2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
Presentasi seminar money laundering
1. Pembuktian Terhadap
Tindak Pidana Pencucian Uang Secara
Berlanjut
(Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan PN.
Jakarta Selatan
No.254/Pid.B/2005/PN.Jak.Sel
Disusun Oleh :
Tri Agung Pamungkas
E1A004055
2. Pendahuluan
I. Latar Belakang
Pencucian Uang merupakan Fenomena dunia dan merupakan tantangan
internasional
Negara kita mempunyai banyak faktor yang menguntungkan untuk
melakukan money laundering, sehingga tidak ragu jika negara kita di-”cap”
sebagai negara yang tidak kooperatif dalam memerangi jenis kejahatan tersebut
Upaya nasional untuk membangun rezim anti pencucian uang diundangkannya Undang-
undang No. 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang hingga amandemen
yang melahirkan Undang-udang No. 25 Tahun 2003.
Di dalam Pasal 3 ayat (1) memberikan ruang lingkup dari berbagai modus tindak pidana
pencucian uang. Ditempatkan 8 (delapan) modus dimana seseorang dapat dipidana
karena sengaja melakukan pencucian uang.
Kemudian Pasal 30 Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang Sendiri
dalam proses peradilannya menundukan diri pada KUHAP kecuali ditentukan
lain dalam undang-undang tersebut.
Di tahap persidangan untuk dapat menjerat terdakwa pada suatu perkara tindak
pidana sangat bergantung pada penuntut umum dalam menyusun dakwaan dan
tuntutannya
3. Dalam upaya membuktikan apakah tindak pidana yang didakwakan penuntut umum
itu terbukti atau tidak, hakim dalam menjatuhkan putusan selalu mendasarkan pada
alat – alat bukti yang sah. Dalam hal ini hakim harus berhati – hati dalam menilai dan
mempertimbangkan masalah pembuktian, karena masalah pembuktian ini ditentukan
nasib terdakwa. Maka dalam hukum acara pidana (KUHAP) terdapat cara
mempergunakan alat bukti, yaitu tercantum dalam Pasal 183 KUHAP yang mengatur :
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila
dengan sekurang – kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh
keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar – benar terjadi dan bahwa
terdakwalah yang bersalah melakukannya”.
Dalam putusan Pengadilan Negeri No. 254/PID.B/2005/PN.Jak.sel.
Telah dinyatakan bahwa terdakwa Lukman hakim telah terbukti melakukan tindak
pidana pencucian uang secara berlanjut melanggar Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang
No.25 tahun 2003 perubahan atas Undang-Undang No.15 tahun 2002 tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dengan dikuatkan oleh alat bukti berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat,
keterangan terdakwa dan petunjuk. sesuai dengan ketentuan Pasal 183 KUHAP,
Oleh karena itu terdakwa kemudian dijatuhi hukuman berupa pidana penjara selama
8 (delapan) tahun dan denda sebesar Rp.1.000.000.000,-(Satu milyar rupiah)
subsidair 6 (enam) bulan kurungan
4. II. Perumusan Masalah
1. Bagaimana penerapan Pasal 183 KUHAP untuk membuktikan adanya Tindak Pidana
Pencucian Uang Secara Berlanjut pada perkara No. 254/PID.B/2005/PN.Jak.sel.?
2. Bagaimana dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana
dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada perkara
No. 254/PID.B/2005/PN.Jak.sel. ?
5. Pembahasan
1. Penerapan Pasal 183 KUHAP untuk membuktikan adanya Tindak Pidana
Pencucian Uang Secara Berlanjut pada perkara No. 254/PID.B/2005/PN.Jak.sel.
Hukum Acara Pidana Indonesia menganut prinsip dan teori pembuktian
“negatief wettelijk bewijs theorie” .
Bertitik tolak dari uraian diatas untuk menentukan salah atau tidaknya seorang terdakwa
menurut sistem pembuktian undang-undang secara negatif terdapat dua komponen
• Pembuktian harus dilakukan, menurut cara dan dengan alat-alat bukti yang sah
menurut undang-undang
• Keyakinan hakim yang juga harus didasarkan atas cara dengan alat-alat bukti yang
sah menurut undang-undang. (M. Yahya Harahap, 2001 : 257).
