
materi yang disajikan pokok-pokoknya saja. Misalnya bahan pembelajaran bagi
guru disajikan melalui presentasi PowerPoint, Acrobat Reader, dan file html yang
sudah ditempatkan di web untuk diakses dan direview oleh para guru.
Level 3 -• Essential
Dalam level ini hampir semua materi pembelajaran disediakan di dalam web.
Aktifitas belajar para guru/peserta didik tidak akan berjalan baik jika tidak
menggunakan fasilitas web. Dengan demikian sudah ada ketergantungan
penggunaan ICT dalam pembelajaran di mana antara guru sebagai peserta didik
dengan pengelola pembelajaran menggunakan infrastruktur ICT secara lebih baik.
Level 4 -• Communal
Pada level ini mengkombinasikan pola tatap muka di kelas atau penggunaan web
secara online. Begitu halnya dengan penyajian bahan pembelajaran disajikan melalui
cara langsung di kelas dan disajikan online. Pada pola ini dituntut kemandirian dari
para guru untuk mencari dan mengembangkan bahan belajarnya secara mandiri
materi-materi pelajaran yang dikuasainya maupun materi tentang kependidikan.
Immersive
Pada level ini pembelajaran dilangsungkan secara virtual. Seluruh isi materi
pembelajaran disajikan secara online. Level ini memandang pembelajaran mulai
dari perekrutan, proses pembelajaran, sistem evaluasi dan kelulusan dilangsungkan
secara virtual.
Secara lebih terperinci, model penggunaan ICT khususnya web dalam
pembelajaran guru dapat mengacu pada pendapat Bonk, 2000 dengan “A Continuum of
Web Integration in Colleges Courses” yaitu :
No. Level Web
Integration
Description
1 Marketing/sillabi via
the web
Pengelola
pembelajaran (dosen,
instruktur)
memperkenalkan
mata kuliah dan
tujuan pembelajaran
serta ikhtisar
perkuliahan melalui
web.
2 Student’s
exploration of web
resources
Para guru atau calon
guru menggunakan
web untuk
memperoleh sumber
dan produk-produk
dan bahan-bahan
perkuliahan dan
pengembangan guru
melalui web,
misalnya dengan
mengunjungi e-
15. laboratory, e-
journal, e-news, e-
dictionary, e-library
dll.
3 Student generated
resources published
on the web
Produk-produk dan
bahan yang diperoleh
melalui eksplorasi di
web selanjutnya
dikembangkan untuk
disajikan dalam
perkuliahan/pembela
jaran untuk
memperkaya
pengetahuan dan
keterampilannya.
No. Level Web
Integration
Description
4 Courses resources
on the web
Dosen dan instruktur
mengemas bahan
pembelajaran
melalui web dan
pembelajaran
menggunakan bahan
Blended e-learning
lainnya. Misalnya
handout, makalah,
ikhtisar materi
kuliah, penugasan.
5 Re-purpose web
resources
Dosen mengambil
satu mata kuliah
yang disajikan secara
lebih lengkap
melalui Internet
sebagai model
Blended e-learning
yang dikembangkan.
Termasuk sistem
perkuliahannya
menggunakan web.
6 Substantive and
graded web activities
Peran guru sebagai
peserta didik dituntut
untuk lebih banyak
menggunakan web
untuk perkuliahan
dan pengembangan
pembelajarannya,
misalnya
menampilkan hasil
karya tulis melalui
web, melakukan
16. diskusi di web
(discussion group)
yang semuanya
untuk memenuhi
persyaratan mata
kuliah.
7 Courses activities
extending beyond
class
Para guru diwajibkan
untuk melakukan
kegiatan diskusi
dengan pihak lain di
luar. Baik guru lain,
para pakar, praktisi
melalui konferensi di
Internet.
Level Web Integration Description
8 Web as alternative
delivery system for
resident student
Web digunakan
sebagai sarana untuk
menyebarkan
informasi dan upaya
mengatasi
permasalahan-
permasalahan yang
dihadapi
hubungannya dengan
profesi guru, dan
web dijadikan
sebagai sarana
penyebaran
informasi untuk
khalayak luas
khususnya tentang
pendidikan.
9 Entire courses on
the web for student
located anywhere
Program pendidikan
yang ditawarkan
melalui web
digunakan oleh
berbagai kalangan
guru di seluruh dunia
dengan
menjadikannya
sarana pembelajaran
khususnya
pendidikan guru.
10 Courses fits within
longer
programmatic web
initiative
Para pengembang
pendidikan guru,
baik pemerintah
maupun swasta,
mengembangkan
program pendidikan
guru secara utuh
melalui ICT dan
menawarkan secara
luas kepada semua
17. orang di seluruh
negara.
Penggunaan ICT dalam pendidikan guru lebih menekankan pada penggunaan
Internet untuk pembelajaran online dan stand-alone yang berbasis data storage.
Pemanfaatan ICT ini melalui sistem pendidikan jarak jauh memberikan manfaat
(Elangoan, 1999; Soekartawi, 2002; Mulvihil, 1997; Utarini, 1997), menjelaskan
antara lain: (1) Tersedianya fasilitas e-moderating di mana guru dan
penyelenggara pendidikan dapat berkomunikasi secara mudah melalui fasilitas
Internet secara regular atau kapan saja kegiatan berkomunikasi itu dilakukan
dengan tanpa dibatasi oleh jarak, tempat dan waktu; (2) Guru dapat
menggunakan bahan ajar atau petunjuk belajar yang terstruktur dan terjadwal
melalui Internet, sehingga keduanya bisa saling menilai sampai berapa jauh
bahan ajar dipelajari; (3) Guru dapat belajar atau me-review bahan ajar setiap
saat dan di mana saja kalau diperlukan mengingat bahan ajar tersimpan di
komputer. Bila siswa memerlukan tambahan informasi yang berkaitan dengan
bahan yang dipelajarinya, ia dapat melakukan akses di Internet secara lebih
mudah; (4) Para guru dapat melakukan diskusi melalui Internet yang dapat
diikuti dengan jumlah peserta yang banyak, sehingga menambah ilmu
pengetahuan dan wawasan yang lebih luas; (5) Peran guru dituntut untuk
menjadi lebih aktif. (6) Relatif lebih efisien. Misalnya bagi mereka yang tinggal
jauh dari perguruan tinggi atau sekolah konvensional.
Senada dengan uraian di atas, menurut Onno W. Purbo (1998) paling tidak ada
tiga hal dampak positif penggunaan Internet dalam pendidikan yaitu: (1) Peserta
didik dapat dengan mudah mengambil mata kuliah di manapun di seluruh dunia
tanpa batas institusi atau batas negara; (2) Peserta didik dapat dengan mudah
belajar pada para ahli di bidang yang diminatinya; (3) Kuliah/belajar dapat
dengan mudah diambil di berbagai penjuru dunia tanpa bergantung pada
universitas/sekolah tempat si mahasiswa belajar. Di samping itu kini hadir
perpustakan Internet yang lebih dinamis dan bisa digunakan di seluruh jagat
raya.