Mengenai prinsip dan teori pembuktian “negatief wettelijk bewijs theorie” dapat disimpulkan
dari Pasal 183 KUHAP
Sistem pembuktian secara negatif tersebut dapat dikatakan pula telah memadukan
kedua unsur obyektif dan subyektif dalam menentukan salah atau tidaknya terdakwa,
Dengan kata lain menurut Pasal 183 KUHAP dapat dikatakan bahwa :
Kesalahan terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah;
1) Hakim berkeyakinan bahwa tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa
2) terdakwalah yang melakukan tindak pidana tersebut. (Yahya Harahap, 2001 : 258).
Untuk penerapan Pasal 183 KUHAP pada perkara No. 254/Pid.B/2005/PN.Jkt.Sel. dilihat dari
terpenuhinya pembuktian berdasarkan alat-alat bukti yang sah diatur dalam Pasal 184 ayat
(1) KUHAP yang perlu dibuktikan dalam persidangan dan dengan alat-alat bukti yang sah
yang diajukan ke depan persidangan dalam perkara No. 254/Pid.B/2005/PN.Jkt.Sel. adalah
sebagai berikut :
6. 1. Keterangan saksi
Pengertian keterangan saksi diatur dalam Pasal 1 angka 27 KUHAP
Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa
keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat
sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuan itu.
Pasal 185 ayat (5) KUHAP
Dinyatakan bahwa baik pendapat maupun rekaan, yang diperoleh dari hasil pemikiran
saja, bukan merupakan keterangan saksi
Di dalam Penjelasan Pasal 185 ayat (1) KUHAP
dikatakan bahwa dengan keterangan saksi tidak termasuk keterangan yang diperoleh
dari orang lain atau “testimonium de auditu”.
Pasal 185 ayat (2) KUHAP
Keterangan seorang saksi saja belum dapat dianggap sebagai alat bukti yang cukup
untuk membuktikan kesalahan terdakwa atau dikatakan bahwa satu saksi atau ununs
testis nullus
Pasal 160 ayat (3) KUHAP
Agar keterangan saksi dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah dan kuat, maka sebelum
saksi memberi keterangan terlebih dahulu, wajib mengucapkan sumpah atau janji
menurut agama masing-masing
Didalam persidangan telah diajukan saksi–saksi Oleh Jaksa Penuntut Umum sebanyak
enam orang saksi yang telah didengar keteranganya dibawah sumpah. Dalam
memberikan keterangannya para saksi telah memberikan keterangannya mengenai
apa yang ia dengar sendiri, lihat sendiri, dan ia alami sendiri.
7. 2. Keterangan Ahli
Pengertian keterangan Ahli diatur dalam Pasal 1 angka 28 KUHAP
Alat-alat bukti Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang
memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu
perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.
Pasal 186 KUHAP
Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.
Pasal 1 angka 28 KUHAP mengenai pengertian keterangan ahli,
dikaitkan dengan Pasal 184 ayat (1) huruf b dan pasal 186 KUHAP
Alat-alat bukti keterangan ahli yang sah yang diajukan dipersidangan dalam perkara
tersebut Jaksa Penunutut Umum mengajukan tiga orang ahli yaitu sebagai berikut :
1). Ahli Syarial Azis, SH.MM., merupakan ahli dibidang Perbankan.
2). Ahli Agus Triyono, SH, Mkn, merupakan ahli dibidang pencucian uang
3). Ahli Garda T. Paripurna., merupakan ahli dibidang pencucian uang
3. Surat
Alat Bukti surat diatur dalam Pasal 187 KUHAP
Menurut ketentuan itu, surat yang dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah menurut
undang-undang ialah surat yang dibuat atas sumpah jabatan atau surat yang
dikuatkan dengan sumpah (M. Yahya Harahap, 2001:285)
Alat bukti Surat yang diajukan di persidangan adalah sebagai berikut:
Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Laboratorium Kriminalistik nomor LAB 3912/DTF/
2004 tanggal 24 Agustus 2004
8. 4. Petunjuk
Pengertian Petunjuk diatur dalam Pasal 188 ayat (1) KUHAP sebagai berikut :
perbuatan, kejadian, atau keadaan, yang karena persuaiannya, baik antara yang satu
dengan yang yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa
telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
Menurut Pasal 188 ayat (2) KUHAP, petunjuk hanya dapat diperoleh dari:
2) Keterangan saksi;
3) Surat;
4) Keterangan terdakwa.
Diperoleh fakta-fakta hukum yang merupakan petunjuk di dalam persidangan
5. Keterangan Terdakwa
“keterangan terdakwa” ialah bahwa keterangan terdakwa yang menyangkal dakwaan,
tetapi membenarkan beberapa keadaan atas suatu perbuatan yang menjurus kepada
terbuktinya perbuatan sesuai alat bukti lain merupakan alat bukti (Andi Hamzah, 1996 :
287)
Dalam persidangan Terdakwa Lukman hakim memberikan keterangan yang menyangkal
dakwaan, tetapi membenarkan beberapa keadaan atas suatu perbuatan yang menjurus
kepada terbuktinya perbuatan sesuai alat bukti.
Terkait dengan sistem pembuktian dalam putusan ini sudah sesuai dengan teori pembuktian
menurut undang-undang secara negatif (negatief wettlijk). Dalam perkara No.254/PID.B/2005/
PN.Jak.sel., telah mempergunakan 5 Alat bukti yang sah sedangkan dilihat dari ketentuan
yuridisnya sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 183 KUHAP dijadikan dasar bagi hakim
dalam menjatuhkan pidana.
9. 2. Dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana dalam
putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada perkara No. 254/PID.B/2005/PN.Jak.sel
1).memeriksa alat bukti yang sah yang diatur dalam pasal 184 KUHAP. yaitu :
keterangan saksi, keterangan ahli, surat, keterangan terdakwa, petunjuk dan dilengkapi
barang bukti, maka dengan alat bukti tersebut menimbulkan keyakinan bagi hakim bahwa
terdakwa telah melakukan perbuatan pidana maka terdakwa dapat dinyatakan bersalah,
seperti dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum sebagaimana diancamkan dalam bentuk
dakwaan tunggal.
2). Perbuatan yang dilakukan terdakwa telah memenuhi syarat-syarat dapat
dipidananya seseorang
• Perbuatan (Tat-Handlung Handeling Gedraging)
Terbuktinya perbuatan terdakwa sebagai tindak pidana pencucian uang
secara berlanjut didasarkan sebagai berikut:
a) Perbuatan yang memenuhi rumusan Undang-undang
Perumusan Pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 25 tahun 2003 tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP
dapat dijabarkan dalam beberapa unsur :
(1) Unsur setiap orang
(2) Unsur dengan sengaja membayarkan harta kekayaan
(3) Unsur yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak
pidana, baik perbuatan itu atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain.
(4) Unsur “perbuatan yang diteruskan atau berlanjut”
Sesuai dengan dakwaan yang diajukan oleh jaksa Penunutut umum berbentuk
dakwaan tunggal
10. b) Bersifat melawan hukum (tidak ada alasan pembenar)
Salah satu unsur dari tindak pidana adalah unsur sifat melawan hukum, unsur ini
merupakan suatu penilaian objektif terhadap suatu perbuatan, dan bukan terhadap
diri si pembuat. Suatu perbuatan dikatakan melawan hukum apabila perbuatan itu
masuk dalam rumusan delik sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang.
(Sudarto, 1990 : 44)
Alasan pembenar dapat menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan,
Meskipun perbuatan ini telah memenuhi rumusan delik dalam undang-undang
kalau perbuatannya tidak melawan hukum maka tidak mungkin ada pemidanaan
(Soedarto, 1991 : 33)
b. Adanya Kesalahan dalam diri orang yang melakukan perbuatan
Untuk pemidanaan masih perlu adanya syarat untuk penjatuhan pidana. bahwa orang
yang melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau bersalah (subjective guilt).
(Sudarto, 1991 : 1).
kesalahan dalam arti seluas-luasnya terdiri atas tiga unsur, yaitu :
a) Asas kemampuan bertanggung jawab pada si pembuat artinya keadaan
si pembuat harus normal;
b) Hubungan batin antara si pembuat dengan perbuataanya yang berupa
kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa);
c) Tidak ada alasan yang menghapus kesalahan atau tidak ada alasan pemaaf.
11. a) Adanya kemampuan bertanggung jawab.
Kemampuan bertanggungjawab dapat diartikan sebagai suatu keadaan psikis
sedemikian yang membenarkan adanya penerapan sesuatu upaya pemidanaan,
baik dilihat dari sudut umum maupun orangnya. (Soedarto, 1991:5).
b) Adanya kesengajaan (Dolus) atau Kealpaan (Culpa)
Menurut memori penjelasan (memorie van Toelichting), yang dimaksudkan dengan
kesengajaan adalah “menghendaki dan menginsyafi” terjadinya suatu tindakan beserta
akibatnya. (E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi. 1982 : 167)
c) Tidak ada alasan Pemaaf
Alasan pemaaf menyangkut pribadi si pembuat, dalam arti bahwa orang ini tidak dapat
dicela (menurut hukum), dengan perkataan lain ia tidak bersalah atau tidak dapat
Dipertanggungjawabkan, meskipun perbuatannya bersifat melawan hukum, jadi disini
Ada Alasan yang menghapuskan kesalahan si pembuat, sehingga tidak mungkin
ada pemidanaan(Sudarto, 1991:34)
3. mempertimbangkan juga berdasarkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 197 ayat (1) huruf (f) KUHAP, yang
perumusannya sebagai berikut :
Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau
tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum
dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan meringankan terdakwa.
12. Penutup
I. Simpulan
Dari apa yang telah diuraikan diatas maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
• Penerapan Pasal 183 pada perkara No 254/PID.B/2005/PN.Jak.sel.
a. Adanya pembuktian dengan mempergunakan alat-alat bukti yang sah yang diatur
dalam 184 KUHAP, yang berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat,
keterangan terdakwa, petunjuk serta barang-barang bukti yang ada;
b. Diterapkanya sistem pembuktian menurut KUHAP yaitu sistem pembuktian
undang-undang secara negatif, sehingga telah sesuai dengan ketentuan
Pasal 183 KUHAP. maka dengan terpenuhinya alat-alat bukti yang telah diajukan
oleh jaksa penuntut umum di persidangan dengan alat bukti tersebut hakim
memperoleh keyakinan bahwa terdakwalah yang telah melakukan tindak pidana,
maka terdakwa Lukman Hakim dapat dinyatakan bersalah melakukan
Tindak Pidana Pencucian Uang Secara Berlanjut.
2. Pertimbangan Hukum hakim dalam menjatuhkan pidana dalam Putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada perkara No. 254/Pid.B/2005/PN.Jak.Sel.
a. Adanya pembuktian dengan mempergunakan alat-alat bukti yang sah yang diatur
dalam 184 KUHAP, yang berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat,
keterangan terdakwa, petunjuk serta barang-barang bukti yang ada;
b. Terpenuhinya semua syarat-syarat mengenai dapat dipidananya seseorang.
13. b. Terpenuhinya semua syarat-syarat mengenai dapat dipidananya seseorang.
1). Terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana Pencucian Uang
secara berlanjut melanggar Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang No.25 tahun 2003
perubahan atas Undang-Undang No.15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
2). Perbuatan terdakwa, merupakan perbuatan yang bersifat melawan hukum
formil (hukum tertulis);
3). Tidak adanya alasan pembenar.
4). Terdakwa dinilai mampu bertanggungjawab atas perbuataanya yang telah
dilakukan
5). Perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa Lukman Hakim termasuk dolus (kesengajaan)
hal ini terbukti dalam persidangan
6). Tidak adanya alasan pemaaf
C. Mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan Terdakwa
yang diatur dalam Pasal 197 ayat (1) KUHP huruf (f)
II. Saran
Berdasarkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap
perkara dengan register perkara 254/PID.B/2005/PN.Jak.sel. penulis kurang setuju
jumlah pidana yang dijatuhkan, dirasakan masih teralu ringan. Penulis tidak sependapat
dengan pidana yang dijatuhkan, karena perbuatan terdakwa Lukman Hakim menimbulkan
kerugian yang cukup besar bagi Bank Internasional Indonesia (BII) dan dapat
merusak stabilitas perekonomian Indonesia.